UNIVERSITAS INDONESIA PERLINDUNGAN INVESTOR...
Transcript of UNIVERSITAS INDONESIA PERLINDUNGAN INVESTOR...
UNIVERSITAS INDONESIA
PERLINDUNGAN INVESTOR PEMEGANG OBLIGASI DALAM
KEPAILITAN EMITEN : STUDI KASUS PT. INFOASIA TEKNOLOGI
GLOBAL Tbk
SKRIPSI
DURMA JAYA 0706277390
FAKULTAS HUKUM PROGRAM STUDI ILMU HUKUM
DEPOK 2011
Perlindungan investor..., Durma Jaya, FH UI, 2011.
i
UNIVERSITAS INDONESIA
PERLINDUNGAN INVESTOR PEMEGANG OBLIGASI DALAM
KEPAILITAN EMITEN : STUDI KASUS PT. INFOASIA TEKNOLOGI
GLOBAL Tbk
SKRIPSI
Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Hukum
Durma Jaya 0706277390
FAKULTAS HUKUM PROGRAM STUDI ILMU HUKUM
DEPOK 2011
Perlindungan investor..., Durma Jaya, FH UI, 2011.
Perlindungan investor..., Durma Jaya, FH UI, 2011.
Perlindungan investor..., Durma Jaya, FH UI, 2011.
iv
KATA PENGANTAR
Puji syukur saya panjatkan kepada Allah SWT, karena atas berkat dan rahmat-Nya, saya
dapat menyelesaikan skripsi ini. Penulisan skripsi ini tentu tidak terlepas dari dukungan
berbagai pihak yang menunjang saya mulai dari masa perkuliahan hingga pada penyusunan
skripsi ini. Oleh karena itu, saya mengucapkan terima kasih kepada:
1. Orang tua dan keluarga sya yang telah memberikan bantuan dukungan material dan
moral. Terutama bagi ibunda saya tercinta, yang selalu dengan kehangatan dan
kesabaran memberikan saya dukungan tiada henti demi memberikan saya dorongan
untuk segera menyelesaikan skripsi saya dengan baik;
2. Bpk. Arman Nefi S.H., M.M., selaku dosen pembimbing yang telah menyediakan
waktu, tenaga, dan pikiran untu mengarahkan saya dalam penyusunan skripsi ini.
Penyusunan skripsi saya ini tentu sangat ditunjang atas segala jasa Bapak yang selalu
dengan sabar dan ikhlas memberikan bimbingan kepada saya dan rekan-rekan
bimbingan lain. Sekali lagi, terima kasih, Pak;
3. Ibu Sri Laksmita, selaku dosen Pembimbing Akademik saya yang selama 4 tahun ini
telah memberikan pengarahan dan dukungan terhadap kelancaran perkuliahan saya;
4. Seluruh Dosen Pengajar di Fakultas Hukum Universitas Indonesia yang telah banyak
membagikan ilmu-ilmunya yang berharga selama saya menimba ilmu di FHUI;
5. Sari Isrianti Putri, selaku partner spesial dalam kehidupan saya, yang dengan banyak
bantuan, dorongan, serta semangat kepada saya selama ini, baik dalam keseharian
maupun yang berkaitan dengan penulisan skripsi ini;
6. Sahabat-sahabat saya, Mizano Justitiano, yakni : Bayu Aji Saputro, Bagus Satrio
Lestanto, Randi Ikhlas Sardoni, Rizki Hendarmin, Hanifan Ahda Tarmizi, Fajar
Nurrahman, Ardyan Winanshah, Candra Adiguna, Fernandez, Riani Atika Nanda
Lubis, Raissa Almira Pradipta, Ramadyani Prabawitri, dan Syavirra, yang selalu
mengisi hari-hari saya dengan candaan yang meringankan beban pikiran saya;
7. Teman-teman “Fusal Ceria”, yakni: Try Indriadi, Abirul Trison, Muhammad Rohli,
Tantyo Prabowo, Muhammad Syahrir, Bagus Satrio Lestanto, Bayu Aji Saputro,
Fahrurozi, Leonard P.S.S., Rian Hidayat, Ibnu Danisworo, Hari Prasetyo, Rio
Panggabumi, Batara Parlindungan, Rony Ansyari, Brian Stevanno, Ilman Hadi,
Agantara Juanda, Dhief Fadillah, Alexis Bramanthya, dan sebagainya, yang selalu
menjadi penghibur di kala senggang penulisan skripsi ini dengan bermain futsal
bersama.
8. Rekan-rekan Fakultas Hukum Universitas Indonesia, terutama rekan-rekan FHUI
2007 yang saya banggakan dan akan selalu saya rindukan;
9. Seluruh staff pegawai Fakultas Hukum Universitas Indonesia, yang baik secara
langsung maupun tidak langsung, turut membantu perkuliahan saya selama berkuliah
di Fakultas Hukum Universitas Indonesia;
10. Pegawai Perpustakaan Fakultas Hukum Universitas Indonesia yang di tengah
kesulitan masa transisi perpustakaan, tetap memberikan saya keleluasaan untuk
meminjam dan mencari bahan bacaan untuk menunjang penulisan skripsi saya.
Perlindungan investor..., Durma Jaya, FH UI, 2011.
v
11. Pak Sarjono yang telah banyak membantu saya selama penulisan skripsi saya terkait
dengan administrasi program kekhususan, bimbingan skripsi, hingga masa siding
12. Pak Selam yang telah membantu saya selama saya kuliah terkait dengan administrasi
dan pengurusan surat-surat.
13. Pihak-pihak yang tidak dapat saya sebutkan di sini yang turut membantu penulisan
skripsi saya.
Akhir kata, saya berharap Allah SWT berkenan membalas segala kebaikan semua pihak yang
telah membantu. Semoga skripsi ini membawa manfaat bagi pengembangan ilmu.
Depok, 14 Juni 2011
Durma Jaya
Perlindungan investor..., Durma Jaya, FH UI, 2011.
Perlindungan investor..., Durma Jaya, FH UI, 2011.
Universitas Indonesia
vii
ABSTRAK
Nama : Durma Jaya
Program Studi : Ilmu Hukum
Judul : Perlindungan Investor Pemegang Obligasi dalam Kepailitan Emiten:
Studi Kasus PT. Infoasia Teknologi Global Tbk
Dalam hukum di Bidang Pasar Modal di Indonesia, pihak Emiten harus berbentuk Badan
Hukum. Sebagai Badan Hukum, Emiten dapat saja dipailitkan apabila pihak Emiten tersebut
memenuhi persyaratan pailit sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 37 Tahun
2004 tentang Kepailitan. Dalam hubungan hukum utang-piutang tersebut, maka emiten
berkedudukan sebagai debitur bagi investor pemegang obligasi, sedangkan investor
pemegang obligasi berkedudukan sebagai kreditur bagi emiten. Isu perlindungan investor
pemegang obligasi tentu menjadi pusat perhatian bagi pemegang obligasi yang emitennya
mengalami kepailitan. Wali Amanat dan Bapepam LK merupakan dua pihak yang berperan
utama dalam pelaksanaan perlindungan investor pemegang obligasi dalam hal terjadinya
kepailitan emiten terkait denan fungsinya masing-masing di Pasar Modal. Aspek
perlindungan hukum pemegang obligasi sebagai kreditur dalam kepailitan emiten dapat
digolongkan dalam dua pembagian, yakni aspek perlindungan hukum pemegang obligasi
pada saat permohonan pailit emiten, dan aspek perlindungan hukum pemegang obligasi
setelah putusan pailit diputuskan oleh hakim.
Kata kunci:
Kepailitan Emiten, Peranan Wali Amanat, Peranan Bapepam LK, Perlindungan Investor
Pemegang Obligasi,
Perlindungan investor..., Durma Jaya, FH UI, 2011.
Universitas Indonesia
viii
ABSTRACT
Name : Durma Jaya
Study Program : Law
Title : The Protection of Bond Holders in Bond Issuer Bankruptcy: Case
Study PT. Infoasia Teknologi Global Tbk.
Based on capital market law in Indonesia, Bond Issuer must in the form of Legal Entity. As a
Legal Entity, Issuer is possibly bankrupted if Issuer fullfils requierements of bankrupt which
is ruled in Law Number 37 Year 2004 about Bankruptcy. In the concept of legal relation of
debts and credits, Bond Issuer is considered as a debitor for the Bond Holder. Meanwhile a
Bond Holder acts as a creditor for Bond Issuer. According to that description, Bond Holder
has a unique position compared to other creditors. Protection of Bond Holders becomes a
center attention of Bond Holders, who their Bond Issuer has bankrupted. Wali Amanat
(Trustee) and Bapepam LK are two main parties in enforcement of Bond Holders protection
in Bond Issuer bankruptcy. Wali Amanat (Trustee) has a role as a party who acts to represent
interest of Bond Holders, involving acts to represent Bond Holders in Bond Issuer
bankruptcy. Meanwhile Bapepam LK acts as supervisor and law enforcer in Capital Market
consisting of giving protection to Bond Holders in Bond Issuer Bankruptcy. Legal Aspects of
Protection for Bond Holders as a creditor in Bond Issuer bankruptcy can be categorized in
two categories. There are: Legal Aspect of protection for Bond Holders in the appeal for
bankruptcy process; and Legal Aspect of protection for Bond Holders after Bankruptcy
judgement have been decided by Judge in Commercial Court.
Key Words:
Bond Issuer Bankruptcy, Act of Wali Amanat, Act of Bapepam LK, Bond Holder Protection
Perlindungan investor..., Durma Jaya, FH UI, 2011.
Universitas Indonesia
ix
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ....................................................................................................................i
LEMBAR PERNYATAAN ORISINALITAS ............................................................................ ii
LEMBAR PENGESAHAN ....................................................................................................... iii
KATA PENGANTAR................................................................................................................ iv
LEMBAR PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH .................................................... vi
ABSTRAK................................................................................................................................vii
ABSTRACT ........................................................................................................................... viii
DAFTAR ISI ............................................................................................................................. ix
DAFTAR BAGAN .................................................................................................................... xi
BAB I: PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Penulisan ........................................................................................................ 1
1.2 Perumusan Masalah ................................................................................................................ 5
1.3 Tujuan Penulisan ...................................................................................................................... 6
1.4 Metode Penelitian ..................................................................................................................... 6
1.5 Definisi Operasional ................................................................................................................ 7
1.6 Sistematika Penulisan .............................................................................................................. 9
BAB 2 : ASPEK HUKUM KEPAILITAN EMITEN YANG MENGELUARKAN
OBLIGASI
2.1 Pengertian Emiten yang Mengeluarkan Obligasi ................................................................. 12
2.2 Jenis-Jenis Obligasi yang Dapat Dikeluarkan Emiten ........................................................... 17
2.3 Konsep Umum Kepailitan Emiten yang Mengeluarkan Obligasi ....................................... 25
2.3.1 Pengertian Pailit dan Kepailitan ................................................................................... 25
2.3.2 Asas-Asas dalam Kepailitan ........................................................................................ 28
2.3.3 Syarat-syarat Kepailitan ................................................................................................ 30
2.3.4 Pihak-Pihak yang Dapat Dinyatakan Pailit ................................................................... 34
2.3.5 Hubungan Obligasi dengan Kepailitan Emiten .............................................................. 35
BAB 3 : PERAN DAN TANGGUNG JAWAB WALI AMANAT DAN BAPEPAM LK
DI PASAR MODAL SERTA KEDUDUKANNYA DALAM KEPAILITAN EMITEN
YANG MENGELUARKAN OBLIGASI
3.1 Peran dan Tanggung Jawab Wali Amanat di Pasar Modal serta
Kedudukannya dalam Kepailitan Emiten yang Mengeluarkan
Obligasi ................................................................................................................................... 39
3.1.1 Tinjauan Umum Wali Amanat dalam Perdagangan Obligasi ........................................ 39
3.1.2 Kewajiban, Tugas dan Larangan-Larangan bagi Wali Amanat
dalam Perdagangan Obligas ......................................................................................... 35
3.1.3 Kedudukan Wali Amanat dalam kepailitan Emiten yang
Mengeluarkan Obligasi ......................................................................................... 53
3.2 Peran dan Tanggung Jawab Bapepam LK di Pasar Modal serta
Kedudukannya dalam Kepailitan Emiten yang Mengeluarkan Obligasi ............................ 60
3.2.1 Tinjauan Umum Tugas dan Wewenang Bapepam LK di Pasar Modal ..................... 60
Perlindungan investor..., Durma Jaya, FH UI, 2011.
Universitas Indonesia
x
3.2.2 Kedudukan Bapepam LK dalam hal Terjadinya Kepalitan
Emiten yang Mengeluarkan Obligasi .......................................................................... 62
BAB 4 : ASPEK HUKUM PERLINDUNGAN INVESTOR PEMEGANG OBLIGASI
DALAM KEPAILITAN EMITEN
4.1 Kedudukan Investor dalam Proses Kepailitan Emiten yang Mengeluarkan
Obligasi di Pasar Modal ......................................................................................................... 67
4.1.1 Kedudukan Investor dengan Emiten ............................................................................ 68
4.1.2 Kedudukan Investor dengan Kreditur-Kreditur Lain ................................................. 73
4.1.3 Rapat Umum Pemegang Obligasi (RUPO) ................................................................... 82
4.2 Aspek Hukum Keterbukaan Informasi mengenai Permohonan Pailit Emiten
yang Mengeluarkan Obligasi sebagai Penerapan Peraturan Hukum Kepailitan dan
Pasar Modal serta Penerapan Prinsip Good Corporate Governance .................................. 86
4.3 Aspek Hukum Perlindungan Kepentingan Investor Pemegang Obligasi dengan
Proses Kepailitan Emiten yang Mengeluarkan Obligasi di Pasar Modal ........................... 94
4.3.1 Aspek Hukum Perlindungan Kepentingan Investor Pemegang Obligasi
dalam Proses Permohonan Pailit .................................................................................. 95
4.3.3 Aspek Hukum Perlindungan Kepentingan Investor Pemegang Obligasi
setelah Emiten yang Mengeluarkan Obligasi Dinyatakan Pailit oleh Hakim ............... 107
4.4 Analisa Kasus Perlindungan Investor Pemegang Obligasi dalam Kepailitan
PT. Infoasia Teknologi Global ............................................................................................. 125
4.4.1 Kasus Posisi ................................................................................................................ 126
4.4.2Analisis .......................................................................................................................... 133
BAB 5 : PENUTUP
4.1 Kesimpulan ......................................................................................................................... 141
4.2 Saran..................................................................................................................................... 143
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................................ 145
Perlindungan investor..., Durma Jaya, FH UI, 2011.
Universitas Indonesia
xi
DAFTAR BAGAN
BAGAN 1 : Hubungan Hukum antara Emiten, Wali Amanat, dan Pemegang Obligasi..........55
BAGAN 2 : Bagan Perdagangan Obligasi................................................................................70
Perlindungan investor..., Durma Jaya, FH UI, 2011.
1
Universitas Indonesia
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Permasalahan
Pasca pemerintahan Orde Lama pada akhir tahun 1960-an, telah dimulai
pergerakan perekonomian yang lebih sistematis dan terencana yang digalang
pemerintah. Akan tetapi mengingat masa sulit perekonomian Indonesia pada masa
itu yang tengah terpuruk, dibutuhkan sejumlah dana segar yang sangat besar
jumlahnya untuk mengakselerasikan gerakan pembangunan. Upaya konkret yang
dilakukan pemerintah pada masa itu yang ditempuh adalah melalui upaya
peminjaman dana dari sejumlah negara donor seperti negara-negara eropa yang
tergabung dalam Inter-Governmental Group on Indonesia (IGGI)(kemudian
Consultative Group Indonesia atau CGI), Jepang, dan Amerika Serikat1. Akan
tetapi inovasi pemerintah dalam memperoleh dana tidak terhenti pada upaya
mencari pinjaman asing semata. Pemerintah pada masa itu menyadari akan makna
pentingnya untuk turut pula menghimpun dana dari publik di Indonesia. Hal ini
merupakan rencana yang strategis mengingat banyaknya jumlah penduduk di
Indonesia. Penghimpunan dan penggunaan dana dari publik ini juga bertujuan
guna mengoptimalkan dana masyarakat untuk pembangunan. Atas upaya ini
munculah gagasan pembentukan pasar modal di Indonesia.
Sejarah pembentukan pasar modal di Indonesia bermula pada zaman VOC2
yang berlanjut hingga pada masa Indonesia modern3. Akan tetapi pada masa
pergolakan perjuangan kemerdekaan hingga diperolehnya kemerdekaan,
penyelenggaraan pasar modal tidak terlaksana. Baru pada tahun 1977 baru dibuka
1 M. Irsan Nasarudin, Indra Surya , dan Arman Nefi, Aspek Hukum Pasar Modal Indonesia, cet. 6, (Jakarta: Kencana, 2010) hal 1
2 Merupakan singkatan dari Vereenigde Oostindische Compagnie atau dalam terjemahan tidak resminya berarti Perusahaan Perserikatan Hindia Timur.
3 Ibid
Perlindungan investor..., Durma Jaya, FH UI, 2011.
2
Universitas Indonesia
kembali setelah rancangan orde pembangunan4. Dan semenjak saat itu pasar
modal di Indonesia terus berkembang hingga pada masa puncaknya pada awal
tahun 1990-an5, walaupun pada akhirnya mengalami pergolakan pada akhir
dekade tahun 1990-an akibat adanya gejolak krisis moneter yang menimpa
Indonesia. Akan tetapi, pemerintah tidak tinggal diam. Keseriusan
mengembangkan potensi dana masyarakat melalui pasar modal terus ditingkatkan.
Keseriusan ini tampak dalam perumusan Garis Besar Haluan Negara (1999-2004)
yang mengamanatkan kepada penyelenggara negara untuk mengembangkan pasar
modal yang sehat, transparan, dan efesien6. Akhirnya memasuki pertengahan
dekade tahun 2000-an pasar modal di Indonesia mulai bangkit dalam turut
membantu proses pembangunan.
Secara sederhana penyelenggaraan pasar modal tentu tidak jauh berbeda
dengan konsep umum pasar pada umumnya, yakni sarana yang mempertemukan
aktivitas pembeli dan penjual. Pasar modal mempertemukan pemilik dana
(supplier of fund) dengan pengguna dana (user of fund) untuk tujuan investasi
jangka menengah dan jangka panjang7. Objek yang diperdagangkan di pasar
modal adalah efek, baik efek bersifat penyertaan, efek bersifat utang, instrumen
efek lain, dan instrumen derivatifnya.
Akhir-akhir ini sejak akhir dekade tahun 2000-an, pasar modal di Indonesia
mulai berkembang pesat. Hal ini ditandai dengan pecahnya rekor Indeks Harga
Saham Gabungan (IHSG) ke level 3.643, 491 pada 25 Oktober 20108. Selain efek
berupa saham tersebut, instrumen pasar modal yang memiliki daya pikat bagi
investor adalah instrumen efek bersifat utang, yakni Obligasi.
4 Ibid, hal 2
5 Ibid
6 Garis Besar Haluan Negara (GBHN) Republik Indonesia tahun 1999-2004, Bab IV bagian B angka 8.
7 M. Irsan Nasarudin, Indra Surya , dan Arman Nefi, op.cit,hal 10
8 http://bisniskeuangan.kompas.com/read/2010/10/25/16165910/IHSG.Ciptakan.Rekor. Baru, dipublikasikan pada website kompas.com pada tanggal 25 Oktober 2010, diunduh pada tanggal 25 Januari 2011.
Perlindungan investor..., Durma Jaya, FH UI, 2011.
3
Universitas Indonesia
Dewasa ini, obligasi mengalami perkembangan yang berarti sebagai
instrumen keuangan. Hal ini dipengaruhi perkembangan peminjaman kredit di
perbankan yang semakin ketat. Perkembangan ini juga turut menyebabkan banyak
pihak perusahaan yang melirik instrumen pendanaan lain. Sebagai imbal balik,
perusahaan akan memberikan tingkat bunga atau kupon yang akan dibayarkan 6
bulanan atau tahunan9. Di sisi lain obligasi juga memiliki daya tarik tersendiri
bagi para investor sebab menjanjikan sejumlah keuntungan bagi investor.
Keuntungan yang dapat diperoleh dari Investasi adalah perolehan keuntungan dari
bunga atau kupon dan kemungkinan adanya capital gain10.
Akan tetapi, berinvestasi Obligasi di Pasar Modal juga memiliki risiko
karena Emiten dapat saja gagal bayar atas kewajibannya kepada pemegang
obligasi (default). Gagal bayar yang dapat terjadi antara lain mencakup gagal
bayar atas pokok pinjaman dalam obligasi, gagal bayar atas bunga/kupon, ataupun
gagal bayar atas pokok pinjaman dan bunga. Untuk melindungi investor dari
risiko gagal bayar ini, dalam proses penerbitan obligasi, penerbit obligasi juga
diwajibkan melibatkan pihak ketiga, yakni wali amanat, yang berfungsi mewakili
kepentingan investor11. Beberapa aspek menyangkut kegiatan Wali Amanat di
pasar modal, diantaranya mencakup penyusunan kontrak perwaliamanatan dengan
Emiten, monitoring Emiten atas pemenuhan kewajiban-kewajibannya dan
ketentuan lain dalam kontrak perwaliamanatan, penyampaian laporan dan
keterbukaan informasi, penyelenggaraan Rapat Umum Pemegang Obligasi
(RUPO) , serta pelaksanaan keputusan RUPO12.
Dalam pengaturan dan teori hukum yang berkembang, investor pemegang
obligasi memiliki kedudukan yang lebih diutamakan dalam pelunasan kewajiban
9 Adrian Setiadi, Aspek Hukum Obligasi dan Sukuk, (Jakarta : Sina Grafika, 2009) hal. iv
10 Sawidji Widiatmodjo, Cara Cepat Memulai Iinvestasi Saham, cet. 8, (Jakarta: Elex Media Computindo, 2008), hal. 55
11 Adrian Setiadi, op. cit.
12 Tim Studi Perwaliamanatan di Pasar Modal Indonesia, Studi Tentang Perwaliamanatan di Indonesia, (Jakarta: Bapepam LK, 2009), hal ii.
Perlindungan investor..., Durma Jaya, FH UI, 2011.
4
Universitas Indonesia
pembayaran obligasi dari harta Emiten, termasuk dalam hal Emiten pailit.
Meskipun jarang terjadi, Kepailitan Emiten dapat saja terjadi ditengah persaingan
bisnis yang semakin ketat dewasa ini. Terhadap isu ini maka aspek hukum
perlindungan investor pemegang obligasi akan menjadi sorotan utama bagi para
investor dan calon investor pemegang obligasi, sebab aspek ini akan menjadi
acuan utama bagi investor dalam menimbang dan memutuskan untuk melakukan
investasi obligasi di pasar modal.
Masalah perlindungan investor pemegang obligasi dalam hal terjadinya
kepailitan Emiten tidak sesimpel yang dirumuskan sebelumnya. Hal ini
disebabkan banyak aspek yang dapat dikaji terkait isu ini, mengingat investor
obligasi di pasar modal merupakan investor publik dan dalam kepailitan Emiten
pasti juga turut melibatkan kreditur-kreditur Emiten yang lain, Kurator, Hakim
Pengawas, Wali Amanat, Bapepam LK, dan pihak-pihak terkait lainnya. Oleh
karena itu, aspek perlindungan investor pemegang obligasi dalam hal terjadinya
kepailitan Emiten ini akan turut mencakup beberapa isu terkait seperti mekanisme
perlindungan investor pemegang obligasi, kedudukan investor pemegang obligasi
dalam proses kepailitan, prioritas pembayaran utang-pitang antara Emiten dengan
investor pemegang obligasi, dan peranan Wali Amanat dan Bapepam LK dalam
mengakomodir kepentingan investor obligasi.
Adanya pengaturan perlindungan kepentingan investor pemegang obligasi
ketika Emiten dipailitkan, tidak menjamin bahwa investor dan pihak-pihak terkait
akan dapat melaksanakan perlindungan tersebut dengan baik. Hal ini dapat
disebabkan tidak adanya suatu peraturan atau tolok ukur yang secara
komprehensif dan terpadu yang mengakomodir segala aspek terkait dengan
permasalahan ini. Pengaturan akan hal ini masih tersebar ke dalam beberapa
aturan di antaranya adalah Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang
Kepailitan, Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal, dan
peraturan-peraturan terkait lainnya.
Dalam pelaksanaannya, dapat muncul kemungkinan adanya kesalahan
dalam penerapan perlindungan investor pemegang obligasi dalam hal terjadinya
kepailitan Emiten. Hal ini dapat dilakukan baik oleh pihak Emiten, investor itu
Perlindungan investor..., Durma Jaya, FH UI, 2011.
5
Universitas Indonesia
sendiri, wali amanat, Bapepam LK, maupun pihak-pihak terkait lainnya. Sebagai
contoh adanya kesalahan dalam penerapan perlindungan investor pemegang
obligasi ini adalah kasus pengajuan gugatan Bank Mega, selaku wali amanat dari
pemegang obligasi yang dikeluarkan oleh PT. Infoasia Teknologi Global Tbk.,
kepada 2 (dua) penjamin emisi efek Infoasia di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.
Masalahnya adalah bahwa gugatan ini diajukan dalam hal Emiten sudah diputus
pailit oleh Pengadilan Niaga. Akhirnya hakim menolak gugatan tersebut untuk
diproses di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat sebab status Infoasia yang sudah
dalam keadaan pailit13.
Dalam hal terjadinya kesalahan dalam penerapan perlindungan investor
pemegang obligasi dalam hal terjadinya kepailitan Emiten, maka pihak investor
akan menjadi pihak utama yang menderita kerugian atas hal ini. Hal ini secara
luas akan dapat berdampak buruk terhadap perkembangan pasar modal di
Indonesia.
Berdasarkan hal tersebut, tentunya diperlukan suatu pembahasan perihal
tinjauan perlindungan hukum bagi investor pemegang obligasi dalam hal
terjadinya kepailitan Emiten yang mengeluarkan obligasi, baik dari sisi
pengaturannya maupun pelaksanaannya.
1.2. Perumusan Masalah
Bertitik tolak dari latar belakang masalah tersebut, maka dapat dirumuskan
pokok permasalahan yang dibahas dalam penelitian adalah sebagai berikut :
1. Bagaimanakah Aspek Hukum Kepailitan Emiten yang Mengeluarkan
Obligasi Menurut Aturan Hukum yang Berlaku?
2. Bagaiamanakah peran Bapepam LK dan Wali Amanat dalam Proses
Kepailitan Emiten yang Mengeluarkan Obligasi di Pasar Modal?
13 Bataviese, Bank Mega Gugat 2 Penjamin Efek Infoasia, (Artikel, 30 September 2010), http://bataviase.co.id/node/400040, diakses pada tanggal 10 Februari 2011.
Perlindungan investor..., Durma Jaya, FH UI, 2011.
6
Universitas Indonesia
3. Bagaimanakah Perlindungan Kepentingan Investor Pemegang Obligasi
dalam hal terjadinya Kepailitan Emiten yang Mengeluarkan Obligasi, serta
Implementasinya dalam Studi Kasus Kepailitan Emiten Infoasia?
1.3. Tujuan Penelitian
Dari pemaparan mengenai tinjauan yuridis perlindungan hukum investor
pemegang obligasi dalam hal terjadinya pemailitan Emiten yang mengeluarkan
obligasi di Pasar Modal yang diatur berbagai peraturan hukum terkait, maka
penulis mengkaji dan meniliti untuk mengetahui:
1. Aspek hukum kepailitan Emiten yang mengeluarkan obligasi menurut aturan
hukum yang berlaku.
2. Peran Bapepam LK dan Wali Amanat dalam proses kepailitan Emiten yang
mengeluarkan obligasi di Pasar Modal .
3. Aspek hukum perlindungan kepentingan Investor pemegang obligasi dalam
pemailitan Emiten yang mengeluarkan obligasi secara komprehensif.
1.4. Metode Penelitian
Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode
penelitian hukum normatif yang dilakukan dengan menganalisis berbagai
bahan/referensi hukum, baik yang bersifat primer, sekunder maupun tersier.14
Penelitian dilakukan dengan melakukan penelitian kepustakaan (library research),
yaitu dengan cara inventarisasi dan analisis bahan-bahan pustaka yang dijadikan
referensi dalam penelitian ini.
14 Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, “Penelitian Hukum Normatif, Suatu Tinjauan Singkat.” (Jakarta: PT. Rajagrafindo Persada, 1985), hal. 14.
Perlindungan investor..., Durma Jaya, FH UI, 2011.
7
Universitas Indonesia
Adapun bahan-bahan hukum yang dipergunakan untuk memperoleh data
dalam penelitian ini, dikelompokkan dalam 3 (tiga) bagian, yaitu : 15
1. Bahan hukum primer, yaitu bahan hukum yang berupa peraturan-peraturan
perundang-undangan dan produk hukum lainnya yang mengatur tentang hal-
hal yang berkaitan dengan judul penelitian, dalam hal ini bahan hukum primer
yang digunakan sebagi acuan antara lain Undang-Undang Nomor 8 Tahun
1995 tentang Pasar Modal, 37 Tahun 1999 tentang Kepailitan, dan Peraturan
Bapepam LK Nomor X.K.5 tentang tentang Keterbukaan Informasi Bagi
Emiten atau Perusahaan Publik yang Dimohonkan Pailit.
2. Bahan hukum sekunder, yaitu bahan-bahan hukum yang menjelaskan bahan
hukum primer dan isinya tidak mengikat, berupa penjelasan terhadap bahan-
bahan hukum primer, misalnya buku, majalah, dan artikel yang berkaitan
dengan judul penelitian serta pendapat para pakar hukum.
3. Bahan hukum tersier, yaitu bahan yang sifatnya pelengkap dari bahan hukum
primer dan bahan hukum sekunder, seperti kamus Bahasa Indonesia, Kamus
Pasar Modal, Kamus Hukum, ensiklopedia, dan lain-lain.
1.5. Definisi Operasional
Untuk menghindari terjadinya pengulangan serta perbedaan penafsiran istilah
dalam penelitian ini, maka penulis memberikan definisi operasional untuk
memudahkan pembaca dalam hal memahami istilah-istilah yang dianggap penting
dan sering muncul dalam penelitian ini:
1. Bursa Efek adalah pihak yang menyelenggarakan dan menyediakan sistem
dan atau sarana untuk mempertemukan penawaran jual dan beli efek pihak-
pihak lain dengan tujuan memperdagangkan efek di antara mereka16.
15 Soejono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, Cet. 3, (Jakarta : UI Press, 1986), hal. 52.
16 Ibid, Pasal 1 angka 4
Perlindungan investor..., Durma Jaya, FH UI, 2011.
8
Universitas Indonesia
2. Debitur adalah orang yang mempunyai utang karena perjanjian atau undang-
undang yang pelunasannya dapat ditagih di muka pengadilan17.
3. Debitur Pailit adalah debitor yang sudah dinyatakan pailit dengan putusan
Pengadilan18.
4. Emiten adalah pihak yang melakukan penawaran umum19 dalam rangka
menjaring dana bagi kegiatan usaha perusahaan atau pengembangan usaha
perusahaan20.
5. Hakim Pengawas adalah hakim yang ditunjuk oleh Pengadilan dalam putusan
pailit atau putusan penundaan kewajiban pembayaran utang21.
6. Investor Pemegang Obligasi adalah Penanam Modal yang memiliki efek
bersifat utang berupa obligasi yang dikeluarkan oleh perusahaan yang
melakukan penawaran umum obligasi di pasar modal.
7. Kepailitan adalah sita umum atas semua kekayaan Debitor Pailit yang
pengurusan dan pemberesannya dilakukan oleh Kurator di bawah pengawasan
Hakim Pengawas sebagaimana diatur dalam Undang-Undang ini22
8. Kreditur adalah orang yang mempunyai piutang karena perjanjian atau
Undang-Undang yang dapat ditagih di muka pengadilan23.
9. Kurator adalah Balai Harta Peninggalan atau orang perseorangan yang
diangkat oleh Pengadilan untuk mengurus dan membereskan harta Debitor
17 Ibid, Pasal 1 angka 3
18 Ibid, Pasal 1 angka 4
19 Indonesia, Undang-Undang tentang Pasar Modal, Nomor 8 Tahun 1995, LN. No. 64 Tahun 1995, TLN. 3608, Pasal 1 angka 6
20 M. Irsan Nasarudin, Indra Surya , dan Arman Nefi., op.cit, hal 51
21 Indonesia, Undang-Undang tentang Pasar Modal, Nomor 8 Tahun 1995, LN. No. 64 Tahun 1995, TLN. 3608,, Pasal 1 angka 8
22 Indonesia, Undang-Undang tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang, Nomor 37 Tahun 2004, LN. No 31 Tahun 2004, TLN. 4443, Pasal 1 angka 1.
23 Ibid, Pasal 1 angka 2
Perlindungan investor..., Durma Jaya, FH UI, 2011.
9
Universitas Indonesia
Pailit di bawah pengawasan Hakim Pengawas sesuai dengan Undang-Undang
ini24.
10. Obligasi adalah efek bersifat utang berupa bukti pengakuan berutang dari
perusahaan25.
11. Pailit adalah adalah suatu keadaan ketika debitor mempunyai dua utang atau
lebih kreditur dan tidak membayar lunas sedikitnya satu utang yang telah jatuh
waktu dan dapat ditagih yang dinyatakan melalui putusan pengadilan yang
berwenang26
12. Pasar Modal adalah pasar yang memperjualbelikan berbagai instrumen
keuangan (sekuritas) jangka panjang, baik dalam bentuk utang maupun modal
sendiri yang diterbitkan oleh perusahaan swasta27.
13. Utang adalah kewajiban yang dinyatakan atau dapat dinyatakan dalam jumlah
uang baik dalam mata uang Indonesia maupun mata uang asing, baik secara
langsung maupun yang akan timbul di kemudian hari atau kontinjen, yang
timbul karena perjanjian atau undang-undang dan yang wajib dipenuhi oleh
Debitor dan bila tidak dipenuhi memberi hak kepada Kreditur untuk mendapat
pemenuhannya dari harta kekayaan Debitor28
14. Wali Amanat adalah pihak yang mewakili pemegang efek bersifat utang29
1.8 Sistematika Penulisan
24 Ibid, Pasal 1 angka 5
25 M. Irsan Nasarudin, Indra Surya , dan Arman Nefi., op. cit, hal. 182
26 Indonesia, loc. cit., Pasal 2 ayat (1)
27 M, Irsan Nasarudin, et. al., op.cit. hal. 13.
28Indonesia, loc. cit.,Pasal 1 angka 6
29 29 Indonesia, Undang-Undang tentang Pasar Modal, Nomor 8 Tahun 1995, LN. No. 64 Tahun 1995, TLN. 3608, Pasal 1 angka 30
Perlindungan investor..., Durma Jaya, FH UI, 2011.
10
Universitas Indonesia
Untuk memudahkan dan memberi arah dalam penulisan skripsi ini, serta
memberi alur pemikiran yang tersusun secara sistematis, maka penulisan skripsi
ini disusun dengan sistematika sebagai berikut :
BAB I Pendahuluan
Bab ini merupakan bab awal yang akan mendukung bab-bab selanjutnya.
Dimana isi bab ini adalah paparan mengenai latar belakang masalah yang
diangkat dan kemudian ditajamkan dalam bentuk rumusan masalah yang
berbentuk pertanyaan. Selanjutnya dirumuskan tujuan penelitian,
kegunaan penelitian, metode penelitian, batasan penelitaian dan definisi
operasional serta sistematika penulisan.
BAB II Aspek Kepailitan Emiten yang Mengeluarkan Obligasi
Dalam bab ini penulis akan memaparkan aspek hukum terkait kepailitan
Emiten yang mengeluarkan obligasi. Selanjutnya penulis akan memberi
pemaparan dimulai dari pengertian dari Emiten yang mengeluarkan
obligasi itu sendiri, dan pemaparan seputar konsep umum kepailitan dan
implementasinya bila diterapkan kepada perusahaan yang berkedudukan
sebagai Emiten yang mengeluarkan obligasi
BAB III Peran dan Tanggung Jawab Wali Amanat dan Bapepam LK di
Pasar Modal serta Kedudukannya dalam Kepailitan Emiten yang
Mengeluarkan Obligasi
Setelah kita memahami mengenai aspek hukum terkait kepailitan Emiten
secara umum, Penulis dalam bab ini akan memaparkan mengenai
kedudukan serta peran pihak-pihak vital terkait dengan kedudukan Emiten
yang mengeluarkan obligasi di pasar modal, yakni Wali Amanat dan
Bapepam LK selaku otoritas pasar modal, dan Bursa Efek selaku otoritas
bursa, baik dalam konteks perdagangan obligasi di pasar modal maupun
dalam hal Emiten yang mengeluarkan obligasi tersebut mengalami
kepailitan.
Perlindungan investor..., Durma Jaya, FH UI, 2011.
11
Universitas Indonesia
BAB IV Aspek Hukum Perlindungan Kepentingan Investor Pemegang
Obligasi dalam Kepailitan Emiten yang Mengeluarkan Obligasi di Pasar
Modal
Dalam bab ini selanjutnya penulis memaparkan aspek-aspek penting
terkait dengan perlindungan kepentingan investor pemengang obligasi
dalam kepailitan Emiten yang mengeluarkan obligasi di pasar modal.
Selanjutnya permasalahan yang dibahas seputar perlindungan kepentingan
investor pemegan obligasi dalam kepailitan Emiten yang mengeluarkan
obligasi adalah seputar kedudukan investor pemegang obligasi, penerapan
prinsip keterbukaan sebagai implementasi dari good corporate governance
bagi investor pemegang obligasi, dan perihal aspek hukum perlindungan
kepentingan investor pemegang obligasi baik pada saat permohonan pailit
dan juga pada saat jatuhnya putusan pailit Emiten yang mengeluarkan
obligasi. Kemudian pada bagian terakhir bab, akan dibahas pula mengenai
pelaksanaan perlindungan investor pemegang obligasi yang dikeluarkan
oleh Emiten PT. Infoasia Teknologi Global Tbk.
BAB V Penutup
Dalam bab ini, setelah memaparkan seluruh penjelasan yang terkait, maka
penulis akan menyimpulan hasil penelitian dari permasalahan yang
diangkat. Setelah itu akan memasukkan saran atas permasalahan tersebut.
Perlindungan investor..., Durma Jaya, FH UI, 2011.
12
Universitas Indonesia
BAB II
ASPEK HUKUM KEPAILITAN EMITEN YANG MENGELUARKAN
OBLIGASI
2.1 Pengertian Emiten yang Mengeluarkan Obligasi
Dalam arus perkembangan ekonomi yang kian pesat, setiap perusahaan
berlomba-lomba melakukan pengembangan usaha demi mengejar keuntungan
perusahaan yang maksimal. Dalam usaha mengembangkan usaha perusahaan
kerap kali perusahaan mendapat kendala dalam hal permodalan perusahaan.
Untuk mengantisipasi permasalahan ini, perusahaan kerap menjaring dana untuk
pembiayaan perusahaan baik yang bersifat jangka pendek, jangka menengah,
maupun panjang yang disesuaikan dengan kebutuhan perusahaan tersebut.
Dewasa ini, obligasi mengalami perkembangan yang berarti sebagai
instrumen keuangan. Hal ini dipengaruhi perkembangan peminjaman kredit di
perbankan yang semakin ketat. Perkembangan ini juga turut menyebabkan banyak
pihak perusahaan yang melirik instrumen pendanaan lain. Sebagai imbal balik,
perusahaan akan memberikan tingkat bunga atau kupon yang akan dibayarkan 6
bulanan atau tahunan30.
Untuk memperoleh pendanaan yang maksimal melalui obligasi, maka
perusahaan dapat melakukan penawaran umum obligasinya di Pasar Modal.
Dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal, pihak yang
melakukan penawaran umum disebut dengan Emiten31. Sedangkan dalam
Keputusan Menteri Keuangan No. 1548 mendefinisikan Emiten sebagai berikut:
30 Adrian Setiadi, op. cit., hal. iv
31 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal 31 Indonesia, Undang-Undang tentang Pasar Modal, Nomor 8 Tahun 1995, LN. No. 64 Tahun 1995, TLN. 3608, Pasal 1 angka 6
Perlindungan investor..., Durma Jaya, FH UI, 2011.
13
Universitas Indonesia
“Emiten adalah badan hukum yang melakukan emisi atau bermaksud atau telah melakukan emisi32.”
Dari definisi di atas dapat melihat secara lebih sempit lagi bahwa yang
dapat menerbitkan efek (termasuk obligasi) hanyalah badan hukum33. Hal ini
memang sejalan dengan praktek yang lazim dilakukan di Pasar Modal.
Meskipun menurut definisi di atas disebutkan bahwa badan hukum dapat
menerbitkan obligasi, namun tidak semua badan hukum dapat menerbitkan
obligasi. Badan hukum yang dimaksudkan dapat menerbitkan obligasi di Pasar
Modal adalah badan hukum yang didirikan menurut hukum Indonesia34. Selain
itu, ada badan hukum tertentu yang karena sifatnya yang ditentukan oleh undang-
undang tidak dimungkinkan untuk menerbitkan obligasi. Badan hukum tersebut
misalnya adalah Dana Pensiun35.
Badan hukum yang dapat menjadi penerbit obligasi ini dapat
dikelompokkan menjad dua kelompok, yaitu badan hukum publik dan badan
hukum privat36. Penjelasannya adalah sebagai berikut
1. Badan Hukum Publik
Dalam hukum Indonesia badan hukum publik tidak secara khusus
diatur dalam suatu undang-undang. Namun demikian, menurut pendapat
para sarjana pada umumnya diterima bahwa badan-badan yang merupakan
bagian atau cabang dari pemerintah (deel van overheidstaak) merupakan
32 Departemen Keuangan, Keputusan Menkeu tentang Pasar Modal, Kepmen Keuangan No. 1548 , Tahun 1990, Pasal 1 butir 13.
33 Adrian Setiadi, Obligasi dalam Perspektif Hukum Indonesia, (Bandung : Citra Aditya Bakti, 1996), hal. 40
34 Ibid.
35 Dalam Undang-Undang No. 11 tahun 1992 tentang Dana Pensiun disebutkan bahwa dana pensiun merupakan suatu badan hukum (Pasal 1 angka 1). Larangan bagi dana pensiun untuk menerbitkan obligasi dapat dilihat dari ketentuan Pasal 31 ayat (2) undang-undang tersebut, yaitu yang mengatakan bahwa “Dana Pensiun tidak diperkenankan meminjam atau mengagunkan kekayaannya sebagai jaminan atas suatu pinjaman.”
36 Adrian Setiadi¸ op. cit, hal. 41
Perlindungan investor..., Durma Jaya, FH UI, 2011.
14
Universitas Indonesia
badan hukum publik37. Sebagai contoh akan hal ini adalah Pemerintah Pusat
dan Pemerintah Daerah. Dalam ranah hukum publik badan-badan tersebut
merupakan penguasa. Di samping itu badan hukum publik juga dapat
bertindak dalam lapangan keperdataan dan melakukan tindakan-tindakan
keperdataan. Misalnya badan hukum publik melakukan jual-beli atau sewa-
menyewa38.
