UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Official...

80

Transcript of UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Official...

Page 1: UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Official Websiterepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49484/1/MUHA… · proses dialektika yang serius dan panjang. Pentingnya pengaturan
Page 2: UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Official Websiterepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49484/1/MUHA… · proses dialektika yang serius dan panjang. Pentingnya pengaturan
Page 3: UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Official Websiterepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49484/1/MUHA… · proses dialektika yang serius dan panjang. Pentingnya pengaturan
Page 4: UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Official Websiterepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49484/1/MUHA… · proses dialektika yang serius dan panjang. Pentingnya pengaturan
Page 5: UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Official Websiterepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49484/1/MUHA… · proses dialektika yang serius dan panjang. Pentingnya pengaturan

iii

ABSTRAK

Muhamad Ridwan NIM 11150450000060, TINJAUAN MAQASHID AL-

SYARIAH TERHADAP PERLINDUNGAN HAK ASASI MANUSIA DALAM

UUD NRI TAHUN 1945. Program Studi Hukum Tata Negara (Siyasah), Fakultas

Syariah dan Hukum, Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

1441 H/2019 M. ix+ 66 halaman.

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kualitatif, dimana

pada jenis penelitian ini menggunakan metode Library Research (penelitian

kepustakaan) yang menitikberatkan pada perbandingan konsep yang dianalisis

secara konperhensif terkait dengan bahan hukum primer yang berasal dari

Undang-undang Dasar NRI Tahun 1945, Undang-undang No 39 Tahun 1999

tentang hak asasi manusia, Ratifikasi Undang-undang hak sipil dan politik dalam

Internasional Covenant on Civil and Political Rights (ICCPR), serta Undang-

undang No 12 Tahun 2005 pengesahan kovenan internasional tentang hak

ekonomi, sosial dan budaya. Selain itu data-data sekunder yang berasal dari buku-

buku, jurnal, serta literatur-literatur yang berkaitan dengan tema pembahasan.

Yang kemudian nanti dianalisis menjadi satu kesimpulan pada penelitian ini.

Hasil penelitian ini menyimpulkan bahwa, antara maqashid al-syariah dan

Undang-undang Dasar NRI Tahun 1945 memiliki satu kesamaan terkait hak asasi

manusia, yakni diantara keduanya sama-sama memiliki konsep melindungi hak

individu seseorang. Selain itu, hak-hak yang telah diatur dalam Undang-undang

Dasar 1945, antara lain seperti hak sipil, hak politik, hak ekonomi, hak sosial dan

hak budaya diantaranya telah mencakup materi muatan pembagian bidang pada

konsep maqashid al-syari’ah seperti memelihara agama (hifdz al-Din),

memelihara jiwa (hifdz al-Nafs), memelihara akal (hifdz al-Aql), memelihara

keturunan (hifdz al-Nasl) dan memelihara harta (hifdz al-Mal).

Kata Kunci : HAM, Maqashid al-Syari’ah, Undang-undang Dasar 1945

Pembimbing : Dr. Khamami Zada, SH, MA, MDC

Daftar Pustaka : 1982-2018

Page 6: UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Official Websiterepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49484/1/MUHA… · proses dialektika yang serius dan panjang. Pentingnya pengaturan

iv

KATA PENGANTAR

Alhamdulillahirabbil’alamin, puji syukur penulis panjatkan kekhadirat

Allah Swt atas rahmat, karunia serta nikmat-Nya sehingga penulis dapat

menyelesaikan skripsi ini dengan lancar yang merupakan salah satu syarat

menyelesaikan studi pada tingkat Universitas. Sholawat beriring salam semoga

selalu senantiasa tercurahkan kepada pahlawan revolusioner Islam Nabi

Muhammad Saw, yang telah membawa umat Islam dari zaman jahiliyyah menuju

zaman keilmuan seperti sekarang ini, tak lupa pula kepada keluarga, para sahabat,

dan kita sebagai umatnya hingga akhir zaman.

Skripsi yang berjudul “Tinjauan Maqashid Al-Syariah Terhadap Konsep

Perlindungan Hak Asasi Manusia Dalam Undang-Undang Dasar 1945”

merupakan karya tulis ilmiah di tingkat akhir pada strata 1 (S1) yang juga

merupakan bentuk implementasi akademis dari penulis selama menjalani studi di

tingkat Universitas Islam Negri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta. Penulis

berharap dengan selesainya penulisan skripsi ini dapat menambah khazanah

keilmuan bagi orang lain khususnya bagi diri penulis peribadi.

Selama penulisan skripsi ini dan menjalankan masa studi S1 penulis

sangat menyadari pentingnya keberadaan orang-orang di sekitar penulis, baik itu

yang memberikan dukungan secara ilmiah, pemikiran maupun wawasan serta

dukungan lain baik itu secara moril maupun spiritual, sehingga penulis dapat

menyelesaikan skripsi ini dan menjalani masa studi S1 dengan lancar. dukungan

mereka sangat berarti, karena berkat dukungan dari mereka segala hambatan dan

rintangan yang ada dapat teatasi dengan mudah dan terarah. Untuk itu penulis

dengan besar hati mengucapkan berjuta terima kasih kepada:

1. Kedua orang tua penulis yang tidak henti-hentinya memberikan dukungan,

semangat serta do’a kepada penulis. terkhusus untuk (Alm) Ayahanda

penulis yang telah menjadi motivator bagi penulis sehingga penulis dapat

menyelesaikan studi pada Strata 1 (S1).

Page 7: UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Official Websiterepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49484/1/MUHA… · proses dialektika yang serius dan panjang. Pentingnya pengaturan

v

2. Ibu Dr. Hj. Maskufa, MA. Wakil Dekan Fakultas Syari’ah dan Hukum UIN

Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah menjadi orang tua kedua di kampus

bagi penulis, yang selalu memberikan arahan serta bimbingan kepada

penulis sehingga dapat menyelesaikan perkuliahan dengan lancar.

3. Ibu Sri Hidayati, M.Ag dan Ibu Masyrofah, S.Ag.,M.Si., Ketua Program

Studi dan Sekertaris Program Studi Hukum Tata Negara UIN Syarif

Hidayatullah Jakarta.

4. Bapak Prof. Dr. Masykuri Abdillah. Selaku Dosen pembimbing Akademik

penulis.

5. Bapak Dr. Khamami Zada, MA.MDC. Selaku dosen pembimbing dalam

penulisan skipsi ini yang telah sabar memberikan bimbingan, masukan serta

arahan kepada penulis untuk dapat menyelesaikan skripsi ini.

6. Seluruh dosen-dosen di lingkungan Fakultas Syari’ah dan Hukum.

Khusunya Dosen-dosen Hukum Tata Negara yang telah mendidik

memberikan ilmu kepada penulis selama menjalankan masa perkuliahan di

S1.

7. Keluarga Besar Jurusan Hukum Tata Negara UIN Syarif Hidayatullah

Jakarta.

8. Rekan-rekan seperjuangan Keluarga besar Hukum Tata Negara UIN Syarif

Hidayatullah Jakarta Angkatan Tahun 2015.

9. Rekan-rekan HMPS Hukum Tata Negara UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

10. Rekan-rekan DEMA UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Tahun 2019.

11. Rekan-rekan Keluarga Besar Himpunan Mahasiswa Islam (HMI)

Komisariat Fakultas Syari’ah dan Hukum.

12. Rekan-rekan Keluarga Besar HMI Hukum Tata Negara.

13. Rekan-rekan seperKKNnan MARTABAK 185 Desa Babakan Tahun 2018.

14. Rekan-rekan Keluarga Besar FOSKAL Konsulat Jakarta.

15. Teman-teman, Abang-abang, adinda-adinda seperjuangan yang telah

memberikan banyak cerita, pelajaran hidup serta pengalaman selama masa

hidup di Ciputat. Bang Togar, Bang Azmi, Gen Kadal, Wildan, Fira,

Fikriya, Olif, Husniyah, Dilla, Ani, Diana dan rekan-rekan yang lain.

Page 8: UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Official Websiterepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49484/1/MUHA… · proses dialektika yang serius dan panjang. Pentingnya pengaturan

vi

16. Kawan-kawan seperjuangan selama masa perkuliahan, Badru Tamam, Arlen

Tyas, Nubli, Wahyu RT, Risky Ayam, Azka, Nazid, Tarmidzi

17. Teman-teman seperjuangan FOSKAL UIN Jakarta, Tijan Kamil, Eka

Sutisna, Aris Munandar, Hilman Fauzi, Rahmatun Nufus, Ilmiyati Nufus,

Syaroh, Dina Novayana, Fitria Suryani, Reza Bachtiar, Surya Egistian.

18. Pihak-pihak yang tidak bosan-bosan memberikan semangat, motivasi agar

menyelesaikan skripsi dan perkuliahan. Khususnya Mila Istiqomah S.H,

Indar Dewi S.H, Trini Diyani S.H. Fatma Agustina S.H, Lesnida S.H,

Badriatul Munawaroh S.H.

19. Pihak-pihak yang telah menjadi sponsor dalam penyelesaian skripsi ini.

Dan terima kasih penulis ucapkan kepada seluruh pihak-pihak yang tidak dapat

penulis sebutkan satu persatu, semoga do’a, bantuan, dukungan, serta semangat

yang telah diberikan kepada penulis di balas pahala oleh Allah Swt. Dan semoga

skripsi ini dapat memberikan manfaat kepada semua orang, khususnya diri penulis

pribadi.

Ciputat, 04 Oktober 2019

05 Shafar’ 1441 H

Muhamad Ridwan

Page 9: UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Official Websiterepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49484/1/MUHA… · proses dialektika yang serius dan panjang. Pentingnya pengaturan

vii

DAFTAR ISI

LEMBAR PERSETUJUAN.…………………………………………………………i

LEMBAR PENGESAHAN……………………………………………………….....ii

LEMBAR PERNYATAAN…….………...……………………………………….. iii

ABSTRAK……...……….……….…………………………………………………..iv

KATA PENGANTAR…....………………………………………………………….v

DAFTAR ISI…………....………………………………………….………………viii

BAB I : PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah………………………..………………………..1

B. Batasan dan Rumusan Masalah …………………………………………..6

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian……………………………………………6

D. Tinjauan Pustaka…….…………………………………………………….7

E. Metodologi Penelitian……………………………………………………..9

F. Sistematika Penulisan…………………...……………………………….10

BAB II : ISLAM DAN KONSTITUSIONALISME HAM

A. Konstitusionalisme HAM ………………………………..……………...12

1. Pengertian Konstitusionalisme……………………………………....13

2. Sejarah Konstitusionalisme…………………………………………14

3. Teori Konstitusi…………………...…………………………………18

B. Maqashid Al-Syari’ah…………………...………………………………19

1. Pengertian Maqashid Al-Syari’ah………………...…………………19

2. Tujuan Maqashid Al-Syari’ah……………………………………….21

3. Tingkatan Kemaslahatan Maqashid Al-Syari’ah…………………….23

Page 10: UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Official Websiterepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49484/1/MUHA… · proses dialektika yang serius dan panjang. Pentingnya pengaturan

vii

BAB III : HAM DALAM KONSTITUSI INDONESIA

A. Konsep HAM dalam Sejarah…………………….….......….….....…. 26

B. Konsep Perumusan HAM dalam Konstitusi………………….……....29

C. Materi Muatan HAM dalam Konstitusi Indonesia…….…….……..…35

1. Materi Muatan HAM dalam UUD 1945……………….…………35

2. Materi Muatan HAM dalam Konstitusi RIS 1949…......................37

3. Materi Muatan HAM dalam UUDS………………………………38

4. Materi Muatan HAM Pasca Kembali ke UUD 1945…………….39

5. Materi Muatan HAM dalam Perubahan kedua UUD 1945….……39

BAB IV : MAQASHID AL-SYARIAH DAN PERLINDUNGAN DALAM UUD

TAHUN 1945

A. Perlindungan HAM dalam Undang-undang Dasar 1945……….……43

1. Hak Sipil dan Politik dalam Undang-undang Dasar 1945………..45

2. Hak Ekonomi, Sosial dan Budaya dalam Undang-undang Dasar

1945………………….……………………………………………48

B. HAM dalam Undang-undang Dasar 1945 Perspektif Maqashid Al-

Syariah…………………….…………………………………………..52

1. Hak Sipil…………………………………………………………..52

2. Hak Politik……………...…………………………………………59

3. Hak Ekonomi………...……………………………………………60

4. Hak Sosial……...………………………………………………….62

5. Hak Budaya……………………………………………………….63

BAB V : PENUTUP

A. Kesimpulan...........................................................................................65

B. Saran……………….…………………………………………………66

DAFTAR PUSTAKA

Page 11: UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Official Websiterepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49484/1/MUHA… · proses dialektika yang serius dan panjang. Pentingnya pengaturan

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Pembahasan mengenai hak asasi manusia masih menarik untuk dikaji dalam

dunia akademis. Konsep perlindungan hak asasi manusia sudah menjadi wacana

global, dan menjadi tuntutan bersama untuk mendapat perlindungan. HAM, ada

bukan karna diberikan oleh masyarakat ataupun kebaikan dari negara, melainkan

berdasarkan martabatnya sebagai manusia. Pengakuan atas eksistensi manusia

menandakan bahwa manusia sebagai mahkluk hidup ciptaan Tuhan Yang Maha

kuasa, namun penting bagi kita, yang hidup pada masa konsepsi HAM, konsep hak

asasi manusia telah berkembang sedemikian rupa dan pada dewasa ini kajian

mengenai hak asasi manusia menjadi kajian yang menarik. HAM terus berkembang

seiring dengan perkembangan wajah dan tuntutan dari manusia itu sendiri yang

cenderung dipengaruhi oleh lokalitas lingkungan diri dan masyarakatnya. Selain itu

sejarah HAM pun berjalan terputus-putus karna dipengaruhi aliran pemikiran,

kepercayaan, adat istiadat, kondisi dan situasi.1 Karna itu juga, pengaruh yang berada

di sekitar wacana HAM layak dipertimbangkan sebagai sebuah kesatuan kajian agar

pemahaman yang utuh tentang hak asasi manusia itu diperoleh.

Di Indonesia, konsep mengenai penegakan hak asasi manusia juga telah serius

untuk diperhatikan. Keseriusan pemerintah di bidang HAM paling tidak bermula

pada tahun 1997, yaitu semenjak Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (KOMNAS

HAM) didirikan setelah diselenggarakannya Lokakarya Nasional Hak Asasi Manusia

pada tahun 1991. Sejak itulah tema tentang penegakan HAM di Indonesia menjadi

pembicaran yang serius dan berkesinambungan. Kesinambungan itu berwujud pada

usaha untuk mendudukkan persoalan HAM dalam kerangka budaya dan sistem

1 Abdurrahman Kasdi, Maqosid Al-Syariah dan Hak asasi manusia, Jurnal Penelitian STAIN Kudus

Jawa Tengah Indonesia.Vol 6 No 2. Agustus 2014. h 254.

Page 12: UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Official Websiterepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49484/1/MUHA… · proses dialektika yang serius dan panjang. Pentingnya pengaturan

2

politik nasioanal sampai pada tingkat implementasi untuk membentuk jaringan kerja

sama, guna menegakkan penghormatan dan perlindungan HAM tersebut di Indonesia.

Meski tidak bisa dipungkiri adanya pengaruh internasional yang menjadikan hak

asasi manusia sebagai salah satu isu global, namun penegakan hak asasi manusia di

Indonesia lebih merupakan hasil dinamika intrenal yang merespon gejala

internasional secara positif.

Sejak tahun 1999 lah, Indonesia memiliki sistem hukum yang rigid dan jelas

dalam mengatur dan menyelesaikan persoalan pelangaran HAM di Indonesia.

Diberlakukannya UU No. 39 tahun 1999 tentang hak asasi manusia kendati agak

terlambat merupakan langkah progresif dinamis yang patut dihargai dalam merespon

isu internasional di bidang hak asasi manusia walaupun masih perlu dilihat dan

diteliti lebih jauh isinya.2 Pada dasarnya konsep mengenai perlindungan HAM di

Indonesia telah diatur dalam konsitusi negara, dimana secara redaksional memberikan

jaminan perlindungan terhadap hak asasi manusia, sebagaimana yang telah ditulis

dalam pasal 28 I ayat (4) UUD Tahun 1945 yang menegaskan “Perlindungan,

pemajuan, penegakan dan pemenuhan hak asasi manusia adalah tanggung jawab

negara, terutama pemerintah” namun perubahan demi perubahan telah terjadi dalam

konsitusi negara Indonesia, amandemen demi amandemen telah dilakukan perintah

terhadap konstitusi negara, dengan harapan segala yang terkandung dalam konstitusi

dapat terrealisasi dengan baik disetiap lapisan masyarakat Indonesia, khususnya

mengenai peraturan HAM.

Pemerintah Indonesia dalam melindungi hak asasi manusia bagi rakyatnya selain

telah terkonsep dalam Undang-undang Dasar tahun 1945, juga telah diatur secara

terperinci mengenai konsep perlindungan HAM dalam Undang-undang No 39 tahun

1999 tentang hak asasi manusia, serta membentuknya sebuah lembaga dan intansi

yang bergerak dalam bidang perlindungan HAM yakni kementrian hukum dan HAM

2Majda El Muhtaj, Hak Asasi Manusia dalam Konsitusi Indonesia, ( Jakarta:Kencana, 2005 ), h

30.

Page 13: UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Official Websiterepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49484/1/MUHA… · proses dialektika yang serius dan panjang. Pentingnya pengaturan

3

serta Komnas HAM. Berdasarkan ketentuan dari seluruh konstitusi yang berlaku di

Indonesia dapat dikatakan bahwa konseptualisasi HAM di Indonesia telah mengalami

proses dialektika yang serius dan panjang. Pentingnya pengaturan mengenai hak asasi

manusia dalam konstitusi menggambarkan komitmen atas upaya penegakan hukum

dan HAM, baik dalam konteks pribadi, keluarga, masyarakat, dan sebagai warga

negara Indonesia.

Dalam kajian filsafat hukum Islam dikenal istilah maqoshid al-syariah, dimana

maqoshid syariah merupakan konsep untuk mengetahui hikmah serta nilai-nilai dan

sasaran syara yang tersurat dan tersirat dalam Al-Qur‟an dan Hadits. Yang ditetapkan

oleh Allah Swt terhadap manusia. Adapun tujuan akhir hukum tersebut adalah satu,

yaitu mashlahah atau kebaikan dan kesejahteraan umat manusia baik di dunia

(dengan mu‟amalah) maupun di akhirat (dengan „aqidah dan ibadah).3 Sedangkan

cara untuk tercapai kemaslahatan tersebut manusia harus memenuhi kebutuhan

dharuriat (primer), dan menyempurnakan kebutuhan hajiyat (sekunder), dan tahsiniat

atau kamaliat (tersier). Secara umum tujuan syariat Islam dalam menetapkan hukum-

hukumnya adalah untuk kemaslahatan manusia seluruhnya, baik kemaslahatan di

dunia maupun kemashlahatan di akhirat.

Dengan kata lain, tujuan hukum Islam adalah kemaslahatan hidup manusia, baik

rohani maupun jasmani, individual dan sosial. Kemaslahatan itu tidak hanya untuk

kehidupan dunia ini saja, akan tetapi juga untuk kehidupan yang kekal di akhirat

kelak. Abu Ishaq as-Syatibi merumuskan lima tujuan hukum Islam, yakni:

1. Hifdzh ad-din (memelihara agama);

2. Hifdzh an-nafs (memelihara jiwa);

3. Hifdzh al‟aql (memelihara akal);

4. Hifdzh an-nasb (memelihara keturunan);

5. Hifdzh al-maal (memelihara harta);

3Ghofar Sidiq, Maqosid Al-Syariah dalam hukum Islam,Jurnal Unissula, Vol XLIV. No.118 Juni-Agustus

2009. h 117.

Page 14: UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Official Websiterepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49484/1/MUHA… · proses dialektika yang serius dan panjang. Pentingnya pengaturan

4

Tujuan hukum Islam tersebut dapat dilihat dari dua segi yakni prtama, dari segi

Pembuat Hukum Islam yaitu Allah dan Rasul-Nya. Dan kedua segi manusia yang

menjadi pelaku dan pelaksana hukum Islam itu. Jika dilihat dari pembuat hukum

Islam tujuan hukum Islam itu adalah untuk memelihara keperluan hidup manusia

yang bersifat primer, sekunder, dan tersier, yang dalam kepustakaan hukum Islam

masing-masing disebut dengan istilah daruriyyat, hajjiyat dan tahsniyyat. 4Kebutuhan

primer adalah kebutuhan utama yang harus dilindungi dan dipelihara sebaik-baiknya

oleh hukum Islam, agar kemaslahatan hidup manusia bener-benar terwujud.

Kebutuahan sekunder adalah kebutuhan yang diperluakn untuk mencapai kehidupan

primer, seperti kemerdekaan, persamaan, dan sebagaianya, yang bersifat menunjang

eksistensi kebutuahan primer. Kebutuahn tersier adalah kebutuhan hidup manusia

selain yang bersifat primer dan sekunder itu yang perlu diadakan dan dipelihara untuk

kebaikan hidup manusia dalam masyarakat, misalnya sandang, pangan, perumahan

dan lain-lain.

Konsep maqoshid al-syari‟ah sebenarnya merupakan konsep Islam dalam

menjunjung tinggi hak asasi manusia, bahkan para ulama menjadikan konsep

perlindungan hak-hak asasi manusia sebagai tujuan utama syariah (maqosid al-

syariah). Hanya saja karna filosofi syariah ini berbeda dengan HAM dalam deklarasi

universal, maka terdapat perbedaan mengenai konsep HAM dalam Islam dan konsep

HAM secara universal, namun diantara keduanya terdapat kesamaan yakni sama

sama menjaga hak individu setiap manusia.

