Uveitis Print
-
Upload
muhammad-ardyansyah-pratama -
Category
Documents
-
view
223 -
download
0
Transcript of Uveitis Print
-
7/28/2019 Uveitis Print
1/16
REFERAT
UVEITIS POSTERIOR
Disusun Oleh:
RIKA RETNONINGSIH
207 315 060
Pembimbing
LETKOL CKM dr. Freddy W. A, Sp.M
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA
UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL
VETERAN JAKARTA
RUMAH SAKIT PUSAT ANGKATAN DARAT GATOT
SUBROTO
JAKARTA
2009
-
7/28/2019 Uveitis Print
2/16
LEMBAR PENGESAHAN
UVEITIS POSTERIOR
Telah dipresentasikan pada
Tanggal, Juli 2009
Diajukan untuk memenuhi salah satu syarat mengikuti ujian
program profesi dokter di Bagian Ilmu Kesehatan Mata
Rumah Sakit Pusat Angkatan Darat Gatot Subroto
Jakarta Pusat
Disusun Oleh :
RIKA RETNONINGSIH
207.315.060
Pembimbing,
-
7/28/2019 Uveitis Print
3/16
LETKOL CKM dr. Freddy W. A, Sp.M
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, atas berkat dan
karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan penyusunan referat yang berjudul UVEITIS
POSTERIOR.
Tujuan dari pembuatan refrat ini adalah untuk memenuhi tugas kepaniteraan di
Departemen Ilmu Penyakit Mata Rumah Sakit Pusat Angkatan Darat Gatot Soebroto serta
untuk menambah wawasan kami sebagai coass di bagian Ilmu Penyakit Mata dan sebagai
calon dokter umum mengenai UVEITIS POSTERIOR.Penulis juga mengucapkan banyak
terima kasih kepada LETKOL CKM dr. Freddy W. A, Sp.M sebagai pembimbing. Tanpa
bimbingan dan saran Beliau, penulis tidak dapat menyelesaikan referat ini tepat pada
waktunya.
Dalam penyusunan referat ini jauh dari kata sempurna, oleh karena itu saran dankritik yang membangun sangat penulis harapkan, agar dapat memberikan karya yang lebih
baik lagi di masa yang akan datang.
Harapan penulis semoga referat berjudul UVEITIS POSTERIO ini dapat
bermanfaat bagi penulis dan setiap pembacanya.
Jakarta, juli 2009
Penulis
-
7/28/2019 Uveitis Print
4/16
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR i
DAFTAR ISI ... ii
BAB I. PENDAHULUAN
I.1. Latar Belakang . 1
I.2. Batasan Masalah .. 3
I.3. Tujuan .............................................................................................. 3
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA
II.1. Definisi . 4
II.2. Epidemiologi 4
II.3. Anatomi dan Fisiologi .................................................................. 4
II.3.1 Persarafan Nervus Trigeminus ............................................ 8
II.4. Etiologi ......................................................................................... 10
II.5. Patogenesis ..................................................... ......................... 11
II.6. Hubungan Penyakit dengan Pola Persarafan ................................ 11
II.7. Gejala dan tanda ......................................................................... 12
II. 8. Diagnosis ....................................................................................... 15
II. 9. Diagnosa Diferensial ..................................................................... 16
-
7/28/2019 Uveitis Print
5/16
II.10. Penatalaksanaan .......................................................................... 16
