UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA PEMBUATAN...

78
UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA PEMBUATAN DAN KARAKTERISASI MIKROPARTIKEL KITOSAN-TRIPOLIFOSFAT YANG MENGANDUNG DILTIAZEM HIDROKLORIDA UNTUK PENGHANTARAN OBAT MELALUI PARU-PARU SKRIPSI LELA LAELATU ROHMATILLAH NIM : 1111102000099 FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN PROGRAM STUDI FARMASI JAKARTA JULI 2015

Transcript of UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA PEMBUATAN...

Page 1: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA PEMBUATAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38136/1/LELA... · obat in vitro secara disolusi dalam medium dapar fosfat pH 7,4.

i

UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

PEMBUATAN DAN KARAKTERISASIMIKROPARTIKEL KITOSAN-TRIPOLIFOSFAT

YANG MENGANDUNG DILTIAZEMHIDROKLORIDA UNTUK PENGHANTARAN OBAT

MELALUI PARU-PARU

SKRIPSI

LELA LAELATU ROHMATILLAHNIM : 1111102000099

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATANPROGRAM STUDI FARMASI

JAKARTAJULI 2015

Page 2: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA PEMBUATAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38136/1/LELA... · obat in vitro secara disolusi dalam medium dapar fosfat pH 7,4.

ii

UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

PEMBUATAN DAN KARAKTERISASIMIKROPARTIKEL KITOSAN-TRIPOLIFOSFAT

YANG MENGANDUNG DILTIAZEMHIDROKLORIDA UNTUK PENGHANTARAN OBAT

MELALUI PARU-PARU

SKRIPSIDiajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Farmasi

LELA LAELATU ROHMATILLAH1111102000099

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATANPROGRAM STUDI FARMASI

JAKARTAJULI 2015

Page 3: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA PEMBUATAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38136/1/LELA... · obat in vitro secara disolusi dalam medium dapar fosfat pH 7,4.

iii

HALAMAN PERNYATAAN ORISINILITAS

Skripsi ini adalah hasil karya sendiri, dan semua sumber baik yang dikutipmaupun yang dirujuk telah saya nyatakan dengan benar

Nama : LELA LAELATU ROHMATILLAH

NIM : 1111102000099

Tanda Tangan :

Tanggal : JULI 2015

Page 4: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA PEMBUATAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38136/1/LELA... · obat in vitro secara disolusi dalam medium dapar fosfat pH 7,4.
Page 5: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA PEMBUATAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38136/1/LELA... · obat in vitro secara disolusi dalam medium dapar fosfat pH 7,4.
Page 6: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA PEMBUATAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38136/1/LELA... · obat in vitro secara disolusi dalam medium dapar fosfat pH 7,4.

vi

ABSTRAK

Nama : Lela Laelatu RohmatillahProgram Studi : FarmasiJudul : Pembuatan dan Karakterisasi Mikropartikel Kitosan-

Tripolifosfat yang Mengandung Diltiazem Hidrokloridauntuk Penghantaran Obat Melalui Paru-Paru

Kitosan merupakan polimer alam bersifat polikationik, biokompatibel,biodegradabel, mukoadesif, dan tidak toksik yang berpotensi sebagai matrikssuatu sediaan yang dihantarkan melalui paru-paru untuk memperbaikibioavailabilitas obat yang buruk jika diberikan melalui rute oral. Mikropartikelmerupakan teknologi sistem penghantaran obat yang mendukung untuk sistempenghantaran melalui paru-paru. Diltiazem hidroklorida sebagai model obatdalam penelitian ini memiliki bioavailabilitas yang rendah jika diberikan melaluioral. Mikropartikel kitosan yang mengandung diltiazem hidroklorida dibuatdengan metode gelasi ionik menggunakan natrium tripolifosfat (TPP) sebagaiagen sambung silang dengan perbandingan kitosan:tripolifosfat:diltiazem 1:3:1.Mikropartikel yang dihasilkan dikarakterisasi meliputi rata-rata dan distribusiukuran partikel, uji perolehan kembali, efisiensi penjerapan, serta uji pelepaasanobat in vitro secara disolusi dalam medium dapar fosfat pH 7,4. Hasilkarakterisasi mikropartikel menunjukkan bahwa partikel yang dihasilkanberbentuk flake dengan ukuran rata-rata berada pada rentang 3-5 µm, persenperolehan kembali sebesar 39,25 %, efisiensi penjerapan 2,68 ±0,05 %, serta hasildisolusi setelah 9 jam rata-rata obat terlepas 80,81±5,87 % atau setara denganbobot 2,62 ± 0,19 mg.

Kata kunci : Mikropartikel, penghantaran paru-paru, diltiazem hidroklorida,kitosan, tripolifosfat, gelasi ionik

Page 7: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA PEMBUATAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38136/1/LELA... · obat in vitro secara disolusi dalam medium dapar fosfat pH 7,4.

vii

ABSTRACT

Name : Lela Laelatu RohmatillahProgram Study : PharmacyTitle : Preparation and Characterization of Microparticle Chitosan-

Tripolyphosphat Containing Diltiazem Hydrochlorida forPulmonar Drug Delivery

Chitosan is a polycationic, biocompatible, biodegradable, mucoadhesive, and notoxic natural polymer. It has potential as a matrix of dosage which deliveredthrough the lungs to improve poor bioavailability of the drug when administeredvia the oral route. Microparticles drug delivery system is a technology thatsupport for the delivery system through the lungs. Diltiazem hydrochloride as amodel drug in this study had a low bioavailability when administered orally.Chitosan microparticles containing diltiazem hydrochloride prepared by ionicgelation method uses sodium tripolyphosphate (TPP) as an agent crosslink with aratio of chitosan: tripolyphosphate: diltiazem 1: 3: 1. The resulting microparticleswere characterized and include the average particle size distribution, recovery test,the adsorption efficiency, as well as in vitro drug pelepaasan test in dissolutionmedium phosphate buffer pH 7.4. Microparticles characterization results indicatethat the flake-shaped particles produced with an average size in the range of 3-5μm, percent recovery of 39.25%, the entrapment efficiency of 2.68 ± 0.05%, andthe results of dissolution after 9 hours average drugs regardless 80.81 ± 5.87%,equivalent to a weight of 2.62 ± 0.19 mg.

Keyword : Microparticles, pulmonary delivery, diltiazem hydrochlorida,chitosan, tripolyphosphat, ionic gelation

Page 8: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA PEMBUATAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38136/1/LELA... · obat in vitro secara disolusi dalam medium dapar fosfat pH 7,4.

viii

KATA PENGANTAR

Alhamdulillahirobbil’alamin, segala puji bagi Allah SWT yang telah

melimpahkan rahmat, taufik, dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat

menyelesaikan penelitian dan menyusun skripsi berjudul “Pembuatan dan

Karakterisasi Mikropartikel Kitosan-Tripolifosfat yang Mengandung Diltiazem

Hidroklorida untuk Penghantaran Obat Melalui Paru-Paru” dengan baik.

Shalawat beserta salam senantiasa penulis curahkan kepada Nabi Muhammad

SAW beserta keluarga, para sahabat serta pengikutnya di jalan yang diridhoi

Allah SWT.

Penulis menyadari benar bahwa dalam menjalankan penelitian sampai

penyusunan skripsi ini tidak akan terwujud tanpa adanya bantuan, bimbingan, dan

dukungan dari berbagai pihak. Oleh karena itu dalam kesempatan in ipenulis tidak

lupa mengucapkan terimakasih kepada :

1. Ibu Yuni Anggraeni, M.Farm., Apt dan Ibu Nelly Suryani M.Si, Ph.D, Apt

selaku dosen pembimbing, yang telah banyak memberikan bimbingan, saran,

dukungan, dan semangat kepada penulis.

2. Dr.Arif Sumantri S.K.M, M. Kes. selaku Dekan Fakultas Kedokteran dan

Ilmu Kesehatan UIN Syarif hidayatullah Jakarta

3. Bapak Yardi, M.Si., Ph.D., Apt. selaku Ketua Program Studi Farmasi Fakultas

Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah banyak

memberikan bantuan kepada penulis.

4. Seluruh dosen yang telah memberikan ilmu dan pengetahuan hingga penulis

dapat menyelesaikan studi di jurusan Farmasi FKIK UIN Syarif Hidayatullah

Jakarta

5. Kedua orang tua tercinta, Ibunda Momoh Hayati dan ayahanda Syaehudin

yang senantiasa memberikan kasih sayang, dukungan baik moril maupun

materil, serta doa tiada henti yang menyertai setiap langkah penulis. Semoga

Allah selalu memberikan kesehatan, perlindungan, dan keberkahan hidup

kepada mereka.

Page 9: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA PEMBUATAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38136/1/LELA... · obat in vitro secara disolusi dalam medium dapar fosfat pH 7,4.

ix

6. Kedua adikku tercinta Muhammad Nuruddin Arief dan Muhammad Razan

Elfikri yang dengan sabar senantiasa memberikan semangat dan kasih sayang

kepada penulis .

7. Romi Ferdiansyah atas segala perhatian, pengertian, semangat, bantuan, kasih

sayang, dan kesetiannya menemani di saat suka maupun duka kepada penulis.

8. Teman-teman seperjuangan Evi, Vina, Puspita, Qadrina, Ageng, Hesti,

Ichsana, Rizka, Subhan, atas kebersamaan, bantuan serta motivasinya sejak

awal penelitian hingga akhir penyelesaian skripsi ini.

9. Teman-teman “K-POPers” Nova, Sheila, Meryza atas kebersamaan dan

keceriaan selama berkuliah di Farmasi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta ini.

10. Teman-teman Farmasi 2011 “Beng-Beng” atas persaudaraan dan

kebersamaan yang telah banyak membantu dan memotivasi penulis baik

selama pengerjaan skripsi ini maupun selama masa perkuliahan.

11. Laboran Farmasi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Kak Eris, Kak Rahmadi,

Kak Lisna, Kak Tiwi, Kak Rani, yang telah membantu penulis

mempersiapkan bahan dan mempersiapkan serta mengajari cara

menggunakan alat laboratorium.

12. Semua pihak yang telah membantu selama penelitian dan penyelesaian

naskah skripsi baik secara langsung maupun tidak langsung yang namanya

tidak bisa disebutkan satu persatu.

Penulis menyadari bahwa penyusunan skripsi ini masih belum sempurna dan

banyak kekurangan. Oleh karena itu saran serta kritik yang membangun sangat

diharapkan. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi penulis pada khususnya dan

bagi pembaca pada umumnya. Akhir kata, semoga Allah SWT memberikan

balasan yang berlipat ganda atas semua bantuan, dan dukungan yang diberikan.

Amin Ya Robbal’alamin.

Jakarta, Juli 2015

Penulis

Page 10: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA PEMBUATAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38136/1/LELA... · obat in vitro secara disolusi dalam medium dapar fosfat pH 7,4.

x

HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI

TUGAS AKHIR UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIK

Sebagai sivitas akademik Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah

Jakarta, saya yang bertanda tangan di bawah ini :

Nama : Lela Laelatu Rohmatillah

NIM : 1111102000099

Program Studi : Farmasi

Fakultas : Kedokteran dan Ilmu Kesehatan

Jenis karya : Skripsi

demi perkembangan ilmu pengetahuan, saya menyetujui skripsi/karya ilmiah saya

dengan judul :

PEMBUATAN DAN KARAKTERISASI MIKROPARTIKEL KITOSAN-

TRIPOLIFOSFAT YANG MENGANDUNG DILTIAZEM HIDROKLORIDA

UNTUK PENGHANTARAN OBAT MELALUI PARU-PARU

untuk dipublikasikan atau ditampilkan di internet atau media lain yaitu Digital Library

Perpustakaan Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta untuk

kepentingan akademik sebatas sesuai dengan Undang-Undang Hak Cipta.

Demikian pernyataan persetujuan publikasi karya ilmiah ini saya buat dengan sebenarnya.

Dibuat di : Jakarta

Pada Tanggal : Juli 2015

Yang menyatakan,

( Lela Laelatu Rohmatillah )

Page 11: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA PEMBUATAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38136/1/LELA... · obat in vitro secara disolusi dalam medium dapar fosfat pH 7,4.

xi

DAFTAR ISI

HalamanHALAMAN JUDUL ................................................................................... iiHALAMAN PERSETUJUAN ORISINILITAS ...................................... iiiHALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ....................................... ivHALAMAN PENGESAHAN .................................................................... vABSTRAK .................................................................................................. viABSTRACT ................................................................................................. viiKATA PENGANTAR ................................................................................ viiiHALAMAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH ............ xDAFTAR ISI................................................................................................ xiDAFTAR GAMBAR................................................................................... xiiiDAFTAR TABEL ....................................................................................... xivDAFTAR LAMPIRAN .............................................................................. xv

BAB 1 PENDAHULUAN ........................................................................... 11.1 Latar Belakang ........................................................................... 11.2 Rumusan Masalah ...................................................................... 31.3 Tujuan Penelitian........................................................................ 31.4 Manfaat Penelitian...................................................................... 3

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA.................................................................. 42.1 Struktur Anatomi dan Fisiologi Paru-paru ................................ 42.2 Sistem Penghantaran Obat Melalui Paru-paru ........................... 5

2.2.1 Definisi ............................................................................ 52.2.2 Kelebihan dan Kekurangan .............................................. 62.2.3 Faktor-faktor yang Mempengaruhi PDDS........................ 62.2.4 Aplikasi PDDS (Penghantaran Obat Melalui Paru-paru) 11

2.3 Mikropartikel ............................................................................. 132.2.1 Kelebihan dan Kekurangan Mikropartikel ....................... 15

2.4 Metode Pembuatan Mikropartikel ............................................. 152.3.1 Penguapan Pelarut (Solvent Evaporation) ........................ 152.3.2 Semprot Kering (Spray drying)......................................... 162.3.3 Gelasi Ionik ...................................................................... 17

2.5 Mekanisme Pelepasan Obat dari Mikrokapsul........................... 182.6 Karakterisasi Mikropartikel........................................................ 19

2.6.1 Perolehan Kembali ........................................................... 192.6.2 Pemeriksaan Bentuk dan Morfologi Permukaan ............. 202.6.3 Distribusi Ukuran Partikel ............................................... 202.6.4 Penentuan Kandungan Obat dan Efisiensi Penjerapan .... 212.6.5 Pelepasan Obat secara In vitro ......................................... 22

2.7 Diltiazem Hidroklorida .............................................................. 232.8 Kitosan ...................................................................................... 252.9 Natrium Tripolifosfat ................................................................ 27

Page 12: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA PEMBUATAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38136/1/LELA... · obat in vitro secara disolusi dalam medium dapar fosfat pH 7,4.

xii

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN.................................................... 283.1 Tempat dan Waktu Penelitian .................................................... 283.2 Alat dan Bahan ........................................................................... 28

3.2.1 Alat ................................................................................... 283.2.2 Bahan ................................................................................ 28

3.3 Prosedur Penelitian..................................................................... 283.3.1 Optimasi Pembuatan Mikropartikel Kitosan-TPP ........... 283.3.2 Pembuatan Mikropartikel Mengandung Diltiazem HCl... 293.3.3 Penentuan Ukuran Partikel sebelum dikeringkan ............ 303.3.4 Pembuatan Kurva Kalibrasi .............................................. 303.3.5 Pengeringan Mikropartikel .............................................. 303.3.6 Karakterisasi Mikropartikel .............................................. 31

3.3.6.1 Uji Perolehan Kembali ......................................... 313.3.6.2 Distribusi Ukuran Partikel ................................... 313.3.6.3 Penetapan Kadar Obat dalam Mikropartikel dan

Efisiensi Penjerapan ............................................. 313.3.6.4 Pelepasan Obat dari Mikropartikel secara In Vitro 32

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN ...................................................... 334.1 Optimasi Pembuatan Mikropartikel Kitosan-TPP ..................... 334.2 Pembuatan Mikropartikel Mengandung Diltiazem ................... 354.3 Pembuatan Kurva Kalibrasi ...................................................... 35

4.3.1 Penentuan Panjang Gelombang Maksimal ...................... 354.3.2 Pembuatan Kurva Kalibrasi ............................................. 36

4.4 Pengeringan Mikropartikel ........................................................ 374.5 Karakterisasi Mikropartikel ....................................................... 37

4.5.1.Distribusi Ukuran Partikel ................................................ 374.5.2.Persen Perolehan Kembali ............................................... 404.5.3.Efisiensi Penjerapan dan Kadar Obat .............................. 404.5.4.Pelepasan Obat secara In Vitro ........................................ 41

BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN ...................................................... 445.1 Kesimpulan................................................................................. 445.2 Saran .......................................................................................... 44

DAFTAR PUSTAKA.................................................................................. 45

LAMPIRAN-LAMPIRAN ........................................................................ 49

Page 13: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA PEMBUATAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38136/1/LELA... · obat in vitro secara disolusi dalam medium dapar fosfat pH 7,4.

