UNIVERSITAS INDONESIA EFEK EKSTRAK ETANOL...
-
Upload
duongduong -
Category
Documents
-
view
220 -
download
1
Transcript of UNIVERSITAS INDONESIA EFEK EKSTRAK ETANOL...
UNIVERSITAS INDONESIA
EFEK EKSTRAK ETANOL 70% RUMPUT MUTIARA (Hedyotis corymbosa (L.) Lamk.) TERHADAP KADAR
KALSIUM SERUM DARAH TIKUS JANTAN RA (RHEUMATOID ARTHRITIS)
SKRIPSI
INDANA AYU SORAYA 0906601834
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM PROGRAM STUDI FARMASI EKSTENSI
DEPOK JULI 2012
Efek ekstrak..., Indana Ayu Soraya, FMIPA UI, 2012
ii
UNIVERSITAS INDONESIA
EFEK EKSTRAK ETANOL 70% RUMPUT MUTIARA (Hedyotis corymbosa (L.) Lamk.) TERHADAP KADAR
KALSIUM SERUM DARAH TIKUS JANTAN RA (RHEUMATOID ARTHRITIS)
SKRIPSI
Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Farmasi
INDANA AYU SORAYA 0906601834
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM PROGRAM STUDI FARMASI
DEPOK JULI 2012
Efek ekstrak..., Indana Ayu Soraya, FMIPA UI, 2012
iii
SURAT PERNYATAAN BEBAS PLAGIARISME
Saya yang bertanda tangan di bawah ini dengan sebenarnya menyatakan bahwa
skripsi ini saya susun tanpa tindakan plagiarisme sesuai dengan peraturan yang
berlaku di Universitas Indonesia.
Jika di kemudian hari ternyata saya melakukan plagiarisme, saya akan
bertanggung jawab sepenuhnya dan menerima sanksi yang dijatuhkan oleh
Universitas Indonesia kepada saya.
Depok, 12 Juli 2012
Indana Ayu Soraya
Efek ekstrak..., Indana Ayu Soraya, FMIPA UI, 2012
iv
HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS
Skripsi ini adalah hasil karya saya sendiri, dan semua
sumber baik yang dikutip maupun dirujuk telah saya
nyatakan dengan benar.
Nama : Indana Ayu Soraya
NPM : 0906601834
Tanda Tangan :
Tanggal : 12 Juli 2012
Efek ekstrak..., Indana Ayu Soraya, FMIPA UI, 2012
v
HALAMAN PENGESAHAN Skripsi ini diajukan oleh : Nama : Indana Ayu Soraya NPM : 0906601834 Program Studi : Farmasi Ekstensi Judul Skripsi : Efek Ekstrak Etanol 70% Rumput Mutiara
(Hedyotis corymbosa (L.) Lamk.) terhadap Kadar Kalsium Serum Darah Tikus Jantan RA (Rheumatoid Arthritis)
Telah berhasil dipertahankan dihadapan Dewan Penguji dan diterima sebagai bagian persyaratan yang diperlukan untuk memperoleh gelar Sarjana Farmasi pada Program Studi Farmasi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia
DEWAN PENGUJI
Pembimbing : Dr. Anton Bahtiar, M.Biomed, Apt. (.................................)
Penguji I : Dra. Retnosari Andrajati, M.S., Ph.D., Apt. (.................................)
Penguji II : Dra. Maryati Kurniadi, M.Si., Apt. (.................................)
Ditetapkan di : Depok Tanggal : 12 Juli 2012
Efek ekstrak..., Indana Ayu Soraya, FMIPA UI, 2012
vi
KATA PENGANTAR
Bismillaahirrahmaanirrahiim,
Alhamdulillahirabbil’alamiin, segala pujian dan kemuliaan hanya milik
Allaah Subhaanahuwata’ala yang senantiasa memberikan kemudahan-kemudahan
sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian dan penyusunan skripsi ini.
Penulisan skripsi ini dilakukan untuk memenuhi persyaratan untuk mencapai gelar
Sarjana Farmasi di Departemen Farmasi, Fakultas Matematika dan Ilmu
Pengetahuan Alam Universitas Indonesia. Laporan ini terdiri dari lima bagian,
yaitu pendahuluan, tinjauan pustaka, metode penelitian, hasil dan pembahasan,
serta kesimpulan dan saran.
Penulis sangat menyadari terdapat banyak kekurangan dalam penulisan
skripsi ini. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang tentunya
sangat bermanfaat bagi penulis di kemudian hari. Penulis dapat menyelesaikan
laporan ini tepat pada waktunya dikarenakan bantuan berbagai pihak. Penulis
menghaturkan ucapan terima kasih kepada:
1. Bapak Dr. Anton Bahtiar, M.Biomed, Apt., selaku pembimbing skripsi yang
banyak memberikan bantuan, bimbingan, kritik dan saran dalam penyusunan
skripsi ini.
2. Ibu Dra. Azizahwati, M.S., Apt., selaku ketua program sarjana ekstensi yang
telah memberikan kesempatan dan ijin kepada penulis untuk melaksanakan
penelitian dan menyusun skripsi ini.
3. Ibu Prof. Dr. Yahdiana Harahap, M.S, selaku ketua Departemen Farmasi
FMIPA UI yang telah memberikan dukungan dan kesempatan untuk
melaksanakan penelitian ini.
4. Ibu Dra. Retnosari Andrajati, M.S., Ph.D, Apt. selaku Kepala Laboratorium
Farmakologi Departemen Farmasi FMIPA UI yang telah memberikan
masukan dan ijin untuk melaksanakan penelitian di laboratorium yang beliau
pimpin.
5. Ibu Prof. Dr. Endang Hanani, M.S., Apt., selaku pembimbing akademik yang
telah memberikan masukan dan ijin untuk melaksanakan penelitian dan
menyusun skripsi ini.
Efek ekstrak..., Indana Ayu Soraya, FMIPA UI, 2012
vii
6. Bapak dan Ibu staf pengajar Departemen Farmasi FMIPA UI yang telah
banyak memberikan ilmunya kepada penulis selama menempuh pendidikan
di Departemen Farmasi FMIPA UI.
7. P.T Kimia Farma atas pemberian natrium diklofenak untuk penelitian ini.
8. Bunda dan ayah tercinta yang telah memberikan kasih sayang, perhatian,
dukungan dan doa kepada ananda. Semoga ananda dapat menjadi anak yang
bunda dan ayah harapkan dan idam-idamkan.
9. Adik-adikku tersayang Zee dan Cicah yang senantiasa jadi teman berantem di
kala waktu senggang.
10. Teman-teman satu bimbingan: Mawar, Melda, Nada, dan Dita yang
senantiasa memberi saran, dukungan, hiburan, dan cerita-cerita menarik.
11. Teman-teman Farmasi UI: Dian, Titik, Riri, Nadia yang telah membantu dan
memberikan dukungan selama perkuliahan, penelitian, dan penyusunan
skripsi.
Semoga Allah Yang Maha Pemurah membalas kebaikan pihak-pihak tersebut di
atas serta pihak-pihak lain yang turut membantu penulis dalam menyelesaikan
skripsi ini yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu. Penulis berharap
semoga skripsi ini, dapat memberikan manfaat serta pengetahuan lebih kepada
para pembacanya.
Penulis
2012
Efek ekstrak..., Indana Ayu Soraya, FMIPA UI, 2012
viii
HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI TUGAS AKHIR UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS
Sebagai sivitas akademik Universitas Indonesia, saya yang bertanda tangan di
bawah ini:
Nama : Indana Ayu Soraya
NPM : 0906601834
Program Studi : Farmasi Ekstensi
Departemen : Farmasi
Fakultas : Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam
Jenis karya : Skripsi
demi pengembangan ilmu pengetahuan, menyetujui untuk memberikan kepada Universitas Indonesia Hak Bebas Royalti Noneksklusif (Non-exclusive Royalty Free Right) atas karya ilmiah saya yang berjudul : Efek Ekstrak Etanol 70% Rumput Mutiara (Hedyotis corymbosa (L.) Lamk.) terhadap Kadar Kalsium Serum Darah Tikus Jantan RA (Rheumatoid Arthritis) beserta perangkat yang ada (jika diperlukan). Dengan Hak Bebas Royalti Noneksklusif ini Universitas Indonesia berhak menyimpan, mengalihmedia/format-kan, mengelola dalam bentuk pangkalan data (database), merawat, dan memublikasikan tugas akhir saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis/pencipta dan sebagai pemilik Hak Cipta. Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya.
Dibuat di : Depok Pada tanggal : 12 Juli 2012
Yang menyatakan
(Indana Ayu Soraya)
Efek ekstrak..., Indana Ayu Soraya, FMIPA UI, 2012
ix Universitas Indonesia
ABSTRAK
Nama : Indana Ayu Soraya Program Studi : Farmasi Ekstensi Judul : Efek Ekstrak Etanol 70% Rumput Mutiara (Hedyotis
corymbosa (L.) Lamk.) terhadap Kadar Kalsium Serum Darah Tikus Jantan RA (Rheumatoid Arthritis)
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis efek antiinflamasi ekstrak etanol 70% rumput mutiara (Hedyotis corymbosa (L.) Lamk.) ditinjau dari penurunan volume udem telapak kaki tikus yang diinduksi complete freund’s adjuvant (CFA) menggunakan pletismometer dan pengaruhnya terhadap peningkatan kadar kalsium serum darah tikus yang diukur dengan spektrofotometer serapan atom. Sebanyak 36 tikus jantan galur Sprague Dawley dibagi menjadi 6 kelompok. Seluruh tikus diinduksi dengan 0,1 ml complete freund’s adjuvant (CFA) secara subplantar pada hari ke-1 kecuali tikus pada kelompok kontrol normal hanya diinduksi larutan salin pada telapak kaki kiri. Pada hari ke-2 sampai hari ke-28 diberikan bahan uji sesuai kelompok perlakuan secara oral. Kelompok kontrol normal dan kelompok kontrol negatif diberikan CMC 0,5%, kelompok dosis 1, 2, dan 3 diberikan ekstrak rumput mutiara dengan dosis bervariasi, berturut-turut, 28,06; 63,13; dan 142,04 mg/200 g bb tikus disuspensikan dalam CMC 0,5%, dan kelompok kontrol positif diberikan suspensi natrium diklofenak dalam CMC 0,5%. Penurunan udem pada kaki tikus diamati pada hari ke-1, 7, 14, 21, dan hari ke-28. Kadar kalsium serum darah diukur pada hari ke-28. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ekstrak etanol 70% rumput mutiara belum memperlihatkan efek antiinflamasi tetapi memiliki efek meningkatkan kadar kalsium serum darah pada tikus model rheumatoid arthtritis. Kata kunci : inflamasi, Complete Freund’s Adjuvant (CFA), natrium
diklofenak, kadar kalsium, Hedyotis corymbosa (L.) Lamk.). xv+94 halaman : 9 gambar; 12 tabel; 12 lampiran Daftar Pustaka : 54 (1991-2012)
Efek ekstrak..., Indana Ayu Soraya, FMIPA UI, 2012
x Universitas Indonesia
ABSTRACT
Name : Indana Ayu Soraya Program Study : Pharmacy Title : Effect of 70% Ethanolic Extract of Pearl Grass (Hedyotis
corymbosa (L.) Lamk.) on Calcium Blood Serum Level in RA (Rheumatoid Arthritis) Male Rat
This study aims to analyze the antiinflammatory effects of 70% ethanolic extract of pearl grass (Hedyotis corymbosa (L.) Lamk.) In terms of reduction in edema volume induced rat foot complete freund's adjuvant (CFA) using pletismometer and its effect on serum calcium levels increase in rat blood measured by atomic absorption spectrophotometer. A total of 36 Sprague Dawley strain male rats were divided into 6 groups. Whole mice induced with 0.1 ml of complete Freund's adjuvant (CFA) in subplantar on day-1 mice in the control group except normal saline was induced only in the left foot. On day 2 to day-to-28 administered the test substance orally according to treatment group. Normal control group and the negative control group given 0.5% CMC, the doses of 1, 2, and 3 are given seaweed extract pearls with varying doses, respectively, 28.06; 63.13, and 142.04 mg/200 g bb mice were suspended in 0.5% CMC, and the positive control group given a suspension of sodium diclofenac in 0.5% CMC. Decrease in edema in the rat foot was observed on day 1, 7, 14, 21, and day-to-28. Blood serum calcium levels were measured on day 28. The results showed that 70% ethanolic extract of pearl grass has not shown anti-inflammatory effects but have the effect of increasing blood serum levels of calcium in the rat model of rheumatoid arthritis. Key word : inflammation, Complete Freund’s Adjuvant (CFA), diclofenac
sodium, calcium level, Hedyotis corymbosa (L.) Lamk.). xv + 94 pages : 9 pictures ; 12 tables; 12 appendix Bibliography : 54 (1991 - 2012)
Efek ekstrak..., Indana Ayu Soraya, FMIPA UI, 2012
xi Universitas Indonesia
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL ........................................................................................ ii SURAT PERNYATAAN BEBAS PLAGIARISME ...................................... iii HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS ............................................ iv LEMBAR PENGESAHAN ............................................................................. v KATA PENGANTAR ..................................................................................... vi HALAMAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH .................. viii ABSTRAK ....................................................................................................... ix ABTRACT ...................................................................................................... x DAFTAR ISI ................................................................................................... xi DAFTAR GAMBAR ...................................................................................... xiii DAFTAR TABEL .......................................................................................... xiv DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................... xv 1. PENDAHULUAN ........................................................................................ 1
1.1 Latar Belakang .................................................................................... 1 1.2 Perumusan Masalah dan Ruang Lingkup ............................................. 3 1.3 Tujuan ................................................................................................. 3 1.4 Jenis Penelitian dan Metode................................................................. 3 1.5 Hipotesis ............................................................................................. 4
2. TINJAUAN PUSTAKA ............................................................................... 5 2.1 Rumput Mutiara .................................................................................. 5 2.2 Inflamasi ............................................................................................. 6 2.3 Artritis Reumatoid ............................................................................... 8 2.4 Natrium Diklofenak ............................................................................. 16 2.5 Metode Uji Efek Antiinflamasi ............................................................ 17 2.6 CFA (Complete Freund’s Adjuvant) .................................................... 19 2.7 Kalsium Darah .................................................................................... 19 2.8 Spektrofotometer Serapan Atom .......................................................... 20
3. METODE PENELITIAN ............................................................................ 22 3.1 Lokasi Penelitian ................................................................................. 22 3.2 Alat ..................................................................................................... 22 3.3 Bahan .................................................................................................. 22 3.4 Cara Kerja ........................................................................................... 23 3.5 Metode ................................................................................................ 27
4. HASIL DAN PEMBAHASAN ..................................................................... 31
4.1 Tinjauan Umum .................................................................................. 31 4.2 Pembuatan Ekstrak Etanol 70% Herba Rumput Mutiara ...................... 33 4.3 Rendemen dan Skrining Fitokimia ....................................................... 34 4.4 Hasil Uji Antiinflamasi Herba Rumput Mutiara ................................... 35 4.5 Penyiapan Sampel Darah ..................................................................... 41
Efek ekstrak..., Indana Ayu Soraya, FMIPA UI, 2012
xii Universitas Indonesia
4.6 Hasil Analisis Kadar Kalsium Serum Darah Tikus ............................... 44 4.7 Hubungan Antara Antiinflamasi dengan Peningkatan Kadar Kalsium Serum Darah ......................................................................... 47
5. KESIMPULAN DAN SARAN ..................................................................... 48 5.1 Kesimpulan ......................................................................................... 48 5.2 Saran ................................................................................................... 48
DAFTAR ACUAN ........................................................................................... 49
Efek ekstrak..., Indana Ayu Soraya, FMIPA UI, 2012
xiii Universitas Indonesia
DAFTAR GAMBAR
Halaman Gambar 3.1 Tanaman rumput mutiara Hedyotis corymbosa (L.) Lamk. ... 55 Gambar 3.2 Simplisia herba rumput mutiara ............................................ 55 Gambar 3.3 Alat pletismometer dan pengukuran volume telapak kaki tikus ..................................................................................... 56 Gambar 3.4 Spektrofotometer serapan atom (Shimadzu AA 6300) .......... 56 Gambar 4.1 Ekstrak etanol herba rumput mutiara .................................... 34 Gambar 4.2 Grafik volume rata-rata telapak kaki tikus pada hari ke-1, 7,
21, dan 28 setelah diinduksi 0,1 ml complete freund’s adjuvant (CFA) .................................................................... 39
Gambar 4.3 Grafik batang persentase penghambatan udem pada hari ke-7, 14, 21, dan 28 setelah diinduksi 0,1 ml complete freund’s adjuvant (CFA) .................................................................... 39
Gambar 4.4 Foto telapak kaki tikus normal yang disuntik larutan salin (1) dan telapak kaki tikus udem yang disuntik CFA (2). ....... 41
Gambar 4.5 Kurva kalibrasi larutan standar kalsium ................................ 45
Efek ekstrak..., Indana Ayu Soraya, FMIPA UI, 2012
xiv Universitas Indonesia
DAFTAR TABEL
Halaman Tabel 3.1 Kelompok perlakuan uji antiartritis metode adjuvant-induced
arthritis .................................................................................... 28 Tabel 4.1 Hasil skrining fitokimia ekstrak etanol 70% rumput mutiara ..... 35 Tabel 4.2 Volume rata-rata telapak kaki tikus pada hari ke-1 percobaan
(sebelum diinduksi) sampai hari ke-28 percobaan ..................... 37 Tabel 4.3 Persentase penghambatan udem rata-rata pada hari ke-7, 14,
21, dan 28 setelah diinduksi complete freund’s adjuvant (CFA) 38 Tabel 4.4 Data kurva kalibrasi larutan standar kalsium ............................. 44 Tabel 4.5 Kadar kalsium serum darah tikus yang diukur dengan
spektrofotometer serapan atom pada akhir perlakuan ................ 45 Tabel 4.6 Volume telapak kaki tikus pada hari ke-1 sampai 28 setelah
diinduksi 0,1 ml complete freund’s adjuvant (CFA) ................. 48 Tabel 4.7 Volume telapak kaki tikus pada hari ke-1 sampai 28 setelah
diinduksi 0,1 ml complete freund’s adjuvant (CFA) ................. 57 Tabel 4.8 Volume sampel serum yang digunakan untuk analisis kadar
kalsium (mL) ............................................................................ 59 Tabel 4.9 Absorbansi hasil pengukuran kadar kalsium serum darah
dengan spektrofotometer serapan atom pada panjang gelombang 422,7 nm (A) .......................................................... 59
Tabel 4.10 Hasil uji Mann-Whitney volume udem telapak kaki tikus ......... 60 Tabel 4.11 Hasil uji beda nyata terkecil kadar kalsium serum darah tikus ... 61
Efek ekstrak..., Indana Ayu Soraya, FMIPA UI, 2012
xv Universitas Indonesia
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman Lampiran 1. Penentuan dosis dan pembuatan bahan uji ......................... 62 Lampiran 2. Penentuan % penghambatan volume udem rata-rata dan
kadar kalsium serum darah tikus........................................ 64 Lampiran 3. Uji statistik volume telapak kaki tikus seluruh kelompok
uji ..................................................................................... 66 Lampiran 4. Uji statistik volume telapak kaki tikus seluruh kelompok
uji pada hari ke-7............................................................... 70 Lampiran 5. Uji statistik volume telapak kaki tikus seluruh kelompok
uji pada hari ke-14 ............................................................. 74 Lampiran 6. Uji statistik volume telapak kaki tikus seluruh kelompok
uji pada hari ke-21 ............................................................. 78 Lampiran 7. Uji statistik volume telapak kaki tikus seluruh kelompok
uji pada hari ke-28 ............................................................. 82 Lampiran 8. Uji statistik kadar kalsium serum darah tikus seluruh
kelompok uji pada akhir perlakuan .................................... 86 Lampiran 9. Sertifikat analisis natrium diklofenak PT. Kimia Farma ............ 90 Lampiran 10. Sertifikat analisis complete freund’s adjuvant (CFA)
Sigma-Aldrich ................................................................... 91 Lampiran 11. Sertifikat hewan uji ........................................................... 92 Lampiran 12. Sertifikat determinasi tanaman rumput mutiara dari
Laboratorium Taksonomi Tumbuhan Fakultas Biologi UGM................................................................................. 93
Efek ekstrak..., Indana Ayu Soraya, FMIPA UI, 2012
1 Universitas Indonesia
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Artritis reumatoid (AR) adalah penyakit autoimun kronis sistemik yang
terutama melibatkan sendi. Artritis reumatoid menyebabkan kerusakan dimediasi
oleh sitokin, kemokin, dan metalloprotease. Karakteristik pada sendi perifer
misalnya pergelangan tangan dan sendi metakarpofalangealis secara simetris
meradang, menyebabkan kerusakan progresif struktur artikular, yang umumnya
disertai dengan gejala sistemik. Diagnosis berdasarkan pada uji laboratorium
klinis dan gambaran ciri khusus. Terapi dari penyakit ini terdiri dari pemberian
obat-obatan, tindakan fisik, dan pembedahan (Merck Manual, 2008).
Beberapa penelitian di dalam dan luar negeri mengungkapkan sejumlah
teori dan hasil uji terkait dengan hubungan antara penyakit autoimun dengan
defisiensi vitamin D. Margherita T. Cantorna (2000) mengungkapkan bentuk aktif
dari vitamin D menekan perkembangan autoimunitas pada hewan coba. Cantorna
dan Mahon menyatakan bahwa status vitamin D dapat mempengaruhi prevalensi
penyakit autoimun. Penetapan hubungan pasti antara vitamin D dengan penyakit
autoimun sulit karena kompleksitas sistem pengaturan vitamin D. Tingkat vitamin
D pada serum menurun secara signifikan pada penyakit systemic lupus
erythematosus dan insulin-dependent diabetes mellitus (IDDM) dibandingkan
kontrol normal yang sehat. Baru-baru ini juga ditemukan bahwa penurunan
tingkat vitamin D berhubungan dengan keparahan penyakit artritis reumatoid
(Zold et al., 2008).
Penurunan vitamin D ini dicurigai berhubungan dengan penurunan kadar
kalsium darah. Pada penelitian yang dilakukan di India memperlihatkan terjadinya
penurunan kadar kalsium, kenaikan kadar fosfat serta penurunan rasio
kalsium/fosfat pada serum pasien artritis reumatoid dibandingkan dengan
kelompok kontrol yang sehat. Penurunan rasio kalsium/fosfat pada pasien artritis
reumatoid mengindikasikan perubahan metabolisme kalsium dan fosfor pada
artritis reumatoid (Walwadkar, Suryakar, Katkam & Ankush, 2006). Peran
vitamin D pada imunitas tubuh merupakan reaksi feedback dari paracrine untuk
Efek ekstrak..., Indana Ayu Soraya, FMIPA UI, 2012
2
Universitas Indonesia
mengurangi inflamasi dengan mempengaruhi diferensiasi sel T CD4 atau dengan
meningkatkan fungsi dari sel T penekan (T suppressor cell) atau kombinasi antara
keduanya (Ginanjar, Sumariyono, Setiati & Setiyohadi, 2007). Defisiensi vitamin
D menyebabkan terganggunya absorbsi kalsium di dalam usus sehingga terjadi
penurunan kadar kalsium darah.
Kadar kalsium darah yang tidak normal dapat menjadi alat diagnosis
pendukung pada penyakit artritis reumatoid dan secara tidak langsung dapat
memperlihatkan kondisi vitamin D dalam tubuh. Oleh karena itu, penelitian ini
menggunakan parameter kalsium darah untuk menilai tingkat perbaikan penyakit
artritis reumatoid.
Salah satu terapi penyakit artritis reumatoid yaitu menggunakan obat
antiinflamasi nonsteroid (OAINS). Dengan mengobati inflamasi pada artritis
reumatoid diharapkan dapat mengurangi keganasan dari penyakit tersebut.
Namun, obat-obat tersebut memiliki efek samping yang tidak sedikit. Toksisitas
OAINS yang umum dijumpai adalah efek samping traktus gastrointestinalis
terutama jika digunakan bersama obat-obatan lain, alkohol, kebiasaan merokok
atau dalam keadaan stress. Usia juga merupakan suatu faktor risiko untuk
mendapatkan efek samping gastrointestinal akibat OAINS. Efek samping lain
yang mungkin dijumpai pada pengobatan OAINS antara lain adalah reaksi
hipersensitivitas, gangguan fungsi hati dan ginjal serta penekanan sistem
hematopoetik (Daud, 2000).
Kenyataan tentang banyaknya efek samping yang dijumpai pada obat-obat
terapi artritis reumatoid telah mendorong munculnya penelitian untuk mencari
obat baru untuk terapi artritis reumatoid, salah satunya adalah penelitian tentang
L-Ser analog #290 yang merupakan analog serin dapat mengantagonis L-Ser dan
berfungsi sebagai inhibitor osteoklastogenesis (Bahtiar, Nakamura, Kishida,
Katsura & Nitta, 2011). Selain itu, masyarakat Indonesia mulai tertarik untuk
menggunakan bahan alam sebagai alternatif terapi untuk berbagai penyakit. Salah
satu tanaman yang diketahui memiliki khasiat sebagai antiinflamasi secara empiris
dan telah digunakan pada salah satu klinik herbal di kota Depok yaitu rumput
mutiara (Hedyotis corymbosa (L.) Lamk.).
