Uveitis Print

download Uveitis Print

of 16

Transcript of Uveitis Print

  • 7/28/2019 Uveitis Print

    1/16

    REFERAT

    UVEITIS POSTERIOR

    Disusun Oleh:

    RIKA RETNONINGSIH

    207 315 060

    Pembimbing

    LETKOL CKM dr. Freddy W. A, Sp.M

    DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA

    UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL

    VETERAN JAKARTA

    RUMAH SAKIT PUSAT ANGKATAN DARAT GATOT

    SUBROTO

    JAKARTA

    2009

  • 7/28/2019 Uveitis Print

    2/16

    LEMBAR PENGESAHAN

    UVEITIS POSTERIOR

    Telah dipresentasikan pada

    Tanggal, Juli 2009

    Diajukan untuk memenuhi salah satu syarat mengikuti ujian

    program profesi dokter di Bagian Ilmu Kesehatan Mata

    Rumah Sakit Pusat Angkatan Darat Gatot Subroto

    Jakarta Pusat

    Disusun Oleh :

    RIKA RETNONINGSIH

    207.315.060

    Pembimbing,

  • 7/28/2019 Uveitis Print

    3/16

    LETKOL CKM dr. Freddy W. A, Sp.M

    KATA PENGANTAR

    Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, atas berkat dan

    karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan penyusunan referat yang berjudul UVEITIS

    POSTERIOR.

    Tujuan dari pembuatan refrat ini adalah untuk memenuhi tugas kepaniteraan di

    Departemen Ilmu Penyakit Mata Rumah Sakit Pusat Angkatan Darat Gatot Soebroto serta

    untuk menambah wawasan kami sebagai coass di bagian Ilmu Penyakit Mata dan sebagai

    calon dokter umum mengenai UVEITIS POSTERIOR.Penulis juga mengucapkan banyak

    terima kasih kepada LETKOL CKM dr. Freddy W. A, Sp.M sebagai pembimbing. Tanpa

    bimbingan dan saran Beliau, penulis tidak dapat menyelesaikan referat ini tepat pada

    waktunya.

    Dalam penyusunan referat ini jauh dari kata sempurna, oleh karena itu saran dankritik yang membangun sangat penulis harapkan, agar dapat memberikan karya yang lebih

    baik lagi di masa yang akan datang.

    Harapan penulis semoga referat berjudul UVEITIS POSTERIO ini dapat

    bermanfaat bagi penulis dan setiap pembacanya.

    Jakarta, juli 2009

    Penulis

  • 7/28/2019 Uveitis Print

    4/16

    DAFTAR ISI

    KATA PENGANTAR i

    DAFTAR ISI ... ii

    BAB I. PENDAHULUAN

    I.1. Latar Belakang . 1

    I.2. Batasan Masalah .. 3

    I.3. Tujuan .............................................................................................. 3

    BAB II. TINJAUAN PUSTAKA

    II.1. Definisi . 4

    II.2. Epidemiologi 4

    II.3. Anatomi dan Fisiologi .................................................................. 4

    II.3.1 Persarafan Nervus Trigeminus ............................................ 8

    II.4. Etiologi ......................................................................................... 10

    II.5. Patogenesis ..................................................... ......................... 11

    II.6. Hubungan Penyakit dengan Pola Persarafan ................................ 11

    II.7. Gejala dan tanda ......................................................................... 12

    II. 8. Diagnosis ....................................................................................... 15

    II. 9. Diagnosa Diferensial ..................................................................... 16

  • 7/28/2019 Uveitis Print

    5/16

    II.10. Penatalaksanaan .......................................................................... 16

    II.11. Prognosis ..................................................................................... 18

    II.12. Komplikasi ....... .......................................................................... 18

    BAB III. PENUTUP

    III.1. Kesimpulan .................................................................................. 20

    III.2. Saran ............................................................................................ 20

    DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................... 21

  • 7/28/2019 Uveitis Print

    6/16

    II.1. UVEITIS POSTERIOR (KOROIDITIS)

