Uji Fiksasi Komplemen

53
UJI FIKSASI KOMPLEMEN Telah diketahui bahwa pada suatu interaksi antigen-antibodi, komplemen yang ada dalam serum dapat diikat atau dikonsumsi oleh kompleks antigen-antibodi tersebut, dan bahwa komplemen dapat diaktivasi oleh kompleks erithrosit-hemolisin, sehingga mengakibatkan eritrosit tersebut melisis. Kenyataan ini dipakai untuk menggunakan komplemen sebagai salah satu bahan untuk penetapan antigen maupun antibodi. Pengujian ini didasarkan atas reaksi yang terdiri atas 2 tahap, yaitu tahap pertama dimana sejumlah tertentu komplemen oleh suatu kompleks antigen-antibodi, dan tahap kedua dimana komplemen yang tersisa (bila ada) menghancurkan eritrosit yang telah dilapisi hemolisin. Banyaknya komplemen yang tidak dikonsumsi pada reaksi tahap pertama, dan yang mengakibatkan hemolisis pada reaksi tahap kedua, secara tidak langsung merupakan parameter untuk antibodi atau antigen yang diperiksa. Untuk mendapatkan hasil yang bisa dipercaya, semua reaktan yang diperlukan untuk uji ini harus disesuaikan satu dengan yang lain dan berada dalam jumlah atau titer yang optimal. Oleh karena itu sebelum melaksanakan pemeriksaan pada sampel penderita, terlebih dahulu dilakukan uji pendahuluan untuk menstandarisasi titer hemolisin dan titer komplemen yang

Transcript of Uji Fiksasi Komplemen

Page 1: Uji Fiksasi Komplemen

UJI FIKSASI KOMPLEMEN

Telah diketahui bahwa pada suatu interaksi antigen-antibodi, komplemen yang ada dalam

serum dapat diikat atau dikonsumsi oleh kompleks antigen-antibodi tersebut, dan bahwa

komplemen dapat diaktivasi oleh kompleks erithrosit-hemolisin, sehingga mengakibatkan

eritrosit tersebut melisis.

Kenyataan ini dipakai untuk menggunakan komplemen sebagai salah satu bahan untuk

penetapan antigen maupun antibodi. Pengujian ini didasarkan atas reaksi yang terdiri atas 2

tahap, yaitu tahap pertama dimana sejumlah tertentu komplemen oleh suatu kompleks

antigen-antibodi, dan tahap kedua dimana komplemen yang tersisa (bila ada)

menghancurkan eritrosit yang telah dilapisi hemolisin. Banyaknya komplemen yang tidak

dikonsumsi pada reaksi tahap pertama, dan yang mengakibatkan hemolisis pada reaksi

tahap kedua, secara tidak langsung merupakan parameter untuk antibodi atau antigen yang

diperiksa.

Untuk mendapatkan hasil yang bisa dipercaya, semua reaktan yang diperlukan untuk uji ini

harus disesuaikan satu dengan yang lain dan berada dalam jumlah atau titer yang optimal.

Oleh karena itu sebelum melaksanakan pemeriksaan pada sampel penderita, terlebih dahulu

dilakukan uji pendahuluan untuk menstandarisasi titer hemolisin dan titer komplemen yang

dipakai pada sistem uji ini.

Titer hemolisin ditentukan oleh pengenceran tertinggi hemolisin yang masih dapat

melisiskan eritrosit berkonsentrasi 2% secara lengkap, bila ada komplemen. Titer hemolisin

ini disebut 1 unit dan untuk pemeriksaan sampel penderita dipakai 2 unit.

Oleh karena uji fiksasi komplemen melibatkan suatu sistem yang terdiri atas berbagai

reaktan, disamping titrasi hemolisin dan komplemen diatas, setiap reaktan harus diuji

terhadap ada tidaknya faktor penghambat atau faktor yang meningkatkan aktivasi

komplemen (antikomplemen atau prokomplemen). Untuk keperluan ini, pada titrasi

komplemen diikutsertakan antigen dan antigen kontrol, serta pada pemeriksaan sampel

Page 2: Uji Fiksasi Komplemen

selalu harus diikutsertakan kontrol serum positif maupun negatif. Suatu hasil pemeriksaan,

baru bisa dipercaya apabila semua reaktan pada sistem ini terkontrol dengan baik.

Uji fiksasi komplemen dipakai pertama kali oleh Wassermann, Neisser dan Bruck untuk

menentukan diagnosis Sifilis (Test Wassermann), akan tetapi kemudian prinsip pengujian

yang sama dipakai juga dalam diagnosis serologik berbagai penyakit lain, diantaranya

penyakit-penyakit yang disebabkan oleh parasit, seperti Trypanosoma, Schistosoma, serta

penyakit-penyakit yang disebabkan oleh virus, seperti virus Hepatitis B, Herpes, Rotavirus,

Rubella dan lain-lain.

Uji Fiksasi Komplemen untuk penetapan antibodi terhadap virus

Peralatan dan bahan yang diperlukan (cara mikro)

1. Peralatan yang dipakai sama seperti untuk teknik mikrohemaglutinasi

2. Kit reagens (Behring) terdiri atas antigen virus, komplemen, eritrosit domba, hemolisin

dan larutan penyangga.

Cara kerja :

I. Uji Pendahuluan

1. Titrasi hemolisin

a. Sediakan 9 tabung reaksi. Masukkan kedalam tabung pertama dan seterusnya larutan

penyangga dengan volume seperti pada gambar.

b. Masukkan 1,0 ml hemolisin yang telah diencerkan 1:100 kedalam tabung pertama, lalu

campur kemudian pindahkan 1 ml kedalam tabung berikutnya, demikian seterusnya hingga

tabung terakhir.

c. Sediakan 12 tabung, kemudian kedalam 9 tabung pertama dimasukkan masing-masing 0,2

Page 3: Uji Fiksasi Komplemen

ml larutan hemolisin dari tabung-tabung permulaan. Tabung 10-12 dipakai untuk kontrol

erithrosit.

d. Kedalam tabung 1-9 dimasukkan 0,1 ml komplemen yang sudah diencerkan 1:30, 0,2 ml

suspensi eritrosit 2% dan 0,5 ml larutan penyangga.

e. Kedalam tabung 10-12 masukkan 0,2 ml suspensi eritrosit 2% dan 0,8 ml larutan

penyangga.

f. Campur lalu inkubasikan tabung-tabung tersebut pada suhu 37OC selama 30 menit.

g. Perhatikan adanya hemolisis dan tentukan tabung dengan pengenceran hemolisis

tertinggi yang menyebabkan hemolisis lengkap. Pengenceran ini disebut 1 unit dan untuk

pemeriksaan sampel penderita dipakai 2 unit.

h. Pembuatan sistem hemolitik

Campur eritrosit 2% sama banyak dengan hemolisin yang titernya 2 unit. Biarkan dalam suhu

kamar selama minimal 10 menit sebelum dipakai.

2. Titrasi Komplemen

a. Sediakan 3 baris tabung yang jumlahnya masing-masing 8 buah. Kedalam tabung-tabung

baris I masukkan larutan penyangga, komplemen dan larutan antigen, lalu campur

b. Lakukan hal yang sama pada tabung baris ke II dan ke III, hanya sebagai pengganti antigen,

kedalam tabung baris II dimasukkan antigen kontrol dan kedalam tabung baris ke III

dimasukkan larutan penyangga.

c. Inkubasikan semua tabung dalam penangas air dengan suhu 37OC selama 30 menit.

d. Masukkan sistem hemolitik (1h) kedalam semua tabung sebanyak 0,2 ml. Campur dan

inkubasikan lagi pada suhu 37OC selama 30 menit.

e. Perhatikan hemolisis yang terjadi dan tentukan pengenceran komplemen tertinggi yang

menyebabkan hemolisis lengkap. Apabila hemolisis lengkap pada ketiga baris tabung terjadi

pada pengenceran komplemen yang sama, berarti semua reaktan pada sistem ini baik.

Page 4: Uji Fiksasi Komplemen

f. Pengenceran tertinggi komplemen yang dapat menyebabkan hemolisis lengkap disebut 1

unit dan dipakai 2 unit untuk pengujian.

II. Pemeriksaan sampel

Pada setiap pemeriksaan selalu harus diikutsertakan kontrol antigen, kontrol sistem

hemolitik, kontrol eritrosit dan kontrol komplemen.

Serum penderita terlebih dahulu diinaktifkan dalam penangas air dengan suhu 56OC untuk

menghilangkan komplemen yang ada dalam serum, sehingga satu-satunya sumber

komplemen hanya yang dibubuhkan pada pengujian dan diketahui titernya.

