TUJUAN TERSEMBUNYI PENGGUNAAN SOCIAL REPORTING

19
TUJUAN TERSEMBUNYI PENGGUNAAN SOCIAL REPORTING Aditya Pandu Wicaksono Muamar Nur Kholid Universitas Islam Indonesia, Jl. Prawiro Kuat, Kabupaten Sleman 55283 surel: [email protected] Abstrak: Tujuan Tersembunyi Penggunaan Social Reporting. Peneli- tian ini dilakukan untuk mengeksplorasi interaksi perusahaan dengan stakeholder melalui social reporting dan tujuannya. Penelitian ini meng- gunakan metode konsep arena yang tercermin dalam pengumpulan do- kumen dan informasi terkait social reporting. Penelitian ini menemukan bahwa perusahaan berinteraksi hanya dengan stakeholder tertentu. Tu- juan utama social reporting adalah untuk mengonfirmasi isu-isu negatif dan mempertahankan legitimasi serta reputasi. Selain itu, social report- ing diketahui tidak secara signifikan ditujukan untuk melindungi ke- langsungan alam. Oleh karena itu, pendekatan stakeholder democra- cy perlu diterapkan untuk memberikan kebebasan stakeholder dalam mempengaruhi perusahaan. Abstract: The Hidden Objectives in Using Social Reporting. This research was conducted to explore the interaction of the company with stakeholders through social reporting and its objectives. This study used the arena concept method which is reflected in the collection of documents and information related to social reporting. This study found that the com- panies interact only with certain stakeholders. The main purpose of social reporting is to confirm negative issues and maintain legitimacy and reputa- tion. Also, social reporting is known not to be significantly aimed at protect- ing the nature. Therefore, the stakeholder democracy approach needs to be implemented to provide stakeholder freedom in influencing the company. Kata kunci: pengungkapan, legitimasi, demokrasi Tanggung jawab sosial (Corporate So- cial Responsibility - CSR) saat ini telah di- anggap sebagai aktivitas yang harus dilaku- kan perusahaan untuk mengurangi dampak negatif yang dihasilkan (Farrington, Curran, Gori, O’Gorman, & Queenan, 2017; Has- san & Guo, 2017; Kuo & Chen, 2013; Tuan, 2012). Dengan demikian, perusahaan ditun- tut untuk tidak hanya berfokus pada tujuan memperoleh laba, tetapi juga memperhati- kan keberlanjutan isi dari planet bumi yai- tu lingkungan (alam, flora, dan fauna) dan sosial (manusia) (Ferri, 2017; Husser, André, Barbat, & Lespinet-Najib, 2012; Ibrahim, So- likahan, & Widyatama, 2015). Meskipun saat ini hal tersebut masih bersifat sukarela dan direkomendasikan (Cahaya, Porter, Tower, & Brown, 2012, 2015), perusahaan diminta untuk melaporkan aktivitas CSR tersebut kepada stakeholder secara periodik melalui social reporting dengan teknik social account- ing (Cardamone, Carnevale, & Giunta, 2012; Hossain & Alam, 2016; Swimberghe & Wool- dridge, 2014). Social reporting dapat dijadikan media bagi perusahaan untuk menunjukkan sejauh mana kepeduliannya terhadap alam dan masyarakat dan kepatuhan terhadap regulasi. Secara umum pelaporan yang dibu- at perusahaan memiliki tujuan untuk ber- komunikasi dengan para stakeholder-nya. Komunikasi tersebut dilakukan dalam rang- ka memberikan bukti bahwa perusahaan telah memenuhi apa yang menjadi harapan stakeholder untuk melakukan pertanggung- jawaban atas dampak yang dirasakan baik langsung maupun tidak langsung (Elijido Ten, Kloot, & Clarkson, 2010; Ngu & Amran, 2018; Rodrigue, 2014). Namun, komunikasi 63 Jurnal Akuntansi Multiparadigma JAMAL Volume 10 Nomor 1 Halaman 63-81 Malang, April 2019 ISSN 2086-7603 e-ISSN 2089-5879 Tanggal Masuk: 18 Oktober 2018 Tanggal Revisi: 28 Desember 2018 Tanggal Diterima: 30 April 2019 http://dx.doi.org/10.18202/jamal.2019.04.10004

Transcript of TUJUAN TERSEMBUNYI PENGGUNAAN SOCIAL REPORTING

Page 1: TUJUAN TERSEMBUNYI PENGGUNAAN SOCIAL REPORTING

TUJUAN TERSEMBUNYI PENGGUNAAN SOCIAL REPORTING

Aditya Pandu WicaksonoMuamar Nur Kholid

Universitas Islam Indonesia, Jl. Prawiro Kuat, Kabupaten Sleman 55283surel: [email protected]

Abstrak: Tujuan Tersembunyi Penggunaan Social Reporting. Peneli-tian ini dilakukan untuk mengeksplorasi interaksi perusahaan dengan stakeholder melalui social reporting dan tujuannya. Penelitian ini meng-gunakan metode konsep arena yang tercermin dalam pengumpulan do-kumen dan informasi terkait social reporting. Penelitian ini menemukan bahwa perusahaan berinteraksi hanya dengan stakeholder tertentu. Tu-juan utama social reporting adalah untuk mengonfirmasi isu-isu negatif dan mempertahankan legitimasi serta reputasi. Selain itu, social report-ing diketahui tidak secara signifikan ditujukan untuk melindungi ke-langsungan alam. Oleh karena itu, pendekatan stakeholder democra-cy perlu diterapkan untuk memberikan kebebasan stakeholder dalam mempengaruhi perusahaan.

Abstract: The Hidden Objectives in Using Social Reporting. This research was conducted to explore the interaction of the company with stakeholders through social reporting and its objectives. This study used the arena concept method which is reflected in the collection of documents and information related to social reporting. This study found that the com-panies interact only with certain stakeholders. The main purpose of social reporting is to confirm negative issues and maintain legitimacy and reputa-tion. Also, social reporting is known not to be significantly aimed at protect-ing the nature. Therefore, the stakeholder democracy approach needs to be implemented to provide stakeholder freedom in influencing the company.

Kata kunci: pengungkapan, legitimasi, demokrasi

Tanggung jawab sosial (Corporate So-cial Responsibility - CSR) saat ini telah di-anggap sebagai aktivitas yang harus dilaku-kan perusahaan untuk mengurangi dampak nega tif yang dihasilkan (Farrington, Curran, Gori, O’Gorman, & Queenan, 2017; Has-san & Guo, 2017; Kuo & Chen, 2013; Tuan, 2012). Dengan demikian, perusahaan ditun-tut untuk tidak hanya berfokus pada tujuan memperoleh laba, tetapi juga memperhati-kan keberlanjutan isi dari planet bumi yai-tu lingkungan (alam, flora, dan fauna) dan sosial (manusia) (Ferri, 2017; Husser, André, Barbat, & Lespinet-Najib, 2012; Ibrahim, So-likahan, & Widyatama, 2015). Meskipun saat ini hal tersebut masih bersifat sukarela dan direkomendasikan (Cahaya, Porter, Tower, & Brown, 2012, 2015), perusahaan diminta untuk melaporkan aktivitas CSR tersebut

kepada stakeholder secara periodik melaluisocial reporting dengan teknik social account- ing (Cardamone, Carnevale, & Giunta, 2012;Hossain & Alam, 2016; Swimberghe & Wool- dridge, 2014). Social reporting dapat dijadikan media bagi perusahaan untuk menunjukkan sejauh mana kepeduliannya terhadap alam dan masyarakat dan kepatuhan terhadap regulasi. Secara umum pelaporan yang dibu- at perusahaan memiliki tujuan untuk ber- komunikasi dengan para stakeholder-nya. Komunikasi tersebut dilakukan dalam rang- ka memberikan bukti bahwa perusahaan telah memenuhi apa yang menjadi harapanstakeholder untuk melakukan pertanggung- jawaban atas dampak yang dirasakan baik langsung maupun tidak langsung (Elijido Ten, Kloot, & Clarkson, 2010; Ngu & Amran,

2018; Rodrigue, 2014). Namun, komunikasi

63

Jurnal Akuntansi Multiparadigma JAMAL Volume 10Nomor 1 Halaman 63-81 Malang, April 2019ISSN 2086-7603 e-ISSN 2089-5879

Tanggal Masuk: 18 Oktober 2018Tanggal Revisi: 28 Desember 2018Tanggal Diterima: 30 April 2019

http://dx.doi.org/10.18202/jamal.2019.04.10004

Page 2: TUJUAN TERSEMBUNYI PENGGUNAAN SOCIAL REPORTING

64 Jurnal Akuntansi Multiparadigma, Volume 10, Nomor 1, April 2019, Hlm 63-81

melalui social reporting terlihat belum men-jangkau ruang ling kup dan isu stakeholder yang luas meskipun laporan tersebut dibu-at dengan standar pe laporan yang diterima umum seperti Global Reporting Initiative (GRI) yang disajikan dalam laporan formal seperti annual report atau sustainability re-port (Abeydeera, Tregidga, & Kearins, 2016; Prihatiningtias, 2012; Simmons, Crittenden, & Schlegelmilch, 2018) dan laporan infor-mal seperti pengungkapan melalui halaman website (Chen, Arnold, & G. Sutton, 2014; Nag & Bhattacharyya, 2016; Vilar & Simão, 2015).

Hal ini didukung penelitian Gunawan (2010) dan Scandelius & Cohen (2016) menemukan bahwa pengungkapan yang dilakukan oleh perusahaan belum mampu memenuhi harapan stakeholder. Artinya, social reporting yang dilakukan oleh perusa-haan masih secara signifikan menggunakan pendekat an satu arah karena pelaporan tersebut dibuat berdasarkan pada persepsi perusahaan itu sendiri. Hal ini memberi-kan peluang sebagian stakeholder untuk mengkritik dan mempermasalahkan menge-nai konten dalam social reporting (Denedo, Thomson, & Yonekura, 2017; Laine & Vin-nari, 2017; Thomson, Dey, & Russell, 2015; Tregidga, 2017). Lebih lanjut, perusahaan belum secara aktif mengajak stakeholder untuk terlibat dalam pembuatan keputus-an sehingga social report yang diterbitkan tidak sejalan dengan harapan stakeholder (Mäkelä, 2017). Fenomena ini sejalan de-ngan argumen Georgakopoulos & Thomson (2008) bahwa perusahaan masih mengang-gap stakeholder sebagai pihak yang pasif dan bereaksi hanya pada informasi tertentu yang diberikan oleh perusahaan melalui berbagai media seperti laporan tahunan, website, dan media massa. Padahal, saat ini terdapat fenomena perubahan perilaku stakehold-er. Mereka tidak cukup hanya memperoleh laporan, tetapi ingin terlibat secara langsung dalam pembuatan keputusan, seperti aktivi-tas CSR (Ayuso, Rodríguez, García-Castro, & Ariño, 2011; Hauser, 2016; Kaur & Lodhia, 2018; Lindawati & Puspita, 2015).

Penelitian dengan menggunakan pen-dekatan stakeholder theory menemukan bahwa perusahaan masih secara dominan menerapkan pendeketan stakeholder mana-gerial untuk melakukan pengungkapan (Gu-nawan, 2010; Mainardes, Alves, & Rapo-so, 2012; Zhou & Ki, 2018). Fenomena ini mengindikasikan bahwa perusahaan masih

memberikan perhatian pada stakeholder ter-tentu berdasarkan alasan yang dapat dijus-tifikasi. Pendekatan seperti ini tidak terlepas dari kritik karena perusahaan menerapkan tingkatan atau strata antar-stakeholder yang umumnya dilihat dari kekuatan dalam mem-pengaruhi (Ayuso, Rodríguez, García-Cas-tro, & Ariño, 2014; Schmeltz, 2017; Verma & Singh, 2016). Perlakuan ini akan menim-bulkan konflik ketika suara atau isu dari stakeholder yang pasif tidak mendapatkan perhatian. Stakeholder pasif tersebut dapat mengancam eksistensi perusahaan melalui cara-cara yang tidak diinginkan perusahaan seperti pengungkapan informasi negatif ten-tang perusahaan dan demonstrasi (April-iani & Abdullah, 2018; Boiral, 2013; Laine & Vinnari, 2017). Berkembangnya external accounting menunjukkan bahwa stakeholder saat ini semakin aktif untuk mempengaruhi perusahaan dalam mewujudkan keinginan-nya. Bahkan, salah satu tujuan dari external accounting adalah mengkaji untuk memboi-kot aktivitas dan produk perusahaan (Duff, 2016; Thomson, Dey, & Russell, 2015). De-ngan demikian, interaksi perusahaan de-ngan stakeholder tidak cukup hanya pada pemberian social report yang berdasarkan panduan seperti GRI, tetapi juga mengako-modasi harapan dari stakeholder.

Fenomena pendekatan satu arah dari social reporting, perubahan perilaku stake-holder yang lebih aktif, dan perkembangan external accounting membuat interaksi pe-rusahaan dengan stakeholder semakin se-ring terjadi. Interaksi tersebut menjadi sa-ngat kompleks ketika stakeholder berusaha mempengaruhi perusahaan untuk membuat keputusan yang sesuai dengan keinginan stakeholder yang bersifat heterogen. Hal ini diperkuat dengan posisi stakeholder dalam menyikapi keberadaan dan operasional pe-rusahaan yang beragam. Posisi stakeholder tersebut menggambarkan peran yang diam-bil berdasarkan tujuan yang dikehendaki oleh stakeholder itu sendiri. Sebagai upaya untuk mengonseptualisasikan interaksi pe-rusahaan dengan stakeholder, Georgakopou-los & Thomson (2008) menganalisis interaksi yang kompleks antara stakeholder dengan stakeholder dan stakeholder dengan peru-sahaan melalui konsep arena (Renn, 1992). Hasil penelitian tersebut menemukan bahwa perusahaan berinteraksi dengan kelompok stakeholder yang secara langsung memberi-kan dampak negatif terhadap eksistensi pe-rusahaan. Sebaliknya, stakeholder (terma-

Page 3: TUJUAN TERSEMBUNYI PENGGUNAAN SOCIAL REPORTING

Wicaksono, Kholid, Tujuan Tersembunyi Penggunaan Social Reporting 65

suk stakeholder dengan kekuatan rendah) berinteraksi melalui berbagai media untuk memberikan pengaruh terhadap perusahaan seperti membuat kajian yang memproblema-tisasikan aktivitas perusahaan. Namun, pe-nelitian dengan konsep arena belum banyak digunakan untuk menganalisis interaksi pe-rusahaan dengan stakeholder-nya di negara berkembang seperti Indonesia

Oleh karena itu, penelitian ini dilaku-kan untuk menganalisis interaksi perusa-haan dengan stakeholder dengan menggu-nakan konsep arena. Selain itu, penelitian ini dilakukan untuk menemukan penjelas-an yang mungkin di balik interaksi tersebut baik dari sisi perusahaan maupun stakehold-er. Pada umumnya konsep arena digunakan untuk meninjau interaksi perusahaan den-gan stakeholder pada industri yang kontro-versial khususnya pada kontroversi menge-nai dampak sosial dan lingkung an (Denedo, Thomson, & Yonekura, 2017; Georgakopou-los & Thomson, 2008; Thomson, Dey, & Rus-sell, 2015). Konsep arena dianggap mampu menjelaskan interaksi secara detail karena mengidentifikasi persepsi dan posisi dari stakeholder. Penelitian ini dengan se ngaja memilih perusahaan air minum dalam ke-masan (PAMDK) sebagai area yang diteliti. Hal ini dikarenakan banyaknya isu yang muncul dalam operasional PAMDK baik da-lam proses maupun setelah produksi seper-ti kelangkaan air dan sampah. Menarik nya adalah isu dampak lingkungan PAMDK ti-dak terlalu banyak disorot oleh pihak-pihak yang berkepentingan. Hal ini mungkin dise-babkan oleh fenomena perubahan perilaku manusia untuk memperoleh air minum yang berkualitas atau akibat dari kelangkaan air bersih di suatu daerah dampak dari pem-bangunan. Oleh karena itu, kontroversi men jadi nyata ketika perhatian yang belum maksimal tersebut dapat mempercepat ke-langkaan air bersih yang meluas.

METODEMetode penelitian ini dipengaruhi oleh

discourse theory (Walton & Boon, 2014; Nambiar, 2014; Zappettini & Unerman, 2016) yang menjelaskan bagaimana me-ngetahui dunia dan juga menjadi sebuah metode untuk mempelajari dunia. Premis utamanya adalah peran bahasa dalam kon-struksi sosial dari sebuah dunia. Selain itu, discourse theory memperhatikan hubungan antara teks dengan konteks.

Boiral & Henri (2017) menambahkan bahwa discourse theory memperhatikan hu-bungan antara kekuatan, pengetahuan, dan kebenaran. Literatur dalam bidang akun-tansi sosial lingkungan telah banyak meng-gunakan discourse theory sebagai metode penelitian terutama menganalisis teks dan konteks dalam pelaporan pertanggungjawab-an (Barros, Sauerbronn, & Da Costa, 2014; Rupley, Brown, & Marshall, 2017; Tregidga, 2017; Schmeltz, 2017).

Bass & Milosevic (2018) dan Jammu-lamadaka (2016) menganjurkan penelitian di bidang akuntansi sosial lingkungan un-tuk menggunakan metode salah satunya adalah pendekatan socio-historical dari pem-buatan pesan sosial lingkungan. Pendekat-an ini dapat digunakan untuk fokus pada mengapa laporan dibuat, apa yang menjadi maksud atau niatan laporan tersebut, dan menganalisis faktor dan motif manajer atau pembuat laporan dalam pembuatan laporan. Oleh karena itu, penelitian ini menggunakan pendekatan tersebut untuk menginvestigasi interaksi perusahaan dengan stakeholder melalui social reporting. Pendekatan ini tidak terbatas digunakan untuk menganalisis mo-tif pembuatan laporan oleh perusahaan teta-pi juga digunakan untuk menganalisis lapor-an-laporan yang dibuat oleh stakehol der yang ditujukan kepada perusahaan untuk berbagai tujuan yang mungkin mengandung isu kontradiksi ataupun konfrontasi.

Penelitian ini memilih untuk fokus pada satu sektor perusahaan yang linier dengan sifat konsep arena yang mendalami suatu isu, konflik, dan kontroversi. Desain penelitian ini menginvestigasi pada satu sek-tor usaha yang memiliki kontroversi dalam keberadaan dan operasionalnya. Dengan de mikian, cara tersebut menawarkan anali-sis yang lebih mendalam mengenai fenome-na-fenomena yang ada di dalamnya. Fokus pada satu sektor ini sangat berguna ketika diterapkan pada fenomena di mana sedikit yang diketahui dan situasi yang relatif terba-tas untuk analisis (Tregidga, 2013). Konsep arena dalam penelitian ini dijadikan alat un-tuk membantu menyajikan dan menganali-sis sebuah studi kasus seperti pada inte-raksi dengan menggunakan social reporting. Penggunaan konsep arena menggambarkan interaksi yang kompleks antara perusahaan, stakeholder, regulator, media, dan pub-lik daripada literatur-literatur sebelumnya (Fatmawati, Astuti, & Suhardjanto, 2018;

Page 4: TUJUAN TERSEMBUNYI PENGGUNAAN SOCIAL REPORTING

66 Jurnal Akuntansi Multiparadigma, Volume 10, Nomor 1, April 2019, Hlm 63-81

Georgakopoulos & Thomson, 2008; Thom-son, Dey, & Russell, 2015). Konsep arena seperti dijelaskan Georgakopoulos & Thom-son (2008) diasumsikan bahwa partisipan menggunakan sumber daya sosial untuk mengejar tujuannya. Renn (1992) mengkla-sifikasikan sumber daya ke dalam uang (money), kekuat an (power), pengaruh sosial (social influence), dan bukti (evidence). Parti-sipan perlu untuk memobilisasi sumber daya untuk dapat sukses dalam arena. Sumber daya tersebut dapat membantu partisipan untuk lebih berpengaruh dan meningkatkan perhatian dan dukungan pada publik dan menilai kompetisi dengan aktor lain (Renn, 1992).

Berkaca pada penelitian Georgako-poulos & Thomson (2008) dan Elijido-Ten, Kloot, & Clarkson (2010), social reporting digunakan dalam arena untuk menunjuk-kan bagaimana perusahaan memberikan informasi kepada stakeholder-nya untuk me menuhi harapan stakeholder seperti ke-patuhan terhadap regulasi formal dan infor-mal. Kerangka konsep arena secara implisit mempromosikan demokrasi antar stakehold-er untuk mempengaruhi perusahaan. Meski-pun belum ada penelitian yang detail men-jelaskan konsep arena mengisi gap antara social reporting dengan harapan stakeholder, setidaknya kerangka tersebut menggam-barkan cara atau interaksi yang dilakukan stakeholder untuk mendapatkan informasi dan mencapai tujuan yang diharapkan. Na-mun, perusahaan mungkin tidak menang-gapi semua isu yang dikeluarkan oleh par-tisipan arena yang sangat bergantung pada sejauh mana stakeholder berusaha untuk mempengaruhi. Perusahaan memiliki hak untuk memilih pihak-pihak yang akan diberi informasi. Oleh karena itu, sangat dimung-kinkan jika tidak ada bukti interaksi an-tara perusahaan dengan partisipan arena tertentu sebagai dampak perusahaan yang memilih pihak tertentu untuk berinteraksi.

Penelitian ini mengklaim bahwa pemi-lihan PAMDK tidak terbatas pada PAMDK yang memproduksi air mineral tetapi pada keseluruhan perusahaan yang memproduk-si air minum dalam kemasan. Penelitian ini memilih PAMDK dengan skala nasional karena kemudahan memperoleh informa-si serta memperoleh perhatian dari banyak pihak seperti regulator, masyarakat, media, dan komunitas. Sumber data berasal dari dokumen-dokumen yang tersedia secara on-

line baik yang disediakan oleh perusahaan maupun stakeholder dalam konteks PAMDK di Indonesia. Data tersebut dapat berupa an-nual report, press release, media massa, si-tus blog, berita daring, dan regulasi-regulasi yang mendasari PAMDK. Penelitian ini juga menggunakan hasil wawancara sekunder yang telah dilakukan oleh orang lain yang dipublikasikan ke dalam berita, video di Youtube, dan sejenisnya. Pengambilan data tersebut didasari pada pihak-pihak yang ada dalam suatu arena dalam kaitannya untuk berkomunikasi berdasarkan sumber daya yang dimiliki. Menariknya, partisipan ser-ing kali menganggap bahwa dirinya diklaim sebagai representasi dari general public se-hingga apa yang mereka sampaikan me-rupakan suara publik (Georgakopoulos & Thomson, 2008). Namun, dalam konteks publik di Indonesia, publik secara tidak mengejutkan berani untuk dapat menyuara-kan aspirasi nya melalui berbagai tindakan yang langsung seperti demonstrasi (contoh: Tempo, 2013).

Berdasarkan pada data yang dikumpul-kan dari stakeholder penelitian ini mengkla-sifikasikan posisi stakeholder berdasarkan pada pengaruhnya terhadap PAMDK sesuai dengan partisipan di dalam konsep arena. Dalam konsep tersebut terdapat klasifikasi dari partisipan yang terlibat dalam interak-si. Pada tengah kerangka arena adalah ak-tor utama yang berusaha mempengaruhi kebijakan-kebijakan dan juga berinteraksi de ngan stakeholder-nya. Namun, setiap are-na diklasifikasikan sebagai aturan terkodi-fikasi yang diawasi oleh rule enforcers dan aturan informal yang dipelajari dan dikem-bangkan dalam proses interaksi antaraktor. Umumnya aturan tersebut adalah kendala eksternal untuk setiap aktor, tetapi bebera-pa aktor mungkin bekerja sama untuk me-maksa terjadinya perubahan aturan (Geor-gakopoulos & Thomson, 2008). Tugas rule enforcers adalah memastikan bahwa aktor mengikuti dan mematuhi aturan formal, in-terkasi informal, dan negosiasi. Issue ampli-fiers adalah kritikus teater profesional yang mengamati kejadian-kejadian di arena, ber-komunikasi de ngan aktor, serta menginter-pretasikan temuan dan melaporkannya ke pihak lainnya. Issue amplifiers dapat mem-bawa suara publik yang mempengaruhi di-namika dalam arena melalui pengembangan suatu isu. Dalam konteks elemen stakehold-er Georgakopoulos & Thomson (2008) men-

Page 5: TUJUAN TERSEMBUNYI PENGGUNAAN SOCIAL REPORTING

definisikannya ke dalam dua sudut pandang yaitu stakeholder pendukung (reforming) dan stakeholder penentang. Mereka lebih lanjut menjelaskan bahwa stakeholder dapat juga dimasukkan ke dalam political institutions, rule enforcers, issue amplifiers, dan publik. Gambar 1 menyajikan klasifikasi pihak-pi-hak ke dalam partisipan di konsep arena.

Setelah melakukan klasifikasi pihak-pi-hak ke dalam arena, penelitian ini menganali-sis isi dokumen yang diperoleh dari berbagai sumber baik stakeholder maupun perusa-haan. Penelitian ini menitikberatkan pada analisis bahasa (language) yang digunakan dalam dokumen (Andersen, 2012; Mackie-son, Shlonsky, & Connolly, 2018; Mckenna, 2010; Walton & Boon, 2014). Melalui kon-sep arena analisis didasarkan pada maksud dan tujuan partisipan menggunakan sum-ber daya berdasarkan pada pengklasifika-sian stakeholder ke dalam partisipan konsep arena. Analisis dilakukan dengan membaca isi data yang diperoleh untuk mengungkap-kan maksud atau alasan yang mungkin di balik pengungkapan yang dilakukan peru-sahaan dan stakeholder. Penelitian ini juga mengeksplorasi kemungkinan keterkaitan antarteori dalam literatur akuntansi sosial dan lingkungan yang secara implisit tersedia dalam arena.

HASIL DAN PEMBAHASANPenelitian ini menemukan interaksi

yang beragam antarpartisipan dalam arena air minum dalam kemasan termasuk peng-gunaan social report oleh PAMDK. Pihak-pi-hak yang terlibat diketahui dapat diklasi-fikasikan ke dalam lebih dari satu jenis partisipan karena pola dan kekuatan yang dimilikinya. Social reporting paling sering dibuat dan digunakan oleh PAMDK untuk memberi informasi kepada stakeholder dan juga sebagai media untuk mengklarifikasi isu. Dalam konsep arena ini penelitian me-nemukan teknik external accounting yang didominasi oleh stakeholder penentang. Me-na riknya, mereka tidak secara dominan me-nerbitkan external report melainkan lebih menyukai untuk aktivitas yang nyata secara fisik. Sebagai contoh adalah penduduk lokal yang melakukan demonstrasi untuk menen-tang PAMDK. Secara umum penggunaan social reporting oleh PAMDK ditujukan un-tuk mempertunjukkan mengenai kepatuh-an terhadap aturan, kontribusi untuk ke-sejahteraan, penghindaran hukuman, dan mempermasalahkan operasi dari lainnya. Stakeholder dengan peran sebagai rule en-forcers memastikan legitimasi operasional dari PAMDK dan produk yang memenuhi standar dan layak untuk dikonsumsi kon-

POLITICAL INSTITUTIONSKementerian KesehatanKementerian PerindustrianBadan Pengawasan Obat dan Makanan

RULE ENFORCERSKementerian Lingkungan HidupKementerian KesehatanKementerian PerindustrianAsosiasi Perusahaan Air Kemasan IndonesiaKomisi Pengawas Persaingan UsahaSupermarketJurnal IlmiahBadan Pengawasan Obat dan MakananBadan Standardisasi NasionalKomunitas Pemerhati Lingkungan

STAKE-HOLDERSSupportiveAsosiasi Perusahaan Air Kemasan IndonesiaPengusaha AMDK regionalBerbagai Pemerintah DaerahSupermarketKonsumen

STAKE-HOLDERSReforming

Komunitas Pemerhati Lingkungan

Asosiasi Gerakan Masyarakat Penentang

Petani lokal

Lembaga Bantuan Hukum

Penduduk lokal

GENERAL PUBLICShareholders, Konsumen, Investor, Petani, Masyarakat Indonesia

ISSUE AMPLIFIERS: Berita, Komunitas, Sosial Media, Laporan Ilmiah

Gambar 1. Klasifikasi partisipan PAMDK dalam konsep arena

Wicaksono, Kholid, Tujuan Tersembunyi Penggunaan Social Reporting 67

Page 6: TUJUAN TERSEMBUNYI PENGGUNAAN SOCIAL REPORTING

68 Jurnal Akuntansi Multiparadigma, Volume 10, Nomor 1, April 2019, Hlm 63-81

sumen seperti sertifikasi produk. Di sisi lain, dokumen yang dikumpulkan dari stake-holder secara dominan dimaksudkan untuk melakukan konfrontasi terhadap operasion-al PAMDK. Menariknya, konfrontasi tidak hanya dilakukan oleh stakeholder penentang melainkan juga rule enforcers. Stekeholder penentang secara aktif mencari dukungan rule enforcers, bahkan political institutions, untuk menambah kekuatan dalam rangka mempermasalahkan PAMDK. Namun, se-cara umum cara tersebut tidak efektif kare-na keberadaan PAMDK masih dibutuhkan sebagai sarana untuk mencapai kesejahte-raan seperti program pengadaan air bersih oleh pemerintah daerah. Interaksi tersebut menggambarkan sebuah contoh PAMDK be-rada dalam zona yang tidak jelas apakah ke-beradaannya diperlukan atau tidak.

Interaksi dalam konsep arena. Hasil analisis menunjukan bahwa interaksi da-lam arena secara dominan dilakukan oleh issue amplifier dengan PAMDK, PAMDK dengan issue amplifier, dan stakeholder pe-nentang dengan PAMDK. Selain itu, meski-pun tidak banyak terjadi, terdapat interak-si antar-PAMDK mengenai aktivitas suatu PAMDK yang berdampak pada operasional PAMDK lainnya. Issue amplifier dalam are-na seringkali mengeluarkan bukti mengenai kualitas produk yang dikeluarkan oleh PAM-DK. Menarik nya, issue amplifier dalam arena secara signifikan diwakili oleh media sosial seperti Facebook dan Youtube. Seperti yang sudah umum diketahui media sosial meru-pakan suatu medium yang digunakan indivi-du (termasuk mengatasnamakan kelompok) untuk berkomunikasi dengan orang lain dan/atau menyampaikan hasil pemikiran individu tersebut. Ini berarti bahwa informa-si atau bukti yang dikeluarkan melalui me-dia sosial merupakan hasil pemikiran dan kajian pribadi atau kelompok tertentu yang perlu untuk dibuktikan kebenarannya.

PAMDK dalam hal ini mengambil tinda-kan serius untuk mengonfirmasi mengenai isu yang muncul dalam media sosial. Data penelitian yang berasal dari media sosial um-umnya menyampaikan informasi negatif dari PAMDK seperti kualitas produk, kepatuhan terhadap standar, dan dampak lingkung-an. Sebagai contoh, di media sosial ramai dibicarakan bahwa air minum kemasan yang beredar mengandung mikroplastik dan zat yang berbahaya mengancam kesehatan konsumen. Isu tersebut menimbulkan kece-

masan apakah air minum kemasan tersebut membahayakan kesehatan konsumen. Isu tersebut memaksa rule enforcer, stakehold-er pendukung, dan political institution untuk bereaksi menyikapi isu tersebut. Laporan yang dikeluarkan oleh rule enforcer mengin-dikasikan bahwa isu mengenai kandungan mikroplastik tidak benar. Salah satu rule enforcer mengonfirmasi bahwa isu menge-nai mikroplastik dalam air kemasan sedang diteliti perkembangannya. Bahkan, metode untuk menganalisis kandungan mikroplas-tik sedang dikaji oleh lembaga internasional seperti European Food Safety Authority da-lam rangka melakukan uji toksikologi pada kesehatan manusia. Lebih lanjut dijelaskan bahwa studi ilmiah belum ada yang mem-buktikan ancaman mikroplastik untuk kese-hatan manusia (Badan Pengawas Obat dan Makanan, 2018). Laporan dari rule enforcer ditanggapi positif oleh PAMDK yang meng-anggap bahwa isu mikroplastik belum ter-dapat cukup bukti bahkan penelitian ilmiah juga belum dapat menemukan mikroplastik dalam kemasan. PAMDK melakukan konfir-masi melalui halaman website yang tujuan utamanya adalah menyanggah isu menge-nai kandungan mikroplastik. PAMDK meng-anggap bahwa data mikroplastik masih sa-ngat sedikit dan terbatas. PAMDK tersebut mengutip hasil temuan dari sebuah artikel di jurnal water research untuk memperkuat argumennya bahwa tidak ada jumlah kan-dungan mikroplastik yang relevan di dalam air minum yang dikemas dalam sebuah botol (Aqua, 2018).

Sikap yang ekstrim ditunjukkan oleh salah satu partisipan arena dalam menyi-kapi dampak lingkungan dari PAMDK. Ter-dapat banyak opini dampak lingkungan yang umumnya berasal dari stakeholder pe-nentang untuk mempermasalahkan opera-sional PAMDK. Di sisi yang lain, seperti ada sebuah “kesepakatan” antar PAMDK bahwa operasionalnya tidak berdampak signifikan terhadap lingkungan. Berdasarkan peng-ungkapan dari PAMDK mereka mengang-gap telah menjaga ketersediaan air melalui program-program yang relevan. Mereka juga merasa telah memperhatikan setiap proses mulai dari fase sebelum, saat, dan setelah produksi dalam rangka memitigasi dampak negatif. Meskipun belum cukup bukti untuk menyimpulkan, PAMDK berpotensi untuk menyangkal dugaan dampak negatif dalam aspek sosial dan lingkungan di balik kesa-

Page 7: TUJUAN TERSEMBUNYI PENGGUNAAN SOCIAL REPORTING

daran akan potensi kerusakan yang ditun-jukkan pada pengungkapan CSR yang telah dilakukannya.

Oleh karena itu, dalam arena PAMDK ini teknik external accounting diterapkan dalam rangka mempermasalahkan aktivi-tas dan/atau dampak dari PAMDK. Komu-nitas pemerhati lingkungan (stakeholder penentang) dalam laporannya mengomuni-kasikan bahwa PAMDK berkontribusi sig-nifikan terhadap sampah plastik. Plastik diketahui merupakan sampah yang sulit di-urai oleh alam. Tidak hanya mencemari di daratan, sampah plastik juga mencemari di lautan yang mengancam ekosistem lautan. Komunitas tersebut melalui teknik external accounting melaporkan audit sampah plas-tik yang dilakukan untuk ditujukan secara langsung ke PAMDK dengan secara terbuka menyebutkan merk dagang dan produsen. Laporan tersebut memberikan pengetahuan kepada PAMDK bahwa mereka berkontribusi pada pencemaran di darat dan laut. Meski-pun tidak secara eksplisit disampaikan, tek-nik tersebut diterapkan dengan harapan PAMDK melakukan aktivitas yang konkret dalam mengurangi pencemaran lingkungan.

PAMDK menyadari adanya stakeholder yang mempermasalahkan dampak opera-sionalnya. Untuk menyikapi laporan terse-but, PAMDK akhirnya melakukan inovasi untuk memproduksi botol kemasan yang ramah lingkungan seperti peniadaan segel plastik dalam tutup dan pengurangan bob-ot kemas an. Dalam program pertanggung-jawaban PAMDK memutuskan untuk aktif dalam pengurangan dampak lingkungan. Melalui pengungkapan di berbagai media PAMDK menunjukkan telah mengambil per-an dan berkontribusi pada mitigasi dampak lingkung an. Namun, mitigasi dampak lingkungan, khususnya plastik, tidak dapat dilakukan sendiri oleh PAMDK melainkan memerlukan dukungan dari para stakehold-er. Hal ini diungkapkan oleh representatif dari PAMDK sebagai berikut.

“Sudah pasti kami sebagai produ-sen Air Minum Dalam Kemasan (AMDK) tidak akan melakukannya sendirian. Pengelolaan sampah, termasuk plastik, merupakan tang gung jawab seluruh pemang-ku kepentingan; mulai dari pe-merintah, produsen, mitra LSM, media, dan tentu saja konsumen

yang memiliki peran besar untuk mencegah sampah botol plastik mencemari lingkungan (Represen-tatif PAMDK)” (Kumparan, 2017).

Tidak hanya kepada PAMDK, stake-holder penentang juga melakukan interak-si dengan political institution dalam rangka mengkritisi implementasi aturan yang di-buat. Undang-undang (UU) seperti UU No. 18/2008 Tentang Pengelolaan Sampah ti-dak diterapkan dengan baik untuk menja-di acuan dalam penanganan sampah yang sulit diurai alam. Undang-undang tersebut mempromosikan perluasan tanggung jawab produsen (extended producer responsibility) di mana produsen diminta untuk mengelo-la sampahnya sendiri. Komunitas tersebut pada dasarnya meminta pemerintah sebagai salah satu stakeholder untuk berperan aktif dalam mengurangi jumlah sampah plastik. Peran pemerintah sangat fundamental aki-bat dari kepemilikan kekuatan yang mampu mengatur dan menilai kepatuhan dari ope-rasional perusahaan. Untuk membangkit-kan semangat pengurangan sampah plastik, laporan yang dikeluarkan ditujukan secara langsung kepada pemerintah dalam rangka mengkritisi lemahnya penerapan regulasi yang sudah dibuat. Laporan dari stakehol der penentang tersebut menganggap pemerin-tah masih kurang aktif berkampanye untuk menyosialisasikan dan mengimplementasi-kan undang-undang tersebut dalam rangka menangani sampah industri yang sulit diu-rai oleh alam (Greenpeace, 2017).

Pada sisi yang lain penelitian ini juga menemukan bahwa publik memainkan pe-ran penting dalam arena khususnya pada aktivitas untuk membuat isu dan menen-tang PAMDK. Publik berpotensi untuk mem-pengaruhi partisipan yang lain bergantung pada luaran yang diharapkan. Tidak hanya secara langsung menentang PAMDK melalui aktivitas bersifat memprovokasi, publik meng gunakan kekuatannya untuk men-cari dukungan partisipan lain dalam rangka melegitimasi aktivitasnya. Menariknya, par-tisipan lain seringkali mengonfirmasi bahwa laporan yang dikeluarkan merupakan bagian dari apa yang dirasakan masyarakat luas. Publik diketahui sebagai stakeholder yang kritis untuk mempersoalkan operasional PAMDK khususnya ketika publik menerima dampak negatif secara langsung. Sebagai contoh, penduduk lokal melakukan protes

Wicaksono, Kholid, Tujuan Tersembunyi Penggunaan Social Reporting 69

Page 8: TUJUAN TERSEMBUNYI PENGGUNAAN SOCIAL REPORTING

70 Jurnal Akuntansi Multiparadigma, Volume 10, Nomor 1, April 2019, Hlm 63-81

dan/atau demonstrasi kepada PAMDK aki-bat eksploitasi air tanah yang mengakibat-kan kekeringan sumber air masyarakat. Melalui cara tersebut mereka ingin mem-beritahukan pengetahuan akan dampak negatif yang diterima serta meminta perusa-haan untuk memperbolehkan terlibat dalam keputusan pada pertanggungjawaban.

Social reporting, external account-ing, dan stakeholder democracy. Di da-lam konsep arena, baik perusahaan maupun stakeholder, mengungkapkan informasi da-lam berbagai jenis pengungkapan itu sendiri. Berbagai jenis pengungkapan tersebut digu-nakan untuk tujuan yang berbeda, ideologi yang berbeda, serta mekanisme penggunaan yang berbeda (Denedo, Thomson, & Yoneku-ra, 2017; Sikka, 2006; Thomson, Dey, & Rus-sell, 2015). Data yang terkumpul dari PAM-DK mengisyaratkan bahwa terdapat sedikit ketertarikan PAMDK untuk mengungkapkan aspek sosial dan lingkung an di dalam annual report. Dari sudut pandang PAMDK, mereka secara dominan menggunakan social report-ing untuk menyampaikan informasi berkai-tan dengan aktivitas internal perusahaan. Sebagai akibatnya, seperti yang diharapkan Georgakopoulos & Thomson (2008) bahwa konsep arena akan memun culkan external accounting. Penelitian ini telah membuktikan bahwa terdapat external accounting yang dilibatkan dalam interaksi pada konsep are-na PAMDK. Banyaknya jenis laporan yang digunakan dalam arena menunjukkan inter-aksi yang kompleks antara PAMDK dengan stakeholder. Terdapat dua relasional yang logis antara social reporting dan external ac-counting dilihat dari waktu menerbitkan dan konten laporan. Pertama, perusahaan me-ngungkapkan lapor an pertanggungjawab-an baik secara periodik maupun insidental yang selanjutnya konten dari laporan dikriti-si dan dipermasalahkan oleh pihak eksternal melalui external accounting. Kedua, external accounting digunakan untuk memberi sema-cam masukan kepada perusahaan mengenai aktivitas pertanggungjawaban yang harus dilakukan sekaligus unsur yang harus dila-porkan sebagai akibat perusahaan melupa-kan salah satu stakeholder.

Dalam arena diketahui bahwa teknik social reporting yang digunakan oleh PAMDK secara signifikan adalah untuk menjaga re-putasinya. Laporan tersebut berisi bagaima-na perusahaan telah mengikuti aturan yang mendasari aktivitas PAMDK. Analisis mene-mukan terdapat sedikit bukti bahwa social

reporting mengurangi dampak lingkungan. PAMDK merasa bahwa operasionalnya tidak secara signifikan mempengaruhi kerusakan lingkungan. Mereka lebih lanjut juga per-caya bahwa aktivitas pertanggungjawaban yang diterapkan sudah dapat menyelesaikan masalah tersebut. Dalam urusan ini PAMDK menjalin hubungan baik dengan rule enfor-cer untuk melegitimasi operasionalnya yang telah sesuai aturan. Hal ini juga menggam-barkan bahwa PAMDK menjalin hubungan secara pro-aktif dengan para regulator da-lam rangka mencegah masalah mengenai kepatuhan yang akan mengancam perusa-haan di masa depan.

Social report PAMDK tersebut secara spesifik hanya ditujukan pada partisipan yang dipilih. Selain itu, seringkali lapor-an dibuat untuk tujuan-tujuan yang tidak diinginkan dalam rangka mengendalikan isu dan kontroversi yang mungkin terjadi. Ter-dapat sedikit bukti bahwa laporan dibuat se-cara sistematik di mana item yang harus di-ungkap dimasukkan ke dalam laporan yang bersifat holistik mengenai dampak sosial dan lingkungan. Laporan seperti ini memili-ki potensi risiko yang besar karena perusa-haan sangat mungkin melupakan stakehol-der-nya. Perusahaan seringkali memandang bahwa mempertahankan legitimasi adalah poin penting yang harus dipenuhi. Ini bu-kanlah pola pikir yang salah karena peru-sahaan perlu untuk menyingkronisasikan nilai perusahaan dengan nilai stakeholder. Namun, perusahaan yang berorientasi kepa-da stakeholder dituntut untuk memperlaku-kan stakeholder secara seimbang. Terlebih, stakeholder di era sekarang tidak cukup diberi informasi saja, tetapi juga meminta untuk terlibat dalam pengambilan keputus-an.

Sudut pandang perusahaan yang me-nitikberatkan stakeholder tertentu sudah tidak relevan lagi untuk diterapkan (De-Vil-liers & Alexander, 2014; De-Villiers & De-Vil-liers, 2013; De-Villiers & Van-Staden, 2011). Ini karena stakeholder sudah mulai untuk mempromosikan demokrasi sehingga seti-ap stakeholder meminta porsi keterlibatan dalam pengambilan keputusan mengenai program keberlanjutan (O’Dwyer, 2005; Spitzeck & Hansen, 2010; Waligo, Clarke, & Hawkins, 2014). Lebih buruk lagi, Thomson, Dey, & Russell. (2015) menemukan bahwa stakeholder yang dipilih tidak tahu menga-pa dirinya sebagai stakeholder yang berpe-ngaruh dan apa yang harus dilakukan se-

Page 9: TUJUAN TERSEMBUNYI PENGGUNAAN SOCIAL REPORTING

bagai konsekuensinya. Konsep arena di atas sebenarnya dapat digunakan perusahaan untuk mengidentifikasi dan mengelola stake-holder berdasarkan peran partisipan dalam arena. Paling tidak, perusahaan dapat mem-berikan informasi kepada stakeholder ber-dasarkan sifatnya dalam arena karena tidak semua stakeholder membutuhkan informasi yang sama tetapi tetap diperlakukan secara seimbang.

Stakeholder penentang dapat dikata-kan stakeholder agresif yang secara sig-nifikan menentang operasional perusahaan (Georgakopoulos & Thomson, 2008; Thom-son, Dey, & Russell, 2015). Mereka umum-nya mempermasalahkan operasional peru-sahaan melalui teknik external accounting. Tidak hanya stakeholder penentang, hasil analisis menemukan bahwa issue amplifier juga menggunakan teknik itu untuk mem-permasalahkan dan menciptakan kontro-versi. Teknik external accounting didukung oleh pendekatan sistematis untuk mengin-vestigasi konsekuensi kerusakan dari ope-rasional PAMDK. Pada tahap ini external accounting mendiseminasikan pengetahuan dan pandangan baru dengan menyampaikan bukti baru mengenai kerusakan dan dampak yang ditimbulkan (Merkl-Davies & Brennan, 2017; Ng, 2018; Rismawati, 2015). Tidak hanya mempermasalahkan aktivitas, exter-nal accounting juga dapat digunakan untuk mencabut legitimasi perusahaan yang telah diberikan (Denedo, Thomson, & Yonekura, 2017; Thomson, Dey, & Russell, 2015).

Thomson, Dey, & Russell. (2015) men-jabarkan praktik external accounting ke dalam dua aktivitas yang dilihat dari segi teknik dalam memproduksi external account. Pertama external accounting yaitu mempro-duksi dokumen yang berisi kajian investigasi mengenai dampak lingkungan yang secara langsung ditujukan oleh perusahaan ber-dasarkan pada penelitian atau investigasi dari bidang keahlian. Kedua, disebut dengan activism yang megacu pada kegiatan-kegia-tan termasuk engagement, partisipasi da-lam tinjauan kebijakan, protes, dan bentuk kegiatan langsung lainnya. Hanya sedikit dokumen external accounting yang dipro-duksi oleh NGO dalam mempermasalahkan PAMDK. Menariknya, produsen untuk mem-produksi persoalan dalam konteks PAMDK datang dari media sosial. Media sosial se-bagai issue amplifier seolah-olah memberi-kan bukti atau menawarkan pengetahuan bahwa PAMDK berdampak negatif, contoh-

nya produk yang mengandung zat berbaha-ya. Informasi tersebut tentu perlu dipertim-bangkan validitas dan reliabilitasnya terkait keabsahan informasi yang bersumber dari media sosial. Di sisi lain, praktik activism telah banyak dilakukan oleh sebagian besar stakeholder penentang dalam arena. Protes dan demonstrasi adalah teknik yang umum diterapkan dalam activism dan digunakan oleh stakeholder yang berada dalam daerah operasional seperti penduduk lokal. Fakta ini secara implisit menunjukkan bahwa ke-sejahteraan penduduk lokal belum banyak diperhatikan. Selain itu, program pertang-gungjawaban yang dilakukan perusahaan ti-dak memenuhi keinginan mereka atau pene-rapan strategi yang salah dalam memitigasi dampak. Dengan demikian, mereka meng-ancam akan mencabut kontrak sosial yang diberikan kepada perusahaan dan meminta PAMDK untuk tidak beroperasi di daerah-nya.

Terdapat bukti melalui social reporting yang dikeluarkan PAMDK untuk membalas problematisasi dari external accounting. Na-mun, PAMDK secara mengejutkan lebih se-rius untuk menanggapi problematisasi dari media sosial yang tingkat kebenaran infor-masinya masih dipertanyakan. Sebaliknya, sangat sedikit informasi dari PAMDK yang ditujukan untuk menjawab activism yang berasal dari publik. Penelitian ini sayang nya tidak menemukan alasan mengapa PAMDK serius pada isu di media sosial daripada pen-duduk lokal. Alasan yang mungkin adalah sifat kajian yang ada di media sosial lebih berpotensi untuk menghancurkan citra pe-rusahaan karena kecepatan untuk tersebar ke masyarakat. Namun, pandangan seperti ini mudah terbantahkan jika dibandingkan penduduk lokal yang akan mencabut kon-trak sosial yaitu perusahaan akan terancam untuk tidak beroperasi lagi.

Kembali melihat dari sudut pandang stakeholder democracy, penduduk lokal atau stakeholder penentang telah mulai mendesak untuk terlibat dalam pembuatan keputusan perusahaan. Mereka tidak ingin terlalu lama untuk pasif dan diam ketika pe-rusahaan memberikan dampak negatif bagi mereka. Untuk itu, stakeholder, tidak spe-sifik pada yang pasif, ingin menunjukkan kekuatannya untuk memberikan pengaruh dalam rangka mewujudkan kesejahteraan yang diharapkan. External accounting dan activism dapat menjadi media yang mem-fasilitasi untuk mencuri perhatian perusa-

Wicaksono, Kholid, Tujuan Tersembunyi Penggunaan Social Reporting 71

Page 10: TUJUAN TERSEMBUNYI PENGGUNAAN SOCIAL REPORTING

72 Jurnal Akuntansi Multiparadigma, Volume 10, Nomor 1, April 2019, Hlm 63-81

haan setidaknya untuk dilibatkan dalam pembuatan strategi keberlanjutan. Praktik tersebut memudahkan stakeholder yang di-anggap pasif untuk dapat menyuarakan apa yang dikeluhkan. Melalui pemberian bukti dan pengetahuan yang baru diharapkan pe-rusahaan untuk memberikan kekuatan ke-pada stakeholder yang pasif untuk berkontri-busi pada kebijak an keberlanjutan. Namun, masih terdapat keraguan akan demokrasi sebagai akibat perusahaan masih melaku-kan seleksi stakeholder yang dapat mempe-ngaruhi perusahaan ditinjau dari perannya sebagai representatif dari stakeholder lain-nya (Killian, 2010; O’Dwyer, 2005). Padahal, stakeholder terpilih mungkin tidak memiliki cukup pengetahuan untuk membicarakan aspek yang bukan domainnya seperti meli-batkan shareholder secara dominan untuk mendiskusikan kerusakan lingkungan.

Social reporting tidak ditujukan un tuk melindungi planet. Konsep arena dari PAMDK menunjukkan bahwa interak-si PAMDK tidak signifikan untuk menjaga keberlangsungan planet bumi khususnya ketersediaan air. Padahal, semangat yang ditawarkan melalaui pertanggungjawaban sosial dan lingkungan adalah bagaimana perusahaan mampu melakukan mitigasi dampak sosial dan lingkungan (Andrews, 2016; McGrath & Whitty, 2018; Opdebeeck, 2012). Secara umum tidak disalahkan apa-bila perusahaan berusaha untuk memak-simalkan keuntungan finansial (Islam & Kokubu, 2018; Klerk, Villiers, & Staden, 2015; Siregar & Bachtiar, 2010). Di sisi yang lain, perusahaan perlu untuk melebarkan perhatian pada aktivitas untuk menyem-buhkan masyarakat dan lingkungan yang terdampak oleh perusahaan. CSR dapat dikatakan menjadi alat yang ampuh untuk melindungi planet bumi beserta isinya. Na-mun, pembuatan social report terlihat seperti berada pada zona abu-abu yang sulit diketa-hui maksud aslinya. Terdapat dua pers-pektif yang memotivasi perusahaan untuk membuat social report. Pertama, perusahaan memiliki niat yang murni untuk menjadi akuntabel dan memberikan informasi dalam rangka memenuhi kewajiban akuntabilitas. Kedua, perusahaan menggunakan social re-port untuk membuat sebuah kesan bahwa perusahaan peduli terhadap CSR yang di-tujukan untuk memperoleh legitimasi dari stakeholder (Dobbs & Staden, 2016; Lim & Greenwood, 2017; Yu & Choi, 2016). Dari dua perspektif tersebut dapat dilihat bah-

wa social report mungkin tidak sepenuhnya ditujukan untuk melindungi planet seisi-nya. Tidak mengejutkan apabila perusahaan melalui social reporting memiliki niatan lain terutama untuk keberlangsungan operasio-nalnya.

Berdasarkan hasil analisis penelitian melalui konsep arena ditemukan bahwa so-cial report PAMDK tidak bertujuan untuk mengurangi dampak lingkungan yang mere-ka hasilkan. Padahal, banyak isu yang pen-ting terutama ancaman kekeringan air yang akan segera dirasakan oleh masyarakat yang hidup di sekitar wilayah operasi. Ironisnya, social report yang dikeluarkan tidak secara spesifik ditujukan untuk pencegahan keke-ringan tersebut. Interaksi yang dilakukan oleh PAMDK dalam konsep arena didomina-si pada upaya untuk menunjukkan kepatu-hannya terhadap isu dari rule enforcer dan stakeholder penentang. Di sisi yang lain, konsep arena sebetulnya telah secara kuat mendorong PAMDK untuk lebih menjaga dan melindungi bumi khususnya aksi yang dilakukan oleh stakeholder penentang. Ar-gumen tersebut dibuktikan dengan banyak-nya isu dan masalah yang menuntut PAMDK untuk lebih peduli dengan lingkungan. Akan tetapi, PAMDK belum mampu menyajikan social report yang menitikberatkan aspek sosial dan juga lingkungan. Analisis melalui konsep arena menemukan alasan-alasan potensial yang mendasari pengungkapan PAMDK tidak sepenuhnya berorientasi un-tuk melindungi planet dan seisinya.

Pertama, PAMDK terlihat seperti kebi-ngungan untuk memutuskan antara fokus pada pemulihan alam atau mencari legiti-masi. Padahal, kaitan antara social reporting yang menekankan konservasi alam berkait-an erat dengan legitimasi dari stakeholder. PAMDK mungkin kesulitan untuk melak-sanakan tanggung jawab dalam memelihara alam karena parameter ketercapaian yang sulit untuk diraih. Selain itu, harapan dari stakeholder yang heterogen membuat peru-sahaan semakin kesulitan untuk menentu-kan isu apa yang harus diungkap. Sebagai bentuk formalitas pemenuhan harapan stakeholder, social report yang PAMDK ter-bitkan sangat dominan digunakan untuk melawan isu-isu negatif yang mengancam keberlangsungannya terutama dalam upa-ya memelihara nama baik. Dalam proses ini PAMDK ingin mencoba untuk menye-laraskan nilai dari stakeholder melalui so-cial report yang ditujukan untuk memenuhi

Page 11: TUJUAN TERSEMBUNYI PENGGUNAAN SOCIAL REPORTING

per syaratan dari stakeholder. Penyelarasan nilai dapat sebagai alternatif untuk dapat dianggap akuntabel di balik tuntutan un-tuk memperbaiki kerusakan. PAMDK ti-dak memperlakukan stakeholder secara se imbang, tetapi memilih stakeholder ter-tentu yang pengaruhnya paling signifikan. Pendekatan ini sejalan dengan kandungan dari legitimacy theory (Bachmann & Ingen-hoff, 2016; Demirbag, Wood, Makhmadsho-ev, & Rymkevich, 2017; O’Neil & Ucbasaran, 2016) di mana perusahaan akan terlegitima-si jika mampu selaras dengan nilai stake-holder. PAMDK mungkin frustrasi sehingga memutuskan untuk menerbitkan social re-port parsial yang disusun ketika ada isu be-sar tentang perusahaan. Akhirnya, harapan yang ada di balik social report tersebut un-tuk mempertahankan legitimasi yang telah mereka peroleh dari stakeholder kunci dari-pada fokus pada pengurangan dampak.

Kedua, social report yang dibuat oleh PAMDK secara kuat dipengaruhi oleh isu-isu stakeholder tertentu yang memiliki kekuatan yang signifikan. PAMDK dalam hal ini tidak memiliki pilihan lain selain mengikuti isu-isu stakeholder tersebut untuk diungkapkan dalam laporan. Berdasarkan pada interaksi konsep arena social report yang dibuat se-cara dominan ditujukan untuk berinteraksi dengan rule enforcer. Pendekatan ini didasari pada alasan bahwa rule enforcer merupakan stakeholder yang menilai perusahaan mu-lai dari pra, selama, dan setelah produksi terha dap standar yang berlaku. Penilaian tersebut biasanya mengarah pada sebuah sertifikasi yang menjustifikasi kualitas mutu dari perusahaan dan juga produknya. In-formasi atau laporan dari rule enforcer yang bersifat negatif berpotensi untuk memba-ngun persepsi publik mengenai nama pe-rusahaan dan penilaian atas produk. Peru-sahaan dengan demikian secara terpaksa mengonfirmasi isu-isu negatif dari rule en-forcer. Namun, isu-isu negatif yang dikeluar-kan rule enforcer tidak secara signifikan di-tujukan pada aspek kerusakan lingkungan yang diakibatkan perusahaan. Karena PAM-DK menganggap bahwa rule enforcer adalah stakeholder kunci, maka social report yang dibuat mengikuti perhatian dari rule enforcer meskipun tidak signifikan berkaitan de ngan mitigasi kerusakan. Fenomena ini akan mengubah semangat social reporting dari upaya memitigasi kerusakan menjadi media untuk menjustifikasi dalam rangka menjaga reputasi dan legitimasi.

Terakhir, kurangnya input untuk dapat diolah dan disajikan ke dalam social report. PAMDK diketahui belum melakukan lang-kah konkret untuk mengumpulkan input yang berasal dari stakeholder. Hal ini terli-hat dari sifat social report yang cenderung merupakan konfirmasi dan justifikasi yang dibuat dari sudut pandang perusahaan. Pe-rusahaan diketahui belum melibatkan stake-holder untuk aktif dalam menyusun rencana strategi mengenai keberlanjutan dan per-tanggungjawaban. Kemungkinan yang lain adalah PAMDK belum memberikan media yang dapat dijadikan alat oleh stakeholder untuk menyuarakan opininya. Konsep arena sebenarnya memberikan pandangan yang luas kepada perusahaan yang dapat dijadi-kan input untuk membuat social report. Pe-rusahaan dituntut untuk lebih terbuka dan berorientasi kepada stakeholder dalam rang-ka mengetahui harapan apa yang diingin kan dan menemukan input untuk memenuhi harapan tersebut. Untuk menyelesaikan ma salah ini, perusahaan perlu untuk lebih dekat dengan stakeholder melalui berbagai pendekatan seperti seminar, focus group dis-cussion, dan web-based chat (Cha & Bagozzi, 2016; Dhanesh, 2015; Kaur & Lodhia, 2014; Rim & Ferguson, 2017).

Pentingnya stakeholder engage-ment. Setiap stakeholder memiliki harapan yang berbeda dengan lainnya sehingga peru-sahaan perlu dengan cermat mengelola per-bedaan harapan antar stakeholder. Hal ini sangat mungkin akan mengakibatkan adan-ya interaksi yang buruk antara perusahaan dengan stakeholder seperti yang ditampil-kan dalam konsep arena. Kegagalan dalam memenuhi harapan berisiko untuk terjadi-nya gangguan kepada perusahaan seperti hilangnya keparcayaan investor, pencabut-an kontrak sosial, dan aksi demonstrasi. Temuan dari penelitian ini menunjukkan bahwa PAMDK masih secara signifikan menggunakan diseminasi satu sisi (one-side dissemination) yang secara langsung dituju-kan untuk salah satu partisipan dari arena. Teknik ini dianggap sangat lemah karena gagal untuk merangkul stakeholder yang lebih luas (Burga, Leblanc, & Rezania, 2017; Duthler & Dhanesh, 2018; Kaur & Lodhia, 2018). Namun, seringkali perusahaan meng-abaikan eksistensi stakeholder dan berfokus pada stakeholder yang mempengaruhi peru-sahaan secara signifikan. Fenomena interak-si, konflik, dan kontroversi yang ada dalam arena di atas menunjukkan bahwa PAMDK

Wicaksono, Kholid, Tujuan Tersembunyi Penggunaan Social Reporting 73

Page 12: TUJUAN TERSEMBUNYI PENGGUNAAN SOCIAL REPORTING

74 Jurnal Akuntansi Multiparadigma, Volume 10, Nomor 1, April 2019, Hlm 63-81

fokus pada stakeholder tertentu sudah tidak lagi relevan. Saat ini pendekatan stakeholder telah berubah dari pendekatan stakeholder managerial menuju pendekatan yang ber-basis jaringan, relasional, dan berorientasi ke proses melalui stakeholder engagement. Perusahaan perlu segera menuju ke stake-holder engagement karena menawarkan pe-ningkatan akuntabilitas, kepercayaan, dan transparansi (Blackburn, Hooper, Abratt, & Brown, 2018; Kaur & Lodhia, 2014, 2018). Poin paling penting adalah stakeholder en-gagement menyediakan komunikasi yang lebih baik antara perusahaan dan stake-holder mengenai aktivitas dan dampak yang ditimbulkan.

Stakeholder engagement dapat diarti-kan sebagai sebuah kolaborasi yang dida-sarkan kepercayaan antara individu dan/atau organisasi dengan tujuan yang berbeda untuk mencapai keputusan bersama (Kaur & Lodhia, 2018). Stakeholder engagement dapat memfasilitasi perusahaan untuk men-getahui permintaan informasi dari stakehold-er mengenai konten, aktivitas pertanggung-jawaban yang seharusnya dilakukan, serta media yang digunakan dalam penyususnan laporan. Patut disadari bahwa stakeholder engagement mungkin tidak praktis untuk dilakukan seperti permintaan stakeholder yang bervariasi dan konflik kepentingan pe-rusahaan dengan stakehol der. Namun, pe-rusahaan tidak dapat menentukan sendiri pengembangan aktivitas dan penyusunan laporan pertanggungjawaban. Oleh karena itu, perusahaan memerlukan kerja sama dengan stakeholder-nya dalam mengiden-tifikasi isu-isu sosial dan lingkungan yang dipersepsikan oleh stakeholder itu sendiri. Stakeholder engagement bukan berarti mem-berikan kontrol atau kekuatan yang didele-gasikan kepada stakeholder (Georgakopou-los & Thomson, 2008). Namun, le bih pada memberikan kesempatan untuk menyu-arakan apa yang sebaiknya dilakukan oleh perusahaan. Stakeholder engagement yang baik terjadi ketika adanya hubungan dua arah sehingga keputusan yang diambil te-lah disepakati bersama melalui pengurang-an konflik kepentingan perusahaan dengan stakeholder (Kaur & Lodhia, 2018). Oleh karena itu, sebuah engagement yang baik mendemonstrasikan akuntabilitas perusa-haan terhadap stakeholder dan meyakinkan bahwa pengambilan keputusan berdasarkan pada pemahaman yang akurat dari aspirasi dan kebutuhan stakeholder.

Identifikasi stakeholder dalam stake-holder engagement tetap diperlukan. Na-mun, perusahaan seringkali mengidentifika-si stakeholder secara tidak jelas dan tidak sistematis dalam rangka mengajak mere-ka dalam keputusan pertanggungjawaban. Konsep arena dianggap mampu menawar-kan pengklasifikasian stakeholder ke da-lam peran dan sifat untuk mempengaruhi perusahaan. Dengan pendekatan itu peru-sahaan dapat menentukan metode engage-ment yang tepat berdasarkan pada klasifi-kasi yang berdasar arena khususnya pada stakeholder penentang, political institution, dan rule enforcer. Secara umum stakeholder engagement dapat dilakukan melalui media seperti kuesioner, telepon, media rilis, wa-wancara, diskusi, forum komunitas, semi-nar dan workshop, dan bulletin di internet (Kaur & Lodhia, 2018). Pemilihan metode engagement bergantung pada ukuran, letak geografis, sumber daya yang tersedia, dan sifat dari stakeholder yang akan dilibatkan (Georgakopoulos & Thomson, 2008).

Konsep arena dan quo vadis social re-porting. Analisis penelitian ini menemukan pendekatan-pendekatan yang secara im plisit ada dan saling terkait di dalam konsep are-na yaitu pendekatan stakeholder, legitima-cy, dan stakeholder democracy. Pendekatan stakeholder didefinisikan bahwa perusahaan perlu untuk memperhatikan perhatian dari individu atau kelompok yang dapat mem-pengaruhi atau dipengaruhi oleh aktivitas perusahaan. Pendeketan stakeholder mana-gerial memungkinkan PAMDK memiliki ala-san yang mendasari serta mengharapkan outcome dari stakeholder sebagai akibat dari pemberian informasi dan keterlibatan dalam keputusan. Satu-satunya dan yang terpen-ting PAMDK ingin memperta hankan legiti-masi atau kontrak sosial untuk menjamin keberlangsungan operasional perusahaan khususnya stakeholder yang berpengaruh signifikan. Dalam hal ini, PAMDK selalu ber-usaha untuk mengikuti nilai dari stakehold-er dalam rangka mempertahankan legitima-si tersebut. Seperti yang disebutkan dalam legitimacy theory (El-Bassiouny & Letmathe, 2018; Vourvachis, Woodward, Woodward, & Patten, 2016) keberlangsungan perusahaan akan terancam jika masyarakat (stakehold-er) memiliki persepsi bahwa perusahaan telah melanggar kontrak sosial (Eugenio, Lourenco, & Morais, 2013; Islam & Koku-bu, 2018; Lanis & Richardson, 2012; Wat-son, 2011). Ketika masyarakat (stakeholder)

Page 13: TUJUAN TERSEMBUNYI PENGGUNAAN SOCIAL REPORTING

tidak dipuaskan bahwa operasional perusa-haan dapat diterima, mereka akan dengan efektif menarik “kontrak perusahaan” untuk melanjutkan operasionalnya. Oleh karena itu, sebelum memperoleh legitimasi, PAMDK perlu berusaha mengetahui apa yang dii-nginkan dan dibutuhkan stakeholder (lihat Gambar 2 sebagai pembanding).

Seperti yang telah dikemukakan pada Gambar 2 bahwa kerangka arena mendorong untuk tercapainya demokrasi stakeholder (Bussy & Kelly, 2010; Scott, 2010; Spitzeck & Hansen, 2010). Ini karena setiap stakehold-er, meskipun diklasifikasikan berdasarkan partisipan, mampu mempengaruhi perusa-haan. Memang, keputusan untuk melibat-kan stakeholder tertentu sangat bergantung pada output yang akan dicapai perusahaan. O’Dwyer (2005) menyatakan demokrasi stakeholder yang sukses bersandar pada stakeholder untuk dapat mempengaruhi pe-rusahaan pada keputusan yang berdampak pada kesejahteraannya. Untuk mencapai itu, harus ada informasi yang mengalir. Pe-rusahaan yang mengendalikan sumber daya memberikan informasi tentang penggunaan sumber daya, khususnya pada dampak atas penggunaan tersebut. Argumen dari O’Dwyer (2005) tersebut mempromosikan demokra-si stakeholder yang ideal untuk dilakukan perusahaan dalam keputusan pertanggung-jawaban dan pelaporan sosial lingkungan.

Stakeholder demokrasi ideal tersebut seperti kontradiksi dengan yang ditunjuk-kan oleh PAMDK yang masih menggunakan stakeholder managerial. Namun, kerangka arena mengilustrasikan cara untuk menu-ju demokrasi stakeholder yang ideal. Ana-

lisis penelitian ini menemukan keterkaitan demokrasi stakeholder dengan pendekatan stakeholder dan legitimasi. Dalam hal ini perusahaan secara sukarela meminta masu-kan stakeholder dalam rangka memperoleh isu terkini dalam konteks sosial lingkungan. Tahap ini dapat dikatakan penting kare-na masukan dari stakeholder merupakan akses untuk memperoleh legitimasi yang ingin dipertahankan melalui aktivitas dan pelapor an pertanggungjawaban (Kaur & Lodhia, 2014, 2018). Pada tahap ini peru-sahaan scara tidak langsung meminta un-tuk diberikan kontrak sosial dan yang akan diberikan jika terjadi keselarasan antara stakeholder dengan perusahaan. Melalui ma sukan secara langsung dari stakeholder, perusahaan akan tahu dan dapat menentu-kan metode dalam menentukan informasi apa yang harus diberikan stakeholder secara individu dalam dinamika stakeholder yang heterogen. Hal ini ditujukan untuk menun-jukkan akuntabilitas, transparansi, dan yang utama adalah inklusivitas stakeholder dalam keputusan. Dengan demikian, stake-holder merasa diperhatikan dan mendorong mereka untuk memproduksi kontrak sosial sebagai dampak keberhasilan pemenuhan ekspektasi seperti pemberian informasi, ke-terlibatan, dan nilai.

SIMPULANPAMDK merupakan sektor industri

yang kontroversial dengan berbagai isu dan konflik antara perusahaan dengan stake-holder-nya. Konsep arena menjadi alat yang relevan dalam rangka menganalisis interaksi perusahaan dengan stakeholder dan seba-

Pendekatan Stakeholder

PendekatanLegitimasi

Stakeholder Democracy

Tujuan Diharapkan

Usaha Dilakukan

Mencari Input

Memberi Kontrak

Pengaruh Meminta Kontrak

Gambar 2. Keterkaitan Pendekatan dalam Arena

Wicaksono, Kholid, Tujuan Tersembunyi Penggunaan Social Reporting 75

Page 14: TUJUAN TERSEMBUNYI PENGGUNAAN SOCIAL REPORTING

76 Jurnal Akuntansi Multiparadigma, Volume 10, Nomor 1, April 2019, Hlm 63-81

liknya. Dengan pendekatan konsep arena ditemukan bahwa stakeholder telah meng-gunakan kekuatannya untuk mempenga-ruhi perusahaan. PAMDK diketahui tidak melakukan interaksi dengan seluruh stake-holder meskipun stakeholder meminta peru-sahaan untuk memperhatikannya. PAMDK diketahui berinteraksi dengan stakeholder yang benar-benar mempengaruhi bahkan mengancam perusahaan dengan mengesam-pingkan kepentingan stakeholder yang lain. Sebagai dampaknya, stakeholder yang ku-rang memperoleh perhatian menggunakan teknik external accounting baik menerbit-kan laporan maupun melakukan aktivitas nyata seperti demonstrasi. Interaksi PAM-DK melalui social reporting didominasi de-ngan rule enforcer serta issue amplifier yang dianggap lebih penting karena informasi yang dikeluarkan mampu untuk mengubah persepsi publik. Bahkan, PAMDK tidak ter-lalu merespon laporan dan aktivitas demon-strasi dari stakeholder penentang yang diketahui sangat kuat mengkritisi setiap as-pek perusahaan.

Social report dari PAMDK tidak secara signifikan melindungi bumi dari kerusakan. Social reporting PAMDK cenderung digu-nakan untuk mempertahankan legitimasi yang telah diperolehnya. Hal ini disebab-kan PAMDK bingung untuk mengidentifika-si konten yang akan dilaporkan dan tujuan yang akan diperoleh melalui social report-ing. Selain itu, dorongan dari stakeholder yang kuat mendorong perusahaan lebih mementingkan stakeholder tersebut meski-pun isu yang dikeluarkan tidak membahas kerusakan yang dihasilkan perusahaan. Penyebab lainnya adalah perusahaan keku-rangan input data yang akan diolah untuk pelaporan pertanggungjawaban. Di sisi yang lain, dengan pendekatan konsep arena pe-rusahaan akan memperoleh banyak isu dari stakeholder yang akan dijadikan bahan un-tuk pelaporan. PAMDK pada tahap ini terli-hat belum memiliki metode untuk mengum-pulkan isu dari stakeholder dan media yang digunakan stakeholder untuk menyuarakan opini. PAMDK perlu menerapkan stake hol d er engagement dalam rangka menentukan strategi keberlanjutan dan pelaporannya.

Penelitian ini dengan konsep arena me-nemukan keterkaitan antarpendekatan yang biasa digunakan dalam penelitian akun-tansi sosial lingkungan. Kerangka konsep arena disimpulkan dapat menyajikan feno-mena secara detail dan mencakup beberapa

pendekatan yang sering digunakan secara tunggal dalam penelitian. Melalui pendekat-an stakeholder, khususnya stakeholder managerial, perusahaan mengidentifikasi stakeholder yang akan diberi laporan de-ngan harapan stakeholder akan memberikan kontrak sosial. Untuk memperoleh legitima-si dari stakeholder, pendekatan stakeholder democracy perlu diterapkan guna membe-rikan kebebasan stakeholder untuk mempe-ngaruhi perusahaan. Pada aktivitas ini, pe-rusahaan akan meminta kontrak sebagai hasil dari pemenuhan ekspektasi stakehol-der.

DAFTAR RUJUKANAbeydeera, S., Tregidga, H., & Kearins, K.

(2016). Sustainability Reporting More Global than Local? Meditari Accountan-cy Research, 24(4), 478–504. https://doi.org/10.1108/MEDAR-09-2015-0063

Andersen, M. A. (2012). A Multidimensional Model for Analyzing Employee Identifi-cation with Corporate Values : A Qua-litative Reception Analysis Approach. Qualitative Research in Organizations and Management: An International Jour-nal, 7(2), 209–230. https://doi.org/10.1108/17465641211223492

Andrews, N. (2016). Challenges of Corporate Social Responsibility (CSR) in Domes-tic Settings: An Exploration of Mining Regulation vis-à-vis CSR in Ghana. Re-sources Policy, 47, 9-17. https://doi.org/10.1016/j.resourpol.2015.11.001

Apriliani, M., & Abdullah, M. (2018). Falsafah Kesenian Tanjidor pada Pelaksanaan Corporate Social Responsibility. Jurnal Akuntansi Multiparadigma, 9(2), 377-393. https://doi.org/10.18202/jamal.2018.04.9023

Aqua. (2018). Pernyataan Danone Waters. Tersedia pada: http://www.aqua.com/kabar_aqua/berita-perusahaan/per-nyataan-danone-waters (Diakses: 10 September 2018)

Ayuso, S., Rodríguez, M. Á., García-Castro, R., & Ariño, M. Á. (2011). Does Stake-holder Engagement Promote Sustain-able Innovation Orientation? Industrial Management and Data Systems, 111(9), 1399–1417. https://doi.org/10.1108/02635571111182764

Ayuso, S., Rodríguez, M. A., García-Castro,R., & Ariño, M. A. (2014). Maximizing Stakeholders’ Interests: An Empirical

Page 15: TUJUAN TERSEMBUNYI PENGGUNAAN SOCIAL REPORTING

Analysis of the Stakeholder Approach to Corporate Governance. Business & So-ciety, 53(3), 414–439. https://doi.org/10.1177/0007650311433122

Bachmann, P., & Ingenhoff, D. (2016). Legi-timacy through CSR Disclosures? The Advantage Outweighs the Disadvantag-es. Public Relations Review, 42(3), 386-394. https://doi.org/10.1016/j.pubrev.2016.02.008

Badan Pengawas Obat dan Makanan. (2018). Penjelasan BPOM RI tentang Isu Kan-dungan Mikroplastik pada Air Mi-num dalam Kemasan. Tersedia pada: http://www.pom.go.id/mobile/index.php/view/klarifikasi/81/penjelas-an-bpom-ri--tentang-isu-kandun-gan-mikroplastik-pada-air-minum-da-lam-kemasan.html (Diakses: 10 Sep -tember 2018)

Barros, D. F., Sauerbronn, J. F. R., & Da Costa, A. M. (2014). Corporate Sus-tainability Discourses in a Brazilian Business Magazine. Social Responsi-bility Journal, 10(1), 4–20. https://doi.org/10.1108/SRJ-11-2012-0146

Bass, A. E., & Milosevic, I. (2018). The Eth-nographic Method in CSR Research: The Role and Importance of Method-ological Fit. Business & Society, 57(1), 174–215. https://doi.org/10.1177/0007650316648666

Blackburn, N., Hooper, V., Abratt, R., & Brown, J. (2018). Stakeholder Engage-ment in Corporate Reporting: Towards Building a Strong Reputation. Market-ing Intelligence and Planning, 36(4), 484–497. https://doi.org/10.1108/MIP-10-2017-0236

Boiral, O. (2013). Sustainability Reports as Simulacra? A Counter-Account of A and A+ GRI Reports. Accounting, Auditing & Accountability Journal, 26(7), 1036–1071. https://doi.org/10.1108/AAAJ-04-2012-00998

Boiral, O., & Henri, J. F. (2017). Is Sustain-ability Performance Comparable? A Study of GRI Reports of Mining Orga-nizations. Business & Society, 56(2), 283–317. https://doi.org/10.1177/0007650315576134

Burga, R., Leblanc , J., & Rezania, D. (2017). Analysing the Effects of Teaching Ap-proach on Engagement, Satisfaction and Future Time Perspective Among Students in a Course on CSR. The In-

ternational Journal of Management Ed-ucation, 15(2), 306-317. https://doi.org/10.1016/j.ijme.2017.02.003

Bussy, N. M. D., & Kelly, L. (2010). Stake-holders, Politics and Power: Towards an Understanding of Stakeholder Identification and Salience in Govern-ment. Journal of Communication Man-agement, 14(4), 289-305. https://doi.org/10.1108/13632541011090419

Cahaya, F. R., Porter, S. A., Tower, G., & Brown, A. (2012). Indonesia’s Low Con-cern for Labor Issues. Social Responsi-bility Journal, 8(1), 114–132. https://doi.org/10.1108/17471111211196610

Cahaya, F. R., Porter, S. A., Tower, G., & Brown, A. (2015). The Indonesian Go-vernment’s Coercive Pressure on Labour Disclosures: Conflicting Interests or Government Ambivalence? Sustainabil-ity Accounting, Management and Poli-cy Journal, 6(4), 475-497. https://doi.org/10.1108/SAMPJ-09-2014-0051

Cardamone, P., Carnevale, C., & Giunta, F.(2012). The Value Relevance of Social Reporting: Evidence from Listed Italian Companies. Journal of Applied Account-ing Research, 13(3), 255–269. https://doi.org/10.1108/09675421211281326

Cha, M.-K., Yi, Y., & Bagozzi, R. P. (2016). Ef-fects of Customer Participation in Cor-porate Social Responsibility (CSR) Pro-grams on the CSR-Brand Fit and Brand Loyalty. Cornell Hospitality Quarterly, 57(3), 235–249. https://doi.org/10.1177/1938965515620679

Chen, J., Arnold, V., & G. Sutton, S. (2014). Does Web Disclosure of Environmental Information Affect Litigation Awards? Advances in Accounting Behavioral Re -search, 16, 1–22. https://doi.org/10.1108/S1475-148820140000017003

De-Villiers, C., & Alexander, D. (2014). The Institutionalisation of Corporate So-cial Responsibility Reporting. British Accounting Review, 46(2), 198–212. https://doi.org/10.1016/j.bar.2014.03.001

De-Villiers, C., & De-Villiers, R. (2013). The Influence of Epistemology: An Auto- Ethnography. Accounting, Auditing & Accountability Journal, 26(1), 159–161. https://doi.org/10.1108/09513571311285658

De-Villiers, C., & Van-Staden, C. (2011). Shareholder Requirements for Com-

Wicaksono, Kholid, Tujuan Tersembunyi Penggunaan Social Reporting 77

Page 16: TUJUAN TERSEMBUNYI PENGGUNAAN SOCIAL REPORTING

78 Jurnal Akuntansi Multiparadigma, Volume 10, Nomor 1, April 2019, Hlm 63-81

pulsory Environmental Information in Annual Reports and on Websites. Aus-tralian Accounting Review, 21(4), 317–326. https://doi.org/10.1111/j.1835-2561.2011.00144.x

Demirbag, M., Wood, G., Makhmadshoev, D.,& Rymkevich, O. (2017). Varieties of CSR: Institutions and Socially Respon-sible Behaviour. International Business Review, 26(6), 1064-1074. https://doi.org/10.1016/j.ibusrev.2017.03.011

Denedo, M., Thomson, I., & Yonekura, A.(2017). International Advocacy NGOs, Counter Accounting, Accountability and Engagement. Accounting, Auditing & Accountability Journal, 30(6), 1309-1343. https://doi.org/10.1108/aaaj-03-2016-2468

Dhanesh, G. S. (2015). Corporate Social Res-ponsibility (CSR) in India: A Dialectical Analysis of the Communicative Con-struction of the Meanings and Bound-aries of CSR in India. Public Relations Inquiry, 4(3), 287–303. https://doi.org/10.1177/2046147X15609393

Dobbs, S., & Staden, C. V. (2016). Motiva-tions for Corporate Social and Envi-ronmental Reporting: New Zealand Evidence. Sustainability Accounting, Management and Policy Journal, 7(3), 449–472. https://doi.org/10.1108/SA-MPJ-08-2015-0070

Duff, A. (2016). Corporate Social Responsi-bility Reporting in Professional Ac-counting Firms. The British Accounting Review, 48(1), 74-86. https://doi.org/10.1016/j.bar.2014.10.010

Duthler, G., & Dhanesh, G. S. (2018). The Role of Corporate Social Responsibility (CSR) and Internal CSR Communica-tion in Predicting Employee Engage-ment: Perspectives from the United Arab Emirates (UAE). Public Relations Review, 44(4), 453-462. https://doi.org/10.1016/j.pubrev.2018.04.001

Elijido-Ten, E., Kloot, L., & Clarkson, P. (2010). Extending the Application of Stakeholder Influence Strategies to En-vironmental Disclosures. Accounting, Auditing & Accountability Journal, 23(8), 1032–1059. https://doi.org/10.1108/09513571011092547

Eugenio, T. P., Lourenco, I. C., & Morais, A. I. (2013). Sustainability Strategies of the Company TimorL: Extending the Ap-plicability of Legitimacy Theory. Mana-gement of Environmental Quality: An

International Journal, 24(5), 570–582. https://doi.org/10.1108/MEQ-03-2011-0017

Farrington, T., Curran, R., Gori, K., O’Gor-man, K. D., & Queenan, C. J. (2017). Corporate Social Responsibility: Re-viewed, Rated, Revised. International Journal of Contemporary Hospitality Management, 29(1), 30–47. https://doi.org/10.1108/IJCHM-05-2015-0236

Fatmawati, R., Astuti, D., & Suhardjanto, D.(2018). Peran Corporate Governance dalam Meningkatkan Voluntary Disclo-sure. Jurnal Akuntansi Multiparadigma, 9(1), 57-69. https://doi.org/10.18202/jamal.2018.04.9004

Ferri, L. M. (2017). The Influence of the Insti-tutional Context on Sustainability Re-porting. A Cross-National Analysis. So-cial Responsibility Journal, 13(1), 24–47. https://doi.org/10.3109/03639045.2014.935393

Georgakopoulos, G., & Thomson, I. (2008). Social Reporting, Engagements, Con-troversies and Conflict in an Arena Con-text. Accounting, Auditing & Accountabil-ity Journal, 21(8), 1116–1143. https://doi.org/10.1108/MRR-09-2015-0216

Greenpeace. (2017). Keberanian PemerintahMenegakkan Aturan Tanggung Jawab Produsen Jadi Faktor Penentu Men-gatasi Pencemaran dan Mengurangi Timbulan Sampah Plastik. Tersedia pada: http://www.greenpeace.org/sea sia/id/press/releases/hasil-au-dit-sampah-plastik/ (Diakses: 10 Sep-tember 2018)

Gunawan, J. (2010). Perception of Important Information in Corporate Social Dis-closures: Evidence from Indonesia. So-cial Responsibility Journal, 6(1), 62–71. https://doi.org/10.1108/17471111011024559

Hassan, A., & Guo, X. (2017). The Relation-ships between Reporting Format, En-vironmental Disclosure and Environ-mental Performance: An Empirical Study. Journal of Applied Accounting Research, 18(4), 425–444. https://doi.org/10.1108/JAAR-06-2015-0056

Hauser, S. (2016). Stakeholder Influence and the Diffusion of Eco-Efficiency Prac-tices in the Natural Gas Exploration and Production Industry. International Journal of Energy Sector Management, 10(1), 56–68. https://doi.org/10.1108/ijesm-06-2014-0005

Page 17: TUJUAN TERSEMBUNYI PENGGUNAAN SOCIAL REPORTING

Hossain, M. M., & Alam, M. (2016). Corporate Social Reporting (CSR) and Stakehold-er Accountability in Bangladesh - Per-ceptions of Less Economically Power-ful Stakeholders. International Journal of Accounting & Information Manage-ment, 24(4), 415–442. https://doi.org/10.1108/IJAIM-05-2016-0064

Husser, J., André, J. M., Barbat, G., & Lespin-et-Najib, V. (2012). CSR and Sustainable Development: Are the Concepts Com-patible? Management of Environmental Quality: An International Journal, 23(6), 658–672. https://doi.org/10.1108/14777831211262936

Ibrahim, M., Solikahan, E., & Widyatama, A. (2015). Karakteristik Perusahaan, Luas Pengungkapan Corporate Social Re-sponsibility, dan Nilai Perusahaan. Jur-nal Akuntansi Multiparadigma, 6(1), 99-106. https://doi.org/10.18202/jamal.2015.04.6008

Islam, M. T., & Kokubu, K. (2018). Corporate Social Reporting and Legitimacy in Banking: A Longitudinal Study in the Developing Country. Social Responsi-bility Journal, 14(1), 159–179. https://doi.org/10.1108/SRJ-11-2016-0202

Jammulamadaka, N. (2016). Bombay Textile Mills: Exploring CSR Roots in Colonial India. Journal of Management History, 22(4), 450-472. https://doi.org/10.1108/JMH-07-2016-0039

Kaur, A., & Lodhia, S. (2014). The State of Disclosures on Stakeholder Engage-ment in Sustainability Reporting in Aus-tralian Local Councils. Pacific Account-ing Review, 26(1–2), 54–74. https://doi.org/10.1108/PAR-07-2013-0064

Kaur, A., & Lodhia, S. (2018). Stakeholder Engagement in Sustainability Account-ing and Reporting: A Study of Australian Local Councils. Accounting, Auditing & Accountability Journal, 31(1), 338–368. https://doi.org/10.1108/AAAJ-12-2014-1901

Killian, S. (2010). “No Accounting for These People”: Shell in Ireland and Account-ing Language. Critical Perspectives on Accounting, 21(8), 711–723. https://doi.org/10.1016/j.cpa.2010.08.001

Klerk, M. D., Villiers, C. D., & Staden, C. V. (2015). The Influence of Corporate So-cial Responsibility Disclosure on Share Prices: Evidence from the United King-dom. Pacific Accounting Review, 27(2),

208–228. https://doi.org/10.1108/02683940010305270

Kumparan. (2017). Merek Sampah PlastikTerbanyak di Indonesia Temuan Greenpeace. Tersedia pada: https://kumparan.com/@kumparannews/merek - sampah -p l a s t i k - t e rban -yak-di-indonesia-temuan-greenpeace (Diakses: 10 September 2018)

Kuo, L., & Chen, V. Y. J. (2013). Is Environ-mental Disclosure an Effective Strategy on Establishment of Environmental Le-gitimacy for Organization? Management Decision, 51(7), 1462–1487. https://doi.org/10.1108/MD-06-2012-0395

Laine, M., & Vinnari, E. (2017). The Trans-formative Potential of Counter Accounts: A Case Study of Animal Rights Activism. Accounting, Auditing & Accountability Journal, 30(7), 1481–1510. https://doi.org/10.1108/MRR-09-2015-0216

Lanis, R., & Richardson, G. (2012). Corpo-rate Social Responsibility and Tax Ag-gressiveness: A Test of Legitimacy The-ory. Accounting, Auditing & Accountabil-ity Journal, 26(1), 75–100. https://doi.org/10.1108/09513571311285621

Lim, J. S., & Greenwood, C. A. (2017). Com-municating Corporate Social Respon-sibility (CSR): Stakeholder Respon-siveness and Engagement Strategy to Achieve CSR Goals. Public Relations Review, 43(4), 768-776. https://doi.org/10.1016/j.pubrev.2017.06.007

Mackieson, P., Shlonsky, A., & Connolly, M.(2018). Increasing Rigor and Reducing Bias in Qualitative Research: A Docu-ment Analysis of Parliamentary Debates Using Applied Thematic Analysis. Quali-tative Social Work, 17(1), 1-16. https://doi.org/10.1177/1473325018786996

Mainardes, E. W., Alves, H., & Raposo, M. (2012). A Model for Stakeholder Classi-fication and Stakeholder Relationships. Management Decision, 50(10), 1861–1879. https://doi.org/10.1108/00251741211279648

Mäkelä, M. (2017). Environmental Impacts and Aspects in the Forest Industry: What Kind of Picture Do Corporate Environ-mental Reports Provide? Forest Policy and Economics, 80, 178-191. https://doi.org/10.1016/j.forpol.2017.03.018

McGrath, S. K., & Whitty, S. J. (2018). Ac-countability and Responsibility De-fined. International Journal of Managing

Wicaksono, Kholid, Tujuan Tersembunyi Penggunaan Social Reporting 79

Page 18: TUJUAN TERSEMBUNYI PENGGUNAAN SOCIAL REPORTING

80 Jurnal Akuntansi Multiparadigma, Volume 10, Nomor 1, April 2019, Hlm 63-81

Projects in Business, 11(3), 687–707. https://doi.org/10.1108/IJMPB-06-2017-0058

Mckenna, S. (2010). Managerial Narratives: A Critical Dialogical Approach to Mana-gerial Identity. Qualitative Research in Organizations and Management: An In-ternational Journal, 5(1), 5–27. https://doi.org/10.1108/17465641011042008

Merkl-Davies, D. M., & Brennan, N. M. (2017). A Theoretical Framework of External Accounting Communication: Research Perspectives, Traditions, and Theories. Accounting Research Jour-nal, 30(2), 433–469. https://doi.org/https://doi.org/10.1108/AAAJ-04-2015-2039

Nag, T., & Bhattacharyya, A. K. (2016). Cor-porate Social Responsibility Report-ing in India: Exploring Linkages with Firm Performance. Global Business Re-view, 17(6), 1427–1440. https://doi.org/10.1177/0972150916653032

Nambiar, P. (2014). Framing Sustainability: A Case Study Analysis of the Environ-ment and Sustainability Discourse in the Indian English Language Press. Global Media and Communication, 10(1), 93–110. https://doi.org/10.1177/1742766513513194

Ng, A. W. (2018). From Sustainability Ac-counting to a Green Financing System: Institutional Legitimacy and Market Heterogeneity in a Global Financial Cen-tre. Journal of Cleaner Production, 195, 585-592. https://doi.org/10.1016/j.jclepro.2018.05.250

Ngu, S. B., & Amran, A. (2018). MaterialityDisclosure in Sustainability Reporting: Fostering Stakeholder Engagement. Strategic Direction, 34(5), 1–4. https://doi.org/10.1108/SD-01-2018-0002

O’Dwyer, B. (2005). Stakeholder Democra-cy: Challenges and Contributions fromSocial Accounting. Business Eth-ics: A European Review, 14(1), 28–41. https://doi.org/10.1111/j.1467-8608.2005.00384.x

O’Neil, I., & Ucbasaran, D. (2016). Balancing “What Matters to Me” with “What Mat-ters to Them”: Exploring the Legitima-tion Process of Environmental Entrepre-neurs. Journal of Business Venturing, 31(2), 133-152. https://doi.org/10.1016/j.jbusvent.2015.12.001

Opdebeeck, H. (2012). Responsibility in a Globalised Environment: A Charter of

Human Responsibilities. Journal of Glo bal Responsibility, 3(1), 111–120. https://doi.org/10.1108/MRR-09-2015-0216

Prihatiningtias, Y. (2012). Corporate Social Responsibility and Managing Ethical Culture. Jurnal Akuntansi Multiparadig-ma, 3(1), 155-160. https://doi.org/10.18202/jamal.2012.04.7151

Renn, O. (1992). The Social Arena Concept of Risk Debates. Social Theories of Risk, 179–196. https://doi.org/10.1007/s10551-010-0661-4

Rim, H., & Ferguson, M. A. T. (2017). Proac-tive Versus Reactive CSR in a Crisis: An Impression Management Perspective. International Journal of Business Com-munication, 54(1), 1-24. https://doi.org/10.1177/2329488417719835

Rismawati, R. (2015). Memaknai Program Corporate Social Responsibility: Suatu Kajian Proses Transformasi Sosial Ber-basis Kearifan Lokal. Jurnal Akuntansi Multiparadigma, 6(2), 245-253. https://doi.org/10.18202/jamal.2015.08.6020

Rodrigue, M. (2014). Contrasting Realities: Corporate Environmental Disclosure and Stakeholder-Released Information. Accounting, Auditing & Accountability Journal, 27(1), 119–149. https://doi.org/10.1108/AAAJ-04-2013-1305

Rupley, K. H., Brown, D., & Marshall, S. (2017). Evolution of Corporate Report-ing: From Stand-Alone Corporate Social Responsibility Reporting to Integrated Reporting. Research in Accounting Reg-ulation, 29(2), 172-176. https://doi.org/10.1016/j.racreg.2017.09.010

Schmeltz, L. (2017). Getting CSR Commu-nication Fit: A Study of Strategically Fit-ting Cause, Consumers and Company in Corporate CSR Communication. Public Relations Inquiry, 6(1), 47–72. https://doi.org/10.1177/2046147X16666731

Scott, S. (2010). Does Nationalization In-crease Stakeholder Democracy? Social Responsibility Journal, 6(2), 164–182. https://doi.org/10.1108/17471111011051694

Sikka, P. (2006). The Internet and Possibili-ties for Counter Accounts: Some Reflec-tions. Accounting, Auditing & Account-ability Journal, 19(5), 759–769. https://doi.org/10.1108/09513570610689686

Simmons, J. M., Crittenden, V. L., & Schle-gelmilch, B. B. (2018). The Global Re-porting Initiative: Do Application Levels

Page 19: TUJUAN TERSEMBUNYI PENGGUNAAN SOCIAL REPORTING

Matter? Social Responsibility Journal, 14(3), 527–541. https://doi.org/10.1108/SRJ-12-2016-0218

Siregar, S. V., & Bachtiar, Y. (2010). Corporate Social Reporting: Empirical Evidence from Indonesia Stock Exchange. Inter-national Journal of Islamic and Middle Eastern Finance and Management, 3(3), 241–252. https://doi.org/10.1108/17538391011072435

Spitzeck, H., & Hansen, E. G. (2010). Stake-holder governance: How stakeholders influence Corporate Decision Making. Corporate Governance, 10(4), 378–391. https://doi.org/10.1108/14720701011069623

Swimberghe, K. R., & Wooldridge, B. R. (2014). Drivers of Customer Relation-ships in Quick-Service Restaurants: The Role of Corporate Social Responsibili-ty. Cornell Hospitality Quarterly, 55(4), 354–364. https://doi.org/10.1177/1938965513519008

Tempo. (2013). Warga Karangasem Tolak Eksploitasi Air oleh Aqua. Tersedia pada: https://nasional.tempo.co/read/454358/warga-karangasem-tolak-ek-sploitasi-air-oleh-aqua (Diakses: 10 September 2018)

Thomson, I., Dey, C., & Russell, S. (2015). Activism, Arenas and Accounts in Con-flicts Over Tobacco Control. Accounting, Auditing & Accountability Journal, 28(5), 809–845. https://doi.org/10.1108/MRR-09-2015-0216

Tregidga, H. (2013). Biodiversity Offsetting: Problematisation of an Emerging Go-vernance Regime. Accounting, Auditing & Accountability Journal, 26(5), 806–832. https://doi.org/10.1108/AAAJ-02-2013-1234

Tregidga, H. (2017). “Speaking Truth to Po-wer”: Analysing Shadow Reporting as a Form of Shadow Accounting. Account-ing, Auditing & Accountability Journal, 30(3), 510–533. https://doi.org/http://dx.doi.org/10.1108/MRR-09-2015-0216

Tuan, L. T. (2012). Corporate Social Respon-sibility, Ethics, and Corporate Gover-nance. Social Responsibility Journal, 8(4), 547–560. https://doi.org/10.1108/17471111211272110

Verma, P., & Singh, A. (2016). Fostering Stakeholders Trust through CSR Re-

porting: An Analytical Focus. IIM Kozhi-kode Society & Management Review, 5(2), 186–199. https://doi.org/10.1177/2277975215618473

Vilar, V. H., & Simão, J. (2015). CSR Disclo-sure on the Web: Major Themes in the Banking Sector Vítor. International Jour-nal of Social Economics, 42(3), 296–318. https://doi.org/10.1108/IJSE-10-2013-0240

Vourvachis, P., Woodward, T., Woodward, D. G., & Patten, D. M. (2016). CSR Disclo-sure in Response to Major Airline Acci-dents: A Legitimacy-Based Exploration. Sustainability Accounting, Management and Policy Journal, 7(1), 26-43. https://doi.org/10.1108/SAMPJ-12-2014-0080

Waligo, Y M., Clarke, J., & Hawkins, R. (2014). The ‘Leadership–Stakeholder Involve-ment Capacity’ Nexus in Stakeholder Management. Journal of Business Re-search, 67(7), 1342-1352. https://doi.org/10.1016/j.jbusres.2013.08.019

Walton, S., & Boon, B. (2014). Engaging with a Laclau & Mouffe Informed Discourse Analysis: A Proposed Framework. Qual-itative Research in Organizations and Management: An International Journal, 9(4), 351–370. https://doi.org/10.1108/QROM-10-2012-1106

Watson, S. (2011). Conflict Diamonds, Legi-timacy and Media Agenda: An Examina-tion of Annual Report Disclosures. Med-itari Accountancy Research, 19(1/2), 94–111. https://doi.org/10.1108/10222521111178655

Yu, Y., & Choi, Y. (2016). Stakeholder Pres-sure and CSR Adoption: The Mediat-ing Role of Organizational Culture for Chinese Companies. The Social Science Journal, 53(2), 226-235. https://doi.org/10.1016/j.soscij.2014.07.006

Zappettini, F., & Unerman, J. (2016). ‘Mix-ing’ and ‘Bending’: The Recontextuali-sation of Discourses of Sustainability in Integrated Reporting. Discourse & Com-munication, 10(5), 521–542. https://doi.org/10.1177/1750481316659175

Zhou, Z., & Ki, E. J. (2018). Exploring the Role of CSR Fit and the Length of CSR Involvement in Routine Business and Corporate Crises Settings. Public Rela-tions Review, 44(1), 75-83. https://doi.org/10.1016/j.pubrev.2017.11.004

Wicaksono, Kholid, Tujuan Tersembunyi Penggunaan Social Reporting 81