Vol2 no1 implementasi kebijakan perkapalan di pelabuhan tg perak surabaya, albertus hardjanto

18
1 IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PERKAPALAN DI PELABUHAN TANJUNG PERAK SURABAYA (STUDI IMPLEMENTASI PERATURAN PEMERINTAH NO. 51 TAHUN 2002 TENTANG PERKAPALAN KHUSUS KASUS TERBALIKNYA MOTOR TANKER KHARISMA SELATAN TAHUN 2007 DI PELABUHAN MIRAH TANJUNG PERAK SURABAYA) Albertus Hardjanto Jurusan Nautika, Program Diploma Pelayaran, Universitas Hang Tuah Abstrak: Indonesia adalah negara kepulauan, transportasi laut sangat penting untuk mengangkut barang perdagangan secara nasional/internasional dan didistribusikan ke beberapa tempat di dunia, untuk itu tenaga pelaut harus sehat dan bisa mengoperasikan kapal dengan baik. Selaku perwira kapal niaga harus bisa menjaga keselamatan kapal di laut sesuai ketentuan Peraturan Internasional tentang Keselamatan (ISM Code) dalam menangani beberapa keadaan darurat seperti: kebakaran dan sebagaimana yang mengakibatkan hilangnya jiwa manusia, pencegahan polusi di laut seperti yang tercantum dalam ISM Code. Pemilik kapal bertanggung jawab untuk training crew sesuai ketentuan International Maritime Organization (IMO). Peraturan no. 17 tahun 2008 tentang keselamatan kapal niaga harus dapat disiapkan bila kapal mengalami kecelakaan seperti : terbaliknya kapal tanker Kharisma Selatan selama mengisi bahan bakar di dermaga Mirah Tanjung Perak Surabaya. Kejadian tersebut disebabkan kelalaian sumber daya manusia disebabkan kurang kontrol sewaktu memuat bahan bakar dimana bagian kanan tidak terdeteksi kelebihan muatan sebanyak 30 ton karena tertahan tros, akhirnya sewaktu kapal akan berangkat ke Teluk Kumai Kalimantan Selatan, setelah tros dan sping dilepas semua/kapal telah bebas, posisi selanjutnya kapal miring 4 0 ke kanan karena berat muatan terkonsentrasi di sebelah kanan yang muatannya lebih banyak di tangki sebelah kanan, hal ini berdampak terhadap permukaan bebas (FSE) yang berakibat kenaikan semu titik center of gravity (mengecilnya GM) berdampak terhadap kemungkinan lebih besar dan moment penegak, dan akhimya kapal terbalik (lunasnya terapung diluar). Terkait dengan teori George David III tentang implementasi keselamatan kapal niaga tidak dilaksanakan dengan baik selama pemuatan bahan bakar ke dalam tangki di kapal, terkait dengan peraturan keselamatan kapal niaga no. 17 tahun 2008, menyebabkan 4 faktor: komunikasi, disposisi, SDM, stuktur birokrasi, maka kapal terbalik. Kata kunci: negara kepulauan, transportasi laut, ISM Code, UU no. 17 tahun 2008, implementasi keselamatan kapal niaga, kecelakaan terbaliknya kapal MT. Kharisma Selatan di dermaga Mirah Tanjung Perak Surabaya. Abstract: As Indonesia is an archipelagic country, its marine transportation becomes very importance to carry out its national and international trade and to distribute its various goods and commodities to and from different parts of the world. For that purpose, skillfull human resources are greately needed to operate and sail all types merchant ship. As the ship’s officer are to manage the voyage and the safety at the sea according to the International Safety Management Code (ISM Code) in the procedure to cope with various emergencies such as accidents, fire, and other that may cause the loss of human life, to prevent marine pollution, and to comply with the requirements of the ship’s owners are responsible for the training of their crew as recommended by IMO. Law number 17, 2008 about implementation of safety regulation in the merchant ship, in its implementation found some problems of capsize accident of MT. Kharisma Selatan during loading Marine Fuel Oil (MFO) at Mirah wharf, Tanjung Perak Capsize Surabaya. The above accident was coused by the human error, due to uncontrolled fuel oil loading, where starboard side tank loaded 30 tons more than port side tank. Finally ship listed to starboard side, when the ship will depart for Teluk Kumai South of Kalimantan, after all lines and spring were released (ship was totally unmoored), the position of the ship list 4 0 to starboard side, and the list was increased due to concentration of all liquid moved to starboard side, this accident brought bad effects caused free surface and decreased the metacentric hight, therefore heeling moment bigger than righting moment, this situation caused capsize of ship. Related to the implementation of theory according to George Edward III, the breaking of the implementation policy on safety of the merchant ship and standard operation procedure during loading fuel oil into the cargo tank of the ship, conformed to the rule of ISM Code and law number 17, 2008 caused four factors i.e. communication, disposition’s factor that gives on impact further of other two factors, those are bureaucracy structure and human resource. Keywords: archipelagic country, sea transportation, ISM code, law number 17, 2008, implementation of safety management, capsize accident.

Transcript of Vol2 no1 implementasi kebijakan perkapalan di pelabuhan tg perak surabaya, albertus hardjanto

Page 1: Vol2 no1 implementasi kebijakan perkapalan di pelabuhan tg perak surabaya, albertus hardjanto

1

IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PERKAPALAN DI PELABUHAN TANJUNG PERAK SURABAYA

(STUDI IMPLEMENTASI PERATURAN PEMERINTAH NO. 51 TAHUN 2002 TENTANG PERKAPALAN KHUSUS KASUS TERBALIKNYA

MOTOR TANKER KHARISMA SELATAN TAHUN 2007 DI PELABUHAN MIRAH TANJUNG PERAK SURABAYA)

Albertus Hardjanto Jurusan Nautika, Program Diploma Pelayaran, Universitas Hang Tuah

Abstrak: Indonesia adalah negara kepulauan, transportasi laut sangat penting untuk mengangkut barang perdagangan secara nasional/internasional dan didistribusikan ke beberapa tempat di dunia, untuk itu tenaga pelaut harus sehat dan bisa mengoperasikan kapal dengan baik. Selaku perwira kapal niaga harus bisa menjaga keselamatan kapal di laut sesuai ketentuan Peraturan Internasional tentang Keselamatan (ISM Code) dalam menangani beberapa keadaan darurat seperti: kebakaran dan sebagaimana yang mengakibatkan hilangnya jiwa manusia, pencegahan polusi di laut seperti yang tercantum dalam ISM Code. Pemilik kapal bertanggung jawab untuk training crew sesuai ketentuan International Maritime Organization (IMO). Peraturan no. 17 tahun 2008 tentang keselamatan kapal niaga harus dapat disiapkan bila kapal mengalami kecelakaan seperti : terbaliknya kapal tanker Kharisma Selatan selama mengisi bahan bakar di dermaga Mirah Tanjung Perak Surabaya. Kejadian tersebut disebabkan kelalaian sumber daya manusia disebabkan kurang kontrol sewaktu memuat bahan bakar dimana bagian kanan tidak terdeteksi kelebihan muatan sebanyak 30 ton karena tertahan tros, akhirnya sewaktu kapal akan berangkat ke Teluk Kumai Kalimantan Selatan, setelah tros dan sping dilepas semua/kapal telah bebas, posisi selanjutnya kapal miring 40 ke kanan karena berat muatan terkonsentrasi di sebelah kanan yang muatannya lebih banyak di tangki sebelah kanan, hal ini berdampak terhadap permukaan bebas (FSE) yang berakibat kenaikan semu titik center of gravity (mengecilnya GM) berdampak terhadap kemungkinan lebih besar dan moment penegak, dan akhimya kapal terbalik (lunasnya terapung diluar). Terkait dengan teori George David III tentang implementasi keselamatan kapal niaga tidak dilaksanakan dengan baik selama pemuatan bahan bakar ke dalam tangki di kapal, terkait dengan peraturan keselamatan kapal niaga no. 17 tahun 2008, menyebabkan 4 faktor: komunikasi, disposisi, SDM, stuktur birokrasi, maka kapal terbalik. Kata kunci: negara kepulauan, transportasi laut, ISM Code, UU no. 17 tahun 2008, implementasi keselamatan kapal niaga, kecelakaan terbaliknya kapal MT. Kharisma Selatan di dermaga Mirah Tanjung Perak Surabaya.

