tutorial
-
Upload
rian-sihombing -
Category
Documents
-
view
26 -
download
12
description
Transcript of tutorial
LAPORAN TUTORIAL
SKENARIO A BLOK 23 TAHUN 2015
Disusun oleh: Kelompok A3
Anggota :
Nova Pebi Putri (04011281320005)
Rikka Wijaya (04011281320037)
Christi Giovani A H (04011381320039)
Lola Meiristi (04011381320041)
Virdhanitya V (04011381320045)
Fira Andriani (04011381320065)
Afkur Mahesa N (04011381320067)
Rian Doli N S (04011381320071)
Felicia Linardi (04011181320041)
Tri Kurniati (04011181320065)
Sherly Wahyuni (04011181320091)
Ummi Rahmah (04011181320107)
Tri Legina Oktari (04011181320111)
Tutor : dr. Zulkarnain Musa, SpPA
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS SRIWIJAYA
2015
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas berkat dan rahmat-Nya lah,
kami dapat menyelesaikan Laporan Sementara Tutorial Skenario A Blok 23 Tahun 2015 ini
dengan baik dan tepat waktu.
Laporan sementara tutorial ini disusun dalam rangka memenuhi tugas blok 23 yang
merupakan bagian dari sistem pembelajaran KBK di Fakultas Kedokteran Universitas
Sriwijaya.
Kami mengucapkan terima kasih kepada
1. Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan petunjuk dan
kemudahan dalm penyusunan laporan ini.
2. Pembimbing kami, dr. Zulkarnain Musa, SpPA yang telah membimbing
kami dalam proses tutorial.
3. Teman-teman yang telah menyediakan waktu, tenaga dan pikirannya
untuk merampungkan tugas tutorial ini dengan baik.
4. Orang tua yang telah menyediakan fasilitas dan materi yang
memudahkan dalam penyusunan laporan ini.
Kami menyadari, tugas ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu, kritik dan saran
yang sifatnya membangun dari semua pihak sangat kami harapkan agar bermanfaat bagi
revisi tugas ini.
Semoga laporan ini dapat bermanfaat bagi proses pembelajaran selanjutnya dan bagi
semua pihak yang membutuhkan.
Palembang, 23 Desember 2015
Penyusun
2
DAFTAR ISI
Kata Pengantar....................................................................................................... 2
Daftar Isi................................................................................................................ 3
Skenario A Blok 23 2015...................................................................................... 4
I. Klarifikasi Istilah....................................................................................... 5
II. Identifikasi Masalah.................................................................................. 6
III. Analisis Masalah....................................................................................... 7
IV. Hipotesis.................................................................................................... 14
V. Sintesis Masalah........................................................................................ 24
VI. Kerangka Konsep...................................................................................... 39
VII. Kesimpulan................................................................................................ 39
Daftar Pustaka....................................................................................................... 40
3
SKENARIO A BLOK 23 TAHUN 2015
Mrs. A a 60 year old woman,came to Moh Hosein Hospital with chief complain of weakness.
She also had palpitation, chepalgia and Epigastric Pain. She has also complain her knee and
always taken NSAID since 4 years ago. The defecation sometimes blood occult.
Physical examination :
Weight: 45 kg, height: 155cm
General appearance: pale, fatique
Vital sign: HR: 110 x/menit, RR: 28 x/menit, temp: 360C, BP: 100/70mmHg
Head: cheilitis positive, tounge: papil atrophy
No lymphadenopathy
Abdomen: epigastric pain (+), liver and spleen non palpable
Extremitties: koilonychia negative
Laboratory:
Hb 6 g/dL, Ht 20 vol% RBC 2.500.000/mm3 WBC 7.000/mm3, trombosit 460.000/mm3, RDW
20% MCV: 62 fl, MCH n: 23pg )
Blood smear: anisocytosis, hypochrome microcyter, poikilocytosis
Faeces : blood occult (+)
Additional examination:
Serum iron is 12 mikrogram/dL
Total iron binding capacity is 480 mikrogram/dL
Ferritin is 9 ng/dL
4
I. KLARIFIKASI ISTILAH
NO ISTILAH KLARIFIKASI
1. Chepalgia Nyeri yang dirasakan didaerah kepala atau merupakan suatu
sensasi yang tidak nyaman dirasakan didaerah kepala
2. Palpitasi Perasaan berdebar-debar/denyut jantung tidak teratur yang
sifatnya subjektif
3. Nyeri epigastric Nyeri yang berhubungan dengan rasa tajam dan terlokalisasi
yang dirasakan oleh seseorang pada daerah tengah atas perut
4. Blood occolt Pemeriksaan lab yang digunakan untuk mengecek adanya
pendarahan tersembunyi/mikro pada feses
5. Papil atrophy Keadaan dimana permukaan lidah menjadi licin dan
mengkilat karena papil lidah yang mengecil
6. Cheilitis Peradangan pada permukaan bibir
7. Koilonychia Distrofi kuku jari dengan kuku menjadi tipis dan cekung,
dengan tepi meninggi
8. Limfadenopati Pembengkakan yang terjadi pada kelenjar limfe
9. RDW RBC distribution width : perbedaan ukuran / luas dari
eritrosit yang dinilai pada histogram
10. MCV Mean corpuscular volume adalah pemeriksaan darah yang
menunjukan volume rata-rata suatu sel darah merah
dibandingkan dengan volume sel darah merah kesuluruhan
dalam darah
11. MCH Mean corpuscullar hemoglobin adalah bobot hb yang
terkandung dalam eritrosit tanpa memperhatikan ukuran
eritrosit
12. Anisocytosis Adanya eritrosit didalam darah dengan ukuran yang
bervariasi
13. Hypocrome
microsyter
Suatu keadaan kekurangan besi dalam tubuh yang
mengakibatkan pembentukan eritrosit/sel darah merah
mengalami ketidakmatangan
14. Poikilocytosis Adanya eritrosit dengan keragaman bentuk yang abnormal
didalam darah
15. Ferritin Kopmleks besi apoferitin, yang merupakan bentuk utama
5
penyimpanan besi dalam tubuh
II. IDENTIFIKASI MASALAH
NO KALIMAT CONCERN
1. Mrs. A a 60 year old woman,came to Moh Hosein
Hospital with chief complain of weakness.
VVVV
2. She also had palpitation, chepalgia and Epigastric
Pain. She has also complain her knee and. The
defection sometimes blood occolt.
VVV
3. she always taken NSAID since 4 years ago VV
4. Physical examination :Weight: 45 kg, height: 155cmGeneral appearance: pale, fatiqueVital sign: HR: 110 x/menit, RR: 28 x/menit, temp: 360C, BP: 100/70mmHgHead: cheilitis positive, tounge: papil atrophyNo lymphadenopathyAbdomen: epigastric pain (+), liver and spleen non palpableExtremitties: koilonychia negative
V
5. Laboratory:Hb 6 g/dL, Ht 20 vol% RBC 2.500.000/mm3 WBC
7.000/mm3, trombosit 460.000/mm3, RDW 20% MCV:
62 fl, MCH n: 23pg )
Blood smear: anisocytosis, hypochrome microcyter,
poikilocytosis
Faeces : blood occult (+)
V
6. Additional examination:
Serum iron is 12 mikrogram/dL
Total iron binding capacity is 480 mikrogram/dL
Ferritin is 9 ng/dL
V
6
III. ANALISIS MASALAH
1. Mrs. A a 60 year old woman,came to Moh Hosein Hospital with chief complain of
weakness.
a. Apa hubungan usia, jenis kelamin dengan keluhan?
Martoatmojo dkk memperkirakan prevalensi ADB di Indonesia adalah 16-
50% pada laki-laki, 25-84% pada perempuan tidak hamil, dan 46-92% pada
perempuan hamil. Untuk usia, biasanya pada usia produktif.
b. Apa penyebab dan mekanisme lemah pada kasus?
Penyebab: Anemia
Mekanisme: Pengguanaan NSAID jangka panjang gangguan traktus
gastrointestuinal kerusakan mukosa saluran pencernaan menyebabkan
perdarahanAnemia berkurangnya pasokan oksigen keseluruh jaringan tubuh
pembentukan ATP juga terganggu (berkurang) sehingga tubuh menjadi lemah.
2. She also had palpitation, chepalgia and Epigastric Pain. She has also complain her
knee and. The defection sometimes blood occolt.
a. Bagaimana penyebab dan mekanisme?
- Palpitation
Pada kasus, palpitasi terjadi karena adanya sirkulasi berupa anemia defisiensi
besi yang disebabkan oleh perdarahan gastrointestinal yang terjadi secara
kronik, dimana jumlah besi menurun untuk terjadinya proses eritropoesis.
Sehingga kadar hemoglobin menurun. Tubuh menjadi kekurangan oksigen.
Tubuh beradaptasi dengan cara meningkatkan kecepatan aliran darah (curah
jantung) untuk meningkatkan pengiriman oksigen ke jaringan. Peningkatan
beban kerja dan curah jantung menyebabkan terjadinya palpitasi.
