hendraprijatna68.files.wordpress.com · Web viewSalah satu jawaban yang dapat diketengahkan adalah...
Transcript of hendraprijatna68.files.wordpress.com · Web viewSalah satu jawaban yang dapat diketengahkan adalah...
1. PENDAHULUAN
Permasalahan yang dihadapi dunia pendidikan di Indonesia adalah pemerataan,
mutu dan relevansi serta efektivitas manajemen pendidikan. Manajemen pendidikan
yang sentralistik yang kita laksanakan selama pemerintahan Orde Baru, dipandang
kurang mendorong terjadinya demokratisasi pengelolaan pendidikan. Manajemen
pendidikan yang sentralistik tidak dapat mengakomodasi perbedaan keragaman atau
kepentingan baik untuk daerah, sekolah maupun peserta didik, serta mematikan
partisipasi masyarakat dalam proses pendidikan.
Berbagai upaya untuk mengatasi masalah tersebut di atas telah dilakukan, di
antaranya pembaharuan dan pemantapan sistem pendidikan nasional berdasarkan pada
prinsip desentralisasi manajemen pendidikan. Salah satu langkah yang dilaksanakan
adalah menerapkan manajemen berbasis sekolah (MBS). Manajemen berbasis sekolah
merupakan suatu konsep pengelolaan sekolah yang berawal dari kemampuan, inisiatif,
dan kreativitas sekolah dalam menyelenggarakan pendidikan di sekolahnya, dan tidak
tergantung pada petunjuk dari pemerintah pusat. Semua kegiatan pengambilan
keputusan, perencanaan dan kebijakan penyelenggaraan pendidikan sepenuhnya
berasal dari inisiatif sekolah itu sendiri dan bukan berasal dari birokrasi diatasnya.
Melalui manajemen berbasis sekolah maka kemandirian sekolah dapat terwujud
melalui upaya-upaya maksimal dari guru, kepala sekolah dan partisipasi masyarakat
(stakeholders) dalam penyelenggaraan pendidikan.
Disamping itu untuk mewujudkan pengelolaan sekolah yang baik, perlu adanya
kepala sekolah yang memiliki kemampuan sesuai tuntutan tugasnya. Untuk itu didalam
Peraturan Pemerintah No 19 Tahun 2005 tetang Standar Nasional Pendidikan, pasal 38
disebutkan kriteria menjadi kepala SMP/MTs/ SMA/MA/ SMK/ MAK meliputi:
Berstatus sebagai guru SMP/MTS/SMA/MA/SMK/MAK;
1. Memiliki kualifikasi akademik dan kompetensi sebagai agen pembelajaran
sesuai ketentuan perundang-undangan yang berlaku;
2. Memiliki pengalaman mengajar sekurang-kurangnya 5 (lima) tahun di
SMP/MTs/SMA/MA/SMK/MAK; dan
3. Memiliki kemampuan kepemimpinanan dan kewirausahaan di bidang
pendidikan.
Selanjutnya di dalam pelaksanaan manajemen berbasis sekolah ada 3 (tiga) hal
PIKIR, DZIKIR, IKHTIAR 1
yang perlu dilaksanakan yaitu: (1) manajemen sekolah baik fungsi maupun
substansinya dalam kerangka MBS; (2) pembelajaran aktif, kreatif, efektif dan
menyenangkan (PAKEM); serta (3) peningkatan peran serta masyarakat dalam
mendukung program sekolah.
Partisipasi masyarakat dalam penyelenggaraan pendidikan, telah diamanatkan
dalam UU RI No 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional pasal 8
disebutkan “masyarakat berhak berperan serta dalam perencanaan, pelaksanaan,
pengawasan dan evaluasi program pendidikan”, dan pada pasal 9 berbunyi “
masyarakat berkewajiban memberikan dukungan sumber daya dalam penyelenggaraan
pendidikan”.
Masyarakat mau mendukung program sekolah apabila sekolah menyelenggarakan
manajemen pendidikan yang transparan, utamanya transparansi dalam manajemen
keuangan. Sesuai dengan prinsip akuntabilitas, maka masyarakat berhak mengetahui
pendayagunaan apa yang telah disumbangkannya kepada lembaga pendidikan, baik
tingkat efektivitas maupun tingkat efisiensinya. Dengan demikian kepala sekolah perlu
memiliki kemampuan dan keterampilan dalam mengelola keuangan secara transparan,
akuntabel, efektif dan efisien. Untuk membekali calon kepala sekolah agar nantinya
dapat menjadi kepala sekolah yang mampu mengelola keuangan secara baik, maka
pendidikan dan pelatihan manajemen keuangan perlu dilakukan secara sistematis.
2. Pengertian Manajemen
Manajemen berasal dari Bahasa Latin, yaitu dari asal kata manus yang berarti
tangan dan agere yang berarti melakukan. Kata-kata itu digabung menjadi kata kerja
managere yang artinya menangani. Managere diterjemahkan ke dalam Bahasa
Inggeris dalam bentuk kata kerja to manage, dengan kata benda management, dan
manager untuk orang yang melakukan kegiatan manajemen. Akhirnya, management
diterjemahkan ke dalam Bahasa Indonesia menjadi manajemen atau pengelolaan.
Manajemen menurut Mary Parker (Stoner & Freeman, 2000) ialah seni
melaksanakan pekerjaan melalui orang-orang (The art of getting things done through
people). Meskipun banyak definisi manajemen yang telah diungkapkan para ahli sesuai
pandangan dan pendekatannya masing-masing seperti: Barnard (1938), Terry (1960),
Gray (1982), Manullang (1983), Gitosudarmo (1984), Sukiswa (1986), Siregar &
PIKIR, DZIKIR, IKHTIAR 2
Samadhi (1997), Hitt,et.al. (1989), Schermerhon (1996), Wright & Noe (1996), Fattah
(1996), Matteson & Ivancevich (1996), Handoko (2003), Gibson (2003), Dressler
(2003) dan Casio (2003); namun tidak satupun yang memuaskan. Walaupun demikian,
esensi manajemen dapat dianggap baik sebagai proses (fungsi) maupun sebagai tugas
(task).
Fungsi manajemen menurut Taylor adalah: Planning, Directing, and Organizing
of work (PDO). Menurut Fayol, ada empat fungsi manajemen yaitu: Planning,
Commanding, Coordinating, and Controlling yang disingkat PCCC. Sedangkan
menurut Gulick, fungsi manajemen adalah Planning, Organizing, Staffing, Directing,
Coordinating, Reporting, and Budgeting dengan akronim POSDCoRB. Terry
menyatakan fungsi manajemen adalah Planning, Organizing, Actualizing, and
Controlling (POAC).
Manajemen (pengelolaan) sebagai fungsi meliputi perencanaan, pengorganisasian,
pelaksanaan, kepemimpinan, pemantauan, supervisi, evaluasi pelaporan, dan tindak
lanjut hasil (Gibson, 2003 & Husaini Usman, 2007). Tetapi liputan manajemen ini
dapat lebih disederhanakan menjadi Perencanaan, Pelaksanaan, dan
Pengawasan (P3). Karena pengorganisasian dan kepemimpinan dapat dimasukkan
dalam pelaksanaan. Sedangkan pemantauan, supervisi, evaluasi pelaporan, dan tindak
lanjut hasil pengawasan dapat dimasukkan ke dalam pengawasan.
PIKIR, DZIKIR, IKHTIAR 3
3. PERENCANAAN PENDIDIKAN
Pemikiran yang meletakkan sumber daya manusia sebagai titik sentral usaha
pembangunan meletakan posisi pendidikan dalam peran yang kuat dalam usaha
mewujudkan sumber daya manusia yang berkualitas dan unggul. Pendidikan yang
berperan begitu penting itu perlu dioptimasikan sehingga dalam penyelenggaraannya
secara efektif dan efisien terarah dan terkoordinasikan secara terpadu pada
pengembangan kualitas sumber daya manusia seperti yang diinginkan. Salah satu
jawaban yang dapat diketengahkan adalah menjadikan perencanaan sebagai alat (tool)
pembangunan pendidikan, yang berarti pula pembangunan kualitas sumber daya
manusia. Optimasi pembangunan kualitas sumber daya manusia di sekolah (dalam hal
ini Tenaga pendidk dan Kependidikan) ini perlu direncanakan secara baik dan
komprehensif hingga usaha pendidikan dapat dijadikan aset nasional dan
pembangunan nasional.
A. Konsep Dasar Perencanaan
Pada hakikatnya perencanaan adalah suatu rangkaian proses kegiatan menyiapkan
dan menentukan seperangkat keputusan mengenai apa yang diharapkan terjadi
(peristiwa, keadaan, suasana, dan sebagainya) dan apa yang akan dilakukan
(intensifikasi, eksistensifikasi, revisi, renovasi, substitusi, kreasi dan sebagainya).
Rangkaian proses kegiatan itu dilaksanakan agar harapan tersebut dapat terwujud
menjadi kenyataan di masa yang akan datang, yaitu dalam jangka waktu 1, 3, 5, 10, 15,
25, 40, atau 50 tahun yang akan datang.
Gambaran tentang harapan (das sollen) masa depan itu mungkin baru merupakan
impian atau sekedar cita-cita saja, atau mungkin pula sudah ada ancar-ancar jangka
panjang (10, 15, 25, 40 tahun) ukuran waktunya, yang biasa disebut dengan visi.
Sedangkan tugas yang akan dilakukannya disebut dengan misi, yaitu untuk
menghasilkan bidang hasil pokok (key result areas) dengan ukuran standar normatif
tertentu (values) dan dengan jalan tertentu (strategy) yang dapat diterima oleh semua
pihak yang berkepentingan (stakeholders).
Jarak dan jurang kesenjangan (gaps) atau perbedaan (differences) dan
ketimpangan (disparities) antara harapan dan kenyataan itulah yang lazimnya
PIKIR, DZIKIR, IKHTIAR 4
diidentifikasi sebagai permasalahan strategis (strategic issue), yang membutuhkan
pemecahan melalui program-program pembangunan yang terarah sasaran bidang
garapannya. Tugas dan tenaga pendidik dan kependidikanan untuk mendeteksi
seberapa besar atau seberapa jauh sebenarnya kemungkinan terdapatnya kesenjangan
antara kebutuhan-kebutuhan ideal (masa depan) dengan kebutuhan yang ada saat ini
pada dasarnya merupakan esensi dari perencanaan pendidikan.
Beberapa unsur penting yang terkandung di dalam perencanaan pendidikan, yaitu:
1. Penggunaan analisa yang bersifat rasional dan sistematik dalam perencanaan
pendidikan, hal ini menyangkut metodologi dalam perencanaan. Perencanaan
pendidikan dewasa ini telah berkembang dengan berbagai pendekatan dan
metodologinya yang cukup kompleks dan sulit.
2. Proses perkembangan pendidikan, artinya bahwa perencanaan pendidikan itu
dilakukan dalam rangka reform pendidikan, yaitu suatu proses dari status
sekarang menuju ke status perkembangan pendidikan yang dicita-citakan.
Perencanaan merupakan suatu momen dalam proses yang kontinyu.
3. Prinsip efektivitas dan efisiensi, artinya dalam perencanaan pendidikan itu
pemikiran secara ekonomis sangat menonjol, misalnya dalam hal penggalian
sumber-sumber pembiayaan pendidikan, alokasi biaya, hubungan pendidikan
dengan tenaga pendidik dan kependidikan, hubungan pengembangan
pendidikan dengan pertumbuhan ekonomi.
4. Kebutuhan dan tujuan murid-murid dan masyarakat, artinya perencanaan
pendidikan itu mencakup aspek internal dan eksternal daripada sekolah sistem
pendidikan.
Empat persoalan yang dibahas dalam mendefinisikan perencanaan pendidikan,
yaitu:
1. Tujuan, apakah yang akan dicapai dengan perencanaan itu?.
2. Status sistem pendidikan yang ada, bagaimanakah keadaan yang ada sekarang?.
3. Kemungkinan pilihan untuk mencapai tujuan.
4. Strategi, penentuan cara yang terbaik untuk mencapai tujuan.
Secara konsepsional bahwa perencanaan pendidikan itu sangat ditentukan oleh
cara, sifat, dan proses pengambilan keputusan, sehingga nampaknya dalam masalah ini
terdapat banyak komponen yang ikut berproses didalamnya. Adapun komponen-
komponen yang ikut serta dalam proses pengambilan keputusan ini, antara lain:
PIKIR, DZIKIR, IKHTIAR 5
1. Tujuan pembangunan nasional bangsa yang akan mengambil keputusan dalam
rangka kebijaksanaan nasional dalam bidang pendidikan. Target yang hendak
dicapai dengan meletakkan tujuan pendidikan nasional yang akan berarti cara
menyampaikannya pun akan juga mempengaruhi didalamnya. Misalnya,
waktu pelaksanaan, pertahapan, taktis, dan strategi dalam meletakkan jalur
kebijakan ke mana akan dibawa pendidikan itu.
2. Masalah strategi adalah termasuk penanganan policy (kebijakan) secara
operasional yang akan mewarnai proses pelaksanaan daripada perencanaan
pendidikan. Maka ketepatan peletakkan strategi ini adalah sangat penting
adanya. Dalam hal-hal yang perlu mendapatkan perhatian dalam penanganan
policy (kebijakan) ini adalah berkenaan dengan:
Sifat dan kebijakan nasional pendidikan.
Proses sosial yang dalam tingkat sedang berkembang.
Cara pendekatan yang dipergunakan sebagai watak sistem
perencanaannya.
Jadi dalam penentuan kebijakan sampai kepada pelaksanaan perencanaan
pendidikan ada beberapa hal yang harus diperhatikan, seperti: siapa yang
memegang kekuasaan (penguasa), siapa yang menentukan keputusan, dan
faktor-faktor apa saja yang perlu diperhatikan dalam pengambilan keputusan.
Hal-hal tadi dapat diketahui melalui output atau hasil sistem dari pelaksanaan
perencanaan pendidikan itu sendiri.
Dalam sistem pengambilan keputusan sebagaimana diuraikan tadi pada
beberapa negara mempunyai cara yang berbeda-beda, seperti: di negeri
Belanda (Nederland) dikenal dengan istilah-istilah Private Decision
(Keputusan bukan Pemerintah atau Swasta dan atau Keputusan Individual).
Di Yugoslavia dengan sistem Syndicatisme, di Perancis dikenal dengan
“Projective and Inductive Planning”, yakni perpaduan antara kegiatan dari
pejabat negara dan bukan pejabat negara dalam proses tersebut.
3. Jenis dan tingkat kemajuan negara apakah negara berkembang atau negara
terbelakang atau negara industri. Karena dari beberapa sifat negara tersebut,
terdapat banyak faktor yang harus diperhatikan.
Selanjutnya dalam masalah persiapan perencanaan dalam definisi yang
dikemukakan tersebut ada beberapa hal yang perlu diketahui, yaitu:
PIKIR, DZIKIR, IKHTIAR 6
Perencanaan itu kegiatan untuk masa yang akan datang.
Suatu masalah kuncinya adalah bentuk dan isi “strategis” dan hal ini yang
harus mendapatkan perhatian.
Perencanaan bukan mesalah kira-kira, manipulasi, atau teoritis tanpa
fakta atau data yang kongkrit, maka dalam prinsipnya harus telah benar-
benar diperhatikan hal-hal tersebut.
Persiapan perencanaan harus dinilai dari pengertian-pengertian yang
benar tentang kebijakan, arah kebijakan, dan dalam kondisi yang
bagaimana pelaksanaannya dan sebagainya.
Suatu tindakan nyata dalam pelaksanaannya, sehingga dapat diartikan
sebagai contoh dari yang lainnya.
Menurut C. E. Beeby (mantan Menteri Pendidikan Selandia Baru dan pernah
menjabat sebagai Konsultan UNESCO di Paris), bahwa
Perencanaan Pendidikan adalah suatu kegiatan melihat masa depan dalam hal menentukan kebijakan, prioritas dan biaya pendidikan dengan mempertimbangkan kenyataan-kenyataan yang ada dalam bidang ekonomi, sosial, dan politik untuk mengembangkan sistem pendidikan negara dan anak didik yang dilayani oleh sistem tersebut.
Dari beberapa rumusan tentang Perencanaan Pendidikan tadi bahwa masalah yang
menonjol adalah suatu proses untuk menyiapkan suatu konsep keputusan yang akan
dilaksanakan di masa depan. Untuk jenis masyarakat bagaimana, untuk macam
kepemimpinan politik, intelektual dan sosial yang bagaimana, atau untuk jenis
kemampuan-kemampuan tenaga pendidik dan kependidikan bagaimana pendidikan itu
diarahkan?
Semakin jauh seseorang dapat melihat masa depan, semakin jelas arah tujuan
seseorang. Suatu rencana jangka panjang atau perspektif yang dapat menemukan dan
menjelaskan arah dan garis-garis besar dengan demikian adalah suatu alat yang sangat
berguna.
Dari beberapa rumusan definisi oleh para ahli tersebut ada beberapa hal yang
menonjol yang merupakan atribut atau ciri-ciri dari perencanaan pendidikan, yaitu:
1. Perencanaan pendidikan adalah suatu proses intelektual yang
berkesinambungan dalam menganalisa, merumuskan dan menimbang serta
memutuskan, keputusan yang diambil harus mempunyai konsistensi (taat
PIKIR, DZIKIR, IKHTIAR 7
azas) internal dan berhubungan secara sistematis dengan keputusan-keputusan
lain baik dalam bidang-bidang itu sendiri maupun dalam bidang-bidang lain
dalam pembangunan, dan tidak ada batas waktu untuk satu jenis kegiatan.
Dan ada tidak harus satu kegiatan mendahului dan didahulukan oleh kegiatan
lain.
2. Perencanaan pendidikan selalu memperhatikan masalah, kebutuhan, situasi,
dan tujuan kebutuhan, keadaan perekonomian, keperluaan penyediaan dan
pengembangan tenaga pendidik dan kependidikan bagi pembangunan nasional
serta memperhatikan faktor-faktor sosial dan politik merupakan aspek dari
perencanaan pembangunan yang menyeluruh.
3. Tujuan dari perencanaan pendidikan adalah menyusun kebijaksanaan dan
menggariskan strategi pendidikan yang sesuai dengan kebijakan pemerintah
(menyusun alternatif dan prioritas kegiatan) yang menjadi dasar pelaksanaan
pendidikan pada masa yang akan datang dalam upaya pencapaian sasaran
pembangunan pendidikan.
4. Perencanaan pendidikan sebagai perintis atau pelopor dalam kegiatan
pembangunan harus bisa melihat jauh ke depan bersifat inovatif, kuantitatif
dan kualitatif.
5. Perencanaan pendidikan selalu memperhatikan faktor ekologi (lingkungan).
Dengan demikian, Perencanaan Pendidikan dalam pelaksanaannya tidak dapat
diukur dan dinilai secara cepat, tapi memerlukan waktu yang cukup lama, khususnya
dalam kegiatan atau bidang pendidikan yang bersifat kualitatif, apalagi dari sudut
kepentingan nasional. Hal ini tentu dapat dengan mudah dimengerti karena pendidikan
adalah suatu kegiatan pranata sosial yang hasilnya baru dapat diukur dan dinilai dalam
waktu yang relatif lama, kecuali dalam jenjang pendidikan tertentu, seperti halnya jenis
pendidikan tinggi atau jenis pendidikan tertentu, seperti halnya jenis pendidikan latihan
atau penataran yang bersifat profesional.
Karakteristik perencanaan pendidikan ditentukan oleh konsep dan pemahaman
tentang pendidikan. Pendidikan mempunyai ciri unik dalam kaitannya dengan
pembangunan nasional dan mempunyai ciri khas karena yang menjadi garapannya
adalah manusia.
PIKIR, DZIKIR, IKHTIAR 8
Dengan mempertimbangkan ciri-ciri pendidikan dalam perannya dalam proses
pembangunan, maka perencanaan pendidikan mempunyai ciri-ciri seperti tercantum di
bawah ini:
1. Perencanaan pendidikan harus mengutamakan nilai-nilai manusiawi, karena
pendidikan itu membangun manusia yang harus mampu membangun dirinya
dan masyarakatnya.
2. Perencanaan pendidikan harus memberikan kesempatan untuk
mengembangkan segala potensi anak didik seoptimal mungkin.
3. Perencanaan pendidikan harus memberikan kesempatan yang sama bagi setiap
anak didik.
4. Perencanaan pendidikan harus komprehensif dan sistematis dalam arti tidak
praktikal atau sigmentaris tapi menyeluruh dan terpadu serta disusun secara
logis dan rasional serta mencakup berbagai jenis dan jenjang pendidikan.
5. Perencanaan pendidikan harus diorientasi pada pembangunan dalam arti bahwa
program pendidikan haruslah ditujukan untuk membantu mempersiapkan man
power yang dibutuhkan oleh berbagai sektor pembangunan.
6. Perencanaan pendidikan harus dikembangkan dengan memperhatikan
keterkaitannya dengan berbagai komponen pendidikan secara sistemstis.
7. Perencanaan pendidikan harus menggunakan resources secermat mungkin
karena resources yang tersedia adalah langka.
8. Perencanaan pendidikan haruslah berorientasi kepada masa datang, karena
pendidikan adalah proses jangka panjang dan jauh untuk menghadapi masa
depan.
9. Perencanaan pendidikan haruslah kenyal dan responsif terhadap kebutuhan
yang berkembang di masyarakat tidak statis tapi dinamis.
10. Perencanaan pendidikan haruslah merupakan sarana untuk mengembangkan
inovasi pendidikan hingga pembaharuan terus menerus berlangsung.
Bila ciri-ciri tersebut dikaji dengan lebih seksama, maka akan terlihat bahwa
perencanaan pendidikan itu mempunyai keunikan dan kompleksitas yang tidak dimiliki
oleh jenis perencanaan lainnya dalam pembangunan nasional. Ciri-ciri tersebut
diwarnai oleh pandangan terhadap pendidikan dan hakekat pembangunan suatu
bangsa.
PIKIR, DZIKIR, IKHTIAR 9
Perencanaan pendidikan mengenal prinsip-prinsip yang perlu menjadi pegangan
baik dalam proses penyusunan rancangan maupun dalam proses implementasinya.
Prinsip-prinsip ini adalah sebagai tercantum di bawah ini:
1. Perencanaan itu interdisiplinair karena pendidikan itu sendiri sesungguhnya
interdisiplinair terutama dalam kaitannya dengan pembangunan manusia.
2. Perencanaan itu fleksibel dalam arti tidak kaku tapi dinamis serta responsif
terhadap tuntutan masyarakat terhadap pendidikan. Karena itu planners perlu
memberikan ruang gerak yang tepat terutama dalam penyusunan rancangan.
3. Perencanaan itu obyektif rasional dalam arti untuk kepentingan umum bukan
untuk kepentingan subyektif sekelompok masyarakat saja.
4. Perencanaan itu tidak dimulai dari nol tapi dari apa yang dimiliki. Ini berarti
segala potensi yang tersedia merupakan aset yang perlu digunakan secara
efisien dan optimal.
5. Perencanaan itu wahana untuk menghimpun kekuatan-kekuatan secara
terkoordinir dalam arti segala kekuatan dan modal dasar perlu dihimpun
secara terkoordinasikan untuk digunakan secermat mungkin untuk
kepentingan pembangunan pendidikan.
6. Perencanaan itu disusun dengan data, perencanaan tanpa data tidak memiliki
kekuatan yang dapat diandalkan.
7. Perencanaan itu mengendalikan kekuatan sendiri, tidak bersandarkan pada
kekuatan orang lain, karena perencanaan yang bersandarkan kepada kekuatan
bangsa lain akan tidak stabil dan mudah menjadi obyek politik bangsa lain.
8. Perencanaan itu komprehensif dan ilmiah dalam arti mencakup seluruh aspek
esensial pendidikan dan disusun secara sistematik dengan menggunakan
prinsip dan konsep keilmuan.
B. Analisis Posisi Perencanaan Pendidikan
PIKIR, DZIKIR, IKHTIAR 10
Perencanaan pendidikan pada dasarnya berpusat pada tiga komponen utama, yaitu:
1. Apakah yang harus dicapai?
2. Bagaimanakah perencanaan itu dimulai?
3. Bagaimanakah cara mencapai yang harus dicapai itu?
Pertanyaan pertama, mempersoalkan tujuan yang merupakan titik usaha yang
harus dicapai. Tujuan adalah arah yang mempersatukan kegiatan pembangunan, tanpa
tujuan kegiatan pembangunan pendidikan akan tidak terarah dan tidak terkendalikan.
Tujuan merupakan cita-cita dan merupakan hal yang absolut dan tidak dapat ditawar.
Pertanyaan kedua, mempersoalkan titik berangkat pembangunan sebab
pembangunan harus dimulai dari titik berangkat yang pasti dalam arti tidak dimulai
dari nol sama sekali tapi dimulai dari tingkat yang telah dicapai selama ini. Titik
berangkat haruslah ditentukan berdasarkan evaluasi atau kajian terhadap apa yang
telah diperbuat bukan apa yang harus diperbuat.
Pertanyaan ketiga, merupakan alternatif cara atau upaya untuk mencapai tujuan
dari titik berangkat yang telah ditentukan itu. Upaya ini dapat saja berbentuk
pendekatan, kebijakan atau bahkan strategi yang kemungkinannya amat banyak
tergantung kepada kemampuan untuk memilih mana yang paling tepat dan efektif
untuk mencapai tujuan tersebut.
Pola dasar di atas pada kenyataannya tidak sederhana karena pendidikan itu
sendiri amatlah kompleks. Pengembangan pola dasar ini hanyalah merupakan modal
yang dapat dipergunakan oleh planners sebagai salah satu pila pikir yang meletakkan
perencanaan secara tepat pada posisi dan fungsi yang diinginkan.
Pembangunan pendidikan memerlukan resources yang perlu diatur secermat
mungkin karena resources itu amat langka. Pengertian ini perlu dikaitkan dengan misi
dan tujuan pembangunan pendidikan, arah pembangunan pendidikan, orientasi
pembangunan pendidikan, keseluruhan prioritas, jenis, dan jenjang pendidikan serta
fasilitas yang diperlukan dalam penyelenggaraan pendidikan. Kesemuanya ini perlu
dirancang secara komprehensif, akurat, cermat dan efisien serta berdasarkan
perhitungan yang matang. Tanpa perencanaan yang sistematik dan rasional upaya
pembangunan pendidikan ini mustahil dapat dilaksanakan dengan efektif. Perencanaan
atau perancangan dalam hal ini berfungsi sebagai tool sebagai guide line for actions,
sehingga apa yang harus dilakukan sudah diatur dan ditata terlebih dahulu.
PIKIR, DZIKIR, IKHTIAR 11
Dalam perancangan usaha yang terpadu, koordinasi, pemanfaatan sumber-sumber
daya, urutan prioritas, dapat disusun secara sistematis dan komprehensif. Arah dan
tujuan pembangunan pendidikan dapat diatur pencapaiannya dalam kurun waktu
tertentu. Distribusi wewenang dan tanggung jawab, pengawasan dan pengendalian
dapat diatur sedini mungkin hingga segala susuatu yang akan dikerjakan dapat
diketahui, dan dihitung terlebih dahulu dengan lebih cermat. Dengan
memperhitungkan hal-hal inilah para ahli ekonomi memandang perencanaan ini
sebagai vehicle pembangunan bukan hanya untuk suatu sektor pembangunan tertentu
saja, tapi juga untuk seluruh sektor pembangunan. Indonesia memandang perencanaan
itu sebagai suatu hal yang indisible dan perannya amat defisive, hingga amatlah sulit
dibayangkan bagaimana mungkin kegiatan pembangunan nasional Indonesia dapat
dilaksanakan tanpa perencanaan.
Perencanaan itu dapat diartikan sebagai proses penyusunan berbagai keputusan
yang akan dilaksanakan pada masa yang akan datang untuk mencapai tujuan yang
telah ditentukan. Keputusan-keputusan itu disusun secara sistematis, rasional dan dapat
dibenarkan secara ilmiah karena menerapkan berbagai pengetahuan yang diperlukan.
Perencanaan itu dapat pula diberi arti sebagai suatu proses pembuatan serangkaian
kebijakan untuk mengendalikan masa depan sesuai yang telah ditentukan. Kebijakan-
kebijakan itu disusun dengan memperhitungkan kepentingan masyarakat dan
kemampuan masyarakat. Perencanaan dapat pula diartikan sebagai upaya untuk
memadukan antara cita-cita nasional dan resources yang tersedia yang diperlukan
untuk mewujudkan cita-cita tersebut. Dalam proses memadukan itu dipergunakan
berbagai cara yang rasional dan ilmiah hingga dapat dipertanggungjawabkan
kebenarannya. Perencanaan tidak berakhir hanya pada draft blue print tapi harus
mencakup proses implementasinya. Karena itu segala sesuatu yang dimasukkan di
dalam putusan kebijakan tersebut perlu dipertimbangkan dengan secermat mungkin
fasibilitas atau kelayakannya. Perencanaan yang baik adalah perencanaan yang dapat
dilaksanakan.
Dengan memahami arti atau definisi perencanaan seperti yang diuraikan di atas,
dapat disimpulkan bahwa perencanaan itu sebenarnya alat peubah dan alat pengendali
perubahan. Pembangunan itu mengandung arti merubah untuk maju dan berkembang
menuju arah tertentu, dan perencanaan adalah rumusan yang mengandung semua
perubahan itu serta petunjuk untuk mewujudkannya. Karena itu pembangunan dan
PIKIR, DZIKIR, IKHTIAR 12
perencanaan dalam pengertian ini tidak dapat dipisahkan karena memang saling
melengkapi dan saling membutuhkan. Ini berarti setiap upaya pembangunan
memerlukan perencanaan, dan setiap perencanaan adalah untuk mewujudkan upaya
pembangunan.
C. Mekanisme dan Prosedur Perencanaan Pendidikan
Perencanaan pendidikan terdiri dari beberapa jenis tergantung dari sisi melihatnya.
Dari tinjauan cakupannya, perencanaan pendidikan ada yang bersifat nasional atau
makro, ada pula yang bersifat daerah atau regional, ada juga yang bersifat lokal dan
ada pula yang bersifat kelembagaan atau institusional.
Perencanaan pendidikan pada tingkat nasional mencakup seluruh usaha
pendidikan untuk mencerdaskan atau membangun bangsa termasuk seluruh jenjang,
jenis, dan isinya. Pembangunan sektor pendidikan di Indonesia diatur dalam
perencanaan pendidikan yang bersifat nasional ini.
Perencanaan pendidikan regional adalah perencanaan pada tingkat daerah atau
provinsi yang mencakup seluruh jenis dan jenjang untuk daerah atau propinsi itu. Pada
sistem penyelenggaraan pendidikan di Indonesia mungkin ini dikenal dengan sistem
wilayah, bilamana wilayah itu secara operasional mencakup suatu daerah atau provinsi
tertentu. Perencanaan pendidikan lokal adalah perencanaan pendidikan yang mencakup
berbagai kegiatan untuk Kota atau Kabupaten tertentu saja.
Perencanaan pendidikan kelembagaan adalah perencanaan pendidikan yang
mencakup satu institusi atau lembaga pendidikan tertentu saja, seperti: perencanaan
sekolah, atau perencanaan universitas tertentu.
Ditinjau dari posisi dan sifat serta karakteristik perencanaan, perencanaan
pendidikan itu ada yang bersifat terpadu, dan yang bersifat komprehensif, ada yang
bersifat transaksional dan ada pula yang bersifat strategik.
Perencanaan pendidikan terpadu atau Integrated Educational Planning
mengandung arti bahwa perencanaan pendidikan itu mencakup seluruh aspek esensial
pembangunan pendidikan dalam pola dasar perencanaan pembangunan nasional. Ini
berarti bahwa perencanaan pendidikan pada tingkat makro atau nasional hanyalah
merupakan bagian integral dari keseluruhan perencanaan pembangunan nasional.
Kedudukan perencanaan pendidikan ini sama dengan kedudukan perencanaan
PIKIR, DZIKIR, IKHTIAR 13
pembangunan ekonomi, atau perencanaan pembangunan sektor pembangunan lainnya.
Keterpaduan pola pikir yang diterangkan dalam perencanaan ini menerapkan konsep
General Systems Theory yang memandang upaya pembangunan sebagai suatu sistem
yang terdiri dari berbagai komponen yang dalam hal ini berbagai sektor pembangunan.
Pembangunan setiap sektor haurs terpadu dan saling mempunyai keterkaitan erat
hingga sumber-sumber daya yang dipergunakan dapat secara optimal diatur dalam
pemanfaatannya hingga efektif.
Perencanaan pendidikan komprehensif mengandung konsep keseluruhan yang
disusun secara sistemik dan sistematik. Seluruh aspek penting pendidikan mencakup
dan disusun secara teratur dan rasional hingga membentuk satu keseluruhan yang
lengkap dan sempurna. Kelengkapan dan keteraturan dalam pola dasar yang sistemik
inilah yang merupakan ciri utama perencanaan pendidikan yang komprehensif.
Perencanaan strategik adalah perencanaan yang mengandung pendekatan Startegic
Issues yang dihadapi dalam upaya membangun pendidikan. Kalau isu pokok
pembangunan pendidikan dewasa ini tentang Quality Declining, maka perencanaan
pendidikan yang mengambil fokus atau prioritas pembangunan kualitas pendidikan,
maka perencanaan yang dikembangkan untuk mewujudkan prioritas ini disebut
perencanaan strategik pembangunan pendidikan. Perencanaan pendidikan strategik ini
bertitik tolak dari gagasan untuk menanggulangi National Emerging Issues dan bertitik
tolak dari pikiran bahwa sumber-sumber daya itu amat langka, karena itu
penggunaannya harus diatur secermat dan seefisien mungkin hingga output yang
diharapkan memang merupakan keluaran yang efektif.
Ditinjau dari sisi metodologi, perencanaan pendidikan itu dapat disebut Rational
atau Systematic Planning, karena perencanaan ini menggunakan prinsip-prinsip dan
teknik-teknik berpikir sistematis dan rasional ilmiah. Comprehensive Planning Model
Schiefelbein, Integrated Planning menurut Asia Model umpamanya dapat disebut
sebagai Systematic Planning atau Rational Planning yang bercirikan keterikatan pada
ketentuan dan peraturan perhitungan yang rasional dan teliti dan sebagai hasil kalkulasi
komputer umpamanya. Prinsip System dan Rational Decision Making jelas terlihat
dalam planning seperti di atas.
Planning yang mencoba menciptakan linkage yang kuat dan serasi antara
rancangan yang telah ditetapkan dengan kenyataan implementasi rancangan oleh
PIKIR, DZIKIR, IKHTIAR 14
administrator disebut dengan Transactional Planning. Transactional Planning
menurut Warwick (1980) adalah:
“To forge strong links between the planning and implementation of development programs. Transactional Planning is chosen to highlight the essentially interactive and political nature of effective development planning and program implementation”.
Menurut survei (Warwick, 1980) ternyata kebanyakan negara berkembang
terdapat kesenjangan antara The Myth Planning dan The Reality of The Plan.
Kesenjangan ini terutama disebabkan terutama oleh keengganan administrator dan
politisi untuk terlalu terikat kepada planning yang sudah ada, karena Rational
Planning ternyata terlalu ketat hingga planning kehilangan kemampuannya untuk
merespon terhadap berbagai tantangan yang muncul. Transactional Planning mencoba
menampung aspirasi administrator dan politisi untuk mencoba menciptakan hubungan
yang nyata antara Planning Theory dan Planning Practice.
Secara konseptual Transactional Planning terdiri dari tiga bagian, yaitu: Pertama,
komponen environment yang juga terdiri dari remote environment, proximate
environment, operating environment. Kedua, plan formulation yang mencakup process
dan contents. Dan Ketiga, plan implementation yang mencakup facilitating conditiond
dan impeding conditions. Keterkaitan antara ketiga komponen atau bagian ini disajikan
dalam gambar seperti berikut ini:
Gambar 1. Transactional Planning
Data dasar atau base line data untuk perencanaan pendidikan mempunyai fungsi
yang amat penting, sebab tanpa data perencanaan atau planners tidak mungkin dapat
mengembangkan perencanaan pendidikan yang diperlukan. Data dasar ini mencakup
berbagai aspek bukan saja tentang pendidikan tetapi juga data di luar pendidikan yang
PIKIR, DZIKIR, IKHTIAR 15
Plan Environment
Remote Environment
Proximate Environment
Operating Environment
Plan Formulatio
n
ProcessContents
Plan Implementati
on
Fasilitating Conditions
Impeding Conditions
Plan Evaluation
MonitoringReportingEvaluation
mempunyai keterkaitan erat dengan pendidikan. Karateristik data yang diperlukan
untuk pengembangan perencanaan pendidikan ini sesuai dengan sifat perencanaan
pendidikan yang multi disiplinair. Adapun data dasar yang diperlukan dapat
dikelompokkan seperti berikut ini:
Kependudukan mencakup struktur penduduk, distribusi penduduk menurut daerah,
pertumbuhan penduduk, populasi usia sekolah yang ada di dalam sistem
persekolahan dan yang berada di luar sistem, dan struktur angkatan kerja
berdasarkan kategori kerja dan pendidikan. Data ini diperlukan untuk
menentukan cakupan populasi yang perlu memperoleh kesempatan
pendidikan dalam kaitannya dengan kebutuhan pada berbagai sektor
pembangunan.
Data ekonomi mencakup anggaran pendapatan dan belanja negara, GNP, Revenue
Sources, tingkat pertumbuhan ekonomi, dan pertumbuhan ekonomi per tahun
serta jumlah dan kecenderungan investasi terhadap pendidikan. Data ini
diperlukan dalam kaitannya dengan kemampuan ekonomi pemerintah untuk
memperluas kesempatan pendidikan dan untuk meningkatkan efisiensi dan
efektivitas pendidikan dalam penggunaan sumber dana yang tersedia.
Kebijakan nasional yang merupakan keputusan politik mencakup falsafah dan
tujuan nasional, keputusan badan legeslatif negara yang harus menjadi
pegangan upaya pembangunan untuk seluruh sektor, dan falsafah pendidikan
yang dianut.
Data kependidikan mencakup enrollment untuk setiap jenjang dan jenis, personel
pendidikan yang terlibat dalam penyelenggaraan pendidikan, lulusan, drop
out, perpindahan, kenaikan dari kelas atau tingkat yang satu ke tingkat yang
lain, kurikulum fasilitas pendidikan, dana pendidikan, manajemen, dan output
pendidikan.
Data ketenagakerjaan mencakup jumlah dan jenis Man Power yang diperlukan
dalam setiap sektor pembangunan, persyaratan kerjaan, kelompok jenis kerja
yang langka tapi amat diperlukan, dan kemampuan pasaran kerja dalam
merespon terhadap lulusan untuk memberikan kesempatan kerja kepada
mereka.
Nilai dan sosial budaya mencakup agama dengan pemeluknya, sistem nilai yang
berlaku dan dipegang oleh masyarakat, berbagai jenis dan bentuk kebudayaan
PIKIR, DZIKIR, IKHTIAR 16
yang ada atau mungkin yang dapat digali dan dikembangkan. Data ini perlu
sebagai imbangan terhadap data kuantitatif dalam rangka pengembangan
berbagai program akademik yang dijiwai oleh nilai kemanusiaan yang luhur.
Pengumpulan data yang diperlukan di atas, dilakukan melalui survei dengan
kontrol yang ketat untuk memelihara kualitas data. Kegiatan pengumpulan data ini
dikaitkan dengan tahapan dalam proses perencanaan untuk menentukan titik berangkat
perencanaan. Dengan adanya data ini segala keberhasilan, kekuatan, kesulitan,
kelemahan dapat ditelusuri sedemikian rupa hingga planner dapat mengembangkan
titik berangkat perencanaan sesuai dengan tahap yang telah dicapai. Kegiatan ini lazim
disebut dengan Assessment of Needs kegian mengkaji kebutuhan yang perlu dipenuhi
dalam pembangunan pendidikan untuk periode berikutnya.
Penerapan teknik-teknik untuk mengkaji berbagai aspek-aspek kuantitatif
pendidikan dan untuk memproyeksi kecenderungan masa depan tidak dapat dilakukan
tanpa data dasar yang lengkap. Secara praktis tanpa data kegiatan untuk menyusun
perencanaan yang baik tidak dapat dilaksanakan. Uraian ini menunjukkan bahwa
kedudukan data dasar dalam proses perencanaan begitu penting, hingga planner tidak
mempunyai piliahan lain kecuali memiliki data tersebut dalam mewujudkan tugasnya
sebagai perencana.
Kegiatan perencanaan adalah kegiatan yang sistemik sequensial, dan karena itu
kegiatan-kegiatan dalam proses penyusunan perencanaan dan pelaksanaan perencanaan
memerlukan tahapan-tahapan sesuai dengan karakteristik perencanaan yang sedang
dikembangkan. Banghart mengembangkan tahapan perencanaan sebagai berikut ini:
Proloque: pendahuluan atau langkah persiapan untuk memulainya suatu kegiatan perencanaan.
Identifying educational planning problems yang mencakup: (a) delineating the scope of educational problem atau menentukan ruang lingkup permasalahan perencanaan, (b) studying what has been atau mengkaji apa yang telah direncanakan, (c) determining what has been versus what should be artinya membandingkan apa yang telah dicapai dengan apa yang seharusnya dicapai, (d) resources and contraints atau sumber-sumber daya yang tersedia dan keterbatasannya, (e) estabilishing educational planning parts and priorities artinya mengembangkan bagian-bagian perencanaan dan prioritas perencanaan.
Analizing planning problem area artinya mengkaji permasalahan perencanaan yang mencakup: (a) Study areas and systems of subareas artinya mengkaji permasalahan dan sub permasalahan, (b) gathering date artinya pengumpulan data tabulating data atau tabulasi data, (c) for casting atau proyeksi.
Conceptualizing and designing plans, mengembangkan rencana yang mencakup: (a) identifying prevailing trends atau identifikasi kecenderungan-
PIKIR, DZIKIR, IKHTIAR 17
kecenderungan yang ada, (b) estabilishing goals and objective atau merumuskan tujuan umum dan tujuan khusus, (c) designing plans, menyusun rencana.
Evaluasting plan, menilai rencana yang telah disusun tersebut yang mencakup: (a) planning through simulation, simulasi rencana, (b) evaluating plan, evaluasi rencana, (c) selecting a plan, memilih rencana.
Specifying the plan, menguraikan rencana yang mencakup: (a) problem formulation, merumuskan masalah, (b) reporting result atau menysusun hasil rumusan dalam bentuk final plan draft atau rencana terakhir.
Implementing the plan, melaksanakan rencana yang mencakup: (a) Program preparation, persiapan rencana operasional, (b) plan approval, legaljustification, persetujuan dan pengesahan rencana, (c) organizing operational units, mengatur aparat sekolah.
Plan feedback, balikan pelaksanaan rencana yang mencakup: (a) monitoring the plan, memantau pelaksanaan rencana, (b) evaluation the plan, evaluasi pelaksanaan rencana, (c) adjusting, altering or planning for what, how, and by whom yang berarti mengadakan penyesuaian, mengadakan perubahan rencana atau merancang apa yang perlu dirancang lagi bagaimana rancangannya, dan oleh siapa (Banghart & Trull, 1973).
Gambaran tentang proses dan tahapan seperti berikut ini memberikan penjelasan
yang lebih komprehensif bukan saja keseluruhan proses dan komponen yang terlibat
didalamnya, tapi juga keterkaitan antar kegiatan berbagai komponen dan unsur-unsur
yang ada dalam proses tersebut. Chesswas juga mengungkapkan proses dan tahapan
perencanaan dalam bentuk yang lebih sederhana dan logis. Proses dan tahapan tersebut
adalah seperti tercantum berikut ini:
Need assessment artinya kajian terhadap kebutuhan yang mencakup berbagai aspek pembangunan pendidikan yang telah dilaksanakan, keberhasilan, kesulitan, kekuatan, kelemahan, sumber-sumber yang tersedia, sumber-sumber yang perlu disediakan, aspirasi rakyat yang berkembang terhadap pendidikan, harapan, dan cita-cita yang merupakan dambaan masyarakat. Kajian ini penting artinya karena membandingkan antara what has been dan should be, yang merupakan pangkal tolak kegiatan perencanaan.
Formulation of goals and objective: perumusan tujuan dan sasaran perencanaan yang merupakan arah perencanaan serta merupakan penjabaran operasional dari aspirasi filosofis masyarakat.
Policy and priority setting: penentuan dan penggarisan kebijakan dan prioritas dalam perencanaan pendidikan sebagai muara need assessment.