Abstract: As Indonesia is an archipelagic country, its marine transportation becomes very importance to carry out its national and international trade and to distribute its various goods and commodities to and from different parts of the world. For that purpose, skillfull human resources are greately needed to operate and sail all types merchant ship. As the ship’s officer are to manage the voyage and the safety at the sea according to the International Safety Management Code (ISM Code) in the procedure to cope with various emergencies such as accidents, fire, and other that may cause the loss of human life, to prevent marine pollution, and to comply with the requirements of the ship’s owners are responsible for the training of their crew as recommended by IMO. Law number 17, 2008 about implementation of safety regulation in the merchant ship, in its implementation found some problems of capsize accident of MT. Kharisma Selatan during loading Marine Fuel Oil (MFO) at Mirah wharf, Tanjung Perak Capsize Surabaya. The above accident was coused by the human error, due to uncontrolled fuel oil loading, where starboard side tank loaded 30 tons more than port side tank. Finally ship listed to starboard side, when the ship will depart for Teluk Kumai South of Kalimantan, after all lines and spring were released (ship was totally unmoored), the position of the ship list 40 to starboard side, and the list was increased due to concentration of all liquid moved to starboard side, this accident brought bad effects caused free surface and decreased the metacentric hight, therefore heeling moment bigger than righting moment, this situation caused capsize of ship. Related to the implementation of theory according to George Edward III, the breaking of the implementation policy on safety of the merchant ship and standard operation procedure during loading fuel oil into the cargo tank of the ship, conformed to the rule of ISM Code and law number 17, 2008 caused four factors i.e. communication, disposition’s factor that gives on impact further of other two factors, those are bureaucracy structure and human resource. Keywords: archipelagic country, sea transportation, ISM code, law number 17, 2008, implementation of safety management, capsize accident.

Page 2: Vol2 no1 implementasi kebijakan perkapalan di pelabuhan tg perak surabaya, albertus hardjanto

2 Jurnal Aplikasi Pelayaran dan Kepelabuhanan, Volume 2, Nomor 1, September 2011

Alamat korespondensi: Albertus Hardjanto, Program Diploma Pelayaran, Universitas Hang Tuah, Jalan A. R. Hakim 150, Surabaya.

PENDAHULUAN Keselamatan pelayaran di

Indonesia saat ini masih sangat memprihatinkan, terbukti dari tahun ke tahun selalu terjadi kecelakaan dan sesuai data Kecelakaan Laut dari Komite Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT) Departemen Perhubungan jumlah kecelakaan yang tercatat di database 2007, dikelompokkan sebagai berikut. a. Jumlah kapal yang terlibat berdasarkan jenis kapal. b. Jumlah kapal yang terlibat berdasarkan bendera kapal. c. Jumlah kapal yang terlibat berdasarkan jenis kecelakaan. d. Kategori kecelakaan. e. Korban jiwa.

Data kecelakaan kapal yang diinvestigasi oleh Komite Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT) tahun 2007 dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1 Data Kecelakaan Kapal yang Diinvestigasi oleh

Komite Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT) Tahun 2007

Sumber data: Direktorat Jendral Perhubungan Laut –Departemen Perhubungan.

Sesuai dengan data di atas dan berdasarkan lokasi, kapal tanker jarang tenggelam, maka penelitian dilakukan dengan judul: studi kasus terbaliknya kapal tanker Kharisma Selatan di dermaga Mirah pelabuhan Tanjung Perak Surabaya dapat dijelaskan secara kronologi sebagai berikut. a. Pada tanggal 17 Desember 2007 jam 15.00 WIB kapal mempersiapkan untuk pemuatan Marine Fuel Oil (MFO) di kade Benua dermaga Mirah dengan posisi haluan tegak lurus dengan kade

Benua dermaga Mirah, dan kapal sandar/tender dengan kapal lain di sebelah kiri MT. Kharisma Selatan, dengan cara diikat 1 tros/tali di haluan dengan kapal lain, 1 tros di haluan dengan bolder dermaga mengarah ke kiri, dan 1 tros di buritan dengan kapal lain untuk lambung kiri, sedangkan untuk lambung kanan 2 tros haluan dengan bolder dermaga mengarah ke kanan. Posisi sandar kapal saat pengisian muatan dapat dilihat pada Gambar 1.

Gambar 1. Posisi sandar kapal ketika pengisian

b. Pada jam 22.00 WIB proses pengisian muatan selesai, selanjutnya dilakukan penghitungan jumlah muatan yang telah dimuat dilakukan oleh independen surveyor yang didampingi oleh pemilik muatan dan pihak kapal yaitu mualim I setiap tangki dengan cara disounding, dan dicek Berat Jenis (BJ) MFO yang telah dimuat, dengan tabel di kapal, maka dapat diketahui berat muatan setiap tangki di kapal (COT 1 PS, COT 1 STB, COT 2 PS, COT 2 STB , COT 3 PS COT 3 STB , COT 4 PS , dan COT 4 STB ), catatan: PS = Kiri , STB = Kanan. total muatan 504 KL, dan sarat/draught kapal pada daerah Tropik bagian haluan = 3,2 m , dan bagian buritan = 3,6 m. c. Semua kru termasuk nakhoda sudah berada di atas kapal siap untuk berlayar menuju Kumai Kalimantan Tengah. d. Tanggal 18 Desember 2007 jam 00.00 WIB, Nakhoda memerintahkan Kepala Kamar Mesin (KKM) untuk

Page 3: Vol2 no1 implementasi kebijakan perkapalan di pelabuhan tg perak surabaya, albertus hardjanto

Hardjanto: Implementasi Kebijakan Perkapalan… 3

menghidupkan mesin induk dan melakukan manouver/olah gerak kapal berangkat dari dermaga Mirah Surabaya. e. Jam 01.00 WIB Nakhoda memerintahkan untuk melepas tros/tali, selanjutnya jam 01.30 WIB Nakhoda melakukan manouver mundur dengan bantuan mesin dengan kecepatan dead slow astern (pelan sekali), kondisi kapal saat itu masih dalam keadaan tegak. f. Pada jam 01.45 WIB, setelah kapal mencapai jarak kurang lebih 100 meter, kapal tiba-tiba miring ke kanan sampai 20º, kemudian Nakhoda menelepon tower kepanduan untuk minta bantuan tug boat. g. Jam 02.00 WIB tug boat Jayeng Rono bersama pandu datang di lokasi kejadian. Kondisi kapal saat itu bertambah miring mencapai kurang lebih 45º dan bagian haluan sudah masuk di air, dan berdasarkan instruksi pandu, kapal mulai ditarik untuk evakuasi, adapun tug boat diikat dengan bolder buritan sebelah kiri mendekat dermaga. h. Upaya penarikan kapal berlangsung selama kurang lebih 45 menit, adapun kemiringan kapal semakin bertambah dan kapal tenggelam secara perlahan-lahan, tetapi tidak sampai di dasar laut mengingat kapal memuat minyak dimana BJ minyak lebih kecil daripada BJ air laut, sehingga pada jam 02.45 WIB kapal terbalik hingga lunas kapal dapat terlihat di permukaan air. i. MT. Kharisma Selatan terbalik pada tanggal 18 Desember 2007 jam 02.45 WIB pada posisi: 7º 12’ 11,8” lintang selatan, 112º 43’ 52” bujur timur di dermaga Mirah, pelabuhan Tanjung Perak, Surabaya. Peta lokasi kejadian dapat dilihat pada gambar 2.

Gambar 2. Peta lokasi terbaliknya MT. Kharisma Selatan

j. Dari hasil analisis awal, berdasarkan data-data kapal yang didapat dari pemilik kapal dan hasil interview dengan para saksi, adalah faktor distribusi muatan antara tangki sebelah kiri dan kanan lebih banyak di sebelah kanan, hal ini akan berdampak terhadap stabilitas kapal, dan kondisi fisik kapal, investigasi ini juga akan membantu untuk memberikan rekomendasi keselamatan kepada para pihak terkait, agar kecelakaan serupa tidak terulang kembali.

Dari data kecelakaan tersebut di atas, menunjukkan bahwa Kebijakan Keselamatan dan Keamanan Kapal sebagaimana diatur dalam Konvensi Internasional dan telah diratifikasi dengan Keppres kurang ditaati seperti pada a. International Safety Management Code (ISM Code). b. Safety Of Life At Sea (SOLAS) 1974. c. Keppres nomor 65 tahun 1980 (Ratifikasi SOLAS 1974). d. Undang-Undang nomor 21 tahun 1992, tentang Pelayaran. e. PP nomor 51 tahun 2002, tentang Perkapalan (Kelayaklautan, Keselamatan kapal). f. UU nomor 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran sebagai pengganti UU nomor 21 tahun 1992.

Sesuai UU nomor 17 tahun 2008, Bab VIII Keselamatan dan Keamanan Pelayaran, Pasal 117 Ayat 2 yang berbunyi sebagai berikut, “Kelaiklautan kapal sebagaimana dimaksud pada ayat 1 (Keselamatan dan Keamanan pelayaran meliputi keselamatan dan keamanan angkutan di perairan, pelabuhan, serta perlindungan lingkungan maritim) wajib dipenuhi setiap kapal sesuai dengan daerah pelayarannya” yang meliputi a. Keselamatan kapal. b. Pencegahan pencemaran dari kapal. c. Pengawakan kapal. d. Garis muat kapal dan pemuatan (Load Line ).

Page 4: Vol2 no1 implementasi kebijakan perkapalan di pelabuhan tg perak surabaya, albertus hardjanto

4 Jurnal Aplikasi Pelayaran dan Kepelabuhanan, Volume 2, Nomor 1, September 2011

e. Kesejahteraan Awak Kapal dan kesehatan penumpang. f. Status hukum kapal. g. Manajemen keselamatan dan pencegahan pencemaran dari kapal. h. Manajemen keamanan kapal.

Bab IX Kelaiklautan kapal, Pasal 124, ayat 2, persyaratan keselamatan kapal sebagai berikut. a. Material b. Konstruksi c. Bangunan d. Permesinan dan perlistrikan e. Stabilitas kapal f. Tata susunan serta perlengkapan termasuk perlengkapan alat penolong dan radio, dan Elektronika kapal.

Sejumlah pemilik dan operator kapal telah menerapkan Safety Management System, namun belum optimal hal ini dapat kita lihat dari tujuh kapal yang mengalami kecelakaan dan telah diinvestigasi oleh Komite Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT), terlihat kecelakaan pada tahun 2007 terjadi pada bulan Januari, Februari, April, Mei, Juli, Oktober, dan Desember, hampir setiap bulan ada kecelakaan kapal, untuk itu perlu adanya komitmen personil darat maupun di kapal untuk menghilangkan penghalang yang mungkin terdapat persepsi antara staf laut dan darat harus dipadukan menjadi satu kesatuan yang saling menunjang, sehingga manajemen tingkat atas harus mempertimbangkan kebutuhan sumber daya manusia yang sesuai dengan tugas dan menyediakan segala sesuatu untuk pengembangan suatu Safety Management System (SMS) yang memadai memenuhi persyaratan International Safety Management (ISM) Code.

Tujuan dari ISM Code adalah memastikan keselamatan di laut. Mencegah cidera atau hilangnya jiwa manusia serta menghindari kerusakan lingkungan, khususnya lingkungan dan kerusakan harta benda, adapun tujuan

manajemen keselamatan dari perusahaan antara lain meliputi a. Menyiapkan keselamatan kegiatan dalam mengoperasikan kapal dan keselamatan lingkungan kerja. b. Menciptakan perlindungan terhadap segala resiko yang diketahui. c. Secara terus menerus meningkatkan ketrampilan manajemen keselamatan dari semua personil baik di darat maupun di kapal termasuk kesiapan dalam keadaan darurat yang berhubungan dengan keselamatan dan perlindungan lingkungan.

Menyadari bahwa semua operasi di kapal dapat mempengaruhi keselamatan dan pencegahan polusi, perusahaan perlu mempertimbangkan untuk membagi semua operasi yang berkaitan dengan keselamatan di kapal dalam dua kategori yaitu: a. Operasi Khusus b. Operasi Kritis

Pembagian ini perlu dilaksanakan untuk memprioritaskan rencana operasi dan membuka kesempatan untuk perhatian secara maksimal terhadap operasi di kapal yang sangat rawan tentang keselamatan dan terhadap perlindungan lingkungan.

Operasi khusus di kapal adalah operasi yang kesalahan pelaksanaannya mungkin baru terlihat setelah berbahaya terjadi terjadi atau setelah situasi berbahaya terjadi atau setelah kecelakaan terjadi. Prosedur dan instruksi operasi khusus di kapal, mencakup pencegahan dan pemeriksaan yang mengutamakan pembetulan praktek praktek yang tidak aman, sebelum kecelakaan terjadi.

Beberapa contoh operasi khusus, namun tidak terbatas pada contoh di bawah sebagai berikut. a. Memastikan keutuhan kedap air. b. Keselamatan navigasi, termasuk koreksi peta dan publikasi. c. Operasi yang mempengaruhi keandalan peralatan seperti mesin

Page 5: Vol2 no1 implementasi kebijakan perkapalan di pelabuhan tg perak surabaya, albertus hardjanto

Hardjanto: Implementasi Kebijakan Perkapalan… 5

kemudi dan kesiapan permesinan yang terkait. d. Operasi perawatan. e. Operasi pengisian bahan bakar dan transfer minyak di pelabuhan. f. Menjaga Stabilitas kapal, serta pencegahan beban dan tekanan. g. Pengikatan (Lashing) peti kemas, muatan dan barang lain. h. Keamanan kapal, teroris dan pembajakan.

Operasi kritis di kapal dimana sesuatu kekeliruan dapat langsung menyebabkan kecelakaan, atau menimbulkan situasi yang dapat mengancam orang, lingkungan atau kapal. Perhatian khusus harus diarahkan kepada kebutuhan untuk taat sebagai azas atas instruksi yang tegas dalam penanganan operasi kritis, dan kinerja yang memuaskan harus dipantau secara ketat.

Beberapa contoh operasi kritis, namun tidak terbatas pada contoh di bawah sebagai berikut. a. Berlayar di perairan terbatas atau daerah lalu lintasnya padat. b. Operasi yang tiba-tiba dapat mengurangi kemampuan olah gerak didekat atau daerah lalu lintasnya padat. c. Berlayar dalam kondisi jarak penglihatan yang terbatas. d. Operasi dalam cuaca buruk. e. Penanganan dan pemadatan muatan berbahaya dan beracun. f. Pengisian bahan bakar dan transfer minyak di laut. g. Operasi pemuatan kapal gas, bahan kimia dan tanker. h. Operasi permesinan kritis.

Memantau kemampuan operasional ABK dalam menangani operasi kritis kapal.

Dari latar belakang masalah di atas dapat dirumuskan masalah yakni, a. Bagaimana implementasi kebijakan terkait dengan keselamatan pelayaran niaga sebagaimana tercantum dalam Peraturan Pemerintah no 51 tahun 2002

tentang Perkapalan serta ISM Code, SOLAS 1974? b. Faktor faktor apakah yang menjadi kendala dalam implementasi kebijakan?

Tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut. a. Mendeskripsikan implementasi kebijakan terkait dengan keselamatan kapal niaga dalam kecelakaan MT. Kharisma Selatan. b. Mendeskripsikan faktor-faktor implementasi kebijakan keselamatan kapal. c. Mendeskripsikan upaya untuk meminimalkan kecelakaan kapal niaga dan jaminan keselamatan kapal niaga.

Penelitian sebelumnya telah dilakukan oleh Achmad Dahlan, S.H. tahun 2007 dalam rangka memperoleh gelar Magister Administrasi Publik pada Program Pasca Sarjana Universitas Hang Tuah Surabaya, tentang Implementasi Kebijakan Keselamatan Kapal Penyeberangan (kasus kecelakaan kapal penyeberangan rute Surabaya–Teluk Kumai pada tahun 2006-2007 seperti kapal K.M.P. Senopati Nusantara, yang kandas di sebelah utara pulau Mandalika yang disebabkan cuaca buruk), hasil menunjukkan bahwa Implementasi Kebijakan Keselamatan Penumpang di kapal penyeberangan jenis RO RO tidak sepenuhnya dilaksanakan, hal ini dapat dilihat dari adanya ketidakmampuan awak kapal yang dipimpin oleh Nakhoda dalam melaksanakan latihan berbagai peran kapal dalam keadaan darurat, seperti peran kebakaran, peran penyelamatan kapal saat meninggalkan kapal dengan alat penolong.

Persamaan dengan penelitian sebelumnya tentang judul Implementasi Kebijakan Keselamatan Kapal sebagai sarana trasportasi laut, dan landasan teori yang digunakan yaitu, menggunakan penelitian deskriptif dengan metode kualitatif dan Model Implementasi Kebijakan dari George C. Edward III.

Page 6: Vol2 no1 implementasi kebijakan perkapalan di pelabuhan tg perak surabaya, albertus hardjanto

6 Jurnal Aplikasi Pelayaran dan Kepelabuhanan, Volume 2, Nomor 1, September 2011

Perbedaan penelitian ini adalah sebagai berikut. a. Obyek yang diteliti adalah kapal tanker. b. Jenis kecelakaan adalah terbalik dan tenggelam saat memuat bahan bakar. c. Fokus penelitian terkonsentrasi pada regulasi Konvensi Internasional ISM code dan Undang Undang nomor 17 tahun 2008 tentang Pelayaran, tetapi berhubung Peraturan Pemerintah yang mengatur tentang Keselamatan kapal belum ada, masih mengacu pada PP nomor 51 tahun 2002. d. PP nomor 51 tahun 2002 yang terkait dengan kasus terbaliknya MT. Kharisma Selatan di dermaga Mirah, Pelabuhan Tanjung Perak Surabaya adalah sebagai berikut. - Bab III tentang Kelaiklautan Kapal. - Bab VI tentang Keselamatan Kapal, bagian 4, pasal 60 ayat 7 tentang Stabilitas Kapal. - Bab VI, bagian 14, pasal 90 ayat 5 dan 6 tentang Lambung Timbul. - Bab VI, bagian 15, pasal 91 ayat 12 dan 2 tentang Pemuatan.

