UNIVERSITAS PANCASILA FAKULTAS FARMASI AGUSTUS...
Transcript of UNIVERSITAS PANCASILA FAKULTAS FARMASI AGUSTUS...
i
LAPORAN PENELITIAN
KORELASI ANTARA OBESITAS DENGAN TEKANAN DARAH
PADA MAHASISWA FFUP
Oleh:
Dr. Yati Sumiyati, M.Kes, Apt (0311087906)
Dr. Nurita Andayani, M.Si (0324027901)
UNIVERSITAS PANCASILA
FAKULTAS FARMASI
AGUSTUS 2020
ii
RINGKASAN
Prevalensi obesitas terus meningkat dari tahun ke tahun. World Health Organization (WHO)
menunjukkan peningkatan kasus obesitas sebesar 6% dalam waktu 10 tahun. Di Indonesia,
data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2018 menunjukkan prevalensi obesitas pada
usia ≥15 tahun meningkat dari 26,6% pada tahun 2013 menjadi 31,0% pada tahun 2018.
Berdasarkan kriteria dari International Diabetes Federation (IDF), obesitas merupakan
komponen utama dari sindrom metabolik (mets). Seseorang dikatakan mengalami sindrom
metabolik apabila mengalami obesitas sentral yaitu lingkar perut (LP) pada laki-laki: ≥ 90
cm dan wanita: ≥ 80 cm, serta mengalami 2 dari 4 kriteria berikut yaitu: 1) triglisedira ≥ 150
mg/dl; 2) kolesterol-HDL <40 mg/dL (laki-laki), <50 mg/dL (wanita); 3) tekanan darah
sistolik ≥ 130 mmHg atau tekanan darah diastolik ≥85 mmHg. Obesitas dan sindrom
metabolik memiliki risiko yang besar terhadap kesehatan, terutama penyakit-penyakit
degeneratif seperti resistensi insulin dan diabetes melitus tipe 2, gangguan pada sistem
reproduksi, penyakit kardiovaskular, penyakit pulmoner, batu empedu, penyakit tulang,
sendi dan kulit. Penyakit-penyakit degeneratif tersebut umumnya muncul setelah usia 40
tahun. Berbagai penelitian umumnya menggunakan cut off pada usia tersebut dimana
hasilnya menunjukkan prevalensi yang tinggi untuk berbagai penyakit degeneratif,
demikian pula untuk prevalensi obesitas. Sindrom metabolik yang merupakan kumpulan
berbagai gejala penyakit adalah benang merah yang menghubungkan obesitas dengan
penyakit degeneratif. Sindrom ini muncul jauh sebelum terjadinya penyakit degeneratif
sehingga deteksi dini adanya mets sangat bermanfaat untuk mencegah dan mengurangi
angka kejadian penyakit degeneratif. Penelitian obesitas maupun sindrom metabolik masih
terbatas pada remaja sementara diketahui bahwa obesitas pada remaja dan dewasa sangat
berpotensi terhadap risiko vaskular di kemudian hari. Penelitian ini dilakukan untuk
menganalisis korelasi antara obesitas yang dinilai melalui parameter lingkar perut dan
indeks massa tubuh dengan tekanan darah pada mahasiswa FFUP. Penelitian ini merupakan
penelitian observasional dengan desain cross sectional. Pengambilan data dilakukan secara
consecutive sampling, dimana semua calon subjek yang memenuhi kriteria inklusi dan
eksklusi dimasukkan sebagai subyek penelitian hingga jumlah sampel terpenuhi. Subyek
penelitian diminta mengisi kuesioner untuk mengetahui aktivitas fisik dan status merokok
sebelum dilakukan pengukuran lingkar perut, berat badan dan tinggi badan oleh peneliti.
Kemudian dilakukan pengukuran tekanan darah dan pengambilan sampel darah dimana
serum yang didapat disimpan pada suhu -200C untuk kemudian dilakukan pengukuran
terhadap parameter glukosa darah puasa, trigliserida dan kolesterol-HDL. Data yang
diperoleh dianalis menggunakan uji korelasi Spearman. Hasil penelitian menunjukkan tidak
ada hubungan yang signifikan antara lingkar perut (LP) dan indeks massa tubuh(IMT)
dengan tekanan darah sistolik (p=0,399; p=0,963) dan tekanan darah diastolik (p=0,787;
p=0,986).
iii
DAFTAR ISI
Bab 1. Latar Belakang.................................................................................................... 1
Bab 2. Tinjuan Pustaka..................................................................................................
3
Bab 3. Tujuan dan Manfaat…......................................................................................
11
Bab 4. Metode Penelitian................................................................................................ 12
Bab 5. Hasil dan Pembahasan......................................................................................
16
Bab 6. Kesimpulan dan Saran…...................................................................................
24
Daftar Pustaka................................................................................................................
48
1
BAB 1
LATAR BELAKANG
Obesitas dapat didefinisikan sebagai suatu kondisi akumulasi lemak yang abnormal atau
berlebihan di jaringan adiposa hingga kadar tertentu yang dapat membahayakan kesehatan
(1). Obesitas yang terjadi pada masa remaja berisiko tinggi menjadi obesitas di masa dewasa
dan dapat meningkatkan morbiditas dan mortalitas. Penimbunan lemak berlebih yang terjadi
sejak dini merupakan faktor risiko terjadinya penyakit degeneratif pada individu dewasa.
Obesitas dapat dipengaruhi oleh faktor genetik dan lingkungan, dimana faktor lingkungan
yang berpengaruh kuat terhadap kejadian obesitas pada remaja adalah asupan makanan (2).
Prevalensi obesitas terus meningkat tajam di seluruh dunia dan telah mencapai
tingkatan yang membahayakan. Menurut survey kesehatan dan status gizi nasional di
Amerika Serikat (National Health and Nutrition Examination Survey III/ NHANES III)
pada tahun 1988-1994 dan 1999-2000 terjadi peningkatan remaja obesitas sebesar 11%.
Sementara di Indonesia, data dari Riset kesehatan dasar (Riskesdas) menunjukkan
prevalensi obesitas pada usia ≥ 15 tahun meningkat dari 26,6% pada tahun 2013 menjadi
31,0% pada tahun 2018 (3).
Obesitas memiliki risiko yang besar terhadap kesehatan. Beberapa risiko patologis dari
obesitas adalah resistensi insulin dan diabetes mellitus tipe 2, gangguan pada sistem
reproduksi, penyakit kardiovaskular, penyakit pulmoner, batu empedu, penyakit tulang,
sendi dan kulit, serta merupakan komponen utama terjadinya Sindrom Metabolik (Mets)
(4,5). Aktivitas fisik yang kurang memadai dan asupan kalori yang berlebihan juga
merupakan faktor risiko sindrom metabolik. Individu dengan aktivitas fisik yang rendah
berisiko menderita sindrom metabolik dua kali lebih besar daripada mereka yang
mempunyai aktivitas fisik yang baik (6,7).
Framingham Heart Study menunjukkan risiko kejadian hipertensi meningkat 2,6 kali
pada subyek laki-laki obes dan meningkat 2,2 kali pada subyek wanita obes dibandingkan
subyek dengan berat badan normal (8). Dieny, dkk. (9) menunjukkan sebagian besar remaja
obes telah mengalami sindrom metabolik (80,7%), dengan prevalensi sindrom metabolik
pada remaja laki-laki (82,6%) lebih tinggi daripada remaja perempuan (79,4%). Prevalensi
Mets pada mahasiswa di Amerika sebesar 3,7% (10), sementara prevalensi Mets pada
mahasiswa di India sebesar 18,3% (11). Data tersebut menunjukkan bahwa obesitas pada
usia muda telah berisiko untuk berkembang menjadi Mets.
2
Penelitian yang dilakukan oleh Rachmawati (2014), menunjukkan gangguan yang
banyak terjadi pada remaja sindrom metabolik adalah perubahan nilai lingkar pinggang
diikuti oleh perubahan pada kadar HDL, tekanan darah, dan trigliserida, sementara kadar
glukosa darah puasa masih dalam batas normal (12). Penelitian yang dilakukan pada remaja
di Brasil tahun 2013 menunjukkan gangguan yang paling banyak terjadi pada remaja dengan
sindrom metabolik adalah lingkar pinggang yang diikuti oleh gangguan pada kadar HDL,
tekanan darah, trigliserida, dan kadar glukosa darah puasa (13).
Hasil penelitian yang dilakukan oleh Reiner (2016), didapatkan kadar glukosa darah
puasa pada remaja obes terendah ialah 81 mg/dL dan tertinggi 137 mg/dL dengan persentase
hiperglikemia pada remaja obes adalah 24,1%. Sementara kadar glukosa darah puasa pada
remaja non obes terendah ialah 80 mg/dL dan tertinggi 115 mg/dL dengan persentase
hiperglikemia pada remaja non obes adalah 3,2%. Analisis tersebut menunjukkan adanya
korelasi bermakna antara obesitas dan kadar glukosa darah puasa pada remaja, dengan nilai
koefisien korelasi (r = 0,368) dan nilai signifikansi (p = 0,004) (14).
