UPAYA MENSEJAHTERAKAN RAKYAT MELALUI …eprints.ulm.ac.id/297/1/JURNAL MAHYUNI .pdf · “Deklarasi...

32
UPAYA MENSEJAHTERAKAN RAKYAT MELALUI PEMBENTUKAN PERATURAN DI BIDANG AGRARIA Mahyuni ABSTRAK Titik awal untuk mensejahterakan rakyat sudah dicanangkan bangsa ini pada tanggal 17 Agustus 1945. Perwujudan kearah itu telah pula dilakukan pemimpin bangsa pada setiap era pemerintahan yang dipimpinnya, meskipun mengalami pasang surut karena berbagai kendala. Peranan pimpinan eksekutif diberbagai lini pemerintahan dari pusat sampai daerah sangat besar di dalam mewujudkan kesejahteraan rakyat baik dalam pembentukan peraturan, khususnya yang berkaitan dengan agraria, lebih-lebih lagi dalam implementasi kebijakan atas peraturan itu sendiri. Indonesia yang susunan masyarakatnya termasuk perekonomiaannya, masih bercorak agraris, demikian pula kehidupan masyarakatmya yang sebagian besar masih menggantungkan diri dari sektor agraris, maka upaya mensejahterakan rakyat melalui regulasi bidang agraria adalah salah satu jawabannya. Langkah konkrit diawali dengan dikeluarkannya Undang Undang Nomor 5 Tahun 1960 Tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria yang lebih popular dengan sebutan UUPA.Undang- undang tersebut telah ditindaklanjuti pula dengan lahirnya berbagai peraturan perundang-undang bidang agraria baik masa pemerintahan Orde Lama, Orde Baru, dan Era Reformasi. Sebenarnya upaya menseja hterakan rakyat, khususnya melalui pembentukan peraturan di bidang agraria merupakan pengewantahan dari amanat Pembukaan Undang Undang Dasar 1945 alinea ke empat.Pemimpin di era apapun mutlak melanjtukan upaya mensejahterakan rakyat yang telah dirintis oleh pendahulunya sesuai dengan posisinya masing-masing. Seiring dengan pergantian rezim, dan hadirnya era reformasi, kebijakan pemerintahan Orde Baru dalam menerapkan aturan bidang pertanahan dievaluasi dan direvisi.Apapun hasilnya, penilaian suatu pemerintahan haruslah dilakukan secara komprehensif dan obyektif.Ternyata tidak semua aturan bidang agraria dan kebijakan yang dijalankan pemerintahan sebelumnya itu jelek.Kinidimasa pasca reformasi telah dirumuskan asas-asas pembaruan produk hukum bidang agraria dan sumber daya alam, serta arah kebijakan pembaruan agraria dan sumber daya alam di dalam KETETAPAN MPR RI Nomor IX/MPR/2001 Tentang Pembaruan Agraria dan Pengelolaan Sumber Daya Alam. Ketetapan MPR tersebut merupakan pedomanbagi eksekutif dan legislatif jika hendak melakukan pembaruan produk hukum bidang agraria dan sumber daya alam.. Di dalam tulisan ini dibahas produk hukum bidang agraria yang berpihak pada upaya mensejahterakan rakyat yang terbagi dalam 3 masa: 1. Masa di akhir kekuasaan pemerintahan Orde Baru, 2. Masa di awal reformasi 1998, dan 3. Masa Pasca lahirnya Ketetapan MPR RI Nomor IX/MPR/2001.

Transcript of UPAYA MENSEJAHTERAKAN RAKYAT MELALUI …eprints.ulm.ac.id/297/1/JURNAL MAHYUNI .pdf · “Deklarasi...

Page 1: UPAYA MENSEJAHTERAKAN RAKYAT MELALUI …eprints.ulm.ac.id/297/1/JURNAL MAHYUNI .pdf · “Deklarasi Kemerdekaan. ... dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan ... Republik

UPAYA MENSEJAHTERAKAN RAKYAT MELALUI PEMBENTUKAN

PERATURAN DI BIDANG AGRARIA

Mahyuni

ABSTRAK

Titik awal untuk mensejahterakan rakyat sudah dicanangkan bangsa ini pada tanggal 17 Agustus

1945. Perwujudan kearah itu telah pula dilakukan pemimpin bangsa pada setiap era

pemerintahan yang dipimpinnya, meskipun mengalami pasang surut karena berbagai kendala.

Peranan pimpinan eksekutif diberbagai lini pemerintahan dari pusat sampai daerah sangat besar

di dalam mewujudkan kesejahteraan rakyat baik dalam pembentukan peraturan, khususnya yang

berkaitan dengan agraria, lebih-lebih lagi dalam implementasi kebijakan atas peraturan itu

sendiri.

Indonesia yang susunan masyarakatnya termasuk perekonomiaannya, masih bercorak agraris,

demikian pula kehidupan masyarakatmya yang sebagian besar masih menggantungkan diri dari

sektor agraris, maka upaya mensejahterakan rakyat melalui regulasi bidang agraria adalah salah

satu jawabannya.

Langkah konkrit diawali dengan dikeluarkannya Undang Undang Nomor 5 Tahun 1960 Tentang

Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria yang lebih popular dengan sebutan UUPA.Undang-

undang tersebut telah ditindaklanjuti pula dengan lahirnya berbagai peraturan perundang-undang

bidang agraria baik masa pemerintahan Orde Lama, Orde Baru, dan Era Reformasi. Sebenarnya

upaya menseja hterakan rakyat, khususnya melalui pembentukan peraturan di bidang agraria

merupakan pengewantahan dari amanat Pembukaan Undang Undang Dasar 1945 alinea ke

empat.Pemimpin di era apapun mutlak melanjtukan upaya mensejahterakan rakyat yang telah

dirintis oleh pendahulunya sesuai dengan posisinya masing-masing.

Seiring dengan pergantian rezim, dan hadirnya era reformasi, kebijakan pemerintahan Orde Baru

dalam menerapkan aturan bidang pertanahan dievaluasi dan direvisi.Apapun hasilnya, penilaian

suatu pemerintahan haruslah dilakukan secara komprehensif dan obyektif.Ternyata tidak semua

aturan bidang agraria dan kebijakan yang dijalankan pemerintahan sebelumnya itu

jelek.Kinidimasa pasca reformasi telah dirumuskan asas-asas pembaruan produk hukum bidang

agraria dan sumber daya alam, serta arah kebijakan pembaruan agraria dan sumber daya alam di

dalam KETETAPAN MPR RI Nomor IX/MPR/2001 Tentang Pembaruan Agraria dan

Pengelolaan Sumber Daya Alam. Ketetapan MPR tersebut merupakan “pedoman”bagi

eksekutif dan legislatif jika hendak melakukan pembaruan produk hukum bidang agraria dan

sumber daya alam..

Di dalam tulisan ini dibahas produk hukum bidang agraria yang berpihak pada upaya

mensejahterakan rakyat yang terbagi dalam 3 masa: 1. Masa di akhir kekuasaan pemerintahan

Orde Baru, 2. Masa di awal reformasi 1998, dan 3. Masa Pasca lahirnya Ketetapan MPR RI

Nomor IX/MPR/2001.

Page 2: UPAYA MENSEJAHTERAKAN RAKYAT MELALUI …eprints.ulm.ac.id/297/1/JURNAL MAHYUNI .pdf · “Deklarasi Kemerdekaan. ... dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan ... Republik

PENDAHULUAN

Titik awal untuk mewujudkan kesejahteraan rakyat sudah dicanangkan oleh para“The

Founding Fahter” bangsa Indonesia secara Politik tanggal 17 Agustus 1945 dalam bentuk

“Deklarasi Kemerdekaan. Secara Juridis pada tanggal 18 Agustus 1945.Tujuan dibentuknya

Negara Indonesia tercantum di dalam alinea ke 4 Preambule Undang Undang Dasar 1945, yang

selengkapnya berbunyi:”Kemudian dari pada itu untuk membentuk suatu pemerintah Negara

Indonesia yang melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk

memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan

ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan social, maka

disusunlah kemerdekaan itu dalam suatu Undang Undang Dasar Negara Indonesia yang

terbentuk dalam suatu susunan Negara Republik Indonesia yang berkedaulatan rakyat dengan

berdasarkan kepada . . . . . . . . . dan seterusnya“.

Guna mewujudkan maksud sebagaimana tersebut pada alinea 4 Pembukaan Undang

Undang Dasar 1945, selanjutnya para pendahulu kita mengamanatkan kembali pada Konstitusi

Negara, yaitu Pasal 33 ayat (3) Undang Dasar 1945 yang berbunyi:

“Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh Negara dan

dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat”

Sebenarnya momentum pertama upaya mewujudkan kesejahteraan rakyat melalui

pembentukan aturan adalah keluarnya undang Undang no. 5 Tahun 1960 Tentang Peraturan

Dasar Pokok-pokok Agraria yang lebih popular dengan sebutan UUPA, hanya saja dalam

perjalanannya UUPA oleh Pemerintah Orde Baru, khususnya dalam “action”nya mulai

meninggalkan keberpihakan kepada masyarakat kecil, kelompok terbesar dari penduduk negeri

Page 3: UPAYA MENSEJAHTERAKAN RAKYAT MELALUI …eprints.ulm.ac.id/297/1/JURNAL MAHYUNI .pdf · “Deklarasi Kemerdekaan. ... dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan ... Republik

ini. Sementara banyak kalangan berpendapat di era 1960, saat terbentuknya UUPA adalah

prestesi besar bangsa Indonesia karena telah berhasil “mendobrak”tatanan hukumagraria

peninggalan Pemerintah Kolonial.

