VALIDASI METODE PENETAPAN KADAR TIAMFENIKOL DALAM …

84
VALIDASI METODE PENETAPAN KADAR TIAMFENIKOL DALAM SEDIAAN SUSPENSI KERING (DRY SYRUP) SECARA KROMATOGRAFI CAIR KINERJA TINGGI SKRIPSI Oleh: ELSE DIAN PRAMITA NIM : 1604127 PROGRAM STUDI S1 FARMASI SEKOLAH TINGGI FARMASI INDONESIA PERINTIS PADANG 2020

Transcript of VALIDASI METODE PENETAPAN KADAR TIAMFENIKOL DALAM …

Page 1: VALIDASI METODE PENETAPAN KADAR TIAMFENIKOL DALAM …

VALIDASI METODE PENETAPAN KADAR TIAMFENIKOL

DALAM SEDIAAN SUSPENSI KERING (DRY SYRUP)

SECARA KROMATOGRAFI CAIR KINERJA TINGGI

SKRIPSI

Oleh:

ELSE DIAN PRAMITA

NIM : 1604127

PROGRAM STUDI S1 FARMASI

SEKOLAH TINGGI FARMASI INDONESIA

PERINTIS PADANG

2020

Page 2: VALIDASI METODE PENETAPAN KADAR TIAMFENIKOL DALAM …

PERNYATAAN ORISINILITAS DAN PENYERAHAN HAK CIPTA

Saya yang bertanda tangan di bawah ini:

Nama : Else Dian Pramita

NIM : 1604127

Judul Skripsi : Validasi Metode Penetapan Kadar Tiamfenikol dalam Sediaan

Suspensi Kering (Dry Syrup) secara Kromatografi Cair Kinerja

Tinggi

Dengan ini menyatakan bahwa:

1. Skripsi yang saya tulis merupakan hasil karya saya sendiri, terhindar dari unsur

plagiarisme, dan data beserta seluruh isi skripsi tersebut adalah benar adanya

2. Saya menyerahkan hak cipta dari skripsi tersebut Sekolah Tinggi Farmasi Indonesia

Perintis Padang untuk dapat dimanfaatkan dalam kepentingan akademis

Padang,12 Maret 2020

Else Dian Pramita

Page 3: VALIDASI METODE PENETAPAN KADAR TIAMFENIKOL DALAM …

Lembar Pengesahan Skripsi

Dengan ini dinyatakan bahwa :

Nama : Else Dian Pramita

NIM : 1604127

Judul Skripsi : Validasi Metode Penetapan Kadar Tiamfenikol dalam Sediaan

Suspensi Kering (Dry Syrup) secara Kromatografi Cair Kinerja

Tinggi

Telah diuji dan disetujui skripsinya sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

Sarjana Farmasi (S.Farm) melalui ujian sarjana yang diadakan pada tanggal 06 Februari

2020 berdasarkan ketentuan yang berlaku

Ketua Sidang

Farida Rahim, S.Si, M.Farm, Apt

Pembimbing I Anggota Penguji I

Drs. B.A Martinus, M.Si Prof. Dr. Elfi Sahlan Ben, Apt

Pembimbing II Anggota Penguji II

Hj. Diana Agustin, S.Si, M.M, Apt Diza Sartika, M.Farm, Apt

Mengetahui :

Ketua Program Studi S1 Farmasi

Dr. Eka Fitrianda, Apt

Page 4: VALIDASI METODE PENETAPAN KADAR TIAMFENIKOL DALAM …

Sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan maka apabila telah selesai (dari suatu urusan) kerjakanlah dengan sesungguh-sungguh (urusan) yang lain dan hanya kepada Tuhanlah hendaknya

kamu berharap

(Qs. Alam Nasyrah: 7,9)

Syukur alhamdulillah ku ucapkan kepada Allah S.W.T Salah satu cita-cita telah ku selesaikan dengan izinmu ya Allah walau terkadang aku tersandung dan terjatuh.....

Papa….. Mama…..

Terimakasih atas segala yang telah engkau berikan, semua yang telah aku lalui ini berkat do’a dan air mata disetiap sujudmu...

Semua ini kupersembahkan untukmu Papa... Mama... tercinta…..

Untuk Suami dan putri tercinta (Risqi dan Shazia)

Buat Adik-adik tersayang ( Yayan dan Bo )

Terima kasih atas segala kasih sayang serta dukungan yang kalian berikan ... kalian

menjadikanku kuat disetiap langkah ….

By Else Dian Pramita

Page 5: VALIDASI METODE PENETAPAN KADAR TIAMFENIKOL DALAM …

KATA PENGANTAR

Bismillahirrahmanirrahim

Alhamdulillah segala puji dan syukur hanya kepada Allah SWT yang senantiasa

melimpahkan rahmat dan karunia-Nya berupa ilmu, kesehatan, dan kemudahan, sehingga

penulis telah dapat menyusun dan menyelesaikan skripsi yang berjudul “Validasi Metode

Penetapan Kadar Tiamfenikol dalam Sediaan Suspensi Kering (Dry Syrup) secara

Kromatografi Cair Kinerja Tinggi” yang merupakan salah satu syarat untuk

menyelesaikan program pendidikan strata satu pada Sekolah Tinggi Farmasi Indonesia

(STIFI) Perintis Padang.

Terimakasih yang tidak terhingga, penulis tujukan kepada kedua orang tua ayahanda

ibunda terkasih Hairuddin dan Armiyetti, untuk Suami dan putri tercinta, Risqi Nofrianto

dan Shazia Hurul Aini, serta adik-adik tersayang Muhammad Sepriansyah, S.E dan

Muhammad Trihendio, S.Pd yang telah memberikan do’a, semangat, kasih sayang,

motivasi dan material demi keberhasilan penulis.

Selain itu, dalam kesempatan ini penulis dengan senang hati menyampaikan

terimakasih yang sebesar-besarnya kepada yang terhormat:

1. Bapak H. Zulkarni, S.Si, MM, Apt selaku Ketua Sekolah Tinggi Farmasi Indonesia

Yayasan Perintis Padang.

2. Bapak. Drs. B.A Martinus, M.Si sebagai pembimbing I dan Ibu Hj. Diana Agustin,

S.Si, M.M, Apt sebagai pembimbing II, yang telah memberikan petunjuk, motivasi,

nasehat dan arahan, serta dengan sabar membimbing penulis selama penelitian dan

penyelesaian skripsi ini.

3. Bapak dan Ibu Dosen yang telah mendidik dan mencurahkan ilmu selama ini kepada

penulis, dan Analis Labor STIFI yang telah memberikan kemudahan kepada penulis

dalam menyelesaikan skripsi ini.

4. Bapak Drs. Zulkifli, Apt selaku Kepala Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan di

Padang (2016) yang telah memberikan izin dan dukungan kepada penulis untuk

menempuh pendidikan sarjana (S1) Farmasi.

Page 6: VALIDASI METODE PENETAPAN KADAR TIAMFENIKOL DALAM …

5. Bapak dan Ibu Struktural BBPOM di Padang serta Penyelia dan rekan-rekan

laboratorium terapeutik yang telah berpartisipasi, membantu dan memberi dukungan

kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

6. Rekan-rekan seperjuangan angkatan 2016 dan sahabat seperjuangan yang tidak bisa

disebutkan namanya satu persatu atas segala motivasi serta dukungannya dalam

penyelesaian skripsi ini.

Semoga Allah meridhoi dan memberikan balasan yang berlipat ganda atas segala

amal baik ini. Penulis menyadari sepenuhnya bahwa skripsi ini masih jauh dari

kesempurnaan. Untuk itu penulis mengharapkan kritik dan saran guna perbaikan dan

kesempurnaan skripsi ini dimasa yang akan datang.

Akhir kata penulis berharap skripsi ini bermanfaat bagi penulis sendiri maupun

pembaca khususnya di bidang kefarmasian.

Padang, Januari 2020

Hormat Saya

Penulis

Page 7: VALIDASI METODE PENETAPAN KADAR TIAMFENIKOL DALAM …

ABSTRAK

Tiamfenikol adalah golongan antibiotika broad spectrum yang spektrum kerja dan

sifatnya mirip dengan kloramfenikol. Tiamfenikol digunakan untuk mengatasi seperti

infeksi pada demam tifoid dan Salmonella serta pada infeksi saluran kemih dan saluran

empedu oleh kuman yang resisten untuk antibotika lain. Penelitian ini bertujuan untuk

mendapatkan metode yang valid dalam penetapkan kadar tiamfenikol sediaan suspensi kering

(dry syrup) secara KCKT, metode analisis yang digunakan yaitu menggunakan fase gerak air :

acetonitril (4;1), selanjutnya dilakukan validasi metode. Parameter validasi dalam penelitian

meliputii selektivitas, akurasi, presisi, linieritas, batas deteksi dan batas kuantitasi. Kondisi KCKT

meliputi seperangkat alat KCKT Shimadzu LC20AD, kolom waters X-terra Rp18 (4,6 x 250 mm,

ukuran partikel 5µL), detektor UV dan PDA dengan laju alir 1,0 mL/menit. Penelitian ini dinilai

selektif, hal ini dinyatakan dengan waktu retensi yang sama antara sampel dengan baku pembanding

dan bentuk spektrum yang sama. Metode analisis KCKT pada penetapan kadar tiamfenikol

memenuhi nilai keberterimaan terhadap linearitas yang memiliki nilai koefisien korelasi yaitu

0,999, dengan nilai Batas Deteksi 0,013 mg/mL sedangkan nilai Batas Kuantitasi yaitu 0,0042

mg/mL. Pada parameter presisi didapat simpang baku relatif sebesar 1,49%, dan akurasi dengan

rata-rata persen perolehan kembali (recovery) 101,502%. Pada penetapan kadar didapat hasil 101,31

% dari kadar etiket yaitu 125 mg/5mL.

Kata kunci : Validasi metode, Tiamfenikol suspensi, Suspensi Kering

Page 8: VALIDASI METODE PENETAPAN KADAR TIAMFENIKOL DALAM …

ABSTRACT

Tiamfenikol is a broad spectrum antibiotic group whose spectrum of action and properties

are similar to chloramphenicol. Tiamfenikol is used to treat such infections as typhoid fever and

Salmonella as well as in urinary tract infections and bile ducts by germs that are resistant to other

antibotics. This study aims to obtain a valid method in determining the levels of tiamfenikol

preparations of dry suspension (dry syrup) by HPLC, the analytical method used is to use a mobile

phase: acetonitrile (4; 1), then the method validation is performed. Validation parameters in the

study include selectivity, accuracy, precision, linearity, detection limits and quantitation limits. The

HPLC conditions include a set of Shimadzu LC20AD HPLC tools, an X-terra watershed column of

Rp18 (4.6 x 250 mm, 5µL particle size), a UV detector and a PDA with a flow rate of 1.0 mL / min.

This research is considered selective, this is stated by the same retention time between the sample

with the same benchmark and spectrum shape. The HPLC analysis method for determining the

tiamfenikol content fulfills the acceptability value of linearity which has a correlation coefficient

value of 0.999, with a Detection Limit value of 0.013 mg / mL while the Quantity Limit value is

0.0042 mg / mL. In the precision parameters obtained relative standard deviations of 1.49%, and

accuracy with an average percent recovery (101.502%). In determining the level obtained 101.31%

of the etiquette level is 125 mg / 5mL

Key word : Method Valiadation, Tiamfenikol suspension, Dry Suspension

Page 9: VALIDASI METODE PENETAPAN KADAR TIAMFENIKOL DALAM …

DAFTAR ISI

JUDUL ...............................................................................................................

ABSTRAK ......................................................................................................... i

ABSTRACT ...................................................................................................... ii

DAFTAR ISI ..................................................................................................... iii

DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................... vi

DAFTAR TABEL ............................................................................................. vii

DAFTAR GAMBAR ........................................................................................ viii

I. PENDAHULUAN ....................................................................................... 1

1.1 Latar Belakang ........................................................................................ 1

1.2 Rumusan Masalah Penelitian ................................................................. 3

1.3 Tujuan Penelitian .................................................................................... 3

1.4 Manfaat Penelitian .................................................................................. 3

II. TINJAUAN PUSTAKA ............................................................................. 4

2.1 Sejarah Antibiotika ................................................................................. 4

2.2 Penggolongan Antibiotika ...................................................................... 4

2.3 Monografi Tiamfenikol .......................................................................... 6

2.4 Monografi Tiamfenikol Kapsul dalam Farmakope China 2010 .............. 7

2.5 Suspensi .................................................................................................. 9

2.6 Validasi Metode ...................................................................................... 10

2.7 Kromatografi Cair Kinerja Tinggi .......................................................... 17

2.7.1 Jenis-Jenis Kromatografi Kinerja Tinggi ...................................... 18

2.7.2 Instrumentasi Kromatografi Kinerja Tinggi .................................. 20

III METODOLOGI PENELITIAN ................................................................ 25

3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ................................................................ 25

3.2 Alat dan Bahan ....................................................................................... 25

3.2.1 Alat ................................................................................................ 25

3.2.2 Bahan ............................................................................................. 25

3.3 Prosedur Penelitian ................................................................................. 26

3.3.1 Pengambilan Sampel ..................................................................... 26

3.3.2 Pembuatan Pelarut dan Fase Gerak ................................................ 26

3.3.3 Pembuatan Larutan Baku Pembanding dan Larutan Sampel ......... 26

3.3.4 Uji Kesesuaian Sistem ................................................................... 29

3.3.5 Uji Spesifisitas ............................................................................... 30

3.3.6 Penetapan Kurva Kalibrasi ............................................................ 30

3.3.7 Uji Linearitas ................................................................................. 31

Page 10: VALIDASI METODE PENETAPAN KADAR TIAMFENIKOL DALAM …

3.3.8 Uji Batas Deteksi (LOD) dan Batas Kuantitasi (LOQ) ................. 31

3.3.9 Uji Penetapan Kadar Sampel .......................................................... 31

3.3.10 Uji Akurasi .................................................................................. 32

3.3.11 Uji Presisi .................................................................................... 32

3.4 Analisi Data ............................................................................................. 32

3.4.1 Perhitungan Bobot Jenis Sampel .................................................... 32

3.4.2 Uji Spesifisitas ................................................................................ 33

3.4.3 Uji Linearitas .................................................................................. 33

3.4.5 Uji Presisi ....................................................................................... 33

3.4.5 Uji Akurasi .................................................................................... 34

3.4.6 Uji Batas Deteksi dan Kuantitasi .................................................... 34

3.4.7 Perhitungan Penetapan Kadar ......................................................... 35

IV HASIL DAN PEMBAHASAN ................................................................... 36

4.1 Hasil ........................................................................................................ 36

4.1.1 Hasil Uji Bobot Jenis ..................................................................... 36

4.1.2 Hasil Uji Kesesuaian Sistem ......................................................... 36

4.1.3 Hasil Uji Spesifisitas ..................................................................... 37

4.1.4 Hasil Kurva Kalibrasi dan Linearitas ............................................. 38

4.1.5 Hasil Uji Batas Deteksi (LOD) dan Batas Quantitasi (LOQ) ......... 38

4.1.6 Hasil Uji Penetapan Kadar ............................................................. 38

4.1.7 Hasil Uji Presisi .............................................................................. 39

4.1.8 Hasil Uji Akurasi ............................................................................ 39

4.2 Pembahasan ............................................................................................ 39

V KESIMPULAN DAN SARAN ................................................................... 44

5.1 Kesimpulan ............................................................................................. 44

5.2 Saran ....................................................................................................... 44

DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................... 45

Page 11: VALIDASI METODE PENETAPAN KADAR TIAMFENIKOL DALAM …

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran Halaman

1. Skema Kerja Validasi Metode Tiamfenikol dalam Sediaan Suspensi Kering secara

KCKT ..................................................................................................... 47

2. Skema Kerja Penetapan Kadar Tiamfenikol dalam Sediaan Suspensi Kering secara

KCKT ...................................................................................................... 48

3. Perhitungan Bobot Jenis .......................................................................... 49

4. Hasil Uji Keseuaian Sistem ..................................................................... 50

5. Hasil Uji Spesifisitas ............................................................................... 51

6. Hasil Kurva Kalibrasi dan Linearitas ...................................................... 54

7. Hasil Uji Batas Deteksi dan Batas Kuantitasi ......................................... 57

8. Hasil Uji Penetapan Kadar ...................................................................... 58

9. Hasil Uji Presisi ....................................................................................... 61

10. Hasil Uji Akurasi ..................................................................................... 63

11. Sertifikat Baku Pembanding Tiamfenikol BPFI ...................................... 66

12. Sampel Tiamfenikol Suspensi.. ............................................................... 69

13. Alat Instrumen yang digunakan ............................................................... 70

Page 12: VALIDASI METODE PENETAPAN KADAR TIAMFENIKOL DALAM …

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

1. Parameter yang Dibutuhkan untuk Validasi Prosedur Analisi .............. 12

2. Rentang Perolehan Kembali (recovery) yang Diharapkan ...................... 13

3. Simpangan Baku relatif (SBR) Repeatability yang Diijinkan pada Setiap

Konsentrasi Analit Sampel ...................................................................... 14

