Virus
Transcript of Virus
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG
Dalam menjalankan profesinya, dokter gigi tidak terlepas dari
kemungkinan untuk berkontak secara langsung ataupun tidak langsung dengan
mikroorganisme dalam saliva dan darah pasien. Kedokteran gigi merupakan salah
satu bidang yang rawan untuk terjadinya kontaminasi silang antara pasien-dokter
gigi, pasien-pasien dan pasien-perawat, adanya medical history pada rekam medis
dapat mempermudah dokter gigi untuk mencurigai adanya penyakit infeksi yang
diderita pasien. Namun, tidak semua pasien dengan penyakit infeksi dapat
langsung diidentifikasi oleh medical history, pemeriksaan fisik, atau tes
laboratorium. Keterbatasan ini lah yang mengantar para pelaku medis untuk
menerapkan konsep pencegahan universal. Pencegahan universal mengacu pada
metode kontrol infeksi pada semua darah manusia dan cairan tubuh (pada bidang
kedokteran gigi: saliva) dan proteksi diri yang dilakukan dokter gigi. Pencegahan
universal adalah prosedur kontrol infeksi dan proteksi dokter gigi yang
diterapkan pada semua pasien.1
Pada klinik gigi, saliva pasien, plak gigi, darah, pus, dan cairan krevikular
dapat teraerosol dan meninggalkan noda. Mikroorganisme dapat menyatu dengan
material-material tersebut dan menyebabkan infeksi hingga dapat menularkan
penyakit. Beberapa penyakit yang paling umum adalah influenza, penumonia,
1
TBC, herpes, hepatitis dan AIDS.1 Salah satu upaya pencegahan terhadap
infeksi silang adalah dengan penerapan proteksi diri yang baik dan benar oleh
dokter gigi.
Peningkatan insiden infeksi virus hepatitis B (HBV) dan human
immunodeficiency virus (HIV) menyebabkan peningkatan kewaspadaan terhadap
infeksi silang semakin meningkat. Menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO),
antara 35 juta pekerja kesehatan di seluruh dunia, sekitar tiga juta menerima
eksposur perkutan patogen melalui darah setiap tahun. Dua juta di antaranya
tertular HBV( virus Hepatitis B), 900.000 tertular HCV(virus Hepatitis C) dan
170,000 tertular HIV. Hepatitis B adalah salah satu penyakit yang paling umum
dan serius di dunia. Penyakit ini adalah 100 kali lebih menular dibandingkan HIV.
Menurut WHO, ada sekitar 350 juta pembawa hepatitis kronis B (HBV) di seluruh
dunia. Sampai dengan 2 juta orang meninggal setiap tahun dari infeksi virus
hepatitis B, sehingga menjadi urutan kesembilan penyebab utama kematian di
seluruh dunia.2 Hal inilah yang menyebabkan tenaga medis khususnya dokter gigi
harus memperhatikan keselamatan dirinya dengan cara menerapkan proteksi diri
sebagai upaya untuk mencegah terjadinya infeksi silang
Banyak pasien dan tenaga medis di kedokteran gigi yang beresiko untuk
tertular microorganisme pathogen seperti HIV dan AIDS, hepatitis B (HBV),
hepatitis C (HCV), herpes simplex virus , Mycobacterium tuberculosis (TBC),
virus influenza H1N1, staphylococci, streptococci, serta berbagai macam virus,
bakteri yang berkolonisasi serta menginfeksi rongga mulut, yang dapat ditularkan
dari pasien ke dokter gigi dan dokter gigi ke pasien. 3
2
Penyebaran infeksi membutuhkan sumber infeksi antara lain berupa darah,
saliva, atau jaringan yang merupakan perjalanan dari sumber infeksi tersebut.
Penyakit infeksi dapat menyebar di tempat praktek melalui kontak langsung
antara manusia dengan manusia, kontak tidak langsung, inhalasi langsung maupun
tidak langsung, autoinokulasi dan ingesti.3
Penelitian ini dilakukan di Kota Makassar karena melihat jumlah kasus
panyakit infeksi menular, seperti HIV, hepatitis, TBC semakin meningkat tiap
tahunnya. Menurut data Dinas Kesehatan Kota Makassar jumlah kasus HIV pada
tahun 2008 sebanyak 2.056 orang terjangkit HIV. Pada tahun 2009 menembus
angka 2.372 orang atau mengalami peningkatan sebanyak 316 kasus dan pada
Oktober tahun 2010 mencapai angka 2.711 orang. 4
Meningkatnya prevelensi orang yang terjangkit penyakit infeksi menular
di Kota Makassar merupakan kondisi yang patut diwaspadai, khususnya yang
berprofesi sebagai dokter gigi, karena dokter gigi merupakan salah satu profesi
yang rawan untuk terjadinya kontaminasi silang, sehingga butuh proteksi diri
yang lebih maksimal dari dokter gigi untuk melindungi dirinya dari infeksi silang.
Dan penelitian ini dilakukan untuk melihat bagaimana dokter gigi memproteksi
diri terhadap adanya infeksi silang antara dokter gigi dengan pasien.
3
1.2 RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan uraian dalam latar belakang masalah tersebut di atas, dapat
dirumuskan pertanyaan penelitian sebagai berikut:
Bagaimana dokter gigi memproteksi diri sebagai upaya pencegahan terhadap
infeksi silang ?
1.3 TUJUAN PENELITIAN
1.3.1 Umum :
Untuk mengetahui penerapan proteksi diri dokter gigi sebagai upaya pencegahan
terhadap infeksi silang
1.3.2 Khusus :
1. Untuk mengetahui dokter gigi yang divaksin hepatitis
2. Untuk mengetahui penggunaan perlindungan pribadi (Personal Protection
Equipment) oleh dokter gigi yang meliputi: pemakaian masker, sarung
tangan, kacamata pelindung dan pakaian pelindung (jas praktik)
3. Untuk mengetahui metode sterilisasi yang digunakan dokter gigi
4. Untuk mengetahui penggunaan larutan desinfektan oleh dokter gigi
5. Untuk mengetahui tindakan selama pemeriksaan dan selama prosedur
perawatan
4
1.4 MANFAAT PENELITIAN
Adapun manfaat yang dapat diperoleh dari penelitian yang dilakukan adalah
sebagai berikut:
1. Diharapkan penelitian ini dapat menjadi sumber informasi mengenai proteksi
diri dokter gigi sebagai pemutus rantai infeksi silang
2. Memberikan informasi tentang pentingnya dokter gigi memproteksi dirinya
sehingga dapat terhindar dari infeksi silang selama pelayanan perawatan
3. Memberikan informasi tentang bagaimana proteksi diri dokter gigi sebagai
pemutus rantai infeksi silang di tempat praktik
4. Diharapkan penelitian ini dapat memperkaya khasanah ilmu pengetahuan dan
merupakan bahan bacaan bagi mahasiswa kedokteran gigi serta pengembangan
penelitian-penelitian yang berkaitan dengan tema serupa.
5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. PENYAKIT INFEKSI DI TEMPAT PRAKTEK DOKTER GIGI
Banyak penyakit yang dijumpai pada praktek dokter gigi. Kadang-kadang pasien
yang terinfeksi datang untuk mencari perawatan, dan kadang-kadang juga staf
dokter tertular oleh kondisi penyakit dari pasien.
2.1.1. Hepatitis
1. Hepatitis A
Virus hepatitis A (HAV) adalah penyakit keturunan dan merupakan virus
RNA. Infeksi HAV menyebabkan penyakit kuning dan jarang menyebabkan
kematian. Pada orang dewasa tingkat kematian adalah sekitar 1 dari 1000 orang
dan pada orang lebih dari 50 tahun tingkat kematian sekitar 27 dari 1000. Masa
inkubasi virus hepatitis A adalah sekitar 4 sampai 6 minggu. Setelah seseorang
sembuh dari infeksi virus hepatitis A, orang tersebut akan terlindungi seumur
hidup. Vaksin untuk virus Hepatitis A sekarang sudah tersedia. Jika seseorang
belum terkena HAV, vaksinasi satu kali dapat memberikan kekebalan seumur
hidup.5
2. Hepatitis B
6
Infeksi virus hepatitis B (HBV) disebabkan oleh virus DNA yang
merupakan suatu Hepadnavirus. Secara klinis kebanyakan pasien yang terinfeksi
HBV tidak teridentifikasi.5 Virus ini diperkirakan menginfeksi sepertiga dari total
populasi dunia dan sekitar sekitar 20% dari mereka terinfeksi kronis. Tidak hanya
menyebabkan infeksi kronis, virus ini juga dapat menyebabkan sirosis hati dan
karsinoma hepatoseluler. Sebagai tahap awal dalam mencegah infeksi HBV, small
hepatitis B surface antigen (sHBsAg) digunakan sebagai komponen utama dari
vaksin hepatitis B. 6
Ada sekitar 2-7% dari populasi di Asia Selatan, Timur Tengah, wilayah
Mediterania, Eropa Timur, Rusia, Bagian Tengah dan Selatan wilayah Amerika
terinfeksi dengan virus ini. Daerah Alaska dan Kanada (Tundra), Amerika
Selatan, Afrika, Asia Tenggara termasuk Cina dianggap memiliki prevalensi yang
tinggi (> 8% dari populasi). Sebagian besar Amerika Utara, Amerika Selatan,
Australia, dan Eropa Barat dianggap memiliki prevalensi yang rendah (<2% dari
populasi). Masa inkubasi berlangsung 45-160 hari oleh karena itu disebut juga
infeksi hepatitis kronis. Transmisi dapat secara perkutan dan non-perkutan, tetapi
ditularkan terutama melalui darah. Virus hepatitis ini sangat menular dan telah
diakuisisi oleh dokter gigi occupationally di masa lalu. Menurut Hasil infeksi
HBV - sekitar 90% dari yang terinfeksi menjadi sehat kembali, sekitar 9-10%
menjadi pembawa asimtomatik atau menderita hepatitis kronis persisten; sekitar
1% berkembang menjadi penyakit fulminan setelah terinfeksi dan menyebabkan
kematian. Vaksin terhadap infeksi HBV telah tersedia. Tingkat infeksi di kalangan
dokter gigi (termasuk dokter umum dan spesialis) berkisar dari 13,6% sampai
7
38,5%. Oleh karena itu penyakit ini tidak sedikit menyerang dokter gigi. Ada
beberapa kasus dokter gigi yang terinfeksi HBV dari pasien . Menurut Centers for
Disease Control & Prevention (CDC) dosis vaksin booster mungkin tidak
dianggap perlu karena respon anemnistic dan kurangnya bukti dari orang yang
sebelumnya diimunisasi menjadi terinfeksi kembali (tubuh akan menunjukkan
respon imun protektif).5
3. Hepatitis C
Hepatitis C Virus (HCV) di identifikasi pertama kali pada tahun l998 dan
merupakan penyebab utama dari hepatitis non-A, non-B. Hepatitis C merupakan
penyakit yang penting karena bertanggung jawab atas sekitar 90% hepatitis pasca