1. Sampel

Pakai satu baris sumur untuk sampel pertama (sampel akut) dan satu baris lain untuk sampel

kedua (konvalesen).

a. Masukkan ke dalam sumur 1 dan sumur 4-12 larutan penyangga sebanyak 25 ul.

b. Masukkan ke dalam sumur 1-4 sampel yang terlebih dahulu telah diencerkan 1:5 sebanyak

25 ul.

c. Buat pengenceran serum mulai sumur 4 sampai 12 dengan mikrodiluter.

d. Masukkan kedalam sumur 2, sebanyak 25 ul antigen kontrol dan ke dalam sumur 3-12

sebanyak 25 ul antigen virus (2 unit).

e. Campur, kemudian masukkan kedalam sumur 1-2 komplemen 2 unit sebanyak 25 ul, lalu

campur lagi.

2. Kontrol antigen

Pakailah satu baris sumur.

a. Masukkan ke dalam sumur 1 dan 4-12 larutan penyangga sebanyak 25 ul.

b. Masukkan kedalam sumur 1-4 serum kontrol positif yang telah diencerkan 1:5 sebanyak

Page 5: Uji Fiksasi Komplemen

25 ul, dan ke dalam sumur 11-12 serum kontrol negatif yang telah diencerkan 1:5 sebanyak

25 ul.

c. Buat pengenceran serum mulai sumur 10 dengan mikrodiluter.

d. Ke dalam sumur 2-12 dimasukkan 25 ul antigen virus (2 unit) kemudian campur.

e. Masukkan ke dalam sumur 1-12 komplemen (2 unit) sebanyak 25 ul, kemudian campur

(kocok dengan alat pengocok).

3. Kontrol sistem hemolitik

Pakailah baris terakhir untuk kontrol sistem hemolitik, eritrosit dan komplemen dengan

prosedur seperti yang diuraikan dibawah ini :

Masukkan ke dalam sumur 1 dan 2 larutan penyangga sebanyak 50 ul dan komplemen

sebanyak 25 ul.

4. Kontrol eritrosit

Masukkan ke dalam sumur 3 dan 4 larutan penyangga sebanyak 75 ul dan sistem hemolitik

sebanyak 50 ul.

5. Kontrol komplemen

a. Masukkan ke dalam sumur 5-12 larutan penyangga sebanyak 25 ul, ke dalam sumur 5-8

antigen virus sebanyak 25 ul dan kedalam sumur 9-12 antigen kontrol sebanyak 25 ul.

b. Buat pengenceran komplemen dalam tabung terpisah sehingga memperoleh larutan

komplemen 2 unit, 1,5 unit, 1,0 unit dan 0,5 unit.

c. Masukkan ke dalam sumur 5 dan 9 komplemen 2 unit sebanyak 25 ul, ke dalam sumur 6

dan 10 komplemen 1,5 unit sebanyak 25 ul, ke dalam sumur 7 dan 11 komplemen 1,0 unit

sebanyak 25 ul dan ke dalam sumur 8 dan 12 komplemen 0,5 unit sebanyak 25 ul.

d. Campurlah reaktan dalam setiap sumur.

Page 6: Uji Fiksasi Komplemen

6. Plate ditutup dengan plate lain kemudian diinkubasikan pada suhu 4-6OC selama 18 jam

dalam kotak yang lembab (diberi kain basah).

7. Keesokkan harinya, biarkan plate dalam suhu kamar selama 15 menit, kemudian

masukkan ssitem hemolitik ke dalam semua sumur.

8. Kocok, lalu inkubasikan pada suhu 37OC selama 15-30 menit.

9. Reaksi dianggap selesai bila telah timbul hemolisis lengkap dalam sumur yang berisi

komplemen 2 dan 1,5 unit, hemolisis tak lengkap dalam sumur berisi komplemen 1 unit dan

tidak ada hemolisis dalam sumur berisi komplemen 0,5 unit.

10. Perhatikan hemolisis yang terjadi pada sumur-sumur berisi sampel dan nyatakan

pengenceran tertinggi sampel yang tidak menyebabkan hemolisis.

Penafsiran

1. Adanya reaksi positif (tidak ada hemolisis) berarti dalam serum terdapat antibodi

terhadap virus bersangkutan.

2. Titer antibodi dalam serum tunggal belum memastikan apakah ada infeksi atau pernah

divaksinasi.

3. Untuk mengetahui adanya infeksi diperlukan pemeriksaan serum ganda, yaitu 2 sampel

yang diperoleh pada masa akut dan masa konvalesen dengan jarak waktu 2 minggu. Suatu

kenaikan titer sebanyak 4 kali merupakan indikasi adanya infeksi.

4. Reaksi positif pada kontrol antigen berarti dalam serum antibodi terhadap zat-zat

nonspesifik yang menyertai antigen. Untuk memastikan, titrasi terhadap serum diulang

Page 7: Uji Fiksasi Komplemen

dengan menggunakan kedua jenis antigen secara paralel. Adanya antibodi spesifik dapat

dipastikan bila titernya terhadap antigen virus 4 kali titer terhadap antigen kontrol.

5. Serum kontrol yang diperoleh dari binatang, kadang-kadang mengandung antibodi

terhadap antigen kontrol hingga dapat menimbulkan hemolisis.

alice athecnthe

Selasa, 13 Desember 2011

UJI SEROLOGIS KHUSUS ELISA

ELISA ( Enzyme-linked immunosorbent assay) atau 'penetapan kadar imunosorben taut-

enzim' merupakan uji serologis yang umum digunakan di berbagai laboratorium

imunologi. Uji ini memiliki beberapa keunggulan seperti teknik pengerjaan yang

relatif sederhana, ekonomis, dan memiliki sensitivitas yang cukup tinggi. ELISA

diperkenalkan pada tahun 1971 oleh Peter Perlmann dan Eva Engvall untuk

menganalisis adanya interaksi antigen dengan antibodi di dalam suatu sampel dengan

menggunakan enzim sebagai pelapor (reporter label).

Umumnya ELISA dibedakan menjadi dua jenis, yaitu competitive assay yang

menggunakan konjugat antigen–enzim atau konjugat antobodi–enzim, dan non-

competitive assay yang menggunakan dua antibodi. Pada ELISA non-competitive

assay, antibodi kedua akan dikonjugasikan dengan enzim sebagai indikator. Teknik

kedua ini seringkali disebut sebagai "Sandwich" ELISA.

Uji ini dilakukan pada plate 96-well berbahan polistirena. Untuk melakukan teknik

"Sandwich" ELISA ini, diperlukan beberapa tahap yang meliputi:

Page 8: Uji Fiksasi Komplemen

Well dilapisi atau ditempeli antigen.

Sampel (antibodi) yang ingin diuji ditambahkan.

Ditambahkan antibodi kedua yang dikonjugasikan dengan enzim tertentu seperti

peroksidase alkali. Antibodi kedua ini akan menempel pada antibodi sampel

sebelumnya.

Dimasukkan substrat enzim yang dapat menimbulkan warna tertentu saat bereaksi.

Intensitas warna campuran diukur dengan spektrofotometer yang disebut ELISA reader

hingga mendapatkan hasil berupa densitas optis (OD). Dengan menghitung rata-rata

kontrol negatif yang digunakan, didapatkan nilai cut-off untuk menentukan hasil

positif-negatif suatu sampel. Hasil OD yang berada di bawah nilai cut-off merupakan

hasil negatif, dan demikian juga sebaliknya. 

Uji ini memiliki beberapa kerugian, salah satu di antaranya adalah kemungkinan yang

besar terjadinya hasil false positive karena adanya reaksi silang antara antigen yang

satu dengan antigen lain. Hasil berupa false negative dapat terjadi apabila uji ini

dilakukan pada window period, yaitu waktu pembentukan antibodi terhadap suatu

virus baru dimulai sehingga jumlah antibodi tersebut masih sedikit dan kemungkinan

tidak dapat terdeteksi

1. Pengujian Secara Serologi (ELISA)       

1.1 Secara langsung (baku) (Double Antibody Sandwich) (DAS ELISA)      

Page 9: Uji Fiksasi Komplemen

Dalam uji ini digunakan konjugat gamma globulin murni dari antibody virus yang telah

dilabel dengan enzim. Konjugat ini hanya dapat digunakan untuk virus tertentu

saja.            

Cara kerja

Gamma globulin (pengenceran yang telah disiapkan) dimasukkan ke dalam sumur-sumur

cawan elisa, masing-masing sebanyak 100-200 ul.

Selanjutnya diinkubasikan selama 1 – 2 jam pada suhu 37oC, lalu buang larutannya dan

cawan ELISA dibilas dengan PBST sebanyak 3 kali, masing-masing 3 menit.

