V. HASIL PENGAMATAN DAN...

23
41 V. HASIL PENGAMATAN DAN PEMBAHASAN 5.1 Survei Kondisi Penjualan Sampel Data mengenai kondisi penjualan sampel diperoleh dari responden di lapangan, yaitu penjual daging ayam broiler di pasar tradisional Cileunyi. Survei kondisi penjualan sampel dilakukan dengan metode kuisioner mengenai sanitasi tempat penjualan daging ayam, data tentang kondisi daging ayam dan tata letak lokasi penjualan daging ayam. 5.1.1 Sanitasi Tempat Penjualan Daging Ayam Wawancara dilakukan pada tiga orang penjual daging ayam broiler di pasar tradisional Cileunyi. Wawancara mengenai sanitasi tempat penjualan daging ayam broiler. Penjual pertama adalah penjual yang berada di area basah pasar tradisional Cileunyi. Penjual kedua adalah penjual yang tidak menempati area basah namun masih berada di dalam pasar tradisional Cileunyi. Penjual ketiga adalah penjual yang berada di luar pasar tradisional Cileunyi namun masih berada di sekitar pasar tradisional Cileunyi. Penjual pertama tidak diberi pelatihan khusus mengenai cara penanganan daging ayam. Penjual yang melakukan penanganan daging ayam tidak memakai sarung tangan, masker dan penutup kepala. Lantai tempat penjualan daging ayam kedap air dan mudah dibersihkan karena terbuat dari keramik. Meja tempat penjualan daging ayam terbuat dari keramik. Di sekitar tempat penjualan daging ayam tidak terdapat tempat sampah, bahan kimia serta hama. Peralatan yang digunakan pada penanganan daging ayam berupa timbangan dan pisau tidak ada yang berkarat. Talenan yang digunakan termasuk mudah dibersihkan.

Transcript of V. HASIL PENGAMATAN DAN...

Page 1: V. HASIL PENGAMATAN DAN PEMBAHASANmedia.unpad.ac.id/thesis/240210/2012/240210120072_5_1110.pdfPenjual pertama tidak diberi pelatihan khusus mengenai cara penanganan daging ayam. Penjual

41

V. HASIL PENGAMATAN DAN PEMBAHASAN

5.1 Survei Kondisi Penjualan Sampel

Data mengenai kondisi penjualan sampel diperoleh dari responden di

lapangan, yaitu penjual daging ayam broiler di pasar tradisional Cileunyi. Survei

kondisi penjualan sampel dilakukan dengan metode kuisioner mengenai sanitasi

tempat penjualan daging ayam, data tentang kondisi daging ayam dan tata letak

lokasi penjualan daging ayam.

5.1.1 Sanitasi Tempat Penjualan Daging Ayam

Wawancara dilakukan pada tiga orang penjual daging ayam broiler di

pasar tradisional Cileunyi. Wawancara mengenai sanitasi tempat penjualan daging

ayam broiler. Penjual pertama adalah penjual yang berada di area basah pasar

tradisional Cileunyi. Penjual kedua adalah penjual yang tidak menempati area

basah namun masih berada di dalam pasar tradisional Cileunyi. Penjual ketiga

adalah penjual yang berada di luar pasar tradisional Cileunyi namun masih berada

di sekitar pasar tradisional Cileunyi.

Penjual pertama tidak diberi pelatihan khusus mengenai cara penanganan

daging ayam. Penjual yang melakukan penanganan daging ayam tidak memakai

sarung tangan, masker dan penutup kepala. Lantai tempat penjualan daging ayam

kedap air dan mudah dibersihkan karena terbuat dari keramik. Meja tempat

penjualan daging ayam terbuat dari keramik. Di sekitar tempat penjualan daging

ayam tidak terdapat tempat sampah, bahan kimia serta hama. Peralatan yang

digunakan pada penanganan daging ayam berupa timbangan dan pisau tidak ada

yang berkarat. Talenan yang digunakan termasuk mudah dibersihkan.

Page 2: V. HASIL PENGAMATAN DAN PEMBAHASANmedia.unpad.ac.id/thesis/240210/2012/240210120072_5_1110.pdfPenjual pertama tidak diberi pelatihan khusus mengenai cara penanganan daging ayam. Penjual

42

Pembersihan terhadap peralatan, perlengkapan serta tempat penjualan daging

ayam dilakukan pada awal dan akhir. Limbah yang ada dimasukkan ke dalam

kantong plastik. Tempat penjual yang berada di area basah pasar tradisional

Cileunyi dapat dilihat pada Gambar 5.

Gambar 5. Tempat penjual daging ayam broiler yang berada di area basah pasar tradisional Cileunyi

(Dokumentasi Pribadi, 2018)

Penjual kedua tidak diberi pelatihan khusus mengenai cara penanganan

daging ayam. Penjual yang melakukan penanganan daging ayam tidak memakai

sarung tangan, masker dan penutup kepala. Lantai tempat penjualan daging ayam

adalah jalanan yang berupa aspal. Permukaan meja tempat penjualan daging ayam

berupa meja kayu yang dilapisi oleh plastik pada bagian atasnya. Di sekitar tempat

penjualan daging ayam tidak terdapat tempat sampah serta bahan kimia. Namun

terdapat hama di sekitar tempat penjualan daging ayam yaitu berupa lalat dan

terkadang tikus. Pengendalian terhadap lalat yang hinggap di daging ayam

dilakuakan dengan cara mengusirnya. Peralatan yang digunakan pada penanganan

daging ayam ada yang berkarat yaitu timbangan sedangkan pisau tidak berkarat.

Talenan yang digunakan termasuk mudah dibersihkan. Pembersihan terhadap

peralatan, perlengkapan dilakukan pada awal dan akhir penjualan sedangkan

tempat penjualan daging ayam tidak dibersihkan. Limbah yang ada dimasukkan

ke dalam kantong plastik. Tempat penjual yang tidak menempati area basah

Page 3: V. HASIL PENGAMATAN DAN PEMBAHASANmedia.unpad.ac.id/thesis/240210/2012/240210120072_5_1110.pdfPenjual pertama tidak diberi pelatihan khusus mengenai cara penanganan daging ayam. Penjual

43

namun masih berada di dalam pasar tradisional Cileunyi dapat dilihat pada

Gambar 6.