Persoalaan mengenai universalitas HAM dan hubungannya dengan berbagai

sistem nilai atau tradisi agama terus menjadi pusat perhatian dalam perbincangan

wacana HAM kontemporer, seperti kebabasan hidup kaum minoritas disuatu negara

yang akhir-akhir ini menjadi sorotan publik, harus diakui bahwa agama berperan

memberikan landasan etik kehidupan manusia. Para ulama dan intelektual muslim

pada masa kontemporer, terutama sejak dikeluarkannya deklarasi HAM oleh PBB

4 Faturrahman Djamil, Filsafat Hukum Islam, (Jakarta: Logos, 1997), h 24.

Page 15: UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Official Websiterepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49484/1/MUHA… · proses dialektika yang serius dan panjang. Pentingnya pengaturan

5

pada tahun 1948 pun banyak yang membahas HAM dalam perspektif Islam, diantara

mereka yang cukup terkenal adalah Abu A‟la Mawdudi. Dalam bukunya human

rights in Islam, ia menjelaskan bahwa dalam pandangan Islam HAM ini merupakan

pemberian Allah, maka dari itu tak ada seorang pun dan tak ada satu lembaga pun

yang dapat menarik hak-hak ini. Hak-hak ini merupakan bagian integral dari

keimanan. Semua orang yang mengklaim diri mereka sebagai muslim harus

menerima, mengakui, serta melaksanakan hak-hak ini. Penghormatan hak-hak asasi

ini di dasarkan pada dalil, bahwa Allah memberkati manusia dengan kemulian-

kemulian tertentu.5 Sebagaimana firman Allah di dalam Al-Qur‟an Surat Al- Isra ayat

70:

Artinya: “Dan sesungguhnya telah kami muliakan anak-anak Adam, kami angkut

mereka di daratan dan di lautan kami beri mereka rezki dari yang baik-baik dan

kami lebihkan mereka dengan kelebihan yang sempurna atas kebanyakan makhluk

yang telah kami ciptakan.” (QS Al-Isra:70)

Para ulama dan intelektual muslim juga mendukung konsep HAM tersebut

terlebih tujuan dari pembentukan dari syariah (hukum Islam) yaitu menjaga hak-hak

setiap individu manusia. Maka dari itu dalam penulisan penelitian skripsi ini penulis

bermaksud untuk mengetahui secara detail mengenai konsep perindungan hak asasi

manusia dalam tataran undang-undang yang dalam hal ini lebih spesifik terhadap

UUD 1945 ditinjau dari konsep maqashid al-syariah. Dengan penelitian skripsi yang

berjudul “Tinjauan Maqashid Al-Syari‟ah Terhadap Perlindungan Hak Asasi Manusia

Dalam UUD NRI Tahun 1945 “ dengan harapan pada penelitian ini dapat menambah

5Masykuri Abdillah, Islam dan Dinamika Sosial Politik di Indonesia, ( Jakarta:Kompas

Gramedia,2011) , h 18.

Page 16: UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Official Websiterepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49484/1/MUHA… · proses dialektika yang serius dan panjang. Pentingnya pengaturan

6

khazanah dan wawasan keilmuan tentang tinjauan maqosid Al-syariah terhadap

perlindunagn HAM dalam Undang-Undang Dasar Tahun1945.

B. Batasan dan Rumusan Masalah

1. Batasan Masalah

Agar tidak terlalu luas pembahasannya, maka penulis membatasi ruang lingkup

mengenai HAM dalam Undang-undang Dasar Tahun 1945 yang di tinjau dari

maqashid al-syariah.

2. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang masalah di atas, agar terfokus pada pokok

permasalahan, maka penulis membagi kedalam poin penting rumusan masalah,

diantaranya adalah:

a. Bagaimana perlidungan HAM dalam Konsitusi UUD Tahun 1945?

b. Bagaimana HAM dalam UUD Tahun 1945 menurut persfektif maqashid al-

syariah?

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian

Dalam penulisan skripsi ini penulis memiliki tujuan diantaranya:

a. Menggambarkan secara umum mengenai perlindungan HAM yang diatur

dalam Undang-undang Dasar NRI Tahun 1945.

b. Agar mengetahui bagaimana HAM dalam UUD NRI Tahun 1945 menurut

persfektif Maqashid Al-Syariah.

Dalam setiap penelitian, di samping memiliki tujuan tentunya penulis juga

mengharapkan penelitian ini dapat bermanfaat bagi pembaca penelitian ini khusnya

diri penulis pribadi. Adapun manfaat yang diberikan pada penulisan skripsi ini antara

lain.

Page 17: UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Official Websiterepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49484/1/MUHA… · proses dialektika yang serius dan panjang. Pentingnya pengaturan

7

a. Manfaat teoritis

1. Memberikan manfaat terhadap perkembangan aspek disiplin ilmu mengenai

Undang-undang Dasar NRI Tahun 1945 dan maqoshid al-syari‟ah.

2. Dapat menambah referensi pustaka yang berkaitan dengan pembahasan

mengenai perlindungan Hak asasi manusia dari berbagai aspek.

3. Membeerikan wawasan terbaru mengenai konsep perlindungan Hak asasi

manusia dalam Undang-undang Dasar NRI Tahun 1945 yang ditinjau dari

konsep maqoshid al-syariah

b. Manfaat praktis

1. Pada penelitian ini, penulis berkesempatan dapat mengembangkan pola fikir

ilmiah serta menambah wawasan dalam aspek disiplin ilmu mengnai konsep

perlindungan HAM yang diatur dalam Undang-undang Dasar NRI Tahun

1945 ditinjau dari konsep maqoshid al-syariah.

2. Serta dalam penelitian ini juga dapat memberikan jawaban terkait bagaimana

konsep perlindungan HAM dalam Undang-undang Dasar NRI Tahun 1945,

serta apakah sudah mencakup materi muatan konsep maqoshid al-syariah.

D. Tinjauan Pustaka (Review Studi Terdahulu)

Dalam melakukan penelitian ini, penulis melihat kajian atau review terdahulu

sebagai bahan pertimbangan dan perbandingan dalam penelitian ini. Sejumlah

penelitian dengan pembahasan tentang HAM dan maqoshid al-syariah telah

dilakukan, baik mengkaji secara spesifik topik tersebut maupun mengkaji secara

umum yang sejalan dengan pembahasan penelitian ini. Berikut ini adalah tinjauan

pustaka atau review studi terdahulu baik berupa buku maupun skripsi.

1. Gunung Sumanto, dalam skripsi yang berjudul HAM Dalam Pandangan Islam Dan

UUD 1945 Pasca Amandemen menyimpulkan didalam Islam hak asasi manusia itu

semata bersumber dari Allah (Ilahiyah). Selain manusia diberi hak asasi, disisi lain

ada kewajiban asasi yang harus ditunaikan pula. Begitupun dalam UUD 1945

Page 18: UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Official Websiterepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49484/1/MUHA… · proses dialektika yang serius dan panjang. Pentingnya pengaturan

8

pasca amandemen. Sebagai konstitusi negara HAM adalah salah satu muatan

materi utama didalamnya, pengakuan hak asasi manusia tetap menjadi poin utama

didalamnya akan tetapi tetap menekankan perlunya penghargaan terhadap hak

asasi manusia yang lain demi menjamin ketertiban umum didalamnya.6 Dalam

Skripsi ini hanya membahas HAM dalam UUD pasca amandem yang dilihat dari

perspektif Islam. Sedangkan dalam skripsi ini membahas HAM dalam konstitusi

Indonesia dilihat dari kacamata teori maqashid al-syariah.

2. Abdurahman Kasdi, dalam Jurnal Penelitian yang berjudul Maqoshid Syari‟ah

dan Hak Asasi Manusia dalam jurnal ini menyimpulkan manusia adalah titik

sentral yang mendapatkan perhatian dalam HAM, semua konsep dan teori

diarahkan bagaimana menjaga kemaslahatan umat manusia, dalam tahan

klasifikasi hak-hak tersebut bisa dikelompokan menjadi paling penting, penting,

dan kurang penting. Solusi yang paling efektif dalam jurnal tersebut dengan

konsep Maqoshid yang diimplementasikan dengan fiqh aulawiyat (prioritas)7

3. Saifullah Abdushshamad, dalam Jurnal Hukum Ekonomi Syari‟ah Universitas

Islam Kalimantan MAB Banjarmasin dengan judul “Perkembangan Hukum Islam

dibidang Hak Asasi Manusia” menyimpulkan bahwa HAM menurut prinsip Islam

tidak terlepas dari Al-Qur‟an dan As Sunnah karna dari kaidah-kaidah petunjuk

dan bimbingan bagi umat manusia. HAM ketika dikomparasikan dengan

Maqoshid As-Syari‟ah ternyata sangat berkaitan satu sama lainnya. Karena

Maqoshid As-Syari‟ah sendiri berusaha untuk menjaga kemaslahatan seseorang.

Disinilah letak relevansi antara HAM dengan Maqoshid Syariah. Ketika manusia

berhadapan dengan keadaan yang mendesak, dalam keadaan terpaksa dan

dalamkeadaan sulit, maka maqoshid al-syari‟ah memberikan alternatif untuk

6 Gunung Sumanto “HAM Dalam Pandangan Islam Dan UUD 1945 Pasca Amandemen” (S1

Fakultas Syariah Dan Hukum, UIN Alauddin Makassar 2016) h 68.

7 Abdurahman Kasdi, Maqoshid Syari‟ah dan Hak Asasi Manusia, Jurnal Penelitian STAIN Kudus

Jawa Tengah Indonesia,vol 8, No 2, Agustus 2014. h 254.

Page 19: UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Official Websiterepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49484/1/MUHA… · proses dialektika yang serius dan panjang. Pentingnya pengaturan

9

keluar dari kesulitan-kesulitan tersebut sehingga hak-haknya terjaga dari

kerusakan.8

Dari kajian review studi terdahulu di atas, baik yang menjelaskan secara

umum maupun khusus mengenai HAM dan maqoshid al-syariah, terdapat

perbedaan yang akan dikaji dalam penulisan skripsi ini. Dalam penelitian

terdahulu hanya membahas mengenai HAM dalam UUD NRI Tahun 1945 yang

dilihat dari pandangfgan Islam secara umum, serrta penjelasan antara HAM dan

Maqasid al-syari‟ah yang terpisah. Sementara dalam penulisan skripsi ini penulis

akan melakukan penelitian mengenai perlindungan hak asasi manusia dalam UUD

Tahun 1945 yang ditinjau dari persfektif maqoshid al-syariah.

E. Metodologi Penelitian

1. Jenis dan Metode penelitian

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kualitatif dimana pada

jenis penelitian ini menggunakan metode library research (penelitian kepustakaan)

yang menitikberatkan pada perbandingan konsep kemudian akan dianalisis secara

komperhensif terkait dengan bahan hukum primer yang berasal dari dokumentasi

buku, dokumen, majalah, jurnal, arsip dan hal-hal lain yang berkaitan dengan

penelitian ini, yang terdiri dari :

a. Sumber dan Teknik Pengumpulan Data

Adapun sumber data yang digunakan dalam penyusunan skripsi ini meliputi

literatur-literatur yang berkaitan dengan judul, dimana sumber data yang

digunakan sumber data primer seperti Undang-undang Dasar 1945, Undang-

undang No 39 Tahun 1999 (tentang HAM ), Ratifikasi Undang-undang hak sipil

dan politik, serta Undang-Undang No 12 Tahun 2005 pengesahan kovenan

internasional tentang hak ekonomi, sosial dan budaya serta buku-buku lain yang

8 Saifullah Abdushshamad, Perkembangan Hukum Islam Di Bidang Hak Asasi Manusia

Jurnal Hukum Ekonomi Syariah UIK Banjarmasin, Volume IV, No 1, Juni 2018. h 168.

Page 20: UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Official Websiterepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49484/1/MUHA… · proses dialektika yang serius dan panjang. Pentingnya pengaturan

10

berkaitan dengan tema terkait. Serta bahan hukum sekunder seperti buku-buku,

jurnal serta literatur-literatur yang berkaitan dengan pembahasan tema skripsi ini.

b. Metode Teknik Analisis Isi

Metode teknik analisis isi dalam penelitian ini adalah metode kualitatif normatif.

Data-data yang sudah diklasifikasikan dari sumber data primer dan sekunder

kemudian akan dilakukan analisis dengan cara menguraikan isi dalam bentuk

kesimpulan dari apa yang sudah di analisis dan uraian dari perspektif dari sudut

pandang lain.

Selain itu penulis juga menggunakan metode analisis deduktif, yaitu dengan cara

menganalisis data yang bertitik tolak pada pembahasan umum, kemudian ditarik pada

kesimpulan khusus, dari bahan-bahan hukum yang sudah dikumpulkan menjadi

pokok pembahasan kemudian dilakukan analisis menjadi satu kesimpulan.

F. Sistematika Pembahasan

Untuk mendapatkan gambaran jelas mengenai materi yang menjadi pokok

penulisan skripsi dan agar memudahkan pembaca dalam mempelajari tata urutan

penulisan ini, maka penulis menyusun sistematika penulisan ini sebagai berikut:

BAB I Pendahuluan. Pada bab ini dibahas latar belakang masalah, batasan dan

rumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, tinjauan pustaka, metodologi

penelitian dan sistematika penulisan.

BAB II Islam dan konstitusionalisme HAM. Pada bab ini dibahas

konstitusionalisme HAM, yang meliputi pengertian konstitusionalisme, sejarah

konstitusionalisme, dan teori konstitusi. serta masqosid al-syariah yang meliputi

pengertian maqashid al-syariah, tujuan maqashid al-syariah dan tingkatan

kemaslahatan pada maqashid al-syariah.

BAB III HAM dalam konstitusi Indonesia. Pada bab ini dijelaskan konsep HAM

dalam sejarah, Konsep perumusan HAM dalam konstitusi.

Page 21: UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Official Websiterepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49484/1/MUHA… · proses dialektika yang serius dan panjang. Pentingnya pengaturan

11

BAB IV Maqashid as-syari‟ah dan konsep perlindungan HAM dalam Undang-

undang Dasar NRI Tahun 1945. Pada bab ini membahas perlindungan HAM dalam

Undang-undang Dasar NRI Tahun 1945 yang meliputi hak sipil dan politik dalam

Undang-undang Dasar NRI Tahun 1945, dan Hak ekonomi, sosial dan budaya dalam

Undang-Undang Dasar NRI Tahun 1945. Serta membahas perlindungan HAM dalam

Undang-undang Dasar NRI Tahun 1945 yang ditinjau dari persfektif maqashid al-

Syariah.

BAB V Penutup. Pada bab ini dijelaskan mengenai kesimpulan dan saran.

Page 22: UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Official Websiterepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49484/1/MUHA… · proses dialektika yang serius dan panjang. Pentingnya pengaturan

12

BAB II

ISLAM DAN KONSTITUSIONALISME HAM

A. Konstitusionalisme HAM

Sebagai negara hukum, dalam penyelengaraan negara, Indonesia dituntut

mengedepankan kebijakan yang menjamin terselenggaranya pemerintahan yang

bersih dan berkeadilan bagi masyarakat. Selain itu pula dalam penyelengaraannya

setiap kebijakan yang dibuat oleh pemerintah, harus sesuai dengan jalan koridor

hukum dan konstitusi negara, karena hukum dan konstitusi merupakan wujud

kebijaksanaan kolektif warga negara, dan warga negara merupakan objek dalam

penyelenggaraannya. Maka dari itu rakyat harus terlibat penuh dalam pemerintahan

bernegara, agar segala hak dan kewajiban warga negara dapat terpenuhi serta

kesejahteraan dapat terjamin oleh negara.

Hak dan kewajiban warga negara merupakan salah satu materi pokok yang diatur

di dalam konstitusi UUD NRI Tahun 1945. Tidak hanya materi mengenai hak dan

kewajiban warga negara, di dalam konstitusi UUD NRI Tahun 1945 konsep jaminan

HAM sudah tertulis di dalam konstitusi. Segala hal-hal yang mendasar yang

diperlukan untuk melindungi HAM dalam negara hukum dituangkan dalam

konstitusi. Hal tersebut guna untuk menjamin, serta melindungi hak-hak setiap warga

negara. Oleh karna itu di dalam negara kesatuan, konstitusi merupakan hal yang

fundamental yang menjadi landasan negara dalam menjalankan pemerintahan, tidak

hanya jaminan kesejahteraan masyarakat yang terkonsep di dalam konstitusi, jaminan

perlindungan HAM setiap warga negara pun perlu menjadi perhatian khusus negara,

agar hak asasi manusia setiap warga negara terlindungi serta terciptanya

pemerintahan sesuai amanat konstitusi Undang-undang Dasar NRI Tahun 1945.

Page 23: UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Official Websiterepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49484/1/MUHA… · proses dialektika yang serius dan panjang. Pentingnya pengaturan

13

1. Pengertian Konstitusionalisme

Istilah konstitusinalisme itu sendiri sebenarnya tercipta pada peralihan abad ke

18-19 M. Pada saat itu dunia barat menegaskan doktrin Amerika serikat tentang

supremasi Undang-undang Dasar (konstitusi tertulis) di atas Undang-undang yang

diundangkan sebagai produk legislatif pada saat itu. Barulah kemudian istilah

konstitusionalisme menyebar ke berbagai negara Eropa dan negara dibawah jajahan

Eropa. Sebagai istilah adanya suatu produk hukum yang tertulis diatas undang-

undang, konstitusi merupakan suatu asas dalam bernegara.9

Penjelasan mengenai konstitusinalisme secara bahasa ialah konstitusinalisme

berasal dari satu suku kata inti yaitu “konstitusi” dalam bahasa Perancis “constituer”

yaitu sebagai suatu ungkapan yang berati membentuk.10

Oleh karna itu, pemakaian

kata konstitusi lebih dikenal untuk maksud sebagai pembentukan, penyusunan atau

menyatakan suatu negara. Dengan kata lain secara sederhana, konstitusi dapat

diartikan sebagai suatu pernyataan tentang bentuk dan susunan suatu negara, yang

diperispkan sebelum maupun sesudah berdirinya suatu negara yang bersangkutan,

dan bisa dikatakan konstitusi merupakan cikal-bakal terbentuknya suatu negara.

Sedangkan penjelasan menurut istilah arti dari konstitusinalisme adalah sebagai

paham tentang pemerintah yang berdasarkan konstitusi atau bisa dikatakan negara

konstitusinal. Di dalam buku hukum konstitusi terdapat perbedaan penerapan kata

menegnai konstitusi, konstitusinalisme, dan konstitusinal, namun memiliki makna

yang sama, konstitusionalisme bisa diartikan sebagai paham yang membatasi

kekuasaan pemerintah serta menjamin setiap hak-hak warga negara, di dalam konsep

konstitusinalisme kekuasaan pemerintah perlu dibatasi agar pemangku kekuasaan,

9Jimly Asshiddiqie, “Konstitusi dan Konstitusionalime Indonesia”, ( Jakarta: Konstitusi

Press, 2016 ), h 18.

10

Prajudia Atmosudirdjo,. “Konstitusi Indonesia”, (Jakarta: Ghalia Indonesia, 2008 ), h 39.

Page 24: UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Official Websiterepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49484/1/MUHA… · proses dialektika yang serius dan panjang. Pentingnya pengaturan

14

raja, atau kepala negara tidak sewenang-wenang dalam membuat kebijakan serta hak-

hak setiap warga negara dapat dilindungi dan dijamin oleh negara.11

Pembatasan-pembatsan kekuasaan serta jaminan hak warga negara harus

tercermin di dalam konstitusi atau Undang-undang Dasar 1945, bisa diartikan bahwa

konstitusi memiliki frasa yang khusus dan merupakan perwujudan dari hukum

tertinggi (supremation of law) yang harus ditaati bukan hanya oleh rakyat namun

oleh pemerintah serta penguasa sekalipun. Karena di dalam suatu negara hukum,

konstitusi atau Undang-undang Dasar merupakan peraturan perundang-undangan

yang memiliki kedudukan tertinggi didalam hirarki peraturan perundang-undangan

negara.12

2. Sejarah Konstitusionalisme

Munculnya negara konstitusinal pada dasarnya merupakan suatu proses sejarah.

Konsep negara hukum yang konstitusional dianggap sebagai konsep yang universal.

Negara hukum menurut era kontinantal dinamakan rechsstaat. Secara historis

gagasan negara hukum telah dikemukakan oleh Plato di dalam karya tulisnya, dimana

ia mengemukakan bahwa penyelengaraan negara yang baik ialah yang didasarkan

pada pengaturan hukum yang baik. Gagasan Plato tentang negara hukum ini semakin

tegas ketika didukung oleh muridnya Aristoteles. Aristoteles juga mengemukan

bahwa suatu negara yang baik ialah negara yang diperintah dengan konstitusi dan

berkedaulatan hukum.

Menurut Aristoteles ada tiga unsur pemerintahan yang berkonstitusi, pertama

pemerintahan dilaksanakan untuk kepentingan umum, kedua pemerintahan

dilaksanakan menurut hukum yang berdasarkan pada ketentuan-ketentuan umum

bukan pada hukum yang dibuat secara sewenang-wenang yang mengenyampingkan

12

Mariam, Budiardjo, 2010. Dasar-Dasar Ilmu Politik (Edisi Revisi), (Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.

2008), h 25.

Page 25: UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Official Websiterepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49484/1/MUHA… · proses dialektika yang serius dan panjang. Pentingnya pengaturan

15

mufakat dan konstitusi, ketiga pemerintahan berkonstitusi berarti pemerintahan

dilaksanakan atas kehendak rakyat bukan berupa paksaan-paksaan yang dilaksanakan

pemrintahan. Membahas sajarah konstitusionalisme tidak lepas dari sejarah

konstitusionalisme di berbagai belahan dunia, karna sudah tentu konstitusinalisme

tidak dapat dipahami secara utuh jika tidak mengacu pada sejarahnya. Setiap masa

yang dilalui telah menyumbangkan bagiannya pada sejarah perkembangan

konstitusinalisme secara keseluruhan.

Di belahan dunia Barat sejarah perkembangan konstitusinalisme bisa dilihat di

berbagai negara yang menadi pelopor negara konstitusinal, yang menjadikan

konstitusi sebagai landasar dasar bernegara. Seprti salah satunya negara Inggris,

menjelang parauh kedua abad pertengahan abad ke-18. Inggris adalah sebuah negara

konstitusional, walaupun bukan negara demokratis. Selama abad ke-18 Inggris

merupakan satu-satunya negara konstitusional di dunia. maka dari itu, Inggris

menjadi contoh bagi negara negara lain dalam sistem konstitusi pada abad modern

ini.

