UPAYA SOUTHEAST ASIAN MINISTERS OF...
Transcript of UPAYA SOUTHEAST ASIAN MINISTERS OF...
UPAYA SOUTHEAST ASIAN MINISTERS OF
EDUCATION (SEAMEO) DALAM MEWUJUDKAN
SUSTAINABLE DEVELOPMENT GOALS (SDGs) POIN
4.2 PERIODE 2017-2018
Skripsi
Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh
Gelar Sarjana Sosial (S.Sos)
oleh:
Wina Sumiati
11141130000038
PROGRAM STUDI ILMU HUBUNGAN INTERNASIONAL
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
2018
i
PERNYATAAN BEBAS PLAGIARISME
Skripsi yang berjudul:
UPAYA SOUTHEAST ASIAN MINISTERS OF EDUCATION (SEAMEO)
DALAM MEWUJUDKAN SUSTAINABLE DEVELOPMENT GOALS
(SDGs) POIN 4.2 PERIODE 2017-2018
1. Merupakan karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi salah satu
persyaratan memperoleh gelar Strata 1 di Universitas Islam Negeri (UIN)
Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya cantumkan
sesuai dengan ketentuan yang berlaku di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif
Hidayatullah Jakarta.
3. Jika di kemudian hari terbukti bahwa karya saya ini bukan hasil karya asli saya
atau merupakan hasil jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia
menerima sanksi yang berlaku di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif
Hidayatullah Jakarta.
Tangerang Selatan, 01 Oktober 2018
Wina Sumiati
ii
PERSETUJUAN PEMBIMBING SKRIPSI
Dengan ini, Pembimbing Skripsi menyatakan bahwa mahasiswa:
Nama : Wina Sumiati
NIM : 11141130000038
Program Studi : Ilmu Hubungan Internasional
Telah menyelesaikan penulisan skripsi dengan judul:
UPAYA SOUTHEAST ASIAN MINISTERS OF EDUCATION (SEAMEO) DALAM
MEWUJUDKAN SUSTAINABLE DEVELOPMENT GOALS (SDGs) POIN 4.2
PERIODE 2017-2018
dan telah memenuhi persyaratan untuk diuji.
Tangerang Selatan, 05 Oktober 2018
Mengetahui, Menyetujui,
Ketua Program Studi Pembimbing
Ahmad Alfajri, MA Ahmad Alfajri, MA
NIP. NIP.
iii
PENGESAHAN PANITIA UJIAN SKRIPSI
SKRIPSI
UPAYA SOUTHEAST ASIAN MINISTERS OF EDUCATION (SEAMEO)
DALAM MEWUJUDKAN SUSTAINABLE DEVELOPMENT GOALS
(SDGs) POIN 4.2 PERIODE 2017-2018
oleh
Wina Sumiati
11141130000038
telah dipertahankan dalam sidang ujian skripsi di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu
Politik Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta pada tanggal
16 Oktober 2018. Skripsi ini telah diterima sebagai salah satu syarat memperoleh
gelar Sarjana Sosial (S.Sos) pada Program Studi Hubungan Internasional.
Ketua, Sekretaris,
Ahmad Alfajri, MA
NIP. Eva Mushoffa, MHSPS
NIP.
Penguji I, Penguji II,
Rahmi Fitriyanti, M.Si
NIP.197709142011012004
Febri Dirgantara Hasibuan, MM
NIP.
Diterima dan dinyatakan memenuhi syarat kelulusan pada tanggal 16 Oktober
2018.
Ketua Program Studi Hubungan Internasional
FISIP UIN Jakarta
Ahmad Alfajri, MA
NIP.
iv
ABSTRAK
Skripsi ini menganalisis upaya yang dilakukan organisasi pendidikan se-Asia
Tenggara (SEAMEO) dalam mewujudkan tujuan global PBB (SDGs) poin 4.2
periode 2017-2018. Tujuan penelitian ini adalah untuk memaparkan beberapa
upaya dengan memfokuskan pada penyediaan layanan ECCE berkualitas melalui
pembetukan SEAMEO CECCEP di kawasan Asia Tenggara pada tahun 2030.
Dalam penulisannya, skripsi ini menggunakan metode penelitian kualitatif yang
bersifat deskriptif analitis dengan teknik pengumpulan data primer dan sekunder.
Perspektif Konsruktivisme, teori People Centered Development, konsep Human
Development, konsep Organisasi Internasional, dan konsep Sustainable
Development digunakan untuk menjawab pertanyaan penelitian. Dengan
mengaitkan teori dan konsep tersebut, hasil penelitian pun dipaparkan menjadi
sebuah analisis ilmiah. Berdasarkan hasil analisis dengan menggunakan teori dan
konsep tersebut dapat disimpulkan bahwa upaya yang dilakukan SEAMEO
sebagai organisasi regional di bidang pendidikan dalam mewujudkan ECCE
berkualitas di kawasan adalah dengan membentuk pusat kajian khusus yang
menangani pendidikan anak usia dini, yakni SEAMEO Regional Center for Early
Childhood Care Education and Parenting (SEAMEO CECCEP). Dalam
mewujudkan tujuan tersebut, pusat kajian ini memiliki tiga program utama, yakni
research and development (penelitian dan pengembangan), capacity building
(peningkatan kapasitas), dan advocacy and partnership (advokasi dan kerjasama).
Beberapa upaya, seperti seminar dan survei telah dilakukan sebagai langkah awal
memulai program. Saat ini, SEAMEO CECCEP memiliki 12 judul penelitian dan
akan didanai oleh pusat kajian ini dalam proses penelitiannya. Sedangkan untuk
peningkatan kapasitas, SEAMEO CECCEP akan mengembangkan 12 model
pembelajaran terpilih untuk melatih guru-guru ECCE di Asia Tenggara. Terakhir,
dalam bidang advokasi dan kerjasama, 1 Desember 2018 mendatang, SEAMEO
CECCEP akan mengadakan Memorandum of Undersanding (MoU) dengan Asia-
Pacific Regional Network for Early Childhood (ARNEC), Politechnic University
of Philippine, dan Aide et Action Internasional. Pada bagian akhir, penulis
memberi pandangan mengenai pentingnya kerjasama dengan Organisation
Mondiale pour l’Education Prescolaire (OMEP) agar dapat turut mempercepat
pencapaian target SDGs perihal penyediaan layanan ECCE yang bebas dan
berkualitas di kawasan Asia Tenggara. Sejauh ini, upaya tersebut dapat dikatakan
tepat dilakukan SEAMEO untuk mewujudkan tujuan pembangunan berkelanjutan
di Asia Tenggara.
Keywords: SEAMEO, SEAMEO CECCEP, SDGs, ECCE, Asia Tenggara,
Konstruktivisme, Organisasi Internasional.
v
KATA PENGANTAR
Bismillahirrahmanirrahim. Puji serta syukur selalu penulis panjatkan pada
Allah SWT atas setiap kucuran nikmat dan limpahan karunia-Nya sehingga bisa
menyelesaikan penulisan skripsi ini. Salawat dan salam penulis haturkan pada
Sang Revolusioner Islam, Nabi Muhammad SAW.
Penulis sadar bahwa skripsi ini tidak dapat diselesaikan tanpa dukungan
dan bantuan, baik yang bersifat materi maupun nonmateri dari beberapa pihak.
Untuk itu, pada kesempatan ini, penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih
kepada:
1. Kedua orangtua penulis, yakni Alm. Bapak Ace Sulaeman dan Ibu
Herawati yang selalu memberikan kasih sayang dan doa-doa
terbaiknya demi kebahagiaan dan keberhasilan penulis. Kakak-kakak
penulis, Heni Susanti, Yudi, Aceng Saefullah, dan Apong Siti Saadah
yang telah dan selalu dengan rela membagi waktu dan materinya untuk
membantu keberhasilan penulis dalam proses belajar dan mencapai
cita-cita.
2. Dosen pembimbing, Pak Ahmad Alfajri, MA yang dengan penuh
kesabaran dan pemakluman telah membimbing secara langsung proses
penyelesaian skripsi ini.
3. Bapak Ahmad Alfajri, MA. selaku Ketua Program Studi llmu
Hubungan Internasional sekaligus Ketua Sidang, Ibu Eva Mushoffa,
MHSPS. selaku Sekretaris Program Studi Ilmu Hubungan
Internasional sekaligus Sekretaris Sidang, Bapak Irfan R. Hutagalung,
LLM., selaku Pembimbing Akademik, Ibu Rahmi Fitriyanti, M.Si
selaku Penguji Skripsi I, Bapak Febri Dirgantara Hasibuan, MM
selaku Penguji Skripsi II, Bapak Jajang, dan Ibu Rida selaku Bagian
Akademis, beserta seluruh Dosen Pengajar dan Staf di Program Studi
Ilmu Hubungan Internasional FISIP UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
yang telah membantu penulis dalam proses pembelajaran.
4. Teman-teman dan sahabat yang selalu kompak semasa kuliah,
terkhusus untuk Putri Larasati, Saleha Mufida, Intan Nurannisa, Eva
Asmannisa, Ida Nur Jannah, Ulfah Nurazizah, Ulfah Rahmadiyanti,
Tiara Nurul Fikriyah, Dede Yati, Zsahwa Maula, Sayyida, Ervin
Bagus, dan Ilmiyati Nufus. Terima kasih atas setiap canda dan tawa
vi
yang selalu menghiasi persahabatan kita. Semoga kita bisa sukses di
bidang yang kita senangi.
Beserta seluruh pihak yang berperan penting dalam penyusunan skripsi ini
tetapi tidak bisa disebutkan satu per satu.
Penulis berharap segala dukungan dan bantuan yang telah diberikan
mendapat balasan terbaik dari Allah SWT. Semoga skripsi yang telah diselesaikan
ini dapat memberi manfaat, baik untuk penulis sendiri maupun untuk pembaca
serta menjadi dasar bagi penelitian selanjutnya. Aamiin.
Tangerang Selatan, 23 September 2018
Wina Sumiati
vii
DAFTAR ISI
LEMBAR PERNYATAAN BEBAS PLAGIARISME .................................................. i
LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING ................................................................. ii
LEMBAR PENGESAHAN PANITIA UJIAN SKRIPSI .............................................. iii
ABSTRAK ......................................................................................................................... iv
KATA PENGANTAR ....................................................................................................... v
DAFTAR ISI ...................................................................................................................... vii
DAFTAR GRAFIK ........................................................................................................... ix
DAFTAR GAMBAR ......................................................................................................... x
DAFTAR LAMPIRAN ..................................................................................................... xi
DAFTAR SINGKATAN ................................................................................................... xii
BAB I PENDAHULUAN .................................................................................................. 1
A. Pernyataan Masalah ............................................................................................ 1
B. Pertanyaan Penelitian ......................................................................................... 10
C. Tujuan dan Manfaaat Penelitian ......................................................................... 10
D. Tinjauan Pustaka ................................................................................................ 11
E. Kerangka Pemikiran ........................................................................................... 15
1. Perspektif Konstruktivisme ............................................................................ 15
2. Teori People Centered Development .............................................................. 20
3. Konsep Human Development ......................................................................... 22
4. Konsep Sustainable Development .................................................................. 25
5. Konsep Peranan Organisasi Internasional ...................................................... 28
F. Metode Penelitian ............................................................................................... 29
G. Sistematika Penulisan ......................................................................................... 31
viii
BAB II SEAMEO SEBAGAI FASILITATOR LAYANAN PENDIDIKAN DI
ASIA TENGGARA ........................................................................................................... 34
A. SEAMEO sebagai Organisasi Regional Bidang Pendidikan di Asia
Tenggara ............................................................................................................. 34
B. Early Childhood Care and Education (ECCE) sebagai Salah Satu Seven
Priority Areas SEAMEO .................................................................................... 39
C. Perkembangan Early Childhood Care and Education (ECCE) di Asia
Tenggara ............................................................................................................. 41
BAB III SDGs DAN ISU SENTRAL EARLY CHILDHOOD CARE AND
EDUCATION (ECCE) DALAM HUBUNGAN INTERNASIONAL ........................... 63
A. Sustainable Development Goals (SDGs) sebagai Agenda PBB Tahun
2030 .................................................................................................................... 64
B. Early Childhood Care and Education (ECCE) sebagai Salah Satu Poin
SDGs ................................................................................................................... 69
C. Early Childhood Care and Education (ECCE) untuk Ketahanan
(Sustainability) sebagai Proyek Dunia Organisation Mondiale pour
l’Education Prescolaire (OMEP) ....................................................................... 80
BAB IV ANALISIS UPAYA SEAMEO DALAM MEWUJUDKAN
SUSTAINABLE DEVELOPMENT GOALS (SDGs) POIN 4.2 PERIODE
2017-2018 ........................................................................................................................... 85
A. Research and Development (Penelitian dan Pengembangan) .......................... 92
B. Capacity Building (Peningkatan Kapasitas) ..................................................... 102
C. Advocacy and Partnership (Advokasi dan Kerjasama) ................................... 106
BAB V PENUTUP ............................................................................................................. 111
A. Kesimpulan ......................................................................................................... 111
B. Saran ................................................................................................................... 114
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................................ xiv
LAMPIRAN-LAMPIRAN ............................................................................................... xxii
ix
DAFTAR GRAFIK
Grafik III.C.1. Tingkat Kehadiran Anak Usia Dini di Program-program Pra-
Sekolah Dasar dari Tahun 1990-1998……………………………………………45
Grafik III.C.2. Tingkat Kehadiran Anak Usia Dini di Program-program Pra-
Sekolah Dasar dari Tahun 1999-2005……………………………………………46
x
DAFTAR GAMBAR
Gambar I.E.1. Segitiga Pembangunan Berkelanjutan—Elemen Pokok dan
Interkoneksi………………………………………………………………………27
Gambar III.A.2. Persebaran Pusat Kajian (Centers) SEAMEO di Kawasan Asia
Tenggara………………………………………………………………………….39
Gambar IV.A.3. Scheme of Study of IFMP………………………………...…….98
Gambar IV.B.4. The ECCE Teacher Competency Framework for Southeast
Asia.......................................................................................................................104
xi
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 Poin SDGs………………………………………………………...xxix
Lampiran 2 Daftar 24 Pusat Kajian SEAMEO………………………………....xxx
Lampiran 3 ECCE PROGRAM FIVE YEARS DEVELOPMENT PLAN (2017-
2021)…………………………………………………………………………....xxx
Lampiran 4 Daftar Judul dan Peneliti Penerima Research Grants SEAMEO
CECCEP 2018……………………………………………………………….....xxxi
Lampiran 5 Daftar Model Pembelajaran Terpilih Tahap I……………………xxxii
Lampiran 6 Hasil Wawancara dengan Direktur Deputi Program SEAMEO
CECCEP……………………………………………………………………...xxxiii
xii
DAFTAR SINGKATAN
AIDS Acquired Immune Deficiency Syndrome
ARNEC Asia-Pacific Regional Network for Early Childhood
ASEAN Association of Southeast Asian Nations
ASI Air Susu Ibu
Bappenas Badan Perencanaan Pembangunan Nasional
BCC Behaviour Change Communication
BKB Bina Keluarga Balita
CBHA Community-Based Health Activities
ECCE Early Childhood Care and Education
ESD Education for Sustainable Development
EFA Education for All
FAMRI Flight Attendant Medical Research Institute
FGD Forum Group Discussion
FYDP Five-Year Development Plan
HIMPAUDI Himpunan Pendidik dan Tenaga Kependidikan
Anak Usia Dini Indonesia
HIV Human Immunodeficiency Virus
ICDE International Council for Open and Distance
Education
IGTKI Ikatan Guru Taman Kanak-kanak Indonesia
IPB Institut Pertanian Bogor
IYCF Infant and Young Child Feeding
KB Kelompok Bermain
MDGs Millennium Development Goals
MIND Munasinghe Institute for Development
MoU Memorandum of Understanding
NGO Non-Governmental Organization
ODL Open and Distance Learning
OMEP Organisation Mondiale pour l’Education
Prescolaire
PAUD Pendidikan Anak Usia Dini
PAUDNI Pendidikan Anak Usia Dini, Nonformal dan
Informal
PBB Perserikatan Bangsa-Bangsa
POSYANDU Pos Pelayanan Kesehatan Terpadu
PUSKESMAS Pusat Kesehatan Masyarakat
SDA Sumber Daya Alam
SDGs Sustainable Development Goals
SDM Sumber Daya Manusia
xiii
SEAMEO Southeast Asian Ministers of Education
Organization
SEAMEO CECCEP SEAMEO Regional Center for Early Childhood
Care Education and Parenting
SEAMOLEC SEAMEO Regional Open Learning Center
STEPP Survey of Teachers in Pre-Primary Education
TK Taman Kanak-kanak
TPA Taman Penitipan Anak
UNESCO United Nations Educational, Scientific and Cultural
Organization
UNICEF United Nations Children’s Fund
UNDP United Nations Development Programs
UPI Universitas Pendidikan Indonesia
WCED World Commission on Environment and
Development
WHO World Health Organization
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Pernyataan Masalah
Pembentukan Southeast Asian Ministers of Education Organization
(SEAMEO) sebagai sebuah organisasi regional antarpemerintah di kawasan Asia
Tenggara bertujuan untuk mempromosikan kerjasama dalam bidang pendidikan,
ilmu pengetahuan, dan kebudayaan.1
Organisasi yang dibentuk pada tahun 1965 ini terus berupaya
mengembangkan potensi sumber daya manusia dan mengeksplor potensi tertinggi
masyarakat Asia Tenggara melalui jalur pendidikan.2 Melalui pendidikan,
diharapkan semua masyarakat di kawasan ini dapat menciptakan kehidupan yang
lebih berkualitas, menjaga kelestarian budaya dan tradisi, mengembangkan
teknologi informasi dan komunikasi, mengentaskan kemiskinan serta mampu
mengolah sumber daya alam dengan baik.3
Agar berbagai tujuan tersebut dapat tercapai, SEAMEO selalu membuat
agenda prioritas yang tentunya disesuaikan dengan situasi regional dan
1 SEAMEO, What is SEAMEO, diakses dari
http://www.seameo.org/SEAMEOWeb2/index.php?option=com_content&view=article&id=90&Itemid=518;
diunduh pada 2 Mei 2018.
2 Direktorat Jenderal Kerjasama ASEAN Departemen Luar Negeri RI, ASEAN Selayang Pandang,
(ASEAN, 2007), hlm. 84.
3 SEAMEO, What is SEAMEO, diakses dari
http://www.seameo.org/SEAMEOWeb2/index.php?option=com_content&view=article&id=90&Itemid=518;
diunduh pada 2 Mei 2018.
2
internasional. Agenda prioritas terbaru yang telah disepakati oleh para menteri
pendidikan Asia Tenggara ini adalah Seven Priority Areas yang berlaku dari tahun
2015 sampai 2035.4
Agenda ini dirancang dengan tujuan untuk meningkatkan kualitas dan
kuantitas pendidikan di kawasan tersebut. Oleh karena itu, diharapkan semua
negara di kawasan Asia Tenggara dapat memberikan perhatian lebih pada
terimplementasinya ketujuh agenda prioritas tersebut agar dapat mempersiapkan
generasi yang mampu bersaing dalam dunia kerja.5
Ada tujuh agenda yang sangat penting untuk diprioritaskan dalam
menjalankan organisasi ini, yakni: pendidikan dan pengasuhan anak usia dini
(early childhood care and education/ECCE), penyebutan berbagai hambatan
dalam pencantuman (addressing barriers to inclusion), kegembiraan dalam
menghadapi keadaan darurat (resiliency in the face of emergencies), promosi
pendidikan dan pelatihan teknis serta kejuruan (promoting technical and
vocational education and training), revitalisasi pendidikan guru (revitalising
teacher education), kepaduan pendidikan tinggi dengan penelitian (harmonising
4 SEAMEO, SEAMEO 7 Prority Areas Implementation by SEAMEO Member Countries, [database
online]; tersedia di
https://www.google.com/url?sa=t&source=web&rct=j&url=http://www.seameo.org/SEAMEOWeb2/images/s
tories/Publications/Centers_Pub/SEAMEO_Education_agenda/03%2520SEAMEO%25207%2520Priority%2
520Implementation%2520by%2520Member%2520Countries.pdf&ved=2ahUKEwialpjgjLvdAhUHvo8KHZ
X9D1MQFjACegQICRAB&usg=AOvVaw0OfHWmjgkwOEZDHkugZB6r; diakses pada 24 Juni 2018.
5 SEAMEO, SEAMEO 7 Prority Areas Implementation by SEAMEO Member Countries, [database
online]; tersedia di
https://www.google.com/url?sa=t&source=web&rct=j&url=http://www.seameo.org/SEAMEOWeb2/images/s
tories/Publications/Centers_Pub/SEAMEO_Education_agenda/03%2520SEAMEO%25207%2520Priority%2
520Implementation%2520by%2520Member%2520Countries.pdf&ved=2ahUKEwialpjgjLvdAhUHvo8KHZ
X9D1MQFjACegQICRAB&usg=AOvVaw0OfHWmjgkwOEZDHkugZB6r; diakses pada 24 Juni 2018.
3
higher education and research), dan adopsi kurikulum abad 21 (adopting a 21st
century curriculum).6
Perhatian SEAMEO terhadap pendidikan dan pengasuhan anak usia dini
sebenarnya sudah bermula sejak digelarnya Konferensi Dewan Southeast Asian
Ministers of Education Organization (SEAMEO) yang ke-45 di Cebu, Republik
Filipina pada tahun 2010—setelah sebelumnya kesepuluh negara di Asia tenggara
mengikuti meeting yang diadakan oleh World Health Organization (WHO) dan
United Nations Children’s Fund (UNICEF) di Sri Lanka pada Juli 2009.
Organisasi yang berisikan para menteri pendidikan negara-negara Asia tenggara
ini mulai melihat betapa potensialnya pendidikan dan pengasuhan anak usia dini
bagi tumbuh kembang setiap individu.7
Perkembangan anak usia dini yang merupakan kunci untuk kehidupan
produktif disebut sebagai fase kritis yang dapat menjadi dasar kebahagiaan dan
proses pembelajaran seseorang di masa depan. Berdasarkan penelitian, setengah
dari potensi kecerdasan seseorang berkembang pesat pada usianya yang keempat.8
Intervensi pada anak usia dini ini memiliki efek jangka panjang dan membekas
bagi kapasitas intelektual, kepribadian, dan perilaku sosial. Ketika saja pada usia
6 SEAMEO, SEAMEO Seven Priority Areas + Action Agenda 2016-2020, [database online]; tersedia
di
https://www.google.com/url?sa=t&source=web&rct=j&url=http://www.seameo.org/SEAMEOWeb2/images/s
tories/Publications/Centers_Pub/SEAMEO_Education_agenda/04%2520SEAMEO%25207%2520Priority%2
520Areas%2520Implementation%2520by%2520Centres.pdf&ved=2ahUKEwialpjgjLvdAhUHvo8KHZX9D
1MQFjAAegQIBhAB&usg=AOvVaw3-jjZdv5extypuEY6WGNuB; diakses pada 24 Juni 2018.
7 SEAMEO&UNESCO, Southeast Asian Guidelines for Early Childhood Teacher Development and
Management, (Bangkok: SEAMEO Secretariat&UNESCO Bangkok Office), 2016; tersedia di http://unesdoc.unesco.org/images/0024/002443/244370e.pdf; diunduh pada 28 April 2018.
8 Early Childhood Development: The Key to a full and productive life, tersedia di
https://www.unicef.org/dprk/ecd.pdf; diunduh pada 29 April 2018.
4
ini gagal dalam melakukan investasi, maka akan menyebabkan keterlambatan
dalam proses perkembangannya.9
Beberapa penelitian di bidang ilmu saraf (neuroscience) berhasil
mengungkap bahwa proses pematangan otak dan ketersambungan saraf-saraf
penting berkembang pesat saat seseorang masih berusia dini. Dalam hal ini,
lingkungan mempunyai dampak yang sangat penting dalam menentukan
bagaimana otak dan sistem saraf tumbuh dan berkembang. Selain itu, proses
pembuangan sel saraf berlebih yang tidak mengalami kematangan—yang
berlanjut sampai seorang individu beranjak dewasa—terjadi secara dramatis pada
usia dini.10
Oleh karena itu, jika saja pada masa usia dini seorang anak tidak
mendapatkan stimulasi yang memadai, maka dapat dikatakan merugi karena di
usia selanjutnya otak sudah tidak mampu untuk menyambungkan lagi saraf-saraf
penting tersebut.11
Kurangnya nutrisi yang diberikan pada masa kehamilan sampai dengan usia
satu tahun kehidupan dapat berpengaruh terhadap perkembangan otak dan
mengarah pada kelainan saraf dan perilaku.12
Beberapa fakta telah mengungkap
bahwa seorang bayi yang mendapatkan nutrisi yang bagus dan stimulasi
psikososial yang mencukupi biasanya memiliki fungsi otak yang lebih bagus
9 Early Childhood Development: The Key to a full and productive life, tersedia di
https://www.unicef.org/dprk/ecd.pdf; diunduh pada 29 April 2018.
10 UNICEF, State of the World’s Children, (New York: UNICEF), 2001.
11 World Bank, Brain Development, tersedia di http://www.worldbank.org/children/devstages.html diadaptasi dari http://www.worldbank.org/children/braindev.html.
12 World Bank, Brain Development, tersedia di http://www.worldbank.org/children/devstages.html
diadaptasi dari http://www.worldbank.org/children/braindev.html.
5
dibandingkan dengan yang sedikit mendapatkan stimulasi pada usianya yang ke-
20.13
Dengan didukung oleh beberapa penelitian di bidang ilmu saraf
(neuroscience), gizi, psikologi kognitif serta pendidikan yang telah dipaparkan
tersebut dan membuktikan bahwa pendidikan serta pengasuhan anak usia dini
yang berkualitas itu penting, organisasi kawasan ini pun pada akhirnya
berkesimpulan untuk menjadikan anak usia dini sebagai salah satu objek utama
yang termasuk ke dalam agenda prioritasnya demi mewujudkan agenda
pembangunan di kawasan Asia Tenggara.14
Proses aktualisasi dari penyadaran akan pentingnya pendidikan dan
pengasuhan anak usia dini ini tidak terjadi dengan instan, namun telah melalui
berbagai upaya perjuangan. Setelah Konferensi Dewan Southeast Asian Ministers
of Education Organization (SEAMEO) yang ke-45 ini terlaksana, UNESCO Asia
dan Pacific Regional Bureau for Education berkolaborasi dengan Sekretariat
SEAMEO untuk menganalisis kebijakan dan sistem untuk guru ECCE di Asia
Tenggara.15
13 World Bank/Consultative Group on ECCE, Early Childhood counts, Programming Resources for
Early Childhood Care and Development; (The International Bank for Reconstruction and Development/The World Bank on behalf on the Consultative Group on ECCD Consortium), 2000.
14 SEAMEO&UNESCO, Southeast Asian Guidelines for Early Childhood Teacher Development and
Management, (Bangkok: SEAMEO Secretariat&UNESCO Bangkok Office), 2016; diakses dari http://unesdoc.unesco.org/images/0024/002443/244370e.pdf; diunduh pada 28 April 2018.
15 SEAMEO&UNESCO, Southeast Asian Guidelines for Early Childhood Teacher Development and
Management, (Bangkok: SEAMEO Secretariat&UNESCO Bangkok Office), 2016; diakses dari
http://unesdoc.unesco.org/images/0024/002443/244370e.pdf; diunduh pada 28 April 2018.
6
Dalam hal ini, UNESCO mengajukan sebuah proyek berjudul “Early
Childhood Teacher Development in Southeast Asia”. Pengejawantahan dari
proyek ini adalah sebuah panduan untuk manajemen dan perkembangan guru
ECCE di Asia Tenggara yang diberi nama Southeast Asian Guidelines for Early
Childhood Teacher Development and Management dan berhasil dilakukan
verifikasi berkas pada Juli-September 2015.16
Beriringan dengan penyusunan panduan tersebut, pada 28 Agustus 2014,
Komite Eksekutif SEAMEO mensahkan beberapa pesan kunci (key massages)
yang merupakan hasil dari kajian pendidikan yang dilakukan Sekretariat
SEAMEO untuk masa depan Asia Tenggara dengan menggunakan pendekatan
futuristik.17
Kajian pendidikan ini merupakan cikal bakal penyusunan SEAMEO 7
Priority Areas yang sebelumnya telah dibahas dalam SEAMEO Strategic
Dialogue of Education Ministers pada 13 September 2014 di Vientiane, Laos.18
Pendidikan dan pengasuhan anak usia dini termasuk ke dalam tujuh agenda
prioritas yang hendak diperjuangkan SEAMEO ini.
16 SEAMEO&UNESCO, Southeast Asian Guidelines for Early Childhood Teacher Development and
Management, (Bangkok: SEAMEO Secretariat&UNESCO Bangkok Office), 2016; diakses dari http://unesdoc.unesco.org/images/0024/002443/244370e.pdf; diunduh pada 28 April 2018.
17 SEAMEO, SEAMEO 7 Prority Areas Implementation by SEAMEO Member Countries, [database
online]; tersedia di
https://www.google.com/url?sa=t&source=web&rct=j&url=http://www.seameo.org/SEAMEOWeb2/images/s
tories/Publications/Centers_Pub/SEAMEO_Education_agenda/03%2520SEAMEO%25207%2520Priority%2
520Implementation%2520by%2520Member%2520Countries.pdf&ved=2ahUKEwialpjgjLvdAhUHvo8KHZ
X9D1MQFjACegQICRAB&usg=AOvVaw0OfHWmjgkwOEZDHkugZB6r; diakses pada 24 Juni 2018.
18 SEAMEO, SEAMEO 7 Prority Areas Implementation by SEAMEO Member Countries, [database
online]; tersedia di
https://www.google.com/url?sa=t&source=web&rct=j&url=http://www.seameo.org/SEAMEOWeb2/images/s
tories/Publications/Centers_Pub/SEAMEO_Education_agenda/03%2520SEAMEO%25207%2520Priority%2
520Implementation%2520by%2520Member%2520Countries.pdf&ved=2ahUKEwialpjgjLvdAhUHvo8KHZ
X9D1MQFjACegQICRAB&usg=AOvVaw0OfHWmjgkwOEZDHkugZB6r; diakses pada 24 Juni 2018.
7
Pada 25 September 2015, untuk pertama kalinya dalam sejarah, PBB
menjadikan perkembangan anak usia dini sebagai bagian dari tujuan
pembangunan global organisasi terbesar di dunia ini.19
Sebuah agenda 2030 yang
kemudian diberi nama Sustainable Development Goals (SDGs) ini dirancang
untuk pembangunan berkelanjutan dengan tiga tujuan rencana aksi—for people,
planet, and prosperity. SDGs merupakan buah dari pemikiran bahwa untuk
menciptakan pembangunan yang simultan antara pembangunan manusia, planet
(bumi), dan kesejahteraan perlu dimulai sejak manusia itu masih berusia dini.
Perumusan mengenai agenda ini tentunya didasarkan pada fakta bahwa kesehatan,
proses pembelajaran, dan perilaku seseorang itu sangat dipengaruhi oleh
kondisinya saat masih berusia dini.20
Pencantuman mengenai pengembangan anak usia dini ini terdapat dalam
Tujuan Pembangunan Berkelanjutan 4 (SDGs poin keempat), yakni memastikan
semua orang mendapatkan akses pada pendidikan berkualitas dan kesempatan
belajar sepanjang hayat.21
Poin tersebut kemudian dispesifikasi dalam subpoin 4.2
yang berbunyi: “Pada tahun 2030, menjamin semua anak perempuan dan laki-laki
mendapatkan akses terhadap perkembangan dan pengasuhan anak usia dini,
19 United Nations, Transforming our World: The 2030 Agenda for Sustainable Development, 2015;
diakses dari https://sustainabledevelopment.un.org/post2015/transformingourworld/publication; diunduh pada 30 April 2018.
20 ARNEC Connections: Working Together for Early Childhood. Special Edition: Noteworthy Early Childhood Care and Development (ECCD) Practices 2010. Singapore: ARNEC, 2011b.
21 Bappenas&UNICEF, SDG Baseline Report, terdapat di
https://www.unicef.org/indonesia/id/SDG_Baseline_report.pdf; diunduh pada 30 April 2018.
8
pengasuhan dan pendidikan pra-Sekolah Dasar yang berkualitas sehingga mereka
siap untuk menempuh pendidikan dasar.”22
Hal yang kemudian menjadi target dari pemokusan pada pengembangan
anak usia dini ini adalah adanya keterkaitan yang sangat erat antara upaya
pengembangan anak usia dini berkualitas dengan pencapaian SDGs. Upaya
pengembangan anak usia dini tidak hanya berefek pada transformasi individu saja
tetapi juga pada komunitas dan masyarakat.23
Jika setiap individu mendapatkan
penanganan berkualitas dalam masa perkembangan usia dininya, maka selain akan
membuat individu tersebut menjadi lebih baik juga dapat mentransformasi tatanan
komunitas dan masyarakat menuju ke arah pembangunan. Upaya pengembangan
anak usia dini ini bisa dikatakan sebagai kunci demi mencapai semua tujuan yang
tercantum dalam SDGs. Jika setiap anak usia dini berhasil mendapatkan layanan
perkembangan yang baik, maka bukan hal mustahil pada tahun 2030 dunia akan
menjadi seperti yang ditargetkan dalam SDGs.
Gagasan mengenai pentingnya perhatian terhadap pengembangan anak
usia dini ini pun semakin mendapat dukungan dari berbagai institusi terlebih
setelah disahkannya agenda PBB di tahun 2030 tersebut. World Bank,24
Inter-
22 Bappenas&UNICEF, SDG Baseline Report, terdapat di
https://www.unicef.org/indonesia/id/SDG_Baseline_report.pdf; diunduh pada 30 April 2018.
23 ARNEC Connections: Working Together for Early Childhood. Special Edition: Noteworthy Early Childhood Care and Development (ECCD) Practices 2010. Singapore: ARNEC, 2011b.
