Untitled

32
REFERAT ONKO; SERVIN PANDU DJAGANATA 1 BAB I PENDAHULUAN I. 1. Latar Belakang Di seluruh dunia, kanker serviks merupakan kanker terbanyak (setelah kanker payudara) yang terjadi pada wanita, dan merupakan penyebab utama kematian pada wanita penderita kanker di Negaranegara berkembang (termasuk Indonesia). Hampir 1,5jt juta kasus baru terjadi setiap tahunnya, dengan angka kematian lebih dari 50%. Mayoritas kasus terjadi di Negara berkembang yang kekurangan akses untuk melakukan skrening Pap Smear secara rutin. 1, 2 Kanker serviks merupakan penyakit yang dapat dicegah, dan mempunyai angka kesembuhan yang baik jika ditemukan dan diobati pada stadium dini. 3 Histerektomi radikal dan radiasi merupakan terapi pilihan yang ekivalen untuk kanker serviks stadium IB dan IIA, yang menghasilkan angka ketahanan hidup 5 tahun dan interval bebas penyakit yang sama. Dengan angka kesembuhan sebesar 75% 80% (dapat mencapai 85% 90% pada tumor yang berukuran kecil). 4,5 Pilihan antara histerektomi radikal atau radiasi tergantung pada banyak faktor termasuk ukuran tumor, usia pasien, ketersediaan fasilitas pelayanan, dan sumber daya manusianya serta ada tidaknya kondisi komorbid lainnya. 5 Dengan munculnya konsep peningkatan kualitas hidup dalam bedah onkologi, beberapa penelitian terbaru mempertanyakan histerektomi radikal dalam penanganan karsinoma serviks karena tingginya komplikasi post operatif jangka panjang yang

description

.

Transcript of Untitled

Page 1: Untitled

REFERAT ONKO; SERVIN PANDU DJAGANATA 1

BAB I

PENDAHULUAN

I. 1. Latar Belakang

Di seluruh dunia, kanker serviks merupakan kanker terbanyak (setelah kanker

payudara) yang terjadi pada wanita, dan merupakan penyebab utama kematian pada

wanita penderita kanker di Negara-­negara berkembang (termasuk Indonesia). Hampir

1,5jt juta kasus baru terjadi setiap tahunnya, dengan angka kematian lebih dari 50%.

Mayoritas kasus terjadi di Negara berkembang yang kekurangan akses untuk

melakukan skrening Pap Smear secara rutin.1, 2

Kanker serviks merupakan penyakit yang dapat dicegah, dan mempunyai

angka kesembuhan yang baik jika ditemukan dan diobati pada stadium dini.3

Histerektomi radikal dan radiasi merupakan terapi pilihan yang ekivalen

untuk kanker serviks stadium IB dan IIA, yang menghasilkan angka ketahanan hidup

5 tahun dan interval bebas penyakit yang sama. Dengan angka kesembuhan sebesar

75% -­ 80% (dapat mencapai 85% -­ 90% pada tumor yang berukuran kecil).4,5

Pilihan antara histerektomi radikal atau radiasi tergantung pada banyak faktor

termasuk ukuran tumor, usia pasien, ketersediaan fasilitas pelayanan, dan sumber

daya manusianya serta ada tidaknya kondisi komorbid lainnya.5

Dengan munculnya konsep peningkatan kualitas hidup dalam bedah onkologi,

beberapa penelitian terbaru mempertanyakan histerektomi radikal dalam penanganan

karsinoma serviks karena tingginya komplikasi post operatif jangka panjang yang

Page 2: Untitled

REFERAT ONKO; SERVIN PANDU DJAGANATA 2

melibatkan sistem nervus otonom pelvis. Telah diketahui bahwa histerektomi radikal

seringkali menyebabkan disfungsi kandung kemih, gangguan mobilitas anorektal,

dan ketidakpuasan seksual pada pasien yang selamat dari kanker serviks, keluhan

tersebut muncul akibat trauma yang melibatkan cabang inervasi saraf simpatik dan

parasimpatetik pada organ pelvis.4,5

Preservasi saraf pertama kali dilakukan oleh Takashi Kobayashi di Jepang

dan ahli bedah Jepang lainnya selama 2 dekade terakhir. Baru – baru ini, ahli bedah

ginekologi di Eropa mulai menggunakan dan memodifkasi teknik ini, dan hasilnya

sangat memuaskan. Referat ini akan membahas preservasi nervus hipogastrik dalam

histerektomi radikal.6

Page 3: Untitled

REFERAT ONKO; SERVIN PANDU DJAGANATA 3

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

II.1. Histerektomi Radikal

II.1.1. Sejarah

Histerektomi radikal pertama kali dilakukan oleh Clark di rumah sakit Johns

Hopkins pada tahun 1895. Pada tahun 1898 Wertheim menambahkan tindakan

pengangkatan KGB pelvis dan parametrium,dan pada tahun 1905 beliau melaporkan

luaran 270 pasiennya dengan angka mortalitas sebesar 18% dan morbiditas sebesar

31%.7,8

Pada tahun 1901, Schauta melakukan histerektomi radikal pervaginam dan

melaporkan angka mortalitas operatif yang lebih rendah bila dibandingkan

histerektomi radikal perabdominam. Pada akhir abad ke-­20 , radioterapi lebih dipilih

dalam penatalaksanaan kanker serviks stadium awal oleh karena tingginya angka

mortalitas dan morbiditas tindakan operasi.7

Tahun 1944, Meigs kembali mempopulerkan tindakan operasi dengan

mengembangkan modifikasi operasi Wertheim dengan mengangkat semua KGB

(operasi Wertheim-­Clark + Taussig). Meigs melaporkan angka ketahanan hidup

sebesar 75% untuk pasien kanker serviks stadium I dan angka mortalitas 1% bila

prosedur ini dilakukan oleh ahli ginekologi yang terlatih. 7

Page 4: Untitled

REFERAT ONKO; SERVIN PANDU DJAGANATA 4

Sepanjang abad ke-­20, terdapat berbagai modifikasi prosedur tindakan

histerektomi radikal, terutama dengan semakin majunya ilmu dan teknologi di bidang

anestesia, perawatan intensif, antibiotik, dan transfusi darah.1

II.1.2. Klasifikasi

Tahun 1974, Piver dkk. mengklasifikasikan lima tipe histerektomi yaitu :

a. Histerektomi ekstrafasial ( tipe I)

Ini merupakan simple histerektomi . Maksud dari histerektomi tipe ini adalah

untuk mengangkat semua jaringan serviks. Defleksi dan retraksi ureter kearah lateral

tanpa diseksi dari ureteral bed memungkinkan clamping jaringan paraservikal tanpa

melakukan diseksi kearah jaringan serviks itu sendiri. Tindakan ini sesuai untuk

kanker serviks stadium IA1.3,9

b. Histerektomi radikal yang dimodifikasi ( tipe II)

Histerektomi tipe ini diperkenalkan oleh Ernst Wertheim. Tujuannya adalah

untuk mengangkat jaringan paraservikal lebih banyak, namun tetap mempertahankan

aliran darah ke ureter sebelah distal dan kandung kemih. Ureter dibebaskan dari

posisi paraservikal, namun tidak di diseksi di luar ligamentum pubovesikal.

Ligamentum uterosakral direseksi pada pertengahan antara uterus dan pertemuannya

dengan sakrum. Pertengahan medial ligamentum kardinale dan sepertiga atas vagina

diangkat. Tindakan ini biasanya dilakukan pada kanker serviks stadium IA2.3,9

Page 5: Untitled

REFERAT ONKO; SERVIN PANDU DJAGANATA 5

c. Histerektomi radikal ( tipe III)

Tindakan operasi yang sering dilakukan pada kanker serviks stadium IB ini

diperkenalkan oleh Meigs pada tahun 1944. Tujuan prosedur ini adalah eksisi radikal

yang luas dari jaringan parametrium dan paravesikal, serta pengangkatan KGB

pelvis. Arteri uterina di ligasi dari asalnya di arteri iliaka interna. Dilakukan diseksi

ureter dari ligamentum pubovesikal hingga ke masuknya ureter ke kandung kemih ,

kecuali sebagian kecil lateral dari ligamentum dipertahankan antara ujung bawah

ureter dan arteri vesikalis superior, yang akan mempertahankan aliran darah ke ureter

sebelah distal. Ligamentum uterosakral di eksisi pada pertemuannya dengan sakrum,

sedangkan ligamentum kardinale di eksisi pada dinding pelvis. Setengah bagian

vagina juga diangkat. Diseksi ligamentum uterosakral dan vagina seperti itu biasanya

dilakukan pada kanker serviks stadium IB. 3,9

d. Histerektomi radikal yang diperluas ( tipe IV)

Tujuan dari operasi ini adalah pengangkatan seluruh jaringan periureteral.

Tindakan ini berbeda dari histerektomi tipe III yaitu dari tiga aspek : (a) dilakukan

diseksi ureter seluruhnya dari ligamentum pubovesikal, (b) arteri vesikalis superior

dikorbankan dan (c) tiga perempat vagina dieksisi. Resiko terjadinya fistula ureter

meningkat dengan prosedur ini, sehingga Piver dkk. melakukan operasi ini pada

kasus rekuren sentral yang kecil setelah radioterapi yang sudah diseleksi. 3,9

Page 6: Untitled

REFERAT ONKO; SERVIN PANDU DJAGANATA 6

e. Eksenterasi parsial ( tipe V)

Tujuan operasi ini adalah pengangkatan kanker yang mengalami rekuren

sentral yang melibatkan ureter sebelah distal atau kandung kemih. Organ yang

bersangkutan dieksisi secara parsial dan ureter di implantasikan kembali ke dalam

kandung kemih. Prosedur ini biasanya dilakukan jika tidak sengaja ditemukan kanker

yang melibatkan ureter sebelah distal pada saat dilakukan histerektomi radikal.

Alternatif lain, operasi dapat dibatalkan dan pasien diterapi dengan radiasi. 3,9

Pada pertemuan International Gynecologic Cancer Society ke – 12 di

Bangkok, Thailand, 25 – 28 Oktober 2008 juga dibicarakan tentang usulan klasifikasi

histerektomi radikal berdasarkan luas pengangkatan jaringan paraservikal.

Berdasarkan klasifikasi tersebut, histerektomi radikal dibagi atas:11, 12

a. Kelas A: reseksi minimal jaringan paraservikal, serviks diangkat secara intoto.

b. Kelas B: reseksi jaringan paraservikal pada daerah ureter, reseksi komponen

fibrous.

c. Kelas C: reseksi jaringan paraservikal pada daerah dinding pelvis, reseksi seluruh

jaringan paraservikal.

d. Kelas D: perluasan reseksi sesuai struktur anatomi dinding pelvis, prosedur

eksenterasi.

Page 7: Untitled

REFERAT ONKO; SERVIN PANDU DJAGANATA 7

II.1.3. Persiapan Operasi

Persiapan untuk operasi, terutama operasi radikal, termasuk didalamnya

adalah anamnesa riwayat medis dan operatif (disertai hasil patologi jika ada),

pemeriksaan fisik diagnostik untuk menilai kondisi umum pasien dan toleransi

operasi serta menilai penyebaran/ perluasan penyakit. Tujuan persiapan operasi

adalah untuk meminimalisasi resiko komplikasi intraoperatif dan post operatif.9

Urografi intravena dapat menilai abnormalitas fungsional dan anatomis dari

traktus urinarius. Identifikasi ada tidaknya ureter ganda yang komplit atau parsial

dapat membantu mencegah cedera intraoperatif dan post operatif. Dilatasi ureter

atau ginjal (yang menunjukkan penyakit sudah stadium III) dapat membantu dalam

perencanaan operasi. Sistoskopi dapat menunjukkan bullous edema atau invasi

tumor ke kandung kemih. Kultur urin untuk menilai ada tidaknya infeksi pada

traktus urinarius, dan bila ada harus dihilangkan sebelum operasi. Penilaian

urodinamik sebelum operasi dapat menunjukkan abnormalitas yang sudah ada

sebelumnya (seperti inkontinensia) dan dapat dibandingkan penilaiannya post

operasi untuk melihat pengaruh tindakan operasi terhadap dinamika traktus urinarius

bagian bawah. Kateter transuretral dipasang pada saat operasi untuk memonitor

eksresi renal dan dapat menunjukkan adanya perdarahan pada traktus urinarius jika

terjadi cedera intra operatif. 9

Persiapan kolon adalah sama seperti persiapan operasi laparotomi lainnya.

Pasien puasa minimal 12 jam sebelum operasi, dan kolon dikosongkan sepenuhnya

Page 8: Untitled

REFERAT ONKO; SERVIN PANDU DJAGANATA 8

jika memungkinkan. Pasien dengan tumor yang besar sebaiknya dilakukan

rektoskopi.9

Bila ada infeksi pada vagina, harus diterapi. Segera sebelum operasi, vagina

dibersihkan dengan larutan povidon iodin.9

Pasien juga harus dipersiapkan secara psikologis sebelum operasi.

Persiapannya termasuk memastikan bahwa pasien dapat menerima perlunya

dilakukan tindakan operasi yang ekstensif untuk menyembuhkan penyakitnya.

Penjelasan mengenai tindakan yang akan dilakukan, diberikan kepada pasien hingga

ia betul-­betul mengerti. Pasien diberikan informasi mengenai konsekuensi yang

mungkin dan tak dapat dihindarkan dari tindakan operasi seperti melakukan drainase

kandung kemih post operasi. Pasien harus diberi pengertian mengenai komplikasi

operasi seperti fistula yang jarang terjadi namun tidak sepenuhnya dapat

dihindarkan. Juga diberikan penjelasan mengenai gangguan miksi dan defekasi post

operasi. Pengaruh operasi radikal terhadap fungsi seksual juga dijelaskan terutama

bila perlu dilakukan pengangkatan sebagian besar vagina.9

Sebelum operasi, pasien diberikan antibiotik profilaksis.3,9

II.1.4. Teknik Histerektomi Radikal

a. Insisi

Dinding abdomen dibuka melalui insisi lower midline yang diperluas ke

sebelah kiri umbilikus atau melalui insisi low transverse Maylard atau Cherney.3, 10

Page 9: Untitled

REFERAT ONKO; SERVIN PANDU DJAGANATA 9

b. Eksplorasi

Setelah memasuki rongga peritoneum, semua organ (hepar, ginjal dan lien) di

palpasi secara sistematis, dan jika diduga ada penyebaran metastase dilakukan

pemeriksaan potong beku ( frozen section). Plika vesikouterina dan peritoneum di

kavum Douglas diperiksa apakah ada infiltrasi tumor.Tuba dan ovarium dinilai

apakah ada abnormalitas atau tidak. Jika ditemukan pembesaran KGB pelvis atau

paraaorta, maka harus diangkat dan dilakukan pemeriksaan potong beku untuk

membedakannya antara proses inflamasi atau proses malignansi.3, 10

c. Histerektomi Radikal

Dengan uterus yang dilakukan traksi dengan cara membuat jahitan angka 8

pada fundus atau memasang klem oschner dijepitkan pada sisi uterus dekat pangkal

tuba dengan ujung klem setinggi ostium, kita memasuki retroperitoneum melalui

ligamentum rotundum kiri dan kanan yang dilakukan pengikatan dan dipotong,

lembar depan ligament latum diincisi dari pedikel ligament rotundum ke plika vesika

uterine, lembar belakang ligament latum diincisi dari pedikel ligament rotundum

sejajar ligament infundibulopelvicum. Ureter diidentifikasi, dan rongga paravesikal

dan pararektal dibuka dengan diseksi secara tumpul dan tajam.3, 10

Rongga paravesikal dibatasi oleh :

1) Disebelah medial oleh arteri umbilikalis yang telah mengalami obliterasi.

2) Disebelah lateral oleh muskulus obturator internus.

3) Disebelah posterior oleh ligamentum kardinale.

4) Disebelah anterior oleh simfisis pubis.

Page 10: Untitled

REFERAT ONKO; SERVIN PANDU DJAGANATA 10

Rongga pararektal dibatasi oleh :

1) Disebelah medial oleh rektum.

2) Disebelah lateral oleh arteri hipogastrik.

3) Disebelah anterior oleh ligamentum kardinale.

4) Disebelah posterior oleh sacrum

5) Dasar kedua rongga tersebut dibentuk oleh muskulus levator ani.

Gambar 1.

Dikutip dari : Hacker N.F, Cervical Cancer, dalam : Practical Gynecologic Oncology, fourth edition,

Berek S.J, 2005, hal : 337-­86.

Page 11: Untitled

REFERAT ONKO; SERVIN PANDU DJAGANATA 11

Gambar 2. Ligamentum di pelvis

Dikutip dari : Hacker N.F, Cervical Cancer, dalam : Practical Gynecologic Oncology, fourth edition,

Berek S.J, 2005, hal : 337-­86.

d. Pemisahan Kandung Kemih : Plika vesikouterina dibuka dan dibebaskan dari

serviks anterior dan bagian atas vagina . Prosedur ini harus dilakukan sebelum

ligasi aliran darah, oleh karena tumor dapat menginfiltrasi hingga ke dasar

kandung kemih, sehingga histerektomi tak mungkin dilakukan. Daripada

melakukan reseksi kandung kemih tersebut, dinding abdomen biasanya ditutup

dan pasien diberi terapi radiasi.3

e. Ligasi arteri uterina : Arteri uterina diligasi pada pangkal percabangan dengan

arteri hipogastrika. 3

Page 12: Untitled

REFERAT ONKO; SERVIN PANDU DJAGANATA 12

f. Diseksi Ureter : Masing-­masing ureter dibebaskan dari perlengketan dengan

peritoneum. Dan juga dibebaskan dari sisi uterus sampai ke tempat muara ureter

dengan kandung kemih. 3

g. Diseksi Posterior : Peritoneum yang melewati kavum Douglas di insisi dan

rongga rektovaginal diidentifikasi dengan melakukan traksi pada rektum. Dengan

menggunakan diseksi tajam dan tumpul, rektum dipisahkan dari vagina posterior

dan ligamentum uterosakral, dan ligamentum tersebut di potong pada

pertengahannya. 3

h. Diseksi Lateral : Setelah ligamentum uterosakral terbagi, ligamentum kardinale di

klem sedekat mungkin ke dinding pelvis. Jika ovarium hendak diangkat,

ligamentum infundibulopelvikum diklem dan dipotong.Jika ovarium hendak

dipertahankan, ovarium dibebaskan dari fundus melalui transeksi ligamentum

ovarium dan tuba falopi. 3

i. Reseksi Vagina : Seberapa panjang vagina yang hendak diangkat tergantung dari

lesi primer dan temuan kolposkopi di vagina. Jika lesi primer terbatas di serviks

dan tidak ada VAIN, maka hanya 1,5-­2 cm bagian atas vagina yang perlu

direseksi.3

j. Limfadenektomi Pelvis : Jika uterus telah diangkat, dinding pelvis akan jelas

terlihat. Bila ada pembesaran KGB pelvis atau paraaorta yang dikonfirmasi

dengan frozen section, maka yang diangkat atau dibuang hanya kelenjar getah

bening yang membesar dan untuk menghilangkan mikrometastase.

Page 13: Untitled

REFERAT ONKO; SERVIN PANDU DJAGANATA 13

k. Dapat dilakukan radiasi eksternal. Jika tidak ada KGB yang dicurigai, maka

dilakukan limfadenektomi pelvis seluruhnya. Dengan diseksi tajam menggunakan

gunting Metzenbaum, seluruh jaringan lemak dibebaskan dari pembuluh darah

mulai dari arteri iliaka komunis sampai ke sirkumferensia vena iliaka sebelah

distal. Selanjutnya dengan melakukan retraksi arteri iliaka eksterna dan vena

kearah medial kita memasuki fosa obturatorius. Semua jaringan lemak dan

kelenjar getah bening pada fosa obturatorius dideseksi. 3

l. Post ekstirpasi : Rongga peritoneum di irigasi menggunakan air hangat atau

saline. Peritoneum pelvis tidak ditutup, dan tidak dipasang drain kecuali ada

kekhawatiran hemostasis. Ketika rongga retroperitoneum dibiarkan terbuka dan

telah diberikan antibiotik profilaksis, pemasangan drain dapat meningkatkan

morbiditas febris, selulitis pelvis,dan ileus post operasi yang memanjang. Kateter

supra pubik dipasang di kandung kemih, dan dinding abdomen ditutup. 3

II.2 Histerektomi Radikal dengan Preservasi Nervus Hipogastrik

Meskipun histerektomi radikal merupakan pendekatan yang efektif dalam

manajemen karsinoma stadium awal, beberapa peneltian telah menunjukkan bahwa

tindakan ini seringkali menyebabkan disfungsi kandung kemih, gangguan mobilitas

anorektal, dan ketidakpuasan seksual. Komplikasi ini diketahui muncul akibat trauma

bedah yang melibatkan cabang saraf simpatik dan parasimpatik dari inervasi otonom

organ pelvis. Dengan demikian, penelitian NSRH mencoba untuk

menunjukkan apakah nerve sparing dapat menyelesaikan masalah ini atau

Page 14: Untitled

REFERAT ONKO; SERVIN PANDU DJAGANATA 14

tidak. Possover et al meneliti 38 pasien kanker serviks yang menjalani nerve

sparing pada histerektomi radikal Type III, dan 28 pasien menjalani operasi

non-­nerve sparing. Mereka mengungkapkan hasil yang signifikan secara

statistik (p = 0,0007) durasi drainase kandung kemih antara 11,2 hari (6-­20, ±

4.3) pada kelompok dengan nerve sparing dan 21,4 hari (7-­47, ± 11,3) pada

kelompok Non nerve sparing, meskipun hasil retensi urin ditemukan pada

beberapa pasien dengan pemisahan saraf. Kerusakan pada nervus otonom

pelvis dapat terjadi selama beberapa fase dalam histerektomi, seperti yang dijelaskan

sebagai berikut:13, 14

1) Pleksus hipogastrik superior selama diseksi nodus limfatik presacral dan

periaortik.

2) Nervus hipogastrik selama reseksi ligamentum uterosakral.

3) Nervus splahnic selama pemisahan vena uterus dalam pada ligamentum cardinal.

4) Cabang kandung kemih dari pleksus hipogastrik inferior selama reseksi

ligamentum vesicovaginal dan paracolpium

Page 15: Untitled

REFERAT ONKO; SERVIN PANDU DJAGANATA 15

Gambar 3. Ilustrasi nervus otonom pelvis dari organ pelvis dan lokasi yang mungkin mengalami

trauma selama histerektomi radikal

dikutip dari Fujii S, Takakura K, Matsumura N, et al. Anatomic identification and functionaloutcomes

of the nerve sparing Okabayashi radical hysterectomy. Gynecol Oncol.2007;;107:4e13

Gambar 4. Ilustrasi skematik nervus hipogastrikus dan hubungannya dengan organ pelvis;; gambar

disebelah kiri menunjukkan tampilan intraoperatif pleksus hipogastrik dan nervus hipogastrik

dikutip dari Dursun, Polat, Ali Ayhan, and Esra Kuscu. "Nerve-­sparing radical hysterectomy for

cervical carcinoma." Critical reviews in oncology/hematology 70.3 (2009): 195-­205

Sehingga, beberapa peneliti fokus pada upaya preservasi nervus pelvis untuk

mencegah kerusakan saraf dan mencegah disfungsi organ panggul dan untuk

mendapatkan kualitas hidup yang lebih baik pada pasien yang selamat dari kanker.

Telah dikemukakan dua pendekatan untuk menurunkan kerusakan saraf post operatif

pada pasien yang menjalani histerektomi radikal yaitu menurunkan keradikalan

Page 16: Untitled

REFERAT ONKO; SERVIN PANDU DJAGANATA 16

pembedahan dengan menurunkan luasnya reseksi jaringan parametrial dan

mempertahankan saraf tanpa menurunkan radikalitas pembedahan.13, 14

II.2.1 Disfungsi Organ setelah Histerektomi Radikal

a. Disfungsi kandung kemih

Dekatnya kandung kemih dengan uterus dan pelvis menyebabkan gangguan

sokongan anatomis, inervasi otonom, dan suplai darah selama histerektomi radikal,

dan trauma pembedahan tersebut dapat menyebabkan kerusakan fungsi saluran

kemih. Sebuah kajian sistematis literature melaporkan bahwa histerektomi sederhana

juga berhubungan dengan peningkatan risiko disfungsi saluran kemih. Dilaporkan

pula bahwa perubahan signifikan pada sensitivitas vesikal mungkin muncul setelah

histerektomi dan perubahan ini mungkin menetap selama paling tidak 6 bulan post

operatif. Seperti yang telah diketahui, luasnya histerektomi dan reseksi parametrial

berhubungan erat dengan peningkatan risiko trauma saraf otonom;; sehingga dapat

diperkirakan bahwa histerektomi radikal mungkin berhubungan dengan efek lebih

serius pada disfungsi kandung kemih dibandingkan dengan histerektomi

sederhana.15,16

Dalam sebuah kajian literature mengenai histerektomi radikal dan disfungsi

kandung kemih, Zullo et al melaporkan bahwa gangguan fungsi saluran kemih bagian

bawah (hilangnya sensorik, disfungsi menyimpan dan menahan urin, inkontinensia

urin, dan instabilitas detrusor) adalah komplikasi jangka panjang yang paling sering

terjadi setelah histrektomi radikal. Insiden disfungsi kandung kemih post operatif

mencapai 70 – 85%.15,16

Page 17: Untitled

REFERAT ONKO; SERVIN PANDU DJAGANATA 17

Gangguan berkemih telah terkait dengan kerusakan nervus hipogastrik dan

pleksus hipogastrik inferior akibat reseksi radikal dari jaringan parametrium. Bagian

nervus hipogastrikus mungkin terjadi pada tingkat ligament utero-­sakral dan dari

lapisan dalam ligament serviko-­vesika. Kerusakan pleksus hipogastrik terjadi di

tingkat ligament kardinal. Penelitian urodinamik yang dilakukan setelah histerektomi

radikal telah menunjukkan bahwa secara paskaoperasi pada jangka pendek dan

panjang, compliance kandung kemih berkurang, dan volume residu meningkat.16

Peneliti lain melaporkan bahwa HR berhubungan dengan perubahan urodinamik dan

perubahan ini bertahan hingga 1 tahun setelah pembedahan.15,17

Meskipun beberapa telah mengajukan untuk menggunakan medikasi seperti

bethanechol, cisapride, beta2-­agonists, untuk menurunkan gangguan akibat HR,

pendekatan ini belum terbukti efektif.

b. Disfungsi anorektal

Fungsi anorektal memiliki pengaruh penting dalam kualitas hidup wanita.

Fungsi anorektal, termasuk konsistensi tinja dan aktivitas kolorektal, dan hubungan

antara sfingter anal interna dan eksterna dikoordinasikan oleh saraf simpatis dan

parasimpatik. Stimulasi simpatik menginisiasi defekasi, sementara parasimpatik

mencegah ekspulsi dan menstimulasi sfingter anal internal dan eksternal.18,19

Telah diketahui bahwa histerektomi sederhana dapat menyebabkan gangguan

fungsi usus pada beberapa pasien;; meskipun demikian efek histerektomi terhadap

fungsi usus belum sepenuhnya diketahui. Saat histerektomi sederhana, hanya

ligamentum dengan saraf yang berinervasi ke uterus dan serviks yang mungkin rusak,

Page 18: Untitled

REFERAT ONKO; SERVIN PANDU DJAGANATA 18

sementara saat HR ligamentum yang mengandung saraf otonom pelvis terbagi lebih

lateral, yang berhubungan dengan peningkatan risiko kerusakan saraf pelvis dan

disfungsi organ pelvis.18,19

Diseksi ligamentum uterosakral atau ligamentum cardinal menyebabkan

deenervasi parsial saraf otonom rectal. Sementara itu, saraf pudendal yang mensuplai

sfingter anal eksternal, mungkin rusak selama HR. 18,19

c. Disfungsi seksual

Vagina bagian atas, serviks, jaringan parametrial disekitarnya, dan terkadang

ovarium mungkin tereseksi selama HR. Telah diketahui bahwa wanita yang

menjalani HR mungkin mengalami masalah koital dan orgasme, dispareunia, dan

ketidakpuasan seksual karena penurunan ukuran vagina dan kerusakan saraf panggul.

HR tampaknya juga berhubungan dengan gangguan aliran darah selama hubungan

seksual. Hilangnya fungsi ovarium juga dapat menyebabkan penurunan fungsi

seksual. Wanita yang menjalani oophorektomi selama HR mungkin menunjukkan

hasil luaran psikososial yang negatif, seperti penurunan ketertarikan seksual dan

orgasme, disertai dengan gejala depresif dan gangguan terhadap tubuh. HR juga

menyebabkan penurunan lubrikasi, penurunan elastisitas, dan pembengkakan

genitalia selama stimulasi seksual. Kesimpulannya, kesehatan seksual wanita dengan

riwayat kanker serviks perlu lebih diperhatikan untuk meningkatkan kualitas hidup.20

Page 19: Untitled

REFERAT ONKO; SERVIN PANDU DJAGANATA 19

II.2.2. Sejarah Teknik Preservasi Saraf Histerektomi Radikal

Pioneer konsep pembedahan preservasi saraf panggul adalah ginekolog

Jepang, Okabayashi. Di tahun 1921 Beliau menjelaskan prinsip dari teknik HR

sistematiknya untuk meningkatkan hasil luaran HR dengan metode Wethmein.

Selanjutnya Kobayashi memodifikasi teknik HR Okabayashi dan mengidentifikasi

prinsip – prinsip untuk mencegah disfungsi kandung kemih. Kemudian tahun 1983,

Fujiwara menjelaskan pentingnya preservasi cabang saraf kandung kemih pleksus

hipogastrik inferior dan nervus pelvic splanchnic. Tahun 1992, Sakamoto

memperkenalkan metode Tokyo untuk preservasi saraf otonom pelvis selama HR.

Semenjak itu metode preservasi saraf banyak digunakan oleh dokter – dokter

ginekologi dan urologi di Jepang. Beberapa tahun kemudian berkembang metode –

metode baru yang dikembangkan di Eropa, dan hingga saat masih banyak laporan

mengenai pengembangan teknik – teknik preservasi saraf dengan tujuan

meningkatkan teknik dan hasil luaran histerektomi dengan preservasi saraf.21,22,23

II.2.3. Anatomi Nervus Hipogastrik

Salah satu saluran saraf dalam jaringan adalah nervus presakral, ini

merupakan bagian dari sistem saraf otonom pelvis dalam lingkungan presakral.

Pleksus retroperitoneal ganglionic midline, yang bersandar pada permukaan ventral

aorta bagian bawah, disebut dengan pleksus hipogastrik inferior. Jaringan saraf ini

terpisah menjadi dua bagian nervus hipogastrik, yang melewari bifurkasi aorta, dan

menurun ke pelvis. Pada bagian pembuluh darah iliaka interna, pleksus hipogastrik

Page 20: Untitled

REFERAT ONKO; SERVIN PANDU DJAGANATA 20

inferior dibangun oleh serat saraf dari nervus sacral ke 2, 3 dan 4, melalui rute nervus

splanchnic pelvis dan bersatu dengan ekspansi nervus hipogastrik. Pleksus

uterovaginal mengirim serat saraf untuk berinervasi ke uterus dan kandung kemih.

Reseksi jaringan ekstensif, termasuk serat saraf, diperlukan selama prosedur

histerektomi radikal. 19,20

a. Pleksus hipogastrik superior (PHS)19,20

Pleksus mesentrik inferior berlawanan dengan arteri mesentrik inferior, yang

menerima serat simpatik dari batang simpatik paravertebral. Serat saraf ini

membentuk dua filament saraf, yang berjalan ke permukaan anterior aorta langsung

bersatu dan bergabung dengan bagian lain yang berlawanan ke birufikasi aorta

didepan promontorium untuk membentuk PHS. Kemudian membentuk filament

fibrofatty, retroperitoneal dan terletak dibawah birufikasi aorta di titik kontak dengan

promontorium. Struktur ini tunggal dan median.

b. Nervus hipogastrik (nervus presakral).19,20

Dibawah promontorium, PHS terbagi menjadi dua filament dengan luas

variabel (4 – 7 mm bergantung pada subjek yang disebut nervus presakral (atau

hipogastrik). 19,20

Pleksus ini berjalan lateral dan didepan sacrum, diluar foramen sacral

anterior. Berjalan kearah anterior inferior oblik dengan jalur konkaf ke arah dalam.

Terletak dibawah dan didalam pembuluh darah iliaka internal dalam lemak

retroperitoneal. Didalam, nervus hipogastrik kontak dengan sigmoid dan dengan

rectum. Kemudian menyatu dengan pleksus hipogastrik inferior pelvis.

Page 21: Untitled

REFERAT ONKO; SERVIN PANDU DJAGANATA 21

c. Pleksus hipogastrik inferior atau pelvis (PHI)

PHI berbentuk segitiga dengan dasar di posterior dan atas anterior inferior.

PHI dapat dijelaskan sbb:

1) 3 batas

Batas cranial paralel ke batas posterior arteri hipogastrik. Berjalan sepanjang

batas posterior arteri di dalam dan dibelakangnya dengan jarak 10 mm.

Batas dorsal, pada titik kontak dengan akar sacral, menerima aferen dari akar

sacral.

Batas kaudal, meluas dari akar sacral keempat ke titik masuk ke ureter ke

lapisan anterior ligament luas.

2) Tiga sudut

Sudut superior yang menjadi sumber pleksus pelvis dan berjalan dari nervus

hipogastrik lateral.Sudut anterior inferior, yang terletak pada titik masuk

ureter ke lapisan posterior ligament luas. Ini adalah bagian atas PHI.

Sudut posterior inferior pada titik kontak dengan akar sacral keempat. 19,20,21

Page 22: Untitled

REFERAT ONKO; SERVIN PANDU DJAGANATA 22

Gambar 5. Bagian posterior PHI dan aferen utamanya, nervus hipogastrik. Tanda menunjukkan akhir

dari sudut dorsal PHI.

Dikutip dari Mauroy, B., X. Demondion, B. Bizet, A. Claret, P. Mestdagh, and C. Hurt. "The female

inferior hypogastric (= pelvic) plexus: anatomical and radiological description of the plexus and its

afferences—applications to pelvic surgery." Surgical and Radiologic Anatomy 29, no. 1 (2007): 55-­66

II.2.4. Teknik Preservasi Nervus Hipogastrika dalam Histerektomi Radikal

Berbagai teknik preservasi saraf selama HR telah dikembangkan. Namun,

pada intinya, preservasi saraf pelvis terdiri dari 3 tahap, yaitu:22,23,24

1) Preservasi nervus hipogastrik dan bagian proksimal pleksus hipogastrik inferior

2) Preservasi nervus splanchnic dan bagian tengah pleksus hipogastrik inferior

3) Preservasi bagian distal pleksus hipogastrik inferior

Page 23: Untitled

REFERAT ONKO; SERVIN PANDU DJAGANATA 23

Teknik preservasi nervus hipogastrikus dilakukan dengan melakukan

limfadenektomi bilateral konvensional diikuti dengan histerektomi radikal Piver-­

Rutledge tipe III. Dimulai pada parametrium posterior dimana tujuan utama adalah

untuk mencari dan menjaga nervus hipogastrik dan pleksus hipogastrik inferior.

Nervus hipogastrik adalah bagian proksimal (simpatetic) dari sistem saraf otonom

pelvis yang berasal dari pleksus hipogastrik inferior;; pleksus hipogastrik inferior,

struktur berbentuk kipas terletak lateral dari ligamentum uterosakral dan septum

rektovaginal, dibentuk oleh nervus hipogastrik dan nervus splanchnic

(parasimpatetik).20,25

Pertama, jaringan longgar yang menyatukan ureter dan bagian posterior

ligamentum latum didiseksi dengan tajam ke bawah hingga memungkinkan untuk

memasuki ruang pararektal Okabayashi pada titik dimana jaringan lemak kekuningan

di bawah terlihat (Gambar 6A). Ruang ini menyediakan dasar untuk mengidentifikasi

nervus hipogastrik dengan mudah, yang terletak pada mesoureter, sekitar 2 cm dari

ureter (Gambar 6B). dasar bervus diikuti ke bawah dengan arah anterokaudal

mendekati pleksus hipogastrik inferior.20,21

Page 24: Untitled

REFERAT ONKO; SERVIN PANDU DJAGANATA 24

Gambar 6. Identifikasi nervus hipogastrik (N). A, pada pelvis kanan, ruang pararektal Okabayashi

diakses melalui jaringan longgar yang menghubungkan ureter, B. Ilustrasi identifikasi melalui

ruang para rektal okabayashi

Dikutip dari Fujii S, Takakura K, Matsumura N, et al. Anatomic identification and functional

outcomes of the nerve sparing Okabayashi radical hysterectomy. Gynecol Oncol.2007;;107:4e13

Untuk mencegah trauma ke nervus akibat manipulasi yang berlebihan, kami

tidak berusaha untuk mendiseksi atau mengisolasi keseluruhan nervus dari struktur

disekitarnya pada tahap ini. Melainkan, mesoureter yang intak, yang mengandung

saraf dan jaringan sekitarnya, dengan lembut didorong dan diretraksi menjauh dari

garis reseksi parametrial posterior. Tindakan ini diikuti dengan memasukkan 2

spatula kecil atau retractor paraservikal ke dalam ruang pararektal Okabayashi.

Masing – masing instrumen diretraksi secara simultan kearah yang berlawanan: satu

kearah medial, satu ke arah lateral. Untuk memisahkan pleksus hipogastrik inferior

lebih lanjut dari parametrium posterior, ruang neuroligamen dikembangkan antara

pleksus nervus dan ligament uterosakral/septum rektovaginal dengan menggunakan

Page 25: Untitled

REFERAT ONKO; SERVIN PANDU DJAGANATA 25

klem small-­tip dengan sudut ke kanan (gambar 6C). kemudian kompleks ligament di

klem dekat dengan perlekatan posteriornya (gambar 7). 20,21

Gambar 7. Reseksi parametrial posterior. A. Memisahkan deep uterine vein, dan mengidentifikasi

Nervus splanchnic B. Ilustrasi identifikasi nervus splanchnic diantara ruang okabayashi dan ruang

paravesikal.

Dikutip Fujii S, Takakura K, Matsumura N, et al. Anatomic identification and functionaloutcomes of

the nerve sparing Okabayashi radical hysterectomy. Gynecol Oncol.2007;;107:4e13

Tahap pembedahan selanjutnya fokus pada reseksi bagian vaskuler

parametrium lateral. Pada titik ini, pleksus hipogastrik posterior langsung

divisualisasikan untuk mencegah trauma. Setelah reseksi parametrium posterior,

uterus secara signifikan lebih mudah digerakkan. Uterus diarahkan ke atas dan

menjauh dari nervus, yang berjalan anterokaudal. Parametrium lateral kemudian

diidentifikasi sebagai jaringan lunak antara ruang paraservikal dan Latzko pararektal

(gambar 8A). bagian vascular parametrium lateral, temasuk arteri uterine dan vena

uterus dalam, direseksi dekat dengan dinding samping pelvis (gambar 8B.

Page 26: Untitled

REFERAT ONKO; SERVIN PANDU DJAGANATA 26

parametrium yang telah direseksi dibebaskan dari jaringan disekitarnya dan dibawa

ke atas bagian medial ureter (gambar 8 C). 20,21

Gambar 8. Reseksi parametrial lateral. A, nervus hipogastrik inferior cabang bladder branch dapat

diidentifikasi setelah reseksi vena vesikal inferior. B, Ilustrasi hubungan antara vena vesikal inferior

dengan cabang bladder branch dari nervus hipogastrika inferior

Dikutip Fujii S, Takakura K, Matsumura N, et al. Anatomic identification and functionaloutcomes of

the nerve sparing Okabayashi radical hysterectomy. Gynecol Oncol.2007;;107:4e13.

Pada tahap akhir pembedahan, kami berkonsentrasi pada reseksi ligamentum

vesikouterina dan mencegah trauma pada cabang vesikal utama pleksus hipogastrik

inferior. Tahap ini dilakukan dengan visualisasi langsung. Pada umumnya, cabang

vesikal diidentifikasi dengan mengikuti pleksus hipogastrik inferior secara kaudal

sementara uterus ditahan dan jaringan parametrial yang melekat dibagian atasnya.

Karena parametrium posterior dan lateral telah direseksi, akan memungkinkan untuk

mengangkat uterus lebih jauh dari nervus pelvis. Lalu operator memasuki rongga

Page 27: Untitled

REFERAT ONKO; SERVIN PANDU DJAGANATA 27

ureterik dan mentranseksi lapisan superficial ligamentum vesikouterina (gambar 9A).

ureter dan cabang vesikal di retraksi kearah bawah dan lateral, dan lapisan atas

ligamentum vesikouterina direseksi pada posisi yang anteromedial dengan nervus

(gambar 9B). prosedur selanjutnya dilakukan dengan metode konvensional. Gambar

10 menunjukkan nervus pelvis yang dipertahankan pada akhir operasi. 20,21

Gambar 9. Identifikasi nervus plane pelvis. Pemisahan nervus hipogastrika, nervus splanchnic dan

bladder branch, dengan dengan jelas menunjukan pleksus hipogastrika inferior dan cabangnya uterine

branch. Persimpangan persyarafan itu sering kali disebut the pelvic nerve plane ( Gambaran pesawat

pada persyarafan pelvis ) B. Ilustrasi dari pelvis nervus plane.

Dikutip Fujii S, Takakura K, Matsumura N, et al. Anatomic identification and functionaloutcomes of

the nerve sparing Okabayashi radical hysterectomy. Gynecol Oncol.2007;;107:4e13

Page 28: Untitled

REFERAT ONKO; SERVIN PANDU DJAGANATA 28

Gambar 10. Menjepit pembuluh darah paracolpium. Cabang bladder branch sudah terpisah dari

paracolpium, B. ilustrasi pemisahan cabang plexus hiogastrika inferior dengan paracolpium

Dikutip Fujii S, Takakura K, Matsumura N, et al. Anatomic identification and functionaloutcomes of

the nerve sparing Okabayashi radical hysterectomy. Gynecol Oncol.2007;;107:4e13

Gambar 11. Preservasi nervus hipogastrika setelah histerektomi radikal

Dikutip Fujii S, Takakura K, Matsumura N, et al. Anatomic identification and functionaloutcomes of

the nerve sparing Okabayashi radical hysterectomy. Gynecol Oncol.2007;;107:4e13

Page 29: Untitled

REFERAT ONKO; SERVIN PANDU DJAGANATA 29

II.2.5. Komplikasi Operatif Histerektomi Radikal dengan Preservasi Saraf

Kebanyakan penelitian preservasi saraf pada histerektomi radikal mencatat

berbagai komplikasi yang sama dengan metode konvensional. Kebanyakan

komplikasi ringan dan mudah ditangani. Fungsi seksual pada wanita yang menjalani

histerektomi radikal dengan preservasi saraf menunjukkan hasil yang lebih baik

dibandingkan dengan histerektomi konvensional, karena jaringan saraf otonom

dipertahankan sehingga persyarafan vaginal yang berhubungan dengan fungsi seksual

dapat dipertahankan. 20,25

Page 30: Untitled

REFERAT ONKO; SERVIN PANDU DJAGANATA 30

DAFTAR PUSTAKA

1. Levine A. D. et al. The Uterine Cervix : Handbook for Principles and Practices of

Gynecology Oncology. Lippincott Williams & Wilkins, Philadelphia;; USA 2010. p 121-­

58.

2. Decherney H. A. et al. Cancer of the Cervix : Current Diagnose and Threatment

Obstetrics and Gynecology. 11th edition, McGrawHill, Lange, USA 2013. p 819-­31.

3. Hacker N.F, Cervical Cancer, dalam : Practical Gynecologic Oncology, fourth edition,

Berek S.J, 2005. hal : 337-­86.

4. Cervical Cancer Treatment, dikutip pada tanggal 19 Mei 2014 http://www.uptodate.com/

5. Posadas E.M, Cervical Cancer dalam : Bethesda Handbook of Clinical Oncology, second

edition, Lippincott Williams & Wilkins, 2005, page :246-­55.

6. Raspagliesi, Francesco, Antonino Ditto, Rosanna Fontanelli, Eugenio Solima, Francesco

Hanozet, Flavia Zanaboni, and Shigeki Kusamura. "Nerve-­sparing radical hysterectomy:

a surgical technique for preserving the autonomic hypogastric nerve." Gynecologic

oncology 93, no. 2 (2004): 307-­314.

7. Sundborg M.J, Radical Hysterectomy, June 2006, dikutip pada 19 Mei 2014

http://www.emedicine.com/med/topic3343.htm

8. Okonkwo a.c, Review Article on Total Laparoscopic Radical Hysterectomy versus

Radical Abdominal Hysterctomy, dikutip dari http://www.laparoscopyhospital.com/

9. Burghardt E, Surgical Gynecologic Oncology, Thieme Medical Publishers, Inc., New

York, 1993, hal : 257-­314.

10. Rasjidi H. I., Nurseta T. Histerektomi Radikal, Manual Histerektomi. Cetakan I, EGC,

Jakarta, 2008. hal 180-­9.

Page 31: Untitled

REFERAT ONKO; SERVIN PANDU DJAGANATA 31

11. Querleu D, Classification of Radical Hysterectomy, 12th Biennial Meeting International

Gynecologic Cancer Society – IGCS, Bangkok, Thailand , 2008.

12. Querleu, Denis, and C. Paul Morrow. "Classification of radical hysterectomy." The

lancet oncology 9, no. 3 (2008): 297-­303.

13. Jarruwale, Phanida, Kuan-­Gen Huang, Doris R. Benavides, Hsuan Su, and Chyi-­Long

Lee. "Nerve-­sparing radical hysterectomy in cervical cancer." Gynecology and

Minimally Invasive Therapy 2, no. 2 (2013): 42-­47.

14. Zakashansky, Konstantin, William H. Bradley, and Farr R. Nezhat. "New techniques in

radical hysterectomy." Current Opinion in Obstetrics and Gynecology 20, no. 1 (2008):

14-­19.

15. Zullo, Marzio Angelo, Natalina Manci, Roberto Angioli, Ludovico Muzii, and Pierluigi

Benedetti Panici. "Vesical dysfunctions after radical hysterectomy for cervical cancer: a

critical review." Critical reviews in oncology/hematology 48, no. 3 (2003): 287-­293.

16. Maneschi F. Urodynamic Study of Bladder Function Following Nerve Sparing Radical

Hysterectomy. J Gynecol Oncol 2014. Vol. 25, No.3: 159-­161.

17. Yabuki, Yoshihiko, Akihiro Asamoto, Tsutomu Hoshiba, Hideaki Nishimoto, and

Naoaki Satou. "A new proposal for radical hysterectomy." Gynecologic oncology 62, no.

3 (1996): 370-­378.

18. Ito, Eiki, Ryuichi Kudo, Tsuyoshi Saito, Motoiki Koizumi, and Masanari Noda. "A new

technique for radical hysterectomy with emphasis on preservation of bladder function."

Journal of gynecologic surgery 16, no. 4 (2000): 133-­140.

19. Tseng, Chih-­Jen, Huang-­Pin Shen, Yu-­Hsiang Lin, Chung-­Yuan Lee, and Will Wei-­

Cheng Chiu. "A prospective study of nerve-­sparing radical hysterectomy for uterine

Page 32: Untitled

REFERAT ONKO; SERVIN PANDU DJAGANATA 32

cervical carcinoma in Taiwan." Taiwanese Journal of Obstetrics and Gynecology 51, no.

1 (2012): 55-­59.

20. Charoenkwan. A simplified technique for nerve-­sparing type III radical hysterectomy: by

reorganizing their surgical sequence, surgeons could more easily identify key nerves. Am

J Obstet Gynecol 2010;;203:600.e1-­6.

21. Mauroy, B., X. Demondion, B. Bizet, A. Claret, P. Mestdagh, and C. Hurt. "The female

inferior hypogastric (= pelvic) plexus: anatomical and radiological description of the

plexus and its afferences—applications to pelvic surgery." Surgical and Radiologic

Anatomy 29, no. 1 (2007): 55-­66.

22. Maas, C. P., J. B. Trimbos, M. C. DeRuiter, C. J. H. Van De Velde, and G. G. Kenter.

"Nerve sparing radical hysterectomy: latest developments and historical perspective."

Critical reviews in oncology/hematology 48, no. 3 (2003): 271-­279.

23. Dursun, Polat, Ali Ayhan, and Esra Kuscu. "Nerve-­sparing radical hysterectomy for

cervical carcinoma." Critical reviews in oncology/hematology 70.3 (2009): 195-­205.

24. Jarruwale, Phanida, Kuan-­Gen Huang, Doris R. Benavides, Hsuan Su, and Chyi-­Long

Lee. "Nerve-­sparing radical hysterectomy in cervical cancer." Gynecology and

Minimally Invasive Therapy 2, no. 2 (2013): 42-­47.

25. Liang, Zhiqing, Yong Chen, Huicheng Xu, Yuyan Li, and Dan Wang. "Laparoscopic

nerve-­sparing radical hysterectomy with fascia space dissection technique for cervical

cancer: description of technique and outcomes." Gynecologic oncology 119, no. 2

(2010): 202-­207.

26. Fujii S, Takakura K, Matsumura N, et al. Anatomic identification and

functionaloutcomes of the nerve sparing Okabayashi radical hysterectomy. Gynecol

Oncol.2007;;107:4e13