4. Simpangan Baku relatif (SBR) Reproducibility yang Diijinkan pada Setiap

Konsentrasi Analit Sampel ...................................................................... 15

5. Hasil Uji Validasi Metode dan Penetapan Kadar Tiamfenikol ............... 43

6. Hasil Uji Kesesuan Sistem ...................................................................... 50

7. Penimbangan Baku Tiamfenikol ............................................................. 54

8. Hasil Pengenceran Baku Tiamfenikol ..................................................... 55

9. Hasil Persamaan Regresi dan Linearitas Baku Tiamfenikol ................... 55

10. Hasil Batas Deteksi dan Batas Kuantitasi ............................................... 57

11. Hasil Uji Penetapan Kadar Tiamfenikol .................................................. 58

12. Hasil Uji Presisi Tiamfenikol ................................................................. 62

13. Data Akurasi Tiamfenikol ....................................................................... 63

14. Hasil Uji Akurasi Tiamfenikol ................................................................ 64

Page 13: VALIDASI METODE PENETAPAN KADAR TIAMFENIKOL DALAM …

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

1. Struktur Tiamfenikol .............................................................................. 6

2. Komponen KCKT ................................................................................... 20

3. Skema Kerja Validasi Metode Penetapan Kadar Tiamfenikol dalamSediaan

Suspensi Kering (Dry Syrup) secara KCKT ............................................ 47

4. Skema Kerja Penetapan Kadar Tiamfenikol dalamSediaan Suspensi Kering (Dry

Syrup) secara KCKT ................................................................................ 48

5. Hasil Uji Kesesuaian Sistem ................................................................... 50

6. Kromatogram PDA Baku Tiamfenikol ................................................... 51

7. Kromatogram PDA Sampel Tiamfenikol Suspensi (Dry Syrup) ............ 51

8. Kromatogram PDA Sampel spiked baku Tiamfenikol ............................ 52

9. Spektrum PDA Baku Tiamfenikol .......................................................... 53

10. Spektrum PDA Sampel Tiamfenikol Suspensi (Dry Syrup) ................... 53

11. Kromatogram PDA Sampel spiked baku Tiamfenikol ............................ 53

12. Kromatogram Kurva Kalibrasi Tiamfenikol ........................................... 54

13. Kurva Regresi dan Linearitas Tiamfenikol ............................................. 56

14. Kromatogram Sampel Penetapan Kadar Tiamfenikol ............................. 58

15. Kromatogram Presisi Tiamfenikol .......................................................... 61

16. Kromatogram Akurasi Tiamfenikol ........................................................ 63

17. Sertifikat Baku Pembanding Tiamfenikol BPFI ...................................... 66

18. Gambar Sampel Tiamfenikol Suspensi ................................................... 69

19. Alat KCKT Shimadzu LC 20AD ............................................................ 70

20. Kolom X-Terra Rp18 5µm ukuran 4,6 x 250 mm by Waters ................. 70

21. Timbangan Analitik Digital Radwag XA 82/220/2x ............................... 70

22. Timbangan Micro Balance RADWAG MYA2 ....................................... 71

23. Sonikator Branson ................................................................................... 71

24. Pompa Vakum Sartorius .......................................................................... 71

Page 14: VALIDASI METODE PENETAPAN KADAR TIAMFENIKOL DALAM …

BAB I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Obat mempunyai peranan penting dalam meningkatkan kualitas hidup manusia.

Pengembangan sediaan obat terus dilakukan untuk mendapatkan sediaan yang lebih

berkhasiat dengan efek samping yang lebih sedikit. Suatu obat harus memiliki jaminan

quality (mutu), eficacy (khasiat) dan safety (keamanan) yang baik. Penjaminan mutu

terhadap suatu sediaan obat yang telah diedarkan salah satunya dapat dengan melakukan uji

evaluasi terhadap suatu produk obat tersebut.

Dalam Farmakope Indonesia V (Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2014)

ada beberapa evaluasi mutu sediaan obat yaitu evaluasi mutu fisik, evaluasi kimia dan

evaluasi biologi. Pemeriksaan kadar zat aktif dalam sediaan obat merupakan salah satu

evaluasi kimia dan merupakan persyaratan yang harus dipenuhi untuk menjamin kualitas

dari suatu obat tersebut.

Dalam penentuan kadar zat aktif suatu sediaan obat diperlukan suatu metode yang

telah divalidasi. Suatu metode analisis baru dapat dipakai atau digunakan bila telah

dilakukan validasi dan kondisinya disesuaikan dengan laboratorium dan peralatan yang

tersedia, meskipun metode yang akan dipakai tersebut telah dipublikasikan pada jurnal,

buku teks atau buku resmi seperti Farmakope (Uno, 2015). Selain itu, suatu Standar

Internasional untuk laboratorium pengujian dan kalibrasi mensyaratkan bahwa suatu

metode harus divalidasi, salah satunya jika metode tersebut merupakan metode baku yang

digunakan di luar ruang lingkup serta metode baku yang dimodifikasi untuk

Page 15: VALIDASI METODE PENETAPAN KADAR TIAMFENIKOL DALAM …

mengkonfirmasi bahwa metode tersebut sesuai untuk penggunaan yang dimaksud (Komite

Akreditasi Nasional, 2008).

Tiamfenikol adalah golongan antibiotika broad spectrum yang spektrum kerja dan

sifatnya mirip dengan kloramfenikol. Tiamfenikol digunakan pada kondisi seperti infeksi

demam tifoid dan Salmonella serta pada infeksi saluran kemih dan saluran empedu oleh

kuman yang resisten untuk antibotika lain (Tjay dan Rahardja, 2002). Sediaan yang beredar

dengan komposisi tiamfenikol saat ini adalah dalam bentuk kapsul dan suspensi kering (dry

syrup). Metode standar dalam penentuan kadar tiamfenikol dalam sedian jadi belum

terdapat di dalam Farmakope Indonesia namun ada di dalam Farmakope Cina tahun 2010

dengan menggunakan alat Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT). Metode ini

digunakan untuk sediaan kapsul dan belum tersedia untuk penetapan kadar dalam sedian

suspensi kering (dry syrup). Wardani (2016) pernah melakukan uji stabilitas kimia dalam

penentuan kadar sirup rekonstitusi yang mengandung tiamfenikol tetapi dengan metode

Spektrofotometri Ultraviolet (UV) sementara Tarinc dan Aysegul (2011) melakukan

validasi metode penetapan kadar tiamfenikol kapsul secara Spektrofotometri Ultraviolet

(UV).

Berdasarkan uraian di atas, maka peneliti ingin melakukan validasi penetapan kadar

tiamfenikol dalam suspensi kering (dry syrup) yang dikembangkan dari metode penetapan

kadar tiamfenikol kapsul secara Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT) yang

disesuaikan dengan parameter validasi yang akan dilakukan yaitu spesifikasi, presisi,

akurasi, linearitas serta pengukuran batas deteksi dan batas kuantisasi.

Page 16: VALIDASI METODE PENETAPAN KADAR TIAMFENIKOL DALAM …

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan, maka rumusan masalah dalam

penelitian ini adalah :

- Apakah metode Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT) pada penetapan kadar

tiamfenikol dalam sedian suspensi kering (dry syrup) memenuhi syarat uji validasi

metode dengan parameter spesifikasi, presisi, akurasi, linearitas serta pengukuran batas

deteksi dan batas kuantisasi ?

- Apakah tiamfenikol dalam sedian dry sirup dapat ditentukan kadarnya secara

Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT) ?

1.3 Tujuan Penelitian

- Untuk mengetahui validasi metode Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT) pada

penetapan kadar tiamfenikol dalam sediaan suspensi kering (dry sirup) memenuhi

syarat uji validasi dengan parameter spesifikasi, presisi, akurasi, linearitas serta

pengukuran batas deteksi dan batas kuantisasi.

- Untuk menentukan kadar tiamfenikol dalam sedian dry syrup menggunakan metode

Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT).

1.4 Manfaat Penelitian

Penelitian ini sebagai data otentik hasil pengukuran telah dilakukannya penelitian

mengenai validasi metode analisis penetapan kadar tiamfenikol dalam sediaan suspensi

kering (dry syrup) sehingga dapat digunakan untuk analisis kualitatif maupun kuantitatif

dan dapat digunakan sebagai analisis rutin.

Page 17: VALIDASI METODE PENETAPAN KADAR TIAMFENIKOL DALAM …

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Sejarah Antibiotika

Antibiotika dalam bahasa latin berasal dari kata anti = lawan dan bios = hidup,

sehingga antibiotika adalah zat-zat kimia yang dihasilkan oleh fungi dan bakteri yang

memiliki khasiat mematikan atau menghambat pertumbuhan bakteri, turunan zat tersebut

yang dibuat secara semisintetis, begitu pula senyawa sintetis dengan khasiat antibakteri.

Kegiatan antibiotis untuk pertama kalinya ditemukan secara kebetulan oleh dr. Alexander

Fleming dari Inggris tahun 1928 yaitu antibiotik penisillin. Tetapi penemuan ini baru

dikembangkan dan digunakan pada permulaan Perang Dunia II di tahun 1941, ketika obat-

obatan antibiotika sangat diperlukan untuk menanggulangi infeksi dari luka-luka akibat

pertempuran. Kemudian para peneliti di seluruh dunia memperoleh banyak zat lain dengan

khasiat antibiotis. Namun, berhubung sifat toksisnya bagi manusia, hanya sebagian kecil

saja yang dapat digunakan sebagai obat. Yang terpenting diantaranya adalah streptomisin

(1944), kloramfenikol (1947), tetrasiklin (1948), eritromisin (1952), rifampisin (1960),

bleomisin (1965), dan doksorubisin (1969), minosiklin (1972), dan tobramisin (1974) (Tjay

dan Rahardja, 2002).

2.2 Penggolongan Antibiotika

Menkes RI (2011) membagi klasifikasi antibiotik berdasarkan mekanisme kerjanya

yaitu :

1. Antibiotik yang Menghambat Sintesis atau Merusak Dinding Sel Bakteri

Page 18: VALIDASI METODE PENETAPAN KADAR TIAMFENIKOL DALAM …

Antibiotik beta-laktam terdiri dari berbagai golongan obat yang mempunyai

struktur cincin beta-laktam, yaitu penisilin, sefalosporin, monobaktam, karbapenem,

dan inhibitor beta-laktamase. Obat-obat antibiotik beta-laktam umumnya bersifat

bakterisid, dan sebagian besar efektif terhadap organisme Gram–positif dan negatif.

Antibiotik betalaktam mengganggu sintesis dinding sel bakteri, dengan menghambat

langkah terakhir dalam sintesis peptidoglikan, yaitu heteropolimer yang memberikan

stabilitas mekanik pada dinding sel bakteri. Contoh golongan ini adalah : penisillin,

sefalosporin, monobaktam (beta-laktam monosiklik), karbapenem, Inhibitor beta-

laktamase.

Basitrasin adalah kelompok yang terdiri dari antibiotik polipeptida, yang utama

adalah basitrasin A. Berbagai kokus dan basil Gram-positif, Nisseria, H. influenzae, dan

Treponema pallidum sensitif terhadap obat ini. Basitrasin tersedia dalam bentuk salep

mata dan kulit, serta bedak untuk topikal. Basitrasin jarang menyebabkan

hipersensitivitas. Pada beberapa sediaan, sering dikombinasi dengan neomisin dan atau

polimiksin. Basitrasin bersifat nefrotoksik bila memasuki sirkulasi sistemik.

Vankomisin merupakan antibiotik lini ketiga yang terutama aktif terhadap bakteri

Gram-positif. Vankomisin hanya diindikasikan untuk infeksi yang disebabkan oleh S.

aureus yang resisten terhadap metisilin (MRSA). Semua basil Gram-negatif dan

mikrobakteria resisten terhadap vankomisin. Vankomisin diberikan secara intravena,

dengan waktu paruh sekitar 6 jam. Efek sampingnya adalah reaksi hipersensitivitas,

demam, flushing dan hipotensi (pada infus cepat), serta gangguan pendengaran dan

nefrotoksisitas pada dosis tinggi.

2. Obat yang Memodifikasi atau Menghambat Sintesis Protein

Page 19: VALIDASI METODE PENETAPAN KADAR TIAMFENIKOL DALAM …

Obat antibiotik yang termasuk golongan ini adalah aminoglikosid, tetrasiklin,

kloramfenikol termasuk tiamfenikol, makrolida (eritromisin, azitromisin, klaritromisin),

klindamisin, mupirosin, dan spektinomisin.

3. Obat Antimetabolit yang Menghambat Enzim-Enzim Esensial dalam Metabolisme

Folat

Obat antibiotik yang termasuk golongan ini adalah Sulfametoksazol dan

Trimetropim.

4. Obat yang Mempengaruhi Sintesis atau Metabolisme Asam Nukleat

Obat antibiotik yang termasuk golongan ini adalah golongan kuinolon dan

nitrofuran.