24 World Bank, Early Childhood Development, terdapat di
http://www.worldbank.org/en/topic/earlychildhooddevelopment; diunduh pada 30 April 2018.
9
American Development Bank,25
dan Asian Development Bank saat ini sering
menyoroti program pengembangan anak usia dini dalam portofolio peminjaman.
Selain itu, beberapa badan PBB seperti UNICEF, UNESCO, UNDP, dan WHO
sangat mendukung dalam mewujudkan serta menjamin perkembangan anak usia
dini berkualitas. Upaya yang dilakukan oleh keempat badan PBB tersebut adalah
mengembangkan pengukuran hasil belajar, membuat panduan dan memonitor
berjalannya program.26
Setelah PBB mengakui bahwa perkembangan anak usia dini ini
merupakan suatu hal yang sangat penting dan berkontribusi dalam upaya
mewujudkan agenda 2030-nya, South East Asian Ministers of Education
Organization (SEAMEO) yang merupakan organisasi regional kawasan Asia
Tenggara pun semakin terpacu untuk lebih gencar lagi dalam mempromosikan
pentingnya perhatian pada perkembangan anak usia dini demi mewujudkan
pembangunan, khususnya di kawasan Asia Tenggara. Beberapa agenda demi
mewujudkan pengembangan anak usia dini berkualitas ini memang sudah
dilakukan SEAMEO sebelum disahkannya agenda global tersebut dan semakin
gencar bahkan dijadikan sebagai salah satu agenda prioritasnya setelah
disahkannya SDGs.
25 Inter-American Development Bank, Early Childhood Development, terdapat di
http://www.iadb.org/en/topics/education/early-childhood-development-ecd-in-latin-america-and-thecaribbean,6458.html; diunduh pada 1 Juni 2018.
26 ARNEC Connections: Working Together for Early Childhood. Special Edition: Noteworthy Early
Childhood Care and Development (ECCD) Practices 2010. Singapore: ARNEC, 2011b.
10
B. Pertanyaan Penelitian
Berdasarkan pernyataan masalah yang telah dipaparkan sebelumnya,
penelitian yang hendak dilakukan ini akan difokuskan untuk menjawab
pertanyaan sebagai berikut:
“Bagaimana upaya Southeast Asian Ministers of Education Organization
(SEAMEO) dalam mewujudkan Sustainable Development Goals (SDGs) poin 4.2
periode 2017-2018?”
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian
Tujuan dari dilakukannya penelitian ini adalah:
1. Menggambarkan upaya yang dilakukan SEAMEO sebagai sebuah
aktor non-negara secara operasional dalam mewujudkan Early
Childhood Care and Education (ECCE) berkualitas di kawasan
Asia Tenggara.
2. Mengorelasikan upaya SEAMEO dalam hal penyediaan pendidikan
dan pengasuhan anak usia dini berkualitas sebagai salah satu upaya
mewujudkan tujuan SDGs poin keempat, lebih tepatnya 4.2 (poin
keempat, subpoin kedua).
3. Memberikan pemaparan pentingnya pendidikan dan pengasuhan
anak usia dini yang baik dan berkualitas demi mewujudkan
pembangunan yang berkelanjutan (Sustainable Development).
Dengan adanya penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat
sebagai berikut:
11
1. Memberikan preferensi bahwa ilmu hubungan internasional tidak
terbatas pada pembahasan mengenai politik dan keamanan, tetapi
juga pendidikan, khususnya pendidikan anak usia dini yang kini
menjadi suatu hal menarik untuk dibahas karena sangat berkaitan
erat dengan upaya perwujudan salah satu tujuan pembangunan
berkelanjutan (SDGs).
2. Penelitian ini dapat dijadikan sebagai dasar dan bahan referensi
untuk penelitian lebih lanjut bagi akademisi yang hendak meneliti
peran aktor non-negara di kawasan Asia Tenggara.
3. Dapat digunakan sebagai bahan pembanding bagi penelitian
selanjutnya dengan cakupan pembahasan yang sama.
D. Tinjauan Pustaka
Ada beberapa studi terdahulu yang telah membahas mengenai informasi
seputar pengaruh pendidikan dan pengasuhan anak usia dini terhadap
kelangsungan pembangunan berkelanjutan. Dalam penelitian ini, penulis akan
mencoba menganalisis upaya yang dilakukan SEAMEO dalam mewujudkan salah
satu SDGs perihal pendidikan dan pengasuhan anak usia dini di kawasan Asia
Tenggara yang berlangsung dari tahun 2017-2018.
Dengan merujuk pada beberapa literatur yang ada, diharapkan dapat
memberi kontribusi baru, baik untuk melengkapi penelitian yang sudah dilakukan
maupun dijadikan referensi bagi penulis.
Pertama, artikel yang ditulis oleh Jack P. Shonkoff, MD dan Julius B.
Richmond yang merupakan profesor FAMRI di bidang kesehatan dan
12
perkembangan anak dari Universitas Harvard. Artikel yang berjudul “Investment
in Early Childhood Development Lays the Foundation for a Prosperous and
Sustainable Society” ini terdapat dalam Encyclopedia on Early Childhood
Development halaman 8 dan diterbitkan pada Maret 2011.
Dalam tulisannya, Shonkoff dan Richmond menuturkan bahwa masa usia
dini itu sangat penting untuk diperhatikan. Berbagai pengalaman yang diperoleh
anak, baik dalam hal pendidikan maupun pengasuhan akan berpengaruh terhadap
perilaku, cara belajar, dan kesehatan fisik serta mental dalam jangka panjang dan
akan terbawa sampai dirinya beranjak dewasa.
Seorang anak yang sedari kecil mengalami stres akibat kemiskinan yang
serius, kekerasan atau pun pengabaian, akan mengakibatkan melemahnya proses
pengembangan otak dan secara permanen men-setting sistem respon stres dalam
tubuh secara berlebihan sehingga tidak heran jika pada gilirannya dapat
mengakibatkan penyakit yang kronis.
Memahami mengenai fungsi kerja sistem saraf dengan menyediakan
kondisi yang mendukung bagi perkembangan anak itu lebih efektif dan “murah”
dibandingkan harus menanggung konsekuensi berupa kesengsaraan di kemudian
hari. Pendekatan yang seimbang pada perkembangan emosi, sosial, kognitif, dan
bahasa seorang anak akan berpengaruh pada kesuksesannya di lingkungan
sekolah, dunia kerja, dan komunitas.
Pada masa kanak-kanak, setiap lingkungan tempat dirinya berada dan
belajar, kualitas hubungannya dengan orang dewasa dan para pengasuh memiliki
pengaruh yang sangat signifikan bagi perkembangan kognitif, emosional, dan
13
sosialnya. Oleh kerena itu, segala hal yang berkaitan langsung dengan anak, baik
dalam hal pendidikan dan pengasuhan, perawatan kesehatan, layanan
perlindungan anak, kesehatan mental orang dewasa, dan dukungan ekonomi
keluarga perlu diperhatikan agar dapat memenuhi kebutuhan anak.
Berbeda dengan artikel tersebut, penelitian yang hendak diangkat dalam
skripsi ini lebih bersifat komprehensif. Selain dijelaskan mengenai pentingnya
pendidikan dan pengasuhan anak usia dini yang berkualitas terhadap pencapaian
tujuan pembangunan berkelanjutan, dalam skripsi ini pun dibahas mengenai
upaya-upaya yang dilakukan oleh sebuah organisasi pendidikan di Asia Tenggara
(SEAMEO) demi mewujudkan tujuan tersebut.
Kedua, sebuah laporan workshop internasional yang diterbitkan oleh
UNESCO pada tahun 2008 dengan judul “The Contribution of Early Childhood
Education to a Sustainable Society” dan diedit oleh Ingrid Pramling dan Yoshie
Kaga. Laporan tersebut menyatakan telah banyak penelitian yang membuktikan
bahwa sistem pendidikan pada masa kanak-kanak akan menjadi fondasi
pembentukan karakter dan penentu kesuksesan atau kegagalan seseorang di masa
sekolah dan pascasekolahnya. Intervensi berkualitas yang diberikan pada anak
dapat memberi efek jangka panjang terhadap proses pembelajaran dan motivasi
yang dimilikinya. Ketika negara mampu berinvestasi dengan bijak pada anak dan
keluarga, maka sejatinya ia telah mempersiapkan generasi penerus yang produktif
dan warga negara yang bertanggung jawab.
Meyakini hal ini, UNESCO yang dipercaya sebagai agen yang dapat
memimpin terwujudnya pembangunan berkelanjutan melalui program United
14
Nations Decade for Education for Sustainable Development dari tahun 2005-2014
memfokuskan pada pendidikan dan pengasuhan anak usia dini sebagai
implementasi guna mencapai tujuan tersebut. Ini dibuktikan dengan digelarnya
workshop internasional di Goteberg, Swedia pada 2-4 Mei 2007 dengan tema
“The Role of Early Childhood Education for a Sustainable Society”.
Workshop yang dihadiri oleh 35 peserta dari 16 negara berbeda dan
merupakan salah satu kelanjutan dari konferensi internasional “education for
sustainable development” ini digelar dengan mempertimbangkan beberapa alasan.
Pertama, mengingat bumi ini sedang mengalami degradasi, maka masyarakat
membutuhkan sebuah sistem pendidikan baru yang dapat mencegah terjadinya
kerusakan yang lebih parah pada planet yang kita tinggali ini.
Kedua, sistem pendidikan baru ini harus dapat diakses oleh semua pihak,
tidak hanya oleh beberapa orang saja tetapi juga keluarga dan komunitas. Ketiga,
sistem pendidikan baru ini perlu dimulai sejak anak berusia dini karena pada
periode tersebut dampak yang dihasilkan bersifat jangka panjang. Kiranya atas
dasar inilah UNESCO berinisiatif untuk menciptakan pembangunan berkelanjutan
dengan meningkatkan kualitas anak-anak melalui bidang pendidikan.
Berbeda dengan laporan tersebut, penelitian yang akan ditulis dalam
skripsi ini lebih ke upaya yang dilakukan oleh organisasi regional khusus bidang
pendidikan (SEAMEO) dalam menciptakan pendidikan dan pengasuhan anak usia
dini berkualitas demi mewujudkan poin keempat sub poin kedua (4.2) dari
sustainable development goals (SDGs).
15
E. Kerangka Pemikiran
Untuk membahas permasalahan tersebut, penelitian ini menggunakan teori
dan konsep yang relevan dalam menganalisis upaya yang dilakukan SEAMEO
demi mewujudkan salah satu tujuan pembangunan berkelanjutan (SDGs) perihal
pendidikan dan pengasuhan anak usia dini yang berkualitas di kawasan Asia
Tenggara. Teori yang digunakan untuk menganalisis pokok permasalahan tersebut
adalah Konstruktivisme dan People Centered Development. Sedangkan konsep
yang digunakan adalah konsep Human Development, Sustainable Development,
dan Organisasi Internasional.
1. Perspektif Konstruktivisme
Konstruktivisme merupakan sebuah teori alternatif yang turut mewarnai
teori hubungan internasional modern. Sejak kemunculannya, teori ini dianggap
sebagai teori dinamis, tidak semena-mena, dan menjadikan kondisi-kondisi sosial
sebagai basis penelitiannya. Teori ini berasumsi pada pemikiran dan pengetahuan
manusia secara mendasar. Adanya nature dan human knowledge dari setiap
individu mampu mentransfer fenomena atau realita sosial ke dalam pengetahuan
ilmu-ilmu sosial. Oleh karena itu, kunci dari pemikiran konstruktivisme adalah
dunia sosial, termasuk di dalamya hubungan internasional yang merupakan suatu
konstruksi manusia.
Konstruktivisme merupakan sebuah cara pandang terhadap material world
yang dibentuk oleh tindakan dan interaksi aktor yang bergantung pada interpretasi
16
normatif.27
Teori ini pertama kali dikemukakan oleh Nicholas Greenwood Onuf
pada tahun 1989 dan dikembangkan oleh Alexander Wendt.28
Hal yang ingin
dicapai teori konstruktivisme adalah untuk memahami proses dan praktik
bagaimana dan mengapa tindakan aktor dapat terbentuk.29
Hal ini tentunya
berbeda dengan teori neo-neo yang lebih berfokus pada penemuan prediksi
tindakan aktor.
Wendt berasumsi bahwa:
“The way international politics is conducted is made, not given, because identities
and interests are constructed and supported by intersubjective practice” (Wendt
1992:183).30
Pemikiran Wendt tersebut menegaskan bahwa dunia sosial bukanlah sesuatu
yang given (terjadi begitu saja), bukanlah sebuah struktur yang hukumnya diteliti
secara ilmiah dan kemunculannya merupakan sesuatu yang sifatnya alamiah
sebagaimana yang seringkali dijadikan pandangan mendasar teori-teori positivis
lainnya dengan mengandalkan interpretasi indrawi. Menurutnya, dunia sosial
merupakan wilayah intersubjektif, yakni semua tatanannya dibuat dan dipahami
oleh manusia. Konstruktivis memandang manusia memiliki kedudukan yang lebih
27 Emanuel Adler, Seizing the Middle Ground: Constructivisn in World Politic, European Journal of
International Relations, Sage Publication, 1997, 322.
28 Alexander Wendt, Anarchy is What States Make of it: The Social Construction of Power Politics, International Organization, Vol. 46, No. 2, The MIT Press, 1992, 394.
29 Micahel C. Williams, Broadening the Agenda of Security Studies: Politics and Methods, Mershon International Studies Review No. 40, Blackwell Publisher, 1996, 243.
30 Alexander Wendt, Level of Analysis vs. Agents and Structures: Part III, Review of international
studies 18, 1992, hlm. 183.
17
bebas dan terhormat karena dapat memilih antara menolak dan mendukung
pembentukan suatu sistem internasional.
Fokus analisis konstruktivisme adalah mengenai bagaimana ide, norma,
pengetahuan, budaya, dan argumen berperan dalam memahami kondisi sosial.31
Konstruktivis percaya bahwa ide merupakan faktor utama pendorong social
action.32
Keberadaan ide dapat menjadi penentu berbagai batasan yang mungkin
dan tidak mungkin dilakukan oleh aktor. Struktur ideasional ini dinilai dapat
membentuk tindakan aktor melalui tiga mekanisme, yakni imajinasi, komunikasi,
dan intersubjective meaning.
Mekanisme pertama adalah imajinasi. Imajinasi dapat dikatakan sebagai
sebuah proses konstruksi sosial dalam memandang sesuatu.33
Misalnya,
konstruksi sosial mengenai persepsi keamanan yang berubah pasca perang dingin
tahun 1990. Sebelum tahun 1990, term keamanan hanya merujuk pada segala
sesuatu yang berkaitan dengan militer saja. Namun, pasca perang dingin, term ini
meluas cakupannya pada berbagai bidang kehidupan sosial, seperti ekonomi,
politik, kesejahteraan sosial, kesehatan, pendidikan, budaya, dan ekologi.34
Imajinasi tersebut kemudian memengaruhi apa yang dilihat aktor sebagai
kemungkinan. Kemungkinan tersebut dapat terbentuk dari bagaimana aktor
31 Martha Finnemore dan Kathryn Sikkink, Taking Stock: The Constructivist Research Program in
International Relations and Comparative Politics, Annual Review Political Science, 4, University of West Florida, 2001, 392.
32 Emanuel Adler, Seizing the Middle Ground: Constructivisn in World Politic, European Journal of International Relations, Sage Publication, 1997, 325.
33 Micahel C. Williams, Broadening the Agenda of Security Studies: Politics and Methods, Mershon International Studies Review No. 40, Blackwell Publisher, 1996, 245.
34 Anton Grizold, The Concept of National Security in the Contemporary World, International Journal
on World Peace, Vol. XI, No. 3, 1994, 38.
18
berpikir untuk bertindak, apa saja keterbatasan yang dirasakan terhadap tindakan
tersebut, dan strategi apa yang dapat dibayangkan.35
Selain pemerintah negara,
aktor yang dapat berperan dalam pembentukan ide ini juga meliputi institusi lain
di luar negara, seperti universitas, serikat buruh serta politisi.36
Selain kemungkinan, imajinasi juga berpengaruh pada proses komunikasi.
Konstruktivis melihat relasi antara sistem internasional dan domestik sebagai
sebuah kesatuan dalam menganalisis tindakan aktor. Analisis tersebut tercermin
dalam interaksi/komunikasi yang dilakukan di lingkungan internasional.
Kecenderungan sikap aktor dalam berinteraksi didasari oleh identitas yang
menjadi property dari aktor tersebut.37
Dalam proses komunikasi, aktor akan melakukan negosiasi. Negosiasi
dipandang sebagai cara yang digunakan aktor untuk meraih kepentingan
nasionalnya.38
Negosiasi dilakukan dengan menentukan agenda setting oleh
masing-masing aktor. Kepentingan yang disampaikan melalui negosiasi nantinya
akan menghasilkan common knowledge atas isu yang dibahas.39
35 Christian Reus-smit, Constructivism, dalam Scott Burchill, ed. Theories of International Relations
(Third Edition), (New York: PALGRAVE MACMILLAN, 2005), 198.
36 Martha Finnemore dan Kathryn Sikkink, Taking Stock: The Constructivist Research Program in
International Relations and Comparative Politics, Annual Review Poltical Science, 4, University of West Florida, 2001, 407.
37 Maja Zehfuss, Constructivism and Identity: A Dangerous Liaison, Euroean Journal of International Relations, Vol. 7 (3), Sage Publiation and ECPR, 2001, 318.
38 Thomas Risse, Let’s Argue: Communicative Action in World Policies, International Organization, Vol. 4, No. 1, The MIT Press, 2000, 20.
39 Thomas Risse, Let’s Argue: Communicative Action in World Policies, International Organization,
Vol. 4, No. 1, The MIT Press, 2000, 20.
19
Setelah proses komunikasi berlangsung, maka akan terbentuk atau tidak
terbentuk sama sekali intersubjective meaning.40
Intersubjective meaning
dianggap tidak berhasil terbentuk apabila aktor yang bersangkutan tidak menjalin
kerjasama atau bahkan bisa menimbulkan kompetisi.41
Jika struktur ideasional
tidak memengaruhi perilaku aktor melalui imajinasi dan komunikasi, maka
setidaknya dengan adanya struktur tersebut dapat ditentukan batasan signifikan
pada perilaku aktor tersebut (constraint).42
Berdasarkan teori tersebut, saat ini isu pendidikan anak usia dini ini
dianggap sebagai suatu hal penting dan krusial karena beberapa penelitian telah
membuktikan bahwa pendidikan pada masa ini dapat berkontribusi dalam
mewujudkan pembangunan, baik di ranah nasional, regional maupun global.
Inilah yang kemudian menjadi shared idea di antara para aktor hubungan
internasional sehingga pada praktiknya memengaruhi terbentuknya social action
atau dalam hal ini pembetukan tujuan pembangunan berkelanjutan (SDGs poin
keempat subpoin kedua/4.2).
SDGs bahkan menjadikan anak usia dini sebagai milestone
pembangunannya. Hal ini disebabkan betapa potesialnya masa yang dimiliki anak
usia dini sehingga akan sangat efektif jika pada masa tersebut mereka
mendapatkan layanan pendidikan dan pengasuhan yang berkualitas.
40 Christian Reus-smit, Constructivism, dalam Scott Burchill, ed. Theories of International Relations
(Third Edition), (New York: PALGRAVE MACMILLAN, 2005), 198.
41 Alexander Wendt, Anarchy is What States Make of it: The Social Construction of Power Politics, International Organization, Vol. 46, No. 2, The MIT Press, 1992, 406.
42 Christian Reus-smit, Constructivism, dalam Scott Burchill, ed. Theories of International Relations
(Third Edition), (New York: PALGRAVE MACMILLAN, 2005), 198.
20
Atas dasar inilah, SEAMEO yang merupakan organisasi regional di
kawasan Asia Tenggara mengkonstruksi agenda prioritas yang diberi nama 7
Priority Areas yang salah satu agendanya adalah mengupayakan pemberian
layanan Early Childhood Care and Education (ECCE) berkualitas. Ini dilakukan
demi mewujudkan kehidupan dan tatanan regional juga global yang lebih baik
melalui komitmennya menjalankan amanat Sustainable Development Goals
(SDGs).
2. Teori People Centered Development/PCD
Berdasarkan teori ini, pembangunan dianggap sebagai sebuah usaha
perbaikan yang menempatkan rakyat sebagai pusat perhatian dan proses
pembangunan harus menguntungkan semua pihak. Oleh karena itu, dalam
pengaplikasiannya, model pendekatan pembangunan yang berpusat pada rakyat
ini lebih menekankan pada pemberdayaan, yaitu menekankan kenyataan
pengalaman masyarakat dalam sejarah penjajahan dan posisinya dalam tata
ekonomi internasional. Atas dasar inilah, pendekatan ini berpendapat bahwa
masyarakat harus menggugat struktur dan situasi ini melalui upaya penyadaran
dengan membentuk organisasi lokal yang bersifat buttom-up.
Adapun organisasi lokal yang dianggap paling efektif dalam hal ini adalah
yang bermula dari kebutuhan praktis (kebutuhan dasar) masyarakat, seperti
layanan kesehatan, pendidikan, ketenagakerjaan, dan penyediaan pelayanan dasar.
Organisasi ini kemudian memanfaatkan isu-isu tersebut sebagai sarana untuk
21
mencapai kebutuhan strategis (kebutuhan dasar untuk mencapai kualitas hidup
dan kesejahteraan sosial) masyarakat dalam konteks sosial politik tertentu.43
Pembentukan organisasi tersebut adalah peluang bagi masyarakat untuk ikut
membangun secara partisipatif.44
Prinsip partisipatif ini menegaskan bahwa rakyat
harus menjadi pelaku utama dalam pembangunan. Secara implisit, prinsip ini pula
mengamanahkan perlu adanya pergeseran peran pemerintah dari penyelenggara
pelayanan sosial menjadi fasilitator, mediator, koordinator, pendidik, mobilisator,
dan sistem pendukung. Sedangkan organisasi lokal, sosial, LSM, dan kelompok
masyarakat lain lebih dipacu peranannya sebagai agen pelaksana perubahan dan
pelayanan sosial. Dengan demikian, permasalahan sosial ditangani masyarakat
atas fasilitasi dari pemerintah.
Dalam kaitannya dengan perwujudan SDGs yang merupakan agenda besar
PBB pada tahun 2030, peran serta rakyat dunia memang sangat dibutuhkan.
Partnership yang menjadi salah satu elemen SDGs juga secara implisit mengajak
seluruh rakyat di dunia untuk ikut berpartisipasi dalam mewujudkan
pembangunan berkelanjutan, tidak terkecuali demi mewujudkan pelayanan ECCE
berkualitas di Asia Tenggara.
Berdasarkan teori PCD ini, peran rakyat memang sangat diperlukan demi
mencapai agenda pembangunan. Peran rakyat yang terhimpun melalui sebuah
organisasi non-pemerintah yang concern dalam bidang ECCE perlu digalakkan.
Untuk mewujudkan ECCE berkualitas ini, SEAMEO yang dalam hal ini tugasnya
43 David C. Korten, Getting to the 21st Century, (Boulder: Lynne Rienner Publisher, 1990).
44 David C. Korten, Getting to the 21st Century, (Boulder: Lynne Rienner Publisher, 1990).
22
dimandatkan pada SEAMEO CECCEP perlu melakukan kerjasama dengan
organisasi non-pemerintah.
Dalam prosesnya, pengaplikasian teori PCD ini mensyaratkan adanya
sinergisitas antara organisasi tersebut dengan SEAMEO CECCEP. Sinergisitas
yang dimaksud di sini adalah dalam hal pembagian peran. Pemerintah berperan
sebagai fasilitator, mediator, koordinator, pendidik, mobilisator, dan sistem
pendukung sedangkan organisasi tersebut mengambil peran sebagai agen
pelaksana layanan ECCE.
Tujuan dari sinergisitas antara SEAMEO CECCEP dan organisasi ini adalah
untuk mendekatkan pada agenda yang hendak dicapai SEAMEO perihal
penyediaan layanan ECCE berkualitas di kawasan Asia Tenggara. Dengan
demikian, SEAMEO juga telah turut berkontribusi dalam mewujudkan SDG poin
keempat subpoin kedua (4.2) di kawasan.
3. Konsep Human Development
Konsep human development untuk pertama kalinya dibahas oleh UNDP
dalam sebuah laporan berjudul Human Development Report tahun 1990. Di
dalamnya UNDP memberikan definisi human development sebagai berikut:
“Human development is a process of enlarging people’s choices. The most
critical ones are to lead a long and healthy life, to be educated and to
enjoy a decent standard of living. Additional choices include political
freedom, guaranteed human rights and self respect” (UNDP HDR 1990:
9-10).
23
Berdasarkan definisi tersebut, terdapat sebuah model gagasan mengenai
tujuan pembangunan manusia yang dimaksud UNDP. Tujuan utama dari
pembangunan ini adalah untuk menguntungkan manusia/masyarakat melalui
penciptaan lingkungan yang memungkinkan bagi mereka untuk menikmati hidup
yang panjang, sehat, dan kreatif.
Menurut Uri Bronfenbrenner, proses human development sangat
dipengaruhi oleh lingkungan. Dia berpendapat bahwa hubungan timbal balik
antara individu dengan lingkungan dapat memengaruhi tingkah laku individu
tersebut.45
Ada tiga kategori sistem lingkungan yang dapat memengaruhi human
development. Pertama, mikrosistem. Mikrosistem adalah tempat di mana individu
tinggal. Sistem ini meliputi keluarga, teman sebaya, sekolah, dan lingkungan
tempat tinggal individu tersebut.46
Dalam sistem ini terjadi banyak interaksi secara
langsung dengan orangtua, saudara, teman, dan guru. Lingkungan ini sangat
memengaruhi perkembangan individu terutama pada anak usia dini sampai
dewasa.
Setiap subsistem dalam mikrosistem tersebut saling berinteraksi satu sama
lain.47
Misalnya, hubungan antara pengalaman keluarga dan pengalaman sekolah.
Keadaan di rumah dapat memengaruhi perilaku anak di sekolah. Anak yang
45 Bronfenbrenner, Ecology of the Family as a Context for Human Development Research
Perspectives, Developmental Psychology, 1986.
46 Bronfenbrenner dan Ceci, Nature-Nurture Reconceptualized in Development Perspective: a Bioecological Model, Psycological Review IOJ (4), 1994.
47 Bronfenbrenner dan Morris, The Ecology of Development Processes, in W. Damon (Series Ed.)&R.
M. Lerner (Vol. Ed.), Handbook of Child Psycology: Vol. 1: Theoretical Models of Human Development,
(New York: Willey, 1998).
24
orangtuanya menolak mereka dapat mengalami kesulitan mengembangkan
hubungan positif dengan guru.
Dalam konteks ECCE, posisi guru memainkan peran penting bagi tumbuh
kembang anak. Interaksi antara anak dan guru serta lingkungan belajar dapat
memengaruhi perkembangan anak secara holistik. Oleh karena itu, dalam
penelitian ini, guru diposisikan di pusat/center. Seorang guru hendaknya merasa
dirinya adalah seorang lifelong learner yang harus terus meng-upgrade ilmu dan
skill-nya sehingga berbagai training dan workshop memang diperlukan untuk
meningkatkan kapasitas guru.
Kedua, eksositem. Eksosistem adalah sistem sosial yang lebih besar dan
anak tidak terlibat interaksi secara langsung tetapi berpengaruh terhadap
perkembangan karakter anak.48
Subsistem dari sistem ini misalnya lingkungan
tempat kerja orangtua, kenalan saudara, dan peraturan dari pihak sekolah.
Contohnya, pengalaman kerja seorang perempuan yang berpengaruh terhadap
hubungannya dengan suami dan anaknya. Seorang ibu yang menerima promosi di
tempat kerjanya akan lebih banyak melakukan tugas-tugas yang dapat
meningkatkan konflik keluarga dan pola interaksi orangtua-anak.
Ketiga, makrosistem. Makrosistem adalah sistem lapisan terluar dari
lingkungan individu.49
Subsistem dari makrosistem adalah ideologi negara,
kebijakan nasional, pola pemerintahan, tradisi, agama, hukum, adat istiadat,
48 Bronfenbrenner, Ecology of the Family as a Context for Human Development Research
Perspectives, Developmental Psychology, 1986.
49 Bronfenbrenner, Ecology of the Family as a Context for Human Development Research
Perspectives, Developmental Psychology, 1986.
25
budaya, dsb. Semua subsitem tersebut akan memberikan pengaruh pada
perkembangan karakter individu.
Dalam pandangan Bronfenbrenner, makrosistem adalah elemen yang dapat
menyebabkan terjadinya perbedaan ECCE di setiap negara. Lingkungan nasional,
kebijakan nasional, dan sumber daya yang mendukung adalah subsistem dari
makrosistem yang dapat memengaruhi layanan ECCE di setiap negara.
4. Konsep Sustainable Development
Pembangunan berkelanjutan merupakan sebuah konsep yang muncul
akibat terjadinya permasalahan yang diakibatkan oleh perbuatan manusia dan
dirasakan pada saat itu. Permasalahan yang dimaksud adalah meningkatnya
keprihatinan terhadap eksploitasi sumber daya alam (SDA) demi pembangunan
ekonomi dengan mengorbankan kualitas lingkungan. Dengan semakin
menguatnya keprihatinan ini, dibentuklah suatu badan di bawah Perserikatan
Bangsa-Bangsa (PBB) yang diberi nama United Nations World Commission on
Environment and Development (UNWCED). Pembentukan badan ini
dimaksudkan untuk membahas lebih jauh mengenai pembangunan berkelanjutan.
Dalam “Our Common Future” yang dipublikasikan oleh WCED tahun 1987,
pembangunan berkelanjutan didefinisikan sebagai berikut:50
“…sustainable development is defined as development that meet the needs of the
present without compromising the ability of future generations to meet their own
needs.” (World Commision on Environment and Development 1987: 43)
50 World Commission on Environment and Development, Our Common Future [buku on-line] (New
York: Oxford University Press), 43; tersedia di www.un-documents.net/our-common-future.pdf; diunduh
pada 3 April 2018.
26
Dari definisi tersebut, tersirat sebuah pesan bahwa agar proses
pembangunan berkelanjutan dapat tercapai, tidak hanya hak generasi sekarang
saja yang perlu dipenuhi kebutuhannya tetapi juga harus memerhatikan hak-hak
generasi yang akan datang—termasuk di dalamnya perihal perolehan sumber daya
alam. Inilah yang kemudian menjadi konsep penting dalam pembangunan
berkelanjutan.
Dalam definisi ini, terkandung dua gagasan, yaitu gagasan kebutuhan dan
keterbatasan. Dalam hal ini, gagasan kebutuhan merujuk pada kebutuhan esensial
kaum miskin sedunia yang harus diberi prioritas utama. Sementara gagasan
keterbatasan merujuk pada kemampuan teknologi negara dan organisasi sosial
untuk memenuhi kebutuhan sekarang dan yang akan datang.
Selain itu, dalam definisi tersebut pun ada konsep penting lainnya, yakni
mengenai pentingnya mengintegrasikan tiga pilar atau dimensi, yaitu ekonomi,
sosial, dan lingkungan dalam mencapai tujuan pembangunan berkelanjutan.
Keterkaitan ketiga pilar ini tentunya tidak sepenuhnya bersifat mutually exclusive
akan tetapi mampu menciptakan perkuatan satu sama lainnya (mutually
reinforcing). Keterkaitan antara ketiga pilar tersebut dapat dilihat lebih detail
dalam segitiga pembangunan berkelanjutan sebagai berikut:51
51 Gabriela Popa, dkk., Sustainable Development Strategy—the Key of Environmental and
Organizational Management, [database online] (Romania: Proceedings of the International Conference on
Energy and Environment Technologies and Equipment, 2010); tersedia di http://www.wseas.us/e-
library/conferences/2010/Bucharest/EEETE/EEETE-14.pdf; internet; diunduh pada 7 April 2018.
27
Gambar I.E.1. Segitiga Pembangunan Berkelanjutan—Elemen Pokok dan
Interkoneksi52
Sumber: Munasinghe Institute for Development (MIND), 2001
Berbagai upaya yang dilakukan SEAMEO di kawasan Asia Tenggara ini
merupakan bentuk pengabdian organisasi pendidikan regional tersebut terhadap
perwujudan salah satu tujuan pembangunan berkelanjutan (SDGs) ke-4, yaitu to
ensure inclusive and equitable quality education and promote lifelong learning
opportunities for all yang berarti untuk memastikan pendidikan berkualitas yang
inklusif dan layak serta mempromosikan kesempatan belajar seumur hidup untuk
semua. Dalam hal ini, pendidikan dan pengasuhan anak usia dini juga termasuk ke
dalam tujuan pembangunan berkelanjutan ke-4. Oleh karena itu, konsep
sustainable development sangat tepat untuk dijadikan sebagai alat analisis dalam
skripsi ini guna mempermudah mengetahui keterkaitan pendidikan dan
pengasuhan anak usia dini dengan ketiga pilar tersebut.
