Tugas Tht Rs Bhakti Yudha

15
TUGAS THT RS BHAKTI YUDHA Koas : NILASARI WULANDARI NIM :11.2014.331 1. AUDIOMETRI NADA MURNI (PURE TONE AUDIOMETRY) Audiometri berasal dari kata audire dan metrios yang berarti mendengar dan mengukur (uji pendengaran). Audiometri tidak saja dipergunakan untuk mengukur ketajaman pendengaran, tetapi juga dapat dipergunakan untuk menentukan lokalisasi kerusakan anatomis yang menimbulkan gangguan pendengaran. Audiometer nada murni merupakan prosedur uji sensitivitas masing masing telinga dengan menggunakan alat listrik yang dapat menghasilkan bunyi nada-nada murni dari frekuensi bunyi yang berbeda beda, yaitu 250, 500, 1000, 2000, 4000 dan 8000 Hz dan dapat diatur intensitasnya dalam satuan desibel (dB). Bunyi yang dihasilkan disalurkan melalui ear phone atau melalui bone conductor ke telinga orang yang diperiksa pendengarannya. Hasilnya akan diperiksa secara terpisah, untuk bunyi yang disalurkan melalui ear phone mengukur ketajaman pendengaran melalui hantaran udara, sedangkan melalui bone conductor telinga mengukur hantaran tulang pada tingkat intensitas nilai ambang. Dengan membaca audiogram yang dihasilkan kita dapat mengetahui jenis dan derajat kurang pendengaran seseorang. Gambaran audiogram rata-rata sejumlah orang yang berpendengaran normal dan berusia sekitar 18-30 tahun merupakan nilai ambang baku pendengaran untuk nada murni. 1

description

bb

Transcript of Tugas Tht Rs Bhakti Yudha

TUGAS THT RS BHAKTI YUDHAKoas: NILASARI WULANDARI NIM:11.2014.331

1. AUDIOMETRI NADA MURNI (PURE TONE AUDIOMETRY)Audiometri berasal dari kata audire dan metrios yang berarti mendengar dan mengukur (uji pendengaran). Audiometri tidak saja dipergunakan untuk mengukur ketajaman pendengaran, tetapi juga dapat dipergunakan untuk menentukan lokalisasi kerusakan anatomis yang menimbulkan gangguan pendengaran.Audiometer nada murni merupakan prosedur uji sensitivitas masing masing telinga dengan menggunakan alat listrik yang dapat menghasilkan bunyi nada-nada murni dari frekuensi bunyi yang berbeda beda, yaitu 250, 500, 1000, 2000, 4000 dan 8000 Hz dan dapat diatur intensitasnya dalam satuan desibel (dB). Bunyi yang dihasilkan disalurkan melalui ear phone atau melalui bone conductor ke telinga orang yang diperiksa pendengarannya. Hasilnya akan diperiksa secara terpisah, untuk bunyi yang disalurkan melalui ear phone mengukur ketajaman pendengaran melalui hantaran udara, sedangkan melalui bone conductor telinga mengukur hantaran tulang pada tingkat intensitas nilai ambang. Dengan membaca audiogram yang dihasilkan kita dapat mengetahui jenis dan derajat kurang pendengaran seseorang. Gambaran audiogram rata-rata sejumlah orang yang berpendengaran normal dan berusia sekitar 18-30 tahun merupakan nilai ambang baku pendengaran untuk nada murni.Tujuan Audiometri Ada empat tujuan audiometri, yaitu:1. Kegunaan diagnostik penyakit telinga1. Mengukur kemampuan pendengaran dalam menangkap percakapan sehari-hari. Atau validitas sosial pendengaran seperti untuk tugas dan pekerjaan, apakah butuh alat bantu dengar, ganti rugi seperti dalam bidang kedokteran kehakiman dan asuransi.1. Skrining pada anak balita dan sekolah dasar1. Monitor pekerja yang bekerja di tempat bising.