xiii

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 2.1. Lapisan epitel paru-paru ........................................................... 8Gambar 2.2 Variasi Bentuk Mikropartikel .................................................... 14Gambar 2.3 Skema Gelasi Ionik .................................................................... 17Gambar 2.4 Reaksi pembentukan ikatan silang ionik (ionic crosslinking)

antara chitosan dengan TPP ....................................................... 18Gambar 2.5 Mekanisme pelepasan obat dari mikropartikel .......................... 19Gambar 2.6 Struktur Diltiazem Hidroklorida ............................................... 23Gambar 2.7 Struktur Kitosan ........................................................................ 25Gambar 2.8 Struktur NaTPP........................................................................... 27Gambar 4.1 Larutan Kitosan sebelum dan Setelah Ditambah Laturan TPP . 35Gambar 4.2 Kurva Kalibrasi Diltiazem Hidroklorida ................................... 36Gambar 4.3 (a) Serbuk Mikropartikel setelah freeze dry, (b) Bentuk partikel

dilihat menggunakan mikroskop optik ...................................... 37Gambar 4.4 Distribusi Ukuran Partikel Mikropartiekl F1 ............................. 39Gambar 4.5 Profil pelepasan Diltiazem HCl dari mikropartikel dalam

medium dapar fosfat pH 7,4 ...................................................... 43

Page 14: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA PEMBUATAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38136/1/LELA... · obat in vitro secara disolusi dalam medium dapar fosfat pH 7,4.

xiv

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 2.1 Rangkuman Karakteristik Instrumen Penentuan Ukuran Partikel 21Tabel 3.1 Formula Mikropartikel mengandung Diltiazem HCl .................. 29Tabel 4.1 Hasil Optimasi Konsentrasi Larutan Kitosan .............................. 34Tabel 4.2 Hasil Optimasi Konsentrasi Larutan Tripolifosfat ....................... 34Tabel 4.3 Hasil Pengukuran Partikel dengan PSA ...................................... 38Tabel 4.4 Distribusi Ukuran Mikropartikel Formula F1 ............................. 39Tabel 4.5 Hasil Evaluasi Kadar Obat Dalam Mikropartikel dan Efisiensi

Penjerapan pada Formula F1 ....................................................... 41Tabel 4.6 Rata-rata Bobot Terdisolusi dan Persen Pelepasan Mikropartikel

Kitosan.......................................................................................... 42

Page 15: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA PEMBUATAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38136/1/LELA... · obat in vitro secara disolusi dalam medium dapar fosfat pH 7,4.

xv

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

Lampiran 1. Alur Penelitian ....................................................................... 49Lampiran 2. Pembuatan Dapar Fosfat pH 7,4 ............................................ 50Lampiran 3. Scanning Panjang Gelombang Maksimum Diltiazem HCl

medium Larutan HCl 0,1 N ................................................... 50Lampiran 4. Data Absorbansi Kurva Kalibrasi Diltiazem HCl dalam

Larutan Hcl 0,1 N ................................................................. 50Lampiran 5. Panjang Gelombang Diltiazem dalam Medium Dapar

Fosfat pH 7,4 ........................................................................ 51Lampiran 6. Data Absorbansi Kurva Standar Diltiazem dalam Dapar

pH 7,4 ................................................................................... 51Lampiran 7. Hasil PSA suspensi mikropartikel formula F1 ...................... 52Lampiran 8. Hasil PSA suspensi mikropartikel formula F2 ....................... 53Lampiran 9. Hasil PSA suspensi mikropartikel formula F3 ....................... 54Lampiran 10. Hasil Perhitungan Perolehan Kembali ................................. 55Lampiran 11. Data Distribusi Ukuran Mikropartikel Menggunakan

Mikroskop ............................................................................. 55Lampiran 12. Diagram Frekuensi Ukuran Mikropartikel F1 ..................... 56Lampiran 13. Perhitungan Evaluasi Kadar Obat dan Efisiensi Penjerapan 56Lampiran 14. Bobot dan Persentase Terdisolusi Mikropartikel F2 ............ 57Lampiran 15. Kurva Profil Pelepasan Diltiazem HCl ................................ 58Lampiran 16. Foto Partikel Optimasi Larutan Kitosan 1% dengan

Tripolifosfat 2%, 3%, dan 4% Menggunakan MikroskopOptik Perbesaran 100x ....................................................... 61

Lampiran 17. Sertifikat Analisa Kitosan .................................................... 62Lampiran 18. Sertifikat Analisa Diltiazem Hidroklorida ........................... 63

Page 16: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA PEMBUATAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38136/1/LELA... · obat in vitro secara disolusi dalam medium dapar fosfat pH 7,4.

1

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

BAB 1

PENDAHULUAN

1. 1. Latar Belakang

Sistem penghantaran melalui paru-paru (pulmonary drug delivery system)

merupakan salah satu alternatif penghantaran obat yang bermasalah jike melalui

rute lain. Sistem penghantaran ini dinilai dapat menghantarkan obat dengan baik

sehingga bioavailabilitasnya dapat mencapai 100% karena obat tidak mengalami

metabolisme lintas pertama di hati. Salah satu obat yang menjanjikan untuk

diberikan melalui rute paru-paru ini adalah diltiazem hidroklorida karena sifatnya

yang mudah dimetabolisme di dalam hati sehingga bioavailabilitasnya terbatas

berkisar 40%. Selain penghantarannya yang baik, barrier yang relatif lebih tipis

dan vaskularisasi yang tinggi yang menyelubungi bagian paru-paru membuat obat

akan mudah diserap dan masuk ke sirkulasi sistemik (Mukta Paranjpe dan Christel

C. Muller-Goymann, 2014).

Sistem penghantaran melalui paru-paru membutuhkan bentuk sediaan

yang mikrometer sehingga dikembangkanlah desain obat melalui teknologi

mikropartikel. Sediaan mikropartikel sendiri adalah sediaan yang memiliki ukuran

partikel sebesar 1-1000 µm. Menurut Glyn Taylor & lan Kellaway (2001) dalam

buku Drug Delivery and Targerting dijelaskan bahwa untuk penghantaran obat

melalui paru-paru ukuran partikel yang diharapkan adalah < 10 µm agar obat

dapat terdeposit di dalam daerah trakheobronkial sampai daerah alveolus.

Mikropartikel yang diharapkan dalam penelitian ini berada pada rentang 3-5 µm

dengan harapan obat akan terdeposit di daerah trakheobronkial.

Ada berbagai macam teknik pembuatan mikropartikel yang sudah banyak

dikembangkan, salah satu teknik tersebut adalah teknik gelasi ionik. Teknik gelasi

ionik menjadi salah satu teknik pembuatan mikropartikel yang dinilai paling

sederhana dan paling mudah dilakukan. Sambung silang (cross link) yang terjadi

secara fisika yang bersifat reversibel antara bahan polimer dan agen sambung

silang melalui energi elektrostatik ini lebih dipilih dari pada sambung silang kimia

1

Page 17: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA PEMBUATAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38136/1/LELA... · obat in vitro secara disolusi dalam medium dapar fosfat pH 7,4.

2

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

untuk menghindari efek toksik reagen-reagen yang digunakan dan senyawa

berbahaya lainnya (Agnihotri, S.A., Nadagouda N.M. dan Tejraj M. A., 2004).

Dalam pembuatan mikropartikel ini, kitosan merupakan polisakarida alam

yang memberikan beberapa kelebihan sebagai matriks polimer untuk

penghantaran paru-paru karena sifatnya yang tidak toksik terhadap sel-sel di paru-

paru (Ana G. et al., 2007). Selain itu kitosan juga bersifat biokompatibel dengan

jaringan tubuh, biodegradabel, bersifat mukoadesif, serta mampu untuk

mengendalikan pelepasan bahan aktif (Agnihotri, S.A., Nadagouda N.M. dan

Tejraj M. A., 2004) sehingga dapat dikembangkan pada formulasi sediaan lepas

lambat untuk penghantaran paru-paru (Kundawala, A.J et al., 2011). Kitosan

sebagai polimer dalam pembuatan mikropartikel ini mempunyai gugus amin

primer yang bermuatan positif yang dapat disambung silang untuk membentuk gel

melalui interaksi ionik dengan senyawa polianion, salah satunya adalah

tripolifosfat (TPP) (Ko et al, 2001).

Berdasarkan uraian di atas, maka dalam penelitian ini akan dibuat suatu

mikropartikel yang berukuran pada rentang 3-5 µm yang mengandung diltiazem

hidroklorida untuk penghantaran obat melalui paru-paru dengan menggunakan

metode gelasi ionik bersama tripolifosfat sebagai agen sambung silang.

1. 2. Rumusan Masalah

Adapun rumusan masalah yang diangkat pada penelitian ini adalah :

1. Bagaimana formula dan kondisi pembuatan mikropartikel yang dapat

menghasilkan mikropartikel berukuran 3-5 µm dengan tingkat dispersitas

yang baik?

2. Bagaimana karakteristik mikropartikel yang terbentuk?

1. 3. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dari penelitian ini adalah :

1. Mengetahui formula dan kondisi pembuatan mikropartikel yang dapat

menghasilkan mikropartikel berukuran 3-5 µm dengan tingkat dispersitas

yang baik untuk penghantaran obat melalui paru-paru

Page 18: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA PEMBUATAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38136/1/LELA... · obat in vitro secara disolusi dalam medium dapar fosfat pH 7,4.

3

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

2. Mengetahui karakterisasi mikropartikel yang terbentuk berupa distribusi

ukuran partikel, efisiensi penjerapan, profil dan kinetika pelepasan obat

dari mikropartikelnya.

1. 4. Manfaat Penelitian

Adapun manfaat yang diharapkan dari penelitian ini di antaranya dapat

memberikan informasi tentang formula, kondisi pembuatan serta karakteristik

mikropartikel yang baik yang dapat menghasilkan mikropartikel berukuran 3-5

µm untuk penghantaran obat melalui paru-paru yang berguna untuk pengobatan

hipertensi, angina pektoris, dan aritmia.

Page 19: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA PEMBUATAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38136/1/LELA... · obat in vitro secara disolusi dalam medium dapar fosfat pH 7,4.

4

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2. 1. Struktur Anatomi dan Fisiologi Paru-paru

Paru-paru adalah organ respirasi ekternal, dimana terjadi pertukaran

oksigen (O2) dan karbon dioksida (CO2) antara udara yang dihirup dan darah.

Struktur saluran napas juga mencegah masuknya dan mendorong penghapusan

secara efisien partikel asing di udara, termasuk mikroorganisme (Aulton, M. E.).

Sekitar 85 % dari total volume paru-paru terdiri dari jaringan tempat

pertukaran gas (kantung alveolus, alveoli, dan jaringan kapiler alveolus), dan

sekitar 6-10 % -nya merupakan saluran pernapasan (bronkus, dan bronkiolus).

Sedangkan sisanya terdiri dari jaringan saraf dan vaskular (Gehr P., 1984,

Plopper, 1996, dalam Tronde, A., 2002)

2.1.1. Saluran Pernapasan

Saluran pernapasan dimulai dari hidung dan berakhir jauh di dalam paru-

paru yaitu di kantung alveolus. Untuk memahami struktur anatomi dan fisiologi

saluran pernapasan terkait sebagai salah satu rute penghantaran obat, maka saluran

pernapasan dikelompokkan menjadi beberapa bagian (Glyn Taylor and lan

Kellaway, 2001.) :

1. Nasopharyngeal region (NP)

Daerah nasofaringeal disebut juga sebagai saluran pernapasan bagian atas,

terdiri dari hidung, tenggorokan, faring, dan laring.

2. Tracheo-bronchial region (TB)

Daerah trakheo-bronkhial disebut juga sebagai saluran pernapasan bagian

tengah, dimulai dari laring terus memanjang melewati trakhea, bronkus, dan

berakhir di bronkiolus.

3. Alveolar region (A)

Daerah alveolus disebut juga sebagai saluran pernapasan bagian dalam

(peripheral) atau disebut juga sebagai pulmonary region. Terdiri dari

bronkiolus, saluran alveolus, dan alveoli

4

Page 20: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA PEMBUATAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38136/1/LELA... · obat in vitro secara disolusi dalam medium dapar fosfat pH 7,4.

5

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Saluran pernapasan dilapisi dengan sel epitel bersilia. Partikel tidak larut

akan diendapkan pada dinding saluran pernapasan, pada wilayah ini partikel

tersebut terjebak oleh lendir dan tersapu ke atas dari paru-paru oleh pendorongan

silia dan tertelan (Graham Buckton dalam Aulton, M. E. 2001).

2.1.2.Sirkulasi Darah

Terdapat dua sistem sirkulasi yang menyuplai darah ke paru-paru yaitu

bronkial dan pulmonar (Staub, 1991, dalam Tronde, A., 2002). Sirkulasi bronkial

melalui arteri bronkial berasal dari aorta atau arteri interkosta dan terdapat

umumnya dua pada masing-masing paru-paru yaitu bagian hilum. Arteri ini dibagi

untuk membentuk pleksus subepitel dan pleksus adventisial pada lapisan otot

halus bronkial. Aliran darah pada arteri ini adalah 1% dari total produksi jantung

dan menyuplai darah teroksigenasi menuju paru-paru. Arteri ini menutupi area

permukaan yang besar. Sebagai tambahan, sistem sirkulasi ini mungkin penting

dalam distribusi obat secara sistemik yang diberikan melalui rute paru-paru, juga

dalam absorpsi obat-obat inhalasi dari saluran pernapasan (Chediak et al., 1990,

dalam Tronde, A., 2002) Sirkulasi pulmonar terdiri dari sebuah bantalan ekstensif

pembuluh darah bertekanan rendah yang menerima seluruh produksi jantung.

Bantalan ini menyatukan kapiler-kapiler alveolus untuk mengamankan efisiensi

pertukaran gas dan suplai nutrisi pada dinding-dinding alveolus (Tronde, A.,

2002) untuk kemudian melalui pembuluh darah vena perifer mengalirkan darah

melalui vena pulmonar menuju atrium kiri (Bisgaard, Hans et al, 2002).

2. 2. Sistem Penghantaran Obat melalui Paru-paru

2.2.1.Definisi

Penghantara obat melalui paru-paru mengacu pada pendekatan, formulasi,

teknologi, dan sistem untuk mengangkut senyawa obat dalam tubuh yang

diperlukan untuk mencapai efek terapi yang diinginkan dengan aman ke bagian

paru-paru. Penghantaran obat melalui paru-paru merupakan rute yang potensial

untuk menghantarkan obat secara lokal ke paru-paru dan juga secara sistemik

(Milala, A. S., 2013).

Page 21: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA PEMBUATAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38136/1/LELA... · obat in vitro secara disolusi dalam medium dapar fosfat pH 7,4.

6

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

2.2.2.Kelebihan dan Kekurangan

Telah diketahui bahwa obat yang diberikan melalui rute paru ini mudah

diserap melalui wilayah alveolar langsung ke sirkulasi darah. Sistem penghantaran

obat melalui paru-paru ini menawarkan banyak sekali keuntungan seperti luas

area absorpsi mencapai 100 m2 dengan membran absorpsi yang sangat tipis (0,1

µm – 0,2 µm) dan suplai darah yang baik di paru-paru, dosis yang dibutuhkan

lebih rendah dari dosis oral, efek samping dapat diminimalisir karena tidak

seluruh tubuh terpapar oleh obat (untuk pemberian lokal), onset aksi yang sangat

cepat, degradasi obat oleh hati dapat dihindari (pemberian dengan tujuan efek

sistemik), obat-obat yang dihantarkan mencakup rentang terapi yang sangat luas

meliputi antibiotik, antibodi, peptida, protein, oligonukleida, dan lain-lain (Siraj S.

et al., 2010).

Akan tetapi sistem ini juga memiliki kelemahan dan tantangan diantaranya

efisiensi sistem inhalasi yang rendah, massa obat yang kecil disetiap serbuk

partikel, formulasi sediaan yang kurang stabil (mudah beragregat), dosis tidak

reproduksibel (Siraj Shaikh , et al. 2010).

2.2.3.Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Sistem Penghantaran Paru-Paru

Adapun faktor-faktor yang dapat mempengaruhi penghantaran obat ke

paru-paru di antaranya :

2.2.3.1. Deposisi partikel di paru-paru

Dengan adanya gaya gravitasi, obat yang terhirup dapat terdeposisi dalam

saluran pernapasan. Yang paling mempengaruhi mekanisme deposisi ini adalah

ukuran partikel obat dan kecepatan aliran pernapasan. Semakin lama suatu obat

berada pada daerah tertentu maka semakin banyak partikel yang terdeposisi pada

daerah tersebut (Yadaf et al., 2010).

Page 22: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA PEMBUATAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38136/1/LELA... · obat in vitro secara disolusi dalam medium dapar fosfat pH 7,4.

7

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

2.2.3.2. Faktor fisiologis

Faktor fisiologis yang mempengaruhi penghantaran obat adalah adanya

mekanisme pertahanan pada paru-paru terhadap benda asing, sehingga menjadi

barrier yang harus diatasi untuk memastikan deposisi dan absorpsi obat yang

efisien pada saluran pernapasan. Adapun beberapa barrier tersebut di antaranya

(Tronde, A., 2002) :

1. Epitel Paru-paru

Paru-paru memiliki 40 jenis sel berbeda di sepanjang salurannya.

Perbedaan lapisan epitel paru-paru dapat diilustrasikan dengan membagi

strukturnya ke dalam tiga kategori berdasarkan letaknya (Bisgaard, Hans et al,

2002) :

1) Epitel Bronkus

Pada lapisan epitel di sepanjang daerah ini didominasi dengan sel bersilia dan

sel goblet. Selain itu juga ditemukan beberapa sel serous, sel brush, dan sel

Clara dengan sedikit sel Kulchitsky.