52 Mohan Munasinghe, Exploring the Linkages between Climate Change and Sustainable
Development: A Challenge for Transdisciplinary Research, [database online] (Munasinghe Institute for
Development (MIND), 4 Juni 2001); tersedia di https://ecologyandsociety.org/vol5/iss1/art14/; diunduh pada
10 April 2018.
28
5. Konsep Peranan Organisasi Internasional
Dalam konvensi Wina tentang hukum perjanjian 1969, organisasi
internasional dinyatakan sebagai subjek buatan. Subjek hukum yang diciptakan
oleh negara-negara yang mendirikannya. Organisasi internasional melaksanakan
kehendak negara anggotanya yang dituangkan dalam suatu perjanjian
internasional. Oleh karena itu, organisasi internasional memiliki ikatan antara
negara-negara yang mendirikannya dan dalam banyak hal sangat bergantung pada
negara-negara tersebut.53
Menurut Clive Archer, organisasi internasional memiliki beberapa peran
yang dapat dibagi menjadi tiga kategori, yaitu:54
a. Sebagai instrumen. Organisasi internasional digunakan oleh negara-negara
anggotanya untuk mencapai tujuan tertentu berdasarkan tujuan politik luar
negerinya.
b. Sebagai arena. Organisasi internasional merupakan tempat bertemu bagi
para anggotanya untuk membicarakan dan membahas masalah-masalah
yang dihadapi. Organisasi internasional tidak jarang digunakan oleh
beberapa negara untuk mengangkat isu dalam negerinya atau isu domestik
negara lain yang bertujuan untuk menarik perhatian internasional.
c. Sebagai aktor independen. Organisasi internasional dapat membuat
keputusan-keputusannya secara mandiri tanpa dipengaruhi oleh kekuasaan
atau tekanan dari luar organisasi.
53 Boer Mauna Afrikana, Hukum Internasional, Pengertian, Peranan dan Fungsi dalam Era
Dinamika Global, (Bandung: PT Alumni, 1970)
54 Clive Archer, International Organization, (London: Allen & Unwin Ltd.,1983), 130-147.
29
Dari ketiga kategori di atas, berbagai analisis dan eksplorasi yang
dilakukan oleh organisasi internasional akan menampilkan letak peranannya, yaitu
sebagai inisiator, fasilitator, mediator, rekonsiliator atau determinator.55
Organisasi internasional juga berperan penting dalam mengimplementasikan,
memonitor, dan menengahi perselisihan yang timbul dari adanya keputusan-
keputusan yang dibuat oleh negara-negara anggota.56
Konsep ini nantinya akan digunakan untuk menganalisis bagaimana peran
suatu organisasi internasional dalam menangani sebuah isu internasional. Isu
pendidikan dan pengasuhan anak usia dini yang kini menjadi objek kajian
beberapa institusi internasional sekaligus institusi regional di kawasan Asia
Tenggara (SEAMEO) merupakan objek penting dalam penelitian ini. Melalui
konsep peran organisasi internasional ini, akan dibahas beberapa upaya yang
dilakukan SEAMEO dalam mewujudkan salah satu tujuan pembangunan
berkelanjutan (SDGs) keempat, yakni perihal penyediaan pendidikan dan
pengasuhan anak usia dini yang berkualitas di kawasan Asia Tenggara.
F. Metode Penelitian
Skripsi ini menggunakan jenis penelitian kualitatif. Patton berpendapat
bahwa penelitian kualitatif berusaha memahami suatu kejadian secara alamiah
(peneliti tidak memanipulasi suatu kejadian) dan mengamati suatu kejadian secara
55 Situmorang dalam Andre Pareira, Perubahan Global dan Perkembangan Studi Hubungan
Internasional, (Bandung: Citra Aditya Bakti, ed 1999), 135.
56 Viotti dan Kauppo, International Relation Theory, 228.
30
alamiah (munculnya kejadian bukan karena manipulasi peneliti).57
Penelitian ini
menggunakan jenis penelitian kualitatif karena berusaha menjelaskan upaya
Southeast Asian Ministers of Education Organization (SEAMEO) dalam
mewujudkan tujuan pembangunan berkelanjutan (SDGs) melalui penyediaan
layanan Early Childhood Care and Education (ECCE) berkualitas di kawasan
Asia Tenggara.
Adapun metode penelitian yang digunakan dalam penulisan skripsi ini
mengacu pada buku Panduan Penyusunan Proposal dan Penulisan Skripsi yang
disusun oleh Tim Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Islam Negeri
Syarif Hidayatullah Jakarta. Sesuai dengan buku panduan tersebut, penelitian ini
akan menggunakan teknik referensi Turabian Documentation Style, yaitu
menggunakan catatan kaki sebagai metode pelampiran referensinya.58
Penelitian ini menggunakan data yang bersifat primer dan sekunder dalam
penyusunannya. Untuk mendapatkan data primer, penelitian ini menggunakan
metode wawancara sedangkan untuk data sekunder melalui metode studi pustaka.
Yang menjadi informan dalam penelitian ini adalah Direktur Deputi Program
SEAMEO CECCEP, yakni Pak Ith Vuthy, M.Sc. Berbagai publikasi yang
dikeluarkan oleh website resmi SEAMEO, PBB, SEAMEO CECCEP, dan
institusi-institusi lain yang terkait, buku cetak dan elektronik, dan jurnal adalah
sumber yang digunakan dalam melakukan studi pustaka.
57 Patton MQ, Qualitative Evaluation and Research Methods, 2nd Edition (London: Sage Publication,
1990).
58 Panduan Penyusunan Proposal dan Penulisan Skripsi (Jakarta: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu
Politik Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, 2017).
31
Sedangkan untuk teknik analisis, penelitian ini menggunakan teknik
deskriptif analitis. Sugiyono berpendapat bahwa untuk menjalankan teknik ini
peneliti perlu memusatkan fokus pada fenomena yang terjadi secara apa adanya,
kemudian memilih data, melaksanakan penelitian, dan menyajikan hasil penelitian
dalam bentuk narasi.59
G. Sistematika Penulisan
BAB I PENDAHULUAN
Bab ini merupakan bagian awal dari penulisan skripsi yang menjadi dasar
dilakukannya penelitian. Bab ini terdiri atas pernyataan masalah, pertanyaan
penelitian, tujuan dan manfaat penelitian, tinjauan pustaka, kerangka pemikiran,
metode penelitian, dan sistematika penulisan.
BAB II SEAMEO SEBAGAI FASILITATOR LAYANAN PENDIDIKAN
DI ASIA TENGGARA
Pada bab ini akan dibahas deskripsi operasional SEAMEO sebagai sebuah
organisasi internasional. Selain itu, salah satu dari tujuh agenda prioritas
SEAMEO, yakni penyediaan layanan early childhood care and education (ECCE)
berkualitas di kawasan Asia Tenggara serta perkembangan ECCE di kawasan ini
pun akan menjadi bahasan pada subbab berbeda.
BAB III SDGs DAN ISU SENTRAL EARLY CHILDHOOD CARE AND
EDUCATION (ECCE) DALAM HUBUNGAN INTERNASIONAL
Bab ini berisi pembahasan mengenai pentingnya pendidikan dan
pengasuhan anak usia dini. Pembahasan dimulai dengan gambaran bahwa masa
59 Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R & D (Bandung: Alfabeta, 2010).
32
usia dini yang berlangsung dari 0-8 tahun adalah golden age (usia keemasan).
Masa ini disebut tahap kritis dalam pertumbuhan seorang individu. Setiap
perlakuan yang diberikan pada fase ini akan membekas sampai dirinya beranjak
dewasa. Melihat begitu krusialnya masa usia dini ini, beberapa institusi
internasional seperti PBB dan OMEP menjadikan anak usia dini sebagai bagian
yang harus diikutsertakan dalam mewujudkan pembangunan yang berkelanjutan.
BAB IV ANALISIS UPAYA SEAMEO DALAM MEWUJUDKAN
SUSTAINABLE DEVELOPMENT GOALS (SDGs) POIN 4.2
PERIODE 2017-2018
Bab ini akan membahas mengenai upaya yang dilakukan SEAMEO dalam
mewujudkan salah satu tujuan pembangunan berkelanjutan di kawasan Asia
Tenggara terkait penyediaan program early childhood care and education
berkualitas. Upaya ini dilakukan dengan membentuk suatu pusat kajian khusus,
yakni SEAMEO Regional Centre for Early Childhood Care Education and
Parenting (SEAMEO CECCEP) di Lembang, Bandung, Jawa Barat. Dalam hal
ini, SEAMEO CECCEP mempunyai tiga program utama untuk menjalankan
upayanya. Ketiga program tersebut adalah Research and Development, Capacity
Building, dan Advocacy and Partnership. Program-program utama ini
terimplementasi menjadi beberapa agenda, seperti kerjasama penelitian dengan
tema: Innovative Financing Mechanisms and Partnership for Early Childhood
Care and Education (ECCE), The Survey of Teachers in Pre-Primary Education
(STEPP), dan hubungan kerjasama dengan Plan International Indonesia.
33
BAB V PENUTUP
Bab ini merupakan hasil dari keseluruhan penelitian dan memuat jawaban
dari pertanyaan penelitian. Jawaban disimpulkan setelah dianalisis melalui
perspektif Konstruktivisme, teori People Centered Development, konsep Human
Development, konsep Sustainable Development, dan konsep Organisasi
Internasional. Hasil akhir dan metode penelitian yang sesuai dengan teori dan
konsep yang digunakan terangkum secara lengkap dalam bab ini.
34
BAB II
SEAMEO SEBAGAI FASILITATOR LAYANAN PENDIDIKAN
DI ASIA TENGGARA
Dalam bab ini, penelitian difokuskan pada pemaparan SEAMEO sebagai
fasilitator layanan pendidikan di kawasan Asia Tenggara. Subbab pertama
menjelaskan mengenai posisi SEAMEO di Kawasan Asia Tenggara, sejarah
pembentukannya, dan unit-unit yang berperan penting dalam mewujudkan tujuan
yang hendak dicapai SEAMEO di kawasan. Berikutnya, penjelasan mengenai
perwujudan Early Childhood Care and Education (ECCE) berkualitas di kawasan
Asia Tenggara sebagai satu di antara 7 area prioritas SEAMEO dipaparkan pada
bagian kedua bab ini. Pada bagian terakhir, overview kondisi ECCE di kawasan
dijadikan sebagai fokus pembahasan.
A. SEAMEO sebagai Organisasi Regional Bidang Pendidikan di Asia
Tenggara
The Southeast Asian Ministers of Education Organization (SEAMEO)
adalah sebuah organisasi regional antarpemerintah di kawasan Asia Tenggara.
Berbeda halnya dengan Association of Southeast Asian Nations (ASEAN) yang
berfokus pada bidang ekonomi, politik, dan sosial-budaya, organisasi ini didirikan
dengan tujuan untuk mempromosikan kerjasama regional di bidang pendidikan,
35
ilmu pengetahuan, dan kebudayaan secara khusus.1 SEAMEO terus berupaya
mengembangkan potensi sumber daya manusia dan mengeksplor potensi tertinggi
masyarakat Asia Tenggara melalui jalur pendidikan.2 Melalui pendidikan,
diharapkan semua masyarakat di kawasan ini dapat menciptakan kehidupan yang
lebih berkualitas, menjaga kelestarian budaya dan tradisi, mengembangkan
teknologi informasi dan komunikasi, mengentaskan kemiskinan serta mampu
mengolah sumber daya alam dengan baik.3
Agar dapat mencapai tujuannya tersebut, organisasi yang mempunyai motto
leading through learning ini pun memiliki visi dan misi yang dijadikan dasar
dalam setiap proses pengambilan keputusan. Visi yang dimiliki SEAMEO adalah
“Menjadi organisasi terkemuka dengan meningkatkan pemahaman dan kerjasama
regional dalam pendidikan, ilmu pengetahuan, dan budaya untuk kualitas hidup
yang lebih baik di Asia Tenggara.”4 Sedangkan misinya adalah “Untuk
meningkatkan pemahaman regional, kerjasama dan kesatuan tujuan antarnegara
anggota guna memperoleh kualitas hidup yang lebih baik melalui pembentukan
1 Southeast Asian Ministers of Education Organization, What is SEAMEO, tersedia di
http://www.seameo.org/SEAMEOWeb2/index.php?option=com_content&view=article&id=90&Itemid=518;
diakses pada 22 Juni 2018.
2 Direktorat Jenderal Kerjasama ASEAN Departemen Luar Negeri RI, ASEAN Selayang Pandang, (Jakarta: ASEAN, 2007), hlm. 84.
3 Southeast Asian Ministers of Education Organization, What is SEAMEO, tersedia di
http://www.seameo.org/SEAMEOWeb2/index.php?option=com_content&view=article&id=90&Itemid=518; diakses pada 22 Juni 2018.
4 Southeast Asian Ministers of Education Organization, What is SEAMEO, tersedia di
http://www.seameo.org/SEAMEOWeb2/index.php?option=com_content&view=article&id=90&Itemid=518;
diakses pada 22 Juni 2018.
36
jaringan kemitraan, penyediaan forum antara pembuat kebijakan dan ahli serta
promosi pengembangan sumber daya manusia yang berkelanjutan.”5
Organisasi yang didirikan tahun 1965 ini diinisiasi oleh tujuh negara, yakni
Indonesia, Laos, Malaysia, Filpina, Singapura, Thailand, dan Vietnam.6 Sejak
pendiriannya, SEAMEO terus bertumbuh dan mengalami kemajuan. Hal ini dapat
dibuktikan dengan terus bertambahnya negara anggota organisasi regional ini
yang pada tahun 2010 mencapai 11 negara. Kesebelas negara tersebut adalah
Brunei Darussalam, Kamboja, Laos, Indonesia, Malaysia, Myanmar, Filipina,
Singapura, Thailand, Timor Leste, dan Vietnam.7
Kemajuan SEAMEO juga dapat dibuktikan dengan adanya penggabungan
negara-negara anggota asosiasi (Associate Member Countries). Negara anggota
asosiasi ini biasanya menjalin kerjasama, baik bilateral maupun multilateral
dengan negara anggota SEAMEO. Sejak tahun 2011, ada tujuh Associate Member
Countries, yang meliputi Australia, Kanada, Perancis, Jerman, Belanda, New
Zealand, dan Spanyol. Adapun Jepang, walaupun bukan merupakan Associate
5 Southeast Asian Ministers of Education Organization, What is SEAMEO, tersedia di
http://www.seameo.org/SEAMEOWeb2/index.php?option=com_content&view=article&id=90&Itemid=518; diakses pada 22 Juni 2018.
6 Ui Hock Cheah, SEAMEO as an Example of Effective Regional Cooperation in Education, [database
online] [Regional Center for Education in Science and Mathematics (RECSAM), Malaysia]; tersedia di
https://www.google.com/url?sa=t&source=web&rct=j&url=https://home.hiroshima-u.ac.jp/cice/wp-
content/uploads/Forum/JEF9/Ui-Hock-Cheah-
e.pdf&ved=2ahUKEwju8Pifg7vdAhWFbysKHUeBAdkQFjAAegQIBBAB&usg=AOvVaw2xwxvyuu07tZD
D0pKL0UH3; diakses pada 23 Juni 2018.
7 Ui Hock Cheah, SEAMEO as an Example of Effective Regional Cooperation in Education, [database
online] [Regional Center for Education in Science and Mathematics (RECSAM), Malaysia]; tersedia di
https://www.google.com/url?sa=t&source=web&rct=j&url=https://home.hiroshima-u.ac.jp/cice/wp-
content/uploads/Forum/JEF9/Ui-Hock-Cheah-
e.pdf&ved=2ahUKEwju8Pifg7vdAhWFbysKHUeBAdkQFjAAegQIBBAB&usg=AOvVaw2xwxvyuu07tZD
D0pKL0UH3; diakses pada 23 Juni 2018.
37
Member, akan tetapi telah melakukan kerjasama dengan SEAMEO sebagai
Partner Country sejak tahun 1970.8
Lebih jauh lagi, sejak tahun 1983 ada inisiasi untuk berafiliasi dengan
entitas non-negara yang tertarik melakukan kerjasama dengan SEAMEO. Hingga
tahun 2011, ada tiga anggota afiliasi (Affiliate Members) SEAMEO, yakni the
International Council for Open and Distance Education (ICDE), the University of
Tsukuba, dan the British Council.9
Badan pembuat kebijakan tertinggi organisasi regional ini adalah Dewan
SEAMEO.10
Dewan SEAMEO terdiri dari para menteri pendidikan dari setiap
negara anggota. Dewan SEAMEO biasanya melakukan pertemuan sebanyak satu
kali dalam setahun melalui forum Konferensi Dewan SEAMEO guna
mendiskusikan mengenai kebijakan-kebijakan, menentukan arah dari program-
program, proyek-proyek, dan unit-unit SEAMEO serta meninjau setiap program
dan aktivitas yang dilakukan organisasi. Dalam konferensi tersebut, perwakilan
8 Ui Hock Cheah, SEAMEO as an Example of Effective Regional Cooperation in Education, [database
online] [Regional Center for Education in Science and Mathematics (RECSAM), Malaysia]; tersedia di
https://www.google.com/url?sa=t&source=web&rct=j&url=https://home.hiroshima-u.ac.jp/cice/wp-
content/uploads/Forum/JEF9/Ui-Hock-Cheah-
e.pdf&ved=2ahUKEwju8Pifg7vdAhWFbysKHUeBAdkQFjAAegQIBBAB&usg=AOvVaw2xwxvyuu07tZD
D0pKL0UH3; diakses pada 23 Juni 2018.
9 Ui Hock Cheah, SEAMEO as an Example of Effective Regional Cooperation in Education, [database
online] [Regional Center for Education in Science and Mathematics (RECSAM), Malaysia]; tersedia di
https://www.google.com/url?sa=t&source=web&rct=j&url=https://home.hiroshima-u.ac.jp/cice/wp-
content/uploads/Forum/JEF9/Ui-Hock-Cheah-
e.pdf&ved=2ahUKEwju8Pifg7vdAhWFbysKHUeBAdkQFjAAegQIBBAB&usg=AOvVaw2xwxvyuu07tZDD0pKL0UH3; diakses pada 23 Juni 2018.
10 Ui Hock Cheah, SEAMEO as an Example of Effective Regional Cooperation in Education,
[database online] [Regional Center for Education in Science and Mathematics (RECSAM), Malaysia];
tersedia di https://www.google.com/url?sa=t&source=web&rct=j&url=https://home.hiroshima-
u.ac.jp/cice/wp-content/uploads/Forum/JEF9/Ui-Hock-Cheah-
e.pdf&ved=2ahUKEwju8Pifg7vdAhWFbysKHUeBAdkQFjAAegQIBBAB&usg=AOvVaw2xwxvyuu07tZD
D0pKL0UH3; diakses pada 23 Juni 2018.
38
dari Associate Member Countries, the Affiliate Members, dan organisasi lain yang
mempunyai kesamaan tujuan juga biasanya turut menghadiri.
Adapun Sekretariat SEAMEO yang berlokasi di Thailand bertindak sebagai
markas bagi organisasi regional ini. Fungsi dari markas tersebut adalah untuk
menampung berbagai kebijakan yang dirumuskan oleh Dewan SEAMEO serta
melakukan koordinasi berbagai aktivitas dan program SEAMEO Centers.11
SEAMEO Centers (pusat kajian) adalah salah satu fitur penting dari
organisasi regional ini. Center ini merupakan institusi spesialis yang melakukan
pelatihan dan penelitian program di beberapa bidang berbeda, yakni di bidang
pendidikan, ilmu pengetahuan, dan kebudayaan. Setiap Center memiliki Dewan
Pemerintahan (Governing Board) yang terdiri dari pejabat pendidikan senior dari
masing-masing negara anggota SEAMEO. Tugas dari Governing Board ini adalah
meninjau bagaimana center beroperasi, bagaimana sistem anggaran belanja
digunakan, dan bagaimana berbagai program dan kebijakan diimplementasikan.12
Sampai saat ini ada 24 unit pusat kajian SEAMEO yang tersebar di
beberapa negara Asia Tenggara.
11 Ui Hock Cheah, SEAMEO as an Example of Effective Regional Cooperation in Education,
[database online] [Regional Center for Education in Science and Mathematics (RECSAM), Malaysia];
tersedia di https://www.google.com/url?sa=t&source=web&rct=j&url=https://home.hiroshima-
u.ac.jp/cice/wp-content/uploads/Forum/JEF9/Ui-Hock-Cheah-
e.pdf&ved=2ahUKEwju8Pifg7vdAhWFbysKHUeBAdkQFjAAegQIBBAB&usg=AOvVaw2xwxvyuu07tZDD0pKL0UH3; diakses pada 23 Juni 2018.
12 Ui Hock Cheah, SEAMEO as an Example of Effective Regional Cooperation in Education,
[database online] [Regional Center for Education in Science and Mathematics (RECSAM), Malaysia];
tersedia di https://www.google.com/url?sa=t&source=web&rct=j&url=https://home.hiroshima-
u.ac.jp/cice/wp-content/uploads/Forum/JEF9/Ui-Hock-Cheah-
e.pdf&ved=2ahUKEwju8Pifg7vdAhWFbysKHUeBAdkQFjAAegQIBBAB&usg=AOvVaw2xwxvyuu07tZD
D0pKL0UH3; diakses pada 23 Juni 2018.
39
Gambar III. A. 2 Persebaran Pusat Kajian (Centers) SEAMEO di Kawasan
Asia Tenggara
Sumber: SEAMEO, 2017
Penjelasan mengenai ke-24 pusat kajian tersebut terlampir (lampiran 2).
B. Early Childhood Care and Education (ECCE) sebagai Salah Satu
Seven Priority Areas SEAMEO
Pada 28 Agustus 2014, Komite Eksekutif SEAMEO mensahkan beberapa
pesan kunci (key massages) yang merupakan hasil dari kajian pendidikan yang
dilakukan Sekretariat SEAMEO untuk masa depan Asia Tenggara dengan
menggunakan pendekatan futuristik.13
Kajian pendidikan ini merupakan cikal
bakal dari penyusunan SEAMEO 7 Priority Agenda yang sebelumnya telah
dibahas dalam SEAMEO Strategic Dialogue of Education Ministers pada 13
13 SEAMEO, SEAMEO 7 Prority Areas Implementation by SEAMEO Member Countries, [database
online]; tersedia di
https://www.google.com/url?sa=t&source=web&rct=j&url=http://www.seameo.org/SEAMEOWeb2/images/s
tories/Publications/Centers_Pub/SEAMEO_Education_agenda/03%2520SEAMEO%25207%2520Priority%2
520Implementation%2520by%2520Member%2520Countries.pdf&ved=2ahUKEwialpjgjLvdAhUHvo8KHZ
X9D1MQFjACegQICRAB&usg=AOvVaw0OfHWmjgkwOEZDHkugZB6r; diakses pada 24 Juni 2018.
40
September 2014 di Vientiane, Laos.14
Ketujuh agenda tersebut kemudian dicatat
pada Pertemuan Resmi Tingkat Tinggi SEAMEO Ke-37 dan diperkenalkan pada
Konferensi Dewan SEAMEO Ke-48.15
Pada sesi Pertemuan Meja Bundar Tingkat
Menteri, Dewan SEAMEO mensahkan tujuan area prioritas ini yang secara resmi
mulai diimplementasikan sejak tahun 2015/2016.
Ketujuh agenda tersebut adalah: Pendidikan dan pengasuhan anak usia dini
(Early Childhood Care and Education); Penyebutan berbagai hambatan dalam
pencantuman (Addressing barriers to inclusion); Kegembiraan dalam menghadapi
keadaan darurat (Resiliency in the face of emergencies); Promosi pendidikan dan
pelatihan teknis serta kejuruan (Promoting technical and vocational education
and training); Merevitalisasi pendidikan guru (Revitalising teacher education);
Memadukan pendidikan tinggi dengan penelitian (Harmonising higher education
and research); dan Mengadopsi kurikulum abad 21 (Adopting a 21st Century
curriculum).16
14 SEAMEO, SEAMEO 7 Prority Areas Implementation by SEAMEO Member Countries, [database
online]; tersedia di
https://www.google.com/url?sa=t&source=web&rct=j&url=http://www.seameo.org/SEAMEOWeb2/images/s
tories/Publications/Centers_Pub/SEAMEO_Education_agenda/03%2520SEAMEO%25207%2520Priority%2
520Implementation%2520by%2520Member%2520Countries.pdf&ved=2ahUKEwialpjgjLvdAhUHvo8KHZ
X9D1MQFjACegQICRAB&usg=AOvVaw0OfHWmjgkwOEZDHkugZB6r; diakses pada 24 Juni 2018.
15 SEAMEO, SEAMEO 7 Prority Areas Implementation by SEAMEO Member Countries, [database
online]; tersedia di
https://www.google.com/url?sa=t&source=web&rct=j&url=http://www.seameo.org/SEAMEOWeb2/images/s
tories/Publications/Centers_Pub/SEAMEO_Education_agenda/03%2520SEAMEO%25207%2520Priority%2
520Implementation%2520by%2520Member%2520Countries.pdf&ved=2ahUKEwialpjgjLvdAhUHvo8KHZ
X9D1MQFjACegQICRAB&usg=AOvVaw0OfHWmjgkwOEZDHkugZB6r; diakses pada 24 Juni 2018.
16 SEAMEO, SEAMEO Seven Priority Areas + Action Agenda 2016-2020, [database online]; tersedia
di
https://www.google.com/url?sa=t&source=web&rct=j&url=http://www.seameo.org/SEAMEOWeb2/images/s
tories/Publications/Centers_Pub/SEAMEO_Education_agenda/04%2520SEAMEO%25207%2520Priority%2
520Areas%2520Implementation%2520by%2520Centres.pdf&ved=2ahUKEwialpjgjLvdAhUHvo8KHZX9D
1MQFjAAegQIBhAB&usg=AOvVaw3-jjZdv5extypuEY6WGNuB; diakses pada 24 Juni 2018.
41
Pendidikan dan Pengasuhan Anak Usia Dini atau Early Childhood Care and
Education (ECCE) merupakan salah satu agenda prioritas yang hendak
dimaksimalisasi oleh organisasi pendidikan di Asia Tenggara ini. Selain untuk
menuntaskan tujuan pendidikan yang diagendakan Education for All (EFA),
perhatian pada pendidikan anak usia dini juga sejalan dengan salah satu tujuan
yang hendak dicapai SDGs. Secara spesifik, target yang hendak dicapai agenda
prioritas ini adalah:
“….Achieving universal pre-primary education by 2035, with particular
target on the disadvantaged, such as poor children; rural communities;
marginalised ethnic and linguistic communities; and children with
disabilities benefiting the most.”17
Dari target tersebut jelas bahwa SEAMEO memiliki agenda agar mampu
mencapai pendidikan prasekolah secara menyeluruh pada tahun 2035. Sasaran
utama target ini adalah kelompok yang “dirugikan” (disadvantaged), seperti anak
miskin, masyarakat pedesaan, etnis yang termarjinalkan, dan anak berkebutuhan
khusus.
C. Perkembangan Early Childhood Care and Education (ECCE) di Asia
Tenggara
Di negara-negara berkembang, ada hampir 10 juta anak meninggal di bawah
usia lima tahun dan 20 kali lipat dari angka tersebut (lebih dari 200 juta anak)
mampu bertahan dalam kondisi tidak terasahnya potensi yang mereka miliki
17 SEAMEO, SEAMEO Seven Priority Areas + Action Agenda 2016-2020, [database online]; tersedia
di
https://www.google.com/url?sa=t&source=web&rct=j&url=http://www.seameo.org/SEAMEOWeb2/images/s
tories/Publications/Centers_Pub/SEAMEO_Education_agenda/04%2520SEAMEO%25207%2520Priority%2
520Areas%2520Implementation%2520by%2520Centres.pdf&ved=2ahUKEwialpjgjLvdAhUHvo8KHZX9D
1MQFjAAegQIBhAB&usg=AOvVaw3-jjZdv5extypuEY6WGNuB; diakses pada 24 Juni 2018.
42
secara maksimal.18
Dari 200 juta tersebut, 88 juta di antaranya adalah anak-anak
yang berada di wilayah Asia Tenggara. Akibatnya, negara-negara yang berada di
wilayah ini bisa dikatakan menderita karena kehilangan 20 persen produktivitas
penduduk dewasanya.19
Tidak terasahnya potensi yang dimiliki anak-anak tersebut disebabkan
kurangnya asupan nutrisi, sentuhan pengasuhan yang memadai, dan kesempatan
untuk belajar.20
Padahal pemberian nutrisi yang baik dan jaminan kesehatan yang
memadai, pola asuh yang dilandasi rasa sayang serta dorongan untuk terus belajar
di usia dini dapat memberi kontribusi positif untuk masa depan anak. Anak akan
tumbuh sehat, berprestasi di lingkungan sekolahnya, memiliki pendapatan yang
tinggi ketika sudah dewasa, dan dapat berpartisipasi secara produktif di
lingkungan masyarakat nantinya.21
Oleh karena itu, kehidupan pada usia dini
seorang anak dan kesehatan serta kesejahteraan ibu menjadi objek yang perlu
diperhatikan guna mencetak generasi yang mumpuni.
Perkembangan anak yang meliputi perkembangan fisik, sosial/emosional,
dan bahasa (kognitif) selama awal mula kehidupannya sangat perlu untuk
diperhatikan karena akan menjadi penentu masa dewasanya. Berbagai pengalaman
yang diraihnya selama beberapa tahun pertama kehidupannya menjadi dasar
pengembangan skill-nya, pendidikannya bahkan kesempatan kerjanya kelak.
18 McGregor et al., The Lancet Child Development Series, 2007.
19 WHO dan UNICEF, Promoting Early Childhood Development in South-East Asia: Report of the WHO-UNICEF Meeting Colombo, Sri Lanka, 13-17 July 2009, 1.
20 WHO dan UNICEF, Promoting Early Childhood Development in South-East Asia: Report of the WHO-UNICEF Meeting Colombo, Sri Lanka, 13-17 July 2009, 3.
21 WHO dan UNICEF, Promoting Early Childhood Development in South-East Asia: Report of the
WHO-UNICEF Meeting Colombo, Sri Lanka, 13-17 July 2009, 3.
43
Berbagai kondisi yang dialami saat dirinya beranjak dewasa, seperti permasalahan
kesehatan mental, obesitas, kerdil, penyakit hati, kriminalitas, literasi dan
numerasi semuanya berakar dari pola asuhnya ketika masih berusia dini.22
Berdasarkan fakta tersebut, tidak dapat terelakkan lagi bahwa perkembangan anak
usia dini sangat perlu untuk diperhatikan.
Perhatian terhadap perkembangan anak usia dini ini tidak bisa dilepaskan
dari aspek pendidikan. Pendidikan anak usia dini/Early Childhood Care and
Education (ECCE) jika dilihat dari perspektif psikologi dapat didefinisikan
sebagai stimulasi dan program pendidikan yang diterima anak usia 0 sampai 8
tahun.23
Mengenai batasan usia ini tidak setiap negara menerapkan aturan yang
sama. Di Indonesia misalnya, jika mengacu pada Undang-undang Pendidikan
Nasional Indonesia No. 20 Tahun 2003 Pasal 28 Ayat 1, dinyatakan bahwa
“Pendidikan anak usia dini adalah sebuah program yang diarahkan untuk anak
usia 0 sampai 6 tahun”.24
Isu mengenai pentingnya ECCE di kawasan Asia Tenggara sebenarnya
sudah mulai digaungkan secara formal melalui sebuah forum internasional pada
tahun 1990 di Jomtien, Thailand.25
Forum yang diberi nama World Conference on
22 WHO dan UNICEF, Promoting Early Childhood Development in South-East Asia: Report of the
WHO-UNICEF Meeting Colombo, Sri Lanka, 13-17 July 2009, 4.
23 UNESCO dan UNICEF, Asia-Pacific End of Decade Notes on Education for All: EFA Goal 1
Early Childhood Care and Education, (Bangkok: UNESCO Bangkok, UNICEF EAPRO, dan UNICEF ROSA, 2012).
24 Presiden Republik Indonesia, Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2013 Tentang
Sistem Pendidikan Nasional; [database online]; diakses dari http://kelembagaan.ristekdikti.go.id/wp-content/uploads/2016/08/UU_no_20_th_2003.pdf; diunduh pada 28 September 2018.
25 UNESCO, Early Childhood Care and Education in South-East Asia: Working for Access, Quality
and Inclusion in Thailand, the Philippines and Viet Nam, (Bangkok: UNESCO Asia and Pacific Regional
Bureau for Education, 2004), 1.
44
Education for All (EFA) tersebut memiliki semboyan “Learning begins at birth”26
yang secara implisit mengharuskan setiap orang sejak dirinya dilahirkan (sejak
masih berusia dini) mendapatkan pendidikan.
Sejak konferensi tersebut, banyak negara di beberapa kawasan berbeda
mulai mendirikan program ECCE atau sekadar memperkuat komitmen untuk lebih
memajukan layanan ECCE di negaranya.27
Begitu pun halnya dengan banyak
negara di Asia Tenggara—walaupun belum secara keseluruhan. Pencapaian yang
sekaligus dinilai sebagai sebuah prestasi yang berhasil diperoleh kawasan ini pada
akhir dekade program EFA adalah semakin meningkatnya akses anak di kawasan
terhadap layanan ECCE dan semakin membaiknya kualitas program ECCE. Hal
ini sebagaimana diutarakan oleh Direktur UNESCO di kawasan ketika itu:
“….The most dramatic achievement, at least from a quantitative point of
view, is in the area of Early Childhood Care and Education.
Kindergartens, nurseries, day care centres have literally bloomed in the
region in dramatic numbers. We have an increase of almost 50 per cent in
the last 10 years. Gains have been registered in many of the countries of
South-East Asia. What is interesting is not just the numbers, but the
financing formulae. Unlike primary schooling, early childhood depends on
community support, on NGOs, on the private sector and that is a source of
great inspiration for the neighbouring countries as well as for the other
sectors of education for all.”28
Sepuluh tahun setelah digelarnya konferensi dunia di bidang pendidikan
tersebut, ternyata memberi pengaruh positif pada sistem pendidikan di kawasan
Asia Tenggara, khususnya pada sistem ECCE. Hal ini dapat dilihat tidak hanya
26 UNESCO, New Horizons: A Review of Early Childhood Care and Eduation in Asia and the Pacific,
(Bangkok: UNESCO Bangkok Office, 2016), xiv.
27 UNESCO, Early Childhood Care and Education in South-East Asia: Working for Access, Quality
and Inclusion in Thailand, the Philippines and Viet Nam, (Bangkok: UNESCO Asia and Pacific Regional Bureau for Education, 2004), 1.