Efek ekstrak..., Indana Ayu Soraya, FMIPA UI, 2012
3
Universitas Indonesia
Pada penelitian ini akan dilakukan uji khasiat antiinflamasi dan efek
perbaikan terhadap kadar kalsium darah pada tanaman rumput mutiara (Hedyotis
corymbosa (L.) Lamk.). Penelitian dilakukan pada sejumlah hewan uji tikus putih
jantan yang diinduksi dengan Complete Freund’s Adjuvant (CFA) yang
dikelompokkan ke dalam beberapa kelompok yang terdiri dari kelompok kontrol
dan kelompok dengan variasi dosis rumput mutiara. Penelitian dilakukan
menggunakan variasi dosis rumput mutiara dengan tujuan untuk memperoleh
dosis yang memberikan efek optimal pada penurunan volume udem telapak kaki
hewan uji dan perbaikan pada kadar kalsium darah hewan uji. Dengan
menurunnya inflamsi diharapkan terjadi perbaikan pada kadar kalsium darah
tikus, baik dari sisi kepadatan tulang maupun dari sisi perbaikan kadar vitamin D.
1.2 Perumusan Masalah dan Ruang Lingkup
1.2.1 Perumusan Masalah
Penelitian ini dilakukan untuk menganalisis bagaimana efek antiinflamasi
dan perubahan kadar kalsium darah pada tikus jantan artritis reumatoid setelah
pemberian ekstrak etanol 70% herba rumput mutiara (Hedyotis corymbosa (L.)
Lamk.).
1.2.2 Ruang Lingkup
Farmakologi
1.3 Tujuan
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis efek antiinflamasi dan
perubahan kadar kalsium darah pada tikus jantan artritis reumatoid setelah
pemberian ekstrak etanol 70% herba rumput mutiara (Hedyotis corymbosa (L.)
Lamk.).
1.4 Jenis Penelitian dan Metode
1.4.1 Jenis Penelitian
Eksperimental
Efek ekstrak..., Indana Ayu Soraya, FMIPA UI, 2012
4
Universitas Indonesia
1.4.2 Metode
Penelitian ini dilakukan dengan membagi tikus putih jantan ke dalam
kelompok kontrol dan kelompok yang diberi bahan uji. Kelompok tikus tersebut
diinduksi dengan complete freund’s adjuvant (CFA) pada hari pertama lalu
dilakukan pemberian bahan uji pada hari ke-2 sampai hari ke-28. Penurunan udem
dilakukan pada hari ke-7, 14, 21, dan hari ke-28 dengan pletismometer. Pada hari
ke-28, tikus diambil darahnya untuk selanjutnya dilakukan preparasi untuk diukur
kadar kalsiumnya menggunakan spektrofotometri serapan atom.
1.5 Hipotesis
Ekstrak etanol 70% herba rumput mutiara (Hedyotis corymbosa (L.)
Lamk.) dapat menurunkan inflamasi ditinjau dari penurunan volume udem dan
dapat meningkatkan kadar kalsium pada serum darah tikus.
Efek ekstrak..., Indana Ayu Soraya, FMIPA UI, 2012
5 Universitas Indonesia
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Rumput Mutiara (Hedyotis corymbosa (L.) Lamk.)
2.1.1 Klasifikasi Tanaman dan Tata Nama
2.1.1.1 Klasifikasi Tanaman (Integrated Taxonomic Information System, 2012)
Dunia : Plantae
Divisi : Tracheophyta
Subdivisi : Spermatophytina
Kelas : Magnoliopsida
Bangsa : Gentianales
Suku : Rubiaceae
Genus : Oldenlandia
Spesies : Oldenlandia corymbosa L.
Sinonim : Hedyotis corymbosa (L.) Lamk.
2.1.12 Nama Daerah
Daun mutiara, rumput mutiara [Jakarta]; lidah ular [Jawa], Pengka
[Makasar]. (IPTEKnet BPPT, 2005; DepKes RI 1995).
2.1.1.3 Nama Asing
Malaulasiman [Filipina], siku-siku, siku dengan, pokok telur belangkas
(Peninsular) [Malaysia], Yaa linngu [Thailand], Shui sian cao, Baihua she she cao
[China], Flat top mile [Inggris] (IPTEKnet BPPT, 2005; CCRC Farmasi UGM,
2008; Dalimartha, 2008; Global Information Hub on Integrated medicine, 2010;).
2.1.2 Uraian Tanaman
Rumput tumbuh rindang berserak, agak lemah, tinggi 15 – 50 cm, tumbuh
subur pada tanah lembab di sisi jalan, pinggir selokan, bentuk lanset, mempunyai
banyak percabangan. Batang bersegi, daun berhadapan bersilang, tangkal daun
pendek/hampir duduk, panjang daun 2 – 5 cm, ujung dan pangkal runcing, pinggir
daun rata, permukaan bawah warna keabu-abuan, tulang daun satu di tengah.
Efek ekstrak..., Indana Ayu Soraya, FMIPA UI, 2012
6
Universitas Indonesia
Ujung daun mempunyai rambut yang pendek. Bunga ke luar dari ketiak daun,
bentuknya seperti payung berwarna putih, berupa bunga majemuk 2-5, tangkai
bunga (induk) keras seperti kawat, panjangnya 5-10 mm. Buah, panjang 1,75 mm
sampai 2 mm, lebar 2 mm, sampai 2,5 mm, pada permukaan luar didekat bagian
ujung terdapat sisa kelopak berupa tonjolan kecil runcing. Biji bersudut-sudut.
Akar tunggang, warna kecoklatan, garis tengah lebih kurang 1 mm, akar cabang
serupa benang-benang (DepKes RI, 1995; IPTEKnet BPPT, 2005; CCRC Farmasi
UGM, 2008; Dalimartha, 2008).
2.1.3 Kandungan Kimia
Flavonoid, tanin <1%, triterpenoid, glikosida iridoid (DepKes RI, 1995).
Hentriacontane, stigmasterol, asam ursolat, asam oleat, beta-sitosterol, sitosterol-
D-glukosida, asam-p-kumarat, glikosida flavonoid, dan baihuasheshecaosu
(kemungkinan analog kumarin) (IPTEKnet BPPT, 2005; CCRC Farmasi UGM,
2008).
2.1.4 Kegunaan Tanaman
Telah banyak penelitian mengenai khasiat rumput mutiara di dalam dan
luar negeri. Khasiat tersebut diantaranya sebagai obat tukak lambung, disentri,
habis bersalin, gangguan pencernaan, antipiretik (DepKes RI, 1995),
hepatoprotektor, antioksidan (Endrini, 2011), antikanker (CCRC Farmasi UGM,
2008), dan menurut beberapa sumber dan praktisi pengobatan herbal menyatakan
bahwa herba rumput mutiara berkhasiat sebagai antiinflamasi. Selain itu, tanaman
ini dapat dimanfaatkan untuk penyakit radang tenggorokan, tonsilitis, bronkhitis,
gondongan, pneumonia, radang usus buntu, radang empedu, hepatitis, radang
panggul, infeksi saluran kemih, tekanan darah tinggi, bisul, borok, dan berbagai
jenis kanker seperti kanker lambung, rektum, nasofaring, serviks, payudara,
limfosarkoma, dan fibrosarkoma (IPTEKnet BPPT, 2005; Dalimartha, 2008).
2.2 Inflamasi
Inflamasi merupakan reaksi yang kompleks terhadap agen berbahaya
seperti mikroba dan sel rusak, biasanya sel nekrotik, yang terdiri dari respon
Efek ekstrak..., Indana Ayu Soraya, FMIPA UI, 2012
7
Universitas Indonesia
vaskuler, perpindahan dan aktivasi leukosit, dan reaksi sistemik. Penyebab
inflamasi dapat berupa: (1) infeksi (bakteri, virus, parasit) dan toksin dari
mikroba; (2) trauma (benda tumpul dan benda tajam); (3) agen fisika dan kimia
(terbakar, irradiasi, dan beberapa zat kimia lingkungan; (4) jaringan nekrotik (dari
berbagai penyebab); (5) benda asing (serpihan, debu, jahitan luka); (6) reaksi
imun (disebut juga reaksi hipersensitivitas) (Kumar, Abbas & Fausto, 2005).
Respon inflamasi terjadi dalam tiga fase: (1) fase akut, dengan ciri
vasodilatasi lokal dan peningkatan permeabilitas kapiler; (2) fase subakut, reaksi
lambat dengan ciri infiltrasi sel leukosit dan fagositosis; dan (3) fase proliferatik
kronik, dimana terjadi degenerasi dan fibrosis (Wilmana & Gan, 2009).
Peradangan atau inflamasi akut merupakan respon langsung tubuh terhadap cedera
atau kematian sel. Gambaran makroskopik peradangan digambarkan pada 2000
tahun lalu dan masih dikenal sebagai tanda-tanda pokok peradangan; yang
mencakup kemerahan, panas, nyeri, dan pembengkakan, atau dalam bahasa Latin
klasik, rubor, kalor, dolor, dan tumor. Pada abad terakhir ditambah tanda pokok
yang kelima yaitu perubahan fungsi atau fungsio laesa (Price & Wilson, 2012).
Selama berlangsungnya fenomena inflamasi banyak mediator kimiawi
yang dilepaskan secara lokal antara lain histamin, 5-hidroksitriptamin (5HT),
faktor kemotaktik, bradikinin, leukotrien dan prostaglandin (PG). Penelitian
terakhir menunjukkan autakoid lipid PAF (platelet activating-factor) juga
merupakan mediator inflamasi. Dengan migrasi sel fagosit ke daerah ini, terjadi
lisis membran lisozim dan lepasnya enzim pemecah. Secara in vitro terbukti
bahwa prostaglandin E2 (PGE2) dan prostasiklin (PGI2) dalam jumlah nanogram,
menimbulkan eritema, vasodilatasi, dan peningkatan aliran darah lokal. Histamin
dan bradikinin dapat meningkatkan permeabilitas kapiler, tetapi efek
vasodilatasinya tidak besar. Migrasi leukosit ke jaringan radang merupakan aspek
penting pada proses inflamasi. PG sendiri tidak bersifat kemotaktik, tetapi produk
lain dari asam arakhidonat yakni leukotrien B4 merupakan zat kemotaktik yang
sangat poten (Wilmana & Gan, 2009).
Prostaglandin hanya berperan pada nyeri yang berkaitan dengan kerusakan
jaringan atau inflamasi. Penelitian telah membuktikan bahwa prostaglandin
menyebabkan sensitisasi reseptor nyeri terhadap stimulasi mekanik dan kimiawi.
Efek ekstrak..., Indana Ayu Soraya, FMIPA UI, 2012
8
Universitas Indonesia
Jadi, prostaglandin menimbulkan keadaan hiperalgesia, kemudian mediator
kimiawi seperti bradikinin dan histamin merangsangnya dan menimbulkan nyeri
yang nyata (Wilmana & Gan, 2009).
2.3 Artritis Reumatoid
2.3.1 Definisi dan Patofisiologi
Artritis Reumatoid adalah suatu penyakit inflamasi kronik dengan
manifestasi utama poliartritis simetris yang penyebabnya belum diketahui secara
pasti dan bersifat sistemik (Priyanto, 2009). Penyakit ini adalah salah satu dari
sekelompok penyakit jaringan ikat difus yang diperantarai oleh imunitas dan tidak
diketahui penyebabnya. Pada pasien biasanya terjadi destruksi sendi progresif,
walaupun episode peradangan sendi dapat mengalami masa remisi (Price &
Wilson, 2012).
Kelainan imunologi termasuk kompleks imun, dihasilkan oleh sel-sel
lapisan sinovial dan pembuluh darah yang meradang. Sel plasma menghasilkan
antibodi yang dikenal sebagai rheumatoid factor (RF) yang berkontribusi terhadap
kompleks ini. Namun destruksi artritis dapat terjadi tanpa adanya RF. Makrofag
bermigrasi ke sinovium yang sakit pada permulaan penyakit. Peningkatan
makrofag pada sel-sel di lapisan sinovial terjadi bersama dengan inflamasi di
pembuluh darah. Limfosit utama yang masuk ke jaringan sinovial adalah sel T
CD4+. Makrofag dan limfosit menghasilkan sitokin pro-inflamasi dan kemokin
yaitu tumor necrosis factors (TNF), granulocyte-macrophage colony-stimulating
factor (GM-CSF), berbagai interleukin, dan interferon- γ di sinovium. Pelepasan
mediator inflamasi kemungkinan memberikan kontribusi kepada manifestasi
sistemik dan sendi pada AR (Merck Manual, 2008).
Pada keadaan kronis, cairan sinovial menjadi mengental. Sel-sel pada
lapisan sinovial menghasilkan berbagai materi, yaitu kolagenase dan stromelysin
yang berkontribusi terhadap kerusakan tulang rawan; IL-1 dan TNF-α yang
merangsang kerusakan tulang rawan dengan memediasi osteoklas untuk
meresorpsi tulang; dan prostaglandin (yang mempotensiasi peradangan). Jaringan
sinovial hiperplastik (pannus) melepaskan mediator inflamasi, yang mengikis
Efek ekstrak..., Indana Ayu Soraya, FMIPA UI, 2012
9
Universitas Indonesia
tulang rawan, tulang subkondral, kapsul artikular, dan ligamen (Merck Manual,
2008).
2.3.2 Pengaktifan Osteoklas dan Kerusakan Tulang pada AR
Tulang adalah suatu jaringan dinamis yang tersusun dari tiga jenis sel:
osteoblas, osteosit, dan osteoklas. Osteoblas membangun tulang dengan
membentuk kolagen tipe I dan proteoglikan sebagai matriks tulang atau jaringan
osteoid melalui suatu proses yang disebut osifikasi. Osteosit adalah sel-sel tulang
dewasa yang bertindak sebagai suatu lintasan untuk pertukaran kimiawi melalui
tulang yang padat. Osteoklas adalah sel-sel besar berinti banyak yang
memungkinkan mineral dan matriks tulang dapat diabsorpsi. Tidak seperti
osteoblas dan osteosit, osteoklas mengikis tulang. Sel-sel ini menghasilkan enzim-
enzim proteolitik yang memecah matriks dan beberapa asam yang melarutkan
mineral tulang, sehingga kalsium dan fosfat terlepas ke dalam aliran darah (Schett
& Redlich, 2009).
Osteoklas memerlukkan dua hal penting untuk pertumbuhan dan faktor
diferensiasi untuk perkembangan penuhnya dari prekursor monositik: macrophage
colony-stimulating factor (MCSF), dan receptor antagonist NF-κB ligand
(RANKL). Kedua faktor ini terekspresi pada inflamasi sinovium dan
mempengaruhi perpindahan sel mononuklear mengekspresikan reseptornya, c-
Fms dan RANK. Ekspresi dari MCSF dan RANKL sangat penting untuk
memahami pembentukan osteoklas pada penyakit persendian. Inflamasi kronik
mengganggu homeostasis tulang dan mempercapat resorpsi tulang. Sebenarnya
seluruh penyakit inflamasi, termasuk reumatik, penyakit jaringan ikat, penyakit
inflamasi dalam perut, dan infeksi kronik memegang peranan penting dalam
mempercepat osteoporosis (Schett & Redlich, 2009). Inflamasi pada artritis
reumatoid akan merangsang makrofag menghasilkan berbagai sitokin yang
merupakan stimulator kuat terhadap diferensiasi osteoklas dan resorpsi tulang oleh
osteoklas. IL-1 dan TNF-α yang dihasilkan pada inflamasi akan merangsang
osteoblas untuk mengekspresikan receptor antagonist nuclear factor κB ligand
(RANKL) dan macrophage colony-stimulating factor (M-CSF) dan menghambat
produksi osteoprotegrin (OPG). Selain itu, dengan pengaruh IL-1 dan TNF-α akan
Efek ekstrak..., Indana Ayu Soraya, FMIPA UI, 2012
10
Universitas Indonesia
meningkatkan diferensiasi makrofag menjadi osteoklas (Setiyohadi, 2007).
Peningkatan pembentukan osteoklas pada inflamasi sendi muncul untuk menjadi
pemicu ketidakseimbangan antara faktor yang menunjang osteoklas dengan yang
menghambatnya. Tingginya ekspresi RANKL melebihi fungsi osteoprotegerin
(OPG), yang merupakan inhibitor alami dari RANKL, dan mencegah ikatan
reseptor dengan RANKL (Schett & Redlich, 2009).
Destruksi jaringan sendi terjadi melalui dua cara. Pertama adalah destruksi
pencernaan oleh produksi protease, kolagenase dan enzim-enzim hidrolitik
lainnya. Enzim-enzim ini memecah kartilago, ligamen, tendon, dan tulang pada
sendi, serta dilepaskan bersama-sama dengan radikal oksigen dan metabolit asam
arakidonat oleh leukosit polimorfonuklear dalam cairan sinovial. Proses ini diduga
adalah bagian dari respon autoimun terhadap antigen yang diproduksi secara
lokal. Destruksi jaringan juga terjadi melalui kerja panus reumatoid. Panus
merupakan jaringan granulasi vaskular yang terbentuk dari sinovium yang
meradang dan kemudian meluas ke sendi. Di sepanjang pinggir panus terjadi
destruksi kolagen dan proteoglikan melalui produksi enzim oleh sel di dalam
panus tersebut (Price & Wilson, 2012).
2.3.3 Karakteristik dan Diagnosis Artritis Reumatoid
Karakteristik dari artritis reumatoid meliputi (1) infiltrasi synovial stroma
melalui selaput darah yang penuh dengan sel penyebab radang, yang terdiri dari
sel B, sel T helper CD4+ (biasanya membentuk folikel limfoid), sel plasma, dan
macrofag; (2) agregasi fibrin pada sinovial dan tersebar pada ruang sendi; (3)
akumulasi netrofil dalam cairan sinovial dan disepanjang permukaan sinovium
namun biasanya tidak masuk ke dalam synovial stroma; (4) aktivitas osteoklas
pada tulang, yang menyebabkan kista subkondral dan osteoporosis; dan (5)
terbentuknya pannus, panus merupakan sejumlah sinovium dan synovial stroma
yang terdiri dari sel penyebab inflamasi, jaringan granular, dan fibroblas, yang
tumbuh di atas tulang rawan artikular dan menyebabkan erosi (Kumar, Abbas &
Fausto, 2005).
Pada nodul rematoid subkutan, akan terlihat area yang mengalami nekrosis
yang dikelilingi oleh sejumlah limfosit dan sel plasma. Pasien artritis reumatoid
Efek ekstrak..., Indana Ayu Soraya, FMIPA UI, 2012
11
Universitas Indonesia
juga memiliki kadar rheumatoid factor yang tinggi. Analisis cairan sinovial
menunjukkan indikasi inflamasi artritis nonspesifik dengan adanya netrofil,
tingginya komposisi protein, dan rendahnya kangdungan musin (Kumar, Abbas &
Fausto, 2005). Laju endap darah (LED) yang cepat juga mengindikasikan adanya
inflamasi. C-reactive protein (CRP) juga mengindikasikan keadaan inflamasi.
Pada pasien artritis reumatoid, kadar CRP tinggi, yang mengesankan adanya
inflamasi atau luka pada tubuh. Kadar CRP dan LED dapat digunakan untuk
memonitor aktivitas penyakit dan melihat seberapa baik seorang pasien merespon
terapi yang diberikan (Rheumatoid Arthritis Health Center, 2009).
2.3.4 Vitamin D dan Remodeling Tulang serta Penyakit Autoimun
Proses remodeling tulang diatur oleh sejumlah hormon dan faktor-faktor
lokal lainnya. Hormon yang berperan dalam proses remodeling tulang adalah
hormon paratiroid (PTH), insulin, hormon pertumbuhan, vitamin D, kalsitonin,
glukokortikoid, hormon seks dan hormon tiroid (Setiyohadi, 2007).
Salah satu faktor yang berperan dalam remodeling tulang serta berkaitan
dengan penyakit autoimun seperti artritis reumatoid yaitu vitamin D. Vitamin D
merupakan vitamin larut lemak yang penting untuk menjaga metabolisme
kalsium. Vitamin D dapat disintesis pada kulit saat terpapar sinar ultraviolet-B
dari sinar matahari atau dapat diperoleh dari makanan. Setelah dikonsumsi dari
makanan atau disintesis di kulit, vitamin D akan masuk sirkulasi dan dibawa ke
hati. Di hati, vitamin D dihidroksilasi menjadi 25-hidroksivitamin-D. Di ginjal,
enzim 25-hidroksivitamin-D3-1-hidroksilase mengkatalisis proses hidroksilasi
kedua menjadi bentuk 1,25-Dihidroksivitamin-D3 [1,25(OH)2D3] (Higdon, Drake
& DeLuca, 2011).
Vitamin D penting untuk pemanfaatan kalsium yang efisien dalam tubuh.
Kelenjar paratiroid akan merasakan tingkatan kalsium dan mensekresikan
paratiroid hormon jika kalsium darah menurun terlalu rendah. Peningkatan PTH
akan meningkatkan aktivitas dari enzim 25-hidroksivitamin-D3-1-hidroksilase di
ginjal, menghasilkan peningkatan produksi 1,25-Dihidroksivitamin-D3.
Peningkatan 1,25-Dihidroksivitamin-D3 mengakibatkan perubahan ekspresi gen
yang menormalkan kadar kalsium serum dengan cara (1) absorpsi kalsium dalam
Efek ekstrak..., Indana Ayu Soraya, FMIPA UI, 2012
12
Universitas Indonesia
makanan di usus, (2) meningkatkan reabsorbsi kalsium pada ginjal, (3)
memindahkan kalsium dari tulang saat kalsium dalam makanan tidak cukup untuk
menjaga kenormalan kalsium dalam serum (Higdon, Drake & DeLuca, 2011).
Selain berfungsi mengatur homoestasis mineral dan pembentukan serta
resorpsi tulang, vitamin D berfungsi dalam pengaturan proliferasi dan diferensiasi
sel. Vitamin D aktif telah tampak memperlambat diferensiasi dan maturasi
myeloid dendritic cell untuk mengurangi ekspresi dari major histocompatibility
complex II, co-stimulatory molecules (CD80, CD86, dan CD40), dan maturasi
protein (CD1a dan CD83). Selain itu, kapasitas keberadaan antigen dari makrofag
dan sel dendritik ditekan dan stimulasi imun IL-12 dihambat oleh vitamin D. sel
Th1 dan Th2 merupakan target langsung vitamin D. Vitamin 1,25(OH)2D3
menurunkan proliferasi sel Th1 dan juga menghambat produksi IL-2, interferon-
gama (IFN-γ), dan tumor necrosis factors-alpha (TNF-α) dari sel Th1 dan
memiliki efek anti-proliferasi. Selanjutnya, vitamin D menghambat respon Th17
dan juga memperbaiki jumlah dan fungsi dari regulasi sel T CD4+/CD25+, yang
dapat mencegah perkembangan penyakit autoimun (Zold et al., 2008).
Cantorna dan Mahon menyatakan bahwa status vitamin D dapat
mempengaruhi prevalensi penyakit autoimun. Penetapan hubungan pasti antara
vitamin D dengan penyakit autoimun sulit karena kompleksitas sistem pengaturan
vitamin D. Tingkat vitamin D pada serum menurun secara signifikan pada
penyakit systemic lupus erythematosus dan insulin-dependent diabetes mellitus
(IDDM) dibandingkan kontrol normal yang sehat. Baru-baru ini juga ditemukan
bahwa penurunan tingkat vitamin D berhubungan dengan keparahan artritis
reumatoid (Zold et al., 2008). Penurunan vitamin D ini dicurigai berhubungan
dengan penurunan kadar kalsium darah. Penelitian di India memperlihatkan
terjadinya penurunan kadar kalsium, kenaikan kadar fosfat serta penurunan rasio
kalsium/fosfat pada serum pasien artritis reumatoid dibandingkan dengan
kelompok kontrol yang sehat. Penurunan rasio kalsium/fosfat pada pasien artritis
reumatoid mengindikasikan perubahan metabolisme kalsium dan fosfor pada
artritis reumatoid (Walwadkar, Suryakar, Katkam & Ankush, 2006).
Margherita T. Cantorna (2000) mengungkapkan bahwa bentuk aktif dari
vitamin D menekan perkembangan autoimunitas pada hewan coba. Peran vitamin
Efek ekstrak..., Indana Ayu Soraya, FMIPA UI, 2012
13
Universitas Indonesia
D pada imunitas tubuh merupakan reaksi feedback dari paracrine untuk
mengurangi inflamasi dengan mempengaruhi diferensiasi sel T CD4 dan/atau
dengan meningkatkan fungsi dari sel T penekan (T suppressor cell) (Ginanjar,
Sumariyono, Setiati & Setiyohadi, 2007).
2.3.5 Pengobatan Artritis Reumatoid
Walaupun hingga kini belum berhasil didapatkan cara pencegahan dan
pengobatan artritis reumatoid yang sempurna, saat ini pengobatan pada penderita
artritis reumatoid ditujukan untuk 1) Menghilangkan gejala inflamasi aktif baik
lokal rnaupun sistemik; 2) Mencegah destruksi jaringan; 3) Mencegah deformitas
dan memelihara fungsi persendian agar tetap dalam keadaan baik; 4)
Mengembalikan kelainan fungsi organ dan persendian yang terlibat agar sedapat
mungkin menjadi normal kembali (Daud, 2000).
