Volume 4 Nomor 1 Juli 2020

39
ISSN 2548-9011 http://journal.fisika.or.id/rf Volume 4 Nomor 1 Juli 2020 Risalah Fisika Vol. 4 No. 1 Halaman 1 - 32 Yogyakarta, Juli 2020 ISSN 2548-9011

Transcript of Volume 4 Nomor 1 Juli 2020

Page 1: Volume 4 Nomor 1 Juli 2020

ISSN 2548-9011 http://journal.fisika.or.id/rf

Volume 4 Nomor 1 Juli 2020

Risalah Fisika Vol. 4 No. 1 Halaman 1 - 32 Yogyakarta, Juli 2020 ISSN 2548-9011

Page 2: Volume 4 Nomor 1 Juli 2020

ISSN 2548-9011 http://journal.fisika.or.id/rf

mempublikasikan hasil-hasil penelitian dalam bidang fisika teori, fisika terapan, dan pendidikan fisika EDITOR KETUA

• Dr. Pramudita Anggraita, Physical Society of Indonesia (PSI d/h HFI) EDITOR

• Anto Sulaksono, Fisika Bintang dan Struktur Nuklir, Universitas Indonesia • L.T. Handoko, Fisika Partikel Teori, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia • Nazli Ismail, Fisika Bumi, Universitas Syiah Kuala • Ni Nyoman Rupiasih, Biofisika dan Polimer, Universitas Udayana • Terry Mart, Fisika Nuklir dan Partikel Teori, Universitas Indonesia • Santoso Soekirno, Fisika Instrumentasi, Universitas Indonesia

MITRA BESTARI

• Ariadne L. Juwono, Fisika Material, Universitas Indonesia • Bambang Heru Iswanto, Fisika Komputasi, Universitas Negeri Jakarta • Budhy Kurniawan, Fisika Material, Universitas Indonesia • Esmar Budi, Fisika Material, Universitas Negeri Jakarta • Mirza Satriawan, Fisika Partikel Teori, Universitas Gadjah Mada • Yetty Supriyati, , Pendidikan Fisika, Universitas Negeri Jakarta

ADMINISTRASI

• Dewita • Frida Iswinning Dyah • Idrus Abdul Kudus • Sumadi

Penerbit: Physical Society of Indonesia (PSI d/h HFI) Jalan Kembar Mas Barat No. 31, Bandung 40254, Indonesia Phone: +62-821-1659-1960 E-mail: [email protected]

Page 3: Volume 4 Nomor 1 Juli 2020

Pengantar Redaksi i

Risalah Fisika Vol. 4 no. 1 (2020) i ISSN 2548-9011

PENGANTAR REDAKSI

Makalah-makalah dalam Risalah Fisika terbitan ketujuh ini (Volume 4, Nomor 1) masuk dan diterima untuk diterbitkan antara Januari 2020 hingga Juni 2020, terdiri dari 2 makalah di bidang fisika energi, 1 makalah di bidang biofisika, 1 makalah di bidang fisika reaktor, dan 1 makalah di bidang fisika plasma. Redaksi memohon maaf penerbitan nomor ini 6 bulan terlambat dari yang seharusnya (Januari 2020), karena untuk nomor ini makalah pertama baru diterima pada bulan Januari 2020 dan makalah kelima bulan Juni 2020. Makalah pertama di bidang fisika energi membahas tentang evaluasi prediksi Higher Heating Value (HHV) biomassa berdasarkan analisis proksimat, dan makalah kedua membahas tentang pengaruh pembuatan pada briket arang alaban ukuran artikel kecil. Di bidang biofisika dibahas tentang pengaruh variasi waktu paparan gelombang ultrasonik dalam mengurangi jumlah bakteri coliform pada sampel air Sungai Kahayan, yang mungkin dapat diaplikasikan pada teknik penjernihan air. Makalah di bidang fisika reaktor membahas tentang analisis produksi 99Mo berbasis waktu iradiasi larutan uranil nitrat pada fasilitas Reaktor Kartini sebagai alternatif cara produksi radioisotop yang banyak digunakan di bidang kesehatan. Makalah di bidang fisika plasma membahas tentang penentuan parameter elektron plasma bejana emiter berbasis besar arus lucut busur gas udara, yang dapat dimanfaatkan sebagai sumber sekaligus akselerator elektron iradiator elektron pulsa. Penerbitan Risalah Fisika nomor berikutnya (Volume 4, Nomor 2) direncanakan pada akhir tahun 2020. Segenap Editor Jurnal Fisika mengundang komunitas fisika untuk aktif berpartisipasi mengirimkan naskah ke situs http://journal.fisika.or.id/rf (bahasa Indonesia) maupun http://journal.fisika.or.id/jips (bahasa Inggris). Untuk sementara penyerahan, penilaian (reviewing), perbaikan, dan proofreading makalah masih dilakukan dengan menggunakan gabungan antara sistem on line dan surat elektronik (surel, email). Pada halaman 8 ditampilkan rencana Simposium Fisika Nasional (SFN) XXXIII dan 10th International Conference on Theoretical and Applied Physics (ICTAP) yang ditunda pelaksanaanya hingga tanggal 20-22 November 2020 akibat pandemi covid-19, atau alternatifnya mungkin akan dilaksanakan secara daring (teleconference).

Ketua Redaksi

Page 4: Volume 4 Nomor 1 Juli 2020

2 - Pengantar Redaksi

Page 5: Volume 4 Nomor 1 Juli 2020

ISSN 2548-9011 Risalah Fisika Vol. 4 no. 1 (2020) 1-7

1

Evaluasi Prediksi Higher Heating Value (HHV) Biomassa Berdasarkan Analisis Proksimat (masuk/received 2 Januari 2020, diterima/accepted 5 April 2020)) Evaluation of Biomass Higher Heating Value (HHV) Prediction Based on Proximate Analysis

Made Dirgantara1, Karelius2, Marselin Devi Ariyanti1, Sry Ayu K. Tamba1 1Program Studi Fisika, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Palangka Raya, Palangka Raya 73112, Indonesia 2Program Studi Kimia, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Palangka Raya, Palangka Raya 73112, Indonesia [email protected] https://doi.org/10.35895/rf.v4i1.166 Abstrak – Biomassa merupakan salah satu energi terbarukan yang sangat mudah ditemui, ramah lingkungan dan cukup ekonomis. Keberadaan biomassa dapat dimaanfaatkan sebagai pengganti bahan bakar fosil, baik itu minyak bumi, gas alam maupun batu bara. Analisi diperlukan sebagai dasar biomassa sebagai energi seperti proksimat dan kalor. Analisis terpenting untuk menilai biomassa sebagai bahan bakar adalah nilai kalori atau higher heating value (HHV). HHV secara eksperimen diukur menggunakan bomb calorimeter, namun pengukuran ini kurang efektif, karena memerlukan waktu serta biaya yang tinggi. Penelitian mengenai prediksi HHV berdasarkan analisis proksimat telah dilakukan sehingga dapat mempermudah dan menghemat biaya yang diperlukan peneliti. Dalam makalah ini dibahas evaluasi persamaan untuk memprediksi HHV berdasarkan analisis proksimat pada biomassa berdasarkan data dari penelitian sebelumnya. Prediksi nilai HHV menggunakan lima persamaan yang dievaluasi dengan 25 data proksimat biomassa dari penelitian sebelumnya, kemudian dibandingkan berdasarkan nilai error untuk mendapatkan prediksi terbaik. Hasil analisis menunjukan, persamaan A terbaik di 7 biomassa, B di 6 biomassa, C di 6 biomassa, D di 5 biomassa dan E di 1 biomassa.

Kata kunci: bahan bakar, biomassa, higher heating value, nilai error, proksimat

Abstract – Biomass is a renewable energy that is very easy to find, environmentally friendly, and quite economical. The existence of biomass can be used as a substitute for fossil fuels, both oil, natural gas, and coal. Analyzes are needed as a basis for biomass as energy such as proximate and heat. The most critical analysis to assess biomass as fuel is the calorific value or higher heating value (HHV). HHV is experimentally measured using a bomb calorimeter, but this measurement is less effective because it requires time and high costs. Research on the prediction of HHV based on proximate analysis has been carried out so that it can simplify and save costs needed by researchers. In this paper, the evaluation of equations is discussed to predict HHV based on proximate analysis on biomass-based on data from previous studies. HHV prediction values using five equations were evaluated with 25 proximate biomass data from previous studies, then compared based on error value to get the best predictions. The analysis shows that Equation A predicts best in 7 biomass, B in 6 biomass, C in 6 biomass, D in 5 biomass, and E in 1 biomass.

Key words: fuel, biomass, higher heating value, error value, proximate

I. PENDAHULUAN

Energi merupakan salah satu faktor penting dalam pengembangan ekonomi dan juga sosial. Dalam 100 tahun terakhir, jumlah konsumsi energi di dunia telah meningkat sekitar 17 kali [1]. Hal ini tentu saja akan menimbulkan dampak yang sangat besar dalam berbagai sektor kehidupan. Selain itu, penggunaan bahan bakar fosil merupakan sumber utama emisi gas rumah kaca ke atmosfer dan menyebabkan peningkatan suhu permukaan bumi setiap tahunnya [2]. Dalam hal ini perlu adanya energi terbarukan sebagai pengganti bahan bakar fosil, salah satunya dengan memanfaatkan biomassa.

Biomassa adalah bahan bakar CO2 netral yang tidak mempengaruhi konsentrasi CO2 di atmosfer [3]. Selain itu kandungan sulfur dan nitrogen yang rendah, sehingga biomassa tidak menyebabkan emisi polusi seperti SO2

dan NOx yang umumnya dilepaskan setelah pembakaran [4]. Biomassa terdiri dari bahan organik yang menghasilkan beberapa bentuk energi (mekanik, termal, listrik, dll) dengan beberapa proses transformasi baik secara termal maupun kimia [5]. Bahan organik ini sangat mudah ditemui, ramah lingkungan dan memiliki nilai ekonomis karena merupakan hasil sampingan dari produk primer di antaranya berasal dari perkebunan, pertanian, hutan serta limbah di perkotaan [6,7]. Berdasarkan kriteria yang ada, biomassa menjadi salah satu bahan baku yang menarik untuk pembangkit listrik dan sebagai substitusi batubara [1,8].

Untuk memastikan potensi dan kelayakan biomassa sebagai bahan bakar yang berkualitas, diperlukan adanya analisis-analisis. Nilai kalor biomassa merupakan parameter utama dalam mengaplikasikan biomassa sebagai bahan bakar [9]. Higher heating value (HHV)

Page 6: Volume 4 Nomor 1 Juli 2020

2 Made Dirgantara - Evaluasi Prediksi Higher Heating Value (HHV) Biomassa Berdasarkan Analisis Proksimat

Risalah Fisika Vol. 4 no. 1 (2020) 1-7 ISSN 2548-9011

merupakan parameter yang mengacu pada total energi yang dilepaskan oleh satu kg bahan bakar ketika dibakar sepenuhnya. HHV suatu biomassa dapat ditingkatkan memalui beberapa proses salah satunya proses termokimia, sehingga didapatkan efisiensi pembakaran yang lebih baik [10]. HHV secara eksperimen dapat diukur dengan menggunakan bomb calorimeter [11] akan tetapi metode ini memerlukan waktu dan biaya yang tinggi. Oleh sebab itu diperlukan prediksi yang tepat, cepat, dan ekonomis [1].

Estimasi nilai kalor berdasarkan hasil analisis biomassa seperti proksimat dan ultimate dapat digunakan sebagai alternatif untuk mendapatkan akurasi prediksi yang tinggi [3]. Biaya untuk analisis proksimat lebih ekonomis dibandingkan dengan analisis ultimate, selain itu analisis proksimat merupakan parameter wajib dalam pengujian bahan bakar padat seperti kadar air dan kadar abu [9]. Oleh karena itu, dalam makalah ini dibahas evaluasi persamaan untuk memprediksi HHV biomassa berdasar-kan analisis proksimat. Prediksi nilai HHV menggunakan lima persamaan terbaik dari penelitian sebelumnya yang dievaluasi ketepatannya berdasarkan mean absolute error (MAE), average absolute error (AAE) dan average bias error (ABE). Sebanyak 25 data proksimat biomassa yang juga memiliki nilai kalor secara eksperimen didapat dari penelitian sebelumnya [12]. Data tersebut digunakan untuk mengevaluasi lima persamaan yang diperoleh sehingga didapatkan prediksi HHV biomassa terbaik.

II. METODE PENELITIAN

A. Pengumpulan Data

Pengambilan data dan persamaan estimasi dilakukan dengan metode studi literatur. Data yang diambil berasal dari jurnal penelitian sebelumnya yang bersumber dari Google scholar dan ScienceDirect. Kata kunci yang digunakan untuk penelusuran tersebut adalah estimation hhv, estimation hhv biomass, prediction hhv, prediction hhv biomass, hhv proximate, torrefaction biomass, proximate biomass dan proksimat biomassa. Dari hasil penelusuran tersebut kemudian dipilih 5 persamaan terbaru dan terbaik yang nantinya akan dievaluasi dengan 25 data proksimat biomassa

B. Estimasi Nilai HHV

Lima persamaan estimasi nilai HHV berdasarkan data proksimat yakni kadar karbon (FC), abu (AC), air (MC) dan volatile (VM) dari penelitian sebelumnya disajikan pada Tabel 1.

Tabel 1. Persamaan Estimasi Nilai Kalori Berdasarkan Analisis Proksimat

Kode Persamaan Ref. A HHV = -0,0038(-19,9812FC 1,2259 -1,0298 ×

10 -13 VM 8,0664 + 0,1026AC2,4231 - 1,2065 × 10 -7 (FC × AC4,6653) + 0,0228(FC × VM × AC) - 0,2511(VM/AC)) - 0,0478(FC/VM) + 15,7199

[9]

B HHV= 17,797+0,031 FC+0,010VM+0,155AC

[13]

C HHV = 0,1846VM + 0,3525FC [12] D HHV = 0,3451 FC - 0,0022 FC/VM +

0,1625 VM + 0,0075 AC [5]

E HHV = 0,6042 FC + 0,4083VM + 0,2442AC + 0,4107MC-25,204

[14]

C. Estimasi error

Untuk memperoleh estimasi error digunakan mean absolute error (MAE), average absolute error (AAE) dan average bias error (ABE) dengan persamaan [3, 15] MAE = (1)

AAE = × 100 (2)

ABE = × 100 (3)

Keterangan: HHV(p) = HHV prediksi HHV(e) = HHV eksperimen n = jumlah sampel

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

Data hasil studi literatur dan analisis error untuk masing-masing biomassa disajikan pada Tabel 2. Semakin rendah nilai MAE dan AAE menunjukan semakin akurat prediksi yang dilakukan di mana nilai AAE mengikuti MAE, semakin kecil MAE maka nilai AAE juga akan semakin kecil. ABE menunjukan apakah hasil prediksi yang diperoleh lebih besar (+) atau lebih kecil (-) dari nilai eksperimen [3,16].

Persamaan A oleh Dashti dkk (2019) menggunakan metode smart modeling dan korelasi yakni multilayer perceptron artificial neutral network (MLP-ANN) genetic algorithm-adaptive neuro fuzzy inference system (GA-ANFIS) differential evolution-ANFIS (DE-ANFIS), GA-radial basis function (GA-RBF), least square support vector machine (LSSVM) dan multivariate polynomial regression (MPR) [9]. Persamaan A dapat memprediksi lebih baik dibandingkan persamaan lainnya pada 7 biomassa yakni kotoran sapi, tongkol jagung, batang jagung, bambu, cabang pohon cemara, daun kelapa sawit dan jerami gandum basah.

Persamaan B oleh Xing dkk (2019) menggunakan 3 pendekatan machine learning yakni artificial neural network (ANN), support vector machine (SVM) dan random forest (RF) [13]. Persamaan B dapat memprediksi terbaik di 6 biomassa yakni tempurung kelapa, jerami padi, mahua, mikroalga, Nannochloropsis oceanica dan sekam kacang.

Persamaan C oleh Nguchhen dan Afzal (2017) membandingkan 14 persamaan yang tersedia kemudian di dapat korelasi terbaik untuk memprediksi HHV biomassa yang di torefaksi [12]. Persamaan C dapat memprediksi terbaik di 6 biomassa yakni Chlorella sp, cangkang biji palm, biji marula, batang karet, limbah makanan dan limbah teh.

Persamaan D oleh Estiati dkk (2016) menggunakan artificial neural network (ANN) dan korelasi empiris

Page 7: Volume 4 Nomor 1 Juli 2020

Made Dirgantara - Evaluasi Prediksi Higher Heating Value (HHV) Biomassa Berdasarkan Analisis Proksimat 3

Risalah Fisika Vol. 4 no. 1 (2020) 1-7 ISSN 2548-9011

dalam memprediksi HHV biomassa [5]. Persamaan D dapat memprediksi terbaik di 5 biomassa yakni biji buah zaitun, jerami gandum, willow, limbah kayu dan rumput.

Persamaan E oleh Kwaghger dkk (2017) menggunakan multipel regresi yang dievaluasi dengan reglin di SCILAB environment [14]. Persamaan E terbaik di satu biomassa yakni kayu cemara. Walau tidak terbaik dalam

perhitungan biomassa lainnya, tetapi berdasarkan hasil estimasi error, persamaan tersebut juga memiliki error yang kecil di 9 biomassa yakni tempurung kelapa, kotoran sapi, tongkol jagung, jerami padi, batang jagung, biji buah zaitun, cangkang biji palm, daun kelapa sawit dan jerami gandum basah.

Tabel 2. Estimasi Prediksi dan Error Nilai Kalori Biomassa

Biomassa FC (%)

AC (%)

MC (%)

VM (%)

HHV eks.

(MJ/kg) Kode

HHV pre.