Istilah dalam Audiometri Nada Murni

1. Nada murni (pure Tone): merupakan bunyi yang hanya mempunyai satu frekuensi, dinyatakan dalam jumlah getaran per detik1. Bising: merupakan bunyi yang mempunyai banyak frekuensi, terdiri dari spectrum terbatas (Narrow band), spektrum luas (White noise)1. Frekuensi : merupakan nada murni yang dihasilkan oleh getaran suatu benda yang sifatnya harmonis sederhana (simple harmonic motion). Dengan satuannya dalam jumlah getaran per detik dinyatakan dalam Hertz (Hz)1. Intensitas bunyi: dinyatakan dalam desibel (dB). Dikenal dB HL (hearing level), dB SL (sensation level), dB SPL (sound pressure level). dB HL dan dB SL dasarnya adalah subjektif, dan inilah yang biasanya digunakan pada audiometer, sedangkan dB SPL digunakan apabila ingin mengetahui intensitas bunyi yang sesungguhnya secara fisika (ilmu alam).1. Ambang dengar: merupakan bunyi nada murni yang terlemah pada frekuensi tertentu yang masih dapat didengar oleh telinga seseorang. Terdapat ambang dengar menurut konduksi udara (AC) dan menurut konduksi tulang (BC). Bila ambang dengar ini dihubung-hubungkan dengan garis, baik AC maupun BC, maka akan didapatkan audiogram.1. Nilai nol audiometrik (audiometric zone) dalam dB HL dan dB SL, yaitu intensitas nada murni yang terkecil pada suatu fekuensi tertentu yang masih dapat didengar oleh telinga rata-rata dewasa muda yang normal (18-30 tahun). Pada tiap frekuensi intensitas nol audiometrik tidak sama. Pada audiogram angka-angka intensitas dalam dB bukan menyatakan kenaikan linier, tetapi merupakan kenaikan logaritmik secara pembanding. Terdapat dua standar yang dipakai adalah ISO (International Standard Organization) dan ASA (American standard Association). Dengan nilai berupa 0dB ISO = -10 dB ASA atau 10dB ISO = 0 dB ASA1. Notasi pada audiogram. Untuk pemeriksaan audiogram dipakai grafik AC, yaitu dibuat dengan garis lurus penuh (intensitas yang diperiksa antara 125 8000 Hz) dan grafik BC yaitu dibuat dengan garis terputus-putus (intensitas yang diperiksa: 250 4000 Hz). Untuk telinga kiri dipakai warna biru sedangkan untuk telinga kanan, warna merah.

Teknik Pemeriksaan : a. Pemeriksaan liang telinga untuk memastikan bahwa liang telinga tidak tersumbat. Sekiranya banyak serumen sebaiknya dibersihkan dahulu.b. Pasien duduk dan menghadap ke arah 300 dari posisi pemeriksa, sehingga pasien tidak dapat melihat gerakan tangan, tetapi pemeriksa dapat mengamati pasien dengan bebas. c. Memberikan instruksi dan menjelaskan pada pasien. Pasien harus memberikan tanda dengan mengangkat tangannya setiap terdengar bunyi bagaimana pun lemahnya. Segera setelah suara hilang, ia harus menurunkan tangannya kembali. d. Memasang headphone :Benda-benda yang dapat mengganggu pemasangan earphone dan mempengaruhi hasil pemeriksaan harus disingkirkane. Pemeriksaan dimulai dari telinga yang lebih baik dulu. f. Urutan frekuensi ; dimulai pada 1000 Hz, dimana pendengaran paling stabil, kemudian meningkat ke oktaf yang lebih tinggi dan akhirnya 500 Hz dan 250 Hz. g. Ulangi tes pada 1000 Hz untuk meyakinkan sebelum beralih kepada telinga yang lain. Perubahan diatas 20 dB atau lebih diantara dua oktaf, memerlukan pemeriksaan setengah oktaf yaitu 1500 Hz, 3000 Hz atau 6000 Hz.h. Pemberian sinyal; Cara untuk memperoleh intensitas awal adalah dengan menyusurnya mulai dari 0 dB sampai diperoleh respons. Matikan sinyal satu-dua detik, kemudian berikan lagi pada level yang sama. Bila ada respons, maka tes dapat dimulai pada intensitas tersebut. i. Intensitas diturunkan secara bertahap sebanyak 10 dB setiap kali sampai respons menghilang, kemudian naikkan 10 dB untuk mendapatkan respons, dan turunkan 5 dB untuk memperoleh ambang terendah. Nada harus diberikan selama 0,5 detik secara irregular.Derajat ketulian ISO :0 - 25 dBNormal

26 - 40 dBTuli ringan

41 55 dBTuli sedang

56 70 dBTuli sedang berat

71 90 dBTuli berat

>90 dBTuli sangat berat

Nilai ambang dengar dapat diukur dengan menggunakan indeks Fletcher, yaitu:Misal, ambang dengar (AD)= AD 500Hz+ AD 1000Hz+AD 2000 Hz 3Menurut kepustakanaan terbaru frekuensi 4000 Hz berperan penting untuk pendengaran, sehingga perlu turut diperhitungkan, sehingga derajat ketulian dihitung dengan menambahkan ambang dengar 4000Hz dengan kteriga ambang dengar di atas lalu dibagi 4.

