VCO

40
LAPORAN HASIL PENGKAJIAN TEKNOLOGI PENGOLAHAN KELAPA MENDUKUNG AGROINDUSTRI TAHUN ANGGARAN 2006 Oleh: Caya Khairani Yogi Purna Rahardjo A. Dalapati Sumarni BPTP SULAWESI TENGAH BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN PERTANIAN 2006 1

description

minyak kelapa

Transcript of VCO

  • LAPORAN HASIL

    PENGKAJIAN TEKNOLOGI PENGOLAHAN KELAPA MENDUKUNG AGROINDUSTRI

    TAHUN ANGGARAN 2006

    Oleh:

    Caya Khairani Yogi Purna Rahardjo

    A. Dalapati Sumarni

    BPTP SULAWESI TENGAH BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN PERTANIAN

    2006

    1

  • LEMBAR PENGESAHAN LAPORAN AKHIR

    1. Judul Kegiatan : Pengkajian Teknologi Pengolahan Kelapa Mendukung

    Agroindustri 2. Unit Kerja : Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Sulawesi Tengah 3. Alamat : Jl. Lasoso No. 62 Biromaru 4. Penanggungjawab Kegiatan :

    a. Nama : Ir. Caya Khairani b. Jenis Kelamin : Perempuan c. Pangkat/Golongan : Pembina/IVa

    c.1 Struktural : - c.2 Fungsional : Penyuluh Pertanian Madya

    5. Lokasi Kegiatan : Kabupaten Donggala, Propinsi Sulawesi Tengah 6. Status Kegiatan : Lanjutan (L) 7. Tahun Dimulai : 8. Tahun Ke I 2005 : Rp. 40.000.000

    II 2006 : Rp. 59.139.000 9. Biaya Kegiatan TA 2006 : Rp. 59.139.000,- (lima puluh sembilan juta seratus tiga puluh

    sembilan ribu rupiah) 10. Sumber Dana : Loan ADB No. 1909 INO (SF) melalui Satker Balai Pengkajian

    Teknologi Pertanian Sulawesi Tengah Balai Besar Pengkajian dan Pengembangan Teknologi Pertanian T.A. 2006

    Mengetahui : Kepala Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Penanggung Jawab Kegiatan, Sulawesi Tengah, Dr. Ir. Amran Muis, MS Ir. Caya Khairani NIP. 080 079 474 NIP. 080 072 315

    2

  • PENGKAJIAN TEKNOLOGI PENGOLAHAN KELAPA MENDUKUNG AGROINDUSTRI

    ABSTRAK

    Propinsi Sulawesi Tengah salah satu daerah penghasil kelapa. Pada tahun 2003, luas areal kelapa mencapai 181.633 ha dengan produksi 207.730 ton. Areal perkebunan rakyat mencapai 98 persen dari pertanaman usaha tani kelapa yang umumnya dikelola secara tradisional. Luas pertanaman kelapa di Kabupaten Donggala sebesar 32.715 Ha atau 20% dari total luas tanaman kelapa di Sulawesi Tengah. Hasil PRA di desa poor farmers di Kabupaten Donggala menunjukkan bahwa diperlukan inovasi teknologi pasca panen komoditas kelapa untuk meningkatkan pendapatan petani.

    Berdasarkan hasil survei inventarisasi potensi dan teknologi agroindustri kelapa di Sulawesi Tengah diketahui pada sub pengolahan khususnya minyak kelapa mengalami persaingan tidak sehat, inefisiensi pabrik dan keterbatasan modal. Penetrasi pasar minyak kelapa olahan petani jumlahnya terbatas dan tidak kontinyu dengan tingkat keuntungan petani hanya Rp. 13.300/hari atau Rp. 300/botol. Untuk meningkatkan tingkat pendapatan petani dapat dilakukan dengan mendiversifikasi olahan kelapa dan teknologi yang disarankan untuk dilaksanakan adalah teknologi pengolahan VCO dan perbaikan minyak kelapa melalui penggunaan kemasan dan peningkatan daya simpan. Disamping itu setelah unit usaha berjalan dengan baik maka hasil samping limbah kelapa diolah menjadi produk lainnya seperti Nata de coco, arang tempurung dan briket. Kegiatan unit usaha memerlukan dukungan kelembagaan yang berfungsi sebagai fasilitator, adanya jejaring kerjasama antar petani yang baik serta pemberdayaan petani sebagai pelaku kegiatan usaha. Berdasarkan hasil pengkajian ini teknologi yang sesuai dengan kondisi sosial, budaya dan kemampuan ekonomi adalah paket teknologi pengolahan minyak kelapa bermutu dan minyak kelapa murni. Metode cuka, sentrifus dan pemanasan bertahap meningkatkan kualitas minyak yang dihasilkan dibandingkan minyak kelapa petani walaupun rendemennya lebih kecil dari metode petani yaitu untuk setiap 10 butir menghasilkan minyak 570 -706 ml (metode cuka), 726,67 ml (metode sentrifus) dan 563,33 ml (metode pemanasan bertahap) dan metode petani sebesar 1355 ml. Sisa minyak masih terdapat pada setiap metode introduksi dengan rataan 200ml. Hasil analisa kelayakan pola introduksi dengan mengolah kelapa menjadi VCO mempunyai R/C 1,46 (metode sentrifus) dan R/C 1,44 (metode cuka) dibandingkan metode petani dengan R/C 1,17. Telah terbentuk kelembagaan di tingkat petani yaitu unit usaha yang merupakan cikal bakal lembaga usaha bersama. Kata Kunci: Pengolahan Kelapa, minyak kelapa bermutu , VCO, Unit Usaha

    3

  • I. PENDAHULUAN

    Penerapan teknologi baru dan perbaikan proses produksi industri kecil merupakan

    salah satu program pembangunan pertanian yang terus mendapat perhatian. Pada sub-sektor

    perkebunan seperti komoditas kelapa yang dikelola petani, pengembangan usaha

    diversifikasi baik secara vertikal maupun horizontal masih relatif rendah. Pada kondisi

    usaha tani yang demikian maka nilai pendapatan yang diraih per satuan areal unit usaha tani

    juga rendah.

    Pengembangan industri pengolahan kelapa, sebagian besar menerapkan teknologi

    tingkat sedang, penanganan kurang efisien, fasilitas terbatas, kurang tenaga terampil dan

    biaya produksi tinggi. Sebagai akibatnya sistem tersebut produk yang dihasilkan tidak

    kompetitif (Ibrahim, 1989). Pengembangan usaha pengolahan kelapa di tingkat petani

    dapat dilakukan, dengan mempertimbangkan bahwa teknologi yang diaplikasikan adalah

    teknologi inovatif yang praktis dioperasikan, peralatan pengolahan tersedia secara lokal

    dengan harga terjangkau, produk yang dihasilkan mempunyai nilai ekonomi cukup tinggi

    dengan pasaran luas. Berdasarkan hasil survei inventarisasi potensi dan teknologi

    agroindustri kelapa di Sulawesi Tengah diketahui bahwa Pengolahan minyak kelapa

    dilakukan dalam skala rumah tangga dengan teknologi sederhana. Keuntungan petani

    sebesar Rp 13.117,-/hari atau hanya Rp. 300/botol, dengan waktu produksi cukup lama

    yaitu 23,5-35,9 jam. Serta belum semua bagian kelapa digunakan dan diolah dengan baik.

    Penggunaan dan pengolahan kelapa baru sebatas membuat minyak kelapa secara

    tradisional, kopra, arang tempurung, batang sebagai bahan bangunan serta lidi yang dibuat

    menjadi sapu.

    Fase produk minyak kelapa telah memasuki fase kematangan dan menuju jenuh.

    Hal ini dikarenakan terlalu banyak perusahaan yang bersaing untuk konsumen dan

    teknologi pengolahan minyak sudah homogen. Oleh karena itu diperlukan perbaikan

    teknologi pengolahan minyak kelapa yang tepat guna. Menurut Saragih (2002) teknologi

    tepat guna adalah inovasi teknologi yang memenuhi kriteria: (a) secara teknis teknologi

    dapat diterapkan oleh pengguna, (b) secara ekonomi memberi nilai tambah dan insentif

    yang memadai, (c) secara sosial budaya dapat diterima oleh pengguna, dan (d) teknologi

    ramah lingkungan. Teknologi tersebut hendaknya mudah diterapkan, meningkatkan nilai

    4

  • dan pendapatan petani serta diterima pasar. Paket teknologi pengolahan kelapa terpadu

    merupakan salah satu cara peningkatan pendapatan petani melalui perbaikan teknologi

    pengolahan kelapa yang ada sehingga meningkatkan produksi dan mutu hasil produk

    olahan khususnya minyak kelapa. Pengolahan terpadu adalah cara pengolahan yang

    mendayagunakan seluruh komponen hasil kelapa pada beberapa unit proses dalam satu

    sistem pengolahan (Grimwood, 1975). Pengolahan kelapa terpadu akan meningkatkan nilai

    tambah komoditas kelapa dan peningkatan harga kelapa butiran yang akan diterima petani

    (Nambiar, 1984).

    Pada prinsipnya ada dua cara untuk menghasilkan minyak kelapa, yaitu cara basah

    dengan bahan baku kelapa segar dan cara kering dengan bahan baku kopra (Rindengan dan

    Karouw, 2001). Pengolahan minyak cara basah melalui tahap pembuatan santan, proses

    pemecahan emulsi santan dapat berlangsung secara spontan maupun metode penggunaan

    enzim. Untuk memperbaiki mutu minyak dapat dilakukan dengan metode pemanasan

    bertahap yang direkomendasikan oleh Rindengan dan Novarianto (2004), sehingga dapat

    dihasilkan minyak murni berkadar air minimal. Cara ini hampir sama dengan cara yang

    dilakukan petani, kecuali dalam pemberian panas selama pemasakan santan atau dadih

    untuk memperoleh minyak kelapa. Minyak kelapa yang diperoleh dengan pengolahan yang

    terkontrol yang menghasilkan mutu yang lebih baik berkadar air 0.02 0.03 %, kadar

    asam lemak bebas 0.02 %, tidak berwarna (bening), bau harum dan daya simpannya lebih

    dari 1 tahun adalah dikenal sebagai minyak murni atau sebutan lainnya yaitu virgin oil,

    clear oil, natural oil, white oil (Hagenmaier, 1977). Pengenalan diversifikasi teknologi

    pengolahan minyak dengan cara sentrifugasi dan penambahan asam asetat (cuka) juga

    dapat diperoleh minyak yang murni dan sehat. Minyak kelapa bermutu selain digunakan

    sebagai minyak goreng juga merupakan salah satu bahan baku penting industri seperti

    minyak telon, sabun, kosmetik dan susu formula (Rindengan dan Novarianto, 2004).