2.3 Monografi Tiamfenikol

(Sumber : Chinesse Pharmacopeia, 2010)

Gambar 1 Struktur Tiamfenikol

Penamaan tiamfenikol menurut IUPAC (International Union of Pure and Applied

Chemistry) 2,2-Dikloro-N-(αR.βR)-β-hidroksi-α- hidroksimetil-4-

metilsulfonil(fenetil)asetamida. Tiamfenikol mempunyai rumus molekul C₁₂H₁₅Cl₂NO₅S

dan mempunyai molekul 356,2 g/mol, mengandung tidak kurang dari 98,0% dan tidak lebih

dari 100,5% C₁₂H₁₅Cl₂NO₅S dihitung terhadap zat yang telah dikeringkan. Tiamfenikol

merupakan serbuk hablur halus atau halus, putih sampai putih kekuningan, tidak berbau.

Larutan dalam etanol mutlak memutar bidang polarisasi ke kanan, larutan dalam dimetil

formamida memutar bidang polarisasi ke kiri. Tiamfenikol mempunyai kelarutan sukar

Page 20: VALIDASI METODE PENETAPAN KADAR TIAMFENIKOL DALAM …

larut dalam air, dalam etil asetat dan dalam eter, agak sukar larut dalam etanol mutlak dan

dalam aseton, larut dalam metanol, mudah larut dalam asetonitril dan dalam

dimetilformamida, sangat mudah larut dalam dimetilasetamida (Departemen Kesehatan

Republik Indonesia, 2014).

Beberapa sediaan tiamfenikol yaang beredar di Indonesia (Badan POM RI, 2019) :

- Kapsul 250 mg : Biothicol, Corsafen, Palmicol, Rindofen, Thiamycin, Thislacol,

Urfamycin.

- Kapsul 500 mg : Biothicol, Canicol, Cetathiacol, Conucol, Corsafen, Fosicol, Kalthicol,

Lacophen, Niacol, Nufathiam, Opiphen, Promixin, Rindofen, Solathim, Thiamet,

Thiamfilex, Thiamika, Thiamycin, Thislacol, Troviakol, Urfamycin, Zicafen.

- Kaplet 1000 mg : Corsafen, Thiamet, Thiamycin

- Sirup Kering 125 mg5mL : Biothicol, Canicol, Conucol, Corsafen, Fosicol, Kalthicol,

Lacophen, Nufathiam, Opiphen, Palmicol, Solathim, Thiamfilex, Thiamycin, Urfamycin.

2.4 Monografi Tiamfenikol Kapsul dalam Farmakope China 2010

Tiamfenikol kapsul mengandung tidak kurang dari 90,0 % dan tidak lebih dari 110,0

% dari yang tertera pada etiket. Identifikasi : (1) larutkan sejumlah zat dalam methanol

sehingga menghasilkan larutan yang mengandung 10 mg/mL, saring, lakukan identifikasi

yang tertera pada tiamfenikol, (2) waktu retensi puncak dalam kromatogram yang diperoleh

dengan larutan uji dalam penetapan kadar identik dengan puncak utama dalam kromatogran

yang diperoleh dengan larutan baku atau standard, (3) larutkan sejumlah zat setara dengan

50 mg tiamfenikol dalam 2 mL kalium hidroksida dalam etanol. Untuk menghindari

penguapan etanol, panaskan dalam bak air selama 15 menit, larutan yang dihasilkan

menghasilkan karakteristik reaksi klorida, lakukan identifikasi seperti uji klorida.

Page 21: VALIDASI METODE PENETAPAN KADAR TIAMFENIKOL DALAM …

Persiapan larutan uji dengan melarutkan jumlah yang tertimbang secara akurat dari

isi campuran kapsul setara dengan 1 mg tiamfenikol dalam 1 mL fase gerak dan lakukan

penyaringan. Lakukan pengujian seperti pada tiamfenikol. Area puncak pengotor dalam

kromatogram yang diperoleh dengan tes larutan tidak lebih besar dari luas puncak utama

dalam kromatogram yang diperoleh dengan larutan standar (1,0%). Jumlah area semua

puncak pengotor dalam sistem kromatogram yang diperoleh dengan larutan uji tidak lebih

besar dari 3 kali luas puncak utama dalam kromatogram larutan standar (3,0%)

Persyaratan susut pengeringan tidak lebih dari 2% dari berat yang ditimbang dalam

suhu yang konstan pada 105⁰C. Uji disolusi dengan menggunakan sejumlah 600 mL atau

900 mL media air, memakai metode keranjang dengan kecepatan 100 rpm. Tarik 10 mL

larutan setelah 45 menit dan saring sebagai larutan uji. Larutkan tiamfenikol CRS dalam air

untuk menghasilkan 0,28 mg/mL. Ukur absorbansi dari larutan yang dihasilkan pada 266

nm. Hitung disolusi dari C₁₂H₁₅Cl₂NO₅ terhadap kapsul. Tidak kurang dari 75% dari jumlah

tertera pada etiket.

Penetapan kadar dengan menimbang secara akurat dan melarutkan sejumlah zat

sampel setara 0,1 g tiamfenikol dalam 100 mL fase gerak di labu tentukur. Encerkan hingga

tanda batas dan saring. Pipet secara akurat 5,0 mL filtrat masukkan ke dalam labu ukur 50

mL, encerkan dengan fase gerak hingga tanda. Preparasi larutan standar tiamfenikol dengan

cara menimbang dengan akurat sekitar 0,1 g ke dalam labu ukur 100 mL, encerkan dengan

fase gerak hingga tanda. Dipipet secara akurat 5,0 mL larutan ke dalam labu ukur 50 mL,

encerkan dengan fase gerak hingga tanda. Kondisi KCKT yaitu dengan menggunakan

kolom gel silika terikat octadecylsilane dengan fase gerak campuran air : acetonitril (4:1).

Panjang gelombang deteksi adalah 225 nm. Masing-masing larutan uji dan larutan standar

diinjeksikan sebanyak 10µL ke dalam sistem KCKT.

Page 22: VALIDASI METODE PENETAPAN KADAR TIAMFENIKOL DALAM …

2.5 Suspensi

Suspensi juga dapat didefinisikan sebagai preparat yang mengandung partikel obat

yang terbagi secara halus (dikenal sebagai suspensoid) disebarkan secara merata dalam

pembawa dimana obat menunjukkan kelarutan yang sangat minimum. Beberapa suspensi

resmi diperdagangan tersedia dalam bentuk siap pakai, telah disebarkan dalam cairan

pembawa dengan atau tanpa penstabil dan bahan tambahan farmasetik lainnya (Ansel,

1989).

Suspensi dapat dibagi dalam 2 jenis, yaitu suspensi yang siap digunakan dan yang

dikonstitusikan dengan sejumlah air untuk injeksi atau pelarut lain yang sesuai sebelum

digunakan. Sesuai sifatnya, partikel yang terdapat dalam suspensi dapat mengendap pada

dasar (Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 1997).

Dalam pembuatan suspensi digunakan senyawa atau zat aktif yang kelarutannya

dalam fase cair rendah. Jika suatu senyawa atau zat aktif memiliki beberapa bentuk garam,

maka untuk suspensi digunakan garam yang kelarutannya paling rendah di dalam fase cair.

Oleh karena itu, bahan obat yang tidak larut atau sukar larut diracik menjadi sediaan obat

suspensi untuk memudahkan penggunaan secara per oral terutama jika diberikan kepada

pediatri maka dapat dilakukan perbaikan rasa dan pemberian aroma serta warna sebagai

keuntungan lainnya (Voight, 1984).

Menurut Ansel (1989), sifat-sifat yang diinginkan dalam semua sediaan farmasi dan

sifat-sifat lain yang lebih spesifik untuk suspensi farmasi adalah :

1. Suatu suspensi farmasi yang dibuat dengan tepat mengendap secara lambat dan

harus rata bila dikocok.

2. Karakteristik suspensi harus sedemikian rupa sehingga partikel dari suspensoid tetap

agak konstan untuk waktu lama pada penyiapan.

Page 23: VALIDASI METODE PENETAPAN KADAR TIAMFENIKOL DALAM …

3. Suspensi harus bisa dituang dari wadah dengan cepat dan homogen.

2.6 Validasi Metode

Validasi metode analisis adalah suatu tindakan penilaian terhadap parameter tertentu,

berdasarkan percobaan laboratorium, untuk membuktikan bahwa parameter tersebut

memenuhi persyaratan untuk penggunaannya (Harmita. 2014). Validasi suatu metode

menurut United State Pharmacopeia (USP) dilakukan untuk menjamin bahwa metode

analisis adalah akurat, spesifik, reproducible, dan tahan pada kisaran analit yang akan

dianalisis. Secara singkat, validasi merupakan aksi konfirmasi bahwa metode analisis yang

akan digunakan sesuai dengan tujuan yang diinginkan. Menurut International Conference

on Harmonization (ICH), suatu metode analisis harus divalidasi untuk melakukan verifikasi

bahwa parameter-parameter kinerjanya cukup mampu untuk mengatasi problem analisis

(Rohman, 2014).

Oleh karena itu, suatu metode harus divalidasi ketika (Rohman, 2014) :

1. Metode harus dikembangkan untuk mengatasi problem analisis tertentu

2. Metode yang sudah baku direvisi untuk menyesuaikan perkembangan atau karena

munculnya suatu masalah yang mengarah pada perevisian metode baku.

3. Penjaminan mutu yang mengindikasikan bahwa metode baku telah berubah seiring

dengan berjalannya waktu.

4. Metode baku digunakan di laboratorium berbeda, dikerjakan oleh analis yang berbeda,

atau dikerjakan dengan alat yang berbeda.

5. Untuk mendemonstrasikan kesetaraan antara dua metode, misalnya antara metode baru

dan metode baku

Dalam Farmakope Indonesia V (Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2014)

dan USP 42 (The United States Pharmacopeial Convention, 2019), menyatakan bahwa

Page 24: VALIDASI METODE PENETAPAN KADAR TIAMFENIKOL DALAM …

setiap prosedur analisis yang berbeda memerlukan skema validasi yang berbeda, ada

beberapa kategori pengujian secara umum mensyaratkan data validasi, kategori-kategori

tersebut adalah :

Kategori I: Prosedur analisis untuk penetapan kadar komponen utama dalam bahan baku

obat atau bahan aktif (termasuk pengawet) dalam sediaan obat jadi

Kategori II: Prosedur analisis untuk penetapan cemaran dalam baku obat atau senyawa hasil

degradasi dalam sediaan obat jadi. Prosedur ini terdiri dari penetapan

kuantitatif dan uji batas.

Kategori III:Prosedur analisis unutuk penetapan karakteristik kinerja sediaan (misalnya

disolusi, pelepasan obat)

Kategori IV:Prosedur analisis untuk identifikasi

Tabel 1. Parameter yang dibutuhkan untuk validasi prosedur analisis

Karakteristik

Kinerja Analitik

Kategori

I

Kategori II Kategori

III

Kategori

IV

Kuantitatif

Uji

Batas

Akurasi Ya Ya * * Tidak

Presisi Ya Ya Tidak Ya Tidak

Spesifisitas Ya Ya Ya * Ya

Batas Deteksi Tidak Tidak Ya * Tidak

Batas Kuantitasi Tidak Ya Tidak * Tidak

Linearitas Ya Ya Tidak * Tidak

Rentang Ya Ya * * Tidak

Catatan: * Mungkin dipersyaratkan tergantung pada sifat khusus dari uji

2.6.1 Akurasi

Akurasi merupakan kedekatan nilai terukur (measured value) dengan nilai

sebenarnya yang diterima (accepted true value), baik nilai konversi, nilai sebenarnya,

maupun nilai rujukan. Akurasi diukur sebagai banyaknya analit yang diperoleh kembali

pada suatu pengukuran dengan melakukan spiking pada suatu sampel. Ada tiga

Page 25: VALIDASI METODE PENETAPAN KADAR TIAMFENIKOL DALAM …

pendekatan yang umum digunakan ketika melakukan uji akurasi yaitu : (1)

menggunakan SRM (Standard Reference Material), (2) melakukan spiking terhadap

plasebo, dan (3) menggunakan metode penambahan standar (Standard Addition

Method) (Rohman, 2014).

Dalam mendokumentasikan akurasi, ICH (International Conference on

Harmanization) merekomendasikan pengumpulan data dari 9 kali penetapan kadar

dengan 3 konsentrasi yang berbeda (misal 3 konsentrasi dengan 3 kali replikasi)

(Gandjar dan Rohman, 2012). Data akurasi harus dilaporkan sebagai persentase

perolehan kembali, kisaran kriteria keberterimaan yang disarankan untuk digunakan

ketika melakukan evaluasi akurasi selama validasi metoda analisis dapat dilihat pada

tabel 2 (Latimer, 2016).

Tabel 2. Rentang perolehan kembali (recovery) yang diharapkan :

Analit pada matriks sampel (%) Rata-rata recovery (%)

100 98 – 102

> 10

> 1 97 – 103

> 0,1 95 – 105

0,01 (100 ppm) 90 – 107

0,001 (10 ppm)

80 – 110 0,0001 (1 ppm)

0,00001 (100 ppb)

0,000001 (10 ppb) 60 – 115

0,0000001 (1 ppb) 40 – 120

2.6.2 Presisi

Presisi adalah ukuran yang menunjukkan derajat kesesuaian antara hasil uji

individual, diukur melalui penyebaran hasil individual dari rata-rata jika prosedur

diterapkan secara berulang pada sampel-sampel yang diambil dari campuran yang

Page 26: VALIDASI METODE PENETAPAN KADAR TIAMFENIKOL DALAM …

homogen. Keseksamaan diukur sebagai simpangan baku atau simpangan baku relatif

(koefisien variasi). Keseksamaan dapat dinyatakan sebagai keterulangan (repeatabilty)

yaitu keseksamaan metode jika dilakukan berulang kali oleh analis yang sama pada

kondisi yang sama dan dalam interval waktu yang pendek dan sebagai ketertiruan

(reproducibility) yaitu keseksamaan metode jika dikerjakan pada kondisi yang berbeda,

seperti menggunakan analis, peralatan dan laboratorium yang berbeda (Harmita, 2014).

Presisi merupakan keterulangan metode analisis dan biasanya diekspresikan sebagai

simpangan baku relatif (Relative Standard Deviation, RSD). Nilai RSD juga sering

disebut koefisien variasi (KV) dari sejumlah pengukuran sampel (Rohman, 2004).

Kriteria seksama diberikan jika metode memberikan simpangan baku relatif atau

koefisien variasi 2% atau kurang (Harmita, 2014). Akan tetapi kriteria ini sangat

fleksibel, bergantung pada kondisi analit yang diperiksa, jumlah sampel dan kondisi

laboratorium. Simpangan baku relatif (Relative Standard Deviation, RSD) yang diijinkan

pada setiap konsentrasi analit dalam sampel dapat dilihat pada tabel 3 (Latimer, 2016).

