Ukg
-
Upload
sutame-huda -
Category
Education
-
view
70 -
download
0
Transcript of Ukg
UKG dan Profesionalisme Guru
Majunya suatu negeri ditandai dengan majunya pendidikan di negeri tersebut. Awan
mendung masih menggelayuti dunia pendidikan Indonesia. Indonesia berada di posisi ke-108
pada tahun 2013 dalam Laporan Pembangunan Manusia atau Human Development Report
(HDR) yang dikeluarkan oleh Lembaga PBB untuk Pembangunan atau United Nations
Development Programme (UNDP). (http://news.detik.com. Diakses 101215). Data yang didapat
dari Education For All (EFA) Global Monitoring Report 2011 yang di keluarkan oleh UNESCO
diluncurkan di New York indeks pembangunan pendidikan atau Education Development Index
(EDI) berdasarkan data tahun 2008 adalah 0,934. Nilai itu menempatkan Indonesia di posisi ke-
69 dari 127 negara. (http://www.kompasiana.com. Diakses 101215). Hasil Trends in
International Mathematics and Science Studies (TIMSS) 2011, yang baru saja dipublikasikan,
semakin menegaskan kondisi gawat darurat dunia pendidikan di Tanah Air. Nilai rata-rata
matematika siswa kelas VIII hanya 386 dan menempati urutan ke-38 dari 42 negara. Hasil Sains
tak kalah mengecewakan. Indonesia di urutan ke-40 dari 42 negara dengan nilai rata-rata 406.
Ada banyak komponen yang terlibat dalam dunia pendidikan. Salah satu komponen
tersebut yang merupakan garda terdepan dan menjadi sorotan dalam dunia pendidikan adalah
Guru. Dalam rangka mencapai tujuan pendidikan nasional yakni mencerdaskan kehidupan
bangsa dan mengembangkan manusia seutuhnya, maka sangat dibutuhkan peran serta guru yang
profesional. Pemerintah mengadakan Uji Kompetensi Guru (UKG) dalam bentuk tes objektif
(pilihan ganda) atas kompetensi pedagogik dan profesional. Yang dimaksud dengan kompetensi
pedagogik, guru memahami teori perkembangan psikologi dan teori belajar anak dan mampu
berkomunikasi dengan efektif agar bisa mendidik dan mengembangkan potensi peserta didik.
Sedangkan kompetensi profesional, mampu menguasai materi dan mengembangkan bahan ajar
dan metode pembelajaran dengan memanfaatkan informasi dan teknologi yang ada.
Pertanyaannya, apakah dengan pelaksanaan UKG akan serta merta memperbaiki mutu
pendidikan? Terget utama dari pelaksanaan UKG menurut pemerintah adalah untuk memetakan
kemampuan guru yakni kompetensi pedagogik dan kompetensi profesional. Menurut Pemerintah
rendanya hasil belajar siswa karena dua kompetensi ini. Pasca UKG, pemerintah akan
memperbaki atau meningkatkan dua kompetensi tersebut melalui diklat guru. Saat pelaksanaan
UKG Banyak terjadi kecurangan diantaranya adanya perjokian, soal bocor karena ada yang
OPINI
memotret soal UKG, pungli, sampai membawa contekan (http://www.sinarberita.com. Diakses:
03/12/15).
Persoalan pendidikan adalah persoalan sistemik. Guru hanyalah salah satu komponen
pendidikan., Sosok guru profesional ditentukan oleh dua hal yaitu faktor internal dan eksternal.
Faktor internal, sistem kehidupan yang sekularisme sedikit banyaknya mempengaruhi
kepribadian guru. Masih banyak ditemukan (oknum) yang belum memiliki role of model untuk
menjadi guru profesional. Jika hal ini terjadi, tentu siswanya kehilangan sosok figur guru yang
unggul. Sehingga, pas lah dengan pepatah “Guru kencing beridiri, siswa kencing berlari”.
