Tugas Studek 2013.pdf
-
Upload
tjok-pradnya-putra -
Category
Documents
-
view
30 -
download
2
description
Transcript of Tugas Studek 2013.pdf
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG
Seperti yang sudah kita ketahui bahwa semakin lama, jumlah penduduk yang
ada di dunia semakin bertambah pesat. Di mana pertumbuhan penduduk yang terlalu
pesat akan berdampak buruk bagi kehidupan. Contohnya dalam bidang ekonomi,
dimana kelebihan jumlah penduduk yang tidak sebanding dengan perusahaan yang
ada, akan dapat mengakibatkan banyaknya pengangguran. Dan para pengangguran ini
nantinya akan dapat berpeluang untuk mengakibatkan timbulnya tidakan kriminalitas
seperti pencurian dan penjambretan.
Selain itu, pertambahan jumlah penduduk yang terlalu pesat juga berpengaruh
terhadap keterbatasan lahan untuk membangun tempat tinggal. Seperti yang kita
ketahui, bahwa lahan yang ada di bumi ini terbatas dan tidak dapat untuk
diperbanyak. Oleh karena itu diperlukan sebuah pemecahan masalah untuk mengatasi
permasalahan tersebut, yaitu dengan cara membangun tempat tinggal yang memiliki
lantai lebih dari satu atau bangunan bertingkat. Dengan demikian, maka
permasalahan tempat yang sempit untuk tempat tinggal dapat teratasi.
Bangunan yang bertingkat memang menguntungkan pada lahan yang sempit,
akan tetapi akan timbul permasalahan apa bila tiba-tiba terjadi bencana yang tidak
terduga seperti kebakaran. Untuk bangunan bertingkat yang memilki jumlah lantai
hanya dua, masih dapat dijangkau dengan mudah oleh para petugas pemadam
kebakaran. Berbeda dengan bangunan yang memiliki ketinggian lantai lebih dari dua
dan mungkin bisa hingga puluhan lantai. Jika terjadi kebakaran pada lantai tertinggi
dari bangunan tersebut, maka alat pemadam milik petugas pemadam kebakaran tidak
akan dapat menjangkau bagian dari gedung yang terbakar tersebut. Oleh karena itu
bangunan-bangunan tinggi yang mencapai puluhan lantai harus dilengkapi dengan
sistem pemadaman kebakaran yang tepat untuk bangunan tinggi.
2
1.2 RUMUSAN MASALAH
1. Apa yang dimaksud dengan bahaya api?
2. Bagaimana sistem penanggulangan bahaya kebakaran pada bangunan tinggi?
1.3 TUJUAN
Adapun tujuan dari pembuatan tugas ini adalah untuk memenuhi kewajiban
dalam mengikuti matakuliah Studi Ekskursi pada semester V. Selain itu untuk dapat
mengetahui apa yang dimaksud dengan bahaya api dan capa penanggulangan bahaya
kebakaran pada bangunan tinggi.
1.4 MANFAAT
Ada pun manfaat yang diperoleh dari pembuatan tugas ini adalah dapat
menambah dan memperkaya wawasan penulis maupun pembaca mengenai bahaya
api. Dan diharapkan nantinya dapat mengetahui bangaimana cara penanggulangan
bahaya kebakaran pada bangunan tinggi.
3
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 BAHAYA API
Api merupakan sebuah oksidasi cepat terhadap suatu material dalam proses
pembakaran kimiawi yang menghasilkan panas, cahaya dan berbagai hasil kimia
lainnya. Api dapat diibaratkan sebuah pisau bermata dua, yang dapat membantu dan
dapat pula melukai. Jika dalam jumlah yang tepat, maka api akan dapat membantu
kegiatan rumah tangga dengan baik. Apabila jumlahnya berlebihan, maka api akan
dapat merugikan dan dapat menimbulkan kebakaran yang dapat menelan korban jiwa.
Api atau titik api berasal dari tiga faktor, yaitu bahan bakar, oksigen dan panas
yang hadir dalam jumlah tertentu. Jika oksigen, panas dan bahan bakar yang ada
dapat dikurang dibawah tingkat tertentu, maka titik api dapat dicegah. Prinsip ini
adalah dasar yang dipergunakan dalam praktek pencegahan dan penanggulangan
bahaya kebakaran (Panduan Sistem Bangunan Tinggi Untuk Arsitek dan Praktisi
Bangunan, S. Juwana MSAE, Ir. Jimmy).
Gambar 1. Segitiga Api terdiri dari panas,
oksigen dan bahan bakar.
