up 3 b 22

11

Click here to load reader

Transcript of up 3 b 22

Page 1: up 3 b 22

Tugas Individu

Kehidupan Lumba-Lumba

Unit Pembelajaran III

Blok 22

STEPHANI LETICIA

10/300640/KH/06677

Kelompok 7

FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN

UNIVERSITAS GADJAH MADA

YOGYAKARTA

2014

Page 2: up 3 b 22

LEARNING OBJECTIVES

1. Mengetahui manajemen pemeliharaan dan transportasi mamalia air

2. Mengetahui penyakit pada mamalia air

1. Manajemen Pemeliharaan dan Transportasi Mamalia Air

Aturan umum untuk merawat mamalia air adalah dengan

menyediakan lingkungan yang semirip mungkin dengan habitat aslinya.

Cetacean (lumba-lumba dan paus) harus ditempatkan pada kolam dengan

salinitas 25-35g/L, sebaiknya menggunakan garam laut yang seimbang.

Air yang digunakan untuk cetacean harus dijaga agar semirip mungkin

dengan air laut (8-8.3). Untuk kolam pinniped (anjing laut dan singa laut),

standar kualitas air mirip dengan cetacean tapi pinniped memerlukan

daratan karena mereka tidak tinggal di dalam air secara terus menerus,

selain itu harus diberikan shelter untuk melindungi dari angin. Cetacean

dan pinniped lebih mudah beradaptasi dengan suhu air yang dingin

daripada panas, sedangkan sirenian (dugong dan manatee) lebih mudah

beradaptasi dengan suhu hangat (Kahn & Line, 2011).

Untuk manajemen pemeliharaan lumba-lumba, kolam yang

digunakan harus memiliki volume minimum 1400 m3, dimana kolam

tersebut berisi 5 hewan, bila berisi lebih dari 5 hewan maka harus

ditambahkan 300 m3 untuk setiap tambahan hewan. Untuk setiap hewan

luas yang dibutuhkan adalah 49 m2, jadi bila dalam 1 kolam terdapat 5

hewan maka luas minimum permukaan kolam adalah 245 m2. Untuk

kualitas ar kolam, suhu air harus lebih tinggi dari 10°C tapi lebih rendah

dari 28°C. Perubahan mendadak pada suhu air harus dicegah. Untuk pH

air kolam harus berada diantar 7.5-8.4, jumlah maksimum bakteri koliform

dalam kolam tidak boleh melebihi 500 MPN (most probable number)

dalam 100 mL air, dan untuk salinitas harus dijaga antara 20-35 bagian per

seribu (Crane & McDonald, 1994).

1

Page 3: up 3 b 22

2. Penyakit Mamalia Air

A. Morbillivirus

a. Etiologi

Virus ini merupakan anggota dari famili Paramyxoviridae

dan dapat menyerang lumba-lumba, anjing laut, dan singa laut.

Virus ini memiliki amplop dengan genom yang mengandung

negative-sense ss RNA (MacLahlan & Dubovi, 2011).

b. Patogenesis dan Gejala Klinis

Virus ini menyerang jaringan limfoid dan menyebabkan

imunosupresi pada hewan sehingga hewan menjadi lebih rentan

terhadap infeksi sekunder. Pada cetacean (lumba-lumba dan paus),

gejala klinis jarang teramati. Biasanya yang terlihat adalah kondisi

tubuh yang lemah dan sering terlihat akumulasi ektoparasit. Pada

pinniped (anjing laut dan singa laut) gejala yang terlihat mirip

seperti distemper pada anjing. Gejala yang terlihat antara lain

demam, leleran okulonasal yang bersifat serous atau mukopurulen,

konjunctivitis, keratitis, batuk, sulit bernafas, diare, dan aborsi.

