Volume 2, Nomor 3, Desember 2004 BULETIN HUKUM … fileNamun mulai tahun 2004 buletin ini akan...

69
BULETINHUKUMPERBANKANDANKEBANKSENTRALAN Volume2Nomor 3,Desember2004 Volume 2, Nomor 3, Desember 2004 BULETIN HUKUM PERBANKAN DAN KEBANKSENTRALAN Direktorat Hukum Bank Indonesia Pelindung Deputi Gubernur Bidang Hukum Bank Indonesia Penanggung Jawab Roswita Roza, Ahmad Fuad, Oey Hoey Tiong, Ramlan Ginting Pemimpin Redaksi Agus Santoso Sekretaris Redaksi Hernowo Koentoadji, Musliha, Kesumawati Syafei, Anton Purba, Indah Wulandari Dewan Redaksi Suchaemi Sy. Maarif, Hendrikus Ivo, Wahyudi Santoso, Rudiatin S. Djatmiko, Tini Kustini Penanggung Jawab Pelaksana dan Distribusi Tim RUU dan Pengkajian Hukum, Direktorat Hukum Bank Indonesia Buletin Hukum Perbankan dan Kebanksentralan ini diterbitkan oleh Direktorat Hukum Bank Indonesia. Isi dan hasil penelitian dalam tulisan-tulisan dalam buletin ini sepenuhnya tanggung jawab para penulis dan bukan merupakan pandangan resmi Bank Indonesia. Buletin ini pada awal tahun penerbitan, tahun 2003, diterbitkan 6 (enam) bulan sekali, yaitu pada bulan Juli dan Desember. Namun mulai tahun 2004 buletin ini akan terbit secara berkala pada bulan April, Agustus dan Desember. Peminat yang ingin memperoleh buletin ini dapat menghubungi Tim RUU dan Pengkajian Hukum Bank Indonesia, Gedung Tipikal Lt. 10, Jl. M.H. Thamrin No. 2 Jakarta 10100, telepon (021) 3817416, facsimile (021) 2311743, email : [email protected] Redaksi menerima sumbangan tulisan berupa artikel ilmiah atau semi ilmiah serta resensi buku berkenaan dengan hukum perbankan dan kebanksentralan. Atas dimuatnya artikel dan resensi buku dimaksud, Redaksi memberikan uang jasa penulisan. “Buletin ini dapat diakses melalui website Bank Indonesia di http://www .bi.go.id, pilih links kemudian publikasi”

Transcript of Volume 2, Nomor 3, Desember 2004 BULETIN HUKUM … fileNamun mulai tahun 2004 buletin ini akan...

Page 1: Volume 2, Nomor 3, Desember 2004 BULETIN HUKUM … fileNamun mulai tahun 2004 buletin ini akan terbit secara berkala pada bulan April, Agustus dan Desember. Peminat yang ingin memperoleh

BULETIN HUKUM PERBANKAN DAN KEBANKSENTRALAN Volume 2 Nomor 3, Desember 2004

Volume 2, Nomor 3, Desember 2004

BULETIN HUKUM PERBANKAN DAN KEBANKSENTRALANDirektorat Hukum Bank Indonesia

PelindungDeputi Gubernur Bidang Hukum Bank Indonesia

Penanggung JawabRoswita Roza, Ahmad Fuad, Oey Hoey Tiong, Ramlan Ginting

Pemimpin RedaksiAgus Santoso

Sekretaris RedaksiHernowo Koentoadji, Musliha, Kesumawati Syafei, Anton Purba,

Indah Wulandari

Dewan RedaksiSuchaemi Sy. Maarif, Hendrikus Ivo, Wahyudi Santoso, Rudiatin S. Djatmiko, Tini

Kustini

Penanggung Jawab Pelaksana dan DistribusiTim RUU dan Pengkajian Hukum, Direktorat Hukum Bank Indonesia

Buletin Hukum Perbankan dan Kebanksentralan ini diterbitkan oleh Direktorat HukumBank Indonesia. Isi dan hasil penelitian dalam tulisan-tulisan dalam buletin ini sepenuhnyatanggung jawab para penulis dan bukan merupakan pandangan resmi Bank Indonesia.Buletin ini pada awal tahun penerbitan, tahun 2003, diterbitkan 6 (enam) bulan sekali,yaitu pada bulan Juli dan Desember. Namun mulai tahun 2004 buletin ini akan terbitsecara berkala pada bulan April, Agustus dan Desember. Peminat yang inginmemperoleh buletin ini dapat menghubungi Tim RUU dan Pengkajian Hukum BankIndonesia, Gedung Tipikal Lt. 10, Jl. M.H. Thamrin No. 2 Jakarta 10100, telepon (021)3817416, facsimile (021) 2311743, email : [email protected] menerima sumbangan tulisan berupa artikel ilmiah atau semi ilmiah sertaresensi buku berkenaan dengan hukum perbankan dan kebanksentralan. Atasdimuatnya artikel dan resensi buku dimaksud, Redaksi memberikan uang jasa penulisan.

“Buletin ini dapat diakses melalui website Bank Indonesia di http://www.bi.go.id, pilihlinks kemudian publikasi”

Page 2: Volume 2, Nomor 3, Desember 2004 BULETIN HUKUM … fileNamun mulai tahun 2004 buletin ini akan terbit secara berkala pada bulan April, Agustus dan Desember. Peminat yang ingin memperoleh

BULETIN HUKUM PERBANKAN DAN KEBANKSENTRALAN Volume 2 Nomor 3, Desember 2004

DARI MEJA REDAKSIDARI MEJA REDAKSIDARI MEJA REDAKSIDARI MEJA REDAKSIDARI MEJA REDAKSI

Buletin Hukum Perbankan dan Kebanksentralan tetap berusaha untuk memberikan suatu bacaan danwacana yang akurat dan proporsional mengenai hukum perbankan dan kebanksentralan, maka Buletin initerbit untuk yang terakhir kali di tahun 2004. Selain itu Redaksi juga tetap memberikan tampilan covermerah dan biru yang merupakan corporate identity Bank Indonesia agar Buletin ini mudah dikenali olehpembaca. Konsisten mewujudkan visi Buletin, yaitu memperluas wawasan di bidang hukum perbankandan kebanksentralan, maka sistematika isi Buletin tetap dipertahankan sebagaimana halnya pada edisi-edisi sebelumnya.

Dalam edisi kali ini Redaksi menampilkan 5 artikel yang merupakan pemikiran atas beberapa topik yaituPeranan Bank Indonesia Dalam Mendorong Ekspor Melalui Pengaturan Metode Pembayaran dan MetodePembiayaan Perdagangan Internasional, Pembahasan Terhadap Draft RUU Amandemen UU KoperasiBerkenaan Dengan Pengaturan Koperasi Simpan Pinjam, Transfer Dana Melalui Sistem Bank IndonesiaReal Time Gross Settlement (Sistem BI–RTGS), Sekuritisasi Aset Sebagai Salah Satu Alternatif SumberPendanaan Bagi Dunia Usaha, dan Arah Kebijakan Liberalisasi Jasa Perbankan Indonesia.Rubrik Resensi Buku edisi ini mengetengahkan judul buku “Hukum Sebagai Panglima” yang ditulisoleh Prof. DR. Charles Himawan, S.H., LL.M. dan diterbitkan pada bulan Mei 2003, sedangkan untukRubrik Komentar Atas Putusan Pengadilan, Redaksi mengangkat topik “Masalah Tanggung Jawab Penjamin(Avalist) Hutang Bank Terhadap Debitur Wan-Prestasi”. Selain itu, Buletin ini juga menampilkan hasilSeminar Nasional “Mencari Solusi Pembiayaan Bagi Hasil Perbankan Syariah” dan Sidang Ke 44 PokjaIV Electronic Commerce – United Nations Commission on International Trade Law (UNCITRAL).

Kemudian sebagai salah satu media informasi yang disampaikan kepada masyarakat luas, Buletin inijuga memuat informasi tentang peraturan-peraturan yang dikeluarkan Bank Indonesia, yaitu berupadaftar Peraturan Bank Indonesia (PBI) dan Surat Edaran (SE) Ekstern Bank Indonesia yang dikeluarkanpada Oktober – Desember 2004.

Dengan informasi dan wacana yang cukup beragam, semoga Buletin ini dapat bermanfaat bagi semuapembacanya

Selamat membaca.

Jakarta, Desember 2004

Redaksi

Page 3: Volume 2, Nomor 3, Desember 2004 BULETIN HUKUM … fileNamun mulai tahun 2004 buletin ini akan terbit secara berkala pada bulan April, Agustus dan Desember. Peminat yang ingin memperoleh

BULETIN HUKUM PERBANKAN DAN KEBANKSENTRALAN Volume 2 Nomor 3, Desember 2004

BULETIN HUKUM PERBANKANDAN KEBANKSENTRALAN

Volume 2, Nomor 3, Desember 2004

HalamanDari Meja RedaksiDaftar IsiPeranan Bank Indonesia Dalam Mendorong Ekspor MelaluiPengaturan Metode Pembayaran dan Metode PembiayaanPerdagangan Internasional ………………….………………………................ 1-20

Þ Dr. Ramlan Ginting, S.H., LL. M.KSP Model Baru Atau Pemberdayaan Bank Koperasi?(Pembahasan Terhadap Draft RUU Amandemen UU KoperasiBerkenaan Dengan Pengaturan Koperasi Simpan Pinjam).………............... 21-29

Þ Agus Santoso, S.H., LL.M.Transfer Dana Melalui Sistem Bank Indonesia Real TimeGross Settlement (Sistem BI – RTGS) ……..…..………………….................. 30-34

Þ Biro Pengembangan Sistem Pembayaran Nasional – DirektoratAkunting dan Sistem Pembayaran

Sekuritisasi Aset : Suatu Alternatif Sumber PendanaanBagi Dunia Usaha……………………………………………………................. 35-47

Þ Anton Purba, S.H., LL.M.Sekelumit Renungan Mengenai Arah Kebijakan Liberalisasi JasaPerbankan Indonesia…………………………………………………................ 48-52

Þ Tim Perbankan dan Enquiry Point Direktorat HukumResensi Buku : Hukum Sebagai Panglima…………………………................ 53-54

Þ Hernowo Koentoadji, S.H., dan Yulita Kuntari, S.H.Komentar atas Putusan Pengadilan : “Masalah Tanggung JawabPenjamin (Avalist) Hutang BankTerhadap Debitur Wan-Prestasi”.................. 55-59

Þ Suyud Margono, SH., MH. dan Arus Akbar Silondae, SH., LLM.Cakrawala Hukum : Seminar Nasional “Mencari Solusi PembiayaanBagi Hasil Perbankan Syariah” dan Sidang Ke 44 Pokja IV ElectronicCommerce – United Nations Commission on International Trade Law(UNCITRAL) ……………………………………………………………….......... 60-63

Þ Redaksi

Page 4: Volume 2, Nomor 3, Desember 2004 BULETIN HUKUM … fileNamun mulai tahun 2004 buletin ini akan terbit secara berkala pada bulan April, Agustus dan Desember. Peminat yang ingin memperoleh

BULETIN HUKUM PERBANKAN DAN KEBANKSENTRALAN Volume 2 Nomor 3, Desember 2004

Daftar Peraturan Bank Indonesia dan Surat Edaran (Ekstern)Bank Indonesia Oktober - Desember 2004…..…………………………......... 64-65

Þ Tim Administrasi dan Informasi Hukum, Direktorat Hukum Bank Indonesia

Page 5: Volume 2, Nomor 3, Desember 2004 BULETIN HUKUM … fileNamun mulai tahun 2004 buletin ini akan terbit secara berkala pada bulan April, Agustus dan Desember. Peminat yang ingin memperoleh

1BULETIN HUKUM PERBANKAN DAN KEBANKSENTRALAN Volume 2 Nomor 3, Desember 2004

I. PENDAHULUAN

Latar Belakang Masalah

Dalam perdagangan internasionalpertumbuhan ekspor dapat dipengaruhioleh kelancaran pelaksanaan metodepembayaran perdagangan internasionalyang dapat berupa Letter of Credit (L/C)dan non L/C yang terdiri dari AdvancePayment, Collection, Open Account danConsignment. Di Indonesia, metodepembayaran perdagangan internasionaldimaksud dinyatakan dalam PP No. 1Tahun 1982 dan PP ini mengamanatkankepada Bank Indonesia agarmengeluarkan peraturan pelaksanaanatas metode pembayaran tersebut.Namun, hingga kini Bank Indonesia belummelaksanakannya.

Selain itu, dalam perdaganganinternasional terdapat juga metodepembiayaan perdagangan internasionalyang juga turut mempengaruhipertumbuhan ekspor. Semasa berlakunya

UU No. 13 Tahun 1968, Bank Indonesiatelah pernah mengatur penyediaanfasilitas pembiayaan impor dan eksporkepada dunia usaha melalui bank.1

Namun, Bank Indonesia pada dasarnyabelum mengatur penyediaaan fasilitaspembiayaan perdagangan internasionalyang dapat disediakan perbankan kepadaimportir dan eksportir. Mengingat denganberlakunya UU No. 23 Tahun 1999 BankIndonesia tidak boleh lagi menyediakanfasilitas pembiayaan perdaganganinternasional, maka pemerintahmendirikan PT. Bank Ekspor Indonesia(Persero) pada bulan November 1999untuk menyediakan fasilitas pembiayaanperdagangan internasional menggantikanfasilitas yang sama dari Bank Indonesia.Namun, PT Bank Ekspor Indonesia(Persero) kurang berhasil dalampelaksanaannya karena mengenakanbunga komersial2 atas fasilitaspembiayaan tersebut.

PERANAN BANK INDONESIA DALAM MENDORONG EKSPOR

MELALUI PENGATURAN METODE PEMBAYARAN

DAN METODE PEMBIAYAAN PERDAGANGAN INTERNASIONAL

Oleh : Dr. Ramlan Ginting, S.H., LL. M.

1 Sebelum berlakunya Undang-undang No. 23 Tahun 1999 Tentang Bank Indonesia, Bank Indonesiamenyediakan fasilitas pembiayaan impor dan pembiayaan ekspor kepada importir dan eksportir melaluibank umum yang telah memperoleh izin melakukan kegiatan internasional. Namun, dengan berlakunyaUndang-undang tersebut Bank Indonesia menghentikan penyediaan fasilitas pembiayaan impor danpembiayaan ekspor dimaksud karena dianggap bertentangan dengan Undang-undang dimaksud.2 PT Bank Ekspor Indonesia (Persero) menyediakan fasilitas pembiayaan impor (refinancing) danpembiayaan ekspor (refinancing) kepada dunia usaha melalui bank dengan tingkat bunga sebesarPrime Lending Rate PT Bank Ekspor Indonesia (Persero) ditambah marjin Bank. Seharusnya, PTBank Ekspor Indonesia (Persero) dapat menetapkan tingkat bunga di bawah tingkat bunga pasarsehingga fasilitas pembiayaan impor dan ekspor yang disediakan menjadi lebih menarik. Untukpelaksanaannya sebaiknya ada Undang-undang PT Bank Ekspor Indonesia (Persero) yangmengaturnya.

Page 6: Volume 2, Nomor 3, Desember 2004 BULETIN HUKUM … fileNamun mulai tahun 2004 buletin ini akan terbit secara berkala pada bulan April, Agustus dan Desember. Peminat yang ingin memperoleh

2BULETIN HUKUM PERBANKAN DAN KEBANKSENTRALAN Volume 2 Nomor 3, Desember 2004

Kemudian, dalam upaya memperlancarpelaksanaan metode pembayaran danmetode pembiayaan perdaganganinternasional adalah suatu kebutuhanbisnis untuk melibatkan forum Arbitraseuntuk menyelesaikan perselisihan yangmungkin timbul berkenaan denganpelaksanaan kedua metode.

Pokok Permasalahan

Berdasarkan latar belakang masalah diatas dapat dirumuskan beberapa pokokpermasalahan yang selanjutnya akanditelaah sebagai berikut: 1. Sejauhmanapentingnya Bank Indonesia mengaturmetode pembayaran perdaganganinternasional?, 2. Sejauhmana pentingnyaBank Indonesia mengatur metodepembiayaan perdagangan internasional?,3. Apakah perlu Bank Indonesia mengaturpembentukan forum Arbitrase untukmenyelesaikan perselisihan mengenaipelaksanaan metode pembayaran danmetode pembiayaan perdaganganinternasional?

II. METODE PEMBAYARAN DANMETODE PEMBIAYAANPERDAGANGAN INTERNASIONAL

2.1. Metode Pembayaran PerdaganganInternasional

a. Letter of Credit

Letter of Credit (L/C)3 adalah janjimembayar dari bank penerbit (issuingbank) kepada eksportir (beneficiary)

senilai L/C sepanjang eksportir memenuhipersyaratan L/C. Persyaratan L/C adalahpersyaratan berupa pemenuhan dokumen-dokumen yang dinyatakan dalam L/C baiksecara fisik maupun secara isi dokumen.Pemikiran yang melatarbelakangipenggunaan L/C ialah terjaminnyapembayaran kepada eksportir danterjaminnya pemenuhan dokumen untukkepentingan importir sesuai denganketentuan Uniform Customs and Practicefor Documentary Credits (UCP) dengantetap memperhatikan hukum nasional.

L/C melibatkan para pihak minimalimportir, eksportir, bank penerbit dan bankkoresponden. Namun, L/C adalah kontrakantara bank penerbit dan eksportir. Dalampelaksanaan L/C para pihak hanyaberurusan dengan dokumen, tidak dengantransaksi barang, jasa atau pelaksanaanlainnya. Dan, L/C merupakan kontrak yangindependen terhadap kontrak terkaitseperti kontrak jual beli.

Transaksi L/C melibatkan minimal empatmacam kontrak yang terdiri dari kontrak jualbeli, kontrak penerbitan L/C, L/C, dankontrak keagenan. Masing-masingkontrak secara bisnis terkait satu samalain namun secara ketentuan terpisah satusama lain. Prinsip pemisahan kontrak inidiperlukan untuk keperluan kelancaranpelaksanaan L/C itu sendiri. PelaksanaanL/C tidak boleh dikaitkan dengan tigakontrak lainnya karena apabila dikaitkanakan menghambat pelaksanaan L/Ctersebut. Hakekat L/C adalah perwujudan

3 Lebih jauh lihat, Ramlan Ginting, Letter of Credit – Tinjauan Aspek Hukum dan Bisnis, EdisiRevisi, Salemba Empat, Jakarta, 2002.

Page 7: Volume 2, Nomor 3, Desember 2004 BULETIN HUKUM … fileNamun mulai tahun 2004 buletin ini akan terbit secara berkala pada bulan April, Agustus dan Desember. Peminat yang ingin memperoleh

3BULETIN HUKUM PERBANKAN DAN KEBANKSENTRALAN Volume 2 Nomor 3, Desember 2004

pembayaran atas dasar penyerahandokumen yang sesuai dengan persyaratanL/C. Hakikat kontrak penjualan adalahrealisasi jual beli secara aktual. Hakekatkontrak penerbitan L/C adalah perwujudanpemberian fasilitas kredit dari bankpenerbit kepada applicant. Akhirnya,hakekat kontrak keagenan adalahperwujudan pelaksanaan instruksi bankpenerbit oleh bank koresponden. Jikamasing-masing kontrak dikaitkan satusama lain maka dalam pelaksanaannyaakan terjadi ‘perbenturan kepentingan’antara sesama kontrak. Perbenturankepentingan dapat mengakibatkanterhambatnya atau gagalnya pelaksanaanL/C.

Dalam pelaksanaannya L/C padaumumnya dibuat tunduk pada UniformCustoms and Practice for DocumentaryCredits (UCP)4 yang merupakan ketentuanL/C yang berlaku universal. Walaupunbukan merupakan produk hukum, UCPtelah dianut oleh lebih kurang 160 negaratermasuk Indonesia. Pemberlakuan UCPdilaksanakan secara sukarela yangdidasarkan pada kesepakatan bankpenerbit dan eksportir yang dinyatakandalam L/C.

Surat Edaran Bank Indonesia No. 26/34/ULN tanggal 17 Desember 1993 mengaturcara pemberlakuan UCP. Dikatakan, L/Cyang diterbitkan oleh bank penerbit diIndonesia dapat tunduk atau tidak padaUCP 5. Namun, secara tersirat BankIndonesia menghendaki agar UCP

diberlakukan terhadap setiap L/C yangditerbitkan bank di Indonesia demikeseragaman pelaksanaan L/C secarauniversal. Tetapi, ketentuan mengenaimetode pembayaran L/C secarakomprehensif belum ada di Indonesia.Bank Indonesia dalam hal ini DirektoratLuar Negeri sedang menyusun ketentuandimaksud.

Khusus untuk transaksi jual beli domestikdi Indonesia pembayarannya dapatmenggunakan metode L/C Dalam Negeri.L/C Dalam Negeri dinamakan juga L/CLokal atau L/C Domestik atau L/C AntarPulau namun sebutan resminya adalahSurat Kredit Berdokumen Dalam Negeri(SKBDN) yang telah diatur terakhir denganPeraturan Bank Indonesia No.5/6/PBI/2003 tentang Surat Kredit BerdokumenDalam Negeri (PBI SKBDN). BankIndonesia mengatur SKBDN dalam upayamendorong ekspor juga. KetentuanSKBDN yang menjadi materi aturan PBISKBDN pada dasarnya diambil alih dariketentuan UCP 500 yang disesuaikandengan kondisi Indonesia. Berbedadengan UCP 500, PBI SKBDN merupakanproduk hukum yang wajib diikutiperbankan dan dunia usaha dalampelaksanaan SKBDN.

Menurut PBI SKBDN, SKBDN digunakanuntuk transaksi dalam negeri sehinggasemua pihak dan perpindahan barangdilakukan di dalam negeri. Namundemikian, jika SKBDN diterbitkan atasdasar L/C yang diterima dari luar negeri

4 UCP yang berlaku saat ini adalah Uniform Customs and Practice for Documentary Credits, 1993Revision, ICC Publicatioan No. 500, sering disingkat sebagai UCP 500.5 Pengaturan yang bersifat pilihan yang demikian ini dibuat agar secara formal Bank Indonesia tidakmemaksakan bahwa L/C harus tunduk pada UCP mengingat UCP bukan produk hukum.

Page 8: Volume 2, Nomor 3, Desember 2004 BULETIN HUKUM … fileNamun mulai tahun 2004 buletin ini akan terbit secara berkala pada bulan April, Agustus dan Desember. Peminat yang ingin memperoleh

4BULETIN HUKUM PERBANKAN DAN KEBANKSENTRALAN Volume 2 Nomor 3, Desember 2004

atau berdasarkan transaksi non L/C dariluar negeri, maka dalam hal iniperpindahan barang dapat dilakukan daridalam negeri ke luar negeri. Hal demikianini diperkenankan karena tujuan utamapengaturan SKBDN adalah untuk turutmendorong ekspor, namun hal sebaliknyayakni mendorong pertumbuhan impor tidakboleh terjadi. Mekanisme dan prosedurpelaksanaan SKBDN pada dasarnyasama dengan yang berlaku atas L/Ckarena ketentuan PBI SKBDN padadasarnya sesuai dengan ketentuan UCP500.

b. Non Letter of Credit

Metode pembayaran non L/C terdiri dariAdvance Payment, Collection, OpenAccount dan Consignment.

b1. Advance Payment

Advanced Payment (PembayaranDimuka) adalah pembayaran yangdilakukan oleh importir kepada eksportirsebelum barang dikapalkan. Kesepakatancara pembayaran ini dicantumkan dalamkontak jual beli antara eksportir danimportir.

Advance Payment ini dapat dilakukanmelalui bank atau langsung kepadaeksportir. Sementara, dokumen komersialpada umumnya dikirim langsung oleheksportir kepada importir. BiasanyaAdvance Payment hanya dilakukan untuktransaksi yang nilainya tidak besar, ataujika importir sangat percaya kepadaeksportir atau apabila importir sangatmembutuhkan barang sedangkan eksportirlain tidak ada.

Advance Payment belum memilikiketentuan internasional. Pelaksanaannya

didasarkan pada kebiasaan internasional.Untuk keperluan Indonesia, BankIndonesia juga belum mengatur AdvancePayment Dalam Negeri. PelaksanaanAdvance Payment, jika ada, didasarkanpada kebiasaan praktik perbankanIndonesia.

b 2. Collection

Collection (Inkaso) adalah pengiriman danpenagihan dokumen ekspor oleh eksportirkepada importir dengan menggunakanjasa bank untuk pelaksanaannya.

Collection terdiri dari documentarycollection yaitu pengiriman dokumenkomersial dan wesel untuk ditagihkankepada importir, dan clean (bill) collectionyaitu pengiriman wesel untuk ditagihkankepada importir. Dalam hal documentarycollection, eksportir dapat memintakepada bank agar dokumen diserahkankepada impotir atas dasar DocumentsAgainst Payment (D/P) yaitu penyerahandokumen komersial kepada importirsetelah adanya pembayaran, atauDocuments Against Acceptance (D/A)yaitu penyerahan dokumen komersialkepada importir setelah wesel berjangkadiaksep importir.

Kesepakatan menggunakan Collectiondituangkan dalam kontrak jual beli antaraeksportir dan importir. Metode Collectiondapat berjalan lancar jika eksportir danimportir sudah saling percaya dan terdapatkeyakinan bahwa pemerintah negaraimportir tidak akan melakukan kebijakandevisa ketat.

Metode Collection telah memilikiketentuan internasional yakni UniformRules for Collections, 1995 Revision,International Chamber of Commerce

Page 9: Volume 2, Nomor 3, Desember 2004 BULETIN HUKUM … fileNamun mulai tahun 2004 buletin ini akan terbit secara berkala pada bulan April, Agustus dan Desember. Peminat yang ingin memperoleh

5BULETIN HUKUM PERBANKAN DAN KEBANKSENTRALAN Volume 2 Nomor 3, Desember 2004

Publication No. 522 (URC).Sebagaimana halnya UCP, URC jugabukan merupakan produk hukum. URCbertujuan menciptakan keseragamanpelaksanaan Collection secarainternasional. Sebagaimana UCP,pemberlakuan URC juga bersifat sukareladalam arti didasarkan pada kesepakataneksportir dan bank pengirim.Pemberlakuan URC dinyatakan dalamcollection instruction dari eksportirkepada bank pengirim. Berbeda denganUCP, Bank Indonesia belum mengatur carapemberlakuan URC. Selain itu, berbedadengan metode L/C, Bank Indonesia jugabelum memprakarsai penyusunanketentuan komprehensif mengenaimetode Collection.

Kemudian, tidak seperti SKBDN, BankIndonesia juga belum mengatur metodeCollection Dalam Negeri. Dalam praktikCollection di Indonesia ada bank yangmenyatakan Collection yang dilakukannyatunduk pada URC namun ada juga bankyang melaksanakan Collection tidaktunduk pada URC tetapi berdasarkankebiasaan praktik perbankan Indonesia.Hal demikian ini mengakibatkanpelaksanaan metode Collection DalamNegeri tidak seragam dan juga tidakmemiliki kepastian hukum seperti halnyametode SKBDN.

b 3. Open Account

Open Account (Perhitungan Kemudian),kebalikan dari Advanced Payment, adalahpengiriman dan penagihan dokumenkeuangan oleh eksportir kepada importirdengan menggunakan jasa bank. DalamOpen Account eksportir dan importirsepakat bahwa penyelesaian pembayaran

jual beli di antara keduanya akandiperhitungkan dalam pembukuan masing-masing atau importir akan melunasipembayaran pada tanggal yangdisepakati.