Misal, ambang dengar (AD) = AD 500Hz+ AD 1000Hz+AD 2000 Hz+ AD 4000Hz 4

Hasil audiogram telinga :1. Pendengaran normal Ambang AB dan BC sama atau kurang dari 25 dB AC dan BC berimpit, tidak ada gap Audiogram Normal2. Tuli konduktif BC normal atau kurang dari 25 dB AC lebih dari 25 dB Antara AC dan BC terdapat gap

Audiogram pada tuli konduktifPenyebab ketulian koduktif seperti penyumbatan liang telinga, contohnya serumen, terjadinya OMA, OMSK, penyumbatan tuba eustachius. Setiap keadaan yang menyebabkan gangguan pendengaran seperti fiksasi kongenitalm fiksasi karena trauma, dislokasi rantai tulang pendengaran, juga akan menyebabkan peninggian amabang hantaran udara dengan hantaran tulang normal. Gap antara hantran tulang dengan hantaran udara menunjukkan beratnya ketulian konduktif.

3. Tuli sensorineural AC dan BC lebih dari 25 dBAC dan BC berhimpit, tidak ada gap. Audiogram pada tuli sensorineuralTuli sensorineural ini terjadi bila terdapat gangguan koklea, N.auditorius (NVIII) sampai ke pusat pendengaran termasuk kelainan yang terdapat didalam batang otak.2 Gangguan pada koklea terjadi karena dua cara, pertama sel rambut didalam koklea rusak, kedua karena stereosilia dapat hancur. Proses ini dapat terjadi karen ainfeksi virus, obat ototoxic, dan biasa terpapar bising yang lama, dapat pula terjadi kongenital. Istilah retrokoklea digunakan untuk sistem pendengaran sesudah koklea, tetapi tidak termasuk korteks serebri (pusat pendengaran), maka yang termasuk adalah N.VIII dan batang otak. Berdasarkan hasil audiometrik saja tidak dapat membedakan jenis tuli koklea atau retrokoklea. Maka perlu dilakukan pemeriksaan khusus. Pada ketulian Meniere, pendengaran terutama berkurang pada frekuensi tinggi. Tuli sensorineural karena presbikusis dan tuli suara keras biasanya terjadi pada nada dengan frekuensi tinggi.

4. Tuli campuran BC lebih dari 25 dB AC lebih besar dari BC, terdapat gap Audiogram pada tuli campuram2. AUDIOMETRI KHUSUSUntuk membedakan tuli kokhlea dan tuli retrokokhlea diperlukan pemeriksaan khusus. Diperlukan pemahaman mengenai istilah recruitment dan kelelahan (decay/fatigue)Recruitment adalah fenomena yang khas untuk ketulian kokhlear, dimana di atas ambang dengar telinga yang terganggu akan lebih sensitif daripada telinga yang normal. Peninggian intensitas sedikit saja di telinga yang sakit akan dirasakan lebih keras dari normal. Dapat diperiksa dengan tes ABLB dan SISIAdaptasi abnormal merupakan keadaan dimana terdapat kelainan retrokokhlea, bila diberikan nada yang kontinu akan tak terdengar lagi dalam waktu yang lebih pendek dari normal. Disebut juga tone decay yang disebabkan kelelahan saraf (fatigue)6. Alternate Binaural Loudness Balance Test (ABLB)

Pada tes ABLB diberikan intensitas bunyi tertentu pada frekuensi yang sama pada kedua telinga, sampai kedua telinga mencapai persepsi yang sama, yang disebut balans negatif. Bila balans tercapai, terdapat rekrutmen positif. Pada rekrutmen, fungsi koklea lebih sensitif. Grafik berupa laddergram, rekrutmen (+) menujukkan tuli kokhlea

Pada MLB (monoaural loudness balance). Prinsipnya sama dengan ABLB. Pemeriksaan ini dilakukan bila terdapat tuli perseptif bilateral. Tes ini lebih sulit karena yang dibandingkan ialah 2 frekuensi yang berbeda pada satu telinga (dianggap telinga yang sakit frekuensi naik dan telinga yang normal frekuensi turun). Gambar 11.Grafik ABLB A : recruitment (+) B : recruitment (-)

6. Short Increment Sensitivity Index (SISI) Prinsip : Adanya fenomena recruitment dimana kokhlea dapat mengadaptasi secara berlebihan peninggian intensitas yang kecil, sehingga pasien dapat membedakan selisih intensitas yang kecil tersebut (1dB

Cara pemeriksaanTentukan ambang dengar pasien terlebih dahulu, misalnya 30 dB. Kemudian diberikan nada kontinu 20 dB di atas ambang rangsangan, menjadi 50 dB. Kemudian diberikan bunyi pendek yang intensitasnya 1 sampai 3 dB di atas nada kontinu tersebut, setiap 5 detikInterpretasi : Pada orang normal dan penderita tuli konduktif dapat mendeteksi perubahan 3 dB dengan baik, tapi kurang baik untuk mendeteksi 1 dB Sedangkan penderita dengan tuli kokhlear dapat mendeteksi perubahan 1 dB dengan baik, yaitu dengan skor 60-100 % (recruitment positif) Orang normal hanya 0-30 %.

6. Tes Kelelahan (Tone Decay)Terjadinya kelelahan saraf oleh karena perangsangan terus menerus. Telinga yang diperiksa dirangsang terus menerus maka terjadi kelelahan. Tandanya ialah pasien tidak dapat mendengar dengan telinga yang diperiksa itu. Ada 2 cara : TTD (Threshold Tone Decay) dan STAT (Supra Treshold Adaptation Test).

TTD (Treshold Tone Decay)Pemeriksaan ini ditemukan oleh Garhart pada tahun 1957. Kemudian Rosenberg memodifikasi setahun kemudian. Cara Garhart adalah dengan melakukan rangsangan terus menerus pada telinga yang diperiksa dengan integritas yang sesuai dengan ambang dengar, misalnya 40dB. Bila setelah 60 detik masih dapat mendengar, berarti tidak ada kelelahan (decay), jadi hasil tes negatif. Sebaliknya bila setelah 60 detik terdapat kelelahan, berarti tidak dapat mendengar, tesnya positif. Kemudian intensitas bunyi ditambah 5dB (jadi 40dB), maka pasien dapat mendengar lagi. Ransangan diteruskan dengan 45dB dan seterusnya, dalam 60 detik dihitung berapa penambahan intensitasnya.

Penambahan; 0 5dB : normal 10 -15dB : ringan (tidak khas) 20 25dB: sedang (tidak khas) >30dB : berat (khas ada kelelahan)Pada Rosenberg ; bila penambahan kurang dari 15dB, dinyatakan normal, sedangkan lebih dari 30dB, dikatakan sedang. STAT (Supra Treshold Adaptation Test)Cara pemeriksaan ini dimulai oleh Jerger pada tahun1957. Prinsipnya ialah pemeriksaan pada 3 frekuensi ; 500Hz, 1000Hz dan 2000Hz pada 110dB SPL. SPL ialah intensitas yang ada secara fisika sesungguhnya. 110 dB = 100 dB SL (pada frekuensi 500 dan 2000Hz). Artinya, nada murni pada frekuensi 500, 1000, 2000 Hz pada 110 dB SPL, diberikan secara terus menerus selama 60 detik dan dapat mendengar berarti tidak ada kelelahan, bila kurang dari 60 detik maka ada kelelahan (decay). 6. Audiometri Tutur (Speech Audiometry)

Pada tes ini dipakai kata-kata yang sudah disusun dalam silabus (sukukata) yaitu monosilabus (satu suku kata) dan Bisilabus (dua suku kata). Kata-kata ini disusun dalam daftar yang disebut Phonetically balance word LBT (PB, LIST). Pasien diminta untuk mengulangi kata-kata yang didengar melalui kaset tape recorder. Pada tuli perseptif koklea, pasien sulit untuk membedakan bunyi S, R, N, C, H, CH sedangkan pada pada tuli retrokoklea lebih sulit lagi. Misalnya pada tuli perseptif koklea, kata kadar didengarnya kasar, sedangkan kata pasar didengarnya kadar.Speech discrimination score;90 100% = pendengaran normal75 90% = tuli ringan60 75% = tuli sedang50 60 % = kesukaran mengikuti pembicaraan sehari-hari < 50% = tuli beratGuna pemeriksaan ini adalah untuk menilai kemampuan pasien dalam pembicaraan sehari-hari dan untuk menilai dalam pemberian alat bantu dengar (hearing aid).

6. Audiometri Bekessy (Bekessy Audiometry)Audiometi ini otomatis dapat menilai ambang pendengaran seseorang. Prinsip pemeriksaan ini adalah dengan nada yang terputus (interupted sound) dan nada yang terus menerus (continues sound). Bila ada suara masuk, maka pasien memencet tombol. Akan didapatkan grafik seperti gigi gergaji, garis akan menaik ialah periode suara yang dapat didengar, sedangkan garis yang turun ialah suara yang tidak terdengar. Pada telinga normal, amplitudo 10dB. Pada rekrutmen amplitudo lebih kecil.

Tipe-tipe Bekessy ; Bekessy tipe I : Normal. Nada terputus dan terus menerus (continues) berimpit. Bekessy tipe II : Tuli perseptif koklea. Nada terputus dan terus menerus berimpit hanya sampai frekuensi 1000Hz dan grafik kontinu makin kecil. Bekessy tipe III : Tuli perseptif retrokoklea. Nada terputus dan terus menerus berpisah. Bekessy tipe IV : sama dengan grafik tipe III hanya amplitudo lebih kecil.

7