Ver

34
KATA PENGANTAR Puji dan syukur saya panjatkan kepada Allah SWT atas rahmat dan hidayahnya sehingga saya dapat menyelesaikan Referat ini. Referat yang berjudul “Visum et repertum”. Saya mengucapkan terima kasih yang sebesar- besarnya kepada pembimbing saya, dr. Arwan Sp. F dan dr. Surjit Singh MBBS, SpF, DFM yang telah memberikan bimbingannya dalam proses penyelesaian referat ini. Selain itu, saya juga mengucapkan terimakasih kepada teman-teman saya yang telah turut membantu dalam pembuatan referat. Semoga karya tulis ini dapat bermanfaat bagi siapa saja yang membacanya. Penulis

Transcript of Ver

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur saya panjatkan kepada Allah SWT atas rahmat dan hidayahnya sehingga saya dapat menyelesaikan Referat ini. Referat yang berjudul Visum et repertum.Saya mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada pembimbing saya, dr. Arwan Sp. F dan dr. Surjit Singh MBBS, SpF, DFM yang telah memberikan bimbingannya dalam prosespenyelesaian referat ini.Selain itu, saya juga mengucapkan terimakasih kepada teman-teman saya yang telah turut membantu dalam pembuatan referat. Semoga karya tulis ini dapat bermanfaat bagi siapa saja yang membacanya.

Penulis

BAB IPENDAHULUAN

Kini banyak sekali muncul kasus-kasus kejahatan yang diberitakan tidak hanya melibatkan harta benda tetapi nyawa seseorang.Dalam perjalanan menelusuri kasus-kasus tersebut pihak kepolisian melakukan penyidikan yang kemudian berakhir di peradilan. Dalam proses penyidikan dalam kasus yang melibatkan nyawa seseorang terkadang penyidik meminta bantuan dari ahli misalnya dokter dalam bentuk keterangan yang disebut visum et repertum. Visum et repertum merupakan salah satu pelayanan di bidang kedokteran forensik yang dapat membantu di bidang hukum. Pembuatan visum et repertum tersebut dimaksudkan sebagai ganti barang bukti, karena barang bukti yang diperiksa tersebut tidak mungkin bisa dihadapkan disidang pengadilan dalam keadaan sebagaimana adanya. Hal ini dimungkinkan oleh karena barang bukti tersebut yang ada hubungannya dengan tubuh manusia (misalnya: luka, mayat atau bagian tubuh lainnya) segera akan berubah menjadi sembuh atau membusuk.Visum et repertum adalah keterangan tertulis dari seorang dokter (dalam kapasitasnya sebagai ahli) atas permintaan resmi dari penyidik yang berwenang mengenai hasil pemeriksaan medik terhadap manusia, baik hidup atau mati ataupun bagian atau diduga bagian dari tubuh manusia, berdasarkan keilmuannya dan di bawah sumpah, untuk krpentingan peradilan.1visum et repertum yang dimaksud merupakan salah satu alat bukti diperadilan yang jika dalam pembuatannya tidak benar maka akan memperberat hukuman atau bahkan menyeret dokter itu sendiri dalam masalah.Visum et repertum dibuat berdasarkan permintaan oleh penyidik dan biasanya dibuat oleh dokter spesialis forensik. Dokter spesialis forensik adalah dokter umum yang telah mengambil spesialisasi di bidang forensik dan kedokteran kehakiman (medikolegal), mereka berwenang untuk membuat visum et repertum. Akan tetapi jumlah dokter forensik tidaklah sebanding dengan jumlah penduduk dan luas wilayah di Indonesia, sehingga ada daerah yang terdapat dokter spesialis forensik dan ada yang tidak terdapat dokter spesialis forensik.Bagi daerah tertentu karena secara geografis tidak memungkinkan dan sangat jauh letaknya dan belum ada dokter ahli forensik maupun jauh dari laboratorium forensic seperti misalnya; Laboratorium Forensik Kepolisian, Laboratorium Kesehatan (Dinas Kesehatan atau Rumah Sakit), Laboratorium Forensik Fakultas Kedokteran, maka visum et repertum dari dokter (umum) atau dokter bukan ahli sebagai pemeriksaan luka, pemeriksaan mayat kecuali autopsy yang hanya boleh dilakukan oleh dokter ahli forensik. Oleh karena itu dokter umum bisa dimintai membuat visum et repertum.Keterbatasan dokter spesialis forensik di Indonesia memberikan pengaruh terhadap dokter umum dimana pada saat terdapat permintaan visum dan di instansi tersebut hanya terdapat dokter umum, maka dokter umum berkewajiban untuk membuatnya. Sebenarnya semua dokter forensik dan medikolegal dimana di dalamnya terdapat visum et repertum. Jadi diperlukan keberanian, ketelitian dan kesungguhan dari para dokter itu sendiri untuk melakukan pemeriksaan dan diberikan dalam bentuk visum et repertum.

BAB IITINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi Visum et repertumVisum et repertum berasal dari bahasa latin yaitu visum = visa yang berarti dilihat dan repertum = repere yang berarti ditemukan atau didapati, sehingga terjemahan langsung dari visum et repertum adalah yang dilihat dan ditemukan. Jadi visum et repertum adalah keterangan tertulis dari seorang dokter (dalam kapasitasnya sebagai ahli) atas permintaan resmi dari penyidik yang berwenang mengenai hasil pemeriksaan medik terhadap manusia, baik hidup atau mati ataupun bagian atau diduga bagian dari tubuh manusia, berdasarkan keilmuannya dan di bawah sumpah, untuk kepentingan peradilan.2

Dalam undang-undang ada satu ketentuan hukum yang menuliskan langsung tentang visum et repertum, yaitu pada Staatsblad ( Lembaran Negara ) tahun 1937 No. 350 yang menyatakan :Pasal 1 :Visa reperta seorang dokter, yang dibuat baik atas sumpah jabatan yang diucapkan pada waktu menyelesaikan pelajaran di Negeri Belanda ataupun di Indonesia, merupakan alat bukti yang syah dalam perkara-perkara pidana, selama visa reperta tersebut berisikan keterangan mengenai hal-hal yang dilihat dan ditemui oleh dokter pada benda yang diperiksa2.

B. Jenis dan Bentuk Visum et repertumAda beberapa jenis visum et repertum, yaitu visum et repertum perlukaan (termasuk keracunan), visum et repertum kejahatan susila, visum et repertum jenazah, dan visum et repertum psikiatrik.3

Visum et repertum dibuat secara tertulis, sebaiknya dengan mesin ketik, di atas sebuah kertas putih dengan kepala surat institusi kesehatan yang melakukan pemeriksaan, dalam bahasa Indonesia, tanpa memuat singkatan dan sedapat mungkin tanpa istilah asing, bila terpaksa digunakan agar diberi penjelasan bahasa Indonesia.3

1. Untuk orang hidupYang termasuk visum untuk orang hidup adalah visum yang diberikan untuk korban luka-luka karena kekerasan, keracunan, perkosaan, psikiatri dan lain-lain.Berdasarkan waktu pemberiannya visum untuk orang hidup dapat dibedakan atas :a. Visum seketika (definitive).Visum yang langsung diberikan setelah korban selesai di periksa.Visum inilah yang paling banyak dibuat oleh dokter.b. Visum sementaraVisum yang diberikan pada korban yang masih dalam perawatan.Dalam visum sementara ini belum ditulis kesimpulan.c. Visum lanjutanVisum ini diberikan setelah korban sembuh atau meninggal dan merupakan lanjutan dari visum sementara yang telah diberikan sebelumnya.Dalam visum ini dokter telah membuat kesimpulan.Visum lanjutan tidak perlu dibuat oleh dokter yang membuat visum sementara, tetapi oleh dokter yang terakhir merawat penderita.

Berikut adalah jenis dari visum et repertum :1) Visum et repertum perlukaan (termasuk keracunan)Pemeriksaan pada korban hidup ditujukan untuk mengetahui penyebab luka dan derajat parahnya luka tersebut.Suatu perlukaan dapat membawa dampak dari segi fisik, psikis, sosial dan pekerjaan.Oleh karena itu derajat perlukaan diperlukan oleh hakim diperadilan untuk menentukan beratnya sanksi pidana yang dijatuhkan.Terhadap setiap pasien dokter harus membuat catatan medik atas semua hasil pemeriksaan mediknya. Pada korban yang diduga tindakan pidana pencatatan harus lengkap dan jelas untuk kepentingan kelengkapan barang bukti di dalam bagian pemberitaan visum et repertum.Dalam praktek sehari-hari memungkinkan bahwa korban perlukaan akan datang lebih dahulu ke dokter baru kemudian melapor ke penyidik. Keterlambatan permintaan visum et repertum bisa di terima sepanjang keterlambatan itu cukup beralasan dan tidak menjadi hambatan dalam pembuatan visum et repertum.Derajat luka berdasarkan ketentuan KUHP yaitu penganiayaan ringan adalah penganiayaan yang tidak menimbulkan penyakit atau halangan untuk menjalankan aktivitas.Umumnya yang dianggap penganiayaan ringan adalah luka lecet atau memar kecil di lokasi yang tidak berbahaya atau tidak menurunkan fungsi alat tubuh tertentu.Sedangkan KUHP pasal 90 telah memberikan batasan tentang luka berat yaitu : Jatuh sakit atau mendapat luka yang tidak member harapan akan sembuh sama sekali atau yang menimbulkan bahaya maut. Yang menyebabkan seseorang terus menerus tidak mampu untuk menjalankan tugas atau pekerjaan. Yang menyebabkan kehilangan salah satu panca indera Yang menimbulkan cacat berat Yang mengakibatkan terjadinya keadaan lumpuh Terganggunya daya pikir selama 4 minggu atau lebih Terjadinya gugur atau matinya kandungan seorang perempuan.Namun demikian pada saat pemeriksaan pertama kali dokter sering tidak dapat menentukan apakah suatu perlukaan yang diperiksa adalah luka sedang atau berat.Hal ini diakibatkan masih belum berhentinya perkembangan derajat perlukaan sebelum selesai pengobatan. Jadi dokter membuat visum et repertum sementara yang tidak menyimpulkan derajat luka melainkan hanya keterangan bahwa hingga saat visum et repertum dibuat korban masih dalam perawatan di institusi kesehatan tersebut.Di dalam pemberitaan visum et repertum biasanya disebutkan keadaan umum korban sewaktu datang, luka atau cedera atau penyakit yang ditemukan berikut uraian letak, jenis, dan sifat serta ukurannya, pemeriksaan penunjang, tindakan medic yang dilakukan, riwayat perjalanan penyakit selama perawatan dan keadaan akhir saat perawatan berakhir.Dalam bagian kesimpulan harus tercantum luka atau cedera atau penyakit yang ditemukan kemudian jenis benda yang mengakibatkannya serta derajat perlukaan.2) Visum et repertum kejahatan susilaBiasanya korban kejahatan susila yang dimintakan visum et repertumnya kepada dokter adalah kasus dugaan adanya persetubuhan yang diancam KUHP meliputi pemerkosaan, persetubuhan pada wanita yang tidak berdaya, persetubuhan dengan wanita yang belum cukup umur.Untuk kepentingan peradilan dokter berkewajiban untuk membuktikan dan memeriksa : Tanda persetubuhan Adanya kekerasan Usia korban Adanya penyakit hubungan seksual Kehamilan Kelainan psikiatrikPembuktian adanya persetubuhan dilakukan dengan pemeriksaan fisik terhadap kemungkinan deflorasi hymen, laserasi vulva atau vagina, serta ada cairan mani dan sel sperma dalam vagina.Dalam kesimpulan visum et repertum korban kejahatan susila harus memuat usia korban, jenis luka, jenis kekerasan dan tanda persetubuhan.

3) Visum et repertum psikiatrikVisum et repertum di bidang psikiatrik disebut visum et repertumPsychiatricum. Visum et repertum psikiatrik perlu dibuat oleh karena adanya pasal 44 ayat (1) KUHP yang berbunyi Barang siapa melakukan perbuatan yang tidak dipertanggungjawabkan padanya disebabkan karena jiwanya cacat dalam tubuhnya (gebrekkige ontwikkeling) atau terganggu karena penyakit (zielkelijke storing), tidak dipidana.Visum et repertum diperuntukkan bagi tersangka atau terdakwa pelaku pidana bukan korban sebagaimana visum et repertum lainnya. Pemeriksaan ini dilakukan setelah seseorang mengalami suatu peristiwa atau berkaitan dengan hukum.Hasil pemeriksaan tersebut dilakukan rekonstruksi ilmiah dimana untuk mencari korelasi antara hasil pemeriksaan dengan peristiwa yang terjadi. Oleh karena itu visum et repertum psikiatrik menyangkut masalah dapat dipidana atau tidaknya seseorang atas tindak pidana yang dilakukannya, maka adalah lebih baik bila pembuat visum et repertum psikiatrik ini hanya dokter spesialis psikiatri yang bekerja di rumah sakit jiwa atau rumah sakit umum.Dalam Keadaan tertentu di mana kesaksian seseorang amat diperlukan sedangkan ia diragukan kondisi kejiwaannya jika ia bersaksi di depan pengadilan maka kadangkala hakim juga meminta evaluasi kejiwaan saksi tersebut dalam bentuk visum et repertum psikiatrik.

2. Visum jenazaha. Visum dengan pemeriksaan luarb. Visum dengan pemeriksaan luar dan dalam (autopsi)Dalam KUHAP pasal 134 terlihat bahwa pemeriksaan mayat untuk kepentingan peradilan dapat dilakukan melalui pemeriksaan luar saja dan hanya bila perlu dilakukan pemeriksaan bedah mayat.KUHAP pasal 134Dalam pasal ini dijelaskan :1) dalam hal sangat diperlukan dimana untuk keperluan pembuktian bedah mayat tidak mungkin lagi dihindari, penyidik wajib memberitahukan terlebih dahulu kepada keluarga korban.2) Dalam hal keluarga korban keberatan, penyidik wajib menerangkan dengan sejelas-jelasnya tentang maksud dan tujuan perlunya dilakukan pembedahan tersebut.3) Apabila dalam waktu dua hari tidak ada tanggapan apapun dari keluarga atau pihak yang perlu diberi tahu tidak ditemukan, penyidik segera melaksanakan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam pasal 133 ayat 3 undang-undang ini.

C. Fungsi dan tujuan Visum et repertumMaksud pembuatan VeR adalah sebagai salah satu barang bukti (corpus delicti) yang sah di pengadilan karena barang buktinya sendiri telah berubah pada saat persidangan berlangsung. Jadi VeR merupakan barang bukti yang sah karena termasuk surat sah sesuai dengan KUHP pasal 184.Ada 5 barang bukti yang sah menurut KUHP pasal 184, yaitu:- Keterangan saksi- Keterangan ahli- Surat-surat- Petunjuk- Keterangan terdakwa

Keterangan ahli dijelaskan dalam KUHAP pasal 186. Keterangan ahli adalah apa yang seorang ahli nyatakan di sidang pengadilan.Sedangkam laporan atas hasil pemeriksaan dokter yang selama ini disebut visum et repertum di golongkan ke dalam alat bukti surat dan ini dijelaskan dalam pasal 187.KUHAP pasal 187Surat sebagaimana tersebut pada pasal 184 ayat (1), dibuat atas sumpah jabatan atau dikuatkan dengan sumpah, adalah :a. berita acara dan surat lain dalam bentuk resmi dibuat oleh pejabat umum yang berwenang atau yang dibuat di hadapannya, yang memuat keterangan tentang kejadian atau keadaan yang didengar, dilihat atau yang dialaminya dan tegas tentang keterangan itu.b. Surat yang dibuat menurut ketentuan peraturan perundang-undangan atau surat yang dibuat oleh pejabat mengenai hal yang termasuk dalam tatalaksana yang menjadi tanggung jawabnya dan yang diperuntukkan bagi pembuktian sesuatu hal atau sesuatu keadaan.c. Surat keterangan dari seorang ahli yang memuat pendapat berdasarkan keahliannya mengenai sesuatu hal atau sesuatu keadaan yang diminta secara resmi dari padanya.Surat lain yang hanya dapat berlaku jika ada hubungannya dengan isi dari alat pembuktian yang lain.

Ada 3 tujuan pembuatan VeR, yaitu1:

- Memberikan kenyataan (barang bukti) pada hakim - Menyimpulkan berdasarkan hubungan sebab akibat Memungkinkan hakim memanggil dokter ahli lainnya untuk membuat kesimpulan VeR yang lebih baru

Bila VeR belum dapat menjernihkan persoalan di sidang pengadilan, hakim dapat meminta keterangan ahli atau diajukannya bahan baru, seperti yang tercantum dalam Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP), yang memberi kemungkinan dilakukannya pemeriksaan atau penelitian ulang atas barang bukti, apabila timbul keberatan yang beralasan dari terdakwa atau penasehat hukumnya terhadap suatu hasil pemeriksaan.