transfusi dan diduga 3% populasi dunia telah terinfeksi virus hepatitis C yang
mempunyai masa inkubasi sekitar 7 minggu (2-26 minggu). Hepatitis C kronis
menjadi penyebab utama dari Sirosis hati dan Karsinoma hepatoseluler.7 Lebih
dari 60% yang terinfeksi dapat menjadi penyakit hati kronis. Dari yang terjangkit
penyakit ini, 30-60% menjadi penyakit hati aktif dan 5-20% menjadi sirosis hati.5
Virus hepatitis C biasanya menular melalui transfusi darah, kontak dengan
darah dan cairan tubuh lainnya. Penyakit ini juga biasa terlihat pada orang-orang
yang menggunakan berbagi jarum selama pemakaian narkoba, dan pada pasien
dengan penyakit menular seksual lainnya. Penyakit ini bisa sangat melemahkan
dan bisa berakibat fatal.5
Sebelum ditemukannya tes serologis untuk hepatitis C, diagnosis hepatitis
non-A non-B ditegakkan atas eksklusi hepati-tis A, hepatitis B dan kemungkinan
8
penyebab hepatitis lain. Virus hepatitis C merupakan virus RNA beruntai tunggal
termasuk famili Flaviviridae. Genom HCV ditemukan pada tahun 1989 oleh Choo
dkk. Karena struktur genom HCV yang sangat heterogen dan mudah mengadakan
mutasi maka mudah terjadi variasi perjalanan klinik infeksi HCV, respon terapi
anti virus yang kurang baik dan sulitnya pem buatan vaksin. Keberhasilan terapi
anti virus terhadap infeksi HCV lebih rendah dibandingkan dengan terapi hepatitis
virus B dan angka relapsnya lebih tinggi.7
4. Hepatitis D
Virus hepatitis D adalah suatu virus seperti partikel yang selalu tergantung
pada kehadiran infeksi virus Hepatitis B pada pasien (piggy-back virus). Penyakit
ini mungkin terjadi sebagai koinfeksi dengan HBV atau setelah terinfeksi oleh
HBV. Cara penularannya dapat melalui darah dan kontak cairan tubuh lainnya.5
Infeksi virus hepatitis D adalah infeksi paling berbahaya yang terjadi pada
pasien. Dokter gigi harus menghindari kontak dengan darah dan cairan tubuh lain
dari pasien dengan menggunakan teknik perlindungan yang baik dan benar serta
memiliki pembuangan limbah yang baik untuk menghindari infeksi silang antara
pasien lainnya.5
2.1.2. Human Immunodeficiency Virus
9
AIDS disebabkan oleh HIV (Human Immunodeficiency Virus) yaitu suatu
virus yang melumpuhkan sistem kekebalan tubuh.8 HIV atau Human
Immunodeficiency Virus penularan terjadi melalui kontak dengan darah dan cairan
tubuh lainnya. Penyakit ini diidentifikasi pada bulan Juni 1981 dan telah mewabah
sampai abad ke-20. Awalnya penyakit ini hanya terlihat pada masyarakat
homoseksual dan kemudian ditemukan pada semua lapisan masyarakat termasuk
heteroseksual, perempuan dan anak-anak. Infeksi ini meningkat di daerah Asia
Selatan dan Asia Tenggara, sementara tingkat infeksi menurun atau stabil di
daerah Amerika Serikat. Awalnya Infeksi HIV berkembang menjadi kondisi yang
lebih parah dan melemahkan dimana hal ini terkait dengan infeksi lain yang
disebut AIDS atau Acquired Immunodeficiency Syndrome. 5
Ada banyak klasifikasi untuk AIDS seperti Center For Disease Control’s
Surveilance Definition, Klasifikasi Walter- Reed atau Klasifikasi WHO. Pada
tahap awal infeksi HIV tidak dapat terlihat dan biasa disertai dengan gejala seperti
lemah, artralgia, atau bahkan sama sekali tanpa gejala. Pada perkembangannya,
infeksi HIV dapat dikaitkan dengan berbagai kondisi. Beberapa lesi oral yang
terkait dengan infeksi HIV dan AIDS adalah Hairy Leukoplakia, Kaposi’s
Sarkoma dan Kandidiasis. Sangat penting dokter gigi untuk mengetahui
tampakan klinis dari lesi oral tersebut. Selain kondisi dalam rongga mulut, ada
juga kondisi sistemik seperti infeksi protozoa, infeksi jamur, infeksi virus lain dan
infeksi mikobakteri. Meskipun mungkin ada pasien yang telah terinfeksi HIV
oleh dokter gigi, namun di Florida, USA, tidak ada kasus penularan HIV dari
10
dokter gigi yang telah dilaporkan. Tidak ada eksposur kepada dokter gigi atau
perawat gigi yang terinfeksi selama perawatan gigi.5
2.1.3. Tuberkulosis
Tuberkulosis merupakan salah satu penyakit menular yang paling lama
dikenal oleh manusia. Di masa lalu Negara yang paling banyak terjangkit
Tuberkulosis masih ada dibawah kontrol. Tapi sekarang penyakit ini telah muncul
kembali dengan tipe baru multi-drug-resistant-strains.5 Mycobacterium
Tuberkolosis adalah bakteri yang dibawa oleh infektif udara inti droplet dan dapat
dihasilkan oleh paru-paru, bersin, batuk, berbicara atau menyanyi. Partikel-
partikel yang sangat kecil (1-5 µm) dapat tinggal di udara selama berjam-jam.
Infeksi dapat terjadi ketika seeorang menghirup inti droplet yang mengandung M.
tuberkolosis, yang kemudian berjalan sampai ke alveoli paru-paru.9
Setiap tahun sekitar 8 juta orang terjangkit TB dan 3 juta diantaranya
meninggal. TB banyak menyerang system pernafasan, gejala penyakit TBC aktif
adalah batuk lebih dari 3 minggu (batuk produktif), dahak dengan
darah,kelelahan, malaise, demam, penurunan berat badan yang tidak dapat
dijelaskan, dan berkeringat di malam hari. Jika didiagnosis dengan infeksi aktif
pasien harus dirawat sampai sembuh dan kemudian dapat dilakukan perawatan
gigi. Di Amerika Serikat, dokter gigi dapat menunda perawatan gigi sampai
pasien tersebut telah dikatakan sembuh, dan pengobatan gigi darurat dapat
diberikan tetapi harus dilengkapi dengan perlengkapan khusus dengan kontrol
kontaminasi silang dalam pekerjaan. Fasilitas tersebut meliputi ruang pengobatan
11
yang negatif terkontaminasi virus. Pendingin udara dan sistem ventilasi juga harus
dilengkapi dengan filter HEPA dan personil harus menggunakan masker yang
memiliki filter HEPA selama kontak dengan pasien yang terinfeksi. Dokter gigi
dan staf harus menjalani tes untuk penyakit secara periodik, terutama jika tinggal
di daerah endemis dengan prevalensi yang tinggi. Banyak lembaga-lembaga
kesehatan di Amerika Serikat telah membuat pengujian TB tahunan dan memiliki
rencana pengendalian TB yang efektif. Di daerah endemik, pengujian dapat
dilakukan setiap enam bulan. Rencana kontrol yang sama dapat diadopsi oleh
klinik individu untuk kepentingan personil dan pasien.5
Dalam praktek dokter gigi, dokter gigi dan perawat gigi dapat terinfeksi
oleh berbagai penyakit. Berikut adalah penyakit dan durasi pekerja kesehatan
yang terpapar infeksi dapat kembali bekerja.5
TABEL II.1.a. Durasi pekerja kesehatan yang terpapar infeksi dapat kembali bekerja
Kondisi DurasiConjunctivitis Setelah lakrimasi hilangStaph. Aureus (active) Setelah lesi sembuh Strep. Group A Sampai 24 jam, setelah pengobatan
antimikroba mulai efektifViral Respiratory Infection Setelah resolusi gejala akutActive Tuberculosis Setelah pengobatan dengan antimikroba
dan setelah dianggap tidak menularPositive Skin Test for TB Setelah evaluasi untuk status menular, x-
ray dada, dan pengobatan jika diperlukan sampai dianggap tidak menular
Influenza Setelah gejala selesaiPediculosis (hair lice) Setelah selesai pengobatan dan tidak ada
kutuHerpetic Whitlow Setelah lesi sembuhOrofacial Herpes Sampai lesi sembuh, perlu secara teratur
minun obat anti-herpesTABEL II.1.b. Durasi pekerja kesehatan yang terpapar infeksi dapat kembali bekerja
12
Kondisi DurasiChicken Pox (Varicella) Setelah lesi kering dan lapisann luar lesi
keluarShingles (Herpes Zoster) Setelah lesi kering dan lapisann luar lesi
keluarHepatitis B (HBe antigen +ve) Sampai antigen e hepatitis B negatifHepatitis C Seropositive Perlu menggunakan UP/SP, Teknik aseptik
yang tepat untuk melindungi pasien, Anti-virus Obat, Pengawasan
HIV/AIDS After anti-retroviral therapy started, UP/SP and expert panel /Infectious Diseases MD to monitor clinician
Measles Sampai 7 hari setelah rush munculMumps Sampai 9 hari setelah timbulnya parotitisRubella Sampai 5 hari setelah rush munculPertussis Setelah 5 hari dari awal terapi antimikroba
yang efektifDiarrhea Sampai gejala selesaiAmoebiasis Setelah memulai terapi antimikroba yang
efektif dan sampai gejala selesaiEnteroviral Infections Sampai gejala selesaiHepatitis A Sampai 7 hari setelah penyakit kuning
Sumber: Kohli A., Puttaiah R. Infections Control And Occupational Safety recommendations For Oral Health Professional. Dental Council of India. [internet] Available from URL: http://www.osap.org diakses 20 Desember 2011
2.2 PERJALANAN TRANSMISI PENYAKIT
Pada dunia kedokteran gigi, penyakit dapat ditularkan dari pasien ke
pasien, dokter gigi ke pasien, dan pasien ke dokter gigi, jika tindakan pencegahan
yang memadai tidak dilaksanakan. Beberapa cara penularan penyakit berdasarkan
keparahannya antara lain: 5
2.2.1. Perkutaneus (resiko tinggi)
Inokulasi mikroba dari darah dan saliva yang ditularkan melalui jarum atau benda
tajam.
13
Gambar II.1 Perkutaneus. Sumber: http://www.osap.org diakses 20 Desember 2011
2.2.2. Kontak langsung (resiko tinggi)
Tersentuh atau terpaparnya kulit yang non-intact terhadap lesi oral yang
menginfeksi, permukaan jaringan yang terinfeksi, atau cairan yang terinfeksi,
percikan cairan yang terinfeksi.
Gambar II.2 : Kontak langsung. Sumber: http://www.osap.org diakses 20 Desember 2011
2.2.3. Inhalasi aerosol atau droplet yang patogen (resiko sedang)
Menghirup bioaerosol yang mengandung material infektif saat menggunakan
handpiece dan scaler atau droplet nucleii yang berasal dari batuk.
14
Gambar II.3: Inhalasi. Sumber: http://www.osap.org diakses 20 Desember 2011
2.2.4. Kontak tidak langsung
Melalui menyentuh permukaan benda mati yang terkontaminasi pada ruangan
perawatan atau ruang operasi.