28 UNESCO, Successes and Continuing Problems, Dr Victor Ordonez, UNESCO Proap, Education
for All Assessment 2000.
45
dari banyaknya jumlah unit prasekolah dengan segala macam bentuknya, dari
mulai kindergartens, nurseries, dan day care centres yang didirikan tetapi juga
semakin membaiknya sistem pendanaan yang digunakan. Hal ini mengingat
sistem pendanaan untuk sekolah anak usia dini tidaklah sama dengan sekolah
dasar. Kemajuan sekolah untuk anak usia dini biasanya bergantung pada
dukungan dari masyarakat, lembaga nonpemerintah (NGOs), dan sektor swasta.29
Pembuktian mengenai hal ini dapat dilihat dari grafik berikut:
Grafik III.C.1 Tingkat Kehadiran Anak Usia Dini di Program-Program Prasekolah
Dari Tahun 1990-1998
Sumber: EFA Statistical Document (2000)
Berdasarkan grafik tersebut, memang tingkat kehadiran anak usia dini di
program-program prasekolah dari tahun 1990-1998 mengalami peningkatan di
hampir semua kawasan. Hanya saja ketersediaan program Early Childhood Care
29 UNESCO, Early Childhood Care and Education in South-East Asia: Working for Access, Quality
and Inclusion in Thailand, the Philippines and Viet Nam, (Bangkok: UNESCO Asia and Pacific Regional
Bureau for Education, 2004), 1.
46
and Education (ECCE) ini bersifat tidak merata. Di beberapa negara dan kawasan
terbilang hampir menyeluruh dan di negara dan kawasan lain tidak ada program
dan layanan prasekolah sama sekali, seperti di kawasan Negara-negara
Arab/Afrika Utara dan Sub-Saharan Afrika.30
Kemudian setelah diadakan forum pendidikan dunia (World Education
Forum) di Dakar, Senegal yang mengevaluasi dan menindaklanjuti rencana dari
World Conference on Education for All (EFA) tahun 1990, jumlah kehadiran anak
usia dini di layanan pendidikan prasekolah di negara-negara Asia Tenggara pun
semakin membaik seperti terlihat dari grafik berikut:
Grafik III.C.2 Tingkat Kehadiran Anak Usia Dini di Program-Program
Prasekolah dari Tahun 1999-2005
Sumber: EFA Global Monitoring Report 2008
Berdasarkan grafik di atas, walaupun terjadi penurunan persentase
kehadiran anak usia dini di sekolah pada tahun 2005, akan tetapi peningkatan
persentasenya lebih banyak dialami negara-negara Asia Tenggara. Di negara
30 UNESCO, World Education Forum Dakar, Senegal 26-28 April 2000: Final Report, (Perancis:
Office of the Assisstant Director-General for Education), 2000, 11.
47
Indonesia, Malaysia, Filipina, dan Vietnam terjadi peningkatan kehadiran
sebanyak lebih dari sepuluh persen. Di Malaysia dan Thailand, kehadiran anak
usia dini di layanan prasekolah terbilang cukup besar (lebih dari 80%)—walaupun
terjadi sedikit penurunan di Thailand dibandingkan tahun 1999. Hal yang
kemudian menjadi tantangan terbesar ketika itu adalah memajukan layanan ECCE
di Kamboja dan Laos yang memiliki persentase kehadiran anak di prasekolah
kurang dari sepuluh persen.31
Tidak hanya dari segi pendidikan, dari sisi kesejahteraan dan kesehatan anak
pun dua negara tersebut (Kamboja dan Laos) masih dikatakan tertinggal jika
dibandingkan dengan negara Asia Tenggara lainnya. Di kedua negara ini, tingkat
kematian bayi di bawah usia lima tahun masih terbilang tinggi, yakni lebih dari
120 per 1000 kelahiran dibandingkan di Brunei Darussalam dan Singapura yang
kurang dari 10 per 1000 kematian. Selain itu, lebih dari 40% anak di Kamboja dan
Laos menderita stunting32
akibat kekurangan nutrisi. Persentase ini pun dinilai
tinggi karena di Singapura dan Thailand hanya sekitar 15% saja anak yang
menderita stunting.33
Dalam sebuah forum pertemuan yang diselenggarakan oleh Badan
Kesehatan Dunia (WHO) dan UNICEF di Kolombo, Sri Lanka pada 13-17 Juli
31 UNESCO, EFA Global Monitoring Report 2008: Education for All by 2015 Will We Make It?,
(Bangkok: UNESCO Bangkok Office, 2008), 2.
32 Stunting adalah gangguan pertumbuhan dan perkembangan yang dialami anak akibat gizi buruk,
infeksi berulang, dan stimulasi psikososial yang tidak memadai. Indikasi seorang anak menderita stunting di
antaranya memiliki postur tubuh tidak maksimal saat dewasa, mudah terserang penyakit, dan memiliki
kemampuan kognitif yang rendah. http://www.who.int/nutrition/healthygrowthproj_stunted_videos/en/ (World Health Organization: Nutrition)
33 UNESCO, EFA Global Monitoring Report 2008: Education for All by 2015 Will We Make It?,
(Bangkok: UNESCO Bangkok Office, 2008), 1-2.
48
2009, beberapa negara di Asia Tenggara menyampaikan kondisi pelayanannya
terhadap anak usia dini. Beberapa negara tersebut yakni:34
1. Indonesia
Indonesia memiliki satu badan khusus yang menangani koordinasi
program dan para pemangku kepentingan yang terlibat dalam perkembangan anak
usia dini, yakni Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas). Selain
melakukan koordinasi, badan ini juga mengembangkan sebuah program yang
bernama “Strategi Nasional untuk Perkembangan Anak Usia Dini secara
Komprehensif” (2008) yang kemudian draft finalnya diberi nama “Garis Pedoman
Manajemen dan Implementasi Perkembangan Anak Usia Dini Komprehensif”.
Kegiatan yang dilakukan dalam menjalankan program tersebut berfokus
pada deteksi dini terhadap berbagai penyimpangan dalam standar pertumbuhan,
nutrisi, dan perkembangan. Buku Saku Kesehatan Ibu dan Anak adalah alat yang
dimanfaatkan untuk mengukur pertumbuhan dan perkembangan anak usia dini
yang didistribusikan pada keluarga-keluarga, Pusat Kesehatan Masyarakat
(PUSKESMAS), prasekolah, TK, dan program lain yang melayani kesehatan
anak.
Beberapa langkah strategis telah dilakukan Indonesia dalam menjamin
terpenuhinya kebutuhan tumbuh-kembang anak usia dini yang komprehensif,
seperti:
a. Isu mengenai perkembangan anak usia dini telah dijadikan sebagai
agenda prioritas Kementerian Kesehatan, Kementerian Pendidikan,
34 WHO dan UNICEF, Promoting Early Childhood Development in South-East Asia: Report of the
WHO-UNICEF Meeting Colombo, Sri Lanka, 13-17 July 2009.
49
Badan Perencanaan Keluarga Nasional, Kementerian Dalam Negeri,
Kementerian Pemberdayaan Perempuan, dan Departemen Sosial.
b. Dibentuknya Pos Pelayanan Kesehatan Terpadu (POSYANDU) yang
memberikan pelayanan kesehatan untuk masyarakat yang sifatnya
pencegahan, seperti MCH, FP, nutrisi, imunisasi dan kontrol penyakit
diare yang tersebar di lebih dari 68.000 desa.
c. Direktorat Pendidikan Anak Usia Dini meluncurkan beberapa
lembaga nonformal untuk anak usia 2-4 tahun agar mendapatkan
pendidikan. Lembaga tersebut meliputi playgroups yang diberi nama
Kelompok Bermain (KB), daycare yang dikenal dengan Taman
Penitipan Anak (TPA). KB dirancang untuk fokus pada stimulasi
sosio-emosional anak melalui metode “learning by playing”.
d. Badan Perencanaan Keluarga Nasional membentuk program Bina
Keluarga Balita (BKB) yang menawarkan sesi pendidikan pengasuhan
satu kali dalam sebulan untuk setiap grup yang terdiri dari 15 ibu
dengan anaknya. Sejak tahun 2003 diperkirakan ada sekitar 89.000
grup BKB yang aktif di seluruh Indonesia.
Beberapa tantangan yang dihadapi Indonesia dalam melayani
perkembangan anak usia dini ini adalah sebagai berikut:
a. Membutuhkan revitalisasi dan reinvestasi di beberapa program, seperti
POSYANDU dan BKB untuk lebih meningkatkan lagi kualitas dan
efektivitasnya.
b. Kurangnya koordinasi antara sektor swasta dan pemerintah.
50
c. Suboptimal akses dan kualitas deteksi dini serta intervensi
penyimpangan pertumbuhan dan perkembangan di level dasar.
d. Rumah sakit provinsi dan kabupaten masih belum bisa dijadikan
rujukan.
e. Minimnya pengetahuan dan skill yang dimiliki keluarga dan
masyarakat terkait praktik pengasuhan dan perkembangan anak usia
dini.
2. Myanmar
Perkembangan anak usia dini telah menjadi salah satu dari keempat tujuan
sosial yang menjadi fokus perhatian Dewan Pembangunan dan Perdamaian
Negara di Myanmar. Selain itu, dalam rencana aksinya yang diberi nama an
Education For All National Action Plan (2003-2015), dicantumkan bahwa tujuan
kelima yang hendak dicapai oleh negara ini adalah memajukan layanan ECCE
yang komprehensif. Lembaga yang mengurus persoalan ECCE di Myanmar
adalah Departemen Kesejahteraan Sosial yang berada di bawah Kementerian
Kesejahteraan Sosial, Bantuan dan Transmigrasi. Departemen inilah yang
membangun pusat penitipan anak, prasekolah yang berbasis komunitas, tempat
tinggal untuk anak yang sudah tidak memiliki orangtua dan anak terlantar yang
berusia di bawah 5 tahun.
Ada beberapa pencapaian yang sudah dilakukan Myanmar dalam
tujuannya meningkatkan kualitas ECCE di negaranya, yakni:
a. Pendidikan mengasuh anak (parenting) telah sampai ke pedasaan dan
perkotaan yang dilakukan melalui diskusi program dalam mengasuh anak,
51
pencegahan malaria, pengetahuan tentang HIV/AIDS, bantuan nutrisi, dan
pengasuhan anak di bawah usia lima tahun.
b. Skema aktivitas kesehatan berbasis masyarakat/The Community-Based
Health Activities (CBHA) telah diimplementasikan di 28 kabupaten dari
total 325 kabupaten.
c. Hampir 4000 relawan promotor kesehatan telah dilatih.
d. Buku catatan perkembangan telah dibuat dan didistribusikan untuk anak di
bawah usia lima tahun.
e. Pemberian makan yang sehat, meningkatkan Infant and Young Child
Feeding (IYCF), pencegahan penyakit beri-beri, kampanye cacingan, dan
penghapusan defisiensi Vitamin A yang dikhususkan untuk ibu hamil dan
anak di bawah usia 5 tahun.
f. Iodisasi garam secara universal telah diadopsi sebagai upaya lanjutan
pemberantasan penyakit akibat kekurangan yodium.
g. Kementerian Kemajuan Wilayah Perbatasan, Ras Nasional, dan
Pembangunan telah membuka 38 unit prasekolah di wilayah terpencil,
wilayah perbatasan, dan wilayah empat etnis minoritas tertinggal.
Dalam upaya memperbaiki kualitas pelayanan terhadap perkembangan
anak usia dini di negaranya, Myanmar menemukan beberapa tantangan yang harus
dihadapi agar targetnya bisa tercapai. Beberapa tantangan tersebut meliputi:
a. Kurangnya kesadaran masyarakat dan keluarga mengenai
perkembangan anak usia dini dan pentingnya stimulasi perkembangan
psikososial.
52
b. Kesulitan jangkauan yang dialami oleh warga yang tinggal di
beberapa wilayah menjadi sebab keengganan orangtua untuk
mengirimkan anaknya ke lembaga-lembaga prasekolah (ECCE).
c. Keterbatasan jumlah lembaga prasekolah (ECCE) untuk anak miskin,
anak yang berasal dari wilayah terpencil, perbatasan dan pegunungan,
anak yang berkebutuhan khusus, dan anak yang sudah tidak memiliki
orangtua.
d. Ketiadaan kebijakan dan program spesifik dari Kementerian
Kesehatan.
e. Kurangnya koordinasi Kementerian Kesehatan dengan kementerian
lain yang terlibat dalam program perkembangan anak usia dini.
f. Minimnya promotor kesehatan yang berkampanye akan pentingnya
kesehatan keluarga dan masyarakat.
3. Thailand
Di Thailand, isu mengenai perkembangan anak usia dini telah menjadi
program perencanaan nasionalnya yang tercantum dalam Thailand’s Tenth
National Socioeconomic Development Plan (2007-2011). Dalam plan-nya
tersebut, Thailand menyebutkan secara spesifik target yang hendak dicapai, yakni
meningkatkan persentase anak di bawah usia lima tahun yang mendapatkan
jaminan perkembangannya secara normal dari yang awalnya sebanyak 67,7 persen
pada tahun 2007 menjadi lebih dari 80 persen pada tahun 2011. Selain itu, di
dalamnya juga dicantumkan target untuk meningkatkan pemberian Air Susu Ibu
53
(ASI) untuk bayi usia enam bulan dari yang awalnya hanya 14,7 persen menjadi
lebih dari 30 persen.
Dalam upayanya menyejahterakan perlindungan terhadap anak usia dini,
ada beberapa hal yang telah berhasil dilakukan oleh Negeri Gajah Putih ini, yakni:
a. Buku pegangan mengenai kesehatan anak dan ibu yang di dalamnya
terdapat prinsip-prinsip dan praktik-praktik yang boleh dan tidak
boleh dilakukan dalam pengasuhan anak telah berhasil dikembangkan.
b. Program pengasuhan yang dimulai dari trimester pertama kemudian
berlanjut sampai periode sebelum melahirkan, periode saat setelah
melahirkan sampai anak berusia tiga tahun juga telah
diimplementasikan.
c. Program “Family Love Bonding Hospital Programme” yang
mendorong rumah sakit agar memberikan fasilitas yang ramah anak,
aman untuk para ibu, dan dapat melibatkan peran serta masyarakat
pun telah berhasil diwujudkan.
Di samping pencapaian tersebut, ada beberapa hal yang menjadi hambatan
tercapainya rencana aksi tersebut, seperti:
a. Kurangnya pemahaman para pengasuh dalam mempromosikan
perkembangan anak.
b. Ketidaksetaraan akses yang dimiliki masyarakat terhadap layanan
ECCE.
c. Tidak terpenuhinya kebutuhan yang diperlukan oleh penduduk yang
kurang beruntung.
54
d. Klinik kesehatan hanya menyediakan vaksinasi saja.
e. Kurangnya tenaga medis dalam sektor pemerintahan.
f. Kurangnya kunjungan rumah untuk pengasuhan anak setelah
melahirkan.
4. Timor Leste
Negara ini memiliki beberapa strategi yang berfokus pada perkembangan,
pertumbuhan dan nutrisi anak. Walaupun tidak ada sektor kesehatan yang secara
khusus melakukan intervensi tetapi Kementerian Kesehatan berusaha memberikan
arahan mengenai paraktik-praktik kunci dalam keluarga melalui program C-IMCI
dan memasukkan komponen penilaian psikososial ke dalam pemantauan
pertumbuhan dan perkembangan dalam program nutrisi.
Selain itu, terdapat beberapa sektor lain yang juga turut berkontribusi
dalam menjamin perkembangan anak usia dini di Timor Leste. Sektor pendidikan
di sana berusaha mempromosikan mengenai pentingnya perkembangan anak usia
dini melalui program pengasuhan anak (parenting) dan prasekolah, sektor
kesejahteraan sosial melalui program yang mendukung anak yang berkebutuhan
khusus, dan sektor buruh, hukum, dan penyelenggaraannya melalui pembuatan
“baby corners” di tempat kerja.
Beberapa pencapaian yang telah berhasil dilakukan Timor Leste dalam
kaitannya menjamin perkembangan anak usia dini ini adalah sebagai berikut:
a. Mendirikan layanan kesehatan yang meliputi pengasuhan sebelum
lahir, ketika lahiran, dan setelah lahiran, mengembangkan program
55
imunisasi, program C-IMCI, dan promosi kesehatan untuk
masyarakat.
b. Program nutrisi yang meliputi pemberian suplemen, pemantauan
pertumbuhan, Behaviour Change Communication (BCC), dan
pengasuhan yang bersifat terapis untuk beberapa anak.
c. Dalam sektor pendidikan, Draft Kebijakan Nasional terkait ECCE
sudah dibuat sejak tahun 2000 saat forum Anak Usia Dini yang
digelar oleh Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Pemuda, dan
Olahraga serta UNICEF.
Tentunya dalam mewujudkan layanan untuk anak usia dini yang
berkualitas ini tidak bisa lepas dari berbagai tantangan yang perlu dihadapi,
seperti:
a. Isu mengenai perkembangan anak usia dini masih dipertimbangkan
untuk menjadi prioritas dalam sektor kesehatan.
b. Masih kurangnya pembuatan kebijakan-kebijakan dan langkah-
langkah strategis.
c. Minimnya SDM yang terlatih.
d. Koordinasi antarsektor dinilai masih kurang dalam menjamin
terlaksananya pengasuhan anak usia dini berkualias.
e. Anggaran belanja yang masih terbatas.
Sebagai perwujudan komitmen negara-negara Asia Tenggara dalam
mewujudkan pendidikan anak usia dini berkualitas di kawasan, setiap negara telah
membuat kebijakan dan undang-undang khusus terkait anak usia dini. Pertama, di
56
Brunei Darussalam. Negara ini memiliki Rencana Pembangunan Jangka Panjang
Tahun 2007-2012 yang juga dikenal sebagai Wawasan Brunei 2035. Dalam
rencana pembangunan tersebut, Brunei menjadikan pendidikan anak usia dini
sebagai prioritas investasi. Hal ini sebagaimana tercantum dalam kebijakannya
(Outlined Strategies and Policies for Development) Tahun 2007-2017.35
Kebijakan ini merupakan inisiasi dari Kementerian Pendidikan dengan sebagian
besar berfokus pada anak usia 5-6 tahun. Kementerian Pendidikan mendirikan unit
Pendidikan Anak Usia Dini ini pada tahun 2010 dan kemudian memperluas
cakupan usianya menjadi 3-6 tahun.
Kedua, di negara Kamboja. Kebijakan nasional pendidikan anak usia dini
di negara ini baru disetujui tahun 2008 melalui Konsultasi Antarmenteri dan
disahkan oleh pemerintah pada tahun 2010.36
Setelah itu, disusunlah rencana aksi
nasional dan dibentuk pula Komite Teknis ECCE (ECCD Technical Committee)
dengan mencantumkan 15 kementerian dalam petunjuk pelaksanaannya.
Ketiga, di Indonesia. Di negara ini, hampir 99 persen Taman Kanak-kanak
(TK) dikelola oleh pihak swasta. Sementara pemerintah hanya mengoperasikan
sekitar 0,6 persen. Minimnya investasi pemerintah dalam hal ECCE ini
menyebabkan rendahnya keikutsertaan anak usia dini dari kalangan masyarakat
tidak mampu dalam bidang pendidikan diakibatkan ketidakmampuannya
membayar biaya tinggi yang dipatok swasta.37
Walaupun demikian, dalam
35 Ministry of education Document, Brunei Darussalam, 2008.
36 Royal Government of Cambodia Document, Cambodia, 2010.
37 UNESCO dan UNICEF, Asia-Pacific End of Decade Notes on Education for All: EFA Goal 1
Early Childhood Care and Education, (Bangkok: UNESCO Bangkok, UNICEF EAPRO, dan UNICEF
ROSA, 2012).
57
dokumen Laporan Negara tentang Education for All-Mid Decade disebutkan
bahwa Direktorat PAUDNI telah membuat komitmen yang sejalan dengan
Rencana Strategis Kementerian Pendidikan Tahun 2004-2009 bahwasannya
semua kebijakan hendaknya sesuai dengan tiga agenda: i) memastikan semakin
membaiknya akses terhadap ECCE; ii) meningkatkan jaminan kualitas layanan
ECCE; dan iii) memperkuat pertanggungjawaban layanan ECCE.
Keempat, Laos. Dalam Undang-Undang Pendidikan Tahun 2007 Pasal 14
dan 15 terdapat ketentuan khusus mengenai ECCE. Di dalamnya disebutkan
bahwa ECCE terbagi menjadi dua bagian, yakni Crèches dan Kindergarten.
Crèches diperuntukkan bagi bayi usia tiga bulan sampai anak usia tiga tahun
sedangkan Kindergarten melayani anak usia tiga-enam tahun (sebelum memasuki
sekolah dasar).38
Kelima, Malaysia. Di negara ini, Undang-Undang Tahun 1984 tentang
Pusat Pengasuhan Anak yang diamandemen tahun 2007 menjamin kualitas ECCE.
Undang-Undang 550 yang merupakan Undang-Undang Pendidikan Nasional
secara formal mengintegrasikan pendidikan prasekolah pada sisem pendidikan.
Kurikulum ECCE secara formal diperkenalkan sejak tahun 2003.39
ECCE di
Malaysia terbagi menjadi dua grup: Usia 0-4 tahun dan usia 4-6 tahun. Grup usia
4-6 tahun berada di bawah pertanggungjawaban Kementerian Pendidikan,
Kementerian Pembangunan Daerah dan Pedesaan (MRRD), dan Departemen
Kesatuan dan Integrasi Nasional. Sementara grup usia 0-4 tahun berada di bawah
38 UNESCO-IBE, 2010, tersedia di
http://www.ibe.unesco.org/fileadmin/user_upload/Publications/WDE/2010/pdf-versions/Lao_PDR.pdf
diakses pada 21 Juni 2018.
39 Ministry of Education Document, Malaysia, 2009.
58
tanggung jawab Kementerian Pembangunan Masyarakat, Keluarga, dan
Perempuan) dan MRRD. MRRD diakui sebagai penggagas pendidikan
prasekolah di Malaysia.40
Keenam, di Filipina. Dalam acuan Republik, keputusan 8980 (Undang-
Undang tentang ECCE) mengumumkan secara resmi kebijakan nasional,
komprehensif, dan multisektor tentang ECCE. Untuk mencapai tujuan EFA pada
tahun 2015, Departemen Pendidikan Filipina membuat pendidikan prasekolah
(Kindergarten) untuk anak usia lima tahun pada Juni 2011.
Ketujuh, Singapura. Di negara ini, Undang-Undang Pusat Pengasuhan
Anak dan Peraturan Pusat Pengasuhan Anak Tahun 1988 telah ada untuk
mengontrol, memberi izin, dan mengatur pusat pengasuhan anak usia 18 bulan
sampai tujuh tahun. Pusat pengasuhan anak ini telah diberi izin oleh Kementerian
Masyarakat, Pemuda, dan Olahraga, sementara Taman Kanak-Kanak
(Kindergarten) telah didaftarkan oleh Kementerian Pendidikan.41
Singapura juga
mulai melakukan akreditasi terhadap pendidikan-pendidikan prasekolah sejak
Januari 2011.42
Kedelapan, Thailand. Dewan Menteri yang diketuai oleh Perdana Menteri
telah membuat sebuah undang-undang berupa Kebijakan dan Strategi Jangka
Panjang untuk ECCE pada Mei 2007. Berdasarkan kebijakan tersebut, aktivitas
ECCE tersedia untuk dua grup usia: nol sampai tiga tahun dan tiga sampai lima
40 Ministry of Education Document, Malaysia, 2009.
41 UNESCO-IBE, 2006a, tersedia di http://www.ibe.unesco.org/sites/default/files/Singapore.pdf
diakses pada 21 Juni 2018.
42 UNESCO dan UNICEF, Asia-Pacific End of Decade Notes on Education for All: EFA Goal 1
Early Childhood Care and Education, (Bangkok: UNESCO Bangkok, UNICEF EAPRO, dan UNICEF
ROSA, 2012).
59
tahun. Kebijakan dan Strategi Jangka Panjang untuk ECCE grup usia nol sampai
lima tahun (2007-2016) menyediakan petunjuk yang bermanfaat dan banyak
dibutuhkan dalam layanan ECCE dan berfokus pada perlindungan, keamanan, dan
segala hal yang dapat menyeimbangkan proses tumbuh kembang anak.43
Kesembilan, Timor Leste. Kebijakan ECCE telah difinalisasi pada akhir
tahun 2011 untuk memastikan penyatuan satu sampai dua tahun prasekolah pada
sistem pendidikan. Tantangan yang signifikan adalah penerapan kebijakan
berbasis „bahasa ibu‟ karena tiga bahasa utama pribumi adalah bahasa lisan.
Kebijakan Pendidikan Nasional 2007-2012 menyatakan bahwa akses pada
pendidikan prasekolah dipahami sebagai komponen penting pendidikan dasar.44
Pada tahun 2007-2008, terdapat 143 unit prasekolah di Timor Leste. Ini
merupakan perkembangan yang signifikan karena lima tahun sebelumnya (2002)
hanya terdapat 57 unit prasekolah.
Terakhir, Vietnam. Undang-Undang Pendidikan Tahun 2005 menyebutkan
bahwa ECCE adalah bagian dari sistem pendidikan nasional. Departemen ECCE
berada di bawah naungan Kementerian Pendidikan dan Pelatihan dan bertanggung
jawab terhadap setiap program, standar, strategi, dan pedoman anak usia dini.45
Proyek nasional dalam pengembangan ECCE memprioritaskan pada
pembangunan sekolah Taman Kanak-kanak di wilayah-wilayah terpencil.46
43 Ministry of Education, Thailand, 2008b.
44 Ministry of Education, Timor-Leste, 2008.
45 UNESCO-IBE, 2006b, tersedia di http://www.ibe.unesco.org/sites/default/files/Viet_Nam.pdf diakses pada 21 Juni 2018.
46 UNESCO dan UNICEF, Asia-Pacific End of Decade Notes on Education for All: EFA Goal 1
Early Childhood Care and Education, (Bangkok: UNESCO Bangkok, UNICEF EAPRO, dan UNICEF
ROSA, 2012).
60
Di samping itu, ada pula beberapa usaha inovatif yang dilakukan negara-
negara di Asia Tenggara dalam mengatasi minimnya akses terhadap imunisasi,
rendahnya status nutrisi, dan terenggutnya kebahagiaan yang berhak anak usia
dini dapatkan. Misalnya di Filipina. Program kesehatan diatur oleh Consuelo
Foundation yang menggunakan skema kunjungan ke rumah. Orang yang terlibat
dalam program ini adalah ibu hamil dan ibu muda dengan menyediakan
“penasihat” yang mengunjungi rumah mereka di tiga tahun pertama kelahiran
anaknya.
Program ini difokuskan pada bagaimana pola asuh positif yang perlu
diterapkan dan mengurangi bahaya lingkungan melalui: i) penambahan
pengetahuan mengenai pola perkembangan anak; ii) penyediaan permainan dan
aktivitas lainnya yang dapat mendukung perkembangan kesehatan dan
pembelajaran; iii) memperkuat hubungan antaranggota keluarga; iv) menambah
akses pada layanan sosial, pengobatan, dan pekerjaan. Keluarga dengan anak yang
usianya sama dibuatkan menjadi satu kelompok selama kehamilan dan pada dua
tahun pertama kehidupan anak dengan kunjungan dua sampai tiga kali setiap
bulannya. Pada tahun ketiga, intensitas kunjungannya berkurang menjadi satu atau
dua kali per bulan.47
Di Malaysia, kebijakan mengenai layanan kesehatan anak dipromosikan
melalui program-program yang meliputi kunjungan rutin dan pemeriksaan
kesehatan anak, imunisasi, pemantauan dan evaluasi mengenai status nutrisi dan
pertumbuhan, dan pengetahuan kesehatan untuk kesehatan. Kebijakan Nutrisi
47 ARNEC Connections: Working Together for Early Childhood. Special Edition: Noteworthy Early
Childhood Care and Development (ECCD) Practices 2010. Singapore: ARNEC, 2011b.
61
Nasional yang dirumuskan pada tahun 2003 mempromosikan mengenai program-
program yang mencakup pentingnya pemberian Air Susu Ibu (ASI) dan diet serta
pola hidup sehat.
Sedangkan di Indonesia, ada layanan khusus untuk meningkatkan
kesehatan dan nutrisi anak usia di bawah lima tahun. ECCE diatur melalui Pusat
Kesehatan Masyarakat (PUSKESMAS) dan Pos Pelayanan Terpadu
(POSYANDU). POSYANDU adalah pusat kegiatan “dari masyarakat, untuk
masyarakat, dan oleh masyarakat dengan pengawasan dari pihak medis. Walaupun
jumlah POSYANDU bertambah dari tahun 2004-2006 tetapi akses anak terhadap
layanan ini justru berkurang dari 10,8 juta (2004) menjadi 6,6 juta (2006).48
Adapun di Laos, usaha ini dilakukan melalui koordinasi antara
Kementerian Pendidikan dan Pusat Kesehatan Ibu dan Anak untuk
mempromosikan pemberian Air Susu Ibu (ASI) dan meningkatkan nutrisi untuk
anak di kalangan masyarakat etnolinguistik dan di pedesaan serta daerah terpencil.
Di Myanmar, ada beberapa proyek melalui Manajemen Terpadu Skema
Penyakit Ibu dan Anak mengenai beberapa program kesehatan. Energi protein,
kekurangan gizi, dan deisiensi mikronutrien lainnya telah mendorong intervensi
pemerintah yang ditargetkan khusus pada wanita hamil dan anak usia di bawah
lima tahun. Pemantauan pertumbuhan anak usia di bawah tiga tahun juga menjadi
target lain dari inisiatif ini.
Terakhir, di Thailand. Penyediaan program layanan terpadu untuk anak
usia dini meliputi imunisasi, check-up kesehatan fisik, memantau perkembangan
48 Ministry of National Education, Indonesia, 2007:44
62
kognitif dan pemberian suplemen nutrisi telah dilakukan. Edukasi orangtua dalam
Pengasuhan Anak dan Catatan Kesehatan Ibu dan Bayi disediakan sejak kali
pertama terdaftar oleh petugas kesehatan. Data dari catatan tersebut diberikan
kepada guru dan membantu mereka dalam memantau kesehatan anak setelah
mereka masuk sekolah. Petugas kesehatan ini juga biasanya melakukan kunjungan
ke pusat pengasuhan anak dan sekolah dengan memberikan layanan check-up
kesehatan sekurang-kurangnya dua kali dalam setahun. Petugas kesehatan juga
biasanya melakukan kunjungan keluarga terutama yang memiliki anak kecil.
Perhatian khusus juga diberikan pada kesehatan ibu sejak masa kehamilan sampai
setelah melahirkan. Kesehatan anak sangat diperhatikan sampai dirinya masuk
sekolah.
63
BAB III
SDGs DAN ISU SENTRAL EARLY CHILDHOOD CARE AND
EDUCATION (ECCE) DALAM HUBUNGAN
INTERNASIONAL
Dalam bab III, penelitian difokuskan pada keterkaitan Sustainable
Development Goals (SDGs) dengan Early Childhood Care and Education
(ECCE) yang belakangan ini menjadi isu sentral dalam hubungan internasional.
Pada subbab pertama, dijelaskan mengenai pergeseran pola fokus kajian
hubungan internasional yang sebelum abad 21 didominasi oleh aspek keamanan.
Ketika abad 21, kajian hubungan internasional justru lebih diwarnai oleh aspek
sosial dan ekonomi. Kedua aspek inilah yang pada gilirannya menginisiasi
pembentukan agenda global PBB (SDGs) tahun 2015-2030.
Pada bagian berikutnya, dibahas mengenai salah satu poin SDGs yang
objeknya merupakan milestone pembentukan agenda global ini—anak usia dini,
yakni ECCE. Pada bagian terakhir, penelitian ingin membuktikan bahwa saat ini
isu ECCE telah menjadi bagian dari isu sentral hubungan internasional berkaitan
dengan SDGs, yakni adanya proyek dunia Organisation Mondiale pour
l’Education Prescolaire (OMEP): ECCE untuk ketahanan (sustainability).
64
A. Sustainable Development Goals (SDGs) sebagai Agenda PBB Tahun
2030
Memasuki abad 21, objek hubungan internasional mengalami pergeseran
perihal fokus kajiannya. Dewasa ini, fokus kajian hubungan internasional tidak
lagi tertuju pada konflik dan perang yang mengancam sistem keamanan nasional
dan internasional tetapi lebih kepada aspek lain yang pada abad 20 dianggap
sebagai aspek sekunder. Aspek sekunder yang dimaksud adalah bidang ekonomi
dan sosial. Saat ini, para pembuat kebijakan dalam hubungan internasional telah
sepakat menjadikan kedua aspek tersebut sebagai elemen yang bersifat high
politics menggantikan sistem keamanan seiring dengan berakhirnya Perang
Dingin.1
Berakhirnya Perang Dingin antara Amerika Serikat dan Uni Soviet telah
berkontribusi pada penurunan kemungkinan terjadinya perang konvensional
antarnegara.2 Oleh sebab itu, studi tentang keamanan tradisional yang hanya
berfokus pada aspek militer saja dinilai kurang relevan jika diterapkan di era saat
ini. Sistem keamanan tidak hanya bergantung pada kuatnya aspek militer saja.
Akan tetapi, ada hal lain yang kemudian banyak dipandang oleh para pembuat
kebijakan sebagai penentu kekuatan dan keamanan suatu negara.
1 Piangtawan Phanprasit, Do You Agree that in the Post-Cold War World ‘Low Politics’ Have Become
‘High Politics’?, E-International Relations Students, 2010, 536; tersedia di https://www.e-
ir.info/2010/12/01/do-you-agree-that-in-the-post-cold-war-world-%E2%80%98low-politics%E2%80%99-
have-become-%E2%80%98high-politics%E2%80%99/; diakses 2 September 2018.
