Tumor Ovarium Pada Wanita Postmenopause - Referat Obgyn

26
BAGIAN OBSTETRI DAN GINEKOLOGI REFERAT FAKULTAS KEDOKTERAN NOVEMBER 2014 UNIVERSITAS HASANUDDIN TUMOR OVARIUM PADA WANITA POSTMENOPAUSE : ETIOLOGI, FAKTOR RISIKO, DAN PENANGANANNYA OLEH : Juliarwon Putra C 11109284 PEMBIMBING : dr. Muhammad Rizkinov Jumsa SUPERVISOR : Prof. Dr. dr. H. Syahrul Rauf, Sp.OG (K) DIBAWAKAN DALAM RANGKA TUGAS KEPANITERAAN KLINIK PADA BAGIAN OBSTETRI DAN GINEKOLOGI FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS HASANUDDIN MAKASSAR 2014

description

Referat Bagian Obgyn Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin. Membahas cara membedakan tumor ovarium pada wanita premenopause dan wanita postmenopause.

Transcript of Tumor Ovarium Pada Wanita Postmenopause - Referat Obgyn

  • BAGIAN OBSTETRI DAN GINEKOLOGI REFERAT

    FAKULTAS KEDOKTERAN NOVEMBER 2014

    UNIVERSITAS HASANUDDIN

    TUMOR OVARIUM PADA WANITA POSTMENOPAUSE :

    ETIOLOGI, FAKTOR RISIKO, DAN PENANGANANNYA

    OLEH :

    Juliarwon Putra C 11109284

    PEMBIMBING :

    dr. Muhammad Rizkinov Jumsa

    SUPERVISOR :

    Prof. Dr. dr. H. Syahrul Rauf, Sp.OG (K)

    DIBAWAKAN DALAM RANGKA TUGAS KEPANITERAAN KLINIK PADA BAGIAN OBSTETRI DAN GINEKOLOGI

    FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS HASANUDDIN

    MAKASSAR

    2014

  • ii

    SURAT PENGESAHAN

    Yang bertanda-tangan di bawah ini menyatakan bahwa :

    Nama : Juliarwon Putra

    NIM : C 11109284

    Judul : TUMOR OVARIUM PADA WANITA POSTMENOPAUSE : ETIOLOGI, FAKTOR RISIKO, DAN PENANGANANNYA

    Benar telah menyelesaikan tugas referat dalam rangka kepaniteraan klinik pada

    bagian Obstetri dan Ginekologi, Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin.

    Makassar, November 2014

    Konsulen Pembimbing

    Prof. Dr. dr. H. Syahrul Rauf, Sp.OG (K) dr. Muhammad Rizkinov Jumsa

    Mengetahui,

    KPM Bagian Obstetri dan Ginekologi

    Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin

    Dr. dr. Sharvianty Arifuddin, Sp.OG (K)

  • iii

    SURAT KETERANGAN PEMBACAAN REFERAT

    Yang bertanda-tangan di bawah ini menyatakan bahwa :

    Nama : Juliarwon Putra

    NIM : C 11109284

    Benar telah membaca referat dengan judul TUMOR OVARIUM PADA WANITA POSTMENOPAUSE : ETIOLOGI, FAKTOR RISIKO, DAN PENANGANANNYA pada :

    Hari / Tanggal : Jumat / 21 November 2014

    Tempat : Gedung Pinang, Lt. 2 RS Wahidin Sudirohusodo

    Minggu ke : VIII

    Nilai :

    Dengan ini dibuat untuk digunakan sebaik-baiknya dan sebagaimana mestinya.

    Makassar, November 2014

    Konsulen Pembimbing

    Prof. Dr. dr. H. Syahrul Rauf, Sp.OG (K) dr. Muhammad Rizkinov Jumsa

    Mengetahui,

    KPM Bagian Obstetri dan Ginekologi

    Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin

    Dr. dr. Sharvianty Arifuddin, Sp.OG (K)

  • iv

    DAFTAR HADIR PEMBACAAN REFERAT

    Nama : Juliarwon Putra

    NIM : C 11109284

    Hari / Tanggal : Jumat / 21 November 2014

    Tempat : Gedung Pinang, Lt. 2 RS Wahidin Sudirohusodo

    No. Nama Stambuk Minggu Tanda Tangan

    1

    2

    3

    4

    5

    6

    7

    8

    9

    10

    11

    12

    13

    14

    15

    16

  • v

    17

    18

    19

    20

    21

    22

    23

    24

    25

    26

    27

    28

    29

    30

    Makassar, November 2014

    Konsulen Pembimbing

    Prof. Dr. dr. H. Syahrul Rauf, Sp.OG (K) dr. Muhammad Rizkinov Jumsa

  • vi

    DAFTAR ISI

    SAMPUL ................................................................................................. i

    SURAT PENGESAHAN .......................................................................... ii

    SURAT KETERANGAN PEMBACAAN REFERAT .............................. iii

    DAFTAR HADIR PEMBACAAN REFERAT ......................................... iv

    DAFTAR ISI ............................................................................................ vi

    TUMOR OVARIUM PADA WANITA POSTMENOPAUSE :

