Tugas Teori Konflik Sulistyawati

download Tugas Teori Konflik Sulistyawati

of 6

Transcript of Tugas Teori Konflik Sulistyawati

Mengenal Teori Konflik

Menurut Ensiklopedi Encarta, Teori konflik adalah teori yang memandang bahwa perubahan sosial tidak terjadi melalui proses penyesuaian nilai-nilai yang membawa perubahan, tetapi terjadi akibat adanya konflik yang menghasilkan kompromi-kompromi yang berbeda dengan kondisi semula.

konflik dunia Teori ini didasarkan pada pemilikan sarana- sarana produksi sebagai unsur pokok pemisahan kelas dalam masyarakat. Teori konflik berasal dari Karl Marx dengan konsep economic made of production, yang menghasilkan kelas yang

mengeksploitasi dan kelas yang tereskploitasi. Masalah dalam Teori Konflik

Menurut Prof Dr I Gde Pitana dan Ir Putu G Gayatri dalam Sosiologi Pariwisata, masalah dalam teori konflik adalah dominasi dan sub ordinasi menjadi pokok bahasan penting, karena berasumsi bahwa aturan, norma dan nilai yang harus dianut

oleh masyarakat sesungguhnya merupakan nilai, norma atau aturan dari kelompok dominan yang memaksakannya kepada kelompok sub ordinat. Dengan pemaksaan nilai dan aturan tersebut, kelompok dominan mempertahankan struktur sosial yang menguntungkan kelompoknya Teori konflik ini menolak anggapan bahwa masyarakat ada dalam situasi stabil dan tidak berubah. Sebaliknya masyarakat selalu dilihat dalam suatu kondisi tidak seimbang atau tidak adil dan keadilan atau keseimbangan dapat dicapai dengan penggunaan kekuatan revolusi terhadap kelompok-kelompok yang memegang kekuasaan. 3 asumsi dasar yang menjadi panduan teori-teori konflik yaitu: 1. Setiap orang mempunyai kepentingan (interest) yang serin berbeda bahkan bertentangan dengan orang atau kelompok lain didalam suatu masyarakat. 2. Sekelompok orang mempunyai kekuatan yang lebih dibandingkan kelompokkelompok lainnya. 3. Interest dan penggunaan kekuatan untuk mencapai interest tersebut dilegitimasi dengan system ide dan nilai-nilai yang disebut ideology. Jadi masalah utama yang dibahas dalam teori konflik adalah power, order, interest dan dominasi serta hegemoni Teori Konflik

Conflict theories: Explanations about the nature, progress, and consequences of social conflict. The most prominent theories have been developed by Karl Marx, Georg Simmel, Lewis Coser, and others. Marx hypothesized that conflict would eventually lead to an overthrow of the power group, leading to a classless, conflictfree society. Simmel and Coser sugest that conflict is not inherently bad and

serves such important functions as solidifying the in-group, increasing group cohesiveness, and mobilizing the energies of group members. (Barker, 1987, p. 31)

Beberapa ahli

berpendapat

bahwa konflik

memiliki

fungsi yang

positif,

bahkan para penganut Marxisme membela pendiriannya yang cukup ekstrim, yaitu bahwa konflik merupakan satu-satunya syarat mutlak dan eksklusif untuk mencapai kemajuan masyarakat. Pendirian ini didukung oleh filsafat Karl Marx, yaitu filsafat materialisme dialektik dan materialisme historis. Namun, hal ini tidak dapat diterima oleh sarjana-sarjana non-Marxis; yang menyatakan bahwa konflik mempunyai fungsi positif (di samping fungsi negatif), namun bukan dalam arti yang absolut.

Konflik sosial yang menjadi obyek ilmu-ilmu sosial adalah konflik sosial sebagai suatu fakta sosial, artinya sungguh terjadi dan dapat diobservasi. Dalam konflik sosial ini melibatkan dua pihak, dan masing-masing pihak berusaha membuat pihak lain tidak berdaya.

Teori Konflik dibangun atas dasar paradigma fakta sosial, tidak berbeda dengan teori fungsional struktural. Namun demikian, pola pikir teori konflik bertentangan dengan teori fungsional struktural. Tokoh teori konflik yang hasil pemikirannya secara ekstrim berseberangan dengan teori fungsional struktural adalah Ralp Dahrendorf, diantaranya (Ritzer,1980 : 52):

Teori-Teori Konflik Masa Kini Para penulis pendekatan konflik masa kini melihat perilaku kriminal sebagai suatu refleksi dari kekuasaan yang memiliki perbedaan dalam mendefinisikan kejahatan/ penyimpangan. Ada sebagian pemikir konflik kontemporer yang mendefinisikan kriminalitas sebagai suatu fungsi dari posisi kelas sosial. Karena kelompok elit dan kelompok yang tidak memiliki kekuasaan memiliki kepentingan yang berbeda, apapun keuntungan dari kelompok elit akan bekerja melawan kepentingan kelompok yang tidak memiliki kekuasaan. Oleh karena itu, tidak mengejutkan apabila data dan catatan resmi tentang angka kejahatan di kantor polisi secara mendasar lebih tinggi pada kelas bawah dibandingkan kelas-kelas yang memiliki hak-hak khusus. Teori-teori konflik kontemporer sering kali juga menganggap kejahatan sebagai suatu tindak rasional. Kejahatan yang terorganisir adalah suatu cara rasional untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan ilegal dalam masyarakat kapitalis. Teori-teori konflik menganggap kejahatan sebagai suatu ciri yang tidak dapat diubah dari masyarakat kapitalis. Amerika Serikat adalah satu dari masyarakat kapitalis tingkat tinggi/ lanjut dan angka kejahatan tertinggi di dunia saat ini. Proposisi dalam Teori Konflik Untuk lebih memahami adanya konflik sosial, ada beberapa proposisi yang perlu dipahami, yaitu: 1. Semakin tidak merata distribusi sumber-sumber di dalam suatu sistem, akan semakin besar konflik kepentingan antara segmen dominan atau lemah.

2. Segmen-segmen yang lebih lemah (subordinate) semakin menyadari akan kepentingan-kepentingan kolektif mereka maka akan semakin besar

kemungkinannya mereka itu akan mempertanyakan keabsahan distribusi sumbersumber yang tidak merata. 3. Segmen-segmen yang lemah dalam suatu sistem semakin sadar akan kepentingankepentinagn kelompok mereka maka semakin besar kemungkinan mereka mempersalahkan keabsahan distribusi sumber-sumber dan semakin besar pula kemungkinannya mereka mengorganisir untuk memulai konflik secara terangterangan terhadap segmen-segmen dominan suatu sistem. 4. Apabila segmen-segmen subordinate semakin sipersatukan oleh keyakinan umum dan semakin berkembang struktur kepemimpinan politik mereka, maka segmensegmen dominan dan segmen-segmen yang dikuasai yang lebih lemah akan terpolarisasi. Tahapan-Tahapan Konflik Perkembangan konflik biasanya melewati tiga tahapan, yaitu: 1. Latent Tension (unreal conflict), konflik masih dalam bentuk kesalahpahaman antara satu dengan lainnya, tetapi anatara pihak yang bertentangan belum terlibat dalam konflik. 2. Nescent Confilct, konflik mulai tampak dalam bentuk pertentangan meskipun belum menyertakan ungkapan-ungkapan ideologis dan pemetaan terhadap pihak lawan secara terorganisir. 3. Intensified Conflict, konflik berkembang dalam bentuk yang terbuka disertai dengan radikalisasi gerakan di antara pihak yang saling bertentangan dan masuknya pihak ketiga ke dalam arena konflik.