Varicella

8
Varicella Pembuat : Christine Notoningtiyas S. Chif editor : Definisi Varicella merupakan infeksi akut, dengan mudah menular melalui jalur transmisi utama saluran nafas, dapat juga menyebar melalui kontak langsung dengan penderita. Penyakit ini disebabkan oleh virus Varicella zoster (VZV) yang dapat bermanifestasi menjadi varicella (chickenpox) dan reaktivasi latennya menimbulkan herpes zoster (shingles) (Schmid et al, 2010; Kurniawan et al, 2009; Mueller et all 2008). Varicella menyerang kulit dan mukosa, klinis terdapat gejala konstitusi, kelainan kulit polimorf, terutama berlokasi di bagian sentral tubuh (Djuanda, 2010). Etiologi Virus Varicella zoster (VZV; human- herpesvirus 3) merupakan penyebab penyakit varicella (chickenpox) dan zoster (Rahaus et al, 2006; Kurniwan et al, 2009; Mueller et al, 2008; Breuer et al, 2010). VZV merupakan anggota dari genus Varicellovirus dengan subfamily Alpha- herpesvirus. Berdasarkan pada spectrum penjamu, panjang siklus repliksasi, dan efek sitopatik dan karakteristik penyembunyian diri, VZV mempunyai kekerabatan dengan herpes simplex virus type1 (HSV1; HHV1) dan type 2 (HSV2; HHV2). Virus ini merupakan virus herpes pertama yang berhasil diurai lengkap dan vaksinnya dilisensi serta digunakan secara luas. Karakteristik yang penting dari herpes virus adalah arsitektur dari virus. Ukurannya berkisar 120 sampai dengan 300nm dan berbentuk polygonal atau bulat dengan titik sentral yang jelas terlihat. Sampai sekarang, belum diketahui secara jelas berapa banyak polipeptida yang terlibat dalam pemasangan virus, tetapi yang telah dilaporkan adalah antara 30-35. Virus tersusun dari empat komponen yang berbeda, yaitu envelope, tegument, capsid dan core dengan genome (Rahaus, Desloges, dan Wolff, 2006). Gambar 1. Struktur Virus Varisela zoster (Rahaus, Desloges, dan Wolff, 2006). Siklus Replikasi dari Virus Varisela Zoster Gambar 2. Proses replikasi virus varicella zoster (Breuer et al, 2010). Epidemiologi

description

referat

Transcript of Varicella

Page 1: Varicella

VaricellaPembuat : Christine Notoningtiyas S.Chif editor :

DefinisiVaricella merupakan infeksi akut, dengan mudah menular melalui jalur transmisi utama saluran nafas, dapat juga menyebar melalui kontak langsung dengan penderita. Penyakit ini disebabkan oleh virus Varicella zoster (VZV) yang dapat bermanifestasi menjadi varicella (chickenpox) dan reaktivasi latennya menimbulkan herpes zoster (shingles) (Schmid et al, 2010; Kurniawan et al, 2009; Mueller et all 2008). Varicella menyerang kulit dan mukosa, klinis terdapat gejala konstitusi, kelainan kulit polimorf, terutama berlokasi di bagian sentral tubuh (Djuanda, 2010).

EtiologiVirus Varicella zoster (VZV; human-herpesvirus 3) merupakan penyebab penyakit varicella (chickenpox) dan zoster (Rahaus et al, 2006; Kurniwan et al, 2009; Mueller et al, 2008; Breuer et al, 2010). VZV merupakan anggota dari genus Varicellovirus dengan subfamily Alpha-herpesvirus. Berdasarkan pada spectrum penjamu, panjang siklus repliksasi, dan efek sitopatik dan karakteristik penyembunyian diri, VZV mempunyai kekerabatan dengan herpes simplex virus type1 (HSV1; HHV1) dan type 2 (HSV2; HHV2).Virus ini merupakan virus herpes pertama yang berhasil diurai lengkap dan vaksinnya dilisensi serta digunakan secara luas. Karakteristik yang penting dari herpes virus adalah arsitektur dari virus. Ukurannya berkisar 120 sampai dengan 300nm dan berbentuk polygonal atau bulat

dengan titik sentral yang jelas terlihat. Sampai sekarang, belum diketahui secara jelas berapa banyak polipeptida yang terlibat dalam pemasangan virus, tetapi yang telah dilaporkan adalah antara 30-35. Virus tersusun dari empat komponen yang berbeda, yaitu envelope, tegument, capsid dan core dengan genome (Rahaus, Desloges, dan Wolff, 2006).

