UP 3 Bab Sakti Baru

54
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Australia merupakan negara yang terletak disebelah selatan Indonesia. Kedua negara ini berada pada sebuah kawasan yang disebut dengan Asia Pasifik dan keduanya dibatasi oleh Samudera Hindia. Walaupun berada dalam satu kawasan yang sama, tapi keduanya berada dalam benua yang berbeda, Benua Asia dan Australia. Sebagai negara yang berdekatan secara geografis, tentunya apa yang terjadi dengan Australia berpotensi juga mempunyai implikasi langsung maupun tidak langsung terhadap Indonesia. Apalagi didukung dengan hubungan kedua negara yang kurang stabil dengan berbagai masalah yang timbul. Hubungan diplomatik yang baik tapi selalu didasari rasa saling curiga dan waspada menjadi dasar hubungan Australia dengan Indonesia. Seperti saat terjadi perbedaan pandangan mengenai kasus Iraq. “The

Transcript of UP 3 Bab Sakti Baru

Page 1: UP 3 Bab Sakti Baru

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Penelitian

Australia merupakan negara yang terletak disebelah selatan Indonesia.

Kedua negara ini berada pada sebuah kawasan yang disebut dengan Asia Pasifik

dan keduanya dibatasi oleh Samudera Hindia. Walaupun berada dalam satu

kawasan yang sama, tapi keduanya berada dalam benua yang berbeda, Benua Asia

dan Australia.

Sebagai negara yang berdekatan secara geografis, tentunya apa yang

terjadi dengan Australia berpotensi juga mempunyai implikasi langsung maupun

tidak langsung terhadap Indonesia. Apalagi didukung dengan hubungan kedua

negara yang kurang stabil dengan berbagai masalah yang timbul. Hubungan

diplomatik yang baik tapi selalu didasari rasa saling curiga dan waspada menjadi

dasar hubungan Australia dengan Indonesia. Seperti saat terjadi perbedaan

pandangan mengenai kasus Iraq. “The initial positive outlook in this bilateral

relationship has changed, and there is evidence of diplomatic tension”1

Kemenangan Kevin Michael Rudd sebagai Perdana Menteri menjadi

momentum berkuasanya kembali Partai Buruh dan mengganti koalisi Partai

Konservatif yang berkuasa di Australia selama satu dekade penuh. Naiknya Kevin

Rudd ke kursi Perdana Menteri Australia membuat sebagian kebijakan pemerintah

Australia ditinjau kembali. Termasuk di dalamnya kebijakan pertahanan, yang

1 Michael D Slater, 2004, An Analysis of Australia’s National Strategy In The War Against Terror, USAWC Strategy Research Project, Departemen Pertahanan Amerika Serikat

Page 2: UP 3 Bab Sakti Baru

2

terangkum dalam bentuk buku putih pertahanan. Sejak akhir 2007, pemerintahan

Kevin Rudd menyusun buku putih pertahanan Australia yang baru untuk

menggantikan Buku Putih Pertahanan 2000 yang diterbitkan pada masa PM John

Howard. Di bawah pemerintah Rudd, kebijakan pertahanan Australia berdiri di

atas tiga pilar, yaitu aliansi dengan Amerika Serikat, keanggotaan di PBB dan

partisipasi di kawasan Asia Timur dan Asia Pasifik yang lebih luas. Terkait

dengan hal yang terakhir, sesungguhnya tak ada perbedaan kebijakan antara

pemerintahan Rudd dengan pemerintahan yang digantikannya.

Setiap negara termasuk Australia memang berhak dan berkewajiban

menjaga kedaulatannya sendiri tanpa bergantung terhadap pihak lain. Untuk itu,

Australia membuat rencana dan strategi terbaru mengenai masalah keamanan dan

pertahanan negaranya. Krisis di kawasan dipandang akan berpengaruh langsung

terhadap keamanan nasional Australia, sehingga kekuatan militer Australia harus

mampu menghadapi permasalahan di kawasan sekitar ketika dibutuhkan oleh

kepentingan nasional Australia. Pemerintah Australia dibawah Kevin Rudd tetap

memandang kawasan di sekitar Australia sebagai wilayah yang rawan dan tidak

stabil. Apalagi kepentingan nasional Australia ingin menjadi aktor kawasan dalam

isu keamanan. “The primary outcome of the White Paper is to build a future force

required for the defence of Australia and the security of the immediate region”.2

Disadari bahwa hubungan antar negara yang dibangun atas dasar saling

percaya dan menghormati dapat meredam potensi konflik. Namun lebarnya jurang

kemampuan negara maju dan berkembang terutama di bidang militer, ekonomi,

2 Joel Fitzgibbon, The 2009 Defence White Paper- The Most Comprehensive White Paper on Medern Era, 2009, www.defence.gov.au/media

Page 3: UP 3 Bab Sakti Baru

3

dan teknologi dapat menjadi penghalang dalam menjalin hubungan antar bangsa.

Dalam kondisi demikian, perlombaan untuk merebut pengaruh melaui praktik-

praktik penguasaan di berbagai bidang tidak jarang menjadi sumber-sumber

konflik yang dihadapi bangsa-bangsa di dunia.

Perkembangan dan kecenderungan global merupakan salah satu faktor

yang sangat mempengaruhi dinamika keamanan kawasan regional.

Kecenderungan yang muncul di kawasan adalah terjadinya pergeseran pada

masalah keamanan regional, antara lain adanya konflik yang menyangkut klaim

teritorial, jalur komunikasi laut dan jalur perdagangan melalui laut.

Indonesia sebagai bangsa yang berada di tengah-tengah perkembangan

dunia, tidak terlepas dari pengaruh perkembangan global dan regional. Dinamika

politik ekonomi, sosial dan keamanan yang terjadi di kawasan, ikut berpengaruh

terhadap perkembangan sosial politik dan keamanan yang terjadi di Indonesia. Isu

keamanan domestik yang timbul pada dekade terakhir ini, tidak terlepas dari

kontribusi faktor-faktor eksternal, baik langsung maupun tidak langsung.

Indonesia tentu patut mewaspadai perkembangan yang terjadi terutama di

kawasan Asia Pasifik. Sebab konsekuensi letak geografis Indonesia di persilangan

jalur lalu lintas internasional, maka setiap pergolakan berapapun kadar intensitas

pasti berpengaruh terhadap Indonesia.

Oleh karena itu, sangat menarik untuk diteliti ketika Australia pada bulan

Mei tahun 2009 menerbitkan Buku Putih Pertahanan yang terbaru. Apalagi

didalamnya tertulis rencana Australia untuk memperbaharui kekuatan militernya.

Dalam buku itu, Pemerintah Australia menyatakan komitmen mempertahankan

Page 4: UP 3 Bab Sakti Baru

4

pertumbuhan riil belanja pertahanan dalam beberapa tahun kedepan. Dengan

program pembangunan pertahanan, angkatan militer Australia pada tahun-tahun

mendatang akan bisa menangkal ancaman dari laut dan udara yang berasal dari

sebelah utara.

