UP 3 Bab Sakti Baru
Transcript of UP 3 Bab Sakti Baru
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Penelitian
Australia merupakan negara yang terletak disebelah selatan Indonesia.
Kedua negara ini berada pada sebuah kawasan yang disebut dengan Asia Pasifik
dan keduanya dibatasi oleh Samudera Hindia. Walaupun berada dalam satu
kawasan yang sama, tapi keduanya berada dalam benua yang berbeda, Benua Asia
dan Australia.
Sebagai negara yang berdekatan secara geografis, tentunya apa yang
terjadi dengan Australia berpotensi juga mempunyai implikasi langsung maupun
tidak langsung terhadap Indonesia. Apalagi didukung dengan hubungan kedua
negara yang kurang stabil dengan berbagai masalah yang timbul. Hubungan
diplomatik yang baik tapi selalu didasari rasa saling curiga dan waspada menjadi
dasar hubungan Australia dengan Indonesia. Seperti saat terjadi perbedaan
pandangan mengenai kasus Iraq. “The initial positive outlook in this bilateral
relationship has changed, and there is evidence of diplomatic tension”1
Kemenangan Kevin Michael Rudd sebagai Perdana Menteri menjadi
momentum berkuasanya kembali Partai Buruh dan mengganti koalisi Partai
Konservatif yang berkuasa di Australia selama satu dekade penuh. Naiknya Kevin
Rudd ke kursi Perdana Menteri Australia membuat sebagian kebijakan pemerintah
Australia ditinjau kembali. Termasuk di dalamnya kebijakan pertahanan, yang
1 Michael D Slater, 2004, An Analysis of Australia’s National Strategy In The War Against Terror, USAWC Strategy Research Project, Departemen Pertahanan Amerika Serikat
2
terangkum dalam bentuk buku putih pertahanan. Sejak akhir 2007, pemerintahan
Kevin Rudd menyusun buku putih pertahanan Australia yang baru untuk
menggantikan Buku Putih Pertahanan 2000 yang diterbitkan pada masa PM John
Howard. Di bawah pemerintah Rudd, kebijakan pertahanan Australia berdiri di
atas tiga pilar, yaitu aliansi dengan Amerika Serikat, keanggotaan di PBB dan
partisipasi di kawasan Asia Timur dan Asia Pasifik yang lebih luas. Terkait
dengan hal yang terakhir, sesungguhnya tak ada perbedaan kebijakan antara
pemerintahan Rudd dengan pemerintahan yang digantikannya.
Setiap negara termasuk Australia memang berhak dan berkewajiban
menjaga kedaulatannya sendiri tanpa bergantung terhadap pihak lain. Untuk itu,
Australia membuat rencana dan strategi terbaru mengenai masalah keamanan dan
pertahanan negaranya. Krisis di kawasan dipandang akan berpengaruh langsung
terhadap keamanan nasional Australia, sehingga kekuatan militer Australia harus
mampu menghadapi permasalahan di kawasan sekitar ketika dibutuhkan oleh
kepentingan nasional Australia. Pemerintah Australia dibawah Kevin Rudd tetap
memandang kawasan di sekitar Australia sebagai wilayah yang rawan dan tidak
stabil. Apalagi kepentingan nasional Australia ingin menjadi aktor kawasan dalam
isu keamanan. “The primary outcome of the White Paper is to build a future force
required for the defence of Australia and the security of the immediate region”.2
Disadari bahwa hubungan antar negara yang dibangun atas dasar saling
percaya dan menghormati dapat meredam potensi konflik. Namun lebarnya jurang
kemampuan negara maju dan berkembang terutama di bidang militer, ekonomi,
2 Joel Fitzgibbon, The 2009 Defence White Paper- The Most Comprehensive White Paper on Medern Era, 2009, www.defence.gov.au/media
3
dan teknologi dapat menjadi penghalang dalam menjalin hubungan antar bangsa.
Dalam kondisi demikian, perlombaan untuk merebut pengaruh melaui praktik-
praktik penguasaan di berbagai bidang tidak jarang menjadi sumber-sumber
konflik yang dihadapi bangsa-bangsa di dunia.
Perkembangan dan kecenderungan global merupakan salah satu faktor
yang sangat mempengaruhi dinamika keamanan kawasan regional.
Kecenderungan yang muncul di kawasan adalah terjadinya pergeseran pada
masalah keamanan regional, antara lain adanya konflik yang menyangkut klaim
teritorial, jalur komunikasi laut dan jalur perdagangan melalui laut.
Indonesia sebagai bangsa yang berada di tengah-tengah perkembangan
dunia, tidak terlepas dari pengaruh perkembangan global dan regional. Dinamika
politik ekonomi, sosial dan keamanan yang terjadi di kawasan, ikut berpengaruh
terhadap perkembangan sosial politik dan keamanan yang terjadi di Indonesia. Isu
keamanan domestik yang timbul pada dekade terakhir ini, tidak terlepas dari
kontribusi faktor-faktor eksternal, baik langsung maupun tidak langsung.
Indonesia tentu patut mewaspadai perkembangan yang terjadi terutama di
kawasan Asia Pasifik. Sebab konsekuensi letak geografis Indonesia di persilangan
jalur lalu lintas internasional, maka setiap pergolakan berapapun kadar intensitas
pasti berpengaruh terhadap Indonesia.
Oleh karena itu, sangat menarik untuk diteliti ketika Australia pada bulan
Mei tahun 2009 menerbitkan Buku Putih Pertahanan yang terbaru. Apalagi
didalamnya tertulis rencana Australia untuk memperbaharui kekuatan militernya.
Dalam buku itu, Pemerintah Australia menyatakan komitmen mempertahankan
4
pertumbuhan riil belanja pertahanan dalam beberapa tahun kedepan. Dengan
program pembangunan pertahanan, angkatan militer Australia pada tahun-tahun
mendatang akan bisa menangkal ancaman dari laut dan udara yang berasal dari
sebelah utara.
Perubahan yang terjadi pada internal pada suatu Negara tidak bisa
diabaikan begitu saja oleh negara tetangganya. Hal itu juga yang pasti dialami
oleh Indonesia mengingat adanya rencana Australia untuk memperkuat
kemampuan pertahanan dan kekuatan militernya, mengingat dampak dari
perubahan tersebut bisa menjangkau Indonesia.
Penerbitan Buku Putih Australia 2009 dan publikasi Australia mengenai
rencana peningkatan anggaran dan kapabilitas militernya tentu saja juga
mempengharuhi persepsi para elit pembuat kebijakan luar negeri negara tetangga,
khususnya Indonesia. Apalagi persepsi yang dimiliki oleh para elit mengenai
suatu permasalahan juga berpengaruh besar dalam proses pembuatan kebijakan
luar negeri suatu negara.
