V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Pengaruh Kebijakan WTO ... V... · paling pokok adalah ... dapat...
Transcript of V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Pengaruh Kebijakan WTO ... V... · paling pokok adalah ... dapat...
52
V HASIL DAN PEMBAHASAN
5.1. Pengaruh Kebijakan WTO terhadap Perdagangan CPO Indonesia dan Empat Mitra Dagang Utama
World Trade Organization merupakan suatu organisasi internasional yang
terbentuk untuk membantu para produsen barang dan jasa, eksportir dan importir
dalam kegiatan perdagangan internasional serta mengahapuskan segala bentuk
hambatan yang mungkin terjadi dalam praktiknya. Berbagai kesepakatan yang
ditandatangani oleh negara anggota ikut andil sebagai alat kerja WTO dalam
merealisasikan tujuannya.
Salah satu kesepakatan WTO hasil Putaran Uruguay adalah persetujuan di
bidang pertanian atau Agreement of Agriculture (AoA) dengan peraturan yang
paling pokok adalah akses pasar, subsidi domestik dan subsidi ekspor komoditas
pertanian termasuk didalamnya mengatur perdagangan CPO. Sebagai negara
pengekspor CPO terbesar didunia dan merupakan anggota WTO, Indonesia
terlibat langsung dalam praktek kesepakatan-kesepakatan perdagangan yang
ditetapkan oleh WTO. Adapun akses pasar merupakan salah satu peraturan yang
dinilai sangat penting dalam kesepakatan AoA bagi negara Indonesia karena
Indonesia berperan sebagai negara eksportir CPO dalam aliran perdagangan CPO.
Akses pasar yang di dalamnya mengatur tentang tarif impor CPO oleh negara-
negara importir terhadap CPO dari Indonesia akan memberikan dampak positif
dan negatif bagi kedua belah pihak.
Secara teoritis, pengurangan tarif impor untuk komoditas pertanian
termasuk CPO oleh WTO akan memberikan skema perdagangan CPO yang lebih
kompetitif dan menguntungkan berbagai pihak. Tetapi dalam sudut pandang
individual effect hal tersebut perlu dikaji lebih mendalam untuk melihat pengaruh
dari pengurangan tarif impor untuk masing-masing negara. Adapun
perkembangan nilai tarif impor CPO Indonesia oleh empat negara mitra dagang
utama dan pengurangannya dapat dilihat pada Tabel 9.
.
53
Tabel 9. Tarif Impor CPO dan CPO Olahan di Negara-negara Pengimpor Tahun 2010
No. Negara Nilai Tarif Impor Setelah Pengurangan (%)
Bentuk Kerja Sama (Program)
1. Belanda CPO = 3.8, RBD Olein = 9 AoA 2. India CPO = 37.5, RBD Palm Olein = 45* AIFTA 3. Malaysia CPO = 0-5 CEPT-AFTA 4. Singapura CPO = 0-5 CEPT-AFTA
Keterangan : *) sebelum pengurangan tarif, CPO = 80%, RPO = 90% Sumber : Direktorat Kerjasama Regional (2010), berbagai sumber
Berdasarkan Tabel 9 diketahui bahwa Malaysia dan Singapura merupakan
negara dari empat negara mitra dagang utama dengan tarif impor CPO terendah
yaitu 0-5 persen untuk komoditas CPO. Hal tersebut dipengaruhi oleh adanya
komitmen regional berupa CEPT-AFTA (Common Effective Prefential Tarif For
AFTA)11 yaitu penurunan tarif dan penghilangan hambatan non-tarif untuk
kategori produk IL, GEL, TEL, dan SL12 dimana CPO masuk kedalam kategori
produk IL. Berdasarkan prinsip WTO yaitu perlakuan sama terhadap semua mitra
dagang (Most Favored Nation), Indonesia, Malaysia, dan Singapura yang
tergabung dalam AFTA mendapat pengecualian dalam penurunan tarif hanya
untuk negara-negara anggota AFTA.
Uni Eropa menetapkan tarif impor CPO Indonesia setelah pengurangan
tarif oleh kebijakan AoA (Agreemen on Agriculture) sebesar 3,8 persen karena
Uni Eropa merupakan negara-negara eksportir (Tabel 18) yang cenderung
memproteksi produksi domestiknya dengan menetapkan tarif impor CPO
termasuk dari negara Indonesia. Adapun negara-negara anggota Uni Eropa yang
bernotabene sebagai eksportir CPO dapat dilihat pada Tabel 10.
11 [BSN] Badan Standarisasi Nasional. 2011. Gerakan nasional Penerapan SNI. Jakarta: Badan
Standarisasi Nasional. 12 Inclusion List (IL), yaitu daftar yang berisi produk-produk yang memenuhi kriteria masuk
dalam jadwal penurunan tarif, General Exception List (GEL), yaitu daftar produk yang dikecualikan dari skema CEPT oleh suatu negara karena dianggap penting untuk alasan perlindungan keamanan nasional, moral masyarakat, kehidupan dan kesehatan dari manusia, binatang atau tumbuhan, nilai barang-barang seni, bersejarah atau arkeologis, Temporary Exclusions List (TEL), yaitu daftar yang berisi produk-produk yang dikecualikan sementara untuk dimasukkan dalam skema CEPT dan Sensitive List (SL), suatu daftar yang berisi produk-produk pertanian bukan olahan (Unprocessed Agricultural Products).