Penelitian yang dilakukan oleh Ercho, dkk. menunjukkan adanya hubungan antara
obesitas dengan kadar High Density Lipoprotein (HDL) (p=0,000) dan Low Density
Lipoprotein (LDL) (p=0,000) (15). Selain itu, obesitas juga dapat meningkatkan risiko
tingginya kadar trigliserida (16). Penelitian observasional yang dilakukan oleh Setiono, dkk
yang mendapatkan perbedaan bermakna pada hipertrigliseridemia (p=0,001) dan hiper-LDL
(p=0,256) antara subyek obes dan non-obes. Untuk hipo-HDL, perbedaan bermakna
didapatkan hanya antara pria obes dan non-obes (p=0,010) (17).
Penelitian mengenai obesitas, sindrom metabolik dan risiko atau komplikasi vaskular
yang diakibatkannya telah diteliti terutama pada individu dewasa. Usia remaja (12-25 tahun)
merupakan periode tumbuh kembang untuk menjadi dewasa. Penelitian obesitas maupun
sindrom metabolik masih terbatas sementara diketahui bahwa obesitas pada remaja dan
dewasa sangat berpotensi terhadap risiko vaskular di kemudian hari. Untuk itu, sangat
penting untuk dilakukan penelitian yang dapat menjawab pertanyaan mengenai korelasi
antara obesitas yang dinilai dengan parameter lingkar perut dan indeks massa tubuh dengan
komponen-komponen sindrom metabolik sesuai dengan kriteria dari International Diabetes
Federation (IDF) yaitu tekanan darah, kadar glukosa darah puasa, trigliserida dan
kolesterol-HDL. Pada penelitian ini ingin diketahui korelasi antara obesitas dengan tekanan
darah pada mahasiswa di Fakultas Farmasi Universitas Pancasila (FFUP).
3
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
A. Obesitas
Obesitas merupakan suatu penyakit multifaktorial, yang ditandai oleh akumulasi lemak di
jaringan adiposa akibat bertambah besarnya ukuran sel adiposa (hipertropi) dan atau
bertambah banyaknya jumlah sel tersebut (hiperplasia), sehingga dapat mengganggu
kesehatan (19). Individu dengan obesitas (obes) yang ekstrim dapat memiliki adiposit
sebanyak empat kali normal, dan setiap adiposit memiliki lipid dua kali lebih banyak
daripada individu yang kurus (20). Gangguan kronis ini merupakan kelainan kompleks dari
pengaturan nafsu makan dan metabolisme energi yang dikendalikan oleh faktor biologi (21).
Obesitas, terutama obesitas sentral, meningkatkan risiko penyakit kardiovaskular dan sangat
terkait dengan kondisi sindrom metabolik (mets) atau sindrom resistensi insulin yang terdiri
dari resistensi insulin (hiperinsulinemia), hiperuresemia, gangguan fibrinolisis,
hiperfibrinogenemia dan hipertensi (19).
World Health Organization (WHO) tahun 2015 menunjukkan bahwa lebih dari 1,9
milyar orang dewasa diatas 18 tahun mengalami kelebihan berat tubuh (overweight) dan
lebih dari 600 juta orang mengalami obesitas (1). Data Riskesdas 2018 menunjukkan
prevalensi obesitas sentral pada usia ≥15 tahun meningkat dari 26,6% pada tahun 2013
menjadi 31,0% pada tahun 2018, dengan prevalensi terbesar di Provinsi Sulawesi Utara
yaitu 42.5% (3).
Obesitas dapat disebabkan oleh banyak faktor, antara lain genetik, lingkungan, psikis,
kesehatan, obat-obatan, perkembangan dan aktivitas fisik (22).
a. Faktor Genetik
Obesitas jelas menurun dalam keluarga. Namun peran genetik yang pasti untuk
menimbulkan obesitas masih sulit ditentukan, karena anggota keluarga umumnya
memiliki kebiasaan makan dan pola aktivitas fisik yang sama. Akan tetapi, bukti terkini
menunjukkan bahwa 20-25% kasus obesitas dapat disebabkan faktor genetik (20). Gen
dapat berperan dalam obesitas dengan menyebabkan kelainan satu atau lebih jaras yang
mengatur pusat makan dan pengeluaran energi serta penyimpanan lemak. Penyebab
monogenic dari obesitas adalah mutasi MCR-4, defisiensi leptin kongenital, dan mutasi
reseptor leptin. Obesitas lebih banyak terjadi akibat interakasi faktor genetik dengan
faktor lingkungan yang mempengaruhi jumlah dan distribusi lemak (20).
4
b. Faktor Lingkungan
Lingkungan, termasuk perilaku atau gaya hidup juga memegang peranan yang cukup
berarti terhadap kejadian obesitas.
c. Faktor Psikis
Banyak orang yang memberikan reaksi terhadap emosinya dengan makan. Salah satu
bentuk gangguan emosi adalah persepsi diri yang negatif.
d. Faktor Kesehatan
Terdapat beberapa kelainan kongenital dan kelainan neuroendokrin yang dapat
menyebabkan obesitas, diantaranya adalah Down Syndrome, Cushing Syndrome,
kelainan hipotalamus, hipotiroid, dan Polycystic Ovary Syndrome.
e. Faktor Obat-obatan
Beberapa obat-obatan dapat menjadi sumber penyebab signifikan dari terjadinya
overweight dan obesitas seperti golongan steroid, antidiabetik, antihistamin,
antihipertensi dan protease inhibitor.
f. Faktor Perkembangan
Penambahan ukuran, jumlah sel-sel adiposa, atau keduanya, terutama yang terjadi sejak
kanak-kanak dapat memiliki sel adiposa hingga lima kali lebih banyak dibandingkan
individu dengan berat badan normal.
g. Aktivitas Fisik
Kurangnya aktivitas fisik kemungkinan merupakan salah satu penyebab utama dari
meningkatnya angka kejadian obesitas pada masyarakat. Orang yang tidak aktif
memerlukan lebih sedikit kalori. Seseorang yang cenderung mengonsumsi makanan kaya
lemak dan tidak melakukan aktivitas fisik yang seimbang akan mengalami obesitas (23).
h. Hormonal
Leptin, insulin, kortisol, dan peptida usus berperan pada obesitas. Leptin adalah sitokin
yang dihasilkan oleh adiposit yang bekerja melalui aktivasi reseptor hipotalamus. Injeksi
leptin akan mengakibatkan penurunan jumlah makanan yang dikonsumsi. Insulin adalah
anabolik hormon, telah diketahui berhubungan langsung dalam penyimpanan dan
penggunaan energi pada sel adiposa. Kortisol adalah glukokortikoid yang bekerja dalam
mobilisasi asam lemak yang tersimpan pada trigliserida, hepatic glukoneogenesis, dan
proteolisis (24).
Berdasarkan distribusi lemak, obesitas dibedakan menjadi dua, yaitu:
5
a) Obesitas Sentral
Obesitas tipe ini disebut juga apple shaped atau “android obesity” merupakan obesitas
dengan distribusi jaringan lemak lebih banyak dibagian atas (upper body obesity) yaitu
pinggang dan rongga perut, sehingga tubuh cenderung menyerupai buah apel. Obesitas
sentral berkaitan dengan sejumlah penyakit, termasuk resistensi insulin, DMT2,
dislipidemia, tekanan darah tinggi, penyakit jantung koroner, dan stroke. Individu dengan
obesitas sentral memiliki proporsi lemak viseral yang lebih banyak, yang lebih patologis
dibandingkan dengan lemak subkutan karena lemak viseral melepaskan lebih banyak
adipokin proinflamasi yang memicu resistensi insulin dan perkembangan aterosklerosis
(22).
b) Obesitas Perifer
Obesitas tipe memiliki distribusi jaringan lemak lebih banyak dibagian panggul dan paha,
sehingga tubuh menyerupai buah pir. Obesitas tubuh bagian bawah merupakan suatu
keadaan tingginya akumulasi lemak tubuh pada regio gluteofemoral. Tipe obesitas ini
lebih banyak terjadi pada wanita sehingga sering disebut “gynoid obesity”. Risiko
terhadap penyakit pada tipe gynoid lebih kecil daripada android (25).
Gambar 2.1 Obesitas apple shaped dan pear shaped (26)
6
Berdasarkan patogenesisnya, obesitas dibagi menjadi obesitas metabolik yaitu akibat
gangguan metabolisme lemak dan karbohidrat serta regulatory obesity yaitu akibat
gangguan pada pusat pengaturan asupan makanan. Setiap jumlah lemak atau karbohidrat
yang energinya tidak langsung digunakan maka akan disimpan di jaringan adiposa dalam
bentuk trigliserida. Apabila dibutuhkan, maka trigliserida akan mengalami lipolisis
membentuk asam lemak dan gliserol. Asam lemak mengalami beta oksidasi untuk
pembentukan energi. Mekanisme tersebut mengalami gangguan pada individu dengan
obesitas metabolik. Sementara pada regularly obesity umumnya terjadi kerusakan pada
nucleus ventromedial hipotalamus yang memberi sinyal rasa kenyang (27).