Dengan demikian, berdasarkan masalah yang menjadi acuan, penulis akan
melakukan penelitian yang mengangkat judul Persepsi Elit Pembuat Kebijakan
Luar Negeri Indonesia Terhadap Australia Tentang Penerbitan Buku Putih
Pertahanan Australia 2009. Penelitian ini pun akan mengumpulkan data-data
yang berkaitan dengan materi penelitian tersebut, sehingga memungkinkan
penulis untuk melakukan analisis terhadap persepsi para elit pembuat kebijakan
luar negeri Indonesia berkaitan dengan rencana peningkatan anggaran dan
5
kapabilitas militer Australia yang terangkum dalam Buku Putih Pertahanan
Australia 2009.
Dengan memperhatikan latar belakang penelitian ini, penulis sebagai
mahasiswa Studi Hubungan Internasional akan berusaha mengamati, memahami
serta menganalisa masalah tersebut dengan berpedoman kepada beberapa mata
kuliah yang terkait dengan masalah tersebut dalam kurikulum Jurusan Hubungan
Internasional Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Universitas
Padjadjaran, yaitu:
1. Politik Luar Negeri Indonesia 1 dan 2
Mata kuliah ini menganalisis tindakan negara terhadap lingkungan
eksternal serta berbagai kondisi domestik yang menopang tindakan. Penulis dapat
mendapatkan berbagai hal mengenai kebijakan luar negeri terutama kebijakan luar
negeri Indonesia.
2. Geopolitik, Geostrategi, dan Geokultur
Mata kuliah ini mempelajari mengenai pengaitan politik, strategi dan
budaya suatui negara dengan berbagai aspek geografis.
3. Analisis Kebijakan Luar Negeri
Berbagai basis teori dan pemodelan tentang kebijakan luar negeri bisa
penulis dapatkan dalam mata kuliah ini. Mata kuliah ini juga memberikan
perangkat-perangkat analisis yang dapat digunakan dalam menganalisis kebijakan
luar negeri, yang di dalamnya tidak terlepas dari model-model, uraian konseptual,
teorisasi dan pendekatan-pendekatan.
4. Politik Dunia 1 dan 2
6
Menggambarkan berbagai fenomena politik yang terjadi didunia termasuk
didalamnya yang terjadi di suatu kawasan tertentu. Selain itu, mata kuliah ini
membantu peneliti untuk memahami pola interaksi yang terjadi antar negara-
negara melalui penelaahan secara mendalam atas kebijakan serta bentuk tindakan
yang dilakukan oleh masing-masing negara dikaitkan dengan struktur sistem
internasional.
1.2 Permasalahan
1.2.1 Identifikasi
Buku Putih Australia 2009 yang diterbitkan pada bulan Mei tahun 2009
lalu memuat beberapa rencana besar dan strategi Australia mengenai kekuatan
pertahanan dan kapabilitas militernya. Tentu saja rencana suatu negara untuk
memperkuat kekuatan militernya akan mendorong negara-negara disekitarnya
atau yang berada dalam kawasan yang sama untuk memberi respon dan reaksi.
Indonesia termasuk negara yang berdekatan dengan Australia dan termasuk
negara yang berpotensi terkena dampak langsung dari rencana peningkatan
kekuatan militer Australia.
Buku Putih Pertahanan Australia 2009 mencakup rencana pertahanan
Australia yang menjadikan Indonesia menjadi salah satu objeknya. Hal itu bisa
diketahui secara eksplisit dari dicantumkannya Indonesia dalam sub-bab tersendiri
dalam Buku Putih Pertahanan tersebut. Selain itu, secara implisit dalam rencana
strategisnya, Australia berdasarkan strategi yang dibuatnya akan menjadikan
kawasan Asia Tenggara termasuk Indonesia sebagai zona penyanggah (buffer
zone). Strategically, our neighbours in Southeast Asia sit astride our northern
7
approaches, through which hostile forces would have to operate in order to
sustainably project force against Australia.3
Dari situ terwujudlah daerah penyangga (buffer zone) yang digunakan
untuk memperluas ruang yang dapat digunakan dalam menghadapi ancaman fisik
dari utara. Dengan menjadikan Indonesia sebagai zona penyanggah, wilayah
Indonesia akan menjadi pihak yang paling dirugikan jika terjadi perang terbuka
antara Australia dengan negara-negara dari utara.
“This is because the Indonesian archipelago is geographically the gateway to
Australia, and any hostile invader moving in from the North will have to secure
Indonesia before assaulting the Australian maindland. The Indonesians’ ability to
defend their territory from such an invasion is of major importance as Indonesia
becomes a direct buffer zone between Australia and the advancing enemy.”4
Rencana tersebut berpotensi berpengaruh secara langsung terhadap kondisi
Indonesia. Sehingga pemerintah Indonesia juga harus merespon rencana Australia
tersebut dengan sebuah kebijakan. Faktor eksternal memang menjadi salah satu
bahan pertimbangan dalam perumusan kebijakan luar negeri suatu negara
termasuk Indonesia. Apalagi faktor tersebut berasal dari negara yang berada
dalam satu kawasan dan merupakann negara tetangga Indonesia.
Kebijakan luar negeri suatu negara terhadap negara lain tentunya sudah
melalui proses pembuatan kebijakan sebelumnya yang melibatkan para elit dalam
birokrasi pembuat kebijakan. Peran elit dalam birokrasi sangat penting dalam
proses pembuatan kebijakan, mengingat Indonesia bukan merupakan negara
otoritarian yang sangat didominasi oleh single actor dalam hal ini presiden.
3 Department of Defence, Australian Government, 2009, Defending Australia in the Asia Pacific Century: Force 2030, Depatment of Defence, Australian Government4 Carlo Kopp, 2003, Indonesia’s Air Capability, Australia’s Independent Think Tank
8
Dalam merumuskan sebuah kebijakan, para elit dalam birokrasi tersebut tentunya
tidak bisa lepas dari persepsi dirinya sendiri dalam melihat masalah yang dihadapi
dalam hal ini rencana peningkatan kapabilitas pertahanan negara tetangga
Australia.
Publikasi tersebut tidak hanya diketahui oleh masyarakat Australia saja,
melainkan juga dunia termasuk rakyat Indonesia. Sebagai warga negara yang
berdekatan dengan Australia, masyarakat Indonesia secara umum dan para elit
pembuat kebijakan luar negeri Indonesia tentunya mempunyai persepsi tersendiri
mengenai penerbitan Buku Putih Pertahanan Australia 2009 tersebut maupun
mengenai rencana peningkatan kapabilitas militer Australia. Persepsi para elit
pembuat kebijakan luar negeri Indonesia bisa saja dipengaruhi oleh beberapa hal,
termasuk hal yang berasal dari luar.