Dalam kaitannya dengan penerbitan obligasi, dalam hal ini badan
hukum publik dapat menerbitkan obligasi. Salah satu instrumen obligasi
yang telah dikeluarkan oleh pemerintah adalah Surat Utang Negara (SUN),
Sukuk, dan Obligasi Republik Indonesia (ORI).
2. Badan Hukum Privat
Dalam hukum Indonesia dikenal berbagai macam badan hukum
privat. Badan hukum privat pada hakikatnya dapat dikelompokkan menjadi
dua macam, yaitu badan hukum yang bertipe korporasi (corporatietype),
dan badan hukum yang bertipe yayasan (stichtingstype)39. Dalam kelompok
stichtingtype termasuk di dalamnya misalnya adalah yayasan40, dana
pensiun41, dan perkumpulan-perkumpulan lain yang memperoleh status
badan hukum42. Dalam kaitannya dengan Emiten obligasi, badan hukum
37 Ibid.
38 Ibid, hal. 41-42
39Ibid. hal. 42
40 Para sarjana umumnya berpendapat bahwa yayasan bukan merupakan badan hukum. Lihat lebih jauh antara lain Rochmat Sumitro, Hukum Perseroan, Yayasan dan Wakaf, Penerbit Eresco, Bandung, 1993. Namun demikian, ada kemungkinan yayasan memperoleh status badan hukum apabila status tersebut diberikan oleh yang berwenang.
41 Dana Pensiun merupakan badan hukum sebagaimana yang ditentukan dalam Undang-Undang No. 22 Tahun 1992 tentang Dana Pensiun (LN 1992 No. 31) yang dindangkan pada tanggal 20 April 1992.
42 Perkumpulan ini diatur berdasarkan Koninjklijk Besluit v. 28 Maret 1870 (S : 70 – 64) yang sekarang masih berlaku karena tidak ada peraturan yang mencabutnya secara tegas.
Perlindungan investor..., Durma Jaya, FH UI, 2011.
15
Universitas Indonesia
privat yang umumnya mengeluarkan obligasi adalah tipe badan hukum
korporasi.
a. Perseroan Terbatas
Perseroan Terbatas merupakan badan hukum yang merupakan
persekutuan modal, didirikan berdasarkan perjanjian, melakukan
kegiatan usaha dengan modal dasar yang seluruhnya terbagi dalam
saham dan memenuhi persyaratan yang ditetapkan dalam Undang-
Undang ini dan peraturan pelaksanaannya43. Perseroan Terbatas
merupakan badan hukum yang didirikan dengan tujuan untuk mencari
keuntungan (profit oriented)44, dan memiliki kekayaan tersendiri dan
terpisah dari kekayaan pemegang sahamnya45. Dewasa ini hampir
semua obligasi diterbitkan oleh badan hukum perseroan terbatas.
b. Bentuk Usaha Negara
Bentuk-bentuk usaha negara diatur dalam Undang-Undang No.
9 Tahun 1969 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti
Undang-Undang No. 1 Tahun 1969 tentang Bentuk-Bentuk Usaha
Negara menjadi Undang-Undang. Dalam undang-undang tersebut,
bentuk usaha negara dibagi ke dalam tiga bentuk, yakni : Perusahaan
Jawatan (Perjan), Perusahaan Umum (Perum), dan Perusahaan
Perseroan (Persero)46.
Dari bentuk-bentuk badan usaha negara seperti yang
disebutkan di atas, ada dua bentuk badan usaha yang paling terkait
4343 Indonesia, Undang-Undang tentang Perseroan Terbatas, Nomor 40 Tahun 2007, LN.
No.106 Tahun 2007, TLN. 4756, Pasal 1 angka 1.
44 Adrian Setiadi, op. cit. hal 43
45 Ibid
46 Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang No. 1 Tahun 1969 tentang Bentuk-Bentuk Usaha Negara sebagaimana telah ditetapkan dalam Undang-Undang No. 9 Tahun 1969 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang No. 1 Tahun 1969 tentang Bentuk-Bentuk Usaha Negara menjadi Undang-Undang, Pasal 1.
Perlindungan investor..., Durma Jaya, FH UI, 2011.
16
Universitas Indonesia
dengan hubungannya Emiten yang menerbitkan obligasi, bada usaha
tersebut adalah:
b.1. Perusahaan Umum Negara atau disingkat PERUM adalah
perusahaan yang didirkan dengan Undang-Undang No. 19
prp 1960 (LN 1960 tentang Perusahaan Negara)47. Perum
bersifat campuran yaitu sosial dan komersial. Perusahaan
umum sering bertindak sebagai penerbit oligasi. Misalnya
adalah Perum Pegadaian yang menerbitkan Obligasi pada
tahun 199448.
b.2. Perusahaan Perseroan atau disingkat PERSERO
(Public/State Company) adalah perusahaan yang didirikan
bedasarkan ketentuan Kitab Undang-Undang Hukum
dagang (Stb. 1847 : 23) sebagaimana telah beberapa kali
diubah dan ditambah49, baik yang saham-sahamnya untuk
sebagian maupun seluruhnya dimiliki oleh negara50.
Dewasa ini penerbitan obligasi oleh bentuk usaha negara
paling didominasi oleh Persero. Contohnya adalah obligasi
yang diterbitkan oleh PT. Perusahaan Listrik Negara
(Persero), PT. Bank Tabungan Negara (Persero) dan masih
banyak lagi yang lainnya.
c. Koperasi
Koperasi diatur dalam Undang-Undang No. 12 Tahun 1967
tentang Pokok-Pokok Perkoperasian jo. Undang-Undang No. 25 Tahun
47 Ibid, Pasal 2 ayat (1)
48 Adrian Setiadi, op. cit. hal 45
49 Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang No. 1 Tahun 1969 tentang Bentuk-Bentuk Usaha Negara sebagaimana telah ditetapkan dalam Undang-Undang No. 9 Tahun 1969 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang No. 1 Tahun 1969 tentang Bentuk-Bentuk Usaha Negara menjadi Undang-Undang, Pasal 2 ayat (3)
50Adrian Setiadi, op. cit. hal 45
Perlindungan investor..., Durma Jaya, FH UI, 2011.
17
Universitas Indonesia
1992 tentang Perkoperasian. Koperasi ini merupakan badan hukum
yang anggotanya terdiri dari orang-orang atau badan hukum.51 Dalam
hal ini dapat dikatakan bahwa koperasi merupakan asosiasi orang
(personen assosiatie) dan berbeda dengan perseroan terbatas yang
merupakan asosiasi modal.
Dalam kaitannya dengan penerbitan obligasi, koperasi memang
dimungkinkan sebagai Emiten obligasi. Tetapi sampai sekarang belum
pernah ada koperasi yang mengeluarkan obligasi di pasar modal52.
Kondisi demikian kemungkinan disebabkan koperasi khususnya
Koperasi Simpan Pinjam (KSP) masih memiliki likuiditas yang baik53.
2.2 Jenis-Jenis Obligasi yang Dapat Dikeluarkan oleh Emiten
Kata Obligasi berasal dari bahasa Belanda, yaitu “Obligatie” atau
“Verplitching” atau “Obligaat” , yang berarti kewajiban yang tak dapat
ditanggalkan, atau surat utang suatu pinjaman daerah atau perseroan dengan
bunga tetap untuk si pemegang54.
Sementara itu, Wirjono Prodjodikoro juga turut menyebutkan bahwa
obligasi merupakan “tanda bahwa seorang turut serta dalam meminjamkan uang
kepada perseroan bersama-sama lain-lain orang secara menerima tanda piutang
51 Ibid, hal. 45
52 Ibid.
53 http://suaramerdeka.com/v1/index.php/read/cetak/2009/03/16/56126/Koperasi. Boleh.Terbitkan.Obligasi, diakses pada tanggal 22 februari 2011
54 H. Heru Soepraptomo, “Segi-Segi Hukum Obligasi”, Jurnal Hukum Bisnis Vol. 23 No. 1, 2004, hlm. 45, mengutip Mr. N. E. Algra, et.al., Kamus Istilah Hukum Foeckma Andreae (Jakarta: Binacipta, 1983).
Perlindungan investor..., Durma Jaya, FH UI, 2011.
18
Universitas Indonesia
dari perseroan”55. Berdasarkan uraian tersebut maka dapat kita simpulkan bahwa
hubungan dasar antara penerbit dan pemegang obligasi adalah utang-piutang.
Obligasi merupakan instrumen utang yang lazim diperdagangkan di pasar
modal. Dulu ketika bursa masih terbagi atas dua tempat, yakni di Jakarta dan
Surabaya, Obligasi diperdagangkan di Bursa Efek Surabaya56. Akan tetapi
sekaranmg telah melebur menjadi satu di Bursa Efek Indonesia yang
berkedududukan di Jakarta. Obligasi dapat dibedakan dalam beberapa jenis,
bergantung pada sudut mana kita melihatnya. Berikut uraiannya:
1. Jenis Obligasi Berdasarkan Cara Pengalihannya
a. Obligasi Atas Unjuk
Obligasi atas unjuk ini memiliki ciri-ciri antara lain57:
1) Nama Pemilik tidak tercantum dalam sertifikat obligasi
2) Setiap sertifikat obligasi disertai dengan kupon bunga yang dilepaskan
setiap pembayaran bunga dilakukan
3) Sangat mudah untuk dialihkan
4) Kertas sertifikat obligasi dibuat dari bahan berkulitas tinggi seperti
bahan pembuat uang
5) Bunga dan pokok obligasi hanya dibayarkan kepada orang yuang dapat
menunjukan bunga dan sertifikat obligasi
6) Kupon bunga dan sertifikat obliasi yang hilang tidak dapat dimintakan
penggantian.
b. Obligasi Atas Nama
55 Wirjono Podjodikoro, Hukum Perkumpulan, Perseroan dan Koperasi, (Jakarta : Pradnya Paramita, 1985), hal. 70
56 M. Irsan Nasarudin, Indra Surya, dan Arman Nefi, op. cit., hal 182
57 Ibid, hal 183
Perlindungan investor..., Durma Jaya, FH UI, 2011.
19
Universitas Indonesia
Untuk obligasi atas nama merupakan obligasi yang mencantumkan nama
pemegangnya pada sertifikat obligasi yang bersangkutan58. Obligasi atas
nama dapat dibedakan menjadi59:
1) Obigasi atas nama untuk pokok pinjaman; pada obligasi ini nama
pemilik tercantum dalam sertifikat obligasi dan kupon bunga yang
dilekatkan padanya
2) Obligasi atas nama untuk bunga; pada obligasi ini nama pemilik tidak
teracantum dalam sertifikat obligasi tetapi nama dan alamat pemilik
dicatat di perusahaan penerbit untuk memudahkan dalam pengiriman
bunga.
3) Obligasi atas nama untuk pokok pinjaman dan bunga pada obligasi ini
nama pemilik tercantum dalam sertifikat obligasi akan tetapi tidak
pada kupon bunga; pembayaran pokok dan bunga langsung
disampaikan kepada pemilik yang namanya tercantum pada
perusahaan penerbit.
2. Jenis Obligasi Berdasarkan Jaminan
Jenis obligasi berdasarkan jaminan terbagi atas dua macam, yaitu Obligasi
dengan Jaminan dan Obligasi Tanpa Jaminan. Penjelasannya adalah sebagai
berikut:
a. Obligasi dengan Jaminan (Secured Bond)
Obligasi jenis ini merupakan obligasi yang dijamin dengan kekayaan
tertentu dari penerbitnya atau dengan jaminan lain dari pihak ketiga.
Dalam kelompok ini termasuk di dalamnya adalah:
1) Guaranteed Bond
Obligasi ini merupakan obligasi yang pelunasan bunga dan pokoknya
dijamin dengan penanggungan atau borgtoch dari pihak ketiga60.
58 Adrian Setiadi, op. cit. hal. 33
59 Ibid.
Perlindungan investor..., Durma Jaya, FH UI, 2011.
20
Universitas Indonesia
Dengan demikian apabila perusahaan penerbit obligasi tidak memenuhi
kewajibannya untuk membayar hutang pokok maupun bunganya, maka
perusahaan penanggunglah yang akan memenuhi kewajibannya61.
2) Mortgage Bond
Obligasi ini merupakan obligasi yang pelunasan bunga dan pokoknya
dijamin dengan agunan hipotik62 atas properti atau aktiva tetap.
Obligasi hipotik pertama (the first–mortgage bonds)
mendapat kesempatan utama untuk dilunasi dari penjualan
aset perusahaan jika perusahaan tidak mampu membayar bunga dan
pokok obligasi. Sedangkan obligasi hipotik kedua (a second
mortgage-bond) memiliki peringkat kedua untuk dilunasi yakni setelah
obligasi-hipotik pertama dilunasi seluruhnya63.
3) Collateral Trust Bond
Obligasi ini adalah Obligasi yang dijamin dengan efek yang dimiliki
penerbit dalam portofolinya. Dalam hal ini penerbit dapat mengagunkan
saham-saham anak perusahaannya yang dimilikinya64.
4) Equipment Trust Bond
Obligasi ini adalah Obligasi yang dijamin dengan agunan berupa
equipment (peralatan) yang dimiliki oleh penerbit dan dipergunakan
untuk usahanya sehari-hari65.
b. Obligasi Tanpa Jaminan (Unsecured Bond)
60 Ibid, hal 28
61 Ibid, hal 29
62 Sejak berlakunya Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 Pengaturan Mengenai Hipotik diganti dengan istilah Hak Tanggungan
63 Hinsa Siahaan, Analisis Penerbitan Obligasi Tanpa Jatuh Tempo Oleh Pemerintah Republik Indonesia, http://www.fiskal.depkeu.go.id/webbkf/kajian\Analisis%20Perpetual%20 Bond.pdf, hal. 4, diakses pada 1 Maret 2011
64 Adrian Setiadi, op. cit. hal. 30
65 Ibid, hal 51
Perlindungan investor..., Durma Jaya, FH UI, 2011.
21
Universitas Indonesia
Obligasi ini merupakan suatu jenis obligasi yang tidak dijamin dengan
kekayaan tertentu tetapi dijamin dengan kekayaan penerbitnya
berdasarkan titel umum dengan “earning power” penerbitnya66. Dalam
Law Dictionary, obligasi tanpa jaminan ini disebut sebagai debenture yaitu
“a bond or long-term loan not separately backed or secured by specific
assets”. Dalam Dictionary Accounting dikatakan bahwa “Debenture are
sometimes appropriately described as “unsecured”, but they actually
secured by the total unmortgage resources and the potential earning
power of the borrowing company” 67
Jadi dalam hal ini dapat dikatakan bahwa sesungguhnya Obligasi Tanpa
Jaminan ini bukan sama sekali tanpa jaminan, tetapi merupakan obligasi
yang dijamin dengan semua kekayaan penerbit secara umum.
Risiko obligasi ini tergantung pada keuangan Emiten. Artinya debentures
yang dikeluarkan oleh Emiten raksasa atau perusahaan kuat risikonya
relatif kecil; sebaliknya jika Emiten yang mengeluarkan
debentures lemah dimana kebanyakan propertinya sudah digadaikan,
risikonya relatif besar68.
3. Jenis Obligasi Berdasarkan Cara Penetapan dan Pembayaran Bunga
Jenis Obligasi ini dibagi atas beberapa macam, yakni:
a. Obligasi dengan Bunga Tetap
Obligasi ini memberikan bunga tetap yang dibayar setiap periode tertentu,
misalnya adalah obligasi yang diterbitkan oleh PT. Jasa Marga IV Tahap II
Seri K yang memberikan bunga sebesar 18% per tahun dan dibayar setiap
66Ibid, hal 52
67 Ibid, hal 31
68 Hinsa Siahaan, op. cit. hal 5
Perlindungan investor..., Durma Jaya, FH UI, 2011.
22
Universitas Indonesia
3 bulan. Pada waktu jatuh tempo, pokok pinjaman dibayarkan kepada
pemegang obligasi69.
b. Obligasi dengan Bunga Tidak Tetap
Cara penetapan bunga obligasi ini bermacam-macam, misalnya bunga
yang dikalikan dengan indeks atau dengan tingkat bunga deposito, atau
tingkat bunga deposito yang berlaku seperti di pasaran luar negeri seperti
LIBOR (London Inter Bank Offer Rate) atau SIBOR (Singapore Inter
Bank Offer Rate)70.
c. Obligasi tanpa Bunga (zero coupon)
Jenis Obligasi ini tidak mempunyai kupon bunga dan sebagai
konsekuensinya pemilik tidak memperoleh pembayaran bunga secara
periodik. Keuntungan yang diperoleh dari pemilikan obligasi ini diukur
dari selisih antara nilai pada waktu jatuh tempo (sebesar nilai pari atau
nilai nominal) dengan harga pembelian71.
d. Obligasi yang Tidak Terbatas Jatuh Temponya (propectual bond)
Perpectual Bond adalah salah satu jenis obligasi yang tidak mempunyai
batas waktu jatuh temponya. Perusahaan yang menerbitkan surat berharga
ini tidak mempunyai kewajiban untuk mengembalikan utang tersebut,
kecuali perusahaan tersebut dilikuidasi72.
e. Obligasi dengan Bunga Mengambang (floating rate bond)
Obligasi ini menjanjikan untuk memberikan suku bunga secara
mengambang, misalnya 1% di atas tingkat bunga LIBOR atau SIBOR atau
rata-rata tingkat suku bunga deposita berjangka oleh Bank Pemerintah73.
4. Jenis Obligasi Berdasarkan Nilai Pelunasan
69 M. Irsan Nasarudin, Indra Surya , dan Arman Nefi. hal 184-185
70 Ibid, hal 185.
71Ibid.
72 Ibid
73 Ibid, hal 185
Perlindungan investor..., Durma Jaya, FH UI, 2011.
23
Universitas Indonesia
Obligasi ini juga dapat dibedakan dari segi nilai pelunasan, terutama dikaitkan
dengan merosotnya nilai uang. Di sini nilai klausula emas, klausula perak,
valuta asing, indeks harga konsumen.
5. Jenis Obligasi Berdasarkan Konvertibilitas
Obligasi konversi (convertible bond) merupakan suatu jenis obligasi yang
disamping memberikan bunga juga memberikan hak opsi kepada
pemegangnya untuk menukar pokok pinjaman obligasi dengan saham atau
equity dari Emiten atau perusahaan penerbitnya dengan harga tertentu (rasio
konversi tertentu) dan pada saat tertentu74.
6. Jenis Obligasi Berdasarkan Penerbit
a. Obligasi Pemerintah Pusat (Government Bonds)
Obligasi ini merupakan suatu jenis obligasi yang dikeluarkan oleh suatu
pemerintah pusat dari suatu negara75. Obligasi ini biasanya berjangka
panjang yaitu antara 10 (sepuluh) sampai dengan 20 (dua puluh) tahun.
Obligasi ini biasanya tidak dijamin dengan kekayaan tertentu76. Di
Indonesia saat ini hanya Obligasi Bank Indonesia yang dipasarkan di pasar
internasional yang dimaksudkan untuk bench mark bagi obligasi BUMN
dan perusahaan swasta nasional77.
b. Obligasi pemerintah daerah (municipal bonds)
Obligasi ini merupakan suatu jenis obligasi yang dikeluarkan oleh suatu
Pemerintah Daerah (Pemda) atau pemerintah negara bagian78. Di
74 Adrian Setiadi, op. cit, hal. 34
75 Maria Imelda Aritonang, Pelaksanaan Tanggung Jawab Wali Amanat dalam Penerbitan Obligasi di Indonesia, (Tesis Pascasarjana Fakultas Hukum Universitas Diponegoro, 2008), hal 48
76 Adrian Setiadi, op. cit, hal 26
77 M. Irsan Nasarudin, Indra Surya , dan Arman Nefi. op. cit, hal 186
78 Adrian Setiadi, op. cit.
Perlindungan investor..., Durma Jaya, FH UI, 2011.
24
Universitas Indonesia
Indonesia, Undang-undang Otonomi Daerah memungkinkan Pemda untuk
mengeluarkan obligasi, karena Pemda sudah lebih bebas menentukan
kebijakan dalam memajukan daerahnya. Obligasi Pemda belum ada di
Indonesia, walaupun dari segi potensi ada beberapa pemda yang
mempunyai prospek untuk mengeluarkan obligasi dalam rangka
menambah dana investasi Pemda79.
c. Obligasi perusahaan swasta (corporate bonds)
Obligasi ini merupakan suatu obligasi yang diterbitkan oleh suatu
perusahaan swasta atau badan hukum80 yang membutuhkan dana atau
modal secara cepat dalam rangka membangun dan memperluas bisnis
perusahaannya81. Dalam Law Dictionary, corporate bond ini didefinisikan
sebagai “a written promise by a corporation under seal to pay a fixed sum
of money at some future time named, with stated interest payable at some
fixed time or intervals, given in return form money or its equivalent
received by the corporation, sometimes secured and sometimes not.”82 Di
Indonesia, obligasi perusahaan swasta diterbitkan oleh suatu perusahaan
yang telah memenuhi persyaratan dan pernyataan pendaftarannya telah
dinyatakan efektif oleh Bapepam83.
7. Jenis Obligasi Berdasarkan Waktu Jatuh Tempo
Setiap obligasi mempunyai masa jatuh tempo yang berbeda-beda yang dapat
dikelompokkan ke dalam 3 (tiga) golongan, yaitu84:
79 Maria Imelda Aritonang, op. cit, hal 49
80 Adrian Setiadi, op. cit. hal 25
81M. Irsan Nasarudin, Indra Surya , dan Arman Nefi. op. cit, hal 186
82 Steven Giffis, Law Dictionary, (Woodbury : Barron’s Educational Series Inc., 1975)
83 M. Irsan Nasarudin, Indra Surya , dan Arman Nefi. op. cit.
84 Ibid, hal 187
Perlindungan investor..., Durma Jaya, FH UI, 2011.
25
Universitas Indonesia
a. Obligasi jangka pendek (sampai dengan satu tahun)
b. Obligasi jangka menengah (dua sampai lima tahun)
c. Obligasi jangka panjang (lebih dari lima tahun)
2.3. Konsep Umum Kepailitan bagi Emiten yang Mengeluarkan Obligasi
2.3.1. Pengertian Pailit dan Kepailitan
Pada umumnya masyarakat awam tidak dapat membedakan istilah
“pailit” dan “kepailitan”. Dalam Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004
tentang Kepailitan tidak dijelaskan secara definitif perihal pengertian “pailit”.
Secara tata bahasa, kepailitan berarti segala hal yang berhubungan dengan
“pailit” 85. Dalam Black Law Dictionary pailit atau “Bankrupt” adalah “the
state or condition of a person (individual, partnership, corporation,
municipality) who is unable to pay its debt as they are, or become due”. The
term includes a person against whom an involuntary petition has been filed, or
who has filed a voluntary petition, or who has been adjudged a bankrupt.
Dari pengertian yang diberikan dalam Black’s Law Dictionary tersebut,
dapat kita lihat bahwa pengertian pailit (bankrupt) dihubungkan dengan
“ketidakmampuan untuk membayar” dari seorang (debitur) atas utang-
utangnya yang telah jatuh tempo86. Bila kita merujuk kepada Undang-Undang
Kepailitan, pemahaman ini berkaitan erat dengan ketentuan dalam pasal 2 ayat
(1) Undang-Undang Kepailitan, yang isinya:
“Debitur yang mempunyai dua atau lebih Kreditur dan tidak membayar lunas sedikitnya satu utang yang telah jatuh waktu dan dapat ditagih, dinyatakan pailit dengan putusan Pengadilan, baik atas
85 Ahmad Yani & Gunawan Widjaja, Seri Hukum Bisnis : Kepailitan, (Jakarta : RajaGrafindo Persada, 1999), hal 11.
86 Ibid.
Perlindungan investor..., Durma Jaya, FH UI, 2011.
26
Universitas Indonesia
permohonannya sendiri maupun atas permohonan satu atau lebih krediturnya.”
Bila kita kaitkan ketentuan dalam pasal tersebut dengan pemahaman
tentang bankrupt (pailit) dalam Black’s Law Dictionary, maka pada pokoknya
pemahaman tentang pailit adalah ketidakmampuan membayar utang. Hanya
saja dalam Undang-Undang Kepailitan, pemahaman terkait soal pailit tersebut
dipertegas dengan adanya pendefinisian keadaan tidak mampu membayar
tersebut, yakni terdapat keadaan bahwa “Debitur yang mempunyai dua atau
lebih Kreditur dan tidak membayar lunas sedikitnya satu utang yang telah
jatuh waktu dan dapat ditagih”. Hal ini berarti keadaan pailit harus memenuhi
dua unsur, yakni:
a. Debitur memiliki dua atau lebih kreditur
b. Debitur memiliki sedikitinya satu utang yang telah jatuh waktu dan
dapat ditagih
Kedua syarat yang di uraikan di atas harus dipenuhi sebagai syarat
penjatuhan status “pailit” kepada debitur. Adanya konjungsi “dan” bermakna
bahwa masing-masing keadaan tersebut harus terpenuhi untuk mementukan
bahwa adanya keadaan ketidakmampuan membayar utang (pailit). Selanjutnya,
ketidakmampuan membayar utang tersebut harus disertai dengan suatu
tindakan nyata untuk mengajukan, baik yang dilakukan secara sukarela oleh
debitur sendiri, maupun atas permintaan pihak ketiga (di luar debitur), suatu
permohonan pernyataan pailit ke Pengadilan87. Uraian lebih lanjut perihal
syarat ini akan dijelaskan pada bagian berikutnya.
Dengan demikian dapat dibuat suatu kesimpulan sederhana bahwa
“pailit” adalah suatu keadaan ketidakmampuan membayar utang yang memiliki
syarat-syarat tertentu88 dan harus dinyatakan oleh pengadilan89. Dan
87 Ahmad Yani & Munir Fuadi, op. cit. hal 12
88 Syarat-syarat tertentu tersebut mengacu terhadap peraturan hukum Kepailitan yang berlaku. Di Indonesia, saat ini peraturan hukum yang mengatur tentang hal ini adalah Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan.
Perlindungan investor..., Durma Jaya, FH UI, 2011.
27
Universitas Indonesia
berdasarkan hukum kepailitan yang berlaku di Indonesia, syarat-syarat tertentu
tersebut adalah Debitur yang mempunyai dua atau lebih Kreditur dan tidak
membayar lunas sedikitnya satu utang yang telah jatuh waktu dan dapat
ditagih, sebagaimana disebutkan dalam Pasal 2 ayat (1) UUK-PKPU.
Sementara itu, perihal pengertian Kepailitan, seperti yang telah
dijelaskan sebelumnya bahwa Kepailitan menurut tata bahasa berarti segala hal
yang berhubungan dengan “pailit”90. Dalam kamus hukum Fockema Andreae
disebutkan, kepailitan seorang debitur adalah keadaan yang ditetapkan oleh
Pengadilan bahwa debitur telah berhenti membayar utang-utangnya yang
berakibat penyitaan umum atas harta kekayaan dan pendapatannya demi
kepentingan semua kreditur di bawah pengawasan Pengadilan91. Pendapat
senada dikemukakan oleh, R. Subekti dan R. Tjitrosudibio sebagai berikut,
pailit berarti keadaan seorang debitur apabila telah menghentikan pembayaran
utang-utangnya. Suatu keadaan yang menghendaki campur tangan Hakim guna
menjamin kepentingan bersama dari para krediturnya92. Sementara itu menurut
Retnowulan, yang dimaksud dengan Kepailitan adalah eksekusi massal yang
ditetapkan dengan keputusan hakim, yang berlaku serta merta, dengan
melakukan penyitaan umum atas semua harta orang yang dinyatakan pailit,
baik yang ada pada waktu pernyataan pailit, maupun yang diperoleh selama
kepailitan berlangsung, untuk kepentingan semua kreditur, yang dilakukan
dengan pihak yang berwajib93.
89 Di Indonesia Peradilan yang memiliki Kompetensi Absolut untuk memberikan
pernyataan “pailit” di tingkat pertama adalah Pengadilan Niaga di lingkungan Peradilan Umum. Hal ini secara definitif dinyatakan pada pasal 1 angka 7 Undang-Undang 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan
90Lihat hal. 23
91 Saleh Adiwinata, et al, Kamus Istilah Hukum Fockema Andreae, Edisi Bahasa Indonesia,(Bandung : Binacipta, 1983), hal 34
92 R. Subekti, et al, Kamus Hukum, (Jakarta : Pradnya Paramita, 1973), hal 34
93 Retnowulan Sutantio, Kapita Selekta Hukum Ekonomi Dan Perbankan, Seri Varia Yustisia, (Bandung: Mandar Maju, 1996), hal 85
Perlindungan investor..., Durma Jaya, FH UI, 2011.
28
Universitas Indonesia
Dalam hubungan ini dapat pula diberlakukan Pasal 1 ayat (1) UUK-
PKPU, yang menyatakan: “Kepailitan adalah sita umum atas semua kekayaan
debitur Pailit yang pengurusan dan pemberesannya dilakukan oleh Kurator di
bawah pengawasan Hakim Pengawas sebagaimana diatur dalam Undang-
undang ini”.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa Kepailitan dapat diartikan
sebagai suatu penyitaan semua aset debitur yang dimasukkan ke dalam
permohonan pailit. Debitur pailit tidak serta merta kehilangan kemampuannya
untuk melakukan tindakan hukum, akan tetapi kehilangan untuk menguasi dan
mengurus kekayaannya yang dimasukan didalam kepailitan terhitung sejak
pernyataan pailit itu94.
Kesimpulannya perihal pengertian pailit dan kepailitan adalah, bahwa
pailit terkait dengan keadaan ketidakmampuan membayar utang sebagaimana
telah diuraikan sebelumya, sedangkan kepailitan adalah segala proses terkait
dengan adanya keadaan pailit dari debitur, yakni berupa sita umum harta
kekayaan debitur yang dinyatakan pailit oleh Pengadilan.
2.3.2. Asas-Asas dalam Kepailitan
Menurut Freddy Haris, terdapat beberapa asas utama yang harus terdapat
dalam pelakasanaan hukum kepailitan, yakni95:
1. Cepat
Hal ini disebabkan proses kepailitan lebih sering digunakan oleh
pelaku usaha, sehingga membutuhkan keputusan yang cepat.
2. Adil
Melindungi kreditur dan debitur yang beritikad baik serta pihak ketiga
yang bergantung dengan kegiatan usaha debitur
3. Terbuka
94 Rahayu Kartini, Hukum Kepailitan, (Jakarta: Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan Nasional, 2002), hal. 15
95 Pendapat beliau dikemukakan dalam Kuliah Hukum Kepailitan Semester Gasal Tahun 2009/2010 Fakultas Hukum Universitas Indonesia.
Perlindungan investor..., Durma Jaya, FH UI, 2011.
29
Universitas Indonesia
Keadaan insolven suatu badan usaha harus diketahui oleh masyarakat
agar tidak menimbulkan efek yang negatif di kemudian hari, dan
mencegah debitur beritikad buruk untuk mendapatkan dana dari
masyarakat dengan cara menipu.
4. Efektif
Keputusan pengadilan harus dapat dieksekusi dengan cepat, baik
keputusan penolakan permohonan pailit, keputusan pailit, keputusan
perdamaian, maupun keputusan Penundaan Kewajiban Pembayaran
Utang.
Sementara itu Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang
Kepailitan menyatakan bahwa asas-asas yang digunakan dalam Undang-
Undang tersebut terkait dengan hukum kepailitan di Indonesia. Asas-asas
tersebut antara lain adalah96:
1. Asas Keseimbangan
Undang-Undang ini mengatur beberapa ketentuan yang merupakan
perwujudan dari asas keseimbangan, yaitu di satu pihak, terdapat
ketentuan yang dapat mencegah terjadinya penyalahgunaan pranata dan
lembaga kepailitan oleh Debitur yang tidak jujur, di lain pihak, terdapat
ketentuan yang dapat mencegah terjadinya penyalahgunaan pranata dan
lembaga kepailitan oleh Kreditur yang tidak beritikad baik.
2. Asas Kelangsungan Usaha
Dalam Undang-Undang ini, terdapat ketentuan yang memungkinkan
perusahaan Debitur yang prospektif tetap dilangsungkan.
3. Asas Keadilan
Dalam kepailitan asas keadilan mengandung pengertian, bahwa
ketentuan mengenai kepailitan dapat memenuhi rasa keadilan bagi para
pihak yang berkepentingan. Asas keadilan ini untuk mencegah
terjadinya Kesewenang-wenangan pihak penagih yang mengusahakan
96 Indonesia, Undang-Undang tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran
Utang, Nomor 37 Tahun 2004, LN. No 31 Tahun 2004, TLN. 4443, Penjelasan.
Perlindungan investor..., Durma Jaya, FH UI, 2011.
30
Universitas Indonesia
pembayaran atas tagihan masing-masing terhadap Debitur, dengan
tidak mempedulikan Kreditur lainnya.
4. Asas Integrasi
Asas Integrasi dalam Undang-Undang ini mengandung pengertian
bahwa sistem hukum formil dan hukum materiilnya merupakan satu
kesatuan yang utuh dari sistem hukum perdata dan hukum acara
perdata nasional.
2.3.3. Syarat-Syarat Kepailitan
Seperti yang telah disinggung pada bagian sebelumnya, disebutkan
bahwa berdasarkan ketentuan Pasal 2 ayat (1) UUK-PKPU, dalam kepailitan
debitur harus didasari suatu keadaan bahwa “Debitur mempunyai dua atau lebih
Kreditur dan tidak membayar lunas sedikitnya satu utang yang telah jatuh waktu
dan dapat ditagih”.
1. Debitur memiliki dua atau lebih kreditur
Logika dibalik prasyarat ini adalah karena pada intinya kepailitan
merupakan proses pembagian harta debitur kepada para krediturnya
(jamak)97. Pasal 1131 KUHPer mengatur bahwa harta debitur baik yan
berupa barang bergerak maupun tidak bergerak serta baik yang sudah ada
maupun yang akan datang adalah jaminan umum atas utang debitur
terhadap kreditur. Sementara Pasal 1132 KUHPer mengatur bahwa
barang debitur merupakan jaminan bersama bagi semua krediturnya,
yang hasil penjualannya dibagi menurut perbandingan piutang masing-
masing kreditur, kecuali ada di antara kreditur memiliki alasan-alasan
yang sah untuk didahulukan. Kedua pasal inilah yang menjadi dasar
hukum Kepailitan, yang diakomodir oleh ketentuan Pasal 2 ayat (1)
Undang-Undang No. 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan
Kewajiban Pembayaran Utang. Hal ini bertujuan untuk meletakkan sita
97 Aria Suyudi, et. al. Analisa Hukum Kepailitan di Indonesia : Kepailitan di Negara Pailit, (Jakarta: Pusat Studi Hukum dan Kebijakan Indonesia, 2004), hal. 121
Perlindungan investor..., Durma Jaya, FH UI, 2011.
31
Universitas Indonesia
umum terhadap seluruh harta debitur sebagai pelunasan utang-utangnya
terhadap semua krediturnya. Keberadaan lebih dari seorang kreditur
dimana pembagian harta pailit ini dilakukan secara berimbang di antara
para kreditur dikenal dengan konsep concursus creditorum98. Oleh
karena itu apabila hanya ada seorang kreditur maka tidak sesuai dengan
tujuan proses kepailitan. Selain itu, dalam kondisi hanya ada satu
kreditur, pihak kreditur dapat menempuh jalur perdata biasa untuk
mendapatkan pelunasan utangnya.
2. Debitur tidak membayar lunas sedikitnya satu utang yang telah jatuh
waktu dan dapat ditagih
a. Tentang Utang
Sehubungan dengan syarat pailit dalam pasal 2 ayat (1) UUK-
PKPU, perlu dipahami pula apa yang dimaksud dengan “utang”.
Berdasarkan pasal 1 angka 6 UUK-PKPU:
“Utang adalah Kewajiban yang dinyatakan atau dapat dinyatakan dalam jumlah uang baik dalam mata uang Indonesia maupun mata uang asing, baik secara langsung maupun yang akan timbul di kemudian hari atau kontinjen, yang timbul karena perjanjian atau undang-undang dan yang wajib dipenuhi oleh Debitur dan bila tidak dipenuhi memberi hak kepada Kreditur untuk mendapat pemenuhannya dari harta kekayaan Debitur99” Pengertian tersebut sebelumnya tidak terdapat dalam Undang-
Undang No. 4 Tahun 1998 tentang Kepailitan, yang merupakan
Undang-Undang Kepailitan sebelum Undang-Undang Nomor 37
Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban
98 Ibid, hal. 122
99 Indonesia, Undang-Undang tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang, Nomor 37 Tahun 2004, LN. No 31 Tahun 2004, TLN. 4443, Pasal 1 angka 6
Perlindungan investor..., Durma Jaya, FH UI, 2011.
32
Universitas Indonesia
Pembayaran Utang. Hal ini adalah langkah yang progresif dari
perkembangan hukum kepailitan di Indonesia, yang dapat
menghindari kemungkinan terjadinya ketidakpastian hukum
mengenai definisi utang tersebut, serta menghindari adanya praktik-
praktik korupsi dan kolusi oleh hakim dan pengacara100.
b. Syarat Status Utang
Pasal 2 ayat (1) UUK-PKPU tidak membedakan tetapi
menyatukan syarat utang yang telah jatuh waktu dan utang yang telah
dapat ditagih. Penyatuan tersebut dari kata “dan” di antara “jatuh
waktu” dan “dapat ditagih.” Menurut Prof. Dr. Sutan Remy
Sjahdaeni, S.H. berpendapat bahwa kedua kalimat tersebut berbeda
pengertian dan kejadiannya. Utang yang telah jatuh waktu ialah utang
yang dengan lampaunya waktu penjadwalan yang ditentukan di
dalam perjanjian kredit itu, menjadi jatuh waktu dan karena itu pula
kreditur berhak untuk menagihnya101. Namun demikian, dapat terjadi
bahwa sekalipun belum jatuh waktu tetapi utang itu telah dapat
ditagih karena terjadi salah satu peristiwa-peristiwa yang disebut
event of default102. event of default lazim tercantum dalam klausul
pemberian kredit oleh bank. Terjadinya peristiwa (event) itu bukan
saja mengakibatkan nasabah debitur cidera janji, tetapi juga
memberikan hak kepada bank (kreditur) untuk seketika
menghentikan penggunaan kredit lebih lanjut (nasabah debitur tidak
berhak lagi menggunakan kredit yang belum digunakannya), dan
seketika itu pula memberian hak kepada bank (kreditur) untuk
menagih kredit yang telah digunakan103. Selanjutnya, sehubungan
100 Sutan Remy Sjahdaeni, Hukum Kepailitan : Memahami Undang-Undang Nomor 37
Tahun 2004 tentang Kepailitan, (Jakarta: Grafiti, 2009), hal. 72-73
101 Sjahdaeni, Sutan Remy, op.cit., hal. 57.
102 Event of Default adalah klausul yang memberikan hak kepada kreditur (biasanya bank) untuk menyatakan debitur in-default atau cidera janji apabila salah satu peristiwa yang tercantum dalam events of default terjadi.
Perlindungan investor..., Durma Jaya, FH UI, 2011.
33
Universitas Indonesia
dengan hal tersebut seyogyanya kata-kata di dalam Pasal 2 ayat (1)
UUK-PKPU yang berbunyi “utang yang telah jatuh watu dan telah
dapat ditagih’ diubah menjadi cukup berbunyi “utang yang telah
dapat ditagih” atau “utang yang telah dapat ditagih baik utang
tersebut telah jatuh waktu atau belum”104. Penulisan seperti kalimat
itu akan menghindarkan selisih pendapat apakah utang “yang telah
dapat ditagih” tetapi belum “jatuh waktu” dapat dijadikan alasan
untuk mengajukan permohonan pernyataan pailit105.
Sementara itu, dalam Penjelasan Undang-Undang Nomor 37
Tahun 2007 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban
Pembayaran Utang (UUK-PKPU), yang dimaksud dengan "utang
yang telah jatuh waktu dan dapat ditagih" adalah kewajiban untuk
membayar utang yang telah jatuh waktu, baik karena telah
diperjanjikan, karena percepatan waktu penagihannya sebagaimana
diperjanjikan, karena pengenaan sanksi atau denda oleh instansi yang
berwenang, maupun karena putusan pengadilan, arbiter, atau majelis
arbitrase106. Menurut Prof. Sutan Remy Sjahdaeni, Bunyi Penjelasan
Pasal 2 ayat (1) ini kurang sesuai dengan redaksi dari Pasal 2 ayat (10
yang dijelaskannya.
Selanjutnya, bagaimana caranya menentukan utang yang telah
dapat ditagih apabila di dalam perjanjian kredit tidak ditentukan
waktu tertentu sebagai jatuh waktu perjanjian? Pegangan tersebut
adalah Ketentuan Pasal 1238 KUHPerdata. Menurut pasal tersebut,
pihak debitur dianggap lalai dengan surat teguran (surat somasi) telah
dinyatakan lalai dan di dalam surat tersebut debitur diberi jangka
103 Ibid, hal. 57-58
104 Ibid, hal 59
105Ibid.
106 Indonesia, Undang-Undang tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang, Nomor 37 Tahun 2004, LN. No 31 Tahun 2004, TLN. 4443, Penjelasan Pasal 2 ayat (1).
Perlindungan investor..., Durma Jaya, FH UI, 2011.
34
Universitas Indonesia
waktu tertentu untuk melunasi utangnya. Apabila setelah lewatnya
jangka waktu yang ditentukan dalam surat teguran itu ternyata
debitur belum juga melunasi utangnya, maka debitur dianggap lalai.
Dengan terjadinya kelalaian tersebut, maka utang debitur telah dapat
ditagih107.
2.3.4. Pihak-Pihak yang Dapat Dinyatakan Pailit
Pihak yang dapat dipailitkan adalah debitur yang mempunyai dua atau
lebih kreditur dan tidak membayar sedikitnya satu utang yang telah jatuh waktu
dan dapat ditagih. Tidak seperti banyak negara, terutama negara-negara yang
menganut common law system, UUK-PKPU tidak membedakan aturan bagi
kepailitan debitur yang merupakan badan hukum maupun orang perorangan
(individu)108. Pihak-pihak yang dapat dinyatakan pailit adalah109:
1. Orang perorangan
Baik laki-laki maupun perempuan, yang telah menikah maupun belum
menikah. Jika permohonan pailit tersebut diajukan oleh “debitur perorangan
yang telah menikah”, maka permohonan tersebuthanya dapat dilakukan atas
persetujuan suami atau isterinya, kecuali antara suami-istri tersebut tidak ada
percampuran harta110.
2. Perserikatan-perserikatan dan perkumpulan-perkumpulan tidak berbadan
hukum lainnya
107 Ibid
108 Ibid, op. cit, hal. 96
109 Ahmad Yani & Gunawan Widjaja, op. cit, hal. 16
110 Indonesia, Undang-Undang tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang, Nomor 37 Tahun 2004, LN. No 31 Tahun 2004, TLN. 4443, Pasal 4 ayat (1).
Perlindungan investor..., Durma Jaya, FH UI, 2011.
35
Universitas Indonesia
Permohonan pernyataan pailit terhadap suatu “firma” harus memuat
nama dan tempat kediaman pesero yang secara tanggung renteng terikat
kepada seluruh utang firma.
3. Perseroan-perseroan, perkumpulan-perkumpulan, koperasi, maupun yayasan
yang berbadan hukum.
Dalam hal ini berlaku ketentuan mengenai tempat kedudukan badan
hukum sebagaimana diatur dalam Anggaran Dasarnya111.
4. Harta Peninggalan/Kepailitan Orang Mati
Sesuai dengan ketentuan Pasal 207 UUK-PKPU harta kekayaan orang
yang meninggal dunia harus dinyatakan dalam keadaan pailit, apabila
seseorang atau beberapa kreditur mengajukan permohonan dan menguraikan
secara singkat pernyataan bahwa orang yang meninggal itu berada dalam
keadaan berhenti membayar utang-utangnya, ataupun pada saat meniggal,
harta peninggalannya tidak cukup untuk membayar utang-utangnya112.
Berdasarkan uraian sebelumnya bahwa Emiten yang dapat
mengeluarkan obligasi adalah badan hukum. Dengan demikian sebagai
badan hukum, tentunya Emiten adalah salah satu pihak yang dapat
dinyatakan pailit berdasarkan UUK-PKPU.
2.3.5. Hubungan Obligasi dengan Kepailitan Emiten
Seperti yang telah dibahas sebelumnya, bahwa pada intinya hubungan
dasar dari obligasi adalah hubungan utang-piutang. Pada prinsipnya obligasi
111 Indonesia, Undang-Undang tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang, Nomor 37 Tahun 2004, LN. No 31 Tahun 2004, TLN. 4443, Pasal 3 ayat (5).
112 Pasal 207 UU No. 37 Tahun 2004 berbunyi : “Harta kekayaan orang yang meninggal harus dinyatakan dalam keadaan pailit, apabila dua atau lebih Kreditur mengajukan permohonan untuk itu dan secara singkat dapat membuktikan bahwa: a. utang orang yang meninggal, semasa hidupnya tidak dibayar lunas; atau b. pada saat meninggalnya orang tersebut, harta peninggalannya tidak cukup untuk membayar utangnya.”
Perlindungan investor..., Durma Jaya, FH UI, 2011.
36
Universitas Indonesia
tersebut merupakan bukti atas suatu prestasi dari penerbit kepada pemegangnya.
Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa antara penerbit dan pemegang
obligasi terdapat suatu perikatan. Sehingga pada pihak penerbit timbul suatu
kewajiban untuk melakukan suatu prestasi113.
Terhadap hubungan penerbit dan pemegang obligasi ini berlaku ketentuan-
ketentuan Pasal 1754 sampai dengan Pasal 1769 KUHPerdata tentang pinjam
meminjam (verbruiklening) pada umumnya.
Dalam Pasal 1754 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata disebutkan
bahwa pinjam meminjam (verbruiklening) ialah:
“Persetujuan dengan mana pihak yang satu memberikan kepada pihak yang lain suatu jumlah tertentu barang-barang yang habis karena pemakaian, dengan syarat bahwa pihak yang belakangan ini akan mengembalikan sejumlah yang sama dari macam dan keadaan yang sama pula“.
Pasal ini merupakan pengaturan umum dari pinjam meminjam. Pinjam-
meminjam merupakan suatu perjanjian. Dalam pasal ini tidak secara eksplisit
menenai pinjam meminjam, tetapi yang dapat menjadi objek perjanjian ini ialah
barang yang harus habis karena pemakaian (vervangbare zaken). Para sarjana
seperti misalnya Wirjono Prodjodikoro114 pada umumnya sependapat bahwa
yang dimaksud dengan barang-barang yang habis karena pemakaian
(vervangbare zaken) termasuk juga di dalamnya adalah uang.
Penafsiran ini diperkuat dari ketentuan Pasal 1765 yang memperbolehkan
pinjam meminjam (uang) dengan bunga. Dalam Pasal 1765 KUHPerdata
disebutkan bahwa:
“Adalah diperbolehkan memperjanjikan bunga atas peminjaman uang atau barang lain yang habis karena pemakaian.”
Dengan demikian jelas bahwa dari segi yuridis perikatan dasar antara
penerbit dan pemegang obligasi adalah perikatan pinjam meminjam utang atau
113 Adrian Setiadi, op. cit., hal. 7 114 Wirjono Prodjodikoro, Persetujuan-Persetujuan Tertentu, Van Hoeve Uitgeverij,
1974, hlm. 178.
Perlindungan investor..., Durma Jaya, FH UI, 2011.
37
Universitas Indonesia
utang piutang. Pada perikatan obligasi, emiten selaku penerbit meminjam kepada
para pemegang obligasi sejumlah uang yaitu senilai nominal obligasi yang
bersangkutan dan berjanji mengembalikan uang tersebut pada saat jatuhnya
tempo obligasi. Pemegang obligasi yang membeli obligasi kepada penerbit
dianggap telah menghutangkan sejumlah uang kepada penerbit115.
Namun demikian, perjanjian pinjam meminjam uang dengan cara
penerbitan obligasi ini berbeda dalam satu hal dengan perjanjian pinjam
meminjam uang biasa. Satu-satunya perbedaan dengan perbedaan pinjam
meminjam uang biasa adalah dalam obligasi penerbit dan pemegang obligasi
tidak secara langsung berhubungan116. Kadang-kadang bahkan antara penerbit
dan pemegang obligasi saling tidak tahu menahu dalam arti tidak saling
mengenal117.
Dengan jelasnya kedudukan obligasi sebagai salah satu bentuk “utang”,
maka hal ini tentu akan sangat berkaitan pula dengan permasalahan kepailitan.
Pendapat prof. Dr. Sutan Remy Sjahdaeni, S.H. mengenai jenis-jenis pinjaman
kiranya dapat semakin menjelaskan hubungan antara obligasi dengan kepailitan.
Menurut beliau jenis-jenis pinjaman yang diperoleh debitur dari kreditur dapat
berupa118:
a. Kredit dari bank kredit dari perusahaan selain bank, atau pinjaman dari
orang perorangan (pribadi) berdasarkan perjanjian kredit, atau
perjanjian meminjam uang.
b. Surat-surat utang jangka pendek (sampai dengan satu tahun), seperti
misalnya comercial paper yang pada umumnya jangka waktu tidak
lebih dari 270 hari.
115 Adrian Setiadi, Ibid., hal. 13
116 Ibid, hal. 14
117 Kartini Muljadi, Aspek-Aspek Hukum Emisi Obligasi Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, BUMN dan Perusahaan Swasta, Makalah tidak diterbitkan.
118 Sutan Remy Sjahdeini, Op. Cit., hal. 3
Perlindungan investor..., Durma Jaya, FH UI, 2011.
38
Universitas Indonesia
c. Surat-surat utang jangka menengah (lebih dari satu sampai dengan 3
tahun).
d. Surat-surat utang jangka panjang (di atas tiga tahun), antara lain
berupa obligasi yang dijual melalui pasar modal atau dijual melalui
direct number.
Berdasarkan uraian di atas dapat kita simpulkan bahwa obligasi dapat
dikategorikan pula sebagai “utang” atau “pinjaman” yang dimaksud dengan
pengertian “utang” yang tercantum dalam pasal 1 angka 7 UUK-PKPU, sebab
memiliki perikatan dasar utang-piutang antara penerbit obligasi dengan pemegang
obligasi.
Perlindungan investor..., Durma Jaya, FH UI, 2011.
39
Universitas Indonesia
BAB III
PERAN DAN TANGGUNG JAWAB WALI AMANAT DAN BAPEPAM LK
DI PASAR MODAL SERTA KEDUDUKANNYA DALAM KEPAILITAN
EMITEN YANG MENGELUARKAN OBLIGASI
3.1 Peran dan Tanggung Jawab Wali Amanat di Pasar Modal serta
Kedudukannya dalam Kepailitan Emiten yang Mengeluarkan Obligasi
3.1.1 Tinjauan Umum Wali Amanat dalam Perdagangan Obligasi
Dalam penerbitan Obligasi di Pasar Modal, Emiten memiliki beberapa
kewajiban yang harus dipenuhi. Salah satu diantaranya adalah menunjuk Wali
Amanat yang bertugas mewakili kepentingan pemegang obligasi kelak dan juga
membuat perjanjian perwaliamanatan dengan Wali Amanat tersebut. Kewajiban
ini harus dipenuhi oleh Emiten pada saat sebelum pernyataan pendaftaran ke
Bapepam LK terkait dengan penawaran umum obligasi yang akan dilakukan
oleh Emiten. Terkait dengan hal ini alangkah baiknya mengetahui Wali Amanat
tersebut terkait dengan perdagangan obligasi.
Konsep adanya fungsi Wali Amanat dalam perdagangan obligasi mirip
dengan konsep Trusts dalam tradisi hukum Common Law. Banyak pihak yang
menyamakan konsep Wali Amanat sebagai Indenture Trusts. Berdasarkan tradisi
hukum Common Law, Trust adalah “legal relationship created under the laws of
equity whereby property (the corpus) is held by one party (the trustee) for the
benefit of other (cestui que trust or beneficiaries)”119. Rumusan tersbut
memperlihatkan bahwa trust pada negera-negara dengan tradisi hukum Common
Law adalah produk dari equity, yang berada di luar Court of Common Law.
Seiring dengan pertumbuhan equity yang berbeda-beda, perkembangan
trusts di Amerika Serikat pun mengalami perbedaan dengan negara Inggris
119 Gunawan Widjaja dan Jono, Penerbitan Obligasi &Peran Serta Tanggung Jawab
Wali Amanat dalam Pasar Modal, (Jakarta: Kencana, 2006), hal. 68
Perlindungan investor..., Durma Jaya, FH UI, 2011.
40
Universitas Indonesia
Raya. Trust di Amerika Serikat bukan lagi suatu pranata yang lahir dari equity,
yang semata-mata ada dan tercipta untuk memberikan perlindungan bagi hak-
hak yang tidak dapat diperoleh atau dipertahankan dalam Common Law120.
Pada negara-negara bagian di Amerika Serikat yang tidak mempunyai
hukum “tertulis” mengenai trusts, trusts dimungkinkan untuk dibentuk atau
dibuat melalui suatu perjanjian121. Dalam konteks yang demikian trusts sering
kali disebutkan sebagai “a three party contract, a private legal agreement.”122
Perjanjian yang mengatur mengenai trusts tersebut disebut dengan Indenture.
Trust yang demikian disebut dengan nama Pure Trusts. Sebagai suatu perjanjian,
Pure Trusts tunduk pada ketentuan yang diatur dalam Common Law dan
karenanya masuk dalam yurisdiksi Court of Common Law. Pure Trusts tunduk
sepenuhnya kepada aturan-aturan hukum perjanjian, terutama asas kebebasan
berkontrak yang diberikan oleh Konstitusi (Amerika Serikat).123
Dengan demikian, jelaslah bahwa dalam konsepsi Common Law yang
berlaku di Amerika Serikat, suatu Pure Trusts adalah Trusts yang lahir semata-
mata dari perjanjian yang seluruh hak dan kewajibannya diatur dalam perjanjian
tersebut.perjanjian yang melahirkan Pure Trusts disebut dengan nama Indenture
Deed atau Indenture Agreement. Dengan demikian dapat ditarik benang merah
bahwa konsep Wali Amanat (Indenture Trusts) merupakan bentuk
perkembangan Trusts yang terjadi di Amerika Serikat. Sebagai suatu bentuk
trusts, indenture trustee tidak dilahirkan dari suatu Declaration of Trusts,
120 Ibid 121 D. Fullartion, “Trust Fund Laws and Agreements”. Hal. 2, http://www.fullertonlaw.
com/trustfundchap.htm 122 Gunawan Widjaja dan Jono¸ Op. Cit., hal. 69 123 Joe Sweet, “Essay on The International, Souveriegn, Pure, Private, Non-Statutory,
Non-Associated Unincorporated Business Trust Organization (UBTO)” hlm. 2, http://www.savingclub.com/truth/TBA/UBTO.htm, diakses pada 22 Maret 2011
Perlindungan investor..., Durma Jaya, FH UI, 2011.
41
Universitas Indonesia
melainkan lahir dari perjanjian yang disebut dengan nama Indenture Deed atau
Indenture Agreement. Pengertian Indenture menurut Law Dicitonary adalah124:
In a business context, an Indenture is a lenghty written Agreement which sets forth the terms under which bonds or debentures maybe issued. Terms include the amount or the issue, the interset rate, the maturity, the property pledged as collateral (if any), and the so-called “protective covenants”. An independet Trustee, ussually a bank or Trusts company, is named to oversee the issuance of the bonds, to collect and pay interest nad pricipal, and to protect he bondholder’s right in he Indenture.
Academic’s Legal Dicitonary mendefinisikan Indenture sebagai125:
A Deed between two persons conveying real estate, by which both parties assume obligations. Indenture implies a sealed instrument. Deed are divided into two kinds: (1) Deed poll being contracted by one party only; (2) Indentures being contracted between two or more parties.
Sementara itu dalam Black’s Law Dictionary mendifinisikan Indenture
sebagai126:
A formal written instrument made by two or more parties with different interests, traditionally having the edges serrated, or indented, in a zigzag fashion to reduce the possibility of forgery and to distinguish it from a Deed poll.
Yang dinamakan Deed Poll adalah127:
124 Steven H. Gifis, Law Dictionary, 5th ed, (New York: Barons’s Educational Series Inc.,
2003), hal. 248 125 SL. Salwan dan U. Narang, Academic’s Legal Dictionary, 14th ed., (New Delhi
Academic (India) Publishes (Regd), 2003), hlm.175.
126Bryan A. Garner, Black’s Law Dictionary, 2nd Pocket Edition, (St. Paul Minn.: West Publishing Co. 2001), hlm. 342
127 Ibid., hal. 182
Perlindungan investor..., Durma Jaya, FH UI, 2011.
42
Universitas Indonesia
A Deed made by and binding on only one party, or on two or more parties having similar interests. It is so called because, traditionally, the parchment was “poll” (that is, shaced) so that it would even at the top (unlike Indenture)
Dari seluruh pengertian yang diberikan dapat diketahui bahwa pada
dasarnya Indenture bukanlah suatu pernyataan sepihak, yang hanya melahirkan
kewajiban pada satu sisi. Indenture melibatkan dua atau lebih pihak yang
memiliki kepentingan yang berbeda antara satu dengan yang lainnya128.
Indenture Trustee adalah pihak yang mewakili kepentingan-kepentingan para
investor pemegang bagian pecahan dari obligasi, termasuk untuk melakukan
eksekusi jaminan-jaminan kebendaan yang ada, yang diserahkan untuk
kepentingan para investor yang terkait dengan penerbitan surat obligasi yang
dipecah-pecah ke dalam bagian obligasi yang dimiliki oleh investor.
Selanjutnya, di Indonesia penggunaan kata-kata “Wali Amanat” dalam
Undang-Undang Pasar Modal merupakan penggantian dari rumusan “Trustee”,
yang sebelumnya digunakan dalam Keputusan Menteri Keuangan No.
696/KMK.011/1985 tentang Lembaga Penunjang Pasar Modal129. Penggunaan
istilah “Trustee” ini selanjutnya diubah dengan nama “Trust Agent” dalam
Keputusan Menteri Keuangan No. 1548/KMK.013/1990130. Penggunaan Istilah
ini kemudian diganti dengan istilah “Wali Amanat” sebagaimana terdapat dan di
atur dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal. Dalam
Pasal 1 angka 30 Undang-Undang Pasar Modal, disebutkan bahwa “Wali
Amanat adalah pihak yang mewakili kepentingan pemegang efek bersifat
utang.” sedangkan pihak diartikan oleh Undang-Undang Pasar Modal sebagai
128 Gunawan Widjaja dan Jono, op. cit., hal. 74 129 Departemen Keuangan, Keputusan Menkeu tentang Lembaga Penunjang Pasar
Modal, Kepmen Keuangan No. 696, Tahun 1985, Pasal 1 butir c 130 Departemen Keuangan, Keputusan Menkeu tentang Pasar Modal, Kepmen Keuangan
No. 1548 , Tahun 1990, Pasal 1 butir 73 Keputusan Menteri Keuangan No. 1548/KMK.013/1990 tentang Pasar Modal.
Perlindungan investor..., Durma Jaya, FH UI, 2011.
43
Universitas Indonesia
orang perseorangan, perusahaan, usaha bersama, asosiasi, atau kelompok131.
Pemahaman terkait “pihak” dikaitkan dengan definisi wali amanat menjadi tidak
konsisten, sebab hal ini diatur kembali pada Pasal 50 Undang-Undang Pasar
Modal mengenai pengaturan pihak yang dapat menjadi Wali Amanat. Dalam
Pasal 50 ayat (1), pihak yang dapat menjadi Wali Amanat ditentukan kembali
kepada dua pihak, yakni Bank Umum dan Pihak lain yang ditentukan
berdasarkan Peraturan Pemerintah132. Akan tetapi hingga saat ini peraturan
pemerintah yang mengatur tentang pihak lain tersebut belum ada, sehingga satu-
satunya pihak yang dapat menjadi wali amanat dalam emisi obligasi adalah bank
umum.
Sementara itu dalam Pasal 1 butir 15 Undang-Undang Nomor 10 Tahun
1998 tentang Perbankan menyatakan bahwa :
“Wali Amanat adalah kegiatan usaha yang dapat dilakukan oleh Bank Umum untuk mewakili kepentingan pemegang surat berharga berdasarkan perjanjian atara Bank Umum dengan Emiten surat berharga yang bersangkutan.”
Eksistensi Wali Amanat dalam penerbitan obligasi di Pasar Modal
diperlukan mengingat efek bersifat utang (obligasi) tersebut mempunyai sifat
yang sepihak dan mempunyai jangka waktu jatuh tempo yang panjang133. Efek
bersifat utang (obligasi) yang ditawarkan kepada publik tentunya dimiliki oleh
banyak investor. Tanpa adanya lembaga Wali Amanat, pemegang efek selaku
kreditur harus berhadapan langsung dan melakukan pengawasan secara sendiri-
sendiri untuk memastikan bahwa tidak terdapat hal-hal yang dilanggar dalam
kontrak perwaliamanatan. Pengawasan secara individual oleh masing-masing
kreditur ini tentunya akan memakan waktu dan biaya yang tidak efisien.
131 Indonesia, Undang-Undang tentang Pasar Modal, Nomor 8 Tahun 1995, LN. No. 64
Tahun 1995, TLN. 3608, Pasal 1angka 23 132 Indonesia, Undang-Undang tentang Pasar Modal, Nomor 8 Tahun 1995, LN. No. 64
Tahun 1995, TLN. 3608, Pasal 50. 133 Gunawan Widjaja & Jono, op. cit., hal. 75-76
Perlindungan investor..., Durma Jaya, FH UI, 2011.
44
Universitas Indonesia
Dengan alasan ekonomis tersebut, satu kreditur mungkin akan
memanfaatkan hasil pengawasan dari kreditur lainnya. Antara para kreditur
mungkin akan saling mengamati untuk menentukan apakah diperlukan suatu
tindakan pengawasan pada Emiten atau tidak. Dalam keadaan seperti ini, dapat
terjadi terlalu banyak kreditur yang melakukan pengawasan sendiri-sendiri
terhadap Emiten, atau sebaliknya, tidak ada satupun investor yang melakukan
pengawasan karena saling mengandalkan satu sama lain134. Dengan demikian,
maka perlu adanya pihak yang dapat menjembatani hubungan antara Emiten
dengan para kreditur, maupun kreditur dengan sesama kreditur, serta melakukan
pengawasan serta upaya-upaya yang dibutuhkan guna melindungi kepentingan
investor dalam konteks penerbitan efek bersifat utang (obligasi). Pihak tersebut
berdasarkan Undang-Undang Pasar Modal adalah Wali Amanat.
Meskipun Wali Amanat bukanlah kreditur dalam penerbitan obligasi,
tetapi Wali Amanat adalah satu-satunya pihak yang berwenang untk bertindak
sehubungan dengan efek bersifat utang tersebut. Sebagai wakil dari pihak
pemegang efek bersifat utang (obligasi), wali amanat dapat melakukan berbagai
tindakan yang sesuai dengan kontrak perwaliamanatan dan peraturan perundang-
undangan yang berlaku, guna mewakili kepentingan pemegang efek bersifat
utang (obligasi) baik di dalam maupun di luar pengadilan.
Langkah awal yang ditempuh oleh Wali Amanat sebagai pihak yang
bertugas mewakili kepentingan investor adalah pada tahap pembuatan perjanjian
dengan Emiten sebelum penerbitan obligasi di Pasar Modal. Perjanjian yang
dibuat tersebut dinamakan dengan Kontrak Perwaliamanatan. Kontrak
perwaliamanatan inilah yang menjadi dasar utama dalam mengatur syarat dan
kondisi penerbitan efek bersifat utang (obligasi), termasuk hak dan kewajiban
para pihak yang terlibat135.
134 Tim Studi Perwaliamanatan di Pasar Modal Indonesia, op. cit, hal 7-9
135 Ibid, hal. 1
Perlindungan investor..., Durma Jaya, FH UI, 2011.
45
Universitas Indonesia
Undang-Undang Pasar Modal Pasal 51 menyatakan bahwa Wali Amanat
dilarang mempunyai hubungan afiliasi dengan Emiten; mewakili kepentingan
pemegang efek bersifat utang (obligasi) di dalam dan luar pengadilan;
mempunyai hubungan kredit dengan Emiten yang dapat mengakibatkan
benturan kepentingan; dilarang merangkap sebagai penanggung dalam emisi
efek bersifat utang (obligasi) yang sama (Undang-Undang Pasar Modal Pasal
54).
Kontrak Perwaliamanatan kadang-kadang melibatkan pihak yang disebut
Guarantor. Guarantor merupakan pihak yang memberikan jaminan akan
melunasi surat hutang beserta kewajiban yang berhubungan, yang diterbitkan
Emiten jika terjadi wanprestasi dari Emiten. Wali Amanat berfungsi melakukan
pencatatan/administrasi mengenai obligasi yang masih beredar, pembayaran
bunga yang sering terlambat, dan pengawasan terhadap Emiten. Wali Amanat
wajib menyampaikan laporan tengah tahunan dan tahunan kepada Bapepam
mengenai segala sesuatu tentang pelaksanaan obligasi yang ditanganinya136.
Di dalam melaksanakan pembayaran bunga maupun pokok, biasanya
Wali Amanat menunjuk pihak yang disebut Paying Agent. Sehingga investor
yang ingin mengambil bunga atau pokoknya, langsung berhubungan dengan
Paying Agent. Kadang-kadang Wali Amanat bertindak sendiri sebagai Paying
Agent137.
3.1.2 Kewajiban, Tugas dan Larangan-Larangan bagi Wali Amanat dalam
Perdagangan Obligasi
1. Kewajiban Wali Amanat
136 Ibid, hal 13
137 Ibid, hal 14
Perlindungan investor..., Durma Jaya, FH UI, 2011.
46
Universitas Indonesia
Wali Amanat memiliki berbagai macam kewajiban yang harus dipenuhi
atau dilaksanakan olehnya, khususnya yang terkait dengan kegiatan penerbitan
Efek yang bersifat utang (obligasi), yaitu:
a. Wali Amanat wajib bersikap netral dan independen serta tidak memihak
kepada Emiten, melainkan mewakili dan melindungi kepentingan pemegang
Efek yang bersifat utang (Pasal 51 ayat (1) Undang-Undang Pasar Modal
dan Penjelasannya)
b. Wali Amanat wajib membuat kontrak perwaliamanatan dengan Emiten
sesuai dengan ketetapan yang ditetapkan oleh Bapepam LK (Pasal 52
Undang-Undang Pasar Modal)
c. Wali Amanat wajib memberikan ganti rugi kepada pemegang Efek yang
bersifat utang atas kerugian karena kelalaiannya yang dalam pelaksanaan
tugasnya sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Pasar Modal dan/atau
peraturan pelaksanaannya serta kontrak perwaliamanatan (Pasal 53 Undang-
Undang Pasar Modal)
d. Wali Amanat wajib menyampaikan laporan kegiatan kepada Bapepam LK
dalam rangkap 4 yang meliputi:138
1) Laporan tengah tahunan dan tahunan mengenai kegiatan Wali Amanat
yang antara lain memuat:
a) Jumlah dan jenis Efek bersifat utang yang masih beredar;
b) Pembayaran pokok dan/atau bunga Efek yang bersifat utang;
c) Jumlah Efek yang bersifat utang yang telah dikonversikan menjadi
saham; dan
d) Pelaksanaan pengawasan yang telah dilakukan oleh Wali Amanat
terhadap Emiten.
Laporan tengah tahunan wajib disampaikan kepada Bapepam LK paling
lambat 30 hari setelah peridoe laporan yang bersangkutan dan laporan
138 Keputusan Ketua Bapepam No. Kep. 77/PM/1996 tentang Laporan Wali Amanat
(Peraturan No. X.I.1).
Perlindungan investor..., Durma Jaya, FH UI, 2011.
47
Universitas Indonesia
tahunan wajib disampaikan kepada Bapepam LK paling lambat 60 hari
setelah periode laporan yang bersangkutan.
2) Laporan peristiwa penting yang menyangkut kegiatan perwaliamanatan
yang wajib disampaikan kepada Bapepam LK paling lambat 2 hari setelah
terjadinya peristiwa atau sejak diketahuinya peristiwa tersebut, berupa:
a) Pembayaran pokok dan bunga Efek yang bersifat utang sebelum jatuh
tempo, apabila dimungkinkan di dalam kontrak perwaliamanatan;
b) Pelanggaran atas ketentuan dalam kontrak perwaliamanatan termasuk:
(1) Pembayaran pokok dan/atau bunga efek bersifat utang yang tidak
tepat waktu; dan
(2) Pengurangan, penambahan, pengalihan, atau penukaran jaminan;
(3) Penyelenggaraan Rapat Umum Pemegang Efek bersifat utang.
e. Wali Amanat wajib mengadministrasikan, menyimpan, dan
memelihara catatan, pembukuan, data, dan ketentuan tertulis yang
berhubungan dengan Emiten yang menggunakan jasa Wali Amanat.
Dokumen tersebut wajib disimpan di tempat yang aman dan terpisah
dari kegiatan bank lainnya dan wajib tersedia setiap saat untuk
kepentingan pemeriksaan Bapepam LK. Penyimpanan dokumen
tersebut sekurang-kurangnya untuk masa 5 tahun sejak seluruh
kewajiban Emiten terhadap pemegang Efek bersifat utang telah
dipenuhi. Dokumen-dokumen tersebut terdiri dari139:
1) Kontrak perwaliamanatan;
2) Kontrak yang berkaitan dengan pemberian jaminan dan bukti
pemeliharaan atau penguasaan atas harta yang dijaminkan
3) Catatan, risalah, dan/atau laporan mengenai jumlah dan jenis Efek
bersifat utang yang masih bererdar dan yang telah dilunasi;
4) Catatan, risalah, dan/atau laporan mengenai pelaksanaan
pengawasan terhadap Emiten termasuk tindakan yang dilakukan
139 Keputusan Ketua Bapepam No.Kep-78/PM/1996 tentang Pemeliharaan Dokumen oleh
Wali Amanat (Peraturan Nomor X.I.2)
Perlindungan investor..., Durma Jaya, FH UI, 2011.
48
Universitas Indonesia
oleh Wali Amanat karena tidak dipenuhinya persyaratan kontrak
perwaliamanatan, antara lain tidak dibayarnya pokok dan bunga,
atau adanya pelanggaran terhadap peraturan perundang-undangan
di bidang pasar modal yang dilakukan oleh Emiten;
5) Catatan, risalah dan/atau laporan mengenai jumlah dan jenis Efek
bersifat utang yang dapat dikonversikan menjadi saham, apabila
ada;
6) Daftar Emiten yang menggunakan jasa Wali Amanat; dan
7) Buku pedoman operasional Wali Amanat
f. Memanggil dan mengadakan Rapat Umum Pemegang Obligasi (RUPO)
sebelum mengambil tindakan yang memerlukan persetujuan RUPO,
dan melaksanakan dan melakukan tindakan yang sah seusai dengan
keputusan RUPO140.
2. Tugas Wali Amaant
Secara simpel tugas Wali Amanat telah dijelaskan dalam pengertian
umum mengenai Wali Amanat pada UUPM yakni bertugas untuk mewakili
kepentingan pemegang efek bersifat utang. Menurut Tim Studi
Perwaliamanatan di Pasar Modal yang dibentuk oleh Bapepam-LK, Tugas
tersebut dapat diruai ke dalam beberapa tugas pokok Wali Amanat yang terdiri
atas141:
a. Mewakili kepentingan pemegang efek bersifat utang dalam
melakukan tindakan hukum yang berkaitan dengan kepentingan
pemegang efek bersifat utang di dalam maupun di luar pengadilan.
Tugas ini berlaku efektif sejak tanggal emisi.
b. Melaksanakan tugas dengan penuh tanggung jawab dan kehati-
hatian serta bertindak bijaksana untuk kepentingan terbaik
pemegang efek bersifat utang.
140 Tim Studi Perwaliamanatan di Pasar Modal Indonesia, op. cit., hal. 28. 141 Ibid, hal. 27.
Perlindungan investor..., Durma Jaya, FH UI, 2011.
49
Universitas Indonesia
c. Bertanggungjawab kepada pemegang efek bersifat utang atas
kerugian yang timbul akibat dari kelalaian, kecerobohan atau
adanya pertentangan kepentingan pada Wali Amanat dalam
menjalankan tugasnya
Lebih spesifik lagi, terdapat beberapa kegiatan yang berkaitan dengan
tugas pokok Wali Amanat tersebut adalah sebagai berikut142:
a. Menganalisis kemampuan dan kredibilitas Emiten apakah secara
operasional perusahaan (Emiten) mempunyai kesanggupan menghasilkan
dan membayar obligasi beserta bunganya.
b. Menilai kekayaan Emiten yang akan dijadikan jaminan. Wali Amanat
harus mengetahui dengan pasti apakah nilai kekayaan Emiten yang
menjadi jaminan setara atau memadai dibanding nilai obligasi yang
diterbitkan.
c. Melakukan pengawasan terhadap kekayaan Emiten. apabila harta yang
menjadi jaminan tadi dialihkan pemanfaatan atau pemilikanya haruslah
sepengetahuan Wali Amanat
d. Memantau dan mengikuti perkembangan secara terus menerus terhadap
perkembangan perusahaan Emiten dan memberikan nasihat dan masukan
kepada Emiten
e. Melakukan pengawasan dan pemantauan terhadap pembayaran bunga
dan pinhjaman pokok obligasi yang menjadi hak pemodal. Tepat pada
waktunya.
f. Bertindak sebagai agen utama pembayaran untuk menunjang kegiatan
pengawasan terhadap pembayaran bunga dan pinjaman pokok, maka
Wali Amanat semula bertindak sebagai agen utama pembayaran. Dengan
telah dibentuknya PT. KSEI, maka saat ini pembayaran saat ini dilakukan
oleh PT. KSEI
142 M. Irsan Nasarudin, Indra Surya , dan Arman Nefi. op. cit., hal. 173-174
Perlindungan investor..., Durma Jaya, FH UI, 2011.
50
Universitas Indonesia
g. Sesuai dengan Keputusan Ketua Bapepam Nomor KEP-02/PM/1988,
Wali Amanat berperan juga sebagai pemimpin dalam Rapat Umum
Pemegang Obligasi (RUPO)143.
Sementara itu, bila dikelompokan secara runut berdasarkan waktu, maka
setidaknya tugas yang menjadi tanggung jawab wali amanat adalah sebagai
berikut144:
1. Sebelum proses emisi
yaitu melakukan penelitian terhadap calon Emiten, penelitian ini
mencakup:
a. analisa laporan keuangan Emiten untuk memantau keadaan keuangan
Emiten;
b. meneliti legalitas dari Emiten.
2. Saat proses emisi, terbagi atas:
a. Menentukan hak-hak para pemegang efek bersifat utang/obligasi, yang
mencakup:
1) Hak pembayaran bunga;
2) Hak pembayaran pokok;
3) Penentuan tanggal-tanggal untuk pembayaran bunga dan pokok;
4) Hak untuk memperoleh informasi mengenai jaminan
(preferen/tidak preferen);
5) Hak untuk mengetahui rating obligasi;
6) Hak untuk memperoleh laporan-laporan dari Emiten;
7) Hak untuk memperoleh pemberitahuan apabila terjadi kejadian
yang penting dari Emiten.
b. Membuat kontrak/perjanjian perwaliamanatan
143 Marzuki Usman, et. al.”Pengetahuan Dasar Pasar Modal”, Jurnal Keuangan dan
Moneter dan IBI, (Jakarta, 1999), hal. 57 144 Tim Studi Perwaliamanatan di Pasar Modal Indonesia, op. cit., hal. 15-16
Perlindungan investor..., Durma Jaya, FH UI, 2011.
51
Universitas Indonesia
c. Setelah emisi efek bersifat utang/obligasi
1) Memantau pemenuhan kewajiban Emiten yang tercantum dalam
perjanjian perwaliamantan;
2) Memberitahukan kepada pemegang efek bersifat utang/obligasi,
Emiten Bapepam, BES145 sehubungan dengan efek bersifat
utang/obligasi yang diterbitkan, apabila terdapat kejadian penting;
3) Menyelenggarakan Rapat Umum Pemegang Obligasi (RUPO)
apabila diperlukan;
4) Melaksanakan keputusan RUPO.
Dalam upaya Wali Amanat dalam melindungi pemegang efek bersifat
utang/obligasi, beberapa hal yang dilakukan antara lain146:
1. sebelum emisi efek bersifat utang/obligasi, meliputi:
a. menganalisa data-data historis Emiten yaitu melakukan analisa
terhadap laporan keuangan Emiten untuk mengetahui kinerja
dan keadaan keuangan Emiten;
b. mempelajari data-data dari Konsultan Hukum yang ditunjuk
dalam emisi tersebut, yaitu berupa legal opinion dan legal
audit.
2. Proses emisi efek bersifat utang/obligasi, meliputi:
a. Menentukan dan memantau hak-hak pemegang efek bersifat
utang/obligasi, yang terdiri dari:
1) Besarnya bunga obligasi;
2) Cara pembayaran bunga;
3) Tanggal-tanggal pembayaran bunga;
4) Penyediaan dana untuk membayar bunga dan pokok obligasi;
5) Memantau penggunaan dana yang diperoleh dari emisi efek
bersifat utang/obligasi;
145BES adalah singkatan dari Bursa Efek Surabaya, sekarang telah bergabung dengan
Bursa Efek Jakarta menjadi Bursa Efek Indonesia (BEI) 146 Ibid, hal. 16-17
Perlindungan investor..., Durma Jaya, FH UI, 2011.
52
Universitas Indonesia
6) Menentukan jaminan yang dijaminkan untuk pemegang efek
bersifat utang/obligasi.
b. Menetapkan covenant-covenant dalam perjanjian perwaliamanatan
(negative covenant dan positive covenant) yang harus dipenuhi
Emiten selama jangka waktu efek bersifat utang/obligasi dengan
memperhatikan struktur obligasi, kinerja dan proyeksi keuangan,
struktur jaminan.
c. Melakukan pengecekan, perhitungan dan pengikatan jaminan
obligasi (bila ada).
3. Setelah emisi, meliputi:
a. Pengawasan dan pemantauan kepatuhan serta pelaksanaan
kewajiban Emiten berdasarkan perjanjian perwaliamanatan atau
dokumen lainnya yang mencakup:
1) Analisis kinerja keuangan secara periodik;
2) Kepatuhan atas covenant pada perjanjian perwaliamanatan;
3) Penggunaan dana;
4) Pemenuhan kewajiban Emiten terhadap pemegang efek
bersifat utang/obligasi;
5) Monitoring jaminan (nilai maupun pengikatannya).
b. Penyampaian laporan kepada Bapepam, Bursa Efek dan pemegang
obligasi dalam hal terjadi potensi kelalaian atau kelalaian yang
dilakukan oleh Emiten atau terjadi keadaan yang dapat
membahayakan kepentingan pemegang obligasi.
c. Melaksanakan keputusan RUPO.
d. Pemberian keterangan/perhitungan yang sewaktu-waktu diminta
RUPO maupun Bapepam.
3. Batasan-Batasan bagi Wali Amanat
Sebagai pihak yang diamanatkan untuk melakukan tugas mewakili
kepentingan pemegang efek bersifat utang, tentunya Wali Amanat harus
senantiasa menjalankan tugasnya secara independen dan netral. Hal ini
Perlindungan investor..., Durma Jaya, FH UI, 2011.
53
Universitas Indonesia
dimaksudkan untuk memaksimalkan fungsi dari Wali Amanat itu sendiri.
Selanjutnya, Wali Amanat juga dalam menjalankan tugasnya memiliki batasan-
batasan yang harus dipatuhi terkait tugasnya tersebut. Beberapa batasan bagi
Wali Amanat adalah sebagai berikut:
a. Wali Amanat dilarang mempunyai hubungan afiliasi dengan Emiten
kecuali hubungan afiliasi tersebut terjadi karena kepemilikian atau
penyertaan modal pemerintah (Pasal 50 ayat (1) UUPM)
Larangan ini bertujuan agar Wali Amanat dapat melaksanakan
fungsinya secara independen sehingga dapat melindungi kepentingan
pemegang Efek bersifat utang (obligasi) secara maksimal147.
b. Wali Amanat dilarang mempunyai hubungan kredit dengan Emiten
dalam jumlah sesuai dengan Peraturan Bapepam yang dapat
mengakibatkan benturan kepentingan antara Wali Amanat sebagai
kreditur dan wakil pemegang Efek bersifat utang (Pasal 51 ayat (3)
UUPM).
c. Wali Amanat dilarang merangkap sebagai penanggung dalam emisi
Efek bersifat utang yang sama. (Pasal 54 UUPM).
Dalam obligasi, biasanya diperlukan gurantor atau penanggung untuk
menjamin pelinasan seluruh pinhaman pokok dan bunga oleh Emiten.
Penanggung ini biasanya dilaksanakan oleh bank. Dengan demikian,
jelas bahwa untuk menghindari terjadinya conflict of interest antara
fungsi Wali Amanat dengan fungsi penaggung suatu bank yang
bertindak sebagai Wali Amanat dilarang untuk sekaligus bertindak
sebagai penaggung pada penerbitan Efek yang bersifat utang yang
sama148.
3.1.3 Kedudukan Wali Amanat dalam kepailitan Emiten yang
Mengeluarkan Obligasi
147 Gunawan Widjaja & Jono, op. cit., hal. 88 148 Ibid¸ hal. 88-89
Perlindungan investor..., Durma Jaya, FH UI, 2011.
54
Universitas Indonesia
Dalam penerbitan obligasi itu sendiri, tidak terdapat kepastian bahwa
Emiten akan dalam keadaan yang sehat sebagai sebuah Badan Hukum.
Ketidakpastian ini adalah hal yang lumrah di tengah dinamika dunia usaha dan
semakin ketatnya kompetisi di bidang perekonomian. Selanjutnya, terdapat
pula kemungkinan Emiten jatuh dalam keadaan tidak mampu membayar
(pailit). Tentunya hal ini bukanlah hal yang diharapkan oleh para pihak dalam
perdagangan obligasi, terutama pihak Emiten itu sendiri dan investor yang
memegang obligasi Emiten tersebut. Hal ini disebabkan kedudukan kedua
pihak tersebut yang memiliki kepentingan langsung terhadap obligasi yang
diterbitkan oleh Emiten.
Pada bagian sebelumnya, telah dijelaskan bahwa Wali Amanat memiliki
peran sebagai pihak yang mewakili kepentingan pemegang obligasi. Oleh
karena itu, adanya kepailitan Emiten yang menerbitkan obligasi tersebut
tentunya akan menjadi kepentingan dari Wali Amanat itu sendiri.
Kedudukan Wali Amanat dalam hal terjadinya kepailitan Emiten, akan
sangat erat keterkaitannya dengan kedudukan Emiten dalam konstruksi
Perwaliamanatan pada perdagangan obligasi. Bila kita analisa hubungan
hukum perwaliamanatan dalam perdagangan obligasi, dapat disimpulkan
bahwa konstruksi hukum perwaliamanatan merupakan suatu konsep identure
trustee149. Sedikit mengulas, indenture trustee adalah pihak yang mewakili
kepentingan-kepentingan para investor pemegang bagian pecahan dari obligasi,
termasuk untuk melakukan eksekusi jaminan-jaminan kebendaan yang ada,
yang diserahkan untuk kepentingan para investor yang terkait dengan
penerbitan surat obligasi yang dipecah-pecah ke dalam bagian obligasi yang
dimiliki oleh investor.
Dalam konsep perwaliamantan, bila kaitkan konsep indenture trust,
Emiten bertindak sebagai settlor, Wali Amanat bertindak sebagai trustee, dan
149 Ibid, hal. 114
Perlindungan investor..., Durma Jaya, FH UI, 2011.
55
Universitas Indonesia
pemegang obligasi bertimdak sebagai beneficiary. Hubungan antara Emiten,
Wali Amanat, dan pemegang obligasi dapat digambarkan sebagai berikut150:
BAGAN I
Hubungan Hukum antara Emiten, Wali Amanat, dan Pemegang Obligasi
Emiten yang bertindak selaku settlor menyerahkan harta bendanya sebagai
jaminan kepada Wali Amanat selaku trustee dengan tujuan untuk kepentingan
investor pemegang obligasi selaku benerficiary. Harta kebendaan yang
diserahkan oleh Emiten merupakan jaminan atas pelunasan obligasi yang telah
diterbitkan, yang merupakan suatu hak kebendaan yang bersifat terbatas.hal
tersebut sesuai dengan yang diatur dalam Pasal 528 KUH Perdata, yang
berbunyi:
“Atas sesuatu kebendaan, seorang dapat mempunyai, baik suatu kedudukan berkuasa, baik hak milik, baik hak waris, baik hak pakai hasil, baik hak pengabdian tanah, baik hak gadai, atau hipotek.”
Harta kebendaan milik Emiten yang dijadikan jaminan atas pelunasan
obligasi merupaan suatu hak kebendaan yang bersifat terbatas atau dikenal
dengan Jura in re aliena. Jura in re alien adalah suatu hak kebendaan yang
150 Ibid, hal. 114-115
EMITEN WALI
AMANAT
Trustee
Settlor
PEMEGAN
G
Beneficiary
Perlindungan investor..., Durma Jaya, FH UI, 2011.
56
Universitas Indonesia
terbatas yang dimiliki oleh seseorang atau badan (hukum) tertentu di atas suatu
kebendaan yang dengan kebendaan yang lebih luas atau lebih tinggi
tingkatannya151.
Dalam hal adanya hak atas kebendaan yang diserahkan oleh Emiten
kepada Wali Amanat merupakan suatu jaminan yang memiliki hak kebendaan
yang terbatas, maka antara Emiten dengan Wali Amanat masih terdapat
hubungan hukum, sepanjang yang berkaitan dengan harta kebendaan Emiten
yang dijadikan sebagai jaminan atas pelunasan obligasi. Hal ini merupakan
konsekuensi dari konsep bahwa Perjanjian Perwaliamanatan merupakan suatu
indenture trust152.
Selain itu Wali Amanat dalam hal tidak ada jaminan kebendaan, Wali
Amanat merupakan pemegang hak gugatan perorangan dan satu-satunya
pelaksana hak gugatan perorangan yang dimiliki seluruh investor pemegang
obligasi. Dalam hal ini, benda yang dimiliki oleh Wali Amanat adalah hak
gugatan perorangan yang kewenangannya berdasarkan Undang-Undang Pasar
Modal. Tidak ada seorang investor pun yang dapat melaksanakan hak gugatan
perorangan tersebut.
Dengan adanya perwaliamanatan, sebenarnya Pemegang Obligasi telah
memberikan kuasanya kepada Wali Amanat. Sejak tanggal Emisi, setiap
pemegang efek bersifat utang langsung tunduk kepada Kontrak
Perwaliamanatan dan menyetujui untuk dan dengan ini, sekarang dan
dikemudian pada waktunya, secara bersama-sama memberikan kuasa kepada
Wali Amanat tanpa perlu adanya pemberian surat kuasa khusus, untuk
menjalankan semua hak pemegang efek bersifat utang tanpa pengecualian,
berdasar ketentuan perundangan yang berlaku, termasuk melindungi
kepentingan pemegang efek dihadapan instansi peradilan, pengadilan niaga dan
151 Kartini Muljadi dan Gunawan Widjaja, Kebendaan pada Umumnya, (Jakarta:
Kencana, 2003), hal. 230 152 Gunawan Widjaja dan Jono, op. cit., hal. 116
Perlindungan investor..., Durma Jaya, FH UI, 2011.
57
Universitas Indonesia
arbitrase. Kontrak Perwaliamanatan berlaku sebagai bukti yang sempurna
mengenai pemberian kuasa pemegang efek kepada Wali Amanat dan kuasa ini
tidak dapat berakhir karena sebab apapun termasuk sebab-sebab yang diatur
dalam Pasal 1813, 1814 dan 1816 Kitab Undang-undang Hukum Perdata.
Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa Wali Amanat
memiliki legal standing dan kewenangan untuk melakukan tindakan untuk
mewakili kepentingan investor di hadapan hukum. Hal ini mencakup pula
terhadap tindakan di luar maupun di dalam pengadilan sepanjang dalam usaha
mewakili kepentingan investor yang termasuk dalam lingkup kewajiban Wali
Amanat.
Kontrak perwaliamanatan mengandung janji-janji yang berisikan
komitmen Wali Amanat untuk mengakomodir kepentingan investor. Sebagai
suatu perikatan sempurna, setiap janji melahirkan tidak hanya kewajiban
(schuld) tetapi juga pertanggung jawaban perdata (haftung) pada diri Wali
Amanat, yang dijamin dengan harta kekayaannya sesuai dengan pasal 1131
KUH Perdata. Bila dikaitkan dengan kedudukan Wali Amanat sebagai pihak
yang mewakili kepentingan investor, hal ini berarti Wali Amanat memiliki
kewajiban serta tanggung jawab untuk melaksanakan tugas dengan sebaik-
baiknya guna melindungi kepentingan investor. Kewajiban dan tanggung
jawab tersebut mencakup bahwa Wali Amanat akan melaksanakan
kewajibannya dengan sebaik-baiknya guna melindungi kepentingan investor
semata dan menghindari benturan kepentingan (duty of loyalty dan good faith),
dan juga Wali Amanat wajib memastikan bahwa para investor pemegang
obligasi tersebut akan memperoleh hak-haknya tepat waktunya sedemikian
rupa sehingga para investor pemegang obligasi tidak dirugikan hak-haknya
(duty of care and dilligence)153. Hal ini dikarenakan hubungan Wali Amanat
dengan investor pemegang obligasi dibentuk berdasarkan kepercayaan
(fiduciary), dan kedua kewajiban tersebut merupakan fiduciary duty. Dengan
153 Ibid, hal. 117-118
Perlindungan investor..., Durma Jaya, FH UI, 2011.
58
Universitas Indonesia
demikian pula maka dapat ditarik simpulan bahwa Wali Amanat juga memiliki
tanggung jawab atas segala kewajibannya dalam upaya melindungi
kepentingan investor pemegang obligasi.
Lalu terkait dengan kedudukan dan peran Wali Amanat dalam Kepailitan
Emiten pemegang obligasi, maka terdapat beberapa poin penting yang dapat
ditarik berdasarkan uraian sebelumnya, yakni:
1. Wali Amanat memiliki kewajiban dan tanggung jawab untuk sebaik-
baiknya menjalani kewajibannya sebagai wakil investor pemegang
obligasi
2. Wali Amanat bertanggung jawab untuk berusaha menjamin
pelaksanaan pemenuhan hak-hak dari pemegang obligasi atas obligasi
yang diterbitkan Emiten
3. Wali Amanat merupakan satu-satu pihak yang berwenang mewakili
kepentingan investor pemegang obligasi sebagaimana diatur dalam
Undang-Undang Pasar Modal.
4. Wali Amanat memiliki kedudukan secara hukum mewakili
kepentingan investor baik di dalam maupun di luar pengadilan.
Selanjutnya akan dijelaskan terkait dengan kedudukan Wali Amanat
dalam Kepailitan Emiten. Seperti yang telah dibahas sebelumnya bahwa
bahwa obligasi dapat dikategorikan pula sebagai “utang” atau “pinjaman”
yang dimaksud dengan pengertian “utang” yang tercantum dalam pasal 1
angka 7 UUK-PKPU, sebab memiliki perikatan dasar utang-piutang antara
penerbit obligasi dengan pemegang obligasi. Pemegang obligasi merupakan
kreditur dalam kepailitan Emiten. Kemudian Berdasarkan Pasal 51 ayat 2
UUPM, wali amanat mewakili kepentingan pemegang obligasi baik di
dalam maupun di luar pengadilan. Wali amanat menjadi kuasa dari
pemegang obligasi berdasarkan undang-undang. Karena peran wali amanat
sebagai kuasa dari pemegang obligasi, maka Wali Amanat menjadi garda
terdepan dalam perlindungan pemegang obligasi. Semua perbuatan hukum
dan hubungan hukum dengan Emiten dalam konteks obligasi yang
Perlindungan investor..., Durma Jaya, FH UI, 2011.
59
Universitas Indonesia
bersangkutan haruslah demi kepentingan pemegang obligasi. Pemegang
Obligasi adalah Kreditur bagi Emiten, sebab perikatan dasar dari penerbitan
obligasi itu sendiri adalah utang-piutang. Akan tetapi mengingat kedudukan
Pemegang Obligasi yang telah terwakilkan oleh Wali Amanat, maka Wali
Amanatlah yang berperan sebagai wakil dari pemegang obligasi selaku
kreditur dalam kepailitan Emiten.
Berdasarkan hubungan perwaliamanatan yang dibentuk melalui kontrak
perwaliamanatan, maka Wali Amanat berwenang dan berkewajiban untuk
mewakili kepentingan Investor Pemegang Obligasi, baik di dalam maupun
di luar pengadilan. Tindakan yang dapat dilakukan oleh Wali Amanat secara
mendasar sama dengan tindakan-tindakan yang dapat dilakukan oleh
kreditur pada umumnya, yang membatasinya adalah kedudukan Wali
Amanat sebagai wakil dari pemegang obligasi. Jadi tindakan-tindakan yang
dapat dilakukan oleh Wali Amanat tersebut harus semata-mata demi
kepentingan investor pemegang obligasi dan juga mencerminkan keinginan
dari para pemegang obligasi yang ditentukan melalui Rapat Umum
Pemegang Obligasi (RUPO).
Beberapa poin penting terkait kedudukan Wali Amanat terkait dengan
kepailitan Emiten adalah:
1. Seketika mengetahui informasi adanya pengajuan permohonan pailit
kepada Emiten, maka Wali Amanat wajib menginformasikan kepada
investor pemegang obligasi dan menggelar Rapat Umum Obliagasi
terkait dengan adanya informasi tentang keadaan Emiten tersebut.
2. Wali Amanat selaku perwakilan dan kuasa dari para investor (kreditur
dalam kepailitan) wajib melakukan tindakan demi kepentingan
investor pemegang obligasi, baik di luar pengadilan, maupun di luar
pengadilan. Hal ini berarti Wali Amanat juga mengurusi segala
tindakan terkait dengan pemberesan “utang” Emiten kepada
pemegang obligasi. Tindakan pemberesan tersebut tentu terkait
dengan proses yang berjalan, mulai dari pendaftaran utang dalam
Perlindungan investor..., Durma Jaya, FH UI, 2011.
60
Universitas Indonesia
daftar utang Emiten sebagai termohon pailit, rapat dengan panitia
kreditur, berkoordinasi dengan kurator, dan melakukan tindakan-
tindakan terkait proses yang berjalan dalam kepailitan Emiten.
3. Mengadmisnitrasikan segala informasi, dan dokumen-dokumen yang
penting terkait dengan kepailitan Emiten dan obligasi yang menjadi
kepentingan pemegang obligasi.
4. Menjadi agen pembayaran kepada investor dalam hal telah adanya
proses pemberesan harta pailit dan harta pailit tersebut dapat
membayar, baik untuk sebagian maupun keseluruhan, kewajiban
utang yang terdapat dalam obligasi.
3.2 . Peran dan Tanggung Jawab Bapepam LK di Pasar Modal serta
Kedudukannya dalam Kepailitan Emiten yang Mengeluarkan
Obligasi
3.2.1 Tinjauan Umum Tugas dan Wewenang Bapepam LK di Pasar Modal
Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan (BAPEPAM
LK) merupakan lembaga yang diberi kewenangan dan kewajiban untuk
melakukan pembinaan, pengaturan, dan pengawasan sehari-hari seluruh
kegiatan institusi pelaku pasar modal di Indonesia. Mengingat pasar modal
merupakan salah satu sumber pembiayaan dunia usaha dan sebagai wahana
investasi bagi para pemodal, serta memiliki peranan strategis untuk
menunjang pembangunan nasional, kegiatan pasar modal perlu mendapat
pengawasan agar pasar modal dapat berjalan secara teratur, wajar, efisien,
serta melindungi kepentingan pemodal dan masyarakat (UUPM Pasal 4)154.
Untuk itu Bapepam LK diberi kewenangan dan kewajiban untuk membina,
mengatur, dan mengawasi setiap pihak yang melakukan kegiatan di pasar
modal. Pengawasan tersebut dapat dilakukan dengan menempuh upaya-
154 M.Irsan Nasarudin, et. al. op. cit, hal. 115
Perlindungan investor..., Durma Jaya, FH UI, 2011.
61
Universitas Indonesia
upaya, baik yang bersifat preventif dalam bentuk aturan, pedoman,
bimbingan, dan arahan maupun secara represif dalam bentuk pemeriksaan,
penyidikan, dan pengenaan sanksi155.
Fungsi Bapepam LK demikian itu adalah fungsi-fungsi yang juga
dimiliki oleh otoritas pasar modal di negara-negara lain di dunia.
Kewenangan yang diberikan oleh UUPM adalah kewenangan yang sesuai
dengan standar dan prinsip hukum pasar modal. Otoritas pasar modal akan
selalu mempunyai 3 fungsi utama, yaitu melakukan pembinaan, pengaturan,
dan pengawasan. Fungsi-fungsi tersebut diberikan kepada Bapepam LK
untuk memfasilitasi tercapainya tujuan yang dicanangkan undang-undang,
yaitu menciptakan pasar modal yang teratur, wajar, dan efisien, serta
memberikan perlindungan kepada pemodal dan masyarakat156. Dengan
fungsi-fungsi tersebut Bapepam memiliki beberapa kewenangan. Wewenang
Bapepam tercantum pada Bab II UUPM, yang dalam garis besarnya
mencakup 9 bidang, yaitu157:
1) Wewenang mengeluarkan izin usaha untuk bursa efek dan lembaga
lembaga penunjang.
2) Wewenang mengeluarkan izin perorangan untuk wakil penjamin
emisi efek, wakil perantara pedagang efek, dan wakil manajer
investasi.
3) Wewenang menyetujui pendirian bank kustodian.
4) Wewenang menyetujui pencalonan atas pemberhentian komisaris,
direktur serta menunjuk manajemen sementara bursa efek, lembaga
kliring dan penjamin, lembaga penyimpanan dan penyelesaian
sampai dipilihnya komisaris dan direktur baru.
5) Wewenang memeriksa dan menyelidik setiap pihak jika terjadi
pelanggaran terhadap UUPM.
155 Ibid. hal. 115-116 156 Ibid 157 Jasso Winarto, Pasar Modal Indonesia: Retrospeksi Lima Tahun Swastanisasi BEJ,
(Jakarta: Sinar Harapan, 1997), hlm.91.
Perlindungan investor..., Durma Jaya, FH UI, 2011.
62
Universitas Indonesia
6) Wewenang membekukan atau membatalkan pencatatan atas efek
tertentu.
7) Wewenang menghentikan transaksi bursa atas efek tertentu.
8) Wewenang menghentikan kegiatan perdagangan bursa efek dalam
keadaan darurat.
9) Wewenang bertindak sebagai lembaga banding bagi pihak yang
dikenakan sanksi oleh bursa efek maupun lembaga kliring dan
penjamin.
Di luar kewenangan tersebut, masih terdapat sejumlah wewenang dalam
tingkat yang lebih rendah dan sifatnya lebih teknis. Dengan demikikan,
Bapepam sebagai pengawas memang diberi kekuasaan yang amat besar oleh
UUPM.
3.2.2 Kedudukan Bapepam LK dalam hal Terjadinya Kepalitan Emiten yang
Mengeluarkan Obligasi
Bapepam-LK merupakan otoritas yang memiliki tugas dalam
mengawasi kegiatan perdagangan di pasar modal. Selain tugas mengawasi,
Bapepam-LK juga berperan sebagai penjaga dalam rangka perlindungan
investor pasar modal. Peran penjaga di sini bermakna bahwa Bapepam-LK
dengan segala kewenangannya di bidang pasar modal memiliki tanggung
jawab besar dalam menjaga, mengembangkan, dan memajukan pasar modal
Indonesia dengan memberikan perlindungan terhadap para investor pasar
modal. UUPM telah memberikan kewenangan yang luar biasa kepada
Bapepam-LK, dan kewajiban dalam mengawasi, mengatur, dan membina
setiap pihak yang melakukan kegiatan di pasar modal. Kewenangan dan
kewajiban tersebut pada hakikatnya adalah demi perlindungan pemodal dan
dalam jangka panjang melindungi perekonomian negara. Bentuk-bentuk
perlindungan tersebut meliputi perlindungan preventif dalam bentuk aturan,
Perlindungan investor..., Durma Jaya, FH UI, 2011.
63
Universitas Indonesia
pedoman, bimbingan, dan arahan; dan bentuk perlindungan represif dalam
bentuk pemeriksaan, penyidikan, dan pengenaan sanksi158.
Dalam konteks perlindungan pemegang obligasi, kedua bentuk
perlindungan tersebut diterapkan melalui pembuatan Peraturan Bapepam
misalnya, mengenai keterbukaan Emiten dalam pengajuan prospektus obligasi,
kewajiban penyampaian informasi karena adanya peristiwa penting, kewajiban
penyampaian laporan keuangan secara berkala, dan sebagainya (Preventif)159.
Di samping itu juga, bentuk perlindungan lain yang diberikan dalam rangka
melindungi pemegang obligasi adalah dengan melakukan pemeriksaan, dan
penyidikan kepada Emiten atau wali amanat yang lalai atas kewajibannya
(Represif), bahkan mengajukan mereka ke pengadilan apabila ternyata
kelalaian Emiten atau wali amanat disebabkan karena telah melakukan
perbuatan melawan hukum dengan itikad buruk sehingga pemegang obligasi
dirugikan160.
Perihal kedudukan Bapepam LK dalam kepailitan Emiten, terdapat
aturan mengenai peraturan yang mewajibkan Emiten untuk memberikan
laporan terkait dengan adanya kepailitan Emiten peraturan tersebut tercantum
dalam Keputusan Ketua Badan Pengawas Pasar Modal Nomor Kep-
46/PM/1998/1998 tentang Keterbukaan Informasi Bagi Emiten atau
Perusahaan Publik yang Dimohonkan Pailit (Peraturan Bapepam LK Nomor
K.X.5). Adapun isi dari Peraturan tersebut adalah:
1. Emiten atau Perusahaan Publik yang gagal atau tidak mampu menghindari
kegagalan untuk membayar kewajibannya terhadap pemberi pinjaman
yang tidak terafiliasi, maka Emiten atau Perusahaan Publik wajib
menyampaikan laporan mengenai hal tersebut kepada Bapepam dan Bursa
Efek dimana Efek Emiten atau Perusahaan Publik tercatat secepat
mungkin, paling lambat akhir hari kerja ke-2 (kedua) sejak Emiten atau
158 Maria Imelda Aritonang, Op. Cit.,hal. 96
159 Ibid, hal. 96 160 Ibid, hal. 96-97
Perlindungan investor..., Durma Jaya, FH UI, 2011.
64
Universitas Indonesia
Perusahaan Publik mengalami kegagalan atau mengetahui
ketidakmampuan menghindari kegagalan dimaksud.
2. Laporan sebagaimana dimaksud dalam angka 1 wajib memuat antara lain
rincian mengenai pinjaman termasuk jumlah pokok dan bunga, jangka
waktu pinjaman, nama pemberi pinjaman, penggunaan pinjaman dan
alasan kegagalan atau ketidakmampuan menghindari kegagalan.
3. Dalam hal Emiten atau Perusahaan Publik diajukan ke Pengadilan untuk
dimohonkan pernyataan pailit, maka Emiten atau Perusahaan Publik wajib
menyampaikan laporan mengenai hal tersebut kepada Bapepam dan Bursa
Efek dimana Efek Emiten atau Perusahaan Publik tercatat secepat
mungkin, paling lambat akhir hari kerja ke-2 (kedua) sejak Emiten atau
Perusahaan Publik mengetahui adanya permohonan pernyataan pailit
dimaksud.
4. Laporan sebagaimana dimaksud dalam angka 3 wajib memuat antara lain
nama pemberi pinjaman yang mengajukan pailit, ringkasan permohonan
pernyataan pailit dan jumlah pinjaman lainnya.
5. Pihak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 85 Undang-undang Nomor 8
Tahun 1995 tentang Pasar Modal yang mengajukan permohonan
pernyataan pailit kepada Pengadilan terhadap Emiten atau Perusahaan
Publik wajib menyampaikan laporan kepada Bapepam dan Bursa Efek
dimana Efek Emiten atau Perusahaan Publik tercatat mengenai hal tersebut
secepat mungkin, paling lambat akhir hari kerja ke-2 (kedua) pengajuan
permohonan pernyataan pailit.
6. Laporan sebagaimana dimaksud dalam peraturan ini merupakan dokumen
publik yang tersedia bagi masyarakat di Pusat Referensi Pasar Modal
sesuai dengan Peraturan Nomor II.A.2 tentang Prosedur Penyediaan
Dokumen Bagi Masyarakat di Pusat Referensi Pasar Modal.
7. Bursa Efek wajib mengumumkan informasi sebagaimana dimaksud dalam
peraturan ini di Bursa Efek pada hari yang sama dengan diterimanya
informasi tersebut oleh Bursa Efek
Perlindungan investor..., Durma Jaya, FH UI, 2011.
65
Universitas Indonesia
Peraturan X.K.5. tentang Keterbukaan Informasi Bagi Emiten atau
Perusahaan Publik yang Dimohonkan Pailit tersebut merupakan bentuk
peraturan yang bersifat preventif dari Bapepam LK dalam rangka melindungi
kepentingan investor. Peraturan ini juga merupakan implementasi dari
beberapa peraturan, yakni peraturan hukum di bidang pasar modal dan
peraturan hukum di bidang kepailitan. Dalam hukum kepailitan, prinsip
keterbukaan merupakan salah satu prinsip yang dianut sebab Keadaan
insolven suatu badan usaha harus diketahui oleh masyarakat agar tidak
menimbulkan efek yang negatif di kemudian hari, dan mencegah debitur
beritikad buruk untuk mendapatkan dana dari masyarakat dengan cara
menipu161. Kemudian dalam hukum Pasar Modal di Indonesia, prinsip
keterbukaan diterapkan dalam rangka menjamin kepastian dan keamaan
dalam berinvestasi guna menerapkan good corporate governance162.
Bila kita menelaah ketentuan dalam Peraturan X.K.5 di atas, maka
dapat ditarik kesimpulan bahwa peraturan ini sangat berkaitan erat dengan
penerapan dari prinsip disclosure (keterbukaan). Hal ini secara sistematis
dapat diterapkan untuk memberikan kepastian mengenai risiko dari keadaan
Emiten yang sedang dalam keadaan pailit terhadap obligasi, dan juga
memberikan perlindungan untuk memperoleh kedudukan yang sama dalam
memperoleh informasi dengan kreditur lain. Kedua hal ini sangat penting
mengingat kedudukan pemegang obligasi yang tidak berhubungan langsung
dengan Emiten dalam konstruksi hubungan hukum pinjam-meminjam antara
Emiten dengan pemegang obligasi. Berbeda dengan hubungan pinjam-
meminjam (kredit) pada umumnya, yang lazimnya antara pihak kreditur
maupun debitur berhubungan langsung, dalam perdagangan obligasi investor
hanya memberikan pinjaman melalui investasi di pasar modal, baik pasar
primer maupun pasar sekunder, dan tidak berhubungan secara langsung
161 Sebagaimana disebutkan oleh Freddy Haris yang telah disebutkan dalam Bab II,
halaman 30. 162 Pembahasan mengenai good corporate governance akan dijelaskan lebih lanjut dalam
bab selanjutnya.
Perlindungan investor..., Durma Jaya, FH UI, 2011.
66
Universitas Indonesia
dengan Emiten. Hal ini semakin didukung dengan adanya bentuk
perdagangan efek, termasuk obligasi, di bursa yang menggunakan sistem
“scripless trading”, dimana segala perdagangan efek dilakukan secara online,
dan tervisualisasi dan terkomputerisasi melalui komputer.
Seketika Bapepam LK menerima laporan adanya kepailitan Emiten,
maka Bapepam LK wajib menyampaikan kepada publik mengenai informasi
tersebut. Hal ini disebabkan informasi ini merupakan informasi penting yang
mempengaruhi perdagangan efek di bursa, dan tentunya akan sangat
berkaitan erat dengan kepentingan umum, terutama kepentingan investor
yang memegang efek.
Sebagai lembaga yang bersifat mengatur, mengawasi dan juga
penegak hukum di bidang pasar modal, maka Bapepam LK berperan besar
dalam mengawasi pelaksanaan keterbukaan informasi terkait terjadinya
kepailitan Emiten tersebut. Dalam hal tidak dipenuhinya peraturan mengenai
keterbukaan informasi mengenai kepailitan Emiten ini, maka Bapepam LK
dapat menjatuhkan sanksi kepada Emiten yang bersangkutan, baik berupa
sanksi yang bersifat administratif, maupun denda sesuai dengan
kesalahannya. Lebih lanjut lagi, perihal prinsip keterbukaan akan dijelaskan
lebih lanjut dalam bab berikutnya mengenai aspek hukum perlindungan
kepentingan investor pemegang obligasi dalam kepailitan Emiten.
Dengan demikian jelas bahwa kedudukan Bapepam LK dalam hal
terjadinya kepailitan Emiten adalah menjaga tetap terjaganya prinsip
keterbukaan dalam kegiatan Pasar Modal dengan mewajibkan Emiten
melaporkan adanya peristiwa ketidakmampuan membayar yang membuat
Emiten dapat menjadi dalam keadaan pailit ataupun peristiwa adanya
permohonan pailit dari kreditur Emiten.
Perlindungan investor..., Durma Jaya, FH UI, 2011.
67
Universitas Indonesia
BAB IV
ASPEK HUKUM PERLINDUNGAN INVESTOR PEMEGANG
OBLIGASI DALAM KEPAILITAN EMITEN
4.1. Kedudukan Investor dalam Proses Kepailitan Emiten yang
Mengeluarkan Obligasi di Pasar Modal
Dalam perdagangan obligasi, tentu tidak terlepas dari keberadaan
investor pemegang obligasi. Investor merupakan pihak kunci karena investor
adalah pihak yang paling menetukan kelancaran maksud dari perusahaan (Emiten)
yang hendak menghimpun dana dari masyarakat melalui obligasi. Namun, dalam
pelaksanaan perdagangan obligasi tersebut, tentu tidak terlepas dari berbagai
dinamika. Dinamika yang mungkin terjadi adalah kepailitan Emiten.
Dalam hal terjadinya kepailitan. Hal yang paling mendasar yang ingin
diketahui oleh investor adalah bagaimana dana yang telah ditanamkan dalam
obligasi yang diterbitkan Emiten tersebut dapat kembali kepada investor. Untuk
mengetahui hal tersebut, tentunya penting mengkaji tentang kedudukan investor
tersebut, baik dengan Emiten maupun dengan kreditur-kreditur lain. Kedudukan
investor ini menjadi penting, sebab dalam hal terjadinya kepailitan Emiten,
perolehan hak investor akan bersinggungan pula dengan hak dari kreditur-
kreditur lainnya.
Terdapat beberapa regulasi terkait dalam mengkaji permasalahan ini, di
antaranya adalah Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan
Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (UUK-PKPU), Undang-Undang
Nomor Nomor 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal (UUPM), Burgerlijke
Wetboek/Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPerdata) dan peraturan
terkait lainnya. Agar dapat secara spesifik mengkaji perihal isu kedudukan
investor dalam hal terjadinya kepailitan Emiten, maka pengkajian akan dibahas
masing-masing dalam subbab selanjutnya.
Perlindungan investor..., Durma Jaya, FH UI, 2011.
68
Universitas Indonesia
4.1.1 Kedudukan Investor dengan Emiten
Seperti yang telah dibahas sebelumnya bahwa pada dasarnya perikatan
antara Emiten yang menerbitkan obligasi dengan investor pemegang obligasi
adalah pinjam-meminjam. Perikatan dasar ini tentu sangat mempengaruhi
kedudukan Investor dengan Emiten, terutama bila dikaitkan adanya keadaan
kepailitan Emiten tersebut.
Dalam perdagangan obligasi, hubungan antara investor dengan Emiten
adalah hubungan kreditur dengan debitur. Investor selaku pihak yang
menginvestasikan sejumlah dananya dengan membeli surat obligasi dianggap
telah mengikatkan dirinya untuk memberikan pinjaman kepada Emiten atas
obligasi yang diterbitkan Emiten tersebut di Pasar Modal. Sementara Emiten
selaku pihak yang menerbitkan obligasi berkedudukan sebagai debitur, sebab
pihak Emiten dalam melakukan penawaran obligasi tersebut sejatinya adalah
melakukan penawaran kepada umum untuk memberikan sejumlah pinjaman
kepada dirinya dengan menjanjikan pembayaran pokok dan bunga dari utang
tersebut di kemudian hari sesuai dengan ketentuan yang telah ditentukan
sebelumnya dalam kontrak perwaliamanatan163. Dengan demikian Obligasi
merupakan bukti hutang dari penerbitnya. Dengan membeli obligasi, pemegang
menjadi kreditur dari penerbitnya, sekaligus memiliki hak atas pengembalian
pokok dan bunga yang telah diperjanjikan. Bunga yang diperjanjikan tersebut
terlepas dari keadaan penerbit obligasi dalam keadaan untung atau sedang dalam
menderita kerugian.
Terhadap hubungan penerbit dan pemegang obligasi ini berlaku ketentuan-
ketentuan Pasal 1754 sampai dengan Pasal 1769 KUHPerdata tentang pinjam
meminjam (verbruiklening) pada umumnya.
163 Kontrak pewaliamanatan adalah perjanjian yang dibuat oleh investor dengan wali
amanat yang mengikat Emiten, investor pemegang obligasi dan wali amanat, yang berisikan hal-hal pokok terkait dengan penerbitan dan perdagangan obligasi, serta hal-hal lainnya terkait dengan obligasi yang diterbitkan oleh Emiten tersebut.
Perlindungan investor..., Durma Jaya, FH UI, 2011.
69
Universitas Indonesia
Dalam Pasal 1754 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata disebutkan
bahwa pinjam meminjam (verbruiklening) ialah:
“Persetujuan dengan mana pihak yang satu memberikan kepada pihak yang lain suatu jumlah tertentu barang-barang yang habis karena pemakaian, dengan syarat bahwa pihak yang belakangan ini akan mengembalikan sejumlah yang sama dari macam dan keadaan yang sama pula“.
Pasal ini merupakan pengaturan umum dari pinjam meminjam. Pinjam-
meminjam merupakan suatu perjanjian. Dalam pasal ini tidak secara eksplisit
disebutkan mengenai pinjam-meminjam, tetapi yang dapat menjadi objek
perjanjian ini ialah barang yang harus habis karena pemakaian (vervangbare
zaken). Para sarjana seperti misalnya Wirjono Prodjodikoro164 pada umumnya
sependapat bahwa yang dimaksud dengan barang-barang yang habis karena
pemakaian (vervangbare zaken) termasuk juga di dalamnya adalah uang.
Penafsiran ini diperkuat dari ketentuan Pasal 1765 yang memperbolehkan
pinjam meminjam (uang) dengan bunga. Dalam Pasal 1765 KUHPerdata
disebutkan bahwa:
“Adalah diperbolehkan memperjanjikan bunga atas peminjaman uang atau barang lain yang habis karena pemakaian.”
Dengan demikian jelas bahwa dari segi yuridis perikatan dasar antara
penerbit dan pemegang obligasi adalah perikatan pinjam meminjam utang atau
utang piutang. Pada perikatan obligasi, meminjam kepada para pemegang obligasi
sejumlah uang yaitu senilai nominal obligasi yang bersangkutan dan berjanji
mengembalikan uang tersebut pada saat jatuhnya tempo obligasi. Pemegang
obligasi yang membeli obligasi kepada penerbit dianggap telah menghutangkan
sejumlah uang kepada penerbit dianggap telah menghutangkan jumlah uang
kepada si penerbit165.
164 Wirjono Prodjodikoro, op. cit., hlm. 178.
165 A. Setiadi, Ibid., hal. 13
Perlindungan investor..., Durma Jaya, FH UI, 2011.
70
Universitas Indonesia
Namun demikian, perjanjian pinjam meminjam uang dengan cara
penerbitan obligasi ini berbeda dalam satu hal dengan perjanjian pinjam
meminjam uang biasa. Satu-satunya perbedaan dengan perbedaan pinjam
meminjam uang biasa adalah dalam obligasi penerbit dan pemegang obligasi tidak
secara langsung berhubungan166. Kadang-kadang bahkan antara penerbit dan
pemegang obligasi saling tidak tahu menahu dalam arti tidak seling mengenal167.
Keunikan hubungan utang-piutang dalam obligasi adalah antara pihak
kreditur dengan pihak debitur tidak berhubungan langsung. Keunikan yang
membedakan perdagangan obligasi di Pasar Modal dengan utang-piutang pada
umumnya ini juga diakibatkan dengan banyaknya para pihak yang terlibat dalam
perdagangan obliasi. Hal ini tergambar dalam bagan berikut terkait dengan
perdagangan obligasi di Pasar Modal168:
BAGAN II
Bagan Perdagangan Obligasi
166 Ibid, hal. 14 167 Kartini Muyadi, op. cit. 168 Tim Studi Perwaliamanatan di Pasar Modal Indonesia, op. cit., hal. 11
Rating
Agency
Issuer Trustee /
Wali
Amanat
Lead
Underwriter
Guaranto
r
Underwriter/
Selling Agent
Investor Paying
Agent
Perlindungan investor..., Durma Jaya, FH UI, 2011.
71
Universitas Indonesia
Berdasarkan gambar di atas pada dasarnya investor memperoleh obligasi
melalui pihak lain, yakni baik Lead Underwriter (Lembaga Penjamin Emisi Efek)
pada pasar perdana, maupun melalui Underwriter/Selling Agent pada pasar
sekunder. Penerbit Obligasi atau Emiten (Issuer) sama sekali tidak pernah
berhubungan langsung dalam mengadakan hubungan utang-piutang dengan
investor. Begitu pula dalam hal pembayaran dan pemenuhan hak-hak investor,
sebab investor memperolehnya melalui Paying Agent (Agen Pembayaran) dan
juga melibatkan Wali. Sementara itu, terkait pengurusan kepentingan Investor
dalam perdagangan obligasi diwakilkan oleh Wali Amanat.
Berdasarkan uraian di atas, maka jelaslah sudah bahwa terdapat hubungan
utang-piutang antara Emiten dengan investor, dimana Emiten berkedudukan
sebagai debitur dan investor, sebagai individu, masing-masing berkedudukan
kreditur. Bila dikaitkan dengan permasalahan kepailitan Emiten, maka tentunya
Investor memiliki hak yang sama dengan kreditur lain dalam pailit, sehingga sejak
proses permohonan pailit berjalan secara otomatis pihak investor berkedudukan
sebagai kreditur pailit/kreditur dalam kepailitan dari Emiten yang mengeluarkan
obligasi tersebut.
Akan tetapi meskipun demikian, terdapat perbedaan yang mendasar antara
investor dengan kreditur lainnya dalam hal pengurusan dalam proses pailit, yakni
bahwa Investor pemegang obligasi selalu terwakili oleh Wali Amanat. Hal ini
disebabkan karena Wali Amanat adalah pihak yang berwenang dan berhak untuk
mewakili kepentingan investor pemegang obligasi, baik di dalam maupun di luar
pengadilan, untuk mengurus hal-hal terkait dengan obligasi. Seperti yang telah
diuraikan dalam bab sebelumnya perihal konsep umum perihal Wali Amanat
sebagai pihak yang mewakili kepentingan investor pemegang obligasi. Selain
ditetapkan dalam UUPM, berdasarkan kontrak perwaliamanatan antara Emiten
dengan Wali Amanat dalam tahap sebelum dilakukannya proses emisi di Pasar
Modal, Investor tidak lagi memiliki kuasa untuk melakukan pengurusan secara
langsung / individu / bersama-sama di antara para investor pemegang obligasi,
karena kuasa tersebut telah diberikan kepada Wali Amanat.
Perlindungan investor..., Durma Jaya, FH UI, 2011.
72
Universitas Indonesia
Berdasarkan beberapa kasus yang telah terjadi pemegang obligasi secara
perorangan mengajukan gugatan kepailitan kepada Emiten di Pengadilan Niaga,
pemegang obligasi selalu dikalahkan dan Emiten sebagai pihak yang gagal bayar
lepas dari tanggung jawabnya kepada pemegang obligasi tersebut169. Berikut
beberapa contoh kasus tersebut:
1. IBJ Asia Limited Korea Commercial Finance Limited dan Hanareum
banking Coporation (Pemegang Obligas) vs PT Cakrawala Andalas
Televisi (Emiten) (Putusan Mahkamah Agung-Peninjauan Kembali)
Nomor 9/PK/N/1999, tanggal 27 Mei 1999 jo. Putusan Mahkamah
Agung Nomor 6/K/N/1999, tanggal 23 Maret 1999)170.
2. PT. Nikko Securities Indonesia (Pemegang Obligasi) vs PT. Pudjiadi
Prestige Limited Tbk (Emiten) (Putusan Pengadilan Niaga Jakarta Pusat
Nomor 77/Pailit/1999/PN Niaga/Jkt Pst)171.
Dengan demikian berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa
kedudukan investor pemegang obligasi dengan Emiten adalah sama dengan
kreditur lainnya, karena perikatan dasar antara Emiten dengan investor pemegang
obligasi adalah utang-piutang. Hal ini juga termasuk dalam hal adanya proses
kepailitan yang sedang menimpa Emiten, sebab seketika proses kepailitan tersebut
berjalan maka pemegang obligasi berubah kedudukannya dari kreditur menjadi
kreditur pailit. Akan tetapi, pemegang obligasi tidak dapat melakukan upaya-
upaya hukum secara perorangan dalam proses kepailitan, sebab sejak adanya
kontrak pewaliamanatan, pihak yang berwenang mewakili investor tersebut
adalah Wali Amanat, baik di dalam maupun di luar persidangan.
169 Wahyuni Bahar, Aspek Hukum Perwaliamanatan (Tanggung Jawab Emiten dan Wali
Amanat, serta Perlindungan Hukum terhadap Pemegang Obligasi), Prociding, (Jakarta : Pusat Pengkajian Hukum, 2005), hal. 266
170 Ima Mayasari , Perlindungan hukum Terhadap Pemegang Obligasi atas Wanprestasi yang dilakukan oleh Emiten Obligasi : Studi Kasus Obligasi Subordinasi I Bank Global Tahun 2003, (Tesis Pascasarjana Fakultas Hukum Univesitas Indonesia, 2007), hal. 63.
171 Ibid
Perlindungan investor..., Durma Jaya, FH UI, 2011.
73
Universitas Indonesia
4.1.2 Kedudukan Investor dengan Kreditur-Kreditur Lain
Pada bagian sebelumnya telah diuraikan bahwa investor pemegang
obligasi termasuk kreditur bagi Emiten yang mengeluarkan obligasi. Hal ini
disebabkan karena perikatan dasar dari obligasi antara investor dengan Emiten
adalah utang-piutang. Sebagai kreditur dalam obligasi, tentu dalam hal terjadinya
kepailitan Emiten investor pemegang obligasi juga dapat berkeduduan sebagai
kreditur dalam pailit. Untuk mengetahui hal ini maka penguraiannya akan
diuraikan berdasarkan ketentuan dalam Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004
tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (UUK-PKPU).
Sutan Remy Sjahdeini172 menyatakan bahwa apabila seseorang atau suatu
badan hukum memperoleh pinjaman dari pihak lain (orang lain atau badan hukum
lain), pihak yang memperoleh pinjaman itu disebut debitur sedangkan pihak yang
memberikan pinjaman itu disebut kreditur. Selanjutnya Jerry Hoff dalam bukunya
Indonesian Bankruptcy Law menyatakan bahwa hukum kepailitan tidak dapat
membatasi kreditur untuk mengajukan permohonan pailit, yang mana definisi
kreditur berdasarkan KUH Perdata adalah yang berhak terhadap pelaksanaan
kewajiban oleh debitur173.
Kreditur dalam kepailitan sesuai Pasal 1 Angka 2 UUK dan PKPU adalah
orang yang mempunyai piutang karena perjanjian atau undang-undang yang dapat
ditagih di muka pengadilan. Dengan memperhatikan pengertian sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 1 Angka UUK dan PKPU tersebut, dapat dijabarkan unsur-
unsur kreditur sebagai berikut :
a. Orang; Yang mempunyai piutang;
b. Piutang yang dapat ditagih di muka pengadilan;
172 Sutan Remy Sjahdeini , op. cit., hal 2 173 Jerry Hoff dalam bukunya menyebutkan : “Who is a creditor? As noted above, a
creditor under the Civil Code as entitled to performance of an obligation by the debtor. The Bankcruptcy Law does not in any way restrict the power of a creditor to petition for the bankruptcy of his debtor.” Jerry Hoff, Indonesian Bankruptcy Law, (Jakarta: PT Tata Nusa, 1998), hal. 26
Perlindungan investor..., Durma Jaya, FH UI, 2011.
74
Universitas Indonesia
c. Piutang timbul dari perjanjian; atau
d. Piutang timbul dari undang-undang.
Obligasi itu sendiri merupakan perikatan yang berisi janji dimana salah
satu pihaknya (principal atau penerbit) bisa merupakan perusahaan atau
pemerintah. Janji di dalam obligasi merupakan janji untuk membayar sejumlah
uang pada waktu tertentu yaitu pada tanggal jatuh tempo yang telah ditentukan174.
Pada perikatan obligasi, meminjam kepada para pemegang obligasi sejumlah uang
yaitu senilai nominal obligasi yang bersangkutan dan berjanji mengembalikan
uang tersebut pada saat jatuhnya tempo obligasi. Pemegang obligasi yang
membeli obligasi kepada penerbit dianggap telah menghutangkan sejumlah uang
kepada penerbit dianggap telah menghutangkan jumlah uang kepada si penerbit.
Sebagai kreditur, pemegang obliasi tentu memiliki hak dalam kepailitan
dalam hal terjadinya likuidasi dan pemberesan harta. Hak ini harus difasilitasi
dengan adanya klaim oleh pihak investor, melalui Wali Amanat, pada saat proses
kepailitan berjalan di pengadilan. Ciri khas dari kepailitan Emiten adalah terdapat
banyak kreditur. Kreditur tersebut dapat berasal dari penerbitan obligasi yang
diterbitkan Emiten melalui penawaran umum di Pasar Modal, kreditur lain yang
berasal dari perjanjian kredit biasa, maupun kreditur lain yang perikatan utang-
piutangnya didasarkan ketentuan dalam undang-undang.
Khusus bagi kreditur yang berasal dari pemegang obligasi yang diterbitkan
Emiten di Pasar Modal, hal khusus yang sedikit berbeda dengan kreditur lain pada
umumnya adalah bahwa investor pemegang obligasi tidak pernah secara langsung
berhubungan dengan Emiten dalam hal hubungan utang-piutang dalam obligasi.
Segala hal yang berhubungan dengan aspek hukum dalam obligasi tersebut
umumnya melibatkan pihak lain yang menghubungkan antara Emiten dengan
investor.
174 Wahyuni Bahar, Aspek Hukum Perjanjian Perwaliamanatan ( Tanggung Jawab wali
amanat dan Emiten, serta Perlindungan Hukum Pemegang Obligasi), Lampiran Makalah Dalam Prosiding Transaksi Obligasi Di Pasar Modal. Hal. 177
Perlindungan investor..., Durma Jaya, FH UI, 2011.
75
Universitas Indonesia
Menurut H. Man S. Sastrawidjaja175, berdasarkan tingkatannya, kreditur
kepailitan dapat dibagi menjadi 3 (tiga) jenis, yaitu :
1. Kreditur Separatis;
2. Kreditur Preferen;
3. Kreditur Konkuren.
Kreditur Separatis adalah kreditur yang dapat melaksanakan haknya
seolah-olah tidak terjadi kepailitan. Termasuk Kreditur Separatis, misalnya
pemegang gadai, pemegang jaminan fidusia, hak tanggungan, hipotik, agunan
kebendaan lainnya.
Sedangkan Kreditur Preferen adalah kreditur dengan hak istimewa
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1139 KUH Perdata dan Pasal 1149 KUH
Perdata. Hak Istimewa menurut Pasal 1134 KUH Perdata adalah hak yang oleh
undang-undang diberikan kepada seorang berpiutang sehingga tingkatnya lebih
tinggi daripada orang berpiutang lainnya, semata-mata berdasarkan sifat
piutangnya. Gadai dan hipotik adalah lebih tinggi dari hak istimewa, kecuali
dalam hal-hal dimana oleh undang-undang ditentukan sebaliknya.
Kemudian dalam Pasal 1135 KUH Perdata dinyatakan bahwa diantara
orang-orang berpiutang yang diistimewakan, tingkatannya diatur menurut
berbagai sifat hak-hak istimewanya.
Dari ketentuan Pasal 1134 dan 1135 KUH Perdata tersebut, kedudukan
kreditur istimewa berada di bawah kreditur separatis, kecuali dinyatakan
sebaliknya oleh undang-undang.
Adapun Kreditur Konkuren atau kreditur bersaing adalah kreditur yang
tidak mempunyai keistimewaan sehingga kedudukannya satu sama lain sama176.
Mengenai penyebutan nama kreditur, terdapat perbedaan antara H. Man S.
175 H. Man S Sastrawidjaja, Hukum Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran
Utang, (Bandung: Alumni, 2006), hal 34 176 Ibid
Perlindungan investor..., Durma Jaya, FH UI, 2011.
76
Universitas Indonesia
Sastrawidjaja dan Jerry Hoff dengan Sutan Remy Sjahdeini. Menurut Sutan Remy
Sjahdeini, terdapat 3 (tiga) jenis kreditur yaitu sebagai berikut :
1. Kreditur Konkuren atau Unsecured Creditors;
2. Kreditur Preferen atau Secured Creditors;
3. Kreditur Pemegang Hak Istimewa.
Kreditur Konkuren adalah kreditur yang harus berbagi dengan para
kreditur lain secara proporsional, atau disebut juga sebagai pari passu, yaitu
menurut perbandingan besarnya masing-masing tagihan mereka, dari hasil
penjualan harta kekayaan debitur yang tidak dibebani dengan hak jaminan177.
Untuk jenis kreditur konkuren ini, tidak ada perbedaan pendapat antara kedua
pakar hukum sebagaimana dimaksud.
Selanjutnya, kreditur jenis kedua yaitu Kreditur Preferen adalah
kreditur yang didahulukan dari kreditur-kreditur lainnya untuk memperoleh
pelunasan tagihannya dari hasil penjualan kekayaan Debitur asalkan benda
tersebut telah dibebani dengan Hak Jaminan tertentu bagi kepentingan Kreditur
tersebut.
Kreditur ketiga digolongkan secara berbeda oleh Sutan Remy Sjahdeini
dengan Kreditur Preferen, yaitu Kreditur Pemegang Hak Istimewa178 yang oleh
Undang-Undang diberi kedudukan didahulukan dari para Kreditur Konkuren
maupun Kreditur Preferen179.
177 Sutan Remy Sjahdeini, op. cit., hal. 280 178 Berdasakan Pasal 1134 KUH Perdata, Hak Istimewa adalah suatu hak yang oleh
Undang-Undang diberikan kepada seorang kreditur sehinga tingkatannya lebih tinggi daripada kreditur lainnya, semata-mata berdasarkan sifat piutangnya.
179 Sutan Remy Sjahdeini berpendapat bahwa mengenai urutan kreditur, jika tidak secara
tegas ditentukan lain oleh undang-undnag, maka kreditur pemegang hak jaminan harus didahulukan daripada kreditur pemegang hak istimewa untuk memperloleh pelunasan dari hasil penjualan harta kekayaan debitur yang menurut Pasal 1131 KUH Perdata menjadi agunan atau jaminan bagi utang-utangnya. Sutan Remy Sjahdeini, op. cit., hal. 6
Perlindungan investor..., Durma Jaya, FH UI, 2011.
77
Universitas Indonesia
Untuk jenis kreditur ketiga ini H. Man S. Sastrawidjaja menyebutnya
pula dengan Kreditur Preferen, sedangkan Sutan Remy Sjahdeini menyebut
Kreditur Preferen untuk Kreditur Pemegang Hak Jaminan, yang oleh H. Man
Sastrawidjaja dan Jerry Hoff sebagai Kreditur Separatis.
Menurut Pasal 1139 KUHPerdata, Hak Istimewa kreditur dapat timbul
dari Hak Istimewa terhadap benda-benda tertentu, yaitu:
1. Biaya perkara yang semata-mata disebabkan suatu penghukuman
untuk melelang suatu benda bergerak maupun tak bergerak. Biaya
ini dibayar dari pendapatan penjualan benda tersebut terlebih dahulu
dari semua piutang-piutang lainnya yang diistimewakan, bahkan
lebih dahulu pula daripada gadai dan hipotik;
2. Uang-uang sewa dari benda-benda tak bergerak, biaya-biaya
perbaikan yang menjadi wajibnya si penyewa, beserta segala apa
yang mengenai kewajiban memenuhi persetujuan sewa;
3. Harga pembelian benda-benda bergerak yang belum dibayar;
4. Biaya yang telah dikeluarkan untuk menyelamatkan suatu barang;
5. Biaya untuk melakukan suatu pekerjaan pada suatu barang, yang
masih harus dibayar kepada seorang tukang;
6. Apa yang telah diserahkan kepada seseorang pengusaha rumah
penginapan sebagai demikian kepada seorang tamu;
7. Upah-upah pengangkutan dan biaya-biaya tambahan;
8. Apa yang harus dibayar kepada tukang-tukang batu, tukang-tukang
kayu dan lain-lain tukang untuk pembangunan, penambahan dan
perbaikan-perbaikan benda-benda tak bergerak, asal saja piutangnya
tidak lebih tua dari tiga tahun dan hak milik atas persil yang
bersangkutan masih tetap pada si berutang;
9. Penggantian-penggantian serta pembayaran-pembayaran yang harus
dipikul oleh pegawai-pegawai yang memangku suatu jabatan umum,
karena segala kelalaian, kesalahan, pelanggaran dan kejahatan-
kejahatan yang dilakukan dalam jabatannya.
Perlindungan investor..., Durma Jaya, FH UI, 2011.
78
Universitas Indonesia
Hak istimewa selanjutnya diatur dalam Pasal 1149 KUH Perdata yaitu
hak-hak istimewa atas semua benda bergerak dan benda tak bergerak pada
umumnya, yaitu :
1. Biaya-biaya perkara, yang disebabkan pelelangan dan penyelesaian
suatu warisan. Biaya-biaya tersebut didahulukan dari gadai dan
hipotik;
2. Biaya-biaya penguburan, dengan tidak mengurangi kekuasaan hakim
untuk menguranginya, bila biaya-biaya tersebut dinilai terlampau
tinggi;
3. Semua biaya perawatan dan pengobatan dari sakit yang penghabisan;
4. Upah para buruh selama tahun lalu dan upah yang sudah dibayar
dalam tahun berjalan, beserta uang-uang yang harus dibayar oleh
majikan baik kepada buruh maupun kepada keluarga buruh;
5. Piutang karena penyerahan bahan-bahan makanan;
6. Piutang-piutang pengusaha sekolah berasrama untuk tahun yang
penghabisan;
7. Piutang anak-anak yang belum dewasa dan orang yang terampu
terhadap wali dan pengampu mereka yang berkaitan dengan
pengurusan mereka, dan tidak dapat diambil pelunasan dari hipotik
dan lain jaminan.
Urutan prioritas kreditur dengan hak istimewa tersebut menurut Pasal 1138
KUH Perdata bahwa hak-hak istimewa mengenai benda tertentu didahulukan dari
hak-hak istimewa mengenai seluruh benda pada umumnya.
Dengan demikian maka berdasarkan KUHPerdata urutan kedudukan
kreditur adalah sebagai berikut :
1. Gadai dan hipotik berada pada kedudukan lebih tinggi daripada
kedudukan kreditur dengan hak istimewa;
2. Hak istimewa mempunyai kedudukan yang lebih tinggi dari gadai
dan hipotek, jika dinyatakan demikian oleh Undang-Undang;
Perlindungan investor..., Durma Jaya, FH UI, 2011.
79
Universitas Indonesia
3. Hak dari Kas Negara, Kantor Lelang, dan lain-lain badan umum
yang dibentuk oleh Pemerintah untuk didahulukan, tertibnya
melaksanakan hak itu, dan jangka waktu berlangsungnya hak itu
diatur di berbagai Undang-Undang khusus yang mengenai hal-hal itu
(Pasal 1137 KUH Perdata);
4. Hak istimewa mengenai barang tertentu lebih tinggi kedudukannya
daripada hak istimewa mengenai seluruh barang pada umumnya.
Namun demikian mengenai utang yang diberikan kedudukan istimewa
atau didahulukan tidak hanya diatur dalam KUH Perdata, melainkan dalam
peraturan perundang-undangan lain yang merupakan lex specialis dari ketentuan
dalam KUH Perdata yang sifatnya terbuka180. Penentuan prioritas ini akan secara
fleksibel mengikuti ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku pada
saat terjadinya kepailitan.
Kemudian bagaimanakah dengan kedudukan investor pemegang obligasi
sebagai kreditur berdasarkan uraian di atas? Penulis sendiri akan mengurai
berdasarkan penggolongan yang digunakan oleh Prof. Sutan Remy Sjahdeini
untuk mengkaji permasalahan ini lebih lanjut.
Permasalahan kedudukan investor pemegang obligasi tidak diatur secara
khusus dalam undang-undang, baik dalam Undang-Undang Nomor 37 Tahun
2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang, maupun
Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal. Hal ini bermakna
bahwa investor pemegang obligasi tidak dapat berkedudukan sebagai kreditur
yang memiliki hak istimewa, karena kedudukan tidak secara khusus diatur dalam
suatu peraturan perundang-undangan.
Selanjutnya, Kedudukan kreditur dalam penentuan prioritas dengan
kreditur-kreditur lainnya dalam kepailitan sangat terkait erat dengan jenis obligasi
yang diterbitkan oleh Emiten. Sebab obligasi merupakan “perjanjian” yang
menjadi dasar perikatan tertulis antara pihak Emiten selaku debitur atau pihak
180 Albert Richi Aruan, Kedudukan Utang Negara atas Utang Pajak PT. Atika Optima
Inti dalam Kasus Kepailitan, (Tesis Pascasarjana Fakultas Hukum Universitas Diponegoro, 2010), hal. 35
Perlindungan investor..., Durma Jaya, FH UI, 2011.
80
Universitas Indonesia
peminjam uang dalam obligasi, dengan investor pemegang obliasi selaku kreditur
atau pihak yang meminjamkan uang kepada Emiten dalam obligasi.
Bila ditarik benang merah berdasarkan uraian penggolongan jenis-jenis
kreditur, maka penggolongan obligasi yang tepat untuk mengkaji hal ini adalah
penggolongan obligasi berdasarkan ada atau tidaknya jaminan dalam obligasi.
Dalam penggolongan obligasi ini, obligasi dibagi atas dua jenis, yakni obligasi
dengan jaminan (secured bond) dan obligasi tanpa jaminan (unsecured bond).
Pertama penulis akan membahas mengenai Obligasi dengan Jaminan
(secured bond). Investor Pemegang Obligasi dengan Jaminan memiliki
kedudukan yang sama sebagai Kreditur Preferen. Obligasi dengan jaminan
(secured bond), merupakan obligasi yang memiliki tingkat resiko yang lebih kecil
dalam hal terjadi default dari pihak Emiten karena telah diberi hak jaminan dari
pihak Emiten pada saat emisi obligasi. Bentuk jaminan yang dapat digunakan
dalam obligasi dengan jaminan ini secara sederhana terbagi atas dua bentuk, yakni
Obligasi dengan jaminan dari pihak lain yang berkedudukan sebagai Guarantor;
Obligasi dengan jaminan hak kebendaan. Bagi investor pemegang obligasi dengan
jaminan (secured bond), dengan adanya jaminan dalam obligasi akan membuat
investor dalam kedudukan yang lebih aman, dibandingkan kreditur tanpa jaminan.
Hal ini disebabkan karakteristik dari jaminan itu sendiri yang memberikan hak
yang lebih untuk dapat mengeksekusi jaminan dalam hal terjadinya gagal bayar
dari Emiten.
Pada obligasi dengan jaminan pihak ketiga/guarantor, dalam hal
terjadinya gagal bayar dari pihak Emiten, maka pihak guarantor ini secara
otomatis memegang kewajiban untuk melakukan pembayaran atas kewajiban
pembayaran utang dari Emiten kepada investor pemegang obligasi.
Sedangkan dalam obligasi dengan jaminan hak tanggungan, Menurut pasal
8 dal Pasal 9 Undang-Undang No. 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan Atas
Tanah Beserta Benda-Benda yang Berkaitan dengan Tanah (UUHT), hak
tanggungan maupun pemegang hak tanggungan adalah orang perorangan atau
Badan Hukum yang mempunyai kewenangan untuk melakukan perbuatan
hukum. Kreditur pemegang hak tanggungan atau jaminan yang pemenuhan
Perlindungan investor..., Durma Jaya, FH UI, 2011.
81
Universitas Indonesia
piutang harus didahulukan dari piutang-piutang yang lain disebut kreditur
preferen. Sebagai kebalikannya adalah kreditur konkuren yaitu kreditur yang
kedudukannya sama berhak dan tak ada yang harus didahulukan dalam
pemenuhan piutangnya.
UUK-PKPU memberikan perlindungan bagi kreditur preferen
sebagaimana ditetapkan dalam Pasal 55 ayat (1) yang berbunyi "Dengan tetap
memperhatikan ketentuan Pasal 55, 57, 58, setiap Kreditur pemegang gadai,
jaminan fidusia, hak tanggungan, hipotek atau hak agunan atas kebendaan
lainnya, dapat mengeksekusi haknya seolah-olah tidak terjadi kepailitan".
Sedangkan Pasal 56 ayat (1) UUK menyebutkan:
“Hak eksekusi Kreditur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 55 ayat (1) dan hak pihak ketiga untuk menuntut hartanya yang berada dalam penguasaan Debitur Pailit atau Kurator, ditangguhkan untuk jangka waktu paling lama 90 (sembilan puluh) hari sejak tanggal putusan pernyataan pailit diucapkan.”
Sementara itu menurut Pasal 21 UUHT menetapkan bahwa:
"Apabila pemberi hak tanggungan dinyatakan pailit, pemegang hak tanggungan tetap berwenang melakukan segala hak yang diperolehnya menurut Ketentuan Undang-Undang ini".
Dengan demikian berdasarkan ketentuan dalam UUK-PKPU dengan
UUHT, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa investor pemegang obligasi selaku
kreditur preferen dapat segera mengeksekusi haknya atas kebendaan yang tidak
dalam kuasa debitur pailit atau kurator.
Kemudian, pembahasan berikutnya adalah investor pemegang obligasi
tanpa jaminan. Sebagai investor pemegang obligasi tanpa jaminan, maka investor
berkedudukan sebagai kreditur konkruen dalam kepailitan. Pemegang Obligasi
tanpa jaminan, sebagai kreditur konkruen, tidak mempunyai keistimewaan
Perlindungan investor..., Durma Jaya, FH UI, 2011.
82
Universitas Indonesia
sehingga kedudukannya satu sama lain sama181 dengan kreditur konkruen lainnya.
Investor Pemegang Obligasi tanpa Jaminan harus berbagi dengan para kreditur
lain secara proporsional, atau disebut juga sebagai pari passu, yaitu menurut
perbandingan besarnya masing-masing tagihan mereka, dari hasil penjualan harta
kekayaan debitur yang tidak dibebani dengan hak jaminan182. Dengan demikian,
maka investor pemegang oblgiasi tanpa jaminan, selau Kreditur Konkruen,
memiliki kedudukan yang lebih lemah daripada investor pemegang obligasi
dengan jaminan, selaku kreditur preferen, dalam hal prioritas pembayaran utang
dari harta debitur yang mengalami kepailitan
4.1.3 Rapat Umum Pemegang Obligasi (RUPO)
Rapat Umum Pemegang Saham dapat dianalogikan dengan Rapat Umum
Pemegang Saham (RUPS)183. Korum kehadiran maupun keputusan diatur menurut
kebiasaan yang berlaku. Dalam hal pengambilan keputusan dalam RUPO,
keputusan RUPO hanya dapat diambil secara sah apabila RUPO dihadiri oleh
pemegang obligasi yang mewakili sedikitnya 2/3 dari jumlah pemegang obligasi
dan disetujui dari ½ jumlah suara yang diwakili. Apabila suara yang setuju dan
tidak stuju adalah sama, maka usul yang diajukan dalam RUPO dianggap ditolak.
Apabila RUPO tidak mencapai korum, maka dapat diadakan RUPO kedua paling
cepat sepuluh hari setelah RUPO pertama dengan syarat yang sama dengan RUPO
pertama. Panggulan untuk RUPO kedua dilakukan sekurang-kurangnya lima hari
kerja sebelum tanggal RUPO kedua dengan pengumuman dalam sedikitnya dua
surat kabar harian yang luas peredarannya di Indonesia. Apabila RUPO kedua
181 H. Man S. Sastrawidjaja, op. cit., hal. 34
182 Sutan Remy Sjahdeini, op. cit., hal. 280 183 Milasari Rokayah, Peranan Wali Amanat , (Tesis Pascasarjana Fakultas Hukum
Universitas Indonesia), hal. 59
Perlindungan investor..., Durma Jaya, FH UI, 2011.
83
Universitas Indonesia
tidak mencapai korum, maka RUPO berikutnya berhak mengambil keputusan
dengan suara terbanyak184.
RUPO menyelenggarakan setiap waktu pelaksanaannya mengacu kepada
hal-hal yang diatur mengenai ketentuan RUPO di dalam Perjanjian
Perwaliamanatan185. Berikut uraian singkat mengenai RUPO186:
1. Tujuan RUPO antara lain untuk:
a. Menyampaikan pemberitahuan kepada Emiten atau Wali Amanat
atau untuk memberikan pengarahan kepada Wali Amanat atau
untuk menyetujui suatu kelonggaran waktu atas suatu kelalaian
semua Perjanjian Perwaliamanatan.
b. Mengambil tindakan lain yang dikuasakan untuk diambil oleh
atau atas nama Pemegang Obligasi
c. Untuk menyampaikan usulan-usulan Emiten atau Pemegang
Obligasi yang memenuhi persentase tertentu yang telah
dicantumkan dalam Perjanjian Perwaliamanatan.
2. Tata Cara RUPO
a. RUPO diadakan di tempat kedudukan Emiten atau tempat lain
yang disepakati oleh Wali Amanat
b. RUPO dipimpin dan diketuai oleh Wali Amanat
c. RUPO dapat dilangsungkan apabila dihadiri oleh Pemegang
Obligasi atau kuasanya yang sah yang mewakili persentase
tertentu dari yang hadir yang telah ditentukan dalam Perjanjian
Perwaliamanatan.
184 Marzuki Usman, Singgih Riphat dan Syahrir Ika, ABC Pasar Modal Indoensia,
(Jakarta: Institut Bankir Indonesia dan Ikatan Sarjana Ekonomi Cabang Jakarta, 1990), hal. 57
185 Ima Mayasari, Perlindungan Hukum terhadap Pemegang Obligasi dalam Wanprestasi Emiten, (Tesis Pascasarjana Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2007), hal. 66
186 Sarmiati A.S., Fungsi Wali Amanat, Prosiding Rangkaian Lokakarya Terbatas
Masalah-Masalah Kepailitan dan Wawasan Bisnis Lainnya Tahun 2004 yang bertema Transaksi di Pasar Modal Obligasi, 29-30 Juni 2004, hal. 240-241
Perlindungan investor..., Durma Jaya, FH UI, 2011.
84
Universitas Indonesia
3. Wali Amanat selaku wakil para Pemegang Obligasi akan melakukan
hal-hal yang telah diputuskan dalam RUPO tersebut.
Dalam Kepailitan Emiten, RUPO dapat diselenggarakan atas inisiatif Wali
Amanat. Penyelenggaraan ini dapat dilangsungkan oleh Wali Amanat dalam
rangka membahas mengenai hal yang penting bagi investor pemegang obligasi
terkait dengan obligasi yang dipegang investor tersebut. Hal yang penting tersebut
harus dibahas guna mencapai suatu keputusan atas suatu isu yang dapat
mempengaruhi kepentingan pemegang obligasi atas obligasi yang dipegangnya.
Adanya Informasi mengenai kepailitan Emiten dapat memberikan dampak
yang signifikan bagi investor pemegang obligasi atas obligasi yang dipegangnya.
Kepailitan ini bermakna bahwa:
1. Emiten di-suspend dari bursa, dan perdagangan efek Emiten tersebut
dihentikan di dalam bursa, termasuk obligasi sebagai efek bersifat
utang yang diterbitkan oleh Emiten di Pasar Modal. Hal ini
bermakna bahwa investor pemegang obligasi tidak dapat
mengalihkan kepada pihak lain obligasi yang sedang dipegangnya.
2. Pemegang Obligasi harus melakukan tindakan-tindakan yang
diperlukan untuk dapat memperjuangkan hak-hak yang tercantum
dalam obligasi yang dimilikinya, baik mencakup pokok obligasi
maupun bunga-bunga yang menyertainya.
Atas hal tersebut, maka sejak adanya permohonan pailit terhadap Emiten,
Wali Amanat harus segera menyelenggarakan Rapat Umum Pemegang Obligasi
(RUPO). RUPO diselenggarakan dengan membahas aspek-aspek penting terkait
dengan adanya kepailitan Emiten.
Dalam RUPO, Wali Amanat akan menyampaikan laporan mengenai hal-
hal penting terkait dengan Emiten beserta dengan adanya proses Kepailitan yang
menimpa Emiten. Kemudian Wali Amanat akan bertindak sebagai penyelenggara
sekaligus pemimpin dalam RUPO yang dihadiri oleh minimal 2/3 dari jumlah
seluruh pemegang obligasi, dan diputuskan oleh paling sedikit ½ dari peserta yang
Perlindungan investor..., Durma Jaya, FH UI, 2011.
85
Universitas Indonesia
hadir. Keputusan dalam RUPO tersebut akan menjadi legitimasi bagi Wali
Amanat dalam melakukan berbagai tindakan atas nama pemegang obligasi dalam
mengurus segala aspek terkait yang menjadi kepentingan investor pemegang
obligasi dalam kepailitan Emiten.
RUPO memilki kedudukan yang penting untuk melindungi kepentingan
investor pemgang obligasi dalam hal terjadinya kepailitan Emiten. Putusan RUPO
yang berisikan perintah untuk Wali Amanat melakukan tindakan dalam rangka
mewakili investor pemegang obligasi dalam menuntut piutang kepada pihak
Emiten dalam proses kepailitan merupakan sebuah legitimasi yang memberikan
legal standing kepada pihak Wali Amanat dalam melakukan tindakan-tindakan
penuntutan piutang dalam proses kepailitan kepada Emiten maupun kurator.
Meskipun berdasarkan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1995 tentang
Pasar Modal disebutkan bahwa Wali Amanat merupakan pihak yang mewakili
kepentingan investor, Namun tanpa adanya legitimasi melalui Keputusan RUPO
sering kali tindakan-tindakan yang dilakukan oleh Wali Amanat dalam rangka
mewakili kepenitngan investor pemegang obligasi pada proses kepailitan ditolak
oleh kurator (atau pihak guarantor dalam hal pengajuan klaim personal
guarantee). Hal ini disebabkan karena apabila tindakan Wali Amanat tanpa
persetujuan RUPO, maka Wali Amanat dianggap tidak memiliki legal standing
untuk melakukan tindakan dalam proses Kepailitan. Hal semacam ini biasanya
disebutkan dalam Perjanjian Perwaliamanatan187. Karena Kepailitan Emiten
merupakan suatu peristiwa yang sangat berdampak besar bagi obligasi dan
investor pemegang obligasi, maka RUPO biasanya dilaksanakan untuk membahas
dan menentukan langkah apa yang harus dilakukan sesuai dengan hasil keputusan
para investor dalam RUPO.
187 Sejauh ini belum ada draft baku kontrak perwaliamanatan yang menjadi standar
pembuatan kontrak perwaliamanatan di Indonesia. Dalam ketentuan Penjelasan Pasal 53 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal, disebutkan bahwa Kontrak Perwaliamanatan harus memuat beberapa hal antara lain : 1) utang pokok dan bunga serta manfaat lain dari Emiten; 2) saat jatuh tempo; 3) jaminan (jika ada); 4) agen pembayaran; 5) tugas dan fungsi Wali Amanat. Tim Studi Perwaliamanatan di Pasar Modal Indonesia, Op. Cit., hal. 24
Perlindungan investor..., Durma Jaya, FH UI, 2011.
86
Universitas Indonesia
Dengan demikian dalam kaitannya dengan kepailitan Emiten, RUPO
memegang peranan penting dalam upaya perlindungan investor pemegang
obligasi. RUPO berkedudukan sebagai penentu langkah-langkah yang harus
dilakukan oleh Wali Amanat, sekaligus sebagai dasar legitimasi bagi Wali
Amanat dalam melakukan upaya memperjuangkan hak dari investor pemegang
obligasi dalam kepailitan. RUPO tidak memiliki keterkaitan langsung dengan
Emiten maupun dengan kreditur lain, sebab dalam melakukan tindakan hukum,
apa yang dikehendaki oleh RUPO, telah diwakilkan oleh Wali Amanat selaku
wakil yang sah dari Investor Pemegang Obligasi sesuai dengan ketentuan dalam
UUPM dan Perjanjian Perwaliamanatan.
4.2 Aspek Hukum Keterbukaan Informasi mengenai Permohonan Pailit Emiten
yang Mengeluarkan Obligasi sebagai Penerapan Peraturan Hukum
Kepailitan dan Pasar Modal serta Penerapan Prinsip Good Corporate
Governance
Pada era perekonomian modern, nama baik perusahaan telah menjadi salah
perhatian bagi perusahaan. Nama baik perusahaan akan memberikan dampak
positif bagi kelangsungan usaha sebuah perusahaan. Sebagai contoh, dengan
adanya nama baik perusahaan, pemegang saham yang sudah ada akan
memperoleh kepastian yang lebih besar mengenai prospek perusahaan188.
Selanjutnya, calon investor memiliki alasan yang cukup kuat untuk menanamkan
modalnya pada perusahaan-perusahaam yang memiliki nama baik di mata
pemerintah dan masyarakat luas189.
Dalam dunia perbankan, adanya nama baik dapat menjadi aset tersendiri
bagi perusahaan. Hal ini disebabkan nama baik dapat menjadi faktor pendukung
188 Indra Surya, Ivan Yustiavandana, dan Arman Nefi, Penerapan Good Corporate
Governance : Mengensampingkan Hak-Hak Istimewa Demi Kelangsungan Utama, Jakarta : Kencana, 2006), hal. 82.
189 Ibid.
Perlindungan investor..., Durma Jaya, FH UI, 2011.
87
Universitas Indonesia
bagi perusahaan memperoleh kemudahan mendapatkan kucuran kredit dari
perbankan. Pemberian kredit oleh perbankan itu sendiri sudah memiliki tolok ukur
dalam menentukan pemberian fasilitas kredit kepada calon debitur, seperti prinsip
kehati-hatian (prudential banking practice), prinsip know your costumer (KYC),
dan lain sebagainya190. Diantara masing-masing prinsip tersebut, nama baik
perusahaan memegang peranan bagi perusahaan untuk mendapatkan poin positif
dari perbankan.
Nama baik sebuah perusahaan dapat diperoleh dengan menerapkan prinsip
Good Corporate Governance (GCG). Dalam realitas masa kini, penerapan
prinsip-prinsip GCG dalam suatu perusahaan merupakan salah satu bahan
pertimbangan utama bagi kreditur dalam mengevaluasi potensi suatu perusahaan
untuk menerima pinjaman kredit darinya191. Bahkan bagi perusahaan berdomisili
di negara-negara berkembang, implementasi prinsip GCG secara konkret dapat
memberikan kontribusi untuk memulihkan kepercayaan para kreditur terhadap
kinerja suatuperusahaan yang telah dilanda krisis, misalnya Indonesia192. Di dunia
internasional, penerapan GCG sudah merupakan salah satu syarat utama dalam
perjanjian peberian kredit. Sering kali perusahaan yang telah
mengimplementasikan prinsip-prinsip GCG, mempunyai kemungkinan besar
untuk memperoleh bantuan kredit bagi usahanya.
GCG terdiri dari beberapa prinsip, antara lain193: prinsip fairness,
disclosure, effectiveness and effeciency, dan responsibility. Di Indonesia, GCG
telah menjadi pembahasan tersendiri oleh pelaku dan pakar perekonomian di
Indonesia. Bapepam LK selaku otoritas bursa di Indonesia menaruh perhatian
190 Ibid, hal. 83 191 Ibid, hal. 83 192 Aburizal Bakrie, “Good Corporate Governance: Sudut Pandang Pengusaha”, dalam
Good Corporate Governance: Konsep dan Implementasi Perusahaan Publik dan Korporasi Indonesia, diedit oleh Hindarmoho Hinuri (Jakarta: Yayasan Pendidikan Pasar Modal Indonesia, 2002), hlm. 127.
193 Indra Surya, Ivan Yustiavandana, dan Arman Nefi, Op. Cit, hal. 85-88
Perlindungan investor..., Durma Jaya, FH UI, 2011.
88
Universitas Indonesia
besar terhadap GCG. Dalam cetak biru Bapepam LK, disebutkan bahwa salah satu
penyebab rentannya perusahaan-perusahaan di Indonesia terhadap gejolak
perekonomian adalah lemahnya penerapan GCG dalam pengelolaan
perusahaan194.
Diantara prinsip-prinsip tersebut, satu yang memegang peranan penting di
bidang Pasar Modal adalah disclosure principle (prinsip keterbukaan).
Pentingnya prinsip keterbukaan dalam pasar modal telah juga telah ditekankan
oleh hail studi International Federation of Stock Exchange (FIBV) pada tahun
1998. Disebutkan dalam rangka menuju milenium ketiga orientasi pengembangan
pasar modal dunia adalah menciptakan pasar modal-pasar modal yang likuid dan
efesien. Untuk mewujudkan kondisi tersebut, pasar modal dimana-mana
cenderung meningkatkan hal-hal yang lain terkait dengan keterbukaan195.
Tujuan utama dari ditegakannya prinsip keterbukaan di Pasar Modal
adalah untuk menjaga kepercayaan investor196. Pelaksanaan prinsip keterbukaan
guna meningkatkan kepercayaan investor atau publik197 terhadap pasar modal
sangat penting untuk diperhatikan. Karena apabila terjadi “krisis kepercayaan”
atau “ketidakpercayaan” investor kepada Pasar Modal dan Perekonomian, maka
194 Bapepam, Cetak Biru Pasar Modal Indonesia 2000-2004, (Jakarta: Bapepam, 1999),
hal 17. 195 Disamping untuk meningkatkan keterbukaan, juga adalah untuk meningkatkan
infrastruktur pasar, kliring dan penyelesaian transaksi, jenis instrumen yang diperdagangkan, pelayanan terhadap nasabah dan teknologi. Ibid., hal. 8
196 Frank H. Easterbrook, dan Daniel R. Fischel, 1, The Economic Structure of Corporate
Law, (Cambridge, Massachusetts, London: Harvad University Press, 1996), hal 296. 197Di dalam ilmu Psikologi dikenal teori bahwa manusia bereaksi terhadap apa yang
dipercayainya sebagai suatu kenyataan dan terhadap kenyataan itu sendiri. Dengna perkataan lain, faktor persepsi tentang suatu hal lebuh menentukan prilaku orang dan hal itu sendiri, Myers dalam Sarlito W. Sarwomo dan Acuk Parsudi, Mengembalikan Kepercayaan Masyarakat,I” disampaikan pada Simposium Penjelajahan Trace Baru II, Universitas Indonesia, Depok, 30 Maret 1988. Bismar Nasution, Keterbukaan dalam Pasar Modal, (Jakarta: Pascasarjana Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2001), hal. 31
Perlindungan investor..., Durma Jaya, FH UI, 2011.
89
Universitas Indonesia
investor menarik modal merka dari pasar. Akibatnya pasar dan perkonomian akan
rusak secara kesleuruhan198.
Infromasi yang didasarkan oleh fakta yang akurat terkait dengan keadaan
Emiten merupakan hal yang penting bagi investor, termasuk pula investor
pemegang obligasi. Informasi tersebut harus diberikan secara akurat dengan
waktu yang tepat. Dengan pemberian informasi berdasarkan prinsip keterbukaan
itu, maka dapat diantisipasi terjadinya kemungkinan investor tidak memperoleh
informasi atau fakta materiel atau tidak meratanya informasi bagi investor
disebabkan ada informasi yang tidak disampaikan adan bisa juga terjadi informasi
yang belum tersedia untuk publik yang telah disampaikan kepada orang-orang
tertentu199, sedangkan informasi itu sangat berfungsi karena berisi fakta material,
yang dapat dibuat sebagai bahan pertimbangan bagi investor untuk melakukan
investasi200.
Antisipasi terhadap hal tersebut dapat dilakukan dengan adanya sistem
keterbukaan wajib bagi perusahaan yang melakukan penawaran umum untuk
menyampaikan informasi kepada masyarakat mengenai keadaan usahanya, bak
dari segi keuangan, manajemen produksi, maupun hal-hal lain yang berkaitan
dengan kegiatan usahanya201.
198 Frank H. Easterbrook, dan Daniel R. Fischel, 2, “Mandatory Disclosure and the
Protection of Investors,” Virginia Law Review, (Vol.70, 1984), hal. 673.
199 James D. Cox, Robert W. Hillman, Donald C. Langevoort, Securities Regulation Cases and Materiels, (Boston, Toronto, London: Little, Brown and Company, 1991), hal 55-56.
200 D. Brian Hufford, “Deserring Fraud vs Avoiding the “Strike Suit” : Reaching An Appropriate Balance,” Brooklyn Law Review, (Vol. 61, 1995), hal. 593-594.
201 Bandingkan dengan Pasal 75 ayat (1) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal yang menyatakan bahwa “Bapepam wajib memperhatikan kelengkapan, kecukupan, obyektifitasm kemudahan untuk dimenegerti, dan kejelasan dokumen Pernyataan Pendaftaran untuk memastikan bahwa Pernyataan Pendaftaran memenuhi Prinsip Keterbukaan.” Bandingkan juga dengan Pasal 89 ayat (1) yang menyatakan, bahwa “informasi yang wajib disampaikan oleh setiap Pihak kepada Bapepam berdasarkan ketenuan Undang-Undang ini dan atau peraturan pelaksanaannya tersedia untuk umum.” Dalam Penjelasan Pasal 89 ayat (1) ini dinyatakan, bahwa “yang dimaksud informasi dalam ayat ini, antara lain Pernyataan Pendaftaran termasuk prospektus, permohonan izin usaha, izin orang-perorangan, persetujuan dan pendaftaran profesi, laporan berkala, dan laporan lain-lainnya.”, Bismar Nasution, Op. Cit., hal. 30
Perlindungan investor..., Durma Jaya, FH UI, 2011.
90
Universitas Indonesia
Penekanan untuk mencermati pelaksanaan prinsip keterbukaan dalam
pasar modal Indonesia adalah langkah yang tepat dilakukan mengingat
terdapatnya berbagai masalah yang timbul dalam pelaksanaan prinsip keterbukaan
tersebut. Tanpa upaya pembenahan prinsip keterbukaan terhadap masalah-
masalah yang timbul menyebabkan tujuan prinsip keterbukaan tidak tercapai, dan
pada akhirnya mengakibatkan pasar modal mengalami distorsi atau menjadi tidak
efesien202.
Pengungkapan informasi tentang fakta materiel secara akurat dan penuh
diperkirakan dapat merealisasikan tujuan prinsip keterbukaan dan mengantisipasi
terjadinya pernyataan yang menyesatkan (misleading). Bagi investor. Sebagai
contoh, dalam hal adanya permohonan kepailitan terhadap Emiten, atau Emiten
terancam gagal bayar (insolven) terhadap suatu utang yang akan jatuh tempo,
Emiten wajib terbuka mengkonsultasikan permasalahan tersebut kepada Wali
Amanat, dan juga menyampaikan laporan kepada Bapepam LK dan Bursa terkait
dengan hal tersebut.
Dalam kaitannya dengan kepailitan Emiten, prinsip keterbukaan
memegang peranan penting dalam upaya perlindungan investor pemegang
obligasi. Sebagai kreditur yang berkepentingan atas obligasi yang dikeluarkan
Emiten, maka investor harus mengetahui segala informasi terkait dengan kondisi
dari Emiten tersebut. Pihak investor tentunya ingin memperoleh keuntungan atas
investasi obligasi yang dikeluarkan Emiten. Investor tentu juga berharap ada
kepastian atas pengembalian uang mereka dan keuntungan yang dapat diperoleh
atas bunga yang terdapat dalam obligasi. Kepailitan Emiten merupakan suatu
perisitwa yang tidak diharapkan oleh investor, sebab peristiwa ini dapat
mengancam keberadaan dana mereka yang mereka pinjamkan kepada Emiten
dalam obligasi.
Upaya penegakan prinsip keterbukaan dalam kepailitan Emiten harus
dijalankan melalui suatu mekanisme terpadu. Pihak Emiten, Wali Amanat,
202 Ibid.
Perlindungan investor..., Durma Jaya, FH UI, 2011.
91
Universitas Indonesia
Bapepam LK dan Bursa memegang posisi penting terkait dengan prinsip
keterbukaan ini. Sejak permohonan kepailitan terjadi, pihak Emiten harus terbuka
kepada pihak investor. Hal ini dapat diusahakan secara nyata dengan upaya
menyampaikan informasi ini kepada pihak Wali Amanat dan melaporkannya
kepada Bapepam LK serta Bursa.
Kewajiban melaporkan kepada pihak Bapepam LK dan Bursa telah
diakomodir oleh Bapepam melalui Peraturan Bapepam LK Nomor K.X.5 tentang
Keterbukaan Informasi Bagi Emiten atau Perusahaan Publik yang Dimohonkan
Pailit. Peraturan ini meliputi:
a. Peristiwa gagal bayar yang dilakukan oleh Emiten dan disadari oleh
Emiten atas pembayaran kewajiban kepada pinjaman tidak
terafiliasi. Atas inisiatifnya sendiri, maka Emiten wajib melaporkan
kepada Bapepam LK atas adanya keadaan tersebut paling lambat
akhir hari kerja ke-2 (kedua) sejak Emiten atau Perusahaan Publik
mengalami kegagalan atau mengetahui ketidakmampuan
menghindari kegagalan dimaksud. Laporan tersebut memuat rincian
mengenai pinjaman termasuk jumlah pokok dan bunga, jangka
waktu pinjaman, nama pemberi pinjaman, penggunaan pinjaman,
dan alasan kegagalan pembayaran kewajibannya.
b. Kemudian dalam hal kepailitan tersebut karena adanya permohonan
diajukan ke Pengadilan dari pihak lain yang berkedudukan sebagai
kredtior dari Emiten, maka Emiten atau Perusahaan Publik wajib
menyampaikan laporan mengenai hal tersebut kepada Bapepam dan
Bursa Efek dimana Efek Emiten atau Perusahaan Publik tercatat
secepat mungkin, paling lambat akhir hari kerja ke-2 (kedua) sejak
Emiten atau Perusahaan Publik mengetahui adanya permohonan
pernyataan pailit dimaksud.
c. Laporan dari pihak yang mengajukan permohonan pailit terhadap
Emiten atau perusahaan publik, kepada Badan Pengawas Pasar
Modal dan Bursa. Pihak yang wajib melaporkan adalah pihak yang
Perlindungan investor..., Durma Jaya, FH UI, 2011.
92
Universitas Indonesia
dimaksud dalam pasal 85 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1995
tentang Pasar Modal203.
Selanjutnya Laporan mengenai adanya permohonan pailit terhadap Emiten
merupakan dokumen publik yang tersedia bagi masyarakat di Pusat Referensi
Pasar Modal. Informasi yang diperoleh atas laporan tersebut wajib diinformasikan
pada hari itu juga setelah menerima laporan bahwa Emiten gagal membayar
kewajibannya atau setelah menerima laporan kepailitan, sehingga masyarakat
dapat menerima informasi tersebut tepat pada waktunya204. Walaupun Emiten
sedang melakukan negoisasi dengan para krediturnya atau sedang melaksanakan
restrukturisasi utang, Emiten tetap wajib melaporkan hal tersebut secepatnya205.
Keadaan insolven suatu badan usaha harus diketahui oleh masyarakat agar
tidak menimbulkan efek yang negatif di kemudian hari, dan mencegah debitur
beritikad buruk untuk mendapatkan dana dari masyarakat dengan cara menipu206.
Investor juga harus mengetahui informasi dengan sesegera mungkin dan sejelas-
jelasnya. Hal ini disebabkan kondisi Emiten yang diajukan permohonan pailit
oleh krediturnya membuar nasib investor tidak menentu. Investor harus
menanggung resiko terburuk yang mungkin akan terjadi apabila Emiten pailit
melalui putusan pengadilan. Resiko yang harus ditanggung oleh investor
pemegang obligasi antara lain disebabkan kurang transparannya Emiten dalam
memberikan informasi kepada publik.
Contoh dari kurang transparannya Emiten kepada publik misalnya adalah
dengan tidak memberikan informasi yang jelas mengenai besarnya kewajiban
yang harus dibayar oleh Emiten dan juga kegagalan Emiten dalam membayar dan
melunasi utang kepada para kreditur sehingga investor tidak mengetahui apa yang
203 Agus Salim Harahap, Bentuk Perlindungan dan Upaya Bursa Dalam Melindugi
Investor Terhadap Kepailitan Perusahaan Publik, Tesis Pascasarjana Magister Ilmu Hukum Fakultas Hukum Universitas Indonesia, (Depok : Universitas Indonesia, 2007), hal. 76
204 Ibid, hal. 76-77 205 Ibid, hal. 77 206 Freddy Harris, op. cit.
Perlindungan investor..., Durma Jaya, FH UI, 2011.
93
Universitas Indonesia
sebenarnya terjadi pada Emiten. dan investor baru mengetahui keadaan setelah
Emiten diajukan oleh para krediturnya ke Pengadilan Niaga untuk dimohonkan
pailit, padahal informasi tersebut sangat dibutuhkan oleh investor publik dalam
mengambil keputusan investasi. Hal ini dikarenakan keputusan untuk membeli,
menjual atau tetap menahan efek yang dipegang oleh investor dilakukan
berdasarkan informasi-informasi yang diperolehnya.
Emiten dapat dianggap melanggar prinsip keterbukaan dalam hal Emiten
tidak memberitahukan sama sekali (tidak menjalankan kewajiban pelaporan dan
keterbukaan informasi) atau memberi gambaran yang menyesatkan (misleading
information) tentang keadaan Emiten207. Apabila informasi penting seperti
kegagalan atau ketidakmampuan Emiten untuk melunasi utang-utangnya kepada
kreditur atau mengenai permohonan kepailitan yang diajukan kepadanya, dengan
sengaja tidak diberitahukan kepada Bapepam, Bursa, Publik dan Wali Amanat208
dengan maksud untuk menguntungkan dirinya sendiri atau untuk menghindari
kerugian yang mungkin akan dialaminya apabila dirinya melaksanakan
keterbukaan informasi tersebut. Dengan demikian maka Emiten tersebut telah
melanggar Pasal 90 huruf c Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1995 tentang Pasar
Modal. Apabila informasi tersebut tidak sesuai dengan kenyataan yang ada, maka
investor dapat menuntut bahwa informasi yang diberikan oleh Emiten adalah
informasi yang menyesatkan209.
207 Badan Pengawas Pasar Modal akan memberikan sanksi administratif atas setiap
pelanggaran terhadap peraturan-peraturan prinsip keterbukaan informasi dan juga ditegaskan dalam Undang-Undang Pasar Modal Pasal 102 ayat (2). Sanksi administratif dapat berupa: peringatan tertulis; denda atau kewajiban untuk membayar sejumlah uang tertentu; pembatasan kegiatan usaha; pembekuan kegiatan usaha, pencabutan izin usaha; pembatalan persetujuan; dan pembatalan pendaftaran. M. Irsan Nasarudin, Indra Surya , dan Arman Nefi. op. cit., hal. 238.
208 Kewajiban menginformasikan ini biasanya diwajibkan berdasarkan ketentuan dalam
perjanjian perwaliamanatan antara Emiten dengan wali amanat.
209 Dalam Undang-Undang Pasar Modal pasal 107 menegaskan bahwa setiap pihak yang
sengaja bertujuan menipu atau merugikan pihak lain, mengaburkan, menyembunyikan, atau memalsukan catatan dari pihak yang memperoleh izin, persetujuan, atau pendaftaran dari Badan Pengawas Pasar Modal termasukEmiten dan perusahaan publik diancam pidana penjara paling
Perlindungan investor..., Durma Jaya, FH UI, 2011.
94
Universitas Indonesia
Mengingat pentingnya aspek keterbukaan ini, maka seharusnya Emiten
harus melaksanakan prinsip ini dengan sebaik-baiknya. Keterbukaan informasi ini
juga harus dibarengi dengan prinsip GCG lainnya, agar tercapai keselarasan.
Salah satu prinsip GCG lain yang sangat relevan dengan pelaksanaan prinsip
keterbukaan ini adalah pelaksanaan prinsip keadilan (fairness) dalam konteks
pelaksanaan prinsip keterbukaan. Masing-masing investor sebagai kreditur tidak
boleh mendapatkan perlakuan yang berbeda atau terdiskriminasikan dengan
kreditur lainnya dalam proses kepailitan terkait dengan akses informasi mulai dari
tahap adanya permohonan pailit hingga pada proses pailit selesai.
Komitmen penuh pelaksanaan prinsip GCG dan prinsip keterbukaan di
pasar modal menjadi langkah awal pemberian perlindungan investor dalam
kepailitan Emiten. Dari sisi pihak-pihak terkait di Pasar Modal, dengan terlaksana
dengan baiknya prinsip ini, maka akan menumbuhkan kepercayaan di kalangan
investor dan publik terhadap Pasar Modal. Sementara itu dari sisi Emiten, dengan
terlaksana dengan baiknya prinsip keterbukaan ini, dalam hal Emiten tersebut
lolos dari jeratan likuidasi, maka ketika Emiten tersebut berusaha kembali,
meskipun pernah mengalami proses pailit, Emiten akan mendapatkan respek
yang lebih positif dari publik, terutama pelaku pasar modal.
4.3 Aspek Hukum Perlindungan Kepentingan Investor Pemegang Obligasi
dengan Proses Kepailitan Emiten yang Mengeluarkan Obligasi di Pasar
Modal
4.3.1 Aspek Hukum Perlindungan Kepentingan Investor Pemegang Obligasi
dalam Proses Permohonan Pailit
Dalam proses permohonan pailit berjalan, terdapat beberapa aspek yang
menjadi titik utama yang harus diperhatikan terkait dengan kepailitan Emiten.
Aspek tersebut antara lain adalah penerapan prinsip keterbukaan (disclosure),
lama 3 tahun dengan denda paling banyak Rp. 5.000.000.000 (lima miliar rupiah). M. Irsan Nasarudin, Indra Surya , dan Arman Nefi., op. cit., hal. 139.
Perlindungan investor..., Durma Jaya, FH UI, 2011.
95
Universitas Indonesia
keadilan (fairness), dan keseimbangan. Pihak yang memegang peranan penting
bagi investor dalam proses ini adalah pihak Wali Amanat, Emiten itu sendiri dan
Otoritas Pasar Modal.
Penerapan prinsip keterbukaan dalam rangka perlindungan investor dalam
kepailitan Emiten bermakna bahwa segala pihak terkait wajib memberikan segala
informasi yang telah menjadi kewajiban dan/atau tanggung jawabnya terkait
dengan kepailitan Emiten. Penerapan prinsip keadilan dalam rangka perlindungan
investor dalam kepailitan Emiten bermakna bahwa pihak investor harus
diperlakukan secara adil, dan bebas dari diskriminasi selama proses kepailitan
baik dalam kedudukan investor pemegang obligasi terkait dengan kepailitan
Emiten. Penerapan prinsip keadilan dalam rangka perlindungan investor dalam
kepailitan Emiten bermakna bahwa masing-masing pihak investor harus
diperlakukan secara adil, dan bebas dari diskriminasi selama proses kepailitan
baik dalam kedudukan investor pemegang obligasi dengan sesama investor
pemegang obligasi. Kemudian prinsip keseimbangan bermakna bahwa segala
upaya perlindungan hukum harus tetap memperhatikan keseimbangan antara
kepentingan investor dalam pengembalikan dana yang telah diinvestasikannya
dalam obligasi tersebut, dengan kepentingan dari debitur yang hendak dipailitkan
agar terhindar dari kepailitan dan dapat melanjutkan usahanya dan melaksanakan
kewajiban-kewajibannya kepada kreditur.
Perlindungan terhadap investor pemegang obligasi dalam proses
permohonan kepailitan dimulai sejak adanya suatu keadaan Emiten tidak mampu
atau mengalami kegagalan pembayaran atas suatu kredit yang telah jatuh tempo
dan dapat ditagih dimana pada saat yang sama Emiten juga memiliki lebih dari
satu utang, atau sejak adanya permohonan pailit terhadap Emiten ke pengadilan
niaga. Hal ini ditandai dengan adanya Peraturan Bapepam K.X.5 yang
mewajibkan Emiten melaporkan atas peristiwa tersebut kepada Bapepam LK dan
Bursa. Selain itu, biasanya kewajiban pelaporan peristiwa ini juga terdapat dalam
perjanjian perwaliamanat, dimana Emiten berkewajiban melaporkannya kepada
Wali Amanat. Dalam praktek, adanya peristiwa kepailitan Emiten dapat
Perlindungan investor..., Durma Jaya, FH UI, 2011.
96
Universitas Indonesia
dikategorikan sebagai kelalaian Emiten210. Laporan dari Emiten tersebut wajib
disampaikan kepada Investor pemegang obligasi yang dimaksudkan melindungi
investor dari ketidaktahuan informasi atau kemungkinan kerugian di masa yang
mendatang, seperti ketidaktahuan investor mengenai pemerolehan hak yang
terkandung dalam obligasi yang dipegangnya.
Selanjutnya seketika laporan tersebut diperoleh, Wali Amanat wajib
mengadakan RUPO guna membahas mengenai langkah-langkah apa yang akan
diambil untuk menyikapi adanya keadaan tidak mampu atau kegagalan
membayar; dan/atau adanya permohonan pailit kepada Emiten. Setelah
dikeluarkannya keputusan RUPO, maka Wali Amanat wajib melaksanakan
keputusan RUPO tersebut dan menjadi wakil dari investor pemegang obligasi
dalam mengurus kepentingan investor dalam memperjuangkan haknya kepada
Emiten.
Pelaksanaan hak yang dapat dilakukan oleh Investor selama permohonan
kepailitan Emiten berjalan mencakup:
1. Hak Atas Keterbukaan Informasi terkait dengan keadaan Emiten, besar
pertanggungan utang, dan segala hal terkait dengan kepailitan Emiten tersebut.
Sebagai investor publik, keterbukaan informasi menjadi aspek yang
sangat diperhatikan oleh investor sebagai kreditur dalam proses kepailitan
Emiten. Jaminan hukum atas hak ini telah diakomodir dalam Peraturan
Bapepam K.X.5 tentang Keterbukaan Informasi Bagi Emiten atau Perusahaan
Publik yang Dimohonkan Pailit. Kemudian keterbukaan lainnya dalam proses
kepailitan juga turut diakomodir dalam hukum acara dalam proses
pemeriksaan. Dalam proses pemeriksaan kepailitan di Pengadilan Niaga,
ketentuan dalam HIR juga turut berlaku. Oleh karena menurut Pasal 229
UUK-PKPU kecuali ditentukan lain dengan undang-undang, hukum acara
perdata yang berlaku, yaitu HIR211. Jadi dalam hal ini, proses pemeriksaan
210 Tim Studi Perwaliamanatan di Pasar Modal Indonesia, op. cit., hal. 37.
211 Sutan Remy Sjahdeini, op. cit., hal. 177
Perlindungan investor..., Durma Jaya, FH UI, 2011.
97
Universitas Indonesia
perkara pailit harus terbuka untuk umum. Ketentuan ini tentu menjamin
pelaksanaan keterbukaan informasi bagi investor pemegang obligasi atas
perolehan informasi terkait Emiten dalam proses pemeriksaan kepailitan di
Pengadilan Niaga.
2. Hak atas perlakuan yang sama tanpa diskriminatif dengan kreditur lainnya
dalam proses kepailitan berlangsung.
Perlakuan yang sama dalam hal ini maksudnya adalah larangan
tindakan diskriminatif dari Emiten terhadap investor dari kreditur lainnya,
terkait dengan penyampaian informasi, perlakuan status utang-piutang, dan
tindakan-tindakan Emiten yang menguntungkan kreditur-kreditur lainnya
secara sepihak yang merugikan investor dalam kedudukannya sebagai
kreditur.
3. Klaim adanya piutang dari para Investor pemegang obligasi kepada Emiten
terkait dengan penerbitan obligasi.
4. Klaim atas jaminan yang disertakan dalam penerbitan obligasi dengan jaminan
(bila ada)
5. Actio Pauliana Sebelum Pernyataan Pailit
Actio Pauliana adalah hak yang diberikan oleh undang-undang kepada
kreditur mengajukan permohonan kepada pengadilan untuk pembatalans
segala perbuatan yang tidak diwajibkan untuk dilakukan oleh debitur terhadap
harta kekayaannya yang diketahui oleh debitur perbuatan tersebut merugikan
kreditur212. Hak tersebut merupakan perlindungan yang diberikan oleh hukum
kepada kreditur atas perbuatan debitur yang dapat merugikan kreditur. Hak
tersebut diatur dalam KUH Perdata dalam Pasal 1341213.
212 Ibid, hal. 248 213 Dalam Pasal 1341 disebutkan bahwa : “Meskipun demikian, tiap kreditur boleh
mengajukan tidak berlakunya segala tindakan yang tidak diwajibkan yang dilakukan oleh debitur, dengan nama apa pun juga, yang merugikan kreditur, asal dibuktikan, bahwa ketika tindakan tersebut dilakukan, debitur dan orang yang dengannya atau untuknya debitur itu bertindak, mengetahui bahwa tindakan itu mengakibatkan kerugian bagi para kreditur. Hak-hak yang diperoleh pihak ketiga dengan itikad baik atas barang-barang yang menjadi obyek dari tindakan yang tidak sah, harus dihormati.Untuk mengajukan batalnya tindakan yang dengan cuma-cuma dilakukan debitur, cukuplah kreditur menunukkan bahwa pada waktu melakukan tindakan itu debitur mengetahui, bahwa dengan cara demikian dia merugikan
Perlindungan investor..., Durma Jaya, FH UI, 2011.
98
Universitas Indonesia
Istilah ini berasal dari bahasa Romawi yang menunjuk kepada semua
upaya hukum yang dapat menghasilkan batalnya perbuatan debitur yang dapat
menghasilkan batalnya perbuatan debitur yang meniadakan tujuan pasal 1311
KUH Perdata214. Berkaitan dengan kepailitan misalnya, tindakan debitur
yang mengetahui akan dinyatakan pailit, melakukan perbuatan hukum berupa
memindahkan haknya atas sebagian dari harta kekayaannya kepada pihak lain
dan perbuatan tersebut dapat merugikan krediturnya215.
Ketentuan dalam Pasal 1341 memperoleh ketentuan pelaksanaannya
dalam pasal 41-50 UUK-PKPU216. Ketentuan tersebut bertujuan untuk
melindungi kepentingan kreditur. Dalam konteks perlindungan investor
pemegang obligasi, sebagai kreditur ketentuan ini juga turut berlaku bagi
investor pemegang obligasi. Berikut penjelasannya:
a. Menurut Pasal 41 UUK-PKPU
Pasal 41 (1) Untuk kepentingan harta pailit, kepada Pengadilan dapat
dimintakan pembatalan segala perbuatan hukum Debitur yang telah
dinyatakan pailit yang merugikan kepentingan Kreditur, yang dilakukan
sebelum putusan pernyataan pailit diucapkan. Lebih lanjut lagi dalam Pasal
41 ayat (2) disebutkan bahwa Pembatalan sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) hanya dapat dilakukan apabila dapat dibuktikan bahwa pada saat
perbuatan hukum dilakukan, Debitur dan pihak dengan siapa perbuatan
hukum tersebut dilakukan mengetahui atau sepatutnya mengetahui bahwa
perbuatan hukum tersebut akan mengakibatkan kerugian bagi Kreditur.
Menurut Pasal 41 ayat (3) Dikecualikan dari ketentuan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) adalah perbuatan hukum Debitur yang wajib
dilakukannya berdasarkan perjanjian dan/atau karena undang-undang.
para kreditur, tak perduli apakah orang yang diuntungkan juga mengetahui hal itu atau tidak.”
214 Sutan Remy Sjahdeini, op. cit. 215 Kartini Muljadi, dalam Lontoh dkk, Penyelesaian Utang-Piutang: Melalui Pailit atau
Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang, (Bandung: Penerbit Alumni, 2001) 216 Sutan Remy Sjahdeini, op. cit. hal. 249
Perlindungan investor..., Durma Jaya, FH UI, 2011.
99
Universitas Indonesia
Menurut Fred G. Tumbuan terdapat lima persyaratan yang harus
dipenuhi (agar Actio Pauliana itu berlaku)217. Persyaratan tersebut ialah:
1) Debitur (dalam konteks ini adalah Emiten) telah melakukan perbuatan
hukum
2) Perbuatan hukum tersebut termasuk tidak wajib dilakukan oleh debitur
(Emiten)
3) Perbuatan hukum dimaksud telah merugikan kreditur, termasuk
investor pemegang obligasi selaku kreditur
4) Pada saat melakukan perbuatan hukum tersebut debitur mengetahui
atau sepatutnya mengetahui bahwa perbuatan hukum tersebut akan
merugikan kreditur; dan
5) Pada saat melakukan perbuatan hukum tersebut dilakukan dengan pihak
dengan siapa perbuatan hukum itu dilakukan mengetahui atau
sepatutnya mengetahui bahwa perbuatan hukum tersebut akan
mengakibatkan kerugian bagi kreditur.
b. Menurut Pasal 42 UUK-PKPU
Apabila perbuatan hukum yang merugikan Kreditur dilakukan dalam
jangka waktu 1 (satu) tahun sebelum putusan pernyataan pailit diucapkan,
sedangkan perbuatan tersebut tidak wajib dilakukan. Debitur, kecuali dapat
dibuktikan sebaliknya, Debitur dan pihak dengan siapa perbuatan tersebut
dilakukan dianggap mengetahui atau sepatutnya mengetahui bahwa perbuatan
tersebut akan mengakibatkan kerugian bagi Kreditur sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 41 ayat (2), dalam hal perbuatan tersebut:
1) merupakan perjanjian dimana kewajiban Debitur jauh melebihi
kewajiban pihak dengan siapa perjanjian tersebut dibuat;
2) merupakan pembayaran atas, atau pemberian jaminan untuk utang yang
belum jatuh tempo dan/atau belum atau tidak dapat ditagih;
3) dilakukan oleh Debitur perorangan, dengan atau untuk kepentingan:
217 Ibid, hal. 250
Perlindungan investor..., Durma Jaya, FH UI, 2011.
100
Universitas Indonesia
a) suami atau istrinya, anak angkat, atau keluarganya sampai derajat
ketiga;
b) suatu badan hukum dimana Debitur atau pihak sebagaimana
dimaksud pada angka 1) adalah anggota direksi atau pengurus
atau apabila pihak tersebut, baik sendiri-sendiri maupun bersama-
sama, ikut serta secara langsung atau tidak langsung dalam
kepemilikan badan hukum tersebut lebih dari 50% (lima puluh
persen) dari modal disetor atau dalam pengendalian badan hukum
tersebut.
4) dilakukan oleh Debitur yang merupakan badan hukum, dengan atau
untuk kepentingan:
a) anggota direksi atau pengurus dari Debitur, suam i atau istri, anak
angkat, atau keluarga sampai derajat ketiga dari anggota direksi atau
pengurus tersebut;
b) perorangan, baik sendiri atau bersama-sama dengan suami atau
istri, anak angkat, atau keluarga sampai derajat ketiga, yang ikut
serta secara langsung atau tidak langsung dalam kepemilikan pada
Debitur lebih dari 50% (lima puluh persen) dari modal disetor atau
dalam pengendalian badan hukum tersebut;
c) perorangan yang suami atau istri, anak angkat, atau keluarganya
sampai derajat ketiga, ikut serta secara langsung atau tidak langsung
dalam kepemilikan pada Debitur lebih dari 50% (lima puluh persen)
dari modal disetor atau dalam pengendalian badan hukum tersebut.
5). dilakukan oleh Debitur yang merupakan badan hukum dengan atau
untuk kepentingan badan hukum lainnya, apabila:
a) Perorangan anggota direksi atau pengurus pada kedua badan usaha
tersebut adalah orang yang sama;
b) Suami atau istri, anak angkat, atau keluarga sampai derajat ketiga
dari perorangan anggota direksi atau pengurus Debitur yang juga
merupakan anggota direksi atau pengurus pada badan hukum
lainnya, atau sebaliknya;
Perlindungan investor..., Durma Jaya, FH UI, 2011.
101
Universitas Indonesia
c) Perorangan anggota direksi atau pengurus, atau anggota badan
pengawas pada Debitur, atau suami atau istri, anak angkat, atau
keluarga sampai derajat ketiga, baik sendiri atau bersama-sama, ikut
serta secara langsung atau tidak langsung dalam kepemilikan badan
hukum lainnya lebih dari 50% (lima puluh persen) dari modal
disetor atau dalam pengendalian badan hukum tersebut, atau
sebaliknya;
d) Debitur adalah anggota direksi atau pengurus pada badan hukum
lainnya, atau sebaliknya;
e) Badan Hukum yang sama, atau perorangan yang sama baik bersama,
atau tidak dengan suami atau istrinya, dan atau para anak angkatnya
dan keluarganya sampai derajat ketiga ikut serta secara langsung
atau tidak langsung dalam kedua badan hukum tersebut paling
kurang sebesar 50% (lima puluh persen) dari modal yang disetor;
6) Dilakukan oleh Debitur yang merupakan badan hukum dengan atau
terhadap badan hukum lain dalam satu grup dimana Debitur adalah
anggotanya;
7) Ketentuan dalam huruf c, huruf d, huruf e, dan huruf f berlaku mutatis
mutandis dalam hal dilakukan oleh Debitur dengan atau untuk
kepentingan:
a) anggota pengurus dari suatu badan hukum, suami atau istri, anak
angkat atau keluarga sampai derajat ketiga dari anggota pengurus
tersebut;
b) perorangan, baik sendiri maupun bersama-sama dengan suami atau
istri, anak angkat, atau keluarga sampai derajat ketiga yang ikut serta
secara langsung atau tidak langsung dalam pengendalian badan
hukum tersebut.
Pasal 42 ini bukan saja perbuatan hukum yang dilakukan setelah debitur
(Emiten) dinyatakan pailit dapat dibatalkan, tetapi juga perbuatan hukum
yang dilakukan sebelum putusan pernyataan pailit ditetapkan dapat juga
Perlindungan investor..., Durma Jaya, FH UI, 2011.
102
Universitas Indonesia
dibatalkan. Pasal 42 UUK-PKPU dengan jelas bahwa perbuatan hukum yang
apabila dilakukan dalam jangka waktu satu tahun sebelum putusan
pernyataan pailit ditetapkan, dengan syarat:
1) Perbuatan tersebut tidak wajib dilakukan oleh debitur (Emiten)
2) Debitur (Emiten) dan pihak dengan siapa perbuatan tersebut
dilakukan dianggap mengetahui atau sepatutnya mengetahui bahwa
perbuatan tersebut akan merugikan kreditur (dalam hal ini
termasuk pula investor pemegang obligasi selaku kreditur dari
Emiten),
3) Perbuatan tersebut memenuhi syarat-syarat sebagaimana
disebutkan dalam pasal 42 huruf a sampai dengan g218.
c. Menurut Pasal 43 dan 44 UUK-PKPU
Sehubungan dengan pasal 42 di atas, menurut pasal 43 UUK-PKPU,
hibah yang dilakukan oleh debitur dapat dimintakan pembatalan kepada
pengadilan. Apabila kurator dapat membuktikan bahwa pada saat hibah
tersebut dilakukan debitur mengetahui atau patut mengetahui bahwa
tindakan tersebut akan mengakibatkan kerugian bagi kreditur. Menurut
penjelasan Pasal 43 tersebut, dengan ketentuan ini kurator tidak perlu
membuktikan bahwa penerima hibah tersebut mengetahui atau patut
mengetahui bahwa tindakan tesebut akan mengakibatkan kerugian bagi
kreditur219. Sementara menurut Pasal 44 UUK-PKPU, kecuali dapat
dibuktikan sebaliknya (oleh debitur), debitur dapat dianggap mengetahui
atau patut mengetahui bahwa hibah tersebut merugikan kreditur, apabila
hibah tersebut dilakukan dalam jangka waktu satu tahun sebelum putusan
pailit diucapkan220.
d. Menurut Pasal 45 dan 46 UUK-PKPU
218 Ibid, hal. 254 219 Ibid 220 Ibid
Perlindungan investor..., Durma Jaya, FH UI, 2011.
103
Universitas Indonesia
Pasal 45 menentukan, bahwa pembayaran suatu utang yang sudah
dapat ditagih dapat dibatalkan apabila dibuktikan (dapat dibuktikan) bahwa:
1) Penerima pembayaran mengetahui bahwa permohonan pernyataan
pailit debitur didaftarkan, atau
2) Dalam hal pembayaran tersebut merupakan akibat dari
persekongkolan debitur dan kreditur (kreditur tertentu) dengan
maksud menguntungkan kreditur tersebut melebihi kreditur
lainnya.
Dalam Pasal 46 ayat (1) UUK-PKPU menentukan, berdasarkan
ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 45, pembayaran yang telah
diterima oleh pemegang surat pengganti atau surat atas tunjuk yang karena
hubungan hukum dengan pemegang terdahulu wajib menerima pembayaran,
pembayar tersebut tidak dapat diminta kembali. Sementara menurut Pasal
46 ayat (2) menetukan, dalam hal pembayaran tidak dapat diminta kembali
sebagaimana dimaksud pada ayat (1), orang yang mendapat keuntungan
sebagai akibat diterbitkannya surat pengganti atau surat atas tunjuk, wajib
mengembalikan kepada harta pailit jumlah utang yang telah dibayar oleh
debitur apabila:
1) Dapat dibuktikan bahwa pada waktu penerbitan surat sebagaimana
dimaksud dalam ayat (1) yang bersangkutan mengetahui bahwa
permohonan pernyataan pailit debitur sudah didaftarkan; atau
2) Penerbitan surat tersebut merupakan akibat dari persekongkolan
antara debitur dan pemegang pertama.
Dalam hal permohonan Actio Pauliana sebelum putusan pailit
dikabulkan oleh hakim dan mengakibatkan adanya pembatalan perbuatan
hukum yang melandasi adanya permohonan Actio Pauliana, maka setiap
orang yang telah menerima benda yang merupakan bagian dari harta
Debitur yang tercakup dalam perbuatan hukum yang dibatalkan, harus
mengembalikan benda tersebut kepada Kurator dan dilaporkan kepada
Perlindungan investor..., Durma Jaya, FH UI, 2011.
104
Universitas Indonesia
Hakim Pengawas221. Dan dalam hal pihak yang memiliki kewajiban
mengembalikan benda yang perolehannya dibatalkan akibat adanya Actio
Pauliana tidak dapat mengembalikan benda yang telah diterima dalam
keadaan semula, wajib membayar ganti rugi kepada harta pailit222. Akan
tetapi UUK-PKPU ternyata juga melindungi bagi pihak ketiga yang ternyata
dalam perolehan benda tersebut itikad baik dan dengan tidak cuma-cuma223.
Sedangkan bagi pihak Debitur, Benda yang diterima oleh Debitur atau nilai
penggantinya wajib dikembalikan oleh Kurator, sejauh harta pailit
diuntungkan, sedangkan untuk kekurangannya, orang terhadap siapa
pembatalan tersebut dituntut dapat tampil sebagai kreditor konkuren.
6. Hak memprakarsai Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang bagi Emiten
Salah satu upaya yang dapat dilakukan untuk menghindari Emiten,
sebagai debitur, dari kepailitan adalah melalui upaya Penundaan Kewajiban
Pembayaran Utang (PKPU). Pengajuan PKPU ini dapat dilakukan pada saat
sebelum putusan pailit diputuskan di Pengadilan. Dari membaca ketentuan-
ketentuan dalam Bab III tentang PKPU dalam UUK-PKPU, dapat diketahui
bahwa pengajuan dapat dilakukan sebelum pengajuan permohonan
pernyataan pailit terhadap debitur atau pada pengajuan permohonan
pernyataan pailit terhada debitur atau pada waktu permohonan pernyataan
pailit sedang diperiksa oleh pengadilan niaga. Apabila PKPU diajukan
sebelum pengajuan permohona pernyataan pailit, maka terhadap debitur
tidak dapat diajukan permohonan pernyataan pailit. Sementara itu, apabila
PKPU diajukan di tengah-tengah berlangsungnya pemeriksaan pengadilan
221 Indonesia, Undang-Undang tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran
Utang, Nomor 37 Tahun 2004, LN. No 31 Tahun 2004, TLN. 4443, Pasal 49 ayat (1) 222 Indonesia, Undang-Undang tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran
Utang, Nomor 37 Tahun 2004, LN. No 31 Tahun 2004, TLN. 4443, Pasal 49 ayat (2) 223 Indonesia, Undang-Undang tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran
Utang, Nomor 37 Tahun 2004, LN. No 31 Tahun 2004, TLN. 4443, Pasal 49 ayat (3)
Perlindungan investor..., Durma Jaya, FH UI, 2011.
105
Universitas Indonesia
niaga terhadap permohonan pernyataan pailit, maka pemeriksaan itu harus
dihentikan224.
Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang adalah untuk mencegah
Kepailitan seorang debitur yang tidak dapat membayar tetapi yang mungkin
dapat membayar di masa mendatang225. Penundaan Kewajiban Pembayaran
Utang tidak dimaksudkan untuk kepentingan debiturnya saja, melainkan
juga untuk kepentingan para krediturnya, terutama kreditur konkruen226.
Dengan demikian Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang memberikan
kepada Debitur keringanan sementara dalam menghadapi para kreditur yang
menekan untuk mereorganiasi dan melanjutkan usaha, dan akhirnya
memenuhi kewajiban debitur terhadap tagihan-tagihan para kreditur227.
Emiten yang sedang dalam PKPU memiliki kemungkinan untuk dapat
bertahan dan melanjutkan usaha perusahaannya apabila Emiten dapat
memaksimalkan segenap upaya untuk melakukan hal-hal yang dapat
menghindarkan dirinya dari kepailitan dan membuat usahanya dapat terus
berjalan. Selama PKPU berjalan, Emiten selaku debitur akan berada dalam
pengurusan Pengurus. Kartini Mujadi mengemukakan bahwa debitur selama
PKPU tidak kehilangan penguasaan dan hak (beheer en beschikking) atas
kekayaannya. Dalam PKPU, Debitur dan Pengurus merupakan dwi tunggal
karena salah satu antara mereka tidak dapat bertindak dengan sah tanpa
yang lain228.
Berbeda dengan Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1998 tentang
Kepailitan yang hanya memungkinkan PKPU diajukan oleh debitur saja,
UUK-PKPU memberikan kemungkinan PKPU diajukan juga oleh kreditur.
224 Sutan Remy Sjaheini, op. cit., hal. 327. 225 Adrian Adonis, Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) dalam Proses
Kepailitan di Indonesia, (Tesis Pascasarjana Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2003), hlm. 7 226 Sutan Remy Sjahdeini, op. cit., hal. 329 227 Jerry Hoff, Undang-Undang Kepailitan di Indonesia, Penerjemah Kartini Mulyadi,
Cet. I, (Jakarta, Tatanusa, 2000), hlm. 187
228 Sutan Remy Sjahdeini, op.cit., hal. 330
Perlindungan investor..., Durma Jaya, FH UI, 2011.
106
Universitas Indonesia
Ketentuan ini diatur dalam Pasal 222 ayat (3) UUK-PKPU229. Hal ini tentu
bermakna bahwa investor pemegang obligasi dapat pula mengajukan upaya
PKPU, sebab investor pemegang obligasi juga turut berkedudukan sebagai
kreditur dalam hal terjadinya kepailitan Emiten.
Dalam Pasal 222 ayat (3) disebutkan bahwa:
“Kreditur yang memperkirakan bahwa Debitur tidak dapat melanjutkan membayar utangnya yang sudah jatuh waktu dan dapat ditagih, dapat memohon agar kepada Debitur diberi penundaan kewajiban pembayaran utang, untuk memungkinkan Debitur mengajukan rencana Perdamaian yang meliputi tawaran pembayaran sebagian atau seluruh utang kepada Krediturnya.”
Permohonan PKPU diajukan ke Pengadilan Niaga dalam lingkup
tempat kedudukan debitur. Jadi dalam hal terjadinya kepailitan Emiten,
permohonan dapat diajukan oleh investor pemegang obligasi, melalui Wali
Amanat, ke Pengadilan Niaga tempat kedudukan Emiten. Sementara dalam
Pasal 224 ayat (3) disebutkan bahwa:
“Dalam hal pemohon adalah Kreditur, Pengadilan wajib memanggil Debitur melalui juru sita dengan surat kilat tercatat paling lambat 7 (tujuh) hari sebelum sidang.”
Hal yang perlu diingat dalam pengajuan permohonan PKPU bagi
Emiten oleh Investor Pemegang Obligasi adalah bahwa pengajuan
permohonan PKPU ini wajib didasari oleh keputusan dari RUPO.
Persetujuan RUPO diperlukan mengingat bahwa keputusan mengajukan
229 Menurut Pasal 223 ayat (3), kreditur hanya dapat mengajukan permohonan PKPU apabila
secara nyata debitur tidak lagi membayar piutangnya yang sudah jatuh waktu dan dapat ditagih. Menurut Prof. Sutan Remy Sjahdeini, sebaiknya dimungkinkan pula bagi kreditur apabila dari aporan keuangan yang dikirim oleh debitur kepada kreditur (pada umumnya dalam pemberian kredit kewajiban debitur untuk dalam waktu-waktu tertentu menyampaikan laporan mengenai keadaan keuangannya), dapat pula untuk mengajukan permohonan PKPU, yaitu seperti halnya debitur. Oleh karena itu, seyogyanya hakim tidak menolak permohonan PKPU oleh kreditur apabila kreditur dapat membuktikan bahwa debitur diperkirakan tidak dapat melanjutkan membayar utang-utangnya ketika utang-utang itu jatuh waktu dan dapat ditagih. Sebab Hakim harus bersikap tidak menegakkan undang-undang menurut kata-katanya, tetapi menurut semangatnya (tujuannya). Ibid., hal. 331-337.
Perlindungan investor..., Durma Jaya, FH UI, 2011.
107
Universitas Indonesia
permohonan RUPO merupakan suatu keputusan yang krusial dan
menyangkut kepentingan masing-masing investor pemegang obligasi.
Persetujuan RUPO ini juga dimaksudkan sebagai legitimasi dari tindakan
permohonan pengajuan PKPU atas nama investor pemegang obligasi, yang
kemudian tindakan konkretnya diwakilkan oleh Wali Amanat. Persetujuan
RUPO harus benar-benar mempertimbangkan kepentingan investor
pemegang obligasi dan merupakan cerminan dari keinginan investor
pemegang obligasi.
4.3.2 Aspek Hukum Perlindungan Kepentingan Investor Pemegang Obligasi
setelah Emiten yang Mengeluarkan Obligasi Dinyatakan Pailit oleh
Hakim
Perlindungan terhadap investor pemegang obligasi dalam hal terjadinya
kepailitan Emiten tidak hanya berhenti dalam proses kepailitan berjalan semata.
Perlindungan tersebut akan tetap berlangsung setelah putusan pernyataan pailit
diputuskan oleh majelis hakim. Sebagai pihak kreditur bagi Emiten yang pailit,
investor pemegang obligasi tentu memiliki kepentingan terhadap piutang yang
dimilikinya serta hak-hak lainnya terkait dengan piutang tersebut. Setidaknya
terdapat beberapa aspek hukum perlindungan kepentingan investor pemegang
obligasi setelah Emiten dinyatakan pailit oleh hakim. Berikut penjelasannya:
1. Hak Investor Pemegang Obligasi dalam Pencocokan Piutang
Ketika Emiten dinyatakan pailit bedasarkan putusan pengdilan, sejak
tanggal putusan pernyataan pailit diucapkan, Emiten demi hukum kehilangan
haknya untuk menguasai dan mengurus kekayaannya yang temasuk dalam
harta pailit. Demikian ditentukan dalam Pasal 24 ayat (1) UUK-PKPU. Sejak
waktu itu pula harta kekayaan Emiten dimasukkan sebagai harta pailit. Untuk
mengurus harta pailit tersebut, menurut Pasal 15 UUK-PKPU, pengadilan
niaga mengangkat kurator di samping sekaligus mengangkap pula seorang
hakim pengawas. Sesuai dengan ketentuan Pasal 11 UUK-PKPU, tugas kurator
Perlindungan investor..., Durma Jaya, FH UI, 2011.
108
Universitas Indonesia
antara lain, adalah segera membuat daftar mengenai jumlah utang dan piutang
debitur (Emiten) dan jumlah piutang para kreditur setelah membuat uraian
harta pailit. Tugas tersebut dilakukan oleh kurator mendahului tugasnya untuk
membayar piutang atau tagihan masing-masing kreditur.
Untuk dapat melaksanakan pembayaran piutang para kreditur, kurator
harus terlebih dahulu230:
a. Mendata siapa saja yang menjadi kreditur
b. Memeriksa keabsahan dari piutang atau tagihan dari masing-masing
kreditur itu
c. Memastikan mengenai berapa jumlah atau nilai masing-masing
piutang atau tagihan para kreditur tersebut.
Berdasarkan hal di atas, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa hal-hal
utama yang harus dilakukan investor pemegang obligasi melalui perwakilan
Wali Amanat kepada kurator adalah sebagai berikut:
a. Mengajukan klaim atau pernyataan tertulis kepada pihak kurator
mengenai adanya sejumlah utang dari Emiten kepada investor
pemegang obligasi atas penerbitan obligasi yang dilakukan Emiten
di Pasar Modal
b. Menyertakan bukti-bukti berupa dokumen-dokumen tertulis yang
menjamin keabsahan adanya hubungan utang-piutang antara Emiten
dengan investor pemegang obligasi terkait dengan penerbitan
obligasi yang dilakukan oleh Emiten
c. Menyertakan daftar jumlah keseluruhan obligasi yang diterbitkan
oleh Emiten beserta nilai per-lembar obligasi yang diterbitkan oleh
Emiten tersebut. Uraian tersebut turut pula melampirkan jumlah
utang pokok dan bunga obligasi.
d. Dalam hal terdapat jaminan dalam penerbitan obligasi yang
dilakukan oleh Emiten, maka Wali Amanat juga wajib menyertakan
230 Ibid, hal. 262
Perlindungan investor..., Durma Jaya, FH UI, 2011.
109
Universitas Indonesia
bukti-bukti adanya hak jaminan dalam penerbitan obligasi yang
dilakukan oleh Emiten.
e. Pengajuan piutang dan bukti-bukti di atas dilakukan sebelum batas
waktu yang ditentukan oleh hakim pengawas231.
f. Atas pengajuan piutang terhadap kurator ini, pihak investor
pemegang obligasi melalui perwakilan Wali Amanat, berhak
meminta suatu tanda terima dari kurator232.
Selanjutnya, selain pengajuan piutang kepada kurator, pihak investor
pemegang obligasi harus menghadiri Rapat Pencocokan Piutang. Kehadiran
investor pemegang obligasi ini tentunya diwakilkan oleh Wali Amanat
sebagai pihak yang mewakili kepentingan investor pemegang obligasi.
Dalam menghadiri Rapat Pencocokan Piutang, Wali Amanat tidak perlu
datang sendiri untuk menghadiri rapat. Wali Amanat dapat saja memberikan
kuasanya kepada pihak penerima kuasa dengan melalui perjanjian
pemberian kuasa dengan perjanjian di bawah tangan atau dengan akta
otentik.
Pasal 124 ayat (1) PKPU menetukan dalam rapat sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 121, hakim pengawas membacakan daftar piutang
yang diakui sementara dan daftar piutang yang dibantah oleh kurator. Pasal
124 ayat (2) menetukan bahwa setiap kreditur yang namanya tercantum
dalam daftar piutang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat meminta
agar kurator memberikan keterangan mengenai tiap piutang, adanya hak
231 Hal ini diatur dalam pasal 113 ayat (1) UUK-PKPU dimana dalam pasal tersebut diatur
bahwa paling lambat 14 hari terhitung setelah putusan pernyataan pailit diucapkan, hakim pengawas harus menetapkan: a) batas akhir pengajuan tagihan; b) batas akhir verifikasi pajak untuk menentukan besarnya kewajiban pajak sesuai dengan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan; c) hari, tanggal, waktu, dan tempat rapat kreditur untuk mengadakan pencocokan piutang.
232 Sebagaimana disebutkan dalam Pasal 115 ayat (2) yang berbunyi: “Atas penyerahan
piutang sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Kreditur berhak meminta suatu tanda terima dari Kurator.”
Perlindungan investor..., Durma Jaya, FH UI, 2011.
110
Universitas Indonesia
untuk didahulukan, hak untuk menahan suatu benda (hak retensi) atau dapat
menyetujui bantahan kurator233.
Dalam hal terjadinya bantahan dari pihak kurator perihal pengajuan
piutang investor pemegang obligasi, maka pihak investor pemegang obligasi
dapat mengajukan keberatan dengan mengajukan bukti-bukti yang dimiliki
dan argumen seputar piutang tersebut. Perselisihan ini akan ditengahi oleh
hakim pengawas. Sesuai dengan ketentuan 127 ayat (1) UUK-PKPU, dalam
hal ada bantahan tetapi hakim pengawas tidak dapat mendamaikan kedua
belah pihak yang berselisih itu, hakim pengawas (wajib) memerintahkan
kedua belah pihak (pihak kurator dan pihak perwakilan dari para investor
pemegang obligasi) untuk menyelesaikan perselisihan tersebut di pengadilan
sekalipun perselisihan tesebut telah diajukan ke pengadilan234.
2. Hak Investor Pemegang Obligasi dalam Pemberesan Harta Pailit
Menurut ketentuan pasal 178 ayat (1) UUK-PKPU, jika dalam rapat
pencocokan piutang (yaitu verifikasi utang-piutang) tidak ditawarkan
rencana perdamaian (oleh debitur), atau rencana perdamaian yag ditawarkan
oleh rapat, atau pengesahan perdamaian ditolak berdasarkan putusan
pengadilan niaga yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap, maka demi
hukum harta pailit berada dalam keadaan insolvensi (tidak mampu
membayar utang-utang debitur)235. Tindakan selanjutnya yang dapat
dilakukan terhadap harta debitur pailit yang telah dinyatakan dalam keadaan
insolvensi itu adalah melakukan likuidasi, yaitu menjual harta pailit
tersebut. Likuidasi tersebut dilakukan oleh kurator236.
Atas hasil likuidasi tersebut kurator mendistribusikannya kepada
masing-masing kreditur yang utang-piutangnya telah diakui dalam proses
233 Sutan Remy Sjahdeini, op. cit., hal. 265 234 Ibid, hal. 270 235 Ibid. hal. 279 236 Ibid.
Perlindungan investor..., Durma Jaya, FH UI, 2011.
111
Universitas Indonesia
pencocokan utang atau verifikasi utang-piutang. Distribusi tersebut
dilakukan sesuai dengan urutan tingkat masing-masing piutang mereka
sebagaimana ditentukan dalam undang-undang237 kepada kreditur yang
termasuk di dalam Daftar Pembagian Piutang. Tindakan kurator inilah yang
dimaksud dengan pemberesan harta pailit. Bagi investor pemegang obligasi,
pembayaran hasil likuidasi dilakukan kepada pihak paying agent, yang
biasanya dirangkap pula oleh Wali Amanat.
Dalam hal obligasi yang dikeluarkan oleh Emiten merupakan obligasi
tanpa jaminan, yang bermakna pula bahwa investor pemegang obligasi
berkedudukan sebagai kreditur konkruen, maka apabila ternyata Emiten
memiliki cukup dana tunai untuk melunasi utang-utangnya seluruh
krediturnya, maka pembayaran oleh kurator dapat segera dilaksanakan tanpa
menunggu penyelesaian hasil pelelangan atau penjualan bawah tangan harta
pailit yang berupa benda238. Namun apabila ternyata jumlah uang tunai dari
Emiten tidak mencukupi untuk melunasi utang-utangnya, maka investor
pemegang obligasi harus menunggu pembagian hasil likuidasi dari
pelelangan umum atau penjualan di bawah tangan benda-benda kekayaan
Emiten yang tidak dibebani dengan hak jaminan. Pembagian harta pailit
terhadap investor pemegang obligasi yang berkedudukan sebagai kreditur
konkruen dibagi secara proporsional menurut perbandingan besarnya
piutang masing-masing kreditur konkruen239.
237 Apabila tidak ditentukan suatu pitang merupakan hak istimewa yang berdudukan lebih
tingi daripada piutang yang dijamin dengan suatu hak jaminan (gadai, fidusia, hak tanggungan atau hipotek), maka urutan kreditur adalah sebagai berikut: 1) Kreditur yan memiliki pitang yang dijamin dengan hak jaminan (kreditur preferen); 2) Kreditur yang memiliki hak istimewa; 3) Kreditur konkruen Sementara itu, apabila suatu hak istimewa ditentukan harus dilunasi tersebih dahulu daripada kreditur lainnya termasuk para kreditur pemegang hak jaminan, maka urutan para kreditur adalah sebagai berikut: 1) Kreditur yang memiliki hak istimewa; 2) Kreditur yang memiliki putang yang dijamin dengan hak jaminan (kreditur preferen); 3) Kreditur konkruen. Sutan Remy Sjahdeini, op. cit., hal. 7
238 Indonesia, Undang-Undang tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran
Utang, Nomor 37 Tahun 2004, LN. No 31 Tahun 2004, TLN. 4443, Pasal 188 239 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata [Burgerlijke Wetboek], diterjemahkan oleh
Subekti dan R. Tjitrosudibjo, (Bandung: Pradnya Paramita, 2001), Pasal 1132
Perlindungan investor..., Durma Jaya, FH UI, 2011.
112
Universitas Indonesia
Dalam hal investor pemegang obligasi memegang obligasi yang
diterbitkan oleh Emiten yang disertai dengan jaminan, maka investor
pemegang obligasi tersebut berkedudukan sebagai kreditur preferen.
Sebagai kreditur preferen, maka pihak investor tersebut memilki hak untuk
melakukan eksekusi terhadap jaminan yang menjadi haknya. Berdasarkan
pasal 60 ayat (1), kreditur pemegang hak jaminan wajib memberikan
pertanggunjawaban kepada kurator tentang hasil penjualan benda yang
menjadi agunan dan menyerahkan sisa hasil penjualan setelah dikurangi
jumlah utang, bunga, dan biaya kepada kurator. Berkaitan dengan ketentuan
Pasal 60 ayat (1) UUK-PKPU tersebut sudah tentu harus diberlakukan
dalam kaitannya dengan ketentuan Pasal 56 mengenai keharusan bagi
pemegang hak jaminan tersebut untuk menunggu 90 (sembilan puluh) hari
terlebih dahulu sebelum dapat melaksanakan haknya untuk menjual agunan
tersebut dan ketentuan Pasal 59 mengenai keharusan menjual benda yang
menjadi jaminan dengan jangka waktu paling lambat 2 (dua) bulan240.
Apabila terdapat kekurangan berdasarkan hasil eksekusi jaminan tersebut,
maka investor pemegang obligasi dapat meminta kekurangannya kepada
kurator dari hasil likuidasi harta pailit sebagai kreditur konkruen dengan
berbagi secara proporsional dengan para kreditur konkruen lainnya menurut
perbandingan besarnya piutang masing-masing kreditur konkruen241.
Bila kita telaah aturan-aturan dalam UUK-PKPU bila dikaitkan
dengan prinsip dari hak jaminan, sesungguhnya pengaturan di atas
mengorbankan hak eksklusif kreditur atas barang yang menjadi jaminan
dalam hubungan utang-piutang. Berikut uraiannya:
a. Adanya kewajiban untuk menunggu selama 90 (sembilan puluh) hari
bagi investor pemegang obligasi dalam melakukan eksekusi atas
240 Dalam 59 ayat (2) ditentukan bahwa apabila masa tenggal 2 (dua) bulan tersebut telah
lewat, benda yang menjadi jaminan wajib diserahkan kembali kepada kurator untuk menjadi dalam kuasa kurator untuk melakukan penjualan lelang atau di bawah tangan sesuai dengan pasal 185 UUK-PKPU, dengan tanpa mengurangi hak dari kreditur pemegang hak jaminan.
241 Indonesia, Undang-Undang tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran
Utang, Nomor 37 Tahun 2004, LN. No 31 Tahun 2004, TLN. 4443, Pasal 60 ayat (3).
Perlindungan investor..., Durma Jaya, FH UI, 2011.
113
Universitas Indonesia
benda yang menjadi jaminan dalam penerbitan obiligasi yang
diterbitkan Emiten yang telah diputuskan pailit. Dan menurut pasal
56 ayat (3), selama jangka waktu 90 (sembilan puluh) hari tersebut
kurator dapat menggunakan harta pailit berupa benda tidak bergerak
maupun benda bergerak atau menual harta pailit yang berupa benda
bergerak yang berada dalam kekuasaan kurator dalam rangka
kelangsungan usaha debitur (dalam hal ini adalah Emiten). Hal ini
mengaburkan prinsip dari Hak Jaminan dalam dimana seharusnya
benda yang menjadi jaminan menjadi terpisah dari harta pailit.
Secara tidak langsung UUK-PKPU telah mengaburkan prinsip
separatis atas hak jaminan dalam kepailitan. Menurut Prof. Sutan
Remy Sjahdeini, sikap UUK-PKPU yang tidak menempatkan harta
debitur yang telah dibebani denan hak jaminan di luar harta pailit
merupakan sikap yang meruntuhkan sendi-sendi sistem hukum
jaminan. Hal itu membuat tidak ada artinya penciptaan lembaga hak
jaminan di dalam hukum perdata dan membuat kaburnya konsep dan
tujuan hak jaminan tersebut242.
b. Bagi obligasi yang diterbitkan dengan jaminan fidusia, berdasarkan
ketentuan dalam Pasal 56 ayat (3), maka kurator kewenangan untuk
melakukan eksekusi atas benda bergerak meskipun benda tersebut
dibebankan dengan hak agunan atas kebendaan. Dengan kata lain,
benda bergerak tersebut meskipun telah menjadi jaminan, akan tetap
menjadi bagian dari harta pailit.
c. Adanya kewajiban dalam pasal 59 ayat (1) bagi investor pemegang
obligasi yang berkedudukan sebagai kreditur pemegang hak jaminan
untuk menjual benda (tidak bergerak) yang menjadi jaminan bagi
investor pemegang obligasi dalam penerbitan obligasi yang
diterbitkan Emiten dalam jangka waktu selama 2 (dua) bulan. Hal ini
memberikan investor dalam keadaan yang sulit sebab menjual asset
242 Sutan Remy Sjahdeini, op. cit., hal. 307.
Perlindungan investor..., Durma Jaya, FH UI, 2011.
114
Universitas Indonesia
yang bernilai begitu besar tentu akan memakan waktu yang lama dan
sulit untuk dijual dalam waktu hanya 2 (dua) bulan.
d. Adanya kewenangan yang sedemikian besar bagi Kurator terhadap
benda yang menjadi jaminan yang dapat merugikan kreditur preferen
yang memegang hak jaminan. Hal ini tercantum dalam pasal 59 ayat
(3) dimana Kurator dapat membebaskan benda yang menjadi agunan
dengan membayar jumlah terkecil antara harga pasar benda agunan
dan jumlah utang yang dijamin dengan benda agunan tersebut
kepada Kreditur yang bersangkutan. Hal ini tentunya dapat
membawa kedudukan investor pemegang obligasi dengan jaminan
ke dalam kedudukan yang tidak menentu sebab sewaktu-waktu dapat
saja benda yang menjadi jaminan dibebaskan oleh Kurator.
3. Hak Investor Pemegang Obligasi atas Penerapan Prinsip Keterbukaan
Seperti yang telah dibahas sebelumnya, prinsip keterbukaan merupakan
aspek penting yang menjadi perhatian dari investor pemegang obligasi dalam
kedudukannya sebagai kreditur bagi Emiten yang mengalami kepailitan.
Dalam hal telah dijatuhkannya putusan pailit terhadap Emiten, maka aspek
prinsip keterbukaan yang dijamin menurut UUK-PKPU adalah sebagai
berikut:
a. Pengucapan Putusan Kepailitan yang Terbuka untuk Umum
Asas ini sebenarnya dianut dalam HIR. Menurut pasal 229 UUK-
PKPU kecuali ditentukan dalam undang-undang, ketentuan HIR
dalam proses Kepailitan berlaku di Acara Persidangan Pengadilan
Niaga. Sesuai dengan asas dalam HIR tersebut, dalam UUK-PKPU
ditegaskan dalam Pasal 8 ayat (7), yang berbunyi sebagai berikut:
“Putusan atas permohonan pernyataan pailit sebagaimana dimaksud dalam ayat (6) yang memuat secara lengkap pertimbangan hukum yang mendasari putusan tersebut harus diucapkan dalam sidang terbuka untuk umum dan dapat dilaksanakan terlebih dahuku, meskpun terhadap putusan tersebut diajukan suatu upaya hukum243”
Perlindungan investor..., Durma Jaya, FH UI, 2011.
115
Universitas Indonesia
Sementara itu meneurut Pasal 13 ayat (4) menentukan:
“Putusan atas permohonan kasasi sebagaimana dimaksud pada yat (3) yang memuat secara lengkap pertimbangan hukum yang mendasari putusan tesebut harus diucapkan dalam sidang terbuka untuk umum.244”
Putusan atas pemohonan PK, menurut Pasal 298 ayat (2) UUK-PKPU,
juga harus diucapkan dalam sidang yuang terbuka untuk umum.
Mengenai putusan pencabutan putusan pernyataan pailut juga harus
diucapkan dlam sidang terbuka untuk umum sebagaimana ditentukan
dalam Pasal 18 ayat (2) UUK-PKPU. Lengkapnya bunyi pasal
tersebut adalah sebagai berikut:
“Putusan sebaaimana dimaksud pada ayat (1) ducapkan dalam sidang terbuka untuk umum.”245
Sebagai konsekuensi dari berlakunya asas transparasi dalam kepailitan
sebaaimana telah diuraikan di atas, berlaku pula fiksi hukum dalam
kepailitan bahwa: “setiap orang dianggap mengetahui mengenai
kepailitan seorang debitur”. Fiksi hukum itu lebih luas lagi berlakunya
daripada sekedar mengenai kepailitan debitur. Bukan saja setiap orang
diangap mengetahui tentang kepailitan seorang debitur, tetapi juga
diangap mengetahui tentang perdamaian dalam rangka PKPU,
perdamaian setelah pernyataan pailit, pencabutan kepailitan, dan lain-
lain lagi246. Lebih lanjut lagi bila dikaitkan pada penerapan prinsip
keterbukaan bagi investor pemegang obligasi, maka teori fiksi ini juga
turut berlaku bagi investor pemegang obligasi. Untuk menjamin
tersampainya maksud dari penerapan teori fiksi hukum ini bagi
243 Indonesia, Undang-Undang tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran
Utang, Nomor 37 Tahun 2004, LN. No 31 Tahun 2004, TLN. 4443, Pasal 8 ayat (7). 244 Indonesia, Undang-Undang tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran
Utang, Nomor 37 Tahun 2004, LN. No 31 Tahun 2004, TLN. 4443, Pasal 13 ayat (4) 245 Indonesia, Undang-Undang tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran
Utang, Nomor 37 Tahun 2004, LN. No 31 Tahun 2004, TLN. 4443, Pasal 18 ayat (2) 246 Sutan Remy Sjahdeini, op. cit., hal. 177-178
Perlindungan investor..., Durma Jaya, FH UI, 2011.
116
Universitas Indonesia
investor pemegang obligasi, maka diperlukan inisiatif dari pihak
investor pemegang obligasi untuk mengetahui putusan permohonan
pailit bagi Emiten, baik mengenai pertimbangan hakimnya maupun
pada isi putusan permohonan pailit tersebut.
b. Pengumuman dalam Berita Negara
Menurut pasal 15 ayat (4) UUK-PKPU, dalam jangka waktu paling
lambat lima hari sejak tanggal putusan pernyataan pailit ditetapkan,
kurator mengumumkan dalam Berita Negara RI serta dalam sekurang-
kurangnya dua surat kabar harian yang ditetapkan oleh hakim
pengawas, hal-hal sebagai berikut:
1) Ikhtisar putusan pernyataan pailit;
2) Identitas, alamat, dan pekerjaan debitur;
3) Identitas, alamat dan pekerjaan anggota paninta sementara
kreditur, apabila telah ditunjuk;
4) Tempat dan waktu penyelenggaraan rapat pertama kreditur; dan
5) Identitas Hakim Pengawas
6) Identitas, alamat, pekerjaan Kurator.
Pengumuman dalam Berita Negara merupakan pengumuman yang
ditujukan kepada publik. Pengumuman ini juga dimaksudkan agar
pihak-pihak yang memiliki kepentingan dengan pihak yang telah
diputuskan pailit mengetahui perihal kepailitan tersebut. Dalam hal
kepailitan Emiten, hal ini juga tentu ditujukan pula kepada seluruh
pihak investor pemegang obligasi yang dikeluarkan Emiten yang telah
diputuskan pailit agar mengetahui perihal kepailitan Emiten
.
c. Pencatatan dalam Register Umum
Cara lain yang ditentukan oleh UUK-PKPU untuk menjamin
transparasi publik mengenai kepailitan adalah pencatatan dalam
Register Umum. Menurut pasal 20 ayat (1):
Perlindungan investor..., Durma Jaya, FH UI, 2011.
117
Universitas Indonesia
“Panitera Pengadilan wajib menyelenggarakan suatu daftar umum untuk mencatat setiap perkara kepailitan secara tersendiri.”
Menurut ketentuan Pasal 20 ayat (2) UUK-PKPU:
Daftar umum sebagaimana yang dimaksud pada ayat (1) harus memuat secara berurutan: a. Ikhtisar putusan pailit atau putusan pembatalan
pernyataan pailit; b. Isi singkat perdamaian dan putusan pengesahannya c. Pembatalan perdamaian dalam pemberesan d. Jumlah pembagian dalam pemberesan e. Pencabutan kepailitan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 18; dan f. Rehabilitas;
dengan menyebutkan tanggal masing-masing.
Perihal bentuk daftar umum tersebut menurut pasal 20 ayat (3) UUK-
PKPU, bentuk dan isi daftar (register) itu ditetapkan dengan
Keputusan Ketua Mahkamah Agung RI. Sesuai dengan ketentuan
Pasal 20 ayat (4) UUK-PKPU, daftar umum itu terbuka untuk publik
dan dapat dilihat setiap orang dengan cuma-cuma. Ketentuan dalam
Pasal 20 ayat (4) ini merupakan bentuk keseriusan UUK-PKPU dalam
menjamin pelaksanaan keterbukaan untuk publik dalam mengakses
Register Umum. Bagi Investor Pemegang Obligasi, dengan adanya
ketentuan dalam Pasal 20 UUK-PKPU ini tentu memudahkan bagi
dirinya untuk memperoleh informasi terkait dengan kepailitan emien,
terutama setelah adanya putusan pernyataan pailit oleh Pengadilan
Niaga.
4. Actio Pauliana Setelah Pernyataan Pailit
Seperti yang telah diurai sebelumnya ada pembahasan Actio
Pauliana sebelum Pernyataan Pailit, Actio Pauliana adalah hak yang
diberikan oleh undang-undang kepada kreditur mengajukan
permohonan kepada pengadilan untuk pembatalans segala perbuatan
yang tidak diwajibkan untuk dilakukan oleh debitur terhadap harta
Perlindungan investor..., Durma Jaya, FH UI, 2011.
118
Universitas Indonesia
kekayaannya yang diketahui oleh debitur perbuatan tersebut
merugikan kreditur247. Hak tersebut merupakan perlindungan yuang
diberikan oleh hukum kepada kreditur atas perbuatan debitur yang
dapat merugikan kreditur.
Actio Pauliana setelah Putusan Pernyataan Pailit diatur dalam
Pasal 50 UUK-PKPU. Bunyi lengkap Pasal 50 adalah sebagai
berikut:
a) Setiap orang yang sesudah putusan pernyataan pailit diucapkan tetapi belum diumumkan, membayar kepada Debitur Pailit untuk memenuhi perikatan yang terbit sebelum putusan pernyataan pailit diucapkan, dibebaskan terhadap harta pailit sejauh tidak dibuktikan bahwa yang bersangkutan mengetahui adanya putusan pernyataan pailit tersebut.
b) Pembayaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang dilakukan sesudah putusan pernyataan pailit diumumkan, tidak membebaskan terhadap harta pailit kecuali apabila yang melakukan dapat membuktikan bahwa pengumuman putusan pernyataan pailit yang dilakukan menurut undang-undang tidak mungkin diketahui di tempat tinggalnya.
c) Pembayaran yang dilakukan kepada Debitur Pailit, membebaskan Debiturnya terhadap harta pailit, jika pembayaran itu menguntungkan harta pailit.
Ketentuan di atas tidak secara langsung mengatur kedudukan
kreditur dalam hal actio pauliana sesudah putusan pailit dinyatakan.
Akan tetapi, secara tidak langsung ketentuan di atas turut melindungi
kepentingan kreditur, termasuk investor pemegang obligasi. Hal ini
disebabkan pengaturan dalam Pasal 50 dimaksudkan untuk
melindungi kreditur, termasuk investor pemegang obligasi dari adanya
pengalihan harta pailit, yang disertai adanya pembayaran dari pihak
ketiga kepada debitur, setelah putusan pailit dinyatakan, namun belum
diumumkan. Perlindungan yang diakomodir dalam pasal 50 ini juga
tetap dimaksudkan untuk pencegahan adanya suatu perbuatan atau
247 Ibid, hal. 248
Perlindungan investor..., Durma Jaya, FH UI, 2011.
119
Universitas Indonesia
peristiwa yang dapat merugikan harta pailit. Dengan adanya tindakan
yang merugikan harta pailit, pihak yang paling terkena dampaknya
adalah kreditur konkruen. Bila dikaitkan dengan investor pemegang
obligasi, maka investor pemegang obligasi tanpa disertai jaminan
yang akan terkena dampak karena kedudukannya pula sebagai kreditur
konkruen. Adanya suatu peritiwa yang dapat merugikan harta pailit
dapat mengakibatkan besaran pembagian harta pailit dalam
pemberesan utang menjadi berkurang.
5. Hak Investor Pemegang Obligasi dalam Upaya Perdamaian oleh
Emiten setelah Putusan Pailit Diucapkan
Perdamaian merupakan salah satu alternatif cara untuk
menghindarkan Emiten sebagai debitur pailit dari ancaman likuidasi
dalam kepailitan. Berdasarkan Pasal 144 UUK-PKPU, Emiten selaku
debitur yang dinyatakan pailit dapat menawarkan suatu perdamaian
kepada semua kreditur. Artinya, perdamaian tersebut dapat ditawarkan
oleh debitur (Emiten) setelah debitur dinyatakan pailit di Pengadilan
Niaga248. Ketentuan ini tidak lazim bila dibandingkan dengan
ketentuan Kepailitan di negara-negara lain pada umumnya. Umumnya
di negara-negara lain di dunia, rencana perdamaian (reorganization
plan) tidak dapat ditawarkan apabila putusan pailit telah diputuskan,
sebab hal ini merupakan konsekuensi atas tidak diajukannya
reorganization plan tersebut oleh debitur kepada krediturnya atau
dalam hal tidak disepakatinya reorganizatioan plan tersebut oleh
debitur dan para krediturnya.
Penawaran perdamaian yang diajukan oleh Emiten selaku
debitur pailit harus harus diajukan dan dirundingkan dengan seluruh
kreditur konkruen249 dengan turut menyertakan Rencana Perdamaian
248 Ibid, hal. 407
Perlindungan investor..., Durma Jaya, FH UI, 2011.
120
Universitas Indonesia
yang telah disusun oleh Emiten. Dalam hal penawaran perdamaian
tersebut hanya diajukan dan dirundingkan oleh sebagian kreditur saja,
maka apabila perdamaian tersebut tercapai, maka perdamaian tersebut
tidak memiliki konsekuensi apapun dan tidak dapat mengakhiri
kepailitan debitur. Makna dari ketentuan ini bagi investor pemegang
obligasi adalah bahwa dalam hal investor pemegang obligasi
berkedudukan sebagai kreditur konkruen (kreditur yang tidak
memiliki kedudukan yang didahulukan karena memiliki kedudukan
yang diistimewakan atau memiliki hak jaminan), harus turut pula
dilibatkan dalam proses perdamaian tanpa dibeda-bedakan dengan
kreditur-kreditur lainnya. Dalam hal investor pemegang obligasi yang
berkedudukan sebagai kreditur konkruen, maka apabila investor
pemegang obligasi tidak dilibatkan dalam penawaran dan perundingan
rencana perdamaian, pihak investor pemegang obligasi dapat
mengajukan keberatan atas perdamaian tersebut kepada hakim
pengawas.
Meskipun penawaran perdamaian dapat diajukan setelah
Emiten selaku debitur pailit setelah putusan pernyataan pailit
diucapkan, namun dalam prakteknya sulit penawaran perdamaian
yang diajukan oleh debitur tersebut untuk disetujui oleh para
krediturnya. Hal ini akan sangat berpatokan kepada pertimbangan
untung-ruginya bagi kreditur apabila perdamaian tersebut tercapai.
Pertimbangan kreditur tersebut akan sangat dipegaruhi oleh keadaan
keuangan dari pihak Emiten selaku debitur pailit. Apabila Emiten
sebagai debitur pailit masih dianggap solven, maka perdamaian
biasanya akan dapat disetujui oleh pihak kreditur. Dan sebaliknya,
249 Menurut ketentuan Pasal 149 ayat (1) Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang
Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang, Pemegang gadai, jaminan fidusia, hak tanggungan, hipotek, atau hak agunan atas kebendaaan lainnya dan Kreditor yang diistimewakan, termasuk Kreditor yang mempunyai hak didahulukan yang dibantah, tidak boleh mengeluarkan suara berkenaan dengan rencana perdamaian, kecuali apabila mereka telah melepaskan haknya untuk didahulukan demi kepentingan harta pailit sebelum diadakannya pemungutan suara tentang rencana perdamaian tersebut. Hal ini bermakna bahwa sejatinya rencana perdamaian merupakan perundingan yang melibatkan debitur dengan pihak kreditur konkruen.
Perlindungan investor..., Durma Jaya, FH UI, 2011.
121
Universitas Indonesia
apabila Emiten sebagai debitur pailit dianggap insolven terhadap
utang-utangnya, maka perdamaian biasanya akan sulit untuk dapat
disetujui oleh pihak kreditur.
Pihak investor pemegang obligasi yang memiliki obligasi tanpa
jaminan, berkedudukan sebagai kreditur konkruen. Sebagai pihak
kreditur konkruen, tentunya investor memiliki bagian dalam
perundingan penawaran perdamaian yang dilakukan oleh pihak
Emiten. Apabila Emiten hendak mengajukan penawaran, menurut
Pasal 145 ayat (1) UUK-PKPU apabila Emiten selaku debitur pailit
hendak mengajukan penawaran perdamaian kepada para krediturnya,
terlebih dahulu Emiten tersebut harus mengajukan rencana
perdamaian. Rencana perdamaian tersbut harus disediakan paling
lambat delapan hari sebelum rapat pencocokan pitang debitur di
kepaniteraan pengadilan agar dapat dilihat dengan cuma-cuma oleh
setoap orag yang berkepentingan. Rencana tersebut wajib dibicarakan
dan diambil keputusannya setelah selesainya pencocokan piutang.
Pembicaraan inilah yang wajib melibatkan seluruh debitur konkruen
termasuk investor pemegang obligasi tanpa jaminan yang juga
berkedudukan sebagai kreditur konkruen.
Dalam keterlibatannya dalam perundingan rencana perdamaian,
investor pemegang obligasi mempunyai hak secara merdeka untuk
menyepakati atau tidak menyepakati penawaran perdamaian yang
diajukan oleh pihak Emiten. Keputusan para investor tersebut harus
secara jelas disetujui melalui keputusan RUPO. Meskipun hubungan
utang-piutang antara masing-masing investor dengan Emiten
merupakan hubungan utang-piutang yang berdiri masing-masing,
namun dalam hal melakukan suatu tindakan hukum, pihak investor
harus memilki satu kesatuan yang terwujud melalui keputusan RUPO
dan tindakan tersebut diwakilkan melalui lembaga perwaliamanatan.
Dengan demikian, keputusan RUPO dapat dikatakan sebagai satu
kumpulan suara yang berisikan sikap hukum. Dalam konteks
Perlindungan investor..., Durma Jaya, FH UI, 2011.
122
Universitas Indonesia
perundingan perdamaian ini, maka keputusan RUPO adalah satu
kesatuan suara yang memutuskan apakah para investor pemegang
obligasi menyepakati atau tidak menyepakati rencana perdamaian
yang diajukan Emiten.
Berdasaran ketentuan UUK-PKPU, perundingan penawaran
perdamaian dibicarakan melalui suatu rapat kreditur. Dalam rapat
kreditur ini, pihak Wali Amanat merupakan pihak yang mewakili
kepentingan kreditur dan juga pihak yang menyuarakan keputusan
para investor atas sikapnya terhadap rencana perdamaian Emiten
dengan para krediturnya. Menurut pasal 151 UUK-PKPU, rencana
perdamaian diterima apabila disetujui dalam rapat kreditur yang oleh
lebih dari ½ (satu per dua) jumlah kreditur konkruen yang hadir dlam
rapat dan yang haknya diakui atau untuk sementara diakui, yang
mewakili 2/3 (dua per tiga) dari jumlah seluruh piutang konkruen
yang diakui atau untuk sementara diakui dari kreditur konkruen atau
kuasanya yang hadir dalam rapat tersebut250. Dalam rapat kreditur
tersebutlah akan dirundingkan bagaimana sikap kreditur konkruen
secara keseluruhan (termasuk di dalam para investor pemegang
obligasi tanpa jaminan yang diwakilkan oleh Wali Amanat atau kuasa
dari Wali Amanat). Sikap menyetejui atau tidak menyetujui harus
diputuskan melalui sekurang-kurangnya ½ (satu per dua) suara251
jumlah kreditur yang hadir pada rapat kreditur. Setelah rapat pertama
tersebut usai dan menghasilkan suatu keputusan, maka dalam jangka
waktu paling lambat 8 hari akan dilakukan pemungutan suara kedua.
Pada pemungutan suara kedua ini masing-masing kreditur, termasuk
investor pemegang obligasi tanpa jaminan, memiliki kemerdekaan
untuk tetap pada pendapatnya atau mengubah suaranya dari suara
pada rapat pertama.
250 Sutan Remy Sjahdeini, op. cit., hal. 410 251 Suara dalam Rapat Kreditur ini dihitung berdasarkan perimbangannya antara piutang
kreditur dengan seluruh piutang kreditur-kreditur konkruen lainnya kepada debitur pailit.
Perlindungan investor..., Durma Jaya, FH UI, 2011.
123
Universitas Indonesia
Pasal 156 ayat (1) UUK-PKPU menetukan, dalam hal
penawaran perdamaian oleh Emiten disetujui oleh rapat diterima
(disetujui) sebelum rapat ditutup, hakim pengawas menetapkan hari
sidang pengadilan yang akan memutuskan mengenai disahkan atau
diaknya rencana perdamaian tersebut. Berdasarkan ketentuan tersebut
dapat disimpulkan bahwa sekalipun rencana perdamaian telah
disetujui dalam rapat para kreditur, namun belum final sebagai
perjanjian perdamaian yang disepakati oleh debitur dengan para
kreditur. Atas hal tersebut diperlukan suatu pengesahan rencana
perdamaian oleh Pengadilan Niaga.
Dalam persidangan di pengadilan niaga ini, akan dibahas
perihal rencana persetujuan perdamaian yang telah disetujui dalam
rapat kreditur. Selain itu, dalam akan dibahas pula pihak kreditur yang
tidak menyutujui adanya persetujuan sebagaimana tercantum dalam
berita acara rapat perundingan perdamaian.
Bagi pihak investor pemegang obligasi, dalam hal sikap para
investor adalah tidak menyetujui adanya perdamaian, maka pihak
investor dapat mengemukakan ketidaksetujuannya serta alasan-alasan
yang melandasinya. Pernyataan ini diwakilkan oleh Wali Amanat atau
melalui kuasanya. Hal ini diatur dalam pasal 157 UUK-PKPU.
Selambat-lambatnya pada hari yang sama, pengadilan niaga
harus memberikan ketetapannya yang dapat berupa pengesahan
perdamaian atau penolakan rencana perdamaian, disertai dengan
pertimbangan-pertimbangannya. Demikian menurut Pasal 159 ayat (1)
UUK-PKPU. Kemudian berdasarkan ketenuan dalam pasal 159 ayat
(2) UUK-PKPU, pengadilan niaga wajib menolak perdamaian dalam
hal252:
252 Ketentuan Pasal 159 ayat (2) tidak memberikan pembatasan bahwa penadilan hanya
wajb menolak pengesahan perdamaian apabila terdapat alasan-alasan yang ditentukan dalam Pasal 159 ayat (2) UUK-PKPU tersebut. Berarti, pengadilan niaga masih dapat menolak memberikan pengesahan atas perdamaian tersbut selain berdasarkan alasan sebagaimana telah ditentukan dalam
Perlindungan investor..., Durma Jaya, FH UI, 2011.
124
Universitas Indonesia
a. Harta debitur, termasuk benda untuk mana dilaksanakan hak
untuk menahan suatu benda, jauh lebih besar daripada jumlah
yang disetujui dalam perdamaian;
b. Pelaksanaan perdamaian tidak cukup terjamin; dan/atau
c. Perdamaian itu dicapai karena penipuan, atau persekongkolan
dengan satu atau lebih kreditur, atau karena pemakaian upaya
lain yang tidak jujur dan tanpa menghiraukan apakah debitur
atau pihak lain bekerja sama untuk mencapai hal ini.
Selanjutnya, apabila ternyata pengadilan niaga menetapkan
untuk menolak melakukan pengesahan perdamaian, upaya hukum
yang dapat dilakukan adalah Kasasi253. Bagi investor pemegang
obligasi, dalam hal pihak investor tersebut berkedudukan sebagai
kreditur yang menyetujui adanya upaya perdamaian, maka pihak
investor dapat mengajukan upaya Kasasi dalam waktu paling lambat
delapan hari setelah penetapan tersebut dinyatakan oleh pengadilan
niaga.
Kemudian apabila pihak investor berkedudukan sebagai
kreditur yang menolak adanya upaya perdamaian, dalam hal
pengesahan perdamaian dikabulkan, dalam waktu delapan hari setelah
tanggal pengesahan tersebut diucapkan, dapat diajukan upaya
Kasasi254.
Perdamaian yang telah disahkan, menurut Pasal 162 UUK-
PKPU berlaku bagi semua kreditur yang tidak mempunyai hak untuk
didahulukan, dengan tidak ada pengecualian, baik yang telah
mengajukan diri dalam kepailitan maupun tidak. Upaya perlindungan
Pasal 159 ayat (2) tersebut. Dengan kata lain, alasan-alasan tersebut tidak bersifat limitatif. Sutan Remy Sjahdeini, op. cit., hal. 414
253 Indonesia, Undang-Undang tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran
Utang, Nomor 37 Tahun 2004, LN. No 31 Tahun 2004, TLN. 4443, Pasal 160 ayat (1) 254 Indonesia, Undang-Undang tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran
Utang, Nomor 37 Tahun 2004, LN. No 31 Tahun 2004, TLN. 4443, Pasal 160 ayat (2).
Perlindungan investor..., Durma Jaya, FH UI, 2011.
125
Universitas Indonesia
kreditur, termasuk dalam hal ini adalah investor pemegang obligasi,
setelah putusan tersebut disahkan dan memperoleh kekuatan hukum
tetap (in kracht), menurut Pasal 166 ayat (2) UUK-PKPU, Kurator
wajib mengumumkan perdamaian dalam Berita Negara Republik
Indonesia dan paling sedikit dua surat kabar harian nasional.
Ketentuan ini tentunya merupakan penerapan asas keterbukaan yang
dianut oleh UUK-PKPU255. Dengan diterapkan asas keterbukaan ini,
tentunya juga turut melindungi kepentingan investor pemegang
obligasi terkait dengan informasi yang penting untuk diperolehnya.
4.4 Analisa Kasus Perlindungan Investor Pemegang Obligasi dalam
Kepailitan PT. Infoasia Teknologi Global
PT. Infoasia Teknologi Global Tbk (selanjutnya disebut dengan Infoasia)
merupakan suatu Perseroan Terbatas Terbuka yang bergerak di jasa tekonolgi
informatika dan didirikan menurut hukum Negara Republik Indonesia,
berkedudukan di Jakarta, beralamat di Jalan Pembangunan II No. 10 dan 10A.
Infoasia telah menjadi Emiten di Pasar Modal Indonesia, dan penerbitan obligasi
perdana dilakukan pada tahun 2004.
Dalam perkembangannya ternyata Infoasia mengalami permasalahan
keuangan, yang berdampak kepada adanya permohonan kepailitan ke Pengadilan
Niaga Jakarta Pusat dengan perkara Nomor : 37/PAILIT/2009/PN.Niaga Jkt.Pst.
Permohonan tersebut diajukan oleh PT. Orix Indonesia Finance yang berkeduduan
sebagai kreditur dari Infoasia. Berdasarkan hasil pemeriksaan di Pengadilan Niaga
dalam persidangan yang terbuka untuk umum, Hakim mengabulkan permohonan
kepailitan terhadap Infoasia, melalui Putusan No. 37/PAILIT/2009/PN.Niaga
Jkt.Pst. Kemudian, pada tahun 2010, pihak Wali Amanat yang mewakili
255 Sutan Remy Sjahdeini, op. cit., hal. 415
Perlindungan investor..., Durma Jaya, FH UI, 2011.
126
Universitas Indonesia
kepentingan pemegang obligasi Infoasia Teknologi Global (selanjutnya disebut
dengan “Obligasi ITG) melakukan gugatan perdata ke Pengadilan Negeri Jakarta
Pusat terkait dengan penuntutan piutang atas pembayaran pokok dan bunga
obligasi kepada pihak yang melakukan penjaminan dalam penerbitan Obligasi
ITG. Gugatan tersebut akhirnya diputuskan oleh Pengadilan Negeri Jakarta Pusat
bahwa gugatan tidak dapat dikabulkan karena melanggar kompetensi absolut
pengadilan negeri. Untuk lengkapnya pembahasan mengenai kasus yang turut
mencakup perlindungan kepentingan investor pemegang obligasi ini, maka akan
dibahas pada bagian selanjutnya.
4.4.1 Kasus Posisi
A. Dalam Perkara Kepailitan Nomor : 37/ PAILIT/2009/PN.Niaga Jkt.Pst.
1. Pihak-Pihak
Adapun yang menjadi pihak-pihak dalam permohonan kepailitan kasus ini
adalah sebagai berikut:
a. PT. ORIX FINANCE, berdomisili di Jakarta, di Wisma Kyoei Prince
Lt. 24, Jalan Jenderal Sudirman Kav. 3-4, dalam hal ini memilih
domisili pada Kantor Law Firm Jakarta, SWANDY HALIM &
PARTNERS, berkantor di Gedung World Trade Center Lantai 11,
Jalan Jenderal Sudirman Kav. 30, Jakarta, berdasarkan surat kuasa
khusus tanggal 29 Juni 2009, berkedudukan sebagai PEMOHON
PAILIT;
b. PT. INFOASIA TEKNOLOGI GLOBAL, Tbk. Suatu Perseroan
Terbatas Terbuka yang didirikan menurut Hukum Negara Republik
Indonesia, Berkedudukan di Jakarta, Beralamat di Jalan Pembangunan
II No. 10 dan 10A, jakarta 10130, dan alamat terakhir di Ruko Gading
Kirana Tumur Blok A11 No. 15, Kelurahan Kelapa Gading Barat,
Jakarta Utara, dalam perkara berkedudukan sebagai TERMOHON
PAILIT
2. Pokok Perkara
Perlindungan investor..., Durma Jaya, FH UI, 2011.
127
Universitas Indonesia
Adapun yang menjadi objek permasalahan dalam perkara ini adalah
perihal permohonan kepailitan oleh PT. Orix Finance (Pemohon Pailit)
terhadap pihak PT. Infoasia Teknologi Global, Tbk. (Termohon Pailit), akibat
terpenuhinya keadaan yang menjadi syarat dapat dilakukannya permohonan
kepailitan yang diatur dalam Pasal 2 Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004
tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang. Pihak
Termohon Pailit, Selaku debitur yang mempunyai dua atau lebih Kreditor dan
tidak membayar lunas sedikitnya satu utang yang telah jatuh waktu dan dapat
ditagih, dan Pihak Pemohon Pailit merupakan salah satu kreditur, dari
Termohon Pailit yang memiliki piutang yang telah jatuh tempo dan dapat
ditagih. Berdasarkan hal tersebut pemohonan pailit oleh pihak Pemohon Pailit
terhadap Termohon Pailit diajukan ke Pengadilan Niaga Jakarta Pusat.
3. Ringkasan Kronologis Perkara
Kronologis mengenai duduknya perkara adalah sebagai berikut256:
1) Infoasia (Termohon Pailit) menerima fasilitas pembiayaan sewa
guna usaha dari PT. Orix Finance (Pemohon Pailit) senilai Rp.
7.724.622.000,- (tujuh milyar tujuh ratus dua puluh empat juta enam
ratus dua puluh dua ribu Rupiah) atas peralatan-peralatan sebagai
berikut:
a. 170 (seratus tujuh puluh) unit SON Metro B250 Outdoor Seed;
b. 128 (seratus dua puluh delapan) unit NDC NWH0303 surge
protector.
2) Berdasarkan Ketenuan dalam Pasal 5.1 dan Pasal 5.2 Perjanjian
Sewa Guna Usaha Dengan Hak Opsi Untuk Peralatan Nomor L08J-
03760D tertanggal 23 Juni 2008 antara Infoasia dengan PT. Orix
Finance, Infoasia memiliki kewajiban untuk membayar angsuran
sewa guna usaha secara penuh dan tepat waktu pada tanggal 23
256 Kronologis disusun berdasarkan data dalam Putusan Permohonan Pailit Nomor:
37/PAILIT/2009/PN.Niaga Jkt. Pst.
Perlindungan investor..., Durma Jaya, FH UI, 2011.
128
Universitas Indonesia
setiap bulannya dengan masa sewa guna usaha selama 39 bulan yang
dimulai sejak 23 Juli 2008
3) Dalam beberapa kali waktu pembayaran, Infoasia tidak memenuhi
pembayaran secara penuh kepada PT. Orix Finance terhitung sejak
bulan Oktober 2008.
4) Atas perbuatan lalai Infoasia dalam pembayaran sewa guna usaha,
maka pihak PT. Orix Finance melayangkan Surat Peringatan
sebanyak 3 (tiga) kali pada tangal 5 November 2008, 17 November
2008, dan 2 Desember 2008. Dan meskipun demikian, pihak Infoasia
masih belum melakukan pembayaran secara penuh atas Angsuran
Sewa Guna Usaha Peralatan yang terdiri atas pokok, bunga dan/atau
denda yang masih tertunggak kepada PT. Orix Finance.
5) Kemudian pada tanggal 9 Juni 2009 PT. Orix Finance melayangkan
Surat Peringatan terakhir kepada Infoasia perihal kelalaian dalam
membayar sewa guna usaha kepada PT. Orix Finance secara penuh
beserta seluruh jumlah angsuran sewa guna usaha untuk seluruh
masa sewa guna usaha yang belum dibayar oleh pihak Infoasia
selambat-lambatnya tangal 16 Juni 2009. Namun demikian, pihak
Infoasia belum juga membayar secara tunai dan penuh kewajibannya
kepada PT. Orix Finance sampai dengan tanggal 30 Juni 2009 yang
berjumlah Rp. 8.409.673,- (delapan milyar empat ratus sembilan
juta enam ratus tuhuh puluh tiga ribu empat ratus enam puluh tujuh
Rupiah).
6) PT. Orix Finance akhirnya mengajukan permohonan pailit tertanggal
6 Juli 2009 kepada Pengadilan Niaga Jakarta Pusat.
7) Dalam permohonan terungkap pula bahwa Infoasia memiliki
sejumlah utang lain dengan kreditur lain disamping PT. Orix
Finance. Kreditur-kreditur tersebut antara lain adalah PT. Bank
International Indonesia, Tbk., Para Pemegang Obligasi Infoasia
Teknologi Global yang masing-masing adalah Dana Pensiun
Perumnas, Dana Pensiun Krakatau Steel, Yayasan Kesejahteraan
Perlindungan investor..., Durma Jaya, FH UI, 2011.
129
Universitas Indonesia
Pegawai BRI, Reksadana Bahan Dana Arjuna dan Reksadana
Ganesha Abadi, dan Reksadana Jisawi Pendapatan Tetap.
8) Pada akhirnya dengan pembuktian sederhana dan terpenuhinya
syarat-syarat dijatuhkannya keadaan pailit kepada Infoasia,
Pengadilan Niaga Jakarta Pusat mengabulkan permohonan pailit
yang diajukan oleh PT. Orix Finance selaku Pemohon Pailit, kepada
Infoasia sebagai Termohon Pailit pada tanggal 29 Juli 2009.
9) Hakim juga turut menunjuk Sdr. Syarifudin, SH, MH. sebagai
Hakim Pegawas untuk mengawasi proses kepailitan Infoasia sebagai
Termohon Pailit; dan Menunjuk dan mengangkat Sdr. Tommy S.
Siregar, SH., LL.M., sebagai Kurator.
B. Dalam Perkara Gugatan Perdata
1. Pihak-Pihak
Adapun pihak-pihak yang menjadi pihak dalam sengketa kasus ini
adalah sebagai berikut:
a. PT. BANK MEGA Tbk., beralamat di Menara Bank Mega, Jalan
Kapten Tendean 12-14 A, Jakarta, selaku Wali Amanat berdasarkan
Pasal 3 Akta Perubahan I Perjanjian Pewaliamanatan Obligasi
Infoasia Teknologi Global I Tahun 2004 Dengan Bunga Tetap,
Nomor 11 tertanggal 7 Desember 2004 dan oleh karenanya memiliki
kepentingan. Dalam perkara berkedudukan sebagai PENGGUGAT.
b. PT. SEJAHTERA GLOBALINDO, sebuah perseroan terbatas yang
tunduk pada hukum Indonesia yang beralamat di Jalan Pembangunan
II-10-A Graha Info Asia Petojo Utara Gambir Jakarta Pusat, dalam
perkara berkedudukan sebagai TERGUGAT I
c. GLOBAL COMMUNICATION INC, sebuah perusahaan yang
tunduk pada hukum Negara Malaysia, beralamat di Lot 2&3 Wisma
Perlindungan investor..., Durma Jaya, FH UI, 2011.
130
Universitas Indonesia
Lazenda, Jalan Kemajuan 8700 W.P Labuan East Malaysia, dalam
perkara berkedudukan sebagai TERGUGAT II
d. PT. INFOASIA TEKNOLOGI GLOBAL Tbk (dalam pailit). Dalam
hal ini diwakili oleh Kurator, Bpk Tommy S. Siregar), dalam perkara
berkedudukan sebagai TURUT TERGUGAT.
2. Pokok Sengketa
Adapun yang menjadi pokok permasalahan dalam perkara ini adalah
perihal gugatan pembayaran piutang pemegang obligasi Infoasia I yang
dilakukan oleh Bank Mega selaku Wali Amanat kepada pihak penjamin
yang menjamin pembayaran jaminan dalam hal pihak Emiten tidak
membayar kewajiban pembayaran pokok dan bunga Obligasi Infoasia I oleh
PT. Infoasia Teknologi Global Tbk. Pada saat pengajuan gugatan dan
perkara berlangsung di Pengadilan Negeri, Infoasia sedang dalam pailit.