METODE PENELITIAN Jenis Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah dan tujuan penelitian yang ada, maka penelitian termasuk dalam penelitian deskriptif, dengan metode kualitatif, yaitu penelitian untuk mengumpulkan informasi suatu gejala yang ada, yaitu gejala menurut apa adanya pada saat penelitian dilakukan. Penelitian yang bersifat deskriptif menggambarkan sifat-sifat suatu individu, keadaan, gejala kelompok tertentu dalam masyarakat. Fokus Penelitian

Berdasarkan perumusan masalah dan tujuan penelitian, maka penelitian difokuskan pada hal-hal sebagai berikut. Komunikasi Indikator dari komunikasi adalah a. Transmisi tahapan penyampaian kebijakan (SOAP).

b. Kejelasan pelaksanan kebijakan (pemahaman aktivitas/pekerjaan yang dilakukan). c. Konsistensi perintah pelaksanaan kebijakan, dan perintah pelaksanaan perbandingan. Sumber Daya Adapun indikator dari sumber daya adalah a. Jumlah pelaksana, kecukupan. b. Kualifikasi/keahlian dan ketrampilan c. Kewenangan dan fasilitasnya. Disposisi

Indikator dari disposisi adalah kemauan untuk melaksanakan kebijakan. Struktur Birokrasi

Indikator dari struktur birokrasi adalah Standard Operational Procedure (SOP) dari kebijakan mutu yang telah dibuat suatu organisasi. Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di PT. Pelayaran Pasific Selatan Tanjung Perak Surabaya, INSA Tanjung Perak Surabaya, PT (Persero) Pertamina Jagir Wonokromo. Subyek dan Sumber Informasi

Informasi yang dipilih dari beberapa instansi yakni PT. Pasific Selatan, DPC Indonesian Ship Association (INSA), kantor cabang Surabaya, Adpel/Syahbandar Tanjung Perak, Pejabat Pertamina di Jagir Wonokromo. Teknik Pengumpulan Data

Proses pengumpulan data antara lain INSA Kantor Cabang Tanjung Perak Surabaya, download halaman web dari; www.dephub.go.id/knkt/laporan akhir Km Teratai Prima dan www.dephub.go.id.knkt/.../2007/MARINE Safety Digest 2007.pdf dan www.knkt.web.id/file report/final AmamamGappa.pdf, dan selanjutnya melakukan observasi dan wawancara kepada instansi yang terkait, kemudian di cross check dengan data yang telah didapat untuk pendalaman materi, bila memungkinkan dan kapal masih beroperasi koordinasi dengan owners

Page 7: Vol2 no1 implementasi kebijakan perkapalan di pelabuhan tg perak surabaya, albertus hardjanto

Hardjanto: Implementasi Kebijakan Perkapalan… 7

kapal singgah di pelabuhan Tanjung Perak Surabaya. Analisis Data

Analisis data yang dilakukan adalah sebagai berikut. a. Data yang telah terkumpul dianalisis dari aspek regulasi terhadap implementasi kebijakan keselamatan kapal niaga. b. Data yang telah terkumpul dianalisis dari aspek teori stabilitas kapal. c. Data yang telah terkumpul dianalisis dari aspek sumber daya manusia.

HASIL DAN PEMBAHASAN Penyebab utama terbaliknya MT.

Kharisma Selatan adalah kelalaian manusia (Human Error) hal ini disebabkan oleh beberapa faktor, dan menurut teori George Edward III ada 4 faktor atau variabel yang mempengaruhi kegagalan atau keberhasilan suatu kebijakan yaitu: Komunikasi, Sumber Daya, Disposisi atau Sikap, dan Struktur Birokrasi dapat diuraikan sebagai berikut

a. Komunikasi Pada bulan Juli 2007 MT.

Kharisma Selatan dibeli oleh PT. Pelayaran Pacific Selatan dan pada bulan Agustus melakukan docking, dan pada kejadian terbaliknya MT. Kharisma Selatan merupakan Pelayaran Perdana, dengan demikian komunikasi antara manajemen darat dengan pihak kapal dan Nakhoda dengan Anak Buah Kapal belum ada sosialisasi tentang konvensi internasional tentang keselamatan dan pencegahan pencemaran lingkungan khususnya lingkungan laut, hal ini dapat dilihat dari rekomendasi dari Komite Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT) untuk beberapa instansi terkait seperti: 1. Direktorat Jendral Perhubungan Laut - Peningkatan pengawasan terhadap penerapan ISM code untuk semua perusahaan pelayaran. - Kapal seyogyanya tidak boleh beroperasi sebelum dibuatkan Safety Management System (SMS) terutama

untuk kapal penumpang dan kapal tanker. - Perlu diadakan pengecekan kembali terhadap ijin pengoperasian kapal dari perusahaan pelayaran yang telah mengoperasikan kapalnya sebelum terbitnya sertifikat kapal (Sertifikat Keselamatan dan Lambung Timbul). 2. Administrator Pelabuhan

Administrator Pelabuhan sebagai pejabat pendaftar kapal dalam proses kapal-kapal bekas dari luar negeri perlu memperhatikan tipe kapal sesuai builder certificate dan atau deletion certificate dan salinan sertifikat keselamatan kapal dari negara asal terakhir. 3. Manajemen Keselamatan Perusahaan Pelayaran

Manajemen keselamatan perusahaan pelayaran memperhatikan ketentuan dan aturan Keselamatan Pelayaran seperti halnya tidak mengoperasikan/memuati kapal yang belum memiliki sertifikat lengkap (khususnya sertifikat garis muat /lambung timbul). 4. Manajemen/Operator Kapal Tanker - Meningkatkan pemahaman dan implementasi ISM Code bagi awak kapal. - Telah dilakukan sounding tangki, tetapi tidak terdeteksi kemiringan kapal dikarenakan tros sebelah kiri terikat dengan kapal lain, yaitu kapal tender. - Tidak dihitung momen terhadap center line, karena perwira I berijazah ANT IV kurang memahami tentang stabilitas. - Tidak memperhitungkan akan terjadi Free Surface Effect (FSE) yang mengakibatkan kenaikan semu titik G, karena pengaruh WBT 2 PS dan STB, WBT Center, disamping itu fuel oil tank 2 PS dan STB 2 PS & STB, Cargo tank 2 PS & SB, Cargo Tank 3 PS & SB, Cargo tank 1 PS & STB, Cargo Tank 2 PS & SB, Cargo tank 3 PS 7 SB, Cargo tank PS & SB.

Page 8: Vol2 no1 implementasi kebijakan perkapalan di pelabuhan tg perak surabaya, albertus hardjanto

8 Jurnal Aplikasi Pelayaran dan Kepelabuhanan, Volume 2, Nomor 1, September 2011

- Tidak memperhitungkan lengan penegak (Moment Stabilitas = W x GZ) yang bisa menegakkan kapal miring.

b. Sumber Daya Sumber Daya Manusia yang

mengawaki MT. Kharisma Selatan Nakhoda dan Mualim I masing-masing berijazah/sertifikat ANT IV, Mualim II ANT V, sedangkan Kepala Kantor Mesin (KKM) ATT V, Masinis I dan II masing-masing berijazah/sertifikat ATT IV, dan kru lainnya memiliki ANT Dasar. Sesuai urutan dari atas ke bawah tingkat sertifikat dimulai dari ANT I, II, III, IV, V untuk bagian deck, sedangkan untuk bagian mesin ATT I, II, III, IV, V sedangkan mata pelajaran yang didapat di Diklat Keahlian Kepelautan sesuai dengan tingkatan sertifikat, pada kasus ini kompetensi mata pelajaran adalah stabilitas kapal seyogyanya harus dikuasai karena banyak terkait antara pengaruh penanganan muatan terhadap stabilitas kapal, minimal dasar tentang menghitung GM harus dikuasai secara baik, selain itu setiap Awal Kapal termasuk Nakhoda harus memiliki sertifikat ketrampilan seperti: BST, SCRB, MEFA, dan AFF adapun rekomendasi dari KNKT terkait dengan sumber daya sebagai berikut.