    Melalui pengembangan agroindustri kelapa terpadu di Kabupaten Donggala

    diharapkan dapat meningkatkan peluang berusaha dan bekerja serta pendapatan petani yang

    pada akhirnya dapat meningkatkan kesejahteraan dan dapat mengatasi masalah kemiskinan

    di daerah tersebut. Untuk mendukung berjalannya sistem agroindustri kelapa terpadu yang

    produktif, efisien, dan berkelanjutan maka komponen teknologi inovatif dan komponen

    5

  • kelembagaan yang dapat menjamin penerapan teknologi tersebut harus ditumbuhkan secara

    bersamaan.

    Pemberdayaan petani secara melembaga dengan orientasi usaha bisnis komersial

    dan untuk percepatan pengembangan, dibutuhkan investasi, bantuan peralatan pengolahan,

    pembinaan, penciptaan jaringan pemasaran hasil yang pada langkah awal dilakukan oleh

    pemerintah/ instansi teknis dan usaha swasta, yang dilakukan secara kontinue dan

    berkelanjutan. Penanganan usaha selanjutnya dilakukan oleh petani bekerja sama dengan

    swasta, sedangkan pemerintah sebagai fasilitator. Oleh karena itu untuk menunjang

    pengembangan agroindustri pedesaan skala rumah tangga berbasis kelapa diperlukan paket

    teknologi perbaikan penglolahan minyak kelapa yang dapat meningkatkan pendapatan

    petani dengan lembaga yang memfasilitasi petani terhadap aspek produksi, modal, dan

    pasar.

    A. Tujuan

    Mendapatkan paket teknologi perbaikan pengolahan minyak kelapa yang dapat meningkatkan pendapatan petani.

    Pembentukan lembaga usaha bersama sebagai sarana yang memfasilitasi petani/pelaku agribisnis dalam penguasaan aset produksi, modal, dan pasar.

    B. Luaran

    Satu paket teknologi perbaikan pengolahan minyak kelapa yang dapat meningkatkan pendapatan petani.

    Terbentuk lembaga usaha bersama sebagai sarana yang memfasilitasi petani/pelaku agribisnis dalam penguasaan aset produksi, modal, dan pasar.

    II. METODE PENELITIAN A. Ruang Lingkup Kegiatan

    Kegiatan pengkajian di TA. 2006 dilakukan pengembangan sistem agroindustri

    kelapa terpadu melalui penerapan teknologi perbaikan pada pengolahan minyak kelapa

    bermutu yang didukung penguatan kelembagaan. Dengan demikian usaha yang dijalankan

    para petani dapat meningkatkan produktivitas, menghasilkan minyak kelapa yang bermutu

    6

  • sehingga memperoleh harga yang lebih baik serta meningkatkan kesempatan memperoleh

    tambahan pendapatan dari hasil diversifikasi usaha yang dijalankan. Usaha ini akan

    didukung dengan penguatan kelembagaan petani melalui pembentukan lembaga usaha

    bersama khususnya dalam pemasaran produk yang mereka hasilkan.

    Sejalan dengan Panduan Litkaji Pengembangan Inovasi Pertanian di Lahan

    Marginal P4MI, paket teknologi yang akan dikembangkan bersifat spesifik lokasi, unggul,

    sudah teruji sehingga layak secara sosial ekonomi, prospektif, low cost atau low input

    sehingga perbedaan antara persyaratan teknis dengan kemampuan petani relatif kecil,

    rendah resiko dan tetap menjaga stabilitas pendapatan petani serta berbasis sumber daya

    alam dan sumber daya masyarakat lokal yang terintegrasi dengan teknologi lokal yang

    unggul, yang secara bertahap dapat bermanfaat bagi petani dan mendorong kemandirian

    petani.

    B. Waktu dan Tempat Kegiatan

    Pengkajian dilakukan di Kabupaten Donggala, Kecamatan Sindue yang merupakan

    salah satu sentra industri pengolahan kelapa dan dinilai layak sebagai dasar pengembangan

    di masa mendatang. Agar kegiatan selaras dengan kebijakan Kabupaten Donggala maka

    desa yang akan dijadikan lokasi pengkajian adalah salah satu desa binaan P4MI yaitu Desa

    Lero dan Desa Lero Tatari. Lokasi penelitian mudah dijangkau, mudah diakses oleh para

    kelompok tani, serta para stakeholder lainnya. Pelaksanaan pengkajian ini dilakukan pada

    bulan Januari hingga Desember 2006.

    C. Tahapan dan prosedur kegiatan pengkajian :

    Persiapan : pembuatan proposal, ROPP, seminar dan pembuatan kuisioner survei pendasaran.

    Penetapan lokasi : melakukan pemilihan lokasi yang representatif dan penetapan kooperator.

    Sosialisasi : melakukan sosialisasi kegiatan dan perjanjian kesepakatan dengan petani kooperator.

    Pelaksanaan survei pendasaran. Pengujian teknologi minyak kelapa bermutu serta beberapa uji analisis fisikokimia

    di Laboratorium.

    7

  • Uji paket teknologi minyak kelapa bermutu ditingkat petani. Pembinaan perkelompok dan pendampingan : Melakukan pembinaan dan

    pendampingan terhadap keberlangsungan proses produksi, pemasaran,

    kelembagaan dan kerjasama dengan pihak lain.

    Pemantauan dan Evaluasi : Melakukan pemantauan dan mengevaluasi respon kegiatan dengan wawancara ke petani.

    D. Perlakukan dan teknologi yang dikaji a. Jumlah petani kooperator

    Petani yang dilibatkan dalam pengkajian adalah pengrajin minyak kelapa.

    Pengkajian dilaksanakan dengan pendekatan rumah tangga petani sebagai

    kooperator sebanyak 15 kepala rumah tangga. Tiap desa yang terpilih dibentuk

    masing-masing 1 unit usaha kooperator yang terdiri atas dua kelompok kerja yang

    masing-masing berjumlah sebanyak empat lima orang petani. Kegiatan produksi

    akan diulang selama 3 kali setiap metode pembuatan minyak kelapa bermutu dan

    VCO. Pendampingan petani difokuskan pada kinerja kelembagaan, perintisan pasar

    dan kerjasama dengan pedagang.

    b. Perbaikan Teknologi Pengolahan Minyak Kelapa

    Paket teknologi yang akan dikaji di petani berasal dari BALITKA Manado meliputi

    teknologi pengolahan minyak kelapa menggunakan dengan metode pemanasan

    bertahap serta pembuatan minyak kelapa murni tanpa pemanasan melalui

    penambahan cuka. Minyak yang dihasilkan dikemas menggunakan beberapa

    alternatif kemasan yang disesuaikan dengan konsumen yang dituju. Teknologi

    pembuatan minyak kelapa bermutu, adalah :

    Metode pemanasan bertahap

    Bahan baku yang digunakan untuk pembuatan minyak kelapa bermutu berupa

    buah kelapa segar yang sudah tua atau matang dengan umur buah yang dikehendaki

    di atas 11 bulan. Dari hasil percobaan, untuk menghasilkan 3,75 liter dibutuhkan

    kelapa sebanyak 50 butir kelapa dalam.

    8

  • Tahapan proses pembuatan minyak kelapa bermutu dengan metode dua kali

    pemanasan merupakan salah satu metode penyempurnaan proses pembuatan minyak

    kelapa secara tradisional yang dilakukan oleh petani. Ada beberapa tahapan yang

    perlu dilakukan, yaitu pembuatan santan, pemisahan krim, pemanasan krim santan,

    pemanasan minyak dan penyaringan minyak.

    Metode Sentrifuse Prinsip teknologi ini adalah memisahkan air dengan minyak melalu

    pembentukan emulsi. Emulsi minyak terjadi karena proses gravitasi dan putaran

    santan. Alur proses pengolahan kelapa diawali dengan pemarutan daging kelapa

    segar. Daging kelapa segar kemudiaan diparut dan ditambahkan air sehingga

    diperoleh santan. Santan kemudian dimasukan ke dalam alat sentrifuse sehingga

    terbentuk emulsi minyak dan diperoleh minyak mentah. Minyak mentah tersebut

    kemudian diproses lebih lanjut untuk menghilangkan air di minyak melalui

    pemanasan atau penyaringan.

    Metode Pengasaman Prinsip teknologi ini adalah memisahkan air dengan minyak melalu

    pembentukan emulsi. Emulsi minyak terjadi karena proses pengasaman. Proses

    pengasaman secara alami juga terjadi pada santan yang diolah dengan

    mendiamkannya semalam. Alur proses pengolahan kelapa diawali dengan

    pemarutan daging kelapa segar. Daging kelapa segar kemudiaan diparut dan

    ditambahkan air sehingga diperoleh santan. Santan didiamkan diatas sinar matahari

    selama tiga jam kemudiaan santan kental yang diperoleh lalu dipindahkan ke wadah

    lain. Asam cuka lalu ditambahkan ke dalam santan kental sesuai dengan dosisnya

    untuk 50 butir kelapa dan santan tersbut diletakan diatas sinar matahari. Minyak

    kelapa murni dapat diperoleh setelah 3-4 jam. Apabila kondisi hujan minyak dapat

    disimpan semalam dengan hasil berupa minyak kelapa bermutu. Pada Gambar 1

    disajikan pembuatan minyak kelapa bermutu dengan metode pemanasan bertahap

    dan Gambar 2 disajikan skema pembuatan minyak kelapa bermutu metode cuka

    9

  • Sabut

    Air kelapa

    Tempurung

    Ampas

    Blondo

    Butiran kelapa

    Belahan kelapa

    Daging kelapa

    Kelapa parut

    Santan

    Krim

    Minyak mentah

    Dibelah

    Daging dipisahkan

    Diparut

    Ditambah air 1:2 dan diperas

    Didiamkan 3-5 jam, krim dipisah

    Dipanaskan

    Dipanaskan dan disaring

    Minyak kelapa bermutu

    Buah kelapa

    Dikupas

    Gambar 1. Perbaikan minyak kelapa menjadi minyak kelapa bermutu dengan metode

    pemanasan bertahap

    10

  • Gambar 2. Perbaikan minyak kelapa menjadi minyak kelapa bermutu dan minyak kelapa

    murni dengan Metode Cuka

    Sabut

    Air kelapa

    Tempurung

    Ampas

    Blondo

    Buah kelapa Buah kelapa

    Dikupas

    Butiran kelapa

    Belahan kelapa

    Daging kelapa

    Kelapa parut

    Santan

    Krim

    Minyak mentah

    Minyak kelapa Murni

    Dibelah

    Daging dipisahkan

    Diparut

    Ditambah air 1:3 dan diperas

    Didiamkan 3 jam diatas sinar matahri, krim dipisah

    Tambahkan Cuka makan, diamkan 2 jam diatas sinar matahari

    Minyak Mentah disaring

    Butiran kelapa

    Belahan kelapa

    Daging kelapa

    Kelapa parut

    Santan

    Krim

    Minyak mentah

    Minyak kelapa mentah dan blondo yang diatas

    Dikupas

    Dibelah

    Daging dipisahkan

    Diparut

    Ditambah air 1:3 dan diperas

    Didiamkan 3 jam diatas sinar matahri, krim dipisah

    Tambahkan Cuka makan, diamkan selama semalam

    Dimasak dengan 2 kali pemanasan Minyak Kelapa Bermutu

    11

  • c. Pengembangan kelembagaan petani

    Berlangsungnya kegiatan produktif tidak akan terlepas dari berbagai hubungan

    pengrajin dengan pihak lain, terutama yang berkaitan dengan kepentingan mereka

    dalam menguasai sarana produksi, modal, tenaga kerja, serta informasi, dan jaringan

    pasar. Oleh sebab itu, keberhasilan aktivitas usaha yang mereka lakukan tidak akan

    terlepas dari kinerja dan kuantitas kelembagaan yang ditumbuhkembangkan untuk

    mendukungnya. Dalam kegiatan ini lembaga yang ditumbuhkembangkan adalah

    lembaga usaha bersama.