Sumber: www.google.com
Titik api yang timbul pada suatu tempat memiliki beberapa mekanisme
tertentu untuk dapat menyebar ke seluruh bangunan atau gedung. Mekanisme tersebut
dapat berupa konduksi, konveksi dan radiasi. Konduksi dapat terjadi jika panas
dipindahkan secara langsung melalui suatu bentuk struktur dari sumber api yang
terdekat, sebagaimana terjadi pada pengurangan kekuatan tulangan baja pada struktur
beton bertulang jika suhu meningkat di atas 400o C. Konveksi terjadi jika gas atau
4
udara panas meningkat di dalam gedung, di mana api dengan mudah menjalar dari
tanah ke lantai atasnya melalui lubang tangga atau lubang saluran (shaft). Radiasi
merupakan penjalaran api menurut garis lurus dari bahan yang terbakar ke bahan
yang mudah terbakar (Panduan Sistem Bangunan Tinggi Untuk Arsitek dan Praktisi
Bangunan, S. Juwana MSAE, Ir. Jimmy).
Pada umumnya penjalaran dari api tersebut tergantung dari jenis barang-
barang yang ada di dalam sebuah gedung, kemampuan dari struktur bangunan untuk
dapat bertahan terhadap api dan lokasi gedung terhadap sumber api itu sendiri. Ada
pun berikut ini adalah pengklasifikasian dari bahaya yang dapat ditimbulkan oleh
adanya kebakaran.
1. Bahaya kebakaran ringan
Merupakan bahaya terbakar pada tempat dimana terdapat bahan-bahan yang
mempunyai nilai kemudahan terbakar rendah dan apabila terjadi kebakaran
melepaskan panas rendah dan menjalarnya api lambat.
2. Bahaya kebakaran rendah kelompok I
Bangunan mempunyai nilai kemungkinan terbakar rendah, penimbunan bahan
yang mudah terbakar sedang dengan tinggi tidak lebih dari 2,50 meter dan
apabila terjadi kebakaran melepaskan panas sedang, penjalaran api sedang.
3. Bahaya kebakaran rendah kelompok II
Bangunan mempunyai nilai kemungkinan terbakar sedang, penimbunan bahan
yang mudah terbakar sedang dengan tinggi tidak lebih dari 4,00 meter dan
apabila terjadi kebakaran melepaskan panas sedang, penjalaran api sedang.
4. Bahaya kebakaran rendah kelompok III
Bangunan mempunyai nilai kemungkinan terbakar tinggi dan apabila terjadi
kebakaran melepaskan panas yang tinggi, sehingga penjalaran api cepat.
5. Bahaya kebakaran berat
Merupakan bahaya terbakar pada tempat dimana terdapat bahan-bahan yang
mempunyai nilai kemudahan terbakar tinggi dan apabila terjadi kebakaran
melepaskan panas sangat tinggi dan menjalarnya api sangat cepat.
5
2.2 SISTEM PENANGGULANGAN BAHAYA KEBAKARAN PADA
BANGUNAN TINGGI
Untuk dapat menambah kenyamanan dan keselamatan pada bangunan tinggi,
maka diperlukan sistem penanggulangan bahaya kebakaran yang sesuai dengan
standar-standar yang berlaku. Dengan demikian, maka bahaya akan terjadi kebakaran
akan dapat untuk diminimalisisr.
Adapun penanggulangan bahaya kebakaran pada umumnya dapat
dikelompokkan menjadi dua jenis. Yang pertama adalah pencegahan dan
penanggulangan bahaya kebakaran secara pasif, dan yang kedua adalah pencegahan
dan penanggulangan bahaya kebakaran secara aktif.
Yang dimaksud dengan pencegahan dan penanggulangan secara pasif
merupakan sistem yang bertumpu pada rancangan bangunan yang memungkinkan
orang untuk dapat keluar dari bangunan dengan selamat pada saat terjadi kebakaran
atau dalam kondisi darurat lainnya. Sedangkan pencegahan dan penanggulangan
secara aktif yaitu merupakan sistem yang mempergunakan peralatan-peralatan
tertentu yang ikut berperan dalam pencegahan maupun penanggulangan bahaya
kebakaran.
2.2.1 SISTEM PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN PASIF
Sistem yang bertumpu dari rancangan bangunan ini terdiri dari konstruksi
tahan api, pintu keluar, koridor dan jalan keluar, kompartemen darurat, evakuasi
darurat, dan pengendali asap.