Mengingat persepsi elit pembuat kebijakan luar negeri Indonesia sangat
besar pengaruhnya, maka untuk mengetahui kebijakan luar negeri Indonesia yang
akan dihasilkan nantinya, penting juga untuk mengetahui persepsi para elit.
Mengenai kebijakan luar negeri Indonesia yang akan dijadikan sebagai respon
terhadap penerbitan Buku Putih Australia 2009 dapat dilihat dari persepsi para elit
pembuat kebijakan luar negeri Indonesia.
1.2.2 Pembatasan
Berdasarkan latar belakang dan identifikasi masalah yang telah dipaparkan
diatas, penulis hanya akan melakukan penelitian mengenai persepsi para elit
dalam birokrasi yang terlibat dalam proses pembuatan kebijakan luar negeri
9
Indonesia berkaitan dengan penerbitan Buku Putih Pertahanan Australia 2009.
Penelitian ini juga hanya akan meneliti persepsi para elit yang masih aktif berada
dalam birokrasi dan terlibat dalam proses pembuatan kebijakan luar negeri
Indonesia ketika penelitian ini dilakukan.
1.2.3 Perumusan
Berdasarkan identifikasi dan pembatasan masalah yang telah diuraikan
sebelumnya, maka perumusan masalah disusun dalam bentuk research question
sebagai berikut:
“Bagaimana persepsi elit pembuat kebijakan luar negeri Indonesia
berkaitan dengan rencana peningkatan kekuatan militer Australia dalam Buku
Putih Pertahanan Australia 2009?”
1.3 Tujuan dan Kegunaan Penelitian
1.3.1 Tujuan Penelitian
Penulis dalam penelitian tentunya mempunyai tujuan-tujuan yang ingin
dicapai. Dalam penelitian ini ada beberapa tujuan mengapa penelitian ini penting
untuk dilakukan dan yang diharapkan penulis dapat diperoleh, diantaranya:
1. Untuk mengkaji lebih jauh mengenai persepsi elit pembuat
kebijakan luar negeri Indonesia yang mempengaruhi perilaku elit
tersebut.
2. Untuk mengetahui lebih jauh mengenai persepsi para elit pembuat
kebijakan luar negeri indonesia terhadap peningkatan kemampuan
pertahanan sebuah negara tetangga, terutama Australia.
10
1.3.1 Kegunaan Penelitian
Dalam penelitian ini, penulis mempunyai kegunaan yang bersifat
akademis dan juga yang berguna untuk keperluan praktis.
a. Aspek teoritis yaitu diharapkan penelitian ini dapat memberikan
sumbangan berupa teori-teori dan konsep-konsep yang berkaitan dengan proses
pembuatan kebijakan luar negeri, terutama yang berkenaan dengan bidang
pertahanan dan keamanan, demi perkembangan ilmu pengetahuan khususnya
Hubungan Internasional.
b. Aspek praktis yaitu penelitian ini diharapkan memberikan
informasi dan prediksi bagi pemerintah Indonesia dan lembaga-lembaga yang
terkait mengenai kebijakan luar negeri Indonesia terhadap Australia pasca
penerbitan Buku Putih Pertahanan Australia 2009.
11
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Penelitian Terdahulu
Sebagai bahan pertimbangan dalam penelitian, maka peneliti disini
akan mencantumkan hasil penelitian terdahulu oleh beberapa peneliti yang
pernah dibaca sebelumnya.
Penelitian yang dilakukan oleh Yudho Sasongko tahun 2003,
dengan judul Politik Birokrasi dan Perilaku Asertif Cina Dalam Konflik
Laut Cina Selatan: Studi Kasus Pendudukan Cina di Kepulauan Spratly,
pada penelitian tersebut dijelaskan akan pentingnya persepsi dalam proses
pembuatan keputusan dan para pembuat keputusan berperilaku
berdasarkan persepsinya terhadap lingkungan eksternal maupun internal.
Selain itu, penelitian itu juga menyatakan bahwa terjadi tarik-menarik
antara para aktor pengambil keputusan dari organisasi yang terlibat.
2.2 Decision Making Process
Terdapat berbagai macam proses pengambilan keputusan dalam
organisasi, namun sebenarnya semuanya melewati beberapa tahap yang mirip,
yaitu ada masalah yang harus diselesaikan. Dalam bentuk konvensional, fungsi
dalam decision making memiliki lima sub fungsi yaitu, mengidentifikasi tujuan,
mencari tindakan alternatif, memprediksi, mengevaluasi, dan memilih alternatif
terbaik.5
5 Paul Anderson, 1983, Decision Making by Objection and the Cuban Missile Crisis, Administrative Science Quarterly, Vol 28, no 26, 201
12
Ada beberapa bentuk model dalam proses pembuatan keputusan, salah
satu diantaranya adalah Bureaucratic Politics Model. Ada asumsi yang
menyatakan bahwa dalam hubungan internasional terdiri dari beberapa tindakan
dari kesatuan pemerintahan nasional dan tindakan negara tersebut dapat dipahami
dengan analogi sebagai tindakan yang terkoordinasi dari manusia.6
Sesuai dengan asumsi tersebut bahwa dalam sebuah negara yang
memberlakukan demokrasi, dominasi aktor tunggal akan cenderung untuk
dibatasi. Negara demokratis seperti halnya Indonesia terdapat birokrasi dalam
sistem politiknya. Birokrasi itu juga terlibat dalam pembuatan kebijakan pada
bidang-bidang yang sesuai dengan lembaganya.
Model ini juga mempunyai beberapa kelebihan dibandingkan dengan
model lain dalam menganalisis proses pembuatan kebijakan luar negeri seperti
rational decision making model. Rational model mempunyai asumsi bahwa
proses pembuatan keputusan bisa dilihat sebagai pengambilan keputusan oleh
aktor tunggal, padahal manusia cenderung untuk berbuat salah dalam mengambil
keputusan dan juga ketika aktor tunggal menangani berbagai masalah maka tidak
akan cukum waktu untuk menganalisis setiap permasalahan yang ada.7 Sedangkan
bureaucratic politics model menyetakan bahwa keputusan diambil dari hasil
kompromi dan bargaining beberapa individu dari birokrasi yang ada dalam
pemerintahan, sehingga kesalahan satu orang dapat ditutupi oleh aktor-aktor yang
lain. Menurut Graham Allison, sebagian besar analisis kebijakan luar negeri
6 Graham T Allison, Morton H Halperin, 1972, Bureaucratic Politics: A Paradigm and Policy Implications, World Politics, vol. 24 Supplement, Theory and Policy in International Relations, 417 Kegley, 2008, World Politics, edisi 11, melalui http;//faculty.ucc.edu/decision_making_model.htm (diakses tanggal 9 mei 2010)
13
menggunakan model aktor rasional tapi kerangka ini harus dilengkapi dengan
fokus unit-unit dalam institusi pemerintah.