54
Tabel 10. Negara-negara Top Exporter CPO Tahun 2008
Ranking Negara Volume (Ton) Nilai (1000 US$) US$/Ton 1. Malaysia 14,142,400 12,768,600 903 2. Indonesia 14,290,700 12,375,600 866 3. Netherlands* 1,500,510 1,616,130 1,077 4. Papua New Guinea 410,258 389,698 950 5. Thailand 360,342 350,898 974 6. Colombia 292,137 320,344 1,097 7. Singapore 205,090 261,145 1,273 8. Germany* 203,412 241,098 1,185 9. Honduras 204,816 210,418 1,027
10. Benin 210,000 210,000 1,000 11. Ukraine 173,944 198,883 1,143 12. Ecuador 171,642 185,963 1,083 13. Guatemala 161,181 166,185 1,031 14. Costa Rica 123,087 142,075 1,154 15. Oman 108,291 116,283 1,074 16. Côte d'Ivoire 96,088 108,606 1,130 17. Italy* 63,973 88,839 1,389 18. Ghana 100,000 75,000 750 19. Spain* 46,652 57,669 1,236 20. Kenya 35,877 52,400 1,461
Keterangan : *) negara anggota Uni Eropa Sumber : FAOSTAT, 2011 (diolah)
Tabel 18 memberikan informasi bahwa negara Belanda, Jerman, Italia dan
Spanyol merupakan negara-negara anggota Uni Eropa yang melakukan
spesialisasi ekpor untuk komoditas CPO dengan peringkat tertinggi oleh negara
Belanda dengan volume ekspor sebesar 1,500,510 ton pada tahun 2008. Sehingga
dalam pembahasan ini, negara Uni Eropa akan diwakilkan oleh Belanda dalam
melihat pengaruh adanya pengurangan tarif impor CPO oleh WTO.
Pengaruh kebijakan pengurangan tarif impor CPO oleh WTO terhadap
empat negara mitra dagang utama untuk Indonesia sebagai negara eksportir CPO
dan empat negara mitra dagang utama sebagai negara importir CPO akan
dijelaskan secara grafis pada Gambar 10 dan 11.
55
Keterangan :
A = negara Indonesia B = negara importer (India, Belanda, Malaysia dan Singapura)
Gambar 10. Kurva Benefit Analysis Ekspor Kelapa Sawit Indonesia-Empat Negara Mitra Dagang Utama Sumber : Arifin et al. 2007 (diolah)
Berdasarkan Gambar 10, dapat diidentifikasi bahwa pengenaan bea masuk
impor atau tarif impor CPO dari Indonesia oleh pemerintah dari empat negara
mitra dagang utama akan meningkatkan harga CPO di keempat negara mitra
dagang utama dari tingkat harga perdagangan bebas (PFT) menjadi tingkat harga
dibawah tarif (PTB). Akibat kenaikan harga tersebut, permintaan CPO impor di
empat negara mitra dagang utama turun dari tingkat volume perdagangan bebas
(QFT) menjadi tingkat volume dibawah tarif (QT). Karena pasokan CPO Indonesia
yang tidak terjual di pasar keempat negara mitra dagang utama dikembalikan ke
pasar domestik Indonesia, harga CPO di Indonesia menjadi turun dari tingkat
harga perdagangan bebas (PFT) ke tingkat harga (PTA). Perbedaan tingkat harga
antara PTB dan PTA merupakan besarnya tarif tang ditetapkan oleh pemerintah
dari keempat negara mitra dagang utama, atau T = PTB – PTA. Adapun dampak
yang diterima oleh Indonesia sebagai eksportir CPO dan empat negara mitra
dagang utama sebagai impotir CPO dapat dilihat pada Gambar 11.
PAutA
PAutB
T
MDB
XSA
QT QFT
PFT
PTA
PTB
P
Q
56
Keterangan :
A = negara importir (India, Belanda, Malaysia dan Singapura) B = negara eksportir (Indonesia)
Gambar 11. Kurva Dampak dari Adanya Perdagangan Internasional CPO Sumber : Arifin et al. (2007)
Berdasarkan informasi pada Gambar 11, konsumen dari keempat negara
mitra dagang utama mengalami kemunduran kesejahteraan akibat penerapan tarif
impor CPO. Kenaikan harga CPO ekspor maupun produksi domestik mengurangi
consumer surplus sebesar – (A+B+C+D). Sebaliknya kesejahteraan produsen
CPO dari keempat negara mitra dagang utama meningkat seiring dengan kenaikan
harga CPO. Selain itu, kenaikan harga CPO juga mendorong peningkatan
produksi CPO dan perbaikan kesempatan kerja. Producer Surplus di empat negara
mitra dagang utama meningkat sebesar + A. Penerimaan pemerintah dari keempat
negara mitra dagang utama dari penetapan tarif meningkat sebesar + (C+G).
Akibat penerapan tarif impor CPO, keempat negara mitra dagang utama
sebagai negara importir dalam perdagangan CPO dunia dapat menikmati net
kenaikan ataupun penurunan kesejahteraan sebesar + G – (B+D). Bila kenaikan
kesejahteraan yang berasal dari keuntungan terms of trade (+G) lebih besar
daripada distorsi negatif baik dari produksi (–B) maupun dari konsumsi (–D),
maka keempat negara mitra dagang tersebut akan mengalami kenaikan
kesejahteraan maupun sebaliknya. Secara umum keempat negara mitra dagang
D S Q
P
h g f e
d c b a PFT
PTEX
PTIM
DTEX ST
EX
S D P
Q DTIM ST
IM
PFT
PTEX
PTIM
H G F E
D C B A
A B
57
utama sebagai negara importir CPO kemungkinan besar akan mengalami
kenaikan kesejahteraan dari penetapan tarif impor CPO.