(MJ/kg) MAE AAE (%) ABE (%)

Kayu cemara 12,79 2,1 20 65,1 17,94 A 17,4801 0,4699 0,0262 -0,0262

[17] 17,95 B 18,5191 0,5691 0,0317 0,0317

17,95 C 16,6557 1,2943 0,0721 -0,0721

17,95 D 15,0095 2,9405 0,1638 -0,1638

17,95 E, 17,8350 0,1151 0,0064 -0,0064

Mahua 5,4 2 8,6 84 21,59 A 16,2763 5,3137 0,2461 -0,2461

[18] 21,59 B 18,4944 3,0956 0,1434 -0,1434

21,59 C 17,4639 4,1261 0,1911 -0,1911

21,59 D 15,5284 6,0616 0,2808 -0,2808

21,59 E 16,3763 5,2137 0,2415 -0,2415

Batang karet 13,5 5,85 56,7 80,7 19,74 A 16,9904 2,7496 0,1393 -0,1393

[19] 19,74 B 18,1153 1,6248 0,0823 -0,0823

19,74 C 19,7817 0,0417 0,0021 0,0021

19,74 D 17,8080 1,9320 0,0979 -0,0979

19,74 E 40,5974 20,8574 1,0566 1,0566

Bambu 12,85 6,75 0 63,5 17,32 A 16,9390 0,3811 0,0220 -0,0220

[17] 17,32 B 19,8770 2,5570 0,1476 0,1476

17,32 C 16,2591 1,0609 0,0613 -0,0613

17,32 D 14,8100 2,5100 0,1449 -0,1449

17,32 E 10,1517 7,1683 0,4139 -0,4139

Willow 16,05 2,77 0 78,9 18,37 A 17,7102 0,6598 0,0359 -0,0359

[17] 18,37 B 19,5130 1,1430 0,0622 0,0622

18,37 C 20,2244 1,8544 0,1009 0,1009

18,37 D 18,3821 0,0121 0,0007 0,0007

18,37 E 17,3888 0,9812 0,0534 -0,0534

Limbah kayu 19,09 7,37 0 73,5 19,27 A 17,5933 1,6767 0,0870 -0,0870

[20] 19,27 B 20,2665 0,9965 0,0517 0,0517

19,27 C 20,3047 1,0347 0,0537 0,0537

19,27 D 18,5929 0,6771 0,0351 -0,0351

19,27 E 18,1563 1,1137 0,0578 -0,0578

Cabang pohon cemara

12,01 2,87 0 69,2 17,75 A 17,1219 0,6281 0,0354 -0,0354

17,75 B 19,3959 1,6459 0,0927 0,0927

[21] 17,75 C 17,0023 0,7477 0,0421 -0,0421

17,75 D 15,4059 2,3441 0,1321 -0,1321

17,75 E 10,9954 6,7546 0,3805 -0,3805

Page 8: Volume 4 Nomor 1 Juli 2020

4 Made Dirgantara - Evaluasi Prediksi Higher Heating Value (HHV) Biomassa Berdasarkan Analisis Proksimat

Risalah Fisika Vol. 4 no. 1 (2020) 1-7 ISSN 2548-9011

Tongkol jagung 12,11 6,51 10 71,4 16,73 A 16,8135 0,0834 0,0050 0,0050

[17] 16,73 B 17,8772 1,1472 0,0686 0,0686

16,73 C 17,5666 0,8366 0,0500 0,0500

16,73 D 15,8269 0,9031 0,0540 -0,0540

16,73 E 16,9541 0,2241 0,0134 0,0134

Jerami 17,5 2,8 0 79,7 18,8 A 17,9300 0,8700 0,0463 -0,0463

[22] 18,8 B 18,7025 0,0975 0,0052 -0,0052

18,8 C 21,0564 2,2564 0,1200 0,1200

18,8 D 19,0110 0,2110 0,0112 0,0112

18,8 E 18,5948 0,2052 0,0109 -0,0109

Batang jagung 16,02 7,19 0 76,8 16,55 A 17,1836 0,6336 0,0383 0,0383

16,55 B 17,9471 1,3971 0,0844 0,0844

[21] 16,55 C 19,9827 3,4327 0,2074 0,2074

16,55 D 18,0603 1,5103 0,0913 0,0913

16,55 E 17,5844 1,0344 0,0625 0,0625

Jerami gandum kering

33,52 9,62 0 56,9 21,73 A 19,6426 2,0874 0,0961 -0,0961

21,73 B 17,9135 3,8165 0,1756 -0,1756

[23] 21,73 C 22,6455 0,9155 0,0421 0,0421

21,73 D 20,8767 0,8533 0,0393 -0,0393

21,73 E 20,6098 1,1202 0,0515 -0,0515

Rumput 14,3 23,5 0 62,2 15,4 A 15,0783 0,3217 0,0209 -0,0209

[22] 15,4 B 22,5048 7,1048 0,4614 0,4614

15,4 C 16,5229 1,1229 0,0729 0,0729

15,4 D 15,2182 0,1818 0,0118 -0,0118

15,4 E 14,5710 0,8290 0,0538 -0,0538

Daun kelapa sawit 14,14 0,68 0 85,2 14,14 A 17,7136 3,5736 0,2527 0,2527

[24] 14,14 B 19,1925 5,0525 0,3573 0,3573

14,14 C 20,7086 6,5686 0,4645 0,4645

14,14 D 18,7262 4,5862 0,3243 0,3243

14,14 E 18,2844 4,1444 0,2931 0,2931

Sekam kacang 20,53 0,15 0 79,3 19,16 A 19,2760 0,1160 0,0061 0,0061

[16] 19,16 B 19,2499 0,0899 0,0047 0,0047

19,16 C 21,8793 2,7193 0,1419 0,1419

19,16 D 19,9750 0,8150 0,0425 0,0425

19,16 E 19,6232 0,4632 0,0242 0,0242

Jerami gandum basah

9,2 7 7,1 76,7 16,5 A 16,6064 0,1064 0,0064 0,0064

16,5 B 19,9342 3,4342 0,2081 0,2081

[21] 16,5 C 17,4018 0,9018 0,0547 0,0547

16,5 D 15,6909 0,8091 0,0490 -0,0490

16,5 E 16,2966 0,2034 0,0123 -0,0123

Tempurung kelapa 15,58 7,78 12,86 63,8 17,66 A 17,1901 0,4699 0,0266 -0,0266

[17] 17,66 B 17,7117 0,0517 0,0029 0,0029

17,66 C 17,4179 0,2421 0,0137 -0,0137

17,66 D 15,7955 1,8645 0,1056 -0,1056

17,66 E 17,4241 0,2359 0,0134 -0,0134

Cangkang biji palm 18,7 0,84 10 70,5 20,1 A 18,4425 1,6575 0,0825 -0,0825

Page 9: Volume 4 Nomor 1 Juli 2020

Made Dirgantara - Evaluasi Prediksi Higher Heating Value (HHV) Biomassa Berdasarkan Analisis Proksimat 5

Risalah Fisika Vol. 4 no. 1 (2020) 1-7 ISSN 2548-9011

20,1 B 18,9515 1,1485 0,0571 -0,0571

[25] 20,1 C 19,7931 0,3070 0,0153 -0,0153

20,1 D 17,9153 2,1847 0,1087 -0,1087

20,1 E 19,1918 0,9082 0,0452 -0,0452

Kotoran sapi 15.46 21.41 48 15.1 16,78 A 16,7749 0,0051 0,0003 -0,0003

[17] 16,78 B 15,1090 1,6710 0,0996 -0,0996

16,78 C 8,3972 8,3828 0,4996 -0,4996

16,78 D 7,9522 8,8278 0,5261 -0,5261

16,78 E 15,2564 1,5236 0,0908 -0,0908

Limbah makanan 7,19 16,89 0 75,9 17,45 A 15,4073 2,0427 0,1171 -0,1171

[20] 17,45 B 21,3970 3,9470 0,2262 0,2262

17,45 C 16,5493 0,9007 0,0516 -0,0516

17,45 D 14,9447 2,5053 0,1436 -0,1436

17,45 E 14,2629 3,1871 0,1826 -0,1826

Limbah teh 7,19 16,89 0 75,9 17,45 A 15,4073 2,0427 0,1171 -0,1171

[16] 17,45 B 21,3970 3,9470 0,2262 0,2262

17,45 C 16,5493 0,9007 0,0516 -0,0516

17,45 D 14,9447 2,5053 0,1436 -0,1436

17,45 E 14,2629 3,1871 0,1826 -0,1826

Biji Marula 15,8 5,1 17,1 79,1 20,4 A 17,3906 3,0094 0,1475 -0,1475

[19] 20,4 B 18,2873 2,1127 0,1036 -0,1036

20,4 C 20,3294 0,0706 0,0035 -0,0035

20,4 D 18,3441 2,0559 0,1008 -0,1008

20,4 E 24,9073 4,5073 0,2209 0,2209

Biji buah zaitun 32,8 1,7 0 63,9 22,4 A 20,9003 1,4997 0,0670 -0,0670

[21] 22,4 B 19,1893 3,2107 0,1433 -0,1433

22,4 C 23,6859 1,2859 0,0574 0,0574

22,4 D 21,7147 0,6854 0,0306 -0,0306

22,4 E 21,1193 1,2807 0,0572 -0,0572

Nannochloropsis Oceanica

2,29 14,23 2,98 80,5 21 A 15,4638 5,5522 0,2642 -0,2642

[26] 21 B 16,4673 4,5487 0,2164 -0,2164

21 C 15,6904 5,3256 0,2534 -0,2534

21 D 13,9782 7,0378 0,3349 -0,3349

21 E 13,7466 7,2694 0,3459 -0,3459

Microalgae 18,7 0,84 10 70,5 19,99 A 14,6900 5,3000 0,2651 -0,2651

[18] 19,99 B 14,7684 5,2217 0,2612 -0,2612

19,99 C 14,1611 5,8289 0,2916 -0,2916

19,99 D 12,8668 7,1232 0,3563 -0,3563

19,99 E 13,1298 6,8603 0,3432 -0,3432

Chlorella sp 7,25 4,52 2,65 85,6 22 A 16,3370 5,6750 0,2578 -0,2578

[25] 22 B 18,1770 3,8351 0,1742 -0,1742

22 C 18,4262 3,5858 0,1629 -0,1629

22 D 16,4424 5,5696 0,2530 -0,2530

22 E 16,3109 5,7011 0,2590 -0,2590

Jika dilihat dari keseluruhan hasil analisis error, persamaan A memiliki nilai MAE dan AAE terkecil

yakni 1,8870 dan 0,0926 dengan bias + seperti ditunjukkan pada Tabel 3, sehingga persamaan tersebut

Page 10: Volume 4 Nomor 1 Juli 2020

6 Made Dirgantara - Evaluasi Prediksi Higher Heating Value (HHV) Biomassa Berdasarkan Analisis Proksimat

Risalah Fisika Vol. 4 no. 1 (2020) 1-7 ISSN 2548-9011

lebih direkomendasikan untuk digunakan dalam memprediksi nilai HHV biomassa baru yang belum diketahui nilai HHV berdasarkan data analisis proksimat.

Tabel 3. Nilai Error Kelima Persamaan

Kode Persamaan MAE AAE (%) ABE (%)

A 1,8770 0,0926 -0,0689 B 2,6368 0,1395 0,0226 C 2,2297 0,1231 -0,0132 D 2,6683 0,1378 -0,1057 E 3,2726 0,1720 -0,0435

IV. SIMPULAN

Kelima persamaan prediksi HHV berdasarkan data proksimat yang dievaluasi memiliki keunggulan masing-masing bergantung pada biomassa yang diprediksi. Dari 25 biomassa persamaan A terbaik dalam memprediksi HHV untuk 7 biomassa (kotoran sapi, tongkol jagung, batang jagung, bambu, cabang pohon cemara, daun kelapa sawit dan jerami gandum basah), B untuk 6 biomassa (tempurung kelapa, jerami padi, mahua, mikroalga, Nannochloropsis oceanica dan sekam kacang), C untuk 6 biomassa (Chlorella sp, cangkang biji palm, biji marula, batang karet, limbah makanan dan limbah teh), D untuk 5 biomassa (biji buah zaitun, jerami gandum, willow, limbah kayu dan rumput) dan E untuk 1 biomassa (kayu cemara).

UCAPAN TERIMA KASIH Terimakasih kepada Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS) yang telah mendukung presentasi artikel ini melalui Seminar Nasional Sains dan Teknologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Palangka Raya yang dilanjukan publikasi di Jurnal Risalah Fisika.

PUSTAKA

1. E. Akkaya, “ANFIS based prediction model for biomass heating value using proximate analysis components,” Fuel 180 (2016) 687–693, doi: 10.1016/j.fuel.2016.04. 112.

2. J. Blunden dan D. S. Arndt, “State of the Climate in 2018,” Bull. Am. Meteorol. Soc. 100 (2019) S1-S306, doi: 10.1175/2019BAMSStateoftheClimate.1.

3. A. Özyuğuran, S. Yaman, dan S. Küçükbayrak, “Prediction of calorific value of biomass based on elemental analysis,” Int. Adv. Res. Eng. J. 2 (2018) 2.

4. N. Yaacob, N. A. Rahman, S. Matali, S. S. Idris, dan A. B. Alias, “An overview of oil palm biomass torrefaction: Effects of temperature and residence time,” IOP Conf. Ser. Earth Environ. Sci., 36 (2016) 0120381, doi: 10.1088/1755-1315/36/1/012038

5. I. Estiati, F. B. Freire, J. T. Freire, R. Aguado, dan M. Olazar, “Fitting performance of artificial neural networks and empirical correlations to estimate higher heating values of biomass,” FUEL 180 (2016) 377–383, doi: 10.1016/j.fuel.2016.04.051.

6. R. Alamsyah, N. C. Siregar, dan F. Hasanah, “Peningkatan Nilai Kalor Pellet Biomassa Cocopeat sebagai Bahan Bakar Terbarukan dengan Aplikasi Torefaksi,” War. Ind. Has. Pertan. 33 (2018) 17–23, doi: 10.32765/warta ihp.v33i01. 3813.

7. A. Ozyuguran, A. Akturk, dan S. Yaman, “Optimal use of condensed parameters of ultimate analysis to predict the calorific value of biomass,” Fuel 214 (2018) 640–646, doi: 10.1016/j.fuel.2017.10.082.

8. M. Asadullah, A. M. Adi, N. Suhada, N. H. Malek, M. I. Saringat, dan A. Azdarpour, “Optimization of palm kernel shell torrefaction to produce energy densified bio-coal,” Energy Convers. Manag. 88 (2014) 1086–1093, doi: 10. 1016/j.enconman.2014.04.071.

9. A. Dashti, A. S. Noushabadi, M. Raji, A. Razmi, S. Ceylan, dan A. H. Mohammadi, “Estimation of biomass higher heating value (HHV) based on the proximate analysis: Smart modeling and correlation,” Fuel 257 (2019) 115931, doi: 10.1016/j.fuel.2019.115931.

10. J. Xing, K. Luo, H. Wang, Z. Gao, dan J. Fan, “A comprehensive study on estimating higher heating value of biomass from proximate and ultimate analysis with machine learning approaches,” Energy 188 (2019) 116077, doi: 10. 1016/j.energy.2019.116077.

11. M. Dirgantara, Karelius, B. T. Cahyana, K. G. Suastika, dan A. R. Akbar, “Effect of Temperature and Residence Time Torrefaction Palm Kernel Shell On The Calorific Value and Energy Yield,” J. Phys. Conf. Ser. 1428 (2020) 012010, doi: 10.1088/1742-6596/1428/1/012010.

12. D. R. Nhuchhen dan M. T. Afzal, “HHV Predicting Correlations for Torrefied Biomass Using Proximate and Ultimate Analyses,” Bioengineering 4 (2017) 1-15, doi: 10.3390/bioengineering4010007.

13. J. Xing, K. Luo, H. Wang, Z. Gao, dan J. Fan, “A comprehensive study on estimating higher heating value of biomass from proximate and ultimate analysis with machine learning approaches,” Energy 188 (2019) 116077, doi: 10.1016/j.energy.2019.116077.

14. A. Kwaghger, L. A. Enyejoh, dan H. A. Iortyer, “The development of equations for estimating high heating values from proximate and ultimate analysis for some selected indigenous fuel woods,” Eur. J. Eng. Technol 5 (2017) 21–33.

15. D. R. Nhuchhen dan P. Abdul Salam, “Estimation of higher heating value of biomass from proximate analysis: A new approach,” Fuel 99 (2012) 55–63, doi: 10.1016/j.fuel. 2012.04.015.

16. A. Özyuğuran dan S. Yaman, “Prediction of Calorific Value of Biomass from Proximate Analysis,” Energy Procedia 107 (2017) 130–136, doi: 10.1016/j.egypro.2016.12.149.

17. G. Pahla, T. A. Mamvura, F. Ntuli, dan E. Muzenda, “Energy densification of animal waste lignocellulose biomass and raw biomass,” South Afr. J. Chem. Eng. 24, (2017) 168–175, doi: 10.1016/j.sajce.2017.10.004.

18. K. N. Dhanavath, S. Bankupalli, S. K. Bhargava, dan R. Parthasarathy, “An experimental study to investigate the effect of torrefaction temperature on the kinetics of gas generation,” J. Environ. Chem. Eng. 6 (2018) 3332–3341, doi: 10.1016/j.jece.2018.05.016.

19. T. A. Mamvura, G. Pahla, dan E. Muzenda, “Torrefaction of waste biomass for application in energy production in South Africa,” South Afr. J. Chem. Eng. 25 (2018) 1–12, doi: 10.1016/j.sajce.2017.11.003.

20. N. Asma dkk., “ScienceDirect ScienceDirect Torrefaction of Municipal Solid Waste in Malaysia Assessing the feasibility of using the heat demand-outdoor temperature function for a long-term district heat demand forecast,” Energy Procedia 138 (2017) 313–31, doi: 10.1016/j.egypro.2017.10.106.

21. D. R. Nhuchhen dan P. Abdul Salam, “Estimation of higher heating value of biomass from proximate analysis: A new approach,” Fuel 99 (2012) 55–63, doi: 10.1016/j.fuel.2012 .04.015.

Page 11: Volume 4 Nomor 1 Juli 2020

Made Dirgantara - Evaluasi Prediksi Higher Heating Value (HHV) Biomassa Berdasarkan Analisis Proksimat 7

Risalah Fisika Vol. 4 no. 1 (2020) 1-7 ISSN 2548-9011

22. S. Kieseler, Y. Neubauer, dan N. Zobel, “Ultimate and proximate correlations for estimating the higher heating value of hydrothermal solids,” Energy Fuels 27 (2013) 908–918, doi: 10.1021/ef301752d.

23. Q. V. Bach, H. R. Gye, D. Song, dan C. J. Lee, “High quality product gas from biomass steam gasification combined with torrefaction and carbon dioxide capture processes,” Int. J. Hydrog. Energy 44 (2019) 14387–14394, doi: 10.1016/j.ijhydene.2018.11.237.

24. F. Razil, A. Abdul, S. Saleh, N. Asma, dan F. Abdul, "Estimation of Higher Heating Value of Torrefied Palm Oil

Wastes from Proximate Analysis," Energy Procedia 138 (2017) 307–312, doi: 10.1016/j.egypro.2017.10.102.

25. Y. Uemura, S. Saadon, N. Osman, N. Mansor, dan K. Tanoue, “Torrefaction of oil palm kernel shell in the presence of oxygen and carbon dioxide,” Fuel 144 (2015) 171–179, doi: 10.1016/j.fuel.2014.12.050.

26. C. Zhang, C. Wang, G. Cao, W. H. Chen, dan S. H. Ho, “Comparison and characterization of property variation of microalgal biomass with non-oxidative and oxidative torrefaction,” Fuel 246 (2019) 375–385, doi: 10.1016/ j.fuel.2019.02.139.

Page 12: Volume 4 Nomor 1 Juli 2020

8 SFN 2020

Risalah Fisika Vol. 2 no. 2 (2017) 8 ISSN 2548-9011

Ikuti perkembangannya di http://ictap.unram.ac.id

Page 13: Volume 4 Nomor 1 Juli 2020

ISSN 2548-9011 Risalah Fisika Vol. 4 no. 1 (2020) 9-13

9

Pengaruh Variasi Waktu Paparan Gelombang Ultrasonik dalam Mengurangi Jumlah Bakteri coliform pada Sampel Air Sungai Kahayan(masuk/received 10 Januari 2020, diterima/accepted 13 April 2020))Effect of Ultrasonic Waves Exposure Time Variation in Reducing theNumber of Coliform Bacteria in Kahayan River Water Samples

Neny Kurniawati1, Kerelius2, Siti Sunariyati3, Luqman Hakim1, Dyah Ayu Pramoda Wardani2, Widya Krestina3, Dwi Tyas Setiawan1, Ferry Purwanto2, Diah K. Fatmala3

1Program Studi Fisika, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Palangka Raya 2Program Studi Kimia, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Palangka Raya3Program Studi Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Palangka RayaPalangka Raya 73112, [email protected] https://doi.org/10.35895/rf.v4i1.168

Abstrak – Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji pengaruh waktu paparan gelombang ultrasonik terhadap pengurangan jumlah koloni bakteri coliform pada sampel air sungai Kahayan. Pengambilan sampel air sungai dilakukan dengan teknik Grab Sampling menggunakan alat Kemmerer Sampler. Sampel air yang didapatkan diberikan paparan gelombang ultrasonik secara langsung, tanpa merubah kondisi lingkungan awal. Waktu paparan divariasikan pada 1 jam, 2 jam, 3 jam, 4 jam, dan 5 jam dengan frekuensi 40 kHz untuk memperoleh data waktu optimum. Uji coliform dilakukan dengan metode MPN, dengan tahapan uji pendugaan, uji penegasan, dan perhitungan koloni. Hasil uji MPN 24 jam setelah paparan menunjukkan bahwa penggunaan ultrasonik sebagai antibateri dapat optimum ketika diberikan paparan dengan waktu 3 jam, dengan efisiensi 96%.

Kata kunci: antibakteri, coliform, ultrasonik, water treatment, sungai Kahayan

Abstract – This study aims to examine the effect of ultrasonic wave exposure time on reducing the number of coliform bacterial colonies in the Kahayan river water samples. River water sampling is done using the Grab Sampling technique using the Kemmerer Sampler tool. The water samples obtained were given direct ultrasonic wave exposure, without changing the initial environmental conditions. The exposure time is varied in 1 hour, 2 hours, 3 hours, 4 hours and 5 hours with a frequency of 40 kHz to obtain optimum time data. Coliform test was carried out by the MPN method, with the stages of the estimation test, affirmation test, and colony calculation. The MPN test results 24 hours after exposure showed that the use of ultrasonic as an antibody can be optimum when given exposure with a time of 3 hours, with an efficiency of 96%.

