Bentuk – bentuk Legitimasi (Etika Politik)

download Bentuk – bentuk Legitimasi (Etika Politik)

of 26

Transcript of Bentuk – bentuk Legitimasi (Etika Politik)

Bentuk bentuk LegitimasiBy: Christvior Brian Yasida Alberthus Budi

PengantarPendobrakan Legitimasi kekuasaan religius melahirkan etika politik. Yang akan menjadi dasar wewenang penguasa untuk mengatur masyarakat

Perkembangan perkembangan bentuk LegitimasiPada awalnya ada dua perkembangan yaitu di:

Israel Yunani

1.

Kesadaran bangsa Israel bahwa hanya ada satu Allah, Jahwe, dan bahwa segala dimensi realitas yang lain adalah ciptaan belaka. Kemudian Israel memperoleh seorang raja sebagai pemimpin, dia itu tidak lebih dari seorang manusia biasa yang kekuasaannya hanya sah selama sesuai dengan hukum dan keadilan

2.

Paham masyarakat Yunani yang lahir 2600 tahun yang lalu, yaitu masyarakat yang hidup tidak dalam satu negara teritorial yang besar, tetapi teroganisir dalam banyak negara kota (polis). Sehingga dengan bentuk tersebut dapat menghilangkan kabut kegaiban bidang politik

Apa itu Kekuasaan?

Kemampuan untuk, dalam suatu hubungan sosial, melaksanakan kemauan sediri sekalipun mengalami perlawanan, dan apapun dasar kemampuan ini Max Weber

Kekuasaan adalah Otoritas, dan otoritas adalah kekuasaan yang dilembagakan, yaitu kekuasaan yang tidak hanya de facto menguasai, melainkan berhak untuk menguasai.

Keabsahan Kekuasaan

Keabsahan sesuatu kekuasaan dapat terjadi jika suatu kelompok masyarakat tidak mengakui suatu kekuasaan seseorang atau kekuasaan seseorang tersebut tidak sesuai dengan norma yang berlaku pada masyarakat tersebut.

Obyek LegitimasiLegitimasi materi wewenang Legitimasi Subyek kekuasaan

Legitimasi religius Legitimasi Eliter Legitimasi Demokratis

Legitimasi materi wewenang

Wewenang tertinggi dalam politik ada dua lembaga yaitu:

Hukum Sebagai

lembaga penataan masyarakat yang

normatif

Negara Dalam

kekuasaan sebagai lembaga penataan efektif dalam arti mampu mengambil tindakan

Legitimasi Subyek kekuasaan

Sebagai dasar wewenang seseorang atau sekelompok orang untuk membuat undang undang dan peraturan bagi masyarakat.

Legitimasi Subyek kekuasaan (Legitimasi religius)Penguasa dipandang sebagai manusia yang memiliki kekuatan - kekuatan adiduniawi, ilahi, gaib, maka ia sudah bukan manusia biasa lagi, dan wewenangnya tidak dapat diganggu gugat karena berhakikat adiduniawi Wewenang penguasa pada penetapan oleh Allah

Legitimasi Subyek kekuasaan (Legitimasi Eliter)Hak untuk memerintah pada kecakapan khusus suatu golongan untuk memerintah Diperlukan kualifikasi khusus (elite masyarakat) Ada 4 macam legitimasi Eliter:

Aristokratis Pragmatis Ideologis Teknokratis

AristokratisSecara tradisional Satu golongan, kasta, atau kelas dalam masyarakat dianggap lebih unggul dari masyarakat lain dalam kemampuan memimpin

PragmatisOrang, golongan, atau kelas yang de facto menganggap diri paling cocok untuk memegang kekuasaan dan sanggup untuk merebut serta untuk menanganinya inilah yang dianggap berhak untuk berkuasa

