UmiSalamah_PembelajaranMenulisKaryaIlmiah

37
PEMBELAJARAN MENULIS KARYA ILMIAH BERBASIS DEEP DIALOGUE/CRITICAL THINKING Makalah disampaikan dalam Simposium Penelitian Pendidikan Nasional oleh Umi Salamah Dosen IKIP Budi Utomo Malang PANITIA SIMPOSIUM 2008 DEPARTEMEN PENDIDIKAN NASIONAL JAKARTA 2008 1

Transcript of UmiSalamah_PembelajaranMenulisKaryaIlmiah

Page 1: UmiSalamah_PembelajaranMenulisKaryaIlmiah

PEMBELAJARAN MENULIS KARYA ILMIAH BERBASIS DEEP DIALOGUE/CRITICAL THINKING

Makalah disampaikan dalam Simposium Penelitian Pendidikan Nasional

oleh

Umi Salamah

Dosen IKIP Budi Utomo Malang

PANITIA SIMPOSIUM 2008

DEPARTEMEN PENDIDIKAN NASIONAL

JAKARTA 2008

1

Page 2: UmiSalamah_PembelajaranMenulisKaryaIlmiah

KATA PENGANTAR

Syukur Alhamdulillah, atas berkah, rahmat, dan taufiq-Nya, sehingga makalah

yang berjudul Pembelajaran Menulis Karya Ilmiah berbasis Deep Dialogue/Critical

Thinking (DD/CT) ini dapat diselesaikan. Makalah ini susun untuk dapat memberikan

informasi tentang inovasi pembelajaran menulis karya ilmiah berbasis DD/CT yang

diperoleh berdasarkan classroom action research. Dengan informasi ini diharapkan

para dosen dapat mengembangkan pada pembelajaran topik-topik yang terdapat pada

matakuliah yang diampu.

Penulisan makalah ini melibatkan beberapa pihak. Sehubungan dengan itu,

pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih dan penghargaan yang

setulusnya kepada (1) Rektor IKIP Budi Utomo Malang yang telah memberikan

kesempatan, para dosen sekolega sebagai partner berdiskusi, para mahasiswa sebagai

parter belajar, dan semua pihak yang tidak disebutkan satu persatu yang terlibat dalam

penulisan makalah maupun dalam pelaksanaan penelitian.

Penulis penyadari, bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna, oleh karena

itu kritik dan saran yang membangun dari semua pembaca yang bijak sangat

diperlukan guna meningkatkan kualitas makalah ini. Semoga makalah ini bermanfaat,

baik bagi penulis maupun pembaca, meskipun ibarat setetes air di padang pasir.

Malang, 1 Juni 2008

Penulis,

Dra. Umi Salamah, M.Pd .

2

Page 3: UmiSalamah_PembelajaranMenulisKaryaIlmiah

PEMBELAJARAN MENULIS KARYA ILMIAH

BERBASIS DEEP DIALOGUE/CRITICAL THINKING

Umi Salamah

Dosen IKIP Budi Utomo Malang

Abstrak: Kendala yang kerap ditemukan dalam pembelajaran menulis karya iilmiah di perguruan tinggi adalah menemukan, memilih, memerinci, dan mengembangan topik menjadi tulisan. Beberapa semester terakhir, penulis menggunakan teknik deep dialogue/critical thinking (DD/CT) untuk membimbing mahasiswa mengatasi kesulitan tersebut. Prinsip yang dikembangkan dalam DD/CT, antara lain: adanya komunikasi dua arah dan prinsip saling memberi yang terbaik, menjalin hubungan kesederajatan dan keberadaban antara dosen dan mahasiswa, serta empatisitas yang tinggi. Dengan demikian, DD/CT mengandung nilai-nilai demokrasi dan etis untuk mewujudkan ide dalam tulisan yang sistematis.

Fokus kajian pendekatan DD/CT dalam pembelajaran dikonsentrasikan untuk mendapatkan pengetahuan dan pengalaman melalui dialog secara mendalam dan berpikir kritis. Untuk keperluan pendekatan pembelajaraan menulis karya ilmiah, penulis merumuskan masalah dari tahap prainstruksional, tahap instruksional, dan tahap pascainstruksional. Subjek penelitian adalah mahasiswa yang menempuh Matakuliah Bahasa Indonesia Karya Ilmiah di Universitas Brawijaya Malang, Universitas Islam Negeri Malang, dan IKIP Budi Utomo Malang. Banyaknya siklus tindakan disesuaikan dengan kebutuhan sampai ditemukan hasil yang optimal.

Berdasarkan tiga kali siklus classroom action research ditemukan hasil yaitu: (1) DD/CT dapat meningkatkan antusias selama proses pembelajaran menulis karya ilmiah; (2) DD/CT dapat mengoptimalisasikan potensi inteligensi mahasiswa untuk menemukan, memilih, memerinci, dan mengembangkan topik dengan format dan kaidah penulisan yang benar; (3) mental, emosional, dan spiritual mahasiswa berkembang seimbang selama dialog berlangsung; (4); mahasiswa dan dosen dapat menjadi pendengar, pembicara, penulis, dan pemikir yang baik; dan (5) model pembelajaran ini dapat diimplementasikan dalam kehidupan sehari-hari karena lebih menekankan pada nilai, sikap dan kepribadian (sportifivitas). Dengan demikian pembelajaran berbasis DD/CT dapat meningkatkan hard skill dan soft skill dalam menulis karya ilmiah maupun mengomunikasikannya secara lisan. Kata kunci: pembelajaran, menulis, karya ilmiah, DD/CT

1

Page 4: UmiSalamah_PembelajaranMenulisKaryaIlmiah

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ii

DAFTAR ISI ………………………………………………………………… Iii

ABSTRAK …………………………………………………………………… Iv

BAB I PENDAHULUAN ……………………………………………………

A. Latar Belakang ……………………………………………………

B. Rumusan Masalah ………………………………………………..

C. Tujuan …………………………………………………………….

D. Manfaat ……………………………………………………………

E. Penjelasan Istilah …………………………………………………

F. Metode …………………………………………………………….

1

1

3

3

3

3

4

BAB II KAJIAN PUSTAKA …………………………………………………

A. Pengertian Pembelajaran Berbasis DD/CT …………………………

B. Proses Pembelajaran DD/CT ……………………………………….

C. Perencanaan Perkuliahan Berbasis DD/CT …………………………

8

8

9

16

BAB III DESKRIPSI TEMUAN DAN PEMBAHASAN ……………………

A. Proses Pembelajaran Menulis Karya Ilmiah Berbasis DD/CT ……...

B. Hasil Pembelajaran Menulis Karya Ilmiah Berbasis DD/CT ……….

23

23

25

BAB IV PENUTUP ………………………………………………………….

A. Simpulan ……………………………………………………………

B. Saran ………………………………………………………………...

31

31

31

DAFTAR PUSTAKA ………………………………………………………. 32

A. Latar Belakang

1

Page 5: UmiSalamah_PembelajaranMenulisKaryaIlmiah

BAB 1

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Hambatan yang sering ditemukan dalam pembelajaran menulis karya iilmiah

di perguruan tinggi yang paling mendasar adalah menemukan, memilih, memerinci,

dan mengembangan topik menjadi tulisan. Kendala tersebut menyebabkan mahasiswa

kurang percaya diri dan tidak memiliki keberanian untuk menulis. Akibatnya, tulisan

mahasiswa kurang produktif, dan sebagian besar berisi tempelen-tempelan teori yang

kadang-kadang tidak relevan dengan topik yang dibahas dalam karya ilmiahnya.

Kendala lainnya berupa pengunaan kaidah bahasa yang dianggap sebagai ‘momok’

yang menghantui ketika akan menulis. Pikiran mereka dibayangi oleh ketakutan

penggunaan kaidah bahasa yang salah. Apabila kendala-kendala tersebut tidak diatasi,

dan pembelajaran bahasa Indonesia tetap menggunakan pola konvensional, maka

produktivitas potensi menulis mahasiswa makin lama makin menurun.

Sebelum digunakan teknik deep dialogue /critical thinking (DD/CT),

mahasiswa cenderung apatis dan kurang bersemangat dalam belajar bahasa Indonesia.

Under estimate terhadap pokok bahasan perkuliahan Bahasa Indonesia. Makalah yang

ditulis cenderung berupa tempelan-tempelan atau memindahkan tulisan orang lain

dalam tulisannya, topik kurang spesifik, gagasan tidak jelas, dan penggunaan bahasa

kurang memperhatikan kaidah karena memang tidak diedit/disunting. Akibat tersebut

berawal dari model pembelajaran yang monoton, dan materi pembelajaran kaidah

penulisan yang ‘dianggap’ mengulang materi bahasa Indonesia yang sudah dipelajari

di bangku sekolah.

Tiga semester terakhir, penulis menggunakan teknik DD/CT untuk

membimbing mahasiswa mengatasi kesulitan tersebut. Prinsip yang harus

dikembangkan dalam DD/CT, antara lain: adanya komunikasi dua arah dan prinsip

saling memberi yang terbaik, menjalin hubungan kesederajatan dan keberadaban

antara dosen dan mahasiswa, serta empatisitas yang tinggi antarmahasiswa dan antara

dosen dan mahasiswa. Dengan demikian, DD/CT mengandung nilai-nilai demokrasi

dan etis untuk mewujudkan ide dalam tulisan yang sistematis.

Komunikasi dua arah dan prinsip saling memberi yang terbaik, dalam hal ini,

dosen berperan sebagai partner yang berusaha menggali kesulitan mahasiswa untuk

membantu mengatasi kesulitannya. Sementara itu, mahasiswa diminta secara terbuka

1

Page 6: UmiSalamah_PembelajaranMenulisKaryaIlmiah

bebas menyampaikan topik atau hal yang ingin disampaikan melalui tulisan.dan

kesulitannya dalam mengomunikasikan secara tulis. Dosen membantu mahasiswa

untuk membedah topik sampai mahasiswa dapat menemukan, memerinci, memilih,

dan menentukan topik dan subtopik untuk dikembangkan menjadi tulisan. Kegiatan

ini berlangsung sampai tulisan selesai ke tahap penyelesaian, yaitu penyuntingan, dan

penjilidan.

Menjalin hubungan kesederajatan dan keberadaban, maksudnya dalam

perkuliahan, dosen menganggap mahasiswa sebagai mitra belajar dalam hubungan

kesedarajatan, namun tetap menerapkan prinsip komunikasi budaya Indonesia dalam

hal etika dan penggunaan sapaan. Hubungan ini sangat humanis, demokratis, dan etis.

Dosen dan mahasiswa sama-sama menerapkan prinsip kerja sama, sopan santun, dan

kearifan dalam membedah dan mengembangan topik.

Empatitas yang tinggi diberikan dosen kepada mahasiswa yang sudah dan

berusaha menemukan topik. Dengan empatitas yang tinggi, mahasiswa merasa

gagasannya dihargai untuk dikembangkan. Pada tahap ini semangat mahasiswa untuk

menemukan dan memerinci topik semakin terpacu. Dalam situasi ini kegiatan

perkulihanan menjadi menyenangkan dan kegiatan tatap muka merupakan suasana

yang ditunggu oleh mahasiswa yang sudah ‘siap’ dengan topik dan gagasan-

gagasannya. Untuk menciptakan empatitas ini dapat diberikan secara kelompok

maupun perorangan.