Perubahan yang terjadi pada internal pada suatu Negara tidak bisa

diabaikan begitu saja oleh negara tetangganya. Hal itu juga yang pasti dialami

oleh Indonesia mengingat adanya rencana Australia untuk memperkuat

kemampuan pertahanan dan kekuatan militernya, mengingat dampak dari

perubahan tersebut bisa menjangkau Indonesia.

Penerbitan Buku Putih Australia 2009 dan publikasi Australia mengenai

rencana peningkatan anggaran dan kapabilitas militernya tentu saja juga

mempengharuhi persepsi para elit pembuat kebijakan luar negeri negara tetangga,

khususnya Indonesia. Apalagi persepsi yang dimiliki oleh para elit mengenai

suatu permasalahan juga berpengaruh besar dalam proses pembuatan kebijakan

luar negeri suatu negara.

Dengan demikian, berdasarkan masalah yang menjadi acuan, penulis akan

melakukan penelitian yang mengangkat judul Persepsi Elit Pembuat Kebijakan

Luar Negeri Indonesia Terhadap Australia Tentang Penerbitan Buku Putih

Pertahanan Australia 2009. Penelitian ini pun akan mengumpulkan data-data

yang berkaitan dengan materi penelitian tersebut, sehingga memungkinkan

penulis untuk melakukan analisis terhadap persepsi para elit pembuat kebijakan

luar negeri Indonesia berkaitan dengan rencana peningkatan anggaran dan

Page 5: UP 3 Bab Sakti Baru

5

kapabilitas militer Australia yang terangkum dalam Buku Putih Pertahanan

Australia 2009.

Dengan memperhatikan latar belakang penelitian ini, penulis sebagai

mahasiswa Studi Hubungan Internasional akan berusaha mengamati, memahami

serta menganalisa masalah tersebut dengan berpedoman kepada beberapa mata

kuliah yang terkait dengan masalah tersebut dalam kurikulum Jurusan Hubungan

Internasional Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Universitas

Padjadjaran, yaitu:

1. Politik Luar Negeri Indonesia 1 dan 2

Mata kuliah ini menganalisis tindakan negara terhadap lingkungan

eksternal serta berbagai kondisi domestik yang menopang tindakan. Penulis dapat

mendapatkan berbagai hal mengenai kebijakan luar negeri terutama kebijakan luar

negeri Indonesia.

2. Geopolitik, Geostrategi, dan Geokultur

Mata kuliah ini mempelajari mengenai pengaitan politik, strategi dan

budaya suatui negara dengan berbagai aspek geografis.

3. Analisis Kebijakan Luar Negeri

Berbagai basis teori dan pemodelan tentang kebijakan luar negeri bisa

penulis dapatkan dalam mata kuliah ini. Mata kuliah ini juga memberikan

perangkat-perangkat analisis yang dapat digunakan dalam menganalisis kebijakan

luar negeri, yang di dalamnya tidak terlepas dari model-model, uraian konseptual,

teorisasi dan pendekatan-pendekatan.

4. Politik Dunia 1 dan 2

Page 6: UP 3 Bab Sakti Baru

6

Menggambarkan berbagai fenomena politik yang terjadi didunia termasuk

didalamnya yang terjadi di suatu kawasan tertentu. Selain itu, mata kuliah ini

membantu peneliti untuk memahami pola interaksi yang terjadi antar negara-

negara melalui penelaahan secara mendalam atas kebijakan serta bentuk tindakan

yang dilakukan oleh masing-masing negara dikaitkan dengan struktur sistem

internasional.

1.2 Permasalahan

1.2.1 Identifikasi

Buku Putih Australia 2009 yang diterbitkan pada bulan Mei tahun 2009

lalu memuat beberapa rencana besar dan strategi Australia mengenai kekuatan

pertahanan dan kapabilitas militernya. Tentu saja rencana suatu negara untuk

memperkuat kekuatan militernya akan mendorong negara-negara disekitarnya

atau yang berada dalam kawasan yang sama untuk memberi respon dan reaksi.

Indonesia termasuk negara yang berdekatan dengan Australia dan termasuk

negara yang berpotensi terkena dampak langsung dari rencana peningkatan

kekuatan militer Australia.

Buku Putih Pertahanan Australia 2009 mencakup rencana pertahanan

Australia yang menjadikan Indonesia menjadi salah satu objeknya. Hal itu bisa

diketahui secara eksplisit dari dicantumkannya Indonesia dalam sub-bab tersendiri

dalam Buku Putih Pertahanan tersebut. Selain itu, secara implisit dalam rencana

strategisnya, Australia berdasarkan strategi yang dibuatnya akan menjadikan

kawasan Asia Tenggara termasuk Indonesia sebagai zona penyanggah (buffer

zone). Strategically, our neighbours in Southeast Asia sit astride our northern

Page 7: UP 3 Bab Sakti Baru

7

approaches, through which hostile forces would have to operate in order to

sustainably project force against Australia.3

Dari situ terwujudlah daerah penyangga (buffer zone) yang digunakan

untuk memperluas ruang yang dapat digunakan dalam menghadapi ancaman fisik

dari utara. Dengan menjadikan Indonesia sebagai zona penyanggah, wilayah

Indonesia akan menjadi pihak yang paling dirugikan jika terjadi perang terbuka

antara Australia dengan negara-negara dari utara.

“This is because the Indonesian archipelago is geographically the gateway to

Australia, and any hostile invader moving in from the North will have to secure

Indonesia before assaulting the Australian maindland. The Indonesians’ ability to

defend their territory from such an invasion is of major importance as Indonesia

becomes a direct buffer zone between Australia and the advancing enemy.”4

Rencana tersebut berpotensi berpengaruh secara langsung terhadap kondisi

Indonesia. Sehingga pemerintah Indonesia juga harus merespon rencana Australia

tersebut dengan sebuah kebijakan. Faktor eksternal memang menjadi salah satu

bahan pertimbangan dalam perumusan kebijakan luar negeri suatu negara

termasuk Indonesia. Apalagi faktor tersebut berasal dari negara yang berada

dalam satu kawasan dan merupakann negara tetangga Indonesia.

Kebijakan luar negeri suatu negara terhadap negara lain tentunya sudah

melalui proses pembuatan kebijakan sebelumnya yang melibatkan para elit dalam

birokrasi pembuat kebijakan. Peran elit dalam birokrasi sangat penting dalam

proses pembuatan kebijakan, mengingat Indonesia bukan merupakan negara

otoritarian yang sangat didominasi oleh single actor dalam hal ini presiden.

3 Department of Defence, Australian Government, 2009, Defending Australia in the Asia Pacific Century: Force 2030, Depatment of Defence, Australian Government4 Carlo Kopp, 2003, Indonesia’s Air Capability, Australia’s Independent Think Tank

Page 8: UP 3 Bab Sakti Baru

8

Dalam merumuskan sebuah kebijakan, para elit dalam birokrasi tersebut tentunya

tidak bisa lepas dari persepsi dirinya sendiri dalam melihat masalah yang dihadapi

dalam hal ini rencana peningkatan kapabilitas pertahanan negara tetangga

Australia.