- Chepalgia
Hemoglobin tidak dapat berfungsi dengan baik sebagai transporter oksigen
dalam tubuh Hipoksia Vasodilatasi serebral (untuk mempertahankan
perfusi jaringan) Peningkatan tekanan darah dalam pemompaan jantung
Peningkatan tekanan dirasakan oleh stretch receptor di pembuluh darah
Sinyal nyeri di interpretasi oleh otak Cephalgia.
7
- Nyeri epigastrik
Penyebab: Konsumsi NSAID jangka panjang
Mekanisme: Mrs. A mengkonsumsi NSAID jangka panjang (4 tahun) yang
dapat menginduksi tukak lambung → nyeri epigastrik.
- Feses berdarah
Anemia menyebabkan Suplai O2 ke Jaringan ↓ Hipoksia jaringan
Metabolisme energi terganggu Perubahan pembentukan ATP Energi
yang dihasilkan ↓ Kelemahan fisik/ mudah lelah kemudian terjadi
kompensasi dengan timbulnya palpitasi.
b. Bagaimana hubungan antar gejala?
Penggunaan NSAID 4 tahun produksi prostaglandin menurun perdarahan
ulkus kronik (manifest melena) nyeri pada epigastrik disertai anemia defisiensi
besi penurunan massa sel darah merah yang signifikan, disertai penurunan
kapasitas darah hemoglobin dalam darah dan disertai penurunan kapasitas darah
untuk membawa oksigen Hipotensi aliran darah berkurang jantung
melakukan kompensasi dengan meningkatkan kerja jantung stroke volume
meningkat cardiac output meningkat takikardi palpitasi
Penurunan massa sel darah merah yang signifikan, disertai penurunan kapasitas
darah hemoglobin dalam darah dan disertai penurunan kapasitas darah untuk
membawa oksigen ke otak pembuluh darah di area kepala melebar sakit
kepala (cephalgia)
3. she always taken NSAID since 4 years ago
a. bagaimana farmakologi dari NSAID?
Terlampir pada sintesis masalah
b. Bagaimana hubungan NSAID dengan keluhan pada kasus?
Prostaglandin merupakan senyawa yang disintesis di mukosa lambung yang
melindungi fungsi fisiologis tubuh seperti ginjal, homeostasis,mukosa lambung.
Sehingga perdarahan kronis dari saluran cerna terjadi (merusak barrier mucus
lambung)perdarahannyeri epigastrik akan menimbulkan defisiensi besi.
Karena perdarahan di saluran cerna sehingga ditemukan darah di feses (fecal
occult blood)
8
perdarahan kronikpenurunan fungsi mioglobin,enzim sitokrom dan
gliserofosfat oksidasegg. Glikolisispenumpukan laktat sehingga
mempercepat kelelahan ototkelemahan dan kelelahan jika terus berlangsung
atau karena kehilangan darahbesi di tubuh menurungg. Pembentukan
hbsuplai oksigen ke jaringan kuranglemah ( anaerob)
c. Apa efek samping penggunaan NSAID jangka panjang?
Lambung/saluran cerna (ulserasi,perdarahan,stomatitis)
Hati (sindrom reye, kerusakan hepatoseluler)
Ginjal ( gagal ginjal mendadak,hipertensi,retensi cairan,hiperkalemia)
Kulit (erupsi bulosa,fotosensitifitas,urtikaria)
Susunan saraf pusat ( sakit kepala,mual)
Darah (anemia aplastik, anemia hemolitik, defisiensi besi,neutropenia)
Paru-paru ( edema paru, bronkospasme)
Sistemik ( reaksi anafilati)
Kardiovaskular (palpitasi dan tekanan darah tinggi)
4. Physical examination :
Weight: 45 kg, height: 155cm
General appearance: pale, fatique
Vital sign: HR: 110 x/menit, RR: 28 x/menit, temp: 360C, BP: 100/70mmHg
Head: cheilitis positive, tounge: papil atrophy
No lymphadenopathy
Abdomen: epigastric pain (+), liver and spleen non palpable
Extremitties: koilonychia negative
a. Bagaimana interpretasi dan mekanisme abnormal dari?
Pemeriksaan skenario Normalnya mekanisme abnormal
IMT 18,7 18-25 normal
Keadaan
umum
Pucat, lesu (-) Anemia RBC vasokontriksi
pemb darah perifer pucat
Hb menurun O2 menurun lesu
HR 110 x/menit 60-100 x/menit Takikardi
9
Kompensasi untuk mendapatkan oksigen.
Pada anemia def. Besi pembentukan hb
berkurang, sehingga oksigen berikatan
dengan hb juga berkurang.
RR 28 x/menit 16-24 x/menit Takipneu
Suhu 36,6 36,5-37,5 normal
BP 100/70 mmHg 90-130/70-90
mmHg
Normal
Kepala Cheilitis (+) Defisiensi Fe→aktivitas enzim yang
mengandung besi pada epitel
menurun→fungsi dalam melindungi
mukosa terhadap infeksi rendah→mudah
terjadi peradangan pada mukosa bibir
Papil lidah atrofi (-) Anemia Suplai darah ke papil ↓
papil atrophy
No
limphadenopath
y
(-) normal
Abdomen Nyeri epigastrik (-) NSAID tukak lambung nyeri
Liver dan spleen
tidak bisa
dipalpasi
Tidak bisa
dipalpasi
normal
Ekstremitas Koilinikia (-) (-) normal
5. Pemeriksaan Lab
Hb 6 g/dL, Ht 20 vol% RBC 2.500.000/mm3 WBC 7.000/mm3, trombosit 460.000/mm3,
RDW 20% MCV: 62 fl, MCH n: 23pg )
Blood smear: anisocytosis, hypochrome microcyter, poikilocytosis
Faeces : blood occult (+)
10
a. Bagaimana interpretasi dan mekanisme abnormal?
Pemeriksaan skenario Normalnya mekanisme abnormal
Hemoglobin 6 g/dL 12-15 g/Dl Menurun, karena anemia
Hematokrit 20vol% 37-43 vol% Menurun, eritrosit dlm darah menurun
Red Blood
Cell
2.500.000/mm3 4.200.0000-
5.400.000/mm3
Eritropenia, Penggunaan NSAID jangka
panjang menyebabkan kerusakan mukosa
saluran cerna dan mengakibatkan
perdarahan
White
Blood Cell
7.000/mm3 4000–10000/
mm3
Normal
Trombosit 480.000/mm3 150.000-
450.000/mm3
Meningkat, Anemia defisiensi besi,
perdarahan umumnya meyebabkan
terjadinya peningkatan pelepasan sitokin
sebagai respon terhadap infeksi,
inflamasi, vaskulitis, dan faktor lain.
Trombopoetin(TPO) dan interleukin 6,
suatu sitokin primer untuk pembentukan
trombosit,akan meningkat sebagai respon
awal dan merangsang produksi trombosit.
RDW 20% 11-15% Meningkat, perdarahan Fe ↓
cadangan Fe sedikit eritropoesis
terganggu ukuran sel darah berbeda
MCV 62fl 70-100fl Mikroster hipokorom, Peradarahan →
kehilangan besi sehingga → cadangan
besi menjadi kosong sama sekali,
penyediaan besi untuk eritropoesis
berkurang → gangguan pada bentuk
eritrosit dan kadar hemoglobin mulai
menurun → anemia hipokromik
mikrositer.
MCH 23 pg 27-31 pg
Blood smear anisositosis (-) Peradarahan → kehilangan besi sehingga
→ cadangan besi menjadi kosong sama
sekali, penyediaan besi untuk eritropoesis
Hipokrom
mikrositer
(-)
11
berkurang → gangguan pada bentuk
eritrosit dan kadar hemoglobin mulai
menurun → anemia hipokromik
mikrositer.
poikilositosis (-)
Feses Blood occult (-) NSAID tukak lambung perdarahan
GI
6. Pemeriksaan tambahan
Serum iron is 12 µg/dL
Total iron binding capacity is 480 µg/dL
Ferritin is 9 ng/dL
a. Bagaimana interpretasi dan mekanisme abnormal?
Pemeriksaan skenario Normalnya mekanisme abnormal
Serum besi 12 µg/dL 50-150 µg/dL pendarahan menahun kehilangan
besi cadangan besi makin menurun
TIBC 480 µg/dL 240-360µg/dl defisiensi besi tubuh besi terikat dgn
transferin↓ kapasitas angkut transferin
meningkat untuk memulihkan kembali
keadaan.
Ferritin 9ng/dL Sama dgn serum besi
b. Bagaimana fisiologi besi dalam tubuh?
Besi yang diserap usus setiap hari berkisar antara 1-2 mg, ekskresi besi terjadi
dalam jumlah yang sama melalui eksfoliasi epitel. Besi dari usus dalam bentuk
transferin akan bergabung dengan besi yang dimobilisasi dari makrofag dalam
sumsum tulang sebesar 22mg untuk dapat memenuhi kebutuhan eritropoiesis
sebanyak 24 mg perhari. Eritrosit yang terbentuk secara efektif yang akan beredar
melalui sirkulasi memerlukan besi 17 mg, sedangkan besi sebesar 7 mg akan
dikembalikan ke makrofag karena terjadinya eritrpoiesis inefektif (hemolisis
intramedular). Besi yang terdapat pada eritrosit yang beredar, setelah mengalami
proses penuaan juga akan dikembalikan ke dalam makrofag sumsum tulang
sebesar 17 mg. Sehingga dapat dilihat sebagai suatu lingkaran tertutup.
