UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA STUDI HUBUNGAN...
-
Upload
nguyennguyet -
Category
Documents
-
view
231 -
download
2
Transcript of UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA STUDI HUBUNGAN...
UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
STUDI HUBUNGAN KUANTITATIF STRUKTUR
AKTIVITAS DARI AMIDASI SENYAWA ETIL-P-
METOKSISINAMAT SEBAGAI ANTIINFLAMASI
DENGAN PENDEKATAN HANSCH DAN
KOMPUTASI
SKRIPSI
EKO WAHYUDI
1111102000028
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
PROGRAM STUDI FARMASI
JAKARTA
JULI 2015
ii
UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
STUDI HUBUNGAN KUANTITATIF STRUKTUR
AKTIVITAS DARI AMIDASI SENYAWA ETIL-P-
METOKSISINAMAT SEBAGAI ANTIINFLAMASI
DENGAN PENDEKATAN HANSCH DAN
KOMPUTASI
SKRIPSI
Diajukan sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Farmasi
EKO WAHYUDI
1111102000028
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
PROGRAM STUDI FARMASI
JAKARTA
JULI 2015
iii
HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS
Skripsi ini adalah hasil karya saya sendiri,
dan semua sumber baik yang dikutip maupun dirujuk
telah saya nyatakan dengan benar.
Nama : EKO WAHYUDI
NIM : 1111102000028
Tanda Tangan :
Tanggal : 30 Juni 2015
iv
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING
Nama : Eko Wahyudi
NIM : 1111102000028
Program Studi : Farmasi
Judul : STUDI HUBUNGAN KUANTITATIF STRUKTUR
AKTIVITAS DARI AMIDASI SENYAWA ETIL-P-
METOKSISINAMAT SEBAGAI ANTIINFLAMASI
DENGAN PENDEKATAN HANSCH DAN
KOMPUTASI
Disetujui oleh :
Pembimbing I
Supandi, M.Si, Apt
Pembimbing II
Andrianopsyah Mas Jaya Putra, M.Sc
NIP. 197711292006041009
v
HALAMAN PENGESAHAN SKRIPSI
Skripsi ini diajukan oleh :
Nama : Eko Wahyudi
NIM : 1111102000028
Program Studi : Farmasi
Judul : STUDI HUBUNGAN KUANTITATIF STRUKTUR
AKTIVITAS DARI AMIDASI SENYAWA ETIL-P-
METOKSISINAMAT SEBAGAI ANTIINFLAMASI
DENGAN PENDEKATAN HANSCH DAN
KOMPUTASI
Telah berhasil dipertahankan di hadapan Dewan Penguji dan diterima sebagai
bagian persyartan yang diperlukan untuk memperoleh gelar Sarjana Farmasi pada
Program Studi Farmasi Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam
Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.
DEWAN PENGUJI
Pembimbing I : Supandi, M.Si, Apt (…………………..)
Pembimbing II : Andrianopsyah Mas Jaya Putra, M.Sc. (….……………….)
Penguji I : Ismiarni Komala, Ph.D., Apt. (…………………..)
Penguji II : Drs. Umar Mansyur, M.Sc., Apt (….……………….)
Ditetapkan di : Ciputat
Tanggal : 13 Juli 2015
vi
HALAMAN PENYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI TUGAS AKHIR
UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIK
Sebagai sivitas akademik Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif
Hidayatullah Jakarta, saya yang bertanda tanfan dibawah ini :
Nama : Eko Wahyudi
NIM : 1111102000028
Program Studi : Farmasi
Fakultas : Kedokteran dan Ilmu Kesehatan
Jenis Karya : Skripsi
Demi perkermbangan ilmu pengetahuan, saya menyetujui skripsi/karya ilmiah
saya, dengan judul :
STUDI HUBUNGAN KUANTITATIF STRUKTUR AKTIVITAS DARI
AMIDASI SENYAWA ETIL-P-METOKSISINAMAT SEBAGAI
ANTIINFLAMASI DENGAN PENDEKATAN HANSCH DAN
KOMPUTASI
Untuk dipublikasi atau disampaikan di internet atau media lain yaitu Digital Library
Perpustakaan Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta untuk
kepentingan akademik sesuai Undang-Undang Hak Cipta.
Demikian pernyataan persetujuan publikasi karya ilmiah ini saya buat dengan
sebenarnya
Dibuat di : Jakarta
Pada tanggal : 20 Juni 2015
Yang Menyatakan,
(Eko Wahyudi)
vii
ABSTRAK
Nama : Eko Wahyudi
Program Studi : Farmasi
Judul : STUDI HUBUNGAN KUANTITATIF STRUKTUR
AKTIVITAS DARI AMIDASI SENYAWA ETIL-P-
METOKSISINAMAT SEBAGAI ANTIINFLAMASI
DENGAN PENDEKATAN HANSCH DAN
KOMPUTASI
Telah dilakukan studi hubungan kuantitatif struktur aktivitas (HKSA)
antiinflamasi dari 10 senyawa turunan asam sinamat dengan pendekatan Hansch
berdasarkan analisis multiregresi linier dan penambatan molekul terhadap enzim
COX-2. Deskriptor digunakan untuk mewakili parameter hidrofobisitas (log P),
sterik (indeks Harary, indeks Randic, dan molar refraksi), dan elektronik
(polarisabilitas, EHUMO, ELOMO, dan selisih EHUMO-LOMO). Hasil HKSA berdasarkan
analisis multiregresi linier (MLR) adalah:
Log 1/IC50 = -6.559 + 0.017 [Log P] – 0.025 [Indeks Harary] + 0.039 [MR] + 0.016
[Polarisabilitas] - 0.396 [ELUMO] + 0.427 [∆EHOMO-LUMO]
Dari persamaan, didapatkan prediksi potensi tertinggi sebagai antiinflamasi dari
senyawa amidasi etil p-metoksisinamat, yaitu senyawa dengan log 1/IC50 sebesar -
0.677. Proses inflamasi terjadi dengan adanya enzim siklooksigenasie. Enzim
siklooksigenase merupakan enzim yang mengkatalisis pembentukan prostaglandin,
suatu mediator inflamasi, dan produk metabolisme asam arakidonat. COX-2
merupakan enzim yang terinduksi pada sel yang mengalami inflamasi oleh sitokin,
endotoksin, dan faktor pertumbuhan (growth factors). Interaksi dari senyawa
amidasi EPMS dengan COX-2 dapat dilakukan dengan cara penambatan molekul.
Penambatan molekul antara senyawa uji dari amidasi EPMS dengan molekul COX-
2 (PDB:1CX2), diperoleh senyawa dengan energi ikatan sebesar -7.5 kkal/mol
dengan membandingkan energy ikatan ibuprofen (-7.5 kkal/mol).
Kata kunci : HKSA, Antiinflamasi, COX-2, Penambatan molekul
viii
ABSTRACT
Nama : Eko Wahyudi
Major : Pharmacy
Title : STUDY QUANTITATIVE STRUCTURE ACTIVITY
RELATIONSHIP OF COMPOUNDS AMIDATION
ETHYL p-METHOXYCINNAMATE AS
ANTIINFLAMMATORY HANSCH APPROACH AND
COMPUTATION
Study quantitative structure activity relationship (QSAR) of 10 derivatives
cinnamic acid compound as anti-inflammatory has been carried out by Hansch
approach based multiple linier regression (MLR) and molecular docking to COX-2
enzym. Descriptor used to represent parameter hydrophobicity (Log P), steric
(index Harary, index Randic and Molar refractivity (MR), and electronic (EHUMO,
ELOMO, ΔEHUMO-LUMO, and Polarizability). Best QSAR equationby applying analysis
MLR as follows :
Log 1/IC50 = -6.559 + 0.017 [Log P] – 0.025 [Index Harary] + 0.039 [MR] + 0.016
[Polarizability] - 0.396 [ELUMO] + 0.427 [∆EHOMO-LUMO]
Following equation, obtained high prediction activity as anti-inflammatory from
amidation ethyl p-methoxycinnamate (EPMS) compound is compound 1B with
substituent aniline is -0.677. Inflammation occurred process by cyclooxygenase
enzyme. Cyclooxygenase enzyme is enzyme to catalyst prostaglandin formation,
inflammatory mediator, and metabolic product arachidonate acid. COX-2 is and
enzyme to induced inflammatory cells by cytokines, endotoxin, and growth factors.
Interaction of amidation EPMS compound with COX-2 molecule can be carried out
by molecular docking. Docking amidation compound with COX-2 molecule
obtained binding energy of -7.5 kcal/mol with compared energy binding ibuprofen
(-7.5 kcal/mol).
Kata kunci : QSAR, Antiinflammatory, COX-2, Molecular Docking
ix
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT., karena atas berkat dan rahmat-Nya
proses penelitian hingga penulisan skripsi ini dapat berjalan. Penulisan skripsi ini
dilakukan dalam rangka memenuhi salah satu syarat untuk mencapai gelar Sarjana
Farmasi pada Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri
(UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.
Saya menyadari bahwa, tanpa bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak,
dari masa perkuliahan sampai pada penyusunan skripsi ini, sangatlah sulit bagi saya
untuk menyelesaikan skripsi ini. Oleh karena itu, saya mengucapkan terima kasih
kepada :
1. Kepada kedua orang tua tercinta, Ibu Sriyati dan Bapak Tukimin, yang selalu
mengingatkan untuk fokus belajar, jangan pulang larut malam, jaga kondisi
tubuh, dan lulus kulias. Tak lupa ucapan terima kasih yang sedalam-dalam atas
kontribusi yang selama ini diberikan berupa dukungan moril, finansial, dan doa
yang selalu diberikan kepada penulis dan adik tercinta Dwi Puji Astuti yang
selalu memberikan dukungan kepada penulis
2. Bapak Supandi, M.Si, Apt., selaku pembimbing pertama dan Bapak
Andrianopsyah Mas Jaya Putra, M.Sc., selaku pembimbing kedua, yang tak
lelah memberikan kontribusi nyata berupa masukan, bimbing, dan kritik
terhadap penulis dalam menyelesaikan skripsi. Penulis hanya bisa berdoa,
semoga mendapatkan berkah, kesehatan jasmani dan rohani dari Allah S.W.T.
3. Bapak Drs. Arief Sumantri, S.KM., M.KM selaku Dekan Fakultas Kedokteran
dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah
Jakarta.
4. Bapak Yardi, Ph. D., Apt., selaku ketua Program Studi Farmasi Fakultas
Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif
Hidayatullah Jakarta dan selaku pembimbing akademik kelas A farmasi 2011
yang tak henti-hentinya memberikan dorongan moril, motivasi dan bantuan
belajar kepada mahasiswa/i.
x
5. Seluruh dosen – dosen di Program Studi Farmasi Fakultas Kedokteran dan Ilmu
Kesehatan Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.yang
telah banyak membantu penulis dalam menyelesaikan studi hingga saat ini.
6. Bapak Drs. Umar Mansyur, M.Sc., Apt., selaku dosen terfavorit penulis di Program
Studi Farmasi Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri
(UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta yang selalu memberikan nasihat dan bimbingan
agar mahasiswa/I dapat lulus tepat waktu dan menjadi teman curhat penulis ketika
sedang kesulitan.
7. Kak Fikri, yang saat ini sedang melanjutkan program apoteker, yang telah menjadi
mentor dalam skripsi penulis dan tim docking sehingga dapat mengerjakan skripsi
ini dengan lancar dan Docking Team berisi Arsyad (cacad), Wahidin (dindin),
Mazaya, Fitri, Haidar, Wahyu, yang menjadi teman sharing skripsi dan tempat
bertukar ilmu dan sekaligus menjadi teman curhat.
8. Rekan-rekan di Program Farmasi Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan
Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta angkatan 2011 yang
telah menjadi teman sekaligus menjadi keluarga besar penulis selama ini.
Kemudian teman-teman pengurus BEM FKIK periode 2013 – 2014, serta
teman-teman di HMI KOMFAKDIK.
Penulis menyadari bahwa dalam penulisan dan penyusunan skripsi ini masih
jauh dari kata sempurna, karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran dari
pembaca yang bersifat membangun dan dapat memacu penulis untuk berkarya lebih
baik di masa yang akan datang.
Akhir kata, saya berharap Allah SWT berkenan membalas segala kebaikan
semua pihak yang telah membantu. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi
penulis khususnya, dan dapat memberikan kontribusi ilmu pengetahuan bagi semua
pihak.
Ciputat, Juni 2015
Penulis
xi
DAFTAR ISI
HALAMAN SAMPUL …………………………………………………………………..ii
HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS ........................................................... iii
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING .............................................................iv
HALAMAN PENGESAHAN SKRIPSI .......................................................................... v
HALAMAN PENYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI ........................................vi
ABSTRAK ........................................................................................................................ vii
ABSTRACT ..................................................................................................................... viii
KATA PENGANTAR ....................................................................................................... ix
DAFTAR ISI...................................................................................................................... xi
DAFTAR GAMBAR ....................................................................................................... xiii
DAFTAR TABEL ........................................................................................................... xiv
DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................................... xv
BAB I PENDAHULUAN ................................................................................................. 1
1.1. Latar Belakang ................................................................................................. 1
1.2. Rumusan Masalah ............................................................................................ 2
1.3. Hipotesis ............................................................................................................ 3
1.4. Tujuan Penelitian ............................................................................................. 3
1.5. Manfaat Penelitian ........................................................................................... 3
BAB II TINJAUAN PUSTAKA....................................................................................... 4
2.1. Hubungan Kuantitatif Struktur – Aktivitas (HKSA) ................................... 4
2.2. Analisis Statistik HKSA model Hansch ........................................................ 11
2.3. Asam Sinamat ................................................................................................. 13
2.4. Etil p-metoksisinamat ..................................................................................... 16
2.5. Ester ................................................................................................................. 17
2.6. Amida ............................................................................................................... 18
2.7. Inflamasi .......................................................................................................... 20
2.8. Enzim Siklooksigenase 2 (COX-2) ................................................................ 22
2.9. Protein dan Asam Amino ............................................................................... 22
2.10. Interaksi Protein dengan Ligan ..................................................................... 25
2.11. Molecular docking (Penambatan Molekul) ................................................... 27
2.12. Protein Data Bank (PDB) ............................................................................... 30
2.13. PubChem ......................................................................................................... 30
2.14. Autodock.......................................................................................................... 30
2.15. Autodock Vina ................................................................................................ 31
2.16. Pymol ............................................................................................................... 31
2.17. Marvin Skecth ................................................................................................. 31
BAB III METODE PENELITIAN ................................................................................ 32
xii
3.1. Tempat dan Waktu Penelitian ....................................................................... 32
3.2. Alat ................................................................................................................... 32
3.2.1. Perangkat Keras .............................................................................. 32
3.2.2. Perangkat Lunak ............................................................................. 32
3.3. Bahan ............................................................................................................... 32
3.3.1. Training Set dan Test Set ............................................................... 32
3.3.2. Molekul Tiga Dimensi (3D) ............................................................ 32
3.3.3. Struktur Tiga Dimensi (3D) Ligan Amidasi EMPS ..................... 33
3.4. Cara Kerja....................................................................................................... 33
3.4.1. Penyiapan Model HKSA ................................................................ 33
3.4.2. Penambatan Molekul ...................................................................... 34
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ........................................................................ 36
4.1. Hubungan Kuantitatif Struktur-Aktivitas (HKSA) .................................... 36
4.1.1. Pemilihan Data Set .......................................................................... 36
4.1.2. Pemilihan Deskriptor Training set dan Test set .............................. 39
4.1.3. Analisa Korelasi Deskriptor dengan Aktivitas Biologis .............. 46
4.1.4. Pemodelan Persamaan HKSA dengan metode MLR .................. 47
4.1.5. Validasi Persamaan HKSA ............................................................ 49
4.2. Penambatan Molekul (Molecular Docking) .................................................. 53
4.2.1. Penyiapan Molekul ......................................................................... 53
4.2.2. Penyiapan Ligan .............................................................................. 54
4.2.3. Penambatan Molekul ...................................................................... 55
4.2.4. Analisa dan Visualisasi Penambatan Molekul ............................. 56
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN .......................................................................... 67
5.1. Kesimpulan...................................................................................................... 67
5.2. Saran ................................................................................................................ 67
DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................................... 68
LAMPIRAN..................................................................................................................... 69
xiii
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1. Hubungan antara aktivitas biologis dengan log P……………… 7
Gambar 2.2. Struktur umum senyawa etil p-metoksisinamat ........................... 17
Gambar 2.3. Struktur umum senyawa ester ...................................................... 17
Gambar 2.4. Contoh penamaan amida.............................................................. 18
Gambar 2.5. Reaksi pembuatan amida ............................................................. 18
Gambar 2.6. Reaksi pembuatan amina primer ................................................. 19
Gambar 2.7. Reaksi pembuatan amina sekunder .............................................. 19
Gambar 2.8. Mekanisme inflamasi melalui jalur asam arakidonat ............................ 21
Gambar 2.9. Asam amino alifatik bersifat hidrofobik ...................................... 26
Gambar 2.10. Asam amino aromatik bersifat hidrofobik ................................. 24
Gambar 2.11. Asam amino aromatik bersifat ionic .......................................... 24
Gambar 2.12. Asam amino aromatik bersifat polar.......................................... 24
Gambar 4.1. Struktur Caffeic acid oktil ester yang telah dioptimasi .................. 37
Gambar 4.2. Grafik korelasi antara aktivitas prediksi dan eksperimen ........... 45
xiv
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1. Turunan Asam sinamat dengan sifat antiinflamasi ............................. 14
Tabel 4.1. Data set dari 15 senyawa turunan asam sinamat ................................. 37
Tabel 4.2. Training set .......................................................................................... 40
Tabel 4.3. Test Set ................................................................................................ 40
Tabel 4.4. Data deskriptor hidrofobik dan sterik dari 15 senyawa turunan asam
sinamat ................................................................................................ 41
Tabel 4.5. Data deskriptor elektronik dari 15 senyawa turunan asam sinamat .... 46
Tabel 4.6. Nilai Korelasi antara deskriptor dengan nilai aktivitas ....................... 48
Tabel 4.7. Model Persamaan HKSA dengan metode MLR ................................. 49
Tabel 4.8. Perbandingan aktivitas eksperimen dan prediksi training set ............. 51
Tabel 4.9. Nilai RMSD test set ............................................................................ 51
Tabel 4.10. Hasil prediksi aktivitas antiinflamasi dengan HKSA ...................... 53
Tabel 4.11. Hasil visualisai penambatan molekul (3D dan 2D) dengan ligan uji
dan kontrol positif (Ibuprofen) .......................................................... 58
Tabel 4.12. Interaksi molekul ligan dengan asam amino terikat .......................... 63
Tabel 4.13. Jenis asam amino yang terikat pada ligan ......................................... 66
Tabel 4.14. Tabel Rule of Five Lipinski’s ligan yang di dockings ....................... 68
xv
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Alur penelitian HKSA dan penambatan molekul ............................ 65
Lampiran 2. Tabel rekapitulasi perhitungan deskriptor hidrofobik, sterik, dan
elektronik 15 senyawa turunan asam sinamat ................................ 67
Lampiran 3. Hasil analisi korelasi antara deskriptor dengan aktivitas biologis ... 68
Lampiran 4. Hasil analisis MLR dengan Training Set ......................................... 69
Lampiran 5. Struktur 3D protein COX-2 ............................................................. 71
Lampiran 6. Prosedur kerja penambatan molekul (molecular docking) .............. 72
Lampiran 7. Data hasil docking Autodock Vina .................................................. 83
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Inflamasi secara sederhana dapat diartikan sebagai respon jaringan
terhadap sel yang rusak. Inflamasi masuk dalam keadaan patologis yang
sering menyebabkan kelainan sel rusak atau nekrosis, itu berarti inflamasi
(peradangan) biasa dianggap sebagai penyakit, kisarannya mulai dari
gigitan serangga hingga menimbulkan banyak komplikasi dan keadaan
serius seperti kanker. Inflamasi kronik berhubungan dengan berbagai
penyakit seperti penyakit infeksi, kanker atau kelainan autoimun yang
menghasilkan immunosupressan oleh terhambatnya sel natural killer dan sel
T, sehingga menyebabkan penyakit (Umar et al, 2012). Enzim yang
berperan dalam terjadinya inflamasi adalah enzim siklooksigenase 2 (COX-
2). COX-2 merupakan enzim yang terinduksi pada sel yang mengalami
inflamasi oleh sitokin, endotoksin, dan faktor pertumbuhan (growth
factors). COX-2 juga berperan dalam proliferase sel kanker. Ekspresi
berlebihan ditemukan pada kebanyakan tumor (Zullies et al, 2006).
