Unikom Intan Sarah Augusta 44306033 Jurnal

33
KERJASAMA KEAMANAN MARITIM INDONESIA-AUSTRALIA DALAM KERANGKA PERJANJIAN LOMBOK INTAN SARAH AUGUSTA Program Studi Ilmu Hubungan Internasional Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Komputer Indonesia Jalan Dipati Ukur No. 112 Bandung 40132 Indonesia E-mail: [email protected] ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana kerjasama keamanan maritim yang dilakukan antara Indonesia-Australia dalam kerangka Perjanjian Lombok. Yang menjadi objek dari penelitian ini adalah kerjasama keamanan maritimantara Indonesia-Australia dan Perjanjian Lombok. Peneliti mencoba memahami dan menganalisis bagaimana kerjasama keamanan maritim Indonesia- Australia dalam mengatasi ancaman-ancaman yang terdapat di wilayah perairan perbatasan kedua negara. Metode penelitian yang digunakan adalah kualitatif. Metode penelitian yang digunakan adalah teknik analisa deskriptif. Sebagian besar data dikumpulkan melalui studi pustaka dan penelusuran website. Data-data yang diperoleh kemudian dianalisis dengan pendekatan teori yang berhubungan dengan Hubungan Internasional, Kerjasama Internasional, Perjanjian Internasional, Hukum Laut Internasional, Kepentingan Nasional dan teori Geopolitik. Hasil dari penelitian ini menunjukkan segala bentuk kerjasama keamanan maritim Indonesia-Australia dalam kerangka Perjanjian Lombok dalam upaya menjaga keamanan perairan perbatasan kedua negara dari tahun 2007 sampai 2010. Kata Kunci : Keamanan Maritim, Perjanjian Lombok, Indonesia, Australia ABSTRACT This study aims to determine how Maritime Security Cooperation Between Indonesia-Australia through Lombok Treaty Framework. The objects of this study is the maritime security cooperation between Indonesia-Australia and Lombok Treaty. Researcher are trying to understand and analyze how this cooperation in order to overcome the threats that occur in the sea border between both countries.

description

paper

Transcript of Unikom Intan Sarah Augusta 44306033 Jurnal

Page 1: Unikom Intan Sarah Augusta 44306033 Jurnal

KERJASAMA KEAMANAN MARITIM INDONESIA-AUSTRALIA DALAM KERANGKA PERJANJIAN LOMBOK

INTAN SARAH AUGUSTA

Program Studi Ilmu Hubungan Internasional Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Komputer Indonesia

Jalan Dipati Ukur No. 112 Bandung 40132 Indonesia

E-mail: [email protected]

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana kerjasama keamanan maritim yang dilakukan antara Indonesia-Australia dalam kerangka Perjanjian Lombok. Yang menjadi objek dari penelitian ini adalah kerjasama keamanan maritimantara Indonesia-Australia dan Perjanjian Lombok. Peneliti mencoba memahami dan menganalisis bagaimana kerjasama keamanan maritim Indonesia-Australia dalam mengatasi ancaman-ancaman yang terdapat di wilayah perairan perbatasan kedua negara.

Metode penelitian yang digunakan adalah kualitatif. Metode penelitian yang digunakan adalah teknik analisa deskriptif. Sebagian besar data dikumpulkan melalui studi pustaka dan penelusuran website. Data-data yang diperoleh kemudian dianalisis dengan pendekatan teori yang berhubungan dengan Hubungan Internasional, Kerjasama Internasional, Perjanjian Internasional, Hukum Laut Internasional, Kepentingan Nasional dan teori Geopolitik.

Hasil dari penelitian ini menunjukkan segala bentuk kerjasama keamanan maritim Indonesia-Australia dalam kerangka Perjanjian Lombok dalam upaya menjaga keamanan perairan perbatasan kedua negara dari tahun 2007 sampai 2010.

Kata Kunci : Keamanan Maritim, Perjanjian Lombok, Indonesia, Australia

ABSTRACT

This study aims to determine how Maritime Security Cooperation Between Indonesia-Australia through Lombok Treaty Framework. The objects of this study is the maritime security cooperation between Indonesia-Australia and Lombok Treaty. Researcher are trying to understand and analyze how this cooperation in order to overcome the threats that occur in the sea border between both countries.

This study used qualitative research type. The research method used is descriptive analysis techniques. Most of the data collected through the literature and websites searching. Those data were analyzed by theory approach based on International Relations, International Cooperation, International Agreement, International Law of the Sea, National Interest and Geopolitic theory.

The results of this study show all the maritime security cooperation between Indonesia-Australia through Lombok Treaty framework to secure the sea border between Indonesia-Australia from 2007 until 2010.

Keywords : Maritime Security, Lombok Treaty, Indonesia, Australia

Page 2: Unikom Intan Sarah Augusta 44306033 Jurnal

1. Pendahulan

1.1 Latar Belakang MasalahFenomena hubungan internasional dapat

dilihat dengan dua cara yang berbeda. Pertama dipandang sebagai fenomena sosial dan kedua dipandang sebagai salah satu disiplin ilmu. Sebagai fenomena sosial, aspek cakupan hubungan internasional ini sangat luas, yakni segala aktivitas kehidupan manusia yang kompleks dan bersifat internasional. Sebuah hubungan internasional dapat terjalin karena adanya perbedaan kepentingan, ketidakmerataan kekayaan alam, perbedaan letak geografis, dan lain-lain. Sehingga menuntut sebuah negara untuk melakukan kerjasama dengan negara lain dengan tujuan untuk mencapai pemenuhan kebutuhan dalam negerinya, baik berupa hubungan di bidang politik, sosial, budaya, ekonomi, pertahanan keamanan (hankam), atau hubungan-hubungan lainnya.

Globalisasi mengaburkan batas-batas wilayah suatu negara sehingga ruang gerak manusia, materi maupun nilai-nilai cenderung bersifat lebih fleksibel dan tidak mengalami hambatan yang begitu signifikan, kedaulatan tetap merupakan suatu privilege (keistimewaan) bagi tiap negara yang tidak mungkin atau setidaknya belum mungkin bisa dilenyapkan dari sistem internasional. Tidak ada negara di dunia ini yang hidup terisolir tanpa berhubungan dengan negara lain. Batas antar negara yang satu dengan yang lain ditandai oleh kewenangan untuk melaksanakan yurisdiksi eksekutif di wilayah teritorial masing-masing negara sesuai dengan tujuan kebijakan pemerintahannya. Pelaksanaan yurisdiksi eksekutif merupakan implementasi riil dari manifestasi utama kedaulatan suatu negara karena terkait erat dengan penentuan batas wilayah kedaulatan, pemanfaatan sumber daya alam, serta pengamanan terhadap keutuhan wilayah (Debe, 2009: 152).

Keamanan maritim adalah salah satu isu yang keamanan kawasan yang paling banyak dibicarakan pada abad ke-21. Alasannya adalah isu ini terkait dengan fungsi wilyah maritim yang makin strategis bagi kepentingan nasional suatu negara yang mendorong upaya untuk meningkatkan keamanan masing-masing negaranya.

Secara geografis Indonesia terletak di daerah yang strategis dan memiliki wilayah yang luas baik daratan maupun lautan, serta didalamnya terkandung kekayaan sumber daya alam, maka pemerintah Indonesia harus secara seksama

menjaga kedaulatan Indonesia. Salah satunya dilakukan dengan cara menjaga keamanan wilayah perairan Indonesia, khususnya yang berbatasan dengan negara lain, untuk mencegah dan mengatasi segala bentuk ancaman.

Maka dari itu keamanan maritim sangat penting bagi Indonesia dalam upaya menjaga kedaulatan negaranya. Salah satu upaya yang dilakukan oleh pemerintah Indonesia ialah bekerjasama dengan pemerintah Australia membuat sebuah forum dialog di bidang pertahanan.

Forum dialog di bidang pertahanan dan keamanan tersebut pada awalnya bernama Pertemuan Informal Indonesia-Australia, namun pada pertemuan kedua di Yogyakarta, kedua delegasi sepakat untuk memberi nama Pertemuan Informal Indonesia-Australia menjadi Indonesia-Australia Defence Strategic Dialogue (IADSD). Forum dialog ini pertama kali diadakan pada tahun 2001 di Jakarta. Sejak tahun 2004 forum ini dilaksanakan secara bergantian di Indonesia dan Australia setiap satu tahun sekali.

Pada 13 November 2006 Indonesia dan Australia menandatangani Framework Agreement on Security Cooperation di Pulau Lombok, Indonesia. Perjanjian yang dikenal juga dengan nama Perjanjian lombok ini merupakan kerangka kerjasama yang telah dimatangkan oleh kedua negara selama bertahun-tahun. Perjanjian kerjasama keamanan yang ditandatangani menteri luar negeri kedua negara mengatur kerjasama pada 10 bidang. Kesepuluh bidang itu meliputi pertahanan, keamanan maritim, intelejen, kontra terorisme, pencegahan proliferasi senjata pemusnah massal, tanggap darurat bencana alam, penegakan hukum, keselamatan dan keamanan penerbangan, kerjasama di dalam organisasi internasional dan kerjasama antar masyarakat.

Perjanjian kerangka kerjasama keamanan tersebut dilatarbelakangi oleh keperluan Indonesia memasukkan jaminan pengakuan Australia atas kedaulatan Republik Indonesia (RI) ke dalam suatu kerangka perjanjian. Demikian juga terhadap pernyataan tidak mendukung gerakan-gerakan separatis di Indonesia. Selain itu juga dimaksudkan untuk mewadahi dan mengembangkan berbagai kerjasama keamanan bilateral yang sudah ada.

Sebagai implementasi dari perjanjian lombok, maka pada tahun berikutnya, ditahun 2007 dan seterusnya forum dialog IADSD dilaksakan

Page 3: Unikom Intan Sarah Augusta 44306033 Jurnal

untuk mengimplementasikan poin-poin kerjasama yang telah disepakati pada Perjanjian Lombok. Forum dialog ini telah berjalan sejak tahun 2001 dan terus dilakukan sejak tahun 2004 sampai sekarang. Dalam IADSD terdapat beberapa hasil kesepakatan yang diperoleh dalam poin kerjasama keamanan maritim, yaitu Join (Save and Recue) SAR Operation Badan SAR Nasional (Basarnas) dan Australian Maritime Safety Autority (AMSA), latihan bersama patroli laut TNI angkatan laut Indonesia dan Royal Autralian Navy (RAN).

Salah satu faktor yang mendasari adanya bentuk kerjasama di bidang keamanan maritim adalah faktor geografi, dimana Indonesia memiliki karakteristik geografi yang terbuka, utamanya dimensi maritim. Ancaman keamanan saat ini lebih banyak di dominasi oleh ancaman yang banyak memanfaatkan jalur laut seperti penyelundupan manusia (people smugling), narkotika, penyelundupan senjata, penyelundupan barang, pembajakan laut, nelayan ilegal, terorisme maritim, yang juga memiliki peluang terhadap adanya peningkatan gerakan separatis dan konflik, khususnya di wilayah Indonesia Timur.

Perjanjian keamanan yang telah disepakati oleh pemerintah Indonesia dengan pemerintah Australia memiliki arti yang sangat penting bagi kedua negara, baik pada tingkat konsep maupun hubungan bilateral kedua negara. Jika melihat dari realitas dan dinamika hubungan bilateral yang selalu mengalami pasang surut, maka perjanjian keamanan ini merupakan prestasi tertinggi dalam meletakkan kerangka kerjasama keamanan bagi kedua negara, khususnya pasca pembatalan perjanjian keamanan Indonesia-Australia pada tahun 1999.

