Tumpang Sari Sebuah Cara Untuk Bertani di Indonesia

9
TULISAN ILMIAH | 1 Balai Besar Perbenihan dan Proteksi Tanaman Perkebunan (BBP2TP) Surabaya PENINGKATAN PRODUKTIVITAS DAN PENDAPATAN PETANI MELALUI PENGGUNAAN POLA TANAM TUMPANGSARI PADA PRODUKSI Benih KAPAS (Gossypium spp) Oleh Diana Kustantini, AMd.(PBT Ahli Pertama) Balai Besar Perbenihan dan Proteksi Tanaman Perkebunan (BBP2TP) Surabaya A. Pendahuluan Kapas (Gossypium hersutum) merupakan salah satu komoditi perkebunan penghasil serat alam untuk bahan baku industri tekstil dan produk tekstil (TPT). Kebutuhan bahan baku industri TPT terus meningkat dari tahun ke tahun sejalan dengan perkembangan jumlah penduduk, dan saat ini kebutuhan tersebut telah mencapai sekitar 500 ribu ton serat kapas yang setara dengan 1,5 juta ton kapas berbiji pertahun. Namun perkembangan industri TPT tersebut belum didukung oleh kemampuan penyediaan bahan baku berupa serat kapas dalam negeri, sehingga sekitar 99,5% kebutuhan bahan baku tersebut masih dipenuhi dari impor. Kebutuhan serat kapas nasional akan berbanding lurus dengan meningkatnya volume produksi sektor industri tekstil dan produk tekstil (TPT). Nilai ekspor tekstil mencapai 15 % dari ekspor non migas nasional atau senilai lebih dari US $ 8,34 milyar. Ironisnya industri yang berorientasi ekspor ini tidak didukung oleh pasokan serat kapas domestik yang memadai, sehingga ketergantungan akan serat kapas impor mencapai rata-rata 454 762 ribu ton kapas yang menghabiskan devisa 600 650 juta USD. Produksi kapas dalam negeri hanya berkisar 1.600 2.500 ton atau sekitar 0,3 % dari kebutuhan serat kapas dalam negeri. Jika target produksi adalah 5 10 % dari kebutuhan nasional maka areal pengembangan harus mencapai 30 50 ribu hektar. Pelaksanaan pengembangan tanaman kapas hingga saat ini belum berhasil secara optimal baik dalam hal pencapaian realisasi areal tanam, produksi maupun produktivitas karena beberapa faktor yaitu : lahan yang digunakan pada umumnya lahan-lahan marginal,

description

Cara Tumpang sari sebagai salah satu metode bercocok tanam di Indonesia.Pelaksanaan pengembangan tanaman kapas hingga saat ini belum berhasil secara optimal baik dalam hal pencapaian realisasi areal tanam, produksi maupun produktivitas karena beberapa faktor yaitu : lahan yang digunakan pada umumnya lahan-lahan marginal, terbatasnya benih unggul, teknologi budidaya anjuran tidak diterapkan sepenuhnya karena lemahnya permodalan petani, pengembangan kapas terbatas pada beberapa wilayah, dan lemahnya kelembagaan petani (Anonim, 2012) . Lemahnya permodalan petani merupakan salah satu kendala dalam peningkatan produktivitas pada pertanaman benih kapas. Pola tanam tumpangsari merupakan salah satu teknik pola tanam yang dari segi usahatani mampu memberikan keuntungan ekonomi dan mengurangi risiko kegagalan panen sehingga modal petani dapat terjaga dan lebih meningkat (Nurindah dan Sujak, 2006). Begitupula dari segi pengendalian hama, sistem tumpangsari dapat membantu dalam pengendalian populasi hama, karena semakin meningkatnya populasi musuhalami serta meningkatkan C-organik tanah dan sifat kimia tanah lainnya sehingga produktivitas tanaman dapat kembali meningkat (Syaiful Anwar, 2012).