    ETIOLOGI, FAKTOR RISIKO, DAN PENANGANANNYA

    I. PENDAHULUAN ........................................................................ 1 II. EPIDEMIOLOGI ........................................................................ 2 III. ETIOLOGI .................................................................................. 3 IV. HISTOPATOLOGI ..................................................................... 4 V. FAKTOR RISIKO ...................................................................... 6 VI. GEJALA KLINIS ........................................................................ 7 VII. DIAGNOSIS ................................................................................ 8 VIII. DIAGNOSIS BANDING ............................................................. 14 IX. STADIUM PENYAKIT .............................................................. 14 X. PENATALAKSANAAN ............................................................. 15 XI. PROGNOSIS ............................................................................... 18

    DAFTAR PUSTAKA ............................................................................... 19

    LAMPIRAN

  • 1

    Tumor Ovarium Pada Wanita Postmenopause :

    Etiologi, Faktor Risiko, dan Penanganannya

    I. PENDAHULUAN Menopause didefinisikan sebagai keadaan 12 bulan setelah periode

    menstruasi terakhir dan menandai berakhirnya siklus menstruasi. Menopause dapat terjadi pada usia 40an, 50an, tetapi usia rata-rata terjadinya menopause adalah 51 tahun. Menopause merupakan sebuah proses biologis alami yang terjadi karena ovarium wanita berhenti memproduksi hormon estrogen dan progesteron.(1, 2)

    Tumor ovarium diklasifikasikan menjadi jinak (neoplastik dan non-neoplastik), premaligna, dan maligna. Sekitar 15% dari tumor ovarium adalah maligna.(3) Ca. ovarium merupakan penyakit primer tersering pada

    wanita postmenopause; mayoritas kasus terjadi antara usia 50-75 tahun. Mayoritas kasusnya sudah stadium lanjut pada saat diagnosis karena gejalanya tidak jelas dan non-spesifik pada stadium dini.(4)

    Ca. ovarium mencakup sekitar 4% dari seluruh kejadian kanker pada wanita dan merupakan penyebab kematian utama akibat malignansi ginekologis.(5)

    Tabel 1 Klasifikasi Tumor Ovarium (3)

  • 2

    II. EPIDEMIOLOGI Tumor ovarium jinak terjadi pada 30% dari semua wanita dengan

    menstruasi reguler dan 50% pada wanita dengan menstruasi irregular. Tumor ovarium jinak jarang terjadi pada wanita premenarche dan post menopause. (6)

    Ca. ovarium menempati urutan ketiga sebagai keganasan terbanyak di saluran genitalia wanita.(7) Di Inggris, insidens ca. ovarium sangat

    rendah, sekitar 1 kasus ca. ovarium epitelial setiap 2.250 wanita postmenopause setiap tahunnya. 1 diantara 70 wanita (1.4%) semasa hidupnya memiliki kemungkinan menderita ca. ovarium. Namun, ca. ovarium epitelial sangat fatal. Pada tahun 2005, diperkirakan sekitar 22.270 wanita didiagnosis dengan ca. ovarium dan sekitar 16.210 wanita akan meninggal akibat penyakit tersebut.(5) Berdasarkan laporan WHO pada

    tahun 2002, kanker ovarium di Indonesia menempati urutan keempat terbanyak kasus baru dengan angka kejadian 15 per 100.000 setelah kanker payudara, korpus uteri, dan kolorektal. Sedangkan pada tahun 2005 kanker ovarium menempati urutan kelima penyebab kematian akibat kanker pada wanita di Indonesia.(7)

    Insidensnya paling tinggi pada kelompok usia 75-79 tahun dengan taksiran sekitar 62/100.000 wanita. Usia rata-rata pada saat diagnosis adalah 61 tahun. Insidensnya bervariasi tergantung ras dan geografi;

  • 3

    insidensnya lebih tinggi pada wanita berkulit putih dan di negara berkembang, sekitar 18/100.000 untuk wanita berkulit putih dan 12/100.000 untuk wanita Afrika-Amerika.(3, 4)

    Ca. ovarium paling sering terjadi pada wanita infertil atau pada wanita yang memiliki riwayat aborsi spontan berulang, lama memiliki anak, atau adanya ca. mamma.(3)

    III. ETIOLOGI Saat ini, ada beberapa hipotesis yang dikemukakan mengenai

    proses terjadinya ca. ovarium, yaitu : (7) 1. Teori Incessant Ovulation

    Teori ini pertama kali diajukan oleh Fathalla pada tahun 1971 dan kemudian dilanjutkan oleh peneliti lainnya, mengatakan bahwa trauma berulang selama ovulasi menyebabkan pajanan epitel permukaan ovarium terhadap abnormalitas genetik dan faktor risiko lainnya. Dalam hal ini, usia menstruasi dini, menopause pada usia lanjut, dan multipara merupakan hal yang mengakibatkan ovulasi lebih banyak. Sebaliknya, kondisi yang menekan ovulasi seperti kehamilan dan menyusui telah

    dilaporkan menurunkan risiko terjadinya ca. ovarium.

    2. Teori Inflamasi

    Teori ini didasarkan pada peningkatan insidens kanker ovarium pada individu dengan penyakit inflamasi pelvis. Teori ini menduga karsinogen dapat berkontak dengan ovarium setelah melewati saluran

    genital.

    3. Teori Gonadotropin Teori ini juga dikemukakan sebagai dasar timbulnya kanker ovarium, karena kadar gonadotropin yang tinggi berkaitan dengan lonjakan yang terjadi selama proses ovulasi dan hilangnya gonadal negative feedback pada menopause dan kegagalan ovarium prematur memiliki peranan penting dalam perkembangan dan progresi kanker ovarium.

  • 4

    IV. HISTOPATOLOGI

    Ada beberapa asal tumor ovarium. Diantaranya adalah :

    Tumor sel epitel (3, 8)

    Tumor sel epitel (mesothelial) mencakup sekitar 65% dari semua neoplasma ovarium dan ~ 85% dari semua ca. ovarium. 70% nya adalah jinak, ~ 5% berpotensi rendah menjadi maligna, dan < 25% yang maligna.

    Tumor epitelial berasal dari lapisan epitel rongga embrionik dan terdiri dari jaringan ikat dan stroma ovarium. Karena memiliki stroma ovarium, semua jenis tumor ini masih memiliki kapasitas fungsionalnya, tetapi tidak dapat menghasilkan hormon. Beberapa tipe

    tumor epitel ovarium adalah serous, mucinous, endometrioid, clear cell (mesonephroid), dan Brenner tumor.

    Sekitar 10% dari tumor epitel ovarium ini memiliki risiko rendah menjadi maligna. Kehamilan, menyusui, dan penggunaan kontrasepsi oral merupakan faktor pelindung terjadinya tumor tersebut. Tingkat harapan hidup 7 tahun untuk tumor stadium I adalah 99% dan 92% untuk tumor stadium II.

    Tumor Serous (3) Ada 3 tipe tumor serous : serous cystadenoma, cystadenofibroma,

    dan fibrocystadenoma. Tumor serous mencakup sekitar 20%-50% dari semua neoplasma ovarium dan 35%-40% dari ca. ovarium. Sekitar 70% dari tumor serous adalah jinak, 5%-10% borderline, dan 20%-25% adalah maligna. A. Serous Cystadenoma (3)

    Serous cystadenoma merupakan tumor serous yang paling

    sering terjadi, paling sering pada wanita berusia 30-50 tahun, dan serous carcinoma terjadi pada wanita berusia > 40 tahun. Tumor tersebut biasanya ditemukan pada pemeriksaan pelvis rutin. Tumor tersebut tidak menghasilkan hormon. USG dan MRI berguna untuk menentukan luas dan sifat tumor. Diagnosis bandingnya antara lain

  • 5

    adalah teratoma kistik jinak, dysgerminoma, keganasan yang bermetastasis, dan tumor retroperitoneal. Komplikasinya dapat berupa keganasan, torsio, ruptur, atau obstruksi usus.

    Perubahan malignansi pada cystadenoma dikarakteristikkan

    dengan (1) proliferasi berlebih dan stratifikasi sel yang ekstensif; (2) pola yang rumit dengan peningkatan elemen glandular; (3) kurangnya proporsi stroma dibandingkan dengan sel epitel; (4) anaplasia yang dikarakteristikkan dengan sel immatur, variasi bentuk dan ukuran sel dan nukleinya, banyak nukleoli, banyak sel yang tidak berdiferensiasi, dan banyak bentuk mitotik; dan (5) invasi stroma atau kapsul oleh elemen glandular, dengan pembentukan kista intraocular.

    B. Cystadenofibroma dan Fibrocystadenoma (3) Cystadenofibroma dan fibrocystadenoma saling terkait,

    biasanya merupakan tumor jinak yang paling sering ditemukan pada kelompok usia 40-60 tahun. Fibrocystadenoma biasanya unilateral (bilateral pada 20%-25% kasus), diameter 3 cm, dan asimptomatik.

    Tumor Mucinous (3)

    Tumor mucinous mencakup sekitar 15%-25% dari semua neoplasma ovarium dan sekitar 6%-10% dari semua ca. ovarium. Bersifat bilateral pada 8%-10% kasus. Tumor mucinous dapat

    berukuran besar (> 70 kg), tetapi diameter rata-rata adalah 16-17 cm pada saat diagnosis dan utamanya didapatkan pada 2 kelompok usia (10-30 tahun dan > 40 tahun). Tumor mucinous berdinding halus dengan lapisan tebal seperti kapsul. Biasanya multiocular dan berisi

    cairan kental kecoklatan.

    Tumor mesonephroid (Clear Cell Carcinoma) (3) Tumor mesonephroid merupakan kelompok neoplasma ovarium

    yang terdiri dari kumpulan sel pseudoglomerular yang kaya akan glikogen. Sekitar 85% dari mesonefroid terjadi pada wanita berusia 40

  • 6

    tahun. Sekitar 30% adalah tumor mesonefroid maligna. Secara umum, tumor mesonefroid unilateral, berkapsul, berwarna abu-abu kecoklatan, licin, bebas, semi lunak atau kistik. Kebanyakan berdiameter 10-20 cm.

    Tumor germ cell (3, 8)

    Berasal dari sel yang memproduksi sel telur. Dapat bersifat jinak atau ganas, tetapi kebanyakan bersifat jinak. Dapat terjadi pada semua usia, tetapi paling sering pada wanita muda.

    Tumor stroma (3, 8)

    Berasal dari sel yang menghasilkan hormon wanita.

    V. FAKTOR RISIKO Beberapa faktor risiko terjadinya tumor ovarium adalah : (6-8) Usia, khususnya pada wanita yang telah mengalami menopause

    Risiko tumor ovarium untuk menjadi keganasan juga meningkat seiring bertambahnya usia, dengan risiko 13% pada wanita premenopause dan

    45% pada wanita postmenopause. Risiko kanker ovarium meningkat seiring dengan bertambahnya usia. Kanker ovarium dapat menyerang usia muda, tapi > 80% diagnosis ditemukan pada wanita berusia > 45 tahun.

    Kehamilan

    Kehamilan adalah faktor risiko yang penting. Wanita yang sudah pernah hamil memiliki risiko terkena kanker ovarium sebesar 50% lebih rendah dibandingkan dengan wanita nullipara.

    Tidak memiliki anak (infertilitas) atau tidak menyusui Menggunakan obat fertilitas (seperti Clomid) Penggunaan obat kontrasepsi oral

    Penelitian dari Center for Disease Control (CDC) menunjukkan bahwa penggunaan obat kontrasepsi oral akan menurunkan risiko terkena

    kanker ovarium sebanyak 40% pada wanita berusia 20 sampai 54 tahun. Penelitian lain menunjukkan bahwa pemakaian pil kontrasepsi selama 1

  • 7

    tahun menurunkan risiko hingga 11%, sedangkan pemakaian selama 5 tahun menurunkan risiko hingga 50%. Hormon yang berperan disini adalah hormon progesteron. Pemberian pil yang mengandung estrogen saja pada wanita postmenopause akan meningkatkan risiko terjadinya kanker ovarium, sedangkan pemberian kombinasi progesteron dan estrogen atau progesteron saja akan menurunkan risiko terjadinya kanker ovarium.

    Pemakaian talk

    Pemakaian talk (hydrous magnesium silicate) pada daerah perineum dilaporkan meningkatkan risiko terjadinya kanker ovarium sekitar 1.9%.

    Ligasi tuba

    Ligasi tuba menurunkan risiko terjadinya kanker ovarium sebesar 0.3. Terapi pengganti hormon

    Pemakaian terapi pengganti hormon pada masa menopause dengan

    estrogen selama 10 tahun meningkatkan risiko relatif menjadi 2.2. Pemakaian selama 20 tahun atau lebih meningkatkan risiko relatif

    menjadi 1.5. Riwayat pribadi atau keluarga yang pernah menderita ca.ovarium, ca.

    mamma, atau ca. colorectal (memiliki gen BRCA yang meningkatkan risiko menderita kanker tersebut)

    Riwayat menarche dini

    Merokok

    Obesitas

    VI. GEJALA KLINIS Pada stadium dini, gejalanya tidak jelas dan non-spesifik. Sekitar

    1/3 wanita yang menderita tumor ovarium borderline dan hampir 20% wanita yang menderita ca. ovarium stadium dini tidak memiliki gejala. Beberapa gejala tumor ovarium adalah : (3, 4, 6, 8) Rasa tidak enak / tertekan / nyeri pada perut bagian bawah, low back

    pain (> 33%)

  • 8

    Perut kembung (> 30%) Sulit kencing atau urgensi

    Nyeri saat berhubungan (dyspareunia) Nyeri menstruasi dan perdarahan pervaginam abnormal (~ 20%) Konstipasi

    Mual / muntah

    Hilang nafsu makan, mudah merasa kenyang

    Gejala konstitusional : demam ringan, lelah, penurunan berat badan

    Pada stadium lanjut, gejalanya berupa : (4)

    Perut kembung atau pembengkakan (ascites) Gejala pada buli-buli atau rectum akibat pembesaran massa pelvis Gangguan pernafasan

    Perdarahan vagina abnormal

    VII. DIAGNOSIS Diagnosis ca. ovarium sangat bergantung kepada pemeriksaan

    klinis, laboratorium, dan pembedahan. Pada wanita premenopause, massa adnexa yang paling sering

    adalah kista folikular fisiologis dan kista korpus luteal. Juga dapat berupa kehamilan ektopik, endometrioma, polycistic ovarium, abses tubo-ovarium,

    dan neoplasma jinak. Sedangkan pada wanita postmenopause, yang harus dipertimbangkan adalah neoplasma primer dan sekunder, leiomyoma,

    fibroma ovarium, dan lesi lain seperti abses divertikular. Informasi dari anamnesis, pemeriksaan fisis, USG, dan pemeriksaan laboratorium memungkinkan dokter untuk menemukan penyebab paling pasti massa adnexa tersebut.(9)

    Pengukuran kadar serum CA-125 merupakan tes yang berguna untuk mendeteksi keganasan ovarium pada wanita postmenopause dengan

    massa pada pelvis. Pasien premenopause asimptomatik yang menderita kista ovarium simple berdiameter < 10 cm dapat diobservasi dan diberikan

  • 9

    terapi suppressive dengan kontrasepsi oral. Sedangkan pada wanita postmenopause dengan kista simple yang berukuran < 8 cm, juga dapat di follow-up, tetapi kadar serum CA-125 tidak boleh meningkat dan pasien tidak memiliki tanda atau gejala yang menunjukkan kecurigaan ke arah keganasan.(9)

    Gambar 1 Algoritma evaluasi dan penatalaksanaan massa adnexa pada wanita postmenopause (10)

  • 10

    Gambar 2 Algoritma evaluasi dan penatalaksanaan massa adnexa pada wanita premenopause (10)

    1. Anamnesis Keluhan umum yang sering dirasakan oleh pasien berupa berat

    badan menurun, dispepsia, dan cepat lelah.(11) Harus dilakukan anamnesis menyeluruh terhadap wanita dengan berfokus kepada mencari faktor risiko atau faktor pelindung terhadap kejadian keganasan ovarium dan riwayat keluarga menderita ca. ovarium atau ca. mamma. Harus diperhatikan gejala yang menunjuk kepada endometriosis atau malignansi ovarium, diantaranya : distensi abdomen

    persisten, perubahan nafsu makan dan juga mudah kenyang, nyeri abdomen atau pelvis, peningkatan urgensi dan/atau frekuensi urin.(12)

    Pada wanita postmenopause, perdarahan dengan adanya massa padat ovarium meningkatkan dugaan kecenderungan adanya tumor sel granulosa.(9, 13)

  • 11

    2. Pemeriksaan Fisis Hasil pemeriksaan fisis yang paling sering didapatkan adalah

    massa adnexa, massa abdominal, ascites, atau nodulasi. Semua massa besar yang terfiksir pada bagian posterior dari cul-de-sac harus

    dianggap sebagai kemungkinan adanya malignansi.(3)

    Pada wanita premenopause, adanya massa adnexa kompleks,

    nodul pada cul-de-sac, dan pemendekan atau nyeri tekan pada ligamentum uterosacral menunjukkan kemungkinan adanya endometriosis. Sedangkan pada wanita postmenopause, temuan yang sama menunjukkan kemungkinan adanya keganasan. Massa anterior uterus mungkin merupakan sebuah kista dermoid.(9, 13)

    3. Pemeriksaan Penunjang Modalitas Imaging

    Imaging memiliki peranan penting dalam mengkonfirmasi adanya massa pelvis, menentukan daerah asalnya, dan mengkarakteristikkan massanya.(5)

    Pada beberapa kasus, massa adnexa pada wanita postmenopause yang didapatkan pada imaging sebelum menopause dan masih tidak berubah, informasi tersebut sangat membantu dan biasanya observasi saja cukup untuk pasien tersebut.(14) A. USG

    USG transvaginal sering menjadi modalitas utama yang digunakan untuk menentukan asal dan karakteristik sebuah massa pelvis. USG transvaginal lebih dipilih daripada USG transabdominal karena sensitifitasnya yang lebih tinggi. Ciri USG yang menunjukkan adanya malignansi adalah massa padat homogen, kista kompleks,

    penebalan jaringan lunak atau ekstensi nodular dari dinding massa kista, dan adanya asites atau nodul peritoneum.(5, 6)

    Ukuran ovarium normal bervariasi selama masa hidup seorang wanita, dengan ovarium normal berukuran 3.5 x 2 x 1.5 cm pada wantia premenopause dan 1.5 x 0.7 x 0.5 cm pada 2 hingga 5 tahun

  • 12

    setelah menopause. Ukuran ovarium postmenopause yang melebihi 2 kali lipat ukuran kontralateralnya dianggap sebagai penemuan yang mencurigakan.(9)

    B. CT Scan

    Penampakan tumor ovarium pada CT scan bervariasi tergantung dari histologi tumor. Akurasi rata-rata CT scan untuk mendeteksi

    massa ovarium sekitar 95%, sementara spesifitasnya untuk membedakan lesi jinak dengan lesi maligna bervariasi dari 66% hingga 94%. Sensitifitas rata-rata CT scan konvensional untuk diagnosis ca. ovarium metastase peritoneal sekitar 63% sampai 79%, dengan spesifitas sebesar 100%.(5)

    C. MRI

    MRI sering digunakan untuk mengkarakteristikkan massa adnexa yang sulit ditentukan dengan USG dan CT scan. Adanya lemak atau perdarahan dalam massa ovarium jinak seperti teratoma atau kista hemoragik dapat dengan mudah ditentukan dengan MRI. Akurasi rata-rata MRI untuk membedakan massa ovarium jinak dan ganas bervariasi antara 60% hingga 90%.(5)

    CA125 CA125 merupakan marker primer ca. ovarium epitelial dan

    meningkat pada 90% kasus ca. ovarium stadium lanjut dan 50% pada kasus stadium dini. CA125 tidak spesifik untuk ca. ovarium dan dapat meningkat pada beberapa jenis keganasan lainnya, menstruasi, endometriosis, kehamilan, tumor ovarium jinak, dan pelvic inflammatory disease.(6)

    CA125 tidak dapat membedakan massa ovarium jinak dan ganas pada wanita premenopause, karena tingginya false positive dan rendahnya spesifitas. CA125 tidak disarankan untuk diperiksa pada wanita premenopause.(6)

    Sebagai sebuah alat bantu diagnostik, pengukuran kadar serum CA-125 paling berguna pada wanita postmenopause dengan hasil USG

  • 13

    adanya massa pelvis yang mencurigakan. Dalam keadaan tersebut, kadar > 65 U/mL dikatakan memiliki nilai prediksi positif sebesar 97%.(9) Referensi lain dari meta-analisis 6 penelitian mengatakan bahwa kadar CA-125 > 35 U/mL memiliki sensitifitas 69% sampai 97% dan spesifitas sebesar 81 sampai 93% untuk mendiagnosis adanya ca. ovarium.(14) Sedangkan pada wanita premenopause, kadar CA-125 yang > 200 U/mL merupakan suspek malignansi.(10)

    Risk of Malignancy Index (RMI) RMI I mengkombinasikan 3 hasil pemeriksaan pra-bedah : kadar

    serum CA125 (IU/ml) (CA125), status menopause (M), dan skor USG (U). Rumusnya adalah : (15)

    RMI = U x M x CA125

    Hasil USG memiliki nilai 1 untuk setiap karakteristik berikut

    : kista multilokular, area padat, metastasis, ascites, dan lesi bilateral. U = 0 (untuk skor USG 0), U = 1 (untuk skor USG 1), dan U = 3 (untuk skor USG 2-5).

    Status menopause memiliki skor 1 = premenopause dan 3 = postmenopause.

    Klasifikasi postmenopause adalah wanita yang sudah tidak mendapatkan haid selama lebih dari 1 tahun atau wanita berusia > 50 tahun yang telah menjalani histerektomi.

    Kadar serum CA125 diukur dalam IU/ml dan dapat bervariasi dari 0 hingga ratusan atau bahkan ribuan unit.

    Hitung skor risk of malignancy index I (RMI I) dan rujuk semua pasien dengan skor RMI I > 250 ke tim dokter spesialis. (15)

    Screening Peranan CA125 untuk screening ca. ovarium stadium dini saat ini

    masih diteliti. Seperti USG, pengukuran CA125 tidak memiliki sensitifitas dan spesifitas yang cukup untuk digunakan sendiri sebagai

    tes screening. Namun, ada bukti bahwa strategi multimodal yang

  • 14

    menggabungkan penilaian CA125 dengan USG pelvis pada wanita postmenopause dapat meningkatkan spesifitas (99.9%), nilai prediksi positif (26.8%), dan sensitifitas (78.6%). Peningkatan CA125 pada wanita postmenopause yang sehat merupakan prediktor risiko ca.

    ovarium yang kuat. Pada wanita dengan adanya bukti predisposisi herediter terhadap ca. ovarium, sangat disarankan melakukan screening

    serum CA125 dan USG.(16)

    VIII. DIAGNOSIS BANDING Berikut ini adalah diagnosis banding dari ca. ovarium : (11)

    Tumor ovarium jinak Tumor korpus uteri

    Mioma uteri

    TBC peritoneal

    Tumor abdomen non-ginekologis lainnya

    IX. STADIUM PENYAKIT Setelah melalui proses diagnosis dan diketahui bahwa penyakit

    tersebut adalah ca. ovarium, maka kemudian dilakukan penentuan stadium / staging penyakit : (11)

    Stadium Keterangan I Tumor terbatas pada ovarium IA Tumor terbatas hanya 1 ovarium IB Tumor pada kedua ovarium IC Tumor dengan stadium IA atau IB dengan pertumbuhan tumor

    di permukaan luar satu atau kedua ovarium; atau dengan kapsul pecah; atau dengan asites berisi sel ganas atau dengan bilasan peritoneum positif

    II Pertumbuhan pada satu atau kedua ovarium dengan perluasan ke panggul

    IIA Perluasan dan/atau metastasis ke uterus dan/atau tuba IIB Perluasan ke jaringan pelvis lainnya IIC Tumor stadium IIA atau IIB tetapi dengan tumor pada

    permukaan satu atau kedua ovarium, kapsul pecah; atau dengan asites yang mengandung sel ganas atau dengan bilasan peritoneum positif

    III Tumor mengenai satu atau kedua ovarium dengan implan di

  • 15

    Stadium Keterangan peritoneum, di luar pelvis dan/atau KGB retroperitoneal atau inguinal positif. Metastasis permukaan hati masuk stadium III. Tumor terbatas dalam pelvis kecil, tetapi secara histologik terbukti meluas ke usus besar atau omentum

    IIIA Tumor terbatas di pelvis kecil dengan KGB negatif tetapi secara histologik dan dikonfirmasi secara mikroskopik adanya penumbuhan (seeding) di permukaan peritoneum abdominal

    IIIB Tumor mengenai satu atau kedua ovarium dengan implan di permukaan peritoneum dan terbukti secara mikroskopik, diameter tidak melebihi 2 cm, dan KGB negatif

    IIIC Tumor mengenai satu atau kedua ovarium dengan implan di permukaan peritoneum dan terbukti secara mikroskopik, diameter melebihi 2 cm, dan KGB negatif

    IV Pertumbuhan mengenai satu atau kedua ovarium dengan metastasis jauh. Disertai efusi pleura dengan hasil sitologi positif dimasukkan dalam stadium IV. Begitu juga dengan metastasis ke parenkim hati.

    X. PENATALAKSANAAN Penatalaksanaan massa adneksa bergantung kepada lokasi dan

    etiologi massa serta karakteristik pasien. Secara umum, ada 3 pilihan penatalaksanaan massa adneksa, yaitu : pembedahan, observasi lanjut, dan penatalaksanaan umum.(14) Terapi standarnya terdiri dari total abdominal hysterectomy (TAH), bilateral salpingo-oophorectomy (BSO), dan omnentectomy.(3)

    Derajat kecurigaan klinis adanya ca. ovarium jauh lebih tinggi pada wanita postmenopause daripada wanita premenopause. Oleh karena itu,

    dibutuhkan eksplorasi pembedahan pada kebanyakan wanita yang menderita massa ovarium. Jika pada pemeriksaan imaging didapatkan

    penyakit metastasis, dibutuhkan eksplorasi pembedahan. (14)

    Di bawah ini adalah tahapan penatalaksanaan tumor ovarium secara umum : (11)

    1. Pembedahan Laparotomi

    Potong beku / frozen section dilakukan atas indikasi kecurigaan keganasan

    Hasil potong beku menjadi pertimbangan untuk tindakan selanjutnya selama operasi berlangsung

  • 16

    Pada usia muda, potong beku diperlukan untuk pertimbangan konservasi fertilitas

    Dari hasil potong beku ada beberapa kemungkinan hasil :

    Tumor ovarium jinak (benign) Tumor ovarium borderline

    Tumor ovarium ganas (maligna) Keganasan ovarium belum dapat dipastikan. Untuk kepastian

    diagnosis menunggu hasil pemeriksaan blok parafin

    Jika hasil potong beku adalah borderline, hanya dilakukan pengangkatan massa tumor ovarium. Jika hasil potong beku tumor

    ovarium ganas, maka tindakan selanjutnya adalah : 1) Surgical staging pada stadium awal;

    Complete surgical staging Sitologi bilasan peritoneal, histerektomi, salpingo-ooforektomi bilateral, limfadenektomi pelvis dan paraaorta, omentektomi, appendektomi, biopsi-biopsi peritoneum (parakolika, subdiafragma, prevesikal, kavum Douglasi, dan pada perlengketan dari lesi yang dicurigai); Conservative surgical staging (fungsi reproduksi) Konservatif yaitu tindakan salpingo-ooforektomi unilateral,

    omentektomi, limfadenektomi ipsilateral, sitologi, biopsi, appendektomi

    2) Debulking pada stadium lanjut

    2. Terapi Kemoterapi Adjuvan Pengobatan kemoterapi pada kanker ovarium diberikan secara

    intravena / intraperitoneal setiap 3 minggu. Kemoterapi yang digunakan pada kanker ovarium adalah Platinum (Cysplatin dosis 50-100 mg/m2 atau Carboplatin AUC 5-6).

    Tumor ovarium epitelial dapat dikombinasi dengan :

    CAP : Cyclophosphamide Adriamycin Platinum CP : Cyclophosphamide dan Platosin

  • 17

    CC : Cyclophosphamide dan Carboplatin AP :Adryamycin dan Platinum EP : epirubycin dan Platinum Paclitaxel dan Carboplatin Docetaxel dan Carboplatin / Cisplatin / Oxaloplatin Gemcitabine dan Oxaloplatin / Carboplatin ditambahkan

    dengan Bevacizumab

    Tumor ovarium non-epitel

    BEP (Bleomycin Etoposide Platinum), PVB, BIP, Taxane + Carboplatin, VAC

    3. Terapi Kemoterapi Neoadjuvan Kemoterapi neoadjuvan adalah pemberian kemoterapi sebelum

    pembedahan primer. Indikasi kemoterapi neoadjuvan antara lain : 1) Tumor ovarium suspek ganas stadium lanjut, unresectable dengan

    sitologi (asites / pleura positif) atau resektabilitas yang dinilai dengan laparotomi atau laparoskopik.

    2) Operasi primer diperkirakan sukar mencapai pembedahan debulking yang optimal. Atau kondisi pasien diprediksi berisiko tinggi untuk tindakan pembedahan, misalnya malnutrisi berat, memiliki komorbiditas tindakan seperti kelainan fungsi paru, sehingga dapat

    dipertimbangkan pemberian kemoterapi neoadjuvan.

    Di bawah ini adalah penatalaksanaan tumor ovarium berdasarkan tipe histopatologi yang ditemukan : (3) Tumor epitelial (mesothelial)

    Terapi untuk tumor yang memiliki potensi rendah menjadi maligna adalah pembedahan : salpingo-oophorectomy bilateral, biopsi limfonodus pelvis dan paraaorta, pencucian peritoneum, dan debulking tumor. Pada

    pasien yang lebih muda dengan penyakit stadium dini, dapat dipertimbangkan oophorectomy saja.

  • 18

    Tumor Serous

    1. Serous Cystadenoma Terapi tumor jinak dan maligna adalah pembedahan individual tergantung dari penemuan operatif. Wajib dilakukan pemeriksaan patologi.

    2. Cystadenofibroma dan Fibrocystadenoma Pada wanita postmenopause, terapi cystadenofibroma dan

    fibrocystadenoma adalah pelepasan dengan pembedahan, biasanya dengan histerektomi dan salpingo-oophorectomy bilateral.

    Tumor Mucinous

    Terapinya adalah salpingo-oophorectomy unilateral jika tumornya tidak bilateral dan tidak didapatkan adanya keganasan. Jika didapatkan

    adanya keganasan, terapi primernya adalah pembedahan. Kemoterapi kurang efektif jika dibandingkan dengan ca. epitel ovarium lainnya.

    Tumor mesonephroid (Clear Cell Carcinoma) Terapinya berupa histerektomi abdominal total, salpingo-

    oophorectomy bilateral, dan debulking tumor. Radiasi atau kemoterapi sangat tidak efektif, dan jika tumornya telah menyebar, prognosisnya jelek. Survival 5 tahun pada stadium I sebesar ~ 60% dan hampir 0 pada stadium III atau IV.

    XI. PROGNOSIS Prognosisnya bervariasi dan bergantung kepada tipe dan ukuran

    tumor, komplikasi penyerta, dan usia pasien.(6) Lebih dari 70% pasien yang datang dengan penyakit yang sudah bermetastasis memiliki tingkat

    bertahan hidup < 25%. Sebaliknya, sekelompok kecil pasien yang didiagnosis dengan penyakit stadium dini memiliki prognosis yang baik

    dengan tingkat bertahan hidup setelah 5 tahun sebesar > 70%. Deteksi dini ca. ovarium dapat menurunkan mortalitas.(17)

  • 19

    DAFTAR PUSTAKA

    1. Menopause [Internet]. Mayo Clinic. 01 August 2014. [cited 08 November 2014]. Available from: http://www.mayoclinic.org/diseases-conditions/menopause/basics/definition/con-20019726.

    2. Menopause [Internet]. Medline Plus. 24 October 2014. [cited 08 November 2014]. Available from: http://www.nlm.nih.gov/medlineplus/menopause.html.

    3. The Ovary and Oviduct. In: Pernoll ML. Benson & Pernoll's Handbook of Obstetrics & Gynecology Tenth Edition. USA: McGraw-Hill Companies; 2001. p. 651-52, 57-62, 71-72, 74, 76.

    4. Aoki E. Ovarian Cancer. In: McGarry KA, Tong IL. 5 Minute Consult Clinical Companion to Women's Health - The 1st Edition: Lippincott Williams & Wilkins; 2007.

    5. Liu KH. Prevention and Early Detection of Endometrial and Ovarian Cancers. In: Buzdar AU, Freedman RS. Gynecological Cancer. USA: Springer Science + Business Media, Inc. p. 30, 72, 3.

    6. Tidy C, Newson L. Benign Ovarian Tumours. [Internet]. 20 February 2012. [cited 21 October 2014]. Available from: http://www.patient.co.uk/doctor/Benign-Ovarian-Tumours.htm.

    7. Fauzan R. Gambaran Faktor Risiko Kanker Ovarium. Jakarta: Universitas Indonesia; 2009.

    8. Ovarian Cysts and Tumors [Internet]. WebMD, LLC. 2014. [cited 21 October 2014]. Available from: http://www.webmd.com/women/guide/ovarian-cysts.

    9. Drake J. Diagnosis and Management of the Adnexal Mass. American Academy of Family Physicians. 15 May 1998;57:2471-76.

    10. Givens V, Mitchell G, Harraway-Smith C, Reddy A, Maness DL. Diagnosis and Management of Adnexal Masses. American Academy of Family Physicians. 15 October 2009;80:815-20.

    11. Kanker Ovarium. In: HOGI. Panduan Pelayanan Klinik Kanker Ginekologi Edisi 3. Jakarta: Himpunan Onkologi Ginekologi Indonesia; 2013. p. 89 - 95.

    12. Management of Suspected Ovarian Masses in Premenopausal Women. Royal College of Obstetricians and Gynaecologists : Green-top Guideline No 62. November 2011:3, 4.

  • 20

    13. Harsono AB. Peran Dokter Spesialis Obstetri dan Ginekologi dalam Pengelolaan Tumor Ovarium. In: Djuwantono T, Permadi W, Ritonga MA. Bandung Controversies and Consensus in Obstetrics & Gynecology. Jakarta: CV Sagung Seto; 2011. p. 282 - 4.

    14. Muto MG. Management of an adnexal mass. [Internet]. 27 May 2014. [cited 07 November 2014]. Available from: http://www.uptodate.com/contents/management-of-an-adnexal-mass.

    15. NICE. Ovarian cancer - The recognition and initial management of ovarian cancer. April 2011;NICE Clinical Guideline(122):11, 29.

    16. Screening. In: Smith JR, Priore GD, Curtis J, Monaghan JM. An Atlas of Gynecologic Oncology - Investigation and Surgery. United Kingdom: Martin Dunitz Ltd; 2001. p. 39.

    17. Jacobs I, Davies AP, Bridges J, Stabile I, Fay T, Lower A, et al. Prevalence screening for ovarian cancer in postmenopausal women by CA 125 measurement and ultrasonography. British Medical Journal. 17 April 1993;306:1030.