2) Epitel Bronkiolus

Lapisan epitel ini didominasi dengan sel cubodia bersilia. Jumlah sel goblet

dan sel serous menurun seiring semakin dalamnya saluran pernapasan dan

semakin meningkatnya sel-sel Clara. Semakin dalam paru-paru maka lapisan

epitel pun semakin tipis dan sedikit mucus yang terdapat pada bagian ini.

3) Epitel Alveolus

Pada bagian ini tidak terdapat mucus dan banyak mengandung epitel yang

lebih datar sehingga membentuk lapisan squamosa dengan ketebalan 0,1-0,5

µm. Sel-sel makrofag banyak terdapat di daerah ini. Menurut Glyn Taylor

dan lan Kellaway (2001), ada 2 tipe sel pneumosit, yaitu:

a. Pneumosit tipe 1 : sel-sel tipis yang menawarkan saluran jalan udara-

darah yang sangat pendek untuk difusi gas dan molekul-molekul obat.

Pneumosit tipe 1 ini menempati 93% permukaan kantung alveolus.

b. Pneumosit tipe 2 : sel-sel cuboidal yang menyimpan dan mensekresikan

surfaktan paru-paru

Page 23: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA PEMBUATAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38136/1/LELA... · obat in vitro secara disolusi dalam medium dapar fosfat pH 7,4.

8

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Kedua sel ini dapat menghasilkan metabolit aktif dan berperan dalam

pembentukan sel epitel baru dan sintesis surfaktan serta fosfolipid yang dapat

mengurangi tegangan permukaan di paru-paru (Bisgaard, Hans et al, 2002).

Gambar 2.1. Lapisan epitel paru-paru

[Sumber : Glyn Taylor and lan Kellaway, 2001, telah diolah kembali.]

2. Sel-sel bersilia

Di bagian daerah trakheobronkial, sebagian besar sel-sel epitelnya bersilia

dan hampir menyelimuti seluruh permukaan saluran pernapasan bagian tengah

dan terus berkurang ketika masuk ke daerah alveolus. Setiap sel bersilia

menngandung kurang lebih 200 silia dengan panjang sekitar 5 µm dan diameter

0,25 µm. Mekanisme pembersihan silia ini melalui mukus yang disekresikan oleh

sel serous pada kelenjar submukosa (Glyn Taylor and lan Kellaway, 2001.).

3. Alveolar Macrophage

Sel makrofag pada alveolus ditemukan pada permukaan alveolus. Sel-sel

fagosit ini memainkan peran penting dalam mekanisme pertahanan melawan

bakteri dan perikel yang terhirup dan mencapai alveoli (Haley et al.,1991, dalam

Tronde, A., 2002). Makrofag dibersihkan dari alveolus menuju bronkiolus oleh

Page 24: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA PEMBUATAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38136/1/LELA... · obat in vitro secara disolusi dalam medium dapar fosfat pH 7,4.

9

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

adanya aliran caiaran paru-paru dan kemudian dikeluarkan dari saluran

pernapasan melalui mucociliary escalator (Jeffery, 1995, dalam Tronde, A.,

2002).

4. Lapisan Cairan Epitel

Partikel padat obat untuk saluran pernapasan harus terbasahi dan terlarut

sebelum dapat memberikan efek terapinya. Meskipun tingkat kelembaban di

dalam paru-paru mendekati 100%, lapisan cairan pada epitel ini kecil,

ketebalannya berkisar 5-10 µm dan berangsung-angsur menurun sepanjang

saluran pernapasan sampai alveoli (0,05-0,08 µm) (Patton, 1996, Wiedmann et al.,

2000, dalam Tronde, A., 2002).

5. Surfaktan Paru-paru

Sel epitel tipe dua secara aktif mengeluarkan surfaktan paru-paru. Sekitar

85-90% komponennya merupakan fosfolipid dan sisanya adalah protein.

Fosfolipid yang dikandung 90% diantaranya adalah fosfogliserol. Surfaktan paru-

paru terletak di dinding internal wilayah alveolar dan memiliki fungsi utama

menurunkan tegangan permukaan, mempertahankan morfologi dan fungsi

pernapasan (Glyn Taylor and lan Kellaway, 2001) juga pertahanan paru-paru

melawan adhesi mikroorganisme dan meningkatkan fagositosis oleh sel makrofag

(Hamm et al.,1992, dalam Tronde, A., 2002). Surfaktan mengalami proses

metabolisme konstan dan dinamis termasuk pembersihannya melalui mucociliary

escalator, fagositosis, dan daur ulang. Waktu paruh fosfolipid yang disekresikan

telah dibuktikan yaitu 15-30 jam. Rangsangan seperti peningkatan tingkat

ventilasi dan inflasi paru-paru volume tinggi merangsang sekresi surfaktan dari

bagian lamelar pada sel alveolar tipe II (Hamm et al.,1992, dalam Tronde, A.,

2002).

Implikasinya pada penghantaran obat, lapisan surfaktan menyelimuti jalan

napas dan lapisan cairan alveolar dengan bagian rantai asam lemak yang

menghadap ke permukaan (Patton, 1996, dalam Tronde, A., 2002) sehingga dapat

terjadi interaksi antara fosfolipid surfaktan dengan obat inhalasi. Misalnya,

surfaktan paru-paru ditunjukkan untuk meningkatkan kelarutan

glukokortikosteroid, yang dapat mempengaruhi waktu tinggal steroid dalam paru-

paru (Wiedmann et al., 2000 dalam Tronde, A., 2002). Selanjutnya, interaksi kuat

Page 25: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA PEMBUATAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38136/1/LELA... · obat in vitro secara disolusi dalam medium dapar fosfat pH 7,4.

10

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

dari polipeptida ditirelix dan siklosporin A dengan fosfolipid telah dibuktikan dan

telah disarankan untuk membatasi penyerapan dari paru-paru, sehingga

menyebabkan retensi berkepanjangan obat di paru-paru (McAllister et al., 1996

dalam Tronde, A., 2002). Penggunaan surfaktan eksogen sebagai pembawa untuk

pemberian obat paru-paru telah diusulkan sebagai sarana untuk meningkatkan

penyebaran obat dalam paru-paru (Van 't Veen et al., 1999 dalam Tronde, A.,

2002). Namun, interaksi yang kompleks antara obat dan surfaktan paru-paru,

harus dipertimbangkan dalam pengembangan obat.

6. Mucociliary Clearance

Mucociliary clearance merupakan mekanisme pertahanan paru-paru yang

paling penting. Berkoordinasi dengan pergerakan silia, mucus disapu bersihkan

dari nasal dan paru-paru menuju faring dan kemudian ditelan. Kecepatan

clearance pada hidung rata-rata 3-25 mm/min (Mygind et al.,1998, dalam Tronde,

A., 2002). Mucus terutama disekresikan dari sel serosa darikelenjar submukosa

dan dari sel goblet , dan terdiri dari air (95 %), glikoprotein (mucins) (2%) ,

protein (1%), garam anorganik (1%), dan lipid (1%) (Samet et al., 1994 dalam

Tronde, A., 2002) . Peraturan kadar air sangat penting yang signifikan untuk

mempertahankan sifat viskoelastik optimal.

Implikasinya untuk penghantaran obat, yaitu waktu tinggal obat inhalasi di

paru-paru tergantung pada lokasi pengendapan. Sebuah proporsi yang signifikan

dari obat dalam mencapai paru-paru dari sediaan inhalasi adalah terperangkap

dalam lendir di saluran pernapasan. Kemampuan obat untuk menembus

penghalang lendir tergantung pada muatan partikel, kelarutan, lipofilisitas, dan

ukuran (Bhat et al., 1995; Rubin , 1996 dalam Tronde, A., 2002). Misalnya,

mengurangi transportasi di lapisan lendir pernapasan telah dibuktikan secara in

vitro untuk kortikosteroid (Hashmi et al., 1999 dalam Tronde, A., 2002) dan

antibiotik (Lethem, 1993 dalam Tronde, A., 2002)

2.2.3.3. Faktor farmasetika

Faktor terkait formulasi yang mempengaruhi sistem penghantaran obat ini

adalah ukuran, bentuk, kerapatan dan stabilitas fisik partikel. Partikel dengan

ukuran lebih dari 10 µm akan bertubrukan pada saluran pernapasan bagian atas

Page 26: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA PEMBUATAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38136/1/LELA... · obat in vitro secara disolusi dalam medium dapar fosfat pH 7,4.

11

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

dan mudah dikeluarkan oleh kejadian batuk, menelan, dan proses bersihan oleh

mukosiliari. Partikel dengan ukuran 0,5 – 5 µm dapat menghindari tubrukan yang

terjadi di saluran pernapasan atas dan akan terdeposisi melalui tubrukan dan

sedimentasi di daerah trakheobronkial dan alveolar. Jika ukuran partikel berada

diantara 3-5 µm maka akan terdeposisi sepenuhnya di daerah trakheobronkial dan

jika ukurannya kurang dari 3 µm maka kemungkinan akan terdeposisi jauh lebih

dalam lagi di daerah alveolar. Sedangkan partikel dengan ukuran submikron

mungkin tidak dapat terdeposisi akan akan terbuang saat ekspirasi sebelum terjadi

sedimentasi. Partikel dengan ukuran diameter 20 µm dan kerapatan 0,4 g/cm-3

akan secara efektif terdeposit dalam paru-paru (Glyn Taylor and lan Kellaway,

2001.)

2.2.4.Aplikasi PDDS (Pulmonary Drug Delivery System)

Serbuk kering untuk inhalasi diformulasi dalam bentuk aglomerat longgar

dari partikel obat yang sudah termikronisasi dengan ukuran partikel aerodinamik

kurang dari 5 μm, atau dalam bentuk campuran interaktif dengan partikel obat

termikronisasi yang menempel pada permukaan pembawa yang ukurannya lebih

besar. Penghantaran obat untuk saluran pernafasan dengan partikel yang

berukuran 2-5 μm menghasilkan manfaat yang optimal, sedangkan untuk

menghasilkan efek sistemik, dibutuhkan partikel yang berukuran kurang dari 2

μm. Menghirup sejumlah besar serbuk dapat menyebabkan batuk, sehingga dosis

diatur kurang dari 10-20 mg (Milala, A. S., 2013).

Inhalasi adalah proses pengobatan dengan cara menghirup obat agar dapat

langsung masuk menuju paru-paru sebagai organ sasaran. Sementara itu,

nebulisasi adalah suatu cara yang dilakukan untuk mengubah larutan atau suspensi

obat menjadi uap agar dapat dihirup melalui hidung dengan cara bernapas

sebagaimana lazimnya. Pengubahan bentuk ini dilakukan dengan menggunakan

alat nebulizer (Milala, A. S., 2013).

Page 27: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA PEMBUATAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38136/1/LELA... · obat in vitro secara disolusi dalam medium dapar fosfat pH 7,4.

12

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Ada tiga jenis sistem penghantaran obat secara inhalasi yaitu Nebulizer,

MDI (metered dose inhaler) dan DPI (dry powder inhaler).

1. Nebulizer

Nebulizer merupakan obat yang dilarutkan atau disuspensikan ke dalam

pelarut yang polar, umumnya air dan diubah menjadi bentuk gas atau aerosol.

Aerosol adalah dispersi suatu obat berupa cairan atau zat padat dalam suatu gas.

Nebulizer mengaerosolisasi larutan obat dalam air atau suspensi obat dalam air.

Alat yang digunakan dapat berupa jet nebulizer atau ultrasonic nebulizer.

Nebulizer bukanlah produk yang portable, tidak dapat dijinjing dan pemberian

obatnya membutuhkan waktu yang lama, minimal 15 menit. Nebulisasi terutama

ditujukan untuk anak-anak dan lansia penderita asma yang kesulitan

menggunakan MDI atau DPI. Biasanya digunakan di rumah sakit dan saat ini

penggunaannya semakin berkurang.

2. MDI (Metered Dose Inhaler)

MDI adalah alat terapi inhalasi dengan dosis yang terukur yang

disemprotkan dalam bentuk gas ke dalam mulut dan dihirup. Dalam

menyemprotkannya didorong menggunakan propelan. MDI mulai diperkenalkan

pada tahun 1956. Obat dalam MDI dapat berupa larutan atau suspensi dalam

propelan. Dapat ditambahkan eksipien khusus untuk meningkatkan stabilitas

fisika atau untuk meningkatkan kelarutan obat. Penggunaan MDI memerlukan

teknik tersendiri, dimana diperlukan koordinasi yang tepat antara tangan saat

menekan alat MDI (aktuasi) dan mulut dalam menghirup obat. Cara penggunaan

yang keliru dapat menyebabkan hasil klinis yang tidak optimal. Teknik ini masih

sering digunakan secara tidak tepat oleh penderita asma sehingga perlu dilatih.

3. DPI (Dry Powder Inhaler)

DPI atau inhalasi serbuk kering yang diperkenalkan pada awal tahun 1970-

an adalah alat dengan obat dalam bentuk serbuk dihantarkan secara lokal atau

sistemik melalui rute paru-paru. DPI sebagai alternatif pengganti MDI yang

terkenal tidak ramah lingkungan karena mengandung propelan CFC (Chloro

Flouro Carbon) dan dapat mengatasi kesulitan dalam menggunakan MDI. DPI

diperlukan energi untuk menggerakkan serbuk mengikuti aliran udara pernapasan

dan memecah formula serbuk menjadi partikel kecil. Pada penggunaan DPI

Page 28: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA PEMBUATAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38136/1/LELA... · obat in vitro secara disolusi dalam medium dapar fosfat pH 7,4.

13

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

diperlukan hirupan yang cukup kuat agar obat masuk ke saluran pernapasan dan

hal ini tergantung dari teknik dan kemampuan pasien dalam menghirup udara dan

kecepatannya. Namun hal ini dapat diatasi dengan penggunaan alat DPI generasi

ketiga atau alat DPI aktif yang menggunakan gas bertekanan atau impeller yang

digerakan oleh mesin untuk mendispersikan obat. Mekanisme dispersi aktif

digunakan untuk obat yang ditujukan memberi efek sistemik yang harus

berpenetrasi lebih jauh ke dalam paru-paru (Milala, A. S.. 2013).

Dari ketiga bentuk sediaan paru-paru, DPI yang paling disukai dengan

keunggulan dalam penggunaannya yaitu tidak dibutuhkan koordinasi antara

penekanan alat DPI dengan pernapasan, formulasinya lebih stabil, kemasannya

kecil sehingga mudah dibawa, penggunaannya cepat dan ramah lingkungan.

Aplikasi terkini pulmonary drug delivery system adalah sebagai berikut: 1)

Penerapan sistem penghantaran obat ke dalam paru-paru untuk penyakit asma dan

PPOK 2) Penghantaran obat pada paru-paru untuk penyakit sistik fibrosis 3)

Penghantaran melalui paru-paru obat antidiabetes 4) Migrain 5) Angina pektoris

6) Penghantaran vaksin ke paru-paru 7) Emfisema 8) Penghantaran ke paru-paru

untuk pasien transplantasi 9) Penghantaran melalui paru-paru untuk hipertensi 10)

Luka paru-paru akut. 11) Penerapan penghantaran obat ke paru-paru sebagai

aerosol surfaktan 12) Terapi gen lewat rute paru-paru 13) Penggunaan sistem

penghantaran obat ke paru-paru dalam terapi kanker 14) Penghantaran pentamidin

lewat paru-paru 15) Penghantaran amfoterisin lewat rute paru-paru 16)

Penghantaran gentamisin lewat rute paru-paru 17) Diagnosis lewat paru-paru 18)

Aerosol nikotin untuk terapi berhenti merokok 19) Inhalasi obat dalam terapi

tuberkolosis 20) Penghantaran paru-paru untuk heparin berat molekul yang rendah

21) Penghantaran paru-paru untuk gangguan tulang 22) Penghantaran paru-paru

obat opioid untuk terapi nyeri (Milala, A. S., 2013).

2. 3. Mikropartikel

Mikropartikel merupakan partikel dengan ukuran 1-1000 µm. Secara

umum, dikenal dua tipe mikropartikel, yaitu mikrosfer dan mikrokapsul.

Mikrosfer merupakan mikropartikel berbentuk bola dimana obat terlarut atau

terdispersi homogen dalam matriks polimer dan mikrokapsul adalah mikropartikel

Page 29: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA PEMBUATAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38136/1/LELA... · obat in vitro secara disolusi dalam medium dapar fosfat pH 7,4.

14

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

yang memiliki inti yang dikelilingi oleh bahan yang jelas berbeda dari inti. Inti

dapat berupa padatan, cairan, atau bahkan gas (Kumar et al., 2011).

Gambar 2.2 Variasi Bentuk Mikropartikel.

[Sumber : Birnbaum dan Peppas, 2004, telah diolah kembali]

Mikrokapsul merupakan mikropartikel dengan suatu bahan inti baik

berupa padatan, cairan atau gas yang disalut tipis oleh suatu bahan polimer.