Setelah tumbangnya rezim Orde Baru, hakikat UUPA itu secara perlahan dikembalikan

kepada maksud dan tujuannya semula, yang pada intinya sector keagrariaan (pertanahan)

merupakan salah satu sector yang turut menyumbang terwujudnya masyarakat Indonesia yang

sejahtera, adil dan makmur.1

Tentu saja sektor-sektor lain dalam rangka mewujudkan kesejahteraan sosial juga harus

pula berjalan seperti sektor pendidikan, kesehatan dan tidak lepas pula sektor perekonomian serta

sektor-sector lainnya.Menurut penulis sektoragrarian merupakan issue sentral, mengingat dari

sember agrarialah kebutuhan pokok bangsa ini, khususnya pangan.

Undang-Undang No. 5 Tahun 1960 Tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria

(UUPA), yang sejak awal berciri populis sebagaimana tampak dalam prinsip-prinsip dasarnya,

dalam perjalanan waktu mengalami berbagai tantangan seiring dengan pergeseran kebijakan

pertanahan yang terwujud dalam berbagai peraturan pelaksanaan terkait karena berbagai

pertimbangan dan hambatan.2Sejalan dengan era pergantian pemerintahan, pemerintah

selanjutnya sadar dan akan meneruskan kembali misi untuk mensejahterakan masyarakat banyak

yang diemban oleh UUPA itu sendiri.Pemimpin dan bangsa ini telah menyadari nya bahwa

koreksi dan pembenahan atas produk perundang-undangan bidang pertanahan mutlak harus

1Dalam Konsiderans UU No. 5 Tahun 1960 disebutkan : “bahwa di dalam Negara Republik Indonesia yang susunan

kehidupan rakyatnya, termasuk perekonomiannya , terutama masih bercorak agraris, bumi, air dan ruang angkasa sebagai karunia

Tuhan Yang Maha Esa mempunya fungsi yang amat penting dalam membangun mansyarakat yang adil dan makmur.

2Maria SW Sumardjono, 2009, Tanah Dalam Perspektif Ekonomi Sosial dan Budaya, Jakarta Penerbit Buku Kompas,

hlm. 36.

Page 4: UPAYA MENSEJAHTERAKAN RAKYAT MELALUI …eprints.ulm.ac.id/297/1/JURNAL MAHYUNI .pdf · “Deklarasi Kemerdekaan. ... dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan ... Republik

segera dilaksanakan.Langkah konkrit yang diambil adalah diawali oleh lembaga Tinggi Negara

Majelis Permusyawaratan Rakyat (di era Orde Baru Lembaga Tetinggi Negara), yaitu dengan

dikeluarkannya Ketetapan MPR RI No.IX Tahun 2001 Tentang Pembaruan Agraria dan

Pengelolaan Sumber Daya Alam.

Lembaga Permusyswaratan Rakyat berpendapat bahwa untuk menetapkan arah dan dasar

pembangunan nasional yang dapat menjawab berbagai persoalan kemiskinan, ketimpangan dan

ketidakadilansosial ekonomi rakyat, maka pembentukan produk hukum dan perundang-undangan

bidang agraria yang berpihak kepada rakyat banyak harus segera dilakukan agar kesejahteraan

masyarakat dapat terwujud.

Dalam TAP MPR RI No. IX/MPR/2001 telah dimasukkan beberapa asas, diataranya :

mensejahterakan rakyat, terutama melalui peningkatan sumber daya manusia, mewujudkan

keadilan, termasuk kesetaraan jender dalam penguasaan, pemilikan, penggunaan, pemanfaatan,

pemeliharaan sumber daya agrarian/sumber daya alam.3Masalah yang berhubungan dengan

penguasaan, pemilikan, penggunaan dan pemanfaatan tanah ternyata sangat krusial sekali di

dalam masyarakat kita.Hal ini terjadi karena arah kebijakan pembanguan di bidang agrarian di

era pemerintahan Orde Baru tidak banyak berpihak kepada upaya untuk mensejahterakan rakyat.

Oleh karena itu di dalam Pasal 5 ayat (1) TAP MPR RI No. IX/MPR/2001 telah

dirumuskan Arah Kebijakan Pembaruan Agraria sebagai berikut:

a. melakukan pengkajian ulang terhadap berbagai peraturan perundang-undangan yang

berkaitan dengan agraria dalam rangka sinkronisasi kebijakan antar sektor demi

3Dalam salah satu konsiderans TAP MPR RI No. IX/MPR/2001 disebutkan :“bahwa pengelolaan sumber daya

agrarian/sumber daya alam selama ini telah menimbulkan penurunan kualitas lingkungan, ketimpangan struktur penguasaan,

pemilikan , penggunaan dan pemanfaatannya, serta menimbuilkan berbagai konflik.

Page 5: UPAYA MENSEJAHTERAKAN RAKYAT MELALUI …eprints.ulm.ac.id/297/1/JURNAL MAHYUNI .pdf · “Deklarasi Kemerdekaan. ... dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan ... Republik

terwujudnya peraturan perundang-undangan yang didasarakn pada ptrinsip-prinsip

sebagaimana dimaksud Pasal 4 Ketetapan ini;

b. melakukan penataan kembali penguasaan, pemilikan, penggunaan dan pemanfaatan

tanah(landreform) yang berkeadilan dengan memperhatikan pemilikan tanah untuk

rakyat;

c. menyelenggaraan pendataan ertanahan melalui inventarisasi dan registrasi penguasaan,

pemilikan penggunaan dan pemanfaatan tanah secara komprehensif dan sistematis

dalam rangka pelaksanaan landreform;

d. menyelesaikan konflik-konflik yang berkenaan dengan sumberdaya agraria yang

timbul selama ini sekaligus dapat mengantisipasi potensi konflik dimasa datang guna

menjamin terlaksananya penegakan hukum dengan didasarkan atas prinsip-prinsip

sebagaimana dimaksud Pasal 4 Ketetapan ini; dan

e. memperkuat kelembagaan dan kewenangannya dalam rangka mengemban pelasanaan

pembaruan agrarian dan menyelesaikan konflik-konflik sumberdaya agraria yang

terjadi.

Diantara 5 arah kebijakan pembaruan agraria sebagaimana diuraikan diatas, penulis akan

menyoroti salah satu dari arah kebijakan dimaksud, yaitu menyangkut akan dilakukannya

pengkajian ulang terhadap berbagai peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan

agraria dalam rangka sinkronisasi kebijakan antar sektor demi terwujudnya peraturan perundang-

undangan yang didasaran pada asas-asas sebagaimana tercantum dalam Pasal 4 TAP MPR RI

No.IX/MPR/2001.

Dilakukannya pengkajian ulang terhadap produk peraturan perundang-undangan yang

berkaitan dengan agraria oleh Pemerintah di era “Reformasi” dan pemerintahan yang

meneruskan reformasi, penulis berpendapat bahwa tidak semua produk peraturan perundang-

undangan pemerintahan sebelumnya dirombak total oleh pemerintahan kedepan. Rekomendasi

terhadap pengkajian ulang atas peraturan perundang-undangan bidang agraria dapat berupa:

1. Perubahan atas satu atau beberapa hal saja;

2. Mempertahankan peraturan yang ada; dan

3. Mengganti seluruhnya.

Page 6: UPAYA MENSEJAHTERAKAN RAKYAT MELALUI …eprints.ulm.ac.id/297/1/JURNAL MAHYUNI .pdf · “Deklarasi Kemerdekaan. ... dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan ... Republik

Intinya adalah adalah kalau peraturan lama substansinya tidak pro kesejahteraan rakyat

maka diganti seluruhnya, bila sebagian saja direvisi, dan bila baik dan sesuai saja dengan misi

perbaikan kehidupan rakyat maka peraturan dimaksud justru tetap dipertahankan.

Secara substansial produk perundangundangan bidang agraria yang berpihak kepada

kehidupan masyarakat marginal berdasarkan masanya, penulis mebaginya menjadi 3 masa, yaitu:

1. Masa di akhir kekuasaan pemerintahan Orde Baru;

2. Masa di awal reformasi 1998; dan

3. Masa pasca lahirnya TAP MPR RI No. IX/MPR/2001.

Perlu kiranya dicatat disini bahwa produk perundang-undangan agraria dimasa Orde Baru

yang berpihak kepada masyarakat menengah kebawah tidaklah nol sama sekali. Diakui memang

ada regulasi bidang pertanahan yang baik dan berpihak kepada masyarakat kecil, akan tetapi

dalam implementasi kebijakan lebih banyak menyentuh pihak kalangan menengah keatas dan

para pemodal.

PEMBAHASAN

Berikut penulis akan membahas produk-produk hukum apa saja yang lebih

menguntungkan rakyat dan berorientasi pada kesejahteraan dan kemasylahatan rakyat banyak.

Sebagaimana telah telah disitir sebelumnya bahwa produk hukum dimaksud ada pada masa

akhir pemerintahan Orde Baru, masa awal reformasi 1998, dan pasca lahirnya ketetapan MPR RI

Nomoe IX/MPR/2001.

