TULISAN ILMIAH |
1 Balai Besar Perbenihan dan Proteksi Tanaman Perkebunan (BBP2TP) Surabaya
PENINGKATAN PRODUKTIVITAS DAN PENDAPATAN PETANI MELALUI PENGGUNAAN POLA TANAM TUMPANGSARI
PADA PRODUKSI Benih KAPAS (Gossypium spp)
Oleh
Diana Kustantini, AMd.(PBT Ahli Pertama) Balai Besar Perbenihan dan Proteksi Tanaman Perkebunan
(BBP2TP) Surabaya
A. Pendahuluan
Kapas (Gossypium hersutum) merupakan salah satu komoditi perkebunan penghasil serat
alam untuk bahan baku industri tekstil dan produk tekstil (TPT). Kebutuhan bahan baku
industri TPT terus meningkat dari tahun ke tahun sejalan dengan perkembangan jumlah
penduduk, dan saat ini kebutuhan tersebut telah mencapai sekitar 500 ribu ton serat kapas
yang setara dengan 1,5 juta ton kapas berbiji pertahun. Namun perkembangan industri TPT
tersebut belum didukung oleh kemampuan penyediaan bahan baku berupa serat kapas dalam
negeri, sehingga sekitar 99,5% kebutuhan bahan baku tersebut masih dipenuhi dari impor.
Kebutuhan serat kapas nasional akan berbanding lurus dengan meningkatnya volume
produksi sektor industri tekstil dan produk tekstil (TPT). Nilai ekspor tekstil mencapai 15 %
dari ekspor non migas nasional atau senilai lebih dari US $ 8,34 milyar. Ironisnya industri
yang berorientasi ekspor ini tidak didukung oleh pasokan serat kapas domestik yang
memadai, sehingga ketergantungan akan serat kapas impor mencapai rata-rata 454 762 ribu
ton kapas yang menghabiskan devisa 600 650 juta USD. Produksi kapas dalam negeri
hanya berkisar 1.600 2.500 ton atau sekitar 0,3 % dari kebutuhan serat kapas dalam negeri.
Jika target produksi adalah 5 10 % dari kebutuhan nasional maka areal pengembangan
harus mencapai 30 50 ribu hektar.
Pelaksanaan pengembangan tanaman kapas hingga saat ini belum berhasil secara optimal
baik dalam hal pencapaian realisasi areal tanam, produksi maupun produktivitas karena
beberapa faktor yaitu : lahan yang digunakan pada umumnya lahan-lahan marginal,
TULISAN ILMIAH |
2 Balai Besar Perbenihan dan Proteksi Tanaman Perkebunan (BBP2TP) Surabaya
terbatasnya benih unggul, teknologi budidaya anjuran tidak diterapkan sepenuhnya karena
lemahnya permodalan petani, pengembangan kapas terbatas pada beberapa wilayah, dan
lemahnya kelembagaan petani (Anonim, 2012) .
Lemahnya permodalan petani merupakan salah satu kendala dalam peningkatan
produktivitas pada pertanaman benih kapas. Pola tanam tumpangsari merupakan salah
satu teknik pola tanam yang dari segi usahatani mampu memberikan keuntungan ekonomi
dan mengurangi risiko kegagalan panen sehingga modal petani dapat terjaga dan lebih
meningkat (Nurindah dan Sujak, 2006). Begitupula dari segi pengendalian hama, sistem
tumpangsari dapat membantu dalam pengendalian populasi hama, karena semakin
meningkatnya populasi musuhalami serta meningkatkan C-organik tanah dan sifat kimia
tanah lainnya sehingga produktivitas tanaman dapat kembali meningkat (Syaiful Anwar,
2012).
B. Pengertian Tumpangsari
Tanam adalah menempatkan bahan tanam berupa benih atau bibit pada media tanam baik
media tanah maupun bukan media tanah dalam satu bentuk pola tanam, sedangkan pola
tanam sendiri adalah usaha penanaman pada sebidang lahan dengan mengatur susunan tata
letak dan urutan tanaman selama periode waktu tertentu termasuk masa pengolahan
tanah dan masa tidak ditanami selama periode tertentu
Pola penanaman dapat dengan dua sistem yaitu sistem monokultur dan polikultur.
