UJI ADAPTASI DAN PREFERENSI KULTIVAR...

11
Prosiding Seminar Nasional Sains dan Inovasi Teknologi Pertanian 150 UJI ADAPTASI DAN PREFERENSI KULTIVAR UBIJALAR UNTUK BAHAN PANGAN DAN PAKAN BABI DI LEMBAH BALLIEM KABUPATEN JAYAWIJAYA Alberth Soplanit dan Syafruddin Kadir Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Papua Jl.Yahim No.49 Sentani-Jayapura, Telpon (0967) 591235 E-mail: [email protected] ABSTRAK Ubijalar dimanfaatkan sebagai bahan pangan dan pakan di Lembah Balliem, Papua. Pengkajian ini bertujuan untuk melakukan uji daya adaptasi dan preferensi masyarakat terhadap berbagai kultivar ubijalar (unggul dan introduksi) dan lokal Papua sebagai pembanding. Pengkajian dilaksanakan pada bulan Maret sampai September 2011, di tiga lokasi yakni desa Timea distrik Muliama, desa Napua distrik Napua, dan desa Hom-Hom distrik Hom-hom, menggunakan 20 kultivar ubijalar yang berasal dari Balitkabi, International Potato Centre, Pusat Penelitian Ubi-ubian dan Sagu Unipa Manokwari dan varietas lokal Arfak serta lokal Lembah Baliem. Percobaan disusun dengan Rancangan Acak Kelompok dan diulang tiga kali. Hasil pengkajian menunjukan bahwa kultivar Papua Pattipi, Musan dan Helaleke menghasilkan biomassa lebih tinggi (1,80, 1,72 dan 1,70 kg/tanaman) dibandingkan kultivar lainnya. VarietasPapua Pattipi dan Musan juga menghasilkan rata-rata produksi umbi tertinggi (20,78 dan 18,76 t/ha).Kultivar BB-00.105,10 memiliki rata-rata kandungan bahan kering umbi terendah (20,44%) namun kandungan β-karoten tertinggi (994 μg/100g umbi segar). Kultivar Bramwamrum, Helaleke, Cangkuang, Ayamurasaki, Pattipi, Salosa, Ungu, Dosak-2 menghasilkan bahan kering lebih tinggi yakni, 34- 6%.Berdasarkan uji sensoris, Kultivar yang paling disukai masyarakat Balliem adalah kultivar Worembai, Papua Sollosa, Papua Pattipi, Ayamurasaki, Dosak-1, Sawentar, Cangkuang dan Ungu. Kata kunci: ubijalar, kultivar, produksi umbi, bahan kering umbi, β-karoten ABSTRACT Sweet potato is used for both foods and feeds in Papua. This assessment was performed to study the adaptability and consumer preferences of selected sweet potato cultivars (improved and introduction varieties) and local Papua cultivars as controls in three locations namely Timia village at Muliama district, Napua village at Napua district and Hom-Hom village atWamena district. The assessment was carried out in March until September 2011, using 20 cultivars of sweet potato derived from: (1) ILETRI, Malang (2) International Potato Centre, Lembang (3) Research Center for Roots,Tubers and Sago of Unipa Manokwariand local varieties of Arfak montain and local Baliem Valley. The trial was done using a randomized block design with three replicated. The results showed the Papua Pattipi, Musan and Helaleke cultivars produced highers biomass yield (1.80, 1.72 and 1.70 kg/ plant) than other cultivars. On average Papua Pattipi and Musan also yielded the highest tuber production (20.78 and 18.76 t / ha). The BB-

Transcript of UJI ADAPTASI DAN PREFERENSI KULTIVAR...

Prosiding Seminar Nasional Sains dan Inovasi Teknologi Pertanian

150

UJI ADAPTASI DAN PREFERENSI KULTIVAR UBIJALAR UNTUK

BAHAN PANGAN DAN PAKAN BABI DI LEMBAH BALLIEM

KABUPATEN JAYAWIJAYA

Alberth Soplanit dan Syafruddin Kadir

Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Papua

Jl.Yahim No.49 Sentani-Jayapura, Telpon (0967) 591235

E-mail: [email protected]