Gambar 6. Tempat penjual daging ayam broiler yang tidak menempati area basah namun masih berada di dalam pasar tradisional Cileunyi

(Dokumentasi Pribadi, 2018)

Penjual ketiga tidak diberi pelatihan khusus mengenai cara penanganan

daging ayam. Penjual yang melakukan penanganan daging ayam tidak memakai

sarung tangan, masker dan penutup kepala. Lantai tempat penjualan daging ayam

adalah jalanan yang berupa aspal. Permukaan meja tempat penjualan daging ayam

berupa meja kayu yang dilapisi oleh plastik pada bagian atasnya. Di sekitar tempat

penjualan daging ayam tidak terdapat tempat sampah serta bahan kimia. Namun

terdapat hama di sekitar tempat penjualan daging ayam yaitu berupa lalat.

Pengendalian terhadap lalat yang hinggap di daging ayam dilakuakan dengan cara

mengusirnya. Peralatan yang digunakan pada penanganan daging ayam berupa

timbangan dan pisau tidak ada yang berkarat. Talenan yang digunakan termasuk

mudah dibersihkan. Pembersihan terhadap peralatan, perlengkapan dilakukan

pada awal dan akhir penjualan sedangkan tempat penjualan daging ayam tidak

dibersihkan. Limbah yang ada dimasukkan ke dalam kantong plastik. Tempat

penjual yang berada di luar pasar tradisional Cileunyi namun masih berada di

sekitar pasar tradisional Cileunyi dapat dilihat pada Gambar 7.

Page 4: V. HASIL PENGAMATAN DAN PEMBAHASANmedia.unpad.ac.id/thesis/240210/2012/240210120072_5_1110.pdfPenjual pertama tidak diberi pelatihan khusus mengenai cara penanganan daging ayam. Penjual

44

Gambar 7. Tempat penjual daging ayam broiler yang berada di luar pasar

tradisional Cileunyi namun masih berada di sekitar pasar tradisional Cileunyi

(Dokumentasi Pribadi, 2018)

5.1.2 Data Tentang Kondisi Daging Ayam

Penjual pertama, penjual kedua dan penjual ketiga melakukan pemotongan

ayam di rumah pemotongan ayam (RPA). RPA yang menjadi tempat pemotongan

ayam terletak di Desa Cileunyi Wetan. Alur daging ayam hingga sampai ke

tangan konsumen mulai dari penyembelihan, pencabutan bulu, pengeluaran

jeroan, pencucian, pengemasan dan pengangkutan. Karkas ayam diangkut ke

pasar untuk kemudian dijual.

Penjual pertama mulai menjual daging ayam pada pukul 04.00 WIB

sampai pukul 10.30 WIB. Penjual kedua mulai menjual daging ayam pada pukul

04.00 WIB sampai pukul 10.00 WIB. Penjual ketiga mulai menjual daging ayam

pada pukul 04.00 WIB sampai pukul 09.30 WIB.

5.1.3 Tata Letak Lokasi Penjualan Daging Ayam

Kondisi pasar tradisional yang kurang baik dari segi kebersihan dan

manajemen tata letak dapat menjadikan pasar sebagai media kontaminasi silang

pada pangan (World Health Organization, 2006 dikutip Tata

Page 5: V. HASIL PENGAMATAN DAN PEMBAHASANmedia.unpad.ac.id/thesis/240210/2012/240210120072_5_1110.pdfPenjual pertama tidak diberi pelatihan khusus mengenai cara penanganan daging ayam. Penjual

45

letak lokasi penjualan daging ayam di pasar tradisional Cileunyi dapat dilihat pada

Gambar 8.

Gambar 8. Tata letak lokasi penjualan daging ayam di pasar tradisional

Cileunyi (Dokumentasi Pribadi, 2018)

Ada tiga lokasi penjual pada penelitian ini yaitu penjual yang menempati

area basah pasar tradisional Cileunyi (Angka 1), penjual yang tidak menempati

area basah namun masih berada di dalam pasar tradisional Cileunyi (Angka 2) dan

penjual yang berada di luar pasar tradisional Cileunyi namun masih berada di

sekitar pasar tradisional Cileunyi (Angka 3).

Lokasi penjual pertama berada di area basah pasar tradisional Cileunyi.

Pada area basah pasar tradisional Cileunyi penataan per produk penjualan yang

sudah mulai tertata dengan rapih. Lokasi penjual kedua tidak menempati area

basah namun masih berada di dalam pasar tradisional Cileunyi. Di lokasi ini tidak

3

2

1

Keterangan: Penjual daging ayam 1: penjual di area basah 2: penjual di luar area basah

tapi masih di dalam pasar 3: penjual di luar pasar tapi

masih berada di sekitar pasar

Area basah Area kering

Pos Lapangan

Jalanan

Page 6: V. HASIL PENGAMATAN DAN PEMBAHASANmedia.unpad.ac.id/thesis/240210/2012/240210120072_5_1110.pdfPenjual pertama tidak diberi pelatihan khusus mengenai cara penanganan daging ayam. Penjual

46

hanya pedagang yang berjualan daging ayam broiler saja, namun pedagang yang

berjualan barang-barang lainnya juga bercampur di lokasi ini. Lokasi penjual

ketiga berada di luar pasar tradisional Cileunyi namun masih berada di sekitar

pasar tradisional Cileunyi. Lokasi penjual ini berada dekat dengan jalan raya.

5.2 Mutu Kimia Daging Ayam Segar

5.2.1 Pengukuran pH

pH daging antara 6,8 7,2 dalam keadaan masih hidup, setelah dipotong

akan terjadi penurunan pH (Muchtadi dkk, 2010). Perubahan pH sesudah ternak

mati pada dasarnya ditentukan oleh kandungan asam laktat yang tertimbun dalam

otot, yang selanjutnya ditentukan oleh kandungan glikogen dan penanganan

sebelum penyembelihan (Buckle dkk, 1985). Nilai pH karkas ayam ditentukan

oleh jumlah asam laktat yang dihasilkan dari glikogen selama proses glikolisis

anaerob. Jumlah asam laktat akan terbatas bila glikogen yang digunakan menurun

dengan cepat karena ternak kelelahan, kelaparan atau stres sebelum dipotong

(Yuanisa, 2005).