Transcript of Tumpang Sari Sebuah Cara Untuk Bertani di Indonesia

  • TULISAN ILMIAH |

    1 Balai Besar Perbenihan dan Proteksi Tanaman Perkebunan (BBP2TP) Surabaya

    PENINGKATAN PRODUKTIVITAS DAN PENDAPATAN PETANI MELALUI PENGGUNAAN POLA TANAM TUMPANGSARI

    PADA PRODUKSI Benih KAPAS (Gossypium spp)

    Oleh

    Diana Kustantini, AMd.(PBT Ahli Pertama) Balai Besar Perbenihan dan Proteksi Tanaman Perkebunan

    (BBP2TP) Surabaya

    A. Pendahuluan

    Kapas (Gossypium hersutum) merupakan salah satu komoditi perkebunan penghasil serat

    alam untuk bahan baku industri tekstil dan produk tekstil (TPT). Kebutuhan bahan baku

    industri TPT terus meningkat dari tahun ke tahun sejalan dengan perkembangan jumlah

    penduduk, dan saat ini kebutuhan tersebut telah mencapai sekitar 500 ribu ton serat kapas

    yang setara dengan 1,5 juta ton kapas berbiji pertahun. Namun perkembangan industri TPT

    tersebut belum didukung oleh kemampuan penyediaan bahan baku berupa serat kapas dalam

    negeri, sehingga sekitar 99,5% kebutuhan bahan baku tersebut masih dipenuhi dari impor.

    Kebutuhan serat kapas nasional akan berbanding lurus dengan meningkatnya volume

    produksi sektor industri tekstil dan produk tekstil (TPT). Nilai ekspor tekstil mencapai 15 %

    dari ekspor non migas nasional atau senilai lebih dari US $ 8,34 milyar. Ironisnya industri

    yang berorientasi ekspor ini tidak didukung oleh pasokan serat kapas domestik yang

    memadai, sehingga ketergantungan akan serat kapas impor mencapai rata-rata 454 762 ribu

    ton kapas yang menghabiskan devisa 600 650 juta USD. Produksi kapas dalam negeri

    hanya berkisar 1.600 2.500 ton atau sekitar 0,3 % dari kebutuhan serat kapas dalam negeri.

    Jika target produksi adalah 5 10 % dari kebutuhan nasional maka areal pengembangan

    harus mencapai 30 50 ribu hektar.

    Pelaksanaan pengembangan tanaman kapas hingga saat ini belum berhasil secara optimal

    baik dalam hal pencapaian realisasi areal tanam, produksi maupun produktivitas karena

    beberapa faktor yaitu : lahan yang digunakan pada umumnya lahan-lahan marginal,

  • TULISAN ILMIAH |

    2 Balai Besar Perbenihan dan Proteksi Tanaman Perkebunan (BBP2TP) Surabaya

    terbatasnya benih unggul, teknologi budidaya anjuran tidak diterapkan sepenuhnya karena

    lemahnya permodalan petani, pengembangan kapas terbatas pada beberapa wilayah, dan

    lemahnya kelembagaan petani (Anonim, 2012) .

    Lemahnya permodalan petani merupakan salah satu kendala dalam peningkatan

    produktivitas pada pertanaman benih kapas. Pola tanam tumpangsari merupakan salah

    satu teknik pola tanam yang dari segi usahatani mampu memberikan keuntungan ekonomi

    dan mengurangi risiko kegagalan panen sehingga modal petani dapat terjaga dan lebih

    meningkat (Nurindah dan Sujak, 2006). Begitupula dari segi pengendalian hama, sistem

    tumpangsari dapat membantu dalam pengendalian populasi hama, karena semakin

    meningkatnya populasi musuhalami serta meningkatkan C-organik tanah dan sifat kimia

    tanah lainnya sehingga produktivitas tanaman dapat kembali meningkat (Syaiful Anwar,

    2012).

    B. Pengertian Tumpangsari

    Tanam adalah menempatkan bahan tanam berupa benih atau bibit pada media tanam baik

    media tanah maupun bukan media tanah dalam satu bentuk pola tanam, sedangkan pola

    tanam sendiri adalah usaha penanaman pada sebidang lahan dengan mengatur susunan tata

    letak dan urutan tanaman selama periode waktu tertentu termasuk masa pengolahan

    tanah dan masa tidak ditanami selama periode tertentu

    Pola penanaman dapat dengan dua sistem yaitu sistem monokultur dan polikultur.

    Monokultur adalah penanaman satu jenis tanaman pada lahan dan waktu penanaman yang

    sama. Sedangkan polikultur adalah penanaman lebih dari satu jenis tanaman pada lahan dan

    waktu yang sama. Pola tanam ada tiga macam, yaitu : monokultur, polikultur dan rotasi

    tanaman .

    Tumpangsari merupakan pola tanam polikultur dengan menanam lebih dari satu jenis

    tanaman pada suatu hamparan lahan dalam periode waktu tanam yang sama(Syiful Anwar,

    2012).