ABSTRAK

Ubijalar dimanfaatkan sebagai bahan pangan dan pakan di Lembah Balliem, Papua. Pengkajian ini bertujuan untuk melakukan uji daya adaptasi dan preferensi masyarakat terhadap berbagai kultivar ubijalar (unggul dan introduksi) dan lokal Papua sebagai pembanding. Pengkajian dilaksanakan pada bulan Maret sampai September 2011, di tiga lokasi yakni desa Timea distrik Muliama, desa Napua distrik Napua, dan desa Hom-Hom distrik Hom-hom, menggunakan 20 kultivar ubijalar yang berasal dari Balitkabi, International Potato Centre, Pusat Penelitian Ubi-ubian dan Sagu Unipa Manokwari dan varietas lokal Arfak serta lokal Lembah Baliem. Percobaan disusun dengan Rancangan Acak Kelompok dan diulang tiga kali. Hasil pengkajian menunjukan bahwa kultivar Papua Pattipi, Musan dan Helaleke menghasilkan biomassa lebih tinggi (1,80, 1,72 dan 1,70 kg/tanaman) dibandingkan kultivar lainnya. VarietasPapua Pattipi dan Musan juga menghasilkan rata-rata produksi umbi tertinggi (20,78 dan 18,76 t/ha).Kultivar BB-00.105,10 memiliki rata-rata kandungan bahan kering umbi terendah (20,44%) namun kandungan β-karoten tertinggi (994 µg/100g umbi segar). Kultivar Bramwamrum, Helaleke, Cangkuang, Ayamurasaki, Pattipi, Salosa, Ungu, Dosak-2 menghasilkan bahan kering lebih tinggi yakni, 34-6%.Berdasarkan uji sensoris, Kultivar yang paling disukai masyarakat Balliem adalah kultivar Worembai, Papua Sollosa, Papua Pattipi, Ayamurasaki, Dosak-1, Sawentar, Cangkuang dan Ungu. Kata kunci: ubijalar, kultivar, produksi umbi, bahan kering umbi, β-karoten

ABSTRACT

Sweet potato is used for both foods and feeds in Papua. This assessment was performed to study the adaptability and consumer preferences of selected sweet potato cultivars (improved and introduction varieties) and local Papua cultivars as controls in three locations namely Timia village at Muliama district, Napua village at Napua district and Hom-Hom village atWamena district. The assessment was carried out in March until September 2011, using 20 cultivars of sweet potato derived from: (1) ILETRI, Malang (2) International Potato Centre, Lembang (3) Research Center for Roots,Tubers and Sago of Unipa Manokwariand local varieties of Arfak montain and local Baliem Valley. The trial was done using a randomized block design with three replicated. The results showed the Papua Pattipi, Musan and Helaleke cultivars produced highers biomass yield (1.80, 1.72 and 1.70 kg/ plant) than other cultivars. On average Papua Pattipi and Musan also yielded the highest tuber production (20.78 and 18.76 t / ha). The BB-

Prosiding Seminar Nasional Sains dan Inovasi Teknologi Pertanian

151

00105.10 cultivars had the lowest dry matter content (20,44%) however it has the highest content, of β-carotene (994 μg/100g fresh tuber), Mean while Bramwamrum, Helaleke, Cangkuang, Ayamurasaki, Pattipi, Salosa, Ungu, Dosak-2 cultivars showed higher dry matter contents (34 - 36%). Based on their sensorial attributes Worembai, Papua Sollosa, Papua Pattipi, Ayamurasaki, Dosak-1, Cangkuang and Ungu cultivars were fairly preferred by Baliem Valley panelists.

Keywords: sweet potato, cultivar, tuber production, dry matter content, β-carotene

yahoo.co.id

PENDAHULUAN

Ubijalar (Ipomoea batatas L.) memiliki prospek dan peluang yang sangat

baik untuk menjamin ketahanan pangan terutama jika produksi padi dan jagung

tidak dapat mengimbangi kebutuhan pangan masyarakat. Pada kondisi yang sulit

untuk mendapatkan beras atau jagung karena persediaan yang terbatas dan

harga yang tidak terjangkau masyarakat, maka ubijalar menjadi penting sebagai

bahan pangan alternatif (Juanda dan Cahyono, 2000).

Menurut Sarwono (2005) dalam Limbongan dan Soplanit (2007), produksi

ubijalar Indonesia cenderung stagnan, bahkan menurun. Pada tahun 1991, luas

panen ubijalar mencapai 214.300 hektar dengan produksi 2,039 juta ton, luas

panen tersebut cenderung menurun menjadi 213.000 hektar pada tahun 1996

dengan produksi 2 juta ton. Pada tahun 2002, luas panen ubijalar berkurang lagi

menjadi 177.276 hektar dengan produksi 1,77 juta ton.