Dalam model aktor rasional, kebijakan luar negeri dipandang sebagai
akibat dari tindakan-tindakan aktor rasional yang dilakukan secara sengaja untuk
mencapai suatu tujuan. Perilaku pemerintah dianalogikan dengan perilaku yang
rasional dan terkoordinasi. Melalui sebuah proses penalaran, para pembuat
keputusan berusaha mengambil pilihan atas alternatif-alternatif yang ada. Dalam
model ini, para pembuat keputusan diasumsikan bisa memperoleh informasi yang
cukup banyak serta selalu siap untuk melakukan perubahan atau penyesuaian
kebijakan.8
Dalam bureaucratic politics model, kebijakan luar negeri dipandang
sebagai hasil dari proses politik berupa tawar menawar, kompromi, penyesuaian
diri diantara berbagai komponen dalam birokrasi dalam lingkungan yang
kompetitif. Menurut model aktor rasional, proses pembuatan keputusan adalah
proses intelektual, sedangkan menurut model ini, proses pembuatan keputusan
adalah proses sosial atau proses politik.9
Graham T Allison menggunakan model ini dalam menganalisis kebijakan
luar negeri Amerika Serikat dalam krisis missil Cuba. Penelitian ini juga akan
menganalisis tentang proses pembuatan kebijakan luar negeri Indonesia berkenaan
dengan penerbitan Buku Putih Pertahanan Australia 2009. Ada kesamaan diantara
keduanya bahwa Amerika Serikat dan Indonesia merupakan negara demokratis
8 Moehtar Mas’oed, 1991, Ilmu Hubungan Internasional: Disiplin dan Metodologi, Jakarta, LP3ES, hal 2349 Ibid, 237
14
dengan tidak adanya aktor tunggal yang dominan, selain itu penelitian juga
dilakukan terhadap kebijakan luar negeri dalam bidang pertahanan.
2.3 Bureaucratic Politics Model
Model ini memfokuskan terutama pada para individu dalam sebuah
pemerintahan dan interaksi yang terjadi diantara mereka, sebagai faktor yang
menentukan tindakan pemerintah dalam hubungan internasional.10 Apa yang
dilakukan oleh pemerintah dalam berbagai hal bisa dipahami sebagai sebuah hasil
dari persetujuan dari para individu yang mempunyai posisi dalam hirarki
pemerintahan. Tapi hasil dan persetujuan itu terbatasi oleh proses organisasi dan
pembagian hak dan kewenangan pada tiap posisi.
Model ini tidak melihat adanya single actor sebagai pembuat kebijakan,
tetapi ada banyak aktor yang ikut terlibat dalam pengambilan kebijakan. Para
aktor itu juga tergantung pada konsepsi keamanan nasional, kepentingan personal,
dan faktor lainnya. Pilihan variabel yang digunakan oleh para analis maupun
partisipan merujuk pada persepsi dirinya mengenai masalah maupun isu tertentu.11
Pada saat menjelaskan, memprediksi, dan merencanakan sesuatu, seorang analis
walaupun hanya secara implisit, akan memperhitungkan karakteristik kenyataan
yang terjadi di dunia yang menjadi perhatiannya.
2.2.1 Unit Analisis Dasar
Unit analisis dalam Bureaucratic Politics Model:12
10Graham T Allison, Morton H Halperin, 1972, Bureaucratic Politics: A Paradigm and Policy Implications, World Politics, vol. 24 Supplement, Theory and Policy in International Relations, 4311 Ibid , 4512 Ibid, 44-46
15
1. Outcome : Apa yang terjadi sekarang ini sebenarnya dipengaruhi
oleh tindakan-tindakan negara. Sebagai contoh ketika terjadi krisis
misil Cuba, keputusan Amerika untuk tidak menginvasi Cuba
merupakan sebuah jalan yang mencegah terjadinya perang nuklir.
Dapat dihindarinya perang nuklir di Cuba merupakan sebuah
outcome dari keputusan Amerika untuk tidak menginvasi Cuba.
2. Actions : ini merupakan unit analisis dasar ketika tindakan sebuah
negara yang didefinisikan sebagai berbagai tindakan yang
dilakukan oleh para pejabat pemerintahan sebagai penggunaan
kewenangan. Tindakan ini setidaknya dirasakan oleh pihak luar,
dalam artian tindakan yang dilakukan oleh pemerintah
mempengaruhi negara lain. Dengan asumsi ini, untuk menjelaskan,
mamprediksi, dan merencanakan sebuah keputusan sangat penting
untuk mengidentifikasi tindakan negara tertentu yang berpengaruh
terhadap negara lain.
3. Action Channels : Sekumpulan prosedur untuk menghasilkan
keputusan tertentu. Seperti ketika sebuah negara mempunyai
kebijakan untuk mengintervensi secara militer negara lain. Action
channels dalam kebijakan itu meliputi rekomendasi dari duta besar
negara bersangkutan, informasi dari komunitas intelijen,
pertimbangan menteri pertahanan, dan aktor-aktor lainnya.
Dalam mengemukakan model ini, Graham T Allison memberikan
pengertian yang berbeda antara policy, decision, dan action. Ketigannya
16
mempunyai hubungan yang jelas dalam implementasinya. Action merupakan
tindakan yang dijalankan oleh suatu negara yang mengacu pada decision negara
itu sebelumnya. Decision yang di buat oleh suatu negara ke negara lain juga
berdasarkan policy negara tersebut. Jadi sifatnya secara umum adalah decision
lebih luas dari action tapi decision bersifat lebih sempit dari policy.
Untuk menganalisis sebuah proses pembuatan kebijakan luar negeri,
Allison juga menjelaskan beberapa istilah policy games, decision games, dan juga
action games. Kata games dalam istilah tersebut berarti segala aktivitas dari para
aktor yang menuju pada pembuatan policy, decision, dan action.
Ada tiga konsep yang bisa digunakan untuk melihat proses pembuatan
kebijakan melalui tiga jawaban dari tiga pertanyaan berikut ini:13
1. Siapa aktor yang terlibat?
2. Faktor apa saja yang menentukan persepsi dan interest para aktor
tersebut?
3. Bagaimana persepsi dari masing-masing aktor tersebut teragregasi
dalam keputusan dan tindakan pemerintah?