12
Zat besi memegang peranan penting dalam metabolisme oksigendengan
pembentukan Hb nya. Di dalam tubuh, zat besi didapatkan dalam bentuk ferrous
(Fe2+) atau ferri (Fe3+).
Ferrous yang berikatan dengan protopofirin IX akan membentuk kompleks heme.
Heme akan terbentuk menjadi hemoglobin (untuk transportasi oksigen),
myoglobin (penyimpanan oksigen) dan enzim katalisis seperti NOS dan COX.
Zat besi dikonsumsi dari makanan akan diserap di duodenum. Ferri akan
direduksi menjadi ferrous dan akan ditransportasikan ke dalam sel melalui
DMT1. Zat besi ini dapat disimpan dalam bentuk ferritin atau diedarkan ke
sirkulasi dengan bantuan transportasi protein ferroportin. Sebelum diedarkan
dalam sirkulasi, ferro dioksidasi menjadi ferri oleh hephaestin. Di dalam sirkulasi,
ferri akan melewati hepar dalam bentuk transferrin dan disimpan di sana. Tempat
pembentukan heme yang utama adalah sumsum tulang.
Zat besi yang berasal dari makanan berbentuk non-heme dan heme. Non-heme
dipresentasikan dalam bentuk ferri sehingga harus direduksi menjadi ferro
terlebih dahulu oleh ferrireduktase.
13
Tempat penyimpanan zat besi yang utama adalah di hepatosit, dalam bentuk
transferrin. Transferrin akan diambil dari darah oleh hepatosit apabila ia berikatan
dengan reseptornya. Transferrin akan disimpan dalam hepatosit sebagai cadangan zat
besi dan dikeluarkan lagi ke sirkulasi sewaktu diperlukan.
Ferritin adalah protein yang digunakan untuk penyimpanan zat besi secara
intraselular. Ferritin tanpa zat besi disebut apoferritin. Tempat penyimpanan zat besi
selain dari hepatosit adalah, otot skelet dan sel retikuloendotelial. Apabila terdapat
kelebihan ferritin, zat besi akan didepositkan sebagai hemosiderin.
IV. HIPOTESIS : Mrs A 60 tahun mengalami anemia defisiensi besi
1. Bagaimana cara mendiagnosis pada kasus?
Untuk menegakkan diagnosis anemia defisiensi besi harus dilakukan anamnesis
dan pemeriksaan fisis yang teliti disertai pemeriksaan laboratorium yang tepat.
Terdapat tiga tahap diagnosis ADB.
Tahap pertama adalah menentukan adanya anemia dengan mengukur kadar
hemoglobin atau hematokrit. Titik pemilah anemia tergantung kriteria yang
dipilih, apakah kriteria WHO atau kriteria klinik. Tahap kedua adalah
memastikan adanya defisiensi besi, sedangkan tahap ketiga adalah menentukan
penyebab dari defisiensi besi yang terjadi.
14
Feritin serum merupakan indikator yang terbaik untuk menilai interfensi besi dan
deplesi besi. WHO merekomendasikan konsentrasi konsentrasi feritin < 12 ug/l
mengindikasikan deplesi cadangan besi pada anak-anak < 5 tahun, dan nilai < 15
ug/l mengindikasikan deplesi cadangan besi pada umur > 5 tahun. Tetapi feritin
merupakan protein fase akut sehingga nilainya meningkat pada keadaan
inflamasi. Pengukuran protein fase akut yang berbeda dapat membantu
menginterpretasi nilai serum feritin, jika konsentrasi protein fase akut ini
meningkat menandakan dijumpai inflamasi. Anemia adalah keadaan dimana
massa eritrosit dan/atau massa hemoglobin yang beredar di sirkulasi tidak dapat
memenuhi fungsinya untuk menyediakan oksigen bagi jaringan tubuh.
2. Apa pemeriksaan penunjang?
Pemeriksaan Laboratorium
1. Hemoglobin (Hb)
Hemoglobin adalah parameter status besi yang memberikan suatu ukuran
kuantitatif tentang beratnya kekurangan zat besi setelah anemia berkembang.
Pada pemeriksaan dan pengawasan Hb dapat dilakukan dengan menggunakan
alat sederhana seperti Hb sachli, yang dilakukan minimal 2 kali selama
kehamilan, yaitu trimester I dan III.
2. Penentuan Indeks Eritrosit
Penentuan indeks eritrosit secara tidak langsung dengan flowcytometri atau
menggunakan rumus:
a. Mean Corpusculer Volume (MCV)
MCV adalah volume rata-rata eritrosit, MCV akan menurun apabila
kekurangan zat besi semakin parah, dan pada saat anemia mulai
berkembang. MCV merupakan indikator kekurangan zat besi yang
spesiflk setelah thalasemia dan anemia penyakit kronis disingkirkan.
Dihitung dengan membagi hematokrit dengan angka sel darah merah.
Nilai normal 70-100 fl, mikrositik < 70 fl dan makrositik > 100 fl.
15
b. Mean Corpuscle Haemoglobin (MCH)
MCH adalah berat hemoglobin rata-rata dalam satu sel darah merah.
Dihitung dengan membagi hemoglobin dengan angka sel darah merah.
Nilai normal 27-31 pg, mikrositik hipokrom < 27 pg dan makrositik >
31 pg.
c. Mean Corpuscular Haemoglobin Concentration (MCHC)
MCHC adalah konsentrasi hemoglobin eritrosit rata-rata. Dihitung
dengan membagi hemoglobin dengan hematokrit. Nilai normal 30-35%
dan hipokrom < 30%.
3. Pemeriksaan Hapusan Darah Perifer
Pemeriksaan hapusan darah perifer dilakukan secara manual. Pemeriksaan
menggunakan pembesaran 100 kali dengan memperhatikan ukuran, bentuk inti,
sitoplasma sel darah merah. Dengan menggunakan flowcytometry hapusan
darah dapat dilihat pada kolom morfology flag.
4. Luas Distribusi Sel Darah Merah (Red Distribution Wide = RDW)
Luas distribusi sel darah merah adalah parameter sel darah merah yang masih
relatif baru, dipakai secara kombinasi dengan parameter lainnya untuk
membuat klasifikasi anemia. RDW merupakan variasi dalam ukuran sel merah
untuk mendeteksi tingkat anisositosis yang tidak kentara. Kenaikan nilai RDW
merupakan manifestasi hematologi paling awal dari kekurangan zat besi, serta
lebih peka dari besi serum, jenuh transferin, ataupun serum feritin. MCV
rendah bersama dengan naiknya RDW adalah pertanda meyakinkan dari
kekurangan zat besi, dan apabila disertai dengan eritrosit protoporphirin
dianggap menjadi diagnostik. Nilai normal 15 %.
5. Eritrosit Protoporfirin (EP)
EP diukur dengan memakai haematofluorometer yang hanya membutuhkan
beberapa tetes darah dan pengalaman tekniknya tidak terlalu dibutuhkan. EP
naik pada tahap lanjut kekurangan besi eritropoesis, naik secara perlahan
setelah serangan kekurangan besi terjadi. Keuntungan EP adalah stabilitasnya
dalam individu, sedangkan besi serum dan jenuh transferin rentan terhadap
16
variasi individu yang luas. EP secara luas dipakai dalam survei populasi
walaupun dalam praktik klinis masih jarang.
6. Besi Serum (Serum Iron = SI)
Besi serum peka terhadap kekurangan zat besi ringan, serta menurun setelah
cadangan besi habis sebelum tingkat hemoglobin jatuh. Keterbatasan besi
serum karena variasi diurnal yang luas dan spesitifitasnya yang kurang. Besi
serum yang rendah ditemukan setelah kehilangan darah maupun donor, pada
kehamilan, infeksi kronis, syok, pireksia, rhematoid artritis, dan malignansi.
Besi serum dipakai kombinasi dengan parameter lain, dan bukan ukuran mutlak
status besi yang spesifik.
7. Serum Transferin (Tf)
Transferin adalah protein tranport besi dan diukur bersama -sama dengan besi
serum. Serum transferin dapat meningkat pada kekurangan besi dan dapat
menurun secara keliru pada peradangan akut, infeksi kronis, penyakit ginjal
dan keganasan.
8. Transferrin Saturation (Jenuh Transferin)
Jenuh transferin adalah rasio besi serum dengan kemampuan mengikat besi,
merupakan indikator yang paling akurat dari suplai besi ke sumsum tulang.
Jenuh transferin dapat diukur dengan perhitungan rasio besi serum dengan
kemampuan mengikat besi total (TIBC), yaitu jumlah besi yang bisa diikat
secara khusus oleh plasma.
9. Serum Feritin
Serum feritin adalah suatu parameter yang terpercaya dan sensitif untuk
menentukan cadangan besi orang sehat. Serum feritin secara luas dipakai dalam
praktek klinik dan pengamatan populasi. Serum feritin < 12 ug/l sangat spesifik
untuk kekurangan zat besi, yang berarti kehabisan semua cadangan besi,
sehingga dapat dianggap sebagai diagnostik untuk kekurangan zat besi.