Menurut Rauf dan Lestari (2009) Provinsi Papua merupakan penghasil

kedua ubi jalar di Indonesia setelah Jawa Barat, sedangkan berdasarkan datar

(Dinas Pertanian Papua, 2008) ubi jalar menyediakan sekitar dua pertiga dari

asupan makanan total untuk penduduk lokal Papua atau 65% dari seluruh

penduduk dan 90% untuk penduduk lokal dataran tinggi.Penduduk di daerah

lembah Balliem Jayawijaya dan Arfak Manokwari sangat tergantung pada ubii

jalar sebagai makanan dan sumber pakan babi. Sebagai makanan pokok dan

pakan babi,kultivar lokal ubi jalarcenderung dikonsumsi dan melekat dengan

tempat di mana ia tumbuh.Pengenalan kultivar baru bersama dengan klonasli

yang secara genetik mengandung nutrisi tinggi dan menunjukkan karakter

agronomi yang baik dapat meningkatkan hasil, status gizi masyarakat setempat.

Laporan Dinas Pertanian Papua, 2008dalam (Djufry dan Soplanit, 2011)

di Provinsi Papua terdapat 30.634 hektar luas panen dengan produktivitas 10,15

t/ha, sedangkan produktivitas nasional 10,65 t ha-1 dengan konsumsi 129,51

Prosiding Seminar Nasional Sains dan Inovasi Teknologi Pertanian

152

kg/kapita/tahun. Disisi lainpenggunaan varietas unggul ubijalar di tingkat petani

masih sangat rendah,disebabkan belum berkembangnya penggunaan varietas

unggul produksi tinggi (Balitbang Pertanian, 2006). Hasil penelitian Jusuf et al,.

(2007), produktivitas ubijalar dapat mencapai 26,8 t ha-1 menggunakan varietas

cangkuangdi kabupaten Jayawijaya Papua. Hal ini menunjukkan bahwa

peningkatan produktivitas ubijalar mempunyai peluang untuk ditingkatkan dan

mutlak harus didukung oleh ketersediaan inovasi teknologi ubijalar.

Tujuan pengkajian adalah (1) untuk mengetahui daya adaptasi beberapa

kultivar ubi jalar pada dataran tinggi Papua dan (2) untuk mengetahui kultivar ubi

jalar yang sesuai untuk dikonsumsi manusia sebagai bahan makanan pokok dan

kultivar ubi jalar yang cocok untuk pakan babi di Propinsi Papua.

METODOLOGI

Tempat dan Waktu

Pengkajian dilaksanakan pada lahan kering dataran tinggi Kabupaten

Jayawijaya, di tiga desa berbeda yakni, Desa Timea distrik Muliama (1.850 m

dpl), Desa Napua distrik Napua (2.000 m dpl) dan Desa Hom-hom distrik

Wamena (1.550 m dpl). Berlangsung dari bulan Maret-September 2011.

Bahan dan Alat

Bahan-bahan yang digunakan meliputi : stek batang 20 kultivar/klon ubi

jalar; dan alat tulis menulis Sedangkan alat yang digunakan meliputi : cangkul,

sekop, dan oven.

Pelaksanaan

Perlakuan yang dikaji adalah 20 kultivar klon ubijalar terdiri dari :

Cangkuang (V1),Sawentar (V2), Sukuh (V3), Sari (V4), BB-20413-13 (V5), BB-

00.105-10 (V6), Ayamurasaki (V7), Papua Sollosa (V8), Papua Pattipi (V9),

Musan (V10), Helaleke (V11), Bramwamrum (V12), Firiangge (V13), Miencon

(V14), Worembai (V15), Dosak-1 (V16), Dosak-2 (V17), Numfor-5 (V18), Nabire

(V19), Airani-3 (V20). Perlakuan ditata menggunakan Rancangan Acak

Kelompok (RAK), ulangan 3 kali. Setiap ulangan ditempatkan masing-masing

pada satu desa dengan ketinggian berbeda, yakni : desa Hom-hom distrik

Wamena (1.550 m dpl), desa Timea distrik Muliama (1.850 m dpl), dan desa

Napua distrik Napua (2.000 m dpl).

Prosiding Seminar Nasional Sains dan Inovasi Teknologi Pertanian

153

Pada setiap ulangan dibuat 20 petak percobaan dengan ukuran masing-

masing petak 5 m x 5 m, jarak antar petak 1 m. Penanaman dilakukan diatas

guludan dengan menanam 2 stek batang setiap lubang tanam, jarak tanam 50

cm x 50 cm.

Penyiangan dilakukan sebanyak 3 kali yakni umur 1, 3 dan 5 bulan

setelah tanam. Pembalikan sulur dilakukan untuk mencegah munculnya umbi

kecil dan buku sulur yang menyentuh tanah, dilakukan bersamaan dengan

kegiatan penyiangan. Kegiatan panen dilakukan pada saat tanaman sudah

berumur 7 (tujuh) bulan.