Maksud dari “siapa aktor yang terlibat?” adalah mereka yang perilaku dan
kepentingannya mempunyai pengaruh yang besar dalam tindakan dan keputusan
pemerintah. Dalam setiap pemerintahan, termasuk Indonesia, ada beberapa senior
players yang terlibat dalam proses pembuatan kebijakan keamanan nasional.
mereka. Para pejabat senior tersebut meliputi para figur penting yang merupakan
ketua dari lembaga keamanan seperti Kepala Intelijen, Menteri Pertahanan
13 Ibid, 46
17
(militer), Menteri Keuangan (anggaran), dan Menteri Luar Negeri. Secara umum
kepala eksekutif (presiden) juga termasuk para figur penting ini, bahkan memiliki
peran yang lebih besar.
Dalam sebuah lingkaran senior player, terdapat lingkaran junior player
yang merupakan orang-orang dekat yang berposisi dibawah senior player tersebut
seperti para juru bicara, staf ahli, deputi bidang tertentu dan lain sebagainya. Peran
dari para player tersebut tidaklah sama tergantung pada isu dan permasalahan
yang dihadapi serta faktor lain seperti aturan yang berlaku pada sebuah
pemerintahan. Senior player akan lebih mendominasi dalam tataran decision
games, sedangkan junior player akan mendaoatkan peran yang lebih besar dalam
tataran action games.14
Sedangkan faktor-faktor yang menentukan persepsi dan interest para aktor
tersebut. Isu apa dan apa yang harus dilakukan? Merupakan pertanyaan yang
jawabannya tergantung pada posisi individu yang bersangkutan dalam lembaga
pemerintah. Persepsi dan interest individu tersebut berasal dari karakteristik dan
posisinya pada sebuah lembaga pemerintah.
Ada empat hal besar yang mempengaruhi interest para aktor pengambil
kebijakan tersebut :15
1. National Security Interest : Elemen ini biasanya tidak ada
perbedaan pendapat didalamnya. Sebagai contoh semua pihak akan
relatif setuju jika Indonesia menghindari dominasi negara lain.
14 Ibid, 4715 Ibid, 48
18
2. Organizational Interest : Beberapa aktor akan cenderung untuk
mengutamakan lembaga yang ditempatinya. Eksistensi lembaganya
menjadi salah satu pertimbangan dalam menentukan keputusan.
Contohnya seperti peningkatan anggaran untuk militer berarti
anggaran untuk Departemen Pertahanan semakin meningkat.
3. Domestic Interest : Sebagian aktor juga akan mempertimbangkan
bagaimana kebijakan luar negeri suatu negara juga akan
mempengaruhi kondisi politik dalam negeri.
4. Personal Interest : Pada akhirnya semua aktor juga
mempertimbangkan bagaimana kepentingan pribadinya dalam
menentukan keputusan.
Seringkali suatu isu menjadi perhatian ketika beberapa aktor
menginginkan suatu perubahan. Tapi juga sering terjadi karena terjadi beberapa
hal seperti adanya deadline (anggaran dan masa jabatan) atau juga adanya
peristiwa yang berasal dari internal maupun eksternal negara tersebut. Ketika
sebuah permasalahan mengemuka, para aktor saling menentukan pendapat dan
argumennya. Pendapat dan argumen dari setiap aktor tidak bebas tapi berdasarkan
posisi dan porsi dari lembaga yang diwakilinya.
2.4 Operasionalisasi Model
Dalam model diatas, Allison menyatakan aktor pembuat kebijakan sebagai
salah satu konsep dasar dalam menganalisis proses pembuatan kebijakan luar
negeri. Dalam hal ini, aktor tersebut adalah para pejabat senior dan junior dari
lembaga yang merupakan anggota Dewan Pertahanan Nasional. Aktor-aktor
19
tersebut berinteraksi berdasarkan aturan dan prosedur yang berlaku seperti
undang-undang.
Berdasarkan peraturan yang berlaku di Indonesia, kewenangan
penyelenggaraan Hubungan Luar Negeri dan pelaksanaan Politik Luar Negeri
Pemerintah Republik Indonesia berada di tangan Presiden. Sedangkan dalam hal
menyatakan perang, membuat perdamaian, dan perjanjian dengan negara lain
diperlukan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat.16
Undang-Undang juga menyatakan bahwa presiden dapat melimpahkan
kewenangan pelaksanaan Politik Luar Negeri Republik Indonesia kepada Menteri.
Dalam melaksanakan tugas ini, para menteri dan pejabat negara lainnya harus
melakukan konsultasi dan koordinasi dengan menteri.
Berdasarkan aturan yang ada, dalam menetapkan kebijakan umum
pertahanan negara, Presiden dibantu oleh Dewan Pertahanan Nasional.17 Sesuai
dengan undang-undang, maka Menteri Pertahanan, Menteri Luar Negeri, Menteri
Dalam Negeri, dan Panglima TNI akan menjadi anggota tetap Dewan Pertahanan
Nasional. Oleh karena itu, mereka akan membantu Presiden dalam merumuskan
kebijakan umum pertahanan Indonesia.
16 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 37 Tahun 1999 Tentang Hubungan Luar Negeri Pasal 6, Ayat 117 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 2002 Tentang Pertahanan Negara, Pasal 15
20
Skema 1.1
Kerangka Pemikiran
Skema diatas menjelaskan bahwa sebuah tindakan dihasilkan aktor-aktor
yang mewakili lembaga yang terkait dengan masalah pertahanan nasional melalui
sebuah aktivitas pembuatan tindakan (Action games). Seperti disebutkan diatas
bahwa lembaga-lembaga tersebut adalah Kementerian Pertahanan, Kementerian
Luar Negeri, Kementerian Dalam Negeri dan Tentara Nasional Indonesia.
Kemudian lembaga-lembaga tersebut diwakili oleh pejabatnya dalam action
games. Setiap aktor mempunyai persepsi sendiri berkenaan dengan permasalahan
yang akan dihadapi. Keterlibatan dan hubungan antar lembaga maupun aktor yang
mewakili lembaga tersebut dalam pembuatan keputusan telah ditentukan oleh
sebuah aturan/prosedur (action channel). Aturan mengenai hal ini adalah Undang-
Undang Republik Indonesia tentang Pertahanan Negara dan Hubungan Luar
Negeri.
21
Dengan adanya asumsi bahwa bahwa setiap aktor berhasil menjadikan
persepsi yang dimilikinya dalam bentuk sebuah keputusan dalam decision making
process, maka dengan mengetahui persepsi para aktor-aktor yang terlibat, akan
dapat diperkirakan kebijakan luar negeri yang akan diambil oleh pemerintah
Indonesia . Kebijakan luar negeri yang akan diputuskan tidak akan berbeda
dengan persepsi para aktor yang terlibat dalam proses pengambilan keputusan.
22
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
Dalam rangka mengkaji permasalahan yang telah disebutkan pada bab
sebelumnya, maka pada bab ini peneliti akan menguraikan cara-cara yang
digunakan untuk mengumpulkan dan menganalisis data berkenaan dengan
penelitian ini.