Mikrokapsul yang terbentuk dapat berupa partikel atau bentuk agregat, dan

biasanya memiliki rentang ukuran partikel antara 5 – 5000 μm. Ukuran tersebut

bervariasi tergantung metode dan ukuran partikel bahan inti yang digunakan

(Lieberman, H.A. dan L. Lachman 1990)

Bahan yang digunakan untuk pembuatan sistem mikropartikulat harus

memenuhi beberapa persyaratan seperti, memiliki durasi aksi yang lebih lama,

dapat mengendalikan pelepasan kandungan, dapat meningkatkan efikasi

terapeutik, memiliki sifat dapat melindungi obat, dapat mengurangi toksisitas,

memiliki sifat biokompatibel, relatif stabil, dan sifat kelarutan dalam air atau

redispersibilitasnya baik (Lieberman, H.A. dan L. Lachman 1990)

Dalam proses pemasukkan obat ke dalam mikropartikel kitosan, dibagi

menjadi dua cara tergantung pada sifat kelarutan obat. Untuk obat yang larut

dalam air proses pemasukkan obat dilakukan secara inkorporasi (incorporation)

dimana obat ditambahkan saat pembuatan mikropartikel, dalam hal ini obat

dimasukkan ke dalam larutan kitosan dicampur sampai homogen, dan kemudian

mikropartikel dibuat dengan metode yang telah ditetapkan. Untuk obat yang tidak

larut air proses pemasukkan obat dilakukan secara inkubasi (incubation) dimana

obat dimasukkan ke dalam mikropartikel setelah mikropartikel terbentuk dengan

Page 30: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA PEMBUATAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38136/1/LELA... · obat in vitro secara disolusi dalam medium dapar fosfat pH 7,4.

15

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

cara merendam mikropartikel tersebut ke dalam larutan jenuh obat (S.A

Agnihotri, N.N. Mallikarjuna, dan T.M. Aminabhavi, 2004).

2.3.1.Kelebihan dan Kekurangan Mikropartikel

Dari segi farmasetik dan biomedik sistem mikropartikel dapat memberikan

beberapa kelebihan dan kekurangan. Adapun kelebihan dari mikropartikel

diantaranya (Dubey et al., 2009 ; Park et al., 2002 dalam Cahyaningrum, Liana

P., 2014):

a. Menutupi rasa dan bau yang tidak enak

b. Melindungi obat terhadap pengaruh lingkungan

c. Mengurangi ukuran partikel untuk meningkatkan kelarutan obat yang sukar

larut

d. Menghasilkan produk lepas lambat dan lepas terkendali serta obat dengan

pelepasan tertarget

e. Melindungi senyawa toksik

f. Memperbaiki laju alir serbuk

Sedangkan untuk kekurangan dari sistem mikropartikel, antara lain

(Markus, 1988) :

a. Biaya material dan proses preparasi produk lepas terkontrol lebih mahal

dibandingkan formulasi produk obat biasa.

b. Memerlukan polimer matriks yang memberikan efek untuk lingkungan

sebagai penyalut, penstabil, antioksidan, dan pengisi.

c. Kondisi selama proses produksi meliputi kondisi suhu, pH, penambahan

pelarut, dan penguapan akan mempengaruhi stabilitas inti partikel yang

terenkapsulasi

d. Memerlukan biaya dan waktu yang lebih

2. 4. Metode Pembuatan Mikropartikel

2.3.1.Penguapan Pelarut (Solvent Evaporation)

Metode penguapan pelarut ini telah banyak digunakan untuk membuat

mikropartikel. Beberapa variabel yang dapat mempengaruhi karakteristik

mikropatikel yang dihasilkan diantaranya kelarutan dan morfologi zat aktif, tipe

Page 31: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA PEMBUATAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38136/1/LELA... · obat in vitro secara disolusi dalam medium dapar fosfat pH 7,4.

16

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

pelarut yang digunakan, suhu, komposisi dan viskositas polimer, dan drug loading

(Benoit et al., 1996; Bodmeier and McGinity, 1988a, 1988b; Bodmeier et

al.,1994; Jalil and Nixon, 1990a, 1990b; Jaraswekin et al., 2007, dikutip dalam

Muhaimin, 2013).

Pembuatan mikropartikel dengan teknik penguapan pelarut ini dilakukan

di dalam suatu media larutan sebagai fase gerak. Suatu bahan pelapis

didispersikan ke dalam suatu larutan yang mudah menguap dan tidak bercampur

dengan fase geraknya. Sedangkan material inti yang akan dienkapsulasi

didispersikan ke dalam larutan polimer sebagai bahan pelapis. Campuran bahan

inti dan bahan pelapis kemudian diagitasi di dalam larutan fase gerak sehingga

menghasilkan mikropartikel (Sahil, Kataria et al.,2011)

2.3.2.Semprot Kering (Spray drying)

Teknik semprot kering (spray drying) secara praktis dilakukan dengan cara

mendispersikan bahan inti ke dalam bahan penyalut, kemudian campuran

diatomisasi melalui pipa-pipa ke dalam aliran udara panas yang menyediakan

panas laten penguapan (Risch, 1995 dalam Muhaimin 2013). Suatu kelebihan dari

teknik ini adalah baik senyawa larut air atau tidak larut air dapat dimasukkan ke

dalam partikel (Bodmeier dan Chen, 1988 dalam Muhaimin, 2013).

Ukuran partikel yang dihasilkan berada pada rentang 1-100 µm,

tergantung pada ukuran nozzle, laju alir pada semprotan, tekanan atomisasi, suhu

udara pada inlet. He P, S.S Davis, dan L. Illum (1999) telah membuat

mikropartikel dari bahan kitosan yang disambung silang maupun yang tidak

disambung silang sebagai suatu penghantar untuk cimetidin, famotidin, dan

nizatidin. Dari penelitiannya diperoleh hasil partikel berbentuk sferis dengan

ukuran partikel yang bervariasi antara 4 – 5 µm untuk kitosan yang tidak

disambung silang dan ukuran 2 – 10 µm untuk kitosan yang disambung silang.

Ukuran partikel akan meningkat ketika laju alir semprotan ditingkatkan dengan

meningkatkan ukuran nozzle dan akan menurun pada laju alir udara yang lebih

tinggi.

Page 32: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA PEMBUATAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38136/1/LELA... · obat in vitro secara disolusi dalam medium dapar fosfat pH 7,4.

17

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

2.3.3.Gelasi Ionik.

Metode gelasi ionik merupakan metode yang umum digunakan dan banyak

menarik perhatian peneliti dikarenakan prosesnya yang sederhana, tidak

menggunakan pelarut organik, dan dapat dikontrol dengan mudah untuk formulasi

mikropartikel maupun nanopartikel menggunakan polimer polisakarida. Proses

pembentukan partikel terjadi karena adanya kompleksasi akibat muatan yang

berbeda antara polisakarida dan counter ion sehingga mengalami gelasi ionik dan

presipitasi membentuk partikel sferis.

Gambar 2.3 Skema Gelasi Ionik

[Sumber :. S.A. Agnihotri, N.N. Mallikarjuna, T. M. Aminabhavi, 2004, telah diolah kembali]

Pada larutan asam, gugus –NH2 dari kitosan (polisakarida) akan

terprotonasi menjadi NH3+ dan berinteraksi dengan agen gelasi dengan muatan

yang berbeda. Agen gelasi yang sering digunakan adalah tripolifosfat(TPP)

yang menghasilkan interaksi antara muatan positif dari gugus amina yang

terprotonasi pada kitosan dengan muatan negatif TPP untuk membentuk kompleks

dengan ukuran dalam rentang nanopartikel (Racovita et al., 2005).

Page 33: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA PEMBUATAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38136/1/LELA... · obat in vitro secara disolusi dalam medium dapar fosfat pH 7,4.

18

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Gambar 2.4. Reaksi pembentukan ikatan silang ionik (ionic crosslinking) antara

chitosan dengan TPP.

[Sumber : Qurashi et al, 1992 dalam M Alauhdin, N Widiarti, 2014]

Mikropartikel kitosan-tripolifosfat memiliki kekuatan mekanik yang lebih

baik, dan gaya yang dibutuhkan untuk memecahkan mikropartikel sekitar 10 kali

lipat dari mikropartikel kitosan-sulfat atau kitosan-sitrat (Nussinovitch, 2010)

2. 5. Mekanisme Pelepasan Obat

Mekanisme pelepasan obat dari mikropartikel yang dihasilkan tergantung

pada komposisi dan morfologi polimer, ukuran dan kepadatan partikel yang

terbentuk, serta sifat fisikokimia dari obat yang dimasukkan ke dalam

mikropartikel tersebut. Pelepasan secara invitro juga tergantung pada pH,

polaritas, dan keberadaan enzim dalam media disolusi. Pelepasannya dapat

melalui berbagai cara, yaitu melalui proses difusi matriks polimer dari

mikropartikel, erosi matriks polimer dari mikropartikel, dan gabungan dari erosi

dan difusi (Rani et al., 2010)

Ada juga yang mengelompokan mekanisme pelepasan obat dari

mikropartikel menjadi : (a) pelepasan melalui permukaan partikel, (b) difusi

melalui matriks mikropartikel, (c) pelepasan melalui erosi polimer. Proses

pelepasan obat dapat terjadi dengan cara lebih dari satu mekanisme (Adiningsih,

U.T., 2012)

Page 34: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA PEMBUATAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38136/1/LELA... · obat in vitro secara disolusi dalam medium dapar fosfat pH 7,4.

19

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Proses pelepasan obat yang umum terjadi pada mikropartikel adalah proses

difusi. Cairan dari saluran pernapasan akan berdifusi melalui membran dari daerah

berkonsentrasi tinggi di dalam mikropartikel ke daerah berkonsentrasi rendah

pada cairan saluran pernapasan tersebut (Krowcynsk, 1987 dalam M. Karim,

2012)

Gambar 2.5 Mekanisme pelepasan obat dari mikropartikel

[Sumber : S.A. Agnihotri, N.N. Mallikarjuna, T. M. Aminabhavi, 2004, telah

diolah kembali]

2. 6. Karakterisasi Mikropartikel

Pembuatan suatu produk, termasuk pembuatan mikropartikel ini harus

disertai dengan evaluasi untuk mengontrol kualitas produk, untuk mengetahui

apakah sediaan sudah memenuhi syarat atau tidak, apakah sediaan layak atau

tidak untuk digunakan dan dipasarkan, serta untuk mengetahui apakah metode

yang digunakan efisien atau tidak. Adapun evaluasi yang dilakukan pada

mikropartikel tersebut meliputi :

2.6.1.Perolehan Kembali

Persen perolehan kembali ditentukan untuk membandingkan total

mikropartikel yang diperoleh terhadap total zat aktif dengan polimer yang

digunakan pada mikropartikel. Nilai ini juga dapat dijadikan sebagai salah satu

parameter penilaian efisiensi suatu metode pembuatan mikropartikel dalam

Page 35: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA PEMBUATAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38136/1/LELA... · obat in vitro secara disolusi dalam medium dapar fosfat pH 7,4.

20

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

menghasilkan mikropartikel. Untuk menentukan nilai persen perolehan kembali

digunakan rumus (Kumar et al., 2011):% = × 100%Keterangan : % PK = faktor perolehan kembali (g). Wm = bobot mikropartikel yang diperoleh (g).

Wt = bobot bahan pembentuk mikropartikel (%)

2.6.2.Pemeriksaan bentuk dan morfologi permukaan

Bentuk dan morfologi mikropartikel diamati dengan menggunakan alat

Scanning Electron Microscope (SEM) (Gowda D.V, et al, 2010). SEM sangat

cocok digunakan dalam situasi yang membutuhkan pengamatan permukaan kasar

dengan pembesaran berkisar antara 20 kali sampai 500.000 kali.

SEM terdiri dari sebuah senapan elektron yang memproduksi berkas

elektron pada tegangan dipercepat sebesar 2 – 30 kV. Berkas elektron tersebut

dilewatkan pada beberapa lensa elektromagnetik untuk menghasilkan image

berukuran <~10nm pada sampel yang ditampilkan dalam bentuk film fotografi

atau ke dalam tabung layar (Tucker, Maurice, 1988).

2.6.3.Distribusi Ukuran Partikel

Diameter suatu partikel dapat diukur dengan beberapa metode, diantaranya

(1) Metode pengayakan, (2) Metode mikroskop, (3) Metode zona aliran elektrik

(Coulter counter), (4) Metode pemotongan dengan sinal laser, (5) Metode

Sedimentasi (John Staniforth dalam Aulton, M.E., 2001)

Dasar pemilihan metode untuk menentukan ukuran partikel yang pertama

adalah ketersediaan instrumen yang digunakan dalam metode tersebut. Selain itu

dasar pemilihan juga mempertimbangkan karakter partikel yang dihasilkan dan

ukuran yang akan ditentukan. Ada banyak faktor yang mempengaruhi pemilihan

metode penentuan ukuran partikel. Berikut ini rangkuman informasi yang dapat

dijadikan dasar pemilihan metode penentuan ukuran partikel.

(2,1)

Page 36: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA PEMBUATAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38136/1/LELA... · obat in vitro secara disolusi dalam medium dapar fosfat pH 7,4.

21

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Tabel 2.1. Rangkuman Karakteristik Instrumen Penentuan Ukuran Partikel.

Metode Analisa

Lingkungan sampel yangdianalisa Kece-

patananalisa

Print-out

Data

Rentang ukuranpartikel (µm)

Bi-aya

GasCairanberair

Cairantak

berair

Repli-ka

0,001- 10

1-1010-100

100-1000

↑ ↓

Pengayakan √ √ √ √ √ √

Mik

rosk

op Caha-ya

Manual √ √ √ √ √ √ √Semi-otomatis √ √ √ √ √ √ √Otomatis √ √ √ √ √ √ √ √ √

Elektron √ √ √ √ √ √

Zona Aliran Listrik √ √ √ √ √ √ √ √Pemotong

cahayalaser

Difraksi √ √ √ √ √ √ √ √ √

Doppler √ √ √ √ √ √ √ √

Sedimen-tasi

Gravitasi √ √ √ √ √ √ √ √Sentrifu-gasi √ √ √ √ √ √ √

[Sumber : M. E. Aulton, 2001, telah diolah kembali]

2.6.4.Penentuan Kandungan Obat dan Efisiensi Penjerapan

Penentuan kandungan obat dalam mikropartikel dilakukan untuk

mengetahui banyaknya zat aktif yang terjerap di dalam mikropartikel tersebut

sehingga dapat diketahui apakah metode pembuatan mikropartikel yang

digunakan efisien atau tidak.

Evaluasi dapat dilakukan dengan metode analisa kuantitatif menggunakan

spektrofotometri UV. Pelarut yang digunakan berdasarkan kelarutan zat aktif atau

polimer yang digunakan. Matriks perlu dihancurkan untuk melepas obat yang

terjerap di dalamnya sehingga diperoleh kadar obat yang terjerap secara akurat.

Perusakan dapat dilakukan dengan cara penggerusan, pengadukan dengan

kecepatan tinggi maupun perendaman pada pelarut yang dapat melarutkan matriks

mikropartikel. Persen penjerapan diperoleh dengan membandingkan jumlah

kandungan zat inti yang diperoleh dengan jumlah zat inti teoritis (Adiningsih,

U.T., 2012).

Ada banyak faktor yang mempengaruhi efisiensi penjerapan obat pada

mikropartikel kitosan di antaranya sifat kelarutan obat, konsentrasi polimer,

perbandingan polimer dengan obat, dan kecepatan pengadukan (V.R. Sinha et al.,

Page 37: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA PEMBUATAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38136/1/LELA... · obat in vitro secara disolusi dalam medium dapar fosfat pH 7,4.

22

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

2004). Penelitian sebelumnya menyebutkan bahwa peningkatan konsentrasi

kitosan akan meningkatkan viskositas larutannya dan hal ini dapat meningkatkan

efisiensi penjerapan dengan mencegah kristal obat meninggalkan droplet partikel

(V.R. Sinha et al., 2004).

Perbandingan obat dengan polimer, Dhawan dan Singla et al., (2003)

dikutip dalam V.R. Sinha et al., (2004) melaporkan bahwa pemasukkan obat

yang terlalu banyak akan menurunkan efisiensi penjerapannya. Terlebih lagi

pemasukkan obat yang terlalu banyak menyebabkan permukaan mikropartikel

yang tidak halus (Miglani, 2002 dalam V.R. Sinha et al., 2004).

Untuk kecepatan pengadukan, Singla et al., (2001) dikutip dalam V.R.

Sinha et al., (2004) melaporkan bahwa ketika nifedipin dicampurkan ke dalam

larutan kitosan dengan pengadukan selama proses pembuatan mikropartikelnya,

efisiensi penjerapan mengalami peningkatan. Dalam hal ini pengadukan membuat

obat terdispersi secara homogen dalam larutan polimer.

Kelarutan obat juga sangat berpengaruh terhadap efisiensi penjerapan

karena menentukan proses pemasukkan obat ke dalam mikropartikel.

2.6.5.Pelepasan Obat dari Mikropartikel secara In Vitro

Uji pelepasan in vitro dilakukan untuk mengukur laju dan jumlah pelarutan

obat dalam suatu medium. Hasil uji disolusi in vitro akan memberikan gambaran

profil pelepasan obat dari mikropartikel dalam tubuh yaitu bagaimana kecepatan

dan ketersediaan zat aktif dalam tubuh untuk memberikan efek terapeutik yang

diinginkan (Adiningsih, U.T., 2012). Noyes dan Whitney menggambarkan proses

pelepasan bahwa pelepasan zat padat dimulai dengan pelarutan bahan pada

permukaan partikel zet aktif yang membentuk larutan jernih di sekeliling partikel.

