Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) Sebagai Civil society
-
Upload
maleona-sarah -
Category
Documents
-
view
90 -
download
0
description
Transcript of Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) Sebagai Civil society
Nama : Maleona Sarah L.C./070912042
Mata Kuliah : Agensi, Kuasa dan Politik di Indonesia - UTS
Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) Sebagai Civil society
Perkembangan teknologi informasi dan kebebasan berekspresi membawa dampak
yang begitu besar terhadap perkembangan Non Goverment Organization (NGO) di Indonesia,
terutama sejak era reformasi. NGO sendiri semakin melebarkan diri ke dalam ruang politik
yang semakin terbuka. Berbagai isu yang ada mulai dirasuki oleh NGO, baik secara tingkat
lokal, provinsi, nasional dan internasional. Bahkan saat ini semakin banyak NGO asing yang
memasuki Indonesia. NGO sendiri berbeda dengan partai politik maupun organisasi politik
lainny sebab ia tidak berorientasi komesrsial, melainkan nonpartisan, tidak mencari
keuntungan ekonomi, bersifat sukarela dan bersendi pada gerakan moral1. NGO sendiri
sebenarnya merupakan represensatif dari langkah awal pencapaian tatananan masyarakat
yang lebih baik dan sadar akan hak-haknya, yakni melalui pembentukan civil society.
Civil society dipahami sebagai lingkungan masyarakat yang berada di antara urusan
pribadi dan hubungan politik negara. Alexis De Tocqueville mengartikan civil society
sebagai sekelompok individu dalam masyarakat yang meyakini satu doktrin atau kepentingan
tertentu dan memutuskan untuk merealisasikan doktrin atau kepentingan bersama tersebut.
Tocqueville menyebutkan bahwa fungsi utama dari civil society adalah melakukan kontrol
terhadap negara agar kekuasaaanya tidak melampaui ketetntuan dalam masyarakat liberal.
Civil society terdiri atas berbagai kelompok dan individu yang terlibat dalam kegiatan
mencermati, meneliti, menilai dan menjelaskan kebijakan pemerintah, dan mendesak
pemerintah agar melakukan perubahan dalam kebijakan-kebijakan tertentu, atau
melaksanakan kebijakan-kebijakan tertentu untuk kepentingan kelompok-kelompok
kepentingan (interest groups) tertentu, kelompok-kelompok pendesak (pressure groups)
tertentu, atau rakyat pada umumnya. Sebagian civil society terdiri atas apa yang disebut Karl
Mannheim sebagai intelektual yang bebas dari kepentingan kelas (Mannheim 1991:160–
172,1936:136–146)2. Hal ini sesuai yang dikatakan oleh Marx dalam PPT kuliah Agensi
bahwa civil society menuju pada masyarakat tanpa kelas.
1 Ageng Nata Praja, Distorsi Peran Lembaga Swadaya Masyarakat dalam Perspektif Civil Society di Kabutapet Grobongan, Semarang, 2009, hal. 132 Dalam Abdi Rahmad, Peran LSM dalam Penguatan Civil Society di Indonesia : Studi Kasus Walh, Jakarta, n.d., hal. 1.
Neera Chandoke menyebutkan 4 syarat yang harus dipenuhi bagi sebuah institusi atau
kelompok untuk menjadi civil society. Pertama, civil society sebagai nilai dalam konsepsinya
harus memiliki beberapa karakter, pertama adalah adanya partisipasi politik,
pertanggungjawaban negara dan publisitas dari politik. Kedua, sebagai sebuah institusi, civil
society ada pada asosiasi, forum-forum representatif, kebebasan pers, dan asosiasi-asosiasi
sosial. Ketiga, perlindungan dari civil society adalah berhubungan dengan hak-hak individual
dan umum. Terakhir, anggota civil society adalah semua individu yang dilindungi oleh
hukum. Chandoke juga menyebutkan bahwa fungsi dari civil society adalah untuk
membentuk kekuatan penyeimbang negara yang mempertahankan hegemoni dan
supremasinya terhadap civil society. Harus ada pengurangan kekuatan negara, dan
memberikan hak-hak kepada individu, termasuk keabsaan bagi swasta untuk mengambil
peran-peran negara3. Oleh karena itulah, tidak semua NGO dapat dimasukkan ke dalam
bagian civil society.
Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) sebenarnya bukan anak baru di ranah
gerakan lingkungan Indonesia. Terbentuk pada Oktober 1980, diawali oleh Menteri
Lingkungan Hidup saat itu, yakni Emil Salim, yang berkeinginan membentuk gerakan
masyarakat dalam lingkungan. Lambat laun NGO ini membesar dan mendapatkan
legitimasinya sebagai representasi LSM lingkungan seluruh Indonesia dan diundang DPR
untuk didengar keterangannya dalam pembahasan UU Lingkungan Hidup. Pada tahun 1982,
WALHI bersama-sama lembaga swadaya masyarakat lainnya membahas dan memberikan
masukan bagi penyusunan Undang-undang Pokok Pengelolaan Lingungan Hidup/Undang-
undang No.4 Tahun 1982. Masukan yang kemudian diadopsi dalam undang-undang tersebut
adalah pasal 6 tentang peran serta masyarakat4. WALHI menguatkan tujuannya untuk
mengembalikan kedaulatan rakyat dalam pengelotaan SDA secara adil dan berkelanjutan.
Kemudian, menegaskan pandangannya dalam penolakan terhadap kapitalisme global dan
neo-liberalisme yang dianggap paling mempunyai andil terhadap kerusakan lingkungan dan
penutupan akses rakyat terhadap sumber daya alam. Ia juga melakukan advokasi dan kontrol
terhadap kebijakan negara dan implementasinya, dan advokasi untuk penegakan hukum
lingkungan. Program aksi berikutnya adalahpenguatan organisasi rakyat yang ditujukan untuk
penguatan basis avokasi dan basis gerakan WALHI menjadi gerakan rakyat. Di samping itu,
WALHI membangun jejaring kerja di antara m kekuatan-kekuatan civil society. Dari peran
yang telah dilakukan WALHI, penguatan civil society dapat dilihat pada meningkatnya
3 PPT kuliah Agensi, Kuasa dan Politik di Indonesia tanggal 16 Oktober 20124 www.walhi.or.id, diakses pada 25 Oktober 2012
keterlibatan kalangan civil society dalam perumusan kebijakan-kebijakan negara, terjalinnya
jejaring kerja di antara kelompok-kelompok civil society. Di samping itu, munculnya
kesadaran kritis, kemandirian, keswadayaan, solidaritas, dan kepatuhan pada norma dan
proses hukum, pada organisasi rakyat dampingan WALHI5.
Kesimpulannya, pada tahap ini jelas terlihat bagaimana WALHI mempengaruhi
pemerintah untuk melakukan keputusan politis berbau lingkungan. Kampanye yang
dilakukan WALHI tidak hanya mendapatkan dukungan dan legitimasi pemerintah dan
masyarakat, namun juga media massa. Media Massa mulai memberi dukungan dengan mulai
menempatkan isu lingkungan hidup sebagai isu-isu utama termasuk liputan pencemaran
Merkuri di Teluk Jakarta tahun 1980 yang menjadi berita sampul majalah Tempo. Sudah ada
kesadaran tinggi di kalangan LSM bahwa wartawan dan media massa memegang peranan
yang penting sebagai corong kegiatan lingkungan. WALHI juga pernah terlihat dalam
advokasi yang berhadapan dengan pemerintah, terutama saat Walhi memutuskan untuk
menggugat enam pejabat negara karena mengijinkan pembangunan pabrik pulp dan rayon,
PT Inti Indorayon Utama di Porsea pada Desember 1989. Berbagai kegiatan inilah yang
kemudian membawa WALHI sebagai salah satu LSM lingkungan terpercaya di Indonesia
dan juga membuatnya masuk sebagai civil society.
Daftar Pustaka
PPT kuliah Agensi, Kuasa dan Politik di Indonesia tanggal 16 Oktober 2012
Praja, Ageng Nata. 2009. Distorsi Peran Lembaga Swadaya Masyarakat dalam Perspektif
Civil Society di Kabutapet Grobongan. Semarang, hal. 13
Rahmad, Abdi. 2001. Peran LSM dalam Penguatan Civil Society di Indonesia : Studi Kasus
Walh. Jakarta, hal. 1.
Website Resmi WALHI <www.walhi.or.id> diakses pada 25 Oktober 2012
5 Abdi, op.cit