Publikasi tersebut tidak hanya diketahui oleh masyarakat Australia saja,

melainkan juga dunia termasuk rakyat Indonesia. Sebagai warga negara yang

berdekatan dengan Australia, masyarakat Indonesia secara umum dan para elit

pembuat kebijakan luar negeri Indonesia tentunya mempunyai persepsi tersendiri

mengenai penerbitan Buku Putih Pertahanan Australia 2009 tersebut maupun

mengenai rencana peningkatan kapabilitas militer Australia. Persepsi para elit

pembuat kebijakan luar negeri Indonesia bisa saja dipengaruhi oleh beberapa hal,

termasuk hal yang berasal dari luar.

Mengingat persepsi elit pembuat kebijakan luar negeri Indonesia sangat

besar pengaruhnya, maka untuk mengetahui kebijakan luar negeri Indonesia yang

akan dihasilkan nantinya, penting juga untuk mengetahui persepsi para elit.

Mengenai kebijakan luar negeri Indonesia yang akan dijadikan sebagai respon

terhadap penerbitan Buku Putih Australia 2009 dapat dilihat dari persepsi para elit

pembuat kebijakan luar negeri Indonesia.

1.2.2 Pembatasan

Berdasarkan latar belakang dan identifikasi masalah yang telah dipaparkan

diatas, penulis hanya akan melakukan penelitian mengenai persepsi para elit

dalam birokrasi yang terlibat dalam proses pembuatan kebijakan luar negeri

Page 9: UP 3 Bab Sakti Baru

9

Indonesia berkaitan dengan penerbitan Buku Putih Pertahanan Australia 2009.

Penelitian ini juga hanya akan meneliti persepsi para elit yang masih aktif berada

dalam birokrasi dan terlibat dalam proses pembuatan kebijakan luar negeri

Indonesia ketika penelitian ini dilakukan.

1.2.3 Perumusan

Berdasarkan identifikasi dan pembatasan masalah yang telah diuraikan

sebelumnya, maka perumusan masalah disusun dalam bentuk research question

sebagai berikut:

“Bagaimana persepsi elit pembuat kebijakan luar negeri Indonesia

berkaitan dengan rencana peningkatan kekuatan militer Australia dalam Buku

Putih Pertahanan Australia 2009?”

1.3 Tujuan dan Kegunaan Penelitian

1.3.1 Tujuan Penelitian

Penulis dalam penelitian tentunya mempunyai tujuan-tujuan yang ingin

dicapai. Dalam penelitian ini ada beberapa tujuan mengapa penelitian ini penting

untuk dilakukan dan yang diharapkan penulis dapat diperoleh, diantaranya:

1. Untuk mengkaji lebih jauh mengenai persepsi elit pembuat

kebijakan luar negeri Indonesia yang mempengaruhi perilaku elit

tersebut.

2. Untuk mengetahui lebih jauh mengenai persepsi para elit pembuat

kebijakan luar negeri indonesia terhadap peningkatan kemampuan

pertahanan sebuah negara tetangga, terutama Australia.

Page 10: UP 3 Bab Sakti Baru

10

1.3.1 Kegunaan Penelitian

Dalam penelitian ini, penulis mempunyai kegunaan yang bersifat

akademis dan juga yang berguna untuk keperluan praktis.

a. Aspek teoritis yaitu diharapkan penelitian ini dapat memberikan

sumbangan berupa teori-teori dan konsep-konsep yang berkaitan dengan proses

pembuatan kebijakan luar negeri, terutama yang berkenaan dengan bidang

pertahanan dan keamanan, demi perkembangan ilmu pengetahuan khususnya

Hubungan Internasional.

b. Aspek praktis yaitu penelitian ini diharapkan memberikan

informasi dan prediksi bagi pemerintah Indonesia dan lembaga-lembaga yang

terkait mengenai kebijakan luar negeri Indonesia terhadap Australia pasca

penerbitan Buku Putih Pertahanan Australia 2009.

Page 11: UP 3 Bab Sakti Baru

11

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Penelitian Terdahulu

Sebagai bahan pertimbangan dalam penelitian, maka peneliti disini

akan mencantumkan hasil penelitian terdahulu oleh beberapa peneliti yang

pernah dibaca sebelumnya.

Penelitian yang dilakukan oleh Yudho Sasongko tahun 2003,

dengan judul Politik Birokrasi dan Perilaku Asertif Cina Dalam Konflik

Laut Cina Selatan: Studi Kasus Pendudukan Cina di Kepulauan Spratly,

pada penelitian tersebut dijelaskan akan pentingnya persepsi dalam proses

pembuatan keputusan dan para pembuat keputusan berperilaku

berdasarkan persepsinya terhadap lingkungan eksternal maupun internal.

Selain itu, penelitian itu juga menyatakan bahwa terjadi tarik-menarik

antara para aktor pengambil keputusan dari organisasi yang terlibat.

2.2 Decision Making Process

Terdapat berbagai macam proses pengambilan keputusan dalam

organisasi, namun sebenarnya semuanya melewati beberapa tahap yang mirip,

yaitu ada masalah yang harus diselesaikan. Dalam bentuk konvensional, fungsi

dalam decision making memiliki lima sub fungsi yaitu, mengidentifikasi tujuan,

mencari tindakan alternatif, memprediksi, mengevaluasi, dan memilih alternatif

terbaik.5

5 Paul Anderson, 1983, Decision Making by Objection and the Cuban Missile Crisis, Administrative Science Quarterly, Vol 28, no 26, 201

Page 12: UP 3 Bab Sakti Baru

12

Ada beberapa bentuk model dalam proses pembuatan keputusan, salah

satu diantaranya adalah Bureaucratic Politics Model. Ada asumsi yang

menyatakan bahwa dalam hubungan internasional terdiri dari beberapa tindakan

dari kesatuan pemerintahan nasional dan tindakan negara tersebut dapat dipahami

dengan analogi sebagai tindakan yang terkoordinasi dari manusia.6

Sesuai dengan asumsi tersebut bahwa dalam sebuah negara yang

memberlakukan demokrasi, dominasi aktor tunggal akan cenderung untuk

dibatasi. Negara demokratis seperti halnya Indonesia terdapat birokrasi dalam

sistem politiknya. Birokrasi itu juga terlibat dalam pembuatan kebijakan pada

bidang-bidang yang sesuai dengan lembaganya.