Obat yang terlarut dalam larutan jernih diasumsikan sebagai stagnan layer atau

lapisan tetap yang tipis, yang selanjutnya berdifusi dari konsentrasi tinggi ke

konsentrasi rendah.

Adapun persamaan yang menggambarkan persamaan laju disolusi adalah := ( − )Keterangan: dC/dt = Perubahan konsentrasi suatu fungsi obat terhadap perubahan waktu,

k = Konstanta kecepatan disolusi,Cs = konsentrasi larutan jenuh, Ct = konsentrasi zat terlarut pada waktu t

(2,2)

Page 38: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA PEMBUATAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38136/1/LELA... · obat in vitro secara disolusi dalam medium dapar fosfat pH 7,4.

23

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Dalam banyak kondisi uji disolusi konsentrasi pada bulk medium selalu

jauh lebih kecil dibandingkan dengan larutan jenuh (Cs>>Ct). Kondisi ini disebut

dengan kondisi hilang atau sink condition (Mansoor & Beverly, 2003 dalam

Mufidah, U., 2015).

2. 7. Diltiazem Hidroklorida

Gambar 2.6. Struktur Diltiazem Hidroklorida

[Sumber : British Pharmacopoea, 2009]

Diltiazem Hidroklorida atau disebut juga Diltiazemum; Diltiazemi

Hidrochloridum; Cardizem; Dilacoxr; (2S,3S)-5-[2-(dimethylamino)ethyl]-2-(4-

methoxyphenyl)-4-oxo-2,3,4,5-tetrahydro-1,5-benzothiazepin-3-yl acetate, adalah

suatu obat berupa serbuk hablur kecil putih; tidak berbau; melebur pada suhu

210°C disertai peruraian. Memiliki rumus struktur C22H26N2O4S.HCl, berat

molekul sebesar 450,98 g/mol dan sifat kelarutan yang mudah larut dalam

kloroform, dalam metanol, dalam asam format dan dalam air, agak sukar larut

dalam etanol mutlak, dan tidak larut dalam eter (Farmakope Indonesia, 1995).

Kelarutan diltiazem menurun secara signifikan seiring dengan peningkatan pH

saluran pencernaan (Gowda D.V, et al., 2010)

Diltiazem merupakan obat golongan Calsium Channel Blocker (CCB)

turunan dari senyawa benzothiazepine. Digunakan untuk terapi hipertensi, angina

dan aritmia jantung. Aksi kerja diltiazem sebagai vasodilator dalam menurunkan

tekanan darah adalah dengan menghambat masuknya ion Ca2+ melewati membran

sel myocardial, sehingga kontraksi otot jantung dan pembuluh darah dihambat.

Sebaliknya terjadi vasodilatasi koroner pusat dan arteri secara sistemik, tapi tidak

berefek kepada konsentrasi serum kalsium (Goodman-Gilman, 2010).

Page 39: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA PEMBUATAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38136/1/LELA... · obat in vitro secara disolusi dalam medium dapar fosfat pH 7,4.

24

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Diltiazem dapat diberikan per oral maupun injeksi dengan dosis per oral

30 mg setiap 6 jam dan dosis ditingkatkan setiap satu atau dua hari namun tidak

melebihi 360 mg/ hari. Dosis injeksi 5 mg/ml. Diltiazem memiliki bioavalabilitas

sebesar 40% per oral dengan waktu paruh 3 – 4,5 jam. Diltiazem merupakan salah

satu obat yang mudah larut dalam air dan memiliki waktu paruh (t½ eliminasi)

yang singkat (3-4,5 jam) sehingga cocok untuk dibuat sedian tablet lepas lambat

(FDA, 2015).

Sediaan diltiazem dalam bentuk tablet lepas lambat yang sudah beredar

memiliki durasi kerja 11-18 jam atau dalam bentuk kapsul dengan durasi kerja 10-

14 jam. Terikat oleh protein sebanyak 70-80%; volume distribusi 3-13 L/kg; aktif

dimetabolisme di hati oleh sitokrom P450 isoenzim CYP3A4 (Martindale, 2009,

FDA, 2015)

Gowda D.V. et al., (2010) telah membuat mikropartikel mengandung

Diltiazem Hidroklorida menggunakan polimer HPMC dan Eudragit RS 100

dengan metode penguapan pelarut sebagai sediaan lepas kendali untuk pemberian

secara oral. Uji pelepasan obat secara in vitro mikropartikel yang dihasilkan

dibandingkan dengan sediaan lepas terkendali yang beredar di pasaran (Cardiazem

CD ® ). Dari hasil yang diperoleh terlihat ada kemiripan profil pelepasan obat

mengikuti model kinetika orde nol dengan mekanisme pelepasan secara difusi. Ini

membuktikan bahwa Diltiazem Hidroklorida dapat diformulasikan untuk sediaan

mikropartikel lepas lambat.

Penelitian lain juga telah dilakukan oleh Mahale, A. M. dan S.A. Sreenivas

(2013) yang membuat mikropartikel diltiazem hidroklorida menggunakan polimer

HPMC, Xanthan Gum, dan campurannya, dengan metode gelasi ionik dan

kalsium klorida sebagai agen sambung silangnya. Hasilnya diperoleh informasi

bahwa kombinasi polimer HPMC dan Xanthan gum dapat dimanfaatkan dalam

mengembangkan sediaan Diltiazem Hidroklorida lepas diperpanjang sehingga

dapat mengurangi frekuensi pemberian obat.

Page 40: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA PEMBUATAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38136/1/LELA... · obat in vitro secara disolusi dalam medium dapar fosfat pH 7,4.

25

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

2. 8. Kitosan

Gambar 2.7. Struktur Kitosan

[Sumber : S.A. Agnihotri, N.N. Mallikarjuna, T. M. Aminabhavi, 2004 et al., 2004)]

Kitosan adalah polisakarida alam turunan kitin yang diperoleh dari

cangkang kepiting (crustacea). Kitin melalui reaksi penambahan asam kuat akan

melepaskan gugus asetil akan membentuk kitosan. Derajat deasetilasi merupakan

suatu parameter mutu kitosan yang menunjukan persentasi gugus asetil yang dapat

dihilangkan dari rendemen kitin. Semakin tinggi derajat deasetilasi kitosan, maka

gugus asetil kitosan semakin sedikit sehingga interaksi antar ion dan ikatan

hidrogennya semakin kuat. Sebagai polimer yang banyak ditemukan di alam,

kitosan mempunyai derajat N-deasetilasi 40-98% (Hejazi dan Amiji, 2003 dalam

V.R. Sinha et al., 2004).

Kitosan terdiri dari ikatan D-glukosamin dan N-asetil-D-glukosamin yang

berikatan pada (1,4)-β-glikosidik (Wiyarsi, 2010). Kitosan mempunyai rantai

tidak linier dan mempunyai rumus umum (C6H11NO4)n atau disebut sebagai [poli

(2-amina-2-deoksi-β- (1,4)-D-glukopiranosa] (Fernandez, et al., 2004).

Kitosan termasuk basa lemah, tidak larut dalam air dan pelarut organik,

dan larut dalam larutan asam berair (umumya pada pH 4-6). Unit glukosamin

kitosan pada pH tersebut dikonversikan ke dalam bentuk amina terprotonasi (R-

NH3+) atau disebut amonium kuartener sehingga dapat terlarut. Kitosan

terendapkan dalam larutan alkali atau dengan polianion dan membentuk gel pada

pH yang lebih rendah (V.R. Sinha et al., 2004).

Pengunaan kitosan dalam bidang farmasetika saat ini sudah banyak

macamnya. Material berbasis kitosan biasanya digunakan dalam bentukserbuk dan

serpihan, tetapi paling banyak sebagai gel baik berupa bead, membran, pelapis

Page 41: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA PEMBUATAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38136/1/LELA... · obat in vitro secara disolusi dalam medium dapar fosfat pH 7,4.

26

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

(coating), fiber, hollowfiber, dan scaffold.. M. Alauhdin dan N. Widiarti (2014)

melakukan sintetis dan modifikasi lapis tipis kitosan- tripolifosfat sebagai bahan

penyalut obat untuk mengontrol pelepasan obat. Ikatan silang kitosan dan

tripolifosfat yang terbentuk lebih stabil terhadap swelling. Selain itu kitosan juga

telah digunakan secara luas dalam bidang biomedis karena sifat

biokompatibilitasnya (Stamatialis et al., 2008)

Baik obat yang larut dalam air dan tidak larut air dapat dimuat ke dalam

sistem partikel berbasis kitosan (S.A. Agnihotri, N.N. Mallikarjuna, T. M.

Aminabhavi, 2004) melalui beberapa interaksi seperti interaksi elektrostatik,

ikatan hidrogen, dan interaksi hidrofobik (Tiyaboonchai, 2003). Obat yang larut

air dicampur dengan larutan kitosan untuk membentuk campuran homogen, dan

kemudian partikel dapat diproduksi. Enkapsulasi obat meningkat seiring

meningkatnya konsentrasi kitosan. Obat tidak larut dalam air dan yang dapat

mengendap dalam larutan pH asam dapat dimuat setelah pembentukan partikel

dengan merendam partikel dalam larutan jenuh obat (S.A. Agnihotri, N.N.

Mallikarjuna, T. M. Aminabhavi, 2004).

Selain itu, kitosan memiliki karakter unik, yakni bersifat mukoadhesif atau

dapat melekat pada permukaan mukosa. Karakteristik ini diakibatkan oleh

interaksi ionik antara gugus ammonium kuartener kitosan dengan permukaan

mukus yang bermuatan negatif. Saat melekat pada permukaan mukosa, kitosan

dapat membuka sementara tight junction antar sel-sel epithel glikoprotein, yaitu

asam sialat yang bersifat anionik. Pembukaan sementara ini memberi waktu yang

lebih panjang bagi interaksi dan transport obat ke dalam sel (Schipper et al., 1997

dalam V.R. Sinha et al., 2004).

Untuk pemakaian dalam formulasi sediaan farmasetik, kitosan harus

memiliki persyaratan seperti berwarna putih atau kekuningan, densitas 1,35-1,40

g/cm3, pH 6,5-7,5, kandungan kelembaban <10%, derajat deasetilasi 70-100%,

material tidak larut <1%, tidak berasa, dan tidak berbau (Miyazaki et al., 1981

dalam V.R. Sinha et al., 2004)

Page 42: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA PEMBUATAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38136/1/LELA... · obat in vitro secara disolusi dalam medium dapar fosfat pH 7,4.

27

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

2. 9. Natrium Tripolifosfat (NaTPP)

Gambar 2.8. Struktur Natrium Tripolifosfat

[Sumber : Chemical-book, 2015]

Tripolifosfat (TPP) atau biasa disebut natrium tripolifosfat merupakan suatu

serbuk atau granul berwarna putih dan bersifat sedikit higroskopis. Tripolifosfat

ada dalam bentuk garam natrium yang terdapat dalam bentuk anhidrat maupun

heksahidratnya. Rumus kimia Na5P3O10, memiliki BM 367,864 g/mol, kerapatan

2,52 g/cm3, dan nilai pKa 6,5. Natrium tripolifosfat bersifat mudah larut dalam

etanol dan air (14,5 g/100 mL (25 °C)) (Chemical-book, 2015).

Tripolifosfat adalah polianion non-toksis, dalam larutan berair akan

menghasilkan ion hidroksil (-OH-) dan ion-ion tripolifosfat (P3O105-, P3O10

4-, dan

H3P3O102- ). Apabila pH larutan TPP diatur pada kondisi asam maka yang ada

hanya ion-ion tripolifosfat (M.Alauhdin dan N. Widiarti, 2014). Anion-anion ini

dapat berinteraksi dengan kitosan melalui gaya elektrostatik untuk membentuk

jaringan ion tersambung silang.

Tripolifosfat dapat digunakan untuk pembuatan kitosan mikropartikel

karena kemampuan gel yang cepat (Fwu-Lung Mi, 2003 dalam M. Karim, 2012).

Dalam mikropartikel Cyclosporin yang dibuat dari kitosan menggunakan TPP

sebagai agen sambung silangnya, karakteristik pelepasannya menjadi lambat

dibandingkan dengan yang tanpa menggunakan TPP. Semakin tinggi konsentrasi

larutan TPP maka pelepasannya semakin menurun. Hal ini dikarenakan lapisan

film yang terbentuk karena adanya reaksi sambung silang antara kitosan dan TPP

menjadi barrier pelepasan melalui bentuk kompleks ikatan ionik kitosan dan TPP

(Ji-Woong C. et al., 2009).

Page 43: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA PEMBUATAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38136/1/LELA... · obat in vitro secara disolusi dalam medium dapar fosfat pH 7,4.

28

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

BAB 3

METODOLOGI PENELITIAN

3.1. Waktu Dan Tempat Penelitian

Penelitian ini akan dilaksanakan selama 6 bulan, Januari 2015 - Juni 2015

di Laboratorium Penelitian I, Laboratorium Formulasi Sediaan Padat,

Laboratorium Penelitian II, Laboratorium Kimia Obat, dan Fakultas Kedokteran

dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

3.2. Alat dan Bahan

3.2.1. Alat

Alat-alat yang digunakan antara lain, alat pengaduk magnetik (Advantec

SRS710HA), pengaduk baling-baling (IKA RW 20 digital), buret, spuit 5 mL

(Terumo, Jepang), neraca analitik (AND GH-120), Spektrofotometri UV-Vis

(Hitachi U-2910, Jepang), alat sentrifus, USP Dissolution apparatus (Erweka

DT626HH), oven (EYELA NDO-400), mikroskop optik (Olympus 1x71),

particle size analyzer, pH meter (Horiba F-25), Freeze dryer (EYELA FDU-1200)

dan alat-alat gelas lain yang lazim digunakan di laboratorium.

3.2.2.Bahan

Bahan-bahan yang digunakan antara lain kitosan (food grade dengan

viskositas 31,75 cps, dan derajat deasetilasi 86,51%, Biotech Surindo, Cirebon),

diltiazem hidroklorida (Indofarma, Indonesia), natrium tripolifosfat (Wako,

Jepang), asam klorida, asam asetat glasial (Merck, Jerman), natrium hidroksida

(Merck), kalium dihidrogen fosfat (Merck), aquades (Brataco, Jakarta), air

deionisasi, lem akrital, dan membran sartorius pori-pori 0,45µm diameter 47 mm.

3.3. Prosedur Penelitian

3.3.1.Optimasi Konsentrasi Larutan Kitosan dan Larutan TPP

Dibuat larutan kitosan 1%, 2%, dan 3% b/v dalam 100 ml asam asetat 1%

v/v dan diaduk sampai homogen. Sementara itu 40 ml larutan tripolifosfat dalam

25

28

Page 44: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA PEMBUATAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38136/1/LELA... · obat in vitro secara disolusi dalam medium dapar fosfat pH 7,4.

29

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

air destilasi dengan konsentrasi 2%, 3%, dan 4% b/v disiapkan dan diatur pH-nya

5,0 menggunakan HCl 1N. Larutan tripolifosfat ditambahkan ke dalam larutan

kitosan tetes demi tetes menggunakan buret sambil dilakukan pengadukan secara

kontinyu menggunakan pengaduk baling-baling dengan kecepatan 300 rpm pada

suhu ruang selama 30 menit. Setelah itu disentrifus dengan kecepatan 3000 rpm

selama 15 menit dan endapan dicuci 2 kali dengan air bebas ion (Raditya I.,

Effionora, dan M. Jufri, 2013 dengan modifikasi)

Formula yang menghasilkan partikel dengan ukuran partikel antara 3-5 µm

kemudian dipilih untuk dibuat mikropartikel yang mengandung diltiazem

hidroklorida dan dikarakterisasi lebih lanjut.

3.3.2.Pembuatan Mikropartikel Mengandung Diltiazem HCl

Mikropartikel dibuat dalam tiga formula dengan perbedaan pada

perbandingan obat yang diberikan. Kitosan dengan konsentrasi sesuai optimasi

dilarutkan dalam 300 ml asam asetat 1% v/v dan diaduk sampai homogen,

kemudian serbuk diltiazem hidroklorida dimasukkan ke dalam larutan kitosan

tersebut dan diaduk kembali sampai homogen. Sementara itu 120 ml larutan

tripolifosfat dalam air destilasi dengan konsentrasi yang telah dioptimasi

disiapkan dan diatur pH-nya 5,0 menggunakan HCl 1 N. Larutan tripolifosfat

ditambahkan ke dalam larutan kitosan tetes demi tetes menggunakan buret sambil

dilakukan pengadukan secara kontinyu menggunakan pengaduk baling-baling

dengan kecepatan 300 rpm pada suhu ruang selama 30 menit. Setelah itu suspensi

disentrifus dengan kecepatan 3000 rpm selama 15 menit. Supernatan dipisahkan

kemudian endapan dicuci menggunakan air deionisasi sebanyak dua kali (Raditya

I., Effionora, dan M. Jufri, 2013 dengan modifikasi).