  • 7/28/2019 Uveitis Print

    7/16

    Uveitis posterior adalah suatu peradangan yang mengenai selaput hitam bagian

    belakang mata (koroid). Pada uveitis posterior, retina hampir selalu terinfeksi secara

    sekunder, hal ini disebabkan karena dekatnya koroid pada retina, sehingga penyakit koroid

    hampir selalu melibatkan kornea. Pada uveitis posterior jika peradangan bagian posterior dari

    uvea, yaitu pada lapisan koroid, sehingga sering disebut koroiditis.1,3 Pada uveitis posterior,

    retina hampir selalu terinfeksi secara sekunder. Ini dikenal sebagai koriorenitis.2 Berdasar

    patologinya, uveitis posterior juga dapat dibedakan menjadi uveitis granulomatosa dan uveitis

    non granulomatosa. Pada jenis non granulomatosa umumnya tidak dapat ditemukan

    organisme patogen dan berespon baik dengan terapi kortikosteriod sehingga sering dianggap

    semacam fenomena hipersensitivitas. Pada jenis granulomatosa umumnya mengikuti invasi

    mikroba aktif ke jaringan oleh organisme penyebab. Pada uveitis posterior umumnya lebih

    sering terjadi uveitis jenis granulomatosa.2 Onset uveitis posterior bisa akut dan mendadak

    atau lambat tanpa gejala, tapi biasanya berkembang menjadi proses granulomatosa kronis.2

    Uveitis posterior dapat ditemui dalam bentuk-bentuk berikut ini:1

    o Koroiditis anterior, radang koroid purifier

    o Koroiditis areolar, koroiditis bermula di daerah makula lutea dan

    menyebar ke perifer

    o Koroiditis difusa atau diseminata, bercak peradangan koroid

    tersebar di seluruh fundus okuli

    o Koroiditis eksudatif, koroiditis disertai bercak-bercak eksudatif

    o Koroiditis juksta papil

    Ada 2 macam koroiditis:4

    I. Koroiditis Eksudativa ( koroiditis non purulenta)

    1. Diseminata

    2. Difussa

    3. Sirkumskripta: a. Sentralis/Makuler

    b. Parasentralis/Paramakuler

    c. Juxta papiler

  • 7/28/2019 Uveitis Print

    8/16

    d. Perifer

    II. Koroiditis Purulenta (K. Supurativa)

    II.3. Etiologi Dan Faktor Predisposisi

    Penyebab uveitis posterior dapat diklasifikasikan sebagai berikut 1,4:

    - Penyakit infeksi (uveitis granulomatosa)

    virus : virus sitomegalo, herpes simpleks, herpes zoster, rubella, rubeola, HIV,

    virus Epstein-Barr, virus coxsackie.

    bakteri : Mycobacterium tuberculosis, brucellosis, sifilis sporadik dan

    endemik, Nocardia, Neisseria meningitides, Mycobacterium avium-

    intracellulare, Yersinia, danBorrelia.

    fungus : Candidia, Histoplasma, Cryptococcus, danAspergillus.

    parasit : Toxoplasma, Toxocara, Cysticercus, dan Onchocerca.

    - Penyakit non infeksi (uveitis non granulomatosa)

    autoimun : penyakit Behcet, Sindroma Vogt-Koyanagi-Harada, poliarteritis

    nodosa, ofthalmia simpatis, vaskulitis retina.

    keganasan : sarkoma sel retikulum, melanoma maligna, leukemia, lesi metastatik.

    etiologi tak diketahui : sarkoidosis, koroiditis geografik, epiteliopati pigmen plakoid

    multifokal akut, retinopati birdshot, epiteliopati 2

    II.4. Patofisiologi4,5

    Peradangan uvea biasanya unilateral, dapat di sebabkan oleh efek langsung suatu infeksi atau

    merupakan fenomena alergi. Infeksi piogenik biasanya mengikuti suatu trauma tembus okuli,

    walaupun kadang-kadang juga dapat terjadi sebagai reaksi terhadap zat toksik yang

    diproduksi oleh mikroba yang menginfeksi jaringan tubuh diluar mata.Uveitis yang

    berhubungan dengan alergi merupakan reaksi hipersensitivitas terhadap antigen dari

    luar(antigen eksogen) atau antigen dari dalam badan (antigen endogen)Dalam banyak hal

  • 7/28/2019 Uveitis Print

    9/16

    antigen luar berasal dari mikroba yang infeksius. Sehubungan dengan hal ini uvea terjadi

    lama setelah proses infeksinya, yaitu setelah muncul mekanisme hipersensitivitas.4