Penelitian yang dilakukan untuk menemukan senyawa yang mempunyai
antiinflamasi, salah satunya adalah adalah etil p-metoksisinamat (EPMS).
Etil p-metoksisinamat (EPMS) merupakan salah satu senyawa yang
diperoleh dari rimpang kencur (Kaemferia galanga L.), dan telah banyak
digunakan sebagai pengobatan nyeri dan peradangan, senyawa ini juga
menunjukan aktivitas penghambat proliferasi sel tumor pada jaringan
epidermis tikus dan papiloma (Ekowati et al, 2012). Umar et al (2012)
melaporkan bahwa senyawa EPMS dapat menghambat karagenan
penginduksi edema dengan MIC 100 mg/kg. EPMS non selektif
menghambat aktifitas siklooksigenasi 1 dan 2, dengan nilai IC50 1.12 μm
dan 0.83 μm. Sirisangtragul et al (2011) melaporkan bahwa efek ekstrak
diklorometan K. galanga L dan komponen utama etil p-metoksisinamat
(EPMS) menunjukan aktivitas mikrosomal hepatic pada enzim sitokrom
P450. Untuk menemukan aktivitas dari suatu senyawa amidasi EPMS yang
akan dapat dilakukan dengan beberapa metode, salah satunya metode in
2
silico (komputasi), yakni : Hubungan Kuantitatif Struktur Aktivitas
(HKSA) dan Penambatan Molekul (Molecular Docking).
Hubungan Kuantitatif Aktivitas Struktur Aktivitas adalah
pendekatan yang menghubungkan struktur dan akvitas biologi didalam
tubuh yang dinyatakan secara matematis. Metode HKSA yang banyak
diketahui adalah Metode Free-Wilson dan Hansch. Namun, metode yang
banyak digunakan adalah metode Hansch, dimana metode lebih sederhana;
konsepnya secara langsung berhubungan dengan prinsip-prinsip kimia
fisika organik yang sudah ada; data parameter sifat fisika kimia substituen
sudah banyak tersedia; penggunaan pendekatan model Hansch telah banyak
menjelaskan hubungan struktur – aktivitas suatu turunan obat (Siswandono,
2000). Interaksi dari suatu ligan terhadap molekul dapat dilakukan dengan
metode penambatan molekul.
Penambatan molekul merupakan metode yang memprediksi satu
atau dua molekul ketika mengikat satu sama lain membentuk komplek stabil
yang digunakan untuk memprediksi kekuatan ikatan atau afinitas bidding
antara dua molekul digunakan untuk penentuan nilai sampel (Bachwani
Mukesh et al, 2011). Pada penelitian ini menggunakan senyawa etil p-
metoksisinamat yang dimodifikasi dengan amidasi, kemudian dilakukan
analisa hubungan kuantitatif struktur aktivitas dengan pendekatan Hansch
dilanjutkan dengan penambatan molekul. Metode penambatan molekul ini
dipilih karena secara cepat meramalkan atau memprediksi aktifitas ligan
yang ditambatkan melalui hasil scoring dari tiap-tiap ligan sehingga hasil
yang didapat lebih memudahkan membandingkannya. Penelitian ini
diharapkan mampu memberikan gambaran dan membandingkan interaksi
antara senyawa amidasi etil p-metoksisinamat (EPMS) dengan COX-2.
1.2. Rumusan Masalah
a. Apakah metode pendekatan Hansch dapat menunjukan hubungan
kuantitatif struktur aktivitas antiinflmasi dari struktur senyawa amidasi
etil p-metoksisinamat ?
b. Apakah senyawa dari proses amidasi etil p-metoksisinamat memiliki
interaksi terhadap enzim siklooksigenase-2 (COX-2) ?
3
c. Bagaimanakah perbandingan aktivitas dari masing-masing molekul
ligan senyawa amidasi etil p-metoksisinamat terhadap enzim
siklooksigenase-2 (COX-2) ?
1.3. Hipotesis
Parameter Hidrofobik (Log P), Elektronik (EHOMO, ELUMO, ΔEHOMO-
LOMO, Polarisabilitas), dan Sterik (Indeks Harary, Indeks Randic, Molar
refraksi) mempunyai pengaruh terhadap aktivitas antiinflamasi.
1.4. Tujuan Penelitian
a. Memperoleh model persamaan HKSA Hansch dan prediksi aktivitas
senyawa amidasi etil p-metoksisinamat.
b. Menganalisis interaksi penambatan molekul ligan senyawa amidasi etil
p-metoksisinamat terhadap enzim COX-2.
1.5. Manfaat Penelitian
Memberikan informasi perbandingan dari tiap-tiap senyawa uji yang
dapat digunakan dalam pertimbangan pembuatan obat anti-inflamasi baru.
4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Hubungan Kuantitatif Struktur – Aktivitas (HKSA)
Aktivitas biologis suatu obat diperoleh setelah terjadi interaksi
senyawa dengan molekul spesifik dalam objek biologis. Interaksi tersebut
ditunjangn dengan spesifitas sifat kimia fisika senyawa yang tinggi.
Aktivitas obat berhubungan dengan sifat kimia obat, dan merupakan fungsi
dari struktur molekul obat. Hubungan struktur kimia dan aktivitas biologis
yang tidak baik dapat disebabkan oleh kurang baiknya metode penelitian
yang digunakan. Konsep bahwa aktivitas biologis suatu senyawa
berhubungan dengan struktur kimia, pertama kali dikemukakan oleh Crum,
Brown dan Fraser pada tahun 1869.
Hubungan kuantitatif struktur kimia dan aktivitas biologis obat
merupakan bagian terpenting rancangan obat, dalam usaha mendapatkan
suatu oobat baru dengan aktivitas yang lebih besar, keselektifan yang lebih
tinggi, toksisitas atau efek samping sekecil mungkin dan kenyamanan yang
lebih besar. Selain itu dengan menggunakan model HKSA, akan lebih
menghemat biaya atau lebih ekonomis, karena untuk mendapatkan obat
baru dengan aktivitas yang dikehendaki (Siswandono, 2000).
Kajian hubungan kuantitatif struktur aktivitas (HKSA) menjabarkan
suatu model persamaan yang menghubungkan ketergantungan harga
aktivitas suatu senyawa secara eksperimen dengan struktur molekul.
Menurut Kubinyi, struktur suatu senyawa tersebut dapat direpresentasikan
sebagai parameter fisik dan kimiawi (analisis Hansch), variable indikator
(analisis Free-Wilson) atau dengan peninjauan sifat molekul secara tiga
dimensi (HKSA – 3D) (Tahir et al, 2003).
A. Model Pendekatan Free-Wilson
Free dan Wilson (1964), mengembangkan suatu konsep
hubungan struktur dan aktivitas biologis obat, yang dinamakan model
de novo atau model matematika Free-Wilson. Mereka
mengemukakan bahwa respon biologis merupakan sumbangan
5
aktivitas dari gugus-gugus substituent terhadap aktivitas biologis
senyawa induk, yang dinyatakan melalui persamaan :
Metode Free-Wilson digunakan jika cara kerja obat tidak
diketahui, uji biologis lambat daripada sintesis senyawa turunannya,
dan atau sifat-sifat fisika kimia substituen tidak diketahui. Model ini
didasarkan pada perkiraan bahwa masing-masing substituen pada
struktur senyawa induk memberikan sumbangan tetap pada aktivitas
bilogis. Perkiraan dasar pada model Free-Wilson adalah semua obat
yang diuji harus mempunyai struktur induk sama dan substituen
harus memberikan aktivitas biologis secara aditif dalam kedudukan
yang sama dengan jumlah tetapan yang bebas dari ada atau tidaknya
substituen (Leach, 1996).
Model de novo ini kurang berkembang karena tidak dapat
digunakan bila efek substituent bersifat tidak linier atau bila ada
interaksi antar substituent. Selain itu model ini memerlukan banyak
senyawa dengan kombinasi substituen yang bervariasi untuk dapat
menarik kesimpulan yang benar. Meskipun demikian model ini juga
mempunyai keuntungan karena dpat menghubungan secara
kuantitatif struktur kimia dan aktivitas biologus dari turunan senywa
dengan bermacam-macam gugus substituent pada berbagai zona
(Siswandono, 2000).
B. Model Pendekatan HKSA Hansch
Hansch (1963) mengemukakan suatu konsep bahwa
hubungan struktur kimia dengan aktivitas biologi (log 1/C) suatu
turunan senyawa dapat dinyatakan secara kuantitatif melalui
parameter-parameter sifat kimia fisika dari substituent yaitu
parameter hidrofobik (π), eletronik (σ), dan sterik (Es). Model
pendekatan ini disebut model hubungan energy bebas linier (linier
free energy relationship = LFER) atau pendekatan ekstra
termodinamik. pendekatan hubungan struktur-aktivitas melalui
parameter sifat kimia fisika oleh Hansch dinyatakan melalui
persamaa regresi linier dibawah ini :
6
Log 1/C = a Σ π + b Σ σ + c Σ Es – d
C : Kadar untuk respon biologis baku
Σ π, Σ σ dan Σ Es : Sumbangan sifat-sifat lipofilik, eletronik
dan sterik dari gugus-gugus terhadap sifat-
sifat senyawa induk yang berhubungan
dengan aktivitas biologis.
a, b, c dan d : Bilangan (tetapan) yang didapat dari
perhitungan analisis regresi linier.
Dalam hubungan struktur-aktivitas, model Hansch lebih
berkembang dan lebih banyak digunakan dibanding model de novo
Free-Wilson oleh karena:
a) Lebih sederhana
b) Konsepnya secara langsung berhubungan dengan prinsip-
prinsip kima fisika organic yang sudah ada
c) Data parameter sifat kimia fisika substituent sudah banyak
tersedia dalam tabel-tabel.
d) Penggunaan pendekatan model Hansh telah banyak
menjelaskan hubungan struktur dan aktivitas suatu turunan
obat.
Parameter sifat kimia fisika yang digunakan dalam
pemodelan HKSA Hansch adalah parameter hidrofobik (π),
elektronik (σ) dan sterik (Es).
a. Parameter hidrofobik
Karakter hidrofobik suatu obat dapat dinilai secara
eksperimen dengan menguji sebaran distribusi obat didalam
campuran n-oktanol/air. Molekul hidrofobik akan lebih
terlarut dalam lapisan n-oktanol dalam sistem dua fase, dimana
molekul hidropilik akan lebih ke lapisan air. Distribusi relatif
diketahui sebagai koefisien pastisi (P) dan diperoleh dari suatu
persamaan:
𝑃 =𝐾𝑜𝑛𝑠𝑒𝑛𝑡𝑟𝑎𝑠𝑖 𝑜𝑏𝑎𝑡 𝑑𝑖𝑑𝑎𝑙𝑎𝑚 𝑜𝑘𝑡𝑎𝑛𝑜𝑙
𝐾𝑜𝑛𝑠𝑒𝑛𝑡𝑟𝑎𝑠𝑖 𝑜𝑏𝑎𝑡 𝑑𝑖𝑑𝑎𝑙𝑎𝑚 𝑙𝑎𝑟𝑢𝑡𝑎𝑛 𝑎𝑖𝑟
7
Senyawa hidrofobik dengan nilai P tinggi, dan dimana
senyawa hidrofilik mempunyai nilai P rendah. Variasi
substituen pada senyawa penuntun akan memproduksi seri
analog yang mempunyai perbedaan hidrofobisitas dan
perbedaan nilai P. Dengan memplot atau membandingkan nilai
P dengan aktivitas biologis obat, maka mungkin untuk melihat
jika adanya hubungan antara kedua sifat tersebut. Normalnya
aktivitas obat ditunjukan sebagai 1/C, dimana C adalah
konsentrasi obat yang diperlukan untuk mencapai tingkat
aktivitas biologis. Hubungan timbal-balik konsentrasi (1/C)
digunakan, sejak obat yang lebih aktif akan mencapai aktivitas
biologis pada konsentrasi yang rendah (Patrick, 2009).
Pada grafik (gambar 2.1) plot log (1/C) dengan log P,
dimana rentang nilai log P adalah terbatas pada rentang yang
kecil (log P = 1 – 4), garis lurus pada grafik yang diperoleh
menunjukan bahwa hubungan antara hidrofobisitas dan
aktivitas biologis.
Gambar 2.1. Hubungan antara aktivitas biologis dengan log P
Parameter hidrofobik (lipofilik) yang sering digunakan
dalam HKSA antara lain adalah logaritma koefisien partisi
(log P), tetapan π Hansch, tetapan fragmentasi f Rekker-
Mannhold dan tetapan kromatografi Rm.
b. Parameter elektronik
Efek elektronik pada berbagai subtituen akan jelas
mempunyai efek ionisasi atau kelarutan pada obat. Efek
8
elektronik memungkinkan mempunyai efek bagaiman obat
dengan mdah melewati membran sel atau seberapa kuat efek
tersebut dapat berinteraksi dengan lokasi ikat. Untuk itu efek
tersebut berguna untuk menilai efek elektronik pada substituen.
Deskriptor elektronik telah banyak digunakan untuk membuat
persamaan HKSA maupun HKSS (Hubungan Kuantitatif Sifat-
Struktur). Deskriptor tersebut dibedakan dari nilai tunggal
konstanta elektronik substituen yang diberikan senyawa.
Jumlah deskriptor elektronik dapat dibedakan
berdasarkan dari efek atau kekuatan interaksi intermolekular.
Secara luas dikenal dari kekuatan interaksi intermolekulat
mengikuti: ion-ion, ion-dipol, dipol-dipol, dipol-induksi dipol,
dispersi, dan ikatan hidrogen.
Interaksi ion telah dikodekan didalam studi potensi obat
melalu penggunan konstanta ionisasi. Sebagai deskriptor,
konstanta ionisasi menyajikan informasi tentang tingkat
ionisasi, yang diketahui termasuk absorbsi dan distribusi dari
obat. Menurut Lien et al yang meriview penggunaan deskriptor
pada HKSA bahwa momen dipole menyandikan kekuatan
interaksi kepolaran.
Molekular polarisabilitas dan refraksi molar
mempunyai kedekatan hubungan sifat pengukuran pada
kerentanan molekul menjadi polar. Deskriptor tersebut sering
digunakan pada kondisi dimana dipol-induksi dipole dan
dispersi memainkan peranan penting dalam interaksi. Indeks
reaktifitas biasanya dikategorikan sebagai elektrofilik atau
nukleofilik tergantung dari kereaktifan dari tarikan yang
melibatkan serangan elektrofilik atau nukleofilik.
Metode yang berdasarkan medan gaya molekular klasik
dan metode kimia kuantum, masing-masing dapat digunakan
untuk meminimalkan energi potensial struktur molekul. Kedua
pendekatan tersebut dapat digunakan untuk perhitungan secara
9
trmodinamik dan momen dwikutub tetapi hanya metode kimia
kuantum yang dapat memperkirakan muatan-muatan atom,
energi orbital molekul, dan beberapa deskriptor elektronik
lainnya dalam studi HKSA. Metode kimia kuantum dapat
diaplikasikan dalam HKSA dengan menurunkan deskriptor
elektronik secara langsung dari fungsi gelombang molekular
(Katritzky et al, 1996).
Energi HOMO (Highest Occupied Molecul Orbital) dan
LUMO (Lowest Occupied Molecul Orbital), merupakan
deskriptor yang sangat populer dalam kimia kuantum. Orbital-
orbital ini memainkan peran yang sangat penting dalam
menentukan berbagai reaksi kimia dan dalam penentuan celah
pita elektronik. Energi HOMO berhubungan langsung dengan
potensial ionisasi dan sifat kerentanan molekul dalam
penyerangan terhadap elektrofil. Sedangkan LUMO
berhubungan dengan afinitas elektron. Selisih antara energi
HOMO dan LUMO (celah HOMO-LUMO) penting dalam
penentuan ukuran stabilitas molekul. Molekul dengan celah
HOMO-LUMO yang besar berarti molekul tersebut memiliki
stabilitas yang tinggi, sehingga memiliki reaktivitas yang
rendah dalam reaksi-reaksi kimia. Celah ini juga digunakan
pada perkiraan energi eksitasi terendah molekul (Katritzky et
al, 1996).
Ada tiga jenis sifat elektronik yang digunakan dalam HKSA
model LFER Hansch, yaitu :
1. Pengaruh berbagai substituent terhadap reaktivitas bagian
molekul yang tidak mengalami perubahan.
2. Sifat elektronik yang berikatan dengan tetapan ionisasi
(pKa) dan berhubungan dengan bentuk terionkan dan tak
terionkan dari suatu senyawa pada pH yang tertentu.
3. Sifat oksidasi-reduksi atau reaktivitas senyawa.
c. Parameter sterik
10
Bulk, ukuran dan bentuk suatu obat akan mempengaruhi
bagaimana obat mudah berikatan dan berinteraksi dengan situs
aktif. Substituen bulk dapat bertindak sebagai pelindung yang
cocok berinteraksi antara obat dan situs aktifnya. Sebagai
alternatif, substituen bulk dapat membantu obat berorientasi
dengan maksimum pada situs aktif dan meningkatkan aktivitas.
Sifat sterik sangat sulit untuk dihitung dibanding sifat
hidrofobik dan elektronik. Perhitungan sifat sterik bisa
dilakukan dengan metode molar refraksi, faktor sterik Taft’s,
parameter sterik Verloop dan indeks topologi (Patrick, 2009).
Deskriptor yang digunakan pada penelitian ini adalah
indeks topologi dan refraksi molar (MR). Indeks topologi
banyak digunakan sebagai deskriptor struktur pada model
hubungan kuantitatif struktur-aktifitas (HKSA) dan hubungan
kuantitatif sifat-struktur (HKSS). Indeks topologi menawarkan
cara yang mudah dalam pengukuran cabang molekul, bentuk,
ukuran, siklisitas, simetri, sentrisitas, dan kompleksitas
(Devillers, 1997). Indeks topologi menjelaskan bahwa suatu
struktur kimia, disebut sebagai grafik kimia, yaitu suatu model
kimia yang digunakan untuk menjelaskan sifat interaksi antara
obyek-obyek kimia (atom, ikatan, gugusan atom, molekul,
pasangan molekul, dan sebagainya). Pada penelitian ini
digunakan, yakni: Indeks Randic dan Indeks Harary dan Molar
Refraksi (MR).
a. Indeks Harary
Indeks Harary yang dinyatakan dengan H
diturunkan dari hubungan timbal balik (resiprokal) matriks
jarak dan memiliki sejumlah sifat-sifat yang menarik.
