a. Ketersediaan oksigen (oa) Karakteristik lahan yang diukur pada ketersediaan oksigen adalah drainase. Drainase merupakan pengaruh laju perkolasi air ke dalam tanah terhadap aerasi udara dalam tanah. Menurut Ekawati (2011), drainase adalah proses meresapnya air ke dalam tanah dan pembuangan air tanah. Drainase menggambarkan tata air pada suatu daerah. Drainase dipengaruhi oleh mineral lempung, kemiringan lahan serta teknis irigasi. Beberapa SPL yang memiliki faktor pembatas ketersediaan oksigen untuk komoditas kencur, kunyit dan temulawak adalah SPL 4, 7, 9, 13, 21. Tanaman jahe tidak memiliki faktor pembatas ketersediaan oksigen. Menurut pengamatan di lapangan, tanah di SPL tersebut termasuk tanah Grumusol. Tanah ini memiliki sifat drainase yang buruk, hal ini diperkuat oleh Goenawan (2011), yang mengatakan Jenis tanah Grumusol sifat tanahnya mudah longsor dan memiliki drainase buruk. Menurut Balittanah (2007), drainase yang baik (well drained) dicirikan dengan tanah yang mempunyai daya menahan air sedang, lembab tapi tidak cukup basah dekat permukaan. Ciri yang dapat diketahui di lapangan yaitu tanah berwarna homogen tanpa bercak atau karatan besi dan/atau mangan serta warna gley (reduksi). Tingkat pengelolaan yang dapat dilakukan untuk memperbaiki drainase adalah sedang tinggi. Usaha perbaikan yang dapat dilakukan petani di Kecamatan Bulu, antara lain: 1) Pada tanah dengan drainase cepat, perbaikan dapat dilakukan dengan penambahan bahan organik yang dapat mengikat air hingga 300 kali beratnya. Selain itu penambahan bahan organik juga dapat meningkatkan kesuburan tanah. Penambahan bahan organik dapat dilakukan dengan pemberian pupuk kandang. 2) Pada drainase terhambat, perbaikan dapat dilakukan dengan membuat saluran terbuka ataupun guludan, sehingga air berlebih di permukaan tanah dapat mengalir dan menurunkan muka air. Perbaikan drainase dapat berfungsi untuk merperbaiki aerasi tanah serta mampu melarutkan senyawa racun yang ada di permukaan tanah.