    Radang iris dan badan siliar menyebabkan rusaknya blood aqueous barier sehingga terjadi

    peningkatan protein, fibrin, dan sel-sl radang dalam humor aquous yang tampak pada

    penyinaran miring menggunakan sentolop atau akan lebih jelas menggunakan slit lamp,

    berkas sinar yang disebut fler (aqueous flare). Fibrin dimaksudkan untuk menghambat

    gerakan kuman tetapi justru mengakibatkan perlekatan-perlekatan misalnya perlekatan iris

    pada permukaan lensa (sinekia posterior)4

    Pada stadium awal terjadi kongestif dan inviltrasi dari sel-sel radang seperti PMN, limfosit,

    dan fibrin pada koroid dan retina yang terkena. PMN lebih banyak berperan pada uveitis jenis

    granulomatosa sampai terjadinya supurasi. Sebaliknya pada uveitis non granulomatosa

    limfosit lebih dominan. Apabila inflamasi berlanjut, lamina vitrea akan robek sehingga

    lekosit pada retina akan menginvasi rongga vitreum yang menyebabkan timbulnya proses

    supurasi di dalamnya5

    Sel-sel radang yang terdiri atas limfosit, makrofag, sel plasma, dapat membentuk presipitat

    keratk yaitu sel-sel radang yang menempel ada permukaan endotel kornea. Apabila presipitat

    keratik ini besar, berminyak disebut mutton fat keratic precipitate. Akumulasi sel-sel radangdapat pula terjadi pada tepi pupil disebut koppe nodules, bila dipermukaan iris, disebut

    busaca nodules, yang bisa juga ditemukan pada permukaan lensa dan sudut bilik mata depan.

    Pada uveitis granulomatosa kronis tampak sel mononuclear, sel epiteloid, dan giant cell

    sebagai nodul granulomatosa yang tipikal. Kemudian exudat menghilang dengan disertai

    atrofi dan melekatnya lapisan koroid dan retina yang terkena. Eksudat dapat menjadi jaringan

    parut. Keluarnya granula pigmen akibat nekrosis atau atrofi dari kromatofor dan sel epitelia

    pigmen akan difagositosis oleh makrofag dan akan terkonsentrasi pada tepi lesi.5

    Pada iridosiklitis yang berat sel radang dapat sedemikian banyak sehingg menimbulkan

    hipopion.Otot sfingter pupil mendapat rangsangan karena radang dan pupil akan miosis dan

    dengan adanya timbunan fibrin serta sel-sel radang dapat terjadi seklusio maupun oklusio

    pupil4

    Bila terjadi seklusio dan oklusio pupil total, cairan di dalam bilik mata belakang tidak dapat

    mengalir sama sekali mengakibatkan tekanan dlam bilik mata belakang lebih besar daritekanan dalam dalam bilik mata depan sehingga iris tampak menggelembung kedepan yang

  • 7/28/2019 Uveitis Print

    10/16

    disebut iris bombe (bombans).Gangguan produksi humor akuos terjadi akibat hipofungsi

    badan siliar menyebabkan tekanan bola mata turun. Eksudat protein, fibrin dan sel-sel radang

    dapat berkumpul di sudut bilik mata depan, terjadi penutupan kanal Schlemm sehingga

    terjadi glaukoma sekunder4

    Pada fase akut terjadi glaukoma skunder karena gumpalan-gumpalan pada sudut bilik depan,

    sedang ada fase lanjut glaukoma skunder terjadi karena adnya seklusio pupil. Naik turunnya

    tekkanan bola mata disebutkan pula sebagai akibat peran asetikolin dan prostaglandin.3

    II.5 Gejala Klinis1,3,5

    Gejalanya berupa penglihatan kabur terutama apabila mengenai daerah sentral makula, bintik

    terbang (floater), mata jarang menjadi merah, dan fotofobia. Penurunan ketajaman penglihatan,

    dapat terjadi pada semua jenis uveitis posterior.

    Injeksi matakemerahan mata tidak terjadi bila hanya segmen posterior yang terkena, jadi gejala ini

    jarang pada toksoplasmosis dan tidak ada pada histoplasmosis.

    Rasa sakit pada mata terdapat pada pasien dengan sindrom nekrosis retina akut, sifilis, infeksi bakteriendogen, skleritis posterior, dan pada kondisi-kondisi yang mengenai nervus optikus. Pasien

    toksoplasmosis, toksokariasis, dan retinitis sitomegalovirus yang tidak disertai glaukoma umumnya

    tanpa rasa sakit pada mata. Penyakit segmen posterior noninfeksi lain yang khas tidak sakit adalah

    epiteliopati pigmen plakoid multifokal akut, koroiditis geografik, dan Sindroma Vogt-Koyanagi-

    Harada.

    Pada mata akan ditemukan kekeruhan didalam badan kaca, infiltrat dalam retina dan koroid.

    Edema papil, perdarahan retina, dan vaskular sheating. Penyebab koroiditis dapat

    toksoplasmosis, trauma, pasca bedah, dan defisiensi imun.

    Kebanyakan kasus uveitis posterior bersamaan dengan salah satu bentuk penyakit sistemik.

    Penyebab uveitis posterior seringkali dapat ditegakkan (1) morfologi lesi (2) cara onset dan

    perjalanan penyakit atau (3) hubungannya dengan penyakit sistemik. Pertimbangan lain

    adalah umur pasien dan apakah timbulnya unilateral atau bilateral. Uveitis posterior pada

    pasien sampai 3 tahun dapat disebabkan oleh sindrom samaran, seperti retinoblastoma atauleukemia. Penyebab infeksi uveitis posterior pada kelompok umur ini adalah infeksi

  • 7/28/2019 Uveitis Print

    11/16

    sitomegalovirus, toksoplasmosis, sifilis, retinitis herpes, dan infeksi rubella. Kelompok umur

    4 sampai 15 tahun, penyebab uveitis posterior termasuk toksokariasis, toksoplasmosis, uveitis

    intermediat, infeksi sitomegalovirus, sindrom samaran, panensefalitis sklerosis subakut,

    infeksi bakteri atau fungi pada segmen posterior. Kelompok umur 16 sampai 40 tahun, yang

    termasuk diagnosis diferensial adalah toksoplasmosis, penyakit Bechet, sindrom Vogt-

    Koyanagi-Harada, sifilis, endoftalmitis candida. Kelompok berumur diatas 40 tahun mungkin

    menderita sindrom nekrosis retina akut, retinitis, sarkoma retikulum, atau kriptokokosis.

    Yang unilateral lebih condong untuk diagnosis uveitis akibat toksoplasmosis, kandidiasis,

    toksokariasis, sindrom nekrosis retina akut, atau infeksi bakteri endogen.

    Penyulit yang dapat timbul adalah glaukoma, katarak, dan ablasi retina.

    II.6. Diagnosa

    Untuk mempermudah diagnosis, uveitis posterior dapat dikelompokkan sebagai berikut 1,5

    Uveitis posterior pada pasien sampai 3 tahun dapat disebabkan oleh infeksi virus sitomegalo,

    toksoplasmosis, sifilis, retinitis herpes, dan infeksi rubella.

    Uveitis posterior pada kelompok usia 4-15 tahun dapat disebabkan oleh toksokariasis,toksoplasmosis, uveitis intermediet, infeksi sitomegalovirus, panensefalitis sklerosis subakut,

    dan jarang infeksi bakteri atau fungus.

    Pada kelompok umur 16-40 tahun, disebabkan oleh toksoplasmosis, penyakit Behcet,

    Sindroma Vogt-Koyanagi-Harada, sifilis, endoftalmia kandida, dan jarang infeksi bakteri

    endogen seperti meningitis meningokokus.

    Kelompok usia lebih dari 40 tahun mungkin menderita sindroma nekrosis retina akut,

    toksoplasmosis, infeksi virus sitomegalo, retinitis, sarkoma sel retikulum, atau kriptokokosis.

    Apabila terjadi uveitis posterior unilateral, biasanya lebih condong akibat toksoplasmosis,

    kandidiasis, toksokariasis, sindroma nekrosis retina akut, atau infeksi bakteri endogen.

    Tanda yang penting untuk diagnosis uveitis posterior adalah :2

    1. HipopionUveitis posterior dengan hipopion misalnya pada leukemia, penyakit Behcet,

    sifilis, toksokariasis, dan infeksi bakteri endogen.

    2. Pembentukan granulomaJenis granulomatosa biasanya pada uveitis granulomatosa anterior

    yang juga mengenai retina posterior dan koroid, sarkoidosis, tuberkulosis, toksoplasmosis,sifilis, Sindroma Vogt-Koyanagi-Harada, dan oftalmia simpatis. Sebaliknya, jenis non

  • 7/28/2019 Uveitis Print

    12/16

    granulomatosa dapat menyertai penyakit Behcet, epiteliopati pigmen plakoid multifokal akut,

    bruselosis, sarkoma sel retikulum, dan sindrom nekrosis retina akut.

    3. Glaukoma yang terjadi sekunder mungkin terjadi pada pasien nekrosis retina akut,

    toksoplasmosis, tuberkulosis, atau sarkoidosis.

    4. VitritisPeradangan korpus vitreum dapat menyertai uveitis posterior. Peradangan dalam

    vitreum berasal dari fokus-fokus radang di segmen posterior mata. Vitritis tidak terjadi pada

    koroiditis geografik atau histoplasmosis. Peradangan ringan terjadi pada pasien sarcoma sel

    retikulum, infeksi virus sitomegalo, rubella, dan beberapa kasus toksoplasmosis dengan

    fokus-fokus infeksi kecil pada retina. Sebaliknya, peradangan berat dengan banyak sel dan

    eksudat terdapat pada tuberkulosis, toksokariasis, sifilis, penyakit Behcet, nokardiosis,

    toksoplasmosis, dan pada pasien endoftalmitis bakteri atau kandida endogen.

    5. Morfologi dan lokasi lesiToksoplasmosis adalah contoh khas yang menimbulkan retinitis

    dengan peradangan koroid di dekatnya. Infeksi virus sitomegalo, herpes, rubella, dan rubeolla

    umumnya mengenai retina secara primer dan lebih banyak menyebabkan retinitis daripada

    koroiditis. Pada pasien tuberkulosis, koroid merupakan sasaran utama proses granulomatosa,

    yang juga mengenai retina. Koroiditis geografik terutama mengenai koroid dengan sedikit

    atau tanpa merusak retina dan pasien tidak menderita pasien sistemik. Sebaliknya, koroid

    terlibat secara primer pada oftalmia simpatis dan penyakit Lyme. Ciri morfologiknya dapat

    berupa lesi geografik, lesi punctata, nodul Dalen-Fuchs.

    6. Vaskulitis.

    7. Hemoragik retina.

    8. Parut lama.

    II.7 . Penatalaksanaan4

    Uveitis posterior pada prinsipnya sama dengan uveitis anterior atau uveitis lainnya, yaitu

    mengatasi penyebabnya. Karena penyebab uveitis posterior juga merupakan penyebab yang

    sama pada hampir semua kasus uveitis difusa, maka penatalaksanaan uveitis posterior akan

    dibahas lebih lanjut pada bagian uveitis difusa.

    Pengobatan pada uveitis difusa sama dengan uveitis anterior, hanya kortison tak cukup kuat

    untuk dapat menyembuhkan koroiditis, karenanya diberikan secara sistemik dalam bentuk

    ACTH infus atau kortikosteroid tablet.

    - terapi seri demam kalau perlu

    - atropin, diberikan bila radang menjalar kedepan

  • 7/28/2019 Uveitis Print

    13/16

    - kacamata hitam, supaya mata dalam istirahat. Cukup tidur dilarang membaca.

    - Obat-obatan neurotropik

    - Pengobatan kausal

    Pemberian ACTH infus diberikan 25 IU dalam 500 cc larutan glukosa 5% selama 6 jam,

    diberikan sebagai berikut:

    Hari 1 : 25 IU

    Hari 2 : 25 IU

    Hari 3 : istirahat

    Hari 4 : 25 IU

    Hari 5 : 25 IU

    Hari 6 : istirahat

    Dan seterusnya sampai 10 kali 25 IU, dengan selalu istirahat selang 2 hari. Kemudian

    dilakukan pengurangan dosis, tiap pemberian dikurangi 5 IU

    Hari 1 : 20 IU

    Hari 2 : 20 IU

    Hari 3 : istirahat

    Hari 4 ; 15 IU

    Hari 5 : 15 IU

    Hari 6 : istirahat dan sebagainya , sampai tinggal 10 IU ACTH, kemudian enderita

    dipulangkan dengan pemberian kortikosteroid 12 tablet selang 1 hari. Visus dikelola 2 kali

    seminggu. Penurunan tablet dilakukan sama sepeti iridosiklitis.4

    II.8. Komplikasi 1,4

    1. Dapat mengenai daerah sekitar koroid, misalnya retina, vitreus humour, badan siliar,

    iris, nervus optikus, dan sklera.