Tabel 3. Simpangan baku relatif (repeatability) yang diijinkan pada setiap konsentrasi

analit dalam sampel :

Analit pada matriks sampel (%) Simpangan Baku Relatif, RSDᵣ (%)

100 1,3

> 10 1,9

> 1 2,7

> 0,1 3,7

0,01 (100 ppm) 5,3

0,001 (10 ppm) 7,3

0,0001 (1 ppm) 11

0,00001 (100 ppb) 15

0,000001 (10 ppb) 21

0,0000001 (1 ppb) 30

Page 27: VALIDASI METODE PENETAPAN KADAR TIAMFENIKOL DALAM …

Tabel 4. Simpangan baku relatif (reproducibility) yang diijinkan pada setiap konsentrasi

analit dalam sampel :

Analit pada matriks sampel (%) Simpangan Baku Relatif, RSDʀ (%)

100 2

> 10 3

> 1 4

> 0,1 6

0,01 (100 ppm) 8

0,001 (10 ppm) 11

0,0001 (1 ppm) 16

0,00001 (100 ppb) 22

0,000001 (10 ppb) 32

0,0000001 (1 ppb) 45

2.6.3 Spesivisitas

Spesivisitas adalah kemampuan suatu metode analisis untuk mengukur analit yang

dituju secara tepat dan spesifik dengan adanya komponen-komponen lain dalam matriks

sampel seperti pengotor (impurities), produk degradasi, dan komponen matriks.

Penentuan spesivisitas metode dapat diperoleh dengan dua jalan. Yang pertama adalah

dengan melakukan optimasi sehingga diperoleh senyawa yang dituju terpisah secara

sempurna dari senyawa-senyawa lain (resolusi senyawa yang dituju dengan senyawa di

sebelah kiri dan kanan kromatogram ≥ 2). Cara kedua untuk memperoleh spesivisitas

adalah dengan menggunakan detektor selektif (Rohman, 2014).

2.6.4 Batas Deteksi (Limit of Detection, LOD)

Page 28: VALIDASI METODE PENETAPAN KADAR TIAMFENIKOL DALAM …

Batas deteksi didefinisikan sebagai konsentrasi analit terendah dalam sampel yang

masih dapat dideteksi meskipun tidak selalu dapat dikuantifikasi. Batas deteksi yang

paling umum digunakan dalam kimia analisis adalah bahwa batas deteksi merupakan

kadar analit yang memberikan respon sebesar blanko (yb) ditambah tiga simpangan baku

blanko (3Sb) (Rohman, 2014).

2.6.5 Batas Kuantitasi (Limit of Quantitation, LOQ)

Batas kuantifikasi didefinisikan sebagai konsentrasi analit terendah dalam sampel

yang dapat ditentukan dengan presisi dan akurasi yang dapat diterima pada kondisi

operasional metode yang digunakan. Kadang- kadang rasio signal to noise 10:1

digunakan untuk menentukan LOQ. Perhitungan LOQ dengan signal to noise 10:1

merupakan aturan umum. Meskipun demikian, perlu diingat bahwa LOQ merupakan

suatu kompromi antara konsentrasi dengan presisi dan akurasi yang dipersyaratkan. Jadi,

jika konsentrasi LoQ menurun, maka presisi juga menurun (Rohman, 2014).

2.6.6 Linearitas dan Rentang

Linieritas merupakan kemampuan suatu metode untuk memperoleh hasil uji

secara langsung proporsional dengan konsentrasi analit pada kisaran yang diberikan.

Linieritas suatu metode merupakan ukuran seberapa baik kurva kalibrasi yang

menghubungkan respons (y) dengan konsentrasi (x). Linieritas dapat diukur dengan

melakukan pengukuran tunggal pada konsentrasi yang berbeda-beda. Data yang

diperoleh kemudian diproses dengan kuadrat terkecil, untuk selanjutnya dapat ditentukan

nilai kemiringan (slope), intersep, dan koefesien korelasinya (Rohman, 2014).

Linieritas biasanya ditunjukkan secara langsung dengan mengencerkan larutan

baku induk. Dianjurkan untuk melakukan pengenceran secara serial terhadap larutan

baku induk pada uji linieritas. Linieritas paling baik dievaluasi dengan pengamatan

Page 29: VALIDASI METODE PENETAPAN KADAR TIAMFENIKOL DALAM …

visual terhadap suatu plot yang menyatakan hubungan antara fungsi konsentrasi analit

dengan sinyal yang diukur (absorbansi, luas puncak, tinggi puncak, luas di bawah kurva,

dan sebagainya). Pada uji linieritas, paling tidak 5 konsentrasi yang berbeda digunakan

pada pengujian (Rohman, 2014).

Sedangkan rentang adalah interval antara batas tertinggi dan batas terendah dari

kadar analit yang telah dibuktikan, dapat ditentukan dengan presisi, akurasi dan linearitas

yang sesuai menggunakan prosedur analisis yang ditetapkan (Departemen Kesehatan

Republik Indonesia, 2014).

2.7 Kromatografi Cair Kinerja Tinggi

Kromatografi cair kinerja tinggi (KCKT) atau high performance liquid

chromatography (HPLC) merupakan suatu cara pemisahan komponen zat dalam sampel

berdasarkan perbedaan polaritas, ukuran partikel, ionik atau khiral, kolom sebagai fase

diam dan fase gerak berupa cairan (Harmita, 2014).

Keuntungan penggunaan KCKT (Harmita, 2014), antara lain :

Waktu analisis cepat.

Daya pisah baik.

Peka, kepekaan KCKT tergantung dari jenis detektor dan eluen yang digunakan.

Pemilihan kolom dan eluen sangat bervariasi.

Kolom dapat dipakai kembali.

Dapat digunakan untuk menganalisis molekul besar dan kecil.

Cuplikan mudah diperoleh kembali.

Berbeda dengan kebanyakan detektor dalam kromatografi gas, detektor KCKT tidak

merusak komponen zat yang dianalisis sehingga zat yang telah dielusi dapat

dikumpulkan dengan mudah setelah melewati detektor.

Page 30: VALIDASI METODE PENETAPAN KADAR TIAMFENIKOL DALAM …

Dapat digunakan untuk menghitung sampel dengan kadar yang sangat rendah. Hal ini

bergantung pada detektor yang digunakan.

2.7.1 Jenis-jenis kromatografi cair kinerja tinggi

Berdasarkan mekanisme pemisahannya kromatografi cair kinerja tinggi dapat

terbagi menjadi (Susanti dan Dachriyanus, 2002) :

1. Kromatografi Partisi

Kromatografi partisi merupakan prinsip kromatografi yang paling luas

pemanfaatannya dalam KCKT dibanding empat tipe lainnya. Pada awalnya

kromatografi partisi digunakan untuk memisahkan senyawa-senyawa nonionik dan

senyawa polar dengan bobot molekul sedang (BM<3000). Sekarang, dengan semakin

berkembangnya metode derivatisasi dan pasangan ion maka prinsip kromatografi partisi

juga telah digunakan untuk pemisahan senyawa-senyawa ionik (Susanti dan

Dachriyanus, 2002).

Kromatografi partisi dapat dibedakan berdasarkan kepolaran relatif fase diam

dan fase gerak. Pada masa awal, penggunaan kromatografi cair menggunakan fase diam

yang sangat polar seperti air atau trietilenglikol yang terikat pada partikel silica atau

alumina , fase gerak adalah pelarut yang relatif kurang polar seperti heksan atau iso

propil eter. Tipe kromatografi ini dikenal sebagai kromatografi fase normal. Pada

kromatografi fase terbalik, fase diam adalah senyawa nonpolar (biasanya suatu

hidrokarbon) dan fase gerak pelarut yang relatif lebih polar seperti air, metanol, atau

asetonitril (Susanti dan Dachriyanus, 2002).

2. Kromatografi Adsorpsi

Jenis KCKT ini kurang luas penggunaannya. Secara umum, kromatografi

adsorbsi sangat cocok digunakan untuk pemisahan sampel yang larut dalam pelarut non

Page 31: VALIDASI METODE PENETAPAN KADAR TIAMFENIKOL DALAM …

polar dan sukar larut dalam pelarut air. Suatu kelebihan utama dari kromatografi

adsorbsi yang tidak diberikan oleh metode lainnya adalah kemampuannya membedakan

antara campuran isomer struktur dan analit dengan gugus fungsi berbeda. Serangkaian

senyawa yang homolog tidak dapat dipisahkan dengan kromatografi adsorbsi ini karena

pada bagian solute yang non polar tidak dapat berinteraksi dengan permukaan adsorben

yang polar (Susanti dan Dachriyanus, 2002)..

3. Kromatografi Pertukaran Ion

Kromatografi pertukaran ion adalah suatu metode pemurnian menggunakan fase

diam yang dapat menukar anion atau kation dengan satu fase gerak. Fase diam tersebut

merupakan suatu matriks yang kuat, yang permukaannnya mempunyai muatan, dapat

berupa muatan positif maupun negatif. Mekanisme pemisahan berdasarkan pada daya

tarik elektrostatik (Susanti dan Dachriyanus, 2002).

4. Kromatografi Ekslusi

Kromatografi eksklusi adalah suatu kromatografi kolom yang proses

pemisahannya didasarkan atas ukuran partikel. Kromatografi eksklusi dapat digunakan

untuk memisahkan suatu senyawa dari senyawa lain yang mempunyai berat molekul

lebih rendah atau tinggi, atau untuk memisahkan molekul-molekul yang mempunyai

berat molekul sama tetapi diameter berbeda (Susanti dan Dachriyanus, 2002).

2.7.2 Instrumentasi Kromatografi Cair Kinerja Tinggi

Instrumen KCKT terdiri dari atas enam bagian, yakni wadah fase gerak

(reservoir), pompa (pump), tempat injeksi sampel (Injector), kolom (coloumn), detektor

PDA (Photo Diode Array Detector), dan perekam (recorder). Instrumentasi KCKT

terlihat pada gambar 2.

Page 32: VALIDASI METODE PENETAPAN KADAR TIAMFENIKOL DALAM …

(Sumber : Harmita, 2014)

Gambar 2. Komponen KCKT

Berikut adalah penjelasan mengenai komponen-komponen KCKT :

1. Wadah fase gerak

Wadah fase gerak harus bersih dan lembam (inert). Wadah pelarut kosong

ataupun labu laboratorium dapat digunakan sebagai wadah fase gerak. Fase gerak atau

eluen biasanya terdiri atas campuran pelarut yang dapat bercampur secara keseluruhan

berperan dalam daya elusi dan resolusi. Fase gerak sebelum digunakan harus dilakukan

degassing (penghilangan gas) yang ada pada fase gerak, sebab adanya gas akan

berkumpul dengan komponen lain terutama di pompa dan detektor sehingga akan

mengacaukan analisis. Pada saat membuat pelarut untuk fase gerak maka sangat

dianjurkan untuk menggunakan pelarut, buffer, dan reagen dengan kemurnian yang

sangat tinggi (HPLC grade). Daya elusi dan resolusi ini ditentukan oleh polaritas

keseluruhan pelarut, polaritas fase diam, dan sifat komponen sampel. Elusi dapat

dilakukan dengan cara isokratik (komposisi fase gerak tetap selama elusi) atau dengan

cara gradien (komposisi fase gerak berubah-ubah selama elusi). Elusi gradien

Page 33: VALIDASI METODE PENETAPAN KADAR TIAMFENIKOL DALAM …

digunakan untuk meningkatkan resolusi campuran yang kompleks terutama jika sampel

mempunyai kisaran polaritas yang luas.

2. Sistem penghantar fase gerak (Pompa)

Pompa yang cocok digunakan untuk KCKT adalah pompa yang inert terhadap

fase gerak. Bahan yang umum dipakai untuk pompa adalah gelas, baja tahan karat,

teflon, dan batu nilam. Tujuan penggunaan pompa atau sistem penghantar fase gerak

adalah untuk menjamin proses penghantar fase gerak berlangsung secara tepat,

reprodusibel, konstan, dan bebas dari gangguan (Harmita, 2014).

Pompa yang digunakan pada KCKT haruslah kokoh untuk menghasilkan

tekanan tinggi hingga 350 bar atau bahkan 500 bar. Laju alir dapat bervariasi dari 0,1

hingga 5 atau 10 mL/menit. Kebanyakan pompa saat ini telah memiliki saluran

pembilas dimana air dapat bersirkulasi. Larutan ini berfungsi untuk membilas piston

agar bersih dari garam dapar (Rohman, 2009).

3. Alat untuk memasukkan sampel (Injektor)

Sampel-sampel cair dan larutan disuntikkan secara langsung ke dalam fase

gerak yang mengalir di bawah tekanan menuju kolom menggunakan alat penyuntik

yang terbuat dari tembaga tahan karat dan katup teflon yang dilengkapi dengan keluk

sampel (sample loop) internal atau eksternal. Ada tiga tipe dasar injektor yang dapat

digunakan yaitu, (1) Stop-Flow: Aliran dihentikan, injeksi dilakukan pada kinerja

atmosfir, sistem tertutup, dan aliran dilanjutkan lagi. (2) Septum, Septum yang

digunakan pada KCKT sama dengan yang digunakan pada Kromatografi Gas. Injektor

ini dapat digunakan pada kinerja sampai 60-70 atmosfir, tetapi septum ini tidak tahan

dengan semua pelarut-pelarut kromatografi cair. Partikel kecil dari septum yang

Page 34: VALIDASI METODE PENETAPAN KADAR TIAMFENIKOL DALAM …

terkoyak (akibat jarum injektor) dapat menyebabkan penyumbatan. (3) Loop Valve:

Tipe injektor ini umumnya digunakan untuk menginjeksi volume lebih besar dari 10 μL

dan dilakukan dengan cara automatis (dengan menggunakan adaptor yang sesuai,

volume yang lebih kecil dapat diinjeksikan secara manual) Pada posisi LOAD, sampel

diisi ke dalam loop pada kinerja atmosfir, bila VALVE difungsikan, maka sampel akan

masuk ke dalam kolom (Putra, 2004).

4. Kolom

Kolom adalah jantung kromatografi. Berhasil atau gagalnya suatu analisis

tergantung pada pemilihan kolom dan kondisi percobaan yang sesuai. Kolom dapat

dibagi menjadi dua kelompok, pertama kolom analitik : Diameter dalam 2-6 mm.

Panjang kolom tergantung pada jenis material pengisi kolom. Untuk kemasan

pellicular, panjang yang digunakan adalah 50-100 cm. Untuk kemasan poros

mikropartikulat, 10-30 cm. Kedua kolom preparatif: umumnya memiliki diameter 6

mm atau lebih besar dan panjang kolom 25 -100 cm. Kolom umumnya dibuat dari

stainlesteel dan biasanya dioperasikan pada temperatur kamar, tetapi bisa juga

digunakan temperatur lebih tinggi, terutama untuk kromatografi penukar ion dan

kromatografi eksklusi (Putra, 2004). Oktadesil silika (ODS atau C18) merupakan fase

diam yang paling banyak digunakan karena mampu memisahkan senyawa-senyawa

dengan kepolaran yang rendah, sedang, maupun tinggi. Oktil atau rantai alkil yang lebih

pendek lagi sesuai untuk solut yang polar. Silika-silika aminopropil dan sianopropil

(nitril) lebih cocok sebagai pengganti silika yang tidak dimodifikasi. Silika yang tidak

dimodifikasi akan memberikan waktu retensi yang bervariasi disebabkan karena adanya

kandungan air yang digunakan (Gandjar dan Rohman, 2012).