Daging ayam broiler pada penelitian ini diambil dari tiga pedagang daging

ayam broiler yang berada di pasar tradisional Cileunyi. Pengambilan sampel

dilakukan pada pukul 06.00 WIB, 10.00 WIB dan 14.00 WIB. Data hasil

penelitian nilai pH daging ayam broiler yang dijual di pasar tradisional Cileunyi

dapat dilihat pada Lampiran 4. Hasil penelitian nilai pH daging ayam broiler yang

dijual di pasar tradisional Cileunyi dapat dilihat pada Tabel 14. Berdasarkan Tabel

14, pH tertinggi dimiliki oleh daging ayam broiler yang diambil dari penjual

pertama pada pukul 06.00 WIB yaitu 6,31 sedangkan pH terendah dimiliki oleh

Page 7: V. HASIL PENGAMATAN DAN PEMBAHASANmedia.unpad.ac.id/thesis/240210/2012/240210120072_5_1110.pdfPenjual pertama tidak diberi pelatihan khusus mengenai cara penanganan daging ayam. Penjual

47

daging ayam broiler yang diambil dari penjual ketiga pada pukul 14.00 WIB yaitu

5,68.

Tabel 14. Hasil penelitian nilai pH daging ayam broiler yang dijual di pasar tradisional Cileunyi

Lokasi pengambilan sampel Waktu pengambilan sampel

06.00 WIB 10.00 WIB 14.00 WIB Nilai pH

Daging ayam broiler yang diambil dari penjual pertama

6,31 6,14 5,98

Daging ayam broiler yang diambil dari penjual kedua

6,23 6,08 5,81

Daging ayam broiler yang diambil dari penjual ketiga

6,21 5,97 5,68

Sumber: Dokumentasi Pribadi (2018)

Grafik nilai pH daging ayam broiler yang dijual di pasar tradisional Cileunyi

dapat dilihat pada Gambar 9.

Gambar 9. Grafik nilai pH daging ayam broiler yang dijual di pasar tradisional Cileunyi

Grafik pada Gambar 9 menunjukan bahwa pH daging ayam broiler yang

diambil dari penjual pertama, kedua maupun ketiga mengalami penurunan dengan

semakin lamanya jangka waktu setelah pemotongan. Menurut Soeparno (1992),

5.6

5.7

5.8

5.9

6

6.1

6.2

6.3

6.4

06.00 10.00 14.00

Waktu pengambilan sampel (Jam)

Nilai pH daging ayam broiler yang dijual di pasar tradisional Cileunyi

Daging ayam broiler yangdiambil dari penjual pertama

Daging ayam broiler yangdiambil dari penjual kedua

Daging ayam broiler yangdiambil dari penjual ketiga

Page 8: V. HASIL PENGAMATAN DAN PEMBAHASANmedia.unpad.ac.id/thesis/240210/2012/240210120072_5_1110.pdfPenjual pertama tidak diberi pelatihan khusus mengenai cara penanganan daging ayam. Penjual

48

bahwa pH daging akan mengalami penurunan sesuai dengan waktu penyimpanan,

semakin lama penyimpanan akan semakin rendah pH daging sampai tercapai pH

akhir pada kisaran 5,4 sampai 5,8.

Daging ayam broiler yang diambil dari penjual pertama pada pukul 06.00

WIB memiliki pH 6,31 dan mengalami penurunan sebesar 0,33 unit, yaitu

menjadi 5,98 diakhir pengamatan pada pukul 14.00 WIB. Daging ayam broiler

yang diambil dari penjual kedua pada pukul 06.00 WIB memiliki pH 6,23 dan

mengalami penurunan sebesar 0,42 unit, yaitu menjadi 5,81 diakhir pengamatan

pada pukul 14.00 WIB. Daging ayam broiler yang diambil dari penjual ketiga

pada pukul 06.00 WIB memiliki pH 6,21 dan mengalami penurunan sebesar 0,53

unit, yaitu menjadi 5,68 diakhir pengamatan pada pukul 14.00 WIB.

Penurunan pH otot postmortem juga bervariasi diantara ternak (Soeparno,

1992). Pada daging unggas (ayam) penurunan pH akan mencapai nilai 5,8 5,9

setelah melewati fase pascamortem selama 2 4,5 jam (Muchtadi dkk, 2010).

Nilai pH daging dada ayam broiler mengalami penurunan seiring dengan

meningkatnya waktu postmortem. Semakin lama postmortem akumulasi ion

hidrogen dalam otot semakin meningkat sehingga makin banyak asam laktat yang

terbentuk. Oleh karena itu pH turun terus sampai cadangan glikogen otot benar-

benar habis atau setelah enzim glikolitik tidak aktif lagi. Pada kondisi ini telah

tercapai pH ultimat daging (Buckle dkk, 1987).

Penurunan nilai pH selama postmortem dapat disebabkan oleh dua faktor

yaitu aktivitas nonmikrobial dan aktivitas mikrobial. Penurunan nilai pH oleh

aktivitas nonmikrobial terjadi akibat proses glikolisis anaerob yang menghasilkan

asam laktat. Penurunan nilai pH oleh aktivitas mikrobial disebabkan adanya

Page 9: V. HASIL PENGAMATAN DAN PEMBAHASANmedia.unpad.ac.id/thesis/240210/2012/240210120072_5_1110.pdfPenjual pertama tidak diberi pelatihan khusus mengenai cara penanganan daging ayam. Penjual

49

aktivitas mikroorganisme yang mendekomposisi substrat yang terdapat di dalam

karkas ayam broiler berupa karbohidrat, protein dan lemak (Yuanisa, 2005).

pH ultimat normal daging postmortem adalah sekitar 5,5, yang sesuai

dengan titik isoelektrik sebagian besar protein daging termasuk protein miofibril

(Soeparno, 1992). Nilai pH daging tidak akan pernah mencapai nilai di bawah 5,3.

Hal ini disebabkan oleh enzim-enzim yang terlibat dalam glikolisis anaerob tidak

aktif bekerja (Lukman, 2010 dikutip Haq dkk, 2015).