Kesepakatan penggunaan Open Accountdicantumkan dalam kontrak jual beli antaraeksportir dan importir. Dokumen komersialdikirim langsung oleh eksportir kepadaimportir supaya dapat mengambil barangsetelah tiba di pelabuhan tujuan di negaraimportir.

Metode Open Account dapat digunakanjika eksportir percaya bahwa importirdapat dan mau melaksanakanpembayaran, eksportir percayapemerintah negara importir tidak akanmemberlakukan kebijakan devisa ketat,dan eksportir memiliki likuiditas yangcukup untuk memberikan kredit kepadaimportir.

Metode Open Account belum memilikiketentuan internasional. Pelaksanaanmetode Open Account didasarkan padakebiasaan internasional. Demikian jugakhusus untuk kebutuhan di Indonesia BankIndonesia belum mengatur metode OpenAccount Dalam Negeri. Pelaksanaannyajuga didasarkan pada praktik perbankanIndonesia.

b 4. Consignment

Consignment (Konsinyasi) adalahpengiriman barang yang belum terjual keluar negeri. Barang hanya dititipkan oleheksportir kepada importir di luar negeriuntuk dijual kepada pihak lainnya.Pembayaran harga barang oleh importirkepada eksportir dilakukan setelah barangterjual.

Page 10: Volume 2, Nomor 3, Desember 2004 BULETIN HUKUM … fileNamun mulai tahun 2004 buletin ini akan terbit secara berkala pada bulan April, Agustus dan Desember. Peminat yang ingin memperoleh

6BULETIN HUKUM PERBANKAN DAN KEBANKSENTRALAN Volume 2 Nomor 3, Desember 2004

Untuk mengurangi risiko, eksportir dapatmenggunakan jasa bank untuk pengirimandokumen komersial dan penggunaan jasabonded warehouse untuk tempat penitipanbarang sampai terjual. Kepada bankpengirim dokumen komersial diminta agarbank korespondennya di luar negerimenyerahkan dokumen komersial kepadabonded warehouse dan memintawarehouse receipt dari bondedwarehouse.

Ketika importir berhasil menjual barang,importir menyerahkan pembayarankepada bank koresponden untuk ditransferkepada eksportir. Dan, bank korespondenmenyerahkan kepada importir DeliveryInstruction untuk mengambil barang daribonded warehouse.

Consignment belum memiliki ketentuaninternasional, sehingga pelaksanaannyadidasarkan pada kebiasaan internasional.Untuk keperluan dalam negeri BankIndonesia juga belum mengaturnyasehingga pelaksanaannya jugaberdasarkan praktik perbankan Indonesia.

2.2. Metode Pembiayaan PerdaganganInternasional

Sebenarnya antara metode pembayarandan metode pembiayaan perdaganganinternasional sulit dipisahkan karenakeduanya memiliki keterkaitan yang erat.Metode pembiayaan perdaganganinternasional pada dasarnya mencakupjuga metode pembayaran L/C dan non L/

C. Hanya saja pada metode pembiayaanlebih difokuskan pada sumber danmekanisme pembiayaannya bukan padaketentuan-ketentuan pembayarannya.Sebagaimana halnya metodepembayaran, metode pembiayaan jugaberperan mendorong ekspor. Perbankaninternasional menyediakan fasilitaspembiayaan perdagangan internasionalbaik untuk transaksi impor maupun ekspor.Namun, fasilitas pembiayaanperdagangan internasional belum begituberkembang di Indonesia biladibandingkan dengan negara lain sepertiAmerika, Ingggris, dan Singapura.

Di Amerika, Inggris, dan Singapura dikenalmodel-model pembiayaan perdaganganinternasional6 yang disediakan perbankanseperti fasilitas overdraft, pinjaman,advance against collection, negotiation ofbill, documentary acceptance credit, danacceptance credit line.

Fasilitas overdraft merupakan fasilitaspembiayaan bank berupa penarikan uangyang melebihi saldo giro eksportir yangada pada bank. Di Indonesia fasilitasoverdraft sudah digunakan sebelumpengiriman barang namun nilai dan jangkawaktunya dibatasi.

Fasilitas pinjaman merupakan pemberiankredit oleh bank kepada eksportir. Fasilitasini sudah ada di Indonesia dan digunakansebelum pengiriman barang sebagaimodal kerja eksportir.

6 Jane Kingman-Brundage and Susan A. Schulz, The Fundamentals of Trade Finance: The Ins andOuts of Import-Export Financing, New York, John Wiley & Sons, 1986. Kemudian, BPP, TradeFinance – Payments and Services, BPP Publising Limited, London, Desember 1991. Dan, KantorPerwakilan Bank Indonesia Singapura, “Lembaga dan Skim Pembiayaan Ekspor di Singapura”, Juni1996. Juga, OCBC Bank, “Trade Finance”, OCBC Bank Singapore, 2000 – 2003.

Page 11: Volume 2, Nomor 3, Desember 2004 BULETIN HUKUM … fileNamun mulai tahun 2004 buletin ini akan terbit secara berkala pada bulan April, Agustus dan Desember. Peminat yang ingin memperoleh

7BULETIN HUKUM PERBANKAN DAN KEBANKSENTRALAN Volume 2 Nomor 3, Desember 2004

Fasilitas advance against collectionmerupakan pemberian pembiayaan bankdengan cara mengambil alih dokumenekspor dari eksportir dan bank akanmenerima penggantian pembayaran dariimportir di luar negeri dengan mengirimkandan menagihkan dokumen ekspor kepadaimportir. Bank yang mengambil alihmempunyai hak regres terhadap eksportir.Di Indonesia fasilitas advance againstcollection ini pada dasarnya belumberkembang. Fasilitas Collection masihdilakukan secara konvensional dalam artibank melakukan pengiriman danpenagihan dokumen kepada importir diluar negeri dan bila hasilnya (hasil ekspor)telah diperoleh akan dibayarkan kepadaeksportir.

Fasilitas negotiation of bill merupakanfasilitas pembiayaan bank dengan caramengambil alih wesel ekspor yangpembayarannya berdasarkan metodepembayaran Open Account atauCollection. Pengambilalihan dilakukansebelum wesel ekspor ditagihkanpembayarannya ke luar negeri, sementaraeksportir menerima pembayaran ketikapengambilalihan dilakukan. Indonesiamengenal fasilitas negotiation of billnamun pada dasarnya atas wesel eksporyang pembayarannya berdasarkanmetode L/C.

Fasilitas documentary acceptance creditmerupakan fasilitas pembiayaan bankdengan cara eksportir menerbitkan weselekspor berjangka dan meminta bankmengaksep dan mendiskontokannya padadiscount market serta membayarkanhasilnya kepada eksportir. Fasilitasdocumentary acceptance credit ini dapatberdasarkan metode L/C dan metode non

L/C. Di Indonesia fasilitas documentaryacceptance credit ini sudah dikenalnamun pelaksanaannya belum seperti diAmerika, Inggris, dan Singapura. Weselekspor berjangka yang diterbitkan atasdasar metode L/C dapat didiskontokankepada bank. Namun karena di Indonesiamasih sering tidak dibedakan antarafasilitas negosiasi (pengambilalihan) danfasilitas diskonto atas wesel eksporberjangka maka diskonto pada dasarnyadilakukan tanpa akseptasi atas weselekspor berjangka yang seharusnyadilakukan terlebih dahulu.

Fasilitas acceptance credit linemerupakan fasilitas pembiayaan metodeCollection. Dalam hal ini eksportirmeminta bank untuk melakukan Collectionatas trade bill. Kemudian eksportirmenarik acceptance bill atau sering jugadisebut accomodation bill pada banksebesar jumlah yang disepakati dari nilaitrade bill. Bank mengaksepaccommodation bill danmendiskontokannya pada discountmarket dan hasilnya dibayarkan kepadaeksportir. Bank akan memperolehpembayaran dari importir atas dasar hasilpembayaran trade bill. Indonesia padadasarnya belum mengenal fasilitasacceptance credit line ini.

Selain fasilitas pembiayaan perbankan diatas terdapat metode pembiayaanperdagangan internasional lain yakniCountertrade, Factoring dan Forfaiting.Ketiga jenis metode pembiayaanperdagangan internasional ini jugamelibatkan perbankan walau padadasarnya ketiganya bukan merupakanproduk perbankan. Pada Countertradeyang merupakan perdagangan imbal beli

Page 12: Volume 2, Nomor 3, Desember 2004 BULETIN HUKUM … fileNamun mulai tahun 2004 buletin ini akan terbit secara berkala pada bulan April, Agustus dan Desember. Peminat yang ingin memperoleh

8BULETIN HUKUM PERBANKAN DAN KEBANKSENTRALAN Volume 2 Nomor 3, Desember 2004

internasional antara eksportir dan importiryang berasal dari dua negara yangberbeda, pembayaran transaksipertukaran barang (imbal beli) antaraeksportir dan importir dilakukan denganmetode L/C atau non L/C yang nilainyadidasarkan pada nilai barang yang salingdipertukarkan. Dan, transaksiCountertrade ini dapat tanpa diikutidengan aliran devisa namun dapat jugadiikuti dengan aliran devisa sebagaimanahalnya pada perdagangan internasionalyang normal. Sementara, pada Factoringyang merupakan transaksi pembelianpiutang dagang eksportir berjangkapendek, pembelian piutang dagang padaumumnya dilakukan oleh factoringcompany namun dapat jugapembeliannya dilakukan bank. TransaksiFactoring ini didasarkan pada jual beliyang pembayarannya disepakati denganmetode non L/C. Kemudian, padaForfaiting yang merupakan transaksipembelian piutang ekspor berjangkamenengah dan panjang, bank akandilibatkan untuk membiayai transaksi jualbeli yang dilakukan eksportir dan importirdengan membeli tagihan ekspor. Selainitu, bank juga akan diminta untuk menjaminpembayaran promissory note yangditerbitkan importir atau mengaksepwesel ekspor berjangka yang diterbitkaneksportir. Transaksi jual beli dapatdilakukan dengan metode L/C ataumetode non L/C. Pengaturan produkpembiayaan perdagangan internasionalitu pada dasarnya belum dilakukan olehBank Indonesia. Ketiadaan pengaturan iniberdampak pada tingkat pengembanganproduk pembiayaan perdagangan

internasional di Indonesia yang berdampakpula pada pertumbuhan ekspor nasional.

III. PENGATURAN BANK INDONESIAATAS METODE PEMBAYARAN DANMETODE PEMBIAYAANPERDAGANGAN INTERNASIONAL

3.1. Metode Pembayaran PerdaganganInternasional

a. Dasar Hukum

Pengaturan metode pembayaranperdagangan internasional sebenarnyatelah memiliki dasar hukum yaitu PeraturanPemerintah No. 1 Tahun 1982 TentangPelaksanaan Ekspor, Impor dan LaluLintas Devisa (PP No. 1 Tahun 1982).Namun, PP No. 1 Tahun 1982 tidakmemuat aturan rinci mengenai metodepembayaran perdagangan internasionalitu. PP No. 1 Tahun 1982 hanyamenyatakan bahwa metode pembayaranperdagangan internasional dilakukandengan tunai atau kredit (Pasal 3 ayat (1)).Kemudian, dalam Penjelasan PP No. 1Tahun 1982 dinyatakan bahwa metodepembayaran perdagangan internasionaldapat dilakukan dengan : 1. AdvancePayment, 2. Letter of Credit, 3. Collectiondengan kondisi Documents AgainstPayment dan Documents AgainstAcceptance, 4. Open Account, 5.Consignment, dan 6. Metode pembayaranlain yang lazim dalam perdaganganinternasional sesuai kesepakatan antaraeksportir dan importir. Selanjutnya, PP No.1 Tahun 1982 mengamanatkan agarMenteri Perindustrian dan Perdagangandan Gubernur Bank Indonesia bersama-sama atau masing-masing dalambidangnya mengeluarkan peraturan

Page 13: Volume 2, Nomor 3, Desember 2004 BULETIN HUKUM … fileNamun mulai tahun 2004 buletin ini akan terbit secara berkala pada bulan April, Agustus dan Desember. Peminat yang ingin memperoleh

9BULETIN HUKUM PERBANKAN DAN KEBANKSENTRALAN Volume 2 Nomor 3, Desember 2004

pelaksanaan atas metode pembayaranperdagangan internasional, namun hinggasaat ini tindak lanjut amanat PP No. 1Tahun 1982 belum terlaksanasebagaimana seharusnya.

Bank Indonesia selama ini beranggapanbahwa pelaksanaan metode pembayaranperdagangan internasional cukupdidasarkan pada ketentuan internasionalatau kebiasaan dan praktik internasional.Metode pembayaran L/C misalnya agardilaksanakan sesuai dengan UCP dandemikian juga dengan metode Collectionagar dilaksanakan sesuai dengan URC.Namun, UCP dan URC bukanlah produkhukum sehingga pemberlakuan UCP danURC tidak mengikat dalam arti para pihakdapat menggunakannya dan juga dapattidak menggunakannya. Kemudian, bilaterdapat kasus hukum mengenaipelaksanaan metode pembayaranperdagangan internasional makaIndonesia belum memiliki landasan hukumyang dapat digunakan para penegakhukum untuk menyelesaikannya.

Dalam praktik selama ini para penegakhukum sering meminta Bank Indonesiaagar dapat menyediakan saksi ahli untukmembantu penyelesaian kasus hukummengenai metode pembayaranperdagangan internasional. Sekiranyatelah ada peraturan yang dikeluarkan BankIndonesia mengenai metode pembayaranperdagangan internasional makakehadiran saksi ahli paling tidak dapatdikurangi frekuensinya dan hal ini berarti

mengurangi beban tugas Bank Indonesia.Bayangkan kalau sebagian besarpengadilan negeri selalu meminta bantuansaksi ahli dari Bank Indonesia betapasulitnya Bank Indonesia memenuhinya.Belum lagi memenuhi permintaan pihakkepolisian dan kejaksaan.

b. Pengaturan L/C

Pasar sebenarnya mengharapkan agarBank Indonesia mengatur metodepembayaran perdagangan internasional.Dan, khusus untuk metode pembayaran L/C Bank Indonesia dalam hal ini DirektoratLuar Negeri7 sedang memprakarsaipembuatan Peraturan Bank Indonesiatentang Letter of Credit (PBI L/C). Perlunyapembuatan PBI L/C ini telah mendapatkandukungan terutama dari kalanganperbankan, KADIN, Depperindag, Depkehdan HAM, dan Mahkamah Agung.Pembahasan PBI L/C jugamengikutsertakan wakil dari lembaga atauinstansi tersebut. PBI L/C ini akanmemberikan kepastian hukum dalampelaksanaan L/C internasional diIndonesia. Kepastian hukum diperlukanoleh bank dan dunia usaha dalampelaksanaan L/C sehari-hari. Secarakhusus, PBI L/C ini akan sangat diperlukandalam menyelesaikan kasus hukummengenai L/C terutama di pengadilan.Dengan adanya ketentuan hukummengenai pelaksanaan transaksi L/Cdiharapkan penggunaan L/C akansemakin lancar dan meningkat sehingga

7 Lihat , Direktorat Luar Negeri - Bank Indonesia, Kajian Pengaturan Letter of Credit di Indonesia,Jakarta, Desember 2003.

Page 14: Volume 2, Nomor 3, Desember 2004 BULETIN HUKUM … fileNamun mulai tahun 2004 buletin ini akan terbit secara berkala pada bulan April, Agustus dan Desember. Peminat yang ingin memperoleh

10BULETIN HUKUM PERBANKAN DAN KEBANKSENTRALAN Volume 2 Nomor 3, Desember 2004

berdampak positif bagi pertumbuhanperdagangan internasional.

Ketentuan PBI L/C dibuat sejalan denganketentuan UCP 500 dan hukum L/Cinternasional sehingga materi PBI L/Cberskala internasional. PBI L/C tidak akanmenghambat praktik L/C yang selama initelah dilakukan oleh perbankan dan duniausaha. PBI L/C justru memayungi secarahukum praktik L/C. PBI L/C mengaturprinsip-prinsip L/C, bank pelaksana L/C,biaya pelaksanaan L/C, dokumen L/C,cara pembayaran L/C, penggantianpembayaran (reimbursement), penipuandalam transaksi L/C, ganti rugi, pilihanhukum dan pilihan forum.

UCP 500 yang berlaku universal sebagaiacuan dalam pelaksanaan L/C sehari-hariternyata dianggap masih belum cukupuntuk melindungi kepentingan bank dandunia usaha dalam melaksanakantransaksi L/C terutama terkait denganaspek hukum. Bagaimanapun juga UCP500 tetaplah bukan produk hukumsehingga tidak dapat dijadikan dasarhukum untuk menyelesaikan kasus hukummengenai L/C. Untuk mengatasikekurangan ini diperlukan pengaturan L/Cminimal berupa PBI L/C. Kiranya suatu‘kekeliruan’ bila selama ini pelaksanaan L/C dianggap aman dengan hanyamendasarkannya pada UCP 500. DiAmerika, sebagai contoh, L/C diatur dalamundang-undang tersendiri yaitu Article 5Uniform Commercial Code.

c. Pengaturan Non L/C

Terhadap metode pembayaran non L/CBank Indonesia belum memprakarsaipembuatan PBI non L/C. Bila perbankan,KADIN, Pemerintah dan Mahkamah

Agung telah mengakui bahwapelaksanaan L/C memerlukan payunghukum nasional minimal setingkat PBI L/C, maka sudah dapat dipastikan bahwapelaksanaan non L/C juga membutuhkanketentuan hukum nasional yang minimaljuga berupa PBI non L/C. Alasan utamaadalah bahwa pelaksanaan metode non L/C belum memiliki ketentuan internasional,kecuali untuk metode Collection,sehingga pengaturannya minimal dalambentuk PBI sangat diperlukan.

Kecenderungan penggunaan metode nonL/C juga relatif meningkat dalamperdagangan internasional terutama dinegara-negara maju mengingat biayanyarelatif lebih kecil dan prosesnya lebih cepatdibandingkan dengan penggunaanmetode L/C. Penggunaan metode non L/C pada umumnya dilakukan dunia usahadari perusahaan yang sama atau satu grupyang melakukan bisnis di negara yangberbeda.

Para eksportir yang pembayaran hasilekspornya didasarkan pada metode nonL/C ini cenderung mengharapkanmendapatkan perlakuan yang samadengan metode L/C pada saat menjualtagihan ekspornya kepada bank. Paraeksportir mengharapkan kepastianpembayaran hasil ekspor walaudidasarkan pada metode non L/C.Perlakuan pembayaran yang sama initelah dapat diperoleh di negara lain sepertiAmerika, Inggris dan Singapura. Di ketiganegara tersebut eksportir yang memilikitagihan ekspor yang pembayarannyaberdasarkan metode Collection atauOpen Account dapat memperolehpembayaran segera dari banksebagaimana umumnya dilakukan

Page 15: Volume 2, Nomor 3, Desember 2004 BULETIN HUKUM … fileNamun mulai tahun 2004 buletin ini akan terbit secara berkala pada bulan April, Agustus dan Desember. Peminat yang ingin memperoleh

11BULETIN HUKUM PERBANKAN DAN KEBANKSENTRALAN Volume 2 Nomor 3, Desember 2004

terhadap pembayaran tagihan eksporyang pembayarannya berdasarkanmetode L/C.8

Dalam pelaksanaan pembayaranberdasarkan metode non L/C sudah tentubank memerlukan perlindungan agarterhindar dari risiko non payment olehimportir di luar negeri. Berkenaan denganitu, maka bank akan melakukanpembayaran (pengambilalihan) tagihanekspor dengan syarat tagihan ekspordimiliki eksportir yang bonafid atautagihan ekspor dijamin dengan JaminanBank atau Jaminan Export Credit Agency.9Pembayaran tagihan ekspor yangdemikian ini belum lazim dalam praktikperbankan Indonesia. Untukpelaksanaannya Bank Indonesia perlumengatur dalam PBI non L/C mekanismedan prosedur pembayaran, institusipelaksana, institusi penjamin, biaya, gantirugi, penipuan, pilihan hukum dan pilihanforum. Kehadiran PBI non L/C ini akansangat membantu dan menambahkepercayaan dunia usaha Indonesia dalammelakukan perdagangan internasionalyang pembayarannya menggunakanmetode non L/C. Kepercayaan ini tentunyasangat diharapkan dalam upayamendorong pertumbuhan ekspor nasional.Selain itu, sama halnya dengan PBI L/C,PBI non L/C ini juga akan menjadiketentuan hukum yang dapat digunakanlembaga peradilan untuk menyelesaikan

kasus hukum mengenai metodepembayaran non L/C.

d. Peranan Banking Arrangement danMemorandum of Understanding

Dalam upaya mendorong pertumbuhanekspor melalui kerjasama antar banksentral Bank Indonesia telahmenendatangani sejumlah BankingArrangement (BA) atau Memorandum ofUnderstanding (MOU) dengan beberapabank sentral. BA atau MOU bertujuan untukturut membantu kelancaran pelaksanaanmetode pembayaran perdaganganinternasional yang dilakukan olehperbankan di masing-masing negara banksentral. Bila ada ‘kemacetan’ dalampelaksanaan metode L/C atau metode nonL/C maka masing-masing bank sentralakan berupaya mengatasi kemacetandengan melakukan pendekatan kepadabank terkait di negaranya. Namun, bilapendekatan itu kurang berhasil atau gagalsama sekali maka bank sentral tidakbertanggung jawab secara finansial. Banksentral hanya bertanggung jawab secaramoral. Bank Indonesia telahmenandatangani BA atau MOU antara laindengan bank sentral Irak, Iran, Rumania,dan Rusia.10

3.2. Metode Pembiayaan PerdaganganInternasionala. Ketiadaan Ketentuan Internasional

Pembiayaan perdagangan internasionalbelum diatur secara internasional

8 Jane Kingman-Brundage and Susan A. Schuld, Loc.Cit. Alasdair Watson, The Finance of InternationalTrade, The Institute of Bankers, London, 1976. BPP, Loc.Cit. Goh Tianwah, Handbook on TradeFinancing, Rank Books, Singapore, 1987.9 BPP, Op.Cit., hal. 187, 294.10 Direktorat Luar Negeri Bank Indonesia , 2004.

Page 16: Volume 2, Nomor 3, Desember 2004 BULETIN HUKUM … fileNamun mulai tahun 2004 buletin ini akan terbit secara berkala pada bulan April, Agustus dan Desember. Peminat yang ingin memperoleh

12BULETIN HUKUM PERBANKAN DAN KEBANKSENTRALAN Volume 2 Nomor 3, Desember 2004

sebagaimana halnya terhadap metodepembayaran L/C dan Collection. Olehkarena itu produk-produk pembiayaanperdagangan internasional pun bervariasidari satu negara ke negara lainnya.Produk-produk metode pembiayaanperdagangan internasional di Amerika,Inggris, Singapura, dan Malaysia sebagaicontoh jauh lebih berkembang dari yangada di Indonesia.

b. Perlunya Pengaturan di Indonesia

Dalam upaya mendorong pertumbuhanekspor nasional maka untuk kondisi saatini nampaknya Bank Indonesia perlumengatur produk-produk metodepembiayaan perdagangan internasionaldalam praktik perbankan Indonesia. Untukitu, Bank Indonesia mengatur dalam PBImengenai mekanisme dan prosedurpembiayaan, instrumen pembayaran,institusi pelaksana, institusi penjamin,biaya, penetapan harga, ganti rugi,penipuan, pilihan hukum, dan pilihan forum.Pengaturan produk-produk sebagaimanatelah dikemukakan dalam Angka II. 2.2.dapat dilakukan secara bertahap dandimulai dengan pengaturan fasilitasdiskonto atau rediskonto atas bankers’acceptance baik yang pembayarannyadidasarkan pada metode L/C maupunCollection atau Open Account. Bankers’acceptance adalah wesel berjangka yangdiaksep oleh bank pengaksep danmembayarnya pada saat jatuh tempo.Bankers’ acceptance adalah instrumenpembayaran. Terkait dengan pembiayaan

perdagangan internasional D.P. Guptasebagai penasehat senior di UNCTADmengatakan:

“Central banks have a dominant role toplay in export financing. Yet in manydeveloping countries their exportfinancing functions have been passive.Many of them do not have a specialscheme for developing and promotingexport. Some central banks do not takean active part in assisting the exportsector on the grounds that such a role isnot strictly a legitimate central bankingfunction. In a developing economy,however, a central bank should formulateits policies and gear its operations so asto find solutions to the country’s overalleconomic problems”.11

Di Amerika, bankers’ acceptance sudahlama berkembang. Bankers’ acceptanceadalah akseptasi wesel berjangka yangdilakukan bank pengaksep danpembayarannya dilaksanakan bankpengaksep pada saat jatuh tempo.Pembayaran bankers’ acceptance telahterjamin pada saat jatuh tempo. Bank diAmerika dapat mengaksep weselberjangka menjadi bankers’ acceptancedan bahkan dapat juga mendiskontobankers’ acceptance-nya sendiri. Dalamhal ini, Comptroller of the Currency diAmerika12 mengatakan:

“by accepting the draft, the bank makesan unconditional promise to pay theholder of the draft a stated amount at aspecified date”.

11 D.P. Gupta (The Senior Advisor, International Trade Centre), dalam International Trade Centre UNCTAD/GATT, The Financing of Exports from Developing Countries, ITC, Geneva, 1984, hal. 16.12 Comptroller of the Currency-Administrator of National Bank, Bankers’ Acceptance, September 1999,hal.1

Page 17: Volume 2, Nomor 3, Desember 2004 BULETIN HUKUM … fileNamun mulai tahun 2004 buletin ini akan terbit secara berkala pada bulan April, Agustus dan Desember. Peminat yang ingin memperoleh

13BULETIN HUKUM PERBANKAN DAN KEBANKSENTRALAN Volume 2 Nomor 3, Desember 2004

Importir Amerika dapat memohon kepadabanknya untuk mendapatkan acceptancefinancing bila tidak dapat memperolehpembiayaan dari eksportir luar negeri.Untuk memperoleh acceptance financingimportir dan bank menyetujui acceptanceagreement yang intinya adalah bahwabank setuju mengaksep wesel berjangkauntuk keperluan importir dan importir setujumembayar wesel berjangka yang diaksepbank. Atas dasar acceptance agreementimportir menerbitkan wesel berjangkakepada bank dan bank mengaksepnyasehingga menjadi bankers’ acceptancedan mendiskontonya. Hasil diskontodigunakan oleh importir untuk membayarharga barang kepada eksportir.13

Bank sendiri dapat menahan bankers’acceptance dalam portofolionya ataubank dapat merediskontonya pada pasarsekunder. Sebelum atau pada saatbankers’ acceptance jatuh tempo importirmembayar kepada bank pengaksepsebesar nilai nominal bankers’acceptance. Bila bank merediskontobankers’ acceptance pada pasarsekunder, maka bank pengaksepmembayar kepada holder sebesar nilainominal bankers acceptance pada saatjatuh tempo.14

Selain importir, eksportir Amerika jugadapat memperoleh acceptance financingdari bank atas penjualan barangnyasecara kredit kepada importir yang

memiliki reputasi internasional. Setelahmenyetujui acceptance agreementeksportir menerbitkan wesel berjangkaatas banknya. Bank mengaksep weselberjangka sehingga menjadi bankers’acceptance dan mendiskontonya.15

Dalam hal ini juga bank dapat menahanbankers’ acceptance hingga jatuh tempoatau merediskontonya pada pasarsekunder. Sebelum atau pada saat jatuhtempo eksportir membayar kepada bankpengaksep sebesar nilai nominal bankers’acceptance. Bila bank pengaksepmerediskonto bankers’ acceptance padapasar sekunder maka bank pengaksepakan membayar kepada holder sebesarnilai nominal bankers’ acceptance padasaat jatuh tempo.16

Sesuai dengan Federal Reserve Act1913, as amended, bankers’ acceptancejuga dapat didiskontokan pada FederalReserve jika memenuhi kriteria:

1. Banker’s acceptance harus membiayaitransaksi impor atau ekspor,pengapalan barang dalam negeri dantransaksi devisa.

2. Banker’s acceptance memiliki jangkawaktu tidak melebihi enam bulan.

3. Total nilai wesel yang diaksep banktidak boleh melampaui sepuluh persendari jumlah modal bank ditambahsurplus.

13 Robert K. LaRoche, “Bankers Acceptances”, Federal Reserve Bank of Richmond – EconomicQuarterly, Volume 1993, hal. 75-6. Tulisan ini dipublikasikan kembali oleh Federal Reserve Bank ofRichmond, Virginia, 1998. Ia mengatakan: ‘A bankers acceptance, or BA, is a time draft drawn on andaccepted by a bank’14 Ibid, hal. 76.15 Ibid.16 Ibid.