Keywords : antibakterial, coliform, ultrasonic, water treatment, Kahayan river

I. PENDAHULUANAir merupakan kebutuhan yang sangat penting bagi manusia, dan merupakan habitat yang sangat mudah tercemar oleh berbagai faktor. Dewasa ini keberadaan kebersihan air permukaan di Indonesia sudah sangat mengkhawatirkan, berdasarkan data Badan Pusat Statistik Indonesia 75% sungai di Indonesia dalam status tercemar berat, demikian juga dengan air Sungai Kahayan pada tahun 2008 sudah terkategori tercemar berat [1]. Salah satu penyebab tercemarnya air adalah kontaminasi air limbah oleh bakteri patogen dan bakteri resisten yang bersikap kondusif terhadap penyebaran penyakit bakteri dan virus. Air yang terkontaminasi ini terutama karena polusi tinja, tetapi juga karena polusi industri.

Pencegahan yang paling penting untuk mengatasi kontaminasi air adalah dengan cara mengontrol air limbah. Beberapa metode telah digunakan untuk mengu-rangi bakteri patogen, seperti menggunakan bahan kimia

(antibiotik) [2], proses fisika [3], dan teknik fisika-kimia (proses membran) [4,5]. Namun, resistensi bakteri terhadap antibiotik telah terjadi secara cepat, resistensi ini merupakan faktor utama yang mempersulit terapi infeksi.

Salah satu metode untuk membunuh bakteri coliform dapat dilakukan dengan pemberian gelombang ultrasonik pada sampel air. Penelitian tentang penggunaan gelombang ultrasonik untuk membunuh bakteri pernah dilakukan oleh Zhou, dkk pada tahun 2009 untuk membunuh bakteri E. coli pada daun bayam selama 0-4menit, pemberian treatment gelombang ultrasonik memberikan dampak signifikan terhadap menurunnya jumlah koloni bakteri pada bayam [6]. Selain itu terdapat pemanfaatan gelombang ultrasonik untuk mengurangi jumlah Salmonella typhimurium pada susu, pengkajian efek gelombang ultrasonik pada air kaldu sapi, dan mengontrol mikroba pada air [7-12].

Page 14: Volume 4 Nomor 1 Juli 2020

10 Neny Kurniawati - Pengaruh Variasi Waktu Paparan Gelombang Ultrasonik dalam Mengurangi Jumlah Bakteri...

Risalah Fisika Vol. 4 no. 1 (2020) 9-13ISSN 2548-9011

Pemanfaatan gelombang ultrasonik sebagai antibakteri coliform yang dilakukan dalam penelitian ini telah diawali dengan penelitian tentang rancang bangun sistem pembangkit gelombang ultrasonik sebagai metode alternatif menurunkan jumlah bakteri E. coli pada proses penjernihan air. Penelitian yang dilaksanakan oleh Suastika, Martani, dan Hartanto pada tahun 2015 dilakukan dengan menguji pemberian gelombang ultrasonik pada sampel air Sungai Kahayan denganmemvariasikan frekuensi kerja hingga 28 kHz dan dilaporkan bahwa pada paparan gelombang ultrasonik dengan frekuensi 27,6 kHz didapakan hasil optimum untuk membunuh bakteri E.coli dengan presentase sebesar 37,8% [13].

Berdasarkan hal tersebut dalam penelitian ini dikaji mengenai penggunaan paparan ultrasonik sebagai antibakteri pada air Sungai Kahayan. Keuntungan yang diharapkan dari metode ini adalah proses pengolahan air dan limbah cair dapat menghasilkan air dengan kualitas yang lebih baik. Tujuan penelitian ini adalah, mengetahui pengaruh paparan ultrasonik sebagai antibakteri coliformpada air Sungai Kahayan.

II. LANDASAN TEORI

Gelombang ultrasonik merupakan gelombang bunyi yang frekuensinya berada di atas ambang frekuensi audio, atau lebih besar dari 20 kHz. Gelombang bunyi sendiri merupakan jenis gelombang longitudinal yang merambat melalui berbagai jenis medium dengan kelajuan yang dipengaruhi oleh jenis medium tersebut. Kelajuan gelombang bunyi di dalam medium perantara bergantung pada kompresibilitas dan kerapatan medium. Jika mediumnya adalah cairan atau gas yang modulus bulk-nya adalah B (N/m2) dan kerapatan (kg/m3), maka kelajuan gelombang bunyi pada medium tersebut adalah,

v dalam satuan m/s. Kelajuan bunyi juga bergantung pada suhu medium, untuk bunyi yang merambat pada medium air, hubungan antara kelajuan bunyi dengan suhunya adalah

dengan 1493 m/s adalah kelajuan bunyi di air pada suhu 25°C, dan TC adalah suhu air dalam derajat Celcius [14].

Gelombang ultrasonik dapat dibangkitkan melalui transduser piezoelektrik seperti tweeter speaker, atau menggunakan transduser feroelektrik. Pola perambatan gelombang ultrasonik menyebar dengan sudut sebaran yang berbanding terbalik dengen frekuensi kerja (Gambar 1). Gelombang ultrasonik sebagai antibakteri memanfaat-kan prinsip kerja transduser ultrasonik. Transduser ultrasonik – yang terdiri dari bagian pengirim dan penerima – bekerja dengan prinsip yang mirip dengan sonar yang mengevaluasi atribut target dengan mengin-terpretasikan gema dari audio. Transduser ultrasonikmenghasilkan gelombang suara dengan frekuensi tinggi

dan mengevaluasi gema yang diterima kembali oleh perangkat ultrasonik [13].

Gambar 1. Pola Sebaran Gelombang Ultrasonik

Penelitian tentang potensi ultrasonik untuk membunuh microba telah dimulai pada tahun 1960-an, setelah ditemukan bahwa gelombang bunyi yang dihasilkan oleh sonar kapal dapat membunuh ikan. Melalui proses sonikasi, gelombang longitudinal yang dihasilkan oleh gelombang bunyi berinteraksi dengan medium cair, sehingga menghasilkan daerah kompresi dan ekspansi yang mengakibatkan terjadinya perubahan tekanan dan terbentuk gas dalam medium tersebut. Gelembung dari gas ini memiliki permukaan yang terus membesar selama siklus ekspansi, yang meningkatkan difusi gas, dan menyebabkan gelembung terus meluas. Suatu titik tercapai di mana energi ultrasonik yang disediakan tidak cukup untuk mempertahankan fase uap dalam gelem-bung; oleh karena itu, kondensasi terjadi dengan cepat. Molekul-molekul kental bertabrakan keras, menciptakan gelombang kejut. Gelombang kejut ini menciptakan daerah dengan suhu dan tekanan yang sangat tinggi, mencapai hingga 5.500 ºC dan 50.000 kPa. Perubahan tekanan yang dihasilkan dari peristiwa ini adalah efek utama ultrasonik pada bakteri. Zona panas ini dapat membunuh beberapa bakteri, akan tetapi keadaanya terlokalisir dan tidak dapat mempengaruhi area yang cukup luas [15].

Zhou, dkk pada tahun 2009 melakukan penelitian pemanfaatan gelombang ultrasonik untuk membunuh bakteri E. coli pada daun bayam selama 0-4 menit, pemberian perlakuan gelombang ultrasonik memberikan dampak signifikan terhadap menurunnya jumlah koloni bakteri pada daun bayam dibandingkan dengan daun bayam yang hanya diberi perlakuan dicuci dengan air saja[6]. Studi lain menggambarkan bahwa perlakuan kombinasi sonikasi gelombang ultrasonik dan perlakuan panas pada cairan akan berdampak sangat efektif pada berkurangnya jumlah koloni bakteri E. coli pada susu [16].

Studi lain menggambarkan bahwa perlakuan kombinasi sonikasi gelombang ultrasonik dan perlakuan panas pada cairan akan berdampak sangat efektif pada berkurangnya jumlah koloni bakteri E. coli pada susu. Sonikasi gelombang ultrasonik saja sebenarnya sudah memberikan efek inaktivasi pada bakteri, dan setelah dikombinasikan dengan perlakuan panas berdampak lebih signifikan terhadap menurunnya jumlah bakteri dalam susu. Penelitian menunjukkan bahwa semakin lama waktu sonikasi gelombang ultrasonik, maka jumlah bakteri pada susu akan semakin berkurang, sementara pada proses

Page 15: Volume 4 Nomor 1 Juli 2020

11 Neny Kurniawati - Pengaruh Variasi Waktu Paparan Gelombang Ultrasonik dalam Mengurangi Jumlah Bakteri...

Risalah Fisika Vol. 4 no. 1 (2020) 9-13ISSN 2548-9011

sonikasi dengan waktu yang lebih singkat jumlah bakteri lebih banyak [16].

III. METODE PENELITIAN/EKSPERIMEN

3.1 Instrumen dan Bahan

Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah: 1. Kemmerer Sampler digunakan dalam pengambilan

sampel air.2. Pembangkit sinyal (signal generator) digunakan

sebagai penghasil gelombang frekuensi tinggi.3. Speaker tweeter ultrasonik sebagai tranduser

gelombang ultrasonik.4. Autoclave, inkubator, laminar air flow, tabung

reaksi, tabung durham, kawat inokulasi, erlenmeyer, spritus, mikroskop dan botol, colony counter(digunakan dalam proses pengujian koloni bakteri).

Adapun bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah alkohol, kapas, serta media: Lactosa Broth (LB), Brilliant Green Lactosa Bile (BGLB), Eosin Methilen Blue (EMB).

3.2 Metode

Metode Penlitian di bagi menjadi 3 tahapan, yaitu: pengambilan sampel air Sungai Kahayan, sonikasi dengan menggunakan ultrasonik, dan penghitungan jumlah koloni bakteri.

3.1.1 Pengambilan Sampel

Pengambilan sampel air menggunakan teknik Grab Sampling menggunakan alat Kemmerer Sampler. Sampel diambil dari air Sungai Kahayan, dengan titik pengambilan sampel dengan memperhitungkan kedalaman sungai, lebar sungai, dan debit air. Sungai Kahayan memiliki kedalaman 7 m, lebar 500 m, debit air terbesar 2.716 m3/detik dan debit air terkecil 26,30 m3/detik. Pengambilan sampel air Sungai Kahayan dilaksanakan pada bulan Juni 2019. Berdasarkan data tersebut, maka pengambilan sampel air Sungai Kahayan dilakukan pada titik lebar 375 m dan kedalaman Sungai Kahayan pada titik 1,4 m.

Tahapan pengambilan sampel adalah sebagai berikut:1. Peralatan yang digunakan dalam pengambilan sampel

disterilisasi terlebih dahulu sebelum digunakan.2. Sebelum pengambilan sampel, tangan diaseptik

terlebih dahulu dengan menggunakan alkohol 70%.3. Buka botol sampel dari kertas pelindung (dibuka

sampai setengah saja untuk menghindarikontaminasi).

4. Mengisi botol dengan sampel air hingga ¾ botol.5. Lalu ditutup kembali.6. Seluruh proses pengambilan dilakukan secara aseptis

(bebas dari infeksi).

3.1.2 Sonikasi Menggunakan Gelombang Ultrasonik

Pada tahapan ini sampel air Sungai Kahayan akan diberi perlakukan dengan gelombang ultrasonik. Tahapan sonikasi adalah sebagai berikut:

1. Gelombang ultrasonik dibangkitkan menggunakan speaker tweeter piezo dengan frekuensi 40 kHz. Pengaktifan pengoperasian speaker menggunakan pembangkit gelombang ultrasonik (signal generator).

2. Sampel air Sungai Kahayan dimasukkan ke dalam wadah yang bagian atasnya diletakkan speaker piezo (Gambar 2) dengan memvariasi waktu paparan dimulai dengan 1 jam paparan.

Gambar 2. Proses Sonikasi Air Sungai Kahayan.

3. Proses sonikasi diulang untuk waktu 2 jam, 3 jam, 4 jam, dan 5 jam.

3.1.3 Pemeriksaan Jumlah Koloni Bakteri coliform

Sampel air yang telah diberi perlakukan untrasonik kemudian diperiksa jumlah koloni bakteri coliform,sebagai kontrol diperiksa pula koloni bakteri pada sampel tanpa perlakuan. Pemeriksaan coliform dibagi menjadi 2 tahapan, yaitu pemeriksaan kuantitatif dan pemeriksaan kualitatif.

3.1.3.1 Pemeriksaan Kuantitatif

A. Uji Pendugaan

Uji pendugaan merupakan uji spesifik untuk deteksibakteri coliform, ini merupakan tes pendahuluan tentangada tidaknya kehadiran bakteri coliform berdasarkanterbentuknya asam dan gas yang disebabkan karenafermentasi laktosa oleh bakteri golongan coli. Metode yang digunakana dalah metode Most Probable Number(MPN) seri 3 tabung. Prinsip dari metode MPN yaitumenghitung jumlah perkiraan terdekat melalui uji penduga.

Prosedur uji pendugaan adalah sebagai berikut:1. Menyiapkan tabung reaksi yang telah berisi tabung

durham, dengan posisi mulut terbalik atau menghadapke dasar tabung reaksi.

2. Membuat media Lactosa Broth Single Strength (LBSS) sebanyak 60 ml dan media Lactosa Broth Double Strength (LBDS) 30 ml

3. Memasukkan larutan LBSS ke dalam 6 tabung reaksidengan menggunakan pipet volume, 10 ml tiaptabung.

4. Memasukkan larutan LBDS ke dalam 3 tabung reaksidengan menggunakan pipet volume, 10 ml tiaptabung.

Page 16: Volume 4 Nomor 1 Juli 2020

12 Neny Kurniawati - Pengaruh Variasi Waktu Paparan Gelombang Ultrasonik dalam Mengurangi Jumlah Bakteri...

Risalah Fisika Vol. 4 no. 1 (2020) 9-13ISSN 2548-9011

5. Media pada tabung reaksi disterilisasi denganautoclave

6. Mengambil sampel air sebanyak 10 ml menggunakan pipet, memasukkan dalam 3 tabung reaksi yang telahberisi larutan LBDS

7. Mengambil sampel air sebanyak 1 ml menggunakan pipet, memasukkan ke dalam 3 tabung reaksi yang telah berisilarutan LBSS

8. Mengambil sampel air sebanyak 0.1 ml menggunakan pipet, memasukkan kedalam 3 tabung reaksi yang telah berisi larutan LBSS.

9. Seluruh tabung diinkubasi selama 24 jam sampaidengan 48 jam (Apabila pada inkubasi 1 × 24 jam hasilnya negatif, maka dilanjutkan dengan inkubasi 2 × 24 jam) pada suhu 35 °C.

10. Apabila dalam waktu 2 × 24 jam tidak terbentuk gas dalam tabung durham, dihitung sebagai hasil negatif.

11. Jika terbentuk gas pada tabung durham maka tabungdinyatakan positif. Tabung yang dinyatakan positifselanjutnya akan dilakukan uji konfirmatif atau uji penegasan.

B. Uji Konfirmatif

Hasil positif pada uji pendugaan air baku dilanjutkandengan uji penguat menggunakan metode MPN seri 3. Media yang digunakan adalah Brilliant Green Lactosa Bile (BGLB), media ini merupakan media selektif bagicoliform, sehingga dapat menghambat pertumbuhanbakteri lain dan meningkatkan pertumbuhan bagicoliform.

Prosedur uji konfirmatif adalah sebagai berikut:1. Membuat media Brilliant Green Lactosa Bile (BGLB)

sebanyak 90 ml.2. Memasukkan larutan BGLB ke dalam tabung reaksi

yang sudah diisi dengan tabung Durhammenggunakan pipet volume sebanyak 10 ml tiaptabung.

3. Media pada tabung reaksi disterilisasi denganautoclave.

4. Setelah media didinginkan, diinokulasikan sebanyak 2 ose dari tabung Lactosa Broth positif ke dalam media BGLB.

5. Seluruh tabung diinkubasi selama 24 jam sampaidengan 48 jam dengan suhu 35 °C.

6. Uji dinyatakan negatif jika tidak terbentuk gas pada tabung Durham dan uji dinyatakan positif jikaterbentuk gas pada tabung Durham. Tabung yang dinyatakan positif selanjutnya akan dilakukan uji pelengkap.

C. Uji Pelengkap

Uji ini merupakan analisi akhir dari sampel air untukmendeteksi keberadaan coliform. Media yang digunakan adalah Eosin Methilen Blue (EMB).

Prosedur uji pelengkap adalah sebagai berikut:1. Membuat media Eosin Methilen Blue (EMB).2. Media EMB yang sudah disterilisasi dituang ke dalam

cawan petri.

3. Menanambiakkan dari uji konfirmatif denganmengambil 1 ose dari biakan tabung BGLB positifmenggunakan metode streak pada media EMB.

4. Petri yang telah ditanami kemudian diinkubasi selama 24 jam pada suhu 37 °C

5. Uji pelengkap dikatakan positif jika koloni yang muncul berwarna hijau metalik.

3.1.3.2 Pemeriksaan Kualitatif

Pemeriksaan ini digunakan untuk mengetahui totalcoliform yang terdapat pada sampel air. Metode yang digunakan adalah Standard Plate Count (SPC), adapunprosedur yang digunakan sebagai berikut:1. Menyiapkan media Eosin Methilen Blue (EMB).2. Menuangkan media EMB yang telah disterilisasi ke

cawan petri3. Mengambil 1 ml sampel air yang tidak diencerkan

lalu menanam dengan metode pour plate pada cawan petri.

4. Setelah media membeku kemudian diinkubasi selama 24 jam pada suhu 37 °C.

5. Menghitung koloni yang muncul denganmenggunakan alat colony counter.

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

Sebanyak 250 ml sampel air diberikan paparan gelombang ultrasonik dengan frekuensi 40 kHz, dengan variasi waktu paparan 1 jam, 2 jam, 3 jam, 4 jam, dan 5 jam. Sampel air ditempatkan dalam gelas kimia, dan ditempatkan dalam wadah kaca yang telah diisi air steril, sebagai tindakan untuk mencegah kontaminasi dengan gelombang lain. Setelah 2 jam sampel air dikeluarkan dan diperiksa jumlah koloni coliform.

Hasil pemeriksaan coliform setelah diinkubasi selama 24 jam disajikan dalam Tabel 1, index MPN menunjukkan jumlah koloni coliform. Semakin besar nilai index MPN menunjukkan bahwa jumlah koloni coliform juga semakin banyak. Dari Tabel 1 dengan membandingkan terhadap jumlah koloni bakteri pada kontrol dapat dilihat bahwa pengurangan jumlah coliform paling sedikit ketika paparan 3 jam, sementara pada waktu 5 jam tidak terjadi perubahan jumlah koloni bakteri.

Tabel 1. Hasil Perlakuan UntrasonikWaktu

Paparan (jam)

Index MPN Kontrol

Index MPN Perlakuan

1 1898 18982 1898 2713 1898 764 438 725 438 438

Perhitungan efisiensi pengurangan jumlah koloni bakteri kemudian dilakukan untuk melihat persen pengurangan koloni bakteri menggunakan persamaan

Page 17: Volume 4 Nomor 1 Juli 2020

13 Neny Kurniawati - Pengaruh Variasi Waktu Paparan Gelombang Ultrasonik dalam Mengurangi Jumlah Bakteri...

Risalah Fisika Vol. 4 no. 1 (2020) 9-13ISSN 2548-9011

dengan % efisiensi adalah persen pengurangan bakteri, MPNktr adalah index MPN kontrol, dan MPNper adalah index MPN perlakuan. Menggunakan persamaan (3), didapatkan hasil padaTabel 2 dan disajikan dalam grafik pada Gambar 3.

Tabel 2. Efisiensi Pengurangan Koloni BakteriWaktu

Paparan (jam) Kontrol Index MPN Efisiensi (%)

1 1898 1898 02 1898 271 863 1898 76 964 438 72 845 438 438 0

Gambar 3. Pengaruh Waktu Paparan terhadap Efisiensi Jumlah Koloni Bakteri.

Berdasarkan Gambar 3 dapat dilihat bahwa efisiensi tertinggi untuk pengurangan jumlah bakteri adalah pada waktu paparan 3 jam, yaitu sebesar 96%, yang berarti bahwa setelah perlakuan 3 jam terdapat 96% bakteri telah hilang dari sampel air, ini menunjukkan bahwa gelombang ultrasonik dengan frekuensi 40 kHz dapat dimanfaatkan sebagai anti-bakteri pada air Sungai Kahayan dengan waktu paparan optimal 3 jam.