Contoh antigen (dilarutkan dalam PBST + PVP atau ekstrak buffer) dimasukkan ke dalam

sumur-sumur cawan ELISA, masing-masing 100 – 200 ul.

Inkubasikan selama 1 – 2 jam pada suhu 37oC. Lalu buang larutannya dan cawan Elisa

dibilas kembali dengan PBST sebanyak 3 kali, masing-masing selama 3 menit.

Enzim konjugat yang telah dlarutkan dengan konjugat buffer dengan perbandingan

tertantu dimasukkan dalam lubang-lubang cawan masing-masing sebanyak 100 – 200

ul.

Inkubasikan selama 1 – 2 jam pada suhu 37oC. Lalu buang larutannya dan cawan Elisa

dibilas kembali dengan PBST sebanyak 3 kali, masing-masing selama 3 menit.

Siapkan substrat buffer kemudian larutkan PNPP ke dalamnya dengan perbandingan 1:1

(ul/ml), masukkan larutan tadi kedalam lubang-lubang cawan Elisa sebanyak 150 –

200 ul. Inkubasikan cawan Elisa pada suhu kamar. Lihat perubahan warnanya setelah

30 – 60 menit. Pembacaan dapat dilakukan secara langsung (visual) atau dengan Elisa

Reader.               

1.2 Secara tidak langsung (Double Antigen Coating/DAC)

Page 10: Uji Fiksasi Komplemen

Cara pengujian tidak langsung digunakan konjugat gamma globulin dari serum darah

hewan(kelinci, kambing atau mencit) yang telah dilabel dengan enzim. Konjugat ini

dapat digunakan untuk mendeteksi semua virus tanaman.

Cara Kerja :

Sap antigen dilarutkan dalam coating buffer dengan perbandingan 1:50 atau lebih

Larutan tersebut dimasukkan ke dalam lubang-lubang cawan Elisa, masing-masing

sebanyak 100 ul.

inkubasikan selama 1 jam pada suhu 37oC, lalu buanglah larutannya dan cawan Elisa

dibilas dengan PBS-Tween sebanyak 3 kali, masing-masing selama 3 menit.

Antiserum (dilarutkan dalam konjugat buffer) dimasukkan ke dalam lubang-lubang

cawan Elisa, masing-masing sebanyak 100 ul.

Inkubasikan selama 1 jam pada suhu 37oC. Lalu lakukanlah tahap kerja ke-2

Konjugat (anti rabbit FC gamma globulin + alkalin phospatase) dimasukkan masing-

masing sebanyak 100 ul.

Inkubasikan selama 1 jam pada suhu 37oC, lalu lakukan tahap kerja ke-2.

Substrat (sama seperti pada uji Elisa baku) dimasukkan ke dalam lubang-lubang cawan

Elisa, masing-masing sebanyak 100 ul.

inkubasikan cawan Elisa pada suhu kamar selama 15 – 30 menit. Pembacaan dapat

langsung (warna kuning yang timbul) atau dengan menggunakan ELISA Reade

Aplikasi ELISA

ELISA dapat mengevaluasi kehadiran antigen dan antibodI dalam suatu sampel,

karenanya merupakan metode yang sangat berguna untuk mendeterminasi

konsentrasi  antibodi  dalam serum (seperti dalam tes HIV), dan juga untuk

mendeteksi kehadiran antigen. Metode ini juga bisa diaplikasikan dalam indiustri

makanan untuk mendeteksi allergen potensial dalam makanan seperti susu, kacang,

Page 11: Uji Fiksasi Komplemen

walnut, almond, dan telur. ELISA  juga dapat digunakan dalam bidang toksikologi

untuk uji pendugaan cepat pada berbagai kelas obat.

Beberapa Tipe ELISA

A. Indirect ELISA

Tahap umum yang digunakan dalam indirect ELISA untuk mendeterminasi konsentrasi

antibodi dalam serum adalah:

1. Suatu antigen yang sudah dikenal dan diketahui konsentrasinya ditempelkan pada

permukaan lubang plate mikrotiter. Antigen tersebut akan menempel pada permukaan

plastik dengan cara adsorpsi. Sampel dari konsentrasi antigen yang diketahui ini akan

menetapkan kurva standar  yang digunakan untuk mengkalkulasi konsentrasi antigen

dari suatu sampel yang akan diuji.

2. Suatu larutan pekat dari protein non-interacting, seperti bovine serum albumin (BSA)

atau kasein, ditambahkan dalam semua lubang plate mikrotiter.  Tahap ini dikenal

sebagai blocking, karena protein serum memblok adsorpsi non-spesifik dari protein

lain ke plate.

3. Lubang plate mikrotiter atau permukaan lain kemudian dilapisi dengan sampel serum

dari antigen yang tidak diketahui, dilarutkan dalam buffer yang sama dengan yang

digunakan untuk antigen standar. Karena imobilisasi antigen dalam tahap ini terjadi

karena adsorpsi non-spesifik, maka konsentrasi protein total harus sama dengan

antigen standar.

4. Plate dicuci, dan antibodi pendeteksi yang spesifik untuk antigen yang diuji

dimasukkan dalam lubang. Antibodi ini hanya akan mengikat antigen terimobilisasi

pada permukaan lubang, bukan pada protein serum yang lain atau protein yang

terbloking.

Page 12: Uji Fiksasi Komplemen

5. Antibodi sekunder, yang akan mengikat sembarang antibodi pendeteksi, ditambahkan

dalam lubang. Antibodi sekunder ini akan berkonjugasi menjadi enzim dengan

substrat spesifik. Tahap ini bisa dilewati jika antibodi pendeteksi berkonjugasi dengan

enzim.

6. Plate dicuci untuk membuang kelebihan konjugat enzim-antibodi yang tidak terikat.

7. Dimasukkan substrat yang akan diubah oleh enzim untuk mendapatkan sinyal

kromogenik/ fluorogenik/ elektrokimia.

8. Hasil dikuantifikasi dengan spektrofotometer, spektrofluorometer atau alat optik/

elektrokimia lainnya.

Enzim bertindak sebagai amplifier, bahkan jika hanya sedikit antibodi terikat enzim yang

tetap terikat, molekul enzim akan memproduksi berbagai molekul sinyal. Kerugian

utama dari metode indirect ELISA adalah metode imobilisasi antigennya non-

spesifik, sehingga setiap protein pada sampel akan menempel pada lubang plate

mikrotiter, sehingga konsentrasi analit yang kecil dalam sampel harus berkompetisi

dengan protein serum lain saat pengikatan pada permukaan lubang. Mekanisme

indirect ELISA dapat dilihat pada gambar di bawah ini.

Page 13: Uji Fiksasi Komplemen

2. Sandwich ELISA

Tahapan dalam Sandwich ELISA adalah sebagai berikut:

Disiapkan permukaan untuk mengikatkan antibodi ‘penangkap’

Semua non spesifik binding sites pada permukaan diblokir

Sampel berisi antigen dimasukkan dalam plate

Plate dicuci untuk membuang kelebihan antigen yang tidak terikat

Antibodi primer ditambahkan, supaya berikatan secara spesifik dengan  antigen

Antibodi sekunder yang berikatan dengan enzim dimasukkan, yang akan berikatan

dengan antibodi primer

Plate dicuci, sehingga konjugat antibodi-enzim yang tidak terikat dapat dibuang

Ditambahkan reagen yang dapat diubah oleh enzim menjadi sinyal berwarna/

berfluoresensi/ elektrokimia

Diukur absorbansinya  untuk menetukan kehadiran dan kuantitas dari antigen

Page 14: Uji Fiksasi Komplemen

Keuntungan utama dari metode sandwich ELISA adalah kemampuannya menguji sampel

yang tidak murni, dan mampu mengikat secara selektif antigen yang dikehendaki.

Tanpa lapisan pertama antibodi penangkap, semua jenis protein pada sampel

(termasuk protein serum) dapat diserap secara kompetitif oleh permukaan lempeng,

menurunkan kuantitas antigen yang terimobilisasi. Prinsip kerja sandwich ELISA

dapat dilihat pada skema berikut ini:

3. ELISA kompetitif

Tahapan pengerjaan ELISA kompetitif berbeda dari dua metode yang telah dibahas

sebelumnya, yaitu:

Antibodi yang tidak berlabel diinkubasi dengan kehadiran antigennya

Komplek antigen-antibodi ini selanjutnya ditambahkan pada lubang yang telah dilapisi

antigen

Page 15: Uji Fiksasi Komplemen

Plate dicuci, sehingga kelebihan antibodi tercuci (semakin banyak antigen dalam sampel,

semakin sedikit antibodi yang dapat terikat pada antigen yang menempel pada

permukaan lubang, karena inilah disebut kompetisi

Ditambahkan antibodi sekunder yang spesifik utnuk antibodi primer. Antibodi sekunder

ini berpasangan dengan enzim

Substrat ditambahkan, enzim akan mengubah substrat menjadi sinyal kromogenik/

fluoresensi.