Parameter yang diamati adalah :

1. Hasil (bobot) umbi, ditimbang sesaat setelah panen.

2. Kandungan bahan kering umbi dan uji sensoris, dihitung berdasarkan

formula :

Untuk menentukan persentasi bahan kering, sample sebanyak 100 gram dari

setiap kultivar dikeringkan dalam oven dengan suhu 70 0C selama 72 jam

atau hingga sampel mencapai bobot kering konstan (Fonseca et al., 1977

dalam Saraswati dkk, 2011).

3. Uji organoleptik dilakukan terhadap warna, rasa, tekstur, kesan berserat,

tingkat kemanisan, penampilan, dan tingkat penerimaan secara

umum.Petani atau masyarakat setempat dilibatkan sebagai panelis untuk

mengevaluasi karakter sensoris.Evaluasi dilakukan sehari setelah panen

dengan menggunakan skala hedonik.

Contoh dari seluruh kultivar ubi jalar diberi label dan ditempatkan dalam

masing-masing kantong plastik, kemudian dikukus selama kurang lebih 30

menit Contoh ubi jalar yang telah matang di tempatkan pada meja saji dan

15 panelis dari ketiga desa Timea, Napua dan Hom-hom diminta

tanggapannya dengan memberikan evaluasi pada skala 1 hingga 5, dimana

1 menggambarkan sangat tidak suka dan 5 sangat suka pada setiap

parameter yang diuji.

Prosiding Seminar Nasional Sains dan Inovasi Teknologi Pertanian

154

Analisis Data

Data yang terkumpul ditabulasi kemudian dianalisis menggunakan Anova

dan Duncan Multiple Range Test (DMRT) pada taraf 5 %.Analisis tabulasi dan

diskripsi digunakan untuk mengevaluasi tingkat preferensi masyarakat terhadap

karakter sensoris ubi jalar.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Karakter Morfologi dan Asal Plasma Nutfah Ubi Jalar

Sebelum pelaksanaan pengkajian, terlebih dahulu dilakukan

inventarisasi terhadap asal dan karakter morfologi masing-masing kultivar/klon

yang akan dikaji. Pencatatan terutama ditujukan untuk melihat warna kulit umbi

dan warna daging umbi. Hasil inventarisasi asal dan karakter morfologi masing

kultivar/klon yang dikaji disajikan pada Tabel 1.

Tabel 1.Karaktermorfologi dan asal plasma nutfah ubijalar di Lembah Balliem Kabupaten Jayawijaya

No Kultivar/Klon Asalkoleksi Karaktermorfologi*)

Kulitumbi Dagingumbi

1. Cangkuang Balitkabi Merah Kuning muda 2. Sawentar Balitkabi Merah Agakkuningtua 3. Sukuh Balitkabi Kuning Putih 4. Sari Balitkabi Merah Kuningcerah 5. BB-20413-13 CIP Kuningpucat Putih 6. BB-00105-10 CIP Oranyetua Oranyetua 7. Ayamurasaki Introduksi Merahtua Ungu 8. Papua Salosa Balitkabi/CIP Kuning Kuning keoranyean 9. Papua Pattipi Balitkabi/CIP Kuningpucat Kuning muda

10. Musan Lokal Wamena Merahpucat Kuning muda 11. Helaleke Lokal Wamena Merah Kuningpucat 12. Bramwamrum Lokal Arfak Merahtua Kuningpucat 13. Firiangge PPUS Unipa Krem Kuning sangat pucat

14. Miencon PPUS Unipa Merah pucat

(merah jambu terang)

Oranye pucat

15. Worembai PPUS Unipa Merah Kuning sangat pucat

16. Dosak-1 PPUS Unipa Merah tua keunguan

Ungu

17. Dosak-2 PPUS Unipa Kuning agak

krem Kuning pucat

dengan bintik ungu

18. Numfor-5 PPUS Unipa Kuning pucat dengan bintik

merah

Kuning sangat pucat

19. Nabire PPUS Unipa Merah Putih 20. Airani-3 PPUS Unipa Kuning/ Krem Kuning pucat Keterangan :

*)Pengamatan morfologi umbi dilakukan saat panen.

Prosiding Seminar Nasional Sains dan Inovasi Teknologi Pertanian

155

Hasil umbi dan bahan kering ubijalar

Hasil analisis statistik terhadap 20 kultivar/klon ubijalar yang dikaji

menunjukan rata-rata hasil umbi tertinggi diperoleh pada kultivar Papua Pattipi

(20,78 t/ha) namun tidak berbeda nyata dengan kultivar Musan (18,76 t/ha)

kecuali dengan 18 kultivar lainnya. Hasil ini lebih tinggi dari pengkajian yang

dilakukan di dataran tinggi Arfak Manokwari yang menempatkan kultivar

Sawentar memperoleh hasil tertinggi (14,39 t/ha) sedangkan kultivar Papua

Pattipi hanya memperoleh hasil umbi 10,62 t/ha (Saraswati dkk, 2011).