V. SIMPULAN

Setelah perlakuan paparan gelombang ultrasonik dengan frekuensi 40 kHz dengan memvariasikan waktu paparan, didapatkan waktu efektif untuk mengurangi jumlah koloni coliform adalah 3 jam, dengan efisiensi sebesar 96%. Berdasarkan hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa gelombang ultrasonik dapat dimanfaatkan sebagai anti-bakteri coliform.

UCAPAN TERIMAKASIH

Tim peneliti mengucapkan terimakasih sebesar-besarnya kepada Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi yang telah mendanai riset ini.

PUSTAKA

1. Badan Pusat Statistik, “Status Kualitas Air Sungai, 2007 -2016,” 2017. https://www.bps.go.id/statictable/2014/09/05/1372/status-kualitas-air-sungai--2007---2016.html,akses 27 Aug 2018.

2. N. Auajjar, B. Attarassi, N. E. Elhaloui, and A. Badoc, “Multirésistance Aux Antibiotiques De Pseudomonas Aeruginosa, p. Fluorescens et Staphylococcus Aureus et Survie Sur Divers Tissus Hospitaliers,” Bulletin de la Société de pharmacie de Bordeaux. 145 (2006) 61–76.

3. M. Hayet, “Modélisation par la méthode numérique de la dynamique des fluides du procédé de désinfection des eaux par les rayonnements ultraviolets (UV),” Thesis, Université Mentouri, Constantine (2017).

4. A. Ferran, “Influence de la taille de l’inoculum bactérien sur l’activité bactéricide et sur la sélection de mutants résistants lors de l’exposition d’Escherichia coli à la marbofloxacine,” Thesis, Université de Toulouse, France (2007).

5. N. Lebleu, “Désinfection des eaux par procédés

bactéries,” Thesis, Université de Toulouse, Université Toulouse III - Paul Sabatier, France (2007).

6. B. Zhou, H. Feng, and Y. Luo, “Ultrasound Enhanced Sanitizer Efficacy in Reduction H7 Population on Spinach Leaves,” J. Food Sci. 74 (2009)M308–M313, doi: 10.1111/j.1750-3841.2009.01247.x.

7. E. Juraga, B. S. Šalamon, Z. Herceg, and A. R. Jambrak, “Application of High Intensity Ultrasound Treatment on Enterobacteriae Count in Milk,” Mljekarstvo J. Dairy Prod. Process. Improv. 61 (2011) 11.

8. D. M. Wrigley and N. G. Llorca, “Decrease of Salmonella typhimurium in Skim Milk and Egg by Heat and Ultrasonic Wave Treatment,” J. Food Prot. 55 (1992) 678–680, doi: 10.4315/0362-028X-55.9.678.

9. N. Puspasari, A. Surtono, and W. Warsito, “Efek Frekuensi Gelombang Ultrasonik Terhadap Mikroba Pada Air Kaldu Daging Sapi,” J. Teori Dan Apl. Fis. 2 (2014) 171–177, doi: 10.23960/jtaf.v2i2.1272.

10. S. Broekman, O. Pohlmann, E. S. Beardwood, and E. C. de Meulenaer, “Ultrasonic treatment for microbiological control of water systems,” Ultrason. Sonochem. 17 (2010)1041–1048, doi: 10.1016/j.ultsonch.2009.11.011.

11. R. A. Al-Juboori, V. Aravinthan, and T. Yusaf, “Impact of pulsed ultrasound on bacteria reduction of natural waters,” Ultrason. Sonochem. 27 (2015) 137–147, doi: 10.1016/j.ultsonch.2015.05.007.

12. V. M. Gómez-López, P. R. Gogate, and P. R. Gogate, “Reconditioning of Vegetable Wash Water by Physical Methods,” Trends in Food Safety and Protection, 18-Sep-2017. https://www.taylorfrancis.com/, akses 29 Aug 2018.

13. K. G. Suastika, N. S. Martani, and T. J. Hartanto, “Rancang Bangun Sistem Pembangkit Gelombang Ultrasonik Sebagai Metode Alternatif Menurunkan Jumlah Bakteri E. Coli Pada Proses Penjernihan Air,” Pros. Simp. Fis. Nas. XXVII,Universitas Udayana, Bali vol.1, BM 109 (2015) 546–552.

14. R. A. Serway and J. W. Jewwett, Physics for Scientist and Engineers with Modern Physics. Cengage Learning (2013).

15. S. Gao, G. D. Lewis, M. Ashokkumar, and Y. Hemar, “Inactivation of microorganisms by low-frequency high-power ultrasound: 1. Effect of growth phase and capsule properties of the bacteria,” Ultrason. Sonochem. 21 (2014)446–453, doi: 10.1016/j.ultsonch.2013.06.006.

16. Z. Herceg, A. Režek Jambrak, V. Lelas, and S. Mededovic Thagard, “The Effect of High Intensity Ultrasound Treatment on the Amount of Staphylococcus aureus and Escherichia coli in Milk,” Food Technol. Biotechnol. 50(2012) 46–52.

Page 18: Volume 4 Nomor 1 Juli 2020

Ucapan Terima Kasih

Risalah Fisika Vol. 4 no. 1 (2020) 14 ISSN 2548-9011

14

UCAPAN TERIMA KASIH

Terima kasih diucapkan kepada para mitra bestari yang telah terlibat dalam penilaian makalah-makalah yang diterbitkan dalam Risalah Fisika Vol. 4 No. 1 Juli 2020:

1. Dr. Maykel Manawan (Universitas Indonesia, Jakarta) 2. Dr. Ni Nyoman Rupiasih (Universitas Udayana, Denpasar) 3. Dr. Surian Pinem (Badan Tenaga Nuklir Nasional, Serpong) 4. Dr. Triati Dewi Kencana Wungu (Institut Teknologi Bandung, Bandung) 5. Dr. Nasrullah Idris (Universitas Syiah Kuala, Banda Aceh)

Page 19: Volume 4 Nomor 1 Juli 2020

ISSN 2548-9011 Risalah Fisika Vol. 4 no. 1 (2020) 15-18

15

Analisis Produksi 99Mo Berbasis Waktu Iradiasi Larutan Uranil Nitrat Pada Fasilitas Reaktor Kartini (masuk/received 15 April 2020, diterima/accepted 19 Juni 2020) Analysis of 99Mo Production Time-Based Irradiation of Uranil Nitrate Solution in the Kartini Reactor Facility

Puradwi Ismu Wahyono, Syarip Pusat Sains dan Teknologi Akselerator, Badan Tenaga Nuklir Nasional Jl. Babarsari, Yogyakarta 55598, Indonesia [email protected] https://doi.org/10.35895/rf.v4i1.172

Abstrak – Selama ini produksi isotop 99Mo sebagai generator 99mTc untuk diagnosis nuklir dalam bidang kedokteran adalah berbasis metode iradiasi 6-days curie. Pada makalah ini disajikan suatu analisis produksi 99Mo berbasis waktu iradiasi target berupa uranil-nitrat (UN), tanpa harus menunggu 6 hari waktu iradiasi. Metode yang digunakan adalah perhitungan pembentukan radioisotop produk fisi dengan bantuan paket program komputer ORIGEN-2. Perhitungan dilakukan untuk sampel ukuran standar volume 0,395 liter dengan variasi waktu iradiasi dan fluks neutron sesuai dengan fleksibilitas operasi reaktor Kartini. Hasil analisis menunjukkan bahwa faktor jam operasi atau waktu iradiasi tidak terlalu signifikan dalam pembentukan 99Mo dibanding faktor variasi fluks neutron. Produksi 99Mo dari sampel standar tersebut pada tingkat fluks neutron maksimum 1012 n/cm2s adalah 1,581 curie, sedangkan total radioaktivitas sampel target UN adalah 168,1 curie.

Kata kunci: produksi isotop, 99Mo, iradiasi, target, uranil-nitrat, fluks neutron, reaktor Kartini

Abstract – So far, the 99Mo isotope production for nuclear diagnosis in the medical field is based on a 6-days curie method. This paper presents a 99Mo production analysis based on the target irradiation time in the form of uranyl-nitrate (UN), without having to wait 6 days of irradiation time. The method used is the calculation of the formation of fission product radioisotopes with the ORIGEN-2 computer code. Calculations were made for a standard sample with a volume of 0.395 liter with variations in irradiation time and neutron flux in accordance with the operating capability of the Kartini reactor. The results of the analysis show that the operating hour or irradiation time factor is not quite significant in the formation of 99Mo compared to the factor of neutron flux variation. The 99Mo production of the standard sample at a maximum neutron flux level of Kartini reactor of 1012 n/cm2s was 1.581 curies, while the total radioactivity of the UN target sample was 168.1 curies.

Key words: isotope production, 99Mo, irradiation, target, uranyl-nitrate, neutron flux, Kartini reactor

I. PENDAHULUAN

Radioisotop 99Mo sangat diperlukan sebagai pembangkit radioisotop 99mTc, dimana 99mTc merupakan radioisotop yang paling banyak digunakan untuk diagnostik di bidang kedokteran nuklir. Selama ini isotop 99Mo sebagai pembangkit 99mTc diproduksi menggunakan reaktor nuklir, yaitu melalui proses pembelahan inti 235U. Lazimnya produksi 99Mo dilakukan dengan teknik penembakan (iradiasi) target oleh sumber neutron intensitas tinggi yang biasanya berasal dari suatu reaktor nuklir. Target tersebut berupa serbuk uranium dengan perkayaan tinggi yaitu lebih besar dari 90% 235U [1,2].

Teknik pembuatan target adalah dengan metode electroplating, target tersebut hanya digunakan sekali pakai atau sekali produksi 99Mo dan selanjutnya dilimbahkan. Bahan target yang berbentuk padatan diiradiasi dalam medan neutron dengan pola 6-days curie atau sekitar 140 jam, kemudian dilarutkan dan selanjutnya produk fisi 99Mo diekstraksi dari larutan tersebut [3,4].

Pada penelitian ini dilakukan metode sebaliknya yaitu sebelum diiradiasi bahan target 235U dilarutkan terlebih

dahulu menjadi uranil-nitrat (UN), baru diiradiasi dan selanjutnya isotop 99Mo yang terkandung di dalamnya diekstraksi. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengkaji metode produksi 99Mo yang lebih efisien dan dapat dilakukan secara berulang (recycle). Analisis serupa ini pernah pula dilakukan melalui konsep yang saat ini sedang dikembangkan di PSTA-BATAN Yogyakarta yaitu teknologi SAMOP (Subcritical Assembly for 99Mo Production) [5-8]. Dibanding electroplating dengan target sekali pakai, proses produksi 99Mo dengan teknologi SAMOP berbahan bakar dan target larutan dapat dipakai berulang.

Target berbentuk tabung berisi UN dengan geometri dan ukuran yang sama dengan bahan bakar reaktor Kartini. Analisis dilakukan dengan variasi waktu iradiasi target dan fluks neutron. Diharapkan dengan metode ini akan diperoleh produk 99Mo tanpa harus menunggu waktu irradias 6 hari sehingga lebih fleksibel dalam melayani kebutuhan. Kendala perizinan untuk mengiradiasi uranium dalam bentuk larutan di dalam teras reaktor dapat dihindari dengan mengiradiasi di luar teras yaitu pada fasilitas iradiasi beamport dan thermal

Page 20: Volume 4 Nomor 1 Juli 2020

16 Puradwi Ismu Wahyono - Analisis Produksi 99Mo Berbasis Waktu Iradiasi Larutan Uranil Nitrat ...

Risalah Fisika Vol. 4 no. 1 (2020) 15-18 ISSN 2548-9011

column yang memiliki tingkat fluks neutron termal berorde 108 n/cm2s [9-10].

II. DESKRIPSI TARGET Bentuk geometri dan ukuran target adalah sama dengan bentuk dan ukuran bahan bakar reaktor Kartini sehingga dapat masuk pada kisi-kisi teras reaktor untuk proses iradiasi. Target tersebut berisi larutan uranil nitrat (UN) atau UO2(NO3)2.6H2O (Uranyl Nitrate Hexahydrate), densitas 300 g/l; volum 0,395 l; perkayaan 235U 19,75% , sehingga berat U total adalah 118,456 g dan berat 235U adalah 23,395 g.

Perbedaan jumlah molekul uranium dalam larutan uranyl nitrate hexahydrate memberikan jumlah kandungan 235U diperkaya yang berbeda sesuai jumlah mol dari U. Komposisi unsur-unsur di dalam target adalah seperti yang dilukiskan pada Gambar 1, yaitu komposisi UN 1 mol U dan 7 mol U, masing-masing terdiri dari 235U, 238U, N, O, dan H. Komposisi UN 1 mol U terdiri atas 3,45% U dengan 2,77% adalah 238U dan 0,68% adalah 235U serta 6,89% N, 48,28% O, 41,38% H. Untuk UN 7 mol U terdiri atas 24,14% U dengan 19,37 % adalah 238U dan 4,77 % adalah 235U serta 5,42% N, 37,93% O, 32,51% H.

Gambar 1. Komposisi target uranil-nitrat. Proses iradiasi bahan fisil 235U mempunyai produk fisi di antaranya adalah 99Mo dan 99mTc.

III. METODE PENELITIAN

Metode analisis adalah dengan melakukan perhitungan aktivasi neutron pada sampel target menggunakan program komputer ORIGEN-2. Paket program komputer ORIGEN-2 menyelesaikan 950 nuklida di mana 120 di antaranya adalah aktinida dengan anak peluruhannya. Terdapat sekitar 6000 unsur-unsur yang bernilai tidak nol dalam matriks transmutasi nuklir. Pada program ORIGEN-2, radionuklida dikelompokkan ke dalam 3 kelompok yaitu produk aktivasi, aktinida beserta anak luruhnya, dan produk fisi, terdiri dari nuklida-nuklida yang dihasilkan dari reaksi fisi aktinida beserta anak luruh dan hasil dari reaksi tangkapan misalnya 135Xe, 85Kr, 90Sr, 99Mo, dll. [11].

Variabel perhitungan adalah waktu iradiasi dan fluks neutron (𝜙𝜙) dari reaktor Kartini. Fluks divariasi mulai dari 𝜙𝜙 = 1×108 sampai 1×1012 n/cm2s. Waktu iradiasi atau operasi reaktor divariasi dari 0 sampai 140 jam.

Selanjutnya dihitung produk fisi yang terbentuk, radioaktivitas yang terbentuk dari produk fisi, dan faktor perlipatan neutron tak-berhingga atau k∞, untuk berat U dalam target teriradiasi 118,456 g UO2(NO3)2.6H2O. Nilai k∞ dihitung menggunakan persamaan (1). Pada iradiasi

untuk mendapatkan produk fisi 99Mo dan 99mTc dilakukan dengan variasi fluks neutron terhadap produk fisi yang terbentuk tersebut serta radioaktivitas yang terbentuk hasil produk fisi serta faktor perlipatan neutron tak berhingga

k∞= εpfη (1)

dengan ε : faktor fisi cepat yaitu jumlah neutron cepat hasil

semua reaksi fisi/jumlah neutron cepat yang diproduksi oleh neutron termal

p : faktor probabilitas lepas resonansi yaitu jumlah neutron yang mencapai neutron termal/jumlah neutron cepat yang mengalami penurunan tenaga (slow down)

f : faktor penggunaan termal yaitu jumlah nutron termal yang diserap bahan fisil/jumlah neutron termal yang diserap oleh semua bahan

η : faktor reproduksi yaitu jumlah neutron cepat yang dihasilkan oleh fisi termal/jumlah neutron termal yang diserap oleh bahan fisil

sehingga reaktivitas pada larutan uranyl nytrate hexahydrate teriradiasi sebagai kondisi kekritisan reaksi fisi tersebut ditunjukan oleh nilai

ρ = (k∞-1)/k∞ (2)

dengan harapan konsep SAMOP terpenuhi pada kondisi subkritis, artinya k∞ < 1 atau reaktivitas ρ negatif.

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil perhitungan jumlah produk fisi 99Mo, 99mTc untuk satu sampel standar yang berisi uranil nitrat UO2(NO3)2.6H2O (Uranyl Nitrate Hexahydrate), densitas 300 g/l; volum 0,395 l, perkayaan 235U 19,75% dengan variasi fluks neutron dan untuk fluks neutron tetap 108 n/cm2s masing-masing untuk waktu iradiasi 6 jam, disajikan pada Gambar 2 dan Gambar 3. Produk 99Mo dan 99mTc meningkat secara signifikan sebagai fungsi fluks neutron.

Gambar 2. Jumlah produk fisi 99Mo, 99mTc pada sampel

UO2(NO3)2.6H2O diiradiasi selama 6 jam pada variasi fluks neutron.

Page 21: Volume 4 Nomor 1 Juli 2020

Puradwi Ismu Wahyono - Analisis Produksi 99Mo Berbasis Waktu Iradiasi Larutan Uranil Nitrat ... 17

Risalah Fisika Vol. 4 no. 1 (2020) 15-18 ISSN 2548-9011

Gambar 3. Jumlah produk fisi 99Mo dan 99mTc pada sampel

UO2(NO3)2.6H2O waktu iradiasi 6 jam pada fluks neutron 108 n/cm2s.

Dari Gambar 3 dan Gambar 4 dapat dilihat bahwa dengan waktu iradiasi 6 jam pada fluks neutron tetap 108 n/cm2s yaitu nilai fluks neutron bada bagian luar teras reaktor Kartini (pada bagian dalam fasilitas iradiasi beamport atau thermal column) akan diperoleh produk 99Mo dan 99mTc yang cukup signifikan. Aktivitas sebesar 0,2 s/d 0,9 mCi pada jumlah mol U di dalam larutan uranil nitrat 1 sampai 8 mol.

Hasil analisis lebih lanjut untuk produk 99Mo sebagai fungsi waktu iradiasi antara 100 sampai 140 jam dan fluks neutron antara 108 n/cm2s sampai 1012 n/cm2s yaitu tingkat fluks neutron yang tersedia di fasilitas iradias reaktor Kartini, disajikan pada Gambar 4. Dapat dilihat bahwa penambahan waktu iradiasi lebih besar dari 100 jam tidak memberikan nilai yang signifikan terhadap produksi 99Mo, tetapi tingkat fluks neutron yang akan memberikan nilai signifikan. Fenomena hasil analisis ini sejalan dengan yang selama ini lazim dipakai untuk produksi 99Mo pada umumnya (6-days curie) [12-13].

Gambar 4. Produksi 99Mo sebagai fungsi waktu iradiasi dan tingkat fluks neutron. Hasil perhitungan pada kondisi fluks neutron yang sama dan jumlah jam iradiasi produk 99Mo yang berbeda, menunjukan bahwa faktor banyaknya jam iradiasi tidak berpengaruh signifikan terhadap produk 99Mo, seperti dapat dilihat pada Gambar 5.

Gambar 5. Produk 99Mo selama iradiasi.

Hasil produksi massa 99Mo dan 99mTc dalam gram sebagai fungsi fluks neutron dan faktor jam operasi (waktu iradiasi) tidak begitu signifikan. Radioaktivitas total untuk satu sampel tabung UN atau Uranyl Nitrate Hexahydrate yang diiradiasi pada tingkat fluks neutron 1x1012 n/cm2s adalah sebesar 168,1 curie. Sedangkan radioaktvitas total produk 99Mo adalah 1,581 curie, dan radioaktivitas produk 99mTc adalah 1,328 curie.

Hasil analisis iradiasi sampel UN untuk produksi 99Mo pada tingkat fluks neutron 108 n/cm2s ini setara dengan konsep SAMOP (subcritical assembly for molly production) yang sedang dikembangkann di PSTA BATAN [14-15] dan analisis serupa di reaktor TRIGA secara umum [16]. Larutan UN ini mempunyai faktor perlipatan neutron dengan nilai k∞ < 1 diperoleh dengan jumlah molekul uranium dalam larutan Uranyl Nitrate Hexahydrate < 7 mol, hal ini menunjukkan bahwa tabung UN akan memberikan reaktivitas negatif (∆k∞/k∞). V. SIMPULAN Hasil analisis produksi 99Mo dengan metode ini menunjukkan bahwa faktor jam operasi tidak terlalu signifikan dibanding faktor variasi fluks neutron. Produksi 99Mo dari sampel standar tersebut pada tingkat fluks neutron maksimum reaktor Kartini 1012 n/cm2s adalah 1,581 curie, dan produk 99mTc adalah 1,328 curie. . UCAPAN TERIMA KASIH Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada Ristekdikti yang telah memberikan dana berupa Insinas Kemitraan CAMOLYP tahun 2019.