5. Detektor

Page 35: VALIDASI METODE PENETAPAN KADAR TIAMFENIKOL DALAM …

Suatu detektor dibutuhkan untuk mendeteksi adanya komponen sampel di dalam

kolom (analisis kualitatif) dan menghitung kadarnya (analisis kuantitatif). Detektor

yang baik memiliki sensitivitas yang tinggi, gangguan (noise) yang rendah, kisaran

respon linier yang luas, dan memberi respon untuk semua tipe senyawa (Putra, 2004).

Detektor pada KCKT dikelompokkan menjadi 2 (dua) golongan yaitu detektor universal

(yang mampu mendeteksi zat secara umum, tidak bersifat spesifik, dan tidak bersifat

selektif), dan detektor spesifik yang hanya akan mendeteksi analit secara spesifik dan

selektif. Suatu detektor harus mempunyai karakteristik respon cepat dan reprodusibel,

sensitivitas tinggi, stabil, sel volume kecil, sinyal yang dihasilkan berbanding lurus

dengan konsentrasi solut, tidak peka terhadap perubahan suhu dan kecepatan alir fase

gerak. Beberapa detektor yang sering digunakan yaitu absorbsi UV-VIS, flouresensi,

indeks bias, elektrokimia.

Salah satu detektor yang merupakan pengembangan dari detektor UV-vis adalah

detektor PDA (Photo Diode Array Detector). Detektor PDA menampilkan spektra UV

dari puncak elusi dan memiliki kelebihan untuk menampilkan serapan pada elusi KCKT

seperti pada detektor UV-vis. Kelebihan detektor PDA adalah mengidentifikasi puncak

saat pengembangan metode berlangsung dan mengevaluasi puncak murni selama

validasi metode dilakukan. Selain itu detektor PDA memiliki sensitivitas tinggi,

kecepatan scanning yang tinggi dan radiasi yang dapat diukur adalah radiasi

polikromatis (Gandjar dan Rohman, 2012).

6. Komputer atau integrator atau perekam

Alat pengumpul data seperti komputer, integrator atau rekorder dihubungkan

dengan detektor. Alat ini akan mengukur sinyal elektronik yang dihasilkan oleh

detektor lalu memplotkannya sebagai suatu kromatogram yang selanjutnya dapat

Page 36: VALIDASI METODE PENETAPAN KADAR TIAMFENIKOL DALAM …

dievaluasi oleh seorang analis (Gandjar dan Rohman, 2012). Integrator berfungsi untuk

menghitung luas puncak, ada 2 macam integrator yaitu integrator piringan yang bekerja

secara mekanik dan integrator digital atau elektronik, integrator ini dapat memberikan

ketelitian yang tinggi dan waktu integrasi yang singkat (Harmita, 2014)

Page 37: VALIDASI METODE PENETAPAN KADAR TIAMFENIKOL DALAM …

BAB III. METODE PENELITIAN

3.1 Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini telah dilaksanakan pada bulan Juli sampai dengan Agustus 2019,

dilakukan di Laboratorium Kimia (Terapeutik) Balai Besar POM di Padang.

3.2 Alat dan Bahan Penelitian

3.2.1 Alat

Peralatan yang diperlukan dalam penelitian ini meliputi : Seperangkat alat

KCKT Shimadzu LC 20 AD plus Detector PDA SPD-M20A, Kolom X-Terra RP18

5µm ukuran 4,6 x 250 mm by Waters (18600496), Stirrer hotplate Cimerec 2,

Timbangan analitik digital Radwag XA 82/220/2X, Timbangan Micro Balance

RADWAG MYA2, Sonikator Branson, Pompa Vakum Sartorius, Sartorius membrane

filter PVDF, Sartorius minisart syringe filters PVDF, alat gelas pyrex dengan grade A

yang biasa digunakan dalam laboratorium kimia farmasi.

3.2.2 Bahan

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini antara lain : sampel sediaan jadi

Tiamfenikol dry syrup dengan kandungan Tiamfenikol 125mg/5mL kemasan botol 60

mL. Tiamfenikol BPFI (Baku Pembanding Farmakope Indonesia) No. Kontrol 210325

(Kb:100,24%, SP:0,16%), Water for Injection Ikapharmindo Putramas, Asetonitril

gradient grade for liquid chromatography by Merck, Methanol gradient grade for

liquid chromatography by Merck, aquabides.

3.3 Prosedur Penelitian

3.3.1 Pengambilan Sampel

Page 38: VALIDASI METODE PENETAPAN KADAR TIAMFENIKOL DALAM …

Sampel yang digunakan adalah sedian jadi Tiamfenikol dry syrup dengan

kandungan Tiamfenikol 125mg/5mL kemasan botol 60 mL yang dibeli di Apotik di Jl.

Thamrin, Padang Selatan, Kota Padang. Sampel Tiamfenikol dry syrup diambil 10 botol

yang memiliki nomor batch yang sama.

3.3.2 Pembuatan pelarut dan fase gerak

a. Pembuatan Fase Gerak

Pembuatan fase gerak dengan cara mencampurkan air dengan acetronitril dengan

perbandingan 4 : 1

b. Pembuatan pelarut

Pembuatan pelarut dengan cara mencampurkan air dengan acetronitril dengan

perbandingan 4 : 1

3.3.3 Pembuatan larutan baku pembanding dan larutan sampel

a. Pembuatan larutan baku induk

Baku yang digunakan yaitu baku tiamfenikol BPFI yang diperoleh dari PPOMN

Badan POM Jakarta. Ditimbang seksama sejumlah lebih kurang 125 mg baku

pembanding tiamfenikol BPFI dimasukkan ke dalam labu ukur 100 mL, kemudian

dilarutkan dengan pelarut hingga tanda. Diperoleh larutan baku 1,25 mg/mL.

b. Pembuatan larutan baku seri 0,05 ; 0,075 ; 0,100 ; 0,125 dan 0,150 mg/mL

Larutan baku 0,050 mg/mL dibuat dengan memipet 2,0 mL larutan baku induk,

dimasukkan ke dalam labu ukur 50 mL, ditambahkan pelarut hingga tanda dan

dihomogenkan. Larutan disaring menggunakan penyaring membran 0,45 µm.

Larutan baku 0,075 mg/mL dibuat dengan memipet 3,0 mL larutan baku induk,

dimasukkan ke dalam labu ukur 50 mL, ditambahkan pelarut hingga tanda dan

dihomogenkan. Larutan disaring menggunakan penyaring membran 0,45 µm.

Page 39: VALIDASI METODE PENETAPAN KADAR TIAMFENIKOL DALAM …

Larutan baku 0,100 mg/mL dibuat dengan memipet 4,0 mL larutan baku induk,

dimasukkan ke dalam labu ukur 50 mL, ditambahkan pelarut hingga tanda dan

dihomogenkan. Larutan disaring menggunakan penyaring membran 0,45 µm.

Larutan baku 0,125 mg/mL dibuat dengan memipet 5,0 mL larutan baku induk,

dimasukkan ke dalam labu ukur 50 mL, ditambahkan pelarut hingga tanda dan

dihomogenkan. Larutan disaring menggunakan penyaring membran 0,45 µm.

Larutan baku 0,150 mg/mL dibuat dengan memipet 6,0 mL larutan baku induk,

dimasukkan ke dalam labu ukur 50 mL, ditambahkan pelarut hingga tanda dan

dihomogenkan. Larutan disaring menggunakan penyaring membran 0,45 µm.

c. Preparasi sampel tiamfenikol suspensi (larutan sampel induk)

Disiapkan sepuluh (10) botol sampel tiamfenikol suspensi kemudian masing-

masingnya dilarutkan dengan aquadest hingga tanda batas pada botol kemudian

dikocok homogen, semua sampel dicampurkan ke dalam beaker glass 500 mL,

kemudian distirer atau diaduk selama 30 menit. Diperoleh larutan sampel dengan

konsentrasi 125mg/5 mL. Kemudian dilakukan penetapan bobot jenis sampel.

d. Pembuatan larutan sampel

Ditimbang larutan sampel induk setara 5 mL sebanyak lebih kurang 5,419 gram

dimasukkan ke dalam labu ukur 100 mL kemudian dilarutkan dengan pelarut 50 mL

dan disonikasi selama 15 menit hingga larut lalu diencerkan dengan pelarut hingga

tanda. Kemudian dipipet larutan sebanyak 4,0 mL dimasukkan ke dalam labu ukur

50 mL dilarutkan dan dihomogenkan dengan pelarut hingga tanda sehingga didapat

larutan sampel dengan konsentrasi 0,1 mg/mL. Larutan disaring menggunakan

penyaring membran dengan porositas 0,45 µm. Perlakuan ini dilakukan sebanyak 10

kali.

Page 40: VALIDASI METODE PENETAPAN KADAR TIAMFENIKOL DALAM …

e. Pembuatan larutan spiked sampel seri

Pembuatan larutan spiked sampel dibuat dari seri konsentrasi 80% ; 100 % dan 120

% dengan mencampurkan larutan sampel induk dan larutan baku induk dengan

perbandingan 7:3.

Larutan spiked sampel 80 % dibuat dengan menimbang larutan sampel induk

sebanyak lebih kurang 0,304 gram dimasukkan ke dalam labu ukur 20 mL, lalu

dipipet larutan baku induk sebanyak 5,0 mL dimasukkan ke dalam labu ukur 20 mL

yang berisikan larutan sampel induk, kemudian dilarutkan dengan pelarut 10 mL dan

disonikasi selama 15 menit hingga larut lalu diencerkan dengan pelarut hingga tanda.

Larutan dipipet sebanyak 4,0 mL dimasukkan ke dalam labu ukur 100 mL dilarutkan

dan dihomogenkan dengan pelarut hingga tanda. Larutan disaring menggunakan

penyaring membran dengan porositas 0,45 µm.

Larutan spiked sampel 100 % dibuat dengan menimbang larutan sampel induk

sebanyak lebih kurang 0,759 gram dimasukkan ke dalam labu ukur 20 mL, lalu

dipipet larutan baku induk sebanyak 6,0 mL dimasukkan ke dalam labu ukur 20 mL

yang berisikan larutan sampel induk, kemudian dilarutkan dengan pelarut 10 mL dan

disonikasi selama 15 menit hingga larut lalu diencerkan dengan pelarut hingga tanda.

Larutan dipipet sebanyak 4,0 mL dimasukkan ke dalam labu ukur 100 mL dilarutkan

dan dihomogenkan dengan pelarut hingga tanda. Larutan disaring menggunakan

penyaring membran dengan porositas 0,45 µm.

Larutan spiked sampel 120 % dibuat dengan menimbang larutan sampel induk

sebanyak lebih kurang 0,910 gram dimasukkan ke dalam labu ukur 20 mL, lalu

dipipet larutan baku induk sebanyak 7,0 mL dimasukkan ke dalam labu ukur 20 mL

yang berisikan larutan sampel induk kemudian dilarutkan dengan pelarut 10 mL dan

Page 41: VALIDASI METODE PENETAPAN KADAR TIAMFENIKOL DALAM …

disonikasi selama 15 menit hingga larut lalu diencerkan dengan pelarut hingga tanda.

Larutan dipipet sebanyak 4,0 mL dimasukkan ke dalam labu ukur 100 mL dilarutkan

dan dihomogenkan dengan pelarut hingga tanda. Larutan disaring menggunakan

penyaring membran dengan porositas 0,45 µm.

3.3.4 Uji Kesesuaian Sistem

Pada uji kesesuaian sistem digunakan larutan baku seri 0,100 mg/mL. Cara

penetapan : larutan baku seri 0,100 mg/mL diinjeksikan sebanyak 10 µL ke dalam

KCKT dengan kondisi analisis yang telah ditentukan. Penyuntikan dilakukan 6 kali,

kemudian diukur luas puncak atau area baku yang diperoleh, dihitung nilai simpangan

baku dan simpangan baku relatifnya.

Kriteria keberterimaan:

Dari 6 kali penyuntikan larutan baku menghasilkan kromatogram dengan nilai

simpangan baku relatif (SBR) waktu retensi, luas puncak dan plat teorinya ≤ 2,0 % (The

United States Pharmacopeial Convention, 2019).

3.3.5 Uji Spesivisitas

Digunakan larutan sampel dan larutan baku seri dengan konsentrasi 0,100 mg/mL.

Cara penetapan :

Larutan sampel dan larutan baku seri dengan konsentrasi 0,100 mg/mL. Masing-masing

diinjeksikan sebanyak 10 µL ke dalam sistem KCKT.

Kriteria keberterimaan

a. Puncak kromatogram larutan sampel memberikan waktu retensi yang sama dengan

larutan baku pembanding tiamfenikol

Page 42: VALIDASI METODE PENETAPAN KADAR TIAMFENIKOL DALAM …

b. Puncak kromatogram larutan sampel memberikan spektrum sama dengan puncak

kromatogram baku jika dianalisis dengan detektor PDA (Photo Diode Array

detector) pada alat Shimadzu LC 20 AD dan memiliki nilai purity index mendekati 1.

3.3.6 Penetapan kurva kalibrasi

Larutan baku seri 0,050; 0,075; 0,100; 0,125 dan 0,150 mg/mL diinjeksikan

sebanyak 10 µL ke dalam sistem KCKT. Dilakukan perhitungan persamaan regresi dan

koefisien korelasinya (r).

Kriteria keberterimaan :

Diperoleh persamaan regresi Y = bx + a, dan koefisien korelasi (r) = ≥ 0,999 (Rohman,

2009).

3.3.7 Uji Linearitas

Pada uji linearitas digunakan larutan baku seri 0,050; 0,075; 0,100; 0,125 dan

0,150 mg/mL diinjeksikan sebanyak 10 µL ke dalam sistem KCKT, kemudian dihitung

persamaan regresi dan koefisien korelasinya.

Kriteria keberterimaan :

Untuk pengujian dengan kisaran 50% - 150% memiliki kriteria keberterimaan koefisien

korelasi (r) ≥ 0,999 (Rohman, 2014)

3.3.8 Uji batas deteksi dan batas kuantitasi

Pada uji linearitas digunakan larutan baku seri 0,050; 0,075; 0,100; 0,125 dan

0,150 mg/mL diinjeksikan sebanyak 10 µL ke dalam sistem KCKT, kemudian dihitung

persamaan regresi dan koefisien korelasinya. Lalu dihitung nilai batas deteksi dan batas

kuantitasinya.

3.3.9 Uji penetapan kadar sampel

Page 43: VALIDASI METODE PENETAPAN KADAR TIAMFENIKOL DALAM …

Digunakan larutan sampel dengan konsentrasi 0,100 mg/mL (perlakuan secara

triplo).

Cara penetapan :

Larutan sampel diinjeksikan ke dalam KCKT sebanyak 10 µL, kemudian dihitung

kadarnya menggunakan persamaan regresi dari baku seri 0,050; 0,075; 0,100; 0,125 dan

0,150 mg/mL.

3.3.10 Uji Akurasi

Digunakan larutan spiked sampel konsentrasi 80%, 100 % dan 120 % (masing-

masing triplo).

