UJI AKTIVITAS ANTIBAKTERI FRAKSI AIR DAUN GAMBIR … · Penulis pernah menjadi asisten praktikum...
-
Upload
trinhhuong -
Category
Documents
-
view
237 -
download
0
Transcript of UJI AKTIVITAS ANTIBAKTERI FRAKSI AIR DAUN GAMBIR … · Penulis pernah menjadi asisten praktikum...
UJI AKTIVITAS ANTIBAKTERI FRAKSI AIR DAUN
GAMBIR (Uncaria gambir Roxb) DENGAN MIKRODILUSI
DAN ANALISIS KOMPONEN PENYUSUNNYA
NURI IZZATIL WAFA
DEPARTEMEN BIOKIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2011
ABSTRAK
NURI IZZATIL WAFA. Uji Aktivitas Antibakteri Fraksi Air Daun Gambir
(Uncaria gambir Roxb) dengan Mikrodilusi dan Analisis Komponen
Penyusunnya. Dibimbing oleh LAKSMI AMBARSARI dan WARAS
NURCHOLIS.
Daun gambir (Uncaria gambir Roxb) memiliki potensi sebagai obat
tradisional yang telah digunakan sejak lama oleh sebagian masyarakat. Hal ini
mendorong para peneliti untuk menguji aktivitas antibakteri daun gambir. Metode
yg umum digunakan yaitu difusi agar yang memiliki beberapa keterbatasan,
diantaranya membutuhkan waktu yang lama dan bahan yang lebih banyak.
Metode yang sedang dikembangkan yaitu metode cawan mikro (mikrodilusi) yang
menyediakan teknik penentuan konsentrasi hambat tumbuh minimum (KHTM)
dari sejumlah sampel yang berbeda dan membutuhkan sampel dalam jumlah yang
sedikit. Metode ini juga dapat digunakan untuk beragam jenis mikroorganisme,
murah, dan menghasilkan hasil yang yang dapat diulang. Penelitian ini bertujuan
menentukan konsentrasi hambat tumbuh minimum fraksi air daun gambir dengan
metode mikrodilusi dan melakukan analisis komponen yang terkandung di
dalamnya dengan GC-MS pirolisis. Daun gambir diekstraksi dengan
menggunakan metanol-air, lalu dipartisi dengan menggunakan n-heksana dan
kloroform. Ekstraksi daun gambir menghasilkan tiga jenis fraksi, yaitu fraksi
kloroform, n-heksana, dan air dengan masing-masing rendemen sebesar 0.048 %,
0.031 % , dan 3.033 %. Fraksi yang digunakan untuk analisis selanjutnya adalah
fraksi air. Konsentrasi hambat tumbuh minimum fraksi air daun gambir terhadap
pertumbuhan E.coli dan S.aureus sebesar 0.05 mg/mL, sedangkan konsentrasi
bunuh minimumnya belum dapat ditentukan karena tidak berada pada range
konsentrasi 0.01-40 mg/mL. Hasil identifikasi dengan GC-MS pirolisis
menunjukkan bahwa fraksi air daun gambir mengandung senyawa pirokatekol
yang merupakan fragmen penyusun katekin.
ABSTRACT
NURI IZZATIL WAFA. Antibacterial Activities Assay of Aqueous Fraction of
Gambir Leaves (Uncaria gambir Roxb) by Microdilution and its Components
Analysis. Under the direction of LAKSMI AMBARSARI and WARAS
NURCHOLIS
The potency of gambir (Uncaria gambir Roxb) leaves as a traditional medicine
had known since long time ago. This is the reason for some researchers to
evaluate the antibacterial activities of gambir leaves. The method that usually used
for antibacterial assay is agar-diffusion which has some weakness, i.e. need more
time and materials. Nowadays, microdilution become antibacterial assay method
that has been developed in many countries. Microdilution gives a useful technique
to determine MIC of some different samples, and require only a little number of
the sample. This method also used for wide variety of microorganisms, not
expensive, and gives a reproducible result. This research aimed to determine
minimal inhibitory of aqueous fraction of Gambir leaves by microdilution method
and identified its components by pyrolisis GC-MS. Gambir leaves extracted with
methanol-water solution, and then being separated by using hexane and
chloroform. Gambir leaves extraction produce three fractions, i.e. chloroform,
hexane, and aqueous fraction which has yield 0.048 %, 0.031 % , and 3.033 %
respectively. Fraction which is used for further analysis is aqueous fraction. The
minimal inhibitory concentration of aqueous fraction of Gambir leaves toward
E.coli and S.aureus growth is 0.05 mg/mL, whereas minimal bactericidal
concentration was not observed within the concentration ranges of the fractions
tested (0.01-40 mg/mL). Identification result by pyrolisis GC-MS showed that
aqueous fraction of gambir leaves contain pyrocathecol which is composer
fragment of catechin.
UJI AKTIVITAS ANTIBAKTERI FRAKSI AIR DAUN
GAMBIR (Uncaria gambir Roxb) DENGAN MIKRODILUSI
DAN ANALISIS KOMPONEN PENYUSUNNYA
NURI IZZATIL WAFA
Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Sains pada
Departemen Biokimia
DEPARTEMEN BIOKIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2011
Judul Skripsi : Uji Aktivitas Antibakteri Fraksi Air Daun Gambir (Uncaria
gambir Roxb) dengan Mikrodilusi dan Analisis Komponen
Penyusunnya
Nama : Nuri Izzatil Wafa
NIM : G84061263
Disetujui
Komisi Pembimbing
Dr.Laksmi Ambarsari, MS Waras Nurcholis, M.Si
Ketua Anggota
Diketahui
Dr. Ir. I Made Artika, M. App Sc.
Ketua Departemen Biokimia
Tanggal lulus:
PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karunia-
Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian dan karya ilmiah dengan
judul Uji Aktivitas Antibakteri dan Analisis Komponen Fraksi Air Daun Gambir
(Uncaria gambir Roxb). Penelitian dilaksanakan dari bulan Juni 2010 sampai Mei
2011 di Laboratorium Penelitian Biokimia, Departemen Biokimia, Fakultas
Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam IPB.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada Dr. Laksmi Ambarsari, MS dan
Waras Nurcholis, M.Si selaku pembimbing yang telah memberikan pengarahan,
saran, dan kritik selama penelitian ini. Penulis juga mengucapkan terima kasih
kepada seluruh staf dan laboran Laboratorium Penelitian Biokimia atas bantuan
teknis selama penelitian ini. Penulis juga mengucapkan terima kasih atas bantuan
dan dukungan Kalia Barnita, Umul Karimah, Silvikasari, Osy Yostia Utami, dan
Nourmala Putri Agustyn selama pengerjaan penelitian. Ucapan terima kasih juga
penulis ucapkan kepada kedua orang tua dan adik-adik yang selalu memberikan
inspirasi dan dukungan. Semoga karya ilmiah ini dapat bermanfaat bagi penulis
sendiri maupun semua pihak yang membutuhkannya demi perkembangan dan
kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi.
Bogor, Oktober 2011
Nuri Izzatil Wafa
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Jakarta pada tanggal 24 April 1988 sebagai anak
pertama dari pasangan Muchlish Abdi dan Nurjanah. Penulis lulus dari SMA N 34
Jakarta pada tahun 2006 dan pada tahun yang sama lulus seleksi masuk Institut
Pertanian Bogor melalui jalur Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru (SPMB).
Penulis memilih mayor dari Departemen Biokimia, Fakultas Matematika dan Ilmu
Pengetahuan Alam Institut Pertanian Bogor.
Selama perkuliahan, penulis pernah aktif sebagai bendahara umum serum-G
FMIPA IPB periode 2007/2008, bendahara umum BEM FMIPA IPB periode
2008/2009, anggota badan pengawas CREBs periode 2008/2009, dan beberapa
kepanitiaan lainnya. Penulis pernah menjadi asisten praktikum mata kuliah
Biokimia Umum pada tahun 2010. Selain itu, penulis juga pernah melakukan
praktik lapangan di Laboratorium Kimia Bahan Alam, Pusat Penelitian
Bioteknologi, LIPI Cibinong dengan judul Aktivitas Antioksidan dan Bioaktivitas
Ekstrak Metanol dan Air Kulit Kayu Kulilawang (Cinnamomum culilawane Bl.).
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR GAMBAR ...................................................................................... ix
DAFTAR TABEL ........................................................................................... ix
DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................... ix
PENDAHULUAN .......................................................................................... 1
TINJAUAN PUSTAKA
Gambir (Uncaria gambir Roxb) ............................................................ 1
Antibakteri ............................................................................................. 2
Metode Pengujian Aktivitas Antibakteri…………………………… ... 3
Metode Mikrodilusi…………………………………………………. .. 3
Kromatografi Gas dan Spektrometri Massa…………………. ............. 4
Bakteri Uji ............................................................................................. 5
BAHAN DAN METODE
Bahan dan Alat ..................................................................................... 6
Metode .................................................................................................. 6
HASIL DAN PEMBAHASAN
Fraksi Air Daun Gambir ....................................................................... 8
KHTM melalui Metode Mikrodilusi ..................................................... 9
Komponen Penyusun Fraksi Air Daun Gambir ..................................... 11
SIMPULAN DAN SARAN ............................................................................ 12
DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 12
LAMPIRAN .................................................................................................... 16
DAFTAR GAMBAR
Halaman
1 Gambir (Uncaria gambir Roxb) .............................................................. 2
2 Uji aktivitas antibakteri ekstrak terhadap E.coli ....................................... 9
3 Komponen penyusun ekstrak air daun gambir ........................................ 11
4 Struktur pirokatekol .................................................................................. 12
5 Sruktur katekin ......................................................................................... 12
DAFTAR TABEL
Halaman
1 Kadar rendemen ekstraksi daun gambir .................................................... 8
2 Deskripsi pertumbuhan bakteri pada microplate ..................................... 10
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
1 Strategi penelitian .................................................................................... 17
2 Ekstraksi flavonoid.................................................................... ............... 18
3 Pengamatan penentuan KHTM ekstrak daun gambir terhadap S.aureus 19
4 Hasil uji konsentrasi bunuh minimum ekstrak terhadap E.coli ................ 20
5 Hasil uji konsentrasi bunuh minimum ekstrak terhadap S.aureus ........... 21
6 Nama komponen penyusun fraksi air daun gambir .................................. 22
7 Analisis fitokimia fraksi air daun gambir ................................................. 23
1
PENDAHULUAN
Tanaman gambir merupakan tanaman
perdu dari famili Rubiaceae (kopi-kopian)
yang memiliki nilai ekonomi tinggi
karenamengandung asam kateku tannat
(tanin), katekin, pirokatekol, florisin, lilin,
dan fixed oil. Tanaman ini telah banyak
digunakan sebagai obat tradisional,
diantaranya untuk obat luka bakar, obat diare
dan disentri serta obat kumur-kumur pada
sakit kerongkongan (Nazir 2000).