Dalam pengobatan artritis reumatoid umumnya selalu dibutuhkan
pendekatan multidisipliner. Suatu team yang idealnya terdiri dari dokter, perawat,
ahli fisioterapi, ahli terapi okupasional, pekerja sosial, ahli farmasi, ahli gizi dan
ahli psikologi, semuanya memiliki peranan masing-masing dalam pengelolaan
penderita artritis reumatoid baik dalam bidang edukasi maupun penatalaksanaan
pengobatan penyakit ini. Pertemuan berkala yang teratur antara penderita dan
keluarganya dengan team pengobatan ini umumnya akan memungkinkan
penatalaksanaan penderita menjadi lebih baik dan juga akan meningkatkan
kepatuhan penderita untuk berobat (Daud, 2000).
Terapi pengobatan adalah bagian yang penting dari seluruh program
penatalaksanaan penyakit ini. Obat-obatan dipakai untuk mengurangi nyeri,
meredakan peradangan, dan untuk mencoba mengubah perjalanan penyakit.
Untuk setiap tujuan ini bisa diberikan obat yang berbeda (Price & Wilson, 2012).
Obat-obat yang digunakan untuk terapi arthritis rematoid adalah AINS
(Antiinflamasi nonsteroid) sebagai antiinflamasi atau analgetik dan DMARD
(disease modifying arthritis rheumatoid drug) untuk mengubah perjalanan
penyakit, dan kortikosteroid untuk antiinflamasi (Priyanto, 2009).
Efek ekstrak..., Indana Ayu Soraya, FMIPA UI, 2012
14
Universitas Indonesia
2.3.5.1 AINS (Anti Inflamasi Non-Steroid)
Substansi yang menghambat proses peradangan dan memiliki efek
analgesik serta antipiretik dikiasifikasikan sebagai obat antiinflamasi nonsteroid
(NSAID). Obat ini tidak mengandung struktur steroid dan efeknya tidak
bergantung kepada pelepasan kortisol. Terdapat perbedaan besar dalam penulisan
resep NSAID untuk artritis reumatoid pada beberapa negara, dan perbedaan ini
tampaknya lebih dipengaruhi oleh strategi pemasaran daripada oleh respon pasien
yang berbeda terhadap NSAID pada berbagai negara (Albar, 1995).
Matsubara (1991) menyatakan bahwa NSAID dapat bekerja di berbagai
tempat pada jalur proses peradangan (inflammatory pathway); terutama melalui
hambatan siklooksigenase dan dengan demikian menghambat sintesis
prostaglandin. Hambatan sintesis prostaglandin ini merupakan salah satu faktor
yang berperan dalam mengurangi reaksi peradangan. Berkurangnya proses
peradangan pada osteoarthritis membantu mempertahankan proteoglikan, dan
dengan demikianjuga mempertahankan sintesis tulang rawan (Albar, 1995).
Klasifikasi kimiawi AINS, tidak banyak manfaat kliniknya, karena ada
AINS dari subgolongan yang sama memiliki sifat yang berbeda, sebaliknya ada
obat AINS yang berbeda subgolongan tetapi memiliki sifat yang serupa.
Klasifikasi yang kebih bermanfaat untuk diterapkan di klinik ialah berdasarkan
selektivitasnya terhadap siklooksigenase (COX). Enzim siklooksigenase terdapat
dalam dua isoform, yaitu COX-1 dan COX-2. Secara garis besar COX-1 esensial
dalam pemeliharaan berbagai fungsi dalam kondisi normal di berbagai jaringan
khususnya ginjal, saluran cerna dan trombosit. Di mukosa lambung, aktivasi
COX-1 menghasilkan prostasiklin yang bersifat sitoprotektif. Jika aktivitas COX-
1 dihambat oleh AINS maka akan timbul efek samping seperti gangguan saluran
cerna (paling sering terjadi). Tromboksan A2 yang disintesis oleh COX-1,
menyebabkan agregasi trombosit, vasokonstriksi dan proliferasi otot polos. Jika
COX-1 dihambat maka dapat mengakibatkan perpanjangan waktu pendarahan.
Sedangkan jika aktivitas COX-2 dihambat oleh AINS maka inflamasi akan
berkurang (Wilmana & Gan, 2009).
Salah satu obat golongan AINS yang sering digunakan untuk mengatasi
inflamasi dan nyeri adalah diklofenak. Dalam klasifikasi penghambatan COX,
Efek ekstrak..., Indana Ayu Soraya, FMIPA UI, 2012
15
Universitas Indonesia
termasuk kelompok preferential COX-2 inhibitor. Absorbsi obat ini melalui
saluran cerna berlangsung cepat dan lengkap. Obat ini terikat 99% pada protein
plasma dan mengalami efek metabolisme lintas pertama sebesar 40-50%.
Walaupun waktu paruh singkat yakni 1-3 jam, diklofenak diakumulasi di cairan
sinovial yang menjelaskan efek terapi di sendi jauh lebih panjang dari waktu
paruh obat tersebut. Efek samping yang lazim ialah mual, gastritis, eritema kulit
dan sakit kepala sama seperti semua obat AINS, pemakaian obat ini harus hati-
hati pada pasien tukak lambung. Peningkatan enzim tranaminase dapat terjadi
pada 15% pasien dan umumnya kembali ke normal. Gangguan enzim hati tersebut
lebih sering terjadi disbanding dengan AINS lain (Wilmana & Gan, 2009;
American Society of Health-System Pharmacists & Drugs.com, 2011).
2.3.5.2 Kortikosteroid
Kortikosteroid bekerja dengan mempengaruhi kecepatan sintesis protein.
Kortikosteroid mempengaruhi metabolisme karbohidrat, protein, dan lemak, serta
mempengaruhi fungsi organ di dalam tubuh. Efek kortikosteroid kebanyakan
berhubungan dengan besarnya dosis. Tetapi di samping itu juga ada keterkaitan
kerja kortikosteroid dengan hormone-hormon lain. Meskipun kortikosteroid
mempunyai berbagai macam aktivitas biologik, umumnya potensi sediaan alamiah
maupun yang sintetik, ditentukan oleh besarnya efek retensi natrium dan
penyimpanan glikogen di hepar atau besarnya khasiat antiinflamasinya (Wilmana
& Gan, 2009).
Glukokortikoid bekerja menghambat konversi fosfolipid menjadi asam
arakidonat dan asam arakidonat menjadi leukotrien melalui kemampuannya
mengikat enzim lipogenase. Kortikosteroid pada terapi artritis reumatoid
berfungsi untuk menekan inflamasi dan mempunyai sifat sebagai imunosupresif
tetapi tidak merubah perjalanan penyakit. Efek sistemik yang merugikan dari
kortikosteroid membatasi penggunaannya dalam jangka panjang (Priyanto, 2009).
Kortikosteroid hanya diberikan pada pasien artritis reumatoid yang
sifatnya progresif, dengan pembengkakan dan nyeri sendi yang hebat sehingga
pasien tidah dapat bekerja, meskipun telah diberikan istirahat, terapi fisik dan obat
Efek ekstrak..., Indana Ayu Soraya, FMIPA UI, 2012
16
Universitas Indonesia
golongan anti-inflamasi nonsteroid.untuk pasien yang sedang mengalami serangan
akut, dengan gejala lokal rasa panas, pembengkakan disertai rasa sakit di sendi
dianjurkan untuk tidak diberi steroid dengan cara intrartikular berulang kali,
karena dapat menyebabkan “artropatia charcot”, suatu destruksi sendi tanpa rasa
sakit (Wilmana & Gan, 2009).
2.3.5.3 DMARD (disease modifying antirheumatoid drug)
Obat-obat yang tergolong DMARD dapat mengubah perjalanan penyakit
atau memperlambat kerusakan pada tulang sendi dan sekitarnya. Obat-obat ini
bekerja sangat lambat, oleh karena itu diperlukan terapi dalam jangka lama, yaitu
mulai dari 6 minggu sampai 6 bulan. Obat-obat yang dapat berfungsi untuk
memperlambat atau mengubah perjalanan penyakit adalah metotreksat,
azathioprin, penisilamin, hidroksiklorokuin/klorokuin, garam emas, sulfasalazin,
leuflonamid, dan antagonis tumor necrosis factor (TNF). Karena obat ini dipakai
dalam jangka waktu yang relatif panjang, maka banyak efek samping dan efek
toksik yang dapat timbul (Priyanto, 2009).
2.4 Natrium Diklofenak
OAINS dibagi menjadi yang selektif terhadap COX-1 seperti ibuprofen,
naproxen, atau diklofenak dan selektif terhadap COX-2 seperti nabumetone,
etodolac, eloxicam, dan sebagainya. Munculnya OAINS selektif terhadap COX-2
dimaksudkan untuk menghindari efek perdarahan pada saluran cerna. Namun
belakangan beberapa jenis OAINS selektif COX-2 ini dilaporkan malah
menimbulkan efek pada gangguan jantung. Sehingga, penggunaan OAINS non
selektif atau sering disebut OAINS konvensional mulai diperhitungkan kembali.
Natrium diklofenak atau diklofenak sodium, merupakan salah satu OAINS
tradisional yang banyak digunakan untuk mengobati nyeri dan inflamasi
muskuloskeletal. Obat ini diserap sepenuhnya dari saluran gastrointestinal dengan
pemberian secara oral. Beberapa studi klinis natrium diklofenak yang diberikan
sebagai monoterapi atau kombinasi, menunjukkan obat ini efektif meredakan
gejala osteoartritis (OA) maupun artritis reumatoid (AR) (Reumatologi, 2006).
Efek ekstrak..., Indana Ayu Soraya, FMIPA UI, 2012
17
Universitas Indonesia
Natrium diklofenak mengandung tidak kurang dari 99,0% dan tidak lebih
dari 101,0% C14H10Cl2NNaO2, dihitung terhadap zat yang telah dikeringkan.
Natrium diklofenak memiliki berat molekul 318,1. Pemeriannya adalah serbuk
kristalin berwarna putih atau sedikit kuning, sedikit higroskopik, agak sukar larut
dalam air, sangat mudah larut dalam metanol, mudah larut dalam etanol, agak
sukar larut dalam aseton. Susut pengeringannya tidak lebih dari 0,5% ditentukan
pada 1,000 g dengan pengeringan oven pada suhu antara 100-1050C selama 3 jam.
Suhu leburnya mencapai 2800C (European Pharmacopoeia, 2005).
Absorbsi obat ini melalui saluran cerna berlangsung cepat dan lengkap.
Obat ini terikat 99% pada protein plasma dan mengalami efek metabolism lintas
pertama sebesar 40-50%. Walaupun waktu paruh singkat yakni 1-3 jam,
diklofenak diakumulasi di cairan sinovial yang menjelaskan efek terapi di sendi
jauh lebih panjang dari waktu paruh obat tersebut. Efek samping yang lazim ialah
mual, gastritis, eritema kulit dan sakit kepala sama seperti semua obat AINS,
pemakaian obat ini harus hati-hati pada pasien tukak lambung. Peningkatan enzim
tranaminase dapat terjadi pada 15% pasien dan umumnya kembali ke normal.
Gangguan enzim hati tersebut lebih sering terjadi dibanding dengan AINS lain
(Wilmana & Gan, 2009).
Obat ini dimetabolisme di hati melalui hidroksilasi dan konjugasi.
Beberapa metabolit mungkin menunjukkan aktivitas anti-inflamasi. Diekskresikan
dalam urin (65%) dan dalam tinja melalui eliminasi empedu (35%) sebagai
metabolit. Pada pasien geriatrik, profil farmakokinetik mirip dengan orang dewasa
muda. Pada pasien dengan gangguan ginjal, klirens plasma tidak berubah secara
substansial, meskipun klirens metabolit mungkin akan menurun (American
Society of Health-System Pharmacists & Drugs.com, 2011).
2.5 Metode Uji Efek Antiinflamasi
Efek antiartritis suatu obat diuji secara eksperimantal pada hewan dengan
beberapa metode:
2.5.1 Adjuvant arthritis
Tikus yang diberi Adjuvant arthritis merupakan model eksperimental
poliartritis yang secara luas digunakan untuk uji preklinis beberapa agen
Efek ekstrak..., Indana Ayu Soraya, FMIPA UI, 2012
18
Universitas Indonesia
antiartritis yang masih dalam penyelidikan klinis atau preklinis atau sekarang ini
telah digunakan untuk terapi penyakit tersebut (Bandele, 2001).
2.5.2 Antigen arthritis
Methylated bovine serum albumin (m-BSA) dalam complete freund’s
adjuvant digunakan sebagai antigen dalam metode ini. Zat ini dapat diberikan
secara intradermal atau subkutan. Antigen ini kemudian akan menstimulasi
terjadinya proses inflamasi akut dan destruksi sendi (Bendele, 2001).
2.5.3 Collagen induced arthritis
Bovine tipe II kolagen dalam incomplete freund’s adjuvant yang
digunakan sebagai antigen diberikan secara intradermal. Onset artritis terjadi pada
hari ke-10 sampai 13. Tikus diberi perlakuan ini selama 6 hari, dan pada hari ke 7
dibunuh untuk melihat evaluasi hispatologinya (Bandele, 2001).
2.5.4 Carragenan induced arthritis
Model ini didasarkan pada prinsip pelepasan berbagai mediator inflamasi
oleh carragenan. Tahap awal adalah disebabkan pelepasan histamin dan serotonin.
Tahap kedua dari edema dikarenakan pelepasan prostaglandin, protease dan
lisosom. injeksi subkutan dari karagenan ke kaki tikus menghasilkan peradangan
yang dihasilkan dari ekstravasasi plasma, peningkatan jaringan air dan eksudasi
plasma protein bersama dengan ekstravasasi neutrofil, semua dikarenakan
metabolisme asam arakidonat. Tahap pertama dimulai segera setelah injeksi
karagenan dan berkurang dalam dua jam. Fase kedua dimulai pada akhir fase
pertama dan tetap selama 3 hingga lima jam (Suralkar, 2008).
2.5.5 Formalin-induced Paw Edema
Model ini berdasarkan kemampuan obat yang diuji dalam menghambat
udem kaki hewan coba yang dihasilkan setelah diinjeksi dengan formalin. Efek
nosiseptik formalin biasanya biphasic, komponen neurogenik awal diikuti dengan
respons jaringan yang dimediasi kemudian. Pada tahap pertama ada pelepasan
Efek ekstrak..., Indana Ayu Soraya, FMIPA UI, 2012
19
Universitas Indonesia
histamin, 5-HT dan kinin, sedangkan tahap kedua berkaitan dengan pelepasan
prostaglandin (Suralkar, 2008).
2.6 CFA (Complete Freund’s Adjuvant)
Aktivitas adjuvant merupakan hasil dari antigen lepas lambat dari
cadangan lemak dan stimulasi respon imun lokal bawaan yang mengakibatkan
peningkatan kekebalan imun adaptif. Komponen penting dari respons ini adalah
reaksi inflamasi yang intens pada situs deposisi antigen akibat dari masuknya
leukosit dan interaksi mereka dengan antigen. CFA dapat menyebabkan
peradangan lokal dan reaksi granulomatosa di lokasi injeksi. CFA yang tidak
digunakan semestinya atau berlebihan dapat menyebabkan efek samping yang
signifikan seperti peradangan kronis, ulserasi kulit, abses lokal atau pengelupasan
jaringan. Sediaan antigen harus steril dan idealnya, isotonik, pH netral, dan bebas
dari urea, asam asetat, dan pelarut beracun lainnya (Guidelines for the research
use of adjuvant, 2005).
Meskipun formulasi CFA yang mengandung 0,5 mg / ml konsentrasi
mikobakteri tersedia secara komersial dan telah sukses digunakan oleh banyak
peneliti, konsentrasi <0,1 mg / ml dianjurkan untuk meminimalkan peradangan
dan nekrosis yang teramati dengan konsentrasi yang lebih tinggi. Pengalaman
telah menunjukkan bahwa penggunaan volume dan tempat injeksi yang tepat
untuk ukuran, spesies hewan, dan tujuan eksperimental menghasilkan hasil yang
menguntungkan dan meminimalkan efek samping yang tidak diinginkan. CFAs
mengandung baik M. butyricum atau M. tuberculosis H37Ra (Strain virulent)
yang tersedia secara komersial. Volume injeksi maksimum yang disarankan
adalah 0,01-0,05 untuk mencit dan 0,10 ml untuk tikus (Guidelines for the
research use of adjuvant, 2005).
2.7 Kalsium Darah
Tubuh orang dewasa diperkirakan mengandung 1000 g kalsium. Sekitar
99% kalsium ini berada di dalam tulang dalam bentuk hidroksiapatit dengan
rumus molekul Ca10(PO4)6(OH)2 dan 1% lagi berada di dalam cairan ekstraselular
dan jaringan lunak. Di dalam cairan ekstraselular, konsentrasi ion kalsium adalah
Efek ekstrak..., Indana Ayu Soraya, FMIPA UI, 2012
20
Universitas Indonesia
10-3 M, sedangkan dalam sitosol 10-6 M. Di dalam serum, kalsium berada dalam
tiga fraksi, yaitu ion kalsium sekitar 50%, kalsium yang terikat albumin sekitar
40% dan kalsium dalam bentuk kompleks, teutama sitrat dan fosfat sekitar 10%.
Kalsium ion dan kalsium kompleks mempunyai sifat dapat melewati membran
semipermeabel, sehingga akan difiltrasi di glomerulus secara bebas. Sekitar 90%
kalsium terikat protein, terikat pada albumin dan sisanya pada globulin. Pada pH
7,4 setiap g/dL albumin akan mengikat 0,8 mg/dL kalsium. Kalsium ini akan
terikat pada gugus karboksil albumin dan ikatannya sangat tergantung pada pH
serum. Pada keadaan asidosis yang akut, ikatan ini akan berkurang, sehingga
kadar ion kalsium meningkat, dan sebaliknya pada alkalosis akut (Setiyohadi,
2007).
Kadar ion kalsium dalam serum diatur oleh dua hormon penting, yaitu
PTH dan 1,25 (OH)2 vitamin D. Sel utama kelenjar paratiroid sangat sensitif
terhadap kadar ion kalsium di dalam serum. Peran PTH pada reabsorbsi kalsium
kalsium di tubulus distal, resorpsi tulang, dan peningkatan absorbsi kalsium di
usus sangat penting untuk menjaga stabilitas kadar ion kalsium di dalam serum.
Selain itu, peningkatan PTH akan menurunkan renal tubular phosphate threshold
(TmP/GFR) sehingga fosfat yang diserap dari usus dan dimobilisasi dari tulang
akan diekskresi oleh ginjal (Setiyohadi, 2007).
2.8 Spektrofotometer Serapan Atom (SSA/AAS)
Spektrofotometri serapan atom (SAA) adalah suatu metode yang
digunakan untuk menentukan unsur-unsur dalam suatu sampel/cuplikan yang
berbentuk larutan. Prinsip dari analisis dengan SAA ini didasarkan proses
penyerapan energi oleh atom-atom yang berada pada tingkat tenaga dasar (ground
state). Penyerapan energi tersebut akan mengakibatkan tereksitasinya elektron
dalam kulit atom ke tingkat tenaga yang lebih tinggi (excited state). Akibat dari
proses penyerapan radiasi tersebut elektron dari atom-atom bebas tereksitasi ini
tidak stabil dan akan kembali ke keadaan semula disertai dengan memancarkan
energi radiasi dengan panjang gelombang tertentu dan kharakteristik untuk setiap
unsure (Torowati, Asminar & Rahmiati, 2008).
Efek ekstrak..., Indana Ayu Soraya, FMIPA UI, 2012
21
Universitas Indonesia
Kandungan matriks atau ion-ion lain dapat mengganggu proses analisis
logam berat dengan spektroskopi serapan atom. Hal ini mengakibatkan akurasi
hasil analisis menjadi rendah. Oleh karena itu sebelum analisis dilakukan
destruksi untuk menghilangkan/memisahkan kandungan ion lain, dengan
perlakuan awal diharapkan kesalahan pada saat analisis dapat ditekan seminimal
mungkin (Murtin, Hastuti & Gunawan, n.d.).
Metode perlakukan awal yang digunakan adalah metode destruksi yaitu
dengan memutuskan ikatan unsur logam dengan komponen lain dalam matriks
sehingga unsur tersebut berada dalam keadaan bebas kemudian dianalisis
menggunakan SAA karena pengerjaannya cepat, sensitif, spesifik untuk unsur
yang ditentukan, dan dapat digunakan untuk penentuan kadar unsur yang
konsentrasinya sangat kecil tanpa harus dipisahkan terlebih dahulu. Asam nitrat
digunakan untuk proses destruksi dikarenakan dalam keadaan panas asam ini
merupakan oksidator kuat yang dapat melarutkan hampir semua logam dan dapat
mencegah pengendapan unsur (Murtin, Hastuti & Gunawan, n.d.).
Dalam spektroskopi serapan atom/atomic absorption spectroscopy (AAS),
unsur-unsur sebagai analit diubah menjadi atom-atom bebas dalam alat atomisasi
dengan menginput energi termal. Atom-atom ini dapat mengabsorbsi radiasi unsur
spesifik (Merck Indonesia, 2012). Proses atomisasi dapat diterangkan sebagai
berikut. Bila larutan zat yang diperiksa disemprotkan ke dalam nyala sebagai
aerosol, maka mula-mula terjadi proses penguapan pelarut, meninggalkan partikel
garam tersuspensi pada nyala. Partikel-partikel ini lalu menguap dan sebagian atau
seluruh uap tersebut akan terdisosiasi menjadi atom-atom. Proses ini sebagian
mungkin disebabkan oleh panas dari nyala dan sebagian oleh reduksi dari spesies
yang ada pada nyala (Harmita & Hayun, 2006).
Efek ekstrak..., Indana Ayu Soraya, FMIPA UI, 2012
22 Universitas Indonesia
BAB 3
METODE PENELITIAN
3.1 Lokasi Penelitian
Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Farmakologi, Laboratorium
Fitokimia, dan Laboratorium Kimia Kuantitatif Departemen Farmasi, serta
Laboratorium Afiliasi Departemen Kimia Fakultas Matematika dan Ilmu
Pengetahuan Alam Universitas Indonesia yang berlangsung dari bulan Februari-
Mei 2012.
3.2 Alat
Alat-alat yang digunakan pada penelitian ini adalah pletismometer, jarum
suntik 27 G1/2 (Terumo), spuit 1; 5 ml (Terumo), alat sonde, kandang hewan,
timbangan hewan, timbangan analitik (Mettler Toledo), alat-alat gelas, shaker,
rotary evaporator (Buchi), alkoholmeter, penangas air, hot plate, kertas saring
Whatman, cawan penguap (jangkar), pipet sekali pakai, pipet mikro, blue tip,
tabung serum red-top tube (Vacutainer), lemari pendingin, lemari asam, pipet
mikrohematokrit, dan spektrofotometer serapan atom (Shimadzu AA 6300).
3.3 Bahan
3.3.1 Bahan Uji
Pada penelitian ini digunakan bahan uji yaitu, serbuk kering tanaman
herba rumput mutiara (Hedyotis corymbosa (L.) Lamk.).
3.3.2 Bahan Kimia
Pelarut dan bahan kimia yang digunakan dalam penelitian ini adalah :
complete freund’s adjuvant (CFA) yang mengandung Mycobacterium tuberculosis
(Sigma-Aldrich, USA); larutan NaCl 0,9% steril; natrium diklofenak (Kimia
Farma); etanol 70 dan 96%; karboksimetilselulosa (CMC); asam nitrat pekat 65%
(Merck); asam perklorat pekat (Merck); eter; aquabidest dan aquadest.
Efek ekstrak..., Indana Ayu Soraya, FMIPA UI, 2012
23
Universitas Indonesia
3.3.3 Hewan Uji
Hewan uji yang digunakan adalah tikus putih jantan (Rattus novergicus)
galur Sprauge Dawley (SD) yang berusia 3 bulan dengan berat badan 180 – 200
gram dari Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor.
Menurut Federer W.T. (1991), tikus dapat dibagi dalam 6 kelompok
perlakuan dengan jumlah tikus dalam tiap kelompok dihitung berdasarkan rumus
berikut (Arkeman & David, 2006):
(t-1) (n-1) ≥ 15 (3.1)
Dimana: t adalah jumlah perlakuan
n adalah jumlah pengulangan untuk tiap perlakuan
Pada penelitian ini, t = 6, maka n ≥ 4
Jadi, tikus dibagi dalam 6 kelompok, masing-masing kelompok terdiri dari 6 ekor.
3.4 Cara Kerja
3.4.1 Pembuatan Ekstrak Etanol 70% herba rumput mutiara
Metode yang digunakan untuk membuat ekstrak etanol rumput mutiara
adalah maserasi. Serbuk kering rumput mutiara dikocok dengan etanol 70%
dengan perbandingan 1:5 selama 6 jam menggunakan shaker, kemudian
didiamkan selama 18 jam. Ampasnya dipisahkan dengan cara disaring dengan
kertas saring. Proses diulangi empat kali dengan jenis dan jumlah pelarut yang
sama sampai filtrat menjadi tidak berwarna atau berbeda dari filtrat pertama.
Semua filtrat yang diperoleh dicampur dan dipekatkan menggunakan rotary
evaporator bertekanan rendah pada suhu 50ºC dengan kecepatan putar 30 rpm.
Selanjutnya, filtrat pekat diuapkan diatas penangas air pada suhu 50ºC hingga
menjadi ekstrak kental (DepKes RI, 2008).
3.4.2 Penetapan Rendemen dan Skrining Fitokimia
Rendemen adalah perbandingan antara ekstrak yang diperoleh dengan
simplisia awal (Depkes RI, 2000). Semakin tinggi nilai rendemen semakin banyak
jumlah ekstrak yang dihasilkan. Penetapan rendemen berguna untuk menentukan
dosis ekstrak yang akan diberikan pada hewan coba.
Efek ekstrak..., Indana Ayu Soraya, FMIPA UI, 2012
24
Universitas Indonesia
%Rendemen = Bobot ekstrak yang diperoleh x 100%
Bobot simplisia kering
Skrining fitokimia dilakukan untuk mengetahui senyawa kimia yang
terdapat dalam ekstrak etanol 70% herba rumput mutiara seperti flavonoid, tannin,
glikosida, dan triterpen. Pengujian ini dilakukan dengan cara sebagai berikut
(Depkes RI, 1995).
a. Uji flavonoid
Sebanyak 10 mL filtrat ekstrak diuapkan hingga kering ditambah 3 mL
etanol 95%, kemudian ditambah 100 mg serbuk Mg dan 10 tetes HCl(p)
menghasilkan warna merah jingga hingga merah ungu atau kuning jingga untuk
flavon dan kalkon. Hasil yang diperoleh dibandingkan dengan Orthosiphonis
Folium.
b. Uji tanin
Sebanyak 100 mg ekstrak ditambahkan 15 mL air panas kemudian
dipanaskan hingga mendidih setelah itu disaring. Sebanyak 5 mL filtrat yang
diperoleh ditambahkan dengan 1 mL larutan gelatin 10%. Terbentuknya endapan
putih yang menggumpal menunjukkan hasil positif. Hasil yang diperoleh
dibandingkan dengan Psidii Folium.
c. Uji terpenoid
Sebanyak 100 mg ekstrak ditambah dengan 5 mL eter, kemudian diuapkan
di lemari asam. Setelah itu ditambahkan 5 tetes asetat anhidrida dan 3 tetes
H2SO4(p) . Hasil reaksi positif apabila dihasilkan warna hijau. Hasil yang diperoleh
dibandingkan dengan Caryophyli Flos.
d. Uji glikosida
Uji glikosida dilakukan dengan menggunakan pereaksi Mollisch.
Sebanyak 100 mg ekstrak ditambah dengan 15 mL HCl 2 N, dipanaskan hingga
tersisa setengah bagian kemudian disaring. Sebanyak 3 mL filtrat yang diperoleh
kemudian ditambahkan 3 mL pereaksi Mollisch. Setelah itu ditambahkan 3 tetes
H2SO4(p) . Hasil positif ditunjukkan dengan terbentuknya cincin pada lapisan
tengah larutan. Hasil yang diperoleh dibandingkan dengan Centellae Herba.
Efek ekstrak..., Indana Ayu Soraya, FMIPA UI, 2012
25
Universitas Indonesia
3.4.3 Penentuan Dosis Bahan Uji
Dosis ekstrak rumput mutiara yang dipakai pada penelitian ini sebagai
antiinflamasi berdasarkan dosis yang biasa diberikan kepada pasien. Menurut
kemasan sediaan kapsul rumput mutiara, dosis untuk peradangan yaitu sehari 2x2
kapsul. Satu kapsul tersebut berisi 500 mg serbuk rumput mutiara. Salah satu
dokter sekaligus praktisi herbal sering menggunakan dosis rumput mutiara sebesar
3x3 kapsul @ 500 mg sebagai antiinflamasi. Kedua dosis tersebut menjadi acuan
dalam penelitian ini, dimana dosis yang tertera pada kemasan sediaan kapsul
rumput mutiara dijadikan dosis kedua sedangkan dosis rumput mutiara yang biasa
diberikan dokter dijadikan dosis ketiga. Dosis pertama diperoleh dengan membagi
dosis kedua dengan angka 2,25 sebagai angka kelipatan dosis.
Dosis I = Dosis II / 2,25
= 360 mg/2,25 = 160 mg
Dosis II = 2x2 kapsul @500mg
= 2000 mg x 0,018 x 10 = 360 mg
Dosis III = 3x3 kapsul @ 500 mg
= 4500 mg x 0,018 x 10 = 810 mg
3.4.4 Penyiapan Bahan Uji
Ekstrak disuspensikan sesuai dosis, menggunakan CMC
(Carboxymethylcellulose) 0,5% sebagai bahan pensuspensi. Serbuk CMC
ditaburkan pada lumpang berisi aquadest panas bersuhu 700C dengan volume 20
kalinya. Kemudian CMC dibiarkan mengembang selama kurang lebih 10 menit.
CMC yang telah mengembang tersebut digerus. Setelah itu ditambahkan sediaan
dan digerus kembali hingga homogen. kemudian ditambahkan aquadest perlahan-
lahan sambil dihomogenisasi, hingga mencapai volume suspensi yang diinginkan.
Suspensi ini sebaiknya dibuat sesaat sebelum percobaan berlangsung agar
suspensi terjaga kestabilannya. Pemberian pada hewan coba dilakukan secara oral
dengan teknik sonde.
Efek ekstrak..., Indana Ayu Soraya, FMIPA UI, 2012
26
Universitas Indonesia
3.4.5 Pemeliharaan Hewan Coba
Aklimatisasi hewan coba dilakukan selama 2 minggu dengan tujuan
mengadaptasikan hewan coba dengan lingkungannya yang baru. Pada tahap ini
dilakukan pengamatan terhadap keadaan umum hewan coba, meliputi berat badan
dan keadaan fisiknya. Hewan coba yang sakit dan cacat tidak diikutsertakan
dalam pengujian.
3.4.6 Pembuatan Suspensi Natrium Diklofenak
Ilavarasan, dkk. (2005), Siddalingappa, Rajesh, Kudagi, Krishnakanth, &
Sujith (2011) menggunakan dosis natrium diklofenak sebagai sebesar 5 mg/Kg
atau 1 mg/200g dalam penelitiannya. Oleh karena itu, dosis tersebut akan
digunakan pada penelitian ini. Dalam 2 mL suspensi mengandung 1 mg natrium
diklofenak. Untuk membuat 50 mL suspensi tersebut diperlukan natrium
diklofenak sebanyak 50 mL/2 mL x 1 mg = 25 mg. Ditimbang sebanyak 25 mg
serbuk natrium diklofenak kemudian digerus dan disuspensikan dengan CMC
0,5%.
3.4.7 Pengambilan Sampel Darah Tikus
Sampel darah tikus diambil pada hari ke-28 percobaan melalui sinus
orbital tikus dengan cara membaringkan tikus yang telah dianastesi di atas meja.
Kemudian dengan jari telunjuk dan jempol, tarik kulit di atas dan di bawah mata
sehingga mata tikus terlihat menonjol. Masukkan pipet hematokrit di pinggiran
mata kemudian putar pipet tersebut dan pastikan pipet tersebut tidak berpindah
dari pinggiran mata. Dengan pipet mikrohematokrit, ambil darah tikus dengan
menekan pipet mikrohematokrit pada sudut mata tikus. Tampung darah tikus pada
wadah vial. Dianjurkan untuk tidak mengambil sampel darah pada mata yang
sama setidaknya sampai dua minggu (Hoff, 2000).
3.4.8 Preparasi dan Destruksi Sampel Darah
Metode untuk preparasi dan destruksi sampel darah merujuk kepada
NIOSH 8005 tahun 1994 yang telah dimodifikasi. Sebelum melakukan proses
destruksi, terlebih dahulu dilakukan proses pemisahan serum dengan cara:
Efek ekstrak..., Indana Ayu Soraya, FMIPA UI, 2012
27
Universitas Indonesia
sejumlah 3 mL darah yang diambil dari sinus orbital tikus diletakkan pada tabung
vacutainer red-top tube kemudian dilakukan proses clotting selama 60 menit pada
temperatur ruang. Setelah bekuan terbentuk, dilakukan proses sentrifugasi dengan
kecepatan 2000 rpm selama 15 menit. Dengan menggunakan pipet sekali pakai,
ambil bagian serum dengan hati-hati dan jangan sampai merusak lapisan bekuan.
Masukkan serum ke dalam sample cup (Texas Department of State Health
Services, Laboratory Services Section, n.d.).
Proses destruksi dilakukan dengan cara mengambil 1 mL bagian serum
lalu dimasukkan ke dalam tabung reaksi berskala. Tambahkan asam nitrat pekat 1
mL lalu kocok. Tambahkan 1 mL asam perklorat pekat lalu kocok. Diamkan
selama 1 jam kemudian panaskan sampel hingga terlihat bening. Bila sampel
masih belum bening, tambahkan asam nitrat pekat dan panaskan kembali.
Encerkan larutan sampel dengan aquabides kemudian saring dengan kertas saring
Whattman. Pindahkan larutan ke dalam labu takar 10,0 mL, tambahkan sampai
batas labu dengan aquabidest, kocok dan homogenkan. Buat pengenceran sepuluh
kalinya dengan memasukkan 1 mL sampel tersebut ke dalam labu ukur 10 mL
kemudian ditambahkan aquabidest sampai tanda batas. Ukur kadar kalsiumnya
dengan AAS menggunakan deret standar kalsium 0,5; 1; 3; 5 ppm.
3.4.9 Penyiapan Larutan Standar Kalsium
Larutan standar disiapkan oleh Laboratorium Afiliasi Kimia UI. Larutan
standar yang digunakan dibuat dari larutan induk 1000 ppm lalu diencerkan
sampai didapat larutan dengan konsentrasi 0,5; 1; 3; 5 ppm.
3.5 Metode
Penelitian ini dilakukan untuk mengamati efek antiinflamasi dari tanaman
rumput mutiara dengan mengamati penurunan udem dan perubahan kadar kalsium
serum darah tikus putih jantan yang diinduksi oleh complete freund’s adjuvant
(CFA). Percobaan ini akan dilakukan selama 28 hari. Tikus akan diinduksi dengan
0,1 ml complete freund’s adjuvant (CFA) secara subplantar pada hari ke-1.
Kemudian pada hari ke-2 sampai hari ke-28 diberikan bahan uji sesuai kelompok
Efek ekstrak..., Indana Ayu Soraya, FMIPA UI, 2012
28
Universitas Indonesia
perlakuan secara oral. Penurunan udem pada kaki tikus diamati pada hari ke-1, 7,
14, 21, dan hari ke-28 dengan pletismometer. Pada hari ke-28, tikus diambil
darahnya untuk selanjutnya dilakukan preparasi untuk diukur kadar kalsiumnya
menggunakan spektrofotometri serapan atom.
Tabel 3.1. Kelompok Perlakuan Uji Antiartritis Metode adjuvant-induced arthritis
No. n (ekor) Kelompok Perlakuan
1. 6 Kontrol
Normal
Hari ke-1 disuntik 0,1 ml larutan salin, hari
ke-2 sampai ke-28 diberi 2 ml suspensi CMC
0,5%
2. 6 Kontrol
Negatif
Hari ke-1 disuntik 0,1 ml CFA, hari ke-2
sampai ke-28 diberi 2 ml suspensi CMC 0,5%
3. 6 Dosis I
Hari ke-1 disuntik 0,1 ml CFA, hari ke-2
sampai ke-28 diberi 2 ml suspensi ekstrak
rumput mutiara dosis 160 mg/200 g bb dalam
CMC 0,5% per oral
4. 6 Dosis II
Hari ke-1 disuntik 0,1 ml CFA, hari ke-2
sampai ke-28 diberi 2 ml suspensi ekstrak
rumput mutiara dosis 360 mg/200 g bb dalam
CMC 0,5% per oral
5. 6 Dosis III
Hari ke-1 disuntik 0,1 ml CFA, hari ke-2
sampai ke-28 diberi 2 ml suspensi ekstrak
rumput mutiara dosis 810 mg/200 g bb dalam
CMC 0,5% per oral
6. 6 Kontrol
Positif
Hari ke-1 disuntik 0,1 ml CFA, hari ke-2
sampai ke-28 diberi 2 ml suspensi natrium
diklofenak 1 mg/200 g bb dalam CMC 0,5%
per oral
3.5.1 Prosedur kerja
Setelah dilakukan persiapan alat dan bahan serta aklimatisasi hewan coba,
telapak kaki tikus akan diinduksi dengan complete freund’s adjuvant (CFA) pada
hari ke-1, kemudian pada hari ke-2 sampai hari ke-28 hewan coba akan diberi
Efek ekstrak..., Indana Ayu Soraya, FMIPA UI, 2012
29
Universitas Indonesia
ekstrak rumput mutiara secara oral. Pengukuran volume telapak kaki dilakukan
pada hari ke-7, 14, 21, dan 28 setelah induksi.
Pada hari pengujian, tikus ditimbang bobotnya dan dikelompokkan secara
acak dengan jumlah enam kelompok tikus terdiri dari enam ekor untuk masing-
masing kelompok. Setiap tikus dalam semua kelompok, pada hari ke-1, diukur
volume kaki belakang pada bagian yang akan disuntik CFA kecuali kelompok
normal yang hanya disuntik larutan salin.
Untuk kelompok kontrol normal, pada hari pertama tikus akan disuntik
dengan 0,1 ml larutan salin pada telapak kaki bagian belakang dan pada hari ke-2
sampai hari ke-28 diberi suspensi CMC 0,5% sebanyak 2 ml secara oral.
Untuk kelompok kontrol negatif, pada hari pertama tikus akan disuntik
dengan 0,1 ml CFA pada telapak kaki bagian belakang dan pada hari ke-2 sampai
hari ke-28 diberi suspensi CMC 0,5% sebanyak 2 ml secara oral.
Untuk kelompok yang diberi ekstrak rumput mutiara dengan dosis I, II,
dan III, masing-masing tikus pada hari pertama akan disuntik dengan 0,1 ml CFA
pada telapak kaki bagian belakang dan pada hari ke-2 sampai hari ke-28 diberi
suspensi bahan uji dalam CMC 0,5% sebanyak 2 ml secara oral.
Untuk kelompok kontrol positif, pada hari pertama tikus akan disuntik
dengan 0,1 ml CFA pada telapak kaki bagian belakang dan pada hari ke-2 sampai
hari ke-28 diberi suspensi natrium diklofenak 1 mg/200 g bb dalam CMC 0,5%
sebanyak 2 ml secara oral.
Volume kaki diukur dengan cara mencelupkannya ke dalam alat
pletismometer pada hari ke-1 sebelum induksi CFA, hari ke-7, 14, 21, dan 28.
Semua data yang diperoleh dianalisis dengan statistik terhadap volume udem yaitu
volume kaki dari jari sampai batas mata kaki tempat terjadinya udem.
Pada hari ke-28, tikus akan diambil sampel darah pada matanya. Setelah
itu, sampel darah akan didestruksi sebelum ditentukan kadarnya dengan alat
spektrofotometer serapan atom.
3.5.2 Pengolahan Data
Data yang diperoleh dari penelitian ini yaitu volume udem dan kadar
kalsium darah. data tersebut akan dianalisis dengan metode ANAVA (Analysis of
Efek ekstrak..., Indana Ayu Soraya, FMIPA UI, 2012
30
Universitas Indonesia
Variance). Analisis Varians (Analysis of Variance) merupakan teknik untuk
menguji perbedaan dua atau lebih sample means. ANAVA Dapat digunakan untuk
menjawab pertanyaan apakah sampel yang kita ambil dari populasi memiliki rata-
rata yang sama (Analysis of Variance dan Chi-square, 2010).
Sebelum dilakukan pengujian menggunakan matode ANAVA, harus
dipenuhi dahulu beberapa syarat, yaitu sampel berasal dari kelompok yang
independen, varian antar kelompok harus homogen, dan data masing-masing
kelompok terdistribusi normal. Oleh karena itu, data ini perlu dilakukan uji
normalitas dengan uji Saphiro-wilk dan uji homogenitas dengan uji Levene. Jika
data terdistribusi normal dan homogen maka dilanjutkan dengan uji ANAVA satu
arah dengan taraf kepercayaan 95% sehingga dapat diketahui apakah perbedaan
yang diperoleh bermakna atau tidak. Apabila terdapat perbedaan bermakna, maka
dilanjutkan dengan uji Beda Nyata Terkecil (BNT) untuk melihat perbedaan antar
tiap kelompok perlakuan (Besral, 2010).
Jika salah satu syarat untuk uji ANAVA tidak terpenuhi, maka dilakukan
uji non-parametrik seperti uji Kruskal-Wallis untuk mengetahui adanya
perbedaan. Apabila terdapat perbedaan bermakna, dilakukan uji Mann-Whitney
untuk melihat perbedaan antar tiap kelompok perlakuan (Besral, 2010).
Efek antiinflamasi dapat dilihat dengan menghitung persentase
penghambatan udem rata-rata dengan rumus (Raji, Oluwadara, Akinsomiyose,
Awobajo & Adheshoga, 2002; Mansjoer,1997):
(3.2)
Keterangan :
a adalah volume rata – rata telapak kaki tikus setelah diinduksi pada
kelompok tikus yang diberi obat
x adalah volume rata – rata telapak kaki tikus sebelum diinduksi
pada kelompok tikus yang diberi obat
b adalah volume rata – rata telapak kaki tikus setelah diinduksi pada
kelompok tikus yang tidak diberi obat (kontrol negatif)
y adalah volume rata – rata telapak kaki tikus sebelum diinduksi
pada kelompok tikus yang tidak diberi obat (kontrol negatif)
Efek ekstrak..., Indana Ayu Soraya, FMIPA UI, 2012
31 Universitas Indonesia
BAB 4
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Tinjauan Umum
Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh antiinflamasi herba
rumput mutiara (Hedyotis corymbosa (L.) Lamk.) terhadap kadar kalsium darah
tikus putih jantan yang diinduksi CFA (Complete Freund’s Adjuvant). Rumput
mutiara (Hedyotis corymbosa (L.) Lamk.) dipilih sebagai bahan uji karena
tanaman tersebut biasa digunakan sebagai obat antiinflamasi di sebuah klinik
herba di kota Depok. Herba rumput mutiara (Hedyotis corymbosa (L.) Lamk.) ini
pun telah dikemas dalam sediaan kapsul yang berisi serbuk kering dan tersebar di
tengah-tengah masyarakat sebagai obat herbal. Oleh karena itu, perlu dilakukan
penelitian mengenai khasiat dari Herba rumput mutiara (Hedyotis corymbosa (L.)
Lamk.). Pada penelitian ini digunakan dosis bertingkat untuk mengetahui dosis
mana yang bekerja optimal sebagai antiinflamasi. Selain itu, dengan
menggunakan dosis bertingkat dapat diketahui apakah efek antiinflamasi dari
herba rumput mutiara (Hedyotis corymbosa (L.) Lamk.) bergantung dosis ataukah
tidak. Jika dengan uji statistik pemberian ketiga dosis tersebut menunjukkan
terdapat perbedaan bermakna dalam hal penurunan volume udem telapak kaki
tikus dan peningkatan kadar kalsium darah maka faktor pemberian dosis menjadi
pertimbangan penting pada terapi antiinflamasi. Tetapi, jika dengan uji statistik
pemberian ketiga dosis tersebut tidak menunjukkan perbedaan bermakna maka
pemberian ketiga dosis tersebut tidak berpengaruh secara signifikan terhadap
penurunan volume udem dan peningkatan kalsium darah.
Salah satu gejala klinis pada penyakit artritis rematoid adalah penurunan
kadar kalsium darah yang dicurigai dikarenakan defisiensi vitamin D. Vitamin D
merupakan vitamin larut lemak yang berperan penting dalam memepertahankan
kenormalan kadar kalsium darah. Kelenjar paratiroid dapat merasakan kadar
kalsium serum dan mensekresikan hormon paratiroid jika kadar kalsium rendah.
Peningkatan kadar hormon paratiroid akan meningkatkan aktivitas enzim 25-
hydroxyvitamin D3-1-hydroxylase di ginjal, menghasilkan peningkatan produksi
1,25-dihidroksivitamin D. Peningkatan produksi 1,25-dihidroksivitamin D
Efek ekstrak..., Indana Ayu Soraya, FMIPA UI, 2012
32
Universitas Indonesia
mengakibatkan perubahan pada ekspresi gen yang menormalkan kadar kalsium
serum dengan cara (1) meningkatkan absorpsi kalsium di usus, (2) meningkatkan
reabsorpsi kalsium di ginjal, (3) memindahkan kalsium dari tulang saat
kekurangan asupan kalsium dari makanan (Higdon, Drake & DeLuca, 2011).
Selain berfungsi dalam pengaturan kadar kalsium darah, vitamin D juga
berperan penting dalam sistem imun. Pada percobaan in vivo diketahui bahwa
suplementasi 1,25-dihidroksivitamin D dapat mencegah experimental autoimmune
encephalomyelitis (EAE) dan perkembangan penyakit artritis. Hal ini dapat dilihat
bahwa EAE dimediasi oleh sel T CD4+ (Th1) yang mengenali protein di sistem
saraf pusat melalui IL-2, γ interferon, dan TNF-α, sementara di sisi lain sel Th2
memediasi pembentukan IL-10 dan IL-4 yang mensupresi EAE pada tikus.
Penelitian ini membuktikan bahwa respon imun normal tergantung pada
keseimbangan antara sel Th1 dan sel Th2. Salah satu yang menyebabkan penyakit
autoimun adalah dominasi respon imun terhadap kelebihan sel Th1 dari pada sel
Th2. Pada percobaan in vitro, 1,25-dihidroksivitamin D menghambat proliferasi
sel T dan menurunkan produksi Th1 untuk menjaga kesimbangan antara produksi
Th1 dan Th2 (Cantorna, 2000; Ginanjar, Sumariyono, Setiati & Setiyohadi, 2007).
Penelitian ini dilakukan untuk mengamati efek antiinflamasi dari tanaman
rumput mutiara dengan mengamati penurunan udem dan perubahan kadar kalsium
serum darah tikus putih jantan yang diinduksi oleh complete freund’s adjuvant
(CFA). CFA digunakan sebagai penginduksi dikarenakan CFA dapat memberikan
efek kronik pada hewan coba. Hal ini dikarenakan CFA merupakan emulsi air
dalam minyak yang mengandung mycobacteria yang telah mati atau komponen
dinding sel mycobacteria yang merupakan cara yang efektif untuk mempotensiasi
respon antibodi seluler dan humoral. Aktivitas adjuvant merupakan hasil dari
antigen lepas lambat dari cadangan lemak dan stimulasi respon imun lokal bawaan
yang mengakibatkan peningkatan kekebalan imun adaptif. Komponen penting dari
respons ini adalah reaksi inflamasi yang intens pada situs deposisi antigen akibat
dari masuknya leukosit dan interaksi mereka dengan antigen. CFA dapat
menyebabkan peradangan lokal dan reaksi granulomatosa di lokasi injeksi
(Guidelines for the research use of adjuvant, 2005).
Efek ekstrak..., Indana Ayu Soraya, FMIPA UI, 2012
33
Universitas Indonesia
Percobaan ini akan dilakukan selama 28 hari. Hewan coba diberikan bahan
uji sesuai kelompok perlakuan secara oral sehari setelah induksi dikarenakan agar
efek inflamasi yang timbul tidak semakin parah sehingga sulit diobati. CFA yang
digunakan tidak semestinya atau berlebihan dapat menyebabkan efek samping
yang signifikan seperti peradangan kronis, ulserasi kulit, abses lokal atau
pengelupasan jaringan (Guidelines for the research use of adjuvant, 2005).
Penurunan udem pada kaki tikus diamati pada hari ke-1 (sebelum induksi), 7, 14,
21, dan hari ke-28 dengan pletismometer.
4.2 Pembuatan Ekstrak Etanol 70% herba rumput mutiara
Metode yang digunakan untuk membuat ekstrak etanol rumput mutiara
adalah maserasi (Wardah, Sopandi & Setiawan, 2007). Maserasi merupakan
metode pengekstrakan simplisia menggunakan pelarut dengan beberapa kali
pengocokan atau pengadukan pada temperatur ruangan (DepKes RI, 2000).
Metode tersebut dipilih agar zat berkhasiat pada rumput mutiara tidak
terdegradasi. Pelarut yang dipilih untuk ekstrasi ini adalah etanol 70% karena zat
berkhasiat pada rumput mutiara dapat terekstrak pada pelarut tersebut. Selain itu,
etanol merupakan pelarut yang toksisitasnya cukup rendah dibandingkan dengan
pelarut organik lainnya. Etanol pun mudah diuapkan dan didestilasi sehingga
dapat menghemat pelarut yang digunakan dan dapat mempersingkat masa kerja.
Setelah ekstrak etanol 70% herba rumput mutiara diperoleh, ditentukan
parameter organoleptik ekstrak dengan prinsip penggunaan pancaindera untuk
mendeskripsikan bentuk, warna, bau, dan rasa. Tujuan penetapan parameter
organoleptik ekstrak yaitu sebagai pengenalan awal yang sederhana seobyektif
mungkin (DepKes RI, 2000). Ekstrak tersebut berupa ekstrak kental, berasa pahit,
berwarna hijau tua kecoklatan, dan berbau khas.
Efek ekstrak..., Indana Ayu Soraya, FMIPA UI, 2012
34
Universitas Indonesia
Gambar 4.1 Ekstrak Etanol Herba Rumput Mutiara
4.3 Penetapan Rendemen dan Hasil Skrining Fitokimia
Rendemen adalah perbandingan antara ekstrak yang diperoleh dengan
simplisia awal (Depkes RI, 2000). Semakin tinggi nilai rendemen semakin banyak
jumlah ekstrak yang dihasilkan. Penetapan rendemen berguna untuk menentukan
dosis ekstrak yang akan diberikan pada hewan coba.
Hasil rendemen yang didapat digunakan untuk menghitung dosis ekstrak
yang digunakan pada percobaan antiinflamasi (Lampiran 1). Rendeman tersebut
dihitung dari perbandingan antara berat ekstrak yang diperoleh dengan berat
simplisia kering. Rendemen ditetapkan dalam satuan persen. Berat ekstrak yang
diperoleh adalah 43,84 gram dan berat simplisia kering 250 gram. Rendemen yang
diperoleh yaitu sebesar 17,54%.
Uji skrining fitokimia dilakukan untuk mengetahui senyawa-senyawa yang
terkandung di dalam ekstrak rumput mutiara. Senyawa yang diuji meliputi
flavonoid, tannin, glikosida, dan triterpenoid. Hasil skrinning fitokimia dapat
dilihat pada Tabel 4.1. Berdasarkan tabel tersebut, ekstrak etanol 70% rumput
mutiara mengandung flavonoid, tannin, dan glikosida. Terpenoid tidak terdapat
pada ekstrak etanol 70% rumput mutira dikarenakan senyawa tersebut termasuk
senyawa yang nonpolar sehingga tidak dapat tersari dengan etanol 70%.
Efek ekstrak..., Indana Ayu Soraya, FMIPA UI, 2012
35
Universitas Indonesia
Tabel 4.1 Hasil Skrining Fitokimia Ekstrak Etanol 70% Rumput Mutiara
Senyawa Uji Hasil Uji Kesimpulan
Flavonoid Terbentuk warna merah +
Tanin Larutan menjadi keruh
agak menggumpal
+
Glikosida Terdapat cincin merah +
Terpenoid Tidak terjadi perubahan
warna
-
4.4 Hasil uji antiinflamasi herba rumput mutiara
Pada hari pengujian, tikus ditimbang bobotnya dan dikelompokkan secara
acak dengan jumlah enam kelompok tikus terdiri dari enam ekor untuk masing-
masing kelompok. Setiap tikus dalam semua kelompok, pada hari ke-1, diukur
volume kaki belakang pada bagian yang akan disuntik CFA kecuali kelompok
normal yang hanya disuntik larutan salin. CFA yang akan digunakan haruslah
divortex terlebih dahulu karena partikel mycobacteria akan turun sehingga
diperlukan proses pengocokan dengan vortex agar partikel mycobacteria
terdispersi homogen. Pada hari ke-2 sampai hari ke-28, tikus pada kelompok
kontrol negatif dan kontrol normal diberi suspensi CMC 0,5%, tikus kelompok
kontrol positif diberi suspensi natrium diklofenak 1 mg/200g bb, dan tikus
kelompok dosis 1, 2, dan 3 diberi suspensi ekstrak rumput mutiara dengan dosis
seperti pada Lampiran 1. Volume pemberian masing-masing tikus pada setiap
kelompok perlakuan sebanyak 2 mL.
Natrium diklofenak dipilih sebagai obat pada kelompok kontrol positif
dikarenakan telah banyak digunakan untuk mengobati nyeri dan inflamasi
muskoskeletal. Beberapa studi klinis natrium diklofenak yang diberikan sebagai
monoterapi atau kombinasi, menunjukkan obat ini efektif meredakan gejala
osteoartritis (OA) maupun rheumatoid arthritis (RA) (reumatologi, 2006). Selain
itu, natrium diklofenak lebih aman dan ekonomis dibandingkan obat antiinflamasi
non steroid yang selektif terhadap COX-2 atau coxib. Telah banyak publikasi
tentang resiko kardiovaskular dari obat antiinflamasi non steroid yang selektif
Efek ekstrak..., Indana Ayu Soraya, FMIPA UI, 2012
36
Universitas Indonesia
terhadap COX-2. Salah satunya, publikasi yang dipresentasikan pada joint
meeting of U.S Arthritis Advisory Committee and Drug Safety and Risk
Management Advisory Committee dari FDA, 16-18 Februari 2005, dan pertemuan
Health Canada's Expert Advisory Panel on the Safety of Cox-2 Selective NSAID,
9-10 Juni 2005 yang mengklarifikasi bahwa hampir semua coxib yang ada
memang berisiko terhadap kardiovaskular, namun dengan tingkat berbeda (Arnita,
2006).
Jika dibandingkan dengan obat antiinflamasi non steroid yang nonselektif,
natrium diklofenak termasuk yang layak menjadi pilihan. Walaupun, kerja
diklofenak yang menginhibisi siklooksigenase, ternyata juga menurunkan
prostaglandin di epitel lambung yang mengakibatkan epitel menjadi lebih sensitif
mengalami korosif oleh asam lambung, tetapi diklofenak memiliki kecenderungan
menghambat COX-2 dibandingkan dengan COX-1. Itu sebabnya keluhan
gastrointestinal akibat penggunaan diklofenak lebih rendah dibandingkan
indometasin dan aspirin. Dari 20% pasien yang mengalami efek samping pada
penggunaaan diklofenak jangka panjang, hanya 2% yang akhirnya menghentikan
pengobatan (Arnita, 2006). Pada kelompok kontrol positif, natrium diklofenak
dibuat dalam bentuk suspensi untuk menyamakan kondisi dengan kelompok
kontrol dan kelompok uji lainnya.
Volume udem telapak kaki tikus diukur menggunakan alat pletismometer
pada hari ke-1, 7, 14, 21, dan 28. Pengukuran ini dilakukan untuk mengamati
khasiat antiinflamasi dari bahan uji ditinjau dari perbaikan volume udem dan
dibandingakan dengan kelompok kontrol. Perubahan udem rata-rata telapak kaki
tikus dapat dilihat pada Tabel 4.2.
Efek ekstrak..., Indana Ayu Soraya, FMIPA UI, 2012
37
Universitas Indonesia
Tabel 4.2 Volume rata-rata telapak kaki tikus pada hari ke-1 percobaan (sebelum diinduksi) sampai hari ke-28 percobaan
Perlakuan
Volume Rata-rata Telapak Kaki Tikus (µl)
± Standar Deviasi
Hari
ke-1
Hari
ke-7
Hari
ke-14
Hari
ke-21
Hari
ke-28
Kontrol Normal 23,83
± 0,98
25,33
± 2.25
24,00
± 1,79
24,17
± 1,17
24,00
± 0,89
Kontrol Negatif 23,33
± 2,34
40,83
± 5,27
40,50
± 4,37
39,33
± 5,99
40,83
± 5,34
Kontrol positif 23,83
± 2,14
35,5
± 3,33
38,00
± 6,69
38,5
± 9,89
40,50
± 6,69
Dosis 1
25,67
± 0,82
41,17
± 3,25
37,00
± 5,02
39,00
± 4,43
41,83
± 5,34
Dosis 2
23,83
± 2,32
36,83
± 5,42
37,67
± 5,01
36,50
± 3,21
37,50
± 5,68
Dosis 3
24,83
± 3,12
41,33
± 6,25
40,00
± 6,00
37,33
± 4,63
40,17
± 6,97
Keterangan: kelompok kontrol normal disuntik dengan larutan salin dan diberi suspensi CMC 0,5%; kelompok kontrol negatif disuntik dengan CFA dan diberi suspensi CMC 0,5%; kelompok kontrol positif disuntik dengan CFA dan diberi natrium diklofenak 1 mg/200 g bb tikus; kelompok dosis 1, 2, 3 disuntik dengan CFA dan diberi suspensi ekstrak rumput mutiara dengan dosis berturut-turut 28,06 mg/200g bb tikus, 63,13 mg/200g bb tikus, dan 142,04 mg/200g bb tikus pada hari ke-2 sampai hari ke-28.
Berdasarkan tabel tersebut, pada hari ke-7 terjadi lonjakan volume udem
yang cukup signifikan pada kelompok kontrol negatif, begitu pula pada kelompok
dosis bahan uji. Pada kelompok kontrol positif mengalami kenaikan tetapi tidak
setinggi pada kelompok kontrol negatif dan kelompok bahan uji. Sedangkan pada
kelompok kontrol normal dapat dikatakan tidak mengalami perubahan yang
berarti. Rata-rata volume udem mengalami penurunan pada hari ke-14 kecuali
pada kelompok kontrol positif dan kelompok dosis 2 bahan uji yang masih sedikit
meningkat. Pada hari ke-21, masih terjadi penurunan volume udem kaki tikus
pada kelompok dosis 2 dan dosis 3. Pada hari ke-28 seluruh kelompok mengalami
kenaikan volume udem kecuali pada kelompok kontrol normal. Hal ini
Efek ekstrak..., Indana Ayu Soraya, FMIPA UI, 2012
38
Universitas Indonesia
dikarenakan baik bahan uji maupun natrium diklofenak tidak lagi mampu
menahan efek samping yang signifikan pada CFA seperti peradangan kronis,
ulserasi kulit, abses lokal atau pengelupasan jaringan (Guidelines for the research
use of adjuvant, 2005). Selain itu, telah diketahui bahwa pada hari ke-12 sampai
14 dapat muncul keadaan inflamasi sekunder (Chondrex, 2012).
Pada Lampiran 3 sampai Lampiran 7 dapat dilihat bahwa hasil analisis uji
normalitas dengan uji Shapiro-Wilk menunjukkan data pengukuran volume udem
tidak terdistribusi normal sehingga tidak dapat dilakukan uji ANAVA. Oleh
karena itu, dilakukan uji nonparametrik dengan uji Kruskal-Wallis dan dilanjutkan
dengan uji Mann-Whitney untuk melihat adanya perbedaan bermakna diantara
enam kelompok perlakuan. Berdasarkan Kruskal-Wallis, terdapat perbedaan yang
bermakna terhadap volume udem telapak kaki tikus tiap kelompok perlakuan.
Pada hari ke-7, terdapat perbedaan bermakna antara kelompok kontrol
negatif dengan kelompok kontrol positif yang mengindikasikan efek antiinflamasi
dari kelompok kontrol positif mulai muncul. Efektifitas dari masing-masing dosis
bahan uji dan kontrol positif dapat dilihat secara jelas pada hasil persentase
penghambatan udem yang ditampilkan pada Tabel 4.3 dan Gambar 4.3 berikut.
Tabel 4.3 Persentase penghambatan udem rata-rata pada hari ke-7, 14, 21, dan 28 setelah diinduksi complete freund’s adjuvant (CFA)
Perlakuan Persentase Penghambatan Udem Rata-rata (%)
Hari ke-7 Hari ke-14 Hari ke-21 Hari ke-28
Kontrol positif 33,33 17,48 8,33 4,76
Dosis 1 11,43 33,98 16,67 7,62
Dosis 2 25,71 19,42 20,83 21,90
Dosis 3 5,71 11,65 21,87 12,38 Keterangan: kelompok kontrol normal disuntik dengan larutan salin dan diberi suspensi CMC
0,5%; kelompok kontrol negatif disuntik dengan CFA dan diberi suspensi CMC 0,5%; kelompok kontrol positif disuntik dengan CFA dan diberi natrium diklofenak 1 mg/200 g bb tikus; kelompok dosis 1, 2, 3 disuntik dengan CFA dan diberi suspensi ekstrak rumput mutiara dengan dosis berturut-turut 28,06 mg/200g bb tikus, 63,13 mg/200g bb tikus, dan 142,04 mg/200g bb tikus pada hari ke-2 sampai hari ke-28.
Efek ekstrak..., Indana Ayu Soraya, FMIPA UI, 2012
39
Universitas Indonesia
Keterangan: kelompok kontrol normal disuntik dengan larutan salin dan diberi suspensi CMC
0,5%; kelompok kontrol negatif disuntik dengan CFA dan diberi suspensi CMC 0,5%; kelompok kontrol positif disuntik dengan CFA dan diberi natrium diklofenak 1 mg/200 g bb tikus; kelompok dosis 1, 2, 3 disuntik dengan CFA dan diberi suspensi ekstrak rumput mutiara dengan dosis berturut-turut 28,06 mg/200g bb tikus, 63,13 mg/200g bb tikus, dan 142,04 mg/200g bb tikus pada hari ke-2 sampai hari ke-28.
Gambar 4.2 Grafik volume rata-rata telapak kaki tikus pada hari ke-1, 7, 21, dan
28 setelah diinduksi 0,1 ml complete freund’s adjuvant (CFA)
Keterangan: kelompok kontrol normal disuntik dengan larutan salin dan diberi suspensi CMC
0,5%; kelompok kontrol negatif disuntik dengan CFA dan diberi suspensi CMC 0,5%; kelompok kontrol positif disuntik dengan CFA dan diberi natrium diklofenak 1 mg/200 g bb tikus; kelompok dosis 1, 2, 3 disuntik dengan CFA dan diberi suspensi ekstrak rumput mutiara dengan dosis berturut-turut 28,06 mg/200g bb tikus, 63,13 mg/200g bb tikus, dan 142,04 mg/200g bb tikus pada hari ke-2 sampai hari ke-28.
20
25
30
35
40
45
0 7 14 21 28 35
Volu
me
Ude
m
Hari ke-
Kontrol Normal
Kontrol Negatif
Kontrol Positif
Dosis 1
Dosis 2
Dosis 3
0102030405060708090
100
714 21
28
33.33
17.48
8.334.76
11.43
33.98
16.677.62
25.7119.42 20.83 21.90
5.71 11.65
21.88
12.38
Kontrol Positif
Dosis 1
Dosis 2
Dosis 3
Efek ekstrak..., Indana Ayu Soraya, FMIPA UI, 2012
40
Universitas Indonesia
Gambar 4.3 Grafik batang persentase penghambatan udem pada hari ke-7, 14, 21, dan 28 setelah diinduksi 0,1 ml complete freund’s adjuvant (CFA)
Pada Tabel 4.3 dan Gambar 4.3 dapat dilihat persentase penghambatan
udem tiap kelompok pada hari ke-7, 14, 21, dan 28. Pada hari ke-7, persentase
penghambatan natrium diklofenak (kontrol positif) paling tinggi dibandingkan
dengan persentase penghambatan udem seluruh dosis uji. Hal ini dikarenakan
natrium diklofenak efektif bekerja pada awal dimulainya proses inflamasi.
Terdapat bukti yang menyatakan bahwa selain menghambat siklooksigenase,
natrium diklofenak juga mengintervensi jalur lipooksigenase sehingga
mengurangi pembentukan leukotrien. Leukotrien merupakan pro-inflammatory
autacoid. Tidak hanya itu, diklofenak juga disinyalir dapat menghambat
fosfolipase A2. Mekanisme tambahan ini diduga menjadi sumber kekuatan
diklofenak (Arnita, 2006).
Berdasarkan Tabel 4.3, tampak jelas bahwa kelompok kontrol positif
bekerja pada awal saat proses inflamasi baru timbul. Persentase penghambatan
udem kelompok kontrol positif semakin menurun pada hari-hari selanjutnya.
Sedangkan kelompok dosis rumput mutiara timbul penurunan udem bervariasi
pada hari ke- 7, 14, 21, dan 28. Dari ketiga dosis bahan uji, pada hari ke-7
kelompok dosis 2 rumput mutiara memiliki persentase penghambatan udem
tertinggi, sedangkan pada hari ke-14 dan 21 persentase penghambatan udem
tertinggi berturut-turut pada kelompok dosis 1 dan kelompok dosis 3. Namun,
mnurut hasil uji statistik, tidak terdapat perbedaan bermakna antara kelompok
dosis rumput mutiara baik dosis 1, 2, dan 3 dengan kelompok kontrol negatif dan
tidak terdapat perbedaan bermakna diantara kelompok dosis 1, 2, dan 3. Hal ini
menunjukkan rumput mutiara belum memperlihatkan efek pada dosis 1, 2, dan 3.
Berikut ini merupakan gambar perbandingan antara telapak kaki tikus
normal yang hanya disuntik dengan larutan salin 0,9% dengan kelompok yang
disuntik dengan CFA (complete freund’s adjuvant). Dapat dilihat bahwa telapak
kaki tikus yang disuntik dengan CFA tampak bengkak.
Efek ekstrak..., Indana Ayu Soraya, FMIPA UI, 2012
41
Universitas Indonesia
Gambar 4.4 Foto telapak kaki tikus normal yang disuntik larutan salin (1) dan
telapak kaki tikus udem yang disuntik CFA (2).
4.5 Penyiapan Sampel Darah
Sampel darah tikus diambil pada hari ke-28 percobaan melalui sinus
orbital tikus dengan cara membaringkan tikus yang telah dianastesi di atas meja.
Anastesi dilakukan agar tikus tidak bergerak saat proses pengambilan darah
sehingga menyulitkan proses tersebut. Kemudian dengan jari telunjuk dan jempol,
tarik kulit di atas dan di bawah mata sehingga mata tikus terlihat menonjol. Hal ini
untuk mempermudah proses masuknya pipet mikrohematokrit pada pinggiran bola
mata. Setelah itu, pipet hematokrit dimasukkan di pinggiran mata kemudian putar
pipet tersebut dan pastikan pipet tersebut tidak berpindah dari pinggiran mata.
Sebaiknya pipet mikrohematokrit yang digunakan tidak terlalu panjang agar darah
tidak membeku di dalam pipet. Dengan pipet mikrohematokrit, ambil darah tikus
dengan menekan pipet mikrohematokrit pada sudut mata tikus. Tampung darah
tikus pada wadah vacutainer red-top tube. Dianjurkan untuk tidak mengambil
sampel darah pada mata yang sama setidaknya sampai dua minggu (Hoff, 2000).
Sampel darah yang didapat, dipisahkan bagian serumnya. Bagian serum
inilah yang digunakan untuk analisis kadar kalsium darah. Hal ini dikarenakan
pada bagian serum terdapat kalsium baik dalam bentuk ionnya maupun terikat
pada protein seperti albumin dan dalam bentuk kompleks dengan sitrat maupun
Efek ekstrak..., Indana Ayu Soraya, FMIPA UI, 2012
42
Universitas Indonesia
fosfat (Setyohadi, 2007). Selain itu, pada analisis kadar kalsium terdapat zat-zat
yang perlu dihindari karena dapat menginterferensi hasil pengukuran tersebut. Zat
tersebut diantaranya EDTA, sitrat, heparin, dan fosfat (NIOSH, 1994). EDTA,
heparin dan sitrat biasa digunakan sebagai antikoagulan untuk mendapatkan
sampel plasma. Oleh karena itu untuk analisis kadar kalsium darah digunakan
sampel serum bukan sampel plasma.
Untuk mendapatkan serum dapat dilakukan dengan cara: sejumlah 3 mL
darah yang diambil dari sinus orbital tikus diletakkan pada tabung vacutainer red-
top tube kemudian dilakukan proses clotting selama 60 menit pada temperatur
ruang. Proses ini penting dan yang perlu diperhatikan adalah menghindarkan
tabung agar tidak goyang apalagi terjatuh karena dapat merusak bekuan yang
terbentuk dan dapat menimbulkan hemolisis. Setelah bekuan terbentuk, dilakukan
proses sentrifugasi dengan kecepatan 2000 rpm selama 15 menit. Hal yang perlu
diperhatikan pada proses ini adalah pastikan bahwa tabung diletakkan pada
kondisi yang seimbang. Volume darah yang akan disentrifugasi harus sama dan
tabung harus diletakkan saling berhadapan dengan tabung lain. Setelah proses
sentrifugasi selesai, dengan menggunakan pipet sekali pakai, ambil bagian serum
dengan hati-hati dan jangan sampai merusak lapisan bekuan. Masukkan serum ke
dalam sample cup (Texas Department of State Health Services, Laboratory
Services Section, n.d.).
Kandungan matriks atau ion-ion lain dapat mengganggu proses analisis
logam dengan spektroskopi serapan atom. Hal ini mengakibatkan akurasi hasil
analisis menjadi rendah. Oleh karena itu sebelum analisis dilakukan destruksi
untuk menghilangkan/memisahkan kandungan ion lain, dengan perlakuan awal
diharapkan kesalahan pada saat analisis dapat ditekan seminimal mungkin.
Metode perlakukan awal yang digunakan adalah metode destruksi yaitu dengan
memutuskan ikatan unsur logam dengan komponen lain dalam matriks sehingga
unsur tersebut berada dalam keadaan bebas kemudian dianalisis menggunakan
AAS karena pengerjaannya cepat, sensitif, spesifik untuk unsur yang ditentukan,
dan dapat digunakan untuk penentuan kadar unsur yang konsentrasinya sangat
kecil tanpa harus dipisahkan terlebih dahulu (Murtin, Hastuti & Gunawan, n.d).
Efek ekstrak..., Indana Ayu Soraya, FMIPA UI, 2012
43
Universitas Indonesia
Metode untuk preparasi dan destruksi sampel darah merujuk kepada
NIOSH 8005 tahun 1994 yang telah dimodifikasi. Proses destruksi dilakukan
dengan cara mengambil 1 mL bagian serum lalu dimasukkan ke dalam tabung
reaksi berskala. Tambahkan asam nitrat pekat 1 mL lalu kocok. Tambahkan 1 mL
asam perklorat pekat lalu kocok. Diamkan selama 1 jam kemudian panaskan
sampel hingga terlihat bening. Proses penambahan asam pekat harus dilakukan di
dalam lemari asam dan dilakukan dengan sangat hati-hati. Bila sampel masih
belum bening, tambahkan asam nitrat pekat dan panaskan kembali. Jika sampel
telah bening, hentikan proses pemanasan dan tunggu sampel sampai dingin.
Encerkan larutan sampel dengan aquabides kemudian saring dengan kertas saring
Whattman. Proses penyaringan dilakukan untuk memisahkan zat-zat yang tidak
terlarut di dalam sampel. Larutan yang didapat dipindahkan ke dalam labu takar
10,0 mL, lalu ditambahkan aquabidest sampai batas labu, kocok dan homogenkan.
Buat pengenceran sepuluh kalinya dengan memasukkan 1 mL sampel tersebut ke
dalam labu ukur 10 mL kemudian ditambahkan aquabidest sampai tanda batas.
Ukur kadar kalsiumnya dengan AAS menggunakan deret standar kalsium 0,5; 1;
3; 5 ppm. Deret standar tersebut telah disiapkan oleh analis di laboratorium afiliasi
kimia UI.
Untuk menghindari kontaminasi yang dapat mempengaruhi akurasi dari
hasil analisis sampel, maka harus dipastikan alat-alat yang digunakan bebas dari
zat-zat kontaminan. Hal ini dapat dilakukan dengan menggunakan alat-alat sekali
pakai jika memungkinkan, atau mencuci alat-alat tersebut dengan asam nitrat 10%
kemudian dibilas dengan aquabidest setiap kali akan digunakan. Asam nitrat
digunakan untuk proses destruksi dikarenakan dalam keadaan panas asam ini
merupakan oksidator kuat yang dapat melarutkan hampir semua logam dan dapat
mencegah pengendapan unsur (Murtin, Hastuti & Gunawan, n.d). Aquabidest
digunakan untuk mengencerkan sampel karena kandungan ion logam yang
terkandung didalamnya sangat kecil sehingga tidak mempengaruhi akurasi dari
hasil analisis. Pada proses destruksi ini digunakan campuran asam pekat karena
asam nitrat tidak cukup kuat untuk mendestruksi matriks-matriks pada sampel
serum. Sampel yang akan diukur dengan AAS disimpan pada wadah polietilen
Efek ekstrak..., Indana Ayu Soraya, FMIPA UI, 2012
44
Universitas Indonesia
karena jika disimpan di dalam wadah kaca dikhawatirkan beberapa ion logam
akan terserap pada wadah kaca tersebut.
4.6 Hasil Analisis Kadar Kalsium Serum Darah Tikus
Kadar kalsium serum darah tikus dapat dianalisis menggunakan persamaan
kurva kalibrasi. Kurva kalibrasi diperoleh dengan membandingkan konsentrasi
standar dengan absorbansi pada alat AAS dengan panjang gelombang 422,7 nm.
Pembuatan deret larutan standar dilakukan dengan mengencerkan larutan induk
1000 ppm sampai diperoleh konsentrasi 0,5; 1; 3; dan 5 ppm. Data kurva kalibrasi
dapat dilihat pada tabel 4.4. Dari kurva tersebut diperoleh persamaan garis linear
yaitu 0,0733x + 0,0076, dengan koefisien korelasi (r) sebesar 0,9991.
Sampel hasil destruksi diukur absorbansinya pada panjang gelombang
422,7 nm. Setelah didapat data absorbansinya, dapat diketahui kadar kalsium
masing-masing sampel dengan memasukkan data absorbansi tersebut ke dalam
persamaan kurva kalibrasi pada Gambar 4.5. Absorbansi dimasukkan pada nilai y
sehingga diperoleh nilai x yaitu konsentrasi. Konsentrasi yang diperoleh dari
persamaan kurva kalibrasi disebut konsentrasi alat bukan konsentrasi sebenarnya.
Hal ini dikarenakan pada saat preparasi sampel dilakukan proses dilution dan
pengenceran, sehingga untuk mendapatkan konsentrasi yang sebenarnya maka
konsentrasi alat tersebut harus dikali dengan faktor dilution dan faktor
pengenceran serta dibagi volume sampel yang dipakai untuk analisis. Perhitungan
selengkapnya untuk mendapatkan konsentrasi sampel sebenarnya dapat dilihat
pada lampiran 2.
Tabel 4.4 Data Kurva Kalibrasi Larutan Standar Kalsium
Konsentrasi Absorbansi 0.5 0.0484 1 0.0808 3 0.2185 5 0.3794
Efek ekstrak..., Indana Ayu Soraya, FMIPA UI, 2012
45
Universitas Indonesia
Gambar 4.5 Kurva Kalibrasi Larutan Standar Kalsium
Kadar kalsium serum darah tikus masing-masing kelompok dapat dilihat
pada Tabel 4.5. Pada tabel tersebut salah satu data kontrol positif (natrium
diklofenak 1 mg/200g bb tikus) tidak diikutkan dalam perhitungan dan analisis
statistik. Hal tersebut dikarenakan jika data tersebut dimasukkan, simpangan yang
diperoleh akan sangat besar.
Tabel 4.5 Kadar kalsium serum darah tikus yang diukur dengan spektrofotometri serapan atom pada akhir perlakuan
Ulangan
tikus Kadar Kalsium Serum Darah Tikus mg/dL
Kontrol Normal
Kontrol Negatif
Kontrol Positif
Dosis 1
Dosis 2
Dosis 3
1 39.734 35.6266 46.146 45.6344 34.0155 29.6044 2 50.3995 28.0647 42.4625 44.236 46.0967 57.3533 3 50.8356 17.7353 59.5498 53.3765 39.5123 44.2872 4 58.9359 30.3774 65.8936 51.3984 56.2463 48.9086 5 42.5843 19.5089 55.1501 53.7858 50.8595 43.7244 6 46.8914 38.3583 - 52.0805 47.9049 37.4147
rata2 48.2301 28.2785 53.8404 50.0853 45.7725 43.5488 SD 6.81117 8.34402 9.59495 4.10501 7.97054 9.50727 KV 14.1222 29.5065 17.8211 8.19604 17.4134 21.8313
Keterangan: kelompok kontrol normal disuntik dengan larutan salin dan diberi suspensi CMC 0,5%; kelompok kontrol negatif disuntik dengan CFA dan diberi suspensi CMC 0,5%; kelompok kontrol positif disuntik dengan CFA dan diberi natrium diklofenak 1 mg/200 g bb tikus; kelompok dosis 1, 2, 3 disuntik dengan CFA dan diberi suspensi ekstrak rumput mutiara dengan dosis berturut-turut 28,06 mg/200g bb tikus, 63,13 mg/200g bb tikus, dan 142,04 mg/200g bb tikus pada hari ke-2 sampai hari ke-28.
y = 0.0733x + 0.0076r = 0.9991r² = 0.9982
0
0.05
0.1
0.15
0.2
0.25
0.3
0.35
0.4
0 2 4 6
Efek ekstrak..., Indana Ayu Soraya, FMIPA UI, 2012
46
Universitas Indonesia
Berdasarkan Tabel 4.5 di atas dapat lihat bahwa rata-rata kadar kalsium
serum darah tikus dosis 1 lebih tinggi dibandingkan dengan dosis 2 dan 3. Hal ini
mungkin dikarenakan efek antiinflamasi rumput mutiara sudah mencapai dosis
maksimal pada dosis1 sehingga kenaikan dosis sudah tidak dapat meningkatkan
efek dari rumput mutiara. Pada kelompok kontrol negatif memiliki kadar kalsium
serum paling rendah. Hal ini sesuai dengan teori bahwa penyakit autoimun dapat
menyebabkan defisiensi vitamin D yang dapat menimbulkan kondisi
hipokalsemia. Beberapa penelitian di dalam dan luar negeri mengungkapkan
sejumlah teori dan hasil uji terkait dengan hubungan antara penyakit autoimun
dengan defisiensi vitamin D. Margherita T. Cantorna (2000) mengungkapkan
bentuk aktif dari vitamin D menekan perkembangan autoimunitas pada hewan
coba. Penelitian lain yang dilakukan di India memperlihatkan terjadinya
penurunan kadar kalsium, kenaikan kadar fosfat serta penurunan rasio
kalsium/fosfat pada serum pasien AR dibandingkan dengan kelompok kontrol
yang sehat. Penurunan rasio kalsium/fosfat pada pasien AR mengindikasikan
perubahan metabolisme kalsium dan fosfor pada AR (Walwadkar, Suryakar,
Katkam, & Ankush, 2006). Peran vitamin D pada imunitas tubuh merupakan
reaksi feedback dari paracrine untuk mengurangi inflamasi dengan
mempengaruhi diferensiasi sel T CD4 atau dengan meningkatkan fungsi dari sel T
penekan (T suppressor cell) atau kombinasi antara keduanya (Ginanjar,
Sumariyono, Setiati & Setiyohadi, 2007). Defisiensi vitamin D menyebabkan
terganggunya absorbsi kalsium di dalam usus sehingga terjadi penurunan kadar
kalsium darah.
Data kadar kalsium serum darah tikus yang didapat dianalisis dengan uji
Shapiro-wilk untuk melihat normalitas data tersebut dan dilakukan uji levene
untuk melihat homogenitas data tersebut. Berdasarkan uji statistik pada lampiran
8, kadar kalsium serum darah tikus terdistribusi normal dan homogen sehingga
dapat dilakukan uji ANAVA (Analysis of Variance). ANAVA dapat digunakan
untuk menentukan apakah rata-rata dua atau lebih kelompok berbeda secara nyata.
Berdasarkan hasil uji ANAVA dapat disimpulkan bahwa terdapat perbedaan yang
bermakna antar perlakuan. Kemudian dilakukan uji beda nyata terkecil untuk
Efek ekstrak..., Indana Ayu Soraya, FMIPA UI, 2012
47
Universitas Indonesia
mengetahui adanya perbedaan yang bermakna dari kadar kalsium serum tikus
antara enam kelompok perlakuan.
Berdasarkan uji beda nyata terkecil (BNT), terdapat perbedaan bermakna
antara kelompok kontrol negatif dengan seluruh kelompok lainnya dan antara
kontrol positif dengan kelompok dosis 3. Hal ini mengindikasikan bahwa baik
kelompok kontrol normal maupun kelompok dosis rumput mutiara dapat
mengembalikan kadar kalsium serum darah pada kondisi normal. Hal ini
diperkuat dengan tidak adanya perbedaan bermakna antara kelompok kontrol
normal dengan kelompok kontrol positif dan kelompok dosis 1, 2, dan 3. Jika
dilihat dari perbandingan kadar kalsium serum darah maka kelompok dosis 1
memiliki efek yang lebih baik dibandingkan dengan dosis 2 dan 3. Adanya
peningkatan dosis ekstrak rumput mutiara yang tidak menunjukkan peningkatan
kadar kalsium serum darah secara signifikan, menunjukkan bahwa dosis 1 sudah
menimbukan efek optimal dalam peningkatan atau perbaikan kadar kalsium serum
darah. Oleh karena itu, peningkatan dosis sudah tidak dapat lagi meningkatkan
efek dari rumput mutiara. Namun, mekanisme kerja rumput mutiara dalam
meningkatkan kadar kalsium serum masih belum diketahui.
4.7 Hubungan antara Antiinflamasi dengan Peningkatan Kadar Kalsium
Serum Darah
Seperti yang telah dibahas sebelumnya, berdasarkan data volume udem
pada Tabel 4.2, data persentase penghambatan udem pada Tabel 4.3 dan Gambar
4.3 dapat dikatakan bahwa ekstrak etanol 70% rumput mutiara belum
menunjukkan efek antiinflamasi karena menurut analisis statistik ketiga variasi
dosis rumput mutiara tidak berbeda bermakna dengan kelompok kontrol negatif.
Tetapi menurut analisis kadar kalsium diperoleh hasil bahwa rumput mutiara
dapat menaikkan kadar kalsium serum darah. Hal ini dapat dilihat dari hasil
analisis statistik yang menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan bermakna
antara kelompok kontrol normal dengan kelompok dosis 1, 2, dan 3 serta terdapat
perbedaan bermakna antara kontrol negatif dengan kelompok dosis rumput
mutiara. Seharusnya semakin tinggi persentase penghambatan udem semakin
tinggi kadar kalsium serum darahnya. Perbedaaan hasil analisis antara persentase
Efek ekstrak..., Indana Ayu Soraya, FMIPA UI, 2012
48
Universitas Indonesia
penghambatan udem dengan kadar kalsium darah mungkin dikarenakan rumput
mutiara lebih bekerja secara sistemik pada komponen darah dibandingkan bekerja
secara lokal pada telapak kaki yang udem. Perbandingan antara kadar kalsium
serum darah dengan volume rata-rata telapak kaki tikus dapat dilihat pada Tabel
4.6.
Tabel 4.6 Perbandingan kadar kalsium serum darah dan volume telapak kaki rata-rata pada hari ke-28 semua kelompok perlakuan
Kelompok Kontrol Normal
Kontrol Negatif
Kontrol Positif Dosis I Dosis II Dosis III
kadar ca rata-rata(mg/dL)
± SD
48,2301 ± 6,8112
28,2785 ± 8,3440
53,8404 ± 9,5949
50,0853 ± 4,1050
45,7725 ± 7,9705
43,5488 ± 9,5073
volume udem rata-rata pada
hari-28 (µl) ± SD
24,00 ± 0,89
40,83 ± 5,34
40,50 ± 6,69
41,83 ± 5,34
37,50 ± 5,68
40,17 ± 6,97
Keterangan: kelompok kontrol normal disuntik dengan larutan salin dan diberi suspensi CMC 0,5%; kelompok kontrol negatif disuntik dengan CFA dan diberi suspensi CMC 0,5%; kelompok kontrol positif disuntik dengan CFA dan diberi natrium diklofenak 1 mg/200 g bb tikus; kelompok dosis 1, 2, 3 disuntik dengan CFA dan diberi suspensi ekstrak rumput mutiara dengan dosis berturut-turut 28,06 mg/200g bb tikus, 63,13 mg/200g bb tikus, dan 142,04 mg/200g bb tikus pada hari ke-2 sampai hari ke-28.
Berdasarkan Tabel 4.6, hubungan antara kadar kalsium serum darah dengan
penurunan volume udem telapak kaki tikus belum terlihat. Hal ini dikarenakan
terdapat banyak faktor yang mempengaruhi inflamasi misalnya terjadinya infeksi
pada lokasi telapak kaki tikus yang udem. Sehingga seharusnya udem telapak kaki
tikus tersebut turun namun dikarenakan terjadi infeksi mengakibatkan volume
udem telapak kaki tersebut masih tetap tinggi.
Efek ekstrak..., Indana Ayu Soraya, FMIPA UI, 2012
49 Universitas Indonesia
BAB 5
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, dapat disimpulkan:
1. Ekstrak etanol 70% rumput mutiara (Hedyotis corymbosa (L.) Lamk.)
belum memperlihatkan efek antiinflamasi ditinjau dari analisis statistik
bahwa penurunan volume udem telapak kaki tikus putih jantan yang
diinduksi complete freund’s adjuvant (CFA) tidak berbeda bermakna.
2. Ekstrak etanol 70% herba rumput mutiara (Hedyotis corymbosa (L.)
Lamk.) mempunyai efek meningkatkan kadar kalsium serum darah pada
tikus model rheumatoid arthritis.
5.2 Saran
1. Untuk penelitian selanjutnya sebaiknya menggunakan variasi dosis yang
lebih rendah dari dosis 1 (ekstrak rumput mutiara 28,06 mg/200 g bb),
yang merupakan dosis optimal pada penelitian ini dalam meningkatkan
kadar kalsium serum darah. Sehingga dapat diketahui dosis efektif yang
lebih rendah yang berpengaruh signifikan terhadap peningkatan kadar
kalsium serum darah.
2. Untuk penelitian selanjutnya sebaiknya menggunakan kontrol positif yang
berbeda seperti menggunakan DMARD (disease modifying
antirheumatoid drug) seperti metotreksat, azathioprin, penisilamin,
hidroksiklorokuin/klorokuin, sulfasalazin, dan antagonis tumor necrosis
factor (TNF).
Efek ekstrak..., Indana Ayu Soraya, FMIPA UI, 2012
50 Universitas Indonesia
DAFTAR ACUAN Albar, Z. (1995). Penggunaan Obat Antiinflamasi Nonsteroid Pada Penyakit
Rematik. Dalam Cermin Dunia Kedokteran No. 104. Jakarta: PT. Kalbe Farma, 13-16.
American Society of Health-System Pharmacists and Drugs.com. (2011).
“Diclofenac Sodium”. http://www.drugs.com/monograph/diclofenac-sodium.html, diakses pada tanggal 30 Januari 2012.
Analysis of Variance dan Chi-square. (2010). 10 Februari 2012.
http://staff.ui.ac.id/internal/0600500045/material/STATISTIKANOVACompatibilityMode.pdf.
Arkeman, H., & David. (2006). Efek Vitamin C dan E terhadap Sel Goblet
Saluran Nafas pada Tikus Akibat Pajanan Pada Asap Rokok. Universa Medicina April-Juni 2006, Vol. 25 No. 2, 61-66.
Arnita. (2006 - April). “Terapi Artritis: Alih strategi Terapi OAINS”. Majalah
Farmacia Vol.5 No.9, 46. Bahtiar, A., Nakamura, T., Kishida, K., Katsura, J., Nitta, M., Ishida-Kitagawa,
N., et al. (2011). The l-Ser analog 290 promotes bone recovery in OP and RA mice. Pharmacological Research, 64(3), 203-209.
Bendele, A. (2001). Animal models of rheumatoid arthritis. J. Musculeskel
Neuron Interact., Vol.1, No.4, 377-385. Besral. (2010). Pengolahan dan Analisa Data-1 Menggunakan SPSS. Depok:
Departemen Biostatistika Fakultas Kesehatan Masyarakat UI, 23-30, 58-64.
Cantorna, M. T. (2000). Vitamin D and Autoimmunity: Is Vitamin D Status an
Environmental Factor Affecting Autoimmune Disease Prevalence?. Proceeding of the Society for Experimental Biology and Medicine. Society for Experimental Biology and Medicine (New York, N.Y.). Exp Biol Med March 2000 vol. 223 no. 3, 230-233.
Carter, M. A. (2012). Artritis Reumatoid. Dalam S. Price, & L. Wilson,
Patofisiologi: konsep klinis proses-proses penyakit (ed 6., Vol. 2). Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC, 1385-1389.
CCRC Farmasi UGM. (2008). Rumput Mutiara (Hedyotis coryombosa (L.)
Lamk.). http://www.ccrc.farmasi.ugm.ac.id/?page_id=124, diakses pada tanggal 16 Januari 2012
Efek ekstrak..., Indana Ayu Soraya, FMIPA UI, 2012
51
Universitas Indonesia
Chondrex. (2012). Adjuvant Induced Arthritis-Adjuvant. 20 Januari 2012. http://www.chondrex.com/animal-models/adjuvant-induced-arthritis-adjuvants.
Dalimartha, S. (2008). Atlas Tumbuhan Obat Indonesia Jilid 5. Jakarta: Pustaka
Bunda, 144-150. Daud, R. (2000). Diagnosis dan Penatalaksanaan Reumatoid Artritis. Dalam
Cermin Dunia Kedokteran No. 129. Jakarta: PT. Kalbe Farma, 10-11. Departemen Kesehatan Republik Indonesia, Direktorat Jenderal Pengawasan Obat
dan Makanan, Direktorat Pengawasan Obat Tradisisonal. (2000). Parameter Standar Umum Ekstrak Tumbuhan Obat. Jakarta: Bakti Husada, hal 10, 31.
Departemen Kesehatan Republik Indonesia. (1995). Materia Medika Indonesia
jilid VI. Jakarta: Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 119-123. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. (2008). Farmakope Herbal Indonesia
(ed. 1). Jakarta: Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 174-175. Endrini, S. (2011). Antioxidant activity and anticarcinogenic properties of
“rumput mutiara” {Hedyotis corymbosa (L.) Lam.} and “pohpohan” {Pilea trinervia (Roxb.) Wight}. Journal of Medicinal Plants Research Vol. 5(16), pp. 3715-3718.
European Pharmacopoeia 5.0. (2005). Diclofenac Sodium dalam ebook European
Pharmacopoeia 5.0 hal 1420-1421. Federer W. T. (1991). Statistics and Society: Data Collection and Interpretation.
2nd ed. New York: Marcel Dekker. Fitriyah, N. (2001). Efek Ekstrak Etanol 70% Rimpang Jahe Merah (Zingiber
Officinale Rosc.) Terhadap Peningkatan Kepadatan Tulang Tikus Putih Betina Ra (Rheumatoid Arthritis) Yang Diinduksi Oleh Complete Freund’s Adjuvant. Depok: Skripsi Sarjana S1 farmasi UI.
Ginanjar, E.; Sumariyono; Setiati, S.; Setiyohadi,B. (2007). Vitamin D and
Autoimmune Disease. Riview Article: Acta Med Indones-Indones J Intern Med. Vol 39 Number 3 July-September 2007, 133-140.
Global information Hub on Integrated medicine. (2010). Oldenlandia coryombosa
L. 18 Januari 2012. http://www.globinmed.com/index.php?option=com. Guidlines for the research use of adjuvant. (2005). 24 Januari 2012.
http://oacu.od.nih.gov/ARAC/freunds.pdf.
Efek ekstrak..., Indana Ayu Soraya, FMIPA UI, 2012
52
Universitas Indonesia
Harmita dan Hayun. (2006). Analisis Kuantitatif Bahan Baku Dan Sediaan Farmasi Ed. 1. Depok: Departemen Farmasi FMIPA UI, 220.
Higdon, J., Victoria J. D., Hector F. DeLuca. (2011). Vitamin D. Linus Pauling
Institute, Oregon State University. 14 Februari 2012. http://lpi.oregonstate.edu/infocenter/vitamins/vitaminD/.
Hoff, J. (2000). Methods of Blood Collection in The Mouse. Lab Animal
Technique volume 29, no 10, 47-53. Ilavarasan, R., Mallika, K., Venkataraman. (2005). Anti-inflammatory and
antioxidant activities of Cassia Fistula Linn Bark extracts. Africa Journal Traditional CAM, Vol.2, 70-85.
Integrated Taxonomic Information System. (2012). Oldenlandia corymbosa L.
Taxonomic Serial No. 35078. 4 Juni 2012. http://www.itis.gov/servlet/SingleRpt/SingleRpt?search_topic=TSN&search_value=35078.
IPTEKnet BPPT. (2005). Tanaman Obat Indonesia, Rumput Mutiara. 20 Januari
2012. http://www.iptek.net.id/ind/pd_tanobat/view.php?id=54. James Cook University Australia. (2012). Oldenlandia corymbosa. 4 Juni 2012.
http://wwwpublic.jcu.edu.au/discovernature/plantfamily/rubiaceae/JCUDEV_011672.
Kumar, V., Abbas, A.K., & Fausto, N. (2005). Robins and Cotran Pathologic
Basis of Disease 7th Edition Volume 1. Philadelphia USA: ELSEVIER SAUNDERS, 48-51.
Kumar, V., Abbas, A.K., & Fausto, N. (2005). Robins and Cotran Pathologic
Basis of Disease 7th Edition Volume 2. Philadelphia USA: ELSEVIER SAUNDERS, 1305-1309.
Mansjoer, S. (1997). Efek Antiradang Minyak Atsiri Temu Putih (Curcuma
zedoaria Rosc., Zingiberaceae) Terhadap Udem Buatan Pada Tikus Putih Betina Galur Wistar. Majalah Farmasi Indonesia 8 (1) hal 35-41.
Merck Indonesia. (2012). Spektroskopi Atom-Prinsip Analitis. 14 Maret 2012.
http://www.merck-chemicals.co.id/prinsipanalitik/. Merck Manual. (2008). Rheumatoid Arthritis. Dalam Merck Manual. USA:
Merck. 18 Januari 2012. http://www.merckmanuals.com/professional/-musculoskeletalandconnective_tissue_disorders/jointdisorders/rheumatoid_arthritis_ra.html.
Mulyaningsih, S., & Darmawan, E. (2006). Efek Anti Artritis Pisang Ambon
(Musa paradisiacal sapientum L.) dan Lidah Buaya (Aloe vera L.)
Efek ekstrak..., Indana Ayu Soraya, FMIPA UI, 2012
53
Universitas Indonesia
terhadap Adjuvant-Induced Arthritic Pada Tikus. Biodeversitas, Vol.7, No.3, 273-277.
Murtin, Hastuti, R., Gunawan. (n.d) Efek Destruksi Terhadap Penentuan Kadar
Cu(II) Dalam Air Sumur, Air Laut Dan Air Limbah Pelapisan Krom Menggunakan AAS. Lab. Analitik, Jurusan Kimia, Fakultas MIPA, Universitas Diponegoro Semarang, hal 3-5. 25 Januari 2012. http://eprints.undip.ac.id/2920/1/Jurnal_Riset_Murty.pdf.
NIOSH Manual of Analytical Methods. (1994). Method 8005, Issue 2. Dalam
NIOSH Manual of Analytical Methods (NMAM) edisi 4, 1-6. 8 Februari 2012. http://www.cdc.gov/niosh/docs/2003-154/pdfs/8005.pdf.
Priyanto. (2009). Farmakoterapi dan Terminologi Medis. Jakarta: Lembaga Studi
dan Konsultasi Farmakologi (Leskonfi), 125-130. Raji, Udoh U.S., Oluwadara O.O, Akinsomisoye O.S, Awobajo O, & Adheshoga
K. (2002). Anti-inflammatory and Analgesic Properties of the Rhizome Extract of Zingiber officinale. African Journal of Biomedical Research, 5, 121-124.
Reumatologi. (2006 - Juni). Reumatologi, “OAINS Konvensional Masih Jadi
Pilihan”. Majalah Farmacia Vol.5 No.11, 62. Rheumatoid Arthritis Health Center. (2009). Blood Test to Diagnose Arthritis. 10
Februari 2012. http://www.webmd.com/rheumatoid-arthritis/guide/blood-tests.
Schett, G., & Redlich, K. (2009). Osteoclast & Osteoblast. Dalam Hochberg, M.
C.; Silman, A. J., Smolen, J. S., Weinblatt, M. E., Weisman, M. H. Rheumatoid Arthritis. Philadelphia: MOSBY Elsevier, 163-167.
Setiyohadi, B. (2007). Struktur dan metabolisme tulang. Dalam Sudoyo, A. W.,
Setiyohadi, B., Alwi, I., S. K., Marcellus; Setiati, S. (2007). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 1098-1101.
Siddalingappa, C.M., Rajesh.T, Kudagi. B.L., Krishnakanth.K., & Sujith. T.R.
(2011). Evaluation Of Analgesic And Anti-Inflammatory Activities of Tinospora cordifolia In Rodents. International Journal of Basic Medical Science-November 2011, Vol: 2, Issue: 6, 306-309.
Suralkar, A. A. (2008). In – vivo Animal Models for Evaluation of
Antiinflammatory Activity. Vol 6, Article Review, Issue 2. 25 Januari 2012. http://www.pharmainfo.net/reviews/vivo-animal-models-evaluation-anti-inflammatory-activity.
Efek ekstrak..., Indana Ayu Soraya, FMIPA UI, 2012
54
Universitas Indonesia
Texas Department of State Health Services, Laboratory Services Section. (n.d). Serum Separation Protocol for Field Personnel. 17 Maret 2012. https:// www.dshs.state.tx.us/lab/CLIAtrainingSlides.pdf.
Torowati, Asminar & Rahmiati. (2008). Analisis Unsur Pb, Ni Dan Cu Dalam
Larutan Uranium Hasil Stripping Efluen Uranium Bidang Bahan Bakar Nuklir. Pusat Teknologi Bahan Bakar Nuklir – BATAN ISSN 1979-2409, 2-3.
Walwadkar, S.D., Suryakar, A.N., Katkam, R.V., Kumar, K.M. & Ankush, R.D.
(2006). Oxidative Stress and Calcium-Phosphorus Levels in Rheumatoid Arthritis. Indian Journal of Clinical Biochemistry, 2006 / 21 (2) 134-137.
Wardah, Sopandi, T., & Setiawan, I. (2007). Efek Pemberian Iridoid Rumput
Mutiara (Hedyotis corymbosa, Lamk.) terhadap Total Bilirubin, Alkalin Phosphatase, dan Glutation Kelinci yang Terpapar Acetaminophen. SAINTEK, Vol. 11, No. 1, Juli 2007, 23-33.
Wilmana, P.F., & G.G, Sulistia. (2009). Analgesik-antipiretik, analgesik –
antiinflamasi non steroid dan obat pirai. Dalam: Sulistia G.G. 2009. Farmakologi dan terapi, ed. 7. Jakarta: Bagian Farmakologi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 230-246.
Wilson, L. M. (2012). Respon tubuh terhadap cedera. Dalam S. Price & L.
Wilson, Patofisiologi: konsep klinis proses-proses penyakit (ed 6., Vol. I). Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC, 56-67.
Zold, E., et al. (2008). Vitamin D Deficiency in Undifferentiated Connective
Tissue Disease. Research Article: Arthritis Research and Therapy 2008, 2-5. 14 Februari 2012. http://arthritis-research.com/content/10/5/R123.
Efek ekstrak..., Indana Ayu Soraya, FMIPA UI, 2012
GAMBAR
Efek ekstrak..., Indana Ayu Soraya, FMIPA UI, 2012
55
[Sumber: James Cook University Australia, 2012]
Gambar 3.1 Tanaman Rumput Mutiara (Hedyotis corymbosa (L.) Lamk.)
[Sumber: James Cook University Australia, 2012]
Gambar 3.2 Simplisia Herba Rumput Mutiara (Hedyotis corymbosa (L.) Lamk.)
Efek ekstrak..., Indana Ayu Soraya, FMIPA UI, 2012
56
Gambar 3.3 Alat Pletismometer dan Pengukuran Volume Telapak Kaki Tikus
[sumber: Fitriyah, 2011]
Gambar 3.4 Spektrofotometer Serapan Atom (Shimadzu AA 6300)
Efek ekstrak..., Indana Ayu Soraya, FMIPA UI, 2012
TABEL
Efek ekstrak..., Indana Ayu Soraya, FMIPA UI, 2012
57
Tabel 4.7 Volume telapak kaki tikus pada hari ke-1 sampai 28 setelah diinduksi 0,1 ml complete freund’s adjuvant (CFA)
Perlakuan N (Ulangan Tikus) Volume Telapak Kaki (µl)
Hari-1 Hari-7 Hari-14 Hari-21 Hari-28
Kontrol Normal
1 24 28 24 25 24 2 25 27 25 24 25 3 25 27 27 26 25 4 23 24 23 24 24 5 23 23 23 23 23 6 23 23 22 23 23
Rata-rata 23.8333 25.3333 24.0000 24.1667 24.0000 Standar Deviasi 0.9832 2.2509 1.7889 1.1690 0.8944
Koefisien Variasi 4.1253 8.8852 7.4536 4.8374 3.7268
Kontrol Negatif
1 23 43 46 48 51 2 25 50 46 43 41 3 27 41 38 42 40 4 21 38 38 35 37 5 23 38 39 36 36 6 21 35 36 32 40
Rata-rata 23.3333 40.8333 40.5000 39.3333 40.8333 Standar Deviasi 2.3381 5.2694 4.3704 5.9889 5.3448
Koefisien Variasi 10.0204 12.9047 10.7910 15.2260 13.0893
Kontrol Positif
1 27 35 35 43 47 2 25 37 43 52 43 3 21 35 36 28 34 4 24 41 49 46 49 5 24 34 34 33 35 6 22 31 31 29 35
Rata-rata 23.8333 35.5000 38.0000 38.5000 40.5000 Standar Deviasi 2.1370 3.3317 6.6933 9.8944 6.6858
Koefisien Variasi 8.9663 9.3850 17.6139 25.6999 16.5082
Dosis 1
1 26 43 42 43 48 2 26 43 42 43 48 3 26 43 38 41 43 4 26 37 38 40 39 5 24 37 30 33 36 6 26 44 32 34 37
Rata-rata 25.6667 41.1667 37.0000 39.0000 41.8333
Efek ekstrak..., Indana Ayu Soraya, FMIPA UI, 2012
58
(lanjutan)
Standar Deviasi 0.8165 3.2506 5.0200 4.4272 5.3448
Koefisien Variasi 3.1812 7.8963 13.5675 11.3518 12.7764
Dosis 2
1 25 35 28 34 49 2 20 27 37 36 36 3 26 38 39 34 36 4 22 38 40 34 35 5 25 41 40 41 34 6 25 42 42 40 35
Rata-rata 23.8333 36.8333 37.6667 36.5000 37.5000 Standar Deviasi 2.3166 5.4191 5.0067 3.2094 5.6833
Koefisien Variasi 9.7200 14.7125 13.2920 8.7928 15.1555
Dosis 3
1 25 42 45 37 40 2 25 38 38 37 37 3 29 47 47 44 50 4 23 48 39 36 43 5 20 31 30 30 29 6 27 42 41 40 42
Rata-rata 24.8333 41.3333 40.0000 37.3333 40.1667 Standar Deviasi 3.1252 6.2503 6.0000 4.6332 6.9690
Koefisien Variasi 12.5846 15.1218 15.0000 12.4104 17.3502 Keterangan: kelompok kontrol normal disuntik dengan larutan salin dan diberi suspensi CMC
0,5%; kelompok kontrol negatif disuntik dengan CFA dan diberi suspensi CMC 0,5%; kelompok kontrol positif disuntik dengan CFA dan diberi natrium diklofenak 1 mg/200 g bb tikus; kelompok dosis 1, 2, 3 disuntik dengan CFA dan diberi suspensi ekstrak rumput mutiara dengan dosis berturut-turut 28,06 mg/200g bb tikus, 63,13 mg/200g bb tikus, dan 142,04 mg/200g bb tikus pada hari ke-2 sampai hari ke-28.
Efek ekstrak..., Indana Ayu Soraya, FMIPA UI, 2012
59
Tabel 4.8 Volume sampel serum yang digunakan untuk analisis kadar kalsium (mL)
N
(Ullangan Tikus)
Kelompok
Kontrol Normal
Kontrol Negatif
Kontrol Positif Dosis 1 Dosis 2 Dosis 3
1 0,8 0,7 0,8 0,8 0,9 1,0 2 0,7 0,7 0,8 0,8 0,9 0,5 3 0,8 0,9 0,8 0,8 0,8 0,8 4 0,5 0,6 0,8 0,8 0,7 0,8 5 0,7 0,8 0,8 0,8 0,5 0,8 6 0,7 0,6 - 0,8 0,7 0,8
Keterangan: kelompok kontrol normal disuntik dengan larutan salin dan diberi suspensi CMC 0,5%; kelompok kontrol negatif disuntik dengan CFA dan diberi suspensi CMC 0,5%; kelompok kontrol positif disuntik dengan CFA dan diberi natrium diklofenak 1 mg/200 g bb tikus; kelompok dosis 1, 2, 3 disuntik dengan CFA dan diberi suspensi ekstrak rumput mutiara dengan dosis berturut-turut 28,06 mg/200g bb tikus, 63,13 mg/200g bb tikus, dan 142,04 mg/200g bb tikus pada hari ke-2 sampai hari ke-28.
Tabel 4.9 Absorbansi hasil pengukuran kadar kalsium serum darah dengan
spektrofotometri serapan atom pada panjang gelombang 422,7 nm (A)
Keterangan: kelompok kontrol normal disuntik dengan larutan salin dan diberi suspensi CMC 0,5%; kelompok kontrol negatif disuntik dengan CFA dan diberi suspensi CMC 0,5%; kelompok kontrol positif disuntik dengan CFA dan diberi natrium diklofenak 1 mg/200 g bb tikus; kelompok dosis 1, 2, 3 disuntik dengan CFA dan diberi suspensi ekstrak rumput mutiara dengan dosis berturut-turut 28,06 mg/200g bb tikus, 63,13 mg/200g bb tikus, dan 142,04 mg/200g bb tikus pada hari ke-2 sampai hari ke-28; untuk larutan blanko sampel dihasilkan absorbansi sebesar 0,0028.
N (Ullangan Tikus)
Kelompok Kontrol Normal
Kontrol Negatif
Kontrol Positif Dosis 1 Dosis 2 Dosis 3
1 0,2434 0,1932 0,2810 0,2780 0,2348 0,2274
2 0,2690 0,1544 0,2594 0,2698 0,3145 0,2206
3 0,3085 0,1274 0,3596 0,3234 0,2421 0,2701
4 0,2264 0,1440 0,3968 0,3118 0,2990 0,2972
5 0,2289 0,1248 0,3338 0,3258 0,1968 0,2668 6 0,2510 0,1791 - 0,3158 0,2562 0,2298
Efek ekstrak..., Indana Ayu Soraya, FMIPA UI, 2012
60
Tabel 4.10 Hasil uji Mann-Whitney volume udem telapak kaki tikus
Kelompok Hari-7 Hari-14 Hari-21 Hari-28
Kontrol Normal
(-) √ √ √ √ (+) √ √ √ √ D I √ √ √ √ D II √ √ √ √ D III √ √ √ √
Kontrol Negatif
(+) √ - - -
D I - - - - D II - - - - D III - - - -
Kontrol Positif D I √ - - -
D II - - - - D III - - - -
Antar Kelompok Dosis
D I >< D II - - - -
D I >< D III - - - -
D II >< D III - - - - Keterangan: kelompok kontrol normal disuntik dengan larutan salin dan diberi suspensi CMC
0,5%; kelompok kontrol negatif disuntik dengan CFA dan diberi suspensi CMC 0,5%; kelompok kontrol positif disuntik dengan CFA dan diberi natrium diklofenak 1 mg/200 g bb tikus; kelompok dosis 1, 2, 3 disuntik dengan CFA dan diberi suspensi ekstrak rumput mutiara dengan dosis berturut-turut 28,06 mg/200g bb tikus, 63,13 mg/200g bb tikus, dan 142,04 mg/200g bb tikus pada hari ke-2 sampai hari ke-28.
Efek ekstrak..., Indana Ayu Soraya, FMIPA UI, 2012
61
Tabel 4.11 Hasil uji beda nyata terkecil kadar kalsium serum darah tikus
Kelompok Hari-28
Kontrol Normal
(-) √ (+) - D I - D II - D III -
Kontrol Negatif
(+) √ D I √ D II √ D III √
Kontrol Positif D I - D II - D III √
Antar Kelompok Dosis
D I >< D II - D I >< D III - D II >< D III -
Keterangan: kelompok kontrol normal disuntik dengan larutan salin dan diberi suspensi CMC 0,5%; kelompok kontrol negatif disuntik dengan CFA dan diberi suspensi CMC 0,5%; kelompok kontrol positif disuntik dengan CFA dan diberi natrium diklofenak 1 mg/200 g bb tikus; kelompok dosis 1, 2, 3 disuntik dengan CFA dan diberi suspensi ekstrak rumput mutiara dengan dosis berturut-turut 28,06 mg/200g bb tikus, 63,13 mg/200g bb tikus, dan 142,04 mg/200g bb tikus pada hari ke-2 sampai hari ke-28.
Efek ekstrak..., Indana Ayu Soraya, FMIPA UI, 2012
LAMPIRAN
Efek ekstrak..., Indana Ayu Soraya, FMIPA UI, 2012
62
Lampiran 1. Penentuan dosis dan pembuatan bahan uji
1.1 Penentuan dosis dan pembuatan suspensi ekstrak etanol herba rumput mutiara
Dosis ekstrak rumput mutiara yang dipakai pada penelitian ini sebagai
antiinflamasi berdasarkan dosis yang biasa diberikan kepada pasien. Menurut
kemasan sediaan kapsul rumput mutiara, dosis untuk peradangan yaitu sehari
2x2 kapsul. Satu kapsul tersebut berisi 500 mg serbuk rumput mutiara. Salah
satu dokter sekaligus praktisi herbal sering menggunakan dosis rumput
mutiara sebesar 3x3 kapsul @ 500 mg sebagai antiinflamasi. Kedua dosis
tersebut menjadi acuan dalam penelitian ini, dimana dosis yang tertera pada
kemasan sediaan kapsul rumput mutiara dijadikan dosis kedua sedangkan
dosis rumput mutiara yang biasa diberikan dokter dijadikan dosis ketiga. Dosis
pertama diperoleh dengan membagi dosis kedua dengan angka 2,25 sebagai
angka kelipatan dosis.
Dosis I = Dosis II / 2,25
= 360 mg/2,25 = 160 mg
Dosis II = 2x2 kapsul @500mg
= 2000 mg x 0,018 x 10 = 360 mg
Dosis III = 3x3 kapsul @ 500 mg
= 4500 mg x 0,018 x 10 = 810 mg
Hasil rendemen ekstrak yang diperoleh 17,5355%, maka berat ekstrak yang
ditimbang:
Dosis I = 17,5355% x 160 mg = 28,06 mg
Volume pemberian untuk ekstrak rumput mutiara adalah 2 mL/200g bb
Jika volume dosis I rumput mutiara yang akan dibuat adalah 20 mL, maka
berat ekstrak rumput mutiara yang ditimbang:
(20 mL/2 mL) x 28,06 mg = 280,6 mg
Dosis II = 17,5355% x 360 mg = 63,13 mg
Volume pemberian untuk ekstrak rumput mutiara adalah 2 mL/200g bb
Efek ekstrak..., Indana Ayu Soraya, FMIPA UI, 2012
63
(lanjutan)
Jika volume dosis I rumput mutiara yang akan dibuat adalah 20 mL, maka
berat ekstrak rumput mutiara yang ditimbang:
(20 mL/2 mL) x 63,13 mg = 631,3 mg
Dosis III = 17,5355% x 810 mg = 142,04 mg
Volume pemberian untuk ekstrak rumput mutiara adalah 2 mL/200g bb
Jika volume dosis I rumput mutiara yang akan dibuat adalah 20 mL, maka
berat ekstrak rumput mutiara yang ditimbang:
(20 mL/2 mL) x 142,04 mg = 1420,4 mg
Sesuai perhitungan di atas, untuk membuat suspensi ekstrak rumput mutiara
dosis I dengan volume yang akan dibuat sebanyak 20 mL diperlukan ekstrak
kental sebanyak 280,6 mg. Suspensikan 280,4 mg ekstrak rumput mutiara
dengan larutan CMC 0,5% hingga 20 ml. Untuk dosis II dan dosis III rumput
mutiara, cara membuatnya sama seperti pada dosis I.
1.2 Penentuan dosis dan pembuatan suspensi natrium diklofenak
Ilavarasan, dkk (2005) menggunakan dosis natrium diklofenak sebagai sebesar
5 mg/Kg atau 1 mg/200g dalam penelitiannya (Fitriah, 2011). Oleh karena itu,
dosis tersebut akan digunakan pada penelitian ini. Dalam 2 mL suspensi
mengandung 1 mg natrium diklofenak. Untuk membuat 50 mL suspensi
tersebut diperlukan natrium diklofenak sebanyak 50 mL/2 mL x 1 mg = 25
mg. Ditimbang sebanyak 25 mg serbuk natrium diklofenak kemudian digerus
dan disuspensikan dengan CMC 0,5% sampai 50 mL.
Efek ekstrak..., Indana Ayu Soraya, FMIPA UI, 2012
64
Lampiran 2. Penentuan % penghambatan volume udem rata-rata dan kadar kalsium serum darah tikus
2.1 Cara memperoleh % penghambatan volume udem rata-rata
Rumus % penghambatan udem rata-rata :
% 푷풆풏품풉풂풎풃풂풕풂풏 푼풅풆풎 풓풂풕풂 − 풓풂풕풂 = ퟏ – [풂 − 풙][풃 − 풚] × ퟏퟎퟎ %
Keterangan :
a adalah volume rata – rata telapak kaki tikus setelah diinduksi pada
kelompok tikus yang diberi obat
x adalah volume rata – rata telapak kaki tikus sebelum diinduksi pada
kelompok tikus yang diberi obat
b adalah volume rata – rata telapak kaki tikus setelah diinduksi pada
kelompok tikus yang tidak diberi obat (kontrol negatif)
y adalah volume rata – rata telapak kaki tikus sebelum diinduksi pada
kelompok tikus yang tidak diberi obat (kontrol negatif)
Contoh perhitungan % penghambatan udem rata-rata pada kelompok dosis I hari
ke-7 :
a = 41,17 ; x = 25,67 a-x = 15,5
b = 40,83 ; y = 23,33 b-x = 17,5
maka, % penghambatan udem = [ 1- (15,5/17,5)] X 100%
= (1-0,8857) X 100% = 11,43 %
2.2 Cara memperoleh kadar kalsium serum darah
Persamaan kurva kalibrasi, y = 0,0733x + 0,0076
Contoh perhitungan kadar kalsium pada kelompok dosis III tikus ke-1 :
y = 0,2274, nilai y setelah dikurangi absorbansi blanko sebesar 0,0028 adalah
0,2246.
Efek ekstrak..., Indana Ayu Soraya, FMIPA UI, 2012
65
(lanjutan)
0,2246 = 0,0733x + 0,0076
x = 2,9604 ppm
)()1000().().(
mgWFPmlFDppmXKadar
x : kadar dalam ppm (2,9604 ppm)
fd : faktor dilution (10,0 mL)
fp : faktor pengenceran (10)
v : volume sampel (1 mL)
maka,
)(110).(0,10).(9604,2
mLmLppmKadar
= 296,04 ppm.ml/mL
= 296,04 µg/mL. mL/mL
= 296,04 µg/mL
= 0,29604 mg/mL
= 29,604 mg/dL
Efek ekstrak..., Indana Ayu Soraya, FMIPA UI, 2012
66
Lampiran 3. Uji statistik volume telapak kaki tikus seluruh kelompok uji pada hari ke-1
3.1 Uji normalitas (Uji Shapiro-Wilk) terhadap seluruh kelompok uji pada hari
ke-1
a. Tujuan: untuk mengetahui kenormalan data sebagai syarat uji ANAVA
b. Hipotesis :
Ho = data volume telapak kaki tikus berasal dari populasi yang
terdistribusi normal
Ha = data volume telapak kaki tikus berasal dari populasi yang tidak
terdistribusi normal
c. Kriteria Uji :
Sig. < 0,05 berarti Ho ditolak
Sig. > 0,05 berarti Ho diterima
d. Hasil :
Kelompok
Shapiro-Wilk
Statistic df Sig.
Hari_1 Kontrol Negatif .908 6 .421
Kontrol Normal .775 6 .035
Kontrol Positif .967 6 .875
Dosis 1 .496 6 .000
Dosis 2 .823 6 .094
Dosis 3 .978 6 .939
e. Kesimpulan: Ho ditolak, berarti data volume telapak kaki tikus tidak
terdistribusi normal.
3.2 Uji Homogenitas (Uji Levene) terhadap seluruh kelompok uji pada hari ke-1
a. Tujuan : untuk mengetahui homogenitas data sebagai syarat uji
ANAVA
b. Hipotesis :
Ho = data volume telapak kaki tikus berasal dari populasi yang
terdistribusi homogen
Efek ekstrak..., Indana Ayu Soraya, FMIPA UI, 2012
67
(lanjutan)
Ha = data volume telapak kaki tikus berasal dari populasi yang tidak
terdistribusi homogen
c. Kriteria Uji :
Sig. < 0,05 berarti Ho ditolak
Sig. > 0,05 berarti Ho diterima
d. Hasil:
Levene Statistic df1 df2 Sig.
Hari_1 Based on Mean 1.727 5 30 .159
Based on Median 1.120 5 30 .371
Based on Median and
with adjusted df
1.120 5 20.399 .381
Based on trimmed
mean
1.683 5 30 .169
e. Kesimpulan: Ho diterima, berarti data volume telapak kaki tikus
terdistribusi homogen.
3.3 Uji Kruskal-Wallis terhadap volume udem telapak kaki tikus pada hari ke-1
a. Tujuan : untuk mengetahui adanya perbedaan yang bermakna dari volume
udem telapak kaki tikus
b. Hipotesis :
Ho = Tidak terdapat perbedaan yang bermakna terhadap volume udem
telapak kaki tikus tiap kelompok perlakuan
Ha = Terdapat perbedaan yang bermakna terhadap volume udem telapak
kaki tikus tiap kelompok perlakuan
c. Kriteria Uji :
Sig. < 0,05 berarti Ho ditolak
Sig. > 0,05 berarti Ho diterima
Efek ekstrak..., Indana Ayu Soraya, FMIPA UI, 2012
68
(lanjutan)
d. Hasil :
Hari_1
Chi-Square 6.549
Df 5
Asymp. Sig. .256
e. Kesimpulan: Ho diterima, berarti tidak terdapat perbedaan yang
bermakna terhadap volume udem telapak kaki tikus tiap
kelompok perlakuan.
3.4 Uji Mann-Whitney terhadap volume udem telapak kaki tikus seluruh
kelompok uji pada hari ke-1
a. Tujuan: untuk mengetahui adanya perbedaan yang bermakna dari volume
udem telapak kaki tikus antara enam kelompok perlakuan
b. Hipotesis:
Ho = Tidak terdapat perbedaan yang bermakna terhadap volume udem
telapak kaki tikus antara enam kelompok perlakuan
Ha = Terdapat perbedaan yang bermakna terhadap volume udem telapak
kaki tikus antara enam kelompok perlakuan
c. Kriteria Uji :
Sig. < 0,05 berarti Ho ditolak
Sig. > 0,05 berarti Ho diterima
Efek ekstrak..., Indana Ayu Soraya, FMIPA UI, 2012
69
(lanjutan)
d.Hasil :
Kelompok Asymp. Sig (2-tailed)
Kontrol normal
Kontrol negatif ,503 Kontrol positif 1,000 Dosis 1 ,009 Dosis 2 ,616 Dosis 3 ,361
Kontrol negatif
Kontrol positif ,626 Dosis 1 ,067 Dosis 2 ,683 Dosis 3 ,370
Dosis 1 Kontrol positif ,094
Dosis 2 ,048 Dosis 3 ,506
Dosis 2 Kontrol positif ,744
Dosis 3 ,560
Dosis 3 Kontrol positif ,466
e. Kesimpulan : Ho ditolak pada perbandingan antara kontrol normal dengan
kelompok dosis 1; antara dosis 1 dengan dosis 2. Hal ini berarti, pada
pengukuran volume udem telapak kaki tikus terdapat perbedaan bermakna
antar perlakuan kelompok kontrol normal dengan kelompok dosis 1; antara
dosis 1 dengan dosis 2. Namun tidak terdapat perbedaan bermakna pada
perbandingan antara kontrol normal dengan kelompok kontrol negatif,
kontrol positif, dosis 2, dan dosis 3; antara kelompok kontrol negatif
dengan kelima kelompok lainnya; antara kelompok dosis 1 dengan
kelompok kontrol positif dan dosis 3; antara kelompok dosis 2 dengan
kelompok kontrol positif dan dosis 3; dan antara kelompok dosis 3 dengan
kelompok kontrol positif.
Efek ekstrak..., Indana Ayu Soraya, FMIPA UI, 2012
70
Lampiran 4. Uji statistik volume telapak kaki tikus seluruh kelompok uji pada hari ke-7
4.1 Uji normalitas (Uji Shapiro-Wilk) terhadap seluruh kelompok uji pada hari
ke-7
a. Tujuan : untuk mengetahui kenormalan data sebagai syarat uji ANAVA
b. Hipotesis :
Ho = data volume telapak kaki tikus berasal dari populasi yang
terdistribusi normal
Ha = data volume telapak kaki tikus berasal dari populasi yang tidak
terdistribusi normal
c. Kriteria Uji :
Sig. < 0,05 berarti Ho ditolak
Sig. > 0,05 berarti Ho diterima
d. Hasil :
Kelompok
Shapiro-Wilk
Statistic df Sig.
Hari_7 Kontrol Negatif .922 6 .519
Kontrol Normal .836 6 .121
Kontrol Positif .953 6 .763
Dosis 1 .724 6 .011
Dosis 2 .874 6 .243
Dosis 3 .927 6 .558 e. Kesimpulan : Ho ditolak, berarti data volume telapak kaki tikus tidak
terdistribusi normal.
4.2 Uji Homogenitas (Uji Levene) terhadap seluruh kelompok uji pada hari ke-7
a. Tujuan : untuk mengetahui homogenitas data sebagai syarat uji ANAVA
b. Hipotesis :
Ho = data volume telapak kaki tikus berasal dari populasi yang
terdistribusi homogen
Ha = data volume telapak kaki tikus berasal dari populasi yang tidak
terdistribusi homogen
c. Kriteria Uji :
Efek ekstrak..., Indana Ayu Soraya, FMIPA UI, 2012
71
(lanjutan)
Sig. < 0,05 berarti Ho ditolak
Sig. > 0,05 berarti Ho diterima
d. Hasil:
Levene Statistic df1 df2 Sig.
Hari_7 Based on Mean .877 5 30 .508
Based on Median .607 5 30 .695
Based on Median and with
adjusted df
.607 5 22.410 .696
Based on trimmed mean .799 5 30 .559
e. Kesimpulan: Ho diterima, berarti data volume telapak kaki tikus
terdistribusi homogen.
4.3 Uji Kruskal-Wallis terhadap volume udem telapak kaki tikus pada hari ke-7
a. Tujuan : untuk mengetahui adanya perbedaan yang bermakna dari volume
udem telapak kaki tikus
b. Hipotesis :
Ho = Tidak terdapat perbedaan yang bermakna terhadap volume udem
telapak kaki tikus tiap kelompok perlakuan
Ha = Terdapat perbedaan yang bermakna terhadap volume udem telapak
kaki tikus tiap kelompok perlakuan
c. Kriteria Uji :
Sig. < 0,05 berarti Ho ditolak
Sig. > 0,05 berarti Ho diterima
d. Hasil :
Hari_7
Chi-Square 20.031
Df 5
Asymp. Sig. .001
e. Kesimpulan: Ho ditolak, berarti terdapat perbedaan yang bermakna
terhadap volume udem telapak kaki tikus tiap kelompok perlakuan.