Page 18: Volume 2, Nomor 3, Desember 2004 BULETIN HUKUM … fileNamun mulai tahun 2004 buletin ini akan terbit secara berkala pada bulan April, Agustus dan Desember. Peminat yang ingin memperoleh

14BULETIN HUKUM PERBANKAN DAN KEBANKSENTRALAN Volume 2 Nomor 3, Desember 2004

Ketentuan diskonto bankers’ acceptancedi Amerika bertujuan memperbaikilikuiditas pasar banker’s acceptancesehingga mendorong pertumbuhanperdagangan internasionalnya. Padaawalnya selama bertahun-tahun FederalReserve Bank membeli banker ’sacceptance di pasar (open market)dengan tingkat bunga di bawah tingkatbunga pasar.17 Federal Reserve Bank saatitu tidak mendiskonto bankers’ acceptanceyang ditawarkan bank pengaksepsebagaimana diharapkan CongressAmerika. Pada kurun waktu 1925 hingga1931 bankers’ acceptance membiayaiimpor dan ekspor Amerika rata-ratasepertiga dari total impor dan ekspor.Bahkan pada tahun 1931 bankers’acceptance membiayai perdaganganinternasional Amerika hampir setengahdari total nilai perdaganganinternasionalnya.18 Pada tahun 1932dukungan Federal Reserve Bank terhadappasar bankers’ acceptance menurun tajam.Pada kurun waktu pertengahan 1943hingga akhir 1946 peranan FederalReserve Bank di pasar bankers’acceptance sangat berkurang. Kemudian,mulai pada tahun 1955 peranan FederalReserve Bank dalam pasar bankers’acceptance kembali meningkat ketikaFederal Open Market Committeememberi kewenangan kepada FederalReserve Bank of New York untukmelakukan repurchace agreement atas

bankers’ acceptance dan melakukan jualbeli bankers’ acceptance sesuai dengantingkat bunga pasar sebagai upayamelaksanakan keputusan Committee dibidang kebijakan moneter.19 Saat itubankers’ acceptance digunakan sebagaiinstrumen moneter juga. Pada tahun 1970-an Federal Reserve Bank menetapkanbahwa pasar bankers’ acceptance telahmatang dan telah dapat berdiri sendiri.Federal Reserve Bank pun pelan-pelanmenarik dukungannya terhadap pasarbankers’ acceptance dan sejak tahun1984 telah berhenti melakukan jual belibankers’ acceptance untukkepentingannya sendiri. Namun, bankers’acceptance dapat digunakan sebagaikolateral untuk mendapatkan fasilitastertentu dari Federal Reserve Bank.20

Banker’s acceptance yang diciptakanbank-bank diatur oleh Federal ReserveSystem.

Sama dengan Amerika, di Inggris bank-bank juga dapat melakukan akseptasi ataswesel berjangka menjadi bankers’acceptance. Bankers’ acceptancemerupakan wesel berjangka yang dijaminpembayarannya oleh bank pengakseppada saat jatuh tempo.21 Dikatakan:bankers’ acceptance dapat dijual dengandiskonto ke discount market yang pembelidan penjualnya adalah bank, dunia usahadan perorangan. Bank pengaksep dapatjuga bertindak sekaligus sebagai bank

17 Ibid, hal. 80.18 Ibid.19 Ibid.20 Ibid.21 Bandingkan, Robert K. LaRoche, Ibid., hal. 75.

Page 19: Volume 2, Nomor 3, Desember 2004 BULETIN HUKUM … fileNamun mulai tahun 2004 buletin ini akan terbit secara berkala pada bulan April, Agustus dan Desember. Peminat yang ingin memperoleh

15BULETIN HUKUM PERBANKAN DAN KEBANKSENTRALAN Volume 2 Nomor 3, Desember 2004

pendiskonto. Bila bank ini memerlukanlikuiditas maka bankers’ acceptance dapatdidiskonto ke discount market.22

Namun, bankers’ acceptance juga dapatdijual secara diskonto ke Bank of Englanddengan tingkat diskonto yang lebih menarikdibanding dengan tingkat diskonto yangdiberikan discount market. Tetapi, tidaksemua bankers’ acceptance dapatdidiskontokan ke Bank of England. Bankof England secara periodik menentukanbank-bank yang bankers’ acceptance-nyadapat didiskontokan ke Bank of England.Per 15 Desember 2003 bank yangbankers’ acceptance-nya dapatdidiskontokan ke Bank of Englandberjumlah 51 bank yang antara lain adalahABN AMRO Bank NV, BNP Paribas,Dresdner Bank AG, Deutsche Bank AG,HSBC Bank plc, Lloyds TSB Bank plc danRoyal Bank of Canada yang ada di Inggris.Bank of England membeli bankers’acceptance dalam rangka money marketoperation. Selain membatasi jumlah bankyang eligible Bank of England jugamembatasi nilai bankers’ acceptance perbank.23 Selain fasilitas diskonto, Bank ofEngland juga menyediakan fasilitasrediskonto kepada bank-bank yangeligible bila bank-bank itu disampingmengaksep juga mendiskonto weselberjangka.24

Bankers’ acceptance dapat berupa weselberjangka yang diterbitkan importir ataueksportir. Importir menerbitkan weselberjangka atas kemungkinan penerimaanhasil penjualan barang impor dan diaksepoleh bank pengaksep menjadi bankers’acceptance. Sementara, eksportirmenerbitkan wesel berjangka atas hasilpenjualan barang ekspor dan kemudiandiaksep oleh bank pengaksep menjadibankers’ acceptance.25

Sama dengan Amerika dan Inggris,Malaysia juga memiliki pasar uang untukbankers’ acceptance. Bankers’acceptance digunakan untuk membiayaitransaksi impor dan ekspor sertaperdagangan dalam negeri Malaysia.Banker ’s Acceptance juga dapatdidiskonto atau dirediskonto pada pasarsekunder dengan suku bunga yangmenarik. Diskonto dapat dilakukan atastransaksi impor dan ekspor baik yangpembayarannya menggunakan metode L/C maupun metode non L/C. Banker’sacceptance diatur oleh Bank NegaraMalaysia.26

Untuk transaksi impor, importir Malaysiadapat memperoleh acceptance financingberdasarkan acceptance agreementyang disepakati terlebih dahulu antaraimportir dan banknya. Dalam acceptance

22 Fiona Collinson, Michael Giddings and Malcolm Sullivan, Financial Products: A Survival Guide,Euromoney Publications PLC, London, 1996, hal. 51.23 Bank of England, “Banks Whose Bankers’ Acceptance are Eligible for Discount at the Bank ofEngland”, 15 December 2003.24 Fiona, Michael Giddings, Malcolm Sullivan, Loc.Cit.25 Ibid.26 Abdul Latiff Abdul Rahim, Guide to Bankers Acceptance and Export Credit Refinancing, Institute ofBankers Malaysia, Pelanduk Publications, Malaysia, Oktober 1990, hal. 2 – 14.

Page 20: Volume 2, Nomor 3, Desember 2004 BULETIN HUKUM … fileNamun mulai tahun 2004 buletin ini akan terbit secara berkala pada bulan April, Agustus dan Desember. Peminat yang ingin memperoleh

16BULETIN HUKUM PERBANKAN DAN KEBANKSENTRALAN Volume 2 Nomor 3, Desember 2004

agreement itu ditentukan credit line untukimportir. Sebagai syarat lainnya makaimportir wajib menerima wesel tunai darieksportir luar negeri. Setelah isuacceptance agreement dan wesel tunaiselesai maka importir menerbitkan weselberjangka kepada bank untuk diaksepmenjadi bankers’ acceptance danmendiskontonya atau meminta bank lainmendiskontonya. Hasil diskonto atasbankers’ acceptance digunakan untukmembayar wesel tunai yang diterbitkaneksportir luar negeri. Ketika jatuh tempobankers’ acceptance importir membayarkepada bank pengaksep sebesar nilainominal bankers’ acceptance. 27

Kemudian untuk ekspor, eksportirMalaysia juga dapat memperoleh fasilitasbankers’ acceptance. Dasarpemberiannya juga adalah acceptanceagreement antara eksportir dan banknya.Setelah acceptance agreementdisepakati maka eksportir menerbitkanwesel berjangka (export bill) yangtertariknya adalah importir di luar negeri.Export bill ini diserahkan kepada bankuntuk ditagihkan pada waktunya.Kemudian, eksportir menerbitkan weselberjangka (‘accommodation bill) kepadabank untuk diaksep menjadi bankers’acceptance dan mendiskontonya ataumeminta bank lain mendiskontonya. Hasildiskonto atas bankers’ acceptancediberikan kepada eksportir. Ketika exportbill jatuh tempo bank pengaksepmenerima pembayaran dari importir

sebagai pengganti dana bank pengaksepyang telah diberikan kepada eksportir.28

Di Indonesia, sebelum berlakunya UU No.23 Tahun 1999, Bank Indonesiamenyediakan fasilitas rediskonto kepadasemua bank devisa yang mendiskontowesel ekspor berjangka yang diterbitkaneksportir.29 Pada saat itu, semua bankdevisa yang telah mendiskonto weselekspor berjangka dapat merediskontotagihan ekspor tersebut denganmenerbitkan wesel bank (bank’s draft)tanpa membatasi limit per masing-masingbank. Tujuan fasilitas rediskonto BankIndonesia saat itu adalah untuk mendorongpertumbuhan ekspor dan sekaligusmemupuk cadangan devisa. Menurut dataDirektorat Luar Negeri Bank Indonesiaselama tahun 1990 sampai dengan Mei1999 melalui fasilitas rediskonto BankIndonesia berhasil mengumpulkan devisahasil ekspor sebesar USD 23,2 miliar.Namun, dengan berlakunya UU No. 23Tahun 1999 penyediaan fasilitasrediskonto dihentikan oleh Bank Indonesiakarena dianggap bertentangan denganundang-undang tersebut.

Sebenarnya dalam upaya Bank Indonesiamendorong pertumbuhan ekspor makafasilitas diskonto dan rediskonto atasbankers’ acceptance seperti yang terdapatdi Amerika, Inggris, dan Malaysia dapatditerapkan di Indonesia dengan modifikasi.Bank Indonesia dapat menentukan bankpengaksep yang eligible untuk mengaksepwesel dalam hal ini wesel ekspor

27 Ibid, hal. 9-10.28 Ibid, hal. 10.29 Lihat, Direktorat Luar Negeri - Bank Indonesia, Kajian Kemungkinan Penerapan Skim RediskontoWesel Ekspor, Jakarta, Desember 2003, hal. 5.

Page 21: Volume 2, Nomor 3, Desember 2004 BULETIN HUKUM … fileNamun mulai tahun 2004 buletin ini akan terbit secara berkala pada bulan April, Agustus dan Desember. Peminat yang ingin memperoleh

17BULETIN HUKUM PERBANKAN DAN KEBANKSENTRALAN Volume 2 Nomor 3, Desember 2004

berjangka sehingga menjadi bankers’acceptance. Biaya akseptasi bankditentukan oleh Bank Indonesia secaraperiodik yang besarnya di bawah tingkatbunga pasar. Untuk bankers’ acceptanceyang pembayarannya atas dasar metodeCollection dan Open Account agarsebelum dilakukan akseptasi perludijamin terlebih dahulu dengan JaminanBank atau Jaminan PT. Asuransi EksporIndonesia. Besarnya biaya penjaminanjuga ditetapkan Bank Indonesia secaraperiodik yang besarnya juga di bawahbiaya pasar. Sementara, untuk weselberjangka yang pembayarannya atasdasar metode L/C, wesel eksporberjangka dapat langsung diaksepmenjadi bankers’ acceptance, kecualireputasi bank penerbit diragukan. Bankers’acceptance dapat didiskonto ataudirediskonto oleh bank pengaksepkepada PT Bank Ekspor Indonesia(Persero)30 atau Bank Indonesia dengantingkat bunga yang lebih menarik daritingkat bunga pasar. Tetapi, bankpengaksep juga dapat mendiskontosendiri bankers’ acceptance-nya ataumendiskonto bankers’ acceptance kepadabank pendiskonto tersendiri. Selain itu, PTBank Ekspor Indonesia (Persero) dapatjuga merediskonto bankers’ acceptancekepada Bank Indonesia.

Bank Indonesia mendiskonto ataumerediskonto bankers’ acceptance untukkepentingannya sendiri adalah dalamupaya pengelolaan cadangan devisa danpengembangan pasar bankers’acceptance untuk mendorong

pertumbuhan ekspor. Dan, Bank Indonesiadapat membatasi nilai bankers’acceptance per masing-masing bankpengaksep sesuai dengan kebijakandevisa Bank Indonesia. Pada saatbankers’ acceptance jatuh tempo BankIndonesia akan mencairkannya kepadabank pengaksep bukan kepada pihaktertarik wesel. Kegiatan Bank Indonesiaini merupakan kegiatan jual beli weseldalam rangka pemupukan cadangandevisa sehingga tidak bertentangandengan UU No. 23 Tahun 1999 yangmelarang Bank Indonesia memberikankredit atau pembiayaan kepadaperbankan atau kepada dunia usahamelalui perbankan. Sementara, PT BankEkspor Indonesia (Persero) melakukantransaksi diskonto atau rediskonto dalamrangka pengembangan pasar bankers’acceptance untuk mendorongpertumbuhan pembiayaan perdaganganinternasional yang akan mendorong pulapertumbuhan perdagangan internasionalterutama ekspor. PT Bank EksporIndonesia dapat mencairkan bankers’acceptance pada saat jatuh tempokepada bank pengaksep atau pihaktertarik. Sesuai data Direktorat LuarNegeri, rata-rata nilai wesel eksporberjangka yang diambil alih bank darieksportir pada periode Juni 2002 sampaidengan Januari 2003 mencapai USD281,9 juta per bulan.

3.3. Forum Arbitrase

Untuk mengantisipasi terjadinyaperselisihan dalam pelaksanaan metode

30 Pelaksanaan diskonto dan rediskonto bankers’ acceptance oleh PT Bank Ekspor Indonesia (Persero)sebaiknya diatur dalam Undang-undang PT Bank Ekspor Indonesia (Persero).

Page 22: Volume 2, Nomor 3, Desember 2004 BULETIN HUKUM … fileNamun mulai tahun 2004 buletin ini akan terbit secara berkala pada bulan April, Agustus dan Desember. Peminat yang ingin memperoleh

18BULETIN HUKUM PERBANKAN DAN KEBANKSENTRALAN Volume 2 Nomor 3, Desember 2004

pembayaran dan metode pembiayaanperdagangan internasional diperlukanforum peradilan untuk pemeriksaannya.Forum peradilan ini dapat berupaArbitrase. Arbitrase adalah forumpenyelesaian sengketa bisnis di luarperadilan umum. Arbitrase merupakanalternatif terhadap forum peradilan umumyang telah dikenal secara tradisional.Dunia usaha yang berasal dari negaramaju cenderung memilih Arbitase untukmenyelesaikan perselisihan bisnis baikdengan rekan bisnis yang sama-samaberasal dari negara maju maupun denganrekan bisnis yang berasal dari negaraberkembang. Bahkan khusus untukmenangani perselisihan mengenaipelaksanaan metode pembayaranperdagangan internasional, InternationalChamber of Commerce telah mendirikan‘Arbitrase tersendiri’, di luar ICCInternational Court of Arbitration, yangditangani oleh para ahli metodepembayaran perdagangan internasional.Dunia bisnis di Indonesia juga sudah relatifbanyak menggunakan Arbitrase terutamasejak diundangkannya Undang-UndangNo. 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase danAlternatif Penyelesaian Sengketa (UUArbitrase) pada tanggal 12 Agustus 1999.Di bidang Pasar Modal di Indonesia telahada forum Arbitrase tersendiri, dandemikian juga di bidang perdaganganKomoditi Berjangka bahkan di bidangPerbankan Syariah. Kontrak AsuransiKerugian juga sudah memuat klausulArbitrase.

Arbitrase cenderung dipilih para pelakubisnis internasional karena para arbitratormerupakan orang yang ahli di bidangnyadan dipilih oleh para pihak yangbersengketa atau berbeda pendapat.Selain itu, pemeriksaan Arbitrase bersifattertutup, relatif cepat dan relatif murah.Putusan Arbitrase bersifat final danmengikat dan tidak dipublikasikansehingga reputasi para pihak tetapterjaga.31 Ciri-ciri positif Arbitrase itu padadasarnya tidak ditemukan pada peradilanumum. Namun, kelemahan arbitraseadalah jika putusannya tidak dilaksanakansecara sukarela oleh pihak yang kalah,maka perlu dimintakan penetapanpengadilan untuk melaksanakan putusantersebut.

Berkenaan dengan Arbitrase untukmetode pembayaran dan pembiayaanperdagangan internasional sudah saatnyaBank Indonesia melakukan pengaturandalam bentuk PBI Arbitrase sebagai tindaklanjut dari UU Arbitrase yang berlaku saatini. Pengaturan ini pada pokoknya meliputipenentuan arbitrator, jenis Arbitrase,ketentuan acara Arbitrase, mekanismepelaksanaan putusan Arbitrase dan biayaArbitrase. Khusus untuk arbitrator agardiatur bahwa arbitrator terdiri dari wakilBank Indonesia, perbankan, ahliperbankan atau ahli hukum perbankan.Pengaturan Bank Indonesia melalui PBIArbitrase ini akan turut memperlancarpelaksanaan metode pembayaran danpembiayaan perdagangan internasionalyang berarti turut juga memperlancarpelaksanaan perdagangan internasional.

31 Lihat Sudargo Gautama, Undang-undang Arbitrase Baru, PT Citra Aditya Bakti, Bandung, 1999.

Page 23: Volume 2, Nomor 3, Desember 2004 BULETIN HUKUM … fileNamun mulai tahun 2004 buletin ini akan terbit secara berkala pada bulan April, Agustus dan Desember. Peminat yang ingin memperoleh

19BULETIN HUKUM PERBANKAN DAN KEBANKSENTRALAN Volume 2 Nomor 3, Desember 2004

3.4. Kerjasama antar Lembaga

Dalam membuat semua PBI yangdisebutkan di atas adalah suatu kebutuhanuntuk membahasnya dalam forumkerjasama antar lembaga atau instansiyang terdiri dari asosiasi perbankan,perbankan, asosiasi eksportir, asosiasiimportir, KADIN, Depperindag, Depkehdan HAM, Mahkamah Agung danPerguruan Tinggi. Sehingga, substansisemua PBI menjadi sesuai dengankebutuhan pasar.

Dalam pembahasan konsep PBI L/C saatini yang diprakarsai Bank Indonesia dalamhal ini Direktorat Luar Negeri kerjasamaantar lembaga tersebut telah dilaksanakandengan baik sehingga hasilnya telahmencerminkan kebutuhan pasar, bukankebutuhan Bank Indonesia semata. Dalampembahasan ini wakil perbankan,Perbanas, KADIN, Depperindag, Depkehdan HAM dan Mahkamah Agungmerupakan anggota tim yang bersamadengan Bank Indonesia melakukanpembahasan intensif atas konsep PBI L/C tersebut. Pembahasan yang demikianini akan mencapai tujuan penerbitan PBIL/C yaitu membantu memperlancarpelaksanaan metode pembayaranperdagangan internasional demimendukung pertumbuhan perdaganganinternasional.

IV. KESIMPULAN DAN SARAN

Berdasarkan uraian-uraian di atas makadapat ditarik beberapa butir kesimpulandan saran sebagai berikut :

4.1. Kesimpulan

1. Pengaturan Bank Indonesia atasmetode pembayaran perdagangan

internasional merupakan suatukebutuhan pasar dalam rangka turutmewujudkan pertumbuhanperdagangan internasionalkhususnya ekspor. Bank Indonesiadalam hal ini Direktorat Luar Negerisedang memprakarsai penyusunanPBI L/C yang mater inya padadasarnya telah disesuaikan dengankebutuhan perbankan dan duniausaha dalam melaksanakantransaksi L/C sehari-hari.

2. Pengaturan Bank Indonesia atasmetode pembiayaan perdaganganinternasional juga merupakan suatukebutuhan pasar dalam rangka turutmewujudkan pertumbuhan ekspor.Di Amerika, Inggris, Singapura danMalaysia metode pembiayaanperdagangan internasional telahberkembang jauh bila dibandingkandengan Indonesia. Secara khusus,pasar bankers’ acceptance d iAmerika, Inggris, dan Malaysia telahberkembang dengan baik dalamrangka membiayai perdaganganinternasional ketiga negara tersebut.

3. Pengaturan Bank Indonesia untukpembentukan forum Arbitrase untukmenyelesaiakan perselisihan yangtimbul dalam pelaksanaan metodepembayaran dan metode pembiayaanperdagangan internasional adalah jugasuatu kebutuhan pasar dan akan turutmemperlancar pelaksanaanperdagangan internasional.

4.2. S a r a n

1. Bank Indonesia sudah saatnyamengatur dengan PBI metodepembayaran L/C dan non L/C

Page 24: Volume 2, Nomor 3, Desember 2004 BULETIN HUKUM … fileNamun mulai tahun 2004 buletin ini akan terbit secara berkala pada bulan April, Agustus dan Desember. Peminat yang ingin memperoleh

20BULETIN HUKUM PERBANKAN DAN KEBANKSENTRALAN Volume 2 Nomor 3, Desember 2004

khususnya Open Account danCollection guna mendukungkelancaran pelaksanaanperdagangan internasional terutamakegiatan ekspor. Kebutuhanperbankan dan dunia usahahendaknya menjadi dasar utamapenyusunan materi PBI dengan tetapmemperhatikan ketentuaninternasional yang ada.

2. Bank Indonesia juga sudah saatnyamengatur dengan PBI metodepembiayaan perdaganganinternasional khususnya fasilitasdiskonto atau rediskonto atas bankers’acceptance untuk membiayaiperdagangan internasional Indonesiaterutama kegiatan ekspor. Pola

transaksi bankers’ acceptance diAmerika, Inggris, dan Malaysia yangbertujuan untuk mendorongpertumbuhan perdaganganinternasional kiranya dapat dicontohdengan modifikasi sesuai kondisi pasardi Indonesia. Kegiatan diskonto ataurediskonto atas bankers” acceptance itukiranya juga dapat dimanfaatkan olehBank Indonesia sebagai kegiatanmenambah cadangan devisa.

3. Bank Indonesia sebaiknya mengaturpembentukan forum Arbitrase denganPBI untuk memeriksa perselisihanyang mungkin terjadi dalampelaksanaan metode pembayaran danmetode pembiayaan perdaganganinternasional. Para arbitratorhendaknya berasal dari kalangan BankIndonesia, perbankan, ahli perbankan,atau ahli hukum perbankan.

Page 25: Volume 2, Nomor 3, Desember 2004 BULETIN HUKUM … fileNamun mulai tahun 2004 buletin ini akan terbit secara berkala pada bulan April, Agustus dan Desember. Peminat yang ingin memperoleh

21BULETIN HUKUM PERBANKAN DAN KEBANKSENTRALAN Volume 2 Nomor 3, Desember 2004

I. PENDAHULUAN

Kementerian Koperasi dan Usaha Kecildan Menengah mengajukan rancanganBab mengenai simpan pinjam (KSP)dalam draft RUU Koperasi. Menarik untukdikemukakan bahwa pokok-pokok pikiranmengenai KSP dalam rancangan inisangat berbeda karakteristiknya denganKSP yang dikenal selama ini, terutamakarena design pengaturan KSP dalamdraft RUU dimaksud adalah berupa KSPyang karakteristiknya dapat menjadilembaga intermediary, lengkap dengandesign pengawasan, pengaturan rahasiasimpanan dan pinjaman KSP, danlembaga rehabilitasi KSP. Design baru inidiilhami oleh Model Law for Credit Unionyang dikembangkan oleh World Councilfor Credit Union (WOCCU).1

Pertanyaannya, apakah KSP modelWOCCU ini tepat untuk diimplementasikandi Indonesia? Bagaimana keterkaitannyadengan keselarasan hukum di bidang

lembaga keuangan yang telah ada?Apakah Indonesia perlu membentuk lagisuatu design baru di bidangperkoperasian, ataukah lebih baikmengembangkan dan memberdayakanKSP dengan format “lama”, yaitu dalamformat yang sesuai dengan hakekatkoperasi “dari anggota dan untukanggota”, serta mengembangkan danmemberdayakan lembaga bank koperasiatau pemilikan bank oleh koperasisebagaimana yang telah diatur di dalamUU Perbankan2?

Untuk memulai menganalisis pertanyaanini, pertama-tama perlu dikemukakanbahwa dalam sistem keuangan Indonesiadewasa ini, lembaga keuangan yangdominan adalah bank dan lembagakeuangan bukan bank. Lembagaperbankan, yang merupakan lembagaintermediary, terdiri dari Bank Umum danBank Perkreditan Rakyat yang diaturdalam UU Perbankan dan UUBI. Otoritas

KSP MODEL BARU ATAU PEMBERDAYAAN BANK KOPERASI?