D. Bagian-Bagian dari Visum et repertumSudut kanan atas:a. alamat tujuan SPVR(Rumah sakit atau dokter), dan tgl SPVR.b. Rumah sakit (Direktur) :- Kepala bagian / SMF Bedah- Kepala bagian / SMF Obgyn- Kepala bagian / SMF Penyakit dalam- Kepala bagian I.K.Forensik.

Sudut kiri atas:a. alamat peminta VetR,b. nomor surat, hal danc. lampiran.

Bagian tengah :a. Disebutkan SPVR korban hidup / matib. Identitas korban (nama, umur, kelamin, kebangsaan, alamat, agama dan pekerjaan).c. Peristiwanya (modus operandi) antara lain *Luka karena . . . . . . . . . . . . . . . .*Keracunan (obat/racun . . . . . . . . . .).*Kesusilaan (perkosaan/perzinahan/cabul).*Mati karena (listrik, tenggelam, senjata api/tajam/tumpul).

1. PEMBUKAANKata Projustitia dicantumkan disudut kiri atas, dan dengan demikian visum et repertum tidak perlu bermaterai, sesuai dengan pasal 136 KUHAP.2. PENDAHULUAN.Bagian ini memuat antara lain :- Identitas pemohon visum et repertum.- Identitas dokter yang memeriksa / membuat visum et repertum.- Tempat dilakukannya pemeriksaan (misalnya rumah sakit X Surabaya).- Tanggal dan jam dilakukannya pemeriksaan.- Identitas korban.- Keterangan dari penyidik mengenai cara kematian, luka, dimana korban dirawat, waktu korban meninggal.- Keterangan mengenai orang yang menyerahkan / mengantar korban pada dokter dan waktu saat korban diterima dirumah sakit.

3. PEMBERITAAN.- Identitas korban menurut pemeriksaan dokter, (umur, jenis kel,TB/BB), serta keadaan umum.- Hasil pemeriksaan berupa kelainan yang ditemukan pada korban.- Tindakan-tindakan / operasi yang telah dilakukan.- Hasil pemeriksaan tambahan.

4. KESIMPULAN.

- Bagian ini berupa pendapat pribadi dari dokter yang memeriksa, mengenai hasil pemeriksaan sesuai dgn pengetahuan yang sebaik-baiknya.- Seseorang melakukan pengamatan dengan kelima panca indera (pengelihatan, pendengaran, perasa, penciuman dan perabaan).- Sifatnya subjektif.

5. PENUTUP

- Memuat kata Demikianlah visum et repertum ini dibuat dengan mengingat sumpah pada waktu menerima jabatan.- Diakhiri dengan tanda tangan, nama lengkap/NIP dokter.

Struktur Visum et repertumUnsur penting dalam VeR yang diusulkan oleh banyak ahli adalah sebagai berikut3 :

1. Pro JustitiaKata tersebut harus dicantumkan di kiri atas, dengan demikian VeR tidak perlu bermeterai.

2. PendahuluanPendahuluan memuat: identitas pemohon visum et repertum, tanggal dan pukul diterimanya permohonan VeR, identitas dokter yang melakukan pemeriksaan, identitas subjek yang diperiksa : nama, jenis kelamin, umur, bangsa, alamat, pekerjaan, kapan dilakukan pemeriksaan, dan tempat dilakukan pemeriksaan.