II.11. Prognosis ..................................................................................... 18
II.12. Komplikasi ....... .......................................................................... 18
BAB III. PENUTUP
III.1. Kesimpulan .................................................................................. 20
III.2. Saran ............................................................................................ 20
DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................... 21
-
7/28/2019 Uveitis Print
6/16
II.1. UVEITIS POSTERIOR (KOROIDITIS)
-
7/28/2019 Uveitis Print
7/16
Uveitis posterior adalah suatu peradangan yang mengenai selaput hitam bagian
belakang mata (koroid). Pada uveitis posterior, retina hampir selalu terinfeksi secara
sekunder, hal ini disebabkan karena dekatnya koroid pada retina, sehingga penyakit koroid
hampir selalu melibatkan kornea. Pada uveitis posterior jika peradangan bagian posterior dari
uvea, yaitu pada lapisan koroid, sehingga sering disebut koroiditis.1,3 Pada uveitis posterior,
retina hampir selalu terinfeksi secara sekunder. Ini dikenal sebagai koriorenitis.2 Berdasar
patologinya, uveitis posterior juga dapat dibedakan menjadi uveitis granulomatosa dan uveitis
non granulomatosa. Pada jenis non granulomatosa umumnya tidak dapat ditemukan
organisme patogen dan berespon baik dengan terapi kortikosteriod sehingga sering dianggap
semacam fenomena hipersensitivitas. Pada jenis granulomatosa umumnya mengikuti invasi
mikroba aktif ke jaringan oleh organisme penyebab. Pada uveitis posterior umumnya lebih
sering terjadi uveitis jenis granulomatosa.2 Onset uveitis posterior bisa akut dan mendadak
atau lambat tanpa gejala, tapi biasanya berkembang menjadi proses granulomatosa kronis.2
Uveitis posterior dapat ditemui dalam bentuk-bentuk berikut ini:1
o Koroiditis anterior, radang koroid purifier
o Koroiditis areolar, koroiditis bermula di daerah makula lutea dan
menyebar ke perifer
o Koroiditis difusa atau diseminata, bercak peradangan koroid
tersebar di seluruh fundus okuli
o Koroiditis eksudatif, koroiditis disertai bercak-bercak eksudatif
o Koroiditis juksta papil
Ada 2 macam koroiditis:4
I. Koroiditis Eksudativa ( koroiditis non purulenta)
1. Diseminata
2. Difussa
3. Sirkumskripta: a. Sentralis/Makuler
b. Parasentralis/Paramakuler
c. Juxta papiler
-
7/28/2019 Uveitis Print
8/16
d. Perifer
II. Koroiditis Purulenta (K. Supurativa)
II.3. Etiologi Dan Faktor Predisposisi
Penyebab uveitis posterior dapat diklasifikasikan sebagai berikut 1,4:
- Penyakit infeksi (uveitis granulomatosa)
virus : virus sitomegalo, herpes simpleks, herpes zoster, rubella, rubeola, HIV,
virus Epstein-Barr, virus coxsackie.
bakteri : Mycobacterium tuberculosis, brucellosis, sifilis sporadik dan
endemik, Nocardia, Neisseria meningitides, Mycobacterium avium-
intracellulare, Yersinia, danBorrelia.
fungus : Candidia, Histoplasma, Cryptococcus, danAspergillus.
parasit : Toxoplasma, Toxocara, Cysticercus, dan Onchocerca.
- Penyakit non infeksi (uveitis non granulomatosa)
autoimun : penyakit Behcet, Sindroma Vogt-Koyanagi-Harada, poliarteritis
nodosa, ofthalmia simpatis, vaskulitis retina.
keganasan : sarkoma sel retikulum, melanoma maligna, leukemia, lesi metastatik.