Awak Kapal Tanker

a. Setiap awak kapal harus familiar dengan seluruh kondisi dan sistem operasi kapal.

b. Pendidikan dan pelatihan awak kapal harus ditingkatkan dan diawasi terutama dalam aspek keselamatan, tetapi dari hasil perhitungan draft setelah selesai muat adalah 3,41 m sedangkan draft maksimum di daerah tropik sesuai data kapal adalah 3,30 m, berarti over draft sebesar 0,11 m, bila diperhitungkan berapa kelebihan bobot di kapal dapat dihitung dengan rumus: kelebihan bobot = selisih draft dalam cm x TPC = 0,11 x 2,935 t/cm = 32,285 ton (over load).

c. Disposisi/Sikap Indikator dari disposisi adalah

kemauan untuk melaksanakan kebijakan. Dalam variabel sikap pelaksana

diarahkan pada segi pemahaman dan kepatuhan dari aparat pelaksana terhadap aturan, ketentuan dan arahan yang ada dalam struktur pelaksanaan tatacara peran-peran di kapal. Adapun rekomendasi dari KNKT terkait dengan disposisi sebagai berikut. 1. Lokasi Pendaftaran Kapal

Setiap pendaftaran kapal yang berasal dari negara yang mempunyai tulisan dan bahasa asing, disarankan agar seluruh data dan dokumen harus diterjemahkan dalam bahasa yang dimengerti oleh setiap orang/pejabat yang berkepentingan. 2. Biro Klasifikasi a. Dalam proses penerimaan dan penerbitan sertifikasi klas kapal bukan bangunan baru, harus dilakukan pemeriksaan secara menyeluruh terhadap kondisi fisik yang ada untuk dicocokkan dengan gambar/data kapal yang diajukan. b. Dalam pemeriksaan kapal, menekankan aspek keselamatan kapal utamanya untuk kapal yang mengalami modifikasi. 3. Manajemen/Operator Kapal Tanker

Mengembangkan kualitas perawatan kapal/Planned Maintenance System. 4. Sesuai dengan ISM code article 7 tentang stabilitas kapal, dan pengisian bahan bakar dan transfer minyak di pelabuhan dan undang-undang No. 17 tahun 2008 tentang Pelayaran Bab VIII, pasal 117, ayat 2 tentang garis muat (lambung timbul dan pemuatan).

Hasil perhitungan draft menunjukkan over draft sebesar 0,11 m dan kelebihan bobot di kapal sebesar 32, 285 ton.

d. Struktur Birokrasi / Struktur Organisasi

Organisasi di kapal setiap personil mempunyai tugas dan tanggung jawab masing-masing sesuai jabatannya pada

Page 9: Vol2 no1 implementasi kebijakan perkapalan di pelabuhan tg perak surabaya, albertus hardjanto

Hardjanto: Implementasi Kebijakan Perkapalan… 9

saat jaga laut dan jaga pelabuhan selain itu tugas struktural seperti Nakhoda sebagai pemimpin tertinggi yang memiliki kewenangan yang dilindungi undang-undang, sedangkan mualim I bertanggung jawab atas muat bongkar, serta maintenance, mualim II tentang navigasi dan mualim III bertanggung jawab terhadap alat keselamatan, sedangkan KKM bertanggung jawab tentang mesin kapal, masinis I bertanggung jawab terhadap mesin induk, masinis II bertanggung jawab terhadap mesin bantu seperti generator, dan masinis III bertanggung jawab terhadap pompa-pompa, seluruh ABK ada tugas-tugas sijil keselamatan.

Rekomendasi dari KNKT kepada Dirjen Perhubungan Laut dan Manajemen Keselamatan Perusahaan Pelayaran dengan memperhatikan ketentuan dan aturan keselamatan pelayaran seperti halnya tidak mengoperasikan/memuati kapal yang belum memiliki sertifikat lengkap khususnya sertifikat garis muat. Sesuai ship’s particulars MT. Kharisma Selatan pada saat memuat MFO, sertifikat garis muat/lambung timbul belum ada, sedangkan fungsi garis muat tersebut adalah garis yang tertera pada tengah-tengah kapal secara membujur pada lambung kiri dan kanan sebagai tanda maksimal muatan yang dapat dimuat dengan aman dimana kapal berada (daerah tropik, summer, winter, winter north Atlantic), sehingga pada saat muat MFO terjadi over load, berhubung garis muat belum ada, maka tidak bisa terdeteksi secara visual.

Penyebab Terbaliknya Kapal dari Aspek Stabilitas Kapal

Langkah-langkah yang dilakukan untuk mengetahui sebab terbaliknya kapal dari aspek stabilitas adalah sebagai berikut.

• Menghitung Moment terhadap lunas kapal.

• Menghitung moment terhadap “center line”.

• Menghitung dampak dari “free surface effect”.

• Moment penegak lebih kecil dari moment kemiringan.

• Kapal terbalik dengan lunas kapal mengapung di permukaan air laut.

• Menghitung “CROSS CURVE”.

Menghitung Momen terhadap Lunas untuk mendapatkan nilai GM

Perhitungan Momen terhadap lunas untuk mendapatkan nilai GM dan GM efektif akibat Free Surface setelah kegiatan muat MFO di dermaga Mirah Tanjung Perak Surabaya 17 Desember 2007, jam 22.00 WIB dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2 Menghitung momen terhadap lunas untuk

mendapatkan nilai GM

Dari data tersebut diatas selanjutnya dapat dihitung: Total Momen 2030,434 a. KG’=----------------- = ----------= 2,31 m Total Berat 879,370 b. TKM didapat pada Hydrostatic Table dengan argumen Table dengan argumen rata-rata = 3,30 m

Page 10: Vol2 no1 implementasi kebijakan perkapalan di pelabuhan tg perak surabaya, albertus hardjanto

10 Jurnal Aplikasi Pelayaran dan Kepelabuhanan, Volume 2, Nomor 1, September 2011

c. KG’ = 2,31 m d. G’M = 0,99 m e. FSE=Total FSM / GGv = 440,464/879,37 kenaikan semu titik Gv = 0,50 m f. GM effective = 0,49 m

Menghitung moment terhadap center line

Menghitung momen terhadap Center Line untuk mengetahui kemiringan kapal setelah kegiatan muat MFO, dari data kapal diketahui adalah sebagai berikut. a. Jarak titik berat COT tangki no 1 kiri /kanan: 3 m, jarak terhadap CL : 1,5 m. b. Jarak titik berat COT tangki no 2, 3, 4 kiri/kanan: 4 m, jarak terhadap CL: 2 m. c. Berat Jenis MFO (BJ MFO=0,9367 ton/m3 yang telah dimuat di kapal. d. Berat muatan = volume muatan x BJ

Derajat kemiringan kapal dihitung sesuai data pada Tabel 3.

Tabel 3 Menghitung moment terhadap Center Line

Dengan kondisi tersebut di atas,

total pemuatan pada tangki kanan = 251,8 ton, sedangkan total tangki sebelah kiri = 220,90 ton, selisih 30,9 berarti kapal miring ke kanan, selanjutnya dihitung berapa derajat kemiringan kapal dapat dilihat pada Tabel 4.

Tabel 4 Kemiringan ke kiri atau ke kanan

Selisih momen kemiringan ke kanan = 49,1615 ton-m. a. Perpindahan titik berat kapal (G’) ke kanan (G”) selisih momen kemiringan b. Rumus G’G”= --------------------------- displacement (total berat) 49,1615 = ------------------- 879, 370 = 0,0559 m c. Telah dihitung nilai G’M = 0,99 meter, sebelum diperhitungkan dengan FSE. d. Sketsa penampang kapal melintang dapat dilihat pada Gambar 3.

Gambar 3. Sketsa penampang kapal melintang

G’G” 0,0559 Tg Q = ------ = ------------- = 0,05646

G’M 0,9900 Q = 3°, 23 - 3° - 13’, 8 Kapal miring ke kanan 3° - 13’, 8

e. Setelah miring karena cairan di dalam tangki yang tidak terisi penuh, akan berkumpul di sisi kemiringan, akibatnya terjadi Free Surface Effect (FSE), berakibat nilai GM berkurang 0,5 meter, dengan demikian GM semula 0,99 meter dikurangi 0,5 meter akibat FSE, maka GvM efektif = 0,49 meter, maka kemiringan akan bertambah 0,0559/0,4900 = 7 derajat ke kanan.

Dampak Permukaan Bebas (Free Surface Effect) cairan dalam tangki kapal yang tidak terisi penuh terhadap stabilitas kapal

M

G G’

Page 11: Vol2 no1 implementasi kebijakan perkapalan di pelabuhan tg perak surabaya, albertus hardjanto

Hardjanto: Implementasi Kebijakan Perkapalan… 11

Sketsa stabilitas melintang akibat free surface terhadap kenaikan titik dapat dilihat pada Gambar 4.