  • 7/28/2019 Uveitis Print

    14/16

    2. Uveitis posterior dapat menyebabkan katarak sisi posterior.

    II.9. Prognosis 4

    Prognosis pasien tergantung pada lokasi dan luasnya eksudasi dan atrofi daerah lesi. Lesi

    yang kecil tetapi jika mengenai daerah makula lutea akan berpengaruh pada fungsi

    penglihatan. Sebaliknya lesi yang meluas sepanjang fundus tidak mempengaruhi penglihatan

    apabila tidak mengenai area makula.4

  • 7/28/2019 Uveitis Print

    15/16

    BAB III

    KESIMPULAN

    Penyakit uveitis sangat banyak bentuknya, dengan gejela yang khas masing-

    masingnya. Uveitis anterior paling sering memberikan gejala-gejala, biasanya berupa

    sakit, kemerahan pada mata, fotofobia, dan penurunan penglihatan. Uvetitis

    intermediet biasanya tidak memberikan rasa sakit pada mata. Biasanya gejala hanya

    berupa floaters dan kekaburan penglihatan. Uvetitis posterior biasanya memberikan

    gejala yang sama seperti uveitis intermediet. Pada uveitis difus salah satu atau semua

    gejala dan tanda-tanda dapat ditemukan. Komplikasi dari penyakit ini juga berbeda-

    beda. Dan terapi yang diberikan juga harus disesuaikan penyebab dari penyakit

    tersebut. Mulai dari pemberian kortikosteroid sampai dengan tindakan pembedahan.

    Uveitis posterior adalah peradangan yang mengenai selaput hitam bagian

    belakang mata (koroid). Pada uveitis posterior retina hampir selalu terinfeksi secara

    sekunder, hal ini disebabkan karena dekatnya koroid pada retina, sehingga penyakit

    koroid hampir selalu melibatkan retina.

    Tujuan manajemen uveitis adalah mencegah kerusakan struktur dan fungsi mata

    seperti sinekia anterior, sinekia posterior, kerusakan pembuluh darah iris, katarak,

    glaukoma, parut kornea, dan kekeruhan badan lensa.

    Dengan kemajuan di bidang imunologi maka banyak manfaat yang dapatdiperoleh dalam menanggulangi penyakit mata khususnya uveitis baik untuk

    diagnostik maupun pengobatannya. Dengan pengobatan spesifik terhada etiologi

    maka kronisitas dan rekurensi dapat dihambat dan kebutaan karena penyulit uveitis

    dapat diatasi.

  • 7/28/2019 Uveitis Print

    16/16

    DAFTAR PUSTAKA

    1. Ilyas. S., Ilmu Penyakit Mata, edisi 3, Fakultas Kedokteran

    Universitas Indonesia, Jakarta, 2004.

    2. Vaughan .D.G., Asbury. T., Riordan-Eva. P., Oftalmologi Umum,

    edisi 14, Widya Medika, Jakarta, 2000.

    3. Ilyas. S., Mailangkay. H. H. B., Taim. H.,dkk.,Ilmu Penyakit Mata

    untuk Dokter Umum dan Mahasiswa Kedokteran, edisi 2, Sagung Seto, Jakarta,

    2002.

    4. Wijana, Nana S.D, Ilmu Penyakit Mata, cetakan ke-6, Penerbit

    Abadi Tegal, Jakarta, 1993.

    5. Allen. J. H., Mays manual of the disease of the eye, Robert E.

    Kriger Pubhlising Company New York 1968.

    6. file://localhost/D:/UVEITIS/gambar/uveitis_files/ptinfoposterior_dat

    a/wpe14.gif

    7.

    http://d/UVEITIS/gambar/uveitis_files/ptinfoposterior_data/wpe14.gifhttp://d/UVEITIS/gambar/uveitis_files/ptinfoposterior_data/wpe14.gifhttp://d/UVEITIS/gambar/uveitis_files/ptinfoposterior_data/wpe14.gifhttp://d/UVEITIS/gambar/uveitis_files/ptinfoposterior_data/wpe14.gif