2 Piangtawan Phanprasit, Do You Agree that in the Post-Cold War World ‘Low Politics’ Have Become
‘High Politics’?, E-International Relations Students, 2010, 536; tersedia di https://www.e-
ir.info/2010/12/01/do-you-agree-that-in-the-post-cold-war-world-%E2%80%98low-politics%E2%80%99-
have-become-%E2%80%98high-politics%E2%80%99/; diakses 2 September 2018.
65
Pertimbangan ekonomi yang oleh para negarawan diartikan sebagai seni
pelaksanaan kepentingan negara yang meliputi kebijakan dalam dan luar negeri
pun mendapat banyak perhatian.3 Tidak heran jika kemudian bidang ini
dikategorikan sebagai high politics setelah sebelumnya hanya merupakan aspek
low politics saja. Atas dasar inilah, negara-negara kemudian saling berkompetisi
dalam bidang ekonomi.
Pemenuhan aspek ekonomi ini tidak bisa dilepaskan dari kekayaan alam.
Agar suatu negara dapat berkompetisi dengan negara lainnya atau minimal dapat
survive, pasti membutuhkan hasil alam dalam prosesnya. Adanya fenomena pasar
bebas (free market) yang memungkinkan setiap negara bisa saling melakukan jual
beli komoditas yang diperlukannya semakin memacu setiap negara untuk
berusaha menyediakan komoditas andalannya. Bukan hal yang mustahil jika ini
tetap dilakukan di luar batas kewajaran, akan terjadi eksploitasi Sumber Daya
Alam (SDA).
Selain itu, pertumbuhan ekonomi yang dilakukan beberapa negara untuk
meningkatkan standar hidup juga terkadang dicapai dengan cara yang merusak
secara global dan dalam jangka waktu yang panjang.4 Upaya perbaikan yang
biasanya didasarkan pada penggunaan peningkatan jumlah bahan mentah, energi,
bahan kimia, dan sintetis serta pada penciptaan polusi yang kurang diperhitungkan
3 Baldwin, D.A., Economic Statecraft. (New Jersey: Princeton University Press, 1985). Hlm. 8.
4 World Commission on Environment and Development, Our Common Future, [database online],
1987, hlm. 29; tersedia di https://www.google.com/url?sa=t&source=web&rct=j&url=http://www.un-
documents.net/our-common-
future.pdf&ved=2ahUKEwjos6eBmq3dAhXIe30KHeIvCxwQFjAAegQIARAB&usg=AOvVaw08xnOppOoj
OqrOONuKtd_r; diakses 9 September 2018.
66
dalam menentukan biaya proses produksi telah menimbulkan efek tidak terduga
pada lingkungan.5
Menyadari hal tersebut, organisasi terbesar di dunia, Perserikatan Bangsa-
Bangsa (PBB), merasa perlu untuk melakukan pembaharuan perihal rencana
globalnya. Sebagai langkah pertama, PBB membentuk sebuah badan khusus yang
concern membahas mengenai lingkungan dan pembangunan. Badan tersebut
bernama United Nations World Commission on Environment and Development
(WCED). Melalui badan ini, lahirlah sebuah agenda global yang hendak dicapai
PBB dari tahun 2015 sampai 2030. Agenda tersebut dinamakan Agenda
Pembangunan Berkelanjutan atau dalam bahasa Inggris disebut sebagai
Sustainable Development Goals (SDGs).
SDGs disepakati sebagai agenda global PBB oleh para pemimpin dari 193
negara di dunia pada 25 September 2015.6 Agenda ini disusun berdasarkan Tujuan
Pembangunan Milenium/Millennium Development Goals (MDGs) yang telah
diupayakan dari tahun 2000 sampai 2015. Setelah masa berlaku MDGs habis pada
tahun 2015, SDGs dibentuk guna melanjutkan pembangunan dunia hingga tahun
2030.
5 World Commission on Environment and Development, Our Common Future, [database online],
1987, hlm. 29; tersedia di https://www.google.com/url?sa=t&source=web&rct=j&url=http://www.un-
documents.net/our-common-
future.pdf&ved=2ahUKEwjos6eBmq3dAhXIe30KHeIvCxwQFjAAegQIARAB&usg=AOvVaw08xnOppOoj
OqrOONuKtd_r; diakses 9 September 2018
6 Sekar Panuluh dan Meila Riskia Fitri, Perkembangan Pelaksanaan Sustainable Development Goals
(SDGs) di Indonesia: September 2015-September 2016, [database online] (International NGO Forum on
Indonesian Development (INFID), Oktober 2016); tersedia di https://www.sdg2030indonesia.org/an-
component/media/upload-book/Briefing_paper_No_1_SDGS_-2016-Meila_Sekar.pdf; internet; diunduh pada
21 April 2018.
67
SDGs yang secara resmi dinyatakan dalam Resolusi PBB 70/1 dengan judul
―Mentransformasi Dunia Kita: Agenda 2030 untuk Pembangunan Berkelanjutan‖
(Transforming Our World: The 2030 Agenda for Sustainable Development)
merupakan rencana aksi global dengan tujuan untuk melindungi dan membangun
bumi beserta seluruh manusia di dalamnya bersamaan dengan pembangunan
kesejahteraan dan perdamaian bagi semua pada tahun 2030.7
SDGs membawa lima prinsip mendasar yang menyeimbangkan dimensi
ekonomi, sosial, dan lingkungan, yaitu: 1) People (manusia); 2) Planet (bumi);
3) Prosperity (kemakmuran); 4) Peace (perdaiaman); dan 5) Partnership
(kerjasama). Kelima prinsip dasar ini dikenal dengan istilah 5P dan menaungi 17
Tujuan, 169 Sasaran & 241 indikator yang tidak dapat dipisahkan, saling
terhubung, dan terintegrasi satu sama lain guna mencapai kehidupan manusia
yang lebih baik.8 SDGs bertujuan untuk mengukur dimensi sosial, ekonomi, dan
lingkungan dari pembangunan berkelanjutan.9 Penjelasan masing-masing tujuan
pembangunan ini terlampir (lampiran 1).
Pembentukan SDGs dinilai penting untuk dijadikan sebagai agenda global
dan kelanjutan dari MDGs mengingat dari awal diberlakukan hingga akhir
7 United Nations, Resolution adopted by the General Assembly on 25 September 2015, [database
online] (General Assembly, 21 Oktober 2015); tersedia di
http://www.un.org/ga/search/view_doc.asp?symbol=A/RES/70/1&Lang=E; internet; diunduh pada 21 April 2018.
8 United Nations, Resolution adopted by the General Assembly on 25 September 2015, [database
online] (General Assembly, 21 Oktober 2015); tersedia di
http://www.un.org/ga/search/view_doc.asp?symbol=A/RES/70/1&Lang=E; internet; diunduh pada 21 April 2018.
9 United Nations, Resolution adopted by the General Assembly on 25 September 2015, [database
online] (General Assembly, 21 Oktober 2015); tersedia di
http://www.un.org/ga/search/view_doc.asp?symbol=A/RES/70/1&Lang=E; internet; diunduh pada 21 April
2018.
68
periodenya, MDGs dapat dikatakan sukses dalam mewujudkan beberapa
tujuannya. Berdasarkan laporan yang tersedia, MDGs telah berhasil memangkas
setengah dari kemiskinan dunia.10
Keberhasilan ini dinilai sebagai gerakan anti-
kemiskinan paling sukses dalam sejarah.11
Dikatakan demikian karena
implementasi agenda ini telah membawa lebih dari satu miliar orang keluar dari
zona kemiskinan ekstrim.12
Selain itu, MDGs juga dinilai berhasil mengatasi
kelaparan, meningkatkan angka partisipasi anak perempuan di sekolah dan
melindungi planet. Walaupun MDGs telah dikatakan berhasil dalam memberantas
kemiskinan tetapi belum dikatakan sukses dalam mewujudkan kesetaraan.13
Agar beberapa tujuan yang belum berhasil dicapai MDGs ini dapat sukses
terlaksana, SDGs berupaya untuk menyelesaikan misi MDGs sekaligus
memetakan agenda ke depan yang lebih luas. SDGs yang menekankan pada
inklusi dan ―menutup kesenjangan‖ guna menjamin tidak ada seorang pun yang
tertinggal dalam upaya pembangunan berkelanjutan menjadikan salah satu ciri
10 UNDP, Sustainable Development Goals, [database online]; tersedia di
http://www.undp.org/content/dam/undp/library/corporate/brochure/SDGs_Booklet_Web_En.pdf; internet;
diunduh pada 19 April 2018.
11 United Nations, The Millenium Development Goals Report 2015, [database online]; tersedia di
http://www.un.org/millenniumgoals/2015_MDG_Report/pdf/MDG%202015%20rev%20(July%201).pdf; internet; diunduh pada 7 Mei 2018.
12 United Nations, The Millenium Development Goals Report 2015, [database online] (New York:
United Nations, 2015); tersedia di
http://www.un.org/millenniumgoals/2015_MDG_Report/pdf/MDG%202015%20rev%20(July%201).pdf diunduh pada 7 Mei 2018.
13 United Nations, The Millenium Development Goals Report 2015, [database online] (New York:
United Nations, 2015); tersedia di
http://www.un.org/millenniumgoals/2015_MDG_Report/pdf/MDG%202015%20rev%20(July%201).pdf
diunduh pada 7 Mei 2018.
69
utama targetnya adalah peningkatan fokus pada data terpilah di suatu negara untuk
memonitor kesenjangan.14
B. Early Childhood Care and Education (ECCE) sebagai Salah Satu Poin
SDGs
SDGs menjadikan dunia anak sebagai milestone pembentukan agendanya.
Ini dilakukan dengan tujuan agar pembangunan berkelanjutan ini dapat tercapai
secara optimal. Memastikan semua anak dapat tumbuh bebas dari kemiskinan,
mendapatkan pendidikan dan jaminan kesehatan serta merasa bahagia dan aman
dalam setiap tumbuh kembangnya merupakan dasar untuk membentuk manusia
dewasa yang mampu berkontribusi pada ekonomi dan masyarakat dengan
kohesivitas sosial yang tinggi.15
Dengan kata lain, kesejahteraan anak saat ini
merupakan penanda kemajuan penting dalam proses pencapaian SDGs.
Ada beberapa alasan yang mendasari pemilihan dunia anak sebagai
sasaran utama agenda global PBB ini. Salah satunya didasarkan pada hasil
penelitian. Beberapa penelitian telah berhasil mengungkap bahwa pendidikan dan
pola pengasuhan yang diberikan pada anak usia dini sangat berpengaruh terhadap
kelangsungan hidup pada fase setelahnya. Secara garis besar, ada empat bidang
keilmuan yang meneliti secara ilmiah betapa potensialnya masa perkembangan
anak-anak, khususnya saat masih berusia dini.
Penelitian pertama dilakukan oleh para ahli kejiwaan yang hasil
penelitiannya disebut sebagai psikologi perkembangan. Perkembangan diartikan
14 Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) dan United Nations Children’s
Fund, Laporan Baseline SDG tentang Anak-Anak di Indonesia, (Jakarta: BAPPENAS dan UNICEF, 2017).
15 Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) dan United Nations Children’s
Fund, Laporan Baseline SDG tentang Anak-Anak di Indonesia, (Jakarta: BAPPENAS dan UNICEF, 2017).
70
sebagai suatu perubahan fungsional yang bersifat kualitatif, baik dari segi fungsi
fisik maupun mental sebagai hasil keterkaitannya dengan pengaruh lingkungan.16
Perkembangan diindikasikan dengan perubahan yang bersifat sistematis,
progresif, dan berkesinambungan. Psikologi perkembangan anak usia dini berarti
ilmu pengetahuan yang mengkaji dan meneliti proses perkembangan mental,
perilaku, dan fisik anak antara usia 0-8 tahun.17
Anak usia dini disebut berada dalam masa keemasan (golden age).
Dikatakan demikian karena pada usia ini terjadi perkembangan yang menakjubkan
dan terbaik sepanjang hidupnya. Pada fase ini terjadi proses pembentukan dan
pengembangan pribadi seseorang. Perkembangan di sini meliputi perkembangan
fisik dan psikis. Dari segi fisik, pada usia ini terjadi pertumbuhan sel otak dan
organ tubuh lainnya. Selain itu, perkembangan kemampuan motorik kasar, seperti
berjalan, berlari, dan melompat serta perkembangan motorik halus, seperti
menggenggam dan menulis pun merupakan bagian dari perkembangan fisik.18
Dari segi psikis, kemampuan anak untuk berinteraksi dengan orangtuanya
dan orang lain yang ada di sekitarnya, kemampuan kognitif yang meliputi tahap
sensori-motoris (hanya dapat memahami sesuatu setelah menggunakan inderanya)
sampai tahap pra-operasional konkrit (pemahaman terhadap benda dan bercampur
imajinasi anak) pun berkembang pesat pada masa usia dini.19
16 Ernawulan Syaodih, Psikologi Perkembangan, [database online]; diakses dari
http://file.upi.edu/Direktori/FIP/JUR._PGTK/196510011998022-ERNAWULAN_SYAODIH/PSIKOLOGI_PERKEMBANGAN.pdf; diunduh pada 16 Mei 2018.
17 Masganti Sit, Psikologi Perkembangan Anak Usia Dini Jilid 1, 2015, Medan: Perdana Publishing.
18 Masganti Sit, Psikologi Perkembangan Anak Usia Dini Jilid 1, 2015, Medan: Perdana Publishing.
19 Masganti Sit, Psikologi Perkembangan Anak Usia Dini Jilid 1, 2015, Medan: Perdana Publishing.
71
Proses perkembangan dari segi fisik dan psikis ini tentu perlu
dimaksimalkan juga agar anak dapat tumbuh dan berkembang sesuai dengan
kebutuhannya. Kekurangan rangsangan motorik, baik motorik kasar maupun halus
dapat menyebabkan keterlambatan pada pertumbuhan anak. Anak yang kurang
terasah motorik kasarnya, seperti latihan berjalan akan mengalami keterlambatan
dalam kemampuan berlarinya. Begitu pun dengan anak yang kurang mendapat
rangsangan motorik halus. Ia akan mengalami hambatan dalam keterampilan
mengoperasikan benda-benda yang sifatnya detail dan membutuhkan gerak halus
tubuh. Jika dalam perkembangannya saja anak mengalami hambatan, maka hal ini
sedikit banyak akan memengaruhi efektivitas kemampuan berkontribusinya
terhadap lingkungannya. Dengan kata lain, kekurangan stimulasi ini dapat
memperlambat proses pencapaian beberapa tujuan yang hendak dicapai SDGs.
Penelitian kedua, dilakukan oleh para neurologis yang didasarkan pada
ilmu tentang saraf manusia. Mengenai perkembangan saraf, dendrit yang
merupakan cabang dari sel saraf (neuron) adalah bagian penting yang tidak bisa
dipisahkan dari proses perkembangan. Pada masa usia dini, dendrit diestimasikan
berhasil membuat sambungan lebih dari 100 milyar (over produksi neuron).20
Dikatakan demikian karena pada fase setelah usia dini, jumlah ketersambungan ini
semakin berkurang. Semakin banyak sambungan yang berhasil dibuat oleh
dendrit, semakin besar efektivitas proses pembelajarannya. Dengan fungsinya
yang dapat mengirimkan impuls (rangsangan) ke badan sel saraf, rangsangan
optimal yang diberikan pada anak usia dini tentu sangat dibutuhkan.
20 Miller, B., & Cummings, J. (Eds.), The Human Frontal Lobes, (New York: Guilford Press, 2007).
72
Dengan kinerja dendrit tersebut, dapat memungkinkan anak beradaptasi
terhadap lingkungannya.21
Pada masa ini, lingkungan memiliki pengaruh yang
kuat dalam menentukan bagaimana otak dan sistem saraf pusat tumbuh dan
berkembang. Proses pembentukan bahasa, identifikasi norma-norma sosial dan
budaya serta belajar untuk membedakan yang benar dan salah membutuhkan
dukungan perkembangan saraf. Proses perkembangan inilah yang pada gilirannya
dapat mengasah kemampuan anak untuk melakukan eksplorasi, menemukan
sesuatu, bermain, dan membuat hubungan alamiah antara dirinya dengan orang
lain dan antara dirinya dengan sekelilingnya.22
Melihat begitu dahsyatnya kinerja dendrit pada tahun-tahun awal
kehidupan seseorang, sangat disayangkan jika pada masa-masa tersebut berbagai
rangsangan yang dapat memberi sambungan sel saraf secara maksimal ini, tidak
terasah sama sekali atau kurang mendapat rangsangan. Padahal jika
dimaksimalkan—dengan berbekal kemampuan eksplorasi dan rasa ingin tahunya
yang tinggi—bukan hal yang mustahil dapat mewariskan generasi-generasi emas
yang dapat membangun wilayah sekitar tempat tinggalnya yang tercermin dari
majunya sistem perekonomian, semakin berkembangnya ketahanan sosial, dan
terjaganya kualitas lingkungan.
21 K. Gallagher. Brain research and early childhood development: A primer for developmentally
appropriate practices. Young Children, 2005, 60(4).
22 Stephen Rushton, dkk., Neuroscience, Play and Early Childhood Education: Connections,
Implications and Assessment, dalam Early Childhood Education Journal, (2010) 37:351–361, DOI
10.1007/s10643-009-0359-3 diakses dari
https://www.google.com/url?sa=t&source=web&rct=j&url=https://www.researchgate.net/publication/225661
536_Neuroscience_Play_and_Early_Childhood_Education_Connections_Implications_and_Assessment&ved
=2ahUKEwjvvJ3j1OjaAhUKOo8KHUv4C2wQFjAHegQIBxAB&usg=AOvVaw03xFRiERfVZs92D2ZjJ-
PS; diunduh pada 11 Mei 2018.
73
Penelitian selanjutnya dilakukan oleh ahli ilmu sosial. Pengalaman sosial
yang diperoleh seseorang ketika dirinya masih berusia dini akan berpengaruh
terhadap hubungan sosialnya di masa depan dan pola perilakunya terhadap orang
lain. Penelitian tentang penyesuaian sosial anak menunjukkan pentingnya
peletakan dasar-dasar sosial pada individu ketika dirinya masih berusia dini. Ada
dua alasan mengapa peletakan dasar-dasar sosial ini penting. Pertama, jenis
perilaku yang diperlihatkan anak-anak dalam situasi sosial memengaruhi
penyesuaian pribadi dan sosialnya. Alasan kedua mengapa dasar-dasar sosial yang
dini itu penting adalah bahwa sekali terbentuk dasar-dasar itu cenderung menetap
sampai anak dewasa.23
Pentingnya penanaman dasar-dasar sosial sejak usia dini ini dimaksudkan
agar tidak terjadi penyesalan di kemudian hari akibat kurang tegasnya
menanamkan nilai positif pada anak. Bukan hal yang tidak mungkin memang jika
sudah terlanjur terjadi dapat dilakukan perbaikan. Akan tetapi, memperbaiki suatu
hal yang sudah menjadi kebiasaan perlu perjuangan yang tidak mudah. Selain itu,
tidak ada jaminan pula akan dapat memperbaiki dengan sempurna. Oleh karena
itu, penanaman nilai-nilai sosial sejak masih berusia dini dianggap sebagai suatu
hal yang penting dalam masa perkembangan anak.
Penelitian terakhir dilakukan ahli psikososial. Dalam perkembangan
psikososial (psikologi yang dikaitkan dengan sosial), ada 4 macam perkembangan
individu yang perlu diperhatikan. Keempat macam perkembangan ini meliputi:
23 Masganti Sit, Psikologi Perkembangan Anak Usia Dini Jilid 1, 2015, Medan: Perdana Publishing.
74
Perkembangan bermain, emosi, moral, dan sosialisasi dengan lingkungan yang
lebih luas.24
Dalam hubungannya dengan perkembangan anak, bermain dapat
memberikan kontribusi positif terhadap hampir semua aspek perkembangan, di
antaranya: memberikan pengetahuan baru, mengasah keterampilan sosial, melatih
kemampuan untuk mengatasi kesulitan dan pemecahan masalah, mempertajam
kepercayaan dirinya serta melatih keterampilan motoriknya.25
Sebaliknya, anak
yang jarang bermain tidak akan memiliki teman atau mungkin memiliki tetapi
dalam jumlah sedikit. Kurangnya interaksi dengan temannya ini akan
mengakibatkan hilangnya kesempatan untuk belajar bersikap sosial sehingga anak
akan terlatih menjadi seorang yang antisosial.
Anak usia dini juga mengalami perkembangan dari segi emosinya. Emosi
adalah perasaan yang secara fisiologis dan psikologis dimiliki oleh anak dan
digunakan untuk merespon terhadap peristiwa yang terjadi di sekitarnya.26
Emosi
berfungsi untuk mengkomunikasikan kebutuhan, suasana hati, dan perasaan
kepada orang lain. Dengan mengekspresikan perasaannya, anak dapat
menyesuaikan diri dengan lingkungan sosial, seperti menghormati orang lain,
memperoleh serta memelihara hubungan yang harmonis, dan menenangkan
perasaan. Jika perkembangan emosinya baik, anak akan belajar bagaimana
24 Eti Nurhayati, Memahami Tumbuh Kembang Anak Usia Dini Perspektif Psikologi Perkembangan,
dalam Jurnal Hasil Riset, diakses dari http://www.e-jurnal.com/2017/05/memahami-tumbuh-kembang-anak-usia-dini.html; diunduh pada 7 Mei 2018.
25 Eti Nurhayati, Memahami Tumbuh Kembang Anak Usia Dini Perspektif Psikologi Perkembangan,
dalam Jurnal Hasil Riset, diakses dari http://www.e-jurnal.com/2017/05/memahami-tumbuh-kembang-anak-usia-dini.html; diunduh pada 7 Mei 2018.
26 Hansen, C.C & Zambo, D., Loving and learning with Wimberly and David. Fostering emotional
development in early childhood education. Early Childhood Education Journal. 34 (4), 2007, hlm. 273-278.
75
menggunakan kedalaman perasaan dengan tidak mengekspresikan berlebihan dan
mengikuti perasaan orang lain sehingga menumbuhkan pengertian dan kerjasama
dengan orang lain.27
Buah dari penanaman mengekspresikan emosi dengan baik inilah yang
nantinya akan berkontribusi terhadap pencapaian tujuan pembangunan
berkelanjutan (SDGs). Anak yang mampu mengendalikan emosinya dengan baik
nantinya akan tumbuh menjadi pribadi yang peka terhadap orang lain dan kondisi
sekelilingnya. Ia tidak akan tega jika melihat orang-orang di sekelilingnya
kelaparan (SDG ke-2), tidak akan berdiam diri ketika melihat orang-orang di
sekitarnya terkena penyakit (SDG ke-3), dan akan sangat peduli dengan
kelangsungan kehidupan di lingkungannya (SDG ke-14 dan 15).
Dari segi moral, perkembangan moral anak usia dini berkaitan dengan
perkembangan kognitifnya. Menurut Kohlberg, perkembangan moral anak usia
dini berada pada tahap prakonvensional. Kedua tahapan ini mengindikasikan
bahwa anak prasekolah belum memiliki kesadaran moral karena perkembangan
berpikirnya masih sangat terbatas. Ketika anak usia dini mematuhi sebuah
peraturan, itu bukan berarti mereka paham bahwa aturan tersebut penting bagi
mereka melainkan agar mendapat pujian dan terhindar dari hukuman. Moral anak
prasekolah lebih mendasarkan diri pada prinsip meraih kesenangan.28
27 Eti Nurhayati, Memahami Tumbuh Kembang Anak Usia Dini Perspektif Psikologi Perkembangan,
dalam Jurnal Hasil Riset, diakses dari http://www.e-jurnal.com/2017/05/memahami-tumbuh-kembang-anak-usia-dini.html; diunduh pada 7 Mei 2018.
28 Eti Nurhayati, Memahami Tumbuh Kembang Anak Usia Dini Perspektif Psikologi Perkembangan,
dalam Jurnal Hasil Riset, diakses dari http://www.e-jurnal.com/2017/05/memahami-tumbuh-kembang-anak-
usia-dini.html; diunduh pada 7 Mei 2018.
76
Dalam kaitannya dengan pencapaian SDGs, anak yang memiliki moral
yang positif akan selalu berusaha memberikan kontribusi positif pula pada
lingkungan sekitarnya. Ia akan cenderung menolak berbagai hal yang
bertentangan dengan nuraninya. Dalam dirinya tertanam pesan untuk selalu
memberi kebaikan, baik untuk dirinya sendiri maupun orang lain. Baik untuk
lingkungan pribadinya maupun selainnya. Ia akan berusaha menaati berbagai
aturan yang dinilainya dapat memberi manfaat kebaikan. Baik secara sadar
maupun tidak, ia akan menyumbang upaya pencapaian tujuan pembangunan
berkelanjutan ini.
Interaksi anak dengan lingkungan di luar rumah pun memiliki fungsi
tersendiri terlebih dinilai sangat penting bagi anak prasekolah sebelum nantinya ia
memasuki bangku sekolah. Lingkungan luar rumah dinilai penting karena anak
butuh untuk bergaul dan berinteraksi dengan dunia yang lebih luas yang
sebelumnya hanya terbatas pada tataran keluarga saja. Interaksi tersebut dapat
memberikan pengalaman pada anak untuk mengenal aturan-aturan yang berbeda
dengan lingkungan rumah, berteman dengan orang-orang baru yang memiliki
karakter bermacam-macam, dan berinteraksi dengan aspek-aspek lain yang tidak
ditemuinya di lingkungan rumah.29
Pembiasaan interaksi dengan lingkungan luar rumah ini tentu memberi
efek positif pada anak. Anak yang terbiasa aktif di luar rumah nantinya tidak akan
canggung untuk berbaur dengan masyarakat. Ia dibarengi dengan skill positif yang
29 Eti Nurhayati, Memahami Tumbuh Kembang Anak Usia Dini Perspektif Psikologi Perkembangan,
dalam Jurnal Hasil Riset, diakses dari http://www.e-jurnal.com/2017/05/memahami-tumbuh-kembang-anak-
usia-dini.html; diunduh pada 7 Mei 2018.
77
dimilikinya akan dapat memberi kontribusi pada lingkungan sekitarnya. Jika
setiap anak di seluruh dunia berusaha memberi kontribusi positif yang sesuai
dengan skill-nya, maka bukan hal yang mustahil akan dapat memajukan dunia
sehingga tercapailah agenda global PBB yang termaktub dalam SDGs ini.
Melihat begitu potensialnya masa kanak-kanak, maka tidak heran jika
kemudian dikatakan bahwa anak adalah aset bangsa. Berinvestasi pada anak
berarti telah memedulikan masa depan bangsa. Kemampuan suatu bangsa untuk
membantu perkembangan dan menjamin kesehatan serta kebahagiaan anak-anak
adalah hal yang perlu diperhatikan mengingat di tangan merekalah estafet
perjuangan bangsa akan dilanjutkan. Ketika suatu bangsa berinvestasi dengan
bijak pada anak, maka generasi penerus bangsa ini pun akan berusaha menjadikan
hidupnya lebih produktif dan karakter tanggung jawabnya semakin kuat.30
Salah satu perwujudan investasi pada anak adalah melalui jalur
pendidikan—termasuk di dalamnya pendidikan untuk anak usia dini atau dalam
istilah universalnya dikenal dengan Early Childhood Care and Education
(ECCE). Dengan adanya ECCE yang berkualitas diyakini dapat mengurangi
angka kematian, menjadikan prestasi di sekolah lebih bagus, memutus rantai
kemiskinan yang semakin memburuk dari satu generasi ke generasi setelahnya,
dan mendapatkan penghasilan yang lebih tinggi di masa depan.31
Secara
internasional, fakta juga menunjukkan bahwa pendidikan di usia dini juga dapat
30 Robert Nance, The Importance of Early Childhood Education: Roles of Play, Language,
Socialization, Formation of Values, [database online]; (Quest Club Paper, 2009); tersedia di http://www.fwquestclub.com/welcome_files/papers/childhood_education.pdf; diunduh pada 2 Mei 2018.
31 Sheldon Shaeffer, Children Wellbeing Across Cultures: Reaching the Unreached and Including the
Excluded, [database online]; terdapat di http://uis.unesco.org/sites/default/files/documents/reaching-the-
unreached-in-education-in-asia-pacific-to-meet-the-efa-goals-by-2015-a-commitment-to-action-en_0.pdf;
diakses pada 3 Mei 2018.
78
memberi pengaruh positif pada bidang pendidikan, outcome dari pasar buruh, dan
mengurangi perilaku antisosial, seperti berpartisipasi dalam tindakan kriminal.32
Atas dasar inilah, SDGs secara khusus menjadikan salah satu agenda
utamanya dalam bidang pendidikan. SDGs poin empat bertujuan untuk
memastikan agar semua orang mendapat akses pada pendidikan berkualitas dan
kesempatan belajar sepanjang hayat. Tujuan ini berfokus pada perolehan
keterampilan dasar dan keterampilan berpikir tingkat tinggi (high-order skill) di
seluruh tingkat pendidikan dan pengembangan, akses yang lebih luas dan adil
kepada pendidikan berkualitas di seluruh tingkatan serta pendidikan dan pelatihan
teknis dan kejuruan juga pengetahuan, keterampilan, dan nilai yang diperlukan
untuk dapat memberi manfaat dan kontribusi pada masyarakat.33
Ada tiga prinsip yang mendasari pembentukan agenda global poin keempat
ini. Pertama, pendidikan merupakan hak asasi fundamental sehingga setiap negara
harus memastikan akses yang universal pada pendidikan dan pengajaran yang
inklusif dan adil. Pendidikan harus ditujukan untuk pengembangan Sumber Daya
Manusia (SDM) dan mempromosikan nilai-nilai toleransi, persahabatan, dan
perdamaian. Kedua, pendidikan merupakan ―barang‖ publik. Negara memiliki
kewajiban untuk melindungi dan memenuhi hak masyarakat terhadap pendidikan.
Dalam upaya pemenuhannya ini diperlukan beberapa pihak untuk ikut
berpartisipasi, seperti masyarakat, tenaga pengajar, sektor swasta, komunitas,
keluarga, pemuda, dan anak-anak. Dalam hal ini, peran negara adalah
32 Spotlight, Early Childhood Education and Care, No. 4, 2012, Houses of the Oireachtas Title an
Oireachtais: Oireachtas Library & Research Service.
33 Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) dan United Nations Children’s
Fund, Laporan Baseline SDG tentang Anak-Anak di Indonesia, (Jakarta: BAPPENAS dan UNICEF, 2017).
79
merumuskan dan mengatur standar serta norma. Terakhir, kesetaraan gender tidak
bisa dilepaskan dari hak pemerolehan pendidikan untuk semua. Maksudnya, agar
kesetaraan gender bisa tercapai salah satunya adalah dengan memastikan semua
perempuan, laki-laki, dan anak-anak tidak hanya memiliki akses terhadap
pendidikan tetapi juga diberdayakan dalam dan melalui pendidikan.34
Dalam hal pendidikan pun, SDGs meletakkan anak usia dini pada posisi
yang krusial. Anak usia dini yang menurut berbagai penelitian dipandang berada
pada masa keemasan perlu mendapat perhatian dan akses terhadap pendidikan
yang berkualitas. SDGs secara khusus menargetkan agendanya perihal pendidikan
anak usia dini pada tahun 2030 dalam poin 4.2 yang berbunyi:
―…By 2030, ensure that all girls and boys have acess to quality early
childhood development, care and pre-primary eduation so that they are
ready for primary education.‖35
Tujuan 4.2 ini menargetkan agar pada tahun 2030 semua anak laki-laki dan
perempuan memiliki akses pada pendidikan prasekolah guna menjadi bekal saat
memasuki sekolah dasar. Tujuan ini ditempuh dengan ketentuan setiap anak
minimal menempuh satu tahun pendidikan prasekolah secara gratis dan akan
dipandu oleh tenaga pendidik yang sudah terlatih dengan baik.36
Dengan
34 United Nations Educational, Scientific, and Cultural Organization, Unpacking Sustainable
Development Goal 4 Education 2030, tersedia di
https://www.google.com/url?sa=t&source=web&rct=j&url=http://unesdoc.unesco.org/images/0024/002463/2
46300E.pdf&ved=2ahUKEwjGq8_OpbXdAhXMpY8KHaY8D_EQFjAAegQIAxAB&usg=AOvVaw1UDKc
utbbckMYcXE1F-JzB; diakses pada 12 September 2018.
35 United Nations Educational, Scientific, and Cultural Organization, Unpacking Sustainable
Development Goal 4 Education 2030, tersedia di
https://www.google.com/url?sa=t&source=web&rct=j&url=http://unesdoc.unesco.org/images/0024/002463/2
46300E.pdf&ved=2ahUKEwjGq8_OpbXdAhXMpY8KHaY8D_EQFjAAegQIAxAB&usg=AOvVaw1UDKc
utbbckMYcXE1F-JzB; diakses pada 12 September 2018.
36 United Nations Educational, Scientific, and Cultural Organization, Unpacking Sustainable
Development Goal 4 Education 2030, tersedia di
https://www.google.com/url?sa=t&source=web&rct=j&url=http://unesdoc.unesco.org/images/0024/002463/2
80
demikian, diharapkan melalui cara tersebut dapat terbentuk generasi berkualitas
yang tidak hanya menyejahterakan negaranya saja tetapi juga dunia.
C. Early Childhood Care and Education (ECCE) untuk Ketahanan
(Sustainability) sebagai Proyek Dunia Organisation Mondiale pour
l’Education Prescolaire (OMEP)
Sebagai sebuah organisasi internasional yang fokus terhadap semua aspek
yang berkenaan dengan Early Childhood Care and Education (ECCE),
Organisation Mondiale pour l’Education Prescolaire (OMEP) didirikan dengan
tujuan untuk membela dan mempromosikan hak anak terhadap pendidikan dan
pengasuhan di dunia serta mendukung setiap aktivitas yang dapat meningkatkan
akses terhadap pendidikan dan pengasuhan berkualitas.37
Saat ini, organisasi yang
didirikan tahun 1948 tersebut sudah memiliki 70 negara anggota dan biasanya
bekerjasama dengan UNESCO, UNICEF, dan organisasi internasional lain yang
mempunyai tujuan sama.38
UNESCO mendeklarasikan sistem Pendidikan untuk Pembangunan
Berkelanjutan/Education for Sustainable Development (ESD) pada 2005-201439
dengan tujuan untuk memperkuat proses pendidikan dan pembelajaran untuk
sustainability (ketahanan), baik secara formal, informal maupun nonformal.
46300E.pdf&ved=2ahUKEwjGq8_OpbXdAhXMpY8KHaY8D_EQFjAAegQIAxAB&usg=AOvVaw1UDKc
utbbckMYcXE1F-JzB; diakses pada 12 September 2018.
37 OMEP, Annual Report, [database online]; 2014; Tersedia di http://www.worldomep.org/wp-content/uploads/2015/08/Annual-Report-2014-English-20150718.pdf; internet; diunduh pada 27 Mei 2018.
38 Ingrid Engdahl, Early Childhood Education for Sustainability: The OMEP World Project,
[database online]; 2015; Tersedia di http://old.worldomep.org/wp-content/uploads/2013/12/IJEC-2015-ECE-for-Sustinability-The-OMEP-world-project.pdf; internet; diunduh pada 27 Mei 2018.
39 UNESCO, United Nations’ Decade of Education for Sustainable Development, 2005, [database
online]; Tersedia di http://unesdoc.unesco.org/images/0014/001416/141629e.pdf; internet; diakses pada 29
Mei 2018.
81
Tujuan dirumuskannya Education for Sustainable Development (ESD) adalah
untuk mengorientasi ulang pendidikan agar dapat memberikan kontribusi terhadap
masa depan yang berkelanjutan untuk generasi saat ini dan yang akan datang—
sesuai dengan definisi sustainable development itu sendiri.
Tujuan dari sistem pendidikan ini adalah mengintegrasikan nilai-nilai,
aktivitas-aktivitas, dan prinsip-prinsip yang menjadi karakter dari pembangunan
berkelanjutan pada setiap bentuk pendidikan dan pembelajaran guna mengubah
sikap-sikap, perilaku-perilaku, dan nilai-nilai untuk lebih menjamin masa depan
yang berkelanjutan, baik dari segi sosial, ekonomi maupun lingkungan.40
ESD mensyaratkan agar dalam proses pembelajaran selalu melibatkan
aspek lingkungan, sosial/budaya, ekonomi, dan politik.41
Selain itu, kemampuan
untuk menciptakan perubahan, pemokusan pada program pendidikan ―berpikir
ulang‖ dan ―membuat ulang‖ serta ilmu mendidik yang dapat mendukung
transformasi sosial dan budaya terhadap pembangunan berkelanjutan juga
merupakan aspek lain yang perlu dilibatkan dalam proses pembelajaran.42
Hal ini
dikarenakan anak-anak pada masa ini dihadapkan pada realita perubahan sosial
masyarakat yang begitu cepat.
40 Ingrid Engdahl, Early Childhood Education for Sustainability: The OMEP World Project,
[database online]; 2015; Tersedia di http://old.worldomep.org/wp-content/uploads/2013/12/IJEC-2015-ECE-for-Sustinability-The-OMEP-world-project.pdf; internet; diunduh pada 27 Mei 2018.
41 UNESCO, United Nations’ Decade of Education for Sustainable Development, 2005, [database
online]; Tersedia di http://unesdoc.unesco.org/images/0014/001416/141629e.pdf; internet; diakses pada 29 Mei 2018.
42 UNESCO, United Nations’ Decade of Education for Sustainable Development, 2005, [database
online]; Tersedia di http://unesdoc.unesco.org/images/0014/001416/141629e.pdf; internet; diakses pada 29
Mei 2018.
82
ESD menganggap bahwa anak usia prasekolah memiliki hak untuk terlibat
dalam isu yang berfokus pada kehidupan saat ini dan yang akan datang.43
Mereka
perlu mengetahui apa yang perlu dilakukan untuk masa depan yang lebih baik,
baik secara individu maupun kelompok, dengan dan untuk mereka sendiri.
Mereka perlu bekerjasama dalam mengembangkan identitas budayanya dalam
konteks kehidupan keseharian sosial dan ekologi. Mereka perlu mendukung
budaya yang berfokus pada demokrasi dan masyarakat yang berkelanjutan.
Melalui program ESD ini diharapkan anak mampu menjadi pemikir, pemecah
masalah, dan agen perubahan.44
Melalui proyeknya, OMEP menemukan bahwa setidaknya ada tujuh
konsep yang harus dimiliki dan diterapkan oleh lembaga pendidikan anak
prasekolah agar bersesuaian dengan target yang hendak dicapai ESD. Ketujuh
prinsip tersebut disebut RE-words karena semuanya diawali kata ―RE-‖. Ketujuh
prinsip ini terinspirasi dari laporan Brundtland45
yang kemudian dielaborasi dan
diadopsi pada ECCE oleh pihak koordinator proyek tersebut. Ketujuh prinsip
tersebut adalah: Respect, reflect, rethink, reuse, reduce, recycle, dan redistribute.
Prinsip-prinsip ini mengacu pada tiga dimensi ESD: sosial budaya, lingkungan,
dan ekonomi.46
Respect, reflect, dan rethink mengarah pada dimensi sosial
43 J. Davis dan Elliott, Research in Early Childhood Education for Sustainability: International
Perspectives and Provocations, (London: Routledge, 2014).
44 J. Davis dan Elliott, Research in Early Childhood Education for Sustainability: International Perspectives and Provocations, (London: Routledge, 2014).
45 World Commission on Environment and Development (WCED), Our Common Future, [database online]; The Brundtland report, 1987, Oxford: Oxford University Press.
46 UNESCO, United Nations’ Decade of Education for Sustainable Development, 2005, [database online]; Tersedia di internet; diakses pada 29 Mei 2018.
83
budaya, reuse dan reduce menyoroti aspek lingkungan, sedangkan recycle dan
redistribute merupakan prinsip dari perspektif ekonomi.47
Yang dimaksud dengan respect dalam prinsip ini adalah menghormati
semua hak anak. Setiap hak anak perlu diperhatikan dalam ESD. Sedangkan
reflect berarti merefleksikan perbedaan budaya yang ada di seluruh dunia.
Pemahaman bahwa perbedaan ini hendaknya dijadikan sebagai alat pemersatu
demi mencapai sustainable development adalah poin yang harus ditanamkan
dalam pembelajaran berbasis ESD ini. Rethink berarti masyarakat saat ini harus
berpikir ulang ketika hendak melakukan sesuatu. Memikirkan nasib masa depan
atas apa yang dilakukan saat ini adalah salah satu cara yang dapat menciptakan
pembangunan berkelanjutan dan perlu diaplikasikan dalam ESD.48
Dari dimensi lingkungan, ada prinsip reuse (menjadikan sesuatu yang
sudah lama agar berfungsi kembali) dan reduce (dapat melakukan sesuatu dengan
sumber daya yang seminim mungkin).49
Kedua prinsip ini juga perlu ditanamkan
pada jiwa anak melalui ESD agar mereka memahami bahwa lingkungan yang
didiaminya saat ini perlu dijaga dan dilestarikan.
Terakhir, dimensi ekonomi yang tercermin dalam prinsip recycle
(menjadikan sesuatu dapat digunakan lagi oleh orang lain) dan redistribute
47 Ingrid Engdahl, Early Childhood Education for Sustainability: The OMEP World Project,
[database online]; 2015; Tersedia di http://old.worldomep.org/wp-content/uploads/2013/12/IJEC-2015-ECE-for-Sustinability-The-OMEP-world-project.pdf; internet; diunduh pada 27 Mei 2018.
48 Ingrid Engdahl, Early Childhood Education for Sustainability: The OMEP World Project,
[database online]; 2015; Tersedia di http://old.worldomep.org/wp-content/uploads/2013/12/IJEC-2015-ECE-for-Sustinability-The-OMEP-world-project.pdf; internet; diunduh pada 27 Mei 2018.
49 Ingrid Engdahl, Early Childhood Education for Sustainability: The OMEP World Project,
[database online]; 2015; Tersedia di http://old.worldomep.org/wp-content/uploads/2013/12/IJEC-2015-ECE-
for-Sustinability-The-OMEP-world-project.pdf; internet; diunduh pada 27 Mei 2018.
84
(sumber daya dapat digunakan secara lebih adil).50
Menurut hasil penelitian
OMEP, kedua prinsip ini dinilai dapat menciptakan pembangunan berkelanjutan
dari segi ekonomi. Oleh karena itu, dalam pendidikannya, anak perlu dibiasakan
untuk mengaplikasikan recycle dan redistribute dalam kesehariannya.
Ketujuh prinsip tersebut dirancang untuk kemudian dapat diterapkan di
berbagai lembaga prasekolah dengan harapan dapat memunculkan generasi-
generasi yang mencintai bumi dengan ikut berusaha merealisasikan tujuan
pembangunan berkelanjutan (sustainable development goals) sedari dirinya masih
berusia dini.
50 Ingrid Engdahl, Early Childhood Education for Sustainability: The OMEP World Project,
[database online]; 2015; Tersedia di http://old.worldomep.org/wp-content/uploads/2013/12/IJEC-2015-ECE-
for-Sustinability-The-OMEP-world-project.pdf; internet; diunduh pada 27 Mei 2018.
85
BAB IV
UPAYA SEAMEO DALAM MEWUJUDKAN SUSTAINABLE
DEVELOPMENT GOALS (SDGs) POIN 4.2 PERIODE 2017-2018
Pada bab IV ini, penelitian akan berfokus pada analisis upaya yang
dilakukan SEAMEO dalam mewujudkan Tujuan Pembangunan Berkelanjutan
(SDGs) poin keempat subpoin kedua (4.2), yakni menjamin Early Childhood
Care and Education (ECCE) yang berkualitas di kawasan Asia Tenggara. Upaya
ini tentunya diharapkan dapat turut serta mewujudkan pembangunan
berkelanjutan di kawasan.
Dalam pandangan Kontruktivisme, struktur ideasional dapat terbentuk salah
satunya melalui mekanisme intersubjective understanding. Saat ini, isu
pendidikan anak usia dini dianggap sebagai suatu hal penting dan krusial karena
beberapa penelitian telah membuktikan bahwa pendidikan pada masa ini dapat
berkontribusi dalam mewujudkan pembangunan, baik di ranah nasional, regional,
maupun global.
SDGs sebagai sebuah agenda global PBB pun memandang penting isu
pendidikan anak usia dini. Masa usia dini yang seringkali diistilahkan sebagai
golden age (masa keemasan) adalah salah satu elemen penting yang tidak boleh
terabaikan dalam proses pembangunan dunia. Di masa usia dini, anak perlu
mendapatkan pendidikan dan pengasuhan berkualitas agar dapat memaksimalkan
potensi yang dimilikinya untuk tumbuh dan berkembang. Pemberian treatment
86
berkualitas ini selain dapat berkontribusi pada masa depan anak tersebut juga
memberi sumbangan positif pada kemajuan negara, kawasan bahkan dunia.
Agar tujuan tersebut dapat tercapai, SEAMEO sebagai sebuah organisasi
bidang pendidikan regional di kawasan Asia Tenggara telah mendirikan sebuah
pusat kajian khusus yang memfasilitasi layanan ECCE dan parenting. Pusat kajian
yang didirikan pada 25 Juli 2017 ini kemudian diberi nama SEAMEO Regional
Centre for Early Childhood Care Education and Parenting (SEAMEO
CECCEP).1
Sejak pendiriannya, pusat kajian ini selalu mengadakan penelitian dan
mendukung advokasi serta peningkatan kapasitas para pemangku kepentingan
yang menangani ECCE dan parenting.2 Selain itu, berbagai inovasi, seperti
mengadakan kerjasama dengan pusat kajian SEAMEO lainnya serta memperluas
jaringan bagi para pembuat kebijakan, profesional, dan praktisi sebagai upaya
untuk mengembangkan sumber daya manusia adalah usaha lain yang dilakukan
pusat kajian ini.3
Pada tahun pertama pendiriannya, SEAMEO CECCEP yang bekerjasama
dengan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia telah
menyusun Rencana Pengembangan Lima Tahun/The Five-Year Development Plan
(FYDP) yang berlaku dari tahun 2017-2021 dan baru disahkan dalam The First
1 SEAMEO, SEAMEO CECCEP, diakses dari
http://www.seameo.org/SEAMEOWeb2/index.php?option=com_content&view=article&id=662:seameo-
ceccep&catid=98&Itemid=519 pada 30 September 2018.
2 SEAMEO CECCEP, About SEAMEO CECCEP, diakses dari http://seameo-ceccep.org/web/about-
seameo-ceccep/ pada 30 September 2018.
3 SEAMEO, SEAMEO CECCEP, diakses dari
http://www.seameo.org/SEAMEOWeb2/index.php?option=com_content&view=article&id=662:seameo-
ceccep&catid=98&Itemid=519 pada 30 September 2018.
87
SEAMEO CECCEP Governing Board Meeting di Bali pada 20-23 September
2018.4
Penyusunan rencana lima tahun ini digunakan sebagai pedoman bagi
SEAMEO CECCEP dalam mengimplementasikan programnya. Walaupun masih
banyak program yang perlu diterjemahkan menjadi kegiatan yang lebih teknis
sehingga selaras dengan kebutuhan masyarakat Asia Tenggara, telah ada beberapa
program yang berhasil dilaksanakan sejak tahun pendiriannya.5 Sejauh ini, pusat
kajian tersebut bisa dikatakan tepat dalam memilih program unggulannya
walaupun dengan dukungan keuangan dan fasilitas yang masih terbatas.6
Agar program-program tersebut selalu berjalan on the track, SEAMEO
CECCEP selalu memerhatikan beberapa tema kunci (key themes) dalam
pelaksanaannya. Tema-tema kunci (key themes) yang hendak dicapai SEAMEO
CECCEP ini terbagi menjadi dua bagian, bagian pertama khusus untuk ECCE dan
bagian kedua untuk parenting. Ada lima tema kunci untuk ECCE.
Pertama, Children Wellbeing (kesejahteraan anak). Tema ini merupakan inti
dari isu tentang ECCE program.7 Memastikan semua anak dapat tumbuh bebas
dari kemiskinan, mendapatkan pendidikan dan jaminan kesehatan, merasa bahagia
dan aman dalam setiap tumbuh kembangnya merupakan dasar untuk membentuk
4 SEAMEO CECCEP, Temu Mitra, diakses dari http://seameo-ceccep.org/event/rakornas/ pada 30
September 2018.
5 SEAMEO CECCEP, Temu Mitra, diakses dari http://seameo-ceccep.org/event/rakornas/ pada 30
September 2018.
6 Wawancara dengan Pak Ith Vuthy, M. Sc., Direktur Deputi Program SEAMEO CECCEP pada 27 September 2018.
7 Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia, Proposed Program Activity Plan for
2017-2021 SEAMEO REGIONAL CENTRE FOR EARLY CHILDHOOD CARE AND EDUCATION AND
PARENTING (SEAMEO CECCEP). Jakarta, 2017.
88
manusia dewasa yang mampu berkontribusi pada ekonomi dan masyarakat dengan
kohesivitas sosial yang tinggi.8 Dengan kata lain, kesejahteraan anak saat ini
merupakan penanda kemajuan penting dalam proses pencapaian SDGs.
Kedua, Curriculum and Pedagogy: Enhancing Teachers’ Competencies
(Kurikulum dan Pedagogi: Peningkatan Kompetensi Guru). Kompetensi guru
memiliki peran penting di ruang kelas dan sangat berkaitan erat dengan
peningkatan kesejahteraan anak. Atas dasar ini, terdapat suatu hubungan
keterkaitan antara tema kunci pertama dan kedua; dengan memiliki pengetahuan
mengenai kesejahteraan anak akan meningkatkan kompetensi guru dan dalam
waktu bersamaan kompetensi yang dimiliki guru akan membantu para guru
merealisasikan kesejahteraan anak.9
Ketiga, Quality Learning Environment (Lingkungan Pembelajaran
Berkualitas). Tema ini dibuat untuk mengetahui keterhubungan antara lingkungan
sekolah dengan kesejahteraan anak. Penelitian membuktikan bahwa lingkungan
ECCE berkualitas akan memberikan fondasi yang kuat bagi perkembangan dan
pendidikan masa depan anak.10
Penentuan lingkungan belajar yang berkualitas ini tidak hanya sebatas
pada level sekolah saja tetapi juga bergantung pada lingkungan rumah. Selain itu,
ECCE juga dipengaruhi oleh situasi sosio-politik suatu negara.
8 Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) dan United Nations Children‟s Fund,
Laporan Baseline SDG tentang Anak-Anak di Indonesia, (Jakarta: BAPPENAS dan UNICEF, 2017).
9 SEAMEO CECCEP, Key Themes On Early Childhood Care and Education, [database online];
diakses dari http://seameo-ceccep.org/web/about/key-themes/; diunduh pada 30 September 2018.
10 Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia, Proposed Program Activity Plan for
2017-2021 SEAMEO REGIONAL CENTRE FOR EARLY CHILDHOOD CARE AND EDUCATION AND
PARENTING (SEAMEO CECCEP). Jakarta, 2017.
89
Keempat, Policy and Programs for 21st Century Learning (Kebijakan dan
Program Pembelajaran Abad 21). Tema ini adalah upaya untuk mengakui bahwa
diskursus sosio-politik dapat memengaruhi praktik ECCE. Kesejahteraan anak,
kompetensi guru, dan lingkungan belajar yang berkualitas tidak akan bisa tercapai
jika kebijakan pada level nasional, regional, dan global tidak responsif terhadap
isu ECCE. Ketika tema empat ini bisa dilakukan, maka akan sangat mudah
merealisasikan tema kelima.
Terakhir, Participation and Access in ECCE (Partisipasi dan Akses pada
ECCE). Tema ini memastikan tersedianya akses universal terhadap ECCE, dengan
menaruh perhatian khusus pada anak dengan latar belakang yang termarjinalisasi,
seperi berasal dari masyarakat pribumi, etnis minoritas, keluarga miskin, anak
jalanan, yang memiliki bahasa berbeda, berkebutuhan khusus, pengungsi, dan dari
area konflik.
Adapun tema kunci untuk parenting pada tahun pertama adalah Involving of
Children in Parenting (Keterlibatan Anak dalam Parenting). Karena anak
seringkali dianggap sebagai objek dan pihak yang pasif dalam bidang parenting—
padahal anak memiliki hak untuk didengarkan, diapresiasi ketika mengutarakan
pandangannya, dan diakomodasi segala kebutuhannya11
, maka eksplorasi
mengenai keterlibatan anak dalam program parenting pun perlu diperhatikan.
Tema ini juga sejalan dengan nilai organisasi; untuk menempatkan kepentingan
terbaik anak-anak sebagai landasan untuk melaksanakan program. Sebagai tema
11 Unicef, FACT SHEET: A summary of the rights under the Convention on the Rights of the Child,
[database online]; diakses dari https://www.unicef.org/crc/files/Rights_overview.pdf; diunduh pada 30
September 2018.
90
awal, partisipasi anak dalam parenting diharapkan dapat membuka wawasan baru
bagi semua pemangku kepentingan tentang pentingnya posisi anak dalam program
SEAMEO CECCEP.12
Tema kedua adalah Parents, Family and Community Engagement with
Education (Keterlibatan Orangtua, Keluarga dan Komunitas dengan Pendidikan).
Melibatkan orangtua, keluarga, dan komunitas sangat penting untuk kesejahteraan
dan perkembangan pendidikan anak. Dalam tema ini, ada prinsip „menjangkau
orangtua‟, sebab sangat sering orangtua menolak untuk berpartisipasi dalam
kegiatan sekolah karena hambatan sosial dan ekonomi tertentu. Dengan demikian,
tema ini berusaha untuk tidak menyalahkan orangtua tetapi lebih ke melakukan
pendekatan yang lebih responsif untuk secara aktif mencari keterlibatan dan
kontribusi orangtua.13
Ketiga, Inclusive, Culturally Relevant and Sensitive Parenting Education
Programs (Program pendidikan parenting yang inklusif, relevan dengan budaya,
dan sensitif). Tidak ada satu pun gaya pengasuhan universal yang cocok untuk
semua orangtua. Pola asuh sangat dipengaruhi oleh kondisi sosial budaya tertentu.
Setiap keluarga dan komunitas memiliki kultur tersendiri yang kemudian
memengaruhi cara orangtua dan anak berinteraksi. Identifikasi nilai-nilai positif
dan kebijaksanaan di antara masyarakat tentang pengasuhan yang sesuai akan
memungkinkan pengembangan program pengasuhan yang relevan secara budaya.
Tema ini dirasa penting untuk melibatkan orangtua dari latar belakang yang
12 SEAMEO CECCEP, Key Themes On Early Childhood Care and Education, [database online];
diakses dari http://seameo-ceccep.org/web/about/key-themes/; diunduh pada 30 September 2018. 13 SEAMEO CECCEP, Key Themes On Early Childhood Care and Education, [database online];
diakses dari http://seameo-ceccep.org/web/about/key-themes/; diunduh pada 30 September 2018.
91
kurang beruntung, seperti dari masyarakat adat, dari latar belakang sosial ekonomi
rendah, kelompok minoritas, dan orang tua anak-anak yang berkebutuhan khusus.
Tema keempat, The 21st Century Parenting (Parenting Abad 21). Abad 21
yang identik dengan perubahan sosial yang begitu cepat memberikan tantangan
tersendiri pada dunia pengasuhan. Adanya kemajuan pesat di bidang teknologi
mengharuskan setiap orangtua mampu mengimbangi tantangan yang akan muncul
dengan berbagai pengetahuan terkait. Abad 21 juga diidentikkan dengan
terjadinya perubahan dalam struktur dan tipe keluarga, semakin meningkatnya
kelurga single-parent, keluarga lintasnegara, keluarga yang melibatkan kakek dan
nenek dalam sistem pengasuhan, dan sebagainya.14
Tema kelima, The Nurturing Family (Pengasuhan Keluarga). Tema ini
menempatkan anak sebagai pusat pengkajian karena berfokus pada perlindungan
juga pemenuhan segala kebutuhan anak. Tema ini menekankan pola asuh yang
positif dan ketiadaan toleransi untuk melakukan hukuman fisik. Penelitian pada
tema ini akan dilakukan dengan mengeksplorasi berbagai tipe pengasuhan di Asia
Tenggara dan bagaimana setiap keluarga di kawasan ini menerapkan sistem
pengasuhan di dalam keluarga. Kesepuluh tema kunci tersebut beserta rincian
agendanya terlampir pada lampiran 3.
Sesuai dengan tema-tema kunci (key themes) tersebut, untuk dua tahun
pertama pendiriannya (2017-2018), tujuan FYDP berfokus pada tercapainya
kesejahteraan anak, partisipasi anak dalam parenting, peningkatan kapasitas guru
ECCE, dan keterlibatan orangtua, keluarga serta komunitas dengan pendidikan.
14 SEAMEO CECCEP, Key Themes On Early Childhood Care and Education, [database online];
diakses dari http://seameo-ceccep.org/web/about/key-themes/; diunduh pada 30 September 2018.
92
Tema-tema tersebut telah diterjemahkan ke dalam tiga program utama: research
and development, capacity building, dan advocacy and partnership yang
sekaligus merupakan upaya SEAMEO dalam mewujudkan ECCE berkualitas di
Asia Tenggara.
A. Research and Development (Penelitian dan Pengembangan)
Beragam tema dan metode penelitian akan dilaksanakan dalam kurun waktu
lima tahun ini. Metode yang digunakan adalah literature study, comparative
study, action research, dan developing a model. Untuk program research and
development, SEAMEO CECCEP akan lebih banyak melakukan kerjasama
dengan dua institusi akademik, yakni Universitas Pendidikan Indonesia (UPI)
untuk bidang ECCE dan Institut Pertanian Bogor (IPB) untuk bidang parenting.15
Selain itu, kerjasama dengan NGO terkait pun, seperti Ikatan Guru Taman
Kanak-kanak Indonesia (IGTKI) dan Himpunan Pendidik dan Tenaga
Kependidikan Anak Usia Dini Indonesia (HIMPAUDI) akan dilakukan guna
memaksimalisasi pencapaian tujuan. Kerjasama ini dilakukan dengan meminta
institusi-institusi tersebut untuk melakukan penelitian lalu akan dilakukan seleksi
model pembelajaran seperti apa yang memang bagus dan perlu untuk diterapkan.16
Untuk dua tahun pertama pendiriannya, SEAMEO CECCEP telah dan
sedang melakukan langkah tepat, yakni melibatkan institusi akademik dan NGO
yang berkaitan dengan ECCE untuk melakukan penelitian. Walau bagaimana pun,
15 Wawancara dengan Pak Ith Vuthy, M. Sc., Direktur Deputi Program SEAMEO CECCEP pada 27
September 2018.
16 Wawancara dengan Pak Ith Vuthy, M. Sc., Direktur Deputi Program SEAMEO CECCEP pada 27
September 2018.
93
agar tujuan yang hendak dicapai dapat berjalan terarah, diperlukan cara tepat
untuk mencapainya. Salah satu cara untuk menemukan cara tepat tersebut adalah
dengan melakukan penelitian.
Beberapa bulan setelah pendiriannya, yakni pada 14-17 November 2017,
SEAMEO CECCEP yang bekerjasama dengan SEAMEO serta Kementerian
Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia telah mengadakan seminar
internasional perihal kesejahteraan anak di Kawasan Asia Tenggara yang diberi
nama “International Seminar on Early Childhood Care Education and Parenting
2017: Children Wellbeing and Effective Parenting in the Digital Era”. Seminar
ini dilakukan sebagai sebuah studi komparatif untuk melihat sejauh mana tingkat
kesejahteraan yang dimiliki anak-anak di kawasan juga bagaimana partisipasinya
dalam parenting.
Dengan mengundang perwakilan dari setiap negara anggota SEAMEO
untuk mempresentasikan kondisi kesejahteraan anak-anak di negaranya dilihat
dari berbagai aspek, seperti pendidikan, kesehatan, nutrisi, dan pola asuh melalui
seminar tersebut, SEAMEO CECCEP menjadi memiliki gambaran bagaimana
kondisi awal anak-anak di kawasan sekaligus gambaran mengenai cara dan solusi
apa yang perlu dilakukan untuk meningkatkan kesejahteraan anak tersebut.
Sebagai langkah pertama yang dilakukan sebuah institusi untuk memulai
programnya, pelaksanaan seminar ini bisa dikatakan merupakan cara yang tepat.
Mengetahui tingkat kesejahteraan anak adalah langkah awal untuk menciptakan
kesejahteraan tersebut. Dalam kaitannya dengan agenda global PBB tahun 2030,
94
kesejahteraan anak saat ini merupakan penanda kemajuan penting dalam proses
pencapaian SDGs.
Pada tahun 2018 ini, ada 12 judul penelitian yang telah diseleksi SEAMEO
CECCEP dan akan mendapatkan bantuan dari pusat kajian ini untuk proses
penelitiannya. Ke-12 judul penelitian tersebut adalah seputar ECCE serta
parenting dan akan dilakukan oleh sekelompok peneliti dari berbagai universitas
di Indonesia. Nantinya, hasil penelitian tersebut akan disebarluaskan oleh
SEAMEO CECCEP sehingga bisa diakses oleh semua warga di negara anggota
SEAMEO. Daftar ke-12 judul penelitian tersebut terdapat pada lampiran 4.
Jika dilihat dari judulnya, ke-12 penelitian tersebut memang difokuskan
pada upaya untuk menyejahterakan anak usia dini melalui program ECCE dan
parenting dengan menggunakan suatu studi kasus tertentu. Penelitian berbasis
studi kasus ini bisa dikatakan tepat di satu sisi dan kurang tepat di sisi lain.
Dikatakan tepat karena dapat secara langsung memberikan solusi yang terjadi di
tempat kasus itu berada namun belum tentu bisa secara tepat menjadi solusi bagi
problem yang terjadi di tempat lain. Selain itu, pemilihan lokasi penelitian yang
hanya difokuskan di Indonesia juga dinilai kurang komprehensif. Alangkah lebih
baik jika penelitian serupa juga dilakukan di negara anggota SEAMEO lainnya
walaupun dengan pendanaan dan mekanisme yang mungkin bisa lebih rumit.
Pada tahun yang sama juga, SEAMEO CECCEP memiliki agenda besar
berupa program di level internasional, yakni dilibatkan dalam sebuah studi
regional Asia Pasifik yang bernama “Innovative Financing Mechanisms and
Partnership for Early Childhood Care and Education (ECCE)”. Studi yang
95
bertujuan untuk meningkatkan pengetahuan mengenai kebijakan dan mekanisme
sistem keuangan yang inovatif demi mewujudkan pendidikan pra-Sekolah Dasar
yang bebas, berkualitas, dan inklusif untuk semua pada tahun 2030 ini merupakan
kerjasama antara SEAMEO CECCEP dengan UNESCO Bangkok dan Kobe
University.17
Studi ini ada setelah UNESCO, Kobe University, dan UNICEF ROSA
bekerjasama untuk meneliti sistem keuangan program ECCE dengan bantuan dana
dari Kementerian Strategi dan Keuangan Republik Korea. Studi ini
mengidentifikasi tiga tantangan terbesar yang saat ini menjadi penghambat sistem
keuangan yang memadai dan sustain untuk program ECCE, yakni: (i) anggaran
belanja pemerintah untuk pendidikan pra-Sekolah Dasar yang terbatas; (ii)
minimnya sistem keuangan ECCE yang sustain; dan (iii) ketiadaan model
pemerintahan yang memadai dan minimnya koordinasi. Berdasarkan ketiga
tantangan tersebut, studi ini telah menghasilkan tiga solusi/rekomendasi kebijakan
yang dapat membantu pemerintah memperkuat kualitas ECCE. Rekomendasi
kebijakan paling signifikan yang diberikan adalah dalam hal keuangan.18
Studi tersebut mengungkapkan bahwa untuk mencapai target SDGs poin 4.2
perihal jaminan pendidikan anak usia dini yang bebas dan berkualitas, langkah
pertama yang harus dilakukan adalah meningkatkan Sumber Daya publik untuk
ECCE. Akan tetapi, ini akan sulit dilakukan jika pemerintah mengalami hambatan
17 SEAMEO CECCEP, Term of Reference Regional Documentation on Innovative Financing
Mechanisms and Partnership for Early Childhood Care and Education (ECCE); Dokumentasi Pribadi Direktur Deputi Program SEAMEO CECCEP, Pak Ith Vuthy, M. Sc.
18 SEAMEO CECCEP, Term of Reference Regional Documentation on Innovative Financing
Mechanisms and Partnership for Early Childhood Care and Education (ECCE); Dokumentasi Pribadi
Direktur Deputi Program SEAMEO CECCEP, Pak Ith Vuthy, M. Sc.
96
dari segi fiskal. Oleh karena itu, dibutuhkan sebuah kerjasama dan mekanisme
keuangan inovatif agar dapat meningkatkan sumber daya tersebut.
Yang dimaksud dengan sistem keuangan inovatif tersebut adalah sistem
keuangan non-tradisional yang lebih stabil dan prediktif, melibatkan manajemen
multilateral dan kerjasama dengan institusi swasta, berhubungan dengan barang-
barang publik, memobilisasi keuangan domestik sebagaimana keuangan
internasional, melibatkan unsur inovasi, menghasilkan arus keuangan yang stabil
untuk pembangunan, dan membantu meningkatkan efisiensi arus keuangan.19
Untuk keberlangsungan studi tersebut, para peneliti memilih negara-negara
yang berpotensi dapat menciptakan sistem keuangan yang inovatif. Ada 10 negara
dari berbagai sub-kawasan berbeda yang terpilih, yakni Jepang, Mongolia,
Republik Korea, Indonesia, Vietnam, Bangladesh, Bhutan, Sri Lanka, Kyrgyztan,
dan Fiji.20
Di empat negara ini, yakni Bangladesh, Jepang, Indonesia, dan Vietnam,
para konsultan meneliti informan relevan dari setiap negara, yakni: (i)
kementerian yang bertanggung jawab terhadap pelayanan ECCE (seperti
Kementerian Pendidikan, Kementerian Kesejahteraan, Kementerian Perempuan
dan Anak) dan lembaga lain yang memiliki wewenang untuk program
perencanaan dan budgeting ECCE; (ii) Kepala Sekolah dari ECCE terpilih, baik
yang milik swasta maupun negeri; (iii) Kepala ECCE di UNICEF dan UNESCO;
19 SEAMEO CECCEP, Term of Reference Regional Documentation on Innovative Financing
Mechanisms and Partnership for Early Childhood Care and Education (ECCE); Dokumentasi Pribadi Direktur Deputi Program SEAMEO CECCEP, Pak Ith Vuthy, M. Sc.
20 SEAMEO CECCEP, Term of Reference Regional Documentation on Innovative Financing
Mechanisms and Partnership for Early Childhood Care and Education (ECCE); Dokumentasi Pribadi
Direktur Deputi Program SEAMEO CECCEP, Pak Ith Vuthy, M. Sc.
97
dan (iv) Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) atau NGO yang berkaitan dengan
ECCE.21
Untuk Indonesia sendiri, dihasilkan beberapa data program ECCE yang
dinilai sudah mulai melakukan inovasi di bidang keuangan yang sustain. Di Bogor
misalnya, ada sebuah PAUD/ECCE yang mempunyai lahan untuk outbound.
Lahan ini semacam tempat wisata. Pemasukan yang diperoleh dari outbound
tersebut nantinya digunakan untuk membayar biaya operasional PAUD sehingga
seluruh siswanya bisa menempuh pendidikan secara gratis.22
Saat ini SEAMEO CECCEP telah mengadakan pertemuan dengan para
pemangku kepentingan ECCE untuk mengkonsultasikan hasil studi ini. Konsultasi
tersebut berfokus pada bagaimana untuk memulai penelitian. Setelah konsultasi
selesai, dibicarakan pula bagaimana skema sistem keuangan tersebut.