    C. Macam-Macam Tumpang Sari

    Penggolongan sistem pola tanam tumpangsari antara lain :

  • TULISAN ILMIAH |

    3 Balai Besar Perbenihan dan Proteksi Tanaman Perkebunan (BBP2TP) Surabaya

    1. Mixed Cropping

    merupakan penanaman jenis tanaman campuran yang ditanam dilahan yang sama, pada

    waktu yang sama atau dengan jarak/interval waktu tanam yang singkat, dengan

    pengaturan jarak tanam yang sudah ditetapkan dan populasi didalamnya sudah tersusun

    rapi. Kegunaan sistem ini dalam substansi pertanian adalah untuk mengatur lingkungan

    yang tidak stabil dan lahan yang sangat variable, dengan penerapan sistem ini maka

    dapat melawan/menekan terhadap kegagalan panen total. Pada lingkungan yang lebih

    stabil dan baik total hasil yang diperoleh lebih tinggi pada lahan tersebut, sebab sumber

    daya yang tersedia seperti cahaya, unsur hara, nutrisi tanah dan air lebih efektif dalam

    penggunaannya.

    2. Relay Cropping

    merupakan sistem pola tanam dengan penanaman dua atau lebih tanaman tahunan.

    Dimana tanaman yang mempunyai umur berbuah lebih panjang ditanam pada

    penanaman pertama, sedang tanaman yang ke-2 ditanam setelah tanaman yang pertama

    telah berkembang atau mendekati panen. Kegunaan dari sistem ini yaitu pada tanaman

    yang ke dua dapat melindungi lahan yang mudah longsor dari hujan sampai selesai panen

    pada tahun itu.

    3. Strip Cropping/Inter Cropping

    adalah sistem format pola tanam dengan penanaman secara pola baris sejajar rapi dan

    konservasi tanah dimana pengaturan jarak tanamnya sudah ditetapkan dan pada format

    satu baris terdiri dari satu jenis tanaman dari berbagai jenis tanaman. Kegunaan sistem

    ini yaitu biasanya digunakan pada tanaman yang mempunyai umur berbuah lebih

    pendek, sehingga dalam penggolahan tanah tidak sampai membongkar lapisan tanah

    yang paling bawah/bedrock, sehingga dapat menekan penggunaan waktu tanam.

    4. Multiple Cropping

    merupakan sistem pola tanam yang mengarahkan pada peningkatan produktivitas lahan

    dan melindungi lahan dari erosi. Teknik ini melibatkan tanaman percontohan, dimana

    dalam satu lahan tumbuh dua atau lebih tanaman budidaya yang mempunyai umur sama

    serta pertumbuhan dari tanaman tersebut berada pada lahan dan waktu tanam yang sama,

    dalam satu baris tanaman terdapat dua atau lebih jenis tanaman (Wiranata Abdi

    Sukmana, 2012).

  • TULISAN ILMIAH |

    4 Balai Besar Perbenihan dan Proteksi Tanaman Perkebunan (BBP2TP) Surabaya

    D. Kelebihan dan Kekurangan Sistem Pola Tanam Tumpang sari

    Keuntungan pola tanam tumpang sari antara lain:

    1. Efisiensi tenaga lebih mudah dicapai karena persiapan tanam, pengerjaan tanah,

    pemeliharaan, pemupukan dan pemungutannya lebih mudah dimekanisir

    2. Banyaknya tanaman per hektar mudah diawasi dengan mengatur jarak diantara dan

    didalam barisan, Menghasilkan produksi lebih banyak untuk di jual ke pasar

    3. Perhatian lebih dapat di curahkan untuk tiap jenis tanaman sehingga tanaman yang

    ditanam dapat dicocokkan dengan iklim, kesuburan dan tekstur tanah

    4. Resiko kegagalan panen berkurang bila di bandingkan dengan monokultur

    5. Kemungkinan merupakan bentuk yang memberikan produksi tertinggi karena

    penggunaan tanah dan sinar matahari lebih efisien

    6. Banyak kombinasi jenis-jenis tanaman dapat menciptakan stabilitas biologis terhadap

    serangan hama dan penyakit (Wiranata Abdi Sukmana, 2012).