(PEMBAHASAN TERHADAP DRAFT RUU AMANDEMEN UU KOPERASIBERKENAAN DENGAN PENGATURAN KOPERASI SIMPAN PINJAM)*)

oleh: Agus Santoso, SH, LL.M**)

*) Makalah disampaikan sebagai Pembahas dalam Diskusi Nasional Pembahasan RUU KoperasiMengenai Ketentuan Simpan Pinjam, Hotel Aryaduta Jakarta, tanggal 13 Oktober 2004.**) Analis Hukum Senior Direktorat Hukum Bank Indonesia.1 Lihat Prijadi Atmaja, Model Peraturan Perundangan tentang Simpan Pinjam Koperasi yang merupakanterjemahan dari Model Law for credit Union dengan editor Dave Grace dan Brian Branch, PerhimpunanEkonomi Pertanian Indonesia (PERHEPI), 2004. Pada Pengantar pengalih Bahasa di halaman iii,dijelaskan bahwa dalam penerjemahan ini, istilah credit union diterjemahkan sebagai koperasi simpanpinjam.2 Yang dimaksud dengan UU Perbankan adalah UU No.7 Tahun 1992 tentang Perbankan sebagaimanatelah diubah dengan UU No.10 Tahun 1998.

Page 26: Volume 2, Nomor 3, Desember 2004 BULETIN HUKUM … fileNamun mulai tahun 2004 buletin ini akan terbit secara berkala pada bulan April, Agustus dan Desember. Peminat yang ingin memperoleh

22BULETIN HUKUM PERBANKAN DAN KEBANKSENTRALAN Volume 2 Nomor 3, Desember 2004

pengawas dan Pembina bankberdasarkan kedua UU tersebut adalahBank Indonesia.3 Sedangkan lembagakeuangan bukan bank (bukan lembagaintermediary) diatur dalam beberapaproduk perundang-undangan, yaitu UUNo.11 Tahun 1992 tentang Dana Pensiun;UU No.2 Tahun 1992 tentang UsahaPerasuransian, PP No.7 Tahun 1969 jo PPNo.10 Tahun 1990 tentang PerumPegadaian, Keputusan Menteri KeuanganNo. 469/KMK.017/1995 tentang Pendiriandan Pembinaan Usaha Modal Ventura,serta Keputusan Menteri KeuanganNo.448/KMK.017/2000 tentangPerusahaan Pembiayaan. PerusahaanPembiayaan yang meliputi meliputikegiatan usaha: (1) Sewa Guna Usaha(leasing); (2) Anjak Piutang (factoring); (3)Usaha Kartu Kredit (credit card); dan (4)Pembiayaan Konsumen (consumerfinance).4 Otoritas pengawas lembagakeuangan bukan bank adalah DepartemenKeuangan. Disamping kedua lembagakeuangan tersebut, ada juga lembagapenyedia jasa keuangan lain, seperti kantorpos dalam hal pelayanan simpanan dantransfer dana (yang otoritas pengawasnyaadalah Menparpostel), serta koperasisimpan pinjam atau KSP (yang otoritaspengawasnya adalah KementerianKoperasi dan UMKM).

Oleh karena itu, berkenaan dengan adanyakeinginan dari Kementerian Koperasi danUMKM untuk membentuk KSP model baru,yaitu sebagai lembaga intermediary, maka

relevan pula untuk mengkaji lebih lanjuttentang ide KSP sebagai lembagaintermediary ini dikaitkan dengan tujuandasar dari koperasi, serta kajian hukummengenai pertanyaan apakah pengaturanhukum positif bahwa badan hukumkoperasi dapat berkiprah sebagai banktidak mencukupi.

II. DALAM SISTEM KEUANGANINDONESIA BANK ADALAH SATU-SATUNYA LEMBAGA INTERMEDIASI

Dari uraian mengenai sistem keuangan diIndonesia di atas, dapat diketahui, bahwabank adalah satu-satunya lembagaintermediasi. Tidak ada lembaga selainbank yang diperkenankan menghimpundana dari masyarakat dan menyalurkannyadalam bentuk kredit kepada masyarakat.UU Perbankan menegaskan bahwa bankadalah badan usaha yang menghimpundana dari masyarakat dalam bentuksimpanan dan menyalurkannya kepadamasyarakat dalam bentuk kredit dan ataubentuk-bentuk lainnya dalam rangkameningkatkan taraf hidup rakyat banyak.5

Berdasarkan Pasal 5 UU Perbankan, ada2 (dua) jenis bank, yaitu Bank Umum danBank Perkreditan Rakyat. Bank Umumadalah bank yang melaksanakan kegiatanusaha secara konvensional dan atauberdasarkan prinsip syariah yang dalamkegiatannya memberikan jasa dalam lalulintas pembayaran.6 Sedangkan BankPerkreditan Rakyat adalah bank yang

3 Lihat Pasal 29 UU Perbankan jo Pasal 8 huruf (c) UU BI.4 Lihat Pasal 1 KMK No. 448/KMK.017/2000.5 Lihat Pasal 1 angka (2) UU Perbankan.6 Lihat Pasal 1 angka (3) UU Perbankan.

Page 27: Volume 2, Nomor 3, Desember 2004 BULETIN HUKUM … fileNamun mulai tahun 2004 buletin ini akan terbit secara berkala pada bulan April, Agustus dan Desember. Peminat yang ingin memperoleh

23BULETIN HUKUM PERBANKAN DAN KEBANKSENTRALAN Volume 2 Nomor 3, Desember 2004

melaksanakan kegiatan usaha secarakonvensional atau berdasarkan prinsipsyariah yang dalam kegiatannya tidakmemberikan jasa dalam lalu lintaspembayaran.7 Jadi, usaha bank secaramendasar berbeda dari usaha KSP, yangsesuai dengan azas perkoperasiantugasnya adalah menghimpun dana darianggota dan menyalurkannya untukanggota.

Mengingat bank mengelola danamasyarakat dan kelangsungan usaha banksangat tergantung pada terpeliharanyatingkat kepercayaan masyarakat (publicconfidence), maka dalam UU Perbankandiatur bahwa bank harus tunduk padaaturan-aturan yang ketat (heavilyregulated), khususnya dalam rangkaterpeliharanya tingkat kesehatan bank.8

Berkenaan dengan itu, berdasarkan Pasal29 UU Perbankan jo Pasal 8 huruf (c)UUBI, lembaga yang oleh UU diberikewenangan (otoritas) untukmenyelenggarakan pengaturan bank,perijinan, pengawasan dan pengenaansanksi terhadap bank adalah BankIndonesia (bank sentral). Kemudian, dalamrangka mewujudkan sistem perbankanyang sehat, kuat, dan efisien gunamenciptakan kestabilan sistem keuangandalam rangka membantu mendorongpertumbuhan ekonomi nasional, sistemperbankan Indonesia didukung 6 (enam)pilar, yaitu (1) struktur perbankan yang

sehat; (2) sistem pengaturan yang efektif;(3) sistem pengawasan yang independendan efektif; (4) industri perbankan yangkuat; (5) infrastruktur pendukung yangmencukupi; dan (6) perlindungankonsumen.9

Sangat ketatnya sistem regulasi (termasukpengaturan permodalan dan likuiditasbank) dan pengawasan bank yangberbeda dengan regulasi danpengawasan KSP yang lebih longgarmenjadikan level playing field dari kedualembaga penyedia jasa keuangan ini harusdibedakan, karena jika level playing field-nya sama padahal tingkat keketatanregulasi dan pengawasannya berbeda,maka tentu bank tidak akan mampuberkompetisi secara sehat dengan KSP.

Untuk mendukung terwujudnya sistemperbankan yang sehat, kuat, dan efisien itu,maka entry policy menjadi hal yang sangatkrusial. Mengenai hal ini, Pasal 16 ayat (1)UU Perbankan mengatur pula bahwasetiap pihak yang melakukan kegiatanmenghimpun dana dari masyarakat dalambentuk simpanan wajib terlebih dahulumemperoleh izin usaha sebagai bankumum atau bank perkreditan rakyat dariPimpinan Bank Indonesia, kecuali apabilakegiatan menghimpun dana masyarakatdimaksud diatur dengan undang-undangtersendiri. Penjelasan dari Pasal 16 ayat(1) tersebut menguraikan bahwa kegiatan

7 Lihat Pasal 1 angka (4) UU Perbankan.8 Lihat Pasal 29 ayat (2) UU Perbankan. Berkenaan dengan itu, Pasal 29 ayat (2) UU Perbankanmengatur bahwa kewajiban untuk memelihara tingkat kesehatan bank dilakukan dengan menaatiketentuan berkenaan dengan (1) kecukupan modal; (2) kualitas aset; (3) kualitas manajemen; (3)likuiditas; (4) rentabilitas; (5) solvabilitas; dan aspek lain yang berhubungan dengan usaha bank; sertawajib melakukan kegiatan usahanya sesuai dengan prinsip kehati-hatian (prudent).9 Keenam pilar ini merupakan kerangka dasar visi pembangunan sistem perbankan Indonesia ataudikenal pula sebagai Arsitektur Perbankan Indonesia atau API.

Page 28: Volume 2, Nomor 3, Desember 2004 BULETIN HUKUM … fileNamun mulai tahun 2004 buletin ini akan terbit secara berkala pada bulan April, Agustus dan Desember. Peminat yang ingin memperoleh

24BULETIN HUKUM PERBANKAN DAN KEBANKSENTRALAN Volume 2 Nomor 3, Desember 2004

menghimpun dana dari masyarakat olehsiapapun pada dasarnya merupakankegiatan yang perlu diawasi, mengingatdalam kegiatan itu terkait kepentinganmasyarakat yang dananya disimpan padapihak yang menghimpun dana tersebut.Sehubungan dengan itu, maka dalamPasal 16 ayat (1) ini ditegaskan bahwakegiatan menghimpun dana darimasyarakat dalam bentuk simpanan hanyadapat dilakukan oleh pihak yang telahmemperoleh izin usaha sebagai bankumum atau bank perkreditan rakyat.Selanjutnya, penjelasan Pasal 16 ayat (1)UU Perbankan menguraikan bahwa dimasyarakat terdapat pula jenis lembagalainnya yang juga melakukan kegiatanpenghimpunan dana dari masyarakatdalam bentuk simpanan atau semacamsimpanan, misalnya yang dilakukan olehkantor pos, oleh dana pensiun, atau olehperusahaan asuransi. Kegiatan lembaga-lembaga tersebut tidak dicakup sebagaikegiatan usaha perbankan berdasarkanketentuan Pasal 16 ayat (1), karenakegiatan penghimpunan dana darimasyarakat yang dilakukan oleh lembaga-lembaga tersebut diatur dengan undang-undang tersendiri.

Selain pengaturan yang tegas dan lugasuntuk memastikan ditaatinya entry policy,UU Perbankan juga berupaya untukmenjaga integritas sistem perbankannasional dengan memberikan ancamanpengenaan sanksi pidana terhadap pihak-pihak yang menghimpun dana darimasyarakat dalam bentuk simpanan tanpaizin usaha dari Pimpinan Bank Indonesia.Mengenai hal ini, Pasal 46 ayat (1)menyatakan: “Barangsiapa yangmenghimpun dana dari masyarakat dalam

bentuk simpanan tanpa izin usaha dariPimpinan Bank Indonesia sebagaimanadimaksud dalam Pasal 16, diancamdengan pidana penjara sekurang-kurangnya 5 (lima) tahun dan paling lama15 (lima belas) tahun serta dendasekurang-kurangnya Rp.10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah)dan paling banyak Rp.200.000.000.000,00 (dua ratus miliarrupiah)”. Selanjutnya, ayat (2) Pasal 46berbunyi: “Dalam hal kegiatansebagaimana dimaksud dalam ayat (1)dilakukan oleh badan hukum berbentukperseroan terbatas, perserikatan, yayasanatau koperasi, maka penuntutan terhadapbadan-badan dimaksud dilakukan baikterhadap mereka yang memberi perintah,melakukan perbuatan itu atau yangbertindak sebagai pimpinan dalamperbuatan itu atau terhadap kedua-duanya”.

Mengenai implementasi kedua pasal diatas, dapat dikemukakan bahwa dalampraktiknya, di berbagai daerah, banyakperkara pidana yang terjadi sebagaiakibat penuntutan terhadap KSP yangdiduga melakukan pelanggaran terhadapPasal 16 UU Perbankan, sehingga dituntutpidana atas dasar Pasal 46 UUPerbankan. Pada umumnya, KSP tersebutmelayani penghimpunan simpanan nonanggota dengan cara memperlakukannyasebagai calon anggota, namun sifat daricalon anggota tersebut ternyata permanenatau tidak pernah dicatat menjadi anggota,sehingga praktik seperti ini menyalahiketentuan PP No. 9 Tahun 1995 yangmengatur bahwa calon anggota koperasidalam jangka waktu 3 bulan setelah

Page 29: Volume 2, Nomor 3, Desember 2004 BULETIN HUKUM … fileNamun mulai tahun 2004 buletin ini akan terbit secara berkala pada bulan April, Agustus dan Desember. Peminat yang ingin memperoleh

25BULETIN HUKUM PERBANKAN DAN KEBANKSENTRALAN Volume 2 Nomor 3, Desember 2004

melunasi simpanan pokok harus menjadianggota.

III. KOPERASI DAN BANK

Apabila dalam sistem keuangan Indonesiayang dapat melakukan kegiatan usahaintermediasi hanyalah bank, makapertanyaannya tentunya, apakah koperasidapat berkiprah di sektor perbankan.

Mengenai hal ini, UU Perbankan mengaturbahwa:

Bank Umum atau BPR diperbolehkandalam bentuk badan hukum Koperasi(vide Pasal 21 UU Perbankan); selanjutnya

Berdasarkan Pasal 22 dan Pasal 23 UUPerbankan, Bank Umum atau BPR dapatdidirikan dan dimiliki oleh Koperasi.

Selanjutnya, penegasan bahwa Koperasisebagai pendiri PT diperkenankan olehDirjen Bina Lembaga Koperasi (vide SuratDirjen Bina Lembaga Koperasi IndonesiaNo.1627/BLK/XII/1984 tanggal 12Desember 1984 yang ditujukan kepadaDirjen Kumdang DepartemenKehakiman). Dari surat tersebut dapatdiketahui bahwa Koperasi yang telahberbadan hukum dapat ikut serta sebagaipendiri PT dalam rangka kerjasamadengan pihak ketiga, dengan terlebihdahulu mendapat persetujuan dari MenteriKoperasi. Kerjasama tersebut diatursedemikian rupa sehingga tidakmengorbankan asas dan sendi-sendidasar Koperasi.

Dengan demikian, maka UU Perbankandan produk perundang-undangan dibidang perkoperasian pada dasarnyatelah membuka peluang yang sangat luas

bagi koperasi untuk berkiprah di sektorperbankan, sehingga ditinjau dari sistemhukum, sebenarnya tidak diperlukanpengaturan perundang-undangan yangbersifat membuka peluang bagi KSP untukdiberi peran selaku lembaga intermediasibaru. Dengan perkataan lain, apabilakoperasi ingin memiliki peran sebagailembaga intermediasi, maka koperasi itudapat mengajukan permohonan izin usahasebagai bank kepada Bank Indonesiaatau menjadi pemilik suatu bank (dalam halkoperasi ingin berkiprah di sektorperbankan).

Dalam praktiknya, pernah ada 1 (satu)bank umum yang berbadan hukumKoperasi, yaitu Bank Umum KoperasiIndonesia atau Bukopin, namun sayangsekali bank tersebut telah mengubahbentuk hukumnya menjadi perseroanterbatas (PT). Alasannya badan hukum PTdirasakan lebih luwes dalam rangka upayapeningkatan modal dan lebih memberikankejelasan mengenai pertanggung jawabanpemilik/pengurusnya. Patut dikemukakanbahwa pemegang saham PT BankBukopin saat ini sebagian besar adalahKoperasi. Selain itu, perlu dikemukakanpula bahwa apabila kita melihat badanhukum BPR, ternyata dewasa ini masihbanyak BPR yang berbadan hukumKoperasi. Dilihat dari keragaan(performance) usahanya, dari 43 sampleBPR yang berbadan hukum Koperasi yangdiambil secara acak, dapat diketahuibahwa pada umumnya keragaanusahanya cukup baik, yaitu dalampengertian bahwa BPR dimaksud dapatmencapai laba (yaitu sebanyak 41 BPRKoperasi), dan dapat memberikan kreditkepada masyarakat dengan rasio LDR

Page 30: Volume 2, Nomor 3, Desember 2004 BULETIN HUKUM … fileNamun mulai tahun 2004 buletin ini akan terbit secara berkala pada bulan April, Agustus dan Desember. Peminat yang ingin memperoleh

26BULETIN HUKUM PERBANKAN DAN KEBANKSENTRALAN Volume 2 Nomor 3, Desember 2004

yang relatif di atas rata-rata tingkat LDRnasional yang pada saat ini berkisar antara50%.

Namun demikian, apabila ada complainbahwa seolah-olah bank dengan badanhukum koperasi hanya dapat berkiprahsebagai secondary bank seperti halnyaBPR (bukan bank umum), makabarangkali ada baiknya kita menelaahbeberapa kelemahan badan hukumkoperasi yang beroperasi di Indonesia,khususnya berkenaan dengan kiprahkoperasi di sektor perbankan.

Pertama-tama, kiranya patut dikemukakanbahwa Koperasi pada hakekatnya adalahkumpulan orang (bukan konsentrasi modal)yang memiliki kepentingan ekonomi yangsama, melakukan usaha berdasarkanprinsip-prinsip koperasi. Oleh karena itu,tujuan utama dari kegiatan usaha koperasitentunya adalah untuk kepentingankesejahteraan anggotanya, misalnyapelayanan yang baik, bukan untuk mencarikeuntungan yang sebesar-besarnyasebagaimana halnya perusahaan yangbermotifkan keuntungan (profit oriented).10

Berkenaan dengan dianutnya konsep itu,mungkin para pengusaha di Indonesiaberpendapat bahwa melakukan bisnisdengan badan hukum koperasi

berdasarkan konsep usaha bersamaberdasarkan atas asas kekeluargaan dandemokrasi ekonomi cenderungmembatasi dirinya dalam berusaha,sehingga badan hukum itu dianggapkurang menguntungkan.11

Selanjutnya, kiranya dapat puladisampaikan hasil penelitian hukum dariFakultas Hukum Universitas Gadjah Madatahun 2002 tentang badan hukum koperasidi sektor perbankan.12 Beberapa hal yangdianggap sebagai kendalaberkembangnya bank koperasi antara lainadalah: adanya pembatasan dari konseptujuan berkoperasi itu sendiri, yaitu untukkesejahteraan anggota. Dapat terjadibahwa prioritas pelayanan bank akan lebihdiutamakan kepada anggota koperasi.Akibatnya, bank ini akan sulit bersaingdengan bank lainnya.

Berbeda dengan pendirian PT yangmengatur minimal modal13, di dalampendirian Koperasi tidak ada ketentuanminimal modal Koperasi. Pasal 41 UUPerkoperasian hanya menentukan bahwamodal Koperasi terdiri atas modal sendiridan modal pinjaman, sedangkan besarnyamodal dasar tidak ditentukan. Selain itu,kendala untuk cepat tersedianya tambahanmodal apabila bank-nya memerlukan juga

10 Mengenai hal ini, Pasal 3 UU No. 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian menyebutkan bahwa Koperasibertujuan memajukan kesejahteraan anggota pada khususnya dan masyarakat pada umumnya sertaikut membangun tatanan perekonomian nasional dalam rangka mewujudkan masyarakat yang maju,adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan UUD 1945.11 Bandingkan dengan Pasal 4 huruf (d) UU Perkoperasian yang menyebutkan mengenai konsep usahabersama berdasarkan asas kekeluargaan dan demokrasi ekonomi.12 Penelitian hukum Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada bekerjasama dengan Direktorat HukumBank Indonesia, 2002.13 Lihat Pasal 25 UU No. 1 Tahun 1995 tentang Perseroan Terbatas (UU PT), modal minimal pendirianPT adalah Rp.25.000.000,00.

Page 31: Volume 2, Nomor 3, Desember 2004 BULETIN HUKUM … fileNamun mulai tahun 2004 buletin ini akan terbit secara berkala pada bulan April, Agustus dan Desember. Peminat yang ingin memperoleh

27BULETIN HUKUM PERBANKAN DAN KEBANKSENTRALAN Volume 2 Nomor 3, Desember 2004

seringkali dihadapi. Hal ini mengingat,pada Koperasi untuk menambah modaldilakukan dengan menambah simpanananggota atau meminjam (dari bank).Peningkatan simpanan belum tentudisetujui seluruh anggota, sedangkanpinjaman, biasanya harus ada agunan yangbelum tentu dimiliki Koperasi.

Berdasarkan UU No.3 tahun 1992 tentangWajib Daftar Perusahaan, Koperasi tidaktermasuk dalam pengertian “Perusahaan”.Hal ini disebabkan berbedanya syaratpendaftaran Koperasi dengan PT, dimanapada Koperasi tidak didaftarkan padaDaftar Perusahaan, padahal pendaftaranpada Daftar Perusahaan merupakanindikasi bahwa badan tersebut akanmenjalankan kegiatan perusahaan. PadaKoperasi, setelah Akta PendirianKoperasi disahkan, kemudian didaftarkandalam Daftar Umum yang disediakanuntuk itu di kantor pejabat dengan dibubuhitanggal, nomor, serta tanda tanganpejabat. Akta Pendirian Koperasi yangtelah disahkan diumumkan di dalam BeritaNegara Republik Indonesia oleh pejabatyang mengesahkan.14 (Beradasarkan hasilpenelitian FH UGM, pada Koperasi,meskipun ada perintah untukpengumuman, tetapi jarang dilakukan olehpejabat yang berwenang, karena faktorbiaya).15 Sedangkan pada pendaftaran PT,setelah semua syarat pendirian dipenuhi

14 Lihat Pasal 10 ayat (3) UU Perkoperasian.15 Hasil penelitian FH UGM tahun 2002, Penelitian Hukum kerjasama antara FH UGM dengan DirektoratHukum Bank Indonesia.16 Lihat Pasal 7 ayat (6) jo Pasal 9 ayat (1) UU PT.17 Lihat Pasal 21 UU PT.18 Lihat Pasal 23 UU PT.19 Pasal 29 UU Perkoperasian mengatur bahwa Pengurus dipilih dari dan oleh anggota koperasi dalamRapat Anggota. Lihat juga Pasal 38 yang mengatur bahwa Pengawas dipilih dari dan oleh anggotaKoperasi dalam rapat anggota.

dan Akta Pendirian PT sudah selesaidibuat dan ditandatangani di hadapanNotaris, maka Akta Pendirian PT tersebutharus dimohonkan pengesahan kepadaMenteri Kehakiman untuk memperolehstatus badan hukum.16 Jika permohonandikabulkan, maka Direksi wajibmendaftarkan Akta Pendirian beserta SKPengesahan dari Menteri Kehakiman didalam Daftar Perusahaan sebagaimanayang dimaksud oleh UU No.3 Tahun 1982tentang Wajib Daftar Perusahaan, dalamjangka waktu 30 hari setelah pengesahanMenteri diberikan.17 Setelah dilakukanpendaftaran, direksi wajib mengajukanpermohonan ke Kantor PercetakanNegara agar PT tersebut diumumkan didalam Tambahan Berita Negara RepublikIndonesia paling lambat 30 hari setelah PTdidaftarkan. Selama pengumuman belumdilakukan, Direksi bertanggung jawabsecara penuh atas semua tindakan hukumyang telah dilakukan atas nama PT.18

Selain itu, dalam kaitannya dengan bentukbadan hukum kepemilikan bank, pendirianPT dengan akta otentik lebih menjaminkepastian hukum dibandingkan denganakta di bawah tangan pada Koperasi.

Adanya keterbatasan profesionalitas dankompetensi dalam rangka memilihPengurus dan Pengawas Koperasi,karena mereka harus dipilih dari dan olehanggota.19

Page 32: Volume 2, Nomor 3, Desember 2004 BULETIN HUKUM … fileNamun mulai tahun 2004 buletin ini akan terbit secara berkala pada bulan April, Agustus dan Desember. Peminat yang ingin memperoleh

28BULETIN HUKUM PERBANKAN DAN KEBANKSENTRALAN Volume 2 Nomor 3, Desember 2004

Berbeda dari pertanggungjawabanpemegang saham pada PT yang diaturdalam UU PT, pertanggungjawabananggota Koperasi (sebagai pemilik)Koperasi tidak diatur dalam UUPerkoperasian, kecuali yang ditentukandalam Pasal 55 UU Perkoperasian bahwadalam hal terjadi pembubaran Koperasi,anggota hanya menanggung kerugiansebatas simpanan pokok, simpanan wajib,dan modal penyertaan yang dimilikinya.Dalam hal ini tidak diatur bagaimanaseandainya anggota Koperasi itu ikut sertamengakibatkan timbulnya kerugian yangmengakibatkan bubarnya Koperasi.

Kontrol pihak ketiga terhadap badanhukum Koperasi cenderung lemah. Hal inimengingat pada Koperasi, pengawasandilakukan oleh Pengawas yang diangkatdari anggota Koperasi. Walaupunpengangkatan Pengawas dari anggotapada satu sisi sangat positif, yaitu iamengetahui kepentingan ekonomi yangdikehendaki anggota Koperasi, sehinggadapat mengontrol tindakan Pengurus yangtidak sesuai dengan keinginan anggotaKoperasi, akan tetapi ada sisi negatifnya,yaitu dalam hal anggota tidak mempunyaisumber daya manusia yang capable danprofessional, sehingga tidak mampumenjalankan tugasnya dengan baik. Selainitu, UU perkoperasian juga tidak secarategas mengatur lembaga pemeriksaanpada koperasi dalam hal ada dugaanperbuatan melawan hukum dalampengurusan Koperasi.

IV. KESIMPULAN / SARAN

Dalam sistem keuangan Indonesia, bankadalah badan usaha satu-satunya yang

boleh menjadi lembaga intermediary.Pasal 16 ayat (1) UU Perbankan mengaturbahwa setiap pihak yang melakukankegiatan menghimpun dana darimasyarakat dalam bentuk simpanan wajibterlebih dahulu memperoleh izin usahasebagai bank umum atau bankperkreditan rakyat dari Pimpinan BankIndonesia, kecuali apabila kegiatanmenghimpun dana masyarakat dimaksuddiatur dengan undang-undang tersendiri.Pelanggaran terhadap ketentuan inidiancam dengan sanksi pidanasebagaimana diatur dalam Pasal 46 UUPerbankan.

UU Perbankan dan produk perundang-undangan di bidang perkoperasian padadasarnya telah menyediakan aturan-aturanyang mendukung berkembangnya usahakoperasi dengan membuka peluang yangsangat luas bagi koperasi untuk berkiprahdi sektor perbankan.

Berkenaan dengan tersedianya peluangyang sangat luas bagi koperasi untukberkiprah dalam usaha perbankan, makakiranya ide pengembangan KSP untukmenjadi lembaga intermediary perludipertimbangkan secara lebih hati-hati. Halini terutama terkait dengan hakikatkoperasi yang tujuannya adalah “dari danuntuk anggota”. Selain itu, patutdiperhatikan pula kepentingan nasionaluntuk mewujudkan sistem keuanganIndonesia yang sehat, mengingatpengembangan KSP yang dapatmenghimpun dana dari masyarakat akanmenimbulkan persaingan yang tidak sehatdengan perbankan (memperhatikan levelplaying field). Selanjutnya, patut puladiperhatikan bahwa pada dasarnya sistemhukum Indonesia telah mendukung

Page 33: Volume 2, Nomor 3, Desember 2004 BULETIN HUKUM … fileNamun mulai tahun 2004 buletin ini akan terbit secara berkala pada bulan April, Agustus dan Desember. Peminat yang ingin memperoleh

29BULETIN HUKUM PERBANKAN DAN KEBANKSENTRALAN Volume 2 Nomor 3, Desember 2004

dimungkinkan beroperasinya “bankdengan badan hukum Koperasi”, sehinggadaripada “membangun sesuatu dari awaldengan biaya infrastruktur yang sangatmahal” dan “akan berbenturan dengan UU

lainnya”, alangkah lebih baik jika koperasimemberdayakan usahanya melaluiperangkat hukum perbankan yang sudahestablished.

Page 34: Volume 2, Nomor 3, Desember 2004 BULETIN HUKUM … fileNamun mulai tahun 2004 buletin ini akan terbit secara berkala pada bulan April, Agustus dan Desember. Peminat yang ingin memperoleh

30BULETIN HUKUM PERBANKAN DAN KEBANKSENTRALAN Volume 2 Nomor 3, Desember 2004

I. PENDAHULUAN

Sesuai dengan Undang-undang Nomor 23Tahun 1999 tentang Bank Indonesiasebagaimana telah diubah denganUndang-undang Nomor 3 Tahun 2004,Bank Indonesia mempunyai tugas untukmengatur dan menjaga kelancaran sistempembayaran dalam rangka mendukungterwujudnya sistem pembayaran yangefisien, cepat, aman dan handal. Adanyasistem pembayaran yang efisien, cepat,aman, dan handal dimaksudkan untukmendukung stabilitas sistem keuangan.Upaya untuk mewujudkan sistempembayaran yang dapat mendukungstabilitas sistem keuangan dilakukansecara berkesinambungan melaluipenurunan berbagai risiko sistempembayaran nasional.

Berkenaan dengan hal tersebut di atas,pada tanggal 17 November 2000 BankIndonesia telah mengimplementasikanSistem Bank Indonesia Real TimeGross Settlement (Sistem BI-RTGS)yang merupakan sistem transfer danaelektronik antar bank dalam mata uangrupiah yang penyelesaiantransaksinya dilakukan secaraseketika per transaksi secaraindividual. Sistem BI-RTGS inidiimplementasikan untuk pertama kali diwilayah kerja Kantor Pusat Bank Indonesiadan selanjutnya secara bertahap telah

diimplementasikan di seluruh Kantor BankIndonesia sampai dengan akhir tahun2003.

Manfaat diterapkannya Sistem BI-RTGS, selain menurunkan risiko sistempembayaran nasional denganmeningkatkan kepastian penyelesaianakhir (settlement), juga menyediakantambahan pilihan sarana transfer yangcepat, efisien, aman dan handal, sertapenyediaan informasi saldo rekening girobank secara real time dan menyeluruhsehingga dapat membantu bankmeningkatkan disiplin danprofesionalismenya dalam mengelolalikuiditas. Pada saat ini sarana transferdana yang dapat dilakukan oleh bank baikuntuk kepentingan bank atau kepentingannasabahnya selain dilakukan melaluiSistem BI-RTGS, dapat juga dilakukanantara lain melalui sistem kliring,pemindahbukuan antar/intra bank, SWIFT,dan bank koresponden.

II. UPAYA YANG DILAKUKAN UNTUKMENDUKUNG KELANCARAN DANKEAMANAN TRANSFER DANAMELALUI SISTEM BI-RTGS

Dalam rangka mendukung kelancaran dankeamanan penyelenggaraan transfer danamelalui Sistem BI-RTGS, Bank Indonesiatelah melakukan berbagai upaya baik darisisi teknis maupun dari sisi hukum. Dari

TRANSFER DANA MELALUI SISTEM BANK INDONESIA REAL TIME GROSSSETTLEMENT (SISTEM BI-RTGS)

Oleh : Biro Pengembangan Sistem Pembayaran Nasional – DirektoratAkunting dan Sistem Pembayaran

Page 35: Volume 2, Nomor 3, Desember 2004 BULETIN HUKUM … fileNamun mulai tahun 2004 buletin ini akan terbit secara berkala pada bulan April, Agustus dan Desember. Peminat yang ingin memperoleh

31BULETIN HUKUM PERBANKAN DAN KEBANKSENTRALAN Volume 2 Nomor 3, Desember 2004

sisi teknis, Bank Indonesia telahmenetapkan security features tertentu,seperti adanya system and applicationpassword access, setiap level user di bankpeserta Sistem BI-RTGS memiliki batasanfungsional tertentu, tercetaknya advis danlaporan pada setiap langkah operasionalyang dilakukan, approver bukan orangyang melakukan construct data danadanya fungsi Audit Trail sebagai sistemmonitoring. Selanjutnya dari sisi hukum,Bank Indonesia telah mengeluarkanketentuan Sistem BI-RTGS yaitu PeraturanBank Indonesia No. 6/8/PBI/2004 tentangSistem BI-RTGS dan petunjukpelaksanaannya, membuat perjanjianpenggunaan sistem BI-RTGS, dan dari sisiantar bank peserta RTGS telah dibuatkesepakatan antar peserta RTGS (byelaws), yang menyepakati mekanisme danteknis pelaksanaan serta hak dankewajiban masing-masing bank, yang lebihrinci dari ketentuan sistem BI-RTGS,berkaitan dengan transaksi antar bankyang dilakukan melalui Sistem BI-RTGS.

Berkaitan dengan ketentuan Sistem BI-RTGS, dalam rangka mendukungkelancaran dan keamanan penggunaansistem BI-RTGS, dalam PBI tentangSistem BI-RTGS antara lain diatur pokok-pokok pengaturan sebagai berikut :

A. Kewajiban Peserta dalam RangkaMeningkatkan Keamanan Transaksi

Dalam rangka meningkatkan keamanantransaksi melalui Sistem BI-RTGS bankpeserta Sistem BI-RTGS wajib :

1. Menyusun kebijakan dan prosedurtertulis yang mendukung sistem kontrolinternal yang baik dalam pelaksanaanoperasional Sistem BI-RTGS,

termasuk prosedur pengamananpenggunaan Sistem BI-RTGS dilingkungan internal Peserta;

2. Menyampaikan kebijakan dan prosedurtertulis tersebut di atas dan setiapperubahannya kepada Bank Indonesia;

3. Melakukan pemeriksaan internal yangmenjamin keamanan operasionalSistem BI-RTGS sekurang-kurangnya1 (satu) kali dalam setahun danmenyampaikan laporan hasilpemeriksaan internal tersebut kepadaBank Indonesia paling lambat 2 (dua)bulan setelah dilakukan pemeriksaaninternal; dan

4. Melakukan security audit sekurang-kurangnya 1 (satu) kali dalam jangkawaktu 1 (satu) tahun sejak kepesertaandan setiap terjadi perubahan dalamsistem teknologi informasi internalPeserta yang terkait dengan SistemBI-RTGS serta menyampaikan hasilsecurity audit tersebut kepada BankIndonesia paling lambat 2 (dua) bulansetelah dilakukan security audit.

B. Kewajiban dan Tanggung Jawab Banksebagai Peserta Pengirim dan Banksebagai Peserta Penerima

Kewajiban dan tanggung jawab pesertapengirim dan peserta penerima antara lainberkaitan dengan kewajiban pesertapengirim untuk melaksanakan instruksitransfer sesuai dengan instruksinasabahnya, dan melakukan instruksitersebut dalam jangka waktu tertentu, dankewajiban peserta penerima untukmenyampaikan dana kepada nasabahpenerima dalam jangka waktu tertentu danpembayaran bunga serta kompensasiapabila tidak melaksanakan kewajibannyasesuai dengan ketentuan yang diatur dalam

Page 36: Volume 2, Nomor 3, Desember 2004 BULETIN HUKUM … fileNamun mulai tahun 2004 buletin ini akan terbit secara berkala pada bulan April, Agustus dan Desember. Peminat yang ingin memperoleh

32BULETIN HUKUM PERBANKAN DAN KEBANKSENTRALAN Volume 2 Nomor 3, Desember 2004

PBI Sistem BI-RTGS. Selanjutnya dalamhal terdapat kesalahan transaksi yangdilakukan oleh peserta pengirim, dalamPBI Sistem BI-RTGS diatur juga mengenaimekanisme koreksi yang wajib dilakukanoleh Peserta pengirim.

C. Pengawasan

Bank Indonesia melakukan pengawasanbaik secara langsung maupun tidaklangsung terhadap pelaksanaan SistemBI-RTGS pada peserta secara berkaladan sewaktu-waktu apabila diperlukan.Pengawasan tersebut dilakukan terhadapkepatuhan peserta pada Peraturan BankIndonesia ini dan peraturanpelaksanaannya serta PerjanjianPenggunaan Sistem BI-RTGS antaraBank Indonesia dengan peserta. Dalammelakukan pengawasan langsung BankIndonesia dapat menugaskan pihak lain,yang memiliki keahlian dan kompetensi dibidang audit teknologi informasi, untuk danatas nama Bank Indonesia melaksanakanpengawasan.

D. Sanksi

Untuk mendorong kepatuhan bank pesertapada ketentuan yang diatur dalam PBISistem BI-RTGS, Bank Indonesiamengenakan sanksi kepada peserta yangtidak memenuhi kewajiban sebagaimanadiatur dalam PBI Sistem BI-RTGS berupa:

1. Teguran tertulis;2. Kewajiban membayar; dan atau3. Perubahan status kepesertaan menjadi

ditangguhkan (suspend).

Berkaitan dengan perjanjian penggunaansistem BI-RTGS antara BI sebagaipenyelenggara RTGS dan bank pesertaRTGS tersebut di atas, antara lain secara

khusus diatur mengenai kesepakatan diantara para pihak bahwa Hasil OlahanKomputer (HOK) yang dikeluarkan olehSistem BI-RTGS yang bersifat elektronikmerupakan suatu alat bukti transaksimelalui Sistem BI-RTGS yang sah. Darisisi hukum, kesepakatan ini memiliki artiyang sangat penting untuk mengantisipasitimbulnya dispute di antara para pihak,mengingat dalam sistem hukum Indonesia,terutama yang terkait denganpenyelenggaraan transfer dana, belum adaketentuan perundang-undangan yangsecara khusus mengatur bahwa alat buktielektronik merupakan alat bukti yang sah.

III. KASUS KEJAHATAN VS SISTEM BI-RTGS

Kasus kejahatan di bidang perbankanyang terjadi beberapa waktu yang lalu dandirealisasikan dengan cara perpindahandana dari satu bank ke bank yang lainpada prinsipnya dapat dilakukan denganberbagai sarana sebagaimana dimaksuddi atas, seperti melalui sistem kliring,sistem BI-RTGS atau sarana lainnyaseperti transfer via telex antar bank,transfer intra/antar bank melalui ATM, atautransfer antar bank melalui SWIFT. SistemBI-RTGS hanya merupakan salah satusarana atau vehicle untuk melakukanperpindahan uang, dalam hal iniperpindahan dana dari satu bank kebank yang lainnya, baik untukkepentingan bank itu sendiri maupununtuk kepentingan nasabahnya.Dalam hal ini tidak ada bedanya antarasistem BI-RTGS sebagai ”kendaraan”untuk mengirim uang dengan ”mobil TIKI”.Sistem komputer menjalankan perintahtransfer yang dimasukkan (entry) olehpetugas bank, sama halnya dengan

Page 37: Volume 2, Nomor 3, Desember 2004 BULETIN HUKUM … fileNamun mulai tahun 2004 buletin ini akan terbit secara berkala pada bulan April, Agustus dan Desember. Peminat yang ingin memperoleh

33BULETIN HUKUM PERBANKAN DAN KEBANKSENTRALAN Volume 2 Nomor 3, Desember 2004

petugas TIKI yang mengantar uang kealamat yang ditulis oleh pengirim. Adapuntindak kejahatannya sendiri terlepas darisarana yang digunakan dalam melakukantransfer dana.

Dari beberapa kasus yang terjadi,permasalahan mendasar yang seringmenyebabkan timbulnya kejahatantersebut lebih didasarkan padalemahnya kontrol internal bank yangbersangkutan, misalnya adanyaketerlibatan pimpinan kantor cabang/kantor cabang pembantu dan atau petugasoperasional internal bank dalam tindakkejahatan, belum terdapat atau belumdiimplementasikannya sistem danprosedur internal bank yang baku untuktransfer dana, posisi dan fungsi internalaudit dalam organisasi lemah, designsistem pemberian hak akses maupunacces limit ke dalam sistem komputeruntuk transfer dana belum memadai, danbank belum melakukan pelatihan maupun

sosialisasi ketentuan sistem RTGS dansistem internal.

Dengan adanya kondisi tersebut di atas,untuk mendukung agar bank selalu berhati-hati dalam melakukan kegiatan transferdana tersebut, maka sesuai denganpenjelasan dalam bab II, dalam ketentuanSistem BI-RTGS lebih ditegaskanmengenai hal-hal yang berkaitan dengankewajiban bank peserta Sistem BI-RTGSuntuk meningkatkan keamanan transaksiantara lain melalui pelaksanaan internalkontrol dan security audit, melakukanperintah transfer dana sesuai denganperintah nasabahnya dan dalam jangkawaktu tertentu, dan melakukan mekanismekoreksi yang telah ditetapkan dalamketentuan Sistem BI-RTGS apabilaterdapat kesalahan dalam melakukantransaksi dalam Sistem BI-RTGS.

Page 38: Volume 2, Nomor 3, Desember 2004 BULETIN HUKUM … fileNamun mulai tahun 2004 buletin ini akan terbit secara berkala pada bulan April, Agustus dan Desember. Peminat yang ingin memperoleh

34BULETIN HUKUM PERBANKAN DAN KEBANKSENTRALAN Volume 2 Nomor 3, Desember 2004

Selanjutnya untuk mengontrol kepatuhanbank dalam memenuhi kewajibannyasebagai peserta dalam Sistem BI-RTGS,BI melakukan pengawasan terhadap banktersebut baik secara langsung maupuntidak langsung. Selain itu sebagaipendorong kepatuhan bank pesertaSistem BI-RTGS, Bank Indonesia akanmengenakan sanksi administratif terhadapbank yang tidak memenuhi ketentuantersebut.

Kejahatan di bidang perbankan,khususnya yang berkaitan dengan transferdana/penggunaan sarana transfer danasecara umum (bukan hanya melalui SistemBI-RTGS, tetapi semua sarana yang dapatdilakukan oleh bank baik melalui saranaelektronik dan sarana lainnya) menjadiperhatian khusus dalam penyusunanRancangan Undang-undang TransferDana. RUU tersebut pada saat ini sedangdisusun Bank Indonesia bekerja samadengan para pakar dari berbagaiuniversitas di Indonesia dan praktisiperbankan serta telah disosialisasikankepada berbagai kalangan, termasuk parapenegak hukum, lembaga konsumen, danpara akademisi. Upaya penyusunan RUUTransfer Dana ini diharapkan selain dapatmemberikan kepastian hukum kepadapara pihak yang terkait dalam kegiatantransfer dana juga diharapkan dapatmencegah kejahatan berkaitan dengantransfer dana dan membuat jera pelakukejahatan transfer dana dengan adanyasanksi pidana yang sesuai dengankejahatan yang dilakukan.

IV. PENUTUP

Penggunaan Sistem BI-RTGS sebagaisarana untuk melakukan transfer dana

antar bank, baik untuk kepentingan bankmaupun nasabahnya merupakan salahsatu upaya Bank Indonesia dalammenurunkan risiko sistempembayaran nasional denganmeningkatkan kepastian penyelesaianakhir (settlement), menyediakantambahan pilihan sarana transfer yangcepat, efisien, aman dan handal, sertamenyediakan informasi saldo rekeninggiro bank secara real time dan menyeluruhsehingga dapat membantu bankmeningkatkan disiplin danprofesionalismenya dalam mengelolalikuiditas. Sebagai salah satu saranatransfer dana, Sistem BI-RTGS terlepasdari munculnya berbagai kejahatan dibidang perbankan, karena dari beberapakasus yang telah terjadi penyebabmunculnya kejahatan tersebut bukandisebabkan oleh keberadaan saranatransfer dana tersebut tetapi lebihdidasarkan pada lemahnya internal kontrolbank yang melakukan transfer dana.

Untuk mencegah dan mengatasi kondisitersebut di atas, telah dilakukan berbagailangkah antara lain dengan adanyakewajiban untuk lebih meningkatkanpemeriksaan internal dan security auditpada bank yang bersangkutan, sertakewajiban memenuhi ketentuan yang telahditetapkan dalam ketentuan BankIndonesia tentang Sistem BI-RTGS.Selanjutnya dalam RUU Transfer Dana,terhadap tindak kejahatan yang dilakukanoleh oknum bank dan pihak di luar bankyang berkaitan dengan kegiatan transferdana akan dikenakan sanksi pidana yangsesuai dengan tindak kejahatan tersebut.

Page 39: Volume 2, Nomor 3, Desember 2004 BULETIN HUKUM … fileNamun mulai tahun 2004 buletin ini akan terbit secara berkala pada bulan April, Agustus dan Desember. Peminat yang ingin memperoleh

35BULETIN HUKUM PERBANKAN DAN KEBANKSENTRALAN Volume 2 Nomor 3, Desember 2004

Pendahuluan

Industri perbankan memainkan peran yangsangat penting dalam menunjang programpembangunan ekonomi. Khususnya dinegara-negara berkembang, perbankanmerupakan sumber pendanaan utamabagi sektor riil. Sumber pendanaan lainnyaseperti sekuritisasi aset, umumnya belumberkembang dengan baik. Sebagaicontoh, sejak akhir tahun 1980 industriperbankan di Indonesia berkembangdengan pesat dan merupakan sumberutama pendaanan bagi dunia usaha,sampai dengan terjadinya krisis ekonomipada tahun 1997.

Krisis ekonomi di negara-negara Asiaseperti Indonesia menunjukkan bahwasalah satu faktor yang menyebabkanlambannya pemulihan ekonomi adalahkarena ketidakmampuan perbankan untukmemberikan kredit dengan suku bungayang dapat menopang dunia usaha.Tinggginya suku bunga perbankan setelahterjadinya krisis ekonomi disebabkankarena perbankan berlomba-lomba untuk

menarik dana masyarakat denganmenawarkan suku bunga simpanan yangsangat tinggi. Bank membutuhkan banyakdana untuk memenuhi dan mengimbangipenarikan dana yang dilakukan olehbanyak nasabah sehubungan denganmenurunnya kepercayaan masyakatterhadap perbankan.

Sebelum terjadinya krisis ekonomi,masalah ketersediaan dana telah menjadisalah satu faktor penentu dalamkeberhasilan program pembangunanekonomi. Hal tersebut menyebabkanbanyaknya perusahaan, termasuk bank,yang mencari sumber dana ke pasarinternasional. Setelah terjadinya krisisekonomi, tingginya suku bunga pinjamandan terbatasnya kemampuan perbankanuntuk menyalurkan dana menyebabkanlambannya proses pemulihan ekonomi.Hal ini antara lain karena belumberkembangnya sumber pendanaan lain diluar bank, seperti sekuritisasi aset. Dinegara-negara maju, misalnya AmerikaSerikat, sekuritisasi aset telahdikembangkan sejak tahun 1960-an.

Sekuritisasi Aset:Suatu Alternatif Sumber Pendanaan Bagi Dunia Usaha1

Oleh : Anton Purba, S.H., LL.M

1 Artikel ini ditulis kembali dari makalah yang disusun oleh penulis sewaktu menjalani kuliah di MelbourneLaw School, The University of Melbourne, Australia.

Page 40: Volume 2, Nomor 3, Desember 2004 BULETIN HUKUM … fileNamun mulai tahun 2004 buletin ini akan terbit secara berkala pada bulan April, Agustus dan Desember. Peminat yang ingin memperoleh

36BULETIN HUKUM PERBANKAN DAN KEBANKSENTRALAN Volume 2 Nomor 3, Desember 2004

I. Sekuritisasi Aset

a. Definisi Sekuritisasi Aset

Cara konvensional yang biasa digunakanoleh perusahaan untuk mendapatkan danaadalah dengan menerbitkan suratberharga atau melalui pinjaman dari bank.Kewajiban yang timbul bagi perusahaanadalah mengembalikan pinjaman disertaidengan bunga, yang secara umumpengembalian dana tersebut dijamindengan aset perusahaan. Hal ini berartibahwa kreditur sepenuhnya bergantungkepada perusahaan. Namun apabilaperusahaan mengalami kesulitankeuangan atau pailit, kemungkinanpengembalian dana tersebut akanmengalami hambatan. Sekuritisasi aset,yang merupakan bentuk lain dari sumberpendanaan bagi perusahaan, telahmengubah ketergantungan krediturkepada kemampuan debitur untukmelunasi pinjaman. Hal ini disebabkankarena dalam sekuritisasi aset sumberpengembalian pinjaman terpisah dariperusahaan yang meminjam.2

Setelah terjadinya krisis ekonomi jumlahinvestor yang melakukan investasi dinegara-negara Asia mengalamipenurunan. Penyebab penurunan iniadalah, setelah terjadinya krisis ekonomirisiko yang melekat pada perusahaan yangada di wilayah Asia menjadi lebih tinggi.Hal tersebut membuat wilayah Asiamenjadi tidak menarik untuk dijadikantempat investasi, walaupun sebenarnya

masih banyak perusahaan yangmenunjukkan kinerja yang baik danmemiliki kondisi keuangan dengan cashflow yang baik.Sekuritisasi aset dalam bentuk yang palingsederhana dapat didefinisikan sebagaiberikut (terjemahan):

Sebuah proses untuk mengemaspinjaman-pinjaman individu danpinjaman-pinjaman dalam bentuklainnya, dan mengubah pinjaman-pinjaman tersebut menjadi instrumensekuritas, dan meningkatkan statuskredit atau credit rating untukmeningkatkan penjualannya kepadapihak investor. Proses tersebutmengubah pinjaman-pijaman individuatau pinjaman-pinjaman dalambentuk lainnya yang tidak likuid dantidak dapat dengan segera dijualkepada investor menjadi instrumenyang likuid dan diminati pasar.3

Menarik tidaknya suatu sekuritisasi asetsangat tergantung kepada stuktur danjaminan yang digunakan. Secara umum,sekuritisasi aset menggunakan strukturyang tidak rentan terhadap kepailitan, yangsecara efektif melindungi sekuritisasi asetdari kerugian yang dialami olehperusahaan yang melakukan sekuritisasiaset (originator). Selain itu, risiko kredityang melekat pada originator juga akanberkurang secara substansial denganadanya diversifikasi tersebut, yangmerupakan karakter utama darisekuritisasi aset.4

2 Steven L. Schwartz (a), Structured Finance: a guide to the principles of asset securitization (2nd ed1993) 1,1.3 Leon T. Kendall, ‘Securitization: a new era in American Finance’ in Leon T. Kendall and Michael J.Fishman (eds), A Primer Securitization (1996) 3.4 Walid A. Chammah, ‘An Overview of Securitization’ in Joseph Jude Norton and Paul R. Spellman(eds), Asset Securitization: interational financial and legal prospective (1991) 1, 2.

Page 41: Volume 2, Nomor 3, Desember 2004 BULETIN HUKUM … fileNamun mulai tahun 2004 buletin ini akan terbit secara berkala pada bulan April, Agustus dan Desember. Peminat yang ingin memperoleh

37BULETIN HUKUM PERBANKAN DAN KEBANKSENTRALAN Volume 2 Nomor 3, Desember 2004

Sekuritisasi aset sebagai sumber danapertama sekali diperkenalkan di AmerikaSerikat di awal tahun 1960-an denganmenggunakan kredit dengan jaminanrumah (mortgage). Pada awalnya,perusahaan pembiayaan yang sangatbergantung kepada simpanan nasabahsebagai sumber dana, menggunakansekuritisasi aset untuk membiayaipermintaan kredit untuk pembangunanrumah.5 Saat ini berbagai macam aset,seperti piutang dagang, kredit mobil,penghasilan dari franchise dan jasapenyewaan, piutang yang bersumber daripenjualan kaset dan compact disk, dankartu kredit, telah digunakan secara luasdalam sekuritisasi aset. Likuiditas asetyang akan digunakan sangat menentukanstruktur sekuritisasi aset. Ada beberapahal yang membuat suatu aset lebih menarikuntuk digunakan dalam sekuritiasi asetdibandingkan dengan aset lain, yaitu:

· Cash flow yang dapat diprediksi;

· Tingkat tunggakan yang rendah;

· Amortisasi seluruh pinjaman pokokpada saat jatuh tempo;

· Tingkat keragaman debitur berdasarkandemografi dan geografi;

· Jaminan yang memiliki nilai dan manfaatyang tinggi bagi debitur.6

b. Stuktur Sekuritisasi Aset

Proses sekuritisasi aset melibatkanbanyak pihak: originator pinjaman; specialpurpose vehicle (SPV); perusahaanpemeringkat, investor, underwriter, danpeningkat nilai kredit (credit enhancer).7

Originator pinjaman adalah pihak yangmenciptakan pinjaman dan dapat jugamengelola pinjaman tersebut, misalnyauntuk menagih pinjaman atau tindakanlainnya yang diperlukan untuk memastikandebitur untuk memenuhi kewajibannya.8

SPV adalah perusahaan yang didirikankhusus untuk membeli aset dari originatordan kemudian menerbitkan surat berhargayang dijamin dengan aset tersebut.Penggunaan SPV sangat menguntungkanoriginator karena penjualan aset dapatdiperlakukan sebagai penjualan pinjamansehingga mengurangi kewajibanoriginator.9 Secara struktur SPV tidakrentan terhadap kepailitan sehinggapembayaran kepada investor tidak akanterpengaruh oleh masalah keuangan yangdihadapi oleh originator yang padaawalnya memiliki hak atas pembayaranpinjaman yang dijual kepada SPV. Hal inidimungkinkan dengan adanya persyaratandalam sekuritisasi aset bahwa pengalihanpiutang dari originator kepada SPV tidakdapat dihambat oleh apapun, kondisioriginator tidak akan mempengaruhi SPV,

5 Mark Odenbach, ‘Mortgage Securitization: what are the differs and constraint from an originator’sperspective?’(September 2002) 17 Housing Finance International 52, 57.6 Chammah op.cit. 3.7Kendall, op.cit. 3.8 Christopher W. Frost, ‘Asset Securitization and Corporate Allocation’ (1998) 72 Tulane Law Review1001, 103.9 Frost, log.cit.