1. Masa Di Akhir Pemerintahan Orde Baru

Dimasa akhir Pemerintahan Orde Baru ada 2 produk hukum pertanahan yang diterbutkan,

yaitu:

Page 7: UPAYA MENSEJAHTERAKAN RAKYAT MELALUI …eprints.ulm.ac.id/297/1/JURNAL MAHYUNI .pdf · “Deklarasi Kemerdekaan. ... dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan ... Republik

1. PeraturanPemerintah Nomor 24 Tahun 1997 Tentang pendaftaran Tanah

Peraturan pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 Tentang pendaftaran Tanah menurut

penulis merupakan salah satu produk peraturan pertanahan yang diharapkan oleh

semua rakyat Indonesia.Peraturan sebelumnya (PP No.10 Tahun 1961) sudah berlaku

selama 36 tahun. Pertimbangan juridis atas digantinya peraturan pemerintah yang

lama adalah bahwa Peraturan pemerintah Nomor 10 Tahun 1961 kurang dapat

memberikan jaminan dan kepastian hukum kepada pemegangnya, karena menganut

sistem pendaftaran negatif mutlak. Alasan lain adalah peraturan sebelumnya kurang

mendukung percepatan pembangunan nasional yang volumenya semakin besar dan

kompleks.4

Peningkatan pembangunan nasional yang berkelanjutan sangat mengharapkan

adanya kepastian hukum. Pasal 19 Undang Undang Nomor 5 Tahun 1960 Tentang

Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria mengamanatkan bahwa untuk jaminan

kepastian hukum oleh Pemerintah diadakan Pendaftaran Tanah. Di dalam Peraturan

Pemerintah Nomo 24 Tahun 1997 Tentang Pendaftaran Tanah yang memuat asas

sederhana, aman, terjangkau, mutakhir dan terbuka lebih dikedepankan. Pencapaian

legislasi aset tanah masyarakat dan tanah pemerintah merupakan Program Strategis

Pertanahan oleh Pemerintah untuk memberikan dan mencapai keadilan serta

kesejahteraan rakyat.

4PP No. 24 Tahun 1997 dalam konsiderans hurup a menyebutkan; “bahwa Pembangunan Nasional yang berkelanjutan

memerlukan dukungan jaminan kepastian hukum bidang pertanahan”. Selanjutnya dalam konsiderans hurup c disebutkan:

“PP No. 10 Tahun 1961 Tentang pendaftaran Tanah dipandang tidak dapat lagi sepenuhnya mendukung tercapainya hasil yang

lebih nyata pada Pembangunan Nasional, sehingga perlu dilakukan penyempurnaan.’

Page 8: UPAYA MENSEJAHTERAKAN RAKYAT MELALUI …eprints.ulm.ac.id/297/1/JURNAL MAHYUNI .pdf · “Deklarasi Kemerdekaan. ... dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan ... Republik

Semenjak terbentuknya Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1961 sampai

dengan diterbitkannya Peraturan pemerintah yang baru Tentang Pendaftaran Tanah ,

target pendaftaran tanah dari program yang dicanangkan hanya mencapai 37 % saja.

Bila dibandingkan dengan masa 36 tahun Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun

1961 tersebut diberlakukan, maka capaian angka 37 % tersebut dirasa sangat kecil,

ini berarti Peraturan Pemerintah dimaksud pelaksanaannya perlu ditinjau ulang,

hingga pemerintah pada akhirnya berkesimpulan bahwa diatara penyebabnya adalah

substansi peraturan itu sendiri yang tidak mendukung sehingga harus diperbaharui.

Ada beberapa perbedaan yang terdapat antara Peraturan Pemerintah Nomor 24

Tahun 1997 dengan Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1961, yaitu:

1. Pendaftaran tanah secara sistematik;

Di dalam Peraturan pemerintah yang lama hal ini memang ada, tetapi tidak terlalu

dipacu dengan berbagasi regulasi dan kebijakan dalam implementasi program.

2. Pendaftaran tanah secara sporadik;

Di dalam Peraturan pemerintah yang lama hal ini juga ada, akan tetapi sosialisasi

dan motivasi kepada masyarakat baik secara individu maupun kelompok untuk

mendaftarkan tanahnya secara sukarela sangat kurang dilakukan oleh pemerintah.

Kesiapan dari institusi pertanahandari pusat hingga daerah juga tidak

terkoordinasi dengan baik, disamping mental dari sebagaian aparat pelaksana

yang kurang mendukung.

3. Adanya percepatan waktu dalam proses pendaftaran tanah, dan biaya yang cukup

terjangkau. Sedangkan dalam Peraturan Pemedrintah Nomo 10 Tahun 1961,

Page 9: UPAYA MENSEJAHTERAKAN RAKYAT MELALUI …eprints.ulm.ac.id/297/1/JURNAL MAHYUNI .pdf · “Deklarasi Kemerdekaan. ... dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan ... Republik

tenggat waktunya lebih lama, dan biaya dirasa masih cukup tinggi, di samping

tidak ada transparansi dari instansi pendaftaran tanah itu sendiri.

4. Tenggang waktu pengajuan keberatan atas tanah yang sudah terdaftar untuk

pertama kali;

Di dalam Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1961, hal ini tadak diatur.

Pihak yangmerasa keberatan atas diberikannya hak atas tanah kepada pemegang hak

diberikan kesempatan untuk mengajukan tuntutan kepada pemegang hak itu sendiri,

atau kepada instansi yang memberikan hak itu, atau kepada pengadilan dalam

tenggang waktu 5 tahun terhitung suatu hak diberikan.Cara inilah yang oleh para ahli

dan pengamat hukum agraria dinamakan “sistem pendaftaran tanah negatif yang

berkecendrungan positif.”Dalam peraturan pendaftaran tanah sebelumnya halsama

sekali tidak diatur.

Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1961 menganut “sistem pendaftaran

tanah negatir (negatif murni).Dengan diberlakukannya Peraturan Pemerintah yang

baru (PP No. 24 Tahun 1997),diwacanakan segala kekurangan yangada pada

Peraturan Pemerintah yang lama (PP No. 10 Tahun 1961) sebagaimana diutarakan di

atas dapat dihilangkan dan peningkatan pembangunan nasional yang

berkelanjutanberjalan lancer, sehingga berdampak positif terhadap peningkatan

kesejahteraan rakyat.

Menurut Effendi Perangin, funsi dari pendaftaran tanah itu sendiri adalah untuk

memperoleh alat pembuktian yang kuat tentang sahnya perbuatan hukum mengenai

Page 10: UPAYA MENSEJAHTERAKAN RAKYAT MELALUI …eprints.ulm.ac.id/297/1/JURNAL MAHYUNI .pdf · “Deklarasi Kemerdekaan. ... dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan ... Republik

tanah.5 Hal positif Yang dirasakan dengan sstem pendaftaran tanah yang dianut oleh

Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997, yaitu Sistem pendaftaran Tanah Negatif

Yang Berkecendrungan Positif adalah adalah bahwa baik pihak yang merasa

dirugikan dengan terdaftarnya hak atas tanah bagi pemegang hak diberi kesempatan

untuk mengajukan tuntutan keberatan. Sebaliknya bagi pemegang hak atas tanah juga

ada jaminan kepastian hukum manakala masa menuntut telah terlampaui (5 tahun).

Hal ini berarti pemegang hak tidak terbebani oleh tuntutan hak dari seseorang dimasa

yang akandating. Berbeda dengan Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1961,

pemegang hak dapat saja dituntut kapan saja tanpa batas waktu meskipun ia memiliki

dan menguasai tanah selama puluhan tahun.

2. Peraturan Pemerintah Nomor 36 Tahun 1998 Tentang Penertiban dan

Pendayagunaan Tanah Terlantar

Peraturan Pemerintah Nomor 36 Tahun 1998 Tentang Penertiban dan

Pendayagunaan Tanah Terlantar ditanda-tangani dan diberlakukan pada tanggal 5 Maret

1998 oleh Presiden Soeharto, 50 hari sebelum beliau menyerahkan kekuasaan kepada

wakilnya BJ Habibie.Nampaknya pemerintah menyadari bahwa pemberian hak atas tanah

dimasa lalu kepada perorangan, dan badan hukum, kiranya perlu ditinjau ulang dan

dibenahi.Alasannya adalah bahwa tanah yang diberikan tidak digunakan oleh pemegang

hak sesuai dengan peruntukkan, sifat dan tujuannya, mengingat semua hak atas tanah

mempunyai fungsi social.Tidak dimanfaatkannya tanah sesuai dengan peruntukkannya

adalah bertentangan dengan Undang Undang Nomor 5 Tahun 1960. Pengertian Tanah

Terlanter terdapat pada penjelasan Pasal 27 Undang Undang Nomor 5 Tahun 1960, yaitu

5Effendi Perangin, 1989, Hukum Agraria di Indonesia (Suatu Telaah Dari Sudut Pandang Praktisi

Hukum),Penerbit CV. Rajawali, Jakarta, hlm. 96.

Page 11: UPAYA MENSEJAHTERAKAN RAKYAT MELALUI …eprints.ulm.ac.id/297/1/JURNAL MAHYUNI .pdf · “Deklarasi Kemerdekaan. ... dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan ... Republik

“tanah diterlantarkan kalau disengaja tidak dipergunakan sesuai dengan keadaan atau

sifat dan tujuan daripada haknya.”6

Di dalam pilosofi hidup bangsa Inonesia, tanah merupakan suatu karunia Tuhan

Yang Maha Esa, sehingga, sehingga wujud mensyukurinya adalah dengan cara

mengusahakan dan memanfaatkan tanah itu sebesar-besarnya untuk kemakmuran dan

kesejahteraan bersama. Bangsa Indonesia yakin dengan sepenuhnya, bahwa dari tanah

dapat diwujudkan kesejahteraan.Tujuan Penertiban Tanah Terlantar adalah untuk

mewujudkan kehidupan yang lebih berkeadilan, menjamin keberlanjutan sistem

kemasyarakatan dan kebangsaan Indonesia, serta memperkuat harmoni sosial. Selain itu

optimalisasi penguasaan, penggunaan dan pemanfaatan semua tanah diwilayah Indonesia

diperlukan untuk meningkatkan kualitas lingkungan hidup, mengurangi kemiskinan dan

menciptakan lapangan kerja, serta untuk menciptakan ketahanan pangan danenergy.7

Di dalam perjalanan waktu Peraturan pemerintah Nomor 36 Tahun 1998 Tentang

Penertiban dan Pendayagunaan Tanah Terlantar setelah berjalannya waktu pada tahun

2010 dicabut dengan Peraturan Pemerintah Nomor 11 Tahun 2010 Tentang Peenertiban

dan Pendayagunaan Tanah. Terlantar.Alasan dari pencabutannya adalah karena dianggap

tidak efektif.Terhadap pencabutan ini penulis tetap memberikan apresiasi, karena diakhir

kekuasaannya pemerintahan Orde Baru masih sempat memikirkan perbaikan

kesejahteraan rakyat.