Fokus kajian pendekatan DD/CT dalam pembelajaran dikonsentrasikan untuk

mendapatkan pengetahuan dan pengalaman melalui dialog secara mendalam dan

berpikir kritis dalam memandang suatu fakta dan peristiwa sebagai suatu peluang

untuk dikaji. Untuk keperluan pendekatan pembelajaraan menulis karya ilmiah,

penulis merumuskan masalah dari tahap prainstruksional, tahap instruksional, dan

tahap pasca instruksional.

DD/CT pada prinsipnya dapat menggunakan semua metode pembelajaran yang

telah digunakan sebelumnya seperti multiple intelligences, belajar aktif, keterampilan

proses ataupun parthnership learning method, sebagaimana yang dikembangkan oleh

Eisler. Dengan demikian, filosofi DD/CT melakukan penajaman-penajaman terhadap

seluruh metode pembelajaran yang telah ada, baik yang bersifat konvensional maupun

yang bersifat inovatif.

2

Page 7: UmiSalamah_PembelajaranMenulisKaryaIlmiah

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang, masalah dalam penelitian ini dirumuskan

sebagai berikut:

1) Bagaimanakah proses pembelajaran menulis karya ilmiah berbasis DD/CT

pada tahap prainstruksional, instruksional, dan paskca instruksional?

2) Bagaimanakah hasil pembelajaran menulis karya ilmiah berbasis DD/CT pada

tahap prainstruksional, instruksional, dan pasca instruksional?

C. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini dirumuskan sebagai berikut:

1) Untuk mengetahui gambaran proses pembelajaran menulis karya ilmiah

berbasis DD/CT mulai tahap prainstruksional, tahap instruksional, dan tahap

pasca instruksional.

2) Untuk mengetahui gambaran hasil pembelajaran menulis karya ilmiah berbasis

DD/CT pada tahap prainstruksional, tahap instruksional, dan tahap pasca

instruksional.

D. Manfaat Penelitian

Manfaat praktis penelitian dapat digunakan sebagai bahan eksplorasi model

pembelajaran di sekolah maupun perdosenan tinggi. Adapun manfaat teoritis adalah

sebagai pengembangan model pembelajaran, khususnya pembelajaran menulis karya

ilmiah di perguruan tinggi.

E. Penjelasan Istilah

1. Pembelajaran merupakan proses belajar yang di dalamnya memiliki tujuan, subjek,

dan perangkat belajar lainnya.

2. Menulis merupakan penuangan ide/gagasan, pikiran, dan sikap dengan bahasa tulis

sesuai dengan ragam wacana yang ditulis.

3. Karya ilmiah merupakan karya tulis yang bersifat ilmiah dengan bahasa yang baku

dan format tertentu sesuai dengan gaya selingkung masing-masing instansi.

4. Berbasis adalah dasar berpikir dan bertindak dalam suatu kegiatan, dalam hal ini

kegiatan pembelajaran menulis karya ilmiah.

5. Deep dialogue ialah dialog yang dilakukan secara mendalam tentang suatu topik

tertentu dengan prinsip kesederajatan, keberadaban, dan empatitas yang tinggi.

3

Page 8: UmiSalamah_PembelajaranMenulisKaryaIlmiah

6. Critical thinking ialah berpikir kritis-analitis untuk menemukan pemecahan suatu

masalah.

F. Metode Penelitian

Penelitian ini menggunakan rancangan penelitian tindakan kelas (Classroom-based

action research) yang digambarkan sebagai sebuah siklus yang terdiri atas

perencanaan, tindakan, observasi, dan refleksi (Kemmis dan McTaggart, 1988). Siklus

ini akan terulang lagi sehingga membentuk sebuah sepiral self-reflektif, seperti

gambar berikut.

Observasi I

Refleksi I

Rencana Tindakan II

Pelaksanaan Tindakan II Observasi II

Pelaksanaan Tindakan I

Refleksi II

Bagan 1 Gambar Tahap-Tahap Penelitian Tindakan Kelas dalam 2 Siklus

(Diadaptasi dari Kemmis dan Taggart, 1988)

Berdasarkan bagan 1 di atas, penelitian ini dimulai dari refleksi kondisi awal

yang diperoleh sebelum perkuliahan bahasa Indonesia karya ilmiah diberikan. Pada

tahap ini penulis mengumpulkan informasi tentang kebutuhan bahasa Indonesia bagi

peserta didik terutama kebutuhan yang mengacu pada komunikasi ilmiah, baik

4

Page 9: UmiSalamah_PembelajaranMenulisKaryaIlmiah

motivasi/kebutuhan, proses, maupun hasil perkuliahan. Hasil refleksi tersebut

kemudian dianalisis untuk merumuskan topik perkuliahan untuk menyusun rencana

kegiatan. Pada tahap perencanaan, penulis menyiapkan bahan ajar sesuai dengan

kebutuhan dalam bentuk hand out dan powerpoint, menyusun skenario pembelajaran

dengan strategi pembelajaran DD/CT, kuis, dan seperangkat tugas terstruktur sesuai

dengan pokok bahasan yang direncanakan. Selain itu, penulis juga menyiapkan

lembar observasi, angket terbuka tentang persepsi mahasiswa terhadap materi dan

strategi yang diimplementasikan. Tahap selanjutnya adalah tahap tindakan. Pada

tahap ini, penulis menerapkan strategi pembelajaran DD/CT dengan langkah-langkah

pra instruksional, instruksional, dan paska instruksional. Tahap Observasi dilakukan

selama presentasi hasil diskusi oleh mahasiswa berlangsung dengan cara mengamati

dan mencatat kesulitan dan hambatan belajar mahasiswa. Tahap Refleksi dilakukan

berdasarkan hasil analisis kesulitan dan hambatan belajar yang diperoleh pada tahap

observasi untuk menyempurnakan rencana tindakan pada pembelajaran selanjutnya.

Siklus tersebut dilakukan secara terus menerus sampai ditemukan model

pembelajaran berbasis DD/CT secara maksimal.

Subjek, lokasi dan Waktu Penelitian

Subjek penelitian adalah mahasiswa semester 1 Fakultas Peternakan di

Universitas Brawijaya Malang, mahasiswa semester 1 Fakultas Sains dan Teknologi

Jurusan teknik Informatika Universitas Islam Negeri Malang, dan mahasiswa

semester 1 Fakultas Pendidikan Ilmu Eksata dan Keolahragaan Jurusan Pendidikan

Olah Raga IKIP Budi Utomo Malang Tahun Akademik 2007/2008.

Lokasi penelitian ini berada di Fakultas peternakan Universitas Brawijaya Jl

Veteran Malang, Jurusan Teknik Informatika Universitas Islam Negeri Malang Jl.

Gajayana Malang, dan IKIP Budi Utomo Malang Jl. Arjuna 19 A Malang..

Penelitian dilaksanakan sebanyak tiga siklus dan berlangsung selama

enam kali pertemuan dengan rincian siklus pertama 2 kali pertemuan dan siklus kedua

2 kali pertemuan, dan siklus ketiga 2 kali pertemuan. Setiap kali pertemuan

berlangsung selama tiga jam pelajaran (2X 50 Menit).

5

Page 10: UmiSalamah_PembelajaranMenulisKaryaIlmiah

Instrumen Penelitian

Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini terdiri atas dua macam

instrumen, yaitu instrumen pertama yang berkaitan dengan proses pembelajaran, dan

yang kedua berkaitan dengan prestasi belajar mahasiswa. Instrumen yang termasuk

kelompok pertama yaitu berupa: (1) catatan dosen (field notes) tentang kesulitan-

kesulitan dan hambahan belajar mahasiswa selama proses pembelajaran berbasis

DD/CT, dan (2) pedoman observasi yang berisi (a) suasana keaktifan mahasiswa

dalam berdiskusi, (2) kemauan mahasiswa membaca literatur, (b) kemauan

mahasiswa mengemukakan ide/pendapat, (c) kemauan mahasiswa dalam menghargai/

mendengarkan pendapat orang lain, (d) terjadinya proses tutorial sebaya dalam

kelompok diskusi, (e) terjadinya kerjasama yang baik dalam kelompok, (f) munculnya

perasaan senang dalam berdiskusi, (g) keseriusan dalam berdiskusi, (h) keaktifan

mengajukan pertanyaan, (i) kedisiplinan dalam berdiskusi, (j) kelengkapan buku-buku

referensi, (k) kehati-hatian dalam menyampaikan pendapat, (l) angket tentang

persepsi mahasiswa terhadap proses pembelajaran yang telah diikutinya. Adapun

instrumen kedua adalah soal kuis dan hasil penugasan untuk mengetahui prestasi

belajar awal dan akhir pembelajaran pada masing-masing siklus. Soal-soal kuis dan

penugasan diberikan pada setiap akhir pertemuan.

Pengumpulan Data Penelitian

Data penelitian ini dikumpulkan dengan berbagai cara dan menggunakan

berbagai instrumen yaitu berupa: buku catatan dosen, isian checklist pada format

(blangko) observasi, lembar jawaban angket, hasil tugas-tugas diskusi, hasil kuis,

hasil belajar awal dan akhir dari setiap siklus. Data-data tersebut diolah, dirangkum,

dan disajikan dalam tabel-tabel.

Analisis Data Penelitian

Analisis yang digunakan dalam penelitian tindakan kelas ini meliputi

analisis kualitatif proses dan hasil kuantitatif penerapan strategi pembelajaran.

1) Analisis Kualitatif dilakukan untuk mengetahui kualitas proses penerapan strategi

pembelajaran DD/CT dapat meningkatkan kemampuan menulis karya ilmiah

mahasiswa dari data observasi selama proses pembelajaran berlangsung, jurnal dosen,

6

Page 11: UmiSalamah_PembelajaranMenulisKaryaIlmiah

dan angket persepsi mahasiswa terhadap proses pembelajaran yang diikutinya. Hasil

angket dari mahasiswa dianalisis dengan menggunakan Skala Likert dan kemudian

hasilnya diintegrasikan dengan hasil analisis data dari observasi langsung oleh dosen

dari catatan dosen dan blanko observasi.

2) Analisis kuantitatif dilakukan untuk mengetahui hasil penerapan strategi

pembelajaran berbasis DD/CT dapat meningkatkan kemampun menemukan,

mengidentifikasi, menganalisis, mengonstruks, dan mengomunikasikan secara ilmiah

dengan bahasa Indonesia sesuai dengan konteks dan prinsip-prinsip komunikasi.

