library.binus.ac.idlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2DOC/2012-2... · Web viewSalah satu...
Transcript of library.binus.ac.idlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2DOC/2012-2... · Web viewSalah satu...
Bab 2
Landasan Teori
Pada bab ini penulis akan menjelaskan mengenai teori-teori yang mendasari
analisis data dalam bab selanjutnya. Teori-teori yang digunakan mengenai konsep
kanji, yaitu naritachi (pembentukan kanji), bushu (radikal); hitsujun (prinsip urutan
penulisan) serta kakusuu (jumlah stroke). Selain itu penulis juga menggunakan
konsep kesalahan berbahasa dan teori kognitif.
2.1 Konsep Kanji
Berdasarkan sejarahnya, menurut Tamamura (2001: 160-162), kanji adalah
karakter yang digunakan oleh orang-orang Han untuk mencatatkan bahasa Cina. Dari
benda-benda peninggalan zaman dahulu, diperkirakan kanji sudah ada sejak 3000
tahun sebelum masehi. Setiap karakter kanji menggambarkan satu suku kata bahasa
Cina. Diketahui juga bahwa kanji yang digunakan oleh masyarakat Jepang saat ini
merupakan huruf yang berasal dari Cina. Akan tetapi penggunaannya sudah
disesuaikan dengan masyarakat Jepang dan menjadi cikal bakal munculnya huruf
kana. Walaupun telah terdapat huruf kana, peranan kanji dalam mengembangkan
kemampuan berbahasa Jepang dalam jangka waktu yang lama tidak bisa dipandang
rendah. Berdasarkan pernyataan Fujiwara (1990: (2)) huruf kanji dalam Joyō
Kanji atau kanji yang digunakan sehari-hari berjumlah 1945 huruf.
7
Tidak seperti huruf alphabet, huruf-huruf Jepang seperti hiragana,
katakana, dan kanji terbentuk dari beberapa garis dan coretan. Pada tingkatan basic,
pemelajar akan memperlajari penulisan kanji sederhana seperti perhitungan (satu;
ichi「一」, dua; ni 「二」, tiga; san 「三」, empat; yon 「四」 dan seterusnya),
bulan; tsuki 「月」 , matahari; hi 「日」 , atau mengenai anggota tubuh (mata; me
「目」, telinga; mimi「耳」, tangan; te「手」, kaki; ashi 「足」, dan sebagainya).
Kanji sendiri memliki beberapa unsur, seperti unsur dasar pembentukan maupun tata
cara penulisan. Berikut ini adalah penjabaran mengenai unsur kanji; bushu, hitsujun
dan kakusuu.
2.1.1 Naritachi (成り立ち)
Kanji-kanji yang ada dipakai oleh masyarakat tidak tebentuk begitu saja,
kanji-kanji tersebut disusun berdasarkan arti dan bentuknya. Dari hal tersebut muncul
istilah ”rikusho” sebagai prinsip pembentukan dan penggunaan kanji. Menurut
Shimura (1990: 34), rikusho diklasifikasikan menjadi 6 bagian yaitu shookei, shiji,
kai’i, keisei, tenchuu dan kasha. Dimana shookei, shiji, kai’i dan keisei menunjukan
pembentukan atau cara-cara penciptaan sebuah kanji, sedangkan tenchuu dan kasha
menunjukan pemakaian kanji. Pembentukan kanji tersebut dikenal dengan istilah
naritachi (成り立ち). Pada penelitian ini, penulis hanya akan menggunakan konsep
pembentukan kanji (naritachi) dari konsep rikusho.
8
a. Shookei (象形)
Shookei adalah jenis naritachi yang paling primitif. Huruf kanji yang
termasuk ke jenis shookei adalah kanji yang terbentuk dengan menggambarkan atau
meniru bentuk dari sebuah benda.