Lain halnya dengan sejarah konstitusinalisme di dunia Barat, di dalam sejarah

dunia Islam dikenal dengan piagam Madinah. Piagam Madinah merupakan sebuah

konstitusi tertulis pertama secara resmi dalam sejarah dunia yang dibuat oleh Nabi

Muhammad Saw dan masyarakat Madinah setempat, sehingga piagam Madinah ini

merupakan inspirasi untuk memperjuangkan hak-hak dalam jalur politik, sebab

piagam ini meneguhkan posisi Islam yang menerima perbedaan dan kebhinekaan

sebagai kekuatan untuk membangun sebuah komunitas yang kuat, bermartabat, serta

menunung tinggi perbedaan.

Piagam Madinah merupakan political legal document yang menjadi cikal bakal

kelahiran dari negara Madinah pada abad ke-7 M. Hal ini sejalan dengan konsep

Hobbes seorang filsuf Inggris mengenai kontrak sosial antar rakyat guna mencapai

tujuan bersama, karna dalam piagam Madinah peraturannya bersifat terbuka dan

Page 26: UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Official Websiterepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49484/1/MUHA… · proses dialektika yang serius dan panjang. Pentingnya pengaturan

16

demokratis, semua golongan dan kelompok masyarakat memiliki aturan yang telah

disepakati semua pemimpin kelompok pada saat itu.13

Konstitusinalisme di dalam piagam Madinah jelas memiliki perbedaan dengan

konstitusi lain khususnya di dunia modern. Hal ini disebabkan piagam Madinah

sendiri merupakan terobosan dimasanya. Political legal documen antara kaum

Muhajirin, Anshor dan penduduk asli kota Madinah pada saat itu untuk mencapai

kesepakatan bersama. Prinsip konstitusinalisme dalam piagam Madinah melahirkan

konsep musyawarah sebagai instrumen legislatif, juga memiliki fungsi chack and

balance dalam memperkuat atau mengubah kebijakan ulil amri sebagai pemegang

kekuasaan tertinggi. Ulil amri walaupun pemegang kekuasaan tertinggi juga tidak

terlepas dari instrumen musyawarah dan pengawasan dari rakyat, hal ini disebabkan

ulil amri mendapatkan kewenangan berkuasanya juga didasarkan dari kontrak sosial

dari rakyat salah satunya bai‟at.

Jika ditinjau dari perspektif konsep konstitusinalisme pada era modren ini,

pembatasan kekuasaan pada zaman Nabi mungkin berbeda dengan sekarang. Pada

zaman Nabi, pembatasan kekuasaan berupa hasil musyawarah bersama para sahabat.

Dengan demikian kekhawatiran kewenangan atas kepemiminannya Nabi

terminimalisir atas kesepakatan bersama. Lain halnya dengan konsep

konstitusinalisme pembatasan kekuasaan pada era modern ini dimana telah ditentukan

ruang-ruang kekuasaan sesuai bidangnya masing masing.

Dalam sejarah bangsa Indonesia sendiri mengenai konstitusionalisme dimulai

sejak saat Republik Indonesia diproklamasikan pada tanggal 17 Agustus 1945. Pada

saat itu Republik Indonesia belum mempunyai Undang-undang Dasar, baru sehari

kemudian pada tanggal 18 Agustus 1945 oleh panitia persiapan kemerdekaan

Indonesia (PPKI) disahkan Undang-undang Dasar 1945 sebagai Undang-undang

Dasar Negara Republik Indonesia.

13

Wahyudi, Alwi, “Ilmu Negara dan Tripologi Kepemimpinan Negara” (Yogyakarta:Pustaka

Pelajar, 2014), h 54.

Page 27: UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Official Websiterepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49484/1/MUHA… · proses dialektika yang serius dan panjang. Pentingnya pengaturan

17

Undang-undang Dasar NRI Tahun 1945 pertama kali disahkan berlaku sebagai

konstitusi negara Indonesia dalam sidang Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia

(PPKI) pada tanggal 18 Agustus 1945, yaitu sehari setelah negara Republik Indonesia

diproklamasikan oleh Soekarno dan Mochammad Hatta. Namun demikian setelah

resmi disahkan, Undang-undang Dasar 1945 ini tidak langsung dijadikan referensi

dalam setiap pengambilan keputusan kenegaraan dan pemerintahan. Undang-undang

Dasar pada saat itu hanya dijadikan pokok pembentukan negara merdeka bernama

Republik Indonesia. Pada awalnya Undang-undang Dasar 1945 memang

dimaksudkan sebagai Undang-undang Dasar sementara yang menurut istilah bung

Karno sendiri merupakan revolute-groundwet atau Undang-Undang Dasar kilat, yang

memang harus diganti dengan yang baru apabila negara merdeka sudah berdiri dan

keadaan sudah memungkinkan.14

Sejak proklamasi 17 Agustus 1945, hingga sekarang di Indonesia telah berlaku

tiga macam undang-undang dasar dalam beberapa periode.

a. Periode 18 Agustus 1945- 27 Desember 1949;

b. Periode 27 Desember 1949- 17 Agustus 1950;

c. Periode 17 Agustus 1950- 5 Juli 1959;

d. Periode 5 Juli 1959- Sekarang.

Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 sebagaimana

terakhir telah diubah pada tahun 1999, 2000, 2001 sampai dengan 2002 merupakan

satu kesatuan rangkaian perumusan hukum dasar yang berfungsi sebagai sarana

pengendali terhadap penyimpangan dan penyelewengan dalam dinamika

perkembangan zaman dan sekaligus sarana pembaharuan masyarakat seta sarana ke

arah cita-cita kolektif bangsa. Dalam sejarah ketatanegaraan Indonesia merdeka,

telah tercatat beberapa upaya yang berkaitan dengan konstitusi. Dari mulai

pembentukan Undang-undang Dasar, penggantian Undang-undang Dasar dan,

perubahan dalam artian pembaharuan Undang-undang Dasar 1945, yang kesemua hal

14

Prajudia Atmosudirdjo,. “Konstitusi Indonesia”,( Jakarta: Ghalia Indonesia, 2008), h 8.

Page 28: UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Official Websiterepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49484/1/MUHA… · proses dialektika yang serius dan panjang. Pentingnya pengaturan

18

itu sangat dipengaruhi sangat dipengaruhi dengan kondisi global dan sejarah

peralanan konstitusionalisme di berbagai belahan dunia.

3. Teori Konstitusi

Kata teori pada dasarnya banyak digunakan dalam kehidupan sehari-hari, teori

memiliki banyak definisi yang salah satunya lebih tepat sebagai disiplin akademik

suatu sekema atau system gagasan serta pernyataan penjelasan dari sekelompok fakta

atau fenomena. Suatu pernyataan yang dianggap sebagai pernyataan hukum, prinsip

umum atau penyebab sesuatu yang diketahui atau diamati.15

Sedangkan dalam kamus

besar bahasa Indonesia teori adalah pendapat yang didasarkan pada penelitian dan

penemuan didukung oleh data dan argumentasi. Konstitusi dalam kamus besar bahasa

Indonesia adalah segala ketentuan dan aturan ketatanegaraan Undang-undang dasar

suatu negara.16

Konstitusi adalah hukum dasar yang dijadikan pegangan dalam penyelenggaran

suatu negara. Konstitusi dapat berupa hukum dasar tertulis yang lazim disebut

Undang-undang Dasar dan dapat pula tidak tertulis seperti keputusan pengadilan,

proklamasi pemerintah, dan tradisi yang telah diterima oleh pemerintah dan

masyarakat selama beberapa abad dan generasi. Konstitusi dapat didefinisikan

sebagai hukum yang paling tinggi bahkan yang paling fundamental sifatnya, karena

konstitusi itu sendiri merupakan sumber ligistimasi. Secara sederhana konstitusi dapat

dikatakan sebagai sejumlah ketentuan hukum yang disusun secara sistematik untuk

menata dan mengatur pada poko-poko struktur dan fungsi lembaga-lembaga

pemerintahan, termasuk hal ihkwal kewenangan lembaga-lembaga itu, dalam arti

lebih sempit konstitusi bukan hanya diartikan sebagai dokumen yang memuat

ketentuan-ketentuan hukum tersebut.

15

Kurniawan K Yuliarso, Hak Asasi Manusia (HAM) di Indonesia Menuju Democratic

Govermences Jurnal Ilmu Sosial dan ;Politik FH UI:.Vol 8 No 3, Maret 2005. h 209.

16

KBBI Departemen Pendidikan Nasinal 2008.

Page 29: UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Official Websiterepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49484/1/MUHA… · proses dialektika yang serius dan panjang. Pentingnya pengaturan

19

Konstitusi merupakan hukum yang lebih tinggi serta paling fundamental sifatnya,

karena konstitusi itu sendiri merupakan sumber ligitimasi atau landasan dari bentuk-

bentuk hukum serta peraturan-peraturan perundang-undangan lainnya sesuai dengan

prinsip hukum yang berlaku universal. Maka agar peraturan-peraturan yang

tingkatnya dibawah Undang-undang Dasar dapat berlaku dan diberlakukan,

peraturan-peraturan itu tidak boleh bertentangan dengan hukum yang lebih tinggi

tersebut yaitu Undang-undang Dasar 1945.

Berdasarkan fakta dan fenomena dan didukung oleh Undang-undang Dasar 1945,

penggunaan teori konstitusi ini dapat digunakan sebagai pedoman untuk membentuk

peraturan perundang-undangan dibawah Undang-undang Dasar agar sesuai dengan

koridor Undang-undang Dasar. Karena konstitusi merupakan payung hukum yang

paling tinggi di negri ini, maka apapun yang tertuang atau tertulis di dalamnya dapat

dijadikan pedoman guna mencapai tujuan berbangsa yakni untuk membentuk

pemerintahan negara Indonesia yang konstitusional.

B. Maqashid Al-Syari’ah

1. Pengertian Maqashid Al-Syariah

Maqashid syariah (esensi syariah) selalu menadi topik pembicaraan yang

menarik untuk dibahas, khususnya mereka yang berkonsentrasi dalam bidang hukum

islam. Secara bahasa maqashid al-syariah terdiri dari dua kata maqashid dan syariah.

Maqashid merupakan bentuk jamak (plural) dari kata maqshid17

yang terbentuk dari

huruf qaf, shad dan dhal, yang berarti kesengajaan atau tujuan. Sedangkan kata Al-

Syariah secara etimologi berasal dari kata syara‟a Yasyra‟u Syar‟an yang berarti

membuat syariat atau undang-undang, menerangkan serta menyatakan atau bermakna

sanna yang berarti menunukan jalan atau peraturan.18

17

Muhammad Idris al-marbawy, Kamus Idris al-Marbawy : Arab-Melayu, al-Ma‟arif, Juz 1,

Bandung, h 136.

18

Hasbi Umar, Nalar Fiqih Kontemporer, (Jakarta: Gaung Persada Press, 2007), h 36.

Page 30: UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Official Websiterepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49484/1/MUHA… · proses dialektika yang serius dan panjang. Pentingnya pengaturan

20

Penjelasan syariah secara terminologi adalah hukum-hukum dan tata aturan

yang dishariatkan oleh Allah Swt untuk hamba-hambaNya. Agar dipedomani oleh

manusia dalam mengatur hubungan dengan Tuhan, dengan sesama antar manusia,

alam dan seluruh kehidupan. Maka dapat disimpulkan penjelasan Maqashid Al-

Syariah adalah tujuan yang ingin dicapai dalam hukum Islam yang telah ditentukan

oleh Allah Swt dan Rasul-Nya, dan agar kita mengetahui tujuan dari hukum tersebut

maka bisa kita telusuri lewat teks-teks Al-Qur‟an dan as-sunnah sebagai alasan logis

bagi rumusan suatu hukum yang berorientasi pada kemaslahatan umat manusia.

Pada masa awal pengembangan pemikiran hukum Islam, pembahasan maqashid

al-syariah menempati posisi yang tidak terlalu signifikan, bahkan terkesan

dikesampingkan. Para ulama (ushuliyyin) sebatas menempatkan pada tulisan-tulisan

tambahan saja pada hukum-hukum suatu mazhab. berbicara lebih dalam, pemikiran

hukum Islam telah diikat oleh perhatian para ulama, hukum Islam hanya dikaitkan

dengan kajian ushul al-fiqih dan qawaid al-fiqih yang berorientasi pada teks dan

bukan pada makna dibalik teks. Seharusnya ushul al-fiqh, qawaid al-fiqh dan

maqashid al-syariah merupakan tiga hal yang menadi unsur-unsur sebuah sistem

yang tidak terpisahkan dan berkembang pada garis linier yang sama. Ushul al-Fiqh

merupakan metodelogi yang harus diaplikasikan untuk menuju sebuah hukum Islam,

qawaid al-fiqh merupakan pondasi dasar bangunan hukum Islam yang ada,

sedangkan maqashid al-syariah merupakan nilai-nilai dan spirit atau ruh yang berada

pada hukum Islam itu sendiri.19

Pada abad ke-8 Hijriyah, seorang ulama dari Andalausia yaitu Al Imam As

Syathibi melalui kitabnya al-Muwafaqat telah meletakan pondasi untuk kajian

maqasid al-syariah. Menurutnya maqashid al-syariah berarti tujuan Allah Swt dan

Rasulnya dalam merumuskan hukum-hukum Islam, tujuan itu dapat ditelusuri dalam

ayat-ayat Al-Qur‟an dan sunah. Rasulullah sebagai alasan logis bagi rumusan suatu

hukum yang berorientasi pada kemaslahatan umat manusia. maqashid al-syariah

19

Moh Toriquddin, “Teori Maqashid Al-Syariah Perspektif Al-Syatibi” Jurnal Syariah dan

Hukum, Fakultas Syariah UIN Maulana Malik Ibrahim Malang. Volume 6 Nomor 1, Juni 2014. h 39.

Page 31: UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Official Websiterepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49484/1/MUHA… · proses dialektika yang serius dan panjang. Pentingnya pengaturan

21

adalah untuk kemaslahatan manusia di dunia dan di akhirat, kemaslahatn itu dapat

diwujudkan apabila lima unsur pokok dapat diwujudkan dan dipelihara. Kelima hal

pokok itu menurut Imam As Syathibi adalah; Agama, jiwa, akal, keturunan dan

harta.20

Dalam usaha mewuudkan dan memelihara lima unsur pokok itu maka Imam

As Syathibi membaginya kedalam tiga tingkatan yaitu : maqashid al-dururiyat,

maqashid al-hajiyat dan maqashid al-tahsiniyat.

2. Tujuan Maqashid Al-Syariah

Pengetahuan tentang maqashid al-syari‟ah sebagaimana yang telah dijelaskan

oleh Imam As Syathibi adalah hal yang sangat penting, mengerti dan memahami

tentang maqashid al-syariah dapat dijadikan sebagai alat bantu dalam memahami

redaksi Al-Qur‟an dan as-sunnah, membantu menyelesaikan dalil yang saling

bertentangan (ta‟arud al-adillah) dan yang angat penting lagi adalah untuk

menetapkan suatu hukum dalam sebuah kasus yang ketentuan hukumnya tidak

tercantum dalam Al-Qur‟an dan as-sunnah jika menggunakan kaian kebahasaan.

Allah Swt sebagai pembuat syari‟at tidak menciptakan suatu hukum dan aturan di

muka bumi ini tanpa tujuan dan maksud begitu saja, melainkan hukum dan aturan itu

diciptakan dengan tujuan dan maksud tertentu. Shari‟at diturunkan oleh Allah pada

dasarnya bertujuan untuk mewujudkan kemaslahatan hamba sekaligus untuk

menghindari kerusakan, baik di dunia maupun di akhirat.

Semua perintah dan larangan Allah Swt yang terdapat dalam Al-Qur‟an,

begitupula perintah dan larangan Nabi Muhammad Saw yang ada dalam Hadist, yang

diasumsikan ada keterkaitan dengan hukum memberikan kesimpulan bahwa

semuanya mempunyai tujuan tertentu dan tidak ada yang sia-sia. Semuanya

mempunyai hikmah yang mendalam, yaitu sebagai rahmat bagi umat manusia.21

Pada

20

Ahmad Al-Mursi Husain, “Maqashid Syariah,” (Jakarta; Amzah, 2013), h 13.

21Ghafar Sidiq, Teori Maqashid Al-Syariah Dalam Hukum Islam, Jurnal Fakultas Agama Islam

Universitas Islam Sultan Agung , Vol XLIV No 118 Juni-Agustus 2018, h 120.

Page 32: UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Official Websiterepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49484/1/MUHA… · proses dialektika yang serius dan panjang. Pentingnya pengaturan

22

dasarnya inti dari tujuan syari‟at (hukum) atau maqashid al-syari‟ah adalah

kemaslahatan umat manusia. Berkaitan dengan ini as-Syathibi menyatakan bahwa :

هذه الشزيعةوضعت لتحقيق مقاصد الشارع في قيام مصالحهم في الدين والدنيا معا

“Sesungguhnya syari (pembuatan syari‟at) dalam mensyari‟atkan hukumnya

bertujuan untuk mewujudkan kemaslahatan hambanya baik di dunia maupun di

akhirat secara bersamaan‟‟

Jika diperhatikan dalam pernyataan Imam as Syathibi tersebut, dapat ditarik

kesimpulan bahwa kandungan maqashid al-syari‟ah adalah kemaslahatan manusia.

Sejalan dengan pemikiran Imam as Syathibi tersebut Fathi al-Daryni menyatakan

bahwa hukum-hukum itu tidaklah dibuat untuk hukum itu sendiri, melainkan untuk

tujuan lain yaitu kemaslahatan.22

Sedangkan Muhammad Abu Zahrah menegaskan

bahwa semua ajaran yang dibawa oleh Islam mengandung maslahat yang nyata. Allah

Swt menegaskan bahwa ajaran Islam baik yang terkandung dalam Al-Qur‟an maupun

Hadist Nabi merupakan rahmat, obat penyembuh dan petunjuk.23

Jadi, tujuan hakiki

hukum Islam adalah untuk mewujudkan kemaslahatan. Tidak satupun hukum yang

disyari‟atkan baik dalam Al-Qur‟an maupun Hadist melainkan di dalamnya terdapat

kemaslahatan.

Penekanan inti maqashid al-syari‟ah secara garis besar bertitik tolak dari

kandungan ayat-ayat Al-Qur‟an yang menunjukan bahwa hukum-hukum Allah Swt

mengandung kemaslahatan. Banyak ayat-ayat Al-Qur‟an maupun Hadist yang

berhubungan dengan hukum, setelah disimpulkan menunjukan bahwa semua hukum

itu bermuara pada kemaslahatan, baik dalam rangka menarik atau mewujudkan

kemanfaatan maupun menolak atau menghindari kerusakan.

22

Moh Toriquddin, “Teori Maqashid Al-Syariah Perspektif Al-Syatibi” Jurnal Syariah dan

Hukum, Fakultas Syariah UIN Maulana Malik Ibrahim Malang. Volume 6 Nomor 1, Juni 2014. h 43.

23

Muhammad Abu Zahrah, Ushul Al-Fiqh, (Jakarta:Pustaka Firdaus, 2000), h 28.

Page 33: UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Official Websiterepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49484/1/MUHA… · proses dialektika yang serius dan panjang. Pentingnya pengaturan

23

3. Tingkatan Kemaslahatan Maqashid Al-Syariah

Metode maqashid al syari‟ah dikembangkan untuk mencapai tujuan akhir dari

dilaksanakannya syari‟ah Islamiyah yaitu kemaslahatan umat manusia. Menurut

konsep Imam as Syathibi kemaslahatan yang hendak diwujudkan itu terbagi kepada

tiga tingkatan, Al-Dhururiyat (primer) ,Al-Hajjiyat (sekunder) dan Al-Tahsiniyat

(tersier). Yang dimaksud dengan al-dharuriyat maqashid adalah tingkatan kebutuhan

yang harus ada atau biasa disebut sebagai kebutuhan primer. Bila dalam tingkatan

kebutuhan ini tidak terpenuhi maka akan terancam kemaslahatan seluruh umat

manusia baik di dunia maupun di akhirat, ada lima hal yang termasuk dalam

golongan al-dhururiyat maqashid yaitu: memelihara agama (hifd al-din), memelihara

jiwa (hifd al-nafs), memelihara akal (hifd al-aql), memelihara keturunan (hifd al-

nash), dan yang terakhir adalah memelihara harta (hifd al-mal).24

Untuk menyelamatkan agama, Islam mewajibkan ibadah sekaligus melarang

hal-hal yang merusaknya, untuk menyelamatkan jiwa Islam mewajibkan misalnya

makan, tetapi Islam melarang makan makanan yang haram (dilarang oleh ketentuan

agama karena adanya hal-hal yang tidak baik bagi diri manusia). Bahkan Islam

melarang umatnya untuk makan dengan berlebihan, untuk menyelamatkan akal Islam

melarang hal-hal yang dapat merusak fungsi akal, misalnya minum-minuman yang

memabukan (khamer) sehingga manusia lupa akan dirinya dan lingkungan sekitarnya,

untuk menyelamatkan keturunan Islam mewajibkan menikah dan untuk

menyelamatkan harta Islam mensyari‟atkan hukum mu‟amalah yang baik dan benar

dan upaya-upaya yang merusaknya dilarang seperti mencuri dan lain sebgainya.

Jadi secara garis besar pengertian dari al-dhururiyat maqashid ialah suatu

kemaslahatan yang menjadi dasar tegaknya kehidupan asasi manusia baik yang

berkaitan dengan agama maupun dunia. Jika salah satu luput dari tatanan hidup

manusia maka akan mengakibatkan kerusakan pada tatanan kehidupan manusia

tersebut. Zakaria al-Biri menyebutkan bahwa maslahat dharuriyyat ini merupakan

24

Ayang Utriza Yakin, “Islam Moderat dan Isu-Isu Kontemporer”, (Jakarta : Kencana, 2016), h

170.