Serum feritin adalah reaktan fase akut, dapat juga meningkat pada inflamasi
kronis, infeksi, keganasan, penyakit hati, alkohol. Serum feritin diukur dengan
mudah memakai Essay immunoradiometris (IRMA), Radioimmunoassay
(RIA), atau Essay immunoabsorben (Elisa).
17
Pemeriksaan Sumsum Tulang
Masih dianggap sebagai standar emas untuk penilaian cadangan besi, walaupun
mempunyai bebilai jumlah hemosiderin dalam sel-sel retikulum. Tanda
karakteristik dari kekurangan zat besi adalah tidak ada besi retikuler.
Keterbatasan metode ini seperti sifat subjektifnya sehingga tergantung keahlian
pemeriksa, jumlah struma sumsum yang memadai dan teknik yang
dipergunakan. Pengujian sumsum tulang adalah suatu teknik invasif, sehingga
sedikit dipakai untuk mengevaluasi cadangan besi dalam populasi umum.
Feses : Telur cacing Ankilostoma duodenale / Necator americanus.
Pemeriksaan lain
endoskopi, kolonoskopi, gastroduodenografi, colon in loop, pemeriksaan
ginekologi.
3. Apa DD pada kasus?
Anemia
defisiensi besi
Anemia karena
penyakit kronik
Trait
thalasemia
Anemia
sideroblastik
Lemah + + + +
Anemia Ringan-berat ringan Ringan Ringan - berat
MCV menurun Menurun/N menurun Menurun/N
MCH menurun Menurun/N menurun Menurun/N
Elektroforesis
hb
N N Hb A2 dan
Hb.F
menurun
N
Besi serum menurun menurun N/meningkat N/meningkat
TIBC meningkat menurun N/meningkat N/menurun
Saturasi
transferin
menurun menurun meningkat meningkat
Cad.besi
sumsun tulang
- + + kuat + dan cincin
sideroblast
Serum feritin menurun normal meningkat meningkat
Protoporfirin
eritrosit
meningkat meningkat normal normal
Target sel + + - -
18
Basophilic
stippling
+ - - -
4. Apa diagnosa kerja pada kasus?
Anemia defisiensi besi karena mengalami perdarahan yang disebabkan konsumsi obat
NSAID dalam waktu yang lama.
5. Apa definisi diagnosa pada kasus?
Anemia didefinisikan sebagai penurunan jumlah massa eritrosit dan/atau massa
hemoglobin sehingga tidak dapat memenuhi fungsinya untuk membawa oksigen
dalam jumlah cukup ke jaringan perifer (penurunan oxygen carrying capacity).
6. Apa etiologi pada kasus?
1. Kehilangan besi sebagai akibat perdarahan menahun.
a. Saluran cerna
Tukak peptik, pemakaian salisilat atau NSAID, kanker lambung, kanker
kolon, divertikulosis, hemoroid dan infeksi cacing tambang.
b. Saluran genitalia perempuan: menorrhagia
c. Saluran kemih: hematuria
d. Saluran napas: hemoptoe
2. Faktor nutrisi.
Kurangnya jumlah besi total dalam makanan atau kualitas besi tidak baik
(makanan banyak serat, rendah vitamin C dan rendah daging).
3. Kebutuhan besi meningkat.
Pada prematuritas, anak dalam masa pertumbuhan dan kehamilan.
4. Gangguan absorbsi besi.
Gastrektomi, tropical sprue atau kolitis kronik.
5. Besi yang dibutuhkan laki-laki dewasa sekitar 5-10 mg/hari, sedangkan pada
wanita mencapai7-20 mg/hari. Pada wanita hamil, kebutuhan dapat meningkat
hingga 30 mg/hari.
7. Apa epidemiologi pada kasus?
Martoatmojo et al memperkirakan ADB pada laki-laki 16-50% dan 25-984% pada perempuan tidak hamil. Perempuan hamil merupakan segmen penduduk yang paling rentan pada ADB. Di Bali didapatkan prevalensi anemia sebesar 50%
19
dengan 75% anemia disebabkan oleh defisiensi besi. Dalam suatu survey pada 42 desa di Bali yang melibatkan 1684 perempuan hamil didapatkan prevalensi ADB sebesar 46%, sebagian besar derajat anemia ringan. Faktor resiko yang dijumpa adalah tingka pendidikan dan kepatuhan meminum pil zat besi.Di Amerika Serikat, berdasarkan survey gizi (NHANES III) tahun 1988 sampai tahun 1994, defisiensi besi dijumpai kurang dari 1% pada laki-laki dewasa berumur kurang dari 50 tahun. 2-4% pada laki-laki dewasa berumur lebih dari 50 tahun, dan 5-7% pada perempuan pascamenopouse.
8. Apa faktor resiko pada kasus?
a. Usia.
Bayi. Persediaan besi kurang karena berat badan lahir rendah, prematur atau
lahir kembar, susu formula rendah besi, tidak mendapat makanan tambahan,
pertumbuhan cepat dan ibu mengalami anemia selama kehamilan.
Satu sampai 2 tahun. Asupan besi kurang karena tidak mendapat makanan
tambahan, kebutuhan meningkat karena infeksi berulang atau malabsorbsi.
Dua sampai 5 tahun. Asupan besi kurang karena jenis makanan kurang
mengandung besi heme, kebutuhan meningkat karena infeksi berulang, atau
kehilangan berlebihan karena perdarahan.
Usia 5 tahun sampai remaja. Kehilangan berlebihan, misalnya infeksi
parasit.
Remaja sampai dewasa. Pada wanita antara lain karena menstruasi.
b. Sosial ekonomi rendah.
c. Kegemukan. Anak dengan kegemukan cenderung terjadi penurunan aktifitas
sehingga pemecahan mioglobin berkurang yang akan mengakibatkan
penurunan pelepasan besi, juga cenderung terjadi pembatasan diet yang kaya
akan kandungan besi, misalnya daging. Pada anak perempuan yang gemuk
akan terjadi pertumbuhan yang lebih cepat dan maturitas pada usia yang lebih
dini, yang menyebabkan kebutuhan zat besi semakin meningkat.
d. Vegetarian. Vegetarian akan menghindari konsumsi zat makanan dari sumber
hewani misalnya daging, ikan, unggas yang kaya zat besi. Sebaliknya mereka
mengkonsumsi zat makanan yang berasal dari tumbuh-tumbuhan yang kaya
selulosa yang merupakan penghambat penyerapan besi non heme.
9. Apa patogenesis pada kasus?
20
Perdarahan menahun menyebabkan kehilangan besi sehingga cadangan besi makin menurun, keadaan ini disebut iron depleted state atau negative iron balance. Keadaan ini ditandai oleh penurunan kadar feritin serum, peningkatan absorbsi besi dalam usus, serta pengecatan besi dalam sumsum tulang negatif. Apabila kekurangan besi berlanjut terus, maka cadangan besi menjadi kosong sama sekali, penyediaan besi untuk eritropoesis berkurang sehingga menimbulkan gangguan pada bentuk eritrosit, tetapi anemia secara klinis belum terjadi. Keadaan ini disebut sebagai: iron deficient erythropoiesis. Pada fase ini, kelainan pertama yang dijumpai adalah peningkatan kadar free protophorphyrin atau zinc protophorphyrin dalam eritrosit. Saturasi transferin menurun dan total iron binding capacity (TIBC) meningkat. Akhir-akhir ini, parameter yang sangat spesifik ialah peningkatan reseptor transferin dalam serum. Apabila jumlah besi menurun terus, maka eritropoesis semakin terganggu sehingga kadar hemoglobin mulai menurun, akibatnya timbul anemia hipokromik mikrositer, disebut sebagai iron deficiency anemia.
10. Apa manifestasi klinis pada kasus?
a. Gejala umum dari anemia itu sendiri, yang sering disebut sebagai sindroma
anemia yaitu merupakan kumpulan gejala dari anemia, dimana hal ini akan
tampak jelas jika hemoglobin dibawah 7 – 8 g/dl dengan tanda-tanda adanya
kelemahan tubuh, lesu, mudah lelah, pucat, pusing, palpitasi, penurunan daya
konsentrasi, sulit nafas (khususnya saat latihan fisik), mata berkunang-kunang,
telinga mendenging, letargi, menurunnya daya tahan tubuh, dan keringat
dingin.
b. Gejala dari anemia defisiensi besi: gejala ini merupakan khas pada anemia
defisiensi besi dan tidak dijumpai pada anemia jenis lainnya, yaitu:
1. koilonychia/ spoon nail/ kuku sendok dimana kuku berubah jadi rapuh,
bergaris-garis vertikal dan jadi cekung sehingga mirip sendok.
2. Atropi papil lidah. Permukaan lidah tampak licin dan mengkilap disebabkan
karena hilangnya papil lidah.