5.4.2 Pengukuran Aktivitas Air/Water Activity (aw)

Kandungan air dalam bahan makanan mempengaruhi daya tahan bahan

makanan terhadap serangan mikroba yang dinyatakan dengan aw (water activity),

yaitu jumlah air bebas yang dapat digunakan oleh mikroorganisme untuk

pertumbuhannnya. Berbagai mikroorganisme mempunyai aw minimum agar dapat

tumbuh dengan baik, misalnya bakteri aw: 0,90; khamir aw: 0,80-0,90; kapang aw;

0,60-0,70 (Winarno, 1984).

Daging ayam broiler pada penelitian ini diambil dari tiga pedagang daging

ayam broiler yang berada di pasar tradisional Cileunyi. Pengambilan sampel

dilakukan pada pukul 06.00 WIB, 10.00 WIB dan 14.00 WIB. Data hasil

penelitian aktivitas air/water activity (aw) daging ayam broiler yang dijual di pasar

tradisional Cileunyi dapat dilihat pada Lampiran 5. Hasil penelitian aktivitas

air/water activity (aw) daging ayam broiler yang dijual di pasar tradisional

Cileunyi dapat dilihat pada Tabel 15. Berdasarkan Tabel 15, aw tertinggi dimiliki

oleh daging ayam broiler yang diambil dari penjual pertama pada pukul 06.00

Page 10: V. HASIL PENGAMATAN DAN PEMBAHASANmedia.unpad.ac.id/thesis/240210/2012/240210120072_5_1110.pdfPenjual pertama tidak diberi pelatihan khusus mengenai cara penanganan daging ayam. Penjual

50

WIB yaitu 0,977 sedangkan aw terendah dimiliki oleh daging ayam broiler yang

diambil dari penjual ketiga pada pukul 14.00 WIB yaitu 0,912.

Tabel 15. Hasil penelitian aktivitas air/water activity (aw) daging ayam broiler

yang dijual di pasar tradisional Cileunyi

Lokasi pengambilan sampel Waktu pengambilan sampel

06.00 WIB 10.00 WIB 14.00 WIB aktivitas air/water activity (aw)

Daging ayam broiler yang diambil dari penjual pertama

0,977 0,956 0,941

Daging ayam broiler yang diambil dari penjual kedua

0,976 0,944 0,928

Daging ayam broiler yang diambil dari penjual ketiga

0,974 0,923 0,912

Sumber: Dokumentasi Pribadi (2018)

Grafik nilai aw daging ayam broiler yang dijual di pasar tradisional Cileunyi dapat

dilihat pada Gambar 10.

Gambar 10. Grafik nilai aw daging ayam broiler yang dijual di pasar

tradisional Cileunyi

Grafik pada Gambar 10 menunjukan bahwa aw daging ayam broiler yang

diambil dari penjual pertama, kedua maupun ketiga mengalami penurunan dengan

semakin lamanya jangka waktu setelah pemotongan. Daging ayam broiler yang

0.91

0.92

0.93

0.94

0.95

0.96

0.97

0.98

06.00 10.00 14.00

Waktu pengambilan sampel (Jam)

Nilai aw daging ayam broiler yang dijual di pasar tradisional Cileunyi

Daging ayam broiler yangdiambil dari penjualpertama

Daging ayam broiler yangdiambil dari penjualkedua

Daging ayam broiler yangdiambil dari penjualketiga

Page 11: V. HASIL PENGAMATAN DAN PEMBAHASANmedia.unpad.ac.id/thesis/240210/2012/240210120072_5_1110.pdfPenjual pertama tidak diberi pelatihan khusus mengenai cara penanganan daging ayam. Penjual

51

diambil dari penjual pertama pada pukul 06.00 WIB memiliki aw 0,977 dan

mengalami penurunan sebesar 0,036 unit, yaitu menjadi 0,941 diakhir pengamatan

pada pukul 14.00 WIB. Daging ayam broiler yang diambil dari penjual kedua

pada pukul 06.00 WIB memiliki aw 0,976 dan mengalami penurunan sebesar

0,048 unit, yaitu menjadi 0,928 diakhir pengamatan pada pukul 14.00 WIB.

Daging ayam broiler yang diambil dari penjual ketiga pada pukul 06.00 WIB

memiliki aw 0,974 dan mengalami penurunan sebesar 0,062 unit, yaitu menjadi

0,912 diakhir pengamatan pada pukul 14.00 WIB.

Nilai aw semakin menurun pada saat postmortem, karena berdasarkan

Lawrie (1985) dikutip Anggraeni (2005), bahwa semakin lama postmortem maka

urat daging akan menyusut sehingga banyak air terlepas yang juga akan

mempengaruhi ketersediaan air bebas dalam daging. Penyusutan otot ini

memungkinkan untuk penetrasi bakteri ke dalam jaringan daging.

Penurunan nilai pH menyebabkan terjadinya denaturasi protein (Eskin,

1990). Lakkonen (1973) menyatakan bahwa tersedianya air bebas secara mekanik

ditambat oleh membran seluler protein. Denaturasi protein ini menyebabkan air

bebas yang ditambat oleh protein berkurang sehingga banyak air bebas yang

terlepas. Menurut Warris (2000) dikutip Anggraeni (2005), nilai pH daging

berpengaruh terhadap air yang keluar dari daging. Daging dengan nilai pH rendah

mengakibatkan struktur protein mengerut dan menyebabkan penekanan air untuk

keluar dari daging menjadi besar. Semakin banyak air yang keluar dari daging,

maka kadar air dalam daging menjadi berkurang dan juga memengaruhi

ketersediaan air bebas dalam daging. Lama postmortem semakin menurunkan

nilai aw seiring dengan menurunnya nilai pH.