    Penumbuhkembangan lembaga usaha bersama dilakukan secara bertahap sesuai

    dengan tahapan kemampuan sumberdaya manusia petani. Untuk itu, paling tidak

    diperlukan waktu tiga tahun. Selama kurun waktu tersebut tahapan

    penumbuhkembangan lembaga usaha bersama akan dilakukan sebagai berikut:

    Tahun pertama, tahun 2006 : penumbuhan unit usaha Tahun kedua, tahun 2007 : penguatan unit usaha menjadi lembaga usaha

    bersama

    Tahun ketiga, tahun 2008 : pemanfaatan lembaga usaha bersama dan menumbuhkan kemitraan usaha

    Lembaga usaha bersama merupakan wadah petani untuk bersamasama

    memperluas kesempatan usaha yang disertai peningkatan kemampuan mereka

    dalam penguasaan aset, teknologi, modal dan pasar. Oleh sebab itu wilayah

    partisipasi diperluas tidak hanya pada kegiatan produksi tetapi secara bertahap

    bergerak ke subsistem agribisnis lain, yakni (1) penyediaan aset produksi, (2)

    pemasaran produk, (3) penyediaan bahan baku dan (4) pengembangan industri

    prospektif lainnya. Karakteristik pasar produk yang mensyaratkan permintaan

    kuantitas produk dan perizinan usaha secara bertahap akan diselesaikan bersama.

    Apabila kemampuannya tidak memungkinkan dapat dilakukan secara kemitraan

    dengan perusahaan mitra. Tahun anggaran 2006, akan dibentuk dan

    ditumbuhkembangkan unit usaha yang nantinya dapat berkembang menjadi

    kelompok usaha bersama (lembaga usaha bersama). Tahapan Pengembangan

    Lembaga Usaha Bersama di sajikan pada Gambar 3.

    12

  • KELOMPOK TANI/ UNIT

    USAHA

    KELOMPOK USAHA

    BERSAMA

    KEMITRAAN

    USAHA

    Manajemen Pengadaan input & modal Pemasaran antar pulau Pengolahan hilir (bahan

    setengah jadi atau bahan jadi) Produksi VCO dan Minyak kelapa Bermutu (MKB)

    Manajemen Penyediaan input & modal

    Manajemen Pemasaran hasil (VCO dan MKB)

    Gambar 3. Pengembangan Lembaga Usaha Bersama E. Pengumpulan dan Analisa Data

    Data dan informasi yang dikumpulkan dianalisa baik secara kualitatif maupun

    secara kuantitatif. Analisa kuantitatif hanya digunakan untuk mengukur gejala dan

    dilakukan terhadap data dan informasi yang dikumpulkan melalui pengukuran atau

    penghitungan dan diuji perbedaan keunggulan paket teknologi dengan analisis statistik.

    Secara lebih spesifik analisa kuantitatif yang dilakukan adalah analisa fisikokimia minyak

    kelapa seperti rendemen, kadar air, bilangan asam dan bilangan peroksida. Analisis

    kelayakan usaha dengan menggunakan uji Revenue Cost Ratio (R/C) yang dikemukakan

    oleh Soekartawi (1995) sebagai berikut:

    Total Revenue (TR)

    R/C = --------------------------

    Total Cost (TC)

    Analisa kualitatif yang dilakukan adalah analisis teknologi eksisting, mutu minyak

    petani, tingkat pendapatan, kelembagaan dan tingkat kesejahteraan melalui kegiatan survei

    pendasaran. Analisa respon/adopsi teknologi dilakukan untk mengetahui persepsi petani

    terhadap teknologi yang dikenalkan dengan cara wawancara.

    Uji kesukaan dilakukan dengan memberikan minyak sampel kepada panelis minyak

    makan sebanyak 0,5 liter dan kuisioner mengenai pendapatnya terhadap minyak makan

    yang dicobakan. Parameter yang diujikan adalah wangi (keharuman), rasa produk setelah

    13

  • dimasak (after taste) dan warna. Pada kuisioner digunakan kisaran 1 hingga 5 yang berarti

    nilai 1 adalah tidak menarik, biasa (3) dan nilai 5 (menarik). Nilai yang diperoleh dari

    setiap responden untuk tiap komponen uji dijumlahkan dan kemudian di bagi dengan

    jumlah responden yang mengikuti melakukan uji tersebut.

    III. HASIL DAN PEMBAHASAN

    Lokasi penelitian dipilih yang representatif dengan mempertimbangkan

    1) Homogenitas pekerjaan, 2) Tingkat respon masyarakat terhadap perubahan yang

    dipengaruhi oleh tingkat pendidikan, kondisi ekonomi dan fasilitas, 3) Kemudahan akses

    dan pasar serta hasil diskusi dengan para peneliti dan penyuluh di BPTP Sulawesi Tengah,

    Penyuluh Lapangan (PPL) di Balai Penyuluhan Pertanian (BPP) Simao dan Kepala Desa.

    Berdasarkan pertimbangan tersebut, maka terpilih dua komunitas pengrajin yang berada di

    dua desa yang berdekatan, walaupun pengrajin minyak kelapa di Desa Lero yang tingkat

    pendidikan, kondisi ekonomi dan fasilitas yang lebih baik dari pengrajin minyak kelapa di

    Desa Lero Tatari. Kedua komunitas ini merupakan pengrajin yang sudah berpengalaman

    lebih dari 5 tahun.

    Kedua desa tersebut terletak di wilayah kecamatan Sindue, Kabupaten Donggala,

    Propinsi Sulawesi Tengah. Kelompok Tani yang terbentuk di Desa Lero beranggotakan 10

    orang yang terdiri atas dua kelompok kerja, sedangkan di Desa Desa Lero Tatari

    beranggotakan 10 orang dengan satu kelompok kerja.

    A. SURVEI PENDASARAN Survei pendasaran dilakukan pada petani kooperator yang tersebar di Desa Lero dan

    Desa Lero Tatari dengan rata-rata jumlah tanggungan keluarga sebanyak 2-3 orang (60%).

    Rata-rata umur responden pengrajin minyak 36 tahun dengan sebaran antara 29-45 tahun

    yang tergolong sebagai umur produktif. Bila ditijau dari segi umur, yang terbanyak adalah

    kelompok umur 15 55 tahun. Umur disamping berkaitan dengan kecepatan adopsi suatu

    inovasi juga berkaitan dengan kemampuan fisiknya dalam bekerja untuk memenuhi

    kebutuhan keluarganya. Sampai tingkat umur tertentu akan semakin meningkat kekuatan

    fisik seseorang sehingga produktivitasnya naik, tetapi semakin tua umur maka kekuatan

    14

  • fisik menurun dan produktivitasnya menurun. Pendidikan responden adalah SD (60%),

    SMP (15%) dan SMA (10%) dan di Desa Lero Tatari sebagian besar peserta pengkajian

    sedang mengikuti kejar paket A (SD).

    Pekerjaan kepala keluarga adalah sebagian besar petani kebun dengan luas kebun

    0,25 1 Ha. Komoditas pertanian terbesar yang diusahakan adalah jagung dan sebagian

    besar hasil panen digunakan untuk konsumsi. Luas kepemilikan bangunan berkisar antara

    24 240 m2 yang seluruhnya sudah menjadi hak miliknya. Jenis dinding yang dominan

    adalah kayu (40%) dan tembok semen (50%) dengan lantai semen dan beratap seng (90%).

    Sunber air diperoleh dari sungai khususnya pada pengrajin yang tinggal di Desa Lero Tatari

    dan pengrajin yang tinggal di bagian terdalam dari Desa Lero (60%). Sanitasi pengrajin

    masih dilakukan di alam terbuka di sekitar lingkungan rumah. Listrik PLN hanya dirasakan

    oleh pengrajin di Desa Lero sedangkan pengrajin Lero Tatari tidak merasakannya.

    Pengusaan alat produksi khususnya pembuatan minyak kelapa seluruh pengrajin

    mempunyai ember dan alat memasak. Di Desa Lero, alat peras minyak (alat injak)

    digunakan bersama sedangkan di Desa Lero Tatari umumnya santan diperas menggunakan

    tangan. Aktivitas pengrajin dan suami pengrajin pada hari produksi minyak kelapa

    disajikan pada Tabel 1.

    Pada Tabel 1, diketahui bahwa pembuatan minyak kelapa membutuhkan waktu

    selama 2 hari untuk memperoleh minyak walaupun aktifitas efektif pembuatan minyak

    hanya beberapa jam saja. Pengetahuan pengrajin terhadap olahan kelapa terbatas seperti

    minyak kelapa, arang tempurung, batang kelapa, kopra dan tai minyak (blondo). Akan

    tetapi pengrajin hanya memproduksi minyak kelapa atau kopra karena sebagian besar

    pengrajin tidak memiliki kebun kelapa dan tempurung kelapa lebih condong digunakan

    untuk bahan bakar memasak.