Berbagai potensi gambir telah banyak
diteliti, diantaranya sebagai anti nematode
(Bursapeleucus xyphylus) dari ekstrak gambir
(Alen et al. 2004), bahan infus untuk
penyembuhan terhadap gangguan pada
pembuluh darah (Sukati & Kusharyono 2004),
dan obat tukak lambung (Tika et al. 2004).
Penelitian telah dilakukan sehubungan dengan
kemampuan ekstrak gambir sebagai anti
mikroba (Rahayuningsih et al. 2004), anti
bakteri (Lisawati 2004), serta sebagai bahan
toksisitas terhadap organ ginjal, hati dan
jantung (Armenia et al. 2004).
Potensi antibakteri yang dimiliki tanaman
gambir mendorong penelitian aktivitas
antibakterinya. Berbagai metode untuk
mengukur nilai konsentrasi hambat minimum
(KHTM) telah digunakan, seperti difusi agar
dan dilusi (pengenceran) secara berseri.
Metode difusi agar telah digunakan sejak lama
untuk mengetahui aktivitas antibakteri ekstrak
tanaman. Teknik difusi agar bekerja baik
dengan inhibitor tertentu, tetapi akan
menimbulkan masalah ketika menentukan
ekstrak yang mengandung komponen yang
tidak diketahui. Dampak antimikroba dapat
dihambat atau ditingkatkan oleh kontaminan.
Jenis agar, konsentrasi garam, suhu inkubasi,
dan ukuran molekul senyawa antibakteri dapat
mempengaruhi hasil yang diperoleh dengan
teknik difusi agar. Teknik ini juga
membutuhkan waktu yang lama dan bahan
materi yang cukup banyak (Ellof 1998).
Keterbatasan-keterbatasan tersebut menjadi
alasan untuk mencari metode lain yang lebih
baik dan ekonomis.
Metode yang dapat dijadikan alternatif
untuk menentukan konsentrasi hambat
tumbuh minimum ekstrak tanaman adalah
metode dilusi yang mencakup makrodilusi
dan mikrodilusi. Metode mikrodilusi sedang
dikembangkan karena memiliki sensitivitas
yang lebih tinggi dibandingkan dengan teknik
difusi agar. Menurut Ellof (1998), sensitivitas
mikrodilusi inimencapai 30 kali lebih sensitif.
Teknik mikrodilusi dapat digunakan untuk
beberapa sampel yang berbeda dengan jumlah
sampel yang sedikit. Hal ini sangat berguna
jika jumlah senyawa antibakteri yang
didapatkan sedikit dan terbatas. Teknik
mikrodilusi juga dapat membedakan antara
efek bakteriostatik dan bakterisidal serta dapat
menentukan nilai konsentrasi hambat tumbuh
minimum (KHTM) (Langfield et al. 2004).
Mikrodilusi tidak membutuhkan waktu
yang lama karena pengujian dilakukan dalam
waktu satu kali pada satu microplate dengan
jumlah sumur yang banyak.Metode
mikrodilusi ini dapat digunakan untuk
berbagai macam mikroorganisme, murah, dan
menghasilkan hasil dapat diulang.Mikrodilusi
menggunakan sampel yang diencerkan secara
berseri. Volume kultur bakteri yang
dimasukkan ke dalam sumur seragam. Ukuran
inokulum yang biasa digunakan yaitu 106
sampai 108 CFU/mL. Kultur bakteri yang
digunakan memiliki optical density 0.4 pada
620 nm atau kultur yang telah distandardisasi
dengan larutan standar McFarland 0.5 (Baris
et al. 2006). Larutan McFarland 0.5 adalah
larutan standar yang terdiri dari barium
klorida dan asam sulfat. Volume dan ukuran
sel sama untuk semua perlakuan, maka
pengaruh konsentrasi sampel yang berbeda-
beda dalam menghambat pertumbuhan bakteri
uji dapat diamati.
Penelitian ini bertujuan menentukan
konsentrasi hambat tumbuh minimum fraksi
air daun gambir (Uncaria gambir Roxb)
dengan metode mikrodilusi berdasarkan
kekeruhan, serta mengidentifikasi senyawa
yang terkandung di dalamnya dengan
Pyrolysis Gas Chromatography and Mass
Spectrometry (Py GC-MS). Hipotesis yang
diajukan adalahkonsentrasi hambat tumbuh
minimum fraksi air daun gambir dapat
ditentukan dengan metode mikrodilusi. Hasil
penelitian ini diharapkan dapat memberikan
informasi ilmiah mengenai metode
mikrodilusi sebagai metode alternatif yang
memberikan banyak keuntungan untuk
menguji aktivitas suatu senyawa antibakteri
yang berasal dari suatu jaringan.
TINJAUAN PUSTAKA
Gambir
Gambir (Uncaria gambir Roxb) termasuk
tanaman dalam famili Rubiaceae (kopi-
kopian). Taksonomi tanaman gambir yaitu
kingdom Plantae, divisi Angiospermae, sub
divisi Eudicots, kelas Asterid, ordo
Gentianales, familia Rubiaceae, genus
2
Uncaria, dan spesies Uncaria gambir Roxb
(Dhalimi 2006).
Tanaman gambir memiliki batang tegak,
bulat, percabangan simpodial, warna cokelat
pucat. Daunnya tunggal, berhadapan, bentuk
lonjong, tepi bergerigi, pangkal bulat, ujung
meruncing, dan berwarna hijau (Gambar 1).
Bunganya merupakan bunga majemuk,
memiliki mahkota sebanyak 5 helai yang
berbentuk lonjong, terletak di ketiak daun,
warna ungu, buah berbentuk bulat telur,
panjang lebih kurang 1.5 cm, warna hitam
(Soedibyo 1998).
Komponen utama tanaman gambir yaitu
katekin dan asam kateku tannat (Hayani
2003). Menurut Amos et al. (2004), katekin
termasuk ke dalam struktur flavonoid, tidak
berwarna, dan dalam keadaan murni sedikit
tidak larut dalam air dingin tetapi sangat larut
dalam air panas, larut dalam alkohol dan etil
asetat. Komposisi kimia ekstrak gambir
adalah katekin 7-33%, asam kateku tannat 20-
55%, pirokatekol 20-30%, gambir fluorensi 1-
3%, kateku merah3-5%, kuersetin 2-4%, fixed
oil 1-2%, lilin, dan sedikit alkaloid (Nazir
2000). Katekin dan asam kutekutannat
merupakan komponen yang memiliki potensi
sebagai zat antibakteri. Tanaman gambir
berguna untuk zat pewarna dalam industri
batik, industri penyamak kulit, ramuan makan
sirih sebagai obat, dan digunakan pula sebagai
bahan baku pembuatan permen dalam acara
adat di India serta sebagai penjernih pada
industri air (Susilobroto 2000).
Potensi tanaman gambir sebagai senyawa
antibakteri membuat gambir banyak
digunakan sebagai obat, diantaranya sebagai
obat tukak lambung (Tika et al. 2004) dan
sebagai bahan baku obat sakit perut dan sakit
gigi (Nazir 2000). Penelitian yang dilakukan
oleh Idris (1997) membuktikan bahwa
patogen Fusarium sp sebagai
penyebabpenyakit bercak daun tanaman
klausena dapat dikendalikan dengan
menggunakan pestisida nabati yang berasal
dari ekstrak daun gambir.
Gambar 1 Tanaman Gambir.
Gambir juga banyak manfaatnya untuk
dunia farmasi, diantaranya sebagai
perangsang sistem syaraf otonom
(Kusharyono 2004), bahan anti feedan
terhadap hama Spodoptera litura Fab.
(Handayani et al. 2004). Senyawa yang
terkandung di dalam tanaman gambir
kebanyakan adalah senyawa flavonoid dan
senyawa fenolik lainnya. Flavonoid adalah
suatu kelompok senyawa fenol terbesar yang
ditemukan di alam. Senyawa-senyawa ini
merupakan zat warna merah, ungu dan biru,
dan sebagian zat warna kuning yang
ditemukan dalam tumbuhan. Flavonoid
memiliki kerangka dasar karbon yang terdiri
atas 15 atom karbon, di mana dua cincin
benzen (C6) terikat pada suatu rantai propan
(C3) sehingga membentuk susunan C6-C3-C6
(Lenny 2006).
Flavonoid merupakan senyawa metabolit
sekunder yang terdapat pada tanaman hijau,
kecuali alga. Flavonoid yang banyak
ditemukan pada tumbuhan tingkat tinggi
adalah flavon, flavonol, isoflavon, flavanon,
kalkon dan dihidrokhalkon, proantosianidin
dan antosianin, serta auron dan
dihidroflavonol.
Flavon, flavonol, dan antosianidin adalah
jenis yang banyak ditemukan di alam
sehingga sering disebut sebagai flavonoid
utama. Banyaknya senyawa flavonoid ini
disebabkan oleh berbagai tingkat hidroksilasi,
alkoksilasi atau glikosilasi dari struktur utama
(Lenny 2006). Flavonoid berfungsi sebagai
antibakteri dengan cara membentuk senyawa
kompleks terhadap protein ekstraseluler yang
mengganggu integritas membran sel bakteri
(Cowan 1999).
Antibakteri
Antibakteri adalah zat yang dapat
mengganggu pertumbuhan atau bahkan
mematikan bakteri dengan cara mengganggu
metabolisme mikroba yang merugikan.
Antibakteri hanya dapat digunakan jika
mempunyai sifat toksik selektif, artinya dapat
membunuh bakteri yang menyebabkan
penyakit tetapi tidak beracun bagi
penderitanya. Faktor-faktor yang berpengaruh
pada aktivitas zat antibakteri adalah pH, suhu
stabilitas senyawa, jumlah bakteri yang ada,
lamanya inkubasi, dan aktivitas metabolisme
bakteri.
Antibakteri dapat dibedakan berdasarkan
mekanisme kerjanya, yaitu antibakteri yang
menghambat pertumbuhan dinding sel,
antibakteri yang mengakibatkan perubahan
permeabilitas membran sel atau menghambat
3
pengangkutan aktif melalui membran sel,
antibakteri yang menghambat sintesis protein,
dan antibakteri yang menghambat sintesis
asam nukleat sel. Aktivitas antibakteri dibagi
menjadi 2 macam yaitu aktivitas
bakteriostatik (menghambat pertumbuhan
tetapi tidak membunuh patogen) dan aktivitas
bakterisidal (dapat membunuh patogen dalam
kisaran luas). Pengendalian mikroorganisme
khususnya bakteri, dapat dilakukan secara
kimia seperti pemberian antibiotik dan zat-zat
kimia lainnya, ataupun pengendalian secara
fisik seperti pemberian panas, pendinginan,
radiasi, dan pengeringan (Brooks et al. 2001).
Metode Pengujian Aktivitas Antibakteri
Uji aktivitas antibakteri dapat dilakukan
dengan metode difusi dan metode
pengenceran (dilusi). Disc diffusion test atau
uji difusi cakram dilakukan dengan mengukur
diameter zona bening (clear zone) yang
merupakan petunjuk adanya respon
penghambatan pertumbuhan bakteri oleh
suatu senyawa antibakteri dalam ekstrak.
Syarat jumlah bakteri untuk uji kepekaan
(sensitivitas) yaitu 105-108 CFU/mL
(Hermawan et al. 2007).
Metode difusi merupakan salah satu
metode yang sering digunakan. Metode difusi
dapat dilakukan dengan 3 cara yaitu metode
silinder, metode lubang (sumuran) dan metode
cakram kertas. Metode lubang (sumuran)
yaitu membuat lubang pada agar padat yang
telah diinokulasi dengan bakteri. Jumlah dan
letak lubang disesuaikan dengan tujuan
penelitian, kemudian lubang diinjeksikan
dengan ekstrak yang akan diuji. Setelah
dilakukan inkubasi, pertumbuhan bakteri
diamati untuk melihat ada tidaknya daerah
hambatan di sekeliling lubang (Kusmayati &
Agustini 2007). Prinsip metode pengenceran
adalah senyawa antibakteri diencerkan hingga
diperoleh beberapa macam konsentrasi,
kemudian masing-masing konsentrasi
ditambahkan suspensi bakteri uji dalam media
cair. Perlakuan tersebut akan diinkubasi pada
suhu 37ºC selama 18-24 jam dan diamati ada
atau tidaknya pertumbuhan bakteri, yang
ditandai dengan terjadinya kekeruhan. Larutan
uji senyawa antibakteri pada kadar terkecil
yang terlihat jernih tanpa adanya pertumbuhan
bakteri uji, ditetapkan sebagai Kadar Hambat
Tumbuh Minimum (KHTM) atau Minimal
Inhibitory Concentration (MIC). Selanjutnya
biakan dari semua tabung yang jernih
diinokulasikan pada media agar padat,
diinkubasikan pada suhu 37ºC selama 18-24
jam, lalu diamati ada atau tidaknya koloni
bakteri yang tumbuh. Media cair yang tetap
terlihat jernih setelah inkubasi ditetapkan
sebagai Kadar Bunuh Minimal (KBM) atau
Minimal Bactericidal Concentration (MBC)
(Pratiwi 2008).
Metode Mikrodilusi
Metode mikrodilusi saat ini sedang
dikembangkan karena metode difusi agar
yang sering digunakan memiliki keterbatasan.
Metode mikrodilusi memungkinkan
penentuan Konsentrasi Hambat Tumbuh
Minimum (KHTM) dari beberapa macam
sampel dan sampel yang dibutuhkan dalam
jumlah sedikit.Hal ini penting jika senyawa
antimikrob yang ingin diuji jumlahnya
terbatas, seperti yang terjadi pada banyak
bahan alam. Metode ini juga dapat digunakan
untuk mikroorganisme yang beragam, tidak
mahal, dan menghasilkan hasil yang dapat
diulang (Ellof 1998). Selain itu, dengan
menggunakan metode mikrodilusi, dapat
dibedakan antara efek bakteriostatik dan
bakterisidal, serta dapat menentukan nilai
KHTM secara kuantitatif (Langfield et al.
2004). Mikrodilusi lebih sensitif dibandingkan
dengan metode lain. Pengerjaan teknisnya
tidak membutuhkan keahlian yang tinggi dan
hemat waktu.
Metode mikrodilusi menggunakan
microplate sebagai instrumennya. Setiap
sumur pada microplate diisi oleh media
pertumbuhan, ekstrak yang ingin diuji
aktivitasnya, dan kultur bakteri.Jumlah
kulturbakteri yang digunakan pada metode
mikrodilusi biasanya 1x106CFU/mL (Basri &
Fan 2005). Beberapa peneliti menggunakan
kultur bakteri yang memiliki optical density
0.4 (fase log) pada panjang gelombang 620
nm atau kultur cair yang telah distandardisasi
dengan larutan standar kekeruhan McFarland
0.5 (Baris et al. 2006). Larutan McFarland
dibuat dari campuran barium klorida dan asam
sulfat sehingga menghasilkan larutan yang
keruh. Kultur cair bakteri disamakan
absorbannya dengan absorban McFarland 0.5
(antara 0.08 sampai 0.1) sehingga dihasilkan
bakteri dengan jumlah 1.5 x 108CFU/mL.
.Beberapa teknik digunakan dalam
pengamatan pertumbuhan bakteri pada
metode mikrodilusi, yaitu menggunakan
larutan indikator, pengamatan kekeruhan, atau
dengan pembacaan absorban menggunakan
plate reader. Beberapa peneliti menggunakan
larutan pewarna indikator (Ellof 1998) atau
spektrofotometri untuk menentukan
4
keberadaan pertumbuhan di microplate
(Devienne & Raddi 2002). Penggunaan
indikator kolorimetrik menghilangkan
kebutuhan untuk plate reader dan mencegah
keambiguan dengan pengamatan visual.
Larutan indikator yang digunakan diantaranya
adalah garam tetrazolium (Ellof 1998) dan
diasetat fluorescein (Chand 1994). Namun,
berdasarkan penelitian Kreander et al. (2005),
larutan tersebut tidak sesuai sehingga
mendorong pada pengendapan atau fluoresens
non-spesifik.
Beberapa penelitian menggunakan larutan
indikator pada metode mikrodilusi. Mothana
et al. (2010) meneliti aktivitas antimikroba
minyak atsiri dari kulit kayu tanaman
Commiphora ornifolia dengan metode
mikrodilusi dengan menggunakan larutan
indikator p-iodonitro-tetrazolium violet.
Perubahan warna kuning menjadi merah muda
mengindikasikan reduksi larutan akibat
pertumbuhan bakteri. Rakotoniriana et al.
(2009) menguji aktivitas antibakteri 23
tanaman endemik di Madagaskar dengan
metode mikrodilusi dengan menggunakan
larutan indikator methylthiazoyltetrazolium
chloride (MTT). Konsentrasi hambat tumbuh
minimum ekstrak tanaman-tanaman tersebut
adalah konsentrasi terkecil yang tidak
menunjukkan adanya perubahan warna MTT.
Kelemahan penggunaan larutan indikator
dalam mikrodilusi membuat Kreander et al.
(2005) menemukan pengukuran absorbansi
sederhana suspensi bakteri untuk menjadi
pengukuran pertumbuhan yang terpercaya dan
reproducible, yaitu metode mikrodilusi
berdasarkan kekeruhan. Kekeruhan dijadikan
sebagai indikator ada atau tidaknya
pertumbuhan bakteri. Konsentrasi terkecil
yang menunjukkan kejernihan ditetapkan
sebagai konsentrasi hambat tumbuh minimum
ekstrak.Beberapa penelitian menggunakan
metode mikrodilusi ini. Zaenab et al. (2004)
menguji aktivitas antibakteri siwak
(Salvadora persica Linn.) terhadap bakteri
Streptococcus mutans dan Bacteroides
melaninogenicus dengan melihat kekeruhan
yang terjadi. Basri &Fan (2005) menentukan
nilai KHTM ekstrak air dan ekstrak aseton
tanaman quercus infectoria dengan
mengamati kekeruhan pada microplate setelah
diinkubasi selama satu malam.Teknik ini juga
digunakan oleh Darwish dan Aburjai (2010)
untuk menentukan konsentrasi hambat
tumbuh minimum ekstrak tanaman terhadap
Escherichia coli.
Teknik mikrodilusi dengan pembacaan
spektrofotometer menggunakan absorban
pada panjang gelombang 620 nm. Konsentrasi
yang menunjukkan penurunan nilai absorban
yang tajam (Devienne & Raddi 2002) atau
konsentrasi terendah yang menunjukkan nilai
absorban nol dianggap sebagai KHTM (Salie
et al. 1996). Beberapa penelitianmenggunakan
metode ini. Yogisha S&Koteshwara AR
(2009) melakukan metode mikrodilusi
berdasarkan metode turbidimetri, yaitu
pengukuran absorban pada panjang
gelombang 620 nm dengan plate reader.
Pengujian aktivitas antibakteri kitosan
terhadap bakteri Staphylococcus aureus yang
dilakukan oleh Tin et al. (2010) menggunakan
panjang gelombang 600 nm untuk pengukuran
absorban, sama halnya dengan penelitian yang
dilakukan oleh Tadtong et al. (2009)
mengenai pengujian aktivitas minyak atsiri
dari tanaman Etlingera punicea (Roxb.) yang
juga menggunakan panjang gelombang 600
nm.