Indonesia sebagai negara eksportir CPO secara umum dirugikan dengan
penatapan tarif impor CPO oleh pemerintah dari keempat negara mitra dagang
utama. Produsen CPO Indonesia paling menderita. Penurunan harga CPO di pasar
domestik keempat negara mitra dagang utama mengakibatkan penurunan
producer surplus. Harga yang turun juga mendorong kelesuan produksi dan
menambah pengangguran. Secara keseluruhan producer surplus menurun sebesar
– (e+f+g+h). Hanya konsumen CPO di Indonesia yang menikmati keuntungan
dari pengenaan tarif impor CPO di empat negara mitra dagang utama. Consumer
surplus meningkat sebesar (+e) sebagai akibat penurunan harga CPO. Secara
agregat kesejahteraan nasional Indonesia menurun sebesar – (f+g+h). Penurunan
tersebut berasal dari kerugian terms of trade (–g) serta distorsi negatif dari
konsumsi (– f) dan produksi (– h). Ringkasan dari dampak penetapan tarif impor
CPO dapat dilihat pada Tabel 11.
Tabel 11. Ringkasan Dampak Tarif Impor CPO Empat Negara Miitra Dagang Utama – Indonesia
Dampak Kesejahteraan Negara Importir
(empat negara mitra dagang utama)
Negara Eksportir (Indonesia)
Consumer Surplus (CS) – (A + B + C + D) + e Producer Surplus (PS) + (A) – (e + f + g + h) Penerimaan Pemerintah + (C + G) 0 Kesejahteraan Nasional + G – (B + D) – (f + g + h)
Sumber : Arifin et al. 2007 (diolah)
Berdasarkan Tabel 11, dapat diidentifikasi secara umum pengenaan tarif
impor CPO oleh keempat negara mitra dagang utama memberikan pengaruh
negatif bagi Indonesia sebagai negara eksportir CPO karena mengurangi
kesejahteraan nasional. Adanya penurunan tarif impor CPO sebagai salah satu
kebijakan WTO dalam mengurangi hambatan perdagangan CPO akan
memperkecil pengurangan kesejahteraan nasional Indonesia atau dengan kata lain
akan meningkatkan kesejahteraan nasional dibandingkan sebelum dilakukannya
penurunan tarif impor CPO. Berkaitan dengan nilai penurunan tarif, negara
58
Malysia dan Singapura negara-negara dari keempat negara mitra dagang yang
menurunkan tarif impor CPO hingga 0% atau tanpa ada penetapan tarif. Hal
tersebut akan memberikan pengaruh positif bagi negara Indonesia sebagai negara
eksportir CPO karena perdagangan CPO kembali mengikuti mekanisme pasar
dengan tingkat harga dan barang yang diperjual belikan sebesar PFT dan QFT.
Sedangkan negara India merupakan negara dari keempat negara mitra dagang
dengan tarif paling tinggi setelah penurunan tarif. Tarif impor CPO yang
ditetapkan negara India setelah kebijakan pengurangan tarif oleh AIFTA adalah
sebesar 37,5 persen sehingga dapat dipastikan mengakibatkan pengurangan
kesejahteraan nasional negara Indonesia yang lebih besar.
5.2. Analisis Aliran Perdagangan CPO (Crude Palm Oil) Indonesia ke Empat Negara Mitra Dagang Utama
5.2.1. Pengujian Kesesuaian Model
Penelitian ini ditujukan untuk menganalisis faktor-faktor yang akan
mempengaruhi aliran perdagangan CPO Indonesia ke empat negara tujuan ekspor
CPO berdasarkan Gravity Model. Metode pengolahan data yang digunakan adalah
metode panel data dengan pilihan model Pooled Least Square (PLS) dan Fixed
Effect Model (FE). Sedangkan model Random Effect tidak dipilih atas dasar
ketersediaan data penelitian yang menunjukkan jumlah data cross section lebih
sedikit dibandingkan dengan jumlah variabel independen pada model dugaan.
Pengujian chow atau chow test (uji F) dilakukan untuk memilih antara
model PLS dan FE dalam estimasi aliran perdagangan CPO ini. Nilai F-stat pada
hasil uji chow adalah sebesar 0.75 sedangkan F-tabel dengan d.k. F(4-1,44-4-5)5% =
2,87. Dengan demikian, berdasarkan kriteria uji sebelumnya maka dapat
disimpulkan tolak H0, yang berarti bahwa model PLS merupakan model yang
sesuai dalam gravity model aliran perdagangan CPO ke empat negara mitra
dagang utama. Hal tersebut sesuai dengan hasil perhitungan menggunakan
program eviews 6.0 yang dapat dilihat pada Lampiran 5.
59
5.2.2. Pengujian Asumsi Model
Dalam permasalahan analisis regresi linear termasuk didalammnya regresi
panel data, pengujian asumsi klasik perlu dilakukan untuk menguji masalah
normalitas, multikolinearitas, autokorelasi, dan heteroskedastisitas.