Dengan melihat rata-rata skor hasil jawaban kuis mahasiswa, presentasi hasil

kelompok, dan laporan individual, peningkatan kemampuan menulis karya ilmiah

dapat dilihat dengan cara membandingkan dengan skor rerata prestasi dari hasil pre

test dan post test pada masing-masing siklus sebelumnya. Peningkatan kemampuan

juga dapat diperoleh dengan membandingkan skor rerata prestasi siklus sebelum dan

sesudahnya. Selain itu untuk mengetahui kualifikasi skor prestasi dari akhir masing-

masing siklus akan dilihat pada daerah kualifikasi (sangat baik, baik, cukup, kurang,

sangat kurang) skor rerata dari masing-masing hasil tersebut berada.

7

Page 12: UmiSalamah_PembelajaranMenulisKaryaIlmiah

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

A. Pengertian Pembelajaran Berbasis Deep Dialogue/Critical Thinking (DD/CT)

Konsep ini bermula dari hakikat dialog yakni kegiatan percakapan antar orang

dalam masyarakat/kelompok yang bertujuan bertukar ide, informasi dan pengalaman.

Deep dialogue (dialog mendalam), dapat diartikan bahwa percakapan antara orang-

orang tadi (dialog) harus diwujudkan dalam hubungan yang interpersonal, saling

keterbukaan, jujur dan mengandalkan kebaikan (GDI, 2001). Sedangkan ciritical

thinking (berpikir kritis) adalah kegiatan berpikir yang dilakukan dengan

mengoperasikan potensi intelektual untuk menganalisis, membuat pertimbangan dan

mengambil keputusan secara tepat dan melaksanakannya secara benar.

Beberapa prinsip yang harus dikembangkan dalam deep dialogue/critical

thinking, antara lain adalah: adanya komunikasi dua arah dan prinsip saling memberi

yang terbaik, menjalin hubungan kesederajatan dan keberadaban serta empatisitas

yang tinggi.

Dengan demikian, deep dialogue/critical thinking mengandung nilai-nilai

demokrasi dan etis sehingga keduanya seharusnya dimiliki oleh manusia. Nilai-nilai

demokrasi dan etis yang dijadikan orientasi dalam DD/CT, mempunyai kaitan erat

dengan tujuan pendidikan kewarganegaraan di Indonesia (PKn), terutama dalam

pembentukan warga negara yang baik, demokratis, cerdas dan religious.

Sebagai pendekatan pembelajaran, pada dasarnya Deep Dialogue/Critical

Thinking (DD/CT) bukanlah sebuah pendekatan yang baru sama sekali, akan tetapi

telah diadaptasikan dari berbagai metode yang telah ada sebelumnya (GDI, 2001).

Oleh karena itu, Deep Dialogue/Critical Thinking (DD/CT) bisa menggunakan semua

metode pembelajaran yang telah digunakan sebelumnya seperti Multiple

Intelligences, Belajar Aktif, Keterampilan Proses ataupun Parthnership Learning

Method, sebagaimana yang dikembangkan oleh Eisler. Dengan demikian, filosofi

DD/CT melakukan penajaman-penajaman terhadap seluruh metode pembelajaran

yang telah ada, baik yang bersifat konvensional maupun yang bersifat inovatif.

Fokus kajian pendekatan DD/CT dalam pembelajaran dikonsentrasikan dalam

mendapatkan pengetahuan dan pengalaman, melalui dialog secara mendalam dan

berpikir kritis, tidak saja menekankan keaktifan peserta didik pada aspek fisik, akan

8

Page 13: UmiSalamah_PembelajaranMenulisKaryaIlmiah

tetapi juga aspek intelektual, sosial, mental, emosional dan spiritual. Peserta didik

yang telah belajar di kelas yang menggunakan pendekatan DD/CT, diharapkan akan

memiliki perkembangan koqnisi dan psikososial yang lebih baik. Mereka juga

diharapkan dapat mengembangkan ketrampilan hidup tentang DD/CT yang akan

meningkatkan pemahaman terhadap dirinya dan terhadap orang lain yang berbeda dari

diri mereka, dan oleh karena itu akan memperkuat penerimaan dan toleransi terhadap

perbedaan-perbedaan.

Untuk keperluan pendekatan pembelajaraan, Global Dialogue Institute (2001)

mengindetifikasi ciri-ciri pembelajaran yang menggunakan DD/CT, yaitu: (1) peserta

didik dan dosen nampak aktif; (2) mengoptimalisasikan potensi intelligensi peserta

didik; (3) berfokus pada mental, emosional dan spiritual; (4) menggunakan

pendekatan dialog mendalam dan berpikir kritis; (5) peserta didik dan dosen dapat

menjadi pendengar, pembicara, dan pemikir yang baik; (6) dapat diimplementasikan

dalam kehidupan sehari-hari; (7) lebih menekankan pada nilai, sikap dan kepribadian.

B. Proses Pembelajaran Berbasis Deep Dialogue/Critical Thinking

Proses belajar-mengajar adalah proses dialog. Sebagai proses dialog, praktik

pembelajaran memerlukan prasyarat kesiapan fisik dan mental pelaku penyampai

pesan dan penerima pesan pembelajaran

Pembelajaran berbasis Deep Dialogue/Critical Thinking (DD/CT) mengakses

paham konstruktivis dengan menekankan adanya dialog mendalam dan berpikir kritis.

Elemen-elemen dalam menerapkan konstruktivisme meliputi: (1) menghidupkan

pengetahuan artinya pengetahuan sebelumnya harus dijadikan pertimbangan dalam

membelajarkan materi baru; (2) memperoleh pengetahuan dalam arti perolehan

tambahan pengetahuan harus dilakukan secara menyeluruh, bukan berupa paket-peket

kecil. Hal ini dapat dianalogkan belajar berenang, peserta didik harus

mempraktekkannya, setelah paham akan proses berenang, dosen dapat

membelajarakan secara individual tentang berbagai gerakan dan gaya berenang; (3)

memahami pengetahuan ini berarti peserta didik harus menggali, menemukan dan

menguji semua pengetahuan baru yang diperoleh. Mereka perlu mendiskusikan

dengan dosennya dengan teman, saling membelajarkan, saling mengkritik, serta

membantu lainnya memperbaiki susunan perolehan pengetahuan yang dibelajarkan;

(4) menggunakan pengetahuan artinya peserta didik memperoleh kesempatan

9

Page 14: UmiSalamah_PembelajaranMenulisKaryaIlmiah

memperluasan wawasan, menyaring pengetahuan dengan menggunakan berbagai cara

dalam bentuk pemecahan masalah; (5) refleksi pengetahaun yang diperoleh

Dengan deep dialogue/critical thinking, seseorang diharapkan mampu di

samping mengenali diri sendiri juga mengenal diri orang lain. Selain itu, dengan

dialog mendalam/berpikir kritis, orang akan belajar mengenal dunia lain di luar dunia

dirinya dan selanjutnya mampu menghargai perbedaan-perbedaan yang ada di dalam

masyarakat. Hal ini membuka kemungkinan-kemungkinan untuk memahami makna

yang fundamental dari kehidupan secara individual dan kelompok dengan berbagai

dimensinya. Dengan demikian, pada skala yang lebih luas, dialog lebih

mengandalkam ‘cara berpikir baru’ untuk memahami dunia.

Melalui deep dialogue/critical thinking, orang juga akan mampu mengikuti

dunia lain dan secara perlahan-lahan mengintegrasikannya dalam kehidupan dirinya.

Kapasitas dialog dan berpikir dalam DD/CT, pada dasarnya mendudukkan jabatan

seseorang pada posisi yang sejajar, penuh kebijaksanaan dan terbuka satu sama lain.

Dengan kegiatan beripikir kritis, orang dapat melakukan pemikiran yang jernih dan

kritis, membagi rasa, saling memberi perhatian sehingga perbedaan pendapat dan

pandangan yang ada dapat dipecahkan dan dicerahkan dengan dialog terbuka.

Dalam pandangan teori belajar humanistik, belajar menekankan pada isi dan

proses yang berorientasi pada peserta didik sebagai subjek belajar (Rianto 2000).

Teori ini bertujuan untuk memanusiakan manusia agar mampu mengaktualisasikan

diri dalam kehidupan. Teoris humanistik Kolb (dalam Irawan, 1996), membagi belajar

ke dalam empat tahap, yaitu: (1) tahap pengalaman konkret; yaitu perserta didik

dalam belajarnya hanya sekedar ikut mengalami suatu peristiwa; (2) tahap

pengamatan kreatif dan reflektif, yaitu secara lambat laun peserta didik mampu

mengdakan pengamatan secara aktif terhadap suatu peristiwa dan mulai memikirkan

untuk memahaminya; (3) tahap konseptualisasi, yaitu peserta didik mampu membuat

abstraksi dan generalisasi berdasarkan contoh-contoh peristiwa yang diamati; dan (4)

tahap eksperimentasi aktif, peserta didik mampu menerapkan suatu aturan umum pada

situasi baru.

Beberapa prinsip yang harus dikembangkan dalam deep dialogue/critical

thinking, antara lain adalah: adanya prinsip komunikasi dua arah, prinsip pengenalan

diri untuk mengenal dunia orang lain, prinsip saling memberi yang terbaik, menjalin

hubungan kesederajatan, prinsip saling memberadabkan (civilizing) dan

10

Page 15: UmiSalamah_PembelajaranMenulisKaryaIlmiah

memberdayakan (empowering), prinsip keterbukaan dan kejujuran serta prinsip

empatisitas yang tinggi (Al-Hakim, 2002).

Dengan deep dialogue/critical thinking, seseorang di samping mampu

mengenali diri sendiri juga mengenal diri orang lain. Selain itu, dengan dialog

mendalam/berpikir kritis, orang akan belajar mengenal dunia lain di luar dunia dirinya

dan selanjutnya mampu menghargai perbedaan-perbedaan yang ada di dalam

masyarakat. Hal ini membuka kemungkinan-kemungkinan untuk memahami makna

yang fundamental dari kehidupan secara individual dan kelompok dengan berbagai

dimensinya. Dengan demikian, pada skala yang lebih luas, dialog mendalam dan

berpikir kritis lebih mengandalkam ‘cara berpikir baru’ (new way of thinking) untuk

memahami dunia (Swidler, 2000)..

Sebagai suatu inovasi pembelajaran DD/CT, diharapkan mampu

memberdayakan dosen dan peserta didik dalam proses pembelajaran, sehingga

kualitas pembelajaran dan hasil belajar dapat terus ditingkatkan. Menurut M. Rogers

(1995), memerinci adanya lima aspek inovasi yang dapat diterima oleh adopter,

adalah sebagai berikut:(1) Relative advantage atau keuntungan relatif, adalah tindakan

yang menempatkan suatu ide baru dianggap lebih baik dari pada ide-ide yang ada

sebelumnya; (2) Compatibility, adalah sejauh mana suatu inovasi pendidikan

dianggap konsisten dengan nilai-nilai yang ada, pengalaman masa lalu dan kebutuhan

penerima inovasi; (3) Complexity, adalah tingkat yang menempatkan suatu inovasi

pendidikan dianggap relatif sulit untuk dimengerti dan diterapkan oleh pelaksana

pendidikan. Inovasi-inovasi tertentu begitu mudah dipahami oleh beberapa dosen,

sedangkan dosen lainnya tidak. Kerumitan inovasi pendidikan berhubungan negatif

dengan kecepatan adopsinya;(4) Trialibility, adalah suatu tingkat dimana sebuah

inovasi dapat dicobakan dalam skala kecil. Ide baru yang dapat dicoba biasanya

diadopsi lebih cepat daripada inovasi yang tak dapat dicoba lebih dulu;(5)

Observability, adalah tingkat yang hasil-hasil suatu inovasi dapat dilihat oleh orang

lain. Hasil-hasil inovasi tertentu mudah diamati dan dikomunikasikan kepada orang

lain, sedangkan beberapa lainnya tidak. Observabilitas suatu inovasi pendidikan

berhubungan positif dengan kecepatan adopsinya

Deep dialogue/critical thinking memuat kelima aspek tersebut di atas.

Kapasitas dialog dan berpikir dalam DD/CT, pada dasarnya mendudukkan seseorang

pada posisi yang sejajar, penuh kebijaksanaan dan terbuka satu sama lain. Dengan

kegiatan beripikir kritis, orang dapat melakukan pemikiran yang jernih dan kritis,

11

Page 16: UmiSalamah_PembelajaranMenulisKaryaIlmiah

membagi rasa, saling mengasihi sehingga perbedaan pendapat dan pandangan yang

ada dapat dipecahkan dan dicerahkan dengan dialog terbuka.

Pembelajaran berbasis deep dialogue/critical thinking memiliki berbagai

kelebihan sebagai berikut :

1. Deep dialogue/critical thinking dapat digunakan melatih peserta didik untuk

mampu berpikir kritis dan imajinatif, menggunakan logika, menganalisis fakta-

fakta dan melahirkan imajinatif atas ide-ide lokal dan tradisional. Dengan begitu,

peserta didik dapat membedakan mana yang disebut berpikir baik dan tidak baik,

mana yang benar dan tidak benar. Dialog mendalam dan berfikir kritis bertujuan

untuk mendapatkan pemahaman paling lengkap. Melalui dialog mendalam dan

berpikir kritis peserta didik memahami bagaimana mereka berhubungan dengan

orang lain dan lingkungannya. Berpikir kritis membantu peserta didik

menemukenali sekaligus menguji sikap mereka sendiri, serta menghargai nilai-

nilai yang dipelajari;

2. Deep dialogue/critical thinking merupakan pendekatan yang dapat

dikolaborasikan dengan berbagai metode yang telah ada dan dipergunakan oleh

dosen selama ini;

3. Deep dialogue/critical thinking merupakan dua sisi mata uang, dan merupakan hal

yang inhernt dalam kehidupan peserta didik, oleh karena itu dalam kegiatan

pembelajaran berbasis DD/CT selalu berkaitan dengan kehidupan nyata sehingga

memudahkan peserta didik mengerti dan memahami manfaat dari isi

pembelajaran;

4. Deep dialogue/critical thinking menekankan pada nilai, sikap, kepribadian,

mental, emosional dan spiritual sehingga peserta didik belajar dengan

menyenangkan dan bergairah;

5. Melalui pembelajaran berbasis deep dialogue/critical thinking, baik dosen

maupun peserta didik akan dapat memperoleh pengetahuan dan pengalaman,

karena dengan dialog mendalam dan berpikir kritis mampu memasuki ranah

intelektual, fisikal, sosial, mental dan emosional seseorang;

6. Hubungan antara dosen dan peserta didik akan terbina secara dialogis kritis, sebab

pembelajaran berbasis DD/CT membiasakan dosen dan peserta didik untuk saling

membelajarkan, dan belajar hidup dalam keberagaman.

Dalam tataran praktis, kajian deep dialogue/critical thinking sebagai

paradigma pengembangan pendidikan berlaku prinsip Unity in policy and deversity in

12

Page 17: UmiSalamah_PembelajaranMenulisKaryaIlmiah

implementation. Justru kenyataan ini sebagai kelebihan lain dari penerapan deep

dialogue/critical thinking, sekaligus sejalan dengan pembelajaran yang sedang

dikembangakan di perguruan tinggi yakni Student Centered Learning (SCL) yakni

pembelajaran yang berpusat pada aktivitas belajar peserta didik, bukan semata

aktivitas dosen mengajar. Ciri SCL (Dirjen Dikti, 2005) sebagai berikut: (a) peserta

didik belajar baik secara individual maupun berkelompok untuk membangun

pengetahuan dengan cara mencari dan menggali sendiri informasi dan teknologi yang

dibutuhkannya secara aktif dari pada sekedat menjadi penerima pengetahuan yang

pasif; (2) dosen lebih berperan sebagai FEE (facilitating, empowering, enabling) dan

guides on the sides daripada sebagai mentor in the center yaitu membantu peserta

didik untuk menemukan solusi terhadap permasalahan nyata sehari-hari, dari pada

sekedar sebagai gatekeeper of information; (c) peserta didik tidak sekedar kompeten

di bidang ilmunya, namun juga kompeten dalam belajar artinya peserta didik tidak

hanya menguasai isi mata kuliahnya tetapi mereka juga belajar tentang bagaimana

belajar (learn how to learn). Melalui discovery, inquiry, problem solving, klarifikasi

nilai dan terjadi pengembangan; (d) belajar menjadi kegiatan komunitas yang

difasilitasi oleh dosen yang mampu mengelola pembelajarannya menjadi berorientasi

pada peserta didik; (e) belajar lebih dimaknai sebagai belajar sepanjang hayat

(learning throughout of life) suatu ketrampilan yang dibutuhkan dalam dunia kerja; (f)

belajar termasuk memanfaatkan teknologi yang tersedia, baik berfungsi sebagai

informasi pembelajaran maupun sebagai alat untuk memberdayakan peserta didik

dalam mencapai keterampilan utuh (intelektual, emosional dan psikomotor) yang

dibutuhkan.

Agar deep dialogue/critical thinking dapat diimplementasikan dalam

pembelajaran menulis karya ilmiah dan kehidupan sehari-hari, perlu diperhatikan

kaidah-kaidah DD/CT sebagai berikut:

Pertama, keterbukaan, langkah awal untuk melakukan dialog mendalam dan

berpikir kritis individu harus membuka diri terhadap mitra dialog, karena sifat terbuka

dalam diri akan membuka peluang untuk belajar, mengubah dan mengembangkan

persepsi. Pemahaman realitas dan bertindak secara tepat merupakan hasil berpikir

kritis. Dengan demikian ketika masuk dalam dialog, kita dapat belajar, berubah dan

berkembang dalam rangka meningkatkan berpikir kritis. Dialog sebagai suatu

kegiatan memiliki dua sisi yakni dalam masyarakat (intern) dan antara masyarakat

satu dengan masyarakat lainnya (antar). Hal ini dilakukan mengingat bahwa dialog

13

Page 18: UmiSalamah_PembelajaranMenulisKaryaIlmiah

pada hakekatnya bertujuan untuk saling berbicara, belajar dan mengubah diri masing-

masing pihak yang berdialog, sehingga perubahan yang terjadi pada masing-masing

pihak merupakan hasil berpikir kritisnya sendiri (self-critical thinking).

Kedua, kejujuran, bersikap jujur dan penuh kepercayaan diperlukan dalam

deep dialogue/critical thinking, sebab dialog hanya akan bermanfaat manakala pihak-

pihak yang melakukan bersikap jujur dan tulus.Artinya masing-masing

mengemukakan tujuan, harapan, kesulitan dan cara mengatasinya melalui berpikir

kritis secara apa adanya, serta saling percaya diantara mereka. Dengan demikian

kejujuran merupakan prasyarat terjadinya dialog atau dengan kata lain tidak ada

kepercayaan berarti tidak ada dialog.

Ketiga, kerjasama. Untuk menanamkan kepercayaan pribadi, langkah awal

adalah mencari kesamaan dengan cara bekerjasama dengan orang lain, selanjutnya

memilih pokok-pokok permasalahan yang memungkinkan memberi satu dasar

berpijak yang sama. Selanjutnya melangkah pada permasalahan umum yang dapat

dihadapi bersama atau mencari solusinya. Hal ini penting karena kemampuan untuk

menyelesaikan permasalahan secara bersama atau dengan bekerjasama akan

menghasilkan pemecahan yang menguntungkan pihak-pihak yang bermasalah (win-

win solution).

Keempat, menunjung nilai-nilai moral/keberadaban, deep dialogue/critical

thinking terjadi manakala masing-masing pihak yang berdialog menjunjung tinggi

nilai-nilai moral, etis atau santun, saling menghargai, demokratis yakni dengan

memperlakukan mitra dialog sedemikian rupa sehingga berketetapan hati untuk

berdialog. Artinya kita paling mengetahui apa yang kita ketahui, dan mitra dialog kita

paling mengerti apa yang mereka ketahui. Di samping itu masing-masing saling

mempelajari, untuk memperluas wawasan bersama, untuk memperdalam, mengubah

dan memodifikasi pemahaman mereka.

Kelima, saling mengakui keunggulan/kesederajatan, deep dialogue/critical

thinking akan terjadi manakala masing-masing pihak menghadirkan hati. Dalam

berdialog harus menghadirkan hati dan tidak hanya fisik. Dengan menghadirkan hati,

masing-masing pihak yang berdialog dapat memberi respon kepada mitra dialog

secara baik, dan menghindarkan menjadi penceramah, pengkotbah atau yang

mendominasi proses dialog, seolah kita yang memiliki kelebihan daripada mitra

dialog kita. Oleh karenanya saling mengakui keunggulan masing-masing akan

diperoleh pemahaman bersama secara baik

14

Page 19: UmiSalamah_PembelajaranMenulisKaryaIlmiah

Keenam, membangun empati/kepedulian. Jangan menilai sebelum meneliti,

merupakan ungkapan yang tepat dalam membangun deep dialogue/critical thinking.

Kita jauhkan prasangka, bandingkan secara adil dalam berdialog sedapat mungkin

kita tidak menduga-duga tentang hal yang disetujui dan hal yang akan ditentang.

Membangun empati dalam dialog mendalam pihak-pihak yang berdialog dapat

menyetujui dengan tetap menjaga integritas diri mitra dialog, masyarakat dan

tradisinya.

DD/CT dapat meningkatkan interaksi dua arah, bahkan multi arah yakni

interaksi antar peserta didik dan antara peserta didik-dosen. Kondisi ini sesuai dengan

prinsip dasar pendekatan DD/CT yang memiliki garapan dalam pembelajaran bahwa

peserta didik mendapatkan pengetahuan dan pengalaman melalui dialog mendalam

dan bepikir kritis. Oleh karenanya salah satu ciri pembelajaran DD/CT adalah dosen

dan peserta didik dapat menjadi pendengar, pembicara dan peneliti, pemikir yang baik

.Interaksi antara dosen-peserta didik antara lain dapat menciptakan pembelajaran yang

produktif, ketika menggali informasi untuk menemukan konsep, juga ketiga

mengecek pemahaman peserta didik, mengetahui sejauhmana keingintahuan peserta

didik (misalnya dengan merahasiakan gambar, membuat permainan untuk

membangun komunitas). Dalam diskusi kelompok dan presentasi unjuk kerja,

kegiatan bertanya dan menjawab telah mendorong interaksi antara peserta didik

dengan peserta didik, antara peserta didik dengan dosen, antara dosen dengan peserta

didik. Bahkan kalau mungkin antara peserta didik dengan narasumber yang bukan

berasal dari kampus, misalnya pakar hukum, tokoh partai dan pelaku sejarah dan

museum dan sebagainya. Interaksi yang terjadi telah secara intensif terjadi ketika

mereka berdiskusi, bekerja dalam kelompok, ketika mengalami kesulitan dan

sebagainya. Pentingnya interaksi dalam pembelajaran dengan pendekatan DD/CT

bahwa interaksi dalam proses pembelajaran sebagai sesuatu yang lebih luas dari

sekedar percakapan , bertanya (Questioning), atau menjawab (answering) antara dua

orang atau lebih atau antar kelompok. Interaksi berarti memposisikan masing-masing

individu pada posisi yang sama, sehingga secara bersamaan dapat

mentransformasikan diri, membuka diri untuk menemukenali pikiran-pikiran yang

berbeda. Oleh karena pembelajaran berbasis DD/CT mampu meningkatkan interaksi,

akan membawa peningkatan berpikir kritis dan kreatif (critical and creative thinking).

15

Page 20: UmiSalamah_PembelajaranMenulisKaryaIlmiah

C. Perencanaan Perkuliahan Berbasis DD/CT

Penyusunan rancangan perkuliahan berbasis DD/CT dilakukan melalui empat

tahapan utama yaitu:

1. mengembangankan komunitas (community building)

2. analisis isi (content analysis)

3. analisis latar cultural (cultural setting analysis)

4. pengorganisasian materi (content organizing)

Pertama, membangun komunitas belajar. Tahap ini merupakan bagian refleksi

diri dosen terhadap dunia peserta didiknya. Pandangan dunia dosen tentang

kemampuan yang dimiliki oleh peserta didiknya menjadi bagian yang berguna dalam

menyusun rancangan perkuliahannya yang bernuansa dialog mendalam dan berpikir

kritis. Kegiatan refleksi ini meliputi identifikasi pengalaman dosen dan pengalaman

peserta didiknya, kelas belajar, dan sebagainya

Kedua, analisis isi. Proses untuk melakukan identifikasi, seleksi dan penetapan

materi perkuliahan. Proses ini dapat ditempuh dengan berpedoman atau mengunakan

rambu-rambu materi yang terdapat dalam kurikulum/deskripsi matakuliah, yang

antara lain standar minimal, urutan (sequence) dalam keluasan (scope) materi,

kompetensi dasar yang dimiliki, serta keterampilan yang dikembangkan. Di samping

itu, dalam menganalisis materi dosen hendaknya juga menggunakan pendekatan nilai

moral, yang subtansinya meliputi prinsip komunikasi, etika komunikasi dan

mekanisme komunikasi.

Ketiga, analisis latar yang dikembangkan dari latar kultural dan siklus kehidupan

(life cycle). Dalam analisis ini mengandung dua konsep, yaitu konsep latar

jurusan/program studi, matakuliah terutama yang masuk dalam rumpun MKK sampai

topik-topik yang dipelajari dalam setiap matakuliah dan konsep manusia dalam hal ini

mahasiswa dengan aktifitasnya yang mencakup hard skill dan soft skill sesuai dengan

bidang yang dipelajari. Selain itu, analisis latar juga mempertimbangkan nilai-nilai

cultural dan nilai ekonomi yang bermanfaatan bagi kehidupan peserta didik.

Keempat, pengorganisasian materi. Dengan pendekatan DD/CT dilakukan dengan

memperhatikan prinsip “4 W dan 1 H”, yaitu What (apa), Why (mengapa), When

(kapan), Wher e(dimana) dan How (bagaimana). Dalam rancangan perkuliahan ,

keempat prinsip ini, harus diwarnai oleh ciri-ciri perkuliahan dengan Deep Dialogue

dalam menuju pelakonan (experience) nilai-nilai moral dan Critical Thinking dalam

upaya pencapaian/pemahaman konsep (concept attaintment) dan pengembanagn

16

Page 21: UmiSalamah_PembelajaranMenulisKaryaIlmiah

konsep (concept development). Kesemuanya dilakukan dengan memberdayakan

metode pembalajaran yang memungkinkan peserta didik untuk ber-DD/CT

Lima komponen atau tahap yang terdapat dalam model perkuliahan dengan

pendekatan DD/CT yakni hening, membangun komunitas, kegiatan inti dengan

strategi penemuan konsep (Concept Attainment) dan Cooperative Learning , refleksi

dan evaluasi

Demikian juga kegiatan penemuan konsep dan cooperative learning, telah dapat

menciptakan kebersamaan, dan dialog mendalam tentang segala hal baru yang

diterima peserta didik, kegiatan ini juga merangsang daya kritis peserta didik dalam

menangkap permasalahan, mencari solusi permasalahan dengan caranya sendiri dan

bantuan orang lain, dan mengambil keputusan yang tepat dan bermanfaat bagi diri dan

lingkungannya. Kegiatan refleksi juga merupakan sesuatu yang dapat dipandang

keunggulan pendekatan DD/CT, karena dapat sebagai sarana saling introspeksi baik

dosen mapun peserta didik, juga ungkapan bebas dari pandangan, usul terbaiknya

demi kebaikan bersama. Refleksi memiliki fungsi mendidik pada peserta didik untuk

menyukai belajar dari pengalaman yang telah dilaluinya. Ini sejalan dengan pendapat

Gross (2000) bahwa dengan refleksi terjadi proses penajaman pengalaman yang

peroleh dan mereproduksi ketika menyampaikan secara lesan.

Idealnya penilaian hasil belajar harus dapat dilakukan dengan banyak cara,

meskipun di lapangan masih ditemukan banyak kesulitan untuk melaksanakannya

terutama untuk penilaian dimensi nilai-nilai kewarganegaraan (civics Volues). Ini

menjadi tatantangan bagi pengembang perkuliahan dengan DD/CT untuk

mengembangkan model penilaian yang dapat membantu dosen lebih obyektif

memberi penilaian hasil belajar peserta didiknya.

Rambu rambu penerapan perkuliahan DD/CT sebelumnya telah dilakukan

oleh Untari untuk pembelajaran PPKN dengan pelaksnaan sebagai berikut:

1. Kegiatan awal

Dalam setiap mengawali perkuliahan dimulai dengan salam, tujuan perkuliahan,

kompetensi yang akan dicapai, kemudian menggunakan elemen dinamika

kelompok untuk membangun komunitas, yang bertujuan mempersiapkan peserta

didik berkonsentrasi sebelum mengikuti perkuliahan. Aktivitas perkuliahan pada

tahap ini dilalui sebagai berikut:

17

Page 22: UmiSalamah_PembelajaranMenulisKaryaIlmiah

• Membuka pelajaran, dalam membuka pelajaran dosen selalu mengajak atau

memerintahkan peserta didik untuk berdoa atau hening menurut agama dan

kepercayaan masing-masing. Tujuan dari berdoa atau hening adalah memusatkan

fisik dan mental, mempersiapkan segenap hati, perasaan dan pikiran peserta didik

agar dapat mengikuti perkuliahan dengan mudah. Model perkuliahan dengan

DD/CT memiliki beberapa keunggulan seperti perkuliahan diawali dan diakhiri

dengan "hening". Hal ini selain dapat menciptakan situasi tenang sebelum

perkuliahan, selain itu juga dapat menghadirkan hati dan pikiran peserta didik-

dosen pada perkuliahan saat itu. Sebagaimana dikemukakan oleh Swidler (2000)

yang menekankan pentingnya hening dalam segala aktifitas, karena menurutnya

dengan hening seseorang telah menjalin interaksi intern yakni dengan dirinya

maupun ekstern yakni dengan Tuhan. Lebih lanjut dikemukakan bahwa hening

membawa manusia pada pengendapan hati dan pikiran, sehingga memudahkan

proses dialog mendalam. Berdasarkan teori kontinum, bahwa dialog juga terjadi

secara kontinum, Proses pertama dinamakan Dialog distruktif manakala elemen-

elemennya adalah polarisasi yang dipertentangkan satu sama lain. Proses kedua,

dinamakan dialog disintegrasi manakala elemen-elemennya adalah tolerasi

antara satu dengan lainnya, Proses ketiga dinamakan dialog dialogis manakala

elemen-elemennya ada saling belajar antara satu dengan lain. Proses terakhir

dialog mendalam manakal elemen-elemennya adalah saling tranformasi. Dengan

demikian hening atau doa dapat menciptakan situasi menunju Deep dialogue.

Kebiasaan selalu berdoa sebelum dan sesudah melakukan kegiatan termasuk

kegiatan belajar mengajar, secara langsung telah membimbing dan mengajarkan

peserta didik menjadi insan religius, sehingga akan mendukung upaya pendidikan

anak seutuhnya (PAS) yang pada gilirannya akan sangat mendukung upaya

mewujudkan manusia Indonesia Seutuhnya (MIS)

• Dinamika kelompok dalam rangka membangun komunitas dapat dilakukan

dengan membaca puisi, menyanyi, peragaan, bermain peran, simulasi atau senam

otak/brain gym yang relevan dengan materi pokok yang dibelajarkan. Kegiatan

membangun komunitas juga merupakan sesuatu yang sangat penting bagi

masyarakat majemuk oleh karena itu apabila dalam perkuliahan telah dibangun

keterikatan terhadap komunitas kecil (kelas), maka pada skala makro sikap dan

perilaku toleransi, menghargai perbedaan, terbuka terhadap kritik, berani tampil

18

Page 23: UmiSalamah_PembelajaranMenulisKaryaIlmiah

beda, dan sikap terpuji lainnya akan dapat mengantarkan peserta didik menjadi

warga negara demokratis.Disini peserta didik dituntut untuk berpikir kritis melalui

analisis terhadap lagu, gambar, peristiwa dan sebagainya. Kegiatan seperti ini

mampu mengaktifkan intelegensi ganda (multiple intellegences) yang dimiliki

peserta didik. Aktivitas yang melibatkan unsure dan prinsip dinamika kelompok

secara tak langsung bertujuan membangkitkan perasaan gembira, senang penuh

gairah sehingga peserta didik termotivasi. Menurut Widarti (2002) tujuan utama

dari aktifitas tersebut adalah mewujudkan impian dosen dalam melaksanakan

prinsip” bawalah dunia mereka ke dunia kita dan antarkan dunia kita ke dunia

mereka”.

2. Kegiatan Inti

Kegiatan ini sebagai pengembangan dan pengorganisasian materi perkuliahan.

Adapun tahap yang dilalui sebagai berikut:

• Tahap pertama dosen melaksanakan kegiatan dengan menggali informasi dengan

memperbanyak brain storming dan diskusi dengan melemparkan pertanyaan

komplek untuk menciptakan kondisi dialog mendalam dan berpikir kritis. Pada

tahap ini peserta didik dilatih sekaligus diberikan pengalaman melalui proses

usaha menemukan informasi, konsep atau pengertian yang diperlukan dengan

mengoptimalkan dialog mendalam dan berpikir kritis antar sesama. Setiap

perbedaan pendapat, pandangan dan pemikiran merupakan hal yang patut

dikomunikasikan dengan tetap menghormati eksistensi masing-masing yang

sedang berdialog, sehingga dalam diri peserta didik tertanam rasa menerima dan

menghomati perbedaan, tolerensi, empati, terbuka. Dalam kegiatan ini konsep dan

definisi tidak diberikan oleh dosen, tetapi digali oleh peserta didik melalui teknik

concept attainment atau CA yakni proses kegiatan membangun ketercapain

sebuah konsep sampai pada pengertian atau definisi. Tujuan dari kegiatan ini

adalah (1) memotivasi dan menumbuhkan kesadaran bahwa antara dosen-peserta

didik sama-sama belajar. Dosen hanyalah salah satu sumber, peserta didik dan

sumber –sumber lain ada disamping dosen; (2) memberi bukti pada peserta didik

bahwa kemampuan menyusun definisi atau pengertian dari konsep yang bermutu

dapat dilakukan oleh peserta didik, tidak kalah bermutunya dengan yang diberikan

dosen, bahkan yang ada dalam buku referensi; (3) memberi pengalaman belajar

menuju ketuntatasan belajar bermakna, bukan ketuntasan materi saja.

19

Page 24: UmiSalamah_PembelajaranMenulisKaryaIlmiah

Selanjutnya dilaksanakan cooperative learning untuk memecahkan permasalahan

yang diberikan dosen. Penetapan cooperative learning dapat dengan teknik

pelaporan ataupun Jigsaw dan STAD (Student Teams Achievement Division).

• Tahap kedua, merupakan tahap umpan balik yang selalu dilaksanakan dosen,

setelah peserta didik diberi waktu untuk berdialog mendalam , semua temuan dan

hasil belajar yang diperoleh selama diskusi dalam situasi cooperative learning.

Tahap ini apapun perolehan belajar peserta didik merupakan upaya maksimal

mereka, oleh sebab itu dosen harus mengakui dan memberi penghargaan.

Selanjutnya dilakukan klarifikasi atau penajaman atas temuan peserta didik

terarah pada kompetensi dan materi pokok yang dosen belajarkan. Umpan balik

dosen dimaksudkan sebagai penegasan fungsi dialog mendalam yang bermuara

pada peleksanaan evaluasi pemahaman peserta didik. Tahap ini sekaligus sebagai

bukti bahwa dosen/dosen bukan sumber yang “tahu segalanya”, namun antar

peserta didik dan pendidiknya terjadi saling belajar dan saling membelajarkan,

sehingga terkesan “simbiosis mutualism”

3. Kegiatan akhir

Tahap ini merupakan tahap pengambilan simpulan dari semua yang saling

dibelajarkan, sekaligus penghargaan atas segala aktivitas peserta didik . Tahap ini

dilakukan penilaian hasil belajar dan pemajangan dan penyimpanan dalam file

(bahan portofolio) peserta didik.

Tahap berikutnya adalah refleksi Kegiatan ini merupakan kegiatan perkuliahan

yang penting dalam pendekatan DD/CT. Kegiatan ini bukan menyimpulkan materi

perkuliahan, tetapi pendapat peserta didik tentang apasaja yang dirasakan dan dialami

yang dikaitkan dengan apa saja yang dirasakan, dialami dan dilakukan di masa lalu.

Peserta didik menyampaikan secara bebas perasaan dan keinginan yang terkait dengan

perkuliahan. Perkuliahan diakhiri dengan hening atau doa.

Tabel Sintaks Perkuliahan berbasis DD/CT

Tahap 1

Hening

Dosen mengajak berdoa, menyampaikan tujuan perkuliahan,kompetensi yang akan dicapai

Tahap 2

Membangun komunitas

Dosen mengajak meminta peserta didik membaca puisi, menyanyi, peragaan, bermain peran, simulasi atau senam otak/brain gym yang relevan dengan materi pokok yang dibelajarkan.

20

Page 25: UmiSalamah_PembelajaranMenulisKaryaIlmiah

Tahap 1 Dosen mengajak berdoa, menyampaikan tujuan perkuliahan,kompetensi yang akan dicapai Hening

Tahap 3

kegiatan inti dengan strategi penemuan konsep (Concept Attainment) dan Cooperative Learning

Dosen mengajukan pertanyaan komplek dan provokatif untuk mendorong peserta didik menemukan konsep yang akan dibelajarkan, membuat definisi (melalui strategi peneluan konsep/concept attainment), selanjutkan mendorong peserta didik untuk menetapkan, mengidentifikasi, menganalisis, memecahkan masalah, mempresentasikan hasil kerja kelompoknya melalui strategi cooperative learning

Tahap 4

Refleksi

Dosen memberi kesempatan pada peserta didik untuk menyampaikan sikapnya, perasaannya, pengalaman selama mengikuti perkuliahan dan harapannya untuk meningkatkan perkuliahan di masa yang akan datang

Tahap 5

Evaluasi

Dosen melakukan evaluasi baik proses maupun hasil belajar peserta didiknya.

(Diadopsi oleh Untari dari GDI:2000)

Melalui tahap-tahap tersebut , diharapkan peserta didik dapat menemukan

konsep, memecahkan permasalahan melalui dialog mendalam dan berpikir kritis

dengan dosen, dengan sesama peserta didik dan narasumber lainnya.

Penerapan DD/CT di kelas cukup mudah, apabila dosen telah memahami

kaidah-kaidahnya sebagai berikut:

1. Perubahan pandangan dosen bahwa pemberdayaan peserta didik dalam

perkuliahan dengan memberi kesempatan pada peserta didik, untuk

mengamati, menganalisis, mendialogkan dan akhirnya mengkonstruksikan

pengetahuan dan pengalaman serta ketrampilan baru

2. Untuk mengajarkan topik sebaiknya dilaksanakan dengan kegiatan menggali

dan menemukan sendiri

3. Berdayakan peserta didik untuk berani mengemukakan pendapat dan bertanya

secara terbuka

4. Ciptakan suasana dialog mendalam ' antar peserta didik" dan "antara peserta

didik-dosen" oleh karenanya upayakan untuk selalu belajar dalam kelompok

5. Pergunakan berbagai media dan sumber belajar untuk memperluas wawasan

21

Page 26: UmiSalamah_PembelajaranMenulisKaryaIlmiah

6. Berilah peserta didik kesempatan untuk melakukan refleksi sebelum pelajaran

berakhir

7. Penilaian hendaknya tidak hanya berdasarkan tes

Dari uraian diatas dapat dikemukakan bahwa pendekatan DD/CT akan mampu

meningkatkan minat dan motivasi belajar peserta didik. Keadaan ini tidak

terlepas dari gaya mengajar dosen yang harus berubah dari gaya mengajar

konvensional yakni yang hanya dengan ceramah bervariasi berubah gaya

mengajar konstruktivism yang dilakukan dengan menggunakan berbagai metode

(multi methods),.multi media (multi media)..Sesuai dengan pandangan Ausubel

(dalam Irawan, 1996) bahwa alasan bahan yang dirancang dengan baik dan

menarik perhatian peserta didik harus bertujuan untuk melaksanakan belajar

secara bermakna, sehingga peserta didik memiliki kesiapan dan minat untuk

belajar.

22

Page 27: UmiSalamah_PembelajaranMenulisKaryaIlmiah

BAB III

DESKRIPSI TEMUAN DAN PEMBAHASAN

A. Proses Pembelajaran Menulis Karya Ilmiah Berbasis Deep Dialogue/Critical

Thinking (DD/CT)

Pengembangan pembelajaran berbasis DD/CT yang diimplementasikan dalam

proses belajar-mengajar dilakukan secara tahap demi tahap sebagaimana

dikemukakan oleh Sudjana (1997) ada tiga tahap dalam proses pembelajaran, yaitu

tahap pra instruksional, tahap instraksional, dan tahap pasca intstruksional. Hal itu

dijelaskan sebagai berikut:

1. Tahap Prainstruksional

Tahap prainstruksional merupakan tahap awal kegiatan yang ditempuh pada saat

memulai proses perkuliahan. Kegiatan yang dilakukan pada tahap ini didasarkan ada

hasil refleksi kondisi belajar sebelumnya, yakni:

• Dosen mengenalkan diri kepada mahasiswa, membaca puisi Taufiq Ismal, yang

berjudul “Pelajaran Tatabahasa dan Mengarang” Dari puisi tersebut dosen

menggali informasi melalui brain storming dengan memberikan pertanyaan

komplek terkait dengan perlunya belajar bahasa Indonesia dan politik bahasa

Indonesia untuk menciptakan kondisi dialog mendalam dan berpikir kritis. Pada

tahap ini peserta didik dilatih sekaligus diberikan pengalaman melalui proses

usaha menemukan informasi, konsep atau pengertian yang diperlukan dengan

mengoptimalkan dialog mendalam dan berpikir kritis antarsesama mahasiswa.

Setiap perbedaan pendapat, pandangan dan pemikiran merupakan hal yang patut

dikomunikasikan dengan tetap menghormati prinsip-prinsip komunikasi dan

substansi permasalahan, sehingga dalam diri peserta didik tertanam rasa menerima

dan menghomati perbedaan, tolerensi, empati, terbuka. Dalam kegiatan ini konsep

dan definisi tidak diberikan oleh dosen, tetapi digali oleh peserta didik melalui

teknik concept attainment atau CA yakni proses kegiatan membangun

ketercapaian pemahaman sebuah konsep. Tujuan kegiatan ini adalah (1)

memotivasi dan menumbuhkan kesadaran bahwa antara dosen-peserta didik sama-

sama belajar. Dosen hanyalah salah satu sumber dan fasilitator, dan sumber –

sumber lain ada di samping peserta didik; (2) memberi bukti pada peserta didik

23

Page 28: UmiSalamah_PembelajaranMenulisKaryaIlmiah

memiliki kemampuan untuk menyusun pemahaman konsep yang bermutu, tidak

kalah dengan yang diberikan dosen, bahkan dari buku referensi; (3) memberi

pengalaman belajar menuju ketuntatasan belajar bermakna, bukan ketuntasan

materi saja.

• Memberi kesempatan peserta didik untuk bertanya mengenai bahan kuliah yang

belum dikuasai dan yang dibutuhkan. Pada tahap ini dosen mengeksplorasi

kebutuhan mahasiswa belajar bahasa Indonesia mengacu pada kebutuhan ilmiah.

• Mengajukan pertanyaan pada peserta didik mengenai bahan yang dibutuhkan.

Dilanjutkan dengan uraian singkat perlunya belajar bahasa Indonesia di perguruan

tinggi. Dosen memberikan wawasan tentang politik bahasa Indonesia kepada

mahasiswa, dilanjutkan dengan Tanya jawab. Interaksi terjadi secara multi arah.

• Dosen mereview materi bahasa Indonesia yang sesuai dengan kebutuhan

komunikasi ilmiah secara singkat (dalam hal ini ejaan dan tanda baca, kata dan

istilah, kalimat efektif, dan paragraf). Kemudian Dosen memberikan kuis

berkaitan dengan penerapan kaidah dasar bahasa Indonesia dalam menulis karya

ilmiah.

2. Tahap instruksional

Tahap instruksional merupakan tahap pemberian atau pelaksanaan kegiatan

perkuliahan yakni:

• Materi berupa prinsip-prinsip dan contoh-contoh, serta tugas yang harus dilakukan

oleh mahasiswa sesuai dengan topik secara kelompok. Perkulihan pertama, dosen

menerapkan brain storming dengan melemparkan pertanyaan tahapan kegiatan

menulis karya ilmiah, mulai tahap perencanaan, penulisan, sampai tahap

penyuntingan. Pada tahap perencanaan dimulai dari cara dan proses menemukan,

memilih, menentukan, merumuskan, dan memerinci topik yang sudah ditentukan

dalam karya ilmiah (umum-khusus). Setiap jawaban dianalisis kemudahan dan

kesulitannya, ketepatan, dan penyimpangannya.

• Penggunaan alat bantu untuk memperjelas perolehan belajar berupa jurnal,

makalah, hasil penelitian, baik cetak maupun browsing dengan hot spot. Selama

menyelesaikan tugas, mahasiswa dapat berkonsultasi secara tatap muka dalam

perkuliahan atau di luar perkuliahan melalui telepon, SMS atau e-mail.

• Presentasi hasil tugas. Presentasi dilaksanakan berdasarkan cooperative learning

untuk memecahkan permasalahan yang diberikan dosen. Penetapan cooperative

24

Page 29: UmiSalamah_PembelajaranMenulisKaryaIlmiah

learning dapat dilakukan dengan teknik pelaporan ataupun Jigsaw dan STAD

(Student Teams Achievement Division). Selama presentasi berlangsung, dosen

mengamati dan mencatat kesulitan mahasiswa, baik berkaitan mekanisme diskusi,

prinsip diskusi, substansi diskusi, maupun penggunaan bahasa Indonesia.

Selanjutnya dosen memberikan umpan balik untuk dianalisis secara kritis

bersama-sama mahasiswa dan pemberian tugas selanjutnya secara kelompok

berkaitan dengan topik selanjutnya, yaitu mengembangkan pendahuluan,

menentukan metode dan teori, teknik mengembangkan pembahasan, membuat

simpulan, dan saran.

• Tahap Pasca Instruksional

Tahap ini adalah tahap yang diperlukan untuk mengetahui keberhasilan tahap

instruksional. Dosen melalukan refleksi terhadap perkuliahan yang baru

dilaksaanakan. Pada tahap pertama, permasalahan yang ditemukan dosen adalah (1)

mekanisme diskusi, (2) prinsip komunikasi, (3) pemfokusan dan spesifikasi topik, dan

(4) kekurangtepatan menggunakan kata sapaan, dan ketidaklogisan/kurangsistema-

tisan penyampaian. Dosen mengajak mahasiswa untuk melakukan refleksi bersama-

sama dengan analitis-kritis terhadap kesulitan dan kekhilafan yang dilakukan selama

diskusi. Tujuannya supaya terjadi tradisi komunikasi kesederajatan dalam

keberadaban. Mahasiswa yang kesulitan memerinci topik dibimbing untuk membedah

topik yang telah dirumuskan sendiri dengan DD/CT dengan cara dialog mendalam

dan berpikir kritis. Bukti ketidaklogisan/kekurangsistematisan dicatat dan dipecahkan

bersama mahasiswa di dalam kelas secara tatap muka melalui analitis kritis antar

mahasiswa dan dosen..

Tahapan di atas dilakukan oleh penulis dalam setiap siklus pembelajaran.

B. Hasil Pembelajaran Menulis Karya Ilmiah Berbasis DD/CT pada Tahap

Prainstruksional, Instruksional, dan Paskca Instruksional

Berdasarkan proses pembelajaran berbasis DD/CT tahap pra instruksional, tahap

instraksional, dan tahap pasca intstruksional, diperoleh hasil sebagai berikut:

1. Tahap pra instruksional

Berdasarkan kegiatan yang dilakukan pada tahap pra instruksional diberoleh hasil

berikut ini.

25

Page 30: UmiSalamah_PembelajaranMenulisKaryaIlmiah

• Pengenalan diri oleh Dosen dipandang sangat penting terutama informasi yang

berkaitan dengan nomor telepon, HP, email, dan blog. Selain itu, prinsip

keterbukaan untuk berkonsultasi memberikan semangat antusias pada mahasiswa

untuk mengikuti perkuliahan. Pembacaan puisi sesuai dengan topik belajar bahasa

Indonesia, memberikan pencerahan bahwa perkuliahan yang akan dilakukan

berbeda dengan pola konvensional yang menempatkan dosen sebagai pusat

belajar (teacher centered). Penggunaan brain storming terkait dengan perlunya

belajar bahasa Indonesia dan politik bahasa Indonesia meningkatkan rasa

nasionalisme melalui Bahasa Indonesia dan membangkitkan semangat untuk

menulis, serta menggunakan bahasa Indonesia secara produktif sesuai dengan

konteks dan prinsip-prinsip komunikasi. Penerapan prinsip dan konteks

komunikasi ini menempatkan mahasiswa sebagai calon intelektual yang memiliki

etika dalam berkomunikasi. Meskipun hubungan mahasiswa-dosen berada dalam

kesederajatan dalam berpikir dan berpendapat, tetapi mahasiswa menyadari untuk

menjalin komunikasi yang lancar, hubungan dosen-mahasiswa harus dibangun

dalam keberadaban. Adanya perhatian/empatitas yang tinggi dari dosen maupun

sesama mahasiswa, mendorong mahasiswa untuk berani menampilkan pikiran dan

pendapat dalam diskusi maupun dalam perkuliahan.

• Kesempatan yang diberikan kepada peserta didik untuk bertanya mengenai bahan

kuliah yang belum dikuasai dan yang dibutuhkan, menumbuhkan keberanian dan

antusiasm dalam mengikuti perkuliahan.

• Pertanyaan pada peserta didik mengenai bahan yang dibutuhkan melengkapi

bahan yang belum ditanyakan oleh mahasiswa dalam komunikasi ilmiah. Uraian

singkat perlunya belajar bahasa Indonesia di perguruan tinggi dan wawasan

tentang politik bahasa Indonesia kepada mahasiswa, meningkatkan interaksi

dalam pembelajaran, dari dua arah menjadi multi arah.

• Review materi bahasa Indonesia yang sesuai dengan kebutuhan komunikasi

ilmiah secara singkat (dalam hal ini ejaan dan tanda baca, kata dan istilah, kalimat

efektif, dan paragraf) yang dilanjutkan dengan kuis menciptakan suasana kelas

menjadi lebih hidup dan dinamisdan mendorong mahasiswa untuk menggunakan

buku pedoman EYD dan kaidah penulisan dalam menyunting karyanya.

3. Tahap instruksional

26

Page 31: UmiSalamah_PembelajaranMenulisKaryaIlmiah

Tahap instruksional merupakan tahap pemberian atau pelaksanaan kegiatan

perkuliahan yakni:

• Pemberian materi berupa prinsip-prinsip dan contoh-contoh, melalui tayangan

power point dari hot spot memperluasan wawasan bagi mahasiswa bahwa terdapat

bermacam-macam gaya selingkung dari masing-masing instansi dan perguruan

tinggi. Wawasan ini membuka wawasan bahwa mahasiswa dapat mengigirimkan

tulisan ke mana pun asal sesuai dengan gaya selingkung instansi yang dikirim.

Cara ini menepis anggapan bahwa hanya ada satu format penulisan yang paling

benar. Pemberian tugas yang harus dilakukan oleh mahasiswa sesuai dengan topik

secara kelompok dan penerapan brain storming meningkatkan interaksi social

dalam pembelajaran seperti yang terjadi dalam pembelajaran kooperatif.

• Penggunaan alat bantu untuk memperjelas perolehan belajar berupa jurnal,

makalah, hasil penelitian, baik cetak maupun browsing dengan hotspot. Selama

menyelesaikan tugas, dan pemberian kesempatan berkonsultasi melalui tatap

muka maupun di luar tatap muka menciptakan tradisi mencari untuk menemukan

secara mandiri maupun kerjasama.

• Dengan mengamati dan mencatat kesulitan mahasiswa selama presentasi

berlangsung, dosen dapat menemukan kesulitan dan kekhilafan mahasiswa dalam

berdiskusi maupun dalam mewujudkan topik menjadi tulisan. Dengan demikian

kesulitan dan kekhilafan dapat segera dipecahkan bersama secara kritis-analitis,

sehingga menciptakan tradisi berpikir kritis-analitis sampai karya ilmiah selesai

disunting/diedit. Karya ilmiah yang sudah selesai diedit/disunting substansi,

bahasa, dan format yang sudah disesuaikan direkomendasi untuk dikirimkan ke

jurnal-jurnal ilmiah.

3 Tahap Pasca Instruksional

Dengan melakukan refleksi terhadap kekurangan dan kesulitan pada tahap

pembelajaran sebelumnya dosen dapat memperbaiki rencana tindakan berdasarkan

hasil refleksi untuk meningkatkan pembelajaran menulis karya ilmiah melalui

DD/CT.

Berdasarkan pelaksanaan model pembelajaran menulis karya ilmiah berbasis

Deep Dialogue/Critical Thinking (DD/CT) dapat disimpulkan bahwa model tersebut

dapat membantu dosen untuk menjadikan perkuliahan bermakna bagi peserta didik.

27

Page 32: UmiSalamah_PembelajaranMenulisKaryaIlmiah

Dalam pendekatan ini perkuliahan sedapat mungkin mengurangi pengajaran yang

terpusat pada dosen (teacher centered) dan meningkatkan pengajaran terpusat pada

peserta didik (Student centered). Meskipun demikian, dosen harus tetap memantau

dan mengarahkan untuk mencapai tujuan perkuliahan. Dengan landasan filosofi

konstruktivisme, DD/CT "dicita-citakan" menjadi sebuah pendekatan perkuliahan

alternatif, yakni melalui DD/CT diharapkan peserta didik belajar melalui proses

mencari, menemukan, menulis, menyunting, mengomunikasikan secara lisan,

dan dapat memanfaatkan dalam kehidupannya. Hal ini sesuai dengan pandangan

Gross (2000) bahwa dengan mencari sendiri, menemukan, menulis, dan

mengomunikasikan dengan bahasa yang tepat, maka pengetahuan dan pemahaman

peserta didik lebih bermakna dalam jangka panjang yang pada akhirnya dapat

dipergunakan untuk bekal peserta didik dalam memecahkan persoalan yang

dihadapinya, dan mengembangkan kecakapan hidupnya (life skills).