Gambar 4. Sketsa melintang akibat permukaan bebas (free surface) cairan dalam tangki kapal yang tidak terisi penuh terhadap stabilitas kapal

Penjelasan sketsa stabilitas melintang akibat free surface terhadap kenaikan titik a. Bila tangki di kapal tidak terisi penuh,

maka kapal miring titik berat cairan (g) di dalam tangki akan berkumpul di sisi yang lebih rendah (sisi kemiringan kapal).

b. Pengaruh berpindahnya titik berat cairan (g) ke (g’) di dalam tangki, akan berdampak terhadap titik berat kapal (G) akan berpindah dari bidang center line kearah kemiringan kapal (G’).

c. Sedangkan titik M (Metacenter) sebetulnya berpindah, tetapi berhubung kemiringan pada sudut kecil antara 0° sampai 15° (stabilitas awal) perpindahan titik M terlalu kecil, sehingga kedudukan titik M dianggap tetap berada di bidang center line, pada kasus MT. Kharisma Selatan GM positif, sehingga posisi titik M di atas titik G.

d. Perhitungan nilai GM dihitung pada bidang center line, sehingga titik G’ akan dihubungkan dengan bidang center lain yaitu di titik Gv.

e. Titik G awal pada bidang center line akan mengalami kenaikan semua ke Gv.

f. Dengan kenaikan titik G ke Gv, berakibat nilai GM mengecil menjadi Gv M.

g. Pada MT. Kharisma Selatan awalnya nilai GM = 0,99 m, tetapi setelah kapal miring terjadi FSE, G naik ke Gv sebesar 0,5 m sehingga GvM menjadi 0,49 m.

Menghitung Lengan Penegak (GZ)

Menghitung Lengan Penegak (GZ) setiap sudut kemiringan untuk mengetahui kemampuan kapal untuk dapat kembali tegak semula setelah kapal mengalami kemiringan yang disebabkan pengaruh gaya-gaya dari luar seperti angin, ombak, tetapi dalam penelitian ini kapal mengalami kemiringan yang disebabkan pengaruh gaya-gaya dari dalam yaitu pemuatan yang tidak seimbang terhadap center line (tangki sebelah kiri lebih sedikit dibandingkan tangki sebelah kanan, selisih sebesar 30,9 ton di tangki sebelah kanan) peranan lengan penegak (GvZ) terkait dengan momen penegak lebih kecil daripada momen kemiringan, dengan demikian kapal akan bertambah miring dan akibatnya kapal akan memiliki nilai GvM = 0, dengan demikian kapal akan terbalik dan

Page 12: Vol2 no1 implementasi kebijakan perkapalan di pelabuhan tg perak surabaya, albertus hardjanto

12 Jurnal Aplikasi Pelayaran dan Kepelabuhanan, Volume 2, Nomor 1, September 2011

tenggelam, tetapi berhubung muatannya adalah minyak MFO dimana BJ = 0,9367 lebih kecil dari pada BJ air laut = 1,025, maka kapal mendapat tambahan daya apung cadangan, sehingga tidak sampai tenggelam ke dasar laut, tetapi hanya terbalik dan lunas kapal berada di permukaan air laut, untuk lebih jelas dibuat lengkung stabilitas statis dan kurva cosinus.

Data lengkung stabilitas statis dan kurva cosinus diperoleh dari KNKT lewat internet dapat dilihat pada Tabel 5.

Tabel 5 Lengkung Stabilitas Statis dan Kurva Cosinus

Moment Penegak (Righting Moment – MR) lebih kecil dari Moment Kemiringan (Heeling Moment – MH) (MR<MH)

Dari Tabel GZ Curves & Stability Cross Curves diperoleh Righting Moment dan Heeling Moment yang dapat dilihat pada Tabel 6.

Tabel 6 Righting Moment dan Heeling Moment

Dimana: D (displacement) = 879,37 ton MR (Moment Penegak), ton.m MH (Moment Penyebab Kemiringan), ton.m MR = MH hingga sudut miring 10° MR < MH pada sudut miring 10°-75°

Data momen penegak (MR) dan momen kemiringan (MH) berhubungan dengan tabel GZ Curves & Stability Cross Curves yang dapat dilihat pada Gambar 5.

Gambar 5. GZ Curves & Stability Cross Curves

Page 13: Vol2 no1 implementasi kebijakan perkapalan di pelabuhan tg perak surabaya, albertus hardjanto

Hardjanto: Implementasi Kebijakan Perkapalan… 13

Penjelasan Lengkung Stabilitas Statis: 1. Pada sudut kemiringan 10º terjadi deck edge immersion, ditandai deck kapal menyentuh permukaan air laut, dimana lengkungan stabilitas statis yang dibuat berdasarkan nilai GZ pada setiap sudut kemiringan dengan menggunakan Stability Cross Curves yang dibuat berdasarkan KG tertentu, apabila setelah kegiatan muat/bongkar KG tidak sama dengan KG tertentu, maka harus dikoreksi dengan rumus GG’ Sin Q, selain itu ada lengkungan yang dibuat berdasarkan rumus GZ : Cos Q, pada sudut kemiringan antara 0º - 10º kedua lengkungan masih berbentuk cekung, tetapi pada kemiringan 10º lengkung stabilitas statis berubah menjadi cembung, dan lengkungan GZ : Cos Q keluar dari lengkung stabilitas statis, pada titik itu (Qd) disebut deck edge immersion, kemudian kapal masih mengalami penambahan kemiringan dan kapal masih ada momen penegak, tetapi berhubung jumlah muatan lebih banyak di sebelah kanan sebesar 30,9 ton terhadap center line, maka terjadi permanent list atau kemiringan tetap, walaupun nilai GZ masih positif dan belum mencapai GZ maksimal pada sudut kemiringan 54º,5 (Qm), sehingga terjadi kondisi Momen Static Stability = Displacement x GZ lebih kecil dari momen kemiringan (Inclining Moment) sebesar 49,1615 t-m ke kanan (lihat selisih momen kemiringan tersebut di atas). 2. Selain kedua lengkung stabilitas tadi, masih ada satu lengkungan lagi yang dibuat berdasarkan rumus GG’ maksimum x Cos Q, pada saat lengkungan ini berhimpit dengan lengkung stabilitas statis, maka titik tersebut (Qt) menandakan maksimal kemiringan yang dapat ditolerir atau disebut maximum list pada sudut kemiringan 75º, dari sudut kemiringan tersebut dapat diketahui sudut kemiringan berbahaya atau disebut

dangerous list dengan rumus ½ x maximum list = ½ x 75º = 37º,5 3. Nilai GZ semakin berkurang akhirnya sampai nilai GZ = 0 di titik ini maka kapal terbalik karena moment static stability = 0, selanjutnya nilai GZ berubah menjadi (-) negatif, mulai sudut kemiringan 86º ditandai lengkungan stabilitas statis mengarah ke bawah menuju sudut kemiringan 90º dan seterusnya sampai lunas kapal berada di atas.

Penjelasan Lengkung Stabilitas Statis sesuai IMO Load Line Rules 1968. 1. Dari lengkung stabilitas statis tersebut di atas untuk mengetahui stabilitas dinamis (stabilitas saat kapal di laut lepas) dapat diketahui dengan menghitung luas di bawah lengkung stabilitas statis dengan satuan meter radian (1 m-rad = 57º,3). Cara menghitung dengan rumus Simson dapat dilihat pada Tabel 7.

Tabel 7 Luas di bawah Lengkung Stabilitas Statis

a. Area/luas 0º - 30º = 0, 0580 M - Rad. b. Area / luas 0º - 40º = 0, 0988 M – Rad. (–) c. Area / luas 30º - 40º =0, 0408 M - Rad.

Dari data luas di bawah lengkung stabilitas statis, kemudian dibandingkan dengan peraturan dari IMO Load Line 1968 terlihat pada Tabel 8 di bawah ini.

Tabel 8 IMO Load Line 1968

No Argumentation Ship condition

Load line rule 1968

Remark

1 Area under curve 0º - 30º 0,0580 m-rad > 0,050 m– rad Comply 2 Area under curve 0º - 40º 0,0988 m-rad > 0,090 m– rad Comply 3 Area between 30º - 40º 0,0408 m-rad > 0,030 m– rad Comply 4 GZ at Q > 30º 0,275 m > 0,020 m– rad Comply 5 Max GZ occurs at Q>0,20 54º,5 Not < 30º Comply 6 Gv M ( GM effective ) 0,49 m Not < 0,15 m Comply

Page 14: Vol2 no1 implementasi kebijakan perkapalan di pelabuhan tg perak surabaya, albertus hardjanto

14 Jurnal Aplikasi Pelayaran dan Kepelabuhanan, Volume 2, Nomor 1, September 2011

Setelah dibandingkan antara kondisi sebenarnya MT. Kharisma Selatan dengan IMO Load Line 1968 dari aspek lengkung stabilitas statis. a. Luas di bawah lengkung stabilitas

statis 0º- 30º masih sesuai dengan Load Line (LL) 1968.

b. Luas di bawah lengkung stabilitas statis 0º- 40º masih sesuai dengan LL 1968.

c. Luas di bawah lengkung stabilitas statis antara 30º-40º sesuai dengan LL 1968.

d. GZ maksimum 0,275 meter masih di atas ketentuan sesuai dengan LL 1968.

e. GZ maksimum 0,275 meter pada sudut kemiringan 54º,5 sesuai dengan LL 1968.

f. GM effective (setelah FSE) masih sesuai dengan IMO Load Line 1968.