1. Normalitas
Pengujian J-B untuk mengetahui distribusi dari residual yang ditampilkan
pada Lampiran 6 dihitung berdasarkan statistik JB. Pada perhitungan tersebut
diperoleh nilai JB sebesar 3,129 sedangkan nilai χ2 sebesar 5,99 yang berarti dapat
disimpulkan bahwa residual pada model dugaan aliran perdagangan CPO
berdistribusi normal.
2. Multikolinearitas
Pendeteksian adanya dilakukan dengan meregresikan variabel independen
dengan variabel independen lainnya dengan uji F (uji signifikansi) atau dengan
membandingkan nilai R2 masing-masing variabel independen yang diregresikan.
Jika nilai R2 pada variabel yang diregresikan lebih tinggi daripada nilai R2 pada
model awal regresi dugaan, maka variabel tersebut menyebabkan terjadinya
multikolineritas pada model regresi dugaan (Gujarati 2006).
Pada penelitian ini, pendeteksian multikolinearitas dilakukan dengan cara
membandingkan nilai R2 setelah dilakukan regresi terhadap masing-masing
variabel independen. Berdasarkan hasil regresi pada Lampiran 6 dapat diketahui
bahwa model dugaan terdeteksi adanya multikolinearitas pada variabel GDP
empat negara mitra dagang utama (GDPj) dengan nilai R2 yaitu 94,65 persen,
lebih tinggi dibandingkan nilai R2 pada model dugaan yaitu 93,85 persen dan nilai
Tolerance (TOL) sebesar 0,05. Sehingga dilakukan perbaikan model dengan
menggunakan uji wald yang menunjukkan bahwa nilai F-Prob yaitu 0.0460 lebih
kecil daripada 0,05 yang berarti variabel GDPj tidak dapat dihilangkan dari model
dugaan sebagai perbaikan model karena akan mengubah interpretasi dari
persamaan regresinya.
60
3. Autokorelasi
Pengujian autokorelasi pada hasil estimasi analisis aliran perdagangan
CPO ini dilakukan dengan menggunakan statistik Durbin-Watson. Hasil statistik
Durbin-Watson pada hasil estimasi Lampiran 3 menunjukkan nilai d = 1,4079.
Sedangkan nilai dU dan dL dengan n (jumlah observasi) = 44, t (jumlah cross
section) = 4 dan k (jumlah variabel independen) = 5, menghasilkan nilai dU =
1,3615, dL = 0,9825 dan nilai 4-dU = 2,6385. Sehingga berdasarkan hal tersebut
dapat disimpulkan bahwa kriteria daerah keputusan yang tepat untuk perhitungan
diatas adalah dU (1,3615) < d (1,4079) < 4-dU (2,6385) yang berarti terima H0 atau
tidak terdapat autokorelasi positif maupun autokorelasi negatif pada taraf nyata
lima persen.
4. Heteroskedastisitas
Dalam penelitian ini dilakukan pengujian heteroskedastisitas dengan
menggunakan uji park. Berdasarkan hasil uji park pada Lampiran 7 tidak
ditemukan adanya heteroskedastisitas pada model dugaan karena semua variabel
independen bernilai tidak signifikan (TS).
5.2.3. Model Dugaan Aliran Perdagangan CPO
Analisis aliran perdagangan CPO Indonesia ke empat negara mitra dagang
utama berdasarkan Gravity Model menggunakan variabel volume ekspor CPO
Indonesia ke masing-masing negara tujuan (Yij) sebagai variabel dependen, Gross
Domestik Product negara Indonesia (GDPi), Gross Domestik Product empat
negara mitra dagang (GDPj), jarak antara negara Indonesia dengan empat negara
mitra dagang (Dij), nilai tukar mata uang Indonesia terhadap mata uang empat
negara mitra dagang (ER), dan harga CPO dunia (P) sebagai variabel independen.
Estimasi terhadap aliran perdagangan CPO ke empat negara tujuan utama
ekspor tersebut pada Gravity Model ini dilakukan dengan mengolah data panel
menggunakan software Eviews 6 sebagaimana telah dijelaskan pada bab metode
penelitian. Proses estimasi data panel pada penelitian ini dimulai dengan
melakukan pemilihan model Pooled Least Square dan Fixed Effect Model
berdasarkan uji chow (uji F) yang menyimpulkan bahwa model PLS adalah model
61
yang paling tepat. Adapun pengujian terhadap kesesuaian model dilakukan
dengan beberapa uji statistik yaitu koefisien determinasi atau R2, Uji F dan Uji-t
untuk masing-masing parameter.
Tabel 12. Hasil Pengolahan Gravity Model Aliran Perdagangan CPO Metode Panel Data dengan Model Pooled Least Square (FE)
Variabel Koefisien Std. Error t-Statistic Prob.