    15

  • Tabel 1. Aktivitas Petani Dalam Beberapa Proses Pengolahan Minyak

    Jam Pengrajin

    Hari I 15.00-17.00 17.00-18.00

    Pengolahan Kelapa menjadi santan

    18.00-21.00 Aktivitas Keluarga 21.00-05.00 Tidur

    Hari II 05.00-07.00 Aktivitas Keluarga 07.00-09.00 Masak Minyak 09.00-11.00 Cari Air dan aktivitas keluarga

    11.00-13.00

    13.00-15.00 Istirahat, aktivitas keluarga

    15.00-17.00 17.00-18.00

    Pengolahan Kelapa menjadi santan

    18.00-21.00 Aktivitas Keluarga 21.00-05.00 Tidur

    Pengrajin di Desa Lero memproduksi minyak kelapa untuk setiap prosesnya

    berkisar antara 10 botol (6 liter) hingga 22 botol (13,2 liter) dengan frekuensi 2-8 kali setiap

    bulannya. Sedangkan pengrajin di Desa Lero Tatari hanya berproduksi sebanyak 2-6 botol

    dengan frekuensi 4-5 kali setiap bulannya. Pengrajin di Desa Lero Tatari cenderung

    menggunakan sebagian hasil olahannya untuk dikonsumsi.

    Harga jual minyak kelapa di daerah Kecamatan Sindue cukup bervariasi tergantung

    lokasi penjualan dan cara pembuatan. Harga minyak kelapa yang diperas (Rp. 4500,-)

    dinilai lebih tinggi dibandingkan cara diinjak (Rp. 4000,-), hal ini mungkin juga disebabkan

    pengrajin Desa Lero Tatari langsung menjualnya ke pedagang di Pasar Labuan di

    bandingkan Pengrajin Desa Lero yang menjualnya ke penjual pengumpul di Desanya.

    Total rata-rata pendapatan petani dalam sebulan sebesar Rp. 632.611 yang 60

    persen berasal dari pendapatan berkebun dan 20 persen dari mengolah minyak. Pendapatan

    petani lainnya berasal dari pekerjaan yang tidak menentu hasilnya seperti memancing,

    memanjat kelapa dan membuat kue. Tingkat kesejahteraan keluarga pengrajin dihitung

    berdasarkan tingkat pengeluaran selama setahun kemudian dibagi dengan jumlah anggota

    keluarga yaitu besaran pendapatan perkapita. Apabila besaran pendapatan perkapita lebih

    besar dari Rp. 1.173.000/kapita/tahun (BPS, 2005) maka pengrajin tersebut tergolong diatas

    16

  • garis kemiskinan. Dari survei diketahui bahwa 60% pengrajin dibawah garis kemiskinan

    sedangkan selebihnya berada di bawah kemiskinan. Diharapkan pengrajin yang berada

    diatas garis kemiskinan dapat menjadi motivator bagi anggota yang lain. Khusus Desa Lero

    tatari hampir 75% pengrajin berada di bawah garis kemiskinan. Pada Gambar 4 disajikan

    skema pohon masalah pengolahan minyak kelapa yang merupakan hasil PRA.

    17

  • Gambar 4. Pohon Masalah Minyak Kelapa dan Alternatif Kegiatan Inovasi Masalah Sumber Masalah Akar Masalah

    Harga Input Kelapa relative

    mahal Rp. 400/buah

    Sewa Parut tinggi

    Pendapatan Rendah Rp. 1.047.947/kapita/th

    Harga Output Stagnan di Rp.

    4000/0.6 l Pemasaran

    terbatas

    Penggunaan Input Peralatan tidak

    higienis Air dan tempurung

    tidak dimanfaatkaan Penggunaan air

    berlebih

    Produksi Minyak rendah- 63

    liter untuk 9 orang Produk homogen

    Kualitas minyak rendah

    Posisi tawar petani rendah

    Informasi mengenai pasar kurang diketahui

    Harga kelapa tinggi akibat kelapa banyak yang dijual butiran dikota

    Biaya sewa parut kelapa cukup besar

    Produktivitas Rendah 4-7 liter/bulan/orang

    Waktu Produksi yang lama ( 24 35 Jam)

    Kelapa jarang di bulan-bulan tertentu

    Penggunaan alat injak yang tidak higienis

    Hasil samping produksi tidak diolah

    Antisipasi

    Perbaikan Manajemen dan Kelembagaan Pengolahan Minyak Kelapa

    Perbaikan Teknologi Minyak Kelapa

    Introduksi Teknologi VCO

    Memperbaiki kualitas dan penggunaan kemasan

    Penjualan hasil produksi secara berkelompok

    Perluasan Pasar melalui Perbaikan Bauran Pemasaran

    Pembelian kelapa secara kelompok

    Alat parut milik kelompok/ sendiri

    Penggunaan alat pres semi intensif

    Introduksi pengolahan hasil samping produk khusunya air dan tempurung kelapa

    Masalah Alternatif Kegiatan Inovasi

    A. Inovasi Teknologi 1. Perbaikan Teknologi Pengolahan Minyak Kelapa 2. Alternatif Teknologi Pengolahan Minyak Kelapa (VCO) 3. Pengemasan Dan Perizinan Produk 4. Introduksi Pengolahan Hasil Samping Air Kelapa 5. Intorduksi Pengolahan Hasil Samping Tempurung Kelapa

    B. Kelembagaan

    1. Pembentukan Unit Usaha Mandiri dan Kelompok serta Kemitraan dengan Swasta 2. Pembinaan Kelembagaan 3. Meningkatkan Koordinasi antara Dinas Kesehatan, Perindustrian dan Pertanian

    Mengenai Pembinaan Industri Rumah Tangga

    18

  • B. PERBAIKAN TEKNOLOGI PENGOLAHAN MINYAK KELAPA

    Pengembangan produk dikatakan sukses jika produk yang diproduksi dapat dijual

    dengan menghasilkan laba. Lima dimensi spesifik yang berhubungan dengan laba dan

    digunakan untuk nilai kinerja usaha pengembangan produk, yaitu: (a) Kualitas produk;

    menentukan pangsa pasar dan harga yang ingin dibayar oleh pelanggan. (b) Biaya produk;

    menentukan berapa besar laba yang akan dihasilkan oleh unit usaha pada volume penjualan

    dan harga penjualan tertentu, (c) Waktu pengembangan, (d) Biaya pengembangan

    merupakan komponen yang penting dari investasi untuk mencapai profit, dan (e) Kapasitas

    pengembangan merupakan aset untuk mengembangkan produk dengan lebih efektif dan

    ekonomis di masa yang akan datang (Ulrich dan Eppinger, 2001).

    1. Kualitas Minyak Kelapa

    Standar Nasional Indonesia (SNI) sesungguhnya telah mengatur standar minyak

    kelapa murni atau VCO yaitu mutu minyak kelapa kelas I. Pada dasarnya minyak kelapa

    buatan petani masih tergolong dalam SNI yaitu minyak kelapa kelas II atau kelas III.

    Kualitas minyak akan berpengaruh terhadap kemampuannya untuk disimpan dan

    penggunaannya sewaktu dipakai. Pada Tabel 2 disajikan hasil analisis mutu minyak kelapa

    beberapa perlakuan.

    Tabel 2. Hasil Analisis Mutu Minyak Kelapa

    Minyak Kelapa Minyak Kelapa Murni (VCO) SNI Minyak Kelapa

    APCC

    Uraian Uji Mutu Metode

    Petani

    Metode Pemanasan

    bertahap

    Metode Cuka

    Metode Sentrifus

    Metode Cuka

    Mutu I

    Mutu II

    Mutu III VCO

    Kadar Air 0,175 0,14 0,15 0,23 0,22 Maks 0,10 Maks 0,30

    Maks 0,50 0.1 0.5

    FFA (Asam Lemak Bebas)

    0,105 0,03 0,37 0,03 0,36 Maks 0,10 Maks 0,50

    Maks 0,60

  • Berdasarkan analisis mutu minyak di Tabel 2 diperoleh kesimpulan bahwa

    perbaikan teknologi pengolahan minyak kelapa dapat meningkatkan mutu minyak dari

    tingkat mutu III menjadi tingkat mutu II. Minyak yang diperuntukan untuk dikonsumsi

    langsung (VCO) terbaik diperoleh dengan menggunakan metode sentrifus.

    Kadar air mempengaruhi mutu minyak kelapa. Adanya sejumlah air dalam minyak

    dapat menyebabkan terjadinya proses hidrolisis sehingga dapat mengakibatkan terjadinya

    kerusakan minyak. Proses ekstraksi minyak ternyata mempengaruhi nilai kadar air di

    minyak dan selama penyimpanan cenderung meningkat yang disebabkan reaksi oksidasi

    yang terjadi pada asam lemak tidak jenuh yang terdapat dalam minyak selama

    penyimpanan (Ketaren, 1986).

    Pada minyak kelapa yang lebih dari 80 persen komposisi minyak jenuh maka

    adanya kadar air di dalam minyak sangat berpengaruh terhadap masa simpan minyak. Air

    dalam minyak akan menyebabkan terbentuknya persyenyawaan peroksida akibat proses

    hidrolisis asam-asam lemak jenuh (Fadlana, 2006). Proses ekstraksi minyak kelapa dengan

    menggunakan panas (metode petani, pemanasan bertahap dan MKB cuka) memberikan

    kadar air yang lebih sedikit dibandingkan ekstraksi tanpa penggunaan panas. Dari semua

    metode yang diujikan kadar airnya masih diperbolehkan dalam standar.

    Bilangan peroksida merupakan indikasi adanya kegiatan oksidasi pada minyak.

    Proses oksidasi pada minyak terjadi pada asam-asam lemak tidak jenuh sehingga terbentuk

    penyawaan peroksida yang merupakan bahan pengoksidasi. Persenyawaan peroksida

    tersebut menyebabkan oksidasi tetap berlanjut dan meningkatnya bilangan peroksida.

    Bilangan peroksida akan berubah-ubah selama penyimpanan dan cenderung meningkat

    hingga ditemukan minyak menjadi tengik. Penurunan bilangan peroksida diakibatkan

    persenyawaan peroksida tersebut terurai menjadi aldehid, keton dan asam-asam lemak

    bebas. Penggunaan panas yang berlebih pada proses ekstraksi minyak menyebabkan nilai

    bilangan peroksida meningkat yang sehingga terjadi pembentukan aldehid dan keton yang

    memacu persenyawaan peroksida. Cahaya, suasana asam, kelembaban udara dan katalis

    dapat mempercepat terjadinya proses pembentukan peroksida (Ketaren, 1986). Suasana

    asam yang terjadi setelah ditambahkan cuka ke santan juga turut meningkatkan peroksida

    dalam minyak yang dihasilkan.

