Unud-441-399343039-Identifikasi Arah Rembesan Dan Letak Akumulasi Lindi Dengan Metode Geolistrik...

144
TESIS IDENTIFIKASI ARAH REMBESAN DAN LETAK AKUMULASI LINDI DENGAN METODE GEOLISTRIK RESISTIVITAS KONFIGURASI WENNER SCHLUMBERGER DI TPA TEMESI KABUPATEN GIANYAR I KETUT PUTRA PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS UDAYANA DENPASAR 2012

description

jurnal identifikasi arah rembesan

Transcript of Unud-441-399343039-Identifikasi Arah Rembesan Dan Letak Akumulasi Lindi Dengan Metode Geolistrik...

  • TESIS

    IDENTIFIKASI ARAH REMBESAN DAN LETAK

    AKUMULASI LINDI DENGAN METODE

    GEOLISTRIK RESISTIVITAS KONFIGURASI

    WENNER SCHLUMBERGER DI TPA TEMESI KABUPATEN GIANYAR

    I KETUT PUTRA

    PROGRAM PASCASARJANA

    UNIVERSITAS UDAYANA

    DENPASAR

    2012

  • i

    TESIS

    IDENTIFIKASI ARAH REMBESAN DAN LETAK

    AKUMULASI LINDI DENGAN METODE

    GEOLISTRIK RESISTIVITAS KONFIGURASI

    WENNER SCHLUMBERGER DI TPA TEMESI KABUPATEN GIANYAR

    I KETUT PUTRA

    NIM 0991261001

    PROGRAM MAGISTER

    PROGRAM STUDI ILMU LINGKUNGAN

    PROGRAM PASCASARJANA

    UNIVERSITAS UDAYANA

    DENPASAR

    2012

  • ii

    IDENTIFIKASI ARAH REMBESAN DAN LETAK

    AKUMULASI LINDI DENGAN METODE

    GEOLISTRIK RESISTIVITAS KONFIGURASI

    WENNER SCHLUMBERGER DI TPA TEMESI KABUPATEN GIANYAR

    Tesis untuk memperoleh Gelar Magister

    pada Program Magister, Program Studi Ilmu Lingkungan

    Program Pascasarjana Universitas Udayana

    I KETUT PUTRA

    NIM 0991261001

    PROGRAM MAGISTER

    PROGRAM STUDI ILMU LINGKUNGAN

  • iii

    PROGRAM PASCASARJANA

    UNIVERSITAS UDAYANA

    DENPASAR

    2012

    Lembar Persetujuan Pembimbing

    TESIS INI TELAH DISETUJUI

    PADA TANGGAL 25 JANUARI 2012

    Pembimbing I Pembimbing II

    Prof. Ir. Made Sudiana Mahendra, MAppSc, PhD Prof. Dr. Ir. I Putu Gede Ardhana, MAgrSc. SH NIP: 195611021983031001 NIP:194911021976031001

    Mengetahui

    Ketua Program Studi Ilmu Lingkungan Direktur Program Pascasarjana

    Program Pascasarjana Universitas Udayana

    Universitas Udayana

    Prof. Ir. Made Sudiana Mahendra, MAppSc, PhD Prof. Dr. dr. A. A. Raka Sudewi, Sp, S(K)

    NIP: 195611021983031001 NIP: 195902151985102001

  • iv

    Lembar Penetapan Panitia Penguji

    Tesis ini telah diuji pada

    tanggal 17 Januari 2012

    Panitia Penguji Tesis berdasarkan SK Rektor

    Universitas Udayana No : 0163/un.14.4/hk/2012

    Panitia Penguji Tesis adalah :

    Ketua : Prof. Ir. Made Sudiana Mahendra, MAppSc, PhD

    Anggota :

    1. Prof. Dr. Ir. I Putu Gede Ardhana, MAgrSc, SH

    2. Prof. Dr. I Wayan Budiarsa Suyasa, MS

    3. Prof. Dr. Ir. Ida Bagus Sudana, M.Rur.Sc

  • v

    SURAT PERNYATAAN BEBAS PLAGIAT

    Yang bertanda tangan di bawah ini :

    NAMA : I Ketut Putra

    NIM : 0991261001

    PROGRAM STUDI : Program Magister Ilmu Lingkungan

    JUDUL TESIS : Identifikasi Arah Rembesan dan Letak Akumulasi

    Lindi dengan Metode Geolistrik Resistivitas

    Konfigurasi Wenner-Schlumberger di TPA Temesi

    Kabupaten Gianyar

    Dengan ini menyatakan bahwa karya ilmiah Tesis ini bebas plagiat. Apabila

    dikemudian hari terbukti terdapat plagiat dalam karya ilmiah ini, maka saya

    bersedia menerima sanksi sesuai dengan Peraturan Mendiknas RI No.17 Tahun

    2010 dan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

    Denpasar, 25 Januari 2012

    Hormat Saya,

    I Ketut Putra

    NIM 0991261001

  • vi

    UCAPAN TERIMA KASIH

    Puji Syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena hanya

    atas Anugrah dan RahkmatNYA-lah penulis dapat menyelesaikan tesis dalam

    rangka menyelesaikan studi di Program Studi Magister Lingkungan Universitas

    Udayana .

    Dalam menyusun tesis ini penulis banyak mendapatkan bimbingan, saran dan

    bantuan yang tak terhingga harganya dari berbagai pihak, sehingga pada

    kesempatan ini penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada :

    1. Bapak Prof. Ir. Made Sudiana Mahendra, MAppSc, PhD selaku

    Pembimbing I yang dengan ketelitian dan kesabaran serta penuh

    keiklasan telah membimbing, mengarahkan dan memberikan

    semangat dalam penyusunan tesis ini.

    2. Bapak Prof. Dr. Ir. I Putu Gede Ardhana, MAgrSc. SH. selaku

    Pembimbing II yang telah banyak memberikan saran dan motivasi

    dalam penulisan tesis ini.

    3. Bapak Prof. Dr. I Wayan Budiarsa Suyasa, MS selaku anggota tim

    penguji yang banyak memberikan masukkan dan saran dari segi

    penulisan dan isi demi kesempurnaan tesis ini.

    4. Bapak Prof. Dr. Ida Bagus Sudana, M.Rur.Sc selaku anggota tim

    penguji yang dengan penuh ketelitian dan kesabaran memerikan

    revisi baik dari segi penulisan dan isi dari tesis ini.

    5. Bapak Dr. Arianto (Alm) yang telah memberikan ide awal dan

    pengarahan dalam penulisan tesis ini.

    6. Bapak Prof. Dr. dr. I Made Bakta, Sp.PD (KHOM) selaku Rektor

    Universitas Udayana yang telah memberikkan kesempatan dan

    fasilitas kepada penulis dalam menyelesaikan pendidikan Program

    Magister Pascasarjana di Universitas Udayana.

  • vii

    7. Kepala Dinas Kebersihan dan Pertamanan Kabupaten Gianyar yang

    telah memberikan ijin dan sarana selama penulis melakukan

    penelitian.

    8. Seluruh staff di lingkungan Program Studi Ilmu Lingkungan

    Universitas Udayana yang telah banyak membantu dari segi

    administrasi hingga penulis dapat menyelesaikan tesis ini tepat pada

    waktunya.

    9. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu.

    Penulis sadar sepenuhnya bahwa tesis ini masih banyak kekurangan dan jauh

    dari kesempurnaan, oleh karenanya penulis sangat mengharapkan masukan dan

    kritikan demi kesempurnaan tesis ini. Semoga tesis ini dapat bermanfaat bagi

    kita semua.

    Denpasar, 25 Januari 2012

  • viii

    ABSTRACT

    Garbage Dump (GD) of Temesi which is located at Temesi village within 6.5

    km south east of Gianyar city, which is geographically located at a point 338 0

    south latitude and 0115 east longitude with an altitude 191 - 196 meters

    above sea level. The area of GD of Temesi is about 4 ha. GD of Temesi

    Gianyar has been collecting garbage about 198.52 2m /day. GD of Temesi

    operates with open dumping technique, so that the leachate produced from

    garbage pollutes the enviorment and shallows ground water around the GD.

    This study was conducted to identity the direction of seepage and location of

    accumulation point of leachate at GD of Temesi Gainyar.

    This study was conducted by measuring soil layer values at GD of

    Temesi Gianyar, and eight tracks measurement was taken. The method used in

    this study was using the geoelectric resistivity with Wenner configuration and

    Schlumberger configuration. The eight tracks were taken as representative of

    the overall soil layer condition in GD of Temesi Gianyar.

    The result of study showed that tracks st1 to th7 , indicated leachate seep

    in each track, however, in th8 track leachate was not identified ( th8 tracks is

    located far from the GD and its contours are higher than the tracks of

    garbage). Value of leachate resistivity ranged from 3.98 8.91 m with a

    depth ranging from 1.55 6.91 meters. Most of leachate spreaded out to

    southward of GD as far as more than 400 meters. Accumulation of leachate

    was widely available at a distance of 20, 50, and 400 meters toward the south

    part of the GD of Temesi. The main factor is the south part of the GD has a

    lower contour. Another factor affecting the leachate seeped into the south part

    is the present of some field irrigation water from north to south across the

    garbage stacks.

    Key words: Garbage Dump of Temesi, Garbage Leachate Water,Resistivity

    Geoelectric,Wenner Configuration, Schlumberger Configuration.