GDPi 0.809593 0.24146 3.352916 0.0018** GDPj 0.420016 0.20364 2.062559 0.0460** Dij 0.042483 0.13915 0.305299 0.7618 ER 0.248359 0.04771 5.205989 0.0000*** P -0.149175 0.26641 -0.559941 0.5788 C 6.077377 3.40067 1.78711 0.0819*
Weighted Statistics R-squared 0.938529 Mean dependent var 31.9583 Adjusted R-squared 0.930441 S.D. dependent var 14.17589 S.E. of regression 0.413129 Sum squared resid 6.485684 F-statistic 116.0352 Durbin-Watson stat 1.407963 Prob(F-statistic) 0.000000***
Unweighted Statistics R-squared 0.914444 Mean dependent var Sum squared resid 9.026824 Durbin-Watson stat
Catatan : *) signifikan pada α = 10% **) signifikan pada α = 5% ***) signifikan pada α = 1%
Berdasarkan hasil estimasi aliran perdagangan CPO pada Tabel 12,
diperoleh nilai R2 sebesar 0,9385 atau 93,85 persen. Hal tersebut mengindikasikan
bahwa keragaman nilai ekspor Indonesia ke empat negara mitra dagang utama
CPO dapat dijelaskan oleh variabel-variabel independennya, sedangkan sisanya
sebesar 6,15 persen dijelaskan oleh variabel lain diluar model.
Nilai Probabilitas Fstat diperoleh sebesar 0,00 lebih kecil dari taraf nyata
lima persen atau 0,05. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa secara
bersama-sama variabel-variabel independen dalam model berpengaruh terhadap
variabel dependen. Dengan kata lain, variabel independen dapat menjelaskan
keragaman volume ekspor CPO Indonesia ke empat negara mitra dagang utama.
62
Berdasarkan uji-t, diperoleh variabel-variabel yang berpengaruh nyata
pada taraf nyata satu persen terhadap aliran volume ekspor CPO Indonesia, yaitu
nilai tukar (ER). Sedangkan variabel yang berpengaruh nyata pada taraf nyata
lima persen adalah GDP negara Indonesia (GDPi) dan GDP empat negara mitra
dagang utama (GDPj). Variabel-variabel yang tidak berpengaruh nyata adalah
jarak antara Indonesia dengan empat negara mitra dagang utama (Dij), dan harga
CPO dunia (P). Penjelasan masing-masing variabel independen secara terperinci
adalah sebagai berikut.
1. Gross Domestik Bruto negara Indonesia (GDPi)
Berdasarkan hasil estimasi pada Tabel 12, dapat dilihat GDP negara
Indonesia (GDPi) berpengaruh nyata terhadap volume aliran perdagangan CPO ke
empat negara mitra dagang utama pada taraf nyata lima persen dengan parameter
dugaan bertanda positif bernilai 0,81, artinya bila terjadi peningkatan GDPi sebesar
satu persen maka akan meningkatkan ekspor CPO Indonesia ke empat negara mitra
dagang utama sebesar 0,81 persen.
Hasil estimasi pada variabel ini sesuai sesuai hipotesis sebelumnya yang
menyatakan bahwa, variabel GDPi adalah variabel yang berkorelasi positif
terhadap nilai ekspor CPO, karena semakin tinggi GDP suatu negara pengekspor
akan memperbesar kapasitas produksi bagi negara pengekspor tersebut. Hal
tersebut dapat dijelaskan dalam perbandingan antara rata-rata pertumbuhan
volume ekspor CPO Indonesia ke empat negara mitra dagang utama dan rata-rata
pertumbuhan GDP Indonesia seperti pada Tabel 13.
63
Tabel 13. Perbandingan Rata-rata Pertumbuhan Volume Ekspor CPO dan GDP Empat Negara Mitra Dagang Utama dalam (%) Tahun 2000-2010
Tahun Volume Ekspor (Kg)
GDPi (Milyar US $)
Pert. Volume Ekspor (%)
Pert. GDPi (%)
2000 1,546,080,901 662,084 - - 2001 1,461,543,685 642,628 -5.78 -3.03 2002 2,372,277,635 782,372 38.39 17.86 2003 2,364,666,688 939,336 -0.32 16.71 2004 3,056,733,835 1,028,020 22.64 8.63 2005 3,380,698,395 1,143,424 9.58 10.09 2006 3,686,545,177 1,457,400 8.30 21.54 2007 4,068,483,164 1,728,928 9.39 15.70 2008 5,918,739,210 2,044,852 31.26 15.45 2009 7,119,823,195 2,153,828 16.87 5.06 2010 7,289,541,254 2,826,940 2.33 23.81
Rata-rata pertumbuhan 2000-2010 (%) 13.27% - Rata-rata pertumbuhan 2000-2010 (%) - 13.18%
Sumber : Lampiran 1 (diolah)
Berdasarkan Tabel 13 dapat disimpulkan bahwa rata-rata pertumbuhan
GDP negara Indonesia (GDPj) sebesar 13,18 persen berpengaruh positif terhadap
pertumbuhan rata-rata ekspor CPO Indonesia ke empat negara mitra dagang
utama dengan nilai sebesar 13,27 persen. Pada Tabel 13 juga diketahui nilai rata-
rata pertumbuhan volume ekspor CPO Indonesia ke empat negara mitra dagang
utama lebih tinggi dibandingkan dengan rata-rata pertumbuhan GDP negara
Indonesia (GDPj). Hal tersebut menggambarkan bahwa setiap peningkatan GDPj
akan mempengaruhi peningkatan ekspor CPO yang lebih tinggi.
2. Gross Domestik Bruto Empat Negara Mitra Dagang Utama (GDPj)
Variabel GDP empat negara mitra dagang utama (GDPj) berpengaruh
nyata terhadap volume ekspor CPO pada taraf nyata lima persen dan berkorelasi
positif berdasarkan hasil estimasi. Adapun nilai koefisiennya adalah 0,42, yang
berarti bila terjadi peningkatan GDPj sebesar satu persen maka akan meningkatkan
ekspor CPO Indonesia ke empat negara mitra dagang utama sebesar 0,42 persen.