Indeks ini berdasarkan pada dugaan para kimiawan bahwa
situs-situs yang terletak berjauhan dalam suatu struktur
seharusnya memiliki pengaruh yang lebih kecil antara satu
11
dengan lainnya daripada situs-situs yang letaknya
berdekatan.
b. Indeks Randic
Indeks Randic atau indeks konektivitas molekular
Randic sangat mirip dengan indeks Zagreb, namun lebih
dapat diterima dan digunakan secara luas. Sesuai dengan
definisi yang diberikan, maka semakin rapat grafik, maka
akan semakin rendah harga χ (Ivanciuc dan Balaban,
1998).
c. Molar refraksi (MR)
Selain itu, pengukuran sterik yang diketahui
dengan refraksi molar. MR mengukur volume yang diisi
oleh suatu atom atau gugus atom. MR diperoleh dari
persamaan:
Dimana n adalah indeks refraksi, MW adalah berat
molekul, dan d adalah berat jenis. MW/d didefinisakn
sebagai volume, dan (n2 – 1)/(n2 + 2) merupakan faktor
koreksi yang didefinisikan bagaimana suatu substituen
dapat dengan mudah berpolar. Faktor koreksi menunjukan
signifikan jika substituen memiliki π elektron atau
pasangan elekron bebas (Patrick, 2000). Tetapan sterik
substituent dapat diukur berdasarkan sifat meruah gugus-
gugus dan efek gugus pada kontak obat dengan sisi
reseptor yang berlekatan.
2.2. Analisis Statistik HKSA model Hansch
Perhitungan statistik yang sering digunakan dalam hubungan
struktur dan aktivitas melalui parameter kimia fisika adalah regresi linier
dan non linier. Untuk mengetahui hubungan kuantitatif antara struktur kimia
dan aktivitas biologis melalui parameter kimia fisika, dapat dilakukan
perhitungan statistik dengan bantuan komputer, menggunakan program
12
SPSS, MICROSAT, ABSTAT, QSAR, STATGRAPICH, SIGMASTAT,
atau program statistik lain (Siswandono. 1995).
Penggunaan analisa statistik pada HKSA bertujuan untuk melihat
hubungan atau pengaruh deskriptor terhadap aktivitas dan hubungan antara
deskriptor dengan aktivitas adalah linier. Analisa regresi merupakan suatu
model matematis yang dapat digunakan untuk mengetahui bentuk hubungan
anatara dua atau lebih variabel. Tujuan analisa regresi adalah untuk
membuat perkiraan (prediksi) nilai suatu variabel bebas dengan variabel
terikat (Sutanto. 2011). Regresi linier merupakan persamaan yang
melibatkan dua variabel bebas dan terikat. Metode analisa regresi dibagi
menjadi dua yaitu analisa regresi linier sederhana dan analisa regresi
berganda/multilinier atau analisa multi regression linier.
Analisa statistik Multiple Linier Regression (MLR) merupakan
suatu analisa statistik yang melibatkan dua atau lebih variabel bebas
(independen) terhadap satu variabel terikat (dependent). Analisa suatu
persamaan regresi ditentukan oleh beberapa kriteria statistik untuk
memperoleh keabsahan atau validitas persamaan yang diperoleh, yakni:
1. Nilai r (koefisien korelasi) menunjukan tingkat hubungan antara data
aktivitas biologis pengamatan percobaan dengan data hasil perhitungan
berdasarkan persamaan yang diperoleh dari analisis regresi. Koefisien
korelasi adalah angka yang bervariasi mulai dari -1 sampai 1. Semakin
tinggi nilainya semakin baik hubungannya. Untuk mendapatkan nilai
korelasi yang dapat diterima tergantung jumlah data penelitian.
Semakin banyak jumlah data semakin rendah koefisien korelasi atau
nilai r yang dapat diterima.
2. Nilai r2 menunjukan berapa % aktivitas biologis yang dapat dijelaskan
hubungannya dengan parameter sifat kimia fisika yang digunakan.
Contoh : suatu hubungan yang mempunyai koefisien korelasi (r) =
0.990 berarti dapat menjelaskan (0.990)2 x 100% = 98 % dari antar data.
3. Nilai F menunjukan kemaknaan hubungan bila dibandingkan dengan
tabel F. Makin besar nilai F makin besar derajat kemaknaan hubungan.
Nilai F adalah indikator bilangan untuk menunjukan bahwa hubungan,
13
yang dinyatakan oleh persamaan yang didapat, adalah benar atau
merupakan kejadian kebetulan.
4. Nilai t menunjukan perbedaan koefisien regresi a, b, c dan d dari
persamaan regresi bila dibandingkan dengan tabel t.
5. Nilai SE (simpang baku) menunjukan nilai variasi kesalahan dalam
percobaan.
6. PRESS (Prediction Residual Sum of Square) menggambarkan suatu
persamaan dapat memprediksi aktivitas. Semakin kecil suatu nilai
PRESS pada suatu persamaan atau model maka dipilih sebagai
persamaan terbaik untuk memprediksi nilai aktivitas.
2.3. Asam Sinamat
Dalam kimia biologi, asam sinamat merupakan kunci kunci
intermediet pada jalur sikimat dan phenylpropanoid. Asam sikimat
merupakan precursor dari banyak turunanan alkaloid, asam amino aromatic,
dan indol. Asam sikimat ditemukan dalam bentuk bebas, dan terutama
dalam bentuk ester (etil, cinamil, benzyl), dalam jenis minyak esensial, resin
dan balsam, minyak cinnamon, balsam Peru dan balsam Tolu, dll. Asam
sinamat memainkan peran vital dalam sintesis senyawa penting. Sebagai
contoh, turunan asam sinamat dapat diubah menjadi senyawa yang penting
termasuk stiren dan stilbn melalui reaksi dekarboksilasi. Turunan asam
sinamat dikategorikan berdasarkan profil farmakologinya, yakni : Anti TB,
antidiabetis, antioksidan, antimikroba, hepatoprotektif, despresan CNS,
Antikolesterolemik, antijamur dan fungitoksik, antihiperglikemik,
antimalaria, antiviral, anxiolitik, sitotoksik, antiinflamasi (Sharma, 2011).
Beberapa turunan asam sinamat mempunyai aktivitas antiinflamasi
yang telah banyak diketahui, yakni: Etil p-metoksisinamat, turunan caffeic
acid, turunan ferulic acid, turunan hidroksisinamat, dll. Berikut turunan
asam sinamat yang memiliki aktivitas antiinflamasi yang diperoleh dari
penelitian yang dilakukan Nguyen et al [1] (2015), Liu et al [2] (2014), dan
Da Cunha et al [3] (2004).
14
Tabel 2.1. Turunan Asam sinamat dengan sifat antiinflamasi
No Nama dan Struktur senyawa Kode
IC50
µM
1
Caffeic Acid Octyl Ester [3]
A1
2.4
2
(E)-3-(3,4-Dihydroxyphenyl)-N-(4-fluorophenyl)acrylamide [2]
A2
3.7
3
(E)-N-(3,5-Difluorophenyl)-3-(3,4-
dihydroxyphenyl)acrylamide [2]
A3
4.1
4
Caffeic acid phenetyl ester [3]
A4
4.8
5
(E)-N-(2-(Benzo[d][1,3]dioxol-5-yl)ethyl)-3-(3,4-
dihydroxyphenyl)acrylamide [2]
A5
5.0
6
(E)-3-(3,4-Dihydroxyphenyl)-N-(4-methoxyphenyl)acrylamide
[2]
A6
5.2
15
7
(E)-N,N-Dibutyl-3-(3,4-dihydroxyphenyl)acrylamide [2]
A7
6.1
8
(E)-N-(2-(1H-Indol-3-yl)ethyl)-3-(3,4-
dihydroxyphenyl)acrylamide [2]
A8
6.7
9
(E)-3-(3,4-Dihydroxyphenyl)-N-(3-
(trifluoromethyl)phenyl)acrylamide [2]
A9
7.9
10
Caffeic acid butil ester [3]
A10
8.4
11
Caffeic acid benzyl ester [3]
A11
10.7
12
Caffeic acid ethyl ester [3]
A12
11.9
16
13
1-O-caffeoylglycerol [1]
A13
18.5
14
Caffeic acid methyl ester [1]
A14
21.4
15
Caffeoylglycolic acid methyl ester [1]
A15
29
2.4. Etil p-metoksisinamat
Etil p-metoksisinamat (EPMS) merupakan salah satu senyawa yang
diperoleh dari rimpang kencur (Kaemferia galanga L.), dan telah banyak
digunakan sebagai pengobatan nyeri dan peradangan, senyawa ini juga
menunjukan aktivitas penghambat proliferasi sel tumor pada jaringan
epidermis tikus dan papiloma (Ekowati et al, 2012). EPMS termasuk
kedalam senyawa ester yang mengandung cincin benzene dan gugus
metoksi yang bersifat nonpolar dan juga gugus karbonil yang mengikat etil
yang bersifat sedikit polar (Rosbina, 2009). EPMS telah dilaporkan
mempunyai anti-tuberkolosis, nematisidal, penolak nyamuk, larvasidal,
antineoplastic dan potensi anti microbial (Umar et al, 2014).
Gambar 2.2. Struktur umum senyawa etil p-metoksisinamat
17
2.5. Ester
Ester adalah suatu senyawa organik yang terbentuk melalui
pergantian satu (atau lebih) atom hidrogen pada gugus karboksil dengan
suatu gugus organik. Kebanyakan ester tersebar luas pada semua senyawa
alam. Sebagai contoh, metil butanoat ditemukan pada minyak nanas dan
isopentil asetat merupakan senyawa pokok minyak pisang (Mc Murry,
2008). Penamaan ester terdiri dari dua kata, kata pertama adalah nama gugus
alkil yang terikat pada oksigen ester sedangkan kata kedua berasal dari nama
asam karboksilatnya, dengan membuang kata asam (Inggris: -ic acid
menjadi –ate) (Siswandono, 2000). Pada dasarnya ester merupakan asam
karboksilat dengan menghilangkan gugus hidrogen dan digantikan oleh
gugus R dan ester merupakan senyawa yang mempunyai aroma yang enak
dan aroma yang tercium dari buah-buahan, misalnya : propil pentanoat
(nanas), etil butanoat (Winter, A., 2005).
Gambar 2.3, Struktur umum senyawa ester
Esterifikasi adalah reaksi pembentukan ester. Reaksi ini dapat dilakukan
dengan berbagai cara:
1. Reaksi antara asam karboksilat dengan alcohol
RCOOH + R’OH → RCOOR’ + H2O
2. Reaksi antara halide asam dengan alcohol
RCOCl + R’OH → RCOO’R + HCl
3. Reaksi antara anhidrida dan alcohol
(RCO)2O + R’OH → RCOOR’ + RCOOH
4. Reaksi antara suatu karboksilat dan alkil halid relatif
RCOOH + R’X → RCOOR’ + HX
Esterifikasi yang melibatkan alcohol dan asam karboksilat dengan
adanya katalis asam dan basa, hanya akan memberikan hasil yang baik
terhadap alcohol primer, sedangkan dengan alcohol sekunder dan tersier
tidak memberikan hasil yang diharapkan (Kammoun, dkk. 1997).
18
2.6. Amida
Suatu amida ialah suatu senyawa yang mempunyai nitrogen trivalent
yang terikat pada suatu gugus karbonil. Suatu amida diberi nama dari asam
karboksilat induknya, dengan mengubah imbuhan asam …-oat (atau –at)
menjadi –amida.
Gambar 2.4, Contoh penamaan Amida
Amida disintesis dari derivat asam karboksilat dan amonia atau
amina yang sesuai. Reaksi pembentukan sebagai berikut:
Gambar 2.5. Reaksi pembuatan amida (Sumber: Fessenden & Fessenden, 1999)
Reaksi pembentukan amida dapat dilakukan secara industry maupun
secara laboratorium. Amida asam lemak pada industri oleokimia dapat
dibuat dengan mereaksikan asam lemak atau metil ester dengan suatu amina
(Maag, 1984). Amida asam lemak dibuat secara sintesis pada industri
oleokimia dalam proses batch, dimana ammonia dan asam lemak bebas
bereaksi pada suhu 200oC dan tekanan 345 – 690 kpa selama 10 – 12 jam.
Dengan proses tersebutlah dibuat amida primer seperti lauramida,
stearamida, dll.
R’2NH
R’2NH
R’2NH
RCNR’2
O
19
Amida primer juga dibuat dengan mereaksikan ammonia dengan
metil ester asam lemak. Reaksi ini mengikuti konsep HSAB dimana H+ dari
ammonia merupakan hard acid yang mudah bereaksi dengan hard base
CH3O- untuk membentuk metanol. Sebaliknya NH2
- lebih soft-base
dibandingkan dengan CH3O- akan terikan dengan R-CO- yang lebih soft
acid dibandingkan H+ membentuk amida.
Gambar 2.6. Reaksi pembuatan amina primer
Pembuatan amida sekunder dilakukan dengan mereaksikan asam
lemak dengan amina.
Gambar 2.7. Reaksi pembuatan amina sekunder
Senyawa amina yang digunakan untuk reaksi tersebut antara lain
etanolamin, urea, anilin, dietanolamin, asetamid, dll yang jika direaksikan
dengan asam lemak ada suhu tinggi, 150o C – 200oC akan membentuk suatu
amida dan melepaskan air.
Senyawa amida mempunyai banyak kegunaan dalam bidang-bidang
tertentu, salah satu contoh yang paling nyata adalah senywa sulfonamida.
Sulfonamida adalah suatu senyawa kemoterapeutik yang digunakan
didalam pengobatan untuk mengobati bermacam-macam penyakit infeksi,
antara lain disentri baksiler yang akut, radang usus dan untuk mengobati
infeksi yang telah resisten terhadap antibiotikan (Nuraini, W., 1998) dan
juga N-Steroyl Glutamida yang berguna sebagai surfaktan dan antimikroba
(Miranda, 2003).
Amida berperan untuk mempengaruhi polimer yang melebur agar
terlepas dari permukaan wadah logam pengolahan resin. Sebagai pelumas
internal, amida berperan untuk mengurangi gaya kohesi dari polimer dan
meningkatkan aliran polimer pada proses pengolahanya (Reck, 1984).
20
2.7. Inflamasi
Inflamasi merupakan respon imun yang terjadi secara imunologi
saat sel diaktifkan untuk merespon organisme asing asing atau melepaskan
antigen yang menghasilkan respon inflamasi akut atau kronik (Kaztung,
2006). Mekanisme pertahanan merupakan bagian dari host yang diketahui
membawa reaksi inflamasi seperti pelepasan histamin, bradykinin dan
prostaglandin (Siju et al., 2012). Proses inflamasi merupakan suatu
mekanisme perlindungan dimana tubuh berusaha untuk menetralisir dan
membasmi agen-agen yang berbahaya pada tempat cedera dan untuk
mempersiapkan keadaan untuk perbaikan jaringan (Joyce & Eveyln, 1996).
Respon inflamasi terjadi dalam tiga fase dan diperantarai
mekanisme yang berbeda: (1) Fase akut, dengan ciri vasodilatasi lokal dan
peningkatan permeabilitas kapiler, (2) Reaksi lambat, tahap subakut dengan
ciri infiltrasi sel leukosit dan fagosit; dan (3) Fase proliferatife kronik, saat
degenerasi dan fibrosis terjadi (Dept. Farmakologi dan Teurapetik, 2007).
Lima ciri khas dari inflamasi, dikenal sebagai tanda-tanda utama inflamasi,
adalah kemerahan, panas, pembengkakan (edema), nyeri dan hilangnya
fungsi.
21
Gambar 2.8, Mekanisme inflamasi melalui jalur asam arakidonat
(Sumber: Claria, 2003)
Secara in vitro terbukti bahwa prostaglandin E2 (PGE2) dan
protasiklin (PGI2) dalam jumlah nanogram, menimbulkan eritema,
vasodilatasi dan peningkatam aliran darah lokal. Histamin dan bradikinin
dapat meningkatkan permeabilitas vascular, tetapi efek vasodilatasinya
tidak besar. Dengan penambahan sedikit PG, efek eksudasi histamine
plasma dan bradikinin menjadi lebih jelas. Migrasi leukosit ke jaringan
radang merupakan aspek penting dalam proses inflamasi. (Ganiswarna,
1995).
Prostaglandin mempunyai efek yang bermacam-macam terhadap
pembuluh darah, terhadap ujung saraf (nerve ending), dan terhadap sel yang
terlibat dalam peradangan. Leukotriene mempunyai efek kemotaktik yang
kuat terhadapp eosinophil, neutrophil, dan makrofag serta meningkatkan
bronkokonstriksi dan perubahan permeabilitas vascular (Katzung. 2006).
22
2.8. Enzim Siklooksigenase 2 (COX-2)
Enzim adalah suatu kelompok protein yang menjalankan dan
mengatur perubahan-perubahan kimia dalam sistem biologi, zat ini
dihasilkan oleh organ-organ hewan dan tanaman, yang secara katalitik
menjalankan berbagai reaksi, seperti pemecahan hidrolisis, oksidasi,
reduksi, isomerasi, adisi, transfer radikal dan kadang-kadang pemutusan
rantai karbon (Hammes & Hopper, 2005).
Enzim siklooksigenase merupakan enzim yang mengkatalisis
pembentukan prostaglandin, suatu mediator inflamasi, dan produk
metabolisme asam arakidonat. Enzim COX terdiri dari 2 iso-enzim yaitu
COX-1 dan COX-2. Enzim COX-1 ber-sifat konstitutif untuk memelihara
fisiologi normal dan homeostasis, sedangkan COX-2 merupakan enzim
yang terinduksi pada sel yang mengalami inflamasi oleh sitokin, endotoksin,
dan faktor per-tumbuhan (growth factors). COX-2 juga berperan dalam
proliferasi sel kanker. Ekspresi berlebihan COX-2 ditemukan pada
kebanyakan tumor.
Penemuan isoform COX-2 membuka lem-baran baru penelitian
yang didasarkan pada asum-si bahwa patologis prostaglandin (PG)
diproduksi oleh induktif yang isoform, sedangkan fisiologis prostaglandin
diproduksi oleh konstitutif COX-1 (Zukhurullah, 2012).
2.9. Protein dan Asam Amino
Asam amino merupakan suatu susunan protein. Protein dari semua
spesies, dari bakteri sampai manusia, terdiri dari kumpulan dari 20 asam
amino standar yang sama. Sembilan belas di antaranya adalah asam α-amino
dengan gugus amino primer (-NH3+) dan asam karboksilat (karboksil; -
COOH) yang terikat pada atom karbon pusat, yang disebut atom α-karbon
(Cα) karena berdekatan dengan gugus karboksil dan juga terikat pada atom
Cα yaitu atom hidrogen dan variabel rantai samping atau gugus 'R'. Nama-
nama asam amino sering disingkat menjadi tiga huruf atau satu huruf.
Contoh: prolin disingkat Pro atau P (Hammes & Hopper, 2005).
Asam amino adalah struktur penyusun polimer protein. Asam amino
merupakan senyawa yang memiliki atom hidrogen, gugus karboksil, dan
gugusamino yang terikat pada atom karbon yang sama (karbon-α). Selain
23
tiga gugus tersebut, terdapat juga gugus R yang merupakan rantai samping
yang akan membedakan tiap asam amino dalam hal struktur, ukuran, dan
muatan listrik. Terdapat 20 jenis asam amino umum yang menyusun protein
(Gambar 2.6). Asam amino yang pertama kali ditemukan adalah asparagin
pada tahun 1806, sedangkan asam amino yang terakhir kali ditemukan
adalah treonin, yang belum teridentifikasi hingga 1938 (Nelson & Cox,
2008).
Ada 20 asam amino standar yang hanya berbeda dalam struktur
rantai samping atau gugus 'R'. Asam amino tersebut dapat dibagi menjadi
kelompok-kelompok kecil berdasarkan kesamaan dalam sifat-sifat rantai
sampingnya. (Hammes & Hopper, 2005).
Gambar 2.9. Asam amino alifatik bersifat hidrofobik
(Sumber: Hammes & Hopper, 2005).
24
Gambar 2.10. Asam amino aromatik bersifat hidrofobik
(Sumber: Hammes & Hopper, 2005).