Gambar II.4: Kontak tidak langsung. Sumber: http://www.osap.org diakses 20 Desember 2011
Resiko transmisi penyakit bervariasi tergantung dari daya tahan tubuh
host, virulensi, infektivitas organisme, dosis atau jumlah mikroorganisme, waktu
pemaparan, dan cara transmisi.kontrol terhadap virulensi ortganisme pathogen
15
atau mengurangi kerentanan pasien hampir tidak mungkin. Petugas klinis harus
mengerti tentang proses penyakit, route transmisi, metode mengontrol transmisi,
dan mengimplementasikan proteksi diri selama praktek sebagai pencegahan
terhadap infeksi silang. Imunisasi terhadap penyakit, penggunaan peralatan
pelindung, kontrol pada teknik dan tempat kerja, disinfeksi permukaan/peralatan,
sterilisasi instrumen yang kritis dan semi-kritis, penggunaan protokol aspetik
selama perawatan dan secara luas mencakup wilayah Dental Control Infection &
Keselamatan Kerja dokter gigi.5
Penyakit infeksi yang biasa dijumpai pada bidang kedokteran gigi dan cara
transmisinya dapat dilihat pada tabel dibawah ini.5
TABEL II.2.a. Penyakit infeksi yang biasa dijumpai pada bidang kedokteran gigi dan cara transmisinya
Kondisi Habitat Routes of TransmissionSexually transmitted diseases
1. Herpetic Infections
2. Acute herpetic gingivostomatitis
3. Herpetic Whitlow
4. Goncoccal Infections
5. Chlamydial Infection
6. Trichomonal Infections
Oral, pharynx, ano-genital, skin, viscera, eye
Oral, gingival, pharynx
Fingers, hands
Oral, pharynx, genitals
Genitals, eye, oropharynx
Genitals, oropharynx, oral, gastrointestinal
Contact-lesion exudate, saliva, sexual contact, blood
Contact-lesion exudate, saliva, bloodContact-lesion exudate, saliva, bloodContact-lesion exudate, saliva, blood, nasopharyngeal secretionsContact-lesion exudate, genital secretions, secretions from eyeContact-lesion exudate, mucosa, saliva, blood, body fluids
16
TABEL II.2.b. Penyakit infeksi yang biasa dijumpai pada bidang kedokteran gigi dan cara transmisinyaKondisi Habitat Routes of TransmissionSexually transmitted diseases
7. Condyloma Acuminatum
8. Syphilis
9. Infectious Mononucleosis
10. Hepatitis B Virus Infection
11. Hepatitis D Virus Infection
12. Hepatitis C Virus Infection
13. Human Immunodeficiency Virus Infection
Ano-genital, skin, oral, mucosal areasGenitals, skin, oral mucosa, oropharynxSkin, oral mucosa, genitals, parotids, salivaLiver, blood, body fluids
Liver, blood
Liver, blood
Blood, oral mucosa, skin
Contact-lesion, mucosa, bloodContact-lesion, mucosa, blood, saliva, body fluidsContact-mucosa, saliva, lesion exudateContact-blood, saliva, body fluidsContact-blood, saliva, body fluidsContact-blood, saliva, body fluidsContact-blood, semen, non-intact, skin
Respiratory Diseases
1. Common Cold
2. Sinusitis
3. Pharyngitis
4. Pneumonia
5. Tuberculosis
6. SARS
7. Avian Influenza
(H5N1 Flu)
Upper Respiratory Tract
Upper Respiratory Tract
Upper Respiratory Tract
Respiratory Tract
Respiratory Tract
Respiratory Tract
Respiratory Tract,
Gastrointestinal Tract
Aerosol, contact
Aerosol, droplet
Aerosol, droplet
Aerosol, droplet
Aerosol, droplet
Aerosol, droplet, intimate contact
Aerosol, droplet, intimate
contact
17
TABEL II.2.c. Penyakit infeksi yang biasa dijumpai pada bidang kedokteran gigi dan cara transmisinyaKondisi Habitat Routes of TransmissionChildhood Diseases
1. Chickenpox2. Herpangina3. Hand, foot and
mouth disease4. Rubella and
Rubeola5. Mumps
6. Cytomegalo virus infection
Oral, skinOral, oropharynxOral, hands, feet
Respiratory Tract, oral, skinParotids, panereas, testis, CNSSalivary glands
Droplet, contactDroplet, contactDroplet, contact, ingestionDroplet, contact, saliva, blood, exudateDroplet, contact, saliva
Droplet, contact, saliva, blood
Other Common Conditions
1. Hepatitis A Virus Infection
2. Hepatitis E Virus Infection
Liver, gastrointestinal tractLiver, gastrointestinal tract
Ingestion, rarely blood
Ingestion, rarely blood
Sumber: Kohli A., Puttaiah R. Infections Control And Occupational Safety recommendations For Oral Health Professional. Dental Council of India. [internet] Available from URL: http://www.osap.org diakses 20 Desember 2011
2.3 PROTEKSI DIRI DALAM TEMPAT PRAKTEK DOKTER GIGI
2.3.1. Imunisasi
Pekerja pada bidang kedokteran gigi memiliki resiko pemaparan dan
terinfeksi oleh organism penginfeksi. Imunisasi bertujuan untuk mengurangi
jumlah pekerja terinfeksi penyakit infeksi dan mengurangi terjadinya transmisi
penytakit terhadap pekerja lain dan pasien. Imunisasi merupakan bagian penting
dari program pencegahan dan proteksi diri pekerja kesehatan, dan peraturan
imunisasi menyeluruh harus diberlakukan pada semua fasilitas yang menyediakan
perawatan dental. 9
18
Imunisasi merupakan suatu cara yang efektif untuk memberikan kekebalan
khusus terhadap seseorang yang sehat, dengan tujuan utama untuk menurunkan
angka kesakitan dan kematian karena berbagai penyakit yang dapat dicegah
dengan imunisasi.10
Sesuai dengan program pemerintah (Departemen Kesehatan) tentang
Program Pengembangan Imunisasi (PPI), maka setiap anak Indonesia harus
mendapatkan imunisasai dasar sebagai perlindungan terhadap 7 jenis penyakit
utama, yaitu penyakit tuberkulosis dengan pemberian imunisasi BCG, penyakit
difteria, tetanus dan pertusiss (batuk rejan) dengan imunisasi DPT, penyakit
poliomeyelitis dengan imunisasi polio, penyakit campak dengan imunisasi
campak dan penyakit hepatitis B dengan imunisasi hepatitis B. Imunisasi terhadap
penyakit lain seperti tifus, mump, cacar air, rubella hepatitis A, radang selaput
otak dan influenza tidak diwajibkan tetapi dianjurkan.10
Pekerja pada bidang kedokteran gigi memiliki resiko pemaparan, dan
terinfeksi oleh organisme penginfeksi. Imunisasi bertujuan untuk mengurangi
jumlah pekerja yang memiliki penyakit tersebut dan mengurangi terjadinya
transmisi penyakit terhadap pekerja lain dan pasien. Imunisasi merupakan bagian
yang penting dari progrem pencegahan dan kontrol infeksi, dan peraturan
imunisasi menyeluruh harus diberlakukan pada semua fasilitas yang menyediakan
perawatan dental.9
Pada negara berkembang imunisasi sudah menjadi bagian hidup. Imunisasi
merupakan garis pertahanan terdepan terhadap penyakit infeksi. Beberapa
19
imunisasi yang umum diterima pada saat seseorang masih kanak-kanak tercantum
pada tabel dibawah ini.5
TABEL II.3. Vaksin yang Umum pada Anak-anak
Vaksin Pada Anak-Anak Yang Umum Penyakit
Hepatitis A Hepatitis A viral infection
Hepatitis B Hepatitis B viral infection
Varicella Chicken Pox
MMR Measles, Mumps and Rubella
DPT Diphtheria, Pertussis and Tetanus
Rubeola German Measles
Meningitis Meningitis
Polio Poliomyelitis
Sumber: Kohli A., Puttaiah R. Infections Control And Occupational Safety recommendations For Oral Health Professional. Dental Council of India. [internet] Available from URL: http://www.osap.org diakses 20 Desember 2011
Imunisasi anak rekomendasi Ikatan Dokter Anak Indonesia yang
diwajibkan adalah imunisasi BCG, Hepatitis B, Polio, DPT, dan campak.
Sedangkan imunisasi Hib, MMR, Tifoid, Hepatitis A, dan Varisela merupakan
imunisasi yang dianjurkan.11
Menurut Kohn dkk, Imunisasi yang sangat dianjurkan untuk para pekerja
di bidang kesehatan tercantum pada tabel dibawah ini. 9
20
TABEL II.4.a. Imunisasi yang Sangat Dianjurkan Untuk Para Pekerja Kesehatan
Vaksin Aturan Dosis Indikasi Pencegahan utama dan kontraindikasi
Pertimbangan khusus
Hepatitis B recombinant vaccine
Jadwal pemberian tiga-dosis yang diberikan intramuscular (IM) dalam deltoid: 0,1,6 – dosis kedua diberikan setelah 1 bulan pertama setelah dosis pertama : dosis ketiga diberikan 4 bulan setelah pemberian kedua. Dosis tambahan tidak diperlukan oleh seseorang yang memiliki cukup antibody terhadap antigen permukaan hepatits B (anti-HBs)
Pekerja bidang kesehatan yang memiliki resiko pemaparan terhadap darah dan cairan tubuh
Riwayat reaksi anafilaksis terhadap ragi roti. Kehamilan bukan suatu kontraindikasi
Tidak ada efek terapeutik atau efek samping pada orang yang telah terinfeksi virus hepatitis B (HBV); efektivitas biaya skrining pre-vaksinisasi untuk orang yang dicurigai HBV tergantung pada biaya vaksinisasi dan tes antibody dan prevalensi imunitas kelompok yang berpotensi tervaksinisasi; pekerja bidang kesehatan yang berkontak dengan pasien atau darah harus diperiksa 1-2 bulan setelah selesai menerima rangkaian vaksinisasi untuk menemukan respon serologic. Jika vaksinisasi tidak menginduksi anti-HBS yang memadai (>10 MIU/mL), maka harus dilakukan rangkaian vaksinisasi kedua
21
TABEL II.4.b. Imunisasi yang Sangat Dianjurkan Untuk Para Pekerja Kesehatan
Vaksin Aturan Dosis Indikasi Pencegahan utama dan kontraindikasi
Pertimbangan khusus
Vaksin Influenza (inaktif)
Vaksinisasi dosis – tunggal tahunan secara IM dengan vaksin terbaru
Pekerja bidang kesehatan yang berkontak dengan pasien yang memiliki resiko tinggi atau yang bekerja pada fasilitas perawatan-kronis : pekerja berumur >50 tahun atau yang memiliki resiko kondisi medis yang tinggi
Riwayat reaksi hipersensitivitas anafilaksis terhadap telur atau komponen vaksin lainnya
Dianjurkan untuk wanita yang hamil pada trisemester kedua atau ketiga selama musim influenza dan wanita hamil pada semua stase yang memiliki kondisi medis kronis yang berhubungan dengan peningkatan resiko influenza
Mumps live-virus vaccine
Dosis tunggal SC
Pekerja bidang kesehatan yang bisa divaksinasi: orang dewasa yang lahir sebelum 1957
Kehamilan; immunocompromised state; riwayat reaksi anafilaksis setelah ingesti gelatin atau menerima neomycin
MMR adalah vaksin yang direkomendasikan
Rubella live-virus vaccine
Dosis tunggal SC
Pekerja bidang kesehatan, baik wanita dan pria yang tdk memiliki dokumentasi menerima live vaccine pada tahun pertama kehidupannya
Kehamilan; immunocompromised state; riwayat reaksi anafilaksis setelah ingesti gelatin atau menerima neomycin
Wanita hamil ketika divaksinasi atau yang hamil dalam 4 minggu setelah divaksinasi harus dikonsulkan berdasarkan teori resiko terhadap fetus
22
TABEL II.4.c. Imunisasi yang Sangat Dianjurkan Untuk Para Pekerja Kesehatan
Vaksin Aturan Dosis Indikasi Pencegahan utama dan kontraindikasi
Pertimbangan khusus
Varicella-zoster live-virus vaccine
Dua dosis 0,5 ml SC dengan jarak 4-8 minggu jika berumur > 13 tahun
Pekerja bidang kesehatan tanpa riwayat varicella yang terpercaya atau tes laboratorium imunitas varicella
Wanita hamil: fase immunocompromised (termasuk orang yang trinfeksi HIV dengan immunosupresi yang parah); riwayat reaksi anafilaktik setelah ingesti gelatin atau menerima neomycin; atau setelah menerima antibody yang mengandung produk darah; salisilat harus dihindari selama 6 minggu setelah vaksinasi
Sumber : Kohn, W., Collins, A., Cleveland J., Harte J., Eklund K., Malvitz D. Guidelines for Infection Control In Dental Health-Care Settings-2003. [internet] Available from URL: http://www.cdc.gov /mmwr/pdf/rr/rr5217.pdf di akses 24 Desember 2011
2.3.2. Hand Hygiene
Kebersihan tangan merupakan ukuran yang paling penting untuk mencegah
transmisi mikroorganisme.12 Higienitas tangan (misalnya: cuci tangan, antiseptik
tangan, atau surgical hand antisepsis ) mengurangi patogen potensial pada tangan
dan ini mengurangi resiko transmisi organisme ke pasien atau pekerja kesehatan
lainnya. Mikroba flora kulit, pertama kali dikemukakan pada tahun 1938, terdiri
23
dari mikroorganisme transient dan resident. Transient flora, yang berkoloni pada
lapisan superfisial kulit mudah untuk dihilangkan dengan rutin mencuci tangan.
Mikroorganisme tersebut sering didapatkan pekerja kesehatan selama kontak
langsung dengan pasien atau permukaan lingkungan yang terkontaminasi;
organisme ini sering berkaitan dengan health-care–associated infections. Resident
flora melekat pada lapisan lebih dalam pada kulit dan sulit dihilangkan dan tidak
terlalu berhubungan dengan infeksi.9,12
Urutan prosedur dalam routine handwash adalah 5,13
1. Lepaskan perhiasan dan jam tangan serta periksa tangan
2. Basahi tangan dengan air hangat
3. Tuangkan sabun secukupnya
4. Gosokkan permukaan tangan dengan keras, termasuk disekitar jempol dan
jari-jemari sekitar 30-60 detik
5. Cuci tangan dengan air hangat untuk menghilangkan sabun
6. Keringkan tangan dengan handuk kertas
7. Periksa tangan dari luka seperti goresan, luka, dan memar dan obati
seperlunya.
8. Gunakan single-use-disposable gloves
24
Gambar II.5: Handwashing and Handcare.Sumber: Kohli A., Puttaiah R. Infections Control And Occupational Safety recommendations For Oral Health Professional. Dental Council of India. [internet] Available from URL: http://www.osap.org diakses 20 Desember 2011
Mencuci tangan dengan prosedur yang benar dan tepat seharusnya
dilakukan oleh dokter gigi, karena dengan mencuci tangan efektif menurunkan
dan mematikan bakteri di tangan individu namun pengaruhnya tidak sama
tergantung dengan cara dan kebiasaan individu mencuci tangan dan bahan yang
digunakan. Dalam mencuci tangan atau menjaga kebersihan tangan dapat
dilakukan menggunakan berbagai larutan desinfektan, dengan sabun atau berbagai
antiseptik lainnya. Dengan mencuci tangan dan menjaga kebersihan tangan
merupakan salah satu bentuk penerapan proteksi yang dilakukan oleh dokter gigi
sebagai upaya untuk mencegah terjadinya infeksi silang.