etiologi tak diketahui : sarkoidosis, koroiditis geografik, epiteliopati pigmen plakoid
multifokal akut, retinopati birdshot, epiteliopati 2
II.4. Patofisiologi4,5
Peradangan uvea biasanya unilateral, dapat di sebabkan oleh efek langsung suatu infeksi atau
merupakan fenomena alergi. Infeksi piogenik biasanya mengikuti suatu trauma tembus okuli,
walaupun kadang-kadang juga dapat terjadi sebagai reaksi terhadap zat toksik yang
diproduksi oleh mikroba yang menginfeksi jaringan tubuh diluar mata.Uveitis yang
berhubungan dengan alergi merupakan reaksi hipersensitivitas terhadap antigen dari
luar(antigen eksogen) atau antigen dari dalam badan (antigen endogen)Dalam banyak hal
-
7/28/2019 Uveitis Print
9/16
antigen luar berasal dari mikroba yang infeksius. Sehubungan dengan hal ini uvea terjadi
lama setelah proses infeksinya, yaitu setelah muncul mekanisme hipersensitivitas.4
Radang iris dan badan siliar menyebabkan rusaknya blood aqueous barier sehingga terjadi
peningkatan protein, fibrin, dan sel-sl radang dalam humor aquous yang tampak pada
penyinaran miring menggunakan sentolop atau akan lebih jelas menggunakan slit lamp,
berkas sinar yang disebut fler (aqueous flare). Fibrin dimaksudkan untuk menghambat
gerakan kuman tetapi justru mengakibatkan perlekatan-perlekatan misalnya perlekatan iris
pada permukaan lensa (sinekia posterior)4
Pada stadium awal terjadi kongestif dan inviltrasi dari sel-sel radang seperti PMN, limfosit,
dan fibrin pada koroid dan retina yang terkena. PMN lebih banyak berperan pada uveitis jenis
granulomatosa sampai terjadinya supurasi. Sebaliknya pada uveitis non granulomatosa
limfosit lebih dominan. Apabila inflamasi berlanjut, lamina vitrea akan robek sehingga
lekosit pada retina akan menginvasi rongga vitreum yang menyebabkan timbulnya proses
supurasi di dalamnya5
Sel-sel radang yang terdiri atas limfosit, makrofag, sel plasma, dapat membentuk presipitat
keratk yaitu sel-sel radang yang menempel ada permukaan endotel kornea. Apabila presipitat
keratik ini besar, berminyak disebut mutton fat keratic precipitate. Akumulasi sel-sel radangdapat pula terjadi pada tepi pupil disebut koppe nodules, bila dipermukaan iris, disebut
busaca nodules, yang bisa juga ditemukan pada permukaan lensa dan sudut bilik mata depan.
Pada uveitis granulomatosa kronis tampak sel mononuclear, sel epiteloid, dan giant cell
sebagai nodul granulomatosa yang tipikal. Kemudian exudat menghilang dengan disertai
atrofi dan melekatnya lapisan koroid dan retina yang terkena. Eksudat dapat menjadi jaringan
parut. Keluarnya granula pigmen akibat nekrosis atau atrofi dari kromatofor dan sel epitelia
pigmen akan difagositosis oleh makrofag dan akan terkonsentrasi pada tepi lesi.5
Pada iridosiklitis yang berat sel radang dapat sedemikian banyak sehingg menimbulkan
hipopion.Otot sfingter pupil mendapat rangsangan karena radang dan pupil akan miosis dan
dengan adanya timbunan fibrin serta sel-sel radang dapat terjadi seklusio maupun oklusio
pupil4
Bila terjadi seklusio dan oklusio pupil total, cairan di dalam bilik mata belakang tidak dapat
mengalir sama sekali mengakibatkan tekanan dlam bilik mata belakang lebih besar daritekanan dalam dalam bilik mata depan sehingga iris tampak menggelembung kedepan yang
-
7/28/2019 Uveitis Print
10/16
disebut iris bombe (bombans).Gangguan produksi humor akuos terjadi akibat hipofungsi
badan siliar menyebabkan tekanan bola mata turun. Eksudat protein, fibrin dan sel-sel radang
dapat berkumpul di sudut bilik mata depan, terjadi penutupan kanal Schlemm sehingga
terjadi glaukoma sekunder4
Pada fase akut terjadi glaukoma skunder karena gumpalan-gumpalan pada sudut bilik depan,
sedang ada fase lanjut glaukoma skunder terjadi karena adnya seklusio pupil. Naik turunnya
tekkanan bola mata disebutkan pula sebagai akibat peran asetikolin dan prostaglandin.3
II.5 Gejala Klinis1,3,5
Gejalanya berupa penglihatan kabur terutama apabila mengenai daerah sentral makula, bintik
terbang (floater), mata jarang menjadi merah, dan fotofobia. Penurunan ketajaman penglihatan,
dapat terjadi pada semua jenis uveitis posterior.
Injeksi matakemerahan mata tidak terjadi bila hanya segmen posterior yang terkena, jadi gejala ini
jarang pada toksoplasmosis dan tidak ada pada histoplasmosis.