21 SEAMEO CECCEP, Inception Report Regional Documentation on Innovative Financing
Mechanisms and Partnership for Early Childhood Care and Education (ECCE); Dokumentasi Pribadi Direktur Deputi Program SEAMEO CECCEP, Pak Ith Vuthy, M. Sc.
22 Wawancara dengan Pak Ith Vuthy, M. Sc., Direktur Deputi Program SEAMEO CECCEP pada 27
September 2018.
98
Gambar IV.A.3 Scheme of Study of IFMP
Sumber: Inception Report Regional Documentation on Innovative Financing
Mechanisms and Partnership for Early Childhood Care and Education (ECCE)
Berdasarkan skema tersebut, sistem keuangan yang inovatif akan
melibatkan banyak pihak dalam pengaplikasiannya. SEAMEO CECCEP bersama
dengan pemerintah akan membuat suatu kebijakan khusus dan bagaimana cara
mengimplementasikannya. SEAMEO CECCEP juga akan melakukan kerjasama
dengan beberapa NGO, multilateral, dan institusi. Pihak swasta seperti para
pengusaha pun akan banyak dilibatkan untuk ikut berkontribusi mewujudkan
akses yang bebas terhadap ECCE.
Keterlibatan SEAMEO CECCEP dalam studi regional tersebut dapat
dikatakan tepat dan sesuai dengan target yang hendak dicapai. Melalui studi
tersebut, SEAMEO CECCEP nantinya akan memperoleh gambaran mengenai
bagaimana solusi untuk menciptakan sistem keuangan yang sustain agar dapat
membantu anak-anak di kawasan Asia Tenggara memperoleh akses yang bebas
terhadap pendidikan anak usia dini/ECCE.
99
Sebagai implementasi dari sistem keuangan inovatif ini, SEAMEO
CECCEP tidak ada salahnya jika mengadopsi sistem inovatif yang telah lama
dikembangkan oleh Malaysia. Dalam hal ini, Malaysia mendorong partisipasi
perusahaan dalam bidang ECCE.
Pemerintah Malaysia meyakini bahwa jika perusahaan diajak untuk ikut
berpartisipasi dalam layanan ECCE sebagai bentuk Corporate Social
Responsibility (CSR)-nya berpotensi dapat meningkatkan jumlah anak yang
terdaftar dalam layanan ECCE berkualitas. Selain itu, pelibatan perusahaan
melalui CSR-nya pun dinilai efektif karena pada saat yang sama juga sistem ini
dapat menguntungkan perusahaan sebab dapat lebih menarik perempuan untuk
bekerja.23
Ada tiga cara yang diusulkan Malaysia untuk keterlibatan perusahaan dalam
ECCE. Pertama, membuat ECCE di tempat kerja. Cara ini dilakukan melalui
pemberian anjuran kepada perusahaan atau jaringan perusahaan untuk
menyediakan layanan ECCE berkualitas untuk anak para stafnya. Cara ini
misalnya dilakukan oleh perusahaan Securities Commision Malaysia yang
membuat Permata Tassek Childcare pada tahun 2000.
Berdasarkan laporan tahun 2010, telah ada 50 anak yang mendapatkan
pendidikan dan pengasuhan melalui childcare ini. Untuk mendanai agar proses
pendidikan dan pengasuhan ke-50 anak tersebut tetap berlangsung, childcare ini
membutuhkan sekitar RM700 per bulannya. Dana tersebut diperoleh melalui
23
Chiam Heng Keng, Developing Capacity in Quality Early Childhood Care and Education through
Public-Private Partnership: The Malaysian Experience, World Conference on Early Childhood Care and
Education, 27-29 September 2010 in Moscow, Russian Federation.
100
dukungan para staf yang biasanya membayar maksimal RM200 dan para staf
senior yang membayar RM300-RM400.24
Kedua, pendanaan perusahaan. Cara ini dilakukan dengan mengajak
perusahaan untuk mendirikan atau berkontribusi pada pendanaan ECCE untuk
para stafnya. Misalnya, perusahaan Shell Western Digital yang secara penuh
bertanggung jawab pada pendanaan pendidikan childcare dan preschool termasuk
biaya lain di luar pendidikan.25
Ketiga, menyediakan lahan. Cara ini dilakukan dengan mengundang
perusahaan-perusahaan untuk membuat jaringan guna mendirikan ECCE. Target
dari ECCE ini adalah berbagai komunitas terutama di daerah-daerah yang standar
ECCE-nya masih rendah, baik dari segi kualitas maupun kuantitas. Misal,
perusahaan SP Setia yang mengalokasikan lahan untuk membangun ECCE.26
Sebagai salah satu upaya untuk peningkatan kapasitas para guru ECCE,
SEAMEO CECCEP sebagai representasi dari Indonesia juga terlibat dalam
sebuah proyek internasional, yakni The Survey of Teachers in Pre-Primary
Education (STEPP). Proyek ini diinisiasi oleh UNESCO dan OECD dan
diimplementasikan melalui kerjasama dengan the International Taskforce on
24
Chiam Heng Keng, Developing Capacity in Quality Early Childhood Care and Education through
Public-Private Partnership: The Malaysian Experience, World Conference on Early Childhood Care and Education, 27-29 September 2010 in Moscow, Russian Federation.
25 Chiam Heng Keng, Developing Capacity in Quality Early Childhood Care and Education through
Public-Private Partnership: The Malaysian Experience, World Conference on Early Childhood Care and
Education, 27-29 September 2010 in Moscow, Russian Federation.
26 Chiam Heng Keng, Developing Capacity in Quality Early Childhood Care and Education through
Public-Private Partnership: The Malaysian Experience, World Conference on Early Childhood Care and
Education, 27-29 September 2010 in Moscow, Russian Federation.
101
Teachers for Education 2030, ILO, OMEP, dan UNICEF. UNESCO bertanggung
jawab secara penuh dalam proyek tersebut.
Pada 8-10 Mei 2018, di Bogor, Indonesia telah diadakan meeting kedua
Tim Nasional Indonesia untuk STEPP. Fokus meeting ini adalah untuk pelatihan
Field Trial (FT) atau uji coba lapangan, persiapan administrasi FT, tinjauan atas
penerjemahan, adaptasi dan tata letak instrumen FT berdasarkan feedback dari
ACER. UNESCO akan mendampingi Tim Nasional STEPP Indonesia yang
dipimpin oleh SEAMEO CECCEP dalam pelaksanaan kegiatan-kegiatan utama
berikut pada tahun 2018:
a. Pengembangan kerangka sampling untuk uji coba lapangan,
b. Persiapan untuk uji coba lapangan (termasuk pembentukan sistem
manajemen data, penyelenggaraan pelatihan koordinator pusat,
pencetakan dan distribusi instrumen survei ke pusat-pusat yang
berpartisipasi),
c. Administrasi uji coba lapangan,
d. Pengisian dan pemrosesan data percobaan lapangan dan kompilasi
database nasional,
e. Penyebaran laporan nasional tentang analisis pengalaman Tahap 1.
Sebagai hasil dari proyek survei ini, dibuatlah laporan mengenai
kompetensi guru-guru ECCE. Setelah itu, pengagendaan konferensi internasional
mengenai hasil dari survei ini juga dinilai perlu untuk memperkenalkan
bagaimana kompetensi para guru saat ini untuk kemudian dijadikan sebagai bahan
pijakan proses pengambilan keputusan perihal peningkatan kualitas guru ECCE.
102
Keterlibatan SEAMEO CECCEP dalam proyek survei ini adalah langkah
tepat karena bersesuaian dengan tema kunci yang hendak dicapai pusat kajian ini
di tahun kedua pendiriannya dalam bidang ECCE, yakni Kurikulum dan
Pedagogi: Peningkatan Kompetensi Guru. Peningkatan kompetensi guru walau
bagaimana pun merupakan salah satu elemen penting dalam mewujudkan program
ECCE berkualitas yang sesuai dengan target yang dicanangkan SDGs di tahun
2030.
B. Capacity Building (Peningkatan Kapasitas)
Fokus dari program ini adalah meningkatkan kompetensi guru ECCE di
beberapa aspek, seperti pengembangan kurikulum, kualitas lingkungan belajar,
dan pembelajaran abad 21. Program ini dilaksanakan melalui training, baik secara
in-house/online-based/visiting trainer maupun resource person, workshop, dan
konferensi. Untuk pengembangan modul training dan panduan workshop akan
dilakukan secara in-house. Adapun training secara online akan dilakukan melalui
kerjasama dengan SEAMEO Regional Open Learning Center (SEAMOLEC).
Jika dianalisis berdasarkan kerangka Bronfenbrenner, berbagai program
tersebut memang dirasa perlu mengingat proses perkembangan anak tidak terjadi
secara vakum tetapi akan lebih efektif ketika terjadi interaksi secara teratur dan
berkelanjutan antara guru dan anak. Interaksi anak dan guru serta lingkungan
belajar itu dinilai penting karena berpengaruh terhadap hasil dari perkembangan
anak secara holistik. Oleh karena itu, guru dianggap sebagai lifelong learner yang
103
harus terus meng-upgrade ilmu dan skill-nya agar bisa memberikan pendidikan
dan pengasuhan berkualitas untuk mendampingi siswanya.
Kerangka Bronfenbrenner menempatkan guru ECCE yang kompeten di
pusat (centre) dan menganjurkan guru ECCE mampu mendemonstrasikan
kompetensi melalui empat bidang, yakni: 1) Content knowledge, pedagogic
practice&assessment; 2) Learning environment; 3) Engagement and
collaboration; 4) Professional development.27
Keempat kompetensi tersebut membawahi tujuh subkompetensi, yaitu: 1)
Understands the child’s holistic development and learning; 2) Facilitates child
development and learning; 3) Establishes a nurturing, inclusive, and safe
environment; 4) Promotes health, nutrition, safety, and protection; 5) Engages
parents, families, and caregivers as partners on ECCE; 6) Networks and
collaborates with relevant stakeholders to promote ECCE; 7) Ensures continuous
personal growth and professional development.28
Gambar berikut mengilustrasikan mengenai kerangka kompetensi guru
ECCE:
27 UNESCO, Pursuing Quality in Early Learning: Early Childhood Care and Education (ECCE)
Tacher Competency Framework for Southeast Asia (SEA), (Paris: UNESCO), 2018. 28 UNESCO, Pursuing Quality in Early Learning: Early Childhood Care and Education (ECCE)
Tacher Competency Framework for Southeast Asia (SEA), (Paris: UNESCO), 2018.
104
Gambar IV.B.4 The ECCE Teacher Competency Framework for Southeast Asia
Sumber: Pursuing Quality in Early Learning: Early Childhood Care and Education
(ECCE) Tacher Competency Framework for Southeast Asia (SEA)
Berdasarkan gambar tersebut, ketujuh subkompetensi tersebut dipengaruhi
oleh tiga subsistem yang kemudian dinamakan makrosistem. Ketiga subsistem
tersebut adalah:29
a. National environment (lingkungan nasional). Dalam hal ini, kebijakan
pemerintah memiliki pengaruh kuat dalam pendidikan selain kebijakan
sosio-ekonomi. Yang dimaksud dengan kebijakan sosio-ekonomi ini
adalah alokasi anggaran belanja nasional tahunan untuk pendidikan,
kebijakan ekonomi yang menargetkan penciptaan lapangan kerja,
pengaturan undang-undang buruh dan pengangguran, norma budaya,
dan sistem kepercayaan.
29
UNESCO, Pursuing Quality in Early Learning: Early Childhood Care and Education (ECCE) Tacher
Competency Framework for Southeast Asia (SEA), (Paris: UNESCO), 2018.
105
b. National policies (kebijakan nasional). Kebijakan nasional dalam bidang
pendidikan saat ini telah memandang penting ECCE. Adanya kebijakan
pemerintah dalam standardisasi etika dan profesionalisasi guru adalah
bukti perhatian pemerintah terhadap layanan ECCE berkualitas.
c. Supporting resources (sumber daya yang mendukung). Selain anggaran
tahunan untuk pendidikan, sumber daya juga dapat berasal dari sektor
swasta. Sektor swasta adalah penyedia sumber daya potensial, seperti
dukungan dari Corporate Social Responsibility (CSR).
Ketiga subsistem tersebut dapat memengaruhi hasil ECCE. Misalnya,
adanya standar ECCE berkualitas di sebuah negara mensyaratkan agar guru
memiliki jam khusus untuk training/praktik mengajar. Dalam konteks ECCE, hal
ini tentu berpengaruh pada mikrosistem, yakni sekolah atau lingkungan belajar di
mana proses pembelajaran berlangsung.
Untuk mencapai target kompetensi guru tersebut, SEAMEO CECCEP
memiliki agenda di tahun 2018 dalam bidang peningkatan kapasitas guru. Agenda
tersebut adalah melakukan pelatihan online mengenai kompetensi para guru
ECCE untuk minimal 200 peserta dari negara-negara anggota SEAMEO dan
pelatihan in-house mengenai terapi bermain untuk minimal 100 guru ECCE di
kawasan Asia Tenggara.30
Pelatihan ini merupakan aksi lanjutan dari penelitian mengenai The Survey
of Teachers in Pre-Primary Education (STEPP) antara SEAMEO CECCEP dan
30 SEAMEO dan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI, Program Activity Plan for 2017-2021
SEAMEO Regional Centre for Early Childhood Care Education and Parenting (SEAMEO CECCEP);
Dokumentasi Pribadi Direktur Deputi Program SEAMEO CECCEP, Pak Ith Vuthy, M. Sc.
106
UNESCO. Tentu saja pelatihan ini dianggap penting mengingat kondisi mayoritas
guru-guru ECCE, khususnya di Indonesia, masih memiliki skill mengajar yang
minim dan pengetahuannya tentang anak usia dini masih belum mendalam.31
Oleh
karena itu, diperlukan upaya untuk meningkatkan skill dan pengetahuan seputar
ECCE dan parenting agar setiap guru ECCE bisa mendampingi proses
pembelajaran anak usia dini yang salah satunya melalui training tersebut.
Sejauh ini, ada 12 model pembelajaran terpilih—4 model untuk bidang
parenting dan 8 model untuk bidang ECCE—yang dijadikan sebagai bahan untuk
men-training guru-guru ECCE di Kawasan Asia Tenggara juga akan secara online
men-training sekolah-sekolah di kawasan ini.32
Daftar ke-12 model pembelajaran
tersebut terlampir (lihat lampiran 5).
Penyusunan daftar model pembelajaran tersebut dinilai perlu sebagai salah
satu bagian dari perencanaan agar tujuan yang hendak dicapai SEAMEO
CECCEP dalam upaya peningkatan kapasitas guru ECCE di kawasan Asia
Tenggara dapat tercapai sesuai dengan target yang diharapkan.
C. Advocacy dan Partnership (Advokasi dan Kerjasama)
Program ini dilakukan dengan mengundang para ahli di kawasan untuk
diskusi, bertukar ide, dan menyuguhkan hasil studi terkait ECCE dan parenting.
Selain itu, meeting dengan partner potensial, seperti institusi pemerintah dan
31 Wawancara dengan Pak Ith Vuthy, M. Sc., Direktur Deputi Program SEAMEO CECCEP pada 27
September 2018.
32 Wawancara dengan Pak Ith Vuthy, M. Sc., Direktur Deputi Program SEAMEO CECCEP pada 27
September 2018.
107
sukarelawan akan dilakukan untuk kemudian diinformasikan pada pembuat
kebijakan.
Upaya advokasi dan kerjasama yang dilakukan SEAMEO CECCEP pada
tahun 2017 lebih kepada pengembangan akun-akun media sosial, seperti website,
facebook, twitter, dan instagram. Akun-akun ini nantinya akan dijadikan sebagai
media untuk menyebarluaskan informasi dan progress apa saja yang telah dicapai
pusat kajian ini. Di tengah semakin maraknya arus teknologi informasi, kehadiran
SEAMEO CECCEP dalam media sosial diperkirakan akan memberi sumbangsih
positif terhadap pencapaian tujuan pusat kajian ini. 33
Selain melalui media sosial, SEAMEO CECCEP juga mengagendakan
untuk melakukan pertemuan tahunan secara langsung dengan para ahli di bidang
ECCE dan parenting. Yang dimaksud dengan para ahli di sini adalah pakar ECCE
dan parenting dari semua negara anggota SEAMEO. Diskusi secara langsung
yang dilakukan para ahli ini diharapkan dapat menjadi ajang untuk saling bertukar
pengalaman dan pandangan atau bahkan solusi bagi permasalahan ECCE dan
parenting yang dihadapi di negara anggota SEAMEO.
SEAMEO CECCEP menyadari bahwa peran organisasi non-pemerintah
sangat penting dalam membantu memajukan layanan ECCE di Asia Tenggara.
Sebagai implementasinya, pada awal Februari 2018, SEAMEO CECCEP
mengajukan sebuah proposal penelitian mengenai program parenting pada
organisasi non-pemerintah, yakni Plan International Indonesia. Proposal
33 SEAMEO dan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI, Program Activity Plan for 2017-2021
SEAMEO Regional Centre for Early Childhood Care Education and Parenting (SEAMEO CECCEP);
Dokumentasi Pribadi Direktur Deputi Program SEAMEO CECCEP, Pak Ith Vuthy, M. Sc.
108
kerjasama penelitian ini bertujuan untuk menggali data berkenaan dengan praktik
implementasi pola pengasuhan anak serta gambaran mengenai keterlibatan atau
partisipasi anak dalam pengasuhan. Selain itu, akan digali juga data mengenai
sumber daya pendukung yang ada guna mencapai kondisi ideal pengasuhan
anak.34
Teknik dari penelitian ini akan dilakukan melalui focus group discussion
(FGD) dan dilengkapi dengan wawancara terstruktur yang melibatkan
orangtua/pengasuh dan anak.
Kerjasama yang dilakukan antara SEAMEO CECCEP dan Plan
International Indonesia untuk bidang parenting dapat dikatakan tepat mengingat
Plan International merupakan NGO yang berfokus pada pemenuhan hak anak dan
kesetaraan gender terbesar di dunia sehingga nantinya SEAMEO CECCEP bisa
mendapatkan banyak informasi yang bahkan bisa menjadi solusi bagi
permasalahan parenting yang banyak terjadi di kawasan Asia Tenggara. Program
parenting yang positif sangat berpengaruh pada kesejahteraan anak. Saat anak
sejahtera, maka proses pencapaian SDGs pun dinilai berhasil meraih salah satu
tujuan utamanya di tahun 2030 perihal ECCE berkualitas.
Berdasarkan hasil wawancara dengan direktur program SEAMEO
CECCEP, advokasi dan kerjasama yang hendak dilakukan dalam waktu dekat ini
adalah akan melakukan MoU dengan tiga istitusi, yakni Asia-Pacific Regional
34 SEAMEO CECCEP, Proposal Penelitian Efektivitas Program Parenting untuk Mendukung
Kesiapan Anak Bersekolah Tahun 2018; Dokumentasi Pribadi Direktur Deputi Program SEAMEO CECCEP,
Pak Ith Vuthy, M. Sc.
109
Network for Early Childhood (ARNEC), Politechnic University of Philippine, dan
Aide et Action Internasional pada 1 Desember 2018 mendatang.35
Rencana SEAMEO CECCEP untuk bekerjasama dengan ketiga institusi
tersebut juga merupakan upaya yang tepat mengingat ARNEC dan Aide et Action
adalah dua institusi dengan tujuan yang sama, salah satunya untuk mewujudkan
pembangunan berkelanjutan (SDGs) tahun 2030 walaupun memiliki concern
berbeda. Atas dasar ini, rencana kerjasama dengan ketiga institusi tersebut perlu
untuk ditindalanjuti menjadi aksi nyata.
Penandatangan perjanjian kerjasama dengan NGO yang concern mengurus
segala hal yang berkaitan dengan ECCE sejak tahun 1948, yakni Organisation
Mondiale pour l’Education Prescolaire (OMEP) pun kiranya perlu untuk
dilakukan. Organisasi yang juga berstatus sebagai penasihat PBB dan UNICEF ini
dapat dikatakan mumpuni dalam mempromosikan hak anak terhadap pendidikan
dan pengasuhan di dunia serta mendukung setiap aktivitas yang dapat
meningkatkan akses terhadap pendidikan dan pengasuhan tersebut. Terlebih saat
ini OMEP mempunyai proyek dengan tema “Early Childhood Care and
Education (ECCE) untuk Ketahanan (Sustainability)” yang bersesuaian dengan
target yang hendak dicapai UNESCO melalui program Education for Sustainable
Development (ESD)-nya.
Tema proyek ini pun secara bersamaan sangat mendukung pencapaian target
PBB di tahun 2030 sebagaimana telah dijelaskan pada BAB II. Oleh sebab itu,
35 Wawancara dengan Pak Ith Vuthy, M. Sc., Direktur Deputi Program SEAMEO CECCEP pada 27
September 2018.
110
adalah suatu keputusan yang tepat jika SEAMEO CECCEP juga melakukan
kerjasama dengan OMEP demi mencapai target SDGs, khususnya target 4.2.
Sejauh ini, berdasarkan agenda dua tahun ini (2017-2018) yang telah
terealisasi menjadi aksi nyata dapat dikatakan bahwa upaya yang dilakukan
SEAMEO melalui SEAMEO CECCEP demi mewujudkan tujuan pembangunan
berkelanjutan melalui pembetukan ECCE berkualitas di kawasan Asia Tenggara
dapat dikatakan tepat di tengah keterbatasan, baik dari segi SDM, fasilitas maupun
sistem pendanaan.
Berbagai aktivitas yang dilakukan SEAMEO CECCEP tersebut bisa
menjadi dasar untuk membangun ECCE berkualitas di kawasan Asia Tenggara
yang secara bersamaan dapat membantu merealisasikan salah satu agenda global
PBB pada tahun 2030 di bidang pendidikan anak usia dini.
111
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Memasuki abad 21, objek hubungan internasional mengalami pergeseran
perihal fokus kajiannya. Dewasa ini, fokus kajian hubungan internasional tidak
lagi tertuju pada konflik dan perang yang mengancam sistem keamanan nasional
dan internasional tetapi lebih kepada aspek ekonomi dan sosial. Saat ini, para
pembuat kebijakan dalam hubungan internasional telah sepakat menjadikan kedua
aspek tersebut sebagai elemen yang bersifat high politics menggantikan sistem
keamanan seiring dengan berakhirnya Perang Dingin. Atas dasar inilah, negara-
negara kemudian saling berkompetisi dalam bidang ekonomi.
Pemenuhan aspek ekonomi ini tidak bisa dilepaskan dari kekayaan alam.
Agar suatu negara dapat berkompetisi dengan negara lainnya atau minimal dapat
survive, pasti hasil alam sangat dibutuhkan. Adanya fenomena pasar bebas (free
market) yang memungkinkan setiap negara bisa saling melakukan jual beli
komoditas yang diperlukannya semakin memacu setiap negara untuk berusaha
menyediakan komoditas andalannya. Bukan hal yang mustahil jika ini tetap
dilakukan di luar batas kewajaran, terjadi eksploitasi Sumber Daya Alam (SDA).
Selain itu, pertumbuhan ekonomi yang dilakukan beberapa negara untuk
meningkatkan standar hidup juga terkadang dicapai dengan cara yang merusak
112
secara global dan dalam jangka waktu yang panjang. Upaya perbaikan yang
biasanya didasarkan pada penggunaan peningkatan jumlah bahan mentah, energi,
bahan kimia, dan sintetis serta pada penciptaan polusi yang kurang diperhitungkan
dalam menentukan biaya proses produksi telah menimbulkan efek tidak terduga
pada lingkungan.
Menyadari hal tersebut, organisasi terbesar di dunia, Perserikatan Bangsa-
Bangsa (PBB), merasa perlu untuk melakukan pembaharuan perihal rencana
globalnya. Sebagai langkah pertama, PBB membentuk sebuah badan khusus yang
concern membahas mengenai lingkungan dan pembangunan. Badan tersebut
bernama United Nations World Commission on Environment and Development
(WCED). Melalui badan ini, lahirlah sebuah agenda global yang hendak dicapai
PBB dari tahun 2015 sampai 2030. Agenda tersebut dinamakan Sustainable
Development Goals (SDGs).
SDGs menjadikan dunia anak sebagai milestone pembentukan agendanya.
Ini dilakukan dengan tujuan agar pembangunan berkelanjutan ini dapat tercapai
secara optimal. Memastikan semua anak dapat tumbuh bebas dari kemiskinan,
mendapatkan pendidikan dan jaminan kesehatan, merasa bahagia dan aman dalam
setiap tumbuh kembangnya merupakan dasar untuk membentuk manusia dewasa
yang mampu berkontribusi pada ekonomi dan masyarakat dengan kohesivitas
sosial yang tinggi. Dengan kata lain, kesejahteraan anak saat ini merupakan
penanda kemajuan penting dalam proses pencapaian SDGs.
Ada beberapa alasan yang mendasari pemilihan dunia anak sebagai
sasaran utama agenda global PBB ini. Salah satunya didasarkan pada hasil
113
penelitian yang mengungkap bahwa pendidikan dan pola pengasuhan yang
diberikan pada anak usia dini sangat berpengaruh terhadap kelangsungan hidup
pada fase setelahnya. Secara garis besar, ada empat bidang keilmuan yang
meneliti secara ilmiah betapa potensialnya masa perkembangan anak-anak, yakni
psikologi perkembangan, neurologi, ilmu sosial, dan psikososial. Semua hasil
penelitian tersebut menunjukkan bahwa masa kanak-kanak merupakan periode
penting kehidupan manusia.
Atas dasar inilah, berinvestasi pada anak usia dini dinilai sebagai upaya
cerdas untuk membangun suatu masyarakat. Bentuk investasi tersebut salah
satunya adalah dengan penyediaan program ECCE berkualitas yang juga
merupakan salah satu agenda global yang hendak dicapai PBB di tahun 2030.
Bersesuaian dengan agenda global PBB tersebut, SEAMEO sebagai
sebuah organisasi regional di Kawasan Asia Tenggara juga menjadikan ECCE
sebagai salah satu agenda prioritasnya dari tahun 2017-2021. Sebagai upaya untuk
mewujudkan agenda tersebut, SEAMEO mendirikan sebuah pusat kajian khusus
untuk ECCE dan parenting yang diberi nama SEAMEO Regional Centre for
Early Childhood Care Education and Parenting (SEAMEO CECCEP).
Ada tiga program utama yang dilakukan SEAMEO CECCEP dalam
upayanya mewujudkan ECCE berkualitas di kawasan. Masing-masing dari ketiga
program tersebut mencakup dua bidang, untuk bidang ECCE dan parenting.
Pertama, Research and Development (Penelitian dan Pengembangan) yang
berfokus pada program penelitian dan pengembangan berbagai agenda yang
berkaitan dengan peningakatan kualitas ECCE dan parenting.
114
Kedua, Capacity Building (Peningkapan Kapasitas) yang bertujuan untuk
meningkatkan kompetensi guru ECCE di beberapa aspek, seperti pengembangan
kurikulum, kualitas lingkungan belajar, dan pembelajaran abad 21. Program ini
akan dilaksanakan melalui training, baik secara in-house/online-based/visiting
trainer maupun resource person, workshop, dan konferensi.
Ketiga, Advocacy dan Partnership (Advokasi dan Kerjasama). Program ini
dilakukan dengan mengundang para ahli di kawasan untuk diskusi, bertukar ide,
dan menyuguhkan hasil studi terkait ECCE dan parenting. Selain itu, meeting
dengan partner potensial, seperti institusi pemerintah dan sukarelawan akan
dilakukan untuk kemudian diinformasikan pada pembuat kebijakan.
Berbagai aktivitas yang dilakukan SEAMEO CECCEP melalaui tiga
program utama tersebut bisa dikatakan tepat dengan berbagai keterbatasan yang
dialami, baik dari segi SDM, pendanaan, maupun fasilitas. Keberhasilan dari
program-program tersebut diharapkan dapat menjadi dasar untuk membangun
ECCE berkualitas di kawasan Asia Tenggara yang secara bersamaan dapat
membantu merealisasikan salah satu agenda global PBB pada tahun 2030 di
bidang pendidikan anak usia dini.
B. Saran
1. Untuk SEAMEO CECCEP
Sebagaimana telah disinggung pada akhir BAB IV, disarankan agar
SEAMEO CECCEP menjalin hubungan kerjasama dengan Organisation
Mondiale pour l’Education Prescolaire (OMEP) karena saat ini organisasi
115
tersebut mempunyai proyek dengan tema “Early Childhood Care and Education
(ECCE) untuk Ketahanan (Sustainability)” yang bersesuaian dengan target yang
hendak dicapai UNESCO melalui program Education for Sustainable
Development (ESD)-nya. Tema proyek ini juga secara bersamaan sangat
mendukung pencapaian Sustainable Development Goals (SDGs) di tahun 2030.
Selain itu, perlu juga kiranya dilakukan penelitian mengenai jumlah anak usia
prasekolah di Asia Tenggara yang sudah terdaftar dalam layanan ECCE setiap
tahunnya yang dimulai dengan tahun pendirian SEAMEO CECCEP guna
membidik keberhasilan organisasi antarpemerintah ini di kawasan dalam
penyediaan layanan ECCE berkualitas.
2. Untuk Penelitian Selanjutnya
Disarankan agar pada penelitian selanjutnya yang memiliki kesamaan tema
dengan skripsi ini dapat lebih mengembangkan upaya yang dilakukan SEAMEO
CECCEP dalam mewujudkan tujuan pembangunan berkelanjutan (SDGs) melalui
pengembangan kualitas dan kuantitas Early Childhood Care and Education
(ECCE) di kawasan. Berbagai upaya tersebut dilakukan dengan teknik periodisasi
dan komparasi dengan tujuan yang hendak dicapai SDGs pada tahun 2030.
xiv
DAFTAR PUSTAKA
Buku
Adler, Emanuel. 1997. Seizing the Middle Ground: Constructivisn in World
Politic. European Journal of International Relations. Sage Publication.
Afrikana, Boer Mauna. 1970. Hukum Internasional, Pengertian, Peranan dan
Fungsi dalam Era Dinamika Global. Bandung: PT Alumni.
Archer, Clive. 1983. International Organization. London: Allen & Unwin Ltd..
Baldwin, D.A.. 1985. Economic Statecraft. New Jersey: Princeton University
Press.
Biddle, William W.. 1965. The Community Development Process. New York: The
Rediscovery of Local Initiative, Holt and Winston.
Davis, J. dan Elliott. 2014. Research in Early Childhood Education for
Sustainability: International Perspectives and Provocations. London:
Routledge.
Direktorat Jenderal Kerjasama ASEAN Departemen Luar Negeri RI. 2007.
ASEAN Selayang Pandang. Jakarta: ASEAN.
Faisal, Sanapiah. 2010. Format-format Penelitian Sosial. Jakarta: Rajawali Press.
Finnemore, Martha dan Kathryn Sikkink. 2001. Taking Stock: The Constructivist
Research Program in International Relations and Comparative Politics,
Annual Review Poltical Science, 4, University of West Florida.
Gallagher, K.. 2005. Brain research and early childhood development: A primer
for developmentally appropriate practices. Young Children.
Herdiansyah, Haris. 2010. Metode Penelitian Kualitatif. Jakarta: Greentea.
McGregor et al.. 2007. The Lancet Child Development Series.
Miller, B., & Cummings, J. (Eds.). 2007. The Human Frontal Lobes. New York:
Guilford Press.
Munasinghe, Mohan. 2001. Exploring the Linkages between Climate Change and
Sustainable Development: A Challenge for Transdisciplinary Research,
[database online] (Munasinghe Institute for Development (MIND); tersedia
di https://ecologyandsociety.org/vol5/iss1/art14/; diunduh pada 10 April
2018.
xv
Nance, Robert. 2009. The Importance of Early Childhood Education: Roles of
Play, Language, Socialization, Formation of Values, [database online];
(Quest Club Paper; tersedia di
http://www.fwquestclub.com/welcome_files/papers/childhood_education.pd
f; diunduh pada 2 Mei 2018.
Reus-smit, Christian. 2005. Constructivism, dalam Scott Burchill, ed. Theories of
International Relations (Third Edition), New York: PALGRAVE
MACMILLAN.
Sit, Masganti. 2015. Psikologi Perkembangan Anak Usia Dini Jilid 1. Medan:
Perdana Publishing.
Stake, Robert E.. 1995. The Art of Case Study Research. California: Sage
Publications. Tersedia di http://www.nova.edu/ssss/QR/QR20/2/yazan1.pdf
diakses pada 20 April 2018.
Tim Penyusun FISIP UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. 2017. Panduan
Penyusunan Proposal dan Penulisan Skripsi. Jakarta: FISIP UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta.
Viotti Paul R. dan Mark V. Kauppi, 2012. International Relation Theory. New
York: Pearson Education, Inc.
Wendt, Alexander. 1992. Level of Analysis vs. Agents and Structures: Part III,
Review of International Studies 18.
Williams, Micahel C.. 1996. Broadening the Agenda of Security Studies: Politics
and Methods, Mershon International Studies Review No. 40, Blackwell
Publisher.
Jurnal
Grizold, Anton. 1994. The Concept of National Security in the Contemporary
World. International Journal on World Peace, Vol. XI, No. 3.
Hansen, C.C & Zambo, D.. 2007. Loving and learning with Wimberly and David.
Fostering emotional development in early childhood education. Early
Childhood Education Journal. 34 (4).
Nurhayati, Eti. Memahami Tumbuh Kembang Anak Usia Dini Perspektif
Psikologi Perkembangan, dalam Jurnal Hasil Riset, diakses dari
http://www.e-jurnal.com/2017/05/memahami-tumbuh-kembang-anak-usia-
dini.html; diunduh pada 7 Mei 2018.
Risse, Thomas. 2000. Let’s Argue: Communicative Action in World Policies.