Gambar 1. Struktur Virus Varisela zoster (Rahaus, Desloges, dan Wolff, 2006).

Siklus Replikasi dari Virus Varisela Zoster

Gambar 2. Proses replikasi virus varicella zoster (Breuer et al, 2010).

EpidemiologiTerdapat perbedaan epidemiologi varicella di daerah tropis dan daerah. Pada daerah dengan iklim dingin, varicella menyerang anak-anak dan angka seropositifnya pada umur 5 tahun berkisar antara 53%-100% dan pada umur 20-30 tahun bisa lebih dari 80%. Sementara di daerah tropis, insidensi infeksi VZV pada usia anak-anak rendah, justru lebih tinggi usia dewasa. Angka morbiditas dan mortalitas terkait dengan perbedaan karakteristik ini (Reynolds, 2008). Perbedaan karakteristik epidemiologi dari VZV dihipotesiskan karena adanya faktor iklim seperti sinar ultraviolet, sehingga menyebabkan perbedaan genotip dari VZV di daerah tropis dan dingin (Shah, 2010).

Faktor RisikoIbu hamil yang terkena infeksi VZV primer dapat menularkan infeksi secara plasental ke janin selama fase viremia (Mehta, 2010). Steroid memiliki efek immunosupresan dengan menghambat proliferasi sel T, sehingga penggunaan steroid jangka waktu lama dapat meningkatkan kemungkinan terjadinya varisela (Wiryadi, 2005). Kondisi immunocompromised dapat menyebabkan VZV lebih mudah menginfeksi dan bereplikasi di dalam tubuh. Kondisi ini dapat terjadi pada infeksi HIV, leukemia, resipien transplantasi, pemakai kortikosteroid, pasien dgn kemoterapi karena keganasan (Wiryadi, 2005).

PatogenesisVirus Varicella zoster (VZV) menginfeksi berbagai sel host selama fase akut, termasuk diantaranya sel T, sel B, monosit dan sel dendritik. Infeksi sel T oleh virus diperkirakan merupakan mekanisme utama penyebaran virus.

Page 2: Varicella

Selama fase viraemik, infeksi VZV predominan pada sel T. Derajat viraemia dihubungkan dengan beratnya gambaran klinis. Respon spesifik sel T memegang peranan penting dalam mengontrol virus dan mencegah reaktivasi virus. Respon spesifik sel T pada awal infeksi mungkin melindungi individu dari beratnya penyakit (Malavige et al, 2008)

VZV menular selama 1-2 hari sebelum lesi kulit muncul, ditularkan melalui jalur respirasi, dan menimbulkan lesi pada orofaring, lesi inilah yang memfasilitasi penyebaran virus melalui jalur traktus respiratorius. Pada fase ini, penularan terjadi melalui droplet kepada membran mukosa orang sehat misalnya konjungtiva. Inkubasi berlangsung sekitar 14 hari, virus menyebar ke kelenjar limfe, kemudian menuju ke hati dan sel-sel mononuklear. VZV yang ada dalam sel mononuklear mulai menghilang 24 jam sebelum terjadinya ruam kulit; pada penderita immunocompromised, virus menghilang lebih lambat yaitu 24-72 jam setelah timbulnya ruam kulit. Virus-virus ini bermigrasi dan bereplikasi dari kapiler menuju ke jaringan kulit dan menyebabkan lesi makulopapular, vesikuler, dan krusta. Infeksi ini menyebabkan timbulnya fusi dari sel epitel membentuk sel multinukleus yang ditandai dengan adanya inklusi eosinofilik intranuklear. Perkembangan vesikel berhubungan dengan peristiwa ballooning, yakni degenerasi sel epitelial akan menyebabkan timbulnya ruangan yang berisi oleh cairan. Penyebaran lesi di kulit diketahui disebabkan oleh adanya protein ORF47-kinase yang berguna pada proses replikasi virus (Schmid, D.S. & Jumaan, A.O. 2010)