Program and project formulation: rumusan program dan proyek kegiatan yang merupakan komponen operasional perencanaan pendidikan.
Feasibility testing dengan melalui alokasi sumber-sumber yang tersedia dalam hal ini terutama sumber dana. Biaya suatu rencana yang disusun secara logis dan logis dan akurat serta cermat merupakan petunjuk tingkat kelayakan rencana. Rencana dengan alokasi biaya yang tidak akurat atau mengandalkan sumber daya luar negeri umpamanya, dianggap tingkat feasibilitas yang kecil, karena tidak dibangun di atas dasar kekuatan sendiri.
PIKIR, DZIKIR, IKHTIAR 18
Plan implementation: pelaksanaan rencana untuk mewujudkan rencana yang tertulis ke dalam perbuatan atau actions. Penjabaran rencana ke dalam perbuatan inilah yang menentukan apakah suatu rencana itu feasible, baik dan efektif.
Evaluation and revision for future plan: kegiatan untuk menilai tingkat keberhasilan pelaksanaan rencana yang merupakan feedback untuk merevisi dan mengadakan penyesuaian rencana untuk periode rencana berikutnya. Dengan adanya feedback seperti ini perencana memperoleh iniput yang berharga untuk meningkatkan rencana untuk tahun-tahun berikutnya (Chesswas, 1973).
Proses perencanaan yang diuraikan oleh Banghart lebih kompleks dan detail
dibandingkan dengan proses perencanaan yang dikembangkan oleh Chesswass. Yang
tersebut terakhir ini lebih sederhana tapi menuju sasarannya.
Berdasarkan telaah terhadap tahapan dalam proses perencanaan yang
dikemukakan oleh kedua ahli di atas tampaknya secara sederhana proses perencanaan
terdiri beberapa komponen utama yang esensial yang secara prinsipil tidak dapat
ditinggalkan. Komponen-komponen itu adalah sebagai berikut:
1. Kajian terhadap hasil perencanaan pembangunan pendidikan periode
sebelumnya sebagai titik berangkat perencanaan.
2. Rumusan tentang tujuan umum perencanaan pendidikan yang merupakan arah
yang harus dapat dijadikan titik tumpu kegiatan perencanaan.
3. Rumusan kebijakan atau posisi yang kemudian dapat dijabarkan ke dalam
strategi dasar perencanaan yang merupakan respon terhadap cara mewujudkan
tujuan yang ditentukan.
4. Pengembangan program dan proyek sebagai operasionalisasi prioritas yang
ditetapkan.
5. Schedulling dalam arti mengatur menemukan dua aspek yaitu keseluruhan
program dan prioritas secara teratur dan cermat karena penjadwalan ini secara
makro mempunyai arti tersendiri yang amat strategik bagi keseluruhan
pelaksanaan perencanaan.
6. Implementasi rencana termasuk didalamnya proses legalisasi dan persiapan
aparat pelaksana rencana, pengesahan dimulainya suatu kegiatan, monitoring
dan controlling untuk membatasi kemungkinan tindakan yang tidak terpuji
yang dapat merupakan hambatan dalam proses pelaksanaan rencana.
PIKIR, DZIKIR, IKHTIAR 19
7. Evaluasi dan revisi yang merupakan kegiatan evaluasi untuk menentukan
tingkat keberhasilan dan kegiatan untuk mengadakan penyesuaian-
penyesuaian terhadap tuntutan baru yang berkembang.
Bila ketiga model proses yang diuraikan di atas dibandingkan, maka terlihat
dengan nyata adanya unsur-unsur esensial yang sama dalam proses pengembangan
rencana pembangunan pendidikan. Dengan adanya unsur-unsur yang sama tersebut,
maka dapat ditarik kesimpulan bahwa peoses perencanaan adalah suatu proses yang
diakui perlu dijalani secara sistematik dan berurutan karena keteraturan itu merupakan
proses rasional sebagai salah satu property perencanaan pendidikan.
D. Evaluasi dan Monitoring dalam Perencanaan
Walaupun perencanaan sudah sejak lama mempunyai fungsi penting dalam
perumusan kebijakan dalam berbagai bentuknya, namun sebagai bidang spesialisasi,
baru muncul sejak dua puluh lima tahun terakhir terutama bila dikaitkan sebagai tool
untuk pembangunan pendidikan. Menurut beberapa hasil survei negara-negara OECD
(1980), hingga saat ini terdapat proses evolusi alam berpikir tentang perencanaan dari
satu tahap menuju tahap lain.
Tujuan pendidikan yang sifatnya eksternal adalah:
1. Pemenuhan kebutuhan tenaga pendidik dan kependidikan.
2. Pemerataan kesempatan pendidikan.
3. Meningkatkan efisiensi.
Tujuan pertama menempati prioritas utama, karena tanpa dukungan tenaga
pendidik dan kependidikan terampil pembangunan ekonomi amat sukar dilaksanakan.
Tujuan kedua, merupakan aspirasi pembebasan yang sifatnya politik dan merupakan
tuntutan demokratik atau kerakyatan. Compulsary Education atau wajib belajar,
merupakan perwujudan dari tujuan kedua ini. Tujuan ketiga, merupakan prasyarat
untuk mewujudkan tujuan pertama dan kedua dalam usaha utilisasi dana secermat
mungkin. Tiga tujuan eksternal ini membuka kemunculan tiga pendekatan klasik
dalam perencanaan pendidikan, yaitu:
(a) pendekatan ketenagaan atau Man Power Approach dan pendekatan keuntungan ekonomi atau Rate of Return Approach. Pendekatan pertama dan kedua menguasai alam pikiran pembangunan pendidikan hingga tahun enam puluhan. Pendekatan-pendekatan ini menampilkan dua jenis perencanaan pendidikan yang disebut: (b)
PIKIR, DZIKIR, IKHTIAR 20
Technocratic Planning, dan (c) Political atau Conflictual Education Planning (OECD, 1980).
Technocratic Educational Planning memisahkan secara konseptual dan praktis
fungsi perencanaan dan pembuat keputusan atau antara Planning Team dengan Policy
Making Group. Pembuat kebijakan menentukan tujuan atau sasaran strategis,
sedangkan perencana menjabarkan tujuan strategis ini ke dalam rumusan yang lebih
operasional merumuskan cara-cara yang tepat untuk mewujudkan tujuan itu.
Political Education Planning tidak mempertimbangkan kehadiran pembuat
kebijakan dalam menentukan sasaran strategis, tetapi tujuan-tujuan tersebut sebenarnya
produk Pressure Group atau Lobbist yang kuat, hingga menghasilkan rumusan-
rumusan tersebut. Fungsi perencana dalam hal ini adalah ini adalah bukan menyusun
rencana untuk mewujudkan tujuan-tujuan yang dihasilkan oleh Pressure Group itu tapi
sebagai perantara antara berbagai Interest Groups yang bersaing dan terlihat. Adalah
Planner yang harus menguasai perbedaaan-perbedaan Interest Groups tersebut agar
dapat mengakomodasikan semua interest hingga mengembangkan policy sebagai
produk semua tekanan-tekanan tersebut. Pendekatan politik ini kurang memperhatikan
perencanaan jangka panjang, tapi hanya memperhatikan perencanaan jangka pendek
saja.
Pada tahun enam puluhan telah terjadi perubahan yaitu penggarapan atau Shift dari
Man Power Approach menuju Social Demand Approach. Perubahan ini didasarkan
atas asumsi bahwa melalui Social Demand Approach, secara otomatis kebutuhan akan
ketenagaan akan terpenuhi dan mengesampingkan faktor-faktor yang tak dapat
diramalkan pada pasaran kerja.
Shift di atas juga didasarkan atas keyakinan bahwa tujuan pendidikan eksternal
yaitu pemerataan pendidikan hanya dapat dicapai melalui pendekatan sosial yang terus
menerus menyelenggarakan usaha perluasan kesempatan pendidikan bagi setiap warga
negara. Sistem pendidikan juga telah berusaha mencapai tujuan internalnya melalui
System Growth, walaupun ini tidak berarti secara langsung dapat mewujudkan
pencapaian tujuan pendidikan yang lain yaitu kebutuhan ketenagaan dan efisiensi.
Beberapa hasil pengamatan menunjukkan bahwa internal Goals sistem pendidikan
yaitu Growth dan Well Being itu menggunakan planning untuk menciptakan
consistency dalam perluasan pendidikan, dibandingkan dengan sebagai alat perubahan.
PIKIR, DZIKIR, IKHTIAR 21
Perubahan alam berpikir politis turut membawa pengaruh terhadap praktek
perencanaan. Pemerintahan suatu negara yang merupakan hasil pemilihan mayoritas
rakyat, dalam praktek mengembangkan Quantitative dan Authoritative Planning atau
yang disebut Rational Planning. Sedangkan pluralisme politik (seperti pemerintahan
koalisi) mempunyai kecenderungan untuk seoptimal mungkin mengikutsertakan
berbagai kekuatan politik dalam menentukan kebijakan-kebijakan mendasar,
memerlukan apa yang disebut Participatory Planning atau Perencanaan Partisipasif.
Gerakan perencanaan partisipasif ini terutama terasa kuat pada akhir tahun enam
puluhan ketika dimana-mana bermunculan protes rakyat, khususnya mahasiswa
tentang kebijakan pendidikan. Mereka dengan didukung oleh kekuatan politik,
menyatakan bahwa keputusan-keputusan tentang pendidikan tidak mencerminkan
aspirasi pendidikan mereka. Protes-protes baik langsung maupun tidak, kelompok-
kelompok masyarakat ini menggerakkan kekuatan politik untuk lebih aktif dalam
proses pengambilan keputusan, karena Participatory Planning memperoleh giliran
untuk naik ke permukaan.
Trend sekarang adalah di negara-negara dengan sistem pemerintahan yang
sentralistis, dengan pemerintah hasil pemilihan mayoritas, Participatory Planning
tidak berhasil untuk menggeser Quantitative-Authoritative Planning. Sebaliknya di
negara-negara yang sistem pemerintahannya desentralisasi, Participatory Planning
mendapat tempat yang baik terutama pada tingkat lokal.
Kogan (OECD, 1980) mengemukakan bahwa Participatory Planning ini muncul
dengan asumsi sebagai berikut:
1. Perluasan struktur kekuatan dalam usaha meningkatkan kemampuan pusat-pusat pembuat keputusan untuk merespon terhadap kebutuhan pendidikan dan aspirasi rakyat dengan lebih efektif lagi.
2. Pengayaan informasi dasar untuk pembuatan keputusan yang efektif dengan jalan memberikan kesempatan kepada rakyat secara langsung atau melalui badan-badan atau kekuatan politik yang ada untuk mengutarakan nilai-nilai, tujuan, harapan, dan aspirasi pendidikan.
3. Nilai edukatif dari keikutsertaan dalam proses Decision Making baik bagi rakyat, kekuatan politik mapun sistem pendidikan itu sendiri.
Dengan asumsi di atas tampak bahwa Participatory Planning merupakan gerakan
demokratis, yang memunculkan tipe baru planning dengan sebutan Bottom Up
Planning. Persoalan pokok yang muncul adalah pemisahan antara Planning dari Policy
Making Process dalam struktur kekuasaan, mempengaruhi Participatory Planning ini.
PIKIR, DZIKIR, IKHTIAR 22
Esensi Participatory Planning adalah agar perencanaan dan Policy Making dapat
menyatu hingga dalam praktek, kesulitan-kesulitan yang muncul dapat dihindarkan.
Pemisahan seperti di atas dalam Technocratic Planning begitu jelas, hingga acap kali
timbul konflik antara Policy Making Group dengan Plan.
Kecemasan terhadap kemunculan Participatory Planning adalah orientasinya yang
bersifat jangka pendek yang tidak cocok dengan proses pendidikan yang merupakan
proses jangka panjang yang menentukan generasi mendatang. Orientasi jangka pendek
dari sisi ini jelas tidak menguntungkan pertumbuhan generasi mendatang.
Adapun kritik terhadap Technocratic Planning adalah terlalu menekankan pada
model Quantitave Analysis dengan ketentuan yang ketat hingga mengurangi
fleksibilan sistem pendidikan dalam merespon terhadap segala perubahan-perubahan
yang terjadi di masyarakat.
Perbedaan antara Technocratic Planning dan Participatory Planning merupakan
dilemma karena kedua jenis planning ini mempunyai asumsi yang valid. Persoalan
yang muncul adalah sejauh mana Quantitative Analysis itu dapat dikurangi dan sejauh
mana orientasi jangka pendek dari Participatory Planning dapat dieliminir hingga
planning tetap bukan alat untuk mewujudkan kepentingan politik tertentu tapi alat
untuk membangun bangsa. Perpaduan antara kedua jenis planning yang tumbuh dalam
praktek ini diperlukan karena akan menentukan posisi dan peran perencanaan
pendidikan pada masa mendatang.
Dari kajian yang telah diungkap dari evolusi Educational Planning baik secara
teori mapun praktek, tampak beberapa faktor penting yang berperan dalam proses
evolusi ini. Faktor-faktor tersebut adalah: (a) interest berbagai kekuatan politik dalam
sistem politik yang dianut yang masing-masing negara, (b) struktur sistem manajemen
pendidikan yang dianut, (c) berbagai disiplin ilmu yang mewarnai corak praktek
Educational Planning.
Struktur politik berpengaruh pada kemunculan Technocratic Planning dan
Participatory Planning dan perannya dalam Policy Decisions untuk pembangunan
pendidikan seperti telah diuraikan terdahulu. Sistem administrasi pendidikan nasional
menentukan secara praktis tempat dan posisi planning. Pada negara dengan sistem
pemerintahan yang sentralistis, umpamanya, letak planning berada pada Kemeterian
Pendidikan di tingkat nasional. Keterkaitan antara Planning dan Policy Decision dapat
terlihat dengan jelas pada tingkat nasional ini. Sebaliknya pada negara dengan sistem
PIKIR, DZIKIR, IKHTIAR 23
desentralisasi, planning terletak pada tingkat pusat dan tingkat daerah (lokal), dengan
tanggung jawab yang berbeda sesuai dengan pembagian kekuasaan yang ada.
Berbagai disiplin ilmu tampak jelas mempengaruhi substansi planning dalam
proses pertumbuhannya. Disiplin ekonomi mula-mula mendominir perencanaan,
kemudian muncul sosiologi dalam proses evolusi teori perencanaan.
Operation Research dan Systems Theory mempengaruhi teknik Quantitative
perencanaan pada Technocratic Planning. Terakhir pendidikan dan ilmu politik masuk
ke dalam perencanaan dan menyebabkan adanya Shift (pergeseran) dari Technocratic
Planning dengan orientasi kuantitatif menuju Conflictual Planning dengan orientasi
pada aspek kualitatif.
Evaluasi pada dasarnya menegaskan begitu pentingnya perencanaan pendidikan
dan hasil-hasil potensialnya sesuai dengan kebutuhan, lebih jauh sebaiknya evaluasi
muncul sepanjang proses perencanaan. Pada sejumlah kasus evaluasi parsial dibuat
dengan menggunakan uji-uji kuantitatif atau pembenarannya didasarkan pada
pengalaman untuk menolak, memodifikasi, mengkombinasi, atau menerima hasilnya.
Perencana pendidikan harus mengetahui nilai-nilai relatif yang dimasukkan ke
dalam berbagai sasaran yang dibuat untuk perencanaan. Tidak hanya mengetahui nilai-
nilai yang menjadi fokus perhatian, tetapi juga yang ada pada latar belakang yang
sebaiknya tidak mengganggu sementara itu sasaran-sasarannya tercapai. Karena itu,
teknik evaluasi tidak sederhana.
Salah satu kunci yaitu bagaimana seorang perencana disiapkan untuk
mengorbankan pandangannya untuk mencapai sasaran-sasaran tertentu agar mencapai
sasaran-sasaran lainnya lebih baik. Jenis evaluasi ini sangat susah dan membuat
banyak kesulitan bagi perencana yag tidak akrab dengan manfaat teori.
Beberapa evaluasi komparatif dibuat jika sebuah perubahan muncul yang
diakibatkan oleh tindakan yang direncanakan. Akibatnya mungkin dapat diantisipasi
atau tidak dapat diantisipasi, tetapi mungkin dapat dievaluasi hanya berkaitan dengan
hasil-hasilnya. Ini pada akhirnya dapat diungkapkan pada banyak kesempatan sebagai
keuntungan atau biaya tergantung pada model-model kepentingan masyarakat yang
terlibat. Sasaran-sasaran kepentingan masyarakat ini sebagai sebuah tujuan tunggal
terakhir.
Di dalam situasi yang demokratis sebuah kepentingan umum mungkin terlihat
samar-samar, untuk masyarakat yang beragam dapat diterapkan tanpa memandang
PIKIR, DZIKIR, IKHTIAR 24
kepentingan individu. Dengan demikian evaluasi dapat muncul dalam tiga cara, yaitu:
(a) cara pandang utilitarian, kepentingan publik dapat ditentukan oleh pendapatan dan
pengeluaran, bergantung pada apa yang sangat penting bagi individu yang berbeda, (b)
cara quasi utilitarian menganggap manfaat untuk individu relevan dengan jumlahnya,
tetapi nilai terbesar diberikan kepada beberapa orang yang tertarik daripada yang
lainnya, (c) cara individu yang berkualitas, dalam hal lain menganggap bahwa akhir
dari kepentingan publik sebagai pertimbangan dari banyak pilihan kelas-kelas tertentu
yang mempertimbangkan dengan tepat.
Mekanisme sebaiknya dipilih untuk pengevaluasian,sehingga hasilnya menjadi
sangat memuaskan. Mula-mula evaluasi mengenai nilai harus dijalankan, bentuk dasar
harus ditentukan dan sasaran harus dikurangi kesamarannya, sehingga menjadi
kongkrit. Kedua, pandangan waktu ke depan harus tepat. Dalam perencanaan jangka
pendek penggunaan niali-nilai yang dipilih harus diterima secara politis, sehingga
perencanaan dapat diimplementasikan. Perencanaan jangka menengah maksudnya
menyeleksi nilai-nilai hasil pendidikan atau Public Relation yang dapat ditolak, yang
tentu saja menjadi kepentingan masyarakat. Perencanaan jangka panjang harus
dievaluasi di dalam bentuk baku, baru atau program radikal dari efektivitas pendidikan
sesuai dengan keinginan masyarakat.
Beberapa metode identifikasi nilai untuk evaluasi telah tersedia. Ini berisi
mengenai opini masyarakat, survei antrapologi, dan dengar pendapat, interview dengan
pemimpin non formal, analisis yang menekankan isi, belajar ukuran dan undang-
undang pembelajaran yang baru, tingkah laku administratif dan pembelajaran dan
anggaran sekolah terdahulu.
Karena evaluasi menggunakan keseluruhan urutan pendidikan, gagasan berkaitan
dengan sasaran yang tepat sangat tergantung pada inti masalah tugas perencana
pendidikan. Jadi evaluasi terhadap sasaran-sasaran ini harus diberikan pertama-tama
dengan menekankan pada proses perencanaan pendidikan yang komprehensif.
Banyak kerja pada bidang evaluasi diakui dan berada pada level filosofis yang
tinggi. Aspek praktis dari sasaran-sasaran membawa pada definisi-definisi dan detail
operasional masalah evaluasi. Metode teknis yang dibahas lebih dapat diterima dan
makin sering digunakan oleh para perencana pendidikan.
PIKIR, DZIKIR, IKHTIAR 25
4. LANDASAN KEBIJAKAN PERENCANAAN PENGEMBANGAN SEKOLAH
Sebagai pengelola satuan pendidikan, seorang kepala sekolah harus mendasarkan
semua kebijakan yang dibuat dan dilaksanakan di sekolah pada semua kebijakan
pendidikan yang berlaku baik secara nasional, propinsi, maupun kebupaten/kota.
Adalah suatu keharusan bagi setiap pemimpin satuan pendidikan untuk memahami
dengan seksama setiap kebijakan yang berlaku di bidang pendidikan itu. Pemahaman
ini akan sangat membantu kepala sekolah untuk memiliki wawasan dalam skala
nasional maupun regional dan lokal, kemudian mewujudkannya dalam tindakan-
tindakan nyata pada tingkat satuan pendidikan yang dipimpinnya. Dengan demikian,
setiap langkah dan kebijakan yang dilakukan di sekolah benar-benar terilhami dan
didasari oleh kebijakan nasional di bidang pendidikan dan akan mengarah pada cita-
cita pendidikan nasional yang dituangkan dalam visi, misi, dan tujuan pendidikan
nasional.
Untuk memberikan pemahaman secara umum mengenai berbagai kebijakan
tersebut, berikut diuraikan dua peraturan perundang-undangan pokok yang erat
kaitannya dengan perencanaan pengembangan sekolah dan sedang banyak digunakan
sebagai landasan bagi penentuan kebijakan pendidikan lainnya. Peraturan perundang-
undangan dimaksud meliputi Undang-Undang nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem
Pendidikan Nasional dan Peraturan Pemerintah nomor 19 tahun 2005 tentang Standar
Nasional Pendidikan. Uraian difokuskan pada hal-hal pokok yang diatur dalam dua
peraturan perundang-undangan itu yang berkaitan dengan perencanaan pengembangan
sekolah. Namun demikian, para pemimpin pendidikan masih diharapkan terus
mengikuti perkembangan kebijakan pendidikan lainnya baik dalam skala nasional,
propinsi, maupun kabupaten/kota. Pemahaman terhadap dua kebijakan tersebut pasti
belum cukup bagi setiap pemimpin pendidikan untuk mampu menentukan segala
kebijakan tingkat satuan pendidikan yanng benar-benar sejalan dengan cita-cita
pendidikan nasional.
A. Visi Pendidikan Nasional
Visi adalah terwujudnya sistem pendidikan sebagai pranata sosial yang kuat dan
berwibawa untuk memberdayakan semua warga negara Indonesia berkembang
PIKIR, DZIKIR, IKHTIAR 26
menjadi manusia yang berkualitas sehingga mampu dan proaktif menjawab tantangan
zaman yang selalu berubah.
B. Misi Pendidikan Nasional
1) mengupayakan perluasan dan pemerataan kesempatan memperoleh pendidikan
yang bermutu bagi seluruh rakyat Indonesia;
2) membantu dan memfasilitasi pengembangan potensi anak bangsa secara utuh
sejak usia dini sampai akhir hayat dalam rangka mewujudkan masyarakat
belajar;
3) meningkatkan kesiapan masukan dan kualitas proses pendidikan untuk
mengoptimalkan pembentukan kepribadian yang bermoral;
4) meningkatkan keprofesionalan dan akuntabilitas lembaga pendidikan sebagai
pusat pembudayaan ilmu pengetahuan, keterampilan, pengalaman, sikap, dan
nilai berdasarkan standar nasional dan global; dan
5) memberdayakan peran serta masyarakat dalam penyelenggaraan pendidikan
berdasarkan prinsip otonomi dalam konteks Negara Kesatuan RI.
C. Dasar, Fungsi, dan Tujuan Pendidikan Nasional
Pendidikan nasional diselenggarakan berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang
Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Fungsi pendidikan nasional adalah
mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang
bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa. Sedangkan tujuan
pendidikan nasional adalah untuk mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi
manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia,
sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis
serta bertanggung jawab.
D. Sistem Pengelolaan Pendidikan
Berkaitan dengan sumber daya pendidikan, hal-hal yang perlu dijadikan acuan
dalam perencanaan pengembangan sekolah adalah pasal-pasal dalam UU Sisdiknas
nomor 20 tahun 2003 yang mengatur tentang pendidik dan tenaga kependidikan (pasal
39 sampai dengan pasal 44), sarana dan prasarana pendidikan (pasal 45), dan
pendanaan pendidikan (pasal 46 sampai dengan pasal 49).
PIKIR, DZIKIR, IKHTIAR 27
Pasal 51 ayat (1) UU Sisdiknas nomor 20 tahun 2003 merupakan pasal penting
yang harus dijadikan pijakan dalam perencanaan pengembangan sekolah. Pasal ini
menentukan bahwa pengelolaan sekolah harus menerapkan manajemen berbasis
sekolah, sebagaimana ditegaskan: “Pengelolaan satuan pendidikan anak usia dini,
pendidikan dasar, dan pendidikan menengah dilaksanakan berdasarkan standar
pelayanan minimal dengan prinsip manajemen berbasis sekolah/madrasah.”
E. Peran Serta Masyarakat
Berkenaan dengan peran serta masyarakat dalam penyelenggaraan pendidikan,
hal-hal penting yang harus dipahami oleh perencana pengembangan sekolah meliputi
ketentuan-ketentuan yang diatur dalam UU Sisdiknas nomor 20 tahun 2003 pasal 54,
55, dan 56. Pasal 54 mengatur bentuk dan ruang lingkup peran serta masyarakat,
sebagai berikut:
1. Peran serta masyarakat dalam pendidikan meliputi peran serta perseorangan,
kelompok, keluarga, organisasi profesi, pengusaha, dan organisasi
kemasyarakatan dalam penyelenggaraan dan pengendalian mutu pelayanan
pendidikan.
2. Masyarakat dapat berperan serta sebagai sumber, pelaksana, dan pengguna
hasil pendidikan.
Pasal 55 UU Sisdiknas nomor 20 tahun 2003 mengatur prinsip-prinsip pendidikan
berbasis masyarakat. Dalam pasal ini ditetapkan bahwa:
1. Masyarakat berhak menyelenggarakan pendidikan berbasis masyarakat pada
pendidikan formal dan nonformal sesuai dengan kekhasan agama, lingkungan
sosial, dan budaya untuk kepentingan masyarakat.
2. Penyelenggara pendidikan berbasis masyarakat mengembangkan dan
melaksanakan kurikulum dan evaluasi pendidikan, serta manajemen dan
pendanaannya sesuai dengan standar nasional pendidikan.
3. Dana penyelenggaraan pendidikan berbasis masyarakat dapat bersumber dari
penyelenggara, masyarakat, Pemerintah, pemerintah daerah dan/atau sumber
lain yang tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang
berlaku.
PIKIR, DZIKIR, IKHTIAR 28
4. Lembaga pendidikan berbasis masyarakat dapat memperoleh bantuan teknis,
subsidi dana, dan sumber daya lain secara adil dan merata dari Pemerintah
dan/atau pemerintah daerah.
Selain hal-hal pokok yang diuraikan di atas, para perencana pengembangan
sekolah juga perlu untuk mengkaji dan memahami secaha komprehensif ketentuan-
kentuntuan lain yang diatur dalam UU Sisdiknas nomor 20 tahun 2003 agar setiap
keputusan yang dimbil tidak bertentangan dengan kebijakan nasional di bidang
pendidikan.
F. Standar Nasional Pendidikan
Sasaran minimal pengembangan sekolah yang dituangkan dalam setiap rencana
pengembangan sekolah haruslah menggunakan standar penyelenggaraan pendidikan
yang berlaku secara nasional. Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 Tentang
Standar Nasional Pendidikan merupakan ketentuan rinci mengenai standar-standar
nasional pendidikan sebagaimana diamanatkan dalam UU Sisdiknas nomor 20 tahun
2003. Peraturan Pemerintah ini menetapakan arah reformasi pendidikan nasional
dalam rangka mencapai visi, misi, dan tujuan pendidikan nasional. PP nomor 19 tahun
2005 menetapkan delapan standar yang meliputi:
a. standar isi;
b. standar proses;
c. standar kompetensi lulusan;
d. standar pendidik dan tenaga kependidikan;
e. standar sarana dan prasarana;
f. standar pengelolaan;
g. standar pembiayaan;dan
h. standar penilaian pendidikan.
Di antara standar-standar tersebut, standar pengelolaan pada tingkat satuan
pendidikan merupakan standar terpenting yang harus djadikan acuan dalam
perencanaan pengembangan sekolah. Untuk itu berikut diuraikan kententuan-
ketentuan yang berkaitan dengan standar pengelolaan dan pengambilan keputusan
sebagaimana ditetapkan dalam pasal 49 sampai dengan pasal 58 PP nomor 19 tahun
2005
PIKIR, DZIKIR, IKHTIAR 29
Pasal 49 ayat (1) pada Peraturan Pemerintah ini menyatakan: “Pengelolaan satuan
pendidikan pada jenjang pendidikan dasar dan menengah menerapkan manajemen
berbasis sekolah yang ditunjukkan dengan kemandirian, kemitraan, partisipasi,
keterbukaan, dan akuntabilitas.” Berkaitan dengan penerapan manajemen berbasis
sekolah itu di tingkat satuan pendidikan, PP nomor 19/2005 tersebut menetapkan
sejumlah standar pengelolaan yang mencakup pengambilan keputusan, pedoman
pendidikan, rencana kerja, prinsip-prinsip dasar pengelolaan satuan pendidikan,
pengawasan, pemantauan, supervisi, dan pelaporan. Secara ringkas standar-standar
pengelolaan tersebut dapat diuraikan sebagai berikut.
Pengelolaan satuan pendidikan harus berpegang pada prinsip-prinsip kemandirian,
efisiensi, efektivitas, dan akuntabilitas. Pelaksanaan pengelolaan pendidikan pada
jenjang pendidikan dasar dan menengah dipertanggungjawabkan oleh kepala satuan
pendidikan kepada rapat dewan pendidik dan komite sekolah/madrasah.
Terkait dengan Pengambilan Keputusan, beberapa hal penting yang diatur dalam
Peraturan Pemerintah tersebut meliputi bidang-bidang pengambilan keputusan,
prosedur pengambilan keputusan dan pihak-pihak yang terlibat dalam pengambilan
keputusan itu. Pengambilan keputusan bidang akademik dilakukan melalui rapat
Dewan Pendidik yang dipimpin oleh kepala sekolah. Sedangkan bidang non-akademik
pengambilan keputusan dilakukan oleh komite sekolah/madrasah yang dihadiri oleh
kepala sekolah. Rapat dewan pendidik dan komite sekolah/madrasah dilaksanakan atas
dasar prinsip musyawarah mufakat yang berorientasi pada peningkatan mutu satuan
pendidikan.
Rencana kerja yang harus dibuat oleh satuan pendidikan meliputi Rencana Kerja
Jangka Menengah (4 tahun) dan Rencana Kerja Tahunan. Rencana Kerja Satuan
Pendidikan dasar dan Menengah harus disetujui rapat dewan pendidik setelah
memperhatikan pertimbangan dari Komite Sekolah/Madrasah.
Pengawasan penyelenggaraan pendidikan di tingkat satuan pendidikan mencakup
pemantauan, supervisi, evaluasi, pelaporan, dan tindak lanjut hasil pengawasan.
Pemantauan dilakukan oleh pimpinan satuan pendidikan dan komite sekolah/madrasah
atau bentuk lain dari lembaga perwakilan pihak-pihak yang berkepentingan secara
teratur dan berkesinambungan untuk menilai efisiensi, efektivitas, dan akuntabilitas
satuan pendidikan. Supervisi yang meliputi supervisi manajerial dan akademik
PIKIR, DZIKIR, IKHTIAR 30
dilakukan secara teratur dan berkesinambungan oleh pengawas atau penilik satuan
pendidikan dan kepala satuan pendidikan.
Standar pengelolaan tersebut mengisyaratkan bahwa sejak saat ini sekolah sebagai
satuan pendidikan memiliki peran, wewenang dan tanggung jawab yang sangat
strategis dan jauh lebih luas di bandingkan masa sebelumnya. Sekolah dituntut untuk
lebih mandiri, lebih mampu membangun hubungan kemitraan dengan dan memperkuat
partisipasi semua pemangku kepentingan (stakeholders), bersikap lebih terbuka dan
akuntabel.
Kewenangan yang begitu luas yang diberikan kepada sekolah pada gilirannya
menuntut setiap sekolah mereformasi dirinya. Setiap sekolah harus beralih dari budaya
dan manajemen yang bersifat “menunggu dan bertindak sesuai kebijakan atas” yang
bersifat konvensional kepada sebuah budaya dan manajemen baru yang menempatkan
hasil evaluasi diri sebagai titik awal usaha pengembangan, kemandirian dan
akuntabilitas sebagai instrumen utama dalam proses pengembangan dirinya, dan
peningkatan mutu sebagai muara dan tujuan utama dari setiap usaha pengembangan
itu.
PIKIR, DZIKIR, IKHTIAR 31
5. PENGERTIAN DAN MODEL-MODEL PERENCANAAN
PENGEMBANGAN SEKOLAH
A. Pengertian Perencanaan Pengembangan Sekolah
Perencanaan (planning), pengorganisasian (organizing), menggerakkan atau
memimpin (actuating atau leading), dan pengendalian (controlling) merupakan fungsi-
fungsi yang harus dijalankan dalam proses manajemen. Jika digambarkan dalam
sebuah siklus, perencanaan merupakan langkah pertama dari keseluruhan proses
manajemen tersebut. Perencanaan dapat dikatakan sebagai fungsi terpenting diantara
fungsi-fungsi manajemen lainnya. Apapun yang dilakukan berikutnya dalam proses
manajemen bermula dari perencanaan. Daft (1988:100) menyatakan: “When planning
is done well, the other management functions can be done well.”
Perencanaan pada intinya merupakan upaya pendefinisian kemana sebuah
organisasi akan menuju di masa depan dan bagaimana sampai pada tujuan itu. Dengan
kata lain, perencanaan berarti pendefinisian tujuan yang akan dicapai oleh organisasi
dan pembuatan keputuan mengenai tugas-tugas dan penggunaan sumber daya yang
dibutuhkan untuk mencapai tujuan itu. Sedangkan rencana (plan) adalah hasil dari
proses perencenaan yang berupa sebuah cetak biru (blueprint) mengenai alokasi
sumber daya yang dibutuhkan, jadwal, dan tindakan-tindakan lain yang diperlukan
dalam rangka pencapaian tujuan.
Dalam pengertian tersebut, tujuan dan alokasi sumber daya merupakan dua kata
kunci dalam sebuah rencana. Tujuan (goal) dapat diartikan sebagai kondisi masa depan
yang ingin diwujudkan oleh organisasi. Dalam organisasi, tujuan ini terdiri dari
beberapa jenis dan tingkatan. Tujuan pada tingkat yang tertinggi disebut dengan tujuan
strategis (strategic goal), kemudian berturut-turut di bawahnya dijabarkan menjadi
tujuan taktis (tactical objective) kemudian tujuan operasional (operational objective).
Tujuan strategis merupakan tujuan yang akan dicapai dalam jangka panjang,
sedangkan tujuan taktis dan tujuan operasional adalah tujuan jangka pendek yang
berupa sasaran-sasaran yang terukur.
Dalam organisasi sekolah, tujuan strategis merupakan tujuan tertinggi yang akan
dicapai pada tingkat sekolah. Tujuan ini bersifat umum dan biasanya tidak dapat
diukur secara langsung. Tujuan-tujuan taktis merupakan tujuan-tujuan yang harus
PIKIR, DZIKIR, IKHTIAR 32
dicapai oleh-oleh bagian-bagian utama organisasi sekolah, misalnya bidang kurikulum,
kesiswaan, atau kerja sama dengan masyarakat. Untuk SMK tujuan-tujuan taktis ini
dapat berupa tujuan-tujuan yang harus dicapai pada tingkat jurusan atau program
keahlian. Sedangkan tujuan operasional merupakan tujuan yang harus dicapai pada
bagian-bagian yang secara struktur yang lebih rendah dari bagian-bagian utama
sekolah tersebut. Tujuan mata pelajaran atau kelompok mata pelajaran, misalnya,
dapat dikategorikan sebagai tujuan operasional.
Masing-masing tingkatan tujuan tersebut terkait dengan proses perencanaan.
Tujuan strategis merupakan tujuan yang harus dicapai pada tingkat rencana strategis
(strategic plan). Tujuan taktis dan tujuan operasional masing-masing merupakan
tujuan-tujuan yang harus dicapai pada rencana taktis (tactical plan) dan rencana
operasional (operational plan).
Perlu dicatat bahwa semua organisasi, apapun bentuknya, ada atau diadakan atas
dasar asumsi, keyakinan, sistem nilai dan mandat tertentu. Dalam kaitannya dengan
perencanaan, dasar-dasar keberadaan ini disebut dengan premis organisasi. Secara
formal permis-premis perencanaan itu biasanya disajikan dalam bentuk rumusan visi,
misi, dan nilai-nilai fundamental organisasi. Visi dapat dipandang sebagai alasan atas
keberadaan lembaga dan merupakan keadaan “ideal” yang hendak dicapai oleh
lembaga; sedangkan misi adalah tujuan utama dan sasaran kinerja dari lembaga.
Keduanya harus dirumuskan dalam kerangka filosofis, keyakinan dan nilai-nilai dasar
yang dianut oleh organisasi yang bersangkutan dan digunakan sebagai konteks
pengembangan dan evaluasi atas strategi yang diinginkan.
Premis-premis tersebut harus menjadi titik-tolak dalam perencanaan. Tujuan dan
cara untuk mencapai tujuan yang tertuang dalam rencana harus berada dalam kerangka
premis-premis itu. Untuk memudahkan pemahaman, Gambar 2 mengilustrasikan
hubungan antara premis organisasi, herarkhi tujuan, dan bentuk rencana sebagaimana
diuraikan di atas.
PIKIR, DZIKIR, IKHTIAR 33
Gambar 2 Hubungan antara Premis, Tujuan, dan Rencana
Perencanaan pengembangan sekolah (school development planning) merupakan
proses pengembangan sebuah rencana untuk meningkatkan kinerja sebuah sekolah
secara berkesinambungan. Perbedaan pokok rencana pengembangan dengan rencana
lainnya terletak pada tujuan. Sedangkan herarkhi tujuan dan rencana sebagaimana telah
diuraikan di atas juga berlaku dalam rencana pengembangan. Tujuan yang akan
dicapai dalam rencana pengembangan merupakan hasil-hasil yang lebih baik dari apa
yang selama ini telah dicapai oleh sekolah. Rencana pengembangan sekolah disusun
agar sekolah terus-menerus meningkatkan kinerjanya. Oleh karena itu, selain
didasarkan pada visi dan misi sekolah, perencanaan pengembangan harus didasarkan
atas pemahaman yang mendalam tentang keberadaan dan kondisi sekolah pada saat
rencana pengembangan itu disusun. Pemahaman semacam ini dapat dilakukan melalui
PIKIR, DZIKIR, IKHTIAR 34
Visi, Misi, dan Nilai-Nilai Dasar
(Premis Organisasi)
Manajemen Puncak(Tingkat Sekolah)
Tujuan Strategis
Rencana Strategis
Manajemen Menengah
(Jurusan, Prog. Keahlian)
Tujuan Taktis Rencana Taktis
Manajemen Bawah(Mapel, Individu Guru)
Tujuan Operasional
Rencana Operasional
Tujuan (hasil)
Rencana (alat)
kajian dan telaah mendalam terhadap kondisi internal maupun lingkungan eksternal
dimana sekolah itu berada.
B. Kerangka Umum Perencanaan Pengembangan Sekolah
Kerangka umum proses perencanaan pengembangan sekolah sebenarnya dapat
digambarkan sebagai sebuah siklus yang bergerak mengelilingi sebuah titik pusat.
Siklus itu terdiri dari empat langkah kunci: Telaah (Review) atau evaluasi diri (self
evaluation), Rancangan Strategi (Strategy Design), Implementasi (Implementation),
dan evaluasi. Sedangkan titik pusatnya terdiri dari: Visi, Misi, dan Tujuan. Kerangka
tersebut dapat diilustrasikan dalam diagram sebagai Gambar 2.
Untuk mengoperasionalkan siklus tersebut, langkah-langkah dalam proses
perencanaan dapat diubah menjadi sejumlah pertanyaan pokok. Masing-masing
langkah dapat direpresentasikan dengan sebuah pertanyaan pokok yang dijabarkan
menjadi pertanyaan-pertanyaan khusus. Pertanyaan-pertanyaan khusus ini kemudian
digunakan untuk menentukan tugas-tugas utama yang harus dilaksanakan dalam proses
perencanaan pengembangan.
Tabel 3 merangkum operasionalisasi siklus tersebut. Uraian lebih rinci mengenai
langkah-langkah pelaksanaan dari masing-masing operasi tersebut disajikan pada bab-
bab selajutnya dalam bahan pelatihan ini.
Gambar 3 Kerangka Umum Proses Perencanaan
PIKIR, DZIKIR, IKHTIAR 35
Tabel 1 Langkah-langkah, Pertanyaan Pokok, Pertanyaan Khusus, dan Tugas dalam
Proses Perencanaan Pengembangan
LANGKAH
PERENCANAA
N
PERTANYAAN
POKOK PERTANYAAN KHUSUS
TELAAH
(REVIEW)
Dimanakah posisi
sekolah kita
sekarang?
Sejauh mana kita melakukan hal-hal yang
berkaitan dengan:
pencapaian visi, misi, dan tujuan kita?
kinerja kita sebelumnya?
praktik-praktik terbaik (best practices)?
pemenuhan kebutuhan siswa?
pemenuhan kebutuhan orang tua dan
masyarakat?
tindak lanjut terhadap tujuan pendidikan
nasional?
pengelolaan perubahan (baik internal
maupun eksternal)?
Kemana kita akan
membawa sekolah
ini pada akhir
siklus
perencanaan?
Apa yang dapat kita raih lebih dari apa
yang kita capai sekarang?
Perubahan apa yang harus kita lakukan?
Apakah prioritas pengembangan kita?
RANCANGAN
(DESIGN)
Bagaimana kita
akan membawa
sekolah agar
mencapai apa yang
kita inginkan?
Bagaimana kita akan melakukan
perubahan?
Apa persisnya yang ingin kita capai?
Tindakan-tindakan apa yang tersedia dan
dapat kita pilih untuk memampukan kita
mencapai tujuan kita?
Tindakan terbaik mana yang sesuai untuk
mencapai tujuan?
Sumber daya apa yang kita butuhkan?
PIKIR, DZIKIR, IKHTIAR 36
LANGKAH
PERENCANAA
N
PERTANYAAN
POKOK PERTANYAAN KHUSUS
Siapa yanng akan melaksanakan
tindakan-tindakan itu?
Bagaimana kemajuan tindakan akan
diukur?
Bagaimana kita memastikan bahwa tujuan,
kebijakan, prioritas, dan rencana sekolah
diketahui dan didukung oleh semua warga
sekolah?
IMPLEMEN-
TASI (IMPLE-
MENTAION)
Apa yang
seharusnya kita
kerjakan untuk
menghantarkan
sekolah sampai
pada apa yang kita
inginkan?
Bagaimana seharusnya usaha kita sehari-hari
mencerminkan visi, misi, dan tujuan sekolah?
Bagaimana kita dapat mendorong kemajuan
yang terkait dengan prioritas sekolah?
Apa yang harus kita lakukan untuk menjamin
keberhasilan implementasi Rencana
implementasi program pengembanganan?
Monitoring dan
Telaah Formatif
Selama implemen-
tasi, bagaimana
kita akan
mengecek apakah
kita telah
membawa sekolah
ke arah yang kita
inginkan?
Kemajuan apa yang kita capai untuk
mencapai tujuan kita?
Apakah tujuan khusus masih tepat dalam
kaitannya dengan tujuan umum dan prioritas
kita?
Apakah tugas-tugas kita:
Fisibel
Tepat
Tersedia sumber daya yang memadai?
Apakah biaya yang dianggarkan:
termanfaatkan?
mampu memanfaatkan?
Berdasarkan pengalaman, apakah rentang
waktu yang ditetapkan dapat diterima/cukup
PIKIR, DZIKIR, IKHTIAR 37
LANGKAH
PERENCANAA
N
PERTANYAAN
POKOK PERTANYAAN KHUSUS
beralasan?
Penyesuaian-penyesuaian apa yang
dibutuhkan untuk menjamin keberhasilan
Rencana Sekolah Kita?
Telaah dampak
(outcomes)
Pada akhir siklus
perencanaan,
bagaimana kita
akan mengetahui
apakah kita telah
membawa sekolah
ke tempat yang
kita inginkan?
Sampai dimana yang telah kita capai?
Sejauh mana kita telah:
Mencapai tujuan (objectives) dari rencana
implementasi program pengembanganan
yang kita buat?
Mengembangkan prioritas yang kita
tetapkan?
Mengimplementasikan kebijakan yang
kita tetapkan?
Memperluas misi, visi, dan tujuan
sekolah kita?
Tujuan Umum
(Purpose)
Dengan cara apa
kita kelak
mengetahui bahwa
kita telah memilih
arah yang benar?
Apakah kita telah berjalan pada jalur yang
benar? Dalam kaitannya dengan perubahan
social budaya, sejauh mana ketepatan:
Misi, visi, dan tujuan kita?
Kebijakan kita?