Pengukuran obesitas dapat dilakukan menggunakan beberapa cara, antara lain:
a. Lingkar Perut (LP)
Cut-off point LP sebagai penentu obesitas sentral, menurut kriteria IDF untuk Asia Selatan
dan China menggunakan cut-off point yang sama, yakni ≥ 90 cm untuk laki-laki dan ≥ 80
cm. Hasil penelitian yang dilakukan pada orang Amerika Meksiko menunjukkan bahwa
hasil pengukuran LP merupakan prediktor terkuat pengukuran antropometrik dalam
menentukan faktor risiko T2DM (28).
b. Indeks Massa Tubuh (IMT)
Indeks Massa Tubuh (IMT) adalah ukuran yang menyatakan komposisi tubuh, perimbangan
antara berat badan dengan tinggi badan. Metode ini dilakukan dengan cara menghitung
BB/TB2 dimana BB adalah berat badan dalam kilogram dan TB adalah tinggi badan dalam
meter (29).
Tabel 2.1 Klasifikasi IMT Menurut WHO Kriteria Asia Pasifik
Klasifikasi IMT (kg/m2)
Berat badan kurang < 18,5
Kisaran normal 18,5 – 22,9
Berat badan lebih ≥ 23,0
Risiko Obes 23,0 – 24,9
Obes tingkat I 25,0 – 29,9
Obes tingkat II ≥ 30,0
Sumber: WHO, 2000 (30).
IMT adalah cara termudah untuk memperkirakan obesitas serta berkolerasi tinggi
dengan massa lemak tubuh, selain itu juga penting untuk mengidentifikasi pasien obesitas
yang mempunyai risiko komplikasi medis (31).
7
B. Sindrom Metabolik
Sindrom Metabolik (Mets) adalah kondisi dimana seseorang mbemiliki tekanan darah
tinggi, obesitas sentral dan dislipidemia, dengan atau tanpa hiperglikemik. Ketika kondisi-
kondisi tersebut berada pada waktu yang sama pada satu orang, maka orang tersebut
memiliki risiko yang tinggi terhadap penyakit makrovaskuler (30). Berbagai organisasi telah
memberikan definisi yang berbeda, namun seluruh kelompok studi setuju bahwa obesitas,
resistensi insulin, dislipidemia dan hipertensi merupakan komponen utama Mets. Jadi
meskipun Mets memiliki definisi yang berbeda, namun memiliki tujuan yang sama yaitu
mengenali sedini mungkin gejala gangguan metabolik sebelum seseorang jatuh ke dalam
beberapa komplikasi (32).
Tabel 2.2 Kriteria diagnosis Sindrom metabolik menurut WHO, EGIR, NCEP-ATP III dan IDF
Sumber: WHO 2000(31), EGIR 1999(35), NCEP-ATP III 2001(36), IDF 2005(33).
Komponen
Kriteria diagnosis
WHO:
Resistensi insulin
plus:
EGIR
Criteria
diagnosis ATP
III: 3 komponen
di bawah ini
IDF
Obesitas
sentral
Waist to hip ratio:
Laki-laki: > 0,9
Wanita: > 0,85 atau
IMT >30 Kg/m
Lingkar
pinggang:
Laki-laki: 94 cm
Wanita: ≥ 80 cm
Lingkar perut:
Laki-laki: 102 cm
Wanita: > 88 cm
Lingkar perut:
Laki-laki: ≥ 90
cm
Wanita: ≥ 80
cm
Lipid darah TG ≥150 mg/dl TG ≥150 mg/dl TG ≥ 150 mg/dl TG ≥ 150
mg/dl; k-HDL
<40 mg/dL
(laki-laki), <50
mg/dL (wanita)
Tekanan
darah
TD ≥ 140/90
mmHg atau riwayat
terapi anti
hipertensif
TD ≥ 140/90
mmHg
TD ≥ 130/85
mmHg atau
riwayat terapi
anti hipertensif
TD sistolik ≥
130 mmHg
TD diastolik ≥
85 mmHg
Glukosa
darah
Toleransi glukosa
terganggu, glukosa
puasa terganggu,
resistensi insulin
atau DM
GDP ≥ 6,1
mmol/l
(menyingkirkan
DM)
≥ 110 mg/dl (DM
tidak di eksklusi)
GDP ≥
100mg/dl
Ekskresi
albumin urin
Rasio albumin urin
dan kreatinin 30
mg/g atau laju
ekskresi albumin
20 mcg/menit
- - -
8
Etiologi Mets belum dapat diketahui secara pasti. Suatu hipotesis menyatakan bahwa
penyebab primer dari Mets adalah resistensi insulin (34). Menurut pendapat Tenebaum
penyebab sindrom metabolik adalah (33):
a. Gangguan fungsi sel β dan hipersekresi insulin untuk mengkompensasi resistensi insulin.
Hal ini memicu terjadinya komplikasi makrovaskuler (komplikasi jantung).
b. Kerusakan berat sel β menyebabkan penurunan progresif sekresi insulin, sehingga
menimbulkan hiperglikemia. Hal ini menimbulkan komplikasi mikrovaskuler
(nephropathy diabetica).
Faktor risiko untuk sindrom metabolik adalah hal–hal dalam kehidupan yang dihubungkan
dengan perkembangan penyakit secara dini. Ada berbagai macam faktor risiko Mets, antara
lain adalah gaya hidup (pola makan, konsumsi alkohol, rokok, dan aktivitas fisik), sosial
ekonomi dan genetik serta stres (35).
Obesitas merupakan komponen utama kejadian Mets, namun mekanisme yang jelas
belum diketahui secara pasti. Obesitas yang diikuti dengan meningkatnya metabolisme
lemak akan menyebabkan produksi Reactive Oxygen Species (ROS) meningkat baik di
sirkulasi maupun di sel adiposa. Meningkatnya ROS di dalam sel adiposa dapat
menyebabkan keseimbangan reaksi reduksi oksidasi (redoks) terganggu, sehingga enzim
antioksidan menurun di dalam sirkulasi. Keadaan ini disebut dengan stres oksidatif.
Meningkatnya stres oksidatif menyebabkan disregulasi jaringan adiposa dan merupakan
awal patofisiologi terjadinya Mets, hipertensi dan aterosklerosis (4).
Stres oksidatif sering dikaitkan dengan berbagai patofisiologi penyakit antara lain
diabetes tipe 2 dan aterosklerosis. Pada pasien diabetes mellitus tipe 2, biasanya terjadi
peningkatan stress oksidatif, terutama akibat hiperglikemia. Stress oksidatif dianggap
sebagai salah satu penyebab terjadinya disfungsi endotel–angiopati diabetic, dan pusat dari
semua angiopati diabetik adalah hiperglikemia yang menginduksi stress oksidatif melalui 3
jalur, yaitu; peningkatan jalur poliol, peningkatan auto–oksidasi glukosa dan peningkatan
protein glikosilat (35).
Dari beberapa penelitian diketahui bahwa akumulasi lemak pada obesitas dapat
menginduksi keadaan stress oksidatif yang disertai dengan peningkatan ekspresi
Nicotinamide Adenine Dinucleotide Phosphatase (NADPH) oksidase dan penurunan
ekspresi enzim antioksidan (36).
9
Gambar 2.2 Produksi ROS pada tumpukan lemak berkontribusi terhadap terjadinya Mets
(37)
C. Tekanan Darah
Tekanan darah merupakan tekanan yang dihasilkan oleh darah terhadap pembuluh darah.
Tekanan darah dipengaruhi volume cairan yang mengisi pembuluih darah, besarnya
ditentukan oleh curah jantung dan tahanan pembuluh darah tepi terhadap aliran darah yang
mengalir. Sehingga bila terjadi peningkatan volume darah atau elastisitas pembuluh darah
akan menyebabkan peningkatan tekanan darah. Sebaliknya, bila terjadi penurunan volume
darah akan menurunkan tekanan darah (38).
Jantung bekerja sebagai pompa darah karena dapat memindahkan darah dari pembuluh
vena ke arteri pada sistem sirkulasi tertutup. Aktivitas pompa jantung berlangsung dengan
cara mengadakan kontraksi dan relaksasi, sehingga dapat menimbulkan perubahan tekanan
darah di dalam sirkulasinya. Dalam satu siklusnya, siklus jantung terdiri dari satu periode
relaksasi yang disebut diastolik, yaitu periode pengisian jantung dengan darah, yang diikuti
oleh satu periode kontraksi yang disebut sistolik (19).