Bagi Indonesia perjanjian keamanan ini memiliki arti penting dalam menjaga kedaulatan wilayah Indonesia. Terutama jaminan kedaulatan dari pemerintah Australia atas Integritas wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia. Di sisi lain perjanjian keamanan memberikan keuntungan khusus bagi Indonesia berupa peningkatan kemampuan kontrol wilayah dan geografi, terkait dengan Joint Exercises (latihan bersama) Patroli Keamanan Maritim Terkoordinasi antara TNI Angkatan laut dan AMSA, kerjasama intelijen, sebagai implementasi dari kerjasama keamanan.

Sedangkan bagi Australia, dengan perjanjian keamanan ini Australia sangat berharap bahwa pemerintahnya dapat meningkatkan kerjasama dengan pemerintah Indonesia di bidang keamanan,

untuk menghadapi ancaman kejahatan transnasional yang banyak memanfaatkan dimensi maritim. Selain menjaga kepentingan dan keamanan, kerjasama keamanan ini juga dipilih oleh pemerintah Australia guna mencegah serangan terorisme dan para pelaku teror masuk ke dalam teritorial negaranya.

Tujuan dari kerjasama ini adalah untuk memperkuat dan mengembangkan hubungan persahabatan dan kerjasama di bidang pertahanan dan militer atas dasar saling menghormati kemerdekaan masing-masing, kedaulatan dan integritas teritorial, tidak campur tangan dalam urusan internal masing-masing, kesetaraan, saling manfaat dan menjunjung tinggi perdamaian seperti yang tercantum dalam Piagam PBB (Perserikatan Bangsa Bangsa) dan norma-norma yang diakui secara universal hukum internasional lainnya.

Maka berdasarkan pemaparan diatas, peneliti tertarik untuk melakukan penelitan yang berjudul :

“Kerjasama Keamanan Maritim Indonesia–Australia Dalam Kerangka Perjanjian Lombok”

Penelitian yang akan dilakukan ini berkaitan dengan beberapa mata kuliah pada Program Studi Ilmu Hubungan Internasional, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Komputer Indonesia, antara lain:

1. Pengantar Hubungan Internasional. Dimana pada mata kuliah ini mulai mengetahui dinamika yang terjadi dalam konteks hubungan Internasional, baik itu antara state actors maupun non-state actors dalam sistem internasional.

2. Hubungan Internasional di Kawasan Asia Pasifik. Dalam mata kuliah ini kita mempelajari interaksi yang dilakukan oleh negara yang berada di kawasan Asia Pasifik.

3. Politik Luar Negeri. Dalam mata kuliah ini membantu menjelaskan berbagai tindakan yang dilakukan oleh negara dalam interaksinya terhadap negara lain serta kebijakan politik luar negeri suatu negara untuk menghadapi perubahan yang terjadi diluar wilayahnya demi pencapaian kepentingan nasional.

4. Hukum Internasional. Dalam mata kuliah ini kita mempelajari tentang

Page 4: Unikom Intan Sarah Augusta 44306033 Jurnal

batas-batas yurisdiksi yang dimiliki oleh masing-masing negara dan membahas Hukum Laut Internasional.

1.2 Rumusan MasalahSesuai dengan uraian yang dikemukakan di

atas, maka permasalahan dapat di identifikasikan dalam beberapa pertanyaan berikut :Rumusan masalah mayor:

“Bagaimana kerjasama keamanan maritim Indonesia–Australia dalam kerangka Perjanjian Lombok?”

Rumusan masalah minor: 1. Faktor apa yang menjadi latar belakang

Pemerintah Indonesia melakukan kerjasama keamanan maritim dengan Pemerintah Australia?

2. Program apa saja yang dilakukan oleh pemerintah Indonesia–Australia dalam menjalankan kerjasama keamanan maritim dalam kerangka Perjanjian Lombok?

3. Kendala apa saja yang dihadapi oleh Pemerintah Indonesia–Australia dalam menjalankan kerjasama keamanan maritim dalam kerangka Perjanjian Lombok?

4. Keuntungan yang diperoleh pemerintah Indonesia dari kerjasama keamanan maritim tersebut?

1.2.1 Pembatasan MasalahPembatasan masalah diajukan untuk

mempersempit fokus terhadap masalah. Dari permasalahan yang ada, penulis membatasi masalah dalam kerjasama keamanan maritim dalam kerangka Perjanjian Lombok yang dilakukan pada tahun 2007-2010. Perjanjian keamanan sebagai payung hukum kerjasama keamanan kedua negara memberikan keuntungan khusus bagi Indonesia berupa peningkatan kemampuan kontrol wilayah dan geografi, terkait dengan ancaman keamanan yang masuk melalui laut seperti, penyeludupan senjata, narkotika, people smugling, penyeludupan barang serta terorisme dan ancaman lainnya serta peningkatan kegiatan kerjasama pertahanan dan kerjasama lainnya yang telah ada dan pembangunan kapasitas dalam bidang keamanan udara dan maritim sesuai dengan hukum internasional. Pembatasan tahun ini diambil karena perjanjian yang baru ditandatangani pada tahun 2006 dan diratifikasi tahun 2007 untuk melihat hasil kerjasama

keamanan maritim dalam kerangka perjanjian ini. Dan dibatasi sampai pada tahun 2010 karena untuk melihat perkembangan dari kerjasama yang telah dilakukan terkait dana yang telah dikeluarkan selama kurun waktu 2007-2010.

1.3 Maksud dan Tujuan Penelitian

1.3.1 Maksud Penelitian

Maksud dilakukannya penelitian ini adalah untuk menganalisa kerjasama keamanan maritim Indonesia-Australia dalam kerangka Perjanjian Lombok yang dilakukan oleh Indonesia dan Australia dalam upaya menangani ancaman-ancaman yang ada di wilayah perairan perbatasan kedua negara.

1.3.2 Tujuan PenelitianSuatu kegiatan penelitian yang dilakukan

hendaknya memiliki suatu tujuan yang hendak dicapai. Adapun tujuan dari penelitian dan penulisan skripsi ini adalah :

1. Penelitian dalam penulisan skripsi ini diharapkan untuk dapat mengetahui, memahami, dan meneliti berbagai faktor atau alasan Pemerintah Indonesia mengadakan kerjasama keamanan maritim dengan pemerintah Australia.

2. Mengetahui, memahami dan meneliti program yang dilakukan oleh pemerintah Indonesia-Australia dalam menjalankan kerjasama keamanan maritim dalam kerangka Perjanjian Lombok.

3. Mengetahui, memahami, dan meneliti kendala yang dihadapi oleh pemerintah Indonesia-Australia dalam menjalankan kerjasama keamanan maritim dalam kerangka Perjanjian Lombok.

4. Mengetahui, memahami, dan meneliti keuntungan yang diperoleh pemerintah Indonesia dari kerjasama tersebut.

1.4 Kegunaan PenelitianKegunaan dari penelitian ini adalah :1. Secara teoritis, diharapkan dapat

memberikan sumbangan bagi perkembangan teori–teori ilmu hubungan internasional yang akan

Page 5: Unikom Intan Sarah Augusta 44306033 Jurnal

menambah khasanah keilmuan, menambah wawasan serta dapat berguna sebagai tambahan informasi dan pembelajaran yang tertarik membahas terkait dengan topik penelitian yang dibahas kali ini. Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat berguna dan dapat dijadikan masukan untuk keperluan referensi akademis bagi yang berminat mengadakan penelitian lanjutan untuk masalah yang sama.

2. Secara praktis, penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai masukkan bagi pemerintah. Penelitian ini juga untuk meneliti lebih lanjut agar program kerjasama pemerintah dapat lebih tepat sasaran dan sebagai bahan pertimbangan serta evaluasi program kerjasama. Selain itu sebagai salah satu syarat bagi peneliti untuk meraih gelar kesarjanaan Strata Satu (S-1) pada Program Studi Ilmu Hubungan

Internasional Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Komputer Indonesia.

2. Tinjauan Pustaka Dan Kerangka Pemikiran

2.1 Tinjauan Pustaka

Penelitian sebelumnya yang penulis jadikan acuan dalam tinjauan pustaka adalah tesis yang ditulis oleh Ahmad Almaududy Amri dari Universitas Indonesia pada tahun 2012, yang berjudul Foreign Affairs and Defence Ministers Meeting Indonsesia-Australia: Upaya dalam Meningkatkan Hubungan Bilateral di Bidang Keamanan. Dalam tesis ini diuraikan tentang bentuk baru dalam hubungan bilateral antara Indonesia dan Australia yaitu Foreign Affairs and Defence Ministers Meeting (FADMM). Ide ini mulai mengemuka saat Presiden RI melakukan kunjungan ke Canberra pada bulan Maret 2010 dimana kedua negara menyepakati untuk menyelenggarakan pertemuan tahunan FADMM. Dasar pemikiran pembentukan FADMM adalah sebagai langkah upaya mendorong dan mewujudkan kesepakatan dalam Perjanjian Lombok dan rencana aksi. Selain itu, Indonesia

memiliki kepentingan dalam pembentukan forum ini. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pembentukan FADMM selain menguntungkan bagi Indonesia khususnya di bidang keamanan, dapat pula meningkatkan hubungan bilateral Indonesia-Australia, mengurangi ketegangan antara kedua negara, meningkatkan rasa saling percaya dan mencegah terjadinya konflik.

Tujuan penelitian ini adalah untuk melihat faktor apa saja yang mendorong Indonesia untuk membentuk FADMM. Selain itu akan diketahui pula peran FADMM dalam meningkatkan hubungan bilateral Indonesia dan Australia di bidang keamanan. Dalam kaitannya dengan hal tersebut maka akan diperoleh pula pemahaman tentang kebijakan Pemerintah Indonesia melalui kebijakan luar negerinya untuk meningkatkan hubungan bilateral di bidang keamanan dengan membuat forum yang mengikutsertakan menteri luar negeri dan menteri pertahanan kedua negara.

Sementara itu, Forum Kajian Pertahanan dan Maritim dalam jurnal terbitan tahun 2006 yang berjudul Mencermati Perjanjian Keamanan Indonesia-Australia, mengkaji bagaimana perjanjian kerjasama keamanan maritim kedua negara menguntungkan kedua negara dari kepentingan nasional masing-masing negara. Selain itu jurnal ini juga membahas tentang keamanan maritim dikaitkan dengan kepentingan nasional Australia. Dan bagaimana Ambisi Australia untuk mempertahankan posisinya sebagai aktor regional mendorong negara itu untuk dengan segala cara berupaya mengamankan kepentingan nasionalnya. Dalam konteks Framework Agreement on Security Cooperation.

Penelitian terdahulu yang juga digunakan dalam penelitian ini yaitu skripsi yang ditulis oleh Susi Pesta Romauli Boru Aritonang dari Universitas Komputer Indonesia pada tahun 2011, yang berjudul Pengaruh Kebijakan Maritim Australia Australia’s Maritime Identification Zone (AMIZ) Terhadap Batas Yurisdiksi Perairan Indonesia. Dalam skripsinya penulis membahas tentang Kebijakan Pertahanan dan Keamanan Maritim Australia yaitu Australia’s Maritime Identification Zone (AMIZ), disebabkan oleh persepsi Australia tentang ketidakmampuan Australia untuk mengatasi ancaman serta keikutsertaan Australia dalam kerjasama dengan negara sukutunya Amerika Serikat dalam hal pertahanan missile.