Page 12: V. HASIL PENGAMATAN DAN PEMBAHASANmedia.unpad.ac.id/thesis/240210/2012/240210120072_5_1110.pdfPenjual pertama tidak diberi pelatihan khusus mengenai cara penanganan daging ayam. Penjual

52

Troller and Cristian (1978) dikutip Mulasari dkk (2014) mengatakan

bahwa pada saat mikroba tumbuh di lingkungan baru, maka yang mungkin terjadi

adalah tumbuh (survival) atau mati (death). Pada dasarnya mikroba tumbuh makin

tinggi dengan menurunnya nilai aw. Rata-rata nilai aw pada penelitian ini berkisar

antara 0,912 0,977 yang mungkin tumbuh pada kisaran ini adalah bakteri. Hal

ini berdasarkan pada Jay (2000) yang menyatakan bahwa nilai aw minimal yang

dibutuhkan oleh bakteri sebesar 0,91. Jadi nilai aw pada penelitian ini

memungkinkan untuk pertumbuhan bakteri.

5.3 Mutu Mikrobiologi Daging Ayam Segar

5.3.1 Perhitungan Jumlah Total Mikroba

Mutu sanitasi produk-produk daging ayam unggas biasanya ditentukan

berdasarkan jumlah hitungan cawan aerobik pada suhu 35 37oC, jumlah

koliform, dan ada tidaknya E. coli (Fardiaz, 1992). Perhitungan jumlah total

mikroba yang terdapat pada daging ayam segar menggunakan metode Total Plate

Count atau metode hitungan cawan.

Total plate count merupakan cara penghitungan jumlah mikroba yang

terdapat dalam suatu produk yang tumbuh pada media agar pada suhu dan waktu

inkubasi yang ditetapkan (Badan Standardisasi Nasional, 2008).

Daging ayam broiler pada penelitian ini diambil dari tiga pedagang daging

ayam broiler yang berada di pasar tradisional Cileunyi. Pengambilan sampel

dilakukan pada pukul 06.00 WIB, 10.00 WIB dan 14.00 WIB. Data hasil

penelitian jumlah total mikroba dalam daging ayam broiler yang dijual di pasar

tradisional Cileunyi dapat dilihat pada Lampiran 6. Hasil penelitian jumlah total

Page 13: V. HASIL PENGAMATAN DAN PEMBAHASANmedia.unpad.ac.id/thesis/240210/2012/240210120072_5_1110.pdfPenjual pertama tidak diberi pelatihan khusus mengenai cara penanganan daging ayam. Penjual

53

mikroba dalam daging ayam broiler yang dijual di pasar tradisional Cileunyi

dapat dilihat pada Tabel 16. Gambar hasil penelitian jumlah total mikroba dalam

daging ayam broiler yang dijual di pasar tradisional Cileunyi dapat dilihat pada

Lampiran 4.

Tabel 16. Hasil penelitian jumlah total mikroba dalam daging ayam broiler

yang dijual di pasar tradisional Cileunyi

Lokasi pengambilan sampel Waktu pengambilan sampel

06.00 WIB 10.00 WIB 14.00 WIB Jumlah total mikroba (cfu/g)

Daging ayam broiler yang diambil dari penjual pertama

1,7 x 104 1,2 x 106 1,4 x 106

Daging ayam broiler yang diambil dari penjual kedua

2,1 x 104 1,3 x 106 1,6 x 106

Daging ayam broiler yang diambil dari penjual ketiga

2,4 x 104 1,5 x 106 1,8 x 106

Sumber: Dokumentasi Pribadi (2018)

Tabel 16 menunjukkan bahwa jumlah total mikroba terendah dimiliki oleh

daging ayam broiler yang diambil dari penjual pertama pada pukul 06.00 WIB

yaitu 1,7 x 104 cfu/g sedangkan jumlah total mikroba tertinggi dimiliki oleh

daging ayam broiler yang diambil dari penjual ketiga pada pukul 14.00 WIB yaitu

1,8 x 106 cfu/g. Jumlah total mikroba daging ayam menurut SNI 7388:2009 tidak

boleh melebihi 1x106 cfu/g.

Semua daging ayam broiler yang diambil pada pukul 06.00 WIB memiliki

jumlah total mikroba kurang dari 1x106 cfu/g. Rendahnya jumlah total mikroba

pada ketiga sampel tersebut kemungkinan karena daging ayam broiler yang dijual

masih dalam kondisi segar (daging ayam broiler yang baru dipotong) serta waktu

antara pemotongan sampai pembelian kurang dari 4 jam sehingga meminimalisasi

kontaminasi saat penjualan sehingga pertumbuhan bakteri lebih sedikit (Utari dkk,

Page 14: V. HASIL PENGAMATAN DAN PEMBAHASANmedia.unpad.ac.id/thesis/240210/2012/240210120072_5_1110.pdfPenjual pertama tidak diberi pelatihan khusus mengenai cara penanganan daging ayam. Penjual

54

2016). Grafik jumlah total mikroba daging ayam broiler yang dijual di pasar

tradisional Cileunyi dapat dilihat pada Gambar 11.

Grafik pada Gambar 11 menunjukan bahwa jumlah total mikroba daging

ayam broiler mengalami pertambahan dengan semakin lamanya jangka waktu

setelah pemotongan. Hal ini sesuai dengan pernyataan Utami (2012) bahwa

lamanya postmortem karkas ayam menyebabkan pertumbuhan mikroba terus

meningkat.

Gambar 11. Grafik jumlah total mikroba daging ayam broiler yang dijual di

pasar tradisional Cileunyi

Pengaruh faktor waktu dapat dihubungkan dengan jumlah bakteri. Interval

waktu yang dibutuhkan bagi sel untuk membelah diri disebut sebagai waktu

generasi. Sel tunggal bakteri bereproduksi dengan pembelahan biner dan

jumlahnya akan bertambah secara geometrik. Apabila kontaminasi bakteri

awalnya berada di bawah batas cemaran maksimum mikroba, setelah disimpan

beberapa waktu jumlahnya akan meningkat sehingga bisa melewati batas cemaran

maksimum (Juwita dkk, 2014).