PUSTAKA

1. Ian Hoffman, Rodney Berg, Medical isotope production, research reactors and their contribution to the global xenon background. Journal of Radioanalytical and Nuclear Chemistry 318 (2018) 165–173.

2. Eckelman WC. Unparalleled contribution of technetium-99m to medicine over 5 decades. JACC Cardiovasc Imaging 2 (2009) 364–368.

3. Maroor Raghavan, Ambikalmajan Pillai et al., Sustained availability of 99mTc: possible paths forward, J Nucl Med 54 (2013) 313–323.

4. International Atomic Energy Agency (IAEA). Homogen-eous Aqueous Solution Nuclear Reactors for the Production of Mo-99 and Other Short Lived Radioisotopes. IAEA TECDOC Report 1601 Vienna, Austria (2008).

Page 22: Volume 4 Nomor 1 Juli 2020

18 Puradwi Ismu Wahyono - Analisis Produksi 99Mo Berbasis Waktu Iradiasi Larutan Uranil Nitrat ...

Risalah Fisika Vol. 4 no. 1 (2020) 15-18 ISSN 2548-9011

5. Syarip, P. I. Wahyono, W. Susilo and K. Donny, Commissioning preparation of a subcritical experimental facility for 99Mo production, J. Phys. Conf. Ser. 1198 (2019) 022023

6. Syarip, S. Tegas, B. Edi Trijono, S. Endang, Design and development of subcritical reactor by using aqueous fuel for Mo-99 production. Proceedings of the Pakistan Academy of Sciences: A. Physical and Computational Sciences 55 (2018) 1: 21–26.

7. Dedy P Hermawan, Rionaldy and Syarip, Neutronic analysis of SAMOP reactor experimental facility using SCALE code system, J. Phys. Conf. Ser. 1090 (2018) 012032.

8. Syarip, E. Togatorop and Yassar, Molybdenum-99 production calculation analysis of SAMOP reactor based on thorium nitrate fuel, J. Phys. Conf. Ser. 978 (2018) 012072

9. T. Sutondo, Syarip, Shielding design for the PGNAA experimental facility at Kartini reactor, Journal Atom Indonesia, 44 (2018) 3 : 131-135.

10. Tegas Sutondo, Syarip, Karakteristik berkas pada beam port tembus dan singgung reaktor Kartini, Majalah Iptek Nuklir GANENDRA 17 (2014) 2: 83-90.

11. Oak Ridge National Laboratory, RSICC Computer Code Collection ORIGEN 2.2, Oak Ridge National Laboratory, Tennesse (2002).

12. Edi Trijono Budisantoso, Syarip, Studi produksi radioisotop Mo-99 dengan bahan target larutan uranil nitrat pada reaktor Kartini, Majalah Iptek Nuklir GANENDRA 5 (2002) 1: 1-8.

13. M. Iqbal Farezza W and Syarip. Mo-99 isotope production calculation of SAMOP reactor experimental facility, J. Phys. Conf. Ser. 1090 (2018) 012013.

14. L. Wahid, M. I. Farezza W, Syarip, Source term analysis of SAMOP reactor experimental facility, J. Phys. Conf. Ser. 1090 (2018) 012031.

15. P. I. Wahyono and Syarip, Analysis of uranyl nitrate hexahydrate composition for optimum neutron multiplication factor of SAMOP, J. Phys. Conf. Ser. 1402 (2019) 044071

16. Artem V. Matyskin, et.al. Feasibility study for production of 99mTc by neutron irradiation of MoO3 in a 250 kW TRIGA, 298 (2013) J Radioanal Nucl Chem 1: 413-418.

Page 23: Volume 4 Nomor 1 Juli 2020

ISSN 2548-9011 Risalah Fisika Vol. 4 no. 1 (2020) 19-26

19

Pengaruh Tekanan Pada Briket Arang Alaban Ukuran Partikel Kecil (masuk/received 13 Februari 2020, diterima/accepted 20 Juni 2020) Effect of Pressure on Small Particle Size Alaban Charcoal Briquettes Ninis Hadi Haryanti1, Henry Wardhana2, Suryajaya1

1Program Studi Fisika FMIPA, Universitas Lambung Mangkurat, Banjarbaru 70714, Indonesia 2 Program Studi Teknik Sipil FT, Universitas Lambung Mangkurat, Banjarbaru 70714, Indonesia [email protected] https://doi.org/10.35895/rf.v4i1.170 Abstrak – Pada umumnya ukuran partikel yang digunakan dalam pembuatan briket bervariasi antara 12 -100 mesh. Pada penelitian ini, ukuran partikel yang digunakan adalah 250 mesh (59,4 µm). Dilakukan kajian analisis proksimat briket terhadap variasi tekanan pencetakan. Briket dibuat dari campuran limbah industri arang kayu alaban dan abu dasar batubara. Kedua bahan dalam bentuk serbuk yang lolos pada saringan 250 mesh.Ukuran partikel yang lebih kecil diharapkan menghasilkan briket yang lebih baik dan tidak rapuh serta dapat digunakan sebagai bahan bakar alternatif untuk rumah tangga maupun industri dan penggunaan bahan limbah diharapkan membantu pemecahan permasalahan lingkungan. Variasi tekanan yang digunakan adalah 150, 200, 250, 300, dan 350 kg/cm2. Komposisi campuran limbah arang kayu alaban dan abu dasar batubara dengan rasio 90%:10%, sedangkan perekat tepung kanji 5%. Briket dibuat dalam bentuk silinder berukuran 2 × 2 cm. Briket yang sudah dicetak dikeringkan dalam oven pada suhu 120°C selama 4 jam dan didinginkan pada suhu ruang selama 24 jam. Dari hasil uji didapatkan Kadar Air (3,831-5,892) %; Kadar Abu (7,178-10,507) %; Nilai Kalori (5607,467-5732,033) cal/g; Densitas (0,688-0,769) g/cm3; dan Porositas (46,025-47,592) %. Berdasarkan hasil uji, dapat disimpulkan bahwa semakin tinggi nilai tekanan, kadar air, kadar abu, dan porositas akan menurun, sedangkan nilai kalori mencapai nilai tertinggi pada tekanan 200 kg/cm2 kemudian cenderung mengalami penurunan. Direkomendasikan tekanan yang diberikan pada saat pembuatan briket adalah 200 kg/cm2.

Kata kunci: abu dasar batubara, arang kayu alaban, briket, tekanan pencetakan, ukuran partikel

Abstract – In general, the particle size used in making briquettes were varied in the range of 12 -100 mesh. In this study, the particle size used was 250 meshs (59.4 µm). The effect of press variations to proximate analysis of briquette will be conducted. Briquette was made from a mixture of alaban wood charcoal industrial waste and coal bottom ash. Both materials were crushed in the form of powder passing 250 meshs sieve. The smaller particle size is expected to produce better and less brittle briquettes and could be used as alternative fuels for households and industries, while the use of waste materials is expected to help solve environmental problems. Pressure variations used were 150, 200, 250, 300, and 350 kg/cm2. The composition of the mixture of alaban wood charcoal waste and coal bottom ash wasin ratio 90%: 10%, while starch adhesive of 5% was added. Briquettes were made in the form of cylinders (2 × 2 cm in size). Briquettes were dried in an oven at 120°C for 4 hours and cooled at room temperature for 24 hours. The results obtained were Moisture Content (3,831-5,892)%; Ash Content (7,178-10,507)%; Heating Value (5607,467-5732,033) cal / g; Density (0.688-0.769) g/cm3; and Porosity (46,025-47,592)%. Based on the results, it could be concluded that as the pressure increased, water content, ash content, and porosity were decreased. The calorie value reaches the highest value at a pressure of 200 kg/cm2 then tends to decrease. It is recommended that the pressure applied at the time of briquette making is 200 kg/cm2.

Key words: coal bottom ash, alaban charcoal, briquettes, pressure, particle size

I. PENDAHULUAN

Indonesia mempunyai banyak potensi dalam pengembangan dan penggunaan energi alternatif, satu diantaranya adalah briket. Briket merupakan bahan bakar padat yang dapat dibentuk dari pencampuran limbah organik dengan perekat dan zat-zat lain. Keunggulan briket dibandingkan arang biasa yaitu briket memiliki panas yang lebih tinggi, tidak berbau, dan lebih tahan lama waktu simpannya [1]. Aneka macam hayati atau biomassa dapat digunakan sebagai bahan baku pembuatan briket, antara lain kayu.

Dari penelitian diperoleh bahwa semua kayu dapat dijadikan sebagai bahan baku untuk pembuatan briket [2]. Satu di antara jenis kayu yang dapat dijadikan untuk bahan baku briket adalah kayu alaban. Keunggulan arang kayu alaban dibandingkan arang lainnya yaitu api dari arang menyala rata dan sempurna serta asapnya

tidak beterbangan [3]. Dari proses seleksi kualitas arang kayu alaban, dihasilkan limbah yang jumlahnya berkisar 6 ton per hari [4]. Limbah tersebut belum dimanfaatkan secara optimal.

Di samping limbah arang kayu alaban, terdapat limbah abu dasar batubara dengan jumlah banyak. Limbah abu hasil proses pembakaran dari Pusat Listrik Tenaga Uap (PLTU) yang terdiri dari abu terbang dan abu dasar mencapai 160 ton per hari dengan komposisi utama adalah SiO2, Al2O3, Fe2O3, CaO, MgO, alkali, dan bahan lainnya[5]. Jika limbah abu ini tidak ditangani akan menimbulkan masalah pencemaran lingkungan.

Penggunaan biomassa sebagai bahan utama briket akan lebih ramah lingkungan dikarenakan biomassa tersebut tidak mengandung unsur-unsur yang berbahaya bagi kesehatan dan lingkungan terutama sulfur sebagaimana dijumpai pada batu bara murni.

Page 24: Volume 4 Nomor 1 Juli 2020

20 Ninis Hadi Haryanti - Pengaruh Tekanan Pada Briket Arang Alaban Ukuran Partikel Kecil

Risalah Fisika Vol. 4 no. 1 (2020) 19-26 ISSN 2548-9011

Dari penelitian yang telah dilakukan nilai kalor yang terbaik adalah saat digunakan perekat kanji 5% [4]. Juga semakin tinggi tekanan yang diberikan, briket arang akan memiliki kualitas yang cukup baik [6], dan telah diperoleh hasil briket paling optimum dengan perbandingan komposisi bahan 100% tempurung kelapa menggunakan tekanan antara 100-150 N/cm2 [7]. Hasil lain yang didapat adalah meningkatnya tekanan menurunkan nilai kadar air dan dan nilai kalor [8]. Dari penelitian yang telah dilakukan [9], dihasilkan lama pembakaran tertinggi dengan tekanan pengepresan 500 kg/cm2 dan terpendek pada tekanan pengepresan 100 kg/cm2. Penelitian tentang briket dengan bahan limbah abu dasar batubara, abu terbang, dan arang kayu alaban telah dilakukan [10]. Komposisi campuran terbaik arang kayu alaban dan abu dasar batubara 90%:10% yang sesuai dengan Standar Mutu Briket SNI No. 01-6235-2000, tentang Mutu Briket Kayu.

Penelitian tentang briket sudah banyak dilakukan, tetapi belum ada yang menggunakan bahan limbah arang kayu alaban dan abu dasar batubara dengan ukuran partikel yang kecil, 250 mesh. Hal inilah yang merupakan ciri khas dan kebaruan dari penelitian tentang briket. Pada umumnya ukuran partikel yang digunakan ber variasi 40 mesh, 60 mesh dan 100 mesh, menggunakan bahan campuran sekam padi dan serbuk kayu jati [11]. Penggunaan arang dengan variasi ukuran partikel yang digunakan 40 mesh, 30 mesh, 16 mesh, 12 mesh [12]. Pemanfaatanbahan serbuk gergaji dan arang dengan variasi ukuran partikel 70 mesh, 40 mesh, 30 mesh, 20 mesh dan 18 mesh [13].

Berdasarkan penelitian sebelumnya [10], nilai kalor arang kayu alaban 6833,1 kal/g dan persentase unsur karbon sebesar 76,69%. Abu dasar batubara memiliki kandungan karbon, persentase unsur C sebesar 41,87% dan nilai kalor 610 kal/g. Perlu dilanjutkan penelitian tentang variasi tekanan pada pembuatan briket berbahan arang kayu alaban dan abu dasar batubara. Komposisi campuran limbah arang kayu alaban dan abu dasar batubara dengan rasio 90%:10% yang lolos saringan 250 mesh menggunakan perekat tepung kanji 5% dengan variasi tekanan pencetakan (150, 200, 250, 300, dan 350) kg/cm2. Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan pengaruh tekanan briket berbahan limbah industri arang kayu alaban dan abu dasar batubara dengan ukuran partikel kecil terhadap karakteristiknya. Karakteristik briket meliputi analisis kadar air, kadar abu, nilai kalori, densitas dan porositas.

II. METODE PENELITIAN/EKSPERIMEN

Penelitian ini memanfaatkan limbah yang ada. Bahan yang digunakan adalah limbah industri arang kayu alaban dari PT Citra Prima Utama Banjarbaru dengan lokasi industrinya di Desa Ranggang, Pelaihari, Kabupaten Tanah Laut, Kalimantan-Selatan, serta limbah abu dasar batubara PLTU Asam di Kabupaten Tanah Laut Kalimantan-Selatan. Adapun alat-alat yang digunakan antara lain gelas ukur, saringan, neraca analitis, furnace, bom kalorimeter.

Penelitian ini bersifat kuantitatif dengan meman-faatkan bahan limbah untuk pembuatan briket. Penelitian diawali dengan studi pustaka, pengambilan sampel di lapangan, diteruskan dengan preparasi sampel di laboratorium yang dilanjutkan dengan karakterisasi sampel.

Faktor-faktor yang mempengaruhi karakteristik briket adalah berat jenis serbuk arang, temperatur karbonisasi, kehalusan serbuk, dan tekanan pencetakan. Penelitian ini dibatasi pada ukuran partikel yang kecil (kehalusan serbuk) dan variasi tekanan pencetakan. Oleh karena itu material yang akan digunakan dalam pembuatan briket (arang kayu alaban, abu dasar batubara) dibuat dalam bentuk serbuk yang lebih halus, yaitu lolos pada saringan 250 mesh (59,4 µm). Ukuran partikel mempengaruhi kekuatan briket yang dihasilkan karena ukuran yang lebih kecil akan rnenghasilkan rongga yang lebih kecil pula, sehingga diharapkan briket tidak rapuh.

Variasi tekanan pencetakan yang digunakan adalah (150, 200, 250, 300, dan 350) kg/cm2. Kekerasan bahan ditentukan oleh besarnya tekanan yang diberikan. Semakin tinggi tekanan pengepresan maka porositas akan semakin kecil, semakin baik kerapatandan keteguhan briket yang dihasilkan.

Komposisi campuran limbah arang kayu alaban dan abu dasar batubara dengan rasio 90%:10%, sedangkan perekat tepung kanji 5%. Perekat dibuat dengan cara memasak tepung kanji dengan air hingga berbentuk gel. Briket dibuat dalam bentuk silinder berukuran 2 × 2 cm. Briket yang sudah jadi dikeringkan di dalam oven pada suhu 120°C selama sekitar 4 jam dan didinginkan selama 24 jam.

Standar Mutu Briket yang digunakan adalah SNI No. 01-6235-2000, tentang Mutu Briket Kayu. Standar SNI untuk nilai kadar air dan kadar abu yang digunakan dalam pembuatan briket ≤ 8%, sedangkan nilai kalori ≥ 5000 cal/g.

Uji karakterisasi yang dilakukan adalah analisis kadar air, kadar abu, nilai kalor, densitas, dan porositas. Acuan yang digunakan untuk uji karakteristik briket meliputi uji kadar air (SNI 06-3730-1995), kadar abu (SNI 06-3730-1995), dan nilai kalor (ASTM D 2015). Analisis kadar air dan kadar abu, densitas dan porositas dilakukan di laboratorium Material FMIPA Universitas Lambung Mangkurat, sedangkan analisis nilai kalori dilakukan di laboratorium ESDM Banjarbaru.

Kadar Air (SNI 06-3730-1995)

Kadar air briket dapat ditentukan dengan cara menimbang cawan porselin kosong kemudian sampel briket dimasukkan ke cawan sebanyak sekitar 1 gram. Sampel diratakan dan dimasukkan ke dalam oven yang telah diatur suhunya sebesar 105°C selama 3 jam. Cawan dikeluarkan dari oven dan didinginkan dalam desikator selama 30 menit kemudian ditimbang bobotnya. Penentuan kadar air dilakukan sebanyak tiga kali pengulangan (triplo). Kadar air dapat ditentukan dengan menggunakan persamaan

Page 25: Volume 4 Nomor 1 Juli 2020

Ninis Hadi Haryanti - Pengaruh Tekanan Pada Briket Arang Alaban Ukuran Partikel Kecil 21

Risalah Fisika Vol. 4 no. 1 (2020) 19-26 ISSN 2548-9011

Kadar Air (%) = 𝑀𝑀2−𝑀𝑀3𝑀𝑀2−𝑀𝑀1

× 100% (1) dengan

M1 = berat cawan kosong+tutup (g) M2 = berat cawan+tutup+sampel (g) M3 = berat cawan+tutup+ sampel setelah pemanasan (g)

Kadar Abu (SNI 06-3730-1995)

Kadar abu ditentukan dengan cara menimbang cawan crucible dan ditutup kemudian memasukkan sampel ke dalam cawan kosong tersebut sebanyak sekitar 1 gram. Cawan yang telah berisi sampel selanjutnya dimasukkan ke dalam furnace dengan suhu 850°C selama 4 jam sampai sampel menjadi abu. Selanjutnya cawan didinginkan selama 24 jam dan dimasukkan ke dalam desikator selama 30 menit, lalu ditimbang.Penentuan kadar abu dilakukan sebanyak tiga kali pengulangan (triplo). Kadar abu dihitung berdasarkan persamaan

Kadar abu (%) = 𝑀𝑀3−𝑀𝑀1

𝑀𝑀2−𝑀𝑀1 × 100% (2)

dengan

M1 = berat cawan kosong+tutup (g) M2 = berat cawan+tutup+sampel (g) M3 = berat cawan+tutup+ sampel setelah pemanasan (g)

Nilai kalor (ASTM D5865)

Nilai kalor ditentukan dengan menggunakan bomb calorimeter. Alat bomb calorimeter dinyalakan dan ditunggu sekitar 20 menit. Selanjutnya, cawan ditimbang dan dimasukkan sampel sekitar 1 gram, kemudian dimasukkan data berat sampel yang sudah ditimbang ke layar monitor bomb calorimeter. Kawat dipasang pada bagian tutup vesel dan dimasukkan aquades sebanyak 10 ml ke dalam tabung vessel. Cawan berisi sampel dimasukkan ke dalam tabung vessel dan tutup rapat. Vessel diisi dengan gas oksigen hingga tekanan mencapai 450 kPa. Water jacket yang sudah diisi air disiapkan dan vesseldimasukkan ke dalam water jacket. Setelah vessel dimasukkan ke dalam water jacket pasang kabel elektroda ke vessel dan water jacket ditutup. Tombol start ditekan pada monitor dan hasil nilai kalor akan muncul di monitor.

Densitas didapatkan melalui perbandingan antar massa dan volume yang dipengaruhi oleh tekanan pembriketan yang diberikan ketika pembuatan briket. Secara matematika densitas dinyatakan dengan persamaan 𝜌𝜌 = 𝑚𝑚

𝑉𝑉 (3)

dengan

ρ = densitas (g/cm3) m = massa benda (g) V = volume benda (cm3)

Porositas adalah nilai kepadatan dari suatu benda. Semakin padat benda tersebut, maka akan memiliki nilai porositas yang kecil. Secara umum porositas digambarkan sebagai perbandingan antara volume pori dan volume teoritis. Volume teoritis ditentukan dari

berat dan rapat teoritisnya. Perhitungan porositas dapat ditentukan dengan persamaan

Porositas = 𝑀𝑀𝑏𝑏− 𝑀𝑀𝑘𝑘𝑀𝑀𝑘𝑘

× 100% (4)

dengan

Mb = berat basah (g) Mk = berat kering (g)

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

Arang kayu alaban, abu dasar batubara sebagai bahan campuran pembuatan briket serta tepung kanji seperti pada Gambar 1.

