Wajib Baca (Digester)

29
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Bahan Baku Pulp Bahan baku pulp dapat berasal dari kayu, bagasse, lalang, jerami, rumput-rumputan dan bahan-bahan yang mengandung selulosa dan hemiselulosa. Sedangkan bahan dasar yang terpenting dalam pembuatan pulp adalah selulosa. Kayu sebagai bahan baku pembuatan pulp dapat dibedakan atas dua jenis yakni kayu lunak (soft wood) dan kayu keras (hard wood). Komponen kimia kayu dibedakan antara komponen-komponen makromolekul utama dinding sel selulosa, poliosa (hemiselulosa) dan lignin yang terdapat pada semua kayu dan komponen-komponen minor dengan berat molekul kecil (ekstraktif dan zat-zat mineral) yang biasanya lebih berkaitan dengan jenis kayu tertentu dalam jenis dan jumlahnya. Bahan organik lazim disebut ekstraktif. Sebagian bahan anorganik secara ringkas disebut abu. Perbandingan dan komposisi kimia lignin dan hemiselulosa berbeda pada kayu lunak dan kayu keras sedangkan selulosa merupakan komponen yang seragam pada semua kayu. (Fengel, 1995) 2.2 Komponen kimia kayu 2.2.1 Selulosa Selulosa adalah bagian utama dari dinding sel kayu. Selulosa adalah suatu polimer karbohidrat yang kompleks yang memiliki persentase komposisi yang sama dengan Universitas Sumatera Utara

description

nice lesson for pulp and paper

Transcript of Wajib Baca (Digester)

Page 1: Wajib Baca (Digester)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Bahan Baku Pulp

Bahan baku pulp dapat berasal dari kayu, bagasse, lalang, jerami, rumput-rumputan

dan bahan-bahan yang mengandung selulosa dan hemiselulosa. Sedangkan bahan

dasar yang terpenting dalam pembuatan pulp adalah selulosa. Kayu sebagai bahan

baku pembuatan pulp dapat dibedakan atas dua jenis yakni kayu lunak (soft wood) dan

kayu keras (hard wood).

Komponen kimia kayu dibedakan antara komponen-komponen makromolekul

utama dinding sel selulosa, poliosa (hemiselulosa) dan lignin yang terdapat pada

semua kayu dan komponen-komponen minor dengan berat molekul kecil (ekstraktif

dan zat-zat mineral) yang biasanya lebih berkaitan dengan jenis kayu tertentu dalam

jenis dan jumlahnya. Bahan organik lazim disebut ekstraktif. Sebagian bahan

anorganik secara ringkas disebut abu. Perbandingan dan komposisi kimia lignin dan

hemiselulosa berbeda pada kayu lunak dan kayu keras sedangkan selulosa merupakan

komponen yang seragam pada semua kayu. (Fengel, 1995)

2.2 Komponen kimia kayu

2.2.1 Selulosa

Selulosa adalah bagian utama dari dinding sel kayu. Selulosa adalah suatu polimer

karbohidrat yang kompleks yang memiliki persentase komposisi yang sama dengan

Universitas Sumatera Utara

Page 2: Wajib Baca (Digester)

tepung (kanji) dimana nilai glukosa dapat ditentukan dengan hidrolisis menggunakan

asam. Unit molekul penyusun selulosa adalah glukosa yang merupakan gula. Banyak

molekul glukosa yang bergabung bersama-sama membentuk rantai selulosa. Rumus

kimia selulosa adalah ( C6H10O5)n dimana n adalah jumlah unit pengulangan glukosa,

n juga disebut derajat polimerisasi (DP).

Nilai dari n bervariasi tergantung sumber selulosa yang berbeda . Selama

pengolahan pulp dalam digester, derajat polimerisasi akan menurun beberapa derajat.

Ini penting untuk tidak turun terlalu banyak, karena rantai selulosa yang lebih pendek

pada akhirnya menghasilkan pulp yang kurang bagus.

Selulosa dalam kayu mempunyai nilai derajat polimerisasi rata-rata 3500

dimana selulosa dalam pulp mempunyai rata-rata derajat polimerisasi dalam rentang

600-1500. Selulosa adalah polimer lurus tidak bercabang. Ini membuat kemungkinan

untuk beberapa rantai selulosa digabungkan bersama dan membentuk struktur kristal

yang teratur. Struktur kristal yang teratur ini juga disebut micele. Di antara micele ada

beberapa rantai selulosa yang tidak teratur, ikatan ini disebut mikrofibril. Mikrofibril

ini membentuk dinding serat kayu. (Mimms, 1993)

2.2.2 Hemiselulosa

Hemiselulosa juga polimer yang umumnya dibentuk oleh unit-unit gula. Berbeda

dengan selulosa, dimana selulosa hanya terdiri dari polimer glukosa, hemiselulosa

adalah polimer dengan 5 gula berbeda yaitu glukosa, manosa, galaktosa, xylosa, dan

arabinosa.

Rantai hemiselulosa jauh lebih pendek dibandingkan rantai selulosa karena

memiliki derajat polimerisasi lebih rendah. Sebuah molekul hemiselulosa

mengandung sampai 300 unit gula. Berbeda dengan selulosa, hemiselulosa bukan

Universitas Sumatera Utara

Page 3: Wajib Baca (Digester)

polimer rantai lurus tetapi polimer bercabang dimana tidak membentuk unsur kristal

dan mikrofibril seperti selulosa. Dalam pengolahan pulp, hemiselulosa bereaksi lebih

cepat dari pada selulosa. Dalam kayu, hemiselulosa kebanyakan ditemukan di

sekeliling mikrofibril selulosa , dimana hemiselulosa membantu ikatan selulosa.

Dalam pembuatan kertas, hemiselulosa berperan untuk membuat kertas lebih kuat.

(Mimms, 1993)

2.2.3 Lignin

Lignin adalah partikel amorf yang bersama selulosa membentuk dinding sel kayu dari

pohon . Lignin mempererat material diantara sel dan menembah kekuatan mekanis

kayu. Lignin adalah polimer tiga dimensi yang sangat bercabang. Unit penyusun

molekul lignin adalah fenilpropan.

Suatu molekul lignin memiliki derajat polimerisasi yang tinggi karena ukuran

dan struktur tiga dimensinya. Lignin dalam kayu berfungsi sebagai lem atau perekat.

Lamela tengah dimana kebanyakan terdiri dari lignin mengikat sel bersama-sama dan

memberi bentuk pada kayu. Dinding sel juga mengandung lignin. Dalam dinding sel,

lignin bersama hemiselulosa membentuk matriks dimana mikrofibril selulosa disusun.

