Warisnnnnnnnn

108
HUKUM WARIS Pengertian Hukum Waris Pengaturan mengenai hukum waris merupakan salah satu pengaturan yang cukup rumit dan sering kita jumpai menjadi masalah dalam kehidupan sehari-hari. Pembagian harta warisan seringkali menimbulkan konflik antara sanak saudara dan keluarga yang kemudian berujung pada sengketa di pengadilan. Untuk itu penting bagi kita sedikit memahami pengaturan mengenai hukum waris di Indonesia. Hukum waris dalam ilmu hukum merujuk pada ketentuan yang diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUH Perdata). Pengaturan mengenai hukum waristersebut dapat dijumpai dalam pasal 830 sampai dengan pasal 1130 KUH Perdata. Meski demikian, pengertian mengenai hukum waris itu sendiri tidak dapat dijumpai pada bunyi pasal-pasal yang mengaturnya dalam KUH Perdata tersebut. Untuk mengetahui pengertian mengenai hukum waris selanjutnya kita akan coba menilik beberapa pengertian mengenai hukum waris yang diberikan oleh para ahli, sebagai berikut: Hukum waris menurut Vollmar merupakan perpindahan harta kekayaan secara utuh, yang berarti peralihan seluruh hak dan kewajiban orang yang memberikan warisan atau yang mewariskan kepada orang yang menerima warisan atau ahli waris. Hukum waris menurut Pitlo adalah sekumpulan peraturan yang mengatur hukum mengenai kekayaan karena meninggalnya seseorang. Secara umum dapat dikatakan bahwa hukum waris adalah hukum yang mengatur mengenai kedudukan harta dan kekayaan seseorang setelah meninggal dunia dan mengatur mengenai cara-cara berpindahnya harta kekayaan tersebut kepada orang lain.

description

nnnnn

Transcript of Warisnnnnnnnn

HUKUM WARISPengertian Hukum WarisPengaturan mengenaihukum warismerupakan salah satu pengaturan yang cukup rumit dan sering kita jumpai menjadi masalah dalam kehidupan sehari-hari. Pembagian harta warisan seringkali menimbulkan konflik antara sanak saudara dan keluarga yang kemudian berujung pada sengketa di pengadilan. Untuk itu penting bagi kita sedikit memahami pengaturan mengenaihukum warisdi Indonesia.Hukum warisdalam ilmu hukum merujuk pada ketentuan yang diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUH Perdata). Pengaturan mengenaihukum waristersebut dapat dijumpai dalam pasal 830 sampai dengan pasal 1130 KUH Perdata. Meski demikian, pengertian mengenaihukum warisitu sendiri tidak dapat dijumpai pada bunyi pasal-pasal yang mengaturnya dalam KUH Perdata tersebut. Untuk mengetahui pengertian mengenai hukum waris selanjutnya kita akan coba menilik beberapa pengertian mengenai hukum waris yang diberikan oleh para ahli, sebagai berikut:Hukum waris menurut Vollmar merupakan perpindahan harta kekayaan secara utuh, yang berarti peralihan seluruh hak dan kewajiban orang yang memberikan warisan atau yang mewariskan kepada orang yang menerima warisan atau ahli waris.Hukum waris menurut Pitlo adalah sekumpulan peraturan yang mengatur hukum mengenai kekayaan karena meninggalnya seseorang.Secara umum dapat dikatakan bahwa hukum waris adalah hukum yang mengatur mengenai kedudukan harta dan kekayaan seseorang setelah meninggal dunia dan mengatur mengenai cara-cara berpindahnya harta kekayaan tersebut kepada orang lain.Selain beberapa pengertian tersebut diatas, pengertian mengenai hukum waris juga dapat dilihat dalam Instruksi Presiden Nomor 1 Tahun 1991, dalam pasal 171 disebutkan bahwa :Hukum Waris adalah hukum yang mengatur tentang pemindahan hak pemilikan atas harta peninggalan pewaris kemudian menentukan siapa-siapa yang berhak menjadi ahli waris dan menentukan berapa bagian masing-masing.Metode Pewarisan dalam Hukum WarisDalam hukum waris terdapat dua cara yang dapat digunakan untuk menerima warisan, yakni pewarisan absentantiao dan pewarisan testemantair (wasiat).Pewarisan absentantiao dalam hukum waris merupakan pewarisan dimana ahli waris menerima warisan karena telah diatur dan diperintahkan oleh peraturan perundang-undangan yang berlaku. Ini berarti hak waris terhadap warisan didapatkan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.Pewarisan testamentair dalam hukum waris merupakan pewarisan yang dilakukan berdasarkan testamen atau biasa juga disebut dengan surat wasiat. Surat wasiat atau testamen ini biasanya berisi pernyataan mengenai hal-hal yang diinginkan oleh pewaris terkait dengan warisan yang ditinggalkannya. Biasanya juga testamen ini dibuat dihadapan notaris sehingga telah berisi keterangan yang jelas mengenai persentase atau jenis warisan yang ditinggalkan kepada ahli waris yang dikehendakinya.Golongan dalam Hukum WarisAhli waris berdasarkan pewarisan absentantiao ini dalam peraturan perundang-undangan (hukum waris) dibagi dalam beberapa golongan, antara lain : Golongan Pertama, terdiri dari suami atau istri dan atau anak keturunan dari pewaris. Golongan Kedua adalah mereka yang menjadi ahli waris karena pewaris tidak memiliki istri atau suami serta belum memiliki anak keturunan. Golongan kedua ini terdiri dari orang, saudara dan atau keturunan saudara pewaris. Golongan Ketiga ini dapat menjadi ahli waris apabila pewaris ternyata tidak memiliki saudara kandung. Jika hal tersebut terjadi, maka yang berhak menerima warisan adalah keluarga pewaris dalam garis lurus keatas yakni dari garis ibu dan bapaknya. Golongan ketiga ini terdiri dari kakek dan neneknya baik dari garis ibu dan garis bapaknya dimana warisan tersebut dibagi menjadi dua bagian masing bagian diberikan kepada garis ibu dan garis bapak. Golongan keempat ini dapat menjadi ahli waris apabila pewaris ternyata tidak memiliki lagi ahli waris seperti yang disebutkan dalam tiga golongan diatas. Dalam golongan yang keempat, ahli waris adalah keluarga sedarah dalam garis ke atas yang masih hidup dan ahli waris yang yang derajatnya paling dekat dengan pewaris. Ahli waris dalam garis keatas yang masih hidup ini menerima setengah bagian dari warisan sedangkan ahli waris yang derajatnya paling dekat dengan pewaris mendapatkan setengah bagian sisanya.Selain golongan yang penerima atau ahli waris yang disebutkan diatas, peraturan perundang-undangan juga mengatur mengenai siapa saja yang dianggap atau tidak dibolehkan menerima warisan dari pewaris. Meskipun haknya sebagai ahli waris didapatkan sesuai dengan peraturan perundang-undangan atau absentantiao atau secara langsung melalui pewarisan testamentair.Golongan yang dianggap tidak patut menerima warisan dalam hukum waris berdasarkan KUH Perdata, antara lain: Orang yang dengan putusan hakim telah dinyatakan bersalah dan dihukum karena membunuh atau mencoba membunuh pewaris; Orang yang menggunakan kekerasan menghalang-halangi pewaris untuk membuat surat wasiat sesuai dengan kehendak pewaris; Orang yang dengan putusan hakim telah terbukti bersalah memfitnah orang yang telah meninggal dunia dan berbuat kejahatan yang diancam dengan hukuman pidana penjara lima tahun atau lebih; Orang yang menggelapkan, memalsukan atau memusnahkan surat wasiat atau testamentair yang telah dibuat oleh pewaris.Golongan yang tidak patut menerima warisan tersebut diatas, wajib mengembalikan seluruh hasil dan pendapatan yang telah dinikmati sejak menerima warisan kepada ahli waris sesuai dengan peraturan perundang-undangan.Ahli waris juga bertanggungjawab terhadap hutang piutang yang telah dilakukan dan ditinggalkan oleh pewaris. Demikian artikel mengenai hukum waris semoga bermanfaat.HIBAH ATAS TANAH DAN ATAU BANGUNAN

Tahukah Anda, bahwa hibah atas Tanah dan/atau Bangunan, bukan merupakan objek Pajak Penghasilan, hal ini sesuai dengan ketentuan Pasal 4 ayat (3) huruf a angka 2 Undang-undang No. 17 Tahun 2000 (UU PPh) yang menyatakan : Yang tidak termasuk Objek Pajak adalah :Harta hibahan yang diterima oleh keluarga sedarah dalam garis keturunan lurus satu derajat, dan oleh badan keagamaan atau badan pendidikan atau badan sosial atau pengusaha kecil termasuk koperasi yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan, sepanjang tidak ada hubungan dengan usaha, pekerjaan, kepemilikian, atau penguasaan antara pihak-pihak yang bersangkutan.Mengacu ketentuan diatas, hibah yang tidak termasuk sebagai Objek PPh adalah hibah yang memenuhi persyaratan berikut :1.Penerima harta hibah adalah keluarga sedarah dalam satu garis keturunan lurus satu derajat, badan keagamaan atau badan pendidikan atau badan sosial atau pengusaha kecil termasuk koperasi yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan.2.Hibah yang dilakukan tidak berhubungan dengan usaha, pekerjaan, kepemilikan, atau penguasaan antar pihak-pihak yang bersangkutan.Akan tetapi, bukan berarti Hibah tidak dikenakan pajak. Hibah atas tanah dan/atau bangunan merupakan objek pengenaan BPHTB (Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan).Sesuai dengan Undang-Undang No.20 Tahun 2000 tentang Perubahan atas Undang-undang No. 21 tahun 1997 tentang Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan, BPHTB adalah pajak yang dikenakan atas sebuah peristiwa hukum berupa perolehan hak atas tanah dan atau bangunan.Jadi yang menjadi objek pengenaan BPHTB adalah perolehan hak atas tanah dan atau bangunan, bukan tanah atau bangunannya itu sendiri. Hak atas tanah yang dimaksud dalam UU BPHTB adalah hak milik, hak guna usaha, hak guna bangunan, hak pakai, hak milik atas satuan rumah susun, dan hak pengelolaan.Perolehan hak atas tanah dan atau bangunan yang dimaksud dalam UU BPHTB meliputi pemindahan hak atas tanah dan atau bangunan yang terjadi karena jual beli, tukar-menukar, hibah, hibah wasiat, waris, pemasukan dalam perseroan atau badan hukum lainnya, pemisahan hak yang mengakibatkan peralihan, penunjukan pembeli dalam lelang, pelaksanaan putusan hakim yang mempunyai kekuatan hukum tetap, penggabungan usaha, peleburan usaha, pemekaran usaha, dan hadiah.Secara sederhana, BPHTB terutang dihitung dengan cara :BPHTB terutang = 5% x NPOPKPNPOPKP = NPOP NPOPTKP

Keterangan :NPOPKP =Nilai Perolehan Objek Pajak Kena PajakNPOP = Nilai Perolehan Objek PajakNPOPTKP = Nilai Perolehan Objek Pajak Tidak Kena Pajak.Sesuai dengan Pasal 3 huruf a dalam Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia No. 86/PMk.03/2006 tentang Perubahan atas Keputusan Menteri Keuangan No. 516/KMK,04/2000 tentang Tata Cara Penentuan Besarnya Nilai Perolehan / Objek Pajak Tidak Kena Pajak Bea Perolehan Hak atas Tanah Dan Bangunan, dijelaskan bahwa dalam hal perolehan hak karena waris, atau hibah wasiat yang diterima orang pribadi yang masih dalam hubungan keluarga sedarah dalam garis keturunan lurus satu derajat keatas atau satu derajat kebawah dengan pemberi hibah wasiat, termasuk suami/istri, ditetapkan paling banyak Rp 300.000.000,- (tiga ratus juta rupiah);Dalam Peraturan Pemerintah No. 111 tahun 2000 tentang Pengenaan Bea Perolehan Hak atas Tanah Dan Bangunan Karena Waris dan Hibah Wasiat, dijelaskan bahwa :1.Perolehan hak karena waris adalah perolehan hak atas tanah dan atau bangunan oleh ahli waris dari pewaris, yang berlaku setelah pewaris meninggal dunia.2.Perolehan hak karena hibah wasiat adalah perolehan hak atas tanah dan ataubangunan olehorang pribadi atau badan dari pemberi hibah wasiat, yang berlaku setelah pemberi hibah wasiat meninggal dunia.Besarnya BPHTB yang harus dibayar oleh penerima hak atas tanah dan atau bangungan karena waris dan hibah wasiat adalah 50% (lima puluh persen) dari jumlah BPHTB yang terutang.Kesimpulannya apabila Anda menerima hibah atas tanah dan atau bangunan dari keluarga sedarah dalam garis keturunan lurus satu derajat dan tidak ada hubungan usaha, pekerjaan, kepemilikan, atau penguasaan antara pihak-pihak yang bersangkutan, bukan merupakan objek Pajak Penghasilan tetapi merupakan objek pajak Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB).