Dengan kondisi tersebut diatas sebetulnya cukup baik dilihat dari aspek stabilitas, namun kondisi kapal yang sebenarnya adalah pada saat kapal selesai muat MFO, masih terikat dengan kapal lain pada lambung kiri dan dengan dermaga Benua yang terikat dengan haluan sebelah kiri, sebetulnya kapal miring ke kanan 3º,23 karena selisih pengisian MFO di tangki sebelah kanan 30,917 ton lebih banyak, tetapi karena tertahan tali tersebut di atas, kapal dalam posisi tegak, pada saat tali semua dilepas dan mulai ditarik mundur langsung kapal miring ke kanan, kemudian tangki-tangki di kapal yang tidak terisi penuh cairan akan menambah kemiringan kapal, karena semua cairan di dalam tangki berkumpul di sebelah kanan bidang center lain, hal inilah yang menyebabkan kapal bertambah miring, sehingga terjadi kondisi Momen Penegak lebih kecil dari Momen Kemiringan, dan kapal terbalik.

Pembuktian Terjadi Over Draft/Sarat Kapal Setelah Selesai Muat Marine Fuel Oil (MFO)

1. Berdasarkan data yang didapat dari MT. Kharisma Selatan sebagai berikut.

a. LBP (Length Between Perpendiculars) adalah……………………...44 meter.

b. Breadth (lebar kapal) ............8 meter. c. High (tinggi)………….......3,5 meter. d. Tropik draft………………3,3 meter. e. Cb (Block Coeficient)……........0,719 f. Displacement….……………835 ton. g. DWT (Dead Weight Ton) ….542 ton. h. TPC (Ton Per Centimeter Immersion)

..………..……………2,935 ton/cm. i. MTC (Moment To Change of Trim)

…………………………….7,9 ton-m j. Density (Berat Jenis) MFO…...0,9367

2. Tank Capacity: a. Cargo = 583,81 m³ b. Trunk = 16,49 m³

3. Data cargo: MFO = 504,666 m³ x 0,9367 = 472,7206 ton.

4. Data tangki kapal: HSD 14.000 ton Daily tank 750 liter x 0,9 = 675 liter

0,675 ton

Total 14,675 ton FW ( Fresh Water ) 24,000 ton Lub Oil = 350 liter x 0,9 = 315 liter

0,315 ton

Water Ballast ( WBT no 1 = 0 m³ ) 0 ton WBT no 2 = 29,06 x 1,025 = 29,7865 ton

29,7865 ton

WBT no 3 = 47,86 x 1,025 = 49,0565 ton

49,0565 ton

WBT no 4 = 0 m³ 0 ton Total 117,833 ton

5. Perhitungan Light Ship (Berat Kapal Kosong) a. Displacement = 835,00 ton

(lihat 1f) b. DWT = 542,42 ton

(lihat 1g) ------------------------------------- c. Light Ship = 292,58 ton

6. Perhitungan Displacement setelah muat a. Cargo DWT = 472,7206 ton (lihat no 3). b. Operating load = 117,8330 ton (lihat no 4). c. Constant/crew = 1,6500 ton

---------------------------------------- d. Total = 592,2036 ton

7. Displacement = 884,7836 ton (jumlah dari no 5c + 6d)

Page 15: Vol2 no1 implementasi kebijakan perkapalan di pelabuhan tg perak surabaya, albertus hardjanto

Hardjanto: Implementasi Kebijakan Perkapalan… 15

8. Displacement= Volume Displacemen x BJ Displacement = (panjang x lebar x draft x Cb) x BJ 884,7836 = 44 m x 8 m x draft x 0,719 x 1,025 884,7836 = 253,088 draft x 1,025 863,2 = 253,088 draft Draft Kapal = 3,41 meter setelah selesai kegiatan muat.

9. Perhitungan over draft kapal a.Draft kapal setelah kegiatan muat

MFO = 3,41 m b.Draft kapal pada daerah Tropik

(lihat no 1d) = 3,30 m ------------------------------------------

c.Kelebihan draft (Over Draft)= 0,11 m 10. Perhitungan over load (kelebihan

bobot yang ada di atas kapal) a. Dengan menggunakan rumus:

kelebihan bobot di kapal = selisih draft x TPC

b. Kelebihan bobot di kapal (Cargo+WBT+BB+FW) = 0,11 x 2,935 = 32,285 ton

Kapal Setelah Terbalik Dapat Ditegakkan Kembali dengan Pertolongan Crane Apung dan Bisa Dioperasikan Lagi 1. Kapal tanker didesain sedemikian

rupa sehingga sulit dapat terbalik, hal ini disebabkan biasanya dipakai untuk mengangkut barang cair yang BJ nya lebih kecil dari BJ air laut dan pengisiannya tidak melalui lubang palka tapi melalui pipa, sehingga air tidak masuk ke dalamnya.

2. Sewaktu kapal bungker kapal tender dengan kapal lain di sebelah kirinya dengan diikat dengan tros dan spring muka belakang.

3. Saat mulai bunker cargo tangki diisi bahan bakar tangki sebelah kiri dan kanan.

4. Pada waktu mengisi cargo tidak dapat terdeteksi ternyata tangki sebelah kanan terisi lebih banyak 30 ton, sehingga kapal miring ke kanan, tetapi tidak ketahuan karena tertahan

tros dan spring yang berada di kiri kapal (kapal tender kiri) dan sewaktu kapal ditarik mundur begitu tros dan spring dilepas semua, kapal dalam kondisi miring 3 derajat ke kanan.

5. Saat kapal miring ke kanan terjadi free surface effect sehingga kapal tambah miring ke kanan 7 derajat ke kanan

6. Moment ke kanan lebih besar dari pada moment penegak, akibatnya kapal terbalik sampai lunasnya kelihatan mengapung di permukaan laut.

7. Perhitungan GM saat itu baik tidak membahayakan stabilitasnya positif (0,99 m).

8. Tetapi karena pengaruh free surface effect sangat besar, maka kapal terbalik.

9. Menurut analisa kami, terbaliknya kapal Kharisma Selatan selain jumlah muatan yang dimuat 504,666 m kubik dikalikan BJ minyak yang dimuat 0,9367 = 472,7 ton, adapun data tangki kapal adalah sebagai berikut.

10. HSD = 14,000 ton 11. Daily tank 750 liter x 0,9 = 675 liter

atau 0,675 ton 12. Total minyak = 14, 675 ton 13. Fresh water = 24,000 ton 14. Lubricating oil 350 liter x 0,9 = 315

liter atau = 0,315 ton 15. Water Ballast Tank no 2 = 29,06 x

1,025 = 29,7865 ton 16. Water Ballast Tang no 3 = 47,86 x

1,025= 49,0565 ton 17. Grand Total 117,833 ton

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan Berdasarkan rekomendasi dari KNKT kepada Direktorat Jenderal Perhubungan Laut adalah Peningkatan dan Pengawasan terhadap penerapan ISM Code untuk semua perusahaan pelayaran. Rekomendasi untuk manajemen/operator kapal tanker

Page 16: Vol2 no1 implementasi kebijakan perkapalan di pelabuhan tg perak surabaya, albertus hardjanto