(Mimms, 1993)

2.2.4 Zat ekstraktif

Senyawa kimia yang merupakan komponen kayu dengan berat molekul rendah adalah

Senyawa aromatik (fenolat) dimana senyawa yang paling penting dari kelompok ini

adalah senyawa tanin yang dapat dibagi menjadi tanin yang dapat dihidrolisis dan

Universitas Sumatera Utara

Page 4: Wajib Baca (Digester)

senyawa flobafen terkondensasi. Senyawa fenolat ini adalah misalnya stilbena, lignan

dan flavonoid dan turunannya.

Terpena merupakan kelompok senyawa alami yang tersebar luas. Secara kimia,

zat-zat ini dapat diturunkan dari isoprena. Dua satuan isoprena atau lebih membentuk

mono-, seskui-, di-, tri-, tetra-, dan politerpena.

Asam alifatik. Asam lemak jenuh dan tak jenuh tinggi terdapat dalam kayu

terutama dalam bentuk esternya dengan gliserol (lemak dan minyak) atau dengan

alkohol tinggi (lilin). Asam asetat dihubungkan dengan hemiselulosa sebagai ester.

Asam di- dan hidroksi karboksilat terutama terdapat sebagai garam kalsium.

Alkohol. Kebanyakan alkohol alifatik dalam kayu terdapat sebagai komponen

ester, sedangkan sterol aromatik, termasuk dalam steroid, terutama terdapat sebagai

glikosida.

Senyawa anorganik. Komponen mineral kayu dari daerah iklim sedang terutama

adalah unsur-unsur kalium, kalsium dan magnesium. Unsur-unsur lain dalam kayu

tropika, misalnya silikon, dapat merupakan komponen anorganik utama.

Komponen lain. Mono- dan disakarida terdapat dalam kayu hanya dalam jumlah

yang sedikit tetapi mereka terdapat dalam persentase yang tinggi dalam kambium dan

dalam kulit kayu dalam. Jumlah sedikit amina dan etena juga terdapat kayu. (Fengel,

1995)

Tabel 2.1 Perbandingan Komponen Kimia antara Jenis Hardwood dan Softwood

Komponen Hardwood Softwood

1. Selulosa

2. Hemiselulosa

3. Lignin

4. Ekstraktif

45% ( + 2%)

30% ( + 2%)

20% ( + 4%)

5% ( + 3%)

42% ( + 2%)

27% ( + 2%)

28% ( + 3%)

3% ( + 2%)

Sumber : (Pulp Mill Overview, 2000)

Universitas Sumatera Utara

Page 5: Wajib Baca (Digester)

Tujuan utama pemasakan adalah menghilangkan lignin dan senyawa lain sehingga

makin tinggi selulosa semakin baik hasil pulp. Kadar lignin yang tinggi menyebabkan

larutan pemasak yang digunakan tinggi. Pengaruh ekstraktif dapat menyebabkan

masalah pitch (benjolan). Hemiselulosa harus dikurangi tetapi tidak boleh habis dalam

pulp karena dapat membantu ikatan antar serat. (Anonymous, 2000)

2.3 Kayu Keras (hard wood) dan Kayu Lunak (softwood)

Perbedaan utama antara softwood dengan hardwood adalah panjang seratnya. Serat

hardwood sekitar 1/3-1/5 dari panjang serat softwood. Perbedaan lainnya adalah

jumlah tipe-tipe sel yang berbeda. Softwood memiliki fraksi serat yang lebih tinggi

daripada hardwood. Sel parenkim dalam softwood maupun hardwood sangat kecil

sehingga biasanya hampir semuanya terdegradasi dalam pengolahan pulp dan

bleaching. Jika tidak, sel parenkim menghasilkan ukuran chip yang fines. Sel

parenkim sangat menghasilkan fines yang lebih tinggi dalam hardwood. Sel parenkim

juga sumber dari adanya masalah pitch. Umumnya, pulp dari softwood menghasilkan

pulp yang lebih kuat daripada hardwood. Karena serat softwood lebih panjang.

Softwood biasanya memberikan yield (rendemen) yang lebih rendah daripada

hardwood dalam kondisi pengolahan yang sama. Ini karena hemiselulosa pada

softwood lebih mudah larut daripada hemiselulosa pada hardwood dan softwood

umumnya mengandung lebih banyak lignin daripada hardwood. Pulp dari kraft

hardwood yang diputihkan menghasilkan kertas dengan kualitas print yang bagus

yang membutuhkan formasi lembaran dan permukaan untuk printing yang bagus.

Kekuatan yang tinggi tidak terlalu dibutuhkan. Serat hardwood memiliki permukaan

yang halus karena ukurannya yang kecil.

Universitas Sumatera Utara

Page 6: Wajib Baca (Digester)

Chip umumnya juga mengandung fraksi kecil dari kontaminan yang bukan

kayu seperti batu kecil, pasir dan kotoran, logam, plastik, dan karbon dari kayu yang

terbakar yang tidak dapat dipisahkan dengan screening atau bleaching. Jika persentase

kontaminan terlalu tinggi, dapat menyebabkan penipisan atau robeknya pada peralatan

proses khususnya pada katup, pompa, dan alat pembersih. (Johan, 1999)

2.4 Metode Pembuatan Pulp

2.4.1 Secara mekanis

Metode secara mekanis yang paling tua dan masih digunakan adalah groundwood

process, dimana satu blok kayu sesuai panjangnya dipres dengan batu giling yang

lembab dan kasar yang berputar dengan kecepatan 1000 – 1200 m/menit. Serat

dipisahkan dari kayu dan dicuci dari permukaan batu dengan air. Larutan encer dari

serat dan potongan-potongan serat disaring untuk memisahkan pecahan dan partikel

berukuran besar dan dipadatkan (dengan penghilangan air) untuk membentuk pulp

untuk pembuatan kertas. Proses pada dasarnya sederhana tetapi efisiensi produksinya

sama, pulp berkualitas bagus membutuhkan penanganan yang hati-hati mengenai

kekasaran permukaan batu, tekanan pada batu dan suhu dan laju alir dari air pencuci.

Metode ini memiliki keuntungan mengubah 95% berat kering kayu menjadi

pulp tetapi membutuhkan jumlah energi yang sangat besar untuk mengerjakannya.

Pulp membentuk kertas tak tembus cahaya yang bagus untuk printing tapi

lembarannya lemah dan dapat pudar dengan mudah jika terkena cahaya. (Smook,

2002)

Universitas Sumatera Utara

Page 7: Wajib Baca (Digester)

2.4.2 Secara kimia

Dalam metode ini, chip dimasak dengan bahan kimia yang tepat dalam larutan berair

dengan menaikkan suhu dan tekanan. Fokusnya adalah mendegradasi dan melarutkan

lignin dan meninggalkan sebagian besar selulosa dan hemiselulosa dalam bentuk serat

utuh. Ada tiga metode pembuatan pulp secara kimia yaitu proses Kraft (sulfat), proses

sulfit (asam), dan proses soda.

a. Proses sulfat (Kraft)

Proses sulfat melibatkan pemasakan chip dengan larutan NaOH dan Na2S.