Dalam hipotesis sebelumnya, variabel GDPj adalah variabel yang
berkorelasi positif terhadap volume ekspor CPO, karena semakin tinggi GDP
64
suatu negara pengimpor, maka akan memperbesar tingkat absorsi negara importir
tersebut. Sehingga dapat disimpulkan bahwa hasil estimasi sesuai dengan
hipotesis sebelumnya. Hal tersebut juga dapat ditelusuri dari data pada Tabel 14.
Tabel 14. Perbandingan Rata-rata Pertumbuhan Volume Ekspor CPO dan GDP Empat Negara Mitra Dagang Utama dalam (%) Tahun 2000-2010
Tahun Volume Ekspor (Kg)
GDPj (Milyar US $)
Pert. Volume Ekspor (%)
Pert. GDPi (%)
2000 1,546,080,901 1,054,172 - - 2001 1,461,543,685 1,072,919 -5.78 1.75 2002 2,372,277,635 1,144,519 38.39 6.26 2003 2,364,666,688 1,340,939 -0.32 14.65 2004 3,056,733,835 1,538,458 22.64 12.84 2005 3,380,698,395 1,712,753 9.58 10.18 2006 3,686,545,177 1,747,394 8.30 1.98 2007 4,068,483,164 2,299,582 9.39 24.01 2008 5,918,739,210 2,548,090 31.26 9.75 2009 7,119,823,195 2,441,816 16.87 -4.35 2010 7,289,541,254 2,781,917 2.33 12.23
Rata-rata pertumbuhan 2000-2010 (%) 13.27% - Rata-rata pertumbuhan 2000-2010 (%) - 8.93%
Sumber : Lampiran 1 (diolah)
Tabel 14 menunjukkan komparasi rata-rata pertumbuhan volume ekspor
CPO Indonesia dengan rata-rata pertumbuhan GDP keempat negara mitra dagang
utama pada tahun 2000-2010. Berdasarkan Tabel 22, diperoleh informasi bahwa
rata-rata pertumbuhan volume ekspor CPO lebih tinggi (13,27%) daripada rata-
rata pertumbuhan GDP keempat negara mitra dagang utama (8,93%) pada rentang
tahun tersebut, yang berarti peningkatan GDP keempat negara tersebut akan
diikuti oleh peningkatan yang lebih tinggi impor mereka terhadap ekspor CPO
dari Indonesia.
65
3. Nilai Tukar Mata Uang Indonesia dengan Mata Uang Empat Negara Mitra dagang Utama (ER)
Variabel nilai tukar (ER) menunjukkan pengaruh nyata terhadap
perdagangan internasional CPO antara Indonesia dan keempat negara mitra
dagang utama pada taraf nyata satu persen pada Tabel 12 dengan koefisien
parameter positif bernilai 0,25 yang berarti setiap peningkatan nilai tukar (ER)
sebesar satu persen maka akan diikuti oleh peningkatan ekspor CPO Indonesia ke
empat negara mitra dagang utama sebesar 0,25 persen. Pada hipetesis sebelumnya,
variabel nilai tukar memiliki hubungan dua arah dengan perdagangan
internasional CPO, yang berarti jika terjadi depresiasi terhadap mata uang asing
maka ekspor akan meningkat dan jika terjadi apresiasi terhadap mata uang asing
maka ekspor menurun karena impor akan meningkat. Hal ini dapat ditelusuri
dalam keragaan data ER pada Tabel 15.
Tabel 15. Kondisi Apresiasi dan Depresiasi Mata Uang Rupiah terhadap Mata Uang Empat Negara Mitra Dagang Tahun 2000-2010
Tahun Kondisi ER
(IDR - INR,EUR,SGD, MLR)*
Apresiasi/ Depresiasi IDR (%)**
Volume Ekspor (Kg)
Pert. Volume
Ekspor (%)
2000 0.00611 - 1,546,080,901 - 2001 0.00528 -15.68 1,461,543,685 -5.78 2002 0.00588 10.18 2,372,277,635 38.39 2003 0.00612 3.88 2,364,666,688 -0.32 2004 0.00573 -6.82 3,056,733,835 22.64 2005 0.00521 -9.93 3,380,698,395 9.58 2006 0.00561 7.10 3,686,545,177 8.30 2007 0.00520 -7.93 4,068,483,164 9.39 2008 0.00504 -3.14 5,918,739,210 31.26 2009 0.00517 2.61 7,119,823,195 16.87 2010 0.00563 8.15 7,289,541,254 2.33
Keterangan : *) : Rupiah terhadap Indian Rupee, Euro, Malaysia Ringgit, Singapore
Dollar **) : Apresiasi IDR terhadap INR,EUR,SGD,MYR (+), Depresiasi IDR
terhadap INR,EUR,SGD,MYR, Sumber : Lampiran 1 (diolah)
66
Berdasarkan Tabel 15, dapat diketahui bahwa kondisi terjadinya apresiasi
atau depresiasi mata uang negara Indonesia (IDR) terhadap mata uang keempat
negara mitra dagang utama (INR,EUR,SGD,MYR) mempengaruhi volume ekspor
CPO Indonesia ke empat negara mitra dagang utama tersebut sesuai dengan
hipotesis sebelumnya. Kondisi apresiasi dengan penurunan ekspor CPO dapat
dilihat pada data tahun 2003 dimana terjadi apresiasi sebesar 3,88 persen diikuti
dengan penurunan ekspor sebesar 0,32 persen. Sedangkan kondisi apresiai dengan
kenaikan ekspor CPO dapat dilihat pada data tahun 2004-2005 dan 2007-2008
dengan masing-masing kenaikan ekspor CPO sebesar 22,64, 9,58, 9,39, dan 31,26
persen.
