Wacana Anggaran Rp 1 T Untuk Parpol

13
Dukung Dana Parpol Rp 1 T, Romi: Rp 108 per Suara Terlalu Kecil Ferdinan - detikNews Jakarta - Ketum PPP Romahurmuziy (Romi) mendukung usulan pembiayaan parpol Rp 1 triliun per tahun dari APBN. Alasannya pembiayaan parpol saat ini sangat kecil sehingga membuat parpol kesulitan menjalankan fungsinya di masyarakat. "Kami juga membahas wacana yang timbul dengan pembiayaan parpol terlalu kecil Rp 108 per suara, kurang lebih hanya Rp 12,5 miliar dalam satu tahun. Masih kurang untuk fungsinya parpol," kata Romi dalam jumpa pers bersama Ketum Golkar Agung Laksono di Hotel Crowne Plaza, Jl Gatot Subroto, Jakarta, Jumat (13/3/2015). Padahal tugas parpol sambung Romi sangat banyak dan berkaitan langsung dengan

description

Wacana atau memang sudah diajukan?

Transcript of Wacana Anggaran Rp 1 T Untuk Parpol

Dukung Dana Parpol Rp 1 T, Romi: Rp 108 per Suara Terlalu KecilFerdinan- detikNews

Jakarta- Ketum PPP Romahurmuziy (Romi) mendukung usulan pembiayaan parpol Rp 1 triliun per tahun dari APBN. Alasannya pembiayaan parpol saat ini sangat kecil sehingga membuat parpol kesulitan menjalankan fungsinya di masyarakat.

"Kami juga membahas wacana yang timbul dengan pembiayaan parpol terlalu kecil Rp 108 per suara, kurang lebih hanya Rp 12,5 miliar dalam satu tahun. Masih kurang untuk fungsinya parpol," kata Romi dalam jumpa pers bersama Ketum Golkar Agung Laksono di Hotel Crowne Plaza, Jl Gatot Subroto, Jakarta, Jumat (13/3/2015).

Padahal tugas parpol sambung Romi sangat banyak dan berkaitan langsung dengan masyarakat. "Parpol harus berikan pendidikan politik, rekrutmen politik, pendidikan masyarakat. Ini lebih baik sepenuhnya dibiayai negara dengan catatan transparansi dan akutabilitas, sehingga tidak memungkinkan adanya penyelewengan, untuk mengkonsolidasikan demokrasi menjadi agen perubahan," ujar Romi.

Mendagri Tjahjo Kumolo yang melontarkan wacana dana Rp 1 triliun per tahun dari APBN dikemukakan ke publik agar terjadi pembahasan untuk mempersiapkan metode pembiayaan parpol. Pertimbangan pembiayaan dari APBN menurut Tjahjo agar parpol nantinya bisa mendukung sistem kepemimpinan nasional dan stabil termasuk untuk penyederhanaan sistem Pemilu.

Soal Dana Partai Rp 1 Triliun, CSIS Sebut Setahun PDIP Habiskan Rp 36 MPrins David Saut- detikNews

Publikasi hasil sensus CSIS. (foto-Prins David/detikcom)Jakarta- Wacana Menteri Dalam Negeri memberikan santunan kepada parpol sebesar Rp 1 triliun rupanya jauh dari angka minimal yang digunakan partai tua seperti PDIP. Berdasarkan sensus CSIS, partai sebesar PDIP hanya mengeluarkan minimal Rp 3 miliar per bulan untuk biaya operasionalnya.

"Masalah pendanaan partai dari eksrapolasi didapatkan PDIP seluruh Indonesia kebutuhan minimalnya Rp 3 miliar per bulan. Rp 36 miliar per tahun, paling tidak untuk administrasi, gaji pegawai dan sebagainya," kata peneliti CSIS, Philip Vermonte.

Philip menyampaikan hal ini dalam rilis 'Hasil Sensus Nasional Ketua Parpol di 34 Provinsi dan 514 Kab/Kota 2015: PDIP' yang digelar di kantor CSIS, Jl Tanah Abang III, Jakarta Pusat, Rabu (1/4/2015). Turut hadir Ketua DPP PDIP Andreas Pareira dan Maruarar Sirait.

"Paling tidak ini bisa jadi basis mendiskusikan partai harusnya didanai berapa oleh negara, karena wacana Rp 1 triliun dari Pak Tjahjo. Untuk seukuran PDIP itu Rp 3 miliar per bulan untuk seluruh kantornya," ujar Philip.

Kemudian, sensus juga menunjukan fisik infrastruktur PDIP, seperti gedung, kantor atau pegawai yang digaji, tak mengalami perkembangan signifikan. Padahal PDIP menjadi salah satu partai tertua di Indonesia sejak masa reformasi dan pernah berkuasa di tahun 1999-2004.

"Tidak memikirkan perkembangan partai secara institusional. Apalagi kalau mau disubsidi negara, lalu rekrutmen juga tidak berjalan baik di daerah," ucap Philip.

"Sebagai partai lama, rekrutmen kepemimpinan partai pada tingkat lokal lemah. Hal ini dilihat dari data sensus bahwa 11,7 persen dari jumlah ketua PDIP di seluruh Indonesia baru menjadi anggota partai dalam 5 tahun terakhir," tambah Philip.

Sensus ini dilakukan di 34 provinsi dan 541 kabupaten/kota dengan metode wawancara terstruktur tatap muka para ketua DPD dan DPC. Sensus ini dilaksanakan pada tanggal 16 Februari-19 Februari 2015, melibatkan 2.000 ketua PDIP di daerah.

"Ini bukan opini publik tapi pandangan langsung subjektif ketua PDIP di daerah. Jadi berbeda, 90 persen target tercapai, jada saya kira ini representatif," kata Philip.

Wacana Bantuan Dana Parpol Rp 1 T Akan Dibahas Setelah Pemilu Serentak 2019Rois Jajeli- detikNews

Jakarta- Mendagri Tjahjo Kumolo melontarkan wacana pemberian dana untuk partai politik dari uang negara sebesar Rp 1 triliun. Serta pemberian sanksi tegas bagi parpol maupun elitnya melakukan korupsi tidak boleh ikut pemilu.

Wacana tersebut akan dibahas lebih dalam lagi setelah menunggu hasil pemilihan umum serentak yang digelar pada Tahun 2019.

"Itu kan (wacana) baru kita lempar. Seandaianya itu bisa diterima, itu setelah pemilu 2019 serentak," kata Mendagri Tajho Kumolo usai acara penyerahan penghragaan Inovasi Manajemen Perkotaan (IMP) 2014 di Balaikota Surabaya, Kamis (12/3/2015).

Mantan politisi dari PDIP ini mengatakan, dirinya sudah bertemu dengan Menteri Keuangan. Pada prinsipnya, peningkatan pendanaan parpol bisa dilakukan.

"Soal misalnya Rp 1 triliun untuk smeua partai per tiap tahun atau apakah 5 tahun, itu dilihat keuangan negara. Karena prioritasnya untuk pembangunan dan infrastruktur dan sosial. Kalau itu sudah terpenuhi nggak masalah," tuturnya.

Wacana tersebut akan dibahas oleh pakar dan ahlinya setelah pemilu serentak 2019. Serta dilakukan pembahasan bersama-sama dengan DPR.

"Ini kan menunggu (pemilu) serentak. Kemudian akan akan diputuskan ambang batasnya berapa. Yang mendapatkan bantuan adalah partai yang sudah pernah ikut pemilu, partai yang lolos PT, bukan partai baru," tuturnya sambil menambahkan, partai yang akan mendapatkan adalah partai yang sudah eksis dan partai yang tidak double kepengurusannya.

10 Masalah Keuangan Parpol Versi ICWRini Friastuti- detikNewsHalaman 1 dari 2

Jakarta- Wacana pemberian subsidi sebesar Rp 1 triliun per partai per tahun yang diusulkan Mendagri Tjahjo Kumolo menimbulkan perdebatan di publik. Ada yang setuju, namun ada juga yang menolak keras.

Mayoritas parpol di DPR cenderung menerima gagasan ini karena dianggap akan sangat membantu partai dari segi pendanaan. Walaupun begitu, menurut catatan Indonesia Corruption Watch, setidaknya ada 10 persoalan keuangan partai. Hal ini dianalisa dari permintaan laporan keuangan partai pada pengurus tingkat daerah di 4 provinsi pada tahun 2013-2014 lalu.

"Yang pertama, menerima sumbangan tertentu yang patut diduga berasal dari hasil korupsi dan tindak pidana lainnya. Permasalahan pendanaan tersebut meliputi aspek penerimaan, pengelolaan dan akuntabilitas," ujar peneliti Donal Fariz kepada wartawan di kantor ICW, Kalibata, Jaksel, Kamis (12/3/2015).

Sementara masalah kedua adalah parpol mengandalkan sumbangan hanya dari kader partai yang duduk di legislatif dan eksekutif. "Kalau kita mendengar setiap anggota DPR atau DPRS, akan ada sumbangan rutin yang akan diberikan ke partai mereka. Ini artinya kalau kita melihat realitas yang terjadi, partai hanya mengandalkan sumbangan dari kader yang duduk di eksekutif," jelasnya.

Yang ketiga, menurut Donal adalah parpol menerima sumbangan melebihi aturan namun tidak dicatat dalam pembukuan. Sementara yang keempat parpol tidak melakukan penggalangan donasi publik (public fundraising).

"Ini ironis sebenarnya, partai hanya mengandalkan donasi dari kader mereka, tapi tidak ada sumbangan dari publik. Padahal banyak sekali yang berhasil dari sumbangan publik. Tapi kan saat ini orang tidak mau memberi donasi kepada partai karena publik tidak percaya pada parpol," kata Donal.

Permasalahan kelima adalah sumber pemasukan hanya diketahui segelintir elite partai. Sementara masalah keenam dalam pendanaan partai, pencatatan hanya dilakukan terhadap sumber keuangan yang berasal dari APBN/APBD.

"Sementara yang ilegal atau tidak melebihi aturan tidak akan pernah dicatat. Ini menjadi problem pendanaan ketujuh dalam temuan kami," sambungnya.

Yang kedelapan, hasil audit tidak disampaikan secara terbuka dan transparan kepada publik. "Kalau kita lihat, tata kelola partai di Indonesia tidak lebih baik dari pengurus masjid. Masjid saja masih menyampaikan hasil infak dan sedekah di papan pengumuman masjid, sementara partai? Sangat jarang mereka mempublikasikan sumber sumbangan yang legal, apalagi yang ilegal," ungkap Donal.

Problem kesembilan, parpol cenderung memiliki dua pembukuan. "Dari hasil penelusuran kita selama 2012 hingga 2014, mereka cenderung memiliki dua pembukuan, pertama yang disampaikan pada BPK, dan yang kedua yang disampaikan di internal saja," kata dia.

"Dan problem terakhir, mayoritas partai tidak melakukan konsolidasi laporan keuangan. Dari temuan kami hanya PKS yang melakukan ini, walaupun tidak menutup kemungkinan juga ada anggota atau kader PKS yang melakukan korupsi," tukasnya.

ICW Dukung Negara Santuni Parpol, Tapi Tidak Rp 1 T per TahunRini Friastuti- detikNews

Jakarta- Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo mewacanakan partai politik akan diberikan subsidi sebesar Rp 1 triliun melalui APBN. Indonesia Corruption Watch (ICW) menilai angka tersebut tidak logis karena terlalu besar.

"Terlepas dari apakah dari angka Rp 1 triliun dibagikan kepada seluruh parpol atau untuk masing-masing parpol, menurut ICW angka tersebut tidak rasional karena kalau dibandingkan dengan anggaran yang diterima lembaga negara lain. APBN hanya menganggarkan per lembaga di bawah Rp 1 triliun, menurut kami sangat tidak logis jika parpol diberikan subsidi sebesar itu," ujar peneliti ICW Donal Fariz kepada wartawan di Kantor ICW, Kalibata, Jakarta Selatan, Kamis (12/3/2015).

Menurutnya, angka Rp 1 triliun untuk setiap partai merupakan jumlah yang terlalu besar. Apalagi wacana ini tidak dikaitkan dengan berapa jumlah realitas belanja partai yang sesungguhnya.

"Dalam peraturan pemerintah Nomor 5 tahun 2009, jumlah bantuan per partai dihitung sebesar Rp 108 untuk setiap suara yang diperolah dari pemilu sebelumnya. Sehingga total pengeluaran APBN bantuan parpol pada tahun ini lebih kurang Rp 13,176 miliar," jelasnya.

Memang, selama ini pendanaan partai di Indonesia menjadi sebuah permasalahan. Kasus korupsi yang melibatkan kader parpol tak terlepas dari tuntutan untuk menghidupi organisasi partai melalui sumbangan kader.

Atas dasar pertimbangan tersebut, ICW tidak serta merta menolak pemberian subsidi kepada masing-masing parpol. Namun jumlah yang diberikan haruslah rasional. "Usulan ICW adalah Rp 1.080 rupiah per suara, itu angka yang ideal. Disini ada peningkatan 10 kali lipat dibandingkan angka suara saat ini (Rp 108 per suara). Kalau sejak 2009 sampai 2015 inflasi rata-rata 6 hingga 8 persen, kami rasa logis ada peningkatan pada subsidi untuk partai," jelasnya.

Apabila ditotal dengan jumlah perolehan suara dari hasil pemilu sebanyak Rp 122.003.667 suara, maka artinya negara menanggung subsidi partai sebesar Rp131.763.960.360 setiap tahunnya.

"Ini jumlah rasional yang akan kami sampaikan pada Mendagri, sehingga dalam hal ini pemerintah tidak seperti memberikan cek kosong pada partai tapi memberikan kebijakan yang ketat pada partai," tutupnya.

Ini Kata Anggota BPK Soal Wacana Rp 1 T Bagi ParpolPrins David Saut- detikNews

Jakarta- Dukungan atas gagasan Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo tentang parpol disantuni negara Rp 1 triliun mengalir seiring dengan munculnya kontra. Angggota IV Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Prof Rizal Djalil melihat dukungan terhadap wacana itu karena ada beberapa alasan.

"Ada beberapa alasan yang mendukung gagasan tersebut. Pertama, parpol itu kan diakui undang-undang sebagai wahana rekrutmen calon pemimpin, selain menjadi tempat berkumpul serta mengeluarkan pandangan atau gagasan tentang kebangsaan," kata Rizal di Jakarta, Rabu (11/3/2015).

Rizal kemudian mengambil contoh santunan terhadap parpol yang dilakukan di beberapa negara di Eropa. "Di Eropa dan negara modern lainnya, pemerintahnya bertanggung jawab atas dana parpol," ujarnya.

Kemudian Rizal menjelaskan manfaat dari santunan tersebut dapat mengurangi jumlah politisi yang terseret kasus korupsi karena penyelewengan anggaran. Hal ini juga, bagi Rizal, dapat mengurangi beban dari kader parpol yang menjadi legislator.

"Karena mereka diwajibkan memberikan sebagian dari gajinya. Dengan adanya dana parpol maka bisa mengurangi peluang anggota DPR atau DPRD yang terseret kasus. Selain juga meringankan beban anggota parlemen yang selama ini diwajibkan memberikan sumbangan ke partai," ucap Rizal.

Mengenai aspek akuntabilitas publik, menurut Rizal, tidak perlu dikhawatirkan. Karena BPK siap untuk melakukan audit secara transparan dan profesional terhadap dana parpol itu.

"Termasuk kekhawatiran bahwa dana parpol akan memacu munculnya parpol-parpol baru. Logikanya, ya tidak begitu. Karena parpol yang berhak atas dana parpol harus memperoleh suara signifikan dalam pemilu dan punya kursi di DPR. Kalau tidak memenuhi syarat itu, ya tidak berhak dong," paparnya.

Soal Duit APBN Rp 1 Triliun, NasDem: Parpol Kerja Dulu untuk RakyatFerdinan- detikNews

Jakarta- Sekretaris Jenderal Partai Nasional Demokrat Patrice Rio Capella menganggap wajar usulan pembiayaan parpol sebesar Rp 1 triliun dari APBN yang dilontarkan Mendagri Tjahjo Kumolo. Tapi Rio menekankan kinerja parpol untuk rakyat termasuk perekonomian nasional yang baik sebagai syarat sebelum wacana direalisasikan.

"Bantuan Rp 1 triliun pantas atau elok diberikan ketika utang luar negeri menurun. Kemudian tingkat kesejahteraan rakyat meningkat, tingkat pengangguran menurun baru parpol pantas diberikan bantuan Rp 1 triliun. Parpol suruh kerja dulu untuk rakyat," ujar Rio di kantor DPP NasDem Jl Gondangdia, Jakpus, Rabu (11/3/2015).

Wacana suntikan dana parpol Rp 1 triliun menurut Rio harus lebih dulu dikaji termasuk menyangkut aturan mengenai pembatasan jumlah parpol. Di sejumlah negara, pembiayaan parpol dari anggaran negara memang dilakukan.

"Kalau jumlah partai nggak banyak, ketika 5 partai dibatasi dan PT-nya (parliamentary treshold) tinggi pantas dapat Rp 1 triliun," sambungnya.

Tanpa kajian khusus, wacana ini justru malah membuat sejumlah pihak terdorong membentuk parpol untuk memanfaatkan bantuan APBN. "Orang berlomba-lomba membuat partai untuk Pemilu kemudian sebenarnya kemampuan tidak siap tapi (memikirkan) bagaimana caranya dapat bantuan Rp 1 triliun. Hal itu yang kemudian Rp 1 triliun itu harus punya batasan-batasan," sambungnya.

Mendagri Tjahjo sebelumnya menyebut wacana dana Rp 1 triliun per tahun dari APBN dikemukakan ke publik agar terjadi pembahasan untuk mempersiapkan metode pembiayaan parpol. Pertimbangan pembiayaan dari APBN menurut Tjahjo agar parpol nantinya bisa mendukung sistem kepemimpinan nasional dan stabil termasuk untuk penyederhanaan sistem Pemilu.

Suntikan dana bagi parpol saat ini sebut Tjahjo masih sedikit sesuai dengan perolehan suara. "Pemenang pemilu setahun tidak sampai Rp 2 miliar, (besarannya) sesuai suara yang diperoleh dalam Pemilu," kata Tjahjo.

Sekretariat Nasional Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (Seknas FITRA) punya riset soal pendanaan parpol dari APBN sesuai Permendagri 24/09.

Duit sumbangan dari APBN 2010 yakni Rp 108/suara, Partai Demokrat sebagai pemenang Pemilu saat itu total mendapatkan Rp 2,338 miliar. Golkar dan PDIP berada di urutan kedua dan ketiga dengan nominal sumbangan dari APBN masing-masing Rp 1,623 miliar dan Rp 1,574 miliar.

JK Sebut Kalau Semua Dapat Dana Rp 1 Triliun, Banyak Orang Bikin PartaiMulya Nurbilkis- detikNews

Jakarta- Wakil Presiden Jusuf Kalla angkat bicara terkait rencana pemberian dana sebesar Rp 1 triliun bagi setiap partai politik. Mantan Ketua Umum Partai Golongan Karya itu meminta, bantuan dana dari pemerintah bagi partai politik dihitung secara proporsional dan cermat.

Menurut dia tidak mungkin dana Rp 1 triliun itu diberikan secara merata pada seluruh partai peserta pemilu tanpa ada proses penghitungan yang cermat.

"Harus dihitung berdasarkan jumlah kursi dan pemilih jadi bukan rata-rata saja. Kalau rata semua orang mau bikin partai saja nanti, hehehe," kata Jusuf Kalla di Hotel Bidakara, Jl Gatot Subroto, Jakarta Selatan, Selasa (10/3/2015).

Pemberian dana bagi partai politik diatur dalam Undang-undang nomor 2 thun 2011 tentang partai politik. Menurut undang-undang tersebut sumber dana partai salah satunya berasal dari iuran anggota, dan Anggaran Pendapatan Belanja Negara atau Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah.

Pada Pasal 34 ayat 3 UU nomor 2 tahun 2011 diatur bahwa bantuan keuangan dari APBN/APBD diberikan secara proporsional. Besarnya bantuan ditentukan berdasarkan jumlah perolehan suara partai dan kursi di DPR.

Pada periode 2005-2010 menurut Jusuf Kalla, Partai Golkar mendapat bantuan dana dari pemerintah sebesar Rp 2 miliar. Sementara partai lain yang perolehan suara dan kursinya lebih sedikit dari Golkar jumlah bantuannya juga tak sampai Rp 2 miliar.

"Dulu Golkar terima uang Rp 2 miliar. Kecil kan? Itu dulu APBN," kata politisi yang akrab disapa JK itu.