Bahkan ada oknum guru yang melakukan tindak kriminalitas. Faktor Eksternal: Kondisi
ekonomi yang masih jauh dari sejahtera, ini yang membuat guru tidak fokus dengan profesinya
dan kehilangan banyak waktu untuk terus belajar. Reward yang diberikan pemerintah berupa
dana sertifikasi ini bukan dengan mudah didapat oleh guru, namun banyak hal yang harus
dikerjakan guru agar dana sertifikasi didapat. Mulai dari pengisian data online ataupun offline,
pemberkasan, sampai dengan mengikuti UKG dengan soal-soal UKG yang jauh dari standar
kelayakan sebuah alat tes, yang itu semua menyita waktu guru dan akhirnya mengorbankan
waktu mengajar. Walhasil, bagaimana akan meningkat mutu pendidikan jika untuk mencapai
profesionalisme guru harus meninggalkan tugas wajibnya mengajar di dalam kelas. Ironi
memang.
Sejatinya, faktor internal dan eksternal yang membentuk guru profesional sangat kuat
dipengaruhi oleh sistem dan kebijakan yang dikeluarkan oleh pemerintah. Sistem kehidupan
yang sekularisme, memisahkan antara agama dan kehidupan sangat dominan “merusak” guru.
Guru dengan profesionalismenya dituntut hanya mengurusi peserta didik sesuai dengan sertifikat
profesinya, belum mampu mejamin kompetensi yang unggul. Sayangnya, pemerintah masih
menekankan angka sebagai patokan keberhasilan belajar siswa.
Lalu, sistem seperti apakah yang mampu mencetak manusia yang berkpribadian utuh,
terdepan dalam sainstek, mampu menjadi inovator dan mampu menyelesaikan semua
permasalahan hidupnya? Sistem Pendidikan Islam merupakan solusi yang bisa diaplikasikan
untuk meningkatkan kualitas guru maupun peserta didik karena penyelesaiannya dilakukan
secara menyeluruh dalam Daulah Khilafah Islamiyah.
Dalam sistem pendidikan Islam, kurikulum pendidikan harus berbasis aqidah Islam yang
akan membentuk kepribadian anak didik yang tangguh sekaligus menguasai saintek. Konsep
multiple intelegen hanya akan terwujud dalam sistem pendidikan Islam. Terbukti sistem Islam
sudah melahirkan para cerdik cendikia dan para ulama mujtahid sekaligus mujahid. Ada Al-
Khawarizmi yang membuat peta globe pertama. Dunia pernah mengenal al Farabi, seorang
matematikawan tapi juga ahli ilmu alam. Barat menyebutnya Albucasis, yaitu Abul Qasim Al-
Zahrawi, beliau yang melakukan bedah caesar pertama kali dan alat-alat bedah yang ada
sekarang adalah sumbangan pemikiran dari beliau. Dunia juga tidak akan melupakan
penemuan-penemuan penting dalam dunia kedokteran, optic, matematika, geografi, ilmu alam,
fisika dan lain-lain yang semuanya itu atas jasa ilmuwan Islam.
Dalam sistem pendidikan Islam, pembiayaan pendidikan dilakukan sepenuhnya oleh
negara. Semua pelajar menikmati fasilitas pendidikan secara gratis dan berkualitas. Hasil karya
mereka berupa buku dihargai berat timbangannya dengan dinar dan dirham. Begitu pula halnya
dengan guru. Gelar pahlawan tanpa tanda jasa rupanya tidak berlaku dalam sistem pendidikan
Islam. Semua jerih payah dan jasa-jasa guru dibalas setimpal bahkan berlebih oleh negara. Pada
masa Kekhilafahan Umar bin al-Khaththab saja, beliau memberikan gaji kepada para pengajar
al-Quran masing-masing sebesar 15 dinar (1 dinar=4,25 gram emas. Jika 1 gram emas Rp
480.000,00, 1 dinar berarti setara dengan Rp 2.040.000,00. Artinya, gaji seorang guru ngaji
adalah 15 (dinar) X Rp 2.040.000,00 = Rp 30.600.000,00). Ini berarti lebih dari 6 kali lipat dari
gaji seorang guru besar (profesor) di Indonesia dengan pengabdian puluhan tahun. Tak heran,
penghargaan yang luar biasa dari negara, membawa para guru di masa itu berlomba-lomba
menjadi yang terdepan dalam profesionalitas, kapabilitas, integritas dan kredibilitas agar menjadi
sosok teladan yang pantas digugu dan ditiru. Demikianlah dunia pendidikan di masa Islam telah
sukses melahirkan generasi pemimpin yang tangguh dan cemerlang.
Mahrita Julia Hapsari, M.PdK. Sutame, M.PdGuru di Banjarmasin