www.pajakpribadi.comSURATKUASAMENGURUSWARISANYang bertandatangandi bawahini*):Nama : [............................................]Alamat : [............................................]Pekerjaan : [............................................]No KTP : [............................................]SeterusnyadisebutPemberiKuasa :Denganinimemberikuasapenuhkepada :Nama : [............................................]Alamat : [............................................]Pekerjaan : [............................................]No KTP : [............................................]SeterusnyadisebutPenerimaKuasa.Baikmasing-masingmaupunbersama-sama.Untukmewakilidan bertindakuntukdan atasnamapemberikuasadalamkedudukannyaselakusaudarakandungalmarhum [....................................] untuk: Menghadapnotaris/PPATyang berwenang, sertapejabat-pejabatterkaitsehubungandenganhak danbagianpemberikuasaatashartapeninggalanalmarhum [..................................................]. Memintaketerangan-keterangandarinotarissehubungandenganhakdan kepentinganpemberikuasaatashartapeninggalanalmarhum [....................................] Meminta dan menerimadokumen-dokumenyang berhubungandenganhartapeninggalanalmarhum[...............................] dan salinanbukti-buktikepemilikanhartapeninggalanatasnamaalmarhum[......................................] secararingkasmembelakepentinganpemberikuasasepenuhnya. Menerimadan menandatanganiserahterimauangdan ataubendabergerakdan bendatidakbergerakmilikalmarhum [...................................} yang menjadihakPemberiKuasa.Demikiansuratkuasainidiberikanuntukdapatdipergunakansebagaimanamestinya.Dibuatdan ditandatangani di [.................................] [tanggal,bulan, tahun]

SURAT KUASAMENGURUS WARISAN

Yang bertanda tangan di bawah ini :Nama : [..........................................................................................................]Alamat : [....................................................................................................................................................................................................................]Pekerjaan : [..........................................................................................................]No KTP : [.........................................................................................................]Selanjutnya disebut Pemberi Kuasa :Dengan ini memberi kuasa penuh kepada :Nama : [..........................................................................................................]Alamat : [....................................................................................................................................................................................................................]Pekerjaan : [..........................................................................................................]No KTP : [..........................................................................................................]Selanjutnya disebut Penerima Kuasa.Baik masing-masing maupun bersama-sama.KHUSUSUntuk mewakili dan bertindak untuk dan atas nama pemberi kuasa dalam kedudukannya selaku saudara kandung almarhum [......................................] untuk : Menghadap notaries/PPAT yang berwenang, serta pejabat-pejabat terkait sehubungan dengan hak dan bagian pemberi kuasa atas harta peninggalan almarhum [...................................................] : Meminta keterangan-keterangan dari notaris sehubungan dengan hak dan kepentingan pemberi kuasa atas harta peninggalan almarhum [.....................................] Meminta dan menerima dokumen-dokumen yang berhubungan dengan harta peninggalan almarhum [.......................................] dan salinan bukti-bukti kepemilikan harta peninggalan atas nama almarhum [..........................................] secara ringkas membela kepentingan pemberi kuasa sepenuhnya. Menerima dan menandatangani serah terima uang dan atau benda bergerak dan benda tidak bergerak milik almarhum [...................................} yang menjadi hak Pemberi Kuasa.Demikian surat kuasa ini diberikan untuk dapat dipergunakan sebagaimana mestinya.Dibuat dan ditandatangani di [................................] [tanggal,bulan, tahun]Penerima Kuasa Pemberi Kuasa(..) (..)