Respon imun spesifik VZV yang diperantarai sel menjadi komponen penting untuk kesembuhan dari infeksi primer (varicella)

atau reaktivasinya (herpes zoster) (Watson, 2008) Infeksi VZV akan menginduksi pembentukan formasi inflamasi NLRP3 (nucleotide-binding oligomerization domain (NOD)-like receptor P3) dan proses ini membentuk sitokin proinflamasi IL-1ᵝ dengan aktivasi kaspase-1 pada sel yang terinfeksi.15

Pemeriksaan PenunjangUntuk pemeriksaan virus varicella zoster (vzv) dapat dilakukan tes tzank Smear. Pada mikroskop cahaya, dapat melihat multinucleated giant cells yang sebelumnya dilakukan pewarnaan giemsa atau wright. Sensitifitas mencapai 84% namun pemeriksaan ini tidak dapat membedakan antara virus varicella zoster dengan herpes simpleks virus (Lubis, 2008).Pemeriksaan imunohistokimia dari kerokan lesi kulit dapat memastikan varisela. Imunohistokimia mendeteksi protein dalam sel pada jaringan hidup dengan menggunakan interaksi antigen antibodi. Antigen akan direaksikan dengan jaringan yang diambil dengan biopsi. Namun pemeriksaan ini memerlukan biaya yang cukup mahal. Pemeriksaan serologi terutama digunakan untuk mengkonfirmasi infeksi di masa lalu untuk menilai status kerentanan pasien.  (Mehta, 2010).

LaboratoriumGambaran histologis varicella dan herpes zoster tidak dapat dibedakan. Pada pemeriksaan ditemukan sel raksasa berinti banyak dan sel epitel yang mengandung badan inklusi intranuklear yang asidofilik. Pemeriksaan dapat dilakukan dengan pewarnaan Tzanck, sampel dapat difiksasi dengan ethanol atau methanol, diwarnai dengan pewarnaan hematoxylin-eosin,

Giemsa, Papanicolaou, atau pewarnaan Paragon (Straus et al., 2008).

Gambar 3. Sel raksasa berinti banyak (Straus et al., 2008)

Di samping itu Varicella zoster virus (VZV) polymerase chain reaction (PCR) adalah metode pilihan untuk diagnosis varicella. VZV PCR menjadi pilihan untuk diagnosis klinis yang cepat. Real-time PCR metode tersedia secara luas dan merupakan metode yang paling sensitif dan spesifik dari tes yang tersedia (CDC, 2008).

Berbagai tes serologi untuk antibodi terhadap varicella tersedia secara komersial termasuk uji aglutinasi lateks (LA) dan sejumlah enzyme-linked immunosorbent tes (ELISA). Metode ELISA ternyata tidak cukup sensitif untuk mendeteksi serokonversi terhadap vaksin, tetapi cukup kuat untuk mendeteksi orang yang memiliki kerentanan terhadap VZV. Salah satu dari tes ini akan berguna untuk skrining kekebalan terhadap varicella (CDC, 2008).

Gambaran KlinisMasa inkubasi antara 14 sampai 16 hari

setelah paparan, kisaran 10 sampai 21 hari. Gejala prodromal

Page 3: Varicella

Pada anak kecil jarang terdapat gejala prodromal. Sementara pada anak yang lebih besar dan dewasa, ruam yang seringkali didahului oleh demam selama 2-3 hari, kedinginan, malaise, anoreksia, nyeri punggung, dan pada beberapa pasien dapat disertai nyeri tenggorokan dan batuk kering (Wolf, 2008; Straus, 2008).

