Urtikaria Akut
-
Upload
auliarizki3 -
Category
Documents
-
view
45 -
download
10
description
Transcript of Urtikaria Akut
Bagian Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin Tutorial KlinikRumah Sakit Umum Daerah Abdul Wahab SyahranieFakultas KedokteranUniversitas Mulawarman
URTIKARIA AKUT
oleh:
Yunira 01.30284.00032.09
Aulia Nailufar Rizki 05.48842.00243.09
Pembimbing:
dr. Darwis Toena Sp.KK
Dibawakan Dalam Rangka Tugas Kepaniteraan Klinik
Pada Bagian Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin
Rumah Sakit Umum Daerah Abdul Wahab Syahranie
Fakultas Kedokteran
Universitas Mulawarman
2013
ABSTRAK
Yunira dan Aulia Nailufar Rizki. 2013. Urtikaria Akut. Tutorial Klinik. Bagian
Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin. Pembimbing : dr. Darwis Toena, Sp. KK.
Dilaporkan sebuah kasus urtikaria akut pada perempuan berusia 41 tahun.
Diagnosis pada pasien ditegakkan berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik.
Keluhan yang dialami gatal-gatal yang diikuti timbulnya bentol-bentol di seluruh
tubuh. Pada gambaran klinis didapatkan multipel urtika dengan berbagai macam
ukuran dan disertai ekskoriasi pada beberapa tempat, pada regio thorakalis
anterior dan posterior, abdominalis, brachii, antebrachii, femoralis, dan kruris,
dekstra dan sinistra. Penatalaksanaan yang diberikan pada pasien ini berupa
loratadin tablet dan bedak salisil.
Kata kunci ; urtikaria akut
ABSTRACT
Yunira and Aulia Nailufar Rizki. 2013. Acute urticaria. Clinical tutorial.
Departement of Dermatology and Venereology. Counselor : dr. Darwis
Toena,Sp. KK
A case of acute urticaria in women 41 years old has been reported. Diagnosis of
this patient was confirmed base on anamnesis and physical examination. The
symptoms are itches and hives in the whole body. The clinical presentation of this
patient are multiple urtica with various size, and also excoriation in some places,
in the region of the anterior and posterior thoracalis, abdominalis, brachii,
antebrachii, femoralis and cruris, dextra and sinistra. The treatment of this
patient are loratadin tablet and salicyl powder.
Keywords ; acute urticaria
2
BAB I
PENDAHULUAN
Urtikaria adalah reaksi vaskular di kulit akibat bermacam-macam sebab,
biasanya ditandai dengan edema setempat yang cepat timbul dan menghilang
perlahan-lahan, berwarna pucat dan kemerahan, meninggi di permukaan kulit,
sekitarnya dapat dikelilingi halo.1 Keluhan yang biasanya dikeluhkan oleh pasien
yaitu gatal, rasa terbakar atau rasa tertusuk.1 Secara klinis akan tampak eritema
dan edema setempat berbatas tegas. Namun gambaran klinisnya akan tergantung
dari agen penyebab munculnya urtika.
Urtikaria dapat menyerang segala usia, namun lebih banyak mengenai orang
dewasa, rata-rata usia 35 tahun. Ditemukan 40% berbentuk urtikaria saja, 49%
urtikaria bersama-sama dengan angioedema, dan 11% angioedema saja. Lama
serangan berlangsung bervariasi, ada yang lebih dari satu tahun bahkan ada yang
lebih dari 20 tahun. Penderita atopi akan lebih mudah mengalami urtikaria. Umur,
ras, pekerjaan, letak geografis, dan perubahan musim dapat mempengaruhi
hipersensitivitas yang diperankan oleh IgE.1
Urtikaria dapat dikelompokkan menjadi beberapa golongan. Berdasarkan
lamanya serangan berlangsung, urtikaria dibagi menjadi urtikaria akut dan
urtikaria kronik. Urtikaria akut yaitu jika serangan berlangsung kurang dari 6
minggu atau berlangsung selama 4 minggu tetapi timbul setiap hari, bila melebihi
waktu tersebut digolongkan menjadi urtikaria kronik. Berdasarkan morfologi
klinis urtikaria dibedakan menjadi urtikaria papular, urtikaria gutata (bila besarnya
sebesar tetesan air) atau girata (bila ukurannya lebih besar), urtikaria anular, dan
urtikaria asinar. Menurut luas dan dalamnya jaringan yang terkena, dapat dibagi
menjadi urtikaria lokal, urtikaria generalisata, dan angioedema. Berdasarkan
penyebab dan mekanisme terjadinya, urtikaria dibagi menjadi urtikaria imunologi,
non imunologik, dan idiopatik.1
Etiologi dari urtikaria ini bermacam-macam, namun disebutkan sekitar 80%
tidak dikethaui penyebabnya. Adapun etiologi dari urtikaria diduga oleh karena,
obat, makanan, gigitan atau sengatan serangga, bahan fotosensitizer, inhalan,
kontaktan, trauma fisik, infeksi, psikis, genetik ataupun penyakit sistemik.