Gambar 2.11, Asam amino bermuatan bersifat ionik
(Sumber: Hammes & Hopper, 2005).
Gambar 2.12, Asam amino tak bermuatan bersifat polar
(Sumber: Hammes & Hopper, 2005).
Urutan linear asam amino yang bergabung melalui ikatan peptida
disebut struktur primer protein. Posisi ikatan kovalen disulfida antara residu
25
sistein juga termasuk dalam struktur primer. Gabungan antara dua struktur
primer membentuk struktur protein sekunder. Struktur sekunder protein ini
mengacu pada lipatan teratur daerah dari rantai polipeptida. Dua jenis
struktur sekunder adalah α-helix dan β-pleated sheet. α-helix berbentuk
silinder, rangkaian heliks asam amino seperti batang dalam rantai
polipeptida yang ditahan oleh ikatan hidrogen yang sejajar dengan sumbu
helix. Dalam β-pleated sheet, ikatan hidrogen terbentuk antara bagian yang
berdekatan dari polipeptida yang baik berjalan di arah yang sama (β-pleated
sheet paralel) atau dalam arah yang berlawanan (β-pleated sheet
antiparalel). β-membalikkan arah rantai polipeptida dan seringkali
ditemukan terhubung dengan ujung β-pleated sheet antiparallel (Hammes &
Hopper, 2005).
Protein dapat diklasifikasikan berdasarkan kelarutan, bentuk,
fungsi biologis, atau struktur tiga dimensinya. Berdasarkan fungsi biologis
tersebut, protein dapat diklasifikasikan sebagai enzim (dehidrogenase,
kinase), protein penyimpanan (feritin, mioglobin), protein pengatur (protein
pengikat DNA, hormon polipeptida), protein struktural (kolagen,
proteoglikan), protein pelindung (faktor pembekuan darah, imunoglobulin),
protein pengangkut (hemoglobin, lipoprotein plasma), dan protein
kontraktil/ motil (aktin, tubulin) (Murray et al, 2003).
2.10. Interaksi Protein dengan Ligan
A. Ikatan Hidrogen
Ikatan hidrogen adalah interaksi antara atom hidrogen
bermuatan positif parsial dalam dipol molekuler dengan elektron tidak
berpasangan dari atom lain, baik pada molekul yang sama maupun
molekul yang lain. Secara normal, atom hidrogen membentuk ikatan
hidrogen hanya dengan satu atom lainnya, namun atom hidrogen yang
terikat secara kovalen dengan atom donor elektronegatif dapat
berinteraksi membentuk ikatan hidrogen dengan atom akseptor.
Ikatan hidrogen yang terkuat memiliki susunan atom donor,
atom hidrogen, dan atom akseptor pada garis lurus (Lodish, et al., 2008).
Atom yang mengikat atom hidrogen dinamakan atom donor,
26
pasangannya adalah atom akseptor. Jika salah satu atau kedua atom pada
ikatan hidogen bermuatan penuh, maka interaksi keduanya akan lebih
kuat. Jika keduanya bermuatan penuh, energi ikatan diantaranya sangat
tinggi dan pasangan ion ikatan hidrogen tersebut dinamakan jembatan
garam (Petsko & Ringe, 2003).
Secara umum, ikatan hidrogen didasari dengan donor X-H dan
akseptor A, yakni X–H---A. Jika ikatan hidrogen diperpanjang di sisi
akseptor sebagai X–H---A–Y, sudut akseptor H---A–Y juga dapat
didefinisikan (Desiraju & Steiner, 1999).
B. Ikatan Ionik
Ikatan ion terbentuk antara gugus – gugus yang memiliki muatan
yang berlawanan dan sangat penting untuk beberapa interaksi ikatan
obat-target. Beberapa pengantar pesan kimia alami tubuh berinteraksi
melalui ikatan ion (Patrick, 2001).
C. Ikatan van der Waals
Interaksi van der waals adalah interaksi lemah yang muncul
diantara gugus – gugus hidrofobik seperti cincin aromatik dan gugus
alkil. Interaksi ini muncul disebabkan adanya fluktuasi acak dalam
densitas elektron sehingga membentuk daerah sementara yang kaya
elektron atau sedikit elektron. Daerah kaya elektron pada satu molekul
akan menarik daerah yang elektronnya sedikit pada molekul lain.
Interaksi ini lebih lemah dari ikatan ion dan ikatan hidrogen dan
melibatkan molekul hidrogen netral (Patrick, 2001).
Energi ikatan van der Waals terbilang kecil, yaitu sekitar 2-4
kJ/mol per-pasang atom (Berg, Tymoczko, & Stryer, 2007). Interaksi
van der Waals berkurang ketika jarak antar atom menjauh, maka hanya
atom yang saling berdekatan (hanya terpisah 5 Ǻ atau kurang) yang
memungkinkan terjadinya interaksi ini Interakasi var der Waals yang
ada pun biasanya lemah, namun jumlahnya yang banyak pada protein
memberikan peran yang cukup besar (Petsko & Ringe, 2003).
D. Ikatan Hidrofobik
27
Hidrokarbon adalah molekul yang terdiri atas karbon dan
hidrogen dan tidak larut dalam air. Ikatan kovalen antara dua atom
karbon dan antara atom karbon dan atom hidrogen adalah ikatan
nonpolar yang paling umum dalam sistem biologis. Molekul nonpolar
tidak mengandung gugus bermuatan, momen dipol, atau terhidrasi,
sehingga tidak larut atau hampir tidak larut dalam air. Karenanya,
mereka disebut hidrofobik (Lodish, et al., 2008).
Interaksi hidrofobik merujuk pada kecenderungan senyawa
nonpolar untuk bergabung satu sama lain dalam lingkungan encer
(Murray, Granner, Mayes, & Rodwell, 2003). Molekul nonpolar juga
dapat bergabung melalui interaksi van der Waals walaupun lemah.
Gabungan antara interaksi hidrofobik dan van der Waals membuat
molekul hidrofobik cenderung berinteraksi dengan satu sama lainnya,
bukan dengan air. Sederhananya, sesuai kaidah like dissolves like,
molekul polar terlarut dalam pelarut polar seperti air, sementara molekul
nonpolar terlarut dalam pelarut nonpolar seperti heksan (Lodish, et al.,
2008).
2.11. Molecular docking (Penambatan Molekul)
Penambatan molekul atau molecular docking adalah prosedur
komputasional yang digunakan untuk memprediksikan ikatan non-kovalen
makromolekul, lebih sering, sebuah molekul besar (reseptor) dan sebuah
molekul kecil (ligan) secara efisien, dimulai dari struktur-struktur yang
tidak saling berikatan struktur yang ditemukan dari simulasi dinamika
molekul, homology modeling, dan lain-lain (Arry Yanuar, 2012). Molecular
docking adalah metode yang memprediksi orientasi sebuah molekul ketika
berikatan satu sama lain membentuk kompleks yang stabil. Orientasi dapat
digunakan untuk memprediksi kekuatan asosiasi atau afinitas bidding antara
dua molekul yang digunakan sebagai contoh scoring function. (Bachwani
Mukesh et al, 2011).
Penambatan molekuler digunakan untuk memprediksi struktur
kompleks intermolekuler yang terbentuk antara dua atau lebih molekul.
Kasus paling menarik adalah interaksi ligan dan protein karena
28
penerapannya pada bidang kedokteran. Ligan adalah molekul kecil yang
berinteraksi dengan lokasi ikatan protein. Lokasi ikatan adalah daerah
protein yang diketahui aktif dalam pembentukkan senyawa. Ada beberapa
konformasi mutual yang memungkinkan di mana ikatan dapat terjadi. Hal
tersebut dinamakan model ikatan.
Hubungan antara molekul biologis yang relevan seperti protein,
asam nukleat, karbohidrat, dan lipid memainkan peran sentral dalam
transduksi sinyal. Selanjutnya, orientasi relatif dari dua pasangan yang
berinteraksi dapat mempengaruhi jenis sinyal yang dihasilkan. Oleh karena
itu docking berguna untuk memprediksi baik kekuatan dan jenis sinyal yang
dihasilkan. Docking sering digunakan untuk memprediksi orientasi ikatan
kandidat obat bermolekul kecil terhadap target proteinnya untuk
memprediksi afinitas dan aktivitas molekul kecil. Maka docking memainkan
peran penting dalam desain obat secara rasional (Bachwani Rakesh, 2011).
Fokus Penambatan molekul untuk mensimulasikan secara
komputasi proses pengenalan molekul. Tujuan dari Penambatan molekul
adalah untuk mencapai konformasi yang optimal untuk kedua protein dan
ligan serta orientasi relatif antara protein dan ligan sehingga energi bebas
dari sistem secara keseluruhan diminimalkan. Proses komputasi mencari
ligan yang cocok baik secara geometris dan energi ke situs pengikatan
protein ini disebut penambatan molekul. Penambatan molekul membantu
dalam mempelajari obat / ligan atau interaksi reseptor / protein dengan
mengidentifikasi situs aktif yang cocok pada protein, mendapatkan geometri
terbaik dari ligan - kompleks reseptor, dan menghitung energi interaksi dari
ligan yang berbeda untuk merancang ligan yang lebih efektif (Bachwani
Mukesh, 2011).
Untuk melakukan skrining penambatan, syarat pertama adalah
struktur protein yang dikehendaki. Biasanya struktur telah ditentukan
dengan menggunakan teknik biofisik seperti kristalografi sinar-X, atau
spektroskopi NMR. Struktur protein dan basis data ligan yang potensial ini
berfungsi sebagai input untuk program docking. Keberhasilan program
29
docking tergantung pada dua komponen: pencarian algoritma dan fungsi
scoring (Bachwani Mukesh, 2011).
Beberapa algoritma penambatan yang umum digunakan antara lain
dinamika molekuler, metode Monte Carlo, algoritma genetika, Fragment-
based methods, point complementary methods, distance geometry methods,
tabu searches, dan systematic searches. Dua pendekatan yang paling
populer adalah metode Monte Carlo dan algoritma genetika (Kitchen,
Decornez, Furr, & Bajorath, 2004).
Setelah melalui beberapa metode algoritma penambatan seperti
yang dijelaskan di atas, proses penambatan molekuler dilanjutkan dengan
fungsi penilaian untuk memperkirakan energi bebas dari ligan dalam model
ikatannya. Fungsi penilaian dikelompokkan menjadi beberapa bagian yaitu
berdasarkan empiris, berdasarkan force field, dan berdasarkan pengetahuan
(knowledge-based) (Tiikkainen, 2010). Proses penambatan molekuler
menyangkut prediksi konformasi ligan dan orientasi (penentuan posisi)
dengan sisi penambatan yang ditargetkan. Aspek teoritis mengenai
penambatan molekuler dilakukan dengan memprediksikan posisi suatu
ligan [I] pada suatu makromolekul protein [E] dibawah kondisi ekuilibrum
(conformational search).
Fungsi scoring dapat memprediksi afinitas ikatan antara
makromolekul dengan ligan. Identifikasi ini didasarkan pada beberapa teori
seperti teori energi bebas Gibbs. Nilai energi bebas Gibbs yang kecil
menunjukkan bahwa konformasi yang terbentuk adalah stabil, sedangkan
nilai energi bebas Gibbs yang besar menunjukkan tidak stabilnya kompleks
yang terbentuk. Sedangkan penggunaan algoritma berperan dalam
penentuan konformasi (docking pose) yang paling stabil dari pembentukan
kompleks (Funkhouser, 2007).
Berdasarkan interaksi yang terjadi, terdapat beberapa jenis
molecular docking, yaitu:
- Docking protein / ligan kecil
- Docking protein / peptida
- Docking protein / protein
30
- Docking protein / nukleotida (Bachwani Mukesh, 2011)
2.12. Protein Data Bank (PDB)
Protein Data Bank (PDB; http://www.rcsb.org/pdb/) adalah sebuah
dokumen atau kumpulan data eksperimental struktur tiga dimensi dari
makromolekul biologis, yang sekarang berjumlah lebih dari 32.500
(Berman, et al., 2000), termasuk protein dan asam nukleat. Molekul –
molekul tersebut adalah molekul yang ditemukan di semua organisme
termasuk bakteri, ragi, tanaman, lalat, hewan lain, dan manusia. Informasi
ini dapat digunakan untuk membantu menyimpulkan peran struktur dalam
kesehatan manusia dan penyakit, dan dalam pengembangan obat. Struktur
yang terdapat dalam arsip ini mulai dari protein kecil dan potongan-
potongan DNA sampai molekul kompleks seperti ribosom (RCSB, 2014).
2.13. PubChem
PubChem (http://PubChem.ncbi.nlm.nih.gov) adalah gudang
informasi molekuler untuk umum, sebuah karya ilmiah dari Institut
Kesehatan Nasional Amerika (US National Institutes of Health / NIH). Basis
data PubChem memiliki lebih dari 27 juta catatan struktur kimia khusus dari
senyawa yang berasal dari hampir 70 juta senyawa endapan, dan berisi lebih
dari 449.000 catatan bioassay dengan lebih dari ribuan biokimia in vitro dan
skrining berbasis sel, dengan menargetkan lebih dari 7000 protein dan gen
yang terhubung dengan lebih dari 1,8 juta senyawa (Xie, 2010). Pada situs
PubChem ini dapat diunduh struktur kimia dari suatu senyawa secara gratis
yang dibutuhkan dalam studi penambatan molekul.
2.14. Autodock
Autodock merupakan program penambatan molekuler yang efektif
yang secara cepat dan akurat dapat memprediksi konformasi dan energi dari
suatu ikatan antara ligan dan target makromolekul. Autodock terdiri dari
dua program utama, yaitu Autodock dan Autodock grid. Autodock untuk
melakukan penambatan molekuler ligan dan protein target dengan set grid
yang telah terdeskripsi. Pendeskripsian ini dilakukan sebelumnya dengan
Autogrid. Untuk memungkinkan pencarian konformasi, Autodock
membutuhkan ruang pencarian dalam sistem koordinat dimana posisi ligan
dianggap akan terikat (Morris et al., 2009).
31
2.15. Autodock Vina
AutoDock Vina adalah salah satu perangkat lunak yang tepat dan
dapat diandalkan yang tersedia untuk penemuan obat, penambatan molekul
dan skrining virtual yang dirancang dan diterapkan oleh Dr. Oleg Trott.
Vina menawarkan fungsi yang beragam, tingkat kinerja tinggi dan
meningkatkan akurasi untuk mempermudah penggunaan. Perangkat lunak
ini dapat dioperasikan dengan bantuan AutoDockTools (ADT) atau
instruksi command line (Sandeep, Nagasree, Hanisha, Murali, & Kumar,
2011).
2.16. Pymol
PyMOL merupakan salah satu program visualisasi yang digunakan
untuk memahami suatu struktur biologi dan dapat menampilkan gambar tiga
dimensi yang berkualitas dan mampu menyajikan tampilan struktur dalam
beberapa warna dari suatu molekul kecil maupun makromolekul seperti
protein. Visualisasi sangatlah penting untuk lebih memahami dan
mendalami struktur suatu molekul. Perangkat lunak ini dikomersilkan oleh
DeLano Scientific LLC (Delano & Bromberg, 2004).
2.17. Marvin Skecth
Marvin sketch merupakan suatu program yang dapat digunakan
untuk menggambar dan mengedit struktur, reaksi, atau menghitung struktur
data kimia dengan operasi yang intuitif. MarvinSketch juga dapat
menetapkan stereokimia, charge, valensi, radikal dan isotop untuk setiap
atom. Marvin Sketch juga dapat digunakan untuk penambahan hidrogen dan
membuat struktur 2 dimensi dan 3 dimensi.
32
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1. Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian dilaksanakan bertempat di Fakultas Kedokteran dan Ilmu
Kesehatan (FKIK) Universita Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta dan
di Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Serpong selama bulan
Februari hingga Mei 2015.
3.2. Alat
3.2.1. Perangkat Keras
Notebook Acer (4750z Aspire series) dengan spesifikasi Intel®
pentium® CPU (B940 @ 2.00GHz (2 CPUS), ~2.00 GHz), RAM (Random
Access Memory) 2.00 gigabyte, dan Graphic Card (Intel® HD Graphics
Family) 798 megabyte. Notebook terhubung dengan AC/DC adapter dan
terkoneksi internet.
3.2.2. Perangkat Lunak
Sistem operasi menggunakan Windows 7 Ultimate 32 bit, Autodock
Tools, Python 2.5.2 dan MGLTools 1.5.6 (Scripps Research Institute),
Discovery Studio 3.5 Visualizer (Accelrys Enterprise Platform),
Hyperchem 8.0, Open Babel 2.3.2, Autodock Vina, Pymol (De Lano
Scitientific LLC), SPSS 16.0.0, LigPlot+ 1.4.5, Marvin Sketch 5.5.1.0
(http://www.chemaxon.com), ACD/Labs 2012 (www.acdlabs.com), Protein
Data Bank (http://www.rcsb.org/pdb).
3.3. Bahan
3.3.1. Training Set dan Test Set
Training set dan test set didapatkan dari literatur dari pengujian
secara in vitro. Data training set dan test yang digunakan harus seragam dari
segi jenis pengujian, aktivitas dan kemiripan struktur.
3.3.2. Molekul Tiga Dimensi (3D)
Molekul tiga dimensi COX-2 diunduh dari Bank Data Protein
melalui situs http://www.rcsb.org/pdb. Molekul protein yang dipilih adalah
dengan kode 1CX2 dan diunggah dengan format text (gz) atau .pdb
33
3.3.3. Struktur Tiga Dimensi (3D) Ligan Amidasi EMPS
Ligan yang digunakan adalah ligan dari amidasi etil p-
metoksisinamat (EPMS) yang dibuat dengan Marvin Sketch dengan format
.mol.
3.4. Cara Kerja
3.4.1. Penyiapan Model HKSA
a. Pemodelan Training Set dan Test Set
Training set dan test set yang didapatkan dari literatur dan dibuat
ke dalam bentuk 2 dimensi menggunakan Marvin Skecth, kemudian
optimasi ke dalam bentuk 3 dimensi pada menu structure → clean 3d
dan disimpan kedalam format .mol. Training set yang digunakan untuk
membangun persamaan sebanyak 11 struktur yang dipilih secara acak
dan sisanya digunakan untuk Test set untuk mevalidasi persamaan.
b. Pemilihan Deskriptor
Pemilihan deskriptor berdasarkan parameter hidrofobitas,
parameter elektronik, dan parameter sterik. Parameter hidrofobik
menggunakan deskriptor Log P, parameter elektronik menggunakan
descriptor EHOMO, ELUMO, Selisih EHOMO-LUMO dan Polarisabilitas,
parameter sterik menggunakan deskriptor indeks topologi menggunakan
indeks Randic dan Harary serta molar refraksi (MR). Kemudian,
masing-masing training set dan test dihitung nilai deskriptor
menggunakan software Marvin Skecth untuk menghitung deskriptor log
P dan indeks topologi, ACD Labs untuk menghitung MR dan
Polarisabilitas dan Hyperchem 8.0 untuk menghitung EHOMO dan ELUMO.
c. Analisa Korelasi Statistik
Nilai dari tiap-tiap deskriptor dari training set yang sudah
dihitung (variabel bebas), kemudian dianalisa korelasi atau
hubungannya dengan nilai aktivitas biologis (variabel tergantung) pada
tingkat kepercayaan 95% (0.05) dengan menggunakan software SPSS
16.0.0. Analyze → correlate → bivariate
d. Analisa Multiple Linies Regression (MLR)
Rekapitulasi nilai dari tiap-tiap deskriptor training set dan nilai
dari aktivitas biologis, kemudian diinputkan ke dalam tabel yang dibuat
34
di program SPSS 16.0.0. Masukan varibel dependent adalah aktivitas
biologis dan variabel independent adalah deskriptor Setelah itu
dilakukan analisa multiregresi untuk mendapatkan prediksi model
dengan metode backward. Pemilihan akhir model ditentukan dengan
nilai R dan R2 > 0.8, Fhit > Ftab. Analyze → regression →linier.
e. Validasi Persamaan HKSA
Validasi persamaan HKSA dengan menggunakan test set untuk
menghitung nilai dari RMSD (Root Mean Square Deviation) < 1 dan
PRESS (Prediction Residual Sum of Square) < 1.