4. Jarak Indonesia dengan Empat Negara Mitra dagang Utama (Dij)
Variabel jarak adalah variabel yang tidak signifikan pada hasil estimasi
Tabel 12 dengan tanda koefisien positif, sehingga tidak sesuai dengan hipotesis
sebelumnya yang menyatakan bahwa variabel Dij berpengaruh negatif terhadap
volume ekspor CPO ke empat negara mitra dagang utama. Hal tersebut dapat juga
dilihat pada perbandingan antara rata-rata pertumbuhan volume ekspor CPO
Indonesia ke empat negara mitra dagang utama dan rata-rata pertumbuhan jarak
setelah dimodifikasi dengan memasukkan pengaruh harga minyak dunia (US
$/Barrel) pada Tabel 16.
67
Tabel 16. Perbandingan Rata-rata Pertumbuhan Volume Ekspor CPO dan Jarak antara Indonesia dengan Empat Negara Mitra Dagang Utama (%) Tahun 2000-2010
Tahun Volume Ekspor (Kg)
Dij (US $/Barrel)
Pert. Volume Ekspor (%)
Pert. Dij (%)
2000 1,546,080,901 527,923 - - 2001 1,461,543,685 450,558 -5.78 -17.17 2002 2,372,277,635 460,321 38.39 2.12 2003 2,364,666,688 531,423 -0.32 13.38 2004 3,056,733,835 704,757 22.64 24.59 2005 3,380,698,395 1,005,191 9.58 29.89 2006 3,686,545,177 1,200,261 8.3 16.25 2007 4,068,483,164 1,334,360 9.39 10.05 2008 5,918,739,210 1,785,655 31.26 25.27 2009 7,119,823,195 1,137,263 16.87 -57.01 2010 7,289,541,254 1,466,433 2.33 22.45
Rata-rata pertumbuhan 2000-2010 (%) 13.27% - Rata-rata pertumbuhan 2000-2010 (%) - 6.98%
Sumber : Lampiran 1 (diolah)
Berdasarkan Tabel 16 dapat disimpulkan bahwa pertumbuhan jarak
sebesar 6,98 persen setelah dimodifikasi dengan memasukkan pengaruh harga
minyak dunia berpengaruh positif terhadap pertumbuhan volume ekspor CPO
Indonesia ke empat negara mitra dagang utama sebesar 13,27 persen.
5. Harga CPO (Crude Palm Oil) Indonesia ke Empat Negara Mitra dagang Utama (P)
Berdasarkan hasil estimasi pada Tabel 12, variabel harga CPO dunia
adalah variabel yang tidak signifikan selanjutnya dengan tanda koefisien positif.
Hal tersebut sesuai dengan hipotesis sebelumnya yang menyatakan bahwa
berdasarkan konsep penawaran, jika harga suatu produk tinggi maka akan
meningkatkan jumlah produk yang ditawarkan seperti pada Tabel 17 berikut ini.
68
Tabel 17. Perbandingan Rata-rata Pertumbuhan Volume Ekspor CPO dan Harga CPO Indonesia ke Empat negara Mitra Dagang Utama (%) Tahun 2000-2010
Tahun Volume Ekspor (Kg)
Harga (P) (US $/Kg)
Pert. Volume Ekspor (%)
Pert. (P) (%)
2000 1,546,080,901 1.07 - - 2001 1,461,543,685 0.88 -5.78 -21.33 2002 2,372,277,635 1.27 38.39 30.79 2003 2,364,666,688 1.47 -0.32 13.51 2004 3,056,733,835 1.53 22.64 4.12 2005 3,380,698,395 1.40 9.58 -9.34 2006 3,686,545,177 1.51 8.30 7.24 2007 4,068,483,164 2.62 9.39 42.31 2008 5,918,739,210 3.25 31.26 19.57 2009 7,119,823,195 2.39 16.87 -36.09 2010 7,289,541,254 3.27 2.33 26.85
Rata-rata pertumbuhan 2000-2010 (%) 13.27% - Rata-rata pertumbuhan 2000-2010 (%) - 7.76%
Sumber : Lampiran 1 (diolah)
Tabel 17 menunjukkan komparasi antara rata-rata pertumbuhan volume
ekspor CPO Indonesia ke empat negara mitra dagang utama dan harga CPO dunia
tahun 2000-2010. Berdasarkan informasi pada Tabel 17, dapat disimpulkan bahwa
rata-rata peningkatan harga CPO dunia (P) sebesar 7,76 persen mempengaruhi
peningkatan volume ekspor ekspor Indonesia ke empat negara mitra dagang
utama sebesar 13,27 persen.