0

20

40

6080

100

120

140

160

180

200

06.00 10.00 14.00

Waktu pengambilan sampel (Jam)

Jumlah total mikroba dalam daging ayam broiler yang dijual di pasar tradisional Cileunyi

Daging ayam broiler yangdiambil dari penjualpertama

Daging ayam broiler yangdiambil dari penjualkedua

Daging ayam broiler yangdiambil dari penjualketiga

Page 15: V. HASIL PENGAMATAN DAN PEMBAHASANmedia.unpad.ac.id/thesis/240210/2012/240210120072_5_1110.pdfPenjual pertama tidak diberi pelatihan khusus mengenai cara penanganan daging ayam. Penjual

55

Kondisi masing-masing tempat penjualan juga merupakan faktor yang

menyebabkan perbedaan total mikroba (Utami, 2012). Ada tiga lokasi penjual

pada penelitian ini yaitu penjual yang menempati area basah pasar tradisional

Cileunyi, penjual yang tidak menempati area basah namun masih berada di dalam

pasar tradisional Cileunyi dan penjual yang berada di luar pasar tradisional

Cileunyi namun masih berada di sekitar pasar tradisional Cileunyi.

Lokasi penjual pertama berada di area basah pasar tradisional Cileunyi.

Pada area basah pasar tradisional Cileunyi penataan per produk penjualan yang

sudah mulai tertata dengan rapih. Menurut William (1993) dikutip Edwin dkk

(2016) pasar yang bersih dan sehat bukan berarti pasar itu harus mewah, tetapi

kebersihannya terjaga dan adanya pemisahan area antara sayuran, buah dan

daging. Adanya pemisahan area untuk meminimalisasi kontaminasi silang agar

pertumbuhan bakteri lebih sedikit. Jumlah total mikroba pada lokasi ini lebih

sedikit dibandingkan dengan lokasi kedua dan ketiga

Lokasi penjual kedua tidak menempati area basah namun masih berada di

dalam pasar tradisional Cileunyi. Di lokasi ini tidak hanya pedagang yang

berjualan daging ayam broiler saja, namun pedagang yang berjualan barang-

barang lainnya juga bercampur di lokasi ini. Hal tersebut dapat menjadi sumber

kontaminasi atau pencemaran dari debu dan bakteri yang ada dari barang-barang

lainnya yang terjual di dalam pasar. Semua pedagang tidak memiliki sekat antar

barang yang dijualnya. Tempat yang tidak bersekat membuat rentan terjadinya

kontaminasi silang dan meningkatkan kontaminasi dari mikroba (Islamy dkk,

2018)

Page 16: V. HASIL PENGAMATAN DAN PEMBAHASANmedia.unpad.ac.id/thesis/240210/2012/240210120072_5_1110.pdfPenjual pertama tidak diberi pelatihan khusus mengenai cara penanganan daging ayam. Penjual

56

Lokasi penjual ketiga berada di luar pasar tradisional Cileunyi namun

masih berada di sekitar pasar tradisional Cileunyi. Lokasi penjual ini berada dekat

dengan jalan raya. Menurut Selfiana dkk (2017) tingkat pencemaran yang tinggi

dipengaruhi oleh tempat berjualan yang terletak di pinggir jalan dan tempat

berjualan juga terbuka sehingga mudah terkontaminasi dari udara dan debu.

Penjual daging karkas yang berada dekat jalan raya mempunyai sanitasi

yang lebih rendah dibandingkan dengan tempat penjualan yang jauh dari jalan

raya. Hal ini dapat dilihat dari banyaknya debu dan sanitasi yang buruk

(Inanusantri dan Setiowati, 2011 dikutip Hafid dkk, 2014). Bahan pangan dapat

tercemar mikroorganisme, terutama dari lingkungan sekitarnya seperti udara,

debu, air, tanah, kotoran maupun bahan organik yang telah busuk (Suardana dan

Swacita, 2009 dikutip Aerita dkk, 2014).

5.3.2 Perhitungan Jumlah Total E. coli

Sanitasi yang buruk dapat diindikasikan dengan keberadaan bakteri

indikator, seperti E. coli. E. coli merupakan mikroflora normal pada saluran

pencernaan dan sering ditemukan dalam air akibat kontaminasi feses hewan atau

manusia (Kornacki dan Johnson, 2001 dikutip Dewantoro dkk, 2009). Informasi

yang dapat diperoleh dari pengujian mikroorganisme indikator sanitasi tergantung

dari apakah produk tersebut dalam keadaan mentah atau siap untuk dimakan.

Untuk bahan pangan mentah, jumlah koliform dan E. coli menunjukkan tingkat

kontaminasi pada proses penyembelihan/pemotongan hewan (Fardiaz, 1992).

Kontaminasi bakteri E. coli pada makanan biasanya berasal dari

kontaminasi air yang digunakan. Bahan makanan yang sering terkontaminasi oleh

Page 17: V. HASIL PENGAMATAN DAN PEMBAHASANmedia.unpad.ac.id/thesis/240210/2012/240210120072_5_1110.pdfPenjual pertama tidak diberi pelatihan khusus mengenai cara penanganan daging ayam. Penjual

57

E. coli diantaranya ialah daging ayam, daging sapi, daging babi selama

penyembelihan, ikan dan makanan-makanan hasil laut lainnya, telur dan produk

olahannya, sayuran, buah-buahan, sari buah, serta bahan minuman seperti susu

dan lainnya (Supardi dan Sukamto, 1999).

Daging ayam broiler pada penelitian ini diambil dari tiga pedagang daging

ayam broiler yang berada di pasar tradisional Cileunyi. Pengambilan sampel

dilakukan pada pukul 06.00 WIB, 10.00 WIB dan 14.00 WIB. Data hasil

penelitian jumlah E. coli dalam daging ayam broiler yang dijual di pasar

tradisional Cileunyi dapat dilihat pada Lampiran 7. Hasil penelitian terhadap

kandungan E. coli dalam daging ayam broiler yang dijual di pasar tradisional

Cileunyi dapat dilihat pada Tabel 17. Gambar hasil penelitian terhadap kandungan

E. coli dalam daging ayam broiler yang dijual di pasar tradisional Cileunyi dapat

dilihat pada Lampiran 5.