Page 6: Unikom Intan Sarah Augusta 44306033 Jurnal

Australia merasa perlu untuk melakukan deteksi dini terhadap kapal-kapal yang memasuki perairan Australia. Namun, dirasakan kekhawatiran oleh beberapa negara yang berada di kawasan Asia-Pasifik, akibat daya jangkau 1000-1500 mil laut yang terdapat dalam kebijakannya tersebut. Indonesia sebagai negara kepulauan merasa bahwa daya jangkau 1000-1500 mil laut tersebut memasuki dua per tiga wilayah perairan Indonesia. Berdasarkan permasalah tersebut dapat dirumuskan sebuah permasalahan yaitu Bagaimana Pengaruh Kebijakan Maritim Australia Australia’s Maritim Identification Zone (AMIZ) terhadap Batas Yurisdiksi Perairan Indonesia �

Metode dan teknik penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif analitis dan studi kepustakaan, dimana dengan menggunakan metode ini dapat diambil hipotesis untuk mengidentifikasikan permasalahan tersebut, hipotesis tersebut adalah Kebijakan Maritim Australia berupa pemberlakuan Australia’s Maritime Identification Zone (AMIZ) yang mempunyai jangkauan radar 1000-1500 mil telah mempengaruhi batas Yurisdiksi Perairan Indonesia ditandai dengan 2/3 wilayah Indonesia yang masuk dalam wilayah operasional AMIZ.Hasil uji dalam penelitian ini menunjukkan bahwa Australia dalam menerapkan kebijakan pertahanan maritimnya yaitu Australia’ss Maritime Identification Zone (AMIZ) telah memberikan pengaruh terhadap Yurisdiksi dari negara lain khususnya Indonesia yang mana sebagian dari wilayah Perairan Indonesia masuk dalam jangkauan AMIZ. 

Yang membedakan penelitian ini dari ketiga karya ilmiah diatas yaitu penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana kerjasama keamanan maritim yang dilakukan antara Indonesia-Australia dalam kerangka Perjanjian Lombok. Yang menjadi objek dari penelitian ini adalah kerjasama keamanan maritimantara Indonesia-Australia dan Perjanjian Lombok. Peneliti mencoba memahami dan menganalisis bagaimana kerjasama keamanan maritim Indonesia-Australia dalam mengatasi ancaman-ancaman yang terdapat di wilayah perairan perbatasan kedua negara.

Metode penelitian yang digunakan adalah kualitatif. Metode penelitian yang digunakan adalah teknik analisa deskriptif. Sebagian besar data dikumpulkan melalui studi pustaka dan penelusuran website. Data-data yang diperoleh

kemudian dianalisis dengan pendekatan teori yang berhubungan dengan Hubungan Internasional, Kerjasama Internasional, Perjanjian Internasional, Hukum Laut Internasional, Kepentingan Nasional dan teori Geopolitik. Hasil dari penelitian ini menunjukkan segala bentuk kerjasama keamanan maritim Indonesia-Australia dalam kerangka Perjanjian Lombok dari tahun 2007 sampai 2010.

2.2 Kerangka Pemikiran2.2.1 Hubungan Internasional

Ilmu hubungan internasional merupakan bagian dari ilmu sosial yang khusus mempelajari masyarakat internasional atau sociology of international relations. Ilmu hubungan internasional dalam arti umum tidak hanya mencakup unsur politik saja, tetapi juga mencakup unsur-unsur ekonomi, sosial, budaya, hankam dan lain sebagainya.

Istilah hubungan internasional memiliki banyak definisi. Secara keseluruhan hubungan internasional merupakan studi yang terbentuk dari ilmu-ilmu yang bersifat interdisipliner dan melengkapi satu sama lain. Hal ini digunakan oleh para ahli untuk menjelaskan fenomena-fenomena yang terjadi didalam hubungan antar negara, sehinga pada akhirnya memberikan berbagai definisi terhadap studi hubungan internasional itu sendiri. Hubungan internasional juga dapat ditujukan kepada semua bentuk interaksi antara anggota-anggota masyarakat yang berbeda, baik yang didukung oleh pemerintah maupun tidak.

Dalam mempelajari ilmu Hubungan Internasional terdapat tujuan dasar mempelajari ilmu ini, seperti yang disampaikan oleh DR. Anak Agung Banyu Perwita dan DR. Yanyan Mochamad Yani dalam bukunya “Pengantar Ilmu Hubungan Internasional” yaitu:

“Tujuan dasar studi Hubungan Internasional adalah mempelajari perilaku internasional, yaitu perilaku antara aktor negara maupun non-negara, di dalam arena transaksi internasional. Perilaku ini bisa berwujud kerjasama, pembentukan aliansi, perang, konflik serta interaksi didalam organisasi internasional” (Perwita & Yani, 2005:4-5).

Menurut The Dictionary of World Politics, hubungan internasional adalah istilah yang digunakan untuk melihat seluruh interaksi antara aktor-aktor negara dengan melewati batas-batas

Page 7: Unikom Intan Sarah Augusta 44306033 Jurnal

negara. Sedangkan Mc. Clelland mendefinisikan hubungan internasional secara jelas sebagai studi tentang interaksi antara jenis kesatuan-kesatuan sosial tertentu, termasuk studi tentang keadaan-keadaan relevan yang mengelilingi interaksi. Hubungan internasional akan berkaitan dengan segala bentuk interaksi antara masyarakat negara-negara, baik yang dilakukan oleh pemerintah ataupun warga negara. Hubungan internasional mencakup pengkajian terhadap politik luar negeri dan politik internasional, dan meliputi segala segi hubungan diantara berbagai negara didunia (Perwita & Yani, 2005:4).

DR. Anak Agung Banyu Perwita dan DR. Yanyan Mochamad Yani dalam buku “Pengantar Ilmu Hubungan Internasional” menyatakan bahwa:

“Studi tentang Hubungan Internasional banyak diartikan sebagai suatu studi tentang interaksi antar aktor yang melewati batas-batas negara. Terjadinya Hubungan Internasional merupakan suatu keharusan sebagai akibat adanya saling ketergantungan dan bertambah kompleksnya kehidupan manusia dalam masyarakat internasional sehingga interdependensi tidak memungkinkan adanya suatu negara yang menutup diri terhadap dunia luar” (Perwita & Yani, 2005:3).

Sesuai dengan definisi hubungan internasional yang telah diuraikan dan sesuai dengan fenomena kerjasama keamanan maritim antara Indonesia dan Australia, dalam hal ini, hubungan, interaksi serta dinamika kedua negara ini dalam menjalankan kerjasama maritim tersebut.

2.2.2 Kerjasama Internasional2.2.2.1 Pengertian Kerjasama Internasional

Kerjasama internasional tidak dapat dihindari oleh negara atau aktor-aktor internasional lainnya. Keharusan tersebut diakibatkan adanya saling ketergantungan diantara aktor-aktor internasional dan kehidupan manusia yang semakin kompleks, ditambah lagi dengan tidak meratanya sumber daya–sumber daya yang dibutukan oleh para aktor internasional. Dalam suatu kerjasama internasional bertemu berbagai macam kepentingan nasional dari beberapa negara dan tidak dapat dipenuhi sendiri secara maksimal oleh satu negara

saja, namun dari bantuan dan kerjasama negara lain.

Kerjasama internasional adalah sisi lain dari konflik internasional yang juga merupakan salah satu aspek dalam hubungan internasional. Isu utama dari kerjasama internasional yaitu berdasarkan pada sejauh mana keuntungan bersama yang diperoleh melalui kerjasama tersebut dapat mendukung konsepsi dari kepentingan tindakan yang unilateral dan kompetitif. Kerjasama internasional terbentuk karena kehidupan internasional meliputi berbagai bidang seperti ideologi, politik, ekonomi, sosial budaya, lingkungan hidup, pertahanan dan keamanan (Perwita dan Yani, 2005: 33-34).

Beberapa faktor yang perlu diperhatikan di dalam kerjasama internasional adalah:

1. Negara bukan lagi sebagai aktor eksklusif dalam politik internasional melainkan hanya bagian dari jaringan interaksi politik, militer, ekonomi dan kultural bersama-sama dengan aktor-aktor ekonomi dan masyarakat sipil.

Kerjasama internasional tidak lagi semata-mata ditentukan oleh kepentingan masing-masing negara yang terlibat di dalamnya, melainkan juga oleh institusi internasional, karena institusi internasional seringkali bukan hanya bisa mengelola berbagai kepentingan yang berbeda dari negara–negara anggotanya, tetapi juga memiliki dan bisa memaksakan kepentingannya sendiri (Sugiono, 2006; 6).

2.2.2.2 Kerjasama Keamanan Maritim

Palma mendefinisikan keamanan maritim dengan kondisi terbebasnya suatu negara dari berbagai ancaman terhadap kepentingan nasionalnya di laut. Ancaman tersebut baik berupa ancaman militer, maupun non-militer seperti tindakan kekerasan untuk memaksa, mendorong sebuah kepentingan dan tujuan politik, menantang kedaulatan sebuah negara, mengabaikan hukum, baik nasional dan internasional, pemanfaatan secara illegal sumber daya laut, transportasi illegal terhadap barang dan orang melalui laut (Palma, 2009: 1).

Marry Ann Palma lebih lanjut membagi permasalahan keamanan maritim ke dalam dua kategori, yakni, pertama, keamanan maritim sebagai keamanan nasional, yang mempunyai tujuan melindungi integritas wilayah dari sumber ancaman internal (konflik komunal dan

Page 8: Unikom Intan Sarah Augusta 44306033 Jurnal

separatisme). Kedua, keamanan maritim sebagai kepentingan keamanan yang berdampak regional. Setiap negara pasti memiliki kebijakan terhadap adanya ancaman eksternal (transnational crime), yang mana kebijakan atau jurisdiksi nasional tersebut berimplikasi pada dinamika regional di suatu kawasan (Palma, 2009: 26).

2.2.3 Hukum Internasional2.2.3.1 Pengertian Hukum Internasional

Hukum Internasional juga merupakan salah satu kajian dalam hubungan internasional. Hukum internasional dapat didefinisikan sebagai keseluruhan hukum yang untuk sebagian besar terdiri dari prinsip-prinsip dan kaidah-kaidah perilaku dan terhadapnya negara-negara merasa dirinya terikat untuk mentaati dan karenanya benar-benar ditaati secara umum dalam hubungan-hubungan mereka satu sama lain dan meliputi juga :

1. Kaidah-kaidah hukum yang berkaitan dengan berfungsinya lembaga-lembaga atau organisasi-organisasi internasional, hubungan-hubungan mereka satu sama lain dan hubungan mereka dengan negara-negara dan individu-individu.

2. Kaidah-kaidah hukum tertentu yang berkaitan dengan individu-individu dan badan-badan non-negara sejauh hak-hak dan kewajiban individu dan badan non-negara tersebut penting bagi masyarakat internasional.

Pada dasarnya hukum internasional didasarkan atas beberapa pemikiran sebagai berikut :

1. Masyarakat internasional yang terdiri dari sejumlah negara yang berdaulat dan merdeka (independen) dalam arti masing-masing berdiri sendiri tidak berada dibawah kekuasaan yang lain (multi state system).

2. Tidak ada suatu badan yang berdiri diatas negara-negara baik dalam bentuk negara (world state) maupun badan supranasional yang lain.

3. Merupakan suatu tertib hukum koordinasi antar anggota masyarakat internasional sederajat. Masyarakat Internasional tunduk pada hukum internasional sebagai tertib hukum

yang mengikat secara koordinatif untuk memelihara & mengatur berbagai kepentingan bersama (Rudy, 2006: 2).

Negara-negara memiliki kepentingan bersama dalam membangun dan memelihara ketertiban nasional sehingga mereka dapat hidup berdampingan dan berinteraksi atas dasar stabilitas, kepastian dan dapat diramalkan. Untuk tujuan itu, negara-negara diharapkan menegakkan hukum internasional untuk menjaga komitmen perjanjian mereka dan mematuhi aturan, konvensi, dan kebiasaan tatanan hukum internasional. Mereka juga diharapkan mengikuti praktek-praktek diplomasi yang telah diterima dan mendukung organisasi internasional. Hukum internasional, hubungan diplomatik dan organisasi internasional hanya dapat bertahan dan berjalan lancar jika pengharapan tersebut umumnya disadari oleh seluruh negara sepanjang waktu (Jackson & Sorensen, 2007: 6).

2.2.3.2 Hukum Laut Internasional dan UNCLOS (United Nations Conference on the Law of the Sea)

Pada awal sejarah perkembangan hukum laut, terdapat beberapa ukuran yang dipermasalahkan untuk menetapkan lebar laut teritorial sebagai jalur yang berbeda di bawah kedaulatan negara pantai atas jalur maritim ini benar-benar berlaku. Definisi hukum laut adalah: “Sekumpulan atau serangkaian peraturan yang menyangkut tentang wilayah laut” (Koers, 1994: 5).

Dua perkembangan penting setelah berakhirnya Perang Dunia II, adalah :

1. Penerimaan Umum atas Landas kontinen Zona Ekonomi Eksklusif.

2. Keputusan-keputusan international Court of Justice dalam perkara Anglo Norwegian Fisheries Case (yaitu mengenai pertimbangan bahwa jalur maritim bukanlah suatu perluasan semua terbatas dari wilayah kekuasaan daratan suatu negara sebagai suatu wilayah tambahan yang berdampingan) dimana demi alasan-alasan ekonomi, keamanan, dan geografis negara pesisir itu berhak untuk melaksanakan hak-hak kedaulatan eksklusif, yang hanya tunduk pada pembatasan-pembatasan seperti hak lintas damai dari kapal-kapal asing (Rudy, 2006 : 2).

Page 9: Unikom Intan Sarah Augusta 44306033 Jurnal

Sejak laut dimanfaatkan sebagai jalur pelayaran, perdagangan dan sebagai sumber kehidupan seperti penagkapan ikan, semenjak itu pulalah ahli-ahli hukum mulai memusatkan perhatiannya pada hukum laut. Ahli-ahli hukum berusaha meletakkan konsep-konsep dasar tentang hukum laut, seperti halnya Summer yang membagi teori-teori tentang lautan secara legalistik dalam empat bagian:

1. Perairan pedalaman2. Laut Teritorial3. Zona Tambahan4. Laut LepasDalam perkembangannya hukum laut

melewati beberapa konsepsi yaitu: 1. Konsepsi Cornelius van Bijnkerhoek

1702.2. Konferensi Liga Bangsa-bangsa di Den

Haag tahun 1930.3. Konsepsi UNCLOS I I958.4. Konsepsi UNCLOS II 1960.5. Konsepsi UNCLOS III 1982 (Rudi,

2006: 2-8).Konferensi PBB mengenai hukum laut yang

pertama dan kedua (tahun 1958 dan 1960) belum dapat menyelesaikan beberapa masalah, seperti:

1. Lebar laut teritorial secara tepat.2. Masalah lintas damai bagi kapal-kapal

perang setiap waktu melintasi selat-selat yang merupakan jalan raya maritim internasional dan yang seluruhnya merupakan perairan laut territorial.

3. Hal lintas dan terbang lintas dalam hubungannya dengan perairan kepulauan.

4. Masalah perlindungan dan konservasi spesies-spesies khusus untuk kepentingan ilmiah atau fasilitas kepariwisataan.

Pada tahun 1973 diadakan Konferensi Perserikatan Bangsa-Bangsa tentang Hukum Laut yang ke III, yang dikenal sebagai United Nations Conference on the Law of the Sea (UNCLOS). Konferensi ini berakhir dengan pengesahan naskah akhir konvensi dan penandatanganannya di Montego Bay, Jamaika pada tanggal 10 Desember 1982 oleh 119 negara dan mencakup hal-hal:

1. Kodifikasi ketentuan-ketentuan hukum laut yang ada, misalnya kebebasan-kebebasan dilaut lepas dan hak lintas damai dilaut territorial.

2. Pengembangan hukum laut yang sudah ada, seperti ketentuan mengenai lebar laut territorial menjadi maksimum 12 mil laut dan kriteria landas kontinen.

3. Penciptaan aturan-aturan baru, seperti asas negara kepulauan, zona ekonomi eksklusif dan penambangan didasar laut internasional (Rudy, 2006: 17-18).

2.2.4 Perjanjian InternasionalPada Statuta Mahkamah Internasional pasal

38, sumber-sumber hukum internasional adalah perjanjian internasional, baik yang bersifat umum maupun khusus, kebiasaan internasional, prinsip-prinsip hukum umum yang diakui oleh negara-negara beradab, dan keputusan pengadilan dan pendapat para ahli yang telah diakui kepakarannya menurut sumber hukum internasional (Mauna, 2001: 84).

Sebelum lahirnya Undang-Undang No. 24 Tahun 2000, semua dokumen sepanjang bersifat lintas negara, sepanjang yang menjadi pihak adalah pemerintah Indonesia, diperlakukan sebagai perjanjian internasional dan disimpan dalam Ruang Perjanjian (treaty room) Kementerian Luar Negeri. Perjanjian yang dibuat Pemerintah dengan organisasi non pemerintah juga dianggap sebagai perjanjian internasional. Setelah lahirnya Undang-Undang tersebut, Indonesia telah menunjukkan konsistensi tentang perjanjian (Agusman, 2010: 24).

Dalam Konvensi Wina 1969 dan 1986 telah memuat definisi tentang perjanjian internasional, yaitu perjanjian internasional yang dibuat antara negara (dan organisasi internasional) dalam bentuk tertulis dan diatur oleh hukum internasional, baik yang terkandung dalam instrumen tunggal atau dalam dua atau lebih instrumen yang terkait.

Selanjutnya, definisi ini diadopsi oleh Undang-Undang No. 24 Tahun 2000 tentang perjanjian internasional dengan sedikit modifikasi, yaitu setiap perjanjian di bidang hukum publik, yang diatur oleh hukum internasional, dan dibuat oleh Pemerintah dengan Negara, organisasi internasional, atau subjek hukum internasional lain.

Dari pengertian ini, maka terdapat beberapa kriteria dasar yang harus dipenuhi oleh suatu dokumen perjanjian untuk dapat ditetapkan sebagai suatu perjanjian internasional menurut Konversi Wina 1969 dan Undang-Undang No. 24 Tahun 2000, yaitu:

Page 10: Unikom Intan Sarah Augusta 44306033 Jurnal

1. Perjanjian tersebut harus berkarakter internasional (an international agreement), sehingga tidak mencakup perjanjian-perjanjian yang berskala nasional seperti perjanjian antarnegara bagian atau antara Pemerintah Daerah dari suatu negara nasional.

2. Perjanjian tersebut harus dibuat oleh negara dan/atau organisasi internasional (by subject of international law), sehingga tidak mencakup perjanjian yang sekalipun bersifat internasional namun dibuat oleh non subjek hukum internasional, seperti perjanjian antara negara dengan perusahaan multinasional.

3. Perjanjian tersebut tunduk pada rezim hukum internasional (governed by international law) yang oleh Undang-Undang No. 24 Tahun 2000 tentang Perjanjian Internasional disebut dengan “diatur dalam hukum internasional serta menimbulkan hak dan kewajiban di bidang hukum publik”. Perjanjian-perjanjian yang tunduk pada hukum perdata nasional tidak mencakup dalam kriteria ini (Agusman, 2010: 20).

Dapat disimpulkan bahwa yang disebut perjanjian internasional adalah semua perjanjian yang dibuat oleh negara sebagai salah satu subjek hukum internasional, yang diatur oleh hukum internasional dan berisikan ikatan-ikatan yang mempunyai akibat-akibat hukum. Sehubungan dengan itu ada dua unsur pokok dalam definisi perjanjian internasional tersebut, yaitu:

1. Adanya Subjek Hukum InternasionalNegara adalah subjek hukum

internasional yang mempunyai kapasitas penuh untuk membuat perjanjian-perjanjian internasional.

2. Rejim Hukum InternasionalSuatu perjanjian merupakan

perjanjian internasional apabila perjanjian tersebut diatur oleh rejim hukum internasional (Mauna, 2001: 88).

T. May Rudy menggolongkan perjanjian internasional menjadi dua bagian, Treaty Contract dan Law Making. Berikut penjelasannya:“Penggolongan perjanjian internasional sebagai sumber hukum formal adalah penggolongan perjanjian dalam Treaty Contract dan Law Making

Treaties. Treaty Contract dimaksudkan perjanjian seperti kontrak atau perjanjian hukum perdata, hanya mengakibatkan hak dan kewajiban antara pihak yang mengadakan perjanjian itu” (Rudy, 2002:44).

2.2.5 Konsep Pertahanan dan KeamananMenurut Andi Widjajanto, dari Kelompok

Kerja Propatria, pertahanan negara adalah segala usaha untuk mempertahankan kedaulatan negara, keutuhan wilayah negara, dan keselamatan segenap bangsa dari ancaman dan gangguan terhadap keutuhan bangsa dan negara. Andi Widjajanto juga menjelaskan sistem pertahanan negarayang bersifat semesta yang melibatkan seluruh warga negara, wilayah, dan sumber daya nasionalnya. Kemudian, sistem ini dipersiapkan secara dini oleh pemerintah dan diselenggarakan secara total, terpadu, terarah, dan berlanjut untuk menegakan kedaulatan negara, keutuhan wilayah, dan keselamatan segenap bangsa dari segala ancaman (Bakrie, 2007: 49).

Seiring dengan berkembangnya peradaban manusia, dan dengan adanya berbagai macam konflik di dunia, konsep keamanan adalah konsep yang masih diperdebatkan (contested concept), yang mempunyai makna berbeda bagi aktor yang berbeda. Hal ini terjadi karena konsep keamanan makin luas yang didorong dengan meningkatnya interdependensi dan semakin kompleksnya jaringan hubungan antar bangsa (international relation) dalam era globalisasi.

Secara umum dapat dikatakan bahwa suatu hal yang membahayakan eksistensi dan mengganggu kesejahteraan hidup bangsa dan negara, maka hal tersebut akan dirasakan sebagai suatu ancaman terhadap masalah keamanan nasional negara tersebut. Sebagaimana diungkapkan oleh Prof. Dr. Yahya A. Muhaimin dalam buku Masalah Kebijakan Pembinaan Pertahanan Indonesia, yaitu:

“Bahwa pembinaan pertahanan negara dapat dilakukan denga konsep Preventif defense yakni strategi pertahanan yang mengonsentrasikan keamanan nasional pada berbagai macam potensi ancaman, meskipun ancaman tersebut bersifat kecil, namun jika tidak dikelola secara tepat maka ancaman tersebut akan menjadi bahaya yang konkrit, yang secara langsung akan mengancam eksistensi dan kelangsungan hidup suatu bangsa dan negara” (Muhaimin, 2008: 23).

Page 11: Unikom Intan Sarah Augusta 44306033 Jurnal

Konsep keamanan kini dapat dikaji sebagai pengaruh dari masing-masing posisi ekstrim antara kekuatan dan perdamaian. Sebagaimana yang dikatakan oleh Buzan dalam buku People, States, and Fear: An Agenda for International Security Studies in the Post-Cold War Era, bahwa:

“Keamanan berkaitan dengan masalah lingkungan hidup, dimana isu-isu yang mengancam kelangsungan hidup suatu unit kolektif tertentu akan dipandang sebagai ancaman yang eksistensial. Berdasarkan kriteria isu keamanan, Buzan membagi keamanan kedalam lima dimensi yaitu politik, militer, ekonomi, sosial, dan lingkungan. Dimana tiap dimensi keamanan tersebut mempunyai unit keamanan, nilai dan karakteristik kelangsungan hidup dan ancaman yang berbeda-beda” (Perwita & Yani, 2005:122).

2.2.6 Teori GeopolitikIstilah geopolitik pertama kali diartikan oleh

Frederich Ratzel sebagai ilmu bumi politik (Political Geography) yang kemudian diperluas oleh Rudolf Kjellen menjadi Geographical Politic, disingkat Geopolitik. Alfred Thayer Mahan (1840-1914) mengembangkan lebih lanjut konsepsi geopolitik yaitu selain kekuatan darat diperlukan kekuatan maritim. Berdasarkan hal tersebut muncul konsep wawasan bahari atau konsep kekuatan di laut. Barang siapa menguasai lautan akan menguasai kekayaan dunia.

Paham Geoploitik bangsa Indonesia terumuskan dalam konsepsi Wawasan Nusantara. Bagi bangsa Indonesia, geopoliik merupakan pandangan baru dalam mempertimbangkan faktor-faktor geografis wilyah negara untuk mencapai tujuan nasionalnya. Untuk Indonesia, geopolitik adalah kebijakan dalam rangka mencapai tujuan nasional dengan memanfaatkan keuntungan letak geografis negara berdasarkan pengetahuan ilmiah tentang kondisi geografis tersebut.

Dalam geopolitik terdapat dua aspek yang tidak bisa dipisahkan, yaitu aspek spasial dan dimensi politik. Gagasan awal geopolitik adalah geografi merupakan dari aspek sosial dan sejarah yang akan selalu berhubungan dengan masalah-masalah politik dan ideologi. R. Kjellen mengartikan geopolitik sebagai teori yang melihat negara sebagai kesatuan politik yang menyeluruh serta sebagai satuan biologis yang memiliki intelektualitas. Sedangkan Housofer mengemukan teori geopolitik sebagai ilmu pengetahuan

mengenai kenegaraan, yang mana geopolitik berisi pertautan antara dua dimensi, yakni determinan spasial yang menentukan proses perpolitikan suatu negara (Cohen, 2003: 11-12).

Dengan teori geopolitik ini dapat Indonesia dapat memenuhi kepentingan nasional nya dilihat dari kerjasama keamanan maritim yang dilakukan dengan Austalia. Wilayah laut Indonesia yang strategis dan berbatasan langsung dengan Australia memungkinkan Indonesia untuk mengambl keuntungan dari kerjasama keamanan maritim tersebut.

2.2.7 Kepentingan NasionalKepentingan nasional sangat penting untuk

menjelaskan dan memahami perilaku internasional. Konsep kepentingan nasional merupakan dasar untuk menjelaskan perilaku politik luar negeri suatu negara. Menurut May Rudi, kepentingan nasional yaitu :

“Kepentingan nasional (national interest) merupakan tujuan-tujuan yang ingin dicapai sehubungan dengan hal yang dicita-citakan, dalam hal ini kepentingan nasional yang relatif tetap sama diantara semua negara atau bangsa adalah keamanan (mencakup kelangsungan hidup rakyatnya dan kebutuhan wilayahnya) serta kesejahteraan (prosperity), serta merupakan dasar dalam merumuskan atau menetapkan kepentingan nasional bagi setiap negara” (2002 : 116).

Kepentingan nasional juga dapat diartikan sebagai tujuan mendasar serta faktor paling menentukan yang memandu para pembuat keputusan dalam merumuskan kebijakan atau politik luar negeri. Kepentingan nasional merupakan konsepsi yang sangat umum tetapi merupakan unsur yang menjadi kebutuhan vital bagi suatu negara, karena mencakup kelangsungan hidup bangsa dan negara, kemerdekaan, keutuhan wilayah, keamanan, militer, kesejateraan dan ekonomi (Plano & Olton, 1999: 7).

Kepentingan nasional merupakan sebuah dasar pokok dalam menentukan suatu kebijakan serta merupakan kriteria dalam upaya menentukan tindakan dan langkah yang akan diambil oleh suatu pemerintahan, baik dalam lingkup nasional maupun internasional.

3. Objek Dan Metodelogi Penelitian

3.1 Objek Penelitian

Page 12: Unikom Intan Sarah Augusta 44306033 Jurnal

3.1.1 Gambaran Umum Indonesia3.1.1.1 Indonesia Sebagai Negara Maritim

Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar didunia yang terdiri dari 17.508 pulau. Panjang garis pantai Indonesia lebih dari 80.570 km, luas laut teritorial sekitar 285.005 km, luas laut perairan Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) sejumlah 2.692.762 km, luas perairan dalam pedalaman 2.012.392 km, dan luas daratan 2.012.402 km dengan luas total perairan Indonesia adalah 5.877.879 km. Berdasarkan statistik aset kewilayahan nasional, luas wilayah perairan Indonesia mencapai 5,9 juta km2 dengan rincian luas kepulauan 2,8 juta km2, luas laut territorial 0,4 km2, 2,7 km2 luas wilayah Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) dan klaim 0,8 juta km2 luas wilayah Landas Kontinen Republik Indonesia (LKRI), dengan jumlah pulau sekitar 17.508 pulau besar dan kecil.  Wilayah laut sebagai bagian integral dari wilayah kelautan nasional yang ditetapkan melalui Konvensi Perserikatan Bangsa Bangsa (UNCLOS) pada tahun 1982 tentang Hukum Laut Internasional (secara resmi diratifikasi pada tanggal 19 November 1993 setelah disetujui dan ditandatangani oleh 60 negara anggota PBB kemudian disahkan secara resmi tanggal 16 November 1994), merupakan wilayah teritorial Indonesia yang melingkupi seluruh kepulauan Indonesia sampai jarak 12 mil ke arah luar dari garis pantai. Disamping itu, wilayah yurisdiksi nasional yang meliputi Zone Ekonomi Ekslusif (ZEE) sejauh 200 mil dan klaim atas wilayah Landas Kontinen Republik Indonesia (LKRI) sejauh 350 mil diukur dari garis pangkal territorial (http://www.mgi.esdm.go.id/content/potensi-sumber-daya mineral-dan-energi-kawasan-pesisir-dan-laut-dangkal-peluang-investasi-se diakses pada tanggal 21/02/2014).

3.1.1.1.1 Perbatasan Maritim Indonesia-Australia

Secara garis besar perjanjian batas maritim Indonesia-Australia dibagi menjadi menjadi 3 (tiga) bagian, yaitu :

a. Perjanjian garis batas Landas Kontinen ditandatangani di Canbera pada tanggal 18 Mei 1971 dan diratifikasi dengan Kepres No. 42 tahun 1971, terdiri dari 16 titik koordinat di Laut Arafura, perairan pantai Selatan Papua dan Perairan Utara pantai Utara Papua.

b. Sebagai tambahan dilakukan perjanjian perbatasan pada tanggal 9 Oktober 1972 dan diratifikasi dengan Kepres No. 66 tahun 1972 tanggal 4 Desember 1972, di Selatan Kep. Tanimbar pada laut Arafura dan Selatan P. Roti dan P. Timor.

c. Perjanjian Celah Timor pada tanggal 9 September 1989 yang isinya :

1. Wilayah B dimana merupakan landas kontinen milik Indonesia maka dalam pembagian hasil pengolahan Indonesia akan mendapat 80% dan Australia 20%.

2. Wilayah A wilayah adalah wilayah overlap maka pembagian hasil pengolahan sumber daya alam adalah 50% unrtuk Indonesia dan 50% untuk Australia.

3. Wilayah C dimana merupakan landas kontinen milik Australia maka dalam pembagian hasil pengolahan Australia akan mendapat 80% dan Indonesia 20%.

Akibat merdekanya Propinsi Timor Timur menjadi Negara Republik Democrate Timor Leste (RDTL), maka perjanjian dan kerjasama antara Indonesia dengan negara lain seperti dengan Australia menyangkut wilayah Timor Timur secara hukum batal dan tidak berlaku lagi.

Perjanjian perbatasan maritim tanggal 16 Maret 1997 yang meliputi ZEE dan batas landas kontinen Indonesia-Australia dari perairan selatan P. Jawa, termasuk perbatasan maritim di Pulau Ashmore dan Pulau Christmas (http://www.strahan.kemhan.go.id/web/produk/perbatasan.pdf diakses pada tanggal 10/01/2014).

3.1.1.2 Pemerintahan IndonesiaIndonesia menjalankan pemerintahan

republik presidensial multipartai yang demokratis. Seperti juga di negara-negara demokrasi lainnya, sistem politik di Indonesia didasarkan pada Trias Politika yaitu kekuasaan legislatif, eksekutif dan yudikatif. Kekuasaan legislatif dipegang oleh sebuah lembaga bernama Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) yang terdiri dari dua badan yaitu DPR yang anggota-anggotanya terdiri dari wakil-wakil Partai Politik dan DPD yang anggota-anggotanya mewakili provinsi yang ada di

Page 13: Unikom Intan Sarah Augusta 44306033 Jurnal

Indonesia. Setiap daerah diwakili oleh 4 orang yang dipilih langsung oleh rakyat di daerahnya masing-masing.

Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) adalah lembaga tertinggi negara. Namun setelah amandemen ke-4 MPR bukanlah lembaga tertinggi lagi. Keanggotaan MPR berubah setelah Amandemen UUD 1945 pada periode 1999-2004. Seluruh anggota MPR adalah anggota DPR, ditambah dengan anggota DPD (Dewan Perwakilan Daerah).[25] Anggota DPR dan DPD dipilih melalui pemilu dan dilantik dalam masa jabatan lima tahun. Sejak 2004, MPR adalah sebuah parlemen bikameral, setelah terciptanya DPD sebagai kamar kedua. Sebelumnya, anggota MPR adalah seluruh anggota DPR ditambah utusan golongan. Anggota MPR saat terdiri dari 550 anggota DPR dan 128 anggota DPD.

3.1.1.3 Tentara Nasional Indonesia (TNI)Tentara Nasional Indonesia lahir dalam

kancah perjuangan bangsa Indonesia mempertahankan kemerdekaan dari ancaman Belanda yang berambisi untuk menjajah Indonesia kembali melalui kekerasan senjata. TNI merupakan perkembangan organisasi yang berawal dari Badan Keamanan Rakyat (BKR).

Peran, Fungsi dan Tugas TNI (dulu ABRI) juga mengalami perubahan sesuai dengan Undang-Undang Nomor: 34 tahun 2004. TNI berperan sebagai alat negara di bidang pertahanan yang dalam menjalankan tugasnya berdasarkan kebijakan dan keputusan politik negara. TNI sebagai alat pertahanan negara, berfungsi sebagai: penangkal terhadap setiap bentuk ancaman militer dan ancaman bersenjata dari luar dan dalam negeri terhadap kedaulatan, keutuhan wilayah, dan keselamatan bangsa, penindak terhadap setiap bentuk ancaman sebagaimana dimaksud di atas, dan pemulih terhadap kondisi keamanan negara yang terganggu akibat kekacauan keamanan. TNI terdiri dari TNI Angkatan Laut, TNI Angkatan Darat dan TNI Angkatan Udara.

3.1.1.3.1 Kekuatan Pertahanan TNI Angkatan Laut

Dalam Buku Putih Pertahanan Indonesia pada tahun 2008 pada poin pembahasan kekuatan TNI Angkatan Laut Indonesia disebutkan bahwa kekuatan KRI untuk memenuhi standar kekuatan pokok minimum adalah 274 kapal yang terdiri dari

berbagai jenis. KRI disusun dalam tiga kelompok kekuatan, yakni kekuatan Tempur Pemukul, Kekuatan Tempur Patroli, dan Kekuatan Dukungan. Kapal Republik Indonesia (KRI) merupakan kekuatan vital terdepan pertahanan Indonesia untuk mengawal wilayah maritim NKRI dengan segala kepentingannya. Prioritas diarahkan untuk pengadaan Kapal Patroli cepat hingga mencapai keseimbangan kekuatan di tiap wilayah. Pengadaan kapal selam secara bertahap mewujudkan kekuatan pokok minimum, khususnya dalam mengamankan jalur-jalur pelintasan (ALKI) (http:// www.dephan.go.id/kemhan/files/04f92fd80ee3d01c8e5c5dc3f56b34e3.pdf diakses pada tanggal 21/01/2014).

Kekuatan Tempur Pemukul diproyeksikan untuk mencapai kekuatan pokok minimum dengan susunan Kapal Perusak Kawal, Kapal Perusak Kawal Rudal, Kapal Selam, Kapal Cepat Rudal, Kapal Cepat Torpedo, dan Kapal Buru Ranjau. Kekuatan Tempur Patroli diproyeksikan untuk mewujudkan kemampuan satuan-satuan operasional TNI AL dalam menyelenggarakan patroli dan pengamanan wilayah perairan Nusantara dengan Kapal Patroli dari berbagai jenis.

3.1.2 Gambaran Umum Australia Australia terletak di belahan bumi bagian

selatan antara Samudera Pasifik dan Samudera Hindia. Benua Australia membentang dari garis lintang 10o 41'LS sampai garis lintang 43o 39'LS dan dari garis bujur 113o 09'BT sampai 153o 39'BT. Benua Asia terletak di sebelah utara Australia, dan di sebelah selatan terletak Samudera Selatan, dan semakin ke selatan lagi terletak Benua Antartika. Australia saling berbagi lautan dengan tetangga-tetangganya yang terdekat, yakni Indonesia dan Papua Nugini. Australia terletak di sebelah tenggara Indonesia. Pada titik batasnya yang terdekat, Australia dan Indonesia hanya terpisah beberapa kilometer.

3.1.2.1 Pemerintahan AustraliaSistem pemerintahan Australia dibangun

diatas tradisi demokrasi liberal. Berdasarkan nilai-nilai toleransi beragama, kebebasan berbicara dan berserikat, dan supremasi hukum, lembaga-lembaga Australia dan praktik-praktik pemerintahannya mencerminkan model Inggris dan Amerika Utara. Pada saat yang sama, mereka khas Australia.

Page 14: Unikom Intan Sarah Augusta 44306033 Jurnal

Salah satu demokrasi yang tertua dan lestari di dunia, Persemakmuran Australia didirikan pada 1901 ketika bekas koloni Inggris ini – kini enam negara bagian – sepakat untuk menjadi federasi. Praktik dan prinsip demokrasi yang membentuk parlemen kolonial pra-federasi (seperti ‘satu orang, satu suara’ dan hak pilih wanita) diberlakukan oleh pemerintah federal Australia yang pertama. Koloni Australia mewarisi tradisi pemilu dari Inggris yang mencakup hak pilih terbatas dan pemungutan suara umum dan ganda. Pelanggaran seperti suap dan intimidasi pemilih mendorong perubahan pemilihan umum. Australia mempelopori reformasi yang menopang praktik pemilu demokrasi modern. 

Pemerintah Australia didasarkan pada parlemen yang dipilih secara populer dengan dua majelis: Dewan Perwakilan dan Senat. Para menteri yang diangkat dari kedua majelis ini menjalankan fungsi eksekutif, dan keputusan kebijakan dibuat dalam rapat-rapat Kabinet. Selain pengumuman keputusan, diskusi Kabinet tidak disebarluaskan. Para menteri terikat oleh prinsip solidaritas Kabinet, yang sangat mencerminkan model Inggris yakni Kabinet bertanggungjawab kepada parlemen. Walaupun Australia adalah bangsa yang merdeka, Ratu Elizabeth II dari Inggris secara resmi juga merupakan Ratu Australia. Ratu menunjuk Gubernur Jenderal (atas saran dari Pemerintah Australia terpilih) untuk mewakilinya. Gubernur Jenderal memiliki kekuasaan yang luas, tetapi berdasarkan konvensi hanya bertindak atas saran para menteri dalam hampir semua urusan.Seperti Amerika Serikat namun berbeda dengan Inggris, Australia memiliki undangundang dasar tertulis. UUD Australia merumuskan tanggung jawab pemerintah federal, yang mencakup hubungan luar negeri, perdagangan, pertahanan dan imigrasi. Pemerintah negara bagian dan teritori bertanggungjawab atas semua urusan yang tidak dilimpahkan kepada Persemakmuran, dan mereka juga mematuhi prinsip pemerintah yang bertanggungjawab. Di negara bagian, Ratu diwakili oleh seorang Gubernur untuk setiap negara bagian. Pengadilan Tinggi Australia menangani sengketa antara Persemakmuran dan negara bagian.

3.1.2.2 Australian Defence Force (ADF) Ausralian Defence Force didirikan dibawah

Undang-undang Pertahanan 1903, tujuannya adalah untuk melindungi Australia dan kepentingan nasionalnya. Untuk menjalankan tujuan ini ADF mengabdi kepada pemerintah dan bertangungjawab langsung kepada parlemen Australia, yang mana

mewakili secara langsung rakyatnya untuk secara efesien dan efektif menjalankan kebijakan pertahanan. Fokus utama dalam hal pertahanan adalah untuk melindungi dan menjalankan kepentingan nasional Australia dengan menyediakan kekuatan militer dan menunjang kekuatan tersebut pada militer Australia dan kepentingan nasionalnya. Untuk mencapai hal ini, militer Australia menyiapkan dan melaksanakan operasi militer dan tugas lainnya yang diperintahkan oleh Pemerintah Australia (http:defence.gov.au/ips /aboutus .htm. diakses pada tanggal 05/03/2014).ADF merupakan organisasi militer yang bertanggung jawab dalam melindungi Australia. ADF terdiri dari Royal Australian Navy, The Australian Army dan The Royal Australia Air Force. Dalam dekade pertama pada abad-20, Pemerintah Australia telah mementuk secara terpisah tiga instasi militer, setiap instansi memiliki rantai komando yang independen. Pada tahun 1976, Pemerintah Australia membuat perubahan strategi dan membentuk ADF untuk menjalankan tugasnya dibawah satu markas besar.

3.1.2.2.1 Kekuatan Royal Australian Navy (RAN)RAN berperan dalam menyediakan

kekuatan maritim yang berkontribusi bagi ADF untuk melindungi Australia, kemanan kawasan, kepentingan global dan membentuk lingungan yang strategis dan melindungi kepentingan nasional. hal ini dicapai dengan mengadakan patroli maritim dan respon cepat perairan, melindungi kapal-kapal di daerah teritorial, menyediakan intelegen maritim, pengawasan martim, search and rescue maritim.

Dalam Buku Putih Pertahanan Australia tahun 2009 yang berjudul Defending Australia In The Asia Pacific Century: Force 2030, Pemerintah Australia telah memutuskan untuk menyediakan 12 kapal selam baru, yang akan dirakit di Australia Selatan. Ini akan menjadi desain utama dan program pembangunan mencakup tiga dekade, dan akan menjadi proyek pertahanan tunggal yang pernah ada dan terbesar di Australia. Kapal selam yang baru ini dimasa mendatang akan memiliki rentang yang lebih besar, daya tahan lebih lama dalam melakukan patroli, dan kemampuan yang diperluas dibandingkan dengan kapal selam saat ini, yaitu kelas Collins. Kapal selam ini juga akan dilengkapi dengan komunikasi yang sangat aman dan dapat membawa muatan misi yang berbeda seperti kendaraan bawah air tak berawak.

Page 15: Unikom Intan Sarah Augusta 44306033 Jurnal

Adapun  kemampuan   peperangan   udara   masih terkait  dengan program SEA 4000/Air Warfare Destroyer (AWD) kelas Hobart. Tiga kapal perusak pertama yang telah dipesan oleh pemerintah Australia akan dilengkapi dengan rudal anti pesawat jarak jauh Standard Missile 6 (SM-6), selain Aegis Combat System. Sistem sensor Cooperative Engagement Capability (CEC) yang akan terpasang pula di kapal itu, sehingga nantinya interoperable dengan sensor serupa pada pesawat udara AEW&C yang tengah dipesan oleh Royal Australian Air Force. Selain pengadaan heli anti kapal selam, pembangunan kekuatan maritim ditunjang pula oleh pembelian enam heli MRH-90 guna menggantikan heli Sea King milik Royal Australian Navy, sementara tujuh heli sejenis akan dioperasikan bersama Australian Army. Fungsi asasi heli ini adalah untuk kepentingan angkutan dan diharapkan pada 2010 sudah berdinas. Sebenarnya akuisisi heli MRH-90 merupakan program lanjutan dari pemerintahan Perdana Menteri John Howard. Untuk kepentingan patroli, survei hidrografi dan oseanografi, lawan peranjauan,  direncanakan   kekuatan   laut Australia   akan  menerima 20 Offshore Combatant Vessel serbaguna (http://www. fkpmaritim.org/analisis-terhadap-defending-australia-in-the-asia-pacificcentury-force -2030/ diakses pada tanggal 25/02/2014)

3.1.3 Perjanjian Lombok3.1.3.1 Sejarah Kerjasama Pertahanan Keamanan Indonesia-Australia

Hubungan bilateral antara Indonesia dan Australia dalam bidang pertahanan sudah berlangsung sejak awal tahun 1970. Kerjasama ini pada awalnya lebih banyak dilakukan dalam bidang bantuan alat utama sistem pertahanan negara (alutsista) dan pelatihan teknis terkait alutsista yang diperuntukan bagi pihak Indonesia. Perlahan kerjasama pertahan kedua negara ini makin meningkat, terutama pada bidang pelatihan dan pendidikan yang sebagian besar diikuti oleh personel TNI. dan pada tahun 1990 hubungan kerjasama pertahan kedua negara makin menguat seiiring dibahasnya isu-isu ancaman senjata pemusnah massal, keamanan maritin serta penyelundupan.Diawal tahun 1994 pejabat kedua negara melakukan negosiasi untuk membuat rencana kerjasama pertahanan lebih lanjut. Karena prinsip politik luar negeri Indonesia yang bebas dan aktif, menolak terlibat aliansi militer dengan negara

manapun, maka dibuatlah kesepakatan kerjasama pertahanan yang disebut Aggrement on Maintaining Secuity (AMS). Pada tanggal 14 Desember 1995, perjanjian ini disahkan oleh kedua negara. Perjanjian ini berisi prinsip dasar kerjasaman keamanan kedua negara yang menjadi landasan kerjasama pertahanan lebih lanjut (Taylor, 2007: 103).

3.1.3.2 Kerjasama Keamanan Maritim Indonesia-Australia

Kerjasama pertahanan antara Indonesia dengan Australia sudah di mulai sejak lama. Namun karena memanasnya situasi politik antara kedua negara menyebabkan kerjasama pertahanan ini sedikit terabaikan. Pertemuan tingkat menteri pertahanan dan departemen pertahanan yang tiap tahun diadakan untuk membahas lebih lanjut kerangka kerjasama yang akan dilakukan oleh kedua negara. Dalam pembahasan tahunan ini, dibahas juga kerangka kerjasama keamanan maritim.

Kerjasama keamanan maritim menjadi bahasan dalam setiap pertemuan karena kedua negara saling berbatasan langsung, yang dipisahkan oleh batas laut. Karenanya diperlukan kerangka kerjasama dalam mengatur kerjasama keamanan maritim antara dua negara. Selain itu untuk menghalau nelayan asing yang mencari ikan di wialayah perairan perbatasan kedua negara serta menghadapi kejahatan terorganisir tentang penyeludupan manusia dan tentunya para pencari suaka yang melintasi wilayah perairan indonesia menuju perairan Australia.

Kerjasama keamanan maritim yang dijalankan oleh Indonesia-Australia meliputi patroli gabungan di wilayah perairan perbatasan kedua negara, studi banding angkatan laut Indonesia di Australia, Join (Save and Recue) SAR Operation Basarnas dan AMSA.

Kerjasama keamanan maritim antara Indonesia dan Australia yang merupakan salah satu poin kerjasama dari forum dialog IADSD, yang merupakan forum pertemuan untuk meningkatkan kerjasama pertahanan kedua negara yang diadakan tiap tahun dari tahun 2001 sampai sekarang yang membahas mekanisme kerjasama pertahan antara dua lembaga pertahanan masing-masing negara.

Setelah tercetusnya Perjanjian Lombok, forum dialog IADSD menjadi tempat dimana dibahasnya mekanisme rencana aksi dan kerjasama-kerjasama yang akan terus dilakukan

Page 16: Unikom Intan Sarah Augusta 44306033 Jurnal

untuk terwujudnya poin-poin dalam Perjanjian Lombok.3.1.3.3 Isi Perjanjian Lombok

Sejak tahun 2003 telah terbentuk pembicaraan mengenai pentingnya peningkatan hubungan kerjasama pertahanan antara Indonesia dan Australia. Situasi politik dan kondisi keamaan regional menjadi pertimbangan masing-masing negara untuk menentukan arah kerjasama pertahanan ini. Pada tahun 2004 Australia menginginkan peningkatan kerjasama ini untuk dapat segera dilakukan, namun Indonesia masih harus menunggu situasi politik dalam negeri terlebih dahulu. Keputusanini dapat dibuat setelah presiden RI yang baru telah terpilih dan dibentuknya kabinet yang baru.

Pada Juli 2005, Menlu Australia Alexander Downer menulis surat pada Menlu Indonesia Hassan Wirajuda yang berisi pernyataan bahwa perjanjian keamanan bilateral Indonesia-Australia telah menjadi prioritas bagi pemerintah Australia. Hal ini dalam pandangan Australia untuk mengatasi ancaman terorisme dan ancaman lainnya.

Setelah melakukan berbagai perundingan secara formal dan pembicaraan tentang payung hukum dan realisasi perjanjian keamanan Indonesia-Australia yang dilaksanakan pada bulan Agustus 2006 di Jakarta dan September 2006 di Canberra, dan diakhiri dengan pertemuan tingkat Menteri Luar Negeri di New York di sela Sidang Majelis Umum-PBB ke-68 yang membahas dan menyepakati naskah final Agreement between The Government of The Republic Indonesia and The Government of Australia on the Framework for Security Cooperation.

Hubungan antara Indonesia dan Australia memiliki sejarah yang cukup panjang sejak zaman perjuangan kemerdekaan Indonesia. Australia merupakan salah satu dari sejumlah negara di dunia yang pertama mengakui hak Indonesia untuk merdeka. Dalam perkembangannya, hubungan bilateral antara Indonesia dan Australia mengalami pasang surut. Hal tersebut terjadi karena berbagai perbedaan yang ada di antara kedua negara, antara lain, perbedaan yang terkait dengan sistem politik, kondisi sosial, ekonomi, dan kebudayaan. Namun, fakta geografis yang menunjukkan bahwa kedua negara merupakan negara bertetangga menjadi faktor yang mendorong perlunya kedua negara untuk berinteraksi secara kondusif guna menjaga stabilitas kawasan.

3.2 Metode Penelitian3.2.1 Desain PenelitianDesain penelitian yang peneliti pakai menggunakan pendekatan penelitian kualitatif. Desain penelitian kualitatif pada umumnya menggunakan metode penelitian deskriptif. Bogdan dan Taylor (Moleong, 2007: 3) mengemukakan bahwa metodologi kualitatif merupakan prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis maupun lisan dari orang-orang dan perilaku yang diamati.

3.2.2 Teknik Pengumpulan Data3.2.2.1 Studi Pustaka

Teknik pengumpulan data yang dilakukan dalam penelitian ini akan dilakukan melalui studi kepustakaan (library research). Teknik ini mengasumsikan bahwa setiap kumpulan informasi tertulis dapat digunakan sebagai indikator sikap, nilai, dan maksud politik dengan cara menelaah secara sistematis menurut kriteria penafsiran kata dan pesan tertentu.

3.2.3 Teknik Analisa Data

Teknik analisa yang dipergunakan peneliti adalah data display (penyajian data), dimana susunan informasi yang memungkinkan dapat ditariknya suatu kesimpulan, sehingga memudahkan untuk memahami apa yang terjadi (Tim Penyusun, 2011: 23). Neuman menjelaskan dalam penelitian kualitatif menginterpretasikan data dengan cara mengartikan, menerjemahkan dan membuat data tersebut menjadi lebih mudah untuk dipahami melalui sudut pandang peneliti.

3.2.4 Lokasi dan Waktu Penelitian3.2.4.1 Lokasi Penelitian

Penelitian ini mengambil lokasi pada sumber data yang cukup memadai, antara lain:

1. Kedutaan Besar Australia, Jl. H.R. Rasuna Said, Kuningan, Jakarta.

2. Perpustakaan Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Jl. Gatot Subroto, Jakarta.

3. Perpustakaan Universitas Komputer Indonesia, Jl. Dipati Ukur 116, Bandung.

4. Perpustakaan Universitas Padjajara, Jl. Raya Jatinangor, Sumedang.

5. Perpustakaan Universitas Pasundan, Jl. Lengkong Besar, Bandung.

Page 17: Unikom Intan Sarah Augusta 44306033 Jurnal

6. Perpustakaan Universitas Parahyangan, Jl. Ciumbuleuit, Bandung.

7. Kementrian Pertahanan Republik Indonesia, Jl. Merdeka Barat 13-14, Jakarta.

3.2.4.2 Waktu PenelitianPenelitian ini berlangsung sejak bulan Desember 2012 sampai dengan Februari 2014, yang dapat dirinci sebagai berikut:

Tabel 3.2Waktu Penelitian

No.

Keterangan

Waktu Penelitian

2012

2013 2014

Des Jan -

Jun

Jul -

Des

Jan

Feb

1. Pengajuan Judul

2. Usulan Penelitian

3. Bimbingan Skripsi

4. Pengumpulan Data

5. Sidang Skripsi

3.2.5 Sistematika Penulisan BAB I PENDAHULUANPada bab ini diuraikan masalah yang melatarbelakangi diajukannya penelitian ini. Uraian dimulai dari latar belakang penelitian, rumusan

masalah, pembatasan masalah, dan tujuan serta kegunaan penelitian.BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRANPada bab ini peneliti menjelaskan teori-teori yang relevan dengan subjek yang diteliti, seperti hubungan internasional, kerjasama internasional, perjanjian internasional, kepentingan nasional, kebijakan imigrasi dan teori gepolitik. Pada bab ini pula dijelaskan tentang kerangka pemikiran yang diambil. Bab ini berisi uraian tentang data sekunder yang diperoleh dari jurnal-jurnal ilmiah atau hasil penelitian yang dapat dijadikan asumsi yang memungkinkan penalaran untuk menjawab masalah yang diajukan.BAB III OBJEK PENELITIAN DAN METODE PENELITIANDalam bab ini peneliti menjelaskan gambaran umum Indonesia sebagai negara maritim, tentang Perjanjian Lombok, hubungan kerjasama Indonesia-Australia serta kerjasama keamanan maritim antara Indonesia dan Australian dalam kerangka Perjanjian Lombok.

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Dalam bab ini peneliti menjelaskan tentang pembahasan dari hasil penelitian yang merupakan jawaban dari identifikasi masalah serta menganalisis kerjasama keamanan maritim Indonesia-Australia dalam kerangka Perjanjian Lombok untuk menangani acaman-ancaman yang ada di perbatasan perairan kedua negara .BAB V KESIMPULAN DAN SARANKesimpulan merupakan intisari hasil analisis dan interpretasi, cara penulisan/pembahasan dirumuskan dalam bentuk pernyataan secara tertata dan padat, sehingga tidak menimbulkan penafsiran lain. Informasi yang disampaikan dalam kesimpulan ini bisa berupa pendapat baru, koreksi atas pendapat lama, pengukuhan pendapat lama atau mengganti pendapat lama. Saran merupakan kelanjutan dari kesimpulan, sering berupa anjuran yang dapat menyangkut aspek operasional maupun konseptual.

4. Hasil Penelitian4.1 Faktor Yang Menjadi Latar Belakang Pemerintah Indonesia Melakukan Kerjasama Keamanan Maritim Dengan Pemerintah Australia

Hubungan bilateral Indonesia dan Australia dalam bidang pertahanan dan keamanan telah

Page 18: Unikom Intan Sarah Augusta 44306033 Jurnal

terjalin sejak awal tahun 1970an. Sejak dahulu, dinamika hubungan kedua negara mengalami pasang surut. Berbagai permasalahan seperti isu Timor Timur dimana Australia dinilai Indonesia terlalu mencampuri urusan politik dalam negeri negara kepulauan tersebut, hingga isu terorisme pasca meledaknya Bom Bali 1 memberikan implikasi yang buruk pada pola hubungan kedua negara itu. Namun tidak dapat terlepaskan fakta bahwa kedua negara bertetangga tersebut saling memerlukan satu sama lain untuk bekerjasama mengatasi ancaman yang ada di wilayah perairan perbatasannya.Terdapat dua alasan yang menjadi latar belakang pemerintah Indonesia ingin menjalin kerjasama keamanan maritim dengan pemerintah Australia. Alasan pertama Indonesia melakukan kerjasama dengan Australia adalah untuk menanggulangi ancaman-ancaman yang terdapat di perairan Indonesia terutama yang berbatasan langsung dengan wilayah Australia. Perlunya pengakuan kedaulatan yang dimasukkan kedalam suatu dokumen perjanjian agar Australia lebih menghormati dan menghargai serta tidak mencampuri kedaulatan dan urusan politik dalam negeri Indonesia menjadi alasan kedua Indonesia menjalankan kerjasama keamanan martim dengan Australia.