Adapun patogenesis mekanisme terjadinya urtikaria yaitu segala macam faktor
3
baik imunologik maupun non imunologi merangsang sel mast atau basofil
sehingga melepaskan mediator-mediator seperti histamin, kinin, serotonin, slow
reacting substance of anaphylaxis (SRSA) dan prostaglandin. Hal ini
menyebabkan terjadinya vasodilatasi dan peningkatan permeabilitas kapiler,
sehingga terjadi transudasi cairan yang mengakibatkan pengumpulan cairan
setempat dan terjadilah edema setempat yang disertai kemerahan.1
Adapun tatalaksana pada pasien urtikaria yaitu pemberian antihistamin.
Pemberian antihistamin ini diberikan dengan tujuan untuk mengurangi gejala di
mana obat ini bekerja dengan menghambat histamin pada reseptornya.
Antihistamin dibagi menjadi dua yaitu antagonis reseptor H1 dan antagonis
reseptor H2. Untuk urtikaria biasanya diberikan antihistamin yang berkhasiat pada
reseptor H1. Namun pada beberapa keadaan diperlukan kombinasi antihistamin
H1 dan H2. Untuk pengobatan lokal dapat diberikan antipruritus dalam bedak atau
bedak kocok. Untuk mencegah terjadinya urtikaria, pasien diberikan edukasi
untuk menghindari faktor pencetus timbulnya urtikaria ini.
BAB II
4
KASUS
Seorang perempuan berusia 41 tahun, bekerja sebagai PNS, datang ke poli
Kulit dan Kelamin RSUD Abdul Wahab Sjahranie Samarinda pada tanggal 9
Februari 2013. Pasien datang dengan keluhan gatal pada seluruh tubuh muncul
sejak 1 hari sebelum kunjungan ke poli Kulit dan Kelamin RSUD AWS
Samarinda. Gatal-gatal ini diikuti dengan munculnya bentol-bentol pada lengan,
tungkai, dada, perut, dan punggung yang berwarna kemerahan dan meluas. Gatal
dirasakan sepanjang hari, tidak tentu, baik siang ataupun malam. Menurut pasien,
sebelum timbul gatal, 1 hari sebelumnya, pasien memakan ikan tongkol. Pasien
sudah memberikan obat yaitu deksametason namun gatal dan bentol-bentol tidak
kunjung menghilang. Pasien pernah mengalami hal serupa yaitu sekitar 20 tahun
yang lalu dan disebabkan oleh hal yang sama (ikan tongkol). Pasien memiliki
riwayat atopi yaitu bersin-bersin oleh karena debu dan asap rokok. Keluarga
pasien yaitu ibu pasien juga memiliki riwayat atopi berupa bersin-bersin jika
udara dingin.
Dari pemeriksaan fisik, didapatkan status dermatologis yang berlokalisasi di
regio thorakalis anterior dan posterior, abdominalis, brachii, antebrachii,
femoralis, dan kruris, dekstra dan sinistra. Pada efloresensi tampak gambaran
multipel urtika berbagai ukuran, di beberapa tempat tampak ekskoriasi.
Gambar
5
Diagnosis kerja sementara yaitu urtikaria akut. Diagnosis banding pada
pasien ini yaitu urtikaria akut oleh karena alergi makanan, urtikaria akut oleh
karena debu, dan urtikaria karena asap rokok. Pemeriksaan penunjang yang
dianjurkan pada pasien ini yaitu prick test.