Gambar 2.1 Contoh Shookei Moji
b. Shiji (指事)
Shiji adalah huruf kanji yang terbentuk dari sesuatu yang bersifat abstrak
menggunakan tanda tertentu, seperti titik atau garis. Penambahan tanda tersebut
terkadang dilakukan terhadap kanji jenis shookei-moji. Contoh kanji 末 terbentuk
dari kanji 木 yang merupakan jenis shookei-moji kemudian ditambahkan garis 一 .
c. Kai’i (会意)
Kai’i adalah jenis naritachi yang huruf kanjinya terbentuk dari penggabungan
dua huruf kanji dengan memperhatikan makna masing-masing kanji tersebut.
Contoh, kanji 「 森 」 merupakan kombinasi dari tiga kanji 「 木 」 , yang
menggambarkan suatu tempat dengan banyak pohon. Oleh karena itu terbentuk kanji
baru yang memiliki arti “hutan”. Contoh lainnya kanji 「 休 」 yang merupakan
kombinasi dari kanji 「人」dan 「木」 , yang menggambarkan seseorang sedang
9
beristirahat di bawah pohon. Oleh karena itu terbentuk kanji baru yang memiliki arti
“istirahat”.
d. Keisei (形声)
Keisei adalah huruf kanji yang terbentuk dari penggabungan dua huruf kanji
dengan memperhatikan makna dan bunyi dari kanji yang digabungkan. Contoh kanji
清 ( セ イ ; き よ ・ い ) Kanji tersebut terbentuk dari kanji 水 dan 青 yang
menggambarkan “pure water” sehingga memiliki arti “pure/ clear”. Contoh lainnya
kanji 晴(セイ;は・れる) . Kanji tersebut terbentuk dari kanji 日 dan 青 yang
menggambarkan “hari yang cerah” sehingga memiliki arti “clear/ be sunny”.
2.1.2 Bushu (部首)
Kanji terdiri dari beberapa coretan, coretan-coretan ini membentuk bagian
dasar pada sebuah kanji. Bagian dasar kanji tersebut akhirnya akan membentuk satu
kanji yang dikenal dengan istilah radical atau bushu (Mitamura, 1998: 12).
Mempelajari nama, pengertian dan asal-usul suatu bushu adalah sesuatu
yang penting. Melalui bushu, dapat mempermudah pemelajar dalam mencari arti
maupun pengucapan suatu kanji di kamus. Kanji dengan bushu yang sama, sering
memiliki arti yang sama atau mendekati.
Berdasarkan pernyataan Tamamura (2001: 166), dari 9.353 kanji yang
terdapat dalam Setsumon Jitaishōten, terdapat 540 bushu. Tetapi saat ini diatur
menjadi 214 bushu. Bushu-bushu tersebut dikelompokan dalam tujuh macam bushu,
yaitu hen, tsukuri, kanmuri, ashi, tare, nyoo, dan kamae. Ada pula kanji-kanji yang
tidak termasuk kedalam ketujuh jenis bushu ini, seperti kanji 必.
10
Gambar 2.2 Jenis Bushu Kanji (Sumber: Mitamura, 1998: 12)
Berikut ini penjelasan mengenai ketujuh jenis bushu tersebut. Bushu pada
kategori (a) dalam tabel merupakan bushu dari suatu kanji utuh (independent kanji)
atau sedikit diubah. Bushu pada kategori (b) dalam tabel bukan merupakan
independent kanji, telah sepenuhnya diubah atau bagian dari suatu kanji (Mitamura,
1998: 14-15).
1. Hen (偏)
Bushu jenis ini adalah bushu yang terletak pada bagian kiri sebuah kanji.
Gambar 2.3 Bushu Hen (Sumber: Mitamura, 1998: 14)
Contoh kanji dari bushu hen jenis nimben seperti pada kanji 休 (yasumu), 作
(tsukuru) dan 体 (karada). Kanji dari bushu hen jenis ni-sui, seperti pada kanji 次
(tsugi), 冷 (hieru) dan 凍 (kooru).