Model ini juga mempunyai beberapa kelebihan dibandingkan dengan

model lain dalam menganalisis proses pembuatan kebijakan luar negeri seperti

rational decision making model. Rational model mempunyai asumsi bahwa

proses pembuatan keputusan bisa dilihat sebagai pengambilan keputusan oleh

aktor tunggal, padahal manusia cenderung untuk berbuat salah dalam mengambil

keputusan dan juga ketika aktor tunggal menangani berbagai masalah maka tidak

akan cukum waktu untuk menganalisis setiap permasalahan yang ada.7 Sedangkan

bureaucratic politics model menyetakan bahwa keputusan diambil dari hasil

kompromi dan bargaining beberapa individu dari birokrasi yang ada dalam

pemerintahan, sehingga kesalahan satu orang dapat ditutupi oleh aktor-aktor yang

lain. Menurut Graham Allison, sebagian besar analisis kebijakan luar negeri

6 Graham T Allison, Morton H Halperin, 1972, Bureaucratic Politics: A Paradigm and Policy Implications, World Politics, vol. 24 Supplement, Theory and Policy in International Relations, 417 Kegley, 2008, World Politics, edisi 11, melalui http;//faculty.ucc.edu/decision_making_model.htm (diakses tanggal 9 mei 2010)

Page 13: UP 3 Bab Sakti Baru

13

menggunakan model aktor rasional tapi kerangka ini harus dilengkapi dengan

fokus unit-unit dalam institusi pemerintah.

Dalam model aktor rasional, kebijakan luar negeri dipandang sebagai

akibat dari tindakan-tindakan aktor rasional yang dilakukan secara sengaja untuk

mencapai suatu tujuan. Perilaku pemerintah dianalogikan dengan perilaku yang

rasional dan terkoordinasi. Melalui sebuah proses penalaran, para pembuat

keputusan berusaha mengambil pilihan atas alternatif-alternatif yang ada. Dalam

model ini, para pembuat keputusan diasumsikan bisa memperoleh informasi yang

cukup banyak serta selalu siap untuk melakukan perubahan atau penyesuaian

kebijakan.8

Dalam bureaucratic politics model, kebijakan luar negeri dipandang

sebagai hasil dari proses politik berupa tawar menawar, kompromi, penyesuaian

diri diantara berbagai komponen dalam birokrasi dalam lingkungan yang

kompetitif. Menurut model aktor rasional, proses pembuatan keputusan adalah

proses intelektual, sedangkan menurut model ini, proses pembuatan keputusan

adalah proses sosial atau proses politik.9

Graham T Allison menggunakan model ini dalam menganalisis kebijakan

luar negeri Amerika Serikat dalam krisis missil Cuba. Penelitian ini juga akan

menganalisis tentang proses pembuatan kebijakan luar negeri Indonesia berkenaan

dengan penerbitan Buku Putih Pertahanan Australia 2009. Ada kesamaan diantara

keduanya bahwa Amerika Serikat dan Indonesia merupakan negara demokratis

8 Moehtar Mas’oed, 1991, Ilmu Hubungan Internasional: Disiplin dan Metodologi, Jakarta, LP3ES, hal 2349 Ibid, 237

Page 14: UP 3 Bab Sakti Baru

14

dengan tidak adanya aktor tunggal yang dominan, selain itu penelitian juga

dilakukan terhadap kebijakan luar negeri dalam bidang pertahanan.

2.3 Bureaucratic Politics Model

Model ini memfokuskan terutama pada para individu dalam sebuah

pemerintahan dan interaksi yang terjadi diantara mereka, sebagai faktor yang

menentukan tindakan pemerintah dalam hubungan internasional.10 Apa yang

dilakukan oleh pemerintah dalam berbagai hal bisa dipahami sebagai sebuah hasil

dari persetujuan dari para individu yang mempunyai posisi dalam hirarki

pemerintahan. Tapi hasil dan persetujuan itu terbatasi oleh proses organisasi dan

pembagian hak dan kewenangan pada tiap posisi.

Model ini tidak melihat adanya single actor sebagai pembuat kebijakan,

tetapi ada banyak aktor yang ikut terlibat dalam pengambilan kebijakan. Para

aktor itu juga tergantung pada konsepsi keamanan nasional, kepentingan personal,

dan faktor lainnya. Pilihan variabel yang digunakan oleh para analis maupun

partisipan merujuk pada persepsi dirinya mengenai masalah maupun isu tertentu.11

Pada saat menjelaskan, memprediksi, dan merencanakan sesuatu, seorang analis

walaupun hanya secara implisit, akan memperhitungkan karakteristik kenyataan

yang terjadi di dunia yang menjadi perhatiannya.

2.2.1 Unit Analisis Dasar

Unit analisis dalam Bureaucratic Politics Model:12

10Graham T Allison, Morton H Halperin, 1972, Bureaucratic Politics: A Paradigm and Policy Implications, World Politics, vol. 24 Supplement, Theory and Policy in International Relations, 4311 Ibid , 4512 Ibid, 44-46

Page 15: UP 3 Bab Sakti Baru

15

1. Outcome : Apa yang terjadi sekarang ini sebenarnya dipengaruhi

oleh tindakan-tindakan negara. Sebagai contoh ketika terjadi krisis

misil Cuba, keputusan Amerika untuk tidak menginvasi Cuba

merupakan sebuah jalan yang mencegah terjadinya perang nuklir.

Dapat dihindarinya perang nuklir di Cuba merupakan sebuah

outcome dari keputusan Amerika untuk tidak menginvasi Cuba.

2. Actions : ini merupakan unit analisis dasar ketika tindakan sebuah

negara yang didefinisikan sebagai berbagai tindakan yang

dilakukan oleh para pejabat pemerintahan sebagai penggunaan

kewenangan. Tindakan ini setidaknya dirasakan oleh pihak luar,

dalam artian tindakan yang dilakukan oleh pemerintah

mempengaruhi negara lain. Dengan asumsi ini, untuk menjelaskan,

mamprediksi, dan merencanakan sebuah keputusan sangat penting

untuk mengidentifikasi tindakan negara tertentu yang berpengaruh

terhadap negara lain.

3. Action Channels : Sekumpulan prosedur untuk menghasilkan

keputusan tertentu. Seperti ketika sebuah negara mempunyai

kebijakan untuk mengintervensi secara militer negara lain. Action

channels dalam kebijakan itu meliputi rekomendasi dari duta besar

negara bersangkutan, informasi dari komunitas intelijen,

pertimbangan menteri pertahanan, dan aktor-aktor lainnya.

Dalam mengemukakan model ini, Graham T Allison memberikan

pengertian yang berbeda antara policy, decision, dan action. Ketigannya

Page 16: UP 3 Bab Sakti Baru

16

mempunyai hubungan yang jelas dalam implementasinya. Action merupakan

tindakan yang dijalankan oleh suatu negara yang mengacu pada decision negara

itu sebelumnya. Decision yang di buat oleh suatu negara ke negara lain juga

berdasarkan policy negara tersebut. Jadi sifatnya secara umum adalah decision

lebih luas dari action tapi decision bersifat lebih sempit dari policy.

Untuk menganalisis sebuah proses pembuatan kebijakan luar negeri,

Allison juga menjelaskan beberapa istilah policy games, decision games, dan juga

action games. Kata games dalam istilah tersebut berarti segala aktivitas dari para

aktor yang menuju pada pembuatan policy, decision, dan action.

Ada tiga konsep yang bisa digunakan untuk melihat proses pembuatan

kebijakan melalui tiga jawaban dari tiga pertanyaan berikut ini:13

1. Siapa aktor yang terlibat?

2. Faktor apa saja yang menentukan persepsi dan interest para aktor

tersebut?