3.1 Metode Penelitian
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah studi kasus (case
study). Dengan metode ini, peneliti berusaha mengkaji lebih dalam permasalahan
yang ada dengan batasan-batasan yang rinci. Studi kasus merupakan sebuah
metode yang mengacu pada penelitian yang mempunyai unsur how dan why pada
pertanyaan utama penelitiannya dan meneliti masalah-masalah kontemporer.18
Data dalam studi kasus dapat diperoleh dari semua pihak yang bersangkutan, baik
melalui wawancara, observasi, partisipasi, dan dokumentasi.19
Untuk memperoleh pengetahuan secara mendalam data studi kasus, maka
peneliti tidak hanya memperolehnya dari kasus yang diteliti saja, tetapi juga dari
semua pihak yang mengetahui dan mengenal kasus tersebut dengan baik. Data
atau informasi bisa berasal dari banyak sumber, tetapi perlu dibatasi hanya pada
kasus yang diteliti.
3.2 Jenis Penelitian
18 Robert K Yin, 2008, Studi Kasus: Desain dan Metode, Jakarta, Rajawali Press, hal 119 Mudjia rahardjo, 2010, Mengenal Lebih Jauh, Tentang Studi Kasus, melalui www.munjiarahardjo.com (diakses tanggal 9 Mei 2010)
23
a. Berdasarkan karakteristik
Metode penelitian yang digunakan oleh penulis dalam penelitian ini adalah
metode penelitian kualitatif. Penulis mempunyai alasan dan pertimbangan yang
mendasari untuk menggunakan metode penelitian kualitatif ini. Seperti halnya
fenomena sosial lainnya, sebuah kebijakan, termasuk kebijakan luar negeri,
merupakan hal yang melalui proses yang panjang dalam pembuatannya. Serta
didalamnya terdapat faktor-faktor yang banyak dan akan sangat sulit jika
dikalkulasikan dalam data kuantitatif yang berupa angka-angka dengan nominal
tertentu. Selain melalui proses panjang dan terdapat banyak faktor dalam proses
pembuatannya, sebuah kebijakan yang sudah diputuskan juga tidak bisa dinilai
dan ditaksir dengan angka atau dengan nominal tertentu. Selain itu, metode
kualitatif bertujuan memperoleh gambaran yang seutuhnya dari pandangan
manusia yang diteliti.
Instrumen penelitian yang utama dalam pendekatan ini adalah peneliti sendiri,
dimana peneliti sebagai pengumpul data. Kehadiran penulis sangat diperlukan dalam
penelitian ini. Penulis akan langsung hadir dalam penelitian dilapangan karena
bertindak sebagai instrumen sekaligus pengumpul data. Kehadiran peneliti juga
diketahui oleh para narasumber karena adanya surat pengantar penelitian yang
ditunjukkan oleh penulis.
b. Berdasarkan Tujuan
Pada penelitian ini, penulis menggunakan jenis penelitian eksplanatif
untuk menjawab masalah yang telah dirumuskan sebelumnya. Penelitian ini akan
24
menjelaskan variabel-veriabel yang ada, sehingga peneliti tidak hanya
mendeskripsikannya saja. Penelitian eksplanatif akan menjawab pertanyaan
“bagaimana” yang termuat dalam research question yang terdapat dalam rumusan
masalah.
Pada penelitian ini, peneliti ingin mengetahui bagaimana persepsi para
pejabat dari lembaga yang terlibat dalam perumusan kebijakan dan tindakan luar
negeri Indonesia mengenai pertahanan dan pengaruhnya terhadap perilaku para
elit pejabat tersebut dalam proses pembuatan keputusan.
3.3 Level Analisis
Saat melakukan penilitian ilmiah dalam Hubungan Internasional, terdapat
kegiatan analisis yang diterapkan dalam tingkatan-tingkatan tertentu sesuai teori
yang digunakan dalam memahami fenomena hubungan internasional yang dikaji.
Sehingga perlu digunakan sebuah level analisis untuk menganalisis fenomena
yang terjadi tersebut. Level analisis digunakan untuk menggambarkan tingkatan-
tingkatan dari analisis terhadap studi fenomena agar dapat diketahui terlebih
dahulu fokus apa yang akan dijadikan output dalam penelitian ini. Hal ini penting,
karena fakta fenomena yang terjadi hanya dapat diterjemahkan atau dicari
maknanya dengan cara interpretasi dengan landasan teori tertentu serta tingkatan
dalam level of anaysis apa yang digunakan.
Dari tingkatan analisis yang ada, peneliti menggunakan tingkatan individu
dalamm menganalisis fenomena hubungan internasional yang menjadi bahasan
dalam penelitian ini. Fenomena hubungan internasioanal pada dasarnya
dicerminkan oleh interaksi perilaku individu-individu yang ada didalamnya. Di
25
tingkat individu fokusnya adalah persepsi, pilihan dan tindakan yang diambil oleh
seorang individu. Fokus penelaahan adalah sikap dan perilaku tokoh-tokoh utama
pembuat keputusan, seperti kepala pemerintahan, manteri luar negeri, penasehat
militer dan lain-lain. Untuk memahami realitas hubungan internasional,
diperlukan suatu pengkajian mengenai sikap dan perilaku para tokoh utama
pembuat keputusan.
3.4 Subjek dan Objek Penelitian
Subjek dalam penelitian ini adalah para pejabat senior maupun junior yang
mewakili kementerian-kementerian yang terlibat dalam penyusunan kebijakan
pertahanan Indonesia yang juga dipimpin oleh anggota tetap Dewan Pertahanan
Nasional sesuai dengan Undang-Undang Republik Indonesia tentang Pertahanan
Negara. Subjek yang juga menjadi informan dalam penelitian ini adalah :
1. Pihak yang mewakili Kementerian Pertahanan : Direktur
Jenderal Strategi Pertahanan dan Direktur Jenderal Perencanaan
Pertahanan pada Kementerian Pertahanan Republik Indonesia.
2. Pihak yang mewakili Kementerian Luar Negeri : Direktur
Jenderal Asia Pasifik dan Afrika pada Direktorat Jenderal Asia
Pasifik dan Afrika Kementerian Luar Negeri Republik Indonesia.
3. Pihak yang mewakili Kementerian Dalam Negeri :
Direktur Jenderal Kesatuan Bangsa dan Politik Kementerian Dalam
Negeri Republik Indonesia.