Ideologis ModernLegitimasi ini mengandaikan adanya suatu ideologi negara yang mengikat seluruh masyarakat. Sehingga pengemban ideologis tersebut mempunyai previlege kebenaran dan kekuasaan

TeknokratisPemerintahan oleh para ahlim berdasarkan argumentasi bahwa materi pemerintahan masyarakat di zaman modern ini sedemikian canggih dan kompleks sehingga hanya dapat dijalankan secara bertanggung jawab oleh mereka yang benar benar ahli

DemokratisPrinsip kedaulatan rakyat, pemerintahan dilakukan oleh mereka yang benar benar ditunjuk atas persetujuan sebagian banyak orang, karena mereka dianggap pantas untuk memerintah

Kriteria LegitimasiLegitimasi Sosiologis Legitimasi Legalitas Lagitimasi Etis

Legitimasi SosiologisMekanisme motivatif mana yang nyata nyata membuat masyarakat mau menerima wewenang penguasa. Ada 3 motivasi penerimaan kekuasaan klasik:Legitimasi Tradisional Legitimasi Karismatik Legitimasi Rasional-legal

Legitimasi Tradisional

Keyakinan dalam suatu masyarakat tradisional, bahwa pihak menurut tradisi lama memegang pemerintahan berhak untuk memerintahBerdasarkan perasaan kagum, hormat, cinta, atau ngeri terhadap suatu pribadi yang mengesankan Kepercayaan pada tatanan hukum rasional. Pihak yang memegang kekuasaan berdasarkan hukum dan menurut peraturan yang berlaku adalah penguasa yang sah

Legitimasi Karismatik

Legitimasi Rasional Legal

Legitimasi LegalitasKesesuaian dengan hukum yang berlaku, merupakan salah satu kemungkinan kriteria bagi keabsahan wewenang. Legalitas menuntut wewenang berjalan sesuai hukum yang berlaku

Legitimasi EtisLegitimasi ini mempersoalkan keabsahan wewenang kekuasaan politik dari segi norma norma moral Legitimasi itu muncul dalam dua konteksSetiap tindakan negara baik legislatif maupun eksekutif dapat dan harus dipertanyakan dari segi norma norma moral. Tidak menyangkut masing masing kebijaksanaan dari kekuasaan politik, melainkan kekuasaan politis itu sendiri.

Legitimasi Etis harus dibatasi terhadap dua bentuk: Legitimasi Pragmatis`

Menolak tuntutan legitimasi etis sebagai abstrak dan ideologis Legitimasi etis dipahami sebagai tuntutan agar masalah masalah dipecahkan sesuai prinsip moral Ideologi sendiri yang mendasarinya sendiri tidak boleh dipertanyakan Hanya mempertanyakan apakah suatu kebijaksanaan sesuai atau tidak dengan ideologinya, tetapi ideologi sendiri harus mutlak diterima

Legitimasi Ideologis

Kekhasan Legitimasi Etis

Legitimasi etis dan legalitas

Pembernaran atau pengabsahan wewenang negara berdasarkan prinsip prinsip moral, maka legalitas menyangkut fungsi fungsi kekuasaan negara dan menuntut agar fungsi fungsi kekuasaan itu diperoleh dan dilakukan dengan hukum yang berlaku Legalitas tidak dapat menjami legitimasi etis, karena legalitas hanya memakai hukum yang berlaku sebagai kriteria keabsahan, belum tentu hukum yang berlaku dapat dibenarkan secara etis Legalitas belom menjamin moralitas negara

Legitimasi etis dan legitimasi sosiologis

Moralitas belum terjamin asal manusia bertindak sesuai dengan pandangan pandangan moral yang berlaku dalam suatu masyarakat. Etika tidak berdasarkan pandangan pandangan moral de facto yang dianut dalam suatu masyarakat melainkan bertugas untuk mempertanyakan secara etis Dukungan mayoritas bagi kebijaksanaan kekuasaan politik belum menjamin harkat moral kebijaksanaan itu