    Kelemahan pola tanam tumpang sari antara lain:

    1. Persaingan dalam hal unsur hara

    Dalam pola tanam tumpangsari, akan terjadi persaingan dalam menyerap unsur hara

    antar tanaman yang ditanam. Sebab, setiap tanaman memiliki jumlah kebutuhan unsur

    hara yang berbeda-beda, sehingga tidak menutup kemungkinan bahwa salah satu

    tanaman akan mengalami defisiensi unsur hara akibat kekalahan bersaing dengan

    tanaman yang lainnya.

    2. Pemilihan komoditas

    Diperlukan wawasan yang luas untuk memilih tanaman sela sebagai pendamping dari

    tanaman utama, karena tidak semua jenis tanaman cocok ditanam berdampingan.

    Kecocokan tanaman-tanaman yang akan ditumpangsarikan dapat diukur dari

    kebutuhan unsur haranya, drainase, naungan, penyinaran, suhu, kebutuhan air, dll.

    3. Permintaan Pasar

    Pada pola tanam tumpangsari, tidak selalu tanaman yang menjadi tanaman sela,

    memiliki permintaan yang tinggi. Sedangkan, untuk memilih tanaman sela yang

    cocok ditumpangsarikan dengan tanaman utama, merupakan usaha yang tidak mudah

    karena diperlukan wawasan yang lebih luaslagi. Maka dari itu, diperlukan strategi

  • TULISAN ILMIAH |

    5 Balai Besar Perbenihan dan Proteksi Tanaman Perkebunan (BBP2TP) Surabaya

    pemasaran yang tepat agar hasil dari tanaman sela tersebut dapat mendatangkan

    keuntungan pula bagi petani. Memerlukan tambahan biaya dan perlakuan (Wiranata

    Abdi Sukmana, 2012).

    A. Hal Yang Harus Diperhatikan dalam Tumpangsari Pada Produksi Benih Kapas

    1. Ketersediaan air selama masa pertumbuhan.

    2. Ketersediaan unsur hara bagi tanaman.

    3. Keadaan tanah yang meliputi sifat fisik, kimia dan biologi tanah.

    4. Curah hujan, cahaya, naungan(lebar kanopi tanaman sela), kecepatan angin.

    5. Efisiensi hama dan penyakit tanaman yang bersifat potensial.

    6. Tanaman yang digunakan termasuk tanaman yang menyerbuk sendiri sehingga benih

    yang dihasilkan terjaga kemurniannya.

    7. Tanaman sela yang digunakan saling menunjang terhadap produksi .

    8. Tanaman sela yang digunakan tidak mengundang OPT baru dan gulma yang dapat

    merugikan tanaman induk.

    9. Tanaman sela yang digunakan mampu memberikan nilai tambah secara ekonomi

    kepada petani .

    B. Tumpangsari Dengan Palawija Pada Produksi Benih Kapas

    Beberapa komoditi yang biasa ditumpangsarikan dengan tanaman kapas antara lain kedelai,

    kacang hijau dan jagung. Pemilihan komoditas yang baik untuk ditumpangsarikan dengan

    tanaman kapas pada produksi benih kapas agak berbeda dengan budidaya kapas untuk

    diambil seratnya yaitu bukan hanya dari tingkat persaingan unsur hara, cahaya, lebar kanopi,

    tetapi juga dari jenis penyerbukan tanaman karena sebagaimana diketahui bahwa tanaman

    kapas termasuk tanaman yang menyerbuk silang .

    Tumpangsari tanaman kapas dengan kedelai merupakan pilihan yang tepat untuk

    meningkatkan produktivitas tanaman kapas daripada menggunakan tanaman jagung. Hal ini

    disebabkan karena tanaman jagung termasuk tanaman yang meyerbuk silang bergitupula

    dengan tanaman kapas juga menyerbuk silang sehingga dapat mempengaruhi kemurnian

    genetik biji kapas yang dihasilkan nanti. Sedangkan tanaman kedelai sangat baik karena

    tanaman tersebut menyerbuk sendiri sehingga tidak mempengaruhi kemurnian biji kapas

    yang dihasilkan.