Page 42: Volume 2, Nomor 3, Desember 2004 BULETIN HUKUM … fileNamun mulai tahun 2004 buletin ini akan terbit secara berkala pada bulan April, Agustus dan Desember. Peminat yang ingin memperoleh

38BULETIN HUKUM PERBANKAN DAN KEBANKSENTRALAN Volume 2 Nomor 3, Desember 2004

dan SPV tidak boleh memiliki kewajibanapapun kepada originator yang dapatmenurunkan solvabilitasnya.10

Memisahkan piutang tersebut darioriginator berarti bahwa SPV tidak akanterpengaruh apabila originator mengalamikesulitan keuangan dan SPV tidak wajibuntuk melakukan konsolidasi denganoriginator. Pada umumnya, SPV dimilikioleh pihak ketiga yang independen.11

Dalam hal SPV dimiliki dan dikontrol olehoriginator, maka harus ditegaskan dalamanggaran dasar perusahaan mengenailarangan bagi originator untukmempailitkan SPV.12

Penting untuk dikemukakan bahwapenerbitan surat berharga tersebut di atasdilakukan oleh SPV dan bukan olehoriginator. Ini adalah perbedaan utamadan yang paling penting dibandingkandengan metode lain. Surat berharga yangditerbitkan dimaksudkan untuk dibayarkembali dengan menggunakan dana yangbersumber dari piutang yang dibeli SPVdari originator dan bukan dari cash floworiginator. Oleh karena itu, investorpotensial akan lebih tertarik untuk me-review cash flow piutang tersebut daripada me-review laporan keuanganoriginator. Selanjutnya, pemisahan piutang

tersebut dapat mengurangi biaya yangharus ditanggung oleh originator karenastruktur sekuritisasi aset tidak memerlukanpenempatan dana untuk mendukungpelaksanaan sekuritisasi aset tersebut.13

Dalam hal originator adalah bank,sekuritisasi aset memungkinkan bankuntuk menjual kreditnya yang akanmenurunkan rasio kebutuhan modal.Dengan demikian sekuritisasi aset akanmenurunkan effective cost of funds yangharus ditanggung oleh bank.14 Penerbitansurat berharga akan menciptakan efisiensikeuangan karena transaksi tersebut tidakakan muncul dalam laporan keuanganoriginator, maka sekuritisasi aset dapatmeningkatkan credit rating bank.15

Agar sekuritisasi aset menarik bagiinvestor, perlu melibatkan perusahaanpemeringkat. Peringkat suatu perusahaanyang dikeluarkan oleh perusahaanpemeringkat adalah faktor yang sangatpenting dalam proses sekuritisasi asetkarena investor melihat hal tersebutsebagai representasi dari due diligenceyang harus dilakukan oleh investor apabilamelakukan investasi secara pribadi.Peringkat suatu perusahaan jugamenentukan jenis-jenis surat berhargayang dapat dijual beserta dengan harga

10 MichaelJ. Cohn, ‘Asset Securitization: how remote is bankruptcy remote?’ (1998) 26 Hofstra LawReview 929, 931.11 Kenneth N. Elmgren, ‘An Overview of Securitization’ in Joseph J. Norton, Paul R. Spellman, andMitchell S. Dupler (eds), International Asset Securitization (1995) 1, 14.12 Schwarz (a), op.cit. 6.13 Ibid,13.14 Steven L. Schwarz (b), ‘Structuring and Legal Issues of Asset Securitization in the Unites States’ inJoseph Jude Norton and Paul R. Spellman (eds), Asset Securitization (1999) 16, 18.15 Robert Hill, ‘International Securitization: an investment bank’s perspective’ in Helena Morrisey (ed),International Securitization (1992) 81, 85.

Page 43: Volume 2, Nomor 3, Desember 2004 BULETIN HUKUM … fileNamun mulai tahun 2004 buletin ini akan terbit secara berkala pada bulan April, Agustus dan Desember. Peminat yang ingin memperoleh

39BULETIN HUKUM PERBANKAN DAN KEBANKSENTRALAN Volume 2 Nomor 3, Desember 2004

pasar dari surat-surat berharga tersebut.16

Dalam sekuritisasi aset di pasarinternasional, perusahaan pemeringkatmemberikan jalan bagi penerbit suratberharga dan investor di pasarinternasional untuk melihat peluanginvestasi di pasar internasional. Olehkarena kebanyakan investor tidak memilikikemampuan untuk menganalisa surat-surat berharga yang diperjualbelikan dipasar internasional, tersedianya analisayang terpercaya mengenai kualitas suratberharga tidak hanya menolong investoruntuk melakukan investasi yangdidasarkan pada informasi yang tepat,tetapi juga membantu investor untukmenghemat waktu dan uang karena creditratings menyederhanakan analisaterhadap surat berharga denganmenyediakan informasi yang singkat dantepat bagi investor.

Alasan utama bagi investor untuk memilihsurat berharga yang dijamin dengan asetbukan hanya karena sekuritisasi asetmenawarkan penghasilan yang lebihmenarik, tetapi juga karena analisanyalebih sederhana dibandingkan dengananalisa pinjaman dari bank ataukorporasi.17 Perlu dikemukakan bahwaperusahaan pemeringkat adalah pihakyang netral dan tidak terlibat dengan pihakmanapun. Perusahaan tidak memberikanmasukan atau nasihat apapun mengenai

proses sekuritisasi aset, namun hanyamenilai data-data yang disediakan olehperusahaan yang akan menerbitkan suratberharga. Oleh karena credit ratings bukanmerupakan rekomendasi untuk menjualatau membeli surat berharga tertentu.18

Untuk meningkatkan kualitas aset yangakan digunakan dalam sekuritisasi aset,dapat digunakan credit enhancer untukmenyerap risiko kredit yang ada dalamproses sekuritisasi aset. Terdapatbeberapa credit enhancer yang dapatdigunakan, misalnya denganmenggunakan jaminan yang nilainya jauhlebih besar dibandingkan dengan suratberharga yang diterbitkan. Selain itu dapatjuga digunakan L/C yang diterbitkan olehbank yang memiliki credit rating yangtinggi. Metode lain adalah denganmenerbitkan surat berharga kelas dua,yang memiliki kedudukan subordinasidalam pembayaran pokok dan bunga.Disamping itu, originator juga dapatmenciptakan cadangan dana pada saatmenerbitkan surat berharga yang dapatdigunakan untuk pembayaran suratberharga dalam hal SPV mengalamikerugian. Menggunakan perusahaanasuransi, yang bersedia untuk menjaminpembayaran kembali atas surat berhargayang diterbitkan juga merupakan hal yangbiasa dilakukan dalam sekuritisasi aset.19

Peningkatan kualitas aset perlu dilakukan

16 Elmgren, op.cit. 13.17 David Slover,’Asset-backed Securities: an investor’s perspective’ in Helena Morrisey (ed), InternationalSecuritization (1992) 131, 132.18 Paul G. Taylor, ‘Credit Ratings on International Asset-Backed Securities’ in Joseph J. Norton, PaulR.Spellman, and Mitchell S. Dupler (eds), International Aset Securitization (1995) 161, 161-63.19 Bruce Whittaker, ‘Australia’ in David G.Glennie, Eduard C. de Bouter, and Randall D. Luke (eds),Securitization (1998) 1, 2.

Page 44: Volume 2, Nomor 3, Desember 2004 BULETIN HUKUM … fileNamun mulai tahun 2004 buletin ini akan terbit secara berkala pada bulan April, Agustus dan Desember. Peminat yang ingin memperoleh

40BULETIN HUKUM PERBANKAN DAN KEBANKSENTRALAN Volume 2 Nomor 3, Desember 2004

apabila pasar memperkirakan bahwapiutang tidak akan cukup untuk melindungiinvestor apabila SPV mengalami kerugian.Oleh karena itu, perusahaan pemeringkatmembutuhkan peningkatan kualitas asetuntuk meyakinkan investor akan keamananinvestasi mereka. Originator danperusahaan pemeringkat dapatmerundingkan jumlah yang dibutuhkanuntuk meningkatkan kualitas aset.20

Investment bank atau underwriter memilikikewajiban untuk menentukan harga pasarsurat berharga yang akan diterbitkan danjuga untuk mempromosikan kepada parainvestor. Oleh karena investor yangberbentuk institusi biasanya memilikihubungan yang berkelanjutan denganinvestment bank, mereka dapatmengkonsultasikan harga wajar atau hargajual surat berharga tersebut. Investmentbank biasanya memiliki pegawai yangmemiliki keahlian untukmengklasifikasikan surat berharga danmengetahui persyaratan yang harusdipenuhi dalam melakukan sekuritisasiaset.21

Pihak yang memainkan peran yang palingpenting dalam sekuritisasi aset adalahinvestor. Pengembangan sekuritisasi asethanya mungkin dilakukan apabila investormau membeli surat berharga yangditerbitkan oleh SPV. Oleh karena itu,penerbitan surat berharga harusmemenuhi harapan para investor, baik darisegi jangka waktu, suku bunga, dan

strukturnya. Sehubungan dengan haltersebut, SPV harus menganalisakeinginan pasar sebelum menerbitkansurat berharga. Jika tidak dilakukananalisa pasar, surat berharga tersebutkemungkinan tidak akan menarik bagiinvestor.22

Ada beberapa jenis sekuritisasi asetdengan struktur yang berbeda-beda, yaitu:

· Asset-backed certificates, adalahsekuritisasi aset dimana aset yangdiadikan jaminan seluruhnya dijual keSPV yang dikelola oleh pihak ketigayang independen;

· Asset-backed obligations, adalah surathutang yang dikeluarkan oleh SPV,dimana SPV tersebut dapat dimilikioleh originator atau oleh pihak ketigayang independen;

· Asset-backed preferred stock, adalahsurat berharga yang diterbitkan olehSPV yang membeli aset yang dijadikanjaminan dari perusahaan induknyaatau dari perusahaan yang terafiliasi.Dimungkinkan pula untuk mendukungpenerbitan surat berharga tersebutdengan surety bonds yang diterbitkanoleh bank dengan rating AAA dengantujuan agar surat berharga yangditerbitkan dapat memperoleh ratingyang tertinggi.

· Asset-backed commercial paper, adalahpenjualan aset kepada SPV yangkemudian menerbitkan commercial

20 Kendall, op.cit. 4.21 Kendall, op.cit. 4.22 Kendall, op.cit. 5.

Page 45: Volume 2, Nomor 3, Desember 2004 BULETIN HUKUM … fileNamun mulai tahun 2004 buletin ini akan terbit secara berkala pada bulan April, Agustus dan Desember. Peminat yang ingin memperoleh

41BULETIN HUKUM PERBANKAN DAN KEBANKSENTRALAN Volume 2 Nomor 3, Desember 2004

paper. CP tersebut dapat dijamin dengancash flow dari aset tersebut, atau CP lainyang dijamin dengan aset.23

Ciri yang paling utama dari sekuritisasiaset adalah pembayaran surat berhargayang dapat diperkirakan dengan jelas. Halini karena piutang yang dibeli oleh SPVdigunakan untuk membayar pokok danbunga surat berharga yang diterbitkan olehSPV. Namun demikian, jenis piutangtersebut juga menentukan sejauh manapembayaran tersebut dapat diperkirakan.Jika jumlah debitur dari piutang tersebutcukup banyak, maka terjadinya sedikittunggakan tidak akan mempengaruhiketepatan waktu pembayaran kepadakreditur. Walaupun demikian, faktor yangpaling menentukan adalah kemampuandebitur untuk membayar piutang tersebut.Berkaitan dengan hal ini, maka jumlahdebitur haruslah cukup banyak untukmenyerap risiko tunggakan dari sebagiandebitur. Dengan demikian seluruh krediturdapat dibayar tepat waktu.

III. Keuntungan MenggunakanSekuritisasi Aset Sebagai SumberPendanaan

Sekuritisasi aset menawarkan banyakkeuntungan. Keuntungan pertama adalahcost of fund yang rendah, karenapendanaan secara langsung di pasar uangmelalui SPV akan membantu originator

untuk mendapatkan dana dengan biayayang lebih rendah. Hal ini karena sukubunga di pasar uang yang relatif rendahdan juga karena adanya dukungan creditrating yang tinggi. Selain itu, karena asettersebut dialihkan ke SPV, maka risikokredit originator juga akan menurun.Sekuritisasi aset juga memperbaiki cashflow, rasio return-on-aset, rasio modal, danpendapatan originator.24 Melaluisekuritisasi asset originator juga dapatmemperbanyak sumber pendanaansehingga dapat menghindarkan biayatinggi akibat ketergantungan hanya padasatu sumber dana.25 Bagi industriperbankan, sekuritisasi aset merupakansalah satu pilihan untuk menghindarkanbiaya tinggi dalam memenuhi kebutuhandana. Pada saat ini, dimana sektorproperti mulai berkembang dengan pesatdan kredit untuk sektor properti jugamengalami peningkatan yang cukupsignifikan, maka sektor perbankan dapatmenggunakan sekuritisasi aset untukmendapatkan dana dengan biaya yanglebih rendah dibandingkan dengan biayadana yang bersumber dari simpananmasyarakat dengan cara menjual piutangdari kredit properti tersebut melaluisekuritisasi aset. Hal ini berarti selainmenurunkan risiko usaha, pada saat yangsama bank mendapatkan pemasukandana dengan biaya bunga yang lebihrendah. Kondisi seperti ini akan

23 Chammah, op.cit. 3.24 Luke, op.cit.210.25 Steven Ashbourne, Martin Fingerhut, and David Glennie, ‘Canada’ in David G. Glennie, Eduard C. deBouter, and Randall D. Luke (eds), Securitization (1998) 43, 51.

Page 46: Volume 2, Nomor 3, Desember 2004 BULETIN HUKUM … fileNamun mulai tahun 2004 buletin ini akan terbit secara berkala pada bulan April, Agustus dan Desember. Peminat yang ingin memperoleh

42BULETIN HUKUM PERBANKAN DAN KEBANKSENTRALAN Volume 2 Nomor 3, Desember 2004

membantu bank untuk memperbaiki rasiokeuangan dalam rangka memenuhiketentuan di bidang perbankan.

IV. Sekuritisasi Aset di NegaraBerkembang

Pengalaman dari krisis ekonomi dinegara-negara berkembang di Asiamenunjukkan bahwa salah satu faktor yangmenyebabkan lambannya pemulihanekonomi adalah karena kurangtersedianya dana murah untuk mendukungkegiatan dunia usaha, yang di negara-negara berkembang merupakankomponen terpenting di dalam programpengembangan ekonomi. Setelahterjadinya krisis ekonomi, suku bungabank naik secara drastis yang diakibatkanoleh peningkatan kebutuhan bank akandana untuk mengimbangi terjadinyapenarikan dana secara besar-besaranoleh nasabah. Oleh karena perbankan diIndonesia pada umumnya mengandalkansumber dana dari simpanan nasabah,maka industri perbankan harus menaikkansuku bunga simpanan untuk meningkatkanminat masyarakat untuk menyimpandananya di bank.Peningkatan suku bunga simpanantersebut mengakibatkan meningkatnyacost of fund yang harus ditanggung olehbank. Di sisi lain, hal ini juga meningkatkansuku bunga pinjaman yang mengakibatkanmenurunnya kemampuan dunia usahauntuk menggunakan dana dari bank untuk

membiayai kegiatan usaha mereka.Mengingat bunga pinjaman merupakansumber utama pendapatan bank,penurunan pemberian pinjamanmengakibatkan penurunan pendapatanbank secara signifikan, bahkan banyakbank yang mengalami negative spread.Selain itu, banyak debitur yang tidakmampu untuk membayar cicilan bungapinjaman akibat kenaikan suku bunga yangsangat drastis.Seperti halnya di industri perbankan, duniausaha di Indonesia juga pada umumnyabelum memanfaatkan sekuritisasi asetsebagai sumber dana alternatif.Akibatnya, pada saat terjadi krisis ekonomidan industri perbankan mengalamikesulitan untuk menyalurkan kredit,kegiatan dunia usaha mengalamipenurunan yang sangat signifikan. Selainitu, ketergantungan yang besar kepadaindustri perbankan tidak hanyamengakibatkan terhambatnyapembangunan ekonomi tetapi jugamengakibatkan terhambatnyaperkembangan pasar uang di negara-negara berkembang, baik berdasarkanjenis maupun kualitas.26 Ketergantungankepada industri perbankan sebagaisumber utama pendanaan telahmemperburuk krisis ekonomi danmengakibatkan program pemulihanekonomi sulit untuk dilaksanakan karenadunia usaha, sebagai penunjang utamapembangunan ekonomi, tidak dapatmelanjutkan kegiatan usahanya akibat

26 Graffam, op.cit. 267.

Page 47: Volume 2, Nomor 3, Desember 2004 BULETIN HUKUM … fileNamun mulai tahun 2004 buletin ini akan terbit secara berkala pada bulan April, Agustus dan Desember. Peminat yang ingin memperoleh

43BULETIN HUKUM PERBANKAN DAN KEBANKSENTRALAN Volume 2 Nomor 3, Desember 2004

tidak adanya dana. Sebelumnya duniausaha cukup stabil, sehingga tidak adayang mengantisipasi akan terjadinyakelangkaan dana, dan karena akses pasarlokal ke pasar uang internasional sangatterbatas akibat menurunnya kepercayaaninvestor internasional, maka satu-satunyaharapan adalah campur tanganpemerintah. Sayangnya, kemampuanpemerintah juga sangat terbatas karenabesarnya beban utang luar negeri.Usaha yang dilakukan pemerintah untukmenarik investor asing denganmemberikan berbagai insentif tidakmembuahkan hasil yangmenggembirakan. Penyebab utamanyaadalah karena pasar lokal tidak lagisemenarik sebelum terjadinya krisis danIndonesia menjadi salah satu negara yangmemiliki country risk yang sangat tinggi.Hal ini menyebabkan capital inflowmenurun drastis, sebaliknya capital flightterjadi dengan jumlah yang signifikan.Keadaan ini menunjukkan bahwa akibatdari kurang berkembangnya pasar uanglokal telah mengakibatkan pemulihanekonomi menjadi semakin sulit.Sebagaimana diketahui, kecukupan dana(murah) adalah salah satu faktor pentingdalam program pemulihan ekonomi.Namun ketersediaan dana di negara-negara berkembang seperti Indonesiayang sebagian besar berasal daripinjaman dari lembaga keuanganinternasional seringkali mengakibatkannaiknya cost of fund yang harusditanggung oleh dunia usaha. Sekuritisasi

aset sebagai hasil dari inovasi pasarkeuangan merupakan salah satu jalankeluar yang dapat dipakai oleh duniausaha karena sekuritisasi asetmemberikan jaminan yang lebih baik bagiinvestor asing. Selain itu, sekuritisasi asetjuga akan menjadi faktor pendorong bagiberkembangnya secondary market yangakan menjadi sumber dana alternatif bagidunia usaha.Penggunaan sekuritisasi aset di negara-negara berkembang sampai saat ini masihsangat terbatas. Di beberapa negara Asiaseperti Thailand dan Korea Selatan,sekuritisasi aset sudah mulai berkembangdengan baik, namun masih terbatas padaperusahaan-perusahaan besar. Banyakpihak yang percaya bahwa di masa yangakan datang sekuritisasi aset akanberkembang lebih cepat di negara-negaraAsia. Hal ini karena sekuritasi asetmemiliki karakteristik yang lebih menarikbagi investor asing dibandingkan denganinstrumen pasar uang lainnya.27 Mengingatcredit risk Indonesia relatif masih tinggi,maka langkah pertama yang harusdilakukan adalah mengurangi risiko yangmelekat pada aset yang akan digunakandengan cara melakukan pooling terhadapdebitur dalam jumlah besar, sehinggarisiko kegagalan pemenuhan kewajibanoleh debitur menjadi relatif lebih kecil,selain memperbaiki credit rating melaluitersedianya credit enhancer.28 Khusus dinegara yang dilanda krisis ekonomiseperti Indonesia, keberadaan creditenhancer adalah faktor yang sangat

27 Graffam, op.cit 267.28 Graffam, op.cit 272.

Page 48: Volume 2, Nomor 3, Desember 2004 BULETIN HUKUM … fileNamun mulai tahun 2004 buletin ini akan terbit secara berkala pada bulan April, Agustus dan Desember. Peminat yang ingin memperoleh

44BULETIN HUKUM PERBANKAN DAN KEBANKSENTRALAN Volume 2 Nomor 3, Desember 2004

penting dalam mensukseskan transaksisekuritisasi aset.Di negara-negara yang mengalami krisisekonomi, terdapat peluang yang cukupbaik untuk mengembangkan sekuritisasiaset.29 Pengalaman dari krisis ekonomiyang menunjukkan bahwa ketergantunganyang terlalu besar pada institusi keuangandapat mengganggu kesinambungankegiatan usaha di sektor riil, membuatdunia usaha mencari alternatif sumberpendanaan. Dalam hal sekuritisasi aset,perusahaan yang berorientasi eksporrelatif memiliki peluang yang lebih besaruntuk menarik investor asing. Hal ini karenamata uang regional masih lebih lemahdibandingkan dengan mata uang negara-negara maju, sehingga potensi untukmelakukan ekspor relatif besar. Kondisi iniakan membantu penjualan surat berhargayang dikeluarkan oleh SPV karena cashflow yang baik adalah salah satu faktoryang menentukan keberhasilansekuritisasi aset. Selain itu, apabila SPVdapat menjual surat berharga tersebutkepada investor asing, maka suratberharga tersebut akan memiliki peluangyang lebih tinggi untuk dijual di pasarlocal,30 mengingat keterlibatan pihak asingbiasanya akan meningkatkan kepercayaanpasar lokal.

V. Sekur i t isasi Aset SebagaiInstrumen Penunjang DalamPembangunan Ekonomi

Di negara-negara yang terkena krisisekonomi, pemulihan sektor perbankan

merupakan prioritas utama setiappemerintah. Tujuannya agar sektorperbankan dapat dengan segeramelaksanakan fungsinya sebagailembaga intermediasi. Namun, pemulihansektor perbankan ternyata membutuhkanwaktu yang relatif lama dan lebih dari itu,program pemulihan ekonomi yangditawarkan oleh IMF tidak berhasilmempercepat program pemulihanekonomi, khususnya sektor perbankanyang menjadi salah satu pilar utamapembangunan. Akibatnya banyakkegiatan sektor riil yang harus dihentikan.Di Indonesia, salah satu sektor usaha yangterhenti kegiatannya adalah sektorproperti. Akibatnya, sebagian besar kreditsektor properti menjadi macet sehinggamengakibatkan menurunnya kinerja sektorperbankan.Inovasi di sektor keuangan adalah salahsatu elemen penting yang dapat membatupembangunan ekonomi. Dalam konteksini, sekuritisasi aset adalah salah satucontoh yang memiliki karakteristik yangcocok dilakukan di Indonesia. Di duniainternasional, inovasi di sektor keuangantelah menjadi satu fenomena yangmendapat banyak perhatian dunia usaha,karena memiliki pengaruh yang sangatkuat terhadap sistem keuangan dankebijakan moneter. Salah satu faktor yangmemicu inovasi tersebut adalah seringnyaterjadi defisit yang besar sehinggadibutuhkan instrumen keuangan yangdengan cepat dapat menyediakan danayang relatif murah untuk menutupi defisit

29 Graffam, op.cit 273.30 Graffam, op.cit 273.

Page 49: Volume 2, Nomor 3, Desember 2004 BULETIN HUKUM … fileNamun mulai tahun 2004 buletin ini akan terbit secara berkala pada bulan April, Agustus dan Desember. Peminat yang ingin memperoleh

45BULETIN HUKUM PERBANKAN DAN KEBANKSENTRALAN Volume 2 Nomor 3, Desember 2004

tersebut. Sekuritisasi aset adalahmerupakan salah satu inovasi yang telahmembuat perubahan yang mendasarterhadap konsep dan pengertian fungsiintermediasi perbankan dan metodependanaan yang sebelumnya dikenal.31 Dibeberapa negara Asia, seperti Korea,sekuritisasi aset telah dikembangkansejak tahun 1999, dan pada bulanDesember 2002 jumlah surat berhargayang dijual oleh Korean MorgageCompany (KoMoKo) telah mencapai 2.5triiliun Won. Pengalaman di Korea jugamenunjukkan bahwa sekuritisasi aset telahmembantu menurunkan tingkat suku bungasebagai akibat dari kompetisi di pasaruang.32

Pengalaman di Korea tersebut di atasmenunjukkan bahwa, pengembanganpasar uang juga dengan sendirinya akanmemperkuat fundamental ekonomi.Sebagai perbandingan, pengalamanIndonesia menunjukkan bahwa kurangberkembangnya pasar uang lokal telahmengakibatkan terbatasnya akses duniausaha ke sumber pendanaan diluarperbankan sehingga dapat dikatakansebagian besar perusahaan sepenuhnyabergantung kepada perbankan nasional.Akibatnya, pada saat terjadinya krisisperbankan yang disertai dengan kenaikansuku bunga, dunia usaha tidak hanyamengalami kesulitan untuk memenuhi

kewajibannya kepada bank tetapi jugamengalami kesulitan untuk mendapatkandana murah untuk membiayai kegiatanusaha mereka sehingga perusahaan yangpada awal terjadinya krisis sebenarnyamasih produktif, pada akhirnya mengalamikesulitan keuangan.Masalah keuangan tersebut di atas dapatdihindarkan dengan menggunakansekuritisasi aset, baik oleh industriperbankan maupun dunia usaha karena intidari sekuritisasi aset adalahmentransformasikan aset menjadiinstrumen pasar uang.33 Oleh karena itu,sekuritisasi aset lebih menguntungkanuntuk digunakan sebagai instrumenpendanaan karena dapat menurunkan costof fund.34 Mengingat permasalahan yangdihadapi dunia usaha dan industriperbankan adalah cost of fund yangsangat tinggi, maka sekuritisasi asetmerupakan alternatif yang dapat dipilihsebagai media untuk mendapatkan danadengan cost yang lebih rendah.Selanjutnya, karena sekuritisasi asetmerupakan transaksi yang bersifat off-balance sheet, maka transaksi tersebuttidak akan mengakibatkan kenaikan rasiohutang terhadap modal (debt-to-equityratio). Disamping itu, apabila perusahaanmenggunakan instrumen lain, misalnyapinjaman dari lembaga keuangan, makahal tersebut akan mengakibatkan naiknya

31 Obay, op. cit, 62.32 Jong-hee Lee, ‘Mortgage Securitization in Korea’ (March 2003) 17 Housing Finance International 24,24.33 Steven Todd, ‘The Effect of Securitization on Consumer Mortgage Costs’ (Spring 2001) 29 RealEstate Economics 29, 30.34 Todd, op.cit 31.

