URGENSI ETIKA POLITIK
-
Upload
hasimurrahman-el-hanie -
Category
Documents
-
view
223 -
download
0
Transcript of URGENSI ETIKA POLITIK
-
8/12/2019 URGENSI ETIKA POLITIK
1/18
Etika Politik Page 1
TUGAS
ETIKA POLITIK
URGENSI ETIKA POLITIK
Nama : Rahman Hasim
N I M : P 4 3 0 0 2 1 3 0 1 4
PROGRAM PASCA SARJANA
UNIVERSITAS HASANUDDIN
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
2014
-
8/12/2019 URGENSI ETIKA POLITIK
2/18
Etika Politik Page 2
A. PENDAHULUAN
Bahwa negara ini sedang mengalami berbagai persoalan, tentu kita semua telah
mengetahui itu. Tidak hanya pada sektor atau bidang tertentu saja, persoalan telah muncul
di hampir semua sendi kehidupan berbangsa. Kecenderungan yang ada, persoalan itu
semakin hari bukannya semakin menyederhana tetapi kian kompleks dan rumit. Ini bisa
terjadi bukan karena kita tidak melakukan apapun untuk mengatasinya. Setiap persoalan
telah coba kita atasi dan hadapi dengan menerapkan pendekatan-pendekatan tertentu. Pun
demikian, reformasi segala bidang sudah ditempuh untuk melakukan perbaikan-perbaikan.
Itu sebabnya, reformasi pada 1998 dilakukan, dengan harapan kondisi segera berubah
dan lebih baik.
Sekarang, setelah lebih kurang 14 tahun reformasi dilakukan, persoalan-persoalan
itu tak juga dapat tuntas diselesaikan. Ada beberapa bidang yang mendapat klaim agak
sedikit membaik, seperti bidang ekonomi misalnya, namun tidak sedikit yang makin
terpuruk seperti bidang hukum, politik, dan sosial. Dulu, reformasi dilakukan antara lain
untuk memperbaiki hukum dan politik yang kurang memberikan makna bagi kemaslahatan
rakyat. Setelah reformasi, bukannya tambah baik, hukum dan politik tetap lebih sering
dibelokkan menjadi instrumen untuk mencapai atau melanggengkan kekuasaan. Hukum
dengan segenap institusinya juga tak mampu meredam kecenderungan penyalahgunaan
kekuasaan, korupsi, dan praktik-praktik kotor lainnya. Politik dipraktikkan dengan
perilaku yang minim kesantunan. Praktiknya, politik direduksi untuk alasan kekuasaan
bukan sebuah proses mewujudkan kebaikan bersama. Politik identitas semakin menguat
mengalahkan visi kebersamaan sebagai bangsa seiring rasa saling percaya diantara sesama
warga bangsa yang memudar pelan-pelan. Distrust itu telah menimbulkan disorientasi,
tak ada pegangan bagi rakyat mengenai hendak dibawa kemana bangsa ini dijalankan.
Pada gilirannya, disorientasi itu pun berpeluang mencetak pembangkangan
(disobedience), yang dalam skala kecil atau besar, sama-sama membahayakan bagiintegrasi bangsa dan negara.
Setelah segala cara memperbaiki sistem, baik hukum, sosial, politik, dan ekonomi
dilakukan dan tak juga menunjukkan hasil, maka banyak yang kemudian meyakini
bahwa problem sebenarnya bukanlah soal sistem belaka, melainkan berkait dengan soal
etika berbangsa dan bernegara yang meredup. Betapapun sistem diubah dan diganti,
tetap saja problem tak kunjung tuntas teratasi selama kita belum mampu membenahi etika
berbangsa dan bernegara. Jadi, inti persoalannya sekarang ialah soal melemahnya etika berbangsa dan bernegara. Hal ini mengisyaratkan bahwa upaya perbaikan kondisi
-
8/12/2019 URGENSI ETIKA POLITIK
3/18
Etika Politik Page 3
bangsa ini haruslah memperhatikan fakta bahwa krisis ini bertalian erat dengan krisis
etika dan moralitas. Untuk itu, upaya menemukan solusi harus disertai upaya mengingat
dan memperkuat kembali prinsip-prinsip fundamen etis-moral dan karakter bangsa
berdasarkan falsafah dan pandangan hidup bangsa Indonesia sebagaimana tertuang dalam
konstitusi kita, UUD 1945.
B. PEMBAHASAN
-
8/12/2019 URGENSI ETIKA POLITIK
4/18
Etika Politik Page 4
1. Carut M arut Perpoli tikan Nasional
Etika merupakan dasar kehidupan berbangsa dan bernegara. Bahkan etika adalah
barometer peradaban bangsa. Suatu bangsa dikatakan berperadaban tinggi ditentukan
oleh bagaimana warga bangsa bertindak sesuai dengan aturan main yang disepakati bersama. Perilaku dan sikap taat pada aturan main memungkinkan aktifitas dan relasi antar
sesama warga berjalan secara wajar, efisien, dan tanpa hambatan berarti. Masyarakat Jawa
misalnya, dituntut dan diajarkan untuk memahami benar tentang arti penting etika. Sebab,
etika yang juga sering disebut unggah-ungguh, tata krama, sopan santun, dan budi pekerti
membuatnya mampu secara baik menempatkan diri dalam pergaulan sosial, dan itu akan
sangat menentukan keberhasilan dalam hidup bermasyarakat.