Page 34: UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Official Websiterepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49484/1/MUHA… · proses dialektika yang serius dan panjang. Pentingnya pengaturan

24

dasar asasi untuk terjaminnya kelangsungan hidup manusia. Jika ia rusak, maka akan

rusak pula kelangsungan hidup manusia, sebagai contoh jika pembunuhan tidak

dilarang oleh agama dan tidak ada perlindungan maka jiwa setiap manusia akan

terancam keberadaannya bahkan bisa membawa kepada kepunahan.

Dalam tingkatan hajjiyat (skunder) ialah segala sesuatu yang oleh hukum syara‟

tidak dimaksudkan untuk memelihara lima hal pokok tadi, akan tetapi dimaksudkan

untuk menghilangkan kesulitan, kesusahan, kesempitan dan ihtiyath (berhati-hati)

terhadap lima hal pokok tersebut. Dalam lapangan ibadah Islam, mensyariatkan

beberapa hukum rukhshah (keringganan) bilamana kenyataan mendapatkan kesulitan

dalam menjalankan perintah-perintah taklif. Misalnya, Islam memperbolehkan tidak

berpuasa dalam perjalankan dalam jarak tertentu dengan syarat diganti pada hari lain

begitu pula untuk orang yang sedang sakit. Kebolehan meng-qasar shalat adalah juga

dalam rangka memenuhi kebutuhan hajiyat ini. Di dalam lapangan muamalat, ialah

diperbolehkannya banyak bentuk transaksi yang dibutuhkan manusia, seperti akad

muzara‟ah, salam, murabahab, dan mudharabah.

Dilapangan ‟uqubah (sanksi hukum),Islam mensyariatkan hukuman diyat

(denda) bagi pembunuhan tidak disengaja. Perlu ditegaskan bahwa termasuk dalam

katagori hajjiyat dalam hal harta, seperti diharamkan ghasab dan merampas,

Sedangkan hajjiyat yang berkaitan dengan akal seperti diharamkannya meminum

khamar walau hanya sedikit.

Dalam tingkatan tahsiniyat (tersier) Ialah tingkat kebutuhan yang apabila tidak

terpenuhi tidak mengancam eksistensi salah satu dari kelima pokok diatas serta tidak

pula menimbulkan kesulitan.Yang dimaksud dengan maslahat jenis ini ialah sifatnya

untuk memelihara kebagusan dan kebaikan budi pekerti serta keindahan saja.

Sekiranya kemaslahatan tidak dapat diwujudkan dalam kehidupan tidaklah

menimbulkan kesulitan dan kegoncangan serta rusaknya tatanan kehidupan manusia.

Dengan kata lain kemaslahatan ini hanya mengacu pada keindahan saja. Akan tetapi

kemaslahatan seperti ini dibutuhkan oleh manusia.

Page 35: UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Official Websiterepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49484/1/MUHA… · proses dialektika yang serius dan panjang. Pentingnya pengaturan

25

Dalam lapangan ibadah disyariatkan hal-hal yang berhubungan dengan

kebutuhan tahsiniyat seperti islam menganjurkan berhias memakai wewangian ketika

hendak ke mesjid, dan menganjurkan banyak ibadah sunnah, dalam lapangan

muamalat Islam melarang boros, kikir, menaikan harga, monopoli dan lain-lain,

dalam lapangan ‟uqubah Islam memgharamkan membunuh anak-anak dan wanita

dalam peperangan, serta melarang melakukan muslah (menyiksa mayit dalam

peperangan). Diantara contoh tahsinat yang berkaitan dengan memelihara harta

adalah diharamkan menipu atau memalsukan barang. Perbuatan ini tidak menyentuh

secara langsung harta itu sendiri (eksistensinya), tetapi menyangkut

kesempurnaannya.

Tahsinat dalam kaitan dengan memelihara agama diantaranya adalah larangan

terhadap dakwah yang menyimpang, yang tidak menyentuh pokok keimanan (ashlul

itiqad), dimana semakin genjarnya gerakan dakwah semacam ini malah menimbulkan

keraguan terhadap ajaran islam. Demikian pula larangan mempelajari kitab-kitab

yang sumber-sumber ajaran agama lain bagi orang yang tidak mampu melakukan

studi perbandingan secara rasional dan mendalam diantara kebenaran-kebenaran

agama.

Page 36: UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Official Websiterepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49484/1/MUHA… · proses dialektika yang serius dan panjang. Pentingnya pengaturan

26

BAB III

HAM DALAM KONSTITUSI INDONESIA

A. Konsep HAM dalam Sejarah

Pada dasarnya hak asasi itu dimiliki oleh setiap manusia, tidak mengenal waktu,

siapa dan dimana. Akan tetapi, dalam praktiknya tidak demikian yang telah diuraikan

dalam sebuah teori. Kurangnya pengetahuan dan sikap apatis adalah faktor utama

penghambat tegaknya nilai-nilai kemanusiaan. Akibatnya pelanggaran terhadap hak

asasi manusia muncul ibarat jamur yang tumbuh di musim hujan. Jika kita ingin

melacak secara historis kapan hak asasi manusia muncul dan menjadi pusat

pembicaraan, memang sulit. Namun informasi awal yang ada bahwa sejak beberapa

abad sebelum masehi, manusia sudah membicarakan masalah HAM. Seperti

persoalan keadilan, persamaan hak, kemerdekaan dan kedamaian. Hal ini terjadi pada

masyarakat Yunani kuno, khususnya para ahli filsafat seperti Cicero, Plato dan

Aristoteles (2-3 abad SM).

Sebagian orang menganggap bahwa lahirnya HAM dimulai dengan munculnya

perjanjian agung (magna carta) pada tanggal 15 juni 1215 di kerajaan Inggris yang

dianggap sebagai cikal bakal HAM. Adapun kandungan pokok dalam perjanjian

tersebut adalah raja yang memiliki kekuasaan absolut dapat dibatasi kekuasaannya

dan dimintai pertanggung jawaban di depan hukum. Maka lahirlah doktrin “raja tidak

kebal hukum” walaupun otoritas legislasi undang-undang ditangannya.25

Pada

dasarnya, magna carta memaksa raja untuk tidak mengambil hasil bumi begitu saja

tanpa persetujuan terlebih dahulu, agar raja tidak menuduh dan menagkap seseorang

tanpa pengadilan yang dapat dipercaya. Bila seseorang telah diperlakukan sedemikian

oleh raja, maka harus ada ganti rugi dan rehabilitasi. Hak raja bukanlah dipahami.

25

Baharudin Lopa, “Al-qur‟an dan Hak Asasi Manusia” (Yogyakarta:Dana Bhakti Prima Yasa),

h 20.

Page 37: UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Official Websiterepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49484/1/MUHA… · proses dialektika yang serius dan panjang. Pentingnya pengaturan

27

sebagai suatu yang tak terbatas (absolut), melainkan juga dibatasi oleh hak rakyat.

Tradisi bahwa hukum lebih tinggi dari raja selanjutnya terbentuk.26

Tahun 1968 melalui petition of right, suatu petisi dari dewan perwakilan rakyat

yang mengajukan berbagai pertanyaan mengenai hak-hak rakyat beserta jaminannya

kepada raja yang menjawabnya dihadapan sidang badan perwakilan. Selanjutnya

pada tahun 1670, ditetapkan hobeas copus act (peraturan pemeriksaan di muka

hakim), yang memuat perintah raja agar setiap tahanan agar diinformasikan di muka

hakim atas tuduhan apa ia ditahan. Dari sinilah berasal prinsip hukum bahwa setiap

orang yang ditahan harus atas perintah hakim.27

Pada tahun 1689 parlemen

meyakinkan raja akan hak-hak parlemen yang dimuat dalam bill of right. Rumusan

ini mengandung ketentuan bahwa raja harus memerintah sesuai ketentuan yang

ditetapkan oleh parlemen, hak individu diakui seperti hak mengajukan petisi, hak

untuk berdebat bebas dalam parlemen dan larangan terhadap hukuman yang

berlebihan.

Hal inilah yang menginpirasi bangsa Amerika untuk merumuskan virginia of

rightdan declaration of independence pada tanggal 6 juli 1776. Deklarasi ini

menyatakan, “we hold these truths to be self evident, that all men are created equal,

that they are endowed by their creator with certain unalienable rights, that among

these are life, liberty and the parsuit of happiness.”28

Muatan deklarasi ini

diantaranya yakni setiap orang dilahirkan dalam persamaan dan kebebasan, memiliki

hak untuk hidup dan mengejar kebahagiaan, serta suatu keharusan mengganti

pemerintah yang acuh terhadap ketentuan-ketentuan dasar tersebut.

26

Bahder Johan Nasution, “Negara Hukum dan Hak Asasi Manusia”, (Bandung: Mandar Maju,

2012) , h 134.

27

Mujaid Kumkelo,Dkk, “Fiqih HAM : Ortodoksi dan Liberalisme Hak Asasi Manusia dalam

Islam”, (Malang:Setara Press, 2015), h 26.

28

Edward C. Smith, “The Constitution of the United States” (New York: Barnes & Noble, hal 17,

dalam Majda El-Muhtaj, “Hak Asasi Manusia dalam Konstitusi Indonesia dari UUD 1945, sampai

dengan Amandemen UUD 1945 Tahun 2002 “(Jakarta: Kencana, 2007), h 52.

Page 38: UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Official Websiterepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49484/1/MUHA… · proses dialektika yang serius dan panjang. Pentingnya pengaturan

28

Sama halnya dengan Amerika, di Paris Prancis tepatnya 4 Agustus 1789 lahir

deklarasi hak-hak manusia dan warga negara (declaration des droits de I‟homme et

du citoyen) atau dikenal dengan French declaration, yang menyatakan hak-hak yang

lebih rinci lagi sebagai dasar dari rule of law. Deklarasi ini berisi tidak boleh ada

penangkapan dan penahanan yang semena-mena, termasuk ditangkap tanpa alasan

yang sah dan ditangkap tanpa surat perintah yang dikeluarkan oleh pejabat yang sah.

Deklarasi Perancis sebagai salah satu produk revolusi Perancis berhasil meruntuhkan

tatanan masyarakat feudal, termasuk golongan pendeta agama dan susunan

pemerintah negara yang bersistem monarki absolute. Dengan semangat memperoleh

jaminan hak-hak manusia dalam perlindungan undang-undang negara, maka

dirumuskan tiga prinsip yang disebut trisloganda yang melahirkan konstitusi Perancis

1791, yaitu 1. Kemerdekaan (liberte); 2. Kesamarataan (equalite); 3. Kerukunan dan

persaudaraan (fraternite).29

Pada permulaan abad ke 20, presiden Amerika Serikat, Franklin Delano

Roosevelt merumuskan empat macam hak asasi manusia dikenal dengan “the four

freedoms,” yaitu kemerdakaan berbicara dan berekspresi, kemerdekaan dalam

memilih agama, kemerdekaan dari rasa takut dan kemerdekaan dari kekurangan.

Pemikiran Roosevelt inilah yang kemudian menjadi inspirasi munculnya universal

declaration of human right atau deklarasi universal hak asasi manusia (DUHAM)

pada tahun 1948. Selanjutnya, pada tahun 1965-1979 muncul beberapa kovenan

(perjanjian) internasional yang dirumuskan oleh PBB, yakni: perjanjian internasional

tentang diskriminasi ras, perjanjian internasional tentang hak ekonomi, social dan

budaya, perjanjian internasional tentang hak sipil dan politik dan konvensi tentang

diskriminasi terhadap wanita. Hal ini yang kemudian menjadikan dunia barat

mengklaim bahwa yang terlebih dahulu memproklamasikan perlindungan dan

penegakan HAM adalah mereka.

29

Kuntojoro Purbopranoto, “Hak-Hak Asasi Manusia dan Pancasila “(Jakarta: Pradya

Paramita,1982), h 18-19.

Page 39: UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Official Websiterepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49484/1/MUHA… · proses dialektika yang serius dan panjang. Pentingnya pengaturan

29

Akan tetapi tidak demikian, jauh sebelum dunia Barat berbicara mengenai HAM

ini, Islam terlebih dahulu berbicara terkait dengan persoalan tersebut sejak awal

kemunculannya. Hal ini dapat dilihat dari sikap Nabi Muhammad Saw yang

menentang penindasan manusia atas manusia yang lain meliputi; diskriminasi,

penyiksaan, pembunuhan dan lain-lain. Puncaknya pada pidato perpisahan Nabi

Muhammad Saw, yang menekankan pentingnya perlindungan serta penegakan nilai-

nilai hak asasi manusia di setiap sendi kehidupan. Pidato ini disebut pidato

perpisahan karena tidak lama setelah itu Nabi wafat.

Jika kita menganalisis bagaimana sejarah perjalanan ide-ide hak asasi manusia di

atas. Dapat kita pahami bahwa dalam pandangan Barat hak asasi manusia lebih

terfokus pada aspek manusia (Insaniyah). Karna berangkat dari cara pandang mereka

yang sekuler dan bahkan tidak beragama. Mereka mempunyai kecenderungan

mengutamakan pemenuhan hak pribadi tanpa berfikir bahwa di sisi lain ada

kewajiban yang harus ditunaikan terlebih dahulu. Dalam Islam hak asasi dipandang

bertujuan untuk dan bersumber dari tuhan (Ilahiyah). Di samping mempunyai hak di

sisi lain ada kewajiban yang harus ditunaikan terlebih dahulu. Oleh karna itu,

perbincangan mengenai hak asasi manusia memang memang sesuatu yang harus

hidup, bahkan semakin mendapatkan perhatian lebih oleh berbagai lapisan

masyarakat hingga saat ini. Berbagai Negara telah masukan muatan materi tentang

HAM dalam konstitusi mereka, perjanjian internasional telah dibuat namun menjadi

suatu ironi pelanggaran HAM masih saja tetap terjadi.

B. Konsep Perumusan HAM dalam Konstitusi

Sejak negara Indonesia diproklamamasikan menjadi negara merdeka, para

pendiri Republik Indonesia sepakat bahwa negara berlandaskan pada hukum yang

diartikan sebagai konstitusi dan hukum tertulis yang mencerminkan penghormatan

kepada HAM. Undang-undang Dasar ialah piagam tertulis yang sengaja diadakan dan

memuat segala apa yang dianggap oleh pembuatnya menjadi asas fundamental dari

negara tersebut. Undang-undang Dasar Tahun NRI Tahun 1945 adalah konstitusi

Page 40: UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Official Websiterepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49484/1/MUHA… · proses dialektika yang serius dan panjang. Pentingnya pengaturan

30

Negara Republik Indonesia. Dalam Undang-undang Dasar NRI Tahun 1945

ditegaskan bahwa sistem pemerintahan negara Indonesia berdasarkan atas hukum

(rechstaat), tidak berdasar atas kekuasaan belaka (maachstaat).30

Gagasan negara yang berlandaskan konstitusi dan hukum juga secara jelas

terekam dalam perdebatan di sidang pleno konstituante pada saat membahas falsafah

negara atau dasar negara, HAM, dan pemberlakuan kembali UUD 1945 antara kurun

waktu tahun 1956- 1959. Dalam rentangan berdirinya bangsa dan negara Indonesia

telah lebih dulu dirumuskan dari deklarasi Universal hak-hak asasi manusia

(DUHAM) PBB, karena pembukaan UUD 1945 dan pasal-pasalnya diundangkan

pada tanggal 18 Agustus 1945, adapun Deklarasi PBB pada tahun 1948. Hal tersebut

merupakan fakta pada dunia bahwa bangsa Indonesia sebelum tercapainya pernyataan

HAM sedunia oleh PBB, telah mengangkat dan melindunginya dalam kehidupan

bernegara yang tertuang dalam Undang-undang Dasar 1945.

Deklarasi bangsa Indonesia pada prinsipnya termuat dalam naskah pembukaan

Undang-undang Dasar 1945, dan pembukaan Undang-undang Dasar 1945 merupakan

sumber normatif bagi hukum positif Indonesia terutama penjabaran dalam pasal-pasal

Undang-undang 1945. Dalam Pembukaan Undang-undang Dasar 1945 alinea pertama

dinyatakan bahwa “Kemerdekaan ialah hak segala bangsa.31

‟‟ Dalam pernyataan

tersebut terkandung pengakuan secara yuridis hak asasi manusia tentang

kemerdekaan sebagaimana tercantum dalam Pasal 1 PBB DUHAM. Dasar filosofi

HAM tersebut bukanlah kebebasan individualis, melainkan menempatkan manusia

dalam hubungannya dengan bangsa (makhluk sosial) sehingga HAM tidak dapat

dipisahkan dengan kewajiban asasi manusia.

Undang-undang Dasar 1945 sebelum diubah dengan perubahan kedua pada tahun

2000, hanya memuat sedikit ketentuan yang dapat dikaitkan dengan pengertian HAM.

Pasal yang biasa dinisbatkan dengan pengertian HAM yaitu Pasal 27 ayat (1) dan ayat

30

Jimly Asshidiqqie, “Ideologi, Pancasila, dan Konstitusi,” (Jakarta: Mahkamah Konstitusi,

2006). h 27.

Page 41: UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Official Websiterepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49484/1/MUHA… · proses dialektika yang serius dan panjang. Pentingnya pengaturan

31

(2), Pasal 28, Pasal 29 ayat (2), Pasal 30 ayat (1), Pasal 31 ayat (1), dan Pasal 34. Dari

semua pasal tersebut, istilah HAM tidak dijumpai namun yang ditemukan adalah hak

dan kewajiban warga negara.

Meskipun Undang-undang Dasar 1945 adalah hukum dasar tertulis yang di

dalamnya memuat hak-hak dasar manusia serta kewajibannya yang bersifat dasar

pula, akan tetatapi penjelasan mengenai HAM tidak dijelaskan secara tegas

penjabaran dan penjelasannya. Namun jika diperhatikan dengan sungguh-sungguh

hanya satu ketentuan saja yang memang memberikan jaminan konstitusional atas

HAM yaitu Pasal 29 ayat (2) yang menyatakan, Negara menjamin kemerdekaan tiap-

tiap penduduk untuk memeluk agamanya masing-masing dan untuk beribadat

menurut agamanya dan kepercayaan itu.

Ketentuan yang lain sama sekali bukan rumusan tentang HAM, melainkan hanya

kententuan mengenai hak warga negara atau the citizen rights atau biasa juga disebut

the citizen constituonal rights. Hak konstitusional warga negara hanya berlaku bagi

orang yang berstatus sebagai warga negara, sedangkan bagi orang asing tidak

dijamin. Satu-satunya yang berlaku bagi tiap-tiap penduduk, tanpa membedakan

status kewarganegaraannya adalah Pasal 29 ayat (2) tersebut. Selain itu, ketentuan

Pasal 28 dapat dikatakan memang terkait dengan ide HAM. Akan tetapi, Pasal 28

Undang-undang Dasar 1945 belum memberikan jaminan konstitusional secara

langsung dan tegas mengenai adanya kemerdekaan berserikat dan berkumpul serta

kemerdekaan mengeluarkan pikiran dengan lisan dan tulisan bagi setiap orang, Pasal

28 hanya menentukan hal ihwal mengenai kemerdekaan berserikat dan berkumpul,

serta mengeluarkan pikiran dengan lisan dan tulisan itu masih akan diatur lebih lanjut

dan jaminan mengenai hal itu masih akan ditetapkan dengan undang-undang.

Di dalam Undang-undang Dasar 1945 perubahan kedua, pengaturan mengenai

HAM tercantum dalam satu bab tersendiri yaitu dalam Bab XA dengan 10 pasal serta

24 ayat yaitu Pasal 28A sampai dengan Pasal 28J terkait jaminan HAM dan

penegakan hukum untuk menjamin tegaknya HAM sebagai sebuah pilar negara

hukum. Tidak hanya dalam satu bab tersendiri dalam Undang-undang Dasar 1945

Page 42: UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Official Websiterepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49484/1/MUHA… · proses dialektika yang serius dan panjang. Pentingnya pengaturan

32

atas jaminan perlindungan HAM, jaminan atas perlindungan HAM warga negara

dalam Undang-undang Dasar 1945 pun terumuskan ke dalam beberapa bab dan pasal

dalam Undamg-undang dasar itu sendiri. Rumusan mengenai HAM ini sangat

lengkap yang mencakup seluruh aspek HAM yang diakui secara universal. Seluruh

HAM yang tercantum dalam Bab XA Undang-undang Dasar 1945 keberlakuannya

dapat dibatasi. HAM dapat dibatasi juga diperkuat dengan Pasal 28J sebagai pasal

penutup dari seluruh ketentuan yang mengatur tentang HAM.

Sistematika pengaturan mengenai HAM dalam Undang-undang Dasar 1945 ini

sejalan pula dengan sistematika pengaturan dalam universal declaration of human

rights yang juga menempatkan pasal pembatasan HAM sebagai pasal penutup. HAM

harus pula dipahami bahwa setiap orang memiliki kewajiban dan tanggung jawab

yang juga bersifat asasi. Setiap orang, selama hidupnya sejak sebelum kelahiran,

memiliki hak dan kewajiban yang hakiki sebagai manusia. Pembentukan negara dan

pemerintahan, untuk alasan apapun, tidak boleh menghilangkan prinsip hak dan

kewajiban tidak ditentukan oleh kedudukan orang sebagai warga suatu negara. Setiap

orang di manapun ia berada harus dijamin hak-hak dasarnya. Pada saat yang

bersamaan, setiap orang di manapun ia berada, juga wajib menjunjung tinggi hak-hak

asasi orang lain sebagaimana mestinya.