6 Pasal 10 ayat (1) UU No. 5 Tahun1960 menyatakan bahwa: “Setiap orang atau badan hukum yang

mempunyai suatu hakatas tanah pertanian pada azasnya diwajibkan mengerjakan atau mengusahakannya sendiri

secara aktif, dengan mencegah cara-cara pemerasan. 77BPN RI-Pusat Hukum dan Hubungan Masyarakat-SJDI Hukum, 2011, Penertiban dan Pendayagunaan

Tanah Terlantar, Hal. 6.

Page 12: UPAYA MENSEJAHTERAKAN RAKYAT MELALUI …eprints.ulm.ac.id/297/1/JURNAL MAHYUNI .pdf · “Deklarasi Kemerdekaan. ... dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan ... Republik

3. Masa Awal Reformasi 1998

Masa Awal reformasi 1998 yang penulis maksudkan disini adalah masa

terjadinya atau masa dikeluarkannya peraturan agrarian pada pertengahan 1998 sampai

November 2001 yaitu saat dikeluarkannya TAP MPR RI No. IX/MPR/2001.Nampaknya

pada masa ini tidak banyak produk peraturan pertanahan yang dikeluarkan oleh

Pemerintah baik berupa Undang Undang, Peraturan pemerintah, Instruksi Presiden,

ataupun Peraturan menteri Agraria/Kepala BPN. Nampaknya karena hiruk pikuk politik

dalam negeri yang belum kondusip,sehingga para penyelenggara negara belum dapat

bekerja secara optimal.

Dalam pengamatan penulis ada 2 buah peraturan, yaitu Peraturan Menteri Negara

Agraria/Kepala BPN Nomor.5 Tahun 1999 Tentang Pedoman Penyelesaian Masalah Hak

Ulayat Masyarakat Hukum Adat dan Undang Undang Nomor 41 Tahun 1999 Tentang

Kehutanan. Berikut diuraikan masing-masing peraturan perundang-undang dimaksud:

1. Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 5

Tahun 1999 Tentang Pedoman Penyelesaian Masalah Hak Ulayat Masyarakat

Hukum Adat.

Peraturan ini dikeluarkanpada tanggal 24 Juni 1999, saat Menteri Negara

Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional dijabat oleh Hasan Basri Durin.Peraturan

ini lahir mengingat dimasa itu diberbagai daerah timbul berbagai masalah yang

berkaitan dengan hak ulayat.Untuk itulah kiranya pemerintah merasa perlu untuk

mengeluarkan aturan yang dapat dijadikan sebagai acuan/pegangan di dalam

menyelesaikan permasalahan yang berhubungan dengan hak ulayat/tanah ulayat.

Page 13: UPAYA MENSEJAHTERAKAN RAKYAT MELALUI …eprints.ulm.ac.id/297/1/JURNAL MAHYUNI .pdf · “Deklarasi Kemerdekaan. ... dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan ... Republik

Menurut penulis, peraturan ini merupakan peraturan bidang pertanahan yang

berpihak kepada masyarakat, khususnya masyarakat hukum adat.Sebelumnya

penyelesaian hak ulayat masyarakat hukum adat tidak ada pedomannya, jadi tidak ada

norma baku yang dapat dijadikan acuan manakala pemerintah hendak menyelesaikan

masalah hak ulayat/tanah ulayat. Dampak dari tidak adanya pedoman sebagai acuan

adalah terkatung-katungnya proses penyelesaian, lamanya waktu penyelesaian, dan

bahkan masalah hak ulayat/tanah ulayat dibiarkan begitu saja tanpa

penyelesaian.Pembentukan peraturan ini merupakan implementasi dari konstitusi

Negara dan UUPA itu sendiri.8

2. Undang Undang Nomor 41 Tahun 1999 Tentang Kehutanan

Undang Undang No. 41 Tahun 1999 Tentang Kehutanan disahkan oleh Presiden BJ

Habibie pada tanggal 30 September 1999 dan diundangkan oleh Menteri Negara

Sekretaris Negara pada tanggal yang sama dengan tanggal pengesahannya.Menurut

Pasal 1 ayat (1) Undang Undang Nomor 5 Tahun 1960, seluruh bumi, air dan ruang

angkasa, termasuk kekayaan alamyang terkandung di dalamnya dalam wilayah

Republik Indonesia sebagai karunia Tuhan Yang Maha Esa adalah bumi, air dan ruang

angkasa bangsa Indonesia dan merupakan kekayaan nasional. Dalam ayat (4) nya

disebutkan pula bahwa: “Dalam pengertian bumi termasuk pula tubuh bumi,

8Hal ini disebutkan dalampertimbangan Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala BPN No. 5

Tahun 1999 hurup b: “Bahwa dalam kenyetaannya pada waktu ini banyak daerah masih terdapat tanah-

tanah dalam lingkungan masyarakat hukum adat yang pengurusan, penguasaan, penggunaannya didasarkan

pada ketentuan hukum adat setempat dan diakui oleh para warga masyarakat hukum adar yang

bersangkutan sebagai tanah ulayatnya.

Page 14: UPAYA MENSEJAHTERAKAN RAKYAT MELALUI …eprints.ulm.ac.id/297/1/JURNAL MAHYUNI .pdf · “Deklarasi Kemerdekaan. ... dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan ... Republik

dibawahnya serta yang berada dibawah air. Jadi pengertian agrarian dalam arti luas

termasuk juga sektor kehutanan karena obyek hutan berada berada dipermukaan bumi

(tanah).

Hal yang patut diperhatikan adalah bahwa asas pengelolaan sumber kehutanan di

dalam Undang Undang Nomor 41 Tahun 1999 adalah asas manfaat, lestari, kerakyatan

, keadilan, kebersamaan, keterbukaan dan keterpaduan.

Undang Undang Nomor 41 Tahun 1999 Tentang Kehutaan tidak lepas pula

kritik karena dianggap masih berpihak kepada pemodal, akan tetapi penulis melihatnya

dari dua sisi;

1. Kelahiran Undang Undang Kehutanan di awal reformasi (masa transisi);

2. Beberapa pasal dalam undang-undang tersebut ada mengatur dan melindungi hak

masyarakat hukum adat.

Penulis berpendapat dikeluarkannya undang-undang dimasa transisi berarti

substansi undang- undang (kehutanan) disorot dan diamati oleh banyak kalangan, jadi

meskipun Undang Undang Nomor 41 Tahun 1999 tidak lepas dari kritik terhadap

isinya, namun undang-undang tersebut tentu lebih baikdari Undang Undang Nomor 5

Tahun 1967 Tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Kehutanan (LN Tahun 1967 No. 8).

Selanjutnya apabila dihubungkan dengan pasal-pasal yang mengatur dan

melindungi hak masyarakat hukum adat, penulis berpendapat ketentuan dalam pasal-

pasal tersebut implementasinya akan berpengaruh positif terhadap kesejahteraan

rakyat. Tujuan untuktercapainya keadilan sosial dapat dijabarkan melalui beberapa

aspek.Misalnya peran tanah sebagai dasar untuk memperoleh pekerjaan dan

Page 15: UPAYA MENSEJAHTERAKAN RAKYAT MELALUI …eprints.ulm.ac.id/297/1/JURNAL MAHYUNI .pdf · “Deklarasi Kemerdekaan. ... dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan ... Republik

pendapatan, identifikasi terhadap pihak-pihak yang diragukan dalambeberapa konflik

kepentingan, serta sikap terhadap tanah-tanah masyarakat hukum adat.9

Berikut penulis akan mengemukakan pasal-pasal di dalam Undang Undang Nomo 41 Tahun

1999 Tentang Kehutanan yang mengatur dan melindungi hak masyarakat hukum adat:

1. Pasal 1 ayat (6):”Hutan adat adalah hutan Negara yang berada dalam wilayah

masyarakat hukumadat’

2. Pasal 4 ayat (1): “Semua hutan di dalam wilayah Republik Indonesia termasuk

kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh Negara untuk sebesar-

besarnya kemakmuran rakyat”(3): “Penguasaan hutan oleh Negara tetap

memperhatikan hak masyarakat hukum adat, sepenjang kenyataannya masih ada

dan diakui keberadaannya, serta tidak bertentangan dengan kepentingan

nasional”

3. Pasal 5 ayat (1): Hutan berdasarkan statusnya terdiri dari:

a. hutan Negara; dan

b. hutan hak.

(2): Hutan Negara sebagaimana disebut pada ayat (1) hurup a dapat berupa adat.

(3): Pemerintah menetapkan status hutan sebagaimana seagaimana dimaksud pada ayat

(1) dan ayat (2); dan hutan adat ditetapkan sepanjang menurut kenyataannya

masyarakat hukum adat yang bersangkutan masih ada dan diakui keberdaannya.

(4): Apabila dalam perkembangannya masyarakat hukum adat yang bersangkutan

tidak ada lagi, maka hak pengelolaan hutan adat kembali kepada pemerintah.

4. Pasal 34: Pengelolaan kawasan hutann untuk tujuan khusus sebagaimana

dimaksud dalam Pasal 8 dapat diberikan kepada;

9Mohammad Hatta, H, 2005, Hukum Tanah Nasional Dalam Perspektif Negara Kesatuan, Penerbit Media

Abadi, Sleman-Yogyakarta, hlm. 151

Page 16: UPAYA MENSEJAHTERAKAN RAKYAT MELALUI …eprints.ulm.ac.id/297/1/JURNAL MAHYUNI .pdf · “Deklarasi Kemerdekaan. ... dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan ... Republik

a. masyarakat hukum adat,

b. lembaga pendidikan,

c. lembaga penelitian,

d. lembaga social dan keagamaan.