3. Stomatitis angularis/ inflamasi sekitar sudut mulut.
4. Glositis
5. Pica/ keinginan makan yang tidak biasa
6. Disfagia merupakan nyeri telan yang disebabkan `pharyngeal web`
7. Atrofi mukosa gaster.
8. Sindroma Plummer Vinson/ Paterson kelly ini merupakan kumpulan gejala
dari anemia hipokromik mikrositik, atrofi papil lidah dan disfagia.
21
11. Bagaimana penatalaksanaan pada kasus?
1. Terapi Besi Oral : efektif, lebih aman, dan dari segi ekonomi preparat ini
lebih murah. Preparat yang tersedia berupa:
Ferro Sulfat : merupakan preparat pilihan pertama karena paling
murah dan efektif, dengan dosis 3 x 200 mg, diberikan saat perut
kosong [sebelum makan]. Jika hal ini memberikan efek samping
misalkan terjadi mual, nyeri perut, konstipasi maupun diare maka
sebaiknya diberikan setelah makan/ bersamaan dengan makan atau
menggantikannya dengan preparat besi lain.
Ferro Glukonat: merupakan preparat dengan kandungan besi lebih
rendah daripada ferro sulfat. Harga lebih mahal tetapi efektifitasnya
hampir sama.
Ferro Fumarat, Ferro Laktat.
Waktu pemberian besi peroral ini harus cukup lama yaitu untuk
memulihkan cadangan besi tubuh kalau tidak, maka anemia sering
kambuh lagi. Berhasilnya terapi besi peroral ini menyebabkan
retikulositosis yang cepat dalam waktu kira-kira satu minggu dan
perbaikan kadar hemoglobin yang berarti dalam waktu 2-4 minggu,
dimana akan terjadi perbaikan anemia yang sempurna dalam waktu 1-3
bulan. Hal ini bukan berarti terapi dihentikan tetapi terapi harus
dilanjutkan sampai 6 bulan untuk mengisi cadangan besi tubuh. Jika
pemberian terapi besi peroral ini responnya kurang baik, perlu dipikirkan
kemungkinan – kemungkinannya sebelum diganti dengan preparat besi
parenteral. Beberapa hal yang menyebabkan kegagalan respon terhadap
pemberian preparat besi peroral antara lain perdarahan yang masih
berkelanjutan (kausanya belum teratasi), ketidak patuhan pasien dalam
minum obat (tidak teratur) dosis yang kurang, malabsorbsi, salah
diagnosis atau anemia multifaktorial.
2. Parenteral
Indikasi pemeberiaan besi parenteral : (1) intoleransi terhadap pemberian
besi oral ; (2) kepatuhan terhadap obat yang rendah ; (3) gagngguan
pencernaan seperti colitis ulseratif yang dpat kambuh jika diberikan besi;
(4) penyerapan besi terganggu, seperti misalnya pada gastrektomi ; (5)
22
kehilangan darah banyak pada hereditary hemorrhagic teleangiectasia;
(6) kebeutuhan besi yang cepat, misalnya pada ibu kehamilan trisemester
ketiga atau sebelum operasi; (7) difisiensi besi fungsional relative akibat
pemberian eritropoetin pada anemia gagal ginjal kronik atau anemia
akibat penyakit krnik.
Ada beberapa contoh preparat besi parenteral: - Besi Sorbitol Sitrat
(Jectofer) Pemberian dilakukan secara intramuscular dalam dan dilakukan
berulang. - Ferri hidroksida-sucrosa (Venofer) Pemberian secara intravena
lambat atau infus. Beberapa efek samping yang dapat ditimbulkan dari
pemberian besi parenteral meliputi nyeri setempat dan warna coklat pada
tempat suntikan, flebitis, sakit kepala, demam, artralgia, nausea, vomitus,
nyeri punggung, flushing, urtikaria, bronkospasme, dan jarang terjadi
anafilaksis dan kematian.
c. Pengobatan lain
1. Diet: perbaikan diet sehari-hari yaitu diberikan makanan yang bergizi
dengan tinggi protein dalam hal ini diutamakan protein hewani.
2. Vitamin C: pemberian vitamin C ini sangat diperlukan mengingat vitamin
C ini akan membantu penyerapan besi. Diberikan dengan dosis 3 x
100mg.
3. Transfusi darah: pada anemia defisiensi besi ini jarang memerlukan
transfusi kecuali dengan indikasi tertentu.
12. Apa komplikasi pada kasus?
Gangguan jantung Kardiomegali hingga gagal jantung akibat jantung harus
bekerja lebih keras dalam memompa darah untuk memenuhi kebutuhan oksigen
sistemik.
Masalah kehamilan Berhubungan dengan kelhiran prematur dan berat bayi
lahir rendah
23
Dosis besi parenteral Kebutuhan besi [mg]= (15-Hb sekarang) x BB x 2,4 + 500 atau 100 mg
Masalah pertumbuhan Pada bayi dan anak anak defiensi besi dapat
menyebabkan gangguan pertumbuhan disertai dengan resiko lebih rawan terkena
infeksi.
13. Bagaimana pencegahan pada kasus?
Pendidikan kesehatan : penyuluhan gizi untuk mendorong konsumsi makanan
yang membantu absorbsi besi
Pemberian penghambat pompa proton sebelum penggunaan NSAID untuk
mencegah erosi mukosa lambung
Suplementasi besi
Forfikasi bahan makanan dengan besi yaitu mencampurkan besi pada bahan
makanan
14. Bagaimana prognosis pada kasus?
Quo ad vitam: Bonam
Quo ad fungsionam: Bonam
15. Apa SKDI pada kasus?
Anemia defisiensi Fe : Tingkat Kemampuan 4A
Tingkat Kemampuan 4: mendiagnosis, melakukan penatalaksanaan secara mandiri
dan tuntas
V. SINTESIS MASALAH
1. HEMATOPOESIS
Hematopoiesis merupakan proses pembentukan komponen sel darah, dimana terjadi
proliferasi, maturasi dan diferensiasi sel yang terjadi secara serentak.
Proliferasi sel menyebabkan peningkatan atau pelipatgandaan jumlah sel, dari satu sel
hematopoietik pluripotent menghasilkan sejumlah sel darah. Maturasi merupakan
proses pematangan sel darah, sedangkan diferensiasi menyebabkan beberapa sel darah
yang terbentuk memiliki sifat khusus yang berbeda-beda.
Proses yang terjadi bisa lebih jelas dilihat melalui gambar di bawah ini :
24
Hematopoiesis pada manusia terdiri atas beberapa periode :
1. Mesoblastik
Dari embrio umur 2 – 10 minggu. Terjadi di dalam yolk sac. Yang dihasilkan
adalah HbG1, HbG2, dan Hb Portland.
2. Hepatik
Dimulai sejak embrio umur 6 minggu terjadi di hati Sedangkan pada limpa
terjadi pada umur 12 minggu dengan produksi yang lebih sedikit dari hati.
Disini menghasilkan Hb.
3. Mieloid
Dimulai pada usia kehamilan 20 minggu terjadi di dalam sumsum tulang,
kelenjar limfonodi, dan timus. Di sumsum tulang, hematopoiesis berlangsung
seumur hidup terutama menghasilkan HbA, granulosit, dan trombosit. Pada
kelenjar limfonodi terutama sel-sel limfosit, sedangkan pada timus yaitu
limfosit, terutama limfosit T.
Beberapa faktor yang mempengaruhi proses pembentukan sel darah di antaranya
adalah asam amino, vitamin, mineral, hormone, ketersediaan oksigen, transfusi
darah, dan faktor- faktor perangsang hematopoietik.
25
Organ yang Berperan :
1. Sumsum Tulang (Born Marrow)
o Sumsum merah --> aktif hematopoiesis
o Kuning ≠ aktif (Sel endotel, retikulum, lemak)
Sel endotel --> Eritrosit
Retikulum --> Granulosit
2. Kelenjar Getah Bening (Nodulus Limfaticus)
Jarinagn Limfa --> Limfosit
3. Lien, fungsi :
a. Proliferasi Limfosit
b. Destruksi limfosit yag tak terpakai
4. Gaster / Lambung
Menyediakan faktor-faktor intrinsik (Vit. B12) --> membantu pematangan
sel darah. Asam lambung mempermudah absorbsi Fe di dalam darah.
5. Hepar
• Perombakan pigmen empedu
• Depo Vit. B12
• Detosifikasi
• Proses Pembentukan Darah
6. Eritropoietin
Hormon yang terdapat di dalam ginja lsehingga segala penyakit ginjal
terlebih yang berat akan berpengaruh terhadap hormon enteropoietin. Bila
hormon ini berkurang, eritrosit juga berkurang meskipun di temapt-tempat
produksi yang lain masih baik, tapi karena hormon tersebut diproduksi di
ginjal jadi tetap akan berkurang.
7. Kelenjar Endokrin
Mampu mempengaruhi perkembangan & pertumb. eritrosit
• Menstimulasi eritropoiesis : tipoid
• Hormon Esterogen : bersifat menghambat --> makin bayak makin
berkurang proses pembentukan eritrosit
26
8. Nutrisi
Makanan (KH, protein, lemak, vitamin, mineral, molekul, as. folat, dll)
Untuk maturasi/pematangan sel
9. RES (Retikulo Endotelia System)
Darah terbagi atas dua, yaitu :
1. PLASMA DARAH
Cairan yang terdiri dari 90% air. sebagai medium bagi bahan-bahan yang
dibawa oleh darah. plasma menyerap dan menyebarkan sebagian besar dari
panas yang dihasilkan oleh proses metabolisme dalam jaringan inorganik dan
organik.
2. SEL-SEL DARAH
a. Eritrosit, fungsi utamanya adalah pengangkutan oksigen dan dengan
tingkat yang lebih rendah yaitu karbondioksida, ion hidrogen dalam
darah. oksigen yang didalamnya terdapat hemoglobin.
Hemoglobin didalamnya terdapat dua bagian :
• globin : suatu protein yang terbentuk dari rantai poplitida yang
sangat berlipat-lipat
• gugus heme : empat gugus protein yang mengandung besi.
Pembentukan Eritrosit :
Turunan sel eritrosit menjadi sel induk pluripoten yang kemudian
berdiferensiasi menjadi proetoblas (sel dengan kromatin jarang, setengah
nucleolus dan sito.basofilik) membelah menjadi sel lebih kecil
menjadi eritoblas basofilik ( dengan cincin sitoplasma basofilik dan inti
yang lebih padat tanpa nukleous yang jelas), kemudian sel berubah
menjadi lebih kecil lagi yaitu eritoblas polikromatofilik(memperlihatkan
kurangnya ribosom basofilik dan peningkatan kadar hemoglobin
asidofilik didalam sitoplasmanya) dengan berlanjutnya diferensiasi sel
terus mengecil, pemadatan material inti dan sitoplasma eusinofilik yang
lebih beragam, yang disebut eritoblas ortokromatofilik (normoblas).
Setelah mengeluarkan intinya atau hilangnya inti dididalam
27
pembentukan eritrosit ini menjadi retikulosit. Sitoplasmanya kehilangan
ribosom dan berubah menjadi eritrosit matang.
b. Leukosit, sel darah putih yang mobile dalam system pertahanan imun
tubuh
Leukosit terbagi atas dua, yaitu :
• Granulosit, terbagi atas tiga lagi :
a. Neutrofil : jaringan ini mengandung bahan pemusnah
bakteri diluar sel. Sangat penting dalam respon
peradangan
b. Eusinofil : sel fagosit yang lemah, sering di produksi
dalam jumlah besar pada pasien infeksi parasit
c. Basofil : leukosit yang paling sedikit.. sama dengan sel
mast
• Agranulosit, sel yang tidak memiliki granula
Terbagi atas dua :
a. Monosit : berkembang menjadi fogosit professional
(makrofag). Sel yang muncul disumsum tulang yang
belum matang.
b. Limfosit : - limfosit B dan limfosit T
Pembentukan Leukosit
Pada sel turunan leukosit yaitu, sel induk ploripotenberdiferensiasi lagi
menjadi mioblas(sel kecil berinti besar, kromatin tersebar, tiga atau lebih
nucleolus), sel berkembang membesar yang mengandung granula
azurofilik menjadipromielosit(kromatin didalam inti yang lonjong
tampak tersebar dan jelas) lalu promiolosit ini membelah
menjadimielosit yang lebih kecil lalu berdiferensiasi lagi menjadi 3 jenis
granulosit yaitu :
· Mielosit eosinofilik à metamielosit eosinofilik à eosinofilik
· Mielosit basofilik à metamieolosit basofilik à basofilik
· Mielosit neutrofilik à metamielosit neutrofilik à neutrofilik
c. Trombosit
28
Pembentukan Trombosit
Megakarioblas (sel besar dengan sitoplasma homogeny basofilik yang
tidak mengandung granula spesifik. Mengandung banyak nukleous dan
memperlihatkan pola kromatin yang jarang) selama berdiferensiasi
megakarioblas menjadi sangat besar, intinya berlipat-lipat
menjadipromegakariosit lalu menjadi metamegakariosit dan kemudian
menjadi megakasiosit matang lalu terakhir trombosit.
2. NSAID
NSAID (Non Steroidal Anti Inflammatory Drugs) atau obat anti inflamasi non
steroid (AINS) adalah suatu kelompok obat yang berfungsi sebagai anti inflamasi,
analgetik dan antipiretik. NSAID merupakan obat yang heterogen, bahkan
beberapa obat sangat berbeda secara kimiawi. Walaupun demikian, obat-obat ini
ternyata memiliki banyak persamaan dalam efek terapi maupun efek samping.
Obat golongan NSAID dinyatakan sebagai obat anti inflamasi non steroid, karena
ada obat golongan steroid yang juga berfungsi sebagai anti inflamasi. Obat
golongan steroid bekerja di sistem yang lebih tinggi dibanding NSAID, yaitu
menghambat konversi fosfolipid menjadi asam arakhidonat melalui penghambatan
terhadap enzim fosfolipase.
Mekanisme Kerja
Gambar 1. Biosintesis prostaglandin
29
Sebagian besar efek terapi dan efek samping NSAID berdasarkan atas
penghambatan biosintesis prostaglandin (PG). Pada saat sel mengalami kerusakan,
maka akan dilepaskan beberapa mediator kimia. Di antara mediator inflamasi,
prostaglandin adalah mediator dengan peran terpenting. Enzim yang dilepaskan
saat ada rangsang mekanik maupun kimia adalah prostaglandin endoperoksida
sintase (PGHS) atau siklo oksigenase (COX) yang memiliki dua sisi katalitik. Sisi
yang pertama adalah sisi aktif siklo oksigenase, yang akan mengubah asam
arakhidonat menjadi endoperoksid PGG2. Sisi yang lainnya adalah sisi aktif
peroksidase, yang akan mengubah PGG2 menjadi endoperoksid lain yaitu PGH2.
PGH2 selanjutnya akan diproses membentuk PGs, prostasiklin dan tromboksan A2,
yang ketiganya merupakan mediator utama proses inflamasi. COX terdiri atas dua
isoform yaitu COX-1 dan COX-2.
Perbandingan COX-1 dan COX-2
COX-1 memiliki fungsi fisiologis, mengaktivasi produksi prostasiklin, dimana saat
prostasiklin dilepaskan oleh endotel vaskular, maka berfungsi sebagai anti
trombogenik, dan jika dilepaskan oleh mukosa lambung bersifat sitoprotektif.
COX-1 di trombosit, yang dapat menginduksi produksi tromboksan A2,
menyebabkan agregasi trombosit yang mencegah terjadinya perdarahan yang
semestinya tidak terjadi. COX-1 berfungsi dalam menginduksi sintesis
prostaglandin yang berperan dalam mengatur aktivitas sel normal. Konsentrasinya
stabil, dan hanya sedikit meningkat sebagai respon terhadap stimulasi hormon atau
faktor pertumbuhan. Normalnya, sedikit atau bahkan tidak ditemukan COX-2 pada
sel istirahat, akan tetapi bisa meningkat drastis setelah terpajan oleh bakteri
lipopolisakarida, sitokin atau faktor pertumbuhan. meskipun COX-2 dapat
ditemukan juga di otak dan ginjal. Induksi COX-2 menghasilkan PGF2 yang
menyebabkan terjadinya kontraksi uterus pada akhir kehamilan sebagai awal
terjadinya persalinan.
Penghambat COX-1 dan COX-2
30
Masing-masing NSAID menunjukkan potensi yang berbeda-beda dalam
menghambat COX-1 dibandingkan COX-2. Hal inilah yang menjelaskan adanya
variasi dalam timbulnya efek samping NSAID pada dosis sebagai anti inflamasi.
Obat yang potensinya rendah dalam menghambat COX-1, yang berarti memiliki
rasio aktivitas COX-2/ COX-1 lebih rendah, akan mempunyai efek sebagai anti
inflamasi dengan efek samping lebih rendah pada lambung dan ginjal. Piroksikam
dan indometasin memiliki toksisitas tertinggi terhadap saluran gastrointestinal.
Kedua obat ini memiliki potensi hambat COX-1 yang lebih tinggi daripada
menghambat COX-2. Dari penelitian epidemiologi yang membandingkan rasio
COX-2/ COX-1, terdapat korelasi setara antara efek samping gastrointestinal
dengan rasio COX-2/ COX-1. Semakin besar rasio COX-2/ COX-1, maka semakin
besar pula efek samping gastrointestinalnya. Aspirin memiliki selektivitas sangat
tinggi terhadap COX-1 daripada COX-2, sehingga efek terhadap gastrointestinal
relatif lebih tinggi.
Tabel 1 berikut menunjukkan rasio COX-2/ COX-1 pada beberapa NSAID;
Tabel 1. Rasio COX-2/COX-1 pada NSAID
NSAID COX-2 COX-1 COX-2/COX-1
Tolmetin 7 0.04 175
Aspirin 50 0.3 166
Ibuprofen 15 1 15
Asetaminofen 20 2.7 7.4
Diklofenak 0.35 0.5 0.7
Naproksen 1.3 2.2 0.6
Celecoxib 0.34 1.2 0.3
Refecoxib 0.84 63 0.013
Inhibitor COX-2 selektif diperkenalkan pada tahun 1999. NSAID selektif
menghambat COX-2 yang pertama kali diperkenalkan adalah celecoxib dan
rofecoxib. Lumiracoxib memiliki struktur yang berbeda dengan coxib lainnya,
31
tidak menyebabkan efek samping pada kardiovaskuler dan komplikasi
gastrointestinal yang rendah. Insiden serangan jantung yang lebih tinggi menjadi
faktor risiko semua inhibitor COX-2 selektif. Tahun 2004, rofecoxib ditarik dari
pasaran. Valdecoxib selain menyebabkan infark miokard juga dapat menyebabkan
skin rash. Valdecoxib dan parecoxib dihubungkan dengan insiden penyakit
jantung.
Parasetamol termasuk kelompok obat yang dikenal memiliki aktivitas sebagai
analgesik antipiretik, termasuk juga prekursornya yaitu fenasetin, aminopiron dan
dipiron. Banyak dari obat ini yang tidak ada di pasaran karena toksisitasnya
terhadap leukosit, tetapi dipiron masih digunakan di beberapa negara. Parasetamol
menghambat lemah baik COX-1 maupun COX-2 dan berdasarkan penelitian
diketahui bahwa mekanisme kerjanya melalui penghambatan terhadap COX-3,
yaitu derivat dari COX-1, yang kerjanya hanya di sistem saraf pusat.
Efek Farmakodinamik
Semua obat mirip aspirin bersifat antipiretik, analgesik dan anti inflamasi, dengan
derajat yang berbeda-beda. Misalya parasetamol bersifat anti piretik dan analgesik
tetapi sifat anti inflamasinya sangat rendah.
Efek analgesik
Obat ini hanya efektif terhdap nyeri dengan intensitas rendah sampai sedang seperti
sakit kepala, mialgia, atralgia dan nyeri lain yang berasal dari integumen, juga
efektif terhadap nyeri yang berkaitan dengan inflamasi. Efek analgesiknya jauh
lebih lemah daripada efek analgesik opiat, tetapi bedanya NSAID tidak
menimbulkan efek ketagihan dan tidak menimbulkan efek sentral yang merugikan.
Efek Antipiretik
Obat ini hanya menurunkan suhu badan hanya pada saaat demam. Tidak semuanya
bersifat sebagai anti piretik karena bersifat toksik bila digunakan secara rutin atau
terlalu lama. Fenilbutazon dan anti reumatik lainnya tidak dibenarkan digunakan
sebagai antipiretik.
32
Efek Anti inflamasi
NSAID terutama yang baru, lebih banyak dimanfaatkan sebagai anti inflamasi pada
pengobatan kelainan muskuloskeletal, seperti artritis reumatoid, osteoartritis dan
spondilitis ankilosa. Tetapi harus diingat bahwa obat ini hanya meringankan gejala
nyeri dan inflamasi yang berkaitan dengan penyakitnya secara simtomatik, tidak
menghentikan, memperbaiki atau mencegah kerusakan jaringan pada kelainan
muskuloskeletal ini.
Efek Samping
Efek samping yag paling sering terjadi adalah induksi tukak lambung atau tukak
peptik yang kadang-kadang disertai anemia sekunder akibat perdarahan saluran
cerna. Beratnya efek samping ini berbeda pada masing-masing obat. Dua
mekanisme terjadinya iritasi lambung adalah: (1) iritasi yang bersifat lokal yang
menimbulkan difusi kembali asam lambung ke mukosa dan menyebabkan
kerusakan jaringan; (2) iritasi atau perdarahan lambung yang bersifat sistemik
melalui hambatan biosintesis PGE2 dan PGI2. Kedua prostaglandin ini banyak
ditemukan di mukosa lambung dengan fungsi menghambat sekresi asam lambung
dan merangsang sekresi mukus usus halus yang bersifat sitoprotektif. Mekanisme
kedua ini terjadi pada pemberian parenteral.
Efek samping lain adalah gangguan fungsi trombosit akibat penghambatan
biosintesis tromboksan A2 dengan akibat perpanjangan waktu perdarahan. Efek ini
dimanfaatkan untuk terapi profilaksis trombo-emboli. Obat yang digunakan
sebagai terapi profilaksis trombo-emboli dari golongan ini adalah aspirin.
Penghambatan biosintesis prostaglandin di ginjal, terutama PGE2, berperan dalam
gangguan homeostasis ginjal. Pada orang normal tidak banyak mempengaruhi
fungsi ginjal.
Pada beberapa orang dapat terjadi reaksi hipersensitivitas. Mekanisme ini bukan
suatu reaksi imunologik tetapi akibat tergesernya metabolisme asam arakhidonat ke
arah jalur lipoksigenase yang menghasilkan leukotrien. Kelebihan leukotrien inilah
yang mendasari terjadinya gejala tersebut.
33
3. ANEMIA DEFISIENSI BESI
Definisi dan klasifikasiAnemia defisiensi besi adalah anemia yang timbul akibat kosongnya cadangan
besi tubuh (depleted iron store) sehingga penyediaan besi untuk eritropoesis berkurang, yang pada akhirnya pembentukan hemoglobin berkurang.
Dilihat dari beratnya kekurangan besi dalam tubuh, maka defisiensi dapat dibagi menjadi 3 tingkatan, yaitu :
- Iron depleted state, yaitu cadanagn besi menururn, tetapi penyediaan besi untuk eritropoesis belum terganggu.
- Iron deficient erythropoiesis, yaitu cadangan besi kosong penyediaan besi untuk eritropoesis terganggu, tetapi belum timbul anemia secara laboratorik.
- Iron deficiency anemia, yaitu cadangan besi kosong disertai anemia defisiensi besi.
EpidemiologiAnemia defisiensi besi merupakan anemia yang paling sering dijumpai baik di
klinik maupun di masyarakat. Belum ada data yang pasti mengenai prevalensi anemia defisiensi besi di Indonesia. Martoatmojo et al memperkirakan ADB pada laki-laki 16-50% dan 25-84% pada perempuan tidak hamil. Pada pensiunan pegawai negeri di Bali didapatkan prevalensi anemia 36% dengan 61% disebabkan oleh karena defisiensi besi. Sedangkan pada penduduk suatu desa di Bali didapatkan angka prevalens ADB sebesar 27%.
Etiologi dan Faktor PredisposisiAnemia defisiensi besi dapat disebabkan oleh :
i. Kebutuhan besi yang meningkat secara fisiologis, seperti pada prematuritas, anak dalam masa pertumbuhan,dan kehamilan.
ii. Kehilangan besi sebagai akibat perdarahan menahun, yang dapat berasal dari :- Saluran cerna : tukak peptik, kanker lambung, kanker kolon, infeksi cacing
tambang- Saluran genitalia wanita : menorrhagia- Saluran kemih : hematuria- Saluran napas : hemoptoe
iii. Kurangnya besi yang diserap- Masukan besi dari makanan yang tidak adekuat akibat kurangnya jumlah besi
total dalam makanan, atau kualitas besi (boavalaibilitas) besi yang tidak baik.- Malabsorpsi besi : gastrektomi, tropical sprue atau kolitis kronik.
iv. Transfusi feto-maternalKebocoran darah yang kronis ke dalam sirkulasi ibu akan menyebabkan anemia defisiensi besi pada masa fetus dan pada awal masa neonatus.
34
PatogenesisPatogenesis anemia defisiensi besi dimulai ketika cadangan besi dalam tubuh
habis yang ditandai dengan menurunnya kadar feritin yang diikuti juga oleh saturasi transferin dan besi serum. Penurunan saturasi transferin disebabkan tidak adanya besi di dalam tubuh sehingga apotransferin yang dibentuk hati menurun dan tidak terjadi pengikatan dengan besi sehingga transferin yang terbentuk juga sedikit. Sedangkan total iron binding protein (TIBC) atau kapasitas mengikat besi total yang dilakukan oleh transferin mengalami peningkatan. Hal ini disebabkan karena tidak adanya besi di dalam tubuh sehingga transferin berusaha mengikat besi dari manapun dengan meningkatkan kapasitasnya.
Dalam tubuh manusia, sintesis eritrosit atau eritropoesis terus berlangsung dengan memerlukan besi yang akan berikatan dengan protoporfirin untuk membentuk heme. Pada anemia defisiensi besi, besi yang dibutuhkan tidak tersedia sehingga heme yang terbentuk hanya sedikit dan pada akhirnya jumlah hemoglobin yang dibentuk juga berkurang. Dengan berkurangnya Hb yang terbentuk, eritrosit pun mengalami hipokromia (pucat). Hal ini ditandai dengan menurunnya MCHC (mean corpuscular Hemoglobin Concentration) < 32%. Sedangkan protoporfirin terus dibentuk eritrosit sehingga pada anemia defisiensi besi, protoporfirin eritrosit bebas (FEP) meningkat. Hal ini dapat menjadi indikator dini sensitif adanya defisiensi besi.
Di sisi lain, enzim penentu kecepatan yaitu enzim ferokelatase memerlukan besi untuk menghentikan sintesis heme. Padahal besi pada anemia defisiensi besi tidak tersedia sehingga pembelahan sel tetap berlanjut selama beberapa siklus tambahan namun menghasilkan sel yang lebih kecil (mikrositik). Hal ini ditandai dengan menurunnya MCV (mean corpuscular volume) < 80 fl.