HAM yang diatur dalam perubahan kedua Undang-undang Dasar 1945 tidak ada

yang bersifat mutlak, termasuk hak asasi yang diatur dalam Pasal 28I ayat (1)

Undang-undang Dasar 1945. Pembatasan HAM di Indonesia telah memberikan

kejelasan bahwasannya tidak ada satu pun HAM di Indonesia yang bersifat mutlak

dan tanpa batas. HAM dalam Undang-undang Dasar 1945 dapat diklasifikasikan

menjadi empat kelompok, yaitu hak sipil dan politik, hak ekonomi, sosial, dan

budaya, hak atas pembangunan dan hak khusus lain, serta tanggung jawab negara dan

kewajiban asasi manusia. Selain itu, terdapat hak yang dikategorikan sebagai hak

yang tidak dapat dikurangi dalam keadaan apapun (non derogable rights) yang

meliputi hak untuk hidup, hak untuk tidak disiksa, hak kemerdekaan pikiran dan hati

Page 43: UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Official Websiterepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49484/1/MUHA… · proses dialektika yang serius dan panjang. Pentingnya pengaturan

33

nurani, hak beragama, hak untuk tidak diperbudak, hak untuk diakui sebagai pribadi

di hadapan hukum, dan hak untuk tidak dituntut atas dasar yang berlaku surut.32

Pada dasarnya konsep jaminan perlindungan HAM dalam konstitusi Indonesia

yang tertuang dalam Undang-undang Dasar 1945 mengacu pada materi muatan

konsep perlindungan HAM dalam deklarasi universal hak asasi manusia (DUHAM)

dimana dalam deklarasi internasional ini menunjukan nilai normatifnya hak asasi

manusia sebagai nilai yang fundamental. Tidak hanya memalui DUHAM konverensi

internasional dalam International Convenant on Civil and Political Right (ICCPR)

merupakan konverensi internasional yang juga memberikan pengaturan terkait hak

asasi manusia yang menjadikan hak asasi manusia sebagai hak yang bersifat

fundamental namun lebih kepada aspek hak sipil dan politik. Namun dari kedua

konverensi internasional tersebut menjadi acuan serta landasan dalam membentuk

konsep perlindungan HAM dalam konstitusi negara Indonesia.

Sebelum perubahan Undang-undang Dasar 1945, pada tahun 1988-1990 yaitu

pada masa pemerintahan Presiden BJ Habibie, telah dikeluarkan Ketetapan MPR RI

Nomor XVII/1998 mengenai HAM yang di dalamnya tercantum piagam HAM

Bangsa Indonesia dalam sidang istimewa MPR RI 1998, dan dilanjutkan dengan

Undang-undang nomor 39 tahun 1999 tentang HAM. Kedua peraturan perundang-

undangan tersebut telah mengakomodir DUHAM. Apa yang termuat dalam

perubahan Undang-undang 1945 (Pasal 28A sampai dengan Pasal 28J) adalah

merujuk pada kedua peraturan perundang-undangan tersebut, dengan perumusan

kembali secara sistematis. Kecurigaan bahwa konsep HAM yang di adaptasi oleh

bangsa Indonesia selama ini dari Barat diantisipasi oleh amandemen pada pasal 28J

Undang-undang Dasar 1945 yang mengatur adanya pembatasan HAM. Karena itu,

pemahaman terhadap pasal 28J pada saat itu adalah pasal mengenai pembatasan

HAM yang bersifat sangat bebas dan indvidualistis itu dan sekaligus pasal mengenai

kewajiban asasi. Jadi tidak saja hak asasi tetapi juga kewajiban asasi.

32

A. Masyhur Effendi, “Perkembangan Dimensi Hak Asasi Manusia (HAM) dan Proses

Dinamika Penyusunan Hak Asasi Manusia,” (Jakarta:Ghalia Indonesia, 2006), h 47.

Page 44: UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Official Websiterepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49484/1/MUHA… · proses dialektika yang serius dan panjang. Pentingnya pengaturan

34

Ketentuan HAM dalam Undang-undang Dasar 1945 yang menjadi basic law

adalah norma tertinggi yang harus dipatuhi oleh negara. Karena letaknya dalam

konstitusi, maka ketentuan-ketentuan mengenai HAM harus dihormati dan dijamin

pelaksanaanya oleh negara. Karena itulah pasal 28I ayat (4) Undang-undang Dasar

1945 menegaskan bahwa perlindungan, pemajuan, penegakkan, dan pemenuhan

HAM adalah tanggung jawab negara terutama pemerintah.

Pengaturan mengenai HAM dalam Undang-undang Dasar 1945 yaitu bahwa

antara hak dan kewajban warga negara adalah seimbang, kebebasan HAM terhadap

manusia lainnya dibatasi oleh undang-undang. Pembatasan atas pelaksanaan HAM

hanya dapat ditetapkan dengan undang-undang dengan maksud semata-mata untuk

menjamin pengakuan dan penghormatan atas hak dan kebebasan orang lain dan untuk

memenuhi tuntutan yang adil sesuai dengan pertimbangan moral, nilai-nilai agama,

keamanan, dan ketertiban umum dalam masyarakat demokratis.

HAM di Indonesia bersumber dan bermuara pada Pancasila. Yang artinya

HAM mendapat jaminan kuat dari falsafah bangsa, yakni Pancasila. Bermuara pada

Pancasila dimaksudkan bahwa pelaksanaan HAM tersebut harus memperhatikan garis

yang telah ditentukan dalam ketentuan falsafah Pancasila. Bagi bangsa Indonesia,

melaksanakan HAM bukan berarti melaksanakan dengan sebebas-bebasnya

melainkan harus memperhatikan ketentuan yang terkandung dalam pandangan hidup

bangsa Indonesia yaitu Pancasila. Hal ini disebabkan pada dasarnya memang tidak

ada hak yang dapat dilaksanakan secara mutlak tanpa memperhatikan hak orang lain,

pengaturan HAM dalam Undang-undamg Dasar 1945 mengatur hak-hak dasar setiap

warga negara di dalam bidang sosial, ekonomi, politik, budaya, sipil, serta hak atas

pembangunan. Setiap warga negara seimbang antara hak dan kewajibannya.

Page 45: UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Official Websiterepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49484/1/MUHA… · proses dialektika yang serius dan panjang. Pentingnya pengaturan

35

C. Materi Muatan HAM dalam Konstitusi Indonesia

Undang-undang Dasar NRI Tahun 1945 merupakan suatu konstitusi negara

tertinggi yang mana mengatur segala aspek bernegara termasuk hak asasi manusia.

Maka dari itu keberadaan konstitusi memegang peran strategis di dalam suatu negara

guna menjalankan segala fungsi dan kewenangan kenegaraan. Konstitusi dipahami

sebagai falsafah kenegaraan atau staatside yang berfungsi sebagai filosofische

gronsdslag diantara sesama warga masyarakat dalam konteks kehidupan benegara

artinya perubahan konstitusi atau amandemen Undang-undang Dasar dapat diartikan

berubahnya pula sistem ketatanegaraan suatu negara.

Di dalam sejarah Bangsa Indonesia, konstitusi negara telah mengalami beberapa

kali fase perubahan sejak saat negara Indonesia merdeka. Konstitusi negara yang

menjadi pedoman bangsa terus memperbaiki system kenegaraan guna menjadi

landasan negara yang mencakup segala aspek di Indonesia terutama dalam hal

jaminan hak asasi manusia. Konsep materi muatan jaminan hak asasi manusia di

Indonesia pun terus mengalami perubahan seiring dengan berubah serta

berkembangnya konstitusi negara dari sejak negara diproklamasikan. Dari mulai

konstitusi Bangsa Indonesia dalam Undang-undang Dasar 1945, konstitusi Republik

Indonesia Serikat (RIS) 1949, konstitusi Undang-undang Dasar 1950 dan kembali

pada konstitusi Undang-undang Dasar 1945 serta peralihan kedua pada konstitusi

Undang-undang Dasar 1945. Manteri mengenai hak asasi manusia pun ikut

berkembang dan berubah di dalamnya.

1. Materi muatan HAM dalam Undang-undang Dasar 1945

Menyikapi jaminan materi muatan HAM yang terdapat dalam konstitusi Undang-

undang Dasar 1945 pertama terdapat pandangan yang beragam. Ada yang

berpandangan bahwa materi muatan HAM dalam konstitusi pertama Undang-undang

Dasar 1945 tidak memberikan jaminan atas HAM secara komprehensif. Hal ini

didasarkan bahwa istilah HAM tidak ditemukan secara eksplisit dalam pembukaan,

batang tubuh maupun penjelasannya. Bahkan menurut Sutiyoso di dalam konstitusi

Page 46: UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Official Websiterepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49484/1/MUHA… · proses dialektika yang serius dan panjang. Pentingnya pengaturan

36

pertama Undang-undang Dasar 1945 hanya ditemukan pencantuman dengan tegas

perkataan hak dan kewajiban warga negara dan hak-hak DPR. Menurut Prof Mahfud

MD tidak sedikit orang yang berpendapat bahwa di dalam konstitusi pertama

Undang-undang Dasar 1945 itu sebenarnya tidak banyak member perhatian pada

HAM , bahkan Undang-undang Dasar 1945 tidak berbicara apapun tentang HAM

universal kecuali dalam dua hal, yaitu sila keempat Pancasila dan pasal 29 yang

menderivasikan jaminan “kemerdekaan tiap penduduk untuk memeluk agama dan

beribadah.” Selebihnya hanya berbicara mengenai HAW (Hak Asasi Warga negara).

Dimana HAM dan HAW mempunyai makna yang berbeda yaitu HAM mendasarkan

diri pada paham bahwa secara kodrati manusia itu dan di manapun mempunyai hak-

hak bawaan yang tidak bisa dipindah, diambil atau dialihkan. Sedangkan HAW hanya

mungkin diperoleh karena seseorang memiliki status sebagai warga negara. Hal inilah

yang membuat adanya kesan bahwa pembukaan dan batang tubuh Undang-undang

Dasar 1945 tidak memiliki semangat yang kuat dalam memberikan perlindungan

HAM atau lebih menganut keinginan untuk membatasi HAM.33

Sementara yang berpandangan bahwa dalam konstitusi pertama Undang-undang

Dasar NRI Tahun 1945 hanya memberikan pokok-pokok serta jaminan atas HAM.

Pandangan ini didukung oleh Kuntjoro Purbopranoto, G.J. Wolhoff dan Solly Lubis.

Menurut Kuntjoro, jaminan konstitusi Undang-undang Dasar 1945 terhadap HAM

bukan tidak ada ataupun tidak tercantum dalam konstitusi pertama Indonesia,

melainkan dalam ketentuan Undang-undang Dasar 1945 mencantumkannya secara

tidak sistematis. Solly Lubis, menegaskan bahwa ketika demokrasi diakui sebagai

pilihan terbaik bagi system dan arah kehidupan sebuah bangsa, pada umumnya orang

tiba pada suatu prinsip umum bahwa pada hakikatnya hak-hak asasi itu harusnya

mendapat jaminan sesuai dengan asas demokrasi yang berlaku dan mendasari sistem

politik dan kekuasaan yang sedang berjalan, selain itu menurut Solly Lubis konstitusi

33

Majda El-Muhtaj, “Hak Asasi Manusia dalam Konstitusi Indonesia” (Jakarta: Kencana, 2005),

h. 94.

Page 47: UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Official Websiterepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49484/1/MUHA… · proses dialektika yang serius dan panjang. Pentingnya pengaturan

37

pertama Undang-undang Dasar NRI Tahun 1945 tetap mengandung pengakuan dan

jaminan yang luas mengenai hak-hak asasi walaupun harus diakui secara redaksional

formulasi mengenai hak-hak itu sangat sederhana dan singkat, namun tidak bisa

dikatakan bahwa dalam konstitusi pertama tidak terdapat materi muatan jaminan hak

asasi manusia.

2. Materi muatan HAM dalam Konstitusi RIS 1949

Konstitusi RIS memberikan penekanan yang signifikan tentang HAM. Hal

tersebut diatur dalam bab 1 bagian 5 hak-hak dan kebebasan-kebebasan dasar

manusia yang terbentang dalam 27 pasal. Selain itu, konstitusi RIS juga mengatur

kewajiban asasi negara dalam hubungannya dengan upaya penegakan HAM yang

terdapat dalam bab 1, Bagian 6 asas-asas dasar yang terbentang dalam 8 pasal.

Penekanan dan jaminan konstitusi RIS atas HAM secara historis sangat dipengaruhi

oleh keberadaan DUHAM (deklarasi universal hak asasi manusia) yang dirumsukan

oleh PBB pada 10 desember 1948. Dalam konteks negara bangsa maka HAM versi

PBB pada waktu itu sangat dirasakan mempengaruhi konstitusi negara-negara di

dunia, termasuk konstitusi RIS 1949.

Meskipun tidak ditemukan kata hak asasi manusia dalam konstitusi RIS namun

ada tiga kalimat yang digunakan yakni, setiap/segala/sekalian orang/siapa pun/tiada

seorang pun, setiap warga negara dan berbagai kata yang menunjukkan adanya

kewajiban hak asasi manusia dan negara. Keseluruhan kata ini dapat ditafsirkan

kepada makna dan pengertian HAM yang sesungguhnya. Dengan kata lain, manusia

secara pribadi, kelompok, keluarga, dan sebagai warga negara benar-benar ditegaskan

sebagai mereka yang mendapatkan jaminan dalam Konstitusi RIS. Dapat dikatakan

bahwa HAM di dalam konstitusi RIS menempati posisi penting yang menunjukkan

terdapatnya sebuah jaminan perlindungan yang ideal. Meskipun, konstitusi RIS

terbilang sementara namun kenyataannya muatan hak-hak asasi tersebut semakain

dikuatkan dengan terdapatnya kewajiban asasi yang harus dilaksanakan oleh

penguasa/pemerintah.

Page 48: UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Official Websiterepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49484/1/MUHA… · proses dialektika yang serius dan panjang. Pentingnya pengaturan

38

3. Materi muatan HAM dalam UUDS 1950

Secara anatomik UUDS 1950 terdiri atas 6 bab dan 146 pasal yang membahas

tentang HAM. Karena materi muatan UUDS 1950 adalah perubahan atas konstitusi

RIS 1949 maka perihal HAM juga di samping memiliki kesamaan secara umum

terdapata juga perbedaan-perbedaan yang prinsipil. Menurut Soepomo setidaknya

terdapat tiga perbedaan mendasar konstitusi RIS 1949 dengan UUDS 1950 dalam hal

penegasannya tentang HAM, yaitu:

a. Hak dasar mengenai kebebasan agama, keinsyafan batin dan pikiran meliputi

kebebasan bertukar agama atau keyakinan sebagaimana yang tertuang dalam

pasal 18 UUDS 1950.

b. Dalam pasal 21 UUDS 1950 diatur perihal hak berdemonstrasi dan hak

mogok yang sebelumnya tidak terdapat pada konstitusi RIS

c. Dasar perekonomian sebagaimana dimuat pada pasal 33 UUD 1945 diadopsi

kedalam pasal 38 UUDS 1950, selain itu, Pasal 37 ayat (3) melarang

organisai-organisasi yang bersifat monopoli partikelir yang merugikan

ekonomi nasional.

Hal lain yang menarik dalam UUDS 1950 adalah penegasan secara eksplisit

bahwa hak milik berfungsi sosial, sebagaimana diatur dalam pasal 26 ayat (3).

Dengan ketentuan ini semakin jelas bahwa UUDS 1950 tidaklah mengandalkan hak-

hak asasi secara individual, melainkan juga penekanan kepada fungsi dan manfaat

sosial. Pencantuman HAM sebagai pribadi, keluarga, warga negara dan kewajiban

asasi baik oleh pribadi, warga negara maupun negara dalam UUDS 1950 dinilai

sangat sistematis. Bahkan dengan masuknya beberapa pasal perubahan atas konstitusi

RIS 1949, dapat dikatakan bahwa UUDS 1950 membuat terobosan baru dalam

jaminan HAM yang sebelumnya belum pernah diatur dalam HAM PBB Tahun 1948

dan Konstitusi RIS 1949.

Page 49: UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Official Websiterepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49484/1/MUHA… · proses dialektika yang serius dan panjang. Pentingnya pengaturan

39

4. Materi muatan HAM pasca kembali ke Undang-undang Dasar 1945

Materi muatan HAM dalam Undang-undang Dasar 1945 tidak mengalami

perubahan apapun. Meskipun diakui materi muatan HAM dalam Undang-undang

Dasar 1945 sangat singkat namun kehendak Dekrit mengakibatkan bahwa secara

serta merta apa yang tertuang dalam Undang-undang Dasar 1945 pada saat pertama

kali berlaku sejak proklamasi kemerdekaan Indonesia menjadi sepenuhnya berlaku

kembali sejak 5 Juli 1959. Todung Mulya Lubis mengatakan bahwa kembali

berlakunya Undang-undang Dasar 1945 berarti bahwa jaminan konstitusi atas HAM

menjadi tidak sempurna dan tidak tegas.

Sisi fleksibilitas Undang-undang Dasar 1945 mengakibatkan fleksibel pula arah

dan penegakan HAM di Indonesia. Akibatnya muatan HAM di dalam Undang-

undang Dasar 1945 menurut Prof Mahfud MD sangat tergantung dari konfigurasi

politik tertentu. Jika konfigurasi politik demokratis, maka HAM memperoleh tempat

dan implementasi yang relatif proporsional tetapi jika konfigurasi politik sedang

bekerja di bawah otoritarian maka HAM pun akan mendapat perlakuan yang buruk.34

5. Materi muatan HAM dalam perubahan kedua Undang-undang Dasar 1945

Salah satu poin penting dari perubahan kedua Undang-undang Dasar 1945 adalah

mengenai hak asasi manusia (HAM). Berbeda dengan Undang-undang Dasar 1945

sebelumnya, perubahan kedua Undang-undang Dasar 1945 memasukkan perihal

HAM menjadi satu bab tersendiri yakni bab XA mengenai HAM dengan 10 Pasal.

Banyak kalangan memandang bahwa pencantuman bab khusus mengenai HAM

dalam Undang-undang Dasar merupakan “lompatan besar” dalam sejarah

ketatanegaraan Indonesia. Pasal-pasal HAM sebagaimana terdapat pada Undang-

undang Dasar 1945 dinilai sangat singkat dan sederhana. Maka kehadiran perubahan

34

Abdy Yuhana, “Sistem Ketatanegaraan Indonesia Pasca Perubahan UUD 1945”

(Bandung:Fokusmedia) h 68.

Page 50: UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Official Websiterepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49484/1/MUHA… · proses dialektika yang serius dan panjang. Pentingnya pengaturan

40

kedua Undang-undang Dasar 1945 merupakan suatu kemajuan yang signifikan,

sebagai buah dari perjuangan panjang dari para pendiri bangsa.

Muatan HAM dalam perubahan kedua Undang-undang Dasar 1945 jauh melebihi

ketentuan yang pernah diatur dalam Undang-undang Dasar 1945 sebelumnya di awal,

selain karena terdapatnya satu bab tersendiri hal lain adalah berisikan pasal-pasal

yang berkaitan langsung dengan HAM baik secara pribadi maupun sebagai warga

negara Indonesia. Muatan HAM dalam perubahan kedua Undang-undang Dasar 1945

dapat dikatakan sebagai bentuk komitmen jaminan konstitusi atas penegakan hukum

dan HAM di Indonesia.

Mengenai perkembangan generasi HAM bisa dilihat dengan terang bahwa

muatan HAM yang diatur dalam perubahan kedua Undang-undang Dasar 1945 tidak

memiliki kejelasan. Ketidakjelasan ini kemudian semakin terlihat ketika pasal-pasal

HAM tersebut tidak memberikan penegasan tentang penegakan HAM itu sendiri.

Dengan kata lain, menurut Saldi Isra‟ tidak ditemukan pasal-pasal enforcement dalam

penegakan HAM secara konkret, yang ditemukan hanyalah bahwa pengaturan lebih

lanjut tentang HAM diatur dalam peraturan perundang-undangan. HAM yang diatur

dalam Perubahan Undang-undang Dasar 1945 masih terbilang konvensional karena

apa yang ditegaskan adalah hal klasik yang setiap manusiapun mengerti dan

memahaminya sebagai hak universal seperti hak hidup, hak tumbuh dan berkembang

dan hak atas perlakuan adil dan lain-lainnya. Bisa dikatakan materi muatan HAM

dalam perubahan Undang-undang Dasar 1945 ini sudah jauh dari sempurna, secara

redaksional Satya Arinanto mengatakan bahwa materi muatan HAM dalam

perubahan Undang-undang Dasar 1945 sebagian besar merupakan pasal-pasal yang

berasal atau setidak-tidaknya memiliki kesamaan dengan pasal-pasal HAM

sebagaimana diatur dalam Tap MPR No XVII/MPR/1998/Tentang HAM dan UU No.

39 Tahun 1999 tentang HAM. 35

35

Inu Kencana Syafiie, “Pengantar Hukum Tata Negara” (Jakarta:Pustaka Jaya) h 63.

Page 51: UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Official Websiterepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49484/1/MUHA… · proses dialektika yang serius dan panjang. Pentingnya pengaturan

41

Sehingga harus diakui bahwa pengaturan materi muatan HAM dalam Undang-

undang Dasar 1945, khususnya setelah berlakunya perubahan Undang-undang Dasar

1945 adalah sebuah keberhasilan sekaligus sebagai The Starting Point dalam upaya

penegakan hukum dan HAM di Indonesia. Perubahan kedua Undang-undang Dasar

1945 khususnya pada Bab XA tentang HAM memberikan landasan gerak yang

signifikan bagi jaminan Konstitusi atas HAM Indonesia.

Dalam kontek ketatanegaraan terjadi perubahan besar-besaran melalui

amandemen Undang-undang Dasar 1945. Berangkat dari amandemen ini, terjadilah

banyak perubahan yang sangat mendasar seperti pada saat perubahan tahunan MPR

tahun 1999 yang terpusat pada pembatasan kekuasaan Presiden dan memperkuat

kedudukan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) sebagai lembaga legislative. Perubahan

kedua pada siding tahunan MPR tahun 2000 lebih terpusat pada masalah wilayah

negara dan pembagian wilayah daerah, menyempurnakan perubahan pertama dalam

hal memperkuat kedudukan DPR dan memasukan ketentuan yang terperinci tentang

HAM. Perubahan ketiga pada sidang tahunan MPR tahun 2001 lebih terpusat pada

asas-asas landasan bernegara, dan ketentuan-ketentuan tentang pemilihan umum.