Page 50: Volume 2, Nomor 3, Desember 2004 BULETIN HUKUM … fileNamun mulai tahun 2004 buletin ini akan terbit secara berkala pada bulan April, Agustus dan Desember. Peminat yang ingin memperoleh

46BULETIN HUKUM PERBANKAN DAN KEBANKSENTRALAN Volume 2 Nomor 3, Desember 2004

35 Minh Van Ngo, ‘Getting the Question Right on Floating Liens and Securitized Assets’ (Winter 2002)19 (1) Yale Journal on Regulation 85, 129.36 Obay, op.cit, 62.37 Christopher Korth, Zane Swanson, and Robert Singer, ‘Securitizing East Europe’s External BankDebt’ (December 1998) 2 Multinational Finance Journal 295, 297.38 Obay, op.cit, 106.39 Susan M. Phillips, ‘The Place of Securitization in the Financial System: implications for banking andmonetary policy’ in Leon T. Kendall and Michael J. Fishman (eds), A Primer on Securitization (1996)129, 129.

risiko yang dihadapi perusahaan tersebutkarena semakin besar kewajiban makakemampuan perusahaan untuk menyeraprisiko usaha akan semakin menurun,khususnya dalam hal terjadi krisisekonomi. Sebaliknya, dalam sekuritisasiaset perusahaan tidak akan menanggungbeban hutang yang lebih besar karenasekuritisasi aset merupakan penjualanaset yang bersifat clean sale. Dalam halrisiko yang melekat pada aset (piutang)yang dijual tersebut lebih rendahdibandingkan dengan risiko pada saataset (piutang) tersebut dikelola olehoriginator, maka suku bunga yang harusdibayar oleh SPV juga akan menjadi lebihrendah.35 Selain itu, karena SPV tidak akanterpengaruh oleh kondisi keuanganoriginator (bancruptcy remote), makacredit rating dari originator tidak akanmempengaruhi nilai penjualan suratberharga.36 Hal ini berarti pemenuhankewajiban kepada para investor akan lebihterjamin sehingga akan memudahkanpenjualan surat berharga yang berasal dariperusahaan (originator) dengan creditrating yang rendah.37

Saat ini, dimana kredit konsumsi untukkendaraan bermotor dan sektor propertisedang mengalami booming, merupakansaat yang tepat bagi perbankan untuk

melakukan sekuritisasi aset. Dana murahyang diperoleh dari penjualan piutangtersebut akan membuat bank mampu untukmemberikan kredit kepada sektor usahayang produktif. Dengan demikian industriperbankan akan kembali dapat melakukanfungsinya sebagai lembaga intermediasiyang dapat membantu pemulihan duniausaha. Selain itu, penjualan kredit juga akanmengurangi kewajiban bank untukmembentuk cadangan, sehingga CARbank akan meningkat. Sekuritisasi asetjuga akan membuka peluang bagi bankuntuk melakukan diversifikasi portofoliodan membuka kesempatan untukmemperluas customer base38 dan jugasekaligus mengurangi konsentrasi bankhanya pada area tertentu sehingga dapatmengurangi risiko usaha.39

Pemerintah juga dapat melakukansekuritisasi aset Badan Usaha MilikNegara (BUMN), seperti PLN dan Telkom.Kedua BUMN tersebut memiliki potensitagihan yang sangat besar. Dengan jumlahpelanggan yang sangat banyak danusahanya yang bersifat monopoli, keduaBUMN tersebut memiliki peluang yangbesar untuk melakukan sekuritisasi asetdengan suku bunga yang rendah karenapotensi default yang kecil.

Page 51: Volume 2, Nomor 3, Desember 2004 BULETIN HUKUM … fileNamun mulai tahun 2004 buletin ini akan terbit secara berkala pada bulan April, Agustus dan Desember. Peminat yang ingin memperoleh

47BULETIN HUKUM PERBANKAN DAN KEBANKSENTRALAN Volume 2 Nomor 3, Desember 2004

Kesimpulan

Sekuritisasi aset adalah proses konversikredit yang diberikan atau piutang menjadisurat berharga. Sekuritisasi asetmemungkinkan perusahaan untukmengubah aset yang bersifat non-marketable menjadi surat berharga yanglikuid karena sekuritisasi aset dapatmenghilangkan risiko yang melekat padaaset, sehingga surat berharga yangditerbitkan memiliki nilai yang lebih tinggi.Keuntungan utama dalam melakukansekuritisasi aset adalah tersedianya danayang relatif lebih murah dibandingkandengan dana yang bersumber dari institusikeuangan. Selain itu, sekuritisasi asetmembuka peluang bagi negara-negarapeminjam untuk melakukan diversifikasisumber pendanaan sekaligus membuka

peluang untuk masuk dalam pasar uanginternasional. Sekuritisasi aset juga dapatmeningkatkan nilai pasar portofolio yangdimiliki oleh dunia usaha dan menciptakaniklim yang lebih baik bagi pemberian kreditbaru.Sekuritisasi aset juga dapat mempercepatpertumbuhan secondary market yangterintegrasi yang dapat membantu negara-negara berkembang yang mengalamikesulitan keuangan untuk menarik investorasing. Bagi perusahaan, hal ini berartimembuka peluang untuk berhubungandengan pasar uang internasional danmendapatkan sumber pendanaan yangsecara ekonomi lebih menguntungkankarena perusahaan tidak mengalamipeningkatan beban hutang dan risiko.

Page 52: Volume 2, Nomor 3, Desember 2004 BULETIN HUKUM … fileNamun mulai tahun 2004 buletin ini akan terbit secara berkala pada bulan April, Agustus dan Desember. Peminat yang ingin memperoleh

48BULETIN HUKUM PERBANKAN DAN KEBANKSENTRALAN Volume 2 Nomor 3, Desember 2004

Pendahuluan

Terpaan angin globalisasi (kalau tidak maudisebut “internasionalisasi”) perdagangandunia baik sektor barang maupun jasa,tidak terkecuali sub-sektor jasa perbankandi dalamnya, tampaknya semakin hariberhembus semakin kencang sebagaikonsekuensi logis dari semakinberintegrasinya perekonomian dunia.Berbagai pandangan pesimistisberpendapat bahwa liberalisasi dansegala macam atribut yang dibawanyalaksana kuburan yang siap menelanperbankan nasional yang baru saja sembuhdari sekarat berkepanjangan akibatderaan krisis perbankan. Liberalisasi, darikacamata ini, dianggap sebagai suatuproduk canggih dari proses metamorfosakolonialisme wilayah/teritorial yang telahout of date menjadi kolonialisme ekonomidalam bentuknya yang sangat modernsekarang ini. Secara sekilas pendapat inimendapat pembenaran apabila melihatimplikasi negatif dari suatu prosesliberalisasi, khususnya terhadap industridomestik, yang sering menempatkanindustri domestik pada posisi yang “kalah”apabila berhadapan dengan hal-hal yangberbau asing dan seperti “orang asing” di

SEKELUMIT RENUNGAN MENGENAI ARAH KEBIJAKAN LIBERALISASI

JASA PERBANKAN INDONESIA

Oleh : Tim Perbankan dan Enquiry Point – Direktorat Hukum

negeri sendiri. Apabila direnungkan dandikaji lebih dalam, sebetulnya pandanganini menafikan secara absolut benefit yangdibawa oleh liberalisasi tersebut dalammemperluas lapangan kerja, pertumbuhanekonomi, efisiensi dan sebagainya.

Persoalan sebenarnya lebih terletak padabagaimana Indonesia, khususnya BankIndonesia sebagai otoritas perbankannasional, dapat menyikapi secara elegandan lebih arif angin liberalisasi tersebutsehingga dapat memanfaatkan benefityang ditawarkan sekaligus meminimalisirimplikasi negatif yang ditimbulkan. Tulisanini bermaksud memberikan deskripsi hal-hal yang sebetulnya dapat dilakukan olehotoritas perbankan dalammengembangkan sistem perbankannasional dalam era liberalisasi perbankan.

Liberalisasi Sektor KeuanganBerdasarkan GATS

Gagasan penerapan liberalisasi sektorkeuangan khususnya di negara-negaraberkembang sebetulnya telahdipopulerkan oleh Profesor McKinnonsejak tahun 1973.1 Beliau

1 Profesor Ronald E. McKinnon adalah seorang pakar ekonomi internasional pada Stanford University.Anjuran liberalisasi tersebut dituangkan pada buku pertamanya “Money and Capital in EconomicDevelopment”. Pada tahun 1993, McKinnon mengeluarkan buku “The Order of Economic Liberalization: Financial Control in the Transition to a Market Economy” yang secara gamblang menekankan perlunyasequencing of financial liberalization dalam meliberalisasi sektor keuangan. Khusus masalah ini akandibahas dalam tulisan yang akan datang.

Page 53: Volume 2, Nomor 3, Desember 2004 BULETIN HUKUM … fileNamun mulai tahun 2004 buletin ini akan terbit secara berkala pada bulan April, Agustus dan Desember. Peminat yang ingin memperoleh

49BULETIN HUKUM PERBANKAN DAN KEBANKSENTRALAN Volume 2 Nomor 3, Desember 2004

merekomendasikan liberalisasi sektorkeuangan setelah mengkaji efek negatifyang disebabkan oleh kebijakan represikeuangan (financial repression policy)2

yang diterapkan oleh beberapa negara.Kebijakan ini bercirikan pembatasanmaksimum terhadap tingkat suku bungadana pihak ketiga maupun kredit sertaalokasi kredit yang tidak merata kepadasetiap sektor. Kebijakan liberalisasi disektor keuangan memperbaiki kebijakanini dengan cara meniadakan kontrol bungadan menyerahkannya kepada mekanismepasar sehingga tercipta mobilisasi danamasyarakat yang cukup tinggi dalammendanai sektor-sektor yang diperlukanuntuk pembangunan.

Secara historis, tampaknya Indonesiamulai menganut ideologi ekonomi denganberorientasi pada pasar bebas melaluiproses liberalisasi ini dengan melakukanderegulasi berupa Paket Juni 1983 untukmemperbaiki sektor keuangan dan sektorriil yang berorientasi ekspor. Paket Juni inikemudian dilanjutkan dengan kemudahanpendirian bank melalui Paket Oktober1988 yang lebih dikenal dengan Pakto 88.Tujuan semula sebetulnya adalah untukmenciptakan sistem perbankan sebagailembaga intermediasi yang efisien melaluipenciptaan tingkat suku bunga yangkompetitif sesuai mekanisme pasar.

Namun dalam perkembangannya justrupaket deregulasi tersebut memberikan

kontribusi yang cukup besar bagiterjadinya krisis perbankan mulai medio1997 karena dalam kenyataannya banyakpelaku pasar yang berjiwa “petualang” dansemata-mata memiliki motif “dagang”menjadi pengurus dan pemegang sahambank sekaligus debitur bank. Para pemilikbank ini merupakan para pengusaha disektor riil yang kebetulan pula berhasilmenjadi tycoon melalui pemberian segalajenis fasilitas yang luar biasa koruptif olehpenguasa Orde Baru. Kolaborasi yangsaling memanfaatkan ini berlangsungcukup harmonis sehingga danamasyarakat yang dihimpun oleh bank yangseharusnya dialokasikan kepada sektoryang membutuhkan justru ditanam padasektor riil yang menjadi core business parapengusaha tersebut. Singkat kata, bankdijadikan mesin uang untuk membesarkanbisnis pemilik bank di sektor riil sehinggaefisiensi yang diharapkan tinggal harapansemata. Ada benarnya pendapat Didik J.Rachbini yang mengatakan bahwa secaraumum kebijakan Pakto 88 dilihat dariaspek suku bunga dapat dikatakan gagaltotal.3

Pengalaman serupa pernah dialami olehChile, saat ini menjadi tuan rumahpenyelenggaraan pertemuan Asia PacificEconomic Cooperation (APEC) 2004,semasa pemerintahan rezim Pinochet.4

Persis yang dilakukan oleh para teknokrat

2 Sritua Arief, “Pemikiran Pembangunan dan Kebijaksanaan Ekonomi”, Lembaga Riset Pembangunan,Jakarta, 1983.3 Didik J. Rachbini, dkk., “Bank Indonesia menuju Independensi Bank Sentral”, PT. Mardi Mulyo,Jakarta, 2000.4 Jenderal Augusto Pinochet Ugarte merupakan diktator yang berkuasa di Chile tahun 1973-1988.Seperti halnya pemerintahan Orde Baru di Indonesia, Pinochet menafikan eksistensi demokrasi danmenguasai seluruh sektor ekonomi, politik dan sosial melalui kroni-kroninya. Sebagian besar rakyatChile percaya bahwa sumber kekuasaan rezim Pinochet adalah Pinochet, Tuhan dan Directorate ofNational Intelligence (DINA).

Page 54: Volume 2, Nomor 3, Desember 2004 BULETIN HUKUM … fileNamun mulai tahun 2004 buletin ini akan terbit secara berkala pada bulan April, Agustus dan Desember. Peminat yang ingin memperoleh

50BULETIN HUKUM PERBANKAN DAN KEBANKSENTRALAN Volume 2 Nomor 3, Desember 2004

asal (University of California at) Berkeleypada zaman Orde Baru, teknokrat asal(University of) Chicago yang dikenaldengan sebutan Chicago Boys melakukanbanyak hal di bidang ekonomi sepertideregulasi, privatisasi dan kebijakanpasar bebas lainnya dibandingkansebelumnya yang penuh dengan praktekmonopoli yang tidak memiliki semangatkompetisi khas kapitalisme.5

Sebagaimana tipikal pemerintahandiktator militer, sektor ekonomi termasuksektor keuangan dikontrol secarasentralisasi di bawah satu tangan, yaitupresiden. The Chicago Boysmempelopori pembukaan ekonomi Chileterhadap modal asing sehingga terjadiintegrasi ekonomi Chile ke dalam sistemekonomi internasional sehinggaliberalisasi dilakukan secara agresif dandrastis.

Tetapi ternyata semua berakhir secara sadending. Sama halnya yang terjadi diIndonesia dalam hal sebagian besarmasyarakat Indonesia menyalahkan“mafia” Berkeley atas krisis moneter yangmasih dirasakan dampaknya sampaisekarang ini, the Chicago Boys pundisalahkan atas terjadinya krisis ekonomiseiring dengan kejatuhan Pinochet tahun1988. Liberalisasi yang agresif tanpadiimbangi dengan penguatan strukturindustri jasa keuangan domestik, termasuk

perbankan, agar dapat bersaing denganindustri internasional justru menimbulkantingkat suku bunga dan inflasi yang sangattinggi, banyaknya perusahaan (termasukbank) yang ditutup, serta terjadinya defisityang luar biasa terhadap transaksi berjalanpada neraca pembayaran, yang dianggapmerupakan “dosa besar” the ChicagoBoys pada rakyat Chile.

Kelahiran GATS6 pasca Uruguay Roundmemberikan arah yang jelas bagikebijakan liberalisasi negaraberkembang. GATS setidaknya mengakuiperanan penting yang dapat dimainkanoleh negara berkembang dalamperdagangan jasa dan memaklumi adanyaasymmetric playing field antara negaraberkembang dengan negara majusehingga GATS memberikan special &different (S&D) treatment kepada negaraberkembang. Article IV GATS secaraeksplisit mengatur tentang IncreasingParticipation of Developing Countries danpada paragraph (2) bahkan menegaskanperlunya negara maju membentuk contactpoint untuk memfasilitasi negaraberkembang melakukan akses terhadapinformasi pasar negara maju. Dengankondisi yang demikian, pada dasarnyaliberalisasi yang dikehendaki GATSadalah liberalisasi yang progresif melaluitahapan-tahapan negosiasi di antaranegara anggota WTO dengan dasar saling

5 Lihat Gary S. Becker, “What Latin America Owes to the “Chicago Boys” dalam Hoover Digest No. 4,1997.6 GATS (General Agreement on Trade in Services) merupakan salah satu Annex dari MarrakeshAgreement Establishing The World Trade Organization yang mengatur aturan main untuk perdaganganjasa.

Page 55: Volume 2, Nomor 3, Desember 2004 BULETIN HUKUM … fileNamun mulai tahun 2004 buletin ini akan terbit secara berkala pada bulan April, Agustus dan Desember. Peminat yang ingin memperoleh

51BULETIN HUKUM PERBANKAN DAN KEBANKSENTRALAN Volume 2 Nomor 3, Desember 2004

menguntungkan. Namun demikianpencapaian liberalisasi yang progresiftersebut tetap dalam rentang kendalinational objective masing-masing negaraanggota WTO.

Apa Sebetulnya yang Harus Dilakukanoleh Indonesia ?

Pengalaman Chile dan krisis perbankanyang baru dialami Indonesia seharusnyamenjadi pelajaran penting bagi Indonesiadalam menyikapi perkembanganliberalisasi di Indonesia. Schedule ofSpecific Commitment (SOC) Indonesiamemberikan semacam “grandfatherclause”7 kepada bank asing yang telaheksis pada saat disusun SOC (1997)sehingga menjadi legally binding padalevel multilateral. Banyak pihak, termasukbeberapa kalangan di Bank Indonesiasendiri, menyayangkan hal tersebut yangterkesan seolah-olah memperlakukanbank domestik secara diskriminatif.Kelihatannya pemerintah di bawahkoordinasi Departemen Keuangan RIsebagai pihak yang berwenang untukmengatur bank saat itu secara politisberusaha untuk mengapresiasi kontribusi

bank asing terhadap pembagunanekonomi di Indonesia sehingga muncullah“grandfather clause” tersebut.

Namun sebenarnya apabila dipandangperlu tidak tertutup kemungkinan diambilkebijakan untuk menarik komitmendimaksud untuk sementara sepanjangtelah terjadi serious injury pada perbankandomestik akibat liberalisasi. Ini mendapatpembenaran dalam Article X GATSmengenai Emergency SafeguardsMeasures (ESM). Dalam beberapa kalisidang multilateral WTO, ASEAN minusSingapore telah berkali-kali mengajukanmakalah mengenai masalah ESM ini,namun berkali-kali pula negara majuberkeberatan terhadap usulan tersebutdengan alasan tidak feasible dan tidakdesirable.8 Dalam hal ini juga belumterdapat kesepahaman apa yangdimaksud dengan industri domestik(perbankan domestik), apakah bank yangdimaksud hanya bank yang didirikan olehWNI/Badan Hukum Indonesia atautermasuk bank campuran. Demikian jugaapakah bank-bank yang semula dimilikioleh WNI/Badan Hukum Indonesia apabilatelah dibeli mayoritas sahamnya olehpihak asing apa termasuk dalam

7 Grandfather clause biasanya berupa suatu klausul dalam peraturan perundang-undangan yangmengecualikan suatu subyek hukum yang telah ada pada saat dibentuknya peraturan perundang-undangan tersebut terhadap suatu ketentuan yang sedang diatur.8 Namun ASEAN dengan didukung oleh sebagian negara berkembang lainnya tetap bersikukuh denganproposal mengenai ESM ini dan bahkan sedikit “mengancam” bahwa apabila ternyata tidak tercapaikesepakatan mengenai konsep ESM, maka ASEAN akan “meninjau kembali” perundingan bilateralmelalui proses offer-request. Berkaitan dengan isi proposal ASEAN tersebut, memang secara ilmiahASEAN agak mengalami kesulitan untuk mendefinisikan “domestic industry”, disamping dalamkenyataannya data mengenai sektor jasa tidak teradministrasi secara baik, termasuk Indonesia tidakmemiliki data tersebut.

Page 56: Volume 2, Nomor 3, Desember 2004 BULETIN HUKUM … fileNamun mulai tahun 2004 buletin ini akan terbit secara berkala pada bulan April, Agustus dan Desember. Peminat yang ingin memperoleh

52BULETIN HUKUM PERBANKAN DAN KEBANKSENTRALAN Volume 2 Nomor 3, Desember 2004

pengertian bank domestik atau bukan.Dalam room document, ASEANmengusulkan masing-masing negaramenentukan sendiri-sendiri apa yangdimaksud dengan domestic industry.Mengingat konsep ESM masih diibaratkansebagai perjalanan tanpa ujung, bagiIndonesia yang perlu dilakukan saat iniadalah mengkaji seberapa besarkontribusi bank asing pasca krisisperbankan terhadap perekonomianIndonesia sebagaimana halnya yang telahdilakukan oleh Pemerintah terhadap jasaasuransi dan turisme. Apabila ternyatakehadiran bank asing tidak memberikankontribusi yang signifikan, maka perludipikirkan kembali untuk melakukanpembatasan-pembatasan terhadapkegiatan bank asing yang beroperasisetelah SOC dibuat dengan SOC yangada sebagai benchmark. GATSmemungkinkan pula bagi negara anggotauntuk menerapkan prudential measuresdalam mengimplementasikan peraturan dibidang keuangan sesuai ketentuan Annexon Financial Services. Tentunya hal inidilakukan secara simultan denganpenguatan struktur perbankan domestiksesuai dengan standar internasional daninternational best practices.

Tampaknya liberalisasi secara progresifakan berjalan relatif mulus dengankeberhasilan BI dalam menyusun cetak-biru perbankan nasional berupa ArsitekturPerbankan Indonesia (API). Dari

kacamata policy maker, API harusdiapresiasi dan diakui sebagai suatuloncatan besar dalam usaha memberikansemacam panduan atau garis-garis besarterhadap sistem perbankan nasional dimasa yang akan datang. Paling tidak, BIselaku otoritas pengawas perbankansekarang telah memiliki pegangan yangpasti mengenai hendak diapakan,dibagaimanakan dan dikemanakan sistemperbankan Indonesia dalam menghadapiberbagai tantangan dan kesempatan kedepan. API merupakan assessment BankIndonesia terhadap kekuatan perbankannasional dalam rangka liberalisasi sektorjasa keuangan, yang tentunya akandilakukan secara gradual dan progressivemelalui mekanisme negosiasi secaramultilateral dan bilateral dengan mitrarunding di WTO.

Namun demikian usaha dan kerja kerasmasih dibutuhkan dalam mengkonkretkanvisi dan misi API ke dalam ketentuanperbankan sebagai ius constitutum.Melakukan harmonisasi ketentuanperbankan plus nilai-nilai luhur API denganSOC yang ada dengan tetapmemperhatikan aturan-aturan GATS agarproses penguatan struktur perbankandomestik berjalan seiring dengan prosesliberalisasi itu sendiri harus dimotivasidengan kesadaran bahwa liberalisasimemberikan benefit berupa efisiensi danfair competition bagi sistem perbankannasional.

Page 57: Volume 2, Nomor 3, Desember 2004 BULETIN HUKUM … fileNamun mulai tahun 2004 buletin ini akan terbit secara berkala pada bulan April, Agustus dan Desember. Peminat yang ingin memperoleh

53BULETIN HUKUM PERBANKAN DAN KEBANKSENTRALAN Volume 2 Nomor 3, Desember 2004

Buku “Hukum Sebagai Panglima” bisadikatakan sebagai salah satu “monumen”peninggalan almarhum Prof. DR. CharlesHimawan, S.H. LLM sumbangsihpemikiran beliau terhadap supremasihukum di Indonesia, yang dituangkandalam artikel-artikel yang dimuat dalamharian Kompas. Buku ini dibagi dalamlima bagian yang mengupas masalahPeradilan, Hukum Ekonomi, Hak AsasiManusia, Etika dan Filsafat Hukum, sertaKonstitusi.

Bagian pertama buku ini mengangkat topikPeradilan. “Siri Napacce “ PemegangKekuasaan Riil merupakan artikel yangmenjadi salah satu benchmark tulisanbeliau dan menjadi pedoman penulisan dibidang hukum. Harapan akan terciptanyaperadilan yang mandiri sebagai salah satuupaya penegakkan hukum dan langkah-langkah mewujudkannya, dikupas secararinci dalam tulisan ini. “Presiden BerhakMenolak Calon Ketua MA” merupakansumbangsih pemikiran beliau untuk DPR,menyikapi penolakan Gus Dur untukmengangkat Ketua MA dari dua calon yangdiajukan. Pemikiran beliau dalammenyikapi maraknya kejahatan perbankandituangkan dalam artikel bertajuk “BI PerluBantuan Peradilan-Dalam MenanggulangiKejahatan Perbankan. “HarmonisasiHukum Antaranggota ASEAN” menyoroti

perlunya menentukan isi keadilan hukumdi negara-negara anggota, walaupunpenerapannya berbeda-beda.Diharapkan perbedaan yang ada lambatlaun akan menuju pada suatu persamaanagar harmonisasi hukum di kawasanASEAN dapat dicapai.

Bagian kedua buku ini menguraikantentang Hukum Ekonomi. Artikel “HukumKepailitan atau Kepailitan Hukum ?“sebuah pertanyaan yang hanya dapatdijawab oleh badan peradilan dalammenyikapi besarnya jumlah putusanpengadilan di bidang utang piutang yangmerupakan macan kertas belaka karenatidak dapat dilaksanakan. “MercusuarHukum bagi Pelaku Ekonomi”,mengemukakan sebuah tinjauanmengenai tiga tipe keputusan keputusanMahkamah Agung yang merupakan legallight house atau mercusuar hukum bagipara pelaku ekonomi, yaitu keputusanyang menggambarkan sikap MAmengenai pelaksanaan hukum padaumumnya, keputusan MA tentang perjanjianhutang piutang dan Grosse Akta, dankeputusan MA tentang perjanjian utangpiutang disertai perdaganganinternasional, yang dilengkapi denganuraian mengenai Keputusan MA ataskasus-kasus yang pernah terjadi. Artikel“Penyebab Utama Kredit Macet” juga

RESENSI BUKU

Judul : Hukum Sebagai PanglimaPenulis : Prof. DR. Charles Himawan, S.H., LL.M.Oleh : Hernowo Koentoadji, S.H. dan Yulita Kuntari, S.H.

Page 58: Volume 2, Nomor 3, Desember 2004 BULETIN HUKUM … fileNamun mulai tahun 2004 buletin ini akan terbit secara berkala pada bulan April, Agustus dan Desember. Peminat yang ingin memperoleh

54BULETIN HUKUM PERBANKAN DAN KEBANKSENTRALAN Volume 2 Nomor 3, Desember 2004

dituangkan dalam 2 (dua) tulisan yangintinya mengupas kredit macet yang akhir-akhir ini sering dipakai sebagai salah satualasan kurang dana pada bank. Penulismenyoroti dasar pertimbangan yangdijadikan dasar pemberian kredit danperan peradilan dalam penyelesaian kreditmacet tersebut. Dari beberapa artikel yangada di bagian ini yang ada dapat ditariksuatu ”benang merah” yang menjelaskanhubungan antara pertumbuhan ekonomidan pembangunan hukum. PembangunanEkonomi dan Pembangunan Hukum harusberjalan seimbang, mengingat suksesnyaupaya peningkatan pertumbuhan ekonomiperlunya didukung kepastian hukum.Concern beliau terhadap penegakanhukum sebagai salah satu upayamewujudkan kepastian hukum ditegaskandalam artikel bertajuk “ Harapan Milenium2000, Hukum Lebih Ditegakkan. Artikel“Mencegah Rahasia Bank SebagaiPerisai Kejahatan” menyoroti peranperadilan sebagai perisai terakhir untukmenjamin konsistensi penerapanperaturan mengenai kerahasiaan bank,disamping BI sebagai perisai pertama.

Berkaitan dengan permasalahan HakAsasi Manusia, penulis memaparkannyadalam ketiga buku ini. Bab ini berisi limaartikel yang mengupas upaya penegakanhukum dalam rangka perlindungan HakAsasi Manusia, antara lain bertajuk “EmpatHimbauan Presiden MengenaiPenegakan Hukum”, “Melindungi Menteridan Pers dengan Kekuatan Hukum “dan“Hukum sebagai Penyelamat SIUP”.Kiranya artikel tersebut masih relevanuntuk dijadikan bahan refleksi pada saatini, ketika hak memperoleh informasipublik banyak disuarakan.

Di bab keempat buku ini, penulismemberikan sumbangsih pemikiran untukAbdurrahman Wahid/Gus Dur (PresidenRI) dan para Elite Politik dalam bentuktulisan bertajuk “ Etika Politik dan KetaatanHukum Socrates”. Penulis mencobamembaca pikiran Gus Dur, ketika merujukpada Socrates setelah menerimaMemorandum DPR. Gus Dur menafsirkankeputusan Socrates yang menerima begitusaja vonis mati dari Pengadilan Heliast(memorandum rakyat Athena) sebagaikematian yang konyol. Dari segi realpolitics, beliau mencoba survive di tengahbadai serangan yang dilancarkanterhadapnya dengan menolakmemorandum DPR.