Reaksi dengan alkali menyebabkan pemecahan lignin menjadi kelompok yang lebih

kecil dimana garam natrium dapat larut dalam cairan pemasak. ”Kraft” dalam bahasa

Jerman berarti ”kuat” dan proses sulfat menghasilkan kertas yang kuat tetapi pulp

yang belum diputihkan berwarna coklat tua. Proses ini ditemukan lebih dari 100 tahun

yang lalu sebagai modifikasi dari proses soda (yang memanfaatkan hanya NaOH

sebagai bahan kimia aktif) ketika Carl S. Dahl memasukkan Na2SO4 ke dalam sistem

pemasakan.

b. Proses Sulfit

Dalam proses ini, campuran asam sulfit (H2SO3) dan ion bisulfit (HSO3-)

digunakan untuk menyerang dan melarutkan lignin. Sulfit bersatu dengan lignin

membentuk garam dari asam lignosulfonik yang dapat larut dalam larutan pemasak

dan struktur kimia dari lignin masih utuh. Bahan kimia dasar untuk bisulfit dapat

berupa ion kalsium, magnesium, natrium atau ammonium. Pulp sulfit dapat dilakukan

dalam rentang PH yang besar. Asam sulfit menunjukkan proses pulp dengan kelebihan

Universitas Sumatera Utara

Page 8: Wajib Baca (Digester)

asam sulfur bebas (pH 1-2), dimana bisulfit memasak dalam keadaan sedikit asam.

Pulp sulfit berwarna lebih cerah daripada pulp kraft dan dapat dibleach lebih mudah

tetapi lembaran kertas lebih lemah daripada kertas Kraft. (Smook, 2002)

Tabel 2.2 Data Keuntungan pada Proses Kraft dan Proses Sulfit.

Keuntungan Proses Kraft Keuntungan Proses Sulfit

1. menghasilkan pulp yang lebih kuat

2. menggunakan teknologi yang terbukti

efisien untuk penggunaan kembali bahan

kimia

3. dapat digunakan untuk berbagai spesies

kayu

4. dapat mentolerir kulit kayu dalam

proses

1. menghasilkan pulp yang lebih cerah

sebelum dibleach

2. pulp lebih mudah dibleach untuk

diputihkan

3. menghasilkan pulp yang dibleach

dengan yield lebih tinggi

4. pulp lebih mudah dimurnikan

Sumber : (Handbook for Pulp and Paper Technologists, 2002)

c. Proses Soda

Dalam proses ini, kayu dimasak dengan NaOH. Cairan pemasak yang tersisa

diuapkan dan dibakar menghasilkan Na2CO3 dan ketika ditambahkan dengan kapur

menghasilkan NaOH. Disebut proses soda karena dihasilkan dari bahan kimia

Na2CO3. Proses ini sekarang jarang digunakan. (Smook, 2002)

2.4.3 Secara Semikimia

Proses ini menggabungkan proses kimia dan proses mekanis. Intinya, chip sebagian

dilunakkan atau dimasak dengan bahan kimia, pulp yang dihasilkan kemudian

diperlakukan secara mekanis, kebanyakan dilakukan dalam disc refiners. Metode

Universitas Sumatera Utara

Page 9: Wajib Baca (Digester)

semikimia mencakup rentang yield yang lebih tinggi diantara metode mekanis dan

kimia, 55-85% kayu kering. (Smook, 2002)

Tabel 2.3 Perbandingan Metode Pembuatan Pulp

Mekanis Semikimia Kimia

- Pembuatan pulp

dengan tenaga

mekanik

- Yield : 90-95%

- Kekuatan kurang

dan tidak stabil

- Sulit diputihkan

- Untuk kertas koran

- Pembuatan pulp

kombinasi bahan

kimia dan tenaga

mekanik

- Yield : 75%

- Kekuatan sedang

- Sulit diputihkan

- Untuk kertas

industri

- pembuatan pulp

dengan bahan

kimia saja tanpa

tenaga mekanik

- Yield : 50%

- Kekuatan pulp

kuat dan stabil

- Untuk kertas

budaya

Sumber : (Handbook for Pulp and Paper Technologists, 2002)

2.5 Kraft Pulping

PT RAPP mengolah pulp dengan menggunakan proses Kraft (sulfat). Kraft berarti

kuat dalam bahasa Jerman. Kraft pulping menghasilkan serat pulp yang kuat dalam

proses pemasakan dengan menggunakan bahan kimia yang merupakan campuran dari

NaOH dan Na2S (white liquor). Nama proses Kraft (sulfat) diperoleh dari bahan kimia

yang dipulihkan yang digunakan untuk mengimbangi hilangnya NaOH, masing-

masing natrium karbonat dan natrium sulfat. Tujuan dari pengolahan kraft (sulfat)

pulp adalah untuk memisahkan serat dalam kayu secara kimia dan melarutkan

sebagian besar lignin yang terdapat dalam dinding serat atau untuk memasak chip

sesuai dengan target kappa number. Pemisahan serat terjadi dengan melarutkan lignin

Universitas Sumatera Utara

Page 10: Wajib Baca (Digester)

yang terdapat di dalam lamela tengah yang berfungsi menyatukan antar serat. Bahan

kimia dalam larutan pemasak juga melakukan penetrasi ke dalam dinding serat dan

melarutkan lignin yang terdapat di situ.

Keuntungan proses kraft :

- semua spesies kayu dapat digunakan sebagai bahan baku

- prosesnya relatif tidak sensitif terhadap kulit kayu

- waktu pemasakan relatif singkat

- masalah pitch (benjolan) dalam pulp relatif kecil

- pulp lebih kuat

- efisien dalam penggunaan kembali bahan kimia dan energi

- memiliki hasil samping seperti turpentine dan tall oil yang cukup bernilai

Kekurangan-kekurangan utama dalam pembuatan pulp sulfat adalah persoalan

bau, rendemen yang lebih rendah daripada pembuatan pulp sulfit (biasanya 45-50%),

warna yang gelap dari pulp yang tidak dikelantang dan akhirnya biaya yang besar

untuk pemasangan pabrik baru. (Fengel, 1995)

Bahan kimia pemasak yang digunakan adalah white liquor (lindi putih). White

liquor adalah larutan bersifat basa yang terdiri dari NaOH dan Na2S. Konsentrasi rata-

rata adalah satu molar NaOH dan 0,2 molar Na2S. pH dari larutan tak berwarna ini

berkisar antara 13,5 – 14. Senyawa kimia yang aktif dalam white liquor adalah NaOH

dan Na2S yang dinyatakan sebagai alkali aktif. White liquor yang diproduksi oleh

pabrik juga mengandung senyawa anorganik lainnya. (Kocurek, 1989)

Universitas Sumatera Utara

Page 11: Wajib Baca (Digester)

Tabel 2.4 Komposisi dari White Liquor

Senyawa kimia Rentang konsentrasi (g/l sebagai Na2O) % Total

NaOH

Na2S

Na2CO3

Na2SO3

Na2SO4

Na2S2O3

81 – 120

30 – 40

11 – 44

2,0 – 6,9

4,4 – 18

4,0 – 8,9

53

21

15

3

5

3

Sumber : (Pulp and Paper Manufacture : Alkaline Pulping, 1989)

Dalam jumlah yang kecil juga terdapat NaCl, garam potasium, silika, dan

kalsium. Bahan kimia yang aktif dalam reaksi pengolahan pulp hanya NaOH dan

Na2S (alkali aktif). Komponen yang aktif dalam white liquor adalah ion hidroksil

(OH-) dan ion hidrosulfida (SH-) yang terbentuk menurut reaksi berikut.