25
Metode yang dipilih untuk kebersihan tangan tergantung pada jenis
prosedur, tingkat kontaminasi, dan persistensi aksi antimikroba yang diinginkan
pada tangan. Pemilihan metode ini dapat dilihat pada tabel II.5.
Tabel II.5.a. Metode dan Indikasi Hand-Hygiene.
Metode Agen Tujuan Durasi (min) Indikasi
Routine
handwash
Air dan
sabun non-
antimikroba
Menghilang-kan
tanah dan
mikroorganisme
transient
15 detik Sebelum dan setelahmerawat setiap pasien(misal sebelummemakai dan setelahmelepas glove). Setelahmenyentuh benda yangberkontaminasi dengandarah atau salivadengan tangantelanjang. Sebelummeninggalkan ruangandental. Ketika terlihattanah. Sebelummemakai glove kembalisetelah melepas gloveyang robek, tertusukatau terkoyak
Antiseptic
handwash
Air dan
sabun
antimikroba
(misal
chlorhexidi
ne, iodine
dan
iodophors,
chloroxylen
ol [PCMX],
triclosan)
Menghilang-kan
dan membunuh
mikro-
organisme
transient dan
mengurangi
resident flora
15 detik
Antiseptic
handrub
Alcohol-
based hand
rub
Menghilang-kan
dan membunuh
mikro-
organisme
transient dan
mengurangi
resident flora
Gosok-kan
tangan
hingga
agen kering
26
Tabel II.5.b. Metode dan Indikasi Hand-Hygiene.
Metode Agen Tujuan Durasi (min) Indikasi
Surtgical
Antiseptis
Air dan sabun antimikroba(misal chlorhexidine, iodinedan iodophors, chloroxylenol[PCMX], triclosan)
Air dan sabun non-antimikrobadiikuti dengan produk alcoholbasedhand rub denganaktivitas persisten
Menghilang-kandan membunuhmikro-organismetransient danmengurangiresident flora(efek persisten
2-6 menitIkuti petunjukpabrik untukproduk surgicalhand-scrubdengan aktivitaspersisten
Sebelum memakaigloves bedah sterileuntuk prosedur operasi
Sumber : Kohn, W., Collins, A., Cleveland J., Harte J., Eklund K., Malvitz D. Guidelines for Infection Control In Dental Health-Care Settings-2003. [internet] Available from URL: http://www.cdc.gov /mmwr/pdf/rr/rr5217.pdf di akses 24 Desember 2011
Produk pencuci tangan, termasuk sabun non-antimiroba dan produk
antiseptik, dapat terkontaminasi atau mendukung pertumbuhan mikroorganisme.
Produk cair harus disimpan dalam wadah tertutup dan disalurkan dari tempat
penyimpanan sekali pakai atau kontainer yang dicuci dan dikeringkan sebelum
pengisian ulang. Sabun tidak boleh ditambahkan pada dispenser kosong, karena
ini dapat mengakibatkan kontaminasi bakteri. Cara penyimpanan dan pengeluaran
produk-produk sesuai dengan petunjuk pabrik.9,12
27
Mencuci tangan beberapa kali sehari dengan sabun cenderung membuat
kulit kering. Pada akhir setiap sesi (selama istirahat makan siang, atau pada akhir
hari klinik) pakailah emolient / krim kulit yang berkualitas baik untuk perawatan
tangan.5
2.3.3. Peralatan Pelindung Personal ( Personal Protective Equipment/ PPE)
Personal Protective Equipment (PPE) yang biasa digunakan dalam
perawatan gigi adalah sarung tangan sekali pakai (steril atau non-steril),
pelindung mata, perisai wajah, masker, gaun dan yang digunakan untuk
melindungi tubuh pribadi dari darah dan cairan tubuh dan bahaya kimia. Fungsi
utamanya adalah mengontrol kontaminasi silang dan tidak mencegah penyebaran
mikroba. Sebagai contoh, beberapa virus adalah lebih kecil daripada pori-pori
mikroskopis dalam uji sarung tangan lateks dan karenanya memiliki probabilitas
yang melewati bahan sarung tangan. Kesimpulannya adalah sarung tangan
dimaksudkan untuk mengurangi jumlah paparan partikel virus dari cairan tubuh
dan bukan untuk benar-benar mencegah kontak dengan virus.5
No anticipation of splash When splash and spatter is anticipated, protectiveOr spatter needs only eyewear/face-shield, mask, gown and gloves are exam gloves needed. Bonnets may also be used to harness hair
Gambar II.6: Personal Protective Equipment (PPE). Sumber: Kohli A., Puttaiah R. Infections Control And Occupational Safety recommendations For Oral Health Professional. Dental Council of India. [internet] Available from URL: http://www.osap.org diakses 20 Desember 2011
28
1. Masker
Masker pada kedokteran gigi digunakan untuk mengendalikan paparan
terhadap rongga mulut dokter dan mukosa hidung terhadap material infeksius dan
darah serta cairan rongga mulut pasien.5 Sebuah masker bedah melindungi
terhadap mikroorganisme yang dihasilkan oleh para pemakainya, dengan > 95%
efisiensi filtrasi bakteri, dan juga melindungi penggunanya dari partikel besar
yang mungkin mengandung patogen dari darah atau mikroorganisme infeksius
lainnya. Pada saat diperlukan isolasi pencegahan infeksi udara (misalnya, untuk
pasien TB), Institut Nasional untuk Keselamatan dan Kesehatan Kerja (NIOSH)
mengeluarkan sertifikat untuk penggunaan particulate-filter respirator (misal:
N95, N99, atau N100). N95 memiliki kemampuan untuk menyaring partikel 1-μm
dengan filter efisiensi >95% (penyaring kebocoran <5%), memberikan tingkat
aliran <50 L / min (yaitu, perkiraan laju aliran udara maksimum pekerja kesehatan
saat bernafas). Data menunjukkan ukuran infectious droplet adalah berinti 1-5 μm;
oleh karena itu, respirator yang digunakan dalam pengaturan layanan kesehatan
harus dapat efisien menyaring partikel terkecil dalam kisaran ini. Mayoritas
masker bedah tidak bersertifikasi NIOSH sebagai respirator, dan tidak
melindungi penggunanya dari paparan TB.9,13
Masker yang menempel pada garis mata dapat dibuang setiap kali pakai.
Setiap kali menggunakan masker, pekerja kesehatan harus membuangnya setelah
merawat satu pasien. Jika prosedur melampaui 25-30 menit, mungkin perlu untuk
mengganti masker dengan yang baru. Ketika terlihat kontaminasi atau percikan
29
yang berulang-ulang, masker baru harus digunakan setelah mencuci muka dan
mata (jika diperlukan).5
Gambar II.7: Masker .Sumber: Kohli A., Puttaiah R. Infections Control And Occupational Safety recommendations For Oral Health Professional. Dental Council of India. [internet] Available from URL: http://www.osap.org diakses 20 Desember 2011
2. Pelindung Mata
Pada dunia kedokteran gigi pelindung mata dapat berupa goggles, glass
polikarbonat dengan sisi-perisai, face-shield dan prescription glasses dengan side-
shields sekali pakai. Walaupun sudah memakai side-shields, masker harus tetap
dipakai untuk mengkontrol paparan percikan dari side. Kebanyakan kacamata
setidaknya harus dibersihkan dengan sabun dan air pada akhir setiap sesi atau
ketika tampak terkontaminasi. Pada saat t model, trimming model, gigi palsu,
memotong kabel dan melakukan pekerjaan laboratorium atau selama pengolahan
ulang pada instrumen, penggunaan pelindung mata adalah suatu keharusan untuk
mengurangi kemungkinan terpapar bahan berbahaya dan partikel keras yang dapat
merusak mata.5
30
Gambar II.8: Pelindung Mata.Sumber: Kohli A., Puttaiah R. Infections Control And Occupational Safety recommendations For Oral Health Professional. Dental Council of India. [internet] Available from URL: http://www.osap.org diakses 20 Desember 2011
3. Pakaian Pelindung
Pakaian pelindung dan peralatan (misalnya, gaun, jas laboratorium, sarung tangan,
masker, dan pelindung mata atau pelindung wajah) harus dipakai untuk mencegah
kontaminasi dari pakaian yang dikenakan dan melindungi kulit pekerja kesehatan
dari paparan darah dan zat tubuh lainnya. Lengan baju harus cukup panjang untuk
melindungi lengan saat baju dikenakan. Pekerja kesehatan harus mengganti
pakaian pelindung ketika terlihat kotor dan tertembus oleh darah atau cairan lain
yang berpotensi infeksius. Semua pakaian pelindung harus dibersihkan sebelum
meninggalkan daerah pekerjaan.9,13 Pakaian bedah harus terbuat dari bahan yang
dapat dicuci dengan mesin dengan deterjen yang pada suhu 65oC untuk
membasmi kontaminasi mikroba yang potensial.5
4. Sarung tangan
31
Sarung tangan dapat berupa single-use-disposable non-sterile exam gloves atau
single-use-disposable sterile surgical gloves dapat digunakan di dalam mulut
pasien.5 Sarung tangan digunakan untuk mencegah kontaminasi tangan petugas
kesehatan. Fungi sarung tangan:
1) mengantisipasi kontak langsung dengan darah atau cairan tubuh, selaput lendir,
kulit nonintact dan bahan lainnya yang berpotensi menular ;
2) mencegah kontak langsung dengan pasien yang terpapar atau terinfeksi dengan
patogen ditularkan oleh rute kontak misalnya, VRE, MRSA, RSV
3) digunakan pada saat melakukan penanganan atau menyentuh peralatan
perawatan.14
Sarung tangan dapat melindungi baik pasien dan petugas kesehatan dari paparan
bahan infeksius yang mungkin ada di tangan. Seberapa jauh sarung tangan dapat
melindungi petugas kesehatan dari penularan patogen melalui darah (misalnya,
HIV, HBV, HCV) setelah jarum suntik atau pucture lain yang menembus sarung
tangan belum dapat ditentukan. Sarung tangan diproduksi untuk tujuan kesehatan
tunduk pada evaluasi FDA dan clearance. Sarung tangan Steril medis sekali pakai
yang terbuat dari berbagai bahan (misalnya, lateks, vinil, nitril) yang tersedia
untuk perawatan pasien rutin.12 Pemilihan jenis sarung tangan untuk non-bedah
digunakan didasarkan pada sejumlah faktor, termasuk tugas yang harus dilakukan,
diantisipasi dengan bahan kimia dan agen kemoterapi, sensitivitas lateks, ukuran,
dan kebijakan fasilitas untuk menciptakan lingkungan bebas lateks. Untuk kontak
dengan darah dan cairan tubuh selama non-bedah perawatan pasien, sepasang
sarung tangan tunggal umumnya memberikan perlindungan yang memadai.
32
Namun, ada variabilitas yang cukup besar antara sarung tangan, baik kualitas dari
proses manufaktur dan jenis bahan berpengaruh terhadap efektifitas penghalang.12
Beberapa tipe sarung tangan dan indikasinya dapat dilihat pada tabel II.6
Tabel II.6.a. Tipe dan Indikasi sarung tangan
Sarung tangan Indikasi Komentar Bahan sarung tangan yang tersedia*Bahan Atribut#
Sarung tangan
pemeriksaan
pasien
Perawatan
pasien,
pemeriksaan,
prosedur non
bedah yang
melibatkan
kontak dengan
membran
mukosa, dan
prosedur
laboratorium
Perangkat
medis yang
diatur oleh
FDA
Non-steril,
steril dan
sekali pakai.
Digunakan
untuk satu
pasien dan
dibuang pada
tempat yang
tepat
Natural-rubber latex
(NRL).
Nitrile.
Nitrile and
chloroprene
(neoprene) blends.
Nitrile & NRL
blends.
Butadiene methyl
methacrylate.
Polyvinyl chloride
(PVC, vinyl).
Polyurethane.
Styrene-based
copolymer.
1, 2
2, 3
2, 3
1, 2, 3
2, 3
4
4
4, 5
Tabel II.6.b. Tipe dan Indikasi sarung tangan
33
Sarung tangan
Indikasi Komentar Bahan sarung tangan yang tersedia*
Bahan Atribut#
Sarung tangan bedah
Prosedur bedah Perangkat medis yang diatur oleh FDA
Steril dan sekali pakai. Digunakan untuk satu pasien dan dibuang pada tempat yang tepat
Natural-rubber latex (NRL).Nitrile.Chloroprene (neoprene).NRL and nitrile or chloroprene blends.Synthetic polyisoprene.Styrene-based copolymer.Polyurethane.