    20

  • Asam lemak bebas (Free Fatty Acid = FFA) pada minyak merupakan indikator

    terjadinya ketengikan dalam minyak. Semakin besar nilai FFA maka minyak tersebut

    kurang baik untuk dimakan secara langsung karena berpotensi menjadi karsiogenik. Asam

    lemak bebas dihasilkan dari perubahan senyawa peroksida yang berasal dari proses oksidasi

    (akibat interaksi minyak tidak jenuh dengan oksigen) dan proses hidrolisis (akibat

    keberadaan air dalam minyak). Pada VCO, mutunya juga tergantung nilai kadar asam

    lemak dan uji mikroorganisme (Total Plate Count = TPC). Pada Tabel 3 disajikan

    komposisi kadar asam lemak minyak kelapa.

    Tabel 3. Komposisi Kadar Asam Lemak Minyak Kelapa Komposisi Asam Lemak

    Jenuh Minyak Kelapa

    Pemanasan Bertahap

    (Jmlh Asam Lemak,%)

    VCO Sentrifus (Jmlh Asam Lemak,%)

    VCO Cuka (Jmlh Asam Lemak,%)

    APCC (%)

    Asam Lemak Jenuh

    1. Asam Kaprilat (C 8:O) 7,39 / 8,42 7,87 / 8,48 7,70 / 8,88 5,0 10,0

    2. Asam Kaprat (C10:O) 5,85 / 6,67 5,86 / 6,32 5,16 / 5,95 4,5 8,0

    3. Asam Laurat (C12:O) 42,87 / 48,90 45,68 / 49,24 41,57 / 47,96 43,0 53,0

    4. Asam Miristat (C14:O) 14,77 / 16,84 16,95 / 18,27 15,45 / 17,82 16,0 21,0

    5. Asam Palmitat (C16:O) 7,44 / 8,49 8,13 / 8,76 7,80 / 9,00 7,5 10,0

    6. Asam Stearat (C18:O) 2,19 /2,50 2,14 / 2,31 2,37 / 2,73 2,0 4,0

    Total Asam Lemak Jenuh 80,50 / 91,82 86,63 / 93,38 80,05 / 92,35 -

    Asam Lemak Tidak Jenuh

    1. Asam Oleat (C18:1) 5,52 / 6,30 4,71 / 5,08 5,27 / 6,08 5,0 10,02. Asam Linoleat (C18:2) 1,65 / 1,88 1,43 / 1,54 1,36 / 1,57 1,0 2,5Total Asam Lemak Tidak Jenuh

    7,17 / 8,18 6,14 / 6,62 6,63 / 7,65 -

    Total Asam Lemak 87,67 / 100 92,77 / 100 86,68 / 100 -

    Keterangan : a/b = Jumlah asam lemak terbaca di alat/ Asumsi asam lemak dalam 100 % Sumber : Laboratorium Jasa Analisis Pangan Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan IPB, 2006

    Pada Tabel 3, komposisi asam lemak dari ketiga metode pembuatan VCO masih

    masuk dalam standar APCC. Nilai asam lemak terbaik yaitu menggunakan metode sentrifus

    karena nilai asam laurat terbesar dan perbandingan antara asam lemak tidak jenuh dan asam

    lemak jenuhnya kecil. Semakin kecil nilai asam lemak tidak jenuh maka minyak tersebut

    lebih stabil terhadap proses oksidasi. Faktor kelapa yang digunakan juga mempengaruhi

    komposisi asam lemak, bila kelapa yang digunakan masih muda maka komposisi asam

    lemak tidak jenuhnya akan semakin meningkat.

    21

  • Secara umum lemak dan minyak diklasifikasikan dalam tiga kategori asam lemak

    jenuh, tak jenuh tunggal dan asam lemak tak jenuh jamak (polyunsaturated). Asam lemak

    jenuh terbagi atas tiga kelompok yaitu Short Chain Triglyceride (SCT) seperti asam cuka

    dan mentega, kelompok minyak asam lemak rantai sedang (Medium Chain Triglycride =

    MCT) seperti minyak kelapa dan asam lemak rantai panjang (Long Chain Triglyceride =

    LCT). MCT merupakan asam lemak yang mempunyai rantai karbon dengan panjang C 6

    C 12 yang bersifat jenuh. MCT lebih polar (lebih cepat melepas ion H) daripada LCT,

    sehingga lebih mudah larut dalam air. Sifat kelarutan MCT di dalam air yang membuatnya

    dapat masuk ke dalam lever secara langsung melalui pembuluh darah balik (vena) dan

    cepat dibakar menjadi energi. Sehingga MCT tidak tersimpan didalam jaringan tubuh yang

    berbeda dengan jenis minyak/lemak lainnya (LCT). LCT harus dihidrolisis di dalam usus,

    lalu dibawa ke lever untuk dioksidasi dan bila tidak digunakan LCT disimpan dalam tubuh.

    Bagi penderita yang tidak mampu memetabolisme LCT (beberapa vitamin larut dalam

    minyak) dapat memperoleh vitamin dengan mengkonsumsi MCT.

    Asam lemak Trans (Trans Fatty Acids) adalah ketegori minyak yang berbahaya

    karena berpotensi menjadi penyakit jantung. Asam lemak ini akan meningkatkan kolesterol

    jahat (low density Lipoprotein/LDL) dan menurunkan kolesterol baik (high density

    lipoprotein/HDL). Jumlah TFA dapat meningkat di dalam makanan berlemak, terutama

    lemak yang berasal dari hewan dan margarin. Asam lemak trans dapat dihindari dengan

    tidak menggunakan minyak goreng berulang-ulang dan menghindari suhu yang terlalu

    tinggi saat menggoreng. Hal ini dikarenakan pada minyak terjadi proses hidrogenasi

    sehingga minyak menjadi jenuh yang disebut asam lemak trans sedangkan pada minyak

    kelapa yang tahan terhadap suhu tinggi pada saat memasak dan tidak membentuk TFA

    karena secara alami telah menjadi jenuh.

    Beberapa hasil penelitian menunjukkan bahwa seseorang pria yang mempunyai

    kadar kolesterol normal dicobakan dalam dietnya asam laurat dan asam palmitat (minyak

    kelapa) sebesar 5% dari energi yang dikonsumsi ternyata meningkatkan total serum

    kolesterol, menurunkan LDL dan meningkatkan HDL (Alamsyah, 2005). Terjadinya

    peningkatan serum kolesterol dinilai wajar dikarenakan sesorang yang kekurangan asam

    lemak polyunsaturated dapat meningkatkan serum kolesterol. MCT juga memiliki sifat

    fungsional yang anti bakteri dan anti virus. Virus dan bakteri yang umumnya dilindungi

    22

  • oleh membran lipid yang menyatukan DNA organisme denganbahan lainnya. MCT akan

    merusak (memperlemah membran) yang akhirnya membuka membran dan mengeluarkan

    isi cairan tubuh. Sifatnya yang masuk ke dalam aliran darah berpotensi untuk mengurangi

    HIV-AIDS. Penyakit hepatitis kronis disarankan tidak mengkonsumsi VCO/minyak dalam

    dosis penuh karena sifat minyak yang langsung membebani fungsi liver.

    MCT yang banyak dalam VCO tidak otomatis minyak tersebut bebas dari virus dan

    bakteri. Hal ini dikarenakan MCT akan lebih efektif bekerja didalam tubuh manusia

    bersama-sama sel darah putih. Kandungan mikroorganisme didalam VCO yang diproduksi

    oleh pengrajin diketahui telah memenuhi syarat makanan dan minuman dan disajikan pada

    Tabel 4.

    Tabel 4. Hasil Analisis Mikroorganisme VCO

    Komponen Pemeriksaan

    Unit Hasil Pengujian

    Syarat Ket.

    Total Plate Count (TPC)/ Angka Lempeng Total

    Koloni/ml < 25 - Sertifikat LJAP- IPB 281-6/FL/4.2.4/LJA/ITP

    Angka Lempeng Total Koloni/g 70 105 kol/g BPOM

    MPN Coliform APM/g < 3 10 APM/g BPOM

    Salmonella - Negatif Negatif BPOM

    Staphylococcus aureus Koloni/g < 10 102 Kol/g BPOM

    Escherichia coli Koloni/g 0 0 BPOM Sumber : BPOM metode analisis PPOMN Laboratorium Jasa Analisis Pangan Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan IPB, 2006

    2. Rendemen

    Metode ekstraksi minyak berpengaruh terhadap rendemen minyak yang diperoleh.

    Metode petani yang menggunakan air yang banyak dan waktu pengolahan (di diamkan

    semalam) memberikan rendemen terbesar dibandingkan metode lainnya. Pada metode

    petani terjadi juga proses fermentasi yang menyebabkan timbulnya suasana asam sehingga

    menggumpalkan santan dan memudahkan minyak terpisah dari blondo. Pada Tabel 5

    disajikan hasil rendemen minyak dari tiap-tiap metode pengolahan minyak.

    23

  • Tabel 5. Hasil Rendemen Pada Beberapa Metode Pengolahan Minyak Komponen Pengamatan CP MKB (PB)

    MKB Cuka

    MKB rataan

    VCO Sentrifus

    VCO Cuka

    VCO Rataan

    Air yang dibutuhkan per 10 butir (ltr) 20,93 8,21 17,93 13,07 15,50 15,29 15,395 Rataan Rendemen per 10 butir (ml) 1435,34 563,33 706,67 635 726,67 570,00 648,335 Rataan Krim per 10 butir (ml) 2107,87 1795,67 2158,00 1976,835 2011,67 2170,00 2090,835 Rataan Rendemen minyak/krim 0,69 0,31 0,33 0,32 0,36 0,26 0,31 Rataan Rendemen Minyak sisa per 10 butir (ml) 0 216,81 240,00 228,405 196,67 246,67 221,67

    Rataan Rendemen Total/krim 0,69 0,44 0,44 0,44 0,46 0,38 0,42 Keterangan : CP = Cara Petani, PB = Pemanasan Bertahap, MKB=Minyak Kelapa Bermutu

    Pada Tabel 5 diketahui bahwa rendemen minyak dipengaruhi oleh air dan metode

    yang digunakan. Semakin banyak air yang digunakan maka peluang minyak terekstrak

    lebih besar dibandingkan menggunakan air dalam jumlah yang sedikit, walaupun

    diperlukan waktu yang lama untuk memisahkan minyak dari santan yang terlalu cair. Pada

    pembuatan minyak kelapa bermutu dengan metode pemanasan bertahap, metode sentrifus,

    metode cuka yang dalam proses pembuatannya didiamkan selama 2-3 jam untuk

    memperoleh santan kental, diduga minyak dalam santan kental tersebut masih kurang

    optimal diperoleh. Hal ini dapat diperhatikan dari masih adanya minyak sisa proses (air sisa

    blondo) hingga 200 ml/10 butir kelapa.