Tabel 17. Hasil penelitian jumlah E. coli dalam daging ayam broiler yang dijual di pasar tradisional Cileunyi

Lokasi pengambilan sampel Waktu pengambilan sampel

06.00 WIB 10.00 WIB 14.00 WIB Jumlah E. Coli (cfu/g)

Daging ayam broiler yang diambil dari penjual pertama

2,5 x 101 3 x 101 3,5 x 101

Daging ayam broiler yang diambil dari penjual kedua

3,5 x 101 4 x 101 4,5 x 101

Daging ayam broiler yang diambil dari penjual ketiga

3,5 x 101 4 x 101 5 x 101

Sumber: Dokumentasi Pribadi (2018)

Berdasarkan Tabel 17, jumlah E. coli terendah dimiliki oleh daging ayam

broiler yang diambil dari penjual pertama pada pukul 06.00 WIB yaitu 2,5 x 101

cfu/g sedangkan jumlah E. coli tertinggi dimiliki oleh daging ayam broiler yang

diambil dari penjual ketiga pada pukul 14.00 WIB yaitu 5 x 101 cfu/g. Grafik

Page 18: V. HASIL PENGAMATAN DAN PEMBAHASANmedia.unpad.ac.id/thesis/240210/2012/240210120072_5_1110.pdfPenjual pertama tidak diberi pelatihan khusus mengenai cara penanganan daging ayam. Penjual

58

jumlah E. coli dalam daging ayam broiler yang dijual di pasar tradisional Cileunyi

dapat dilihat pada Gambar 12.

Jumlah E. coli daging ayam menurut SNI 7388:2009 tidak boleh melibihi

1 x 101 cfu/g. Namun, semua daging ayam broiler pada penelitian ini memiliki

jumlah E.coli lebih dari 1 x 101 cfu/g. Kontaminasi E.coli pada daging ayam

broiler yang dijual kemungkinan berasal dari kontaminasi dengan lingkungan

terutama air waktu pengolahan. Air pencucian karkas yang digunakan secara

berulang sehingga kontaminasi dengan bakteri E. coli tidak dapat dihindarkan

karena penggunaan air yang telah terkontaminasi (Hafid dkk, 2014).

Gambar 12. Grafik jumlah E. coli dalam daging ayam broiler yang dijual di pasar tradisional Cileunyi

Adanya kontaminasi E. coli pada daging ayam dimungkinkan akibat

penggunaan air yang sudah tercemar E. coli. Air tersebut digunakan dalam

kegiatan di peternakan, tempat pemotongan, tempat pengolahan hingga

dihidangkan di atas meja (Nugroho, 2005 dikutip Dewantoro dkk, 2009). Bakteri

0

10

20

30

40

50

60

06.00 10.00 14.00

Waktu pengambilan sampel (Jam)

Jumlah E. coli dalam daging ayam broiler yang dijual di pasar tradisional Cileunyi

Daging ayam broileryang diambil daripenjual pertama

Daging ayam broileryang diambil daripenjual kedua

Daging ayam broileryang diambil daripenjual ketiga

Page 19: V. HASIL PENGAMATAN DAN PEMBAHASANmedia.unpad.ac.id/thesis/240210/2012/240210120072_5_1110.pdfPenjual pertama tidak diberi pelatihan khusus mengenai cara penanganan daging ayam. Penjual

59

ini banyak terdapat pada saluran pencernaan, maka sangat dimungkinkan untuk

mencemari air yang digunakan untuk processing ayam dengan penggunaan

berulang kali (Baron dkk, 1994 dikutip Yulistiani, 2010).

Kontaminasi E.coli pada daging ayam broiler kemungkinan juga berasal

dari jeroan yang diletakkan dekat dengan daging ayam broiler. Bakteri dapat

ditularkan melalui media debu, air, dan udara pada bahan makanan. Peletakan

daging yang dicampur dengan tempat peletakan jeroan dapat menjadi salah satu

faktor penyebab kontaminasi E. coli pada daging yang ada di pasar (Soemari,

2001 dikutip Selfiana dkk, 2017).

Organ jeroan terutama usus merupakan habitat dari E. coli, sehingga E.

coli dapat mencemari daging jika daging ayam tersebut kontak dengan isi usus

ayam dan tangan pegawai yang mengolah daging tersebut (Dewantoro dkk, 2009).

Pengeluaran jeroan adalah kontaminasi yang terbesar baik dari pencernaan/usus

maupun feses melalui alat dan tangan pekerja (Inanusantri dan Setiowati, 2011

dikutip Hafid dkk, 2014).

5.3.3 Deteksi Keberadaan Salmonella

Produk-produk daging dan unggas sering merupakan sumber keracunan

makanan. Bakteri patogen yang sering mencemari produk-produk tersebut

terutama adalah Staphylococcus aureus, Salmonella dan Clostridium perfringens.

S. aureus sering mencemari produk-produk daging yang diolah dengan kadar

garam relatif tinggi seperti sosis dan ham, sedangkan Samonella sering ditemukan

pada produk-produk dan unggas yang masih mentah atau telah diolah setengah

Page 20: V. HASIL PENGAMATAN DAN PEMBAHASANmedia.unpad.ac.id/thesis/240210/2012/240210120072_5_1110.pdfPenjual pertama tidak diberi pelatihan khusus mengenai cara penanganan daging ayam. Penjual

60

matang, dan C. perfrigens sering ditemukan pada produk-produk daging dan

unggas yang dipanggang atau dibakar (Fardiaz, 1992).

Salmonella merupakan mikroorganisme indikator keamanan pangan

terhadap mikroorganisme patogen. Pengujian Salmonella bertujuan untuk

mengetahui kelayakan konsumsi dan cara penanganannya, apabila terdapat di

dalam karkas (Yuanisa, 2005).

Daging ayam broiler pada penelitian ini diambil dari tiga pedagang daging

ayam broiler yang berada di pasar tradisional Cileunyi. Pengambilan sampel

dilakukan pada pukul 06.00 WIB, 10.00 WIB dan 14.00 WIB. Hasil penelitian

terhadap kandungan Salmonella dalam daging ayam broiler yang dijual di pasar

tradisional Cileunyi dapat dilihat pada Tabel 18. Gambar hasil penelitian

kandungan Salmonella dalam daging ayam broiler yang dijual di pasar tradisional

Cileunyi dapat dilihat pada Lampiran 6.