Begitu pula dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, etika akan menjelaskanmana tingkah laku yang baik, apa yang pantas, dan apa yang secara substansi mengandung
kebaikan dan sebaliknya. Bagi bangsa timur seperti Indonesia, etika telah mendarah
daging dimiliki dan diterapkan dalam kerangka penghormatan terhadap nilai kebaikan,
kemanusiaan, dan keadilan. Karena itu, kita masih yakin dan percaya, etika mengalir
menjadi bagian dari kultur sosial dan antropologis bangsa Indonesia. Bahkan secara
natural-genetis, di dalam diri anak bangsa mengalir sifat-sifat luhur manusia, yang pada
perkembangannya dirumuskan oleh founding peoples ke dalam Pancasila, dan selanjutnya
disepakati sebagai dasar dan orientasi bernegara. Melalui Pancasila inilah, para pendiri
negara menggariskan prinsip-prinsip dasar etis bernegara yang demikian jelas dan visioner.
Prinsip-prinsip dasar Pancasila yang dituangkan dalam UUD 1945 dan disahkan PPKI
pada 18 Agustus 1945, tidaklah hadir hanya sebagai intuitif dan tiba-tiba jatuh dari langit,
melainkan melewati proses penggalian mendalam. Meskipun baru dibahas dan
dikemukakan dalam sidang BPUPKI menjelang Indonesia merdeka, pemikiran mengenai
prinsip-prinsip dasar berbangsa dan bernegara sebenarnya telah muncul dan dipersiapkan
jauh-jauh sebelumnya.
Jauh sebelum Indonesia merdeka, berbagai pemikiran yang mengarah kepada kepada
gagasan terciptanya konstruksi kebangsaan dan kemerdekaan Indonesia. Beragam
pemikiran dan gagasan mengenai politik, fundamen etis dan moral bangsa, ideologi, dan
visi kebangsaan itu kemudian bersintesis dalam karakter keindonesiaan. Akhirnya, para
penyusun UUD berhasil menggali dan mengakomodir nilai-nilai etika dan moral dalam
berbagai bidang kehidupan berbangsa dan bernegara, baik di bidang politik, sosial,
ekonomi, dan lain-lain untuk dituangkan ke dalam UUD 1945. Di dalam Pembukaan UUD
-
8/12/2019 URGENSI ETIKA POLITIK
5/18
Etika Politik Page 5
1945, nilai etika dan moral terdapat di seluruh Pokok Pikiran3, yang kemudian nilai-nilai
itu dijabarkan ke dalam pasal-pasal UUD 1945. Itu sebabnya, UUD 1945 sejatinya
merupakan sintesa nilai etika dan moral yang diangkat dari nilai-nilai luhur bangsa
Indonesia yang dikenal religius, berperikemanusiaan, persatuan, demokrasi, dan keadilan.
Hal ini sangat simetris dan sinergis dengan tujuan bernegara dan berkonstitusi yaknimengarahkan kepada moral kehidupan berbangsa, bernegara, dan bermasyarakat yang
lebih baik.
Nilai-nilai luhur itu kemudian disepakati untuk diformalisasi dengan sebutan
Pancasila. Di dalam Pancasila itu, nilai ketuhanan ditempatkan sebagai
sumber etika dan spiritualitas pada posisi yang sangat penting sebagai fundamen etik
kehidupan berbangsa dan bernegara. Penegasannya, Indonesia bukanlah negara agama
dan bukan pula negara sekuler, karena Indonesia melindungi hidupnya semua agama dankeyakinan serta mengembangkan agama untuk bisa memainkan peran yang berkaitan
dengan penguatan etika sosial. Dalam pemikiran Pancasila, nilai-nilai kemanusiaan
universal yang bersumber dari hukum Tuhan, hukum alam, dan sifat-sifat sosial manusia
juga meruapakan fundamen penting bagi etika politik kehidupan bernegara. Pengakuan
dan pemuliaan hak-hak dasar warga negara secara adil dan beradab merupakan prasyarat
yang tak boleh diabaikan dalam bernegara.