Darah dipompakan ke aorta dan arteri pulmonalis ketika sistol ventrikel. Perekaman
tekanan di dalam sistem arteri di saat itu menunjukkan kenaikan tekanan arteri sampai pada
puncaknya 120 mmHg. Kenaikan ini menyebabkan aorta mengalami distensi sehingga
tekanan di dalamnya sedikit menurun. Tekanan aorta pada saat diastol ventrikel cenderung
menurun hingga 80 mmHg. Tekanan inilah yang dikenal sebagai tekanan diastol pada
10
pemeriksaan tekanan darah. Perubahan pada siklus jantung tersebut yang menyebabkan
terjadinya aliran darah di dalam sistem sirkulasi tertutup pada tubuh manusia (19).
Tekanan darah sistolik adalah tekanan maksimal yang ditimbulkan pada arteri sewaktu
darah dipompa ke dalam pembuluh selama periode sistol dengan rerata adalah 120 mmHg.
Tekanan darah diastolik adalah Tekanan minimal di dalam arteri ketika darah mengalir
keluar menuju ke pembuluh yang lebih kecil di hilir selama periode diastol dengan rerata
adalah 80 mmHg. Meskipun tekanan ventrikel turun ke 0 mmHg sewaktu diastole namun
tekanan arteri tidak turun hingga 0 mmHg karena terjadi kontraksi jantung berikutnya dan
mengisi kembali arteri sebelum semua darah keluar dari sistem arteri (22).
D. Hipotesis Penelitian
Terdapat hubungan antara Lingkar Perut dan Indeks Massa Tubuh dengan tekanan darah.
kadar glukosa darah puasa, trigliserida dan kolesterol-HDL pada mahasiswa FFUP.
11
BAB 3
TUJUAN DAN MANFAAT
A. Tujuan Penelitian
Menganalisis hubungan antara obesitas yang dinilai melalui parameter lingkar perut dan
indeks massa tubuh dengan tekanan darah pada mahasiswa FFUP.
B. Manfaat Penelitian
Mendapatkan gambaran besaran lingkar perut dan indeks massa tubuh serta tekanan darah
mahasiswa obes di Fakultas Farmasi Universitas Pancasila.
12
BAB 4
METODE PENELITIAN
A. Prinsip Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian oservasional dengan desain cross sectional.
Pengambilan data secara consecutive sampling, dimana semua subjek yang memenuhi
kriteria inklusi dan eksklusi dimasukkan kedalam penelitian hingga jumlah sampel
terpenuhi. Subyek penelitian diminta mengisi kuesioner untuk mengetahui aktivitas fisik
dan status merokok sebelum dilakukan pengukuran lingkar perut, berat badan dan tinggi
badan oleh peneliti. Kemudian dilakukan pengukuran tekanan darah. Data yang diperoleh
selanjutnya dianalis menggunakan program statistik yang sesuai.
B. Lokasi Penelitian
Penelitian dilakukan di Laboratorium Biokimia dan Laboratorium Penelitian Dosen
Fakultas Farmasi Universitas Pancasila. Pengukuran tekanan darah dilakukan di Poliklinik
Universitas Pancasila oleh perawat.
C. Populasi dan Sampel Penelitian
Populasi penelitian ini adalah mahasiswa Fakultas Farmasi di Universitas Pancasila. Teknik
sampling yang digunakan dalam penelitian ini adalah stratifikasi (stratified sampling
design) dimana akan diambil sampel pada kelompok mahasiswa FFUP obesitas dan yang
tidak obesitas dengan kriteria berat badan normal. Adapun kriteria inklusi dan eksklusi
untuk sampel penelitian ini adalah sebagai berikut:
a. Kriteria Inklusi: Usia 18-24 tahun
b. Kriteria Eksklusi
1) Underweight, dengan indeks massa tubuh <18,5 kg/m2
2) Mahasiswa yang tidak bersedia menjadi responden penelitian
D. Alat dan Bahan
Alat yang digunakan terdiri dari kuesioner, formulir informed consent, pita meter dengan
ketelitian 0,1 cm, timbangan Digital dengan ketelitian 0,1 kg, Sphygmomanometer.
13
E. Prosedur
1. Lingkar Perut (LP)
a. Prinsip
Lingkar perut diukur dari titik tengah batas tulang rusuk bagian bawah dan batas
tulang crista iliaca kanan dan kiri kemudian diukur secara horizontal dengan
menggunakan pita pengukur. Subjek tergolong obesitas abdominal berdasarkan
kriteria International Diabetes Federation (IDF) untuk orang dewasa Asia yaitu
lingkar perut laki-laki ≥ 90 cm dan wanita adalah ≥ 80 cm (47).
b. Cara Kerja
1. Responden diminta dengan cara yang santun untuk menyingkapkan pakaian bagian
atas dan diraba costa spuriae responden untuk menetapkan titik pengukuran.
2. Ditetapkan titik batas tepi costa spuriae.
3. Ditetapkan titik ujung lengkung crista iliaca.
4. Ditetapkan titik tengah di antara titik costa spuriae dengan titik crista iliaca.
5. Responden diminta untuk berdiri tegak dan bernafas dengan normal (ekspirasi
normal).
6. Dilakukan pengukuran lingkar perut mulai dari titik umbilikal kemudian secara
sejajar horizontal melingkari pinggang dan perut kembali menuju titik umbilikal
diawal pengukuran.
7. Pita pengukur tidak boleh melipat (48).
2. Pengukuran Indeks Masa Tubuh (IMT)
a. Prinsip
Data berat badan diperoleh dengan menggunakan timbangan digital yang memiliki
ketelitian 0,1 kg. Tinggi badan diukur dengan menggunakan pita meter dengan
ketelitian 0,1 cm. IMT diperoleh dengan menggunakan rumus:
IMT = 𝐵𝑒𝑟𝑎𝑡 𝐵𝑎𝑑𝑎𝑛 (𝐾𝑔)
𝑇𝑖𝑛𝑔𝑔𝑖 𝐵𝑎𝑑𝑎𝑛 (𝑚2)
b. Cara kerja
Cara pengukuran tinggi badan yaitu:
1) Pita meter ditempelkan pada dinding datar.
2) Subjek penelitian yang akan diukur berdiri tegak tanpa alas kaki dan penutup kepala
3) Kepala bagian belakang harus menempel pada dinding dan pandangan lurus ke
depan.
14
4) Disejajarkan skala pada pita meteran dengan bagian kepala subjek.
5) Dibaca angka pada skala pita meter yang menunjukkan tinggi badan (48).
Cara pengukuran berat badan yaitu:
1) Diaktifkan alat timbangan
2) Subjek diminta naik ke alat timbang dengan posisi kaki tepat di bagian tengah alat
timbang tetapi tidak menutupi jendela baca.
3) Dipastikan posisi kaki subjek tepat di tengah alat timbang, sikap tenang (jangan
bergerak-gerak) dan kepala memandang lurus ke depan.
4) Dibaca angka yang tertera pada timbangan dengan ketelitian 0,1 kg sebagai berat
badan (48).
3. Pengukuran Tekanan Darah
a. Prinsip
Aliran darah yang melewati arteri akan tersumbat apabila tekanan eksternal diberikan
di bagian arteri, dan tekanan darah yang diperlukan untuk menimbulkan oklusi aliran
darah menunjukkan tekanan di dalam pembuluh darah tersebut.
b. Cara kerja:
1. Sebelum melakukan pengukuran tekanan darah, subyek disarankan untuk
menghindari aktivitas fisik seperti olah raga, merokok, dan makan, minimal 30
menit sebelum pengukuran. Subyek duduk selama 5-15 menit sebelum
pengukuran.
2. Dihindari melakukan pengukuran dalam kondisi stres. Pengukuran dilakukan
dalam ruangan dan kondisi tenang.
3. Subyek dipastikan duduk dengan posisi kedua telapak kaki menyentuh lantai.
Diletakkan lengan kanan subyek di atas meja sehinga manset yang sudah terpasang
sejajar dengan jantung subyek.
4. Lengan baju pada bagian kanan subyek disingsingkan, kemudian subyek diminta
untuk tetap duduk tanpa banyak bergerak dan tidak berbicara pada saat
pengukuran. Apabila subyek menggunakan baju berlengan panjang, singsingkan
lengan baju ke atas tetapi pastikan lipatan baju tidak terlalu ketat sehingga tidak
menghambat aliran darah di lengan.
5. Dipastikan lengan dalam posisi tidak tegang dengan telapak tangan terbuka ke atas.
6. Dipersiapkan manset kemudian dililitkan pada lengan bagian atas siku, dan harus
sejajar atau setinggi jantung.
15
7. Stetoskop dipasang pada telinga, kemudian diletakkan di bagian bawah lilitan
manset pada lipatan siku tempat dimana Arteri Brachialis berada.
8. Katup pengatur udara yang ada pada pompa karet manset diputar searah dengan
jarum jam (ke kanan) dan dipastikan sudah dalam keadaan tertutup agar pada saat
memompa tidak ada aliran udara yang keluar.
9. Pompa karet dipompa hingga air raksa yang terdapat pada sphygmomanometer
menunjukkan tekanan 150 mmHg.
10. Diputar katup pengatur udara ke arah berlawanan dengan jarum jam (ke kiri)
dengan kecepatan 2-3 mmHg/detik agar udara di dalam manset keluar sedikit demi
sedikit, hingga aliran darah di Arteri Brachialis kembali mengalir. Didengarkan
suara yang timbul dari stetoskop ketika katup manset terbuka (48).
F. Analisis Data
1. Data demografi dan parameter uji dilakukan pengujian univariat untuk mendapatkan
informasi mengenai jumlah, rerata, nilai minimum, dan nilai maksimum dengan
menggunakan uji statistik deskriptif.
2. Data yang diperoleh dilakukan pengujian dengan uji homogenitas (Kolmogorov-
Smirnov) dan normalitas (Levene test) untuk menentukan jenis uji yang digunakan,
parametrik atau nonparamaetrik.
3. Uji korelasi antara variabel independen dan dependen yang digunakan adalah korelasi
Spearman (non-parametrik)
16
BAB 5
HASIL YANG DICAPAI
Penelitian dilakukan seetelah mendapatkan Persetujuan Etik dari Komisi Etik Penelitian
Kesehatan UPN “Veteran” Jakarta. Penelitian ini disetujui dengan nomor kode etik:
B/1768/4/2019/KEPK (Lampiran 1). Penelitian dilakukan terhadap 42 subyek yang memenuhi
syarat dan bersedia untuk menjadi responden.
A. Gambaran Umum Subyek Penelitian
Penelitian dilakukan terhadap 42 mahasiswa obes. Profil umum dari responden yakni terdiri
dari 35,7 % laki-laki dan 64,3 % perempuan. Sebanyak 21,4% subyek melakukan aktivitas
fisik dengan frekuensi ≥3 kali seminggu dan 26,2% subyek melakukan aktivitas fisik ≥30
menit. Terdapat 21,4% subyek memiliki kebiasaan merokok. Data terdapat pada Tabel 5.1.
Tabel 5.1 Gambaran Umum Subyek Penelitian
Profil Umum Subyek Penelitian Jumlah (N) Persentase (%)
Jenis Kelamin Laki-laki 15 35,7
Perempuan 27 64,3
Uji univariat dilakukan untuk mengetahui deskripsi nilai minimum, maksimum, rata-rata,
dan simpangan baku untuk seluruh parameter yang diperiksa maupun diukur, seperti yang
ditunjukkan pada Tabel 5.2.
Tabel 5.2 Karakteristik Klinis dan Biokimiawi Mahasiswa Obes
Parameter N Minimun Maksimum Rerata ± SB
Usia (tahun) 42 18 24 20,9 ± 1,26
Berat badan (Kg) 42 62 110 84,8 ± 12,80
Tinggi badan (cm) 42 149 179 164,5 ± 7,77
Lingkar perut (cm) 42 82 132 96,5 ± 11,38
IMT (kg/m2) 42 25,34 38,97 31,257 ± 3,4918
TDS (mmHg) 42 90 120 106,7 ± 8,17
TDD (mmHg) 42 60 80 73,6 ± 5,77
Karakteristik klinis dan biokimiawi menunjukkan bahwa rerata usia subyek penelitian
adalah 21 tahun dengan IMT 31,3 kg/m2 dan LP 96,5 cm. Nilai IMT menunjukkan bahwa
subyek penelitian dapat dikategorikan kedalam obes II menurut kriteria Asia Pasifik (49)
dimana sesuai kriteria IDF, subyek penelitian mengalami obesitas sentral. Pengukuran
lingkar perut merupakan metode yang paling tepat untuk menentukan obesitas sentral, oleh
17
karena itu pengukuran ini dilakukan sebagai skrining awal penelitian. Didapatkan rerata
tekanan darah sistolik 105,7 mmHg dan diastolik 73,6 mmHg, menunjukkan subyek
memiliki tekanan darah yang normal (50).
Uji normalitas menggunakan uji nonparametrik satu sampel yaitu Kolmogorov-
Smirnov dilakukan untuk semua parameter yang diukur dan diperiksa. Hasil pengujian
didapatkan data tinggi badan, berat badan, IMT terdistribusi normal (p>0,05), sementara
parameter usia, lingkar perut, tekanan darah sistolik dan diastolik tidak terdistribusi normal
(p<0,05) sehingga analisis yang digunakan adalah uji korelasi Spearman. Hasil uji
normalitas terdapat pada Tabel 5.3
Tabel 5.3 Hasil Uji Normalitas
Parameter N p
Usia (tahun) 42 0,000
Tinggi badan (cm) 42 0,200*
Berat badan (kg) 42 0,054*
Lingkar Perut (cm) 42 0,039
IMT (kg/m2) 42 0,200*
Tekanan darah sistolik (mmHg) 42 0,000
Tekanan darah diastolik (mmHg) 42 0,000
Keterangan: *) data terdistribusi normal (p > 0,05)
B. Analisis Hubungan Antara Lingkar Perut dan Indeks Massa Tubuh dengan Kadar
Tekanan Darah
Analisis hubungan antara lingkar perut dan indeks massa tubuh dengan kadar glukosa
darah puasa dan tekanan darah dilakukan dengan menggunakan uji korelasi bivariat
berdasarkan pada keseluruhan subyek yang diukur, jenis kelamin, dan kriteria obes. Apabila
hasil uji normalitas antara kedua parameter terdistribusi normal dapat menggunakan Uji
Korelasi Pearson, sedangkan apabila hasil uji normalitas antara kedua parameter tidak
terdistribusi normal dapat menggunkan Uji Korelasi Spearman.
1. Hasil Uji Korelasi pada Keseluruhan Subyek
Hasil uji korelasi pada keseluruhan subyek, didapatkan hasil bahwa tidak didapatkan
hubungan yang signifikan antara lingkar perut dengan tekanan darah sistolik (p=0,399)
dan diastolik (p=0,787), lingkar perut dengan kadar glukosa darah puasa (p=0,238),
indeks massa tubuh dengan tekanan darah sistolik (p=0,963) dan diastolik (p=0,963),
indeks massa tubuh dengan kadar glukosa darah puasa (p= 0,476) serta tekanan darah
18
diastolik dengan kadar glukosa darah puasa (p=0,763). Sementara hubungan bermakna
didapatkan antara tekanan darah sistolik dengan kadar glukosa darah puasa (p=0,004).
Hasil uji korelasi tersebut dapat dilihat pada Tabel 5.4.
Tabel 5.4. Hasil Uji Korelasi pada Keseluruhan Subyek
Parameter p
Lingkar perut – Tekanan darah sistolik 0,399
Lingkar perut – Tekanan darah diastolik 0,787
Lingkar perut – Glukosa darah puasa 0,238
Indeks massa tubuh – Tekanan darah sistolik 0,963
Indeks massa tubuh – Tekanan darah diastolik 0,986
Indeks massa tubuh – Glukosa darah puasa 0,476
Keterangan: **) Terdapat hubungan apabila p < 0,01
Hasil penelitian didapatkan bahwa pada parameter obesitas yaitu lingkar perut dan
indeks massa tubuh tidak memiliki hubungan yang bermakna dengan tekanan darah
baik sistolik maupun diastolik. Penelitian yang dilakukan oleh Irene dkk (2014) pada
127 mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Sam Ratulangi yang memperoleh
hasil signifikan antara indeks massa tubuh dengan tekanan darah sistolik (p=0,001) dan
diastolik (p=0,004) (52). Penelitian yang dilakukan oleh Manungkalit (2015) dan
Mukiwanti (2017) memperoleh hasil korelasi yang tidak signifikan antara lingkar perut
dengan tekanan darah sistolik (p=0,306) dan diastolik (p=0,062), serta indeks massa
tubuh dengan tekanan darah sisitolik (p=0,583) dan diastolik (p=0,703) (53, 54).
Tidak adanya hubungan indeks massa tubuh dengan tekanan darah dapat dikaitkan
dengan kelemahan indeks massa tubuh sebagai indikator antropometri untuk
menentukan obesitas. Indeks massa tubuh tidak selalu merupakan pengukuran yang
baik untuk obesitas. Hal ini disebabkan indeks massa tubuh tidak dapat
menggambarkan banyak kandungan lemak dalam tubuh karena berat badan tidak hanya
menggambarkan kelebihan lemak dalam tubuh tetapi juga jaringan tubuh yang lainnya
seperti tulang, otot, dan lain-lain (54).
Pengukuran lingkar perut merupakan teknik antropometri yang paling baik untuk
menentukan timbunan sel adiposa disekitar abdomen. Banyaknya massa sel adiposa
disekitar abdomen atau yang sering disebut sebagai obesitas sentral berkaitan dengan
tekanan darah. Adanya peningkatan massa sel adiposa menyebabkan peningkatan
produksi angiotensinogen di jaringan adiposa, sehingga memicu peningkatan tekanan
darah. Penumpukkan jaringan adiposa juga dapat menyebabkan peningkatan resistensi
19
pembuluh darah, yang berakibat dapat meningkatkan kerja jantung untuk memompakan
darah keseluruh tubuh (52).
2. Hasil Uji Korelasi Berdasarkan Jenis Kelamin
Hasil yang tidak signifikan pada parameter uji dapat dipengaruhi oleh jenis
kelamin. Dengan demikian, analisis statistik dilanjutkan dengan mengkategorikan
sampel berdasarkan jenis kelamin. Hasil uji korelasi pada subyek penelitian berjenis
kelamin laki-laki tidak didapatkan hubungan yang bermakna antara lingkar perut
dengan tekanan darah sistolik (p=0,176) dan diastolik (p=0,176), lingkar perut dengan
glukosa darah puasa (p=0,297), indeks massa tubuh dengan tekanan darah sistolik
(p=0,178) dan diastolik (p=0,178), serta indeks massa tubuh dengan glukosa darah
puasa (p= 0,349). Sementara hubungan bermakna didapat antara glukosa darah puasa
dengan tekanan darah sistolik (p=0,001) dan diastolik (p=0,026).
Hasil uji korelasi terhadap parameter yang diukur diperoleh hasil yang sama untuk
subyek dengan jenis kelamin perempuan bahwa tidak terdapat hubungan yang
bermakna antara lingkar perut dan indeks massa tubuh dengan tekanan darah.
Tabel 5.5. Hasil Uji Korelasi LP, IMT, TDS, TDD
Berdasarkan Jenis Kelamin
Parameter Jenis Kelamin
Laki – laki Perempuan
p p
Lingkar perut – Tekanan darah sistolik 0,176 0,483
Lingkar perut – Tekanan darah diastolik 0,719 0,498
Indeks massa tubuh – Tekanan darah sistolik 0,178 0,740
Indeks massa tubuh – Tekanan darah diastolik 0,959 0,589
Penelitian yang dilakukan oleh Pradana (2010), menghasilkan bahwa pada subyek
laki-laki terdapat hubungan yang tidak signifikan antara lingkar perut dengan tekanan
darah sistolik (p=0,485) maupun diastolik (p=0,113). Sementara pada subyek
perempuan terdapat hubungan yang signifikan antara lingkar perut dengan tekanan
darah sistolik (p=0,001) dan didapat hubungan yang tidak signifikan antara lingkar
perut dengan tekanan darah diastolik (p=0,170) (59).
Hasil uji korelasi menunjukkan tidak adanya hubungan yang signifikan antara
indeks massa tubuh dengan tekanan darah sistolik dan diastolik pada subyek laki – laki
maupun perempuan. Penelitian yang dilakukan oleh Hilmanto dkk (2008),
menunjukkan bahwa terdapat hubungan signifikan antara indeks massa tubuh dengan
20
tekanan darah sistolik (p=0,000) dan diastolik (p=0,000) pada subyek laki – laki.
Sementara pada subyek perempuan, didapatkan hasil hubungan yang tidak signifikan
antara indeks massa tubuh dengan tekanan darah sistolik (p=0,624) dan diastolik
(p=0,803) (60).
Tabel 5.6 Tekanan Darah Sistolik, dan Diastolik pada Subyek Laki-laki merokok dan
Perempuan Tidak Merokok
Parameter Laki-laki Perempuan p
Tekanan darah sistolik (mmHg) 107,1 105,6 0,671
Tekanan darah diastolik (mmHg) 72,9 70,4 0,450
Merokok merupakan salah satu faktor yang dapat meningkatkan tekanan darah.
Kandungan rokok yang diketahui dapat meningkatkan tekanan darah salah satunya
adalah nikotin. Nikotin bersifat simpatomimetik yang mengakibatkan peningkatan
denyut jantung. Ketika terjadi vasokonstriksi denyut jantung akan meningkat sehingga
terjadi peningkatan cardiac output. Apabila cardiac output meningkat dapat
menyebabkan peningkatan tekanan darah, yang selanjutnya dapat menimbulkan faktor
risiko terjadinya penyakit jantung dan stroke (61, 62).
3. Hasil Uji Korelasi Berdasarkan Kriteria Obes (Lingkar Perut dan Indeks
Massa Tubuh)
Analisis dilanjutkan dengan mengkategorikan sampel berdasarkan kriteria obesitas
yaitu lingkar perut dan indeks massa tubuh. Masing – masing dari dua kriteria tersebut,
sampel dikelompokkan lagi berdasarkan tingkatan nilai lingkar perut dan derajat
obesitasnya. Hasil uji korelasi berdasarkan kriteria obesitas dapat dilihat pada Tabel 5.7
dan 5.8.
Tabel 5.7. Hasil Uji Korelasi Berdasarkan Lingkar Perut
Parameter Lingkar perut
≤ 90 (n=14) 90 – 100 (n=18) ≥ 100 (n=10)
p p p
Lingkar perut – Tekanan darah sistolik 0,752 0,988 0,432
Lingkar perut – Tekanan darah diastolik 0,893 0,102 0,972
Indeks massa tubuh – Tekanan darah sistolik 0,851 0,645 0,220
Indeks massa tubuh – Tekanan darah diastolik 0,502 0,443 0,615
Tabel 5.7 pengujian statistik berdasarkan lingkar perut dibagi menjadi tiga
kelompok. Secara keseluruhan hasil uji korelasinya menunjukan bahwa tidak ada
21
hubungan yang signifikan antara lingkar perut dan indeks massa tubuh dengan tekanan
darah sistolik maupun diastolik.
Tabel 5.8. Hasil Uji Korelasi Berdasarkan Indeks Massa Tubuh
Parameter Indek Massa Tubuh
Obesitas I (n=30) Obesitas II (n=12)
p p
Lingkar perut – Tekanan darah sistolik 0,370 0,858
Lingkar perut – Tekanan darah diastolik 0,782 0,839
Indeks massa tubuh – Tekanan darah sistolik 0,745 0,300
Indeks massa tubuh – Tekanan darah diastolik 0,137 0,551
Tabel 5.8 pengujian statistik berdasarkan kriteria obesitas yaitu indeks massa tubuh
dibagi menjadi dua kelompok menurut derajat obesitasnya, yaitu obesitas I dan obesitas
II. Hasil uji korelasinya secara kesuluruhan menunjukkan tidak ada hubungan yang
signifikan antara lingkar perut dan indeks massa tubuh dengan tekanan darah sistolik
maupun diastolik dan kadar glukosa darah puasa.
Secara teoritis apabila terjadi peningkatan pada lingkar perut, maka parameter
lainnya seperti indeks massa tubuh, tekanan darah sistolik dan diastolik juga akan
meningkat. Tidak adanya korelasi yang signifikan pada Tabel 5.7 dan 5.8 dapat
disebabkan karena rerata tekanan darah sistolik, dan diastoliknya tidak menunjukkan
adanya peningkatan untuk setiap kenaikan lingkar perut dan indeks massa tubuh. Hasil
rerata kadar glukosa darah puasa dan tekanan darah sistolik maupun diastolik
berdasarkan kriteria obesitas terdapat pada Tabel 5.9.
Tabel 5.9. Rerata Kadar Glukosa Darah Puasa dan Tekanan Darah Berdasarkan
Kriteria Obesitas
Parameter Rerata
Lingkar perut Indeks massa tubuh
<90 90-100 >100 Obesitas I Obesitas II
Lingkar perut (cm) 85,75 95,75 110,56 87,77 101,31
Indeks massa tubuh (kg/m2) 28,69 31,23 34,93 27,75 33,21
Tekanan darah sistolik (mmHg) 104,29 108,33 107 105,33 107,41
Tekanan darah diastolik (mmHg) 72,86 75 72 74,67 72,96
22
C. Analisis Perbedaan Tekanan Darah Berdasarkan Pengaruh Aktivitas Fisik Dan
Merokok
Perbedaan kadar glukosa darah puasa dan tekanan darah berdasarkan aktivitas fisik
dan merokok pada subyek penelitian dilakukan dengan uji Mann – Whitney.
1. Aktivitas Fisik
Hasil perbedaan kadar glukosa darah puasa dan tekanan darah sistolik maupun diastolik
berdasarkan aktivitas fisik, dikelempokkan kedalam subyek yang aktif dan tidak aktif
dalam melakukan aktifitas fisik, seperti yang terdapat pada Tabel V.11
Tabel 5.11 Perbedaan Kadar Glukosa Darah Puasa dan Tekanan Darah Berdasarkan
Aktivitas Fisik
Parameter Rerata ± SB
Aktif Tidak aktif p
Tekanan darah sistolik (mmHg) 106,45 ± 8,774 107,27 ± 6,467 0,752
Tekanan darah diastolik (mmHg) 79, 19 ± 5,642 71,82 ± 6,030 0,254
Berdasarkan Tabel V.12. menunjukkan tidak ada perbedaan yang signifikan pada
paremeter tekanan darah sistolik, dan tekanan darah diastolik berdasarkan keaktifan
aktivitas fisik yang dilakukan oleh subyek (p > 0,05). Penelitian yang dilakukan oleh
Andriani (2015), menunjukkan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan antara tekanan
darah sistolik (p=0,000) dan diastolik (p=0,018) pada subyek yang aktif dan tidak aktif
berolahraga (64, 65).