Dalam ELISA kompetitif, semakin tinggi konsentrasi antigen orisinal, semakin lemah

sinyal yang dihasilkan. Prinsip kerjanya dapat dilihat pada gambar berikut ini:

Diposkan oleh yurnima sari di 20.32

Kirimkan Ini lewat EmailBlogThis!Berbagi ke TwitterBerbagi ke Facebook

Tidak ada komentar:

Poskan Komentar

Posting Lebih Baru Beranda

Langganan: Poskan Komentar (Atom)

Pengikut

Page 16: Uji Fiksasi Komplemen

Mengenai Saya

yurnima sari

dreams never come true if you don't

believe in yourself,,,,, @^_

Lihat profil lengkapku

Arsip Blog

▼  2011 (3)

▼  Desember (3)

Aku HIDUP BUKAN Hanya untuk

MENUNGGU Mu SEPERTI IN...

Pengenalan blog

UJI SEROLOGIS KHUSUS ELISA

Template Travel. Gambar template oleh rocksunderwater. Diberdayakan oleh

Blogger.

PENDIDIKAN,KESEHATAN DAN BIOTEKNOLOGI KEDOKTERAN

Pendidikan dan Kesehatan merupakan hal yang sangat penting, karena itu kami tampilkan

beberapa hal yang berkaitan dengan pendidikan terutama di bidang Laboratorium

Kesehatan. Serta hal-hal yang menyangkut masalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh

Mikroba atau parasit

Senin, 20 Desember 2010

Imunodiagnostik dan Serologi Pada Infeksi Mikroba

Pada laboratorium mikrobilogi klinik, pembiakan mikroorganismee dari specimen pasien masih

merupakan metoda yang digunakan untuk penyakit infeksi. Pada tahun 1940 dan 1950an

dikembangkan teknik serologi seperti teknik Oudin dan imunodifusi Ouchterlony. Kemudian

setelah itu mulai berkembang metode lain yang didasarkan kepada konsep immunologi,

seperti fiksasi komplemen, yang diperkenalkan sebagai metode yang dapat menentukan

respon imun seseorang terhadap infeksi. Pemeriksaan seperti radioimmunoassay, enzyme

Page 17: Uji Fiksasi Komplemen

assays dan teknik hibridoma meningkatkan peranan pemeriksaan serologis untuk penyakit

infeksi.

Respon imun spesifik secara sederhana dibagi dalam 2 kategori yaitu: respon yang dimediasi

oleh sel dan respon yang dimediasi oleh antibodi. Respon imun yang dimediasi oleh sel

dibawakan oleh sel limfosit T. Limfosit T berproliferasi dan berdifferensiasi menjadi beragam

sel efektor, termasuk sel T helper dan sel T sitotoksik. Sel T sitotoksik secara spesifik

menyerang dan membunuh mikroorganismee pada sel hospes yang rusak atau karena

terinfeksi pathogen. Sel T helper memproduksi sitokin, sitokin merangsang pematangan sel B

sehingga sel B memproduksi antibodi yang mampu membunuh organisme yang mengifeksi.

Respon imun yang dimediasi oleh antibodi adalah merupakan protein spesifik yang dihasilkan

oleh limfosit B. karena protein bersifat menimbulkan reaksi fungsi imunologis dan memiliki

struktur globular pada keadaan aktif maka disebut juga immunoglobulin.

Antibodi disekresikan ke dalam darah atau cairan limpa (kadangkala pada cairan tubuh lainnya)

oleh sel B limfosit, atau tetap melekat pada permukaan sel limfosit atau sel lain. Karena sel

yang terlibat dalam kategori respon imun ini berada dalam sirkulasi darah, tipe imunitas

seperti ini disebut juga imunitas humoral. Untuk keperluan penentuan antibodi pada pasien

yang telah diproduksi ketika proses melawan infeksi, serum pasien (atau kadangkala plasma)

diperiksa untuk mengetahui adanya antibodi. Mempelajari diagnosa suatu penyakit

berdasarkan penentuan kadar antibodi dalam serum disebut serologi.

Karakteristik Antibodi.

Secara genetik manusia memilki kemampuan untuk memproduksi secara langsung antibodi

spesifik terhadap hampir semua jenis antigen, baik melalui kontak selama hidup dan oleh

pengenalan tubuh sebagai benda asing. Antigen dapat berupa bagian struktur fisik atau

bahan kimia yang diproduksi dan dilepaskan oleh pathogen misalnya eksotoksin. Satu

pathogen dapat mengandung atau memproduksi banyak antigen yang berbeda-beda yang

dapat dikenali oleh hospes sebagai benda asing, sehingga infeksi oleh satu agent penyakit

Page 18: Uji Fiksasi Komplemen

dapat menimbulkan produksi antibodi yang berbeda-beda. Sebagai tambahan, beberapa

antigen memiliki sifat tidak dapat dikenali oleh sel hospes apabila antigen tersebut tidak

melalui proses perubahan fisik, sebagai contoh sebelum bakteri pathogen dicerna oleh

leukosit polimormonuklear, beberapa antigen pada permukaan sel tidak dapat dikenali oleh

sistem imun, sekali bakteri tersebut pecah, antigen inilah yang akan dikenali sehingga

terbentuk antibodi untuk melawan antigen tersebut. Berdasarkan alasan tersebut pasien

dapat memproduksi antibodi yang berbeda pada saat infeksi oleh satu jenis penyakit.

Respon imun akan semakin matang dengan adanya paparan yang berulang, dan antibodi

yang terbentuk akan lebih spesifik dan lebih dapat terikat dengan kuat.

Antibodi bekerja dengan jalan:

1). Melekat pada permukaan pathogen dan membuat pathogen lebih dapat diterima oleh sel

fagosit (opsonisasi antibodi)

2). Berikatan dan menghalangi reseptor permukaan pada sel hospes (antibodi netralisasi)

3). Melekat pada permukaan sel pathogen dan berperan dalam penghancuran dengan aktifitas

lisis sistem komplemen (fiksasi komplemen antibodi).

Meskipun metode diagnostik serologi rutin biasanya hanya mengukur dua kelas antibodi yaitu

IgM dan IgG, terdapat lima kelas antibodi yang berbeda yaitu : IgG, IgM, IgE, IgA dan IgD.

Pada struktur antibodi terdapat tempat melekatnya antigen (antigen binding site), yang

bersifat spesifik pada setiap antibodi yang terbentuk. Berdasarkan spesifitas antibodi,

antigen dengan beberapa kesamaan tetapi tidak identik, dapat berikatan pula dengan

antibodi, disebut dengan reaksi silang. Komplemen-binding site terletak ditengah-tengah

struktur molekul dan semua sama pada setiap kelas antibodi. IgM merupakan respon

pertama untuk beberapa antigen, walaupun jumlahnya yang tinggi hanya bersifat

sementara. Sehingga dengan adanya IgM menandakan bahwa baru terinfeksi atau

permulaan infeksi aktif. Dilain pihak IgG merupakan antibodi yang dapat tetap bertahan

Page 19: Uji Fiksasi Komplemen

lama sampai setelah infeksi hilang. Struktur molekul IgM terdiri dari lima monomer antigen

dengan sepuluh antigen –binding site.

Respon imun humoral yang bermanfaat dalam pengujian diagnostik

Sistem imun manusia mampu memproduksi baik antibodi IgM atau IgG dalam hampir semua

pathogen. Pada kebanyakan kasus, IgM diproduksi oleh pasien hanya setelah interaksi

pertama dengan pathogen dan tidak lagi terdeteksi setelahnya dalam waktu singkat. Untuk

kepentingan diagnosa secara serologis, perbedaan yang penting dari IgM dan IgG adalah IgM

tidak dapat menembus plasenta dari ibu hamil, sehingga apabila IgM terdeteksi pada serum

bayi baru lahir, pasti telah dibuat oleh bayi itu sendiri. Dengan molekul yang besar dan

jumlah antigen-binding site IgM dapat membantu mempercepat melenyapkan pathogen.

IgG merupakan antibodi yang lebih spesifik terhadap antigen, walaupun IgG hanya memiliki dua

antigen binding site, tapi dapat pula terikat pada komplemen. Ketika IgG terikat pada

antigen, dasar molekul akan melekat dan terikat pada membran sel fagosit, meningkatkan

kemampuan menelan dan penghancuran pathogen oleh sel hospes. Pertemuan kedua

dengan antigen yang sama biasanya hanya menimbulkan respon IgG. Karena sel B limfosit

menyimpan sel memori dari pathogen tersebut, sehingga dapat lebih cepat merespon dan

lebih banyak dihasilkan antibodi dibandingkan dengan interaksi pertama. Respon cepat

tersebut dinamakan respon anamnestik. Karena sel B memori tidak sempurna, kadangkala

kelompok sel memori akan distimulasi oleh antigen yang mirip tapi tidak sama seperti

antigen asal, yang menimbulkan respon anamnestik poliklonal dan tidak spesifik. Sebagai

contoh infeksi ulang cytomegalovirus akan menstimulasi sel B memori untuk memproduksi

antibodi terhadap virus Eipstein-Barr (family virus herpes lainnya).

Interpretasi pada pemeriksaan serologi

Pemahaman umum dari konsep serologi adalah terjadinya peningkatan titer. Titer antibodi

sebanding dengan pengenceran tertinggi serum pasien dimana antibodi masih dapat

terdeteksi. Pasien dengan jumlah antibodi yang tinggi, karena antibodi masih dapat

Page 20: Uji Fiksasi Komplemen

terdeteksi pada pengenceran tertinggi, serum yang digunakan untuk penentuan titer

antibodi harus diambil selama fase akut dari penyakit (ketika pertama kali diketahui atau

masih tersangka) dan diulangi selama masa penyembuhan (biasanya dua minggu kemudian).

Specimennya disebut serum akut dan serum konvalesen. Untuk beberapa infeksi, seperti

penyakit legionnaire’s dan hepatitis, titer dapat tidak meningkat sampai beberapa bulan

setelah infeksi akut atau dapat tidak pernah meningkat sama sekali. Untuk kebanyakan

pathogen, peningkatan titer dari pengenceran empat kalinya (yaitu dari positif pada titer 1/8

menjadi 1/32 pada serum berpasangan (akut dan konvalesen), dapat dipertimbangkan

didiagnosa sebagai infeksi baru. Hasil yang akurat untuk diagnosa penyakit infeksi ini akan

didapatkan hanya ketika serum akut dan konvalesen diperiksa bersama-sama dalam sistem

pengujian yang sama.

Prinsip-prinsip pemeriksaan metode serologis

Penentuan antibodi dapat dilakukan dengan berbagai cara. Dalam beberapa kasus antibodi

terhadap satu jenis antigen dapat diperiksa dengan lebih dari satu cara tetapi metode

penentuan antibodi yang berbeda terhadap satu antigen boleh jadi mengukur antibodi yang

berbeda. Berdasarkan alasan tersebut adanya antibodi terhadap pathogen tertentu yang

dideteksi oleh satu metode mungkin saja tidak berhubungan dengan adanya antibodi

terhadap antigen yang sama tapi dengan metode yang berbeda. Kemudian pula setiap

metode pemeriksaan memiliki derajat sensitifitas yang bervariasi dalam mendeteksi adanya

antibodi. Walaupun demikian, karena IgM biasanya diproduksi hanya pada pasien dengan

infeksi pertama kali terhadap agent infeksi, penentuan IgM dapat membantu klinisi dalam

penentuan diagnosa, sehingga kebanyakan metode serologis didasarkan kepada analisa IgM.

Pemeriksaan IgM untuk pemeriksaan serologis

Pemeriksaan IgM berguna khususnya untuk penyakit yang memiliki gejala klinik yang tidak jelas,

misalnya toksoplasmosis atau untuk penyakit yang memerlukan keputusan pengobatan yang

cepat contohnya infeksi rubella pada wanita hamil yang dapat berakibat tidak baik bagi janin

Page 21: Uji Fiksasi Komplemen

seperti katarak, glukoma, keterbelakangan mental, dan ketulian. Sehingga untuk wanita

hamil yang terinfeksi virus rubella dan mengalami sakit demam dapat dlakukan pemeriksaan

terhadap IgM antirubella. Apabila positif dapat diajukan pilihan untuk menghentikan

kehamilan.

Agent yang sulit dibiakan atau hanya dapat ditemui saat stadium dewasa selama siklus hidupnya

seperti Treponema pallidum, cytomegalovirus, virus herpes, Toxoplasma atau Rubella, biasa

digunakan pemeriksaan IgM, dan telah dikelompokkan dalam satu pemeriksaan STORCH

(syphilis, Toxoplasma, Rubella, Cytomegalovirus dan Herpes). Tes ini dilakukan secara

terpisah tergantung gejala klinik pada bayi baru lahir. Akan tetapi kadangkala pada bayi yang

terinfeksi terlihat sehat. Demikian pula pada beberapa keadaan biasa terjadi positif palsu

atau negatif palsu dalam pemeriksaan serologis, sehingga berbagai pertimbangan termasuk

kondisi klinis harus disertakan pada infeksi neonatal dan teknik pembiakan pada beberapa

kasus masih merupakan metode yang dipercaya untuk diagnosa penyakit.

Pemisahan IgM dari IgG diperlukan untuk metode pemeriksaan yang menggunakan IgM sebagai

marker yang diberi label, misalnya metode IgM capture sandwich. IgM dahulu dapat

dipisahkan dengan metode sentrifugasi kecepatan tinggi. Metode lain yang digunakan untuk

memisahkan IgG dan IgM didasarkan pada kenyataan bahwa protein permukaan

staphylococcus (proteinA) dan streptococcus (protein G) terikat pada bagian Fc dari IgG .

dengan sentrifugasi dan pemisahan partikel dan ikatan IgG dari campuran maka akan

didapatkan IgM. Metode lainnya yang dapat digunakan untuk memisahkan IgM dari serum

yang mengandung IgG dan IgM adalah dengan penambahan rheumatoid factor. Antibodi

IgM diproduksi oleh beberapa pasien bersama-sama IgG, rheumatoid factor berikatan

dengan IgG sehingga IgM dapat dipisahkan dari IgG.

Metode pemeriksaan antibodi

A. Metode aglutinasi

Page 22: Uji Fiksasi Komplemen

Reaksi aglutinasi (direk atau pasif) banyak digunakan, sebagai contoh penentuan tipe eritrosit

dalam penggolongan darah, diagnosis imunologi pada penyakit hemolitik seperti anemia

hemolitik yang diinduksi obat, tes rheumatoid faktor (IgM dan IgG), tes untuk syphilis dan

aglutinasi untuk tes kehamilan.

Contoh reaksi aglutinasi pada pemeriksaan Golongan darah

Pada reaksi aglutinasi bakteriologis, dasar pemeriksaan penentuan antibodi adalah pengukuran

antibodi yang terbentuk yang merupakan respon terhadap antigen. Antibodi spesifik melekat

pada permukaan bakteri dalam suspensi yang kental sehingga menyebabkan bakteri

berkumpul membentuk agregat. Antibodi yang demikian disebut dengan aglutinin dan

pemeriksaannya disebut aglutinasi bakteri. Reaksi aglutinasi biasa dilakukan untuk infeksi

bakteri yang sulit dilakukan pembiakan secara in vitro. Bakteri yang menggunakan teknik ini

diantaranya: tetanus, yersiniosis, leptospirosis, brucellosis, dan tularemia. Demam thypoid

agglutinin test (Widal test) sudah jarang digunakan karena biasa bereaksi positif pada pasien

dengan infeksi bakteri lain atau reaksi silang antibodi atau karena pernah imunisasi thypoid.

Pemeriksaan yang paling sesuai untuk pasien tersangka demam thypoid adalah dengan

pembiakan dan identifikasi adanya bakteri Salmonella. Sel parasit Plasmodium, Leismania

atau Toxoplasma gondii, juga telah menggunakan metode aglutinasi langsung untuk deteksi

antibodi. Banyak pasien yang terinfeksi ricketsia memproduksi antibodi yang dapat

menyebabkan aglutinasi non spesifik terhadap bakteri proteus. Tes Weil-Felix dapat

digunakan untuk mendeteksi reaksi silang tersebut, tetapi telah tersedia metode

pemeriksaan infeksi ricketsia yang baru yang lebih spesifik sehingga tes Weil-Felix tidak

dipergunakan lagi.

B. Tes Aglutinasi partikel

Teknik pemeriksaan serologis yang mendeteksi antibodi melalui aglutinasi dari partikel pembawa

(carrier) tiruan dimana antigen terikat pada partikel tersebut. Carrier yang biasa digunakan

partikel lateks atau sel darah merah yang telah di olah, atau biologic carrier seperti sel

Page 23: Uji Fiksasi Komplemen

bakteri yang dapat membawa antigen pada permukaannya dan dapat berikatan dengan

antibodi yang diproduksi sebagai respon dari sel hospes. Ukuran partikel pembawa

memungkinkan reaksi aglutinasi dapat terlihat. Contohnya untuk antigen cryptococcal

digunakan lateks bead yang dilekati antibodi spesifik pada metode lateks agglutination.

Untuk mendeteksi streptococcus grup A dari swab tenggorok , digunakan metode pemeriksaan

aglutinasi partikel untuk grup β-hemolitik streptococcus. Hasil aglutinasi dipengaruhi oleh

beberapa faktor diantaranya jumlah dan afinitas konjugat antigen terhadap carrier, waktu

inkubasi dengan serum penderita dan interaksi yang terjadi pada lingkungan mikro (pH dan

konsentrasi protein). Tes komersial telah dikembangkan sebagai satu kesatuan lengkap

dengan pelarut, kontrol dan wadah tersendiri. Untuk hasil yang akurat harus digunakan

sebagai kesatuan tidak bisa dimodifikasi atau digantikan dengan reagen lain. Apabila tes

digunakan untuk specimen LCS misalnya, tidak dapat digunakan untuk pemeriksaan

specimen serum kecuali ada teknik prosedur yang disajikan didalamnya dan telah

distandarisasi untuk digunakan.

Sel darah merah binatang biasa juga digunakan sebagai carrier antigen pada tes aglutinasi, tes ini

disebut dengan haemaglutinasi untuk mendeteksi adanya partikel virus berdasarkan sifat

mengaglutinasikan eritrosit yang terlihat secara makroskopis dan indirect haemaglutinasi

atau haemaglutinasi pasif, karena bukan merupakan antigen sel darah merah itu sendiri,

tetapi sebagai sel pembawa antigen secara pasif, yang akan diikat oleh antibodi. Yang

digunakan secara luas dari metode ini dan telah tersedia secara komersial adalah

Mikrohaemaglutinasi untuk antibodi Treponema pallidum (MHA-TP), Haemaglutinasi

treponemal untuk syphilis (HATTS), haemaglutinasi pasif untuk antibodi terhadap antigen

ekstraseluler steptococcus , dan tes indirek haemaglutinasi untuk antibodi virus Rubella,

eritrosit diolah dengan penambahan formaldehid-piruvat aldehid sehingga virus rubella

dapat terabsorpsi pada membrane permukaan eritrosit . Pedoman laboratorium terpercaya

seperti Center for Disease Control and Prevention (CDC) juga menyelenggarakan

Page 24: Uji Fiksasi Komplemen

pemeriksaan indirek haemaglutinasi untuk tes antibodi terhadap beberapa clostridia,

Burkholderia psudomallei, Bacillus anthracis, Corynebacterium diphtheria, Leptospira dan

beberapa agen virus dan parasit.

Contoh pemeriksaan aglutinasi partikel:

ASI Color Mono II test merupakan tes aglutinasi untuk pemeriksaan kualitatif dan semikunatitatif

untuk mendeteksi antibodi heteropil serum yang berhubungan dengan Mononukleus

infeksiosa (IM). Tidak diperlukan pengenceran sampel.

Prinsip pemeriksaan:

Tes didasarkan reaksi antara antibodi IM dalam sampel bereaksi dengan antigen yang dilekatkan

pada eritrosit kuda dan diberi indikator warna. Apabila dalam sampel terdapat antibodi

heterofil akan terjadi aglutinasi yang menunjukkan hasil positif apabila tidak ada antibodi,

tidak terjadi aglutinasi (hasil tes negatif)

Gambar contoh reaksi aglutinasi Positif (1) dan negatif (2)

Sumber www.dshs.state.tx.us/LAB/serology_cf.shtm

Tes Haemaglutinasi

Digunakan untuk pemeriksaan

- Virus influenza dan virus lainnya

- Pemeriksaan protein : Neuramidase , Haemaglutinin ( yang secara spesifik terikat pada sel

eritrosit)

Langkah-langkah pemeriksaan:

1. Pemipetan larutan pengencer.

2. Tambahkan eritrosit dan aduk secara perlahan sampai homogen.

3. Biarkan sel eritrosit tenang dan amati pola susunan eritrosit.

4. Amati apakah sel normal mengendap atau ada aglutinasi dengan mengamati apakah

Page 25: Uji Fiksasi Komplemen

terbentuk seperti kancing pada dasar mikrotiter plate atau terbentuk suspensi eritrosit yang

terlarut .

Haemaglutinasi inhibisi

Pada umumnya virus yang menginfeksi manusia dapat berikatan dengan sel darah merah dari

spesies yang berbeda. Sebagai contoh partikel virus rubella dapat berikatan dengan sel

darah manusia tipe O, angsa atau eritrosit ayam dan menyebabkan aglutinasi sel darah

merah. Virus influenza dan parainfluenza dapat mengaglutinasikan eritrosit babi, ayam dan

manusia tipe O, arbovirus dapat mengaglutinasikan eritrosit angsa, adenovirus dapat

mengaglutinasikan eritrosit tikus atau sel rhesus kera, virus mumps berikatan dengan

eritrosit kera, virus herpes dan cytomegalovirus mengaglutinasikan eritrosit domba.

Tes serologi untuk mendeteksi adanya antibodi berbagai virus tersebut berdasarkan kemampuan

aglutinasi virus. Serum pasien yang telah diolah dengan penambahan kaolin atau heparin-

magnesium chloride (untuk menghilangkan inhibitor nonspesifik dan nonspesifik agglutinin

sel eritrosit) ditambahkan ke dalam system yang mengandung virus tersangka penyebab

penyakit. Apabila serum mengandung antibodi terhadap virus, akan terbentuk kompleks dan

akan menghalangi binding-site permukaaan virus. Ketika sel eritrosit ditambahkan ke dalam

larutan seluruh partikel virus akan terikat pada antibodi, sehingga akan mencegah virus

mengaglutinasikan eritrosit. Sehingga serum pasien dikatakan positif untuk tes

haemaglutination inhibition antibodi

Gambar Reaksi pada tes haemaglutinasi inhibisi

C. Tes flokulasi

Berbeda dengan pembentukkan agregat ketika partikel antigen berikatan dengan antibodi

spesifik, interaksi antara antigen terlarut dengan antibodi akan membentuk presipitat,

pemadatan partikel halus, biasanya terlihat hanya jika presipitat tetap stabil berada pada

matrik.

Ada dua jenis tes berdasarkan flokulasi:

Page 26: Uji Fiksasi Komplemen

1). Tes Presipitin

Metode klasik untuk mendeteksi antigen terlarut yaitu antigen dalam suatu larutan adalah

Outcherlony double immunodiffusion. Pada metode ini sumur dibuat dalam suatu agar,

suatu matrik berbentuk gelatin yang memungkinkan partikel berdifusi dalam cawan petri.

Metode ini biasanya digunakan untuk mendeteksi eksoantigen yang diproduksi oleh jamur

sistemik untuk konfirmasi keberadaannya dalam pembiakan. Akan tetapi teknik ini terlalu

lambat untuk penggunaan secara umum untuk deteksi antigen secara langsung dari

specimen serum pasien.

Contoh hasil double immunodiffusi dan imunopresipitasi

Imunodiffusi

Tes imunodifusi didasarkan pada pembentukkan imunokompleks yang berdasarkan berat

molekul yang tinggi, presipitat dan bentuk garis presipitasi dapat diamati secara

makroskopik. Metode ini untuk mendapatkan hasil diperoleh kurang lebih satu minggu

itupun hanya hasil kualitatif. Teknik imunodifusi dapat dilakukan pada cawan petri yang

mengandung agar gelatin 1% dalam suasana buffer posfat atau tris buffer. Sumur-sumur

dibuat menggunakan perforator, untuk menempatkan antigen di sumur dan serum-serum

diletakkan mengeliligi antigen. Antigen dan antibodi dalam serum akan berdifusi dalam agar

dan ketika bertemu akan membentuk garis agak kabur yang akan terlihat pada cahaya

langsung dan dengan latar belakang gelap. Kontrol positif (standar serum) harus disertakan

untuk panduan pembacaan hasil positif dan interpretasi. Teknik imunodifusi selain untuk

serum juga dapat digunakan untuk LCS dan urine. Teknik imunodifusi biasa digunakan pula

untuk deteksi antibodi terhadap jamur pathogen : Histoplasma, Blastomyces, Coccidioides,

Paracoccidioides, dan beberapa jamur opportunistic yang pemeriksaannya memerlukan

waktu sekurang-kurangnya 48 jam bahkan lebih untuk mengembangkan pembentukan pita .