International Organization. Vol. 4, No. 1, The MIT Press.
xvi
Rushton, Stephen dkk.. 2010. Neuroscience, Play and Early Childhood
Education: Connections, Implications and Assessment, dalam Early
Childhood Education Journal, 37:351–361, DOI 10.1007/s10643-009-0359-
3 diakses dari
https://www.google.com/url?sa=t&source=web&rct=j&url=https://www.res
earchgate.net/publication/225661536_Neuroscience_Play_and_Early_Child
hood_Education_Connections_Implications_and_Assessment&ved=2ahUK
EwjvvJ3j1OjaAhUKOo8KHUv4C2wQFjAHegQIBxAB&usg=AOvVaw03
xFRiERfVZs92D2ZjJ-PS; diunduh pada 11 Mei 2018.
Spotlight. 2012. Early Childhood Education and Care, No. 4. Houses of the
Oireachtas Title an Oireachtais: Oireachtas Library & Research Service.
Wendt, Alexander. 1992.Anarchy is What States Make of It: The Social
Construction of Power Politics. International Organization. Vol. 46, No. 2,
The MIT Press.
Zehfuss, Maja. 2001. Constructivism and Identity: A Dangerous Liaison.
European Journal of International Relations, Vol. 7 (3), Sage Publication
and ECPR.
Dokumen
ARNEC. 2011. ARNEC Connections: Working Together for Early Childhood.
Special Edition: Noteworthy Early Childhood Care and Development
(ECCD) Practices 2010. Singapore: ARNEC.
Cheah, Ui Hock. SEAMEO as an Example of Effective Regional Cooperation in
Education, [database online] [Regional Center for Education in Science and
Mathematics (RECSAM), Malaysia]; tersedia di
https://www.google.com/url?sa=t&source=web&rct=j&url=https://home.hir
oshima-u.ac.jp/cice/wp-content/uploads/Forum/JEF9/Ui-Hock-Cheah-
e.pdf&ved=2ahUKEwju8Pifg7vdAhWFbysKHUeBAdkQFjAAegQIBBAB
&usg=AOvVaw2xwxvyuu07tZDD0pKL0UH3; diakses pada 23 Juni 2018.
Early Childhood Development: The Key to a full and productive life. [database
online]; tersedia di https://www.unicef.org/dprk/ecd.pdf; diunduh pada 29
April 2018.
Environmental and Organizational Management, [database online] (Romania:
Proceedings of the International Conference on Energy and Environment
Technologies and Equipment; tersedia di http://www.wseas.us/e-
library/conferences/2010/Bucharest/EEETE/EEETE-14.pdf; internet;
diunduh pada 7 April 2018.
xvii
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia, Proposed
Program Activity Plan for 2017-2021 SEAMEO REGIONAL CENTRE FOR
EARLY CHILDHOOD CARE AND EDUCATION AND PARENTING
(SEAMEO CECCEP). Jakarta, 2017.
Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) dan United Nations
Children’s Fund. 2017. Laporan Baseline SDG tentang Anak-Anak di
Indonesia. Jakarta: BAPPENAS dan UNICEF.
Ministry of Education Document. 2008. Brunei Darussalam.
Ministry of Education Document. 2008. Thailand.
Ministry of Education Document. 2008. Timor-Leste.
Ministry of Education Document. 2009. Malaysia.
Ministry of National Education Document. 2007. Indonesia
OMEP. 2014. Annual Report, [database online]; Tersedia di
http://www.worldomep.org/wp-content/uploads/2015/08/Annual-Report-
2014-English-20150718.pdf; internet; diunduh pada 27 Mei 2018.
Panuluh, Sekar dan Meila Riskia Fitri. 2016. Perkembangan Pelaksanaan
Sustainable Development Goals (SDGs) di Indonesia: September 2015-
September 2016, [database online] (International NGO Forum on
Indonesian Development (INFID); tersedia di
https://www.sdg2030indonesia.org/an-component/media/upload-
book/Briefing_paper_No_1_SDGS_-2016-Meila_Sekar.pdf; internet;
diunduh pada 21 April 2018.
Phanprasit, Piangtawan. 2010. Do You Agree that in the Post-Cold War World
‘Low Politics’ Have Become ‘High Politics’?, E-International Relations
Students. 536; tersedia di https://www.e-ir.info/2010/12/01/do-you-agree-
that-in-the-post-cold-war-world-%E2%80%98low-politics%E2%80%99-
have-become-%E2%80%98high-politics%E2%80%99/; diakses 2
September 2018.
Presiden Republik Indonesia. 2003. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor
20 Tahun 2013 Tentang Sistem Pendidikan Nasional; tersedia di
http://kelembagaan.ristekdikti.go.id/wp-
content/uploads/2016/08/UU_no_20_th_2003.pdf; diunduh pada 28
September 2018.
Royal Government of Cambodia Document. 2010. Cambodia.
SEAMEO. 2017. SEAMEO 7 Prority Areas Implementation by SEAMEO Member
Countries, [database online]; tersedia di
https://www.google.com/url?sa=t&source=web&rct=j&url=http://www.sea
meo.org/SEAMEOWeb2/images/stories/Publications/Centers_Pub/SEAME
O_Education_agenda/03%2520SEAMEO%25207%2520Priority%2520Imp
xviii
lementation%2520by%2520Member%2520Countries.pdf&ved=2ahUKEwi
alpjgjLvdAhUHvo8KHZX9D1MQFjACegQICRAB&usg=AOvVaw0OfH
WmjgkwOEZDHkugZB6r; Internet; diunduh pada 24 Juni 2018.
SEAMEO. SEAMEO Seven Priority Areas + Action Agenda 2016-2020, [database
online]; tersedia di
https://www.google.com/url?sa=t&source=web&rct=j&url=http://www.sea
meo.org/SEAMEOWeb2/images/stories/Publications/Centers_Pub/SEAME
O_Education_agenda/04%2520SEAMEO%25207%2520Priority%2520Are
as%2520Implementation%2520by%2520Centres.pdf&ved=2ahUKEwialpjg
jLvdAhUHvo8KHZX9D1MQFjAAegQIBhAB&usg=AOvVaw3-
jjZdv5extypuEY6WGNuB; diakses pada 24 Juni 2018.
SEAMEO&UNESCO. 2016. Southeast Asian Guidelines for Early Childhood
Teacher Development and Management. Bangkok: SEAMEO.
Syaodih, Ernawulan. Psikologi Perkembangan, [database online]; diakses dari
http://file.upi.edu/Direktori/FIP/JUR._PGTK/196510011998022-
ERNAWULAN_SYAODIH/PSIKOLOGI_PERKEMBANGAN.pdf;
diunduh pada 16 Mei 2018.
UNDP, Sustainable Development Goals, [database online]; tersedia di
http://www.undp.org/content/dam/undp/library/corporate/brochure/SDGs_B
ooklet_Web_En.pdf; internet; diunduh pada 19 April 2018.
UNESCO&UNICEF. 2012. Asia-Pacific End of Decade Notes on Education for
All: EFA Goal 1 Early Childhood Care and Education. Bangkok: UNESCO
Bangkok, UNICEF EAPRO, dan UNICEF ROSA.
UNESCO. Unpacking Sustainable Development Goal 4 Education 2030, tersedia
di
https://www.google.com/url?sa=t&source=web&rct=j&url=http://unesdoc.u
nesco.org/images/0024/002463/246300E.pdf&ved=2ahUKEwjGq8_OpbXd
AhXMpY8KHaY8D_EQFjAAegQIAxAB&usg=AOvVaw1UDKcutbbckM
YcXE1F-JzB; diakses pada 12 September 2018.
UNESCO. 2000. Successes and Continuing Problems, Dr Victor Ordonez,
UNESCO Proap, Education for All Assessment.
UNESCO. 2000. World Education Forum Dakar, Senegal 26-28 April 2000:
Final Report. Perancis: Office of the Assisstant Director-General for
Education.
UNESCO. 2004. Early Childhood Care and Education in South-East Asia:
Working for Access, Quality and Inclusion in Thailand, the Philippines and
Viet Nam. Bangkok: UNESCO Asia and Pacific Regional Bureau for
Education.
UNESCO. 2005. United Nations’ Decade of Education for Sustainable
Development. [database online]; Tersedia di
xix
http://unesdoc.unesco.org/images/0014/001416/141629e.pdf; internet;
diakses pada 29 Mei 2018.
UNESCO. 2008. EFA Global Monitoring Report 2008: Education for All by 2015
Will We Make It?, Bangkok: UNESCO Bangkok Office.
UNESCO. 2016. New Horizons: A Review of Early Childhood Care and Eduation
in Asia and the Pacific. Bangkok: UNESCO Bangkok Office.
UNICEF, FACT SHEET: A Summary of the Rights under the Convention on the
Rights of the Child, [database online]; diakses dari
https://www.unicef.org/crc/files/Rights_overview.pdf; diunduh pada 30
September 2018.
UNICEF. 2001. State of the World’s Children. New York: UNICEF. Diunduh 27
Agustus 2018
(https://www.unicef.org/sowc/archive/ENGLISH/The%20State%20of%20th
e%20World%27s%20Children%202001.pdf).
United Nations. 2015. Resolution adopted by the General Assembly on 25
September 2015, [database online] (General Assembly, 21 Oktober 2015);
tersedia di
http://www.un.org/ga/search/view_doc.asp?symbol=A/RES/70/1&Lang=E;
internet; diunduh pada 21 April 2018.
United Nations. 2015. The Millenium Development Goals Report 2015; [database
online]; tersedia di
http://www.un.org/millenniumgoals/2015_MDG_Report/pdf/MDG%20201
5%20rev%20(July%201).pdf; internet; diunduh pada 7 Mei 2018.
WHO dan UNICEF. 2009. Promoting Early Childhood Development in South-
East Asia: Report of the WHO-UNICEF Meeting Colombo, Sri Lanka, 13-
17 July 2009.
World Bank. Brain Development, [database online]; tersedia di
http://www.worldbank.org/children/devstages.html; Internet; diadaptasi dari
http://www.worldbank.org/children/braindev.html.
World Bank/Consultative Group on ECCE, Early Childhood Counts. 2000.
Programming Resources for Early Childhood Care and Development. The
International Bank for Reconstruction and Development/The World Bank
on behalf on the Consultative Group on ECCD Consortium.
World Commission on Environment and Development, Our Common Future
[database online]; New York: Oxford University Press; tersedia di www.un-
documents.net/our-common-future.pdf; diunduh pada 3 April 2018.
xx
Website
Bappenas&UNICEF. SDG Baseline Report, [database online]; Internet; terdapat
di https://www.unicef.org/indonesia/id/SDG_Baseline_report.pdf; diunduh
pada 30 April 2018.
Engdahl, Ingrid. 2015. Early Childhood Education for Sustainability: The OMEP
World Project, [database online]; Tersedia di http://old.worldomep.org/wp-
content/uploads/2013/12/IJEC-2015-ECE-for-Sustinability-The-OMEP-
world-project.pdf; internet; diunduh pada 27 Mei 2018.
Inter-American Development Bank. Early Childhood Development, [database
online]; Internet; terdapat di http://www.iadb.org/en/topics/education/early-
childhood-development-ecd-in-latin-america-and-thecaribbean,6458.html;
diunduh pada 1 Juni 2018.
SEAMEO. What is SEAMEO, [database online]; tersedia di
http://www.seameo.org/SEAMEOWeb2/index.php?option=com_content&vi
ew=article&id=90&Itemid=518; Internet; diunduh pada 2 Mei 2018.
SEAMEO CECCEP, About SEAMEO CECCEP, diakses dari http://seameo-
ceccep.org/web/about-seameo-ceccep/ pada 30 September 2018.
SEAMEO CECCEP, Key Themes On Early Childhood Care And Education,
[database online]; diakses dari http://seameo-ceccep.org/web/about/key-
themes/; diunduh pada 30 September 2018.
SEAMEO, SEAMEO CECCEP, diakses dari
http://www.seameo.org/SEAMEOWeb2/index.php?option=com_content&vi
ew=article&id=662:seameo-ceccep&catid=98&Itemid=519 pada 30
September 2018.
SEAMEO CECCEP, Temu Mitra, diakses dari http://seameo-
ceccep.org/event/rakornas/ pada 30 September 2018.
Secretariat&UNESCO Bangkok Office; tersedia di
http://unesdoc.unesco.org/images/0024/002443/244370e.pdf; diunduh pada
28 April 2018.
Shaeffer, Sheldon. Children Wellbeing Across Cultures: Reaching the Unreached
and Including the Excluded. [database online]; terdapat di
http://uis.unesco.org/sites/default/files/documents/reaching-the-unreached-
in-education-in-asia-pacific-to-meet-the-efa-goals-by-2015-a-commitment-
to-action-en_0.pdf; diakses pada 3 Mei 2018.
UNESCO-IBE. 2006. tersedia di
http://www.ibe.unesco.org/sites/default/files/Singapore.pdf diakses pada 21
Juni 2018.
xxi
UNESCO-IBE. 2006b. tersedia di
http://www.ibe.unesco.org/sites/default/files/Viet_Nam.pdf diakses pada 21
Juni 2018.
UNESCO-IBE. 2010. tersedia di
http://www.ibe.unesco.org/fileadmin/user_upload/Publications/WDE/2010/
pdf-versions/Lao_PDR.pdf diakses pada 21 Juni 2018.
United Nations. 2015. Transforming our World: The 2030 Agenda for Sustainable
Development. [database online]; Internet; tersedia di
https://sustainabledevelopment.un.org/post2015/transformingourworld/publi
cation; diunduh pada 30 April 2018.
World Bank. Early Childhood Development, [database online]; Internet; terdapat
di http://www.worldbank.org/en/topic/earlychildhooddevelopment; diunduh
pada 30 April 2018.
Wawancara
Wawancara dengan Pak Ith Vuthy, M. Sc., Direktur Deputi Program SEAMEO
CECCEP pada 27 September 2018.
xxii
LAMPIRAN 1. POIN SDGs
Ada 17 agenda global yang menjadi target pembangunan SDGs. Ke-17
agenda tersebut yakni:
1. No Poverty (Tanpa Kemiskinan): Tujuan ini menyerukan untuk
mengakhiri kemiskinan dalam segala bentuknya selama 15 tahun
ke depan. Secara eksplisit, tujuan pertama ini mengakui
kemiskinan sebagai sebuah fenomena multidimensional dan
menekankan pada pentingnya peran sistem perlindungan sosial
nasional dan floor sebagai instrumen utama untuk membantu
mengentaskan kemiskinan.
2. Zero Hunger (Tanpa Kelaparan): Tujuan ini dimaksudkan untuk
mencari solusi berkelanjutan guna menghilangkan kelaparan dan
segala bentuk malnutrisi pada tahun 2030 serta mencapai
ketahanan pangan.
3. Good Health and Well-being (Kehidupan Sehat dan Sejahtera):
Tujuan ini dicantumkan guna menjamin kehidupan yang sehat dan
meningkatkan kesejahteraan seluruh penduduk semua usia dengan
meningkatkan kesehatan reproduktif ibu dan anak, mengakhiri
epidemi penyakit menular utama, mengurangi penyakit tak
menular dan yang disebabkan lingkungan, mencapai cakupan
kesehatan universal, dan menjamin akses kepada obat dan vaksin
yang aman, terjangkau, dan efektif untuk semua.
xxiii
4. Quality Education (Pendidikan Berkualitas): Tujuan pembangunan
ini adalah untuk memastikan agar semua orang mendapatkan akses
kepada pendidikan berkualitas dan kesempatan belajar sepanjang
hayat. Tujuan ini berfokus pada perolehan keterampilan dasar dan
keterampilan berpikir tingkat tinggi (higher-order skill) di seluruh
tingkat pendidikan dan perkembangan, akses yang lebih besar dan
adil kepada pendidikan berkualitas di seluruh tingkatan, serta
pendidikan dan pelatihan teknis dan vokasi, dan juga pengetahuan,
keterampilan dan nilai yang diperlukan untuk dapat berfungsi
dengan baik dan berkontribusi kepada masyarakat.
5. Gender Equality (Kesetaraan Gender): Tujuan pembangunan ini
adalah untuk memberdayakan perempuan dan anak perempuan
untuk mencapai potensi maksimal mereka yang mensyaratkan
adanya penghapusan segala bentuk diskriminasi dan kekerasan
terhadap mereka, termasuk praktik-praktik yang membahayakan.
6. Clean Water and Sanitation (Air Bersih dan Sanitasi Layak):
Tujuan Pembangunan Berkelanjutan 6 adalah menjamin
ketersediaan serta pengelolaan air bersih dan sanitasi yang
berkelanjutan bagi semua. Akses universal artinya menjamin
tersedianya akses kepada air, sanitasi dan higienitas, bukan hanya
di tingkat rumah tangga, namun juga di tingkat lembaga, termasuk
sekolah dan fasilitas kesehatan.
xxiv
7. Affordable and Clean Energy (Energi Bersih dan Terjangkau):
Tujuan Pembangunan Berkelanjutan 8 ialah menjamin kesempatan
kerja yang menyeluruh dan produktif, serta pekerjaan yang layak,
bagi laki-laki dan perempuan pada tahun 2030, termasuk
perlindungan anak dari kondisi kerja anak yang membahayakan.
8. Decent Work and Economic Growth (Pekerjaan Layak dan
Pertumbuhan Ekonomi): Tujuan Pembangunan Berkelanjutan 8
berusaha meningkatkan pertumbuhan ekonomi inklusif dan
berkelanjutan, kesempatan kerja yang produktif dan menyeluruh
serta pekerjaan yang layak untuk semua. Untuk mencapai
pertumbuhan ekonomi, penting sekali mengembangkan tenaga
kerja yang kuat dan produktif, serta memberikan kesempatan
kepada laki-laki dan perempuan untuk mendapatkan pekerjaan
yang layak dan lapangan kerja. Sebagai bagian dari upaya
mencapai pertumbuhan ekonomi inklusif, anak-anak harus
dilindungi agar tidak menjadi pekerja anak dalam kondisi
berbahaya.
9. Industry, Innovation and Infrastructure (Industri, Inovasi dan
Inrastruktur)
10. Reduced Inequalities (Berkurangnya Kesenjangan)
11. Sustainable Cities and Communities (Kota dan Permukiman yang
Berkelanjutan)
xxv
12. Responsible Consumption and Production (Konsumsi dan Produksi
yang Bertanggung jawab)
13. Climate Action (Penanggulangan Perubahan Iklim): Tujuan
Pembangunan Berkelanjutan 13 adalah untuk mendorong tindakan
segera guna mengatasi perubahan iklim dan dampaknya serta
membangun ketahanan dalam merespon bahaya terkait iklim dan
bencana alam. Perubahan iklim menciptakan ancaman besar bagi
pembangunan dan dampak merugikannya jauh lebih signifikan
pada kelompok termiskin dan paling rentan. Selama satu dekade
terakhir, Indonesia terus menjadi salah satu dari lima negara dunia
yang paling sering terkena bencana alam bersama dengan Cina,
Amerika Serikat, India, dan Filipina.
14. Life Below Water (Ekosistem Laut)
15. Life on Land (Ekosistem Daratan)
16. Peace, Justice, and Strong Institutions (Perdamaian, Keadilan, dan
Kelembagaan yang Tangguh): Tujuan Pembangunan Berkelanjutan
16 adalah untuk mendorong terciptanya masyarakat yang damai
dan inklusif untuk pembangunan berkelanjutan, menyediakan
akses keadilan bagi semua serta membangun kelembagaan yang
efektif dan akuntabel di semua tingkatan. Perdamaian dan
keamanan, yang dilandaskan pada supremasi hukum dan akses
terhadap keadilan merupakan hal mendasar untuk menciptakan
pembangunan berkelanjutan. Kejahatan dan kekerasan mengancam
xxvi
jiwa laki-laki dan perempuan, anak laki-laki dan anak perempuan,
dan juga menghambat pembangunan dan pertumbuhan sosial serta
ekonomi yang inklusif. Sebagai contoh, angka kasus pembunuhan
di negara-negara berkembang dua kali lebih tinggi dibandingkan di
negara maju dan konflik bersenjata terus-menerus mengakibatkan
banyak orang terusir di seluruh dunia, menyebabkan banyak sekali
orang yang membutuhkan bantuan kemanusiaan.
17. Partnerships for the Goals (Kemitraan untuk Mencapai Tujuan)
Sumber:
https://www.thecommonwealth-educationhub.net/wp-
content/uploads/2017/01/Curriculum_Framework_for_SDGs_July_2017.pdf
xxvii
LAMPIRAN 2. DAFTAR 24 PUSAT KAJIAN SEAMEO
Ke-24 pusat kajian tersebut adalah sebagai berikut:
1. SEAMEO Regional Center for Tropical Biology (SEAMEO BIOTROP)
yang berlokasi di Bogor, Indonesia ini didirikan tahun 1968. Pusat
kajian ini fokus meneliti tentang hutan, hama, dan biologi akuatik
(perairan). Tujuan pembentukan center tersebut adalah untuk
menganalisis dan merekomendasikan solusi terhadap permasalahan
ekosistem tropis di kawasan.
2. SEAMEO Regional Center for Community Education Development
(SEAMEO CED) didirikan oleh Kementerian Pendidikan dan Olahraga
Laos di Vientiane, Laos. Pusat kajian ini bertujuan untuk memenuhi
kebutuhan regional dalam mempromosikan dan memberikan peluang
kerjasama dalam bidang pengembangan pendidikan masyarakat di
antara negara anggota SEAMEO dan negara anggota asosiasi.
3. SEAMEO Regional Center for Lifelong Learning (SEAMEO CELL)
didirikan setelah penandatanganan MoA antara SEAMEO dan
Pemerintah Vietnam pada 20 Maret 2013 saat SEAMEC 47 di Hanoi.
Sumber:
http://www.seameo.org/SEAMEOWeb2/index.php?option=com_content&view=category&id=9
8&Itemid=519; diakses pada 23 Juni 2018.
xxviii
LAMPIRAN 4. Daftar Peneliti Penerima Research Grants SEAMEO CECCEP 2018
No. Asal Universitas Nama Ketua Peneliti Judul Penelitian
1. Universitas
Gajayana Malang
Dr. Ahmad, S.Pd, M.Pd.
Implementasi Program Parenting Pendidikan Anak
Usia Dini (PAUD) di Malang Raya dengan
Pendekatan Stufflebeam
2. Universitas
Sriwijaya
Dr. Sukirno Pengembangan Model Pembelajaran Olahraga Air
Berbasis Permainan Pada Anak Usia Dini (PAUD)
3. Universitas Negeri
Jakarta Dr. Nurjannah, M.Pd. Bimbingan Orang Tua dan Implikasinya pada Sikap
Anak Usia 7-8 tahun terhadap Penggunaan
Gadget(Studi pada Anak di Dua Kota Besar, Jakarta
Timur dan Makassar)
4. Institut Pertanian
Bogor
Dr. Tin Herawati, SP., M.Si. Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi
Keterlibatan Orang Tua dalam Pendidikan Anak Usia
Dini
5 Institut Pertanian
Bogor
Dr.Ir. Istiqlaliyah
Muflikhati, M.Si.
Kesejahteraan Keluarga dan Kesejahteraan Anak Usia
Dini pada Keluarga di Bantaran Sungai
6. Universitas
Muhammadyah Prof.
Dr. Hamka
Dr. Hj Ihsana El Khuluqo,
M.Pd.
Analisis Kompetensi Manajerial dalam Meningkatkan
Keterampilan Mengelola Pendidikan Anak Usia Dini
7. Universitas
Muhammadyah Prof.
Dr. Hamka
Dr. Dwi Priyono, M.Ed. Pengembangan Model Kepemimpinan Relasi Kepala
Sekolah Taman Kanak-kanak
8. Universitas Terbuka Dr. Mukti Amini, M. Pd. Pengembangan Model Partisipasi Orangtua dalam
Mengembangkan Kemampuan Menjaga Keamanan
Diri (Personal Safety) Anak TK
9. Universitas Terbuka Dr. Siti Aisyah Moocs Parenting dalam Pengembangan Kemampuan
Literasi Digital
10. Universitas
Pendidikan
Indonesia
Dr. Mubiar Agustin, M.Pd. Analisis Tipikal Kekerasan pada Anak dan
Implikasinya pada Pengembangan Program Parenting
(Studi Kasus Pada Lembaga Pendidikan Anak Usia
Dini Di Kota Bandung)
11. Universitas
Pendidikan
Indonesia
Yeni Rachmawati, Ph.D Best Practices Implementation:
Program Parenting dan Pelibatan Orang Tua di
Lembaga PAUD
12. Universitas
Pendidikan
Indonesia
Eri Kurniawan, M.A., Ph.D. Literasi Anak Usia Dini: Keyakinan Guru
dan Praktik Literasi di Kelas
xxix
LAMPIRAN 5. Daftar Model Pembelajaran Terpilih Tahap I
No Judul Penyusun Tahun Lembaga
1 Model Optimalisasi Peran Ayah
dalam Pendidikan Anak Usia Dini
a. Moh. Muzaki, S.Pd., M.Si b.
Drs. Suharjo c. Dr. Widya Ayu
Puspita
2016
BPPAUD dan
Dikmas Jawa
Timur
2 Parenting Kecakapan Sosial
Berbasis Budaya Lokal
Rizki Rachmadaniar, M.Pd; Dyah
Mahesti Wijayani, S.Pd; Yulia
Hidayati, S.Pd; Dra. Dani Soraya
2012 BP PAUD dan
Dikmas NTB
3
Model Dwi Asas Karakter
Berbasis Family and School
Partnership
Dwi Hastuti, Alfiasari,
Istiqlaliyah Muflikhati 2017 IPB
4 Kampanye Edukasi isi piringku
anak 4-6 tahun
Femi PAUD, Praktisi PAUD,
Danone Indonesia 2017
Danone
Indonesia
5
Model Kesiapan Anak PAUD
dalam Menghadapi Bencana
Gunung Berapi
Eli Tohonan Tua Pane dkk 2017
BP PAUD dan
Dikmas Sumatera Utara
6
Cerita dan Percobaan Sains Untuk
Mengembangkan Sikap Ilmiah
Pada Anak Usia Dini
1. Aniek Sugiyanti, MSi 2.
Waluyo Basuki, MSi 3. Sri
Rahayuningsih, SPd
2017
PP PAUD dan
Dikmas Jawa
Tengah
7
Cinta Lingkungan, Seri Media
Pembelajaran Prakeaksaraan
Berwawasan ESD bagi Anak Usia
Pra Sekolah
(1) Sriwahyuningsih M.Pd. (2) Sri
Lilis Herlianthy, S.P., M.Si. (3)
Riana, S.K.M., M.M.Pd. (4)
Arlina, M.Pd.
2017
PP PAUD dan
Dikmas Jawa
Barat
8 Pengembangan Portofolio Digital
dalam Penilaian di TK Dadang Supriatna 2017
PPPPTK TK
dan PLB
9
Penggunaan Big Book Dalam
Meningkatkan Keterampilan
Berpikir Dan Kemampuan
Berbahasa Aud
Siti Aisyah 2013 Universitas
Terbuka
10
Pelatihan Model Pembelajaran
Quantum Teaching Untuk
Meningkatkan Kompetensi Guru
Paud Di Kota Cimahi
Rohmalina,M.Pd 2016 IKIP
SILIWANGI
11
Model Pembelajaran berbasis
Bimbingan Kelompok, Bermain
dan Budaya (BKBB) di Taman
Kanak-Kanak
Dr. Euis Kurniati, M.Pd 2018 UPI
xxx
LAMPIRAN 6. HASIL WAWANCARA DENGAN DIREKTUR DEPUTI
PROGRAM SEAMEO CECCEP (PAK ITH VUTHY, M. Sc.) PADA 27
SEPTEMBER 2018
Q: Bagaimana upaya SEAMEO dalam mewujudkan Early Childhood Care and
Education (ECCE) berkualitas di Kawasan Asia Tenggara?
A: Di tengah keterbatasan Sumber Daya Manusia (SDM), kami memiliki tiga
program utama, yaitu research and development, capacity building, dan advocacy
and partnership. Kami juga mendapat tiga program besar di kelas internasional,
yakni dari UNESCO Bangkok, UNESCO Paris, dan Plan Internasional Indonesia
tentang parenting. Untuk research and development, SEAMEO CECCEP akan
membiayai 12 grant penelitian untuk institusi akademik yang memiliki jurusan
PAUD dan parenting di Indonesia, yakni Universitas Pendidikan Indonesia (UPI)
dan Institut Pertanian Bogor (IPB). Topik dari grant penelitian tersebut dibuat
sesuai dengan permintaan SEAMEO CECCEP. Selain dengan institusi akademik,
SEAMEO CECCEP juga bekerjasama dengan beberapa NGO terkait, seperti
HIMPAUDI dan IGTKI.
Q: Apa yang dilakukan oleh institusi akademik dan NGO tersebut?
A: Kami minta mereka untuk melakukan penelitian untuk kemudian diseleksi
mana yang bagus dan nantinya akan dijadikan model pembelajaran.
Q: 12 grant penelitian itu seperti apa, Pak?
A: Nanti saya coba kirimkan via email (file terlampir di lampiran 4).
Q: Untuk research and development, selain membiayai pelaksanaan 12 judul
penelitian, apa lagi upaya yang dilakukan SEAMEO CECCEP dalam
mewujudkan ECCE berkualitas di kawasan?
A: Kami juga bekerjasama dengan UNESCO Bangkok untuk melakukan
penelitian dan workshop dengan tema ―Innovative Financing Mechanism and
Partnership for Early Childhood Care and Education‖. Latar belakang
dilakukannya kerjasama dengan UNESCO Bangkok ini adalah untuk mencapai
tujuan pembangunan berkelanjutan (SDG) poin ke 2, subpoin keempat (4.2)
perihal perwujudan pendidikan dan pengasuhan anak usia dini berkualitas yang
bisa diakses oleh semua anak laki-laki dan perempuan. Tujuan dari penelitian dan
workshop ini adalah untuk menciptakan inovasi di bidang keuangan agar nantinya
bisa menciptakan sistem keuangan yang sustain mengingat sampai saat ini
hambatan terbesar untuk mewujudkan ECCE berkualitas yang inklusif adalah
dalam hal pembiayaan. Dengan inovasi tersebut diharapkan sistem ECCE dapat
xxxi
berdiri sendiri tanpa bantuan pendanaan, baik dari pemerintah maupun orangtua
siswa. Selain itu, kami juga bekerjasama dengan UNESCO Paris untuk melakukan
The Survey of Teachers in Preprimary Education (STEPP). Survei ini merupakan
upaya untuk mengukur sejauh mana tingkat kompetensi para guru pra-Sekolah
Dasar agar nantinya bisa diambil kebijakan yang sesuai dalam meningkatkan
kompetensi para guru tersebut. Ada juga kerjasama khusus di bidang parenting
yang juga dirasa perlu untuk meningkatkan kualitas anak usia dini melalui
pengasuhan. Kerjasama tersebut dilakukan antara SEAMEO CECCEP dengan
Plan Internasional Indonesia. Sampai saat ini, bentuk kerjasama tersebut masih
berupa penelitian mengenai pola asuh para orangtua di Indonesia. Hasil dari
penelitian-penelitian tersebut nantinya akan di-upload di website SEAMEO
CECCEP untuk dipublikasikan. Ini dilakukan agar semua negara dapat mengakses
hasil penelitian tersebut
Q: Mengenai program capacity building, apa yang akan dilakukan SEAMEO
CECCEP dalam menjalankan program ini?
A: Program ini bertujuan untuk meningkatkan kapasitas para guru ECCE
mengingat sampai saat ini kualitas guru-guru ECCE—di Indonesia khususnya—
bisa dikatakan belum terjamin karena banyak yang hanya lulusan SMA.
Q: Lalu, bagaimana implementasi dari program ini?
A: Saat ini kami memiliki 13 model pembelajaran untuk guru ECCE. Nantinya
model pembelajaran tersebut akan dikembangkan menjadi bahan pembelajaran
untuk melatih guru-guru ECCE di Kawasan Asia Tenggara setelah dilakukan
penerjemahan ke dalam bahasa Inggris. Akan ada juga online training untuk
sekolah-sekolah di semua negara anggota SEAMEO.
Q: Berarti sampai saat ini prosesnya masih dalam tahap administratif, ya, Pak?
A: Ya, betul.
Q: Mengenai advocacy and partnership, pada 1 Desember 2018 ini, SEAMEO
CECCEP juga akan melakukan MoU dengan Asia-Pasific Regional Network for
Early Childhood (ARNEC), Politechnic University of Philippine, dan Aide et
Action Internasional.
Q: Seperti halnya pusat kajian SEAMEO lainnya yang setiap tahun membuat
annual report, apakah SEAMEO CECCEP juga sejak pendiriannya bulan Juli
tahun 2017 lalu telah membuat annual report?
xxxii
A: Kami belum memiliki annual report karena baru melakukan Governing Board
Meeting September 2018 kemarin. Pembuatan annual report baru dimulai setelah
melakukan Governing Board Meeting.
Q: Bagaimana keterkaitan antara SEAMEO dengan ASEAN?
A: Keduanya sama-sama merupakan organisasi regional di Kawasan Asia
Tenggara hanya saja fokus bidangnya berbeda. Kalau ASEAN berfokus pada
bidang politik, ekonomi, kebudayaan dan keamanan sedangkan SEAMEO hanya
berfokus pada bidang pendidikan.
Q: Adakah kerjasama yang dilakukan antara kedua organisasi regional tersebut?
A: Bisa dikatakan tidak ada karena ASEAN cenderung eksklusif.
Q: Apakah upaya-upaya yang dilakukan SEAMEO ini dengan 7 Priority Areas–
nya sejalan dengan SDGs?
A: Memang ada beberapa area prioritas SEAMEO yang sama dengan SDGs
mengingat SDGs ini merupakan agenda global PBB tetapi bukan berarti program-
program SEAMEO mengikuti SDGs sepenuhnya.