Perubahan keempat, dilakukan dalam sidang tahunan MPR di tahun 2002 hal yang

menjadi fokus perubahan adalah ketentuan tentang lembaga negara dan hubungan

antar lembaga negara, penghapusan Dewan Pertimbangan Agung (DPA), ketentuan

tentang pendidikan dan kebudayaan, ketentuan tentang perekonomian dan

kesejahteraan sosial dan aturan peralihan dan tambahan.36

Melihat beberapa fase perubahan yang telah dijelaskan di atas, penulis bisa

menarik kesimpulan bahwa puncak pengakuan HAM di Indonesia itu pada saat

amademen UUD 1945 kedua, dengan dimasukannya materi HAM dalam Undang-

undang Dasar 1945 maka sudah menjadi keharusan bagi negara untuk menjamin dan

menjaga hak asasi warga negara nya. Menurut Prof. Jimly Asshiddiqie, bahwa materi

36

Jimly Asshiddiqie, “Konstitusi dan Konstitusionalisme Indonesia”, Edisi Revisi (Jakarta;

Konstitusi Press,2005), h 170-171.

Page 52: UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Official Websiterepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49484/1/MUHA… · proses dialektika yang serius dan panjang. Pentingnya pengaturan

42

hak asasi manusia yang telah diadopsi kedalam konstitusi Undang-undang Dasar

1945 mencakup 77 materi.37

Yang jika dipadatkan mengatur mengenai beberapa hal

pokok yaitu:

a. Hak beragama dan berkeyakinan sesuai dengan prinsip ke Tuhanan yang

Maha Esa. ( Pasal 29 ayat 2 Undang-undang Dasar 1945)

b. Hak atas hidup dan pemeliharaan kehidupan. (Pasal 28A Undang-undang

Dasar 1945)

c. Hak atas pendidikan, informasi dan kebebasan menyatakan pendapat. (Pasal

31 ayat 1 Undang-undang Dasar 1945)

d. Hak melanjutkan keturunan (Berkelurarga). (Pasal 28B ayat 1 Undang-

undang Dasar 1945)

e. Hak mendapatkan pekerjaan dan jaminan sosial. (Pasal 27 ayat 2 Undang-

undang Dasar 1945)

f. Hak atas perlindungan aset budaya. (Pasal 28I ayat 3 Undang-undang Dasar

1945)

g. Hak atas keadilan dan perdamaian. (Pasal 28D ayat 1 Undang-undang Dasar

1945)

Ketujuh materi pokok mengenai jaminan perlindungan hak asasi manusia

dalam Undang-undang Dasar 1945, terangkum dalam konstitusi negara pada bab XA

tentang hak asasi manusia dari mulai pasal 28A sampai pasal 28J Undang-undang

Dasar 1945. Perlindungan hak asasi manusia oleh konstitusi negara telah begitu

detail, rapi serta terstruktural dengan harapan HAM tidak hanya menjadi wacana

negara dalam konstitusi akan tetapi menjadi suatu hal yang harus dijunjung tinggi dan

dilindungi.

37

Nurul Qomar, ”Hak Asasi Manusia dalam Negara Hukum Demokrasi: Human Rights in

Democratiche Rechtsstaat”, (Cet. II; Jakarta: Sinar Grafika, 2014), h 101-104.

Page 53: UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Official Websiterepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49484/1/MUHA… · proses dialektika yang serius dan panjang. Pentingnya pengaturan

43

BAB IV

MAQASHID AL-SYARI’AH DAN PERLINDUNGAN HAM

DALAM UNDANG-UNDANG DASAR NRI TAHUN 1945

A. Perlindungan HAM dalam Undang-undang Dasar NRI Tahun 1945

Konsep negara hukum Indonesia diwujudkan dalam bentuk pelindungan

terhadap warga negara dalam Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia.

Negara hukum merupakan usaha pembatasan absolutisme negara melalui seperangkat

aturan dalam konstitusi.38

Pada umumnya materi konstitusi atau Undang-undang

Dasar mencakup hal-hal yang fundamental seperti, adanya jaminan terhadap HAM

terhadap warga negaranya, ditetapkannya susunan ketatanegaraan suatu negara yang

bersifat fundamental, serta adanya pembagian dan pembatasan tugas ketatanegaraan

yang juga bersifat fundamental.39

Salah satu poin penting dari perubahan amandemen Undang-undang Dasar NRI

Tahun 1945 adalah mengenai HAM. Berbeda dengan Undang-undang Dasar sebelum

di amademen, perubahan Undang-undang Dasar NRI Tahun 1945 memasukkan

perihal HAM menjadi satu bab tersendiri yakni bab XA mengenai HAM dengan 10

pasal. Muatan HAM dalam konstitusi jauh melebihi ketentuan yang pernah diatur

dalam Undang-undang Dasar 1945 sebelum diamandemen, selain karena terdapatnya

satu bab tersendiri, hal lain adalah berisikan pasal-pasal yang berkaitan langsung

dengan HAM baik secara pribadi maupun sebagai warga negara Indonesia. Muatan

HAM dalam perubahan kedua UUD NRI Tahun 1945 dapat dikatakan sebagai bentuk

komitmen jaminan konstitusi atas penegakan hukum dan HAM di Indonesia.

HAM yang diatur dalam Undang-undang Dasar NRI Tahun 1945 masih

terbilang konvensional, karena apa yang ditegaskan adalah hal klasik yang setiap

38

Jimly Asshiddiqie, “Konstitusi dan Konstitusionalime Indonesia”, Mahkamah Konstitusi RI dan

Pusat Studi Hukum Tata Negara Fak. Hukum UI, Jakarta, 2004, h 11.

39

C.Anwar, “Teori dan Hukum Konstitusi”, (Malang:Trans Publising, 2011), h 61.

Page 54: UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Official Websiterepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49484/1/MUHA… · proses dialektika yang serius dan panjang. Pentingnya pengaturan

44

manusiapun mengerti dan memahaminya sebagai hak universal seperti hak hidup, hak

tumbuh dan berkembang dan hak atas perlakuan adil dan lain-lainnya. Bisa dikatakan

materi muatan HAM dalam Undang-undang NRI Tahun 1945 ini sudah dapat dikatan

detail dan menyeluruh dari aspek pembahasan, secara redaksional Satya Arinanto

mengatakan bahwa materi muatan HAM dalam Undang-undang Dasar NRI Tahun

1945 setelah amandemen sebagian besar merupakan pasal-pasal dan materi pokok

pembahasan yang berasal atau setidak-tidaknya memiliki kesamaan dengan pasal-

pasal HAM sebagaimana diatur dalam Tap MPR No XVII/MPR/1998/Tentang HAM

dan UU No. 39 Tahun 1999 tentang HAM.

Maka dari itu harus diakui bahwa pengaturan materi muatan HAM dalam

Undang-undang DasarNRI Tahun 1945, khususnya setelah amandemen Undang-

undang Dasar adalah sebuah keberhasilan sekaligus sebagai the starting point dalam

upaya penegakan hukum dan HAM di Indonesia. Khususnya pada bab XA tentang

HAM memberikan landasan gerak yang signifikan bagi jaminan konstitusi atas HAM

Indonesia.

HAM dalam Undang-undang Dasar NRI Tahun 1945 dapat diklasifikasikan

menjadi empat kelompok, yaitu hak sipil dan politik, hak ekonomi, sosial, dan

budaya, hak atas pembangunan dan hak khusus lain, serta tanggung jawab negara dan

kewajiban asasi manusia. Selain itu, terdapat hak yang dikategorikan sebagai hak

yang tidak dapat dikurangi dalam keadaan apapun (non derogable rights) yang

meliputi hak untuk hidup, hak untuk tidak disiksa, hak kemerdekaan pikiran dan hati

nurani, hak beragama, hak untuk tidak diperbudak, hak untuk diakui sebagai pribadi

di hadapan hukum, dan hak untuk tidak dituntut atas dasar yang berlaku surut.

Sebelum perubahan Undang-undang Dasar NRI Tahun 1945, pada tahun 1988-1990

yaitu pada masa pemerintahan Presiden BJ Habibie, telah dikeluarkan ketetapan MPR

RI Nomor XVII/1998 mengenai HAM yang di dalamnya tercantum piagam HAM

bangsa Indonesia dalam sidang istimewa MPR RI 1998, dan dilanjutkan dengan

Undang-undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang HAM. Dari kedua peraturan

perundang-undangan tersebut yang membahas terkait HAM, keduanya pun telah

Page 55: UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Official Websiterepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49484/1/MUHA… · proses dialektika yang serius dan panjang. Pentingnya pengaturan

45

mengakomodir ketentuan dalam deklarasi konverensi HAM internasional baik

DUHAM maupun ICCPR.

Pengaturan mengenai HAM dalam Undang-undang Dasar NRI Tahun 1945

yaitu bahwa antara hak dan kewajban warga negara adalah seimbang. Kebebasan

HAM terhadap manusia lainnya dibatasi oleh undang-undang. Pembatasan atas

pelaksanaan HAM hanya dapat ditetapkan dengan undang-undang dengan maksud

semata-mata untuk menjamin pengakuan dan penghormatan atas hak dan kebebasan

orang lain dan untuk memenuhi tuntutan yang adil sesuai dengan pertimbangan

moral, nilai-nilai agama, keamanan, dan ketertiban umum dalam masyarakat

demokratis. HAM di Indonesia bersumber dan bermuara pada Pancasila. Yang

artinya HAM mendapat jaminan kuat dari falsafah bangsa, yakni Pancasila.

Pelaksanaan HAM yang bermuara pada Pancasila dimaksudkan bahwa

pelaksanaan HAM tersebut harus memperhatikan garis yang telah ditentukan dalam

ketentuan falsafah bangsa. Bagi bangsa Indonesia, melaksanakan HAM bukan berarti

melaksanakan dengan sebebas-bebasnya melainkan harus memperhatikan ketentuan

yang terkandung dalam pandangan hidup bangsa Indonesia yaitu Pancasila. Hal ini

disebabkan pada dasarnya memang tidak ada hak yang dapat dilaksanakan secara

mutlak tanpa memperhatikan hak orang lain. Pengaturan HAM dalam Undang-

undang Dasar 1945 mengatur hak-hak dasar setiap warga negara di dalam bidang

sipil. politik, ekonomi, sosial, budaya serta hak atas pembangunan, serta dalam

Undang-undang Dasar 1945 diatur setiap warga negara seimbang antara hak dan

kewajibannya.

1. Hak Sipil dan Hak Politik dalam Undang-undang Dasar NRI Tahun 1945

Perubahan konstitusi Undang-undang Dasar 1945 yang terjadi sebanyak 4

(empat) kali semasa reformasi bergulir, bertujuan agar segala aspek kenegaraan dapat

terkonsep dengan rapi dalam konstitusi negara, termasuk isu yang sangat krusial

seperti hak asasi manusia (HAM), ditampung ke dalam satu bab khusus mengenai

HAM. Hak-hak dasar yang diakui secara universal kini mendapatkan pengakuan yang

Page 56: UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Official Websiterepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49484/1/MUHA… · proses dialektika yang serius dan panjang. Pentingnya pengaturan

46

kuat oleh negara, hak inipun menjadi hak konstitusional (constitutional right) yang

dijamin oleh hukum tertinggi, termasuk jaminan hak-hak di dalamnya untuk warga

negara seperti jaminan hak sipil, hak politik, hak ekonomi, hak sosial, hak budaya,

serta hak-hak lainnya yang melindungi warga negara.

Hak-hak sipil dan politik adalah hak yang bersumber dari martabat dan melekat

pada setiap manusia yang dijamin serta dihormati keberadaannya oleh negara agar

manusia bebas menikmati hak-hak dan kebebasannya dalam bidang sipil dan politik

yang pemenuhannya menjadi tanggung jawab negara. Hak sipil adalah hak

kebebasan fundamental yang diperoleh sebagai hakikat dari keberadaan seorang

manusia. Arti kata sipil adalah kelas yang melindungi hak-hak kebebasan individu

dari pelanggaran yang tidak beralasan oleh pemerintah dan organisasi swasta, dan

memastikan kemampuan seseorang untuk berpartisipasi dalam kehidupan sipil dan

politik negara tanpa diskriminasi atau penindasan.

Hak-hak sipil yang ada di setiap negara dijamin secara konstitusional. Hak-hak

sipil bervariasi di setiap negara karena perbedaan dalam demokrasi, tetapi mungkin

untuk menunjukkan beberapa hak-hak sipil yang sebagian besar tetap umum.

Beberapa hak-hak sipil universal dikenal seseorang adalah kebebasan berbicara, berpikir

dan berekspresi, agama serta pengadilan yang adil dan tidak memihak.

Dalam Undang-undang Dasar NRI Tahun 1945 perlindungan hak sipil dijelaskan

dalam beberapa pasal, di antaranya :

1. Pasal 27 Ayat (1) “Segala warga negara bersamaan kedudukannya di dalam

hukum dan pemerintahan dan wajib menjunjung hukum dan pemerintahan itu

dengan tidak ada kecualinya.”

2. Pasal 28 “Kemerdekaan berserikat dan berkumpul, mengeluarkan fikiran dengan

lisan dan tulisan dan sebagainya ditetapkan dengan undang-undang.”

3. Pasal 28A Ayat (1) “Setiap orang berhak membentuk keluarga dan melanjutkan

keturunan melalui perkawinan yang sah.”

4. Pasal 28D Ayat (1) “Setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan,

dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama dihadapan hukum.”

5. Pasal 28D Ayat (4) “Setiap orang berhak atas status kewarganegaraan”

Page 57: UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Official Websiterepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49484/1/MUHA… · proses dialektika yang serius dan panjang. Pentingnya pengaturan

47

6. Pasal 28E Ayat (1) “Setiap orang bebas memeluk agama dan beribadat menurut

agamanya, memilih pendidikan dan pengajaran, memilih pekerjaan, memilih

kewarganegaraan memilih tempat tinggal di wilayah negara dan

meninggalkannya, serta berhak kembali.”

7. Pasal 28E Ayat (2) “Setiap orang berhak atas kebebasan meyakini kepercayaan,

menyatakan pikiran dan sikap, sesuai dengan hati nuraninya.”

8. Pasal 28H Ayat (2) “Setiap orang berhak mendapat kemudahan dan perlakuan

khusus untuk memperoleh kesempatan dan manfaat yang sama guna mencapai

persamaan dan keadilan.”

9. Pasal 28H Ayat (4) “Setiap orang berhak mempunyai hak milik pribadi dan hak

milik tersebut tidak boleh diambil alih secara sewenang-wenang oleh siapa pun.”

10. Pasal 28I Ayat (1) “Hak untuk hidup, hak untuk tidak disiksa, hak untuk

kemerdekaan pikiran dan hati nurani, hak beragama, hak untuk tidak diperbudak,

hak untuk diakui sebagai pribadi dihadapan hukum, dan hak untuk tidak dituntut

atas dasar hukum yang berlaku surut adalah hak asasi manusia yang tidak dapat

dikurangi dalam keadaan apapun.”

11. Pasal 28I Ayat (2) “Setiap orang berhak bebas dari perlakuan yang bersifat

diskriminatif atas dasar apa pun dan berhak mendapatkan perlindungan terhadap

perlakuan yang bersifat diskriminatif itu.”

12. Pasal 28I Ayat (4) “Perlindungan, pemajuan, penegakan dan pemenuhan hak

asasi manusia adalah tanggung jawab negara, terutama pemerintah.”

13. Pasal 29 Ayat (2) “Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk

memeluk agamanya masing-masing dan untuk beribadat menurut agamanya dan

kepercayaannya itu.”

14. Pasal 31 Ayat (1) “Setiap warga negara berhak mendapat pendidikan.”

15. Pasal 31 Ayat (2) “Setiap warga negara wajib mengikuti pendidikan dasar dan

pemerintah wajib membiyayainya.”

16. Pasal 34 Ayat (3) “Negara bertanggung jawab atas penyediaan fasilitas

pelayanan kesehatan dan fasilitas pelayanan umum yang layak.”

Hak politik warga negara merupakan bagian dari hak-hak yang dimiliki oleh

warga negara, dimana asas kenegaraannya menganut asas demokrasi. Lebih luas lagi

hak politik itu merupakan bagian dari hak turut serta dalam pemerintahan dan

merupakan bagian dari demokrasi. Bahkan bisa dikatakan hak tersebut merupakan

pengejawantahan dari demokrasi itu sendiri, sehingga jika hak ini tidak ada di dalam

suatu negara, maka negara tersebut tidak seharusnya mengakui sebagai negara

Page 58: UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Official Websiterepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49484/1/MUHA… · proses dialektika yang serius dan panjang. Pentingnya pengaturan

48

demokratis. Negara-negara yang menganut demokrasi pada umumnya mengakomodir

hak politik warga negaranya dalam suatu penyelengaraan negara seperti pemilu, baik

itu secara langsung maupun tidak langsung.

Dalam Undang-undang Dasar NRI Tahun 1945, hak politik dijelaskan dalam

beberapa pasal diantaranya :

1. Pasal 27 Ayat (1) “Segala warga negara bersamaan kedudukannya di dalam

hukum dan pemerintahan dan wajib menjunjung hukum dan pemerintahan itu

dengan tidak ada kecualinya.”

2. Pasal 27 Ayat (3) “Setiap warga negara berhak dan wajib ikut serta dalam upaya

pembelaan negara.”

3. Pasal 28 “Kemerdekaan berserikat dan berkumpul, mengeluarkan pikiran dengan

lisan dan tulisan dan sebagainya ditetapkan dengan undang-undang.”

4. Pasal 28D ayat (3)“Setiap warga negara berhak memperoleh kesempatan yang

sama dalam pemerintahan.”

5. Pasal 28E Ayat (3) “Setiap orang berhak atas kebebasan berserikat, berkumpul

dan mengeluarkan pendapat.”

6. Pasal 28G Ayat (2) “Setiap orang berhak untuk bebas dari penyiksaan atau

perlakuan yang merendahkan derajat martabat manusia dan berhak memperoleh

suaka politik dari negara lain.”

7. Pasal 30 Ayat (1) “Tiap-tiap warga negara berhak dan wajib ikut serta dalam

usaha pertahanan dan keamanan negara”

2. Hak Ekonomi, Sosial dan Budaya dalam Undang-undang Dasar NRI Tahun 1945

Di Indonesia pasca amandemen Undang-undang Dasar NRI Tahun 1945

mengenai konsep HAM dijadikan menjadi satu bab tersendiri dalam bab XA. Namun

dalam kaitannya dengan hak- hak ekonomi, sosial dan budaya, identifikasinya belum

rinci dan jelas. Oleh karna hak-hak yang berkaitan dengan hak di bidang ekonomi,

sosial dan budaya masih tersebar dalam pasal-pasal yang ada.

Melalui pendekatan sejarah hak-hak dalam bidang ekonomi, sosial dan budaya,

lazimnya dikatagorikan sebagai hak positif (positife right) yang dirumuskan dalam

bahasa “rights to” (hak atas), sedangkan hak-hak sipil dan politik dikatagorikan

sebagai hak-hak negatife (negative rights) yang dirumuskan dalam bahasa “freedom

Page 59: UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Official Websiterepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49484/1/MUHA… · proses dialektika yang serius dan panjang. Pentingnya pengaturan

49

from” (kebebasan dari). Sebagai hak-hak positif, hak-hak ekonomi, sosial dan budaya

dipahami sebagai hak-hak yang tidak dapat dituntut di muka pengadilan (non-

justicible)40

. Sebaliknya dengan hak-hak sipil dan politik, sebagai hak negatif, dapat

dituntut di muka pengadilan.

Pemahaman hak-hak asasi manusia atas hak-hak positif dan hak-hak negatif

tersebut mulai ditinggalkan. Pada saat ini mulai diterima pendapat, bahwa

pelanggaran atas hak-hak ekonomi, sosial dan budaya juga bisa dimajukan dan diadili

dalam pengadilan. Indikasinya dapat dicermati dalam pendapat pakar hukum yang

dituangkan dalam sejumlah yurisprudensi dari bahan peradilan hak-hak asai manusia

tingkat internasional maupun regional.

Pelanggaran terhadap hak-hak ekonomi, sosial dan budaya terjadi ketika negara

gagal memenuhi hak-hak ekonomi, sosial dan budaya. Dalam hukum internasional

hak asasi meletakan kewajiban pemenuhan atas hak ekonomi, sosial dan budaya.

Sementara di pihak individu atau kelompok individu memiliki hak untuk menuntut

pemenuhan atas hak-hak tersebut yang salah satunya melalui advokasi yakni

menanggapi pemenuhan atas hak masyarakat untuk mentransformasikan hak-hak

ekonomi, sosial dan budaya yang formal menjadi hak-hak ekonomi, sosial dan

kebudayaan yang sesungguhnya dan efektif. Tuntutan tersebut beranjak dari prinsip

bahwa hak-hak ekonomi, sosial dan budaya merupakan hak hukum seperti halnya hak

sipil dan hak politik.41

Dalam Undang-undang Dasar NRI Tahun 1945 telah dijelaskan mengenai konsep

perlindungan hak-hak dalam bidang ekonomi, sosial dan budaya belum dijelaskan

secara rinci dan jelas oleh karena pembahasan mengenai hak-hak tersebut masih

tersebar dalam pasal-pasal yang ada. Dalam Undang-undang Dasar NRI Tahun 1945

konsep perlindungan hak ekonomi dijelaskan dalam beberapa pasal diantanya:

40

Kasim, Ifdhal dan Johanes“Hak Ekonomi, Sosial dan Budaya Esai-esai pilihan, Buku 2”

(Jakarta: Lembaga studi dan Advokasi Masyarakat, 2001) h 56.

41

Mahendra wija atmaja, “ Hak-hak Ekonomi, Sosial dan Budaya: Kewajiban Negara,

Penyelenggaraan dan Advokasi”, (Denpasar: Sekertaris Daerah Provinsi Bali, 2004 ), h 12.-13

Page 60: UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Official Websiterepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49484/1/MUHA… · proses dialektika yang serius dan panjang. Pentingnya pengaturan

50

1. Pasal 28D Ayat (2) “Setiap orang berhak untuk bekerja serta mendapat Imbalan

dan perlakuan yang adil dan layak dalam hubungan kerja.”

2. Pasal 33 Ayat (2) “Cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan yang

menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh negara.”

3. Pasal 33 Ayat (3) “Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya

dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat.”

4. Pasal 33 Ayat (4) “Perekonomian nasional diselenggarakan berdasar atas

demokrasi ekonomi dengan prinsip kebersaman, efesiensi keadilan, berkelanjutan,

berwawasan lingkungan, kemandirian serta dengan menjaga keseimbangan

kemajuan dan kesatuan ekonomi nasional.”