Efek ekstrak..., Indana Ayu Soraya, FMIPA UI, 2012
72
(lanjutan)
4.4 Uji Mann-Whitney terhadap volume udem telapak kaki tikus seluruh
kelompok uji pada hari ke-7
a. Tujuan: untuk mengetahui adanya perbedaan yang bermakna dari volume
udem telapak kaki tikus antara enam kelompok perlakuan
b. Hipotesis:
Ho = Tidak terdapat perbedaan yang bermakna terhadap volume udem
telapak kaki tikus antara enam kelompok perlakuan
Ha = Terdapat perbedaan yang bermakna terhadap volume udem telapak
kaki tikus antara enam kelompok perlakuan
c. Kriteria Uji :
Sig. < 0,05 berarti Ho ditolak
Sig. > 0,05 berarti Ho diterima
d. Hasil :
Kelompok Asymp. Sig (2-tailed)
Kontrol normal
Kontrol negatif ,004 Kontrol positif ,004 Dosis 1 ,004 Dosis 2 ,010 Dosis 3 ,004
Kontrol negatif
Kontrol positif ,043 Dosis 1 ,683 Dosis 2 ,326 Dosis 3 ,747
Dosis 1 Kontrol positif ,015
Dosis 2 ,106 Dosis 3 1,000
Dosis 2 Kontrol positif ,293
Dosis 3 ,144
Dosis 3 Kontrol positif ,064
e. Kesimpulan : Ho ditolak pada perbandingan antara kontrol normal dengan
kelima kelompok lainnya; antara kontrol negatif dengan kontrol positif;
antara dosis 1 dengan kontrol positif. Hal ini berarti, pada pengukuran
volume udem telapak kaki tikus terdapat perbedaan bermakna antara
Efek ekstrak..., Indana Ayu Soraya, FMIPA UI, 2012
73
(lanjutan)
kontrol normal dengan kelima kelompok lainnya; antara kontrol negatif
dengan kontrol positif; antara dosis 1 dengan kontrol positif. Namun tidak
terdapat perbedaan bermakna pada perbandingan antara kontrol negatif
dengan keloompok dosis 1, 2, dan 3; dan antara ketiga kelompok dosis
perlakuan.
Efek ekstrak..., Indana Ayu Soraya, FMIPA UI, 2012
74
Lampiran 5. Uji statistik volume telapak kaki tikus seluruh kelompok uji pada hari ke-14
5.1 Uji normalitas (Uji Shapiro-Wilk) terhadap seluruh kelompok uji pada hari
ke-14
a. Tujuan : untuk mengetahui kenormalan data sebagai syarat uji ANAVA
b. Hipotesis :
Ho = data volume telapak kaki tikus berasal dari populasi yang
terdistribusi normal
Ha = data volume telapak kaki tikus berasal dari populasi yang tidak
terdistribusi normal
c. Kriteria Uji :
Sig. < 0,05 berarti Ho ditolak
Sig. > 0,05 berarti Ho diterima
d. Hasil :
Kelompok
Shapiro-Wilk
Statistic df Sig.
Hari_14 Kontrol Negatif .804 6 .064
Kontrol Normal .933 6 .607
Kontrol Positif .899 6 .366
Dosis 1 .879 6 .264
Dosis 2 .787 6 .045
Dosis 3 .949 6 .735
e. Kesimpulan : Ho ditolak, berarti data volume telapak kaki tikus tidak
terdistribusi normal.
5.2 Uji Homogenitas (Uji Levene) terhadap seluruh kelompok uji pada hari ke-14
a. Tujuan : untuk mengetahui homogenitas data sebagai syarat uji ANAVA
b. Hipotesis :
Ho = data volume telapak kaki tikus berasal dari populasi yang
terdistribusi homogen
Ha = data volume telapak kaki tikus berasal dari populasi yang tidak
terdistribusi homogen
Efek ekstrak..., Indana Ayu Soraya, FMIPA UI, 2012
75
(lanjutan)
c. Kriteria Uji :
Sig. < 0,05 berarti Ho ditolak
Sig. > 0,05 berarti Ho diterima
d. Hasil:
Levene Statistic df1 df2 Sig.
Hari_14 Based on Mean 1.412 5 30 .248
Based on Median .621 5 30 .685
Based on Median and
with adjusted df
.621 5 22.882 .685
Based on trimmed mean 1.306 5 30 .288
e. Kesimpulan: Ho diterima, berarti data volume telapak kaki tikus
terdistribusi homogen.
5.3 Uji Kruskal-Wallis terhadap volume udem telapak kaki tikus pada hari ke-14
a. Tujuan : untuk mengetahui adanya perbedaan yang bermakna dari volume
udem telapak kaki tikus
b. Hipotesis :
Ho = Tidak terdapat perbedaan yang bermakna terhadap volume udem
telapak kaki tikus tiap kelompok perlakuan
Ha = Terdapat perbedaan yang bermakna terhadap volume udem telapak
kaki tikus tiap kelompok perlakuan
c. Kriteria Uji :
Sig. < 0,05 berarti Ho ditolak
Sig. > 0,05 berarti Ho diterima
d. Hasil :
Hari_14
Chi-Square 15.818
df 5
Asymp. Sig. .007
Efek ekstrak..., Indana Ayu Soraya, FMIPA UI, 2012
76
(lanjutan)
e. Kesimpulan: Ho ditolak, berarti terdapat perbedaan yang bermakna
terhadap volume udem telapak kaki tikus tiap kelompok perlakuan.
5.4 Uji Mann-Whitney terhadap volume udem telapak kaki tikus seluruh
kelompok uji pada hari ke-14
a. Tujuan: untuk mengetahui adanya perbedaan yang bermakna dari
volume udem telapak kaki tikus antara enam kelompok perlakuan
b. Hipotesis:
Ho = Tidak terdapat perbedaan yang bermakna terhadap volume udem
telapak kaki tikus antara enam kelompok perlakuan
Ha = Terdapat perbedaan yang bermakna terhadap volume udem telapak
kaki tikus antara enam kelompok perlakuan
c. Kriteria Uji :
Sig. < 0,05 berarti Ho ditolak
Sig. > 0,05 berarti Ho diterima
d. Hasil :
Kelompok Asymp. Sig (2-tailed)
Kontrol normal
Kontrol negatif ,004 Kontrol positif ,004 Dosis 1 ,004 Dosis 2 ,004 Dosis 3 ,004
Kontrol negative
Kontrol positif ,227 Dosis 1 ,326 Dosis 2 ,809 Dosis 3 ,808
Dosis 1 Kontrol positif ,872
Dosis 2 ,871 Dosis 3 ,373
Dosis 2 Kontrol positif ,748
Dosis 3 ,470
Dosis 3 Kontrol positif ,522
Efek ekstrak..., Indana Ayu Soraya, FMIPA UI, 2012
77
(lanjutan)
e. Kesimpulan : Ho ditolak pada perbandingan antara kontrol normal
dengan kelima kelompok lainnya. Hal ini berarti, pada pengukuran
volume udem telapak kaki tikus terdapat perbedaan bermakna antara
kontrol normal dengan kelima kelompok lainnya. Namun tidak terdapat
perbedaan bermakna pada perbandingan antara kontrol negatif dengan
kelima kelompok lainnya kecuali kontrol normal; antara kontrol positif
dengan kelima kelompok lainnya kecuali kontrol normal; dan antara
ketiga dosis perlakuan.
Efek ekstrak..., Indana Ayu Soraya, FMIPA UI, 2012
78
Lampiran 6. Uji statistik volume telapak kaki tikus seluruh kelompok uji pada hari ke-21
6.1 Uji normalitas (Uji Shapiro-Wilk) terhadap seluruh kelompok uji pada hari
ke-21
a. Tujuan : untuk mengetahui kenormalan data sebagai syarat uji ANAVA
b. Hipotesis :
Ho = data volume telapak kaki tikus berasal dari populasi yang
terdistribusi normal
Ha = data volume telapak kaki tikus berasal dari populasi yang tidak
terdistribusi normal
c. Kriteria Uji :
Sig. < 0,05 berarti Ho ditolak
Sig. > 0,05 berarti Ho diterima
d. Hasil :
Kelompok
Shapiro-Wilk
Statistic df Sig.
Hari_21 Kontrol Negatif .951 6 .752
Kontrol Normal .908 6 .421
Kontrol Positif .908 6 .425
Dosis 1 .835 6 .118
Dosis 2 .786 6 .044
Dosis 3 .955 6 .781
e. Kesimpulan : Ho ditolak, berarti data volume telapak kaki tikus tidak
terdistribusi normal.
6.2 Uji Homogenitas (Uji Levene) terhadap seluruh kelompok uji pada hari ke-
21
a. Tujuan : untuk mengetahui homogenitas data sebagai syarat uji ANAVA
b. Hipotesis :
Ho = data volume telapak kaki tikus berasal dari populasi yang
terdistribusi homogen
Efek ekstrak..., Indana Ayu Soraya, FMIPA UI, 2012
79
(lanjutan)
Ha = data volume telapak kaki tikus berasal dari populasi yang tidak
terdistribusi homogen
c. Kriteria Uji :
Sig. < 0,05 berarti Ho ditolak
Sig. > 0,05 berarti Ho diterima
d. Hasil:
Levene Statistic df1 df2 Sig.
Hari_21 Based on Mean 7.428 5 30 .000
Based on Median 5.792 5 30 .001
Based on Median and
with adjusted df
5.792 5 23.718 .001
Based on trimmed mean 7.340 5 30 .000
e. Kesimpulan: Ho ditolak, berarti data volume telapak kaki tikus tidak
terdistribusi homogen.
6.3 Uji Kruskal-Wallis terhadap volume udem telapak kaki tikus pada hari ke-21
a. Tujuan : untuk mengetahui adanya perbedaan yang bermakna dari volume
udem telapak kaki tikus
b. Hipotesis :
Ho = Tidak terdapat perbedaan yang bermakna terhadap volume udem
telapak kaki tikus tiap kelompok perlakuan
Ha = Terdapat perbedaan yang bermakna terhadap volume udem telapak
kaki tikus tiap kelompok perlakuan
c. Kriteria Uji :
Sig. < 0,05 berarti Ho ditolak
Sig. > 0,05 berarti Ho diterima
Efek ekstrak..., Indana Ayu Soraya, FMIPA UI, 2012
80
(lanjutan)
d. Hasil :
Hari_21
Chi-Square 15.326
Df 5
Asymp. Sig. .009
e. Kesimpulan: Ho ditolak, berarti terdapat perbedaan yang bermakna
terhadap volume udem telapak kaki tikus tiap kelompok perlakuan.
6.4 Uji Mann-Whitney terhadap volume udem telapak kaki tikus seluruh
kelompok uji pada hari ke-21
a. Tujuan: untuk mengetahui adanya perbedaan yang bermakna dari
volume udem telapak kaki tikus antara enam kelompok perlakuan
b. Hipotesis:
Ho = Tidak terdapat perbedaan yang bermakna terhadap volume udem
telapak kaki tikus antara enam kelompok perlakuan
Ha = Terdapat perbedaan yang bermakna terhadap volume udem telapak
kaki tikus antara enam kelompok perlakuan
c. Kriteria Uji :
Sig. < 0,05 berarti Ho ditolak
Sig. > 0,05 berarti Ho diterima
d. Hasil :
Kelompok Asymp. Sig (2-tailed)
Kontrol normal
Kontrol negatif ,004 Kontrol positif ,004 Dosis 1 ,004 Dosis 2 ,004 Dosis 3 ,004
Kontrol negatif
Kontrol positif ,810 Dosis 1 ,872 Dosis 2 ,294 Dosis 3 ,810
Dosis 1 Kontrol positif ,936
Dosis 2 ,367
Efek ekstrak..., Indana Ayu Soraya, FMIPA UI, 2012
81
(lanjutan)
Dosis 3 ,573
Dosis 2 Kontrol positif 1,000
Dosis 3 ,517
Dosis 3 Kontrol positif 1,000
e. Kesimpulan : Ho ditolak pada perbandingan antara kontrol normal
dengan kelima kelompok lainnya. Hal ini berarti, pada pengukuran
volume udem telapak kaki tikus terdapat perbedaan bermakna antara
kontrol normal dengan kelima kelompok lainnya. Namun tidak terdapat
perbedaan bermakna pada perbandingan antara kontrol negatif dengan
kelima kelompok lainnya kecuali kontrol normal; antara kontrol positif
dengan kelima kelompok lainnya kecuali kontrol normal; dan antara
ketiga dosis perlakuan.
Efek ekstrak..., Indana Ayu Soraya, FMIPA UI, 2012
82
Lampiran 7. Uji statistik volume telapak kaki tikus seluruh kelompok uji pada hari ke-28
7.1 Uji normalitas (Uji Shapiro-Wilk) terhadap seluruh kelompok uji pada hari
ke-28
a. Tujuan : untuk mengetahui kenormalan data sebagai syarat uji ANAVA
b. Hipotesis :
Ho = data volume telapak kaki tikus berasal dari populasi yang
terdistribusi normal
Ha = data volume telapak kaki tikus berasal dari populasi yang tidak
terdistribusi normal
c. Kriteria Uji :
Sig. < 0,05 berarti Ho ditolak
Sig. > 0,05 berarti Ho diterima
d. Hasil :
Kelompok
Shapiro-Wilk
Statistic df Sig.
Hari_28 Kontrol Negatif .812 6 .075
Kontrol Normal .853 6 .167
Kontrol Positif .842 6 .136
Dosis 1 .871 6 .232
Dosis 2 .621 6 .001
Dosis 3 .972 6 .905
e. Kesimpulan : Ho ditolak, berarti data volume telapak kaki tikus tidak
terdistribusi normal.
7.2 Uji Homogenitas (Uji Levene) terhadap seluruh kelompok uji pada hari ke-
28
a. Tujuan : untuk mengetahui homogenitas data sebagai syarat uji
ANAVA
b. Hipotesis :
Ho = data volume telapak kaki tikus berasal dari populasi yang
terdistribusi homogen
Efek ekstrak..., Indana Ayu Soraya, FMIPA UI, 2012
83
(lanjutan)
Ha = data volume telapak kaki tikus berasal dari populasi yang tidak
terdistribusi homogen
c. Kriteria Uji :
Sig. < 0,05 berarti Ho ditolak
Sig. > 0,05 berarti Ho diterima
d. Hasil:
Levene Statistic df1 df2 Sig.
Hari_28 Based on Mean 1.942 5 30 .117
Based on Median 1.538 5 30 .208
Based on Median and
with adjusted df
1.538 5 19.298 .225
Based on trimmed mean 1.841 5 30 .135
e. Kesimpulan: Ho diterima, berarti data volume telapak kaki tikus
terdistribusi homogen.
7.3 Uji Kruskal-Wallis terhadap volume udem telapak kaki tikus pada hari ke-28
a. Tujuan : untuk mengetahui adanya perbedaan yang bermakna dari volume
udem telapak kaki tikus
b. Hipotesis :
Ho = Tidak terdapat perbedaan yang bermakna terhadap volume udem
telapak kaki tikus tiap kelompok perlakuan
Ha = Terdapat perbedaan yang bermakna terhadap volume udem telapak
kaki tikus tiap kelompok perlakuan
c. Kriteria Uji :
Sig. < 0,05 berarti Ho ditolak
Sig. > 0,05 berarti Ho diterima
Efek ekstrak..., Indana Ayu Soraya, FMIPA UI, 2012
84
(lanjutan)
d. Hasil :
Hari_28
Chi-Square 17.184
df 5
Asymp. Sig. .004
e. Kesimpulan: Ho ditolak, berarti terdapat perbedaan yang bermakna
terhadap volume udem telapak kaki tikus tiap kelompok perlakuan.
7.4 Uji Mann-Whitney terhadap volume udem telapak kaki tikus seluruh
kelompok uji pada hari ke-28
a. Tujuan: untuk mengetahui adanya perbedaan yang bermakna dari
volume udem telapak kaki tikus antara enam kelompok perlakuan
b. Hipotesis:
Ho = Tidak terdapat perbedaan yang bermakna terhadap volume udem
telapak kaki tikus antara enam kelompok perlakuan
Ha = Terdapat perbedaan yang bermakna terhadap volume udem telapak
kaki tikus antara enam kelompok perlakuan
c. Kriteria Uji :
Sig. < 0,05 berarti Ho ditolak
Sig. > 0,05 berarti Ho diterima
d. Hasil :
Kelompok Asymp. Sig (2-tailed)
Kontrol normal
Kontrol negatif ,004 Kontrol positif ,004 Dosis 1 ,004 Dosis 2 ,004 Dosis 3 ,004
Kontrol negatif
Kontrol positif ,630 Dosis 1 ,872 Dosis 2 ,052 Dosis 3 ,809
Dosis 1 Kontrol positif ,469
Dosis 2 ,075 Dosis 3 ,872
Efek ekstrak..., Indana Ayu Soraya, FMIPA UI, 2012
85
(lanjutan)
Dosis 2 Kontrol positif ,743
Dosis 3 ,199
Dosis 3 Kontrol positif ,936
e. Kesimpulan : Ho ditolak pada perbandingan antara kontrol normal
dengan kelima kelompok lainnya. Hal ini berarti, pada pengukuran
volume udem telapak kaki tikus terdapat perbedaan bermakna antara
kontrol normal dengan kelima kelompok lainnya. Namun tidak terdapat
perbedaan bermakna pada perbandingan antara kontrol negatif dengan
kelima kelompok lainnya kecuali kontrol normal; antara kontrol positif
dengan kelima kelompok lainnya kecuali kontrol normal; dan antara
ketiga dosis perlakuan.
Efek ekstrak..., Indana Ayu Soraya, FMIPA UI, 2012
86
Lampiran 8. Uji statistik kadar kalsium serum darah tikus seluruh kelompok uji pada akhir perlakuan
8.1 Uji normalitas (Uji Shapiro-Wilk) terhadap kadar kalsium serum darah tikus
seluruh kelompok uji pada akhir perlakuan
a. Tujuan : untuk mengetahui kenormalan data sebagai syarat uji ANAVA
b. Hipotesis :
Ho = data kadar kalsium serum darah tikus berasal dari populasi yang
terdistribusi normal
Ha = data kadar kalsium serum darah tikus berasal dari populasi yang
tidak terdistribusi normal
c. Kriteria Uji :
Sig. < 0,05 berarti Ho ditolak
Sig. > 0,05 berarti Ho diterima
d. Hasil :
Kelompok
Shapiro-Wilk
Statistic df Sig.
Kadar_kalsium Kontrol Normal .966 6 .867
Kontrol Negatif .930 6 .577
Kontrol Positif .961 5 .812
Dosis 1 .832 6 .112
Dosis 2 .979 6 .949
Dosis 3 .987 6 .980
e. Kesimpulan : Ho diterima, berarti data kadar kalsium serum darah tikus
terdistribusi normal.
8.2 Uji Homogenitas (Uji Levene) terhadap kadar kalsium serum darah tikus
seluruh kelompok uji pada akhir perlakuan
a. Tujuan : untuk mengetahui homogenitas data sebagai syarat uji ANAVA
b. Hipotesis :
Ho = data kadar kalsium serum darah tikus berasal dari populasi yang
terdistribusi homogen
Efek ekstrak..., Indana Ayu Soraya, FMIPA UI, 2012
87
(lanjutan)
Ha = data kadar kalsium serum darah tikus berasal dari populasi yang
tidak terdistribusi homogen
c. Kriteria Uji :
Sig. < 0,05 berarti Ho ditolak
Sig. > 0,05 berarti Ho diterima
d. Hasil:
Levene Statistic df1 df2 Sig.
.651 5 29 .663
e. Kesimpulan: Ho diterima, berarti data kadar kalsium serum darah tikus
terdistribusi homogen.
.
8.3 Uji analisis varians satu arah terhadap seluruh kelompok uji
a. Tujuan : untuk mengetahui adanya perbedaan yang bermakna dari kadar
kalsium serum darah tikus tiap perlakuan
b. Hipotesis :
Ho = Tidak terdapat perbedaan yang bermakna terhadap kadar kalsium
serum darah tikus tiap kelompok perlakuan
Ha = Terdapat perbedaan yang bermakna terhadap kadar kalsium serum
darah tikus tiap kelompok perlakuan
c. Kriteria Uji :
Sig. < 0,05 berarti Ho ditolak
Sig. > 0,05 berarti Ho diterima
e. Hasil
Sum of Squares df Mean Square F Sig.
Between Groups 2299.352 5 459.870 7.400 .000 Within Groups 1802.170 29 62.144
Total 4101.522 34
f. Kesimpulan: Ho ditolak, berarti terdapat perbedaan yang bermakna antar
perlakuan.
Efek ekstrak..., Indana Ayu Soraya, FMIPA UI, 2012
88
(lanjutan)
8.4 Uji BNT (Beda Nyata Terkecil) terhadap seluruh kelompok uji
a. Tujuan : untuk mengetahui adanya perbedaan yang bermakna dari kadar
kalsium serum tikus antara enam kelompok perlakuan
b. Hipotesis :
Ho = Tidak terdapat perbedaan yang bermakna terhadap kadar kalsium
serum darah tikus antara enam kelompok perlakuan
Ha = Terdapat perbedaan yang bermakna terhadap kadar kalsium serum
darah tikus antara enam kelompok perlakuan
c. Kriteria Uji :
Sig. < 0,05 berarti Ho ditolak
Sig. > 0,05 berarti Ho diterima
d. Hasil :
(I) Kelompok (J) Kelompok Mean
Difference (I-J) Sig.
95% Confidence Interval
Lower Bound Upper Bound
Kontrol Normal Kontrol Negatif 19.9515833* .000 10.643070 29.260096
Kontrol Positif -5.6102833 .249 -15.373134 4.152567
Dosis 1 -1.8551500 .687 -11.163663 7.453363
Dosis 2 2.4575833 .593 -6.850930 11.766096
Dosis 3 4.6813500 .312 -4.627163 13.989863
Kontrol Negatif Kontrol Normal -19.9515833* .000 -29.260096 -10.643070
Kontrol Positif -25.5618667* .000 -35.324717 -15.799016
Dosis 1 -21.8067333* .000 -31.115246 -12.498220
Dosis 2 -17.4940000* .001 -26.802513 -8.185487
Dosis 3 -15.2702333* .002 -24.578746 -5.961720
Kontrol Positif Kontrol Normal 5.6102833 .249 -4.152567 15.373134
Kontrol Negatif 25.5618667* .000 15.799016 35.324717
Dosis 1 3.7551333 .438 -6.007717 13.517984
Dosis 2 8.0678667 .102 -1.694984 17.830717
Dosis 3 10.2916333* .040 .528783 20.054484
Dosis 1 Kontrol Normal 1.8551500 .687 -7.453363 11.163663
Kontrol Negatif 21.8067333* .000 12.498220 31.115246
Kontrol Positif -3.7551333 .438 -13.517984 6.007717
Dosis 2 4.3127333 .351 -4.995780 13.621246
Dosis 3 6.5365000 .162 -2.772013 15.845013
Efek ekstrak..., Indana Ayu Soraya, FMIPA UI, 2012
89
(lanjutan)
Dosis 2 Kontrol Normal -2.4575833 .593 -11.766096 6.850930
Kontrol Negatif 17.4940000* .001 8.185487 26.802513
Kontrol Positif -8.0678667 .102 -17.830717 1.694984
Dosis 1 -4.3127333 .351 -13.621246 4.995780
Dosis 3 2.2237667 .629 -7.084746 11.532280
Dosis 3 Kontrol Normal -4.6813500 .312 -13.989863 4.627163
Kontrol Negatif 15.2702333* .002 5.961720 24.578746
Kontrol Positif -10.2916333* .040 -20.054484 -.528783
Dosis 1 -6.5365000 .162 -15.845013 2.772013
Dosis 2 -2.2237667 .629 -11.532280 7.084746
Kesimpulan: Ho ditolak pada perbandingan antara kontrol normal dengan
kelompok kontrol negatif; antara kelompok kontrol negatif dengan kelima
kelompok lainnya; antara kelompok kontrol positif dengan kelompok kontrol
negatif, dan dosis 3; antara kelompok dosis 1 dengan kelompok kontrol
negatif; antara kelompok dosis 2 dengan kelompok kontrol negatif; antara
kelompok dosis 3 dengan kelompok kontrol negatif dan positif. Hal ini
berarti terdapat perbedaan bermakna antara kontrol normal dengan kelompok
kontrol negatif; antara kontrol negatif dengan kelima kelompok lainnya; dan
antara kontrol positif dengan dosis 3. Namun, tidak terdapat perbedaan yang
bermakna antara masing-masing kelompok dosis.
Efek ekstrak..., Indana Ayu Soraya, FMIPA UI, 2012
90
Lampiran 9. Sertifikat analisis natrium diklofenak PT. Kimia Farma
Efek ekstrak..., Indana Ayu Soraya, FMIPA UI, 2012
91
Lampiran 10. Sertifikat analisis complete freund’s adjuvant (CFA) Sigma-Aldrich
Efek ekstrak..., Indana Ayu Soraya, FMIPA UI, 2012
92
Lampiran 11. Sertifikat Hewan Uji
Efek ekstrak..., Indana Ayu Soraya, FMIPA UI, 2012
93
Lampiran 12. Sertifikat determinasi tanaman rumput mutiara dari Laboratorium Taksonomi Tumbuhan Fakultas Biologi UGM
Efek ekstrak..., Indana Ayu Soraya, FMIPA UI, 2012
94
(lanjutan)
Efek ekstrak..., Indana Ayu Soraya, FMIPA UI, 2012