Hasil umbi ubijalar terendah diperoleh pada kultivar Dosak-1 (07,38 t/ha)

disusul berturut-turut kultivar Ayamurasaki (07,55 t/ha),BB-00105.10 (07,78)

dankultivar Worembai (08,32 t/ha) serta Sari (09,13 t/ha).Jika dibandingkan

dengan hasil pengkajian di dataran tinggi Arfak maka hasil ini relatif lebih tinggi

dibandingkan kultivar Firiangge dan Ayamurasaki yang hanya memperoleh hasil

4,00 t/ha dan 1,91 t/ha (Saraswati dkk, 2011)

Klon lokal (Bramwamrum) dari Manokwari menghasilkan kandungan

bahan kering tertinggi sebesar 36.47 % diikuti berturut-turut kultivar Helaleke

(36,19 %), Dosak-1 (35,98 %), Papua Pattipi (35,94 %), Dosak-2 (35,61 %),

Cangkuang dan Ayamurasaki (35,53 %), Ungu (35,19 %) serta kultivar Papua

Sollosa (34,59 %). Namun demikian kandungan bahan kering Bramwamrum

masih lebih rendah dibandingkan hasil pengkajian di Dataran tinggi Arfak yakni

sebesar 39,61 % (Saraswati dkk, 2011), hal ini diduga karena kelembaban tanah

di Dataran tinggi Jayawijaya relatif lebih tinggi dibandingkan Arfak sehingga

mempengaruhi kandungan air pada ubijalar. Sedangkan kadar bahan kering

terendah diperoleh pada klon BB-00105.10 sebesar 20,44 % (Tabel 2).

Biomas dan produksi bahan kering umbi untuk pakan babi

Hasil pengkajian menunjukan bahwa berat biomass ubijalar tertinggi

diperoleh pada kultivar/klon Papua Pattipi, Musan, Helaleke, Bramwamrum dan

Dosak-2 masing-masing 1,80; 1,72; 1,70; 1,46; dan 1,33 kg/tanaman,

sedangkan berat biomass terendah dihasilkan oleh BB-00105.10 sebesar 0,38

kg/tanaman. Petani di Kabupaten Jayawijaya, biasanya sangat menyukai

varietas ubijalar dengan biomass yang lebih banyak karena sangat berguna

sebagai sumber pakan babi (Tabel 2).

Menurut Yusuf, dkk (2007) dalam pemilihan varietas/klon untuk makanan

babi maka produksi bahan kering umbi lebih diutamakan karena

mempertimbangkan dua parameter yaitu produksi umbi basah dan bahan kering

Prosiding Seminar Nasional Sains dan Inovasi Teknologi Pertanian

156

umbi. Produksi bahan kering umbi adalah perkalian antara produksi umbi segar

dan presentase bahan kering umbinya. Jadi yang dibutuhkan adalah

varietas/klon dengan produksi bahan kering umbi yang lebih tinggi.

Dari 20 varietas/klon yang dikaji terlihat bahwa produksi bahan kering

umbi tertinggi dicapai pada varietas Papua Pattipi menyusul Musan, Papua

Sollosa dan Dosak-2, masing-masing dengan produksi bahan kering 7,46; 5,93;

5,07 dan 5,02 t/ha. Varietas/klon memiliki produksi bahan kering terendah adalah

BB-00105.10 sebesar 1,59 t/ha. Varietas lokal musan adalah yang paling sering

ditanam petani di Kabupaten Jayawijaya untuk pakan babi karena produksi yang

tinggi serta rasanya yang kurang enak. Sedangkan varietas Papua Pattipy dan

Papua Sollosa meskipun merupakan varietas unggul introduksi yang

diperuntukan sebagai sumber pangan manusia namun petani sering

menggunakan umbinya yang berukuran kecil sebagai pakan babi. Kultivar

Dosak-2 yang berasal dari PPUS-UNIPA Manokwari juga memiliki potensi untuk

dijadikan sebagai sumber pakan babi.

Tabel 2. Rata-rata berat biomas, hasil umbi dan kandungan bahan kering umbi dari 20 kultivar ubijalar di lembah Baliem Kabupaten Jayawijaya, 2011.

