UNIVERSITAS PANCASILA FAKULTAS FARMASI AGUSTUS...

32
i LAPORAN PENELITIAN KORELASI ANTARA OBESITAS DENGAN TEKANAN DARAH PADA MAHASISWA FFUP Oleh: Dr. Yati Sumiyati, M.Kes, Apt (0311087906) Dr. Nurita Andayani, M.Si (0324027901) UNIVERSITAS PANCASILA FAKULTAS FARMASI AGUSTUS 2020

Transcript of UNIVERSITAS PANCASILA FAKULTAS FARMASI AGUSTUS...

Page 1: UNIVERSITAS PANCASILA FAKULTAS FARMASI AGUSTUS 2020sisdam.univpancasila.ac.id/uploads/repository/lampiran/... · 2020. 8. 22. · laporan penelitian korelasi antara obesitas dengan

i

LAPORAN PENELITIAN

KORELASI ANTARA OBESITAS DENGAN TEKANAN DARAH

PADA MAHASISWA FFUP

Oleh:

Dr. Yati Sumiyati, M.Kes, Apt (0311087906)

Dr. Nurita Andayani, M.Si (0324027901)

UNIVERSITAS PANCASILA

FAKULTAS FARMASI

AGUSTUS 2020

Page 2: UNIVERSITAS PANCASILA FAKULTAS FARMASI AGUSTUS 2020sisdam.univpancasila.ac.id/uploads/repository/lampiran/... · 2020. 8. 22. · laporan penelitian korelasi antara obesitas dengan

ii

RINGKASAN

Prevalensi obesitas terus meningkat dari tahun ke tahun. World Health Organization (WHO)

menunjukkan peningkatan kasus obesitas sebesar 6% dalam waktu 10 tahun. Di Indonesia,

data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2018 menunjukkan prevalensi obesitas pada

usia ≥15 tahun meningkat dari 26,6% pada tahun 2013 menjadi 31,0% pada tahun 2018.

Berdasarkan kriteria dari International Diabetes Federation (IDF), obesitas merupakan

komponen utama dari sindrom metabolik (mets). Seseorang dikatakan mengalami sindrom

metabolik apabila mengalami obesitas sentral yaitu lingkar perut (LP) pada laki-laki: ≥ 90

cm dan wanita: ≥ 80 cm, serta mengalami 2 dari 4 kriteria berikut yaitu: 1) triglisedira ≥ 150

mg/dl; 2) kolesterol-HDL <40 mg/dL (laki-laki), <50 mg/dL (wanita); 3) tekanan darah

sistolik ≥ 130 mmHg atau tekanan darah diastolik ≥85 mmHg. Obesitas dan sindrom

metabolik memiliki risiko yang besar terhadap kesehatan, terutama penyakit-penyakit

degeneratif seperti resistensi insulin dan diabetes melitus tipe 2, gangguan pada sistem

reproduksi, penyakit kardiovaskular, penyakit pulmoner, batu empedu, penyakit tulang,

sendi dan kulit. Penyakit-penyakit degeneratif tersebut umumnya muncul setelah usia 40

tahun. Berbagai penelitian umumnya menggunakan cut off pada usia tersebut dimana

hasilnya menunjukkan prevalensi yang tinggi untuk berbagai penyakit degeneratif,

demikian pula untuk prevalensi obesitas. Sindrom metabolik yang merupakan kumpulan

berbagai gejala penyakit adalah benang merah yang menghubungkan obesitas dengan

penyakit degeneratif. Sindrom ini muncul jauh sebelum terjadinya penyakit degeneratif

sehingga deteksi dini adanya mets sangat bermanfaat untuk mencegah dan mengurangi

angka kejadian penyakit degeneratif. Penelitian obesitas maupun sindrom metabolik masih

terbatas pada remaja sementara diketahui bahwa obesitas pada remaja dan dewasa sangat

berpotensi terhadap risiko vaskular di kemudian hari. Penelitian ini dilakukan untuk

menganalisis korelasi antara obesitas yang dinilai melalui parameter lingkar perut dan

indeks massa tubuh dengan tekanan darah pada mahasiswa FFUP. Penelitian ini merupakan

penelitian observasional dengan desain cross sectional. Pengambilan data dilakukan secara

consecutive sampling, dimana semua calon subjek yang memenuhi kriteria inklusi dan

eksklusi dimasukkan sebagai subyek penelitian hingga jumlah sampel terpenuhi. Subyek

penelitian diminta mengisi kuesioner untuk mengetahui aktivitas fisik dan status merokok

sebelum dilakukan pengukuran lingkar perut, berat badan dan tinggi badan oleh peneliti.

Kemudian dilakukan pengukuran tekanan darah dan pengambilan sampel darah dimana

serum yang didapat disimpan pada suhu -200C untuk kemudian dilakukan pengukuran

terhadap parameter glukosa darah puasa, trigliserida dan kolesterol-HDL. Data yang

diperoleh dianalis menggunakan uji korelasi Spearman. Hasil penelitian menunjukkan tidak

ada hubungan yang signifikan antara lingkar perut (LP) dan indeks massa tubuh(IMT)

dengan tekanan darah sistolik (p=0,399; p=0,963) dan tekanan darah diastolik (p=0,787;

p=0,986).

Page 3: UNIVERSITAS PANCASILA FAKULTAS FARMASI AGUSTUS 2020sisdam.univpancasila.ac.id/uploads/repository/lampiran/... · 2020. 8. 22. · laporan penelitian korelasi antara obesitas dengan

iii

DAFTAR ISI

Bab 1. Latar Belakang.................................................................................................... 1

Bab 2. Tinjuan Pustaka..................................................................................................

3

Bab 3. Tujuan dan Manfaat…......................................................................................

11

Bab 4. Metode Penelitian................................................................................................ 12

Bab 5. Hasil dan Pembahasan......................................................................................

16

Bab 6. Kesimpulan dan Saran…...................................................................................

24

Daftar Pustaka................................................................................................................

48

Page 4: UNIVERSITAS PANCASILA FAKULTAS FARMASI AGUSTUS 2020sisdam.univpancasila.ac.id/uploads/repository/lampiran/... · 2020. 8. 22. · laporan penelitian korelasi antara obesitas dengan

1

BAB 1

LATAR BELAKANG

Obesitas dapat didefinisikan sebagai suatu kondisi akumulasi lemak yang abnormal atau

berlebihan di jaringan adiposa hingga kadar tertentu yang dapat membahayakan kesehatan

(1). Obesitas yang terjadi pada masa remaja berisiko tinggi menjadi obesitas di masa dewasa

dan dapat meningkatkan morbiditas dan mortalitas. Penimbunan lemak berlebih yang terjadi

sejak dini merupakan faktor risiko terjadinya penyakit degeneratif pada individu dewasa.

Obesitas dapat dipengaruhi oleh faktor genetik dan lingkungan, dimana faktor lingkungan

yang berpengaruh kuat terhadap kejadian obesitas pada remaja adalah asupan makanan (2).

Prevalensi obesitas terus meningkat tajam di seluruh dunia dan telah mencapai

tingkatan yang membahayakan. Menurut survey kesehatan dan status gizi nasional di

Amerika Serikat (National Health and Nutrition Examination Survey III/ NHANES III)

pada tahun 1988-1994 dan 1999-2000 terjadi peningkatan remaja obesitas sebesar 11%.

Sementara di Indonesia, data dari Riset kesehatan dasar (Riskesdas) menunjukkan

prevalensi obesitas pada usia ≥ 15 tahun meningkat dari 26,6% pada tahun 2013 menjadi

31,0% pada tahun 2018 (3).

Obesitas memiliki risiko yang besar terhadap kesehatan. Beberapa risiko patologis dari

obesitas adalah resistensi insulin dan diabetes mellitus tipe 2, gangguan pada sistem

reproduksi, penyakit kardiovaskular, penyakit pulmoner, batu empedu, penyakit tulang,

sendi dan kulit, serta merupakan komponen utama terjadinya Sindrom Metabolik (Mets)

(4,5). Aktivitas fisik yang kurang memadai dan asupan kalori yang berlebihan juga

merupakan faktor risiko sindrom metabolik. Individu dengan aktivitas fisik yang rendah

berisiko menderita sindrom metabolik dua kali lebih besar daripada mereka yang

mempunyai aktivitas fisik yang baik (6,7).

Framingham Heart Study menunjukkan risiko kejadian hipertensi meningkat 2,6 kali

pada subyek laki-laki obes dan meningkat 2,2 kali pada subyek wanita obes dibandingkan

subyek dengan berat badan normal (8). Dieny, dkk. (9) menunjukkan sebagian besar remaja

obes telah mengalami sindrom metabolik (80,7%), dengan prevalensi sindrom metabolik

pada remaja laki-laki (82,6%) lebih tinggi daripada remaja perempuan (79,4%). Prevalensi

Mets pada mahasiswa di Amerika sebesar 3,7% (10), sementara prevalensi Mets pada

mahasiswa di India sebesar 18,3% (11). Data tersebut menunjukkan bahwa obesitas pada

usia muda telah berisiko untuk berkembang menjadi Mets.

Page 5: UNIVERSITAS PANCASILA FAKULTAS FARMASI AGUSTUS 2020sisdam.univpancasila.ac.id/uploads/repository/lampiran/... · 2020. 8. 22. · laporan penelitian korelasi antara obesitas dengan

2

Penelitian yang dilakukan oleh Rachmawati (2014), menunjukkan gangguan yang

banyak terjadi pada remaja sindrom metabolik adalah perubahan nilai lingkar pinggang

diikuti oleh perubahan pada kadar HDL, tekanan darah, dan trigliserida, sementara kadar

glukosa darah puasa masih dalam batas normal (12). Penelitian yang dilakukan pada remaja

di Brasil tahun 2013 menunjukkan gangguan yang paling banyak terjadi pada remaja dengan

sindrom metabolik adalah lingkar pinggang yang diikuti oleh gangguan pada kadar HDL,

tekanan darah, trigliserida, dan kadar glukosa darah puasa (13).