    Rendemen terendah adalah minyak kelapa bermutu dengan metode pemanasan

    bertahap. Sedangkan jumlah minyak sisa terbanyak pada metode VCO dengan

    menggunakan cuka. Perbaikan teknologi minyak sebagai minyak makan berdasarkan

    rendemennya adalah dengan menggunakan metode petani dan dimasak secara pemanasan

    bertahap.

    3. Masa Simpan Minyak Kelapa Masa simpan minyak berdasarkan uji daya simpan untuk tiap metode minyak

    diperoleh hasil bahwa perbaikan teknologi minyak kelapa melalui metode pemanasan

    bertahap dan metode cuka dapat meningkatkan masa simpan produk. Pada Tabel 6

    disajikan masa simpan produk yang dihasilkan.

    24

  • Tabel 6. Masa Simpan Beberapa Produk Minyak Kelapa

    Kondisi Minyak Cara Petani MKB (PB) MKB BPTP

    VCO SV

    VCO CUKA

    Mulai Rusak (bulan) 1,67 2,33 3,00 3,00 4,00

    Rusak (bulan) 4,42 4,92 > 5 >5 na Keterangan : na = Belum diketahui, SV = Sentrifus, PB = Pemanasan Bertahap, MKB=Minyak Kelapa Bermutu

    Pada Tabel 6, diketahui bahwa kerusakan minyak terjadi lebih cepat pada minyak

    metode petani. Kerusakan minyak (ketengikan) terjadi akibat proses oksidasi, hidrolisis dan

    pembentukan senyawa peroksida yang di pacu oleh ketersediaan air, proses pengolahan dan

    penyimpanannya. Peningkatan masa simpan minyak kelapa melalui perbaikan teknologi

    dapat memberikan peluang pemasaran minyak yang lebih baik.

    4. Kelayakan Usaha VCO dan Minyak Kelapa Bermutu (MKB) Informasi yang diperoleh dari rendemen minyak untuk tiap metode pembuatan

    dapat dihitung kelayakan usaha VCO dan minyak kelapa bermutu. Sebagai asumsi harga

    VCO yang digunakan adalah harga VCO curahan ditingkat petani yang ada di Provinsi

    Sulawesi Utara yaitu Rp. 20.000 Rp. 30.000/liter dan bila telah dikemas dengan baik

    sebesar Rp. 50.000,- - Rp. 70.000,-/liter dan harga MKB (minyak kelapa mutu II) sebesar

    Rp. 11.000,- (asumsi). Pada Tabel 7 disajikan analisis finansial VCO.

    25

  • Tabel 7 Kelayakan Usaha VCO dan Cara Petani

    Keterangan CP VCO Sentrifuse VCO Cuka Penerimaan Produksi Basis 50 butir (liter) 6.58 3.63 2.85Harga 1 liter (Rp) 5,850 30,000 30,000Pendapatan Primer (Rp) 38,500 109,000 85,500Estimasi Pendapatan, 75% (Rp) 38,500 81,750 64,125Sisa minyak (ml) 0 983 1,233Pendapatan lainnya (Rp) 0 5,753 7,215Total Pendapatan (Rp) 38,500 87,503 71,340Investasi alat Alat sentrifus (Rp) 0 10,000,000 0Ember plastik transparan (Rp) 0 35,000 35,000Ember besar (Rp) 100,000 100,000 100,000Wajan Besi (Rp) 120,000 0 0Baskom plastik (Rp) 30,000 30,000 30,000Corong (Rp) 10,000 10,000 10,000Saringan kain (Rp) 15,000 15,000 15,000jumlah (Rp) 275,000 10,190,000 190,000Biaya Penyusutan dan perawatan (0.1%) 275 10,190 190Bahan Kelapa (Rp) 22,500 22,500 22,500Kertas Saring (Rp) 0 8,000 8,000Kayu (Rp) 200 0 0Listrik (Rp) 0 600 0Asam Cuka (Rp) 0 0 150Plastik kemas (Rp) 50 0 0Sewa Parut (Rp) 10,000 10,000 10,000Botol kemasan (Rp) 0 6,800 6,800Label (Rp) 0 2,000 2,000Biaya perawatan alat (Rp) 275 10,190 190Total Biaya (Rp) 33,025 60,090 49,640Keuntungan (Rp) 5,475 21,660 14,485Total Keuntungan (Rp) 5,475 27,413 21,700Harga Dasar (Rp) 3002/btl 2072/btl 2272/btlR/C 1.17 1.46 1.44

    Keterangan : CP = Cara Petani.

    Pada Tabel 6 diketahui bahwa pembuatan minyak VCO dapat meningkatkan

    keuntungan walaupun penjualan VCO hanya mencapai 75% dari total minyak yang

    diproduksi. Nilai keuntungan ini juga lebih meningkat bila pengrajin mampu menjual VCO

    yang terkemas dengan baik. Antara metode cuka dan sentrifus untuk pembuatan VCO yang

    cocok dikembangkan di tingkat petani adalah metode cuka. Hasil analisis finansial pada

    perbaikan teknologi pengolahan minyak melalui perbaikan kemasan dan mutu disajikan

    pada Tabel 8.

    26

  • Tabel 8. Kelayakan Usaha Minyak Kelapa Bermutu dan Cara Petani Keterangan CP MKB (PB) MKB Cuka Penerimaan Produksi Basis 50 butir (liter) 6.58 3.00 3.53Harga 1 liter (Rp) 5,850 11,000 11,000Pendapatan Primer 38,500 33,000 38,867Sisa minyak (ml) 0 1,084 1,200Pendapatan lainnya (Rp) 0 6,342 7,020Total Pendapatan (Rp) 38,500 39,342 45,887Investasi alat Ember plastik transparan (Rp) 0 35,000 35,000Ember besar (Rp) 100,000 100,000 100,000Wajan Besi (Rp) 120,000 120,000 120,000Kompor (Rp) 0 150,000 150000Selang plastik (Rp) 0 6,000 0Baskom plastik (Rp) 30,000 30,000 30,000Corong (Rp) 10,000 10,000 10,000Saringan kain (Rp) 15,000 15,000 15,000jumlah (Rp) 275,000 466,000 310,000Biaya Penyusutan dan perawatan (0.1%) 275 466 310Bahan Kelapa (Rp) 22,500 22,500 22,500Minyak tanah (Rp) 0 4,500 0Kayu (Rp) 200 0 200Asam Cuka (Rp) 0 0 150Plastik kemas (Rp) 50 0 0Sewa Parut (Rp) 10,000 10,000 10,000Botol kemasan (Rp) 0 3,600 3,600Label 0 300 300Biaya perawatan alat (Rp) 275 466 310Total Biaya (Rp) 33,025 41,366 37,060Keuntungan (Rp) 5,475 -2,024 8,827Total Keuntungan (Rp) 5,475 4,317 15,847Harga Dasar per 1 btl ukr 1 ltr (Rp) 5504/btl 13.788/btl 10.588/btlR/C 1.17 0.95 1.24

    Keterangan : CP = Cara Petani, PB = Pemanasan Bertahap, MKB=Minyak Kelapa Bermutu

    Pada Tabel 8 diketahui bahwa pembuatan minyak kelapa bermutu melalui perbaikan

    kemasan tidak layak diterapkan pada metode dua kali pemanasan. Harga minyak goreng

    dalam kemasan di pasaran hanya berkisar Rp. 7000 Rp. 8000,- yang bila minyak kelapa

    tersebut dijual pada kisaran harga tersebut maka kedua metode tersebut tidak layak. Metode

    pengolahan minyak dengan metode cuka dapat layak diterapkan bila dilakukan beberapa

    cara yaitu kenaikan rendemen minyak (pencampuran antara cara petani dan metode cuka),

    27

  • penggunaan bahan bakar hayati (penggunaan tungku), kemasan yang lebih murah dan

    penguatan bauran pemasaran (harga dan lokasi).

    Salah satu alternatif penggunaan kemasan yang lebih murah dapat digunakan

    kemasan standing pouch (isi ulang). Pengadaan kemasan isi ulang mempunyai masalah

    baru yaitu pembelian kemasan tersebut tidak dapat dilakukan dalam jumlah yang sedikit.

    Harga kemasan standing pouch termurah sebesar Rp. 700,-/ buah dan telah termasuk

    labelnya dengan minimal pemesanan 100.000 buah.

    5. Uji Kesukaan Konsumen Uji kesukaan merupakan uji yang penting dilakukan oleh setiap produsen yang akan

    melepas produk baru di pasaran. Uji kesukaan memperhatikan apakah kualitas minyak

    kelapa yang dihasilkan telah sesuai dengan kebutuhan/keinginan konsumen. Pada uji

    kesukaan ini kami rangkaikan dengan kuisioner pemasaran khususnya minyak makan yang

    paling disukai oleh konsumen.

    Minyak kelapa yang diujikan adalah minyak yang akan diperuntukkan untuk

    kemasan. Pada awal pengkajian minyak kelapa dengan menggunakan metode pemanasan

    bertahap adalah metode perbaikan teknologi pengolahan minyak. Menurut responden, nilai

    wangi khas minyak kelapa tersebut adalah 4,14 yang berarti rentang biasa ke menarik. Rasa

    masakan setelah produk di goreng dan dimakan adalah 4,29. Beberapa responden tidak

    mempermasalahkan warna yang ada (3,57), padahal minyak kelapa dalam kemasan tidak

    lagi berwarna kuring kecoklatan tetapi bening atau kuning bening seperti VCO. Mutu

    minyak kelapa yang dinilai oleh responden tergolong mutu biasa hingga baik (3,86).

    Alasan konsumen yang menggunakan minyak kelapa dikarenakan minyak kelapa

    baik digunakan dan wanginya khas. Sedangkan konsumen yang tidak menyukai minyak

    kelapa disebabkan harga minyak lebih tinggi dibandingkan minyak kelapa sawit, tidak

    tersedia banyak sehingga tidak mudah didapat dan mutunya kadangkala rendah sehingga

    cepat tengik.

    Kebutuhan rata-rata responden terhadap minyak makan untuk setiap minggunya

    sebanyak 1,2 liter yang berarti setiap bulan minyak makan dibeli sebanyak 1-2 bungkus

    berukuran 2 liter. Minyak makan sebagai produk yang sering digunakan dan dalam jumlah

    28

  • yang banyak menyebabkan konsumen cenderung menginginkan minyak makan berharga

    murah.

    Beberapa responden juga mengakui bahwa minyak makan yang digunakan selama

    ini masih kurang baik seperti minyak cepat hangus sehingga tidak baik digunakan lebih dari

    2x, kurang gurih, warna tidak menarik dan kurang bersih. Responden juga menyatakan

    minyak makan sebaiknya wangi (tidak tengik), ekonomis dapat digunakan berulang kali

    dan tidak mempermasalahkan merk tertentu.