Gejala syaraf yang terlihat adalah otot berkedut dan hewan

mengalami kejang-kejang (Vlasman & Campbell, 2003). Lesi pada

kulit yang menciri adalah alopecia dan pembentukan krusta pada

ekstremitas yang terinfeksi. Perubahan patologi yang paling sering

ditemui adalah brokial pneumonia, alveolitis dan pulmo mengalami

oedema (Dierauf & Gulland, 2001).

c. Diagnosa

Diagnosa biasanya berdasarkan pemeriksaan histopatologi

yang didukung dengan imunositokimia dan mikroskop elektron.

RNA virus dapat dideteksi dari jaringan dengan menggunakan RT-

PCR. Selain itu bisa juga dengan menggunakan ELISA (Dierauf

&Gulland, 2001). Sampel biasanya diambil dari otak, pulmo,

limfonodus, hati, dan ginjal. Pada hewan yang mengalami

pneumonia, sampel diambil baik dari pulmo yang mengalami

2

Page 4: up 3 b 22

perubahan maupun yang tidak mengalami perubahan (Vlasman &

Campbell, 2003).

d. Penanganan dan Pencegahan

Terapi yang diberikan besifat suportif, tetapi tingkat

mortalitas dari populasi yang rentan sangat tinggi sehingga terapi

kurang efektif. Untuk pencegahan, di Eropa dilakukan vaksinasi

menggunakan vaksin canine distemper, baik yang dalam bentuk

modified live vaccine, killed, maupun subunit vaccine (Dierauf &

Gulland, 2001).

B. Erysipelas

a. Etiologi

Penyakit ini disebabkan oleh bakteri Gram positif

Erysipelothrix rhusiopathiae. Bakteri ini bersifat non motil,

fakultatif anaerob, katalase dan oksidase negatif, resisten pada

konsentrasi garam yang tinggi serta tumbuh pada suhu 5° - 42°C

dan pH 6.7 - 9.2. Bakteri ini memiliki 2 bentuk, pada infeksi akut

bakteri yang ditemukan biasanya berbentuk batang kecil (bentuk

halus) dan pada infeksi kronis bakteri yang terisolasi memiliki

bentuk seperti filament (bentuk kasar) (Quinn et al., 2002).

b. Patogenesis dan Gejala Klinis

Mamalia air, terutama cetacean dan pinniped, biasanya

terinfeksi bakteri ini karena memakan ikan yang terkontaminasi

bakteri ini. Cetacean merupakan mamalia air yang paling rentan

terkena infeksi bakteri ini. Pada cetacean terdapat 2 bentuk infeksi

dari bakteri ini, yaitu bentuk septisemik akut dan bentuk

dermatologikal, sedangkan pinniped biasanya hanya terkena

bentuk dermatologikal ringan (Higgins, 2000). Pada lumba-lumba

yang terkena infeksi bentuk dermatologikal akan terlihat lesi

berwarna abu-abu berbentuk jajaran genjang di hampir seluruh

permukaan tubuh. Bila dilakukan pemeriksaan darah akan terlihat

terjadi leukositosis. Pada bentuk septisemik akut, biasanya terjadi

3

Page 5: up 3 b 22

kematian tanpa adanya gejala klinis, kalau ada pun tidak bersifat

spesifik seperti anoreksia, kekurusan, dan leukositosis yang diikutu

leukopenia yang parah sesaat sebelum kematian (Dierauf &

Gulland, 2001).

c. Diagnosa

Diagnosa pada hewan yang terkena bentuk dermatologikal

dapat dilakukan dengan melihat lesi pada kulit. Sedangkan pada

bentuk septisemik akut biasanya hewan mati sebelum terdiagnosa.

Pada hewan yang mati dapat dilakukan nekropsi dan akan terlihat

ptechiae pada usus yang bersifat multifokal, pembengkakan nodus

limfatikus, dan splenomegali. Isolasi bakteri dapat dilakukan

hampir disemua organ hewan yang terinfeksi. Selain itu diagonosa

juga dapat dilakukan dengan melakukan pemeriksaan darah.