5.2.4. Potensi Perdagangan CPO Indonesia ke Empat Negara Mitra Dagang Utama
Pembahasan mengenai potensi ekspor CPO ke empat negara tujuan utama
ekspor yaitu India, Belanda, Malaysia, dan Singapura yang menjadi topik utama
penelitian ini dan sesuai dengan kerangka pemikiran operasional pada bab
sebelumnya dimulai dengan mengestimasi faktor-faktor yang mempengaruhi nilai
impor CPO ke empat negara tersebut dengan Gravity Model (model gravitasi)
yang selanjutnya berdasarkan hasil estimasi tersebut akan diukur potensi dari
keempat negara tersebut dalam penyerapan CPO dunia termasuk dari Indonesia
69
dengan merasiokan nilai prediksi dari Gravity Model tersebut dengan nilai aktual
dari Gravity Model tersebut sehingga dapat diketahui negara mana saja dari
keempat negara tujuan ekspor tersebut yang masih memiliki potensi yang tinggi
terhadap impor CPO dari Indonesia (under estimate) dan negara mana saja yang
memiliki potensi yang rendah terhadap impor CPO dari Indonesia (over estimate).
Berdasarkan perhitungan rasio perdagangan, jika rasio P/A lebih besar
daripada 1 maka perdagangan aktual masih lebih kecil dari potensi yang ada dan
implikasinya adalah terdapat potensi yang tinggi untuk ekspor CPO Indonesia ke
empat negara mitra dagang utama, dan jika rasio P/A lebih kecil daripada 1 maka
perdagangan aktual sudah lebih besar dari potensi yang ada dan implikasinya
yaitu pasar pada keempat negara importir tersebut sudah tidak berpotensi. Adapun
hasil pengukuran potensi perdagangan dapat dilihat pada Tabel 18.
Tabel 18. Hasil Pengukuran Potensi Perdagangan Keempat Negara Importir CPO
No Negara Nilai PP Keterangan 1. India 1.0005 under estimate 2. Belanda 0.9992 over estimate 3. Singapura 0.9959 over estimate 4. Malaysia 1.0195 under estimate
Sumber : lampiran 5
Berdasarkan Tabel 18, dapat diidentifikasi dari nilai PP bahwa India, dan
Malaysia adalah negara-negara mitra dagang utama yang memiliki nilai aktual
volume impor CPO lebih rendah dibandingkan nilai estimasinya dengan rasio
masing-masing 1,0005 dan 1,0195. Sedangkan Belanda dan Singapura adalah
negara-negara mitra dagang utama yang memiliki nilai aktual lebih tinggi
dibandingkan nilai estimasinya yaitu masing-masing sebesar 0,9992 dan 0,9959.
Hal tersebut mengindikasikan bahwa potensi ekspor CPO dari Indonesia ke India
dan Malaysia akan lebih tinggi dibandingkan potensi ekspor CPO Indonesia ke
Belanda dan Singapura. Adapun identifikasi dari hal ikhwal diatas dapat dilihat
dari keragaan trend ekspor CPO dari Indonesia ke Belanda dan singapura sebagai
negara-negara mitra dagang utama yang memiliki potensi rendah dalam
mengimpor CPO dari Indonesia yang disajikan pada Gambar 12.
70
Sumber : Lampiran 1 (diolah)
Gambar 12. Hasil Analisis Trend Volume Ekspor CPO dari Negara Indonesia ke
Negara Singapura Tahun 2000-2010 Sumber : Lampiran 1 (diolah)
Gambar 12 menunjukkan analisis trend volume ekspor CPO dari Indonesia
ke negara Singapura pada periode tahun 2000-2010. Berdasarkan Gambar 12,
terlihat adanya peningkatan trend ekspor CPO Indonesia ke negara Singapura.
Akan tetapi bila dilihat dari perbandingan nilai prediksi dan aktual, volume ekspor
CPO aktual dari Indonesia ke Singapura lebih tinggi dibandingkan volume ekspor
CPO prediksinya pada periode tahun 2000-2001, 2005-2007, dan 2009. Analisis
trend volume ekspor CPO Indonesia ke negara Belanda pada periode tahun 2000-
2010 dapat dilihat pada Gambar 13.
20102009200820072006200520042003200220012000
600000000
500000000
400000000
300000000
200000000
Tahun
Volume Ekpsor (Kg) MAPE 6.22888E+00
MAD 2.45276E+07MSD 8.47375E+14
Accuracy Measures
ActualFits
Variable
Analisis Trend Volume Ekspor CPO Indonesia ke Negara SingapuraTahun 2000-2010
71
Gambar 13. Hasil Analisis Trend Volume Ekspor CPO dari Negara Indonesia ke
Negara Singapura Tahun 2000-2010 Sumber : Lampiran 1 (diolah)
Berdasarkan Gambar 13 dapat diketahui bahwa volume ekspor CPO aktual
dari Indonesia ke Singapura lebih tinggi dibandingkan volume ekspor CPO
prediksinya pada periode tahun 2000-2002, 2005, dan 2008-2009 sehingga dapat
disimpulkan bahwa negara Singapura dan India memiliki potensi yang rendah
dalam menyerap CPO dari Indonesia.
20102009200820072006200520042003200220012000
1100000000
1000000000
900000000
800000000
700000000
600000000
500000000
400000000
300000000
Tahun
Volume Ekspor (Kg) MAPE 1.81676E+01
MAD 1.08155E+08MSD 1.75053E+16
Accuracy Measures
ActualFits
Variable
Analisis Trend Volume Ekspor CPO Indonesia ke Negara BelandaTahun 2000-2010