Pancasila juga menekankan prinsip persatuan kebangsaan yang mengatasi paham
golongan dan perseorangan. Persatuan itu dikelola dalam konsepsi kebangsaan yang
mengekspresikan persatuan dalam keragaman dan keragaman dalam persatuan. Dalam
prinsip semacam ini, ada toleransi, ada ruang hidup untuk bisa menerima dan
menghormati perbedaan yang ada. Perlu diketahui, negara Indonesia merdeka dikonstruksi
di atas perbedaan, sehingga perbedaan itu bukanlah masalah tetapi justru menjadi sumber
kekuatan. Dalam Pancasila terkandung pula prinsip bahwa nilai ketuhanan, kemanusiaan,
dan persatuan tersebut diaktualisasikan dengan menjunjung tinggi kedaulatan rakyat
melalui prinsip musyawarah mufakat. Nilai-nilai ketuhanan, kemanusiaan, persatuan, dan
demokrasi menjadi landasan etik bagi upaya mewujudkan keadilan sosial dengan semangat
kekeluargaan. Intinya, melalui Pancasila dan UUD 1945, prinsip-prinsip berbangsa dan
bernegara yang dibangun oleh para pendiri negara diarahkan untuk memajukan
kepentingan umum (bonnum commune) dalam kerangka nilai-nilai ketuhanan,
penghormatan terhadap kemanusiaan, mengedepankan persatuan, mengembangkan
demokrasi, serta berorientasi mewujudkan keadilan sosial. Inilah prinsip-prinsip mendasar
-
8/12/2019 URGENSI ETIKA POLITIK
6/18
-
8/12/2019 URGENSI ETIKA POLITIK
7/18
Etika Politik Page 7
menyuguhkan kebohongan dan janji-janji kosong para demagog yang jelas-jelas
mengancam demokrasi. Padahal, etika dalam politik akan memberikan jaminan bahwa
politik itu ada untuk meningkatkan harkat martabat sekaligus meninggikan akhlak bangsa.
Di bidang pemerintahan, etika aparat pemerintahan semakin merosot. Aparat
pemerintahan saat ini kebanyakan melihat status dan jabatan yang disandang bukansebagai amanat untuk mengabdi pada bangsa dan negara sehingga harus bekerja keras
dalam menjalankan amanat tersebut. Sebaliknya, status dan jabatan yang dikuasai adalah
peluang untuk mencari keuntungan pribadi sehingga tidak akan bekerja dengan baik jika
tidak menerima imbalan dan akan selalu mempresepsikan setiap tugas dan fungsi yang
diemban dari sisi materi. Proyek-proyek negara yang dibiayai dari uang rakyat dilihat
sebagai lahan untuk menambah pendapatan sehingga sebanyak mungkin dikeruk untuk
keuntungan pribadi. Hilanglah kejujuran digantikan dengan manipulasi untuk pertanggungjawaban keuangan. Hilanglah semangat kerja keras, digantikan dengan prinsip
mendapatkan keuntungan sebanyak-banyaknya dengan kerja sesedikit mungkin.
Karena persepsi kegiatan dan anggaran untuk keuntungan pribadi tersebut, berlomba-
lombalah para pejabat pemerintahan mengajukan dan mendapatkan anggaran sebanyak-
banyaknya walaupun tidak rasional jika dibandingkan dengan kemampuan jabatan dan
organisasi yang dimiliki untuk menjalankan program tersebut. Bahkan untuk memperoleh
anggaran itupun sudah dilakukan dengan ketidakjujuran data serta melakukan penyuapan
terhadap lembaga yang menentukan anggaran. Jika di hulu anggaran sudah dilakukan
dengan menghalalkan cara, tentu dalam pelaksanaan dan pertanggungjawabannya pasti
dipenuhi dengan kebohongan, yang pada akhirnya merugikan rakyat.
Saat ini, banyak pejabat negara yang berperilaku tidak etis atau melanggar etika.
Banyak pejabat negara yang sedang mendapat sorotan masyarakat karena diduga terlibat
dalam kasus hukum tertentu, dengan enteng menjawab, buat apa mundur, bukankah
pengadilan belum membuktikan kalau saya bersalah. Padahal, seseorang yang melanggar
etika seharusnya merasa lebih berdosa daripada melanggar hukum karena pada dasarnya
etika merupakan dasar hukum. Hukum itu ada karena etika, hukum merupakan nilai etik
yang diundangkan. Karena itu, jika ada seorang pemimpin atau pejabat negara sudah
terbukti melanggar etika, maka seharusnya ia malu dan lalu mengundurkan diri tanpa
perlu menunggu putusan pengadilan. Pelajar ilmu hukum pasti paham bahwa hukum itu
adalah formalisasi dari nilai-nilai agama, etika, dan kesusilaan yang semua menjadi
kaidah-kaidah dalam bermasyarakat untuk kemudian diformalkan menjadi aturan hukum.
Oleh sebab itulah, kaidah-kaidah itu harus dijadikan landasan dalam penegakan hukum.
-
8/12/2019 URGENSI ETIKA POLITIK
8/18
Etika Politik Page 8
Di bidang sosial, etika dalam pergaulan antar sesama warga semakin tergerus oleh
berbagai hal, mulai dari pergeseran nilai sebagai imbas modernitas, derasnya arus
informasi yang tak terbendung, sampai dengan menyeruaknya kembali politik identitas.
Perbedaan latar belakang, apakah itu agama, keyakinan, suku, aliran, atau perbedaan
lainnya, mudah sekali menyulut konflik meski dipicu oleh persoalan-persoalan sepele.Terlebih lagi, perbedaan pendapat lebih sering diselesaikan dengan menggunakan okol
ketimbang akal. Akibatnya, alih-alih menyelesaikan masalah, yang ada persoalan makin
rumit dan kian meruncing. Kecenderungan lebih menggunakan okol ketimbang akal
menunjukkan melemahnya penghargaan dan penghormatan terhadap nilai dan martabat
manusia.