5. Pasal 37 ayat (1): Pemenfaatan hutan adat dilakukan oleh masyarakat hukum adat

yang bersangkutan sesuai dengan fungsinya.(2): Pemenfaatan hutan adat yang

berfungsi lindung dan konservasi dapat dilakukan sepanjang tidak mengganggu

fungsinya.

6. Pasal 67 ayat (1): Masyarakat hukum adat sepanjang menurut kenyataannya masih

ada dan diakui keberadaannya berhak:a. melakukan pemungutan hasil hutan untk

kebutuhan hidup sehari-hari masyarakat adat yang bersangkutan;b. melakukan

kegiatan pengelolaan hutan berdasarkan hukum adat yang berlaku dan tidak

bertentangan dengan undang-undang; dan c.mendapatkan pemberdayaan dalam

rangka meningkatkankesejahteraannya.(2): Pengukuhan keberadaan dan hapusnya

masyarakat hukum adat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan dengan

peraturan Daerah.

3. Masa Pasca Lahirnya Ketetapan MPR RI Nomor IX/MPR Tahun 2001 Tentang

Pembaruan Agraria dan Pengelolaan Sumber daya Alam

Ada beberapa produk hukum yang dikeluarkan Pemerintah pasca lahirnya

Ketetapan MPR RI Nomor IX/MPR/2001 Tentang Pembaruan Agraria dan Pengelolaan

Sumberdaya Alam. Produk hukumdimaksud adalah:

1. Peraturan Presiden Nomor 36 Tahun 2005 Tentang Pengadaan Tanah Bagi

Pelaksanaan Pembangunan Untuk Kepentingan Umum.

Peraturan Presiden ini dikeluarkan oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono

pada tanggal 3 Mei 2005. Peraturan Presiden Nomor 36 Tahun 2005 ini dikeluarkan

guna mengganti Keputusan Presiden Nomor 55 Tahun 1993 Tentang Pengadaan

Tanah Bagi Pelaksanaan Pembangunan Untuk Kepentingan Umum yang dianggap

Page 17: UPAYA MENSEJAHTERAKAN RAKYAT MELALUI …eprints.ulm.ac.id/297/1/JURNAL MAHYUNI .pdf · “Deklarasi Kemerdekaan. ... dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan ... Republik

sudah tidak sesuai lagi sebagai landasan hukum dalam rangka melaksanakan

pembangunan untuk kepentingan umum. Alasan lain dari diterbitkannya Peraturan

Presiden Nomor 36 Tahun 2005 ini adalah agar pengadaan tanah dapat dilakukan

lebih cepat dan transparan dengan tetap memperhatikan prinsip penghormatan

terhdap hak-hak yang sah atas tanah.

Peraturan Presiden tersebut saat dilaksanakan pada tahun 2005 mendapat

sorotan, kritikan tajam dan bahkan ditentang ditentang keras oleh masyarakat,

khususnya masyarakat di pulau jawa, lebih-lebih lagi masyarakat Jakarta yang

tanahnya akan dibebaskan untuk pembangunan proyek besar, diantaranya Kanal

Banjir Timur (Proyek BKT). Akan tetapi untuk Pengadaan tanah bagi pembangunan

untuk kepentingan umum di daerah-daerah nampaknya tidak begitu banyak

ditentang.

Sebagaimana telah dikemukakan sebelumnya pelaksanaan Peraturan Presiden

dimaksud tetap ingin mengedepankan transparansi dan memperhatikan prinsip

penghormatan hak-hak sah atas tanah.Akan tetapi karena Peraturan Presiden tersebut

tetap ditentang oleh berbagai elemen masyarakat, maka peraturan tersebut tidak

sempat diberlakukan lama oleh Pemerintah.

2. Peraturan Presiden Nomor 65 Tahun 2006 Tentang Perubahan Atas Peraturan

Presiden Nomor 36 Tahun 2005 Tentang Pengadaan Tanah Bagi Pelaksanaan

Pembangunan Untuk Kepentingan Umum.

Peraturan Presiden ini dikeluarkan oleh Presiden SusiloBambang Yudhoyono pada

tanggal 5 Mai 2006, tepat setahun berselang setelah dikeluarkannya Peraturan Presiden

Nomor 36 Tahun 2005. Beberapa hal penting dari Peraturan Presiden Nomor 65 Tahun

2006 ini adalah perubahan bunyi ketentuan sebagai berikut;

Page 18: UPAYA MENSEJAHTERAKAN RAKYAT MELALUI …eprints.ulm.ac.id/297/1/JURNAL MAHYUNI .pdf · “Deklarasi Kemerdekaan. ... dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan ... Republik

1. Pasal 1 angka 3 yang semula berbunyi : “Pengadaan tanah adalah setiap kegiatan

untuk mendapatkan tanah dengan cara memberikan ganti rugi kepada yang

melepaskan atau menyerahkan tanah, bangunan, dan tanaman dan benda-benda yang

berkaitan dengan tanah atau dengan pencabutan hak atas tanah”Diubah menjadi ;

“Pengadaan tanah adalah setiap kegiatan untuk mendapatkan tanah dengan cara

memberikan memberikan ganti rugi kepada yang melepaskan tanah, bangunan,

tanaman dan benda-benda yang berkaitan dengan tanah”

2. Pasal 2 ayat (1) yang semula berbunyi: Pengadaan tanah bagi pelaksanaan

pembangunan untuk kepentingan umum oleh pemerintah atau Pemerintah Daerah

dilakukan dengan cara:

a. pelepasan atau penyerahan hak atas tanah, atau;

b. pencabutan hak atas tanah.Diubah menjadi“Pengadaan tanah bagi pelaksanaan

pembangunan untuk kepentingan umum oleh pemerintah atau Pemerintah Daerah

dilakukan dengan cara pelepasan atau penyerahan hak atas tanah”.

3. Pasal 3 yang semula bebunyi:

(1) Pelepasan atau penyerahan hak atas tanah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2

ayat (!) dilakukan berdasarkan prinsip penghormatan terhadap hak atas tanah.

(2) Pencabutan hak atas tanah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 hurup b

dilakukan berdasarkan ketentuan Undang Undang No. 20 Tahun 1961 Tentang

Pencabutan Hak Atas Tanah dan Benda-benda Yang Ada Di Atasnya.Diubah

menjadi:“Pelepasan atau penyerahan hak atas tanah sebagaimana dimaksud

dalam Pasal 2 dilakukan berdasarkan prinsip penghormatan terhadap hak atas

tanah.”

4. Pasal 5 yang semula berbunyi:

Pembangunan untuk kentingan umum yang dilaksanakan oleh Pemerintah atau

Pemerintah Daerah meliputi:

a. jalan umum danjalan tol, rel kereta api (di atas tanah, di ruang atas tanah,

ataupun di ruang bawah tanah), saluran air minum air bersih, saluran

pembuangan air dan sanitasi;

Page 19: UPAYA MENSEJAHTERAKAN RAKYAT MELALUI …eprints.ulm.ac.id/297/1/JURNAL MAHYUNI .pdf · “Deklarasi Kemerdekaan. ... dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan ... Republik

b. waduk, bendungan, bendungan irigasi dan bangunan pengairan lainnya;

c. rumah sakit umum, dan pusat kesehatan masyarakat;

d. pelabuhan, Bandar udara, stasiun kereta api dan terminal;

e. peribadatan;

f. pendidikan dan sekolah;

g. pasar umum;

h. pasilitas pemakaman umum;

i. fasilitas keselamatan umum;

j. pos dan telekomunikasi;

k. sarana olah raga;

l. stasiun penyiaran radio, televise dan sarana pendukungnya;

m. kantor Pemerintah, Pemerintah Daerah, perwakilan Negara asing,

Perserikatan Bangsa- Bangsa dan lembaga internasional di bawah naungan

PBB;

n. fasilitas TNI dan Polri sesuai dengan tugas pokok dan fungsinya;

o. rumah susun sederhana;

p. tempat pembuangan sampah;

q. cagar alam dan cagar budaya;

r. pertamanan;

s. panti sosial;

t. pembangkit transimisi, distribusi tenaga listrikDiubah menjadi:Pembangunan

untuk kentinganumum yang dilaksanakan oleh Pemerintah atau Pemerintah

Daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2, yang selanjutnya dimiliki atau

akan dimiliki oleh Pemerintah atau Pemerintah Daerah, meliputi:a.jalan

umum danjalan tol, rel kereta api (di atas tanah, di ruang atas tanah, ataupun

di ruang bawah tanah), saluran air minum air bersih, saluran pembuangan air

dan sanitasi;b. waduk, bendungan, bendungan irigasi dan bangunan

pengairan lainnya;c. pelabuhan, Bandar udara, stasiun kereta api dan

terminal;d. fasilitas keselamatan umum, seperti tanggul penanggulangan

bahaya banjir, lahar dan lain-lain bencana;e. tempat pembuangan sampah;f.

Page 20: UPAYA MENSEJAHTERAKAN RAKYAT MELALUI …eprints.ulm.ac.id/297/1/JURNAL MAHYUNI .pdf · “Deklarasi Kemerdekaan. ... dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan ... Republik

cagar alam dan cagar budaya;g. pembangkit transimisi, distribusi tenaga

listrik.

5. Pasal 6 ayat (5) yang berbunyi:

Susunan keanggotaan Panitia PengadaanTanah sebagaimana dimaksud pada ayat (1),

ayat(2) dan ayat (3) terdiri atas unsur perangkat daerah terkait.Diubah

menjadi:Susunan keanggotaan Panitia PengadaanTanah sebagaimana dimaksud pada

ayat (1),ayat (2) dan ayat (3) terdiri atas unsur perangkat daerah terkait dan unsur

BadanPertanahan Nasional.

6. Pasal Pasal 7 hurup c yang berbunyi:

“menaksir dan mengusulkan besarnya ganti rugi atas tanah yang haknya akan

dilepaskan atau diserahkan” Diubah menjadi:“Menetapkan besarnya ganti rugi atas

yang haknya akan dilepaskan atau diserahkan”

7. Menambah Pasal 7A yang berbunyi sebagai berikut:

“Biaya Panitia Pengadaan Tanah diatur lebih lanjut oleh Menteri Keuangan setelah

berkonsultasi dengan Kepala BPN”

8. Pasal 10 ayat (1) dan ayat (2) yang berbunyi:

(1) Dalam hal kegiatan pembangunan untuk kepentingan umu yang tidak dapat

dialihkanatau dipindahkan secara teknis tata ruang ke tempat atau lokasi lain, maka

musyawarah dilakukan dalam jangka waktu paling lama 90 hari kalender terhitung

sejak tanggal undangan pertama.(2) Apabila setelah diadakan musyawarah

sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidaktercapai kesepakatan, Panitia Pengadaan

Tanah menetapkan bentuk dan ganti rugi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 dan

menitipkan ganti rugi uang kepada Pengadilan Negerim yang wilayah hukumnya

meliputi lokasi tanah yang bersangkutan. Diubah menjadi:

(1) Dalam hal kegiatan pembangunan untuk kepentingan umu yang tidak dapat

dialihkan atau dipindahkan secara teknis tata ruang ke tempat atau lokasi lain,

Page 21: UPAYA MENSEJAHTERAKAN RAKYAT MELALUI …eprints.ulm.ac.id/297/1/JURNAL MAHYUNI .pdf · “Deklarasi Kemerdekaan. ... dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan ... Republik

maka musyawarah dilakukan dalam jangka waktu paling lama 120 (seatus

duapuluh) hari kalender terhitung sejak tanggal undang pertama.

(2) Apabila setelah diadakan musyawarah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak

tercapai kesepakatan, Panitia Pengadaan Tanah menetapkan bentuk dan ganti

rugi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 hurup a dan menitipkan ganti rugi

uang kepada Pengadilan Negerim yang wilayah hukumnya meliputi lokasi tanah

yang bersangkutan.

(3) Apabila terjadi sengketa kepemilikan setelah penetapan ganti rugi sebagaimana

dimaksud pada ayat (2), maka panitia menitipkan uang ganti rugi kepada

pengadilan negeri yang wilayahnya meliputi lokasi tanah yang bersangkutan.

9. Pasal 13 yang berbunyi:

(1) Bentukganti rugi dapat berupa:

a. Uang, dan atau

b. Tanah pengganti, dan atau

c. Pemukiman kembali.

(2) Dalam halpemegang hak atas tanah tidak menghendaki bentuk ganti rugi

sebagaimana dimaksud pada ayat (1), maka dapat diberikan kompensasi berupa

penyertaan modal (saham) sesuai dengan ketentuan perundang-undangan. Diubah

menjadi:Bentuk ganti rugi dapat berupa:

a. Uang, dan taua

b. Tanah pengganti, dan atau

c. Pemukiman kembali, dan atau

d. Gabungan dari dua atau lebih bentuk ganti kerugian sebagaimana dimaksud

hurup a, hurup b, dan hurup c.

e. Bentuk lain yang disetujui oleh pihak-pihak yang bersangkutan.

10. Pasal 15 ayat (1) hurup a yang berbunyi: (1) Dasar perhitungan besarnya ganti rugi

didasarkan atas:a. Nilai Jual Obyek Pajak atau nilai nyata sebenarnya dengan

memperhatikan Nilai Jual Obyek Pajak tahun berjalan berdsarkan penetapan

Lembaga/Tim Penilai Harga Tanah yang ditunjuk panitia. Diubah sehingga Pasal 15

berbunyi sebagai berikut:a. Nilai Jual Obyek Pajak atau nilai nyata sebenarnya

dengan memperhatikan Nilai Jual Obyek Pajak tahun berjalan berdsarkan penilaian

Page 22: UPAYA MENSEJAHTERAKAN RAKYAT MELALUI …eprints.ulm.ac.id/297/1/JURNAL MAHYUNI .pdf · “Deklarasi Kemerdekaan. ... dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan ... Republik

Lembaga/Tim Penilai HargaTanah yang ditunjuk panitia.(1) Dasar perhitungan

besarnya ganti rugi didasarkan atas:

11. Menambah Pasal baru antara Pasal 18 dan Pasal 19 menjadi Pasal 18A yang

berbunyi:“Apabila yang berhak atas tanah atau benda-benda yang ada di atasnya

yang haknya dicabut tidak bersedia menerima ganti rugi menurut ketentuan Pasal 15

ayat (1) hurup a diubah sehingga Pasal 15 berbunyi sebagai berikut;

(1) Dasar perhitungan besarnya ganti rugi didasarkan atas:d. Nilai Jual Obyek Pajak

atau nilai nyata sebenarnya dengan memperhatikan Nilai Jual Obyek Pajak

tahun berjalan berdsarkan penilaian Lembaga/Tim Penilai Harga

Tanah yang ditunjuk panitia.Peraturan Presiden nomor 36 Tahun 2005 yang

semula berjumlah 24 Pasal, p pasal diantaranya yang diubah dan ada 2 pasal yang

ditambah, ini menunjukkan betapa responsifnya pemerintah atas tantangan dan

kritikan berbagai elemen masyarakat dan para pengamat. Diantara yang krusial

adalah dimungkinkannya pencabutan hak atas tanah, dalam hal cara-cara lain

tidak berhasil dilakukan. Pencabutan hak atas tanah ini, meskipun dimungkinkan

oleh ketentuan perundang-undangan, hanya saja hal ini tidak pernah dilakukan

oleh pemerintahan sebelumnya (Orde Baru).Persoalannya sekarang adalah

bagaimana caranya pembangunan yang menghendaki ketersediaan tanah, dilain

pihak masyarakat yang terkena imbas pembangunan tidak dirugikan, dan bahkan

sedapat mungkin dengan kegiatan pembangunan justru kesejahteraan masyarakat

lebih meningkat, lebih-lebih lagi rakyat yang tanahnya terkena

pembebasan.Dalam rengka melaksanakan proyek-proyek pembangunan, tanah

merupakan sarana yang amat penting, dan masalah pengadaan tanah untuk

kebutuhan tersebut tidaklah mudah untuk dipecahkan, karena dengan semakin

meningkatnya pembangunan, kebutuhan akan tanah semakin miningkat,

sedangkan persediaan tanah sangat terbatas.10

Peraturan Presiden No. 65 Tahun

2006 dilengkapi pula dengan Peraturan Kepala BPN Nomor 3 Tahun2007

Tentang Ketentuan Pelaksanaan Peraturan Presiden Nomor 36 Tahun

10

I Wayan Suandra, 1991, Hukum Pertanahan Indonesia, Penerbit PT. Renika Cipta, Cetakan Pertama,

Jakarta, hlm. 11.

Page 23: UPAYA MENSEJAHTERAKAN RAKYAT MELALUI …eprints.ulm.ac.id/297/1/JURNAL MAHYUNI .pdf · “Deklarasi Kemerdekaan. ... dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan ... Republik

2005Tentang Pengadaan Tanah Bagi Pelaksaksanaan Pembangunan Untuk

Kepentingan Umum Sebagaimana Telah Diubah Dengan Peraturan Presiden

Nomor 65 Tahun 2006 Tentang Pengadaan Tanah Bagi Pelaksanaan

Pembangunan Untuk Kepentingan Umum. Dengan dikeluarkannya Peraturan

Presiden Nomor 65 Tahun 2006, ternyata ketidakpuasan masyarakat sedikit dapat

terobati, ini terbukti dari tahun 2006 hingga tahun 2012 saat dikeluarkannya

Undang Undang Nomor 2 Tahun 2012 Tentang Pengadaan Tanah Bagi

Pembangunan Untuk Kepentingan Umum, kritikan dan kecaman terhadap

pemerintah dalam pelaksanaan Pengadaan Tanah tidak segencar dan sekeras pada

tahun 2005.

3. Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 18 Tahun 2009 Tentang

LARASITA Badan Pertanahan Nasional RI

Akronim LARASITA adalah Layanan Sertipikasi Tanah Untuk Rakyat.Larasita

dibentuk untuk memberikan kemudahan badi masyarakat dalam pengurusan petanahan,

mempercepat pengurusan pertanahan, meningkatkan cakupan wilayah pengurusan

pertanahan tanpa perantara dilingkungan BPN. Untuk merealisasikan Program Larasita,

BPN dalam operasionalisasinya didukung oleh kendaraan atau alat transportasi, teknologi,

informasi dan komunikasi, serta sarana dan prasarana yang tersedia di kantor BPN

kabupaten/kota. Jadi Larasita adalah semacam kantorBPN bergerak/lapangan (mobile),

dalam hal ini petugas BPN akan lebih aktif(jemput bola) dalam melayani masyarakat.

Operasionalisasi Larasita dilakukan oleh aparat di kantor pertanahan dengan

menggunakan seragam lengkap BPN, nama lengkap/tanda pengenal diri, dengan surat tugas

remi, dan bahkan bila diperlukan petugas diasuransikan. Selain melaksanakan tugas pokok

dan fungsi BPN (Pendaftaran Tanah), LARASITA juga mempunyai tugas sebagai berikut:

1. Menyiapkan masyarakat dalam pelaksanaan pembaruan agrarian nasional (reforma

agrarian);

Page 24: UPAYA MENSEJAHTERAKAN RAKYAT MELALUI …eprints.ulm.ac.id/297/1/JURNAL MAHYUNI .pdf · “Deklarasi Kemerdekaan. ... dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan ... Republik

2. Melaksanakan pendampingan dan pemberdayaan masyarakat di bidang pertanahan;

3. Melakukan pendeteksian atas tanah-tanah terlantar;

4. Melakukan pendeteksian atas tanah-tanah yang diindikasikan bermasalah;

5. Memfasilitasi penyelesaian tanah bermasalah yang mungkin diselesaikan dilapangan;

6. Menyambungkan program BPN dengan aspirasi yang berkembang dimasyarakat;

7. Meningkatkan dan mempercepat legalisasi aset tanah masyarakat.

LARASITA adalah kebijaka inovatif yang beranjak dari pemenuhan rasa keadilan

yang diperlukan, diharapkan oleh masyarakat.LARASITA dibangun dan dikembangkan

untuk mewujudkan amanat Pasal 33 ayat (3) Undang Undang Dasar 1945, Undang Undang

Pokok Agraria, serta seluruh peraturan perundang-undangn di bidang pertanahan dan

keagrariaan.11

Sebenarnya diantara layanan BPN, Program layanan semacam LARASITA

inilah yang sangat dinanti-nantikan oleh rakyat, mengingat ketidakberdayaan masyarakat

dalam mengurus dan mendapatkan hak atas tanah, karena kendala yang dirasakan

masyarakat kita sangatlah besar.

Pengembangan LARASITA berangkat dari kehendak dan motivasi untuk

mendekatkan BPN RI dengan masyarakat, sekaligus mengubah paradigma pelaksanaan

tugas pokok dan fungsi BPN RI dari menunggu dan fasif menjadi aktif atau pro aktif,

mendatangi masyarakat secara langsung. Dan, LARASITA telah diujicobakan

pelaksanaannya diberbagai kabupaten/kota yang setelah dilakukan evaluasi disimpulkan

dapat dilaksanakan di seluruh Indonesia.12

Program LARASITA BPN telah banyak dirasakan

manfaatnya, terutama masyarakat miskin dipedesaan.Cukup banyak masyarakat dipedesaan

11

BPN-Pusat Hukum dan Hubungan Masyarakat, 2011, Peraturan Perundang-undangan Yang Berkaitan

Dengan Legislasi Aset, Jakarta, hlm. 731 12

BPN-Pusat Hukum dan Hubungan Masyarakat-SJDI Hukum, Loc. Cit.

Page 25: UPAYA MENSEJAHTERAKAN RAKYAT MELALUI …eprints.ulm.ac.id/297/1/JURNAL MAHYUNI .pdf · “Deklarasi Kemerdekaan. ... dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan ... Republik

diseluruh Indonesia yang tanahnya sudah terdaftar. Ternyata Program LARASITA cukup

signifikan dalam mempercepat proses pendaftaran tanahuntuk pertama kali. Program

Larasita yang dijalankan pemerintah telah berhasil memperbanyak bidang-bidang tanah

yang terdaftar dan dapat dijadikan acuan guna menyusun dan menjalankan program BPN

selanjutnya.

Program LARASITA merupakan kegiatan yang sejalan dengan pesan Pasal 19 ayat

(4) Undang Undang Pokok Agraria yang menyatakan:“Dalam Peraturan Pemerintah diatur

biaya-biaya yang bersangkutan drngan tanah dalam ayat (1), dengan ketentuan bahwa rakyat

yang tidak mampu dibebaskan dari p[embayaran biaya-biaya tersebut.”Kini Program

LARASITA merupakann salah satu jawaban dalam mengimplementasikan bunyi Pasal 19

ayat (4) dimaksud.Sekarang Program LARASITA tidak lagi dijalankan mengingat anggaran

yang tersedia di BPN Pusat.Meskipun demikian, mengingat wilayahIndonesia amatlah luas

dan banyaknya penduduk, masyarakat masih menunggu Program LARASITA atau program

semacam LARASITA dari BPN selanjutnya. Penulis menyadari bahwa penyelenggaraan

pendaftaran tanah membutuhkan biaya yang tidak sedikit dan hal itu sudah ditegaskan oleh

Pasal 19 ayat (3) Undang Undang Pokok Agraria yang menyatakan:“Pendaftaran tanah

diselenggarakan dengan mengingat keadaan Negara dan masyarakat, keperluan lalu lintas

ekonomi serta kemungkinan penyelenggaraannya menurut Menteri Agraria”

4. Peraturan Pemerintah No. 11 Tahun 2010 Tentang Penertiban dan Pendayagunaan

Tanah Terlantar

Sebagaimana telah dikemukakan sebelumnya bahwa pengaturan yang samatelah ada di

dalam Peraturan Pemerintah Nomor 36 Tahun 1998. Alasan diterbitkannya peraturan yang

Page 26: UPAYA MENSEJAHTERAKAN RAKYAT MELALUI …eprints.ulm.ac.id/297/1/JURNAL MAHYUNI .pdf · “Deklarasi Kemerdekaan. ... dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan ... Republik

baru, karena di dalam pelaksanaannya Peraturan Pemerintah tersebut dianggap tidak efektif

sehingga dicabut dan diganti dengan Peraturan Pemerintah Nomor 11 Tahun 2010 Tentang

Penertiban dan Pendayagunaan Tanah Terlantar.13“ . . . . . . . . . Tertibkan tanah -tanah

terlantar, jangan sampai ada hamparan jutaan hektar tanah seolah-olah tidak bertuan,

padahal ada tuan yang tidak bertanggung jawab, akhirnya tidak bias digunakan oleh rakyat

kita. Tertibkan sesuai dengan peraturan dan undang-undang yang ada.”(Presiden Susilo

Bambang Yudhoyono, 15 Januari 2010).Tanah untuk keadilan dan kesejahteraan (Presiden

Susilo Bambang Yudhoyono, 31 Januari 2007).14

Pengertian tanah terlantar menurut Pasal 1 ayat (5) Peraturan Pemerintah Nomor 11

Tahun2010 adalah: “Tanah yang diterlantarkan oleh pemegang hak atas tanah, pemegang

hak pengelolaan atau pihak yang telah memperoleh dasar penguasaan atas tanah tetapi

belum memperoleh hak atas tanah sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan yang

berlaku”Sedangkan menurut Peraturan Kepala BPN RI Nomor 4 Tahun 2010 Pasal 1 ayat

(4), pengertian Tanah Terlantar adalah: “ Tanah yang sudah diberikan haknya oleh Negara,

berupa Hak Milik, Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan, Hak Pakai dan Hak Pengelolaan,

atas dasar penguasaan atas tanah yang tidak diusahakan, tidak dipergunakan, tidak

dimanfaatkan, sesuai dengan keadaan atau sifat dan tujuan pemberian hak atau dasar

penguasaannya.

Pengertian Penertiban Tanah Terlantar menurut Pasal 1 ayat (7) Peraturan Kepala BPN

Nomor 11 Tahun 2010 adalah proses penataan kembali tanah terlantar agar dapat

13

BPN RI - Pusat Hukum dan Hubungan Masyarakat – SJDI Hukum, 2011, Penertiban dan Pendayagunaan

Tanah Terlantar, Jakarta, hlm. 5. 14

Ibid

Page 27: UPAYA MENSEJAHTERAKAN RAKYAT MELALUI …eprints.ulm.ac.id/297/1/JURNAL MAHYUNI .pdf · “Deklarasi Kemerdekaan. ... dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan ... Republik

dimafaatkan seoptimal mungkin untuk kepentingan masyarakat dan Negara.Dasar hukum

yang dapat dijadikan acuan bagi pemerintah di dalam menertibkan tanah terlantar adalah

Undang Undang Nomor 5 Tahun 1960 di dalam Pasal-pasal berikut:

1. Pasal 10 ayat (1);

2. Pasal 15;

3. Pasal 27 hurup a butir 3;

4. Pasal 34 hurup a butir e;

5. Pasal 40 hurup e.

Latar belakang dikeluarkannya Peraturan Pemerintah Nomor 11 Tahun 2010 adalah

Karenadanya ketimpangan dalam hal penguasaan, pemilikan, penggunaan dan pemanfaatan

tanah oleh peroranganmaupun badan hukum tertentu, dan atas tanah yang diberikan ternyata

diterlantarkan.Sementara banyak pula masyarakat atau badan hukum yang bermasud

menguasaia, memiliki, menggunakan dan memanfaatkan tanah, tetapi tanahnya sedikit ,

tidak luas atau sama sekali tanahnya tidak tersedia.Apabila hal yang demikian dibiarkan

terlalu lama, maka sasaran pemerintah untuk mengentaskan kemiskinan masyarakat banayk,

mensejahterakan rakyat menjadi terhambat.15

- Obyek Tanah Terlantar:

Obyek tanah terlantar menurut Pasal 2 Peraturan Pemerintah Nomor 11 Tahun 2010

adalah:

1. Tanah yang telah berstatus hak, yaitu hak milik, hak guna usaha, hak guna bangunan,

hak pakai, dan hak pengelolaan yang tidak diusahakan, tidak digunakan, atau tidak

15

Penjelasan PP No. 11 Tahun 2011 menyebutkan: Tujuan Penertiban dan Pendayagunaan Tanah

Terlantar adalah: “Untuk mewujudkan kehidupan yang lebih berkeadilan, menjamin keberlanjutan sistem

kemasyarakatan, dan kebangsaan Indonesia, serta memperkuat harmoni sosial. Selain itu optimalisasi

penguasaan, penggunaan dan pemanfaatan semua tanah di wilayah Indonesia diperlukan untuk

meningkatkan kualitas lingkungan hidup, mengurangi kemiskinan dan menciptakan lapangan kerja, serta

untuk meningkatkan ketahanan pangan dan energi.

Page 28: UPAYA MENSEJAHTERAKAN RAKYAT MELALUI …eprints.ulm.ac.id/297/1/JURNAL MAHYUNI .pdf · “Deklarasi Kemerdekaan. ... dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan ... Republik

dimanfaatkan sesuai dengan keadaan atau sifat dan tujuan pemberian hak atau dasar

penguasaanya.