Aktivitas fisik dapat mempengaruhi stabilitas tekanan darah. Kurangnya aktivitas fisik
dalam pengeluaran energi untuk metabolisme lemak, menyebabkan berat badan meningkat
dan berakibat pada otot jantung untuk bekerja lebih keras dalam memompa darah ke
seluruh tubuh. Semakin kuat otot jantung dalam memompa darah, maka semakin besar
pula tekanan darah yang dibebankan pada dinding arteri sehingga tahanan perifer
menyebabkan kenaikan tekanan darah (67).
2. Merokok
Hasil perbedaan kadar glukosa darah puasa dan tekanan darah sistolik maupun
diastolik berdasarkan pengaruh merokok, dikelempokkan kedalam subyek yang
merokok dan tidak merokok, seperti yang terdapat pada Tabel 5.12.
Tabel 5.12. Perbedaan Kadar Glukosa Darah Puasa dan Tekanan Darah Berdasarkan
Pengaruh Merokok
Parameter Rerata ± SB
Merokok Tidak merokok p
Tekanan darah sistolik (mmHg) 105,55 ± 7,265 106,97 ± 8,472 0,577
Tekanan darah diastolik (mmHg) 72,22 ± 4,409 73,94 ± 6,093 0,337
23
Berdasarkan tabel 5.12. menunjukkan tidak ada perbedaan yang signifikan pada
paremeter tekanan darah sistolik, dan tekanan darah diastolik berdasarkan pengaruh
merokok pada subyek yang ditelti (p > 0,05).
Penelitian yang dilakukan oleh Siskawati (2010), dengan uji Mann – Whitney
menghasilkan adanya perbedaan yang signifikan pada kadar glukosa darah puasa antara
subyek yang merokok dan tidak merokok (p=0,002). Penelitian yang dilakukan oleh
Pertiwi (2018), menghasilkan adanya perbedaan yang signifikan pada tekanan darah
sistolik (p=0,000) dan diastolik (p=0,000) antara mahasiswa perokok dan bukan
perokok (Siskawati, 2010) (62).
Merokok merupakan salah satu faktor risiko terjadinya peningkatan denyut jantung
dan tekanan darah. Salah satu kandungan rokok yang memiliki efek paling banyak yaitu
nikotin. Nikotin bekerja pada ganglion secara simpatis maupun parasimpatis dan dapat
memberikan efek bifasik (inhibisi atau aktivasi) terhadap ganglion tersebut. Pada dosis
yang tinggi, nikotin akan menghambat reseptor asetilkolin dan menyebabkan toksisitas,
dan dalam dosis yang rendah, nikotin akan meningkatkan aktivitas reseptor asetilkolin
nikotinik dan meningkatkan kadar hormon katekolamin (epinefrin dan norepinefrin).
Pelepasan katekolamin inilah yang menyebabkan terjadinya tonus simpatis sehingga
memberikan efek peningkatan denyut jantung dan tekanan darah (68).
24
BAB 6
KESIMPULAN DAN SARAN
A. KESIMPULAN
Berdasarkan hasil yang penelitian didapat kesimpulan sebagai berikut:
1. Lingkar perut dan indeks massa tubuh pada mahasiswa obes di Fakultas Farmasi
Universitas Pancasila dikategorikan dalam obesitas sentral dan obesitas II.
2. Tekanan darah pada mahasiswa obes di Fakultas Farmasi Universitas Pancasila dalam
batas normal.
B. SARAN
Untuk mendapatkan gambaran hubungan yang lebih baik antara lingkar perut dan indeks
massa tubuh dengan tekanan darah dapat menggunakan jumlah sampel yang lebih besar.
2. Penelitian terhadap pada level molekuler dapat dilakukan untuk mengetahui mekanisme
mendasar yang berhubungan dengan sindrom metabolik.
48
DAFTAR PUSTAKA
1. World Health Organization. Obesity: Preventing and managing the global epidemic. WHO
Technical Report Series. Geneva: 2000: 894.
2. Abudayya A.H.,et al. Sociodemoghrapic Correlation of Food Habits Among School
Adolescent (12-15 year) in North Gaza Strip, Norway: University of Oslo. 2009.
3. Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan. Riset Kesehatan Dasar. Jakarta:
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. 2018.
4. Stocker R, Keaney JF. Role of Oxidative Modification in Atheroclerosis. Physical Review
Journal; 2004;84;1389-1342.
5. Flier, J.S., Flier E.M., 2005. Obesity. In: Kasper, D.L., Braunwald, E., Fauci, A.S., Hauser,
S.L., Longo, D.L., Jameson, J.L., Harrison’s Principles of Internal Medicine 6th ed.
McGraw-Hill. 2007;422-30.
6. Katzmaryk. Targeting The Metabolic Syndrome With Exercise: Evidence From The
Heritage Family Study. Med. Sci. Sports Exerc. 2003;35(10):1703-9.
7. Rennie KL. Association of The Metabolic Syndrome With Both Vigorous and Moderate
Physical Activity. International Journal of Epidemiology. 2003;32:600-6.
8. Wilson P.W.F, D.Agustino R.B., Sullivan L, Parise H, Kannel W.B. 2002. Overweight
and obesity as determinants of cardiovascular risk. The Framingham Experience. Arc.
Intern. Med. 2, 162: 1867.
9. Dieny FF, Nurmasari W, Deny YF. Sindrom Metabolik pada Remaja Obes: Prevalensi dan
Hubungannya dengan Kualitas Diet. Jurnal Gizi Klinik Indonesia 2015; 12(1);1-11.
10. Fernandes, J., & Lofgren, I. Prevalence of Metabolic Syndrome and Individual Criteria in
College Students. Journal of American College Health, 2011;59(4);313–321.
11. Baghat A, et al. Metabolic Syndrome: Not Even the Urban Indian Youth is Spared. Indian
J Physiol Pharmacol 2017;61(4);368-377.
12. Sani R. Asupan Lemak dan Kadar High Density Lipoptotein (HDL) sebagai Faktor Risiko
Peningkatan Kadar C-Reactive Protein (CRP) pada Remaja Obesitas dengan Sindrom
Metabolik (skripsi). Semarang: Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro; 2014. h.14-
15.
13. Rizzo AC, Goldberg TB, Silva CC, Kurokawa CS, Nunes HR, Corrente JE. Metabolic
Syndrome Risk Factors in Overweight, Obes, and Extremely Obese Brazillian Adolescent.
Nutrition Journal. 2013: 1475-2891.
49
14. Reiner C. Hubungan Kadar Glukosa Darah Puasa dengan Obesitas pada Remaja di
Kecamatan Bolangitang Barat Kabupaten Bolaang Mongondow Utara. 2016;4(2): 3
15. Ercho NC, Berawi K, Susantiningsih T. Hubungan Obesitas dengan kadar LDL dan HDL
pada mahasiswa preklinik fakultas kedokteran universitas lampung. Jurnal Kedokteran
Unila. 2014; 3: 87-92.
16. Putri SR, Isti D. Obesitas sebagai Faktor Resiko Peningkatan Kadar Trigliserida. Majority
2015;4(9)78-82.
17. Setiono, Laurentia Y. Dislipidemia pada Obesitas dan Tidak Obesitas di RSUP Dr. Kariadi
dan Laboratorium Klinik Swasta di Kota Semarang. Jurnal Media Medika Muda: 2012.
18. Kementrian Kesehata Republik Indonesia. Laporan Nasional Riset Kesehatan Dasar
(RISKESDAS) 2007. Badan Litbangkes, Depkes RI: Jakarta. (online) 2008. Diambil dari:
www.litbang.depkes.go.id. Diakses: 10 November 2018.
19. Sudoyo A.W., Setiyohadi, B., Alwi I., et al. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi V. Jilid
III. Jakarta: EGC. 2009: 1973-1981.
20. Guyton, A.C., Hall, JE. Keseimbangan Diet; Aturan Pemberian Makanan; Obesitas dan
Kelaparan; Vitamin dan Mineral. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi 11. Jakarta: EGC.
2008: 917-918.
21. Labib M. The Investigation and Management of Obesity. Journal of Clinical Pathology.
2003;56;17-25.
22. Sherwood, L. Fisiologi Manusia dari Sel ke Sistem. Edisi 6. Jakarta: Penerbit Buku
Kedokteran EGC. 2012; h. 303-305.
23. Proverawati, A. Obesitas dan Gangguan Perilaku Makan pada Remaja. Yogyakarta: Nuha
Medika. 2010. h. 71-84.
24. Wilborn, C., Beckham, J., Campbell, B., et al. Obesity: Prevalence, Theories, Medical
Consequences, Management, and Research Directions. J Int Soc Sports Nutr. 2005;2(2):
4-31
25. Adam J.M.F., Dislipidemia. In: Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi 5. Jakarta: Interna
Publishing. 2009; h. 1987.
26. Kanakaveda. Shape of Obesity. Diambil dari:
http://www.kanakaveda.com/Evaluation/Shapes Diakses 10 Desember 2018.