11
2. Tsukuri (旁)
Bushu jenis ini adalah bushu yang terletak pada bagian kanan sebuah kanji.
Gambar 2.4 Bushu Tsukuri (Sumber: Mitamura, 1998: 14)
Contoh kanji dari bushu tsukuri jenis oozato seperti pada kanji 部 (bu), 都
(to) dan 郭 (kaku). Kanji dari bushu tsukuri jenis chikara, seperti pada kanji 効
(kiku), 動 (hataraku) dan 助 (tasuke).
3. Kanmuri (冠)
Bushu jenis ini adalah bushu yang terletak pada bagian atas sebuah kanji.
Gambar 2.5 Bushu Kanmuri (Sumber: Mitamura, 1998: 15)
Contoh kanji dari bushu kanmuri jenis u-kanmuri seperti pada kanji 安
(yasui), 宅 (taku) dan 客 (kyaku). Kanji dari bushu kanmuri jenis kusa-kanmuri,
seperti pada kanji 花 (hana), 英 (ei) dan 若 (wakai).
12
4. Ashi (脚)
Bushu jenis ini adalah bushu yang terletak pada bagian bawah sebuah kanji.
Gambar 2.6 Bushu Ashi (Sumber: Mitamura, 1998: 15)
Contoh kanji dari bushu ashi jenis hito-ashi seperti pada kanji 先 (saki), 兄
(ani), 元 (moto). Kanji dari bushu ashi jenis yotsuten seperti pada kanji 然 (shikari),
無 (mu), 熱 (netsu)
5. Tare (垂)
Bushu jenis ini adalah bushu yang terletak pada bagian atas dan
menyambung ke bagian kiri sebuah kanji, seperti siku-siku. Contoh bushu jenis tare
dapat dilihat pada gambar di bawah ini.
Gambar 2.7 Bushu Tare (Sumber: Mitamura, 1998: 15)
Contoh kanji dari bushu tare jenis madare seperti pada kanji 度 (tabi), 府
(fu) dan 応 (kotaeru). Kanji dari bushu tare jenis yamaidare seperti pada kanji 病
(yamai), 痛 (itai) dan 疲 (tsukarasu).
13
6. Nyoo (繞)
Bushu jenis ini adalah bushu yang terletak pada bagian kiri dan
menyambung pada bagian bawah, membentuk siku-siku.
Gambar 2.8 Bushu Nyoo (Sumber: Mitamura, 1998: 15)
Contoh kanji dari bushu nyoo jenis soonyoo seperti pada kanji 起 (okiru), 超
(koeru) dan 越 (koeru). Kanji dari bushu nyoo jenis shinnyoo seperti pada kanji 近
(chikaku), 送 (okuru) dan 連 (tsuranaru). Kanji dari bushu nyoo jenis ennyoo seperti
pada kanji 延 (nobiru), 建 (tatsu) dan 廷 (tei).
7. Kamae (構)
Bushu jenis ini adalah bushu yang terletak di sekeliling sebuah kanji.
Gambar 2.9 Bushu Kamae (Sumber: Mitamura, 1998: 15)
14
Contoh kanji dari bushu kamae jenis hako-gamae, seperti pada kanji 医
(iyasu), 区 (ku) dan 巨 (kyo). Kanji dari bushu kamae jenis mon-gamae seperti pada
kanji 間 (aida), 聞 (kiku) dan 閉 (shimeru).
2.1.3 Hitsujun (筆順)
Penulisan huruf kanji dan kana tidak dilakukan secara sembarang.
Berdasarkan pernyataan Fujiwara (1990: (1)), “漢字や仮名を書くときの順序を筆
順 と い い ま す 。 ” . Urutan penulisan pada saat menulis kanji dan kana disebut
hitsujun. Hitsujun merupakan salah satu faktor penting dalam penulisan kanji. Saat
menulis kanji, memperhatikan urutan coretan dan kecepatan yang benar penting
untuk dapat menulis kanji dengan proporsi dan bentuk yang baik.
Fujiwara (1990: (2)) juga menyatakan bahwa ada hal-hal penting yang harus
diperhatikan ketika menulis kanji sesuai hitsujun. Kita sebaiknya menulis urutan
tersebut secara natural, tidak dipaksakan atau tidak kaku. Kemudian memperhatikan
kecepatan penulisan dan besar kecil dari bentuk kanji tersebut, agar mempermudah
pemahaman kita mengenai kanji tersebut.
Hal yang serupa diungkapkan juga oleh Oshiki. Menurut keseimbangan
dalam shoji (tulisan tangan) yang diungkapkan Oshiki, adanya aturan-aturan urutan
dalam shoji banyak dikuatkan dengan tujuan untuk memudahkan dalam menulis dan
mengingat. Selain itu perlu dipertimbangkan masalah kesadaran mengenai shoji,
serta masalah kurangnya bimbingan dalam menulis. (Oshiki, 2008: 32)
Bagi pelajar bahasa Jepang yang bahasa ibunya bukan bahasa Jepang, dapat
dikatakan bahwa menulis kanji merupakan hal yang sulit. Ditambah lagi dengan
urutan-urutannya. Ketika menulis dengan pensil memang tidak terlihat jika terjadi
15
kesalahan urutan penulisan. Tetapi ketika menulis kaligrafi menggunakan kuas, akan
terlihat kesalahannya (Matsuo dan Michiko, 1989: xiv). Oleh karena, pada saat
pengajaran terutama kepada pemelajar yang mempelajari huruf baru perlu adanya
bimbingan mengenai penulisan sesuai urutan.
Berikut ini adalah prinsip-prinsip penulisan urutan kanji menurut Mitamura
(1998, 5-7).
1. Urutan dari kiri ke kanan, contoh:
2. Urutan dari atas ke bawah
3. Urutan garis horizontal lebih dahulu, atau vertikal dahulu
4. Dimulai dari coretan di tengah ke kiri, kemudian ke kanan
5. Dari coretan luar ke dalam
16
Pada prinsip penulisan ini, terdapat pengecualian. Contohnya pada kanji
berikut ini.
6. Penulisan garis diagonal dimulai dengan diagonal kanan ke kiri (left-sweep),
lalu diagonal kiri ke kanan (right-sweep)
7. Garis vertikal yang berada di tengah, ditulis terakhir
8. Garis yang memotong atau menembus bagian lainnya ditulis terakhir
Pada prinsip penulisan ini juga terdapat pengecualian. Contohnya pada kanji
berikut ini.
9. Garis short-left-sweep ditulis terlebih dahulu sebelum garis horizontal.
Pada prinsip penulisan ini juga terdapat pengecualian yaitu garis long-left-
sweep ditulis setelah garis horizontal. Contohnya pada kanji berikut ini.
17
2.1.4 Kakusuu (画数)
Kakusuu adalah jumlah garis atau coretan yang membentuk suatu kanji.
Sama seperti bushu, kakusuu juga sering digunakan untuk mencari arti, mengingat
serta dalam penulisan sebuah kanji (Mitamura, 1998: 10).
Bagi pemelajar bahasa Jepang yang bahasa ibunya bukan bahasa Jepang,
kanji merupakan huruf yang tidak biasa, terlebih yang bentuknya berbelit. Saat
menulis atau mencari suatu kanji berdasarkan kakusuu-nya, terkadang terjadi
kesalahan karena salah melakukan perhitungan jumlah coretan, dapat menjadi kurang
atau lebih. Berikut adalah contoh kanji-kanji yang memiliki satu sampai tiga puluh
empat coretan:
1 coretan 一 13 coretan 働 25 coretan 廳2 coretan 二 14 coretan 歌 26 coretan 讚3 coretan 大 15 coretan 権 27 coretan 鑽4 coretan 日 16 coretan 機 28 coretan 纜5 coretan 出 17 coretan 優 29 coretan 驪6 coretan 会 18 coretan 題 30 coretan 鸞7 coretan 体 19 coretan 識 31 coretan 灩8 coretan 国 20 coretan 競 32 coretan 籲9 coretan 前 21 coretan 顧 33 coretan 鱻10 coretan 個 22 coretan 讃 34 coretan 䯂11 coretan 問 23 coretan 鷲
18
12 coretan 場 24 coretan 鷹Tabel 2.1 Contoh Kanji dengan Satu hingga Tiga Puluh Empat Kakusuu
2.2 Konsep Kesalahan Berbahasa
Dalam kegiatan belajar untuk menguasai kemampuan berbahasa, khususnya
seorang yang mempelajari bahasa asing, dapat mengalami trial dan error.
Yoshikawa (1997: 10-24) dalam Sari menyatakan penyebab terjadinya kesalahan
yang dialami pelajar asing dalam mempelajari bahasa Jepang adalah sebagai berikut.
1. Adanya pengaruh bahasa ibu
Sering kali terdapat pengaruh bahasa ibu ketika melafalkan bahasa asing.
Contoh kasus pengaruh kesalahan karena bahasa ibu adalah pada pemelajar bahasa
Jepang asal Hongkong ketika melafalkan チ、シ dan ト.
2. Pengaruh bahasa asing yang dipelajari sebelumnya
Bahasa asing yang umumnya telah dipelajari sebelum bahasa Jepang adalah
bahasa Inggris. Dalam pola pikir mereka, bahasa Inggris sebelumnya telah dipelajari
tentunya akan berpengaruh ketika mempelajari bahasa Jepang. Contohnya ketika
bertemu dengan pola kalimat pengandaian ( ~ば、~たら、~と ) dalam bahasa
Jepang, pemelajar akan membandingkannya secara gramatikal bahasa Inggris.
3. Pengaruh masalah bahasa Jepang yang dipelajari
Adapun pengaruh masalah bahasa Jepang ini berkaitan dengan materi yang
ditangkap oleh pemelajar sampai sejauh mana dapat mengerti materi tersebut.
Contohnya ketika mempelajari tata bahasa mengenai nomina yang bisa
19
dihilangkankan, seperti 「わたしのかさ はここにあります 」menjadi 「わたしのは こ こ に あ り ま す 」 . Dalam permasalahan tata bahasa Jepang seperti ini,
sebaiknya pengajar menjelaskannya kepada murid mengapa hal tersebut dapat
terjadi.
4. Kurangnya pemahaman mengenai bahasa Jepang yang dipelajari
Dari tujuh penyebab kesalahan berbahasa yang ada menurut Yoshikawa,
kurangnya pemahaman adalah penyebab yang paling banyak dilakukan. Agar
kurangnya pemahaman ini tidak lagi terjadi atau berkurang, perlunya adanya proses
belajar secara bertahap dan berkelanjutan oleh pemelajar.
5. Kurangnya penjelasan mengenai bahasa Jepang yang dipelajari
Kurangnya penjelasan yang diterima dapat mempengaruhi kurang
pemahaman mengenai bahasa Jepang yang dipelajari. Adapun kesalahan pada hal
kurangnya penjelasan dapat dilihat pada contoh berikut.
A : この たてものは倉庫ですか。
B : はい、そのたてものは倉庫です。
Dari percakapan singkat di atas, pengajar sebaiknya memberikan penjelasan
mengapa digunakan ( こ れ ) tetapi menjawab dengan ( そ れ ). Jika tidak diberikan
penjelasan yang baik, dapat menyebabkan pemelajar beranggapan itu hal yang aneh.
Kesalahan inilah yang mengakibatkan kurangnya penjelasan menjadi salah satu
penyebab terjadinya kesalahan dalam berbahasa.
6. Salah prinsip dalam mengasosiasikan bahasa
Pemelajar perlu mengasosiasikan bahasa asing yang dipelajari agar dapat
20
memahaminya. Pada tahapan awal, pengajar akan memberikan contoh secara real
dalam menjelaskan suatu bahasa. Pada tahap pembelajaran yang lebih tinggi,
biasanya pengajar akan memberikan penjelasan yang bersifat abstrak. Dengan hal ini
diharapkan pemelajar dapat mengasosiasikan bahasa tersebut lebih baik lagi.
Sehingga tidak terjadi kesalahan prinsip dalam proses belajar yang dilakukan.
7. Berlebihan dalam berpikir
Hal lain yang juga mempengaruhi seseorang dalam mempelajari bahasa
Jepang adalah berlebihan dalam berfikir. Terlalu banyak berfikir dapat menyebabkan
kelalaian dan kurangnya pemahaman. Oleh karena itu, semua hal tersebut berkaitan
satu sama lain.
2.3 Teori Kognitif dalam Pembelajaran
Menurut Kaiho (2001: 53) mempelajari kanji adalah sesuatu yang sulit bagi
pemelajar yang tidak memiliki latar belakang huruf kanji, seperti orang Indonesia.
Terlebih dengan jumlahnya yang sangat banyak. Menurut Okano (1992: 2), jika
pemelajar dapat mengatasi tekanan psikologi dalam menguasai kanji tingkat
intermediate, ia juga akan dapat menguasai tingkat advanced. Sehingga faktor
psikologi juga menentukan dalam menguasai bahasa asing.
Faktor psikologi yang erat kaitannya dengan proses pembelajaran adalah
kognitif. Kognitif adalah pendekatan psikologi yang memusatkan perhatian pada cara
kita merasakan, mengolah, menyimpan dan merespon informasi. Dalam pengajaran
bahasa asing teori tersebut diwujudkan dalam pendekatan kognitif yang merupakan
bagian dari tiga pendekatan dalam dunia pendidikan, yaitu behavioristik, humanistik
dan kognitif itu sendiri. Kognitif menekankan proses-proses mental dan pengaruhnya
21
pada perilaku kita dalam kegiatan belajar yang aktif. Pemelajar berinisiatif mencari
pengalaman dan informasi untuk belajar serta menyelesaikan masalah. Kemudian
mengatur kembali dan mengorganisasikan apa yang telah mereka ketahui untuk
mencapai sesuatu yang baru (Piaget dalam Djiwandono dalam Novianti, 2012: 311).
Aspek kognitif dan bahasa merupakan dua hal yang saling berkaitan.
Keterkaitan kognitif dengan bahasa terletak pada pemikiran bahwa bahasa
mempengaruhi pandangan dan pikiran seseorang yang menggunakan bahasa tersebut.
Menurut Piaget dalam Widhiarso (2002: 6), dalam observasinya Piaget
mengungkapkan bahwa perkembangan aspek kognitif seseorang akan mempengaruhi
bahasa yang digunakannya.
Whorf dalam Widhiarso (2002: 6) menyatakan bahasa atau kata-kata
merupakan simbolis dari realita faktual. Pemberian simbol ini dipengaruhi oleh
faktor subjeknitas kebudayaan dan individu. Apa yang ada dalam setiap individu
akan mempengaruhi penyebutan terhadap suatu objek. Seperti masyarakat Jepang
yang mempunyai kognitif (pikiran) tinggi, hal tersebut karena mereka mempunyai
banyak kosakata untuk mengungkapkan sesuatu.
Salah satu teori perkembangan kognitif yang banyak digunakan sebagai
acuan dalam pembelajaran adalah teori dari Jean Piaget (1896-1980). Menurut Piaget
dalam Blake dan Pope (2008: 61), setiap individu harus mampu beradaptasi dengan
lingkungan mereka. Dia menggambarkan dua proses adaptasi yang dialami seseorang
untuk menyesuaikan diri dengan lingkungannya, yaitu asimilasi dan akomodasi. Dua
hal tersebut dapat merubah skema, sehingga dapat meningkatkan efisiensi. Menurut
Piaget, perkembangan ideal adalah keseimbangan antara asimilasi dan akomodasi.