Di bagian akhir buku ini, penulismemberikan sumbangan pikiran untukanggota MPR berkaitan denganeksperimen dengan sistem Amandemenuntuk UUD 1945. Sejarah Konstitusi ASdijadikan sebagai salah satu bukti bahwaAmandemen merupakan jalan ampuhuntuk menyesuaikan suatu dokumen sakraldengan perkembangan dan kebutuhanzaman.

Secara keseluruhan, dari sisi substansi,artikel-artikel dalam buku ini menarik untukdibaca dan cukup lengkap karenamengupas permasalahan hukum dariberbagai sisi dengan dilengkapi pemikiranpara tokoh filsuf, sastrawan dan pemikirdari berbagai masa. Dari sisi pemaparan,artikel dalam buku ini cukup mudahdipahami karena diuraikan dengan alurdan bahasa yang mudah dicerna sertadilengkapi dengan tinjauan mengenaikasus-kasus yang pernah terjadi.

Page 59: Volume 2, Nomor 3, Desember 2004 BULETIN HUKUM … fileNamun mulai tahun 2004 buletin ini akan terbit secara berkala pada bulan April, Agustus dan Desember. Peminat yang ingin memperoleh

55BULETIN HUKUM PERBANKAN DAN KEBANKSENTRALAN Volume 2 Nomor 3, Desember 2004

Kasus Posisi :

Permasalahan hukum ini terjadi bermulaketika Bank Pembangunan DaerahSumatera Utara (BPD SUMUT) padaNovember 1991 memberikan pinjaman/kredit dalam jangka waktu 12 bulankepada Debitur yaitu PT. Twin Jaya Steel,yang berkedudukan di Medan, yang diwakili oleh Direktur Utama : Tn. Hanafi danKomisaris Utama Ny. Siti Aminah.

Pinjaman/Kredit yang diberikan “BPDSUMUT” kepada PT. Twin Jaya Steeltersebut di atas, selanjutnya mendapatjaminan dari T. Faisal Oloan Nasution,SH. dan Ny. Kushandinigsih Susilowati(suami-istri) sebagai penjamin (avalist)dengan membuat Surat PernyataanPenyerahan Tanah/ Melepaskan hak atastanahnya.

Dalam perkembangan selanjutnyapinjaman/kredit ini menjadi kredit macet.Pihak Debitur : PT. Twin Jaya Steel dengan: Tn. Hanafi (sebagai Direktur Utama) danNy. Siti Aminah (Komisaris Utama) tidakmampu membayar kembali Kredit tersebut

kepada kreditur, “BPD SUMUT” pada harijatuh temponya Desember 1992. Pihakkreditur telah memberikan peringatan(somasi) kepada Debitur agar membayarhutangnya. Peringatan I : Juli 1992,Peringatan ke II Januari 1995 dandilanjutkan pada Peringatan ke III : Febuari1997. Namun Debitur belum jugamembayar hutangnya kepada Kreditur“BPD SUMUT”.

Karena Debitur setelah diperingatkansampai tiga kali, belum juga membayarlunas hutangnya tersebut diatas, makapihak kreditur : “BPD SUMUT” sebagaiPenggugat mengajukan gugatan perdatadi Pengadilan Negeri Medan terhadapDebitur dan “Pinjaman hutang” yaitu :1. PT. Twin Jaya Steel sebagai Tergugat

I.2. Tn. Hanafi, untuk diri sendiri dan

sebagai Direktur Utama PT. Twin JayaSteel sebagai Tergugat II.

3. Ny. Siti Aminah, bertindak untuk dirisendiri dan sebagai Komisaris UtamaPT. Twin Jaya Steel sebagai TergugatIII.

KOMENTAR ATAS PUTUSAN PENGADILANPUTUSAN MAHKAMAH AGUNG RI

No. 1436 K/ Pdt/ 2001

“Masalah Tanggung Jawab Penjamin (Avalist) Hutang BankTerhadap Debitur Wan-Prestasi”

Oleh :

Suyud Margono, SH., MH. & Arus Akbar Silondae, SH., LLM.(Pusat Kajian Hukum Bisnis STIE Perbanas, Jakarta)

Page 60: Volume 2, Nomor 3, Desember 2004 BULETIN HUKUM … fileNamun mulai tahun 2004 buletin ini akan terbit secara berkala pada bulan April, Agustus dan Desember. Peminat yang ingin memperoleh

56BULETIN HUKUM PERBANKAN DAN KEBANKSENTRALAN Volume 2 Nomor 3, Desember 2004

4. Tn. Faisal Oloan Nasution, SH. dan Ny.Kushandiningsih Susilowati suami-istrisebagai Tergugat IV.

Pengadilan Negeri

· Dalam persidangan terungkap bahwaPT. Twin Jaya Steel (tergugat I) sejakdidirikan 9 Desember 1985 sampaidengan diberikan kredit tanggal 25November 1991, ternyata belum disyahkansebagai badan hukum oleh DepartemenKehakiman RI.

· Tergugat IV (penjamin) mengajukangugatan Rekonpensi, yang menuntut agarPengadilan Negeri memutuskan a.l:

· bahwa PT Twin jaya Steel, bukansebagai badan hukum

· bahwa penjamin tidak bertanggungjawab atas pelunasan hutang/kredityang diterima oleh PT Twin Jaya Steel.

· bahwa penyerahan tanah sebagaijaminan atas pelunasan kredit tidakmempunyai kekuatan hukum

· menghukum BPD Sumutmenyerahkan Surat PernyataanMelepaskan Hak Atas Tanah, kepadaPenjamin.

Majelis Hakim dalam pertimbangannyamenyatakan bahwa:· Bahwa PT Twin Jaya Steel, sejak

didirikan dengan akte pendirian padatanggal 19 Desember 1985 sampaidengan peminjaman kredit di BPDSUMUT tahun 1991 masih belummerupakan Badan Hukum, karenabelum memperoleh pengesahan dariMenteri Kehakiman RI

· Terbukti bahwa Tergugat II dantergugat III menerima pinjaman uangdari penggugat yang tidak dilunasioleh tergugat II dan Tergugat III, hal inimerupakan perbuatan “PerbuatanCidera Janji” (wanprestasi)

· Ternyata Tergugat IV memberikanjaminan untuk Tergugat I (PT Twin JayaSteel) yang saat itu belum merupakanBadan Hukum

Berdasarkan pertimbangan tersebut diatas, Majelis Hakim Pengadilan Negerimemberi putusan yang pada pokoknyasebagai berikut:

· Perbuatan Tergugat II dan III yangtidak membayar lunas hutangnyakepada penggugat adalah“Perbuatan CideraJanji”(wanprestasi)

Dalam Rekonpensi:

· Menyatakan Tergugat I Konpensi(PT. Twin Jaya Steel ) bukansebagai Badan Hukum

· Menyatakan Penggugat Rekonpensi(Penjamin) tidak turut bertanggungjawab atas pelunasan kredit.

· Menyatakan penyerahan tanahsebagai jaminan pelunasan kredit/hutang tidak mempunyai kekuatanhukum

· Menghukum Tergugat (Rekonpensi(BPD SUMUT) menyerahkan SuratPernyataan Melepaskan Hak AtasTanah.

PENGADILAN TINGGI

Dengan Pertimbangan hukum bahwakarena Tergugat II dan Tergugat IIImengakui adanya pinjaman dimana

Page 61: Volume 2, Nomor 3, Desember 2004 BULETIN HUKUM … fileNamun mulai tahun 2004 buletin ini akan terbit secara berkala pada bulan April, Agustus dan Desember. Peminat yang ingin memperoleh

57BULETIN HUKUM PERBANKAN DAN KEBANKSENTRALAN Volume 2 Nomor 3, Desember 2004

Tergugat IV mengakui juga sebagaiPenjamin (Avalist), maka Tergugat IV tetapbertanggung jawab sampai pinjamandilunasi oleh Tergugat II dan Tergugat III.Berdasarkan pertimbangan tersebutMajelis Hakim Pengadilan Tinggimenyatakan bahwa Tergugat IV (penjamin)juga telah melakukan wanprestasi.Membatalkan Putusan Majelis hakimPengadilan Negeri yang menyatakanpenyerahan tanah sebagai jaminanhutang/kredit tidak mempunyai kekuatanhukum

MAHKAMAH AGUNG

Di tingkat Kasasi, Mahkamah Agungmemutuskan pada pokoknya adalahsebagai berikut:

· Menghukum Tergugat II dan TergugatIII membayar hutangnya kepada BPDSUMUT

· Menyatakan Tergugat I (PT. TWIN JAYASTEEL) bukan sebagai Badan Hukum,karena belum memperoleh pengesahandari Menteri Kehakiman RI

· Menyatakan Hutang/kredit dimaksudbukan hutang/kredit Tergugat I (PT.TWIN JAYA STEEL)

· Menyatakan Tergugat IV (Penjamin)Tidak turut bertanggung jawabterhadap pelunasan hutang/kreditdimaksud.

· Menyatakan Penyerahan Tanah danSurat Pernyataan Melepaskan HakAtas Tanah oleh Tergugat IV(penjamin) terhadap pelunasanhutang/kreditTergugat I (PT.TWINJAYA STEEL) tidak mempunyaikekuatan hukum

Komentar Hukum :

Komentar Hukum yang setidaknya dapatkami tarik dalam perkara ini, pihak Bank(BPD SUMUT) selaku krediturmemberikan pinjaman kredit kepadabadan hukum perseroan “PerseroanTerbatas”/ PT. Twin Jaya Steel. Dalamperjanjian pinjaman kredit tindakan inidiwakili oleh Direktur Utama danKomisarisnya (Tergugat II dan III). TerhadapPinjaman Kredit tersebut Pihak TergugatII dan III memberikan jaminan tanah milikPihak Ketiga (dalam perkara ini selakuTergugat IV) sebagai “Penjamin” (Avalist).

Karena PT. Twin Jaya Steel selaku Debiturtidak membayar lunas hutangnya tersebut(cidera- janji), maka tanggungjawabmembayar hutang tersebut, ada padaDirektur Utama dan Komisarisnya secarapribadi (personal responsibility) danbukan menjadi tanggungjawab hukum dariPT. Twin Jaya Steel selaku Badan Hukum,karena Fakta Hukum yang terjadi“Perseroan Terbatas” (PT. Twin Jaya Steel)tersebut, sejak didirikan 1985 sampaiditerimanya pinjaman dari Bank tahun1991, ternyata masih belum memperolehpengesahan dari Departemen,Kehakiman dan HAM sebagai suatuBadan Hukum.

Apabila kita menganalisis perkara ini,majelis Hakim Tingkat Pertama danTerakhir pada hakikatnya telahmemberikan pertimbangan hukum yangbaik berdasarkan hukum PerseroanTerbatas (PT) memiliki dua sisi, yaitupertama sebagai suatu badan hukum dankedua pada sisi yang lain adalah wadahatau tempat diwujudkannya kerja sama

Page 62: Volume 2, Nomor 3, Desember 2004 BULETIN HUKUM … fileNamun mulai tahun 2004 buletin ini akan terbit secara berkala pada bulan April, Agustus dan Desember. Peminat yang ingin memperoleh

58BULETIN HUKUM PERBANKAN DAN KEBANKSENTRALAN Volume 2 Nomor 3, Desember 2004

antara para pemegang saham ataupemilik modal. Hal ini terlihat jelas dariketentuan umum dalam Undang-UndangRepublik Indonesia Nomor 1 Tahun 1995tentang Perseroan Terbatas (selanjutnyadisebut UUPT).

Terlihat dari ketentuan Pasal 1 butir 1 UUPTdi atas, bahwa PT memperoleh statusbadan hukum berdasarkan sistem tertutup(de gesloten systeem vanrechtspersonen), di mana suatu perbuatanperdata semata-mata tidak dapatdijadikan suatu organisasi menjadi badanhukum, tetapi harus berdasarkan undang-undang atau dengan undang-undang. Halini membedakannya dengan yayasan yangmenjadi badan hukum berdasarkan sistemterbuka (het open systeem vanrechtspersonen), yaitu tidak berdasarkanundang-undang atau dengan undang-undang, melainkan berdasarkankebiasaan, doktrin, dan mungkin didukungoleh yurisprudensi.

Mengenai sifat Penjaminan (avalist) yangdilakukan oleh Pihak ketiga (Tergugat IV)dari Suatu Utang (antara Kreditur danDebitur), beberapa ketentuan yang diaturdalam KUHPerdata, mengatur unsur-unsurformal yang melekat pada perjanjianpemberian jaminan ialah bahwa penjaminmenjamin dipenuhinya perikatan pihakketiga. Isi perjanjian itu sendiri bisaberaneka ragam. Namun esensi perjanjianpemberian jaminan itu adalah bentuknya,yakni suatu kewajiban accessoir bagipemenuhan suatu perikatan pihak lainyang timbul dari perjanjian lain.

Perjanjian pemberian jaminan juga dapatdisebut sebagai perjanjian accessoirkarena perjanjian itu tidak mungkin berdirisendiri. Keberadaannya bergantung padasuatu perjanjian pokok, karena padaprinsipnya tiada suatu perjanjian jaminantanpa suatu perjanjian pokok.

Ketentuan terhadap lepasnyatanggungjawab Pihak Penjamin seiringdengan dengan Pasal 1820 KUHPerdataberbicara perihal pemenuhan perikatandan tidak berbicara perihal pemenuhantanggung jawab. Dengan demikian isiprestasi seorang Penjamin adalah samadengan isi prestasi yang harus dipenuhioleh Debitur. Secara yuridis kontruksinyaadalah sebagai berikut : apabila siPenjamin memenuhi prestasinya sesuai isiperjanjian pemberian jaminan, maka padasaat bersamaan ia memenuhi jugaprestasi (membayar hutang) orang yangdijamin. Kontruksi sedemikian ini hanyadimungkinkan, apabila isi prestasi darikedua perjanjian itu sama.

Dalam praktek, sifat accessoir dari suatuperjanjian pemberian jaminan telahkehilangan artinya. Hal ini disebabkankarena dalam hampir semua perjanjianpemberian jaminan Penjaminmengesampingkan haknya agar krediturmenuntut pembayaran terlebih dahulu daridebitur.

Selanjutnya Pasal 1931 KUHPerdatamenyatakan bahwa Penjamin tidak wajibmembayar kepada Kreditur kecuali jikaDebitur lalai membayar hutangnya; dalamhal itupun barang kepunyaan Debitur harus

Page 63: Volume 2, Nomor 3, Desember 2004 BULETIN HUKUM … fileNamun mulai tahun 2004 buletin ini akan terbit secara berkala pada bulan April, Agustus dan Desember. Peminat yang ingin memperoleh

59BULETIN HUKUM PERBANKAN DAN KEBANKSENTRALAN Volume 2 Nomor 3, Desember 2004

disita dan dijual terlebih dahulu untukmelunasi hutangnya.

Akibat juridis selanjutnya Penjamin(Avalist) tidak dapat dituntut untukmelaksanakan kewajiban hukum sebagai“Penjamin/Avalist” membayar hutang “PT.Twin Jaya Steel” yang belum berstatussebagai Badan Hukum tersebut,

disamping tidak memenuhi kewajibanpembayaran hutang (pemenuhanperikatan). Maka sesuai dengan UUPTPemegang Saham dan Direksi secaratanggung renteng bertanggung jawab atassegala perbuatan hukum termasuk hutangterhadap Bank (BPD SUMUT) yangdilakukan perseroan.

Page 64: Volume 2, Nomor 3, Desember 2004 BULETIN HUKUM … fileNamun mulai tahun 2004 buletin ini akan terbit secara berkala pada bulan April, Agustus dan Desember. Peminat yang ingin memperoleh

60BULETIN HUKUM PERBANKAN DAN KEBANKSENTRALAN Volume 2 Nomor 3, Desember 2004

Dalam Cakrawala Hukum kali ini Redaksimenyampaikan 2 (dua) topik yangberhubungan dengan perkembanganhukum perbankan dan kebanksentralan,yaitu Seminar Nasional “Mencari SolusiPembiayaan Bagi Hasil PerbankanSyariah” yang diselenggarakan padatanggal 11 Oktober 2004 di Jakarta danSidang Ke 44 Pokja IV ElectronicCommerce – United NationsCommission on International Trade Law(UNCITRAL) yang diselenggarakan diWina, Austria pada tanggal 11-22 Oktober2004.

I. Seminar Nasional “Mencari SolusiPembiayaan Bagi Hasil PerbankanSyariah”

Pokok-pokok pembahasan dalamseminar meliputi :

1. Skim pembiayaan bagi hasil(Mudharabah dan Musyarakah)merupakan pilar dari perbankansyariah yang mengandung nilaikejujuran dan keadilan ekonomi. Skimpembiayaan ini juga dapat mengatasiproblem asymmetric information yaitupermasalahan perbedaan informasiyang diterima antara perbankandengan nasabahnya (perbankansebagai pemberi pinjaman tidaksepenuhnya menguasai informasipermasalahan yang dihadapi olehnasabah mengenai prospek usahanya,

sedang nasabah juga tidakmengetahui secara persis informasiapa yang dapat mendukung segalaaspek dan prospek usahanya).

2. Kendala yang dihadapi dalammenerapkan skim pembiayaan bagihasil diantaranya adalah : kendalaresiko, kendala kepercayaan, kendalaadministratif, kendala teknis, kendalabiaya, dan kendala psikis nasabah.

3. Tingkat penggunaan skim pembiayaanbagi hasil ini, secara nasional,berdasarkan data statistik yangdikeluarkan oleh Bank Indonesia (BI)per Juni 2004 mencapai 30 % terhadaptotal portofolio pembiayaan. Selain itu,industri perbankan syariah perlumelakukan identifikasi faktor-faktoryang mempengaruhi dominasipembiayaan non bagi hasil diperbankan syariah Indonesia,sehingga dapat mengambil policyaction yang tepat untuk mengatasimasalah yang ada sesuai target yangdiinginkan.

4. Menurut hasil penelitian PPSK BI,penyebab rendahnya pembiayaan bagihasil di perbankan syariah adalah :internal, nasabah, regulasi, pemerintahdan institusi lain. Untuk mengatasi haltersebut diperlukan kesadaran daripihak terkait untuk mengatasipermasalahan ini secara

CAKRAWALA HUKUM

Oleh : Redaksi

Page 65: Volume 2, Nomor 3, Desember 2004 BULETIN HUKUM … fileNamun mulai tahun 2004 buletin ini akan terbit secara berkala pada bulan April, Agustus dan Desember. Peminat yang ingin memperoleh

61BULETIN HUKUM PERBANKAN DAN KEBANKSENTRALAN Volume 2 Nomor 3, Desember 2004

komprehensif, sinergis, tuntas danberkesinambungan.

5. Dalam hal pemahaman esensiperbankan syariah kaitannya denganIslamic Bank diperlukan pemahamanmengenai philosophy yang menjadidasar adanya perbankan syariahsehingga dapat membentuk perilakuPelaku, mengingat percepatanpertumbuhan dari Islamic Bank sangatdipengaruhi oleh 3 (tiga) pihak yaitu :Pemerintah dan Regulator (faktoreksternal), Nasabah (faktor eksternal)dan Sumber Daya Insani (faktorinternal).

6. Sasaran pengembangan perbankansyariah adalah :

a) Meningkatkan manfaat perbankansyariah bagi kesejahteraanmasyarakat.

b) Mewujudkan perbankan syariahyang sehat, kompetitif dan efisien.

c) Menjamin pemenuhan prinsipsyariah secara konsistenberdasarkan mudharabah(partnership).

d) Menjamin prinsip kehati-hatiandalam operasional perbankansyariah.

e) Mengimplementasikan semuaprinsip syariah dalam kegiatan

ekonomi bukan hanya berfokusuntuk menghindari praktek bunga.

7. Alternatif strategi pengembanganperbankan syariah yangdirekomendasikan adalah :

a) Memberikan pelayanan yangterbaik

b) Per lunya menyempurnakanperundang-undangan tentangBank Syar iah yang leb ihkomprehensif.

II. SIDANG KE 44 POKJA IVELECTRONIC COMMERCE - UNITEDNATIONS COMMISSION ONINTERNATIONAL TRADE LAW(UNCITRAL).

Dalam sidang ini kehadiran DelegasiIndonesia adalah sebagai observer.Indonesia perlu menentukan sikapterhadap terhadap konvensi tersebutsehingga perlu dilakukan koordinasi antarberbagai instansi/lembaga terkait sepertiDepartemen Luar Negeri, DepartemenKehakiman, Departemen Keuangan,Departemen Perhubungan, Kominfo,Departemen Perindustrian danDepartemen Perdagangan, serta BankIndonesia.

Penentuan posisi tersebut terkait denganUU No. 37 Tahun 1999 tentang HubunganLuar Negeri dan UU No. 24 Tahun 2000tentang Perjanjian Internasional yang

Page 66: Volume 2, Nomor 3, Desember 2004 BULETIN HUKUM … fileNamun mulai tahun 2004 buletin ini akan terbit secara berkala pada bulan April, Agustus dan Desember. Peminat yang ingin memperoleh

62BULETIN HUKUM PERBANKAN DAN KEBANKSENTRALAN Volume 2 Nomor 3, Desember 2004

merupakan kewenangan DepartemenLuar Negeri

Pokok-pokok yang menjadipembahasan sidang adalah sebagaiberikut :

1. Ruang lingkup berlakunya Konvensi

Konvensi berlaku untuk penggunaanelectronic communications yangdilakukan berdasarkan perjanjian antarapara pihak dimana kegiatan atautransaksinya dilakukan di negara yangberbeda (business to business, businessto government atau government togovernment). Konvensi tidak berlakuuntuk penggunaan electroniccommunications yang terkait dengan :

a. perjanjian yang sifatnya personal ataufamily (household) purposes;

b. foreign exchange transactions, sistempembayaran antar bank, perjanjianpembayaran antar bank, sistem kliringdan settlement atas surat berhargaatau financial asset/instrumen lainnya,yang sudah diatur secara khusus olehsuatu negara;

c. bills of exchange, promissory notes dannegotiable instrument lainnya;

d. dokumen pengiriman barang.

2. Penundukan terhadap Konvensi

Setiap negara bebas menentukan apakahakan meng-adopt ketentuan dalamkonvensi atau tidak. Penundukan terhadapkonvensi dapat dilakukan untuk seluruhatau sebagian ketentuan sebagaimanayang diatur dalam konvensi.

3. Penyerahan draft Konvensi kepadaMajelis Umum PBB untuk mendapatpengesahan.

Pengajuan draft Konvensi kepada MajelisUmum PBB dilakukan oleh SekretariatPBB. Sehubungan dengan hal tersebut,kepada setiap negara yang akanmeratifikasi atau tunduk pada Konvensidapat menyatakan secara tertulis kepadaSekretariat PBB. Pada saat pernyataantertulis tersebut disampaikan, negaratersebut tidak secara otomatis terikat padaKonvensi namun bebas menentukankapan negara tersebut akan tunduk.Pengaturan dimaksud ditujukan agarproses penundukan terhadap Konvensidapat dilakukan secara fleksibel olehsetiap negara.

4. Konvensi Internasional

Setiap negara yang tunduk pada Konvensiwajib pula tunduk pada konvensiinternasional yang ditetapkan, yaitu :

a. Convention on the Recognition andEnforcement of Foreign ArbitralAwards (New York, 10 June 1958);

b. Convention on the Limitation Periodin the International Sale of Goods(New York, 14 June 1974) and Protocol(Vienna, 11 April 1980);

c. Uni ted Nat ions Convent ion onL i a b i l i t y o f O p e r a t o r s o fTr a n s p o r t Te r m i n a l s i nInternational Trade (Vienna, 19Apri l 1991);

d. United Nations Convention onIndependent Guarantees and Stand-by Letters of Credit (New York, 11December 1995);

e. United Nations Convention on theAssignment of Receivables in

Page 67: Volume 2, Nomor 3, Desember 2004 BULETIN HUKUM … fileNamun mulai tahun 2004 buletin ini akan terbit secara berkala pada bulan April, Agustus dan Desember. Peminat yang ingin memperoleh

63BULETIN HUKUM PERBANKAN DAN KEBANKSENTRALAN Volume 2 Nomor 3, Desember 2004

International Trade (New York, 12December 2001).

5. Definisia. Communication adalah segala bentuk

pernyataan, penawaran,pemberitahuan, permintaan termasukpersetujuan penawaran di mana parapihak sepakat untuk membuat suatucontract.

b. E-communication adalah segala bentukkomunikasi yang digunakan dalampengiriman data messages.

c. Data message adalah informasi yangdigenerate, dikirim, diterima, ataudisimpan secara elektronik, magnetic,optical, atau sarana yang sejenisdengan itu, termasuk tetapi tidakterbatas pada EDI, e-mail, telegram,telex, atau telecopy.

d. Sistem informasi adalah suatu sistemyang digunakan untuk men-generate,mengirim, menerima, menyimpan,atau memproses data message.

e. Automated message system adalahsuatu program komputer atau saranaelektronik atau sarana automatedlainnya yang digunakan untukmelakukan atau menerima datamessage secara keseluruhan atausebagian tanpa intervensi dariseseorang (generated by system).

6. Waktu pengiriman dan waktupenerimaan electroniccommunication

Waktu pengiriman dalam electroniccommunication adalah pada saat

“message” tersebut telah dikirim olehsistem informasi namun masih beradadalam kontrol pengirim, atau apabilasistem informasi tersebut tidak beradadalam kontrol pengirim maka waktupengiriman adalah pada saat “message”tersebut diterima. Sedangkan waktupenerimaan adalah pada saat “message”diterima oleh penerima pada electronicaddress penerima atau apabila melaluielectronic address lain maka waktupenerimaan adalah pada saat penerimadianggap atau seharusnya “aware” atasditerimanya “message” pada electronicaddress tersebut. Pengaturan hal ini masihmenjadi bahan diskusi sehubungandengan pendapat dari anggota yangmengemukakan bahwa electroniccommunication termasuk pula antara lainfaximile dan telex.

7. Kesalahan dalam electroniccomunication

Apabila seseorang melakukan kesalahanmelakukan input dalam electroniccommunication sementara sistem tidaksecara otomatis memberikan kesempatankepada yang bersangkutan untukmelakukan koreksi, maka orang tersebutberhak untuk menarik kembali “message”dimaksud. Sehubungan dengan haltersebut, peserta sidang masih akanmengkaji lebih jauh cakupan “menarikkembali” apakah harus mengirimkantransaksi baru (membatalkan seluruhproses) atau cukup dengan melakukankoreksi atas input message yang salahtersebut.

Page 68: Volume 2, Nomor 3, Desember 2004 BULETIN HUKUM … fileNamun mulai tahun 2004 buletin ini akan terbit secara berkala pada bulan April, Agustus dan Desember. Peminat yang ingin memperoleh

64BULETIN HUKUM PERBANKAN DAN KEBANKSENTRALAN Volume 2 Nomor 3, Desember 2004

DAFTAR PERATURAN BANK INDONESIAOKTOBER-DESEMBER 2004

Page 69: Volume 2, Nomor 3, Desember 2004 BULETIN HUKUM … fileNamun mulai tahun 2004 buletin ini akan terbit secara berkala pada bulan April, Agustus dan Desember. Peminat yang ingin memperoleh

65BULETIN HUKUM PERBANKAN DAN KEBANKSENTRALAN Volume 2 Nomor 3, Desember 2004

DAFTAR SURAT EDARAN (EKSTERN ) BANK INDONESIAOKTOBER-DESEMBER 2004