Prioritas pengembangan kita?
Sasaran-sasaran (objectives) kita?
Proses Bagaimana kelak
kita akan
mengetahui bahwa
kita telah memilih
kendaraan yang
paling sesuai?
Apakah kita telah menggunakan metode
terbaik untuk sampai ditujuan?
Seberapa sesuaikah model proses
perencanaan yang kita pilih?
Seberapa efektifkah kita
mengimplementaiskan model itu?
Apa sajakah yang membantu dan
PIKIR, DZIKIR, IKHTIAR 38
LANGKAH
PERENCANAA
N
PERTANYAAN
POKOK PERTANYAAN KHUSUS
mengemhambat kemajuan?
Rekomendasi Kemana
hendaknya kita
menuju dari
kondisi sekarang
ini?
Berdasarkan pengalaman kita:
Perubahan apa yang seharusnya kita
lakukan terkait dengan model proses
perencanaan kita?
Aspek kehidupan sekolah yang mana
yang harus menjadi focus pada siklus
perencanaan kita berikutnya?
C. Model-Model Alternatif Perencanaan Pengembangan Sekolah
Standar nasional pendidikan sebagaimana telah diuraikan pada bab sebelumnya
menunjukkan bahwa proses perencanaan menjadi perangkat yang esensial dalam
pengelolaan sekolah. Dalam kaitannya dengan standar pengelolaan satuan pendidikan,
sistem perencanaan pengembangan lembaga yang diterapkan pada setiap sekolah harus
mampu memfasilitasi dan mengakomodasi lima pilar utama yang digariskan dalam
standar pengelolaan itu : kemandirian, kemitraan, partisipasi, keterbukaan, dan
akuntabilitas.
Model perencanaan strategis (strategic planning) hingga saat ini dipandang sebagai proses perencanaan yang demikian itu. Dengan menerapkan pendekatan perencanaan strategis, diharapkan sekolah akan terdorong untuk melakukan perencanaan secara sistematis. Sekolah diharapkan akan menyediakan waktu untuk mentelaah dan menganalisis dirinya sendiri dan lingkungannya, mengidentifikasi kebutuhannya untuk mendapatkan keunggulan terhadap yang lain, dan melakukan komunikasi dan konsultasi secara terus-menerus dengan berbagai pihak baik dari dalam maupun luar lingkungan lembaga selama berlangsungnya proses perencanaan. Di samping itu perencanaan strategis juga diharapkan akan mendorong sekolah untuk menyusun langkah-langkah dalam rangka mencapai tujuan strategis, secara terus-menerus memantau pelaksanaan rencana itu, dan secara teratur melakukan pengkajian dan perbaikan untuk menjaga agar perencanaan yang dibuat tetap relevan terhadap berbagai kondisi yang terus berkembang (Nickols dan Thirunamachandran, 2000).
PIKIR, DZIKIR, IKHTIAR 39
Perencanaan strategis merupakan bagian dari proses managemen strategis yang
terkait dengan proses identifikasi tujuan jangka panjang dari sebuah lembaga atau
organisasi, penggalian gagasan dan pilihan-pilihan, pengambilan langkah-langkah
yang diperlukan untuk mencapai tujuan yang telah ditentukan, dan pemantauan
(monitoring) kemajuan atau kegagalan dalam rangka menentukan strategi di masa
depan (Nickols dan Thirunamachandran, 2000). Secara historis, perencanaan strategis
bermula dari dunia militer. Perkembangan selanjutnya, perencanaan strategis diadopsi
oleh dunia usaha pada tahun 1950-an dan berkembang pesat dan sangat populer pada
tahun 1960 hingga 1970-an, dan berkembang kembali tahun 1990-an Mintzberg (1994)
sebagai "process with particular benefits in particular contexts."
Penerapan perencanaan strategis di dunia pendidikan baru berkembang sekitar satu dekade yang lalu. Saat mana lembaga-lembaga pendidikan dipaksa harus berhadapan dengan berbagai perubahan baik di dalam maupun di luar lingkungan lembaga, dan dipaksa harus tanggap terhadap berbagai tantangan yang timbul seperti halnya menurunnya dukungan keuangan, pesatnya perkembangan teknologi, dan berubahnya struktur kependudukan, dan tertinggalnya program-program akademik. Sebagai dampak dari kondisi ini, sejumlah lembaga pendidikan kemudian menggunakan perencanaan strategis sebagai alat untuk “meraih manfaat dan perubahan strategis untuk menyesuaikan diri dengan pesatnya perubahan liungkungan (Rowley, Lujan, & Dolence, 1997).
Diantara model-model perencanaan strategis yang berkembang, yang hingga saat
ini masih banyak diterapkan pada lembaga pendidikan antara lain: Model Dasar
(Foundational Model), Perencanaan Tindakan Tahap Permulaan (Early Action
Planning Model), dan Model Tiga-Unsur Sejajar (The Three-Strand Concurrent
Model). Berikut diuraikan secara singkat masing-masing model yang tersebut. Pada
bagian akhir bab ini diurai sebuah model perencanaan pengembangan sekolah yang
pernah diterapkan di Indonesia dalam kerangka Manajemen Peningkatan Mutu
Berbasis Sekolah.
1. Model Dasar (Foundational Model)
Sesuai dengan namanya, model dasar ini pertama-tama difokuskan pada peletakan
landasan-landasan yang diperlukan dalam perencanaan pengembangan dan
pengembangan prasarana yang tepat, sebelum melangkah pada perencanaan
pengembangan pada skala yang menyeluruh. Model ini didasarkan pada premis bahwa
perencanaan pengembangan akan terlaksana lebih efektif apabila tujuan dan nilai-nilai
PIKIR, DZIKIR, IKHTIAR 40
fundamental sekolah telah diklarifikasi sehinga dapat menjadi kerangka acuan, dan bila
perlu memampukan tersusunnya struktur rencana pengembangan. Model tersebut
terdiri dari urutan kegiatan sebagai berikut:
a. Pembentukan/pengkajian struktur kolaborasi dan konsultasi dalam tahap
persiapan.
b. Perumuskan/pembaharuan rumusan visi, misi, dan tujuan.
c. Perumuskan/pembaharuan Kebijakan Umum Sekolah yang terkait dengan
bidang-bidang kunci kehidupan sekolah, seperti kedisiplinan, kesehatan dan
keselatan, dan pemeliharaan kehidupan beragama.
d. Perumuskan/pembaharuan kebijakan dan prosedur yang terkait dengan
perencanaan terkoordinasi dalam bidang belajar mengajar yang dilakukan oleh
guru, jurusan, kelompok-kelompok lintas kurikulum.
e. Evaluasi/revisi kebijakan dan prosedur yang terkait dengan anggaran serta
spesifikasi dan pengalokasian sumber daya.
f. Merancang dan adaptasi model perencanaan pengembangan sekolah.
g. Penerapan struktur umum dan prosedur yang sistematis dari operasi dasar
perencanaan pengembangan: kaji, rancang, implementasi termonitor, dan
evaluasi.
h. Penerapan model perencanaan pengembangan.Setelah evaluasi, kembali ke
langkah pertama dan ulangi proses
Gambar 3.3. Model Dasar Perencanaan Pengembangan Sekolah
PIKIR, DZIKIR, IKHTIAR 41
Gambar 4. Model Dasar Perencanaan Pengembangan Sekolah
Bagi sekolah yang baru pertama kali melaksanakan perencanaan strategis, untuk
menyelesaikan langkah a sampai dengan e di atas kemungkinan diperlukan waktu
selama 18 bulan. Akan tetapi apabila sekolah telah memiliki rencana strategis dan
hanya perlu melakukan penyesuaian atau perubahan-perubahan, langkah a sampai
dengan e dapat diselesaikan dalam kurun waktu yang sangat singkat, karena
kemungkinan hanya memerlukan sekedar perubahan-perubahan minor terhadap apa-
apa yang sudah ada. Namun demikian, langkah-langkah itu tidak dapat diabaikan
begitu saja. Model dasar itu dapat diilustrasikan dalam bentuk diagram sebagaimana
Gambar 4.
2. Model Perencanaan Tindakan Tahap Permulaan (Early Action Planning
Model)
Model Perencanaan Tindakan Tahap Awal (Early Action Planning Model)
pertama-tama menitik beratkan pada identifikasi cepat sejumlah kecil prioritas jangka
pendek dan inisiatif rencana implementasi program pengembanganan untuk mencapai
prioritas itu. Model ini didasarkan pada premis bahwa cara terbaik untuk mendorong
keberterimaan (acceptance) dan penyatuan Perencanaan Pengembangan Sekolah
adalah memastikan kelancaran tindakan dan capaian pada tahap permulaan sebagai
penguatan yang positif bagi partisipan dalam proses perencanaan. Pengalaman berhasil
pada tahap permulaan ini akan menjadi bukti kemanfaatan perencanaan pengembangan
sekolah. Dengan demikian, akan terjadi penguatan yang dapat mengurangi
kecenderungan munculnya berbagai keluhan seperti: “kita hanya bicara dan bicara,
akan tetapi tidak ada yang menjadi kenyataan dan tidak pernah terjadi perubahan”.
PIKIR, DZIKIR, IKHTIAR 42
Gambar 5. Model Perencanaan-Tindakan Tahap Permulaan bagi Perencanaan
Pengembangan Sekolah
Selain itu juga akan memperkuat komitmen terhadap proses perencanaan dan
menjadi insentif bagi keteribatan dalam prosedur perencanaan yang lebih kompleks.
Model permulaan tersebut dapat mencakup tahap-tahap kegiatan (1) Perencanaan
Tindakan Awal; (2) Refleksi, dan (3) Perencanaan Terelaborasi.
3. Model Tiga-Unsur Sejajar (The Three-Strand Concurrent Model)
The Three-Strand Concurrent Model memfokus pada kerangka waktu perencana-
an. Model ini mengakui bahwa pengembangan sekolah memiliki dimensi-dimensi
jangka panjang, jangka menengah, dan jangka pendek. Model itu didasarkan pada
premis bahwa tiga dimensi waktu itu harus dicapai secara bersama-sama oleh sekolah
jika sekolah memang memberikan respon yang efektif terhadap kebutuhan lingkungan
yang dinamis. Model itu menyarankan sebuah kerangka yang terdiri dari tiga langkah
kegiatan perencanaan yang saling terkait namun berbeda-beda yang memampukan
PIKIR, DZIKIR, IKHTIAR 43
sekolah untuk mengatasi perubahan-perubatah yang rumit dan tidak dapat
diprediksikan.
Gambar 6. The Three-Strand Concurrent Model untuk Perencanaan Pengembangan
Sekolah
Model itu meliputi unsur-unsur: (1) Berfikir Masa Depan untuk mengatasi dimensi
jangka panjang dalam perencanaan sekolah (5-15 tahun), (2) Niatan Strategis dan
Tujuan Strategis untuk mengatasi dimensi jangka menengah (3-5 tahun), dan
Perencanaan Operasional untuk mengatasi dimensi jangka pendek (1-3 tahun). Three-
Strand Concurrent Model tersebut dapat digambarkan dalam bentuk diagram
sebagaimana Gambar 6.
4. Model Perencanaan Pengembangan Sekolah di Indonesia
Digulirkannya konsep Manajemen Peningkatan Mutu Berbasis Sekolah (MPMBS)
pada tahun 1999 sebenarnya merupakan rintisan diterapkannya perencanaan strategis
di lembaga pendidikan menengah di Indonesia. Konsep manajemen ini menawarkan
kerjasama yang erat antara sekolah, masyarakat dan pemerintah dengan tanggung
jawabnya masing - masing ini, berkembang didasarkan kepada suatu keinginan
pemberian kemandirian kepada sekolah untuk ikut terlibat secara aktif dan dinamis
dalam rangka proses peningkatan kualitas pendidikan melalui pengelolaan sumber
daya sekolah yang ada. Sekolah harus mampu menterjemahkan dan menangkap esensi
kebijakan makro pendidikan serta memahami kindisi lingkunganya (kelebihan dan
PIKIR, DZIKIR, IKHTIAR 44
kekurangannya) untuk kemudian melalui proses perencanaan, sekolah harus
memformulasikannya ke dalam kebijakan mikro dalam bentuk program-program
prioritas yang harus dilaksanakan dan dievaluasi oleh sekolah yang bersangkutan
sesuai dengan visi dan misinya masing - masing. Sekolah harus menentukan target
mutu untuk tahun berikutnya. Dengan demikian sekolah secara mandiri tetapi masih
dalam kerangka acuan kebijakan nasional dan ditunjang dengan penyediaan input yang
memadai, memiliki tanggung jawab terhadap pengembangan sumber daya yang
dimilikinya sesuai dengan kebutuhan belajar siswa dan masyarakat (Umaedi, 1999).
Kemiripan MPMBS dengan perencanaan strategis sebagaimana diuraikan
sebelumnya sangat tampak pada strategi pelaksanaan yang digariskan pada tingkat
sekolah. Secara singkat langkah-langkah yang ditetapkan itu diuraikan sebagai berikut.
i. Merumuskan Visi, Misi, Tujuan, dan Sasaran Sekolah (Tujuan Situasional
Sekolah)
j. Mengidentifikasi Fungsi-Fungsi yang Diperlukan untuk Mencapai Sasaran
k. Melakukan Analisis SWOT
l. Mengembangkan Langkah Pemecahan Persoalan
m. Melaksanakan Rencana Peningkatan Mutu
n. Melakukan Monitoring dan Evaluasi Pelaksanaan
o. Merumuskan Sasaran Mutu Baru
D. Menumbuhkan Budaya Pengembangan Berencana Di Sekolah
Perencanaan pengembangan sekolah pada dasarnya merupakan proses yang
berlangsung terus-menerus, bukan merupakan kegiatan “sekali jadi”. Agar
perencanaan pengembangan itu efektif dalam memampukan (enabling) sekolah untuk
menghadapi tantangan ganda yang berkaitan dengan peningkatan kualitas dan
pengelolaan perubahan, perencanaan pengembangan harus menjadi “modus operandi”
normal bagi setiap sekolah. Bagi sekolah pada umumnya, perencanaan pengembangan
yang sistematis akan memerlukan perubahan mendasar dari kondisi yang ada sekarang.
Bab ini memaparkan tantangan inovatif yang harus diatasi dengan cermat untuk
menjamin keberhasilan pengintegrasian perencanaan pengembangan ke dalam
kehidupan sekolah, sehingga perencanaan akan menjadi budaya dalam manajemen
sekolah.
PIKIR, DZIKIR, IKHTIAR 45
Berdasarkan penelitian internasional terhadap perubahan pendidikan pada
umumnya, penumbuhan budaya perencanaan pengembangan sekolah dibagi menjadi
tiga tahap:
Pemulaan (Inisiation): tahapan ini meliputi penetapan keputusan untuk memulai
perencanaan pengembangan sekolah, menumbuhkan komitmen terhadap proses
perencanaan, dan penyiapan partisipan.
Pembiasaan (Familirialisation): tahap ini mencakup siklus awal dari perencanaan
pengembangan sekolah, dimana masyarakat sekolah belajar bagaimana
melaksanakan proses perencanaan pengembangan itu.
Penyatuan (Embedding): tahap ini terjadi ketika perencanaan pengembangan
sekolah telah menjadi bagian pola kehidupan sekolah sehari-hari dalam
melaksanakan segala sesuatu.
1. Tahap Pemulaan (Inisiasi)
Secara formal semua pengelola sekolah bertanggung jawab atas inisiatif
perencanaan pengembangan sekolah untuk menjamin bahwa keputusan untuk
menyusun rencana pengembangan sekolah benar-benar terlaksana dan terwujud. Akan
tetapi, pada praktiknya, inisiatif itu pada umumnya diambil oleh kepala sekolah atau
komite sekolah.
Komitmen guru terhadap inovasi sekolah merupakan hal yang esensial bagi
keberhasilan dalam inovasi sekolah. Mereka harus benar-benar memahami hal-hal
pokok berkaitan dengan apa, mengapa, dan bagaimana perencanaan pengembangan
sekolah dilakukan. Guru-guru harus disadarkan tentang peran yang harus mereka ambil
dalam proses perencanaan dan manfaat apa yang dapat mereka peroleh dari proses itu.
Pemahaman mereka harus difokuskan pada keterkaitan antara proses dengan isu-isu
yang penting bagi guru pada umumnya, sehingga relevansi proses perencanaan dan
kebutuhan sekolah dapat disampaikan dengan jelas. Penjelasan serupa juga harus
dilakukan kepada semua mitra kerja yang ada di lingkungan sekolah agar proses
perencanaan pengembangan sekolah memperoleh dukungan dari mereka.
Kegiatan-kegiatan berikut merupakan cara-cara yang dapat membantu warga
sekolah untuk mempersiapkan partisipasinya dalam proses perencanaan pengembang-
an sekolah.
PIKIR, DZIKIR, IKHTIAR 46
a. Membaca berbagai panduan, buku-buku pegangan dan laporan-laporan hasil
penelitian mengenai perencanaan pengembangan sekolah.
b. Mencari saran-saran, masukan dan dukungan dari lembaga-lembaga yang
peduli terhadap pendidikan yang ada di sekitar sekolah.
c. Menghadiri seminar-seminar atau pelatihan-pelatihan yang relevan dengan
perencanaan pengembangan sekolah.
d. Menghubungi sekolah-sekolah lain yang dipandang lebih maju di bidang
perencanaan pengembangan sekolah untuk menggali dan belajar dari
pengalaman yang mereka miliki.
e. Mengundang pembicara dari luar untuk menyajikan paparan tentang
perencanaan pengembangan sekolah di hadapan guru, pengelola sekolah,
komite sekolah, dan orang tua, baik secara bersama-sama atau terpisah.
f. Mengundang tokoh-tokoh kunci di lingkungan sekolah untuk memaparkan
pentingnya perencanaan pengembangan sekolah dan mendorong partisipasi
semua pihak.
g. Memanfaatkan fasilitator dari luar untuk membantu memulai dan mengimple-
mentasikan perencanaan pengembangan sekolah.
Keluaran yang dicapai dari tahap pemulaan meliputi:
a. Telah dibuatnya keputusan untuk mengawali (mengintroduksi) perencanaan
pengembangan sekolah.
b. Semua guru memiliki pemahaman yang benar mengenai perencanaan
pengembangan sekolah dan memiliki komitmen terhadap proses itu.
c. Semua mitra sekolah telah diberi penjelasan pada tahap awal proses tersebut.
d. Terpilihnya fasilitator untuk membantu melaksanakan proses tersebut.
2. Tahap Pembiasaan (Familirialisation)
Pada tahap pembiasaan—biasanya merupakan langkah pertama dari siklus
perencanaan pengembangan sekolah secara utuh—masyarakat sekolah berada dalam
proses belajar dari pengalaman bagaimana melaksanakan proses perencanaan tersebut.
Pengetahuan dan keterampilan yang diperlukan tumbuh berdasarkan pengalaman dan
struktur kolaborasi yang berkembang. Hasil dari tahapan ini adalah
terkonsolidasikannya dan menguatnya komitmen terhadap proses perencanaan.
PIKIR, DZIKIR, IKHTIAR 47
Selama berlangsungnya tahap ini, fasilitator yang terampil, koordinasi yang
cermat, dan dukungan yang cukup dan berkelanjutan, termasuk di dalamnya pelatihan
dalam jabatan, akan sangat membantu keberhasilan proses perencanaan. Perhatian
khusus harus diberikan agar timbul penguatan yang positif di kalangan guru.
3. Penyatuan (Embedding)
Tahap penyatuan terjadi ketika perencanaan pengembangan telah menjadi bagian
dari cara-cara yang biasa dilakukan sekolah dalam melaksanakan segala sesuatu.
Tatanan manajemen sekolah telah berkembang menjadi pendukung yang baik terhadap
pengembangan maupun pemeliharaan sekolah yang bersangkutan, dan menjadi bagian
dari pola prilaku yang berterima (acceptable) bagi semua pihak. Terdapat begitu luas
ragam penggunaan rencana implementasi program pengembanganan oleh guru. Dalam
hal ini rencana pengembangan sekolah harus berfungsi sebagai kerangka acuan bagi
perencanaan-perencanaan yang terkoordinasi yang dilakukan oleh guru secara
individual, unit-unit yang ada sekolah, tim-tim lintas kurikulum, dan dampaknya akan
tampak pada praktik-praktik pembelajaran dalam kelas. Seluruh proses tersebut pada
saat itu telah menjadi “cara kita melakukan segala sesuatu di sekolah ini” atau "the
way we do things around here."
PIKIR, DZIKIR, IKHTIAR 48
6. KONSEP MANAJEMEN KEUANGAN SEKOLAH
A. Pengertian Manajemen Keuangan
Setiap kegiatan perlu diatur agar kegiatan berjalan tertib, lancar, efektif dan
efisien. Kegiatan di sekolah yang sangat kompleks membutuhkan pengaturan yang
baik. Keuangan di sekolah merupakan bagian yang amat penting karena setiap
kegiatan butuh uang. Keuangan juga perlu diatur sebaik-baiknya. Untuk itu perlu
manajemen keuangan yang baik. Sebagaimana yang terjadi di substansi manajemen
pendidikan pada umumnya, kegiatan manajemen keuangan dilakukan melalui proses
perencanaan, pengorganisasian, pengarahan, pengkoordinasian, pengawasan atau
pengendalian. Beberapa kegiatan manajemen keuangan yaitu memperoleh dan
menetapkan sumber-sumber pendanaan, pemanfaatan dana (Lipham, 1985; Keith,
1991), pelaporan, pemeriksaan dan pertanggung jawaban. Di dalam manajemen
keuangan sekolah terdapat rangkaian aktivitas terdiri dari perencanaan program
sekolah, perkiraan anggaran, dan pendapatan yang diperlukan dalam pelaksanaan
program, pengesahan dan penggunaan anggaran sekolah. Manajemen keuangan dapat
diartikan sebagai tindakan pengurusan/ketatausahaan keuangan yang meliputi
pencatatan , perencanaan, pelaksanaan, pertanggungjawaban dan pelaporan
(Depdiknas Ditjen Dikdasmen, 2000). Dengan demikian manajemen keuangan sekolah
merupakan rangkaian aktivitas mengatur keuangan sekolah mulai dari perencanaan,
pembukuan, pembelanjaan, pengawasan dan pertanggungjawaban keuangan sekolah.
B. Tujuan Manajemen Keuangan Sekolah
Melalui kegiatan manajemen keuangan maka kebutuhan pendanaan kegiatan
sekolah dapat direncanakan, diupayakan pengadaannya, dibukukan secara transparan,
dan digunakan untuk membiayai pelaksanaan program sekolah secara efektif dan
efisien. Untuk itu tujuan manajemen keuangan adalah:
1. Meningkatkan efektivitas dan efisiensi penggunaan keuangan sekolah
2. Meningkatkan akuntabilitas dan transparansi keuangan sekolah.
3. Meminimalkan penyalahgunaan anggaran sekolah.
Untuk mencapai tujuan tersebut, maka dibutuhkan kreativitas kepala sekolah
PIKIR, DZIKIR, IKHTIAR 49
dalam menggali sumber-sumber dana, menempatkan bendaharawan yang menguasai
dalam pembukuan dan pertanggungjawaban keuangan serta memanfaatkannya secara
benar sesuai peraturan perundangan yang berlaku.
C. Prinsip-Prinsip Manajemen Keuangan
Manajemen keuangan sekolah perlu memperhatikan sejumlah prinsip. Undang-
undang No 20 Tahun 2003 pasal 48 menyatakan bahwa pengelolaan dana pendidikan
berdasarkan pada prinsip keadilan, efisiensi, transparansi, dan akuntabilitas publik.
Disamping itu prinsip efektivitas juga perlu mendapat penekanan. Berikut ini dibahas
masing-masing prinsip tersebut, yaitu transparansi, akuntabilitas, efektivitas, dan
efisiensi.
1. Transparansi
Transparan berarti adanya keterbukaan. Transparan di bidang manajemen berarti
adanya keterbukaan dalam mengelola suatu kegiatan. Di lembaga pendidikan, bidang
manajemen keuangan yang transparan berarti adanya keterbukaan dalam manajemen
keuangan lembaga pendidikan, yaitu keterbukaan sumber keuangan dan jumlahnya,
rincian penggunaan, dan pertanggungjawabannya harus jelas sehingga bisa
memudahkan pihak-pihak yang berkepentingan untuk mengetahuinya. Transparansi
keuangan sangat diperlukan dalam rangka meningkatkan dukungan orang tua,
masyarakat dan pemerintah dalam penyelenggaraan seluruh program pendidikan di
sekolah. Disamping itu transparansi dapat menciptakan kepercayaan timbal balik
antara pemerintah, masyarakat, orang tua siswa dan warga sekolah melalui penyediaan
informasi dan menjamin kemudahan di dalam memperoleh informasi yang akurat dan
memadai.
Beberapa informasi keuangan yang bebas diketahui oleh semua warga sekolah dan
orang tua siswa misalnya rencana anggaran pendapatan dan belanja sekolah (RAPBS)
bisa ditempel di papan pengumuman di ruang guru atau di depan ruang tata usaha
sehingga bagi siapa saja yang membutuhkan informasi itu dapat dengan mudah
mendapatkannya. Orang tua siswa bisa mengetahui berapa jumlah uang yang diterima
sekolah dari orang tua siswa dan digunakan untuk apa saja uang itu. Perolehan
informasi ini menambah kepercayaan orang tua siswa terhadap sekolah.
PIKIR, DZIKIR, IKHTIAR 50
2. Akuntabilitas
Akuntabilitas adalah kondisi seseorang yang dinilai oleh orang lain karena kualitas
performansinya dalam menyelesaikan tugas untuk mencapai tujuan yang menjadi
tanggung jawabnya. Akuntabilitas di dalam manajemen keuangan berarti penggunaan
uang sekolah dapat dipertanggungjawabkan sesuai dengan perencanaan yang telah
ditetapkan. Berdasarkan perencanaan yang telah ditetapkan dan peraturan yang berlaku
maka pihak sekolah membelanjakan uang secara bertanggung jawab.
Pertanggungjawaban dapat dilakukan kepada orang tua, masyarakat dan pemerintah.
Ada tiga pilar utama yang menjadi prasyarat terbangunnya akuntabilitas, yaitu (1)
adanya transparansi para penyelenggara sekolah dengan menerima masukan dan
mengikutsertakan berbagai komponen dalam mengelola sekolah , (2) adanya standar
kinerja di setiap institusi yang dapat diukur dalam melaksanakan tugas, fungsi dan
wewenangnya, (3) adanya partisipasi untuk saling menciptakan suasana kondusif
dalam menciptakan pelayanan masyarakat dengan prosedur yang mudah, biaya yang
murah dan pelayanan yang cepat
3. Efektivitas
Efektif seringkali diartikan sebagai pencapaian tujuan yang telah ditetapkan.
Garner (2004) mendefinisikan efektivitas lebih dalam lagi, karena sebenarnya
efektivitas tidak berhenti sampai tujuan tercapai tetapi sampai pada kualitatif hasil
yang dikaitkan dengan pencapaian visi lembaga. Effectiveness ”characterized by
qualitative outcomes”. Efektivitas lebih menekankan pada kualitatif outcomes.
Manajemen keuangan dikatakan memenuhi prinsip efektivitas kalau kegiatan yang
dilakukan dapat mengatur keuangan untuk membiayai aktivitas dalam rangka
mencapai tujuan lembaga yang bersangkutan dan kualitatif outcomes-nya sesuai
dengan rencana yang telah ditetapkan.
4. Efisiensi
Efisiensi berkaitan dengan kuantitas hasil suatu kegiatan. Efficiency
”characterized by quantitative outputs” (Garner,2004). Efisiensi adalah perbandingan
yang terbaik antara masukan (input) dan keluaran(out put) atau antara daya dan hasil.
Daya yang dimaksud meliputi tenaga, pikiran, waktu, biaya. Perbandingan tersebut
dapat dilihat dari dua hal:
a. Dilihat dari segi penggunaan waktu, tenaga dan biaya:
PIKIR, DZIKIR, IKHTIAR 51
Kegiatan dapat dikatakan efisien kalau penggunaan waktu, tenaga dan biaya yang
sekecil-kecilnya dapat mencapai hasil yang ditetapkan.
Ragam efisiensi dapat dijelaskan melalui hubungan antara penggunaan waktu,
tenaga, biaya dan hasil yang diharapkan dapat dilihat pada Gambar.6 berikut ini:
D
C
B
A
Hasil Tertentu
Banyak menggunakan waktu, tenaga, dan biaya
Penggunaan waktu, tenaga, dan biaya lebih sedikit
Paling sedikit menggunakan waktu, tenaga, dan biaya
Gambar. 6 Hubungan Penggunaan Waktu, Tenaga, Biaya dan Hasil
yang Diharapkan
Pada gambar di atas menunjukkan penggunaan daya C dan hasil D yang paling
efisien, sedangkan penggunaan daya A dan hasil D menunjukkan paling tidak
efisien.
b. Dilihat dari segi hasil
Kegiatan dapat dikatakan efisien kalau dengan penggunaan waktu, tenaga dan
biaya tertentu memberikan hasil sebanyak-banyaknya baik kuantitas maupun
kualitasnya. Ragam efisiensi tersebut dapat dilihat dari Gambar 7 berikut ini:
Gambar. 7 Hubungan Penggunaan Waktu, Tenaga, Biaya tertentu dan Ragam
Hasil yang Diperoleh
PIKIR, DZIKIR, IKHTIAR 52
A
D
C
B Hasil terkecil
Hasil besar
Penggunaan waktu, biaya, dan tenaga tertentu
Hasil sedang
Pada gambar di atas menunjukkan penggunaan waktu, tenaga, biaya A dan hasil B
paling tidak efisien. Sedangkan penggunaan waktu, tenaga, biaya A dan hasil D
paling efisien.
Tingkat efisiensi dan efektivitas yang tinggi memungkinkan terselenggaranya
pelayanan terhadap masyarakat secara memuaskan dengan menggunakan sumber
daya yang tersedia secara optimal dan bertanggung jawab.
PIKIR, DZIKIR, IKHTIAR 53
7. PERENCANAAN DAN SUMBER-SUMBER PENDAPATAN SEKOLAH
A. Proses Perencanaan Keuangan Sekolah
Secara umum proses manajemen keuangan sekolah meliputi: perencanaan,
pelaksanaan, pengawasan, pelaporan dan pertanggung-jawaban. Perencanaan
merupakan langkah awal dalam proses manajemen keuangan. Perencanaan adalah
suatu proses yang rasional dan sistematis dalam menetapkan langkah-langkah kegiatan
yang akan dilaksanakan untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Pengertian
tersebut mengandung unsur-unsur bahwa di dalam perencanaan ada proses, ada
kegiatan yang rasional dan sistematis serta adanya tujuan yang akan dicapai.
Perencanaan sebagai proses, artinya suatu kejadian membutuhkan waktu, tidak dapat
terjadi secara mendadak. Perencanaan sebagai kegiatan rasional, artinya melalui proses
pemikiran yang didasarkan pada data yang riil dan analisis yang logis, yang dapat
dipertanggungjawabkan, dan tidak didasarkan pada ramalan yang intuitif. Perencanaan
sebagai kegiatan yang sistematis, berarti perencanaan meliputi tahap-tahap kegiatan.
Kegiatan yang satu menjadi landasan tahapan berikutnya. Tahapan kegiatan tersebut
dapat dijadikan panduan sehingga penyimpangan dapat segera diketahui dan diatasi.
Sedangkan tujuan perencanaan itu sendiri arahnya agar kegiatan yang dilaksanakan
tidak menyimpang dari arah yang ditentukan. Yang perlu diperhatikan di dalam
perencanaan keuangan sekolah antara lain menganalisis program kegiatan dan
prioritasnya, menganalisis dana yang ada dan yang mungkin bisa diadakan dari
berbagai sumber pendapatan dan dari berbagai kegiatan.
Perencanaan keuangan sekolah disesuaikan dengan rencana pengembangan
sekolah secara keseluruhan, baik pengembangan jangka pendek maupun jangka
panjang. Pengembangan jangka pendek berupa pengembangan satu tahunan.
Pengembangan jangka panjang berupa pengembangan lima tahunan, sepuluh tahunan,
bahkan dua puluh lima tahunan. Berdasarkan rencana pengembangan sekolah, baik
jangka pendek maupun jangka panjang, maka dibuatlah perencanaan keuangan sekolah
baik perencanaan jangka pendek maupun jangka panjang.
Kalau dianalisis pembuatan perencanaan keuangan, Garner( 2004) merumuskan
sikuensi perencanaan keuangan yang strategis sebagai berikut: 1) misi (mission), 2)
tujuan jangka panjang (goals), 3) tujuan jangka pendek (objectives), 4) program,
PIKIR, DZIKIR, IKHTIAR 54
layanan, aktivitas (programs, services, activities), tujuan jangka panjang, tujuan jangka
pendek berdasarkan kondisi riil unit sekolah (site-based unit goals & objectives), 5)
target: baik outcomes maupun outputs, 6) anggaran (budget), dan 7) perencanaan
keuangan yang strategis (strategic financial plan). Selanjutnya proses penyiapan
perencanaan keuangan yang strategis dapat dilihat pada Gambar 8 di bawah ini:
Misi, tujuan jangka panjang dan jangka pendek
perencanaan keuangan yang Strategis berdasarkan kondisi riil unit sekolah
tujuan jangka panjang, pendek dan target berdasarkan kondisi riil unit sekolah
perencanaan keuangan yang Strategis
Gambar 8. Perencanaan Keuangan yang Strategis
Siklus tersebut menunjukkan bahwa pembuatan rencana strategis memerlukan
langkah-langkah sebagai berikut:
1. Misi, tujuan jangka panjang dan tujuan jangka pendek perlu dirumuskan
pimpinan sekolah
2. Tujuan jangka panjang, tujuan jangka pendek, dan target yang ingin dicapai
berdasarkan kondisi riil sekolah perlu dipahami oleh seluruh warga sekolah.
3. Berdasarkan kondisi riil sekolah, maka dirumuskan perencanaan keuangan
yang strategis.
4. Perencanaan keuangan strategis sudah dirumuskan, menjadi bahan masukan
pada pengembangan misi dan tujuan sekolah pada periode berikutnya.
Proses perumusan perencanaan keuangan yang strategis, memerlukan kajian
secara cermat tentang evaluasi diri lembaga pendidikan yang bersangkutan, visi, misi,
tujuan jangka panjang dan tujuan jangka pendek lembaga pendidikan. Kemudian
ditetapkan program kegiatan dan berbagai layanan yang dilaksanakan lembaga
pendidikan yang sesuai dengan tujuan jangka panjang dan pendek serta target yang
akan dicapai baik output maupun outcomes-nya, dan disusunlah anggaran sehingga
jadilah perencanaan keuangan yang strategis sesuai dengan kondisi sekolah.
Visi sekolah menjadi pedoman dalam pengembangan program sekolah. Visi
adalah wawasan yang menjadi sumber arahan bagi sekolah, pandangan jauh kedepan
PIKIR, DZIKIR, IKHTIAR 55
kemana sekolah akan dibawa. Visi sekolah digunakan untuk memandu perumusan misi
sekolah dan perumusan tujuan sekolah. Contoh rumusan visi sekolah, yaitu
terwujudnya siswa yang berkualitas dan lulusan yang unggul sehingga mampu
bersaing di tingkat daerah, nasional dan internasional.
Bertolak dari rumusan visi sekolah selanjutnya dirumuskan misi sekolah. Misi
merupakan kegiatan yang harus diemban untuk menjawab pencapaian visi yang
ditetapkan. Contoh perumusan misi sekolah, yaitu terlaksananya kegiatan belajar
mengajar yang kondusif dalam lingkungan sekolah yang aman, tertib, disiplin, bersih
yang didukung oleh sarana dan prasarana yang memadai ; terciptanya hubungan yang
harmonis antar personil di sekolah. Selanjutnya rumusan tujuan jangka panjang dan
jangka pendek dan target pencapaiannya diselaraskan dengan visi dan misi sekolah.
Disamping memperhatikan program pengembangan sekolah, perencanaan
keuangan sekolah juga mengacu pada penyelenggaraan pendidikan di sekolah secara
keseluruhan. Kepmendiknas Nomor 056/U/2001 menyebutkan penyelenggaraan
pendidikan di sekolah meliputi (1) pelayanan yang bersifat teknis edukatif untuk
proses belajar mengajar baik teori maupun praktek untuk seluruh mata pelajaran dan
penilaian hasil belajar; (2) pelayanan yang bersifat penunjang untuk operasionalisasi
ruang belajar dan kegiatan ekstra kurikuler; (3) pengadaan dan perawatan buku
pelajaran, peralatan pendidikan, alat pelajaran, peralatan laboratorium, perpustakaan
dan peralatan praktik keterampilan serta bahan praktik laboratorium dan keterampilan;
(4) pengadaan dan perawatan sarana kegiatan penunjang seperti sarana administrasi,
gedung sekolah, ruang kelas, fasilitas sekolah dan lingkungan; (5) penyediaan daya
dan jasa seperti listrik, telepon, gas dan air; (6) perjalanan dinas kepala sekolah dan
guru; (7) pelayanan kemasyarakatan, pemberdayaan Komite Sekolah, kegiatan sosial;
(8) penyelenggaraan lomba yang diikuti siswa dan atau guru; (9) pelayanan habis pakai
untuk keperluan sekolah seperti surat kabar; (10) penyediaan gaji guru dan non-guru,
tunjangan, honorarium, lembur, transportasi, insentif dan lainnya yang menunjang
pendidikan. Berdasarkan komponen penyelenggaraan pendidikan tersebut, tiap kepala
sekolah menentukan program prioritas yang perlu dilaksanakan dalam satu tahun
anggaran, kemudian dijadikan program kegiatan yang perlu mendapatkan dana.
Pada tahap perencanaan, analisis kebutuhan pengembangan sekolah dalam kurun
waktu tertentu menjadi fokus utama yang perlu diperhatikan. Kebutuhan dalam satu
tahun anggaran, lima tahun, sepuluh tahun, bahkan dua puluh lima tahunan.
PIKIR, DZIKIR, IKHTIAR 56
Perencanaan dibuat oleh kepala sekolah, guru, staf sekolah dan pengurus komite
sekolah. Mereka mengadakan pertemuan untuk menentukan kebutuhan dan
menentukan kegiatan sekolah dalam waktu tertentu.
Berdasarkan analisis ini diperoleh banyak kegiatan yang perlu dilakukan sekolah
dalam satu tahun, lima tahun, sepuluh tahun, atau bahkan dua puluh lima tahun. Untuk
itu perlu diurutkan tingkat kebutuhan kegiatan dari yang paling penting sampai
kegiatan pendukung yang mungkin bisa ditunda pelaksanaannya. Hal ini terkait dengan
tersedianya waktu, keberadaan tenaga dan jumlah dana yang tersedia atau yang bisa
diupayakan ketersediaannya. Analisis sumber-sumber dana dan jumlah nominal yang
mungkin diperoleh, dilakukan untuk memenuhi kebutuhan sesuai dengan hasil analisis
yang dilakukan. Perpaduan analisis kegiatan dan sumber dana serta menyangkut waktu
pelaksaannya ini seringkali menghasilkan apa yang dinamakan Rencana Anggaran
Pendapatan dan Belanja Sekolah (RAPBS). Setiap sekolah wajib menyusun RAPBS
sebagaimana diamanatkan di dalam pasal 53 Peraturan Pemerintah No 19 tahun 2005
tentang Standar Nasional Pendidikan, yaitu Rencana Kerja Tahunan hendaknya
memuat rencana anggaran pendapatan dan belanja satuan pendidikan untuk masa kerja
satu tahun;
RAPBS merupakan rencana perolehan pembiayaan pendidikan dari berbagai
sumber pendapatan serta susunan program kerja tahunan yang terdiri dari sejumlah
kegiatan rutin serta beberapa kegiatan lainnya disertai rincian rencana pembiayaannya
dalam satu tahun anggaran. Dengan demikian RAPBS berisi tentang ragam sumber
pendapatan dan jumlah nominalnya baik rutin maupun pembangunan, ragam
pembelanjaan dan jumlah nominalnya dalam satu tahun anggaran.
Penyusunan RAPBS perlu memperhatikan asas anggaran antara lain:
1. Asas kecermatan
Anggaran harus diperkirakan secara cermat, baik dalam hal penjumlahan,
pengurangan, perkalian, dan pembagian sehingga dapat efektif dan terhindar
dari kekeliruan dalam penghitungan.
2. Asas Terinci
Penyusunan anggaran dirinci secara baik sehingga dapat dilihat rencana kerja
yang jelas serta dapat membantu unsur pengawasan.
3. Asas Keseluruhan
PIKIR, DZIKIR, IKHTIAR 57
Anggaran yang disusun mencakup semua aktivitas keuangan dari suatu
organisasi secara menyeluruh dari awal tahun sampai akhir tahun anggaran.
4. Asas Keterbukaan
Semua pihak yang telah ditentukan oleh peraturan atau pihak yang terkait
dengan sumber pembiayaan sekolah dapat memonitor aktivitas yang tertuang
dalam penyusunan anggaran maupun dalam pelaksanaannya.
5. Asas Periodik
Pelaksanaan anggaran mempunyai batas waktu yang jelas.
6. Asas Pembebanan.
Dasar pembukuan terhadap pengeluaran dan penerimaan anggaran perlu
diperhatikan. Kapan suatu anggaran pengeluaran dibebankan kepada anggaran
ataupun suatu penerimaan menguntungkan anggaran perlu diperhitungkan
secara baik.
Dalam penyusunan RAPBS, kepala sekolah sebaiknya membentuk tim yang
terdiri dari dewan guru dan pengurus komite sekolah. Setelah tim dan Kepala Sekolah
menyelesaikan tugas, merinci semua anggaran pendapatan dan belanja sekolah, Kepala
Sekolah menyetujuinya. Pelibatan para guru dan pengurus komite sekolah ini akan
diperoleh rencana yang mantap, dan secara moral semua guru, kepala sekolah dan
pengurus komite sekolah merasa bertanggung jawab terhadap pelaksanaan rencana
tersebut.
Proses penyusunan RAPBS yang partisipatif dapat dilihat pada Gambar 9 sebagai
berikut:
Gambar. 9 Proses Penyusunan RAPBS
PIKIR, DZIKIR, IKHTIAR 58
Kepala sekolah mempelajari visi, misi, program utama sekolah yang telah ada
Kepala sekolah bersama guru dan Pengurus Komite Sekolah membahas draft dan menetapkan RAPBS
Kepala sekolah mengundang guru dan Pengurus Komite Sekolah untuk menyusun draft RAPBS
RAPBS sudah siap dilaksanakan
Dalam menetapkan jumlah anggaran, dua hal yang perlu diperhatikan yaitu unit
cost (satuan biaya) dan volume kegiatan. Setiap program dan penganggarannya perlu
memperhatikan kedua hal tersebut. Misalnya untuk anggaran rutin, SBP (Sumbangan
Biaya Pendidikan), BKM(Bantuan Khusus Murid), jenis kegiatan dan satuan biayanya
sudah ditentukan. Kepala Sekolah bersama guru dan pihak lain yang terlibat langsung
misalnya komite sekolah diharapkan menyusun prioritas penggunaan dana per-mata
anggaran secara cermat.
Secara rinci langkah penyusunan RAPBS, yaitu:
1. Inventarisasi kegiatan untuk tahun yang akan datang, baik kegiatan rutin
maupun kegiatan pembangunan/pengembangan berdasarkan evaluasi
pelaksanaan kegiatan pada tahun sebelumnya, analisis kebutuhan tahun
berikutnya, dan masukan dari seluruh warga sekolah maupun Komite
Sekolah.
2. Inventarisasi sumber pembiayaan baik dari rutin maupun pengembangan.
3. Penyusunan Rencana Kegiatan Sekolah (RKS) yang lengkap berdasarkan
Langkah poin (1) dan (2). Kepala Sekolah membuat tabel RKS yang terdiri
dari kolom-kolom nomor urut, uraian kegiatan, sasaran, kolom-kolom
perincian dana dari berbagai sumber, dan kolom jumlah. Tabel tersebut diisi
sesuai kolom yang ada.
4. Penyusunan RAPBS. Kepala Sekolah membuat tabel RAPBS yang terdiri dari
kolom-kolom, yaitu kolom rencana penerimaan dan jumlahnya, kolom
rencana pengeluaran dan jumlahnya. Tabel tersebut diisi kemudian
ditandatangani oleh Kepala Sekolah dan Ketua Komite Sekolah dan diketahui
oleh Kepala Dinas Pendidikan setempat.