3. Ringkasan Kronologis Perkara
Kronologis mengenai duduknya perkara adalah sebagai berikut257:
1) PT. Infoasia Teknologi Global Tbk. telah menerbitkan Obligasi
Infoasia Teknologi Global I dengan tingkat bunga tetap (selanjutnya
disebut dengan Obliasi ITG) melalui penawaran umum. Penerbitan
tersebut dilakukan dalam jumlah pokok sebanyak-banyaknya Rp.
125.000.000.000,- (seratus dua puluh lima milyar Rupiah), terdiri dari
3 (tiga) seri, yaitu: 1. Seri A dengan jangka waktu obligasi adalah 3
(tiga) tahun; 2. Seri B dengan jangka waktu obligasi adalah 4 (empat)
tahun; 3. Seri C dengan jangka waktu obligasi adalah 5 (lima) tahun.
Dalam penerbitan tersebut Bank Mega bertindak sebagai Wali Amanat
yang mewakili kepentingan pemegang Obligasi ITG.
257 Kronologis disusun berdasarkan data dalam Putusan Perkara Gugatan Perdata Nomor:
62/Pdt. G/2010/PN.JKT.PST.
Perlindungan investor..., Durma Jaya, FH UI, 2011.
131
Universitas Indonesia
2) Ternyata dikemudian hari, Infoasia telah tidak membayar sebagian
pokok Obligasi ITG, hal ini sebagaimana dinyatakan dalam Surat dari
PT. Kustodian Sentral Efek Indonesia No. KSEI-11595/JKS/0709
tanggal 28 Juli 2009 perihal Laporan Pelunasan Pokok Sebagian
Obligasi Infoasia Teknologi Global I Tahun 2004
3) Kemudian, Infoasia telah tidak membayar bunga Obligasi ITG, yang
diperoleh berdasarkan Surat dari PT. Kustodian Sentral Efek
Indonesia, sebanyak 4 kali pada tanggal 22 September 2008 untuk
pembayaran bunga ke-15 obligasi; tanggal 22 Desember 2008 untuk
pembayaran bunga ke-16 obligasi; tanggal 20 Maret 2009 untuk
pembayaran bunga ke-17 obligasi, dan pada tanggal 22 Juni 2009
untuk pembayaran bunga ke-18 Obligasi.
4) Dalam perkembangannya, Infoasia telah dinyatakan pailit melalui
Putusan Niaga pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat No:
37/PAILIT/2009/PN.NIAGA JKT.PST, pada tanggal 29 Juli 2009
5) Berdasarkan Hasil Rapat Verifikasi Tagihan Pajak dan Kreditur
Infoasia yang dilakukan pada tanggal 9 September 2009 pukul 11.00
betempat di Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat,
telah menyatakan bahwa Infoasia berada dalam keadaan Insolven,
melalui PenetapanNo. 37/Pailit/2009/PN.NIAGA JKT.PST, yaitu
keadaan dimana Infoasia secara hukum tidak mampu untuk memenuhi
kewajiban pembayaran utang-utangnya kepada Krediturnya.
6) Berdasarkan Pasal 11.1 Akta Perubahan I Perjanjian Perwaliamanatan
Obligasi Infoasia Teknologi Global, disebutkan bahwa PT. Sejahtera
Globalindo, dan Global Communication, kedua perusahaan yang 99%
(sembilan puluh persen) sahamnya dimiliki oleh Infoasia, akan
mengikatkan diri untuk memberikan jaminan kebendaan untuk
menjamin pembayaran kembali dengan tertib dan sebagaiana mestinya
dari seluruh jumlah uang yang oleh sebab apapun juga terhutang dan
wajib dibayar oleh Emiten (Infoasia) berdasarkan Obligasi, dengan
Perlindungan investor..., Durma Jaya, FH UI, 2011.
132
Universitas Indonesia
memberikan jaminan kebendaan berupa peralatan telekomunikasi
milik PT. Sejahtera Globalindo dan Global Communiation Inc.
7) Menurut pihak Wali Amanat, didasarkan Pasal 9.2.a Akta Perjanjian
Perwaliamanatan Obligasi Infoasia I, Infoasia telah lalai dalam
membayar pokok dan bunga Obligasi kepada pemegang obligasi
dengan total kewajibannya sebesar Rp. 81.440.011.556,- (delapan
puluh satu milyar empat ratus empat puluh juta sebelas ribu lima
ratus enam puluh enam Rupiah), dan atas hal tersebut maka pihak
penjamin wajib membayarkan apa yang menjadi kewajibannya dalam
pemberian jaminan.
8) Pihak Wali Amanat melayangkan gugatan dengan pokok, yakni:
pertama, meminta hakim kepada Tergugat I dan II selaku penanggung
untuk melakukan pembayaran sebesar Rp. 81.440.011.566,- (delapan
puluh satu empat ratus empat puluh empat sebelas ribu lima ratus
enam puluh enam Rupiah) kepada Penggugat; kedua, untuk
melindungi kepentingan Penggugat (Bank Mega) supaya Penggugat
tidak ilusionir, meminta kepada Majelis Hakim untuk meletakkan Sita
Jaminan (Conservatoir Beslag) atas seluruh harta kekayaan Tergugat I
(PT. Sejahtera Globalindo) dan Tergugat II (Global Communication
Inc.), yang berupa: Peralatan Kantor milik Tergugat I yang terletak di
Jl. Pembangunan II Nomor 12A, Jakarta Pusat; Tanah dan Bangunan
milik Tergugat I beserta kelengkapannya yang terletak di Jl.
Pembangunan II Nomor 12A, Jakarta Pusat; Harta kekayaan milik
Tergugat I dan II yan akan disampaikan kemudian. Ketiga, meminta
hakim menghukum Tergugat I dan II untuk membayar uang paksa
(dwangsom) sebesar Rp. 1.000.000,- (satu juta Rupiah) secara tunai
dan sekaligus, lunas atas setiap hari keterlambatan penyelesaian utang
kepada Penggugat terhitung sejak di daftarkannya gugatan ini, secara
tanggung renteng.
9) Dalam putusannya hakim menolak gugatan Bank Mega yang
bertindak sebagai Wali Amanat (Penggugat) dan mengabulkan eksepsi
Perlindungan investor..., Durma Jaya, FH UI, 2011.
133
Universitas Indonesia
Tergugat mengenai kompetensi absolut. Dalam pertimbangannya,
hakim berpendapat bahwa dalam hal Infoasia dalam keadaan Insolven
berdasarkan Hasil Rapat Kreditur, maka seharusnya tuntutan atas
pembayaran diajukan kepada kurator, sedangkan tuntutan atau
gugatan terhadap Tergugat I dan II baru dapat diajukan setelah kurator
melakukan pemberesan / penyelesaian proses kepailitan. Dengan
demikian Majelis Hakim Pengadilan Negeri berpendapat bahwa
perkara yang diajukan oleh penggugat masih dalam lingkup kepailitan
Pengadilan Niaga pada Pengadilan Niaga Jakarta Pusat.
4.4.2 Analisis
Berkaitan dengan penelitian dalam penulisan skripsi ini, maka analisa
yang hendak dilakukan berpatokan kepada aspek perlindungan kepentingan
investor pemegang obligasi dalam hal terjadinya kepailitan Emiten. Dalam
kasus, pihak-pihak kunci yang menjadi fokus analisis antara lain:
1. PT. Infoasia Teknolgi Global Tbk, yang berkedudukan sebagai Emiten
dalam penerbitan Obligasi Infoasia Teknologi Global I (Obligasi
ITG).
2. PT. Bank Mega Tbk., yang berperan sebagai pihak Wali Amanat yang
bertindak untuk kepentingan Investor Pemegang Obligasi
3. Investor Pemegang Obligasi, yang terdiri antara lain: Dana Pensiun
Perumnas, Dana Pensiun Krakatau Steel, Yayasan Kesejahteraan
Pegawai BRI, Reksadana Bahan Dana Arjuna dan Reksadana Ganesha
Abadi, dan Reksadana Jisawi Pendapatan Tetap.
4. PT. Sejahtera Globalindo dan Global Communication, kedua
perusahaan yang telah mengikatkan dirinya untuk memberikan
jaminan kebendaan berupa peralatan telekomunikasi masing-masing
perusahaan tersebut dalam hal Infoasia (Emiten) telah lalai dalam
membayar kewajibannya dalam obligasi, baik dalam pembayaran
pokok maupun bunga.
Perlindungan investor..., Durma Jaya, FH UI, 2011.
134
Universitas Indonesia
Dalam perkara pailit, hemat saya Hakim telah tepat dalam memutuskan
untuk mengabulkan permohonan kepailitan bagi Infoasia. Hal ini disebabkan
secara sederhana dapat dibuktikan bahwa Infoasia telah memiliki lebih dari
satu kreditur yang utangnya telah jatuh waktu dan dapat ditagih.
1. Memiliki lebih dari satu kreditur
Dalam perkara Nomor 37/PAILIT/PN.NIAGA JKT-PST, setidaknya
Infoasia sebagai debitur telah memiliki setidaknya lebih dari satu
kreditur, kreditur-krediturnya adalah:
a. PT. Orix Indonesia Finance, berkedudukan sebagai kreditur
dengan adanya sejumlah piutang dalam hal kelalaian
pembayaran sewa guna usaha oleh Infoasia kepada PT. Orix
Indonesia Finance
b. PT. Bank International Indonesia Tbk., berkedudukan
sebagai kreditur dalam perjanjian kredit modal kerja dengan
Infoasia
c. Pihak Pemegang Obligasi Infoasia Teknologi Global I, yang
terdiri atas Dana Pensiun Perumnas, Dana Pensiun Krakatau
Steel, Yayasan Kesejahteraan Pegawai BRI, Reksadana
Bahan Dana Arjuna dan Reksadana Ganesha Abadi, dan
Reksadana Jisawi Pendapatan Tetap. Masing-masing pihak
dalam obligasi ini pada dasarnya merupakan kreditur yang
memiliki hubungan utang-piutang sendiri-sendiri dengan
pihak Infoasia. Dan masing-masing pihak secara personal
merupakan kreditur dari Infoasia dalam penerbitan Obligasi
Infoasia Teknologi Global I
2. Utang tersebut telah jatuh waktu dan dapat ditagih
a. Infoasia (Termohon Pailit) menerima fasilitas pembiayaan
sewa guna usaha dari PT. Orix Finance (Pemohon Pailit)
senilai Rp. 7.724.622.000,- (tujuh milyar tujuh ratus dua
puluh empat juta enam ratus dua puluh dua ribu Rupiah) atas
peralatan-peralatan sebagai berikut:
Perlindungan investor..., Durma Jaya, FH UI, 2011.
135
Universitas Indonesia
i 170 (seratus tujuh puluh) unit SON Metro B250 Outdoor
Seed;
ii 128 (seratus dua puluh delapan) unit NDC NWH0303
surge protector.
Berdasarkan Ketenuan dalam Pasal 5.1 dan Pasal 5.2 Perjanjian
Sewa Guna Usaha Dengan Hak Opsi Untuk Peralatan Nomor
L08J-03760D tertanggal 23 Juni 2008 antara Infoasia dengan
PT. Orix Finance, Infoasia memiliki kewajiban untuk membayar
angsuran sewa guna usaha secara penuh dan tepat waktu pada
tanggal 23 setiap bulannya dengan masa sewa una usaha selama
39 bulan yang dimulai sejak 23 Juli 2008. Dalam beberapa kali
waktu pembayaran, Infoasia tidak memenuhi pembayaran secara
penuh kepada PT. Orix Finance terhitung sejak bulan Oktober
2008. Atas perbuatan lalai Infoasia dalam pembayaran sewa
guna usaha, maka pihak PT. Orix Finance melayangkan Surat
Peringatan sebanyak 3 (tiga) kali pada tangal 5 November 2008,
17 November 2008, dan 2 Desember 2008. Dan meskipun
demikian, pihak Infoasia masih belum melakukan pembayaran
secara penuh atas Angsuran Sewa Guna Usaha Peralatan yang
terdiri atas pokok, bunga dan/atau denda yang masih tertunggak
kepada PT. Orix Finance. Kemudian pada tanggal 9 Juni 2009
PT. Orix Finance melayangkan Surat Peringatan terakhir kepada
Infoasia perihal kelalaian dalam membayar sewa guna usaha
kepada PT. Orix Finance secara penuh beserta seluruh jumlah
angsuran sewa guna usaha untuk seluruh masa sewa guna usaha
yang belum dibayar oleh pihak Infoasia selambat-lambatnya
tangal 16 Juni 2009. Namun demikian, pihak Infoasia belum
juga membayar secara tunai dan penuh kewajibannya kepada
PT. Orix Finance sampai dengan tanggal 30 Juni 2009 yang
berjumlah Rp. 8.409.673,- (delapan milyar empat ratus sembilan
juta enam ratus tuhuh puluh tiga ribu empat ratus enam puluh
Perlindungan investor..., Durma Jaya, FH UI, 2011.
136
Universitas Indonesia
tujuh Rupiah). Kelalaian dalam melakukan kewajiban yang bisa
dinilai dengan uang merupakan utang berdasarkan pengertian
UUK-PKPU, dan lewatnya tenggang waktu upaya somasi
terakhir yang dilakukan PT. Orix Finance merupakan masa jatuh
tempo sehingga utang atas kewajiban pembayaran sewa guna
usaha tersebut menjadi sudah dapat ditagih.
Dalam kasus ini, Pemegang Obligasi ITG berkedudukan sebagai
Kreditur bagi Infoasia atas penerbitan Obligasi ITG I. Mengingat adanya
sejumlah jaminan dari pihak ketiga atas obligasi tersebut, maka Pemegang
Obligasi ITG berkedudukan sebagai kreditur preferen. Dalam proses
kepailitan, sebagai kreditur preferen Pemegang Obligasi ITG memiliki hak
untuk didahulukan atas pembayaran piutang dibandingkan kreditur konkruen.
Aspek perlindungan kepentingan investor yang menjadi titik
permasalahan dalam kasus kepailitan Infoasia ini terhadap investor pemegang
obligasi adalah perihal peranan Wali Amanat untuk bertindak melindungi
kepentingan pemegang obligasi dalam hal terjadinya kepailitan Emiten,
pembayaran pokok dan bunga Obligasi Infoasia Teknologi Global I
(selanjutnya disebut dengan Obligasi ITG), dan perihal jaminan kebendaan dari
pihak ketiga.
Bank Mega, selaku Wali Amanat, telah melaksanakan perannya untuk
bertindak atas nama pemegang Obligasi ITG dalam melindungi kepentingan
pemegang obligasi terkait segala aspek yang berkaitan dengan Obligasi ITG.
Hal ini selaras dengan pemahaman tentang Wali Amanat di Pasar Modal dalam
Pasal 1 angka 23 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal,
yang mendefinisikan bahwa Wali Amanat adalah pihak yang mewakili
kepentingan pemegang efek bersifat utang (dalam kasus ini efek bersifat utang
tersebut adalah obligasi). Satu hal yang menjadi perhatian penulis adalah
bahwa ternyata pihak Wali Amanat tidak secara aktif datang untuk menghadiri
persidangan dalam persidangan permohonan kepailitan, baik secara langsung
ataupun dikuasakan kepada kuasa hukum, dan Wali Amanat juga telah lalai
Perlindungan investor..., Durma Jaya, FH UI, 2011.
137
Universitas Indonesia
dengan tidak menyelenggarakan RUPO untuk mengambil keputusan RUPO
yang berisikan sikap pemegang Obligasi ITG atas kepailitan Infoasia. Hal ini
patut disayangkan, padahal Wali Amanat merupakan pihak yang berwenang
mewakili pemegang obligasi baik di dalam maupun di luar persidangan, dan
juga Wali Amanat harus secara pro-aktif melakukan tindakan-tindakan yang
berkaitan dengan kepentingan investor pemegang obligasi.
Kepailitan Emiten merupakan peristiwa penting yang harus ditanggapi
secara serius oleh Wali Amanat dalam rangka melindungi kepentingan
pemegang obligasi. Usaha untuk secara aktif terlibat dan memahami proses
kepailitan Emiten yang tengah berjalan wajib diperhatikan oleh Wali Amanat
guna menghindari terjadinya kerugian di pihak pemegang obligasi atas
kesalahan, kelalaian, atau kealpaan dalam melakukan tindakan hukum
perlindungan kepentingan pemegang obligasi.
Terkait dengan gugatan perdata dari Wali Amanat kepada pihak, hemat
penulis terdapat kesalahan dalam melakukan tindakan hukum bagi pemegang
obligasi selama dalam proses kepailitan. Gugatan tidak seharusnya dilakukan,
sebab pada saat tersebut debitur masih dalam pailit. Setelah putusan pailit
dijatuhkan oleh majelis hakim Pengadilan Niaga, Bank Mega sebagai Wali
Amanat harus terlebih dahulu melakukan pencocokan piutang kepada kurator.
Hal-hal utama yang harus dilakukan investor pemegang obligasi melalui
perwakilan Wali Amanat kepada kurator adalah sebagai berikut:
a. Mengajukan klaim atau pernyataan tertulis kepada pihak kurator
mengenai adanya sejumlah utang dari Emiten kepada investor
pemegang obligasi atas penerbitan obligasi yang dilakukan Emiten
di Pasar Modal
b. Menyertakan bukti-bukti berupa dokumen-dokumen tertulis yang
menjamin keabsahan adanya hubungan utang-piutang antara Emiten
dengan investor pemegang obligasi terkait dengan penerbitan
obligasi yang dilakukan oleh Emiten
Perlindungan investor..., Durma Jaya, FH UI, 2011.
138
Universitas Indonesia
c. Menyertakan daftar jumlah keseluruhan obligasi yang diterbitkan
oleh Emiten beserta nilai per-lembar obligasi yang diterbitkan oleh
Emiten tersebut. Uraian tersebut turut pula melampirkan jumlah
utang pokok dan bunga obligasi.
d. Dalam hal terdapat jaminan dalam penerbitan obligasi yang
dilakukan oleh Emiten, maka Wali Amanat juga wajib menyertakan
bukti-bukti adanya hak jaminan dalam penerbitan obligasi yang
dilakukan oleh Emiten.
e. Pengajuan piutang dan bukti-bukti di atas dilakukan sebelum batas
waktu yang ditentukan oleh hakim pengawas258.
f. Atas pengajuan piutang terhadap kurator ini, pihak investor
pemegang obligasi melalui perwakilan Wali Amanat, berhak
meminta suatu tanda terima dari kurator259.
Dalam kasus Infoasia, Obligasi dijaminkan dengan jaminan
kebendaan dari 2 (dua) Penanggung dengan jaminan kebendaan. Meskipun
terdapat penanggung, namun karena dijaminkan dengan jaminan kebendaan ari
penanggung, hal ini tidak dapat disamakan dengan konsep corporate guarantee
tanpa jaminan kebendaan sehingga seluruh harta penanggung tidak dapat
dijadikan jaminan pelunasan utang yang menjadi tanggungannya. Jaminan
kebendaan, menurut J. Satrio S.H., adalah hak yang memberikan hak
didahulukan dalam pengambilan pelunasan daripada kreditur-kreditur lain, atas
hasil penjualan suatu benda tertentu atau sekelompok benda tertentu, yang
secara khusus diperikatkan260. Kemudian bila ditilik menurut pasal 141 ayat
258 Hal ini diatur dalam pasal 113 ayat (1) UUK-PKPU dimana dalam pasal tersebut diatur
bahwa paling lambat 14 hari terhitung setelah putusan pernyataan pailit diucapkan, hakim pengawas harus menetapkan: a) batas akhir pengajuan tagihan; b) batas akhir verifikasi pajak untuk menentukan besarnya kewajiban pajak sesuai dengan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan; c) hari, tanggal, waktu, dan tempat rapat kreditur untuk mengadakan pencocokan piutang.
259 Sebagaimana disebutkan dalam Pasal 115 ayat (2) yang berbunyi: “Atas penyerahan
piutang sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Kreditur berhak meminta suatu tanda terima dari Kurator.”
Perlindungan investor..., Durma Jaya, FH UI, 2011.
139
Universitas Indonesia
(1), pihak Pemegang Obligasi yang diwakilkan oleh Wali Amanat dalam
melakukan pencocokan piutang setelah dikurangi dengan pembayaran yang
telah diterimanya dari penanggung. Mengingat bahwa penanggungan yang
diberikan oleh PT. Sejahtera Globalindo dan Global Communication Inc.
adalah jaminan kebendaan berupa fidusia, maka seharusnya pihak Wali
Amanat dapat melakukan eksekusi langsung jaminan fidusia yang dimilikinya
tersebut tanpa harus mengajukan gugatan kepada Pengadilan seperti halnya
gugatan yang dilakukan oleh Wali Amanat dalam Perkara Nomor
62/Pdt.G/2010/PN.JKT.PST. Hak eksekusi ini merupakan hak yang diatur
dalam UUK-PKPU dalam pasal 55 UUK-PKPU yang mengakui hak separatis
setiap kreditur pemegang hak jaminan, termasuk pemegang hak jaminan
fidusia. Eksekusi tersebut dilakukan setelah menunggu selama 90 (sembilan
puluh) hari setelah putusan pailit tersebut dibacakan oleh Hakim. Dalam hal
terdapat kekurangan, menurut Pasal 138, barulah Wali Amanat dapat
melakukan pencocokan piutang atas sisa piutang yang belum terlunasi oleh
jaminan kebendaan yang dimilikinya dengan berkedudukan sebagai kreditur
konkruen.
Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa sesungguhnya
permasalahan pemenuhan pembayaran piutang baik berupa pokok maupun
bunga obligasi masih dalam masa proses kepailitan. Dan menurut penulis,
putusan yang dikeluarkan oleh Hakim Pengadilan Negeri telah tepat untuk
menolak melanjutkan pemeriksaan dengan dasar bahwa permasalahan yang
diajukan oleh Bank Mega selaku Wali Amanat masih dalam lingkup Kepailitan
yang masih dalam lingkup wewenang kompetensi absolut Peradilan Niaga, dan
Pengadilan Negeri tidak memiliki kompetensi absolut untuk melanjutkan
pemeriksaan gugatan perdata tersebut.
Berdasarkan analisis di atas, kiranya dapat ditarik kesimpulan pihak
PT. Bank Mega Tbk. telah melakukan kelalaian dan kesalahan. Kelalaian yang
260 J. Satrio, Hukum Jaminan, Hak-Hak Jaminan Kebendaan, (Bandung: Citra Aditya Bakti,
2002) hal. 17
Perlindungan investor..., Durma Jaya, FH UI, 2011.
140
Universitas Indonesia
dilakukan oleh Bank Mega sebagai Wali Amanat adalah kelalaian dengan tidak
menghadiri proses persidangan kepailitan Infoasia, dan kelalaian dengan tidak
menjalankan RUPO untuk menentukan langkah yang hendak diambil terkait
kepailitan infoasia. Kesalahan yang dilakukan oleh Bank Mega selaku Wali
Amanat Obligasi ITG setidaknya adalah kesalahan dalam menentukan langkah
hukum dalam proses pemberian perlindungan pemegang Obligasi ITG yang
diwakilinya dalam hal terjadinya kepailitan Infoasia selaku Emiten dari
penerbitan Obligasi ITG. Menurut penulis, seharusnya pihak Wali Amanat
secara cermat melakukan tindakan sesuai dengan proses sebagaimana mestinya
menurut aturan hukum kepailitan yang berlaku di Indonesia.
Perlindungan investor..., Durma Jaya, FH UI, 2011.
141
Universitas Indonesia
BAB V
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
1. Sebagai suatu badan hukum emiten dapat saja mengalami kepailitan. Emiten
dapat dipailitkan asalkan dapat dibuktikan secara sederhana memenuhi syarat
dijatuhkannya pernyataan pailit oleh Undang-Undang Nomor 37 tahun 2004,
yakni emiten mempunyai dua atau lebih Kreditor dan tidak membayar lunas
sedikitnya satu utang yang telah jatuh waktu dan dapat ditagih. Perikatan dasar
obligasi pada dasarnya merupakan hubungan utang-piutang antara pihak
emiten dengan pihak investor pemegang obligasi. Emiten selaku penerbit
obligasi meminjam kepada para pemegang obligasi sejumlah uang yaitu
senilai nominal obligasi yang bersangkutan dan berjanji mengembalikan uang
tersebut pada saat jatuhnya tempo obligasi. Pemegang obligasi yang membeli
obligasi kepada penerbit dianggap telah menghutangkan sejumlah uang
kepada penerbit. Dalam konsep hubungan hukum utang-piutang tersebut,
maka emiten berkedudukan sebagai debitur bagi investor pemegang obligasi,
sedangkan investor pemegang obligasi berkedudukan sebagai kreditur bagi
emiten. Dalam hal terjadinya kepailitan, maka otomatis secara hukum
obligasi yang diterbitkan oleh emiten merupakan suatu utang yang dapat
ditagih oleh pemegang obligasi selaku kreditur dari emiten dalam proses
kepaililtan emiten.
2. Dalam penerbitan dan perdagangan obligasi di Pasar Modal, terdapat dua
pihak yang menjadi unsur penting dalam rangka mengakomodir kepentingan
dari investor pemegang obligasi, yaitu Wali Amanat dan Bapepam LK
Wali Amanat berdasarkan ketentuan regulasi pasar modal yang berlaku di
Indonesia merupakan suatu pihak yang bertugas mewakili kepentingan
pemegang efek bersifat utang. Tentunya tugas tersebut juga turut berlaku
dalam penerbitan dan perdagangan obligasi di Pasar Modal. Peran Wali
Perlindungan investor..., Durma Jaya, FH UI, 2011.
142
Universitas Indonesia
Amanat dalam rangka melindungi investor pemegang obligasi dimulai sejak
tahap penerbitan obligasi oleh emiten hingga selesainya masa
perwaliamanatan. Dalam hal terjadinya kepailitan emiten, tentu memiliki
peranan besar dalam melakukan berbagai tindakan hukum untuk melindungi
investor pemegang obligasi, tindakan tersebut mencakup segala urusan yang
berkaitan dengan kepailitan, mulai dari tahap sebelum putusan pernyataan
pailit diucapkan oleh hakim, maupun proses hukum kepailitan setelah putusan
pernyataan pailit diucapkan oleh hakim.
Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan (BAPEPAM LK)
merupakan lembaga yang diberi kewenangan dan kewajiban untuk melakukan
pembinaan, pengaturan, dan pengawasan sehari-hari seluruh kegiatan institusi
pelaku pasar modal di Indonesia. Sebagai otoritas pasar modal, Bapepam LK
mempunyai 3 fungsi utama, yaitu melakukan pembinaan, pengaturan, dan
pengawasan. Dalam rangka memberikan perlindungan bagi investor
pemegang obligasi dalam hal terjadinya kepailitan emiten, Bapepam LK
memiliki peranan meliputi perlindungan preventif dalam bentuk aturan,
pedoman, bimbingan, dan arahan; dan bentuk perlindungan represif dalam
bentuk pemeriksaan, penyidikan, dan pengenaan sanksi.
3. Aspek perlindungan hukum pemegang obligasi sebagai kreditur dalam
kepailitan emiten dapat digolongkan dalam dua pembagian, yakni aspek
perlindungan hukum pemegang obligasi pada saat permohonan pailit emiten,
dan aspek perlindungan hukum pemegang obligasi setelah putusan pailit
diputuskan oleh hakim. Aspek perlindungan hukum pemegang obligasi pada
saat permohonan pailit emiten meliputi hak atas keterbukaan informasi terkait
dengan keadaan emiten, besar pertanggungan utang, dan segala hal terkait
dengan kepailitan emiten tersebut; Hak atas perlakuan yang sama tanpa
diskriminatif dengan kreditur lainnya dalam proses kepailitan berlangsung;
klaim adanya piutang dari para Investor pemegang obligasi kepada emiten
terkait dengan penerbitan obligasi; klaim atas jaminan yang disertakan dalam
penerbitan obligasi dengan jaminan (bila ada); Actio Pauliana; dan hak
Perlindungan investor..., Durma Jaya, FH UI, 2011.
143
Universitas Indonesia
memprakarsai Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang bagi Emiten.
selanjutnya, aspek perlindungan hukum pemegang obligasi setelah putusan
pailit diputuskan oleh hakim mencakup hak pemegang obligasi dalam
pencocokan piutang; hak investor pemegang obligasi dalam pemberesan harta
pailit; hak pemegang obligasi atas penerapan prinsip keterbukaan; Actio
Pauliana; dan hak pemegang obligasi dalam upaya perdamaian oleh emiten
setelah putusan pailit.
Berdasarkan studi kasus, implementasi perlindungan pemegang obligasi dalam
kepailitan PT. Infoasia Teknologi Global Tbk telah dilaksanakan dengan
cukup baik. Hal ini ditandai dengan adanya peranan wali amanat dalam
melakukan tindakan mewakili kepentingan pemegang obligasi Infoasia
Teknologi Global dalam proses kepailitan. Hanya saja terdapat beberapa
kekurangan dalam penerapannya, terutama bila dikaitkan dengan peran wali
amanat dalam melakukan tindakan-tindakan hukum dalam rangka mewakili
kepentingan pemegang obligasi Infoasia Teknologi Global Tbk. Kekurangan
tersebut meliputi kelalaian wali amanat untuk menghadiri proses persidangan
kepailitan Infoasia di Pengadilan Niaga; kelalaian dalam tidak
menyelenggarakan RUPO terkait dengan adanya kepailitan Infoasia tersebut;
dan kesalahan pengambilan langkah hukum dengan pengajuan gugatan
perdata padahal proses kepailitan setelah putusan pailit masih berjalan.
4.2 Saran
Berdasarkan hasil penelitian, maka penulis menyarankan:
1. Dalam proses kepailitan, Emiten harus tetap menerapkan pelaksanaan asas-
asas kepailitan, terutama Asas Keterbukaan. Hal ini bertujuan agar segala
informasi penting dapat tetap diketahui oleh krediturnya, terutama para
pemegang obligasi. Selain demi melindungi kepentingan pemegang obligasi,
pelaksanaan asas-asas tersebut juga turut menjaga nama baik dan integritas
perusahaan di mata publik. Dengan demikian diharapkan, dalam hal emiten
Perlindungan investor..., Durma Jaya, FH UI, 2011.
144
Universitas Indonesia
tidak jadi dipailitkan, emiten akan lebih mudah dalam memperoleh simpati
dan kepercayaan dari investor.
2. Peraturan Bapepam X.K.5 tentang Keterbukaan Informasi Bagi Emiten atau
Perusahaan Publik yang Dimohonkan Pailit, hemat saya perlu diubah dengan
menambahkan ketentuan yang berisikan bahwa dalam hal emiten yang
dipailitkan tersebut adalah emiten yang mengeluarkan obligasi, maka
Bapepam LK tidak semata-mata menyediakannya saja dalam bentuk dokumen
publik dalam Pusat Referensi Pasar Modal, tapi juga Bapepam-LK harus turut
berperan aktif dengan menyampaikan laporan Emiten yang dimohonkan pailit
tersebut kepada pihak Wali Amanat. Hal ini bertujuan agar pelaksanaan
keterbukaan informasi tersebut dapat lebih maksimal dalam rangka
memaksimalkan perlindungan bagi pemegang obligasi.
3. Penyelenggaraan Rapat Umum Pemegang Obligasi perlu dimaksimalkan
dalam hal terjadinya kepailitan emiten agar mencegah terjadinya berbagai
kesalahan atau kelalaian oleh Wali Amanat, sekaligus juga menjadi legitimasi
Wali Amanat dalam melakukan berbagai tindakan dalam mewakili
kepentingan pemegang obligasi dalam hal terjadinya kepailitan emiten.
Meskipun memakan waktu dan biaya, penyelenggaraan RUPO harus
dilaksanakan dalam hal terjadinya kepailitan emiten karena kepailitan emiten
merupakan suatu peristiwa yang amat penting untuk dibahas melalui RUPO.
Pengaturan Kewajiban Penyelenggaraan RUPO dalam hal terjadinya
kepailitan emiten ini harus dicantumkan dalam Perjanjian Perwaliamanatan.
Perlindungan investor..., Durma Jaya, FH UI, 2011.
145
Universitas Indonesia
DAFTAR PUSTAKA
Buku
Adonis, Adrian, “Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) dalam Proses Kepailitan di Indonesia,” Tesis Pascasarjana Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2003.
Ahmad Yani & Gunawan Widjaja, Seri Hukum Bisnis : Kepailitan, Jakarta : RajaGrafindo Persada, 1999
Aritonang, Maria Imelda, “Pelaksanaan Tanggung Jawab Wali Amanat dalam Penerbitan Obligasi di Indonesia,” Tesis Pascasarjana Fakultas Hukum Universitas Diponegoro, 2008.
Aria Suyudi, et. al. Analisa Hukum Kepailitan di Indonesia : Kepailitan di Negara Pailit, Jakarta: Pusat Studi Hukum dan Kebijakan Indonesia, 2004.
Aruan, Albert Richi, “Kedudukan Utang Negara atas Utang Pajak PT. Atika Optima Inti dalam Kasus Kepailitan,” Tesis Pascasarjana Fakultas Hukum Universitas Diponegoro, 2010.
A.S., Sarmiati, “Fungsi Wali Amanat.” Prosiding Rangkaian Lokakarya Terbatas Masalah-Masalah Kepailitan dan Wawasan Bisnis Lainnya Tahun 2004 yang bertema Transaksi di Pasar Modal Obligasi, 29-30 Juni 2004.
Bahar, Wahyuni, “Aspek Hukum Perwaliamanatan.” Tanggung Jawab Emiten dan Wali Amanat, serta Perlindungan Hukum terhadap Pemegang Obligasi, Prociding, Jakarta : Pusat Pengkajian Hukum, 2005.
Bahar, Wahyuni, “Aspek Hukum Perjanjian Perwaliamanatan,” Tanggung Jawab wali amanat dan Emiten, serta Perlindungan Hukum Pemegang Obligasi, Lampiran Makalah Dalam Prosiding Transaksi Obligasi Di Pasar Modal.
Bakrie, Aburizal, “Good Corporate Governance: Sudut Pandang Pengusaha”, dalam Good Corporate Governance: Konsep dan Implementasi Perusahaan Publik dan Korporasi Indonesia, diedit oleh Hinuri, Hindarmono, Jakarta: Yayasan Pendidikan Pasar Modal Indonesia, 2002.
Bapepam, Cetak Biru Pasar Modal Indonesia 2000-2004, Jakarta: Bapepam, 1999.
Perlindungan investor..., Durma Jaya, FH UI, 2011.
146
Universitas Indonesia
Frank H. Easterbrook, dan Daniel R. Fischel, 1, The Economic Structure of Corporate Law, Cambridge, Massachusetts, London: Harvad University Press, 1996.
Garner, Bryan A., Black’s Law Dictionary, 2nd Pocket Edition, St. Paul Minn.: West Publishing Co. 2001.
Gifis, Steven H., Law Dictionary, 5th ed, New York: Barons’s Educational Series Inc., 2003.
_________. Law Dictionary, Woodbury : Barron’s Educational Series Inc., 1975.
Gunawan Widjaja dan Jono, Penerbitan Obligasi &Peran Serta Tanggung Jawab Wali Amanat dalam Pasar Modal, Jakarta: Kencana, 2006.
Harahap, Agus Salim, “Bentuk Perlindungan dan Upaya Bursa Dalam Melindugi Investor Terhadap Kepailitan Perusahaan Publik,” Tesis Pascasarjana Magister Ilmu Hukum Fakultas Hukum Universitas Indonesia, Depok : Universitas Indonesia, 2007.
Hartini, Rahayu, Hukum Kepailitan, Jakarta: Direktorat Jenderal Departemen Pendidikan Nasional, 2002
Hoff, Jerry, Indonesian Bankruptcy Law, .Jakarta: PT Tata Nusa, 1998.
_________. Undang-Undang Kepailitan di Indonesia, Penerjemah Kartini Mulyadi, Cet. I, Jakarta, Tatanusa, 2000.
Indra Surya, Ivan Yustiavandana, dan Arman Nefi, Penerapan Good Corporate Governance : Mengensampingkan Hak-Hak Istimewa Demi Kelangsungan Utama, Jakarta : Kencana, 2006.
James D. Cox, Robert W. Hillman, Donald C. Langevoort, Securities Regulation Cases and Materiels, Boston, Toronto, London: Little, Brown and Company, 1991.
Kartini, Rahayu, Hukum Kepailitan, Jakarta: Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan Nasional, 2002.
Lontoh dkk, Penyelesaian Utang-Piutang: Melalui Pailit atau Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang, Bandung: Penerbit Alumni, 2001.
Marzuki Usman, Singgih Riphat dan Syahrir Ika, ABC Pasar Modal Indoensia, Jakarta: Institut Bankir Indonesia dan Ikatan Sarjana Ekonomi Cabang Jakarta, 1990.
Marzuki Usman, et. al.”Pengetahuan Dasar Pasar Modal.” Jurnal Keuangan dan Moneter dan IBI, Jakarta, 1999.
Mayasari, Ima, “Perlindungan hukum Terhadap Pemegang Obligasi atas Wanprestasi yang dilakukan oleh Emiten Obligasi : Studi Kasus
Perlindungan investor..., Durma Jaya, FH UI, 2011.
147
Universitas Indonesia
Obligasi Subordinasi I Bank Global Tahun 2003,” Tesis Pascasarjana Fakultas Hukum Univesitas Indonesia, 2007.
Muljadi, Kartini, “ Aspek-Aspek Hukum Emisi Obligasi Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, BUMN dan Perusahaan Swasta.” Makalah tidak diterbitkan.
Purwosutjipto, H.M.N., Pengertian Pokok Hukum Dagang Indonesia : Hukum Surat Berharga, Jakarta: Penerbit Djambatan, 2008.
Rokayah, Milasari, “Peranan Wali Amanat,” Tesis Pascasarjana Fakultas Hukum Universitas Indonesia.
R. Subekti, et al, Kamus Hukum, Jakarta : Pradnya Paramita, 1973.
Saleh Adiwinata, et al, Kamus Istilah Hukum Fockema Andreae, Edisi Bahasa Indonesia, Bandung : Binacipta, 1983.
Sastrawidjaja, H. Man S., Hukum Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang, Bandung: Alumni, 2006.
Sjahdaeni, Sutan Remy, Hukum Kepailitan : Memahami Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan, Jakarta: Grafiti, 2009.
SL. Salwan dan U. Narang, Academic’s Legal Dictionary, 14th ed., New Delhi Academic (India) Publishes Regd, 2003.
Sutantio, Retnowulan, Kapita Selekta Hukum Ekonomi Dan Perbankan, Seri Varia Yustisia, Bandung: Mandar Maju, 1996.
Widiatmodjo, Sawidji, Cara Cepat Memulai Iinvestasi Saham, cet. 8, Elex Media Computindo, 2008
Winarto, Jasso, Pasar Modal Indonesia: Retrospeksi Lima Tahun Swastanisasi BEJ, Jakarta: Sinar Harapan, 1997
Artikel
Bataviese, “Bank Mega Gugat 2 Penjamin Efek Infoasia,” (Artikel, 30 September 2010), http://bataviase.co.id/node/400040, diakses pada tanggal 10 Februari 2011
D. Brian Hufford, “Deserring Fraud vs Avoiding the “Strike Suit” : Reaching An Appropriate Balance,” Brooklyn Law Review, Vol. 61, 1995.
D. Fullartion, “Trust Fund Laws and Agreements”. Hal. 2, http://www.fullertonlaw. com/trustfundchap.htm
Perlindungan investor..., Durma Jaya, FH UI, 2011.
148
Universitas Indonesia
Frank H. Easterbrook, dan Daniel R. Fischel, 2, “Mandatory Disclosure and the Protection of Investors,” Virginia Law Review, Vol.70, 1984.
Siahaan, Hinsa,”Analisis Penerbitan Obligasi Tanpa Jatuh Tempo Oleh Pemerintah Republik Indonesia,” http://www.fiskal.depkeu.go.id/webbkf/kajian\Analisis%20Perpetual%20 Bond.pdf.
Soepraptomo, H. Heru , “Segi-Segi Hukum Obligasi.” Jurnal Hukum Bisnis Vol. 23 No. 1, 2004, hlm. 45, mengutip Mr. N. E. Algra, et.al., Kamus Istilah Hukum Foeckma Andreae (Jakarta: Binacipta, 1983)
Sweet, Joe, “Essay on The International, Souveriegn, Pure, Private, Non-Statutory, Non-Associated Unincorporated Business Trust Organization (UBTO)” hlm. 2, http://www.savingclub.com/truth/TBA/UBTO.htm, diakses pada 22 Maret 2011
http://bisniskeuangan.kompas.com/read/2010/10/25/16165910/IHSG.Ciptakan.Rekor.Baru, dipublikasikan pada website kompas.com pada tanggal 25 Oktober 2010, diunduh pada tanggal 25 Januari 2011.
http://suaramerdeka.com/v1/index.php/read/cetak/2009/03/16/56126/Koperasi.Boleh.Terbitkan.Obligasi, diakses pada tanggal 22 februari 2011
Peraturan Perndang-Undangan
Indonesia, Kitab Undang-Undang Hukum Perdata.
________. Undang-Undang tentang Pasar Modal, Nomor 8 Tahun 1995, LN. No. 64 Tahun 1995, TLN. 3608,
________. Undang-Undang tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang, Nomor 37 Tahun 2004, LN. No 31 Tahun 2004, TLN. 4443
________. Undang-Undang No. 22 Tahun 1992 tentang Dana Pensiun (LN 1992 No. 31)
________. Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 Pengaturan Mengenai Hipotik diganti dengan istilah Hak Tanggungan
________. Indonesia, Undang-Undang tentang Perseroan Terbatas, Nomor 40 Tahun 2007, LN. No.106 Tahun 2007, TLN. 4756,
_________. Koninjklijk Besluit v. 28 Maret 1870 (S : 70 – 64)
Perlindungan investor..., Durma Jaya, FH UI, 2011.
149
Universitas Indonesia
Departemen Keuangan, Keputusan Menkeu tentang Lembaga Penunjang Pasar Modal, Kepmen Keuangan No. 696, Tahun 1985
________. Keputusan Menkeu tentang Pasar Modal, Kepmen Keuangan No. 1548 , Tahun 1990, Pasal 1 butir 73 Keputusan Menteri Keuangan No. 1548/KMK.013/1990 tentang Pasar Modal.
________. Keputusan Menkeu tentang Pasar Modal, Kepmen Keuangan No. 1548 , Tahun 1990, Pasal 1 butir 13
Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan, Keputusan Ketua Bapepam No.Kep-78/PM/1996 tentang Pemeliharaan Dokumen oleh Wali Amanat (Peraturan Nomor X.I.2)
________. Keputusan Ketua Bapepam No. Kep. 77/PM/1996 tentang Laporan Wali Amanat (Peraturan No. X.I.1).
Putusan Pengadilan
Putusan Permohonan Pailit Nomor: 37/PAILIT/2009/PN.Niaga JKT.PST.
Putusan Perkara Gugatan Perdata Nomor: 62/Pdt. G/2010/PN.JKT.PST.
Lain-lain
Garis Besar Haluan Negara (GBHN) Republik Indonesia tahun 1999-2004.
Perlindungan investor..., Durma Jaya, FH UI, 2011.