26
4. Pihak yang mewakili Tentara Nasional Indonesia :
Pimpinan Pusat Pengkajian Strategi TNI
Ada beberapa pertimbangan mengapa mereka dipilih oleh penulis sebagai
informan, adalah sebagai berikut:
1. Direktorat Jenderal Strategi Pertahanan dan Direktorat
Jenderal Perencanaan Pertahanan pada Kementerian Pertahanan
Republik Indonesia adalah direktorat yang menangani merumuskan
strategi pertahanan Indonesia dan merencanakannya. Strategi
berkaitan dengan rencana-rencana secara luas dan berjangka
panjang, sedangkan perencanaan berkenaan dengan masalah taktis
dan operasional.
2. Direktorat Jenderal Asia Pasifik dan Afrika Kementerian
Luar Negeri Republik Indonesia adalah direktorat yang
membidangi berbagai masalah yang dihadapi Pemerintah Indonesia
di kawasan Asia Pasifik dan Afrika, termasuk didalamnya juga
Australia
3. Direktorat jenderal Kesatuan Bangsa dan Politik
Kementerian Dalam Negeri Republik Indonesia adalah direktorat
yang membawahi masalah politik dan kesatuan bangsa.
4. Pusat Pengkajian Strategi TNI dibentuk untuk mengkaji
mengenai perkembangan dan perubahan lingkungan eksternal.
27
Sedangkan Objek dari penelitian ini adalah persepsi para pejabat senior
dari kementerian-kementerian yang terlibat dalam pembuatan kebijakan
pertahanan Indonesia tentang penerbitan Buku Putih Pertahanan Australia 2009
yang meliputi rencana peningkatan kapabilitas militer Australia.
3.5 Jenis Data
Jenis data yang akan didapatkan oleh penulis berupa data primer dan data
sekunder. Data primer akan diperoleh melalui wawancara mendalam yang
dilakukan dengan para informan. Sedangkan data sekunder didapatkan melalui
dokumentasi dan juga kajian pustaka terhadap beberapa buku, jurnal, dan lainnya
yang dapat mendukung penelitian ini.
3.6 Teknik Pengumpulan Data
Guba mengatakan bahwa data dalam penelitian dilihat sebagai hasil
interaksi antara peneliti dengan sumber data di mana data merupakan produk dari
proses memberikan interpretasi peneliti; di dalam data sudah terkandung makna
yang mempunyai referensi pada nilai (value).20 Sehingga data merupakan hasil
konstruksi peneliti dari informasi yang didapatkannya.
a. Wawancara Mendalam
Responden dalam penelitian kualitatif biasanya sering disebut sebagai
informan. Wawancara dapat digunakan untuk mengetahui hal-hal dari responden
yang lebih mendalam. Dalam wawancara ada beberapa alat yang digunakan
seperti: buku catatan, tape recorder, dan kamera.
20 Noeng Muhadjir, 2000. Metodologi Penelitian Kualitatif. Edisi IV. Yogyakarta: Rake Sarasin, hal 177
28
Wawancara yaitu teknik yang digunakan dengan mengadakan tanya jawab
langsung dengan pihak terkait untuk mendapatkan data pendukung tentang
permasalahan yang diteliti. Wawancara merupakan alat re-cheking atau
pembuktian terhadap informasi atau keterangan yang diperoleh sebelumnya.
Tehnik wawancara yang digunakan dalam penelitian kualitatif adalah wawancara
mendalam.
Wawancara dipilih sebagai teknik pengumpulan data yang utama. Peneliti
menggunakan teknik wawancara guna mendapatkan keterangan langsung dari
informan dengan bercakap-cakap bertatap muka maupun dengan media
komunikasi yang lain.
a. Dokumentasi
Dokumen merupakan catatan peristiwa yang sudah berlalu. Dokumen bisa
berbentuk tulisan, gambar, atau karya-karya monumental dari seseorang.21
Sejumlah besar fakta dan data tersimpan dalam bahan yang berbentuk
dokumentasi. Sebagian besar data yang tersedia adalah berbentuk surat-surat,
catatan harian, cenderamata, laporan, artefak, foto, dan sebagainya. Sifat utama
data ini tak terbatas pada ruang dan waktu sehingga memberi peluang kepada
peneliti untuk mengetahui hal-hal yang pernah terjadi di waktu silam.
b. Internet
21 Sugiyono. 2005. Memahami Penelitian Kualitatif. Bandung: Alfabeta, hal 82
29
Pada saat ini internet atau database komputer on-line dapat menjadi salah
satu sumber informasi atau referensi bagi sebuah penelitian. Ada beberapa
keuntungan dari sumber ini yaitu cakupan yang luas dan kemudahan akses.22
3.7 Analisis Data
Peneliti dalam menganalisis data tidak menggunakan teknik yang bersifat
statistik karena data-data yang dikumpulkan tidak berupa angka. Menurut Patton
analisi data adalah proses mengatur urutan data, mengorganisasikannya ke dalam
suatu pola, kategori, dan satuan uraian dasar.23 Analisis data bertujuan untuk
menyederhanakan data ke dalam bentuk yang lebih sederhana sehingga mudah
dibaca dan dipahami sehingga kesimpulan dapat diambil secara tepat dan
sistematis.
Analisis data dalam penelitian ini menggunakan logika induktif. Tahapan-
tahapan yang akan dilakukan oleh peneliti adalah menyusun secara sistematis
semua data yang terkumpul dari hasil wawancara, dokumentasi, dan catatan
lapangan dengan cara mengorganisasi kedalam kategori-kategori. Kemudian
setelah itu peneliti memilah data-data yang penting untuk dipelajari. Setelah
dipilah, data-data itu kemudian dijabarkan kedalam unit-unit dan disusun kedalam
sebuah pola. Dan pada akhirnya peneliti akan membuat kesimpulan sehingga
mudah dipahami oleh diri sendiri maupun orang lain.
3.8 Lokasi dan Waktu Penelitian
22 John W Creswell,. 2002. Desain Penelitian, Kualitatif & Kuantitatif. Terjemahan oleh Angkatan III & IV KIK-UI, hl 29-3223 Iqbal Hasan, 2002, Pokok-Pokok Materi Motodologi Penelitian dan Aplikasinya. Jakarta: Ghalia Indonesia, hal- 98
30
Untuk mengkonstruksi berbagai data yang diperlukan, peneliti merasa
perlu untuk mendapatkan informasi di beberapa tempat di bawah ini:
1. Kementerian Pertahanan Republik Indonesia, Jakarta
2. Kementerian Luar Negeri Republik Indonesia, Jakarta
3. Kementerian Dalam Negeri Republik Indonesia, Jakarta
4. Markas Besar Tentara Nasional Indonesia, Jakarta
Sementara itu estimasi rentang waktu penelitian adalah sebagai berikut:
No. Kegiatan
Waktu Pelaksanaan
2010
1 2 3 4 5 6
1. Studi Pendahuluan dan Bimbingan
2. Studi Pustaka dan Bimbingan
3. Penelitian Lapangan
4. Pengolahan Data dan Bimbingan
5. Penyusunan Laporan dan Perbaikan
6. Sidang Skripsi
3.9 Sistematika Penulisan
Skripsi ini ditulis dalam lima bab, yaitu:
31
Bab I. Merupakan pendahuluan dari penelitian ini yang meliputi latar
belakang, permasalahan, tujuan penelitian, dan juga kegunaa penelitian.