Tabel 3.1 Formula Mikropartikel kitosan-TPP mengandung DiltiazemHidroklorida

Formula Kitosan Obat TPP

F1 1% 1% 3%

F2 1% 2% 3%

F3 1% 3% 3%

Page 45: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA PEMBUATAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38136/1/LELA... · obat in vitro secara disolusi dalam medium dapar fosfat pH 7,4.

30

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

3.3.3. Penentuan Ukuran Partikel dalam Suspensi Setelah Proses Gelasi Ionik

Penentuan ukuran partikel dalam suspensi menggunakan PSA (Particle

Size Analysis). Sebanyak 10 ml suspensi disiapkan untuk dilakukan pengukuran.

Dari ketiga formula yang diukur ukuran partikelnya kemudian dipilih yang

memiliki ukuran partikel berapa pada rentang 3-5 µm untuk dilakukan

karakterisasi selanjutnya (Kristmundsdottir, O.S. Gudmundsson, K. Ingvarsdottir,

1996 dengan modifikasi)

3.3.4. Pembuatan Kurva Kalibrasi

3.3.3.1.Penentuan Panjang Gelombang Maksimal

Larutan diltiazem hidroklorida 10 ppm dalam dapar fosfat pH 7,4 dan

larutan asam klorida 0,1 N pH 1,2 masing-masing diukur serapan maksimalnya

menggunakan spektrofotometer UV pada rentang panjang gelombang 200-400 nm

(Nadia A. et al., 2011 dengan modifikasi)

3.3.3.2.Pembuatan Kurva Kalibrasi

Kurva kalibrasi dibuat dalam dua medium yang berbeda. Larutan induk

100 ppm masing-masing medium dibuat dengan melarutkan 25 mg diltiazem

hidroklorida pada 250 ml dapar fosfat pH 7,4 dan pada 250 ml larutan asam

klorida 0,1 N pH 1,2. Kemudian dari masing-masing larutan induk masing-masing

dibuat seri konsentrasi 5, 10, 15, dan 25 ppm untuk medium asam klorida 0,1 N

dan konsentrasi 1, 3, 5, 7, 9, 11, 13, dan 15 ppm untuk medium dapar fosfat pH

7,4. Kemudian larutan tersebut dianalisa menggunakan spektrofotometer UV pada

panjang gelombang masing-masing yang diperoleh dari uji penetapan panjang

gelombang. Kurva kalibrasi dibuat dengan menghubungkan konsentrasi larutan

dengan hasil absorbansi yang dihasilkan sehingga diperoleh persamaan regresi

liniernya y= a + bx (Nadia A. et al., 2011 dengan modifikasi).

3.3.5. Pengeringan Mikropartikel

Proses pengeringan mikropartikel dilakukan secara liofilisasi. Alat yang

digunakan untuk mengeringkan partikel adalah freeze dryer. Sebanyak 500 ml

Page 46: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA PEMBUATAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38136/1/LELA... · obat in vitro secara disolusi dalam medium dapar fosfat pH 7,4.

31

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

suspensi mikropartikel formula F1 dibekukan kemudian dimasukan ke dalam alat

freeze dryer (Raditya I., Effionora, 2013 dengan modifikasi).

3.3.6. Karakterisasi Mikropartikel

3.3.6.1. Uji Perolehan Kembali

Faktor perolehan kembali ditentukan dengan membandingkan bobot total

mikropartikel yang diperoleh terhadap bobot bahan pembentuk mikropartikel.

Ditimbang dan dicatat secara seksama kitosan, natrium tripolifosfat, dan diltiazem

hidroklorida sebagai bobot bahan pembentuk mikropartikel. Selanjutnya partikel

hasil gelasi ionik, ditimbang dan dicatat sebagai bobot total mikropartikel yang

diperoleh. Kemudian, dimasukkan ke dalam persamaan (Kumar et al., 2011) :% = × 100% (3.1)

Keterangan : % PK = faktor perolehan kembali (g). Wm = bobot mikropartikel yang diperoleh (g).Wt = bobot bahan pembentuk mikropartikel (%)

3.3.6.2. Distribusi Ukuran Partikel

Distribusi ukuran mikropartikel kitosan-tripolifosfat mengandung

diltiazem hidroklorida diukur menggunakan mikroskop optik (Optical

Microscop). Sejumlah mikropartikel didispersikan di dalam minyak zaitun,

kemudian diletakan di kaca objek dan dilihat di bawah mikroskop dengan

perbesaran 100 kali (Weekarody et al., 2008 dengan modifikasi).

3.3.6.3. Penetapan Kadar Obat dalam Mikropartikel dan Efisiensi

Penjerapan

Jumlah diltiazem hidroklorida yang terjerap di dalam mikropartikel

ditentukan secara langsung dengan cara menghitung kadar total dalam

mikropartikel terhadap kadar teoritis diltiazem yang ditambahkan ke dalam

formula. Sebanyak 10 mg serbuk mikropartikel digerus dalam lumpang kemudian

didispersikan di dalam 25 ml HCL 0,1N lalu diaduk menggunakan stirer sampai

partikel larut. Kemudian larutan disaring dan diukur absorbansinya menggunakan

spectrofotometer UV pada panjang gelombang serapan diltiazem yang telah

ditetapkan sebelumnya dan kemudian data absorbansi dihitung kadarnya

Page 47: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA PEMBUATAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38136/1/LELA... · obat in vitro secara disolusi dalam medium dapar fosfat pH 7,4.

32

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

menggunakan persamaan regresi linier dari kurva kalibrasi yang menggunakan

larutan diltiazem hidroklorida dalam HCl 0,1 N. Percobaan dilakukan sebanyak

tiga kali.

Kadar obat dan efisiensi penjerapan kemudian dihitung menggunakan

persamaan (Nadia A. et al., 2011; Kundawala et al., 2011 dengan modifikasi

metode) :

Efisiensi Penjerapan (%) = × 100% (3,2)

Keterangan : Ko = kadar obat dalam mikropartikel, Kt = kadar teoritis obat dalam formula

Kadar Obat (%) = × 100% (3,3)

Keterangan : Ko = kadar obat dalam mikropartikel, Mp = massa mikropartikel

3.3.6.4. Pelepasan Obat secara In Vitro

Uji disolusi dilakukan menggunakan alat USP Dissolution Apparatus tipe

basket dengan kecepatan pengadukan 150 rpm. Sebuah membran sartorius dari

bahan selulosa dengan pori-pori berukuran 0,45 µm dan diameter 47 mm

disiapkan dan mikropartikel yang mengandung diltiazem sebanyak 150 mg

ditimbang pada membrane kemudian dilipat membentuk kantung dan ujungnya

direkatkan dengan lem akrilik. Kantong yang terbentuk lalu dimasukan ke dalam

basket. Medium disolusi yang digunakan adalah dapar fosfat pH 7,4 sebanyak 350

ml untuk memastikan sink condition dan suhu medium dijaga pada 37 ± 0,5 °C.

Disolusi dilakukan selama sembilan jam dan setiap satu jam dilakukan

pencuplikan sampel sebanyak 5 ml dan diganti dengan larutan dapar fosfat

sebanyak 5 ml. Kemudian cuplikan sampel disaring menggunakan syringe

membran dan dianalisa kadar obat menggunakan spektrofotometri UV dengan

panjang gelombang sesuai dengan yang telah ditentukan pada penentuan panjang

gelombang. Disolusi dilakukan sebanyak tiga kali (Kundawala et al., 2011; Yoen-

J.S. et al., 2010 dengan modifikasi).

Page 48: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA PEMBUATAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38136/1/LELA... · obat in vitro secara disolusi dalam medium dapar fosfat pH 7,4.

33

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

BAB 4

HASIL DAN PEMBAHASAN

4. 1. Optimasi Konsentrasi Larutan Kitosan dan Larutan Tripolifosfat

Dari data hasil optimasi diketahui bahwa larutan kitosan dengan

konsentrasi 1% dan larutan tripolifosfat konsentrasi 3% menghasilkan suspensi

dengan partikel berukuran pada rentang ukuran yang diinginkan dibandingkan

konsentrasi lainnya. Adapun foto penampakan mikropartikel di bawah mikroskop

optik dengan pembesaran 100 kali terlampir.

33

Pada optimasi konsentrasi larutan tripolifosfat yang digunakan adalah 2%,

3%, dan 4% dengan larutan kitosan 1%. Data hasil optimasi dapat dilihat pada

tabel 4.2.

Optimasi konsentrasi larutan kitosan dilakukan untuk mengetahui

konsentrasi optimum larutan kitosan yang dapat menghasilkan mikropartikel

dengan ukuran yang diinginkan dan memiliki bentuk yang sferis. Larutan kitosan

yang digunakan berkonsentrasi 1%, 2%, dan 3%, pada larutan tripolifosfat 3%

Data hasil optimasi dapat dilihat pada tabel 4.1. Dari hasil optimasi larutan kitosan

1% yang dapat membentuk mikropartikel berukuran 3-5 µm, sehingga dipilihlah

kitosan dengan konsentrasi 1% untuk optimasi larutan tripolifosfat.

Penelitian ini diawali dengan penentuan konsentrasi larutan kitosan dan

larutan tripolifosfat yang dapat membentuk mikropartikel berukuran 3-5 µm.

Mikropartikel yang dihasilkan berdasarkan interaksi ionik yang terjadi antara ion

kitosan dan natrium tripolifosfat sehingga membentuk partikel secara spontan

(Boonsongrit, Ampol, dan Bernd, 2006). Berdasarkan penelitian Moura, et al

(2009) disebutkan bahwa peningkatan konsentrasi kitosan dan tripolifosfat akan

meningkatkan ukuran partikel yang terbentuk. Oleh karena itu konsentrasi larutan

kitosan dan konsentrasi larutan tripolifosfat perlu dioptimasi. Sedangkan

kecepatan pengadukan, pH larutan penyambung silang, suhu dan lamanya waktu

sambung silang tidak dilakukan optimasi karena pada penelitian sebelumnya telah

dilakukan optimasi untuk kondisi-kondisi tersebut (Ko et al., 2002, Emmanuel

C.I., et al., 2011).

Page 49: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA PEMBUATAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38136/1/LELA... · obat in vitro secara disolusi dalam medium dapar fosfat pH 7,4.

34

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Tabel 4.1 Hasil Optimasi Konsentrasi Larutan Kitosan

Konsentrasi

Larutan

Kitosan

Konsentrasi

Larutan

Tripolifosfat

Hasil Pengamatan Gambar

1%

3%

Terbentuk partikel

berukuran kecil-

kecil

2%

Terbentuk partikel

benang-benang

halus

3%

Terbentuk partikel

benang-benang

kasar

Tabel 4.2 Hasil Optimasi Konsentrasi Larutan Tripolifosfat

Konsentrasi

Larutan Kitosan

Konsentrasi

Larutan TripolifosfatHasil Pengamatan

1%

2% Partikel halus berukuran rata-rata 2 µm

3% Partikel halus berukuran rata-rata 3 µm

4% Partikel halus berukuran rata-rata > 5 µm

Sebagaimana telah dikemukakan oleh Ko, et al. (2002), peningkatan

konsentrasi tripolifosfat akan meningkatkan ketahanan fisik partikel karena

jumlah tripolifosfat yang meningkat menyebabkan reaksi sambung silang ionik

dengan gugus positif dari kitosan semakin banyak sehingga membentuk formasi

Page 50: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA PEMBUATAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38136/1/LELA... · obat in vitro secara disolusi dalam medium dapar fosfat pH 7,4.

35

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

gel yang lebih stabil secara fisik. Akan tetapi diameter dan bobot mikropartikel

juga mengalami peningkatan (Ji-Woong C. et al., 2009).

4. 2. Pembuatan Mikropartikel Kitosan Tripolifosfat MengandungDiltiazem HCl

Pembuatan mikropartikel kitosan tripolifosfat yang mengandung diltiazem

HCl dilakukan dengan menggunakan metode gelasi ionik. Pada pembuatannya

terdapat tiga formula dengan letak perbedaannya pada jumlah zat aktif yang

ditambahkan ke dalam mikropartikel. Hal ini bertujuan untuk mengetahui efek

penambahan zat aktif dalam peningkatan ukuran partikel yang dihasilkan. Pada

formula pertama perbandingan bobot polimer dan zat aktif sebesar 1:1, pada

formula kedua perbandingannya 1:2, dan pada formula tiga 1:3. Berdasarkan

gambar 4.1, suspensi koloidal dari ketiga formula tersebut secara kasat mata tidak

terlihat perbedaan kekeruhan sampai akhirnya diukur ukuran partikel

menggunakan PSA (Particle Size Analyzer).

Gambar 4.1 Suspensi Mikropartikel Kitosan

4. 3. Pembuatan Kurva Kalibrasi.

4.3.1.Penetuan Panjang Gelombang Maksimal

Penentuan panjang gelombang maksimal diltiazem hidroklorida dilakukan

pada konsentrasi 10 ppm dalam medium dapar fosfat pH 7,4 dan asam klorida 0,1

N pH 1,2. Menurut literatur panjang gelombang maksimum diltiazem hidroklorida

adalah 240 nm (British Pharmacopoea, 2009), sedangkan panjang gelombang

maksimum yang dihasilkan dari percobaan pada medium asam klorida 0,1 N pH

1,2 adalah 236 nm dan pada medium dapar fosfat pH 7,4 adalah 236,4 nm.

Page 51: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA PEMBUATAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38136/1/LELA... · obat in vitro secara disolusi dalam medium dapar fosfat pH 7,4.

36

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

4.3.2.Pembuatan Kurva Kalibrasi

Pembuatan kurva kalibrasi diltiazem hidroklorida dalam medium asam

klorida 0,1 N pH 1,2 dilakukan dengan konsentrasi 5, 10, 15, 20, dan 25 ppm

menghasilkan persamaan regresi y = 0,0527x - 0,0224. Sedangkan kurva kalibrasi

diltiazem hidroklorida dalam medium dapar fosfat pH 7,4 dilakukan dengan

konsentrasi 1, 3, 5, 7, 9, 11, 13, dan 15 ppm menghasilkan persamaan regresi y =

0,0521x + 0,0075.

(a)

(b)

Gambar 4. 2 (a) Kurva kalibrasi diltiazem HCl dalam larutan HCl 0,1 N,

(b) Kurva kalibrasi diltiazem HCl dalam dapar fosfat pH 7,4

Page 52: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA PEMBUATAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38136/1/LELA... · obat in vitro secara disolusi dalam medium dapar fosfat pH 7,4.

37

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

4. 4. Pengeringan Mikropartikel

Setelah sebelumnya ditetapkan formula mana yang akan dikarakterisasi

lebih lanjut, ditetapkanlah formula F1 yang akan dikarakterisasi lebih lanjut. Hasil

serbuk mikropartikel F1 dapat dilihat pada gambar di bawah ini (Gambar 4.3).

Serbuk yang dihasilkan berwarna putih agak kuning berbentuk flake dilihat

mrnggunakan mikroskop.

(a) (b)

Gambar 4.3 (a) Serbuk Mikropartikel setelah freeze dry, (b) Bentuk partikel

dilihat menggunakan mikroskop optik

4. 5. Karakterisasi Mikropartikel

4.5.1.Distribusi Ukuran partikel

Ukuran partikel menjadi karakteristik yang paling penting dalam suatu

sistem mikropartikel terutama untuk tujuan penghantaran obat melalui paru-paru.

Umumnya ukuran mikropartikel yang diharapkan dari sediaan pulmonal adalah <

10 µm (Glyn Taylor & lan Kellaway, 2001). Adapun target ukuran partikel yang

ingin dicapai peneliti berada pada rentang 3-5 µm.

Pada penelitian ini, untuk pengukuran ukuran partikel dilakukan dua kali,

Pengukuran pertama dalam bentuk suspensi koloid sebelum dikeringkan dengan

tujuan untuk menyeleksi satu formula dari tiga formula yang masuk kriteria

ukuran partikel yang diinginkan peneliti untuk dilakukan karakterisasi

selanjutnya. Pengukuran ini ditentukan menggunakan PSA (Particle Size

Analyzer) dan diperoleh data sebagaimana tertera pada tabel (Tabel 4.1.).

Page 53: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA PEMBUATAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38136/1/LELA... · obat in vitro secara disolusi dalam medium dapar fosfat pH 7,4.

38

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Pengukuran kedua dalam bentuk serbuk setelah dikeringkan dengan tujuan untuk

melihat distribusi ukuran partikel yang terbentuk setelah pengeringan dan melihat

apakah ada efek dari pengeringan terhadap ukuran mikropartikel dibandingkan

dengan hasil pengukuran pertama. Pengukuran kedua dilakukan dengan

menggunakan mikroskop optik. Dasar pemilihan minyak zaitun sebagai medium

pendispersi adalah karena sifatnya yang tidak melarutkan baik zat aktif maupun

polimer yang digunakan dalam formula.