Monokultur adalah penanaman satu jenis tanaman pada lahan dan waktu penanaman yang
sama. Sedangkan polikultur adalah penanaman lebih dari satu jenis tanaman pada lahan dan
waktu yang sama. Pola tanam ada tiga macam, yaitu : monokultur, polikultur dan rotasi
tanaman .
Tumpangsari merupakan pola tanam polikultur dengan menanam lebih dari satu jenis
tanaman pada suatu hamparan lahan dalam periode waktu tanam yang sama(Syiful Anwar,
2012).
C. Macam-Macam Tumpang Sari
Penggolongan sistem pola tanam tumpangsari antara lain :
TULISAN ILMIAH |
3 Balai Besar Perbenihan dan Proteksi Tanaman Perkebunan (BBP2TP) Surabaya
1. Mixed Cropping
merupakan penanaman jenis tanaman campuran yang ditanam dilahan yang sama, pada
waktu yang sama atau dengan jarak/interval waktu tanam yang singkat, dengan
pengaturan jarak tanam yang sudah ditetapkan dan populasi didalamnya sudah tersusun
rapi. Kegunaan sistem ini dalam substansi pertanian adalah untuk mengatur lingkungan
yang tidak stabil dan lahan yang sangat variable, dengan penerapan sistem ini maka
dapat melawan/menekan terhadap kegagalan panen total. Pada lingkungan yang lebih
stabil dan baik total hasil yang diperoleh lebih tinggi pada lahan tersebut, sebab sumber
daya yang tersedia seperti cahaya, unsur hara, nutrisi tanah dan air lebih efektif dalam
penggunaannya.
2. Relay Cropping
merupakan sistem pola tanam dengan penanaman dua atau lebih tanaman tahunan.
Dimana tanaman yang mempunyai umur berbuah lebih panjang ditanam pada
penanaman pertama, sedang tanaman yang ke-2 ditanam setelah tanaman yang pertama
telah berkembang atau mendekati panen. Kegunaan dari sistem ini yaitu pada tanaman
yang ke dua dapat melindungi lahan yang mudah longsor dari hujan sampai selesai panen
pada tahun itu.
3. Strip Cropping/Inter Cropping
adalah sistem format pola tanam dengan penanaman secara pola baris sejajar rapi dan
konservasi tanah dimana pengaturan jarak tanamnya sudah ditetapkan dan pada format
satu baris terdiri dari satu jenis tanaman dari berbagai jenis tanaman. Kegunaan sistem
ini yaitu biasanya digunakan pada tanaman yang mempunyai umur berbuah lebih
pendek, sehingga dalam penggolahan tanah tidak sampai membongkar lapisan tanah
yang paling bawah/bedrock, sehingga dapat menekan penggunaan waktu tanam.
4. Multiple Cropping
merupakan sistem pola tanam yang mengarahkan pada peningkatan produktivitas lahan
dan melindungi lahan dari erosi. Teknik ini melibatkan tanaman percontohan, dimana
dalam satu lahan tumbuh dua atau lebih tanaman budidaya yang mempunyai umur sama
serta pertumbuhan dari tanaman tersebut berada pada lahan dan waktu tanam yang sama,
dalam satu baris tanaman terdapat dua atau lebih jenis tanaman (Wiranata Abdi
Sukmana, 2012).
TULISAN ILMIAH |
4 Balai Besar Perbenihan dan Proteksi Tanaman Perkebunan (BBP2TP) Surabaya
D. Kelebihan dan Kekurangan Sistem Pola Tanam Tumpang sari
Keuntungan pola tanam tumpang sari antara lain:
1. Efisiensi tenaga lebih mudah dicapai karena persiapan tanam, pengerjaan tanah,
pemeliharaan, pemupukan dan pemungutannya lebih mudah dimekanisir
2. Banyaknya tanaman per hektar mudah diawasi dengan mengatur jarak diantara dan
didalam barisan, Menghasilkan produksi lebih banyak untuk di jual ke pasar
3. Perhatian lebih dapat di curahkan untuk tiap jenis tanaman sehingga tanaman yang
ditanam dapat dicocokkan dengan iklim, kesuburan dan tekstur tanah
4. Resiko kegagalan panen berkurang bila di bandingkan dengan monokultur
5. Kemungkinan merupakan bentuk yang memberikan produksi tertinggi karena
penggunaan tanah dan sinar matahari lebih efisien
6. Banyak kombinasi jenis-jenis tanaman dapat menciptakan stabilitas biologis terhadap
serangan hama dan penyakit (Wiranata Abdi Sukmana, 2012).
Kelemahan pola tanam tumpang sari antara lain:
1. Persaingan dalam hal unsur hara
Dalam pola tanam tumpangsari, akan terjadi persaingan dalam menyerap unsur hara
antar tanaman yang ditanam. Sebab, setiap tanaman memiliki jumlah kebutuhan unsur
hara yang berbeda-beda, sehingga tidak menutup kemungkinan bahwa salah satu
tanaman akan mengalami defisiensi unsur hara akibat kekalahan bersaing dengan
tanaman yang lainnya.
2. Pemilihan komoditas
Diperlukan wawasan yang luas untuk memilih tanaman sela sebagai pendamping dari
tanaman utama, karena tidak semua jenis tanaman cocok ditanam berdampingan.
Kecocokan tanaman-tanaman yang akan ditumpangsarikan dapat diukur dari
kebutuhan unsur haranya, drainase, naungan, penyinaran, suhu, kebutuhan air, dll.
3. Permintaan Pasar
Pada pola tanam tumpangsari, tidak selalu tanaman yang menjadi tanaman sela,
memiliki permintaan yang tinggi. Sedangkan, untuk memilih tanaman sela yang
cocok ditumpangsarikan dengan tanaman utama, merupakan usaha yang tidak mudah
karena diperlukan wawasan yang lebih luaslagi. Maka dari itu, diperlukan strategi
TULISAN ILMIAH |
5 Balai Besar Perbenihan dan Proteksi Tanaman Perkebunan (BBP2TP) Surabaya
pemasaran yang tepat agar hasil dari tanaman sela tersebut dapat mendatangkan
keuntungan pula bagi petani. Memerlukan tambahan biaya dan perlakuan (Wiranata
Abdi Sukmana, 2012).
A. Hal Yang Harus Diperhatikan dalam Tumpangsari Pada Produksi Benih Kapas
1. Ketersediaan air selama masa pertumbuhan.
2. Ketersediaan unsur hara bagi tanaman.
3. Keadaan tanah yang meliputi sifat fisik, kimia dan biologi tanah.
4. Curah hujan, cahaya, naungan(lebar kanopi tanaman sela), kecepatan angin.
5. Efisiensi hama dan penyakit tanaman yang bersifat potensial.
6. Tanaman yang digunakan termasuk tanaman yang menyerbuk sendiri sehingga benih
yang dihasilkan terjaga kemurniannya.
7. Tanaman sela yang digunakan saling menunjang terhadap produksi .
8. Tanaman sela yang digunakan tidak mengundang OPT baru dan gulma yang dapat
merugikan tanaman induk.
9. Tanaman sela yang digunakan mampu memberikan nilai tambah secara ekonomi
kepada petani .
B. Tumpangsari Dengan Palawija Pada Produksi Benih Kapas
Beberapa komoditi yang biasa ditumpangsarikan dengan tanaman kapas antara lain kedelai,
kacang hijau dan jagung. Pemilihan komoditas yang baik untuk ditumpangsarikan dengan
tanaman kapas pada produksi benih kapas agak berbeda dengan budidaya kapas untuk
diambil seratnya yaitu bukan hanya dari tingkat persaingan unsur hara, cahaya, lebar kanopi,
tetapi juga dari jenis penyerbukan tanaman karena sebagaimana diketahui bahwa tanaman
kapas termasuk tanaman yang menyerbuk silang .
Tumpangsari tanaman kapas dengan kedelai merupakan pilihan yang tepat untuk
meningkatkan produktivitas tanaman kapas daripada menggunakan tanaman jagung. Hal ini
disebabkan karena tanaman jagung termasuk tanaman yang meyerbuk silang bergitupula
dengan tanaman kapas juga menyerbuk silang sehingga dapat mempengaruhi kemurnian
genetik biji kapas yang dihasilkan nanti. Sedangkan tanaman kedelai sangat baik karena
tanaman tersebut menyerbuk sendiri sehingga tidak mempengaruhi kemurnian biji kapas
yang dihasilkan.