Kromatografi Gas-Spektrometri Massa
(GC-MS)
Kromatografi adalah metode pemisahan
secara fisiko-kimia senyawa yang terkandung
di dalam suatu larutan, cair maupun gas.
Kromatografi memisahkan sebuah sampel
menjadi beberapa fraksi dan mengukurnya
atau mengidentifikasi fraksi tersebut.
Komponen yang akan dipisahkan
didistribusikan di antara dua fase yang tidak
bercampur. Salah satu komponen penting
dalam kromatografi adalah fase diam, yang
bisa berbentuk padatan atau cairan. Fase diam
ditarik ke sebuah bahan pendukung yang
inert. Sampel yang biasanya berbentuk uap
atau terlarut dalam pelarut, digerakkan
melalui fase diam dengan didorong oleh
sebuah cairan atau gas, yang disebut sebagai
fase gerak. Saat fase gerak bergerak melewati
fase tetap, komponen sampel mengalami
sejumlah pertukaran (partisi) di antara dua
fase. Hal yang dimanfaatkan dalam
kromatografi adalah perbedaan dalam sifat
kimia dan fisik dari komponen sampel.
Perbedaan ini menyebabkan perpindahan
(migrasi) setiap komponen. Ketika sampel
telah muncul dari corong kromatograf, hal itu
dinamakan terelusi(Patnaik 2004).
Jika fase diam terdapat di dalam kolom
disebut kromatografi kolom. Fase diam
juga dapat menggunakan kertas penyaring.Ini
disebut kromatografi planar yang meliputi
kromatografi lapis tipis, kromatografi kertas,
dan elektroforesis. Kromatografi kolom dibagi
menjadi kromatografi gas dan kromatografi
5
cair berdasarkan bentuk fisik fase gerak yang
digunakan (Patnaik 2004).
Sejak tahun 1952, kromatografi gas
berkembang sangat pesat. Senyawa apapun,
organik maupun anorganik, yang dapat
mendapat tekanan uap sebesar 60 torr (suhu
kolom dapat meningkat sampai 350°C) dapat
dielusi dari kolom kromatografi gas.
Keterbatasan kromatografi gas adalah sampel
atau derivatifnya harus volatil pada suhu
kolom yang terprogram. Komponen dasar
sebuah kromatografi gas adalah gas pembawa
dengan regulator tekanan dan pengontrol
aliran, katup dan splitter, kolom pemisah,
detektor, oven dengan suhu yang diatur, dan
perekam data. Spektrofotometer massa
memiliki komponen-komponen, yaitu sistem
masuknya sampel, sumber ion, sistem
akselarasi ion, penganalisis massa, sistem
pengumpulan-ion (biasanya detektor
pengganda elektron), sistem data, dan sistem
vakum. Tekanan pada spektrofotometer harus
kurang dari 10-6 torr untuk menghindari
tabrakan ion pada jalannya (Patnaik 2004).
Instrumen GC-MS merupakan gabungan
antara kromatografi gas dan spektrometri
massa. Kromatografi gas dapat memisahkan
senyawa volatil dan semi volatil dengan
resolusi yang baik, tetapi tidak dapat
mengidentifikasi senyawa-senyawa tersebut.
Spektroskopi massa dapat menyediakan
informasi struktur detail sebagian besar
senyawa, tetapi tidak dapat memisahkan
senyawa tersebut. Oleh karena itu, kombinasi
antara kedua teknik tersebut disarankan
(Jeffery et al. 1989).
Ada tiga syarat untuk GC-MS, yaitu:
volume gas dari kromatografi gas harus
dikurangi sehingga sesuai dengan katup
spektrofotometer massa dan juga konsentrasi
analit dikurangi, spektrum analit harus
diperoleh dalam watu yang cepat, serta sistem
data harus mampu mengatasi volume data
yang dihasilkan oleh scanning cepat
spektrofotometer massa. Penghubung
langsung dengan kolom tabung terbuka adalah
ujung yang dipanjangkan dari kromatografi
gas ke sumber ion pada spektrometr
massa.Aliran kromatografi gas cukup lambat
dan pompa vakumnya cukup tinggi sehingga
vakum yang dibutuhkan oleh
spektrofotometer massa dapat dijaga tanpa
penghubung apapun. Kerugian yang
didapatkan dari GC-MS adalah semua
buangan kolom tersimpan di sumber ion
spektrofotometer massa sehingga
terkontaminasi lebih cepat. Selain itu, kolom
GC tidak bisa diubah tanpa menghentikan MS
karena tidak ada cara untuk memisahkan satu
dengan yang lain. Penghubung split terbuka
membuat jarak antara kolom GC dan katup
MS yang dijaga pada tekanan atmosfer
dengan menggunakan sumber gas sekunder
dan vakum pemisah. Jumlah gas murni dapat
dikontrol untuk mematikan kolom tanpa
mematikan MS. Selain itu, komponen sampel
yang tidak dinginkan dapat dihilangkan
sebelum memasuki MS (Patnaik 2004).
Salah satu bentuk GC-MS adalah GC-MS
pirolisis. GC-MS pirolisis adalah sebuah
teknik untuk mempirolisis sampel yang non-
volatil di bawah kondisi yang diatur, biasanya
tanpa oksigen dan dekomposisi produk
dipisahkan di dalam kolom kromatografi gas.
Kromatogram yang dihasilkan (pirogram)
digunakan untuk analisis kuantitatif dan
kualitatif sampel. GC-MS pirolisis telah
banyak digunakan untuk banyak macam
sampel, tetapi kegunaan utamanya adalah
untuk analisis polimer untuk investigasi
polimer alami ataupun polimer sintetik
(Jeffery et al. 1989).
Bakteri Uji
Staphylococcus aureus
Staphylococcus berasal dari kata staphyle
yang berarti kelompok buah anggur dan kokus
yang berarti benih bulat. Staphylococcus
aureus berbentuk bola dengan diameter 1 µm
yang tersusun dalam bentuk kluster yang tidak
teratur. Stafilokokus bersifat nonmotil dan
tidak membentuk spora. Staphylococcus
aureus dapat menyebabkan pneumonia,
meningitis, empiema, endokarditis atau sepsis
dengan supurasi di tiap organ (Jawetz et al.
2001).
Bakteri S. aureus berbentuk seperti untaian
buah anggur yang bulat sferis. Pada lempeng
agar, koloninya berbentuk bulat, diameter 1-2
mm, cembung, buram, mengkilat dan
konsistensinya lunak. Warna khasnya adalah
kuning keemasan, hanya saja intensitas
warnanya dapat bervariasi (Todar 2004).
Bakteri S. aureus tidak bergerak, tidak
berspora, dan merupakan bakteri Gram
positif. Terkadang pada bakteri yang telah
difagositosis dan pada biakan tua yang hampir
mati dapat ditemukan bakteri Gram negatif
pada bagian tengah gerombolan bakteri.
Klasifikasi S. aureus menurut Bergey
dalam Brooks et al. (2001) adalah sebagai
berikut:
Kingdom : Prokariota
Divisi : Firmicutes
Kelas : Bacilli
6
Ordo : Bacillales
Famili : Staphylococcaceae
Genus : Staphylococcus
Spesies : Staphylococcus aureus
Escherichia coli
Escherichia coli merupakan bakteri gram
negatif yang termasuk dalam famili
Enterobacteriaceae, bakteri ini merupakan
flora normal yang terdapat dalam usus dan
merupakan kelompok besar yang berbentuk
batang, bersifat anaerob fakultatif dan habitat
alaminya adalah saluran usus manusia dan
hewan Morfologinya berupa koloni yang
bundar, cembung, tipis dengan tepi yang nyata
(Jawetz et al. 2001).
Klasifikasi E. coli menurut Brookset al.
(2001) adalah sebagai berikut :
Kingdom : Procaryota
Divisi : Gracilicutes
Kelas : Scotobacteria
Ordo : Eubacteriales
Famili : Entobacteriaceae
Genus : Escherichia
Spesies : Escherichia coli
E. coli dapat menyebabkan berbagai
penyakit, seperti infeksi saluran kemih (ISK)
dan diare. Beberapa strain E. coli
menyebabkan diare yaitu Enterophatogenic E.
coli (EPEC), Enterotoxigenic E. coli (ETEC)
merupakan penyebab penyakit diare.
Enterohemoragic E. coli (EHEC)
dihubungkan dengan hemoragic colitis,
Enteroinvasive E. coli (EIEC) menyebabkan
penyakit mirip shigellosis sedangkan
Enteroagregative E. coli (EAEC)
menyebabkan diare yang akut dan kronis
(Brooks et al. 2001).
BAHAN DAN METODE
Bahan dan Alat
Bahan-bahan yang digunakan pada
penelitian ini terdiri atas bahan untuk
ekstraksi daun gambir dan bahan untuk uji
aktivitas antibakteri. Bahan-bahan untuk
ekstraksi daun gambir terdiri atas daun
gambir, metanol, akuades, n-heksana, dan
kloroform. Bahan-bahan untuk penentuan
(uji) aktivitas antibakteri terdiri atas fraksiair
daun gambir, kultur cair bakteri uji (E.coli
dan S. aureus), alkohol 70%, spirtus, media
pertumbuhan bakteriNutrient Agar (NA) dan
Nutrient Broth(NB) steril, larutan BaCl2 1 %,
dan larutan H2SO4 1%.
Alat-alat yang digunakan terdiri atas
peralatan untuk ekstraksi daun gambir dan uji
aktivitas antibakteri. Alat yang digunakan
untuk ekstraksi daun gambir di antaranya
gelas piala, blender, rotary evaporator, oven,
pengaduk bergoyang, vakum, penangas air,
corong pisah, neraca analitik, dan kertas
saring. Alat-alat yang digunakan untuk uji
antibakteri di antaranya tabung reaksi, lampu
spiritus, labu Erlenmeyer, autoklaf, oven,
pipet mikro 10 dan 1000 μL, tips steril,
inkubator, vorteks, kuvet, spektrofotometer
dan cawan mikro 96 sumur.