4.2 Program Yang Dilakukan Pemerintah Indonesia-Australia Dalam Menjalankan Kerjasama Keamanan Maritim Dalam Kerangka Perjanjian Lombok

Program-program yang dilakukan oleh Pemerintah Indonesia dan Australia dalam kerjasama keamanan maritim ini mengacu pada dua poin kerjasama keamanan maritim yang ada pada isi Perjanjian Lombok. dalam isi perjanjian ini disebutkan bahwa kerjasama bilateraluntuk meningkatkan keselamatan maritim dan untuk meneapkan langkah-langkah keamanan maritim, secara konsisten denan hukum internasional. Selain itu untuk meningkatkan kegiatan kerjasama pertahanan dan kerjasama lainnya yang telah ada dan pembangunan kapasitas dalam bidan keamanan udara dan maritim sesuai dengan hukum internasinal. Maka dari itu dengan melihat ruang lingkup kerjasama keamanan maritim yang tertuang dalam isi Perjanjian Lombok, program-program yang dilakukan dalam menjalankan kerjasama keamanan maritim antara Pemerintah Indonesia dan Australia

meliputi latihan bersama, join rescue antara Basarnas dan AMSA dan patroli bersama.

4.3 Kendala Yang Dihadapi Pemerintah Indonesia-Australia Dalam Menjalankan Kerjasama Keamanan Maritim Dalam Kerangka Perjanjian Lombok4.3.1 Kendala Sumber Daya Manusia (SDM) Dalam kerjasama yang dilakukan oleh dua negara ini, hal yang dibutuhkan adalah SDM pertahanan yang memadai. Bukan hanya sekedar peralatan teknologi yang canggih, tanpa ada sumber daya yang mampu mengoperasikan peralatan tersebut. Terlebih lagi dibutuhkan komunikasi antar personel lembaga dua negara tersebut untuk kelancaran dan menghindari konflik serta kesalahpahaman dalam pelaksanaan program kerjasama keamanan maritim.

4.3.2 Keterbatasan Alat Utama Sistem Pertahanan Negara (Alutsista) IndonesiaDengan keterbatasan alutsista, penggelaran kekuatan di laut sebagian dititikberatkan pada daerah rawan, seperti Selat Malaka, Laut Sulawesi (termasuk Blok Ambalat), Alur Laut Kepulauan Indonesia (ALKI), Laut Natuna, Laut Timor, Laut Arafuru dan wilayah perbatasan lainnya. Wilayah-wilayah perairan itu mendapat perhatian khusus karena kerawanannya, baik adanya sengketa batas maritim, pembajakan dan perompakan di laut (piracy and armed robbery), pencurian sumber daya alam dan lain sebagainya. Keterbatasan ini dipengaruhi pula oleh anggaran pertahanan yang dialokasikan untuk Angkatan laut. Sebagian besar dari dana ini digunakan untuk pemeliharaan 145 kapal perang dan patroli serta operasi laut.

4.4 Keuntungan Yang Diperoleh Pemerintah Indonesia Dari Kerjasama Keamanan Maritim Dalam Kerangka Perjanjian Lombok

Mengingat bahwa perjanjian kerjasama keamanan Indonesia-Australia telah ditandatangani dan mengikat kedua belah pihak, sudah sewajarnya semua pihak keamanan di Indonesia mempersiapkan diri dengan sejumlah bentuk kerjasama keamanan. Termasuk di dalamnya kerjasama keamanan maritim, yang dirancang untuk mengamankan kepentingan nasional di laut, termasuk menghadapi kemungkinan ancaman-ancaman yang ada. Kepentingan nasional Indonesia yang vital dan permanen adalah tetap tegak dan utuhnya NKRI yang berdasarkan Pancasila dan UUD 1945. Dalam mewujudkan kepentingan

Page 19: Unikom Intan Sarah Augusta 44306033 Jurnal

nasional tersebut, pertahanan negara Indonesia diselenggarakan untuk menangkal dan mencegah segala bentuk ancaman dan gangguan, baik yang bersumber dari luar maupun dari dalam negeri.Tujuan utama yang diperoleh dari kerjasama ini untuk Australia adalah dalam rangka mencegah masuknya illegal migrant ke negara tersebut sedangkan kepentingan nasional Indonesia antara lain mencegah illegal fishing dan illegal activity termasuk kemungkinan pelarian simpatisan OPM dalam rangka mencari suaka politik atau dukungan simpati internasional melalui selat Torres dari Papua ke Australia.

5. KESIMPULAN DAN SARAN5.1 Kesimpulan

Berdasarkan peelitian yang telah dilakukan serta apa yang telah dipaparkan pada bab sebelumnya. Maka peneliti dapat mengambil kesimpulan dari Kerjasama Keamanan Maritim Indonesia-Australia Dalam Kerangka perjanjian Lombok.

1. Letak geografis merupakan salah satu faktor utama yang menentukan masa depan dari suatu negara dalam melakukan hubungan internasional. Kondisi geografis suatu negara akan menentukan peristiwa-peristiwa yang memiliki pengaruh secara global. Indonesia dikenal sebagai negara kepulauan yang memiliki geografi yang terbuka, hal ini akan berdampak pada bentuk ancaman keamanan.

2. Kerjasama keamanan yang dilakukan oleh Indonesia dan Australia telah berlangsung cukup lama dan telah mengalami pasang surut terkait hubungan politik kedua negara. Khususnya dalam kerjasama keamanan maritim, dimana tiap kerjasama keamanan pertahanan yang terjalin merupakan interoperabilitas, artinya kerjasama keamanan maritim yang dijalankan merupakan kapasitas dari suatu sistem yang dapat berinteraksi dengan sistem lainnya melalui kesepakatan bersama.

3. Terlepas dari situasi politik kedua negara yang dinamis, baik Pemerintah Indonesia maupun Pemerintah Australia berjuang untuk terwujudnya kepentingan nasional masing-masing negara dalam menjaga keamanan

wilayahnya masing-masing. Dengan adanya ancaman-ancaman yang terjadi di wilayah laut perbatasan kedua negara yang secara langsung mengancam keamanan Indonesia dan Australia, maka kedua negara diharapkan tetap menjalin hubungan kerjasama yang saling menguntungkan bagi kedua negara.

4. Kerjasama yang telah ada dan yang telah dilaksanakan dalam upaya menjaga keamanan wilayah laut di perbatasan kedua negara mencakup latihan bersama oleh TNI Angkatan Laut dan RAN Australia, latihan patroli bersama kedua angkatan laut masing-masing negara, Join Rescue SAR dan AMSA, serta pemberiaan dana bantuan oleh Australia untuk Indonesia pada program keselamatan penerbangan dan maritim digunakan untuk pemasangan Global Maritime Distress and Safety System (GMDSS).

5. Kerjasama ini dapat dikatakan cukup berhasil, hal ini dapat terlihat dari peningkatan jumlah imigran gelap yang berhasil ditangani oleh pemerintah Indonesia. Dalam hal hubungan antara Indonesia-Australia menjadi lebih baik dan solid.

6. Dalam pelaksanaan kerjasama ini masi banyak hambatan dan keterbatasan yang dialami oleh kedua negara agar tercapai hasil yang diharapkan dalam peenuhan kepentingan nasional kedua negara. Diantara kendala tersebut berasal dari kendala kultural yang berasal dari pemerintah Indonesia dan Australia, yang berupa kendala dalam hal komunikasi dan perbedaan budaya serta kendala teknis dari pemerintah Indonesia terkait kurangnya anggaran pemerintah untuk Departemen Pertahanan untuk peremajaan, pengadaan dan perawatan alutsista.

5.2 Saran5.2.1 Saran Untuk Pemerintah Indonesia

Agar kerjasama keamanan maritim kedua negara dapat berjalan secara lancar, stabilitas hubungan politik kedua negara harus dapat dijalankan dan dipertahankan sebaik mungkin. Hal

Page 20: Unikom Intan Sarah Augusta 44306033 Jurnal

ini dapat dilakukan dengan mengesampingkan perilaku-perilaku politik yang dapat merugikan kerjasama keamanan maritim yang telah dilaksanakan.

Pemerintah Indonesia juga harus lebih memperhatikan anggaran yang disalurkan bagi Departemen Pertahanan, karena keamanan merupakan hal yang utama bagi suatu negara agar terhndar dari segala bentuk ancaman yang mengancam kepentingan nasional Indonesia. Selain itu diharapkan pemerintah Indonesia dapat lebih memberikan perhatian kepada sektor pertahanan melalui peremajaan dan perawatan serta penambahan alutsista yang menunjang sistem pertahanan Indonesia. Masih kurangnya alutsista yang dimiliki Indonesia menjadi hambatan bagi TNI Angkatan Laut untuk mengamankan wilayah laut NKRI.

Saran lain untuk Pemerintah Indonesia adalah penguatan SDM di bidang pertahanan agar mampu bersaing dengan negara lain serta berguna untuk penunjang alutsista dalam hal pengoperasian teknologi, agar pengamanan di wilayah laut dapat berjalan dengan sempurna tanpa ada hambatan.

5.2.2 Saran Untuk penelitian SelanjutnyaHasil penelitian ini diharapkan akan

menambah khazanah keilmuan, memperluas pemahaman, menambah wawasan, dan memberikan masukan dalam hal kerjasama keamanan maritim. Hasil Pengetahuan ini juga dapat dijadikan referensi umumnya bagi mahasiswa yang melakukan penelitian berkaitan dengan penelitian ini khususnya bagi mahasiswa program studi Ilmu Hubungan Internasional dan dapat digunakan sebagai pedoman pustaka lebih lanjut.

Peneliti secara sadar sangat menyadari kekurangan penelitian yang telah disusun, dari awal penulisan skripsi hingga peneliti mendapatkan hasil dari apa yang telah diteliti. Peneliti menyarankan apabila dilakukan penelitian lanjutan sebaiknya diberikan tambahan informasi atau data yang lebih banyak, penelitian sebaiknya melengkapinya dengan metode wawancara, menggunakan jumlah sampel penelitian yang lebih banyak dan lokasi pekerjaan yang lebih luas sehingga responden yang didapat pun dapat lebih bervariasi.

Acuan Buku

Agusman, Damos Dumoli. 2010. Hukum Perjanjian Internasional: Kajian Teori Dan

Praktik Indonesia. Bandung. PT. Refika Aditama

Amri, Ahmad Almaududy. 2012. Foreign Affairs and Defence Ministers Meeting Indonesia-Australia: Upaya dalam Meningkatkan Hubungan Bilateral di Bidang Keamanan. Depok.

Mauna, Boer. 2005. Hukum Internasional Pengertian Peranan Dan Fungsi Dalam Era Dinamika Global. Bandung: PT. ALUMNI

Muhaimin, Yahya A. 2008. Bambu runcing & mesiu : Masalah Kebijakan Pembinaan Pertahanan Indonesia. Yogyakarta: Tiara Wacana

Perwita, A.A. Banyu dan Yanyan Mochamad Yani. 2005. Pengantar Ilmu Hubungan Internasional. Bandung: PT Remaja Rosdakarya

Rudy, T. May. 2006. Hukum Internasional 1. Bandung: PT. Refika Aditama.

________. 2009. Pengantar Ilmu Politik. Bandung: PT. Refika Aditama

Sugiono, Muhadi. 2006. Global Governance Sebagai Agenda Penelitian Dalam Studi Hubungan Internasional. Jakarta

Taylor, Brendan. 2007. Australia As An Asia-Pasific Regional Power: Friendship In Flux?. Routledge

http://www.mgi.esdm.go.id/content/potensi-sumber-daya mineral-dan-energi-kawasan-pesisir-dan-laut-dangkal-peluang-investasi-se diakses pada tanggal 21/02/2014