(a) (b) (c)

Gambar 1. Bahan baku briket: (a) arang kayu alaban, (b) abu dasar batubara, dan (c) tepung kanji.

Hasil Uji Kadar Air, Kadar Abu, Nilai Kalori,

Densitas dan Porositas Briket berbahan campuran limbah arang kayu alaban dan abu dasar batubara dengan beberapa variasi tekanan pencetakan briket dijelaskan pada ulasan berikut. Briket dibuat dalam bentuk silinderberukuran 2 × 2 cm seperti pada Gambar 2.

Gambar 2. Briket campuran arang kayu alaban dan abu dasar batu bara.

Pada penelitian ini digunakan ukuran partikel bahan yang kecil, yaitu lolos saringan 250 mesh (59,4 µm). Bentuk dan ukuran partikel memegang peranan penting dalam menentukan kualitas ikatan bahan. Semakin kecil ukuran partikel yang berikatan maka kualitas ikatan semakin baik, karena semakin luas kontak permukaan antara partikel. Ukuran partikel juga berpengaruh pada distribusi partikel, semakin kecil partikel kemungkinan terdistribusi secara merata lebih besar, sehingga pada proses pencampuran akan memperoleh distribusi yang homogen. Kehomogenan campuran menentukan kualitas ikatan, karena selama proses kompaksi atau pengepresan bahan gaya tekan yang diberikan akan terdistribusi secara merata. Hasil uji SEM arang kayu alaban dan abu dasar batubara seperti pada Gambar 3. Pada uji SEM didapatkan semakin kecil ukuran partikel maka pori-pori pada bahan juga semakin kecil.

Page 26: Volume 4 Nomor 1 Juli 2020

22 Ninis Hadi Haryanti - Pengaruh Tekanan Pada Briket Arang Alaban Ukuran Partikel Kecil

Risalah Fisika Vol. 4 no. 1 (2020) 19-26 ISSN 2548-9011

(a) (b)

Gambar 3. Hasil uji SEM: (a) arang kayu alaban dan (b) abu dasar batubara. Tekanan pembriketan mempunyai pengaruh terhadap

densitas dan kekuatan tekan briket. Semakin kuat tekanan briket yang diperoleh pada saat pembuatan briket, partikel arang kayu alaban dan abu dasar batubara saling berikatan dan menyatu sehingga briket tidak mudah hancur atau pecah. Dari hasil penelitian dengan tekanan pengepresan 50 N/cm2, 100 N/cm2, 150 N/cm2, densitas dan kekuatan tekan briket dari tempurung kelapa dan serbuk kayu bertambah dengan semakin tingginya tekanan pembriketan dan diperoleh hasil briket paling optimum dengan menggunakan tekanan antara 100-150 N/cm2 [7]. Penggunaan campuran 20% serat kelapa dengan variasi tekanan 40, 50, 60 dan 70 kg/cm2, meningkatkan kerapatan briket dengan mening-katnya tekanan yang diberikan [14]. Dengan bahan briket dari gambut dan arang pelepah daun kelapa sawit, semakin tinggi tekanan pembriketan densitas dan kekuatan geser briket akan naik [15]. Dari penelitian menggunakan cangkang biji karet dan abu dasar batu bara dengan variasi tekanan 100 kg/cm2, 150 kg/cm2 dan 200 kg/cm2 diperoleh hasil meningkatnya tekanan menurunkan nilai kadar air [8]. Berdasarkan beberapa penelitian tersebut, pada penelitian ini digunakan variasi tekanan untuk mengetahui karakteristik briket dengan variasi tekanan yaitu 150 kg/cm2, 200 kg/cm2, 250 kg/cm2, 300 kg/cm2, dan 350 kg/cm2.

Briket memiliki sifat higroskopis, yaitu mudah menyerap air dari sekelilingnya yang tinggi. Kadar air briket perlu diketahui karena kadar air yang tinggi pada briket akan mengakibatkan briket sulit menyala. Pengujian kadar air briket menggunakan metode sesuai dengan standar SNI 06-3730-1995. Hasil uji Kadar Air briket berbentuk silinder dengan variasi tekanan pencetakan 150, 200, 250, 300, dan 350 kg/cm2 dapat dilihat pada Gambar 4.

Kadar air merupakan satu di antara karakteristik penentuan kualitas briket yang berpengaruh terhadap nilai kalor pembakaran. Dari hasil uji didapatkan rerata kadar air briket dengan variasi tekanan pencetakan 150 sampai 350 kg/cm2 adalah rentang 5,892 - 5,083 %. Kadar air tertinggi briket 5,892% pada tekanan pen-cetakan 150 kg/cm2, sementara kadar air terendah 5,083% pada tekanan pencetakan 350 kg/cm2.

Dari Gambar 4, terdapat hubungan yang signifikan antara tekanan pencetakan dengan kadar air briket. Dari hasil pengujian kadar air, terlihat bahwa kadar air menurun seiring meningkatkan tekanan yang diberikan.

Gambar 4. Rerata Kadar Air (%) briket dengan variasi tekanan pencetakan.

Tekanan yang tinggi dapat menyebabkan briket semakin padat, kerapatan tinggi, halus dan seragam, sehingga partikel material campuran briket dapat saling mengisi pori-pori yang kosong serta menurunkan molekul air yang dapat menempati pori-pori tersebut. Di samping itu dengan adanya perekat tepung kanji, maka serbuk arang kayu alaban dan abu dasar batubara dengan ukuran 250 mesh yang bergabung dengan perekat akan semakin erat dan menyatu, sehingga briket akan memiliki pori-pori yang semakin kecil.

Hal tersebut sesuai dengan beberapa penelitian yang telah dilakukan, yang menyatakan bahwa semakin tinggi tekanan pengepresan semakin rendah kadar airnya [8,16]. Penelitian yang dilakukan oleh dengan variasi tekanan 100, 70, dan 30 kg/cm2 menyatakan penam-bahan tekanan berbanding lurus dengan nilai kerapatan dan persentase fixed carbon [17]. Syarat nilai kadar air yang digunakan dalam pembuatan briket ≤ 8% (SNI No. 01–6235–2000). Dari hasil uji kadar air briket yang dilakukan semua sampel briket memenuhi syarat SNI.

Gambar 5. Rerata Kadar Abu (%) briket dengan variasi tekanan pencetakan.

Page 27: Volume 4 Nomor 1 Juli 2020

Ninis Hadi Haryanti - Pengaruh Tekanan Pada Briket Arang Alaban Ukuran Partikel Kecil 23

Risalah Fisika Vol. 4 no. 1 (2020) 19-26 ISSN 2548-9011

Kadar abu merupakan bahan sisa proses pembakaran yang tidak memiliki unsur karbon atau nilai kalor. Pengujian kadar abu menggunakan metode sesuai dengan SNI 06-3730-1995. Hasil uji Kadar Abu briket berbentuk silinder dengan variasi tekanan pencetakan 150, 200, 250, 300, dan 350 kg/cm2dapat dilihat pada Gambar 5.

Dari hasil uji didapatkan rerata kadar abu briket dengan variasi tekanan pencetakan 150 sampai 350 kg/cm2 adalah 10,507 - 7,178%. Kadar abu tertinggi 10,507% pada tekanan pencetakan 150 kg/cm2, sementara kadar abu terendah 7,178% pada tekanan 350 kg/cm2.

Kadar abu briket banyak dipengaruhi oleh komposisi kimia dari bahan baku briket itu sendiri. Satu di antara unsur penyusun abu adalah silika, kandungan silika pada abu dasar batubara diketahui hampir 60%. Dari hasil penelitian, kandungan mineral abu dasar batubara adalah SiO2 61,92%, Al2O3 16,00%; Fe2O3 6,47%; CaO 6,85%; MgO 7,90% dan beberapa senyawa lainnya yang jumlahnya relatif kecil [18].

Semakin tinggi kadar silika pada suatu bahan penyusun briket, maka abu yang dihasilkan dari proses pembakaran akan semakin tinggi. Penambahan abu dasar batubarapada campuran briket cenderung meningkatkan kadar abu [19-20]. Hasil penelitian pada uji pendahulu-an, kadar abu pada abu dasar batubara sangat tinggi, yaitu 82,071% [21]. Dari penelitian yang dilakukan dengan menggunakan campuran arang tempurung kelapa dan abu dasar, diperoleh kadar abu yang paling tinggi adalah briket dengan campuran 100% abu dasar dengan nilai 81,01% dan yang paling rendah adalah briket dengan campuran 100% arang tempurung kelapa dengan nilai 1,20% [22]. Kadar abu yang tinggi beresiko terbentuknya endapan mineral pada saat pembakaran, sehingga mengakibatkan kualitas pembakaran menurun dan memperlambat proses pembakaran.

Dari Gambar 5 terlihat bahwa ada hubungan yang signifikan antara tekanan pencetakan yang dilakukan pada saat pembuatan briket dengan kadar abu. Kadar abu yang semakin rendah akan menghasilkan briket yang semakin baik. Pada pengujian kadar abu, dapat diketa-hui bahwa semakin besar tekanan pencetakan, maka kadar abu briket menurun. Hal ini sesuai dengan penelitian sebelumnya yang menyatakan bahwa kadar abu akan menurun jika tekanan pengepresan ditingkat-kan [16]. Syarat nilai kadar abu yang digunakan dalam pembuatan briket adalah ≤ 8% (SNI No. 01-6235-2000). Dari hasil uji kadar abu briket yang dilakukan tidak semua sampel briket memenuhi syarat SNI, hanya briket silinder pada tekanan pencetakan 350 kg/cm2 dengan kadar abu 7,178% yang memenuhi SNI. Hasil penelitian pada kadar abu ini masih relatif rendah jika dibandingkan dengan penelitian sebelumnya yang menggunakan campuran biomassa (cangkang kopi, cangkang kapuk, tempurung kelapa) dan abu dasar. Nilai kadar abu berkisar antara 40,25% - 62,12% [23]. Parameter utama dalam menentukan kualitas briket adalah nilai kalor pembakaran. Nilai Kalor yang semakin

Gambar 6. Rerata Nilai Kalori (cal/g) briket dengan variasi tekanan pencetakan.

tinggi menunjukan kualitas briket yang semakin baik. Pengujian nilai kalori pada penelitian ini menggunakan metode bomb calorimetry. Hasil uji Nilai Kalori briket berbentuk silinder dengan variasi tekanan pencetakan 150, 200, 250, 300, dan 350 kg/cm2dapat dilihat pada Gambar 6.

Nilai kalori dipengaruhi oleh kadar air dan kadar abu briket, tingginya nilai kalori yang dihasilkan disebabkan oleh rendahnya kadar air dan kadar abu. Dari hasil uji didapatkan rerata nilai kalori briket dengan variasi tekanan pencetakan 150 - 350 kg/cm2 adalah 5732,033 -5607,467 cal/g. Dari hasil uji pendahuluan yang dilakukan, diperoleh nilai kalori limbah arang kayu alaban 6833,133 cal/g dan abu dasar batubara 389,50 cal/g [21]. Dari penelitian yang dilakukan dengan meng-gunakan campuran arang tempurung kelapa dan abu dasar diperoleh nilai kalor paling tinggi pada briket campuran 100% arang tempurung kelapa dan paling rendah pada briket dengan campuran 100% abu dasar dengan nilai 1321,33 cal/g [22].

Nilai kalori tertinggi 5732,033cal/g pada tekanan pencetakan 200 kg/cm2, kemudian menurun sejalan dengan penambahan tekanan pencetakan. Sementara nilai kalori terendah 5607,467 cal/g pada tekanan pencetakan 350 kg/cm2. Nilai kalori akan menurun sejalan dengan penambahan tekanan pencetakan 250, 300, dan 350 kg/cm2. Terjadinya penurunan nilai kalor kemungkinan karena rusaknya karbon yang diakibatkan pertambahan tekanan pada briket. Hal ini sesuai dengan pernyataan bahwa ketika karbon rusak maka nilai kalor akan menjadi semakin menurun karena kadar karbon berbanding lurus dengan nilai kalor yang dihasilkan [24]. Semakin besar nilai kalori, jumlah briket yang diperlukan untuk menghasilkan panas pembakaran akan semakin sedikit, sehingga pemakaian briket semakin irit.

Dari Gambar 6 terlihat bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara tekanan yang diberikan pada saat pencetakan briket dengan nilai kalori yang dihasilkan. Semakin besar tekanan pencetakan yang diberikan (200 kg/cm2), maka nilai kalori akan semakin besar. Nilai kalori akan menurun dengan penambahan tekanan pencetakan yang dilakukan (250 - 350 kg/cm2). Pada

Page 28: Volume 4 Nomor 1 Juli 2020

24 Ninis Hadi Haryanti - Pengaruh Tekanan Pada Briket Arang Alaban Ukuran Partikel Kecil

Risalah Fisika Vol. 4 no. 1 (2020) 19-26 ISSN 2548-9011

penelitian lain semakin besar tekanan yang diberikan semakin meningkat pula nilai kalor yang dihasilkan [16].

Syarat nilai kalori yang digunakan dalam pembuatan briket ≥ 5000 cal/g (SNI No. 01–6235–2000). Jika merujuk pada Peraturan Menteri ESDM No. 047 tahun 2006, nilai kalori minimal adalah 3500 cal/g. Dengan demikian dari hasil uji yang dilakukan, semua sampel briket memenuhi syarat SNI, sedangkan untuk tekanan pencetakan yang disarankan adalah 200 kg/cm2, karena akan dihasilkan briket dengan nilai kalori yang lebih tinggi.

Densitas atau kerapatan merupakan perbandingan antara massa dengan volume briket. Besar kecilnya kerapatan dipengaruhi oleh ukuran dan kehomogenan penyusun briket tersebut [25]. Kehalusan serbuk bahan penyusun briket dengan ukuran partikel 250 mesh diyakini berpengaruh pada densitas briket yang dihasilkan. Hasil uji densitas briket berbentuk silinder dengan variasi tekanan pencetakan 150, 200, 250, 300, dan 350) kg/cm2 dapat dilihat pada Gambar 7.

150 200 250 300 3500.68

0.70

0.72

0.74

0.76

0.78

Dens

itas

(gr/c

m3 )

Tekanan (Kg/cm2)

Gambar 7. Rerata Densitas (g/cm3) briket dengan variasi tekanan pencetakan.

Gambar 7 menjelaskan tentang densitas dari briket yang dibuat. Pada gambar terlihat bahwa densitas yang paling tinggi adalah briket pada tekanan 350 kg/cm3 dengan nilai 0,769 g/cm3 dan yang paling rendah adalah briket pada tekanan 150 kg/cm3 dengan nilai 0,688 g/cm3. Dari hasil perhitungan densitas dapat dilihat bahwa semakin tinggi tekanan yang digunakan maka semakin tinggi nilai densitas yang diperoleh. Hal ini disebabkan, apabila tekanan yang diberikan rendah, maka rongga dalam briket akan semakin banyak dan akan diisi oleh air atau udara sehingga kerapatannya akan semakin kecil. Sementara dilihat dari bahan dasar nya, massa jenis dari arang kayu alaban adalah 2,71 g/cm3 lebih rendah dibandingkan abu dasar batubara yang nilai massa jenisnya 4,06 g/cm3 [21]. Semakin tinggi nilai kerapatan (densitas) briket maka semakin lambat laju pembakaran yang terjadi. Semakin tinggi nilai densitas maka semakin kecil pori dari briket tersebut [26].

Porositas adalah nilai kepadatan dari suatu benda. Semakin padat benda akan memiliki nilai porositas yang kecil [27]. Hasil uji porositas briket berbentuk silinder

150 200 250 300 35045.8

46.0

46.2

46.4

46.6

46.8

47.0

47.2

47.4

47.6

47.8

Poro

sita

s (%

)

Tekanan (Kg/cm2)

Gambar 8. Rerata porositas (%) briket dengan variasi tekanan pencetakan.

dengan variasi tekanan pencetakan (150, 200, 250, 300, dan 350) kg/cm2dapat dilihat pada Gambar 8.

Gambar 8 menjelaskan tentang porositas dari briket yang dibuat. Dari Gambar 8 terlihat bahwa nilai porositas yang paling besar adalah briket pada tekanan 150 kg/cm2 sebesar 47,592% dan yang paling rendah adalah briket pada tekanan 350 kg/cm2 sebesar 46,025%. Berdasarkan teori apabila nilai densitas yang diperoleh tinggi maka nilai porositas yang diperoleh rendah. Dilihat dari briket yang dihasilkan bahwa semakin tinggi tekanan yang digunakan maka porositas semakin kecil. Semakin besar nilai densitas maka porositas yang didapat akan semakin kecil [26]. Hal ini sesuai dengan nilai densitas yang didapatkan pada penelitian ini berbanding terbalik dengan porositas. Semakin tinggi tekanan yang diberikan, maka pori pada briket yang dihasilkan semakin kecil atau semakin berkurang dan kerapatannya semakin tinggi serta porositasnya semakin rendah.

IV. SIMPULAN

Analisis proksimat dan nilai kalori briket berbahan campuran limbah arang kayu alaban dan abu dasar batubara dengan variasi tekanan pencetakan adalah Kadar Air (3,831-5,892) %; Kadar Abu (7,178-10,507) %; Nilai Kalori (5607,467-5732,033) cal/g; Densitas (0,688-0,769) g/cm3; dan Porositas (46,025-47,592) %. Semua sampel briket memenuhi syarat SNI untuk kadar air dan nilai kalori, tetapi tidak semua sampel briket memenuhi syarat SNI untuk kadar abu. Pada variasi tekanan yang dilakukan, semakin tinggi nilai tekanan kadar air, kadar abu dan porositas akan menurunkan. Berdasarkan hasil uji nilai kalori, kadar air, kadar abu, direkomendasikan tekanan yang diberikan pada saat pembuatan briket adalah 200 kg/cm2. Hal ini berdasarkan pertimbangan Nilai Kalori paling tinggi diperoleh pada saat tekanan pencetakan 200 kg/cm2.

Page 29: Volume 4 Nomor 1 Juli 2020

Ninis Hadi Haryanti - Pengaruh Tekanan Pada Briket Arang Alaban Ukuran Partikel Kecil 25

Risalah Fisika Vol. 4 no. 1 (2020) 19-26 ISSN 2548-9011

Nilai kalori akan menurun pada saat tekanan pencetakan (150, 250, 300 dan 350) kg/cm2.Briket ini diharapkan akan menjadi bahan bakar alternatif rumah tangga maupun industri sebagai produk biomassa dengan memanfaatkan limbah sumber daya alam Kalimantan Selatan Indonesia. Perlu penelitian lanjutan dengan menggunakan bahan campuran yang lainnya dalam pembuatan briket. UCAPAN TERIMA KASIH Terima kasih disampaikan pada semua pihak yang telah membantu dalam penelitian awal ini, terutama kepada Lembaga Penelitian dan Pengabdian Kepada Masyarakat Universitas Lambung Mangkurat yang telah memberi-kan dana melalui Penelitian Dasar Unggulan Perguruan Tinggi. PUSTAKA 1. Y.M. Thoha dan D.E. Fajrin, Pembuatan Briket Arang dari

Daun Jati dengan Sagu Aren Sebagai Pengikat, Jurnal Teknik Kimia 17 (2010) 34-35.

2. S. Amin, Penelitian berbagai jenis kayu limbah pengolahan untuk pemilihan bahan baku briket arang, Jurnal Sains dan Teknologi BPPT Indonesia 2 (2000) 41-46.

3. A. Nurlyanto, Perbandingan Keuntungan Industri Arang dengan Menggunakan Bahan Baku Jenis Alaban (Vitek Pubescens Vahl) dan Akasia (Acacia Auriculiformis A. Cunn. Ex Benth.) di Desa Ranggang Kecamatan Takisung Kabupaten Tanah Laut Provinsi Kalimantan Selatan, Skripsi, Universitas Lambung Mangkurat, Banjarbaru (2010).

