TX Frmklgis

3
Kebanyakan kasus CSCR sembuh spontan dalam beberapa bulan dengan ketajaman penglihatan akhir 6/9 atau lebih baik. Hanya 5% dari semua kasus CSCR yang mengalami kehilangan penglihatan permanen berat. Meskipun CSCR telah dideskripsikan sebagai penyakit jinak dan dapat sembuh sendiri, CSCR memiliki kecenderungan untuk kambuh pada sekitar setengah kasus, dengan penurunan fungsi penglihatan. Kebutuhan akan pengobatan lebih awal muncul dari bukti klinis bahwa jika resolusi dari pelepasan retina terjadi dalam 4 bulan setelah onset gejala, maka menjadi mungkin untuk mengurangi kejadian atrofi retina dan penurunan ketajaman penglihatan selanjutnya. 10 1.Pengobatan farmakologis Psikoterapi awal pernah dianjurkan sebagai terapi, tetapi telah ditinggalkan setelah patogenesisnya menjadi jelas. Beberapa tahun lalu, kortikosteroid dihadirkan sebagai satu-satunya pengobatan farmakologis untuk CSCR, tetapi penggunaannya dihentikan setelah pertama kali ditegakkan bahwa kortikosteroid merupakan agen kausatif dari CSCR. Semua terapi farmakologis yang diajukan berdasarkan mekanisme patologinya. Efikasi barbiturat atau trankuiliser dalam mengurangi komponen psikogenik dari penyakit ini, masih belum diketahui. Karena CSCR mungkin berhubungan dengan kadar abnormal epinefrin yang bersirkulasi, maka dianjurkan penggunaan β-bloker. Namun tidak ada bukti signifikan untuk mendukung pendekatan terapi ini. 8,10 Hormon adrenokortikotropin, obat-obat antiinflamasi, injeksi tolazoline intrabulbar, injeksi subkonjungtiva

description

tx ce-es-ce-er frmklgis

Transcript of TX Frmklgis

Kebanyakan kasus CSCR sembuh spontan dalam beberapa bulan dengan ketajaman penglihatan akhir 6/9 atau lebih baik. Hanya 5% dari semua kasus CSCR yang mengalami kehilangan penglihatan permanen berat. Meskipun CSCR telah dideskripsikan sebagai penyakit jinak dan dapat sembuh sendiri, CSCR memiliki kecenderungan untuk kambuh pada sekitar setengah kasus, dengan penurunan fungsi penglihatan. Kebutuhan akan pengobatan lebih awal muncul dari bukti klinis bahwa jika resolusi dari pelepasan retina terjadi dalam 4 bulan setelah onset gejala, maka menjadi mungkin untuk mengurangi kejadian atrofi retina dan penurunan ketajaman penglihatan selanjutnya.101. Pengobatan farmakologis

Psikoterapi awal pernah dianjurkan sebagai terapi, tetapi telah ditinggalkan setelah patogenesisnya menjadi jelas. Beberapa tahun lalu, kortikosteroid dihadirkan sebagai satu-satunya pengobatan farmakologis untuk CSCR, tetapi penggunaannya dihentikan setelah pertama kali ditegakkan bahwa kortikosteroid merupakan agen kausatif dari CSCR. Semua terapi farmakologis yang diajukan berdasarkan mekanisme patologinya. Efikasi barbiturat atau trankuiliser dalam mengurangi komponen psikogenik dari penyakit ini, masih belum diketahui. Karena CSCR mungkin berhubungan dengan kadar abnormal epinefrin yang bersirkulasi, maka dianjurkan penggunaan -bloker. Namun tidak ada bukti signifikan untuk mendukung pendekatan terapi ini.8,10Hormon adrenokortikotropin, obat-obat antiinflamasi, injeksi tolazoline intrabulbar, injeksi subkonjungtiva dengan larutan susu, albumin dan garam, obat-obat antisifilis, ekstrak insulin-bebas pankreas, dan ekstrak tiroid semuanya juga telah dianjurkan pada waktu dulu. Penggunaan obat-obat yang sebelumnya telah disebutkan tidak terbukti efektif pada berbagai percobaan klinis. Penggunaan asetazolamid telah dianjurkan untuk jangka pendek, tetapi tidak ada bukti mengenai keuntungan jangka panjang.10Bedasarkan sebuah serial kasus yang besar, penggunaan aspirin dosis rendah menghasilkan rehabilitasi visual yang lebih cepat dan kejadian kekambuhan yang lebih kecil. Efek menguntungkannya mendukung hipotesis adanya gangguan fibrinolisis dan agregasi platelet di koriokapiler pada CSCR.8,10Telah pula digunakan dengan sukses, bevacizumab intravitreal untuk mengobati komplikasi jarang dari neovaskularisasi koroid setelah CSCR dengan mengurangi hiperpermeabilitas dan iskemia koroid. Namun, semua laporan merupakan serial kasus yang kecil, tidak terkontrol dengan durasi follow-up yang pendek. Percobaan terkontrol yang lebih besar masih dibutuhkan untuk mengevaluasi efikasi dan keamanan dari agen-agen anti-VEGF (vascular endothelial growth factor) untuk indikasi ini.8,10Perlu dilakukan pula penghentian penggunaan kortikosteroid yang mana dapat menyebabkan hilangnya kebocoran epitel pigmen retina tanpa terapi laser. Selain aspirin dan anti-VEGF, telah disarankan oleh Jampol dkk untuk penggunaan antagonis glukortikosteroid, yaitu RU486 (mifepristone) dan ketokonazol. Mifepristone adalah agen anti-glukokortikosteroid dan anti-progesteron. Penggunaannya dalam terminasi kehamilan awal volunter membuat tertundanya inisiasi percobaan klinis oftalmologi di Amerika Serikat. Ketokonazol, pertama kali diuji sebagai terapi potensial oleh Golshahi dkk, dengan dosis 200 mg / hari selama 4 minggu namun tidak signifikan secara klinis. Setelah 3 tahun, peningkatan dosis ketokonazol 600 mg selama 4 minggu diuji oleh Meyerle dkk, namun tidak dapat menyimpulkan apa-apa oleh karena durasi pengobatan yang pendek dan kadar kortisol dasar yang normal pada pasien-pasien yang dilibatkan dalam penelitian.8