Tabel 4.3. Hasil Pengukuran Partikel Menggunakan PSA

Formula Bahan(CTS:DTZ:TPP)

Rentang UkuranPartikel dalamJumlah (µm)

Rata-rataUkuran

Partikel (µm)PDI

F1 1 : 1 : 3 3,39 - 5,62 4,348 0,0100F2 1 : 2 : 3 2,24 - 8,13 4,483 0,0810F3 1 : 3 : 3 2,57 - 9,77 6,157 0,1500

Dari hasil pengukuran pertama terlihat bahwa penambahan sejumlah zat

aktif dapat meningkatkan ukuran partikel yang diperoleh. Sebagaimana alur

penelitian yang dirancang oleh peneliti maka dipilih satu formula untuk

dikarakterisasi selanjutnya. Akan tetapi terdapat dua formula yang masuk pada

rentang ukuran yang diinginkan yaitu F1 dan F2. Dari dua formula ini kemudian

dipilih satu formula yang memiliki nilai indeks polidispersitas (PDI) yang paling

kecil. Indeks polidispersitas merupakan suatu data nilai analisa kumulan dari dua

parameter (ukuran dan jumlah) yang tidak berdimensi dan berskala dimana

nilainya yang lebih kecil dari 0,05 menunjukkan sampel memiliki distribusi

ukuran yang sempit (monodisperse), sedangkan nilainya yang lebih besar dari 0,7

menunjukkan bahwa sampel memiliki distribusi ukuran yang sangat luas

(polidisperse) (Malvern Instrument Limited, 2011). Selain itu dilihat dari rentang

ukuran partikel berdasarkan jumlahnya, terlihat pada formula F2 dan F3

rentangnya sudah di luar rentang ukuran 3-5 µm. Sehingga dipilihlah F1 untuk

dilakukan karakterisasi selanjutnya karena dilihat dari nilai indeks

polidispersitasnya yang kecil, menunjukkan sampel memiliki ukuran yang

homogen dan rentang ukuran partikel berdasarkan jumlahnya masuk ke dalam

rentang ukuran partikel yang diinginkan.

Page 54: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA PEMBUATAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38136/1/LELA... · obat in vitro secara disolusi dalam medium dapar fosfat pH 7,4.

39

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Dari hasil pengukuran kedua menggunakan mikroskop, diagram frekuensi

ukuran mikropartikel di bawah memperlihatkan bahwa secara frekuensi jumlah

partikel berukuran < 10 µm masih mendominasi, sehingga partikel yang terbentuk

masih masuk persyaratan ukuran partikel untuk sediaan paru-paru.

Tabel 4.4 Distribusi Ukuran Partikel Formula F1

Rentang Ukuran(µm)

Diameter Rata-Rata(Median)

Jumlah

1-5 3 2376-10 8 155,511-15 13 8616-20 18 3221-25 23 2026-30 28 1831-35 33 1536-40 38 841-45 43 746-50 48 351-55 53 256-60 58 4> 60 60 16

Total 601

Gambar 4.4 Diagram Distribusi Ukuran Partikel Mikropartikel F1

0

50

100

150

200

250

3 8 13 18 23 28 33 38 43 48 53 58 60

Jum

lah

(u.a

)

Diameter Rata-Rata (µm)

Page 55: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA PEMBUATAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38136/1/LELA... · obat in vitro secara disolusi dalam medium dapar fosfat pH 7,4.

40

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

4.5.2.Persen Perolehan Kembali

Setelah mikropartikel kitosan-tripolifosfat yang mengandung diltiazem

hidroklorida terbentuk sesuai dengan konsentrasi pada formula F1 dan telah

dikeringkan, selanjutnya dihitung rendemen atau nilai perolehan kembali (PK).

Nilai ini merupakan faktor yang penting untuk mengetahui apakah metode yang

digunakan sudah baik atau tidak (Rosidah, 2010). Dari perhitungan rendemen

diperoleh persentase berkisar 39,25 %. Dari hasil persentasi nilai PK tersebut

dapat diketahui bahwa metode gelasi ionik ini sudah cukup baik dalam

menghasilkan mikropartikel.

Hasil perolehan yang kecil mungkin dikarenakan pada proses pembuatan

tidak semua polimer kitosan habis berinteraksi dengan tripolifosfat membentuk

mikropartikel karena pada pembuatannya larutan TPP-lah yang diteteskan ke

dalam larutan kitosan sampai habis dan perbandingan volume kitosan yang lebih

besar dari pada volume larutan TPP yaitu 5 : 2 untuk kitosan : TPP. Oleh karena

itu besar kemungkinan masih terdapat banyak kitosan pada bagian supernatan

suspensi koloidal yang tidak tersambung silang.

4.5.3.Efisiensi Penjerapan dan Kadar Obat

Penetapan kadar obat dan efisiensi penjerapan mikropartikel F1 dilakukan

sebanyak tiga kali dengan melarutkan sejumlah mikropartikel ke dalam medium

asam klorida 0,1 N pH 1,2. Diperoleh data persentasi kadar obat dalam

mikropartikel yaitu berkisar 2,13 ± 0,04 % dan efisiensi penjerapan 2,68 ± 0,05 %.

Tujuan dilakukannya evaluasi efisiensi penjerapan zat aktif di dalam

mikropartikel adalah untuk mengetahui kemampuan polimer dalam menjerap zat

aktif dan mengetahui efisiensi dari metode yang digunakan. Hasil yang didapat

menunjukkan bahwa hanya terdapat sedikit kandungan obat di dalam

mikropartikel dan efisiensi penjerapan yang sangat kecil sehingga dapat dikatakan

bahwa metode yang digunakan kurang efisien dalam menjerap diltiazem

hidroklorida.

Page 56: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA PEMBUATAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38136/1/LELA... · obat in vitro secara disolusi dalam medium dapar fosfat pH 7,4.

41

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Tabel 4.5 Efisiensi Penjerapan Kadar Obat Dalam Mikropartikel dan padaFormula F1

No. Sampel % Kadar Kadar Total % Penjerapan

1 2,14 134,19 mg 2,68

2 2,17 136,24 mg 2,72

3 2,09 131,27 mg 2,63

Rata-Rata 2,13 ± 0,04 133,9 ± 2,50 2,68 ± 0,05

Faktor kelarutan obat dalam hal ini sangat berpengaruh (V.R. Sinha et al.,

2004). Mengingat bahwa diltiazem merupakan salah satu obat yang sangat mudah

larut dalam air dan pada proses pembuatan mikropartikel medium yang paling

banyak digunakan adalah air, sehingga kemungkinan besar kehilangan sejumlah

obat yang terjerap karena obat berdifusi keluar dari matriks menuju medium air

tersebut. Sedangkan untuk perbandingan jumlah obat yang ditambahkan akan

berdampak pada ukuran partikelnya (Sari, R., Puspita, Desy R.A., Rijal,

M.A.S.,2012). Dhawan dan Singla et al. (2003) dikutip dalam V.R. Sinha et al.,

(2004) juga melaporkan bahwa pemasukkan obat yang terlalu banyak akan

menurunkan efisiensi penjerapannya. Hal ini berpengaruh pada faktor pembagi

dari persamaan persen penjerapan. Untuk ukuran partikel yang sama, semakin

besar jumlah obat yang ditambahkan akan semakin besar faktor pembaginya

sehingga persen penjerapan semakin kecil.

4.5.4.Pelepasan Obat secara In Vitro

Uji pelepasan In Vitro ditujukan untuk melihat profil disolusi diltiazem

hidroklorida dari mikropartikel yang menggunakan kitosan-tripolifosfat sebagai

matriks polimernya. Uji ini dilakukan dengan metode disolusi tipe keranjang,

larutan dapar fosfat pH 7,4 sebanyak 350 ml digunakan sebagai medium dengan

waktu pengujian selama sembilan jam atau 540 menit. Suhu medium dijaga 37 ±

0,5°C dengan pengadukan kontinyu pada kecepatan 150 rpm. Disolusi dilakukan

sebanyak tiga kali (triplo).

Page 57: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA PEMBUATAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38136/1/LELA... · obat in vitro secara disolusi dalam medium dapar fosfat pH 7,4.

42

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Berdasarkan data hasil uji pelepasan obat, dapat diketahui bahwa rata-rata

obat sudah terlepas 80,81 ± 5,87 % dengan kadar terlepas 2,62 ± 0,19 mg, dan

50% obat sudah terlepas pada jam ke-4. Pelepasan obat dari suatu polimer

dipengaruhi beberapa faktor diantaranya bentuk dan ukuran mikropartikel,

konsentrasi larutan polimer, dan waktu lamanya taut silang. Menurunnya berat

molekul dan konsentrasi larutan kitosan, maka pelepasan obat akan meningkat

dan akan menurun dengan peningkatan waktu sambung silang (S. A. Agnihotri et

al., 2004). Bentuk partikel yang panjang akan lebih cepat pelepasannya

dibandingkan dengan bentuk partikel yang bulat, hal ini terkait dengan luas

permukaan kontak suatu partikel. Bentuk batang yang pipih tentu memiliki luas

bidang kontak dengan medium yang lebih besar daripada bentuk bulat. Sedangkan

ukuran partikel yang semakin kecil akan meningkatkan pelepasan obat karena luas

permukaan yang lebih besar dibandingkan partikel berukuran besar (Glyn Taylor

and lan Kellaway, 2001.).

Dengan demikian dapat dikatakan formula mikropartikel ini memberikan

profil pelepasan yang cukup baik.

Tabel 4.6 Persen Pelepasan Obat Diltiazem HCl dari Mikropartikel Kitosan-Tripolifosfat

Jam ke -Bobot Obat Terdisolusi ±

SD (mg)% Pelepasan Obat

± SD

1 0,19 ± 0,12 5,82 ± 3,7

2 0,82 ± 0,23 25,25 ± 6,95

3 1,36 ± 0,28 41,98 ± 8,61

4 1,74 ± 0,30 53,76 ± 9,16

5 2,02 ± 0,27 62,31 ± 8,34

6 2,25 ± 0,24 69,25 ± 7,26

7 2,41 ± 0,22 74,28 ± 6,70

8 2,52 ± 0,20 77,77 ± 6,09

9 2,62 ± 0,19 80,81 ± 5,87

Page 58: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA PEMBUATAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38136/1/LELA... · obat in vitro secara disolusi dalam medium dapar fosfat pH 7,4.

43

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Gambar 4.5 Profil Pelepasan Diltiazem HCl dari Mikropartikel KitosanTripolifosfat

0

10

20

30

40

50

60

70

80

90

0 2 4 6 8 10

% te

rdis

olus

i

Waktu (jam)

Page 59: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA PEMBUATAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38136/1/LELA... · obat in vitro secara disolusi dalam medium dapar fosfat pH 7,4.

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

BAB 5

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan

Berdasarkan hasil yang diperoleh dari penelitian ini, dapat disimpulkan

beberapa hal sebagai berikut :

1. Berdasarkan hasil karakterisasi maka dapat disimpulkan bahwa kondisi yang

baik untuk dapat menghasilkan mikropartikel yang berukuran 3-5 µm dengan

metode gelasi ionik diantaranya perbandingan konsentrasi kitosan: diltiazem ,

1% : 1% dalam pelarut asam asetat 1% sebanyak 100 ml, konsentrasi

tripolifosfat 3% dalam pelarut aquades sebanyak 40 ml, kecepatan

pengadukan 300 rpm, pada suhu ruang, pH larutan penyambung silang 5,0,

dan waktu sambung silang 30 menit.

2. Hasil karakterisasi mikropartikel dari formula F1 adalah sebagai berikut

ukuran partikel dalam bentuk suspensi adalah 4,4 µm dan setelah dikeringkan

partikel terdistribusi paling banyak pada ukuran 1-5 µm, nilai perolehan

kembali yaitu 39,25 %, ukuran partikel setelah dikeringkan didominasi oleh

partikel berukuran <10 µm. Nilai efisiensi penjerapan 2,68 ±0,05 %. Hasil

dari disolusi mikropartikel selama 9 jam, bobot terdisolusi sebanyak 2,62 ±

0,19 mg.

5.2. Saran.

Adapun saran dari penulis di antaranya :

1. Perlu dilakukan karakterisasi lebih lanjut yang mengarah kepada sistem

penghantaran paru-paru seperti uji mukoadhesif dan sifat aerodinamis serbuk.

2. Perlu dilakukan optimasi metode yang optimum sehingga mampu

menghasilkan mikropartikel dengan efisiensi penjerapan yang lebih baik lagi.

44

Page 60: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA PEMBUATAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38136/1/LELA... · obat in vitro secara disolusi dalam medium dapar fosfat pH 7,4.

45

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

DAFTAR PUSTAKA

Adiningsih, Utami Tri. 2012. Skripsi : Preparasi dan Karakterisasi Beads ZinkPektinat Mengandung Pentoksifilin dengan Metode Gelasi Ionik. Depok :Repository FMIPA UI.

Agnihotri, Sunil A., Nadagouda N. Mallikarjuna, Tejraj M. Aminabhavi. 2004.Recent advanceson Chitosan-based micro- and nanoparticles in drug delivery.Journal of Controlled Release 100 (2004) 5 –28. ELSEVIER

Amidi, M., Romeijn, S.G., Borchard, G., Junginger, H.E., Hennink, W.E., Jiskoot,W., 2006. Preparation and characterisation of protein loaded N-trimethylchitosan nanoparticles as nasal delivery system. J. Control. Release 111, 107–116.

Anonim. 2009. British Pharmacopoeia. London : Departement of Health.

Anonim. 2011. Dynamic Light Sacattering : Common Terms Defined. USA :©2011 Malvern Instrument Limited

Ana, Grenha et al., 2007. Chitosan Nanoparticles Are Compatible WithRespiratory Ephitalial Cells In Vitro. European Journal Of PharmaceuticalSciences.

Aulton, M.E., 2001. Pharmaceutics The Science of Dosage Form Design. 2ndEdition. Churchil- Livingstone.

Bisgaard, Hans et al. 2002. Drug Delivery to The Lung. New York : MarcelDekker, Inc.

Bivas-Benita, M., Romrijn, S., Junginger, H.E., Borchard, G., 2004. PLGA-PEINanoparticles for Gene Delivery to Pulmonary Epithelium. Eur. J. Pharm.Biopharm. 28, 1–6.

Boonsongrit, Y., Ampol M., dan Bernd W.M. 2006. Chitosan Drug Binding byIonic Interaction. European J. Of Pharmaceu And Biopharmaceu., 267-274.

Brunton, L., Parker, K., Blumenthal, D., Buxton, I. 2008. Goodman-Gilman:Manual Farmakologi dan Terapi. Jakarta : EGC

Cahyaningrum, Liana P., 2014. Skripsi : Perbandingan Stabilitas AntioksidanAntara Ekstrak Etanol 50% Kulit Buah Manggis (Garcinia mangostana L.)dengan Bentuk Mikropartikelnya Menggunakan Metode DPPH. Jakarta :Repository UINJakarta.

Chemical book, 2015. http://www.chemicalbook.com/ProductChemicalPropertiesCB6270667_EN.htm. Diakses pada tanggal 28 April 2015.

Departemen Kesehatan RI. (1979). Farmakope Indonesia Edisi III. Jakarta :Departemen Kesehatan RI.

Page 61: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA PEMBUATAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38136/1/LELA... · obat in vitro secara disolusi dalam medium dapar fosfat pH 7,4.

46

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

FDA, 2015. http://www.accessdata.fda.gov/drugsatfda_docs/label/2010/021392s014lbl.pdf. Diakses pada tanggal 24 Juni 2015

Fernandes, et al. 2008. Pentoxifyline Reduces Pro-Inflamatory and Increases Anti-Inflammatory Activity in Patient Coronary Artery Disease – A RandomizedPlacebo-Controlled Study. Atherosclerosis 196. 434-442.

Gowda D.V, Muhammada S.Khan, Venkatesh M.P, Sowjaya A.S, ShivakumarH.G. 2010. Preparation and Evaluation of HPMC and Eudragit MicroparticleLoaded with Diltiazem Hidroklorida untuk Penghantaran Terkontrol. ScholarResearch Library ISSN 0975-5071.

Glyn Taylor and lan Kellaway. 2001. Drug Delivery and Targeting forPharmacists and Pharmaceutical Scientists : Pulmonary Drug Delivery.Taylor & Francis e-Library

He, P., S.S. Davis, L. Illum. 1999. Chitosan Microspheres Prepared By SprayDrying. Int. J. Pharm. 187 (1999) 53– 65.

Hui Liu dan Changyou Gao. 2008. Preparation and properties of ionically cross-linked chitosan nanoparticles. Polymers Advanced Technologies.

Ji-Woong C., Chang-Ko S., Suk-Jaue C., dan Dae-Duk K., 2009. Effect ofTripolyphosphate (TPP) on the Controlled Release of Cyclosporin A fromChitosan-coated Lipid Microparticles. J. Kor. Pharm. Sci. Vol. 39 No. 1, 59-63

Ko, J.A., Park, H.J., Hwang, S.J., Park, J.B., and Lee, J.S., 2002 Preparation andcharacterization of chitosan microparticles intended for controlled drugdelivery. International Journal of Pharmaceutics, 249, pp 165-174.

Kristmundsdottir, O.S. Gudmundsson, K. Ingvarsdottir, 1996, Release ofdiltiazem from eudragit Microparticles Prepared by Spray Drying.International Journal of Pharmaceutics 137 (1996) 159-165.

Kumar, B.Pavan., Chandiran, L. Sarath., Bhavya, L., dan Sindhuri, M., (2011).Microparticulate Drug Delivery System A Riview. India :Departement ofPharmaceutical

Kundawala, A. J. et al., 2011. Isoniazid loaded chitosan microspheres forpulmonary delivery : Preparation and Characterization. Pelagia ResearchLibrary. Institute of Pharmacy, Vallabh Vidyanager Gujarat.