Cara penetapan :

Larutan spiked sampel diinjeksikan secara berurutan ke dalam KCKT sebanyak 10 µL

kemudian dihitung persen perolehan kembali masing-masing tiamfenikol.

Kriteria keberterimaan :

Rentang persen perolehan kembali (recovery) untuk analit pada matriks sampel > 1 %

yaitu sebesar 97 % - 103 % (Latimer, 2016).

3.3.11 Uji Presisi

Digunakan larutan sampel yang dibuat sebanyak 10 x pengulangan.

Cara penetapan :

Larutan sampel 100 % diinjekesikan ke dalam KCKT sebanyak 10 µL, kemudian

dihitung nilai simpangan baku dan simpangan baku relatif area atau luas puncak sampel

tiamfenikol.

Kriteria keberterimaan :

Page 44: VALIDASI METODE PENETAPAN KADAR TIAMFENIKOL DALAM …

Simpangan baku relatif (SBR) yang dihasilkan untuk analit pada matriks sampel > 1 %

memberikan simpangan baku relatif sebesar ≤ 2,7 % (Latimer, 2016)

3.4 Analisis Data

3.4.1 Perhitungan Bobot Jenis Sampel (Departemen Kesehatan Republik Indonesia,

2014).

Hasil perhitungan bobot jenis suatu zat diperoleh dengan cara membagi bobot zat

dengan bobot air dalam piknometer, kecuali dinyatakan lain dalam monografi keduanya

ditetapkan pada suhu ± 25⁰ C :

Bj zat = (bobot piknometer + zat) – bobot piknometer kosong x ρ air

(bobot piknometer + air) – bobot piknometer kosong

3.4.2 Uji Spesivisitas

Tidak ada puncak yang boleh muncul di matriks pada waktu retensi analit.

3.4.3 Uji Linearitas

Sebagai parameter adanya hubungan linear antara konsentrasi analit dan respon

detektor instrument, digunakan korelasi (r) pada analisis regresi linear (Rohman, 2009).

Perhitungan regresi menggunakan rumus :

a =

b =

r =

Keterangan :

x : konsentrasi

y : luas puncak

a : intersep, menunjukkan kesalahan system

b : slope, menunjukkan hubungan antara perubahan absis dan ordinat

Page 45: VALIDASI METODE PENETAPAN KADAR TIAMFENIKOL DALAM …

r : koefisien korelasi

3.4.4 Uji Presisi

Uji presisi dinyatakan dengan simpangan baku relatif dalam persen.

Untuk menilai ketelitian metode, digunakan simpangan baku dan simpangan

baku relatif yang dinyatakan dalam persen (Latimer, 2016) :

SB =

SBR =

Keterangan :

SB : Simpangan baku

SBR : Koefisien variasi

xi : Kadar tiap pengukuran

: Kadar rata-rata

n : Jumlah pengukuran

3.4.5 Uji Akurasi

Uji akurasi dilakukan pada tiga rentang konsentrasi yaitu rentang konsentrasi

rendah sedang dan tinggi, dinyatakan dalam persen (%) perolehan kembali (R)

(Latimer, 2016) :

% Perolehan Kembali = T – S

B

Keterangan :

T : Kadar total yang diperoleh

S : Bobot sampel

B : Bobot baku pembanding

3.4.6 Uji Batas Deteksi dan Batas Kuantitasi

Batas kuantitasi adalah batas kadar terkecil analit dalam sampel yang masih dapat

memenuhi kriteria cermat dan seksama (Harmita. 2014)

Page 46: VALIDASI METODE PENETAPAN KADAR TIAMFENIKOL DALAM …

BD =

BK =

Keterangan :

y : Luas puncak hasil percobaan

y’ : Luas puncak yang dimasukkan dalam persamaan regresi

n : Jumlah data

BD : Batas Deteksi

BK : Batas Kuantitasi

sy/x : Simpangan baku residual

b : Slope kurva

3.4.7 Perhitungan Kadar

Data yang diperoleh dari luas area kromatogram sampel tiamfenikol suspensi lalu

dihitung kadarnya menggunakan persamaan regresi dari kurva kalibrasi larutan baku

seri.

Kurva kalibrasi :

y = bx + a, maka x (mg/mL) =

Kadar tiamfenikol (mg) =

Kadar dalam 5 mL (a) = 5mL x BJ x Kadar Tiamfenikol (mg)

Bobot Uji

Kadar (%) = Kadar (a) x 100%

125 mg

Keterangan :

Csp : kadar tiamfenikol yang diperoleh dari perhitungan menggunakan persamaan

garis y = a +bx (mg/mL)

F : Faktor pengenceran

Page 47: VALIDASI METODE PENETAPAN KADAR TIAMFENIKOL DALAM …

w : Bobot penimbangan (mg)

BJ : Bobot Jenis (g/mL

Page 48: VALIDASI METODE PENETAPAN KADAR TIAMFENIKOL DALAM …

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil

4.1.1 Hasil Uji Bobot Jenis

Bobot jenis sampel Tiamfenikol suspensi yang telah dilarutkan dengan aquadest

ditetapkan dengan menggunakan piknometer yang ditimbang pada timbangan analitik

dengan suhu ruangan ± 26,6 ⁰C. Hasil uji bobot jenis sampel tiamfenikol suspensi

adalah 1,0839 g/mL. (Lampiran 3).

4.1.2 Hasil Uji Kesesuaian Sistem (UKS)

Hasil uji kesesuaian sistem (UKS) dari analisis tiamfenikol pada alat KCKT

Shimadzu LC 20 AD plus Detector PDA SPD-M20A dengan kondisi :

Fase gerak : Air (aquabidest) : Acetonitril (4:1)

Kolom : X-Terra RP18 5µm ukuran 4,6 x 250 mm by Waters

Laju alir : 1,0 mL/ menit

Volume penyuntikan : 10 µL

Detektor : UV pada panjang gelombang 225 nm dan konfirmasi

Dengan Photo Diode Array (PDA) detector SPD-M20A.

Hasil uji kesesuaian sistem Tiamfenikol pada alat Shimadzu memberikan nilai

SBR waktu retensi = 0,190 % dan SBR luas area = 0,107 % dan rata-rata faktor ikutan

(tailling factor) = 1,289. Hasil uji kesesuaian sistem dapat dilihat pada Lampiran 4,

Gambar 5 dan Tabel 6.

4.1.3 Hasil Uji Spesivisitas

Page 49: VALIDASI METODE PENETAPAN KADAR TIAMFENIKOL DALAM …

Uji spesivisitas dilakukan dengan membandingkan kromatogram baku

tiamfenikol BPFI dengan sampel Tiamfenikol suspensi menggunakan kondisi KCKT

yang telah ditetapkan. Hasil kromatogram baku dan sampel harus menunjukkan waktu

retensi yang sama dan pada daerah sekitar waktu retensi tiamfenikol tidak boleh ada

gangguan yang dapat dilihat pada Lampiran 5, Gambar 6 bagian atas merupakan

kromatogram baku tiamfenikol dan gambar 7 bagian atas merupakan kromatogram

sampel. Selain itu dilakukan uji konfirmasi menggunakan detektor photo diode array

(PDA). Pada detektor PDA dilihat spektrum yang dihasilkan kemudian dibandingkan

antara spektrum larutan baku dan larutan sampel dapat dilihat pada Lampiran 5,

Gambar 6 pada gambar yang berwarna merupakan gambar spektrum 3D (tiga

dimensi) dari baku tiamfenikol demikian pada gambar 7 merupakan spektrum 3D

(tiga dimensi) dari sampel tiamfenikol. Sedangkan perbandingan sepektrum antara

spektrum baku, sampel dan sampel spiked baku dapat dilihat pada Lampiran 5,

Gambar 9, 10 dan 11. Selain itu dilihat juga nilai purity indeks dari masing-masing

sampel. Nilai purity indeks yang baik adalah mendekati 1 (satu).

Interpretasi hasil dari uji spesivisitas yaitu tidak adanya kromatogram yang

memiliki waktu retensi yang sama dengan waktu retensi baku tunggal dan waktu

retensi dari baku pembanding tiamfenikol BPFI menunjukkan waktu retensi yang

sama dengan sampel tiamfenikol suspensi.

4.1.4 Hasil Kurva Kalibrasi dan Linearitas

Kurva kalibrasi dan linearitas baku pembanding telah dibuat dengan cara

mengukur 1 seri larutan baku pembanding dengan lima konsentrasi berbeda,

Page 50: VALIDASI METODE PENETAPAN KADAR TIAMFENIKOL DALAM …

kemudian dibuat kurva hubungan antara konsentrasi baku pembanding (mg/mL)

sebagai sumbu x dengan luas area baku pembanding sebagai sumbu y. Dari hasil

kurva kalibrasi didapat persamaan regresi Y = 22148984,535x + 15448,200 dengan

koefisien korelasi sebesar 0,9999. Tabel kurva kalibrasi baku pembanding

menggunakan alat alat Shimadzu LC-20 AD dapat dilihat pada Lampiran 6, Tabel 8

dan 9, serta pada gambar 12 untuk gambar kromatogram dan gambar 13 untuk kurva

regresi linear.

4.1.5 Hasil Uji Batas Deteksi dan Batas Kuantitasi

Nilai batas deteksi dan batas kuantitasi dapat dihitung secara statistik melalui

garis regresi linier dari kurva kalibrasi baku tiamfenikol, nilai pengukuran akan sama

dengan nilai b pada persamaan regresi tiamfenikol Y = 22148984,535x + 15448,200,

sedangkan simpangan baku blangko sama dengan simpangan baku residual (Sy/x).

Pada penelitian ini diperoleh nilai LOD 0,0013 mg/mL dan nilai LOQ 0,0042 mg/mL.

(Lampiran 7. Tabel 10)

4.1.6 Hasil Uji Penetapan Kadar

Hasil penetapan kadar sampel Tiamfenikol suspensi diperoleh rata-rata kadar

tiamfenikol pada sampel yaitu 126,64 mg/5 mL atau 101,31 % (Lampiran 8, Gambar

14, Tabel 11)

4.1.7 Hasil Uji Presisi

Presisi merupakan ukuran keterulangan metode analisis dan biasanya dinyatakan

dengan simpangan baku relatif (SBR) atau relative standard deviation (RSD). Hasil uji

Page 51: VALIDASI METODE PENETAPAN KADAR TIAMFENIKOL DALAM …

presisi repeatability didapatkan hasil simpangan baku relatif yaitu sebesar 1,49 %.

Hasil uji presisi repeatability dapat dilihat pada Lampiran 9, Gambar 15, Tabel 12 .

4.1.8 Hasil Uji Akurasi

Hasil uji akurasi yang telah dilakukan pada tiga rentang konsentrasi yaitu 80%,

100% dan 120% menghasilkan nilai perolehan kembali (recovery) 101,499 % pada

konsentrasi 80%, 101,497 % pada konsentrasi 100% dan 101,51% pada konsentrasi

120% dihasilkan rata-rata 101,502% dengan bias 1,32 %. (Lampiran 10, Gambar 16,

Tabel 13 dan Tabel 14)

4.2 Pembahasan

Tiamfenikol merupakan antibiotik derivat p-metilsulfonil dengan spektrum kerja

luas, tiamfenikol adalah turunan kloramfenikol yang juga aktif terhadap spesies Salmonella

dan dapat diberikan secara oral. Obat dapat diberikan dalam dosis lebih kecil, interval lebih

lama dengan angka kekambuhan dan pengidap kuman lebih kecil sehingga sering

digunakan sebagai alternatif pada penyakit demam tifoid (Rismarini, 2001)

Parameter validasi yang dilakukan terhadap metode penetapan kadar tiamfenikol

suspensi adalah spesivisitas, presisi, akurasi, linearitas batas deteksi dan batas kuantitasi.

Pemilihan sampel yang digunakan dalam memvalidasi metode penetapan kadar tiamfenikol

suspensi adalah sediaan jadi tiamfenikol suspensi yang dijual di Apotik di kota Padang.

Sampel yang digunakan sebanyak 10 botol dengan batch yang sama.

Sampel tiamfenikol suspensi sebelumnya dilarutkan terlebih dahulu masing-

masingnya dengan aquadest hingga tanda batas pada botol sampel sesuai dengan petunjuk

pada kemasan sediaan (±52 mL), kemudian dicampurkan ke dalam beaker glass dan diaduk

hingga homogen ±30 menit. Sebelum dilakukan preparasi sampel dilakukan uji bobot jenis

dengan menggunakan piknometer yang telah dibersihkan dan dalam keadaan kering dan

Page 52: VALIDASI METODE PENETAPAN KADAR TIAMFENIKOL DALAM …

ditimbang pada suhu ruangan ±25 ⁰C. Hasil uji bobot jenis diperoleh dari hasil

penimbangan sampel dengan menggunakan piknometer dibagi dengan penimbangan air

dengan menggunakan piknometer yang sama dikali bobot jenis air. Bobot jenis tiamfenikol

suspensi yang diperoleh adalah 1,0839 g/mL. Perhitungan bobot jenis dilakukan untuk

mengkonversi larutan ke dalam gram sehingga sampel tiamfenikol yang diuji dapat

ditimbang ke dalam satuan gram.

Uji kesesuaian sistem dilakukan sebelum melakukan analisis metode, uji kesesuaian

sistem dilakukan untuk memastikan bahwa sistem dan prosedur yang digunakan dapat

memberikan data yang diterima (Gandjar dan Rohman, 2012). Pada penelitian ini

didapatkan hasil uji kesesuaian sistem terhadap parameter plat teori (N) dengan rata-rata

5761, faktor ikutan (tailling factor) dengan rata-rata 1,323, luas area memberikan

simpangan baku relatif (SBR) 0,107 % dan waktu retensi memberikan simpangan baku

relatif (SBR) 0,19 %. Harmita (2014) menyebutkan bahwa resolusi akan semakin baik dan

keadaan kromatografi yang ideal makin terpenuhi jika N > 2500. Faktor ikutan (tailling

factor) T, diisyaratkan untuk mengetahui puncak yang dihasilkan simetris atau asimetris,

semakin besar nilai T maka puncak yang dihasilkan semakin asimetris, nilai T

dipersyaratkan tidak lebih dari 2,0. Untuk nilai simpangan baku relatif (SBR) United State

Pharmacopeia (USP) menetapkan SBR ≤ 1% untuk 5 kali pengulangan injeksi baku dengan

jumlah komponen mayor.

Hasil uji spesivisitas menunjukkan bahwa metode yang dipakai memenuhi

persyaratan yaitu mampu mengukur analit yang dituju secara tepat dan spesifik dengan

adanya komponen-komponen lain, sampel menujukkan waktu retensi dan spektrum yang

sama dengan larutan baku. Nilai puryty index dari larutan baku yang terukur pada alat

KCKT Shimadzu LC 20AD yaitu 1,000.

Page 53: VALIDASI METODE PENETAPAN KADAR TIAMFENIKOL DALAM …

Pada pembuatan kurva kalibrasi larutan baku tiamfenikol didapatkan persamaan

regresi Y = 22148984,535x + 15448,200 dengan koefisien korelasi sebesar 0,9999.