4. M.F. Mahdie, Briket Arang Dari Limbah Arang PT. Citra Prima Utama Banjarbaru. Jurnal Hutan Tropis 29 (2010) 1-8.

5. Ema, Abu Batu Bara Jadi Struktur Jalan. Harian Radar Banjarmasin Online tanggal 3 Juni 2017. Banjarmasin. https://kalsel.prokal.co/read/news/9591-abu-batu-bara-jadi-struktur-jalan, di akses 21 Juli 2018.

6. Fatriani, Kualitas Briket Arang Dari Campuran Kayu Bakau (Rhizophora macronata Lamck) dan Api-api (Avicennia marina Vlerk) Pada Berbagai Tekanan. Jurnal Hutan Tropis Borneo 18 (2006) 62-70.

7. R. Setiowati dan M. Tirono, Pengaruh Variasi Tekanan Pengepresan dan Komposisi Bahan Terhadap Sifat Fisis Briket Arang, Jurnal Neutrino 7 (2014) 23-24.

8. N.H. Haryanti, R. Noor, dan D. Aprilia, Karakterisasi dan Uji Emisi Briket Campuran Cangkang Biji Karet dan Abu Dasar Batubara. Prosiding Pendidikan Fisika, “MOTOGPE” 2018, Banjarmasin 24 Maret 2018, hal. 203-209, Universitas Lambung Mangkurat, Banjarbaru.

9. I.S. Aisyah, S. Ali, dan T. Satya, Proses Desain Dan Pengujian Mesin Press Hidrolik Briket Limbah Bambu. Universitas Muhammadiyah Malang, Malang (2017).

10. N. H. Haryanti, S. Suryajaya, H. Wardhana, S. Husain, Y. Anggraini, N. Sofi, Characterization of Briquette from Halaban Chorcoal and Coal Combustion Ashes. IOP Publishing 1120 (2018) 1-5.

11. S. Suryaningsih, O. Nurhilal, K.A. Affandi, Pengaruh Ukuran Butir Briket Campuran Sekam Padi dengan Serbuk Kayu Jati Padi Dengan Serbuk Kayu Jati Terhadap Emisi Karbon Monoksida (CO) Dan Laju Pembakaran, Jurnal Ilmu Dan Inovasi Fisika. 2 (2018) 15–21.

12. P. Bhattarai, R. Sapkota, R.M. Ghimire, R., Effects of Binder and Charcoal Particle Size on the Physical and Thermal Properties of Beehive Briquettes. Proceedings Of IOE Graduate Conference (2016) 57–63.

13. T. Ajiboye, S. Abdulkareem, A.O.Y. Anibijuwon, Investigation of mechanical properties of briquette product of sawdust-charcoal as a potential domestic energy source. Journal of Applied Sciences and Environmental Management 20 (2017) 1179-1188.

14. M. Thabout, P. Thanchanok, P. Kasidet, M. Pisit, W. Prasong, Effect of Applied Pressure and Binder Proportion the Fuel Properties of Hiley Bio-Briquettes, Energy Procedia 79 (2015) 890-805.

15. A. Nugraha, A. Widodi, S. Wahyudi, Pengaruh Tekanan Pembriketan dan Persentase Briket Campuran Gambut dan Arang Pelepah Daun Kelapa Sawit Terhadap Karakteristik Pembakaran Briket, Jurnal Rekayasa Mesin 8 (2017) 29-36.

16. Darvina, Yenni dan Nur Asma, Upaya Peningkatan Kualitas Briket dari Arang Cangkang dan Tandan Kosong Kelapa Sawit (TKKS) melalui Variasi Tekanan Pengpresan, Laporan Penelitian Dana Jurusan Fakultas Matematika dan IPA Jurusan Fisika Universitas Negeri Padang, Padang (2011).

17. L. Lestari, S.H. Erzam, Risna, Pengaruh Tekanan Dan Ukuran Partikel Terhadap Kualitas Briket Cangkang Coklat, Jurnal Aplikasi Fisika 13 (2017) 1-8.

18. Misbachul Munir, Pemanfaatan abu batubara (fly ash) untuk hollow block yang bermutu dan aman bagi lingkungan, Thesis, Program Magister Ilmu Lingkungan Program Pascasarjana Universitas Diponegoro, Semarang (2008).

19. B. Gunawan dan Sugeng Slamet, Pembuatan Briket dari Limbah Bottom ash PLTU dengan Biomassa Cangkang Kopi, Jurnal SIMETRIS 6 (2015) 289-294.

20. Gunawan, et al., Pengujian Nilai Kalor Dan Kadar Air Terhadap Briket Sebagai Bahan Bakar Padat yang Terbuat dari Bottom ash Limbah PLTU Dengan Biomassa Tempurung Kelapa melalui Proses Karbonisasi, Prosiding Seminar Nasional Sains dan Teknologi (SNST) Ke-6, Vol 1, No.1, hal. 1-3, Fakultas Teknik Universitas Wahid Hasyim, Semarang (2015).

21. N.H. Haryanti, H. Suryajaya, Y. Wardhana, Anggraini, N. S. Andini, Potensi Limbah Arang Kayu Alaban (Vitex pubescens Bahl), Abu Dasar dan Abu Terbang Batubara Sebagai Bahan Briket, Jurnal Fisika Flux 17 (2020) 59-65.

22. A. Anetiesia, Pembuatan Briket Dari Bottom Ash dan Arang Tempurung Kelapa Sebagai Sumber Energi Alternatif, Skripsi, Fakultas Teknik Universitas Diponegoro, Semarang (2014).

23. S. Slamet dan Budi Gunawan, Briket Campuran Bottom ash Batu Bara Limbah PLTU dan Biomassa melalui Proses Karbonisasi sebagai Sumber Energi Alternatif Terbarukan, Prosiding Seminar Nasional Teknologi dan Informatika (SNATIF) ke-3 hal. 43-50, Fakultas Teknik Universitas Muria, Kudus (2016).

24. E. Junary, J.P. Pane, H. Netti, Pengaruh Suhu Dan Waktu Karbonisasi Terhadap Nilai Kalor Dan Karakteristik Pada Pembuatan Bioarang Berbahan Baku Pelepah Aren (Arenga Pinnata). Jurnal Teknik kimia USU 4 (2015) 46-52

25. H. Sukanto, Pengaruh Suhu Sintering Terhadap Densitas dan Kekuatan Komposit Plastik-Karet, Jurnal Ilmiah Teknik Mesin 3 (2009) 57-61.

26. S. Jamilatun, Sifat-Sifat Penyalaan dan Pembakaran Briket Biomassa, Briket Batubara dan Arang Kayu. Jurnal Rekayasa Proses 2 (2008) 37-40.

Page 30: Volume 4 Nomor 1 Juli 2020

26 Ninis Hadi Haryanti - Pengaruh Tekanan Pada Briket Arang Alaban Ukuran Partikel Kecil

Risalah Fisika Vol. 4 no. 1 (2020) 19-26 ISSN 2548-9011

27. M. Ridha dan Darminto, Analisis Densitas, Porositas, dan Struktur Mikro Batu Apung Lombok dengan Variasi Loka-

si menggunakan Metode Archimedes dan Software Image-J, Jurnal Fisika dan Aplikasinya 12 (2016) 2460- 4682.

Page 31: Volume 4 Nomor 1 Juli 2020

ISSN 2548-9011 Risalah Fisika Vol. 4 no. 1 (2020) 27-32

27

Penentuan Parameter Elektron Plasma Bejana Emiter Berbasis Besar Arus Lucut Busur Gas Udara (masuk/received 2 Juni 2020, diterima/accepted 7 Juli 2020) Determination of Plasma Electron Parameters of Emitter Vessel Based on Arc Discharge Current Value of Air Gas Pressure

Agus Purwadi, Suprapto, Ihwanul Aziz, Saefurrochman Pusat Sains dan Teknologi Akselerator, Badan Tenaga Nuklir Nasional Jl. Babarsari, Yogyakarta 55598, Indonesia [email protected] https://doi.org/10.35895/rf.v4i1.173

Abstrak – Telah dilakukan penentuan parameter elektron plasma dalam Bejana Emiter (BE) berbasis besar arus lucut busur gas udara pada tegangan 10 kV untuk Ignitor Discharge Power Supply (IDPS) dan tegangan anoda 1 kV untuk Arc Discharge Power Supply (ADPS). Tekanan gas udara divariasi mulai dari 5,70 × 10-3 Torr hingga 7,90 × 10-3 Torr. BE terbuat dari Stainless Steel-304 (SS-304) silinder berdiameter ф = 4,00 cm dan panjang l = 66 cm, dipasangi grid berukuran 60 cm × 2,6 cm dan ditutup dengan frame yang terdiri dari 15 grup lubang (masing-masing berisi 10 lubang kecil berdiameter ф = 0,4 cm). Dari hasil eksperimen pada tekanan gas udara sekitar 6,8 × 10-3 Torr diperoleh arus berkas elektron pulsa terekstraksi sebesar 4,17 A pada tegangan tinggi ekstraksi 5 kV. Berdasarkan arus elekton terekstraksi tersebut, diperoleh kerapatan elektron plasma ne sebesar 3,15 × 1012 partikel/cm3 dan suhu elektron plasma Te sebesar 1,77 × 104 K ≈ 1,50 eV.

Kata kunci: emitter, plasma, bejana emiter (BE), lucutan, kerapatan, suhu

Abstract – The determination of plasma electron parameters in the Emitter Vessel (EV) based on arc dischage value of air gas has been conducted at 10 kV of Ignitor Discharge Power Supply (IDPS) and 1 kV of anode voltage for Arc Discharge Power Supply (ADPS). The air gas pressure was varied from 5.70 × 10-3 Torr to 7, 90 × 10-3 Torr. The EV was made from Stainless Steel-304 (SS-304) cylindrical shape with diameter ф of 4.00 cm and length l of 66 cm, fitted with 60.00 cm × 2.60 cm grid and covered with a frame consisting of 15 groups of holes (each containing 10 holes small diameter ф of 0.4 cm). From the experiment result at the average air gas pressure of about 6.80 × 10-3 Torr, it was obtained 4.17 A of extracted pulse electron beam current at 5 kV of extracted high voltage. Based on that extracted electron beam current, it was obtained 3.15 × 1012 particles/cm3 of plasma electron density ne and 1.77 × 104 K ≈ 1.50 eV of plasma electron temperature Te.

Key words: emitter, plasma, emmiter vessel (EV), discharge, density, temperature

I. PENDAHULUAN

Bejana Emitter (BE) adalah pembangkit berkas elektron yang merupakan komponen penting dalam perangkat Iradiator Elektron Pulsa (IEP). Berkas elektron tersebut dibentuk oleh adanya emisi atau ekstraksi elektron dari permukaan plasma menuju suatu target setelah melewati sistem grid. BE dapat menghasilkan keluaran berkas elektron berpenampang luas dan berarus besar, sehingga akan bermanfaat untuk aplikasi pada permukaan bahan datar yang luas.

Dibandingkan dengan Mesin Berkas Elektron (MBE) yang beroperasi secara kontinyu, maka MBE pada sistem Sumber Elektron Katoda Plasma (SEKP) akan lebih menguntungkan. Hal ini mengingat jenis MBE kontinyu menggunakan sumber elektron jenis filamen, tabung akselerator, sistem pemfokus dan sistem pemayar (scanning system) berkas elektron [1]. Masalah yang mungkin timbul pada MBE adalah harganya mahal, bentuknya cukup besar dan kurang kompak, serta berkas elektron yang mengenai permukaan bahan target masih kurang seragam. Untuk menjawab dan menyelesaikan masalah tersebut, maka diperlukan jenis MBE pulsa atau

IEP. IEP sangat menjanjikan untuk digunakan dalam berbagai industri antara lain dalam bidang kesehatan, untuk industri pengolahan lateks karet alam, modifikasi permukaan pada industri semikonduktor dan polimer [2]. Pada prinsipnya IEP akan relatif lebih sederhana dan mudah perawatannya karena tidak menggunakan semua modul seperti yang digunakan pada MBE kontinyu.

Pada IEP, plasma dapat terbentuk setelah adanya spot plasma di permukaan katode tembaga pada modul elektroda pemicu dan baru dilanjutkan lucutan plasma akibat beda potensial antara katoda (sistem elektroda) dengan anoda generator plasma di dalam BE. Timbulnya spot plasma dipasok oleh adanya sumber daya Ignitor Discharge Power Supply (IDPS) orde puluhan kV, sedangkan terjadinya plasma dipasok oleh adanya sumber daya Anode Discharge Power Supply (ADPS). Dalam BE, elektron pada permukaan/batas plasma ditarik menuju ke dinding anoda oleh tegangan anoda dengan menempuh jarak sejauh tebal sheath (selubung plasma), selanjutnya arus berkas elektron dipercepat menggunakan tegangan pemercepat eksternal yang idealnya orde ratusan kV menuju target melalui sistem grid.

Page 32: Volume 4 Nomor 1 Juli 2020

28 Agus Purwadi - Penentuan Parameter Elektron Plasma Bejana Emitter Berbasis Besar Arus Lucut ...

Risalah Fisika Vol. 4 no. 1 (2020) 27-32 ISSN 2548-9011

Arus berkas elektron plasma yang keluar dari grid merupakan perkalian luasan grid dengan rapat arus berkas elektron je. Rapat arus berkas elektron je ditentukan oleh 2 (dua) parameter meliputi kerapatan elektron ne dan suhu elektron plasma Te di dalam BE. Dengan demikian penentuan nilai kedua parameter ini dalam suatu bejana BE sangat penting untuk dilakukan. Besar arus berkas elektron plasma dapat diukur dengan alat bantu Faraday cup dan atau koil Rogowski [3]. Tujuan dari penelitian ini adalah dapat ditentukannya harga parameter plasma (kerapatan elektron ne, suhu elektron plasma Te ) di dalam bejana emiter BE yang merupakan salah satu modul IEP hasil rancang bangun di PSTA BATAN Yogyakarta.

II. LANDASAN TEORI

Bejana Emiter (BE) merupakan peralatan lucutan penghasil plasma dengan batasan dari mana elektron diemisikan atau diekstraksikan. Emisi ion dari plasma dan emisi elektron dari plasma tidak mempunyai fenomena yang sama (tidak hanya karena adanya perbedaan polaritas tegangan ekstraksi), namun yang menjadi kunci adalah berhubungan dengan bagaimana partikel bermuatan dapat terekstraksi dari plasma.

Pada BE keadaan yang paling khusus adalah plasma mempunyai potensial yang relatif lebih besar terhadap potensial elektroda emiter (dinding BE) sehingga dapat menimbulkan perbedaan potensial yang berakibat adanya perpindahan muatan dari plasma ke arah ruang pe-mercepat melalui jendela/grid yang terpasang pada din-ding plasma. Ini berarti bahwa ion diemisikan dari per-mukaan plasma (terbuka), tetapi elektron harus mengatasi penghalang potensial ϕ) untuk ekstraksi dari plasma menuju ke daerah percepatan. Emisi elektron plasma (potensial plasma ϕp) dengan penghalang poten-sial adalah seperti ditunjukkan pada Gambar 1. Jadi fenomena emisi elektron plasma adalah tak lebih sederhana dari pada ekstraksi ion dari plasma. Untuk pembentukan berkas elektron, penambahan potensial kolektor φk atau tegangan ekstraksi Ua harus sesuai dengan penambahan kecepatan (v) dan tenaga (W) untuk ion atau elektron [4].

Gambar 1. Emisi elektron plasma (potensial plasma ϕp)

dengan penghalang potensial.

Untuk ekstraksi ion dari plasma keadaan ini secara otomatis dipenuhi karena ion selanjutnya hanya dipercepat oleh medan listrik pemercepat eksternal. Namun keadaan yang sangat berbeda akan terjadi untuk emisi/ekstraksi elektron dari plasma. Elektron di dekat selubung ion (ion sheath) diperlambat sedang untuk ion dipercepat [5]. Untuk lolos dari plasma elektron harus dapat mengatasi penghalang potensial, oleh karenanya persamaan umum untuk kerapatan arus elektron ke kolektor je diberikan oleh persamaan Boltzmann [6].

, (1) dengan je kerapatan arus elektron plasma, je0 kerapatan arus elektron plasma jenuh/maksimum, e muatan elektron (1,602 × 10-19 C), φp potensial plasma, φk potensial kolektor, k tetapan Boltzmann (1,381 × 10-

23 J/K), dan Te suhu elektron plasma. Untuk besaran fisis kerapatan arus elektron plasma jenuh/maksimum jeo dapat dinyatakan sebagai

, (2)

dengan ne kerapatan plasma, v kecepatan relativistik elektron, dan m massa elektron (9,109 × 10-31 kg). Pada persamaan (1) ditunjukkan bahwa walaupun tidak ada tegangan ekstraksi di anoda/kolektor (Ua = 0), tetapi tetap ada arus yang mengalir menuju ke kolektor namun dengan besar kerapatan arus je yang menurun secara eksponensial. Emisi elektron dari plasma tanpa tegangan penarik Ua yakni Ua = 0 adalah seperti ditunjukkan pada Gambar 2.

Gambar 2. Emisi elektron dari plasma tanpa tegangan

ekstraksi (Ua = 0). Kalau selanjutnya tegangan ekstraksi/tegangan anoda

Ua dinaikkan sehingga lebih besar dari nol dan lebih kecil dari pada potensial plasma (0 < φk < ϕp) maka akan diperoleh persamaan baru untuk rapat arus berkas elektron jek pada saat potensial kolektor sebesar φk . Jika nilai jek naik, maka nilai potensial plasma ϕp juga naik yang akan menaikkan halangan potensial (untuk elektron) di permukaan dinding BE dan meloloskan plasma

Page 33: Volume 4 Nomor 1 Juli 2020

Agus Purwadi - Penentuan Parameter Elektron Plasma Bejana Emitter Berbasis Besar Arus Lucut ... 29

Risalah Fisika Vol. 4 no. 1 (2020) 27-32 ISSN 2548-9011

elektron ke elektroda lain (tidak ke kolektor). Emisi elektron dengan tegangan ekstraksi 0<φk’< φp mengalami kenaikan potensial plasma ditunjukkan pada Gambar 3.

Gambar 3. Emisi elektron dari plasma dengan tegangan

ekstraksi Ua saat potensial 0<φk’< φp. Emisi elektron untuk tegangan ekstraksi elektron Ua

dengan potensial kolektor ϕk sama dengan potensial plasma ϕp (ϕk = ϕp) ditunjukkan pada Gambar 4, sedang emisi elektron plasma tanpa penghalang potensial ditunjukkan pada Gambar 5 [7]. Dalam keadaan ini rapat arus emisi elektron je mencapai nilai jenuh (maksimum) dengan nilai yang jauh lebih tinggi dari pada arus emisi elektron awal (Ua = 0). Walaupun arus emisi elektron naik tetapi pada tingkatan ini elektron sampai di kolektor masih tanpa tenaga (nol). Faktor naiknya arus emisi elektron adalah N yang dinyatakan dengan

. (3)

Gambar 4. Emisi elektron dari plasma dengan tegangan

ekstraksi Ua saat potensial 0<φk’< φp.

Gambar 5. Emisi elektron plasma (potensial plasma φp)

dengan tanpa penghalang potensial.

III. METODE PENELITIAN/EKSPERIMEN

Penentuan parameter plasma dalam BE dilakukan dengan melibatkan penggunaan modul sistem BE, gas udara, detektor kevakuman/meter vakum Penning AIMX dengan TIC Instrument, rangkaian IDPS dan ADPS, Osiloskop (Digital Storage Oscilloscope GDS-1000 Series), dan unit komputer/laptop. Bejana emitter BE berada di dalam bejana sistem IEP, dibuat dari material Stainlees Steel SS-304 berbentuk silinder dengan ukuran diameter ф = 4,00 cm dan panjang l = 66 cm, sedang di atasnya dipasang grid berukuran 60 cm × 2,6 cm yang ditutup frame dengan sejumlah 15 grup lubang (tiap grup berisi 10 lubang kecil dengan diameter masing-masing sebesar ф = 0,4 cm). Dalam BE terdapat elektroda (ignitor) dengan katoda berbentuk silinder pejal dari bahan Mg dengan diameter ф = 6,35 mm dan panjang l = 76,75 mm. Bagian anoda dipisahkan oleh isolator teflon berbentuk cincin dengan diameter dalam фd = 6,35 mm dan diameter luar фl = 9,50 mm serta panjang l = 30 mm, sedang anoda terbuat dari stainless steel SS-304 berbentuk silinder dengan diameter dalam фd = 81,53 mm dan diameter luar фl = 88,53 mm serta tebal t = 3,0 mm [8]. Bejana emiter BE yang merupakan sumber elektron yakni tempat terjadinya lucutan busur plasma dengan menggunakan banyak lubang keluaran berkas pada perangkat IEP ditunjukkan pada Gambar 6.

Gambar 6. Skema diagram BE sebagai sumber elektron

plasma pada perangkat IEP.

Lucutan Busur Plasma

Page 34: Volume 4 Nomor 1 Juli 2020

30 Agus Purwadi - Penentuan Parameter Elektron Plasma Bejana Emitter Berbasis Besar Arus Lucut ...

Risalah Fisika Vol. 4 no. 1 (2020) 27-32 ISSN 2548-9011

Pemasukan gas (udara) dilakukan pada sistem bejana emiter (1) melewati bejana vakum (2). Sistem elektroda pembentuk plasma, mempunyai dua sumber daya yaitu sumber daya ignitor (7) dan sumber daya generator plasma (8). Sumber daya ignitor mempunyai spesifikasi tegangan 10 kV, dan energi 100 mJ mengalirkan tegang-an dari katoda (4) menuju anoda ignitor (3) melalui isolator akan membentuk spot plasma di permukaan katoda. Bejana vakum (2) dapat berfungsi sebagai bejana Iradiator Elektron Pulsa (IEP) apabila dipasang jendela keluaran ekstraksi berkas elektron, dan dihubungkan dengan sumber daya generator plasma dengan tegangan 1 kV. Proses lucutan permukaan pada bejana plasma dilakukan pada tekanan vakum sekitar 10-5 Torr dan jarak Faraday cup dengan lubang ekstraksi 5 cm. Kemudian spot plasma yang terbentuk akan dihamburkan oleh tegangan sumber daya generator plasma. Hamburan spot plasma yang dipercepat oleh tegangan sumber daya generator plasma akan mengionisasi gas dalam bejana plasma sehingga terbentuk lucutan busur plasma di seluruh permukaan anoda berongga. Tegangan ekstraksi (9) berfungsi untuk menarik/mengekstrak elektron pada permukaan plasma. Elektron diekstrak melalui grid (5) dan frame (6) kemudian dipercepat sampai menabrak Faraday cup (10) yang selanjutnya diukur arusnya menggunakan koil Rogowski.

Bejana emiter BE yang berada di dalam bejana vakum dilengkapi oleh 3 (tiga) buah sumber daya (yang digunakan untuk lucutan ignitor, lucutan plasma busur dan ekstraksi berkas elektron), alat deteksi berkas elektron Faraday cup dan koil Rogowski menjadi satu unit modul pada peralatan Iradiator Elektron Pulsa (IEP).

Arus lucut berkas plasma dalam bejana emitter dapat ditentukan dengan menggunakan alat bantu Faraday cup untuk menampung arus berkas elekton yang menumbuk dan koil Rogowski (yang dapat dibuat sendiri) untuk menghitung besar arus lucutan serta Osiloskop (Digital Storage Oscilloscope GDS-1000 Series) untuk mengamati bentuk keluaran pulsa.

Arus ekstraksi berkas elektron plasma dari BE (sistem ADPS) dengan koil Rogowski dapat ditentukan oleh [9]

, (4)

dengan It besar arus lucut plasma (A), a jejari mayor torus = jejari toroid (m), R resistansi integrator (Ω), C kapasitansi integrator (F), µ tetapan permeabilitas = µoµr = 4 ×10-7µr (Hm-1), Vt tegangan terukur (volt), A luas tampang lintang minor torus/toroid (m2) dan n jumlah kumparan/lilitan torus. Berdasarkan persamaan (6) apabila masing-masing tetapan dan besaran fisis dapat diketahui maka besar arus lucut I(t) pada BE (sistem ADPS) dapat ditentukan. Bejana anoda berongga yang digunakan adalah berbentuk silinder dengan volume V, jejari r dan panjang l (V = πr2l), maka kerapatan partikel elektron ne dalam BE adalah jumlah partikel total dibagi dengan volume V. Muatan 1 (satu) coulomb untuk partikel elektron adalah sebanyak 6,256 × 1018 partikel, sedang muatan total Q yang merupakan hasil kali besar arus lucut I(t) dengan lebar pulsa τ (dapat diperoleh dari hasil eksperimen) atau

Q = I(t) × τ, maka kerapatan partikel/elektron ne dalam BE dapat dihitung dengan [10]

. (5) Untuk penentuan parameter suhu elektron plasma Te

dapat dihitung dari persamaan (2) yang merupakan persamaan untuk rapat arus lucut elektron jenuh/maksi-mal je pada suatu nilai tegangan ekstraksi Ua tertentu (Gambar 4) yaitu dapat dinyatakan dalam bentuk

knejm

Te

eee 22

22π= , (6)

dengan Te suhu elektron plasma, me massa elektron = 9,109 × 10-31 kg, e muatan elektron = 1,602 × 10-19 C, ne kerapatan plasma, dan k tetapan Boltzmann = 1,381 × 1023 J/K.

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

Telah dilakukan pengamatan sistem lucutan Ignition Discharge Power Supplay (IDPS) dan sistem lucutan Arc Discharge Power Supplay (ADPS) pada perangkat Bejana Emitter. Tekanan gas kerja pada bejana emitter untuk optimasi operasional IDPS dan ADPS dilakukan dengan memvariasi tekanan gas (udara). Dari hasil eksperimen lucutan sistem IDPS dan ADPS mendekati optimal pada variasi tekanan udara antara 5,7 × 10-3 Torr sampai dengan 7,9 × 10-3 Torr, berkas elektron dapat ditangkap dengan bantuan Faraday cup, besar pulsa arus berkas dapat diukur dengan bantuan koil Rogowski, sedang tampilan bentuk dan ukuran pulsa lucutannya dapat dipantau dengan osiloskop. Hasil eksperimen menunjukkan bahwa IDPS mudah menyala pada kevakuman rendah sedang untuk ADPS mempunyai karakteristik yang berlawanan dengan IDPS yaitu diperoleh nyala yang baik pada kevakuman tinggi. Kevakuman dengan 5,7 × 10-3 Torr sampai 7,9 × 10-3 Torr ideal untuk membuat spot plasma dengan tegangan IDPS 10 kV pada perangkat IEP seperti yang ditunjukkan pada Gambar 7, namun kondisi besaran kevakuman ini masih kurang baik untuk nyala/pulsa ADPS.

Gambar 7. Spot plasma dalam BE pada kevakuman 6,8 × 10-3 Torr dan.tegangan 10 kV.

Page 35: Volume 4 Nomor 1 Juli 2020

Agus Purwadi - Penentuan Parameter Elektron Plasma Bejana Emitter Berbasis Besar Arus Lucut ... 31

Risalah Fisika Vol. 4 no. 1 (2020) 27-32 ISSN 2548-9011

Tekanan yang paling ideal (optimal) untuk membuat spot plasma (sistem IDPS) dan plasma busur (sistem ADPS) BE pada tegangan lucut ignitor 10 kV adalah pada tekanan sekitar 6,8 × 10-3 Torr. Pada tekanan tersebut dengan alat bantu Digital Storage Oscilloscope GDS-1000 Series, diperoleh keluaran tegangan dengan bentuk pulsa untuk sistem IDPS dan ADPS seperti ditunjukkan pada Gambar 8 dan 9. Nilai arus lucut IADPS yang sesuai dengan berbagai tekanan P dapat ditentukan menggunakan alat bantu Faraday cup (untuk menangkap arus berkas elektron pulsa) dan persamaan (6) hasil dari penjabaran koil Rogowski dengan spesifikasi harga besaran yang digunakan antara lain a = 10,56 × 10-3 m, R = 100 Ω, C = 2,2×10-6 F, µ = µo × µr = (4 × 10-7) (93) Hm-1, A = 75,68 × 10-6 m2 dan n = 80 lilitan, sedang untuk nilai tegangan terukur Vt besarnya tergantung tekanan P yang digunakan.

Gambar 8. Pulsa tegangan terukur (Vt = 0,7 volt, τ = 25 µs)

untuk penentuan arus IDPS pada tekanan udara 6,8 × 10-3 Torr.

Gambar 9. Pulsa tegangan terukur (Vt = 2,50 volt, τ = 30 µs)

untuk penentuan arus ADPS pada tekanan udara 6,8×10-3 Torr.

Dari hasil eksperimen penentuan arus lucut busur yang optimum yakni atas dasar persamaan (6) diperoleh sebesar IADPS-Opt. = 4,17 A saat dipasang tegangan ekstraksi 5 kV dan terjadi saat dioperasikan dengan tekanan gas udara sebesar P. = 6,8×10-3 Torr. Selanjut-nya menggunakan persamaan (5) dan mensubstitusikan besaran muatan total Q = 4,17 × 10-4 partikel, serta BE adalah bentuk silinder dengan jejari r = 2 cm = 0,02 m dan panjang l = 66 cm = 0,66 m maka diperoleh nilai kerapatan partikel elektron dalam BE sebesar ne = 3,15 × 1018 partikel/m3 = 3,15 × 1012 partikel/cm3.

Selanjutnya untuk besar temperatur elektron plasma T dalam BE dapat ditentukan dari persamaan (6) dengan substitusi besaran kerapatan partikel elektron ne = 3,15 × 1018 partikel/m3 dan konstanta-konstanta untuk muatan elektron e = 1,602 × 10-19 C, tetapan Boltzmann k = 1,381 × 1023 J/K, dan massa elektron me = 9,109 × 10-31 kg, memberikan temperatur elektron plasma dalam BE sebesar Te = 1,77 × 104 K ≈ 1,50 eV. Kedua nilai parameter elektron plasma ne dan Te tersebut telah sesuai dengan yang diharapkan karena menurut literatur untuk kondisi pengerjaan secara eksperimen untuk nilai ne berkisar antara 1012 hingga 1014 partikel/cm3 dan untuk nilai Te adalah hanya dalam beberapa eV [6]. Secara perhitungan/simulasi telah ditentukan besar jejari arus berkas elektron optimum adalah sebesar r = 2,00 mm dan arus lucut plasma IADPS-Opt. = 4,17 A, maka rapat arus plasma J(r:2mm) = 0,33 × 102 A/cm2. Nilai besaran fisis rapat arus plasma yang diperoleh tersebut (sistem ADPS) belum sesuai dengan harapan dalam arti sangat jauh selisihnya dengan nilai kerapatan arus spotnya, mengingat besar/nilai rapat arus plasma spot (sistem IDPS) pada sistem sumber elektron katoda plasma adalah js = (106 – 108) A/cm2 [12].

Perolehan selisih yang sangat besar antara rapat arus lucutan busur plasma (ADPS) dengan rapat arus lucutan spot plasma (IDPS) adalah karena masih kecilnya pemakaian tegangan ekstraksi berkas elektron (Ua = 5 kV) sehingga otomatis nilai prosentase efisiensi grid juga ikut berkurang, dalam arti banyak arus berkas elektron plasma yang bocor tidak melalui grid. Rapat arus berkas elektron plasma yang paling optimum terjadi ketika potensial plasma dalam BE sama dengan potensial kolektor yang dipasang. Pada eksperimen selanjutnya untuk dapat lebih memperbesar nilai rapat arus plasma yang terekstraksi (ADPS) perlu adanya tegangan ekstraksi Ua (yang dapat divariasi) hingga orde ratusan kilovolt atau sekitar Ua = (150-200) kV [11]. V. SIMPULAN Telah dilakukan penentuan parameter plasma yang meliputi kerapatan elektron plasma ne dan suhu elektron plasma Te di dalam BE yang merupakan sumber elektron plasma (di dalam peralatan IEP) dari bahan Stainless Steel SS-304 bentuk silinder berdiameter ф = 4,00 cm dan panjang l = 66 cm. Penentuan parameter plasma dilakukan pada tegangan keluaran ignitor V = 10 kV untuk sistem Ignitor Discharge Power Supply (IDPS) dan tegangan anoda V = 1 kV untuk sistem Arc Discharge Power Supply (ADPS). Dari hasil eksperimen pada

Page 36: Volume 4 Nomor 1 Juli 2020

32 Agus Purwadi - Penentuan Parameter Elektron Plasma Bejana Emitter Berbasis Besar Arus Lucut ...

Risalah Fisika Vol. 4 no. 1 (2020) 27-32 ISSN 2548-9011

tekanan gas udara rerata 6,8 × 10-3 Torr serta dengan alat bantu Faraday cup dan koil Rogowski diperoleh arus berkas elektron pulsa terekstraksi dari BE sebesar I = 4,17 A pada tegangan tinggi ekstraksi sebesar V = 5 kV. Atas dasar besar arus terekstraksi serta menggunakan rumus yang terkait diperoleh kerapatan plasma elektron sebesar ne = 3,15 × 1012 partikel/cm3 dan suhu elektron plasma sebesar Te = 1,77 × 104 K ≈ 1,50 eV. Kedua nilai parameter elektron plasma ne dan Te yang diperoleh telah sesuai dengan yang diharapkan dalam arti telah berada dalam kisaran nilai yang disebutkan dalam pustaka. Untuk perolehan parameter arus berkas elektron pulsa masih perlu peningkatan, misalnya menggunakan modul tegangan pemercepat yang sesuai (orde ratusan kV) sedemikian sehingga arus berkas elektron dapat diaplikasikan dalam teknologi iradiasi permukaan yang bermanfaat.

UCAPAN TERIMA KASIH

Penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada semua rekan di kelompok kegiatan Sumber Elektron Katoda Plasma, serta kepada semua personil yang telah membantu sebagai nara sumber dalam kegiatan penelitian di PSTA BATAN Yogyakarta (Prof. Sudjatmoko, SU, Drs. Widdi Usada, Bambang Siswanto S.Si, Ir. Wiryoadi) sehingga penelitian ini dapat diselesaikan. Semoga amal baik rekan-rekan semua mendapatkan balasan yang berlipat dari Allah SWT. PUSTAKA 1. Djoko Slamet Pudjorahardjo, Suprapto, Darsono, et al.,

Simulation study of electron beam spot size from thermionic electron gun using SIMION 8.1 Software, AIP Conference. Proceedings, vol. 2014 (2018) 020156-1 - 020156-9.

2. Purwadi Rahardjo, Ken Uemura, N.N. Koval, et al., Application of large area plasma-cathode electron beam for natural rubber vulcanization, 15th Symposium on High Current Electronic Proceedings, Tomsk (2008) 497 – 501.

3. A. Purwadi, Suprapto, A. Sekar, et al., Method For Determining Electrons Current Extracted From Plasma Generator Vessel Used For Simulation Of Electron Beam Trajectory Using Simion-8 Software, AIP Conference. Proceedings, vol. 2014 (2018) 020100-1 - 020100-9.

4. Efim Oks, Plasma Cathode Electron Sources, Physics, Technology, Applications, Institute of High Current Electronics (IHCE), RAS, 2/3 Akademichiscy Ave, 634055 Russia.Translated from Russian by Titiana, Cherkashina and Anna Korovina Dec. (2006) 23-57.

5. Efim Oks, Lecture 3 (Oral Session) Introduction of Plasma Cathode Electron Source, presented in BATAN Accelerator School, Yogyakarta, Indonesia, December 5-9 (2011).

6. A. Purwadi, Taufik, L. Susita, et al., Electron beam extraction on plasma cathode electron sources system. AIP Conference. Proceedings, vol. 1824 (2017) 030031-1 - 030031-10.

7. Efim Oks, Lecture 7 (Oral Session) Introduction of Plasma Cathode Electron Source, presented in BATAN Accelerator School, Yogyakarta, Indonesia, December 5-9, 2011.

8. I. Aziz, A.A. Harumningtyas, A. Purwadi, Pembuatan dan uji fungsi sistem elektroda ignitor untuk perangkat iradiator elektron pulsa berbasis SEKP, Prosiding Pertemuan dan Presentasi Ilmiah Penelitian Dasar dan Iptek Nuklir, ISSN 0216-3128, Pusat Sains dan Teknologi Akselerator, Yogyakarta, 28 November 2017, hal. 145-150.

9. A. Purwadi, W. Usada, B. Siswanto, et al., Anoda ekstraktor elektron pada bejana generator plasma dan penentuan besar arus berkas elektronnya, Prosiding Pertemuan dan Presentasi Ilmiah Teknologi Akselerator dan Aplikasinya, ISSN 1411-1349, PTAPB-BATAN, Yogyakarta, vol.14 (2012) 152-160.

10. A. Purwadi, B. Siswanto, Wiryoadi, et al., Plasma characteristics in square pulse arc discharge of plasma cathode electron source device, Jurnal Iptek Nuklir Ganendra, Ganendra Journal of Nuclear Science and Technology 16 (2013) 109-114.

11. M.S. Vorobyov, N.N. Koval and S.A. Sulakshin, An Electron Source with a Multiaperture Plasma Emitter and Beam Extraction into the Atmosphere, Experiments and Experimental Techniques 58 (2015) 687-695, Pleiades Publishing , Ltd. 2015, Original Russian Text, Published in Pribory i Tekhnika Eksperimenta (2015) 112-120.

Page 37: Volume 4 Nomor 1 Juli 2020
Page 38: Volume 4 Nomor 1 Juli 2020

PETUNJUK PENULISAN DAN PENYERAHAN

MAKALAH

1. Contoh (template) yang berisi petunjuk penulisan dan formulir penyerahan makalah dapat diunduh (download) di situs Risalah Fisika (http://journal.fisika.or.id/rf).

2. Makalah yang ditulis dalam Microsoft Word dengan format sesuai contoh (template) disertai formulir penyerahan makalah (sebagai supplementary file) yang telah diisi dan ditandatangani oleh semua penulis dapat diunggah (upload) melalui situs Risalah Fisika setelah melakukan pendaftaran.

3. Pendaftaran dalam situs akan memberikan nama pengguna (user name) dan sandi pengguna (password) untuk masuk dalam situs dan memeriksa status makalah tersebut.

4. Pada pendaftaran mohon diberikan data pengguna lengkap dengan alamat surat elektronik (email) dan telepon (khususnya telepon gengggam/handphone) untuk komunikasi lebih lanjut dengan penulis.

5. Jika terjadi kesulitan dalam pendaftaran dan pengunggahan makalah maupun masalah lain terkait dengan Risalah Fisika, dapat dihubungi pengelola melalui alamat surat elektronik: [email protected].

Page 39: Volume 4 Nomor 1 Juli 2020

ISSN 2548-9011

Volume 4 Nomor 1 Juli 2020

DOI: https://doi.org/10.35895/rf.v4i1

Daftar Isi

Pengantar Redaksi ………….............……………………………………………………………………….... i

Evaluasi Prediksi Higher Heating Value (HHV) Biomassa Berdasarkan Analisis Proksimat Made Dirgantara, Karelius, Marselin Devi Ariyanti, Sry Ayu K. Tamba ............................................... 1 Simposium Fisika Nasional XXXIII dan 10th ICTAP ........................................................................... 8 Pengaruh Variasi Waktu Paparan Gelombang Ultrasonik dalam Mengurangi Jumlah Bakteri coliform pada Sampel Air Sungai Kahayan Neny Kurniawati, Kerelius, Siti Sunariyati, Luqman Hakim, Dyah Ayu Pramoda Wardani, Widya Krestina, Dwi Tyas Setiawan, Ferry Purwanto, Diah K. Fatmala ................................................................ 9 Ucapan Terima Kasih............................................................................................................................. 14 Analisis Produksi 99Mo Berbasis Waktu Iradiasi Larutan Uranil Nitrat Pada Fasilitas Reaktor Kartini Puradwi Ismu Wahyono, Syarip ....................................................................................................................... 15 Pengaruh Tekanan Pada Briket Arang Alaban Ukuran Partikel Kecil Ninis Hadi Haryanti, Henry Wardhana, Suryajaya ....................................................................................... 19 Penentuan Parameter Elektron Plasma Bejana Emiter Berbasis Besar Arus Lucut Busur Gas Udara Agus Purwadi, Suprapto, Ihwanul Aziz, Saefurrochman ........ ..................................................................... 27