Demam berlangsung selama lesi baru masih timbul, dan tingginya demam sesuai dengan beratnya erupsi kulit. Jarang di atas 39oC, tetapi pada keadaan yang berat dengan jumlah lesi banyak dapat mencapai 40,5oC. Demam yang berkepanjangan atau yang kambuh kembali dapat disebabkan oleh infeksi sekunder bakterial atau komplikasi lainnya. Gejala yang paling mengganggu adalah gatal yang biasanya timbul selama stadium vesikuler (Straus, 2008).

Ruam pada varicellaPasien yang belum mendapat vaksinasi, ruam dimulai dari muka dan skalp, menyebar ke badan dan ekstremitas. Lesi baru muncul berturut-turut, dengan distribusi terutama di bagian sentral. Ruam cenderung padat kecil-kecil, vesikula sering muncul sebelumnya dan dalam jumlah yang lebih besar di daerah peradangan, seperti daerah yang terkena sengatan matahari (Straus, 2008).

Gambaran dari lesi varicella berkembang secara cepat, kurang dari 12 jam. Gambaran ini khas umtuk varicella, yakni munculnya lesi secara simultan. Lesi awal berupa makula eritematosa yang berkembang menjadi papul, vesikel, pustul, dan krusta. Vesikel biasanya superfisial, berdinding tipis, dan dikelilingi daerah eritematosa. Vesikel di mukosa cepat pecah sehingga seringkali terlihat sebagai ulkus dangkal berdiameter 2-3 mm. Masuknya sel radang membuat cairan vesikel cepat menjadi

keruh, mengubah vesikel menjadi pustul. Lesi kemudian mengering, menyebabkan umbilikasi dan kemudian menjadi krusta. Krusta akan lepas dalam 1-3 minggu, meninggalkan bekas bekas cekung kemerahan yang akan berangsur menghilang (Straus, 2008).

Superinfeksi dari bakteri dapat menyebabkan terbentuknya jaringan parut. Lesi yang telah menyembuh dapat meninggalkan bercak hipopigmentasi yang dapat menetap selama beberapa minggu/bulan (Straus, 2008).

Gambar 4. Infeksi VZV : Varicella dengan imunisasi( Wolf, 2008)

Gambar 5. Lesi dengan spektrum luas (Straus, 2008).

Diagnosa varicella

Varicella biasanya mudah didiagnosa berdasarkan penampilan dan perubahan pada karakteristik dari ruam yang timbul, terutama apabila ada riwayat terpapar varicella 2-3 minggu sebelumnya (Straus et al., 2008).Diagnosis DifferensialHerpangina

Herpangina dapat sembuh dengan sendirinya . Infeksi ini mengenai rongga mulut, disebabkan oleh virus Coxsackie grup A, biasanya pada anak-anak selama musim panas dan sangat menular, terkadang juga terjadi pada dewasa muda (Heerden, 2006).

Gambaran klinisnya berupa vesikel papiler abu-abu muda, bila pecah mudah membentuk ulkus dangkal, multiple dan besar. Gejala prodormal antara lain demam, malaise, sakit kepala, limfadenitis, disfagia, sakit tenggorokan, eritema faringeal difus. (Heerden, 2006).

Pencegahan Setelah pengenalan vaksin varicella, insidensi varicella dilaporkan menurun. Angka varicella rate hospitalizations setelah program imunisasi varicella dilaporkan menurun sejak program vaksinasi tahun 1995 (Patel, 2008; Reynolds, 2008; Shah , 2010; Marin, 2008). Data aktif surveillance menunjukkan angka penurunan sampai 90% kejadian varicella di Amerika Serikat dari tahun 1995 sampai 2005. Sementara data dari passive surveillance dari empat negara bagian menunjukkan penurunan insidensi sebesar 53%-94% sampai tahun 2005 dibandingkan era prevaksin (Lopez, 2011). Angka kematian akibat varicella juga dilaporkan menurun setelah program vaksinasi digalakkan (Marin, 2011). Pemberian vaksinasi secara garis besar telah meningkatkan respon imunitas

Page 4: Varicella

humoral dan seluler sehingga meningkatkan kekebalan terhadap penyakit varicella (Watson, 2008).