B. Sumber-Sumber Pendapatan Sekolah
Kebutuhan dana untuk kegiatan operasinal secara rutin dan pengembangan
program sekolah secara berkelanjutan sangat dirasakan setiap pengelola lembaga
pendidikan. Semakin banyak kegiatan yang dilakukan sekolah semakin banyak dana
yang dibutuhkan. Untuk itu kreativitas setiap pengelola sekolah dalam menggali dana
dari berbagai sumber akan sangat membantu kelancaran pelaksanaan program sekolah
baik rutin maupun pengembangan di lembaga yang bersangkutan.
PIKIR, DZIKIR, IKHTIAR 59
Pasal 46 Undang-undang No 20 Tahun 2003 menyatakan pendanaan pendidikan
menjadi tanggung jawab bersama antara Pemerintah, pemerintah daerah, dan
masyarakat.
Berdasarkan tuntutan kebutuhan di sekolah tersebut utamanya kebutuhan
pengembangan pembelajaran yang sangat membutuhkan biaya yang relatif banyak,
maka sumber pendapatan diupayakan dari berbagai pihak agar membantu
penyelenggaraan pendidikan di sekolah, disamping sekolah perlu melakukan usaha
mandiri yang bisa menghasilkan dana. Hal ini akan terwujud apabila menajemen
sekolah dilaksanakan dengan sebaik-baiknya di samping kreativitas sekolah juga
menjadi andalan utama. Berbagai perkembangan yang ada di abad 21, (Garner, 2004)
mengungkapkan adanya pengaruh langsung maupun tidak langsung dalam
meningkatkan perolehan keuangan sekolah, yaitu
Praktek pembukuan yang sesuai dengan akuntansi (accounting), sekolah yang memiliki piagam (charter schools), daya tarik sekolah (magnet school), privatisasi sekolah (the privatization of school), vouchers, sistem yang terbuka dalam mengelola sekolah (open systems), dan manajemen berdasarkan kondisi riil sekolah (site-based management).
Untuk itu sekolah perlu memenuhi poin-poin tersebut agar perolehan dana bisa
lebih ditingkatkan. Hal ini terjadi karena masyarakat sangat mempercayai keunggulan
sehingga mereka merasa respek terhadap lembaga pendidikan.
Sumber-sumber pendapatan sekolah bisa berasal dari pemerintah, usaha
mandiri sekolah , orang tua siswa, dunia usaha dan industri, sumber lain seperti hibah
yang tidak bertentangan dengan peraturan perundangan yang berlaku, yayasan
penyelenggara pendidikan bagi lembaga pendidikan swasta, serta masyarakat luas.
Berikut ini disajikan rincian masing-masing sumber pendapatan sekolah.
Sumber keuangan dari pemerintah bisa berasal dari pemerintah pusat,
pemerintah kabupaten/ kota. Sumber keuangan pendidikan yang berasal dari
pemerintah pusat dialokasikan melalui Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara
(APBN), sedangkan yang berasal dari pemerintah kabupaten dan kota dialokasikan
melalui Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD). Selanjutnya melalui
kebijakan pemerintah yang ada, di tahun 2007 di dalam pengelolaan keuangan dikenal
sumber anggaran yang disebut Dana Isian Pelaksanaan Anggaran (DIPA). DIPA
meliputi Administrasi Umum, yaitu alokasi dari Pemerintah yang bersumber APBN
PIKIR, DZIKIR, IKHTIAR 60
penerimaan dari pajak , dan Penerimaan Negara Bukan Pajak(PNBP) yang bersumber
dari dana masyarakat
Beberapa kegiatan yang merupakan usaha mandiri sekolah yang bisa
menghasilkan pendapatan sekolah antara lain : (1) pengelolaan kantin sekolah, (2)
pengelolaan koperasi sekolah, (3) pengelolaan wartel, (4) pengelolaan jasa antar
jemput siswa, (5) panen kebun sekolah, (6) kegiatan yang menarik sehingga ada
sponsor yang memberi dana, (7) kegiatan seminar/ pelatihan/ lokakarya dengan dana
dari peserta yang bisa disisihkan sisa anggarannya untuk sekolah, (8) penyelenggaraan
lomba kesenian dengan biaya dari peserta atau perusahaan yang sebagian dana bisa
disisihkan untuk sekolah.
Pengelolaan kantin sekolah memiliki manfaat tersedianya makanan dan
minuman yang sehat dan bergizi, harganya yang terjangkau oleh warga sekolah, juga
memiliki nilai bisnis yang menguntungkan bagi sekolah. Hasil penjualan atau sewa
tempat penjualan dikumpulkan sehingga menjadi sumber rutin yang diterima pihak
sekolah.
Pengelolaan kantin sekolah perlu memperhatikan hal-hal sebagai berikut:
1. Tempat kantin strategis di dalam sekolah, yang memudahkan warga sekolah
untuk mengunjunginya, serta dapat terpantau oleh pengelola sekolah.
2. Bangunan kantin didesain secara baik, indah, bersih, nyaman sehingga
menyenangkan pengunjungnya.
3. Menu makanan dan minuman bervariasi sesuai selera pembeli dan
berkualitas baik, namun harganya diusahakan yang semurah mungkin.
4. Keuangan kantin atau hasil pengelolaan kantin dikelola secara transparan.
Selain pengelolaan kantin sekolah, usaha yang bisa dilakukan sekolah untuk
menambah pendapatan sekolah yaitu pengelolaan koperasi sekolah. Adanya koperasi
sekolah disamping memiliki manfaat tersedianya kebutuhan pokok dengan harga yang
terjangkau oleh warga sekolah, juga memiliki nilai bisnis yang menguntungkan bagi
sekolah. Terkait dengan kebutuhan siswa, usaha koperasi bisa berupa toko yang
menyediakan seragam sekolah, buku tulis dan cetak, alat tulis dan kebutuhan belajar
lainnya. Terkait dengan kebutuhan guru, koperasi bisa menyediakan seragam guru, alat
tulis dan kebutuhan rumah tangga misalnya penyediaan sembako dan kebutuhan
lainnya. Selain toko yang menyediakan kebutuhan guru, koperasi bisa mengelola usaha
simpan pinjam dengan suku bunga yang lebih rendah daripada suku bunga di bank
PIKIR, DZIKIR, IKHTIAR 61
agar guru dan pegawai sekolah tertarik serta merasa diuntungkan oleh adanya koperasi
di sekolah. Usaha kavling tanah dan perumahan juga bisa diusahakan oleh sekolah
kalau memang sekolah mampu melakukannya. Tentu saja pengurus koperasi harus
bekerja sma dengan perbankan agar diperoleh modal yang sesuai kebutuhan.
Pengelolaan koperasi sekolah yang efektif perlu memperhatikan hal-hal sebagai
berikut:
1. Tempat koperasi strategis di dalam sekolah, yang memudahkan warga
sekolah untuk mengunjunginya, serta dapat terpantau oleh pengelola sekolah.
2. Bangunan koperasi didesain secara baik, indah, bersih, nyaman sehingga
menyenangkan pengunjungnya.
3. Ragam barang yang dijual di koperasi bervariasi sesuai kebutuhan pembeli
dan berkualitas baik, namun harganya diusahakan yang semurah mungkin.
4. Keuangan koperasi atau hasil pengelolaan koperasi dikelola secara
transparan dan sesuai dengan standar pembukuan koperasi. Hasil usaha
koperasi dikumpulkan sehingga menjadi sumber rutin yang diterima pihak
sekolah.
Pengelolaan wartel yang tepat juga bisa merupakan pemasukan pendapatan
rutin bagi sekolah. Dalam hal ini perlu ditunjuk petugas yang mampu mengelola
kegiatan secara tertib, teliti dan memiliki tingkat kejujuran yang tinggi.
Pengelolaan jasa antar jemput bagi siswa, barangkali bisa dilakukan bagi
sekolah yang lokasinya jauh dari jalur transportasi umum, meskipun usia anak
SMA/SMK mungkin kurang berminat menggunakannya. Tetapi tidak ada salahnya
kalau pihak sekolah menjajagi kemungkinan banyak siswa yang berminat
menggunakannya.
Sekolah yang masih memiliki lahan luas bisa mengelola lahannya dengan
menanam tumbuhan yang hasilnya bisa dijual dan bisa menjadi pemasukan pendapatan
bagi sekolah. Tentunya sekolah perlu bekerja sama dengan penggarap tanah di sekitar
sekolah, agar semua kegiatan berjalan lancar
Sekolah bisa menyelenggarakan kegiatan yang menarik warga di dalam sekolah
dan perusahaan di sekitar sekolah, sehingga ada sponsor yang memberi dana ke
sekolah. Kegiatan ini bisa berupa gerak jalan sehat, pertandingan sepak bola antar
sekolah atau kegiatan yang sejenis. Apabila ada dana yang masuk, sekolah bisa
menyisihkan sebagian untuk sekolah.
PIKIR, DZIKIR, IKHTIAR 62
Kegiatan seminar, pelatihan, lokakarya dengan dana dari peserta yang bisa
disisihkan sisa anggarannya untuk sekolah. Penyelenggaraan kegiatan ini tentunya
harus dipilih tema yang hangat, perkembangan terkini sehingga menantang peserta
mengikutinya. Apabila ada dana yang masuk, sekolah bisa menyisihkan sebagian
untuk sekolah.
Penyelenggaraan gelar dan lomba kesenian antar sekolah dengan biaya dari
peserta atau perusahaan yang berminat membantunya. Sebagian dana bisa disisihkan
untuk sekolah.
Selain yang sudah disebutkan di atas, masih ada sumber pembiayaan alternatif
yang berasal dari proyek pemerintah baik yang bersifat block grant maupun yang
bersifat matching grant(imbal swadaya). Di tahun anggaran 1997 sampai dengan 2003,
sumber alternatif itu dikucurkan oleh Proyek Perluasan dan Peningkatan Mutu
Pendidikan melalui mekanisme block grant maupun yang bersifat matching grant.
Terdapat 13 kegiatan Proyek di sekolah yang dapat didanai dengan sumber anggaran
tersebut ( Imron, 2004).
Sumber dana yang berasal dari orang tua siswa dapat berupa sumbangan
fasilitas belajar siswa, sumbangan pembangunan gedung, iuran BP3, dan SPP. Selain
itu bisa juga sekolah mengembangkan penggalian dana dalam bentuk:
1. Amal jariyah
2. Zakat mal
3. Uang tasyakkuran
4. Amal Jumat
Sumber dana dari dunia usaha dan industri dilakukan melalui kerja sama dalam
berbagai kegiatan, baik bantuan berupa uang maupun berupa bantuan fasilitas sekolah.
Sumber dana dari masyarakat demikian juga bisa berupa uang maupun berupa bantuan
fasilitas sekolah.
Untuk memperoleh dana dari berbagai pihak utamanya dari dana hibah atau
block grant, kepala sekolah perlu menyusun proposal yang menggambarkan kebutuhan
pengembangan program sekolah. Komponen proposal dapat disusun sebagai berikut:
rumusan visi, misi, dan tujuan sekolah, identifikasi tantangan nyata yang dihadapi
sekolah, sasaran, identifikasi fungsi-fungsi sasaran, analisis SWOT, alternatif langkah-
langkah pemecahan persoalan, rencana dan Program Peningkatan mutu, anggaran dan
rincian penggunaannya.
PIKIR, DZIKIR, IKHTIAR 63
C. Masalah-Masalah Terkait dengan Penyusunan RAPBS
Salah satu implikasi dari penerapan Manajemen Berbasis Sekolah sebagaimana
diamanatkan dalam perundang-undangan sistem pendidikan adalah diharuskannya
pimpinan sekolah (terutama Kepala Sekolah) untuk mengemban tanggung jawab yang
lebih besar dalam proses pengembangan RAPBS. Oleh karena itu disarankan agar
pimpinan itu menyadari berbagai masalah yang harus mereka hadapi untuk
melaksanakan tanggung jawab yang besar itu. Berikut ini diuraikan beberapa masalah
yang sering muncul dalam proses penyusunan RAPBS.
1. Anggaran diusulkan didasarkan uang yang tersedia dan tidak didukung
pengetahuan yang memadai
Sekolah yang melibatkan guru atau pihak lain dalam penyusunan anggaran
kadang-kadang mendapati usulan anggaran dari orang-orang yang tidak benar-benar
membutuhkan apa yang mereka minta atau tidak memiliki pengetahuan yang cukup
mengenai barang-barang itu atau bagaimana mereka akan menggunakannya. Banyak
guru, misalnya, mengusulkan produk-produk baru komputer yang mereka ketahui
hanya melalui cerita dari mulut ke mulut bahwa produk itu efektif membantu kegiatan
belajar siswa.
Untuk mencegah masalah ini disarankan agar kepala sekolah meminta semua
pihak yang mengajukan anggaran untuk membuat alasan-alasan tertulis pada setiap
butir usulan, bagaimana akan digunakan, dan sejauh mana calon pengguna itu telah
memahami pengetahuan yang diperlukan untuk memanfaatkan barang yang diusulkan
itu atau pengetahuan atau keterampilan apa yang ia perlukan agar dapat
memanfaatkannya dengan baik. Selain itu pengusul juga perlu diminta menunjukkan
apakah usulannya tersebut benar-benar dibutuhkan atau bersifat esensial.
2. Kurang lengkapnya penjelasan tentang pentingnya usulan anggaran untuk
meningkatkan belajar siswa
Usulan anggaran dapat dimaksudkan untuk penggantian atau penambahan
barang yang dimiliki. Masalah yang sering muncul berkaitan dengan ini adalah bahwa
ketidakjelasan keterkaitan antara item-item yang diusulkan itu dengan peningkatan
kegiatan beajar siswa dan bagaimana peningkatan itu akan diukur. Untuk mencegah
PIKIR, DZIKIR, IKHTIAR 64
hal ini kepala sekolah perlu meminta para pengusul untuk memberikan alasan-alasan
yang kuat bagaimana barang-barang yang diusulkan akan membantu meningkatkan
belajar siswa dan bagaimana peningkatan belajar itu akan diukur.
3. Penurunan anggaran pendidikan dari tahun ke tahun
Kebijakan wakil rakyat, kondisi perekonomian, pergantian pemimpin politik
(bupati, wali kota, gubernur) di daerah atau program-program kemasyarakatan lain
sering berdampak pada pengurangan anggaran pendidikan yang disediakan oleh
pemerintah. Selain beberapa kondisi eksternal itu, penurunan anggaran juga sering
terjadi karena faktor internal sekolah. Penurunan jumlah siswa merupakan kondisi
internal yang paling dominan penurunan anggaran sekolah. Kemungkinan terjadinya
pengurangan semacam ini sangat beragam antara daerah yang satu dengan daerah yang
lain. Namun demikian tidak ada satu daerahpun yang dapat menjamin terbebas dari
hal itu.
Apabila terjadi, penurunan anggaran semacam itu bukan merupakan persoalan yang sederhana. Pengurangan itu dapat berakibat pada modifikasi atau eliminasi program, pengurangan staf, penundaan pemeliharaan dan perbaikan fasilitas, yang dapat berdampak pada timbulnya frustrasi, kekecewaan dan penurunan moral kerja. Meskipun tidak semua dampak pengurangan anggaran itu dapat dihindarkan, namun akibatnya dapat diminimalkan apabila pendekatan panganggaran yang digunakan rasional dan adil. Salah satu pendekatan yang tampaknya dapat membantu mengatasi dampak tersebut adalah pendekatan yang disebut “zero-base budgeting” atau penganggaran tanpa pertumbuhan yang dikenal dengan ZBB (Gorton dan Schneider, 1991).
ZBB berusaha untuk menghindarkan penganggaran yang tidak menentu, dalam
mana anggaran yang ada tidak dipersoalkan dan perhatian difokuskan hanya pada
anggaran yang baru atau anggaran tambahan yang akan diberikan. Selain itu, ZBB juga
mempertimbangkan keseluruhan anggaran dan memerlukan perbandingan antar semua
bidang anggaran. Mundt, Olsen, dan Steinberg (dalam Gorton dan Schneider,
1991:163) mendefinisikan ZBB sebagai
“a process in which ‘decision packages’ are prepared to describe the funding of existing and new programs at alternative service levels, both lower and higher than current level, and funds are allocated to program based on rankings of these alternatives”
PIKIR, DZIKIR, IKHTIAR 65
Dengan kata lain, dalam penerapan ZBB, sekolah harus melakukan justifikasi
yang ketat terhadap setiap butir anggaran yang diusulkan setiap tahun. Justifikasi itu
harus mencakup rasional, tujuan dan sasaran, kriteria evaluasi, dan sumber daya yang
dibutuhkan bagi level-level alternatif layanan pada masing-masing program. Langkah-
langkah umum ZBB meliputi:
a. Identifikasi unit-unit pengambilan keputusan (dibatasi pada program-program
yang membutuhkan sumber daya).
b. Analisis paket-paket keputusan (dokumen yang memaparkan tujuan, kegiatan,
sumber daya dan anggaran masing-masing keputusan).
c. Membuat peringkat paket keputusan.
d. Pengalokasian anggaran.
e. Penyiapan anggaran resmi.
Selain langkah-langkah di atas, Hudson dan Steinberg (dalam Gorton dan
Schneider, 1991) menyarankan biang-bidang sebagai berikut sebagai pertimbangan
dalam penentuan prioritas.
a. Budget Pad. Pada anggaran yang baik biasanya terdapat marjin pengaman. Jika kondisi memaksa dilakukan pengurangan anggaran, pada alokasi ini yang dapat dipertimbangkan untuk dilakukan penghematan.
b. Pengurangan jumlah kelas. Apabila penurunan jumlah siswa terjadi pada kelas tertentu atau, di SMK, pada program keahlian tertentu hingga mencapai angka kurang dari batas minimal, pelajaran-pelajaran yang bersifat duplikasi dapat dikurangi tanpa mengurangi kualitas atau standar yang ditetapkan dalam KTSP.
c. Fungsi-fungsi layanan non-pembelajaran. Karena terjadi pengurangan anggaran, perlu dilakukan pengkajian kembali terhadap kegiatan-kegiatan non-pembelajaran seperti pemeliharan, transportasi, premi asuransi, prosedur pengadaan yang lebih efisien, tanpa mengurangi program pembelajaran.
d. Rencana bidang prasarana. Jika anggaran tepaksa harus dikurangi, perlu dilakukan peninjauan kembali rencana-rencana renovasi atau pembangunan gedung atau pengadaan prasarana lainnya.
e. Layanan pendukung pembelajaran. Penurunan jumlah siswa dapat berdampak pada menurunnya kebutuhan bahan, staf layanan khusus seperti bimbingan konseling, media pembelajaran, dan kegiatan administrasi. Oleh karena itu dipertimbangkan pengurangan pada kebutuhan-kebutuhan itu tanpa mengurangi standar kualitas.
f. Program pembelajaran. Pengurangan program ini dapat dilakukan hanya jika pengurangan anggaran tidak teratasi dengan semua usaha yang disebutkan di atas.
PIKIR, DZIKIR, IKHTIAR 66
4. Kurangnya kemampuan dalam mengevaluasi usulan anggaran
Kepala sekolah biasanya seorang generalis yang bekerja bersama sekelompok
guru yang merupakan para spesialis mata pelajaran tertentu. Kepala sekolah ada
kalanya juga memiliki spesialisasi di bidang-bidang tertentu. Akan tetapi kecil
kemungkinannya seorang kepala sekolah mampu menguasai dengan baik semua
bidang dalam program pendidikan. Konsekuensinya, selama penyusunan RAPBS,
kepala sekolah sering menerima usulan anggaran pada bidang-bidang yang ia hanya
memiliki pengetahuan yang sangat terbatas.
Untuk mengurangi dampak negatif dari keterbatasan tersebut, kepala sekolah
dapat melakukan satu atau lebih dari alternatif-alternatif berikut. Pertama, kepala
sekolah dapat meminta guru yang memiliki keahlian yang cukup untuk membantu
melakukan justifikasi usulan yang kepala skeolah tidak memiliki cukup pengetahuan.
Dampak negatif dari alternatif ini adalah kepala sekolah dapat dipandang hanya
sebagai tukang stempel atas usulan anggaran yang dibuat guru.
Alternatif kedua adalah kepala sekolah berusaha meningkatkan
pengetahuannya tentang hal-hal yang ia belum tahu. Meskipun cara ini fisibel dan
harus diusahakan semaksimal mungkin oleh kepala sekolah sebagai bagian dari
tanggung jawab yang diembannya, meskipun cara itu tetap tidak akan mampu
menjawab semua masalah di atas.
Alternatif ketiga adalah memanfaatkan jasa konsultansi dari orang-orang yang
ada di lingkungan sekolah yang dapat membantu kepala sekolah, seperti pengawas
mata pelajaran, atau ahli dari universitas untuk mengevaluasi usulan anggaran yang
bersifat khusus di atas. Dengan asumsi bahwa konsultan semacam itu dapat diperoleh,
kepala sekolah harus tetap hati-hati dalam memilih konsultan agar obyektivitas
penilaian usulan anggaran benar-benar terjamin.
5. Permintaan untuk membeli barang bermerk tertentu atau ancaman
sentralisasi anggaran
Banyak pihak yang mengusulkan anggaran menuntut merk-merk tertentu
karena mereka yakin bahwa merk itu memiliki kualitas dan kesesuaian yang tinggi
dengan kebutuhan mereka. Terkait dengan usulan semacam ini muncul karena hal itu
terlarang dalam proses pengadaan yang menggunakan anggaran pemerintah.
Pengadaan melalui tender melarang penyebutan merk tertentu atas barang atau jasa
PIKIR, DZIKIR, IKHTIAR 67
yang akan diadakan dengan maksud agar diperoleh harga terrendah dalam rangka
efisiensi penggunaan uang negara.
Untuk mengatasi hal itu, pengusul anggaran harus berusaha keras agar barang
yang diperoleh terjaga kualitas, keawetan, dan kebermanfaatanya dengan cara
menyebutkan secara rinci spesifikasi barang atau jasa yang diusulkan. Selain itu
keterlibatan para pengguna dalam penentuan usulan anggaran juga merupakan cara
yang dapat membantu mengatasi permasalahan merk tersebut. Keterlibatan pengguna
ini juga akan mendorong optimalisasi pemanfaatan ketika barang itu telah tersedia.
Selain itu, kecenderungan menggunakan barang dengan merk tertentu juga
dapat bermasalah ketika harus terjadi pergantian staf. Staf pengganti akan mengalami
kesulitan jika sebelumnya ia tidak pernah mengoperasikan barang dengan merk
tertentu itu.
6. Kurangnya pembinaan, komunikasi dan konsultasi dengan pihak-pihak
terkait
Oleh karena proses penyusunan RAPBS sangat rumit, maka diperlukan
pembinaan dan konsultasi yang intensif dari pihak terkait, misalnya Dinas Pendidikan
Kota/Kabupaten. Konsultansi semacam itu penting untuk semua aspek manajemen
sekolah, akan tetapi jauh lebih penting berkaitan dengan proses penganggaran. Namun
sayangnya, persoalan kurangnya pembinaan dan konsultasi ini paling sering dijumpai
di berbagai tempat.
Kurangnya konsultasi dan komunikasi tersebut dapat terjadi pada dua periode:
(a) tahap awal, dan (2) tahap setelah usulan anggaran dikirimkan ke pihak yang lebih
atas (Dinas Pendidikan atau Yayasan). Persoalan yang sering terjadi pada tahap awal
adalah kurangnya informasi yang diperoleh sekolah mengenai kebijakan anggaran
yang berlaku di suatu wilayah dimana sekolah berada. Kebijakan dimaksud dapat
mencakup jumlah dan alokasi anggaran, prosedur dan mekanisme perencanaan dan
pengusulan anggaran, dan parameter-parameter pengelolaan keuangan lainnya. Bahkan
sering dialami sampai dengan saat tahun pelajaran telah berlangsung, pihak sekolah
belum mendapatkan gambaran yang pasti mengenai informasi-informasi tersebut.
Sekolah juga sering menerima informasi yang penuh ketidak-pastian mengenai
kebijakan anggaran daerah atau pusat.
PIKIR, DZIKIR, IKHTIAR 68
Persoalan komunikasi sering juga terjadi saat usulan anggaran sekolah telah
diserahkan kepada pengambil keputusan di tingkat yang lebih tinggi. Modifikasi mata
anggaran, pemangkasan alokasi anggaran, atau perubahan-perubahan lain sering
dilakukan oleh pengambil keputusan itu tanpa dikomunikasikan lebih dahulu dengan
sekolah.
Persolan rendahnya derajat komunikasi juga dapat terjadi karena kurangnya
inisiatif sekolah untuk berkonsultasi dengan pihak di atasnya. Selain itu berbagai
tekanan yang berasal dari pihak-pihak di luar Dinas Pendidikan, seperti Dewan
Pendidikan, Kepala Daerah, DPRD, dan pihak-pihak lain juga sering membuat pihak
Dinas Pendidikan terpaksa melakukan perubahan usulan anggaran sekolah tanpa
memiliki cukup waktu untuk membahasnya dengan sekolah pengusul. Satu-satunya
cara yang dapat ditempuh untuk mengatasi persoalan komunikasi tersebut adalah
pihak sekolah harus selalu proaktif untuk mendapatkan informasi yang cukup
mengenai parameter-parameter penganggaran yang harus dijadikan pegangan dalam
proses penyusunan RAPBS dan juga terus memantau perkembangan proses penetapan
anggaran yang telah diserahkan kepada pengambil keputusan tersebut.
PIKIR, DZIKIR, IKHTIAR 69
8. PELAKSANAAN PEMBELANJAAN DAN PEMBUKUAN KEUANGAN
SEKOLAH
A. Pembelanjaan Keuangan Sekolah
Pelaksanaan kegiatan pembelanjaan keuangan mengacu kepada perencanaan
yang telah ditetapkan. Mekanisme yang ditempuh di dalam pelaksanaan kegiatan harus
benar, efektif dan efisien. Pembukuan uang yang masuk dan keluar dilakukan secara
cermat dan transparan. Untuk itu tenaga yang melakukan pembukuan dipersyaratkan
menguasai teknis pembukuan yang benar sehingga hasilnya bisa tepat dan akurat.
Penggunaan anggaran memperhatikan asas umum pengeluaran negara, yaitu
manfaat penggunaan uang negara minimal harus sama apabila uang tersebut
dipergunakan sendiri oleh masyarakat. Asas ini tercermin dalam prinsip-prinsip yang
dianut dalam pelaksanaan Anggaran Pendapatan Belanja Negara, seperti prinsip
efisien, pola hidup sederhana, dan sebagainya. Setiap melaksanakan kegiatan yang
memberatkan anggaran belanja, ada ikatan-ikatan yang berupa: pembatasan-
pembatasan, larangan-larangan, keharusan-keharusan dan prinsip-prinsip yang harus
diperhatikan setiap petugas yang diberi wewenang dan kewajiban mengelola uang
negara.
Ketentuan yang berupa pembatasan dan larangan-larangan terdapat dalam
peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan pengelolaan keuangan negara
antara lain: Undang-Undang Perbendaharaan Negara pasal 24, 28,30, yaitu
pengeluaran yang melampaui kredit anggaran atau tidak tersedia anggarannya, tidak
boleh terjadi. Kredit-kredit yang disediakan dalam anggaran tidak boleh ditambah baik
langsung maupun tidak langsung karena adanya keuntungan bagi negara. Barang-
barang milik negara berupa apapun tidak boleh diserahkan kepada mereka yang
mempunyai tagihan terhadap negara. Ketentuan-ketentuan tersebut pada hakikatnya
mengacu pada hal yang sama yaitu membatasi penggunaan anggaran oleh pemerintah
dalam jumlah seperti yang diterapkan tercantum dalam anggaran dan hanya untuk
kegiatan seperti yang dimaksud dalam kedit anggaran masing-masing (Widjanarko,
Sahertian, 1996/1997).
Di dalam bab IX pasal 62 Peraturan Pemerintah No 19 Tahun 2005 tentang
Standar Nasional Pendidikan disebutkan standar pembiayaan meliputi:
PIKIR, DZIKIR, IKHTIAR 70
1. Pembiayaan pendidikan terdiri atas biaya investasi, biaya operasi, dan biaya
personal.
2. Biaya investasi satuan pendidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
meliputi biaya penyediaan sarana dan prasarana, pengembangan sumberdaya
manusia, dan modal kerja tetap.
3. Biaya personal sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi biaya
pendidikan yang harus dikeluarkan oleh peserta didik untuk bisa mengikuti
proses pembelajaran secara teratur dan berkelanjutan.
4. Biaya operasi satuan pendidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
meliputi:
a. Gaji pendidik dan tenaga kependidikan serta segala tunjangan yang
melekat pada gaji,
b. bahan atau peralatan pendidikan habis pakai, dan
c. biaya operasi pendidikan tak langsung berupa daya, air, jasa
telekomunikasi, pemeliharaan sarana dan prasarana, uang lembur,
transportasi, konsumsi, pajak, asuransi, dan lain sebagainya.
5. Standar biaya operasi satuan pendidikan ditetapkan dengan Peraturan Menteri
berdasarkan usulan BSNP.
Penjabaran program di tingkat sekolah mengacu pada standar minimal yang
telah disebutkan di atas
Di tingkat nasional, alokasi anggaran pemerintah terdiri dari anggaran rutin dan
pembangunan. Sebagian besar anggaran rutin di Departemen Pendidikan Nasional
digunakan untuk membayar gaji guru dan pegawai. Hasil penelitian Dedi Supriyadi di
tahun 1998/1999 sampai dengan 2000/2001 yang ditulis di tahun 2004 menyebutkan
74-78% dari total anggaran RAPBS SMA Negeri digunakan untuk membayar gaji
guru dan pegawai , selebihnya untuk non-gaji terutama untuk membiayai kegiatan
belajar mengajar . Di SMK Negeri 78-80% dari total anggaran RAPBS digunakan
untuk membayar gaji guru dan pegawai , selebihnya untuk non-gaji terutama untuk
membiayai kegiatan belajar mengajar. Dibandingkan dengan SMA Negeri, proporsi
anggaran untuk SMK Negeri lebih tinggi yang disebabkan antara lain oleh lebih
banyaknya jumlah guru dan pegawai di SMK Negeri bila dibandingkan dengan di
SMA Negeri.
Kesimpulan yang bisa diambil dari temuan tersebut, sebagian besar anggaran
PIKIR, DZIKIR, IKHTIAR 71
yang ditetapkan di RAPBS, baik SMA Negeri maupun SMK Negeri terserap untuk
gaji guru dan karyawan di sekolah. Sedangkan sebagian kecil lainnya untuk
membiayai kegiatan pembelajaran dan kegiatan lainnya.
Pelaksanaan pengeluaran anggaran di sekolah disesuaikan dengan sumbernya,
yaitu dana rutin, OPF, BP3 dan sebaginya. Contoh rincian penggunaan anggaran
tersebut diuraikan sebagai berikut:
Anggaran rutin digunakan untuk:
1. gaji dan tunjangan (M.a. 5110)
2. tunjangan beras (M.a. 5120)
3. uang lembur (M.a. 5150)
4. keperluan sehari-hari perkantoran (M.a. 5210)
5. inventaris kantor (M.a. 5220)
6. langganan daya dan jasa (M.a. 5230)
7. pemeliharaan gedung kantor (M.a. 5310)
8. lain-lain yang berupa pengadaan kertas dll (M.a. 5250)
9. lain-lain yang berupa pemeliharaan/ perbaikan ruang
kelas/gedung sekolah (M.a. 5350)
Anggaran OPF digunakan untuk:
1. kegiatan operasional pendidikan (misal pengadaan tinta , kertas, buku pegangan
guru, bahan praktek, pelaksanaan kegiatan ekstra kurikuler, pembelian buku
perpustakaan, pengadaan lemari buku, pengadaan alat praktek keterampilan).
2. Kegiatan perawatan (misal pemeliharaan mesin ketik, komputer, overhead
projector, mesin stensil).
Sedang untuk dana BP3 dan dana dari unit usaha sekolah dipergunakan untuk:
1. menunjang kegiatan rutin
2. pembangunan gedung
3. pembelian peralatan.
Apabila dirinci anggaran tersebut digunakan untuk:
1. Kegiatan peningkatan mutu pendidikan, antara lain peningkatan kemampuan
profesional, supervisi pendidikan, dan evaluasi.
2. Kegiatan ekstra-kurikuler, antara lain usaha kesehatan sekolah (UKS),
pramuka, olahraga, kreativitas seni.
PIKIR, DZIKIR, IKHTIAR 72
3. Bahan pengajaran praktek, keterampilan, antara lain penambahan sarana
pengajaran, bahan praktek.
4. Kesejahteraan Kepala Sekolah, guru dan pegawai.
5. Pembelian peralatan kantor dan alat tulis kantor.
6. Pengembangan perpustakaan.
7. Pembangunan sarana fisik sekolah.
8. Biaya listrik, telepon, air dan surat menyurat.
9. Dana sosial seperti bantuan kesehatan, pakaian seragam.
10. Biaya pemeliharaan gedung, pagar dan pekarangan sekolah.
Selanjutnya melalui Kebijakan Pemerintah yang ada, di tahun 2007 dalam
pengelolaan keuangan dikenal sumber anggaran yang disebut Dana Isian Pelaksanaan
Anggaran (DIPA). DIPA meliputi Administrasi Umum, penerimaan dari pajak, alokasi
dari pemerintah yang bersumber dari APBN,dan Penerimaan Negara Bukan Pajak
(PNBP) yang bersumber dari dana masyarakat. Sumber dana DIPA digunakan untuk:
1. Belanja Pegawai, berupa:
- Pengelolaan Belanja Gaji dan Honorarium
2. Belanja Barang, berupa:
- Penyelenggaraan Operasional Perkantoran
- Perawatan Gedung Kantor
- Perawatan Sarana Prasarana Kantor
- Pembinaan Administrasi dan Pengelolaan Keuangan
- Penyusunan Program Kerja / Rencana Kerja
- Pengembangan Sistem Apresiasi Keuangan
- Penelitian dan Pengembangan Ilmu dan Teknologi
- Peningkatan tata Ketentuan dan SDM
3. Belanja Modal, berupa:
- Pembangunan gedung Pendidikan
- Pengelolaan Kendaraan
- Penyediaan Sarana Prasarana
- Peningkatan Kualitas dan Kapasitas Unit Dasar
4. Belanja Bantuan Sosial
- Beasiswa
- Peningkatan SDM
PIKIR, DZIKIR, IKHTIAR 73
Pengeluaran anggaran tersebut dilaksanakan dengan memperhatikan jenis mata
anggaran keluaran (MAK) sebagai berikut:
1. Belanja Pegawai
MAK 511111 Belanja Gaji Pegawai
MAK 512311 Belanja Honorarium Pegawai
2. Belanja Barang
MAK 521111 Keperluan Sehari-Hari Perkantoran
MAK 521114 Belanja Barang ATK
MAK 522111 Langganan Daya dan Jasa
MAK 523111 Pemeliharaan Gedung Kantor
MAK 523121 Pemeliharaan Peralatan dan Mesin
MAK 524111 Biaya Perjalanan Dinas
3. Belanja Modal
MAK 532111 Belanja Modal Peralatan dan Mesin
MAK 533111 Belanja Modal Gedung dan Bangunan
4. Belanja Sosial
MAK 571111 Belanja bantuan sosial, berupa Penyediaan Beasiswa dan
peningkatan Sumber Daya Manusia
Dalam rangka peningkatan mutu pendidikan di sekolah, perlu pengelolaan
sumber daya terpadu antara sumber daya manusia, sarana dan prasarana serta dana.
Ketiganya saling terkait satu sama lain. Dalam hal ini kepala sekolah dituntut untuk
mengatur keuangan sekolah dengan sebaik-baiknya sehingga tidak ada kegiatan yang
semestinya mendapat prioritas pendanaan tapi tidak memperoleh anggaran.
Selanjutnya Bendaharawan sekolah dalam mengelola keuangan hendaknya
memperhatikan beberapa hal berikut ini :
1. Hemat dan sesuai dengan kebutuhan
2. Terarah dan terkendali sesuai dengan rencana
3. Tidak diperkenankan untuk kebutuhan yang tidak menunjang proses belajar
mengajar, seperti ucapan selamat, hadiah, pesta.
Berkaitan dengan hal tersebut, perlu diterapkan manajemen yang tertib meliputi
tertib program, tertib anggaran, tertib administrasi, tertib pelaksanaan, dan tertib
pengendalian dan pengawasan.
PIKIR, DZIKIR, IKHTIAR 74
B. Penyelenggaraan Pembukuan Keuangan Sekolah yang Transparan
Transaksi penerimaan dan pengeluaran uang yang dilakukan oleh
bendaharawan sekolah senantiasa terjadi dari hari ke hari. Agar semuanya bisa lancar
maka setiap pemasukan dan pengeluaran keuangan hendaknya dicatat dan
dibukukukan secara tertib sesuai dengan pedoman dan peraturan yang berlaku. Untuk
itu salah satu tugas dari bendaharawan sekolah adalah mengadakan pembukuan
keuangan sekolah.
Sesuai dengan peraturan yang berlaku, orang atau badan yang menerima,
menyimpan, dan membawa uang atau surat-surat berharga milik negara diwajibkan
membuat catatan secara tertib dan teratur. Peraturan yang perlu dipahami dalam
pengelolaan keuangan antara lain:
Undang-undang Dasar RI Tahun 1945
1. Undang-undang
- Nomor 20 tahun 1997, tentang Penerima PNBP
- Nomor 17 tahun 2003, tentang Keuangan Negara
- Nomor 1 tahun 2004, tentang Perbendaharaan Negara
2. Peraturan Pemerintah
- Nomor 12 tahun 1997, tentang Jenis dan Penyetoran PNBP
- Nomor 73 tahun 1999, tentang tatacara Penggunaan sebagian Dana PNBP
yang bersumber dari kegiatan tertentu
- Nomor 1 tahun 2004, tentang tatacara Penyetoran Rencana dan Pelaporan
Realisasi PNBP
- Nomor 21 tahun 2004, RKAKL
- Nomor 80 tahun 2005, tentang Pemeriksaan PNBP
3. Keputusan Presiden
- Nomor 17 tahun 2000, tentang APBN
- Nomor 42 tahun 2002, tentang Pedoman Pelaksanaan APBN
- Nomor 80 tahun 2003, tentang Pedoman Pelaksanaan Pengadaan Barang
Jasa Pemerintah
4. Peraturan Presiden
PIKIR, DZIKIR, IKHTIAR 75
- Nomor 8 tahun 2006, tentang Perubahan atas Keputusan Presiden Nomor
80 tahun 2003 tentang Pedoman Pelaksanaan Pengadaan Barang / Jasa
Pemerintah
5. Peraturan Menteri Keuangan
- Nomor 55 / PMK. 2 / 2006, tentang Petunjuk dan Pengesahan RKAKL
Berdasarkan pada peraturan yang ada maka kepala kantor, satuan kerja,
pimpinan proyek, bendaharawan, dan orang atau badan yang menerima, menguasai
uang negara wajib menyelenggarakan pembukuan. Sekolah sebagai penerima uang
dari berbagai sumber juga harus mengadakan pembukuan. Pembukuan yang lengkap
mencatat berbagai sumber dana beserta jumlahnya, dan distribusi penggunaannya
secara rinci. Kalau ada beban pajak yang harus dikeluarkan juga harus disetor sesuai
aturan yang berlaku.
Pembukuan setiap transaksi yang berpengaruh terhadap penerimaan dan
pengeluaran uang wajib dicatat oleh bendaharawan dalam Buku Kas. Buku Kas bisa
berupa Buku Kas Umum (BKU) dan Buku Kas Pembantu (BKP). BKU merupakan
buku harian yang digunakan untuk mencatat semua penerimaan dan pengeluaran uang
atau yang disamakan dengan uang. BKP merupakan buku harian yang digunakan
untuk membantu pencatatan semua penerimaan dan pengeluaran uang menurut jenis
sumber pembiayaan. Pencatatan di BKU dan BKP dilakukan sepanjang waktu setiap
ada transaksi penerimaan dan pengeluaran uang. Pembukuan dilakukan di BKU,
kemudian pada BKP. BKU dan BKP ditutup setiap akhir bulan atau sewaktu-waktu
jika dianggap perlu, misalnya setelah ada pemeriksaan oleh petugas yang berwenang,
pada waktu serah terima dari pejabat lama ke pejabat baru baik kepala sekolah maupun
bendaharawan pemegang BKU dan BKP.
Berdasarkan narasi di atas, maka pembukuan anggaran baik penerimaan
maupun pengeluaran harus dilakukan secara tertib, teratur, dan benar. Pembukuan
yang tertib, akan mudah diketahui perbandingan antara keberadaan sumber daya fisik
dan sumber daya manusia. Setiap saat pembukuan harus dapat menggambarkan mutasi
yang paling akhir. Dari pembukuan yang baik, tertib, teratur, lengkap, dan “up to
date” akan dapat disajikan pelaporan yang baik, lengkap, dan bermanfaat. Pembuatan
laporan dilakukan secara teratur dan periodik dan dipertanggungjawabkan sesuai
dengan ketentuan yang berlaku.
Selanjutnya untuk menunjang terlaksananya pengelolaan keuangan yang baik,
PIKIR, DZIKIR, IKHTIAR 76
kepala sekolah hendaknya memperhatikan hal-hal sebagai berikut:
1. Perlengkapan administrasi keuangan, yaitu sekolah memiliki tempat khusus
untuk menyimpan perlengkapan administrasi keuangan, memiliki alat hitung,
dan memiliki buku-buku yang dibutuhkan.
2. RAPBS, yaitu sekolah memiliki RAPBS yang telah disyahkan oleh Kepala
Sekolah, Ketua Komite Sekolah, serta pejabat yang berwenang misalnya
Kepala Dinas Pendidikan setempat, serta memiliki program penjabarannya
sebagai acuan dalam setiap penggunaan dan pelaporan keuangan sekolah.
3. Pengadministrasian keuangan, yaitu sekolah memiliki catatan logistik (uang
dan barang) sesuai dengan mata anggaran dan sumber dananya masing-
masing, sekolah memiliki buku setoran ke Bank/KPKN/yayasan, memiliki
daftar penerimaan gaji/honor guru dan tenaga kerja lainnya, dan yang terakhir
sekolah memiliki laporan keuangan triwulan dan tahunan (dikembangkan dari
Ditdiknas,1995/1996)
Untuk melaksanakan tugas tersebut maka di tiap lembaga pendidikan memiliki
pengelola keuangan yang disebut Bendaharawan. Bendaharawan adalah orang yang
diberi tugas penerimaan, penyimpanan, dan pembayaran atau penyerahan uang atau
kertas berharga. Bendaharawan berkewajiban mengirimkan kepada Badan Pemeriksa
Keuangan (BPK) tentang perhitungan mengenai pengurusan yang dilakukan.
Bendaharawan sekolah memiliki tugas menerima, mencatat dan mengeluarkan
keuangan sesuai dengan anggaran yang disetujui kepala sekolah. Pengurusan
kebendaharawanan yang dilakukan oleh bendaharawan dalam bentuk perbuatan
menerima, menyimpan, dan membayar atau menyerahkan uang atau kertas berharga
dan barang-barang, baik milik negara maupun milik pihak ketiga yang pengurusannya
dipercayakan kepada negara.
Di tiap sekolah ada beberapa bendaharawan. Menurut objek pengurusannya ada
dua macam bendaharawan, yaitu bendaharawan uang dan bendaharawan barang.
Bendaharawan uang membukukan keuangan sesuai dengan sumber yang diterima
sekolah, misalnya bendaharawan rutin, SPP-DPP, OPF, BP3, dan sebagainya.
Disamping itu ada bendaharawan barang yang bertugas menerima pembelian barang
dan bahan habis pakai, misalnya alat tulis kantor.
Menurut sifat tugasnya ada dua macam bendaharawan uang, yaitu
bendaharawan umum dan bendaharawan khusus.
PIKIR, DZIKIR, IKHTIAR 77
1. Bendaharawan umum adalah bendaharawan yang diserahi tugas pengurusan
kebendaharawanan seluruh penerimaan dan pengeluaran dalam pelaksanaan
APBN.
2. Bendaharawan khusus adalah bendaharawan yang diserahi tugas pengurusan
kebendaharawanan uang di setiap instansi yang mempunyai anggaran.
Bendaharawan khusus terdiri dari bendaharawan khusus penerimaan dan
bendaharawan khusus pengeluaran.
a. Bendaharawan khusus penerimaan.
Bendaharawan ini diserahi tugas pengurusan kebendaharawanan Uang
khusus penerimaan negara saja dalam pelaksanaan APBN. Bendaharawan
tersebut merupakan mata rantai penghubung antara pihak pembayar/
wajib bayar pendapatan negara tertentu dengan kas negara.
b. Bendaharawan khusus pengeluaran.
Bendaharawan ini diserahi tugas pengurusan kebendaharawanan Uang
khusus pengeluaran negara saja dalam pelaksanaan APBN.
PIKIR, DZIKIR, IKHTIAR 78
9. PENGAWASAN, PELAPORAN DAN PERTANGGUNG JAWABAN
KEUANGAN SEKOLAH
A. Konsep Pengawasan Keuangan Sekolah
Pengawasan keuangan di sekolah dilakukan oleh kepala sekolah dan instansi
vertikal di atasnya, serta aparat pemeriksa keuangan pemerintah. Terkait dengan
pengawasan dari luar sekolah, kepala sekolah bertugas menggerakkan semua unsur
yang terkait dengan materi pengawasan agar menyediakan data yang dibutuhkan oleh
pengawas. Dalam hal ini kepala sekolah mengkoordinasikan semua kegiatan
pengawasan sehingga kegiatan pengawasan berjalan lancar.
Kegiatan pengawasan pelaksanaan anggaran dilakukan dengan maksud untuk
mengetahui: (a) kesesuaian pelaksanaan anggaran dengan ketentuan yang telah
ditetapkan dan dengan prosedur yang berlaku, (b) kesesuaian hasil yang dicapai baik di
bidang teknis administratif maupun teknis operasional dengan peraturan yang
ditetapkan, (c) kemanfaatan sarana yang ada (manusia, biaya, perlengkapan dan
organisasi) secara efesien dan efektif, dan (d) sistem yang lain atau perubahan sistem
guna mencapai hasil yang lebih sempurna.
Tujuan pengawasan keuangan ialah untuk menjaga dan mendorong agar: (a)
pelaksanaan anggaran dapat berjalan sesuai dengan rencana yang telah digariskan, (b)
pelaksanaan anggaran sesuai dengan peraturan instruksi serta asas-asas yang telah
ditentukan, (c) kesulitan dan kelemahan bekerja dapat dicegah dan ditanggulangi atau
setidak-tidaknya dapat dikurangi, dan (d) pelaksanaan tugas berjalan efesien, efektif
dan tepat pada waktunya.
B. Langkah-langkah Pengawasan
Sebagaimana telah dikatakan bahwa pengawasan itu terdiri dari berbagai
aktivitas yang bertujuan agar pelaksanaan menjadi sesuai dengan rencana. Dengan
demikian pengawasan itu merupakan proses, yaitu kegiatan yang berlangsung secara
berurutan.
Menurut Pigawahi (1985), proses pengawasan mencakup kegiatan berikut:
pemahaman tentang ketentuan pelaksanaan dan masalah yang dihadapi,
PIKIR, DZIKIR, IKHTIAR 79
menentukan obyek pengawasan, menentukan sistem, prosedur, metode dan teknik pengawasan, menentukan norma yang dapat dipedomani, menilai penyelenggaraan, menganalisis dan menentukan sebab penyimpangan, menentukan tindakan korektif dan menarik kesimpulan atau evaluasi.
Sedangkan Kadarman dan Udaya (1992), Manullang (1990) maupun Swastha
(1985) menyebutkan langkah pengawasan itu meliputi:
Menetapkan standar, mengukur prestasi kerja dan membetulkan penyimpangan. Dilakukannya penetapan standar, mengingat perencanaan merupakan tolok ukur untuk merancang pengawasan, maka hal itu berarti bahwa langkah pertama dalam pengawasan adalah menyusun rencana. Akan tetapi perencanaan memiliki tingkat yang berbeda dan pimpinan tidak mengawasi segalanya, maka ditentukan adanya standar khusus. Selanjutnya mengukur atau mengevaluasi prestasi kerja terhadap standar yang telah ditentukan dan membetulkan penyimpangan yang terjadi. Jika ada penyimpangan dapat segera dan cepat dilakukan pembetulan.
C. Sasaran dan Jenis Pengawasan
1. Sasaran Pengawasan
Sasaran pengawasan dapat dikelompokkan berdasarkan dimensi berikut ini.
a. Dimensi kuantitatif, yaitu untuk mengetahui sampai seberapa jauh maksud
program atau kegiatan dalam ukuran kuantitatif telah tercapai.
b. Dimensi kualitatif, yaitu sampai seberapa jauh mutu dan kualitas pelaksanaan
pekerjaan sesuai dengan ukuran dan rencana.
c. Dimensi fungsional, yaitu ukuran untuk mengetahui seberapa jauh kegiatan
pelaksanaan pekerjaan sesuai dengan tujuan atau fungsi yang telah
direncanakan semula.
d. Dimensi efisiensi, yaitu seberapa jauh kegiatan pelaksanaan pekerjaan dapat
dikerjakan secara hemat dan cermat.
2. Jenis Pengawasan
Pengawasan dapat dilakukan dalam beberapa jenis, yaitu:
a. Berdasarkan subyeknya, meliputi:
1) Pengawasan intern, yaitu pengawasan terhadap semua unit dan bidang
kegiatan yang ada di dalam organisasi.
2) Pengawasan ekstern, yaitu pengawasan yang dilakukan oleh aparatur
pengawasan dari luar organisasi yang mempunyai wewenang mengawasi.
PIKIR, DZIKIR, IKHTIAR 80
b. Berdasarkan waktunya, meliputi:
1) Pengawasan terus menerus, yaitu pengawasan yang tidak tergantung pada
waktu tertentu, lebih merupakan kegiatan pengawasan rutin.
2) Pengawasan berkala, yaitu pengawasan yang dilakukan setiap jangka
waktu tertentu, berdasarkan rencana yang ditujukan terhadap masalah
umum.
3) Pengawasan insidental, yaitu pengawasan yang dilaksanakan secara
mendadak di luar rencana kerja rutin atau berdasarkan keperluan.
3. Perangkat Aparat Pengawasan Negara
a. Aparat pengawasan fungsional konstitusional
Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) merupakan lembaga tinggi negara yang
bertugas memeriksa pertanggungjawaban keuangan negara. BPK memeriksa
tanggung jawab pemerintah tentang keuangan yang terlepas dari pengaruh dan
kedudukan pemerintah sebagai penguasa dalam pengurusan keuangan negara.
b. Aparat pengawasan fungsional pemerintah
1) Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP)
2) Inspektorat Jenderal Departemen/Lembaga Pemerintahan Non-
departemen (ITJEN). Instansi ini bertugas:
a) melakukan pemeriksaan terhadap semua unsur/instansi di
lingkungan departemen.
b) melakukan pengujian serta penilaian atas laporan berkala atau
sewaktu-waktu dari setiap unsur/instansi di lingkungan
departemen.
c) melakukan pengusutan mengenai kebenaran laporan atau tentang
hambatan, penyimpangan, penyalahgunaan wewenang di bidang
administrasi atau keuangan yang dilakukan oleh unsur/ instansi di
lingkungan departemen.
d) melakukan pemeriksaan dalam rangka opstib.
3) Aparat Pengawasan Lainnya
a) Aparat Pengawasan Melekat
Pengawasan melekat dilakukan oleh pimpinan/ atasan langsung
dari unit/ satuan organisasi kerja terhadap bawahan .
PIKIR, DZIKIR, IKHTIAR 81
b) Aparat Pengawasan Proyek Sektoral Tugas aparat ini antara lain:
(1) melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan proyek-proyek
pembangunan yang meliputi proyek-proyek dalam rangka
program sektoral
(2) melakukan penelitian dan peninjauan pada proyek-proyek
tersebut diatas dan menyampaikan laporan atas hasil
tugasnya.
Pengawasan keuangan memiliki fungsi mengawasi perencanaan keuangan dan
pelaksanaan penggunaan keuangan. Walaupun perencanaan yang baik telah ada, yang
telah diatur dan digerakkan, belum tentu tujuan dapat tercapai, sehingga masih perlu
ada pengawasan. Pada dasarnya pengawasan merupakan usaha sadar untuk mencegah
kemungkinan-kemungkinan penyimpangan pelaksanaan dari rencana yang telah
ditetapkan. Apakah pelaksananya telah tepat dan telah menduduki tempat yang tepat,
apakah cara bekerjanya telah betul dan aktivitasnya telah berjalan sesuai dengan pola
organisasi. Kalau terdapat kesalahan dan penyimpangan, maka segera diperbaiki. Oleh
sebab itu setiap manajer pada setiap tingkatan organisasi berkewajiban melakukan
pengawasan.
Untuk melakukan pengawasan yang tepat, kepala sekolah dituntut untuk
memahami pekerjaan yang dilakukan oleh pelaksana administrasi keuangan,
memahami peraturan pemerintah yang mengatur penggunaan dan pertanggungjawaban
serta pengadministrasian uang negara, yang antara lain:(1) kelengkapan administrasi
keuangan (DIK/DIP/DIPA, buku kas umum, buku register SPM, buku pembantu, (2)
cara menghitung pajak, batas pembelian kena pajak, PPh, PPN.
Pengawasan merupakan salah satu fungsi organisasi yang bermaksud untuk
menjaga agar segala kegiatan pelaksanaan senantiasa sesuai dengan perencanaan untuk
mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Pengawasan kegiatan harus disesuaikan
dengan: (a) ketentuan atau peraturan yang berlaku, (b) kebijakan pimpinan dan (c)
kondisi setempat.
Pemeriksaan merupakan bagian dari pengawasan, yaitu tindakan
membandingkan antara keadaan yang sebenarnya dengan keadaan yang seharusnya..
Pemeriksaan kas adalah suatu tindakan membandingkan antara saldo kas baik berupa
uang tunai, kertas berharga maupun giral yang berada dalam pengurusan pemegang
kas dengan tata usahanya. Petugas pemeriksaan harus mempunyai persyaratan antara
PIKIR, DZIKIR, IKHTIAR 82
lain:
1. Integritas, yaitu kepribadian yang dilandasi unsur kejujuran, keberanian,
kebijaksanaan, dan bertanggung jawab sehingga menimbulkan kepercayaan
dan rasa hormat.
2. Objektivitas, yaitu kemampuan untuk menyampaikan apa adanya, tanpa
dipengaruhi oleh pendapat pribadi.
3. Keahlian, yaitu suatu kemampuan khusus yang dimiliki seseorang yang
diakui mampu dalam teori dan praktek untuk melaksanakan tugas.
4. Kemampuan teknis, yaitu kesanggupan dan kecakapan seseorang dalam
melaksanakan tugas.
4. Pelaksanaan Pemeriksaan Kas Bendaharawan
Pemeriksaan kas dilakukan untuk mengetahui pengurusan, pembukuan,
pencatatan, penyimpanan uang kas, pengaturan dokumen keuangan apakah sesuai
dengan peraturan dan ketentuan yang berlaku. Prosedur pemeriksaan kas:
a. Pemeriksa memperlihatkan Surat Tugas dan Tanda Bukti Diri yang
diperlihatkan kepada Bendaharawan yang bersangkutan.
b. Melaksanakan penghitungan semua isi brankas di hadapan Bendaharawan (kas
tunai dan surat berharga yang diizinkan), serta bukti dokumen mengenai uang
yang ada di bank yang dilengkapi dengan Bukti Saldo Rekening Koran
c. Melakukan penutupan Buku Kas Umum untuk menetapkan Saldo Kas
d. Membuat Berita Acara Pemeriksaan Kas yang merupakan hasil Kas opname
dan penjelasan jika ditemukan perbedaan Kas yang ditandatangani oleh
Pemeriksa dan Bendaharawan.
e. Mengisi Daftar Pemeriksaan Kas pada halaman terakhir Buku Kas Umum.
5. Pemeriksaan Tatausaha Keuangan Bendaharawan
a. Prosedur Pemeriksaan:
1) Memeriksa apakah seluruh transaksi telah dicatat ke dalam Buku Kas
Umum maupun ke dalam Buku Kas Pembantu secara tepat jumlah dan tepat
waktu.
2) Meneliti apakah seluruh pencatatan telah didukung dengan bukti yang sah
dan lengkap
PIKIR, DZIKIR, IKHTIAR 83
3) Memeriksa apakah dokumen/ data yang berhubungan dengan keuangan
telah disampaikan dan dicatat secara tertib.
b. Langkah kerja pemeriksaan organisasi
1) Pemeriksa meminta fotokopi SK Pengangkatan bendaharawan Belanja
Rutin dan atasan langsung Bendaharawan Belanja Rutin.
2) Periksa apakah Bendaharawan merangkap jabatan yang dilarang dalam
pasal 78 ICW
3) Dapatkan struktur organisasi keuangan dan perlengkapan, serta teliti apakah
telah ada uraian tugas yang mencerminkan pembagian tugas, wewenang,
dan tanggung jawab yang jelas.
c. Langkah kerja pemeriksaan bukti/ data keuangan
1) Meneliti kesesuaian pembayaran atas pengadaan barang/ pekerjaan
pemeliharaan dengan rencana dan kebutuhan masing-masing unit kerja
dengan memperhatikan efisiensi dan efektivitas
2) Mengelompokkan cara pelaksanaan barang/ pekerjaan pemeliharaan untuk
memeriksa kebenaran prosedur.
3) Meneliti apakah ada pengadaan yang dipecah-pecah untuk menghindari
pelelangan.
4) Memeriksa apakah rekanan yang melaksanakan pengadaan barang,
pekerjaan pemeliharaan telah memenuhi syarat untuk pekerjaan yang
dilaksanakan.
5) Memeriksa apakah SPK/ kontrak telah memenuhi syarat
6) Memeriksa apakah dalam setiap pengadaan barang/ pekerjaan pemeliharaan
telah menggunakan barang/jasa hasil produksi dalam negeri sepanjang telah
dapat diproduksi dalam negeri.
7) Memeriksa apakah harga barang/pekerjaan sudah merupakan harga yang
paling rendah dan menguntungkan bagi negara.
8) Memeriksa apakah penerimaan barang, penyelesaian pekerjaan dibuatkan
berita acara penerimaan penerimaan barang/penyelesaian pekerjaan
9) Memeriksa apakah bukti pembayaran/ kuitansi telah memenuhi syarat.
PIKIR, DZIKIR, IKHTIAR 84
d. Langkah Kerja Pemeriksaan Fisik:
1) Memeriksa apakah pelaksanaan pengadaan barang/ pekerjaan telah sesuai
dengan SPK/ kontrak yang bersangkutan, yaitu dari segi kuantitas, kualtas,
jenis, spesifikasi, waktu penyerahan barang/ penyelesaian pekerjaan.
2) Jika dari temuan tersebut terjadi ketidaksesuaian, maka tentukan siapa yang
bertanggung jawab atas kerugian negara tersebut.
3) Jika terjadi kelambatan penyerahan barang/ pekerjaan, periksalah apakah
telah dipungut dendanya sesuai dengan SPK yang bersangkutan
e. Langkah kerja Pemeriksaan Pungutan Pajak
1) Meneliti apakah Bendaharawan telah melakukan kewajibannya memungut
PPh pasal 21 atas honorarium yang dikeluarkan.
2) Meneliti apakah Bendaharawan telah melakukan kewajibannya memungut
PPh pasal 22 atas penyerahan barang/ jasa yang dilakukan.
3) Meneliti apakah Bendaharawan telah melakukan kewajibannya memungut
PPN dari pengusaha Kena Pajak
4) Meneliti apakah Bendaharawan telah menyetorkan hasil pungutan tersebut
ke kas negara secara tepat waktu.
f. Langkah kerja Pemeriksaan Pengawasan Atasan Langsung
1) Memeriksa apakah atasan Langsung Bendaharawan telah melakukan
pemeriksaan kas terhadap Bendaharawan sedikitnya tiga bulan sekali.
2) Meneliti apakah pejabat yang bertanggung jawab terhadap pengelolaan
perlengkapan telah melakukan pemeriksaan penyimpanan barang inventaris
yang dikelolanya, baik secara langsung melihat fisik barangnya maupun
melalui pembukuannya.
Pemeriksaan kas sewaktu-waktu dan penutupan buku kas umum secara
bulanan merupakan tanggung jawab kepala sekolah. Pemeriksaan kas ini
didasarkan pada buku kas umum yang dipergunakan oleh bendaharawan untuk
mencatat transaksi kas yang menjadi tanggung jawab kepala sekolah. Adapun
beberapa poin yang perlu diperhatikan dalam pemeriksaan kas adalah: (1) periksa
bukti-bukti pengeluaran. (2) sisa kas apakah sama dengan sisa di buku kas umum.
Sisa kas terdiri dari uang tunai, saldo di bank, surat berharga lainnya. (3) setelah
selesai pemeriksaan kas maka perlu dibuat Register Penutupan Kas. (4) Buku Kas
Umum ditutup dan ditandatangani oleh Bendaharawan dan Kepala Sekolah.
PIKIR, DZIKIR, IKHTIAR 85
D. Pelaporan dan Pertanggungjawaban Keuangan Sekolah
Penerimaan dan pengeluaran keuangan sekolah harus dilaporkan dan
dipertanggungjawabkan secara rutin sesuai peraturan yang berlaku. Pelaporan dan
pertanggungjawaban anggaran yang berasal dari orang tua siswa dan masyarakat
dilakukan secara rinci dan transparan sesuai dengan sumber dananya. Pelaporan dan
pertanggungjawaban anggaran yang berasal dari usaha mandiri sekolah dilakukan
secara rinci dan transparan kepada dewan guru dan staf sekolah. Pertanggungjawaban
anggaran rutin dan pembangunan dilakukan dengan memperhatikan ketentuan sebagai
berikut:
1. Selambat-lambatnya tanggal 10 setiap bulan Bendaharawan mengirimkan
Surat Pertanggungjawaban (SPJ) kepada Walikota/Bupati melalui Bagian
Keuangan Sekretariat Daerah.
2. Apabila tanggal 10 bulan berikutnya SPJ belum diterima oleh Bagian
KeuanganSekretariat Daerah maka tanggal 11 dikirimkan Surat Peringatan I.
3. Apabila sampai dengan tanggal 20 bulan berikutnya SPJ juga belum
dikirimkan pada Bagian Keuangan Sekretariat Daerah, maka dibuatkan Surat
Peringatan II.
4. Kelengkapan Lampiran SPJ:
a. Surat pengantar
b. Sobekan BKU lembar 2 dan 3
c. Daftar Penerimaan dan Pengeluaran per pasal/komponen
d. Daftar Penerimaan dan Pengeluaran UUDP
e. Laporan Keadaan Kas Rutin/Pembangunan (LKKR/LKKP) Tabel I dan II
f. Register penutupan Kas setiap 3 bulan sekali.
g. Fotokopi SPMU Beban Tetap dan Beban Sementara
h. Fotokopi Rekening Koran dari bank yang ditunjuk.
i. Daftar Perincian Penerimaan dan Pengeluaran Pajak (Bend.15)
j. Bukti Setor PPN/PPh 21, 22, 23 (fotokopi SSP)
k. Daftar Realisasi Penerimaan dan Pengeluaran Pajak
l. Bukti Pengeluaran/kuitansi asli dan lembar II beserta dengan bukti
pendukung lainnya, disusun per digit/ komponen.
5. Bukti Pendukung/Lampiran SPJ
PIKIR, DZIKIR, IKHTIAR 86
a. Biaya perjalanan dinas dilampiri
- Kuitansi/ bukti pengeluaran uang
- Surat Perintah Tugas (SPT)
- Surat Perintah Perjalanan Dinas (SPPD) lembar I dan II
b. Penunjukan langsung barang dan jasa
- Sampai dengan Rp 1.000.000,- dilampiri kuitansi dan faktur pajak
- pembelian diatas Rp 1.000.000,- sampai dengan Rp 5.000.000,-
dilampiri: Surat penawaran, Surat Pesanan, Kuitansi, faktur pajak,
berita acara serah terima/penyelesaian pekerjaan.
- Diatas Rp 5.000.000,- sampai dengan Rp 15.000.000,- dilampiri: Surat
penawaran, Surat Penunjukan Pelaksanaan Pekerjaan, Surat Perintah
Kerja (SPK), Berita acara Pemeriksaan Barang, kuitansi, faktur/nota,
berita acara serah terima/ penyelesaian pekerjaan. Pemimpin proyek/
Atasan Langsung Bendaharawan diwajibkan menyusun/ melampirkan
OE/HPS sebagai acuan melakukan negosiasi baik harga maupun
kualitas barang/ jasa yang dibutuhkan.
PIKIR, DZIKIR, IKHTIAR 87
10. KEUANGAN PENDIDIKAN (Education Finance)
Keuangan Pendidikan (Education Finance) terdiri dari tiga bagian yang erat
kaitannya dengan arah pembangunan pendidikan yang telah digariskan oleh
pemerintah, yaitu peningkatan akses, mutu dan akuntabilitas. Modul penghitungan
biaya pencapaian Standar Pelayanan Minimal (SPM) diharapkan dapat menjadi acuan
bagi berbagai pihak dalam menghitung kebutuhan dana pendidikan dalam rangka
mendorong peningkatan kualitas pelayanan pendidikan di sekolah-sekolah. Saling
melengkapi dengan tentang pengalokasian dana pendidikan berbasis formula (Formula
Funding) yang merupakan cara untuk mengalokasikan dana berdasarkan formula,
sehingga pengalokasian dana tersebut dapat dilakukan secara transparan dan adil
proposional (equitable) yang merupakan bagian penting dari tata kelola sekolah
(school governance), yaitu transparansi dan akuntabilitas manajemen sekolah.
Sementara itu, modul laporan keuangan terpadu di sekolah diharapkan dapat menjadi
pedoman penyusunan laporan keuangan untuk mendorong sekolah agar mampu
menggunakan dana secara efektif, efisien dan akuntabel.
Keuangan Pendidikan (Education Finance) ini disusun berdasarkan pengalaman
program Mainstreaming Good Practices in Basic Education (MGP-BE) dalam
melakukan pendampingan bagi 12 kabupaten mitranya. Secara garis besar,
pendampingan dilakukan pada dua level, yaitu level sekolah dan level
kabupaten/pemerintah daerah. Keuangan pendidikan merupakan bagian dari program
pendampingan di tingkat kabupaten pada tahun 2009/2010, dimana yang menjadi
kelompok sasaran utama adalah para penentu kebijakan di lingkungan pemerintah
daerah.
Tujuan utama pendampingan keuangan pendidikan adalah untuk meningkatkan
kapasitas pemerintah daerah dalam menyusun kebijakan (dalam hal ini: kebijakan
keuangan pendidikan) yang baik. Kebijakan yang baik tidak hanya dapat
dipertanggungjawabkan substansinya, tetapi juga disusun secara transparan dan
partisipatif dengan melibatkan berbagai pemangku kepentingan. Dengan kata lain,
proses penyusunan kebijakan dipandang sebagai komponen penting yang tidak kalah
pentingnya dengan substansi kebijakan. Materi ini terdiri dari tiga bagian utama,
yaitu: 1) Penghitungan Biaya Pencapaian Standar Pelayanan Minimal di Sekolah, 2)
Pengalokasian Dana Pendidikan Berbasis Formula (Formula Funding), dan 3)
PIKIR, DZIKIR, IKHTIAR 88
Penyusunan Laporan Keuangan Terpadu. Gambaran umum ketiga modul tersebut
dapat dijelaskan sebagai berikut:
1. Modul Penghitungan Biaya Pencapaian SPM di Sekolah Modul bagian ini disusun
berdasarkan pengalaman pendampingan pada tahun 2009, atau ketika SPM masih
dalam bentuk draft. Hal itu dapat terwujud terutama karena adanya kerjasama yang
baik antara Tim MGP-BE dengan Tim Penyusun SPM yang bernaung di bawah
ADB. Melalui penghitungan biaya pencapaian SPM, semua pihak dapat mengetahui
apakah dana-dana yang selama ini ada di sekolah sudah cukup untuk memenuhi
berbagai indikator yang ada dalam SPM. Modul bagian ini diharapkan dapat
memberikan gambaran metode yang digunakan untuk melakukan penghitungan
tersebut, juga proses yang perlu dilalui oleh pemerintah daerah dalam penyusunan
kebijakan terkait dengan pemenuhan SPM di sekolah.
2. Modul Pengalokasian Dana Pendidikan Berbasis Formula (Formula Funding) Secara
sederhana, Formula Funding (FF) merupakan metode pengalokasian dana secara
transparan dan adil-proporsional (equitable). Pengetahuan tentang metode ini sangat
diperlukan oleh (dalam hal ini) pemerintah daerah yang memiliki alokasi dana
APBD untuk sekolah-sekolah. FF juga dapat digunakan untuk mendorong
tercapainya SPM di sekolahsekolah. Selain berisi informasi tentang ide dasar,
tujuan dan manfaat FF, modul bagian ini memberikan gambaran tentang bagaimana
proses penyusunan FF, termasuk variabelvariabel apa yang sebaiknya dimasukkan
ke dalam formula agar tujuan FF dapat tercapai.
3. Modul Penyusunan Laporan Keuangan Terpadu Laporan keuangan, atau secara
umum: pertanggungjawaban keuangan, merupakan hal yang tak terpisahkan dengan
pengalokasian dana kepada sekolah. Tanpa adalah system dan mekanisme
pelaporan yang baik, efektivitas, efisiensi dan akuntabilitas penggunaan dana di
sekolah akan sangat tergantung pada “integritas” pengelola keuangan di sekolah,
khususnya Kepala Sekolah. MGP-BE berpendapat, bahwa Laporan Keuangan
Terpadu merupakan sistem pelaporan dapat meminimalkan penyalahgunaan uang di
sekolah. Modul bagian ini berisi informasi tentang teknik penyusunan Laporan
Keuangan Terpadu, termasuk di dalamnya bagaimana mekanisme pelaporannya.
Ada beberapa catatan bagi berbagai pihak yang berminat untuk menggunakan
modul ini, terutama jika digunakan untuk kegiatan replikasi atau penyebarluasan,
yaitu:
PIKIR, DZIKIR, IKHTIAR 89
1. Sangat dianjurkan untuk menyampaikan paket kegiatan secara utuh, tidak dikurangi
atau hanya diambil sebagian, karena modul ini sudah mengandung tiga komponen
utama yang paling esensial, yaitu: kebutuhan dana di sekolah, alokasi dana untuk
sekolah dan pertanggungjawaban keuangan oleh sekolah. Akan tetapi, tidak ada
masalah jika yang dilakukan adalah penambahan.
2. Di luar catatan di poin pertama tersebut di atas, modul ini terbuka untuk modifikasi,
terutama agar dapat disesuaikan dengan perkembangan terbaru dan juga konteks
kegiatan secara keseluruhan yang mungkin sekali berbeda dengan MGP-BE
3. Dalam melakukan pendampingan, urutan yang dianjurkan adalah: Penghitungan
Biaya Pencapaian SPM, disusul dengan Formula Funding dan terakhir adalah
Laporan Keuangan Terpadu. Perubahan urutan mungkin akan membingungkan
kelompok sasaran pendampingan.
A. ARTI PENTING SPM
Standar Pelayanan Minimal (SPM) untuk pendidikan dasar ditetapkan melalui
Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 15 Tahun 2010 tentang “Standar
Pelayanan Minimal Pendidikan Dasar di Kabupaten/Kota”. SPM merupakan tolok
ukur kinerja pelayanan pendidikan dasar melalui jalur pendidikan formal yang
diselenggaran oleh daerah (kabupaten/ kota). SPM mempunyai fungsi yang sangat
penting, khususnya diera otonomi daerah (desentralisasi) dimana penyelenggaraan
pendidikan dasar merupakan kewenangan pemerintah daerah (kabupaten/kota).
Dengan adanya SPM, diharapkan ada jaminan bahwa semua warga negara, di daerah
mana pun dia tinggal, akan mendapatkan pelayanan minimal yang sama.
Dengan demikian, kesenjangan pelayanan pendidikan dasar antar daerah
diharapkan tidak terlalu besar. Jika ada daerah yang mampu memberikan pelayanan
lebih dari SPM, tentu saja diperbolehkan. Sesuai dengan ketentuan Permendiknas
Nomor 15 Tahun 2010 Pasal 2, penyelenggara pelayanan pendidikan dasar sesuai SPM
pendidikan merupakan ke wenangan kabupaten/ kota. Penyelenggaraan pelayanan
pendidikan tersebut terdiri dari dua komponen utama, yaitu pelayanan pendidikan
dasar oleh kabupaten/kota (14 indikator) dan pelayanan pendidikan dasar oleh satuan
pendidikan (13 indikator). Karena pemenuhan SPM bersifat “wajib”, maka dengan
adanya SPM para pengelola pendidikan dasar dapat menyusun skala prioritas dalam
PIKIR, DZIKIR, IKHTIAR 90
rencana kerjanya. Di sisi lain para pemangku kepentingan (stakeholder) sektor
pendidikan juga dapat menggunakan informasi yang ada dalam SPM untuk memonitor
perkembangan penyelenggaraan pendidikan dasar di daerah. SPM juga dapat
digunakan oleh pemerintah (pusat) untuk menilai kinerja pemerintah daerah dalam
menyelenggarakan pendidikan dasar yang menjadi kewajibannya. Selain itu, secara
substantif, SPM juga merupakan salah satu tahapan menuju Standar Nasional
Pendidikan (SNP) sebagaimana diamanatkan oleh Peraturan Pemerintah Nomor 19
Tahun 2005. Melalui berbagai proses tersebut, pada gilirannya, pendidikan dasar
diharapkan akan mengalami peningkatan dari berbagai aspek, terutama akses, kualitas
dan akuntabilitasnya.
B. PEMBIAYAAN PENCAPAIAN SPM
Ada dua aspek pembiayaan yang diatur oleh Permendiknas Nomor 15 Tahun
2010, yaitu: (1) pembiayaan terkait dengan penyusunan kebijakan, dan (2) pembiayaan
terkait dengan penerapan SPM. Aspek pembiayaan yang pertama, yaitu penyusunan
kebijakan SPM, menjadi tanggung jawab pemerintah (pusat) dan dibiayai dengan
menggunakan APBN Kementerian Pendidikan Nasional. Sementara itu, aspek
pembiayaan kedua, yaitu pembiayaan penerapan SPM, menjadi tanggung jawab
pemerintah daerah melalui APBD. Meskipun dalam Pasal 16 dinyatakan bahwa pada
masa transisi, pencapaian SPM di sekolah dapat dibiayai melalui APBN, tetapi
ketentuan pembiayaan tersebut jelas menunjukkan adanya tanggung jawab yang sangat
besar bagi pemerintah daerah untuk membiayai pencapaian SPM, baik SPM di tingkat
sekolah maupun SPM di tingkat kabupaten/kota.
Oleh karena itu, sangat penting bagi daerah untuk menghitung besarnya biaya
yang diperlukan untuk mencapai SPM. Selanjutnya, jika sudah diketahui besarnya
biaya untuk mencapai SPM, pemerintah daerah perlu melihat potensi pendanaan yang
mereka miliki, untuk selanjutnya menyusun strategi untuk memenuhi kebutuhan
pembiayaan SPM tersebut.
Untuk indikator SPM di tingkat kabupaten/kota, penghitungan pencapaiannya
pasti tidak menjadi masalah bagi pemerintah daerah, karena sudah biasa dilakukan.
Selain itu, setiap pemerintah daerah juga biasanya sudah mempunyai standar biaya
satuan (unit cost), sehingga penghitungan akan lebih mudah dilakukan. Yang menjadi
PIKIR, DZIKIR, IKHTIAR 91
masalah adalah penghitungan biaya untuk pencapaian SPM di tingkat satuan
pendidikan (sekolah), paling tidak karena tiga alasan. Pertama, kondisi sekolah sangat
bervariasi, sehingga tidak mudah untuk melakukan generalisasi tentang kebutuhan
masingmasing sekolah. Kedua, informasi atau data tentang profil semua sekolah terkait
dengan pencapaian SPM biasanya belum tersedia. Ketiga, ketersediaan dana di setiap
sekolah juga mungkin berbeda, sehingga dengan kondisi yang sama, kebutuhan
tambahan dana di setiap sekolah untuk mencapai SPM juga mungkin berbeda.
Oleh karena itu, diperlukan pendekatan atau metode khusus yang secara
sederhana mampu memberikan gambaran kepada pemerintah daerah tentang dana yang
diperlukan agar sekolahsekolah di daerahnya mampu memenuhi SPM. Selanjutnya,
berbekal informasi tersebut, pemerintah daerah dapat menyusun kebijakan atau strategi
pemenuhan kebutuhan pendanaan yang diperlukan, sebagai satu kesatuan dengan
strategi atau kebijakan pemenuhan kebutuhan pendanaan untuk pencapaian SPM
tingkat kabupaten/kota.
C. PENGHITUNGAN BIAYA PENCAPAIAN SPM DI SEKOLAH
Secara umum, penghitungan biaya untuk mencapai SPM di tingkat satuan
pendidikan diawali dengan penilaian tingkat kesenjangan antara standar yang ada
dalam SPM dengan kondisi nyata di sekolah (Gambar 1). Berdasarkan kesenjangan
inilah sekolah dapat menghitung berapa biaya yang diperlukan untuk memenuhi SPM
di tingkat sekolah. Secara garis besar, biaya tersebut dapat dikelompokkan menjadi
dua: biaya investasi dan biaya operasional.
PIKIR, DZIKIR, IKHTIAR 92
D. LANGKAH-LANGKAH PENGHITUNGAN
Untuk menghitung biaya yang diperlukan untuk mencapai SPM, yang
dilakukan pertama adalah melakukan identifikasi (assessment) tentang kesenjangan
antara SPM dengan kondisi nyata sekolah di kab/kota yang didampingi. Penilaian ini
dilakukan oleh sekolah yang menjadi peserta lokakarya atau yang menjadi sampel.
Tabel 1. Data Guru dan Murid Suatu Sekolah
Tabel 2. Instrumen untuk Mengukur Kesenjangan Pencapaian SPM
PIKIR, DZIKIR, IKHTIAR 93
PIKIR, DZIKIR, IKHTIAR 94
Tabel 3. Contoh Menghitung Set Buku
Tabel 3 menunjukkan bagaimana menghitung jumlah set buku dan jumlah
kekurangan buku per maple per kelas. Jumlah set buku mata pelajaran untuk setiap
kelas sama dengan jumlah minimal buku mata pelajaran yang tersedia. Sebagai contoh
jumlah set buku pelajaran untuk kelas satu adalah 10 karena dari keempat mata
pelajaran jumlah buku IPA yang tersedia paling sedikit, yaitu 10 buku. Jumlah set
buku yang dimiliki sekolah berjumlah 30 set buku sedangkan kekurangannya
berjumlah 98 set buku. Rincian kekurangan total dan kekurangan setiap kelas untuk
setiap mata pelajaran di tunjukkan pada Tabel 3.
Tabel 4. Kesenjangan Pencapaian SPM yang Telah Diisi (untuk SD/MI)
PIKIR, DZIKIR, IKHTIAR 95
Penghitungan Biaya
Langkah berikutnya adalah menghitung biaya yang diperlukan oleh setiap
sekolah untuk menutup kesenjangan antara kondisi nyata dengan SPM. Biaya di sini
dibagi menjadi dua, yaitu biaya investasi dan biaya operasional. Secara umum, yang
masuk kategori biaya investasi adalah biaya-biaya untuk pembelian barang tahan lama
dan biaya untuk pengembangan sumberdaya manusia (SDM), sedangkan biaya
operasional adalah biaya-biaya untuk barang/bahan habis pakai, biaya pemeliharaan
ringan, biaya untuk daya dan jasa, dan sebagainya.
PIKIR, DZIKIR, IKHTIAR 96
Tabel 5. Rincian Perhitungan Perkiraan Biaya untuk Pencapaian 100%
PIKIR, DZIKIR, IKHTIAR 97
Tabel 6. Perkiraan Biaya Pencapaian SPM yang Sudah Terisi (untuk SD/MI)
PIKIR, DZIKIR, IKHTIAR 98
Tabel 7. Rekapitulasi Capaian SPM untuk 14 SD/MI
Ket: 1 = tercapai, 0 = belum tercapai
PIKIR, DZIKIR, IKHTIAR 99
Baris terakhir pada Tabel 8 menunjukkan persentase capaian seluruh No. SPM bagi
setiap SMP/MTs. Nilai 90.9% pada tabel tersebut menunjukkan bahwa sekolah
bersangkutan telah memenuhi sepuluh No. SPM atau No. SPM 2 saja yang belum
terpenuhi.
Tabel 8. Rekapitulasi Capaian SPM untuk 7 SMP/MTs
No. SMP mana saja yang belum banyak dipenuhi sekolah, kurang dari 50%, dapat
dilihat pada grafik Gambar 3 dan 4. Kedua grafik ini memberikan informasi bahwa No.
SPM yang belum banyak dipenuhi oleh SD/MI adalah No. SPM 1, 3, 5, 7, 13
sedangkan untuk SMP/MTs adalah No. SPM 2, 4, 7, dan 13.
Gambar 3. Persentase Capaian Setiap Nomor SPM untuk 14 SD/MI
PIKIR, DZIKIR, IKHTIAR 100
Rekapitulasi kebutuhan dana tambahan untuk mencapai SPM 100% ditunjukkan pada
Tabel 2.8 dan 2.9. Tabel 2.8 menunjukkan rekapitulasi kebutuhan tambahan dana
investasi dan operasional setiap SD/MI. Dana tambahan yang diperlukan setiap
sekolah bervariasi bergantung pada kondisi sekolah. Rata-rata dana tambahan yang
dibutuhkan SD/MI untuk dana investasi sebesar Rp 12.885.520,- dan untuk dana
operasional sebesar Rp 3.105.500,-.
Sedangkan rata-rata dana tambahan yang dibutuhkan SMP/MTs untuk dana
investasi sebesar Rp 69,810,955,- dan untuk dana operasional sebesar Rp 7,047,214,-.
Tampak bahwa kebutuhan dana untuk pencapaian SPM bagi SMP/MTs lebih tinggi
dari SD/MI.
Tabel 9. Rekapitulasi Kebutuhan Dana Tambahan SD/MI
Tabel 10. Rekapitulasi Kebutuhan Dana Tambahan SMP/MTs
PIKIR, DZIKIR, IKHTIAR 101
E. KEBIJAKAN PENGALOKASIAN DANA UNTUK
PENCAPAIAN SPM DI SEKOLAH
Setelah diketahui nilai rata-rata biaya yang diperlukan oleh setiap sekolah
untuk mencapai SPM, pemerintah daerah dapat menghitung berapa total biaya yang
diperlukan untuk semua sekolah di daerahnya. Angka itu diperoleh dengan mengalikan
nilai rata-rata tersebut dengan jumlah sekolah yang ada.
Selanjutnya, setelah mengetahui jumlah dana yang diperlukan, pemerintah
daerah perlu menyusun kebijakan untuk bagaimana memenuhinya. Kebijakan tersebut
sangat tergantung pada kekuatan keuangan daerah, dan juga penilaian atas jumlah dana
yang sudah tersedia di sekolah. Berdasarkan hal tersebut, ada beberapa pilihan
kebijakan, antara lain: realokasi anggaran, alokasi dana APBD, dan mobilisasi dana
masyarakat.
Realokasi Anggaran Sekolah
Ini merupakan kebijakan yang paling “murah”, karena tidak memerlukan
dana/anggaran baru. Jika pemerintah daerah menganggap bahwa dana yang tersedia di
sekolah sebenarnya sudah cukup, tetapi selama ini digunakan oleh sekolah untuk
keperluan yang seharusnya tidak menjadi prioritas, maka pemerintah dan pemerintah
daerah dapat mengeluarkan kebijakan agar sekolah memprioritaskan pengalokasian
anggarannya untuk memenuhi SPM. Tentu saja kebijakan ini harus didahului, atau
dibarengi, dengan penyebarluasan informasi tentang indikator apa saja yang ada
adalam SPM.
Alokasi Dana APBD
Jika untuk mencapai SPM sekolah memerlukan tambahan dana, dan
pemerintah daerah mempunyai dana yang cukup untuk memenuhi kebutuhan tersebut,
tidak ada salahnya pemerintah daerah mengalokasikan sebagian APBD-nya untuk
keperluan tersebut. Kebijakan tersebut harus dilengkapi dengan ketentuan penggunaan
dana, agar dana yang dialokasikan tersebut benarbenar digunakan oleh sekolah untuk
memenuhi SPM, bukan untuk keperluan yang lain. Salah satu alternatif cara
pendistribusian dana yang dapat diambil adalah dengan menggunakan Formula
Funding sebagaimana dijelaskan dalam modul keuangan pendidikan lain.
PIKIR, DZIKIR, IKHTIAR 102
Mobilisasi Dana Masyarakat
Jika uang yang ada di sekolah dianggap tidak cukup, tetapi pemerintah daerah
juga tidak mempunyai dana yang cukup untuk menutup kebutuhan pemenuhan SPM di
sekolah, maka kebijakan yang dapat diambil adalah melakukan mobilisasi dana
masyarakat. Langkah ini dapat dilakukan oleh pemerintah daerah, atau oleh sekolah
sendiri. Jika mobilisasi dana dilakukan oleh sekolah, maka diperlukan payung hukum
yang memadai. Payung hukum tersebut tidak hanya menjadi dasar bagi sekolah untuk
melakukan pengumpulan dana, tetapi juga mengatur penggunaannya, yaitu untuk
pemenuhan SPM di sekolah.
Pada prakteknya, pilihan kebijakan tersebut di atas tidak bersifat mutually
exclusive, atau harus dipilih salah satu. Pemerintah daerah dapat mengkombinasikan
berbagai pilihan kebijakan tersebut, disesuaikan dengan kebutuhan dan kondisi di
daerah. Sangat disarankan, penyusunan kebijakan tersebut dilakukan melalui proses
partisipatif yang melibat semua pemangku kepentingan, khususnya sekolah. MGP-BE
melakukannya melalui penyelenggaran sebuah Lokakarya Penyusunan Kebijakan di
semua daerah yang didampingi.
LAMPIRAN BAGIAN 1
Lampiran 1: Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia Nomor 15
Tahun 2010
STANDAR PELAYANAN MINIMAL PENDIDIKAN DASAR
DI KABUPATEN/KOTA
Pasal 2, Ayat 2
a. Pelayanan pendidikan dasar oleh kabupaten/kota:
PIKIR, DZIKIR, IKHTIAR 103
PIKIR, DZIKIR, IKHTIAR 104
PIKIR, DZIKIR, IKHTIAR 105
PIKIR, DZIKIR, IKHTIAR 106
F. FORMULA FUNDING
Formula funding adalah cara membagi dana yang tersedia untuk sekolah secara
adil proporsional (equitable). “Adil proporsional” yang dimaksud di sini adalah
sekolah yang membutuhkan dana lebih besar akan mendapatkan bagian dana yang
lebih besar dan sebaliknya. Kebutuhan dana di sekolah diartikan sebagai kebutuhan
untuk melayani siswa. Dengan pengertian ini pembagian dana secara merata (setiap
sekolah mendapatkan dana yang sama) tidak dapat disebut sebagai adil proporsional.
Pada umumnya dana pemerintah kabupaten/kota yang dialokasikan dengan
formula funding merupakan dana untuk mencukupi sebagian kebutuhan rutin sekolah
diluar gaji. Formula funding diterapkan berdasarkan jumlah total dana yang telah
tersedia, bukan berdasarkan nilai kebutuhan atau usulan setiap sekolah. Dengan
demikian formula funding tidak berpretensi untuk membiayai semua kebutuhan
sekolah.
Pembagian dana dengan formula funding ini dapat diterapkan untuk setiap
jenjang sekolah, baik sekolah negeri maupun swasta. Formula funding untuk setiap
jenjang sekolah disusun secara terpisah. Meskipun sekolah negeri dan swasta dapat
dimasukkan ke dalam satu formula funding, hal itu tidak selalu berarti sekolah negeri
dan swasta akan menerima dana yang sama.
Hal itu sangat tergantung pada kebijakan masing-masing daerah dalam
memperlakukan sekolah swasta. Dana yang diberikan ke sekolah melalui formula
funding dikelola oleh sekolah dengan prinsip block grant atau semi block grant.
Dengan prinsip ini sekolah mendapatkan keleluasaan membelanjakan uang sesuai
kebutuhannya dengan tetap berpegang pada koridor kebijakan yang ada.
Syarat dan Manfaat
Penerapan formula funding memerlukan dua syarat pokok sebagai berikut.
1. Adanya kebijakan pembiayaan pendidikan, khususnya menyangkut jumlah dana
yang dialokasikan, alokasi antar jenjang sekolah, perlakuan terhadap sekolah negeri
dan swasta, perlakuan terhadap madrasah, dan sebagainya.
2. Tersedianya data pendidikan per sekolah secara lengkap dan akurat, khususnya
terkait dengan variable-variabel yang akan digunakan sebagai kriteria alokasi dana.
PIKIR, DZIKIR, IKHTIAR 107
Penggunaan formula untuk mengalokasikan dana mempunyai beberapa
keunggulan.
1. Pengalokasian dana dilakukan secara transparan dengan menggunakan kriteria yang
jelas. Semua pihak dapat mengetahui mengapa satu sekolah dapat menerima dana
dalam jumlah yang berbeda. Dengan formula funding dapat dihindari
pertimbangan-pertimbangan ‘non teknis’ (tekanan politis, kedekatan pribadi, dana
kick back, dan sebagainya) dalam pengalokasian dana.
2. Pengalokasian dana dilakukan secara adil proposional. Seperti yang dijelaskan di
atas sekolah dengan kebutuhan dana lebih besar akan mendapatkan dana yang lebih
besar pula. Dengan demikian potensi konflik yang muncul akibat ‘kecemburuan’
antar sekolah dapat diminimalkan.
3. Mendorong sekolah untuk menerapkan MBS. Prinsip dasar MBS adalah sekolah
diberi kewenangan dan kepercayaan yang lebih besar untuk mengurus dirinya
sendiri. Dengan dana block grant atau semi block grant yang didistribusikan melalui
formula funding sekolah dapat mengimplementasikan rencana pengembangan
sekolah yang telah disusun sebelumnya. Dana ini dapat bersifat saling melengkapi
dengan dana lain yang penggunaannya sudah ditentukan secara rinci oleh pemberi
dana.
FORMULA DASAR
Formula dasar yang digunakan adalah
PIKIR, DZIKIR, IKHTIAR 108
Meskipun di dalam formula dasar terdapat komponen flat dan komponen
variabel, dalam praktik bisa saja komponen flat nilainya sama dengan nol, artinya
semua dana dibagi berdasarkan variabel. Akan tetapi tidak diperbolehkan semua dana
dibagi secara flat (sama rata)
Penerapan Formula Dasar
Setidaknya ada lima langkah pengimplementasian formula funding, yaitu
1. informasi tentang jumlah dana yang dialokasikan untuk formula funding,
2. penetapan variabel,
3. pembobotan setiap variabel,
4. perumusan formula, dan
5. penghitungan.
Penetapan variabel juga harus memperhatikan ketersediaan data di tingkat
sekolah. Sepenting apapun sebuah variabel, tidak dapat digunakan dalam formula
funding kalau datanya tidak tersedia.
Langkah 1: Informasi Jumlah Dana
Misalkan suatu kabupaten/kota memiliki dana sebanyak 750 juta yang akan
didistribusikan ke SMP negeri dan swasta.
Langkah 2: Penetapan Variabel
Dana sebanyak D ini (750 juta) akan dibagi menjadi dua bagian, yaitu
1. sama rata (flat) untuk SMP negeri dan swasta
2. berdasarkan variabel, yaitu jumlah murid SMP negeri dan swasta.
Langkah 3: Pembobotan
Adapun pembobotannya adalah sebagai berikut.
1. 10% dari D diberikan ke sekolah dengan jumlah yang sama rata (flat).
2. 90% dari D diberikan ke sekolah berdasarkan jumlah muridnya.
Langkah 4: Perumusan Formula
Rumus yang digunakan untuk mendistribusikan dana sebanyak D ke sekolah-sekolah
adalah
PIKIR, DZIKIR, IKHTIAR 109
PIKIR, DZIKIR, IKHTIAR 110
FORMULA PENGEMBANGAN
Formula funding juga dapat dikembangkan untuk tujuan khusus misalnya
memberikan perhatian kepada siswa miskin, sekolah di daerah terpencil,
pengembangan profesi guru, dsb. Berikut contoh pengembangan formula dasar.
Membantu Siswa Miskin
Langkah 1: Informasi Jumlah Dana
Misalkan dana yang tersedia sama seperti contoh sebelumnya yaitu Rp 750 juta yang
akan didistribusikan ke seluruh SMP negeri dan swasta.
Langkah 2: Penetapan Variabel
Dana sebanyak D ini (750 juta) akan dibagi menjadi dua bagian, yaitu
1. sama rata (flat) untuk semua SMP negeri dan swasta,
2. berdasarkan variabel, yaitu jumlah murid dan jumlah murid miskin.
Langkah 3: Pembobotan
Adapun pembobotannya adalah sebagai berikut.
1. 30% dari D diberikan ke sekolah dengan jumlah yang sama rata (flat).
2. 50% dari D diberikan ke sekolah berdasarkan jumlah muridnya,
3. 20% dari D diberikan ke sekolah berdasarkan jumlah murid miskinnya.
Langkah 4: Perumusan Formula
Rumus yang digunakan untuk mendistribusikan dana sebanyak D ke sekolah-sekolah
adalah
Langkah 5: Penghitungan
PIKIR, DZIKIR, IKHTIAR 111
Contoh penghitungan dengan formula pada persamaan (4) ditunjukkan pada Tabel 12.
Tabel 12. Contoh Penggunaan Formula Pengembangan untuk Membantu Siswa Miskin
Disesuaikan dengan Kebijakan Tertentu
Formula funding dapat juga disesuaikan dengan kebijakan tertentu. Misalkan
kebijakan untuk mengalokasikan komponen flat hanya untuk sekolah negeri,
sedangkan sekolah swasta hanya menerima dana dari komponen variabel. Kebijakan
lain yang dapat diakomodir adalah kebijakan untuk memberikan perhatian kepada
sekolah terpencil. Berikut contoh penghitungannya.
Langkah 1: Informasi jumlah dana
Terdapat dana sebanyak 1,000,000,000 yang akan dibagikan ke SMP.
Langkah 2: Penetapkan variabel
Dana sebanyak D ini (Rp 1,000,000 juta) akan dibagi menjadi dua bagian, yaitu
1. sama rata (flat) untuk semua sekolah negeri,
2. berdasarkan variabel, yaitu jumlah guru, jumlah murid, dan lokasi sekolah.
Langkah 3: Pembobotan
1. Dana dibagi flat hanya untuk sekolah negeri sebanyak 30%
PIKIR, DZIKIR, IKHTIAR 112
2. Dana dibagi menurut jumlah siswa sebanyak 40%
3. Dana dibagi menurut jumlah guru sebanyak 20%
4. Dana dibagi menurut letak sekolah (kota, pinggiran, terpencil) sebanyak 10%
Langkah 4: Perumusan Formula
Langkah 5: Penghitungan.
Contoh penghitungan dengan formula pada persamaan (5) ditunjunkkan pada Table 13.
Tabel 13. Contoh Penggunaan Formula Pengembangan yang Disesuaikan dengan
Kebijakan Tertentu
PIKIR, DZIKIR, IKHTIAR 113
Mendorong Pencapaian SPM di Tingkat Sekolah
Formula funding dapat juga disesuaikan dengan kebijakan untuk mendorong
pencapaian SPM di tingkat sekolah. Dari hasil lokakarya keuangan pendidikan,
khususnya tentang biaya pencapaian SPM, diketahui bahwa secara umum ada dua
indikator SPM yang pencapaiannya di sekolah masih rendah, yaitu ketersediaan buku
teks untuk siswa dan ketersediaan alat peraga IPA. Jika pemda memutuskan untuk
mengalokasikan APBDnya untuk membantu sekolah mencapai SPM, formula funding
dapat digunakan untuk memutuskan jumlah dana yang akan dibagikan ke sekolah-
sekolah.
Jika tersedia data lengkap (untuk semua sekolah) tentang pencapaian SPM di
tingkat sekolah, indikator SPM tertentu (misalkan ketersediaan buku dan alat peraga)
dapat dimasukkan ke dalam formula. Contoh dapat dilihat dalam Lampiran. Jika tidak
tersedia data lengkap, upaya tersebut dapat dilakukan melalui ketentuan tentang
penggunaan dana yang merupakan bagian tak terpisahkan dari formula funding.
PIKIR, DZIKIR, IKHTIAR 114
Ketentuan yang dimaksud misalnya dana yang diterima sekolah wajib diprioritaskan
untuk pembelian buku teks (untuk siswa) dan/atau alat peraga IPA.
LAMPIRAN BAGIAN 2
Contoh Penggunaan Formula Pengembangan untuk Mendorong Pencapaian
SPM di Tingkat Sekolah
Langkah 1: Informasi jumlah dana
Jumlaha dana yang akan didistribusikan adalah 1,000,000,000
Langkah 2: Penetapkan variabel
1. sama rata (flat) untuk SD dan MI negeri dan swasta,
2. berdasarkan variabel, yaitu jumlah murid, Pemenuhan SPM No 15, dan Pemenuhan
SPM
No. 17.
Langkah 3: Pembobotan
1. Dana dibagi flat untuk SD dan MI negeri & swasta sebanyak 20%
2. Dana dibagi menurut jumlah murid sebanyak 20%
3. Dana dibagi untuk pencapaian SPM No. 15 sebanyak 40%
4. Dana dibagi untuk pencapaian SPM No. 17 sebanyak 20%
Langkah 4: Perumusan Formula
Langkah 5: Penghitungan
Contoh penghitungan dengan formula pada persamaan (6) ditunjukkan pada Tabel 14.
PIKIR, DZIKIR, IKHTIAR 115
Tabel 15. Contoh Penggunaan Formula Pengembangan untuk Mendorong Pencapaian
SPM di Tingkat Sekolah (Lanjutan)
PIKIR, DZIKIR, IKHTIAR 116
G. LAPORAN KEUANGAN TERPADU
Akuntabilitas keuangan sekolah merupakan suatu hal yang tidak dapat
dipisahkan dengan pemberian dana untuk sekolah-sekolah. Di satu sisi, sekolah
“dipercaya” untuk menggunakan uang sesuai dengan kebutuhannya, di sisi lain perlu
dikembangkan sistem/mekanisme pertanggungjawaban yang meminimalkan
penyalahgunaan uang di tingkat sekolah.
Melalui MGP-BE, Pemda diajak untuk mengembangkan sistem akuntabilitas
keuangan sekolah yang berlandaskan pada penyusunan Laporan Keuangan Terpadu
(LKT). Laporan Keuangan Terpadu adalah laporan yang mencatat semua jenis
penerimaan dari berbagai sumber dana dan semua jenis pengeluaran yang dilakukan.
Selain itu, laporan keuangan terpadu juga dapat dikaitkan dengan perencanaan dan
anggaran sekolah untuk melihat konsistensi antara apa yang direncanakan dan
dianggarkan dengan apa yang dibiayai oleh sekolah. Karena dalam Laporan Keuangan
Terpadu seluruh sumber dan pengeluaran keuangan sekolah dilaporkan secara
terkonsolidasi, maka selain turut menciptakan situasi akuntabilitas di sekolah, LKT
juga dapat menyederhanakan kegiatan pelaporan keuangan.
PIKIR, DZIKIR, IKHTIAR 117
Laporan keuangan terpadu merupakan bagian tak terpisahkan dari laporan
sekolah untuk memenuhi Standar Pelayanan Minimal (SPM). Salah satu indikator
SPM menyatakan bahwa setiap satuan pendidikan menerapkan prinsip-prinsip
Manajemen Berbasis Sekolah (MBS), termasuk sekolah harus menyusun laporan
sekolah.
Tujuan Laporan Keuangan Terpadu
Laporan keuangan terpadu disusun agar terjadi transparansi dan akuntabilitas
dalam pengelolaan keuangan di sekolah.
Transparansi
Sejalan dengan berkembangnya pengelolaan sekolah, ada perkembangan
kebutuhan akan transparansi dalam manajemen keuangan sekolah.
1. Keterbukaan ini dalam banyak kasus telah mampu menumbuhkan kepercayaan dan
pada gilirannya partisipasi masyarakat; kesediaan banyak orang berpartisipasi
dalam program stasiun TV swasta untuk sumbangan musibah bencana alam yang
pengelolaannya sangat terbuka adalah salah satu contoh keberhasilan transparansi
dalam menggalang partisipasi masyarakat.
2. Laporan Keuangan Terpadu dengan cakupannya yang menyeluruh dan dalam
bentuknya yang sangat ringkas dan sederhana memenuhi tujuan transparansi dalam
pengelolaan keuangan sekolah. Dengan menyeluruh maka segenap pemasukan dan
pengeluaran dilaporkan secara tunggal; dengan ringkas maka laporan ini dapat
tersampaikan kepada stakeholders dengan praktis, bahkan ditempel pada papan
pengumuman sekolah.
Akuntabilitas
1. Akuntabilitas adalah sebuah konsep etika yang dekat dengan administrasi publik
pemerintahan yang mempunyai beberapa arti antara lain. Akuntabilitas sering
digunakan secara sinonim dengan konsep-konsep seperti yang dapat
dipertanggungjawabkan (responsibility),yang dapat dipertanyakan (answerability),
yang dapat dipersalahkan (blameworthiness) dan yang mempunyai ketidakbebasan
(liability).
PIKIR, DZIKIR, IKHTIAR 118
2. Akuntabilitas merupakan istilah yang terkait dengan tata kelola pemerintahan.
Akuntabilitas dapat digambarkan sebagai sebuah pertanggungjawaban kepentingan
atau sebuah kewajiban untuk memberitahukan dan menjelaskan tiap tindakan dan
keputusan agar dapat disetujui maupun ditolak bilamana diketemukan adanya
penyalahgunaan kewenangan
3. Dengan demikian akuntabilitas pada dasarnya merupakan suatu pertanggung
jawaban kepada pihak-pihak terkait tentang tindakan dan keputusan yang diambil.
4. Akuntabilitas tidak hanya pertanggungjawaban secara administrasi, tetapi juga
pertanggungjawaban secara substantif yang akan melihat apakah penggunaaan uang
sudah dilakukan secara tepat sesuai dengan tujuan, fungsi dan kebutuhan sekolah.
5. Akuntabilitas dari manajemen sekolah dapat dicapai antara lain melalui Laporan
Keuangan Terpadu karena keterpaduan memungkinkan dihindarinya pencatatan
ganda oleh sekolah.
Prinsip-Prinsip Laporan Keuangan Terpadu
Penyusunan Laporan Keuangan Terpadu dalam kegiatan ini hanya
memasukkan “dana yang dikelola” oleh sekolah. Adapun dana yang tidak dikelola
sekolah (tetapi dikelola oleh Komite dan atau Yayasan) disajikan secara tersendiri.
Yang dimaksud “dana dikelola” disini adalah bahwa pengeluaran dan
pengadministrasian dana tersebut menjadi otoritas sekolah. Dana tersebut tidak sekedar
dipungut, diadministrasikan sekolah tetapi penggunaannya juga menjadi otoritas
sekolah. Dimana sesuai dengan prinsip-prinsip dasar Laporan Keuangan Terpadu
sebagai berikut :
1. Mencatat Semua Pengeluaran untuk kegiatan di sekolah yang didanai dengan
berbagai sumber dana. Sesuai dengan namanya laporan ini mengkonsolidasikan
seluruh pemasukan dan pengeluaran uang untuk keperluan sekolah, baik investasi
maupun operasional. Termasuk dalam pemasukan sekolah adalah dana dari
pemerintah daerah tingkat I dan II serta pemerintah pusat, baik yang bersifat rutin
maupun proyek, dana dari orang tua atau masyarakat, atau penghasilan sekolah
lainnya. Untuk sekolah atau madrasah besarnya gaji pegawai (pendidik dan tenaga
kependidikan) yang akan diterima sebaiknya juga dimasukkan sebagai unsur
penerimaan maupun pengeluaran.
PIKIR, DZIKIR, IKHTIAR 119
2. Pencatatan disertai dengan bukti yang sah. Dalam penyusunan LKT Pencatatan yang
dilakukan harus disertai bukti yang sah. Pengeluaran harus dilakukan pada harga
yang wajar serta barang yang diperoleh dapat dibuktikan keberadaan dan
penggunaannya.
3. Mencatat kesesuaian antara anggaran dan realisasi. Sejalan dengan akuntabilitas,
penerimaan dan khususnya pengeluaran sedapat mungkin sesuai dengan yang
dianggarkan. Kalau ada realisasi pengeluaran yang tidak sesuai dengan anggaran,
perlu ada penjelasan yang dapat dipertanggung jawabkan.
4. Sederhana. LKT disusun dalam format yang sederhana agar dapat dibaca dan
dimengerti, bahkan untun orang awam sekalipun. Kesederhanaan bentuk laporan
juga dimaksudkan untuk menghindari terjadinya multi interpretasi.
Sumber Dana di Sekolah dan Pola Pengelolaannya
Sumber Dana
Dana yang diterima oleh sekolah berasal dari beberapa sumber, berbeda-beda
menurut jenjang dan jenis sekolah. Beberapa variasi sumber pendanaan sekolah dapat
diuraikan sebagai berikut.
1. Biaya Operasional Sekolah (BOS)
Untuk Sekolah SD/MI dan SMP/MTs sumber pendanaan umumnya hanya berasal
dari satu sumber yaitu berasal dari BOS (Bantuan Operasional Sekolah).
2. APBD Kabupaten/Kota
Di beberapa Kabupaten/Kota ada pula kebijakan memberikan dana ke sekolah
(SMP/MTs dan SD/MI) yang berasal dari APBD II. Penamaan pemberian dana
tersebut bermacam-macam ada yang menyebut dana operasional rutin, dana
operasional sekolah (DOS), Bantuan Operasional Sekolah Daerah (BOSDA) dan
sebagainya.
3. Komite Sekolah/Orang Tua
Di beberapa sekolah sumbangan orang tua murid bahkan lebih besar dibanding
dengan sumber dana lain.
4. Yayasan
Untuk SD/MI dan SMP/MTs Swasta, sumber dana selain berasal dari BOS, ada
juga yang berasal dari Yayasan.
PIKIR, DZIKIR, IKHTIAR 120
5. Sumber lain
Yang dimaksud dengan sumber lain adalah sumber dana yang berasal dari pihak
lain yang punya kepedulian tinggi terhadap pendidikan atau dari lembaga
internasional yang membantu.
Tabel 16 menggambarkan tentang kemungkinan sumber-sumber pendanaan yang
dimiliki oleh sekolah.
Tabel 16. Kemungkinan Sumber Pendanaan Sekolah
Dalam penyusunan Laporan Keuangan Terpadu, semua dana yang diterima dari
berbagai sumber tersebut perlu diintegrasikan dan disajikan menjadi satu dalam
Laporan Keuangan. Oleh karena itu sebelum menyusun LKT terlebih dahulu perlu
diidentifikasi sumber-sumber pendanaan yang ada di sekolah.
Pola Pengelolaan
Pola pengelolaan keuangan secara umum berbeda-beda untuk masing-masing
sumber.
dana dari BOS, pola pengelolaan dan penyusunan laporannya sudah standar sesuai
dengan
Pedoman yang ada. Demikian pula pengelolaan dana yang berasal dari APBD II dan
APBN, pada umumnya sudah ada pedoman yang standar.
Sementara untuk dana yang berasal dari pungutan/sumbangan dari orang tua
murid/komite dapat berbeda-beda antar sekolah. Dari hasil uji coba ditemukan
beberapa pola pengelolaan dana yang berasal dari orang tua/ komite sekolah sebagai
berikut.
1. Dana dikumpulkan oleh sekolah dan diberikan kepada Komite sekolah untuk
pengelolaan/ penggunaan
PIKIR, DZIKIR, IKHTIAR 121
2. Dana dikumpulkan oleh sekolah dan dikelola bersama antara pihak sekolah dan
komite sekolah
3. Dana dikumpulkan oleh sekolah dan diberikan kepada Yayasan (swasta) dan
sekolah mendapat dana dari Yayasan sesuai kebutuhan untuk
pengelolaan/penggunaan
4. Dana dikumpulkan oleh Komite sekolah dan dikelolaan/penggunaan dilakukan oleh
Komite sekolah
Jangka Waktu dan Manfaat Pelaporan
Laporan Keuangan Terpadu dibuat dalam kurun waktu triwulanan. Hal itu
dilakukan karena sesuai dengan laporan keuangan dari dana BOS. Namun demikian
jika dianggap perlu maka Laporan Keuangan Terpadu dapat dibuat setiap bulan. Tidak
dianjurkan untuk membuat Laporan Keuangan Terpadu lebih jarang dari triwulanan.
Manfaat laporan keuangan terpadu:
1. Bagi Sekolah
a. Dapat digunakan sebagai alat monitoring keuangan sekolah, sehingga sekolah
dapat melakukan penyesuaian pengeluaran jika diperlukan;
b. Dengan transparan dan akuntabel, terbuka peluang lebih besar untuk mengakses
sumber pendanaan lain.
2. Bagi Pemda
a. Dapat mendorong penggunaan dana di sekolah agar lebih efektif dan efisien;
b. Dapat digunakan sebagai dasar kebijakan pengalokasian dana ke sekolah.
3. Bagi Masyarakat
a. mengetahui bagaimana penggunaan uang di sekolah;
b. peluang lebih besar untuk berpartisipasi (bagi yang mampu).
Bentuk Laporan Keuangan Terpadu
Ada tiga format Laporan:
1. FORM LKT 1 adalah format laporan keuangan yang menyajikan realisasi
pengeluaran menurut sumber dana (Lihat LAMPIRAN 1)
PIKIR, DZIKIR, IKHTIAR 122
2. FORM LKT 2A adalah format laporan keuangan yang menyajikan perbandingan
antara anggaran dengan realisasi penerimaan sekolah dari berbagai sumber (Lihat
LAMPIRAN 2A)
3. FORM LKT 2B adalah format laporan keuangan yang menyajikan perbandingan
antara anggaran dengan realisasi pengeluaran per jenis pengeluaran (Lihat
LAMPIRAN 2B).
FORM LKT 1
FORM LKT 1 berisikan penerimaan dana menurut sumber dan alokasi
pengeluaran menurut kelompok penggunaannya, yang dirinci seperti pada Lampiran 1.
Dalam FORM LKT 1 laporan realisasi penggunaan dana disajikan menurut sumber
dana. Semua pengeluaran dana yang berasal dari berbagai sumber disajikan dalam
Format ini. Untuk mengisi kolom sumber dana disesuaikan dengan dana yang diterima
sekolah dari sumber-sumber yang ada. Dari uraian pada sub bab sebelumnya bahwa
sumber dana sekolah dapat berasal dari beberapa sumber, yaitu BOS, APBD
Kabupaten/Kota, Komite Sekolah (sumbangan orang tua murid), Yayasan, APBN dan
sumber lain.
Cara mengelompokan jenis pengeluaran berdasarkan pengelompokan yang
dilakukan dalam RKAS sehingga masing-masing daerah berbeda sesuai kebijakan
yang ada. Sedangkan
pengeluaran dapat dikelompokkan sebagai berikut:
I. Biaya Operasional dan Pemeliharaan
a. Belanja Pegawai, yang termasuk biaya pegawai:
- Gaji dan tunjangan lainnya
- Tunjangan beras
- Honorarium guru dan pegawai
- Uang lembur
b. Belanja Barang, Jasa dan Pembelajaran antara lain:
- Belanja ATK
- Belanja bahan habis pakai
- Belanja daya dan jasa
- Belanja KBM (Kegiatan Belajar Mengajar)
- Belanja Pengembangan potensi siswa (kegiatan Pramuka, UKS, PMR , olimpiade dll)
PIKIR, DZIKIR, IKHTIAR 123
- Belanja pengembangan profesi guru
- Belanja untuk perpustakaan
c. Belanja Pemeliharaan dan Rehabilitasi Ringan
- Pemeliharaan gedung kantor dan sekolah
- Pemeliharaan rumah dinas, asrama atau mess
- Pemeliharaan kendaraan
- Pemeliharaan inventaris kantor dan sekolah
d. Biaya Lain-lain
- Perjalanan dinas atau transport
- Penerimaan siswa baru
- Peringatan hari besar nasional (PHBN) dan agama
- Rapat komite sekolah
- Pentas seni
- Iuran kegiatan di tingkat kecamatan
II. Biaya Investasi/Belanja Modal
a. Termasuk dalam belanja ini:
- Pembangunan gedung atau ruang baru
- Pembelian peralatan
- Rehabilitasi berat
- Dan lain-lain
b. Kolom terakhir adalah jumlah pengeluaran untuk masing-masing kelompok
pengeluaran
dari berbagai sumber dana. Sedangkan baris terakhir berisi jumlah pengeluaran untuk
masing-masing sumber pengeluaran.
FORM LKT 2A
FORM LKT 2A berisi pengeluaran-pengeluaran menurut sumber dananya.
Nilai-nilai dari barisbaris sub-total pada Kolom 5 form ini semestinya akan sama
dengan nilai-nilai kelompok yang sama pada Kolom 9 Form LKT 1.
- Kolom 1 adalah nomor.
- Kolom 2 adalah sumber pendanaan.
- Kolom 3 adalah anggaran untuk 1 tahun menurut sumber dana, yang nilainya adalah
seperti yang tercantum pada anggaran sekolah (APBS/RKAS). Bila APBS/RKAS
PIKIR, DZIKIR, IKHTIAR 124
mengalami revisi maka isian pada kolom ini diubah sesuai dengan nilainya pada
revisi tersebut.
- Kolom 4 adalah realisasi sampai dengan triwulan lalu. Kolom ini berisi nilai yang
telah terealisasikan secara kumulatif pada triwulan sebelumnya. Jadi isinya adalah
nilai pada
Kolom 6 untuk laporan triwulan sebelumnya. Bila laporan yang disusun adalah yang
pertama dalam tahun anggaran sekolah maka nilainya adalah nol.
- Kolom 5 adalah realisasi triwulan ini yang berisikan pengeluaran yang terjadi pada
triwulan pelaporan ini.
- Kolom 6 adalah jumlah sampai dengan triwulan ini. Kolom ini berisi penjumlhasn
antara kolom 4 dan 5.
- Kolom 7 adalah saldo yang berisi selisih antara kolom 3 dan kolom 6.
FORM LKT 2B
FORM LKT 2B berisi pengeluaran-pengeluaran menurut kelompok yang lebih
rinci tanpa menghiraukan sumber dananya. Nilai-nilai dari baris-baris sub-total pada
Kolom 5 formulir ini semestinya akan sama dengan nilai-nilai kelompok yang sama
pada Kolom 9 Form LKT 1.
- Kolom 1 adalah nomor. Kolom ini juga dapat diisi dengan Kode. Mengenai kode ini
bisa disesuaikan untuk masing-masing Kabupaten/Kota. Alangkah baiknya jika kode
ini dibuat secara seragam untuk satu kabupaten/kota sehingga akan memudahkan
bagi Dinas Pendidikan jika akan membandingkan antara laporan keuangan sekolah
yang satu dengan sekolah yang lain. Tentang bagaimana cara pengkodean dapat
diformulasikan masingmasing oleh Kabupaten/Kota. Yang terpenting dalam
pemberian kode adalah sifatnya yang unik untuk setiap kode dan konsisten dalam
mengelompokkannya.
- Kolom 2 adalah jenis pengeluaran.
- Kolom 3 adalah anggaran untuk 1 tahun, yang nilainya adalah seperti yang tercantum
pada anggaran sekolah (APBS/RKAS). Bila APBS/RKAS mengalami revisi maka
isian pada kolom ini diubah sesuai dengan nilainya pada revisi tersebut.
- Kolom 4 adalah realisasi sampai dengan triwulan lalu. Kolom ini berisi nilai yang
telah terealisasikan secara kumulatif pada triwulan sebelumnya. Jadi isinya adalah
PIKIR, DZIKIR, IKHTIAR 125
nilai pada Kolom 6 untuk laporan triwulan sebelumnya. Bila laporan yang disusun
adalah yang pertama dalam tahun anggaran sekolah maka nilainya adalah nol.
- Kolom 5 adalah realisasi triwulan ini yang berisikan pengeluaran yang terjadi pada
triwulan pelaporan ini.
- Kolom 6 adalah jumlah sampai dengan triwulan ini. Kolom ini berisi penjumlhasn
antara kolom 4 dan 5.
- Kolom 7 adalah saldo yang berisi selisih antara kolom 3 dan kolom 6.
- Namun harus berhati-hati dalam melakukan evaluasinya karena beberapa pos
mungkin memang sudah akan habis pada waktu relatif awal dari periode
perencanaan; sebaliknya, beberapa pos mungkin memang masih mempunyai saldo
besar walaupun sudah menjelang akhir periode perencanaan karena memang rencana
pengeluarannya adalah pada akhir periode perencanaan.
FORM LKT 1, FORM LKT 2A dan FORM LKT 2B inilah yang hendaknya
disampaikan kepada masyarakat sebagai upaya transparansi manajemen sekolah.
Caranya bisa dengan ditempel pada papan pengumuman sekolah atau paling tidak pada
ruang guru. Bila memang dikehendaki mungkin anggota Komite Sekolah bisa
mendapat satu kopi setiap bulan.
Teknik Penyusunan Laporan Keuangan Terpadu
Pengisian Buku Kas Menurut Sumber Dana
Buku Kas menurut Sumber Dana berisi tentang transaksi penerimaan dan
pengeluaran menurut sumber dana. Format buku Kas Per Sumber Dana sebagai
berikut.
BUKU KAS PER SUMBER DANA (dalam ribuan rupiah)
SUMBER DANA: .............................................
PIKIR, DZIKIR, IKHTIAR 126
Format tersebut di atas bukan merupakan format baku dan banyak variasi di sekolah.
Pengisian FORM LKT 1, LKT 2A dan LKT 2B Berdasarkan Buku Kas
Setelah melakukan pengisian buku kas menurut sumber dana, langkah
berikutnya adalah mengisi LKT 1. Pengisian dilakukan berdasarkan buku kas untuk
tiga bulan terakhir, karena LKT disusun untuk setiap triwulan.
LAMPIRAN BAGIAN 3: KONSEP DASAR DAN PROSES PENYUSUNAN
Form LKT 1
LAPORAN KEUANGAN TERPADU
SEKOLAH : _________________________
TRIWULAN : I / II / III / IV
TAHUN AJARAN : _________________________
PIKIR, DZIKIR, IKHTIAR 127
Lampiran 2A: Form LKT 2A
Form LKT 2A
LAPORAN KEUANGAN TERPADU
SEKOLAH : _________________________
TRIWULAN : I / II / III / IV
TAHUN AJARAN : _________________________
PIKIR, DZIKIR, IKHTIAR 128
Lampiran 2B:
Form LKT 2B
LAPORAN KEUANGAN TERPADU
SEKOLAH : _________________________
TRIWULAN : I / II / III / IV
TAHUN AJARAN : _________________________
PIKIR, DZIKIR, IKHTIAR 129
Lampiran 3: Contoh FORM LKT 1 yang Sudah Terisi
Lampiran 4A: Contoh FORM LKT 2A yang Sudah Terisi
PIKIR, DZIKIR, IKHTIAR 130
Lampiran 4B: Contoh FORM LKT 2B yang Sudah Terisi
PIKIR, DZIKIR, IKHTIAR 131
11. RENCANA OPERASIONAL
A. Pengertian Rencana Operasional
Rencana Operasional (Renop) sekolah merupakan rencana implementasi
Rencana Stratejik sekolah dalam kurun waktu satu tahun. Renop sering juga disebut
Rencana Tahunan. Renop berisi langkah-langkah operasional yang akan ditempuh
selama satu tahun oleh sekolah, unit-unit, dan atau individu-individu staf dalam rangka
mencapai tujuan operasional. Tujuan operasional merupakan jabaran dan tahapan-
tahapan untuk mencapai tujuan stratejik.
Renop disusun oleh unit-unit atau individu staf yang ada dalam struktur
organisasi sekolah dan mengacu pada program yang relevan dengan tugas pokok dan
fungsi masing-masing. Renop pengembangan kegiatan kurikuler, renop pengembangan
kegiatan kesiswaan, renop peningkatan kerjasama dengan masyarakat, dan sebagainya
merupakan contoh-contoh Renop yang dapat dikembangkan. Renop berfungsi sebagai
alat yang digunakan oleh masing-masing unit penyusunnya sebagai: (1) penjamin
bahwa program pengembangan akan terealisasi dalam kegiatan operasional sekolah
sehari-hari, (2) pedoman pelaksanaan kegiatan semesteran, bulanan, mingguan, dan
harian, dan (3) justifikasi rinci penyusunan Rencana Anggaran dan Belanja tahunan.
B. Komponen-Komponen Rencana Operasional
Komponen-komponen Renop sebenarnya tidak jauh berbeda dengan Program
Pengembangan yang dirumuskan dalam dokumen Renstra. Perbedaan pokok antara
keduanya terletak pada kurun waktu kegiatan dan rincian dari masing-masing
komponen itu. Komponen-komponen Renop meliputi:
1. Latar Belakang dan Rasional:
alasan atau argumentasi yang mendasari kegiatan yang diusulkan.
2. Sasaran:
hasil yang akan peroleh pada akhir kegiatan operasional
3. Indikator Kinerja:
tolak ukur kuantitatif pencapaian sasaran
4. Rancangan Kegiatan:
PIKIR, DZIKIR, IKHTIAR 132
jenis dan tahap-tahap pekerjaan yang akan dilaksanakan untuk mencapai
tujuan operasional selama satu tahun.
5. Sumber Daya dan Dana Yang dibutuhkan:
a. jenis dan kualifikasi sumber daya manusia, sarana-prasarana, dan
informasi yang dibutuhkan dalam implementasi kegiatan.
b. jumlah dan sumber dana yang dibutuhkan untuk pengadaan,
peningkatan kualitas, pemeliharaan, dan pengoperasian sumber daya
yang dibutuhkan.
6. Jadwal Kegiatan:
kapan pekerjaan sesungguhnya dilaksanakan dan batas waktu tugas harus
diselesaikan
7. Penanggung Jawab Kegiatan:
Pejabat atau staf yang bertanggung jawab keterlaksanaan Renop
Berikut diuraikan penjelasan rinci masing-masing komponen Renop tersebut.
Latar Belakang dan Rasional
Latar Belakang dan Rasional ini menguraikan secara ringkas dan padat
mengenai alas atau argumentasi yang mendasari kegiatan yang diusulkan.
Beberapa hal yang perlu diuraikan dalam bagian ini meliputi:
a. Penjelasan mengenai akar permasalahan yang telah berhasil
diidentifikasi pada telaah diri saat menyusun Renstra, yang akan
diselesaikan dengan melaksanakan Renop ini. Masalah tersebut harus
dijelaskan sedemikian rupa, sehingga tergambar permasalahan
tersebut secara utuh dan menyeluruh (termasuk cakupannya,
berat/ringannya, faktor-faktor yg berpengaruh pada permasalahan
tersebut).
b. Kebijakan dan tujuan yang dirumuskan dalam Rencana Tindak
dalam dokumen Renstra
c. Apabila Renop yang disusun untuk tahun kedua dan seterusnya dari
siklus implementasi Renstra, dalam latar belakang juga perlu
dikemukakan:
1) capaian-capaian tujuan jangka panjang yang telah diperoleh
pada tahun-tahun sebelumnya.
PIKIR, DZIKIR, IKHTIAR 133
2) Masalah dan kendala yang dihadapi yang belum terselesaikan
pada tahun sebelumnya.
3) Praktik-praktik baik (good practices) yang diperoleh pada
tahun sebelumnya dan perlu dipertahankan pada Renop yang
sedang disusun
d. Argumentasi (alasan) tentang mengapa uraian Renop yang akan
dilaksanakan adalah pilihan yang paling tepat untuk menyelesaikan
akar permasalahan tersebut diatas. Argumen/alasan tersebut dapat
didasarkan pada pembenahan faktor-faktor yang berpengaruh pada
akar permasalahan tersebut atau dapat berdasarkan teori ilmiah dan
pengalaman dalam menghadapi akar permasalahan tersebut.
Sasaran (Objective)
Sasaran merupakan penjabaran atau diturunkan dari tujuan. Sasaran adalah
penggambaran hal yang ingin diwujudkan melalui tindakan-tindakan yang
diambil sekolah guna mencapai tujuan (target terukur). Sasaran adalah hasil yang
akan dicapai secara nyata oleh sekolah atau unit yang ada di sekolah dalam
rumusan yang lebih spesifik, terukur, dalam kurun waktu satu tahun.
Dalam sasaran dirancang pula indikator sasaran, yaitu ukuran tingkat
keberhasilan pencapaian sasaran untuk diwujudkan pada tahun bersangkutan.
Setiap sasaran disertai target masing-masing. Sasaran diupayakan untuk dapat
dicapai dalam kurun waktu tertentu/tahunan secara berkesinambungan sejalan
dengan tujuan yang ditetapkan.
Rumusan sasaran yang baik harus memenuhi kriteria sebagai berikut.
a. Sasaran harus sesuai dengan peraturan dan perundang-undangan
yang berlaku setta sejalan dengan kebijaksanaan pemerintah pusat,
propinsi, maupun kabupaten/kota.
b. Sasaran ditetapkan mengacu pada dan merupakan milestone
pencapaian visi, misi, tujuan sekolah, strategi, serta kebijakan dan
tujuan yang dituangkan dalam Renstra Sekolah.
c. Sasaran harus dapat dijabarkan ke dalam sejumlah indikator kinerja.
PIKIR, DZIKIR, IKHTIAR 134
d. Sasaran harus mengacu pada masalah-masalah yang teridentifikasi
dalam telaah diri dan merupakan upaya yang dikembangkan untuk
menjawab isu-isu stratejik.
e. Sasaran harus merupakan tindak lanjut dari pengalaman atau
permasalahan yang teridentifikasi pada tahun sebelumnya.
f. Spesifik, sasaran menggambarkan hasil spesifik yang diinginkan, dan
bukan cara pencapaiannya.
g. Dapat dinilai dan terukur, sasaran harus terukur dan dapat digunakan
untuk memastikan apa dan kapan pencapaiannya.
h. Menantang namun dapat dicapai, tetapi tidak boleh mengandung
target yang tidak layak.
i. Berorientasi pada hasil, sasaran harus mensepesifikasikan hasil yang
ingin dicapai.
j. Dapat dicapai dalam waktu tahun tertentu.
Indikator Kinerja
Indikator kinerja adalah ukuran kuantitatif atau kualitatif yang
menggambarkan tingkat pencapaian suatu sasaran atau tujuan yang telah
ditetapkan. Indikator kinerja harus merupakan sesuatu yang akan dihitung dan
diukur serta digunakan sebagai dasar untuk menilai atau melihat tingkat kinerja
baik dalam tahap perencanaan, pelaksanaan, tahap setelah kegiatan selesai dan
berfungsi, serta untuk meyakinkan bahwa kinerja hari demi hari organisasi/unit
kerja yang bersangkutan menunjukkan kemajuan dalam rangka dan atau menuju
tujuan dan sasaran yang telah ditetapkan. Tanpa indikator kinerja sulit bagi kita
untuk menilai kinerja (keberhasilan atau ketidakberhasilan) sekolah atau unit
kerja yang ada di bawahnya. Secara umum indikator kinerja memiliki fungsi:
a. Memperjelas tentang apa, berapa dan kapan suatu kegiatan
dilaksanakan.
b. Menciptakan konsensus yang dibangun oleh berbagai pihak terkait
untuk menghindari kesalahan interpretasi selama pelaksanaan
kebijakan/program/kegiatan.
c. Membangun dasar bagi pengukuran, analisis, dan evaluasi kinerja
sekolah atau unit kerja yang ada di dalamnya.
PIKIR, DZIKIR, IKHTIAR 135
Indikator kinerja yang baik hendaknya memenuhi beberapa syarat sebagai
berikut:
a. Spesifik dan jelas, sehingga dapat dipahami dan tidak ada
kemungkinan kesalahan interpretasi
b. Dapat diukur secara obyektif baik secara kuantitatif maupun
kualitatif.
c. Relevan, indikator kinerja harus menangani aspek-aspek obyektif
yang relevan dengan sasaran yang ingin dicapai.
d. Dapat dicapai, penting, dan harus berguna untuk menunjukan
keberhasilan masukan, keluaran, hasil, manfaat, dampak, dan proses.
e. Harus cukup fleksibel dan sensitif terhadap perubahan.
f. Efektif, data/informasi yang berkaitan dengan indikator kinerja yang
bersangkutan dapat dikumpulkan dan dianalisis.
Terdapat enam jenis indikator kinerja yang sering digunakan dalam
pengukuran kinerja sekolah, yaitu :
a. Indikator masukan (input): segala sesuatu yang dibutuhkan agar
pelaksanaan pendidikan dapat berjalan untuk menghasilkan keluaran
yang diinginkan. Indikator ini dapat berupa kualitas siswa baru,
kelekatan persaingan dalam seleksi siswa baru, relevansi kurikulum
dengan kebutuhan dunia kerja, kualitas Renstra yang disusun
sekolah, dan sebagainya.
b. Indikator proses (process): merupakan gambaran mengenai
perkembangan atau aktivitas yang terjadi atau dilakukan dalam
proses pendidikan di sekolah. Contoh indikator ini antara lain,
tingkat kehadiran siswa, tingkat keterlibatan siswa dalam
pembelajaran, penerapan PAKEM dalam pembelajaran, tingkat
pemanfaatan laboratorium, jumlah siswa yang berkunjung ke
perpustakaan, dan sebagainya.
c. Indikator keluaran (output): sesuatu yang diharapkan langsung
dicapai dari kegiatan pendidikan. Indikator-indikator seperti
peningkatan rata-rata NUN, peningkatan peringkat rata-rata NUN di
tingkat kabupaten/kota, atau peningkatan jumlah siswa yang lulus
UN, dapat digolongkan sebagai indikator output.
PIKIR, DZIKIR, IKHTIAR 136
d. Indikator dampak (outcome): segala sesuatu yang mencerminkan
berfungsinya keluaran kegiatan pada jangka menengah (efek
langsung). Inikator ini biasanya sulit dicapai dalam kurun waktu
Renop (1 tahun), akan tetapi harus sudah terukur setelah masa siklus
Renstra (4-5 tahun) selesai atau hampir selesai. Jumlah siswa yang
diterima di jurusan favorit di perguruan tinggi ternama, jumlah siswa
yang langsung mendapatkan pekerjaan setelah lulus, semakin
pendeknya masa tunggu siswa untuk mendapatkan pekerjaan pertama
setelah mereka lulus, adalah contoh-contoh indikator outcome.
e. Indikator akibat (impact): segala sesutu yang merupakan akibat
dari outcomes. Peningkatan popularitas sekolah akibat banyaknya
siswa cepat mendapatkan pekerjaan, meningkatnya jumlah siswa
yang mendaftar sebagai siswa baru akibat dari banyak nya siswa
yang diterima di perguruan tinggi unggulan, cepatnya promosi atau
perkembangan karir lulusan di dunia kerja merupakan contoh-contoh
indikator akibat tersebut.
Untuk mengukur keberhasilan capaian Indikator Kinerja, maka dalam
Renop harus dicantumkan kondisi saat disusunnya Renop dan kondisi yang
diharapkan dicapai setelah kegiatan dilaksanakan. Kondisi saat disusunnya
Renop digunakan sebagai baseline. Selain itu, jika indikator bersifat spesifik
maka perlu dijelaskan bagaimana dan kapan indikator itu akan diukur.
Tabel 2 Contoh Penyajian Indikator Kinerja
Sasaran Indikator Base-line TargetMetode
Pengukuran
Meningkatnya
relevansi
kompetensi siswa
di bidang TIK
dengan kebutuhan
dunia kerja
Rata-rata nilai
hasil Uji
Kompetensi
yang dilakukan
Asosiasi Profesi
(output)
6,75 8,00 Rata-rata nilai
semua peserta
uji kompetensi
Jumlah siswa
yang lolos Uji
65% 100% Jumlah yang
lulus dibagi
PIKIR, DZIKIR, IKHTIAR 137
Kompetensi oleh
Asosiasi Profesi
(output)
jumlah peserta
uji kompetensi
Jumlah lulusan
yang bekerja di
bidang TIK
(outcomes)
Tidak
diketahui
100% Studi sampling
setelah mereka
lulus
Rancangan Kegiatan
Rancangan kegiatan menjabarkan rincian, tahapan, dan langkah-langkah
kegiatan (sub-kegiatan) yang akan dilaksanakan dalam satu tahun. Pada setiap
langkah (sub-kegiatan) harus dijelaskan, maksud dan tujuannya yang ingin
dicapai secara ringkas dan jelas. Rancangan kegiatan yang efektif harus
memenuhi beberapa persyaratan sebagai berikut.
a. Kegiatan tersebut bukan merupakan investasi atau pengadaan
sumberdaya. Namun harus berupa dampak dari investasi atau upaya
pemanfaatan investasi. Kegiatan dapat berlangsung terus-menerus
sementara investasi merupakan implikasi dan hanya merupakan
tahap paling awal dari sebuah kegiatan.
b. Kegiatan tersebut tidak kompleks, sehingga dapat dipahami dengan
mudah dan dapat dilaksanakan dengan baik.
c. Kegiatan tersebut dapat diukur tingkat keberhasilannya. Untuk itu
perlu ditetapkan indikator keberhasilan pelaksanaan kegiatan yang
dapat diukur. Indikator keberhasilan kegiatan, umumnya berupa
indikator keluaran (output), namun dimungkinkan untuk
mencantumkan indikator keberhasilan dampak (impact/ outcomes).
d. Cakupan kegiatan tidak terlalu luas dan tidak terlalu sempit, karena
cakupan ini akan berkaitan dengan beban kerja seorang penanggung
jawab. Cakupan kegiatan yang terlalu luas akan meningkatkan beban
kerja penanggungjawab.
e. Keluaran (output) maupun dampak (impact/outcomes) kegiatan
mempunyai kontribusi yang cukup bermakna (significant) terhadap
rencana pengembangan sekolah secara keseluruhan.
PIKIR, DZIKIR, IKHTIAR 138
f. Keterkaitan antar bagian kegiatan/sub-kegiatan harus terlihat dengan
jelas.
g. Keberlangsung kegiatan tergambarkan dengan jelas.
Untuk memudahkan kita dalam merancang kegiatan dan membedakannya
dengan investasi, Tabel 3 memberikan contoh keduanya.
Tabel 3 Contoh Kegiatan dan Investasi
Kegiatan Investasi
Peningkatan kualitas penelitian tindakan
kelas (output)
Pelatian penelitian tindakan kelas
untuk guru.
Penyediaan jumlah referensi
penunjang PTK
Peningkatan peringkat dalam kejuaraan
Lomba Karya Ilmiah Remaja (LKIR) di
tingkat Kabupaten (outcome)
Pelatihan pembimbingan LKIR bagi
guru.
Penyediaan karya ilmiah siswa
sekolah lain yang telah berhasil
memenangi LKIR
Peningkatan keberterimaan siswa dalam
Prakerin (impact).
Penyesuaian peralatan lab dengan
standar industri.
Peningkatan Networking dengan
DU/DI
Peningkatan relevansi antara RPP yang
disusun guru dengan SKL dan SI
(output)
Lokakarya penyusunan RPP di
sekolah;
Konsultan pengembangan KTSP dan
RPP
Peningkatan keefektifan pembelajaran
Teknologi Informasi dan Komunikasi
Pelatihan untuk meningkatkan
kompetensi guru TIK di bidang
jaringan.
Penambahan peralatan laboratorium.
Perluasan daya tampung
laboratorium komputer
PIKIR, DZIKIR, IKHTIAR 139
Sumber daya yang dibutuhkan
Sumber daya yang dicantumkan dalam Renop merupakan uraian rinci
mengenai jenis, kualifikasi, dan kuantitas sumber daya yang dibutuhkan agar
kegiatan/sub-kegiatan yang direncanakan dapat dilaksanakan dan dijaga
keberlangsungannya (sustainability). Sumber daya ini dapat meliputi SDM, pra-
sarana dan sarana pendidikan, buku-buku perpustakaan, keahlian, informasi,
teknologi, sistem manajemen, networking, bahan habis pakai untuk kegiatan
manajemen.
Pemilihan dan penetapan sumber daya yang dibutuhkan hendaknya
memenuhi beberapa prinsip sebagai berikut.
a. Uraian harus benar-benar sesuai dengan kebutuhan untuk
melaksanakan kegiatan.
b. Harus dijelaskan asal sumber daya tersebut, misal: membeli,
menyewa, meminjam, memperbaiki yang telah ada, atau
meningkatkan kapasitas.
c. Sumber daya tidak hanya dapat diperoleh melalui siswa atau orang
tua siswa, namun juga bisa didapatkan dari sumber lain, termasuk
sumber dana yang berasal dari non-pemerintah.
d. Setiap kegiatan atau sub-kegiatan dimungkinkan membutuhkan lebih
dari satu sumber daya.
e. Dimungkinkan adanya juga kegiatan yang tidak membutuhkan
penambahan sumber daya baru, tetapi menggunakan sumber daya
yang sudah ada, sehingga pada bagian ini tidak ada sumber daya
yang dibutuhkan.
f. Pada bagian ini harus disebutkan secara ringkas, tentang jenis,
kualifikasi, spesifikasi, dan jumlah masing-masing sumberdaya yang
diperlukan (contoh: komputer dengan spesifikasi tertenu, guru atau
staf dengan kompetensi tertentu, alat laboratorium, jenis informasi,
peraturan di bidang tertentu, konsultan di bidang tertentu);
g. Mencantumkan jumlah dana yang dibutuhkan untuk mengadakan,
perbaikan, peningkatan kapasitas sumber daya tersebut;
PIKIR, DZIKIR, IKHTIAR 140
h. Apabila sumber daya diusulkan kepada donor atau pemerintah, asal
sumber dana yang akan digunakan harus sesuai dengan Komponen
Pembiayaan Yang Boleh Diusulkan (Eligible Cost Component).
Keterkaitan antara kegiatan, sub-kegiatan, sumber daya dan sumber dana
yang dibutuhkan dapat dilihat pada Tabel 4 berikut.
Tabel 4 Keterkaitan Antara Kegiatan, Sub-Kegiatan,
Sumber Daya dan Sumber Dana
Kegiatan/Sub-
kegiatan
Sumber Daya
Yang dibutuhkanInvestasi Jumlah Biaya
Sumber
Dana
Peningkatan
keefektifan
pembelajaran
TIK
Peningkatan
Rancangan
pembelajara
n TIK
2 orang guru
yang kompeten
dalam
penyusunan
Silabus dan RPP
TIK yang efektif
Lokakarya Rp. 2.500.000 DIK
Silabus dan RPP
Pembelajaran
TIK yang efektif
Supervisi
Penyusunan
Silabus/RPP
- -
Peningkatan
keefektifan
kegiatan
praktikum
2 orang guru
yang kompeten
di bidang Web
Master,
Jaringan, dan PC
Hardware
Pelatihan Rp.10.000.000 DPP
15 Unit
Komputer
berkecepatan
tinggi dan
Perbaikan
yang sudah
komputer
Rp.10.000.000 Blockgran
t
PIKIR, DZIKIR, IKHTIAR 141
Kegiatan/Sub-
kegiatan
Sumber Daya
Yang dibutuhkanInvestasi Jumlah Biaya
Sumber
Dana
jaringan
20 set
Komponen PC
untuk kegiatan
praktikum
Pengadaan
Barang
Rp.40.000.000 Pemkab
C. Jadwal Pelaksanaan
Bagian ini berisi uraian ringkas tentang jadwal pelaksanaan kegiatan selama satu
tahun, dalam bentuk tabel (bar diagram). Sub kegiatan atau tahapan kegiatan yang
dicantumkan pada bagian ini, harus sama dengan sub kegiatan atau tahapan kegiatan
yang diuraikan pada bagian Rancangan Kegiatan. Untuk contoh kegiatan “Peningkatan
keefektifan pembelajaran TIK” di atas, jadwal pelaksanaannya dapat disajikan sebagai
berikut.
Tabel 5 Contoh Jadwal Kagiatan dalam Renop
Kegiatan/Sub-kegiatanBulan
Jan Peb Mar Apr Mei Jun Jul Agt Sep Okt Nop Des
Peningkatan keefektifan
pembelajaran TIK
Peningkatan
Rancangan
pembelajaran TIK
Peningkatan
keefektifan kegiatan
praktikum
Evaluasi kompetensi
berskala industri
PIKIR, DZIKIR, IKHTIAR 142
12. PENYUSUNAN RANCANGAN ANGGARAN PENDAPATAN BELANJA
SEKOLAH (RAPBS)
Pembahasan tentang Rencana Anggaran pendapatan dan Belanja Sekolah
(RAPBS) berikut ini didasarkan pada asumsi bahwa sistem penganggaran di sekolah
menggunakan pendekatan yang disebut sistem penganggaran berbasis sekolah atau
School-based Budgeting System. Dengan sistem ini alokasi anggaran sekolah bersifat
lump-sum atau kita kenal juga dengan sistem hibah blok (block grant). Sistem ini
memberikan keleluasaan kepada sekolah untuk menggali, mengalokasikan dan
mengelola anggaran sesuai dengan kebutuhan baik untuk operasional sehari-hari
maupun untuk pengembangan sebagaimana direncanakan dalam Renstra maupun
Renop.
Spear (dalam Gorton dan Schneider, 1991) mengidentifikasi beberapa
keunggulan sistem penganggaran berbasis sekolah itu meliputi:
(1) sekolah dapat menunjukkan keunikan kebutuhan masing-masing sekolah (2) kajian yang bersifat kooperatif terhadap program-program dan praktik-praktik yang telah berjalan, (3) keterlibatan guru dalam penentuan status finansial sekolah dan pembatasan penggunaan anggaran, (4) hubungan yang lebih akrab antara guru dengan orang tua, dan (5) keputusan yang diambil lebih dekat dengan kebutuhan siswa.
Selain itu, sistem penganggaran berbasis sekolah juga memiliki beberapa
kelemahan yang perlu diantisipasi oleh pihak sekolah, komite sekolah, pengurus
yayasan, atau dinas pendidikan.
Pertama, sekolah akan menjadi semacam “kerajaan-kerajaan” kecil yang dapat
berdampak pada terhambatnya kerjasama antar satu sekolah dengan yang
lain.
Kedua, sekolah memerlukan waktu yang lebih banyak baik untuk menyusun RAPBS
maupun untuk keperluan pengawasan dan pemeriksaan keuangan.
Ketiga, karena sistem tersebut harus melibatkan semua warga sekolah, guru-guru harus
meluangkan waktu khusus untuk melibatkan diri dalam penyusunan
RAPBS, dan ini dapat berdampak terkuranginya konsentrasi guru terhadap
tugas profesionalnya.
PIKIR, DZIKIR, IKHTIAR 143
A. Sistem Perencanaan, Pemrograman, dan Penganggaran (Planning,
Programing, and Budgetting System)
Sebuah pendekatan sistematis dalam perencanaan anggaran yang perlu dipahani
oleh kepala sekolah adalah apa yang disebut Sistem Perencanaan, Pemrograman, dan
Penganggaran (Planning, Programing, and Budgetting System atau PPBS). Secara
sederhana PPBS merupakan “pemintaan sumber daya yang didasarkan dengan tujuan,
program, dan sasaran organisasi alih-alih dengan barang atau jasa yang akan dibeli,
SDM, atau bahan-bahan lainnya. Jika tujuan disetujui oleh pengambil keputusan, maka
apapun pengeluaran yang diperlukan untuk mencapai tujuan itu akan disetujui.”
Meskipun pendekatan tradisional dalam penganggaran juga menekankan pada
perencanaan dan pemrograman, proses penganggaran ini tidak diorganisasikan pada
derajat yang sama untuk semua program dan tujuan sebagaimana diterapkan dalam
PPBS. Pendekatan tradisional juga tidak menerapkan derajat evaluasi yang sama untuk
semua program maupun tujuan.
Ubben dan Hughes (dalam Gorton dan Schneider, 1991) mengidentifikasi
langkah-langkah paling sederhana dalam PPBS:
1. Perumusan tujuan yang harus dicapai.2. Idetifikasi sasaran untuk mencapai tujuan tersebut.3. Pengembangan program dan proses yang dibutuhkan untuk mencapai
tujuan dan sasaran tersebut.4. Melakukan praktik-praktik evaluasi formatif dan sumatif.5. Telaah dan prosedur bersiklus yang menunjukkan apakah, atau sejauh
mana, program dan proses berhasil mencapai tujuan dan sasaran; dan jika tidak, untuk membantu menentukan prosedur, proses, atau program lain.
Untuk memudahkan memahami PPBS, kita dapat membandingkannya dengan
pendekatan tradisional sebagaimana diuraikan pada Tabel 6
PIKIR, DZIKIR, IKHTIAR 144
Tabel 6 Perbandingan PPBS dan Pendekatan
Penganggaran Tradisional
PPBS
Tahapan:
Pendekatan Tradisional
Tahapan:
1. Menilai (assess) kebutuhan
pendidikan
1. Menentukan kebutuhan guru mengenai
barang-barang, buku, dan sebagainya.
2. Merumuskan tujuan dan kriteria
dan metode yang digunakan untuk
mengevaluasi sasaran
2. Menentukan tingkat kepentingan usulan
anggaran guru berdasarkan hasil
penilaian kebutuhan yang dilakukan
oleh pengambil keputusan.
3. Menentukan program dan prioritas
untuk mencapai tujuan
3. Melakukan estimasi usulan anggaran
guru.
4. Menentukan dan mengestimasi
biaya yang diperlukan untuk
menyediakan sumber daya yang
dibutuhkan untuk melaksanakan
program
4. Mengorganisasikan anggaran
berdasarkan kategori kebutuhan,
misalnya: perangkat belajar-mengajar,
buku, pelatihan, dan sebagainya.
5. Mengorganisasikan anggaran
menurut bidang program dan
tujuan
Tampak pada Tabel 6 bahwa PPBS memberi penekanan yang sangat besar pada
perumusan dan evaluasi tujuan program dan pada keterkaitan pendanaan dengan
kebutuhan yang diajukan sekolah untuk mencapai tujuan-tujuan itu, dari pada
mementingkan item-item yang akan didanai.
Persoalan yang paling sering dihadapi sekolah dalam penerapan PPBS adalah
kebutuhan waktu yang cukup panjang. Selain itu, penekanan hubungan antara alokasi
anggaran dengan tujuan yang dapat dirumuskan dengan jelas serta penentuan tujuan-
tujuan pendidikan terbukti bukan hal yang mudah untuk dilakukan dan bahkan sering
mendatangkan keputus-asaan. Persoalan lainnya terkait dengan sulitnya dicapai
kesepakatan di antara pihak yang terlibat mengenai data dan proses yang harus dilalui
dalam proses pelaksanaannya dan juga keterbatasan kemampuan pimpinan sekolah
terkait dengan teknik-teknik pengambilan keputusan yang beorientasi sistem tersebut.
PIKIR, DZIKIR, IKHTIAR 145
Namun demikian, sejumlah penelitian menunjukkan bahwa PPBS tetap memiliki
keunggulan dibandingkan dengan pendekatan tradisonal. Di era yang dilingkupi
keterbatasan sumber dana dan tuntutan akuntabilitas yang terus meningkat saat ini,
tidak ada pilihan lain bagi sekolah kecuali menerpkan sistem penganggaran yang
sistematis seperti ditawarkan dalam PPBS tersebut.
B. Masalah-Masalah Terkait Dengan Penyusunan RAPBS
Salah satu implikasi dari penerapan Manajemen Berbasis Sekolah sebagaimana
diamanatkan dalam perundang-undangan sistem pendidikan kita adalah diharuskannya
pimpinan sekolah (terutama Kepala Sekolah) untuk mengemban tanggung jawab yang
lebih besar dalam proses pengembangan RAPBS. Oleh karena itu disarankan agar awal
sedari para pimpinan itu menyadari berbagai masalah yang harus mereka hadapi untuk
melaksanakan tanggung jawab yang besar itu. Berikut ini diuraikan beberapa masalah
yang sering muncul dalam proses penyusunan RAPBS dengan menggunkan
pendekatan sistematis dalam konteks disentralisasi pendidikan tersebut.
Anggaran diusulkan didasarkan uang yang tersedia dan tidak didukung
pengetahuan yang memadai
Sekolah yang melibatkan guru atau pihak lain dalam penyusunan anggaran
kadang-kadang mendapati usulan anggaran dari orang-orang yang tidak benar-
benar membutuhkan apa yang mereka minta atau tidak memiliki pengetahuan
yang cukup mengenai barang-barang itu atau bagaimana mereka akan
menggunakannya. Banyak guru, misalnya, mengusulkan produk-produk baru
komputer yang mereka ketahui hanya melalui cerita dari mulut ke mulut bahwa
produk itu efektif membantu kegiatan belajar siswa.
Untuk mencegah masalah ini disarankan agar kepala sekolah meminta
semua pihak yang mengajukan anggaran untuk membuat alasan-alasan tertulis
pada setiap butir usulan, bagaimana akan digunakan, dan sejauh mana calon
pengguna itu telah memahami pengetahuan yang diperlukan untuk
memanfaatkan barang yang diusulkan itu atau pengetahuan atau keterampilan
apa yang ia perlukan agar dapat memanfaatkannya dengan baik. Selain itu
PIKIR, DZIKIR, IKHTIAR 146
pengusul juga perlu diminta menunjukkan apakah usulannya tersebut benar-
benar dibutuhkan atau bersifat esensial.
Kurang lengkapnya penjelasan tentang pentingnya usulan anggaran untuk
meningkatkan belajar siswa
Usulan anggaran dapat dimaksudkan untuk penggantian atau penambahan
barang yang dimiliki. Masalah yang sering muncul berkaitan dengan ini adalah
bahwa ketidakjelasan keterkaitan antara item-item yang diusulkan itu dengan
peningkatan kegiatan belajar siswa dan bagaimana peningkatan itu akan diukur.
Untuk mencegah hal ini kepala sekolah perlu meminta para pengusul untuk
memberikan alasan-alasan yang kuat bagaimana barang-barang yang diusulkan
akan membantu meningkatkan belajar siswa dan bagaimana peningkatan belajar
itu akan diukur.
Penurunan anggaran pendidikan dari tahun ke tahun
Kebijakan wakil rakyat, kondisi perekonomian, pergantian pemimpin
politik (bupati, wali kota, gubernur, bahkan presiden) di daerah atau program-
program kemasyarakatan lain sering berdampak pada pengurangan anggaran
pendidikan yang disediakan oleh pemerintah. Selain beberapa kondisi eksternal
itu, penurunan anggaran juga sering terjadi karena faktor internal sekolah.
Penurunan jumlah siswa merupakan kondisi internal yang paling dominan
penurunan anggaran sekolah. Kemungkinan terjadinya pengurangan semacam ini
sangat beragam antara satu daerah dengan daerah yang lain, antara satu sekolah
dengan sekolah yang lain. Namun demikian tidak ada satu daerahpun yang dapat
menjamin terbebas dari hal itu.
Apabila terjadi, penurunan anggaran semacam itu bukan merupakan
persoalan yang sederhana. Pengurangan itu dapat berakibat pada modifikasi atau
eliminasi program, pengurangan staf, penundaan pemeliharaan dan perbaikan
fasilitas, yang dapat berdampak pada timbulnya frustrasi, kekecewaan dan
penurunan moral kerja. Meskipun tidak semua dampak pengurangan anggaran
itu dapat dihindarkan, namun akibatnya dapat diminimalkan apabila pendekatan
panganggaran yang digunakan rasional dan adil. Salah satu pendekatan yang
tampaknya dapat membantu mengatasi dampak tersebut adalah pendekatan yang
PIKIR, DZIKIR, IKHTIAR 147
disebut “zero-base budgeting” atau penganggaran tanpa pertumbuhan yang
dikenal dengan ZBB (Gorton dan Schneider, 1991).
ZBB berusaha untuk menghindarkan penganggaran yang tidak menentu,
dalam mana anggaran yang ada tidak dipersoalkan dan perhatian difokuskan
hanya pada anggaran yang baru atau anggaran tambahan yang akan diberikan.
Selain itu, ZBB juga mempertimbangkan keseluruhan anggaran dan memerlukan
perbandingan antar semua bidang anggaran. Mundt, Olsen, dan Steinberg (dalam
Gorton dan Schneider, 1991:163) mendefinisikan ZBB sebagai
“a process in which ‘decision packages’ are prepared to describe the funding of existing and new programs at alternative service levels, both lower and higher than current level, and funds are allocated to program based on rankings of these alternatives”
Dengan kata lain, dalam penerapan ZBB, sekolah harus melakukan
justifikasi yang ketat terhadap setiap butir anggaran yang diusulkan setiap tahun.
Justifikasi itu harus mencakup rasional, tujuan dan sasaran, kriteria evaluasi, dan
sumber daya yang dibutuhkan bagi level-level alternatif layanan pada masing-
masing program. Langkah-langkah umum ZBB meliputi:
a. Identifikasi unit-unit pengambilan keputusan (dibatasi pada program-
program yang membutuhkan sumber daya).
b. Analisis paket-paket keputusan (dokumen yang memaparkan tujuan,
kegiatan, sumber daya dan anggaran masing-masing keputusan).
c. Membuat peringkat paket keputusan.
d. Pengalokasian anggaran.
e. Penyiapan anggaran resmi.
Selain langkah-langkah di atas, Hudson dan Steinberg (dalam Gorton dan
Schneider, 1991) menyarankan biang-bidang sebagai berikut sebagai
pertimbangan dalam penentuan prioritas.
a. Budget Pad. Pada anggaran yang baik biasanya terdapat marjin pengaman. Jika kondisi memaksa dilakukan pengurangan anggaran, pada alokasi ini yang dapat dipertimbangkan untuk dilakukan penghematan.
b. Pengurangan jumlah kelas. Apabila penurunan jumlah siswa terjadi pada kelas tertentu atau, di SMK, pada program keahlian tertentu hingga mencapai angka kurang dari batas minimal, pelajaran-pelajaran yang bersifat duplikasi dapat dikurangi tanpa mengurangi kualitas atau standar yang ditetapkan dalam KTSP.
PIKIR, DZIKIR, IKHTIAR 148
c. Fungsi-fungsi layanan non-pembelajaran. Karena terjadi pengurangan anggaran, perlu dilakukan pengkajian kembali terhadap kegiatan-kegiatan non-pembelajaran seperti pemeliharan, transportasi, premi asuransi, prosedur pengadaan yang lebih efisien, tanpa mengurangi program pembelajaran.
d. Rencana bidang prasarana. Jika anggaran tepaksa harus dikurangi, perlu dilakukan peninjauan kembali rencana-rencana renovasi atau pembangunan gedung atau pengadaan prasarana lainnya.
e. Layanan pendukung pembelajaran. Penurunan jumlah siswa dapat berdampak pada menurunnya kebutuhan bahan, staf layanan khusus seperti bimbingan konseling, media pembelajaran, dan kegiatan administrasi. Oleh karena itu dipertimbangkan pengurangan pada kebutuhan-kebutuhan itu tanpa mengurangi standar kualitas.
f. Program pembelajaran. Pengurangan program ini dapat dilakukan hanya jika pengurangan anggaran tidak teratasi dengan semua usaha yang disebutkan di atas.
Kurangnya kemampuan dalam mengevaluasi usulan anggaran
Kepala sekolah biasanya seorang generalis yang bekerja bersama
sekelompok guru yang merupakan para spesialis mata pelajaran tertentu. Kepala
sekolah ada kalanya juga memiliki spesialisasi di bidang-bidang tertentu. Akan
tetapi kecil kemungkinannya seorang kepala sekolah mampu menguasai dengan
baik semua bidang dalam program pendidikan. Konsekuensinya, selama
penyusunan RAPBS, kepala sekolah sering menerima usulan anggaran pada
bidang-bidang yang ia hanya memiliki pengetahuan yang sangat terbatas.
Untuk mengurangi dampak negatif dari keterbatasan tersebut, kepala
sekolah dapat melakukan satu atau lebih dari alternatif-alternatif berikut.
Pertama, kepala sekolah dapat meminta guru yang memiliki keahlian yang cukup
untuk membantu melakukan justifikasi usulan yang kepala sekolah tidak
memiliki cukup pengetahuan. Dampak negatif dari alternatif ini adalah kepala
sekolah dapat dipandang hanya sebagai tukang stempel atas usulan anggaran
yang dibuat guru.
Alternatif kedua adalah kepala sekolah berusaha meningkatkan
pengetahuannya tentang hal-hal yang ia belum tahu. Meskipun cara ini fisibel
dan harus diusahakan semaksimal mungkin oleh kepala sekolah sebagai bagian
dari tanggung jawab yang diembannya, meskipun cara itu tetap tidak akan
mampu menjawab semua masalah di atas.
Alternatif ketiga adalah memanfaatkan jasa konsultansi dari orang-orang
yang ada di lingkungan sekolah yang dapat membantu kepala sekolah, seperti
PIKIR, DZIKIR, IKHTIAR 149
pengawas mata pelajaran, atau ahli dari universitas untuk mengevaluasi usulan
anggaran yang bersifat khusus di atas. Dengan asumsi bahwa konsultan semacam
itu dapat diperoleh, kepala sekolah harus tetap hati-hati dalam memilih konsultan
agar objektivitas penilaian usulan anggaran benar-benar terjamin.
Permintaan untuk membeli barang bermerk tertentu atau ancaman
sentralisasi anggaran
Banyak pihak yang mengusulkan anggaran menuntut merek-merek tertentu
karena mereka yakin bahwa merek itu memiliki kualitas dan kesesuaian yang
tinggi dengan kebutuhan mereka. Terkait dengan usulan semacam ini muncul
karena hal itu terlarang dalam proses pengadaan yang menggunakan anggaran
pemerintah. Pengadaan melalui tender melarang penyebutan merk tertentu atas
barang atau jasa yang akan diadakan dengan maksud agar diperoleh harga
terrendah dalam rangka efisiensi penggunaan uang negara.
Untuk mengatasi hal itu, pengusul anggaran harus berusaha keras agar
barang yang diperoleh terjaga kualitas, keawetan, dan kebermanfaatanya dengan
cara menyebutkan secara rinci spesifikasi barang atau jasa yang diusulkan.
Selain itu keterlibatan para pengguna dalam penentuan usulan anggaran juga
merupakan cara yang dapat membantu mengatasi permasalahan merek tersebut.
Keterlibatan pengguna ini juga akan mendorong optimalisasi pemanfaatan ketika
barang itu telah tersedia.
Selain itu, kecenderungan menggunakan barang dengan merek tertentu
juga dapat bermasalah ketika harus terjadi pergantian staf. Staf pengganti akan
mengalami kesulitan jika sebelumnya ia tidak pernah mengoperasikan barang
dengan merek tertentu itu.
Kurangnya pembinaan, komunikasi dan konsultasi dengan pihak-pihak
terkait
Oleh karena proses penyusunan RAPBS sangat rumit, maka diperlukan
pembinaan dan konsultasi yang intensif dari pihak terkait, misalnya Dinas
Pendidikan Kota/Kabupaten. Konsultansi semacam itu penting untuk semua
aspek manajemen sekolah, akan tetapi jauh lebih penting berkaitan dengan
PIKIR, DZIKIR, IKHTIAR 150
proses penganggaran. Namun sayangnya, persoalan kurangnya pembinaan dan
konsultasi ini paling sering dijumpai di berbagai tempat.
Kurangnya konsultasi dan komunikasi tersebut dapat terjadi pada dua
periode: (a) tahap awal, dan (2) tahap setelah usulan anggaran dikirimkan ke
pihak yang lebih atas (Dinas Pendidikan atau Yayasan). Persoalan yang sering
terjadi pada tahap awal adalah kurangnya informasi yang diperoleh sekolah
mengenai kebijakan anggaran yang berlaku di suatu wilayah dimana sekolah
berada. Kebijakan dimaksud dapat mencakup jumlah dan alokasi anggaran,
prosedur dan mekanisme perencanaan dan pengusulan anggaran, dan parameter-
parameter pengelolaan keuangan lainnya. Bahkan sering dialami sampai dengan
saat tahun pelajaran telah berlangsung, pihak sekolah belum mendapatkan
gambaran yang pasti mengenai informasi-informasi tersebut. Sekolah juga sering
menerima informasi yang penuh ketidak-pastian mengenai kebijakan anggaran
daerah atau pusat.
Persoalan komunikasi sering juga terjadi saat usulan anggaran sekolah
telah diserahkan kepada pengambil keputusan di tingkat yang lebih tinggi.
Modifikasi mata anggaran, pemangkasan alokasi anggaran, atau perubahan-
perubahan lain sering dilakukan oleh pengambil keputusan itu tanpa
dikomunikasikan lebih dahulu dengan sekolah.
Persolan rendahnya derajat komunikasi juga dapat terjadi karena
kurangnya inisiatif sekolah untuk berkonsultasi dengan pihak di atasnya. Selain
itu berbagai tekanan yang berasal dari pihak-pihak di luar Dinas Pendidikan,
seperti Dewan Pendidikan, Kepala Daerah, DPRD, dan pihak-pihak lain juga
sering membuat pihak Dinas Pendidikan terpaksa melakukan perubahan usulan
anggaran sekolah tanpa memiliki cukup waktu untuk membahasnya dengan
sekolah pengusul. Satu-satunya cara yang dapat ditempuh untuk mengatasi
persoalan komunikasi tersebut adalah pihak sekolah harus selalu proaktif untuk
mendapatkan informasi yang cukup mengenai parameter-parameter
penganggaran yang harus dijadikan pegangan dalam proses penyusunan RAPBS
dan juga terus memantau perkembangan proses penetapan anggaran yang telah
diserahkan kepada pengambil keputusan tersebut.
PIKIR, DZIKIR, IKHTIAR 151
C. Perhitungan Anggaran Pendapatan dan Belanja Sekolah
Pendapatan dan belanja sekolah merupakan dua komponen pokok dalam
RAPBS. Pendapatan sekolah adalah segala penerimaan yang diperoleh sekolah yang
berupa uang atau setara uang (buku, peralatan, bahan-bahan, dan lain-lain) dalam satu
tahun anggaran. Sedangkan belanja sekolah adalah segala pengeluaran yang dilakukan
sekolah dalam bentuk uang atau setara uang dalam satu tahun anggaran.
Pendapatan Sekolah
Sumber Pendapatan
Setiap sekolah memiliki sumber-sumber pendanaan yang berbeda-
beda. Untuk sekolah yang diselenggarakan oleh pemerintah (sekolah
negeri) sumber pendapatan utama berasal dari pemerintah dan siswa.
Sedangkan untuk sekolah yang diselenggarakan oleh masyarakat sumber
pendapatan biasanya berasal dari yayasan penyelenggaranya, siswa, dan
pemerintah. Pendapatan dari masing-masing sumber tersebut biasanya
masih dirinci lagi menjadi beberapa jenis anggaran. Tabel 7 menunjukkan
beberapa contoh jenis anggaran dari masing-masing sumber pendapatan
sekolah.
Tabel 7 Sumber Pendapatan Sekolah
Sumber Pendapatan Sekolah Anggaran
Pemerintah APBN
APBD Propinsi
APBD Kabupaten/Kota
Orang Tua Siswa/Komite Sumbangan Pelaksanaan Pendidikan (SPP)
Sekolah Bantuan Pengembangan Pendidikan (BPP)
Biaya Pendaftaran Murid Baru
Biaya Ujian Akhir Semester
Biaya Ujian Akhir Sekolah
Iuran Ekstra Kurikuler
Iuran Perpustakaan
Bantuan-bantuan lain yang ditentukan sekolah
Yayasan Penyelenggara Biaya Operasional Sekolah
PIKIR, DZIKIR, IKHTIAR 152
Sumber Pendapatan Sekolah Anggaran
Biaya Pengembangan Sekolah
Donatur Bantuan sukarela masyarakat umum insidental
Bantuan sukarela masyarakat umum rutin
Bantuan alumni
Hasil Usaha Sekolah Kantin Sekolah
Koperasi Sekolah
Unit Usaha sekolah
Penyewaan gedung dan fasilitas milik sekolah
Lain-lain Bunga tabungan sekolah
Sesuai dengan kebijakan dan ketentuan sekolah
maisng-masing
*) Penentuan sumber pendanaan sekolah harus sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Perhitungan Pendapatan Sekolah
Frekuensi penerimaan selama satu tahun dari masing-masing sumber
pendapatan berbeda-beda, sekali dalam satu tahun, rutin setiap bulan,
setiap semester, bahkan ada yang tidak dapat dipastikan. Sekolah
umumnya tidak banyak kesulitan untuk menghitung perkiraan pendapatan
yang bersifat rutin, akan sering mengalami kesulitan dalam memperkirakan
pendapatan yang bersifat insidental atau tidak menentu. Tabel 3 dapat
membantu sekolah menghitung anggaran pendapatan dalam penyusunan
RAPBS.
Belanja Sekolah
Jenis Anggaran Belanja Sekolah
Menurut Pasal 62 Peraturan Pemerintah nomor 19 tahun 2005
tentang Standar Nasional Pendidikan biaya pendidikan di sekolah meliputi
biaya investasi, biaya operasi, dan biaya personal. Biaya investasi meliputi
biaya penyediaan sarana dan prasarana, pengembangan sumberdaya
manusia, dan modal kerja tetap. Biaya operasi sekolah meliputi: (1) gaji
pendidik dan tenaga kependidikan serta segala tunjangan yang melekat
pada gaji, (2) bahan atau peralatan pendidikan habis pakai, dan (3) biaya
PIKIR, DZIKIR, IKHTIAR 153
operasi pendidikan tak langsung berupa daya, air, jasa telekomunikasi,
pemeliharaan sarana dan prasarana, uang lembur, transportasi, konsumsi,
pajak, asuransi, dan lain sebagainya. Biaya personal meliputi biaya
pendidikan yang harus dikeluarkan oleh peserta didik untuk bisa mengikuti
proses pembelajaran secara teratur dan berkelanjutan. Dari tiga macam
biaya tersebut, dua diantaranya harus dicantumkan dalam setiap RAPBS
yang disusun sekolah.
1) Biaya Investasi Sekolah
Anggaran investasi dapat juga diartikan sebagai alokasi
anggaran yang dibutuhkan sekolah untuk meningkatkan pelaksanaan
misinya melalui perbaikan atau peningkatan kinerjanya. Anggaran
ini biasanya digunakan untuk meningkatkan kapasitas (kemampuan)
sumber daya yang dimiliki sekolah dalam mendukung peningkatan
atau perbaikan kegiatan pendidikan. Berikut ini beberapa contoh
mata anggaran yang termasuk dalam anggaran pengembangan
sekolah.
a) Peningkatan kapasitas dan kompetensi guru dan staf
sekolah: pelatihan, MGMP, PKG, magang, seminar.
b) Peningkatan sarana dan prasarana sekolah: pengadaan
sarana atau prasarana baru, peningkatan kapasitas sarana-
prasarana yang telah ada, renovasi fasilitas fisik untuk
merubah atau meningkatkan fungsi atau kapasitasnya.
c) Pengadaan bahan-bahan referensi untuk siswa maupun
guru.
d) Pengembangan sistem atau perangkat lunak sekolah:
pengembangan KTSP, penngembangan kebijakan,
aturan, atau sistem baru dalam rangka peningkatan
kinerja sekolah, pengembangan model-model
pembelajaran yang baru melalui PTK atau PTS, dan lain-
lain.
e) Biaya operasional manajemen dan bahan habis pakai
untuk mendukung kegiatan-kegiatan pengembangan di
atas.
PIKIR, DZIKIR, IKHTIAR 154
2) Biaya Operasi atau Biaya Rutin
Biaya operasi adalah alokasi biaya yang dibutuhkan sekolah
agar dapat mempertahankan atau meningkatkan sedikit demi sedikit
pelaksanaan misi utamanya melalui pelaksanaan tugas pokok dan
fungsinya sehari-hari. Dalam Peraturan pemerintah nomor 19 tahun
2005 biaya operasi didefinisikan sebagai bagian dari dana pendidikan
yang diperlukan untuk membiayai kegiatan operasi satuan
pendidikan agar dapat berlangsungnya kegiatan pendidikan yang
sesuai standar nasional pendidikan secara teratur dan berkelanjutan.
Anggaran operasional ini dapat mencakup:
a. Gaji guru dan pegawai tetap
b. Honorarium guru/pegawai tidak tetap atau tenaga pendukung lainnya.
c. Biaya operasional, pemeliharaan, perawatan dan perbaikan sarana-
prasarana sekolah sehingga dapat berfungsi secara normal.
d. Biaya pengadaan bahan habis pakai pendukung kegiatan sekolah yang
bersifat rutin.
e. Biaya tagihan berlanggaran: listrik, air, telepon, sambungan internet.
f. Biaya operasional pimpinan dan staf sekolah
Perhitungan Anggaran Belanja Sekolah
Sebagaimana telah dikemukakan pada bagian awal bab ini bahwa
perhitungan biaya sekolah harus didasarkan pada rencana program dan
kegiatan yang telah ditetapkan dalam Rencana Operasional Sekolah
(Renop). Namun demikian prinsip fisibilitas implementasi program dan
efisiensi penggunaan anggaran harus juga dipertimbangkan pada saat
melakukan perhitungan belanja sekolah untuk dituangkan dalam RAPBS.
Dalam bahasa yang sederhana, anggaran biaya yang dialokasikan untuk
setiap kegiatan yang diusulkan harus cukup namun sama sekali tidak
dibenarkan terjadi pemborosan. Ketepatan dan kecermatan perhitungan
anggaran dalam RAPBS menjadi pra-syarat terwujudnya prinsip-prinsip
itu. Beberapa langkah berikut dapat membantu sekolah untuk mendapatkan
hasil perhitungan yang tepat itu.
Volume pekerjaan yang akan dilaksanakan harus telah terdefinisikan
dengan jelas. Untuk melaksanakan pelatihan guru, misalnya, harus sudah
PIKIR, DZIKIR, IKHTIAR 155
dipastikan berapa orang yang akan mengikuti pelatihan, berapa lama, dan
dimana pelatihan yang akan laksanakan. Dari data ini akan mudah
diperhitungkan biaya pelatihan yang harus dibayar ke tempat pelatihan,
biaya perjalanan, biaya hidup, dan biaya pendukung lainnya.
1) Spesifikasi dan kualifikasi barang atau jasa yang akan diadakan harus
jelas dan rinci.
2) Sekolah harus memiliki informasi yang dapat dipercaya mengenai biaya
satuan (unit cost) untuk setiap barang atau jasa yang akan diadakan.
Pemanfaatan berbagai media informasi dan komunikasi akan sangat
membantu mendapatkan informasi ini.
3) Biaya-biaya tambahan seperti pajak, kenaikan harga karena inflasi,
biaya pengiriman, biaya pemasangan, dan lain-lain harus
diperhitungkan dengan cermat. Hal ini penting karena harga yang
ditawarkan oleh penyedia barang atau jasa biasanya belum termasuk
biaya-biaya ini.
4) Untuk memudahkan proses pengadaan barang atau jasa dengan
menggunakan anggaran pemerintah, sekolah harus memahami dengan
baik peraturan perundang-undangan mengenai prosedur pengadaan
barang dan jasa. Dengan pemahaman ini sekolah akan dapat mencegah
terhambatnya implementasi kegiatan yang telah diprogramkan yang
diakibatkan oleh prosedur pengadaan barang/jasa itu.
5) Masing-masing sumber pendapatan biasanya telah ditetapkan untuk
mendanai kegiatan atau pengadaan barang/jasa tertentu. Penyusun
RAPBS harus memahami dengan baik ketentuan-ketentuan tentang
komponen-komponen anggaran yang diperbolehkan untuk masing-
masing sumber pendapatan itu.
6) Penyusun RAPBS harus memahami dengan baik ketentuan pembiayaan
berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku baik dari
pemerintah pusat maupun daerah.
PIKIR, DZIKIR, IKHTIAR 156
13. PENYUSUNAN PROPOSAL DAN KERANGKA ACUAN KEGIATAN
A. Penyusunan Proposal Pengembangan Sekolah
Proposal berasal dari kata to propose artinya mengusulkan. Proposal pada
umumnya berisi rencana yang bersifat sekali pakai (single-use plan) yang
dikembangkan untuk mencapai serangkaian tujuan yang tidak mungkin diulang-ulang
di masa depan. Usulan kegiatan dalam proposal dapat berupa program atau proyek.
Yang dimaksud program dalam hal ini adalah serangkaian sasaran (objectives) dan
rencana untuk mencapai satu tujuan yang dipandang penting dan bersifat sekali capai
(one-time goal). Program dirancang untuk melaksanakan sejumlah kegiatan untuk
kepentingan organisasi sekolah. Program merupakan kegiatan-kegiatan yang bersifat
pokok, yang kadang kala memerlukan waktu beberapa tahun untuk menyelesaikannya,
serta sering memerlukan dibentuknya organisasi yang terpisah. Program memiliki
ruang lingkup yang luas dan terdiri dari atau terkait dengan sejumlah proyek.
Proyek pada prinsipnya sama dengan program, akan tetapi memiliki jangka
waktu yang lebih pendek dan ruang lingkup yang lebih spesifik. Dengan kata lain,
proyek merupakan serangkaian tujuan jangka pendek dan rencana dalam ruang lingkup
yang sempit untuk mencapai satu tujuan yang dipandang penting dan bersifat sekali
capai (one-time goal). Proyek seringkali merupakan bagian dari program. Peningkatan
pembelajaran berbasis satuan pendidikan merupakan contoh sebuah program.
Pengembangan KTSP, pengembangan silabus muatan lokal, dan identifikasi kearifan
lokal untuk diadopsi menjadi nilai-nilai yang dikembangkan dalam interaksi belajar-
mengajar merupakan proyek-proyek yang menjadi bagian dari program peningkatan
pembelajaran berbasis satuan pendidikan tersebut.
Proposal sebenarnya merupakan dokumen yang berisi paparan tertulis yang
dimaksudkan untuk meyakinkan pihak lain sehingga bersedia memberikan dukungan
(biasanya berupa dana) terhadap implementasi program atau kegiatan yang diusulkan.
Proposal penelitian mahasiswa, misalnya, biasanya diajukan untuk mendapatkan
PIKIR, DZIKIR, IKHTIAR 157
persetujuan dari pimpinan jurusan atau dosen pembimbing untuk kemudian menjadi
proyek penelitian dalam rangka menyelesalaikan skripsi, tesis, atau disertasi.
Disamping untuk mendapatkan persetjuan, proposal juga diajukan untuk mendapatkan
pendanaan dari pihak-pihak yang berkepentingan dengan kegiatan yang diusulkan.
Kegiatan untuk pengembangan sekolah biasanya diusulkan kepada pemerintah, komite
sekolah, yayasan, atau pihak donor yang lain untuk disetujui dan untuk mendapatkan
pendanaan.
Proposal diajukan atas dasar permintaan pihak lain (penyedia dana) atau atas
inisiatif dari pembuat proposal itu sendiri. Porposal yang dibuat atas dasar permintaan
pihak lain biasanya telah disertai ketentuan mengenai substansi dan format yang harus
diikuti oleh sekolah pengusul. Sekolah tidak banyak mengalami kesulitan berkaitan
dengan isi dan format yang harus dituangkan dalam proposal.
Persoalan sering muncul apabila sebuah kegiatan yang dituangkan dalam
proposal murni atas inisiatif sekolah itu sendiri atau oleh pihak lain akan tetapi tidak
disertai panduan yang rinci tentang cara-cara menyusun proposal. Dalam hal yang
demikian ini, sekolah harus mampu menuangkan gagasan pengembangannya kedalam
sebuah proposal yang mampu meyakinkan pihak lain bahwa kegiatan yang diusulkan
benar-benar dibutuhkan oleh sekolah dan layak untuk diberi dukungan. Uraian berikut
ini memberikan pemahaman bagaimana menuangkan inisiatif pengembangan sebuah
sekolah dituangkan dalam bentuk proposal sehingga dapat meyakinkan pihak lain yang
berkepentingan agar bersedia mendukung implementasi kegiatan yang diusulkan itu.
Uraian difokuskan pada prinsip-prinsip penyusunan proposal yang baik, sistematika
proposal, dan proses penyunanan proposal yang efektif.
Prinsip-Prinsip Penyusunan Proposal
Urgensi, relevansi, dan fisibilitas merupakan tiga prinsip penting yang
harus dipegang teguh dalam dalam penyusunan proposal pengembangan sekolah.
Kegiatan yang diusulkan dalam sebuah proposal harus bersifat urgen atau
mendesak. Kemendesakan ini dapat dilihat dari dua hal. Pertama, kegiatan
dikatakan mendesak untuk dilaksanakan apabila kegiatan itu benar-benar
dimaksudkan untuk mengatasi masalah yang sangat penting dan mendesak
untuk dipecahkan oleh sekolah. Masalah terjadi ketika sekolah gagal mencapai
apa tujuan yang telah dirumuskan. Kinerja sekolah tidak memuaskan pihak-pihak
PIKIR, DZIKIR, IKHTIAR 158
yang berkepentingan. Ketika sekolah menetapkan sasaran pengembangan adalah
untuk mencapai rata-rata NUN sebesar 7,50 namun dalam kenyataannya angka
yang dicapai di bawah 7,50, dapat diartikan bahwa sekolah menghadapi masalah.
Kedua, adanya peluang untuk pengembangan. Peluang ada ketika sekolah
memandang adanya potensi sekolah untuk mencapai hal-hal yang lebih dari apa
yang telah ditetapkan dalam tujuan. Dari contoh tentang NUN di atas, sekolah
dapat dikatakan memiliki peluang apabila sekolah berhasil mencapai rata-rata
NUN 7,50 akan tetapi dilihat dari potensi yang dimiliki, sebenarnya sekolah itu
mampu mencapai rata-rata NUN di atas 7,50.
Prinsip kedua untuk menghasilkan proposal yang baik adalah adanya
relevansi eksternal dan internal kegiatan yang diusulkan. Relevansi eksternal
adalah relevansi kegiatan yang diusulkan dengan visi, misi, tujuan, kebijakan dan
program pengembangan yang tertuang dalam Rencana Stratejik Sekolah.
Relevansi internal adalah relevansi antar komponen-komponen dalam proposal
itu.
Apapun yang diupayakan dalam rangka pengembangan sekolah harus tetap
dalam kerangka pencapaian tujuan stratejik sekolah. Visi, misi, tujuan, kebijakan
dan program pengembangan yang tertuang dalam Rencana Stratejik Sekolah
harus menjadi rujukan utama dalam penyusunan proposal pengembangan
sekolah. Tujuan dan kegiatan yang diusulkan dalam sebuah proposal harus
mencerminkan kebutuhan sekolah untuk mencapai tujuan-tujuan stratejik
sekolah tersebut. Tujuan-tujuan stratejik sekolah tersebut harus digunakan
sebagai pijakan dan tolak ukur (benchmark) utama dalam identifikasi dan
analisis masalah atau peluang yang merupakan cikal-bakal disusunnya sebuah
proposal pengembangan.
Relevansi internal sebuah proposal pengembangan dapat dilihat dari
adanya hubungan fungsional dan sistematis antar komponen yang disajikan
dalam proposal. Setiap proposal pengembangan sekolah sekurang-kurangnya
harus mencakup komponen-komponen: identifikasi masalah atau peluang,
tujuan pengembangan, deskripsi kegiatan, rancangan implementasi, dan rencana
anggaran. Dengan demikian sebuah proposal yang memiliki relevansi internal
yang baik dapat dilakukan dengan cara-cara sebagai berikut.
PIKIR, DZIKIR, IKHTIAR 159
a. Tujuan kegiatan harus mencerminkan apa yang ingin dicapai untuk
memecahkan masalah atau memanfaatkan peluang yang
teridentifikasi. Tujuan harus juga berdampak pada pemberian
manfaat yang sebesar-besarnya bagi belajar siswa.
b. Pencapaian tujuan harus terukur. Oleh karena itu, sasaran dan
indikator keberhasilan yang dirumuskan harus merupakan penjabaran
rinci dari tujuan yang ingin dicapai sehingga keduanya merupakan
tolok ukur yang tampak dari pencapaian tujuan.
c. Deskripsi kegiatan harus sesuai dan terkait dengan tujuan yang akan
dicapai dan harus merupakan pilihan terbaik dari sekian alternatif
kegiatan yang mungkin dapat dilaksanakan.
d. Organisasi pelaksana kegiatan, jadwal kegiatan, dan rancangan
monitoring dan evaluasi pelaksanaan kegiatan yang tertuang dalam
rancangan implementasi kegiatan harus terkait dengan deskripsi
kegiatan yang diusulkan. Susunan kepanitiaan atau satgas berikut
jumlah personalia, waktu yang dialokasikan, dan prosedur serta
teknis evaluasi dan monitoring yang akan diterapkan dalam
pelaksanaan kegiatan harus sesuai dengan ruang lingkup cakupan
kegiatan yang diusulkan.
e. Anggaran pembiayaan yang diusulkan harus mempertimbangkan
prinsip-prinsip efisiensi. Komponen-komponen pembiayaan yang
diusulkan harus sesuai dengan kebutuhan kegiatan yang diusulkan.
Prinsip ketiga dalam penyusunan proposal adalah prinsip keterlaksanaan.
Sekolah dapat saja mengusulkan kegiatan untuk mencapai tujuan dalam
tingkatan yang paling ideal. Akan tetapi sekolah harus tetap memperhatikan
kemampuan sumber daya yang dimiliki baik yang berupa SDM, fasilitas, waktu,
informasi maupun dana. Keterbatasan sumber daya yang tersedia akan
menentukan keterlaksanaan kegiatan yang diusulkan dan keberhasilan
pencapaian tujuan yang diinginkan. Oleh karena itu, sebuah kegiatan yang baik
harus terjamin keterlaksanaannya melalui dukungan sumber daya yang mampu
disediakan.
PIKIR, DZIKIR, IKHTIAR 160
Struktur Proposal Pengembangan Sekolah
Sebenarnya tidak ada format baku dalam penyusunan proposal
pengembangan. Sekolah kegiatan harus mengembangkan sendiri proposal
sedemikian rupa sehingga proposal dapat memberikan informasi yang lengkap
mengenai mengapa, untuk apa, bagaimana, oleh siapa, kapan, dan dengan
sumber daya apa sebuah kegiatan akan dilaksanakan. Namun demikian, pada
umumnya setiap proposal pengembangan selalu mencakup bagian-bagian pokok
sebagai berikut.
a. Informasi umum tentang sekolah
b. Telaah situasi dalam rangka identifikasi masalah yang dihadapi oleh
sekolah
c. Rancangan program pengembangan
d. Indikator keberhasilan
e. Rencana implementasi program
f. Rangkuman kebutuhan sumber daya dan anggaran biaya
g. Lampiran-lampiran
Berikut diuraikan secara singkat ruang lingkup dari komponen-komponen
proposal tersebut.
Informasi Umum
Bagian ini dimaksudkan untuk menyampaikan informasi kepada
pihak ke mana proposal yang diajukan mengenai profil sekolah, rencana
pengembangan sekolah, dan perkembangan sekolah selaman beberapa
tahun terakhir. Profil sekolah yang dipaparkan dapat mencakup
1) Identitas sekolah, yang meliputi nama, alamat lengkap, nama
kepala sekolah, dan lain-lain.
2) Sejarah singkat sekolah;
3) Status akreditasi;
4) Jumlah siswa;
5) Jumlah guru;
Rencana pengembangan sekolah yang disajikan harus merupakan
ringkasan Rencana Stratejik Sekolah. Uraian ini dimaksudkan untuk
PIKIR, DZIKIR, IKHTIAR 161
menunjukkan keterkaitan antara rencana pengembangan yang akan
diuraikan dalam proposal yang bersangkutan dengan rencana
pengembangan sekolah secara keseluruhan sebagaimana diuraikan dalam
Renstra sekolah. Hal-hal yang perlu dipaparkan dalam bagian ini antara
lain meliputi:
1) Visi, misi, tujuan dan strategi yang ditetapkan oleh sekolah;
2) Kebijakan dan prioritas yang akan dikembangkan;
3) Kebijakan/rencana operasional yang telah dan akan diambil
untuk mewujudkan rencana strategis tersebut.
Bagian terakhir dari komponen proposal ini adalah uraian singkat
mengenai kemajuan atau prestasi yang dicapai sekolah terkait dengan
implementasi Renstra selama kurun waktu tertentu (misal 3 tahun). Hal-hal
yang diuraikan dalam bagian ini sekurang-kurangnya harus mencakup:
1) Strategi, program, atau kegiatan yang telah dilaksanakan;
2) Hasil-hasil (output) yang dicapai melalui pelaksanaan Strategi,
program, atau kegiatan tersebut;
3) Dampak dari hasil tersebut terhadap proses dan hasil
pembelaran serta terhadap kualitas dan daya saing lulusan
untuk melanjutkan studi atau mendapatkan pekerjaan;
4) Praktik-praktik baik (good practices) yang perlu dipertahankan
untuk memelihara kesinambungan pengembangan sekolah;
5) Kebijakan, program, kegiatan yang belum atau masih harus
dilanjutkan, serta masalah-masalah yang timbul dan perlu
penanganan dengan segera;
Telaah Situasi Sekolah
Telaah Situasi merupakan titik tolak semua kemajuan. Karena itu
peningkatan kemampuan dan komitmen untuk melakukan Telaah Situasi
secara benar dan terus menerus merupakan budaya yang harus dimiliki
oleh setiap organisasi. Tatacara Telaah Situasi yang baik dan benar dapat
dilihat dalam bab sebelumnya yang pelaksanaannya disesuaikan dengan
tingkat kemampuan sekolah dan jenis Program yang diusulkan. Prinsip-
prinsip telaah situasi yang baik meliputi:
PIKIR, DZIKIR, IKHTIAR 162
1) Pelaksanaannya melibatkan semua pihak yang berkepentingan
(stakeholders) dengan sekolah;
2) Didukung dengan data-data yang akurat, lengkap dan mutakhir;
3) Analisis dilakukan secara mendalam sehingga mampu
mengidentifikasi akar penyebab timbulnya berbagai masalah di
sekolah; dan
4) Telaah bersifat komprehensif menyangkut semua aspek
keberlangsungan sekolah.
Telaah Situasi untuk pengembangan sekolah perlu dimulai dengan
mengemukakan secara benar hal-hal sebagai berikut.
1) Latar Belakang
Berisi penjelasan tentang proses pelaksanaan Telaah Situasi,
termasuk penjelasan tentang bagaimana berbagai sumber data dan
informasi diidentifikasi dan data serta informasi yang diperoleh dari
sumber-sumber itu digunakan, serta seberapa besar keterlibatan dan
kontribusi dari semua warga sekolah dalam penyusunan Telaah
Situasi.
2) Kondisi Eksternal
Berisi penjelasan tentang kondisi eksternal (peluang dan
tantangan) yang berpengaruh terhadap eksistensi sekolah. Uraian
tentang mengapa Sekolah ini harus ada dari sudut pandang
stakeholders sangat diharapkan untuk dikemukakan.
3) Kondisi Organisasi dan Kelembagaan
Bagian ini menjelaskan tentang bagaimana sistem organisasi
dan tata kerja yang diterapkan di Sekolah serta bagaimana
keterkaitannya dengan komite sekolah, yayasan, atau instansi lain
yang relevan. Perlu dijelaskan tentang berbagai kelemahan dan
keunggulan sistem tata kerja yang diterapkan tersebut.
4) Program Pembelajaran
Penjelasan bagian ini perlu difokuskan pada analisis tentang
seberapa besar efisiensi, produktivitas dan efektivitas
penyelenggaraan program pembelajaran yang ada, serta kelemahan
dan keunggulannya
PIKIR, DZIKIR, IKHTIAR 163
5) Manajemen Sumberdaya
Bagian ini berisi telaah tentang ketersediaan dan pengelolaan
sumberdaya (manusia, finansial/uang, fasilitas fisik) yang ada di
Sekolah. Perlu dijelaskan tentang analisis berbagai kelemahan dan
keunggulan sistem manajemen sumberdaya yang diterapkan tersebut.
6) Permasalahan dan Alternatif Penyelesaiannya
Bagian ini harus menjelaskan hubungan antara isu strategis,
akar permasalahan yang sudah teridentifikasi, solusi alternatif,
pengembangan potensi-potensi yang ada, rencana dan target
peningkatan kualitas dan perbaikan kelemahan yang ada, sesuai
dengan hasil analisis situasi. Dalam hal ini sekolah harus memilih
program yang paling tepat yang akan dilakukan dari berbagai
penyelesaian alternatif yang ada.
Pada sisi lain, program yang diusulkan tersebut, harus dapat
memanfaatkan potensi dan peluang yang telah di identifikasi,
sehingga pada akhirnya dapat memperbaiki kinerja dan kualitas dari
program pembelajaran. Dengan demikian, semua program yang
sedang berjalan maupun yang sedang diusulkan untuk dilaksanakan
dalam jangka waktu tertentu ke depan harus menyertakan sumber
daya yang dibutuhkan. Tiap program dapat ditabulasi seperti terlihat
pada Tabel 7 dibawah ini dan harus mempunyai hubungan yang
jelas antara permasalahan yang diidentifikasi, alternatif
penyelesaikan masalah, dan kegiatan perencanaan beberapa tahun ke
depan
Tabel 8 Matrik permasalahan, alternatif pemecahaan,
dan program yang diusulkan
Masalah Alternatif Pemecahan
Program Yang
Diusulkan
Sumber Pembiayaan Keterangan
1 2 3 4 5
PIKIR, DZIKIR, IKHTIAR 164
Keterangan:
Kolom 1 diisi masalah-masalah yang teridentifikasi dalam telaah situasi;
Kolom 2 diisi kemungkinan solusi yang dapat dilakukan untuk memecahkan masalah;
Kolom 3 diisi solusi yang dipilih untuk mengatasi masalah denan mempertimbangkan
sumberdaya yang dimiliki oleh sekolah atau yang sedang diusulkan melalui proposal
yang disusun.
Kolom 4 diisi sumber pembiyaan untuk mendukung program terpilih, misalnya komite
sekolah, SPP, BPP, donor, atau yang lain.
Rancangan program pengembangan
Komponen proposal ini sebenarnya merupakan penjabaran lebih rinci
dari usulan program yang telah diidentifikasi pada bagian akhir telaah
situasi. Penjabaran masing-masing usulan program itu sekurang-kurangnya
mencakup: (1) latar belakang dan rasional, (2) tujuan, (3) mekanisme dan
rancangan kegiatan, (4) sumber daya dana yang dibutuhkan, (5) jadwal
pelaksanaan, (6) indikator keberhasilan, dan (7) rancangan keberlanjutan.
Bagian-bagian proporsal tersebut pada dasarnya tidak berbeda
dengan bagian-bagian Renop yang diuraikan pada Bab 1 yang diuraikan
pada awal bahan diklat ini. Oleh karena itu, rincian dan ruang lingkup
masing-masing bagian tersebut sebenarnya tidak jauh berbeda dengan
penjelasan pada Bab 1 tersebut. Hal yang membedakan keduanya adalah
pijakan yang dijadikan rujukan dalam pengembangan program atau
kegiatan. Dasar pengembangan Renop adalah hasil telaah yang dilakukan
untuk penyusunan Renstra, sedangkan dasar dalam pengembangan
proposal adalah hasil telaah situasi yang dilakukan saat proposal itu di
kembangkan. Kedua hasil telaah tersebut dimungkinkan berbeda karena
dilaksanakan pada waktu dan fokus yang berbeda.
Indikator keberhasilan
Untuk memudahkan pembaca mengetahui apa yang menjadi tolak
ukur pencapaian tujuan semua program yang diusulkan, selain untuk pada
masing-masing program yang diusulkan, penyusun proposal perlu
menyajikan sejumlah indikator keberhasilan program secara keseluruhan.
PIKIR, DZIKIR, IKHTIAR 165
Indikator keberhasilan ini dapat berupa indikator kunci (key performance
indicator) dan indikator pendukung atau indikator tambahan. Indikator
kunci biasanya merupakan indikator keberhasilan kegiatan secara
keseluruhan, dan sulit dicapai oleh program-program yang diusulkan
secara terpisah-pisah. Peningkatan persentase atau jumlah siswa yang lulus
UNAS, tingkat keberhasilan siswa diterima pada jurusan favorit di
perguruan tinggi ternama, kecepatan siswa mendapatkan pekerjaan,
misalnya, hanya dapat dicapai melalui berbagai program pengembangan
sekolah yang dilaksanakan secara terintegrasi. Oleh karena itu angka-angka
yang menunjukkan parameter-paremeter tersebut dapat dijadikan sebagai
indikator kunci pengembangan sekolah. Indikator-indikator seperti tingkat
kehadiran siswa di kelas, tingkat penggunaan laboratorium untuk, tingkat
kunjungan siswa ke perpustakaan, transaksi bahan pustaka dengan siswa,
dan sebagainya adalah faktor-faktor yang dapat dicapai oleh program-
program pengembangan khusus. Oleh karena itu indikator-indikator
semacam ini dapat digunakan sebagai tambahan atau pendukung
pencapaian indikator kunci.
Untuk memudahkan pemantauan dan evaluasi kemajuan yang
dicapai sekolah secara bertahap, dianjurkan indikator keberhasilan tersebut
disajikan secara serial dalam rentang waktu tertentu. Rentang waktu yang
biasa dipakai adalah saat awal (sebelum program yang diusulkan dalam
proposal dilaksanakan) yang digunakan sebagai landasan awal atau
baseline, saat pertengahan implementasi program atau midterm, dan saat
program telah berakhir atau final. Penyajian itu dapat dilakukan dalam
bentuk tabel sebagaimana Tabel 9
Tabel 9 Indikator Keberhasilan
Indikator Awal Program (Baseline)
Capaian Tengah (Mid)
Akhir
Program
(Final)
Idikator Kunci
Kelulusan Ujian akhir (%)
Rata-Rata NUN
PIKIR, DZIKIR, IKHTIAR 166
Jumlah Siswa yang diterima di PT Favorit
Persentase Kenaikan kelas (%)
Lama tunggu mendapatkan pekerjaan pertama (bulan)
dst.
Indikator Pendukung/Tambahan Penggunaan laboratorium
IPA untuk per minggu (jam) Tingkat kehadiran siswa
dalam kelas (%) Rata-rata transaksi bahan
pustaka dengan siswa (per hari)
Dst
Rencana Implementasi Program
Bagian ini terdiri dari tiga bagian sebagai berikut.
1) Organisasi Program
Organisasi ini harus dibentuk untuk melaksanakan program
yang diusulkan, memonitor dan mengevaluasi pelaksanaannya.
Organisasi ini harus sesuai dengan struktur organisasi yang ada di
sekolah, artinya struktur yang dibangun tidak saling tumpang-tindih
atau bertentangan dengan struktur organisasi sekolah. Akan lebih
baik jika disertakan juga bagan organisasinya, deskripsi tugas dan
tanggung jawab masing-masing, serta daftar nama pelaksana yang
terkait (Ketua Pelaksana, Wakil Ketua Bidang A, Wakil Ketua
Bidang B, dsb, dan penanggung jawab masing-masing program).
Untuk lebih meyakinkan pihak-pihak yang terkait, perlu disertakan
(dalam lampiran, misalny) curiculum vitae masing-masing
pelaksana. Dalam organisasi ini harus tampak juga keterkaitannya
dengan struktur organisasi yang ada di sekolah.
2) Program dan Penjadwalan
Jadwal implementasi keseluruhan program/kegiatan perlu
dibuat tersendiri agar memudahkan pelaksanaannya dan juga
memberi pemahaman kepada pembaca proposal kapan setiap
PIKIR, DZIKIR, IKHTIAR 167
program yang diusulkan akan dilaksanakan. Jadwal dalam bentuk
bagan seperti tabel di bawah ini (Tabel 10) akan lebih memudahkan
mehamai jadwal pelaksanaan tersebut.
Tabel 10 Program dan Penjadwalan
Program Sub-Program atau
Kegiatan
Jadwal Pelaksanaan*
Tahun 2008 Tahun 2009
TW
1
TW
2
TW
3
TW
4
TW
1
TW
2
TW
3
TW
4
1. Program
1
1.1 Sub-Program 1.1
1.2 Sub-Program 1.2
1.3 Sub-Program 1.3, dst.
2. Program
2
2.1 Sub-Program 2.1
2.2 Sub-Program 2.2
2.3 Sub-Program 2.3, dst.
Catatan:TW = Triwulan*) = Bila kegiatan dilaksanakan dalam setahun, jadwal dapat dibuat bulanan; jika
kegiatan dilaksanakan dalam 6 bulan atau kurang, jadwal dibuat dalam mingguan
3) Mekanisme Monitoring dan Evaluasi
Monitoring dan evaluasi adalah bagian yang penting dari
manajemen program agar implementasi program dapat berjalan dan
dapat mencapai target yang sudah ditetapkan. Jelaskan mekanisme
monitoring dan evaluasi yang dilaksanakan.
Rangkuman kebutuhan sumber daya dan anggaran biaya
Selain jadwal, kebutuhan sumber daya dan anggaran pendukung
pelaksanaan program juga harus dirangkum menjadi satu. Rangkuman ini
mencakup semua kebutuhan sumber daya dan anggaran yang telah
diuraikan pada masing-masing program yang diusulkan.
PIKIR, DZIKIR, IKHTIAR 168
Lampiran-Lampiran
Untuk lebih meyakinkan pembaca, proposal harus benar-benar valid
dan dapat dipertanggung jawabkan. Untuk itu setiap proposal
pengembangan sekolah harus didukung dengan data atau informasi yang
relevan, sahih, mutakhir, dan dalam takaran yang cukup. Data-data yang
demikian ini biasanya tidak mungkin disertakan dalam dokumen inti
proposal. Oleh karena itu data atau informasi ini dapat dikumpulkan dalam
lampiran proposal. Data atau informasi yang dilampirkan itu dapat
meliputi:
1) Dokumen resmi pendukung penyelenggaraan sekolah: piagam
pendirian sekolah, piagam akreditasi, sertifikat tanah;
2) Data tentang keberhasilan selama beberapa tahun terakhir
terkait dengan implementasi Renstra Sekolah;
3) Dokumen dan data pendukung telaah situasi sekolah:
perkembangan jumlah, jumlah guru, tingkat kehadiran siswa,
tingkat kehadiran guru, jenis dan jumlah sarana pembelajaran,
nilai hasil ujian siswa, dan data-data lain yang dibutuhkan
untuk memperkuat hasil analisis dalam analisis situasi;
4) Data pendukung justifikasi anggaran biaya: spesifikasi rinci
komponen anggaran yang diusulkan, spesifikasi barang atau
jasa yang diadakan, atau kerangka acuan kegiatan yang
menjabarkan secara rinci komponen anggaran tertentu seperti
pelatihan guru, loka karya dan seminar, studi banding, dan
sebagainya.
B. Penyusunan Kerangka Acuan Kegiatan
Kerangka Acuan atau Term of Reference disingkat TOR dibutuhkan saat sekolah
akan mulai mengimplementasikan semua kegiatan yang dirancang dalam Renop dan
RAPBS atau Proposal Pengembangan Sekolah. TOR ini dibutuhkan agar realisasi
setiap komponen anggaran yang dituangkan dalam RAPBS atau Proposal
Pengembangan dapat berjalan efisien dan efektif. TOR pada intinya berisi jabaran rinci
PIKIR, DZIKIR, IKHTIAR 169
dan sangat teknis mengenai mengapa, untuk apa, oleh siapa, bagaimana, kapan, dan
dimana sebuah mata anggaran akan direalisasikan. TOR berfungsi sebagai pedoman
teknis dan pengendali yang digunakan oleh tim atau panitia untuk melaksanakan
sebuah event atau kegiatan. Beberapa mata anggaran yang memerlukan TOR antara
lain:
1. Pengembangan kompetensi staf: pelatihan, penataran, permagangan,
seminar, lokakarya, studi banding.
2. Pengembangan kebijakan atau dokumen-dokumen pendukung pendidikan
seperti KTSP, Kebijakan Disiplin Siswa, Kebijakan Kesehatan
Lingkungan, dan sebagainya.
3. Kegiatan-kegiatan seremonial atau seperti peringatan hari-hari besar, Masa
Orientasi Siswa (MOS), pelatihan kepemimpinan siswa.
4. Kegiatan-kegiatan lain yang dipandang memerlukan penjelasan rinci.
Sebenarnya tidak ada format baku dalam penyusunan TOR. Penanggung jawab
kegiatan harus mengembangkan sendiri TOR untuk masing-masing kegiatan
sedemikian rupa sehingga siapapun yang diberi tugas melaksanakan kegiatan akan
merealisaikan kegiatan sesuai dengan apa yang diharapkan. Secara umum TOR berisi
komponen-komponen sebagai berikut.
1. Judul
2. Latar Belakang dan Rasional
3. Tujuan
4. Hasil yang diharapkan
5. Ruang lingkup kegiatan
6. Rincian anggaran biaya
7. Jadwal kegiatan
8. Monitoring, Evaluasi dan Pelaporan
9. Pelaksana/penangung jawab kegiatan
Pada halaman berikut ini diuraikan secara singkat komponen-kompoenen TOR
tersebut.
Judul TOR
PIKIR, DZIKIR, IKHTIAR 170
KERANGKA ACUAN KEGIATAN
(TERM OF REFERENCE)
Nama Program/Kegiatan : .......................................................
Mata Anggaran : .......................................................
Kode Anggaran dalam RAPBS : .......................................................
Tahun Anggaran : .......................................................
Semua keterangan dalam judul tersebut dikutip langsung dari Renop atau
Proposal yang menjadi dasar disusunnya TOR yang bersangkutan.
Latar Belakang dan Rasional
Pada bagian ini perlu uraikan hal-hal sebagai berikut:
a. Penjelasan permasalahan yang telah berhasil diidentifikasi pada telaah
diri/situasi saat menyusun Renstra dan Renop atau Proposal
Pengembangan, yang akan diselesaikan dengan melaksanakan komponen
anggaran ini. Masalah tersebut harus dijelaskan sedemikian rupa, sehingga
tergambar secara utuh dan menyeluruh (termasuk cakupannya,
berat/ringannya, faktor-faktor yg berpengaruh pada permasalahan
tersebut).
b. Pemarapan kemendesakan atau pentingnya pemecahan masalah diatas yang
mencakup dampak negatif yang akan timbul jika tidak dipecahkan dan
dampak positif yang diperoleh jika sebaliknya.
c. Argumentasi (alasan) tentang mengapa kegiatan yang akan dilaksanakan
adalah pilihan yang paling tepat untuk menyelesaikan akar permasalahan
tersebut diatas. Argumen/alasan tersebut dapat didasarkan pada
pembenahan faktor-faktor yang berpengaruh pada akar permasalahan
tersebut atau dapat berdasarkan teori ilmiah dan pengalaman dalam
menghadapi akar permasalahan tersebut.
Tujuan
Pada bagian ini diuraikan tujuan yang ingin dicapai melalui pelaksanaan
komponen anggaran dimaksud.
Hasil Yang Diharapkan
Hasil atau output kegiatan merupakan uraian rinci mengenai yang
mencakup jumlah, kualifikasi, atau karakteristik keluaran yang diharapkan
diperoleh melalui anggaran yang bersangkutan. Tabel 11 menyajikan contoh
PIKIR, DZIKIR, IKHTIAR 171
tujuan dan hasil yang diharapkan dari beberapa komponen mata anggaran yang
biasa diusulkan dalam RAPBS atau Proposal Pengembangan Sekolah.
Tabel 11 Contoh-contoh rumusan tujuan dan hasil yang
diharapkan
Komponen Anggaran Tujuan Hasil Yang diharapkan
Pelatihan Guru Meningkatkan kompetensi guru di bidang ...
Tiga orang guru memiliki kompetensi di bidang .... yang sesuai dengan standar yang ditetapkan oleh lembaga/instansi ...
Lokakarya KTSP Meningkatkan pemahaman warga sekolah terhadap KTSP
Dihasilkannya KTSP beserta semua perangkat pendukungnya (Silabus, RPP, Kalender Pendidikan, dsb) yang sesuai dengan Visi, Misi, Tujuan dan karakteristik Sekolah
Mengembangkan KTSP sesuai dengan Visi, Misi, Tujuan, dan karakteristik Sekolah
Ruang Lingkup Kegiatan
Yang dimaksud ruang lingkup kegiatan dalam bagian ini adalah batasan-
batasan mengenai orang, waktu, substansi, dan pihak-pihak yang terlibat dalam
pelaksanaan kegiatan. Setiap mata anggaran memiliki ruang lingkup yang
berbeda-beda. Tabel 12 menyajikan contoh hal-hal yang perlu diuraikan dalam
Ruang Lingkup Kegiatan.
Tabel 12 Contoh Uraian Ruang Lingkup Untuk Beberapa Komponen Anggaran
Komponen Anggaran Uraian Dalam Ruang Lingkup Kegiatan
Pengembangan staf 1. Bentuk kegiatan: pelatihan, magang.2. Jumlah, kualifikasi, dan prosedur seleksi calon peserta
pelatihan3. Pokok-pokok materi atau kompetensi pelatihan4. Lamanya pelaksanaan pelatihan5. Nama dan kualifikasi tempat/lembaga pelatih
Loka karya/Seminar 1. Pokok materi 2. Pokok-pokok Kegiatan
PIKIR, DZIKIR, IKHTIAR 172
Komponen Anggaran Uraian Dalam Ruang Lingkup Kegiatan
3. Jumlah dan spesifikasi/kualifikasi peserta4. Jumlah dan kualifikasi nara sumber5. Lamanya kegiatan (hari atau jam)6. Tempat pelatihan (jika diperlukan tempat khusus)
disertai justifikasi pemilihan tempat.Studi Banding 1. Jumlah dan karakteristik tujuan studi
2. Pokok-pokok materi dan kegiatan yang dikaji di tempat studi.
3. Pihak-pihak yang ditemui di tempat studi4. Jumlah dan kualifikasi peserta.5. Lamanya kegiatan
Biaya
Biaya yang dicantumkan dalam TOR harus cukup rinci dan sesuai dengan
ruang lingkup kegiatan yang akan dilaksanakan. Estimasi anggaran biaya harus
diperhitungkan secara cermat dan detail sehingga tidak ada satupun kebutuhan
yang terlewatkan sehingga akan mengganggu tercapainya tujuan dan hasil yang
diharapkan. Namun demikian, prinsip efisien penggunaan anggaran harus tetap
diperhatikan. Agar dapat melakukan estimasi anggaran yang demikian itu,
penyusun TOR harus cermat dalam mengidentifikasi jenis kebutuhan serta biaya
yang diperlukan untuk masing-masing kebutuhan. Paparan ruang lingkup
kegiatan yang cermat dan rinci dan diskusi dengan sesama anggota tim penyusun
TOR akan sangat membantu memudahkan estimasi biaya ini.
Jadwal Kegiatan
Terdapat dua macam jadwal yang disajikan dalam TOR: Persiapan hingga
pelaporan dan jadwal pelaksanaan kegiatan. Tabel 13 menyajikan contoh Jadwal
Kegiatan Pelatihan. Selain jadwal ini, pihak pelaksana pelatihan juga harus
memberikan jadwal kegiatan yang harus diikuti peserta selama pelatihan
berlangsung.
PIKIR, DZIKIR, IKHTIAR 173
Tabel 13 Contoh Jadwal Persiapan Pelatihan
No KegiatanWaktu
Agustus September1 2 3 4 1 2 3 4
1. Penyusunan TOR
2. Persetujuan TOR oleh Kepala Sekolah
3. Seleksi peserta pelatihan
4. Negosiasi dengan tempat penyelenggara pelatihan
5. Kontrak
6. Pelaksanaan pelatihan
7. Monitoring pelatihan
8. Pelaporan oleh peserta
9. Pelaporan oleh penangung jawab kepada kepala sekolah
Monitoring dan Evaluasi
Bagian ini memuat prosedur dan teknik monitoring dan evaluasi yang akan
dilaksanakan selama dan setelah kegiatan dilaksanakan. Monitoring dan evaluasi
dilakukan untuk menjamin bahwa kegiatan berjalan sebagaimana rencana yang
telah dibuat. Monitoring dilakukan untuk mengidentifikasi kemajuan
pelaksanaan kegiatan dan kendala-kendala yang timbul mungkin selama
berlangsungnya kegiatan. Dengan demikian setiap hambatan yang timbul dapat
segera diatasi sehingga tidak menimbulkan dampak negatif yang lebih besar.
Kegiatan evaluasi dilakukan terhadap dua hal. Pertama, evaluasi dilakukan
terhadap seluruh kegiatan, sejak dari persiapan sampai dengan berakhirnya
kegiatan. Tujuan dari evaluasi ini adalah untuk mengidentifikasi apakah semua
target kegiatan telah tercapai sesuai dengan rencana dan juga untuk
mengidentifikasi berbagai kendala yang tidak teratasi untuk digunakan sebagai
dasar penentuan langkah pada kegiatan serupa di lain waktu. Evaluasi ini dapat
dilakukan oleh penanggungjawab kegiatan atau oleh pihak lain yang ditunjuk
untuk itu. Kedua, evaluasi terhadap kesesuaian hasil yang dicapai dengan yang
direncanakan. Untuk kegiatan pelatihan, misalnya, evaluasi ini dapat dilakukan
PIKIR, DZIKIR, IKHTIAR 174
oleh pihak pelaksana pelatihan. Laporan tertulis merupakan sumber informasi
yang efektif untuk kepentingan evaluasi kegiatan.
DAFTAR PUSTAKA
Brodjonegoro, S.S. (2003). Higher Education Long Term Strategy 2003-2010. Directorat General of Higher Education, Ministry of National Education Republic of Indonesia.
Bryson, J. M. (1995). Strategic Planning For Public and Nonprofit Organizations. San Francisco: Jossey-Bass Publishers
Campbell, Roald F., Edwin M.Bridges, dan Raphael O.Nystrand. 1983. Introduction to Educational Administration. 5th edition. Boston: Allyn and Bacon, Inc
Canavan, N. & Monahan, L. (2000). School Culture and Ethos: Releasing the Potential. A resource pack to enable schools to access articulate and apply ethos values. Dublin: Marino Institute of Education,
Collins U. (1996). Developing a School Plan: A Step by Step Approach. Dublin: Marino Institute of Education.
Colman H.& Waddington D. (1996). Synergy. Australia: Catholic Education Office.Daft, Richard L. (1988). Management. Chicago: The Dryden Press.Departemen Pendidikan Nasional, Direktorat Jenderal Peningkatan Mutu Pendidik dan Tenaga
Kependidikan, Direktorat Tenaga Kependidikan.Departemen Pendidikan Nasional. 2002. Manajemen Keuangan. Materi Pelatihan Terpadu
untuk Kepala Sekolah. Jakarta: Dirjen Dikdasmen, Direktorat Pendidikan Lanjutan Tingkat Pertama
Direktorat Pendidikan Dasar. 1995/1996. Pengelolaan Sekolah di Sekolah Dasar. Jakarta: Direktorat Pendidikan Dasar. Ditdikdasmen Depdikbud
Directorat General of Higher Education. (2003). Technological and Professional Skills Development Sector Project (TPSDP) Batch III: Guidelines for Sub-Project Proposal Submission. Jakarta: Directorat General of Higher Education, Ministery of National Education.
PIKIR, DZIKIR, IKHTIAR 175
Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi. (2006). Panduan Penyusunan Proposal Program Hibah Kompetisi. Jakarta: Ditjen Dikti, Depdikas
Duke, Daniel L. & Canady, Robert L. (1991). School Policy. New York: MacGraw-Hill, Inc.Dwyer, B. 1986. Catholic Schools at the Crossroads.Victoria: Dove Communications, Furlong, C. & Monahan L. 2000. School Culture and Ethos. Dublin: Marino Institute of
Education Gorton, Richard A. & Schneider, Gail T. (1991). School-Based Leadership: Callenges and
Opportunities. Dubuque, IA: Wm. C. Brown PublishersGovernment of Ireland. (1999). School Development Planning – An Introduction for Second
Level Schools. Dublin: Department of Education & Science, Hargreaves, A. & Hopkins, D. (1991). The Empowered School: the Management and Practice
of Developmental Planning. London: Cassell, Hargreaves, D. and Hopkins, D. (1993). School Effectiveness, School Improvement and
Development Planning, in Margaret Preedy (ed.) Managing the Effective School, London: Paul Chapman Publishing.
Hope A., Timmel S. (1999). Training for Transformation. London: The Intermediate Technology Group.
Imron, Ali 2004. Perspektif Manajemen Pendidikan Berbasis Sekolah. Malang: Penerbit Universitas Negeri Malang.
Kadarman, A.M. dan Udaya, Jusuf.(1992). Pengantar Ilmu Manajemen: Buku Panduan Mahasiswa. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.
Kavanagh, A. (1993). Secondary Education in Ireland: Aspects of Changing Paradigm. Tullow: Patrician Brothers Generalate.
Keputusan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia Nomor 056/U/2001 tentang Pedoman Pembiayaan Penyelenggaraan Pendidikan di Sekolah. Jakarta: CV Tamita Utama
Koontz, Harold dan O’Donnel, Cryill. (1984). Principles of Management: An Analysis of Managerial Functions. Third Edition. New York: McGraw-Hill Book Company.
Lerner, A.L. (1999). A Strategic Planning Primer for Higher Education. Northridge. California: College of Business Administration and Economics, California State University.
Lyddon, J.W.(1999). Strategic Planning In Smaller Nonprofit Organizations: A Practical Guide for the Process. Michigan: W.K. Kellogg Foundation Youth Initiative Partnerships (in Website: http://www.wmich.edu/ nonprofit/Resource/index.html)
Manullang, M. 1990. Dasar-dasar Manajemen. Jakarta: Ghalia Indonesia.Mintzberg, H. (1994). The Rise and Fall of Strategic Planning. New York, NY: The Free
Press. Mohrman, S.A., and Wohlstetter, P. (Ed.). (1994). School Based Management: Organizing
High Performance. San Francisco: Jossey-Bass PublisherMorrison, James L., Renfro, William L., and Boucher, Wayne I. (1984). Futures Research And
The Strategic Planning Process: Implications for Higher Education. ASHE-ERIC Higher Education Research Reports
Nickols, K. and Thirunamachandran, R. (2000). Strategic Planning in Higher Education: A Guide for Heads of Institutions, Senior Managers and Members of Governing Bodies. In Website: www.hefce.ac.uk.
Pemerintah Kota Malang. 2002. Kutipan Buku Pedoman Kerja dan Penekanan Tugas. Malang: Dinas Pendidikan Kota Malang
Peraturan Pemerintah No 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional PendidikanPeraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia Nomor 13 Tahun 2007 Tentang
Standar Kepala Sekolah. Jakarta: Departemen Pendidikan NasionalPeraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2005 Tentang Standar Nasional
Pendidikan. 2005. Jakarta: Sekretariat Jenderal Departeman Pendidikan Nasional.
PIKIR, DZIKIR, IKHTIAR 176
Prayogo, Joko. 2007. Rencana Stratejik. Makalah disajikan pada Pendidikan dan pelatihan Kemitaraan Kepala Sekolah yang diselenggarakan oleh Direktorat Tenaga Kependikan, Ditjen PMPTK, Depdiknas di Jakarta, Juli 2007.
Rowley, D. J., Lujan, H. D., & Dolence, M.G. (1997). Strategic Change in Colleges and Unviversities. San Francisco, CA: Jossey-Bass Publishers.
School Development Planning Initiative. (1999). School Development Planning: Draft Guidelines for Second Level Schools. Dublin: SDPI,
Supriadi, Dedi. 2004. Satuan Biaya Pendidikan Dasar dan Menengah. Bandung: PT Remaja Rosdakarya
Sutarsih, Cicih. Tanpa tahun. Administrasi Keuangan Sekolah. Jakarta: Swastha, Basu. 1985. Azas-azas Manajemen Modern. Yogyakarta: Liberty.Timan, Agus, Maisyaroh, Djum Djum Noor Benty. (2000). Pengantar Manajemen Pendidikan.
Malang: AP FIP Universitas Negeri Malang. Tuohy, D. (1997). School Leadership and Strategic Planning. Dublin: A.S.T.IUmaedi. (1999). Manajemen Peningkatan Mutu Berbasis Sekolah: Sebuah Pendekatan Baru
Dalam Pengelolaan Sekolah Untuk Peningkatan Mutu. Jakarta: Direktorat Pendidikan Menengah Umum, Direktorat Jendral Pendidikan Dasar Dan Menengah, Depdiknas.
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2005 Tentang Guru Dan Dosen. Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional.
Undang-undang No 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Jakarta: CV Tamita Utama
Undang-undang No 22 tahun 1999, yang direvisi dengan Undang-undang No 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah
Widjanarko, M. dan Sahertian, P.A. (1996/1997). Manajemen Keuangan Sekolah. Bahan Pelatihan Manajemen Pendidikan bagi Kepala SMU se- Indonesia di Malang
KURIKULUM VITAE PENULISHENDRA PRIJATNALAHIR DI CIREBON 15 JULI 1968AGAMA : ISLAMALAMAT : KOMP. BUMI PANYILEUKAN BLOK C. 22 NO. 11
BANDUNGNOMOR HAND PHONE : 081 394 77 999 3KANTOR : SMP SWASTA KEMALA BHAYANGKARI BANDUNGALAMAT KANTOR : JL. PALASARI 46 BANDUNG (Tlp.022 7312139)RIWAYAT PENDIDIKAN FORMAL :SD NEGERI SADAGORI 1 CIREBON TAHUN 1977 - 1983SMP NEGERI 1 CIREBON TAHUN 1983 - 1985SMA NEGERI 1 CIREBON TAHUN 1985 – 1987IKIP BANDUNG JURUSAN PENDIDIKAN DUNIA USAHA - FAKULTAS PIPS TAHUN 1987 -1992
RIWAYAT PENDIDIKAN NON FORMAL :1. PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KEPEMIMPINAN (PRAMUKA PENEGAK GARUDA)
TINGKAT DAERAH (JAWA BARAT) TAHUN 19862. PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KEPEMIMPINAN MAHASISWA FPIPS IKIP
BANDUNG TAHUN 19883. PENDIDIKAN DAN PELATIHAN PERS DAN JURNALISTIK MAHASISWA TINGKAT
NASIONAL DI IKIP BANDUNG TAHUN 19894. BREVAT PAJAK (ADVANCE LEVEL) NASIONAL TAHUN 19925. PENDIDIKAN DAN PELATIHAN INSTRUKTUR PEMBINA DAN PENGEMBANG
SEKOLAH TINGKAT NASIONAL DI P3GT TAHUN 20006. PENDIDIKAN DAN PELATIHAN GURU PENGEMBANG KURIKULUM IPS TERPADU
TINGKAT NASIONAL TAHUN 2002RIWAYAT PEKERJAAN :
PIKIR, DZIKIR, IKHTIAR 177
1. MARKETING MANAGER PT. KELAPA GADING co. Ingg. Kosel (PMA) WEST JAVA - INDONESIAN DIVISION TAHUN 1993 – 1998.
2. GURU PNS DI SMP NEGERI TOMO SUMEDANG TAHUN 1998 -2000 : PEMBINA OSIS SMP N TOMO – SUMEDANG TAHUN 1998/1999 STAF KURIKULUM SMP N TOMO – SUMEDANG TAHUN 1999/2000
3. GURU PNS DI SMP NEGERI 42 BANDUNG TAHUN 2000 – 2004. WAKIL KEPALA SEKOLAH BIDANG KURIKULUM TAHUN 2000 – 2004 KETUA PERUMUS RENSTRA SMP N 42 TAHUN 2000 KETUA PROGRAM MPMBS SMP N 42 TAHUN 2001. KETUA PROGRAM BOMM SMP N 42 TAHUN 2002. KETUA TEAM PROGRAM SEKOLAH BINAAN P3GT DI JAWA BARAT TAHUN
2002 – 2004. KETUA PROGRAM SCHOOL GRAND SMP N 42 TAHUN 2003. KETUA PROGRAM BLOCK GRAND SMP N 42 TAHUN 2004.
4. FASILITATOR/PEMBINA DALAM PROGRAM SEKOLAH BINAAN P3GT SE-JAWA BARAT TAHUN 2004.
5. GURU DPK (PNS) DI SMP SWASTA KEMALA BHAYANGKARI, TAHUN 2005 – SEKARANG. PKS KURIKULUM TAHUN 2005 – 2006 & 2008 - 2009. KEPALA SEKOLAH TAHUN 2009 – 2010.
6. TEAM PENILAI BUKU PELAJARAN SMP (BALAI PUSTAKA & PUSKUR) NASIONAL 2008.7. NARA SUMBER DALAM “PTK” GURU SMP SE-KOTA BANDUNG 2009.8. PENYAJI “IMPLEMENTASI MANAJEMEN RENSTRA DI PERSEKOLAHAN” DALAM
SEMINAR NASIONAL YANG DISELENGGARAKAN OLEH UPI BANDUNG 20089. DOSEN LUAR BIASA DI PRODI (PROGRAM STUDI) P IPS (S1) UNIVERSITAS BALE
BANDUNG (UNIBBA) TAHUN 2008 – SEKARANG.10.PENYAJI “TIPS MEMILIH STRATEGI PEMBELAJARAN IPS” DALAM SEMINAR
NASIONAL YANG DISELENGGARAKAN OLEH UNIBBA 2009.11. ASISTEN DOSEN PRODI MANAJEMEN PENDIDIKAN (S2) SEKOLAH PASCASARJANA DI
STKIP GANECHA JAKARTA TAHUN 2010 – SEKARANG.
BUMI PANYILEUKAN, 13 DESEMBER 2010
PIKIR, DZIKIR, IKHTIAR 178