A. KONSTRUKSI TAHAN API
Konsep konstruksi tahan api terkait pada kemampuan dinding luar, lantai, dan
atap untuk dapat menahan api di dalam bangunan atau kompartemen. Dahulu, sistem
yang mengukur ketahanan terhadap kebakaran dihitung dalam jumlah jam, dan
kandungan bahan struktur tahan api. Namun sekarang, hal ini dianggap tidak cukup,
6
dan spesifikasi praktis yang digunakan adalah suatu konstruksi yang mempunyai
tingkat kemampuan untuk bertahan terhadap api. Definisi ini menyatakan beberapa
ketentuan yang terkait pada kemampuan struktur untuk tahan terhadap api tanpa
mengalami tanpa mengalami perubahan bentuk (deformasi) yang berarti, dan
mencegah menjalarnya api keseluruh bangunan. Berdasarkan Keputusan Menteri
Pekerjaan Umum nomor 02/KPTS/1985, ketentuan pencegahan dan penanggulangan
bahaya kebakaran pada gedung dibagi dalam beberapa klasifikasi, yaitu :
Bangunan Kelas A :
Konstruksi yang unsur struktur pembentuknya tahan api dan mampu menahan
sekurang-kurangnya 3 jam.
Bangunan Kelas B :
Konstruksi yang unsur struktur pembentuknya tahan api dan mampu menahan
sekurang-kurangnya 2 jam.
Bangunan Kelas C :
Konstruksi yang unsur struktur pembentuknya tahan api dan mampu menahan
sekurang-kurangnya setengah jam.
Bangunan Kelas D :
Bangunan yang tidak mencakup kelas A, B, dan C, tidak diatur dalam
ketentuan ini, tetapi diatur secara khusus, seperti : instalasi nuklir dan bangunan-
bangunan yang digunakan sebagai gudangnya bahan-bahan yang mudah meledak.
Pada umumnya, bahan bangunan yang terbaik yang dapat bertahan terhadap
api adalah dengan mempergunakan bahan yang terbuat dari baja. Bahan baja dapat
dipergunakan sebagai tulangan kolom dan balok pada struktur sebuah bangunan.
Meskipun dapat bertahan terhadap api, bahan baja juga akan melelh jika terkena
panas yang sangat tinggi. Oleh karena itu perlu diberikan perlindungan juga, agar
panas dari api yang merambat, tidak cepat merusak baja. Perlindungan terhadap baja
dapat dilakukan dengan melakukan pengecoran dengan beton, ditutupi dengan panel
7
vermiculite, atau disemprot dengan lapisan vermiculite atau disemprot dengan lapisan
tahan api.
Gambar II. Bentuk perlindungan baja terhadap api.
Sumber : www.google.com
B. PINTU KELUAR
Beberapa syarat yang perlu dipenuhi oleh pintu keluar diantaranya adalah:
a. Pintu harus tahan terhadap api sekurang-kurangnya dua jam.
b. Pintu harus dilengkapi dengan minimal tiga engsel.
c. Pintu juga harus dilengkapi dengan alat penutup pintu otomatis (door closer).
8
d. Pintu dilengkapi dengan tuas atau tungkai pembuka pintu yang berada di luar ruang
tangga (kecuali tangga yang berada di lantai dasar, berada di dalam ruang tangga),
dan sebaiknya menggunakan tuas pembuka yang memudahkan, terutama dalam
keadaan panik (panic bar).
e. Pintu dilengkapi tanda peringatan: ”TANGGA DARURAT TUTUP KEMBALI”.
f. Pintu dapat dilengkapi dengan kaca tahan api dengan luas maksimal 1 m2 dan
diletakkan di setengah bagian atas dari daun pintu.
g. Pintu harus dicat dengan warna merah.
C. KORIDOR DAN JALAN KELUAR
Setiap koridor harus
dilengkapi dengan papan
petunjuk arah keluar, demi
memudahkan evakuasi pada
saat terjadi bencana. Tanda
exit juga harus dilengkapi
dengan anak panah penunjuk
pintu keluar. Tanda keluar
juga harus dilengkapi dengan
lampu yang dapat menyala
pada saat situasi darurat,
dengan cahaya yang tidak
kurang dari 50 lux.
Gambar III Papan penunjuk arah keluar
Sumber: www.google.com
9
D. KOMPARTEMEN DARURAT
Gambar IV Ruang
penampungan sementara pada
saat terjadi bencana
Sumber : www.google.com
Pada bangunan tinggi
di mana mengevakuasi seluruh orang dalam gedung dengan cepat adalah suatu hal
yang mustahil, kompartemen dapat menyediakan penampungan sementara bagi
penghuni atau pengguna bangunan untuk menunggu sampai api dipadamkan atau
jalur menuju pintu keluar sudah aman.