Tak berhenti sampai di situ, etika di dunia pendidikan juga nyata-nyata semakin
dipinggirkan. Sekarang ini banyak orang yang suka melanggar etika akademis dan etikakeilmuan, misalnya orang membeli gelar akademik dan suka mencuri karya keilmuan
orang lain (plagiasi). Pada kasus lain, ada akademisi yang suka menjual keahlian untuk
menuliskan tesis atau disertasi orang lain dengan imbalan tertentu. Ada pula pakar dari
perguruan tinggi yang diminta menyampaikan pendapat ahli di persidangan tetapi
pendapatnya tidak mengacu pada pakem ilmiah-akademis melainkan bergantung pesanan
dan pendapatan. Dulu, orang menulis buku dan menerbitkan merupakan prestasi akademik
luar biasa yang membanggakan. Tetapi sekarang, orang bisa punya artikel, buku, atau
bahkan karya ilmiah tanpa harus memiliki tradisi berpikir ilmiah dengan cara menyewa
ghost writer lalu mengklaim hasil tulisan itu sebagai karyanya, padahal ia tak paham
substansinya. Mereka yang mengabaikan etika ilmiah akademik itu merupakan orang
yang tidak keberatan membohongi diri sendiri. Dan apabila seseorang sudah bisa
membohongi diri sendiri, maka dia tidak sungkan untuk membohongi orang lain, itulah ciri
koruptor atau calon koruptor. Artinya, kemerosotan etika di dunia pendidikan turut
berkontribusi banyak dalam keterpurukan moral dan etika bangsa.
Dewasa ini, ukuran etis atau tidak, menjadi sangat lentur karena sikap permisif
masyarakat terhadap hal-hal yang sesungguhnya merupakan bentuk penyimpangan sosial.
Korupsi di negeri ini kian mengerikan dan merajalela, salah satunya karena dianggap
wajar. Sebagian lain malah menganggap korupsi sebagai budaya. Orang korupsi itu hanya
soal kesempatan, kalau pun ada kesempatan tapi tak korupsi, dianggap sebagai orang yang
sok bersih. Alhasil, kita sendiri tidak tahu bagaimana cara memberantasnya. Seperti sering
saya katakan, teori pemberantasan korupsi dari gudang sudah habis. Semua teori dan cara
-
8/12/2019 URGENSI ETIKA POLITIK
9/18
Etika Politik Page 9
sudah disarankan namun seolah tak ada yang mempan, sementara negara terus menerus
digerogoti.
Di bidang hukum, yang terjadi sekarang adalah hukum dibuat dan ditegakkan tanpa
bertumpu pada etika, moral, dan hati nurani sehingga menjauhi rasa keadilan. Aturan
hukum yang dibuat seringkali tak membawa perbaikan yang diinginkan. Salah satusebabnya karena terjadinya pelanggaran etika melalui politik kompromistis-transaksional
saat pembahasan di lembaga legislatif. Di ranah penegakan hukum, para penegak hukum
sering berhenti pada keinginan menegakkan bunyi pasal-pasal undang-undang itu sendiri
tanpa melibatkan moral dan etika. Penegakan hukum yang hanya sekedar menekankan
dan mengedepankan formalitas-prosedural di atas etika dan moral keadilan publik sebagai
sukma hukum, menyebabkan keadilan seringkali gagal diwujudkan.
Hal serupa terjadi di bidang ekonomi. Ekonomi tidak bisa dilepaskan dari etika danmoral, karena ekonomi tanpa etika sama halnya dengan kejahatan. Namun demikian, saat
ini kita melihat bagaimana aktivitas ekonomi yang dijalankan justru mengesampingkan
etika. Maraknya kasus korupsi berupa suap dalam bentuk commitment fee atau kick back
dalam proyek misalnya, menujukkan bagaimana aktivitas ekonomi telah
mengesampingkan etika. Padahal, jika saja etika untuk memperoleh proyek pemerintah
dipegang teguh, korupsi dan suap akan bisa dicegah. Saat ini kita juga dapat melihat
dikesampingkannya etika aktivitas ekonomi terhadap lingkungan hidup yang
mengakibatkan kerugian terhadap masyarakat saat ini dan di masa yang akan datang.
Pelanggaran-pelanggaran atas etika terjadi pula dalam bidang ekonomi terkait dengan
lemahnya etika pemerintahan di birokrasi. Saya pernah bertemu dengan pengusaha yang
mengaku terpaksa menyuap pejabat karena pejabatnya yang minta disuap sehingga kalau
tidak menyuap dia akan kalah atau dikalahkan oleh orang lain yang berani menyuap lebih
tinggi.
Tentu kita miris dengan fenomena ini. Manakala etika tidak lagi dijadikan sebagai
acuan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, maka ini bukan lain adalah suara sirine
tanda bahaya bagi negara ini. Saya sering menyebut kondisi negara saat ini sedang dalam
bahaya. Di dalam konstitusi memang ada ketentuan tentang negara dalam bahaya dalam
arti serangan dari luar, dari negara lain, sehingga negara dapat menyatakan perang, namun
keadaan sekarang ini lebih bahaya karena ancaman itu justru datang dari dalam negara.