Manifestasi KlinisGejala anemia defisiensi besi dapat digolongkan menjadi 3 golongan besar, yaitu gejala umum anemia, gejala khas akibat defisiensi besi, gejala penyakit dasar.Gejala umum anemiaGejala umum anemia yang disebut juga sebagai sindrom anemia (anemic syndrome) dijumpai pada anemia defisiensi besi apabila kadar hemoglobin turun di bawah 7-8 g/dl. Gejala ini berupa badan lemah, lesu, cepat lelah, mata berkunang-kunang serta telinga mendenging. Pada anemia defisiensi besi karena penurunan kadar hemoglobin yang terjadi secara perlahan-lahan sering kali sindrom anemia tidak terlalu mencolok dibandingkan dengan anemia lain yang penurunan kadar hemoglobinnya terjadi lebih cepat, oleh karena mekanisme kompensasi tubuh dapat berjalan dengan baik. Anemia bersifat simtomatik jika hemoglobin telah menurun di bawah 7 g/dl. Pada pemeriksaan fisik dijumpai pasien yang pucat , terutama pada konjunctiva dan jaringan di bawah kuku.
Gejala khas defisiensi besiGejala yang khas dijumpai pada anemia defisiensi besi tapi tiak pada anemia jenis lain adalah:
35
Koilonychia : kuku sendok (spoon nail), kuku menjdi rapuh, bergaris-garis vertikal dan menjadi cekung sehingga mirip seperti sendok.
Atropi papil lidah : permukaan lidah menjadi licin dan mengkilap karena papil lidah menghilang.
Stomatitis angularis (cheilosis) : adanya keradangan pada sudut mulut sehingga tampak sebagai bercak berwarna pucat keputihan.
Disfagia : nyeri menelan karena kerusakan epitel hipofaring. Atrofi mukosa gaster sehingga menimbulkan akhloridia. Pica : keinginan untuk memakan bahan yang tidak lazim, seperti tanah liat, es,
lem dan lain-lain. Sindrom Plummer Vinson atau disebut juga sindrom Paterson Kelly adalah
kumpulan gejala terdiri dari anemi hipokromik mikrositer, atrofi papil lidah dan disfagia.
Gejala penyakit dasarPada anemia defisiensi besi dapat dijumpai gejala-gejala penyakit yang menjadi penyebab anemia difisiensi tersebut. Misalnya pada anemia akibat penyakit cacing tambang dapat dijumpai dispepsia, parotis membengkak, dan kulit telapak tangan berwarna kuning seperti jerami. Pada anemia karena perdarahan kronik akibat kanker kolon dijumpai gejala gangguan kebiasaan buang air besar atau gejala lain tergantung dari lokasi kanker tersebut.
PemeriksaanAnamnesis
Dari anamnesis dapat ditanyakan keluhan utama yang menyebabkan pasien datang ke sarana pelayanan kesehatan. Pada skenario didapatkan pasien mengeluhkan gejala umum anemia yang sudah dijabarkan sebelumnya. Selanjutnya tanyakan kapan pasien mulai mengalami keluhan tersebut serta gangguan lain yang mungkin menyertai keluhan tersebut.
Pemeriksaan FisikPada pemeriksaan fisik yang perlu dilakukan adalah pemeriksaan keadaan umum, vital sign, status gizi apakah gizi baik atau buruk, konjungtiva apakah anemis atau tidak, sclera ikterik atau tidak , bibir, lidah, gigi dan mulut, bentuk kepala, kelainan herediter, jantung dan paru, hepar, limpa, ekstremitas.
Pemeriksaan LaboratoriumKelaianan laboratorium pada kasus anemia defisiensi besi yang dapat dijumpai adalah:Kadar Hemoglobin dan Indeks. Didapatkan anemia hipokromik mikrositer dengan penurunan kadar hemoglobin mulai dari ringan sampai berat. MCV dan MCH menurun dan MCHC menurun pada defisiensi yang lebih berat dan berlangsung lama. Anisositosis merupakan tanda awal defisiensi besi ditandai oleh peningkatan RDW (red cell distribution widht).Mengenai titik pemilah MCV, ada yang memakai angka < 80 fl, tetapi pada penelitian kasus ADB di Denpasar, dijumpai bahwa titik
36
pemilah < 78 fl memberi spesifisitas paling baik. Indeks eritrosit sudah dapat mengalami penurunan sebelum kadar Hb menurun.
i. Konsentrasi besi serum menurun pada ADB dan TIBC (total iron binding capacity) meningkat.
ii. indikator cadangan besi yang sangat baik, kecuali pada keadaan inflamasi atau keganasan tertentu. Titik pemilah untuk feritin serum pada ADB dipakai angkan < 12 µg/dl, tetapi ada juga yang menggunakan < 15 µg/dl.
iii. Reseptor tranferin serum (sTfR). Reseptor transferi dilepaskan dari sel ke dalam plasma. Kadar sTfR meningkat pada anemia defisiensi besi. Yang digunakan adalah rasio reseptor transferin dengan log feritin serum. Rasio > 1,5 menunjukkan ADB. Digunakan untuk membedakan ADB dengan anemia akibat penyakit kronik.
iv. Sumsum Tulang. Pemeriksaan ini tidak perlu dilakukan kecuali pada kasus dengan komplikasi. Pengecatan sumsum tulang dengan Perl’s stain menunjukkan cadangan besi negatif ditandai dengan tidak ada besi dari eritroblas cadangan (makrofag) dan yang sedang bekembang.
v. Dilakukan pemeriksaan untuk mencari penyebab ADB. Antara lain pemeriksaan feses untuk mencari cacing tambang atau darah, endoskopi, dan lain-lain, tergantung dari dugaan penyebab defisiensi tersebut.
a. TerapiTerapi untuk anemia defisiensi besi :
i. Terapi kausal : yaitu terapi tehadap penyebab terjadinya anemia defisiensi besi, ii. Pemberian perparat besi untukmengganti kekurangan besi dalam tubuh (iron
replacement therapy)
Terapi besi oralTerapi besi oral merupakan terapi pilihan pertama karena efektif, murah, dan
aman. Preparat yang tersedia adalah ferrous sulphat, dengan dosis anjuran 3 X 200 mg, setiap 200 mg nya mengandung 66 mg besi elemental. Dengan dosis anjuran tersebut dapat mengabsorbsi besi 50 mg per hari yang dapat meningkatkan eritropoesis 2-3 kali normal. Preparat lainnya ialah, ferrous gluconate, ferrous fumarat, ferrous lactate, dan ferrous succinate.
Terapi besi parenteralSangat efektif, namun mempunyai resiko lebih besar dan harganya lebih mahal. Indikasi pemberian :
Pengobatan lain Diet : diberikan makanan bergizi dengan tinggi protein terutama dari protein hewani. Vitamin C : diberikan 3 X 100 mg per hari untuk meningkatkan absorbsi besi.
37
Transfusi darah : anemia defisiensi besi jarang memerlukan transfuse darah. Darah yang diberikan ialah PRC untuk mengurangi bahaya overload. Indikasi transfuse darah :
- Adanya penyakit jantung anemic dengan ancama payah jantung- Anemia yang sangat simtomatik, misalnya anemia ddengan gejala pusing yang
sangat menyolokPasien memerlukan peningkatan Hb yang cepat seperti pada kehamilan trimester akhir atau preoperasi.
VI. KERANGKA KONSEP
38
Ny. A 60 thn konsumsi NSAID 4 tahun
VII. KESIMPULAN
Ny. A 60 tahun mengeluh lemah, sefalgia, nyeri epigastrik karena mengalami
anemia defisiensi besi e.c perdarahan kronik akibat penggunaan NSAID jangka
waktu lama.
DAFTAR PUSTAKA
39
ANEMIA DEFISIENSI BESI
Pem. Laboratorium
- Hb ↓- Ht ↓- RBC ↓- RDW meningkat- MCV ↓ (mikrositer)- MCH ↓ (hipokrom)- Anisositosis- poikilositosis
Kompensasi : palpitasi
Perfusi jaringan ↓
- Lemah- Sefalgia- Pucat- Mudah lelah
Kerusakan epitel:
- Keilitis
Eritropoesis ↓
Cadangan Fe ↓
Besi serum &ferritin↓
TIBC meningkat
Nyeri epigastrik& blood occult (+)
Ekskresi Fe meningkat
Perdarahan GI
Bakta, I.M ., 2007. Hematologi Klinik Ringkas. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Fauci, Anthony S, et al. 2008. Harrison’s Principle of Internal Medicine Seventeenth Edition.
United States of America: McGraw-Hill Companies, Inc.
Guyton, A. C. dan Hall, John E. 2007. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran Edisi 11. Jakarta:
Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Price, Sylvia Anderson dan Willson, Lorraine McCarty. 2003. Patofisiologi: Konsep Klinis
Proses-proses Penyakit, Ed 6. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC
Sudoyo A, et al. 2006. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta: FKUI.
40
41