KomplikasiVaricella menjadi predisposisi kejadian infeksi bakteri. Lesi kulit merupakan port of entry organisme virulen. Tersangka infeksi sekunder adalah jika manifestasi sistemik pada pasien tidak membaik dalam waktu 3-4 hari, kembali demam atau memburuk, atau kondisi anak memburuk setelah perbaikan awal.Varicella juga dapat memberikan komplikasi pada SSP. Acute postinfections cerebellar ataxia adalah komplikasi SSP paling yang paling sering terjadi, dengan kejadian 1 kasus per 4.000 pasien dengan varicella. Ensefalitis dilaporkan terjadi pada 1,7 pasien per 100.000 kasus varicella pada anak sehat usia 1-14tahun.Sindrom Reye dikaitkan dengan penggunaan aspirin pada varicella. Penggunaan acetaminophen sebagai obat pilihan menurunkan angka kejadiannya. Herpes zoster menjadi komplikasi tertunda dari varicella. herpes zoster terjadi dalam bulan sampai tahun setelah infeksi primer pada sekitar 15% dari pasien. Komplikasi ini dapat dejelaskan karena mekanisme oleh virus yang terus-menerus menetap dalam ganglions sensorik.

Prognosis Quo Ad Vitam: Prognosa varicella baik pada penderita yang non immunocompromized, higene perorangan yang baik serta perawatan yang teliti. Resiko penyakit yang berat bahkan berujung kematian ditemukan pada penderita gangguan sistem kekebalan tubuh. Angka kematian dari pneumonia varicella adalah 10%

pada orang – orang dengan system imun yang baik, dan 30% pada penderita yang immunocompromised (Mehta, 2010).

Anak sehat dengan varicella mempunyai prognosis yang sangat baik. Anak yang berada pada kondisi immunocompromised berisiko untuk mengalami penyakit berat dan kematian (misalnya, tingkat kematian anak dcngan leukemia adalah 7%). Neonatal varicella tingkat kematian dapat mencapai 30%. Episode kejadian varicella akan memberikan kekebalan. Bila seseorang telah terinfeksi varicella, akan memberikan ketahanan seumur hidup walaupun akhir-akhir ini reinfeksi sekunder telah dilaporkan.

Quo Ad Functionam: dubiaPada ibu hamil yang terinfeksi varisela selama kehamilan dapat terjadi beberapa kemungkinan yaitu (Mehta, 2010):

a. Bila terjadi pada awal kehamilan, (kelainan congenital pada janin) janin yang terinfeksi pada minggu ke 6-12 tampak mengalami kelainan paling berat pada perkembangan tungkai. Janin yang terinfeksi pada minggu ke 16-20 kehamilan dapat mencakup kelainan mata dan otak. Infeksi varisela pada usia gestasi 20 minggu juga dapat menyebabkan terjadinya infantile zoster.

b. Bila terjadi pada tri semester akhir kehamilan (pada minggu ke 37-42), dapat menyebabkan congenital varicella atau neonatal varicella Cacar air pada neonatus ini ,terkadang dapat sangat berat dan menimbulkan kematian.

1. Schmid, D.S. & Jumaan, A.O. 2010. Impact

of Varicella vaccine on Varicella zoster

virus dynamics. Clin. Microbiol Rev. Vol

23, No.1. p. 202-217.

2. Kurniwan, M., Dessy, N. & Tatang, M.

2009. Varicella zoster pada anak. Medicinus.

Vol. 3, No. 1.

3. Mueller, N.H., Gilden, D.H., Cohrs, R.J.,

Mahalingam, R. & Nagel, M.A. 2008.