  • ix

    ABSTRAK

    Sistem pemrosesan akhir di TPA Temesi Gianyar masih menerapkan sistem

    open dumping, sehingga lindi dari tumpukan sampah berpotensi mencemari

    lingkungan dan sumber air tanah dangkal di sekitar areal TPA. Penelitian ini

    dilakukan untuk mengetahui arah rembesan dan letak titik akumulasi lindi di

    TPA Temesi Gianyar.

    Penelitian dilakukan dengan mengukur nilai resistivitas lapisan tanah di TPA

    Temesi Gianyar melalui lintasan yang sudah ditentukan yaitu sebanyak delapan

    lintasan. Metode yang digunakan pada penelitian ini adalah metode Geolistrik

    Resistivitas dengan konfigurasi Wenner - Schlumberger. Kedelapan lintasan

    tersebut diharapkan dapat mewakili secara keseluruhan kondisi lapisan tanah di

    TPA Temesi Gianyar.

    Hasil penelitian menunjukkan Lindi yang terbentuk dan berada di sebelah

    barat timbunan sampah (L4) dan lindi yang berada sebelah selatan dekat

    dengan timbunan sampah (L2) merembes ke arah barat yang kondisi kontur

    tanahnya miring ke sungai/kali. Sedangkan untuk lindi yang berada di sebelah

    selatan TPA sesuai dengan pengukuran yang telah dilakukan (L1, L3, L6, L7)

    lindi cenderung merembes ke arah selatan, dimana di sebelah selatan dari

    timbunan sampah tersebut mempunyai kontur tanah yang miring ke arah

    selatan. Titik- titik akumulasi lindi berada di sebelah barat TPA yaitu pada

    koordinat : 8033076 LS - 115021016 BT di kedalaman 1,55 - 5,40m dan pada

    koordinat 8033689 LS - 115020363 BT di kedalaman 2,70 - 4,37m. Sedangkan di

    sebelah selatan TPA lindi terakumulasi pada koordinat : 8033746 LS - 115021013

    BT di kedalaman 4,00 - 7,50m dan pada koordinat 8033719 LS - 115021018 BT di

    kedalaman 2,00 - 4,50m serta pada koordinat 8033641 - LS 115020977 BT di

    kedalaman 2,00 - 5,37m. Di sebelah tenggara juga terdapat akumulasi lindi yang

    terletak pada koordinat8033756 LS - 115021015 BT di kedalaman 5,37 - 6,9m.

    Kata Kunci : TPA Sampah, Air Lindi Sampah, Geolistrik Resistivitas,

    Konfigurasi Wenner, Konfigurasi Schlumberger

  • x

    RINGKASAN

    TPA Temesi Gianyar pada awalnya dirancang sebagai Tempat Pemrosesan

    Akhir Sampah yang menerapkan Sistem Sanitary Landfill, namun pada

    kenyataannya menerapkan Sistem open dumping. Hal ini tentunya

    mengakibatkan adanya lindi merembes ke luar areal TPA dan mencemari

    sumber air tanah dangkal di sekitar TPA. Penelitian dilakukan untuk

    mengetahui arah rembesan dan letak akumulasi lindi di sekitar TPA. Metode

    yang dipakai pada penelitian ini adalah metode Geolistrik Resistivitas

    konfigurasi Wenner-Schlumberger yaitu pemanfaatan variasi nilai resistivitas

    akibat arus listrik yang diinjeksikan ke dalam bumi.

    Penelitian ini dilakukan pada Bulan Juni sampai Nopember 2011 di TPA

    Temesi Kabupaten Gianyar. Pengukuran dilakukan dengan mengambil delapan

    lintasan pengukuran dan diharapkan dapat mewakili secara keseluruhan kondisi

    lapisan tanah di sekitar TPA.

    Dari hasil pengukuran pada beberapa lintasan kemudian setelah dipadukan

    dengan kondisi/kontur tanah di sekitar TPA, dapat disimpulkan bahwa : Lindi

    yang terbentuk dan berada di sebelah barat timbunan sampah (L4) dan lindi

    yang berada sebelah selatan dekat dengan timbunan sampah (L2) merembes ke

    arah barat yang kondisi kontur tanahnya miring ke sungai/kali. Sedangkan

    untuk lindi yang berada di sebelah selatan TPA sesuai dengan pengukuran

    yang telah dilakukan (L1, L3, L6, L7) lindi cenderung merembes ke arah

    selatan, dimana di sebelah selatan dari timbunan sampah tersebut mempunyai

    kontur tanah yang miring ke arah selatan.

    Berdasarkan hasil pengukuran yang dilakukan titik- titik akumulasi lindi

    berada di sebelah barat TPA yaitu pada koordinat : 8033076 LS - 115021016

    BT di kedalaman 1,55 - 5,40m dan pada koordinat 8033689 LS - 115020363 BT

    di kedalaman 2,70 - 4,37m. Sedangkan di sebelah selatan TPA lindi terakumulasi pada

    koordinat : 8033746 LS - 115021013 BT di kedalaman 4,00 - 7,50m dan pada

    koordinat 8033719 LS - 115021018 BT di kedalaman 2,00 - 4,50m serta pada

  • xi

    koordinat 8033641 - LS 115020977 BT di kedalaman 2,00 - 5,37m. Di sebelah

    tenggara juga terdapat akumulasi lindi yang terletak pada koordinat8033756 LS -

    115021015 BT di kedalaman 5,37 - 6,9m.

    Rembesan lindi yang sudah mencapai lebih dari 400 m dari pusat timbunan

    sampah menunjukkan betapa cepatnya lindi tersebut mencemari lingkungan

    TPA kalau dilihat dari awal berdirinya TPA yaitu Tahun 2004. Bisa

    dibayangkan kalau Pemerintah dan Instansi terkait tidak tanggap atas dampak

    yang telah ditimbulkan oleh adanya TPA yang masih menerapkan sistem open

    dumping, maka sudah barang tentu akan berdampak negatif terhadap

    lingkungan baik terhadap sifat fisik-kimia-biologis maupun berdampak pada

    kesehatan masyarakat khususnya yang bermukim di sekitar TPA.

  • xii

    DAFTAR ISI

    Lembar Sampul Dalam ........................................................................ i

    Lembar Prasyarat Gelar Magister ...................................................... ii

    Lembar Persetujuan Pembimbing ....................................................... iii

    Lembar Penetapan Panitia Penguji ...................................................... iv

    Surat Pernyataan Bebas Plagiat ........................................................... iv

    UCAPAN TERIMA KASIH ................................................................. vi

    ABSTRACT ............................................................................................ viii

    ABSTRAK .............................................................................................. ix

    RINGKASAN ......................................................................................... x

    DAFTAR ISI ........................................................................................... xii

    DAFTAR TABEL .................................................................................. xvi

    DAFTAR GAMBAR .............................................................................. xvii

    DAFTAR SINGKATAN ........................................................................ xix

    DAFTAR LAMPIRAN .......................................................................... xx

    BAB I PENDAHULUAN ....................................................................... 1

    1.1 Latar Belakang ...................................................................... 1

    1.2 Rumusan Masalah ................................................................. 3

    1.3 Tujuan Penelitian .................................................................. 4

    1.4 Manfaat Penelitian ................................................................ 4

    BAB II TINJAUAN PUSTAKA ............................................................ 5

    2.1 Sampah .................................................................................. 5

    2.2 Pengaruh sampah terhadap lingkungan ................................. 6

    2.2.1 Pengaruh positif .......................................................... 6

    2.2.2 Pengaruh Negatif ........................................................ 7

    2.3 Sistem Pemrosesan Akhir Sampah ....................................... 9

    2.4 Pengelolaan Persampahan di Kabupaten Gianyar................. 13

    2.5 Gambaran Umum Lokasi Penelitian ..................................... 15

  • xiii

    2.6 Pengaruh TPA terhadap Lingkungan .................................... 17

    2.7 Pencemaran Lingkungan ....................................................... 21

    2.8 Pencemaran Air ................................................................... 21

    2.9 Pengaruh Air Lindi terhadap Kualitas Air Tanah ............... 23

    2.10 Mekanisme Masuknya Air Lindi ke Air Tanah .................. 25

    2.11 Metode Geolistrik Resistivitas ............................................ 27

    2.11.1 Konfigurasi Wenner ................................................. 29

    2.11.2 Konfigurasi Schlumberger ........................................ 31

    BAB III KERANGKA KONSEP PENELITIAN ............................... 34

    BAB IV METODE PENELITIAN ....................................................... 38

    4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian ................................................ 38

    4.1.1 Lokasi penelitian........................................................ 38

    4.1.2 Waktu penelitian ........................................................ 39

    4.2 Alat dan Bahan Penelitian .................................................... 39

    4.2.1 Alat ............................................................................ 39

    4.2.2 Bahan .......................................................................... 40

    4.3 Jenis Data ............................................................................. 40

    4.4 Penentuan Lokasi Pengukuran ............................................. 40

    4.5 Metode Pengukuran ............................................................. 42

    4.6 Pengumpulan Data ............................................................... 42

    4.7 Pengolahan dan Analisa Data............................................... 44

    4.7.1 Pengolahan Data dengan Metode Wenner ................. 44

    4.7.2 Pengolahan Data dengan Metode Schlumberger ....... 48

    BAB V HASIL PENELITIAN ............................................................. 52

    5.1 Peta Kontur TPA Temesi Kabupaten Gianyar ..................... 52

    5.2. Data Hasil Pengukuran ......................................................... 53

    5.2.1 Data Hasil Pengukuran dengan Metode Wenner ...... 53

  • xiv

    5.2.2 Data Hasil Pengukuran dengan Metode

    Schlumberger ............................................................ 54

    5.3 Hasil Interpretasi Data dengan Software Res2dinv .......................... 54

    5.3.1 Hasil interpretasi data dengan Konfigurasi Wenner-

    Schlumberger pada Lintasan 1 ..................................................... 54

    5.3.2 Hasil interpretasi data dengan Konfigurasi Wenner-

    Schlumberger pada Lintasan 2 ............................................. 55

    5.3.3 Hasil interpretasi data dengan Konfigurasi Wenner-

    Schlumberger pada Lintasan 3 ............................................. 56

    5.3.4 Hasil interpretasi data dengan Konfigurasi Wenner-

    Schlumberger pada Lintasan 4 ............................................. 58

    5.3.5 Hasil interpretasi data dengan Konfigurasi Wenner-

    Schlumberger pada Lintasan 5 ............................................. 59

    5.3.6 Hasil interpretasi data dengan Konfigurasi Wenner-

    Schlumberger pada Lintasan 6 ............................................. 60

    5.3.7 Hasil interpretasi data dengan Konfigurasi Wenner-

    Schlumberger pada Lintasan 7 ............................................. 61

    5.3.8 Hasil interpretasi data dengan Konfigurasi Wenner-

    Schlumberger pada Lintasan 8 ............................................. 62

    BAB VI PEMBAHASAN ....................................................................... 63

    6.1 Anaslisa Hasil Penelitian Konfigurasi Wenner-

    Schlumberger ........................................................................ 63

    6.1.1 Analisa Hasil Penelitian Konfigurasi Wenner-

    Schlumberger pada Lintasan 1. ................................. 63

    6.1.2 Analisa Hasil Penelitian Konfigurasi Wenner-

    Schlumberger pada Lintasan 2. ................................. 64

    6.1.3 Analisa Hasil Penelitian Konfigurasi Wenner-

    Schlumberger pada Lintasan 3. ................................. 64

    6.1.4 Analisa Hasil Penelitian Konfigurasi Wenner-

    Schlumberger pada Lintasan 4. ................................. 65

    6.1.5 Analisa Hasil Penelitian Konfigurasi Wenner-

    Schlumberger pada Lintasan 5. ................................. 66

  • xv

    6.1.6 Analisa Hasil Penelitian Konfigurasi Wenner-

    Schlumberger pada Lintasan 6. ................................. 66

    6.1.7 Analisa Hasil Penelitian Konfigurasi Wenner-

    Schlumberger pada Lintasan 7. ................................. 67

    6.1.8 Analisa Hasil Penelitian Konfigurasi Wenner-

    Schlumberger pada Lintasan 8. ................................. 67

    6.2 Arah Rembesan dan Letak Akumulasi Lindi di TPA

    Temesi Kabupaten Gianyar .............................................................. 68

    6.3 Pengaruh Air Lindi terhadap Lingkungan ....................................... 70

    BAB VII SIMPULAN- SARAN ............................................................ 73

    7.1 Simpulan .............................................................................. 73

    7.2 Saran ..................................................................................... 74

    DAFTAR PUSTAKA ............................................................................. 75

    LAMPIRAN

  • xvi

    DAFTAR TABEL

    Tabel ..............................................................................................

    Halaman

    2.1. Jumlah timbunan sampah di Kabupaten Gianyar Tahun 2010 ....... 14

    2.2. Komposisi Lindi dari TPA Secara Umum... 24

    2.3. Variasi Kualitas Lindi di beberapa TPA di Indonesia ..................... 24

    4.1. Tabel data hasil pengukuran konfigurasi Wenner ............................ 43

    4.2. Tabel data hasil pengukuran konfigurasi Schlumberger .................. 43

    6.1. Arah rembesan dan rentang akumulasi lindi dari semua lintasan

    pengukuran konfigurasi Wenner-Schlumberger .............................. 70

  • xvii

    DAFTAR GAMBAR

    Gambar ..............................................................................................

    Halaman

    2.1. Peta Geologi Pulau Bali .................................................................... 16

    2.2. Skema proses terjadinya lindi ........................................................... 26

    2.3. Elektroda arus- potensial pada konfigurasi Wenner.......................... 29

    2.4. Elektroda arus- potensial Schlumberger homogen isotropis

    dengan tahanan jenis () (Reynolds, 1997 dalam Bahri, 2005) ........ 31

    3.1. Diagram Alir Kerangka Konsep Penelitian....................................... 37

    4.1. Peta wilayah Desa Temesi Gianyar................................................... 38

    4.2. Denah penentuan lintasan pengukuran dalam pengambilan data ..... 41

    4.3. Format data yang ditulis pada program Notepad .............................. 45

    4.4. Tampilan awal program Res2dinv ..................................................... 47

    4.5. Hasil interpretasi software Res2dinv pada Lintasan 1 dengan

    Konfigurasi Wenner .......................................................................... 47

    4.6. Format data yang ditulis pada program Notepad .............................. 49

    4.7. Hasil interpretasi software Res2dinv pada Lintasan 1 dengan

    Konfigurasi Schlumberger ................................................................ 50

    4.8. Diagram alir pengolahan data hasil penelitian .................................. 51

    5.1. Peta kontur TPA Temesi Gianyar ..................................................... 52

    5.2. (a) Hasil interpretasi pada lintasan 1 dengan konfigurasi

    Wenner- (b) Hasil interpretasi pada lintasan 1

    dengan konfigurasi Schlumberger................................................... 55

    5.3. (a) Hasil interpretasi pada lintasan 2 dengan konfigurasi

    Wenner- (b) Hasil interpretasi pada lintasan 2

    dengan konfigurasi Schlumberger................................................... 56

    5.4. (a) Hasil interpretasi pada lintasan 3 dengan konfigurasi

    Wenner- (b) Hasil interpretasi pada lintasan 3

    dengan konfigurasi Schlumberger................................................... 57

    5.5. (a) Hasil interpretasi pada lintasan 4 dengan konfigurasi

    Wenner- (b) Hasil interpretasi pada lintasan 4

    dengan konfigurasi Schlumberger................................................... 58

    5.6. (a) Hasil interpretasi pada lintasan 5 dengan konfigurasi

  • xviii

    Wenner- (b) Hasil interpretasi pada lintasan 5

    dengan konfigurasi Schlumberger................................................... 59

    5.7. (a) Hasil interpretasi pada lintasan 6 dengan konfigurasi

    Wenner- (b) Hasil interpretasi pada lintasan 6

    dengan konfigurasi Schlumberger................................................... 60

    5.8. (a) Hasil interpretasi pada lintasan 7 dengan konfigurasi

    Wenner- (b) Hasil interpretasi pada lintasan 7

    dengan konfigurasi Schlumberger................................................... 61

    5.9. (a) Hasil interpretasi pada lintasan 8 dengan konfigurasi

    Wenner- (b) Hasil interpretasi pada lintasan 8

    dengan konfigurasi Schlumberger................................................... 62

    6.1. Arah rembesan- titik akumulasi lindi di TPA

    Temesi Gianyar ................................................................................. 68

  • xix

    DAFTAR SINGKATAN

    BOD : Biochemical Oxygen Demand

    B3 : Bahan Berbahaya- Beracun

    COD : Chemical Oxygen Demand

    DHL : Daya Hantar Listrik

    DKP : Dinas Kebersihan- Pertamanan

    DP : Datum Point

    FTSL : Fakultas Teknik Sipil- Lingkungan

    GPS : General Positioning System

    KLH : Kementrian Lingkungan Hidup

    LSM : Lembaga Swadaya Masyarakat

    NAB : Nilai Ambang Batas

    SNI : Standar Nasional Indonesia

    TPA : Tempat Pemrosesan Akhir

    TPST : Tempat Pengolahan Sampah Terpadu

    VES : Vertical Electric Sounding

    LONG : Longitude

    LAT : Latitude

    H : High

  • xx

    DAFTAR LAMPIRAN

    Lampiran Halaman

    1. Data GPS untuk menentukan peta Kontur TPA Temesi Gianyar ....... 79

    2. Tabulasi Data Hasil Pengukuran dengan Konfigurasi Wenner ........... 84

    3. Tabulasi Data Hasil Pengukuran dengan Konfigurasi Schlumberger . 94

    4. Pengolahan data penelitian dengan Konfigurasi Wenner

    ke dalam program notepad ................................................................. 118

    5. Pengolahan data penelitian dengan Konfigurasi Schlumberger

    ke dalam program notepad .................................................................. 122

  • 1

    BAB I

    PENDAHULUAN

    1.1 Latar Belakang

    Aktivitas manusia dalam memanfaatkan alam selalu meninggalkan sisa

    yang dianggap sudah tidak berguna lagi sehingga diperlakukan sebagai barang

    buangan, yaitu sampah dan limbah (Widyatmoko dan Sintorini, 2002). Sampah

    adalah buangan berupa padat merupakan polutan umum yang dapat

    menyebabkan turunnya nilai estetika lingkungan, membawa berbagai jenis

    penyakit, menurunkan sumber daya, menimbulkan polusi, menyumbat saluran

    air dan berbagai akibat negatif lainnya (Bahar, 1985).

    Di negara berkembang, sampah umumnya ditampung pada lokasi

    pembuangan dengan menggunakan sistem sanitary landfill (Johanis, 2002).

    Sanitary landfill adalah sistem pengelolaan sampah yang mengembangkan

    lahan cekungan dengan syarat tertentu yaitu jenis dan porositas tanah, dimana

    pada dasar cekungan dilapisi geotekstil untuk menahan peresapan lindi pada

    tanah serta dilengkapi dengan saluran lindi. TPA-TPA yang ada di Indonesia

    belum sepenuhnya menerapkan sistem sanitary landfill dan kebanyakan masih

    menerapkan sistem open dumping, yaitu sampah ditumpuk menggunung tanpa

    ada lapisan geotekstil dan saluran lindi. Akibatnya adalah terjadi pencemaran

    air tanah dan udara di sekitar TPA (Widyatmoko dan Sintorini, 2002).

  • 2

    Depkes (1987) dalam Guntar (1999), menyatakan bahwa keberadaan

    suatu TPA sebagai suatu wadah pembuangan sampah diharapkan mampu

    menjadi suatu sarana pelaksanaan pembangunan berwawasan lingkungan.

    Suatu program pengelolaan sampah belum dapat dikatakan berhasil tanpa

    menyelesaikan permasalahan hingga ke tahap pemrosesan akhir dengan baik.

    Tahapan ini merupakan hal yang terpenting dalam pengelolaan sampah dalam

    hubungannya dengan masalah pencemaran lingkungan. Oleh sebab itu,

    keberhasilan suatu program pengelolaan sampah sangat ditentukan oleh

    pengelolaan sampah di TPA.

    Slamet (1994) dalam Arbain (2008), menyebutkan bahwa pengelolaan

    sampah belum dapat disebut berhasil secara keseluruhan dengan baik, tanpa

    menyelesaikan persoalannya atau mengatasi permasalahan sampah hingga ke

    tahap pembuangan akhir dengan baik. Upaya pengelolaan sampah baik skala

    besar maupun skala kecil, harus mencapai tujuan pengelolaan sampah yang

    ramah lingkungan.

    Pembangunan TPA seharusnya mempertimbangkan aspek kondisi fisik

    TPA, jenis dan karakteristik sampah, kemampuan pendanaan, dan prasarana

    pendukungnya (Notoatmodjo, 1997). Tanpa mempertimbangkan aspek-aspek

    tersebut akan menimbulkan pencemaran lingkungan di sekitarnya, seperti

    terbentuknya rembesan lindi yang dapat mencemari air permukaan dan

    pencemaran tanah serta pencemaran air bawah tanah. Indikasi tersebut lebih

    dipertegas dari penelitian terdahulu yang dilakukan di TPA Tamangapa

    Makasar (Arifin, 2001), yang menyimpulkan bahwa rembesan lindi yang

  • 3

    keluar dari timbunan sampah membentuk alur yang mencemari air bawah tanah

    di sekitar TPA.

    Tempat Pemrosesan Akhir (TPA) Temesi di Kabupaten Gianyar

    merupakan salah satu contoh TPA yang menerapkan sistem Open Dumping.

    Layanan TPA ini mencakup seluruh sampah yang ada di dalam kota dan

    sekitarnya. Sampah yang dibuang di tempat ini kebanyakan adalah sampah

    organik yang berasal dari pasar-pasar dan sampah rumah tangga. Hal ini

    menyebabkan sampah lebih cepat membusuk dan menghasilkan polutan yang

    dapat mencemari air tanah. Air yang ada pada sampah hasil dari proses

    pembusukan umumnya mengandung bahan kimia, bakteri dan kotoran lainnya

    yang dapat merembes masuk ke dalam tanah dan akhirnya akan mencemari air

    bawah tanah. Mengingat sebagian masyarakat di sekitar TPA Temesi

    Kabupaten Gianyar masih memanfaatkan air sungai untuk mandi dan sumur

    gali untuk keperluan sehari-hari, maka kiranya sangat perlu dilakukan suatu

    kajian atau penelitian lebih lanjut mengenai arah sebaran dan letak akumulasi

    lindi di sekitar TPA Temesi Gianyar.

    1.2 Rumusan Masalah

    Metode Geolistrik resistivitas merupakan salah satu metode

    geofisika yang memanfaatkan variasi resistivitas, dapat digunakan untuk

    mendeteksi polutan cair dalam tanah yang sering diasosiasikan sebagai

    fluida konduktif. Di sekitar TPA Temesi Kabupaten Gianyar diduga

    terdapat akumulasi rembesan lindi (leachate) yang dapat mencemari air

  • 4

    tanah. Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dikemukakan di atas,

    maka permasalahan dalam penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut:

    1. Kemananakah arah rembesan lindi di sekitar TPA Temesi

    Kabupaten Gianyar ?

    2. Dimanakah letak akumulasi lindi yang dihasilkan dari pembusukan

    sampah TPA Temesi Kabupaten Gianyar ?

    1.3 Tujuan Penelitian

    Tujuan dari penelitian ini adalah:

    1. Untuk mengetahui arah rembesan lindi di sekitar TPA Temesi

    Kabupaten Gianyar.

    2. Mengidentifikasi letak akumulasi lindi yang dihasilkan dari

    pembusukan sampah TPA Temesi Kabupaten Gianyar.

    1.4 Manfaat Penelitian

    Penelitian ini merupakan penelitian lapangan, hasil dari penelitian ini

    diharapkan:

    1. Dapat memberikan gambaran aplikasi geofisika dalam bidang

    lingkungan terutama untuk menggambarkan arah sebaran dan letak

    akumulasi lindi.

    2. Bermanfaat sebagai peringatan awal dalam upaya memantau

    pencemaran air tanah dangkal dan dapat dijadikan sebagai bahan

    pertimbangan dalam pengelolaan dan evaluasi TPA.

  • 5

    BAB II

    TINJAUAN PUSTAKA

    2.1 Sampah

    Pengertian sampah dikemukakan oleh Azwar (1990), yang menyatakan

    bahwa sampah adalah sebagian dari sesuatu yang tidak terpakai, tidak

    disenangi atau sesuatu yang dibuang, umumnya berasal dari kegiatan manusia

    dan bersifat padat. Definisi lain yang dikemukakan Kodoatie (2003),

    menyebutkan bahwa sampah adalah limbah atau buangan yang bersifat padat,

    setengah padat yang merupakan hasil sampingan dari kegiatan perkotaan atau

    siklus kehidupan manusia, hewan maupun tumbuh-tumbuhan. Demikian pula

    menurut Mustofa (2005), menyatakan sampah adalah bahan yang tidak

    mempunyai nilai atau tidak berharga dalam pembikinan atau pemakaian,

    barang rusak atau bercacat dalam pembikinan atau materi berkelebihan.

    Menurut Standar Nasional Indonesia (SNI) Nomor T-13-1990, yang

    dimaksud dengan sampah adalah limbah yang bersifat padat terdiri dari zat

    organik dan anorganik yang dianggap tidak berguna lagi dan harus dikelola

    agar tidak membahayakan lingkungan dan melindungi investasi bangunan.

    Sampah perkotaan adalah sampah yang timbul di kota dan tidak termasuk

    sampah bahan berbahaya dan beracun (B3).

    Berdasarkan definisi dan pengertian tentang sampah seperti yang

    dikemukakan di atas dapat dikatakan bahwa yang dimaksud dengan sampah

    adalah benda atau sebagian dari sesuatu yang tidak dipakai atau sesuatu yang

  • 6

    harus dibuang, dan umumnya bersifat padat yang dapat mencemari lingkungan

    dan tidak/belum bersifat ekonomis, yang berasal dari kegiatan yang dilakukan

    oleh manusia atau proses alam baik yang bersifat zat organik dan zat anorganik

    (tidak termasuk limbah berbahaya dan beracun) yang dianggap tidak berguna

    lagi dan harus dikelola agar tidak membahayakan lingkungan.

    2.2 Pengaruh Sampah terhadap Lingkungan

    Pengelolaan sampah di suatu daerah akan membawa pengaruh bagi

    masyarakat maupun lingkungan daerah itu sendiri, baik berpengaruh positif

    maupun negatif.

    2.2.1 Pengaruh Positif

    Pengelolaan sampah yang baik akan memberikan pengaruh yang positif

    terhadap masyarakat maupun lingkungannya, seperti : 1) sampah dapat

    dimanfaatkan untuk menimbun lahan seperti rawa-rawa dan dataran rendah, 2)

    sampah dapat dimanfaatkan sebagai pupuk, 3) sampah dapat diberikan untuk

    makanan ternak setelah menjalani proses pengelolaan yang telah ditentukan

    lebih dahulu untuk mencegah pengaruh buruk sampah tersebut terhadap ternak,

    4) pengelolaan sampah menyebabkan berkurangnya tempat untuk

    berkembangbiak serangga dan binatang pengerat, 5) menurunkan insidensi

    kasus penyakit menular yang erat hubungannya dengan sampah, 6) keadaan

    estetika lingkungan yang bersih menimbulkan kegairahan hidup masyarakat, 7)

    keadaan lingkungan yang baik mencerminkan kemajuaan budaya masyarakat,

  • 7

    8) keadaan lingkungan yang baik akan menghemat pengeluaran dana kesehatan

    suatu negara sehingga dana itu dapat digunakan untuk keperluan lain (Chandra,

    2007).

    2.2.2 Pengaruh Negatif

    Menurut Depkes (1997) dalam Guntar (1999), menyebutkan bahwa

    sampah yang tidak dikelola dengan baik, maka akan mengganggu kelestarian

    lingkungan hidup baik terhadap komponen abiotik, komponen biotik maupun

    komponen sosial budaya masyarakat.

    Bahar (1985), mengatakan sampah adalah buangan berupa bahan padat

    merupakan polutan umum yang menyebabkan turunnya nilai estetika

    lingkungan, membawa berbagai jenis penyakit, menurunnya nilai sumber daya,

    menimbulkan polusi, menyumbat saluran air dan berbagai akibat negatif

    lainnya.

    Menurut Chandra (2007) dalam Arbain (2008), menyatakan bahwa

    pengelolaan sampah yang kurang baik dapat memberikan pengaruh negatif

    bagi kesehatan, lingkungan, maupun bagi kehidupan sosial ekonomi dan

    budaya masyarakat sebagai berikut:

    a. Pengaruh terhadap kesehatan, antara lain : 1) pengelolaan sampah yang

    kurang baik akan menjadikan sampah sebagai tempat perkembangbiakan

    vektor penyakit, 2) insidensi penyakit demam berdarah (dengue fever) akan

    meningkat karena vektor penyakit akan hidup dan berkembangbiak dalam

    sampah kaleng atau ban bekas yang berisi air hujan, 3) terjadinya kecelakaan

  • 8

    akibat pembuangan sampah yang tidak pada tempatnya, misalnya luka akibat

    benda tajam seperti pecahan kaca, potongan besi dan lain-lain, 4) gangguan

    psikologis, misalnya sesak nafas, insomnia, stress dan lain-lain.

    b. Pengaruh terhadap lingkungan, antara lain : 1) estetika lingkungan

    menjadi kurang sedap dipandang mata, 2) proses pembusukan sampah oleh

    mikroorganisme akan menghasilkan gas-gas tertentu yang menimbulkan bau

    busuk, 3) pembakaran sampah dapat menimbulkan pencemaran udara dan

    bahaya kebakaran yang lebih luas, 4) pembuangan sampah ke dalam saluran

    pembuangan air akan menyebabkan aliran air terganggu dan saluran air

    menjadi dangkal, 5) apabila musim hujan datang, sampah yang menumpuk

    dapat menyebabkan banjir dan mengakibatkan pencemaran pada sumber air

    permukaan atau sumur dangkal, 6) air banjir dapat mengakibatkan kerusakan

    pada fasilitas masyarakat, seperti jalan, jembatan dan saluran air.

    c. Pengaruh terhadap sosial ekonomi dan budaya masyarakat, antara lain:

    1) pengelolaan sampah yang kurang baik mencerminkan keadaan sosial budaya

    masyarakat setempat, 2) keadaan lingkungan kurang baik dan jorok, akan

    menurunkan daya tarik wisatawan untuk datang berkunjung ke daerah tersebut,

    3) dapat menyebabkan terjadinya perselisihan antara penduduk setempat dan

    pihak pengelola karena bau busuk yang sangat mengganggu (misalnya kasus

    TPA Bantargebang, Bekasi), 4) angka kesakitan meningkat dan mengurangi

    hari kerja sehingga produktivitas masyarakat menurun, 5) kegiatan perbaikan

    lingkungan yang rusak memerlukan dana yang besar sehingga dana untuk

    sektor lain akan berkurang, 6) menurunnya pemasukan daerah (devisa) akibat

  • 9

    penurunan jumlah wisatawan yang berkunjung sehingga akan berdampak pada

    penurunan penghasilan masyarakat setempat, 7) penurunan mutu dan sumber

    daya alam sehingga mutu produksi menurun dan tidak memiliki nilai

    ekonomis, 8) penumpukan sampah dipinggir jalan menyebabkan kemacetan

    lalu lintas yang dapat menghambat kegiatan transportasi barang dan jasa.

    Berdasarkan pendapat tentang pengaruh negatif sampah tersebut di atas

    dapat dikatakan bahwa pengelolaan sampah yang kurang baik dapat

    memberikan pengaruh negatif yaitu menimbulkan dampak pencemaran

    terhadap lingkungan, terutama apabila keberadaannya dekat dengan

    pemukiman penduduk. Komponen-komponen yang dapat dipengaruhi akibat

    pencemaran sampah adalah semua komponen lingkungan (abiotic, biotic dan

    cultural).

    Bila ditinjau dari komponen abiotik, sampah dapat menimbulkan

    pencemaran terhadap udara, air dan tanah. Dari segi komponen biotik, sampah

    dapat menjadi sarang berbagai vektor penyakit yang mengancam kesehatan

    manusia. Apabila ditinjau dari segi sosial budaya, sampah dapat mengganggu

    kebersihan dan keindahan lingkungan. Sampah yang menumpuk dan dibiarkan

    pada tempat terbuka (open dumping), menyebabkan rendahnya nilai estetika di

    sekitar tempat tersebut.

    2.3 Sistem Pemrosesan Akhir Sampah

    Menurut Azwar (1990), pengolahan sampah adalah perlakuan terhadap

    sampah yang bertujuan memperkecil atau menghilangkan masalah-masalah

  • 10

    yang berkaitan dengan lingkungan. Dalam ilmu kesehatan lingkungan, suatu

    pengolahan sampah dianggap baik jika sampah yang diolah tidak menjadi

    tempat berkembangbiaknya bibit penyakit serta tidak menjadi perantara

    penyebarluasan suatu penyakit. Syarat lain yang harus dipenuhi adalah tidak

    mencemari udara, air, atau tanah, tidak menimbulkan bau, dan tidak

    menimbulkan kebakaran.

    Menurut Sidik dkk. (1985) dalam Feranie (2008), pengolahan sampah

    adalah metode pemrosesan akhir yang dilakukan dengan teknik penimbunan

    sampah. Tujuan utama penimbunan akhir adalah menyimpan sampah padat

    dengan cara-cara yang tepat dan menjamin keamanan lingkungan,

    menstabilkan sampah (mengkonversi menjadi tanah), dan merubahnya kedalam

    siklus metabolisme alam. Lokasi penimbunan harus memenuhi kriteria sebagai

    berikut: 1) ekonomis dan dapat menampung sampah yang ditargetkan, 2)

    mudah dicapai oleh kendaraan-kendaraan pengangkut sampah, 3) aman

    terhadap lingkungan di sekitarnya.

    Tempat Pemrosesan Akhir (TPA) merupakan kegiatan akhir dalam

    mengelola sampah. Tempat pemrosesan akhir ini harus memenuhi persyaratan

    sebagai berikut : 1) tercakup dalam tata ruang kota, 2) jenis tanah harus kedap

    air, 3) tanah yang tidak produktif untuk pertanian, 4) dapat digunakan minimal

    5-10 tahun, 5) bukan daerah yang potensial untuk mencemari sumber air, 6)

    jarak dari daerah pusat pelayanan kurang lebih 10 km, 7) merupakan daerah

    bebas banjir (KLH, 2004).

  • 11

    Supanca (2003), menyatakan ada tiga (3) sistem pemrosesan akhir

    sampah antara lain :

    1. Sistem Open Dumping merupakan sistem yang tertua yang dikenal manusia

    dalam pemrosesan sampah. Sampah hanya dibuang atau ditimbun di suatu

    tempat tanpa ada perlakukan khusus sehingga dapat menimbulkan gangguan

    terhadap lingkungan. Pada saat sekarang sebenarnya metode ini tidak

    direkomendasikan lagi di Indonesia, karena tingkat dan beban pencemaran

    terahadap lingkungan sekitar yang dihasilkan sangat tinggi. Demikian juga

    halnya dengan TPA Temesi Gianyar yang pada awalnya dirancang dengan

    metode Sanitary Landfill tetapi pada kenyataannya metode yang diterapkan

    adalah metode Open Dumping. Metode Open Dumping akan menyebabkan : 1)

    terjadi pencemaran udara berupa gas, bau dan debu, 2) terjadi pencemaran

    terhadap air tanah dengan terbentunya air lindi (leachate), 3) resiko kebakaran

    cukup besar, 4) mudah terjadi kabut yang ditimbulkan oleh asap, 5) mendorong

    tumbuhnya sarang-sarang vektor penyakit (tikus, lalat, nyamuk dan lain-lain),

    6) mengurangi estetika lingkungan, 7) lahan tidak dapat digunakan kembali

    untuk waktu yang cukup lama.

    2. Sistem Control Landfill (urug terkendali) adalah sampah dihamparkan pada

    lokasi cekungan dan permukaannya diratakan serta ditutupi tanah pada

    ketebalan tertentu yang dilakukan secara periodik.

    3. Sistem Sanitary Landfill adalah penutupan sampah dengan lapisan tanah

    yang dilakukan sedemikian rupa sesuai petunjuk yang ditetapkan, sehingga

    tidak lagi terlihat sampah yang terbuka. Metode ini harus memenuhi teknik

  • 12

    perancangan yang berwawasan lingkungan meliputi : 1) pembentukan dasar

    TPA Sampah. Lapisan dasar TPA Sampah harus kedap air sehingga air lindi

    terhambat meresap ke dalam tanah dan tidak mencemari air tanah, dapat

    dilakukan dengan cara melapisi dasar TPA sampah dengan tanah lempung

    yang dipadatkan atau menggunakan geomembran, 2) saluran dan pengolahan

    air lindi yang dihasilkan oleh dekomposisi sampah harus diolah sebelum

    dibuang ke lingkungan karena memiliki Biochemical Oxygen Demand (BOD)

    dan parameter-parameter lainnya, 3) ventilasi gas. Ventilasi gas dibangun atau

    dipersiapkan sebelum area TPA sampah digunakan untuk penimbunan sampah,

    tujuannya adalah untuk memudahkan pelepasan gas-gas (COx, Metan dan

    lainnya) ke udara bebas dan untuk mencegah terbakarnya sampah akibat panas

    dan gas yang dihasilkan dari penguraian sampah oleh mikroorganisme, 4)

    tanah penutup dibutuhkan untuk mencegah sampah berserakan, bahaya

    kebakaran, timbulnya lalat, perkembangbiakan lalat atau binatang pengerat dan

    mengurangi timbulnya air lindi, 5) daerah penyanggah atau zona penyanggah

    berfungsi untuk mengurangi dampak negatif yang ditimbulkan oleh kegiatan

    pemrosesan akhir sampah terhadap lingkungan sekitarnya, 6) sumur

    monitoring berfungsi untuk memantau kemungkinan terjadinya pencemaran air

    lindi terhadap air tanah di sekitar TPA sampah.

    Ditjen Ciptakarya (1997), menyebutkan bahwa tempat pemrosesan

    akhir sampah yang pernah atau masih dipergunakan di Indonesia adalah

    metode open dumping, control landfill dan Sanitary Landfill. Lebih lanjut

    dikatakan bahwa dalam perencanaannya, perhitungan lahan untuk TPA

  • 13

    Sanitary Landfill mencakup perhitungan produksi sampah dan kapasitas TPA.

    Produksi sampah ditentukan oleh jumlah penduduk dan laju pertambahannya.

    Kapasitas tampung TPA sampah tergantung pada luas lokasi, ketebalan lapisan

    sampah dan tanah penutup yang direncanakan, laju pertambahan jumlah

    sampah, dan faktor pemadatan sampah.

    Menurut KLH (2004), kondisi TPA sampah di kota-kota di Indonesia

    menunjukkan kondisi fisik rata-rata kurang baik, terkait dengan sarana dan

    prasarana yang ada di TPA sampah, antara lain: sistem drainase, pengolahan

    lindi, penanganan gas, pengaturan lahan, sumur monitoring dan penutupan

    lahan karena timbunan sampah yang terus meningkat dari tahun ke tahun tidak

    sebanding dengan kapasitas dan kualitas TPA sampah yang ada.

    2.4 Pengelolaan Persampahan di Kabupaten Gianyar

    Pengelolaan sampah di kota Gianyar saat ini dilakukan oleh DKP

    (Dinas Kebersihan dan Pertamanan Kabupaten Ginyar) yang melayani sekitar

    54.116 jiwa penduduk. Dengan asumsi per orang menghasilkan 0,0045 m3/hari,

    maka diperkirakan jumlah timbunan sampah rata-rata penduduk Kabupaten

    Gianyar adalah sekitar 198,52 m3/hari. Komposisi timbunan sampah di

    Kabupaten Gianyar telah diidentifikasi bersumber dari : 1) sampah rumah

    tangga, 2) sampah hasil sapuan jalan, 3) sampah pasar, 4) sampah dari aktivitas

    perkantoran dan lain-lain (Badan Lingkungan Hidup Kabupaten Gianyar,

    2010). Berdasarkan hasil pencatatan harian pada Dinas Kebersihan dan

  • 14

    Pertamanan Kabupaten Gianyar, volume timbunan sampah pada Tahun 2010 di

    Kabupaten Gianyar disajikan pada Tabel 2.1.

    Tabel 2.1. Jumlah timbunan sampah di Kabupaten Gianyar Tahun 2010

    No. Bulan Volume Sampah (m3/hr)

    1 Januari 174.38

    2 Pebruari 170.45

    3 Maret 193.20

    4 April 196.89

    5 Mei 168.25

    6 Juni 175.35

    7 Juli 167.24

    8 Agustus 172.71

    9 September 178.23

    10 Oktober 173.43

    11 November 172.23

    12 Desember 170.66

    Sumber: DKP Kabupaten Gianyar, (2010)

    Teknik operasional pengelolaan persampahan dimulai dari pewadahan

    atau penyimpanan di tempat sumber sampah, pengumpulan dan pengangkutan

    ke Tempat Pemrosesan Akhir (TPA). Jenis pewadahan yang digunakan untuk

    penampungan sementara meliputi berbagai jenis, baik yang disediakan secara

    swadaya oleh masyarakat, maupun bantuan pewadahan yang disediakan oleh

    Pemerintah. Jenis pewadahan yang digunakan adalah meliputi : i) Kantong

    plastik, ii) Drum plastik atau drum logam, iii) Bak dari kayu, iv) Keranjang, v)

    Bak Pasang Bata/batako permanen, vi) Steel Container dan lain-lain.

    Cara pengumpulan dan pengangkutan dilakukan dengan peralatan yang

    tersedia seperti: 1) gerobak dilakukan pada daerah yang tidak bisa dilalui oleh

    kendaran dump truck seperti: permukiman, pasar, tempat-tempat umum,

    pertokoan dan jalan-jalan protokol yang selanjutnya dibuang ke tempat

  • 15

    pemrosesan sementara (Transfer Depo), kemudian dari Depo ini sampah

    diangkut dengan kendaraan lalu dibuang ke TPA Temesi, 2) strategi lain yang

    dilakukan oleh DKP adalah pengumpulan dan pengangkutan langsung dengan

    kendaraan dump truck pada rute-rute yang dapat dilalui oleh kendaraan tersebut

    dan selanjutnya dibuang ke TPA Temesi (Badan Lingkungan Hidup Kabupaten

    Gianyar, 2009-2010).

    2.5 Gambaran Umum Lokasi Penelitian

    Untuk gambaran umum lokasi penelitian di Tempat Pemrosesan Akhir

    Sampah Temesi Gianyar terletak di Desa Temesi berjarak 6,5 Km arah

    tenggara kota Gianyar, yang secara geografis terletak pada titik 8o33

    70

    Lintang Selatan dan 115o2040 Bujur Timur dengan ketinggian 68 m hingga

    85 m di atas permukaan laut. Luas TPA Temesi Gianyar mencapai 4 hektar,

    dengan batas-batas: Sebelah utara: sawah; Sebelah timur: Sawah dan

    pemukiman penduduk; Sebelah selatan: sawah; dan Sebelah barat: Sawah.

    Di lokasi TPA Temesi terdapat incinerator dan tungku pembakaran

    sampah, namun fasilitas tersebut sudah tidak difungsikan lagi oleh DKP. Kini

    di TPA Temesi telah beroperasi usaha pemilahan sampah yang diresmikan

    Pemerintah Daerah pada Tahun 2004. Pengadaan pemilahan sampah tersebut

    dibiayai oleh LSM Rotary Club International Bali Focus Borda yang

    bekerjasama dengan Desa Adat setempat yang dibentuk melalui kelembagaan

    pengelola (Badan Lingkungan Hidup Kabupaten Gianyar, 2009-2010).

  • 16

    Gambar 2.1

    Peta Geologi Pulau Bali

    (Sumber : http://mbojo.wordpress.com/2007/09/28/peta-jenis-tanah-bali/)

  • 17

    Ditinjau dari jenis batuan, sebagian besar batuan di daerah Desa Temesi

    Kabupaten Gianyar terdiri dari batuan jenis regosol. Pada Gambar 2.1 terlihat

    peta geologi yang menunjukkan jenis batuan di pulau Bali. Tanah regosol

    dicirikan dengan tekstur kasar dengan pH 6-7. Jenis tanah regosol belum jelas

    membentuk diferensiasi horisontal.

    Tanah regosol umumnya berasal dari endapan abu vulkanik. Ketika

    sebuah gunung api meletus, dikeluarkan berbagai material dari dalam perut

    bumi. Material ini kaya akan zat hara yang penting untuk kesuburan tanah. Itu

    Sebabnya tanah regosol terdapat hanya di daerah yang memiliki aktivitas

    gunung api.

    Warna bervariasi dari merah kuning, coklat kemerahan, coklat dan

    coklat kekuningan. Itu karena bergantung pada material dominan yang

    dikandungnya. Tanah regosol dimanfaatkan untuk pertanian, khususnya

    tanaman padi, tebu, tembakau, kelapa, tembakau, sayuran dan palawija.

    (http://mbojo.wordpress.com/2007/09/28/peta-jenis-tanah-bali/)

    2.6 Pengaruh TPA terhadap Lingkungan

    Tempat Pemrosesan Akhir (TPA) Temesi Gianyar pada awalnya

    dirancang dengan metode Sanitary Landfill, namun pada pelaksanaan

    operasionalnya menerapkan metode Open Dumping. Metode Open Dumping

    yang merupakan sistem pemrosesan yang sederhana dan mudah dilakukan

    tetapi akibatnya tikus, lipas, lalat, nyamuk, dan bakteri tumbuh dengan subur

    pada timbunan sampah. Penanganan TPA yang tidak bijaksana tersebut

  • 18

    menyebabkan terjadinya kerusakan lingkungan karena bau yang tidak sedap

    mengundang banyak lalat yang dapat menyebabkan berbagai penyakit menular

    (Badan Lingkungan Hidup Kabupaten Gianyar, 2009-2010).

    Armen (1987) dalam Tanauma (2000), menyebutkan bahwa metode

    Open Dumping dapat menimbulkan pengaruh yang cukup besar terhadap

    lingkungan hidup di sekitar lokasi TPA yaitu menimbulkan dampak

    pencemaran air, tanah, udara, dan bau yang tidak sedap serta gangguan lalat

    yang sangat banyak sampai ke rumah-rumah penduduk. Salah satu faktor

    menurunnya kualitas air tanah dangkal pada pemukiman penduduk di sekitar

    lokasi TPA disebabkan terkontaminasinya air tanah yang bersumber dari

    penimbunan sampah yang tidak sesuai dengan prosedur pemrosesan sampah

    (metode Open Dumping). Bila sampah tersebut ditimbun pada suatu daerah

    yang kondisi geologinya rawan, maka akan terjadi pencemaran air tanah

    dangkal di daerah tersebut. Kondisi geologi disebut rawan jika batuan dasar

    tempat menimbun sampah bersifat porus atau banyak mengandung retakan.

    Keadaan seperti itu akan memudahkan meresapnya air lindi, selanjutnya akan

    mencapai muka air tanah dangkal, sehingga air tanah dangkal menjadi

    terkontaminasi.

    Chandra (2007), menyatakan bahwa sistem pemrosesan akhir sampah di

    beberapa kota di Indonesia masih melakukan secara Open Dumping tanpa ada

    pengelolaan lebih lanjut. Sistem pemrosesan semacam itu selain memerlukan

    lahan yang cukup luas juga menyebabkan pencemaran pada udara, tanah dan

  • 19

    air serta dapat menjadi tempat berkembangbiaknya agen dan vektor penyakit

    menular.

    KLH (2004), menyatakan bahwa semakin meningkatnya jumlah kasus

    penyakit yang ditularkan oleh tikus (leptospirosis) akibat penimbunan sampah,

    selain itu polusi udara dari pembakaran sampah, bau dari sampah yang

    membusuk, merembesnya air lindi dari TPA ke sumber air penduduk (air

    tanah) dan pencemaran air sungai.

    Beberapa penelitian yang telah dilakukan berkaitan dengan dampak

    atau pengaruh TPA terhadap lingkungan diantaranya: Penelitian Sudarningsih

    (1996), menunjukkan bahwa tingginya kadar Cadmium (Cd) dan Sulfida (S)

    telah melebihi Nilai Ambang Batas (NAB), kandungan zat-zat seperti bahan

    berbahaya dan beracun (B3), BOD, COD, NO3 dalam air tanah telah melampaui

    baku mutu serta air sumur yang berbau agak amis karena tercemar oleh air

    lindi sampah (leachate).

    Sundra dkk. (1997), juga melakukan penelitian tentang pengaruh

    pengelolaan sampah terhadap kualitas air sumur gali di sekitar tempat

    pemrosesan akhir sampah Suwung, Denpasar, Bali. Penelitian tersebut

    mengenai pengaruh TPA Suwung Denpasar terhadap kualitas air sumur

    penduduk sekitarnya. Metode yang digunakan adalah pengambilan contoh air

    sumur penduduk selanjutnya dianalisis sifat fisik, kimia, dan biologinya.

    Disamping itu dilakukan pula pengambilan data sosial ekonomi masyarakat

    yang tinggal di sekitar TPA untuk mengetahui karakteristik pengaruh

    pengelolaan sampah terhadap kualitas air sumur gali.

  • 20

    Rudianto (2003), melakukan penelitian tentang perbedaan jarak

    perumahan ke TPA sampah Open Dumping dengan indikator tingkat kepadatan

    lalat dan kejadian diare di Kabupaten Kenep Kecamatan Beji Kabupaten

    Pasuruhan. Kesimpulan yang mereka dapatkan setelah melakukan penelitian

    adalah terdapat perbedaan tingkat kepadatan lalat dari beberapa area yang

    diteliti. Semakin dekat letak perumahan dengan TPA maka semakin tinggi

    tingkat kepadatan lalatnya. Arbain (2008), meneliti pengaruh air lindi tempat

    pemrosesan sampah Suwung terhadap kualitas air tanah dangkal di sekitar

    kelurahan Pedungan Kota Denpasar. Pada penelitian ini disimpulkan bahwa

    parameter kualitas air lindi sampah (leachate) dari TPA Sampah Suwung

    konsentrasinya telah melampaui ambang batas baku mutu air. Air lindi sampah

    (leachate) dari TPA Sampah Suwung berpengaruh terhadap kualitas air tanah

    dangkal.

    Feranie, dkk. (2008), melakukan penelitian mengenai zona migrasi

    pencemaran air di sekitar TPA Babakan Ciparay Kabupaten Bandung dengan

    menggunakan metode geolistrik tahanan jenis. Pada penelitian ini disimpulkan

    bahwa aliran atau rembesan lindi mengarah ke daerah pemukiman penduduk

    yang tinggal di sekitar TPA Babakan Ciparay Bandung. Wijaya (2009),

    melakukan penelitian pencemaran air tanah di wilayah Ngringo Jaten

    Karanganyar dengan metode geolistrik. Pada penelitian ini dilakukan survei

    geolistrik resistivitas sounding dengan konfigurasi Schlumberger sebanyak 4

    titik. Hasil penelitian yaitu persebaran pencemaran air tanah di Desa Ngringo

  • 21

    tidak merata. Pencemaran diidentifikasi pada kedalaman 13,6 - 23,6 meter

    dengan arah aliran dari utara ke selatan dengan daerah persebaran di selatan.

    Dari beberapa penelitian yang telah dilakukan seperti yang disebut di

    atas semuanya menyimpulkan bahwa selama ini pengelolaan sampah

    khususnya yang dilakukan di TPA sebagian besar masih berdampak negatif

    terhadap lingkungan, baik terhadap lingkungan fisik, kimia maupun biologis.

    2.7 Pencemaran Lingkungan

    Odum (1996), mengatakan bahwa pencemaran adalah suatu perubahan

    fisik, biologis, kimia yang tidak dikehendaki pada perairan, udara, tanah

    sehingga membahayakan kehidupan manusia atau makhluk hidup lainnya,

    proses produksi, lingkungan hidup dan tatanan budaya.

    Dalam UU No. 32 Tahun 2009 tentang perlindungan dan pengelolaan

    lingkungan hidup disebutkan bahwa pencemaran lingkungan adalah masuknya

    atau dimasukkannya makhluk hidup, zat, energi dan atau komponen lain ke

    dalam lingkungan hidup oleh kegiatan manusia sehingga melampaui baku

    mutu lingkungan hidup yang telah ditetapkan. Pencemaran lingkungan hidup

    dapat berupa pencemaran udara, pencemaran tanah, dan pencemaran air.

    Berikut ini akan diuraikan tentang pencemaran air saja.

    2.8 Pencemaran Air

    Air merupakan salah satu sumber daya alam terbaharui (renewabel)

    yang utama bagi kelangsungan hidup manusia, bahkan semua organisme hidup

  • 22

    akan mati jika tidak tersedia cukup air di dalam melakukan proses

    pertumbuhan dan perkembangan. Peranan yang sangat penting tersebut

    disebabkan sifat-sifat air diantaranya sebagai pelarut berbagai senyawa kimia,

    membantu proses metabolisme organisme hidup baik makroorganisme maupun

    mikroorganisme.

    Pada dasarnya pencemaran air dapat dibedakan menjadi dua sumber

    sampah yaitu sampah degradable dan nondegradable. Sampah degradable

    yaitu sampah yang dapat terdekomposisi atau dapat dihilangkan dari perairan

    dengan proses biologis alamiah, seperti sampah domestik, dan sampah

    makanan. Sedangkan sampah nondegradable adalah sampah yang tidak dapat

    dihilangkan dari perairan dengan proses biologis alamiah, seperti sampah

    radiologi, senyawa organik (Slamet, 1994).

    Wardhana (2001), menyatakan bahwa air merupakan sumber daya alam

    yang diperlukan untuk hidup orang banyak, bahkan oleh semua mahluk hidup.

    Oleh karena itu sumber daya air harus dilindungi agar tetap dapat dimanfaatkan

    dengan baik oleh manusia dan mahluk hidup lainnya.

    Menurut KLH (2004), secara umum hampir sebagai besar kualitas air

    telah tercemar sampah industri maupun sampah domestik, karena semakin

    berkembangnya industri dan jumlah penduduk maka semakin meningkatnya

    jumlah sampah yang dihasilkan, akibatnya semakin tinggi tingkat pencemaran.

    Pencemaran air tanah adalah berubahnya tatanan air di bawah permukaan tanah

    oleh kegiatan manusia atau proses alam, yang mengakibatkan kualitas air tanah

    turun sampai ke tingkat tertentu sehingga tidak sesuai dengan pemanfaatannya.

  • 23

    Widyatmiko, dkk. (2004) dalam Armadi (2005), menyatakan bahwa air

    sumur gali merupakan salah satu bentuk air tanah. Kualitas air sumur gali

    sangat dipengaruhi oleh kualitas air permukaan melalui proses infiltrasi,

    dispersi dan perkolasi air permukaan yang mengandung bahan-bahan pencemar

    akan masuk ke dalam air tanah. Apabila air permukaan tercemar dan didukung

    oleh jenis tanah yang porous maka air tanah dangkal di wilayah tersebut akan

    mudah mengalami pencemaran.

    2.9 Pengaruh Air Lindi terhadap Kualitas Air Tanah.

    Keberadaan Tempat Pemrosesan Akhir sampah (TPA) memiliki fungsi

    yang sangat penting, yaitu sebagai pengolahan akhir sampah baik yang akan

    didaur ulang sebagai kompos ataupun hanya ditimbun setelah disortir oleh

    pemulung. Jumlah sampah di TPA yang sangat besar akan menyebabkan

    proses dekomposisi alamiah berlangsung secara besar-besaran pula. Proses

    dekomposisi tersebut akan mengubah sampah menjadi pupuk organik dan

    menimbulkan hasil samping yaitu air lindi (leachate). Penumpukan sampah

    selain mengganggu estetika, sanitasi, kelestarian lingkungan juga

    mengakibatkan pencemaran air, tanah, dan udara.

    Lindi dapat didefinisikan sebagai cairan yang timbul dari hasil

    dekomposisi biologis sampah yang telah membusuk yang mengalami pelarutan

    akibat masuknya air eksternal ke dalam timbunan sampah. Air lindi akibat

    proses degradasi sampah dari TPA merupakan sumber yang mempengaruhi

    perubahan sifat fisik, kimia maupun biologi (Husin dan Kustaman, 1992).

  • 24

    Air lindi disebabkan oleh terjadinya presipitasi cairan ke TPA, baik dari

    resapan air hujan maupun kandungan air pada sampah itu sendiri. Lindi bersifat

    toksik karena adanya zat pengotor dalam timbunan yang mungkin berasal dari

    buangan limbah industri, debu, lumpur hasil pengolahan limbah, limbah rumah

    tangga yang berbahaya, atau dari dekomposisi yang normal terjadi pada

    sampah.

    Tabel 2.2 Komposisi lindi dari TPA secara umum

    Parameter Kisaran

    pH 6,2 7,4 COD 66 11.600 mg/l BOD < 2 8.000 mg/l Sulfat 56 456 mg/l Cadium (Cd) < 0,005 0,01 mg/l Plumbum (Pb) < 0,05 0,22 mg/l Chromim (Cr) < 0,05 0,14 mg/l

    Sumber: Diklat Landfilling Limbah-FTSL ITB (2008).

    Kualitas lindi akan tergantung dari beberapa hal, seperti variasi dan

    proporsi komponen sampah yang ditimbun, curah hujan dan musim, umur

    timbunan, pola operasional, waktu dilakukannya sampling. Gambaran variasi

    kualitas lindi dari beberapa TPA di Indonesia ditampilkan dalam Tabel 2.3.

    Tabel 2.3. Variasi kualitas lindi dari beberapa TPA di Indonesia.

    Kota pH COD N-NH4 N-NO2 DHL

    Bogor 7,5 28723 770 0 40480

    Cirebon 7 3648 395 0,225 10239

    Jakarta 7 413 240 0,075 3823

    Bandung 6 58661 1356 6,1 26918

    Solo 6 6166 162 0,225 3540 Sumber: Diklat Landfilling Limbah-FTSL ITB (2008).

    Fachruddin (1989) dalam Tanauma (2000), menyatakan bahwa air lindi

    dicirikan oleh komponen fisika dan kimia berkadar tinggi dan mengandung

  • 25

    logam berat berbahaya. Air tanah terkontaminasi air lindi sejauh 174 meter dari

    pusat penimbunan sampah.

    Menurut Slamet (1994), air lindi (leachate) adalah cairan yang

    mengandung zat padat tersuspensi yang sangat halus dari hasil penguraian

    mikroba, biasanya terdiri atas Ca, Mg, Na, K, Fe, Klorida, Sulfat, Fosfat, Zn,

    Ni, CO2, H2O, N2, NH3, H2S, Asam organik dan H2, tergantung dari kualitas

    sampah, maka di dalam leachate biasanya pula terdapat mikroba pathogen,

    logam berat dan zat lainnya yang berbahaya.

    Berdasarkan hasil penelitian Tanauma di TPA Sampah Yogyakarta

    (2000), air lindi sampah mengandung senyawa-senyawa kimia anorganik

    antara lain: nitrit, nitrat, ammonia, kalsium, kalium, magnesium, kesadahan,

    klorida, sulfat, BOD, COD, pH dan mikrobiologi (total koliform) yang

    konsentrasinya sangat tinggi .

    2.10 Mekanisme Masuknya Air Lindi ke Air Tanah

    Menurut Jagloo (2002), air tanah tidaklah statis melainkan bergerak

    karena adanya perbedaan gradien hidrolika. Aliran ini menyebabkan air tanah

    yang terkontaminasi bergerak mengikuti sistem alirannya sehingga mencapai

    air tanah. Air lindi akan semakin cepat mencapai air tanah terlebih lagi

    didukung oleh kondisi tanah yang bersifat porous dan permeable, seperti pasir,

    kerikil dan batu pasir. Bahan-bahan tersebut mempunyai meabilitas tinggi

    sehingga air lindi dapat dengan mudah bergerak dan menyebar. Komposisi air

  • 26

    lindi dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti jenis sampah terdeposit, jumlah

    curah hujan di TPA, dan kondisi spesifik tempat.

    Gambar 2.2

    Skema Proses Terjadinya Lindi (Hendrajaya, 1990)

    Menurut Todd (1980) dalam Tanauma (2000), air lindi dicirikan bahwa

    pada daerah yang bercurah hujan tinggi, air lindi menjadi lebih mudah

    terbentuk dan jumlahnya akan lebih banyak. Mekanisme masuknya air lindi ke

    lapisan air tanah, terutama air tanah dangkal (sumur) melalui proses sebagai

    berikut : 1) Air lindi ditemukan pada lapisan tanah yang digunakan sebagai

    Open Dumping, yaitu kira-kira berjarak 2 meter di bawah permukaan tanah, 2)

    Secara khusus, bila air lindi masuk dengan cara infiltrasi di tanah, segera

    permukaan tanah dijenuhi air, 3) Akibat adanya faktor seperti air hujan,

    mempercepat air lindi masuk ke lapisan tanah yaitu zona aerasi yang

    mempunyai kedalaman 10 meter di bawah permukaan tanah, 4) Akibat

    banyaknya air lindi yang terbentuk menyebabkan air lindi masuk ke lapisan air

  • 27

    tanah dangkal atau lapisan air tanah jenuh, 5) Pada lapisan tanah jenuh

    tersebut, air yang terkumpul bercampur dengan air lindi dimana air tanah

    dangkal ini dimanfaatkan untuk sumber air minum melalui sumur-sumur

    dangkal.

    Apparao (1997), menyatakan bahwa potensial gravitasi sangat penting

    dalam tanah-tanah yang jenuh air. Potensial gravitasi merupakan gaya utama

    yang mengakibatkan terjadinya aliran. Hal ini diperhitungkan terutama untuk

    gerakan air lindi yang menembus tanah yang pada umumnya bergerak dari

    elevasi tinggi ke elevasi rendah.

    2.11 Metode Geolistrik Resistivitas

    Geolistrik adalah salah satu metode dalam geofisika yang mempelajari

    sifat aliran listrik di dalam bumi dan bagaimana mendeteksinya. Pendeteksian

    meliputi pengukuran medan potensial, arus, dan elektromagnetik yang terjadi

    baik secara alamiah maupun akibat penginjeksian arus ke dalam bumi.

    Menurut Hendrajaya dan Idam (1990), metode geolistrik resistivitas

    merupakan metode geolistrik yang mempelajari sifat resistivitas (tahanan jenis)

    listrik dari lapisan batuan di dalam bumi. Pada metode ini arus listrik

    diinjeksikan ke dalam bumi melalui dua buah elektroda arus dan dilakukan

    pengukuran beda potensial melalui dua buah elektroda potensial. Dari hasil

    pengukuran arus dan beda potensial listrik akan dapat dihitung variasi harga

    resistivitas pada lapisan permukaan bumi di bawah titik ukur (Sounding point).

    Pada metode geolistrik dikenal banyak konfigurasi elektroda, diantaranya yang

  • 28

    sering digunakan adalah : konfigurasi Wenner, konfigurasi Schlumberger,

    konfigurasi Dipol-dipol dan lain-lain.

    Menurut Telford, dkk. (1988), terkait dengan sifat resistivitas listrik,

    lapisan akuifer merupakan lapisan batuan yang memiliki rentang nilai tahanan

    jenis 1-108

    m. Faktor-faktor yang berpengaruh antara lain: komposisi litologi,

    kondisi batuan, komposisi mineral yang dikandung, kandungan benda cair. Air

    alam mengandung zat padat terlarut yang berasal dari mineral dan garam-

    garam yang terlarut ketika air mengalir di bawah atau di permukaan tanah.

    Apabila air dicemari oleh limbah yang berasal dari industri pertambangan dan

    pertanian, kandungan zat padat tersebut akan meningkat.

    Menurut Reynolds (1997), konduktivitas atau lebih dikenal dengan

    sebutan Daya Hantar Listrik (DHL) adalah suatu besaran yang menunjukkan

    banyaknya ion-ion terlarut dalam air yang dapat menghantarkan arus listrik

    sebesar 1volt pada bidang lapisan metal seluas 1 cm2

    . Sifat ini dipengaruhi

    oleh jumlah kandungan yang disebut sebagai ion bebas. Metode geolistrik

    resistivitas didasarkan pada anggapan bahwa bumi mempunyai sifat homogen

    isotropis. Pada kenyataannya bumi terdiri dari lapisan-lapisan bebatuan dengan

    nilai resistivitas yang berbeda-beda, sehingga potensial yang terukur

    dipengaruhi oleh lapisan-lapisan tersebut dan menyebabkan nilai tahanan jenis

    yang terukur tergantung pada jarak elektroda. Nilai tahanan jenis yang terukur

    bukanlah tahanan jenis yang sebenarnya melainkan tahanan jenis semu (a).

  • 29

    Nilai tahanan jenis dari bahan atau material berbanding terbalik dengan daya

    hantar listrik (conductivity).

    =

    .(2.1)

    dimana ;

    R = tahanan (resistance) dalam ohm

    V = beda potensial listrik dalam volt

    I = arus listrik yang mengalir dalam ampere.

    2.11.1 Konfigurasi Wenner

    Metode ini diperkenalkan oleh Wenner (1915). Konfigurasi Wenner

    merupakan salah satu konfigurasi yang sering digunakan dalam eksplorasi

    geolistrik dengan susunan jarak spasi sama panjang (r1 = r4 = a dan

    r2 = r3 = 2a). Jarak antara elektroda arus (C1 dan C2) adalah tiga kali jarak

    elektroda potensial, jarak potensial dengan titik souding-nya adalah 2/a ,

    maka jarak masing-masing elektroda arus dengan titik sounding-nya adalah

    2/3a .

    r2 r1

    VES B M N

    I

    V

    A

    a