Kultivar/Klon Berat Biomas

(kg/tanaman) Hasil Umbi

(t/ha) Kandungan

bahan kering umbi (%)

Produksi Bahan kering Umbi (t/ha)

Papua Pattipi 1,80a 20,78a 35,94a 7,46

Musan 1,72a 18,76ab 31,65b 5,93

Helaleke 1,70a 12,41c 36,19a 4,49

Bramwamrum 1,46ab 10,84 cd 36,47 a 3,95

Dosak-2 1,33ab 14,11b 35,61a 5,02

Sawentar 0,97b 14,19 b 33,41ab 4,74

Dosak-1 0,90b 07,38 d 35,98a 2,65 Sukuh 0,84b 10,39cd 28,69bc 2,97

Cangkuang 0,82 b 13,28bc 35,53a 4,71

Numfor-4 0,79b 12,27c 27,35c 3,35

BB-20413.13 0,78b 13,48bc 28,43bc 3,83 Ungu 0,78 b 13,31bc 35,19a 4,68

Ayamurasaki 0,77b 07,55d 35,53a 2,68

Papua Sollosa 0,71b 14,68b 34,59a 5,07

Airani-3 0,57b 11,90c 30,69b 3,65

Nabire 0,50b 10,36cd 26,88c 2,78

Miencon 0,48b 10,92cd 31,08b 3,39

Worembai 0,42b 08,32d 31,18b 2,59 Sari 0,39b 09,18d 28,83bc 2,60

BB-00105.10 0,38b 07,78d 20,44d 1,59

Rata-rata 0,905 12,094 31,983 3,90

CV% 14,5 30,5 6,3 20,60 Keterangan: Angka yang diikuti huruf yang sama tidak berbeda nyata pada taraf 5 %

menurut uji DMRT.

Prosiding Seminar Nasional Sains dan Inovasi Teknologi Pertanian

157

Kualitas umbi ubijalar untuk pangan manusia

Rahayuningsih (2002) dalamJusuf, dkk (2004) mengatakan bahwa

kualitas umbi disamping memperhatikan sifat kimia umbi, juga selera konsumen

serta sifat fisik umbi. Sifat kimia meliputi kadar bahan kering, kadar pati, kadar β-

katroten, kadar serat dan kadar gula. Sifat kimia umbi disamping dipengaruhi

faktor genetis, juga dipengaruhi oleh umur dan lingkungan tumbuh tanaman

(Antarlina dan Kumalaningsih, 1990; Antarlina., Yudi Widodo dan Indiati, 1993

dalam Jusuf, 2004).

Hasil Pengujian organoleptik pada 20 kultivar/klon ubijalar terhadap

warna, rasa, tekstur, serat, tingkat rasa manis, penampilan dan tingkat

penerimaan panelis menunjukan bahwa Kultivar lokal Worembai memperoleh

penilaian tertinggi diikuti, Papua Sollosa, Papua Pattipi, Ayamurasaki, Dosak-1,

Sawentar, Numfor-5, Cangkuang, Ayamurasaki, Ungu, dan kultivar lokal

Helaleke dengan rata-rata skor 4,15 – 4,52.

Hal ini menunjukan bahwa masyarakat Lembah Balliem lebih memilih

kesebelas kultivar tersebut dengan memberikan penilaian tertinggi. Sedangkan

kultivar/klon ubijalar Suku, Nabire, BB-00105.10, Aerani-3, Meincon, Sari, Dosak-

2 memperoleh skor 3,64 – 3,95. Kultivar yang mendapat nilai rendah karena

kurang disukai panelis yakni kultivar/klon BB-20413.13 dan Musan dengan

memperoleh skor 2,50 – 2,95 (Tabel 3).

Kultivar lokal Worembai dari Manokwari ternyata sangat disukai

masyarakat lembah Baliem dengan memperoleh skor lebih tinggi dibandingkan

kultivar lokal Helaleke yang berasal dari lembah Balliem karena kultivar tersebut

memiliki rasa paling enak, tekstur yang sangat baik, tidak berserat, paling manis,

penampilan sangat menarik sehingga penerimaan masyarakat terhadap kultivar

ini sangat baik.

Kultivar Ungu dan Ayamurasaki memiliki kesamaan daging berwarna

ungu serta BB-00105-10 dengan daging berwarna orange namun panelis lebih

menyukai kultivar Ayamurasaki serta Ungu dibandingkan BB-00105.10 terutama

dari karakter rasa, tekstur, dan tingkat kemanisan, sedangkan karakter warna

daging umbi sama-sama mendapat penilaian yang tinggi, demikian juga kesan

berserat dan penampilan sama-sama mendapat skor relatif tinggi.