Varicella zoster virus infection: clinical

features, molecular pathogenesis of disease,

and latency. Neurol Clin. 2008 August;

26(3): 675–viii.

4. Djuanda, Adhi. Ilmu Penyakit Kulit dan

Kelamin, Adhi, Edisi Enam Cetakan Kedua,

Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia,

Jakarta 2010, hal 115

5. Mehta, P. N. 2010. Varicella. Available

from URL: http://emedicine.

Page 5: Varicella

medscape.com/article/969773-overview.

Diakses 25 Juli 2013

1. Malavige, N.M., Jones, L., Kamaladasa, S.D., Wijewickrama, A., Seneviratne, S.L., Black, A.P. & Ogg, G.S. 2008. Viral load, clinical disease severity and cellular immune responses in primary Varicella zoster virus infection in Sri Lanka. Plos One 2008 Nov; Vol. 3, Issue 11, e3789.

2. Schmid, D.S. & Jumaan, A.O. 2010. Impact of Varicella vaccine on Varicella zoster virus dynamics. Clin. Microbiol Rev. Vol 23, No.1. p. 202-217.

3. Marin, M., Zhang, J.X. & Seward, J.F. 2011. Near elimination of varicella deaths in the US after implementation of the vaccination program. Pediatrics 2011; 128; 214.

4. Watson, B. 2008. Humoral and cell-mediated immune responses in children and adults after 1 and 2 doses of varicella vaccine. The Journal of Infectious Diseases 2008; 197: S143-6.

5. Heerden, Van, 2006, Oral Manifestations of Viral Infections, SA Fam Pract, 48 (8) : 20-24

6. Lubis, Ramona D. 2008. Varicella dan Herpes Zooster. Available from URL: repository. usu.ac.id/bitstream/ 123456789/ 3425/1/ 08E00895 .pdf. Diakses 28 Juli 2013.

7. Wolff, Klaus. Johnson, Richard Allen.

Fitzpatrick’s Color Atlas and Sypnosis of

Clinical Dermatology sixth edition, 2009,

page 831-835

8. Straus, Stephen E. Oxman, Michael N. Schmader, Kenneth E. Fitzpatrick’s Dermatology in general medicine seventh edition, vol 1 and 2, 2008, page 1885-1895

9. Rahaus, M., Desloges, N., dan Wolff, M. 2006. Molecular Biology of Varicella-Zoster Virus. Available from URL: http://content.karger.com/ProdukteDB/Katalogteile/isbn3_8055/_79/_82/miv26_02.pdf. Diakses 28 Juli 2013

10. Breuer, J., Grose, C., Norberg, P., Tipples, G. & Schmid, D.S. 2010. A proposal for a common nomenclature for viral clades that form the species varicella-zoster virus: summary of VZV Nomenclature Meeting 2008, Barts and the London School of Medicine and Dentistry, 24–25 July 2008. Journal of General Virology (2010), 91, 821–828.

11. Reynolds, M.A., Watson, B.M., Plott-

Adams, K.K., Jumaa, A.O., Galil, K.,

Maupin, T.J., Zhang, J.X. & Sewards,

J.F. 2008. Epidemiology of varicella

hospitalizations in the United States,

1995–2005. The Journal of Infectious

Diseases 2008; 197: S120–6.

12. Shah, S.S., Wood, S.M., Luan, X. &

Ratner, A.J. 2010. Decline in varicella-

related ambulatory visits and

hospitalizations in the United States since

routine immunization against varicella.

Pediatr Infect Dis J. 2010 March; 29(3):

199–204.

13. Mehta, P. N. 2010. Varicella.

Available from URL: http://emedicine.

medscape.com/article/969773-

overview. Diakses 14 September

2010

14.Wiryadi, B. E. 2005. Infeksi Virus.

Available from URL:

http://repository.ui.ac.id/contents/kole

ksi/11/e1943ee6e416e0e5bbe70338c

18eef811ff6ea20.pdf. Diakses 27 Juli

2013.