Dalam penelusuran konsep hak pada aspek bidang ekonomi di dalam Undang-

undang Dasar NRI Tahun 1945 meliputi hak yang berkaitan dengan aktivitas

perekonomian, perburuhan, hak memperoleh pekerjaan, perolehan upah dan hak ikut

serta dalam serikat buruh. Sementara hak pada aspek bidang sosial dalam Undang-

undang-undang Dasar 1945 adalah suatu perlindungan hak asasi manusia yang

berkaitan dengan hak atas jaminan sosial, hak atas perumahan dan hak atas

pendidikan. Dalam perlindungan hak pada Undang-undang Dasar NRI Tahun 1945

jaminan atas hak sosial dijelaskan sebagai berikut:

1. Pasal 28A “Setiap orang berhak untuk hidup serta berhak mempertahankan hidup

dan kehidupannya.”

2. Pasal 28B Ayat (2) “Setiap anak berhak atas kelangsungan hidup, tumbuh dan

berkembang serta berhak atas perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi.”

3. Pasal 28C Ayat (2) “Setiap orang berhak untuk memajukan dirinya dalam

memperjuangkan haknya secara kolektif untuk membangun masyarakat, bangsa,

dan negaranya.”

4. Pasal 28D Ayat (1) “Setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan,

dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama di hadapan hukum.”

5. Pasal 28F “Setiap orang berhak untuk berkomunikasi dan memperoleh informasi

untuk mengembangkan pribadi dan lingkungan sosialnya, serta berhak untuk

mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah, dan menyampaikan

informasi dengan menggunakan segala jenis saluran yang tersedia.”

6. Pasal 28G Ayat (1) “Setiap orang berhak atas perlindungan diri pribadi, keluarga,

kehormatan, martabat, dan harta benda yang di bawah kekuasaannya, serta

Page 61: UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Official Websiterepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49484/1/MUHA… · proses dialektika yang serius dan panjang. Pentingnya pengaturan

51

berhak atas rasa aman dan perlindungan dari ancaman ketakutan untuk berbuat

atau tidak berbuat sesuatu yang merupakan hak asasi.”

7. Pasal 28G Ayat (2) “Setiap orang berhak untuk bebas dari penyiksaan atau

perlakuan yang merendahkan derajat martabat manusia dan berhak memperoleh

suaka politik dari negara lain.”

8. Pasal 28H Ayat (1) “Setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin,

bertempat tinggal, dan mendapat lingkungan hidup yang baik dan sehat serta

berhak meperoleh pelayanan kesehatan.”

9. Pasal 28H Ayat (3) “Setiap orang berhak atas jaminan social yang

memungkinkan pengembangan dirinya secara utuh sebagai manusia yang

bermartabat.”

10. Pasal 34 Ayat (1) “Fakir miskin dan anak-anak terlantar dipelihara oleh negara.”

11. Pasal 34 Ayat (2) “Negara mengembangkan system jaminan social bagi seluruh

rakyat dan memberdayakan masyarakat yang lemah dan tidak mampu sesuai

dengan martabat kemanusiaan.”

Dalam konstitusi Undang-undang Dasar NRI Tahun 1945 perlindungan hak pada

aspek budaya dijelaskan dalam beberapa pasal, di antaranya:

1. Pasal 28C Ayat (1) “Setiap orang berhak mengembangkan diri melalui

pemenuhan kebutuhan dasarnya, berhak mendapat pendidikan dan memperoleh

manfaat dari ilmu pengetahuan dak teknologi, seni dan budaya demi

meningkatkan kualitas hidupnya dan demi kesejahteraan umat manusia.”

2. Pasal 28I ayat (3) “Identitas hak budaya dan hak masyarakat tradisional

dihormati selaras dengan perkembangan zaman dan peradaban.”

3. Pasal 32 Ayat (1) “Negara memajukan kebudayaan nasional Indonesia ditengah

peradaban dunia dengan menjamin kebebasan masyarakat dalam memelihara dan

mengembangkan nilai-nilai budayanya.”

4. Pasal 32 Ayat (2) “Negara menghormati dan memelihara bahasa daerah sebagai

kekayaan budaya nasional.”

Dalam Undang-undang Dasar NRI Tahun 1945 ditegaskan bahwa setiap orang

wajib menghormati hak asasi manusia orang lain dalam tertib kehidupan

bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Dalam menjalankan hak dan kebebasannya,

setiap orang wajib tunduk kepada pembatasan yang ditetapkan oleh Undang-undang

dengan maksud semata-mata untuk menjamin pengakuan serta penghormatan atas

hak dan kebebasan orang lain dan untuk memenuhi tuntutan yang adil sesuai dengan

Page 62: UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Official Websiterepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49484/1/MUHA… · proses dialektika yang serius dan panjang. Pentingnya pengaturan

52

pertimbangan moral, nilai-nilai agama dan ketertiban umum dalam suatu masyarakat

demokratis.

Berangkat dari ketentuan tersebut, maka perlindungan, pemajuan, penegakan,

dan pemenuhan hak asasi manusia adalah merupakan tanggung jawab negara,

terutama pemerintah. Untuk menegakan dan melindungi hak asasi manusia sesuai

dengan prinsip negara hukum yang demokratis, maka pelaksanaan hak asasi manusia

dijamin, diatur, dan dituangkan dalam peraturan perundang-undangan.

B. HAM dalam Undang-undang Dasar NRI Tahun 1945 Persfektif Maqashid Al-

Syari’ah

Hak asasi manusia menurut prinsip Islam tidak terlepas dari Al-Qur‟an dan As

Sunnah karena dari kedua sumber tersebut menjadi suatu kaidah-kaidah petunjuk dan

bimbingan bagi seluruh umat manusia. HAM ketika dikomparasikan dengan

maqashid al-syariah, ternyata sangat berkaitan. Karna maqashid al-syariah berusaha

untuk menjaga kemaslahatan seseorang. Disinalah letak relevansi antara HAM dan

maqashid al-syariah. Ketika manusia dihadapkan dengan suatu permasalahan yang

mendesak, dalam keadaan terpaksa dan dalam keadaan sulit, maka maqashid al-

syariah memberikan alternatif untuk keluar dari kesulitan tersebut, sehingga hak-hak

nya terjaga dari kerusakan.

Maqashid al-syariah sering disebut juga dengan tujuan hukum Islam, yang pada

prinsipnya mengambil manfaat dan menolak kemudharatan. Dalam tahap

realisasinya, al-Shatibi menunjukan maqashid al-syariah itu ke dalam lima bidang; 1)

untuk memelihara agama (hifdz al-Din), 2) memelihara jiwa (hifdz al-Nafs), 3)

memelihara akal (hifdz al-„aql), 4) memelihara keturunan (hifdz al-Nasl), dan 5)

memelihara harta (hifdz al-Mal).42

HAM terbagi atas beberapa bagian, seperti pada generasi pertama HAM hanya

seputar masalah hak sipil dan politik, kedua, mengenai hak-hak ekonomi, sosial dan

42

Jaenal Arifin, “Filsafat Hukum Islam, Tasyri dan Syar‟i”, (Jakarta:UIN Jakarta Press,2006), h

82.

Page 63: UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Official Websiterepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49484/1/MUHA… · proses dialektika yang serius dan panjang. Pentingnya pengaturan

53

budaya, dan ketiga mewakili hak persamaan. Hak-hak tersebut muncul dan telah

terkonsep rapih dalam konstitusi agar negara memberikan perlindungan serta

pemenuhan hak asasi manusia bagi warga negaranya.43

Jika dikomparasikan dengan

maqashid al-syariah, maka antara konsep perlindungan HAM dalam Undang-undang

Dasar 1945 dengan pembagian bidang dalam konsep maqashid al-syariah akan

memiliki titik temu sera benang merah diantara keduanya, karena inti dari kedua

konsep tersebut sama-sama melindungi serta menjamin hak invidu manusia. Dalam

hal ini akan dijelaskan bagaimana beberapa jaminan hak warga negara dalam

Undang-undang Dasar 1945 yang ditinjau dalam konsep maqashid as-syariah.

1. Hak Sipil

Dalam international covenant on civil and political rights atau biasa disingkat

dengan ICCPR telah membuat konvensi yang bertujuan untuk mengukuhkan pokok-

pokok HAM di bidang sipil dan politik yang tercantum dalam DUHAM, sehingga

menjadi ketentuan-ketentuan yang mengikat secara hukum dan penjabarannya

mencakup pokok-pokok lain yang terkait.44

Secara singkat, dalam konvensi tersebut

dijelaskan hak sipil adalah hak kebebasan fundamental yang diperoleh sebagai

hakikat dari keberadaan seorang manusia Arti kata sipil adalah kelas yang

melindungi hak-hak kebebasan individu dari pelanggaran yang tidak beralasan oleh

pemerintah dan organisasi swasta, dan memastikan kemampuan seseorang untuk

berpartisipasi dalam kehidupan sipil dan politik negara tanpa diskriminasi atau

penindasan.

Substansi pelindungan hak sipil dalam Undang-undang Dasar NRI Tahun 1945

tersebut mencakup atas beberapa jaminan hak seperti hak atas bebas beribadat dan

memeluk agama kepercayaan, hak atas perlindungan diri pribadi dan keluarga, hak

43

LG Saraswati, “Hak Asasi Manusia, Teori Hukum Kasus”, ( Jakarta: Departemen Filsafat,

Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2006), h 9.

44

M. Ghufran H. Kordi K, “HAM Tentang Hak Sipil, Politik, Ekonomi, Sosial, Budaya dan

Umum. Kompilasi Instrumen HAM Nasional dan Internasional”. ( Yogyakarta:Graha Ilmu,2013), h

125.

Page 64: UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Official Websiterepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49484/1/MUHA… · proses dialektika yang serius dan panjang. Pentingnya pengaturan

54

untuk hidup, hak untuk tidak disiksa dan hak untuk kemerdekaan pikiran dan hati

nurani, hak atas pendidikan yang dijamin oleh negara, hak atas jaminan dan

perlindungan di depan hukum.

Subtansi-substansi tersebut jika ditinjau dalam konsep maqasid al-syariah

mencakup beberapa bidang pembagian dalam konsep maqashid al-syariah itu sendiri

seperti halnya memelihara agama (hifdz al-Din), memelihara jiwa (hifdz al-Nafs),

memelihara keturunan (hifdz al-Nasl), memelihara akal (hifdz al-Aql).

No Hak Sipil Maqashid Al-Syari’ah

1 Hak atas bebas beribadat dan memeluk agama

kepercayaan

Hifdz al-Din‟

2 Hak atas perlindungan diri pribadi dan keluarga Hifdz al-Nafs‟

3 Hak untuk hidup, hak untuk tidak disiksa dan hak

untuk kemerdekaan pikiran dan hati nurani

Hifdz al-Nafs‟

4 Hak atas pendidikan yang dijamin oleh negara Hifdz al-Aql‟

5 Hak atas jaminan dan perlindungan di depan

hukum

-

6 Hak untuk berkeluarga dan melanjutkan

keturunan

Hifdz al-Nasl‟

a. Hak atas bebas beribadat dan memeluk agama kepercayaan

Dalam maqashid al-syariah memelihara agama (hifdz al-Din), berarti seorang

mukallaf harus dapat menjaga eksistensi agamanya. Maka dari itu dalam tingkatan

daruriyyat (primer) seorang mukallaf harus dapat memelihara dan melaksanakan

kewajiban keagamaan yang masuk dalam tingkatan primer, seperti melaksanakan

shalat lima waktu dan lain sebagainya yang itu merupakan perintah kewajiban suatu

agama. Jika tidak melaksanakan kewajiban keagaamaannya maka terancamlah

Page 65: UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Official Websiterepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49484/1/MUHA… · proses dialektika yang serius dan panjang. Pentingnya pengaturan

55

eksistensi agama nya itu sendiri. Dalam Al-Qu‟an perintah melaksanakan Shalat

dijelaskan dalam Q,S Al-Baqarah ;110.

Artinya : “Dan dirikanlah shalat dan tunaikanlah zakat. Dan kebaikan apa saja

yang kamu usahakan bagi dirimu, tentu kamu akan mendapat pahala nya pada sisi

Allah. Sesungguhnya Allah maha melihat apa-apa yang kamu kerjakan”. (Q,S Al-

Baqarah ;110).

Untuk dapat memelihara eksistensi suatu agama, seorang mukallaf harus dapat

menjaga serta menjalankan syariat dan kewajiban agamanya. Selain itu jaminan serta

perlindungan kebebasan memeluk suatu agama dan kepercayaan oleh negarapun

diperlukan. Karena aspek ketuhanan yang telah disebutkan dalam Pancasila, dan

perlunya legalitas negara terkait jaminan memeluk agama dan kepercayaan, selagi

agama dan kepercayaan tersebut diakui oleh negara dan hukum. Agar eksistensi

agama dalam suatu negara tetap ada. Dalam agama Islam memeluk agama Islam tidak

ada unsur paksaan di dalamnya, sebagaimana telah dijelaskan dalam Al-Qur‟an surat

Al-Baqarah:256.

Artinya: “Tidak ada paksaan untuk (memasuki) agama (Islam), sesungguhnya telah

jelas jalan yang benar daripada jalan yang sesat. karena itu barangsiapa yang

ingkar kepada Thaghut dan beriman kepada Allah, maka sesungguhnya ia telah

berpegang kepada buhul tali yang amat kuat yang tidak akan putus. dan Allah maha

mendengar lagi maha mengetahui.” (Q,S Al-Baqarah:256).

Page 66: UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Official Websiterepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49484/1/MUHA… · proses dialektika yang serius dan panjang. Pentingnya pengaturan

56

Sedangkan dalam Undang-undang Dasar NRI Tahun 1945 perlindungan hak atas

bebas beribadat dan memeluk agama kepercayaan dijelaskan dalam beberapa pasal

diantaranya pada pasal 28 E Ayat (1) “Setiap orang bebas memeluk agama dan

beribadat menurut agamanya, memilih pendidikan dan pengajaran, memilih

pekerjaan, memilih kewarganegaraan, memilih tempat tinggal di wilayah negara dan

meninggalkannya, serta berhak kembali.” Pada pasal 28 E Ayat (2) “ Setiap orang

berhak atas kebebasan meyakini kepercayaan, menyatakan pikiran dan sikap, sesuai

dengan hati nuraninya” serta dalam pasal 29 Ayat (2) “Negara menjamin

kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya masing-masing dan

untuk beribadat menurut agama dan kepercayaannya itu.” dalam Undang-undang

Dasar NRI Tahun 1945 telah dijelaskan pasal-pasal yang berkaitan dengan

perlindungan hak atas bebas beribadat dan memeluk agama dan kepercayaan hal ini

menunjukan bahwa perlindungan hak atas bebas beribadat dan memeluk agama serta

kepercayaan dalam Undang-undang Dasar NRI Tahun 1945 sejalan dengan teori

maqashid al-syariah dalam bagian hifdz al-Dinn‟ (memelihara agama).

b. Hak atas perlindungan diri pribadi dan keluarga

Pada dasarnya perlindungan hak sipil yang menjelaskan terkait hak atas

perlindungan diri pribadi dan keluarga. Hak untuk hidup, hak untuk tidak disiksa dan

hak untuk kemerdekaan pikiran dan hati. Semuanya merujuk pada satu perlindungan

individu seseorang yaitu menjaga serta memelihara jiwa dan hidup manusia.

Sedangkan dalam teori maqashid al-syariah memelihara jiwa (hifdz al-Nafs) seorang

harus dapat memenuhi kebutuhan pokok berupa makanan untuk dapat

mempertahankan hidup, jika kebutuhan pokok ini diabaikan, maka akan terancam

kelangsungan hidup dan tidak terpelihara atas jiwa nya. Maka dari itu jaminan hak

sipil yang mengatur mengenai hak atas perlindungan diri pribadi dan keluarga. Hak

untuk hidup, hak untuk tidak disiksa dan hak untuk kemerdekaan pikiran dan hati

semuanya memiliki relevansi dengan konsep memelihara jiwa (hifdz al-Nafs).

Page 67: UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Official Websiterepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49484/1/MUHA… · proses dialektika yang serius dan panjang. Pentingnya pengaturan

57

Sementara itu dijelaskan pula dalam Undang-undang Dasar NRI Tahun 1945

mengenai perlindungan atas hak perlindungan diri pribadi dan keluarga dalam

beberapa pasal, seperti pada pasal 28I Ayat (1) “Hak untuk hidup, hak untuk tidak

disiksa, hak untuk kemerdekaan pikiran dan hati nurani, hak beragama, hak untuk

tidak diperbudak, hak untuk diakui sebagai pribadi dihadapan hukum, dan hak untuk

tidak dituntut atas dasar hukum yang berlaku surut adalah hak asasi manusia yang

tidak dapat dikurangi dalam keadaan apapun.” serta dalam pasal 28I Ayat (2) “Setiap

orang berhak bebas dari perlakuan yang bersifat diskriminatif atas dasar apapun dan

berhak mendapatkan perlindungan terhadap perlakuan yang bersifat diskriminatif

itu.” dalam hal ini dalam Undang-undang Dasar NRI Tahun 1945 dalam hal

mengenai perlindungan atas hak pribadi dan keluarga sejalan dengan teori maqashid

al-syariah dalam hal hifdz al-Nafs‟ (memelihara jiwa).

c. Hak atas pendidikan yang dijamin oleh negara

Di dalam hak sipil warga negara yang diatur dalam Undang-undang Dasar 1945

tidak hanya mengatur mengenai hak-hak atas beribadat dan memeluk kepercayaan,

serta hak atas perlindungan diri pribadi dan keluarga. Akan tetapi dalam hak sipil

juga mengatur mengenai hak atas pendidikan yang dijamin oleh negara. Jika ditinjau

dalam persfektif maqashid al-syariah, hak atas pendidikan yang dijamin oleh negara

tersebut selaras dengan konsep memelihara akal (hifdz Al-Aql) dalam maqashid al-

syariah. Dalam konsep memelihara akal (hifdz Al-Aql) seseorang harus mendapatkan

ilmu pengetahuan untuk mencerdaskan akal dan fikirannya, serta mengembangkan

dirinya.

Dalam Undang-undang Dasar NRI Tahun 1945 mengenai hak atas pendidikan

yang dijamin oleh negara dijelaskan dalam beberapa pasal, seperti dalam pasal 31

Ayat (1) “Setiap warga negara berhak mendapat pendidikan” dan dalam pasal 31

Ayat (2) “Setiap warga negara wajib mengikuti pendidikan dasar dan pemerintah

wajib membiyayainya.” dalam Undang-Undang Dasar NRI Tahun 1945 mengenai

hak atas pendidikan yang dijamin oleh negara telah dijelaskan dan telah dijamin

Page 68: UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Official Websiterepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49484/1/MUHA… · proses dialektika yang serius dan panjang. Pentingnya pengaturan

58

dalam konstitusi hal ini menjelaskan bahwa dalam Undang-undang Dasar 1945

mengenai hal tersebut sejalan dengan teori maqashid al-syariah Hifdz Aql‟

(memelihara akal).

d. Hak untuk berkeluarga dan melanjutkan keturunan

Konsep hifdz al-Nasl (memelihara keturunan) dalam maqashid al-syariah

merupakan bentuk penjagaan agar manusia dapat melanjutkan keturunan sesuai

dengan yang disyari‟atkan oleh agama serta menjauhkan manusia dari perbuatan zina.

Karena perbuatan zina selain perbuatan dosa yang dilarang oleh agama perbuatan

zinapun dapat merusak nasab keturunan manusia. Maka dari itu agama

mensyari‟atkan menikah, berpoligami sebagai bentuk dalam melanjutkan keturunan

melalui proses yang disyari‟atkan oleh agama. Dalam Al-Qur‟an dijelaskan

Artinya: “Dan janganlah kamu mendekati zina; Sesungguhnya zina itu

adalah suatu perbuatan yang keji. dan suatu jalan yang buruk.” (Q,S Al-Isra:32).

Artinya: “Dan jika kamu takut tidak akan dapat Berlaku adil terhadap (hak-hak)

perempuan yang yatim (bilamana kamu mengawininya), maka kawinilah wanita-

wanita (lain) yang kamu senangi : dua, tiga atau empat.” (Q,S An-nissa:3)

Sejalan dengan konsep maqashid al-syariah dalam hal memelihara keturunan,

jaminan dan perlindungan hak sipil untuk dapat melanjutkan keturunan pun telah

dijamin dalam Undang-undang dasar. Jaminan tersebut telah dijelaskan dalam hal

melanjutkan keturunan dan berkeluarga bagi warga negara merupakan hak sipil yang

hal tersebut dilakukan melalui perkawinan yang sah menurut agama dan hukum.

Page 69: UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Official Websiterepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49484/1/MUHA… · proses dialektika yang serius dan panjang. Pentingnya pengaturan

59

Dalam Undang-undang Dasar 1945 mengenai hak untuk berkeluarga dan

melanjutkan keturunan dijelaskan juga dalam beberapa pasal, seperti dalam pasal 28A

Ayat (1) “Setiap orang berhak membentuk keluarga dan melanjutkan keturunan

melalui perkawinan yang sah.” bisa disimpulkan mengenai hak untuk berkeluarga dan

melanjutkan keturunan dalam Undang-undang Dasar 1945 sejalan dengan teori

maqashid al-syariah dalam hal Hifdz al-Nasb (memelihara keturunan)

2. Hak Politik

Hak politik pada dasarnya mempunyai sifat melindungi dari pengyalahgunaan

kekuasaan oleh pihak penguasa. Hak-hak politik biasanya ditetapkan dan diakui

sepenuhnya oleh konstitusi berdasarkan keanggotaan sebagai warga negara. Artinya,

hak-hak ini berlaku bagi warga negara setempat, dan bukan warga negara asing.

Dalam Undang-undang Dasar 1945 konsep perlindungan Hak politik telah diatur

dalam beberapa pasal. Dalam pembahasan maqasid al-syariah hak politik hanya pada

bagian hak mendapat suaka politik dari negara lain yang bersinggungan dengan teori

maqashid al-syariah dalam hal Hifdz Al-Nafs (memelihara jiwa) sebagai mana yang

dijelaskan dalam Undang-Undang Dasar NRI Tahun 1945 pada pasal 28G Ayat (2)

“Setiap orang berhak untuk bebas dari penyiksaan atau perlakuan yang merendahkan

drajat martabat manusia dan berhak memperoleh suaka politik dari negara lain.”