3. Bagaimana persepsi dari masing-masing aktor tersebut teragregasi

dalam keputusan dan tindakan pemerintah?

Maksud dari “siapa aktor yang terlibat?” adalah mereka yang perilaku dan

kepentingannya mempunyai pengaruh yang besar dalam tindakan dan keputusan

pemerintah. Dalam setiap pemerintahan, termasuk Indonesia, ada beberapa senior

players yang terlibat dalam proses pembuatan kebijakan keamanan nasional.

mereka. Para pejabat senior tersebut meliputi para figur penting yang merupakan

ketua dari lembaga keamanan seperti Kepala Intelijen, Menteri Pertahanan

13 Ibid, 46

Page 17: UP 3 Bab Sakti Baru

17

(militer), Menteri Keuangan (anggaran), dan Menteri Luar Negeri. Secara umum

kepala eksekutif (presiden) juga termasuk para figur penting ini, bahkan memiliki

peran yang lebih besar.

Dalam sebuah lingkaran senior player, terdapat lingkaran junior player

yang merupakan orang-orang dekat yang berposisi dibawah senior player tersebut

seperti para juru bicara, staf ahli, deputi bidang tertentu dan lain sebagainya. Peran

dari para player tersebut tidaklah sama tergantung pada isu dan permasalahan

yang dihadapi serta faktor lain seperti aturan yang berlaku pada sebuah

pemerintahan. Senior player akan lebih mendominasi dalam tataran decision

games, sedangkan junior player akan mendaoatkan peran yang lebih besar dalam

tataran action games.14

Sedangkan faktor-faktor yang menentukan persepsi dan interest para aktor

tersebut. Isu apa dan apa yang harus dilakukan? Merupakan pertanyaan yang

jawabannya tergantung pada posisi individu yang bersangkutan dalam lembaga

pemerintah. Persepsi dan interest individu tersebut berasal dari karakteristik dan

posisinya pada sebuah lembaga pemerintah.

Ada empat hal besar yang mempengaruhi interest para aktor pengambil

kebijakan tersebut :15

1. National Security Interest : Elemen ini biasanya tidak ada

perbedaan pendapat didalamnya. Sebagai contoh semua pihak akan

relatif setuju jika Indonesia menghindari dominasi negara lain.

14 Ibid, 4715 Ibid, 48

Page 18: UP 3 Bab Sakti Baru

18

2. Organizational Interest : Beberapa aktor akan cenderung untuk

mengutamakan lembaga yang ditempatinya. Eksistensi lembaganya

menjadi salah satu pertimbangan dalam menentukan keputusan.

Contohnya seperti peningkatan anggaran untuk militer berarti

anggaran untuk Departemen Pertahanan semakin meningkat.

3. Domestic Interest : Sebagian aktor juga akan mempertimbangkan

bagaimana kebijakan luar negeri suatu negara juga akan

mempengaruhi kondisi politik dalam negeri.

4. Personal Interest : Pada akhirnya semua aktor juga

mempertimbangkan bagaimana kepentingan pribadinya dalam

menentukan keputusan.

Seringkali suatu isu menjadi perhatian ketika beberapa aktor

menginginkan suatu perubahan. Tapi juga sering terjadi karena terjadi beberapa

hal seperti adanya deadline (anggaran dan masa jabatan) atau juga adanya

peristiwa yang berasal dari internal maupun eksternal negara tersebut. Ketika

sebuah permasalahan mengemuka, para aktor saling menentukan pendapat dan

argumennya. Pendapat dan argumen dari setiap aktor tidak bebas tapi berdasarkan

posisi dan porsi dari lembaga yang diwakilinya.

2.4 Operasionalisasi Model

Dalam model diatas, Allison menyatakan aktor pembuat kebijakan sebagai

salah satu konsep dasar dalam menganalisis proses pembuatan kebijakan luar

negeri. Dalam hal ini, aktor tersebut adalah para pejabat senior dan junior dari

lembaga yang merupakan anggota Dewan Pertahanan Nasional. Aktor-aktor

Page 19: UP 3 Bab Sakti Baru

19

tersebut berinteraksi berdasarkan aturan dan prosedur yang berlaku seperti

undang-undang.

Berdasarkan peraturan yang berlaku di Indonesia, kewenangan

penyelenggaraan Hubungan Luar Negeri dan pelaksanaan Politik Luar Negeri

Pemerintah Republik Indonesia berada di tangan Presiden. Sedangkan dalam hal

menyatakan perang, membuat perdamaian, dan perjanjian dengan negara lain

diperlukan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat.16

Undang-Undang juga menyatakan bahwa presiden dapat melimpahkan

kewenangan pelaksanaan Politik Luar Negeri Republik Indonesia kepada Menteri.

Dalam melaksanakan tugas ini, para menteri dan pejabat negara lainnya harus

melakukan konsultasi dan koordinasi dengan menteri.

Berdasarkan aturan yang ada, dalam menetapkan kebijakan umum

pertahanan negara, Presiden dibantu oleh Dewan Pertahanan Nasional.17 Sesuai

dengan undang-undang, maka Menteri Pertahanan, Menteri Luar Negeri, Menteri

Dalam Negeri, dan Panglima TNI akan menjadi anggota tetap Dewan Pertahanan

Nasional. Oleh karena itu, mereka akan membantu Presiden dalam merumuskan

kebijakan umum pertahanan Indonesia.

16 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 37 Tahun 1999 Tentang Hubungan Luar Negeri Pasal 6, Ayat 117 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 2002 Tentang Pertahanan Negara, Pasal 15

Page 20: UP 3 Bab Sakti Baru

20

Skema 1.1

Kerangka Pemikiran

Skema diatas menjelaskan bahwa sebuah tindakan dihasilkan aktor-aktor

yang mewakili lembaga yang terkait dengan masalah pertahanan nasional melalui

sebuah aktivitas pembuatan tindakan (Action games). Seperti disebutkan diatas

bahwa lembaga-lembaga tersebut adalah Kementerian Pertahanan, Kementerian

Luar Negeri, Kementerian Dalam Negeri dan Tentara Nasional Indonesia.

Kemudian lembaga-lembaga tersebut diwakili oleh pejabatnya dalam action

games. Setiap aktor mempunyai persepsi sendiri berkenaan dengan permasalahan

yang akan dihadapi. Keterlibatan dan hubungan antar lembaga maupun aktor yang

mewakili lembaga tersebut dalam pembuatan keputusan telah ditentukan oleh

sebuah aturan/prosedur (action channel). Aturan mengenai hal ini adalah Undang-

Undang Republik Indonesia tentang Pertahanan Negara dan Hubungan Luar

Negeri.

Page 21: UP 3 Bab Sakti Baru

21

Dengan adanya asumsi bahwa bahwa setiap aktor berhasil menjadikan

persepsi yang dimilikinya dalam bentuk sebuah keputusan dalam decision making

process, maka dengan mengetahui persepsi para aktor-aktor yang terlibat, akan

dapat diperkirakan kebijakan luar negeri yang akan diambil oleh pemerintah

Indonesia . Kebijakan luar negeri yang akan diputuskan tidak akan berbeda

dengan persepsi para aktor yang terlibat dalam proses pengambilan keputusan.

Page 22: UP 3 Bab Sakti Baru

22

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

Dalam rangka mengkaji permasalahan yang telah disebutkan pada bab

sebelumnya, maka pada bab ini peneliti akan menguraikan cara-cara yang

digunakan untuk mengumpulkan dan menganalisis data berkenaan dengan

penelitian ini.

3.1 Metode Penelitian

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah studi kasus (case

study). Dengan metode ini, peneliti berusaha mengkaji lebih dalam permasalahan

yang ada dengan batasan-batasan yang rinci. Studi kasus merupakan sebuah

metode yang mengacu pada penelitian yang mempunyai unsur how dan why pada

pertanyaan utama penelitiannya dan meneliti masalah-masalah kontemporer.18

Data dalam studi kasus dapat diperoleh dari semua pihak yang bersangkutan, baik

melalui wawancara, observasi, partisipasi, dan dokumentasi.19

Untuk memperoleh pengetahuan secara mendalam data studi kasus, maka

peneliti tidak hanya memperolehnya dari kasus yang diteliti saja, tetapi juga dari

semua pihak yang mengetahui dan mengenal kasus tersebut dengan baik. Data

atau informasi bisa berasal dari banyak sumber, tetapi perlu dibatasi hanya pada

kasus yang diteliti.

3.2 Jenis Penelitian

18 Robert K Yin, 2008, Studi Kasus: Desain dan Metode, Jakarta, Rajawali Press, hal 119 Mudjia rahardjo, 2010, Mengenal Lebih Jauh, Tentang Studi Kasus, melalui www.munjiarahardjo.com (diakses tanggal 9 Mei 2010)

Page 23: UP 3 Bab Sakti Baru

23

a. Berdasarkan karakteristik

Metode penelitian yang digunakan oleh penulis dalam penelitian ini adalah

metode penelitian kualitatif. Penulis mempunyai alasan dan pertimbangan yang

mendasari untuk menggunakan metode penelitian kualitatif ini. Seperti halnya

fenomena sosial lainnya, sebuah kebijakan, termasuk kebijakan luar negeri,

merupakan hal yang melalui proses yang panjang dalam pembuatannya. Serta

didalamnya terdapat faktor-faktor yang banyak dan akan sangat sulit jika

dikalkulasikan dalam data kuantitatif yang berupa angka-angka dengan nominal

tertentu. Selain melalui proses panjang dan terdapat banyak faktor dalam proses

pembuatannya, sebuah kebijakan yang sudah diputuskan juga tidak bisa dinilai

dan ditaksir dengan angka atau dengan nominal tertentu. Selain itu, metode

kualitatif bertujuan memperoleh gambaran yang seutuhnya dari pandangan

manusia yang diteliti.

Instrumen penelitian yang utama dalam pendekatan ini adalah peneliti sendiri,

dimana peneliti sebagai pengumpul data. Kehadiran penulis sangat diperlukan dalam

penelitian ini. Penulis akan langsung hadir dalam penelitian dilapangan karena

bertindak sebagai instrumen sekaligus pengumpul data. Kehadiran peneliti juga

diketahui oleh para narasumber karena adanya surat pengantar penelitian yang

ditunjukkan oleh penulis.

b. Berdasarkan Tujuan

Pada penelitian ini, penulis menggunakan jenis penelitian eksplanatif

untuk menjawab masalah yang telah dirumuskan sebelumnya. Penelitian ini akan

Page 24: UP 3 Bab Sakti Baru

24

menjelaskan variabel-veriabel yang ada, sehingga peneliti tidak hanya

mendeskripsikannya saja. Penelitian eksplanatif akan menjawab pertanyaan

“bagaimana” yang termuat dalam research question yang terdapat dalam rumusan

masalah.

Pada penelitian ini, peneliti ingin mengetahui bagaimana persepsi para

pejabat dari lembaga yang terlibat dalam perumusan kebijakan dan tindakan luar

negeri Indonesia mengenai pertahanan dan pengaruhnya terhadap perilaku para

elit pejabat tersebut dalam proses pembuatan keputusan.

3.3 Level Analisis

Saat melakukan penilitian ilmiah dalam Hubungan Internasional, terdapat

kegiatan analisis yang diterapkan dalam tingkatan-tingkatan tertentu sesuai teori

yang digunakan dalam memahami fenomena hubungan internasional yang dikaji.

Sehingga perlu digunakan sebuah level analisis untuk menganalisis fenomena

yang terjadi tersebut. Level analisis digunakan untuk menggambarkan tingkatan-

tingkatan dari analisis terhadap studi fenomena agar dapat diketahui terlebih

dahulu fokus apa yang akan dijadikan output dalam penelitian ini. Hal ini penting,

karena fakta fenomena yang terjadi hanya dapat diterjemahkan atau dicari

maknanya dengan cara interpretasi dengan landasan teori tertentu serta tingkatan

dalam level of anaysis apa yang digunakan.

Dari tingkatan analisis yang ada, peneliti menggunakan tingkatan individu

dalamm menganalisis fenomena hubungan internasional yang menjadi bahasan

dalam penelitian ini. Fenomena hubungan internasioanal pada dasarnya

dicerminkan oleh interaksi perilaku individu-individu yang ada didalamnya. Di

Page 25: UP 3 Bab Sakti Baru

25

tingkat individu fokusnya adalah persepsi, pilihan dan tindakan yang diambil oleh

seorang individu. Fokus penelaahan adalah sikap dan perilaku tokoh-tokoh utama

pembuat keputusan, seperti kepala pemerintahan, manteri luar negeri, penasehat

militer dan lain-lain. Untuk memahami realitas hubungan internasional,

diperlukan suatu pengkajian mengenai sikap dan perilaku para tokoh utama

pembuat keputusan.

3.4 Subjek dan Objek Penelitian

Subjek dalam penelitian ini adalah para pejabat senior maupun junior yang

mewakili kementerian-kementerian yang terlibat dalam penyusunan kebijakan

pertahanan Indonesia yang juga dipimpin oleh anggota tetap Dewan Pertahanan

Nasional sesuai dengan Undang-Undang Republik Indonesia tentang Pertahanan

Negara. Subjek yang juga menjadi informan dalam penelitian ini adalah :

1. Pihak yang mewakili Kementerian Pertahanan : Direktur

Jenderal Strategi Pertahanan dan Direktur Jenderal Perencanaan

Pertahanan pada Kementerian Pertahanan Republik Indonesia.

2. Pihak yang mewakili Kementerian Luar Negeri : Direktur

Jenderal Asia Pasifik dan Afrika pada Direktorat Jenderal Asia

Pasifik dan Afrika Kementerian Luar Negeri Republik Indonesia.

3. Pihak yang mewakili Kementerian Dalam Negeri :

Direktur Jenderal Kesatuan Bangsa dan Politik Kementerian Dalam

Negeri Republik Indonesia.

Page 26: UP 3 Bab Sakti Baru

26

4. Pihak yang mewakili Tentara Nasional Indonesia :

Pimpinan Pusat Pengkajian Strategi TNI

Ada beberapa pertimbangan mengapa mereka dipilih oleh penulis sebagai

informan, adalah sebagai berikut:

1. Direktorat Jenderal Strategi Pertahanan dan Direktorat

Jenderal Perencanaan Pertahanan pada Kementerian Pertahanan

Republik Indonesia adalah direktorat yang menangani merumuskan

strategi pertahanan Indonesia dan merencanakannya. Strategi

berkaitan dengan rencana-rencana secara luas dan berjangka

panjang, sedangkan perencanaan berkenaan dengan masalah taktis

dan operasional.

2. Direktorat Jenderal Asia Pasifik dan Afrika Kementerian

Luar Negeri Republik Indonesia adalah direktorat yang

membidangi berbagai masalah yang dihadapi Pemerintah Indonesia

di kawasan Asia Pasifik dan Afrika, termasuk didalamnya juga

Australia

3. Direktorat jenderal Kesatuan Bangsa dan Politik

Kementerian Dalam Negeri Republik Indonesia adalah direktorat

yang membawahi masalah politik dan kesatuan bangsa.

4. Pusat Pengkajian Strategi TNI dibentuk untuk mengkaji

mengenai perkembangan dan perubahan lingkungan eksternal.

Page 27: UP 3 Bab Sakti Baru

27

Sedangkan Objek dari penelitian ini adalah persepsi para pejabat senior

dari kementerian-kementerian yang terlibat dalam pembuatan kebijakan

pertahanan Indonesia tentang penerbitan Buku Putih Pertahanan Australia 2009

yang meliputi rencana peningkatan kapabilitas militer Australia.

3.5 Jenis Data

Jenis data yang akan didapatkan oleh penulis berupa data primer dan data

sekunder. Data primer akan diperoleh melalui wawancara mendalam yang

dilakukan dengan para informan. Sedangkan data sekunder didapatkan melalui

dokumentasi dan juga kajian pustaka terhadap beberapa buku, jurnal, dan lainnya

yang dapat mendukung penelitian ini.

3.6 Teknik Pengumpulan Data

Guba mengatakan bahwa data dalam penelitian dilihat sebagai hasil

interaksi antara peneliti dengan sumber data di mana data merupakan produk dari

proses memberikan interpretasi peneliti; di dalam data sudah terkandung makna

yang mempunyai referensi pada nilai (value).20 Sehingga data merupakan hasil

konstruksi peneliti dari informasi yang didapatkannya.

a. Wawancara Mendalam

Responden dalam penelitian kualitatif biasanya sering disebut sebagai

informan. Wawancara dapat digunakan untuk mengetahui hal-hal dari responden

yang lebih mendalam. Dalam wawancara ada beberapa alat yang digunakan

seperti: buku catatan, tape recorder, dan kamera.

20 Noeng Muhadjir, 2000. Metodologi Penelitian Kualitatif. Edisi IV. Yogyakarta: Rake Sarasin, hal 177

Page 28: UP 3 Bab Sakti Baru

28

Wawancara yaitu teknik yang digunakan dengan mengadakan tanya jawab

langsung dengan pihak terkait untuk mendapatkan data pendukung tentang

permasalahan yang diteliti. Wawancara merupakan alat re-cheking atau

pembuktian terhadap informasi atau keterangan yang diperoleh sebelumnya.

Tehnik wawancara yang digunakan dalam penelitian kualitatif adalah wawancara

mendalam.

Wawancara dipilih sebagai teknik pengumpulan data yang utama. Peneliti

menggunakan teknik wawancara guna mendapatkan keterangan langsung dari

informan dengan bercakap-cakap bertatap muka maupun dengan media

komunikasi yang lain.

a. Dokumentasi

Dokumen merupakan catatan peristiwa yang sudah berlalu. Dokumen bisa

berbentuk tulisan, gambar, atau karya-karya monumental dari seseorang.21

Sejumlah besar fakta dan data tersimpan dalam bahan yang berbentuk

dokumentasi. Sebagian besar data yang tersedia adalah berbentuk surat-surat,

catatan harian, cenderamata, laporan, artefak, foto, dan sebagainya. Sifat utama

data ini tak terbatas pada ruang dan waktu sehingga memberi peluang kepada

peneliti untuk mengetahui hal-hal yang pernah terjadi di waktu silam.

b. Internet

21 Sugiyono. 2005. Memahami Penelitian Kualitatif. Bandung: Alfabeta, hal 82

Page 29: UP 3 Bab Sakti Baru

29

Pada saat ini internet atau database komputer on-line dapat menjadi salah

satu sumber informasi atau referensi bagi sebuah penelitian. Ada beberapa

keuntungan dari sumber ini yaitu cakupan yang luas dan kemudahan akses.22

3.7 Analisis Data

Peneliti dalam menganalisis data tidak menggunakan teknik yang bersifat

statistik karena data-data yang dikumpulkan tidak berupa angka. Menurut Patton

analisi data adalah proses mengatur urutan data, mengorganisasikannya ke dalam

suatu pola, kategori, dan satuan uraian dasar.23 Analisis data bertujuan untuk

menyederhanakan data ke dalam bentuk yang lebih sederhana sehingga mudah

dibaca dan dipahami sehingga kesimpulan dapat diambil secara tepat dan

sistematis.

Analisis data dalam penelitian ini menggunakan logika induktif. Tahapan-

tahapan yang akan dilakukan oleh peneliti adalah menyusun secara sistematis

semua data yang terkumpul dari hasil wawancara, dokumentasi, dan catatan

lapangan dengan cara mengorganisasi kedalam kategori-kategori. Kemudian

setelah itu peneliti memilah data-data yang penting untuk dipelajari. Setelah

dipilah, data-data itu kemudian dijabarkan kedalam unit-unit dan disusun kedalam

sebuah pola. Dan pada akhirnya peneliti akan membuat kesimpulan sehingga

mudah dipahami oleh diri sendiri maupun orang lain.

3.8 Lokasi dan Waktu Penelitian

22 John W Creswell,. 2002. Desain Penelitian, Kualitatif & Kuantitatif. Terjemahan oleh Angkatan III & IV KIK-UI, hl 29-3223 Iqbal Hasan, 2002, Pokok-Pokok Materi Motodologi Penelitian dan Aplikasinya. Jakarta: Ghalia Indonesia, hal- 98

Page 30: UP 3 Bab Sakti Baru

30

Untuk mengkonstruksi berbagai data yang diperlukan, peneliti merasa

perlu untuk mendapatkan informasi di beberapa tempat di bawah ini:

1. Kementerian Pertahanan Republik Indonesia, Jakarta

2. Kementerian Luar Negeri Republik Indonesia, Jakarta

3. Kementerian Dalam Negeri Republik Indonesia, Jakarta

4. Markas Besar Tentara Nasional Indonesia, Jakarta

Sementara itu estimasi rentang waktu penelitian adalah sebagai berikut:

No. Kegiatan

Waktu Pelaksanaan

2010

1 2 3 4 5 6

1. Studi Pendahuluan dan Bimbingan

2. Studi Pustaka dan Bimbingan

3. Penelitian Lapangan

4. Pengolahan Data dan Bimbingan

5. Penyusunan Laporan dan Perbaikan

6. Sidang Skripsi

3.9 Sistematika Penulisan

Skripsi ini ditulis dalam lima bab, yaitu:

Page 31: UP 3 Bab Sakti Baru

31

Bab I. Merupakan pendahuluan dari penelitian ini yang meliputi latar

belakang, permasalahan, tujuan penelitian, dan juga kegunaa penelitian.