Ancaman bahaya itu ialah terjadinya penggerogotan dan pembusukan dari dalam negara
ini sendiri. Krisis etika telah membuat kita sulit menemukan orang-orang dengan
perangai santun, tulus, toleran, mengapresiasi orang lain secara berkeadaban dan
-
8/12/2019 URGENSI ETIKA POLITIK
10/18
Etika Politik Page 10
manusiawi, dalam segala hal. Itu sesuatu yang ironis mengingat jati diri bangsa Indonesia
sesungguhnya dibingkai oleh nalar untuk memberikan penghormatan terhadap nilai
kebaikan, kemanusiaan, dan keadilan.
2. M embangun Ak tor Politi k Yang Etis
Fenomena perilaku elit politik kita dalam sepuluh tahun terakhir ini masih diwarnai
sejumlah persolan etika politik, hal tersebut bisa dilihat dalam beberapa hal menyangkut
ketidakmampuan mengelola modal legitimasi dari rakyat, ketidakmampuan
menterjemahkan filosofi bangsa dalam berpolitik, ketidakmampuan mengelola konflik,
gemar menciptakan dan mempertajam konflik, tidak bisa membangun teamwork,
meluapnya kemarahan dalam menghadapi kritik, hilangnya kejujuran dalam komunikasi politik, memutarbalikan kesalahan menjadi kebenaran dengan politik make up, menurut
perspektif penulis merupakan persoalan psikologis elit politik yang berdampak pada etika
politiknya.
Robertus Robert dalam makalahnya mengungkapkan bahwa hidup dan berpolitik saat
ini berjalan tanpa prinsip. Inilah salah satu persoalan etis paling mendasar dalam
demokrasi kontemporer. Dimensi etis dalam relatifisasi dan kematian prinsip ini secara
simultan bertemu dengan kerusakan dalam dimensi psikologis yang sama-sama
diakibatkan oleh industri media kontemporer berupa tenggelamnya ingatan (Demokrasi,
Mediakrasi, dan kaum Medioker,2010).
Perilaku elit politik Indonesia yang demikian sesungguhnya berkorelasi dengan
peristiwa politik. Pergolakan politik Indonesia mutakhir sebagai sebuah peristiwa politik
nampak secara jelas dipengaruhi oleh perilaku elit politik yang ada di republik ini.
Peristiwa paling dekat kita bisa cermati dari konflik KPK-POLRI beberapa bulan lalu dan
kasus Bank Century.
Etika politik Indonesia sesungguhnya bisa dibangun dengan dua hal, yakni oleh
kemampuan menterjemahkan konsensus nasional secara tepat dalam kehidupan politik dan
kemampuan menterjemahkan kejujuran nurani dalam kehidupan politik. Hal pertama akan
melahirkan perilaku politik yang taat pada konstitusi dasar dan taat pada aturan-aturan
politik serta tidak menghianatinya. Hal kedua akan melahirkan perilaku politik yang
santun, rasional, apresiatif pada prestasi politik orang lain termasuk lawan politik, dan
menempatkan kejujuran sebagai spirit komunikasi politik. Pada ranah kedua ini coba
penulis konstruksikan dalam analisis relasi psikologis elit politik dengan perilaku elit
-
8/12/2019 URGENSI ETIKA POLITIK
11/18
Etika Politik Page 11
politik. Karenanya kajian yang menyangkut hal psikologis dalam kaitanya dengan perilaku
elit politik penting untuk didiskusikan.
Robert Frost pernah mengemukakan bahwa sesuatu yang kita sembunyikan membuat
kita lemah, sampai kita menemukan bahwa sesuatu itu adalah diri kita sendiri. Apa yang
membuat diri kita begitu hebat di mata hati orang lain? Data empiris menunjukkan bahwahampir setiap hari tak terbilang jumlahnya manajer dan profesional yang cemerlang
menunjukkan kebolehan mereka sebelum diterima bekerja, serta pemimpin yang
cemerlang, ternyata yang melekat dan nampak pada diri mereka sesungguhnya adalah hati
nurani.
Inilah yang mengiringi kesuksesan mereka. Ada komentar rasional yang
menunjukkan pentingnya hati nurani dan lebih sedikit menyindir para pengagum IQ (baca-
rasionalitas semata), yakni komentar psikolog dari Yale, Robert Stenberg, ahli dalam bidang Succesful Intelligence menyatakan bahwa bila IQ yang berkuasa, ini karena kita
membiarkannya berbuat demikian. Dan bila kita membiarkannya berkuasa, kita telah
memilih penguasa yang buruk. (Robert J.Sternberg, Successful Intelligence ,1996).
Praktik politik elit politik nasional juga nampaknya cenderung membiarkan
rasionalitas lebih berkuasa dibanding nurani atau kejujuran. Logika kuantitatif politik
lebih digunakan elit ketimbang keberpihakan kepada nurani atau kepentingan rakyat
banyak. Hal ini bisa dicermati dalam kasus koalisi elit politik sejak pemilu 2004 dan
pemilu 2009. Koalisi politik yang terjadi cenderung koalisi pragmatis yang
mengedepankan bagi-bagi kue kekuasaan yang sangat akuntatif, berkoalisi sekedar
mendapatkan kekuasaan berapa. Walhasil koalisi tidak pernah menghasilkan pemerintahan
yang efektif untuk mencapai tujuan-tujuan besar. Koalisi menjadi sangat rapuh karena
tidak dibangun dengan dasar koalisi gagasan besar yang menjadikan filosofi bangsa dan
konstitusi Negara sebagai pijakan dalam menjalankan pemerintahan. Efek berbahaya dari
lenahnya basis etika politik elit politik nasional adalah pencapaian cita-cita besar
berbangsa dan bernegara menjadi sangat lamban tercapai dan berdampak pada berbagai
persoalan sosial, politik, ekonomi, budaya , integrasi bangsa dan moralitas hidup.
Analisis di atas menunjukkan ada dua persoalan besar yang menyangkut problem
etika politik kehidupan politik nasional kita. Dua persoalan tersebut menyangkut (1)
menjauhnya etika politik elit politik dari basis hidup berbangsa dan bernegara yakni dasar
bernegara dan konstitusi bernegara.(2) menjauhnya elit politik dari basis etika hidup antar
manusia sebagai warga yakni hati nurani dan kearifan hidup. Dua hal tersebut terjadi
karena menempatkan rasionalitas akuntatif sebagai panglima. Dalam kajian psikologi
-
8/12/2019 URGENSI ETIKA POLITIK
12/18
Etika Politik Page 12
menggunakan perspektif Robert J.Stemberg sebagaimana ditulis diatas sebagai
membiarkan IQ berkuasa, dan karenanya dinilai memilih penguasa yang buruk (1996).
Lalu persoalannya adalah bagaimana dua persoalan etika politik itu bisa
diminimalisir? Dua problem etika tersebut hanya bisa diminimalisir dengan pendekatan
yang holistik. Bahwa problem pertama bisa dilakukan dengan analisis utuh tentang praktik- praktik politik nasional yang menjauh dari filosofi berbangsa dan bernegara Indonesia dan
melakukan regulasi untuk memperkuat komitmen pada kesepakatan berbangsa dan
bernegara. Misalnya menyangkut problem koalisi politik bisa ditelusuri sampai pada
pentingnya meningkatkan jumlah persentase parliamentary threshold dari 2,5 % menjadi 4
% atau 5 % untuk menciptakan sistem multi partai sederhana yang cenderung dapat
menjalankan pemerintahan yang efektif.
Dalam kasus lain, misalnya, menyangkut pentingnya regulasi baru atau amandenUUD menyangkut Pilkada yang memakan dana yang cukup besar dan melahirkan
buruknya etika poitik dalam praktik politik di daerah. Pemilihan kepala daerah dapat
diubah polanya dengan pemilihan oleh anggota DPRD dengan dasar budaya politik
nasional musyawarah mufakat, khususnya untuk tingkat kabupaten. Hal-hal demikian
setidaknya dapat meminimalisir problem etika politik dalam praktik politik baik nasional
maupun daerah.
Masalah rasionalitas akuntatif yang berkuasa dalam praktek politik elit politk
nasional memungkinkan dapat diminimalisir dengan menguatnya kontrol civil society
maupun media massa. Problemnya memang ketika media juga menempatkan rasionalitas
akuntatif dalam pemberitaan politik. Karenanya pers yang mampu memadukan antara
idealisme pers, kepentingan rasionalitas akuntatif( capital ), dan kepentingan berbangsa
dan bernegara menjadi jalan tengah perlu didiskusikan lebih lanjut.
3. M embangun Sistem Poli tik yang Santun
Sebenarnya, mulai hilangnya etika dalam kehidupan berbangsa dan bernegara telah
disadari sejak awal reformasi. Hal ini karena salah satu faktor penyebab runtuhnya rezim
Orde Baru juga ialah masalah etika bernegara yang dilupakan. Tak dapat disangkal bahwa
Orde Baru berhasil memajukan pembangunan fisik atau ekonomi, tetapi bersamaan dengan
itu terjadi pula pengikisan atau pemiskinan nilai-nilai moral. Untuk mengembalikan dan
meningkatkan etika bernegara pada tahun 2001 MPR membuat Ketetapan MPR Nomor
VI/MPR/2001 tentang Etika Kehidupan Berbangsa. Ketetapan ini sesungguhnya saat ini
-
8/12/2019 URGENSI ETIKA POLITIK
13/18
Etika Politik Page 13
masih berlaku, namun sayang telah dilupakan, bahkan oleh para pejabat negara. Ketetapan
MPR Nomor VI/MPR/2001 menentukan Etika Kehidupan Berbangsa meliputi:
1. Etika Sosial Budaya
Etika sosial dan budaya bertolak dari rasa kemanusiaan yang mendalam dengan
menampilkan kembali sikap jujur, saling peduli, saling memahami, saling menghargai,saling mencitai, dan saling menolong di antara sesama manusia dan warga bangsa. Perlu
menumbuhkembangkan kembali budaya malu, yaitu malu berbuat kesalahan dan semua
yang bertentangan dengan moral agama dan nilai-nilai luhur budaya bangsa. Untuk itu juga
perlu ditumbuhkan kembali budaya keteladanan yang harus diwujudkan dalam perilaku
para pemimpin, baik formal maupun informal pada setiap lapisan masyarakat.