16 Jurnal Aplikasi Pelayaran dan Kepelabuhanan, Volume 2, Nomor 1, September 2011

meningkatkan pemahaman dan implementasi ISM Code bagi ABK. Rekomendasi untuk manajemen keselamatan perusahaan pelayaran adalah memperhatikan ketentuan dan aturan keselamatan pelayaran seperti halnya tidak mengoperasikan/memuati kapal yang belum memiliki sertifikat lengkap (khususnya sertifikat garis muat atau Load Line Certificate) sesuai IMO . Faktor-faktor yang mempengaruhi implementasi kebijakan keselamatan kapal terkait dengan ISM code, UU no. 17 tahun 2008, PP no. 51 tahun 2002 tentang Keselamatan Kapal Niaga, ditinjau dari a. Variabel Komunikasi adalah, setelah kapal dibeli oleh PT. Pelayaran Pasific Selatan pada bulan juli 2007 belum dibuat Safety Management System (SMS) atau Sistem Manajemen Keselamatan, sehingga tidak ada komunikasi dalam sosialisasi antara Perusahaan Pelayaran dengan Nakhoda kapal, dan juga tidak ada komunikasi sosialisasi tentang keselamatan kapal antara Nakhoda dengan Anak Buah Kapal, sesuai ISM Code/PP no. 51 tahun 2002 tentang keselamatan kapal. b. Variabel Sumber Daya Manusia adalah, sertifikat yang dimiliki oleh Nakhoda, KKM, perwira deck maupun mesin adalah ANT IV, ATT IV, dan ANT V, ATT V, sehingga mata pelajaran yang didapat di sekolah pelayaran masih terbatas, terutama stabilitas kapal, sesuai dengan rekomendasi dari KNKT untuk Awak kapal tanker tentang pendidikan dan pelatihan awak kapal harus ditingkatkan dan diawasi terutama dalam aspek keselamatan kapal. c. Variabel Disposisi adalah, diarahkan pada segi pemahaman dan kepatuhan dari aparat pelaksana terhadap peraturan, ketentuan dan arahan yang ada dalam struktur pelaksanaan tatacara peran-peran di kapal dari aspek keselamatan kapal, perlu komitmen dari seluruh jajaran dari darat dan kapal.

d. Variabel Struktur Birokrasi meliputi tugas-tugas dari masing-masing perwira deck maupun mesin serta anak buah kapal lainya sudah baku, tetapi berhubung sistem manajemen keselamatan belum ada, maka tidak ada System Operational Procedure (SOP), sehingga implementasi kebijakan keselamatan kapal terkait dengan prosedur pemuatan yang berhubungan dengan stabilitas kapal tidak dilaksanakan, hal ini dapat dilihat jumlah muatan pada tangki sebelah kanan lebih banyak dari tangki kiri sebanyak 30,9 ton sehingga kapal miring ke kanan dan tidak terdeteksi akibat tertahan tros/tali yang diikat dengan kapal lain pada lambung kiri, dengan demikian kapal kelihatan tegak. Penyebab Miringnya Kapal a. Pengisian muatan MFO tidak merata antara Cargo Oil Tank (COT) kiri dan sebelah kanan ada perbedaan sebanyak 30,917 ton, sehingga kapal miring kekanan 3º, 23 tetapi karena kapal tender (sandar) dengan kapal sebelah kiri dengan cara diikat dengan tros/tali, maka kapal tetap dalam kondisi tegak. b. Kapal terjadi over draft sebesar 0,11m, hal ini disebabkan adanya kelebihan jumlah bobot dikapal yang terdiri dari; muatan + bahan bakar kapal + air tawar + air ballast + constan sebesar 32,285 ton, yang tidak dapat terdeteksi karena belum ada lambung timbul (belum diterbitkan sertifikat lambung timbul). c. GM setelah selesai memuat MFO positif sebesar 0,99 meter, tetapi setelah kapal lepas sandar dan ditarik mundur kapal miring dan terjadi free surface yang berakibat adanya kenaikan semu titik G ke Gv sebesar 0,5 meter, akibatnya nilai GM berubah menjadi GvM sebesar 0,49 meter. Kapal miring 7º ke kanan. d. Kapal bertambah miring, pada kemiringan 10º sesuai lengkung stabilitas statis kapal mengalami kondisi

Page 17: Vol2 no1 implementasi kebijakan perkapalan di pelabuhan tg perak surabaya, albertus hardjanto

Hardjanto: Implementasi Kebijakan Perkapalan… 17

deck edge immersion yang ditandai deck kapal mulai menyentuh permukaan air. e. Pada kemiringan kapal mencapai sudut 37º,5 kapal masuk dalam kriteria kemiringan berbahaya walaupun kapal masih memiliki lengan penegak yang cukup untuk mengembalikan posisi tegak, tetapi berhubung momen penegak lebih kecil dari momen kemiringan sebesar 49,1615 ton-m ke kanan ,maka kapal bertambah miring (secara perhitungan dapat dilihat pada pembahasan penyebab kemiringan dari aspek stabilitas kapal). f. Pada kemiringan 75º merupakan sudut kemiringan yang tidak dapat ditolerir karena merupakan maximum list (lihat curva static stability) selanjutnya nilai GZ atau lengan penegak semakin mengecil. g. Pada sudut kemiringan 86º nilai GZ=0 berarti kapal terbalik dan tenggelam, tetapi tidak sampai ke dasar laut, karena BJ dari muatan MFO lebih kecil yaitu 0,9367 bila dibandingkan dengan BJ air laut sebesar 1,025 sehingga muatan MFO menambah daya apung cadangan dan lunas kapal terlihat di permukaan air laut, kemudian minyak mulai keluar dari pipa udara dari masing masing COT dan terjadi pencemaran laut, hal ini dilakukan pencegahan dengan memasang oil boom dari KPLP dan Pertamina dan memasang oil skimmer. h. Dengan bantuan Jumbo Crane tanggal 21 Desember 2007 kapal dapat ditegakkan.

Saran Dari data kecelakaan kapal yang

tercatat dalam database tahun 2007 di Dirjen Perhubungan Laut Departemen Perhubungan, dimana kecelakaan terbanyak karena faktor kelalaian manusia (human error), dan tidak melaksanakan peraturan tentang keamanan dan keselamatan kapal, maka disarankan hal-hal sebagai berikut.

Manajemen Perusahaan Pelayaran dan Nakhoda beserta awak kapal mengetahui, mengerti, dan melaksanakan peraturan keselamatan kapal secara konsisten dan seluruh jajaran memiliki komitmen tinggi tentang keselamatan kapal, sehingga kejadian serupa tidak terulang lagi. Perlu adanya sosialisasi secara periodik kepada seluruh bagian yang terkait tentang keselamatan kapal, lebih baik melakukan langkah-langkah preventif untuk mencegah terjadinya kecelakaan kapal. Setiap perusahaan pelayaran perlu melaksanakan Sistem Manajemen Keselamatan, dan membuat SOP, serta melakukan internal audit untuk mengetahui temuan-temuan yang terkait dengan keselamatan kapal, kemudian dilakukan langkah-langkah tindak lanjut perbaikan, dan jangan sampai terjadi temuan pada audit mutu internal berikutnya. Penanganan dan pengaturan muatan di atas kapal sangat berpengaruh terhadap stabilitas kapal di pelabuhan maupun dalam pelayaran di laut. Periksa dan periksa ulang setiap kegiatan, dan dilakukan daftar periksa (check list) sehingga bila terjadi sesuatu di luar prosedur dapat terdeteksi secara dini. Kerjasama tim (team work) yang solid antara manajemen darat dan kapal, jangan hanya mengutamakan keuntungan tetapi mengabaikan keselamatan kapal termasuk jiwa manusia dan kehilangan harta benda. Mentaati dan melaksanakan semua peraturan nasional dan internasional demi keselamatan kapal dan lingkungan.

DAFTAR PUSTAKA 1. Derret. 1977. Ship Stability for

Master and Mates. Fourth Impression.

2. Ekowati, Mas Roro Lilik. 2008. Perencanaan Implementasi & Evaluasi Kebijakan atau Program

Page 18: Vol2 no1 implementasi kebijakan perkapalan di pelabuhan tg perak surabaya, albertus hardjanto

18 Jurnal Aplikasi Pelayaran dan Kepelabuhanan, Volume 2, Nomor 1, September 2011

(Suatu Kajian Teoritis dan Praktis). Surakarta: Penerbit Pustaka Cakra.

3. Ekowati, Mas Roro Lilik. Perencanaan Implementasi dan Evaluasi Kebijakan atau Program.

4. International Conference on the Safety Of Life At Sea, 1974.

5. International Convention on Standard Training Certification and Watchkeeping 1978 amandement 1995 (STCW).

6. International Safety Management Code (ISM Code).

7. Istopo. 1997. Stabilitas Kapal. Jakarta: CA. AIP.

8. Jauhari, Sudiono. Buku Ajar Stabilitas Kapal. Jakarta: BP3IP.

9. Klinkert, J. Extra Master. 1982. Nautical Calculations Explained.

10. La Dage, John. 1961. Stability and Trim for the Ship’s Officer.

11. Nugroho, Riant. 31 Januari 2008. Public Policy.

12. Peraturan Pemerintah Nomor 51 Tahun 2002 tentang Perkapalan.

13. Pursey, H. J. Extra Master. 1980. Merchant Ship Stability.

14. Soegianto. Stabilitas Kapal. Semarang: PIP.

15. Sugiyono. 2010. Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D. Bandung: Penerbit ALFABETA.

16. Suharto, Edi. 2006. Analisis Kebijakan Publik. Edisi Revisi. Bandung: Penerbit ALFABETA.

17. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran.

18. Undang-Undang Nomor 21 Tahun 1992 tentang Pelayaran.