Bab II. Merupakan tinjauan pustaka yang merupakan berbagai materi
yang dianggap dapat mendukung dan bermanfaat bagi penelitian di mana
kemudian berbagai bahan materi ini kemudian diklasifikasikan berdasarkan tema
tertentu.
Bab III. Merupakan bagian yang menjelaskan mengenai cara bagaimana
penelitian ini dilakukan. Dalam bab ini dijelaskan mengenai objek dan subjek
penelitian, teknik pengumpulan data, waktu dan lokasi penelitian, jenis data dan
juga kerangka pemikiran yang mendasari penelitian ini.
Bab IV. Merupakan pembahasan mengenai persepsi para elit dari lembaga
yang terlibat dalam perumusan kebijakan luar negeri Indonesia terkait penerbitan
Buku Putih Pertahanan Australia 2009.
Bab V. Merupakan bagian penutup di mana didalamnya terdapat
kesimpulan dan saran yang dirumuskan oleh penulis.
32
3.1
DAFTAR PUSTAKA
Allison, Graham T Morton H Halperin, 1972, Bureaucratic Politics: A Paradigm
and Policy Implications, World Politics, vol. 24 Supplement, Theory and
Policy in International Relations
Atkinson, Rita L., Richard C. Atkinson, and Ernest. R. Hilgard. 1991. Pengantar.
Psikologi Jilid 1. Jakarta. Erlangga
Buzan, Barry, 1991, People, State and Fear: An Agenda for International Security
Studies in the Post-Cold War Era (London: Harvester Wheatsheaf)
Chauvel, Richard Chusnul Mar'iyah, 2005, Indonesia-Australia: tantangan dan
kesempatan dalam hubungan politik bilateral, Yayasan Obor Indonesia
Chaplin, C.P. 1993. Kamus Lengkap Psikologi. Jakarta : PT. Grafindo Persada
Craig A. Snyder, 1999, Contemporary Security and Strategy (UK : Macmillan
Press), Bab II dan BabIII.
Creswell, John W. 2002. Desain Penelitian, Kualitatif & Kuantitatif. Terjemahan
oleh Angkatan III & IV KIK-UI dan bekerjasama dengan Nur Khabibah.
Jakarta: KIK Press.
Departmen of Defence, Australian Government, 2009, Defending Australia in the
Asia Pacific Century: Force 2030, Departmen of Defence, Australian
Government
Dewitt, David, 1994 “Common, Comprehensive, and Cooperative Security”,
Pacific Review Vol. 7, No. 1
Fitzgibbon, Joel, 2009, The 2009 Defence White Paper- The Most Comprehensive
White Paper on Medern Era, , www.defence.gov.au/media, diakses
tanggal 2 Maret 2010
33
Hasan, Iqbal. 2002, Pokok-Pokok Materi Motodologi Penelitian dan Aplikasinya.
Jakarta: Ghalia Indonesia
Jensen,Lyod, 1982, Explaining Foreign Policy. New jersey, prentice Hall. Inc.
Kopp, Carlo, 2003, Indonesia’s Air Capability, Australia’s Independent Think
Tank
Lentner, Howard H. 1974. Foreign Policy Analysis : A Comparative and
Conceptual Approach. Columbus-Ohio: Bell and Howell Company
Langie, Gerungan Saul Samuel Jacob Ratu, 1982, Indonesia di Pasifik: analisa
masalah-masalah pokok Asia Pasifik, Penerbit Sinar Harapan
Mansyur, Hamdan, 2002, “Pendidikan Kewarganegaraan”. PT Gramedia Pustaka
Utama. Jakarta
Mantra,Ida Bagus, 2004, Filsafat penelitian dan metode penelitian sosial, Pustaka
Pelajar
Mattern, Johannes, 1942, Geopolitik: doctrine of national self-sufficiency and
empire Jilid 2 dari Studies, Johns Hopkins university, in historical and
political science. Ser. The Johns Hopkins Press
Muhadjir, Noeng. 2000. Metodologi Penelitian Kualitatif. Edisi IV. Yogyakarta:
Rake Sarasin.
Prawirasaputra, Sumpena, 1985, Politik Luar Negeri Republik Indonesia: Suatu Model
Pengantar, Remadja Karya, Bandung,
Rifai, Amzulian, 1996 Refleksi hubungan Indonesia Australia, Universitas
Sriwijaya
Rosenau, James N. 1966, ‘Pre Theories and Theories and Foreign Policy’, in
Approaches to Comparative and International Politics, ed. Barry R.
Farrell, Northwestern University Press, Evanston
Saleh, Rasyid Bambang Budiarto, 2000, Metode penelitian sosial: terapan dan
kebijaksanaan, Badan Penelitian dan Pengembangan, Departemen Dalam
Negeri dan Otonomi Daerah, Jakarta
34
Slater, Michael D 2004, An Analysis of Australia’s National Strategy In The War
Against Terror, USAWC Strategy Research Project, Departemen
Pertahanan Amerika Serikat
Strauss and Corbin, 1990, Basics of Qualitative Research: Grounded Theory
Procedures and Technique, Newbury Park, Sage Publication
Sugiyono. 2005. Memahami Penelitian Kualitatif. Bandung: ALFABETA.
Suradinata, Ermaya Alex Dinuth, 2001, Geopolitik & konsepsi ketahanan
nasional: pemikiran awal, pengembangan, dan prospek. Paradigma Cipta
Yatsigama
Santana , Setiawan K, 2007, Menulis ilmiah: metode penelitian kualitatif,
Yayasan Obor Indonesia
Singh, Bilveer, 2002, Defense relations between Australia and Indonesia in the
post-Cold War era Jilid 220 dari Contributions in military studies,
Greenwood Publishing Group
Sukma, Rizal, 2003, Keamanan Nasional: Ancaman dan Eskalasi, Pro-Patria,
Jakarta
Suprihanto, J.M. Agung, T.H. Prakoso Hadi, H. 2003. Perilaku Organisasional.
Yogyakarta : STIE YKPN
Terry Terrif, Stuart Croft, Lucy James and Patrick M. Morgan,1999, Security
Studies Today (Cambridge : Polity Press), Bab I dan Bab II.
Wuryandari, Ganewati Pusat Penelitian Politik (Indonesia) ,2001, Indonesia
dalam kebijakan luar negeri dan pertahanan Australia, 1996-2001, Pusat
Penelitian Politik, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia