Tulisan ini telah dimuat dalam Jurnal Ilmu-Ilmu Perairan dan ...

14
1 Tulisan ini telah dimuat dalam Jurnal Ilmu-Ilmu Perairan dan Perikanan Indonesia, Des 2003, Jilid 10, Nomor 2 hal 85-92. ISSN 0854-3194 ADAPTASI RETINA MATA IKAN LAYANG (Decapterus ruselli) TERHADAP CAHAYA DALAM PROSES PENANGKAPAN PADA BAGAN RAMBO DI SELAT MAKASSAR LIGHT ADAPTATION PROCESS OF RETINAL RUSSELL`S SCAD (Decapterus ruselli) IN FISHING PROCESS OF BAGAN RAMBO IN MAKASSAR STRAIT Sudirman 1 , Mulyono.S.Baskoro 2 , A.Purbayanto 2 , D.R.Monintja 2 , M.Jufri 3 dan T.Arimoto 4 ABSTRACT Light adaptation process of Russel`s scad (Decapterus ruselli) by natural condition and different light illumination were examined in respects of the application of light fishing operation. The experiment were conducted in Makassar Strait used a bagan rambo (large typed liftnet with light attraction) with ligting power 16.4 kW. From the total 33 individuals Russel`s scad (TL: 8.3 – 20.5 cm), their eye’s balls were sampled and prepared for the histological examination of the retina. Adaptation ratio was calculated from the cone and pigment movement in each experimental condition by using Cone Index and Pigment Index. Concerning the light adaptation process, the movement patterns of the pigment and cone were different in natural condition and simulation, where in the natural condition the Russell` scad caught by the bagan rambo is light adapted occurred after midnight. The other hand in the simulation condition Russel`s scad was light adapted in 45 and 35 lux after 1 hour lighting. Russell` scad very sensitive to the light, as shown by the accurence of cone movement even the light illumination was low of 14 lux. In relation to the fishing operation of bagan rambo, if the Russell`s scad as a target species, the effectively hauling time can be done as 3 times at the one night time is enough. Key words: Bagan rambo, retinal light adaptation, Russell`s scad (Decapterus ruselli) __________________________________________________________________ 1) Staf pengajar FIKP Unhas, Makassar 2) Staf Pengajar Jurusan PSP, FPIK-IPB 3) Alumni Jurusan Perikanan FIKP Unhas, Makassar 4) Professor pada Depatment Bio-Resources Science Tokyo University of Fisheries, Tokyo Japan

Transcript of Tulisan ini telah dimuat dalam Jurnal Ilmu-Ilmu Perairan dan ...

Page 1: Tulisan ini telah dimuat dalam Jurnal Ilmu-Ilmu Perairan dan ...

1

Tulisan ini telah dimuat dalam Jurnal Ilmu-Ilmu Perairan dan Perikanan

Indonesia, Des 2003, Jilid 10, Nomor 2 hal 85-92. ISSN 0854-3194

ADAPTASI RETINA MATA IKAN LAYANG (Decapterus ruselli)

TERHADAP CAHAYA DALAM PROSES PENANGKAPAN PADA

BAGAN RAMBO DI SELAT MAKASSAR

LIGHT ADAPTATION PROCESS OF RETINAL RUSSELL`S SCAD

(Decapterus ruselli) IN FISHING PROCESS OF BAGAN RAMBO IN

MAKASSAR STRAIT

Sudirman

1, Mulyono.S.Baskoro

2, A.Purbayanto

2, D.R.Monintja

2, M.Jufri

3 dan

T.Arimoto4

ABSTRACT

Light adaptation process of Russel`s scad (Decapterus ruselli) by natural condition

and different light illumination were examined in respects of the application of light

fishing operation. The experiment were conducted in Makassar Strait used a bagan

rambo (large typed liftnet with light attraction) with ligting power 16.4 kW. From the

total 33 individuals Russel`s scad (TL: 8.3 – 20.5 cm), their eye’s balls were sampled and

prepared for the histological examination of the retina. Adaptation ratio was calculated

from the cone and pigment movement in each experimental condition by using Cone

Index and Pigment Index.

Concerning the light adaptation process, the movement patterns of the pigment and

cone were different in natural condition and simulation, where in the natural condition

the Russell` scad caught by the bagan rambo is light adapted occurred after midnight.

The other hand in the simulation condition Russel`s scad was light adapted in 45 and 35

lux after 1 hour lighting. Russell` scad very sensitive to the light, as shown by the

accurence of cone movement even the light illumination was low of 14 lux.

In relation to the fishing operation of bagan rambo, if the Russell`s scad

as a target species, the effectively hauling time can be done as 3 times at the one

night time is enough.

Key words: Bagan rambo, retinal light adaptation, Russell`s scad (Decapterus

ruselli)

__________________________________________________________________ 1) Staf pengajar FIKP Unhas, Makassar

2) Staf Pengajar Jurusan PSP, FPIK-IPB

3) Alumni Jurusan Perikanan FIKP Unhas, Makassar

4) Professor pada Depatment Bio-Resources Science Tokyo University of

Fisheries, Tokyo Japan

Page 2: Tulisan ini telah dimuat dalam Jurnal Ilmu-Ilmu Perairan dan ...

2

I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Salah satu jenis bagan yang berkembang pesat saat ini adalah bagan

perahu di perairan Sulawesi Selatan khusunya di perairan Kabupaten Barru Selat

Makassar. Konstruksi bagan ini dirancang secara khusus dengan menggunakan

bahan-bahan pilihan yang kuat. Komponen dan peralatan bagan yang penting

adalah perahu, jaring, rangka bagan, lampu dan kapasitas daya dari generator

listrik. Hal yang cukup menarik perhatian pada konstruksi bagan perahu adalah

ukurannya yang lebih besar dan menggunakan lampu listrik dengan jumlah

kapasitas daya yang besar. Bagan perahu yang demikian oleh masyarakat

setempat disebut dengan “bagan rambo” (Nadir, 2000). Prinsip penangkapan ikan

pada alat tangkap ini pada dasarnya memanfaatkan tingkah laku ikan, khususnya

respon ikan terhadap cahaya.

Penelitian mengenai hubungan antara cahaya dan ikan telah dilakukan

oleh beberapa peneliti sebelumnya antara lain; Jones (1956) meneliti tentang

tingkah laku ikan minnous dalam hubungannya dengan intensitas cahaya, Ali

(1962) meneliti tentang respon retina mata ikan salmon terhadap cahaya.

Ayodhyoa, (1967) meneliti tingkah laku ikan Jack mackerel terhadap warna

cahaya, Nikonorov (1975) meneliti respon ikan terhadap beberapa sumber

cahaya, Sedana, (1976), meneliti tentang tingkah laku ikan terhadap cahaya dan

warna jaring, Arimoto et al. (1988), meneliti tentang retinomotor respon ikan Jack

mackerel terhadap intensitas cahaya rendah dan tinggi, Zhang et al. (1989)

meneliti retinomotor respon Jack mackerel terhadap cahaya blitz (stobe light),

Najamuddin et al. (1994) meneliti tentang penggunaan lampu dalam air dengan

berbagai warna, Sakakura and Tsukamoto, (1997) meneliti tentang efek

temperatur air dan intensitas cahaya terhadap aggressive behaviour juvenile ikan

ekor kuning, Sudirman et al. (2000), meneliti tentang proses adaptasi cahaya ikan

Jack mackerel (Trachurus japonicus) terhadap perbedaan intensitas cahaya dan

temperatur air. Proses penangkapan dan tingkah laku ikan pada bagan skala kecil

dengan lampu petromaks telah diteliti oleh Baskoro (1999) dimana hasil

Page 3: Tulisan ini telah dimuat dalam Jurnal Ilmu-Ilmu Perairan dan ...

3

tersebut telah memberikan banyak informasi untuk berbagai kegiatan

pengembangan penelitian selanjutnya. Informasi hasil-hasil penelitian mengenai

adaptasi retina mata ikan terhadap cahaya pada bagan rambo belum banyak

diketahui. Penelitian terakhir mengenai bagan rambo telah dilaporkan oleh Nadir

et al. (2000), meliputi deskripsi alat tangkap, sebaran cahaya dan hasil tangkapan.

1.2 Perumusan Masalah

Bila dihubungkan dengan lamanya waktu pengangkatan jaring pada

bagan, dimana nelayan mengangkat jaring pada saat melihat ikan berkumpul di

bawah lampu dan pada waktu itu lamanya penyinaran cahaya terlalu singkat, atau

baru sebentar ikan datang berkumpul disekitar lampu, dapat menyebabkan kurang

efektifnya proses penangkapan. Hal ini disebabkan karena ikan belum nyaman

berada di bawah lampu atau berada di atas jaring. Begitupun bila terlalu lama

penyinaran lampu pada kelompok ikan akan menyebabkan ikan-ikan mengalami

kejenuhan berada di bawah cahaya lampu, hal ini dikarenakan adanya respon

maksimum terhadap rangsangan cahaya yang diberikan, dimana berlaku Hukum

Weber, Hukum Steven dan Fachner-Weber (Arimoto et al.1999). Penyinaran

lampu yang terlalu lama menyebabkan inefisiensi energi, oleh sebab itu perlu

dianalisis berapa lama waktu efektif bagi ikan berada di bawah lampu sehingga

dapat diatur waktu pengangkatan jaring yang tepat.

Dari uraian tersebut muncul beberapa pertanyaan, antara lain; bagaimana

tingkatan adaptasi mata ikan terhadap cahaya, yang dianalisis dari posisi cone

cell pada retina mata ikan untuk setiap kali penarikan jaring; bagaimana respon

retinomotor ikan (main catch) terhadap intensitas cahaya pada kedalaman yang

berbeda.

Tujuan penelitian ini adalah menganalisis proses adaptasi retina mata

ikan layang (Decapterus ruselli) terhadap intensitas cahaya pada bagan rambo

untuk setiap waktu hauling dan berbagai iluminasi pada kedalaman yang berbeda.

Penelitian ini bermanfaat dalam rangka memberikan informasi yang tepat tentang

lama pemasangan jaring di dalam air sebelum dilakukan pengangkatan (hauling).

2. BAHAN DAN METODE

2.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di perairan Kabupaten Barru - Selat

Makassar selama empat bulan, yang dimulai dari bulan April sampai Juni 2002.

Page 4: Tulisan ini telah dimuat dalam Jurnal Ilmu-Ilmu Perairan dan ...

4

Lokasi penelitian terletak pada posisi 4 o

21‘ 00”- 4 o

32’00” LS dan 119 o

18‘

00” - 119 o

32’ 00“ BT. Bagan rambo beroperasi pada kedalaman 25 – 70 m,

dengan jarak dari pantai Barru antara 4 – 17 mil laut.

2.2 Metode Eksperimen

Eksperimen dilakukan pada satu unit bagan rambo yang sedang

melakukan operasi penagkapan. Dimensi ukuran bagan rambo adalah 32 x 30 m,

menggunakan lampu merkuri sebanyak 64 buah, yang mempunyai kekuatan

cahaya sebesar 16,4 kW. Metode pengamatan adaptasi cahaya (light adaptasi)

dilakukan melalui 2 metode yaitu secara alami dengan mengikuti waktu

pengangkatan jarring oleh nelayan dan berdasarkan kondisi simulasi.

2.3 Proses Adaptasi Ikan Terhadap Cahaya pada Kondisi Alami

Ikan layang (Decapterus ruselli) merupakan salah satu jenis ikan pelagis

kecil dominan yang tertangkap pada alat tangkap bagan rambo. Pengamatan

proses adaptasi cahaya (light adaptation process) pada kondisi alami dilakukan

melalui pengamatan posisi sel kon (cone cell) dan pigment. Pengamatan proses

adaptasi mata ikan terhadap cahaya dilakukan setiap waktu hauling (Hauling I

pukul 0.22.00 sebelum tengah malam; Hauling II pukul 00.2.00 dini hari dan

Hauling III pukul 00.5.00 setelah tengah malam) dengan mengambil sampel mata

ikan. Jumlah ikan yang diambil matanya setiap sampling sebanyak 5 ekor, dan

diusahakan ukuranya berbeda-beda. Jumlah ikan sampel pada tahapan ini adalah

15 ekor.

Mata ikan yang telah di ambil langsung dimasukkan ke dalam larutan

fiksatif majemuk yaitu larutan Bouin yang telah dipersiapkan sebelumnya.

Larutan Bouin’s mempunyai beberapa kelebihan antara lain mempunyai penetrasi

yang cepat, mempunyai efek pewarnaan yang baik untuk nuklei dan jaringan

penghubung. Tujuan fiksasi adalah untuk mempertahankan agar komponen-

komponen sel sesuai dengan bentuk aslinya. Selain itu fiksasi juga mencegah

terjadinya kerusakan jaringan yang disebabkan oleh mikroorganisme maupun

perusakan oleh jenis enzim yang terkandung dalam jaringan itu sendiri yang

dikenal dengan autolisis (Gunarso, 1989). Selanjutnya dilakukan pengamatan

sesuai dengan prosedur histologi sebagaimana yang dilakukan di laboratorium

Page 5: Tulisan ini telah dimuat dalam Jurnal Ilmu-Ilmu Perairan dan ...

5

tingkah laku ikan Tokyo University of Fisheries. Masalah umum dalam pekerjaan

rutin histologi adalah kurang kontrasnya bagian-bagian spesimen, hal ini dapat

diatasi dengan pemberian bahan kimia pada jaringan yang menimbulkan reaksi

warna atau endapan sehingga memungkinkan pengamatan dengan mikroskop.