1, 2
2, 32, 3
2, 3
2
4, 5
4
Sarung tangan non-medis
Prosedur rumah tangga (contoh: membersihkan dan desinfeksi)
Berkontaminasi dengan benda tajam atau bahan kimia
Tidak untuk digunakan pada perawatan pasien
Bukan perangkat medis yang diatur oleh FDA
Biasa disebut sebagai sarung tangan umum. Tidak tersedia bahan kimia yang adekuat melindungi
Dibersihkan setelah digunakan
Natural-rubber latex (NRL) and nitrile or chloroprene blends.Chloroprene (neoprene).Nitrile.Butyl rubber.Fluoroelastomer.Polyethylene and ethylene vinyl alcohol copolymer
2, 3
2, 3
2, 32, 33, 4, 63, 4, 6
* Sifat fisik dapat bervariasi dengan komposisi bahan, produsen,protein dan kimia.#
1. Mengandung protein NRL yang bisa menyebabka alergi2. vulcanized rubber, mengandung bahan kimia pengolahan rubber yang
dapat menyebabkan alergi.3. cenderung mengandung bahan kimia.
4. nonvulcanized dan tidak mengandung bahan kimia pengolahan karet.5. Tidak baik untuk digunakan dengan metakrilat
34
6. Tahan terhadap metakrilat.
Sumber : Kohn, W., Collins, A., Cleveland J., Harte J., Eklund K., Malvitz D. Guidelines for Infection Control In Dental Health-Care Settings-2003. [internet] Available from URL: http://www.cdc.gov /mmwr/pdf/rr/rr5217.pdf di akses 24 Desember 2011
Gambar II.9: Sarung Tangan.Sumber: Kohli A., Puttaiah R. Infections Control And Occupational Safety recommendations For Oral Health Professional. Dental Council of India. [internet] Available from URL: http://www.osap.org diakses 20 Desember 2011
2.4 STERILISASI DAN LARUTAN DISINFEKTAN
Barang-barang yang bersentuhan dengan pasien (instrumen dan peralatan
dental) dikategorikan sebagai kritis, semikritis, atau nonkritis, tergantung pada
potensi risiko infeksi yang berhubungan dengan penggunaannya. Barang-barang
kritis adalah yang digunakan untuk menembus jaringan lunak atau tulang
memiliki risiko terbesar penularan infeksi dan harus disterilkan dengan panas.
Barangbarang semikritis menyentuh kulit atau membran mukosa yang tidak utuh
dan memiliki risiko penularan lebih rendah; karena mayoritas barang-barang
semikritis dalam kedokteran gigi adalah toleran terhadap panas, mereka juga harus
disterilkan dengan menggunakan panas. Jika barang semikritis sensitif terhadap
panas, maka dapat menggunakan desinfeksi tingkat tinggi. Barang nonkritis
memiliki resiko penularan infeksi yang paling rendah, karena hanya berkontak
35
dengan kulit yang utuh, yang berfungsi sebagai barier yang efektif untuk
mikroorganisme.9
Tabel II.7. Kategori control infeksi instrument perawatan pasien
Kategori Definisi Instrumen dental/barangKrisis Penetrasi jaringan lunak,
berkontakdengan tulang, masuk kedalam atauberkontak dengan aliran darah ataujaringan lunak lainnya.
Instrumen bedah, periodontalscaler, scalpel blades, bur bedah
Semi kritis Kontak membran mukosa atau kulityang tidak utuh; tidak berpenetrasipada jaringan lunak, tidak berkontakdengan tulang, tidak masuk kedalamatau berkontak dengan aliran darahatau jaringan lunak lainnya
Kaca mulut, kondensor amalgam,sendok cetak reusable, dentalhandpiece*
Non-kritis Berkontak dengan kulit yang utuh
Head/cone radiograf, mansettensi, facebow, pulse oximeter.
* Walaupun dental handpiece masuk dalam kategori barang semicritical,sterilisasinya harus menggunakan panas dan bukan sekedar disinfektan highlevel
Sumber : Kohn, W., Collins, A., Cleveland J., Harte J., Eklund K., Malvitz D. Guidelines for Infection Control In Dental Health-Care Settings-2003. [internet] Available from URL: http://www.cdc.gov /mmwr/pdf/rr/rr5217.pdf di akses 24 Desember 2011
2.4.1 Metode Sterilisasi
Ada beberapa metode sterilisasi:
36
1. Uap dibawah tekanan (autoclaving)
Di antara metode sterilisasi, sterilisasi uap adalah yang paling diandalkan
dan ekonomis. Sterilisasi uap digunakan barang-barang kritis dan semikritis
yang tidak sensitif terhadap panas dan kelembaban. Sterilisasi uap
memerlukan pemaparan langsung dari setiap item untuk langsung
menguapinya pada suhu dan tekanan pada jangka waktu tertentu untuk
membunuh mikroorganisme. Dua tipe dasar sterilisasi uap adalah
perpindahan gravitasi dan high-speed prevacuum sterilizer.9
Gambar II.10: Autoclave.Sumber: Kohli A., Puttaiah R. Infections Control And Occupational Safety recommendations For Oral Health Professional. Dental Council of India. [internet] Available from URL: http://www.osap.org diakses 20 Desember 2011
2. Dry Heat
37
Strerilisasi dry heat digunakan untuk sterilisasi material yang dapat rusak oleh
sterilisasi panas yang lembab (misalnya, bur dan beberapa instrumen ortodontik).
Walaupun dry heat memiliki keuntungan biaya operasional yang rendah dan tidak
korosif, namum membutuhkan waktu proses yang lama dan tempratur yang tinggi
sehingga tidak cocok untuk beberapa barang dan instrumen.9
Tabel II.8. Parameter sterilisasi Dry-Heat
Parameter Slow Cycle Fasyt Cycle Rapit HeatTemperatur 160oC (320oC) 170oC (340oF) 190oC (375oF)Waktu Sterilisasi 120 menit 60 menit 6-12 menit
Sumber: Kohli A., Puttaiah R. Infections Control And Occupational Safety recommendations For Oral Health Professional. Dental Council of India. [internet] Available from URL: http://www.osap.org diakses 20 Desember 2011
Sterilisasi dry heat yang digunakan dalam kedokteran gigi meliputi static-air dan
forced-air types:9
1. Tipe static-air biasanya disebut tipe sterilisasi oven . Kumparan pemanas di
bagian bawah atau sisi unit menyebabkan udara panas naik ke dalam ruangan
melalui konveksi alami.
2. Tipe forced-air types ini dikenal juga sebagai sterilisasi rapid heat transfer.
Udara panas disirkulasikan ke seluruh ruang pada kecepatan tinggi, hal ini
memungkinkan transfer energi dari udara ke instrument yang lebih cepat,
sehingga mengurangi waktu yang diperlukan untuk sterilisasi.
38
Gambar II.11: Dry Heat.Sumber: Seal America the prevention invention. Purchasing dental equipment and
supplies. [internet] Available from URL: http://www.mchoralhealth.org/SEAL/step4.html diakses 24 September 2012
3. Unsaturated chemical vapor
Sterilisasi unsaturated chemical vapor melibatkan pemanasan larutan kimia
alkohol primer dengan 0.23% formaldehyde pada ruangan tertutup
bertekanan. Unsaturated chemical vapor mensterilisasi instrumen carbon
steel (misal bur dental) menghasilkan korosi yang lebih sedikit dibandingkan
sterilisasi uap karena rendahnya tingkay air yang terdapat selama siklus.
Instrumen harus dalam keadaan kering sebelum sterilisasi.9
2.4.2 Desinfektan Yang Digunakan Pada Kedokteran Gigi
Pada dunia kedokteran gigi, digunakan beberapa jenis disinfektan.
Beberapa yang umum digunakan digolongkan dalam tiga kategori utama seperti
cairan sterilants (disinfektan tingkat tinggi), disinfektan (tingkat menengah &
rendah), dan antiseptik. 5
39
Jenis disinfektan:
1. Sterilants
• Glutaraldehyde
• Chlorine dioxide
• Hydrogen Peroxide
2. Disinfectants (Intermediate and Low Level)
• Hydrogen peroxide
• Sodium Hypochlorite
• Chlorine Dioxide
• Iodophors
• Synthetic Phenols
• Quaternary Ammonia Compounds
3. Antiseptik (untuk penggunaan oral dan non-oral)
• Active Chlorine Dioxide Germicides
• Essential oil compunds
• Chlorhexidine Compounds
• Cetylpiridium compounds
• Sanguinarine based compounds
• Parachlorometaxylenol compounds
• Other bacteriostatic/bactericidal compounds
40
Pada tabel II.9 menyajikan beberapa disinfektan/antiseptic dan penggunaannya
pada dental surgery. 15
Tabel II.9.a. Disinfektan dan Antiseptik tangan
Tipe Disinfektan/Antiseptik
Nama Dagang Penggunaan pada Dental Surgery
CHLORHEXIDINES
Chlorhexidinegluconate liquid 4%
Hibiscrubsurgical scrub
Cuci tangan
Chlorhexidine 2.5% /70% alcohol solutionin a glycerine base
Hibisolhandrub
Hand rub
Chlorhexidine 0.5% in70% alcohol
Alcoholicchlorhexidine
Disinfektan kulit sebelum biopsy perioral, bedah impaln, dan bedahperiodontal
Bio Blue Biocide untuk disinfeksi dental unitwaterline dan botol penampungan
IODOPHORS
Povidone iodine 7.5%solution
Betadinesurgical scrub
Cuci tangan
ALCOHOLS
Alcohol gel/solutions Purell,Sterillium,Desderman
Hand rub
70% Isopropyl alcoholwipes
Azowipes orCliniwipes
Disinfektan permukaan keras bedahatau permukaan luar handpiece
Ethanol and 1-propanol alcohol spray
Mikrozoid Disinfektan permukaan keras bedah
CHLORINE RELEASING AGENTS
SodiumDichloroisocyanuratesolution tablets 4.75 g(= 2.5 g availablechlorine) or granules
Haz-Tabstablet orgranulesPresept tabletsor granules
Tumpahan darah atau cairan tubuhlainnya
Sodium hypochlorite +detergent
Chloros Disinfektan permukaan keras bedah
TRICLOSAN
Triclosan 2% Aquasept Disinfektan tangan
41
Tabel II.9.b. Disinfektan dan Antiseptik tangan
Tipe Disinfektan/Antiseptik
Nama Dagang Penggunaan pada Dental Surgery
PHENOLIC
Hycolin 2% solution Stericol Disinfektan permukaan lingkungan,misal lantai
Halogenic alkyl +arylphenolic
Orotol Disinfektan saluran suction
PERACETIC ACID
Peracetic acid Nu-cidexGigasept PA
Disinfektan tingkat tinggi untukinstumen yang labil terhadap panas,hanya untuk prosedur dengan resikosedang dan rendah
SUPEROXIDISED WATER
Electrolysed saltsolution produced by adedicated generator
Sterilox Biocide untuk disinfeksi waterlinedental unit dan tabung penampungan
ALKALINE PEROXIDE
Alkaline peroxidebased
Sterilex ultra,Dentisept
Biocide untuk disinfeksi waterlinedental unit dan tabung penampungan
CITRIC ACID BASED
Edentin acid,tosychloramide sodiumphenylalamine
Alpron Biocide untuk disinfeksi waterlinedental unit dan tabung penampungan
Sumber: . [internet] Available from URL: Zoning of Work Areas, use of Barrier for Protection of Equipment and Surface Disinfection http://www.infectioncontrolservices.co.uk/dental_surgery_disinfection_zon ing.htm diakses 24 September 2012
42
BAB III
KERANGKA KONSEP
Keterangan:
: Variabel yang tidak diteliti
: Variabel yang diteliti
43
Patient Screening
Imunisasi
Sterilisasi & Disinfeksi
Kontrol Infeksi Lingkungan
Infeksi Silang
Hand Hygiene Masker Sarung tangan Pelindung mata
Pakaian pelindung
Proteksi diri dokter gigi
BAB IV
METODE PENELITIAN
4.1. JENIS PENELITIAN
Jenis penelitian yang dilakukan peneliti adalah penelitian Observasional
Deskriptif
4.2. DESAIN PENELITIAN
Desain yang digunakan dalam penelitian ini adalah cross sectional study
4.3. LOKASI PENELITIAN
Tempat praktek dokter gigi di Kota Makassar
4.4. WAKTU PENELITIAN
Penelitian ini dilakukan pada tanggal 27 Agustus – 29 September 2012
4.5. POPULASI DAN SAMPEL PENELITIAN
Populasi penelitian semua dokter gigi yang terdaftar sebagai anggota PDGI
cabang kota Makassar yang berjumlah 258 orang.
Adapun jumlah sampel minimal untuk populasi diatas 100 kurang dari 1000
adalah 30% dari jumlah populasi.16 Jumlah populasi adalah 258 dan 30% dari 258
adalah 78. Jadi, jumlah sampel minimal yang digunakan adalah 78 orang. Untuk
mengantisipasi dropout, maka di tambah 10% sehingga jumlah sampel menjadi 86
orang.
44
4.6. KRITERIA SAMPEL
4.6.1. Kriteria inklusi
a. Dokter gigi yang telah melakukan praktik ≥ 1 tahun
4.6.2. Kriteria ekslusi
a. Dokter gigi yang tidak bersedia berpartisipasi dalam penelitian ini
b. Apabila jumlah sampel terekslusi menyebabkan sampel kurang
dari sampel minimal, maka sampel akan ditambah sesuai dengan
jumlah sampel yang terekslusi
4.7. METODE SAMPLING
Metode pengambilan sampel yang dilakukan dalam penelitian ini adalah secara
simple random sampling. Proses pengambilan sampel dilakukan dengan memberi
kesempatan yang sama pada setiap anggota populasi untuk menjadi anggota
sampel. Jadi disini proses memilih sejumlah sampel n dari populasi N yang
dilakukan secara random seperti pengambilat lot arisan sampai memperoleh
sampel sebanyak 86 orang.
4.8. ALAT YANG DIGUNAKAN
1. Lembaran daftar penilaian /kusioner
2. Alat tulis (buku catatan dan pulpen)
45
4.9. DEFINISI OPERASIONAL
Proteksi dokter gigi sebagai upaya pencegahan terhadap infeksi silang :
Perlindungan diri yang dilakukan oleh dokter gigi untuk mencegah terjadinya
infeksi silang. Proteksi diri yang dilakukan dokter gigi sesuai yang tercantum pada
kusioner, adalah :17
1. Apakah dokter gigi tersebut telah di vaksinasi terhadap hepatitis.
2. Apakah dokter gigi tersebut mengenakan masker.
3. Apakah dokter gigi tersebut mengenakan sarung tangan.
4. Apakah dokter gigi tersebut mengenakan lebih dari satu sarung tangan
pada setiap tangan.
5. Apakah dokter gigi tersebut mengganti sarung tangan pada setiap pasien
yang berbeda.
6. Apakah dokter gigi tersebut mengenakan kacamata pelindung.
7. Apakah dokter gigi tersebut mengenakan jas praktik saat bekerja.
8. Apakah dokter gigi tersebut menggunakan larutan desinfektan saat
mencuci tangan dan instrument kedokteran gigi.
9. Apakah larutan desinfektan yang digunakan dokter gigi tersebut.
10. Berapa lama waktu yang digunakan untuk merendam instrument dalam
larutan desinfektan.
11. Bagaimana dokter gigi tersebut melakukan sterilisasi.
12. Apakah tindakan dokter gigi tersebut selama pemeriksaan, meliputi :
a. Mencuci tangan sebelum memeriksa pasien
b. Mencuci tangan setelah pemeriksaan pasien
46
c. Mencuci tangan saat/selama pemeriksaan pasien
13. Apakah tindakan dokter gigi tersebut selama prosedur perawatan,
meliputi:
a. Mencuci tangan sebelum mengenakan sarung tangan
b. Scrubing up dengan menggunakan sabun sebelum mengenakan sarung
tangan
c. Scrubing up dengan menggunakan desinfektan sebelum mengenakan
sarung tangan
d. Menggunakan kembali sarung tangan yang sudah dicuci selama
perawatan
e. Menggunakan kembali sarung tangan yang tidak dicuci selama
perawatan
4.10. KRITERIA PENILAIAN
Jenis alat ukur yang digunakan adalah perangkat lunak, dengan menggunakan
kusioner. Kusioner proteksi dokter gigi terdiri dari beberapa pertanyaan. Pada
proteksi diri sebagai pencegahan terhadap infeksi silang terdiri dari 2-3 jawaban
dengan skor 0-2 dan total skor sebanyak 32.
Dengan coding, 0 = Tidak, 1 = Kadang ya, kadang tidak, 2 = Ya
fP = X 100% N
P = Persentase
f = Total skor jawaban responden
N = Jumlah skor maksimal
47
Sehingga didapatkan P sebagai persentase penerapan proteksi sebagai upaya
pencegahan infeksi silang dikatagorikan dalam bentuk persentase, yaitu:
0-25% dokter gigi telah mengaplikasikan proteksi sebagai upaya pencegahan
terhadap rantai infeksi silang
26-50% dokter gigi telah mengaplikasikan proteksi sebagai upaya pencegahan
terhadap rantai infeksi silang
51-75% dokter gigi telah mengaplikasikan proteksi sebagai upaya pencegahan
terhadap rantai infeksi silang
76-100% dokter gigi telah mengaplikasikan proteksi sebagai upaya pencegahan
terhadap rantai infeksi silang
4.11. DATA PENELITIAN
4.11.1. Jenis data : Data primer, data ini diperoleh langsung dari ojek yang diteliti
4.11.2. Pengolaan data : Menggunakan program SPSS versi 16.0 untuk windows
4.11.3. Penyajian data : Dalam tabel distribusi
4.11.4. Analisis data : Secara deskriptif, yakni dengan membuat uraian secara
sistematik mengenai keadaan dari hasil penelitian
48
4.12. PROSEDUR PENELITIAN
1. Sebelum penelitian dilaksanakan, survey awal dilakukan untuk mengetahui
dan mendata jumlah dokter gigi yang terdaftar sebagai anggota PDGI cabang
Makassar
2. Peneliti menentukan sampel melalui kriteria inklusi dan menghitung sampel,
sehingga diperoleh jumlah sampel 86 orang. Sampel kemudian dipilih dengan
teknik simple random sampling
3. Setelah sampai penelitian ditentukan dan didapatkan. Penelitian lalu dimulai.
Peneliti mencatat alamat tempat praktek sampel, mendatanginya serta
membagikan kusioner untuk di jawab oleh sampel
4. Penelitian dinyatakan berakhir bila seluruh sampel mengisi kusioner yang
dibagikan.
5. Data dari kusioner kemudian akan dikumpulkan, dinilai dan dilakukan
pengolaan data sehingga diperoleh hasil penelitian
49
4.13. ALUR PENELITIAN
50
Penentuan lokasi penelitian
Penentuan populasi
Pengisisan kuisioner
Analisis data
Penentuan besar sampel
Pengumpulan data
Penyajian data
BAB V
HASIL PENELITIAN
Telah dilakukan penelitian mengenai proteksi diri dokter gigi dalam upaya
untuk mencegah infeksi silang yang dapat terjadi antara dokter gigi dan pasien.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana upaya proteksi diri yang
dilakukan dokter gigi sebagai pemutus rantai infeksi silang. Upaya proteksi diri
dokter gigi yang dinilai dalam penelitian ini adalah imunisasi, hand hygiene,
masker, sarung tangan, kacamata, dan jas pelindung. Penelitian dilakukan di Kota
Makassar, pada tanggal 27 Agustus – 29 September 2012. Populasi penelitian
meliputi semua dokter gigi yang terdaftar sebagai anggota PDGI cabang Kota
Makassar (berjumlah 258 orang). Pengambilan sampel menggunakan metode
simple random sampling dan jumlah sampel menggunakan refensi dari Gay &
Diehl, yakni sebesar 30% dari populasi atau sebanyak 79 orang dan ditambahkan
10% untuk estimasi drop out, sehingga jumlah sampel penelitian ini sebanyak 86
orang.
Pengambilan data pada penelitian ini dilakukan dengan‘menggunakan
kuesioner mengenai penerapan proteksi diri dokter gigi sebagai upaya pencegahan
terhadap infeksi silang. Dokter gigi yang telah dipilih sebagai sampel dibagikan
kuesioner tersebut untuk dijawab. Ketika responden mengisi kuesioner, peneliti
berada di samping responden untuk membantu menjelaskan responden bila ada
pertanyaan kuesioner yang kurang jelas. Pada penelitian ini, seluruh sampel tidak
ada yang memenuhi kriteria eksklusi, sehingga jumlah sampel diperoleh penuh
51
sebanyak 86 orang (100%). Data hasil kuesioner diolah menggunakan program
SPSS 16.0. Data hasil penelitian disajikan dalam bentuk tabel sebagai berikut.
Tabel V. 1. Distribusi karakteristik sampel penelitian (N=86)Karakteristik sampel Frekuensi (N) Persen (%) Rerata ± Simpang BakuUsia 35.69 ± 8.65Jenis kelamin
Laki-laki 17 19.8Perempuan 69 80.2
Pengalaman kerja1-5 tahun 38 44.26-10 tahun 20 23.311-15 tahun 8 9.316-20 tahun 12 1421-25 tahun 8 9.3
Jam kerja/hari 5.34 ± 1.56Jumlah pasien/minggu 22.31 ± 13.46Kasus terbanyak (dalam seminggu terakhir)
Restorasi 53 61.6Ekstraksi 13 15.1Ortodontik 7 8.1Skaling 13 15.1
Tabel 1 memperlihatkan distribusi karakteristik subjek penelitian yang
berjumlah 86 orang. Terlihat pada tabel 1 bahwa jumlah laki-laki sebanyak 17
orang dan jumlah perempuan sebanyak 69 orang dengan rata-rata usia sampel
penelitian adalah 35 tahun. Berdasarkan pengalaman kerja, terdapat 38 sampel
(44.2%) dengan kategori 1-5 tahun sedangkan kategori 11-15 tahun dan 21-25
tahun memiliki sampel sebanyak 8 orang (9.3%). Rata-rata jam kerja / hari sampel
adalah lima tahun dengan rata-rata jumlah pasien / minggu mencapai 22.31 orang.
Adapun, kasus terbanyak yang ditangani oleh sampel dalam satu minggu terakhir
adalah restorasi (53 orang).
52
Tabel V.2. Distribusi jawaban responden dan hasil pengamatan mengenai upaya proteksi diri dokter gigi dalam mencegah infeksi silang
Upaya Proteksi Diri Dokter Gigi Terhadap Infeksi Silang
Frekuensi (N) Persen (%)
Vaksinasi hepatitisYa 53 61.6Tidak 33 38.4
Mengenakan masker saat melakukan perawatanSelalu 84 97.7Kadang ya, kadang tidak 2 2.3Tidak pernah 0 0
Mengenakan sarung tangan saat melakukan perawatanSelalu 81 94.2Kadang ya, kadang tidak 5 5.8Tidak pernah 0 0
Mengenakan lebih dari satu sarung tangan pada setiap tangan
Selalu 24 27.9Kadang ya, kadang tidak 32 37.2Tidak pernah 30 34.9
Mengganti sarung tangan setiap pasien yang berbedaSelalu 80 93Kadang ya, kadang tidak 6 7Tidak pernah 0 0
Mengenakan kacamata pelindungSelalu 13 15.1Kadang ya, kadang tidak 52 60.5Tidak pernah 21 24.4
Mengenakan jas pelindungSelalu 39 45.3Kadang ya, kadang tidak 34 39.5Tidak pernah 13 15.1
Total 86 100
53
54
Tabel 2 memperlihatkan distribusi jawaban responden mengenai upaya
proteksi diri dokter gigi terhadap infeksi silang. Tabel 2 menunjukkan bahwa
hanya 53 dokter gigi (61.6%) yang telah divaksinasi hepatitis, dan 33 diantaranya
tidak pernah divaksini hepatitis . Untungnya 84 dokter gigi (97.7%) selalu
mengenakan masker saat melakukan perawatan dan 81 dokter gigi (94.2%)
menggunakan handskun saat melakukan perawatan. Akan tetapi, hanya terdapat
24 dokter gigi (27.9%) yang mengenakan lebih dari satu handskun pada setiap
tangan. Pada tabel 2 terlihat hal yang mengejutkan bahwa terdapat 6 dokter gigi
(7%) yang tidak selalu mengganti sarung tangan untuk setiap pasien yang
berbeda. Demikian pun dengan kacamata pelindung yang hanya 13 dokter gigi
(15.1%) selalu mengenakannya dan hanya 39 dokter gigi (45.3%) yang selalu
mengenakan jas pelindung.
55
Tabel V.3. Distribusi jawaban responden mengenai penggunaan larutan desinfektan dalam upaya proteksi diri terhadap infeksi silang
Penggunaan Larutan Desinfektan dalam Upaya Proteksi Diri
Frekuensi (N)
Persen (%)
Menggunakan larutan desinfektanSelalu 74 86Kadang ya, kadang tidak 12 14.0Tidak pernah 0 0
Larutan desinfektan yang sering digunakanHibitane in spirit 19 22.1Savlon 21 24.4Lysol 24 27.9Paraldehid 2 2.3Glutaraldehid 7 8.1Antiseptik merigad 13 15.1
Lama waktu yang digunakan untuk merendam instrumen dalam larutan desinfektan
5-14 menit 36 41.915-19 menit 23 15.120-24 menit 3 3.525-30 menit 20 22.331-35 menit 0 036-45 menit 3 3.5>45 menit 1 1.21-2 jam 0 0>2 jam 0 01-2 hari 0 0
Total 86 100
56
Tabel 3 memperlihatkan distribusi jawaban responden mengenai
penggunaan larutan desinfektan dalam upaya proteksi diri terhadap infeksi silang.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa sebanyak 74 doktet gigi (86%) selalu
menggunakannya, sedangkan 12 orang lainnya (14%) kadang ya dan kadang tidak
menggunakannya. Jenis larutan desinfektan terbanyak yang digunakan adalah
Lysol, yaitu sebanyak 24 dokter gigi (27.9%) dan jenis larutan yang paling sedikit
adalah paraldehid, yaitu hanya dua dokter gigi (2.3%). Selain itu, sebanyak 36
dokter gigi (41.9%) mengaku merendam instrumen dalam larutan desinfektan
selama 5-14 menit. Tidak ada dokter gigi yang merendam larutannya selama 31-
35 menit dan diatas 1 jam.
57
Tabel V.4. Distribusi jawaban responden dan hasil pengamatan mengenai penggunaan metode sterilisasi dalam upaya proteksi diri terhadap infeksi silang
Penggunaan Metode Sterilisasi dalam Upaya Proteksi Diri
Frekuensi (N)
Persen (%)
Metode sterilisasiAutoclave 69 80.2Dididihkan / direbus dengan air 0 0Sterilisasi dingin dan autoclave 3 3.5Sterilisasi dingin, didihkan/direbus dengan air 4 4.7Sterilisasi dingin, didihkan/direbus dengan air, dan autoclave
0 0
Autoclave dan didihkan/direbus dengan air 0 0Autoclave dan menggunakan alat sekali pakai (disposable)
10 11.6
Tidak diapa-apakan 0 0Total 86 100
Tabel 4 menunjukkan distribusi jawaban responden mengenai pemakaian
metode sterilisasi dalam upaya proteksi diri terhadap infeksi silang yang dapat
terjadi. Pada tabel 4 terlihat bahwa metode sterilisasi yang paling banyak
digunakan oleh dokter gigi adalah metode autoclave, yaitu sebanyak 69 dari 86
dokter gigi (80.2%) menggunakan metode ini. Tidak ada dokter gigi yang
menggunakan metode didihkan/direbus dengan air, metode sterilisasi dingin yang
dikombinasikan dengan metode didihkan/direbus dengan air ada 4 dokter gigi
yang menggunakaannya dan metode sterilisasi dingin yang dikombinasikan
dengan autoclave ada 3 dokter gigi menggunakannya. Selain itu, seluruh dokter
gigi dalam populasi ini mensterilkan alat-alat yang telah digunakan.
58
Tabel V.5. Distribusi jawaban responden dan hasil pengamatan mengenai upaya pencegahan bahaya infeksi silang selama prosedur perawatan
Tindakan yang Dilakukan Sebelum Prosedur Perawatan
Frekuensi (N)
Persen (%)
Mencuci tangan sebelum mengenakan sarung tanganYa 74 86Tidak 12 14
Scrubing up dengan menggunakan sabun sebelum mengenakan sarung tangan
Ya 51 59.3Tidak 35 40.7
Scrubing up dengan menggunakan desinfektan sebelum mengenakan sarung
Ya 16 18.6Tidak 70 81.4
Menggunakan sarung tangan setiap kali sebelum melakukan perawatan
Ya 83 95.5Tidak 3 3.5
Menggunakan kembali sarung tangan yang sudah dicuci selama perawatan
Ya 5 5.8Tidak 81 94.2
Menggunakan kembali sarung tangan yang tidak dicuci selama perawatan
Ya 0 0Tidak 86 100
Menggunakan kacamata pelindungYa 54 62.8Tidak 32 37.2
Total 86 100
59
60
Tabel 5 menunjukkan distribusi jawaban responden mengenai upaya
pencegahan bahaya infeksi silang selama prosedur perawatan berlangsung.
Terlihat pada tabel 5 bahwa sebanyak 74 dokter gigi mencuci tangan sebelum
mengenakan handskun, akan tetapi, hanya 51 orang yang scrubbing up dengan
menggunakan sabun dan hanya 16 dokter gigi dengan larutan desinfektan.
Sebanyak 83 dokter gigi mengenakan handskun sebelum melakukan perawatan,
namun terdapat 5 dokter gigi yang mengenakan kembali handskun yang telah
dicuci. Adapun, 54 dokter gigi menggunakan kacamata pelindung.
61
Tabel V.6. Distribusi jawaban responden dan hasil pengamatan mengenai upaya pencegahan bahaya infeksi silang selama pemeriksaan
Tindakan yang Dilakukan Selama Prosedur Perawatan
Frekuensi (N)
Persen (%)
Mencuci tangan sebelum memeriksa pasienYa 74 86Tidak 12 14
Mencuci tangan setelah pemeriksaan pasienYa 84 97.7Tidak 2 2.3
Mencuci tangan saat/selama pemeriksaan pasienYa 17 19.8Tidak 69 80.2
Mengenakan masker saat melakukan pemeriksaan pasien
Ya 82 95.3Tidak 4 4.7
Mengenakan kacamata pelindung saat melakukan pemeriksaan pasien
Ya 40 46.5Tidak 46 53.5
Mengenakan jas penutup steril saat melakukan pemeriksaan pasien
Ya 44 48.8Tidak 42 51.2
Total 86 100
62
63
Tabel 6 menunjukkan distribusi jawaban responden mengenai upaya
pencegahan bahaya infeksi silang selama pemeriksaan. Sejalan dengan hasil pada
tabel 5, terlihat sebanyak 74 dokter gigi (86%) mencuci tangan sebelum
memeriksa pasien dan terdapat 84 dokter gigi (97.7%) yang mencuci tangan
setelah memeriksa pasien, akan tetapi, hanya 17 dokter gigi yang mencuci tangan
selama pemeriksaan pasien. Hasil penelitian pada tabel 6 juga memperlihatkan
bahwa 82 dokter gigi (95.3%) mengenakan masker saat melakukan tindakan,
namun yang menggunakan kacamata pelindung hanya 40 dokter gigi (46.5%).
Bahkan, diperlihatkan pada tabel 6, hanya 44 dokter gigi (48.8%) yang
mengenakan jas penutup steril pada saat melakukan pemeriksaan pasien.
64
Tabel V.7. Distribusi sampel berdasarkan persentase pencapaian upaya pencegahan diri terhadap bahaya infeksi silang
Persentase Pencapaian Upaya Pencegahan Diri Frekuensi (N)
Persen (%)
Bahaya infeksi silang0 – 25% 0 026 – 50% 13 15.151 – 75% 71 82.676 – 100% 2 2.3
Total 86 100
Tabel 7 menunjukkan distribusi persentase pencapaian upaya pencegahan
diri terhadap bahaya infeksi silang. Data ini didapatkan setelah jawaban responden
dinilai, diakumulasikan, dan diolah dengan menggunakan SPSS 16.0, sehingga
didapatkan respoden dapat diklasifikasikan menjadi klasifikasi persentase 0-25%,
26-50%, 51-75%, dan 76-100% telah menerapkan upaya pencegahan respoden
terhadap bahaya infeksi silang. Pada tabel 7 terlihat reponden dengan klasifikasi
51-75% merupakan yang paling tinggi jumlahnnya, yaitu sebanyak 71 respoden
(82.6%). Tabel 7 memperlihatkan bahwa tidak ada respoden yang diklasifikasikan
0-25% dalam menerapkan upaya pencegahan respoden terhadap bahaya infeksi
silang.
65
BAB VI
PEMBAHASAN
Pada penelitian ini peneliti ingin menggambarkan penerapan proteksi
dokter gigi sebagai upaya untuk mencegah terjadinya infeksi silang. Peneliti
memfokuskan penerapan proteksi dokter gigi yang terdiri dari upaya proteksi diri,
upaya pencegahan bahaya infeksi silang selama prosedur perawatan dan selama
pemeriksaan pasien.
Pada penelitian ini didapatkan jumlah responden sebanyak 86 dokter gigi
sesuai dengan jumlah yang dibutuhkan saat perhitungan sampel yang dilakukan
peneliti, yang terdiri dari 17 laki-laki (19.8%) dan 69 perempuan (80,2%). Data
ini memperlihatkan jumlah responden perempuan lebih banyak dari laki-laki. Hal
ini memang sesuai bila melihat hasil sensus penduduk dari badan pusat statistic di
Kota Makassar tahun 2010 yang menunjukkan komposisi perempuan lebih
banyak dari laki-laki bahkan perbedaannya mencapai 185.914 lebih banyak
perempuan. 18 Banyaknya jumlah responden perempuan mungkin juga dipengaruhi
oleh teknik sampling yang diambil secara acak, sehingga jumlah responden
perempuan yang terambil kebetulan banyak.
Penelitian ini mendapatkan hasil bahwa berdasarkan pengalaman kerja,
lama masa praktek yang paling banyak adalah antara 1-10 tahun sebanyak 58
responden (67,5%). Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh
Dwiastuti, Dharmawati dan Wirata di Bali, yang menjelaskan bahwa dari 97
66
dokter gigi yang menjadi sampel penelitian ada 58 orang (59,79%) yang memiliki
lama masa praktek yang paling banyak adalah antara 1-10 tahun.19
Pada penelitian ini terlihat bahwa ternyata masih ada responden yang sama
sekali belum pernah di vaksin hepatitis, sebanyak 33 orang (38,4%), dan yang
telah divaksin hepatitis ada 53 orang (61,6%). Berdasarkan penelitian dari Saheeb,
Offor dan Okojie, dari 113 sampel hanya ada 12 orang (22,1%) yang telah di
vaksin hepatitis, dan 101 orang (88,9%) diantaranya belum pernah divaksin
hepatitis. Hal ini menunjukkan bahwa masih kurangnya kesadaran dokter gigi
untuk memproteksi dirinya dengan cara divaksin hepatitis.17
Penelitian ini didapatkan responden yang mengenakan masker sebanyak
84 orang (97,7%) dan responden yang mengenakan sarung tangan ada 81 orang
(94,2%) . Responden yang tidak mengenakan lebih dari satu sarung tangan tiap
tangannya ada 30 orang (34,9%), sedangkan ada pula 6 responden (7%) yang
jarang mengganti sarung tangan pada pasien yang berbeda. Pada penelitian yang
dilakukan oleh Wibowo, Parisihni dan Haryanto diperoleh bahwa ada 62,5%
responden yang memakai masker setiap kali memeriksa pasien. Hal ini
menunjukkan bahwa dokter gigi telah mencegah terjadinya infeksi silang karena
masker dapat melindungi pemakai dari mikroorganisme dengan efisiensi lebih
dari 95% penyaringan bakteri dan dapat melindungi dokter gigi dari droplet yang
telah terkontaminasi penyakit. Diperoleh juga ada 56,3% responden yang
mengganti sarung tangannya pada setiap pasien yang berbeda dan 62,5%
responden mengenakan sarung tangan saat memeriksa pasien, hal ini
menunjukkan bahwa semua sarung tangan yang dipakai dibidang kedokteran
67
diciptakan untuk sekali pemakaian oleh karena itu harus dibuang setelah
pemakaian terhadap satu pasien.3
Pada penelitian ini didapatkan bahwa ada 21 responden (24,4%) yang
tidak pernah mengenakan kacamata pelindung, serta ada 13 responden (15,1%)
yang tidak pernah menggunakan jas pelindung. Paparan langsung dari beberapa
responden mengungkapkan bahwa mereka berusaha menciptakan suasana yang
nyaman saat bekerja, dalam hal ini menurut mereka bila menggunakan kacamata
pelindung dan jas pelindung dapat menghambat mereka saat bekerja. Hal ini juga
dijelaskan dan serupa dengan penelitian Wibowo, Parisihni dan Haryanto, yang
hanya ada 12 responden (37,5%) yang menggunakan kacamata pelindung, hal ini
juga mungkin disebabkan karena mahalnya harga kacamata pelindung dan
kurangnya kenyamanan dalam pemakaiannya.3
Penelitian ini mendapatkan bahwa 74 dari 86 responden (86%)
menggunakan larutan desinfektan, serta 36 responden (41,9%) merendam
instrument yang digunakan dalam larutan desinfektan selama 5-14 menit.