NaOH Na+ + OH-

Na2S + H2O NaOH + NaSH

Na2S 2Na+ + S2-

S2- + H2O SH- + OH-

Na2CO3 + H2O 2Na+ + CO32- + H2O

CO32- + H2O CO3

- + OH-

OH- + lignin degreaded lignin

SH- + lignin degreaded lignin

Dengan adanya Na2S yang menghasilkan ion SH- akan meningkatkan

penghilangan lignin dan menghasilkan pulp yang lebih kuat.

Bahan kimia yang lainnya tidak mempunyai pengaruh langsung dalam

pengolahan pulp yang disebut bahan kimia yang tidak aktif. Na2SO4 terbentuk karena

Universitas Sumatera Utara

Page 12: Wajib Baca (Digester)

reduksi yang tidak sempurna dalam tungku pada recovery boiler. Na2CO3 terbentuk

karena proses kaustisasi yang tidak sempurna dan Na2S2O3 terbentuk karena sulfida

yang teroksidasi. Meskipun bahan kimia tidak aktif ini tidak berperan dalam

pengolahan pulp, tetapi jumlah yang tinggi dalam white liquor tidak diharapkan

karena dapat menimbulkan kerak di digester dan khususnya di evaporator dan juga

meningkatkan buangan dari tungku recovery boiler. (Mimms, 1993)

Selama reaksi pemasakan di digester 85-95% lignin, 50% hemiselulosa, dan

10% selulosa akan larut. Reaksi-reaksi yang terjadi selama proses pemasakan

1. Reaksi dengan lignin

Seperti dalam pembuatan pulp sulfit, depolimerisasi lignin tergantung pada

pemecahan ikatan eter, sedangkan ikatan karbon dengan karbon pada dasarnya stabil.

Adanya ion-ion hidrogen sulfida sangat membantu delignifikasi karena nukleofilisitas

mereka yang berat bila dibandingkan dengan ion-ion hidroksil. Pemecahan ikatan-

ikatan eter, didorong oleh ion-ion hidroksil dan hidrogen sulfida, juga menghasilkan

kenaikan hidrofilisitas lignin karena pelepasan gugus-gugus hidroksil fenol. Lignin

yang terdegradasi larut dalam lindi pemasak sebagai natrium fenolat.

Reaksi-reaksi utama struktur β-aril eter fenol selama pembuatan pulp kraft.

Langkah pertama meliputi pembentukan zat antara metida kuinon (2). Dalam

pembuatan pulp alkali zat antara (2) mengalami eliminasi proton atau formaldehida

dan diubah menjadi struktur stiril aril eter (3a). Selama pembuatan pulp kraft zat

antara (2) diserang oleh ion-ion nukleofil hidrogen sulfida dengan pembentukan

struktur tiiran (4) dan pemecahan ikatan β-aril eter secara simultan. Zat antara (5)

lebih lanjut bereaksi baik melalui dimer 1,4-ditiana atau langsung menjadi senyawa-

senyawa tipe stirena (6) dan menjadi produk-produk polimer yang rumit (P). Selama

Universitas Sumatera Utara

Page 13: Wajib Baca (Digester)

reaksi-reaksi tersebut kebanyakan ikatan organik belerang dieliminasi sebagai unsur

belerang. (Sjostrom, 1995)

Gambar 2.1. Reaksi-reaksi utama struktur β-aril eter fenol selama pembuatan pulp

alkali (soda) dan kraft. (Sjostrom, 1995)

Proses pelarutan lignin :

a. Initial delignification

Fase ini terjadi pada saat hot liquor masuk ke dalam digester pada

temperatur <1400C. Jumlah lignin yang terlarut hanya sedikit sekitar 15-25% dari total

lignin

Universitas Sumatera Utara

Page 14: Wajib Baca (Digester)

b. Bulk delignification

Laju delignifikasi meningkat drastis ketika suhu pemasakan dinaikkan di atas

140oC (heating and cooking), 70-80% lignin larut. Fase ini sangat tergantung dari

konsentrasi ion OH- dan ion SH- dan tergantung pada suhu. Fase ini akan terus

berlangsung sampai kira-kira 90% dari semua lignin telah larut

C. Residual delignification

Yaitu melarutkan sisa-sisa lignin. Alkali yang habis menunjukkan bahwa

lignin yang terkandung dalam serat sudah terlarut dalam liquor. (Mimms, 1993)

2. Reaksi dengan karbohidrat

Pembuatan pulp kraft mengakibatkan hilangnya karbohidrat yang cukup besar.

Gugus-gugus asetil terhidrolisis pada permulaan pemasakan kraft (dari xilan kayu

keras dan galaktoglukomanan kayu lunak). Dalam tahap awal pemasakan rantai

polisakarida langsung lepas dari gugus-gugus ujung pereduksi yang ada (pelepasan

primer). Sebagai hasil hidrolisis alkali terhadap ikatan-ikatan glikosida, yang terjadi

pada suhu tinggi, gugus-gugus baru dibentuk, yang mengakibatkan terjadinya

degradasi tambahan (pelepasan sekunder). Akibatnya rendemen selulosa selalu turun

dalam pembuatan pulp kraft, meskipun lebih sedikit daripada hemiselulosa yang

terdegradasi lebih besar disebabkan derajat polimerisasi mereka yang rendah dan

keadaan yang amorf. Reaksi pelepasan akhirnya terputus karena persaingan ”reaksi

penghentian” mengubah gugus ujung pereduksi menjadi gugus asam karboksilat yang

stabil. Gambar 2.2 menunjukkan tata ulang suatu gugus ujung pereduksi menjadi zat

antara 2-keto diikuti dengan eliminasi β-alkoksi. Unit monosakarida yang dipecah

Universitas Sumatera Utara

Page 15: Wajib Baca (Digester)

ditata ulang menjadi struktur 2,3-diulosa, dari sini asam gluko isosakarinat (selulosa

dan glukomanan) atau asam xiloisosakarinat (xilan) dibentuk melaui tata ruang asam

benzilat. Struktur diulosa dapat juga dipecah dengan kebalikan aldol kondensasi

menjadi gliseraldehida, yang kemudian diubah melalui metilglioksal menjadi asam

laktat. Akhirnya, jalan yang mungkin untuk pembentukan asam-asam 3,4-

dideosipentonat dan 2-dihidroksi butanoat berlangsung melalui eliminasi asam formiat

dari zat antara 3-keto, diikuti dengan tata ulang asam benzilat. (Sjostrom, 1995)

Gambar 2.2. Reaksi-reaksi pelepasan dan penghentian polisakarida. (Sjostrom, 1995)

Universitas Sumatera Utara

Page 16: Wajib Baca (Digester)

3. Reaksi dengan ekstraktif

Selama pembuatan pulp kraft ester-ester asam lemak terhidrolisis hampir

sempurna meskipun lilin jauh lebih stabil daripada lemak. Asam-asam lemak larut

bersama-sama dengan asam-asam resin sebagai garam-garam natrium dalam lindi

pemasak. Karena kayu keras tidak mengandung asam-asam resin , maka sabun tall

biasanya ditambahkan pada pemasakan untuk mengurangi kandungan ekstraktif dalam

pulp akhir sampai tingkat yang cukup rendah sehingga ”persoalan pengkerakan” dapat

dicegah. Beberapa asam lemak tak jenuh dan asam-asam resin terisomerisasi sebagian

pada kondisi-kondisi pembuatan pulp kraft. Asam-asam linoleat dan pinoleat yang

merupakan tipe-tipe asam lemak dienoat dan trienoat, diubah menjadi isomer-

isomernya masing-masing dengan ikatan-ikatan rangkap dua terkonjugasi pada

kedudukan-kedudukan 9, 11 dan 10, 12 yang konfigurasinya terutama cis, trans.

Dalam hal asam-asam resin umum, perubahan dasar adalah isomerisasi sebagian asam

levopimarat menjadi asam abietat. Anggota-anggota lain dari asam-asam resin umum

pada dasarnya stabil pada kondisi-kondisi pembuatan pulp kraft. (Sjostrom, 1995)

2.6 Digester Area (Bejana Pemasak)

Digester adalah suatu bejana tempat proses pemasakan atau reaksi delignifikasi dari

chip berlangsung. Dengan penambahan larutan pemasak kimia, panas, dan tekanan

maka lignin akan larut dan chip diubah menjadi pulp. Digester dirancang untuk tahan

terhadap temperatur dan tekanan tinggi, mempunyai volume yang cukup untuk

menampung chip dan liquor, memiliki konstruksi yang tahan terhadap korosi dan

tidak terpengaruh lingkungan luar, serta mempunyai sistem sirkulasi tekanan dan

liquor.

Universitas Sumatera Utara

Page 17: Wajib Baca (Digester)

Ada dua jenis digester yang umum digunakan untuk cooking yaitu batch

digester (superbatch) dan continuous digester. Batch digester berbentuk selongsong

atau tabung, berukuran lebih kecil dan lebih pendek dengan volume 300-400 m3

namun berjumlah banyak (di PT RAPP ada 14 buah). Batch digester pada prinsipnya

mempunyai sekuen-sekuen atau tahapan (schedulling) dalam proses pemasakan chip.

Jadi dalam batch digester prosesnya dari chip filling hingga discharge dijalankan

bertahap atau berurutan dalam masing-masing digester. Sedangkan continuous

digester berbentuk silinder yang tinggi dan besar mencapai 60-70 m dengan kapasitas

1000-2000 ton dan berjumlah hanya satu buah ditambah satu buah impregnation bin

yang berukuran hampir sama dengan continuous digester. Dalam continuous digester

proses berlangsung secara kontinyu (terus-menerus), artinya proses mulai dari chip

filling sampai discharge tidak dijalankan secara bertahap atau satu per satu karena di

dalam continuous digester terdapat zona-zona yang sudah terbagi mulai dari atas

hingga ke bawah diantaranya zona impregnasi, heating, cooking, dan washing. Kedua

jenis digester terbuat dari stainless steel atau carbon steel karena kraft liquor yang

bersifat basa tidak terlalu menyebabkan korosi. Konstruksinya menggunakan plat-plat

baja berukuran 2 inchi (51 mm) yang dilas dan bagian bawah digester terkadang

diperkuat dengan plat yang lebih tebal. Plat-plat baja tidak selamanya tahan terhadap

kraft liquor. Kraft liquor juga menyebabkan korosi yang relatif kecil hingga 0,5-1

mm per tahunnya. Korosi dapat tejadi karena adanya NaCl, sulfida, karbonat, logam

(kontaminan) dan zat ekstraktif. Oleh karena itu, plat baja perlu dipertebal secara

bertahap agar tahan lama. (Kocurek, 1989)

Universitas Sumatera Utara

Page 18: Wajib Baca (Digester)

2.7 Variabel – Variabel Proses Pemasakan Chip

1. Chip quality

Proses pemasakan tergantung pada kualitas chip yang akan dimasak. Chip

quality terdiri dari chip class, bulk density, moisture content, dan bark content.

a. Chip class

Chip class yaitu menentukan jumlah chip dalam setiap tahap screening

(penyaringan).Target dari setiap screen dapat dilihat pada tabel berikut ini.

Tabel 2.5 Target Chip yang Diperoleh dari Screening

- Over large

- Over thick

- Accept

- Pins

- Fines

> 55 mm

> 8 mm

9-55 mm

1,5-9 mm

< 1,5 mm

Max 8%

89-90%

1,5-2,5 %

Max 0,4%

Sumber : (Pulp Mill Overview, 2000)

Chip yang tidak lolos pada screen (saringan) 55 mm disebut over size (terlalu

besar). Chip yang lolos pada screen 55 mm dan tertahan pada screen 8 mm disebut

over thick (terlalu tebal). Chip yang lolos dari screen 8 mm dan tertahan di screen 9-

55 mm disebut accept (chip yang diharapkan). Chip yang lolos dari screen 9-55 mm

dan tertahan di screen 1,5-9 mm disebut pin. Chip yang lolos dari screen 1,5 mm

disebut fines yang berbentuk abu atau serbuk kayu.

Chip class bertujuan untuk mengetahui jumlah chip yang diharapkan dan tidak

diharapkan. Jika pada proses cooking banyak terdapat chip yang over size dan over

thick maka akan terjadi under cook, yaitu chip yang matang tidak homogen atau

Universitas Sumatera Utara

Page 19: Wajib Baca (Digester)

adanya chip yang tidak matang karena terlalu besar atau tebal. Sebaliknya jika pada

proses cooking banyak terdapat pin dan fines maka akan terjadi over cook, yaitu chip

yang terlalu matang sehingga serat kayu terurai dan akan lolos pada tahap screening.

Hal ini dapat menurunkan yield pulp. (Anonymous, 2002)

b. Bulk density

Pengukuran chip bulk density digunakan untuk mengetahui berat atau jumlah

chip yang masuk ke dalam digester. Pada kayu akasia bulk density sekitar 270-280

kg/m3. Berat chip ini akan digunakan untuk menghitung AA charge yang dibutuhkan

pada proses cooking. (Anonymous, 2002)

Densitas adalah perbandingan massa dari suatu benda dengan volumenya.

Densitas dalam unit gram per cm3 identik dengan berat spesifik. Berat spesifik kayu

adalah perbandingan berat dari sampel kering terhadap berat dari volume air atau

sama dengan volume sampel pada kandungan air tertentu. Berat spesifik dapat

digunakan untuk mengukur atau sebagai indikator kualitas kayu. Kebanyakan kayu

memiliki hubungan linier dengan berat spesifik. Kayu yang memiliki dua kali berat

spesifik lebih besar akan dua kali lebih kuat, dua kali lebih menyusut, dan lainnya.

(Wilcox, 1991)

c. Moisture content

Moisture content adalah banyaknya air yang terkandung di dalam chip.

Banyaknya kandungan air dapat dipengaruhi oleh lamanya kayu di wood yard. Jika

kayu terkena hujan maka kandungan airnya banyak dan jika terjemur di bawah

matahari maka moisturenya rendah. Bila kandungan moisture lebih tinggi, chip lebih

Universitas Sumatera Utara

Page 20: Wajib Baca (Digester)

mudah menyerap liquor namun hal ini menjadikan liquor lebih encer karena

kandungan airnya berlebih. Bila kayu terlalu kering atau moisture rendah maka chip

susah untuk menyerap liquor sehingga membutuhkan waktu lama untuk penetrasi.

(Kocurek, 1989)

d. Bark content and Other Contaminants

Bark content adalah banyaknya kulit kayu yang lolos dari tahap screening

dengan target sekitar 2% dari setiap screen stage untuk kualitas pulp untuk

dikelantang (diputihkan). Bahan pohon-keseluruhan dan pohon-sepenuhnya yang

meliputi tunggak, akar, cabang, ranting, dan tugi pada dasarnya telah dibuktikan

menjadi bahan baku yang cocok untuk pembuatan pulp kraft. Tetapi keuntungan dari

penambahan pasokan serat ini disertai berkurangnya rendemen pulp yang cukup

rendah, sifat-sifat kekuatan yang jelek dan biaya yang tinggi untuk pembersihan bahan

baku dan pemakaian bahan kimia yang tinggi. Kulit kayu tidak diharapkan pada

proses cooking karena mengkonsumsi banyak bahan kimia pemasak dan

menyebabkan bintik-bintik hitam pada pulp yang dihasilkan. (Fengel, 1995)

2. Total Active Alcali (TAA)

TAA adalah banyaknya jumlah alkali aktif (NaOH dan Na2S) yang terkandung

dalam white liquor. Target TAA dalam white liquor sebanyak 100-105 g/l. TAA

digunakan untuk menghitung banyaknya white liquor yang akan dimasukkan ke dalam

digester. (Mimms, 1993)

Jumlah bahan kimia yang digunakan dalam pembuatan pulp alkalis dinyatakan

sebagai banyaknya alkali yang efektif dan tergantung pada faktor-faktor seperti

spesies kayu, kondisi pemasakan dan sisa lignin yang diperlukan dalam pulp.

Universitas Sumatera Utara

Page 21: Wajib Baca (Digester)

Banyaknya alkali efektif berkisar antara 11% (didasarkan pada kayu kering tanur)

untuk kualitas kasar tidak dikelantang dan 17% untuk kualitas kertas yang dapat

dikelantang. (Fengel, 1995)

3. Sulphidity (Sulfiditas)

Sulfiditas (%S) adalah nisbah Na2S terhadap alkali aktif, keduanya dinyatakan

sebagai Na2O. Sulfiditas yang digunakan bervariasi menurut perubahan banyaknya

alkali, suhu pemasakan dan sejumlah faktor lain. Biasanya banyaknya sulfida untuk

kayu keras lebih rendah (15-20%) daripada untuk kayu lunak (25-35%). Pengaruh

sulfida dalam prose kraft menunjukkan bahwa laju delignifikasi lebih cepat yang

mencapai delignifikasi 90% dalam waktu setengah dari waktu yang dibutuhkan

pembuatan pulp soda. Bila sulfiditas rendah maka banyak fiber yang akan terdegradasi

karena fungsi dari Sulfida adalah untuk mengikat fiber. Sulfiditas yang terlalu tinggi

dapat merusak struktur fiber. (Fengel, 1995)

4. Residual alcali atau EA (Effective Alcali)

Residual alcali yaitu banyaknya alkali aktif yang terkandung dalam black

liquor yang telah digunakan sebagai pemasak. Adapun target EA di impregnation tank

< 8 g/l dan di akumulator I sebanyak 18-22 g/l. Bila EA di impregnation tank dan di

akumulator I lebih tinggi dari target artinya alkali yang tersisa dari pemasakan masih

tinggi. Hal ini menunjukkan AA charge yang diisi ke dalam digester sebelumnya lebih

banyak. Banyaknya EA di impregnation tank akan merugikan karena black liquor ini

digunakan hanya sebagai penetrasi saja. Bila EA lebih rendah dari target artinya alkali

yang tersisa sangat rendah, hal ini dapat menyebabkan reaksi pada penetrasi kurang

Universitas Sumatera Utara

Page 22: Wajib Baca (Digester)

baik, sehingga membutuhkan waktu yang lama untuk penetrasi pada fase hot liquor

filling.

Sedangkan tingginya EA di akumulator I menandakan banyaknya alkali aktif

sehingga dapat menurunkan kappa number dan rendahnya EA di akumulator I

menandakan alkali aktif kurang sehingga dapat menaikkan kappa number. Tinggi

rendahnya EA di akumulator I dapat dijadikan sebagai acuan pada penambahan dan

pengurangan AA charge untuk menghindari kelebihan dan kekurangan AA charge.

(Anonymous, 2002)

5. Kappa number (Bilangan Kappa)

Banyaknya lignin yang terkandung dalam pulp dinyatakan dengan kappa

number. Kappa number yang dihasilkan dipengaruhi oleh proses yang terjadi selama

cooking. Target kappa number yaitu 12-14. Kalau kappa number > 14 artinya lignin

yang terkandung dalam pulp masih banyak sehingga bahan kimia pemutih yang

digunakan pada proses bleaching lebih banyak. Kalau kappa number < 12 artinya

tidak hanya lignin yang terpisahkan dalam jumlah besar pada proses cooking tetapi

juga terjadi degradasi selulosa dalam jumlah besar pula.

Semakin rendah kappa number setelah cooking maka degradasi selulosa

semakin tinggi dan kekuatan pada fiber juga menurun. Selulosa yang terurai ini akan

lolos pada tahap screening yang kemudian terikut dalam liquor yang akan digunakan

pada cooking selanjutnya. Fiber dalam jumlah besar dapat mempersulit proses

screening pada liquor screen yaitu dapat menyumbat screen sehingga penyaringan

tidak maksimal dan dapat membentuk kerak pada tube evaporator pada proses

evaporasi weak black liquor. Kekuatan serat berbanding terbalik dengan tingkat

Universitas Sumatera Utara

Page 23: Wajib Baca (Digester)

delignifikasi. Semakin tinggi tingkat delignifikasi atau semakin rendah kappa number

maka kekuatan serat akan menurun. (Mimms, 1993)

6. Total liquor charge

Total liquor charge yaitu banyaknya cairan pemasak yang diisi ke dalam

digester. Untuk impregnation liquor dan hot black liquor ditentukan berdasarkan

volum saja, yaitu 300 m3 untuk setiap liquor. Volume digester 400 m3, liquor yang

terisi dalam digester + 60% dari volume digester (240 m3) dan + 40% terisi chip. Pada

fase impregnasi, liquor yang diisi sampai overflow dengan tujuan untuk

menyempurnakan pengeluaran udara di dalam digester.

Pada hot black liquor filling, liquor yang diisi juga sampai overflow.

Tujuannya adalah untuk menyempurnakan pengeluaran impregnation liquor atau

seluruh warm liquor tergantikan oleh hot liquor, sehingga tidak membutuhkan waktu

lama pada fase heating. Sedangkan untuk banyaknya hot white liquor ditentukan oleh

banyaknya AA charge yang dibutuhkan. (Anonymous, 2002)

7. Liquor to wood ratio

Liquor to wood ratio adalah jumlah dari total larutan pemasak dibagi jumlah

oven wood di dalam digester. Kandungan air juga dimasukkan dalam perhitungan total

larutan pemasak. Contoh : dalam batch digester diisi dengan

100 ton chip, kandungan air 50% maka kekeringan 50%, 70 ton white liquor, 80 ton

black liquor

Maka liquor to wood ratio :

- jumlah total liquor : 100 x 0,50 x + 80 + 70 = 200 ton

Universitas Sumatera Utara

Page 24: Wajib Baca (Digester)

- jumlah oven wood : 100 x 0,5 = 50 ton

- liquor to wood ratio = 200 / 50 = 4,0

Semakin banyak chip yang terdapat di dalam digester maka semakin tinggi

liquor to wood ratio. Rentang normal adalah 3-6 atau dengan perbandingan 1 : 6.

Misalnya 1 ton chip harus diisi dengan 6 ton liquor. Ini agar liquor dapat melakukan

penetrasi terhadap chip dengan baik sehingga diperoleh hasil pemasakan yang

seragam. (Mimms, 1993)

8. Waktu dan Temperatur Pemasakan (H-factor)

H-factor adalah kecepatan reaksi penghilangan lignin dimana waktu dan

temperatur pemasakan dinyatakan dalam variabel tunggal. Semakin tinggi temperatur

maka waktu yang dibutuhkan untuk delignifikasi semakin cepat, sebaliknya bila

temperatur rendah maka waktu yang dibutuhkan untuk delignifikasi semakin lama.

Reaksi delignifikasi sangat berpengaruh pada temperatur. Peningkatan sedikit

temperatur akan memberi efek besar terhadap delignifikasi. Peningkatan secara

drastis, misalnya peningkatan temperatur dari 160-1750C dapat menyebabkab H-

factor semakin tinggi. Pada temperatur yang tinggi, tidak hanya proses delignifikasi

yang terjadi namun penurunan selulosa juga terjadi sehingga dapat menurunkan yield

dan kekuatan serat. (Mimms, 1993)

9. Hot Liquor Filling (HLF) Efficiency

Hot liquor filling efficiency merupakan gambaran terjadinya channeling

dengan melihat banyaknya impregnation liquor yang masuk ke WBL tank pada saat

hot liquor filling. Jika HLF efficiency > 80% maka impregnation liquor tergantikan

Universitas Sumatera Utara

Page 25: Wajib Baca (Digester)

oleh hot liquor dan temperatur di dalam digester antara 130-1400C sehingga tidak

membutuhkan waktu lama pada fase heating.

Sebaliknya jika HLF efficiency < 80% maka tidak seluruh impregnation liquor

tergantikan oleh hot liquor. Artinya masih banyak impregnation liquor yang tertinggal

di digester dan temperatur di dalam digester < 1300C sehingga membutuhkan waktu

yang lama pada fase heating. Rendahnya HLF efficiency juga menyebabkan tingginya

kappa number karena HWL sebagai pemasak tidak tinggal di digester sehingga alkali

aktif yang dibutuhkan tidak cukup. (Anonymous, 2002)

2.8 Proses Pemasakan pada Superbatch Digester

A. Chip Filling (pengisian chip)

Accept chip dari chip screening didistribusikan dengan conveyor kemudian

ditampung dalam chip silo. Setelah itu didistribusikan dengan screw conveyor dan

dimasukkan ke dalam digester melalui bagian atas (capping valve). FL 1 memiliki

satu chip silo sedangkan FL 2 memiliki dua chip silo. Pada saat chip filling dibantu

oleh Low Pressure steam (LP steam / steam bertekanan rendah) dengan tekanan 3-4

bar melalui steam packer untuk memadatkan dan meratakan chip sehingga pengisian

chip maksimal sampai sekitar 135-155 ton memenuhi digester. Selain itu udara di

dalam digester juga diusahakan untuk dihilangkan melalui screen sirkulasi dengan

bantuan blower. Proses berlangsung kira-kira 25-32 menit.

B. Impregnation (impregnasi)

Pada bagian ini Warm black liquor dengan suhu sekitar 900C dari

impregnation/warm black liquor tank dipompakan ke digester melalui bagian bawah

Universitas Sumatera Utara

Page 26: Wajib Baca (Digester)

sampai overflow (penuh/berlebihan) kira-kira dengan volume 300 m3 untuk FL 2 dan

280 m3 untuk FL 1. Volume digester 350 m3 untuk FL 1 dan 400 m3 untuk FL 2.

Liquor yang terisi ke dalam digester + 60% dari volume digester dan + 40% dari

volume digester terisi chip. Liquor diisi sampai overflow tujuannya adalah untuk

menghilangkan udara (gas) dari dalam digester sehingga lebih padat dan merata,

sebagai pemanasan awal pada chip yang akan memberikan impregnasi (penetrasi)

yang bagus pada chip, dan juga untuk menetralkan asam-asam yang terdapat pada

chip. Suhu dalam digester setelah impregnasi mencapai 90-950C.

C. Hot Filling (pengisian cairan pemasak panas)

Pada bagian ini, pertama-tama hot black liquor (HBL) dengan suhu 150-1700C

sebanyak kira-kira 300 m3 untuk FL 2 dan 235 m3 untuk FL 1 dari HBL accumulator

1 dipompakan ke dalam digester melalui bagian bawah sehingga perlahan-lahan warm

black liquor dalam digester dapat tergantikan. Warm black liquor yang keluar disebut

dengan weak black liquor yang memiliki kandungan padatan kira-kira 14-17%.

Setelah itu akan dialirkan ke weak black liquor tank untuk seterusnya dikirim ke

evaporator untuk diuapkan lalu dikirim ke recovery boiler. Tujuan hot black liquor

filling adalah untuk menaikkan temperatur dan tekanan sehingga mendekati

temperatur pemasakan. Impregnasi dengan hot black liquor akan mempercepat

delignifikasi, memperbaiki kekuatan pulp dan rendemen, menurunkan reject,

memanfaatkan residual alcali yang masih terdapat dalam black liquor, dan

menurunkan pemakaian bahan kimia pada proses pemutihan. Hot black liquor yang

memiliki konsentrasi alkali lebih rendah terlebih dahulu ditambahkan sebelum hot

white liquor untuk mencegah kerusakan serat yang mungkin terjadi karena konsentrasi

Universitas Sumatera Utara

Page 27: Wajib Baca (Digester)

alkali pada white liquor sangat tinggi. Setelah penuh, lalu dipompakan hot white

liquor (HWL) dengan suhu sekitar 150-1700 C dari HWL accumulator ke dalam

digester melalui bagian bawah sebanyak kira-kira 149 m3 untuk FL 2 dan 105 m3

untuk FL 1 sebagai larutan pemasak yang mengandung alkali untuk mendegradasi

lignin dan juga berfungsi menaikkan temperatur pemasakan yang akan mendorong

dan menggantikan hot black liquor. Selanjutnya sebagian hot black liquor yang

memiliki suhu < 1000C akan dibawa ke weak black liquor tank sedangkan sebagian

lagi yang memiliki suhu > 1000C dibawa ke HBL accumulator 2. Suhu dalam digester

setelah hot filling mencapai 140-1550C.

D. Heating and Cooking (pemanasan dan pemasakan)

Tujuan dari heating ini adalah untuk menaikkan suhu sampai dicapai suhu

pemasakan yaitu 160-1650C. Setelah hot filling, suhu dalam digester belum mencapai

suhu pemasakan, masih sekitar 140-1550C. Oleh karena itu, perlu dilakukan heating

dengan bantuan MP (Middle Pressure steam) atau steam bertekanan sedang dengan

tekanan 13-14 bar sehingga dicapai suhu yang diperlukan untuk pemasakan dan

tekanan pada`saat cooking adalah sekitar`7-11 bar. Setelah dicapai suhu untuk

pemasakan, MP steam dihentikan selanjutnya hot white liquor dalam digester

disirkulasikan dengan pompa sirkulasi agar proses pemasakan dapat merata ke seluruh

bagian digester dan semua chip dapat matang. Hot white liquor disirkulasikan ke

bagian atas digester sebesar + 60% dan ke bagian bawah sebesar + 40%. Suhu pada

proses pemasakan tetap dijaga sampai selesai pemasakan dan memerlukan waktu

heating dan cooking sekitar 60-75 menit.

Universitas Sumatera Utara

Page 28: Wajib Baca (Digester)

E. Displacement (penggantian)

Setelah waktu pemasakan terpenuhi atau setelah tercapainya H-faktor (suhu dan

waktu pemasakan), pompa sirkulasi hot white liquor dihentikan kemudian dari

displacement tank dipompakan filtrat yang mengandung black liquor dari washing

yang dikumpulkan dalam displacement tank dengan suhu yang lebih dingin kira-kira

70-750C melalui bagian bawah digester. Filtrat yang lebih dingin ini sebanyak kira-

kira 450 m3 dipompakan ke dalam digester melalui bagian bawah untuk menggantikan

hot white liquor yang bersuhu lebih tinggi sampai suhu di dalam digester turun sampai

sekitar 1000C. Tujuan dari displacement (penggantian) ini adalah untuk menghentikan

reaksi pemasakan dan sebagai tahap pencucian awal pada chip. Hot white liquor

dalam digester akan berubah menjadi black liquor setelah pemasakan karena

mengalami reaksi dengan chip. Selanjutnya black liquor akan masuk ke HBL

accumulator 2. Setelah filtrat dari displacement tank memenuhi digester lalu akan

keluar sebagian menuju HBL akumulator 1 yang memiliki suhu 150-1700C sekitar

350 m3 dan sebagian sisanya ke HBL akumulator 2 yang memiliki suhu 120-1500C.

F. Discharge (Pengisian)

Chip yang telah masak dari dalam digester selanjutnya dipompakan ke dalam

discharge tank untuk selanjutnya dikirim ke proses washing. Sebelumnya pada proses

discharge, dilakukan proses dilusi (pengenceran) menggunakan filtrat dari

displacement tank sehingga konsistensi pulp mencapai 4-6% dari 8-9% untuk

memudahkan pemompaan ke discharge tank. Selain itu, filtrat ini juga berfungsi

untuk membersihkan digester dari sisa pulp.

Universitas Sumatera Utara

Page 29: Wajib Baca (Digester)

Pada proses pemasakan di digester diharapkan pulp yang dihasilkan memiliki

kappa number 13-14. Keseluruhan proses pada digester/cooking dari chip filling

sampai discharge memakan waktu 240-260 menit (cooking cycle) yang berarti satu

digester kira-kira dapat melakukan 5,5 kali cooking per hari dan keseluruhan digester

(14 buah) dapat melakukan kira-kira 70 kali cooking per hari dengan catatan tidak ada

waktu istirahat (spare time) untuk masing-masing digester. Untuk satu kali blow

(pengeluaran) dapat menghasilkan + 40 ADT (air dry ton) pulp. (Anonymous, 2000)

Waktu yang dibutuhkan untuk masing-masing tahap pada digester kira-kira

adalah :

Tabel 2.6 Waktu yang Dibutuhkan pada Tahap Cooking

Chip filling 26 menit

Impregnation 26 menit

Hot liquor filling 47 menit

Heating and cooking 75 menit

Displacement 55 menit

Discharge 35 menit

Total 264 menit

Sumber : (Pulp Mill Overview, 2000)

Universitas Sumatera Utara