2. Etika Politik dan Pemerintahan
Etika Politik dan Pemerintahan mengandung misi kepada setiap pejabat dan elit politikuntuk bersikap jujur, amanah, sportif, siap melayani, berjiwa besar, memiliki keteladanan,
rendah hati, dan siap untuk mundur dari jabatan publik apabila terbukti melakukan
kesalahan dan secara moral kebijakannya bertentangan dengan hukum dan rasa keadilan
masyarakat. Etika ini diwujudkan dalam bentuk sikap yang bertata krama dalam perilaku
politik yang toleran, tidak berpura-pura, tidak arogan, jauh dari
sikap munafik serta tidak melakukan kebohongan publik, tidak manipulatif dan berbagai
tindakan yang tidak terpuji lainnya.
3. Etika Ekonomi dan Bisnis
Persaingan yang jujur, berkeadilan, mendorong berkembangnya etos kerja ekonomi,
daya tahan ekonomi dan kemampuan saing, dan terciptanya suasana kondusif untuk
pemberdayaan ekonomi yang berpihak kepada rakyat kecil melalui kebijakan secara
berkesinambungan. Etika ini mencegah terjadinya praktik-praktik monopoli, oligopoli,
kebijakan ekonomi yang mengarah kepada KKN dan diskriminasi. Minimnya etika di
bidang ini lebih menimbulkan akibat negatif seiring dengan munculnya dominasi
kapitalisme yang bersandar pada premis kaum libertarian bahwa kebebasan hasrat
manusia harus dijamin dan hanya dengan kebebasan hasrat itulah akan dicapai kemajuan di
bidang ekonomi. Intinya, kapitalisme percaya bahwa nafsu keserakahan (greed)
manusialah yang akan mendatangkan kemajuan. Oleh karena itu, tidak boleh ada batasan
terhadap kebebasan keserakahan manusia ini, terutama kebebasan untuk berusaha
menjalankan aktivitas ekonomi dengan segala cara. Premis mendasar kapitalisme tersebut
memunculkan sekurang-kurangnya 3 (tiga) keburukan. Pertama, persaingan bebas, dengan
menghalalkan segala cara, yang menghasilkan pemusatan kekuasaan atau modal hanya
-
8/12/2019 URGENSI ETIKA POLITIK
14/18
-
8/12/2019 URGENSI ETIKA POLITIK
15/18
Etika Politik Page 15
Etika lingkungan menegaskan pentingnya kesadaran menghargai dan melestarikan
lingkungan hidup serta penataan tata ruang secara berkelanjutan dan bertanggungjawab.
Etika, sebagai ajaran-ajaran moral yang menunjukkan sikap dan perilaku yang baik dan
buruk merupakan ajaran yang bersifat konstan sehingga persoalan sesungguhnya adalah
bagaimana menanamkan etika, mengontekstualisasikan, dan mengaktualisasikan dalamrealitas kehidupan bernegara. Untuk itu, memperkuat etika berbangsa dapat dilakukan
melalui pendidikan ajaran nilai dan moral yang menjadi sumber etika serta aktualisasinya
dalam kehidupan bernegara. Di dalam Ketetapan Nomor VI/MPR/2001 ditentukan pula
arah kebijakan untuk memperkuat etika bernegara adalah:
1. Mengaktualisasikan nilai-nilai agama dan budaya luhur bangsa dalam kehidupan
pribadi, keluarga, masyarakat, bangsa, dan negara melalui pendidikan formal, informal,
dan nonformal dan pemberian contoh keteladanan oleh para pemimpin negara, pemimpin bangsa, dan pemimpin masyarakat.
2. Mengarahkan orientasi pendidikan yang mengutamakan aspek pengenalan menjadi
pendidikan yang bersifat terpadu dengan menekankan ajaran etika yang bersumber dari
ajaran agama dan budaya luhur bangsa serta pendidikan watak dan budi pekerti yang
menekankan keseimbangan antara kecerdasan intelektual, kematangan emosional dan
spiritual, serta amal kebajikan.
3. Mengupayakan agar setiap program pembangunan dan keseluruhan aktivitas kehidupan
berbangsa dijiwai oleh nilai-nilai etika dan akhlak mulia, baik pada tahap perencanaan,
pelaksanaan, maupun evaluasi.
Atas dasar itu semua, harus ada upaya untuk membebaskan bangsa dari situasi dan
lilitan bahaya ini. Untuk menyelamatkan negara dan bangsa dari kehancuran akibat
perilaku minim etika, sebaiknya kita harus segera mengembalikan etika dan moral
keadilan publik ke dalam setiap bidang kehidupan kita. Secara kolektif kita harus segera
menyadari kembali bahwa semua perilaku dan tindakan kita haruslah berbasis pada etika
dan moral dan mendudukannya sebagai ukuran paling penting. Sebab secara kodrat,
dimensi-dimensi etis dan keluhuran bangsa ini menjadi bagian tak terpisahkan dari kultur
dan jati diri bangsa.