Tabel 18. Hasil penelitian terhadap kandungan Salmonella dalam daging ayam broiler yang dijual di pasar tradisional Cileunyi

Tempat pengambilan sampel Waktu pengambilan sampel

06.00 WIB 10.00 WIB 14.00 WIB Deteksi Salmonella

Daging ayam broiler yang diambil dari penjual pertama

Negatif Negatif Negatif

Daging ayam broiler yang diambil dari penjual kedua

Negatif Negatif Positif

Daging ayam broiler yang diambil dari penjual ketiga

Negatif Negatif Negatif

Sumber: Dokumentasi Pribadi (2018)

Tabel 18 menunjukkan bahwa dari 27 sampel daging ayam broiler yang

dijual di pasar tradissional Cileunyi terdapat 26 sampel daging ayam broiler yang

negatif Salmonella dan layak dikonsumsi, sedangkan 1 sampel tercemar oleh

Salmonella. Daging ayam broiler yang diambil dari penjual kedua pada pukul

10.00 WIB positif mengandung Salmonella. Hal ini diduga karena terdapat

Page 21: V. HASIL PENGAMATAN DAN PEMBAHASANmedia.unpad.ac.id/thesis/240210/2012/240210120072_5_1110.pdfPenjual pertama tidak diberi pelatihan khusus mengenai cara penanganan daging ayam. Penjual

61

kandang ayam yang berada dekat dengan penjual daging ayam broiler yang

memungkinkan mencemari karkas lewat udara. Kandang ayam yang berada dekat

dengan penjual kedua dapat dilihat pada Gambar 13.

Adanya sampel yang tercemar diduga karena terdapat pedagang yang

memotong ayam di pasar tempatnya menjadi satu dengan kandang ternak hidup

dan tempat penjualan, sehingga dapat memperbesar kemungkinan kontaminasi

Salmonella. Pemotongan langsung ayam hidup dan pengolah menjadi karkas di

satu tempat, kemungkinan akan kontaminasi dari limbah-limbah karkas seperti

darah, bulu, kotoran dan jeroan dapat terjadi (Utari dkk, 2016).

Gambar 13. Kandang ayam yang berada dekat dengan penjual kedua

(Dokumentasi Pribadi, 2018)

Selama perjalanan ke rumah potong hewan ternak-ternak (ayam-ayam)

ditempatkan secara berdesak-desakan dan mengalami tekanan, sehingga

mengakibatkan penyebaran organisme lebih luas di antara ternak-ternak tersebut.

Demikian juga selama penyembelihan dan kemudian pemotongan karkas terjadi

pencemaran silang (cross-contamination) dari karkas yang tercemar ke karkas

yang masih bersih melalui pisau, alat-alat lainnya dan air pencucian, sehingga

keadaan karkas yang tercemar oleh Salmonella lebih banyak sesudah proses

penyembelihan daripada sebelumnya (Buckle dkk, 1985).

Page 22: V. HASIL PENGAMATAN DAN PEMBAHASANmedia.unpad.ac.id/thesis/240210/2012/240210120072_5_1110.pdfPenjual pertama tidak diberi pelatihan khusus mengenai cara penanganan daging ayam. Penjual

62

Kemungkinan lain yang diduga menjadi penyebab pencemaran mikroba

pada daging ayam adalah ayam hidup yang terinfeksi oleh Salmonella. Ternak

dalam hal ini ayam yang mengandung (terinfeksi) Salmonella sering tidak

menunjukkan gejala klinis (bersifat subklinis) sehingga bakteri ini cenderung

menyebar dengan mudah di antara flock atau kumpulan ternak. Kotoran ternak

yang telah tertular oleh Salmonella yang dapat mencemari tempat pakan maupun

tempat minum ternak, sehingga masuk dan berkembang biak di dalam saluran

pencernaan unggas (Utari dkk, 2016).

Tingkat pencemaran karkas, yaitu jumlah sel per kakas, umumnya rendah

jumlah yang ada tidak cukup sebagai satu dosis infeksi yang biasanya sekitar

105 106 sel. Walaupun demikian, pencemaran dalam jumlah yang rendah ini

tetap memberikan bahaya yang cukup besar bagi kesehatan masyarakat, karena

pemasakan yang kurang sempurna dari produk tersebut, kemudian akan

mengakibatkan perkembangan sel-sel Salmonella sampai pada tingkat dapat

menjangkitkan penyakit pada pengolahan yang salah. Selanjutnya, produk yang

tercemar ini dibawa ke dapur sebagai bahan baku dan ini akan menjadi sumber

kontaminasi silang pada permukaan-permukaan bahan-bahan, alat-alat masak

yang kemudian dapat mencemari bahan pangan lainnya (Buckle dkk, 1985).

Page 23: V. HASIL PENGAMATAN DAN PEMBAHASANmedia.unpad.ac.id/thesis/240210/2012/240210120072_5_1110.pdfPenjual pertama tidak diberi pelatihan khusus mengenai cara penanganan daging ayam. Penjual

63

VI. KESIMPULAN DAN SARAN

6.1 Kesimpulan

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa:

1) Lokasi dan waktu penjualan daging ayam broiler berpengaruh terhadap

karakteristik kimia dan mikrobiologi daging ayam broiler yang dijual.

2) Karakteristik daging ayam broiler selama penyimpanan suhu kamar di

pasar tradisional Cileunyi memiliki nilai pH dengan kisaran 5,68 - 6,31,

nilai aw dengan kisaran 0,912-0,977, jumlah total mikroba dengan kisaran

1,7 x 104 - 1,8 x 106 cfu/g, jumlah E. coli dengan kisaran 2,5 x 101 - 5 x 101

cfu/g dan terdapat satu sampel yang positif mengandung Salmonella pada

daging ayam broiler yang diambil pada pukul 10.00 WIB dari penjual

yang tidak menempati area basah namun masih berada di dalam pasar

tradisional Cileunyi.

6.2 Saran

Pengujian mikrobiologis daging ayam broiler pada penelitian ini

berdasarkan lokasi dan waktu pengambilan sampel yang berbeda. Untuk

mendapatkan mutu mikrobiologis daging ayam broiler yang dijual di pasar

tradisional Cileunyi secara lengkap diperlukan penelitian lebih lanjut. Penelitian

lebih lanjut diperlukan untuk pengamatan pada aspek mikrobiologis terhadap

peralatan, perlengkapan serta tempat penjualan daging ayam.