Untuk kondisi Papua, warna kulit dan daging umbi bukan merupakan

faktor penting ketika digunakan untuk konsumsi manusia atau ternak babi. Bagi

Prosiding Seminar Nasional Sains dan Inovasi Teknologi Pertanian

158

mereka, dapat mengkonsumsi umbi dengan warna kulit dan daging umbi apa

saja, asalkan rasanya enak dan tekstur umbinya kering (Jusuf, 2004).

Tabel 3 menunjukan bahwa panelis di lembah Balliem Kabupaten

Jayawijaya tidak menyukai kultivar/klon BB-20413.13 dan Musan karena

berdasarkan kriteria warna, rasa, tekstur, serat, tingkat rasa manis, penampilan

memperoleh skor yang relatif sangat rendah dibandingkan kultivar/klon yang lain.

Kultivar Musan merupakan kultivar ubijalar lokal lembah Balliem, yang umumnya

diperuntukan bagi pakan ternak babi karena rasanya tidak enak, sedangkan BB-

20413.13 merupakan klon introduksi dari CIP-Lembang.

Tabel 3. Skor karakter sensori kultivar/ klon ubi jalar di Kabupaten Jayawijaya, 2011.

Kultivar/ Klon

Warna Rasa Tekstur Serat Tingkat

rasa manis

Penampilan Penerimaan

Umum Rata-rata

Helaleke 4,1 4,2 3,2 4,1 4,2 4,3 5,0 4,15 P. Salossa 4,1 4,3 4,1 4,1 4,1 4,2 5,0 4,27 Sukuh 4,1 4,1 4,2 4,1 3,1 4,1 4,0 3,95 Sawentar 4,1 4,0 4,1 4,0 3,1 4,0 5,0 4,04 Dosak-2 3,0 4,1 4,2 4,1 3,0 3,1 4,0 3,64 Sari 3,1 4,0 3,2 4,1 4,0 4,1 4,0 3,78 Cangkuang 4,1 4,2 3,1 4,0 4,2 4,2 5,0 4,11 Numfor-5 4,0 4,1 4,1 4,2 4,1 4,0 4,0 4,07 B wamrum 4,1 4,2 4,1 4,1 4,2 4,1 4,2 4,14 P.Pattipi 4,0 4,2 4,1 4,1 4,2 4,1 5,0 4,24 Worembai 5,0 5,0 4,2 4,2 4,2 4,1 5,0 4,52 Nabire 4,0 4,2 3,1 4,1 4,0 4,1 4,2 3,95 Airani-3 3,1 3,2 4,2 4,1 4,0 4,0 4,0 3.80 BB00105.10 4,3 4,0 3,1 4,0 4,1 4,2 4,0 3,95 BB20413.13 3,1 3,0 3,1 3,0 3,2 3,1 2,2 2,95 Dosak-1 4,0 4,1 4,1 4,0 4,1 4,1 5,0 4,20 Meincon 3,1 4,1 4,0 4,0 3,1 4,1 4,0 3,77 Ungu 4,0 4,1 4,0 4,0 3,2 4,1 5,0 4,05 Musan 3,1 3,1 2,1 2,1 3,1 2,0 2,0 2,50 A.murasaki 4,8 4,2 4,3 4,1 3,2 4,1 5,0 4,24

Keterangan: skor 1= sangat tidak suka, 2= tidak suka, 3= sedang, 4= suka, 5= sangat suka

KESIMPULAN

Kultivar Papua Pattipi memberikan hasil umbi tertinggi dibandingkan

dengan varietas lainnya, yakni mencapai 20.78 t/ha. Kultivar/klon lainnya yang

termasuk 11 kultivar terbaik adalah Musan, Papua Sollosa, Sawentar, Dosak-2,

BB-20413.13, Ungu, Cangkuang, Helaleke, Numfor-4 dan Aerani-3 dengan

kisaran hasil umbi 11.90 t/ha – 18.76 t/ha. Kultivar lokal (Bramwamrum) dari

Manokwari menghasilkan kandungan bahan kering tertinggi sebesar 36.47%

Prosiding Seminar Nasional Sains dan Inovasi Teknologi Pertanian

159

diikuti delapan kultivar lainnya yakni kultivar Helaleke (36.19%), Dosak-1

(35.98%), Papua Pattipi (35.94%), Dosak-2 (35.61%), Cangkuang dan

Ayamurasaki (35.53%), Ungu (35.19%) serta kultivar Papua Sollosa (34.59%).