Gambar contoh hasil imunodifusi yang positif untuk paracoccidioidomycosis (a) dan hasil positif

pada reaksi aglutinasi latek pada sumur atas dan hasil negatif pada sumur di bawah (b)

Page 27: Uji Fiksasi Komplemen

VDRL (Veneral Disease Research Laboratory test)

Merupakan metode yang menggunakan prinsip presipitasi dengan bentuk produk akhir

presipitin berkumpul terlihat secara makroskopis dan mikroskopis. Pasien yang terinfeksi

treponema, pada umumnya Treponema. pallidum, penyebab shypilis membentuk antibodi

seperti protein dinamakan reagin yang akan berikatan dengan antigen cardiolipin-lecithin-

coated cholesterol partikel, menyebabkan partikel berflokulasi. Karena reagin bukan

merupakan antibodi langsung yang spesifik terhadap antigen T. pallidum, tes ini kurang

spesifik tetapi baik digunakan untuk skrining tes. VDRL merupakan satu-satunya tes yang

paling berguna untuk mendeteksi cairan LCS pasien tersangka Neuroshypilis, meskipun

kemungkinan terjadi positif palsu. Pelaksanaan tes VDRL memerlukan ketelitian, alat gelas

yang bersih, dan harus memperhatikan rincian secara tepat, termasuk kontrol kualitas rutin.

Sebagai tambahan, reagen yang akan digunakan harus disiapkan baru setiap pelaksanaan

tes, serum pasien harus diinaktivasi dengan pemanasan selama 30 menit pada 56⁰C sebelum

tes, dan hasilnya dibaca menggunakan mikroskop. Untuk semua alasan tersebut banyak

laboratorium klinik menggunakan tes kualitatif tandingan Rapid Plasma Reagin (RPRtest)

RPR (Rapid Plasma Reagin test)

RPR merupakan tes yang tersedia secara komersial lengkap dengan konrol positif dan negatif,

kartu tempat reaksi, dan reagen untuk persiapan suspensi antigen. Antigen kardiolipin-

lecithin-coated cholesterol dengan cholin klorida dan juga mengandung partikel arang untuk

memperlihatkan flokulasi makroskopis. Serum tanpa pemanasan dan reaksi terjadi pada

permukaan kartu tes yang kemudian dibuang. RPR merupakan tes yang dianjurkan untuk

specimen LCS. Seluruh prosedur distandarisasi dan dijelaskan terperinci dalam kit reagen

dan harus diikuti dengan tepat. Secara keseluruhan RPR merupakan tes skrining yang lebih

sensitif dibandingkan VDRL, dan lebih mudah dalam pengerjaannya. Beberapa modifikasi

telah dibuat, misalnya penggunaan zat warna untuk mempermudah melihat hasil reaksi.

Page 28: Uji Fiksasi Komplemen

Kondisi dan infeksi lain selain shypilis yang dapat menyebabkan hasil positif pada pemeriksaan

VDRL atau RPR disebut biologic false positive tes. Penyakit autoimun, seperti lupus

erythematosus dan demam reumatik, mononucleosis infeksiosa, hepatitis, kehamilan dan

usia tua,dapat menyebabkan positif palsu sehingga untuk hasil positif dinyatakan sebagai

dugaan dan harus dikonfirmasi dengan tes spesifik treponemal.

Tes RPR

Contoh : BD Macro-Vue™ RPR Card Test Kits

Sumber : www.cardinalhealth.com/.../images/B/B6940-9.jpg

BD Macro-Vue™ RPR (rapid plasma reagin) merupakan tes nontreponemal untuk mendeteksi

shypilis, terdiri dari reagen tetes, kartu tes berdiameter 18 mm dan prosedur yang

tercantum dalam A Manual of Tests for Syphilis (Larsen, S., et al., editors, 1990, American

Public Health Association).

Gambar Rotator untuk RPR

Sumber : websites.labx.com/rankin/pics/41747.JPG

BD Macro-Vue Card Test Rotator model 51-II. Merupakan rotator yang digunakan pada

metodeith Macro-Vue circle card tests. Rotator dengan kecepatan rotasi konstan 100 rpm

dengan diameter lingkaran kartu tes 2 cm. waktu yang dibutuhkan selama 8 menit dan akan

terdengar suara bel apabila telah mencukupi waktu yang telah ditentukan. 115V, 60 Hz.

Gambar pengenceran serum RPR kuantitatif

Sumber :student.ccbcmd.edu/.../lab18/images/rprdil.jpg

2). Counterimmunoelectrophoresis

Jenis tes lain yang menggunakan prinsip presipitasi dan penggunaannya secara luas digunakan

untuk mendeteksi antibodi dalam jumlah sedikit. Kelebihan tes ini menggunakan muatan

listrik yang dialirkan pada antigen-antibodi yang dites pada sistem buffer tertentu. Karena

antigen dan antibodi dipertemukan satu sama lainnya dengan bantuan arus listrik pada

suatu matriks semisolid untuk bermigrasi sehingga metode ini disebut

Page 29: Uji Fiksasi Komplemen

Counterimmunoelectrophoresis (CIE). CIE merupakan modifikasi metode Ouchterlony yang

dipercepat migrasi antigen antibodinya oleh adanya aliran listrik. Dengan pengecualian

bakteri Streptococcus pneumonia serotype 7 dan 14, antigen bakteri akan bermuatan

negatif pada suasana sedikit basa, sedangkan antibodi bersifat netral. Sifat antigen bakteri

inilah yang digunakan pada prinsip metode CIE, dimana larutan yang mengandung antibodi

dan larutan sampel diletakkan pada lubang sumur agarosa yang diletakkan pada permukaan

kaca. Kertas atau fiber bersumbu digunakan untuk menjembatani dua agarosa yang

bersebrangan untuk dilalui buffer yang sedikit alkali. Ketika dialiri arus listrik maka akan

terjadi migrasi dari Antigen yang bermuatan negatif akan bermigrasi ke elektoda positif.

Antibodi yang bermuatan netral akan terbawa oleh elektroda negatif . pada perbatasan

antara sumur akan terbentuk zona ekuivalen, dan komplek antigen-antibodi membentuk

garis presipitasi yang nampak, proses migrasi ini memerlukan waktu satu jam. Banyak

antigen yang dapat diperiksa oleh metode CIE, mendeteksi hampir 0,01 sampai 0,05 mg/ml

antigen yang setara dengan 103 organisme/ml larutan. Perlu disertai control pada setiap

pengerjaan, CIE merupakan metode yang berdasarkan reaksi presipitasi yang cukup mahal,

sehingga tidak banyak digunakan lagi dalam imunodiagnostik.

D. Tes Netralisasi

Tes netralisasi pada kultur sel dan pengujian laboratorik menggunakan hewan coba, antibody

akan mencegah atau menurunkan virulensi virus. Teknik ini sulit dan membutuhkan waktu

pengerjaan yang lama dan sulit untuk dikerjakan, akan tetapi kadangkala diperlukan.

.

Gambar tahapan tes netralisasi virus

E. Tes Fiksasi komplemen

Tes fiksasi komplemen merupakan teknik imunologi yang digunakan untuk menentukan antigen

spesifik atau antibody apabila ada dalam serum pasien. Metode ini sangat umum digunakan

untuk membedakan dan menemukan penyebab infeksi. Pada umumnya digunakan untuk

Page 30: Uji Fiksasi Komplemen

pemeriksaan mikroorganisme yang sulit di identifikasi melalui metode pembiakan. Akan

tetapi metode ini telah tergantikan oleh metode serological lainnya dalam dignosa klinik

seperti ELISA dan metoda identifikasi patogen yang didasarkan pada DNA khususnya

polymerase chain reaction (PCR)

Pada teknik fiksasi komplemen, komplemen digunakan ketika antigen bereaksi dengan antibodi.

Komplemen dapat ditemukan pada serum babi Guinea. Ketika sel darah merah ditambahkan

dengan anti-red-cell-antibody, sel darah merah akan lisis ketika ditambahkan komplemen

(hasil tes negatif). Apabila dalam serum mengandung antibodi maka complemen akan

menfiksasi ikatan antigen dan antibodi sehingga ketika ditambahkan anti-red-cell antibodi

tidak menghasilkan hemolisis sehingga tes menunjukkan hasil positif.

Reaksi pada teknik fiksasi komplemen

Contoh pemeriksaan dengan metode fiksasi komplemen

Adenovirus

Jamur (Blastomyces, Coccicioides, & Histoplasma)

Virus Influenza A & B

Parainfluenza 1, 2, & 3

Poliovirus 1, 2, & 3

Respiratory Syncitial Virus (RSV)

F. ELISA (Enzyme Linked Immunoassays)/EIA (Enzym Immunoassays)

ELISA digunakan untuk pengukuran konsentrasi antibody terhadap suatu antigen, biasanya

digunakan antibody monoclonal.

Persiapan tes:

- Antigen dilekatkan pada fase padat misalnya pada permukaan dasar mikroplate

- Persiapan anti-human antibody dilabel enzim (contohnya β-galaktosida) yang berfungsi sebagai

indicator warna dari substrat yang jernih.

Page 31: Uji Fiksasi Komplemen

Prinsip ELISA

Cara kerja :

- Specimen yang akan diperiksa dimasukkan ke dalam sumur biasanya mikroplate, molekul

antibody akan berikatan dengan antigen yang dilekatkan pada fase padat

- Anti-human antibody yang diberi label ditambahkan pada campuran. Antibody berlabel akan

terikat pada ikatan molekul antigen-antibodi yang pertama sehingga terjadi ikatan sandwich

antibody-antigen-antibody berlabel

- Setelah proses pencucian molekul yang tidak berikatan, ditambahkan substrat

- Setelah beberapa waktu sesuai dengan standar prosedur, ditambahkan reagen untuk

menghentikan reaksi (penambahan NaOH 1N). intensitas warna yang terbentuk

proporsional/ sebanding dengan konsentrasi antigen yang terikat.

Contoh teknik ELISA dan imunoblot

G. Indirect Flourescent Antibodi Test (IFA)

Pemeriksaan yang berdasarkan IFA ke dalam analisis serologi dan molekular :

Ehrlichia antibody

Fluorescent Treponemal antibody (FTA)

Legionnella antibody

Mumps IgM antibody

Q Fever antibody

Rocky Mountain Spotted Fever antibody

Toxoplasma IgG antibody

Typhus antibody

Teknik Fluorescent-antibody (FA) masih digunakan untuk mendeteksi antigen dan antibodi

walaupun tidak sebanyak EIA. Teknik fluorescent terdiri dari direct dan indirect, metode

indirek biasanya digunakan untuk mendeteksi antibodi (IFA) seperti pada EIA, sedangkan

Page 32: Uji Fiksasi Komplemen

untuk pemeriksaan antigen digunakan metode direk.

Indirect Fluorescent Antibody Test (IFA)

1. Antigen mikroba diletakkan dalam kaca objek dan diberi bahan fiksatif

2. Serum pasien yang telah diencerkan diinkubasi bersama antigen pada kaca objek, kemudian

dicuci

3. Antibodi berlabel flouresen (konjugat) ditambahkan

4. Kaca objek dicuci hemudian dikeringkan, kemudian dibaca dibawah mikroskop flouresen

Preparat diamati adanya area terang berfloresensi warna hijau dan dibandingkan dengan control

positif dan negatif. Adanya floresensi hijau menandakan adanya antibodi terhadap antigen

Contoh teknik IFA untuk antibodi toxoplasma.

Pada lapang pandang kiri hasil positif,

sedangkan kanan hasil negatif

Contoh tes IFA untuk antibodi ehrlichia .

Ehrlichiae adalah obligat intraseluler

rickettsiae, penyebab penyakit seperti

Rocky Mountain Spotted Fever.

H. Immunoprecipitasi

Imunopresipitasi merupakan metode dimana protein antigen dipresipitasikan dalam larutan

menggunakan antibodi spesifik yang berikatan dengan protein antigen tersebut. Metode ini

dapat digunakan ketika isolasi dan pemadatan protein spesifik pada bahan pemeriksaan

terdiri dari berbagai macam protein dan tidak sejenis. Antibodi harus dilekatkan pada fase

padat pada saat yang sama pada teknik pemeriksaan.

J. Immunoblot

Immunoblot disebut juga dengan Western Blot adalah suatu metoda analisa. Mendeteksi

protein tertentu yang terdapat pada sampel ekstrak atau jaringan. Pada teknik imunoblot,

Page 33: Uji Fiksasi Komplemen

protein didenaturasi, rantai panjang polipeptida atau struktrur tiga dimensi protein dengan

elektroforesis. Setelah protein dipindahkan ke dalam membrane nitroselulosa, protein

dideteksi dengan penambahan antibodi. Setiap protein akan berikatan dengan antibodi yang

digunakan untuk mendeteksi adanya antigen. Sebuah indicator spesifik digunakan untuk

melabel antibodi yang akan menimbulkan warna setelah bereaksi dengan streptavidin.

K. Pemeriksaan biologi molecular

Misalnya : PAGE atau SDS PAGE (sodium dodecyl sulfate poliacrylamide gel electrophoresis)

adalah metode yang biasanya digunakan untuk biokimia, forensik, genetik dan biologi

molekular. Metode ini menggunakan teknik pemisahan protein berdasarkan kemampuan

pergerakan molekul dalam elektroforesis

L. Teknik pemeriksaan lainnya

Protein sequencing dan X-ray crystallography digunakan untuk analisis protein virus.

Sedangkan teknik Agarose gels, restriction analysis, sequencing, southern blot, northern

blot, PCR atau RT-PCR biasanya digunakan untuk analisa genom virus.

Diposkan oleh Mursalim Achmad di 20.27

Kirimkan Ini lewat EmailBlogThis!Berbagi ke TwitterBerbagi ke Facebook

Reaksi:

Tidak ada komentar:

Poskan Komentar

Link ke posting ini

Buat sebuah Link

Posting Lebih Baru Posting Lama Beranda

Langganan: Poskan Komentar (Atom)

Iklan berlangganan

Apple Google Microsoft

Page 34: Uji Fiksasi Komplemen

didukung oleh

Pengikut

Arsip Blog

► 2013 (41)

► April (6)

► Apr 26 (1)

► Apr 15 (1)

► Apr 02 (4)

► Maret (8)

► Mar 28 (4)

► Mar 26 (1)

► Mar 25 (1)

► Mar 24 (2)

► Februari (22)

► Feb 25 (2)

► Feb 22 (2)

► Feb 17 (16)

► Feb 10 (2)

► Januari (5)

► Jan 28 (3)

► Jan 24 (1)

► Jan 20 (1)

► 2012 (22)

► November (5)

Page 35: Uji Fiksasi Komplemen

► Nov 13 (5)

► Oktober (1)

► Okt 06 (1)

► September (7)

► Sep 29 (3)

► Sep 22 (4)

► Agustus (1)

► Agu 25 (1)

► Juni (2)

► Jun 03 (2)

► Mei (2)

► Mei 27 (2)

► Februari (4)

► Feb 13 (2)

► Feb 12 (2)

► 2011 (10)

► Desember (1)

► Des 11 (1)

► Juni (3)

► Jun 11 (3)

► Februari (1)

► Feb 16 (1)

► Januari (5)

► Jan 26 (3)

► Jan 05 (2)

▼ 2010 (9)

Page 36: Uji Fiksasi Komplemen

▼ Desember (6)

▼ Des 20 (6)

PETUNJUK PENULISAN ARTIKEL ILMIAH UNTUK JURNAL

Isolasi dan identifikasi bakteri

Imunodiagnostik dan Serologi Pada Infeksi Mikroba

Pewarnaan Bakteri

Penuntun Pemeriksaaan Bakteriologis ISK (urogenita...

bakteriologi

► Agustus (1)

► Agu 04 (1)

► Juli (2)

► Jul 21 (2)

► 2009 (20)

► Juli (2)

► Jul 25 (1)

► Jul 08 (1)

► Juni (18)

► Jun 27 (1)

► Jun 22 (1)

► Jun 21 (16)

Mengenai Saya

Mursalim Achmad

Page 37: Uji Fiksasi Komplemen

Sungguminasa, Sulawesi Selatan, Indonesia

Nama saya : Mursalim Dg Masselekang S.Pd.M.Kes. Lahir di Gowa SulSel tanggal 16 September

1968. Sekolah SD di SD Negeri ParangloE dan Lanjut di SMP Negeri ParangloE Gowa

kemudian lanjut ke Sekolah Menengah Analis Kesehatan Depkes Makassar tahun1984.

Kemudian Lanjut di PT Universitas Muhammadiyah Palu FISIP JURUSAN sosioloGI Thn 1988.

dan AAK Depkes Bandung Tahun 1993,Lanjut ke FMIPA Universitas Negeri Makassar Jurusan

Pendidikan Kimia 2000 dan Pascasarjana Universitas Hasanuddin Prodi BIOMEDIK

Konsentrasi Mikrobiologi Tahun 2004. Pekerjaan : Kepala Laboratorium Kesehatan RS Jiwa

Palu tahun 1987 s/d 1999, Guru SMAK depkes Makassar tahun 1999 s/d 2004, Ketua

Program Analis SMK Kesehatan Megarezky Makassar Tahun 2005 S/d 2009,Dosen Poltekkes

Makassar Jurusan Analis Tahun 2004 S/D sekarang