PROSEDUR DATA YANG DIPERLUKAN dan SYARAT SYARAT PENANDATANGANAN AKTA JUAL BELI(AJB)September 10, 2009 at 11:40Leave a commentJual beli merupakan proses peralihan hak yang sudah ada sejak jaman dahulu, dan biasanya diatur dalam hukum Adat, dengan prinsip: Terang dan Tunai. Terang artinya di lakukan di hadapan Pejabat Umum yang berwenang, dan Tunai artinya di bayarkan secara tunai. Jadi, apabila harga belum lunas, maka belum dapat dilakukan proses jual beli dimaksud. Dewasa ini, yang diberi wewenang untuk melaksanakan jual beli adalah Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) yang terdiri dari:1. PPAT sementara > adalah Camat yang diangkat sebagai PPAT untuk daerah daerah terpencil1. PPAT > Notaris yang diangkat berdasarkan SK Kepala BPN untuk wilayah kerja tertentuData-data apa saja yang harus dilengkapi untuk proses Jual Beli & balik nama tersebut?Dalam transaksi jual beli tanah dan/atau bangunan tersebut, biasanya PPAT yang bersangkutan akan meminta data-data standar, yang meliputi:1. Data tanah, meliputi:a) asli PBB 5 tahun terakhir berikut Surat Tanda Terima Setoran (bukti bayarnya)b) Asli sertifikat tanah (untuk pengecekan dan balik nama)c) asli IMB (bila ada, dan untuk diserahkan pada Pembeli setelah selesai proses AJB)d) bukti pembayaran rekening listrik, telpon, air (bila ada)e) Jika masih dibebani Hak Tanggungan (Hipotik), harus ada Surat Roya dari Bank yang bersangkutanCatatan: point a & b mutlak harus ada, tapi yang selanjutnya optionalf)Data Penjual & Pembeli (masing-masing) dengan kriteria sebagai berikut:a)Perorangan:a.1. Copy KTP suami isteria.2. Copy Kartu keluarga dan Akta Nikaha.3. Copy Keterangan WNI atau ganti nama (bila ada, untuk WNI keturunan)b)Perusahaan:b.1. Copy KTP Direksi & komisaris yang mewakilib.2. Copy Anggaran dasar lengkap berikut pengesahannya dari Menteri kehakiman dan HAM RIb.3. Rapat Umum Pemegang Saham PT untuk menjual atau Surat Pernyataan Sebagian kecil assetc) Dalam hal Suami/isteri atau kedua-duanya yang namanya tercantum dalam sertifikat sudah meninggal dunia, maka yang melakukan jual beli tersebut adalah Ahli Warisnya. Jadi, data-data yang diperlukan adalah:c.1. Surat Keterangan Waris-Untuk pribumi: Surat Keterangan waris yang disaksikan dan dibenarkan oleh Lurah yang dikuatkan oleh Camat-Untuk WNI keturunan: Surat keterangan Waris dari Notarisc.2. Copy KTP seluruh ahli warisc.3. Copy Kartu keluarga dan Akta Nikahc.4. Seluruh ahli waris harus hadir untuk tanda-tangan AJB, atau Surat Persetujuan dan kuasa dari seluruh ahli waris kepada salah seorang di antara mereka yang dilegalisir oleh Notaris (dalam hal tidak bisa hadir)c.5. bukti pembayaran BPHTB Waris (Pajak Ahli Waris), dimana besarnya adalah 50% dari BPHTB jual beli setelah dikurangi dengan Nilai tidak kena pajaknya.Nilai tidak kena pajaknya tergantung dari lokasi tanah yang bersangkutan.Contoh Perhitungannya:-NJOP Tanah sebesar Rp. 300 juta, berlokasi di wilayah bekasi:Nilai tidak kena pajaknya wilayah Bekasi adalah sebesar Rp. 250 jt. Jadi pajak yang harus di bayar ={(Rp. 300jt Rp. 250jt) X 5%} X 50%.Jadi, apabila NJOP tanah tersebut di bawah Rp. 250 jt, maka penerima waris tidak dikenakan BPHTB Waris (Pajak Waris)Sebelum dilaksanakan jual beli, harus dilakukan:1. Pengecekan keaslian dan keabsahan sertifikat tanah pada Kantor Pertanahan yang berwenang2. Para pihak harus melunasi pajak jual beli atas tanah dan bangunan tersebut.Dimana penghitungan pajaknya adalah sebagai berikut:-Pajak Penjual (Pph) = NJOP/harga jual X 5 %-Pajak Pembeli (BPHTB) ={NJOP/harga jual nilai tidak kena pajak} X 5%SYARAT PEMBUATAN AKTA HIBAH (Ke PPAT)1. KTP Pemberi hibah (Ibu dan Bapak)2. Surat Nikah Pemberi hibah3. Sertipikat Asli4. SPPT dan STTS PBB 10 tahun terakhir5. KTP Penerima hibah6. Persetujuan ahli waris lainnya (KTP)PROSES SERTIFIKASI DAN GANTI NAMADasar Hukum:1. Undang-Undang No. 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Pokok-Pokok Agraria (UUPA).2. Undang-Undang No. 21 Tahun 1997 Jo Undang-Undang No. 20 Tahun 2000.3. Peraturan Pemerintah No. 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah.4. Peraturan Menteri Negara Agraria/ Kepala Badan Pertanahan Nasional No. 3 Tahun 1997 tentang Ketentuan Pelaksanaan Peraturan Pemerintah No. 24 Tahun 1997.5. Peraturan Pemerintah No. 46 Tahun 2002 Tentang Tarif Atas Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak yang Berlaku Pada Badan Pertanahan Nasional.6. Surat Edaran Kepala Badan Pertanahan Nasional No.600-1900 Tanggal 31 Juli 2003.Persyaratan:a) Surat Pengantar dari PPAT.b) Surat Permohonan.c) Sertipikat Asli.d) Akta Hibah.e) Identitas diri pemegang hak, penerima hak dan atau kuasanya (fotocopy KTP dan KK yang masih berlaku dan dilegalisir oleh pejabat berwenang).f) Surat kuasa, jika permohonannya dikuasakan.g) Bukti pelunasan SSB BPHTB.h) Bukti pelunasan SSP Pph Final (untuk Pph apabila hibah vertikal tidak diperlukan).i) SPPT PBB tahun berjalanj) Ijin Pemindahan Hak, jika:- Pemindahan Hak Atas Tanah atau Hak Milik Atas Rumah Susun yang di dalam sertipikatnya dicantumkan tanda yang menyatakan bahwa hak tersebut hanya boleh dipindahtangankan apabila telah diperoleh izin dari instansi yang berwenang;- Pemindahan hak pakai atas tanah negara.- Surat Pernyataan calon penerima hak, yang menyatakan:Bahwa yang bersangkutan dengan pemindahan hak tersebut tidak menjadi pemegang hak atas tanah yang melebihi ketentuan maksimum penguasaan tanah menurut ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku- Bahwa yang bersangkutan dengan pemindahan hak tersebut tidak menjadi pemegang hak atas tanah absentee (guntai) menurut ketentuan perundang-undangan yang berlaku- Bahwa yang bersangkutan menyadari bahwa apabila pernyataan sebagaimana dimaksud pada 11a dan 11b tersebut tidak benar maka tanah kelebihan atau tanah absentee tersebut menjadi obyek landreform- Bahwa yang bersangkutan bersedia menanggung semua akibat hukumnya, apabila pernyataan sebagaimana dimaksud pada 11a dan 11b tidak benarBea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB)Pengertian1. Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB): adalah pajak yang dikenakan atas perolehan hak atas tanah dan atau bangunan, yang selanjutnya disebut pajak;2. Perolehan hak atas tanah dan atau bangunan: adalah perbuatan atau peristiwa hukum yang mengakibatkan diperolehnya hak atas dan atau bangunan oleh orang pribadi atau badan;3. Hak atas tanah adalah hak atas tanah termasuk hak pengelolaan, berserta bangunan di tasnya sebagaimana dalam Undang-Undang Nomor 5 tahun 1960tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria, Undang-undang Nomor 16 tentang Rumah Susun dan ketentuan peraturan perundang-undangan yang lainnya.1. II.Objek Pajak Yang menjadi objek pajak adalah perolehan hak atas tanah dan atau bangunan. Perolehan hak atas tanah dan atau bangunan meliputi:a. Pemindahan hak karena1. jual beli;2. tukar-menukar;3. hibah;4. hibah wasiat;5. waris;6. pemasukan dalam perseroan atau badan hukum lainnya;7. pemisahan hak yang mengakibatkan peralihan;8. penunjukan pembeli dalam lelang;9. pelaksanaan putusan hakim yang mempunyai kekuatan hukum tetap;10.penggabungan usaha;11.peleburan usaha;12.pemekaran usaha;13.hadiah.1. b.Pemberian hak baru karena:1. kelanjutan pelepasan hak;2. di luar pelepasan hak.Hak atas tanah adalah hak milik, hak guna usaha, hak guna bangunan, hak pakai, hak milik atas satuan rumah susun atau hak pengelolaan.1. III.Objek Pajak Yang Tidak Dikenakan BPHTB adalah objek pajak yang diperoleh:a. Perwakilan diplomatik, konsulat berdasarkan asas perlakuan timbal balik;b. Negara untuk penyelenggaraan pemerintahan dan atau untukpelaksanaan pembangunan guna kepentingan umum;c. Badan atau perwakilan organisasi internasional yang ditetapkan denganKeputusan Menteri dengan syarat tidak menjalankan usaha ataumelakukan kegiatan lain diluar fungsi dan tugas badan atau perwakilanorganisasi tersebut;d. Orang pribadi atau badan atau karena konversi hak dan perbuatanhukum lain dengan tidak adanya perubahan nama;e. Orang pribadi atau badan karena wakaf;f. Orang pribadi atau badan yang digunakan untuk kepentingan ibadah.1. IV.Subjek PajakYang menjadi subjek pajak adalah orang pribadi atau badan yang memperoleh hak atas tanah dan atau bangunan. Subjek Pajak sebagaimana tersebut diatas yang dikenakan kewajiban membayar pajak menjadi Wajib Pajak menurut Undang-Undang Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan.1. V.Tarif PajakTarif pajak ditetapkan sebesar 5% (lima persen).1. VI.Dasar Pengenaan BPHTBDasar Pengenaan Pajak adalah Nilai Perolehan Objek Pajak (NPOP) dalam hal;a. Jual beli adalah harga transaksi;b. Tukar-menukar adalah nilai pasar;c. Hibah adalah nilai pasar;d. Hibah wasiat adalah nilai pasar;e. Waris adalah nilai pasar;f. Pemasukan dalam perseroan atau badan hukum lainnya adalah nilai pasar;g. Pemisahan hak yang mengakibatkan peralihan adalah nilai pasar;h. Peralihan hak karena pelaksanaan putusan hakim yang mempunyai kekuatan hukum tetap adalah nilai pasar;i. pemberian hak baru atas tanah sebagai kelanjutan dari pelepasan hak adalah nilai pasar;j. Pemberian hak baru atas tanah di luar pelepasan hak adalah nilai pasar;k. Penggabungan usaha adalah nilai pasar;l. Peleburan usaha adalah nilai pasar;m Pemekaran usaha adalah nilai pasarn. Hadiah adalah nilai pasar;o. Penunjukan pembeli dalam lelang adalah harga transaksi yang tercantum dalam Risalah Lelang;Apabila NPOP dalam hal a s/d n tidak diketahui atau lebih rendah daripada NJOP PBB yang digunakan dalam pengenaan PBB pada tahun terjadinya perolehan, dasar pengenaan pajak yang dipakai adalah NJOP PBB.1. VII.Pengenaan BPHTBa.pengenaan BPHTB karena waris dan Hibah WasiatBPHTB yang terutang atas perolehan hak karena waris dan hibah wasiat adalah sebesar 50% dari BPHTB yang seharusnya terutang.b.pengenaan BPHTB karena pemberian Hak Pengelolaan. Besarnya BPHTB karena pemberian Hak Pengelolaan adalah sebagai berikut:-0% (nol persen) dan BPHTB yang seharusnya terutang terutang dalam hal penerima Hak Pengelolaan adalah Departemen, Lembaga Pemerintah Non Departemen, Pemerintah Daerah Propinsi, Pemerintah Daerah Kabupaten/kota, Lembaga Pemerintah lainnya, dan Perusahaan Umum Pembangunan Perumahan Nasional (Perum Perumnas);-50% (lima puluh persen) dari BPHTB yang seharusnya terutang dalam hal penerima Hak Pengelolaan selain dimaksud diatas.VIII.Nilai Perolehan Objek Pajak Tidak Kena Pajak (NPOPTKP)ditetapkan secara regional paling banyak;a.Rp.60.000.000 (enam puluh juta rupiah);b.Rp.300.000.000 (tiga ratus juta rupiah) dalam hal perolehan hak karena waris, atau hibah wasiat yang diterima orang pribadi yang masih dalam hubungan keluarga sedarah dalam garis keturunan lurus satu derajat ke atas atau satu derajat ke bawah dengan pemberi hibah termasuk istri/suami.1. IX.Saat, Tempat, dan Cara Pembayaran Pajak Terutang.Saat terutang Pajak atas perolehan hak atas tanah dan atau bangunan untuk:a. jual beli adalah sejak tanggal dibuat dan ditandatanganinya akta;b. tukar-menukar adalah sejak tanggal dibuat dan ditandatanganinya akta;c. hibah adalah sejak tanggal dibuat dan ditandatanganinya akta;d. waris adalah sejak tanggal yang bersangkutan mendaftarkan peralihan haknya ke Kantor Pertanahan;e. pemasukan dalam perseroan atau badan hukum lainnya adalah sejak tanggal dibuat dan ditandatanganinya akta;f. pemisahan hak yang mengakibatkan peralihan adalah sejak tanggal dibuat dan ditandatanganinya akta;g. lelang adalah sejak tanggal penunjukan pemenang lelang;h. putusan hakim adalah sejak tanggal putusan pengadilan yang mempunyai kekuatan hukum yang tetap;i. hibah wasiat adalah sejak tanggal yang bersangkutan mendaftarkan peralihan haknya ke Kantor Pertanahan;j. pemberian hak baru atas tanah sebagai kelanjutan dari pelepasan hak adalah sejak tanggal ditandatangani dan diterbitkannya surat keputusan pemberian hak;k. pemberian hak baru di luar pelepasan hak adalah sejak tanggal ditandatangani dan diterbitkannya surat keputusan pemberian hak;l. penggabungan usaha adalah sejak tanggal dibuat dan ditandatanganinya akta;m. peleburan usaha adalah sejak tanggal dibuat dan ditandatanganinya akta;n. pemekaran usaha adalah sejak tanggal dibuat dan ditandatanganinya akta;o. hadiah adalah sejak tanggal dibuat dan ditandatanganinya akta;Tempat Pajak Terutang adalah di wilayah Kabupaten, Kota, atau Propinsi yang meliputi letak tanah dan bangunan.Cara Pembayaran Pajak adalah wajib pajak membayar pajak yang terutang dengan tidak mendasarkan pada adanya surat ketetapan pajak. Pajak terutang dibayar ke kas negara melalui Kantor Pos/Bank BUMN/BUMD atau tempat pembayaran lain yang ditunjuk oleh Menteri dengan Surat Setoran Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan (SSB).1. I.Cara Penghitungan BPHTBBesarnya BPHTB terutang adalah Nilai Perolehan Objek Pajak (NPOP) dikurangi Nilai Perolehan Objek Pajak Tidak Kena Pajak (NPOPTKP) dikalikan tarif 5 % (lima persen). Secara matematis adalah;BPHTB = 5 % X (NPOP NPOPTKP)Contoh;1.Pada tanggal 6 Januari 2006, Tuan S membeli tanah yang terletak di Kabupaten XX dengan harga Rp.50.000.000,00. NJOP PBB tahun 2006 Rp. 40.000.000,00. Mengingat NJOP lebih kecil dari harga transaksi, maka NPOP-nya sebesar Rp. 50.000.000,- Nilai Perolehan Objek Pajak Tidak Kena Pajak (NPOPTKP) untuk perolehan hak selain karena waris, atau hibah wasiat yang diterima orang pribadi yang masih dalam hubungan keluarga sedarah dalam garis keturunan lurus satu derajat ke atas atau satu derajat ke bawah dengan pemberi hibah wasiat, termasuk suami/istri, untuk Kabupaten XX ditetapkan sebesar Rp. 60.000.000,00. Mengingat NPOP lebih kecil dibandingkan NPOPTKP, maka perolehan hak tersebut tidak terutang Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan.BPHTB = 5 % x (Rp. 50 juta Rp. 60 juta)= 5 % x (0)= Rp. 0 (nihil).Contoh 2.Pada tanggal 7 Januari 2006, Nyonya D membeli tanah dan bangunan yang terletak di Kabupaten XX dengan harga Rp. 90.000.000,- NJOP PBB tahun 2006 adalah Rp. 100.000.000,00. Sehingga besarnya NPOP adalah Rp. 100.000.000.-. NPOPTKP untuk perolehan hak selain karena waris, atau hibah wasiat yang diterima orang pribadi yang masih dalam hubungan keluarga sedarah dalam garis keturunan lurus satu derajat ke atas atau satu derajat ke bawah dengan pemberi hibah wasiat, termasuk suami/istri, untuk Kabupaten XX ditetapkan sebesar Rp. 60.000.000,00. Besarnya Nilai Perolehan Objek Pajak Kena Pajak (NPOPKP) adalah Rp. 100.000.000,00 dikurangi Rp. 60.000.000,00 sama dengan Rp. 40.000.000,00, maka perolehan hak tersebut terutang Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan.BPHTB = 5 % x (Rp. 100 Rp. 60) juta= 5 % x ( Rp. 40) juta= Rp. 2 juta .Contoh 3.Pada tanggal 28 Juli 2006, TuanS mendaftarkan warisan berupa tanah dan bangunan yang terletak di Kota BB dengan NJOP PBB Rp. 400.000.000,00. NPOPTKP untuk perolehan hak karena waris untuk Kota BB ditetapkan sebesar Rp. 300.000.000,00. Besarnya NPOPKP adalah Rp. 400.000.000,00 dikurangi Rp. 300.000.000,00 sama dengan Rp. 100.000.000,00, maka perolehan hak tersebut terutang Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan.BPHTB = 50% x 5 % x (Rp. 400 Rp. 300) juta= 50% x 5 % x ( Rp. 100) juta= Rp. 2,5 juta.Contoh 4.Pada tanggal 7 November 2006, Wajib Pajak orang pribadi K mendaftarkan hibah wasiat dari orang tua kandung, sebidang tanah yang terletak di Kota BB dengan NJOP PBB Rp. 250.000.000,00. NPOPTKP untuk perolehan hak karena hibah wasiat yang diterima orang pribadi yang masih dalam hubungan keluarga sedarah dalam garis keturunan lurus satu derajat ke atas atau satu derajat ke bawah dengan pemberi hibah wasiat, termasuk suami/istri, untuk Kota BB ditetapkan sebesar Rp. 300.000.000,00. Mengingat NPOP lebih kecil dibandingkan NPOPTKP, maka perolehan hak tersebut tidak terutang Bea Perolehan Hak atas Tanah dan BangunanBPHTB = 50% x 5 % x (Rp. 250 Rp. 300) juta= 50% x 5 % x (0)= Rp. 0 (nihil).1. II.Pembayaran BPHTBSistem pemungutan BPHTB pada prinsipnya menganut sistem self assessment. Artinya Wajib Pajak Wajib Pajak diberi kepercayaan untuk menghitung dan membayar sendiri pajak yang terutang dengan tidak mendasarkan pada adanya surat ketetapan pajak.Pajak yang terutang dibayarkan ke kas Negara melalui Kantor Pos dan atau Bank Badan Usaha Milik Negara atau Bank Badan Usaha Milik Daerah atau tempat pembayaran lain yang ditunjuk oleh Menteri Keuangan dengan menggunakan Surat Setoran Bea (SSB).1. III.Penetapan1. Dalam jangka waktu 5 (lima) tahun sesudah saat terutangnya pajak,Direktur Jenderal Pajak dapat menerbitkan Surat Ketetapan Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan Kurang Bayar (SKBPHTBKB) apabila berdasarkan hasil pemeriksaan atau keterangan lain ternyata jumlah pajak yang terutang kurang dibayar. Jumlah kekurangan pajak yang terutang dalam SKBKB ditambah dengan sanksi administrasi berupa bunga sebesar 2 % (dua persen) sebulan untuk jangka waktu paling lama 24 bulan, dihitung mulai saat terutangnya pajak sampai dengan diterbitkannya SKBKB.1. Dalam jangka waktu 5 (lima) tahun sesudah saat terutangnya pajak,Direktur Jenderal Pajak dapat menerbitkan Surat Ketetapan Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan Kurang Bayar Tambahan (SKBKBT) apabila ditemukan data baru dan atau data yang semula belum terungkap yang menyebabkan penambahan jumlah pajak yang terutang setelah diterbitkannya SKBKB. Jumlah kekurangan pajak yang terutang dalam SKBKBT ditambah dengan sanksi administrasi berupa kenaikan sebesar 100 % (seratus persen) dari jumlah kekurangan pajak tersebut, kecuali wajib pajak melaporkan sendiri sebelum dilakukan tindakan pemeriksaan.1. IV.PenagihanDirektur Jenderal Pajak dapat menerbitkan Surat Tagihan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan apabila :1. pajak yang terutang tidak atau kurang dibayar;2. dari hasil pemeriksaan SSB terdapat kekurangan pembayaran pajak sebagai akibat salah tulis dan atau salah hitung;3. wajib pajak dikenakan sanksi administrasi berupa denda dan atau bunga.Surat Ketetapan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan Kurang Bayar, Surat Ketetapan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan Kurang Bayar Tambahan, Surat Tagihan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan, dan Surat Keputusan Pembetulan, Surat Keputusan Keberatan maupun Putusan Banding yang menyebabkan jumlah pajak yang harus dibayar bertambah, merupakan dasar penagihan pajak dan harus dilunasi dalam jangka waktu paling lama 1 (satu) bulan sejak diterima oleh Wajib Pajak. Dan jika tidak atau kurang dibayar pada waktunya dapat ditagih dengan Surat Paksa.1. I.Keberatan1) Wajib Pajak dapat mengajukan keberatan hanya kepada Direktur Jenderal Pajak atas suatu :a. Surat Ketetapan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan Kurang Bayar;b. Surat Ketetapan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan Kurang Bayar Tambahan;c. Surat Ketetapan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan Lebih Bayar;d. Surat Ketetapan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan Nihil.2) Keberatan diajukan secara tertulis dalam bahasa Indonesia denganmengemukakan jumlah pajak yang terutang menurut perhitungan Wajib Pajak dengan disertai alasan-alasan yang jelas.3) Keberatan harus diajukan dalam jangka waktu paling lama 3 (tiga) bulansejak tanggal diterimanya Surat Ketetapan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan Kurang Bayar atau Surat Ketetapan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan Kurang Bayar Tambahan atau Surat Ketetapan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan Lebih Bayar atau Surat Ketetapan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan Nihil oleh Wajib Pajak sebagaimana dimaksud pada angka (1), kecuali apabila Wajib Pajak dapat menunjukkan bahwa jangka waktu itu tidak dapat dipenuhi karena keadaan diluar kekuasaannya.4) Keberatan yang tidak memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud pada angka (2) dan angka (3) tidak dianggap sebagai Surat Keberatan sehingga tidak dipertimbangkan.5) Tanda penerimaan Surat Keberatan yang diberikan oleh pejabat Direktorat Jenderal Pajak yang ditunjuk untuk itu atau tanda pengiriman Surat Keberatan melalui pos tercatat menjadi tanda bukti penerimaan Surat Keberatan tersebut bagi kepentingan Wajib Pajak.6) Apabila diminta oleh Wajib Pajak untuk keperluan pengajuan keberatan, Direktur Jenderal Pajak wajib memberikan keterangan secara tertulis hal-hal yang menjadi dasar pengenaan pajak.7) Pengajuan keberatan tidak menunda kewajiban membayar pajak dan pelaksanaan penagihan pajak.8) Direktur Jenderal Pajak dalam jangka waktu paling lama 12 (dua belas) bulan sejak tanggal Surat Keberatan diterima, harus memberi keputusan atas keberatan yang diajukan.9) Sebelum surat keputusan diterbitkan, Wajib Pajak dapat menyampaikan alasan tambahan atau penjelasan tertulis.10) Keputusan Direktur Jenderal Pajak atas keberatan dapat berupa mengabulkan seluruhnya atau sebagian, menolak, atau menambah besarnya jumlah pajak yang terutang.11) Apabila jangka waktu sebagaimana dimaksud pada angka (8) telah lewat dan Direktur Jenderal Pajak tidak memberi suatu keputusan, keberatan yang diajukan tersebut dianggap dikabulkan.1. II.Banding(1) Wajib Pajak dapat mengajukan permohonan banding hanya kepada Badan Peradilan Pajak terhadap keputusan mengenai kebertannya yang ditetapkan oleh Direktur Jenderal Pajak.(2) Permohonan sebagaimana dimaksud pada angka (1) diajukan secara tertulis dalam bahasa Indonesia dengan disertai alasan-alasan yang jelas dalam jangka waktu paling lama 3 (tiga) bulan sejak keputusan keberatan diterima, dilampiri salinan dari surat keputusan tersebut.(3) Pengajuan permohonan banding tidak menunda kewajiban membayar pajak dan pelaksanaan penagihan pajak.(4) Apabila pengajuan keberatan atau permohonan banding dikabulkan sebagian atau seluruhnya, kelebihan pembayaran pajak dikembalikan dengan ditambah imbalan bunga sebesar 2% (dua persen) sebulan untuk jangka waktu paling lama 24 (dua puluh empat) bulan dihitung sejak tanggal pembayaran yang menyebabkan kelebihan pembayaran pajak sampai dengan diterbitkannya Keputusan Keberatan atau Putusan Banding.1. III.PenguranganAtas permohonan Wajib Pajak, pengurangan pajak yang terutang dapat diberikan oleh Menteri karena:1. kondisi tertentu Wajib Pajak yang ada hubungannya dengan Objek Pajak,contoh;a. Wajib Pajak tidak mampu secara ekonomis yang memperoleh hak baru melalui program pemerintah di bidang pertanahan;b. Wajib Pajak pribadi menerima hibah dari orang pribadi yang mempunyai hubungan keluarga sedarah dalam garis keturunan lurus satu derajat ke atas atau satu derajat ke bawah.1. kondisi Wajib Pajak yang ada hubungannya dengan sebab-sebab tertentu,contoh;a. Wajib Pajak yang memperoleh hak atas tanah melalui pembelian dari hasil ganti rugi pemerintah yang nilai ganti ruginya di bawah Nilai Jual Objek Pajak;b. Wajib Pajak yang memperoleh hak atas tanah sebagai pengganti atas tanah yang dibebaskan oleh pemerintah untuk kepentingan umum yang memerlukan persyaratan khusus;c. Wajib Pajak yang terkena dampak krisis ekonomi dan moneter yang berdampak luas pada kehidupan perekonomian nasional sehingga Wajib Pajak harus melakukan restrukturisasi usaha dan atau utang usaha sesuai dengan kebijaksanaan pemerintah.1. tanah dan atau bangunan digunakan untuk kepentingan sosial atau pendidikan yang semata-mata tidak untuk mencari keuntungan, contohnya; Tanah dan atau bangunan yang digunakan, antara lain, untuk panti asuhan, panti jompo, rumah yatim piatu, pesantren, sekolah yang tidak ditujukan mencari keuntungan, rumah sakit swasta Institusi Pelayanan Sosial Masyarakat.1. Pengembalian Kelebihan Pembayaran BPHTBWajib Pajak dapat mengajukan permohonan pengembalian atas kelebihan pembayaran pajak kepada Direktur Jenderal Pajak, c.q. Kantor Pelayanan Pratama atau Kantor Pelayanan PBB setempat.Ketentuan Bagi Pejabat1. Pejabat Pembuat Akta Tanah/Notaris hanya dapat menandatangani akta pemindahan hak atas tanah dan atau bangunan pada saat Wajib Pajak menyerahkan bukti pembayaran pajak berupa Surat Setoran Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan;1. Pejabat Lelang Negara hanya dapat menandatangani Risalah Lelang perolehan hak atas tanah dan atau bangunan pada saat Wajib Pajak menyerahkan bukti pembayaran pajak berupa Surat Setoran Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan.2. Pejabat yang berwenang menandatangani dan menerbitkan surat keputusan pemberian hak atas tanah hanya dapat menandatangani dan menerbitkan surat keputusan dimaksud pada saat Wajib Pajak menyerahkan bukti pembayaran pajak berupa Surat Setoran Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan.1. Terhadap pendaftaran peralihan hak atas tanah karena waris atau hibah wasiat hanya dapat dilakukan oleh Pejabat Pertanahan Kabupaten/ Kota pada saat Wajib Pajak menyerahkan bukti pembayaran pajak berupa Surat Setoran Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan.1. Pejabat Pembuat Akta Tanah/Notaris dan Kepala Kantor Lelang Negara melaporkan pembuatan akta atau Risalah Lelang perolehan hak atas tanah kepada Direktorat Jenderal Pajak selambatlambatnya pada tanggal 10 (sepuluh) bulan berikutnya.Sanksi Bagi Pejabat1. Pejabat Pembuat Akta Tanah/Notaris dan Pejabat Lelang Negara yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam angka 1, dan angka 2 dikenakan sanksi administrasi dan denda sebesar Rp. 7.500.000,00 (tujuh juta lima ratus ribu rupiah) untuk setiap pelanggaran.1. Pejabat Pembuat Akta Tanah/Notaris yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam angka 5, dikenakan sanksi administrasi dan denda sebesar Rp. 250.000,00 (dua ratus lima puluh ribu rupiah) untuk setiap laporan.1. Pejabat yang berwenang menandatangani dan menerbitkan surat keputusan pemberian hak atas tanah yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam angka 3, dikenakan sanksi menurut ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.1. Pejabat Pertanahan Kabupaten/Kota yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam angka 4, dikenakan sanksi menurut ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.1. Kepala Kantor Lelang Negara, yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam angka 5, dikenakan sanksi menurut ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlakuCreated by: Osarani Gea (Pegawai BPN Kanwil Kalimantan Barat)

SUBYEK DAN OBYEKHUKUMPosted onMarch 22, 2012bykarlinaaafaradilaStandardSubyek hukum adalah setiap makhluk yang memiliki, memperoleh, dan menggunakan hak-hak kewajiban dalam lalu lintas hukum.Subyek hukum terdiri dari dua jenis : Manusia Biasa ( Naturlijke Person )Manusia biasa (natuurlijke persoon) manusia sebagai subyek hukum telah mempunyai hak dan mampu menjalankan haknya dan dijamin oleh hukum yang berlaku dalam hal itu menurut pasal 1 KUH Perdata menyatakan bahwa menikmati hak kewarganegaraan tidak tergantung pada hak kewarganegaraan.Setiap manusia pribadi (natuurlijke persoon) sesuai dengan hukum dianggap cakap bertindak sebagai subyek hukum kecuali dalam Undang-Undang dinyatakan tidak cakap seperti halnya dalam hukum telah dibedakan dari segi perbuatan-perbuatan hukum adalah sebagai berikut :- Cakap melakukan perbuatan hukum adalah orang dewasa menurut hukum (telah berusia 21 tahun dan berakal sehat).- Tidak cakap melakukan perbuatan hukum berdasarkan Pasal 1330 KUH perdata tentang orang yang tidak cakap untuk membuat perjanjian,yaitu : Orang-orang yang belum dewasa (belum mencapai usia 21 tahun). Orang ditaruh dibawah pengampuan (curatele) yang terjadi karena gangguan jiwa pemabuk atau pemboros. Kurang cerdas. Sakit ingatan. Orang wanita dalam perkawinan yang berstatus sebagai istri. Badan Hukum ( Rechts Person )Badan hukum (rechts persoon) merupakan badan-badan perkumpulan yakni orang-orang (persoon) yang diciptakan oleh hukum. Badan hukum sebagai subyek hukum dapat bertindak hukum (melakukan perbuatan hukum) seperti manusia dengan demikian, badan hukum sebagai pembawa hak dan tidak berjiwa dapat melalukan sebagai pembawa hak manusia seperti dapat melakukan persetujuan-persetujuan dan memiliki kekayaan yang sama sekali terlepas dari kekayaan anggota-anggotanya, oleh karena itu badan hukum dapat bertindak dengan perantara pengurus-pengurusnya.Misalnya suatu perkumpulan dapat dimintakan pengesahan sebagai badan hukum dengan cara :- Didirikan dengan akta notaris.- Didaftarkan di kantor Panitera Pengadilan Negara setempat.- Dimintakan pengesahan Anggaran Dasar (AD) kepada Menteri Kehakiman dan HAM, sedangkan khusus untuk badan hukum dana pensiun pengesahan anggaran dasarnya dilakukan Menteri Keuangan.- Diumumkan dalam berita Negara Republik IndonesiaBadan hukum dibedakan dalam dua bentuk : Badan Hukum Publik ( Publik Rechts Person )Badan Hukum Publik (Publiek Rechts Persoon) adalah badan hukum yang didirikan berdasarkan publik untuk yang menyangkut kepentingan publik atau orang banyak atau negara umumnya. Dengan demikian badan hukum publik merupakan badan hukum negara yang dibentuk oleh yang berkuasa berdasarkan perundang-undangan yang dijalankan secara fungsional oleh eksekutif (Pemerintah) atau badan pengurus yang diberikan tugas untuk itu, seperti Negara Republik Indonesia, Pemerintah Daerah tingkat I dan II, Bank Indonesia dan Perusahaan Negara. Badan Hukum Privat ( Privat Rechts Person )Badan Hukum Privat (Privat Recths Persoon) adalah badan hukum yang didirikan berdasarkan hukum sipil atau perdata yang menyangkut kepentingan banyak orang di dalam badan hukum itu. Dengan demikian badan hukum privat merupakan badan hukum swasta yang didirikan orang untuk tujuan tertentu yakni keuntungan, sosial, pendidikan, ilmu pengetahuan, dan lain-lain menurut hukum yang berlaku secara sah misalnya perseroan terbatas, koperasi, yayasan, badan amal.Batasan Usia Subyek HukumUsia dewasa bagi sebagian remaja merupakan suatu prestasi tersendiri, yang patut dirayakan. Secara awam, jika seseorang sudah merayakan ulang tahunnya yang ke-17 th, dan sudah berhak memegang KTP atau memiliki SIM sendiri, dianggap sudah dewasa. Artinya dia sudah berubah dari anak-anak menjadi dewasa dan sudah bisa bertanggung jawab atas dirinya sendiri. Di mata hukum, batas usia dewasa seseorang menjadi penting, karena hal tersebut berkaitan dengan boleh/tidaknya orang tersebut melakukan perbuatan hukum, ataupun diperlakukan sebagai subjek hukum. Artinya, sejak seseorang mengalami usia dewasanya, dia berhak untuk membuat perjanjian dengan orang lain, melakukan perbuatan hukum tertentu, misalnya menjual/membeli harta tetap atas namanya sendiri, semuanya tanpa bantuan dari orang tuanya selaku wali ayah atau wali ibunya.Menurut Undang Perkawinan No. 1/1974 dan KUHPerdata, seseorang dianggap dewasa jika sudah berusia 21 tahun atau sudah (pernah) menikah. Bertahun2 batas usia dewasa tersebut di ikuti oleh seluruh ahli hukum di Indonesia. Sehingga, jika ada tanah & bangunan yang terdaftar atas nama seorang anak yang belum berusia 21 tahun, maka untuk melakukan tindakan penjualan atas tanah dan bangunan tersebut dibutuhkan izin/penetapan dari Pengadilan negeri setempat. Demikian pula untuk melakukan tindakan pendirian suatu PT/CV/FIRMA/YAYASAN, jika salah seorang pendirinya adalah seseorang yang belum berusia 21th, harus diwakili oleh salah satu orang tuanya.Namun, sejak tanggal 6 Oktober 2004 dengan diundangkannya UU No. 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris, terdapat pergeseran dalam menentukan usia dewasa. Dalam pasal 39 ayat 1 disebutkan bahwa :Penghadap harus memenuhi syarat sebagai berikut: Paling sedikit berusia 18 (delapan belas) tahun atau telah menikah. Cakap melakukan perbuatan hukum.Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa sejak diterbitkannya UU no. 30/2004 tersebut, maka setiap orang yang sudah berusia 18th atau sudah menikah, dianggap sudah dewasa, dan berhak untuk bertindak selaku subjek hukum.Obyek hukum menurut pasal 499 KUHP Perdata, yakni benda. Benda adalah segala sesuatu yang berguna bagi subyek hukum atau segala sesuatu yang menjadi pokok permasalahan dan kepentingan bagi para subyek hukum atau segala sesuatu yang dapat menjadi obyek hak milik.Jenis Obyek Hukum : Benda yang bersifat kebendaanBenda yang bersifat kebendaan (Materiekegoderen) adalah suatu benda yang sifatnya dapat dilihat, diraba, dirasakan dengan panca indera, terdiri dari benda berubah / berwujud, meliputi :1. Benda bergerak / tidak tetap, berupa benda yang dapat dihabiskan dan benda yang tidak dapat dihabiskan.Dibedakan menjadi sebagai berikut :- Benda bergerak karena sifatnya, menurut pasal 509 KUH Perdata adalah benda yang dapat dipindahkan, misalnya meja, kursi, dan yang dapat berpindah sendiri contohnya ternak.- Benda bergerak karena ketentuan undang-undang, menurut pasal 511 KUH Perdata adalah hak-hak atas benda bergerak, misalnya hak memungut hasil (Uruchtgebruik) atas benda-benda bergerak, hak pakai (Gebruik) atas benda bergerak, dan saham-saham perseroan terbatas.1. Benda tidak bergerakBenda tidak bergerak dapat dibedakan menjadi sebagai berikut :- Benda tidak bergerak karena sifatnya, yakni tanah dan segala sesuatu yang melekat diatasnya, misalnya pohon, tumbuh-tumbuhan, area, dan patung.- Benda tidak bergerak karena tujuannya yakni mesin alat-alat yang dipakai dalam pabrik. Mesin senebar benda bergerak, tetapi yang oleh pemakainya dihubungkan atau dikaitkan pada bergerak yang merupakan benda pokok.- Benda tidak bergerak karena ketentuan undang-undang, ini berwujud hak-hak atas benda-benda yang tidak bergerak misalnya hak memungut hasil atas benda yang tidak dapat bergerak, hak pakai atas benda tidak bergerak dan hipotik. Benda yang bersifat tidak kebendaanHak kebendaan yang bersifat sebagai pelunasan hutang ( hak jamin ) yang melekat pada kreditur yang memberikan kewenangan untuk melakukan eksekusi kepada benda yang dijadikan jaminan jika debitur melakukan wanprestasi terhadap suatu prestasi (perjanjian).Dengan demikian, membedakan benda bergerak dan tidak bergerak ini penting, artinya karena berhubungan dengan 4 hal, yakni :1. Pemilikan (Bezit)Pemilikan (Bezit) yakni dalam hal benda bergerak berlaku azas yang tercantum dalam pasal 1977 KUH Perdata, yaitu berzitter dari barang bergerak adalah pemilik (eigenaar) dari barang tersebut. Sedangkan untuk barang tidak bergerak tidak demikian halnya.1. Penyerahan (Levering)Penyerahan (Levering) yakni terhadap benda bergerak dapat dilakukan penyerahan secara nyata (hand by hand) atau dari tangan ke tangan, sedangkan untuk benda tidak bergerak dilakukan balik nama.1. Daluwarsa (Verjaring)Daluwarsa (Verjaring) yakni untuk benda-benda bergerak tidak mengenal daluwarsa, sebab bezit di sini sama dengan pemilikan (eigendom) atas benda bergerak tersebut sedangkan untuk benda-benda tidak bergerak mengenal adanya daluwarsa.1. Pembebanan (Bezwaring)Pembebanan (Bezwaring) yakni tehadap benda bergerak dilakukan pand (gadai, fidusia) sedangkan untuk benda tidak bergerak dengan hipotik adalah hak tanggungan untuk tanah serta benda-benda selain tanah digunakan fidusia.Pengertian Hak Kebendaan Yang Bersifat Sebagai Pelunasan Hutang (Hak Jaminan)Hak kebendaan yang bersifat sebagai pelunasan hutang (hak jaminan) adalah hak jaminan yang melekat pada kreditor yang memberikan kewenangan untuk melakukan eksekusi kepada benda yang dijadikan jaminan jika debitur melakukan wansprestasi terhadap suatu prestasi (perjanjian). Dengan demikian hak jaminan tidak dapat berdiri karena hak jaminan merupakan perjanjian yang bersifat tambahan (accessoir) dari perjanjian pokoknya, yakni perjanjian hutang piutang (perjanjian kredit).Perjanjian hutang piutang dalam KUH Perdata tidak diatur secara terperinci, namun bersirat dalam pasal 1754 KUH Perdata tentang perjanjian pinjaman pengganti yakni dikatakan bahwa bagi mereka yang meminjam harus mengembalikan dengan bentuk dan kualitas yang sama.Macam-macam Pelunasan HutangDalam pelunasan hutang adalah terdiri dari pelunasan bagi jaminan yang bersifat umum dan jaminan yang bersifat khusus. Jaminan UmumPelunasan hutang dengan jaminan umum didasarkan pada pasal 1131KUH Perdata dan pasal 1132 KUH Perdata. Dalam pasal 1131 KUH Perdata dinyatakan bahwa segala kebendaan debitur baik yang ada maupun yang akan ada baik bergerak maupun yang tidak bergerak merupakan jaminan terhadap pelunasan hutang yang dibuatnya. Sedangkan pasal 1132 KUH Perdata menyebutkan harta kekayaan debitur menjadi jaminan secara bersama-sama bagi semua kreditur yang memberikan hutang kepadanya. Pendapatan penjualan benda-benda itu dibagi-bagi menurut keseimbangan yakni besar kecilnya piutang masing-masing kecuali diantara para berpiutang itu ada alasan-alasan sah untuk didahulukan.Dalam hal ini benda yang dapat dijadikan pelunasan jaminan umum apabila telah memenuhi persyaratan antara lain :- Benda tersebut bersifat ekonomis (dapat dinilai dengan uang).- Benda tersebut dapat dipindah tangankan haknya kepada pihak lain. Jaminan KhususPelunasan hutang dengan jaminan khusus merupakan hak khusus pada jaminan tertentu bagi pemegang gadai, hipotik, hak tanggungan, dan fidusia.-GadaiDalam pasal 1150 KUH perdata disebutkan bahwa gadai adalah hak yang diperoleh kreditur atas suatu barang bergerak yang diberikan kepadanya oleh debitur atau orang lain atas namanya untuk menjamin suatu hutang. Selain itu memberikan kewenangan kepada kreditur untuk mendapatkan pelunasan dari barang tersebut lebih dahulu dari kreditur-kreditur lainnya terkecuali biaya-biaya untuk melelang barang dan biaya yang telah di keluarkan untuk memelihara benda itu dan biaya-biaya itu didahulukan.Sifat-sifat Gadai yakni :o Gadai adalah untuk benda bergerak baik yang berwujud maupun yang tidak berwujud.o Gadai bersifataccesoirartinya merupakan tambahan dari perjanjian pokok yang di maksudkan untuk menjaga jangan sampai debitur itu lalai membayar hutangnya kembali.o Adanya sifat kebendaan.o Syaratinbezitz telling, artinya benda gadai harus keluar dari kekuasaan pemberi gadai atau benda gadai diserahkan dari pemberi gadai kepada pemegang gadai.o Hak untuk menjual atas kekuasaan sendiri.o Hak preferensi (hak untuk di dahulukan).o Hak gadai tidak dapat di bagi-bagi artinya sebagian hak gadai tidak akan menjadi hapus dengan di bayarnya sebagaian dari hutang oleh karena itu gadai tetap melekat atas seluruh bendanya.Obyek gadai adalah semua benda bergerak dan pada dasarnya bisa digadaikan baik benda bergerak berwujud maupun benda bergerak yang tidak berwujud yang berupa berbagai hak untuk mendapatkan berbagai hutang yakni berwujud surat-surat piutang kepada pembawa (aan toonder) atas tunjuk (aan order) dan atas nama (op naam) serta hak paten. Hak pemegang gadai yakni si pemegang gadai mempunyai hak selama gadai berlangsung yakni pemegang gadai berhak untuk menjual benda yang di gadaikan atas kekuasaan sendiri (eigenmachti geverkoop).Hasil penjualan diambil sebagian untuk pelunasan hutang debitur dan sisanya di kembalikan kepada debitur penjualan barang tersebut harus di lakukan di muka umum menurut kebiasaan-kebiasaan setempat dan berdasarkan syarat-syarat yang lazim berlaku, yakni : Pemegang gadai berhak untuk mendapatkan ganti rugi berupa biaya-biaya yang telah dilakukan untuk menyelamatkan benda gadai. Pemegang gadai mempunyai hak untuk menahan benda gadai (hak retensi) sampai ada pelunasan hutang dari debitur (jumlah hutang dan bunga). Pemegang gadai mempunyai prefensi (hak untuk di dahulukan) dari kreditur-kreditur yang lain. Hak untuk menjual benda gadai dengan perantara hakim jika debitur menuntut di muka hukumsupaya barang gadai di jual menurut cara yang di tentukan oleh hakim untuk melunasi hutang dan biaya serta bunga. Atas izin hakim tetap menguasai benda gadai.-HipotikHipotik berdasarkan pasal 1162 KUH perdata adalah suatu hak kebendaan atas benda tidak bergerak untuk mengambil pengantian dari padanya bagi pelunasan suatu perhutangan (verbintenis).Sifat-sifat hipotik yakni :o Bersifataccesoiryakni seperti halnya dengan gadai.o Mempunyai sifatzaaksgevolg(droit desuite) yaitu hak hipotik senantiasa mengikuti bendanya dalam tagihan tangan siapa pun benda tersebut berada dalam pasal 1163 ayat 2 KUH perdata.o Lebih didahulukan pemenuhanya dari piutang yang lain (droit de preference) berdasarkan pasal 1133-1134 ayat 2 KUH perdata.o Obyeknya benda-benda tetap.Obyek hipotik yakni sebelum dikeluarkan undang-undang No.4 tahun1996 hipotik berlaku untuk benda tidak bergerak termasuk tanah namun sejak di keluarkan undang-undang No.4 tahun1996 tentang hak tanggungan atas tanah berserta benda-benda yang berkaitan dengan tanah dinyatakan tidak berlaku lagi.Dengan berlakunya undang-undang HT maka obyek hipotik hanya meliputi hal berikut, yaitu kapal laut dengan bobot 20 m ke atas berdasarkan pasal 509 KUH perdata, pasal 314 ayat 4 KUH dagang dan undang-undang N0.12 tahun 1992 tentang pelayaran sementara itu kapal berdasarkan pasal 509 KUH perdata menurut sifatnya adalah benda bergerak karena bisa berpindah atau dipindahkan sedangkan berdasarkan pasal 510 KUH perdata kapal-kapal, perahu-perahu, perahu tambang, gilingan-gilingan dan tempat pemandian yang di pasang di perahu atau berdiri terlepas dan benda-benda sejenis itu adalah benda bergerak.Namun undang-undang No.21 tahun 1992 tentang pelayaran menyatakan kapal merupakan kendaraan air dari jenis apapun kendaraan yang berdaya dukung dinamis, kendaraan di bawah air, alat apung dan bangunan air tetap dan terapung, sedangkan dalam pasal 314 KUH dagang mengatur bahwa kapal laut yang bermuatan minimal 20m isi kotor dapat di bukukan di dalam suatu register kapal-kapal menurut ketentuan-ketentuan yang akan di tetapkan dalam suatu undang-undang tersendiri.Kapal terbang dan helikopter berdasarkan undang-undang No. 15 tahun 1992 tentang penerbangan dalam hukum perdata status hukum pesawat udara adalah benda tidak bergerak, dengan demikian setiap pesawat terbang dan helikopter dioperasikan harus mempunyai tanda pendaftaran yang berlaku di Indonesia.-Hak TanggunganBerdasarkan pasal 1 ayat 1 undang-undang hak tanggungan (UUTH), hak tanggungan merupakan hak jaminan atas tanah yang dibebankan berikut benda-benda lain yang merupakan suatu satu kesatuan dengan tanah itu untuk pelunasan hutang dan memberikan kedudukan yang diutamakan kepada kreditur tertentu terhadap kreditur-kreditur yang lain.Dengan demikian UUTH memberikan kedudukan kreditur tertentu yang kuat dengan ciri sebagai berikut :o Kreditur yang diutamakan (droit de preference) terhadap kreditur lainya .o Hak tanggungan tetap mengikuti obyeknya dalam tangan siapapun obyek tersebut atau selama perjanjian pokok belum dilunasi (droit de suite).o Memenuhi syarat spesialitas dan publisitas sehingga dapat mengikat pihak ketiga dan memberikan kepastian hukum kepada pihak-pihak yang berkepentingan.o Mudah dan pasti pelaksanaan eksekusinya.Benda yang akan dijadikan jaminan hutang yang bersifat khusus harus memenuhi syarat-syarat khusus seperti berikut : Benda tersebut dapat bersifat ekonomis (dapat dinilai dengan uang). Benda tersebut dapat dipindah tangankan haknya kepada pihak lain. Tanah yang akan dijadikan jaminan ditunjukan oleh undang-undang. Tanah-tanah tersebut sudah terdaftar dalam daftar umum (bersetifikat berdasarkan peraturan pemerintah no 29 tahun 1997 tentang pendaftaran.Obyek hak tanggungan, yakni :o Hak milik (HM).o Hak guna usaha ( HGU), seperti rumah susun berikut tanah hak bersama serta hak milik atas satuan rumah susun (HM SRS).o Hak pakai atas tanah negara.Obyek hak tanggungan tersebut terdapat dalam pasal 4 undang-undang no 4 tahun 1996.-FidusiaFidusia yang lazim dikenal dengan nama FEO (Fiduciare Eigendoms Overdracht) yang dasarnya merupakan suatu perjanjianaccesorantara debitor dan kreditor yang isinya penyerahan hak milik secara kepercayaan atau benda bergerak milik debitor kepada kreditur.Namun, benda tersebut masih dikuasai oleh debitor sebagai peminjam pakai sehingga yang diserahkan kepada kreditor adalah hak miliknya. Penyerahan demikian di namakan penyerahan secaraconstitutum possesorimyang artinya hak milik (bezit) dari barang di mana barang tersebut tetap pada orang yang mengalihkan (pengalihan pura-pura).Dengan demikian, hubungan hukum antara pemberi fidusia (kreditor) merupakan hubungan hukum yang berdasarkan kepercayaan. Namun, dengan di keluarkannya Undang-Undang nomor 42 tahun 1999 tentang Fidusia maka penyerahan hak milik suatu barang debitor atau pihak ketiga kepada debitor secara kepercayaan sebagai jaminan utang.Fidusia merupakan suatu proses pengalihan hak kepemilikan, sedangkan jaminan fidusia adalah jaminan yang diberikan dalam bentuk fidusia.Sifat jaminan fidusia yakni berdasarkan pasal 4 UUJF, jaminan Fidusia merupakan perjanjian ikutan (accesoir) dari suatu perjanjian pokok yang menimbulkan kewajuban bagi para pihak didalam memenuhi suatu prestasi untuk memberikan sesutau atau tidak berbuat sesuatu yang dapat dinilai dengan uang sehingga akibatnya jaminan fidusia harus demi hukum apabila perjanjian pokok yang dijamun dengan Fidusia hapus.Obyek jaminan fidusia yakni benda. Benda adalah segala sesuatu yang dapat dimiliki dan dialihkan, terdaftar maupun tidak terdaftar, bergerak maupun yang tidak bergerak, dan yang tidak dapat dibebani hak tanggungan atau hipotik.Benda tidak bergerak harus memenuhi persyaratan, antara lain :o Benda-benda tersebut tidak dapat dibebani dengan hak tanggungan.o Benda-benda tersebut tidak dibebani dengan hak hipotik, untuk benda bergerak, benda-benda tersebut tidak dapat dibebani dengan hak gadai.Perjanjian fidusia adalah perjanjian yang harus dibuat dengan akta notaris dalam Bahasa Indonesia dan merupakan akta jaminan fidusia.Pendaftaran fidusia adalah jaminan fidusia yang lahir pada tanggal dicatat dalam buku daftar fidusia dan merupakan bukti kredutor sebagai pemegang jaminan fidusia diberikan sertifikat jaminan fidusia yang dikeluarkan oleh Kantor Pendaftaran Fidusia.Hapusnya jaminan fidusia yakni jaminan fidusia hapus karena hal sebagai berikut : Hapusnya utang yang dijamin dengan fidusia. Pelepasan hak atas jaminan fidusia oleh debitor. Musnahnya benda yang menjadi obyek jaminan fidusia.Majelis Kehormatan Peradi Daerah DKI Jakarta menyudahi perkara pengaduan yang dilayangkan Effendi Sinaga dan A. Haryo Wibowo, advokat pada kantor Otto Hasibuan & Associates kepadatujuh orang advokat dari kantor Lubis Santosa MaulanaLaw Officesatas dugaan pelanggaran Kode Etik Advokat Indonesia (KEAI).Dalam sidang yang terbuka untuk umum, majelis kehormatan yang diketuai Jack R Sidabutar menolak pengaduan Effendi lantaran pelanggaran yang dituduhkan kepada para teradu, dianggap tak tebukti. Menolak pengaduan pengadu untuk seluruhnya dan menyatakan para teradu tidak terbukti melanggar ketentuan Pasal 7 huruf a KEAI, kata Jack membacakan amar putusan, Jumat (21/8) di sekretariat Peradi, Jakarta.Sekadar informasi, Effendi Sinaga dan Haryo mengadukan tujuh advokat dari kantor hukum Lubis Sentosa Maulana. Ketujuh orang itu adalah Insan Budi Maulana, Dini C. Tobing Panggabean, Arief Susijamto Wirjohoetomo, Marulam J. Hutauruk, Adi Setiani, Hesti Setyowati dan Tris Darmawan.Pengaduan itu sendiri bermula ketika Effendi Sinaga dkk berseteru dengan Insan Budi Maulana c.s dalam perkara gugatan Desain Industri di Pengadilan Niaga Jakarta Pusat, pada 2008 lalu. Effendi dkk mewakili PT Hitachi Construction Machinery Indonesia. Sementara Insan Budi Maulana c.s mewakili PT Basuki Pratama Engineering.Pada tahap pembuktian, Insan Budi Maulana c.s mengajukan surat korespodensi antara PT Hitachi dan PT Basuki yang dibubuhi kata-kata sans prejudice'sebagai alat bukti di pengadilan. Padahal Pasal 7 huruf a KEAI sudah tegas menyebutkan bahwa surat-surat yang dibubuhi catatan Sans Prejudice' tidak bisa ditunjukkan kepada hakim.Lengkapnya Pasal 7 huruf a KEAI itu berbunyi,Surat-surat yang dikirim oleh Advokat kepada teman sejawatnya dalam suatu perkara dapat ditunjukkan kepada hakim apabila dianggap perlu kecuali surat-surat yang bersangkutan dibuat dengan membubuhi catatan Sans Prejudice'.Effendi c.s langsung mengajukan keberatan kepada hakim atas pengajuan alat bukti itu. Bak gayung bersambut, hakim dalam pertimbangan putusannya menerima keberatan Effendi c.s dengan mengesampingkan surat itu sebagai alat bukti. Berbekal Pasal 7 huruf a KEAI dan pertimbangan putusan hakim itu, Effendi c.s pada Januari 2009 kemudian melaporkan Insan Budi Maulana dkk ke Dewan Kehormatan Daerah Peradi Jakarta.DitolakSetelah lebih dari tujuh bulan, akhirnya majelis kehormatan menjatuhkan putusan atas aduan perkara ini. Hasilnya ya itu tadi. Menolak seluruh aduan Effendi dan Haryo. Karena ditolak, keduanya juga dijatuhi hukuman untuk membayar biaya perkara sebesar Rp3,5 juta.Di awal pertimbangannya, majelis berpendapat, selain tak pernah hadir dalam dalam sidang, Insan Budi Maulana bukan anggota Peradi lagi sejak 30 Mei 2008. Maka itu majelis mengganggap tak berwenang mengadili Insan. Menurut majelis, pihak yang bisa diadukan dalam perkara ini hanya Dini. Pasalnya, atas persetujuan dan perintah Insan, Dini telah mengajukan bukti surat yang bertuliskan Sans Prejudice'itusebagai bukti. Sementara lima teradu yang lain tak mengetahui hal itu.Majelis menyimpulkan tuduhan pelanggaran Pasal 7 huruf a KEAI tak terbukti. Pasalnya surat yang bertuliskan Sans Prejudice'yang dijadikan bukti di Pengadilan Niaga itu bukan surat dari advokat kepada advokat lainnya. Melainkan surat antara klien para pihak yang bukan advokat.Terbukti pula dalam pertimbangan putusan perkara perdata niaga itu, majelis hakim mengesampingkan bukti surat itu karena ada keberatan dari para pengadu, kata Daniel Panjaitan, salah satu anggota majelis saat membacakan pertimbangan putusan.Berdasarkan fakta itu, majelis menilai tak ada dasar hukum yang jelas bagi para pengadu untuk menyatakan para teradu melanggar KEAI. Karena itu, pengaduan pengadu harus dinyatakan ditolak untuk seluruhnya, simpulnya.Pikir-pikirUsai sidang, Effendi mengatakan pihaknya akan pikir-pikir untuk banding dengan mempelajari putusan itu. Namun ia mensinyalir ada pertentangan antara pertimbangan dan amar putusan. Yang dipersoalkan sebenarnya pengacara itu kan tak boleh mengajukan bukti yang bertuliskansans prejudice.DiKEAI juga tak diatur surat itu dibuat oleh siapa, apakah produk klien ataulawyer,itu tak dijelaskan disitu, kata Effendi.Menurutnya jika suatu advokat telah mengajukan bukti yang bertuliskansans prejudicedalam suatu perkara, itu telah memenuhi unsur Pasal 7 huruf a KEAI. Di pertimbangannya yang membuat surat itu kan bukanlawyer, melainkan para klien para pihak. Yang dipersoalkan kan bukan siapa yang membuat, tetapi siapa yang mengajukan, dalihnya. Kalau kliennya yang mengajukan buktinggakmasalah, tetapi inilawyer-nya yang mengajukan padahal ia dilarang mengajukan surat yang adasans prejudiceitu.Ia mengakui bahwa saat perkara desain industri di Pengadilan Niaga Jakarta bergulir, majelis hakim mengabaikan bukti surat itu karena telah menganggap ada pelanggaran kode etik. Pengadilan sendiri sudah mengatakan itu sudah pelanggaran kode etik.Dihubungi terpisah, Dini C Tobing Panggabean tak mau berkomentar atas putusan ini. Silahkan hubungi pendamping saya saja. Pak Fredrik J. Pinakunary, ujarnya via telepon, Jumat (21/8). Upaya menghubungi Fredrik pun tak membuahkan hasil.

DIFINISI SURAT KUASA DAN SYARAT-SYARATNYA PEMBEUATAN SURAK KUASA KHUSUSPenggunaan surat kuasa saat ini sudah sangat umum di tengah masyarakat untuk berbagai keperluan. Awalnya konsep surat kuasa hanya dikenal dalam bidang hukum, dan digunakan untuk keperluan suatu kegiatan yang menimbulkan akibat hukum, akan tetapi saat ini surat kuasa bahkan sudah digunakan untuk berbagai keperluan sederhana dalam kehidupan masyarakat.

Apa sebenarnya definisi surat kuasa ?

* Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi Ketiga keluaran Balai Pustaka mendefinisikan surat kuasa sebagai Surat yang berisi tentang pemberian kuasa kepada seseorang untuk mengurus sesuatu.* Gramatikal bahasa Inggris, definisi surat kuasa atau Power of Attorney adalah sebuah dokumen yang memberikan kewenangan kepada seseorang untuk bertindak atas nama seseorang lainnya (a document that authorizes an individual to act on behalf of someone else).* Rachmad Setiawan dalam bukunya berjudul Hukum Perwakilan dan Kuasa mengatakan pengaturan tentang surat kuasa di KUHPerdata sebenarnya mengatur soal latsgeving yang terjemahan harafiahnya pemberian beban perintah.

A. Definisi

Definisi tentang surat kuasa sampai saat ini masih menimbulkan perdebatan. Pada dasarnya tidak ada aturan hukum apapun yang memberikan definisi tentang surat kuasa, sehingga untuk lebih memahami perlu diketahui terlebih dahulu apa itu pemberian kuasa :

PEMBERIAN KUASA

Pasal 1792 BW menyatakan Pemberian kuasa adalah suatu perjanjian dengan mana seorang memberikan kekuasaan kepada seorang lain, yang menerimanya, untuk atas namanya menyelenggara-kan suatu urusan.

Dalam prakteknya, banyak sarjana hukum yang menerjemahkan surat kuasa sebagai pemberian kuasa. Akan tetapi dalam perkembangan hukum di negeri Belanda melalui Nieuw BW, sebuah kitab revisi BW, telah diatur pengertian tentang kuasa (volmacht) dan pemberian kuasa (lastgeving).

Pada prinsipnya, volmacht berbeda dengan lastgeving. Kuasa (volmacht) merupakan tindakan hukum sepihak yang memberi wewenang kepada penerima kuasa untuk mewakili pemberi kuasa dalam melakukan suatu tindakan hukum tertentu (Hoge Raad 24 Juni 1938 NJ 19939, 337).

Tindakan hukum sepihak adalah tindakan hukum yang timbul sebagai akibat dari perbuatan satu pihak saja, misalnya pengakuan anak dan pembuatan wasiat. Lastgeving merupakan suatu persetujuan sepihak, di mana kewajiban untuk melaksanakan prestasi hanya terdapat pada satu pihak.

Pasal 1792 BW merupakan lastgeving dan pada dasarnya pemberian kuasa ini bersifat cuma-cuma (Pasal 1794 BW). Jadi, lastgeving merupakan perjanjian pembebanan perintah yang menimbulkan kewajiban bagi si penerima kuasa untuk melaksanakan kuasa, sedangkan volmacht merupakan kewenangan mewakili. Suatu pemberian kuasa (lastgeving) tidak selalu memberikan wewenang untuk mewakili pemberi kuasa. Dalam lastgeving dimungkinkan adanya wewenang mewakili (volmacht), akan tetapi tidak selalu volmacht merupakan bagian dari lastgeving.

Apabila wewenang tersebut diberikan berdasarkan persetujuan pemberian kuasa, maka akan terjadi perwakilan yang bersumber dari persetujuan.

Pada Negara common law / anglo saxon, pemberian kuasa (Power of Attorney) yang muncul juga merupakan perbuatan sepihak.

Cirinya adalah penerima menyebut suatu nama pemberi kuasa pada waktu melakukan tindakan hukum yang disebut perwakilan langsung. Namun diakui juga adanya perwakilan tidak langsung yakni apabila penerima kuasa bertindak untuk dirinya sendiri seperti makelar.

Pada umumnya kuasa diberikan secara sepihak, dan hanya menimbulkan wewenang bagi penerima kuasa (substitutor), tapi tidak menimbulkan kewajiban bagi penerima kuasa untuk melaksanakan kuasa itu sehingga tidak memerlukan tindakan penerimaan dari penerima surat kuasa, akan tetapi hal ini masih menjadi perdebatan. Hal ini dapat dilihat dari banyaknya kejadian seputar surat kuasa yang menimpa advokat-advokat di Pengadilan.

Bahkan sebagian Hakim masih menjalankan rutinitas memeriksa kelengkapan surat kuasa yang digunakan Advokat ketika bersidang, khususnya tentang kewajiban para pihak menandatangani surat kuasa untuk menyatakan sahnya surat kuasa tersebut.

Trimoelja D. Soerjadi berpendapat bahwa tindakan hakim itu merupakan tindakan salah kaprah, karena menurutnya tidak ada ketentuan yang mensyaratkan penerima kuasa untuk menandatangani surat kuasa.

Kewajiban ini muncul pada tahun 1980-an dan sebelumnya tidak pernah ada penerima kuasa harus tanda tangan. Beliau memperkuat argumennya dengan mendasarkan pada Pasal 1793 KUH Perdata yang menyatakan bahwa penerimaan kuasa dapat pula terjadi secara diam-diam dan disimpulkan dari pelaksanaan kuasa itu oleh si kuasa. Akan tetapi sampai saat ini, untuk kepentingan di pengadilan, pemberian kuasa harus dibuktikan dengan adanya tindakan pemberian dan penerimaan dari si pemberi maupun penerima kuasa berupa tanda tangan. Hal ini didasarkan pada pemahaman bahwa pemberian kuasa merupakan suatu bentuk perikatan hukum yang lahir karena kesepakatan kedua belah pihak yang menimbulkan hak dan kewajiban pada masing-masing pihak sebagaimana dinyatakan dalam Pasal 1792 BW, dan bukti lahirnya kesepakatan dalam perikatan hukum tertulis adalah kedua belah pihak harus menandatanganinya.

Pemberian kuasa (lastgeving) yang terdapat dalam Pasal 1792 BW itu mengandung unsur :

1 Persetujuan;

2 Memberikan kekuasaan untuk menyelenggarakan suatu urusan; dan

3 Atas nama pemberi kuasa

ad. 1. Unsur persetujuan ini harus memenuhi syarat-syarat persetujuan sebagaimana disebutkan dalam Pasal 1320 BW :

1. Sepakat mereka yang mengikatkan dirinya;2. Kecakapan untuk membuat suatu perikatan;3. Suatu hal tertentu; dan4. Suatu sebab yang halal.

ad. 2. Unsur memberikan kekuasaan untuk menyelenggarakan suatu urusan adalah sesuai dengan yang telah disetujui oleh para pihak, baik yang dirumuskan secara umum maupun dinyatakan dengan kata-kata yang tegas.

ad. 3. Unsur atas nama pemberi kuasa berari bahwa penerima kuasa diberi wewenang untuk mewakili pemberi kuasa. Akibatnya tindakan hukum yang dilakukan oleh penerima kuasa merupakan tindakan hukum dari pemberi kuasa.

Bentuk-bentuk kuasa bisa diberikan dan diterima dalam suatu akta umum, dalam suatu tulisan di bawah tangan, bahkan dalam sepucuk surat ataupun dengan lisan (Pasal 1793 ayat 1 KUHPerdata), dan sejumlah ketentuan Undang-Undang mewajibkan surat kuasa terikat pada bentuk tertentu, antara lain Pasal 1171 KUHPerdata yang menyatakan kuasa untuk memberikan hipotik harus dibuat dengan suatu akta otentik.

Pasal 85 ayat (1) UU No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas yang menyatakan bahwa kuasa yang mewakili pemegang saham ketika menghadiri RUPS harus didasarkan pada surat,

Pasal 1683 KUHPerdata menyatakan si penerima hibah dapat memberi kuasa kepada seseorang lain dengan suatu akta otentik untuk menerima penghibahan-penghibahan.

Sehingga pada dasarnya, memberikan kuasa dapat dilakukan baik secara tertulis maupun secara lisan. Pemberian kuasa secara tertulis pada umumnya merupakan syarat formal yang harus dipenuhi, akan tetapi dalam hal tertentu pemberian kuasa

secara lisan dibenarkan.

Contoh Pemberian kuasa lisan dapat dilihat pada tingkat pemeriksaan perkara pidana di sidang pengadilan.

Di hadapan sidang (setelah hakim ketua membuka sidang) terdakwa menyampaikan maksudnya dengan menunjuk seorang atau beberapa penasihat hukum yang sudah hadir dalam sidang. Kemudian ketua majelis menanyakan kepada penasihat hukum tentang kebenaran pernyataan terdakwa.

Jika benar, para penasihat hukum baru dapat mengambil tempat di kursi yang telah disediakan, dan terdakwa boleh diminta sekali lagi untuk mengucapkan pemberian kuasa kepada penasihat hukum secara tegas dengan dibimbing oleh ketua majelis. Pemberian kuasa lisan wajib dicatat oleh panitera sidang

dalam berita acara persidangan.

Pemberian kuasa lisan bisa juga terjadi dalam keadaan mendesak, dan selanjutnya surat kuasa akan dibuat dan diajukan pada sidang berikutnya.

Jika hal itu terjadi, maka kuasa lisan tidak dapat dianggap berlaku hanya pada sidang yang lalu saja, kecuali apabila memang secara tegas pemberian kuasa lisan itu diucapkan hanya untuk kepentingan pada sidang hari itu. Jika hal itu tidak dilakukan, maka kuasa lisan itu harus dianggap telah berlaku untuk sidang hari itu dan sidang-sidang berikutnya, walaupun kemudian diberikan juga kuasa dengan surat.

PEMEBRIAN SURAT KUASA

Pemberian kuasa secara tertulis ini yang disebut sebagai surat kuasa.

Surat kuasa digunakan dalam lapangan hukum perdata, hukum pidana, maupun hukum administratif.

Pemberian surat kuasa dapat dilakukan secara khusus atau secara umum, Secara khusus berarti kuasa yang diberikan hanya mengenai satu kepentingan tertentu atau lebih, sedangkan secara umum meliputi segala kepentingan si pemberi kuasa.

Dalam menjalankan kewajiban-kewajiban yang telah ditentukan dalam surat kuasa, ada kalanya penerima kuasa berhalangan karena sesuatu sebab yang mendesak.

Dalam surat kuasa dikenal juga adanya hak substitusi, yakni hak untuk mengalihkan sebagian maupun seluruhnya kuasa yang diberikan kepada si penerima kuasa kepada pihak ketiga.

Surat kuasa substitusi dapat diterbitkan apabila dalam surat kuasa semula diberikan klausula tentang hal itu. Pengalihan hak dari penerima kuasa semula pada pihak ketiga dapat dilakukan untuk seluruhnya atau sebagian saja, bergantung pada bunyi klausula pada surat kuasa tersebut.

Jika isi klausula memberikan sebagian saja, maka harus ditegaskan dalam surat kuasa semula. Demikian juga apabila kewenangan itu dapat dilimpahkan seluruhnya, maka harus disebutkan pula dalam surat kuasa. Apabila telah terdapat pengalihan kuasa substitusi seluruhnya, maka si pemberi kuasa substitusi tidak dapat menggunakan kembali kuasanya, kecuali pengalihan kuasa tersebut hanya sebagian.

Pada umumnya pemberian kuasa di pengadilan adalah secara khusus yang dipersyaratkan harus dalam bentuk tertulis.

Surat kuasa khusus ( SEMA No. 6 Tahun 1994 ) ini diberikan kepada Advokat untuk mewakili (dalam perkara perdata) atau mendampingi (dalam perkara pidana) pihak yang memberikan kuasa kepadanya dalam suatu perkara baik di dalam maupun di luar pengadilan.

Surat kuasa khusus ini yang akan digunakan sebagai alat bukti di muka pengadilan, harus dibubuhi materai untuk memenuhi ketentuan UU No. 13 Tahun 1985 tentang Bea Materai dan PP No. 24 Tahun 2000 tentang Perubahan Bea Tarif Materai dan Besarnya Batas Pengenaan tentang Nominal yang Dikenakan Bea Meterai.

Selain itu surat kuasa khusus ini harus memenuhi ketentuan Surat Edaran Mahkamah Agung (SEMA) RI No. 6 Tahun 1994 tentang Surat Kuasa Khusus, yang menyatakan :

1 Surat kuasa harus bersifat khusus dan menurut Undang-Undang harus dicantumkan dengan jelas bahwa surat kuasa itu hanya dipergunakan untuk keperluan tertentu, misalnya :

A. Dalam perkara perdata harus dengan jelas disebut antara A sebagai Penggugat dan B sebagai Tergugat, misalnya dalam perkara waris atau hutang piutang tertentu dan sebagainya.

B. Dalam perkara pidana harus dengan jelas dan lengkap menyebut pasal-pasal KUHP yang didakwakan kepada terdakwa.

2 Apabila dalam surat kuasa khusus disebutkan bahwa kuasa tersebut mencakup pula pemeriksaan pada tingkat banding dan kasasi maka surat kuasa khusus tersebut tetap sah berlaku hingga pemeriksaan pada tingkat kasasi tanpa diperlukan surat kuasa khusus yang baru.

Akan tetapi bilamana surat kuasa khusus tersebut hanya mencakup pemeriksaan pada tingkat pertama, harus dibuatkan kembali surat kuasa khusus untuk pemeriksaan pada tingkat kasasi. Hal ini terlihat dalam salah satu putusan MA bernomor 51 K/Pdt/1991 :

* Surat kuasa harus bersifat khusus dan menurut Undang-Undang harus dicantumkan dengan jelas bahwa surat kuasa itu hanya dipergunakan untuk keperluan tertentu, misalnya :Dalam perkara perdata harus dengan jelas disebut antara A sebagai Penggugat dan B sebagai Tergugat, misalnya dalam perkara waris atau hutang piutang tertentu dan sebagainya.

1. Dalam perkara pidana harus dengan jelas dan lengkap menyebut pasal-pasal KUHP yang didakwakan kepada terdakwa.

2 Apabila dalam surat kuasa khusus disebutkan bahwa kuasa tersebut mencakup pula pemeriksaan pada tingkat banding dan kasasi maka surat kuasa khusus tersebut tetap sah berlaku hingga pemeriksaan pada tingkat kasasi tanpa diperlukan surat kuasa khusus yang baru.

Akan tetapi bilamana surat kuasa khusus tersebut hanya mencakup pemeriksaan pada tingkat pertama, harus dibuatkan kembali surat kuasa khusus untuk pemeriksaan pada tingkat kasasi. Hal ini terlihat dalam salah satu putusan MA bernomor 51 K/Pdt/1991 :

yang mengajukan kasasi ialah Ansori berdasar surat kuasa tanggal 8 Maret 1990. Akan tetapi surat kuasa tersebut hanya dipergunakan dalam pemeriksaan tingkat pertama sedang menurut Pasal 44 ayat (1) UU No. 14 Tahun 1985 untuk mengajukan kasasi dalam perkara perdata oleh seorang kuasa HARUS SECARA KHUSUS dikuasakan untuk melakukan pekerjaan itu. Dalam UU No. 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung yang telah diubah dengan UU No. 5 Tahun 2004 tentang Perubahan Atas UU No. 14 Tahun 1985, Pasal 44 ayat (1) dinyatakan bahwa :

1) Permohonan kasasi sebagaimana dimaksud Pasal 43 dapat diajukan oleh:

1. a. Pihak yang berperkara atau wakilnya yang secara khusus dikuasakan untuk itu dalam perkara perdata atau perkara tata usaha Negara yang diperiksa dan diputus oleh Pengadilan Tingkat Banding atau Tingkat Terakhir di Lingkungan Peradilan Umum, Lingkungan Peradilan Agama, dan Lingkungan Peradilan Tata Usaha Negara;

1. b. Terdakwa atau wakilnya yang secara khusus dikuasakan untuk itu atau Penuntut Umum atau Oditur dalam perkara pidana yang diperiksa dan diputus oleh Pengadilan Tingkat Banding atau Tingkat Terakhir Lingkungan Peradilan Umum dan Lingkungan Peradilan Militer.

Surat kuasa khusus ini pada pokoknya harus memenuhi syarat formil sebagai berikut:

Menyebutkan identitas para pihak yakni Pihak Pemberi Kuasa dan Pihak Penerima Kuasa yang harus disebutkan dengan jelas;

1. Menyebutkan obyek masalah yang harus ditangani oleh penerima kuasa yang disebutkan secara jelas dan benar. Tidak disebutkannya atau terdapatnya kekeliruan penyebutan obyek gugatan menyebabkan surat kuasa khusus tersebut menjadi tidak sah. Hal ini terlihat dalam salah satu putusan MA bernomor 288 K/Pdt/1986: surat kuasa khusus yang tidak menyebut atau keliru menyebut objek gugatan menyebabkan surat kuasa Tidak Sah dan;2. Menyebutkan kompetensi absolut dan kompetensi relatif dimana surat kuasa khusus tersebut akan digunakan.

Tidak terpenuhinya syarat formil surat kuasa khusus tersebut, khususnya dalam perkara perdata, dapat menyebabkan perkara tidak dapat diterima.

Sehingga walaupun tidak ada bentuk tertentu surat kuasa yang dianggap terbaik dan sempurna, namun surat kuasa pada pokoknya terdiri dari :

* Identitas pemberi kuasa;* Identitas penerima kuasa;* Hal yang dikuasakan, disebutkan secara khusus dan rinci, tidak boleh mempunyai arti ganda;* Waktu pemberian kuasa;* Tanda tangan pemberi dan penerima kuasa.

Dan untuk penggunaan surat kuasa dalam praktek hukum pidana, perlu juga dicantumkan tempat dan tanggal dibuatnya surat kuasa guna menghindari kerancuan waktu sejak kapan penasihat hukum dapat melakukan pembelaan atau pendampingannya.

Pemberian kuasa ini secara tertulis juga dapat dilihat dalam tata pemerintahan, berupa pemberian kuasa seorang atasan kepada seorang bawahan, atau pelimpahan wewenang dari seseorang atau Pejabat tertentu kepada seseorang atau Pejabat lain.

Selain penggunaan surat kuasa sebagai naskah administrasi, surat kuasa terdapat juga dalam kegiatan pemberian bantuan hukum perdata dan administrasi Negara.

Bantuan hukum ini merupakan hak dalam menghadapi konflik dan permasalahan hukum kepada sepanjang permasalahan hukum tersebut timbul sebagai akibat pelaksanaan tugas kedinasan.

Berbeda dengan format surat kuasa sebagai salah satu surat dinas, keberadaan surat kuasa dalam tata cara dan proses bantuan hukum dilakukan sesuai dengan format surat kuasa khusus yang umumnya digunakan di pengadilan.

Contoh surat kuasa khusus sebagai berikut :

Pemberian kuasa ini berakhir dengan (Pasal 1813 1819 KUH Perdata):

1. Penarikan kembali kuasa penerima kuasa;2. Pemberitahuan penghentian kuasanya oleh penerima kuasa dengan catatan bahwa pemberitahuan penghentian ini bukan karena si penerima kuasa tidak mengindahkan waktu pemberian kuasa maupun karena hal lain akibat kesalahan pemegang kuasa yang membawa kerugian kepada pemberi kuasa;3. Meninggalnya baik pemberi maupun penerima kuasa, dan meninggalnya si pemberi kuasa ini harus diberitahukan oleh ahli waris kepada penerima kuasa;4. Adanya pengampuan atau pailit pemberi maupun penerima kuasa;5. Pengangkatan seorang penerima kuasa baru;- dan6. Kawinnya perempuan yang memberikan maupun menerima kuasa.

Dalam hal berakhirnya kuasa, hal ini didasarkan pada pemahaman bahwa penerima kuasa tidak hanya mempunyai kekuasaan mewakili tetapi juga memiliki hak mewakili, sehingga hak ini sifatnya dapat dicabut sewaktu-waktu.

Akan tetapi saat ini, telah banyak beredar surat kuasa mutlak, yang melanggengkan surat kuasa walaupun si pemberi kuasa telah meninggal.

Pemberian kuasa mutlak ini hadir dilatarbelakangi banyaknya pemberian kuasa yang dilakukan dalam rangka suatu perjanjian sehingga tanpa adanya kuasa tersebut kepentingan penerima kuasa akan sangat dirugikan.

Namun Instruksi Mendagri No. 14 Tahun 1982 tentang Larangan Penggunaan Kuasa Mutlak sebagai Pemindahan Hak atas Tanah yang sekarang telah dimuat dalam Pasal 39 huruf d PP No. 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah, melarang adanya kuasa mutlak, karena kuasa mutlak pada hakikatnya merupakan pemindahan hak atas tanah.

Akan tetapi, apakah kuasa mutlak tersebut diperbolehkan ?

Karena pemberian kuasa memiliki unsur sebagai suatu perjanjian, maka pemberian kuasa seperti halnya perjanjian menganut sistem terbuka atau asas kebebasan berkontrak (Pasal 1338 BW), berarti pemberi maupun penerima kuasa berhak memperjanjikan apa saja asal tidak bertentangan dengan undang-undang, kesusilaan atau ketertiban umum.

Berkenaan dengan hal tersebut, Pasal 1814 BW menyatakan bahwa : Si pemberi kuasa dapat menarik kembali kuasanya manakala itu dikehendakinya, dan jika ada alasan untuk itu, memaksa si kuasa untuk mengembalikan kuasa yang dipegangnya, yang berarti kuasa tetap dapat ditarik apabila ada alasan misalnya bertentangan dengan undang-undang, kesusilaan atau ketertiban umum. Namun jika tidak, maka kuasa mutlak tetap diakui keberadaannya.

Jadi pemberian kuasa mutlak ini dibenarkan dengan syarat :

1. Pemberian kuasa merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari suatu perjanjian yang mempunyai alas hukum yang sah; dan2. Kuasa diberikan untuk kepentingan penerima kuasa.

Berdasarkan Surat Edaran Mahkamah Agung (SEMA) No. 2 Tahun 1959 dan SEMA No. 6 Tahun 1994, tanggal 14 Oktober 1994 menyebutkan syarat surat kuasa khusus yang sah, yaitu:

1. Menyebut dengan jelas dan spesifik surat kuasa untuk berperkara di pengadilan;2. Menyebut kompetensi relatif di Pengadilan Negeri mana surat kuasa khusus itu digunakan; dan3. Menyebutkan identitas dan kedudukan para pihak dan menyebutkan secara ringkas dan konkret pokok dan objek sengketa yang diperkarakan.

Syarat-syarat tersebut bersifat kumulatif artinya tidak dipenuhinya satu syarat mengakibatkan surat kuasa tidak sah.

Selain itu, SEMA No. 01 Tahun 1971 menegaskan bahwa Pengadilan Negeri dan Pengadilan Tinggi tidak boleh menyempurnakan surat kuasa khusus yang tidak memenuhi syarat. Putusan MA No. 1912 K / Pdt / 1984 menegaskan bahwa surat kuasa khusus yang tidak menyebutkan subjek dan objek sengketa tidak sah sebagai surat kuasa khusus dalam berperkara.

Surat kuasa seperti ini dianggap masih bersifat kuasa umum sehingga tidak dapat dipergunakan untuk beracara di muka pengadilan. Jadi, apabila Majelis hakim menyatakan surat kuasa tidak sah tidak selalu berarti advokat penerima kuasa tidak berhak menerima kuasa, tapi terdapat alasan-alasan lain yang menyangkut syarat-syarat sahnya surat kuasa khusus.

Terlepas dari itu, pasal 6 UU No. 18 Tahun 2003 tentang Advokat menyatakan bahwa advokat dapat dikenai tindakan dengan alasan:

1. Mengabaikan atau menelantarkan kepentingan kliennya;2. Berbuat atau bertingkah laku yang tidak patut terhadap lawan atau rekan seprofesinya;3. Bersikap, bertingkah laku, bertutur kata, atau mengeluarkan pernyataan yang menunjukkan sikap tidak hormat terhadap hukum, peraturan perundang-undangan, atau pengadilan;4. Berbuat hal-hal yang bertentangan dengan kewajiban, kehormatan, atau harkat dan martabat profesinya;5. Melakukan pelanggaran terhadap peraturan perundang-undangan dan atau perbuatan tercela;6. Melanggar sumpah/janji Advokat dan/atau kode etik profesi Advokat.

Refrensi :

* KUH Perdata;* Buku Asas Hukum Acara Perdata Dalam Teori dan Praktik;* Buku Hukum Acara Perdata Dalam Teori dan Praktek;* Buku Contoh-Contoh Bentuk Surat Bidang Kepengacaraan Perdata;* HIR (Het Herziene Indonesisch Reglemen, Staatblad Tahun 1941 No. 44)* RBG (Rechtsreglement Buiten Gewesten, Staatsblad 1927 No. 227)* Buku Kemahiran & Keterampilan Praktik Hukum Pidana;* Surat Edaran Mahkamah Agung RI* Surat Edaran Menpan No : SE/26.1/M.PAN/10/2004; danPengaturan pembuatan Surat kuasa khusus diluar negeri; Contoh KasusNazaruddin18AUGI. Pendahuluan:Nazaruddin Tertangkap Buah Kerja Keras PolisiJumat, 12 Agustus 2011 04:16 wib

JAKARTA Sempat diinformasikan saat penangkapan Nazaruddin oleh polisi Kolombia, ada dua orang yang turut menyertainya. Dugaan kedua orang itu adalah istri dan saudaranya Nazarudin, yakni Neneng dan M Nasir. Pasalnya, keberadaan keduanya hingga kini tak diketahui.Terkait keberadaan pendamping mantan bendahara Umum Partai Demokrat yang buron Interpol ini, Wakil Sekjen Partai Demokrat Ramadhan Pohan mengaku dirinya tak mengetahui hal itu. Dia tidak tahu siapa yang mendampingi dan untuk apa orang itu ada bersama Nazaruddin.Kita enggak tahu Nazaruddin bersama siapa. Itu enggak penting. Yang penting adalah dia ditangkap, katanya saat dihubungi okezone, Kamis (11/8/2011) malam.Ramadhan memastikan penangkapan Nazaruddin adalah bukti keberhasilan kepolisian. Lanjutnya, penangkapan tersebut menunjukan niat baik dari Partai Demokrat, agar kasusnya jelas dan diproses hukum hingga tuntas.Satu lagi, soal penangkapan itu adalah koordinasi dari kepolisian kita bukan hanya kerja dari kepolisian Kolombia. Dengan kerja sama dengan Interpol dan memberikan rednotice itu menunjukkan bahwa kita memang niat untuk menangkap Nazaruddin, tegasnya.Nazaruddin tertangkap di Cartagena, Kolombia pada Minggu 7 Agustus lalu. Dia ditangkap polisi setempat karena menggunakan paspor orang lain untuk masuk ke Kolombia. Polisi setempat lantas memberitahu pemerintah Indonesia bahwa Nazaruddin berada di negaranya.II. Permasalahan Hukum :Bagaimana pengaturan hukum Indonesia jika Nazaruddin membuat Surat Kuasa Khusus kepada pengacaranya di luar negeri ?III. Pembahasan :Dasar hukum pembuatan Surat kuasa khusus (SKK) di luar negeri , harus memenuhi :Pasal. 123 (1) HIRSEMA No.1 tahun 1971*unduh