  • TULISAN ILMIAH |

    6 Balai Besar Perbenihan dan Proteksi Tanaman Perkebunan (BBP2TP) Surabaya

    Kedelai, Kacang hijau dan Kacang Tanah termasuk famili Leguminosae yang mempunyai

    bintal akar (Buckman, dan Brady, 1982). Akar pada tanaman famili Leguminosa Selain

    berfungsi sebagai tempat bertumpunya tanaman dan alat pengangkut air maupun unsur hara,

    akar tanaman kedelai juga merupakan tempat terbentuknya bintil-bintil akar. Bintil akar

    tersebut berupa koloni dari bakteri pengikat nitrogen Bradyrhizobium japonicum yang

    bersimbiosis secara mutualis dengan kedelai. Pada tanah yang telah mengandung bakteri ini,

    bintil akar mulai terbentuk sekitar 15 20 hari setelah tanam. Bakteri bintil akar dapat

    mengikat nitrogen langsung dari udara dalam bentuk gas N2 (nitrogen) yang kemudian dapat

    digunakan oleh kedelai setelah dioksidasi menjadi nitrat (NO3+) sebagai bentuk unsur hara

    yang dapat diserap oleh tanaman (Buckman, dan Brady, 1982).

    Tumpangsari kapas dan kedelai disamping kemurnian biji tetap terjaga kesuburan tanah

    juga meningkat sehingga dapat mengurangi dosis pemupukan urea atau Nitrogen.

    Begitupula dengan pengendalian hama dan penyakit tanaman lebih mudah dilakukan

    karena antara kapas dan kedelai OPT yang ada hampir sama (Anonim, 2011).

    Gambar. Tumpangsari kapas dengan kedelai

    (Balitkabi, 2012)

    C. Teknik Budidaya Tumpangsari Kapas dan Kedelai

    1. Penanaman

    Kapas dan palawija ditanam dengan cara yang berbeda. Kedelai dan kedelai ditanam dengan

  • TULISAN ILMIAH |

    7 Balai Besar Perbenihan dan Proteksi Tanaman Perkebunan (BBP2TP) Surabaya

    cara disebar, sedangkan kapas dengan ditugal di pinggir paliran pada 3-7 hari setelah tanam

    kedelai. Setelah direndam 5 jam, benihkapas ditanam 4-6 benih/lubang dengan cara ditugal

    dengan jarak tanam 120 cm x 40 cm. Setelah benih tumbuh, hanya dua tanaman yang

    dibiarkan tumbuh sehingga populasi 42.000 tanaman/ha. Polatata tanam pada tumpangsari

    kapas dan kedelai dan tata dapat dilihat pada Gambar dibawah ini.

    X O O O O O X == X O O O O O X 20 cm

    O O O O O == O O O O O

    X O O O O O X == X O O O O O X

    O O O O O == O O O O O 40 cm

    X O O O O O X == X O O O O O X

    120 cm 80 cm 20 cm

    40 cm

    X = kapas O = kedelai

    2. Pemeliharaan

    a. Penyulaman

    Produktivitas tanaman dapat mencapai maksimal bila populasi tanaman optimal. Untuk

    mendapatkan populasi yang optimal, tanaman yang mati segera disulam. Penyulaman

    dilakukan dengan biji atau bibit. Penyulaman kapas dilakukan pada umur 7-10 HST,

    Begitupula dengan tanaman kedelai dilakukan penyulaman.

    b. Penyiangan dan Pembumbunan

    Pembumbunan bertujuan untuk membuat struktur tanah lebih gembur atau meningkatkan

    ruang pori tanah, serta memperbaiki media tumbuh dan perakaran sehingga tanaman

    tidak mudah rebah. Pembumbunan juga dimaksudkan untuk mempertahankan kandungan air

    tersedia dalam tanah dan meningkatkan daya simpan air saat hujan. Penyiangan dilakukan

    untuk menekan pertumbuhan gulma. Gulma yang tumbuh di sekitar tanaman akan

    menurunkan laju pertumbuhan dan hasil. Produksi kapas akan menurun 75% karena adanya

    gangguan gulma. Penyiangan dilakukan bersamaan dengan pemupukan pertama dan

    penjarangan tanaman. Pembersihan gulma dilakukan hanya terhadap gulma-gulma yang

    berada 15 cm dari tanaman kapas. Gulma yang tumbuh di antara tanaman kedelai dan

    barisan kapas tidak disiang karena sulit dilakukan. penyiangan kedua dilakukan setelah panen

  • TULISAN ILMIAH |

    8 Balai Besar Perbenihan dan Proteksi Tanaman Perkebunan (BBP2TP) Surabaya

    kedelai. Gulma dibersihkan dengan menggunakan herbisida. Namun penggunaan herbisida

    sering menimbulkan dampak negatif terhadap tanaman kapas, yaitu merusak daun bagian

    bawah.

    c. Pemupukan

    Pemupukan dilakukan dengan meletakkan pupuk di dekat tanaman. Pemupukan pertama

    dilakukan denganmemberikan TSP 100 kg dan urea 25 kg/ha. Pemupukan kedua dilakukan 6

    minggu setelah tanam kapas atau setelah panen kedelai dengan memberikan 75 kg urea/ha.