27. Fukuda S, Takeshita T, Morimoto K. Obesity and Lifestyle. Asian Med.J 2001;44:97-102.
28. Wei M, Gaskill SP, Haffner SM, Stern MP. Waist Circumference As The Best Predictor
of Noninsulin Dependent Diabetes Mellitus (NIDDM) Compared to Body Mass Index,
50
Waist/Hip Ratio Aand Other Anthropometric Measurements in Mexican Americans--a 7-
year prospective study. Obes Res. 1997; 5(1): 16-23.
29. Arora M., Koley S., Gupta S., Shandu J.S., A Study on Lipid Profile And Body Fat in
Patients with Diabetes Mellitus. Anthropologist, 2007;9(4):295-298.
30. WHO Western Pacific Region, IASO, IOTF. The Asia-Pasific Perspective: Redefining
Obesity and Its Treatment. Melbourne: Health Communications Australia Pty Limited,
2000.
31. Pudjiadi, Antonius et al. Pedoman Pelayanan Medis Ikatan Dokter Anak Indonesia Jilid I.
Jakarta: Pengurus Pusat Ikatan Dokter Anak Indonesia; 2010, h. 256.
32. Adrianjah H, Adam J. Sindroma Metabolik: Pengertian, Epidemiologi, dan Kriteria
Diagnosis. Informasi Laboratorium Prodia No.4/2006.
33. International Diabetes Federation. The IDF Concencus Worldwide Definition of the
Metabolic Syndrome. (online). 2005. Diambil dari: www.idf.org Diakses 7 November
2018.
34. Shahab, A. Sindrom Metabolik. Jurnal Media Informasi Ilmu Kesehatan dan Kedokteran.
2007;10(4):21-32.
35. Ceriello A, Motz E. Is Oxidative Stress the Pathogenic Mechanism Underlying Insulin
Resistance, Diabetes and CVD. Jurnal Arteriosclerosis Thrombosis. 2004:24(6):816–23.
36. Staels B. PPARGamma and Atherosclerosis. Jurnal Medical. 2005; 21(8):513–20.
37. Marceglia, L. et al. Int J Mol Sci. (online) 2015; 16(1):378–400. Diambil dari
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC4307252/ Diakses 10 Desember 2018.
38. Sheldon G. Sheps. Mayo Clinic Hipertension. 2005;26.
39. Home P, Mant J, Diaz J, Turner C. Management f type 2 diabetes: Update NICE Guidline.
Inggris: The National Institute for Health and Care Excellence (NICE): 2008.
40. Groupper SS, Smith JL. Advanced Nutrition and Human Metabolism. 6th ed. Belmont;
Cengage Learning; 2012.
41. Feingold KR, Grunfeld C, et al. Introductions to Lipids and Lipoproteins. (online) 2000.
Diambil dari: https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK305896/ Diakses 10 Desember
2018.
42. Umboh A, Kasie J, Edwin J. Hubungan antara Resistensi Insulin dan Tekanan Darah pada
Anak Obese. Sari Pediatri 2007;8: 289-293.
43. Syaffrudin H. Hipertensi pada Sindrom Metabolik. 2009;11(4) :261
44. Made W, et al. Obesitas Sentral sebagai Faktor Penyebab Timbulnya Resistensi Insulin
pada Orang Dewasa. 2015;12(2): 103-109.
51
45. Krejcie, Robert V. dan Daryle W. Morgan. “Ditermining Sample Size for Research
Activities”, Educational and Psychological Measurment; 1970; Vol. 30: 607-610
46. Setiawan, Nugraha. Penentuan Ukuran Sampel Memakai Rumus Slovin dan Tabel Krejie-
Morgan: Telaah Konsep dan Aplikasinya. Bandung; Fakultas Peternakan, Universitas
Padjadjaran; 2007.
47. Barasi, M.E. At a Glance Ilmu Gizi. Jakarta: Erlangga. 2007.
48. Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan. Riset Kesehatan Dasar: Pedoman
Pengukuran dan Pemeriksaan. Jakarta: Departemen Kesehatan RI. 2007; 13, 16, 19, dan
20.
49. World Health Organization. Waist Circumference and Waist-Hip Ratio. Report of a WHO
Expert Consultation. Geneva. 2008.
50. Soenarta A.A, Erwinanto, Mumpuni A.S.S, Barack, Lukito A.A, Hersunarti N, et al.
Pedoman Tata Laksana Hipertensi pada Penyakit Kardiovaskuler. Jakarta: Perhimpunan
Dokter Spesialis Kardiovaskular Indonesia (PERKI); 2015
51. National Heart, Lung, and Blood Institute (NHLBI). Expert Panel on Integrated Guidelines
for Cardiovascular Health and Risk Reduction in Children and Adolescents. (online) 2012.
Diambil dari: https://www.nhlbi.nih.gov/ files/docs/guidelines/peds_guidelines_full.pdf
Diakses 10 Mei 2019.
52. Irene M, dkk. Hubungan Indeks Massa Tubuh dan Lingkar Pinggang dengan Tekanan
Darah pada Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Sam Ratulangi. 2014;2(2): 1-5.
53. Manungkalit M, et al. Hubungan Lingkar Pinggang dengan Faktor Diabetes Mellitus
(Tekanan Darah, Kadar Gula Darah, dan Indeks Massa Tubuh) pada Usia Dewasa Awal
Di Wilayah Kecamatan Gerih Kabupaten Ngawi. 2015;3(1): 24.
54. Mukiwanti E, et al. Hubungan Rasio Lingkar Pinggang Panggul dan Indeks Massa Tubuh
terhadap Tekanan Darah pada Middle Age di Wilayah Kerja Puskesmas Karangmalang
Kota Semarang. 2017. hal.683-684.
55. Liputo N.I, et al. Hubungan Nilai Antropometri dengan Kadar Glukosa Darah Puasa. 2007.
hal. 23-28.
56. Septyaningrum N, et al. Lingkar Perut Mempunyai Hubungan Paling Kuat dengan Kadar
Gula Darah. 2014;2(1): 48-58.
57. Winta A.E, et al. Hubungan Kadar Gula Darah dengan Tekanan Darah pada Lansia
Penderita Diabetes Tipe 2. 2018;5(2): 163-171.
52
58. Ichsantiarini A.P, Nugroho P. Hubungan Diabetes Mellitus Tipe 2 dengan Kendali
Tekanan Darah pada Pasien Hipertensi Rumah Sakit Dr. Cipto Mangunkusumo (Skripsi).
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 2013. hal. 5-6.
59. Pradana N. Hubungan antara Lingkar Pinggang dan Rasio Lingkar Pinggang Panggul
dengan Tekanan Darah pada Subjek Usia Dewasa (Skripsi). Surakarta: Fakultas
Kedokteran Universitas Sebelas Maret; 2010. hal. 46.
60. Hilmanto et al. Hubungan Antara Indeks Massa Tubuh dengan Tekanan Darah pada Anak
Remaja Obes dengan Hipertensi [abstrak]. Majalah Unpad 2008;10:4 (Jurnal Bionatura
2008 : 1411–0903).
61. Farabi A.F, et al. Hubungan Kebiasaan Merokok pada Siswa SMKN 1 Padang. 2017;6(2):
430.
62. Pertiwi E.W. Perbedaan Tekanan Darah, Indeks Massa Tubuh dan Kualitas Tidur pada
Mahasiswa Perokok dan Bukan Perokok di Unversitas Muhammadiyah Surakarta
(skripsi). Surakarta: Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Surakarta;
2018. hal. 7-9.
63. Dany, et al. Faktor Risiko Prediabetes: Isolated Impaired Fasting Glucose (i-IFG), Isolated
Impaired Glucose Tolerance (i-IGT) dan Kombinasi IFG-IGT (Analisis Lanjut Riskesdas
2013). 2017;45(2): 114.
64. Fathoni A, et al. Perbedaan Latihan Fisik Jangka Pendek dan Jangka Panjang terhadap
Glukosa Darah pada Penderita Diabetes Mellitus. 2007;6(3): 147.
65. Andriani P, et al. Pengaruh Berolahraga terhadap Tekanan Darah Normal pada Pria
Dewasa yang Rutin dan Tidak Rutin Berolahraga. 2015. hal. 6.
66. Lande Ni Putu G.A, et al. Perbandingan Kadar Glukosa Sebelum dan Sesudah Aktivitas
Fisik Intensitas Berat. 2015;3(1): 22.
67. Harahap, et al. Pengaruh Aktivitas Fisik terhadap Kejadian Hipertensi pada Laki – laki
Dewasa Awal (18-40 tahun)di Wilayah Puskesmas Bromo Medan Tahun 2017. 2017;1(2):
69.
68. Sari N. Pengaruh Merokok terhadap Kadar Glukosa Darah dan Kadar HBA1C pada
Penderita Diabetes Melitus di Rumah Sakit Universitas Sumatera Utara (skripsi). Medan:
Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara; 2017. hal. 7.