Penatalaksanaan yang diberikan pada pasien ini yaitu non medikamentosa
dan medikamentosa. Tatalaksana non medikamentosa berupa edukasi untuk
menghindari faktor pencetus timbulnya gejala. Tatalaksana medikamentosa
berupa loratadin tablet 1x10 mg. Untuk pengobatan topikal dapat diberikan bedak
salisil. Adapun prognosis pasien ini yaitu secara vitam, fungsionam, dan
kosmetikam yaitu bonam.
6
BAB III
PEMBAHASAN
Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik.
Gejala khas pada pasien urtikaria akut pada kasus ini berupa gatal-gatal yang
diikuti munculnya bentol-bentol di seluruh tubuh. Adapun pencetus munculnya
keluhan ini yaitu pasien memakan ikan tongkol sebelumnya. Pasien memang
alergi terhadap ikan tongkol dan hal ini pernah terjadi sebelumya. Selain itu
pasien juga memiliki riwayat atopi berupa bersin-bersin jika terkena debu dan
asap rokok. Pasien juga memiliki riwayat atopi pada keluarganya. Hal ini sesuai
dengan teori dimana penderita dengan riwayat atopi lebih rentan terkena daripada
orang normal. Efloresensi yang ditemukan semakin memperjelas diagnosis berupa
multipel urtika dengan berbagai ukuran dan terdapat ekskoriasi di beberapa
tempat. Eflorosensi berupa urtika menegaskan bahwa diagnosis pada pasien ini
yaitu urtikaria. Karena pasien baru mengalami keluhan selama satu hari atau
kurang dari 6 bulan, maka diagnosis pasien tergolong urtikaria akut.
Diagnosis banding pada pasien ini adalah urtikaria oleh karena alergi
makanan, urtikaria oleh karena debu, dan urtikaria karena asap rokok. Urtikaria
tidak dapat didiagnosis banding dengan penyakit lain karena kekhasan dari
eflorosensinya, sehingga untuk membuat diagnosis banding kita hanya dapat
membedakan penyebabnya. Pada pasien ini diduga kuat pencetus timbulnya gatal
dan bentol adalah ikan tongkol yang dimakan sebelumnya dan juga hal ini pernah
terjadi 20 tahun sebelumnya, sehingga kemungkinan besar penyebabnya yaitu
urtikaria karena alergi makanan. Hanya saja pada pasien ini juga terdapat riwayat
atopi terhadap debu dan asap rokok, sehingga dapat diduga timbulnya urtikaria
oleh karena dua penyebab tersebut. Untuk mengetahui faktor apa saja yang
menjadi pencetus urtikaria pada pasien ini dapat dianjurkan melakukan
pemeriksaan prick test.
Penatalaksanaan untuk kasus berdasarkan literatur mencakup
penatalaksanaan secara non medikamentosa dan medikamentosa. Non
medikamentosa yaitu pasien dianjurkan menghindari faktor pencetus timbulnya
keluhan gatal dan bentol-bentol ini. Terapi medikamentosa yang diberikan yaitu
7
terapi antihistamin yaitu loratadin tablet 1x10 mg. Alasan pemberian loratadin
yaitu karena antihistamin ini memiliki efek samping sedatif yang sangat ringan,
sehingga pasien tidak mengantuk jika meminum obat tersebut, mengingat keluhan
pada pasien ini timbul sepanjang hari dan tidak tentu, selain itu pasien bekerja
sebagai PNS. Secara topikal dapat diberikan bedak salisil dengan tujuan untuk
mengurangi gatal.
BAB IV
KESIMPULAN
Seorang wanita berusia 41 tahun, bekerja sebagai PNS, datang ke poli Kulit
dan Kelamin dengan keluhan gatal dan bentol-bentol di seluruh tubuh.
Berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik telah ditegakkan diagnosis urtikaria
akut. Pasien mendapatkan terapi loratadin tablet 1x10 mg dan bedak salisil.
Prognosis pada pasien ini bonam.
DAFTAR PUSTAKA
1. Djuanda, Adhi, 2005. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin Edisi Keempat, Jakarta: Balai Penerbit FKUI.
2. Wolf, Klaus & Johnson, R. A. 2009. Fitzpatrick’s Color Atlas and Synopsis of Clinical Dermatology. New York: Mc Graw Hill-Medical.
8