Rasa sakit pada mata terdapat pada pasien dengan sindrom nekrosis retina akut, sifilis, infeksi bakteriendogen, skleritis posterior, dan pada kondisi-kondisi yang mengenai nervus optikus. Pasien
toksoplasmosis, toksokariasis, dan retinitis sitomegalovirus yang tidak disertai glaukoma umumnya
tanpa rasa sakit pada mata. Penyakit segmen posterior noninfeksi lain yang khas tidak sakit adalah
epiteliopati pigmen plakoid multifokal akut, koroiditis geografik, dan Sindroma Vogt-Koyanagi-
Harada.
Pada mata akan ditemukan kekeruhan didalam badan kaca, infiltrat dalam retina dan koroid.
Edema papil, perdarahan retina, dan vaskular sheating. Penyebab koroiditis dapat
toksoplasmosis, trauma, pasca bedah, dan defisiensi imun.
Kebanyakan kasus uveitis posterior bersamaan dengan salah satu bentuk penyakit sistemik.
Penyebab uveitis posterior seringkali dapat ditegakkan (1) morfologi lesi (2) cara onset dan
perjalanan penyakit atau (3) hubungannya dengan penyakit sistemik. Pertimbangan lain
adalah umur pasien dan apakah timbulnya unilateral atau bilateral. Uveitis posterior pada
pasien sampai 3 tahun dapat disebabkan oleh sindrom samaran, seperti retinoblastoma atauleukemia. Penyebab infeksi uveitis posterior pada kelompok umur ini adalah infeksi
-
7/28/2019 Uveitis Print
11/16
sitomegalovirus, toksoplasmosis, sifilis, retinitis herpes, dan infeksi rubella. Kelompok umur
4 sampai 15 tahun, penyebab uveitis posterior termasuk toksokariasis, toksoplasmosis, uveitis
intermediat, infeksi sitomegalovirus, sindrom samaran, panensefalitis sklerosis subakut,
infeksi bakteri atau fungi pada segmen posterior. Kelompok umur 16 sampai 40 tahun, yang
termasuk diagnosis diferensial adalah toksoplasmosis, penyakit Bechet, sindrom Vogt-
Koyanagi-Harada, sifilis, endoftalmitis candida. Kelompok berumur diatas 40 tahun mungkin
menderita sindrom nekrosis retina akut, retinitis, sarkoma retikulum, atau kriptokokosis.
Yang unilateral lebih condong untuk diagnosis uveitis akibat toksoplasmosis, kandidiasis,
toksokariasis, sindrom nekrosis retina akut, atau infeksi bakteri endogen.
Penyulit yang dapat timbul adalah glaukoma, katarak, dan ablasi retina.
II.6. Diagnosa
Untuk mempermudah diagnosis, uveitis posterior dapat dikelompokkan sebagai berikut 1,5
Uveitis posterior pada pasien sampai 3 tahun dapat disebabkan oleh infeksi virus sitomegalo,
toksoplasmosis, sifilis, retinitis herpes, dan infeksi rubella.
Uveitis posterior pada kelompok usia 4-15 tahun dapat disebabkan oleh toksokariasis,toksoplasmosis, uveitis intermediet, infeksi sitomegalovirus, panensefalitis sklerosis subakut,
dan jarang infeksi bakteri atau fungus.
Pada kelompok umur 16-40 tahun, disebabkan oleh toksoplasmosis, penyakit Behcet,
Sindroma Vogt-Koyanagi-Harada, sifilis, endoftalmia kandida, dan jarang infeksi bakteri
endogen seperti meningitis meningokokus.
Kelompok usia lebih dari 40 tahun mungkin menderita sindroma nekrosis retina akut,
toksoplasmosis, infeksi virus sitomegalo, retinitis, sarkoma sel retikulum, atau kriptokokosis.
Apabila terjadi uveitis posterior unilateral, biasanya lebih condong akibat toksoplasmosis,
kandidiasis, toksokariasis, sindroma nekrosis retina akut, atau infeksi bakteri endogen.
Tanda yang penting untuk diagnosis uveitis posterior adalah :2
1. HipopionUveitis posterior dengan hipopion misalnya pada leukemia, penyakit Behcet,
sifilis, toksokariasis, dan infeksi bakteri endogen.