Hewan yang terinfeksi biasanya mengalami leukositosis dan pada

hewan yang terinfeksi akut akan mengalami leukopenia (Dierauf &

Gulland, 2001).

d. Penanganan dan Pencegahan

Untuk terapi dapat diberikan antibiotik seperti ciprofloxacin

yang diberikan peroral 2 kali sehari dengan dosis 15-29 mg/kg BB

untuk lumba-lumba, 8-13 mg/kg BB untuk killer whale (orca), dan

6-9 mg/kg BB untuk beluga whale (Dierauf & Gulland, 2001).

Untuk pemberian vaksin masih kontroversial karena ada efek

samping yang merugikan setelah dilakukan vaksinasi (Higgins,

2000).

C. Candidiasis

a. Etiologi

Candidiasis pada mamalia air disebabkan oleh Candida

albicans, yaitu fungi eukariotik dan uniselular. Fungi ini

merupakan fungi oportunistik yang mungkin terdapat pada saluran

pencernaan dan kulit hewan sehat. Candidiasis palling sering

ditemui pada burung muda, mamalia laut, dan reptil, tapi penyakit

4

Page 6: up 3 b 22

ini bisa menyerang hampir semua spesies hewan (Quinn et al,

2002).

b. Patogenesis dan Gejala Klinis

Faktor predisposisi terjadinya candidiasis biasanya karena

pemberian antibiotik atau kortikosteroid yang berlebihan dan

lingkungan yang tidak bersih. Transmisi pada mamalia air

mungkin terjadi melalui air yang terkontaminasi, karena beberapa

C. albicans dapat bertahan dari proses sterilisasi air (Hungerford et

al, 1998). Pada candidiasis yang bersifat sistemik biasanya

menyebabkan lesi pada berbagai organ dalam seperti jantung,

ginjal, dan limfonodus. Gejala yang terlihat dari infeksi sistemik

biasanya terjadi gangguan pada lambung atau esofagus sehingga

hewan kesusahan untuk menelan makanan atau memuntahkan

kembali makanannya. Candidiasis yang bersifat kutaneus

menimlukan lesi pada kulit seperti alopecia pada beberapa area,

eritrema pada kelopak mata, bibir, dan perut (Higgins, 2000).

c. Diagnosa

Diagnosa dapat dilakukan dengan kultur fungi dari sampel

organ yang terinfeksi. Selain dikultur dapat juga diamati secara

langsung dengna mikroskop. Sampel swab dari organ yang

terinfeksi dapat dioleskan secara langsung ke slide dan dicat

dengan pengecatan Gram (Hungerford et al, 1998).

d. Penanganan dan Pencegahan

Pengobatan pada lumba-lumba yang terkena infeksi

kutaneus dapat diberikan ketoconazole 5 mg/kgBB/ hari, untuk

infeksi sistemik dapat diberikan itraconazole 2.5 mg/kgBB 2 kali

sehari (Dierauf & Gulland, 2001).

5

Page 7: up 3 b 22

Daftar Pustaka

Crane, M. McDonald, M. 1994. Standard for Exhibiting Bottle-nosed Dolphins (Tursiops truncates) in New South Wales. NSW Agriculture. New South Wales

Dierauf, L. Gulland, F. 2001. CRC Handbook of Marine Mammal Medicine 2nd Edition. CRC Press LLC. Florida

Higgins, R. 2000. Bacteria and Fungi of Marine Mammals: A Review. Can Vet J 41: 105-116

Hungerford, L. Campbell, C. Smith, A. 1998.Veterinary Mycology Laboratory Manual. Iowa State University Press. Iowa

Kahn, C. Line, S. 2011. Merck Veterinary Manual 9th Edition. Merck Sharp & Dohme Corp., a subsidiary of Merck & Co., Inc. USA

MacLahlan, J. Dubovi, E. 2011. Fenner Veterinary Virology 4th Edition. Elsevier. United Kingdom

Quinn, P. Markey, B. Carter, M. Donnelly, W. Leonard, F. 2002. Veterinary Microbiology and Microbial Disease. Blackwell Science. USA

Vlasman, K. Campbell, G. 2003. Disease and Parasites of Marine Mammals of The Eastern Arctic. Canadian Cooperative Wildlife Health. Canada

6