3. Pemberitaan (Hasil Pemeriksaan)Memuat hasil pemeriksaan yang objektif sesuai dengan apa yang diamati, terutama dilihat dan ditemukan pada korban atau benda yang diperiksa. Pemeriksaan dilakukan dengan sistematis dari atas ke bawah sehingga tidak ada yang tertinggal. Deskripsinya juga tertentu yaitu mulai dari letak anatomisnya, koordinatnya (absis adalah jarak antara luka dengan garis tengah badan, ordinat adalah jarak antara luka dengan titik anatomis permanen yang terdekat), jenis luka atau cedera, karakteristik serta ukurannya. Rincian tersebut terutama penting pada pemeriksaan korban mati yang padasaat persidangan tidak dapat dihadirkan kembali. Pada pemeriksaan korban hidup, bagian pemberitaan terdiri dari:a. Pemeriksaan anamnesis atau wawancara mengenai apa yang dikeluhkan dan apa yang diriwayatkan yang menyangkut tentang penyakit yang diderita korban sebagai hasil dari kekerasan/tindak pidana/didugakekerasan.b. Hasil pemeriksaan yang memuat seluruh hasil pemeriksaan, baik pemeriksaan fisik maupun pemeriksaan laboratorium dan pemeriksaan penunjang lainnya. Uraian hasil pemeriksaan korban hidup berbeda dengan pada korban mati, yaitu hanya uraian tentang keadaan umum dan perlukaan serta hal-hal lain yang berkaitan dengan tindak pidananya (status lokalis).c. Tindakan dan perawatan berikut indikasinya, atau pada keadaan sebaliknya, alasan tidak dilakukannya suatu tindakan yang seharusnya dilakukan. Uraian meliputi juga semua temuan pada saat dilakukannya tindakan dan perawatan tersebut. Hal tersebut perlu diuraikan untuk menghindari kesalahpahaman tentang tepat/ tidaknya penanganan dokter dan tepat/tidaknya kesimpulan yang diambil.d. Keadaan akhir korban, terutama tentang gejala sisa dan cacat badan merupakan hal penting untuk pembuatan kesimpulan sehingga harus diuraikan dengan jelas. Pada bagian pemberitaan memuat 6 unsur yaitu anamnesis, tanda vital, lokasi luka pada tubuh, karakteristik luka, ukuran luka, dan tindakan pengobatan atau perawatan yang diberikan.

4. KesimpulanMemuat hasil interpretasi yang dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah dari fakta yang ditemukan sendiri oleh dokter pembuat VeR, dikaitkan dengan maksud dan tujuan dimintakannya VeR tersebut. Pada bagian ini harus memuat minimal 2 unsur yaitu jenis luka dan kekerasan dan derajat kualifikasi luka. Hasil pemeriksaan anamnesis yang tidak didukung oleh hasil pemeriksaan lainnya, sebaiknya tidak digunakan dalam menarik kesimpulan. Pengambilan kesimpulan hasil anamnesis hanya boleh dilakukan dengan penuh hati-hati. Kesimpulan VeR adalah pendapat dokter pembuatnya yang bebas, tidak terikat oleh pengaruh suatu pihak tertentu. Tetapi di dalam kebebasannya tersebut juga terdapat pembatasan, yaitu pembatasan oleh ilmu pengetahuan dan teknologi, standar profesi dan ketentuan hukum yang berlaku. Kesimpulan VeR harus dapat menjembatani antara temuan ilmiah dengan manfaatnya dalam mendukung penegakan hukum. Kesimpulan bukanlah hanya resume hasil pemeriksaan,melainkan lebih ke arah interpretasi hasil temuan dalam kerangka ketentuan hokum-hukum yang berlaku.

5. PenutupMemuat pernyataan bahwa keterangan tertulis dokter tersebut dibuat dengan mengingat sumpah atau janji ketika menerima jabatan atau dibuat dengan mengucapkan sumpah atau janji lebih dahulu sebelum melakukan pemeriksaan serta dibubuhi tanda tangan dokter pembuat VeR.

E. Prosedur, permintaan, penerimaan dan penyerahan Visum et repertumPihak yang berhak meminta VeR3:- Penyidik (pasal I ayat 1), Polri dengan pangkat serendah-rendahnya Aipda (Ajudan inspektur Dua). Sedangkan pangkat terendah untuk penyidik pembantu adalah Bripda (Brigadir Dua). Namun di daerah yang terpencil, mungkin saja seorang polisi berpangkat Bripda dapat diberi wewenang sebagai penyidik, oleh karena didaerah tersebut tidak ada yang pangkatnya lebih tinggi..-Hakim pidana, biasanya tidak langsung meminta visum et repertum kepada dokter, akan tetapi hakim dapat memerintahkan kepada jaksa untuk melengkapi Berita Acara Pemeriksaan (BAP) dengan visum et repertum, kemudian jaksa melimpahkan permintaan hakim kepada penyidik.- Hakim perdata berwewenang meminta visum et repertum. Hal ini diatur dalam HIR (Herziene Inlands Reglement). Hal ini dikarenakan disidang pengadilan perdata tidak ada jaksa, maka hakim perdata dapat langsung meminta visum et repertum kepada dokter.

Syarat pembuat:Seperti yang tercantum didalam KUHAP pasal 133 ayat (1), telah ditentukan bahwa yang berhak membuat visum et repertum adalah :1. Ahli kedokteran kehakiman2. Dokter atau ahli lainnyaKetentuan tersebut diatas tidak sesuai dengan keadaan sebenarnya, sebab untuk korban yang menyangkut : Luka : diperiksa oleh dokter spesialis bedah Kejahatan kesusilaan : diperiksa oleh dokter spesialis kebidanan dan penyakit kandungan Keracunan : diperiksa oleh dokter spesialis penyakit dalam Kekerasan pada mata : diperiksa oleh dokter spesialis mata Korban meninggal : diperiksa oleh dokter spesialis Kedokteran Forensik

Ada 8 hal yang harus diperhatikan saat pihak berwenang meminta dokter untuk membuat VeR korban hidup, yaitu:1. Harus tertulis, tidak boleh secara lisan.2. Langsung menyerahkannya kepada dokter, tidak boleh dititip melalui korban atau keluarganya. Juga tidak boleh melalui jasa pos.3. Bukan kejadian yang sudah lewat sebab termasuk rahasia jabatan dokter.4. Ada alasan mengapa korban dibawa kepada dokter.5. Ada identitas korban.6. Ada identitas pemintanya.7. Mencantumkan tanggal permintaan.8. Korban diantar oleh polisi atau jaksa.

Ada 8 hal yang harus diperhatikan saat pihak berwenang meminta dokter untuk membuat VeR jenazah, yaitu:1. Harus tertulis, tidak boleh secara lisan.2. Harus sedini mungkin.3. Tidak bisa permintaannya hanya untuk pemeriksaan luar.4. Ada keterangan terjadinya kejahatan.5. Memberikan label dan segel pada salah satu ibu jari kaki.6. Ada identitas pemintanya.7. Mencantumkan tanggal permintaan.8. Korban diantar oleh polisi.Saat menerima permintaan membuat VeR, dokter harus mencatat tanggal dan jam, penerimaan surat permintaan, dan mencatat nama petugas yang mengantar korban. Batas waktu bagi dokter untuk menyerahkan hasil VeR kepada penyidik selama 20 hari. Bila belum selesai, batas waktunya menjadi 40 hari dan atas persetujuan penuntut umum.

Lampiran visum- Fotografi forensik- Identitas, kelainan-kelainan pada gambar tersebut- Penjelasan istilah kedokteran- Hasil pemeriksaan lab forensik (toksikologi, patologi, sitologi, mikrobiologi)Syarat-syarat penulisan Visum et Repertum :- Memakai bahasa Indonesia yg mudah dimengerti orang awam.- Angka harus ditulis dengan huruf, (4 cm ditulis empat sentimeter).- Tidak dibenarkan menulis diagnose luka (luka bacok, luka tembak dll).- Luka harus dilukiskan dengan kata-kata.- Memuat hasil pemeriksaan yang objektif (sesuai apa yang dilihat dan ditemukan).

Pencabutan SPVRKadang-kadang keluarga korban tidak setuju kalau mayat diautopsi.Dalam hal demikian maka keluarga harus menghadap penyidik.Penyidik dibenarkan mencabut kembali SPVR berdasarkan Instruksi Kapolri No.Pol : INS/E/20/IX/75, yaitu :1. Bila ada keluarga korban/mayat keberatan jika diadakan visum et repertum bedah mayat, maka adalah kewajiban dari petugas Polri cq. Pemeriksa untuk secara persuasif memberikan penjelasan perlu dan pentingnya autopsi untuk kepentingan penyidik, kalau perlu ditegakkannya pasal 222 KUHP.2. Pada dasarnya penarikan/pencabutan kembali visum et repertum tidak dapat dibenarkan. Bila terpaksa visum et repertum yang sudah diminta harus diadakan pencabutan/penarikan

Contoh Visum Binjai, 31 Maret 2015PRO JUSTITIA

VISUM ET REPERTUM

No. /TUM/VER/II/2015

Yang bertandatangan di bawah ini, Sena Rian Rizardi, dokter spesialis forensik pada RSUD dr. djoelham kota binjai, atas permintaan dari kepolisian sektor binjai dengan suratnya nomor B/37/VeR/II/Reskrim tertanggal 16 februari 2015 maka dengan ini menerangkan bahwa pada tanggal enam belas februari tahun dua ribu lima belas pukul Sembilan lewat lima menit Waktu Indonesia Bagian Barat. Bertempat di RSUD dr. djoelham kota binjai, telah melakukan pemeriksaan korban dengan nomor registrasi 123456 yang menurut surat tersebut adalah:

Nama : xxxxUmur : 34 tahunJenis Kelamin : Laki-lakiWarga negara : IndonesiaPekerjaan : xxxxAgama : xxxxAlamat: xxxx

HASIL PEMERIKSAAN:1. Korban datang dalam keadaan sadar dengan keadaan umum sakit sedang. Korban mengeluh sakit kepala dan sempat pingsan setelah kejadian pemukulan pada kepala 2. Pada korban ditemukan a. Pada belakang kepala kiri, dua sentimeter dan garis pertengahan belakang, empat senti meter diatas batas dasar tulang, terdapat luka terbuka, tepi tidak rata, dinding luka kotor, sudut luka tumpul, berukuran tiga senti meter kali satu senti meter, disekitarnya dikelilingi benjolan berukuran empat sentimeter kali empat senti meter b. Pada dagu, tepat pada garis pertengahan depan terdapat luka terbuka tepi tidak rata, dasar jaringan bawah kulit,dinding kotor, sudut tumpul, berukuran dua senti meter kali setengah sentimeter dasar otot.c. Lengan atas kiri terdapat gangguan fungsi, teraba patah pada pertengahan serta nyeri pada penekanan. d. Korban dirujuk ke dokter syaraf dan pada pemeriksaan didapatkan adanya cedera kepala ringan. 3. Pemeriksaan foto Rontgen kepala posisi depan dan samping tidak menunjukkan adanya patah tulang. Pemeriksaan foto rontgen lenganatas kiri menunjukkan adanya patah tulang lengan atas pada pertengahan. 4. Terhadap korban dilakukan penjahitan dan perawatan luka, dan pengobatan. 5. Korban dipulangkan dengan anjuran kontrol seminggu lagi.

KESIMPULAN :Pada pemeriksaan korban laki-laki berusia tiga puluh empat tahun ini ditemukan cedera kepala ringan, luka terbuka pada belakang kepala kiri dan dagu serta patah tulang tertutup pada lengan atas kiri akibat kekerasan tumpul. Cedera tersebut telah mengakibatkan penyakit / halangan dalam menjalankan pekerjaan jabatan/pencaharian untuk sementara waktu. Demikianlah visum et repetum ini dibuat dengan sebenarnya dengan menggunakan keilmuan yang sebaik-baiknya, mengingat sumpah sesuai dengan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana.

Dokter Pemeriksa

BAB IIIPENUTUP

Visum et repertum merupakan keterangan tertulis dari seorang dokter (dalam kapasitasnya sebagai ahli) atas permintaan resmi dari penyidik yang berwenang mengenai hasil pemeriksaan medik. sebagai salah satu barang bukti yang sah di pengadilanJenis jenis visum et repertum, yaitu visum et repertum perlukaan (termasuk keracunan), visum et repertum kejahatan susila, visum et repertum jenazah, dan visum et repertum psikiatrik. Dan pihak yang berhak meminta VeR3, Penyidik, Hakim pidana, Hakim perdata Yang harus diperhatikan saat pihak berwenang meminta dokter untuk membuat VeR, harus tertulis, langsung menyerahkannya kepada dokter, bukan kejadian yang sudah lewat,korban diantar oleh polisi atau jaksa. Kemudian saat menerima permintaan membuat VeR, dokter harus mencatat tanggal dan jam, penerimaan surat permintaan, dan mencatat nama petugas yang mengantar korban.

DAFTAR PUSTAKA

1. Budiyanto, Arif; Widiatmaka, Wibisana. 1997. Ilmu Kedokteran Forensik. Jakarta : Bagian Kedokteran Forensik Kedokteran Universitas Indonesia2. Hoediyanto, A. Hariadi. 2010. Buku Ajar Ilmu Kedokteran Forensik dan Medikolegal. Surabaya. Departemen Ilmu Kedokteran Forensik dan Medikolegal Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga.3. Singh, Surjit. Ilmu Kedokteran Forensik. Medan