Persamaan regresi menyatakan korelasi antara konsentrasi dan luas area yang didapatkan

sehingga dapat dipakai untuk mendapatkan nilai “x” yaitu kadar atau konsentrasi sampel.

Sedangkan nilai koefisien korelasi yang semakin mendekai 1 menunjukkan korelasi yang

positif sempurna. Nilai yang didapat dari kurva kalibrasi dapat juga dipakai sebagai data

linearitas dengan melihat data persamaan regresi dan koefisien korelasi.

Pada pengukuran sebanyak 5 baku tiamfenikol dengan rentang konsentrasi 0,05

mg/mL sampai dengan 0,150 mg/mL memberikan hasil persamaan regresi Y =

22148984,535x + 15448,200 dengan koefisien korelasi sebesar 0,9999. Dari hasil

pengolahan data diperoleh nilai batas deteksi sebesar 0,0013 mg/mL, angka ini

menunjukkan konsentrasi terendah dalam sampel yang masih dapat dideteksi. Sedangkan

nilai batas kuantitasi adalah sebesar 0,0042 mg/mL, menyatakan konsentrasi analit terendah

dalam sampel yang dapat ditentukan dengan presisi dan akurasi yang dapat diterima pada

kondisi operasional metode yang digunakan.

Pada uji penetapan kadar tiamfenikol suspensi, sampel ditimbang setara 5 mL,

kemudian dimasukkan ke dalam labu ukur 100 mL dilarutkan dengan pelarut hingga tanda.

Dipipet 4,0 mL ke dalam labu ukur 50 mL kemudian dilarutkan dengan pelarut hingga

tanda. Disaring dengan penyaring membran 0,45 µm. Kemudian diinjekkan 10 µL ke dalam

sistem KCKT. Kemudian dihitung kadar menggunakan persamaan regresi yang didapat dari

kurva kalibrasi, didapatkan hasil rata-rata kadar 101,31 %. Dalam Farmakope Indonesia V

(Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2014), penetapan kadar senyawa obat (atau

sediaan farmasi akhir) dipersyaratkan secara umum yaitu 80% - 120% dari konsentrasi uji.

Page 54: VALIDASI METODE PENETAPAN KADAR TIAMFENIKOL DALAM …

Pada uji presisi (repeatability) dengan konsentrasi analit dalam matriks lebih dari

1% namun kurang dari 10% memiliki syarat simpangan baku relatif (SBR) sebesar di

bawah atau sama dengan 2,7 % (AOAC, 1998). Hasil uji presisi pada penelitian ini

mendapatkan nilai simpangan baku relatif (SBR) sebesar 1,4 % untuk repeatability dengan

10 kali pengulangan. Semakin kecil nilai simpangan baku relatif (SBR) menunjukkan

ketelitian yang menggambarkan tingkat kedekatan antara hasil uji independent yang

diperoleh di bawah kondisi yang sama.

Pada uji akurasi yang telah dilakukan pada rentang tiga konsentrasi yaitu

konsentrasi 80%, 100% dan 120% dinilai dalam bentuk perolehan kembali (recovery) dan

didapat hasil rata-rata pada konsentrasi 80% yaitu 101,49%, pada konsentrasi 100% yaitu

101,49% dan pada konsentrasi 120% yaitu 101,51%. Rata-rata hasil perolehan kembali

(recovery) yaitu 101,51% memenuhi syarat kisaran perolehan kembali yang

direkomendasikan oleh AOAC dengan rentang persen perolehan kembali (recovery) untuk

analit pada matriks sampel > 1 % yaitu sebesar 97 % - 103 % (Latimer, 2016). Hasil

perolehan kembali (recovery) pada akurasi sebuah metode yang mendekati 100% adalah

ukuran sejauh mana kedekatan hasil pengukuran dengan nilai sebenarnya.

Tabel 5. Hasil Uji Validasi Metode dan Penetapan Kadar Tiamfenikol

No. Parameter Validasi Kriteria Penerimaan

(Harmita, 2014) Hasil

1 Spesivisitas - Waktu retensi baku

sama dengan waktu

retensi sampel

- Waktu retensi baku

Tiamfenikol sama

dengan waktu retensi

sampel Tiamfenikol

suspensi

Page 55: VALIDASI METODE PENETAPAN KADAR TIAMFENIKOL DALAM …

- Puncak kromatogram

larutan sampel

memberikan spektrum

sama dengan puncak

kromatogram baku jika

dianalisis dengan

detektor photodiode

array detector dan

memiliki nilai purity

index mendekati 1.

- Spektrum tiamfenikol

baku sama dengan

spektrum tiamfenikol

suspensi

2 Linieritas atau

rentang

Koefisien korelasi

( r ) = ≥ 0,999

Koefisien korelasi =

0,9998

3 Batas Deteksi dan

Batas Kuantitasi -

Batas deteksi

= 3 (Sy/x) - = 0,013 mg/mL

B

-

Batas Kuantitasi

= 10 (Sy/x) - = 0,0042 mg/mL

B

4 Penetapan Kadar - 80 % - 120 % - 101,308 %

5 Presisi - Simpangan Baku Relatif

(SBR) ≤ 2,7 %

- SBR = 1,495%

6 Akurasi - Rata-rata recovery :

97,0% - 103,0%

- Rata-rata recovery =

101,502%

Page 56: VALIDASI METODE PENETAPAN KADAR TIAMFENIKOL DALAM …

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan dapat diambil kesimpulan bahwa

:

1. Metode penetapan kadar tiamfenikol dalam sediaan suspensi (dry syrup) secara

KCKT menggunakan fase diam Rp₁₈ (250 x 4,6 mm, ukuran partikel 5µm), fase

gerak air : acetonitril (4:1), laju alir 1,0 mL/menit, detektor UV dan PDA pada

panjang gelombang maksimum 225nm memenuhi persyaratan validasi metode yang

meliputi uji spesivisitas, uji presisi, uji akurasi, uji linieritas, uji batas deteksi dan

batas kuantitasi untuk pengujian penetapan kadar tiamfenikol dalam sediaan

suspensi (dry syrup).

2. Pada penetapan kadar Tiamfenikol suspensi diperoleh kadar sebesar 101,31 %

terhadap yang tertera pada etiket .

5.2 Saran

Disarankan kepada peneliti selanjutnya untuk melakukan parameter uji validasi

lainnya dan melakukan pengembangan metode lainnya dalam melakukan uji penetapan

kadar tiamfenikol.

Page 57: VALIDASI METODE PENETAPAN KADAR TIAMFENIKOL DALAM …

DAFTAR PUSTAKA

Ansel, H. C. 1989. Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi, Edisi 4. Jakarta : UI Press

AOAC. 1998. Peer-Verified Methods Program. Manual on Policies and Procedures. USA;

Arlington

BPOM RI. 2019. Tiamfenikol. Pusat Informasi Obat Nasional. http://www.pom.go.id.

Diakses tanggal 14 April 2019

Chinesse Pharmacopoeia Commission. 2010. Pharmacopeia of The People’s Republic of

China. China Medical Science Press.

Departemen Farmakologi dan Terapi FKUI. 2007. Farmakologi dan Terapi. Edisi 5, Cetak

ulang. Jakarta : Balai Penerbit FKUI

Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 1997. Farmakope Indonesia, Edisi 4. Jakarta :

Departemen Kesehatan.

Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 2014. Farmakope Indonesia edisi V. Jakarta :

Departemen Kesehatan.

Gandjar I.G & Rohman, A. 2012. Kimia Farmasi Analisi, Cetakan X. Yogyakarta : Pustaka

Pelajar

Gilman, & Goodman, A. 2012. Dasar Farmakologi Terapi, Volume 3. Jakarta : EGC

Harmita. 2014. Analisis Fisikokimia : Kromatografi, Volume 2. Jakarta: EGC

Komite Akreditasi Nasional. 2008. SNI ISO/IEC 17025 (Versi Bahasa Indonesia)

Persyaratan Umum Kompetensi Laboratorium Kalibrasi dan Pengujian. Jakarta:

Badan Standarisasi Nasional

Lachman, L. Deluca, P, & Akers, M.J. 1994. Teori dan Praktek Farmasi Industri, Edisi 3.

Jakarta : UI Press

Latimer, G.W. 2016. Official Methods of Analysis of AOAC International. 20th

Edition.

United State of America : AOAC International.

Menkes RI. 2011. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.

2406/MENKES/PER/XII/2011 tentang Pedoman Umum Penggunaan Antibiotik.

Jakarta.

Putra, E.D.L. 2004. Kromatografi Cair Kinerja Tinggi dalam Bidang Farmasi. Artikel.

USU Digital Library

Page 58: VALIDASI METODE PENETAPAN KADAR TIAMFENIKOL DALAM …

Rismarini, Zarkasih Anwar dan Abbas Mardjani. 2001. Perbandingan Efektifitas Klinis

antara Kloramfenikol dan Tiamfenikol dalam Pengobatan Demam Tifoid pada

Anak. Sari Pediatri, 3 (2) : 83 – 87.

Rohman, A. 2009. Kromatografi Analisis Obat. Yogyakarta : Graha Ilmu.

Rohman, A. 2014. Validasi dan Penjaminan Mutu Metode Analisis Kimia. Yogyakarta :

Gadjah Mada University Press.

Susanti, M dan Dachriyanus. 2002. Kromatografi Cair Kinerja Tinggi. Padang : Lembaga

Pengembangan Teknologi Informasi dan Komunikasi (LPTIK) Universitas Andalas

Tarinc, D, & Golcu, A. 2011. Development and Validation of Spectrophotometric Methods

for Determination of Thiamphenicol in Capsule Forms. KSU, Journal of

Engineering Sciences, 14(1) : 35 – 38.

Team Medical Mini Notes. 2017. Basic Pharmacology & Drug Notes. Makassar. MMN

Publishing.

The United States Pharmacopeial Convention. 2009. The United States Pharmacopeia,

Edisi 32. United States, Baltimore : United Book Press

The United States Pharmacopeial Convention. 2019. The United States Pharmacopeia,

United States, Baltimore : United Book Press

Uno, N.R. Sudewi, R. & Lolo, W.A. 2015. Validasi Metode Analisis untuk Penetapan

Kadar Tablet Asam Mefenamat secara Spektrofotometri Utraviolet. Pharmacon

Jurnal iIlmiah Farmasi. 4 (4) : 2302 – 2493.

Tjay, T. H. dan K. Rahardja. 2002. Obat-Obat Penting. Edisi 5. Jakarta : PT. Elex Media

Komputindo.

Voight. 1984. Buku Ajar Teknologi Farmasi. Diterjemahkan oleh Soendani Noeroto S.

Yogyakarta : UGM Press.

Wardani, P.M. 2016. Uji Stabilitas Fisik dan Kimia Sediaan Sirup Rekonstitusi yang

Mengandung Tiamfenikol. Skripsi. Purwokerto: Fakultas Farmasi Muhammadiyah

Purwokerto

Watson, D.G. 2009. Analisis Farmasi : Buku Ajar untuk Mahasiswa Farmasi dan Praktisi

Kimia Farmasi. Edisi 2. Diterjemahkan oleh Winny R. Syarif. Jakarta : Penerbit

Buku Kedokteran EGC

Page 59: VALIDASI METODE PENETAPAN KADAR TIAMFENIKOL DALAM …

Lampiran 1. Skema Kerja Validasi Metode Tiamfenikol dalam Sediaan Suspensi

Kering (Dry Syrup) secara KCKT

Gambar 3. Skema Kerja Validasi Metode Tiamfenikol dalam Sediaan Suspensi Kering

(Dry Syrup) secara KCKT

Validasi

Metode

-Baku pembanding, sampel dan pelarut diinjeksikan

ke dalam Sistem KCKT

- Dilihat spektrum dengan detektor PDA

10 µL larutan sampel 0,1 mg/mL

diinjeksikan ke dalam sistem KCKT

(10x pengulangan)

Uji Spesivisitas

Uji Presisi

Uji Akurasi

Uji Batas Deteksi

dan Batas Kuantitasi

10 µL larutan spiked sampel

konsentrasi 80%, 100% dan

100% diinjeksikan ke dalam

sistem KCKT (masing-masing

3x pengulangan)

Uji Linearitas 10 µL larutan seri larutan baku 0,05 mg/mL,

0,075 mg/mL, 0,10 mg/mL, 0,125 mg/mL

dan 0,15 mg/mL dinjeksikan masing-masing

ke dalam sistem KCKT

Dihitung secara statistik melalui garis regresi linier

dari kurva kalibrasi

Page 60: VALIDASI METODE PENETAPAN KADAR TIAMFENIKOL DALAM …

Lampiran 2. Skema Kerja Penetapan Kadar Tiamfenikol dalam Sediaan Suspensi

Kering (Dry Syrup) secara KCKT

Gambar 4. Skema Kerja Penetapan Kadar Tiamfenikol dalam Sediaan Suspensi Kering

(Dry Syrup) secara KCKT

10 botol sampel

tiamfenikol suspensi

Preparasi Sampel

Penetapan Bobot Jenis

Preparasi Larutan Sampel

Baku Tiamfenikol BPFI

Larutan Baku Induk

Kurva Kalibrasi Larutan

Baku

KCKT

Perhitungan Kadar

Tiap botol dilarutkan dengan

aquadest hingga tanda batas,

dicampurkan ke dalam beakerr

glass, distirer ± 30 menit

Menggunakan piknometer

-Ditimbang setara 5 mL ke

dalam labu ukur 100 mL,

dilarutkan dengan pelarut hingga

tanda

-Dipipet 4,0 mL ke dalam labu

ukur 50 mL, dilarutkan dengan

pelarut hingga tanda

Ditimbang seksama ±125 mg ke

dalam labu ukur 100 mL,

dilarutkan dengan pelarut hingga

tanda.