    Kebutuhan minyak makan responden dengan karakteristik wangi dan

    penggunaannya dapat berulang kali terjawab oleh adanya minyak kelapa bermutu.

    Walaupun peningkatan rendemen minyak, kebersihan, kemasan dan mutu minyak harus

    dapat ditingkatkan dan terjaga baik oleh produsen minyak. Minyak kelapa dengan metode

    cuka dan minyak kesehatan (VCO) belum diujikan kepada konsumen. Khusus minyak

    VCO belum dicobakan dikarenakan masih terbatas orang-orang yang mengkonsumsinya.

    Salah satu pembeli yang tertarik dengan VCO di suatu pameran mengatakan bahwa VCO

    sentrifuse yang dijual di pameran memberikan manfaat postif terhadap saudaranya yang

    sedang mengalai stroke. Beliau juga berharap dimasa mendatang dapat membeli VCO dan

    menjualnya.

    6. Respon Petani Kooperator Terhadap Teknologi

    Respon terhadap teknologi yang diintroduksikan ke petani cukup bervariasi. Pada

    awal kajian, metode dua kali pemanasan merupakan salah satu teknologi perbaikan

    pengolahan minyak kelapa. Akan tetapi dengan jumlah rendemen yang sedikit diperoleh,

    waktu pemasakan yang lama dan peningkatan biaya produksi menyebabkan teknologi

    tersebut tidak disukai pengrajin. Walaupun disisi lain minyak kelapa dengan metode

    pemanasan bertahap mempunyai kualitas minyak yang lebih baik di bandingkan minyak

    kelapa petani. Konsumen juga lebih menyukai aroma, warna dan rasa masakan setelah

    dimasak sesuai uji kesukaan yang dilakukan. Respon petani kooperator terhadap teknologi

    yang diintroduksikan disajikan pada Tabel 9.

    29

  • Tabel 9. Respon Petani terhadap teknologi Introduksi

    Komponen Respon Metode

    Pemanasan Bertahap

    Metode Cuka

    Peluang Penerapan teknologi 20% 50%

    Cara pembuatan mudah 30% 100%

    Penambahan biaya pada cara pembuatannya 100% 30%

    Pada Tabel 9, diketahui bahwa teknologi yang diintroduksikan berpeluang

    diterapkan oleh petani kooperator, walaupun dalam teknik keterampilan dan penerapan

    diluar permintaan dari BPTP masih kurang dilakukan petani. Metode pemanasan bertahap

    kurang direspon oleh petani karena tidak ekonomis dan cara pemasakan yang lama. Metode

    cuka (VCO) mempunyai peluang diterapkan lebih besar disebabkan cara membuatnya yang

    mudah dan ekonomis walaupun pasar/pesanan agak sulit diperoleh dan kemasan yang ada

    tidak tersedia banyak.

    Metode cuka merupakan metode yang juga membutuhkan waktu yang cukup lama

    (sehari penuh) walaupun tidak banyak tenaga dan waktu pengrajin tersita untuk

    memperoleh minyak tersebut. Pembuatan VCO juga tergantung kondisi cuaca, bila cuaca

    hujan dan tidak diperoleh sinar matahari yang cukup maka dapat diperoleh minyak kelapa

    bermutu (MKB). Keunggulan lainnya adalah minyak yang diperoleh dari pengolahan

    menggunakan cuka tidak membutuhkan biaya bahan bakar yang besar.

    Pada survei pendasaran (Tabel 1) diketahui bahwa teknologi pengolahan kelapa

    yang selama ini dilakukan petani tidak mengganggu aktivitas lainnya meskipun terjadi

    peningkatan produksi dan tidak menyebabkan perubahan jam kerja petani. Hal ini juga

    berlaku pada metode cuka yang cukup aplikatif dilakukan dan pembuatannya tidak banyak

    menyita waktu. Pada Tabel 10 disajikan perubahan aktivitas petani bila memproduksi

    minyak kelapa metode pemanasan bertahap dan metode cuka.

    30

  • Tabel 10. Perubahan Aktivitas Petani Bila Memproduksi Minyak Kelapa Metode Pemanasan Bertahap dan Metode Cuka

    Jam MKB (PB) VCO

    05.00-07.00 Aktivitas Keluarga Aktivitas Keluarga 07.00-09.00 Cari air Cari air

    09.00-11.00 Pengolahan Kelapa menjadi santan Pengolahan Kelapa menjadi santan

    11.00-13.00 Pendiaman santan (3 jam) Pendiaman santan (3 jam)

    13.00-15.00 Masak minyak di pukul 14.00 Penambahan cuka dan pendiaman santan ( 3 jam) dan aktivitas keluarga

    15.00-17.00 Masak minyak Pemanenan VCO 17.00-18.00 18.00-21.00

    Aktivitas Keluarga Aktivitas Keluarga

    21.00-05.00 Tidur Tidur Keterangan : PB = Pemanasan Bertahap, MKB=Minyak Kelapa Bermutu

    7. Rencana Tindak Lanjut A. VCO

    Rencana pengembangan VCO difokuskan dalam pemasaran produk tersebut. Pasar

    yang dibidik adalah swalayan, kios produk sulteng dan apotik. Minyak VCO telah

    dianalisis oleh BPOM dan pihak Depkes telah menyatakan bahwa VCO dengan merk

    dagang Laurico layak di jual dengan no izin PIRT 20572050-1011.

    Konsep produk VCO khususnya penggunaan kemasan dan merk telah optimum.

    Merk yang digunakan untuk VCO adalah LAURICO yang berarti LAna mURni darI

    Coconut (minyak murni/perawan dari kelapa). Nama Laurico juga mengandung persepsi

    bahwa komposisi asam lemak terbanyak dalam VCO yaitu asam laurat (lauric acid) dan

    akhiran CO sebagai arti dari coconut.

    Kemasan yang dipilih adalah plastik PET yang lebih kuat dan tidak berubah

    menjadi biru atau ungu seperti halnya plastik PVC. Isi bersih VCO sebesar 125 ml juga

    telah sesuai dengan penggunan sehari-hari selama sebulan dengan dosis dewasa untuk

    setiap hari adalah 1-2 sendok (1 sendok = 2,5 ml). Hal ini berarti setiap minyak

    VCO yang telah dibuka tidak akan ditemukan tengik oleh pengguna hingga akhir

    31

  • pemakaian. Melalui perhitungan masa simpan VCO setelah dibuka dapat bertahan hingga

    1,5 2 bulan.

    Promosi laurico akan bekerjasama dengan Radio RCP yaitu untuk setiap harinya

    akan diiklankan produk LAURICO dan rekanan tempat VCO di jual. Misalkan VCO dijual

    di Toko L maka Toko L berhak untuk mengiklankan usahanya dengan harga sepertiga dari

    harga normal dan pada iklan LAURICO berhak disebutkan lokasi tempat penjualan VCO

    tersebut. Selain itu promosi di dalam event-event pameran dan seminar juga dilakukan yang

    dikuti pemasangan spanduk di tempat penjualan yang strategis khususnya pada awal-awal

    tahap perkenalan.

    Harga LAURICO yang ditawarkan ke pedagang/rekanan untuk setiap botol sebesar

    Rp. 6000 Rp. 7000,- dan mereka dapat menjual VCO dalam kisaran harga Rp. 8000,- -

    Rp. 10.000,-. Petani akan memperoleh harga Rp. 4000,- Rp. 5000,- untuk setiap botol

    dengan harga kemasan ditanggung oleh pengrajin.

    B. Minyak Kelapa dalam Kemasan

    Harga minyak makan yang rendah dipasaran dan minyak kelapa sawit sebagai

    pesaing menyebabkan minyak kelapa tidak layak bila dijual pada kisaran harga yang sama

    (Rp. 7000/liter). Harga minyak kelapa dalam kemasan yang layak adalah Rp. 6000,- dalam

    ukuran 600 ml atau Rp. 700 - Rp. 1000 lebih mahal dari harga minyak kelapa di pasaran

    sesuai dengan hasil survei ke beberapa konsumen.

    Metode petani dalam mengolah minyak kelapa dimodifikasi khususnya dilakukan

    pemasakan ulang (sewaktu akan keras tai minyaknya di pisahkan dan dimasak hingga

    minyak berbau wangi) yang dilanjutkan dengan saringan bertahap dapat dicoba untuk

    diterapkan. Metode cuka dalam pembuatan minyak kelapa dapat dicoba tanpa memisahkan

    air dari minyak hingga esok hari dengan dosis cuka yang sama juga dapat dicoba untuk

    meningkatkan keuntungan petani dan kelayakannya.

    Konsep produk minyak kelapa dalam kemasan masih belum optimal diperoleh.

    Kesulitan menentukan titik jual dari produk tersebut baik nilai tambah dan persepsi yang

    ada di konsumen khususnya adanya kolesterol di dalam minyak kelapa. Merk yang cocok

    untuk minyak kelapa dalam kemasan adalah LANACO yaitu LANA atau berarti minyak

    dalam bahasa kaili dan CO yang berasal dari kata Coconut berarti kelapa. Kemasan yang

    32

  • dipilih adalah kemasan standing pouch (isi ulang) seperti kemasan yang ada di pasaran.

    Kemasan ini relatif murah khususnya dalam proses pengiriman dari jakarta.

    C. Pengolahan Hasil Ikutan

    Pada olahan minyak kelapa baik cara petani, metode cuka dan pembuatan vco

    menghasilkan limbah atau hasil ikutan yang masih dapat diolah menjadi produk lainnya.

    Bahan-bahan yang terbuang percuma adalah air kelapa dan tempurung. Tempurung kelapa

    masih digunakan oleh petani sebagai memasak. Walaupun sabut kelapa dapat dibakar, akan

    tetapi kurang cocok untuk memasak karena menimbulkan asap yang banyak dibandingkan

    tempurung kelapa.

    Tempurung kelapa yang dibakar menjadi arang diketahui dapat dijual dengan harga

    Rp. 15.000/karung. Pembakaran tempurung dilakukan disebuah galian tanah dan

    kadangkala mutunya menurun akibat tanah yang menempel di arang tersebut. Oleh karena

    itu akan diintroduksikan klin drum untuk pembuatan arang tempurung kelapa.

    Pada pembakaran arang tempurung dipastikan dihasilkan asap yang banyak. Asap

    tersebut dapat dimanfaatkan sebagai pengawet makanan dengan cara diembunkan atau

    dikenal dengan nama asap cair. Klin drum akan dipadukan ke alat pendingin asap sehingga

    diperoleh alat yang lebih ramah lingkungan dan bermanfaat dalam penggunaannya.