Sedangkan untuk larutan desinfektan yang paling banyak digunakan adalah Lysol
sebanyak 24 responden (27,9%) dan metode sterilisasi yang paling banyak
diterapkan adalah dengan sterilisasi autoclave sebanyak 69 responden (80,2%).
Beberapa upaya pencegahan responden sudah sangat baik, dan menurut tuturan
dari beberapa responden mengatakan bahwa semua prosedur yang dilakukan
berdasarkan prosedur yang dijalankan di Rumah Sakit/ Puskesmas (tempat
kerjanya selain praktik swasta sore), dan prosedur ini tetap dijalankan di tempat
praktik swastanya. Berdasarkan penelitian dari Saheeb, Offor dan Okojie ada lima
68
responden (4,4%) yang merendam instrument dalam larutan desinfektan selama 5-
14 menit dan larutan desinfektan yang paling banyak digunakan adalah hibitane in
spirit sebannyak 12 responden (10,6%), sedangkan metode sterilisasi yang paling
banyak digunakan adalah autoclave sebanyak 52 responden (46%). 17
Pada penelitian ini didapatkan bahwa ada 74 responden (86%) yang
mencuci tangan sebelum mengenakan sarung tangan, ada 51 responden (59,3%)
yang mencuci tangan menggunakan sabun sebelum mengenakan sarung tangan
dan ada 16 responden (18,6%) yang mencuci tangan menggunakan larutan
desinfektan sebelum menggunakan sarung tangan. Pada penelitian ini juga
responden yang mencuci tangan sebelum memeriksa pasien sebanyak 74 orang
(86%) dan yang mencuci tangan setelah pemeriksaan pasien sebanyak 84 orang
(97,7%).
Pada penelitian Wibowo, Parisihni dan Haryanto, responden yang mencuci
tangan dengan sabun ada 21 orang (65,6%) dan yang mencuci tangan dengan
antiseptik ada 11 orang (34,4%). Mencuci tangan dengan larutan desinfektan atau
dengan antiseptik efektif menurunkan dan mematikan bakteri yang terdapat di
tang individu namun pengaruhnya tidak sama, tergantung dengan cara dan
kebiasaan individu mencuci tangan dan bahan yang digunakan. Dalam penelitian
Wibowo, Parisihni dan Haryanto juga didapatkan bahwa ada 75% dari 32
responden sering mencuci tangan sebelum memeriksa pasien dan 87,5% mencuci
tangan setelah memeriksa pasien. Hal ini menunjukkan bahwa mencuci tangan
sebelum dan sesudah memeriksa pasien merupakan kebiasaan yang sering
dilakukan oleh dokter gigi.3
69
BAB VII
PENUTUP
7.1 KESIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian yan dilakukan di Kota Makassar pada tanggal 27
Agustus – 29 September 2012, maka dapat disimpulkan bahwa:
1. Dokter gigi di Kota Makassar lebih banyak perempuan daripada laki-laki,
terlihat dari hasil peneitian ini sebanyak 69 orang perempuan (80,2%) dan
17 orang laki-laki (19,8%).
2. Dokter gigi di Kota Makassar masih banyak yang tidak pernah di vaksin
hepatits sebanyak 33 orang (38,4%). Hal ini tentunya membahayakan
kondisi responden bila tertular hepatitis.
3. Dokter gigi di Kota Makassar yang mengenakan masker sebanyak 84
orang (97,7%), yang menggunakan sarung tangan sebanyak 81 orang
(94,2%), yang tidak pernah mengenakan lebih dari satu sarung tangan tiap
tangannya sebanyak 30 orang (34,9%), sedangkan masih ada pula enam
responden (7%) yang tidak selalu mengganti sarung tangan pada setiap
pasien yang berbeda
4. Dokter gigi di Kota Makassar masih ada yang tidak pernah mengenakan
kacamata pelindung sebanyak 21 responden (24,4%), serta masih ada juga
13 responden (15,1%) yang tidak pernah menggunakan jas pelindung/ jas
praktik.
5. Pencapaian penerapan prinsip proteksi diri terhadap bahaya infeksi silang
dikalangan dokter gigi adalah 51-75%, sebanyak 71 responden
70
6. Dokter gigi di Kota Makassar ada 74 orang (86%) menggunakan larutan
desinfektan baik untuk mencuci tangan ataupun merendam instrument, dan
larutan desinfektan yang paling sering digunakan adalah Lysol sebanyak
24 responden (27,9%), serta 36 responden (41,9%) merendam instrument
yang digunakan dalam larutan deinfektan selama 5-14 menit.
7. Dokter gigi di Kota Makassar paling banyak menggunakan metode
sterilisasi dengan autoclave sebanyak 69 responden (80,2%), sedangkan
metode sterilisasi dingin yang dikombinasikan dengan autoclave sebanyak
3 responden (3,5%) dan metode sterilisasi dingin yang dikombinasikan
dengan didihkan/direbus dengan air sebanyak 4 responden (4,7%) .
Prosedur ini dijalankan sesuai dengan prosedur yang dijalankan di Rumah
Sakit/Puskesmas (tempat kerjanya selain praktik swasta sore).
8. Dokter gigi di Kota Makassar ada 74 responden (86%) yang mencuci
tangan sebelum mengenakan sarung tangan, ada 51 responden (59,3%)
yang mencuci tangan menggunakan sabun sebelum mengenakan sarung
tangan dan ada 16 responden (18,6%) yang mencuci tangan menggunakan
larutan desinfektan sebelum menggunakan sarung tangan.
9. Dokter gigi di Kota Makassar yang mencuci tangan sebelum memeriksa
pasien sebanyak 74 orang (86%) dan yang mencuci tangan setelah
pemeriksaan pasien sebanyak 84 orang (97,7%). Hal ini menunjukkan
bahwa mencuci tangan sebelum dan sesudah memeriksa pasien merupakan
kebiasaan yang sering dilakukan oleh dokter gigi.
71
7.2 SARAN
1. Dokter gigi di Kota Makassar sebaiknya lebih memperhatikan proteksi
dirinya saat berpraktik agar terhindar dari terjadinya infeksi silang saat
melakukan pemeriksaan dan saat melakukan prosedur perawatan
2. Diharapkan ada penelitian selanjutnya yang serupa, sehingga dapat
menggali sumber informasi yang lebih mendalam dibanding penelitian ini.
3. Diharapkan pencapaian penerapan prinsip proteksi dokter gigi yang hanya
51-75% bisa lebih tinggi lagi, hingga mencapai 75-100%.
72
DAFTAR PUSTAKA
1. American Dental Association. Infection control routine for dental office. [internet] Available from URL:http://www.healthmantra.com/hctrust/art4.shtml . Accessed Desember 20,2011
2. Ansell Health Europe N.V. The Value of double gloving within the operating environment. [internet] Available from URL:http://www. anselleurope.com/medical/pdf/WP%20Double%20Gloving_EN.pdf. Accessed Desember 15,2011
3. Wibowo T, Parisihi K, Haryanto D. Proteksi dokter gigi sebagai pemutus rantai infeksi silang. Jurnal PDGI; 2009:58:2. p.6-9 [internet] Available from URL:http://www.pdgi.or.id/assets/jurnal/2/jurnal2Naskah_2_JURNAL_PDGI_VOL_60.pdf. Accessed Desember 20,2011
4. Data Dinas Kesehatan Kota Makassar, 2010. Available from : http://dinkessulsel.go.id/new/index.php?option=com_content&task=view&id=454&Itemid=65. Accessed Maret 26,2012
5. Kohli A., Puttaiah R. Infections Control And Occupational Safety recommendations For Oral Health Professional. Dental Council of India. pp. 2-3, 5-6, 9-12, 25-6, 27-8, 30-3, 40-8. [internet] Available from URL: http://www.osap.org/resource/resmgr/Docs/India_Infectioncontrolbook_2.pdf. Accessed Desember 20,2011
6. Jinata C, Arifin E, Rachman G, dkk. Molecular Analysis of immune-escape of hepatitis B virus local clinical samples. Jurnal microbiologi Indonesia 2012; 6:1:p.9-14 [internet] Available from URL: http://jurnal.permi.or.id/index.php/mionline/article/viewFile/109/pdf. Accessed Juni 14, 2012
7. Brataatmadja D. Aspek laboratorium pada infeksi virus hepatitis C. JKM 2003; 3:1. [internet] Available from URL: http://majour.maranatha.edu/index.php/jurnal-kedokteran/article/view/43/pdf. Accessed Juni 14, 2012
8. Kamila N, Siwiendrayanti A. Persepsi orang dengan HIV dan AIDS terhadap peran kelompok dukungan sebaya. KEMAS; 2010:6:1: p.36-43. Available from URL:
73
http://journal.unnes.ac.id/index.php/kemas/article/viewFile/1750/1945. Accessed Juni 14, 2012
9. Kohn W., Collins A., Cleveland J., Harte J., Eklund K., Malvitz D. Guidelines for Infection Control In Dental Health-Care Settings-2003; pp. 7-12, 14-8, 20-5. [internet] Available from URL: http://www.cdc.gov/mmwr/pdf/rr/rr5217.pdf . Accessed Desember 24,2011
10. Harahap J. Evaluasi cakupan hepatitis B pada bayi usia 12-24 bulan di Kabupaten Asahan Provinsi Sumatera Utara. Jurnal Penelitian rekayasa. 2008:1:2 p.52. Available from URL:http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/19675/1/kpr-des2008-1%20%284%29.pdf . Accessed Juni 13, 2012
11. Ikatan Dokter anak Indonesia. Jadwal imunisasi 2011 Rekomendasi ikatan dokter anak Indonesia (IDAI). [internet] Available from URL: http://www.jadwal-imunisasi-2011/catatandokter.com.pdf . Accessed Desember 29, 2011
12. Royal college of dental Surgeons of Ontario. Infection preventive and control in dental office. pp. 7-8 [internet] Available from URL: http://www.rcdso.org/pdf/guidelines/2918-Infection-ControlUpdateV2.pdf . Accessed Desember 24,2011
13. British Dental Association. Infection control in dentistry. pp. 12-3 [internet] Available from URL: http://universitydental.co.uk/resources/bda-cross-infection.pdf . Accessed Desember 30,2011
14. Siegel,J.D., Rhinehart E., Jackson M., Chiarello L, and the Healthcare Infection control Practises Advisory Committee, 2007 Guideline for Isolation precautions: Preventing Transmission of infectious agents in healthcare settings. pp. 49, 50-3 [internet] Available from URL:http://www.cdc.gov/ncidod/dhqp/pdf/isolation2007.pdf . Accessed Desember 20,2011
15. Zoning of Work Areas, use of Barrier for Protection of Equipment and Surface Disinfection. [internet] Available from URL: http://www.infectioncontrolservices.co.uk/dental_surgery_disinfection_zoning.htm . Accessed September 24,2012
74
16. Busnawir. Penentuan sampel dalam penelitian [internet] Available from URL: http://jurnal.pdii.lipi.go.id/admin/jurnal/161096267.pdf . Accessed Desember 28,2011
17. Saheeb BDO, Offor E, Okojie OH. Cross infection control methods adopted by medical and dental practitioners in benin city, Nigeria. Annals of African Medicine 2003;2;2:72-6. [internet] Available from URL: http://bioline.org.br/pdf?am03016. Accessed Juli 7,2012
18. Jumlah penduduk Indonesia sensus 2010. Badan Pusat Statistik Indonesia. [internet] Available from URL http://tunas63.wordpress.com/2011/07/25/jumlah-penduduk-indonesia-sensus-2010/ . Accessed Oktober 18,2012
19. Dwiastuti SAP, Dharmawati JGAA, Wirata IN. Hubungan antara ketersediaan alat dan pengetahuan tentang sterilisasi. Jurnal Skala Husada 2008;5;2:174-8. [internet] Available from URL : http://isjd.pdii.lipi.go.id/admin/jurnal/5208174179_1693-931X.pdf . Accessed September 21,2012
75