2.3.1 Skema
22
Dalam membangun dunia mereka secara aktif, anak-anak menggunakan
skema. Piaget menekankan pentingnya skema dalam perkembangan kognitif, serta
menggambarkan bagaimana skema diperoleh dan dikembangkan (Santrock, 2004:
43).
Ajideh (2003: 4) mengungkapkan skema (plural skemata) adalah sebuah
konsep yang berada dalam pikiran dan ingatan setiap individu untuk mengatur serta
menafsirkan informasi. Hal tersebut terbentuk karena pengalaman kita dengan orang
lain, benda-benda maupun peristiwa-peristiwa di dunia ini. Skema dapat dikatakan
sebagai kerangka, rencana atau naskah.
Skema dapat menggambarkan pengetahuan dari ideologi maupun budaya,
serta dapat dilihat sebagai latar belakang pengetahuan yang terorganisir. Sesuatu
yang membawa kita untuk memprediksi aspek-aspek dalam penafsiran wacana atau
percakapan. Dengan kata lain, skema adalah pengetahuan seseorang. Semua
pengetahuan umum seseorang tertanam dalam skema.
Contoh peranan skema:
Ketika seseorang melakukan sesuatu yang berulang-ulang, seperti menulis
shodo (kaligrafi Jepang) akan terbentuk skema mengenai shodo. Sewaktu ia kembali
menulis shodo, ia akan menggeneralisasi seluruh pengalamannya dalam menulis.
Sehingga secara otomatis ia akan menerapkan skema tersebut ke situasi saat itu. Hal
ini berguna, karena sewaktu pengajar memberitahu sebuah kanji baru, pengajar
tersebut tidak harus memberikan semua rincian tentang bagaimana cara memegang
kuas, duduk, menggunakan tinta, dan lainnya. Skema dari pengalaman menulis
shodo sebelumnya dapat mengisi hal-hal yang tidak dijelaskan oleh pengajar pada
pembelajaran selanjutnya.
23
2.3.2 Asimilasi dan Akomodasi
Piaget mengatakan bahwa ada dua proses yang berperan dalam bagaimana
anak-anak menggunakan dan menyesuaikan skema mereka, yaitu asimilasi dan
akomodasi. Asimilasi adalah sebuah proses yang terjadi ketika seorang anak
menggabungkan informasi baru dengan informasi yang telah mereka ketahui. Dalam
hal ini, seorang anak mengasimilasi lingkungan ke dalam skema. Akomodasi adalah
sebuah proses yang terjadi ketika seorang anak mengatur atau menyesuaikan diri
dengan informasi baru. Dalam hal ini seorang anak menyesuaikan skema mereka ke
lingkungan (Santrock, 2004: 43).
Contoh asimilasi:
Seorang pria melihat seorang wanita mengenakan kimono dan geta, serta
rambutnya tertata rapi. Kemudian pria itu berkata kepada temannya, "Geisha,
geisha". Pria itu melakukan hal tersebut karena skema yang ada dalam pikirannya
mengenai geisha dari beberapa film Jepang yang pernah ia tonton.
Contoh akomodasi:
Pada kejadian "geisha" di atas, teman pria tersebut menjelaskan bahwa
wanita itu bukan geisha, meskipun berpenampilan seperti itu. Wanita itu tidak merias
wajahnya dengan make-up tebal hingga bagian leher dan tengkuk. Cara berjalan
wanita tersebut juga tidak seperti geisha yang seharusnya. Dengan pengetahuan baru
ini, pria tersebut mampu mengubah skemanya mengenai "geisha". Kemudian dapat
membuat standard concept yang lebih cocok mengenai geisha.
24
25