3.4.2. Penambatan Molekul
A. Penyiapan Struktur Molekul COX-2
Pengunduhan makromolekul COX-2 dari Bank Data Protein melalui
situs http://www.rcsb.org/pdb/. Identitas molekul yaitu 1CX2. Data
makromolekul diunduh dalam format text (gz).
1. Pemisahan Makromolekul Air dan Ligan
Makromolekul protein yang telah diunggah, dipisahkan dari
ligan dan pelarut dan molekul air. Pemisahan menggunakan Discovery
Studio 3.5 Visualizer. Setelah dipisahankan, kemudian simpan dalam
format .pdb.
2. Optimasi Molekul
Optimasi makromolekul dilakukan dengan menggunakan
Autodock Tool dan buka makromolekul yang disimpan dalam format
.pdb (file → read molecule → .pdb).
3. Menentukan Lokasi Penambatan Molekul – Ligan
Penentuan lokasi penambatan molekul dilakukan berdasarkan
jurnal atau buku referensi dengan menggunakan Autodock Tools.
Pengaturan dilakukan dengan grid box (grid → grid box) yang meliputi
ukuran (size x, y, z), kordinat (center x, y, z) dan, besarnya ukuran
(amstrong) dan simpan (file → close saving current).
B. Penyiapan Struktur Tiga Dimensi (3D) Ligan
Ligan yang digunakan adalah Ibuprofen diunggah melalui PubChem
(http://PubChem.ncbi.blm.nih.gov) sebagai pembanding dan senyawa
35
amidasi yang dibuat dengan menggunakan Marvin Sketch yang disimpan
dengan format .pdb.
Struktur ligan yang telah dibuat, kemudian dioptimasi dengan
menggunakan Autodock Tools. Kemudian, buka ligan yang telah dibuat
(ligand → input → open), setelah itu simpan dalam bentuk .pdbqt (ligand
→ output → save as pdbqt →save).
C. Penambatan Molekul dengan Autodock Vina
Ligan dan Protein yang telah tersimpan dalam format .pdbqt dikopi
atau dipindah kedalam folder Vina. Kemudian buat konfigurasi file vina
yang diketik pada notepad yang disimpan dengan nama conf.txt. Jalankan
Vina melalui Command prompt.
D. Analisa dan Visualisasi Penambatan Molekul
Hasil kalkulasi penambatan dilihat pada output dalam format
out.pdbqt atau bentuk notepad. Hasil docking dilakukan dengan memilih
ligan yang memiliki energi ikatan yang paling rendah, nilai ikatan dapat
dilihat di ‘log.txt’.
Posisi ligan-ligan pada makromolekul, serta asam amino yang
terikat pada ligan divisualisasikan dengan perangkat lunak PyMol untuk
melihat kecocokan bentuk dan volume antara ligan dan situs tambatanya.
E. Analisa Interaksi Ligan dan Molekul
Makromolekul dan output dalam bentuk .pdbqt dibuka dengan
menggunakan Wordpad. Kopi isi dalam output.pdbqt dan tambahkan
kedalam makromolekul dan simpan dalam format .pdb.
Visualisi interaksi makromolekul dan ligan dengan menggunakan
Ligplot untuk melihat kekuatan interaksi dan ikatan pada asam amino dalam
bentuk dua dimensi dan masukan file .pdb (output makromolekul dan ligan).
36
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Hubungan Kuantitatif Struktur-Aktivitas (HKSA)
4.1.1. Pemilihan Data Set
Data set yang digunakan harus memenuhi beberapa parameter agar
data yang digunakan seragam, parameter tersebut adalah keseragaman
pengujian (bahan dan cara pengujian), keseragaman aktivitas, dan senyawa
yang diuji (turunan asam sinamat). Data turunan asam sinamat yang
digunakan adalah berasal dari hasil penelitian secara in vitro yang dilakukan
oleh Nguyen et al [1] (2015), Liu et al [2] (2014), Da Cunha et al [3] (2004)
terhadap penghambatan aktifitas inflamasi atau konsentrasi hambat 50%
(IC50). Kemudian data senyawa dari 15 asam sinamat dibagi menjadi 2
bagian yakni 10 training set dan 9 test set.
Tabel 4.1. Data set dari 15 senyawa turunan asam sinamat
No Nama dan Struktur senyawa Kode
IC50
µM
1
Caffeic Acid Octyl Ester [3]
A1
2.4
2
(E)-3-(3,4-Dihydroxyphenyl)-N-(4-
fluorophenyl)acrylamide [2]
A2
3.7
37
3
(E)-N-(3,5-Difluorophenyl)-3-(3,4-
dihydroxyphenyl)acrylamide [2]
A3
4.1
4
Caffeic acid phenetyl ester [3]
A4
4.8
5
(E)-N-(2-(Benzo[d][1,3]dioxol-5-yl)ethyl)-3-(3,4-
dihydroxyphenyl)acrylamide [2]
A5
5.0
6
(E)-3-(3,4-Dihydroxyphenyl)-N-(4-
methoxyphenyl)acrylamide [2]
A6
5.2
7
(E)-N,N-Dibutyl-3-(3,4-dihydroxyphenyl)acrylamide [2]
A7
6.1
38
8
(E)-N-(2-(1H-Indol-3-yl)ethyl)-3-(3,4-
dihydroxyphenyl)acrylamide [2]
A8
6.7
9
(E)-3-(3,4-Dihydroxyphenyl)-N-(3-
(trifluoromethyl)phenyl)acrylamide [2]
A9
7.9
10
Caffeic acid butil ester [3]
A10
8.4
11
Caffeic acid benzyl ester [3]
A11
10.7
12
Caffeic acid ethyl ester [3]
A12
11.9
13
1-O-caffeoylglycerol [1]
A13
18.5
39
14
Caffeic acid methyl ester [1]
A14
21.4
15
Caffeoylglycolic acid methyl ester [1]
A15
29
*Catatan : Untuk mempermudah input data maka nama senyawa akan
digantikan dengan kode.
Tabel 4.2. Training Set Tabel 4.3.Test Set
No. Kode µM No. Kode µM
1 A1 2.4 1 A3 4.1
2 A2 3.7 2 A8 6.7
3 A3 4.8 3 A11 10.7
4 A5 5.0 4 A15 29
5 A6 5.2
6 A7 6.1
7 A9 7.9
8 A10 8.4
9 A12 11.9
10 A13 18.5
11 A14 21.4
4.1.2. Pemilihan Deskriptor Training set dan Test set
A. Parameter Hidrofobik
Deskriptor yang dipilih adalah deskriptor yang dapat mewakili
atau menjelaskan parameter dari persamaan Hansch, yakni: hidrofobik,
elektronik, dan sterik. Deskriptor yang mewakili parameter hidrofobik
adalah Log P atau koefisien partisi karena Log P dapat menjelaskan
40
kelarutan suatu obat didalam molekul yang diperoleh secara eksperimen
dengan menguji sebaran distribusi obat dalam campuran n-oktanol/air
(Patrick, 2000).
Data deskriptor hidrofobik berupa nilai log P disajikan pada tabel
4.1. Log P sendiri berkaitan dengan distribusi obat kedalam tubuh,
dimana nilai log P menunjukan kelarutan senyawa tersebut antara
larutan nonpolar dan polar (Widyaningsih. dkk, 2007) dan memliki
kelarutan yang buruk pada fase air sedangkan nilai log P semakin kecil
menunjukan bahwa kecenderungan suatu obat memiliki kelarutan
berada pada fase polar dan mempunyai permeabilitas yang buruk pada
lipid bilayer (Kerns and Li di, 2008). Perhitungan Log P menggunakan
program yang tersedia pada Marvin Skecth.
Tabel 4.4. Data deskriptor hidrofobik dan sterik 15 senyawa turunan asam sinamat
Rekapitulasi Deskriptor Hidrofobik dan Sterik
Sinamat Log P
Indeks
Harary
Indeks
Randic MR
Caffeic Acid Octyl Ester (A1)
4.84
61.80
19.70
84.74
(E)-3-(3,4-Dihydroxyphenyl)-N-(4-
fluorophenyl)acrylamide (A2)
3.23
65.37
15.97
80.24
(E)-N-(3,5-Difluorophenyl)-3-(3,4-
dihydroxyphenyl)acrylamide (A3)
3.11
67.05
14.82
75.10
41
Caffeic acid phenetyl ester (A4)
3.53
64.77
16.88
81.43
(E)-N-(2-(Benzo[d][1,3]dioxol-5-yl)ethyl)-3-
(3,4-dihydroxyphenyl)acrylamide (A5)
2.73
75.68
18.04
87.72
(E)-3-(3,4-Dihydroxyphenyl)-N-(4-
methoxyphenyl)acrylamide (A6)
3.16
65.37
17.11
84.70
(E)-N,N-Dibutyl-3-(3,4-
dihydroxyphenyl)acrylamide (A7)
2.34
47.21
15.14
68.06
(E)-N-(2-(1H-Indol-3-yl)ethyl)-3-(3,4-
dihydroxyphenyl)acrylamide (A8)
3.06
20.74
19.23
95.55
(E)-3-(3,4-Dihydroxyphenyl)-N-(3-
(trifluoromethyl)phenyl)acrylamide (A9)
3.65
76.79
16.03
80.55
42
Caffeic acid butil ester (A10)
2.96
47.21
14.70
66.21
Caffeic acid benzyl ester (A11)
3.75
51.94
14.55
73.30
Caffeic acid ethyl ester (A12)
1.95
40.09
12.20
56.94
1-O-caffeoylglycerol (A13)
0.71
44.14
12.07
55.34
Caffeic acid methyl ester (A14)
1.59
36.53
10.95
52.31
Caffeoylglycolic acid methyl ester (A15)
1.71
46.99
13.72
64.52
Hasil perhitungan log P dari 15 senyawa asam sinamat dapat
dilihat pada tabel 4.4. dan gambar pada tabel 4.1. Pada tabel nilai log P
terbesar adalah pada senyawa dengan kode A1 (Caffeic Acid Octyl Ester)
sebesar 4.48 dan yang terkecil adalah pada senyawa dengan kode A13
43
(1-O-caffeoylglycerol) sebesar 0.71. Suatu senyawa memiliki rantai C
yang panjang akan sifat dari suatu senyawa tersebut akan bersifat sangat
non-polar dan kelarutan terjadi dilemak (non-polar). Nilai log P yang
kecil mengindikasikan bahwa kelarutan bersifat sangat polar dan
kelarutan terjadi di air (polar).
Hubungan antara hidrofobik terhadap aktifitas adalah terhadap
absorpsi dan penetrasi obat kedalam membran. Jika suatu senyawa
tersebut memiliki sifat yang sangat polar maka absorpsi akan cenderung
pada fase air, sedangan suatu senyawa memilik sifat yang sangat non-
polar makan kecenderungan absorpsi obat pada lemak.
B. Parameter Sterik
Deskriptor yang digunakan untuk mewakili parameter sterik
adalah indeks Randic, indeks Harary dan molar refracitivity (MR). MR
mengukur volume yang diisi oleh atom atau gugus atom, sedangkan
indeks Randic dan indeks Harary merupakan bagian dari indeks
topologi, dimana pengukuran indeks topologi berdasarkan jumlah atom
dan jumlah ikatan. Hasil perhitungan nilai indeks topologi dan MR dapat
dilihat pada tabel 4.4. Perhitungan nilai indeks Harary, indeks Randic,
dan MR dengan menggunakan program Marvinskecth. Calculations →
Geometry/Other → Topology/Reactivity.
Nilai indeks Harary dan Randic menunjukan keruahan/bentuk
dari suatu senyawa, jika nilai suatu indeks besar maka keruahan suatu
senyawa besar dan jika nilai suatu indeks kecil maka keruahan suatu
senyawa kecil. Nilai indeks Harary dan Randic terkecil yang ditunjukan
pada senyawa dengan kode A8 ((E)-N-(2-(1H-Indol-3-yl)ethyl)-3-(3,4-
dihydroxyphenyl)acrylamide) dan A14 (Caffeic acid methyl ester) masing-
masing sebesar 20.74 dan 10.95, sedangkan nilai terbesar ditunjukan
pada senyawa dengan kode A5 ((E)-N-(2-(Benzo[d][1,3]dioxol-5-yl)ethyl)-
3-(3,4-dihydroxyphenyl)acrylamide) dan senyawa dengan kode A1 (Caffeic
Acid Octyl Ester) adalah 75.68 dan 19.70. Perbedaan harga antara indeks
Harary dan Randic dari teknik perhitungan yang digunakan dalam
menentukan keruahan molekul (sterik).
44
Nilai MR (molar refraction) terbesar ditunjukan pada senyawa
dengan kode A8 ((E)-N-(2-(1H-Indol-3-yl)ethyl)-3-(3,4-
dihydroxyphenyl)acrylamide) sebesar 101.93 dan nilai terkecil ditunjukan
pada senyawa dengan kode A14 (Caffeic acid methyl ester) adalah
55.18. Besar dan kecilnya MR tergantung pada substituen yang memiliki
pasangan elektron bebas sehingga memungkinkan mudah atau tidaknya
struktur tersebut berpolarisasi. Kaitan sterik pada hubungan struktur-
aktifitas adalah terhadap interaksi pada bidding site (lokasi tambat)
antara struktur dengan molekul.
C. Parameter Elektronik
Deskriptor yang digunakan untuk mewakili parameter
elektronik, pada penelitian ini deskriptor yang digunakan untuk
mewakili parameter tersebut adalah Polarisabilitas, EHomo, ELumo, dan
selisih ∆EHomo-Lumo. Perhitungan dengan Ehomo, Elumo, dan ∆EHomo-Lumo
dengan cara menghitung energi pada setiap orbital molekul.
Pengukuran deskriptor Ehomo dan Elumo dengan menghitung
kekuatan orbital pada tiap ujung atom dan deskriptor ini berguna dalam
membantu menjelaskan interaksi obat dengan reseptor. Ehumo
berhubungan dengan potensial ionisasi dan sifat kerentanan molekul
dalam penyerangan terhadap elektrofil, Elumo berhubungan dengan
dengan afinitas elektron dan celah atau selisih Ehomo-lumo berhubungan
dalam penentuan ukuran stabilitas molekul. Jadi, semakin besar selisih
Ehomo-lumo maka memiliki reaktivitas yang rendah dalam reaksi-reaksi
kimia.
Nilai deskriptor dari masing-masing deskriptor tersaji pada tabel
4.5. Perhitungan deskriptor elektronik dilakukan dengan menggunakan
program Hyperchem 7. Struktur yang telah dioptimasi selanjutnya
dihitung nilai secara mekanika kuantum. Mekanika kuantum
menggunakan kuantum fisik untuk menghitung sifat molekul yang
mempertimbangkan interaksi antara elektron dan molekul nukleat
(Patrick, 2000). Mekanika kuantum yang dipilih adalah semi-empirik
AM1, dengan batas konvergensi 0.001 kkal/Ȧ dengan algoritma Polak-
45
Riberiero. Keadaan struktur yang paling stabil ditandai dengan
didapatkan energi total terendah (Husna et al, 2013).
Tabel 4.5. Data deskriptor elektronik dari 15 senyawa turunan asam sinamat
Rekapitulasi Deskriptor Sterik
Sinamat EHOMO ELUMO ∆E(homo-lumo) Polarisabilitas
Caffeic Acid Octyl Ester (A1) -8.938 -0.789 8.149 33.59
(E)-3-(3,4-Dihydroxyphenyl)-N-
(4-fluorophenyl)acrylamide (A2)
-9.010 -0.756 8.254 31.80
(E)-N-(3,5-Difluorophenyl)-3-(3,4-
dihydroxyphenyl)acrylamide (A3)
-9.076 -0.875 8.201 29.77
Caffeic acid phenetyl ester (A4) -8.950 -0.811 8.139 33.28
(E)-N-(2-(Benzo[d][1,3]dioxol-5-
yl)ethyl)-3-(3,4-
dihydroxyphenyl)acrylamide (A5)
-8.887 -0.477 8.410 34.77
(E)-3-(3,4-Dihydroxyphenyl)-N-(4-
methoxyphenyl)acrylamide (A6)
-8.370 -0.529 7.841 33.58
(E)-N,N-Dibutyl-3-(3,4-
dihydroxyphenyl)acrylamide (A7)
-8.849 -0.575 8.274 26.98
(E)-N-(2-(1H-Indol-3-yl)ethyl)-3-
(3,4-dihydroxyphenyl)acrylamide
(A8)
-8.378 -0.554 7.824 37.88
(E)-3-(3,4-Dihydroxyphenyl)-N-(3-
(trifluoromethyl)phenyl)acrylamid
e (A9)
-9.094 -0.854 8.240 31.75
Caffeic acid butil ester (A10) -8.935 -0.795 8.140 26.24
Caffeic acid benzyl ester (A11) -9.001 -0.704 8.682 28.95
Caffeic acid ethyl ester (A12) -8.935 -0.799 8.136 25.57
1-O-caffeoylglycerol (A13) -9.098 -1.015 8.082 21.93
Caffeic acid methyl ester (A14) -8.951 -0.823 8.128 20.73
Caffeoylglycolic acid methyl
ester (A15)
-9.123 -0.857 8.266 25.57
Pada penelitian ini, selisih ΔE(homo-lumo) menunjukan kestabilan
suatu molekul dan kereaktifan molekul tersebut. Jika selisih ΔEhomo-lumo
46
besar maka molekul tersebut memiliki stabilitas yang tinggi, sehingga
memiliki reaktivitas yang rendah dalam reaksi-reaksi kimia. Reaktivitas
yang rendah memungkinkan mudah untuk berinteraksi dengan molekul.
Sedangkan, jika selisih ΔEhomo-lumo kecil maka molekul akan tereksitasi
ke elektron yang lebih tinggi (Tahir et al, 2012).
Hasil rekapitulasi selisih ΔEhomo-lumo pada tabel 4.2, selisih
ΔEhomo-lumo pada setiap struktur memiliki nilai yang hampir sama dengan
rentang dari 7.821 sampai 8.682 sehingga struktur memiliki sifat yang
stabil dan memiliki kereaktifan yang rendah.
Nilai polarisabilitas tertinggi adalah 35.84 dan terkecil adalah
19.58. Polarisabilitas memiliki hubungan yang dekat dengan molar
refraksi (MR) untuk dapat berpolarisasi, semakin banyak jumlah
elektron maka akan mudah terpolarisasi.
4.1.3. Analisa Korelasi Deskriptor dengan Aktivitas Biologis
Analisa korelasi pada penelitian ini berfungsi untuk melihat suatu
hubungan atau pengaruh dari suatu deskriptor terhadap nilai aktivitas
biologis. Paramater-parameter yang digunakan pada analisa korelasi antara
nilai aktivitas dengan deskriptor adalah nilai r (koefisien korelasi), nilai ini
menunjukan tingkat hubungan antara variabel tergantung (nilai aktivitas)
dengan variabel bebas (deskriptor) dan nilai koefisien korelasi berjarak -1
sampai +1. Nilai korelasi -1 menunjukan hubungan negatif sempurna yang
dimana antara variabel bebas dan tergantung memiliki hubungan yang
berlawanan, sedangkan nilai korelasi +1 berarti menunjukan hubungan
positif sempurna yang berarti antara variabel bebas dan tergantung memiliki
hubungan yang erat. Jika suatu nilai korelasi ±1 maka menunjukan
hubungan yang kuat antara variabel tergantung dengan variabel bebas dan
jika suatu nilai korelasi bernilai 0 maka antara variabel bebas dengan
tergantung tidak memiliki hubungan.