Metode
Persiapan Sampel (Harborne 1987)
Daun gambir yang digunakan diperoleh
dari kebun gambir di Payakumbuh, Sumatera
Barat. Daun yang dipilih adalah daun yang
sudah tua (siap panen). Sebelum digunakan
daun dikeringkan selama seminggu,
pengeringan dilakukan sekitar jam 8-11 pagi.
Kemudian daun dioven pada suhu 50°C
sampai kadar air kurang dari 10% dan
dilakukan penggilingan dengan blender lalu
serbuk disaring sehingga diperoleh serbuk
berukuran 80 mesh.
Ekstraksi Daun Gambir (Modifikasi
Markham 1982 dan Sukadana 2010)
Ekstraksi daun gambir dilakukan dengan
metode maserasi bertingkat, yaitu modifikasi
dari metode Markham (1982). Selanjutnya
dilakukan fraksinasi dengan menggunakan
metode modifikasi Sukadana (2010). Serbuk
daun gambir dimaserasi dengan 200 mL
larutan metanol:air (9:1) selama 3 kali.
Setelah itu dilakukan penyaringan. Residunya
dimaserasi kembali dengan 200 mL
metanol:air (1:1) selama tiga kali. Maserasi
dilakukan selama 24 jam disertai dengan
pengadukan yang teratur pada 200 rpm.
Seluruh filtrat yang diperoleh dipekatkan
dengan rotary evaporator. Selanjutnya
ekstrak dilarutkan dengan campuran metanol-
air (1:1), kemudian dipartisi dengan heksana
250 mL menghasilkan fraksi kental n-heksana
dan fraksi metanol-air. Fraksi metanol-air
diuapkan kandungan metanolnya sehingga
diperoleh fraksi air. Fraksi air kemudian
dipartisi dengan 250 mL kloroform dan
dihasilkan fraksi kental kloroform dan air.
Pembuatan Media Nutrient Agar (NA)
Media NA dibuat dengan konsentrasi 2%.
Sebanyak 2 gram media NA dilarutkan dalam
100 mL akuades. Kemudian diaduk dengan
7
magnetic stirer dengan pemanasan pada suhu
70°C. Kemudian 28 mL media ini
ditempatkan ke dalam tabung reaksi masing-
masing 7 mL untuk agar miring dan sisanya
untuk agar cawan. Media selanjutnya di
sterilisasi menggunakan autoklaf pada suhu
121 °C selama 15 menit. Media untuk agar
miring diletakan pada papan miring hingga
beku dan diinkubasi selama 24 jam. Media
agar cawan dituang secara aseptis ke dalam
cawan Petri steril dan diinkubasi selama 24
jam.
Pembuatan Media Nutrient Broth (NB)
Media ini dibuat dengan konsentrasi 2%.
Sebanyak 2 gram media NB dilarutkan dalam
100 mL akuades di dalam erlenmeyer.
Kemudian diaduk dengan magnetik stirer
disertai dengan pemanasan pada suhu 70°C.
Erlenmeyer kemudian ditutup rapat dengan
kapas dan aluminium foil. Media ini
disterilisasi menggunakan autoklaf pada suhu
121 °C selama 15 menit.
Pembuatan Larutan Baku McFarland 0.5
(Andrews 2008)
Larutan baku McFarland terdiri atas dua
komponen, yaitu larutan BaCl2 1 % dan
H2SO4 1 %. Sebanyak 0,05 mL larutan BaCl2
1 % dicampurkan dengan 9.95 mL larutan
H2SO4 1 % dan dikocok hingga homogen.
Kekeruhan larutan diukur pada panjang
gelombang 620 nm dengan menggunakan
akuades sebagai blangkonya. Nilai absorban
larutan baku harus berada di kisaran 0,08
sampai dengan 0.13. Larutan baku McFarland
0,5 ekuivalen dengan suspensi sel bakteri
dengan konsentrasi 1.5 × 108 CFU/mL.
Penentuan Aktivitas Antibakteri
(Modifikasi Ellof 1998)
Peremajaan Bakteri Uji. Peremajaan
dilakukan dengan menginokulasikan bakteri
uji (Escherichia coli dan Staphylococcus
aureus) ke dalam media nutrient agar (NA)
dan diinkubasi selama 24 jam pada suhu 37
°C. Koloni yang tumbuh di media
dipindahkan ke dalam 25 mL media NB
secara aseptik dan disesuaikan serapannya
dengan larutan baku McFarland 0.5 sehingga
diperoleh suspensi dengan jumlah sel 1.5 ×
108CFU/mL.
Pengujian Aktivitas Antibakteri.
Sebanyak 500 mg fraksi air daun gambir
dilarutkan dalam 10 mL DMSO sehingga
konsentrasinya menjadi50 mg/mL sebagai
larutan stok. Larutan stok dimasukkan ke
dalam sumur microplate kemudian diencerkan
dengan media NB steril sampai diperoleh
konsentrasi 0.01, 0.05, 0.1, 0.5, 1, 10, 20, 30,
dan 40 mg/mL. Sebanyak 5 µL suspensi
bakteri uji yang telah distandardisasi jumlah
selnya dimasukkan ke dalam sumur dan
diinkubasi selama 24 jam pada inkubator 37
°C. Volume total campuran larutan ekstrak
daun gambir, media NB, dan suspensi bakteri
adalah 200 µL. Percobaan dilakukan triplo.
Setelah 24 jam, cawan mikro diamati secara
pengamatan visual dengan mata. Konsentrasi
paling jernih (tidak keruh) ditetapkan sebagai
konsentrasi hambat minimum. Konsentrasi
bunuh minimum adalah konsentrasi ekstrak
terkecil yang membunuh 99.9 % dari
inokulum bakteri. Kontrol perlakuan dalam
percobaan terdiri atas kontrol positif, yaitu
antibiotik kloramfenikol 1mg/mL, media NB,
danbakteri uji, kontrol negatif berupa media
dan bakteri uji. Untuk menentukan
konsentrasi bunuh minimum, subkulturkan
100 µL suspensi yang jernih masing-masing
ke dalam medium NA lalu diamati setelah 24
jam.
Identifikasi kandungan daun gambir
dengan GC-MS Pirolisis
Fraksi air daun gambir dengan konsentrasi
10 mg/mL dimasukkan ke dalam tabung
kuarsa. Pyrolyzer dihubungkan dengan sebuah
sistem GC-MS dengan alat GCMS-QP 2010
yang dihubungkan dengan detektor perangkap
ion spektrometer massa.Suhu injektor GC
adalah 280ºC dan pertemuan antara lubang
dan GC diatur suhunya 300ºC. Suhu
spektrometer massa dijaga pada suhu 270ºC
dan discan dengan range m/z 35-425. Untuk
pirolisis, GC diprogram suhu awal50ºCselama
5 menit, lalu dipanaskan pada suhu 600
ºCdengan laju 6.5ºC per menit sampai 250 ºC
selama 5 menit. Spektrum massa direkam
dengan menggunakan software detektor
perangkap ion. Data yang dihasilkan berupa
pirogram yang memberikan informasi berupa
puncak senyawa hasil fragmentasi
(pemecahan) senyawa utuh yang terkandung
di dalam larutan tersebut.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Fraksi Air Daun Gambir
Ekstraksi tanaman gambir merupakan
tahap awal sebelum pengujian aktivitas
antibakteri. Ekstraksi dilakukan untuk
mendapatkan senyawa kimia yang diinginkan
dari suatu jaringan. Daun gambir diekstraksi
dengan menggunakan metode maserasi
8
bertingkat. Daun gambir dimaserasi dengan
campuran metanol-air (9:1) sebanyak tiga
kali, lalu dengan metanol-air (1:1) sebanyak
tiga kali. Hal ini dilakukan karena flavonoid
glikosida dan yang lebih polar seperti aglikon
lebih baik diekstraksi dengan alkohol atau
dengan campuran alkohol dan air (Marston
dan Hostettmann 2006).
Prinsip maserasi adalah penyarian zat aktif
yang dilakukan dengan cara merendam serbuk
simplisia dalam cairan penyari yang sesuai
selama beberapa hari, cairan penyari akan
masuk ke dalam sel melewati dinding sel.
Larutan yang konsentrasinya tinggi akan
terdesak keluar dan diganti oleh cairan
penyari dengan konsentrasi rendah (proses
difusi). Peristiwa tersebut berulang sampai
terjadi keseimbangan konsentrasi antara
larutan di luar sel dan di dalam sel.
Selanjutnya ekstrak dipekatkan dengan rotary
evaporator.
Setelah dilakukan maserasi dengan larutan
campuran metanol-air, ekstrak yang
dihasilkan kemudian dipekatkan. Selanjutnya
ekstrak tersebut dilarutkan di dalam metanol-
air (1:1) lalu dipartisi dengan n-heksana yang
bersifattidak polar untuk memisahkan
senyawa-senyawa non polar di dalam daun
gambir. Senyawa-senyawa yang mungkin
terkandung di dalam fraksi n-heksana adalah
minyak atsiri dan pigmen tumbuhan yang
bersifat nonpolar seperti kuinon isoterpenoid
(Harborne 1993). Hasil partisi dengan heksana
adalah fraksi n-heksana danfraksimetanol-air.
Fraksi metanol-air kemudian dipekatkan
untuk menghilangkan kandungan metanolnya
sehingga diperoleh fraksi air. Fraksi air ini
kemudian dipartisi dengan kloroform yang
bersifat semi polar. Hal ini dilakukan untuk
memisahkan senyawa yang kurang polar.
Menurut Marston dan Hostettmann (2006),
flavonoid yang kurang polar (isoflavon,
flavonon, flavon termetilasi, dan flavonol)
diekstraksi dengan menggunakan kloroform,
diklorometana, dietil eter, atau etil asetat.
Selain itu, senyawa yang diduga terkandung
di dalam fraksi kloroform adalah terpenoid.
Lenny (2006) menyatakan bahwa terpenoid
dapat terekstrak dengan baik pada eter dan
kloroform. Senyawa yang tergolong ke dalam
kelompok terpenoid diantaranya triterpenoid,
sterol, serta pigmen tumbuhan. Hasil partisi
dengan kloroform adalah fraksi air dan fraksi
kloroform.
Metode fraksinasi yang digunakan pada
penelitian ini adalah metode yang dilakukan
oleh Sukadana (2010) dalam mengekstrak
senyawa flavonoid dari buah belimbing
manis. Fraksinasi menghasilkan tiga fraksi,
yaitu fraksi n-heksana, kloroform, dan air.
Ketiga fraksi menunjukkan hasil yang positif
pada pengujian fitokimia flavonoid. Fraksi air
belimbing manis menunjukkan intensitas
warna orange yang paling tinggi dan jumlah
rendemen yang paling banyak, maka diduga
bahwa fraksi air mengandung flavonoid yang
lebih banyak daripada fraksi n-heksana dan
kloroform. Fraksi air tersebut dipisahkan
dengan teknik kromatografi kolom
menghasilkan 8 jenis fraksi. Salah satu fraksi
yang dihasilkan tersebut kemudian
dimurnikan dengan kromatografi lapis tipis
untuk selanjutnya dilakuakan identifikasi
dengan spektrofotometerr UV-Vis. Hasil
identifikasi isolat tersebut dengan UV-Vis
menunjukkan adanya gugus hidroksil yang
diduga sebagai struktur katekin. Oleh karena
itu, metode Sukadana (2010) ini digunakan
pada fraksinasi daungambir untuk
memperoleh senyawa flavonoid, terutama
senyawa katekin.
Ekstraksi 100 gram daun gambir dengan
metode maserasi bertingkat dan fraksinasi
menghasilkan tiga fraksi, yaitu fraksi
kloroform, fraksi n-heksana, dan fraksi air
dengan jumlah rendemen masing-masing
dapat dilihat pada Tabel 1. Jumlah rendemen
fraksi air merupakan yang paling banyak
dibandingkan dengan fraksi yang lain. Hal ini
menunjukkan bahwa senyawa flavonoid yang
terkandung di dalam daun gambir lebih
banyak larut di dalam air.
Tabel 1 Rendemen ekstraksi daun gambir
Jenis fraksi Jumlah rendemen
(%)
Air 3.033
Kloroform 0.048
n-heksana 0.031
Hal ini sesuai dengan teori bahwa
flavonoid yang bersifat polar lebih mudah
larut di dalam air karena adanya gula
glikosida yang mengandung gugus hidroksil.
Selain flavonoid, kemungkinan terdapat
senyawa fenol lainnya yang juga terdapat
pada fraksi air daun gambir, diantaranya
hidrokuinon, katekol, dan kelompok asam
fenolat (Grotewold 2005). Secara ilmiah telah
diketahui bahwa keberadaan flavonoid di
dalam daun gambir paling dominan yaitu
sekitar 40-50% (Hayani 2003).
Hal ini juga didukung dengan hasil
penelitian Silvikasari (2010) yang menguji
kandungan fitokimia daun gambir.Hasil uji
fitokimia menunjukkan fraksi air hanya
9
mengandung flavonoid, fraksi kloroform
hanya mengandung triterpenoid, dan fraksi
heksana hanya mengandung tannin. Uji
alkaloid dan fenolik memberikan hasil negatif
pada ketiga fraksi. Oleh karena itu, fraksi air
yang mengandung flavonoid yang digunakan
untuk analisis selanjutnya, yaitu penentuan
KHTM (konsentrasi hambat tumbuh
minimum).
Konsentrasi Hambat Tumbuh
Minimum (KHTM) melalui Metode
Mikrodilusi
Konsentrasi hambat tumbuh minimum
(KHTM) fraksi air daun gambir
ditentukandengan metode mikrodilusi dan
bakteri yang digunakan adalah Escherichia
coli dan Staphylococcus aureus. Bakteri uji
distandardisasi dengan larutan McFarland 0.5
sehingga jumlah sel yang digunakan sama
yaitu1.5 × 108 CFU/mL. Fraksi air daun
gambir dilarutkan dengan DMSO 1 %
sehingga diperoleh konsentrasi 0.01, 0.05, 0.5,
1, 10, 20, 30, dan 40 mg/mL.Setiap sumur
berisi media nutrient broth (NB), fraksi air
daun gambir, dan suspensi bakteri.Kontrol
DMSO dibuat sesuai dengan konsentrasi
fraksi air daun gambir. Setiap konsentrasi
dilakukan secara triplo. Kontrol positif berisi
kloramfenikol 1 mg/mL, media NB, dan
suspensi bakteri. Kontrol negatif berisi media
NB dan bakteri (Gambar 2).
Teknik yang digunakan adalah
pengamatan kekeruhan setelah microplate
diinkubasi selama 24 jam pada suhu 37ºC.
Kontrol negatif menunjukkan kekeruhan.
fraksi air daun gambir dibandingkan dengan
kekeruhan kontrol negatif. Kekeruhanterlihat
pada fraksi air daun gambir dengan
konsentrasi 0.01 mg/mL dan 0.05 mg/mL,
sedangkan pada konsentrasi 0.5 mg/mL
sampai 40 mg/mL terlihat jernih (tidak keruh).
Kontrol positif tidak menunjukkan kekeruhan
karena kloramfenikol merupakan antibiotik
yang memiliki kemampuan tinggi dalam
membunuh bakteri dan mikroorganisme lain.
Kontrol negatif menunjukkan kekeruhan
karena ada pertumbuhan bakteri di dalam
media.
Gambar 2 Uji aktivitas fraksi air daun gambir terhadap E.coli.
Keterangan : Fraksi air daun gambir dengan konsentrasi (mg/mL): 0.01 (1A-C),
0.05 (2A-C), 0.5 (3A-C), 1 (4A-C), 10 (5A-C), 20 (6A-C), 30 (7A-C),
dan 40 (8A-C). DMSO dengan konsentrasi (mg/mL) : 0.01 (1D-F),
0.05 (2D-F), 0.5 (3D-F), 1 (4D-F), 10 (5D-F), 20 (6D-F), 30 (7D-F),
dan 40 (8D-F). Kontrol positif (1-3H). Kontrol negatif (7-9H).
10
Menurut Irianto (2006), semakin keruh
suatu kultur, semakin banyak jumlah selnya.
Hal ini menunjukkan bahwa fraksi air daun
gambir menghambat pertumbuhan E.coli
dan S.aureus pada konsentrasi fraksi 0.5
mg/mL sampai 40 mg/mL. Oleh karena itu,
disimpulkan bahwa nilai KHTM fraksi air
daun gambir terhadap E.coli dan S.aureus
adalah 0.5 mg/mL. Pengamatan terhadap
microplate dapat dilihat pada Lampiran 3.
Kontrol DMSO menunjukkan kekeruhan
pada konsentrasi 0.05 sampai konsentrasi 1
mg/mL. Hal ini mengindikasikan bahwa
DMSO memiliki aktivitas dalam
menghambat pertumbuhan bakteri E.coli
pada konsentrasi 10 sampai 40 mg/mL.
Deskripsi mengenai ada atau tidaknya
pertumbuhan pada microplate dapat dilihat
pada Tabel 2.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa
fraksi air daun gambir memiliki aktivitas
antibakteri yang tinggi. Sebuah bahan alam
dianggap memiliki aktivitas yang kuat jika
memiliki KHTM antara 0.05 sampai 0.5
mg/mL, aktivitas sedang jika nilai KHTM
0.6 sampai 1.5 mg/mL, dan dikatakan
memiliki aktivitas yang lemah jika di atas
1.5 mg/mL (Aligiannis et al. 2001).
Tabel 2 Pengaruh konsentrasi fraksi air daun
gambir terhadap E.coli dan
S.aureus Konsentrasi
(mg/mL) E.coli S.aureus
Kontrol
DMSO
0.05
+ + +
+ + +
+ + +
0.01
+ + +
+ + +
+ + +
0.5
- - +
- - +
- - +
1
- - +
- - +
- - +
10
- - -
- - -
- - -
20
- - -
- - -
- - -
30
- - -
- - -
- - -
40
- - -
- - -
- - -
Keterangan: + : ada pertumbuhan bakteri
- : tidak ada pertumbuhan
Senyawa antibakteri yang terdapat di
dalam fraksi air daun gambir
didugaberspektrum luas karena dapat
bekerja pada bakteri Gram positif dan Gram
negatif. Dinding sel bakteri Gram positif
memiliki lebih banyak peptidoglikan
dibandingkan dengan bakteri Gram negatif.
Oleh karena itu, pertahanan bakteri Gram
positif lebih kuat. Hasil yang diperoleh pada
penelitian ini adalah bahwa senyawa
antibakteri fraksi air daun gambir
menghambat pertumbuhan bakteri Gram
positif dan negatif dalam konsentrasi yang
sama. Oleh karena itu, diduga bahwa
mekanisme kerja senyawa antibakteri fraksi
air daun gambir tidak dalam penghambatan
sintesis dinding sel.
Senyawa yang diduga terkandung di
dalam fraksi air daun gambir adalah
senyawa fenolik, yaitu senyawa yang
mengandung cincin benzena dan gugus
hidroksil. Senyawa fenolik dapat
menyebabkan denaturasi protein melalui
proses adsorpsi yang melibatkan ikatan
hidrogen. Fenol dalam kadar rendah,
membentuk kompleks protein-fenol dengan
ikatan lemah dan segera mengalami
peruraian, diikuti penetrasi fenol ke dalam
sel dan menyebabkan presipitasi serta
denaturasi protein. Fenol dalam kadar yang
tinggi menyebabkan koagulasi protein dan
sel membran mengalami lisis, mengubah
permeabilitas membran bakteri (Soekardjo
&Siswandono 2000).
Tahap lanjutan dari penentuan KHTM
dengan metode mikrodilusi adalah
menentukan konsentrasi bunuh minimum
(KBM). Konsentrasi bunuh minimum
(KBM) diperoleh dengan mengsubkulturkan
100 µL isi sumur yang tidak keruh (jernih)
ke dalam nutrient agar (NA). Konsentrasi
bunuh minimum adalah konsentrasi fraksi
air daun gambir yang dapat menghambat
99.9% populasi bakteri. Fraksi yang
disubkulturkan adalah fraksi yang tidak
menunjukkan adanya kekeruhan, yaitu 0.5,
1, 10, 20, 30, dan 40 mg/mL.
Hasil subkultur ke dalam nutrient agar
(NA) menunjukkan bahwa masih terdapat
pertumbuhan bakteri sampai dengan
konsentrasi fraksi 40 mg/mL. Tidak ada
fraksi yang berhasil membunuh 99.9%
populasi bakteri. Hal ini menunjukkan
bahwa aktivitas bakterisidal fraksi daun
gambir tidak terdapat pada konsentrasi fraksi
antara 0.5 sampai 40 mg/mL. Menurut
Pelzcar & Chan (1998), semakin tinggi
konsentrasi suatu bahan antibakteri maka
11
semakin kuat aktivitas antibakterinya. Oleh
karena itu, diperkirakan KBM fraksi air
daun gambir lebih besar dari 40 mg/mL.
Hasil penelitian Silvikasari (2010)
menunjukkan bahwa fraksi air daun gambir
memiliki KBM 9% atau setara dengan 90
mg/mL. Hasil uji KBM untuk E.coli dapat
dilihat pada Lampiran 4 dan untuk S.aureus
pada Lampiran 5.
Hasil penentuan KHTM berbeda dengan
KBM. Konsentrasi hambat tumbuh
minimum (KHTM) adalah konsentrasi
terkecil ekstrak yang dapat menghambat
pertumbuhan bakteri, sedangkan konsentrasi
bunuh minimum (KBM) adalah konsentrasi
ekstrak yang dapat membunuh 99.9%
populasi bakteri. Hal ini serupa dengan
hasil yang diperoleh oleh Acharyya et al.
(2009) yang menentukan konsentrasi
hambat tumbuh minimum (KHTM) dan
KBM beberapa tanaman obat terhadap
beberapa bakteri. Tanaman A.lebbeck diuji
pada konsentrasi 0.05-32 mg/mL.
Konsentrasi hambat tumbuh minimum
A.lebbeck terhadap Baccilus subtilis adalah
32 mg/mL, tetapi konsentrasi bunuh
minimumnya tidak dapat ditentukan pada
konsentrasi 0.05-32 mg/mL. Oleh karena itu,
nilai KHTM tidak berkaitan dengan KBM.
Komponen PenyusunFraksi air
Daun Gambir
Hasil identifikasi dengan GC-MS
pirolisis menunjukkan bahwa fraksi air
daun gambir (Uncaria gambir Roxb.)
mengandung 25 senyawa berbeda yang
diekspresikan dalam bentuk puncak (peak)
kromatogram (pirogram) (Gambar 3).
Nama-nama senyawa yang dihasilkan dapat
dilihat pada Lampiran 6.
Instrumentasi yang digunakan adalah
GC-MS pirolisis sehingga dilakukan
pembakaran sampel dengan suhu 600ºC
tanpa oksigen sehingga semua senyawa yang
terkandung di dalam sampel menjadi volatil
dan terdekomposisi menjadi fragmen-
fragmen penyusunnya. Hasil identifikasi
pada pirogram menunjukkan adanya
senyawa pirokatekol (1,2-Benzenediol)
pada puncak ke-9 dengan konsentrasi
1.46%. Struktur pirokatekol dapat dilihat
pada Gambar 4. Senyawa katekol
(pirokatekol) merupakan fragmen utama di
dalam pirogram yang merupakan hasil
dekomposisi senyawa katekin (Galletti GC
& James BR 1992). Hal ini dapat dilihat
adanya struktur katekol pada struktur
senyawa katekin (Gambar 5).
Gambar 3 Komponen penyusun fraksi air daun gambir.
12
Menurut Nazir (2000), daun gambir
mengandung katekin sebesar 7-33%. Hasil uji
fitokimia fraksi air daun gambir (Silvikasari
2010) menunjukkan hasil yang positif untuk
senyawa flavonoid yang ditunjukkan dengan
adanya warna merah (Lampiran 7). Hal ini
sesuai dengan hasil GC-MS pirolisis yang
menunjukkan adanya senyawa flavonoid,
yaitu katekin.
Gambar 4 Struktur pirokatekol.
Gambar 5 Struktur katekin.
Penelitian ini termasuk di dalam Program
Kreativitas Mahasiswa bidang penelitian
(PKM-P). Senyawa yang ingin diperoleh di
dalam PKM-P tersebut adalah katekin. Hasil
identifikasi pada penelitian ini menunjukkan
bahwa struktur katekin telah ditemukan
terkandung di dalam fraksi air daun gambir
berdasarkan adanya pirokatekol yang
merupakan fragmen penyusun katekin.
Namun, untuk memperoleh senyawa katekin,
fraksi air daun gambir harus dimurnikan
dengan menggunakan metode kromatografi
kolom dan lapis tipis. Hal ini menjadi saran
untuk penelitian selanjutnya.
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Fraksi air daun gambir memiliki nilai
konsentrasi hambat tumbuh minimum 0.50
mg/mL terhadap pertumbuhan bakteri
Escherichia coli dan Staphylococcus aureus.
Konsentrasi minimum fraksi air daun gambir
yang mampu membunuh bakteri uji belum
dapat ditentukan karena tidak ada di dalam
range konsentrasi fraksi air yang diujikan.
Hasil identifikasi dengan GC-MS pirolisis
menunjukkan bahwa fraksi air daun gambir
mengandung pirokatekol (katekol) yang
merupakan fragmen penyusun senyawa
katekin.
Saran
Metode mikrodilusi yang disarankan
adalah mikrodilusi dengan pengukuran
absorbansi atau dengan menggunakan larutan
indikator.Fraksi air daun gambir perlu
ditingkatkan konsentrasinya agar dapat
diperoleh nilai konsentrasi bunuh minimum
(KBM).Identifikasi komponen penyusun
fraksi air daun gambir disarankan
menggunakan GC-MS, bukan GC-MS
pirolisis agar dapat diketahui semua senyawa
penyusun fraksi air daun gambir. Selain itu,
perlu dilakukan pemurnian fraksi air daun
gambir agar diperoleh senyawa katekin.
DAFTAR PUSTAKA
Acharyya Saurabh, Amarendra Patra, dan
Prasanta K Bag. 2009. Evaluation of
the antimicrobial activity of some
medicinal plants against enteric
bacteria with particular reference to
multi-drug resistant Vibrio cholera.
Tropical Journal of Pharmaceutical
Research 8: 231-237.
Alen Y, E Rahmayuni dan A Bakhtiar.
2004.Isolasisenyawa bioaktif
antinematodaBursaphelencchus
xylophilus dari ekstrak gambir.
Seminar Nasional
TumbuhanTanamanObat Indonesia
XXVI. Padang, 7-8 September 2004.
Aligiannis N, Kalpotzakis E, Mitaku S,
Chinou IB. 2001. Composition and
antimicrobial activity of the essential
oils of two Origanum species.J Ag
Food Chem 40: 4168-4170.
Amos, I Zaenudin, A Triputranto, B
Rusmandra dan S Ngudiwaluyo.
2004. Teknologi Pasca Panen
Gambir. Jakarta: BPPT Pr.
Andrews JM. 2008. BSAC standardized disc
susceptibility testing method (version
7). J Antimicrob Chemother 56:60-
76. [terhubung berkala]
http://jac.oxfordjournals.org/cgi/repri
nt/62/2/256 [27 Juni 2010].
Armenia AS dan Arifin. 2004.Toksisitas
ekstrak gambir (Uncaria
gambirRoxb) terhadap organ ginjal,
hati danjantung mencit. Seminar
Nasional TumbuhanTanaman Obat
Indonesia XXVI. Padang,7-8
September 2004.
13
Baris O, Gulluce M, Sahin F, Ozer H, Kilic H,
Ozkan H, Sokmen M, Ozbek T
.2006. Biological activities of the
essential oil and methanol extract of
Achillea Biebersteinii Afan.
(Asteraceae). Turk. J. Biol. 30: 65-
73.
Basri DF dan Fan SH .2005. The potential of
aqueous and acetone extracts of galls
of Quercus infectoria as antibacterial
agents. Indian J. Pharmacol. 37:26-
29.
Brooks GF, Janet SB, Stephen AM. 2001.
Mikrobiologi Kedokteran.Jakarta:
Salemba Medika.
Chand S, Lusunzi I, Veal DA, Williams LR,
Karuso P. 1994. Rapid screening of
the antimicrobial activityof extracts
and natural products.J. Antibiot 47:
1295-1304.
Cowan MM. 1999. Plant products as
antimicrobial agents. Clinical
Microbiology Reviews 12: 564–582.
Dhalimi A. 2006. Permasalahan gambir di
Sumatera Barat dan alternatif
pemecahannya. Journal of
Education. 5: 46-59.
Darwish RM dan Talal A Aburjai. 2010.
Effect of ethnomedical plants used in
folklore medicine in Jordan as
antibiotic resistant inhibitors on
Escherichia coli. BioMed Central 10:
2-8.
Devienne KF dan Raddi MSG.
2002.Screening for antimicrobial
activity of natural products using a
microplate photometer.Braz. J.
Microbiol. 33: 97-105.
Ellof JN. 1998. A sensitive and quick
microplate method to determine the
minimal inhibitory concentration of
plant extracts for bacteria. Planta
Med 64:711-713.
Galletti GC & James BR. 1992. PY-GC_ion
trap detection of polyphenols
(vegetable tannins):preliminary
result. J. Organic mass spectrometry
27:226-230.
Grotewold E. 2005. The Science of
Flavonoids. USA: Sprinmger.
Handayani D R, Ranova, Farlian, dan Arneti.
2004. Pengujian efek anti feedan dari
ekstrak dan fraksi daun gambir
(Uncaria gambir Roxb) terhadap
hama Spedoptera litura Fab. Seminar
Nasional. Tumbuhan Tanaman Obat
Indonesia XXVI. Padang, 7-8
September 2004.
Harborne JB. 1987. Metode Fitokimia:
Penuntun cara modern menganalisis
tumbuhan. Ed II. Penerjemah;
Padmawinata K dan Soediro J,
Niksolihin editor. Bandung: ITB.
Terjemahan dari: Phytochemical
methods.
Hayani E. 2003. Analisis kadar katekin dari
gambir dengan berbagai metode.
Buletin Teknik Pertanian 8: 31-32.
Hermawan A, Hana W, dan WiwiekT. 2007.
Pengaruh Ekstrak Daun Sirih (Piper
betle L.) terhadap Pertumbuhan
Staphylococcus aureus dan
Escherichia coli dengan Metode
Difusi Disk. Medan: Universitas
Erlangga.
Idris H, Nasrun, dan Syamsu H. 1997.
Pemanfaatan daun gambir sebagai
pestisida nabati untuk pengendalian
penyakit kanker batang pada tanaman
kayu manis. Prosiding Kongres
Nasional XIV ; Palembang, 27-29
Oktober 1997. Palembang:
Perhimpunan Fitopatologi Indonesia.
hlm 480-482.
Irianto K.2006.Mikrobiologi Menguak Dunia
Mikroorganisme. Jilid I.
Bandung:Yrama Widya.
Jawetz et al. 2001. Mikrobiologi Kedokteran.
Surabaya: Salemba Medical.
Jeffery GH et al. 1989. Vogel’s Textbook of
Quantitative Chemical Analysis Fifth
Edition. New York: John Wiley and
Sons Inc.
Kreander K, Vuorela P, Tammela P. 2005. A
rapid screening method for detecting
active compounds against
erythromycin-resistant bacterial
strains of Finnish origin. Folia
Microbiol 50:487-493.
Kusharyono. 2004. Efek infus gambir
(Uncaria gambir Roxb) yang
diperoleh dari pasar terhadap sistem
syaraf otonom mencit jantan.
Seminar Nasional.
14
TumbuhanTanaman Obat Indonesia
XXVI. Padang, 7-8 September 2004.
Kusmayati dan Agustini NWR. 2007. Uji
aktivitas senyawa antibakteri dari
mikroalga (Porphyridium cruentum).
Biodiversitas. 8: 48-53.
Langfield RD, Scarano FJ, Heitzman ME,
Kondo M, Hammond GB, Neto CC.
2004.Use of a modified microplate
bioassay method to investigate
antibacterial activity in the Peruvian
medicinal plant Peperomia galiodes.
J. Ethnopharmacol. 94: 279-281.
Lisawati Y. 2004. pengujian efek anti bakteri
ekstrak daun dan ranting gambir
(Uncaria gambir Roxb) terhadap
beberapa banteri penyebab diare
secara invitro. Seminar Nasional
Tumbuhan Tanaman Obat Indonesia
XXVI. Padang, 7-8 September 2004.
Lenny S. 2006. Senyawa flavonoida, fenil
propanoid, dan alkaloid. [Skripsi].
Medan: Fakultas Matematika dan
Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas
Sumatera Utara.
Lokhande PD, Gawai KR, Kodam KM,
Kuchekar BS, Chabukswar, dan
Jagdale SC. 2007. Antibacterial
activity of extracts of Piper longum.
Journal of Pharmacology and
Toxicology 2: 574-579.
Markham KR 1982. Techniques of Flavonoid
Identification.New York: Academic
Press.
Marston A. and Hostettmann K. 2006. In:
Flavonoids- Chemistry, Biochemistry
and Applications. London: Taylor &
Francis Group.
Mothana et al. 2010. Chemical analysis and
biological activity of the essential
oils of two endemic soqotri
commiphoraspecies.Molecules
15:689-698.
Nazir M. 2000. Budidaya Gambir,
Pengolahan, dan Prospek
Diversifikasinya. Padang: Yayasan
Hutanku.
Patnaik Pradyot. 2004. Dean’s Analytical
Chemistry Handbook Second Edition.
New York: McGraw-Hill Inc.
Pelczar MJ dan Chan ECS. 1998. Dasar-
dasar Mikrobiologi. Jakarta: UI Pr.
Pratiwi Sylvia T. 2008. Mikrobiologi
Farmasi. Jakarta: Erlangga.
Rahayuningsih, C., T. E. Basjir dan Y.
Warastuti.2004. Uji ekstrak daun
gambir (Uncaria gambir Roxb) awet
radiasi terhadap kemampuannya
sebagai anti mikroba.Sem. Nas.
Tumbuhan Tanaman Obat Indonesia
XXVI. Padang, 7-8 September 2004.
Rakotoniriana et al. 2010.Antimicrobial
activity of 23 endemic plants in
Madagascar.Tropical Journal of
Pharmaceutical Research 9(2): 165-
171.
Salie F, Eagles PFK, Lens HMJ. 1996.
Preliminary antimicrobial screening
of four South African Asteraceae
species. J. Ethnopharmacol. 52: 27-
33.
Silvikasari. 2010. Aktivitas Antibakteri
Ekstrak Kasar Flavonoid Daun
Gambir (Uncaria gambir
Roxb).[Skripsi]. Bogor: Fakultas
Matematika dan Ilmu Pengetahuan
Alam, Institut Pertanian Bogor.
Soedibyo Mooryati. 1998. Alam, Sumber
Kesehatan, Manfaat, dan Kegunaan.
Jakarta: Balai Pustaka.
Soekardjo B dan Siswandono. 2000. Kimia
Medisinal (Edisi kedua). Surabaya:
Airlangga University Press.
Sukadana IM. 2010. Aktivitas Antibakteri
senyawa flavonoid dari buah
belimbing manis (Averrhoa
carambola Linn.L). J.Kimia 3:109-
116.
Sukati K dan Kusharyono. 2004. Efek infuse
gambir (Uncaria gambir Roxb) yang
diperoleh dari pasar terhadap
parameter onset dan durasi waktu
tidur thiopental pada mencit jantan.
Seminar Nasional. Tumbuhan
Tanaman Obat Indonesia XXVI.
Padang, 7-8 September 2004.
Susilobroto B. 2000. Keragaan industri
pengolahan gambir dan penyulingan
nilam dan peluang pasar. Prosiding
Teknologi Pengolahan Gambir dan
Nilam. Padang 24-25 januari 2000.
Balai Penelitian Tanaman Rempah
dan Obat. Bogor. h 36-44.
Tadtong Sarin et al. 2009. Antimicrobial
activities of essential oil from
15
Etlingera punicea rhizome.J Health
Res 23:77-79.
Tika FH, H. Mukhtar dan A Bakhtiar.
2004.Efek katekin dari gambir
terhadap tukak lambung tikus putih
betina. Seminar Nasional Tumbuhan
Tanaman Obat Indonesia XXVI.
Padang, 7-8 September 2004.
Tin San et al. 2010. Synergistic combinations
of chitosans and antibiotics in
Staphylococcus aureus. Letters in
Drug Design & Discovery7: 31-35.
Todar K. 2004. Todar’s Online Textbook of
Bacteriology. Madison: University of
Wisconsin-Madison.
Yogisha S dan Koteshwara AR. 2009. In-vitro
antibacterial effect of selected
medicinal plant extracts. Journal of
Natural Products 2: 64-69.
Zaenab, Mardiastuti HW, VP Anny, B
Logawa. 2004. Uji antibakteri siwak
(Salvadora persica Linn.) terhadap
Streptococcus mutans dan
Bacteroides melaninogenicus.
Makara 8: 37-40.
16
LAMPIRAN
17
Lampiran 1 Strategi penelitian
Preparasi simplisia daun
gambir
Ekstraksi flavonoid daun gambir
Penentuan Konsentrasi Hambat
Tumbuh Minimum dengan mikrodilusi
Uji Konsentrasi Bunuh Minimum ke
nutrient agar (NA)
Identifikasi dengan GC-MS
18
Lampiran 2 Ekstraksi flavonoid
Serbuk daun gambir
Maserasi dengan campuran
metanol: air 1:1
Filtrat hasil maserasi metanol:air
Ekstrak kental dilarutkan dengan
campuran metanol:air 1:1
Maserasi dengan campuran
metanol:air 9:1
Diaduk 200
rpm
Maserasi dilakukan
sebanyak 3 kali
Diaduk 200
rpm
Maserasi
sebanyak 3 kali
Dipekatkan dengan rotary
evaporator
Partisi dengan 250 mL n-
heksana
Fraksi kental n-
heksana
Fraksi metanol-
air
metanol diuapkan dengan rotary
evaporator
Fraksi air
Partisi dengan 250 mL
kloroform
Fraksi kental
kloroform
Fraksi air
19
Lampiran 3 Penentuan KHTM ekstrak daun gambir terhadap Staphylococcus
aureus
Uji aktivitas antibakteri ekstrak air daun gambir konsentrasi (mg/mL):
0.01 (1A-C), 0.05 (2A-C), 0.5 (3A-C), 1 (4A-C), 10 (5A-C), 20 (6A-C),
30 (7A-C), 40 (8A-C) terhadap bakteri S.aureus. Kontol negatif (7-9H),
Kontrol positif (1-3H)
20
Lampiran 4 Hasil uji Konsentrasi Bunuh Minimum ekstrak terhadap E.coli
Uji KBM ekstrak daun gambir terhadap E.coli dengan konsentrasi
(mg/mL): 0.5 (a), 1 (b), 10 (c), 20 (d), 30 (e), 40 (f).
a b
c d
e f
c
21
Lampiran 5 Hasil uji Konsentrasi Bunuh Minimum ekstrak terhadap S.aureus
Uji KBM ekstrak daun gambir terhadap S.aureus dengan konsentrasi
(mg/mL): 0.5 (a), 1 (b), 10 (c), 20 (d), 30 (e), 40 (f).
a b
c d
e f
22
Lampiran 6 Nama komponen penyusun fraksi air daun gambir
23
Lampiran 7 Analisis fitokimia fraksi air daun gambir