Bab II. Merupakan tinjauan pustaka yang merupakan berbagai materi

yang dianggap dapat mendukung dan bermanfaat bagi penelitian di mana

kemudian berbagai bahan materi ini kemudian diklasifikasikan berdasarkan tema

tertentu.

Bab III. Merupakan bagian yang menjelaskan mengenai cara bagaimana

penelitian ini dilakukan. Dalam bab ini dijelaskan mengenai objek dan subjek

penelitian, teknik pengumpulan data, waktu dan lokasi penelitian, jenis data dan

juga kerangka pemikiran yang mendasari penelitian ini.

Bab IV. Merupakan pembahasan mengenai persepsi para elit dari lembaga

yang terlibat dalam perumusan kebijakan luar negeri Indonesia terkait penerbitan

Buku Putih Pertahanan Australia 2009.

Bab V. Merupakan bagian penutup di mana didalamnya terdapat

kesimpulan dan saran yang dirumuskan oleh penulis.

Page 32: UP 3 Bab Sakti Baru

32

3.1

DAFTAR PUSTAKA

Allison, Graham T Morton H Halperin, 1972, Bureaucratic Politics: A Paradigm

and Policy Implications, World Politics, vol. 24 Supplement, Theory and

Policy in International Relations

Atkinson, Rita L., Richard C. Atkinson, and Ernest. R. Hilgard. 1991. Pengantar.

Psikologi Jilid 1. Jakarta. Erlangga

Buzan, Barry, 1991, People, State and Fear: An Agenda for International Security

Studies in the Post-Cold War Era (London: Harvester Wheatsheaf)

Chauvel, Richard Chusnul Mar'iyah, 2005, Indonesia-Australia: tantangan dan

kesempatan dalam hubungan politik bilateral, Yayasan Obor Indonesia

Chaplin, C.P. 1993. Kamus Lengkap Psikologi. Jakarta : PT. Grafindo Persada

Craig A. Snyder, 1999, Contemporary Security and Strategy (UK : Macmillan

Press), Bab II dan BabIII.

Creswell, John W. 2002. Desain Penelitian, Kualitatif & Kuantitatif. Terjemahan

oleh Angkatan III & IV KIK-UI dan bekerjasama dengan Nur Khabibah.

Jakarta: KIK Press.

Departmen of Defence, Australian Government, 2009, Defending Australia in the

Asia Pacific Century: Force 2030, Departmen of Defence, Australian

Government

Dewitt, David, 1994 “Common, Comprehensive, and Cooperative Security”,

Pacific Review Vol. 7, No. 1

Fitzgibbon, Joel, 2009, The 2009 Defence White Paper- The Most Comprehensive

White Paper on Medern Era, , www.defence.gov.au/media, diakses

tanggal 2 Maret 2010

Page 33: UP 3 Bab Sakti Baru

33

Hasan, Iqbal. 2002, Pokok-Pokok Materi Motodologi Penelitian dan Aplikasinya.

Jakarta: Ghalia Indonesia

Jensen,Lyod, 1982, Explaining Foreign Policy. New jersey, prentice Hall. Inc.

Kopp, Carlo, 2003, Indonesia’s Air Capability, Australia’s Independent Think

Tank

Lentner, Howard H. 1974. Foreign Policy Analysis : A Comparative and

Conceptual Approach. Columbus-Ohio: Bell and Howell Company

Langie, Gerungan Saul Samuel Jacob Ratu, 1982, Indonesia di Pasifik: analisa

masalah-masalah pokok Asia Pasifik, Penerbit Sinar Harapan

Mansyur, Hamdan, 2002, “Pendidikan Kewarganegaraan”. PT Gramedia Pustaka

Utama. Jakarta

Mantra,Ida Bagus, 2004, Filsafat penelitian dan metode penelitian sosial, Pustaka

Pelajar

Mattern, Johannes, 1942, Geopolitik: doctrine of national self-sufficiency and

empire Jilid 2 dari Studies, Johns Hopkins university, in historical and

political science. Ser. The Johns Hopkins Press

Muhadjir, Noeng. 2000. Metodologi Penelitian Kualitatif. Edisi IV. Yogyakarta:

Rake Sarasin.

Prawirasaputra, Sumpena, 1985, Politik Luar Negeri Republik Indonesia: Suatu Model

Pengantar, Remadja Karya, Bandung,

Rifai, Amzulian, 1996 Refleksi hubungan Indonesia Australia, Universitas

Sriwijaya

Rosenau, James N. 1966, ‘Pre Theories and Theories and Foreign Policy’, in

Approaches to Comparative and International Politics, ed. Barry R.

Farrell, Northwestern University Press, Evanston

Saleh, Rasyid Bambang Budiarto, 2000, Metode penelitian sosial: terapan dan

kebijaksanaan, Badan Penelitian dan Pengembangan, Departemen Dalam

Negeri dan Otonomi Daerah, Jakarta

Page 34: UP 3 Bab Sakti Baru

34

Slater, Michael D 2004, An Analysis of Australia’s National Strategy In The War

Against Terror, USAWC Strategy Research Project, Departemen

Pertahanan Amerika Serikat

Strauss and Corbin, 1990, Basics of Qualitative Research: Grounded Theory

Procedures and Technique, Newbury Park, Sage Publication

Sugiyono. 2005. Memahami Penelitian Kualitatif. Bandung: ALFABETA.

Suradinata, Ermaya Alex Dinuth, 2001, Geopolitik & konsepsi ketahanan

nasional: pemikiran awal, pengembangan, dan prospek. Paradigma Cipta

Yatsigama

Santana , Setiawan K, 2007, Menulis ilmiah: metode penelitian kualitatif,

Yayasan Obor Indonesia

Singh, Bilveer, 2002, Defense relations between Australia and Indonesia in the

post-Cold War era Jilid 220 dari Contributions in military studies,

Greenwood Publishing Group

Sukma, Rizal, 2003, Keamanan Nasional: Ancaman dan Eskalasi, Pro-Patria,

Jakarta

Suprihanto, J.M. Agung, T.H. Prakoso Hadi, H. 2003. Perilaku Organisasional.

Yogyakarta : STIE YKPN

Terry Terrif, Stuart Croft, Lucy James and Patrick M. Morgan,1999, Security

Studies Today (Cambridge : Polity Press), Bab I dan Bab II.

Wuryandari, Ganewati Pusat Penelitian Politik (Indonesia) ,2001, Indonesia

dalam kebijakan luar negeri dan pertahanan Australia, 1996-2001, Pusat

Penelitian Politik, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia