UNIVERSITAS INDONESIA INVERSI SEISMIK …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20181581-S29376-Hasanul...

52
UNIVERSITAS INDONESIA INVERSI SEISMIK BERBASIS MODEL UNTUK KARAKTERISASI RESERVOIR : STUDI KASUS HAURGEULIS Hasanul Arifien 0303020392 FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM PROGRAM STUDI FISIKA DEPOK JUNI 2010 Inversi seismik..., Hasanul Arifien, FMIPA UI, 2010

Transcript of UNIVERSITAS INDONESIA INVERSI SEISMIK …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20181581-S29376-Hasanul...

Page 1: UNIVERSITAS INDONESIA INVERSI SEISMIK …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20181581-S29376-Hasanul Arifien.pdf · II.3.2.5 Formasi Cisubuh 11 BAB III Seismik Inversi 12 III.1 Teori Gelombang

 

Universitas Indonesia

 

UNIVERSITAS INDONESIA

INVERSI SEISMIK BERBASIS MODEL

UNTUK KARAKTERISASI RESERVOIR :

STUDI KASUS HAURGEULIS

Hasanul Arifien

0303020392

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

PROGRAM STUDI FISIKA

DEPOK

JUNI 2010 

Inversi seismik..., Hasanul Arifien, FMIPA UI, 2010

Page 2: UNIVERSITAS INDONESIA INVERSI SEISMIK …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20181581-S29376-Hasanul Arifien.pdf · II.3.2.5 Formasi Cisubuh 11 BAB III Seismik Inversi 12 III.1 Teori Gelombang

ii 

 

Universitas Indonesia

HALAMAN PENGESAHAN

Skripsi ini diajukan oleh :

Nama : Hasanul Arifien

NPM : 0303020392

Program Studi : Fisika

Judul Skripsi : Inversi Seismik Berbasis Model untuk Karakterisasi Reservoir : Studi Kasus Haurgeulis

Telah berhasil dipertahankan di hadapan Dewan Penguji dan diterima sebagai persyaratan yang diperlukan untuk memperoleh gelar Sarjana Sains pada Program Studi Fisika, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Indonesia.

DEWAN PENGUJI

Pembimbing : DR.rer.nat.Abdul Haris

Penguji : DR.Yunus Daud

Penguji : DR. Supriyanto

Ditetapkan di :

Tanggal :

Inversi seismik..., Hasanul Arifien, FMIPA UI, 2010

Page 3: UNIVERSITAS INDONESIA INVERSI SEISMIK …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20181581-S29376-Hasanul Arifien.pdf · II.3.2.5 Formasi Cisubuh 11 BAB III Seismik Inversi 12 III.1 Teori Gelombang

ii 

 

Universitas Indonesia

KATA PENGANTAR

Hanya dengan ma’unah Allah selaku ar-Rohman dan ar-Rohim yang

mengizinkan penulis terus berusaha hingga posisi salam dari studi strata satu ini

sehingga dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul :

Inversi Seismik berbasis model untuk karakterisasi Reservoir : Studi Kasus

Haurgeulis

Pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih sebesar-besarnya

kepada:

1. Bapak Dr.rer.nat Abdul Haris, selaku pembimbing skripsi yang memberi

arahan serta masukan sekaligus mengembangkan pengetahuan hal-hal baru

bagi penulis

2. Bapak Dr. Yunus Daud, yang berkenan meluangkan waktunya untuk

menjadi penguji I dan telah memberikan arahan dan koreksi terhadap

tulisan ini.

3. Bapak Dr. Supriyanto, yang berkenan meluangkan waktu dan pikiran

untuk menjadi penguji II dan telah memberikan arahan dan koreksi

terhadap tulisan ini.

4. Bapak Agusli , Ibu Hariyanti Sunarsih dan saudari Husna Aisyah selaku

orang tua kandung dan adik yang tiada henti memberikan dukungan dan

kasih sayang kepada penulis

5. Yasser Atmanegara, S.Thi, selaku saudara yang diutus Tuhan untuk

menjadi manusia yang utuh, menolong dan membantu tanpa mengenal

pamrih.

6. Aninofa Giapuspita, Diantara variabel tersulit di dunia, wanita adalah

variabel terumit yang pernah ada dan penulis bersyukur bertemu dengan

variabel yang satu ini.

7. Hafeez, Benny, Sutarto, Ahyaudin, dan teman-teman kostan seperjuangan

yang terus tiada henti memberikan semangat.

8. Semua pihak yang memberikan dukungan, doa dan acuan hingga tulisan

ini selesai.

Inversi seismik..., Hasanul Arifien, FMIPA UI, 2010

Page 4: UNIVERSITAS INDONESIA INVERSI SEISMIK …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20181581-S29376-Hasanul Arifien.pdf · II.3.2.5 Formasi Cisubuh 11 BAB III Seismik Inversi 12 III.1 Teori Gelombang

iii 

 

Universitas Indonesia

Satu kata untuk Tuhan, Alhamdulillahrobbil ‘aalamiin

Penulis mempunyai keterbatasan,kekeliruan murni berawal dari penulis

sendiri dan dengan segala kerendahan hati penulis bersedia menerima

kritik yang membangun.

Depok, Mei 2010

Penulis.

Inversi seismik..., Hasanul Arifien, FMIPA UI, 2010

Page 5: UNIVERSITAS INDONESIA INVERSI SEISMIK …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20181581-S29376-Hasanul Arifien.pdf · II.3.2.5 Formasi Cisubuh 11 BAB III Seismik Inversi 12 III.1 Teori Gelombang

iv 

 

Universitas Indonesia

ABSTRAK

Seismik Inversi adalah satu dari sekian cara untuk menghasilkan

tampilan seismik yang lebih baik sesuai dengan paramter yang diinginkan.

Akustik Impedansi merupakan parameter batuan yang berhubungan langsung

kepada faktor kecepatan batuan untuk merambatkan gelombang dan densitas

batuan.

Pada Studi Kasus Haurgeulis, Impedansi tinggi berasosiasi dengan

densitas tinggi, nilai Impedansi tinggi dan nilai Gamma Ray rendah

mengindikasikan ini adalah batu gamping dan dilihat dari penampang Akustik

Impedansi bahwa batu gamping diselingi oleh lempung sehingga diperkirakan

zona ini yang diprediksi terdapat fluida gas merata di tiap tempat karena cukup

terlihat di semua penampang sehingga bisa dikatakan penyebarannya bisa

dikategorikan cukup baik.

Kata Kunci : Akustik Impedansi, kecepatan batuan, Haurgeulis, gamma ray

ABSTRACT

Seismic Inversion is a way to enhance better seismic view with its

paramater. Accoustic Impedance is rock parameter related with velocity of rock

directly for emitting wave and density of rocks.

In study case of Haurgeulis, high Accoustic Impedance associated with

high density, high Impedance and Low Gamma Ray indcated limestone and from

Seismic Inversion view, limestone embedded with clay so that zone predicted

fluid is in this reservoir

Key words: Accoustic Impedance, Velocity of rocks, Haurgeulis, Gamma ray

Inversi seismik..., Hasanul Arifien, FMIPA UI, 2010

Page 6: UNIVERSITAS INDONESIA INVERSI SEISMIK …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20181581-S29376-Hasanul Arifien.pdf · II.3.2.5 Formasi Cisubuh 11 BAB III Seismik Inversi 12 III.1 Teori Gelombang

 

Universitas Indonesia

DAFTAR ISI

Lembar Pengesahan i

Kata Pengantar ii

Abstrak iv

Daftar isi v

BAB I Pendahuluan 1

I. Pendahuluan 1

II. Perumusan Masalah 2

III. Batasan Masalah 3

IV. Maksud dan Tujuan 3

V. Manfaat Penelitian 3

BAB II Geologi Regional 5

II.1 Kerangka Tektonik Regional 5

II.1.1 Kedudukan Pulau Jawa pada tektonik Indonesia 5

II.1.1 Konfigurasi Cekungan Jawa Barat Utara 5

II.2 Pengaruh tekto-vulkanik kepada sedimentasi karbonat 8

II.2.1 Distribusi regional karbonat Oligo-Miocene 8

II.3. Tinggian Pamanukan 9

II.3.1. Kedudukan Tinggian Pamanukan di dalam

Cekungan Jawa Barat Utara 9

II.3.2. Stratigrafi umum Tinggian Pamanukan 9

II.3.2.1 Batuan dasar Pre-Tersier 9

II.3.2.2. Formasi vulkanik Jatibarang 10

Inversi seismik..., Hasanul Arifien, FMIPA UI, 2010

Page 7: UNIVERSITAS INDONESIA INVERSI SEISMIK …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20181581-S29376-Hasanul Arifien.pdf · II.3.2.5 Formasi Cisubuh 11 BAB III Seismik Inversi 12 III.1 Teori Gelombang

vi 

 

Universitas Indonesia

II.3.2.3. Formasi Cibulakan 10

II.3.2.3.1 Anggota Bawah 10

II.3.2.3.2 Anggota Atas 10

II.3.2.4 Formasi Parigi 11

II.3.2.5 Formasi Cisubuh 11

BAB III Seismik Inversi 12

III.1 Teori Gelombang 12

III.2 Hukum Snellius 12

III.3 Karakterisasi Reservoir 14

III.4 Koefisien Refleksi dan Impedansi Akustik 14

III.5 Jenis Seismik Inversi 16

III.5.1 Inversi Rekursif 17

III.5.2 Seismik Inversi Berbasis Model 18

III.6 Data Sumur 23

III.6.1 Log Gamma Ray 23

III.6.2 Log Neutron Porosity (NPHI) 24

BAB IV PENGOLAHAN DATA DAN HASIL INVERSI 25

IV.1 Pengolahan Data 26

IV.2 Paramater Inversi 35

IV.3 Hasil Inversi 37

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 43

REFERENSI 44

Inversi seismik..., Hasanul Arifien, FMIPA UI, 2010

Page 8: UNIVERSITAS INDONESIA INVERSI SEISMIK …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20181581-S29376-Hasanul Arifien.pdf · II.3.2.5 Formasi Cisubuh 11 BAB III Seismik Inversi 12 III.1 Teori Gelombang

 

Universitas Indonesia

INVERSI SEISMIK BERBASIS MODEL UNTUK KARAKTERISASI

RESERVOIR :

STUDI KASUS HAURGEULIS

I. PENDAHULUAN

Industri minyak dan gas bumi di Indonesia masih memegang

peranan penting dalam menunjang program pembangunan negara. Oleh

sebab itu hingga saat ini masih diperlukan produksi minyak dan gas bumi

secara terus menerus.Dengan estimasi cadangan yang semakin menurun,

peranan eksplorasi minyak dan gas bumi merupakan ujung tombak bagi

pengadaan kebutuhan sumber daya alam tersebut.

Pemahaman yang baik tentang geologi dan geofisika sangat

membantu dalam mencari zona reservoir terutama mencari zona yang

diharapkan terkandung HC. Reservoir mempunyai karakter yang khas

sehingga dengan metode seismik diharapkan dapat menangkap informasi

anomali yang menjadi sumber utama eksplorasi. Geofisika adalah alat

untuk menerjemahkan informasi bawah tanah, sedangkan geologi adalah

pendefinisian untuk menjelaskan situasi bawah tanah, sehingga dapat

disimpulkan bahwa geofisika adalah alat yang penting untuk

menterjemahkan apa yang terjadi di bawah permukaan dengan penamaan

dan pemahaman lebih dalam tentang apa yang terjadi dan bagaimana bsia

terjadi melalui geologi.

Salah satu metoda yang sering digunakan dalam kegiatan

eksplorasi hidrokarbon adalah seismik refleksi karena dapat memberikan

gambaran mengenai kondisi bawah permukaan secara detail. Area yang

penting dan dicari untuk digali kandungannya adalah batuan reservoar

hidrokarbon. Sehingga dengan menganalisis sismik dapat diketahui

berbagai parameter dalam karakterisasi reservoar. Berbagai macam

metoda analisis seismik dikembangkan untuk karakterisasi batuan

reservoar diantaranya seismik inversi.

Inversi seismik..., Hasanul Arifien, FMIPA UI, 2010

Page 9: UNIVERSITAS INDONESIA INVERSI SEISMIK …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20181581-S29376-Hasanul Arifien.pdf · II.3.2.5 Formasi Cisubuh 11 BAB III Seismik Inversi 12 III.1 Teori Gelombang

 

Universitas Indonesia

Salah satu teknik yang berkembang saat ini adalah metode inversi

seismik dimana metode ini membantu peningkatan rasio keberhasilan

dalam pemboran di daerah yang dianggap prospek berdasarkan hasil

interpretasi data seismik. Konversi wiggle seismik menjadi impedansi

akustik (IA) menghasilkan tampilan yang lebih komprehensif dan lebih

mudah dipahami oleh ahli geofisika, geologi, maupun perminyakan.

Seismik mempunyai kelemahan bahwa informasi seismik ditutupi oleh

bentuk gelombang yang merupakan pembawa informasi geologi,

kesulitannya adalah bentuk gelombang yang berubah terhadap waktu dan

juga kedalaman sehingga membutuhkan usaha yang lebih untuk

memisahkan informasi geologi dengan gelombang sinyal pembawa

informasi tersebut.

Salah satu kelebihan seismik inversi yang lain adalah memiliki

keakuratan dan resolusi vertikal yang cukup tinggi. Penerapan metode

inversi seismik akan menghasilkan model geologi perhitungan yang

mampu mendekati model geologi bumi sebenarnya dengan tingkat

kesalahan yang diharapkan kecil. Untuk menghasilkan suatu model

terpadu reservoir, diperlukan informasi terpadu mengenai karakterisasi

reservoir yang diperoleh sebagai hasil penelitian di lapangan. Dalam

penelitian ini, karakterisasi reservoir merupakan salah satu informasi yang

diperlukan untuk memodelkan reservoir bawah permukaan, di samping

ketebalan reservoar, permeabilitas dan kandungan fluidanya.

II. PERUMUSAN MASALAH

Harga impedansi akustik (Acoustic Impedance) merupakan salah

satu petunjuk pembedaan lithologi dan keberadaan akumulasi hidrokarbon.

Informasi impedansi akustik ini dapat diperoleh dari informasi pengeboran

berupa log kecepatan dan log densitas batuan. Harga impedansi akustik

lebih dipengaruhi oleh kecepatan daripada densitas. Oleh karenanya dalam

penelitian ini, penentuan karakterisasi reservoir lebih tepat ditentukan

dengan menggunakan impedansi akustik, hasil dari inversi seismik. Selain

Inversi seismik..., Hasanul Arifien, FMIPA UI, 2010

Page 10: UNIVERSITAS INDONESIA INVERSI SEISMIK …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20181581-S29376-Hasanul Arifien.pdf · II.3.2.5 Formasi Cisubuh 11 BAB III Seismik Inversi 12 III.1 Teori Gelombang

 

Universitas Indonesia

karena keakuratan yang diperoleh dari hasil inversi juga tingkat resolusi

vertikalnya yang semakin bagus yang dibantu oleh data sumur.

III. BATASAN MASALAH

1. Penelitian ini dibatasi Penulis tidak melakukan pengukuran langsung ke

lapangan.

2. Pengolahan data pada studi ini adalah pengolahan data lanjutan, yaitu

pengolahan data yang telah sampai pada proses PSTM (Post Stack Time

Migration)

3. Jenis inversi yang dilakukan ialah : model based.

IV. MAKSUD DAN TUJUAN

Maksud dan Tujuan dari pelaksanaan tugas akhir ini adalah untuk :

1. Membandingkan mana diantara ke tiga metode tersebut yang

paling baik dengan mengubah-ubah parameter yang sesuai.

2. Memetakan impedansi akustik dari data hasil inversi yang

berhubungan langsung dengan sifat fisis batuan dibawah

permukaan bumi

3. Mengenal dan memahami, karakterisasi reservoir menggunakan

seismik inversi.

V. MANFAAT PENELITIAN

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat, antara lain :

1. Bagi penulis, dalam memahami dan menerapkan langkah-langkah

dalam teknik inversi seismik.

2. Memberikan sumbangan yang berarti bagi perusahaan eksplorasi

minyak dan gas bumi dalam peningkatan produksi minyak melalui

sumur-sumur tidak berproduktif.

3. Pihak-pihak lain yang memerlukan. Baik menunjang kemajuan

ilmu geofisika khususnya dalam metode seismik, mapun sebagai

Inversi seismik..., Hasanul Arifien, FMIPA UI, 2010

Page 11: UNIVERSITAS INDONESIA INVERSI SEISMIK …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20181581-S29376-Hasanul Arifien.pdf · II.3.2.5 Formasi Cisubuh 11 BAB III Seismik Inversi 12 III.1 Teori Gelombang

 

Universitas Indonesia

bahan referensi yang dapat membantu dalam penelitian-penelitian

selanjutnya dalam permasalahan yang sama.

Inversi seismik..., Hasanul Arifien, FMIPA UI, 2010

Page 12: UNIVERSITAS INDONESIA INVERSI SEISMIK …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20181581-S29376-Hasanul Arifien.pdf · II.3.2.5 Formasi Cisubuh 11 BAB III Seismik Inversi 12 III.1 Teori Gelombang

 

Universitas Indonesia

BAB II

GEOLOGI REGIONAL

II.1 Kerangka Tektonik Regional

II.1.1 Kedudukan Pulau Jawa pada tektonik Indonesia

Di dalam kerangka tektonik mega, pulau Jawa adalah sebagian kecil dari

lempeng asia di bagian selatan, deretan gunung yang terletak di tengah pulau dan

memanjang arah barat-timur mewakili busur magma yang sejajar dengan jalur penekukan

aktif yang terletak di Samudra Indonesia.

Pulau jawa merupakan bagian benua yang masih dalam proses penurunan dari

busur luar di samudra Indonesia dan cekungan muka daratan di lepas pantai utara Jawa.

Secara geologi cekungan tersier Jawa bukanlah suatu cekungan yang berdiri sendiri, akan

tetapi merupakan bagian dari cekungan yang lebih rumit meliputi daerah seluruh lau

Jawa, bagian selatan Kalimantan dan bagian selatan Sumatra.

Terdapat lima bagian unit struktur pulau Jawa, dari utara ke Selatan yaitu:

1. Paparan Seribu, dicirikan oleh lapisan Tersier setebal kurang dari 700m.

2. Jalur Engsel Jawa Utara, secara fisiografis terdiri dari deretan aluvial pantai,

ketebelan sedimen Tersiernya mulai dari beberapa ratus meter sampai lebih

kurang 4500m.

3. Palung Bogor, secara fisiografi dicirikan oleh daerah gunung api, lapisan

sedimen flysch dengan ketebalan mencapai 8000m.

4. Daerah geser pegunungan porous, merupakan daerah sempit di tepi selatan

palung Bogor yang dicirikan dengan gangguan tektonik kuat.

5. Lereng selatan, meliputi daerah sepanjang pantai selatan yang dicirikan

lapisan-lapisan miring secara umum ke selatan (menurut Koesoemadinata,

1980)

II.1.2 Konfigurasi Cekungan Jawa Barat Utara

Cekungan Jawa Barat Utara terpotong-potong oleh sesar-sesar bongkah berarah

hampir utara-selatan. Sesar-sesar tersebut berperan besar dalam perkembangan sub-

cekungan yang terbentuk dan sedimentasi Tersier. Tiga sub-cekungan yang dikenal terdiri

Inversi seismik..., Hasanul Arifien, FMIPA UI, 2010

Page 13: UNIVERSITAS INDONESIA INVERSI SEISMIK …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20181581-S29376-Hasanul Arifien.pdf · II.3.2.5 Formasi Cisubuh 11 BAB III Seismik Inversi 12 III.1 Teori Gelombang

 

Universitas Indonesia

dari sub cekungan Ciputat, pasir putih dan Jatibarang. Ketiga sub-cekungan tersebut

berkembang diantara tinggian-tinggian Tangerang, Rengasdengklok dan Pamanukan.

Cekungan Jawa Barat Utara terletak dibagian barat daya pulau Jawa dan meluas ke lepas

pantai Laut Jawa. Cekungan ini meliputi daerah seluas kurang lebih 40.000

kilometerpersegi, dimana 25.000 kilometerpersegi dari cekungan tersebut terletak dilepas

pantai. Secara tektonik batas bagian utara cekungan tersebut adalah dangkalan Sunda

(Sunda Shelf), sedangkan dibagian selatan dibatasi oleh Palung Bogor (Bogor Through)

dan komplek busur vulkanik Jawa. Cekungan Jawa barat utara dipisahkan dari cekungan

Sunda ke arah barat oleh paparan seribu dan dari timur laut cekungan Jawa ke arah timur

oleh busur karimun Jawa. Selama Paleogen daerah tersrebut dibagi oleh blok-blok sesar

dan perkembangan horst dan graben yang secara umum berarah utara-selatan

(Patmosukismo dan Yahya, 1974)

Sedimentasi pada cekungan tersbut berlangsung sejak Eosen bawah sampai

Oligosen atas di dalam lingkungan kontinental sampai lingkuangan fluviatil. Kegiatan

vulkanisme sangat aktif dimana tuff dan materi-materi vulkanik klastik mengisi graben-

graben utama. Pada saat aktivitas vulkanik berkurang, selama Oligosen atas, cekungan air

tawar makin berkembang dan meluas disekitar graben. Transgresi laut pertama kali

dimulai dari tenggara dan lingkungan pengendapannya akhirnya mengarah ke lingkungan

paralis dan batas laut (marginal marine Environment) (Sujanto danSumantri, 1977).

Pada Miosen bawah dengan kondisi air hangat dan bersih (warm and clean

water) terjadi lingkungan pengendapan neritic dalam dengan meluasnya pengendapan

karbonat yang berasosiasi dengan sembulan terumbu (build up reef). Ke arah selatan

terletak Palung Bogor dengan lingkungan dominasi laut dalam dengan pengendapn jenis

Flysch (Sujanto dan sumantri, 1977). Selama Miosen tengah, lingkungan pengendapan

menjadi agak dalam sehingga berkembang pengendapan yang bersifat lempungan dan

karbonatan. Hal ini kadang-kadang diselingi dengan perkembangan lapisan tipis karbonat

yang berasosiasi dengan perkembangan terumbu tiang secara tiba-tiba.pada saat itu,

bagian utara cekungan relatif dangkal karena adanya perkembangan beting-beting lepas

pantai (Scheidecker dan Taiclet, 1976). Walaupun demikian terjadi lagi perkembangan

karbonat pada akhir miosen tengah sampai Miosen atas, dan banyak terumbu-terumbu

terbentuk pada masa itu. Sekali lagi paparan karbonat itu tenggelam dan tertutup oleh

pengendapan materi lempungan laut sampai Pliosen atas. Pada akhir Miosen

pengangkatan tektonik bagian sumbu pulau Jawa menyebabkan suatu fase regresif yang

besar dimana tertutup laut dengan materi klastik benua.

Inversi seismik..., Hasanul Arifien, FMIPA UI, 2010

Page 14: UNIVERSITAS INDONESIA INVERSI SEISMIK …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20181581-S29376-Hasanul Arifien.pdf · II.3.2.5 Formasi Cisubuh 11 BAB III Seismik Inversi 12 III.1 Teori Gelombang

 

Universitas Indonesia

Gambar 2.1 Lapangan minyak dan Gas basin Jawa Barat (Noble, 1997)

Inversi seismik..., Hasanul Arifien, FMIPA UI, 2010

Page 15: UNIVERSITAS INDONESIA INVERSI SEISMIK …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20181581-S29376-Hasanul Arifien.pdf · II.3.2.5 Formasi Cisubuh 11 BAB III Seismik Inversi 12 III.1 Teori Gelombang

 

Universitas Indonesia

II.2. Pengaruh tekto-vulkanik kepada sedimentasi karbonat.

Vulkanisme baik zaman dahulu atau sekarang pada umumnya memberi celah kepada

karbonat air dangkal untuk berkembang walaupun disisi lain studi lebih dalam terhadap

hubungan sedimentasi karbonat dengan aktivitas vulkanik terhitung jarang. Sudah tradisi

bahwa sedimen klastik dengan butiran yang halus mempunyai efek yang lebih tinggi

kepada produksi karbonat namun ternyata studi akhir-akhir ini tidak menunjukkan selalu

seperti itu (lokier, 1999; wilson, 2000)

Fulthorpe and Schlanger (1989)memberikan review tentang paleo-oceanografi dan setting

tektonik untuk akhir Oligocene hingga reef yang terbentuk di awal dari pertengahan

miocene dan karbonat yang berhubungan pada daerah lepas pantai tenggara Asia. Mereka

tidak mendiskusikan tentang perkembangan karbonat namun kesimpulan mereka untuk

karbonat yang berkembang di daerah batas konvergen pada busur pulau filipinabisa

digunakan. Untuk sistem busur pulau, tempat utama bagi sistem karbonat laut dangkal

adalah daerah vulkaniklastik, ekstrusiv dan batuan plutonik yang membentuk lapisan

crustal yang tebal.

Perkembangan reef di dekat pulau dalam lingkungan vulkanik tidak hanya dipengaruhi

oleh efek vulkanik saja namun juga oleh erosi yang terjadi secara cepat akibat

perkembangan gunung vulkanik itu sendiri. Melapisi diri dari piroklastik dan erosi

merupakan hal yang penting karena reef tidak berkembang secara cepat, perkembangan

reef tergantung kepada frekuensi erupsi. Pengendapan bagian karbonat yang tebal dapat

terjadi selama periode vulkanik. Periode aktifitas vulkanik dapat dilihat dari erupsinya,

penggumpalan tubuh vulkanik, erosi yang besar-besaran yang tidak baik untuk

perkembangan reef yang berkesinambungan dan tebal. Sistem pengendapan yang kedua

adalah bagian belakang dari busur .

II.2.1 Distribusi regional karbonat Oligo-Miocene

Terdapat dua tren pengendapan karbonat di pulau jawa yang diketahui : (1) tren utara ,

termasuk didalamnya karbonat cepu-surabaya-madura, jawa tengah bagian utara dan area

ciputat-jatibarang dan (2) tren selatan yang termasuk didalamnya adalah karbonat

Gunung kidul-banyumas-bayah-sukabumi. Dari setting tektonik dan pengaruh

vulkaniknya, dua tren ini punya karakter yang berbeda. Tren utara secara dominan

berkembang jauh dari wilayah vulkanik sedangkan tren selatan berkembang di daerah

yang sama dengan wilayah vulkanik atau setidaknya sangat dekat dengan wilayah

vulkanik.

Inversi seismik..., Hasanul Arifien, FMIPA UI, 2010

Page 16: UNIVERSITAS INDONESIA INVERSI SEISMIK …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20181581-S29376-Hasanul Arifien.pdf · II.3.2.5 Formasi Cisubuh 11 BAB III Seismik Inversi 12 III.1 Teori Gelombang

 

Universitas Indonesia

Gambar 2.2 Stratigrafi regional Jawa Barat utara (Martodojo,1994)

II.3. Tinggian Pamanukan

II.3.1. Kedudukan Tinggian Pamanukan di dalam Cekungan Jawa Barat Utara

Tinggian ini terletak pada bagian timur cekungan Jawa Barat Utara. Batas-batas

tinggian ini adalah : timur dibatasi oleh sub-cekungan Jatibarang, ke utara oleh lepas

pantai Jawa utara, dan ke selatan oleh palung Bogor. Struktur-struktur yang berkembang

pada tinggian ini selain sesar-sesar berarah utara-selatan, juga antiklin-antiklin pada

daerah tertentu.

II.3.2. Stratigrafi umum Tinggian Pamanukan

Secara umum urut-urutan stratigrafi Pamanukan serupa dengan stratigrafi

cekungan Jawa Barat Utara pada umumnya sebab tinggian ini merupakan salah satu tiga

tinggian yang ada. Urutan tersebut dari tua ke muda adalah sebagai berikut :

II.3.2.1 Batuan dasar Pre-Tersier

Batuan dasar Pre-Tersier ini terdiri dari batu sabak (slate), filite, tuff dan

genesis dimana diintrusi oleh granit, granodiorit dan syanit. Batuan-batuan tersebut

hampir semua terbentuk pada zaman Mesozoikum

Inversi seismik..., Hasanul Arifien, FMIPA UI, 2010

Page 17: UNIVERSITAS INDONESIA INVERSI SEISMIK …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20181581-S29376-Hasanul Arifien.pdf · II.3.2.5 Formasi Cisubuh 11 BAB III Seismik Inversi 12 III.1 Teori Gelombang

10 

 

Universitas Indonesia

II.3.2.2. Formasi vulkanik Jatibarang

Unit ini tersusun dari tuff yang tidak berfosil, bermacam warna dan bintik

(mottled). Formasi ini secara tidak selaras menutupi batuan dasar pre-Tersier.

Ketebalannya berkisar 0 m pada batas cekungan sampai lebih dari 1200 m di daerah

Jatibarang. Formasi ini diendapkan pada lingkungan kontinental sampai fluvial dan

usianya berkisar Eosen atas sampai Oligosen bawah.

II.3.2.3. Formasi Cibulakan

Formasi ini terdiri dari dua anggota yaitu :

1. Anggota bawah yang terdiri dari unit ekivalen Talang Akar Formation dan

unit ekivalen Batu Raja Formation.

2. Anggota atas.

II.3.2.3.1 Anggota Bawah

Unit Ekivalen Talang Akar Formation.

Unit ini terutama tersusun dari serpih sampai serpih berpirit (phyritic shales)

berwarna abu-abu coklat, gampingan dengan sedikit baru pasir, batu lanau dan batu bara.

Batu pasir tersebut dapat diremas mengandung kwarsit, berukuran butir halus sampai

sedang, sedangkan porositasnya sedang-buruk. Unit ekivalen ini hampir menutupi secara

tidak selaras formasi Jatibarang. Unit ini juga sering diselaraskan dengan formasi Talang

Akar oleh beberapa peneliti dikarenakan kemiripan umur batuan yang berkisar dari

Oligosen atas hingga Miocene bawah dengan diendapkan pada lingkungan paralis sampai

batas laut seperti juga terjadi pada formasi Talang Akar.

Pada bagian bawah ini juga terdapat ekivalensi dengan Baturaja dengan ciri

batuan ini tersusun oleh batu gamping putih, krem kuning tua dengan sisipan napak dan

serpih gampingan. Terumbu dan sembulan gamping lainnya di deskripsikan sebagai batu

gamping koral boundstone yang terkadang memperlihatkan kristalisasi ataupun

dolomitisasi. Menjauhi terumbu, batu gamping tersebut struktur wackstone dan

packstone. Uni ini secara selaras menutupi anggota bawah dengan ketebalan anggota ini

biasanya sekitar seratus hingga empat ratus meter. Sedimentasi terjadi pada lingkungan

paparan pasiran , paparan tengah dan juga sebagian laut dalam.

II.3.2.3.2 Anggota Atas

Anggota ini tersusun dari serpih karbonatan, berwarna abu-abu kehijau-hijauan,

lunka dan batu lempung dengan sisipan batu pasir glaukonit dan batu gamping. Terdapat

dua horizon dimaa terumbu dapat berkembang pada anggota atas. Horizon terbawah

disebandingkan dengan zona 16 oleh Soetomo dan Sujanto. Ke arah lepas pantai batu

gamping tersebut menghilang dan lingkungan pengendapan berubah menjadi paparan dan

Inversi seismik..., Hasanul Arifien, FMIPA UI, 2010

Page 18: UNIVERSITAS INDONESIA INVERSI SEISMIK …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20181581-S29376-Hasanul Arifien.pdf · II.3.2.5 Formasi Cisubuh 11 BAB III Seismik Inversi 12 III.1 Teori Gelombang

11 

 

Universitas Indonesia

pasiran, barrier bar, dan aktifitas tidal. Sedangkan horizon kedua disebandingkan dengan

batu gamping Pre Parigi. Unit ini menutupi anggota bawah denga ketebalan mencapai

1600 meter. Anggota ini diendapkan pada lingkungan terbuka , paparan air dangkal

dengan kedalaman yang beragam. Umur batuan berkisar dari Miosen bawah hingga

Miosen tengah.

II.3.2.4 Formasi Parigi

Formasi ini tersusun dari batu gamping koral yang berfosil, porous bertekstur

grainstone, packstone , wackstone , kapur, dolomit dan napal. Teurmbu dan sembulan-

sembulan karbonat lainnya berkembang pada formasi ini. Formasi parigi secara selaras

menutupi formasi Cibulakan dan mempunyai keragaman ketebalan mulai dari 300 meter

hingga 450 meter dimana sembulan berkembang,

Formasi ini diendapkan dengan lingkungan paparan dengan kemungkinan ke

arah terumbu barrier dan berasosiasi dengan lagoon.

II.3.2.5 Formasi Cisubuh

Formasi ini tersusun dari batu gamping, lunak, berwarna hijau abu-abu muda

kecoklatan dengan sisipan batupasir tipis dan batugamping. Makin ke atas formasi ini

makin bersifat pasiran dengan perkambangan lapisan batubara setempat. Secara

keseluruhan menutupi formasi Parigi dan mempunyai lingkungan pengendapan laut

dangkal secara bertahap beralih ke litoral. Formasi ini memperlihatkan regresi terakhir

cekungan Jawa Barat utara dengan umur formasi pada Miosen atas hingga Pleistosen.

Gambar 2.3 Stratigrafi Jawa Barat (Sujanto dan Sumantri,1977)

Inversi seismik..., Hasanul Arifien, FMIPA UI, 2010

Page 19: UNIVERSITAS INDONESIA INVERSI SEISMIK …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20181581-S29376-Hasanul Arifien.pdf · II.3.2.5 Formasi Cisubuh 11 BAB III Seismik Inversi 12 III.1 Teori Gelombang

12 

 

Universitas Indonesia

a b 

BAB III

INVERSI SEISMIK

III.1 Teori Gelombang

Metode seismik menggunakan perambatan gelombang di bawah permukaan

bumi yang menjalar melalui batuan. Gelombang adalah gangguan yang merambat dalam

suatu medium. Dalam gelombang dikenal istilah dengan muka gelombang dan berkas

gelombang. Muka gelombang adalah bentuk lingkaran yang menjalar dari sumber

gelombang.

Ada dua gelombang yang dapat dikenal (lihat gambar 2.1), yang datang paling

awal disebut gelombang kompresi atau gelombang primer yang biasa disebut sebagai

gelombang P. Gelombang ini akan bergerak searah dengan arah perambatan

gelombangnya. Berikutnya terdapat gelombang yang bergetar pada arah tegak lurus

terhadap arah rambatnya yang biasa disebut gelombang S (Aki dan Richard,1980).

Gambar 3.1. Bentuk arah getaran partikel gelombang seismik relatif terhadap arah rambatnya untuk : (a) Gelombang P (b) Gelombang S (Abdullah, 2007)

Jika dinamit sebagai sumber diledakan pada permukaan suatu benda yang

memiliki sifat homogen dan isotropik, gelombang elastik akan merambat ke segala arah

dalam bentuk setengah membola. Energi akan tersalurkan dalam bentuk deformasi elastik

dari batuan. Dalam hal ini juga secara fisis energi dikatakan merambat dalam suatu jejak

sinar (ray). Jejak sinar ini akan memotong tegak lurus muka gelombang (wavefront )(lihat

gambar 3.2).

III.2 Hukum Snellius.

Gelombang seismik dipandang sebagai sinar yang memenuhi hukum Snellius

dan prinsip Huygens. Hukum snellius menerangkan perilaku arah rambat cahaya ke

dalam medium. Hukum Snellius menyatakan bahwa :

Inversi seismik..., Hasanul Arifien, FMIPA UI, 2010

Page 20: UNIVERSITAS INDONESIA INVERSI SEISMIK …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20181581-S29376-Hasanul Arifien.pdf · II.3.2.5 Formasi Cisubuh 11 BAB III Seismik Inversi 12 III.1 Teori Gelombang

13 

 

Universitas Indonesia

- sinar datang, garis normal, dan sinar bias terletak pada satu bidang datar.

- hasil bagi sinus sudut datang dengan sinus sudut bias merupakan bilangan tetap dan

disebut indeks bias

Jika gelombang merambat pada lapisan pertama dengan kecepatan V1 dan

kemudian menembus lapisan kedua dengan kecepatan V2 akan terbiaskan sesuai dengan

persamaan (3.1). Sesuai dengan gambar (3.3.a) diperoleh:

2

1

sinsin

VV

ri= (3.1)

Gambar 3.2. Sebuah dinamit diledakkan pada titik P, sehingga muka gelombang pada gelombang permukaan berbentuk lingkaran, sedang pada gelombang badan berbentuk setengah membola. Jejak sinar tegak lurus dengan muka gelombang (Abdullah, 2007)

Di mana i adalah sudut datang dan r adalah sudut bias. Jika ada 4 lapisan di

bawah permukaan, Hukum Snellius lebih praktis jika dituliskan sebagai persamaan (3.2).

Lihat gambar (3.3.b).

pVVVV

====4

4

3

3

2

2

1

1 sinsinsinsin θθθθ (3.2)

Di mana p adalah konstanta tetap untuk jejak sinar yang merambat dari lapisan

satu ke lapisan selanjutnya sejauh bidang batas lapisan sejajar dan setiap lapisan bersifat

homogen dan isotropik. Jika jejak sinar ada yang lain, ini akan memiliki nilai p yang

berbeda pula.

Inversi seismik..., Hasanul Arifien, FMIPA UI, 2010

Page 21: UNIVERSITAS INDONESIA INVERSI SEISMIK …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20181581-S29376-Hasanul Arifien.pdf · II.3.2.5 Formasi Cisubuh 11 BAB III Seismik Inversi 12 III.1 Teori Gelombang

14 

 

Universitas Indonesia

Gambar 3.3. (a) Hukum Snellius untuk dua lapisan (b) empat lapisan

(Abdullah, 2007)

III.3 Karakterisasi Reservoir

Gelombang seismik mengandung informasi mengenai litologi serta fluida yang

terkandung didalam batuan dalam bentuk waktu rambat, amplitudo dan fasa. Data seismik

ini dianalisis untuk menurunkan sifat fisika batuan, determinasi litologi, porositas, fluida

dan lain-lain.

Pengertian karakterisasi reservoir merupakan proses dan cara untuk menjelaskan

serta mendapatkan baik secara kualitatif maupun kuantitatif informasi yang terkandung

dalam reservoir dengan menggunakan data yang tersedia (Sukmono,2002). Ada dua data

utama yang digunakan, yaitu data seismik dan data well log (sonic dan density). Proses

karakterisasi reservoir ada tiga bagian : delineasi, deskripsi dan monitoring. Delineasi

merupakan pendefinisian informasi baik geomotri, struktur ataupun facies dari reservoir.

Delineasi bersifat mengumpulkan dan memilah data yang akan digunakan sesuai

dengan derajat hasil karakterisasi. Deskripsi ialah memberikan informasi ataupun

menjabarkan informasi yang berkaitan dengan reservoir, seperti Akustik Impedansi,

densitas, tebal lapisan HC, permeabilitas dll. Dan monitoring merupakan pengamatan

perubahan parameter dalam bagian deskripsi yang terjadi selama proses produksi. Dengan

menggunakan metode inversi, penulis berusaha untuk memberikan informasi penyebaran

AI dan porositas di reservoir penelitian.

III.4 Koefisien Refleksi dan Impedansi Akustik

Bawah permukaan bumi terdiri dari banyak lapisan yang masing-masing

mempunyai kecepatan interval dan densitas yang berbeda. Hal ini disebabkan oleh variasi

a b 

Inversi seismik..., Hasanul Arifien, FMIPA UI, 2010

Page 22: UNIVERSITAS INDONESIA INVERSI SEISMIK …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20181581-S29376-Hasanul Arifien.pdf · II.3.2.5 Formasi Cisubuh 11 BAB III Seismik Inversi 12 III.1 Teori Gelombang

15 

 

Universitas Indonesia

isi dan tekanan yang dialami oleh batuan tersebut. Dan kontras kecepatan atau densitas ini

biasanya pada batas lapisan geologi utama. Kontras inilah yang merefleksikan sinyal

seismik yang memiliki keuntungan utama untuk memetakan bawah tanah walau disisi

lain sinyal seismik membawa komponen lain yang berkaitan erat dengan tipe batuan,

porositas serta dalam kondisi tertentu isi fluida dalam batuan. Baik seismik maupun data

log sonik mengandung informasi yang serupa namun dalam bentuk yang berbeda. Tras

seismik mengukur amplitudo refleksi sedangkan sonik mengukur kecepatan batuan secara

langsung.

S(t) = w(t)*KR(t)+n(t) (3.3)

Dimana : S(t) : jejak seismik

W(t) :Wavelet

KR(t): Koefisien Refleksi

N(t) : Noise

Tras seismik dan data log sonik dihubungkan oleh apa yang disebut dengan

koefisien refleksi. Koefisien refleksi dapat ditulis secara matematis sebagai:

KR = )()(

11

11

iiii

iiii

VVVV

ρρρρ

+−

++

++ (3.4)

KR = ( AIi+1 - AIi )/ (AIi+1 + AIi ) (3.5)

Nilai dari KR ini selalu diantara -1 dan +1 dan biasanya bernilai kecil, model

yang sederhana ini mengabaikan multipel. Koefieisen Refleksi menunjukkan nilai kontras

AI bawah permukaan bumi. Tras seismik dibentuk dari hasil konvolusi wavelet sumber

gelombang yang bertemu dengan koefisien refleksi bumi ditambah dengan noise.

Setidaknya beberapa informasi data log bisa diambil dari tras seismik dengan membalik

cara yang digunakan untuk membuat model tras seismik sintetik dari data log.

Impedansi Akustik sendiri merupakan salah satu parameter batuan yang khas.

Impedansi Akustik adalah hasil perkalian antara densitas dengan kecepatan gelombang

longitudinal pada lapisan itu, dalam arti lain nilai ini merupakan pemcerminan seperti

apakah kualitas, kuantitas, variasi konten dari lapisan batuan tersebut. Impedansi Akustik

tidak seperti nilai Amplitudo reflektif pada tras seismik yang merupakan rasio atau

perbandingan antar lapisan, namun nilai dari lapisan itu sendiri. Itu sebabnya kalangan

Inversi seismik..., Hasanul Arifien, FMIPA UI, 2010

Page 23: UNIVERSITAS INDONESIA INVERSI SEISMIK …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20181581-S29376-Hasanul Arifien.pdf · II.3.2.5 Formasi Cisubuh 11 BAB III Seismik Inversi 12 III.1 Teori Gelombang

16 

 

Universitas Indonesia

interpreter lebih menyukai tampilan data AI karena lebih jelas untuk perlapisannya. Nilai

AI yang berbeda di tiap lapisan ini lah yang terekam oleh tras seismik dalam Koefisien

Refleksi. Secara matematis AI dapat ditulis :

AI = Z = ρ x Vp (3.6)

Dimana : ρ = densitas lapisan

Vp = Kecepatan longitudinal

Nilai AI yang berbeda di tiap lapisan ini lah yang terekam oleh tras seismik

dalam Koefisien Refleksi, berikut hubungannya :

R = ( ρi+1 V i+1 - ρi V i) / (ρi+1 V i+1 + ρi V i ) (3.7)

R = ( Z i+1 - Z i ) / ( Z i+1 + Z i ) (3.8)

Kontribusi densitas dalam nilai AI seringnya kecil dan sangat sering merupakan

persamaan garis lurus dari kecepatan, jadi bukanlah hal yang tidak umum penghitungan

AI hanya diambil dari nilai kecepatannya saja. Karena itulah persamaan diatas menjadi

lebih sederhana:

R = ( V i+1 - V i) / ( V i+1 + V i ) (3.9)

Ada beberapa faktor yang dapat mempengaruhi perubahan nilai kecepatan lapisan

batuan yang tentu saja mempengaruhi nilai batuan. Faktor tekanan dan densitas

mempunyai hubungan linear terhadap kecepatan , semakin tinggi nilai densitas semakin

tinggi nilai kecepatan batuan. Dengan faktor porositas justru mempunyai hubungan

terbalik, semakin kecil porositas lapisan batuan itu, semakin tinggi nilai kecepatan lapisan

tersebut. Dan juga ada beberapa faktor lain yang mempunyai hubungan yang unik, seperti

saturasi gas yang saat saturasi gas dimulai dari nol akan menjatuhkan nilai kecepatan

namun dengan cepat nilai saturasi gas bertambah nilai kecepatan juga ikut bertambah.

III.5 Jenis Seismik Inversi

Ada dua cara dalam pemodelan geofiska, yaitu forward modeling (pemodelan ke

depan) dan inverse modeling (pemodelan ke belakang). Pemodelan ke depan adalah

memprediksi respon geofisika dari model bumi, sedangkan pemodelan ke belakang

adalah memprediksi model bumi dari respon geofisika yang didapat, dan Seismik inversi

Inversi seismik..., Hasanul Arifien, FMIPA UI, 2010

Page 24: UNIVERSITAS INDONESIA INVERSI SEISMIK …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20181581-S29376-Hasanul Arifien.pdf · II.3.2.5 Formasi Cisubuh 11 BAB III Seismik Inversi 12 III.1 Teori Gelombang

17 

 

Universitas Indonesia

adalah pemodelan ke belakang dengan input adalah tras seismik yang telah

didekonvolusikan dan menghasilkan output AI.

Seismik inversi adalah metode untuk memberikan gambaran model geologi

bawah permukaan dengan data seismik sebagai data input dan data sumur sebagai kontrol

(sukmono, 2002). Hasil yang didapat dari inversi adalah informasi yang terkandung

dalam lapisan batuan berupa impedansi, baik itu akustik maupaun elastik. Impedansi

Akustik ini digunakan untuk menggali paramter batuan yang lain seperti porositas,

densitas, litologi batuan atau parameter fisik batuan lainnya dan kali ini penulis

menggunakan seismik inversi untuk karaterisasi reservoir.

III.5.1 Inversi Rekursif

Inversi rekursif menganggap tras seismik merupakan reflektifitas yang telah

difilter oleh fasa nol. Metode ini adalah metode yang paling sederhana. Berikut adalah

penurunan persamaan inversi seismik:

(3.10)

(3.11)

(3.12)

(3.13)

Inversi seismik..., Hasanul Arifien, FMIPA UI, 2010

Page 25: UNIVERSITAS INDONESIA INVERSI SEISMIK …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20181581-S29376-Hasanul Arifien.pdf · II.3.2.5 Formasi Cisubuh 11 BAB III Seismik Inversi 12 III.1 Teori Gelombang

18 

 

Universitas Indonesia

(3.14)

(3.15)

(3.16)

Dalam arti kata lain, nilai impedansi antara satu lapisan dengan lapisan yang

lain memiliki hubungan yang sangat bergantung, metode ini tentu saja mengasumsikan

dengan menggunakan metode yang paling sederhana, mengabaikan noise yang ada dalam

tras. Kelemahan metode inversi rekursif ini adalah :

1. Nilai Impedansi lapisan yang paling atas harus ditemukan atau

setidaknya kita asumsikan terlebih dahulu.

2. Frekuensi data masih sama dengan frekuensi input awal, tidak adanya

data frekuensi rendah membuat hasil inversi ini sama saja dengan

permodelan ke depan

3. Antar nilai impedansi yang ditemukan sangat saling bergantung tanpa

adanya perngkoreksi, kesalahan dari lapisan atas akan terus terbawa

hingga lapisan berikutnya.

III.5.2 Seismik Inversi Berbasis Model

Model ini mencoba menutupi metode rekursif yang sangat menebak-nebak nilai

impedansi lapisan, salah satu cara untuk mengurangi kemungkinan tebakan impedansi

nya adalah dengan membatasi tebakan tersebut, dibuatlah sebuah model geologi awal

sebagai acuan dan batasan tebakan nilai impedansi. Prinsip metode ini adalah membuat

model geologi dan membandingkan dengan data riil (Russel, 1999). Metode ini

memasukkan data frekuensi rendah dan tinggi yang hilang dengan cara mengkorelasikan

data seismik dengan respon seismik dari model geologi, karena itulah secara teori metode

ini data frekuensi dengan cakupan yang luas.

Inversi seismik..., Hasanul Arifien, FMIPA UI, 2010

Page 26: UNIVERSITAS INDONESIA INVERSI SEISMIK …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20181581-S29376-Hasanul Arifien.pdf · II.3.2.5 Formasi Cisubuh 11 BAB III Seismik Inversi 12 III.1 Teori Gelombang

19 

 

Universitas Indonesia

Jejak seismik  Jejak seismik model

Menghitung eror 

Error  cukup kecil 

Solusi akhir 

Menentukan impedansi 

0M M M= + Δ  

0( ) ( ) .F M F M A M− = Δ

ya 

tidak

       Gambar 3.4 Alur proses metode GLI

Metode inversi ini menggunakan metode GLI( Generalizized Linear Inversion),

yaitu suatu proses yang dilakukan dengan cara membuat model seismik(buatan) dan

kemudian dibandingkan dengan rekaman seismik secara berulang-ulang sampai didapat

kesalahan terkecilnya lalu diubah menjadi impedansi akustik. Metode GLI merupakan

suatu proses iterasi. Berikut merupakan penjelasan tentang alur metode GLI.

Dengan urutan langkah kerja, sebagai berikut:

1. Membuat blok model awal impedansi dari log impedansi dengan ukuran

yang seragam.

 

Inversi seismik..., Hasanul Arifien, FMIPA UI, 2010

Page 27: UNIVERSITAS INDONESIA INVERSI SEISMIK …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20181581-S29376-Hasanul Arifien.pdf · II.3.2.5 Formasi Cisubuh 11 BAB III Seismik Inversi 12 III.1 Teori Gelombang

20 

 

Universitas Indonesia

Gambar 3.14. Log impedansi (a) dan model awal impedansi dengan ukuran blok yang seragam (b)

2. Membuat trace sintetik dengan cara mengkonvolusikan blok impedan

dengan wavelet yang sudah ditentukan.

Gambar 3.15. Trace sintetik hasil konvolusi blok model dengan wavelet

3. Membandingkan antara trace sintetik dengan trace seismik

Gambar 3.16.Komparasi trace sintetik (merah) dengan trace seismik(hitam).

4. Memodifikasi amplitudo dan ketebalan blok untuk meningkatkan kecocokan

dengan trace seismik.

Gambar 3.17. Komparasi trace sintetik (merah) dengan trace seismik (hitam) dari modifikasi blok model (Hafeez, 2008).

Secara matematisi metode GLI bermula dari persamaan deret Taylor seperti di bawah ini

(Cooke dan Schneider, 1983),

00( )( ) ( ) M M

F MF M F M MM =

∂= + Δ

∂ (3.17)

Dengan F(M)= data pengamatan(Jejak seismik)

Inversi seismik..., Hasanul Arifien, FMIPA UI, 2010

Page 28: UNIVERSITAS INDONESIA INVERSI SEISMIK …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20181581-S29376-Hasanul Arifien.pdf · II.3.2.5 Formasi Cisubuh 11 BAB III Seismik Inversi 12 III.1 Teori Gelombang

21 

 

Universitas Indonesia

F( 0M ) = Respon dari model awal (seismogram sintetik)

M 0 = Model awal (impedansi akustik)

M = Model parameter bumi = ( )1, 2,...., Tkm m m =impedansi akustik

0( )F MM

∂∂

= Jacobian =A

0( ) ( )F F M F MΔ = −

= .A MΔ (3.18)

Persamaan diatas dapat diubah menjadi:

1.M A F−Δ = Δ (3.19)

Dengan 1A− = invers dari matriks A

Dengan menganggap matriks A-nya NxN, maka digunakan solusi kuadrat

terkecil yang dikemukakan oleh Gauss-Newton (Lines dan Treitel,1984) yaitu:

1( . ) . .TM AT A A F−Δ = Δ (3.20)

Dengan 0M M MΔ = − ,

Bila ΔM didapat , maka M diketahui , M lalu dimasukan ke dalam respon model

F( 0M ) sehingga ( )F MΔ didapat. Proses di atas terus berlansung berulang- ulang

sampai didapat nilai ( )F MΔ sesuai dengan yang kita tentukan. Biasanya nilainya sangat

kecil atau sama dengan 0 sesuai dengan keinginan untuk menyamakan antara data

pengamatan dengan data model (respon model). Bila sudah optimum nilai ( )F MΔ ,

maka kita bisa dapatkan nilai M atau parameter model.

Secara matematis metode ini dituliskan :

Model Konvolusi 1-D

)()1)(()()(1

injiWjriTN

j++−−∑

=

τ (3.21)

Inversi seismik..., Hasanul Arifien, FMIPA UI, 2010

Page 29: UNIVERSITAS INDONESIA INVERSI SEISMIK …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20181581-S29376-Hasanul Arifien.pdf · II.3.2.5 Formasi Cisubuh 11 BAB III Seismik Inversi 12 III.1 Teori Gelombang

22 

 

Universitas Indonesia

Dimana :

T(i) = jejak seismik

r(j) = reflektifitas pada offset nol

τ(j) = ekspresi pertambahan sampel

i,j = jumlah sampel dan pertambahan sampel

dugaan awal koefisien refleksi :

r0(j) dengan j= 1,2,3,....N

maka jejak model :

)1)(()(0)(1

+−−∑=

jiWjriMN

jτ (3.22)

Dengan M(i) = model

Dan error e(i) atau selisih antara jejak seismik T(i) dan M(i) dihitung oleh :

e(i) = T(i) – M(i) (3.23)

Jika diasumsikan reflektivitas sebenarnya adalah

)()()( iriroir Δ+= (3.24)

Dengan Δr(i) = selisih reflektivitas dugaan awal dengan dengan reflektifitas

sebenarnya.

Maka untuk memperoleh Δr(i) dilakukan dengan cara menimalkan jumlah error

atau selisih menggunakan fungsi obyektif :

⎥⎦

⎤⎢⎣

⎡+−Δ−= ∑∑

N

j

Nsampel

i

jiWjrieJ 1)(()()( τ (3.24)

Dengan j sebagai fungsi obyektif

Inversi seismik..., Hasanul Arifien, FMIPA UI, 2010

Page 30: UNIVERSITAS INDONESIA INVERSI SEISMIK …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20181581-S29376-Hasanul Arifien.pdf · II.3.2.5 Formasi Cisubuh 11 BAB III Seismik Inversi 12 III.1 Teori Gelombang

23 

 

Universitas Indonesia

III.6 Data Sumur

Data sumur merupakan data yang berfungi sebagai kontrol dari input data

seismik, kelebihan dari data well logging adalah keakuratan alat untuk mengukur

beberapa parameter secara vertikal, artinya keakuratan pengukuran parameter elastik

batuan dengan well logging lebih akurat. Namuan disisi lain well logging mempunyai

kelemahan yaitu kurang baik dalam penyebaran lateral, ini dikarenakan metode

pengambilan datanya. Dan untuk itulah data seismik dan data sumur dikolaborasikan.

Walau parameter yang dicari adalah sama namun dua metode yang berbeda ini

diharapkan menutupi kelemahan dari masing-masing tipe data tersebut. Log adalah suatu

grafik terhadap kedalaman atau waktu dari satu set data yang menunjukkan parameter

yang diukur secara berkesinambungan di dalam sebuah sumur. Kurva log memberikan

informasi yang cukup tentang sifat-sifat batuan dan fluida yang terkandung. Berikut

adalah beberapa jenis data log.

III.6.1 Log Gamma Ray (GR)

Prinsip log GR adalah merekam radioaktifitas alami bumi, bumi mempunyai

unsur organik dan mencari tahu tipikal unsur apa saja yang terdapat dalam lapisan batuan

melalui perkiraan masa luruh unsur yang ada. lapisan bumi masing-masing mempunyai

jenis komposisi yang berbeda dan dengan menembakkan salah satu dari tiga jenis unsur

radioaktif diharapkan dapat memberi informasi seperti apa komposisi dalam lapisan

tersebut. Terdapat 3 unsur radioaktif yang sering digunakan yaitu Thorium-Th, Uranium-

U dan Potasium-K yang secara kontinu memancarkan sinar gamma. Sinar gamma ini

menembus batuan dan terdeteksi dalam bentuk pulsa listrik, parameter yang terekam

dalah jumlah dari pulsa yang tercatat persatuan waktu.

Biasanya unsur U, Th, dan K merupakan kandungan alami dari mineral lempung

atau serpih. Oleh karena itu fungsi utama log ini untuk mencari tipe lapisan mana yang

permeabel dan tidak permeabel. Umumnya batu pasir, batu gamping dan dolomite

memiliki isotop radioaktif lebih kecil daripada lempung. Namun tidak semua nilai GR

yang tinggi berasosiasi dengan batuan lempung, dengan melakukan overlay dengan data

log yang lain, litologi batuan akan lebih akurat ditentukan.

Inversi seismik..., Hasanul Arifien, FMIPA UI, 2010

Page 31: UNIVERSITAS INDONESIA INVERSI SEISMIK …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20181581-S29376-Hasanul Arifien.pdf · II.3.2.5 Formasi Cisubuh 11 BAB III Seismik Inversi 12 III.1 Teori Gelombang

24 

 

Universitas Indonesia

III.6.2 Log Neutron Porosity (NPHI)

Log ini mengukur secara tidak langsung nilai porositas lapisan batuan. Cara

bekerjanya adalah dengan memancarkan pertikel proton batuan. Partikel yang

ditembakkan ini akan bertumbukan dengan atom-atom batuan dan yang diharapkan

bertumbukan adalah dengan atom H. Atom H secara fisis memiliki massa atom yang

serupa dengan proton. Pertikel yang telah kehilangan energi tadi akan dipantulkan

kembali dan diterima oleh detektor. Jumlah atom hidrogen yang dihitung dianggap

berbanding lurus dengan banyaknya pori batuan. Dengan demikikan lapisan yang banyak

kandungan atom H nya maka makin banyak kandungan fluida yang terjebak dalam

lapisan itu.

Inversi seismik..., Hasanul Arifien, FMIPA UI, 2010

Page 32: UNIVERSITAS INDONESIA INVERSI SEISMIK …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20181581-S29376-Hasanul Arifien.pdf · II.3.2.5 Formasi Cisubuh 11 BAB III Seismik Inversi 12 III.1 Teori Gelombang

25 

 

Universitas Indonesia

BAB IV

PENGOLAHAN DATA DAN HASIL INVERSI

Secara umum prosedur kerja penelitian dibagi menjadi beberapa tahapan utama :

mempersiapkan data, memilih horizon , menganalisis data sumur, menentukan estimasi

wavelet, well-seismic tie, membangun model dan menampilkan hasil inversi

Gambar 4.1 alur inversi

Inversi seismik..., Hasanul Arifien, FMIPA UI, 2010

Page 33: UNIVERSITAS INDONESIA INVERSI SEISMIK …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20181581-S29376-Hasanul Arifien.pdf · II.3.2.5 Formasi Cisubuh 11 BAB III Seismik Inversi 12 III.1 Teori Gelombang

26 

 

Universitas Indonesia

IV.1 Pengolahan Data

Data seismik yang digunakan adalah data HGL 90-20, HGL 90-05 , 82-06, 82-08

dan 82-02 yang telah dilakukan proses hingga PSTM. Well-seismic tie dan picking

horizon dilakukan untuk setiap penampang seismik dengan masing-masing database.

Gambar 4.2 PSTM penampang 90-05

Horizon z-14 yang digunakan sebagai zona interest. Sebelum dilakukan picking horizon

terlebih dahulu dilakukan well-seismik tie, sehingga data seismik yang terhadap waktu

bisa disamakan dengan data sumur yang terhadap kedalaman. Berikut dilakukan well-tie

seismic dan menghasilkan korelasi sebesar 0.797

Inversi seismik..., Hasanul Arifien, FMIPA UI, 2010

Page 34: UNIVERSITAS INDONESIA INVERSI SEISMIK …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20181581-S29376-Hasanul Arifien.pdf · II.3.2.5 Formasi Cisubuh 11 BAB III Seismik Inversi 12 III.1 Teori Gelombang

27 

 

Universitas Indonesia

Gambar 4.3 Well-seismic tie sumur HGL-1

Gambar 4.4 Estimasi wavelet penampang 90-05 phase 40 derajat panjang gelombang

200ms

Setelah mendapatkan horizon interest, picking horizon dilakukan pada tiap penampang, karakter umum yang biasa dicari adalah polaritas atau perubahan polaritas. Polaritas positif mengindikasikan peningkatan impedansi akustik, polaritas negatif mengindikasikan penurunan impedansi. Horizon bisa ditelususi dengan banyak cara, bisa secara manual di telusuri ataupun auto. Secara maknawi, horizon sendiri adalah refleksi yang mengindikasikan batas antara dua material dengan properti akustik yang berbeda.

Inversi seismik..., Hasanul Arifien, FMIPA UI, 2010

Page 35: UNIVERSITAS INDONESIA INVERSI SEISMIK …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20181581-S29376-Hasanul Arifien.pdf · II.3.2.5 Formasi Cisubuh 11 BAB III Seismik Inversi 12 III.1 Teori Gelombang

28 

 

Universitas Indonesia

Beberapa interpreter pertama-tama mencari horizon sejauh mungkin secara horozontal pada set vertikal lalu bagian patahan. sedangkan yang lain ialah melihat bagian patahan dulu baru ke bagian yang horizontal. semua pilihan tergantung minat dan pengalaman. horizon yang lebih dangkal daripda reservoit seharusnya diinterpretasi juga karena mempengaruhi horizon yang dibawahnya. interpretasi horizon di luar zona interest perlu dilakukan jika berhubungan dengan marker dari data sumur dan interpretasi beberapa horizon yang melingkupi zona target dapat meningkatkan kualitas peta time to depth.

Data seismik dengan panjang gelombang 50-300 ft jika muncul satu layar di data seismik, maka bisa terjadi pada data sumur mempunyai tiga hingga empat layar tipis. Kegunaan utama dari menelusuri horizon adalah bukan untuk memisahkan lapisan-lapisan tipis, namun menyediakan info kontinuitas, attribut Instananous phase mempunyai fungsi salah satunya untuk melihat kemenerusan struktur, sehingga dapat digunakan untuk membantu picking horizon dan juga melihat adanya kemungkinan fault-fault yang ada.

Gambar 4.5 Tampilan Instananous phase dan PSTM Penampang 90-05

Hasil crossplot antara P-impedance dengan Gamma Ray menunjukkan bahwa cut off

berada di point 55 G API.

Inversi seismik..., Hasanul Arifien, FMIPA UI, 2010

Page 36: UNIVERSITAS INDONESIA INVERSI SEISMIK …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20181581-S29376-Hasanul Arifien.pdf · II.3.2.5 Formasi Cisubuh 11 BAB III Seismik Inversi 12 III.1 Teori Gelombang

29 

 

Universitas Indonesia

Gambar 4.6 Cross Plot AI vs GR Sumur HGL-1 untuk Penampang 90-05

Gambar 4.7 Cross Section Sumur HGL-1 untuk Penampang 90-05

Berikut adalah model dari penampang 90-05 dengan data input sumur HGL-1.

Gambar 4.8 Model Penampang 90-05

Inversi seismik..., Hasanul Arifien, FMIPA UI, 2010

Page 37: UNIVERSITAS INDONESIA INVERSI SEISMIK …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20181581-S29376-Hasanul Arifien.pdf · II.3.2.5 Formasi Cisubuh 11 BAB III Seismik Inversi 12 III.1 Teori Gelombang

30 

 

Universitas Indonesia

Sedangkan untuk penampang 90-20 adalah sebagai berikut :

Gambar 4.9 PSTM penampang 90-20

Gambar 4.10 Well-seismic tie penampang 90-20 dan sumur HGL-1 dengan nilai korelasi

0.659

Inversi seismik..., Hasanul Arifien, FMIPA UI, 2010

Page 38: UNIVERSITAS INDONESIA INVERSI SEISMIK …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20181581-S29376-Hasanul Arifien.pdf · II.3.2.5 Formasi Cisubuh 11 BAB III Seismik Inversi 12 III.1 Teori Gelombang

31 

 

Universitas Indonesia

Berikut adalah untuk penampang 82-06

Gambar 4.11 PSTM Penampang 82-06

Mendapatkan nilai well-seismik tie dengan nilai korelasi 0.695 dengan ekstraksi

esrtimasi wavelet dari data seismik, pada saat melakukan tiying data sumur terhadap data

seismik diusahakan menghindari proses stretch dan squeeze berlebihan demi menjaga

orisinalitas data

Gambar 4.12 well-seismik tie Sumur HGL-1 dan penampang 82-06 dengan nilai korelasi

0.695

Inversi seismik..., Hasanul Arifien, FMIPA UI, 2010

Page 39: UNIVERSITAS INDONESIA INVERSI SEISMIK …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20181581-S29376-Hasanul Arifien.pdf · II.3.2.5 Formasi Cisubuh 11 BAB III Seismik Inversi 12 III.1 Teori Gelombang

32 

 

Universitas Indonesia

Gambar 4.13 Estimasi Wavelet untuk penampang 82-06 fasa 5 derajat panjang

gelombang 100ms

Gambar 4.14 Model penampang 82-06

Inversi seismik..., Hasanul Arifien, FMIPA UI, 2010

Page 40: UNIVERSITAS INDONESIA INVERSI SEISMIK …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20181581-S29376-Hasanul Arifien.pdf · II.3.2.5 Formasi Cisubuh 11 BAB III Seismik Inversi 12 III.1 Teori Gelombang

33 

 

Universitas Indonesia

Gambar 4.15 Penampang 82-08

Gambar 4.16 Well-Seismic tie Sumur HGL-1 Untuk Penampang 82-08 dengan korelasi

0.66

Inversi seismik..., Hasanul Arifien, FMIPA UI, 2010

Page 41: UNIVERSITAS INDONESIA INVERSI SEISMIK …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20181581-S29376-Hasanul Arifien.pdf · II.3.2.5 Formasi Cisubuh 11 BAB III Seismik Inversi 12 III.1 Teori Gelombang

34 

 

Universitas Indonesia

Gambar 4.17 Estimasi Wavelet untuk Penampang 82-08 fasa 5 derajat panjang

gelombang 180ms

Gambar 4.18 Model awal penampang 82-08

Inversi seismik..., Hasanul Arifien, FMIPA UI, 2010

Page 42: UNIVERSITAS INDONESIA INVERSI SEISMIK …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20181581-S29376-Hasanul Arifien.pdf · II.3.2.5 Formasi Cisubuh 11 BAB III Seismik Inversi 12 III.1 Teori Gelombang

35 

 

Universitas Indonesia

Gambar 4.19 Data sumur HGL 1 (SP, GR, NPHI, RHOB dan Resistivity)

Dari hasil interpretasi geologi dengan data sumur diperkirakan di atas dan bawah

lapisan ini kecenderungan nilai Gamma Ray yang tinggi mengisyaratkan bahwa daerah

ini terkandung lempung yang cukup tinggi lalu terdapat lapisan yang mempunyai nilai

Gamma Ray rendah dan juga diikuti oleh perubahan nilai SP dan terdapat overlay antara

Density dan NPHI mengindikasikan diperkirakan terkandung HC dalam struktur yang

berupa sembulan (buildup) dan akan dilihat penyebarannya secara lateral melalui

tampilan AI setelah proses inversi dilalui.

IV. 2 Parameter Inversi

Dalam proses inversi model based kali ini, penulis menggunakan metode soft-

constraint yang memiliki beberapa parameter penting, seperti :

• Constraint model,

Nilai ini mempunyai batasan nilai dari 0-1 , merupakan pembatas

seberapa jauh model yang sudah     dibuat mempengaruhi hasil

inversi, model dibangun sebagai pembatas dan data tambahan

komponen frekuensi rendah dan dengan nilai constraint model ini

mempengaruhi seberapa baik tebakan impedansi hasil inversinya.

Inversi seismik..., Hasanul Arifien, FMIPA UI, 2010

Page 43: UNIVERSITAS INDONESIA INVERSI SEISMIK …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20181581-S29376-Hasanul Arifien.pdf · II.3.2.5 Formasi Cisubuh 11 BAB III Seismik Inversi 12 III.1 Teori Gelombang

36 

 

Universitas Indonesia

Nilai 0 mengindikasikan bahwa inversi dijalankan dengan mengabaikan

faktor model yang sudah dibuat dan berlaku juga untuk sebaliknya, nilai

1 menunjukkan bahwa maka data seismik diabaikan lalu program strata

akan memberikan solusi model awal

• Iterasi

Inversi dengan berbasiskan model berhubungan erat dengan konsep

mencari nilai kesalahan terkcel dan interasi berguna saat mencari nilai

kesalahan. Semakin banyak iterasi yang diberikan semakin besar

harapan nilai kesalahan terkecil didapatkan, nilai iterasi 0 dan iterasi 10

tentu akan memiliki error yang berbeda dan di satu titik semakin besar

nilai iterasi tidak terlalu mempengaruhi nilai error karena nilai kesalahan

terkecil diharapkan sudah didapatkan dan iterasi juga mempengaruhi

waktu yang dibutuhkan.

• Prewhitening

Dapat dikatakan prewhitening berhubungan dekonvolusi, yang digunakan

untuk mendapatkan nilai koefisien refleksi. Koefisien refleksi ini didapat

dari pembagian antara data seismik dan wavelet. wavelet bandlimited

memiliki kemungkinan mempunyai data yang bernilai nol, sehingga bila

data seismik dibagi dengan wavelet yang bernilai nol akan membuat

proses menjadi tidak stabil. Oleh karena itu nilai/amplitude frekwensi

wavelet tersebut dinaikan 1% dari tinggi maksimumnya.

• Ukuran blok rata-rata

Model yang program STRATA bangun adalah model satu dimensi

dalam satuan waktu. Tebakan awal merupakan deret lapisan

persamaan terhadap satuan waktu yang memiiku ketebalan hingga

milidetik yang ditentukan oleh parameter blok rata-rata ini. Saat

inversi berjalan, program STRATA mempunyai kempampuan

untuk memodifikasi sebarapa tebal lapisan yang ditampilkan. Nilai

blok yang besar berarti berusaha menampilkan struktur kecepatan

yang kasar, saat interval blok semakin mengecil, resolusi pun

Inversi seismik..., Hasanul Arifien, FMIPA UI, 2010

Page 44: UNIVERSITAS INDONESIA INVERSI SEISMIK …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20181581-S29376-Hasanul Arifien.pdf · II.3.2.5 Formasi Cisubuh 11 BAB III Seismik Inversi 12 III.1 Teori Gelombang

37 

 

Universitas Indonesia

meningkat namun waktu yang dibutuhkan pun dalam proses inversi juga

meningkat

IV.3 Hasil

Setelah menyelesaikan semua proses hingga mendapatkan Impedansi, hasil

impedansi diharapkan dapat menunjukkan karakter reservoir yang lebih baik, didapatkan

tampilan inversi.

Line 82-08 menggunakan soft constraint 0.35 sebagai hasil terbaik saat inversi

dibandingkan dengan nilai paramter yang lain.

Gambar 4.20 Cross Section HGL-1 untuk Penampang 82-08

Gambar 4.21 Cross Plot AI vs GR Sumur HGL-1 untuk Penampang 82-08

Inversi seismik..., Hasanul Arifien, FMIPA UI, 2010

Page 45: UNIVERSITAS INDONESIA INVERSI SEISMIK …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20181581-S29376-Hasanul Arifien.pdf · II.3.2.5 Formasi Cisubuh 11 BAB III Seismik Inversi 12 III.1 Teori Gelombang

38 

 

Universitas Indonesia

Gambar 4.22 Cross plot AI vs Densitas Sumur HGL-1 penampang 82-08

Dilihat dari cross-plot Impedansi terhadap Gamma Ray diperkirakan nilai

Gamma ray diatas 55 API merupakan shale dan dari cross section terlihat ada perselingan

tipis lapisan karbonat dengan lapisan shaly sand. Pada cross plot AI vs Densitas dapat

dilihat bahwa nilai AI yang tinggi berkorelasi dengan densitas yang signifikan dan dari

parameter warna terlihat data yang berada di atas nilai 20000 ft/s g/cc berkorelasi dengan

nilai GR dibawah 55 API dimana nilai ini adalah prediksi batas antara shale dan non-

shale. Nilai GR tinggi pada shale karena bersifat radioaktif (banyak mengandung mineral

radioaktif ; Kaolinite, Chlorite, Illite, Montmorillonite, Smectite, dll). GR hanya

mengukur sifat radioaktif dari batuan, tidak peduli itu batuan apa dan mengandung apa

(fluida di dalam batuan). Karena biasanya mineral radioaktif itu banyak terdapat di Shale,

maka GR menjadi main Lithology indicator (Shale vs bukan-Shale). Pada cross plot AI vs

GR, Nilai Gamma Ray pada sumur pada lapisan ini diharapkan dapat membedakan

lapisan karbonat dengan shale.

Inversi seismik..., Hasanul Arifien, FMIPA UI, 2010

Page 46: UNIVERSITAS INDONESIA INVERSI SEISMIK …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20181581-S29376-Hasanul Arifien.pdf · II.3.2.5 Formasi Cisubuh 11 BAB III Seismik Inversi 12 III.1 Teori Gelombang

39 

 

Universitas Indonesia

Saat menggunakan crossplot AI vs NPHI dengan data warna Gamma Ray

megundikasikan bahwa lapisan yang non-shale mempunyai nilai porositas dibawah 25%.

Nilai porositas yang tinggi karena neutron log cuma membaca fluida di pori batuan (tidak

termasuk matriks). Karena Shale banyak mengandung air maka pembacaan Neutron juga

cenderung tinggi. Neutron membaca Hidrogen. Disebut Hidrogen Index reading, makin

banyak hidrogennya, makin tinggi nilai pembacaan neutronnya. Hidrogen terbanyak di

air, lebih sedikit di hidrokarbon dan sangat sedikit di gas. Nilai Neutron di air mencapai

100%. Kalo batuan 30% terisi Air, neutron = 30%. Jadi, berapa banyak fluida di dalam

batuan mencerminkan nilai Porositas dari batuan itu. Kalo nilai Neutron di Shale lebih

dari 25%, berarti Porositas di Shale itu >25%. Jadi Shale banyak mengandung fluida,

terutama Air. Kalo mengandung Gas, disebut Shale Gas. Lalu kenapa Shale tidak bisa

mengalirkan fluida? Berarti permeabilitasnya sangat2 kecil atau tidak memiliki

permeabilitas, karena porositasnya tidak berhubungan walaupun nilainya tinggi, disebut

intercrystalline porosity.

Gambar 4.23 Model based Penampang 82-08

Pada gambar diatas ditampilkan penampang   setelah proses inversi dengan

overlay data Gamma Ray sumur berupa kurva garis dan AI sumur berupa kurva

warna. Pada saat nilai Gamma Ray rendah dan nilai AI sumur tinggi, pada

Inversi seismik..., Hasanul Arifien, FMIPA UI, 2010

Page 47: UNIVERSITAS INDONESIA INVERSI SEISMIK …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20181581-S29376-Hasanul Arifien.pdf · II.3.2.5 Formasi Cisubuh 11 BAB III Seismik Inversi 12 III.1 Teori Gelombang

40 

 

Universitas Indonesia

tampilan hasil inversi juga menunjukkan warna yang mengindikasikan nilai tinggi walau

tidak terjadi pelapisan yang sangat merata seperti lapisan kue.

Pengelompokan pada crossplot dan cross sction memang terbilang merata dan

sulit dikelompokkan untuk masing-masing pengelompokkan apakah itu shale, karbonat

ataupun shaly sand. ada beberapa data yang memiliki nilai Impedansi tinggi namun

dengan Gamma Ray tinggi juga tapi bukan di lapisan yang diharapkan sebagai karbonat

dimana karbonat ini diharapkan menyimpan kandungan gas. Lapisan yang mengalami

amibiguitas nilai ini tepat berada di atas dan bawah lapisan tipis ini, sehingga

diperkirakan ini sebagai lapisan tudung pada reservoir. Hal ini juga terjadi di beberapa

penampang lain karena menggunakan data sumur yang sama namun penampang yang

berbeda. Untuk mengatasi hal ini dilakukan analisis crossplot dengan beberapa data dan

juga melihat ke tipe data sumur yang lain, seperti yang terlihat pada kurva data resistivity,

saat nilai GR rendah , nilai Resistivity tidak ikut rendah yang mengindikasikan lapisan ini

tidak terisi oleh fluida air seperti yang banyak ditemui pada lapisan shale yang memiliki

nilai Resistivity rendah karena mengandung air.

Gambar 4.24 Model Based Penampang 82-06

Inversi seismik..., Hasanul Arifien, FMIPA UI, 2010

Page 48: UNIVERSITAS INDONESIA INVERSI SEISMIK …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20181581-S29376-Hasanul Arifien.pdf · II.3.2.5 Formasi Cisubuh 11 BAB III Seismik Inversi 12 III.1 Teori Gelombang

41 

 

Universitas Indonesia

Gambar 4.25 Model Based Penampang 90-05

Gambar 4.26 Model based penampang 90-20

Sesuai dengan hasil crossplot bahwa pemisahan litologi dengan Gamma

Ray menunjukkan bahwa zona interest berupa batu gamping yang mempunyai

nilai   Impedansi lebih tinggi daripada batuan sekitarnya. Impedansi tinggi

berasosiasi   dengan densitas tinggi, nilai Impedansi   tinggi dan nilai Gamma Ray

rendah mengindikasikan ini adalah batu gamping dan dilihat dari penampang AI

Inversi seismik..., Hasanul Arifien, FMIPA UI, 2010

Page 49: UNIVERSITAS INDONESIA INVERSI SEISMIK …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20181581-S29376-Hasanul Arifien.pdf · II.3.2.5 Formasi Cisubuh 11 BAB III Seismik Inversi 12 III.1 Teori Gelombang

42 

 

Universitas Indonesia

bahwa batu gamping diselingi oleh lempung sehingga diperkirakan zona ini yang

diprediksi terdapat fluida gas merata di tiap tempat karena cukup terlihat di semua

penampang sehingga bisa dikatakan penyebarannya bisa dikategorikan cukup baik.

Walau bagaimanapun, kualitas hasil inversi 2D tidak lebih baik daripada kualitas data 3D

yang mempunyai inline dan crossline. Satu keunggulan yang didapat dari data 3D adalah

semakin kecilnya zona Fresenel yang merupakan kendala kualitas data secara horizontal.

Inversi seismik..., Hasanul Arifien, FMIPA UI, 2010

Page 50: UNIVERSITAS INDONESIA INVERSI SEISMIK …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20181581-S29376-Hasanul Arifien.pdf · II.3.2.5 Formasi Cisubuh 11 BAB III Seismik Inversi 12 III.1 Teori Gelombang

43 

 

Universitas Indonesia

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

1. Metoda seismik inversi dapat menghasilkan tampilan data yang lebih baik untuk

karakterisasi reservoir daripada mengunakan amplitude dari data seismik PSTM.

2. Analisis data sumur menunjukkan bahwa lapisan karbonat ditutup oleh lapisan

shale yang mempunyai kandungan fluida cukup tinggi.

3. Interpretasi dari hasil inversi menunjukkan lapisan karbonat memiliki nilai AI

lebih tinggi daripada AI lapisan sekitarnya

4. Penyebaran karbonat terbilang cukup merata karena hampir di setiap penampang

dapat menunjukkan adanya lapisan ini.

5. Untuk mendapatkan model geologi yang lebih baik sebagai low frequency model,

penggabungan model dari ekstrapolasi impedansi sumur dan seismic velocity

harus dilakukan sehingga akan mendapatkan variasi nilai impedansi baik secara

vertikal (time) maupun horisontal (CDP).

Saran

1. Untuk mendapatkan hasil inversi yang lebih baik penggunaan data seismik 3D

dan data sumur terbaru merupakan keharusan demi meningkatkan kualitas

tampilan.

2. Interpolasi data sumur akan semakin baik jika dapat menggunakan lebih banyak

data sumur dan melakukan analisis crossplot yang lebih akurat.

3. Kualitas penentuan horizon juga menentukan karena akan berpengaruh kepada

model geologi yang akan dibentuk.

4. Penggunaan beberapa metode inversi dengan data Pre-Stack akan menghasilkan

kualitas inversi yang jauh lebih maksimal.

Inversi seismik..., Hasanul Arifien, FMIPA UI, 2010

Page 51: UNIVERSITAS INDONESIA INVERSI SEISMIK …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20181581-S29376-Hasanul Arifien.pdf · II.3.2.5 Formasi Cisubuh 11 BAB III Seismik Inversi 12 III.1 Teori Gelombang

44 

 

Universitas Indonesia

REFERENSI

Abdullah, A. 2007, http://www.ensiklopediseismikonline.com/Display, 27 Maret 2010

Badley, M., 1985, Practical Seismic Interpretation, IHRD, Boston

Brown, Alistair R., Interpretation of Three-Dimensional Seismic Data: AAPG Memoir 42 SEG Investigations in Geophysics, No.9

Cooke, D.A and Schneiders, W.A 1972, Genealized Linear Inversion of Reflection Seismic Data, Geophysics, 48, 665-676

Fulthorpe, C.S. dan Schlanger, S.O., 1989. Paleooceanographic and tectonic settings of early Miocene reefs and associated carbonates of offshore Southeast Asia, The American Association of Petroleum Geologists Bull., v. 73, No. 6, p. 729-756

Hafeez, A., 2008, Perbandingan tiga jenis Inversi dengan dua wavelet studi kasus : Lapisan Telisa, Skripsi Sarjana. Program Geofisika. Departemen Fisika. Universitas Indonesia.

Koesoemadinata, R.P. and Siregar, S., 1984. Reef facies model of the Rajamandala Formation, West Java, Proceedings Indonesian Petroleum Association, the 13th Annual Convention, p. 1-18

Linsdseth, R.O., 1967, Digital Processing of Geophysical Data, Calgary, Tecnica Resource Developement LTD

Lindsey, J. P., 1989, The Fresnel zone and its interpretive significance: The Leading Edge, v. 8, no. 10, p. 33-39.

Lokier, S.W., 1999. Volcaniclastic controls on carbonate sedimentation within the Gunung Sewu area, south area, South Central Java, Indonesia, Abstract, Proceeding of the 1st FOSI-IAGI Regional Seminar: Tectonics and Sedimentation of Indonesia and 50th Anniversary Memorial of R.W. van Bemmelen’s Book – The Geology of Indonesia, p. 50.

Martodjojo, S., 1994. Data stratigrafi, pola tektonik dan perkembangan cekungan pada jalur anjakan-lipatan di P. Jawa, Kumpulan Makalah Seminar Geologi dan Geotektonik Pulau Jawa, sejak Akhir Mesozoik hingga Kuarter, Jurusan Teknik Geologi, Fakultas Teknik, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, p. 15-2

Patmosukismo, S. and Yahya, I., 1974. The basement configuration of the Northwest Java area, Proceedings Indonesian Petroleum Association, the 3rd Annual Convention, p. 129-152

Russel, B.H., 1991, Introduction to seismic inversion Inversion Methods, S.S. Domenico Editor Course Notes Series, Volume 2, 3rd edition

Inversi seismik..., Hasanul Arifien, FMIPA UI, 2010

Page 52: UNIVERSITAS INDONESIA INVERSI SEISMIK …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20181581-S29376-Hasanul Arifien.pdf · II.3.2.5 Formasi Cisubuh 11 BAB III Seismik Inversi 12 III.1 Teori Gelombang

45 

 

Universitas Indonesia

Russel, B.H., 1991, Strata Workshop, Hampsonn-Russell Software Services Ltd

Sujanto, F.X. and Sumantri, Y.R., 1977. Preliminary study on the Tertiary depositional patterns of Java, Proceedings Indonesian Petroleum Association, the 6th Annual Convention., p. 183-213.

Satyana, Awang Harun, Oligo-Miocene Carbonates of Java, Indonesia: Tectonic-Volcanic Setting and Petroleum implications: Proceedings, Indonesian Petroleum Association, 30th Annual Convention & Exhibition, August 2005

Sukmono, S., 2001, Interpretasi Seismik Refleksi, Departemen Teknik Geofisika, Institut Teknologi Bandung.

Sukmono, S., 2000, Seismik Inversi Untuk Karakterisasi Reservoir, Departemen Teknik Geofisika, Institut Teknologi Bandung.

Widess, R, 1973, How Thin Is Thin Bed, Geophysics, 5, 185-188

Wilson, M.E.J., 2000. Tectonic and volcanic influences on the development and diachronous termination of a Tertiary tropical carbonate platform, Journal of Sedimentary Research, v. 70, No. 2, p. 310-324.

Inversi seismik..., Hasanul Arifien, FMIPA UI, 2010