Lehr, C.M., Bouwstra, J.A., Schacht, E.H., Junginger, H.E., 1992. In vitroevaluation of mucoadhesive properties of chitosan and some other naturalpolymers. Int. J. Pharm. 78, 43–48.

Lieberman, H.A., L. Lachman and J. B. Schwartz (Editor),PharmaceuticalDosage Forms: Tablet, Vol. 3, 2nd edition, Marcel Dekker, Inc., New York,1990, 200-201

Page 62: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA PEMBUATAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38136/1/LELA... · obat in vitro secara disolusi dalam medium dapar fosfat pH 7,4.

47

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

L.S. Liu, S.Q. Liu, S.Y. Ng, M. Froix, T. Ohno, J. Heller, Controlled release ofinterleukin-2 for tumor immunotherapy using alginate:chitosan porousmicrospheres, J. Control. Release 43 (1997) 65–74.

M. Karim,. 2012. Pembuatan Karakterisasi Beads Kitosan-Tripolifosfat (TPP)mengandung Pentoksifilin dengan Metode Gelasi Ionik. Depok : RepositoryFMIPA UI.

M. Alauhudin, N. Widiarti. 2014. Sintetis dan Modifikasi Lapis Tipis Kitosan-Tripolifosfat. Semarang: Jurnal MIPA 37 (1) : 46-52 (2014)

Milala, A. Sembiring. 2013 .Teknologi Inhalasi Serbuk Kering sebagai SistemPenghantaran Obat Pulmonar. Medicinus. Vol. 26 No. 2 Agustus 2013.

Moura, M.R., Aouada F.A., Avena Bustillos R.J., Mc HughT.H., Krochta J.M.dan Mattoso L.H.C. 2009. Omproved Barrier and Mechanical Properties ofNovel Hydroxyprophylmethylcellulose Edible Films with Chitosan/Tripolyphosphate Nanoparticles. J. Of Food Engineering92, 448-453.

Mufidah, U., 2015. Skripsi : Evaluasi Profil Disolusi Tableet Lepas LambatMetformin Hidroklorida yang Beredar Di Masyarakat. Jakarta : RepositoryUINJakarta.

Muhaimin. 2013. Desertasi : Study Of Microparticle Preparation By The SolventEvaporation Method Using Focused Beam Reflectance Measurement (Fbrm).Universitas Berlin. German.

Mukta Paranjpe and Christel C. Müller-Goymann. Nanoparticle-MediatedPulmonary Drug Delivery: A Review . Int. J. Mol. Sci. 2014, 15, 5852-5873;doi:10.3390/ijms15045852

Nadia A., Hussein, and Hadi A. J., 2011. Preparation, Characterization, andDiltiazem HCl Release Study of Chitosan / poly(vinyl alcohol) Microspheres.National Journal of Chemistry, 2011, Volume 41, 113-126

Nussinovutch, Amos. 2010. Polymer macro- and micro-Gel Beads :Fundamentals and Applications. London : Springer.

Paranjpe Mukta, Müller-Goymann Christel C 2014. Nanoparticle-mediatedpulmonary drug delivery: a review. International journal of molecularsciences 2014; 15 (4) doi:10.3390/ijms15045852

Raditya I., Effionora, dan M. Jufri, 2013. Formulasi Nanopartikel VerapamilHidroklorida dari Kitosan dan Natrium tripolifosfat dengan Metode GelasiIonik. Jurnal Farmasi Indonesia vol. 6 no. 4. Juli 2013.

Rani, Manjusha, Anuja Agarwal, Yuvraj Singh Negi. 2010. Review : ChitosanBased Hydrogel Polymeric Beads-As drug Delivery System. BioResources5(4). 2765-2807.

Page 63: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA PEMBUATAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38136/1/LELA... · obat in vitro secara disolusi dalam medium dapar fosfat pH 7,4.

48

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Rosida, Idah. (2010). Mikroenkapsulasi Fraksi Aktif Dari Herba Sambiloto(Andrographis paniculata Ness) Yang Berkhasiat Sitotoksik Dengan MetodeSemprot Kering. Depok : FMIPA, Universitas Indonesia

Sari, R., Puspita, Desy R.A., Rijal, M.A.S.,2012. Pengaruh Perbandingan Obat-Polimer terhadap Karakteristik Fisik dan Pelepasan Mikropartikel Ketoprofen-Kitosan. Surabaya : PharmaScientia, Vol. 1 No. 2, Desember 2012.

Sahil Kataria, Middha Akanksha, Sandhu Premjeet, Ajay Bilandi, dan BhawanaKapoor. 2011. Microsphere: A Riview. International Journal of research inPharmacy and Chemistry, 2011 1(4). ISSN: 2231-2781

Siraj Shaikh, Aamer Quazi, Mohammad Zameeruddin, Afsar Shaikh,Tarique Khan, Sayyed Nazim. 2010. Recent advance in pulmonary drugdelivery system : A riview. Int J Appl Pharm , Vol 2, Issue 4, 27­ 31

Sweetman, Sean C. 2008. Martindale : The Complete Drug Reference Thirty-sixtkedition. London : Pharmaceutical Press. 1367.

Tronde, A,. 2002. Pulmonary Drug Absorption: In Vitro and In VivoInvestigations of Drug Absorption Across the Lung Barrier and Its Relation toDrug Physicochemical Properties. Acta Universitatis Upsaliensis.Comprehensive Summaries of Uppsala Dissertations from the Faculty ofPharmacy 275. 86 pp. Uppsala. ISBN 91-554-5373-2

Tucker, Maurice, Techniques in Sedimentology, Blackwell Scientific Publication,1988, Oxford/London, England. The Department Of Health. 2009. BritishPharmacopoeia. UK: The Stationery Office On Behalf Of The Medicines AndHealthcare Products Regulatory Agency.

V.R. Sinha et al. 2004. Chitosan Microspheres as a Potential Carrier for Drugs :Riview. International Journal of Pharmaceutics 274 (2004) 1-33. ELSEVIER.

Weerakody, R., Fagan, P., Kosaraju, S.L. (2008). Chitosan Microspheres ForEncapsulation Of α-Lipoic Acid. Australia : Food Science Australia

Yadaf, Vimal K, A.B. Gupta, Raj Kumar, Jaideep S. Y., dan Brajesh Kumar.2010. Muchoadhesive Polymers : Means of improving the MucoadhesiveProperties of Drug Delivery System. Journal of Pharmaceutical Research.Volume 2 (5). Hal : 418-432.

Yoen, J.S., Michelle H., Mark C., and Jason T. Mc.Conville. 2010. Optimizationof an In Vitro dissolution Test Methode for Inhalation Formulation. USA :Dissolution Tehnologies

Page 64: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA PEMBUATAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38136/1/LELA... · obat in vitro secara disolusi dalam medium dapar fosfat pH 7,4.

49

Lampiran 1. Alur Penelitian

Diperoleh MikropartikelBerukuran 3-5µm

Pembuatan Mikropartikel

Penentuan ukuran Partikel

PenentuanPanjang

GelombangMaksimal dan

KurvaKalibrasi

PenetapanKadar Obat dan

EfisiensiPenjerapan

PelepasanObat

Secara InVitro

Uji PerolehanKembali

Analisa Data

Pembahasan

Kesimpulan

Page 65: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA PEMBUATAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38136/1/LELA... · obat in vitro secara disolusi dalam medium dapar fosfat pH 7,4.

50

Lampiran 2. Pembuatan Dapar Fosfat pH 7,4

Campur 50 mL Kalium Dihidrogenfosfat 0,2 M dengan 39,1 ml NaOH

0,2N, lalu encerkan dengan aquades hingga 200 mL (Depkes, 1979)

Lampiran 3. Scanning Panjang Gelombang Maksimum Diltiazem Medium HCL

0,1 N (λ maks = 236)

Lampiran 4. Data Absorbansi Kurva Standar Diltiazem HCl dalam larutan HCl0,1 N

Konsentrasi(ppm)

Absorbansi

5 0,252

10 0,502

15 0,759

20 1,016

25 1,313

Page 66: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA PEMBUATAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38136/1/LELA... · obat in vitro secara disolusi dalam medium dapar fosfat pH 7,4.

51

Lampiran 5. Panjang Gelombang Diltiazem dalam Medium Dapar Fosfat pH 7,4

Lampiran 6. Data Absorbansi Kurva Standar Diltiazem dalam Dapar pH 7,4

No. Konsentrasi (ppm) Absorbansi

1. 1 0,057

2. 3 0,161

3. 5 0,273

4. 7 0,374

5. 9 0,480

6. 11 0,573

7. 13 0,687

8. 15 0,787

Page 67: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA PEMBUATAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38136/1/LELA... · obat in vitro secara disolusi dalam medium dapar fosfat pH 7,4.

52

Lampiran 7. Hasil PSA suspensi mikropartikel formula F1

Page 68: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA PEMBUATAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38136/1/LELA... · obat in vitro secara disolusi dalam medium dapar fosfat pH 7,4.

53

Lampiran 8. Hasil PSA suspensi mikropartikel formula F2

Page 69: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA PEMBUATAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38136/1/LELA... · obat in vitro secara disolusi dalam medium dapar fosfat pH 7,4.

54

Lampiran 9. Hasil PSA suspensi mikropartikel formula F3

Page 70: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA PEMBUATAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38136/1/LELA... · obat in vitro secara disolusi dalam medium dapar fosfat pH 7,4.

55

Lampiran 10. Hasil Perhitungan Perolehan Kembali

Formula Wm (g) Wt (g) % PK

F1 6,2807 16 39,25

Perhitungan : % = × 100%Keterangan : % PK = faktor perolehan kembali (g). Wm = bobot mikropartikel yang diperoleh (g).

Wt = bobot bahan pembentuk mikropartikel (%)

% Perolehan Kembali = , × 100%= 39,25 %

Lampiran 11. Data Distribusi Ukuran Mikropartikel Menggunakan Mikroskop

RentangUkuran

(µm)

DiameterRata-Rata(Median)

JumlahRata-rataJumlah

VolumeMikropartikel

(µm3)

% VolumeMikropartikel

1-5 3 237 711 3348,81 0,20

6-10 8 155,5 1244 41665,71 2,49

11-15 13 86 1118 98879,65 5,91

16-20 18 32 576 97666,56 5,84

21-25 23 20 460 127347,93 7,61

26-30 28 18 504 206787,84 12,36

31-35 33 15 479 272701,94 16,30

36-40 38 8 285 215372,60 12,87

41-45 43 7 280 270456,31 16,16

46-50 48 3 144 173629,44 10,38

51-55 53 2 106 155824,59 9,31

56-60 58 4 203 357380,15 21,36

> 60 60 16 930 1752120,00 104,71

Total 601 7040 3773181,52

Page 71: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA PEMBUATAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38136/1/LELA... · obat in vitro secara disolusi dalam medium dapar fosfat pH 7,4.

56

Lampiran 12. Diagram Frekuensi Ukuran Mikropartikel F1

Lampiran 13. Perhitungan Evaluasi Kadar Obat dan Efisiensi Penjerapan

Persamaan Regresi linier : y = 0,0527x + 0,0224Absorbansi = 0,437

Konsentrasi :

Kadar dalam 25 ml : Kadar = 8,717mg L × 0,025 LKadar = 0,218 mg% Kadar :

, , × 100% = 2,14 %

Total bobot mikropartikel yang dihasilkan setelah proses pengeringansebanyak 6,2807 gram.

Sehingga kadar total DTZ dalam mikropartikel sebanyak :6280,710,2 × 0,218 = 134,23Kadar DTZ yang terjerap : 134,23 mg

% Efisiensi Penjerapan :,

x 100% = 2,68 %

0

50

100

150

200

250

3 8 13 18 23 28 33 38 43 48 53 58 60

Jum

lah

(bua

h)

Diameter Rata-Rata (µm)

0,437 = 0,0527 + 0,0224= 0,437 − 0,02240,0527y = 0,0527 x + 0,0224

= 8,717 ppm

Page 72: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA PEMBUATAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38136/1/LELA... · obat in vitro secara disolusi dalam medium dapar fosfat pH 7,4.

Lampiran 14. Bobot dan Persentase Terdisolusi Mikropartikel F2

Jamke -

AbsorbansiBobot terdisolusi

(mg)Rata-rata ±

SD

% Pelepasan Rata-rata± SD1 2 3 1 2 3 1 2 3

1 0,056 0,024 0,027 0,33 0,11 0,130,19 ±0,12

10,08 3,38 4,005,82 ±

3,7

2 0,165 0,116 0,103 1,07 0,74 0,650,82 ±0,23

33,13 22,66 19,9625,25 ±

6,95

3 0,251 0,198 0,172 1,67 1,30 1,121,36 ±0,28

51,42 39,97 34,5441,98 ±

8,61

4 0,308 0,249 0,226 2,07 1,66 1,501,74 ±0,30

63,95 51,10 46,2253,76 ±

9,16

5 0,342 0,281 0,273 2,33 1,90 1,842,02 ±0,27

71,89 58,45 56,6062,31 ±

8,34

6 0,365 0,310 0,309 2,52 2,12 2,102,25 ±0,24

77,64 65,26 64,8569,25 ±

7,26

7 0,381 0,329 0,333 2,66 2,27 2,292,41 ±0,22

82,01 70,10 70,7174,28 ±

6,70

8 0,389 0,342 0,348 2,75 2,39 2,422,52 ±0,20

84,78 73,74 74,7877,77 ±

6,09

9 0,397 0,358 0,353 2,84 2,53 2,492,62 ±0,19

87,57 78,05 76,8380,81 ±

5,87

57

UIN

Syarif Hidayatullah Jakarta

Page 73: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA PEMBUATAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38136/1/LELA... · obat in vitro secara disolusi dalam medium dapar fosfat pH 7,4.

58

Lampiran 15. Kurva Profil Pelepasan Diltiazem HCl

Contoh Perhitungan Persentase Disolusi

Sampel 1

Diketahui : y = 0,0521x – 0,0075

y1 = 0,056

y2 = 0,165

y3 = 0,251

Kadar zat aktif untuk FI tiap 10,2 mg = 0,218 mg

Bobot mikropartikel yang ditimbang untuk FI = 150 mg

Ditanya : a. C1 = ?

b. C2 = ?

c. C3 = ?

d. Bobot zat aktif di 150 mg = ?

e. % disolusi zat aktif pada t1 = ?

f. % disolusi zat aktif pada t2 = ?

g. % disolusi zat aktif pada t3 = ?

Penyelesaian : a. Mencari nilai x pada jam ke-1

y = 0,0521x – 0,0075

0,056 = 0,0521x – 0,0075

C1 = 0,931 ppm

Page 74: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA PEMBUATAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38136/1/LELA... · obat in vitro secara disolusi dalam medium dapar fosfat pH 7,4.

59

b. Mencari nilai x pada jam ke- 2 :

y = 0,0521x – 0,0075

0,165 = 0,0521x – 0,0075

C2 = 3,023 ppm

c. Mencari nilai x pada menit ke-3 :

y = 0,0521x – 0,0075

0,251 = 0,0521x – 0,0075

C3 = 4,674 ppm

d. Bobot zat aktif di 150mg :10,20,218 = 150= 150 × 0,21810,2= 3,17

e. Jumlah zat aktif yang terdisolusi pada jam ke-1 :

Bobot terdisolusi = C1 x Volume (L) x Faktor Pengenceran

= 0,931 x 0,350 mL x 1

= 0,33 mg

% disolusi = , , × 100% = 10,08 %f. Jumlah zat aktif yang terdisolusi pada jam ke-2:

Faktor koreksi t1 = C1 x Volume (L) X FP

= 0,931 x 0,005 mL x 1

= 0,005

Bobot terdisolusi = (C2 x Volume (L) x FP)+ FK1

Page 75: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA PEMBUATAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38136/1/LELA... · obat in vitro secara disolusi dalam medium dapar fosfat pH 7,4.

60

= (3,023 x 0,350 L x 1) + 0,005

= 1,07 mg

% disolusi = ,, × 100% = 33,13 %g. Jumlah zat aktif yang terdisolusi pada jam ke-3:

Faktor koreksi t2 = C2 x Volume (L) X FP

= 3,023 x 0,005 mL x 1

= 0,015

Bobot terdisolusi = (C3 x Volume (L) x FP)+ FK1 +FK2

= (4,674x 0,350 L x 1) + 0,005+0,015

= 1,67 mg

% disolusi = ,, × 100% = 51,42 %

Page 76: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA PEMBUATAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38136/1/LELA... · obat in vitro secara disolusi dalam medium dapar fosfat pH 7,4.

61

Lampiran 16. Foto Partikel Optimasi Larutan Kitosan 1% dengan Tripolifosfat

2%, 3%, dan 4% Menggunakan Mikroskop Optik Perbesaran

100x

(Kitosan : Tripolifosfat 1% : 2%)

(Kitosan : Tripolifosfat 1% : 3%)

(Kitosan : Tripolifosfat 1% : 4%)

Page 77: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA PEMBUATAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38136/1/LELA... · obat in vitro secara disolusi dalam medium dapar fosfat pH 7,4.

62

Lampiran 17. Sertifikat Analisa Kitosan

Page 78: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA PEMBUATAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38136/1/LELA... · obat in vitro secara disolusi dalam medium dapar fosfat pH 7,4.

63

Lampiran 18. Sertifikat Analisa Diltiazem Hidroklorida