Dibuat seri larutan 0,05 mg/mL,

0,075 mg/mL, 0,10 mg/mL ,

0,125 mg/mL dan 0,15 mg/mL

Diinjeksikan 10µL

Diinjeksikan 10µL

Page 61: VALIDASI METODE PENETAPAN KADAR TIAMFENIKOL DALAM …

Lampiran 3. Perhitungan Bobot Jenis

Hasil Perhitungan Bobot Jenis Sampel Tiamfenikol Suspensi :

Bj zat = (bobot piknometer + zat) – bobot piknometer kosong x ρ air

(bobot piknometer + air) – bobot piknometer kosong

Bobot piknometer kosong = 16,7672 gram

Bobot Piknometer + Air = 26,4052 gram

Bobot Piknometer + Zat = 27,2135 gram

Bj zat = 27,2135 g – 16,7672 g x 1 g/mL = 1,0839 g/ mL

26,4052 g – 16,7672 g

Page 62: VALIDASI METODE PENETAPAN KADAR TIAMFENIKOL DALAM …

Lampiran 4. Uji Kesesuian Sistem KCKT Shimadzu LC 20AD

Gambar 5. Kromatogram Hasil Uji Kesesuaian Sistem

Tiamfenikol

Tabel 6. Hasil Uji Kesesuaian Sistem

Page 63: VALIDASI METODE PENETAPAN KADAR TIAMFENIKOL DALAM …

Lampiran 5. Spektrum 3D PDA Baku Tiamfenikol dan Sampel

Gambar 6. Gambar Kromatogram PDA Baku Tiamfenikol

Gambar 7. Gambar Kromatogram PDA Sampel Tiamfenikol

Page 64: VALIDASI METODE PENETAPAN KADAR TIAMFENIKOL DALAM …

Lampiran 5 (Lanjutan)

Gambar 8. Gambar Kromatogram PDA Sampel Tiamfenikol

Page 65: VALIDASI METODE PENETAPAN KADAR TIAMFENIKOL DALAM …

Lampiran 5 (Lanjutan)

Gambar 9. Gambar Spektrum Baku Tiamfenikol

Gambar 10. Gambar Spektrum Sampel Tiamfenikol

Gambar 11. Gambar Spektrum Spiked Tiamfenikol

Page 66: VALIDASI METODE PENETAPAN KADAR TIAMFENIKOL DALAM …

Lampiran 6. Hasil Kurva Kalibrasi dan Linearitas Baku Tiamfenikol

Gambar 12 . Kromatogram Kurva Kalibrasi Tiamfenikol

Tabel 7. Penimbangan Baku Tiamfenikol BPFI

Baku

Tertimbang Kadar Baku Susut Pengeringan Bobot Baku

125,010 mg 100,240% 0,160% 125,109 mg

Perhitungan :

Bobot Baku (Bb) = Baku Tertimbang x Kadar Baku x Susut Pengeringan

= 125,01 mg x 100,24% x (1-0,16%) = 125,109 mg

Page 67: VALIDASI METODE PENETAPAN KADAR TIAMFENIKOL DALAM …

22

.

xixin

yixiyixin

Lampiran 6 (Lanjutan)

Tabel 8. Hasil Pengenceran Baku Tiamfenikol

No Konsentrasi Baku

(mg/mL) Area

Waktu

Retensi

(menit)

Faktor

ikutan Plat teori

1 0,050 1122126 6,641 1,198 7069,490

2 0,075 1674453 6,641 1,199 7054,560

3 0,100 2245430 6,641 1,197 7079,190

4 0,125 2778053 6,646 1,193 7132,080

5 0,150 3341375 6,680 1,191 7145,090

Rata-rata 6,649 1,195 7096,082

Simpangan Baku 0,017 0,003 40,044

Simpangan Baku Relatif

(%) 0,256 0,287 0,564

Contoh perhitungan konsentrasi baku 0,05 mg/ml :

Konsenrasi baku (1) = 0,05mg/mL x 50 mL

125,11 mg/100mL

= 1,998 mL ≈ 2,0 mL

2,0 mL larutan baku induk dipindahkan kedalam labu ukur 50 mL (didapat

konsentrasi 0,050 mg/mL

Tabel 9. Hasil Persamaan Regresi dan Linearitas Baku Tiamfenikol

No.

Konsentrasi

Tiamfenikol Luas Area

(mg/mL)

xi Yi xi.yi xi² yi²

1 0,050 1122126 56155,462 0,003 1259166759876

2 0,075 1674453 125694,015 0,006 2803792849209

3 0,100 2245430 224739,750 0,010 5041955884900

4 0,125 2778053 347560,899 0,016 7717578470809

5 0,150 3341375 501645,419 0,023 11164786890625

Ʃ 0,500 11161437 1255795,544 0,056 27987280855419

Ʃ² 0,250 124577675904969

Perhitungan :

b =

Page 68: VALIDASI METODE PENETAPAN KADAR TIAMFENIKOL DALAM …

n

xibyi

1122126.00

1674453.00

2245430.00

2778053.00

3341375.00

0.00

500000.00

1000000.00

1500000.00

2000000.00

2500000.00

3000000.00

3500000.00

4000000.00

0.0000 0.0500 0.1000 0.1500 0.2000

Kurva Regresi dan LinearitasTiamfenikol BPFI

Linear ()

Konsentrasi (mg/mL)

Lua

s A

rea

Lampiran 6 (Lanjutan)

= 5 (1255795,54) – (0,5004 x 11161437) = 22148984,5

5 (0,0563) - 0,2504

a =

= 11161437 – (22148984,5 x 0,5004) = 15448,2

5

r =

= 5 x (1255795,54) – (0,5004 x 11161437) =

√[(5 x 0,0563) – 0,2504] x [ (5 x 2798728055419)-124577675904969]

= 0,99995

Persamaan regresi = Y = 22148984,535x + 15448,2

Gambar 13. Gambar Kurva Kalibrasi dan LinearitasTiamfenikol

Page 69: VALIDASI METODE PENETAPAN KADAR TIAMFENIKOL DALAM …

Lampiran 7. Hasil Uji Batas Deteksi dan Batas Kuantitasi

Tabel 10. Tabel Hasil Uji Batas Deteksi dan Batas Kuantitasi

Konsentrasi Luas Area

Luas area

berdasarkan

persamaan

regresi

[Y-Y1] [Y-Y1]² (mg/mL) Y Y1

0,050 1122126 1123867,800 -1741,800 3033867,240

0,075 1674453 1678077,600 -3624,600 13137725,160

0,100 2245430 2232287,400 13142,600 172727934,760

0,125 2778053 2786497,200 -8444,200 71304513,640

0,150 3341375 3340707,000 668,000 446224,000

Jumlah 260650264,800

S (y/x) = Ʃ(Y−Y1)² = 9321,127

N-2

Batas Deteksi = 3 (Sy/x) = 3 (9321x1277) = 0,0012 mg/mL

b 22148984.53

Batas Kuantitasi = 10 (Sy/x) = 10 . ( 9321.1277) = 0.0042 mg/mL

b 22148984.53

Page 70: VALIDASI METODE PENETAPAN KADAR TIAMFENIKOL DALAM …

Lampiran 8. Hasil Uji Penetapan Kadar

Tabel 11. Hasil Uji Penetapan Kadar Tiamfenikol

No. Bobot Uji

Area Br

(mg)

Kadar

perhitungan

(mg)

Kadar dalam 5 mL

(mg) (%) (mg)

1 5421,000 2233206 125,035 125,161 100,101 125,127

2 5355,000 2242520 123,512 125,687 101,761 127,201

2 5887,200 2471117 135,787 138,588 102,063 127,578

Rata-rata 101,308 126,635

Simpangan Baku 1,173 1,467

Simpangan Baku Relatif (%) 1,158 1,158

Gambar 14. Gambar Kromatogram Penetapan Kadar Tiamfenikol

Page 71: VALIDASI METODE PENETAPAN KADAR TIAMFENIKOL DALAM …

Lampiran 8. (Lanjutan)

Perhitungan :

Diketahui : Persamaan regresi = Y = bx + a

Y =22148984,535x + 15448,2

Kadar sampel 1:

Konsentrasi (mg) / X = Y - a x Pengenceran

b

= 2233206 – 15448,2 x 1250 mL = 125,161 mg

22148984,535

Kadar dalam 5 mL sediaan = 5mL x BJ x X (mg)

Bobot Uji

= 5 mL x 1083,9 mg/mL x 125,161 mg

5421,0 mg

= 125,127 mg

Kadar (%) = Kadar (mg) x 100%

125 mg

= 125,127mg x 100% = 100,101 %

125 mg

Kadar sampel 2:

Konsentrasi (mg/mL) /X = Y - a x Pengenceran

b

= 2242520 – 15448,2 x 1250 mL = 125,687 mg

22148984,535

Kadar dalam 5 mL sediaan = 5mL x BJ x X (mg)

Bobot Uji

= 5 mL x 1083,9 mg/mL x 125,687 mg

5355,0 mg

= 127,201 mg

Kadar (%) = Kadar (mg) x 100%

125 mg

= 125,687mg x 100% = 101,761 %

125 mg

Page 72: VALIDASI METODE PENETAPAN KADAR TIAMFENIKOL DALAM …

Lampiran 8. (Lanjutan)

Kadar sampel 3:

Konsentrasi (mg) / X = Y - a x Pengenceran

b

= 2471117 – 15448,2 x 1250 mL = 138,588 mg

22148984,535

Kadar dalam 5 mL sediaan = 5mL x BJ x X (mg)

Bobot Uji

= 5 mL x 1083,9 mg/mL x 138,588 mg

5887,2 mg

= 127,578 mg

Kadar (%) = Kadar (mg) x 100%

125 mg

= 127,578 mg x 100% = 102,063%

125 mg

Rata-rata Kadar = 100,101 %+ 101,761 % + 102,063 % = 101,308 %

3

Page 73: VALIDASI METODE PENETAPAN KADAR TIAMFENIKOL DALAM …

Lampiran 9. Hasil Uji Presisi Tiamfenikol

Gambar 15. Gambar Kromatogram Presisi Tiamfenikol

Page 74: VALIDASI METODE PENETAPAN KADAR TIAMFENIKOL DALAM …

Lampiran 9. (Lanjutan)

Tabel 12. Hasil Uji Presisi Tiamfenikol

No. Bobot Uji

Area Br Kadar didapat Kadar dalam 5 mL

(mg) (mg) (mg) (%) (mg)

1 5317,4 2223412 122,649 124,609 101,598 126,997

2 5421,0 2233206 125,039 125,161 100,098 125,123

3 5355,0 2242520 123,516 125,687 101,758 127,197

4 5484,0 2342593 126,492 131,335 103,829 129,786

5 5887,2 2471117 135,792 138,588 102,059 127,574

6 5250,8 2252507 121,113 126,251 104,242 130,303

7 5008,3 2086471 115,519 116,880 101,178 126,473

8 5145,9 2130168 118,693 119,346 100,550 125,688

9 5359,3 2304753 123,615 129,199 104,517 130,646

10 5420,6 2274732 125,029 127,505 101,980 127,475

Rata-rata 102,181 127,726

Simpangan Baku 1,527 1,909

Simpangan Baku Relatif (%) 1,495 1,495

Contoh Perhitungan data I :

Diketahui : Persamaan regresi = Y = bx + a

Y =22148984,535x + 15448,2

Kadar sampel 1:

Konsentrasi (mg) / X = Y - a x Pengenceran

b

= 2223412 – 15448,2 x 1250 mL = 124,609 mg

22148984

Kadar dalam 5 mL sediaan = 5mL x BJ(mg/mL) x X (mg)

Bobot Uji (mg)

= 5 mL x 1083,9 mg/mL x 124,609 mg

5421,0 mg

= 126,997 mg

Kadar (%) = Kadar (mg) x 100 %

125 mg

= 126,997 mg x 100% = 101,598 %

125 mg

Page 75: VALIDASI METODE PENETAPAN KADAR TIAMFENIKOL DALAM …

Lampiran 10. Hasil Uji Akurasi

Tabel 13. Tabel Data Akurasi Tiamfenikol

No Akurasi

Bobot Uji Volume

Pengenceran

sampel

V. pemipetan

Baku

Pengenceran

Baku

(Vb) (Fb)

mg mL mL mL

1

80%

A 330,9 250 5 100

2 B 345,2 250 5 100

3 C 356,2 250 5 100

4

100%

A 827,2 250 6 100

5 B 807,9 250 6 100

6 C 785,2 250 6 100

7

120%

A 902,8 250 7 100

8 B 927,2 250 7 100

9 C 930,2 250 7 100

Gambar 16. Gambar Kromatogram Akurasi Tiamfenikol

Page 76: VALIDASI METODE PENETAPAN KADAR TIAMFENIKOL DALAM …

Lampiran 10. (Lanjutan)

Tabel 14. Hasil Uji Akurasi Tiamfenikol

No Akurasi

Kadar Kadar Kadar Recovey Presisi

Total Sampel Baku

(T) (S) (B)

Rata-

rata Syarat

SBR Syarat

mg mg mg (%) (%) (%) (%)

1

80%

A 14,053 7,799 6,255 99,979

101,499 97 - 103 1,457 2,7 2 B 14,574 8,136 6,255 102,927

3 C 14,761 8,395 6,255 101,772

4

100%

A 27,200 19,496 7,507 102,629

101,497 97 - 103 1,045 2,7 5 B 26,600 19,041 7,507 100,692

6 C 26,051 18,506 7,507 100,516

7

120%

A 30,028 21,278 8,758 99,912

101,510 97 - 103 1,472 2,7 8 B 30,850 21,853 8,758 102,733

9 C 30,912 21,924 8,758 102,632

Rata-rata 101,502 1,325

Contoh Perhitungan Data 1 :

Perhitungan :

Diketahui : Persamaan regresi = Y = bx + a

Y =22148984,535x + 15448,2

Kadar sampel 1:

Kadar total (T) = Y - a x Pengenceran

b

= 1260490 – 15448,2 x 1250 = 14,053 mg

22148984

Kadar Sampel (S) = Bobot Uji x Rata-rata kadar presisi sampel

Bj x 5 mL

= 330,9 mg x127,726 mg = 7,799 mg

1083,9 mg/mL x 5 mL

Kadar Baku (B) = Bobot Baku x Vol. pemipetan Baku (Vp)

Pengenceran Baku (Fb)

= 125,11 mg x5 mL = 6,255 mg

100 mL

Page 77: VALIDASI METODE PENETAPAN KADAR TIAMFENIKOL DALAM …

Lampiran 10. (Lanjutan)

Recovery (%) = T - S x 100%

B

= 14,053 mg – 7,90 mg x 100% = 99,979%

6,26 mg

Page 78: VALIDASI METODE PENETAPAN KADAR TIAMFENIKOL DALAM …

Lampiran 11. Sertifikat Baku Pembanding Tiamfenikol BPFI

Gambar 17. Gambar Sertifikat Baku Tiamfenikol BPFI

Page 79: VALIDASI METODE PENETAPAN KADAR TIAMFENIKOL DALAM …

Lampiran 11. (Lanjutan)

Gambar 17. Gambar Sertifikat Baku Tiamfenikol BPFI

Page 80: VALIDASI METODE PENETAPAN KADAR TIAMFENIKOL DALAM …

Lampiran 11. (Lanjutan)

Gambar 17. Gambar Sertifikat Baku Tiamfenikol BPFI

Page 81: VALIDASI METODE PENETAPAN KADAR TIAMFENIKOL DALAM …

Lampiran 12. Gambar Sampel Tiamfenikol Suspensi

Gambar 18. Gambar Sampel Tiamfenikol Suspensi

Page 82: VALIDASI METODE PENETAPAN KADAR TIAMFENIKOL DALAM …

Lampiran 13. Alat dan Instrumen yang digunakan

Gambar 19. Gambar KCKT Shimadzu LC-20AD

Gambar 21. Gambar Timbangan analitik digital Radwag XA 82/220/2X

Gambar 20. Gambar Kolom X-Terra RP18 5µm ukuran 4,6 x 250 mm by

Waters (18600496)

Page 83: VALIDASI METODE PENETAPAN KADAR TIAMFENIKOL DALAM …

Lampiran 13. (Lanjutan)

Gambar 22. Gambar Timbangan Micro Balance RADWAG MYA2

Gambar 23. Gambar Sonikator Branson

Gambar 24. Gambar Pompa Vakum Sartorius

Page 84: VALIDASI METODE PENETAPAN KADAR TIAMFENIKOL DALAM …