2. Tanah yang telah memperoleh dasar penguasaan (ijin, keputusan surat) apabila

tanahnya tidak dimohon hak, tidak diusahakan, tidak dipergunakan, atau tidak

dimanfaatkan sesuai dengan persyaratan atau ketentuan yang ditetapkan.

Pengecuaian terhadap penertiban tanah terlantar disebutkan dalam Pasal 3 Peraturan

Pemerintah Nomor 11 Tahun 2010, yaitu:

1. Hak Milik atau Hak Guna Bangunan atas nama perseorangan yang secara tidak

sengaja tidak dipergunakan sesuai dengan sifat atau tujuan pemberian haknya.

2. Tanah yang dikuasai pemerintah, baik secara langsung maupun tidak langsung dan

sudah berstatus maupun belum berstatus Barang Milik Negara, yang secara tidak

sengaja tidak dipergunakan sesuai dengan sifat atau tujuan pemberian haknya.

- Langkah-langkah Proses Penertiban;

Pasal 3 Peraturan Kepala BPN RI Nomor 4 Tahun 2010 menentukan:

1. Inventarisasi tanah yang terindikasi terlantar dilakukan oleh Kepala Kantor Wilayah

BPN Provinsi setempat atas dasar hasil pemantauan lapangan oleh Kantor Wilayah

BPN, Kantor Pertanahan kabupaten/kota, atau dari laporan dinas/instansi lainnya,

laporan tertulis masyarakat, atau pemegang hak.

2. Identifikasi dan Penelitian terhadap tanah terlantar yang telah diinventarisasi

ditindaklanjuti dengan:

Page 29: UPAYA MENSEJAHTERAKAN RAKYAT MELALUI …eprints.ulm.ac.id/297/1/JURNAL MAHYUNI .pdf · “Deklarasi Kemerdekaan. ... dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan ... Republik

a. Tanah berstatus Hak Milik, Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan dan Hak

Pakai:

- identifikasi dan penelitian aspek administrasi terhitung mulia 3 tahun sejak

diterbitkannya sertipikat.

b. Untuk tanah yang memperoleh dasar penguasaan (ijin, keputusan, surat) dasar

penguasaan atas tanah dari pejabat yang berwenang;- Identifikasi dan penelitian

terhitung sejak berakhirnya dasar penguasaan tersebut.

5. Peraturan Kepala BPN Nomor 1 Tahun 2010 Tentang Standar Pelayanan dan

Pengaturan Pertanahan

Peraturan Kepala BPN RI Nomor 1 Tahun 2010 adalah Tentang Standar Pelayanan

dan Pengaturan Pertanahan. Produk hukum ini dikeluarkan dalam rangka memudahkan

masyarakat dalam proses pengurusan hak atas. Implikasi akhir dari pelaksanaan peraturan

ini tentu adalah untuk kesejahteraan rakyat, meskipun tidak secara langsung.

Peraturan tersebut dikeluarkan dalam rangka menyesuaikan perkembangan dan

tuntutan pelayanan kepada masyarakat di bidang pertanahan yang diselenggarakan oleh

kantor pertanahan. Peraturan ini merupakan penyempurnaan terhadap 2 buah keputusan

Kepala BPN RI, yaitu Keputusan Kepala BPN RI Nomor 1 Tahun 2005 Tentang Standar

Prosedur Operasi pengaturan dan Pelayanan di lingkungan Badan Pertanahan Nasional dan

Peraturan Kepala BPN RI Nomor 6 Tahun 2008 Tentang Penyederhanaan dan Percepatan

Standar Prosedur Operasi Pengaturan dan Pelayanan Pertanahan Untuk Jenis Pelayanan

Tertentu.

Dengan adanya Peraturan Kepala BPN Nomor 1 Tahun 2010 ini berarti telah ada

standar pelayanan baku atas semua jenis pelayanan yang harus diberikan oleh BPN kepada

Page 30: UPAYA MENSEJAHTERAKAN RAKYAT MELALUI …eprints.ulm.ac.id/297/1/JURNAL MAHYUNI .pdf · “Deklarasi Kemerdekaan. ... dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan ... Republik

masyarakat. Peraturan tersebut juga merupakan acuan, dan sekaligus juga sebagai control

bagi masyarakat dalam rangka memantau perkembangan dan tahap-tahap proses pelayanan

yang diberikan oleh BPN, khususnya kantor pertanahan kabupaten/kota.

Tujuan dari dikeluarkannya peraturan ini adalah untuk memberikan kepastian

hukum,keterbukaan, dan akuntabilitas publik sebagaimana dikehendaki oleh Undang

Undang Nomor 25 Tahun 2009 Tentang Pelayanan Publik. Di dalam Peraturan

tersebutdiatur mengenai Ruang Lingkup Pengaturan yang meliputi:

a. Kelompok dan jenis pelayanan;

b. Persyaratan;

c. Biaya;

d. Waktu;

e. Prosedur; dan

f. Pelaporan.

Di dalam peraturan BPN dimaksud juga ditentukan Kelompok Pelayanan yang

meliputi:

a. Pendaftaran tanah pertama kali;

b. Pemeliharaan data pendaftaran tanah;

c. Pencatatan dan informasi pertanahan;

d. Pengukuran bidang tanah;

e. Pengaturan dan penataan pertanahan; dan

f. Pengelolaan pengaduan.

Untuk jenis Kelompok Pelayanan seperti tersebut di atas rinciannya dapat dilihat

dalam Lampiran I Peraturan Kepala BPN Nomor 1 Tahun 2010.Untuk dasar hukum,

persyaratan, biaya dan waktu masing-masing jenis pelayanan, rinciannya dapat dilihat pada

Lampiran II Peraturan Kepala BPN Nomor 1 Tahun 2010.Peraturan dimaksud juga

dilengkapi dengan Bagan Alir/Alur Pelayanan, dimana rinciaanya termuat dalam Lampiran

III Peraturan Kepala BPN Nomor 1 Tahun 2010.Masyarakat semua berharap agar BPN

disemua lini menjalankan peraturan tersebut dengan sungguh-sungguh, selalu dievaluasi

Page 31: UPAYA MENSEJAHTERAKAN RAKYAT MELALUI …eprints.ulm.ac.id/297/1/JURNAL MAHYUNI .pdf · “Deklarasi Kemerdekaan. ... dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan ... Republik

guna lebih ditingkatkan. Di lain pihak masyarakat juga diharapkan dapat mentaati peraturan

yang dijalankan, tertib, bekerjasama, juga bersedia membantu BPN jika diminta sehubungan

dengan pelayanan yang diberikan.

PENUTUP

A. Kesimpulan

Dari uraian sebagaimana dikemukakan sebelumnya dapatlah penulis kemukakan

kesimpulan sebagai berikut:

1. Upaya untuk mensejahterakan bangsa kita sudah dilakukan oleh para pendahulu kita

sejak awal kemerdekaan, peminpim selanjutnya harus terus melanjutkan dan bahkan

lebih meningkatkannya melalui peran dan kiprahnya masing-masing. Bidang agraria

salah satu sektor yang dapat mewujudkan cita-cita proklamasi, mengingat kehidupan

bangsa kita sebagian besar masih bercorak agrartis.

2. Upaya pembentukanregulasi bidang yang berpihak kepada perwujudan kesejahteraan

rakyat telah dilakukan oleh pemerintah dalam setiap era pemerintahan, yaitu:

1. Masa di akhir pemerintahan Orde Baru;

2. Masa di awal reformasi 1998; dan

3. Masa pasca lahirnya TAP MPR RI Nomor IX/MPR/2001.

B. Saran

Berdasarkan kesimpulan di atas di atas, berikut penulis mengemukan saran, antara

lain:

1. Diperlukan adanya komitmen para pemimpin bangsa baik saat ini maupun dimasa

datang untuk lebih meningkatkan kesejahteraan rakyat melalui implementasi

peraturan bidang agraria.

2. Kiranya terhadap regulasi bidang agraria/pertanahan yang dijalankan jika

substansinya berpihak kepada perbaikan tarap hidup dan kesejahteraan masyarakat

perlu dipertahankan, sebaliknya jika tidak sesuai lagi dengan keadaan masyarakat,

maka peraturannya harus ditinjau ulang, direvisi dan bila perlu diganti agar tidak

menimbulkan gejolak di masyarakat.

Page 32: UPAYA MENSEJAHTERAKAN RAKYAT MELALUI …eprints.ulm.ac.id/297/1/JURNAL MAHYUNI .pdf · “Deklarasi Kemerdekaan. ... dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan ... Republik

DAFTAR PUSTAKA

BPN RI -Pusat Hukum dan Hubungan Masyarakat – Sistem Jaringan Dokumentasi dan Informasi

(SJDI) Hukum, 2011, Peraturan Perundang-undangan Yang Berkaitan Dengan

Legislasi Aset, Jakarta.

BPN RI - Pusat Hukum dan Hubungan Masyarakat – Sistem Jaringan (SJDI) Hukum, 2011,

Penertiban dan Pendayagunaan Tanah Terlantar, Jakarta.

Hatta, H. Mohammad, 2005, Hukum Tanah Nasional Dalam Perspektif Negara Kesatuan,

Penerbit Media Abadi, Sleman-Yogyakarta.

Perangin, Effendi, 1989, Hukum Agraria di Indonesia (Suatu Telaah Dari Sudut Pandang

Praktisi Hukum), Penerbit CV. Rajawali, Jakarta.

Suandra, I Wayan, 1991, Hukum Pertanahan Indonesia, Penerbit PT. Renika Cipta, Cetakan

Pertama, Jakarta

Sumardjono, Maria SW, 2009, Tanah Dalam Perspektif Ekonomi Sosial dan Budaya, Jakarta

Penerbit Buku Kompas