    Untuk daerah-daerah yang curah hujannya tinggi, pemupukan pertama dilakukan dengan

    memberikan 100 kg TSP, 100 kg KCl, dan 50 kg ZA/ha; dan pemupukan kedua dengan

    memberikan 100 kg urea/ha. Biasanya, pemupukan kedua dilakukan pada kondisi kering,

    sehingga diperlukan pengocoran air.

    d. Pengendalian Hama/Penyakit

    Sebelum kedelai dipanen, tanaman kapas masih dalam fase pertumbuhan vegetatif.

    Perawatan intensif dilakukan setelah kedelai dipanen atau pada saat tanaman kapas memasuki

    masa pertumbuhan generatif, yaitu mulai terbentuknyabunga dan buah. Pengendalian OPT

    dilakukan mengikuti kaidah-kaidah Pengendalian Hama Terpadu yaitu dilakukan pengamatan

    lapangan untuk menentukan solusi yang tepat baik melalui sanitasi, secara mekanis, maupun

    penggunaan pestisida organik atau kimia sesuai anjuran..

    e. Panen dan Pascapanen

    Kedelai dipanen bila daunnya telah menguning dan rontok serta polong sudah menguning dan

    kering. Pengeringanbiji kedelai dilakukan hingga kadar air 12%. Kapas dipanen jika 50-60%

    buahnya telah merekah sempurna. Penundaan waktu panen akan menurunkan mutu serat

    kapas (Suhadi, 2011).

    D. Kesimpulan

    Pola tanam tumpangsari merupakan pola tanam polikultur dengan menanam lebih dari satu

    jenis tanaman pada suatu hamparan lahan dalam periode waktu tanam yang

    sama.Peningkatan pendapatan dan produktivitas tanaman kapas dapat dicapai melalui

    penerapan pola tanam tumpangsari karen adari segi usaha tani teknik pola tanam yang dari

    segi usahatani mampu memberikan nilai tambah dan mengurangi risiko kegagalan panen

    serta meningkatkan C-organik tanah dan sifat kimia tanah lainnya sehingga produktivitas

    tanaman dapat kembali meningkat. Pola tanam tumpangsari kapas dengan kedelai adalah

  • TULISAN ILMIAH |

    9 Balai Besar Perbenihan dan Proteksi Tanaman Perkebunan (BBP2TP) Surabaya

    merupakan pola tumpangsari yang sangat baik karena antara kedua tanaman saling

    menunjang terhadap pertumbuhan , teknik pemeliharaan dan OPT yang ada juga sama

    sehingga memudahkan dalam pengendalian.

    E. Daftar Pustaka

    Anonim. 2011. Penyakit Antraknose dan Bercak daun Pada Kapas. Alamat://Ditjenbun.

    deptan.go.id. Akses tanggal 27 Juni 2013

    Anonim1. 2012. Pedoman Teknis Penanaman Tanaman Kapas. Ditjenbun Kementan. Akses

    tanggal 20 Juni 2013.

    Buckman, H.O. dan Brady, N.C. 1982. Ilmu Tanah. Terjemahan Prof.Dr. Soegiman. Bhratara

    Karya Aksara. Jakarta.

    BSN. 2006. Benih Kapas SNI 01-7163. Alamat://pphp.deptan.go.id. Akses tanggal 20 Juni

    2013.

    Balitkabi. 2012. Tumpangsari Kapas dan Palawija. Agroinovasi Litbang Deptan. Akses

    tanggal 20 Juni 2013.

    Suhadi. 2011. Teknik Budidaya Kapas Dalam Pola Tumpangsari Dengan Kedelai. Akses

    tanggal 20 Juni 2013.

    Syiful Anwar. 2012. Pola Tanam Tumpangsari. Agroekoteknologi. Litbang Deptan.

    Nurindah dan Sujak. 2006. Keanekaragaman Spesies Parasitod Telur (Helicoverpa armigera)

    Pada Sistem Tanam Monokultur dan Polikultur Kapas. Balittas. Akses tanggal 21

    Juni 2013.

    Wiranata Abdi Kusuma. 2012. Pola Tanam. Alamat://blog. ub.ac.id. Akses tanggal 11 Juni

    2013.