Karena dalam hal mendapat hak suaka politik dari negara lain itu memebrikan

kesempatan bagi setiap warga negara untuk melindungi jiwa dan raganya apabila

didalam negaranya sendiri sedang terjadi konflik, kekacauan dan kondisi yang tidak

stabil yang dapat mengancam jiwa serta raganya apabila seseorang tersebut tetap

memaksakan untuk tinggal di negara tersebut. Maka hak untuk mendapat suaka

politik di negara lain sangat diperlukan guna mendapatkan perlindungan diri

seseorang dari hal yang dapat mengancam jiwanya.

Page 70: UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Official Websiterepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49484/1/MUHA… · proses dialektika yang serius dan panjang. Pentingnya pengaturan

60

No Hak Politik Maqashid Al-Syariah

1 Hak persamaan kedudukan di dalam hukum dan

pemerintahan

-

2 Hak ikut serta dalam upaya bela negara dan

menjaga keamanan negara

-

3 Hak kebebasan berserikat, berkumpul dan

mengeluarkan pendapat

-

4 Hak kesempatan yang sama dalam pemerintahan -

5 Hak mendapatkan suaka politik dari negara lain Hifdz Al-Nafs‟

3. Hak Ekonomi

Hak asasi manusia dalam bidang ekonomi adalah hak yang berkaitan dengan

aktivitas perekonomian, perburuhan, hak memperoleh pekerjaan, hak memperoleh

upah dan hak ikut serta dalam serikat buruh. Dalam Undang-undang Dasar NRI

Tahun 1945, hak ekonomi telah tertulis dalam beberapa pasal diantaranya dalam

pasal 28D Ayat (2) “Setiap orang berhak untuk bekerja serta mendapat imbalan dan

perlakuan yang adil dan layak dalam hubungan kerja” serta dalam pasal 33 Ayat (2)

“Cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan yang menguasai hajat hidup

orang banyak dikuasai oleh negara.” Dalam hal ini beberapa pasal dalam Undang-

Undang Dasar NRI Tahun 1945 yang mengatur mengnai hak politik semuanya

sejalan dengan teori maqasid al-syariah dalam hal hifdz Al-mal‟ (memelihara harta)

Dalam Islam falsafah dasar yang melandasi ide hak-hak asasi manusia,

termasuk dalam sistem ekonominya, adalah tauhid yang mengajarkan keesaan sang

pencipta bagi seluruh alam.Bahkan kemahaesaan dan kemahakuasaan Tuhan,

merupakan ciri dasar dari segala sesuatu dalam Islam. Baik itu yang meyangkut

Page 71: UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Official Websiterepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49484/1/MUHA… · proses dialektika yang serius dan panjang. Pentingnya pengaturan

61

persoalan spriritual, ekonomis maupun politis. Allah merupakan pemilik dan pencipta

segala sesuatu yang ada di bumi.45

Implikasi prinsip ini ialah oleh karna tingkah laku ekonomi merupakan bagian

dari tingkah laku manusia pada umumnya, namun bisa bernilai ibadah kepada Allah

Swt jika dalam proses muamalah tersebut sesuai aturan hukum yang disyari‟atkan.

Contoh kekayaan ekonomi haruslah digunakan untuk memenuhi segala hajat

kebutuhan hidup yang ditujukan guna meningkatkan kemampuannya untuk mengabdi

secara lebih baik kepada Allah Swt.

No Hak Ekonomi Maqasid Al-Syari’ah

1 Hak untuk bekerja dan mendapat imbalan Hifdz Al-Mal‟

2 Hak negara dalam penguasaan cabang-cabang

produksi yang menyangkut hajat hidup orang

banyak

Hifdz Al-Mal‟

3

3

Hak kemakmuran rakyat dari pemanfaattan

sumber daya alam

Hifdz Al-Mal‟

Dalam konsep maqashid al-syariah, hak ekonomi bagi warga negara berkaitan

dengan konsep memelihara harta (hifdz al-Mal).” Dalam konsep memelihara harta

(hifdz al-Mal) disyariatkan tentang tata cara pemilikan harta dan larangan mengambil

harta orang lain dengan cara yang tidak sah. Apabila aturan maqoshid al-syariah itu

dilanggar, maka yang terancam adalah harta kepemilikan yang dimiliki setiap orang.

Sedangkan dalam konsep hak ekonomi dalam Undang-undang Dasar lebih kepada

konsep pengelolaaan aspek di bidang ekonomi yang dikelola oleh negara dan

dimanfaatkan sepenuhnya untuk masyarakat, selain itu hak mendapat imbalan, hak

buruh dalam berserikat dan hak relasi pekerjaan yang baik juga menjadi bagian yang

menjadi focus dalam perlindungan hak ekomoni dalam undang-undang dasar NRI

Tahun 1945 yang semua itu berkaitan dengan hal memelihara harta (hifdz al-Mal).

45

Rusji Ali Muhammad, “Hak Asasi Manusia Dalam Perspektif Syariat Islam” (Banda

Aceh:Ar-Raniry Press,2004), h 153.

Page 72: UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Official Websiterepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49484/1/MUHA… · proses dialektika yang serius dan panjang. Pentingnya pengaturan

62

4. Hak Sosial

Jaminan hak sosial yang dimiliki orang warga negara adalah jaminan yang

diberikan oleh negara terhadap masyarkat, guna menjamin kesejahteraan masyarakat

itu sendiri. Substansi hak sosial yang di atur dalam Undang-undang Dasar NRI Tahun

1945 meliputi. Hak atas hidup dan kehidupan yang layak, serta hak atas tempat

tinggal yang nyaman dan aman,. Di dalam filsafat hukum Islam, hak sosial sangat

berkaitan dengan beberapa konsep pembidangan dalam maqashid al-syariah.

No Hak Sosial Maqashid Al-Syari’ah

1 Hak untuk hidup dan mempertahankan hidup

dan kehidupannya

Hifdz al-Nafs‟

2 Hak mendapatkan perlindungan dari kekerasan

dan perlakuan diskriminatif

Hifdz al-Nafs‟

3 Hak untuk tumbuh dan berkembang Hifdz al-Nafs‟

4 Hak untuk berkomunikasi dan memperoleh

informasi

-

5 Hak untuk mendapat jaminan, pengakuan dan

perlindungan di depan hukum

-

6 Hak untuk hidup sejahtera lahir dan batin Hifdz al-Nafs‟

Dalam pembahasan hak sosial pada Undang-undang dasar NRI Tahun 1945

yang membahsan dalam beberapa aspek seperti hak atas hidup dan kehidupan yang

layak, hak atas tempat tinggal yang aman dan nyaman, hak mendapatkan

perlindungan dari kekerasan dan perlakuan diskriminatif, hak untuk tumbuh dan

berkembang serta hak untuk hidup sejahtera lahir dan batin. sebagaimana yang telah

dijelaskan dalam beberapa pasal pada Undang-undang Dasar 1945 seperti pada pasal

28A “Setiap orang berhak untuk hidup serta berhak untuk mempertahankan hidup dan

kehidupannya.” pasal 28H Ayat (3) Setiap orang berhak atas jaminan sosial yang

memungkinkan pengembangan dirinya secara utuh sebagai manusia yang

Page 73: UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Official Websiterepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49484/1/MUHA… · proses dialektika yang serius dan panjang. Pentingnya pengaturan

63

bermartabat.” serta pada pasal 34 Ayat (1) “Fakir miskin dan anak-anak terlantar

dipelihara oleh negara.”

Sejalan dengan konsep maqashid al-syariah dalam hal memelihara jiwa (hifdz al-

Nafs) adalah memelihara hak untuk hidup secara terhormat dan memelihara jiwa agar

terhindar dari tindakan penganiayaan, baik berupa pembuhuhan maupun hal-hal yang

mengancam jiwa seseorang. Menjaga jiwa terletak pada tingkatan kedua setelah

agama, yang merupakan tujuan ditetapkannya permasalahan adat dan hukum jinayah.

Pada konsep maqashid al-syariah memelihara jiwa (hifdz al-Nafs) pada tingkatan

dururiyyat (primer) seseorang diharuskan memenuhi kebutuhan pokok seperti makan

untuk mempertahankan kehidupannnya, jika kebutuhan pokok ini tidak terpenuhi

makan tidak terpeliharanya jiwa seseorang tersebut. Maka dari itu negara menjamin

penuh konsep pemeliharaan jiwa seseorang pada aspek jaminan hak sosial dalam

konstitusi.

Artinya: “Dan janganlah kamu membunuh jiwa yang diharamkan Allah

(membunuhnya), melainkan dengan suatu (alasan) yang benar. Dan Barangsiapa

dibunuh secara zalim, Maka Sesungguhnya Kami telah memberi kekuasaan kepada

ahli warisnya, tetapi janganlah ahli waris itu melampaui batas dalam membunuh.

Sesungguhnya ia adalah orang yang mendapat pertolongan.” (Q,S Al-Israa:33)

5. Hak Budaya

Dalam konsep maqashid al-syariah, hak budaya bagi warga negara jika ditinjau

dari pembagian bidang maqashid al-syariah tidak menjadi pembahasan di dalamnya.

Page 74: UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Official Websiterepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49484/1/MUHA… · proses dialektika yang serius dan panjang. Pentingnya pengaturan

64

Akan tetapi dalam konstitusi hak budaya menjadi suatu hal yang di bahas sebagai

bentuk perlindungan serta pengakuan terhadap masyarakat adat itu sendiri46

No Hak Budaya Maqashid Al-Syari’ah

1 Hak identitas budaya masyarakat tradisional -

2 Hak memelihara serta mengembangkan

nilai-nilai budaya

-

46

Majda El-Muhtaj, “Dimensi-dimensi HAM Mengurai Hak Ekonomi, Sosial dan Budaya”.

(Jakarta:Rajawali pers, 2009), h 253.

Page 75: UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Official Websiterepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49484/1/MUHA… · proses dialektika yang serius dan panjang. Pentingnya pengaturan

65

BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan analisis pada skripsi ini mengenai tinjauan maqashid al-syariah

terhadap perlindungan hak asasi manusia dalam Undang-undang Dasar NRI

Tahun 1945, bisa disimpulkan bahwa antara maqashid al-syariah dan Undang-

undang dasar dalam hal aspek hak asasi manusia kedua nya sama-sama memiliki

konsep melindungi hak individu manusia. Selain itu penulis dapat menyimpulkan

kesimpulan dalam beberapa poin, diantaranya;

1. Dalam Undang-undang Dasar NRI Tahun 1945 materi HAM menjadi

substansi pokok yang dijelaskan dalam satu bab tersendiri pada konstitusi

Undang-undang Dasar NRI Tahun 1945. Selain itu pula konsep pembahasan

mengenai HAM juga tersebar dalam beberapa pasal pada konstitusi yang

mencakup jaminan-jaminan perlindungan hak asasi manusia, seperti hak sipil,

hak politik, hak ekonomi, hak sosial dan hak budaya. Akan tetapi yang

menjadi perhatian negara terkait konsep perlindungan HAM dalam Undang-

undang Dasar NRI Tahun 1945 adalah penghargaan serta implementasi dari

hak asasi manusia itu sendiri demi terwujudnya cita-cita negara dalam

konstitusi menjamin kesejahteraan warga negara dengan melindungi hak asasi

setiap individu manusia.

2. Sebagaimana yang telah dijelaskan sebelumnya, bahwasannya antara

maqashid al-syariah dan Undang-undang Dasar 1945 memiliki persamaan,

yaitu sama-sama melindungi hak individu seseorang. Begitupula dalam

konsep perlindungan hak asasi manusia dalam Undang-undang Dasar NRI

Tahun 1945 ada beberapa aspek yang telah sesuai dengan konsep

pembidangan dalam maqashid al-syari‟ah. Seperti dalam hak sipil yang

mengatur kedalam beberapa hak seperti hak kebebasan dalam beribadat dan

memeluk agama kepercayaan, hak melindungi diri sendiri dan keluarga serta

hak pendidikan yang dijamin oleh negara. Begitupula hak sosial yang

Page 76: UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Official Websiterepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49484/1/MUHA… · proses dialektika yang serius dan panjang. Pentingnya pengaturan

66

membahas mengenai hak untuk hidup dan kehidupan serta hak atas

kehidupan yang layak, di antaranya tidak bertentangan dan memiliki tujuan

yang sama dengan pembidangan dalam maqashid al-syariah seperti

memelihara agama (hifdz al-Din), memelihara jiwa (hifdz al-Nafs),

memelihara keturunan (hifdz al-Nasl) serta memelihara akal (hifdz al-Aql‟).

serta dalam hak politik yang mengatur mengenai hak mendapatkan suaka

politik dari negara lain hal tersebut sejalan dengan teori maqosid al-syariah

yaitu hifdz al-nafs (memelihara jiwa)

Pokok-pokok lain mengenai hak asasi manusia di dalam Undang-undang Dasar

NRI Tahun 1945 tidak semua bersinggungan atau sesuai dengan konsep

pembidangan dalam maqashid al-syariah. Contohnya seperti pada hak budaya

tidak bersinggungan dan tidak menjadi subtansi materi dalam pembidangan

maqashid al-syariah itu sendiri. Akan tetapi dalam Islam hak-hak tersebut masih

menjadi pembahasan tersendiri agar pemaknaan serta implementasi dari hak-hak

tersebut sesuai dengan ajaran agama dan tidak melanggar hak orang lain.

B. Saran

1. Setiap manusia diciptakan oleh Allah Swt dengan memiliki hak asasi manusia

atas fitrah kemanusiaannya tanpa membedakan warna kulit, etis, jenis kelamin,

bangsa, negara maupun agamanya. Maka dari itu hendaknya umat manusia

menyatupadukan pandangan, saling melindungi serta menghargai setiap hak

yang dimiliki agar tidak terciptanya pelanggaran hak asasi manusia

diantaranya.

2. Sebagai negara hukum yang berasaskan Pancasila dan Undang-undang Dasar

NRI Tahun 1945 sebagai norma hukum tertinggi. Negara Indonesia harus

mencerminkan sikap yang lebih progresif, akomodatif dalam bentuk konsensus

bersama dalam hal perlindungan serta jaminan atas hak asasi manusia, demi

terciptanya negara Indonesia yang sejahtera. Serta konsep perlindungan hak

asasi manusia tidak hanya menjadi wacana narasi dalam konstitusi.

Page 77: UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Official Websiterepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49484/1/MUHA… · proses dialektika yang serius dan panjang. Pentingnya pengaturan

DAFTAR PUSTAKA.

Al-Qur‟an Karim

Abdillah, Masykuri. 2011. Islam dan Dinamika Sosial Politik di Indonesia..

Jakarta: Kompas.

Abdushshamad, Saifullah, “Perkembangan Hukum Islam Di Bidang Hak Asasi

Manusia” Jurnal Hukum Ekonomi Syariah UIK Banjarmasin, Volume IV,

No 1, Juni 2018.

Abu Zahrah, Muhammad. 2000. Ushul Al-Fiqh, Jakarta:Pustaka Firdaus.

Ali Muhammad, Rusji. 2004. Hak Asasi Manusia Dalam Perspektif Syariat

Islam, Banda Aceh:Ar-Raniry Press.

Al-Mursi Husain, Muhammad. 2013. Maqashid Syariah. Jakarta; Amzah.

Alwi, Wahyudi. 2014. Ilmu Negara dan Tripologi Kepemimpinan Negara

Yogyakarta:Pustaka Pelajar.

Anwar, Chairul. 2011. Teori dan Hukum Konstitusi, Malang:Trans Publising.

Arifin, Jaenal. 2006. Filsafat Hukum Islam, Tasyri dan Syar‟I, Jakarta:UIN

Jakarta Press.

Asshiddiqie, Jimly, 2016. Konstitusi dan Konstitusionalime Indonesia, Jakarta:

Konstitusi Press.

. 2004. Konstitusi dan Konstitusionalime Indonesia”, Jakarta:

Mahkamah Konstitusi RI dan Pusat Studi Hukum Tata Negara Fak. Hukum

UI.

. 2005. Konstitusi dan Konstitusionalisme Indonesia,Jakarta;

Konstitusi Press.

Page 78: UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Official Websiterepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49484/1/MUHA… · proses dialektika yang serius dan panjang. Pentingnya pengaturan

. 2006. Ideologi, Pancasila, dan Konstitusi, Jakarta:

Mahkamah Konstitusi.

Atmosudirdjo, Pramudia, 2008. Konstitusi Indonesia. Jakarta: Ghalia Indonesia.

Budiardjo, Mariam 2010. Dasar-Dasar Ilmu Politik (Edisi Revisi), Jakarta: PT

Gramedia Pustaka Utama.

C. Smith, Edward. 2007. The Constitution of the United States, New York: Barnes

& Noble.

Djamil, Fathurahman.1997.Filsafat Hukum Islam. Jakarta: Logos.

El Muhtaj, Majda. 2008. Dimensi-Dimensi HAM mengurai hak ekonomi, sosial,

dan budaya. Jakarta: Rajawali pers.

.. 2005. Hak Asasi Manusia dalam Konstitusi Indonesia,

Jakarta: Kencana.

. 2007. Hak Asasi Manusia dalam Konstitusi Indonesia dari

UUD 1945, sampai dengan Amandemen UUD 1945 Tahun 2002, Jakarta:

Kencana, 2007.

. 2009. Dimensi-dimensi HAM Mengurai Hak Ekonomi, Sosial

dan Budaya, Jakarta:Rajawali pers.

Ghafar Sidiq, Ghafar. 2018. Teori Maqashid Al-Syariah Dalam Hukum Islam”,

Jurnal Sultan Agung, Vol XLIV No 118.

Ghufran Muhammad. Kordi K. 2013. HAM Tentang Hak Sipil, Politik, Ekonomi,

Sosial, Budaya dan Umum. Kompilasi Instrumen HAM Nasional dan

Internasional, Yogyakarta:Graha Ilmu.

Idris al-marbawy, Miuhammad. 2010. Kamus Idris al-Marbawy : Arab-Melayu,

al-Ma‟arif,Juz1,Bandung.

Page 79: UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Official Websiterepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49484/1/MUHA… · proses dialektika yang serius dan panjang. Pentingnya pengaturan

Ifdhal, Kasim dan Johanes. 2001. Hak Ekonomi, Sosial dan Budaya Esai-esai

pilihan, Buku 2, Jakarta: Lembaga studi dan Advokasi Masyarakat.

Johan Nasution, Bahder. 2012. Negara Hukum dan Hak Asasi Manusia, Bandung:

Mandar Maju.

K Yuliarso, Kurniawan. “Hak Asasi Manusia (HAM) di Indonesia Menuju

Democratic Govermences” Jurnal Ilmu Sosial dan ;Politik:.Vol 8 No 3,

Maret 2005.

Kasdi, Abdurrahman. Maqashid Al-Syariah dan Hak Asasi Manusia,Jurnal

Penelitian,Vol. 6 No. 2, Agustus 2014.

KBBI Departemen Pendidikan Nasinal 2008.

Kumkelo, Mujaid, Dkk. 2015. Fiqih HAM : Ortodoksi dan Liberalisme Hak Asasi

Manusia dalam Islam, Malang:Setara Press.

Lopa, Baharudin. 1999. Al-qur‟an dan Hak Asasi Manusia, Yogyakarta:Dana

Bhakti Prima Yasa.

Masyhur Effendi, Ahmad. 2006. Perkembangan Dimensi Hak Asasi Manusia

(HAM) dan Proses Dinamika Penyusunan Hak Asasi Manusia,

Jakarta:Ghalia Indonesia.

Mutakin, Ali.Teori Maqoshid Al-Syariah dan hubungannya dengan metode

Istinbat hukum. Jurnal Ilmu Hukum, Vol. 19 No. 3, Agustus 2007.

Purbopranoto, Kuntojoro. 1982. Hak-Hak Asasi Manusia dan Pancasila, Jakarta:

Pradya Paramita.

Qomar, Nurul. 2014. Hak Asasi Manusia dalam Negara Hukum Demokrasi:

Human Rights in Democratiche Rechtsstaat, Cet. II; Jakarta: Sinar Grafika.

Page 80: UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Official Websiterepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49484/1/MUHA… · proses dialektika yang serius dan panjang. Pentingnya pengaturan

Saraswati, LG. 2006. Hak Asasi Manusia, Teori Hukum Kasus, Jakarta:

Departemen Filsafat, Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas

Indonesia.

Shidiq, Ghofar. Maqashid Al-Syariah dalam hukum Islam, Jurnal Unisulla, Vol.

XLIV No.118 Juni-Agustus 2009.

Toriquddin, Moh “Teori Maqashid Al-Syariah Perspektif Al-Syatibi” Jurnal

Syariah dan Hukum, Fakultas Syariah UIN Maulana Malik Ibrahim

Malang. Volume 6 Nomor 1, Juni 2014

Umar, Hasby. 2007. Nalar Fiqih Kontemporer, Jakarta: Gaung Persada Press.

Utriza Yakin, Ayang. 2016. Islam Moderat dan Isu-Isu Kontemporer, Jakarta :

Kencana.

Wija atmaja, Mahendra. 2004. Hak-hak Ekonomi, Sosial dan Budaya: Kewajiban

Negara, Penyelenggaraan dan Advokasi, Denpasar: Sekertaris Daerah

Provinsi Bali.

Yuhana Abdi, “Sistem Ketatanegaraan Indonesia Pasca Perubahan UUD 1945”

(Bandung:Fokusmedia)

Peraturan Perundang-undangan

Undang-undang Dasar 1945.

Undang-undang Nomor 26 Tahun 2006 Tentang pengadilan terhadap pelanggaran

HAM.

Undang-undang Nomor 39 Tahun 1999 (Tentang HAM ).

Skripsi

Sumanto, Gunung. Ham Dalam Pandangan Islam Dan UUD 1945 Pasca

Amandemen, Fakultas Syari‟ah dan Hukum, UIN Alauddin Makasar, 2016.