Analisa korelasi dilakukan dengan menggunakan program SPSS
16.0 dengan metode bivariate, dimana variabel dependent adalah log 1/IC50
dan variabel independent berupa deskriptor dari 15 senyawa turunan asam
47
sinamat, yakni: Log P, Polarizabilitas, EHOMO, ELUMO, ∆EHOMO-LUMO Refraksi
molar (MR), Indeks Randic, dan Indeks Hararay.
Tabel 4.6. Nilai Korelasi antara deskriptor dengan nilai aktivitas
Deskriptor Korelasi terhadap Log 1/IC50
Log P 0.866**
EHOMO 0.259
ELUMO 0.471
∆EHOMO-LUMO 0.166
Polarisabilitas 0.883**
Molar Refraksi (MR) 0.881*
Indeks Harary 0.680*
Indeks Randic 0.936**
Ket : (*.) korelasi signifikan pada tingkat 0.05
(**.) korelasi signifikan pada tingkat 0.01
Pada tabel 4.6, korelasi antara log 1/C dengan deskriptor MR dan
Indeks Harary memiliki hubungan yang sangat kuat pengaruhnya terhadap
aktivitas sebesar 0.881 dan 0.680 dengan tingkat signifikasi mendekati 1.
Kemudian nilai korelasi pada deskriptor Log P, Polarisabilitas, Indeks
Randic memiliki nilai korelasi yang besar, namun tingkat korelasi pada
tingkat 0.01 sehingga tidak dapat dijadikan acuan.
Untuk variabel lain tidak memperlihatkan pengaruh yang signifikan
terhadap aktivitas (log 1/C) sehingga perlu pengujian dan peninjauan lebih
lanjut. Pengaruh variabel terhadap aktivitas akan dilanjutkan dengan analisa
multiregresi linier dengan melibatkan semua variabel untuk mendapatkan
suatu bentuk model persamaan.
4.1.4. Pemodelan Persamaan HKSA dengan metode MLR
Pemodelan dilakukan dengan menggunakan analisis multi regresi
linier dengan menggunakan paket program SPSS dengan cara Analyze →
Regression → Linier dan pilih metode backward. Penggunaan MLR dalam
membangun persamaan karena variabel yang digunakan lebih dari dua
varibel yang melibatkan aktivitas biologis dan nilai deskriptor.
48
Pemodelan persamaan HKSA dilakukan dengan membagi dua
kelompok, yakni training set dan test set. Training set digunakan untuk
membangun model persamaan HKSA yang dipilih berdasarkan aktivitas
tertinggi, sedang, dan rendah. Kemudian, test set digunakan untuk
memvalidasi persamaan yang dibangun dari training set. Untuk training set
dipilih sebanyak 11 senyawa (dapat dilihat pada tabel 4.2) dari 15 senyawa
turunan asam sinamat, kemudian 4 senyawa (dapat dilihat pada tabel 4.3)
digunakan untuk test set untuk memvalidasi persamaan yang telah
dibangun. Senyawa dipilih sebagai training set, yakni: A1, A2, A4, A5, A6,
A7, A9, A10, A12, A13, dan A14, kemudian test set yang digunakan untuk
memvalidasi adalah A3, A8, A11, dan A15.
Nilai dari setiap deskriptor dan aktivitas (log 1/C) dari training set
dimasukan kedalam program SPSS 16.0. Setelah itu dilakukan analisis
multiregressi linier dengan variabel bebas yaitu deskriptor dan variabel
terikat adalah log 1/IC50 dengan metode backward untuk memilah
deskriptor mana yang berpengaruh terhadap Log 1/IC50.
Tabel 4.7. Model Persamaan HKSA dengan metode MLR
No Deskriptor R R2 Fhit Fhit/Ftab SE
1 Log P, ∆EHOMO-LUMO,
ELUMO, ∆E, MR,
Polar, Randic, Harary
0.983 0.966 12.064 1.357 0.097
2 Log P, ∆EHOMO-LUMO,
ELUMO, MR, Polar,
Harary
0.982 0.965 18.281 2.967 0.085
3 ∆EHOMO-LUMO, ELUMO,
∆E, MR, Polar,
Harary
0.982 0.964 26.826 5.312 0.775
4 ∆EHOMO-LUMO, ELUMO,
∆E, MR, Harary 0.980 0.961 37.331 8.240 0.073
Setelah dilakukan analisa multiregresi linier, didapatkan empat
model persamaan seperti yang terlihat pada tabel 4.7. Analisa statistik dari
kedua model tersebut mempunyai nilai r, r2, F dan SE yang mirip sehingga
49
perlu dilakukan validasi untuk menentukan persamaan terbaik dari empat
model persamaan. Validasi yang dilakukan pada penelitian ini adalah
PRESS (Prediction Residual Sum of Square) dan RMSD (Root Mean
Square Deviation).
4.1.5. Validasi Persamaan HKSA
Validasi dilakukan untuk menentukan persamaan tersebut dapat
digunakan untuk menjelaskan secara teoritik dan untuk menentukan
persamaan yang terbaik. Validasi yang dilakukan adalah mencari nilai
PRESS dan RMSD, dengan membandingkan log 1/IC50 prediksi dengan log
1/C aktivitas.
Validasi PRESS menggunakan data training set yang digunakan
untuk mengetahui kualitas dan kemampuan memprediksi dari setiap model
persamaan (Husna, 2013). Nilai PRESS didapatkan dari persamaan:
Persamaan yang memiliki PRESS terkecil dipilih sebagai persamaan
yang terbaik untuk memprediksikan nilai aktivitas anti-inflammasi (-log
1/IC50). Berikut perbandingan nilai aktivitas eksperimen training set dengan
nilai aktivitas prediksi empat model persamaan dan nilai PRESS dari tiap
model dapat dilihat pada tabel 4.8.
Tabel 4.8. Perbandingan aktivitas eksperimen dan prediksi training set
Kode Log 1/IC50
eksperimen (µM)
Log 1/IC50 Prediksi (µM)
Model 1 Model 2 Model 3 Model 4
A1 -0.380 -0.346
-0.387 -0.404 0.423
A2 -0.568 -0.603 -0.676 0.680 0.704
A4 -0.681 -0.553 -0.613 0.616 0.656
A5 -0.699 -0.594 -0.647 0.647 0.681
A6 -0.716 -0.687 -0.741 0.750 0.773
A7 -0.785 -0.808 -0.853 0.861 0.871
50
A9 -0.898 -0.876 -0.929 0.946 0.982
A10 -0.924 -0.849 -0.896 0.910 0.920
A12 -1.076 -1.067 -1.108 1.116 1.172
A13 -1.267 -1.252 -1.288 1.276 1.285
A14 -1.330 -1.225 -1.277 1.289 1.291
PRESS 0.048 0.030 0.032 0.050
Kemudian dilakukan validasi RMSD untuk memvalidasi
kemampuan persamaan tersebut dapat digunakan untuk memprediksikan
aktifitas. RMSD dihitungan dengan cara membandingkan nilai aktivitas
eksperimen dengan nilai aktivitas prediksi dan nilai RMSD terbaik <2.
Perhitugan RMSD mengikuti persamaan :
Validasi RMSD menggunakan test set yang berjumlah lima dengan
kode A3, A8, A11 dan A15. Rekapitulasi RMSD dapat dilihat pada tabel
4.8.
Tabel 4.9. Nilai RMSD test set
Kode
Log 1/IC50
Eksperimen (µM)
Log 1/IC50 Prediksi (µM)
Model 1 Model 2 Model 3 Model 4
A3 0.613 -0.866 -0.929 -0.939 -0.966
A8 0.826 1.036 0.867 0.932 0.957
A11 1.029 -0.386 -0.486 -0.499 -0.511
A15 1.462 -0.851 -0.910 -0.902 -0.912
RMSD 1.314 1.194 1.231 1.244
Dari data tabel yang disajikan pada tabel, nilai RMSD pada setiap
model <2 sehingga perlu untuk menentukan persamaan yang terbaik, maka
nilai PRESS dibutuhkan untuk dapat menggambarkan suatu persamaan
untuk dapat memprediksi aktivitas. Persamaan terbaik memiliki nilai
terkecil dari empat persamaan HKSA, maka dipilihlah persamaan kedua
dengan nilai PRESS 0.030 yang menjadi persamaan terbaik HKSA.
51
Berikut model persamaan 2 yang diperoleh dari perhitungan, dapat
dituliskan sebagai berikut:
Log 1/IC50 = -6.559 + 0.017*(Log P) – 0.025*(Indeks Harary) + 0.039
(MR) + 0.016*(Polarisabilitas) - 0.396*(ELUMO) +
0.427*(∆EHOMO-LUMO)
N= 10; r= 0.982; r2 = 0.965; Fhit/tab = 2.967; SE = 0.085; RMSD = 1.1945;
PRESS = 0.03029
Dari persamaan HKSA, terlihat deskriptor yang paling berpengaruh
adalah ELUMO dan selisih HOMO-LUMO, hal tersebut bisa terlihat dari nilai
koefisien yang besar. Menurut Tahir et al (2012), selisih HOMO-LUMO
penting dalam penentuan indeks stabilitas molekul dan ELUMO berperan
dalam afinitas molekul. Bila senyawa antiinflamasi sama dengan obat, maka
kemudahan ikatan suatu obat pada sisi aktif dapat dipengaruhi dari
substituent, jika suatu molekul dengan substiuen yang bersifat donor
elektron maka kereaktifan suatu senyawa akan tinggi tetapi kestabilan akan
berkurang dan afinitas molekul akan semakin besar. Namun, jika senyawa
dengan substituent yang bersifat penarik elektron maka kereaktifan senyawa
menjadi lemah dan memiliki kestabilan yang tinggi dan afinitas molekul
akan semakin kecil sehingga akan lebih mudah obat akan berikat dengan
sisi aktif.
Gambar 4.2, Grafik korelasi antara aktivitas (Log 1/IC50) prediksi dan
eksperimen dari 10 senyawa turunan asam sinamat.
Berikut prediksi aktivitas antiinflamasi dari modifikasi amidasi dari
etil p-metoksisinamat dengan model persamaan 2 :
-1.400
-1.200
-1.000
-0.800
-0.600
-0.400
-0.200
0.000
-1.500 -1.000 -0.500 0.000
Akt
ivit
as p
red
iksi
Aktivitas eksperimen
52
Tabel 4.10. Hasil prediksi aktivitas antiinflamasi dengan HKSA
Kode Senyawa Log 1/IC50
Prediksi IC50 µM
1B
(2E)-3-(4-methoxyphenyl)-N-phenylprop-2-enamide
-0.677
4.750
2B
(2E)-N-acetyl-3-(4-methoxyphenyl)prop-2-enamide
-1.004
10.902
3B
(Z)-2-[(2-hydroxyethyl)[(3E)-4-(4-
methoxyphenyl)buta-1,3-dien-2-yl]amino]ethen-1-ol
-0.739
5.479
4B
(2E)-N-(2-hydroxyethyl)-3-(4-methoxyphenyl)prop-2-
enamide
-0.963
9.180
5B
(2E)-3-(4-methoxyphenyl)prop-2-enamide
-1.199
15.807
Tabel 4.8. Nilai deskriptor senyawa amidasi EPMS (sample set)
53
Kode Log P Indeks
Randic
Indeks
Harary MR Ehomo Elumo ΔEhomo-lumo
Polaris
abilitas
1B 3.24 56.75 15.43 78.03 -8.724 -0.552 8.172 30.93
2B 1.23 43.44 12.91 61.74 -8.997 -0.670 8.327 24.47
3B 1.69 56.08 17.08 78.40 -8.549 -0.380 8.169 31.08
4B 0.82 42.95 13.81 63.24 -8.908 -0.495 8.413 25.07
5B 1.20 32.30 10.79 52.38 -8.869 -0.478 8.391 20.76
Dari prediksi amidasi EPMS yang ditampilkan pada tabel 4.7
dengan model persamaan 2, bahwa senyawa yang mempunyai potensi
aktivitas antiinflamasi terbaik adalah senyawa 1B, 3B, dan 4B dengan nilai
prediksi aktivitas sebesar 4.750 µM, 5.479 µM, dan 9.180 µM.
4.2. Penambatan Molekul (Molecular Docking)
4.2.1. Penyiapan Molekul
Untuk melakukan penambatan molekul diperlukan suatu ligan
(struktur) dan molekul (reseptor). Makromolekul yang akan digunakan
diunduh dari Protein Data Bank (PDB= http://www.rcsb.org/) dan ligan
dapat diunduh melalui www.pubchem.com. Reseptor yang akan digunakan
adalah enzim siklooksigenase-2 (COX-2) pada hewan mencit (Mus
musculus) dengan kode protein 1CX2 yang diperoleh dari difraksi sinar-X
dengan resolusi 2.35 Å. Kemudian, reseptor (molekul) diunduh dengan
format file .pdb.
Molekul COX-2 yang telah diunduh, selanjutnya dihilangkan
molekul-molekul air dan ligan-ligan yang terikat pada molekul. Pemisahan
molekul agar proses penambatan tidak terganggu dan proses penambatan
lebih cepat dan penghilangan ligan yang terikat pada molekul bertujuan agar
interaksi dengan ligan yang akan ditambatkan. Penghilangan molekul air
dan ligan melalui program Dicovery Studio, setelah itu disimpan dalam
format .pdb.
Reseptor (molekul) yang telah dihilangkan molekul air dan ligan,
kemudian dioptimasi dengan menggunakan program Autodock Tools
(Yanuar, 2012). Optimasi dilakukan agar pada saat proses penambatan
(docking) dapat berjalan secara optimal dan menyesuaikan pada kondisi
54
sebenarnya didalam tubuh. Proses optimasi, yaitu penambatan molekul
atom hidrogen dan penentuan grid dan parameter box.
Penambahan molekul atom hidrogen pada molekul berfungsi untuk
menyesuaikan suasana pH sel sehingga menjadi stabil dan penentuan grid
box bertujuan untuk menentukan ruang penambatan antara ligan dan
molekul. Ruang tambat merujuk pada penelitian yang dilakukan oleh
Ekowati et al, 2010. Pengaturan grid box (posisi penambatan) meliputi -
center_x, center_y dan center_y, pengaturan parameter box (lokasi ruang
tambat) meliputi size_x, size_y dan size_z dan pengaturan spacing atau
pengaturan besar/kecilnya ukuran ruang tambat. Pengaturan grid box pada
molekul center_x = 20.8; center_y = 24.9; center_x = 13.1, pengaturan
parameter box pada molekul size_x = 28; size_y = 28; size_z = 28,
sedangkan pengaturan spacing 1.000 Å. Setelah optimasi molekul selesai,
file tersebut disimpan dengan format .pdbqt dan disimpan pada folder Vina.
4.2.2. Penyiapan Ligan
Pada penelitian ini, ligan yang digunakan ada dua, yakni ligan yang
dipakai sebagai kontrol positif dan ligan uji. Ligan yang dipakai sebagai
kontrol positif adalah ibuprofen yang diunduh dengan format .sdf melalui
situs http://PubChem.ncbi.nlm.nih.gov. Pemilihan ibuprofen sebagai
kontrol positif karena ibuprofen selain memiliki aktivitas analgesik juga
sebagai antiinflamasi dan struktur ibuprofen memiliki kesamaan bentuk
dengan EPMS yaitu memilik 1 cincin aromatik dan memiliki gugus
karbonil.
Setelah itu dilakukan pemodelan ligan uji (struktur) EPMS dan
penambahan molekul turunan amida pada EPMS dapat dilakukan dengan
menggunakan program Marvin Skecth. Penambahan molekul amida pada
EPMS dengan menghilangkan gugus etil yang terikat pada gugus karbonil,
dimana proses amidasi merupakan proses suatu senyawa yang mempunyai
nitrogen trivalent yang terikat pada suatu gugus karbonil (Mc Murry, 2008).
Contoh senyawa dari turunan amida yakni anilini, asetamid, etanolamid,
dietanolamid, dll. Ligan uji yang sudah dibuat, kemudian dioptimasi
kedalam bentuk 3D agar ligan menjadi stabil dan disimpan kedalam format
55
.sdf. Karena dalam penambatan (docking,) format yang berlaku adalah .pdb
maka format ligan dikonversi kedalam format .pdb dengan menggunakan
program Open Babel.
Ligan kontrol dan ligan uji yang telah dibuat, selanjutnya dioptimasi
menggunakan program Autodock Tools. Optimasi ini sama dengan pada
saat melakukan optimasi reseptor dan disimpan dengan format .pdbqt dan
disimpan pada folder Vina.
4.2.3. Penambatan Molekul
Penambatan molekul melibatkan reseptor 1CX2 dan ligan uji yang
sudah dioptimasi sebelumnya dengan format file .pdbqt dan ditempatkan di
dalam satu folder yakni Vina (C:/Vina). Pada tahap awal penambatan,
dilakukan penentuan ruang tambat, lokasi tambat, dan ukuran ruang tambat
yang kemudian dilakukan penyalinan yang dibuat di file notepad dengan
nama file conf.txt.
Didalam file conf.txt, dituliskan receptor, ligand, size (x,y,z), dan
center sepeti pada gambar 4.3.
Gambar 4.3. Penulisan konfigurasi file dalam notepad
Penentuan lokasi penambatan dikutip berdasarkan jurnal Ekowati et
al, yang menyatakan bahwa sisi aktif molekul pada center_x 20.8, center_y
24.9, dan center_y 13.1, dimensi 1.000 Å, dan ukuran ruang tambat (size)
28 x 20 x 20. Pada penelitian ini ukuran ruang tambat (size) diperbesar
menjadi 30 x 30 x 30 agar mendapatkan pengikatan ligan yang lebih
kompleks sehingga penambatan akan lebih maksimal.
Pada receptor dan ligand dituliskan nama dari molekul dan ligan
yang dipakai beserta format dari file tersebut dan pada out dituliskan
out.pdbqt. Center (x,y,z) dan size (x,y,z) dituliskan berdasarkan grid box
56
parameter yang telah ditentukan pada saat optimasi molekul. Setelah semua
tersedia (molekul, ligan, dan conf.txt) didalam satu folder, kemudian
dilakukan penambatan menggunakan Autodock Vina. Autodock Vina
dijalankan dengan menggunakan Command Prompt pada PC, kemudian
ketikan pada Command Prompt cd.. →cd.. →cd vina→vina --config
conf.txt --log log.txt.
Gambar 4.4. Pengaturan penambatan molekul menggunakan Vina
Proses penambatan (docking) selama 10 – 20 menit dan bisa lebih
cepat tergantung dari spesifikasi PC/Laptop. Setelah penambatan, output
yang keluar berupa log.txt yang berisi nilai dari energi Gibbs atau nilai
afinitas, root mean square deviation (RMSD) dan out.pdbt yang berisi hasil
penambatan antara molekul dengan ligan. Kemudian dilakukan visualisasi
antara reseptor (1CX2.pqbqt) dengan out.pdbqt dengan melalui program
Pymol dan Ligplot untuk melihat ikatan, posisi, dan jarak ligan dengan asam
amino.
4.2.4. Analisa dan Visualisasi Penambatan Molekul
Setelah proses penambatan (docking) selesai, tahap berikutnya
adalah menganalisa penambatan dan melakukan visualisasi. Untuk
menganalisa penambatan antara ligan dan reseptor (molekul), ada beberapa
parameter yang digunakan untuk menilai kualitas hasil penambatan, antara
lain posing, scoring dan rangking (Arry Yanuar. 2012). Visualisasi
penambatan dilakukan dengan memakai software Pymol (untuk melihat
visualisasi tiga dimensi) dan Ligplot (untuk melihat visualisai dua dimensi
serta jarak dari asam amino yang terikat).