2. Pembentukan granulomaJenis granulomatosa biasanya pada uveitis granulomatosa anterior
yang juga mengenai retina posterior dan koroid, sarkoidosis, tuberkulosis, toksoplasmosis,sifilis, Sindroma Vogt-Koyanagi-Harada, dan oftalmia simpatis. Sebaliknya, jenis non
-
7/28/2019 Uveitis Print
12/16
granulomatosa dapat menyertai penyakit Behcet, epiteliopati pigmen plakoid multifokal akut,
bruselosis, sarkoma sel retikulum, dan sindrom nekrosis retina akut.
3. Glaukoma yang terjadi sekunder mungkin terjadi pada pasien nekrosis retina akut,
toksoplasmosis, tuberkulosis, atau sarkoidosis.
4. VitritisPeradangan korpus vitreum dapat menyertai uveitis posterior. Peradangan dalam
vitreum berasal dari fokus-fokus radang di segmen posterior mata. Vitritis tidak terjadi pada
koroiditis geografik atau histoplasmosis. Peradangan ringan terjadi pada pasien sarcoma sel
retikulum, infeksi virus sitomegalo, rubella, dan beberapa kasus toksoplasmosis dengan
fokus-fokus infeksi kecil pada retina. Sebaliknya, peradangan berat dengan banyak sel dan
eksudat terdapat pada tuberkulosis, toksokariasis, sifilis, penyakit Behcet, nokardiosis,
toksoplasmosis, dan pada pasien endoftalmitis bakteri atau kandida endogen.
5. Morfologi dan lokasi lesiToksoplasmosis adalah contoh khas yang menimbulkan retinitis
dengan peradangan koroid di dekatnya. Infeksi virus sitomegalo, herpes, rubella, dan rubeolla
umumnya mengenai retina secara primer dan lebih banyak menyebabkan retinitis daripada
koroiditis. Pada pasien tuberkulosis, koroid merupakan sasaran utama proses granulomatosa,
yang juga mengenai retina. Koroiditis geografik terutama mengenai koroid dengan sedikit
atau tanpa merusak retina dan pasien tidak menderita pasien sistemik. Sebaliknya, koroid
terlibat secara primer pada oftalmia simpatis dan penyakit Lyme. Ciri morfologiknya dapat
berupa lesi geografik, lesi punctata, nodul Dalen-Fuchs.
6. Vaskulitis.
7. Hemoragik retina.
8. Parut lama.
II.7 . Penatalaksanaan4
Uveitis posterior pada prinsipnya sama dengan uveitis anterior atau uveitis lainnya, yaitu
mengatasi penyebabnya. Karena penyebab uveitis posterior juga merupakan penyebab yang
sama pada hampir semua kasus uveitis difusa, maka penatalaksanaan uveitis posterior akan
dibahas lebih lanjut pada bagian uveitis difusa.
Pengobatan pada uveitis difusa sama dengan uveitis anterior, hanya kortison tak cukup kuat
untuk dapat menyembuhkan koroiditis, karenanya diberikan secara sistemik dalam bentuk
ACTH infus atau kortikosteroid tablet.
- terapi seri demam kalau perlu
- atropin, diberikan bila radang menjalar kedepan
-
7/28/2019 Uveitis Print
13/16
- kacamata hitam, supaya mata dalam istirahat. Cukup tidur dilarang membaca.
- Obat-obatan neurotropik
- Pengobatan kausal
Pemberian ACTH infus diberikan 25 IU dalam 500 cc larutan glukosa 5% selama 6 jam,
diberikan sebagai berikut:
Hari 1 : 25 IU
Hari 2 : 25 IU
Hari 3 : istirahat
Hari 4 : 25 IU
Hari 5 : 25 IU
Hari 6 : istirahat
Dan seterusnya sampai 10 kali 25 IU, dengan selalu istirahat selang 2 hari. Kemudian
dilakukan pengurangan dosis, tiap pemberian dikurangi 5 IU
Hari 1 : 20 IU
Hari 2 : 20 IU
Hari 3 : istirahat
Hari 4 ; 15 IU
Hari 5 : 15 IU
Hari 6 : istirahat dan sebagainya , sampai tinggal 10 IU ACTH, kemudian enderita
dipulangkan dengan pemberian kortikosteroid 12 tablet selang 1 hari. Visus dikelola 2 kali
seminggu. Penurunan tablet dilakukan sama sepeti iridosiklitis.4
II.8. Komplikasi 1,4
1. Dapat mengenai daerah sekitar koroid, misalnya retina, vitreus humour, badan siliar,
iris, nervus optikus, dan sklera.
-
7/28/2019 Uveitis Print
14/16
2. Uveitis posterior dapat menyebabkan katarak sisi posterior.
II.9. Prognosis 4
Prognosis pasien tergantung pada lokasi dan luasnya eksudasi dan atrofi daerah lesi. Lesi
yang kecil tetapi jika mengenai daerah makula lutea akan berpengaruh pada fungsi
penglihatan. Sebaliknya lesi yang meluas sepanjang fundus tidak mempengaruhi penglihatan
apabila tidak mengenai area makula.4
-
7/28/2019 Uveitis Print
15/16
BAB III
KESIMPULAN
Penyakit uveitis sangat banyak bentuknya, dengan gejela yang khas masing-
masingnya. Uveitis anterior paling sering memberikan gejala-gejala, biasanya berupa
sakit, kemerahan pada mata, fotofobia, dan penurunan penglihatan. Uvetitis
intermediet biasanya tidak memberikan rasa sakit pada mata. Biasanya gejala hanya
berupa floaters dan kekaburan penglihatan. Uvetitis posterior biasanya memberikan
gejala yang sama seperti uveitis intermediet. Pada uveitis difus salah satu atau semua
gejala dan tanda-tanda dapat ditemukan. Komplikasi dari penyakit ini juga berbeda-
beda. Dan terapi yang diberikan juga harus disesuaikan penyebab dari penyakit
tersebut. Mulai dari pemberian kortikosteroid sampai dengan tindakan pembedahan.
Uveitis posterior adalah peradangan yang mengenai selaput hitam bagian
belakang mata (koroid). Pada uveitis posterior retina hampir selalu terinfeksi secara
sekunder, hal ini disebabkan karena dekatnya koroid pada retina, sehingga penyakit
koroid hampir selalu melibatkan retina.
Tujuan manajemen uveitis adalah mencegah kerusakan struktur dan fungsi mata
seperti sinekia anterior, sinekia posterior, kerusakan pembuluh darah iris, katarak,
glaukoma, parut kornea, dan kekeruhan badan lensa.
Dengan kemajuan di bidang imunologi maka banyak manfaat yang dapatdiperoleh dalam menanggulangi penyakit mata khususnya uveitis baik untuk
diagnostik maupun pengobatannya. Dengan pengobatan spesifik terhada etiologi
maka kronisitas dan rekurensi dapat dihambat dan kebutaan karena penyulit uveitis
dapat diatasi.
-
7/28/2019 Uveitis Print
16/16
DAFTAR PUSTAKA
1. Ilyas. S., Ilmu Penyakit Mata, edisi 3, Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia, Jakarta, 2004.
2. Vaughan .D.G., Asbury. T., Riordan-Eva. P., Oftalmologi Umum,
edisi 14, Widya Medika, Jakarta, 2000.
3. Ilyas. S., Mailangkay. H. H. B., Taim. H.,dkk.,Ilmu Penyakit Mata
untuk Dokter Umum dan Mahasiswa Kedokteran, edisi 2, Sagung Seto, Jakarta,
2002.
4. Wijana, Nana S.D, Ilmu Penyakit Mata, cetakan ke-6, Penerbit
Abadi Tegal, Jakarta, 1993.
5. Allen. J. H., Mays manual of the disease of the eye, Robert E.
Kriger Pubhlising Company New York 1968.
6. file://localhost/D:/UVEITIS/gambar/uveitis_files/ptinfoposterior_dat
a/wpe14.gif
7.
http://d/UVEITIS/gambar/uveitis_files/ptinfoposterior_data/wpe14.gifhttp://d/UVEITIS/gambar/uveitis_files/ptinfoposterior_data/wpe14.gifhttp://d/UVEITIS/gambar/uveitis_files/ptinfoposterior_data/wpe14.gifhttp://d/UVEITIS/gambar/uveitis_files/ptinfoposterior_data/wpe14.gif