Berbagai bahan pewarna menyatu dengan komponen-komponen sel dan unsur-

unsur matriks dalam tingkatan yang berbeda-beda, dan perbedaan warna yang

terjadi akan lebih memperjelas susunan jaringan itu. Kombinasi yang paling

umum digunakan di laboratorium histologi adalah hematoksilin dan eosin

(Bevelander and Rameley, 1988). Dalam sayatan haematoksilin dan eosin,

sitoplasma sel mendapat warna merah dan inti selnya berwarna biru. Untuk

melaksanakan hal ini maka jaringan yang telah difiksasi ditanamkan dalam suatu

material untuk mempertahankan keutuhan hubungan alamiah yang terdapat antara

bagian-bagian jaringan untuk mencegah terjadinya distorsi pada waktu

penyayatan. Media penanamannya berupa bahan kimia yang dengan mudah dapat

diubah dari bentuk cairan yang dapat menembus jaringan menjadi bentuk padat

yang dapat mempertahankan keutuhan jaringannya sewaktu penyayatan. Media

penanaman yang digunakan untuk pemeriksaan rutin histologi adalah parafin.

Parafin mempunyai keistimewaan yaitu cepat dan mudah dalam penggunaan.

Untuk mencegah pengerutan pada parafin maka jaringan terlebih dahulu di

dehidrasi dengan alkohol sebelum cairan parafin dapat menembus kedalam sel.

Proses dehidrasi dilakukan setelah fiksasi dan sesudah proses pewarnaan.

Selanjutnya dilakukan penjernihan dengan menggunakan Xylene.

Xylene mempunyai kelebihan antara lain bekerja lebih cepat, membuat

jaringan lebih cepat menjadi transparan serta cepat menyingkirkan dan

menggantikan kedudukan alkohol dari proses dehidrasi (Gunarso, 1989).

Tujuannya adalah menggantikan tempat alkohol dalam jaringan yang telah

mengalami proses dehidrasi menjelang penanaman ke dalam parafin sebelum

dilakukan proses penyayatan. Proses selanjutnya adalah penanaman (embedding)

yaitu proses menanam atau memasukkan mata ikan yang telah dipotong kedalam

blok-blok parafin sehingga memudahkan dalam proses penyayatan.

Setelah melakukan proses embedding maka dilanjutkan dengan proses

penyayatan (sectioning), yang akan menghasilkan sayatan tipis. Penyayatan

dilakukan dengan mikrotom dengan ketebalan 4 µm. Setelah dilakukan

Page 6: Tulisan ini telah dimuat dalam Jurnal Ilmu-Ilmu Perairan dan ...

6

penyayatan maka dilanjutkan dengan proses affiksasi atau proses pelekatan

sayatan jaringan retina mata ikan pada kaca preparat. Sebelum dilakukan

pewarnaan dilakukan pencucian dengan xylene dan dehidrasi dengan alkohol.

Proses selanjutnya adalah pewarnaan. Tujuannya adalah mempertajam

atau lebih memperjelas bagian-bagian dari sel retina mata ikan. Setelah itu

diamati dengan mikroskop optik (optical microscope). Adaptasi mata ikan

dihitung dengan menggunakan Cone Index dan Pigment Index (Gambar 1),

(Arimoto, et. al. 1988; Baskoro, 1999) yaitu;

CI: C/A x 100% …………..……………………………….........(1)

PI: P/A x 100% …......………………..………..………….........(2)

dimana ;

CI = cone indeks;

PI = pigment indeks;

A = jarak dari dasar lapisan pigmen ke lapisan terluar membrane;

C = jarak dari dasar lapisan pigmen ke pusat elipsoid cone; dan

P = jarak dari dasar lapisan pigmen ke lapisan tip pigmen.

2.4 Proses Adaptasi Berdasarkan Simulasi pada beberapa Kedalaman

Menganalisis posisi cone cell pada mata ikan diberbagai kedalaman

dilakukan dengan cara simulasi, dimana ikan dimasukkan dalam kurungan jaring

yang berukuran 60 x 60 x 40 cm (Gambar 2), dan menempatkannya dalam 3 level

kedalaman masing-masing 1m (45 Lux), 5m (35 Lux), dan 10 m (14 Lux).

Sebelum simulasi ini dilakukan maka intensitas cahaya dalam kurungan di dalam

air diukur dengan under water lux meter OSK 16648 Serial No.4005 Ogawa Seiki

Co, LTD. Jumlah ikan dalam kurungan setiap species disesuaikan dengan ukuran

masing-masing spesies dimana setiap ukuran minimal 2 ekor. Jumlah ikan

seluruhnya 18 ekor layang.

Illustrasi percobaan ini dapat dilihat pada Lampiran 1. Pengambilan

sampel mata ikan dilakukan setelah 1 jam dilakukan pencahayaan. Proses

selanjutnya adalah mata ikan difiksasi dan dilakukan prosedure histologi. Rasio

adaptasi mata ikan terhadap cahaya dihitung dengan menggunakan Cone Index

dan Pigment Index (Arimoto, et al. 1988; Baskoro, 1999).

Page 7: Tulisan ini telah dimuat dalam Jurnal Ilmu-Ilmu Perairan dan ...

7

Gambar 1. Photomicrograph menunjukkan cone and pigment dalam potongan

melintang Pada retina mata ikan untuk mengamati retinal adaptation

ratio by cone index (C) dan pigment index (P) (Arimoto et al. 1988).

B : base of pigment layer;

A : jarak dari B ke outer limiting membrane;

C : jarak dari B ke the center of ellipsoid of cone;

P : jarak dari B to the tip of pigment layer;

3. HASIL DAN PEMBAHASAN

3.1 Tingkat Adaptasi Retina Mata Ikan Terhadap Cahaya pada Bagan

Rambo Dari hasil penelitian terhadap tingkat adaptasi retina mata ikan yang

tertangkap pada bagan rambo maka dapat di bagi dalam dua kelompok, yaitu

berdasarkan tangkapan secara alami (natural condition) pada setiap waktu

hauling dan yang diberi perlakuan pencahayaan selama 1 jam dalam kurungan

pada iluminasi cahaya (kedalaman) yang berbeda. Hasil pengamatan dapat

dijelaskan sebagai berikut ini.

3.2 Tingkat Adaptasi Retina Mata Ikan Layang (Decapterus ruselli) pada

Setiap Waktu Hauling Hasil pengamatan melalui photomicrograph dan analisis histologi retina

mata ikan (Lampiran 2) kemudian dilakukan perhitungan tingkat adaptasi retina

C P A

B

Page 8: Tulisan ini telah dimuat dalam Jurnal Ilmu-Ilmu Perairan dan ...

8

mata ikan layang menunjukkan bahwa pada ikan layang dimana pada hauling I

dan II tingkat adaptasinya terhadap cahaya masih rendah, hal ini di tandai dengan

posisi sel kon yang masih jauh di bawah outer limiting membrane dengan cone

indeks dari masing-masing 43% dan 64%, pigmen indeks masing-masing 33%-

54%. Pada hauling III baru terlihat tingkat adaptasinya tinggi yang ditandai

merapatnya cone cell pada outer limiting membrane dengan tingkat adaptasi kon

indeks mencapai 82% dan pigmen indeks 71% (Tabel 1 dan Gambar 2). Dari

hasil pengamatan tersebut ada beberapa kemungkinan yang terjadi antara lain ikan

layang kemungkinan yang terjadi adalah bahwa ikan tersebut lama berada di luar

areal bagan rambo atau berada pada intensitas cahaya yang rendah. Sebagai

contoh posisi cone dan pigmen retina ikan layang yang telah teradaptasi oleh

cahaya seperti ditunjukkan pada Gambar 3. Pada gambar tersebut posisi sel cone

telah merapat pada outer liminting membrane.

Tabel 1. Hasil analisis cone and pigment index untuk ikan layang

(Decapterus ruselli) berdasarkan waktu hauling

Waktu hauling

(Hauling time)

Cone Index

(%)

Pigment Index (%)

Sebelum tengah

malam

43

33

Saat tengah malam

64

54

Setelah tengah malam

82

71

20

40

60

80

100

Before midnight Around midnight After midnight

Waktu hauling

Ad

apta

tio

n R

atio

(%

)

Cone Index Pigment Index

Gambar 2. Adaptation ratio retina ikan layang (D. ruselli) yang ditunjukkan

oleh cone dan pigment index pada setiap waktu hauling

(N:15; TL: 8-20 cm).

Page 9: Tulisan ini telah dimuat dalam Jurnal Ilmu-Ilmu Perairan dan ...

9

3.3 Tingkat Adaptasi Retina Mata Ikan Layang (Decapterus ruselli) Pada

Simulasi. Pada kondisi simulasi, hasil pengukuran intensitas cahaya pada setiap

kedalaman kurungan masing-masing 45 lux (kedalaman kurungan 1 m), 35 lux

(kedalaman kurungan 5 m) dan 14 lux ( kedalaman kurungan 10 m). Dalam

kondisi alami intensitas 45 lux berada pada kedalaman 5-6 m, 35 lux berada pada

kedalaman 7 m dan 14 lux berada pada kedalaman 14-15 m.

Ikan layang memperlihatkan bahwa cone cell dan pigment akan bergerak

lebih cepat seiring dengan peningkatan iluminasi cahaya, semakin tinggi intensitas

cahaya atau semakin dekat kurungan ikan dengan permukaan air maka proses

adaptasinya terhadap cahaya akan semakin cepat.

1

2

5

10

6

7

8

9

1. Inner limiting membrane 6. Outer flexiform layer

2. Nerve fiber layer 7. Outer nuclear layer

3. Ganglion cell layer 8. Outer limiting membrane

4. Inner flexiform layer 9. Cone and rode layer

5. Inner nuclear layer 10. Retinal pigment epitelium

Gambar 3. Photomicrograph menunjukkan struktur retina mata ikan layang

(Decapterus ruselli) selama teradaptasi cahaya (x100).

3

4

Page 10: Tulisan ini telah dimuat dalam Jurnal Ilmu-Ilmu Perairan dan ...

10

Pada intensitas cahaya 35 lux dan 45 lux layang memperlihatkan

kecenderungan yang sama. Tetapi pada intensitas cahaya 14 lux ikan layang

memiliki tingkat adaptasi yang tinggi dengan nilai cone index 82% (Tabel.2 dan

Gambar 4). Hal ini mengindikasikan bahwa ikan layang sangat sensitif terhadap

cahaya. Hal ini ditunjukkan dengan teradaptasinya retina mata ikan layang secara

sempurna (fully light adapted) pada iluminasi cahaya 14 lux.

Tabel 2. Hasil analisis rata-rata cone dan pigment indeks pada ikan layang

(Decapterus ruselli) berdasarkan perbedaan iluminasi cahaya

(kondidi simulasi)

No Spesies Kedalaman

kurungan

(m)

Illumination

cahaya dalam

kurungan

(Lux)

Cone

Index

(%)

Pigment

Index

(%)

2 Russell`s scad

(Decapterus

ruselli)

1 45 86 75

5 35 83 73

10 14 82 72

3.4 Proses Adaptasi Retina Mata Ikan Terhadap Cahaya

Reaksi ikan terhadap cahaya dapat berbeda-beda, seperti phototaxis

positif, preferensi untuk intensitas cahaya optimum, investigatory reflex, untuk

mengelompok dan mencari makan di bawah cahaya, serta disorientasi sebagai

akibat kondisi buatan dari gradient intensitas cahaya di bawah air (Ben-Yami

1987).

20

40

60

80

100

14 35 45

Iluminasi cahaya dalam kurungan (Lux)

Ad

apta

tio

n R

atio

(%)

Cone Index Pigment Index

Gambar 4 . Adaptation ratio retina ikan layang (D. ruselli) yang ditunjukkan

oleh cone dan pigment index dalam kondisi perbedaan iluminasi

cahaya (simulation) (N:18; TL: 8-20 cm).

Page 11: Tulisan ini telah dimuat dalam Jurnal Ilmu-Ilmu Perairan dan ...

1

1

Jika yang ada di bawah bagan rambo adalah ikan layang atau musim ikan

layang maka pengangkatan jaring sebanyak 3 kali sudah optimal. Hal ini

disebabkan karena ikan layang cenderung memilih intensitas cahaya yang lebih

rendah sehingga dibutuhkan waktu yang lama untuk melakukan proses adaptasi

cahaya secara sempurna, atau dibutuhkan cara lain agar lebih dekat dengan bagian

catchable area bagan rambo. Diduga bahwa posisi ikan layang lebih banyak

berada dibagian luar bagan rambo atau pada kedalaman 20-30 m dan pada

kedalaman tersebut iluminasi cahaya antara 0,2 – 5 lux. Hasil pengamatan ini

mendukung apa yang dikemukakan oleh Iskandar et al. 2001, bahwa pada bagan

diesel kedalaman gerombolan ikan berada pada kedalaman 20-22 m.

Ikan layang teradaptasi sempurna terhadap cahaya terjadi setelah tengah

malam. Disamping pengaruh intensitas cahaya hal ini diduga dipengaruhi pula

oleh pengaruh ritme circardian (circardian rhythms) atau disebut juga dengan

endogenous circardian signals, hal terjadi pada beberapa spesies ikan (Levinson

and Burnside, 1981; McCormack and Burnside, 1991). Pada ikan salmon (Salmo

trutta) diperoleh bahwa puncak adaptasi akibat ritme circardian terjadi pada

subuh dan senja hari (Douglas and Wagner 1982).

Dari informasi tersebut di atas, pada ikan layang (Decapterus ruselli)

masih diperlukan penelitian pada skala laboratorium, untuk menjawab berapa

lama pencahayaan yang diberikan pada ikan layang baru teradaptasi cahaya secara

sempurna. Penelitian pada ikan Trachiurus japonicus, suatu spesies yang

berdekatan genus dengan ikan layang pada skala laboratorium (Sudirman, et al.

2001) menunjukkan bahwa ikan tersebut sangat sensitif dan teradaptasi dengan

cahaya setelah 30 menit berada di bawah cahaya pada iluminasi cahaya 3-305 lux.

Persoalan yang mucul adalah bagaimana nelayan bagan mengetahui bahwa

ikan-ikan yang berada pada catchble area adalah jenis-jenis ikan tertentu. Pada

jenis ikan tertentu seperti ikan teri, cakalang nampaknya hal ini tidak terlalu jadi

masalah, karena pergerakannya di dalam air dapat dengan mudah diamati.

Dengan demikian dibutuhkan alat bantu tambahan berupa underwater

observation, baik itu camera bawah air atau alat akustik lainnya untuk

menentukan jenis ikan dan kedalamanya dalam air. Maka pertimbangan-

pertimbangan ekonomi dan kemampuan sumberdaya manusia sangat dibutuhkan.

Page 12: Tulisan ini telah dimuat dalam Jurnal Ilmu-Ilmu Perairan dan ...

12

Karena alat tersebut harganya mahal dan pengoperasiannya membutuhkan

keterampilan yang tinggi.

Pada penelitian ini proses adaptasi cahaya baru diamati pada spesies ikan

layang. Maka penelitian proses adaptasi ikan pada bagan rambo ke depan perlu

dilanjutkan pada spesies lainnya seperti selar, kembung, tembang dan ikan japuh.

Jika data tersebut diketahui akan memperkaya pemahaman proses adaptasi cahaya

ikan-ikan yang tertangkap pada bagan rambo dan memudahkan untuk

meningkatkan efisiensi penangkapan.

Tupamahu et al. (2001), melakukan penelitian terhadap komparasi

adaptasi retina ikan tembang (Sardinella fimbriata) dan ikan selar (Selar

crumenopthalmus) yang tertarik dengan cahaya lampu di Pelabuhan Ratu. Hasil

penelitiannya antara lain menunjukkan bahwa ikan tembang terakumulasi pada

zona iluminasi 10 – 100 lux, sedangkan ikan selar antara 100 lux sampai 200 lux.

Selanjutnya dikatakan bahwa ikan tembang teradaptasi penuh pada malam hari

sedangkan ikan selar menjelang pagi hari.

Permasalahan selanjutnya yang mungkin timbul di daerah tropis seperti

Indonesia adalah umumnya ikan-ikan yang tertangkap multi spesies sehingga

sangat sulit untuk menangkap ikan dengan hanya spesies tertentu, namun

demikian dengan mengetahui periode musim-musim spesies yang dominan akan

dapat membantu keluar dari permasalahan ini.

Persoalan lain yang muncul dalam penelitian adaptasi ikan terhadap cahaya,

khusus dalam skala laboratorium adalah bagaimana membawa ikan ke

Laboratorium dalam kondisi hidup. Bagi ikan demersal persoalan ini masih

mudah diatasi, namun untuk ikan-ikan pelagis seperti kembung, selar dan layang

dibutuhkan suatu ketekunan dan keterampilan penanganan yang sangat hati-hati

sehingga diperoleh data yang sangat akurat.

4. KESIMPULAN

Dari hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa ikan layang (D.ruselli)

yang tertangkap pada bagan rambo sebelum dan saat tengah malam belum

teradaptasi sempurna dengan cahaya. Ikan layang sangat sensitif terhadap cahaya

dan menyenagi cahaya iluminasi rendah. Dalam hubungannya dengan jumlah

Page 13: Tulisan ini telah dimuat dalam Jurnal Ilmu-Ilmu Perairan dan ...

1

3

pengangkatan jaring, khususnya pada saat musin ikan layang, maka pengangkatan

3 kali dalam semalam sudah optimum.

DAFTAR PUSTAKA

Ali, M. A. 1962. Influences of Light Intensity on Retinal Adaptation in Atlantic

Salmon (Salmo salar) Yearling. Canadian juornal of Zoology vol.40: p

561- 569

Ali, M. A and M. Anctil 1976. Retinas of Fishes an Atlas. Springer - Verlag-

Berlin. P 267.

Ayodhyoa, A.U., 1967. An Analysis of Indonesia Coastal Fisheries and A Study

on the Control Fish Movement by Light. Master Thesis. Tokyo University

of Fisheries, Post graduated Course. Science of Fishing Method

Laboratory.

Arimoto,T., N.Watanabe and N. Okamoto, 1988. Retinomotor Respon of Jack

Mackerel, Trachurus japonicus to Light Condition. Journal of the

Tokyo University of Fisheries 75(2):333-341.

Baskoro, M. S., 1999. Capture Process of The Floated Bamboo-Platform Liftnet

With Light Attraction (Bagan). Graduate School of Fisheries, Tokyo

University of Fisheries . Doctoral Course of Marine Sciences and

Technology. p 149

Bevelander, G and J. A. Ramaley. 1988. Dasar-Dasar Histologi. Edisi

Kedelapan. Alih Bahasa, Wisnu Gunarso. Penerbit Erlangga. Jakarta. 460

hal.

Ben-Yami, M. 1987. Fishing With Light. Published by Arrangement With The

Agriculture Organization of The United Nation by Fishing News

Books Ltd. Farnham, Surrey, England. p.121.

Bowmaker, J. K., 1990. Visual Pigment of Fishes. In The Visual System of Fish.

Edited by Ron H. Douglas and Mustafa B. A. Djamgos. Published

by Chapman and Hall Ltd, London. p 81-107.

Douglas, R.H. and H. J.Wagner,. 1982. Endogenous Pattern of Photamichanical

Movement in Teleost and Their Relation to Activity Rhythms. Cell Tissue

Res. 226:133-144.

Gunarso, W, 1989. Bahan Pengajaran Mikroteknik. Departemen Pendidikan

dan Kebudayaan, Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi. Pusat Antar

Universitas Ilmu Hayat. Institut Pertanian Bogor. 117 hal.

Iskandar, M. D. I. Jaya.R .I. Wahyu. 2001. Kerakteriktik Distribusi Vertikal

Cahaya Lampu Neon yang digunakan pada bagan motor di Teluk

Semangka Lampun. Bulletin PSP vol.X1. hal 59-72.

Jones,F. R. H. 1956. The Behaviour of Minnows in Relation on light

intensity. Journal Exp.Biol.33 (2). P 271-281.

Levinson,G and B.Burnside 1981. Circardian Rhythms in Teleost Retinomotor

Movement. A Comparison of the effects of Circardian Rhythm and

Light Condition on Cone Length. Assoc.For.Res. in Vis. And Opthal.,

Inc.20 (3):294-302.

McCormack, C. A and B. Burnside. 1991. Effects of Circardian Phase on Cone

Retinomotor Movement in Midas Cichlid. Exp.Eye Res. 52: 431 – 438.

Page 14: Tulisan ini telah dimuat dalam Jurnal Ilmu-Ilmu Perairan dan ...

14

Nadir, M., 2000. Teknologi Light Fishing di Perairan Barru Selat Makassar

:Deskripsi,Sebaran Cahaya dan Hasil Tangkapan (Tidak

dipublikasikan).Tesis Program Pascasarjana Institut Pertanian Bogor.87

hal.

Nadir, M. M. F. A. Sondita and I. Jaya, 2001. Catch Comparison of

Floating Platform Lift-Net (Bagan) According to Light Illumination and

Lunar Phases of Barru Regency, South Sulawesi. . Proceeding of the

JSPS International Symposium Fisheries Sciences in Tropical Area;

Bogor- Indonesia Augt, 21-25, 2000 .Sustainable Fisheries in Asia in The

New Millennium. Published by TUF International JSPS Project Vol.10.p

187-190.

Najamuddin, M. N. Nessa., M. Palo, M.Yusran, Metusalach dan A. Assir., 1 994.

Studi Penggunaan Lampu Neon Dalam Air Dengan Warna

Yang berbeda Pada Perikanan Purse seine di Laut Flores

Sulawesi Selatan. Buletin Ilmu Peternakan dan Perikanan Volume II

(7). Fakultas Peternakan dan Perikanan. Universitas Hasanuddin.

Nikonorov, I.V., 1975. Interaction of Fishing Gear With Fish Aggregations. Keter

Publishing House. Jerusalem Ltd. Israel. 216p.

Sakakura, Y and K.Tsukamoto. 1997. Effect of Water Temperature and light

Intensity on Aggressive Behaviuor in the Juvenile Yellowtail . Journal of

Fisheries Sciences, 63(1): 42-45.

Sedana, I.P.1976. Studies on the Behaviour of Fish Towards Colored Light and

Colored Net. Master Thesis. Laboratory of Fishing Methodology.

Tokyo University of Fisheries Japan. p.74.

Sudirman., M.S.Baskoro, Zulkarnain, S.Akiyama and T.Arimoto., 2001. Light

Adaptation Process of Jack Mackerel (Trachurus japonicus) by

different Light Intensities and Water Temperatures. Proceeding of the

JSPS International Symposium Fisheries Sciences in Tropical Area;

Bogor- Indonesia Agt, 21-25, 2000 .Sustainable Fisheries in Asia in The

New Millennium. Published by TUF International JSPS Project Vol.10.p

205-208.

Tupamahu, A. M. S. Baskoro, I. Jaya dan D. R. Monintja, 2001. Komparasi

Adaptasi Retina Ikan Tembang (Sardinella fimbriata) dan Ikan Selar

(Selar crumenopthalmus) yang tertarik dengan cahaya lampu. Bulletin

PSP; V(X) No.1. Jurusan PSP. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan IPB.

Wagner, H.J. 1990. Retinal Sructure of Fish, in The Visual System of Fish.

Edited by Ron H. Douglas and M.B.A. Djamgoz. Published by Chapman

and hall Ltd. London. p 110-157.

Zhang, X. M., T. Arimoto, and M. Inoue. 1989. Retinomotor Respon of

Jack Makerel Trachurus japonicus to strobe light. Journal of The

Tokyo University of Fisheries.76:(1-2): 65-72.