Berikut hasil visualisasi penambatan antara molekul dengan ligan
pada tabel 4.11.
Tabel 4.11. Hasil visualisai penambatan molekul (3D dan 2D) dengan ligan uji dan
kontrol positif (Ibuprofen)
Visualisasi 3D dengan Pymol
Visualisasi 2D dengan LigPlot
ΔGbind
Kcal/mol
57
(2E)-3-(4-methoxyphenyl)-
N-phenylprop-2-enamide
(1B)
-7.8
(2E)-N-acetyl-3-(4-
methoxyphenyl)prop-2-
enamide (2B)
-7.6
(Z)-2-[(2-hydroxyethyl)[(3E)-
4-(4-methoxyphenyl)buta-1,3-
dien-2-yl]amino]ethen-1-ol
(3B)
-7.6
58
(2E)-N-(2-hydroxyethyl)-3-(4-
methoxyphenyl)prop-2-
enamide
(4B)
-7.0
(2E)-3-(4-
methoxyphenyl)prop-2-
enamide (5B)
-6.9
EPMS (6B)
-7.0
59
Kontrol positif Ibuprofen
-7.5
*Untuk mempermudah perhitungan maka penamaan IUPAC diganti kode senyawa
Pada tabel 4.9, menunjukan visualisasi molekul COX-2 dengan
ligan yang ditunjukan pada kolom visualiasi 3D dan 2D. Visualisasi
bertujuan untuk melihat gambaran ligan terikat pada sisi aktif molekul dan
kecocokan bentuk dan volume ligan yang tertambat pada molekul.
Visualisasi secara 3D menggunakan Pymol, dalam hal ini pemakaian Pymol
berfungsi agar dapat mempertegas kecocokan dari dari penambatan,
sedangkan visualisasi secara 2D menggunakan LigPlot berfungsi untuk
melihat gambaran jenis dari residu atau asam amino yang terikat pada ligan.
Baik visualisasi 2D dan 3D mempunyai kegunaan yang sama, namun hanya
cara visualisasi yang berbeda. Selain visualisasi, penambatan molekul
dilihat dari besaran energi bebas atau afinitas yang diurutkan (peringkat)
berdasarkan nilai RMSD.
Dari hasil penambatan molekul dari 5 model ligan yang masing-
masing ditambahkan senyawa turunan amida didapat nilai energi Gibbs
(ΔGbind) dan RMSD (Root Mean Square Deviation) < 2, serta residu (asam
amino) yang terikat pada ligan. Hasil penambatan dari lima model ligan
akan menghasilkan masing-masing sembilan konformasi atau pola ligan
yang tertambat yang kemudian diurutkan dari nilai afinitas (ΔGbinding site )
terendah hingga tertinggi yang dinamakan skoring, jarak ikatan antara ligan
60
dan asam amino yang terikat dan banyaknya sisi aktif amino yang terikat
pada ligan.
Pada tabel 4.9, nilai afinitas (ΔGbinding site) dari sembilan konformasi
tiap ligan dengan nilai RMSD. RMSD berfungsi untuk mengukur perbedaan
antara nilai prediksi dan nilai pengamatan eksperimen. Nilai RMSD
dikatakan baik jika ≤ 2 Å, penyimpangan yang semakin besar, maka
semakin besar kesalahan prediksi. Pada hasil akhir penambatan, maka akan
menghasilkan sembilan konformasi. Nilai RMSD terbaik yang diperoleh
dari penambatan masing-masing ligan adalah 0. Sehingga nilai afinitas
terbaik dari hasil penambatan tiap ligan adalah yang memiliki nilai RMSD
= 0.
Nilai afinitas adalah Energi bebas atau afinitas menyatakan besaran
suatu ligan terikat pada suatu molekul, semakin kecil nilai afinitasnya maka
ikatan akan semakin kuat dan semakin besar nilai afinitasnya maka ikatan
akan semakin renggang atau mudah lepas. Perbedaan dari nilai afinitas
berdasarkan dari residu protein yang berinteraksi dengan ligan. Residu
protein dikelompokan ke dalam 5 jenis berdasarkan struktur asam amino,
yaitu ionik, polar, aromatik, dan hidrofobik. Residu ionik memberikan
kontribusi terbesar dalam penentuan nilai ΔGbinding site, kemudia residu polar,
aromatik, hidrofobik, secara berurutan (Schneider, Baringhaus & Kubinyi.
2008).
Pada tabel 4.11, menunjukan rentang nilai afinitas berkisar -7.8
kcal/mol sampai -6.9 kcal/mol, dimana nilai afinitas terbaik adalah ligan 1B
dari 5 ligan yang diujikan. Namun, bila dibandingkan dengan kontrol positif
(Ibuprofen), hanya 3 ligan yang mempunyai nilai afinitas terbaik dari
kontrol positif, yakni: 1B, 2B, dan 3B. Akan tetapi ligan-ligan lain memiliki
nilai afinitas yang kecil namun mendekati kontrol positif (Ibuprofen). Ini
menunjukan bahwa ligan uji senyawa amidasi EPMS memiliki potensi yang
sama dengan ibuprofen sebagai antiinflamasi.
Besaran nilai afinitas yang berbeda-beda berdasarkan dari sifat
substiuen yang terikat pada struktur EPMS dan jenis asam amino yang
terikat. Dari interaksi terhadap residu dapat dihubungkan dengan nilai
61
afinitas (ΔGbinding site) yang diperoleh. Selain nilai afinitas dari penambatan
molekul, juga dilihat dari jarak ikatan dan sisi aktif residu yang mengikatnya
menurut Kurumbail et al, sisi aktif (active site) dari molekul COX-2
(PDB:1CX2) adalah Ala516, Arg120, Arg513, Gln192, His90, Ile517,
Leu384, Leu531, Phe318, Phe518, Ser530, Trp387, Tyr385, Tyr355,
Val116, Val434, dan Val434.
Tabel 4.12. Interaksi molekul ligan dengan asam amino terikat.
Molekul Asam amino terikat Kontak residu
(2E)-3-(4-methoxyphenyl)-
N-phenylprop-2-enamide
(1B)
Asn382, Trp387
Asn382, Thr212,
His214, Phe210,
His386, His388,
Leu390, Ala199,
Leu391, Gln203,
His207
(2E)-N-acetyl-3-(4-
methoxyphenyl)prop-2-
enamide (2B)
Tyr355, Arg120
Val523, Gly526,
Met522, Trp387,
Ser530, Ala527,
Val349, Leu359,
Val116, Leu531,
Met113
(Z)-2-[(2-hydroxyethyl)[(3E)-
4-(4-methoxyphenyl)buta-1,3-
dien-2-yl]amino]ethen-1-ol
(3B)
His90, Tyr385
Gln192, Leu352,
Ala516, Ser530,
Ser353, Phe518,
Tyr348, Gly526,
Trp387, Val349,
Ala527, Val523,
Tyr355
(2E)-N-(2-hydroxyethyl)-3-(4-
methoxyphenyl)prop-2-
enamide (4B)
His90, Tyr385
Ala516, Tyr355,
Gln192, Val523,
Phe518, Leu352,
Gly526, Trp387,
62
Ser530, Ala527,
Val349, Ser353.
(2E)-3-(4-
methoxyphenyl)prop-2-
enamide (5B)
Ser353, Leu352,
His90
Ser353, Leu352,
Ser530, Gly526,
Tyr385, Ala527,
Tyr355, Val532.
EPMS (6B)
Tyr385, Arg120
Ser530, Tyr348,
Ala527, Leu531,
Tyr355, Val349,
Trp387,Leu352,
Kontrol Positif Ibuprofen
Tyr385
Leu352, Ser530,
Val349, Gly526,
Leu531, Val116,
Leu359, Tyr355,
Arg120, Ala527,
Tyr348.
*Warna merah menunjukan sisi aktif asam amino COX-2 (PDB: 1CX2)
Pada ligan (1B), menunjukan interaksi penambatan pada molekul
COX-2. Ligan terikat dengan residu Asn382 dan Trp387 dan jarak dari ligan
dengan residu masing – masing adalah 3.26 Å dan 2.85 Å. Ikatan hidrogen
menjadi sangat lemah jika melebihi >3Å, hal itu ditunjukan dengan
terikatnya residu Asn382 yang terikat pada atom oksigen digugus metoksi.
Pada residu Trp387 yang terikat pada atom oksigen digugus karboksilat,
ikatan hidrogen sangat kuat karena sifat dari asam amino Trp387 bersifat
hidrofobik dan atom oksigen yang berfungsi sebagai penarik elektron. Pada
senyawa uji ini, pose docking tidak berada pada sisi aktif enzim COX-2.
Docking ligan (1B) menghasilkan nilai afinitas/energi bebas sebesar -7.8
kcal/mol.
Pada ligan (2B), menunjukan interaksi pengikatan pada molekul
COX-2. Ligan terikat dengan residu Try355 dan Arg120 dengan jarak ikatan
masing-masing 2.94 Å dan 2.85 Å yang terikat pada atom oksigen pada
gugus karboksilat sehingga ikatan cukup dekat dan sangat kuat. Selain itu
63
pose docking senyawa uji pada COX-2 berinteraksi dengan sisi aktif yakni
Arg120, Tyr355, Val116 dan Leu531. Hasil dari docking menunjukan nilai
afinitas sebesar -7.6 kcal/mol.
Pada ligan (3B), menunjukan interaksi pengikatan pada molekul
COX-2. Ikatan hidrogen terjadi pada gugus metoksi, dimana residu His90
berikatan pada atom oksigen digugus metoksi dengan jarak ikatan adalah
2.83 Å . Selain itu, terdapat interaksi ikatan hidrogen yang lemah antara
residu Tyr385, dimana jarak ikatan antara residu dengan ligan adalah 3.06
Å (>3Å). Pose docking senyawa uji berinteraksi pada sisi aktif COX-2,
yakni: Ala516, His90, Phe518, Tyr385, Tyr355 dan Val523. Hasil docking
menunjukan nilai afinitas sebesar -7.6 kcal/mol.
Pada ligan (4B), menunjukan interaksi pengikatan pada molekul
COX-2. Ligan terikat dengan residu His90 dengan jarak ikatan 2.90 Å yang
terikat pada atom oksigen pada gugus metoksi, dimana residu His90 bersifat
polar maka akan cenderung berikat dengan atom yang bersifat elektrofil.
Residu Tyr385 dengan jarak ikatan 2.93 Å yang terikat pada atom oksigen
pada gugus –OH. Pose docking senyawa uji berinteraksi pada sisi aktif,
yakni: Ala516, His90, Tyr355, Ser353, dan Tyr385. Hasil nilai afinitas
setelah docking adalah -7.0 kcal/mol.
Pada ligan (5B), menunjukan interaksi pengikatan pada molekul
COX-2. Ligan terikat dengan residu Ser353, Leu352 dan His90 dan jarak
antara ligan dan masing-masing residu berjarak >3Å (3.06 Å, 3.05 Å, dan
3.19). Jarak yang terlalu jauh (>3 Å) membuat ikatan hidrogen akan menjadi
sangat lemah dan energi yang dikeluarkan akan sangat besar pula. Pose
docking senyawa uji berinteraksi pada sisi aktif COX-2, yakni: Ser530,
Tyr355, His90, dan Val523. Hasil dari docking menunjukan nilai afinitas
sebesar -6.9 kcal/mol.
Pada ligan (6B) atau ligan EPMS, menunjukan interaksi pengikatan
pada molekul COX-2. Residu Tyr386 berikatan pada atom oksigen digugus
ester dan atom oksigen pada gugus karboksilat dengan jarak ikatan 3.06 Å
dan 3.14 Å. Selain itu, residu Arg120 berikatan dengan atom oksigen pada
gugus metoksi dengan jarak ikatan 3.03 Å sehingga energi yang dibutuhkan
64
besar. Pose docking EPMS berinteraksi dengan sisi aktif COX-2, yakni:
Arg120, Ser530, Trp387, Tyr385, Tyr355, Leu531. Hasil dari docking
menunjukan nilai afinitas sebesar -7.0 kcal/mol.
Tabel 4.13. Jenis asam amino yang terikat pada ligan
Molekul Ikatan
Ionik Polar Aromatik Hidrofobik
(2E)-3-(4-
methoxyphenyl)-N-
phenylprop-2-enamide
(1B)
His214,
His386,
His207,
His388.
Thr212,
Gln203,
Asn382
Phe210,
Trp387
Leu390,
Ala199,
(2E)-N-acetyl-3-(4-
methoxyphenyl)prop-2-
enamide (2B)
Arg120
Ser530
Trp387,
Tyr355
Met522,
Gly526,
Val523,
Ala527,
Val349,
Val116,
Met113,
Leu531.
(Z)-2-[(2-
hydroxyethyl)[(3E)-4-(4-
methoxyphenyl)buta-1,3-
dien-2-yl]amino]ethen-1-
ol (3B)
His90
Ser353,
Ser530,
Gln192.
Phe518,
Tyr385,
Trp387,
Tyr355,
Tyr348.
Leu352,
Ala516,
Gly526,
Val349,
Ala527,
Val523.
(2E)-N-(2-hydroxyethyl)-
3-(4-methoxyphenyl)prop-
2-enamide (4B)
His90 Ser353,
Ser530.
Phe518,
Tyr385,
Trp387,
Tyr355.
Val523,
Ala527,
Val349,
Gly526
(2E)-3-(4-
methoxyphenyl)prop-2-
enamide (5B)
His90
Ser353,
Ser530.
Tyr385,
Tyr355.
Val523,
Leu352,
Ala527,
EPMS (6B)
Arg120
Ser530
Trp387,
Tyr385,
Tyr348,
Tyr355.
Leu531,
Val349,
Ala527.
Kontrol ibuprofen
Arg120
Ser530
Tyr385
Tyr348
Tyr355
Leu352
Leu531
Leu359
Val349
Val116
Gly526
65
Ala527
Menurut Ekowati et al (2013), ada dua kriteria hasil penambatan
terbaik, yakni: senyawa uji memiliki energi ikatan paling rendah dan secara
geometris menempati active site (sisi aktif) yang sama dengan ligan yang
terdapat pada molekul terkait sebelumnya dalam hal ini ligan S58 yang
tertambat pada COX-2 (PDB: 1CX2). Dari enam ligan yang ditambatkan,
ligan 1B mempunyai nilai afinitas (energi ΔEGibbs) yang sangat kecil yaitu -
7.8 kcal/mol dan ligan 5B mempunyai nilai afinitas (energi ΔEGibbs) yang
sangat besar yaitu -6.9 kcal/mol. Ligan 1B mempunyai energi ΔEGibbs yang
kecil karena lebih banyak asam amino yang bersifat ionik menghadap ligan,
sedangkan ligan 5B mempunyai energi ΔEGibbs yang besar karena jumlah
asam amino yang menghadap ligan sedikit sehingga akan mempengaruhi
energi ΔEGibbs. Banyaknya asam amino yang bersifat ionik dan hidrofobik
akan mempengaruhi besar kecilnya energi ΔEGibbs.
Selain energi ΔEGibbs, penempatan ligan pada sisi aktif digunakan
sebagai kriteria hasil penambatan terbaik. Menurut Kurumbail et al (1996),
sisi aktif dari hasil penambatan ligan S58 dengan COX-2 adalah Ala516,
Arg120, Arg513, Gln192, His90, Ile517, Leu384, Leu531, Phe318, Phe518,
Ser530, Trp387, Tyr385, Tyr355, Val116, Val434, dan Val434. Dari enam
ligan termasuk EPMS, hanya ligan 1B yang tidak menempati sisi aktif
COX-2 dan hanya terikat dengan salah satu asam amino dari sisi aktif, yakni
Trp387. Sisi aktif dianalogikan sebagai ruang katalitik yang bertindak
sebagai mekanisme reaksi, dalam hal ini reaksi inflamasi.
Dalam perancangan suatu obat oral mengikuti aturan Lipinski atau
yang lebih dikenal Rule of Five Lipinski’s. Ada 5 hal dalam aturan Lipinski,
yakni:
1. Berat molekul tidak lebih 500
2. Tidak lebih dari 5 ikatan hidrogen donor
3. Tidak lebih dari 10 ikatan hydrogen aseptor
4. Log P = 5
Enam senyawa uji (ligan) termasuk EPMS yang telah di docking,
kemudian masing-masing dicari nilai dari Rule of five menggunakan Marvin
66
sketch dan hasil dari perhitungan dapat dilihat pada tabel 4.11. Pada tabel,
hanya ligan 2B, 3B dan 4B tidak memenuhi kriteria dan ligan lain
memenuhi kriteria sehingga memungkinkan aktif secara klinis diberikan
secara oral.
Tabel 4.14. Tabel Rule of Five Lipinski’s ligan yang di dockings
Ligan Log P H-donor H-aseptor Berat molekul
1B 3.24 1 4 78.03
2B 1.69 1 6 78.40
3B 1.23 2 7 61.74
4B 0.82 2 6 63.24
5B 1.20 0 4 52.38
6B 2.40 2 4 59.86
67
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. Kesimpulan
1. Dari analisa hubungan kuantitatif struktur-aktivitas (HKSA) dengan
metode MLR, diperoleh deskriptor yang mempengaruhi aktivitas
antiinflamasi dari 10 senyawa turunan asam sinamat yakni Log P,
ELUMO, EHOMO-LUMO, Polarisabilitas, dan Indeks Harary dan didapatkan
model persamaan:
Log 1/IC50 = -6.559 + 0.017*(Log P) – 0.025*(Indeks Harary) + 0.039
(MR) + 0.016*(Polarisabilitas) - 0.396*(ELUMO) +
0.427*(∆EHOMO-LUMO)
Dengan n = 10; r = 0.982; r2 = 0.965; Fhit/tab = 2.967; SE = 0.085; RMSD
= 1.1945; PRESS = 0.03029
Aktivitas antiinflamasi tertinggi dari lima senyawa amidasi EPMS
dengan model persamaan HKSA adalah senyawa 1B sebesar -0.677.
2. Hasil penambatan molekul dari lima senyawa amidasi EPMS dan EPMS
terhadap COX-2 menunjukan nilai afinitas (ΔEGibbs) terbaik dan pose
terhadap sisi aktif COX-2, maka terpilihlah ligan 2B dan 3B dengan
nilai afinitas sebesar -7.5 kkal/mol yang telah dibandingkan dengan
ibuprofen (-7.5 kkal/mol). Ligan lainnya (4B, 5B, dan EPMS) tidak
termasuk ligan 1B, mempunyai aktifitas antiinflamasi yang sama
dengan energi ikatan mendekati energy ikatan ibuprofen.
5.2. Saran
1. Perhatikan keseragaman data uji in vitro yang akan digunakan untuk
membangun model HKSA
2. Software yang akan digunakan untuk menghitung nilai deskriptor dalam
membangun model HKSA,
3. Hasil dari penambatan molekul (in silico) hanya sebatas memberikan
gambaran interaksi, sehingga perlu kajian lanjutan berupa pengujian
secara laboratorium baik secara in vitro atau in vivo
68
DAFTAR PUSTAKA
Accelrys Enterprise Platform. (2005). Introduction to the Discovery Studio
Visualizer. San Diego, California, U.S.A: Accelrys Software Inc.
Barus, Rosbina, 2009. Amidasi Etil p-metoksisinamat yang Diisolasi dari Kencur
(Kaempferia galanga L.). Tesis. Sekolah Pascasarjana USU. Medan.
Champe, P. C. & Harvey, R. A. (2007). Lippincott's Illustrated Reviews:
Biochemistry 4th edition. New York: Lippincott Wiliams & Wilkins.
Da Cunha, Fernanda M et al. 2004. Caffeic Acid Derivatives: In Vitro and In Vivo
Anti-inflammatory Properties, Free Radical Research, Vol. 38 (11):
1241 – 1253.