    Hancuran arang tempurung kelapa dalam bentuk serpihan dan bubuk dapat juga

    dimanfaatkan dengan membuatnya menjadi briket. Briket ini dapat dijual ke tukang sate

    atau sebagai pengganti kayu dalam proses pemasakan. Kotoran kambing atau sapi dapat

    juga dicampurkan ke adonan tersebut sebagai bahan baku pembuatan briket. Air kelapa

    diolah menjadi nata de coco atau kecap tergantung atas respon petani dan kemampuanya

    dalam menyerap teknologi yang diberikan.

    C. PENGEMBANGAN KELEMBAGAAN PETANI

    Pemberdayaan petani diartikan sebagai upaya membangkitkan potensi dan

    kemampuan petani kearah peningkatan produktivitas dan efisiensi secara berkelanjutan.

    Keterbatasan kompetensi petani, yang meliputi pendidikan, ketrampilan dan wawasan serta

    keterbatasan lahan dan dana menjadi faktor utama yang harus dipertimbangkan

    (Suryonotonegoro, 2002).

    33

  • Pemberdayaan petani dalam pengembangan pertanian-industri dicirikan: (a)

    produksi berupa barang niaga, (b) faktor produksi berupa modal kerja, (c) wahana produksi

    berupa usaha tani dalam sistem pabrik, (d) petani sebagai pekerja pabrik, (e) pengendali

    usaha berupa pertumbuhan ekonomi, dan (f) berbudaya teknologi, yaitu perilaku dengan

    prinsip-prinsip teknologi: produktivitas, rasionalitas, efisiensi dan efektivitas (Pusposutarjo,

    1997).

    Kelembagaan dibentuk untuk mendukung penerapan teknologi secara berkelanjutan.

    Pada tahun 2006 juga mulai dirintis pembentukan Kelompok Wanita Tani sebagai cikal

    bakal Kelompok Usaha Bersama. Telah terbetuk 2 kelompok wanita tani di dua desa yaitu

    kelompok mawar di Desa Lero Tatari dan kelompok melati di Desa Lero.

    Kelompok wanita tani tersebut beranggota sebanyak 10 orang yang 80 persennya

    adalah petani kooperator yang mengikuti program pengkajian tersebut. Untuk menambah

    kemampuan petani dalam berusaha juga telah diberikan bantuan modal usaha untuk

    kelompok hampir sebesar 2 juta rupiah. Aktivitas lembaga masih terbatas pada pertemuan

    bulanan yang dirangkai dengan arisan kelompok. Rapat anggota yang membahas AD dan

    ART kelompok. Secara bertahap petani juga akan diperkenalkan dengan pasar VCO dan

    minyak kelapa dalam kemasan yang akan dicapai pada akhir kegiatan.

    34

  • IV. KESIMPULAN

    1. Berdasarkan kondisi ekonomi, sosial, budaya masyarakat petani miskin di

    Desa Lero Tatari dan Desa Lora diketahui bahwa paket teknologi

    pengolahan minyak kelapa yang dapat diterapkan terdiri atas minyak kelapa

    bermutu dan VCO yang potensial menjadi paket teknologi perbaikan

    pengolahan minyak makan.

    2. Berdasarkan teknologi yang diujiterapkan di pengarajin diketahui bahwa

    teknologi perbaikan minyak kelapa khususnya minyak makan adalah

    metode cuka. Metode cuka untuk pembuatan minyak kelapa bermutu masih

    memerlukan perbaikan khususnya pada rendemen yang dihasilkan.

    Pengujian metode cuka lebih lanjut untuk memperoleh produk siap jual dan

    terkemas baik sehingga pasaran minyak terbuka dan memberikan

    peningkatan pendapatan bagi petani.

    3. Berdasarkan teknologi yang diterapkan khusunya dalam pengolahan VCO

    (minyak kelapa murni) diketahui bahwa metode pemanasan bertahap,

    metode sentrifus dan metode cuka dapat menghasilkan VCO dengan mutu

    baik. Walaupun dalam penerapannya metode cuka dinilai layak dan

    direspon dengan baik oleh pengrajin. Metode sentrifuse kurang dapat

    diterapkan dikarenakan membutuhkan listrik dan dana yang besar untuk

    membeli alatnya. Sedangkan metode pemanasan bertahap tidak efisien

    dalam pemasakan baik waktu dan energi.

    4. Telah terbentuk cikal bakal lembaga usaha bersama dalam bentuk unit usaha

    dan kelompok tani yang dapat menerapkan teknologi pengolahan kelapa

    terpadu skala rumah tangga.

    35

  • DAFTAR PUSTAKA

    Alamsyah, A. N. 2005. Virgin Coconut Oil Minyak, Penakluk Aneka Penyakit,

    AgroMedia Pustaka, Jakarta BPS. 2005. Data dan Informasi Kemiskinan Tahun 2005, Biro Pusat Statistik (BPS).

    Jakarta Fadlana M. H., 2006. Pengaruh Suhu Penyimpanan dan Cara Ekstraksi Virgin Coconut Oil

    (VCO) Terhadap Mutu Minyak Yang dihasilkan Selama Penyimpanan. Skripsi Fakultas Teknologi Pertanian IPB. Bogor

    Grimwood, B.E. 1975. Coconut palm products; their processing in developing countries dalam Lay A. dan S. Karouw. Pengolahan Minyak Kelapa dari Kopra Putih. Konferensi Nasional Kelapa VI. Gorontalo, 16-18 Mei 2006. Badang Litbang Pertanian. Bogor.

    Hagenmaier, H. 1977. Coconut aqueous processing. University of San Carlos, Cebu City,

    Philippines. Ibrahim, M.A. 1989. Pola penerapan teknologi dalam peningkatan produksi dan pemerataan

    pembangunan. BPP-Teknologi, Jakarta. Ketaren S., 1986. Teknologi Minyak Lemak. Universitas Indonesia-Press (UI-Press),

    Jakarta Nambiar, T.V.P. 1984. Maximizing the utility by an integrated process for large

    production of protein, flour, coconut honey, oil fresh coconut kernel and shell by products such as fibre, carbon, and chemical from husk, and shell carbon, shell chemical, cooking gas from shell. dalam Lay A. dan H. Novarianto. Arang Briket Kelapa Sebagai Sumber Energi Terbarukan. Konferensi Nasional Kelapa VI. Gorontalo, 16-18 Mei 2006. Badang Litbang Pertanian. Bogor.

    Rindengan, Barlina, dan S. Karouw. 2001. Pengolahan Minyak Kelapa Murni Skala

    Pedesaan. Prosiding Seminar Nasional Penelitian dan Pengembangan Agribisnis Berbasis Sumberdaya Lokal dan Teknologi Ramah Lingkungan. 26 27 November 2001 di Manado. Pusat Penelitian dan Pengembangan Sosial Ekonomi Pertanian, Badan Litbang Pertanian.

    Rindengan, Barlina dan Hengky Novarianto. 2004. Pembuatan dan Pemanfaatan Minyak Kelapa Murni. Penebar Swadaya, Jakarta.

    Saragih, B. 2002. Peranan teknologi tepat guna dalam pengembangan sistem agribisnis kerakyatan dan berkelanjutan. Analisis kebijaksaan: Pendekatan pembangunan dan kebijaksanaan pengembangan agribisnis dalam Lay A. dan H. Novarianto. Arang

    36

  • Briket Kelapa Sebagai Sumber Energi Terbarukan. Konferensi Nasional Kelapa VI. Gorontalo, 16-18 Mei 2006. Badang Litbang Pertanian. Bogor.

    Soekartawi. 1995. Analisis Usahatani. Universitas Indonesia-Press (UI-Press), Jakarta.

    Ulrich, K.T. dan S.D. Eppinger. 2001. Product design and development (Perancangan dan pengembangan produk) dalam Lay A. dan H. Novarianto. Arang Briket Kelapa Sebagai Sumber Energi Terbarukan. Konferensi Nasional Kelapa VI. Gorontalo, 16-18 Mei 2006. Badang Litbang Pertanian. Bogor.

    37

  • Tests of Between-Subjects Effects Dependent Variable: REND10 Source Type III Sum of Squares df Mean Square F Sig. Eta

    Squared Corrected Model 2673739.011 5 534747.802 12.885 .000 .843 Intercept 14782351.262 1 14782351.262 356.190 .000 .967 JENIS 2673739.011 5 534747.802 12.885 .000 .843 Error 498015.445 12 41501.287 Total 17954105.719 18 Corrected Total 3171754.456 17 a R Squared = .843 (Adjusted R Squared = .778) REND10

    Subset JENIS

    N

    1 2Tukey HSD mkb 3 563.3333 cuka 3 570.0000 mkcuka 3 706.6667 sentrif 3 726.6667 cpl 3 1315.6767 cplt 3 1555.0000 Sig. .915 .705Duncan mkb 3 563.3333 cuka 3 570.0000 mkcuka 3 706.6667 sentrif 3 726.6667 cpl 3 1315.6767 cplt 3 1555.0000 Sig. .380 .176Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on Type III Sum of Squares The error term is Mean Square(Error) = 41501.287. a Uses Harmonic Mean Sample Size = 3.000. b Alpha = .05.

    Tests of Between-Subjects Effects Dependent Variable: KRIM Source Type III Sum of Squares df Mean Square F Sig. Eta

    Squared Corrected Model 608007.031 5 121601.406 1.156 .385 .325 Intercept 76274506.243 1 76274506.243724.818 .000 .984 JENIS 608007.031 5 121601.406 1.156 .385 .325 Error 1262792.047 12 105232.671 Total 78145305.321 18 Corrected Total 1870799.078 17 a R Squared = .325 (Adjusted R Squared = .044)

    38

  • KRIM Subset

    JENIS

    N 1

    Tukey HSD

    mkb 3 1795.6667

    cpl 3 1879.6300 sentrif 3 2011.6667 mkcuka 3 2158.0000 cuka 3 2170.0000 cplt 3 2336.1100 Sig. .376 Duncan mkb 3 1795.6667 cpl 3 1879.6300 sentrif 3 2011.6667 mkcuka 3 2158.0000 cuka 3 2170.0000 cplt 3 2336.1100 Sig. .090 Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on Type III Sum of Squares The error term is Mean Square(Error) = 105232.671. a Uses Harmonic Mean Sample Size = 3.000. b Alpha = .05.

    39

  • Lampiran 3.

    40

    LAPORAN HASIL TAHUN ANGGARAN 20062006LEMBAR PENGESAHAN LAPORAN AKHIR