Hasil penelitian yang dilakukan oleh Reiner (2016), didapatkan kadar glukosa darah

puasa pada remaja obes terendah ialah 81 mg/dL dan tertinggi 137 mg/dL dengan persentase

hiperglikemia pada remaja obes adalah 24,1%. Sementara kadar glukosa darah puasa pada

remaja non obes terendah ialah 80 mg/dL dan tertinggi 115 mg/dL dengan persentase

hiperglikemia pada remaja non obes adalah 3,2%. Analisis tersebut menunjukkan adanya

korelasi bermakna antara obesitas dan kadar glukosa darah puasa pada remaja, dengan nilai

koefisien korelasi (r = 0,368) dan nilai signifikansi (p = 0,004) (14).

Penelitian yang dilakukan oleh Ercho, dkk. menunjukkan adanya hubungan antara

obesitas dengan kadar High Density Lipoprotein (HDL) (p=0,000) dan Low Density

Lipoprotein (LDL) (p=0,000) (15). Selain itu, obesitas juga dapat meningkatkan risiko

tingginya kadar trigliserida (16). Penelitian observasional yang dilakukan oleh Setiono, dkk

yang mendapatkan perbedaan bermakna pada hipertrigliseridemia (p=0,001) dan hiper-LDL

(p=0,256) antara subyek obes dan non-obes. Untuk hipo-HDL, perbedaan bermakna

didapatkan hanya antara pria obes dan non-obes (p=0,010) (17).

Penelitian mengenai obesitas, sindrom metabolik dan risiko atau komplikasi vaskular

yang diakibatkannya telah diteliti terutama pada individu dewasa. Usia remaja (12-25 tahun)

merupakan periode tumbuh kembang untuk menjadi dewasa. Penelitian obesitas maupun

sindrom metabolik masih terbatas sementara diketahui bahwa obesitas pada remaja dan

dewasa sangat berpotensi terhadap risiko vaskular di kemudian hari. Untuk itu, sangat

penting untuk dilakukan penelitian yang dapat menjawab pertanyaan mengenai korelasi

antara obesitas yang dinilai dengan parameter lingkar perut dan indeks massa tubuh dengan

komponen-komponen sindrom metabolik sesuai dengan kriteria dari International Diabetes

Federation (IDF) yaitu tekanan darah, kadar glukosa darah puasa, trigliserida dan

kolesterol-HDL. Pada penelitian ini ingin diketahui korelasi antara obesitas dengan tekanan

darah pada mahasiswa di Fakultas Farmasi Universitas Pancasila (FFUP).

Page 6: UNIVERSITAS PANCASILA FAKULTAS FARMASI AGUSTUS 2020sisdam.univpancasila.ac.id/uploads/repository/lampiran/... · 2020. 8. 22. · laporan penelitian korelasi antara obesitas dengan

3

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

A. Obesitas

Obesitas merupakan suatu penyakit multifaktorial, yang ditandai oleh akumulasi lemak di

jaringan adiposa akibat bertambah besarnya ukuran sel adiposa (hipertropi) dan atau

bertambah banyaknya jumlah sel tersebut (hiperplasia), sehingga dapat mengganggu

kesehatan (19). Individu dengan obesitas (obes) yang ekstrim dapat memiliki adiposit

sebanyak empat kali normal, dan setiap adiposit memiliki lipid dua kali lebih banyak

daripada individu yang kurus (20). Gangguan kronis ini merupakan kelainan kompleks dari

pengaturan nafsu makan dan metabolisme energi yang dikendalikan oleh faktor biologi (21).

Obesitas, terutama obesitas sentral, meningkatkan risiko penyakit kardiovaskular dan sangat

terkait dengan kondisi sindrom metabolik (mets) atau sindrom resistensi insulin yang terdiri

dari resistensi insulin (hiperinsulinemia), hiperuresemia, gangguan fibrinolisis,

hiperfibrinogenemia dan hipertensi (19).

World Health Organization (WHO) tahun 2015 menunjukkan bahwa lebih dari 1,9

milyar orang dewasa diatas 18 tahun mengalami kelebihan berat tubuh (overweight) dan

lebih dari 600 juta orang mengalami obesitas (1). Data Riskesdas 2018 menunjukkan

prevalensi obesitas sentral pada usia ≥15 tahun meningkat dari 26,6% pada tahun 2013

menjadi 31,0% pada tahun 2018, dengan prevalensi terbesar di Provinsi Sulawesi Utara

yaitu 42.5% (3).

Obesitas dapat disebabkan oleh banyak faktor, antara lain genetik, lingkungan, psikis,

kesehatan, obat-obatan, perkembangan dan aktivitas fisik (22).

a. Faktor Genetik

Obesitas jelas menurun dalam keluarga. Namun peran genetik yang pasti untuk

menimbulkan obesitas masih sulit ditentukan, karena anggota keluarga umumnya

memiliki kebiasaan makan dan pola aktivitas fisik yang sama. Akan tetapi, bukti terkini

menunjukkan bahwa 20-25% kasus obesitas dapat disebabkan faktor genetik (20). Gen

dapat berperan dalam obesitas dengan menyebabkan kelainan satu atau lebih jaras yang

mengatur pusat makan dan pengeluaran energi serta penyimpanan lemak. Penyebab

monogenic dari obesitas adalah mutasi MCR-4, defisiensi leptin kongenital, dan mutasi

reseptor leptin. Obesitas lebih banyak terjadi akibat interakasi faktor genetik dengan

faktor lingkungan yang mempengaruhi jumlah dan distribusi lemak (20).

Page 7: UNIVERSITAS PANCASILA FAKULTAS FARMASI AGUSTUS 2020sisdam.univpancasila.ac.id/uploads/repository/lampiran/... · 2020. 8. 22. · laporan penelitian korelasi antara obesitas dengan

4

b. Faktor Lingkungan

Lingkungan, termasuk perilaku atau gaya hidup juga memegang peranan yang cukup

berarti terhadap kejadian obesitas.

c. Faktor Psikis

Banyak orang yang memberikan reaksi terhadap emosinya dengan makan. Salah satu

bentuk gangguan emosi adalah persepsi diri yang negatif.

d. Faktor Kesehatan

Terdapat beberapa kelainan kongenital dan kelainan neuroendokrin yang dapat

menyebabkan obesitas, diantaranya adalah Down Syndrome, Cushing Syndrome,

kelainan hipotalamus, hipotiroid, dan Polycystic Ovary Syndrome.

e. Faktor Obat-obatan

Beberapa obat-obatan dapat menjadi sumber penyebab signifikan dari terjadinya

overweight dan obesitas seperti golongan steroid, antidiabetik, antihistamin,

antihipertensi dan protease inhibitor.

f. Faktor Perkembangan

Penambahan ukuran, jumlah sel-sel adiposa, atau keduanya, terutama yang terjadi sejak

kanak-kanak dapat memiliki sel adiposa hingga lima kali lebih banyak dibandingkan

individu dengan berat badan normal.

g. Aktivitas Fisik

Kurangnya aktivitas fisik kemungkinan merupakan salah satu penyebab utama dari

meningkatnya angka kejadian obesitas pada masyarakat. Orang yang tidak aktif

memerlukan lebih sedikit kalori. Seseorang yang cenderung mengonsumsi makanan kaya

lemak dan tidak melakukan aktivitas fisik yang seimbang akan mengalami obesitas (23).

h. Hormonal

Leptin, insulin, kortisol, dan peptida usus berperan pada obesitas. Leptin adalah sitokin

yang dihasilkan oleh adiposit yang bekerja melalui aktivasi reseptor hipotalamus. Injeksi

leptin akan mengakibatkan penurunan jumlah makanan yang dikonsumsi. Insulin adalah

anabolik hormon, telah diketahui berhubungan langsung dalam penyimpanan dan

penggunaan energi pada sel adiposa. Kortisol adalah glukokortikoid yang bekerja dalam

mobilisasi asam lemak yang tersimpan pada trigliserida, hepatic glukoneogenesis, dan

proteolisis (24).

Berdasarkan distribusi lemak, obesitas dibedakan menjadi dua, yaitu:

Page 8: UNIVERSITAS PANCASILA FAKULTAS FARMASI AGUSTUS 2020sisdam.univpancasila.ac.id/uploads/repository/lampiran/... · 2020. 8. 22. · laporan penelitian korelasi antara obesitas dengan

5

a) Obesitas Sentral

Obesitas tipe ini disebut juga apple shaped atau “android obesity” merupakan obesitas

dengan distribusi jaringan lemak lebih banyak dibagian atas (upper body obesity) yaitu

pinggang dan rongga perut, sehingga tubuh cenderung menyerupai buah apel. Obesitas

sentral berkaitan dengan sejumlah penyakit, termasuk resistensi insulin, DMT2,

dislipidemia, tekanan darah tinggi, penyakit jantung koroner, dan stroke. Individu dengan

obesitas sentral memiliki proporsi lemak viseral yang lebih banyak, yang lebih patologis

dibandingkan dengan lemak subkutan karena lemak viseral melepaskan lebih banyak

adipokin proinflamasi yang memicu resistensi insulin dan perkembangan aterosklerosis

(22).

b) Obesitas Perifer

Obesitas tipe memiliki distribusi jaringan lemak lebih banyak dibagian panggul dan paha,

sehingga tubuh menyerupai buah pir. Obesitas tubuh bagian bawah merupakan suatu

keadaan tingginya akumulasi lemak tubuh pada regio gluteofemoral. Tipe obesitas ini

lebih banyak terjadi pada wanita sehingga sering disebut “gynoid obesity”. Risiko

terhadap penyakit pada tipe gynoid lebih kecil daripada android (25).

Gambar 2.1 Obesitas apple shaped dan pear shaped (26)

Page 9: UNIVERSITAS PANCASILA FAKULTAS FARMASI AGUSTUS 2020sisdam.univpancasila.ac.id/uploads/repository/lampiran/... · 2020. 8. 22. · laporan penelitian korelasi antara obesitas dengan

6

Berdasarkan patogenesisnya, obesitas dibagi menjadi obesitas metabolik yaitu akibat

gangguan metabolisme lemak dan karbohidrat serta regulatory obesity yaitu akibat

gangguan pada pusat pengaturan asupan makanan. Setiap jumlah lemak atau karbohidrat

yang energinya tidak langsung digunakan maka akan disimpan di jaringan adiposa dalam

bentuk trigliserida. Apabila dibutuhkan, maka trigliserida akan mengalami lipolisis

membentuk asam lemak dan gliserol. Asam lemak mengalami beta oksidasi untuk

pembentukan energi. Mekanisme tersebut mengalami gangguan pada individu dengan

obesitas metabolik. Sementara pada regularly obesity umumnya terjadi kerusakan pada

nucleus ventromedial hipotalamus yang memberi sinyal rasa kenyang (27).

Pengukuran obesitas dapat dilakukan menggunakan beberapa cara, antara lain:

a. Lingkar Perut (LP)

Cut-off point LP sebagai penentu obesitas sentral, menurut kriteria IDF untuk Asia Selatan

dan China menggunakan cut-off point yang sama, yakni ≥ 90 cm untuk laki-laki dan ≥ 80

cm. Hasil penelitian yang dilakukan pada orang Amerika Meksiko menunjukkan bahwa

hasil pengukuran LP merupakan prediktor terkuat pengukuran antropometrik dalam

menentukan faktor risiko T2DM (28).

b. Indeks Massa Tubuh (IMT)

Indeks Massa Tubuh (IMT) adalah ukuran yang menyatakan komposisi tubuh, perimbangan

antara berat badan dengan tinggi badan. Metode ini dilakukan dengan cara menghitung

BB/TB2 dimana BB adalah berat badan dalam kilogram dan TB adalah tinggi badan dalam

meter (29).

Tabel 2.1 Klasifikasi IMT Menurut WHO Kriteria Asia Pasifik

Klasifikasi IMT (kg/m2)

Berat badan kurang < 18,5

Kisaran normal 18,5 – 22,9

Berat badan lebih ≥ 23,0

Risiko Obes 23,0 – 24,9

Obes tingkat I 25,0 – 29,9

Obes tingkat II ≥ 30,0

Sumber: WHO, 2000 (30).

IMT adalah cara termudah untuk memperkirakan obesitas serta berkolerasi tinggi

dengan massa lemak tubuh, selain itu juga penting untuk mengidentifikasi pasien obesitas

yang mempunyai risiko komplikasi medis (31).

Page 10: UNIVERSITAS PANCASILA FAKULTAS FARMASI AGUSTUS 2020sisdam.univpancasila.ac.id/uploads/repository/lampiran/... · 2020. 8. 22. · laporan penelitian korelasi antara obesitas dengan

7

B. Sindrom Metabolik

Sindrom Metabolik (Mets) adalah kondisi dimana seseorang mbemiliki tekanan darah

tinggi, obesitas sentral dan dislipidemia, dengan atau tanpa hiperglikemik. Ketika kondisi-

kondisi tersebut berada pada waktu yang sama pada satu orang, maka orang tersebut

memiliki risiko yang tinggi terhadap penyakit makrovaskuler (30). Berbagai organisasi telah

memberikan definisi yang berbeda, namun seluruh kelompok studi setuju bahwa obesitas,

resistensi insulin, dislipidemia dan hipertensi merupakan komponen utama Mets. Jadi

meskipun Mets memiliki definisi yang berbeda, namun memiliki tujuan yang sama yaitu

mengenali sedini mungkin gejala gangguan metabolik sebelum seseorang jatuh ke dalam

beberapa komplikasi (32).

Tabel 2.2 Kriteria diagnosis Sindrom metabolik menurut WHO, EGIR, NCEP-ATP III dan IDF

Sumber: WHO 2000(31), EGIR 1999(35), NCEP-ATP III 2001(36), IDF 2005(33).

Komponen

Kriteria diagnosis

WHO:

Resistensi insulin

plus:

EGIR

Criteria

diagnosis ATP

III: 3 komponen

di bawah ini

IDF

Obesitas

sentral

Waist to hip ratio:

Laki-laki: > 0,9

Wanita: > 0,85 atau

IMT >30 Kg/m

Lingkar

pinggang:

Laki-laki: 94 cm

Wanita: ≥ 80 cm

Lingkar perut:

Laki-laki: 102 cm

Wanita: > 88 cm

Lingkar perut:

Laki-laki: ≥ 90

cm

Wanita: ≥ 80

cm

Lipid darah TG ≥150 mg/dl TG ≥150 mg/dl TG ≥ 150 mg/dl TG ≥ 150

mg/dl; k-HDL

<40 mg/dL

(laki-laki), <50

mg/dL (wanita)

Tekanan

darah

TD ≥ 140/90

mmHg atau riwayat

terapi anti

hipertensif

TD ≥ 140/90

mmHg

TD ≥ 130/85

mmHg atau

riwayat terapi

anti hipertensif

TD sistolik ≥

130 mmHg

TD diastolik ≥

85 mmHg

Glukosa

darah

Toleransi glukosa

terganggu, glukosa

puasa terganggu,

resistensi insulin

atau DM

GDP ≥ 6,1

mmol/l

(menyingkirkan

DM)

≥ 110 mg/dl (DM

tidak di eksklusi)

GDP ≥

100mg/dl

Ekskresi

albumin urin

Rasio albumin urin

dan kreatinin 30

mg/g atau laju

ekskresi albumin

20 mcg/menit

- - -

Page 11: UNIVERSITAS PANCASILA FAKULTAS FARMASI AGUSTUS 2020sisdam.univpancasila.ac.id/uploads/repository/lampiran/... · 2020. 8. 22. · laporan penelitian korelasi antara obesitas dengan

8

Etiologi Mets belum dapat diketahui secara pasti. Suatu hipotesis menyatakan bahwa

penyebab primer dari Mets adalah resistensi insulin (34). Menurut pendapat Tenebaum

penyebab sindrom metabolik adalah (33):

a. Gangguan fungsi sel β dan hipersekresi insulin untuk mengkompensasi resistensi insulin.

Hal ini memicu terjadinya komplikasi makrovaskuler (komplikasi jantung).

b. Kerusakan berat sel β menyebabkan penurunan progresif sekresi insulin, sehingga

menimbulkan hiperglikemia. Hal ini menimbulkan komplikasi mikrovaskuler

(nephropathy diabetica).

Faktor risiko untuk sindrom metabolik adalah hal–hal dalam kehidupan yang dihubungkan

dengan perkembangan penyakit secara dini. Ada berbagai macam faktor risiko Mets, antara

lain adalah gaya hidup (pola makan, konsumsi alkohol, rokok, dan aktivitas fisik), sosial

ekonomi dan genetik serta stres (35).

Obesitas merupakan komponen utama kejadian Mets, namun mekanisme yang jelas

belum diketahui secara pasti. Obesitas yang diikuti dengan meningkatnya metabolisme

lemak akan menyebabkan produksi Reactive Oxygen Species (ROS) meningkat baik di

sirkulasi maupun di sel adiposa. Meningkatnya ROS di dalam sel adiposa dapat

menyebabkan keseimbangan reaksi reduksi oksidasi (redoks) terganggu, sehingga enzim

antioksidan menurun di dalam sirkulasi. Keadaan ini disebut dengan stres oksidatif.

Meningkatnya stres oksidatif menyebabkan disregulasi jaringan adiposa dan merupakan

awal patofisiologi terjadinya Mets, hipertensi dan aterosklerosis (4).

Stres oksidatif sering dikaitkan dengan berbagai patofisiologi penyakit antara lain

diabetes tipe 2 dan aterosklerosis. Pada pasien diabetes mellitus tipe 2, biasanya terjadi

peningkatan stress oksidatif, terutama akibat hiperglikemia. Stress oksidatif dianggap

sebagai salah satu penyebab terjadinya disfungsi endotel–angiopati diabetic, dan pusat dari

semua angiopati diabetik adalah hiperglikemia yang menginduksi stress oksidatif melalui 3

jalur, yaitu; peningkatan jalur poliol, peningkatan auto–oksidasi glukosa dan peningkatan

protein glikosilat (35).

Dari beberapa penelitian diketahui bahwa akumulasi lemak pada obesitas dapat

menginduksi keadaan stress oksidatif yang disertai dengan peningkatan ekspresi

Nicotinamide Adenine Dinucleotide Phosphatase (NADPH) oksidase dan penurunan

ekspresi enzim antioksidan (36).

Page 12: UNIVERSITAS PANCASILA FAKULTAS FARMASI AGUSTUS 2020sisdam.univpancasila.ac.id/uploads/repository/lampiran/... · 2020. 8. 22. · laporan penelitian korelasi antara obesitas dengan

9

Gambar 2.2 Produksi ROS pada tumpukan lemak berkontribusi terhadap terjadinya Mets

(37)

C. Tekanan Darah

Tekanan darah merupakan tekanan yang dihasilkan oleh darah terhadap pembuluh darah.

Tekanan darah dipengaruhi volume cairan yang mengisi pembuluih darah, besarnya

ditentukan oleh curah jantung dan tahanan pembuluh darah tepi terhadap aliran darah yang

mengalir. Sehingga bila terjadi peningkatan volume darah atau elastisitas pembuluh darah

akan menyebabkan peningkatan tekanan darah. Sebaliknya, bila terjadi penurunan volume

darah akan menurunkan tekanan darah (38).

Jantung bekerja sebagai pompa darah karena dapat memindahkan darah dari pembuluh

vena ke arteri pada sistem sirkulasi tertutup. Aktivitas pompa jantung berlangsung dengan

cara mengadakan kontraksi dan relaksasi, sehingga dapat menimbulkan perubahan tekanan

darah di dalam sirkulasinya. Dalam satu siklusnya, siklus jantung terdiri dari satu periode

relaksasi yang disebut diastolik, yaitu periode pengisian jantung dengan darah, yang diikuti

oleh satu periode kontraksi yang disebut sistolik (19).

Darah dipompakan ke aorta dan arteri pulmonalis ketika sistol ventrikel. Perekaman

tekanan di dalam sistem arteri di saat itu menunjukkan kenaikan tekanan arteri sampai pada

puncaknya 120 mmHg. Kenaikan ini menyebabkan aorta mengalami distensi sehingga

tekanan di dalamnya sedikit menurun. Tekanan aorta pada saat diastol ventrikel cenderung

menurun hingga 80 mmHg. Tekanan inilah yang dikenal sebagai tekanan diastol pada

Page 13: UNIVERSITAS PANCASILA FAKULTAS FARMASI AGUSTUS 2020sisdam.univpancasila.ac.id/uploads/repository/lampiran/... · 2020. 8. 22. · laporan penelitian korelasi antara obesitas dengan

10

pemeriksaan tekanan darah. Perubahan pada siklus jantung tersebut yang menyebabkan

terjadinya aliran darah di dalam sistem sirkulasi tertutup pada tubuh manusia (19).

Tekanan darah sistolik adalah tekanan maksimal yang ditimbulkan pada arteri sewaktu

darah dipompa ke dalam pembuluh selama periode sistol dengan rerata adalah 120 mmHg.

Tekanan darah diastolik adalah Tekanan minimal di dalam arteri ketika darah mengalir

keluar menuju ke pembuluh yang lebih kecil di hilir selama periode diastol dengan rerata

adalah 80 mmHg. Meskipun tekanan ventrikel turun ke 0 mmHg sewaktu diastole namun

tekanan arteri tidak turun hingga 0 mmHg karena terjadi kontraksi jantung berikutnya dan

mengisi kembali arteri sebelum semua darah keluar dari sistem arteri (22).

D. Hipotesis Penelitian

Terdapat hubungan antara Lingkar Perut dan Indeks Massa Tubuh dengan tekanan darah.

kadar glukosa darah puasa, trigliserida dan kolesterol-HDL pada mahasiswa FFUP.

Page 14: UNIVERSITAS PANCASILA FAKULTAS FARMASI AGUSTUS 2020sisdam.univpancasila.ac.id/uploads/repository/lampiran/... · 2020. 8. 22. · laporan penelitian korelasi antara obesitas dengan

11

BAB 3

TUJUAN DAN MANFAAT

A. Tujuan Penelitian

Menganalisis hubungan antara obesitas yang dinilai melalui parameter lingkar perut dan

indeks massa tubuh dengan tekanan darah pada mahasiswa FFUP.

B. Manfaat Penelitian

Mendapatkan gambaran besaran lingkar perut dan indeks massa tubuh serta tekanan darah

mahasiswa obes di Fakultas Farmasi Universitas Pancasila.

Page 15: UNIVERSITAS PANCASILA FAKULTAS FARMASI AGUSTUS 2020sisdam.univpancasila.ac.id/uploads/repository/lampiran/... · 2020. 8. 22. · laporan penelitian korelasi antara obesitas dengan

12

BAB 4

METODE PENELITIAN

A. Prinsip Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian oservasional dengan desain cross sectional.

Pengambilan data secara consecutive sampling, dimana semua subjek yang memenuhi

kriteria inklusi dan eksklusi dimasukkan kedalam penelitian hingga jumlah sampel

terpenuhi. Subyek penelitian diminta mengisi kuesioner untuk mengetahui aktivitas fisik

dan status merokok sebelum dilakukan pengukuran lingkar perut, berat badan dan tinggi

badan oleh peneliti. Kemudian dilakukan pengukuran tekanan darah. Data yang diperoleh

selanjutnya dianalis menggunakan program statistik yang sesuai.

B. Lokasi Penelitian

Penelitian dilakukan di Laboratorium Biokimia dan Laboratorium Penelitian Dosen

Fakultas Farmasi Universitas Pancasila. Pengukuran tekanan darah dilakukan di Poliklinik

Universitas Pancasila oleh perawat.

C. Populasi dan Sampel Penelitian

Populasi penelitian ini adalah mahasiswa Fakultas Farmasi di Universitas Pancasila. Teknik

sampling yang digunakan dalam penelitian ini adalah stratifikasi (stratified sampling

design) dimana akan diambil sampel pada kelompok mahasiswa FFUP obesitas dan yang

tidak obesitas dengan kriteria berat badan normal. Adapun kriteria inklusi dan eksklusi

untuk sampel penelitian ini adalah sebagai berikut:

a. Kriteria Inklusi: Usia 18-24 tahun

b. Kriteria Eksklusi

1) Underweight, dengan indeks massa tubuh <18,5 kg/m2

2) Mahasiswa yang tidak bersedia menjadi responden penelitian

D. Alat dan Bahan

Alat yang digunakan terdiri dari kuesioner, formulir informed consent, pita meter dengan

ketelitian 0,1 cm, timbangan Digital dengan ketelitian 0,1 kg, Sphygmomanometer.

Page 16: UNIVERSITAS PANCASILA FAKULTAS FARMASI AGUSTUS 2020sisdam.univpancasila.ac.id/uploads/repository/lampiran/... · 2020. 8. 22. · laporan penelitian korelasi antara obesitas dengan

13

E. Prosedur

1. Lingkar Perut (LP)

a. Prinsip

Lingkar perut diukur dari titik tengah batas tulang rusuk bagian bawah dan batas

tulang crista iliaca kanan dan kiri kemudian diukur secara horizontal dengan

menggunakan pita pengukur. Subjek tergolong obesitas abdominal berdasarkan

kriteria International Diabetes Federation (IDF) untuk orang dewasa Asia yaitu

lingkar perut laki-laki ≥ 90 cm dan wanita adalah ≥ 80 cm (47).

b. Cara Kerja

1. Responden diminta dengan cara yang santun untuk menyingkapkan pakaian bagian

atas dan diraba costa spuriae responden untuk menetapkan titik pengukuran.

2. Ditetapkan titik batas tepi costa spuriae.

3. Ditetapkan titik ujung lengkung crista iliaca.

4. Ditetapkan titik tengah di antara titik costa spuriae dengan titik crista iliaca.

5. Responden diminta untuk berdiri tegak dan bernafas dengan normal (ekspirasi

normal).

6. Dilakukan pengukuran lingkar perut mulai dari titik umbilikal kemudian secara

sejajar horizontal melingkari pinggang dan perut kembali menuju titik umbilikal

diawal pengukuran.

7. Pita pengukur tidak boleh melipat (48).

2. Pengukuran Indeks Masa Tubuh (IMT)

a. Prinsip

Data berat badan diperoleh dengan menggunakan timbangan digital yang memiliki

ketelitian 0,1 kg. Tinggi badan diukur dengan menggunakan pita meter dengan

ketelitian 0,1 cm. IMT diperoleh dengan menggunakan rumus:

IMT = 𝐵𝑒𝑟𝑎𝑡 𝐵𝑎𝑑𝑎𝑛 (𝐾𝑔)

𝑇𝑖𝑛𝑔𝑔𝑖 𝐵𝑎𝑑𝑎𝑛 (𝑚2)

b. Cara kerja

Cara pengukuran tinggi badan yaitu:

1) Pita meter ditempelkan pada dinding datar.

2) Subjek penelitian yang akan diukur berdiri tegak tanpa alas kaki dan penutup kepala

3) Kepala bagian belakang harus menempel pada dinding dan pandangan lurus ke

depan.

Page 17: UNIVERSITAS PANCASILA FAKULTAS FARMASI AGUSTUS 2020sisdam.univpancasila.ac.id/uploads/repository/lampiran/... · 2020. 8. 22. · laporan penelitian korelasi antara obesitas dengan

14

4) Disejajarkan skala pada pita meteran dengan bagian kepala subjek.

5) Dibaca angka pada skala pita meter yang menunjukkan tinggi badan (48).

Cara pengukuran berat badan yaitu:

1) Diaktifkan alat timbangan

2) Subjek diminta naik ke alat timbang dengan posisi kaki tepat di bagian tengah alat

timbang tetapi tidak menutupi jendela baca.

3) Dipastikan posisi kaki subjek tepat di tengah alat timbang, sikap tenang (jangan

bergerak-gerak) dan kepala memandang lurus ke depan.

4) Dibaca angka yang tertera pada timbangan dengan ketelitian 0,1 kg sebagai berat

badan (48).

3. Pengukuran Tekanan Darah

a. Prinsip

Aliran darah yang melewati arteri akan tersumbat apabila tekanan eksternal diberikan

di bagian arteri, dan tekanan darah yang diperlukan untuk menimbulkan oklusi aliran

darah menunjukkan tekanan di dalam pembuluh darah tersebut.

b. Cara kerja:

1. Sebelum melakukan pengukuran tekanan darah, subyek disarankan untuk

menghindari aktivitas fisik seperti olah raga, merokok, dan makan, minimal 30

menit sebelum pengukuran. Subyek duduk selama 5-15 menit sebelum

pengukuran.

2. Dihindari melakukan pengukuran dalam kondisi stres. Pengukuran dilakukan

dalam ruangan dan kondisi tenang.

3. Subyek dipastikan duduk dengan posisi kedua telapak kaki menyentuh lantai.

Diletakkan lengan kanan subyek di atas meja sehinga manset yang sudah terpasang

sejajar dengan jantung subyek.

4. Lengan baju pada bagian kanan subyek disingsingkan, kemudian subyek diminta

untuk tetap duduk tanpa banyak bergerak dan tidak berbicara pada saat

pengukuran. Apabila subyek menggunakan baju berlengan panjang, singsingkan

lengan baju ke atas tetapi pastikan lipatan baju tidak terlalu ketat sehingga tidak

menghambat aliran darah di lengan.

5. Dipastikan lengan dalam posisi tidak tegang dengan telapak tangan terbuka ke atas.

6. Dipersiapkan manset kemudian dililitkan pada lengan bagian atas siku, dan harus

sejajar atau setinggi jantung.

Page 18: UNIVERSITAS PANCASILA FAKULTAS FARMASI AGUSTUS 2020sisdam.univpancasila.ac.id/uploads/repository/lampiran/... · 2020. 8. 22. · laporan penelitian korelasi antara obesitas dengan

15

7. Stetoskop dipasang pada telinga, kemudian diletakkan di bagian bawah lilitan

manset pada lipatan siku tempat dimana Arteri Brachialis berada.

8. Katup pengatur udara yang ada pada pompa karet manset diputar searah dengan

jarum jam (ke kanan) dan dipastikan sudah dalam keadaan tertutup agar pada saat

memompa tidak ada aliran udara yang keluar.

9. Pompa karet dipompa hingga air raksa yang terdapat pada sphygmomanometer

menunjukkan tekanan 150 mmHg.

10. Diputar katup pengatur udara ke arah berlawanan dengan jarum jam (ke kiri)

dengan kecepatan 2-3 mmHg/detik agar udara di dalam manset keluar sedikit demi

sedikit, hingga aliran darah di Arteri Brachialis kembali mengalir. Didengarkan

suara yang timbul dari stetoskop ketika katup manset terbuka (48).

F. Analisis Data

1. Data demografi dan parameter uji dilakukan pengujian univariat untuk mendapatkan

informasi mengenai jumlah, rerata, nilai minimum, dan nilai maksimum dengan

menggunakan uji statistik deskriptif.

2. Data yang diperoleh dilakukan pengujian dengan uji homogenitas (Kolmogorov-

Smirnov) dan normalitas (Levene test) untuk menentukan jenis uji yang digunakan,

parametrik atau nonparamaetrik.

3. Uji korelasi antara variabel independen dan dependen yang digunakan adalah korelasi

Spearman (non-parametrik)

Page 19: UNIVERSITAS PANCASILA FAKULTAS FARMASI AGUSTUS 2020sisdam.univpancasila.ac.id/uploads/repository/lampiran/... · 2020. 8. 22. · laporan penelitian korelasi antara obesitas dengan

16

BAB 5

HASIL YANG DICAPAI

Penelitian dilakukan seetelah mendapatkan Persetujuan Etik dari Komisi Etik Penelitian

Kesehatan UPN “Veteran” Jakarta. Penelitian ini disetujui dengan nomor kode etik:

B/1768/4/2019/KEPK (Lampiran 1). Penelitian dilakukan terhadap 42 subyek yang memenuhi

syarat dan bersedia untuk menjadi responden.

A. Gambaran Umum Subyek Penelitian

Penelitian dilakukan terhadap 42 mahasiswa obes. Profil umum dari responden yakni terdiri

dari 35,7 % laki-laki dan 64,3 % perempuan. Sebanyak 21,4% subyek melakukan aktivitas

fisik dengan frekuensi ≥3 kali seminggu dan 26,2% subyek melakukan aktivitas fisik ≥30

menit. Terdapat 21,4% subyek memiliki kebiasaan merokok. Data terdapat pada Tabel 5.1.

Tabel 5.1 Gambaran Umum Subyek Penelitian

Profil Umum Subyek Penelitian Jumlah (N) Persentase (%)

Jenis Kelamin Laki-laki 15 35,7

Perempuan 27 64,3

Uji univariat dilakukan untuk mengetahui deskripsi nilai minimum, maksimum, rata-rata,

dan simpangan baku untuk seluruh parameter yang diperiksa maupun diukur, seperti yang

ditunjukkan pada Tabel 5.2.

Tabel 5.2 Karakteristik Klinis dan Biokimiawi Mahasiswa Obes

Parameter N Minimun Maksimum Rerata ± SB

Usia (tahun) 42 18 24 20,9 ± 1,26

Berat badan (Kg) 42 62 110 84,8 ± 12,80

Tinggi badan (cm) 42 149 179 164,5 ± 7,77

Lingkar perut (cm) 42 82 132 96,5 ± 11,38

IMT (kg/m2) 42 25,34 38,97 31,257 ± 3,4918

TDS (mmHg) 42 90 120 106,7 ± 8,17

TDD (mmHg) 42 60 80 73,6 ± 5,77

Karakteristik klinis dan biokimiawi menunjukkan bahwa rerata usia subyek penelitian

adalah 21 tahun dengan IMT 31,3 kg/m2 dan LP 96,5 cm. Nilai IMT menunjukkan bahwa

subyek penelitian dapat dikategorikan kedalam obes II menurut kriteria Asia Pasifik (49)

dimana sesuai kriteria IDF, subyek penelitian mengalami obesitas sentral. Pengukuran

lingkar perut merupakan metode yang paling tepat untuk menentukan obesitas sentral, oleh

Page 20: UNIVERSITAS PANCASILA FAKULTAS FARMASI AGUSTUS 2020sisdam.univpancasila.ac.id/uploads/repository/lampiran/... · 2020. 8. 22. · laporan penelitian korelasi antara obesitas dengan

17

karena itu pengukuran ini dilakukan sebagai skrining awal penelitian. Didapatkan rerata

tekanan darah sistolik 105,7 mmHg dan diastolik 73,6 mmHg, menunjukkan subyek

memiliki tekanan darah yang normal (50).

Uji normalitas menggunakan uji nonparametrik satu sampel yaitu Kolmogorov-

Smirnov dilakukan untuk semua parameter yang diukur dan diperiksa. Hasil pengujian

didapatkan data tinggi badan, berat badan, IMT terdistribusi normal (p>0,05), sementara

parameter usia, lingkar perut, tekanan darah sistolik dan diastolik tidak terdistribusi normal

(p<0,05) sehingga analisis yang digunakan adalah uji korelasi Spearman. Hasil uji

normalitas terdapat pada Tabel 5.3

Tabel 5.3 Hasil Uji Normalitas

Parameter N p

Usia (tahun) 42 0,000

Tinggi badan (cm) 42 0,200*

Berat badan (kg) 42 0,054*

Lingkar Perut (cm) 42 0,039

IMT (kg/m2) 42 0,200*

Tekanan darah sistolik (mmHg) 42 0,000

Tekanan darah diastolik (mmHg) 42 0,000

Keterangan: *) data terdistribusi normal (p > 0,05)

B. Analisis Hubungan Antara Lingkar Perut dan Indeks Massa Tubuh dengan Kadar

Tekanan Darah

Analisis hubungan antara lingkar perut dan indeks massa tubuh dengan kadar glukosa

darah puasa dan tekanan darah dilakukan dengan menggunakan uji korelasi bivariat

berdasarkan pada keseluruhan subyek yang diukur, jenis kelamin, dan kriteria obes. Apabila

hasil uji normalitas antara kedua parameter terdistribusi normal dapat menggunakan Uji

Korelasi Pearson, sedangkan apabila hasil uji normalitas antara kedua parameter tidak

terdistribusi normal dapat menggunkan Uji Korelasi Spearman.

1. Hasil Uji Korelasi pada Keseluruhan Subyek

Hasil uji korelasi pada keseluruhan subyek, didapatkan hasil bahwa tidak didapatkan

hubungan yang signifikan antara lingkar perut dengan tekanan darah sistolik (p=0,399)

dan diastolik (p=0,787), lingkar perut dengan kadar glukosa darah puasa (p=0,238),

indeks massa tubuh dengan tekanan darah sistolik (p=0,963) dan diastolik (p=0,963),

indeks massa tubuh dengan kadar glukosa darah puasa (p= 0,476) serta tekanan darah

Page 21: UNIVERSITAS PANCASILA FAKULTAS FARMASI AGUSTUS 2020sisdam.univpancasila.ac.id/uploads/repository/lampiran/... · 2020. 8. 22. · laporan penelitian korelasi antara obesitas dengan

18

diastolik dengan kadar glukosa darah puasa (p=0,763). Sementara hubungan bermakna

didapatkan antara tekanan darah sistolik dengan kadar glukosa darah puasa (p=0,004).

Hasil uji korelasi tersebut dapat dilihat pada Tabel 5.4.

Tabel 5.4. Hasil Uji Korelasi pada Keseluruhan Subyek

Parameter p

Lingkar perut – Tekanan darah sistolik 0,399

Lingkar perut – Tekanan darah diastolik 0,787

Lingkar perut – Glukosa darah puasa 0,238

Indeks massa tubuh – Tekanan darah sistolik 0,963

Indeks massa tubuh – Tekanan darah diastolik 0,986

Indeks massa tubuh – Glukosa darah puasa 0,476

Keterangan: **) Terdapat hubungan apabila p < 0,01

Hasil penelitian didapatkan bahwa pada parameter obesitas yaitu lingkar perut dan

indeks massa tubuh tidak memiliki hubungan yang bermakna dengan tekanan darah

baik sistolik maupun diastolik. Penelitian yang dilakukan oleh Irene dkk (2014) pada

127 mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Sam Ratulangi yang memperoleh

hasil signifikan antara indeks massa tubuh dengan tekanan darah sistolik (p=0,001) dan

diastolik (p=0,004) (52). Penelitian yang dilakukan oleh Manungkalit (2015) dan

Mukiwanti (2017) memperoleh hasil korelasi yang tidak signifikan antara lingkar perut

dengan tekanan darah sistolik (p=0,306) dan diastolik (p=0,062), serta indeks massa

tubuh dengan tekanan darah sisitolik (p=0,583) dan diastolik (p=0,703) (53, 54).

Tidak adanya hubungan indeks massa tubuh dengan tekanan darah dapat dikaitkan

dengan kelemahan indeks massa tubuh sebagai indikator antropometri untuk

menentukan obesitas. Indeks massa tubuh tidak selalu merupakan pengukuran yang

baik untuk obesitas. Hal ini disebabkan indeks massa tubuh tidak dapat

menggambarkan banyak kandungan lemak dalam tubuh karena berat badan tidak hanya

menggambarkan kelebihan lemak dalam tubuh tetapi juga jaringan tubuh yang lainnya

seperti tulang, otot, dan lain-lain (54).

Pengukuran lingkar perut merupakan teknik antropometri yang paling baik untuk

menentukan timbunan sel adiposa disekitar abdomen. Banyaknya massa sel adiposa

disekitar abdomen atau yang sering disebut sebagai obesitas sentral berkaitan dengan

tekanan darah. Adanya peningkatan massa sel adiposa menyebabkan peningkatan

produksi angiotensinogen di jaringan adiposa, sehingga memicu peningkatan tekanan

darah. Penumpukkan jaringan adiposa juga dapat menyebabkan peningkatan resistensi

Page 22: UNIVERSITAS PANCASILA FAKULTAS FARMASI AGUSTUS 2020sisdam.univpancasila.ac.id/uploads/repository/lampiran/... · 2020. 8. 22. · laporan penelitian korelasi antara obesitas dengan

19

pembuluh darah, yang berakibat dapat meningkatkan kerja jantung untuk memompakan

darah keseluruh tubuh (52).

2. Hasil Uji Korelasi Berdasarkan Jenis Kelamin

Hasil yang tidak signifikan pada parameter uji dapat dipengaruhi oleh jenis

kelamin. Dengan demikian, analisis statistik dilanjutkan dengan mengkategorikan

sampel berdasarkan jenis kelamin. Hasil uji korelasi pada subyek penelitian berjenis

kelamin laki-laki tidak didapatkan hubungan yang bermakna antara lingkar perut

dengan tekanan darah sistolik (p=0,176) dan diastolik (p=0,176), lingkar perut dengan

glukosa darah puasa (p=0,297), indeks massa tubuh dengan tekanan darah sistolik

(p=0,178) dan diastolik (p=0,178), serta indeks massa tubuh dengan glukosa darah

puasa (p= 0,349). Sementara hubungan bermakna didapat antara glukosa darah puasa

dengan tekanan darah sistolik (p=0,001) dan diastolik (p=0,026).

Hasil uji korelasi terhadap parameter yang diukur diperoleh hasil yang sama untuk

subyek dengan jenis kelamin perempuan bahwa tidak terdapat hubungan yang

bermakna antara lingkar perut dan indeks massa tubuh dengan tekanan darah.

Tabel 5.5. Hasil Uji Korelasi LP, IMT, TDS, TDD

Berdasarkan Jenis Kelamin

Parameter Jenis Kelamin

Laki – laki Perempuan

p p

Lingkar perut – Tekanan darah sistolik 0,176 0,483

Lingkar perut – Tekanan darah diastolik 0,719 0,498

Indeks massa tubuh – Tekanan darah sistolik 0,178 0,740

Indeks massa tubuh – Tekanan darah diastolik 0,959 0,589

Penelitian yang dilakukan oleh Pradana (2010), menghasilkan bahwa pada subyek

laki-laki terdapat hubungan yang tidak signifikan antara lingkar perut dengan tekanan

darah sistolik (p=0,485) maupun diastolik (p=0,113). Sementara pada subyek

perempuan terdapat hubungan yang signifikan antara lingkar perut dengan tekanan

darah sistolik (p=0,001) dan didapat hubungan yang tidak signifikan antara lingkar

perut dengan tekanan darah diastolik (p=0,170) (59).

Hasil uji korelasi menunjukkan tidak adanya hubungan yang signifikan antara

indeks massa tubuh dengan tekanan darah sistolik dan diastolik pada subyek laki – laki

maupun perempuan. Penelitian yang dilakukan oleh Hilmanto dkk (2008),

menunjukkan bahwa terdapat hubungan signifikan antara indeks massa tubuh dengan

Page 23: UNIVERSITAS PANCASILA FAKULTAS FARMASI AGUSTUS 2020sisdam.univpancasila.ac.id/uploads/repository/lampiran/... · 2020. 8. 22. · laporan penelitian korelasi antara obesitas dengan

20

tekanan darah sistolik (p=0,000) dan diastolik (p=0,000) pada subyek laki – laki.

Sementara pada subyek perempuan, didapatkan hasil hubungan yang tidak signifikan

antara indeks massa tubuh dengan tekanan darah sistolik (p=0,624) dan diastolik

(p=0,803) (60).

Tabel 5.6 Tekanan Darah Sistolik, dan Diastolik pada Subyek Laki-laki merokok dan

Perempuan Tidak Merokok

Parameter Laki-laki Perempuan p

Tekanan darah sistolik (mmHg) 107,1 105,6 0,671

Tekanan darah diastolik (mmHg) 72,9 70,4 0,450

Merokok merupakan salah satu faktor yang dapat meningkatkan tekanan darah.

Kandungan rokok yang diketahui dapat meningkatkan tekanan darah salah satunya

adalah nikotin. Nikotin bersifat simpatomimetik yang mengakibatkan peningkatan

denyut jantung. Ketika terjadi vasokonstriksi denyut jantung akan meningkat sehingga

terjadi peningkatan cardiac output. Apabila cardiac output meningkat dapat

menyebabkan peningkatan tekanan darah, yang selanjutnya dapat menimbulkan faktor

risiko terjadinya penyakit jantung dan stroke (61, 62).

3. Hasil Uji Korelasi Berdasarkan Kriteria Obes (Lingkar Perut dan Indeks

Massa Tubuh)

Analisis dilanjutkan dengan mengkategorikan sampel berdasarkan kriteria obesitas

yaitu lingkar perut dan indeks massa tubuh. Masing – masing dari dua kriteria tersebut,

sampel dikelompokkan lagi berdasarkan tingkatan nilai lingkar perut dan derajat

obesitasnya. Hasil uji korelasi berdasarkan kriteria obesitas dapat dilihat pada Tabel 5.7

dan 5.8.

Tabel 5.7. Hasil Uji Korelasi Berdasarkan Lingkar Perut

Parameter Lingkar perut

≤ 90 (n=14) 90 – 100 (n=18) ≥ 100 (n=10)

p p p

Lingkar perut – Tekanan darah sistolik 0,752 0,988 0,432

Lingkar perut – Tekanan darah diastolik 0,893 0,102 0,972

Indeks massa tubuh – Tekanan darah sistolik 0,851 0,645 0,220

Indeks massa tubuh – Tekanan darah diastolik 0,502 0,443 0,615

Tabel 5.7 pengujian statistik berdasarkan lingkar perut dibagi menjadi tiga

kelompok. Secara keseluruhan hasil uji korelasinya menunjukan bahwa tidak ada

Page 24: UNIVERSITAS PANCASILA FAKULTAS FARMASI AGUSTUS 2020sisdam.univpancasila.ac.id/uploads/repository/lampiran/... · 2020. 8. 22. · laporan penelitian korelasi antara obesitas dengan

21

hubungan yang signifikan antara lingkar perut dan indeks massa tubuh dengan tekanan

darah sistolik maupun diastolik.

Tabel 5.8. Hasil Uji Korelasi Berdasarkan Indeks Massa Tubuh

Parameter Indek Massa Tubuh

Obesitas I (n=30) Obesitas II (n=12)

p p

Lingkar perut – Tekanan darah sistolik 0,370 0,858

Lingkar perut – Tekanan darah diastolik 0,782 0,839

Indeks massa tubuh – Tekanan darah sistolik 0,745 0,300

Indeks massa tubuh – Tekanan darah diastolik 0,137 0,551

Tabel 5.8 pengujian statistik berdasarkan kriteria obesitas yaitu indeks massa tubuh

dibagi menjadi dua kelompok menurut derajat obesitasnya, yaitu obesitas I dan obesitas

II. Hasil uji korelasinya secara kesuluruhan menunjukkan tidak ada hubungan yang

signifikan antara lingkar perut dan indeks massa tubuh dengan tekanan darah sistolik

maupun diastolik dan kadar glukosa darah puasa.

Secara teoritis apabila terjadi peningkatan pada lingkar perut, maka parameter

lainnya seperti indeks massa tubuh, tekanan darah sistolik dan diastolik juga akan

meningkat. Tidak adanya korelasi yang signifikan pada Tabel 5.7 dan 5.8 dapat

disebabkan karena rerata tekanan darah sistolik, dan diastoliknya tidak menunjukkan

adanya peningkatan untuk setiap kenaikan lingkar perut dan indeks massa tubuh. Hasil

rerata kadar glukosa darah puasa dan tekanan darah sistolik maupun diastolik

berdasarkan kriteria obesitas terdapat pada Tabel 5.9.

Tabel 5.9. Rerata Kadar Glukosa Darah Puasa dan Tekanan Darah Berdasarkan

Kriteria Obesitas

Parameter Rerata

Lingkar perut Indeks massa tubuh

<90 90-100 >100 Obesitas I Obesitas II

Lingkar perut (cm) 85,75 95,75 110,56 87,77 101,31

Indeks massa tubuh (kg/m2) 28,69 31,23 34,93 27,75 33,21

Tekanan darah sistolik (mmHg) 104,29 108,33 107 105,33 107,41

Tekanan darah diastolik (mmHg) 72,86 75 72 74,67 72,96

Page 25: UNIVERSITAS PANCASILA FAKULTAS FARMASI AGUSTUS 2020sisdam.univpancasila.ac.id/uploads/repository/lampiran/... · 2020. 8. 22. · laporan penelitian korelasi antara obesitas dengan

22

C. Analisis Perbedaan Tekanan Darah Berdasarkan Pengaruh Aktivitas Fisik Dan

Merokok

Perbedaan kadar glukosa darah puasa dan tekanan darah berdasarkan aktivitas fisik

dan merokok pada subyek penelitian dilakukan dengan uji Mann – Whitney.

1. Aktivitas Fisik

Hasil perbedaan kadar glukosa darah puasa dan tekanan darah sistolik maupun diastolik

berdasarkan aktivitas fisik, dikelempokkan kedalam subyek yang aktif dan tidak aktif

dalam melakukan aktifitas fisik, seperti yang terdapat pada Tabel V.11

Tabel 5.11 Perbedaan Kadar Glukosa Darah Puasa dan Tekanan Darah Berdasarkan

Aktivitas Fisik

Parameter Rerata ± SB

Aktif Tidak aktif p

Tekanan darah sistolik (mmHg) 106,45 ± 8,774 107,27 ± 6,467 0,752

Tekanan darah diastolik (mmHg) 79, 19 ± 5,642 71,82 ± 6,030 0,254

Berdasarkan Tabel V.12. menunjukkan tidak ada perbedaan yang signifikan pada

paremeter tekanan darah sistolik, dan tekanan darah diastolik berdasarkan keaktifan

aktivitas fisik yang dilakukan oleh subyek (p > 0,05). Penelitian yang dilakukan oleh

Andriani (2015), menunjukkan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan antara tekanan

darah sistolik (p=0,000) dan diastolik (p=0,018) pada subyek yang aktif dan tidak aktif

berolahraga (64, 65).

Aktivitas fisik dapat mempengaruhi stabilitas tekanan darah. Kurangnya aktivitas fisik

dalam pengeluaran energi untuk metabolisme lemak, menyebabkan berat badan meningkat

dan berakibat pada otot jantung untuk bekerja lebih keras dalam memompa darah ke

seluruh tubuh. Semakin kuat otot jantung dalam memompa darah, maka semakin besar

pula tekanan darah yang dibebankan pada dinding arteri sehingga tahanan perifer

menyebabkan kenaikan tekanan darah (67).

2. Merokok

Hasil perbedaan kadar glukosa darah puasa dan tekanan darah sistolik maupun

diastolik berdasarkan pengaruh merokok, dikelempokkan kedalam subyek yang

merokok dan tidak merokok, seperti yang terdapat pada Tabel 5.12.

Tabel 5.12. Perbedaan Kadar Glukosa Darah Puasa dan Tekanan Darah Berdasarkan

Pengaruh Merokok

Parameter Rerata ± SB

Merokok Tidak merokok p

Tekanan darah sistolik (mmHg) 105,55 ± 7,265 106,97 ± 8,472 0,577

Tekanan darah diastolik (mmHg) 72,22 ± 4,409 73,94 ± 6,093 0,337

Page 26: UNIVERSITAS PANCASILA FAKULTAS FARMASI AGUSTUS 2020sisdam.univpancasila.ac.id/uploads/repository/lampiran/... · 2020. 8. 22. · laporan penelitian korelasi antara obesitas dengan

23

Berdasarkan tabel 5.12. menunjukkan tidak ada perbedaan yang signifikan pada

paremeter tekanan darah sistolik, dan tekanan darah diastolik berdasarkan pengaruh

merokok pada subyek yang ditelti (p > 0,05).

Penelitian yang dilakukan oleh Siskawati (2010), dengan uji Mann – Whitney

menghasilkan adanya perbedaan yang signifikan pada kadar glukosa darah puasa antara

subyek yang merokok dan tidak merokok (p=0,002). Penelitian yang dilakukan oleh

Pertiwi (2018), menghasilkan adanya perbedaan yang signifikan pada tekanan darah

sistolik (p=0,000) dan diastolik (p=0,000) antara mahasiswa perokok dan bukan

perokok (Siskawati, 2010) (62).

Merokok merupakan salah satu faktor risiko terjadinya peningkatan denyut jantung

dan tekanan darah. Salah satu kandungan rokok yang memiliki efek paling banyak yaitu

nikotin. Nikotin bekerja pada ganglion secara simpatis maupun parasimpatis dan dapat

memberikan efek bifasik (inhibisi atau aktivasi) terhadap ganglion tersebut. Pada dosis

yang tinggi, nikotin akan menghambat reseptor asetilkolin dan menyebabkan toksisitas,

dan dalam dosis yang rendah, nikotin akan meningkatkan aktivitas reseptor asetilkolin

nikotinik dan meningkatkan kadar hormon katekolamin (epinefrin dan norepinefrin).

Pelepasan katekolamin inilah yang menyebabkan terjadinya tonus simpatis sehingga

memberikan efek peningkatan denyut jantung dan tekanan darah (68).

Page 27: UNIVERSITAS PANCASILA FAKULTAS FARMASI AGUSTUS 2020sisdam.univpancasila.ac.id/uploads/repository/lampiran/... · 2020. 8. 22. · laporan penelitian korelasi antara obesitas dengan

24

BAB 6

KESIMPULAN DAN SARAN

A. KESIMPULAN

Berdasarkan hasil yang penelitian didapat kesimpulan sebagai berikut:

1. Lingkar perut dan indeks massa tubuh pada mahasiswa obes di Fakultas Farmasi

Universitas Pancasila dikategorikan dalam obesitas sentral dan obesitas II.

2. Tekanan darah pada mahasiswa obes di Fakultas Farmasi Universitas Pancasila dalam

batas normal.

B. SARAN

Untuk mendapatkan gambaran hubungan yang lebih baik antara lingkar perut dan indeks

massa tubuh dengan tekanan darah dapat menggunakan jumlah sampel yang lebih besar.

2. Penelitian terhadap pada level molekuler dapat dilakukan untuk mengetahui mekanisme

mendasar yang berhubungan dengan sindrom metabolik.

Page 28: UNIVERSITAS PANCASILA FAKULTAS FARMASI AGUSTUS 2020sisdam.univpancasila.ac.id/uploads/repository/lampiran/... · 2020. 8. 22. · laporan penelitian korelasi antara obesitas dengan

48

DAFTAR PUSTAKA

1. World Health Organization. Obesity: Preventing and managing the global epidemic. WHO

Technical Report Series. Geneva: 2000: 894.

2. Abudayya A.H.,et al. Sociodemoghrapic Correlation of Food Habits Among School

Adolescent (12-15 year) in North Gaza Strip, Norway: University of Oslo. 2009.

3. Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan. Riset Kesehatan Dasar. Jakarta:

Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. 2018.

4. Stocker R, Keaney JF. Role of Oxidative Modification in Atheroclerosis. Physical Review

Journal; 2004;84;1389-1342.

5. Flier, J.S., Flier E.M., 2005. Obesity. In: Kasper, D.L., Braunwald, E., Fauci, A.S., Hauser,

S.L., Longo, D.L., Jameson, J.L., Harrison’s Principles of Internal Medicine 6th ed.

McGraw-Hill. 2007;422-30.

6. Katzmaryk. Targeting The Metabolic Syndrome With Exercise: Evidence From The

Heritage Family Study. Med. Sci. Sports Exerc. 2003;35(10):1703-9.

7. Rennie KL. Association of The Metabolic Syndrome With Both Vigorous and Moderate

Physical Activity. International Journal of Epidemiology. 2003;32:600-6.

8. Wilson P.W.F, D.Agustino R.B., Sullivan L, Parise H, Kannel W.B. 2002. Overweight

and obesity as determinants of cardiovascular risk. The Framingham Experience. Arc.

Intern. Med. 2, 162: 1867.

9. Dieny FF, Nurmasari W, Deny YF. Sindrom Metabolik pada Remaja Obes: Prevalensi dan

Hubungannya dengan Kualitas Diet. Jurnal Gizi Klinik Indonesia 2015; 12(1);1-11.

10. Fernandes, J., & Lofgren, I. Prevalence of Metabolic Syndrome and Individual Criteria in

College Students. Journal of American College Health, 2011;59(4);313–321.

11. Baghat A, et al. Metabolic Syndrome: Not Even the Urban Indian Youth is Spared. Indian

J Physiol Pharmacol 2017;61(4);368-377.

12. Sani R. Asupan Lemak dan Kadar High Density Lipoptotein (HDL) sebagai Faktor Risiko

Peningkatan Kadar C-Reactive Protein (CRP) pada Remaja Obesitas dengan Sindrom

Metabolik (skripsi). Semarang: Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro; 2014. h.14-

15.

13. Rizzo AC, Goldberg TB, Silva CC, Kurokawa CS, Nunes HR, Corrente JE. Metabolic

Syndrome Risk Factors in Overweight, Obes, and Extremely Obese Brazillian Adolescent.

Nutrition Journal. 2013: 1475-2891.

Page 29: UNIVERSITAS PANCASILA FAKULTAS FARMASI AGUSTUS 2020sisdam.univpancasila.ac.id/uploads/repository/lampiran/... · 2020. 8. 22. · laporan penelitian korelasi antara obesitas dengan

49

14. Reiner C. Hubungan Kadar Glukosa Darah Puasa dengan Obesitas pada Remaja di

Kecamatan Bolangitang Barat Kabupaten Bolaang Mongondow Utara. 2016;4(2): 3

15. Ercho NC, Berawi K, Susantiningsih T. Hubungan Obesitas dengan kadar LDL dan HDL

pada mahasiswa preklinik fakultas kedokteran universitas lampung. Jurnal Kedokteran

Unila. 2014; 3: 87-92.

16. Putri SR, Isti D. Obesitas sebagai Faktor Resiko Peningkatan Kadar Trigliserida. Majority

2015;4(9)78-82.

17. Setiono, Laurentia Y. Dislipidemia pada Obesitas dan Tidak Obesitas di RSUP Dr. Kariadi

dan Laboratorium Klinik Swasta di Kota Semarang. Jurnal Media Medika Muda: 2012.

18. Kementrian Kesehata Republik Indonesia. Laporan Nasional Riset Kesehatan Dasar

(RISKESDAS) 2007. Badan Litbangkes, Depkes RI: Jakarta. (online) 2008. Diambil dari:

www.litbang.depkes.go.id. Diakses: 10 November 2018.

19. Sudoyo A.W., Setiyohadi, B., Alwi I., et al. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi V. Jilid

III. Jakarta: EGC. 2009: 1973-1981.

20. Guyton, A.C., Hall, JE. Keseimbangan Diet; Aturan Pemberian Makanan; Obesitas dan

Kelaparan; Vitamin dan Mineral. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi 11. Jakarta: EGC.

2008: 917-918.

21. Labib M. The Investigation and Management of Obesity. Journal of Clinical Pathology.

2003;56;17-25.

22. Sherwood, L. Fisiologi Manusia dari Sel ke Sistem. Edisi 6. Jakarta: Penerbit Buku

Kedokteran EGC. 2012; h. 303-305.

23. Proverawati, A. Obesitas dan Gangguan Perilaku Makan pada Remaja. Yogyakarta: Nuha

Medika. 2010. h. 71-84.

24. Wilborn, C., Beckham, J., Campbell, B., et al. Obesity: Prevalence, Theories, Medical

Consequences, Management, and Research Directions. J Int Soc Sports Nutr. 2005;2(2):

4-31

25. Adam J.M.F., Dislipidemia. In: Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi 5. Jakarta: Interna

Publishing. 2009; h. 1987.

26. Kanakaveda. Shape of Obesity. Diambil dari:

http://www.kanakaveda.com/Evaluation/Shapes Diakses 10 Desember 2018.

27. Fukuda S, Takeshita T, Morimoto K. Obesity and Lifestyle. Asian Med.J 2001;44:97-102.

28. Wei M, Gaskill SP, Haffner SM, Stern MP. Waist Circumference As The Best Predictor

of Noninsulin Dependent Diabetes Mellitus (NIDDM) Compared to Body Mass Index,

Page 30: UNIVERSITAS PANCASILA FAKULTAS FARMASI AGUSTUS 2020sisdam.univpancasila.ac.id/uploads/repository/lampiran/... · 2020. 8. 22. · laporan penelitian korelasi antara obesitas dengan

50

Waist/Hip Ratio Aand Other Anthropometric Measurements in Mexican Americans--a 7-

year prospective study. Obes Res. 1997; 5(1): 16-23.

29. Arora M., Koley S., Gupta S., Shandu J.S., A Study on Lipid Profile And Body Fat in

Patients with Diabetes Mellitus. Anthropologist, 2007;9(4):295-298.

30. WHO Western Pacific Region, IASO, IOTF. The Asia-Pasific Perspective: Redefining

Obesity and Its Treatment. Melbourne: Health Communications Australia Pty Limited,

2000.

31. Pudjiadi, Antonius et al. Pedoman Pelayanan Medis Ikatan Dokter Anak Indonesia Jilid I.

Jakarta: Pengurus Pusat Ikatan Dokter Anak Indonesia; 2010, h. 256.

32. Adrianjah H, Adam J. Sindroma Metabolik: Pengertian, Epidemiologi, dan Kriteria

Diagnosis. Informasi Laboratorium Prodia No.4/2006.

33. International Diabetes Federation. The IDF Concencus Worldwide Definition of the

Metabolic Syndrome. (online). 2005. Diambil dari: www.idf.org Diakses 7 November

2018.

34. Shahab, A. Sindrom Metabolik. Jurnal Media Informasi Ilmu Kesehatan dan Kedokteran.

2007;10(4):21-32.

35. Ceriello A, Motz E. Is Oxidative Stress the Pathogenic Mechanism Underlying Insulin

Resistance, Diabetes and CVD. Jurnal Arteriosclerosis Thrombosis. 2004:24(6):816–23.

36. Staels B. PPARGamma and Atherosclerosis. Jurnal Medical. 2005; 21(8):513–20.

37. Marceglia, L. et al. Int J Mol Sci. (online) 2015; 16(1):378–400. Diambil dari

https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC4307252/ Diakses 10 Desember 2018.

38. Sheldon G. Sheps. Mayo Clinic Hipertension. 2005;26.

39. Home P, Mant J, Diaz J, Turner C. Management f type 2 diabetes: Update NICE Guidline.

Inggris: The National Institute for Health and Care Excellence (NICE): 2008.

40. Groupper SS, Smith JL. Advanced Nutrition and Human Metabolism. 6th ed. Belmont;

Cengage Learning; 2012.

41. Feingold KR, Grunfeld C, et al. Introductions to Lipids and Lipoproteins. (online) 2000.

Diambil dari: https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK305896/ Diakses 10 Desember

2018.

42. Umboh A, Kasie J, Edwin J. Hubungan antara Resistensi Insulin dan Tekanan Darah pada

Anak Obese. Sari Pediatri 2007;8: 289-293.

43. Syaffrudin H. Hipertensi pada Sindrom Metabolik. 2009;11(4) :261

44. Made W, et al. Obesitas Sentral sebagai Faktor Penyebab Timbulnya Resistensi Insulin

pada Orang Dewasa. 2015;12(2): 103-109.

Page 31: UNIVERSITAS PANCASILA FAKULTAS FARMASI AGUSTUS 2020sisdam.univpancasila.ac.id/uploads/repository/lampiran/... · 2020. 8. 22. · laporan penelitian korelasi antara obesitas dengan

51

45. Krejcie, Robert V. dan Daryle W. Morgan. “Ditermining Sample Size for Research

Activities”, Educational and Psychological Measurment; 1970; Vol. 30: 607-610

46. Setiawan, Nugraha. Penentuan Ukuran Sampel Memakai Rumus Slovin dan Tabel Krejie-

Morgan: Telaah Konsep dan Aplikasinya. Bandung; Fakultas Peternakan, Universitas

Padjadjaran; 2007.

47. Barasi, M.E. At a Glance Ilmu Gizi. Jakarta: Erlangga. 2007.

48. Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan. Riset Kesehatan Dasar: Pedoman

Pengukuran dan Pemeriksaan. Jakarta: Departemen Kesehatan RI. 2007; 13, 16, 19, dan

20.

49. World Health Organization. Waist Circumference and Waist-Hip Ratio. Report of a WHO

Expert Consultation. Geneva. 2008.

50. Soenarta A.A, Erwinanto, Mumpuni A.S.S, Barack, Lukito A.A, Hersunarti N, et al.

Pedoman Tata Laksana Hipertensi pada Penyakit Kardiovaskuler. Jakarta: Perhimpunan

Dokter Spesialis Kardiovaskular Indonesia (PERKI); 2015

51. National Heart, Lung, and Blood Institute (NHLBI). Expert Panel on Integrated Guidelines

for Cardiovascular Health and Risk Reduction in Children and Adolescents. (online) 2012.

Diambil dari: https://www.nhlbi.nih.gov/ files/docs/guidelines/peds_guidelines_full.pdf

Diakses 10 Mei 2019.

52. Irene M, dkk. Hubungan Indeks Massa Tubuh dan Lingkar Pinggang dengan Tekanan

Darah pada Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Sam Ratulangi. 2014;2(2): 1-5.

53. Manungkalit M, et al. Hubungan Lingkar Pinggang dengan Faktor Diabetes Mellitus

(Tekanan Darah, Kadar Gula Darah, dan Indeks Massa Tubuh) pada Usia Dewasa Awal

Di Wilayah Kecamatan Gerih Kabupaten Ngawi. 2015;3(1): 24.

54. Mukiwanti E, et al. Hubungan Rasio Lingkar Pinggang Panggul dan Indeks Massa Tubuh

terhadap Tekanan Darah pada Middle Age di Wilayah Kerja Puskesmas Karangmalang

Kota Semarang. 2017. hal.683-684.

55. Liputo N.I, et al. Hubungan Nilai Antropometri dengan Kadar Glukosa Darah Puasa. 2007.

hal. 23-28.

56. Septyaningrum N, et al. Lingkar Perut Mempunyai Hubungan Paling Kuat dengan Kadar

Gula Darah. 2014;2(1): 48-58.

57. Winta A.E, et al. Hubungan Kadar Gula Darah dengan Tekanan Darah pada Lansia

Penderita Diabetes Tipe 2. 2018;5(2): 163-171.

Page 32: UNIVERSITAS PANCASILA FAKULTAS FARMASI AGUSTUS 2020sisdam.univpancasila.ac.id/uploads/repository/lampiran/... · 2020. 8. 22. · laporan penelitian korelasi antara obesitas dengan

52

58. Ichsantiarini A.P, Nugroho P. Hubungan Diabetes Mellitus Tipe 2 dengan Kendali

Tekanan Darah pada Pasien Hipertensi Rumah Sakit Dr. Cipto Mangunkusumo (Skripsi).

Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 2013. hal. 5-6.

59. Pradana N. Hubungan antara Lingkar Pinggang dan Rasio Lingkar Pinggang Panggul

dengan Tekanan Darah pada Subjek Usia Dewasa (Skripsi). Surakarta: Fakultas

Kedokteran Universitas Sebelas Maret; 2010. hal. 46.

60. Hilmanto et al. Hubungan Antara Indeks Massa Tubuh dengan Tekanan Darah pada Anak

Remaja Obes dengan Hipertensi [abstrak]. Majalah Unpad 2008;10:4 (Jurnal Bionatura

2008 : 1411–0903).

61. Farabi A.F, et al. Hubungan Kebiasaan Merokok pada Siswa SMKN 1 Padang. 2017;6(2):

430.

62. Pertiwi E.W. Perbedaan Tekanan Darah, Indeks Massa Tubuh dan Kualitas Tidur pada

Mahasiswa Perokok dan Bukan Perokok di Unversitas Muhammadiyah Surakarta

(skripsi). Surakarta: Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Surakarta;

2018. hal. 7-9.

63. Dany, et al. Faktor Risiko Prediabetes: Isolated Impaired Fasting Glucose (i-IFG), Isolated

Impaired Glucose Tolerance (i-IGT) dan Kombinasi IFG-IGT (Analisis Lanjut Riskesdas

2013). 2017;45(2): 114.

64. Fathoni A, et al. Perbedaan Latihan Fisik Jangka Pendek dan Jangka Panjang terhadap

Glukosa Darah pada Penderita Diabetes Mellitus. 2007;6(3): 147.

65. Andriani P, et al. Pengaruh Berolahraga terhadap Tekanan Darah Normal pada Pria

Dewasa yang Rutin dan Tidak Rutin Berolahraga. 2015. hal. 6.

66. Lande Ni Putu G.A, et al. Perbandingan Kadar Glukosa Sebelum dan Sesudah Aktivitas

Fisik Intensitas Berat. 2015;3(1): 22.

67. Harahap, et al. Pengaruh Aktivitas Fisik terhadap Kejadian Hipertensi pada Laki – laki

Dewasa Awal (18-40 tahun)di Wilayah Puskesmas Bromo Medan Tahun 2017. 2017;1(2):

69.

68. Sari N. Pengaruh Merokok terhadap Kadar Glukosa Darah dan Kadar HBA1C pada

Penderita Diabetes Melitus di Rumah Sakit Universitas Sumatera Utara (skripsi). Medan:

Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara; 2017. hal. 7.