Dash, Pritesh Ranjan. 2014. In Vivo Cytotoxic and In Vitro Antibacterial Activities
of Kaempferia galanga L., Vol. 3 (1): 172 – 177.
De Lano, W. L., & Bromberg, S. (2004). PyMOL User's Guide. San Carlos,
California, U.S.A: DeLano Scientific LLC.
Devillers, J., Domine, D., Guillon, C., Bintein, S. dan Karcher, W., 1997, Prediction
of Partition Coefficients (logPoct) Using Autocorrelation Descriptors,
SAR QSAR Environ. Res., Vol 7, 151 – 172.
Ekowati, Juni et al. 2012. Structure Modification Of Ethyl p-Methocycinnamate
and Their Biossay As Chemopreventive Agent Againts Mice’s
Fibrosarcoma. Int J Pharma Pharma Sci, Vol. 4, (Suppl. 3): 528 – 532.
Ekowati, Juni., Nurul W. Diyah. 2013. Aktivitas Antinociceptiv dan Uji In Silico
Terhadap Cyclooxygenase dari Asam p-Metoksisinamat dan Asam m-
Metoksisinamat. Berkala Ilmiah Kimia Farmasi, Vol. 2 (1): 32 – 39.
Fessenden & Fessenden. 1999. Kimia Organik Ed. 3. Jakarta: Erlangga.
Ganiswarna, Sulistia G. 1995, Farmakologi dan Terapi. Jakarta: Gaya Baru.
Geisteiger, John. 2003. Handbook of Chemoinformatics Vol. 1.Germany: Wiley-
VCH.
Hames, D., & Hooper, N. 2005. Biochemistry Thirdth Edition. Leeds, UK: Taylor
& Francis Group.
69
Hasanah, Aliya Nur., Fikri Nazaruddin., Ellin Febrina., dan Ade Zuhrotun. 2011.
Analisis Kandungan Minyak Atsiri dan Uji Aktivitas Antiinflamasi
Ekstrak Rimpang Kencur (Kaempferia galanga L.), Vol. 16, 3. Bandung.
Hertiani, Triana., Sylvia Utama Tunjung Pratiwi., Iramie Duma Kencana Irianto.,
Aini Febriana. 2010. Kaempferia galanga L. Rhizome As a Potential
Dental Plaque Preventice Agent, ISCC, Vol. 1: 19 – 25.
Husna, Ridhatul., Emdeniz., Imelda. 2013. Studi Toksisitas Floroanilim
Berdasarkan Hubungan Kuantitatif Struktur Aktifitas (HKSA)Beberapa
Amina Aromatis. Jurnal Kimia Unand. Vol. 2: 2303 – 3401.
Katritzky, A.R., Karelson, M., dan Lobanov, V.S., 1996, Quantum-Chemical
Descriptors in QSAR/QSPR Studies, J. Am. Chem. Soc. Vol 96 (3): 1027
– 1044.
Kee, Joyce L & Evelyn R. Hayes. 1996, Farmakologi: Pendekatan Proses
Keperawatan. Jakarta: Penerbit Buku Kedoktan EGC.
Kerns, Edward H and Li Di. 2008. Drug-like Properties: Concepts, Structure
Design and Methods.Elsevier Inc. UK.
Kurumbail et al. 1996. Structural Basic for Selective Inhibition of Cyclooxygenase-
2 by Anti-inflammatory Agents. Letters to Nature, Vol 384.
Leach, A.P., 1996, Molecular Modelling, Principles and Applications, Addison
Wesley Longman Limited, Singapore.
Liu, Zhiqian et al. 2014. Synthesis, Preliminary Bioevaluation and Computasional
Analysis of Caffeic Acid Analogue, Int. J. Mol. Sci. Vol. 15: 8808 –
8820.
Lodish, H., et al. (2008). Molecular Cell Biology Sixth Edition. New York: W.H.
Freeman and Company.
Lucic, B., Milicevic, A., Nikolic, S., dan Trinajstic, N., 2002, Harary Index –
Twelve Years Later, Croatica. Chem. Act., Vol. 75 (4), 847-868.
McMurry, John. 2008. Organic Chemistry Ed. 7. United State of America: Thomas
Learning, Inc.
Mukesh, Bachwani & Kumar Rakesh. 2011. Molecular Docking: A Review, Vol. 2,
(6): 1746 – 1751.
70
Nelson, D. L., & Cox, M. M. (2008). Lehninger Principles of Biochemistry Fifth
Edition. New York: W.H. Freeman and Company.
Nguyen, Phi-Hung et al. 2014. Isolation of Benzoic and Cinnamic Acid Derivatives
from The Grains of Sorghum Bicolor and Their Inhibition of
Lipopolysaccharide-induced Nitric Oxide Production in RAW 264.7
Cells, Food Chemistry, Vol. 168 (2015): 512 – 519.
O’Boyle, N. M., Banck, M., James, C. A., Morley, C., Vandermeersch, T., &
Hutchison, G. R. (2011). Open Babel: An open chemical toolbox. Journal
of Cheminformatics.
Patrick, G. 2001. Instant Notes in Medicinal Chemistry. Oxford: BIOS Scientific
Publisher.
Patrick, Graham L. 2009. An Introduction to Medicinal Chemistry Fourth Edition.
New York, United State of America: Oxford University Press.
Petsko, G., & Ringe, G. (2003). Protein Structure and Function (Primers in
Biology). United Kingdom: New Science Press.
RCSB. (2014, March 10). About the PDB Archive and the RCSB PDB. Retrieved
from Protein Data Bank:
http://www.rcsb.org/pdb/static.do?p=general_information/about_pdb/in
dex.html
Reck. R. A. 1984. Marketing and Economic of Oleochemical to The Plastic
Industry. J. Am. Oil Chem. Soc.
Rifai, Abdul Aziz., Kasmui., Subianto Hadisaputro. 2014. Kajian HKSA Senyawa
Turunan Deoksubenzoi Terhadap Aktivitas Antioksidan Menggunakan
Analisa Regresi Multilinier. Indo. J. Chem. Sci, Vol 3 (3).
Sharma, Prateek. 2011. Cinnamic Acid Derivatives: A New Chapter of Various
Pharmacological Activities. J. Chem. Pharm. Res, Vol. 3 (2): 403 – 423.
Setyawan, Eko., Pandhu Putratama., Asriningtyas Ajeng., dan Wara Dyah Pita
Rengga. 2012. Optimasi Yield Etil p-Metoksisinamat Pada Ekstraksi
Pleoresin Kencur (Kaempferia galanga L.) Menggunakan Pelarut Etanol.
Vol. 1, (3).
Sirisangtragul, Wanna & Bungorn Sripanidkulchai. 2011. Effects of Kaempferia
galanga L. and ethyl-p-methoxycinnamate (EPMS) on Hepatic
71
Microsomal Cytochrome P450s Enzyme Activities in Mice. SJST, Vol.
33 (44): 411 – 417.
Siswandono & Bambang Soekardjo. 2000, Kimia Medisinal Ed. 1. Surabaya:
Airlangga University Press.
Smith, H. J. & Simons, C. (2005). Enzymes and Their Inhibition: Drug
Development. Florida: CRC Press.
Sumardjo, Damin. 2009, Pengantar Kimia. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran
EGC.
Tahir, Iqmal., Karna Wijaya., Bambang Purwono dan Dinni Widianingsih, 2003.
QSAR Study of Flavone/Flavonol Analogues as The Antiradical
Compound Based on Hansch Analysis. Indonesia Journal of Chemistry.,
Vol. 3 (1): 48 – 54.
Tahir, Iqmal., Nur Fatimah., Ria Armunanto. 2012. Analisis Hubungan Kuantitatif
Struktur dan Aktivitas Antitoksoplasma Senyawa Analog Kuinolon
Menggunakan Deskriptor Teoritik. Sains dan Terapan Kimia. Vol. 6 (2):
139 – 153.
Trott, O & Olson, A. J. (2010). Autodock Vina: Improving the speed and accuracy
of docking with a new scoring function, efficient optimization and
multithreading. National Institute of Health.
Todeschini, Roberto., Viviana Consonni. 2009. Molecular Descriptors for
Chemoinformatics, Volume I & II. Wiley-VCH. UK.
Umar et al. 2012. Bioactivity – Guided Isolation of Ethyl-p-methoxycinnamate an
Anti-Inflammatory Constituent, from Kaempferia galanga L. Extracts,
Molecules, Vol. 17: 8720 – 8734.
Umar et al, 2014. Ethyl-p-methoxycinnamate Isolated From Kaempferia galanga
Inhibits Inflamation by Suppressing Interleukin-1, Tumor Necrosis
Factor-α, and Angiogenesis by Blocking Endothelial Functions. Clinics,
Vol. 69 (2): 134 – 144.
Winter. A. 2005. Organic Chemistry for Dummies. Wiley Interscience. New York.
Zukhurullah, Mukhtasyam., Muhammad Aswad., Subehan. 2012. Kajian Beberapa
Senyawa Antiinflamasi: Docking Terhadap Siklooksigenase-2 Secara In
Silico. Majalah Farmasi, Vol 16 (1): 37 – 44.
LAMPIRAN
73
Lampiran 1. Alur penelitian HKSA dan penambatan molekul
ALUR PENELITIAN
HUBUNGAN KUANTITATIF STRUKTUR-AKTIFITAS
Training Set Membangun Model
Model
Validasi Model Test Set
Model Tervalidasi
Memakai model untuk
meramalkan aktivitas
RAMALAN
Nilai Aktivitas
Struktur Uji
Input Proses
Output
74
ALUR PENAMBATAN MOLEKULAR (MOLECULAR DOCKING)
Ligan dan Makromolekul dioptimasi
dengan Autodock Tools simpan
dalam format .pdbqt
Pembuatan ligan dengan Marvin
Sketch dan simpan dalam format .pdb
Makromolekul diunggah melalui
situs www.pdb.org
Penyiapan Ligan Amidasi EPMS Penyiapan Makromolekul COX-2
Simpan dalam satu folder Vina dan buat file
konfigurasi file dengan notepad, beri nama conf.txt
Analisa visualisasi untuk melihat bentuk, volume
dan kecocokkan dengan menggunakan Pymol
Analisa interaksi molekul dan ligan dengan
menggunakan LigPlus
75
Lampiran 2. Tabel rekapitulasi perhitungan deskriptor hidrofobik, sterik, dan elektronik 15 senyawa turunan asam sinamat
Sinamat Log P Indeks
Harary
Indeks
Randic MR EHOMO ELUMO ΔE(HOMO-LUMO) Polarisabilitas IC50 Log 1/IC50
1A 4.84 61.80 19.70 84.74 -8.938 -0.789 8.149 33.59 2.4 -0.380
2A 3.23 65.37 15.97 80.24 -9.010 -0.756 8.254 31.80 3.7 -0.568
3A 3.11 67.05 14.82 75.10 -9.076 -0.875 8.201 29.77 4.1 -0.613
4A 3.53 64.77 16.88 81.43 -8.950 -0.811 8.139 33.28 4.8 -0.681
5A 2.73 75.68 18.04 87.72 -8.887 -0.477 8.410 34.77 5.0 -0.699
6A 3.16 65.37 17.11 84.70 -8.370 -0.529 7.841 33.58 5.2 -0.716
7A 2.34 47.21 15.14 68.06 -8.849 -0.575 8.274 26.98 6.1 -0.785
8A 3.06 20.74 19.23 95.55 -8.378 -0.554 7.824 37.88 6.7 -0.826
9A 3.65 76.79 16.03 80.55 -9.094 -0.854 8.240 31.75 7.9 -0.898
10A 2.96 47.21 14.70 66.21 -8.935 -0.795 8.140 26.24 8.4 -0.924
11A 3.75 51.94 14.55 73.30 -9.001 -0.704 8.682 28.95 10.7 -1.029
12A 1.95 40.09 12.20 56.94 -8.935 -0.799 8.136 25.57 11.9 -1.076
13A 0.71 44.14 12.07 55.34 -9.098 -1.015 8.082 21.93 18.5 -1.267
14A 1.59 36.53 10.95 52.31 -8.951 -0.823 8.128 20.73 21.4 -1.330
15A 1.71 46.99 13.72 64.52 -9.123 -0.857 8.266 25.57 29 -1.462
76
Lampiran 3. Hasil analisi korelasi antara deskriptor dengan aktivitas biologis
77
Lampiran 4. Hasil analisis MLR dengan Training Set
78
79
Lampiran 5. Struktur 3D protein COX-2
Struktur 3D COX-2 dengan kode PDB: 1CX2
(Sumber : http://www.rcsb.org/pdb)
80
Lampiran 6. Prosedur kerja penambatan molekul (molecular docking)
a. Penyiapan protein
Pengunduhan makromolekul COX-2 dari Bank Data Protein melalui
situs http://www.rcsb.org/pdb/. Identitas molekul yaitu 1CX2. Data
makromolekul diunduh dalam format .pdb.
1. Pemisahan Makromolekul Air dan Ligan
Pemisahan menggunakan Discovery Studio 3.5 Visualizer. Setelah
dipisahankan, kemudian simpan dalam format .pdb.
“Pilih Script → selection → Select water molecules/Select ligand
molecules”
81
“Save as → ke folder Vina (C:/Vina) → 1CX2.pdb”
2. Optimasi makromolekul
Optimasi makromolekul dilakukan dengan menggunakan Autodock
Tool dan buka makromolekul yang disimpan dalam format .pdbqt (file →
read molecule → 1CX2.pdb). Optimasi dengan penambahan hidrogen.
“Edit → Hydrogen → add”
82
“Diatur sesuai konfigurasi diatas”
3. Gridbox parameter
Pengaturan dilakukan dengan grid box (grid → grid box) yang
meliputi ukuran (size x, y, z), kordinat (center x, y, z) dan, besarnya ukuran
(amstrong) dan simpan (file → close saving current).
“Grid → macromolecule → choose → 1CX2 → select molecules”
83
“Save as → 1CX2.pdbqt”
Dilakukan pengaturan grid box “Grid → grid box → grid options”
(konfigurasi disesuaikan seperti diatas). Kemudian pilih “File → closing
saving current”
b. Penyiapan Ligan
Senyawa amidasi EPMS dibuat dengan menggunakan Marvin
Sketch. Kemudian struktur diubah ke dalam bentuk 3D (structure → clean
3D → clean in 3D) disimpan dengan format .pdb.
84
“Save as → ligan. (file of type diubah menjadi Protein Data Bank/PDB)”
File yang sudah dibuat, kemudian dioptimasi di Autodock.
“Ligand → input → Open → ligan.pdb
85
Simpan ke dalam folder Vina. “Ligand → output → save as .pdbqt”
c. Penambatan Molekul
Molekul dan ligan dengan format .pdbqt ditempat didalam satu
folder Vina yang telah berisi vina.exe, vina_split.exe, dan vina license.rtf.
1. Buat pada notepad dengan nama “conf.txt”, yang berisikan ligand
(=ligand.pdbqt), receptor (=1CX2.pdbqt), output, center (x,y,z), size
(x,y,x).
Isi conf.txt disamakan dengan pengaturan grid box sebelumnya
86
2. Penambatan dijalankan melalui Vina
Ketik perintah “cd.. (enter) →cd.. (enter) →cd vina (enter) → vina --config
conf.txt --log log.txt (enter)”
d. Analisa dan visualisasi penambatan molekul
1. Hasil kalkulasi penambatan berupa energi ΔEGIBBS
Buka file “log.txt” akan terbuka melalui notepad
87
2. Visualisasi dengan menggunakan Pymol
Inputkan file “1CX2.pdbqt dan Out.pdbqt” secara bersama. (file type diganti
All file agar memudahkan pencarian.
Pilih “Action/A (all) → preset → ligand sites → transparent (better)”
88
Pilih “Show/S (pada out.pdbqt) → sphere”
e. Analisa Interaksi ligand dan makromolekul
Buka Command prompt dan ketikan seperti dibawah ini:
Pilih “out_ligan_1.pdbqt dan 1CX2.pdbqt, kemudian buka file tersebut di
Wordpad.
89
Copy seluruh isi didalam file ligand.pdbqt, kemudian paste kan didalam file
1CX2.pdbqt
“Save as → plain text document → nama file diganti out-1CX2.pdb (save)”
90
Klik “File → open (pilih PDB) → browse → out-1CX2.pdb (open) → run”
Interaksi antara ligan dengan asam amino. (interaksi antara ligan 1B dengan
COX-2)
91
Lampiran 7. Data hasil docking Autodock Vina
Ibuprofen
Mode Affinity
(kcal/mol)
Dist from
RMSD L. B.
Best mode
RMSD L. B.
1 -7.5 0.000 0.000
2 -7.2 1.888 2.611
3 -6.9 2.995 6.411
4 -6.8 15.322 16.646
5 -6.8 1.636 2.708
6 -6.5 2.572 3.137
7 -6.4 2.299 2.849
8 -6.2 14.948 16.539
9 -6.1 2.896 3.675
Ligan 1B dengan substituent anilin
Mode Affinity
(kcal/mol)
Dist from
RMSD L. B.
Best mode
RMSD L. B.
1 -7.8 0.000 0.000
2 -6.9 17.590 21.935
3 -6.5 21.196 23.355
4 -6.3 20.196 22.355
5 -6.1 15.997 18.493
6 -6.1 17.801 19.462
7 -6.1 2.234 2.706
8 -6.0 22.005 23.527
9 -5.9 16.110 18.491
Ligan 2B dengan substituent asetamid
Mode Affinity
(kcal/mol)
Dist from
RMSD L. B.
Best mode
RMSD L. B.
1 -7.6 0.000 0.000
2 -7.3 2.212 7.344
3 -7.1 15.782 17.062
4 -7.0 2.044 7.413
5 -7.0 4.467 6.283
6 -6.5 4.245 7.229
7 -6.4 1.406 1.633
8 -6.3 12.882 13.615
9 -6.1 17.164 20.685
92
Ligan 3B dengan substituent dietanolamid
Mode Affinity
(kcal/mol)
Dist from
RMSD L. B.
Best mode
RMSD L. B.
1 -7.5 0.000 0.000
2 -7.0 3.667 5.352
3 -6.9 16.220 19.080
4 -6.5 3.443 5.164
5 -6.3 15.356 16.874
6 -6.3 11.595 13.815
7 -6.2 14.352 17.301
8 -6.2 11.308 13.543
9 -5.9 10.546 12.228
Ligan 4B dengan substituent etanolamid
Mode Affinity
(kcal/mol)
Dist from
RMSD L. B.
Best mode
RMSD L. B.
1 -7.0 0.000 0.000
2 -6.9 2.450 6.863
3 -6.8 14.326 15.760
4 -6.7 3.708 5.181
5 -6.6 3.615 5.335
6 -6.3 2.322 6.528
7 -6.1 2.825 6.356
8 -5.8 3.572 6.729
9 -5.7 11.669 13.322
Ligan 5B dengan substituent urea
Mode Affinity
(kcal/mol)
Dist from
RMSD L. B.
Best mode
RMSD L. B.
1 -6.9 0.000 0.000
2 -6.9 14.519 16.002
3 -6.6 3.961 6.532
4 -6.6 14.351 16.695
5 -6.6 13.486 14.714
6 -6.5 2.233 3.149
7 -6.3 3.376 3.968
8 -6.2 14.349 15.172
9 -6.1 2.931 3.219
93
Etil p-metoksisinamat/EPMS (6B)
Mode Affinity
(kcal/mol)
Dist from
RMSD L. B.
Best mode
RMSD L. B.
1 -7.0 0.000 0.000
2 -6.9 4.219 6.687
3 -6.8 14.357 16.159
4 -6.8 1.767 6.965
5 -6.7 14.385 16.047
6 -6.6 13.432 16.688
7 -6.5 3.864 4.941
8 -6.5 13.943 15.746
9 -6.3 15.121 19.572