Tabel Perkuliahan Menulis Karya Ilmiah Berbasis DD/CT

Tahap Kegiatan

Tahap 1

Pra Instruksional

Dosen mengenalkan diri, memberikan informasi nomor yang mudah dihubungi untuk “berkonsultasi”, membacakan puisi yang relevan dengan belajar bahasa Indonesia karya ilmiah sebagai pembuka brain storming perlunya mengokohkan politik bahasa Indonesia untuk kebutuhan ilmiah tulis dan lisan. Kegiatan ini dilanjutkan dengan review bekal menulis karya ilmiah (ejaan, kata dan istilah, kalimat efektif, dan paragraf) untuk mendorong mahasiswa agar hal tersebut dijadikan pedoman dalam menyuntung karya tulisnya. Hasilnya mahasiswa merasa dihargai dan dioptimalkan dalam proses belajar. Di samping itu, mahasiswa juga merasa berkewajiban untuk mengembangkan Bahasa Indonesia dalam karya ilmiah maupun mengomunikasikannya dalam forum diskusi.

Tahap 2

Instruksional

Dosen memberikan kesempatan untuk bertanya dan mengajukan pertanyaan komplek dan provokatif untuk mendorong peserta didik menemukan konsep yang akan dibelajarkan (tahapan menulis karya ilmiah, mengembangkan setiap tahap dalam menulis karya ilmiah dengan teknik yang benar, menyunting karya tulisnya yang mencakup penajaman isi/substansi, bahasa, dan format/sistematika melalui strategi penemuan konsep/concept attainment), selanjutkan mendorong peserta didik untuk menetapkan, mengidentifikasi, menganalisis, memecahkan masalah, mempresentasikan hasil kerja kelompoknya melalui strategi cooperative learning. Dosen melakukan evaluasi baik proses maupun hasil belajar

28

Page 33: UmiSalamah_PembelajaranMenulisKaryaIlmiah

Tahap Kegiatan

peserta didiknya. Hasilnya mahasiswa terbiasa mengomunikasikan hasil temuannya melalui DD/CT, baik kepada dosen maupun sesama mahasiswa dalam tradisi kesederajatan dan keberadaban.

Tahap 3

Pasca instruksional

(refleksi)

Dosen memberi kesempatan pada peserta didik untuk menyampaikan pendapat dan perasaan, dan pengalaman selama mengikuti perkuliahan dan harapannya untuk meningkatkan perkuliahan di masa yang akan datang. Dosen melakukan refleksi untuk memperbaiki rencana kegiatan pembelajaran berikutnya.

(Diadaptasi dari GDI:2000)

Melalui tahap-tahap tersebut , diharapkan peserta didik dapat menemukan

konsep, memecahkan permasalahan melalui dialog mendalam dan berpikir kritis

dengan dosen dan dengan sesama peserta didik serta dengan sumber lainnya.

Penerapan DD/CT di kelas cukup mudah, apabila dosen telah memahami

kaidah-kaidahnya sebagai berikut:

• Perubahan pandangan dosen bahwa pemberdayaan peserta didik dalam

perkuliahan dengan memberi kesempatan pada peserta didik, untuk mencari,

menemukan, menganalisis, mendialogkan, dan mengkonstruksikan pengetahuan

dan pengalaman serta ketrampilan baru lebih bermakna daripada ceramah atau

penugasan tanpa DD/CT.

• Untuk mengajarkan topik sebaiknya dilaksanakan dengan kegiatan menggali

dan menemukan sendiri

• Membiasakan peserta didik untuk berani mengemukakan pendapat dan bertanya

secara terbuka

• Menciptakan suasana dialog mendalam ' antar peserta didik" dan "antara

peserta didik-dosen" oleh karenanya diupayakan untuk selalu belajar dalam

kelompok

• Mempergunakan berbagai media dan sumber belajar untuk memperluas

wawasan

• Memberi peserta didik kesempatan untuk melakukan refleksi sebelum pelajaran

berakhir

29

Page 34: UmiSalamah_PembelajaranMenulisKaryaIlmiah

Penilaian hendaknya menyeluruh, baik berupa kuis, keaktivan dan keefektivan

berkomunikasi, keterlibatan dalam kelompok, maupun hasil akhir penulisan karya

ilmiah. Oleh karena itu, dalam pembelajaran berbasis DD/CT diharapkan tidak ada

mahasiswa yang tidak lulus, karena semua kukurangan dan kesulitan dipecahkan

melalui DD/CT sampai diperoleh hasil yang maksimal, kecuali dalam keadaan

overmatch.

Dari uraian di atas dapat dikemukakan bahwa pendekatan DD/CT akan mampu

meningkatkan minat dan motivasi belajar peserta didik. Keadaan ini tidak terlepas

dari gaya mengajar dosen yang berubah dari gaya mengajar konvensional ke gaya

mengajar konstruktivism yang dilakukan dengan menggunakan berbagai metode

(multi methods) dan multi media (multi media).

Sesuai dengan pandangan Ausubel (dalam Irawan, 1996) bahwa alasan bahan

yang dirancang dengan baik dan menarik perhatian peserta didik harus bertujuan

untuk melaksanakan belajar secara bermakna, sehingga peserta didik memiliki

kesiapan dan minat untuk belajar.

Surahkmad (1979) juga berpendapat bahwa motivasi yang sehat perlu

ditumbuhkan dalam dunia belajar dan diaksentuasikan dari kebutuhan peserta didik.

Ini berarti semakin banyak dosen memperhatikan kebutuhan peserta didik dalam

belajar semakin besar motivasi peserta didik untuk belajar. gairah peserta didik untuk

aktif menanggapi semua proses perkuliahan, dosen perlu bersikap adil, terbuka, dan

penuh perhatian secara merata pada semua peserta didik. Dengan pembelajaran

berbasis DD/CT, peserta didik yang selama ini telah aktif semakin aktif, sementara

yang pasif mulai muncul kepercayaan dirinya (self confidence) dan keberaniannya.

30

Page 35: UmiSalamah_PembelajaranMenulisKaryaIlmiah

BAB IV

PENUTUP

A. Simpulan Berdasarkan hasil pembahasan, dapat disimpulkan sebagai berikut:

1) Proses pembelajaran berbasis DD/CT dapat diimplementasikan melalui tiga tahap,

yaitu tahap pra instruksional, tahap instruksional, dan tahap pasca instruksional.

Masing-masing tahap dapat dilakukan jika dosen dapat mengubah pandangan

terhadap proses pembelajaran dari teacher centered ke student centered

mengubah cara/pola mengajar dari konvensional ke penggunaan multi method

dan multi media, dan bersedia melakukan refleksi dari setiap akhir pembelajaran

untuk memperbaiki proses pembelajaran pada pertemuan berikutnya.

2) Hasil pembelajaran berbasis DD/CT dapat meningkatkan antusias dalam belajar

bahasa Indonesia karya ilmiah, gairah menulis karya ilmiah, dan keberanian untuk

mengomunikasikan pikiran dan pendapatnya, baik secara tulis maupun lisan

dengan prinsip kesedarajadan dan keberadaban. Pembelajaran berbasis DD/CT

dapat mengoptimalkan semua potensi yang dimiliki oleh mahasiswa untuk

mencari, menemukan, mengonstruk, dan mengomunikasikan hasil temuannya

dalam bentuk lisan dan tulis secara baik dan benar. Penggunaan pembelajaran

berbasis DD/CT juga dapat digunakan untuk meningkatkan keterampilan

berkomunikasi secara analitis-kritis antara dosen-mahasiswa atau antarmahasiswa.

Dengan demikian penggunaan pembelajaran berbasis DD/CT dapat meningkatkan

hardskill sekaligus soft skill mahasiswa. Lebih lanjut DD/CT dapat

membudayakan enam “K” dalam diri mahasiswa dan dosen, yaity keterbukaan,

kejujuran, kerjasama, keberadaban, kesederajadan, dan kepedulian.

B. Saran

Berdasarkan hasil pembahasa dan simpulan di atas disarankan kepada:

1) Para Dosen

Para dosen dapat menggunakan pembelajaran berbasis DD/CT untuk semua

topik dari matakuliah yang diajarkan untuk meningkatkan keaktivan dan keterlibatan

mahasiswa dalam belajar secara arif dan terbuka.

31

Page 36: UmiSalamah_PembelajaranMenulisKaryaIlmiah

2) Pimpinan Perguruan Tinggi

Para pimpinan perguruan tinggi disarankan dapat memberikan fasilitas yang

maksimal terutama terkait dengan kemudahan memperoleh informasi dari berbagai

sumber dengan internet/hotspot.

3) Pengambil Kebijakan

Para pengambil kebijakan disarankan lebih banyak memperhatikan hasil

penelitian tentang inovasi pembelajaran tidak hanya menerima hasil penelitian tetapi

dapat mensurvei hasil penerapan inovasi pembelajaran yang ditemukan oleh dosen

untuk dikembangkan di berbagai perguruan tinggi lainnya.

32

Page 37: UmiSalamah_PembelajaranMenulisKaryaIlmiah

DAFTAR PUSTAKA

Al Hakim, Suparlan. 2004. Strategi Pembelajaran Berdasarkan Deep Dialogue/ Critical Thinking (DD/CT). P3G. Dirjen Dikdasmen. 2002.

Ellison. Laura, 2000. Tujuh Langkah Deep dialogue/Dialog Mendalam yang Diterapkan Pada Para Dosen “ Pendidikan Anak Seutuhnya”. Unicef. GDI

Farris,P.J.&Cooper,S.M. 1994. Elementary Social Studies: a Whole language Approach. Iowa: Brown&Benchmark Publishers.

Global Dialogue Institute. 2001. Deep Dialogue/Critical Thinking as Instructional Approach. Disajikan pada TOT Pendidikan Anak Seutuhnya di Malang 1-11 Juli 2001.

Joyce, B.&Weil,M. 1986. Models of Teaching. New York:Englewood Cliffs.

Lickona, T. 1992. Educating for Character: How Our Schools Can Teach Respect and Responsibility. New York. Bantam Books.

Pang, V.O., Gay, G.& Stanley, W.B. 1995. “Expanding Conceptions of Community and Civic Competence for a Multicultural Society”. Theory and Reseach in Social Education. XXIII:4(302-331).

Savage, T.V.,& Armstrong, D.G. 1996. Effective Teaching in Elementary Social Studies. Ohio: Prentice Hall.

Swidler. L 2000, Religion Dialogue in Dialogue Era, Philadelpia, University Press

Skeel, D.J. 1995. Elementary Social Studies: Challenge for Tomarrow”s World. New York: Harcourt Brace College Publishers.

Sudjana .1997. Proses Belajar Mengajar, Jakarta, Rosdakarya

Sumarjo, H. 2003. Menyongsong UU Sisdiknas yang Baru. Kompas. 13 Maret 2003. Hlm.6.

Untari, Sri, 2002, Pendekatan Deep Dialogue/Critical Thinking. Jakarta, Dirjendisdasmen, PPPG IPS dan PMP Malang

Walsh,D. 1988. “Critical Thinking to Reduce Prejudice. Social Education”. (280-282).

Widarti, 2002. Rencana Pembelajaran Geografi Bernuasa Deep Dialogue/Critical Thinking, (makalah dalam Pelatihan Instruktur Mata pelajaran Geografi SMP). Malang PPPG IPS-PMP

33