Berdasarkan uji organoleptik Kultivar lokal Worembai dari Manokwari paling

disukai panelis menyusul masing-masing Papua Sollosa, Papua Pattipi,

Ayamurasaki, Dosak-1, Sawentar, Numfor-5, Cangkuang, Ayamurasaki, Ungu,

dan kultivar lokal Helaleke dengan rata-rata skor 4.00 – 4.43. Kultivar lokal

Musan dan Dosak-2 lebih cocok diperuntukan bagi pakan babi karena memiliki

persyaratan produksi umbi segar dan produksi bahan kering yang tinggi (31,65

dan 35,61 t/ha dan5,93 dan 5,02 t/ha) serta rasanya tidak enak.

DAFTAR PUSTAKA

Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. 2006. Salossa dan Pattipi,

varietas ubi jalar terbaru inovasi Badan Litbang Pertanian. Warta Penelitian dan Pengembangan Pertanian. 28(5):1.

BPS Papua, 2008. Papua Dalam Angka. Kerjasama BAPPEDA Papua dan

Badan Pusat Statistik Papua, 592 halaman. Djufry F. dan A. Soplanit. 2011. Kajian Varietas dan Sumber Stek Terhadap

Pertumbuhan Dan Produksi Ubijalar D Dataran Rendah Papua. Prosiding Seminar Nasional Inovasi Teknologi Pertanian Spesifik Lokasi. Bogor 19-20 Nopember 2011, halaman 490-495.

Juanda Js, D., dan Bambang Cahyono. 2000. Ubijalar, Budidaya dan Analisis

Usahatani. Penerbit Kanisius, 92 halaman. Jusuf, M., Dai Peter, Asep Setiawan, Luther Kossay dan Afrizal Malik. 2004.

Penampilan Klon-Klon Harapan Ubijalar Untuk Makanan Manusia Di Kabupaten Jayawijaya Papua. Prosiding Seminar Nasional Teknologi Pertanian. Jayapura 5-6 Oktober 2004, halaman 198-208.

Jusuf, M., Dai Peter, Asep Setiawan, Luther Kossay, T.S.Wahyuni dan St.

A.Rahayuningsih. 2007.Adaptasi dan Stabilitas Hasil Klon-Klon Harapan Ubijalar Untuk Makanan Babi Adaptif Dataran Tinggi. Prosiding Seminar Nasional dan Ekspose. Percepatan Inovasi Teknologi Pertanian Spesifik Lokasi. Jayapura 5-6 Juni 2007, halaman 284-295.

Jusuf, M., A.Setiawan, D Peters, C.Cargil, S.Mahalaya, J.Limbongan dan

Subandi. 2007. Perbaikan Efisiensi Produksi UbiJalar-Babi dii Kabupaten Jayawijaya Papua Melalui Varietas Unggul Adaptif Dataran Tinggi Papua Sollosa, Papua Pattipi dan Sawentar. Prosiding Seminar Nasional dan Ekspose. Percepatan Inovasi Teknologi Pertanian Spesifik Lokasi. Jayapura 5-6 Juni 2007, halaman 71-95.

Prosiding Seminar Nasional Sains dan Inovasi Teknologi Pertanian

160

Limbongan, J. dan Soplanit A. 2007. Ketersediaan Teknologidan Potensi Pengembangan Ubi Jalar (Ipomoea batatasL.) di Papua.Jurnal Litbang Pertanian. 26(4):131-138.

Saraswati, P., A. Soplanit, F. Djufry,D. Tangkearung, A.W. Rauf, M. Jusuf, E.

Ginting, Tuminem, L. Kossay, A. Triono, S. Mahalaya, Tjintokohadi, N. Muid, G. Lyon and C. Cargill. 2011. Uji Adaptasi dan Pereferensi Kultivar Ubijalar Untuk Bahan Pangan dan Pakan Babi di Minyambouw, Pegunungan Arfak, Papua Barat. Prosiding Seminar Nasional Akselerasi Pembangunan Pertanian dan Perdesaan Berbasis Inovasi Dan Sumberdaya Lokal. Manokwari 28 September 2011, halaman 224-230.

Saraswati, P., A. Soplanit, F. Djufry,D. Tangkearung, A.W. Rauf, M. Jusuf, E.

Ginting, Tuminem, L. Kossay, A. Triono, S. Mahalaya, Tjintokohadi, N. Muid, G. Lyon and C. Cargill. 2011. Sweet Potato Variety Selection Trials for Human and Pig Food – Harvest Results in Baliem Valley and Minyambouw. Research Report for ACIAR Project 2011. Trial Result Report, 27 halaman.

Wahid Rauf. A dan Martina Sri Lestari, 2009. Pemanfaatan Komoditas Pangan

Lokal Sebagai Sumber Pangan Alternatif Di Papua. Jurnal Litbang Pertanian. 28(2): 54-62.