E. EVAKUASI DARURAT
Evakuasi darurat pada umumnya dapat melalui tangga yang dilengkapi
dengan penghisap asap (exhaust) dan pengalir udara segar (blower), untuk membuat
tangga bebas dari gas atau asap yang dapat mengganggu jalannya evakuasi. Selain itu
pada tangga darurat harus dilengkapi dengan lift darurat yang dapat mempermudah
evakuasi. Dinding keseluruhannya juga harus dapat menahan api dan tidak terdaat
bahan-bahan yang tidak
mudah untuk terbakar.
Gambar V Tangga dan lift
darurat
sumber : www.google.com
10
Berikut ini adalah persyaratan tangga darurat :
1. Tangga terbuat dari konstruksi beton atau baja yang mempunyai ketahanan
kebakaran kebakaran selama 2 jam
2. tangga dipisahkan dari ruangan lain dengan dinding beton yang tebalnya 15
cm atau tebal tembok 30 cm dan mempunyai ketahanan terhadap api selama 2
jam
3. Bahan finishing lantai terbuat dari bahan yang tidak mudah terbakar dan tidak
licin, dengan handrail terbuat dari besi.
4. Lebar tangga minimum 120 cm
5. Pintu tangga terbuat dari bahan yang tahan api selama 2 jam
6. Semua pintu membuka ke arah tangga kecuali pintu paling atas dan paling
bawah yang langsung berhubungan dengan luar dan membuka keluar.
7. letak pintu kebakaran paling jauh dapat dijangkau oleh pengguna dalam jarak
radius 30 meter.
F. PENGENDALI ASAP
Asap menjalar akibat perbedaan tekanan yang disebabkan oleh adanya
perbedaan suhu ruangan. Pada bangunan tinggi, perambatan asap juga disebabkan
oleh dampak timbunan asap yang yang mencari jalan keluar dan dapat tersedot
melalui lubang vertikal yang ada, seperti ruang tangga, ruang luncur lift, ruang
saluran vertikal (shaft) atau atrium. Perambatan ini dapat pula terjadi melalui saluran
tata udara yang ada dalam bangunan.
11
Gambar VI Gambar
tirai penghalang asap
Sumber :
www.google.com
Beberapa media yang
dapat digunakan
untuk mengendalikan
asap sangat tergantung dari fungsi dan luas bangunan, di antaranya:
Jendela, pintu, dinding/partisi, dan lain-lain yang dapat di buka sebanding
dengan 10% luas lantai.
Saluran ventilasi udara yang merupakan sistem pengendalian asap otomatis.
Sistem ini dapat berupa bagian dari sistem tata udara atau ventilasi dengan
peralatan mekanis (exhaust fan atau blower).
Gambar VII Pengendali asap pada bangunan tinggi
Sumber : www.google.com
Ventilasi di atap gedung dapat secara permanen terbuka atau dibuka dengan
alat bantu tertentu atau terbuka secara otomatis.
12
Gambar VIII Ventilasi pada atap bangunan dapat mempermudah bagi petugas
pemadam kebakaran untuk memadamkan api dari atas gedung
Sumber : www.google.com
Pada awalnya penggunaan atrium tidak diperbolehkan, karena dikhawatirkan
menjadi cerobong asap pada saat terjadi kebakaran. Tetapi sekarang banyak bangunan
tinggi yang dilengkapi dengan atrium dengan syarat-syarat sebagai berikut :
Sistem penyedotan asap melalui saluran kipas udara di atas bangunan.
Pintu keluar yang berada pada sekeliling atrium harus menggunakan pintu
tahan api.
Bangunan dengan fungsi hotel, apartemen dan asrama hanya boleh
mempunyai atrium maksimal 110 m² dan dilengkapi dengan pintu keluar yang
tidak menuju atrium.
Adanya pemisahan vertikal, sehingga lubang atrium maksimal terbuka
setinggi tiga lantai.
Pemisahan vertikal ini berlaku pula bagi ruang pertemuan dengan kapasitas
300 orang atau lebih dan perkantoran yang berada di bawah apartemen, hotel,
atau asrama.
Mezanin dibuat dengan bahan yang tahan api sekurang-kurangnya dua jam.
Ruangan yang bersebelahan dengan mezanin dibuat dengan bahan tahan api
sekurang-kurangnya satu jam.
Jarak dari lantai dasar ke lantai mezanin sekurang-kurangnya adalah 2,2
meter.
Mezanin tidak boleh terdiri dari dua lantai.
13
10 % dari luas mezanin dapat ditutup misalnya untuk kamar kecil, ruang
utilitas dan kompartemen).
Gambar IX Dimensi atrium
Sumber : www.google.com
Ruang mezanin yang
tertutup harus
mempunyai dua pintu
keluar.
Jarak tempuh antar
pintu keluar
maksimum adalah 35
meter.
2.2.2 SISTEM PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN AKTIF
A. ALAT PENGINDRAAN DAN PERINGATAN DINI (DETEKTOR)
Bangunan dilengkapi dengan sistem tanda bahaya (alarm system) jika terjadi
kebakaran yang panel induknya berada dalam ruang pengendali kebakaran, sedang
sub-panelnya dapat dipasang disetiap lantai berdekatan dengan kotak hidran.
Pengoperasian tanda bahaya dapat dilakukan secara manual dengan cara memecahkan
kaca tombol saklar tanda kebakaran atau bekeraj secara otomatis, dimana tanda
bahaya kebakaran dihubungkan dengan sistem detektor (detektor asap atau panas)
atau sistem sprinkler.
14
GambarX Sistem
tanda bahaya
kebakaran
Sumber :
www.google.com
Ketika detektor berfungsi, hal itu akan terlihat pada monitor yang ada pada
panel utama pengendali kebakaran, dan tanda bahaya dapat dibunyikan secara
manual, atau secara otomatis, di mana pada saat detektor berfungsi terjadi arus
pendek yang akan menyebabkan tanda bahaya tertentu berbunyi. Persyaratan
pemasangan detektor panas :
a. Dipasang pada posisi 15 mm hingga 100 mm di bawah permukaan langit-
langit.
b. Pada satu kelompok sistem ini tidak boleh dipasang lebih dari 40 buah.
c. Untuk setiap luas lanatai 46 m² dengan tinggi langit-langit 3,00 meter.
d. Jarak antar detektor tidak lebih dari 7,00 meter untuk ruang aktif, dan tidak
lebih dari 10,00 meter untuk ruang sirkulasi.
e. Jarak detektor dengan dinding minimum 30 cm.
f. Pada ketinggian berbeda, dipasang satu buah detektor untuk setiap 92 m² luas
lantai.
15
g. Dipuncak lekukan atap ruangan tersembunyi, dipasang sebuah detektor untuk
setiap jarak memanjang 9,00 meter.
Persyaratan pemasangan detektor asap :
a. Untuk setiap luas lantai 92 m².
b. Jarak antar detektor maksimum 12,00 meter di dalam ruang aktif dan 18,00
meter untuk ruang sirkulasi.
c. Jarak detektor dengan dinding minimum 6,00 meter untuk ruang aktif dan
12,00 meter untuk ruang sirkulasi.
d. Setiap kelompok sistem dibatasi maksimum 20 buah detektor untuk
melindungi ruangan seluas 2000 m².
Persyaratan pemasangan detektor api :
a. Setiap kelompok dibatasi dibatasi maksimum 20 buah detektor.
b. Detektor yang dipasang di ruang luar harus terbuat dari bahan yang tahan
karat, tahan pengaruh angin dan getaran.
c. Untuk daerah yang sering mengalami sambaran petir, harus dilindungi
sedemikian rupa sehingga tidak menimbulkan tanda bahaya palsu.
B. SELANG PEMADAM KEBAKARAN
16
Selang pemadam kebakaran berfungsi untuk memdamkan api pada saat terjadi
kebakaran pada sebuah gedung. Pada umumnya disetiap gedung dilengkapi dengan
selang pemadam kebakaran pada bagian in door maupun out door.
Teknis dari penggunaan selang pemadam kebakaran adalah sebagai berikut :
a. Buka kotak penyimpanan selang pemadam kebakaran
b. Tarik keseluruhan selang pemadam kebakaran
c. Buka katup dari selang pemadam kebakaran
d. Semprotkan pada bagian bangunan yang terkena api
Teknis dari penggunaan selang pemadam kebakaran out door hampir sama
dengan selang pemadam kebakaran in door. perbedaannya sebelum membuka katup
selang, harus terlebih dahulu menyambungkan selang pada keran hydrant yang ada di
out door
C. FIRE EXTINGUISHER
Fire Extinguisher merupakan alat pemadam api sederhana berupa tabung yang
didalamnya terdapat cairan yang biasanya terdapat ditempat-tempat umum. Fire
Extinguisher karbon dioksida dipergunakan untuk memadamkan cairan, dan
peralaatan elektronik. Tidak bisa dipergunakan kayu, kertas dan kain
17
Fire Extinguisher ABC Powder dipergunakan untuk memadamkan cairan,
peralatan elektronik, kayu, kertas dan kain, dan gas.
Berikut ini adalah teknis penggunaan dari fire extinguisher :
a. Pull the pin
Tarik pin yang terdapat pada bagian atas tabung pemadam. Pin tersebut akan
melepaskan sistem penguncian pada pemadam tersebut sehingga dapatmengeluarkan
racun api untuk memadamkan api.
b. Aim at the base of fire
Arahkan tabung racun api tersebut ke sumber dasar api, bukan pada kobaran
api.
c. Squeeze the lever slowly
Tekan tuas pemadam secara perlahan-lahan. Jika tuas dilepaskan, maka racun
api akan berhenti disemburkan.
18
d. Sweep from side to side
Arahkan pemadam racun api dengan gerakan menyapu, yaitu dari satu sisi ke
sisi yang lain hingga api benar-benar padam. Semburkan pemadam dari jarak yang
aman, dan semburkan lebih dekat setelah api mulai padam. Pastikan Anda membaca
terlebih dahulu instruksi yang terdapat di tabung pemadam, karena masing-masing
tipe pemadam menganjurkan jarak aman yang berbeda-beda.
D. SPRINKLER
Cara kerja Sprinkler hampir sama
dengan detektor asap atau pun detektor
panas. Yang membedakan adalah sprinkler
akan mengeluarkan air dengan kepadatan
pancaran yang direncanakan 2,25 mm/menit.
Dengan daerah kerja maksimum yang
diperkirakan 84 m2 untuk kebakaran dengan
kategori ringan. Untuk kebakaran dengan kategori sedang, kepadatan pancaran yang
19
direncanakan 5 mm/menit. Daerah kerja maksimum yang diperkirakan 72 ~ 360 m2.
Untuk di kebakaran dengan kategori berat maka Sprinkler akan menyemprotkan air
dengan kepadatan pancaran yang direncanakan 7,5 ~ 12,5 mm/men dengan daerah
kerja maksimum yang diperkirakan 260 m2. Pada umumnya Sprinkler dipasang
dengan pipa bertekanan tinggi ( min 0,5 kg/cm2). Dan springkler dirancang untuk
suhu 68o C dan memancarkan air dengan radius 3,50 meter.
20
BAB III
PENUTUP
3.1 KESIMPULAN
Dari serangkaian pembahasan sebelumnya, maka didapatkan sebuah
kesimpulan yaitu yang dimaksud dengan bahaya api adalah Api merupakan sebuah
oksidasi cepat terhadap suatu material dalam proses pembakaran kimiawi yang
menghasilkan panas, cahaya dan berbagai hasil kimia lainnya. Di mana jika dalam
jumlah yang tepat, maka api akan dapat membantu kegiatan rumah tangga dengan
baik. Apabila jumlahnya berlebihan, maka api akan dapat merugikan dan dapat
menimbulkan kebakaran yang dapat menelan korban jiwa.
Sistem penanggulangan bahaya kebakaran pada bangunan tinggi terdiri dari
pencegahan dan penanggulangan bahaya kebakaran secara pasif, dan pencegahan dan
penanggulangan bahaya kebakaran secara aktif. Yang dimaksud dengan pencegahan
dan penanggulangan secara pasif merupakan sistem yang bertumpu pada rancangan
bangunan yang memungkinkan orang untuk dapat keluar dari bangunan dengan
selamat pada saat terjadi kebakaran atau dalam kondisi darurat lainnya. Sedangkan
pencegahan dan penanggulangan secara aktif yaitu merupakan sistem yang
mempergunakan peralatan-peralatan tertentu yang ikut berperan dalam pencegahan
maupun penanggulangan bahaya kebakaran.
3.2 SARAN
Ada pun saran yang dapat diberikan adalah, dalam merancang sebuah
bangunan, baik itu bangunan dengan satu lantai mau pun dengan banyak lantai, harus
tetap memperhatikan sistem utilitas dari bangunan tersebut, tidak hanya perlindungan
dari bahaya kebakaran, dapat pula dari sistem transportasinya, sistem penangkal petir,
penghawaaan dan lain-lain.