Semua cara tentu harus ditempuh untuk memperkuat etika bernegara. Namun,
terdapat dua hal penting yang harus diperhatikan. Pertama, pendidikan etika merupakan
pendidikan karakter yang berbeda dengan pendidikan sebagai transfer pengetahuan. Dalam
proses pendidikan karakter ini peran keteladanan jauh lebih besar dibanding dengan proses
-
8/12/2019 URGENSI ETIKA POLITIK
16/18
Etika Politik Page 16
verbal. Perilaku dosen dan pimpinan perguruan tinggi lebih besar pengaruhnya terhadap
pembentukan etika mahasiswa dibanding kuliah tentang etika di kelas. Keteladanan
dalam menegakkan kejujuran ilmiah dan keberanian dalam menegakkan kebebasan
akademik serta kebebasan mimbar akademik menjadi hal yang sangat penting untuk
ditumbuhsuburkan di kampus-kampus. Demikian pula, keteladanan aparat dan pimpinan pemerintahan akan berpengaruh lebih tinggi terhadap upaya memperkuat etika bernegara
di kalangan masyarakat dibanding dengan model penataran, berapa jam pun penataran itu
diberikan.
Kedua Persoalan etika bernegara tidak dapat diselesaikan hanya oleh negara dan para
aparatnya. Negara dalam geraknya diwakili oleh aparat yang juga merupakan anggota
masyarakat. Dengan sendirinya perubahan etika bernegara yang terjadi di kalangan aparat
sesungguhnya mencerminkan perubahan yang terjadi di masyarakat. Sebaliknya, aparatdan pimpinan adalah model bagi anggota masyarakat. Semuanya saling terkait sehingga
harus dilakukan secara simultan. Di era demokrasi saat ini, masyarakat memiliki peran
besar untuk menentukan pemimipin yang beretika sekaligus mampu memperkuat etika
berbangsa dan bernegara. Untuk dapat melakukan hal ini, tentu harus ada kesadaran
terlebih dahulu di kalangan masyarakat serta organisasi masyarakat dan politik tentang
pentingnya etika berbangsa dan bernegara. Atas dasar itulah, nilai-nilai etika dan moral
harus benar-benar hidup di dalam sanubari dan kehidupan kita. Sebab, apapun itu, kalau
tidak bersumber atau dilandasi oleh etika dan moral, akan berpotensi besar membahayakan
masa depan dan menggagalkan tujuan kita mewujudkan kehidupan bangsa dan negara
yang demokratis, berkeadaban, dan berkeadilan.
-
8/12/2019 URGENSI ETIKA POLITIK
17/18
Etika Politik Page 17
C. KESIMPULAN
Berdasarkan dari pembahasan di atas, kesimpulan yang di tarik yaitu
1. Bangsa ini telah kehilangan jati diri sebagai bangsa yang selalu menjunjung tinggi
etika, sopan santun, tata krama dan budi pekerti yang sejak dari dahulu menjadi ciri
khas bangsa kita. Hilangnya moral dan etika bangsa ini sudah menjalar di berbagai
aspek kehidupan, baik dari politik, ekonomi, hukum, sosial, pendidikan, lingkungan.
Dengan merosotnya moral dan etika bangsa ini mengakibatkan kehilangan para elit
sudah tidak mengindahkan apa yang seharusnya dilakukan
2. Pendidikan politik yang berbasis nilai pancasila sebagai etika politik harus di
sampaikan dalam proses pembelajaran yang dapat mencapai visi dan misiserta
kompetensi warga negara untuk bersikap dan berperilaku politik secara etis. Proses
pembelajaran di maksud adalah proses pembelajaran yang sesuai dengan konteks
kewarganegaraan, kritis, analitis dan dinamis.
3. Membangun sistem politik yang baik dan beretika pada initinya harus di tempuh
dengan dua cara yaitu Pertama, pendidikan etika merupakan pendidikan karakter
dengan memberikan teladan yang baik dan berikut negara dan aparat harus menjadi
teladan bagi masyarak, karena perilaku aparat pemerintah dapat memberikan
pengaruh yang besar terhadap masyarakatnya.
-
8/12/2019 URGENSI ETIKA POLITIK
18/18
Etika Politik Page 18
Daftar Pustaka
Franz Magnis-Suseno, Etika Politik: Prinsip-prinsip Moral Dasar KenegaraanModern, Gramedia, Jakarta, 1988.
____________________, Etika Politik, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta,1991.
____________________, Memantapkan Demokrasi Pancasila: Sebuah TelaahFilosofis, Jakarta, 1994.
J. Kristiadi, Demokrasi dan Etika Bernegara, Penerbit Kanisius, Yogyakarta,2008.
Moh. Mahfud MD, Perdebatan Hukum Tata Negara, LP3ES, Jakarta, 2007.
______________, Hukum, Moral, dan Politik, Materi Studium Generale untukMatrikulasi Program Doktor Ilmu Huku Universitas Diopnegoro, Semarang,23 Agustus 2008.
Slamet Sutrisno, Filsafat dan Ideologi Pancasila, Andi Publisher , Yogyakarta,2006.