TULISAN ILMIAH |
6 Balai Besar Perbenihan dan Proteksi Tanaman Perkebunan (BBP2TP) Surabaya
Kedelai, Kacang hijau dan Kacang Tanah termasuk famili Leguminosae yang mempunyai
bintal akar (Buckman, dan Brady, 1982). Akar pada tanaman famili Leguminosa Selain
berfungsi sebagai tempat bertumpunya tanaman dan alat pengangkut air maupun unsur hara,
akar tanaman kedelai juga merupakan tempat terbentuknya bintil-bintil akar. Bintil akar
tersebut berupa koloni dari bakteri pengikat nitrogen Bradyrhizobium japonicum yang
bersimbiosis secara mutualis dengan kedelai. Pada tanah yang telah mengandung bakteri ini,
bintil akar mulai terbentuk sekitar 15 20 hari setelah tanam. Bakteri bintil akar dapat
mengikat nitrogen langsung dari udara dalam bentuk gas N2 (nitrogen) yang kemudian dapat
digunakan oleh kedelai setelah dioksidasi menjadi nitrat (NO3+) sebagai bentuk unsur hara
yang dapat diserap oleh tanaman (Buckman, dan Brady, 1982).
Tumpangsari kapas dan kedelai disamping kemurnian biji tetap terjaga kesuburan tanah
juga meningkat sehingga dapat mengurangi dosis pemupukan urea atau Nitrogen.
Begitupula dengan pengendalian hama dan penyakit tanaman lebih mudah dilakukan
karena antara kapas dan kedelai OPT yang ada hampir sama (Anonim, 2011).
Gambar. Tumpangsari kapas dengan kedelai
(Balitkabi, 2012)
C. Teknik Budidaya Tumpangsari Kapas dan Kedelai
1. Penanaman
Kapas dan palawija ditanam dengan cara yang berbeda. Kedelai dan kedelai ditanam dengan
TULISAN ILMIAH |
7 Balai Besar Perbenihan dan Proteksi Tanaman Perkebunan (BBP2TP) Surabaya
cara disebar, sedangkan kapas dengan ditugal di pinggir paliran pada 3-7 hari setelah tanam
kedelai. Setelah direndam 5 jam, benihkapas ditanam 4-6 benih/lubang dengan cara ditugal
dengan jarak tanam 120 cm x 40 cm. Setelah benih tumbuh, hanya dua tanaman yang
dibiarkan tumbuh sehingga populasi 42.000 tanaman/ha. Polatata tanam pada tumpangsari
kapas dan kedelai dan tata dapat dilihat pada Gambar dibawah ini.
X O O O O O X == X O O O O O X 20 cm
O O O O O == O O O O O
X O O O O O X == X O O O O O X
O O O O O == O O O O O 40 cm
X O O O O O X == X O O O O O X
120 cm 80 cm 20 cm
40 cm
X = kapas O = kedelai
2. Pemeliharaan
a. Penyulaman
Produktivitas tanaman dapat mencapai maksimal bila populasi tanaman optimal. Untuk
mendapatkan populasi yang optimal, tanaman yang mati segera disulam. Penyulaman
dilakukan dengan biji atau bibit. Penyulaman kapas dilakukan pada umur 7-10 HST,
Begitupula dengan tanaman kedelai dilakukan penyulaman.
b. Penyiangan dan Pembumbunan
Pembumbunan bertujuan untuk membuat struktur tanah lebih gembur atau meningkatkan
ruang pori tanah, serta memperbaiki media tumbuh dan perakaran sehingga tanaman
tidak mudah rebah. Pembumbunan juga dimaksudkan untuk mempertahankan kandungan air
tersedia dalam tanah dan meningkatkan daya simpan air saat hujan. Penyiangan dilakukan
untuk menekan pertumbuhan gulma. Gulma yang tumbuh di sekitar tanaman akan
menurunkan laju pertumbuhan dan hasil. Produksi kapas akan menurun 75% karena adanya
gangguan gulma. Penyiangan dilakukan bersamaan dengan pemupukan pertama dan
penjarangan tanaman. Pembersihan gulma dilakukan hanya terhadap gulma-gulma yang
berada 15 cm dari tanaman kapas. Gulma yang tumbuh di antara tanaman kedelai dan
barisan kapas tidak disiang karena sulit dilakukan. penyiangan kedua dilakukan setelah panen
TULISAN ILMIAH |
8 Balai Besar Perbenihan dan Proteksi Tanaman Perkebunan (BBP2TP) Surabaya
kedelai. Gulma dibersihkan dengan menggunakan herbisida. Namun penggunaan herbisida
sering menimbulkan dampak negatif terhadap tanaman kapas, yaitu merusak daun bagian
bawah.
c. Pemupukan
Pemupukan dilakukan dengan meletakkan pupuk di dekat tanaman. Pemupukan pertama
dilakukan denganmemberikan TSP 100 kg dan urea 25 kg/ha. Pemupukan kedua dilakukan 6
minggu setelah tanam kapas atau setelah panen kedelai dengan memberikan 75 kg urea/ha.
Untuk daerah-daerah yang curah hujannya tinggi, pemupukan pertama dilakukan dengan
memberikan 100 kg TSP, 100 kg KCl, dan 50 kg ZA/ha; dan pemupukan kedua dengan
memberikan 100 kg urea/ha. Biasanya, pemupukan kedua dilakukan pada kondisi kering,
sehingga diperlukan pengocoran air.
d. Pengendalian Hama/Penyakit
Sebelum kedelai dipanen, tanaman kapas masih dalam fase pertumbuhan vegetatif.
Perawatan intensif dilakukan setelah kedelai dipanen atau pada saat tanaman kapas memasuki
masa pertumbuhan generatif, yaitu mulai terbentuknyabunga dan buah. Pengendalian OPT
dilakukan mengikuti kaidah-kaidah Pengendalian Hama Terpadu yaitu dilakukan pengamatan
lapangan untuk menentukan solusi yang tepat baik melalui sanitasi, secara mekanis, maupun
penggunaan pestisida organik atau kimia sesuai anjuran..
e. Panen dan Pascapanen
Kedelai dipanen bila daunnya telah menguning dan rontok serta polong sudah menguning dan
kering. Pengeringanbiji kedelai dilakukan hingga kadar air 12%. Kapas dipanen jika 50-60%
buahnya telah merekah sempurna. Penundaan waktu panen akan menurunkan mutu serat
kapas (Suhadi, 2011).
D. Kesimpulan
Pola tanam tumpangsari merupakan pola tanam polikultur dengan menanam lebih dari satu
jenis tanaman pada suatu hamparan lahan dalam periode waktu tanam yang
sama.Peningkatan pendapatan dan produktivitas tanaman kapas dapat dicapai melalui
penerapan pola tanam tumpangsari karen adari segi usaha tani teknik pola tanam yang dari
segi usahatani mampu memberikan nilai tambah dan mengurangi risiko kegagalan panen
serta meningkatkan C-organik tanah dan sifat kimia tanah lainnya sehingga produktivitas
tanaman dapat kembali meningkat. Pola tanam tumpangsari kapas dengan kedelai adalah
TULISAN ILMIAH |
9 Balai Besar Perbenihan dan Proteksi Tanaman Perkebunan (BBP2TP) Surabaya
merupakan pola tumpangsari yang sangat baik karena antara kedua tanaman saling
menunjang terhadap pertumbuhan , teknik pemeliharaan dan OPT yang ada juga sama
sehingga memudahkan dalam pengendalian.
E. Daftar Pustaka
Anonim. 2011. Penyakit Antraknose dan Bercak daun Pada Kapas. Alamat://Ditjenbun.
deptan.go.id. Akses tanggal 27 Juni 2013
Anonim1. 2012. Pedoman Teknis Penanaman Tanaman Kapas. Ditjenbun Kementan. Akses
tanggal 20 Juni 2013.
Buckman, H.O. dan Brady, N.C. 1982. Ilmu Tanah. Terjemahan Prof.Dr. Soegiman. Bhratara
Karya Aksara. Jakarta.
BSN. 2006. Benih Kapas SNI 01-7163. Alamat://pphp.deptan.go.id. Akses tanggal 20 Juni
2013.
Balitkabi. 2012. Tumpangsari Kapas dan Palawija. Agroinovasi Litbang Deptan. Akses
tanggal 20 Juni 2013.
Suhadi. 2011. Teknik Budidaya Kapas Dalam Pola Tumpangsari Dengan Kedelai. Akses
tanggal 20 Juni 2013.
Syiful Anwar. 2012. Pola Tanam Tumpangsari. Agroekoteknologi. Litbang Deptan.
Nurindah dan Sujak. 2006. Keanekaragaman Spesies Parasitod Telur (Helicoverpa armigera)
Pada Sistem Tanam Monokultur dan Polikultur Kapas. Balittas. Akses tanggal 21
Juni 2013.
Wiranata Abdi Kusuma. 2012. Pola Tanam. Alamat://blog. ub.ac.id. Akses tanggal 11 Juni
2013.
Top Related